BAB 4 HATI YANG LEMBUT Motor bebek itu meraung lagi. Anak muda gempal datang lagi. Tapi kali ini bersama satu anak gadis. Berdua mereka memberi sujud hormat pada Buddha dan Bodhisattva. Satu laki-laki setengah baya menyapa ramah, Suhu ada di dalam. Masuk saja. Terima kasih Om. Ini kita bawain sayur sawi hijau. Iya. Suhu paling cocok sama mangga, jambu kelutuk, caisim, dan ubi. Tahu nggak, Suhu jam tiga sudah nyapu pekarangan? Ia suka baca buku dan Nien Cing. Tahu nggak. Suhu tiap tahun baru selalu ngundang Bhiksu-Bhiksu untuk ikut baca Nien Cing? Biasanya sampai tiga jam. Tapi yang lain pada akhirnya duduk, nggak tahan kali ya, kelamaan. Tapi Suhu terus berdiri loh. Tekadnya luar biasa. Padahal sudah tua, saya suka kasihan juga. Iya Om, kita ke dalam dulu. Tahu nggak? Suhu tidak mau menerima dana begitu saja. Selalu suruh kasih saja ke yayasan. Iya Om, kita ke dalam dulu ya.
Suhu kalau pagi-pagi suka kasih makan burung loh, burung2 yang datang ke halaman Vihara. Iya Om, kita ke dalam dulu ya. Mereka berdua cepat2 ke kamar Suhu. Bhiksu Wu Thung tampak sedang jalan bolak-balik di kamarnya. Tahu ada yang datang, ia mempersilahkan mereka duduk. Suhu sedang apa? Sedang Nien Cing. Nien Cing kok jalan bolak-balik gitu? Iya, tidak apa-apa. Baca Cing itu seperti makan. Kalau tidak makan, bisa sakit. Makan yang wajar-wajar saja, berlebihan juga tidak baik. Suhu, ini kenalkan adik angkat saya. Ya, ya. Baik, baik. Dia mau taruh Altar di dalam kamar. Boleh nggak ya Suhu? Dia masih kuliah, dan kost di rumah orang. Boleh, bagus. Tapi harus ditutup kain waktu sedang ganti baju. Sang Buddha tidak apa-apa, Cuma bagi kita sendiri kurang begitu bagus kalau tidak ditutup kain. Gadis itu Cuma senyum2 malu. Dalam hati dia mengucapkan terima kasih. Dulu pernah ada suami istri sangat miskin. Baju yang lumayan Cuma punya satu. Kalau suami pakai, istri tinggal di rumah, tidak bisa keluar. Kalau istri keluar, suami yang tinggal di rumah. Suatu hari, mereka mendengar Sang Buddha telah tiba. Muncul niat yang sangat kuat untuk mengunjungi Beliau. Akhirnya diputuskan istri yang akan pergi. Waktu sampai di sana, hampir semua orang menutup hidung, karena bau sekali istri ini. Bajunya Cuma satu, dipakai bergantian sepanjang tahun. Dia tidak dikasih mendekat ke Sang Buddha. Sang Buddha menanyakan ada apa ribut2 di belakang. Setelah tahu, Beliau meminta orang itu maju ke hadapan-Nya. Istri tersebut merasa bahagia sekali. Dia mempersembahkan baju satu-satunya yang dia punya kepada Sang Buddha. Bau sekali, tidak ada yang mau menyentuh baju itu. Sang Buddha sendiri yang mengambilnya, kemudian menyimpannya di dalam kamar Beliau. Setelah dilahirkan kembali, orang ini memiliki baju yang tidak kotor2. Cemerlang terus sepanjang hidup. Wah, hebat sekali ya Suhu! anak muda dan gadis itu bersahut bersama-sama. Pernah sekali, ada salah satu dari delapan belas Arahat mendengar suara perempuan menangis pilu. Dia cari2, ternyata ada satu perempuan di pinggir sungai kelihatan susah sekali. Dia bilang Cuma punya satu mangkok untuk mengambil air buat majikannya dan tidak punya apa2 lagi. Majikannya sangat telengas, suka marah. Dia sedang mengambil air untuknya. Setelah itu dia menangis lagi. Arahat itu bertanya padanya, kenapa kesusahannya itu tidak dijual saja. Perempuan itu bilang, Mana ada orang yang mau membeli kesusahan? Tuan ini ada2 saja. Ada, jual saja kepada saya. Tapi saya tidak punya apa2 Tuan. Itu kan ada air di mangkok. Perempuan itu akhirnya mempersembahkan air kepada Arahat. Setelah dilahirkan kembali, ia menjadi orang yang berkecukupan, kaya raya, makmur, walaupun Cuma mempersembahkan semangkok air dari sungai. Memberi persembahan dengan tulus kepada Sang Buddha, pada Arahat, Orang Suci, itu luar biasa berkahnya. --------------------------------- Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. [Non-text portions of this message have been removed]