Wa'alaikum salaam. w.w.
 
Saya jelaskan singkat-singkat aja, yang esensiil aja karena keterbatasan waktu.
Nanti boleh dilanjutkan.
 
>Dear Buya HMA dan Bapak Sutan Sinaro serta Majelin RN Yang Mulia,
>1. Membaca diskusi Buya dan Bpk Sutan Sinaro pada tema ini tiba2 pengalaman 
>masa >lalu saya kembali kepermukaan. Jika Buya dan Bpk Sutan Sinaro tidak 
>berkeberatan >maka saya mohon pencerahan atas beberapa esensi dari diskusi 
>Buya dan Bpk berdua.

Mudah-mudahan bisa.
 
>2.  Pengalaman yg pernah saya alami adalah sebagai berikut:
>a). Pada suatu hari 26 tahun yg lalu, sebagai mhsw baru maka kami seperti 
>"diwajibkan" >utk mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan. Salah satunya 
>adalah kegiatan >pendalaman agama. 
 
Kata "wajib" di sini hanyalah pendapat kaum agama (not only Islam) untuk dapat 
memasukkan paham, memberi pencerahan atau keterangan lanjut bagi mahasiswa baru
dengan harapan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai mereka. Karena mereka 
pesimis angkatan muda sekarang akan dengan rela mau mendalami agama mereka 
dengan niat sendiri sementara pengaruh luar sangat kuat. Kebijakan ini 
boleh-boleh saja selama tidak melanggar aturan perguruan tinggi.
 
>b). Karena di KTP dan data mshw tertulis agama saya adalah Islam, maka saya 
>pun >mengikuti berbagai kegiatan pendalaman agama Islam. Berbagai proses dan 
>cara saat itu >diberikan pada kami agar "ibaratnya anak ayam yg baru lepas" 
>kami-kami ini bisa punya >modal dan dasar agama yg lebih baik dalam menempuh 
>dan menyelesaikan kuliah jauh >dari orang tua dan keluarga. 

Tulisan sanak ini disengaja atau tidak, sudah menunjukkan dugaan yang diatas 
tadi, 
Terpaksa belajar agama karena data di KTP, keinginan sendiri tidak muncul 
(ketika itu). 
(Kalau sekarang saya tidak tahu apakah karena rasa penasaran atau apa ?.)

>c). Berbagai aspek pelajaran agama diberikan pada kami (bahkan "sepertinya" 
>bukan >hanya "dicekokin" tapi malah "seperti di doktrin kurang sedikit". Mulai 
>dari berbagai >hapalan syariah sampai politik keagamaan, baik dengan cara 
>memberi bahan bacaan, >proses pencatatan ataupun diskusi terbuka. 

Memang dalam waktu yang singkat semuanya hendak diajarkan dengan tujuan 
mahasiswa punya bekal yang cukup, tapi akibatnya malah merasa seperti itu. 
Apalagi dengan background seperti diatas, bukan kemauan sendiri, hanya 
"kewajiban" saja, maka perasaan "dicekoki" atau "didoktrin" akan mengemuka.

>d). Dalam suatu diskusi yg berkaitan dengan tema agama yg benar, Islam yg 
>benar >dst...dst...tentang semua yg benar maka dari mulut saya entah kenapa 
>meluncurlah >serangkain pertanyaan.
>Ricky : " Mas, rasanya semua kita sudah tahu bahwa hanya Islam lah agama yang 
>>benar. Kita semua juga sudah tahu bahwa kita harus melaksanakan Islam secara 
>kaffah, >yaitu dengan berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadist. Kita juga 
>sudah tahu bahwa >Rasulullah telah mengingatkan bhw pada akhir zaman nanti 
>umat akan terbagi menjadi 73 >golongan dan hanya 1 golonganlah yg akan diakui 
>sebagai "umat ku" oleh Rasulullah. 

Benar haditsnya, tapi jangan lupa dalam hadits itu ada kata kuncinya, yakni 
yang satu
golongan itu adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada "Al-Qur-an dan 
sunnahku"
(sunnah Nabi saw.)

>Tutor 1 : "Iya, terus kenapa?".
>Ricky : "kita semua juga sdh tahu dan Mas segarkan kembali tentang cerita 
>mengenai >"dialog dlm kubur" dan tentang siksa kubur". 
 
Dialog dan siksa kubur adalah benar (undispute).

>Tutor 2 : "Iya, terus?".
>Ricky : "kita juga tahu bahwa semua kita berharap ingin lancar dlm menjawab 
>semua >pertanyaan dari malaikat Munkar dan Nakir, serta berharap dan ingin 
>lolos dari siksa >kubur. Dan kita juga sudah Mas ingatkan bhw pada saat itu 
>semua anggota tubuh kita >akan terkunci alias tidak bisa menjawab seperti 
>kemauan kita, tapi dia akan menjawab >seperti aoa adanya perbuatan kita di 
>muka bumi". 

Benar ....

>Tutor 3 dan Tutor 1 : "Iya, terus maksudnya apa,....jangan panjang benar 
>>pengantarnya,...to the point ke persoalan".

Tutornya nggak sabararan... biasanya yang model begini tidak terpilih jadi 
tutor,
ndak tau lah kalau cerita ini diskenariokan.

>Ricky ; "Persoalan yang ingin saya tanyakan pd Mas adalah ketika semua orang 
>>mengatakan kecapnya yang nomor 1, maka dari mana kita tahu bhw kecap no 1 
>mana yg >nantinya akan diakui oleh Rasulullah sebagai umat beliau. 

Kelalaian kita, membaca ayat atau hadits sepotong-sepotong, dalam hadits itu 
ada kata kuncinya (orang-orang yang mengikuti Qur-an dan sunnah tadi), jadi 
tidak ada kecap nomor satu. Kalau sepotong-sepotong, "fawailul lil mushalliiin"
Neraka wail bagi orang yang sembahyang.... eh ?... gimana nih ?.
Oleh sebab itu jangan dipotong-potong, karena ada tanda lam alif di ujung ayat.
"fawailul lil mushaliinal ladzii nahum 'an shalaatihim shaahuuun"
Neraka wail bagi orang yang sembahyang yang lalai dengan sembahyang mereka".

>Tutor 1 : "Pelajaran agama itu bertingkat-tingkat. Tidak boleh kita bertanya 
>seperti itu". 
>Singkat cerita kami dpt penerangan ttg adanya tingkat yg berbeda dari jaman 
>para >kullafaurasyidin, ...dst...dst...hingga jaman wali-wali,...kiyai-kiyai 
>dst-dst. 
 
Yang diceritakan mungkin hanya gambaran pemahaman ummat, karena Qur-an itu bisa 
berbahasa kepada kaum dengan intelektual rendah sampai yang brilliant, dari 
kaum badawi sampai ke penguasa. Oleh sebab itu kata Nabi saw. belajar itu nggak 
pernah berhenti, dari buaian sampai liang lahat (Eh urang lah mati kok baraja 
juo ?, ... memang, ketika dibacakan talqin mereka diberi pelajaran, seperti 
kata Nabi kepada mayat-mayat di Badar, mereka mendengar tapi tidak bisa 
menjawab).

>Tutor 2 : Diam saja.
>Tutor 3. (Sambil marah) :"Itu adalah pertanyaan orang2 Kafir!!". 

Ada sementara tutor yang tidak mau dan tidak bisa menahan emosi dan langsung 
antipati, dan mungkin karena keterbatasan waktu tidak mau mengayomi, cuma yang 
begini biasanya tidak terpilih jadi tutor.

>Singkat cerita lalu kami dikuliahi pula dgn berbagai pola-pola dialog orang 
>kafir dlm >mempertanyakan agama Islam. 
>Ricky : Mas, saya paham dan sudah membaca semua buku yg Mas contohkan tadi. 
>>Sekarang pertanyaan saya adalah kalau suatu hari memang benar-benar ada 
>seorang >kafir yg bertanya begitu pada saya, masak saya harus jawab seperti 
>kalimat Mas tadi. >Kalau begitu jawabnya, mana mau si Kafir itu masuk Islam 
>??. 
 
Keadaan ini sering saya alami di dalam dan di luar negeri, kuncinya kesabaran 
dan pengetahuan agama yang cukup, serta intelijensia karena mereka 
pandai-pandai dan biasanya diajarkan cara berdebat. Pengalaman saya waktu itu 
cukup membuat 2 orang missionariest asal Canada, termenung-menung di bawah 
stasiun Tokyo memikirkan apa yang saya sampaikan pada mereka. Pengalaman saya 
itu juga menyuruh saya belajar lebih banyak lagi tentang agama ini karena 
Qur-an itu rupanya kalau diuraikan dan diteliti, melebihi semua buku dan jurnal 
internasional yang ada di muka bumi dari dulu semenjak orang pandai meneliti 
sampai sekarang.

>3. Ketika pada suatu hari ALLAH memberi hidayah pada saya utk sampai di Roma 
>dan >menginjakan kaki di Roma, ....maka kisah itu tiba-tiba terkenang pula.
>Saat sampai di Roma, yg terfikir oleh saya adalah "allhamdulillah, ternyata 
>benar kata >pepatah bhw banyak jalan menuju Roma".

Jalan menuju Roma memang banyak, tapi jalan menuju sorga jannatun na'im untuk 
ummat Muhammad hanya satu, yakni berpegang teguh kepada Al-Qur-an dan Sunnah. 
(Ingat sejarah yang saya sebutkan pada buya, Ketika lembaran Taurat ada di 
tangan Ummar bin Khattab ra).

>Sedangkan ketika pertama kali menginjakan kaki di Roma yg terbayang oleh saya 
>adalah >Tutor-3 yang marah dan "MANYAMBUA" dalam manjawek tanyo yg indak 
>tapacik dek >inyo.. 

Hi hi, yang begini ini biasanya nggak terpilih menjadi tutor, cuma 
kadang-kadang mereka merasa curiga bahwa si peserta sengaja memancing-mancing 
dengan pertanyaan yang menurut mereka berasal dari kaum kuffar seperti Atheist, 
Orientalist, atau Yahudi dan Christian. Kemudian bagi kita yang bertanya, bila 
tidak terjawab oleh mereka, sebaiknya mencari guru yang pandai dalam agama 
Islam.

>4. Mohon kiranya Bpk dan Buya berkenan memberi pencerahan. 
 
Ini jawab pertanyaan saja, karena berdasarkan cerita, penjelasannya mungkin 
memakan waktu yang panjang, dan kalau mau, coba buka-buka lagi file Rantau-net 
yang lama-lama,
dengan demikian sedikit demi sedikit dapat memahami bagaimana sebenarnya Islam 
ini, dan perilaku apa yang mesti di-acting-kan.
>Salam,
>r.a (lagi dijalan) 
Wa'alaikum salaam. w.w.
>Padang, April 2009.
>Dr. Eng. Khairi Yusuf St. Sinaro
>Lab. Perancangan dan Konstruksi Mesin 
>Universitas Andalas
>Kampus Limau Manih Padang.


NB: Mdh2an JePe masih ingat kasus di atas. 




Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: buyamasoedabidin 
Date: Tue, 14 Apr 2009 05:19:10 -0700
To: <RantauNet@googlegroups.com>
Subject: [...@ntau-net] Re: Merantau ke Deli: Lelaki Minang dalam Memori... Baa 
?




      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke