RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
About 'standard'. Bisa diterima akal jika COY punya 'standard' quality minum yang harus dipenuhi oleh proyek2x mereka, khususnya oleh proyek2 besar dalam klasifikasi port folio bisnis mereka. Mustinya 'standard' dilawan/disepakai dengan 'standard' lagi. Maksudnya; pemerintah menyiapkan suatu 'standard' dimana pemerintah merasa comfortable atasnya bahwa dari sudut pandang operasional/financial-ekonomis/safety/resiko/dll 'standard' tersebut is enough dan bisa dipertanggung jawabkan secara professional ke Dunia international (berhubung investornya adalah datang dari dunia international). So kalau COY bawa 'standard' mereka masing-masing dan itu melebihi 'standard pemerintah' ya silahkan aja, tetapi cost nya nggak usah direcover. Challengenya, mengingat bervariasinya permasalahan diberbagai daerah operasi, ndak mudah bagi pemerintah untuk mampu menelorkan 'standard' tsb. Tapi ndak mudah itu bukan berarti tidak bisa lho. Just food for thought. Salam, Hendro HS Duri -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, August 15, 2005 10:34 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Abah, Exxon sudah tidak lagi melapor ke Pertamina MPS (sekarang BPMIGAS) untuk closed out AFE sumur2 Banyu Urip-nya, tetapi ke Pertamina EP, maka saya tak punya angka pasti realisasi. Catatan terakhir di Pertamina MPS menunjukkan realisasi biaya sudah melebihi sedikit dari 10 juta USD (mungkin termasuk tes). Dry hole AFE-nya sekitar 6,5 juta USD. Supervisi sumur (jadi personalia) termasuk yang paling tinggi di Indonesia, berlapis-lapis. Saat saya mengecek ke lapangan saat Banyu Urip-3 dites, dari sekitar 60 orang tercatat di absen, hampir setengahnya bernama asing. Di mana di Indonesia setengah rig crew itu ex-pat ? Saya belum menemukan lagi selain di situ. Sebuah alasan yang dikemukakan : ini standar Exxon, dan Banyu Urip menurut mereka secara Exxon korporat adalah aset penting, maka pengawasannya harus benar. Saat saya mengecek ke porta-camp testing personnels dari sebuah service company, maka suasananya mirip kantor2 Amerika : penuh dengan expat. Tetapi, baru di Banyu Urip itu saya dapat latihan evakuasi H2S yang benar dan detail sebelum menginjak lahan rig. Biasanya, kalau lagi mengecek DST sumur2, saya lewat begitu saja tanpa keseriusan semacam di BU. Dan, lahan rig yang nyaman, dengan perawatan yang bagus, tiga mesin fotocopy, security yang ketat, dan sistem datang ke - pergi dari rig yang ketat, rasanya baru saya temukan di situ setelah 10 tahun jadi wellsite geologist. Maka, yang menjadikan biaya tinggi adalah Exxon Standard, personil adalah bagian daripadanya. Sebelum sumur itu dibor, kami di Pertamina MPS saat itu rapat berkali2 untuk membuat AFE sumur turun dari sekitar 12 jt ke 6,5 jt USD. salam, awang [EMAIL PROTECTED] wrote: Awang, Apakah ada angka angka realisasinya ? Dry hole atau plus testing ? Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya. Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ? Si Abah. On 12/08/05, Awang Satyana wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) - - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net
RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Hendro Bright idee , memang sebaiknya begitu ,, ada kesisteman dalam pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah termasik Ditjen dan Bp Migas dalam menilai sesuatu gara obyektif jadi tidak dapat disangkal oleh KPS (terutama yang merasa besar ). Si Abah About 'standard'. Bisa diterima akal jika COY punya 'standard' quality minum yang harus dipenuhi oleh proyek2x mereka, khususnya oleh proyek2 besar dalam klasifikasi port folio bisnis mereka. Mustinya 'standard' dilawan/disepakai dengan 'standard' lagi. Maksudnya; pemerintah menyiapkan suatu 'standard' dimana pemerintah merasa comfortable atasnya bahwa dari sudut pandang operasional/financial-ekonomis/safety/resiko/dll 'standard' tersebut is enough dan bisa dipertanggung jawabkan secara professional ke Dunia international (berhubung investornya adalah datang dari dunia international). So kalau COY bawa 'standard' mereka masing-masing dan itu melebihi 'standard pemerintah' ya silahkan aja, tetapi cost nya nggak usah direcover. Challengenya, mengingat bervariasinya permasalahan diberbagai daerah operasi, ndak mudah bagi pemerintah untuk mampu menelorkan 'standard' tsb. Tapi ndak mudah itu bukan berarti tidak bisa lho. Just food for thought. Salam, Hendro HS Duri -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, August 15, 2005 10:34 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Abah, Exxon sudah tidak lagi melapor ke Pertamina MPS (sekarang BPMIGAS) untuk closed out AFE sumur2 Banyu Urip-nya, tetapi ke Pertamina EP, maka saya tak punya angka pasti realisasi. Catatan terakhir di Pertamina MPS menunjukkan realisasi biaya sudah melebihi sedikit dari 10 juta USD (mungkin termasuk tes). Dry hole AFE-nya sekitar 6,5 juta USD. Supervisi sumur (jadi personalia) termasuk yang paling tinggi di Indonesia, berlapis-lapis. Saat saya mengecek ke lapangan saat Banyu Urip-3 dites, dari sekitar 60 orang tercatat di absen, hampir setengahnya bernama asing. Di mana di Indonesia setengah rig crew itu ex-pat ? Saya belum menemukan lagi selain di situ. Sebuah alasan yang dikemukakan : ini standar Exxon, dan Banyu Urip menurut mereka secara Exxon korporat adalah aset penting, maka pengawasannya harus benar. Saat saya mengecek ke porta-camp testing personnels dari sebuah service company, maka suasananya mirip kantor2 Amerika : penuh dengan expat. Tetapi, baru di Banyu Urip itu saya dapat latihan evakuasi H2S yang benar dan detail sebelum menginjak lahan rig. Biasanya, kalau lagi mengecek DST sumur2, saya lewat begitu saja tanpa keseriusan semacam di BU. Dan, lahan rig yang nyaman, dengan perawatan yang bagus, tiga mesin fotocopy, security yang ketat, dan sistem datang ke - pergi dari rig yang ketat, rasanya baru saya temukan di situ setelah 10 tahun jadi wellsite geologist. Maka, yang menjadikan biaya tinggi adalah Exxon Standard, personil adalah bagian daripadanya. Sebelum sumur itu dibor, kami di Pertamina MPS saat itu rapat berkali2 untuk membuat AFE sumur turun dari sekitar 12 jt ke 6,5 jt USD. salam, awang [EMAIL PROTECTED] wrote: Awang, Apakah ada angka angka realisasinya ? Dry hole atau plus testing ? Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya. Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ? Si Abah. On 12/08/05, Awang Satyana wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Shofi, BPMIGAS tak punya waktu yang cukup untuk tahu dapur KPS/JOB sampai ke pojok2nya, apalagi yang tak tersirat macam itu. Terus terang, proposal yang diajukan sekian banyaknya sementara personal BPMIGAS sedikit saja. Ada yang seharinya mesti hadir di lima atau enam rapat. Ditinggal rapat sejenak pun, meja sudah penuh dengan surat-surat dan proposal yang harus ditindaklanjuti. Suatu kelalaian dalam pengawasan, misal membiarkan proposal studi yang tak perlu lolos, atau anggaran tetap tinggi, adalah wajar terjadi dalam arus pekerjaan yang begitu deras mengalir. Kami di BPMIGAS juga tahu dari sekian studi yang diusulkan KPS/JOB itu berapa sih yang benar2 perlu dan mendesak untuk dilakukan ? Sebagian TSA yang dilakukan adalah juga untuk menghidupi research center mereka di LN. Untuk itulah, maka kita selalu memodifikasi TSA, menurunkan anggarannya, menyalurkan sebagian ke DN, dll cara pengawasan. Sangat membantu kalau tenaga nasional di KPS (yang jelas tahu dapurnya sendiri), memberitahu BPMIGAS soal-soal yang diragukannya tetapi tetap dipaksakan. Apakah BPMIGAS akan membocorkan identitasnya, tentu saja tidak. Seorang tenaga nasional di sebuah KPS asing pernah memberitahu kami tentang seorang ex-pat yang kelakuannya tak disukai, tak kooperatif, merendahkan tenaga nasional, dll. Nah, berbekal pemberitahuan ini, kami melakukan investigasi dengan cara kami. Lalu, saat si ex-pat ini diajukan kembali untuk diperpanjang (dengan berbagai alasan teknis yang bagus2 dll. dll.), kami memutuskan untuk menghentikan usulan perpanjangannya. Sebuah KPS punya sister company sebuah perusahaan drilling service. Banyak sumur dibornya, berturut-turut kering. Sumur kering tinggal kering, sementara sister company telah dapat project. Di blok lain, pemboran mengalami hambatan serius karena ketidakseriusan sister company yang punya rig ini, sementara biaya rig jalan terus. Macet tinggal macet, uang terus mengalir ke sister company. Blok sudah produksi, cost recovery berlaku. Dicurigai, pemboran bukan concept-driven, tetapi project driven (!). Kalau kecurigaan benar, maka, memberi project kepada sister company dengan uang yang harusnya memperbesar pendapatan Negara (untuk kemakmuran rakyat) adalah kejahatan besar. Secara kasar : merampok kemakmuran rakyat. Tunggu dulu, tak semudah itu menagih cost recovery bila kecurigaan ini benar. Menyertakan sister company dalam tender adalah menyalahi aturan, macet operasi di sumur karena kelangkaan alat yang harusnya ada adalah kelalaian bahkan penipuan atas kontrak. Tetapi, harus diakui bahwa tak mungkin semua tindakan yang merugikan Negara tertangkap, maka tetap jiwa-jiwa nasionalis dibutuhkan untuk memberitahu bahwa ada suatu proyek yang dipaksakan dll. Kalau mau ditimpakan ke Indonesia, timpakan saja ke Indonesia, adalah bukan hanya terjadi di KPS asing, tetapi juga di KPS nasional. salam, awang Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Awang, sekedar sharing. Saya punya pengalaman dengan situasi seperti ini, ini dulu ya. Saat itu saya diminta untuk presentasi TSA di BP Migas untuk beberapa study. Seperti biasa, saya selalu mencari alasan teknis di belakang itu. Saya menemukan ada satu TSA yang sama sekali kurang didukung alasan teknis. Saya mencoba diskusi dengan manajer dan chief geologist. Sang manajer bahkan cenderung menolak memberikan jawaban sementara sang chief memberikan alasan yang dapat dipatahkan dengan mudah. Keduanya akhirnya mengakui (jelas sekali jawabannya karena terdesak) bahwa proyek harus jalan, perlu atau gak perlu karena coy mau makes money. Cuma repotnya saat itu yang harus kasih presentasi ya saya sendiri. Jeleknya lagi TSA itu secara teknikal bisa diterima BP Migas, sesuatu yang tidak saya harapkan. Kalo saya ngasih tahu kunci kelemahannya ... he he ... saya bisa malu sendiri gak bisa ngejawab pertanyaan. Lha harus gimana nih pak? Tapi next time kayaknya saran pak Awang bisa diperhatikan dan dilakukan atas nama bendera merah putih. Salam Shofi kapan ya bisa presentasi di BP Migas lagi? On 8/12/05, Awang Satyana wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. Bagaimana halnya kalau tidak kita turunkan dari awal ? Tentu saja pendapatan Negara akan berkurang. Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur,
RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Pak Awang, Masalahnya pekerja nasional di KPS asing (misalnya) apa mempunyai payung hukum untuk menjadi double face buat company tempat dia bekerja?, ini yang sulit, bagaimanapun karyawan tersebut memiliki gentlement agreement dengan coy-nya sesuai kesepakatan yg ke-2 belah pihak akui, satu hal juga peluang conflict interest untuk memanfaatkan kondisi tersebut besar sekali. Melaporkan, menjatuhkan dll demi kepentingan diri sendiri pasti ada. Kenapa pihak BPMIGAS tidak terus terang saja menempatkan oknumnya di setiap coy, sama hal yg sekarang BUMN lakukan dengan pasukan lendonya, menempatkan oknumnya di setiap BUMN untuk menangkal korupsi?..tak jelas memang efektif atau tidak. regards -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, August 15, 2005 1:50 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Shofi, BPMIGAS tak punya waktu yang cukup untuk tahu dapur KPS/JOB sampai ke pojok2nya, apalagi yang tak tersirat macam itu. Terus terang, proposal yang diajukan sekian banyaknya sementara personal BPMIGAS sedikit saja. Ada yang seharinya mesti hadir di lima atau enam rapat. Ditinggal rapat sejenak pun, meja sudah penuh dengan surat-surat dan proposal yang harus ditindaklanjuti. Suatu kelalaian dalam pengawasan, misal membiarkan proposal studi yang tak perlu lolos, atau anggaran tetap tinggi, adalah wajar terjadi dalam arus pekerjaan yang begitu deras mengalir. Kami di BPMIGAS juga tahu dari sekian studi yang diusulkan KPS/JOB itu berapa sih yang benar2 perlu dan mendesak untuk dilakukan ? Sebagian TSA yang dilakukan adalah juga untuk menghidupi research center mereka di LN. Untuk itulah, maka kita selalu memodifikasi TSA, menurunkan anggarannya, menyalurkan sebagian ke DN, dll cara pengawasan. Sangat membantu kalau tenaga nasional di KPS (yang jelas tahu dapurnya sendiri), memberitahu BPMIGAS soal-soal yang diragukannya tetapi tetap dipaksakan. Apakah BPMIGAS akan membocorkan identitasnya, tentu saja tidak. Seorang tenaga nasional di sebuah KPS asing pernah memberitahu kami tentang seorang ex-pat yang kelakuannya tak disukai, tak kooperatif, merendahkan tenaga nasional, dll. Nah, berbekal pemberitahuan ini, kami melakukan investigasi dengan cara kami. Lalu, saat si ex-pat ini diajukan kembali untuk diperpanjang (dengan berbagai alasan teknis yang bagus2 dll. dll.), kami memutuskan untuk menghentikan usulan perpanjangannya. Sebuah KPS punya sister company sebuah perusahaan drilling service. Banyak sumur dibornya, berturut-turut kering. Sumur kering tinggal kering, sementara sister company telah dapat project. Di blok lain, pemboran mengalami hambatan serius karena ketidakseriusan sister company yang punya rig ini, sementara biaya rig jalan terus. Macet tinggal macet, uang terus mengalir ke sister company. Blok sudah produksi, cost recovery berlaku. Dicurigai, pemboran bukan concept-driven, tetapi project driven (!). Kalau kecurigaan benar, maka, memberi project kepada sister company dengan uang yang harusnya memperbesar pendapatan Negara (untuk kemakmuran rakyat) adalah kejahatan besar. Secara kasar : merampok kemakmuran rakyat. Tunggu dulu, tak semudah itu menagih cost recovery bila kecurigaan ini benar. Menyertakan sister company dalam tender adalah menyalahi aturan, macet operasi di sumur karena kelangkaan alat yang harusnya ada adalah kelalaian bahkan penipuan atas kontrak. Tetapi, harus diakui bahwa tak mungkin semua tindakan yang merugikan Negara tertangkap, maka tetap jiwa-jiwa nasionalis dibutuhkan untuk memberitahu bahwa ada suatu proyek yang dipaksakan dll. Kalau mau ditimpakan ke Indonesia, timpakan saja ke Indonesia, adalah bukan hanya terjadi di KPS asing, tetapi juga di KPS nasional. salam, awang Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Awang, sekedar sharing. Saya punya pengalaman dengan situasi seperti ini, ini dulu ya. Saat itu saya diminta untuk presentasi TSA di BP Migas untuk beberapa study. Seperti biasa, saya selalu mencari alasan teknis di belakang itu. Saya menemukan ada satu TSA yang sama sekali kurang didukung alasan teknis. Saya mencoba diskusi dengan manajer dan chief geologist. Sang manajer bahkan cenderung menolak memberikan jawaban sementara sang chief memberikan alasan yang dapat dipatahkan dengan mudah. Keduanya akhirnya mengakui (jelas sekali jawabannya karena terdesak) bahwa proyek harus jalan, perlu atau gak perlu karena coy mau makes money. Cuma repotnya saat itu yang harus kasih presentasi ya saya sendiri. Jeleknya lagi TSA itu secara teknikal bisa diterima BP Migas, sesuatu yang tidak saya harapkan. Kalo saya ngasih tahu kunci kelemahannya ... he he ... saya bisa malu sendiri gak bisa ngejawab pertanyaan. Lha harus gimana nih pak? Tapi next time kayaknya saran pak Awang bisa diperhatikan dan dilakukan atas nama bendera merah putih. Salam Shofi kapan ya bisa presentasi di BP Migas lagi? On 8/12/05, Awang Satyana wrote: Di wilayah
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Oki , Jangan heran mengapa isi editorial koran yang cukup pintar seperti ini . Editorial ini menunjukan seolah-olah penulis editorial ini tidak mengerti sistim PSC , padahal koran sekaliber media indonesia kan tdk mungkin. Disinilah kemudian interest pribadi pemilik koran yang menentukan , jangan lupa bahwa Surya Palloh telah menandatangani MPU dengan Pemda , dengan demikian SP akan dapat menalangi kewajiban PemDa, SP akan menda- pat konsesi yang tentunya menguntungkan. Hal mana mungkin tidak akan terjadi bila bermitra dengan Pertamina. Atau lebih buruk lagi ! Apakah SP sudah menjadi agen perusahaan multi- nasional ? Masa y Dus , inilah salah satu akibat liberalisasi dalam mas media , yang mau tidak mau akan terjadi,yaitu mempengaruhi opini publik dengan infformasi yang menyesatkan. Si Abah. Dari editorial kamis media Indonesia. Kelihatannya posisi PTM di fait acomply (sp?) dalam editorial ini. Oki Pertarungan Minyak Pertamina-Pemerintah SEBUAH perundingan panjang dan melelahkan telah terjadi antara pemerintah Republik Indonesia bersama Pertamina dan Exxon Mobil mengenai pengelolaan ladang minyak di Blok Cepu. Perundingan yang dimulai sejak 1990 itu baru mencapai kesepakatan pada Juni 2005 dengan penandatanganan nota kesepahaman. Siapa pun yang menandatangani MoU, itu adalah kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dan Exxon Mobil, perusahaan minyak terbesar di dunia yang bermarkas di Houston, Amerika Serikat. Tidak mudah, memang, mengegolkan sebuah MoU dengan perusahaan sekaliber Exxon. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri terlibat dalam lobi, entah dengan Exxon, entah dengan pemerintah Amerika Serikat agar kesepakatan segera diteken. Maka, ketika MoU ditekan, tidak hanya pers di dalam negeri yang mewartakan deal tersebut. Pers terkemuka dunia pun memberitakan secara luas kesepakatan itu. Kesepakatan yang membuka jalan agar kandungan minyak sekitar 350 juta barel di Blok Cepu segera dipompa keluar untuk menghasilkan devisa bagi Indonesia yang sedang mengalami krisis keuangan amat parah. Menurut MoU yang diteken itu, porsi penerimaan pemerintah adalah 87%. Porsi ini naik dari 50% pada 1990, naik lagi menjadi 56% pada perundingan 2004, dan melonjak lagi menjadi 87% pada kesepakatan 2005. Dari sisi ini, pemerintah Indonesia sukses memaksa Exxon. Dengan asumsi harga minyak US$50/barel, 87% porsi pemerintah setara dengan sekitar US$8 juta per hari atau US$3,6 miliar setahun. Jumlah yang sangat memadai untuk mengatasi krisis keuangan negara. Akan tetapi, seluruh potensi penerimaan itu sekarang berada dalam bahaya. Bahaya karena Pertamina ingin mengubah MoU yang sudah ditekan dengan meminta lagi jatah 10% participate interest yang diberikan kepada pemerintah daerah. Sungguh sebuah ironi besar ketika sebuah kesepakatan pemerintah dengan Exxon bisa dibatalkan oleh Pertamina yang notabene adalah BUMN milik pemerintah. Bagi Exxon, dan juga bagi investor dunia, kasus ini--kalau tidak segera diatasi--akan meruntuhkan citra Indonesia. Kita akan dianggap sebagai negara yang tidak tahu dan tidak menghargai kesepakatan. Kesepakatan pemerintah bisa dianulir oleh direksi sebuah BUMN. Di manakah koordinasi? Di mana dan siapakah yang memegang kendali dan komando? Apakah arti sebuah MoU? Tidak cuma itu. Kalau MoU ini dibatalkan hanya karena Pertamina tidak berkenan, potensi penerimaan yang US$3,6 miliar setahun belum juga terealisasi karena sesama organ pemerintah berkelahi memperebutkan porsi. Kita ibarat itik yang mati kehausan di atas danau yang berlimpah air. Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke Mahkamah Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan menyebabkan investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik' yang dilakukan SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai kunjungan ke luar negeri akan berantakan. - Start your day with Yahoo! - make it your home page - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Awang, Apakah ada angka angka realisasinya ? Dry hole atau plus testing ? Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya. Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ? Si Abah. On 12/08/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) - - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Abah, Disamping biaya personalia yang tinggi (bule baik dari corporate ataupun vendornya), juga standard Safety ataupun Environment yang tinggi sekali.. disamping Technology charges nya juga mahal... nur -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, August 15, 2005 9:46 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Awang, Apakah ada angka angka realisasinya ? Dry hole atau plus testing ? Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya. Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ? Si Abah. On 12/08/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) - - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) - - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Abah, masak kalao untuk 2000an meter di daratan Jawa Timur dengan biaya 8 jutaan dolar (seperti propose2nya) lebih disebabkan oleh tingginya harga person sih ? Semoga nantinya pak Awang dan kawan2 dapat mengkritisi program2nya dengan argumen yang teknikal, fair, gak mengada-ada (prudential seringkali digunakan tameng untuk over budget), lumrah dan tetap hati2. Kalau Pak Awang bisa memberikan gambaran biaya yang idajukan untuk fasilitas produksi, pipa, floating storage dll maka bengkak-nya biaya semakin nampak jelas buat Abah dan komunitas ini. salam, ar-. [EMAIL PROTECTED] wrote: Awang, Apakah ada angka angka realisasinya ? Dry hole atau plus testing ? Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya. Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ? Si Abah. On 12/08/05, Awang Satyana wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. - Start your day with Yahoo! - make it your home page
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Rekan rekan IAGI Saya sependapat dengan Awang , kita memang bertugas untuk mengawal kepentingan NKRI. Hal ini jelas dalam AD - IAGI (lihat Pembukaan dan Pasal 5) , juga dalam Kode Etik IAGI lihat Kode Etik 1 dan Kode Etik 8. Kode Etik 1 : Sebagai pofesional . yang harus dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat Indonesia.. Kode Etik 8 : Selalu metaati perundangan dan peraturan ... dan wajib memberikan keterangan yang benar apabila mengetahui atau patut menduga ada hal hal yang dicurigai akan menganggu keselamatan/KEPENTINGAN Masyarakat dan Pemerintah Republik Indonesia. Jadi hal tersebut diatas merupakan hal yang mengikat seluruh anggota IAGI secara moral. Si Abah. Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. Bagaimana halnya kalau tidak kita turunkan dari awal ? Tentu saja pendapatan Negara akan berkurang. Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, dengan satu pikiran saja : toh di-cost recovery ini. Hm...jangan menganggap itu selalu mudah. Terus-terang juga, Jeruk-1 Jeruk-2 di Selat Madura termasuk paling hebat discoverynya sejak 2000 ini di Indonesia, tetapi manisnya Jeruk ini menjadi asam oleh biayanya yang memegang record sumur termahal di Indonesia karena problem mekanisnya. Kelak, Jeruk ini akan meninggalkan bom waktu berupa sunk cost yang sangat besar. Masih banyak contoh yang lain, hanya mengemukakan : di satu pihak BPMIGAS berperan sebagai partner, di lain pihak menjadi pengontrol yang harus ketat. Saya berharap para tenaga nasional di oil company asing dapat berperan juga sebagai pengawas pihak asingnya, sebab saya temukan banyak pihak asing berpendirian kalau bisa ditimpakan ke Indonesia maka timpakan saja ke Indonesia (!) Nah, BPMIGAS tak mungkin mengontrol sampai ke mikro-detail bukan ? Maka saya berharap tenaga nasional di oil company asing sekaligus menjadi pengingat atau pengawas juga. Kadang2 saya dapat juga masukan dari tenaga2 nasional ini yang langsung disampaikan kepada saya, nah..ini bisa jadi amunisi saya untuk perang anggaran dengan pihak asing mereka. Kalau kita tidak jeli, maka kita bisa larut tanpa sadar bahwa kita sebenarnya tengah terlibat dalam tindakan yang sedang merugikan Indonesia. salam, awang Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] wrote: Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan. Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian... Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss, nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita dulu ndak? Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri.. Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente deh... Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk. Nah ??? BSM Buat pak Awang, Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1? Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina? Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini? Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh, saying donk... -Original Message- From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa) Kabupaten 10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti membentuk perusahaan baru, sehingga tak ada yang berfungsi sebagai mayoritas. Ini naif sekali. Lalu siapa yang memegang operatorship ?, logikanya perusahaan baru tsb. Siapa yang secara ril akan menyediakan dana di perusahaan baru tsb ?... Pemda toh tak kan punya dana, Pertamina pun sedang kesulitan...jadi Exxon akan mendominasi ??? Kalau Pertamina dan Pemda sama-sama berkehendak menyatukan kekuatan sahamnya
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Pak Awang, sekedar sharing. Saya punya pengalaman dengan situasi seperti ini, ini dulu ya. Saat itu saya diminta untuk presentasi TSA di BP Migas untuk beberapa study. Seperti biasa, saya selalu mencari alasan teknis di belakang itu. Saya menemukan ada satu TSA yang sama sekali kurang didukung alasan teknis. Saya mencoba diskusi dengan manajer dan chief geologist. Sang manajer bahkan cenderung menolak memberikan jawaban sementara sang chief memberikan alasan yang dapat dipatahkan dengan mudah. Keduanya akhirnya mengakui (jelas sekali jawabannya karena terdesak) bahwa proyek harus jalan, perlu atau gak perlu karena coy mau makes money. Cuma repotnya saat itu yang harus kasih presentasi ya saya sendiri. Jeleknya lagi TSA itu secara teknikal bisa diterima BP Migas, sesuatu yang tidak saya harapkan. Kalo saya ngasih tahu kunci kelemahannya ... he he ... saya bisa malu sendiri gak bisa ngejawab pertanyaan. Lha harus gimana nih pak? Tapi next time kayaknya saran pak Awang bisa diperhatikan dan dilakukan atas nama bendera merah putih. Salam Shofi kapan ya bisa presentasi di BP Migas lagi? On 8/12/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. Bagaimana halnya kalau tidak kita turunkan dari awal ? Tentu saja pendapatan Negara akan berkurang. Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, dengan satu pikiran saja : toh di-cost recovery ini. Hm...jangan menganggap itu selalu mudah. Terus-terang juga, Jeruk-1 Jeruk-2 di Selat Madura termasuk paling hebat discoverynya sejak 2000 ini di Indonesia, tetapi manisnya Jeruk ini menjadi asam oleh biayanya yang memegang record sumur termahal di Indonesia karena problem mekanisnya. Kelak, Jeruk ini akan meninggalkan bom waktu berupa sunk cost yang sangat besar. Masih banyak contoh yang lain, hanya mengemukakan : di satu pihak BPMIGAS berperan sebagai partner, di lain pihak menjadi pengontrol yang harus ketat. Saya berharap para tenaga nasional di oil company asing dapat berperan juga sebagai pengawas pihak asingnya, sebab saya temukan banyak pihak asing berpendirian kalau bisa ditimpakan ke Indonesia maka timpakan saja ke Indonesia (!) Nah, BPMIGAS tak mungkin mengontrol sampai ke mikro-detail bukan ? Maka saya berharap tenaga nasional di oil company asing sekaligus menjadi pengingat atau pengawas juga. Kadang2 saya dapat juga masukan dari tenaga2 nasional ini yang langsung disampaikan kepada saya, nah..ini bisa jadi amunisi saya untuk perang anggaran dengan pihak asing mereka. Kalau kita tidak jeli, maka kita bisa larut tanpa sadar bahwa kita sebenarnya tengah terlibat dalam tindakan yang sedang merugikan Indonesia. salam, awang Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] wrote: Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan. Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian... Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss, nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita dulu ndak? Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri.. Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente deh... Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk. Nah ??? BSM Buat pak Awang, Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1? Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina? Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini? Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh, saying donk... -Original Message- From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa) Kabupaten 10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Dari editorial kamis media Indonesia. Kelihatannya posisi PTM di fait acomply (sp?) dalam editorial ini. Oki Pertarungan Minyak Pertamina-Pemerintah SEBUAH perundingan panjang dan melelahkan telah terjadi antara pemerintah Republik Indonesia bersama Pertamina dan Exxon Mobil mengenai pengelolaan ladang minyak di Blok Cepu. Perundingan yang dimulai sejak 1990 itu baru mencapai kesepakatan pada Juni 2005 dengan penandatanganan nota kesepahaman. Siapa pun yang menandatangani MoU, itu adalah kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dan Exxon Mobil, perusahaan minyak terbesar di dunia yang bermarkas di Houston, Amerika Serikat. Tidak mudah, memang, mengegolkan sebuah MoU dengan perusahaan sekaliber Exxon. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri terlibat dalam lobi, entah dengan Exxon, entah dengan pemerintah Amerika Serikat agar kesepakatan segera diteken. Maka, ketika MoU ditekan, tidak hanya pers di dalam negeri yang mewartakan deal tersebut. Pers terkemuka dunia pun memberitakan secara luas kesepakatan itu. Kesepakatan yang membuka jalan agar kandungan minyak sekitar 350 juta barel di Blok Cepu segera dipompa keluar untuk menghasilkan devisa bagi Indonesia yang sedang mengalami krisis keuangan amat parah. Menurut MoU yang diteken itu, porsi penerimaan pemerintah adalah 87%. Porsi ini naik dari 50% pada 1990, naik lagi menjadi 56% pada perundingan 2004, dan melonjak lagi menjadi 87% pada kesepakatan 2005. Dari sisi ini, pemerintah Indonesia sukses memaksa Exxon. Dengan asumsi harga minyak US$50/barel, 87% porsi pemerintah setara dengan sekitar US$8 juta per hari atau US$3,6 miliar setahun. Jumlah yang sangat memadai untuk mengatasi krisis keuangan negara. Akan tetapi, seluruh potensi penerimaan itu sekarang berada dalam bahaya. Bahaya karena Pertamina ingin mengubah MoU yang sudah ditekan dengan meminta lagi jatah 10% participate interest yang diberikan kepada pemerintah daerah. Sungguh sebuah ironi besar ketika sebuah kesepakatan pemerintah dengan Exxon bisa dibatalkan oleh Pertamina yang notabene adalah BUMN milik pemerintah. Bagi Exxon, dan juga bagi investor dunia, kasus ini--kalau tidak segera diatasi--akan meruntuhkan citra Indonesia. Kita akan dianggap sebagai negara yang tidak tahu dan tidak menghargai kesepakatan. Kesepakatan pemerintah bisa dianulir oleh direksi sebuah BUMN. Di manakah koordinasi? Di mana dan siapakah yang memegang kendali dan komando? Apakah arti sebuah MoU? Tidak cuma itu. Kalau MoU ini dibatalkan hanya karena Pertamina tidak berkenan, potensi penerimaan yang US$3,6 miliar setahun belum juga terealisasi karena sesama organ pemerintah berkelahi memperebutkan porsi. Kita ibarat itik yang mati kehausan di atas danau yang berlimpah air. Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke Mahkamah Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan menyebabkan investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik' yang dilakukan SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai kunjungan ke luar negeri akan berantakan. - Start your day with Yahoo! - make it your home page
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Kalau dari analisa Geopolitiknya nih, kira kira gini kali.. Dalam editorial Media tsb menunjukan Media Indo menyayangkan pembatalan tsb, spt kalimatnya terakhir : (Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke Mahkamah Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan menyebabkan investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik' yang dilakukan SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai kunjungan ke luar negeri akan berantakan.) Kemudian dari posting yang lalu, dikatakan bahwa Om Surya Paloh sudah akan masuk Cepu lewat kerjasamaa dg Pemda Bojonegoro ( yang akan mendapatkan 10 % saham itu), jadi kalau itu batal, kan batal juga itu kesempatan untuk masuk ke Cepu. Lha kan Media Indo ini kan juga anaknya Media Group to , jadi yg . punya ya om Surya itu ( ini hanya sekedar analisa warung kopian saja, . diakhir pekan , mungkin salah. Mungkin ada analisa yg lain ) Salam. Lie am sie - Original Message - From: oki musakti [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, August 13, 2005 4:46 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Dari editorial kamis media Indonesia. Kelihatannya posisi PTM di fait acomply (sp?) dalam editorial ini. Oki Pertarungan Minyak Pertamina-Pemerintah SEBUAH perundingan panjang dan melelahkan telah terjadi antara pemerintah Republik Indonesia bersama Pertamina dan Exxon Mobil mengenai pengelolaan ladang minyak di Blok Cepu. Perundingan yang dimulai sejak 1990 itu baru mencapai kesepakatan pada Juni 2005 dengan penandatanganan nota kesepahaman. Siapa pun yang menandatangani MoU, itu adalah kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dan Exxon Mobil, perusahaan minyak terbesar di dunia yang bermarkas di Houston, Amerika Serikat. Tidak mudah, memang, mengegolkan sebuah MoU dengan perusahaan sekaliber Exxon. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri terlibat dalam lobi, entah dengan Exxon, entah dengan pemerintah Amerika Serikat agar kesepakatan segera diteken. Maka, ketika MoU ditekan, tidak hanya pers di dalam negeri yang mewartakan deal tersebut. Pers terkemuka dunia pun memberitakan secara luas kesepakatan itu. Kesepakatan yang membuka jalan agar kandungan minyak sekitar 350 juta barel di Blok Cepu segera dipompa keluar untuk menghasilkan devisa bagi Indonesia yang sedang mengalami krisis keuangan amat parah. Menurut MoU yang diteken itu, porsi penerimaan pemerintah adalah 87%. Porsi ini naik dari 50% pada 1990, naik lagi menjadi 56% pada perundingan 2004, dan melonjak lagi menjadi 87% pada kesepakatan 2005. Dari sisi ini, pemerintah Indonesia sukses memaksa Exxon. Dengan asumsi harga minyak US$50/barel, 87% porsi pemerintah setara dengan sekitar US$8 juta per hari atau US$3,6 miliar setahun. Jumlah yang sangat memadai untuk mengatasi krisis keuangan negara. Akan tetapi, seluruh potensi penerimaan itu sekarang berada dalam bahaya. Bahaya karena Pertamina ingin mengubah MoU yang sudah ditekan dengan meminta lagi jatah 10% participate interest yang diberikan kepada pemerintah daerah. Sungguh sebuah ironi besar ketika sebuah kesepakatan pemerintah dengan Exxon bisa dibatalkan oleh Pertamina yang notabene adalah BUMN milik pemerintah. Bagi Exxon, dan juga bagi investor dunia, kasus ini--kalau tidak segera diatasi--akan meruntuhkan citra Indonesia. Kita akan dianggap sebagai negara yang tidak tahu dan tidak menghargai kesepakatan. Kesepakatan pemerintah bisa dianulir oleh direksi sebuah BUMN. Di manakah koordinasi? Di mana dan siapakah yang memegang kendali dan komando? Apakah arti sebuah MoU? Tidak cuma itu. Kalau MoU ini dibatalkan hanya karena Pertamina tidak berkenan, potensi penerimaan yang US$3,6 miliar setahun belum juga terealisasi karena sesama organ pemerintah berkelahi memperebutkan porsi. Kita ibarat itik yang mati kehausan di atas danau yang berlimpah air. Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke Mahkamah Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan menyebabkan investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik' yang dilakukan SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai kunjungan ke luar negeri akan berantakan. - Start your day with Yahoo! - make it your home page - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. Bagaimana halnya kalau tidak kita turunkan dari awal ? Tentu saja pendapatan Negara akan berkurang. Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, dengan satu pikiran saja : toh di-cost recovery ini. Hm...jangan menganggap itu selalu mudah. Terus-terang juga, Jeruk-1 Jeruk-2 di Selat Madura termasuk paling hebat discoverynya sejak 2000 ini di Indonesia, tetapi manisnya Jeruk ini menjadi asam oleh biayanya yang memegang record sumur termahal di Indonesia karena problem mekanisnya. Kelak, Jeruk ini akan meninggalkan bom waktu berupa sunk cost yang sangat besar. Masih banyak contoh yang lain, hanya mengemukakan : di satu pihak BPMIGAS berperan sebagai partner, di lain pihak menjadi pengontrol yang harus ketat. Saya berharap para tenaga nasional di oil company asing dapat berperan juga sebagai pengawas pihak asingnya, sebab saya temukan banyak pihak asing berpendirian kalau bisa ditimpakan ke Indonesia maka timpakan saja ke Indonesia (!) Nah, BPMIGAS tak mungkin mengontrol sampai ke mikro-detail bukan ? Maka saya berharap tenaga nasional di oil company asing sekaligus menjadi pengingat atau pengawas juga. Kadang2 saya dapat juga masukan dari tenaga2 nasional ini yang langsung disampaikan kepada saya, nah..ini bisa jadi amunisi saya untuk perang anggaran dengan pihak asing mereka. Kalau kita tidak jeli, maka kita bisa larut tanpa sadar bahwa kita sebenarnya tengah terlibat dalam tindakan yang sedang merugikan Indonesia. salam, awang Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] wrote: Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan. Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian... Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss, nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita dulu ndak? Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri.. Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente deh... Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk. Nah ??? BSM Buat pak Awang, Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1? Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina? Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini? Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh, saying donk... -Original Message- From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa) Kabupaten 10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti membentuk perusahaan baru, sehingga tak ada yang berfungsi sebagai mayoritas. Ini naif sekali. Lalu siapa yang memegang operatorship ?, logikanya perusahaan baru tsb. Siapa yang secara ril akan menyediakan dana di perusahaan baru tsb ?... Pemda toh tak kan punya dana, Pertamina pun sedang kesulitan...jadi Exxon akan mendominasi ??? Kalau Pertamina dan Pemda sama-sama berkehendak menyatukan kekuatan sahamnya sehingga menjadi mayoritas bersama boleh kan ?. Kalau pikirannya sama-sama soal kebangsaan (dalam jangka panjang, seperti pandangan pak Kwik) tidak dapatkah Pertamina Pemda saling menyatukan diri ?. Gimana caranya Pertamina mendekati dan merayu Pemda ? -Original Message- From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id Date: Wed, 10 Aug 2005 02:17:39 -0700 (PDT) Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina di Blok Cepu Paling juga karena dapat tekanan Paman Sam. Nanti juga di badan pengelola baru Cepu bentukan Exxon, Pertamina, Pemda, hendaknya Indonesia (Pertamina + Pemda) berdaya kuat. Harus siap menolak dan memotong biaya-biaya supertinggi yang biasa diajukan Exxon. Di blok2 lain di mana Pertamina memegang participating interests hendaknya juga berdaya kuat
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
tapi nanti pekerja nasional ini akan jadi sandwich. di satu sisi digencet dari kumpeni supaya anggarannya bisa gol. di sisi lain, bpmigas menginginkan adanya pengurangan biaya sampai tingkat yg wajar. jadi serba salah --pta On 12/08/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina. Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu
He...he...kata orang sono there is no free lunch. Tak ada perusahaan, apalagi multinasional alias international, yang berkegiatan tanpa pamrih. Pamrih perushaan manapun adalah untung sebesar-besarnya. Mana ada perushaan asing yang berpikir demi bangsa dan negara dst,semuanya mesti dihitung dengan untung rugi, baik jangka pendek maupun panjang. Kalimat gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share adalah paralel dengan yang saya tulis dalam penggalan jadi Exxon akan dominasi ???. Harapan ada pada diri sendiri, dalam hal ini pada niat kepiawaian Pertamina Pemda (atau Pemda-Pemda). Dua lembaga ini akan berada di republik ini seumur-umur negara. Pemerintah pusat c.q. pemerintah yang berkuasa sekarang c.q jubir team negosiasi, hanya akan berada di tampuknya selama beberapa tahun (entah kalau menang lagi pemilu ye). Maka yang lebih logis akan mempunyai pandangan panjang ke masa depan, masanya anak cucu dst (jadi bukan hanya soal memproduksi minyak tersebtu sebanya-banyaknya dan secepat-cepatnya sekarang) adalah Pertamina Pemda. bat -Original Message- From: Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Date: Thu, 11 Aug 2005 18:11:03 +0800 Subject: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan. Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian... Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss, nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita dulu ndak? Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri.. Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente deh... Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk. Nah ??? BSM Buat pak Awang, Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1? Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina? Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini? Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh, saying donk... -Original Message- From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa) Kabupaten 10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti membentuk perusahaan baru, sehingga tak ada yang berfungsi sebagai mayoritas. Ini naif sekali. Lalu siapa yang memegang operatorship ?, logikanya perusahaan baru tsb. Siapa yang secara ril akan menyediakan dana di perusahaan baru tsb ?... Pemda toh tak kan punya dana, Pertamina pun sedang kesulitan...jadi Exxon akan mendominasi ??? Kalau Pertamina dan Pemda sama-sama berkehendak menyatukan kekuatan sahamnya sehingga menjadi mayoritas bersama boleh kan ?. Kalau pikirannya sama-sama soal kebangsaan (dalam jangka panjang, seperti pandangan pak Kwik) tidak dapatkah Pertamina Pemda saling menyatukan diri ?. Gimana caranya Pertamina mendekati dan merayu Pemda ? -Original Message- From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Date: Wed, 10 Aug 2005 02:17:39 -0700 (PDT) Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina di Blok Cepu Paling juga karena dapat tekanan Paman Sam. Nanti juga di badan pengelola baru Cepu bentukan Exxon, Pertamina, Pemda, hendaknya Indonesia (Pertamina + Pemda) berdaya kuat. Harus siap menolak dan memotong biaya-biaya supertinggi yang biasa diajukan Exxon. Di blok2 lain di mana Pertamina memegang participating interests hendaknya juga berdaya kuat sebab ada kasus di suatu blok di Jawa Timur Pertamina sebenarnya memegang major share tetapi tak jadi operator. salam, awang Ariadi Subandrio [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalao pemerintahnya melanggar aturan hukum gak dipersoalkan ama Rizal Malarangeng, gimana seh ini orang. Lagian kalao yang mayoritas Indonesia (55%) seperti yang disampaikannya, kok tendensinya gak memperbolehkan bangsa Indonesia yang menjadi operatorship se. ah, negeri aneh2. lam-salam, ar-. __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI