RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-16 Terurut Topik Santoso, Hendro (hendroh)

About 'standard'. Bisa diterima akal jika COY punya 'standard' quality
minum yang harus dipenuhi oleh proyek2x mereka, khususnya oleh proyek2
besar dalam klasifikasi port folio bisnis mereka.

Mustinya 'standard' dilawan/disepakai dengan 'standard' lagi. Maksudnya;
pemerintah menyiapkan suatu 'standard' dimana pemerintah merasa
comfortable atasnya bahwa dari sudut pandang
operasional/financial-ekonomis/safety/resiko/dll 'standard' tersebut is
enough dan bisa dipertanggung jawabkan secara professional ke Dunia
international (berhubung investornya adalah datang dari dunia
international). So kalau COY bawa 'standard' mereka masing-masing dan
itu melebihi 'standard pemerintah' ya silahkan aja, tetapi cost nya
nggak usah direcover.

Challengenya, mengingat bervariasinya permasalahan diberbagai daerah
operasi, ndak mudah bagi pemerintah untuk mampu menelorkan 'standard'
tsb. Tapi ndak mudah itu bukan berarti tidak bisa lho.

Just food for thought.

Salam,
Hendro HS
Duri

-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 15, 2005 10:34 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok
Cepu

Abah,
 
Exxon sudah tidak lagi melapor ke Pertamina MPS (sekarang BPMIGAS) untuk
closed out AFE sumur2 Banyu Urip-nya, tetapi ke Pertamina EP, maka saya
tak punya angka pasti realisasi. Catatan terakhir di Pertamina MPS
menunjukkan realisasi biaya sudah melebihi sedikit dari 10 juta USD
(mungkin termasuk tes). Dry hole AFE-nya sekitar 6,5 juta USD. 
 
Supervisi sumur (jadi personalia) termasuk yang paling tinggi di
Indonesia, berlapis-lapis. Saat saya mengecek ke lapangan saat Banyu
Urip-3 dites, dari sekitar 60 orang tercatat di absen,  hampir
setengahnya bernama asing. Di mana di Indonesia setengah rig crew itu
ex-pat ? Saya belum menemukan lagi selain di situ.
 
Sebuah alasan yang dikemukakan : ini standar Exxon, dan Banyu Urip
menurut mereka secara Exxon korporat adalah aset penting, maka
pengawasannya harus benar. Saat saya mengecek ke porta-camp testing
personnels dari sebuah service company, maka suasananya mirip kantor2
Amerika : penuh dengan expat.
 
Tetapi, baru di Banyu Urip itu saya dapat latihan evakuasi H2S yang
benar dan detail sebelum menginjak lahan rig. Biasanya, kalau lagi
mengecek DST sumur2, saya lewat begitu saja tanpa keseriusan semacam di
BU. Dan, lahan rig yang nyaman, dengan perawatan yang bagus, tiga mesin
fotocopy,  security yang ketat, dan sistem datang ke - pergi dari rig
yang ketat, rasanya baru saya temukan di situ setelah 10 tahun jadi
wellsite geologist.
 
Maka, yang menjadikan biaya tinggi adalah Exxon Standard, personil
adalah bagian daripadanya. Sebelum sumur itu dibor, kami di Pertamina
MPS saat itu rapat berkali2 untuk membuat AFE sumur turun dari sekitar
12 jt ke 6,5 jt USD.
 
salam,
awang

[EMAIL PROTECTED] wrote:

Awang,

Apakah ada angka angka realisasinya ?
Dry hole atau plus testing ?
Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya.
Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil adalah
biaya personalianya. Apa masih begitu ?

Si Abah.


 On 12/08/05, Awang Satyana wrote:
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, 
 (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran 
 sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB 
 Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora 
 sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih

 Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali 
 anggaran usulan Pertamina.

 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai 
 batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ 
 anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi 
 oleh operatornya.

 -
 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit 
 IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: 
 http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
 (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi 
 Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : 
 M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan 
 Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi 
 Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
 Komisi Database Geologi : Aria A. 
 Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
 -





-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI
Website: http://iagi.or.id IAGI-net

RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-16 Terurut Topik yrsnki


  Hendro

  Bright idee , memang sebaiknya begitu ,, ada kesisteman dalam
  pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah termasik Ditjen dan Bp Migas
  dalam menilai sesuatu gara obyektif jadi tidak dapat disangkal oleh
  KPS (terutama yang merasa besar ).

  Si Abah

  About 'standard'. Bisa diterima akal jika COY punya 'standard' quality
 minum yang harus dipenuhi oleh proyek2x mereka, khususnya oleh proyek2
 besar dalam klasifikasi port folio bisnis mereka.

 Mustinya 'standard' dilawan/disepakai dengan 'standard' lagi. Maksudnya;
 pemerintah menyiapkan suatu 'standard' dimana pemerintah merasa
 comfortable atasnya bahwa dari sudut pandang
 operasional/financial-ekonomis/safety/resiko/dll 'standard' tersebut is
 enough dan bisa dipertanggung jawabkan secara professional ke Dunia
 international (berhubung investornya adalah datang dari dunia
 international). So kalau COY bawa 'standard' mereka masing-masing dan
 itu melebihi 'standard pemerintah' ya silahkan aja, tetapi cost nya
 nggak usah direcover.

 Challengenya, mengingat bervariasinya permasalahan diberbagai daerah
 operasi, ndak mudah bagi pemerintah untuk mampu menelorkan 'standard'
 tsb. Tapi ndak mudah itu bukan berarti tidak bisa lho.

 Just food for thought.

 Salam,
 Hendro HS
 Duri

 -Original Message-
 From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Monday, August 15, 2005 10:34 AM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok
 Cepu

 Abah,

 Exxon sudah tidak lagi melapor ke Pertamina MPS (sekarang BPMIGAS) untuk
 closed out AFE sumur2 Banyu Urip-nya, tetapi ke Pertamina EP, maka saya
 tak punya angka pasti realisasi. Catatan terakhir di Pertamina MPS
 menunjukkan realisasi biaya sudah melebihi sedikit dari 10 juta USD
 (mungkin termasuk tes). Dry hole AFE-nya sekitar 6,5 juta USD.

 Supervisi sumur (jadi personalia) termasuk yang paling tinggi di
 Indonesia, berlapis-lapis. Saat saya mengecek ke lapangan saat Banyu
 Urip-3 dites, dari sekitar 60 orang tercatat di absen,  hampir
 setengahnya bernama asing. Di mana di Indonesia setengah rig crew itu
 ex-pat ? Saya belum menemukan lagi selain di situ.

 Sebuah alasan yang dikemukakan : ini standar Exxon, dan Banyu Urip
 menurut mereka secara Exxon korporat adalah aset penting, maka
 pengawasannya harus benar. Saat saya mengecek ke porta-camp testing
 personnels dari sebuah service company, maka suasananya mirip kantor2
 Amerika : penuh dengan expat.

 Tetapi, baru di Banyu Urip itu saya dapat latihan evakuasi H2S yang
 benar dan detail sebelum menginjak lahan rig. Biasanya, kalau lagi
 mengecek DST sumur2, saya lewat begitu saja tanpa keseriusan semacam di
 BU. Dan, lahan rig yang nyaman, dengan perawatan yang bagus, tiga mesin
 fotocopy,  security yang ketat, dan sistem datang ke - pergi dari rig
 yang ketat, rasanya baru saya temukan di situ setelah 10 tahun jadi
 wellsite geologist.

 Maka, yang menjadikan biaya tinggi adalah Exxon Standard, personil
 adalah bagian daripadanya. Sebelum sumur itu dibor, kami di Pertamina
 MPS saat itu rapat berkali2 untuk membuat AFE sumur turun dari sekitar
 12 jt ke 6,5 jt USD.

 salam,
 awang

 [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Awang,

 Apakah ada angka angka realisasinya ?
 Dry hole atau plus testing ?
 Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya.
 Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil adalah
 biaya personalianya. Apa masih begitu ?

 Si Abah.


 On 12/08/05, Awang Satyana wrote:
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama,
 (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran
 sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB
 Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora
 sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih

 Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali
 anggaran usulan Pertamina.

 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai
 batas kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$
 anggaran tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi
 oleh operatornya.

 -
 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit
 IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1:
 http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
 (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi
 Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi :
 M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan
 Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi
 Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
 Komisi Database Geologi : Aria A.
 Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-15 Terurut Topik Awang Satyana
Shofi,
 
BPMIGAS tak punya waktu yang cukup untuk tahu dapur KPS/JOB sampai ke 
pojok2nya, apalagi yang tak tersirat macam itu. Terus terang, proposal yang 
diajukan sekian banyaknya sementara personal BPMIGAS sedikit saja. Ada yang 
seharinya mesti hadir di lima atau enam rapat. Ditinggal rapat sejenak pun, 
meja sudah penuh dengan surat-surat dan proposal yang harus ditindaklanjuti. 
Suatu kelalaian dalam pengawasan, misal membiarkan proposal studi yang tak 
perlu lolos, atau anggaran tetap tinggi, adalah  wajar terjadi dalam arus 
pekerjaan yang begitu deras mengalir. 
 
Kami di BPMIGAS juga tahu dari sekian studi yang diusulkan KPS/JOB itu berapa 
sih yang benar2 perlu dan mendesak untuk dilakukan ? Sebagian TSA yang 
dilakukan adalah juga untuk menghidupi research center mereka di LN. Untuk 
itulah, maka kita selalu memodifikasi TSA, menurunkan anggarannya, menyalurkan 
sebagian ke DN, dll cara pengawasan.
 
Sangat membantu kalau tenaga nasional di KPS (yang jelas tahu dapurnya 
sendiri), memberitahu BPMIGAS soal-soal yang diragukannya tetapi tetap 
dipaksakan. Apakah BPMIGAS akan membocorkan identitasnya, tentu saja tidak. 
 
Seorang tenaga nasional di sebuah KPS asing pernah memberitahu kami tentang 
seorang ex-pat yang kelakuannya tak disukai, tak kooperatif, merendahkan tenaga 
nasional, dll. Nah, berbekal pemberitahuan ini, kami melakukan investigasi 
dengan cara kami. Lalu, saat si ex-pat ini diajukan kembali untuk diperpanjang 
(dengan berbagai alasan teknis yang bagus2 dll. dll.), kami memutuskan untuk 
menghentikan usulan perpanjangannya. 
 
Sebuah KPS  punya sister company sebuah perusahaan drilling service. Banyak 
sumur dibornya, berturut-turut kering. Sumur kering tinggal kering, sementara 
sister company telah dapat project. Di blok lain, pemboran mengalami hambatan 
serius karena ketidakseriusan sister company yang punya rig ini, sementara 
biaya rig jalan terus. Macet tinggal macet, uang terus mengalir ke sister 
company. Blok sudah produksi, cost recovery berlaku. Dicurigai, pemboran bukan 
concept-driven, tetapi project driven (!). Kalau kecurigaan benar, maka, 
memberi project kepada sister company dengan uang yang harusnya memperbesar 
pendapatan Negara (untuk kemakmuran rakyat)  adalah kejahatan besar. Secara 
kasar : merampok kemakmuran rakyat.
 
Tunggu dulu, tak semudah itu menagih cost recovery bila kecurigaan ini benar. 
Menyertakan sister company dalam tender adalah menyalahi aturan, macet operasi 
di sumur karena kelangkaan alat yang harusnya ada adalah kelalaian bahkan 
penipuan atas kontrak. 
 
Tetapi, harus diakui bahwa tak mungkin semua tindakan yang merugikan Negara 
tertangkap, maka tetap jiwa-jiwa nasionalis dibutuhkan untuk memberitahu bahwa 
ada suatu proyek yang dipaksakan dll. Kalau mau ditimpakan ke Indonesia, 
timpakan saja ke Indonesia, adalah bukan hanya terjadi di KPS asing, tetapi 
juga di KPS nasional. 
 
salam,
awang

Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:
Pak Awang, sekedar sharing.
Saya punya pengalaman dengan situasi seperti ini, ini dulu ya. Saat itu saya 
diminta untuk presentasi TSA di BP Migas untuk beberapa study. Seperti 
biasa, saya selalu mencari alasan teknis di belakang itu. Saya menemukan ada 
satu TSA yang sama sekali kurang didukung alasan teknis. Saya mencoba 
diskusi dengan manajer dan chief geologist. Sang manajer bahkan cenderung 
menolak memberikan jawaban sementara sang chief memberikan alasan yang dapat 
dipatahkan dengan mudah. Keduanya akhirnya mengakui (jelas sekali jawabannya 
karena terdesak) bahwa proyek harus jalan, perlu atau gak perlu karena coy 
mau makes money. Cuma repotnya saat itu yang harus kasih presentasi ya saya 
sendiri.
Jeleknya lagi TSA itu secara teknikal bisa diterima BP Migas, sesuatu yang 
tidak saya harapkan. Kalo saya ngasih tahu kunci kelemahannya ... he he ... 
saya bisa malu sendiri gak bisa ngejawab pertanyaan. Lha harus gimana nih 
pak?
Tapi next time kayaknya saran pak Awang bisa diperhatikan dan dilakukan atas 
nama bendera merah putih. 
Salam
Shofi
kapan ya bisa presentasi di BP Migas lagi?

On 8/12/05, Awang Satyana wrote: 
 
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi 
 target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; 
 Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 
 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 
 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih 
 daripada dua kali anggaran usulan Pertamina.
 
 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas 
 kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga 
 sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya.
 
 Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. 
 Bagaimana halnya kalau tidak kita turunkan dari awal ? Tentu saja pendapatan 
 Negara akan berkurang.
 
 Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, 

RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-15 Terurut Topik O.K Taufik
Pak Awang,

Masalahnya pekerja nasional di KPS asing (misalnya) apa mempunyai payung
hukum untuk menjadi double face buat company tempat dia bekerja?, ini
yang sulit, bagaimanapun karyawan tersebut memiliki gentlement agreement
dengan coy-nya sesuai kesepakatan yg ke-2 belah pihak akui, satu hal
juga peluang conflict interest untuk memanfaatkan kondisi tersebut besar
sekali. Melaporkan, menjatuhkan dll demi kepentingan diri sendiri pasti
ada.

Kenapa pihak BPMIGAS tidak terus terang saja menempatkan oknumnya di
setiap coy, sama hal yg sekarang BUMN lakukan dengan pasukan lendonya,
menempatkan oknumnya di setiap BUMN untuk menangkal korupsi?..tak jelas
memang efektif atau tidak.

regards

-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 15, 2005 1:50 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok
Cepu

Shofi,
 
BPMIGAS tak punya waktu yang cukup untuk tahu dapur KPS/JOB sampai ke
pojok2nya, apalagi yang tak tersirat macam itu. Terus terang, proposal
yang diajukan sekian banyaknya sementara personal BPMIGAS sedikit saja.
Ada yang seharinya mesti hadir di lima atau enam rapat. Ditinggal rapat
sejenak pun, meja sudah penuh dengan surat-surat dan proposal yang harus
ditindaklanjuti. Suatu kelalaian dalam pengawasan, misal membiarkan
proposal studi yang tak perlu lolos, atau anggaran tetap tinggi, adalah
wajar terjadi dalam arus pekerjaan yang begitu deras mengalir. 
 
Kami di BPMIGAS juga tahu dari sekian studi yang diusulkan KPS/JOB itu
berapa sih yang benar2 perlu dan mendesak untuk dilakukan ? Sebagian TSA
yang dilakukan adalah juga untuk menghidupi research center mereka di
LN. Untuk itulah, maka kita selalu memodifikasi TSA, menurunkan
anggarannya, menyalurkan sebagian ke DN, dll cara pengawasan.
 
Sangat membantu kalau tenaga nasional di KPS (yang jelas tahu dapurnya
sendiri), memberitahu BPMIGAS soal-soal yang diragukannya tetapi tetap
dipaksakan. Apakah BPMIGAS akan membocorkan identitasnya, tentu saja
tidak. 
 
Seorang tenaga nasional di sebuah KPS asing pernah memberitahu kami
tentang seorang ex-pat yang kelakuannya tak disukai, tak kooperatif,
merendahkan tenaga nasional, dll. Nah, berbekal pemberitahuan ini, kami
melakukan investigasi dengan cara kami. Lalu, saat si ex-pat ini
diajukan kembali untuk diperpanjang (dengan berbagai alasan teknis yang
bagus2 dll. dll.), kami memutuskan untuk menghentikan usulan
perpanjangannya. 
 
Sebuah KPS  punya sister company sebuah perusahaan drilling service.
Banyak sumur dibornya, berturut-turut kering. Sumur kering tinggal
kering, sementara sister company telah dapat project. Di blok lain,
pemboran mengalami hambatan serius karena ketidakseriusan sister company
yang punya rig ini, sementara biaya rig jalan terus. Macet tinggal
macet, uang terus mengalir ke sister company. Blok sudah produksi, cost
recovery berlaku. Dicurigai, pemboran bukan concept-driven, tetapi
project driven (!). Kalau kecurigaan benar, maka, memberi project kepada
sister company dengan uang yang harusnya memperbesar pendapatan Negara
(untuk kemakmuran rakyat)  adalah kejahatan besar. Secara kasar :
merampok kemakmuran rakyat.
 
Tunggu dulu, tak semudah itu menagih cost recovery bila kecurigaan ini
benar. Menyertakan sister company dalam tender adalah menyalahi aturan,
macet operasi di sumur karena kelangkaan alat yang harusnya ada adalah
kelalaian bahkan penipuan atas kontrak. 
 
Tetapi, harus diakui bahwa tak mungkin semua tindakan yang merugikan
Negara tertangkap, maka tetap jiwa-jiwa nasionalis dibutuhkan untuk
memberitahu bahwa ada suatu proyek yang dipaksakan dll. Kalau mau
ditimpakan ke Indonesia, timpakan saja ke Indonesia, adalah bukan hanya
terjadi di KPS asing, tetapi juga di KPS nasional. 
 
salam,
awang

Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:
Pak Awang, sekedar sharing.
Saya punya pengalaman dengan situasi seperti ini, ini dulu ya. Saat itu
saya 
diminta untuk presentasi TSA di BP Migas untuk beberapa study. Seperti 
biasa, saya selalu mencari alasan teknis di belakang itu. Saya menemukan
ada 
satu TSA yang sama sekali kurang didukung alasan teknis. Saya mencoba 
diskusi dengan manajer dan chief geologist. Sang manajer bahkan
cenderung 
menolak memberikan jawaban sementara sang chief memberikan alasan yang
dapat 
dipatahkan dengan mudah. Keduanya akhirnya mengakui (jelas sekali
jawabannya 
karena terdesak) bahwa proyek harus jalan, perlu atau gak perlu karena
coy 
mau makes money. Cuma repotnya saat itu yang harus kasih presentasi ya
saya 
sendiri.
Jeleknya lagi TSA itu secara teknikal bisa diterima BP Migas, sesuatu
yang 
tidak saya harapkan. Kalo saya ngasih tahu kunci kelemahannya ... he he
... 
saya bisa malu sendiri gak bisa ngejawab pertanyaan. Lha harus gimana
nih 
pak?
Tapi next time kayaknya saran pak Awang bisa diperhatikan dan dilakukan
atas 
nama bendera merah putih. 
Salam
Shofi
kapan ya bisa presentasi di BP Migas lagi?

On 8/12/05, Awang Satyana wrote: 
 
 Di wilayah

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-14 Terurut Topik yrsnki


 Oki ,

  Jangan heran mengapa isi editorial koran yang cukup pintar
  seperti ini .
  Editorial ini menunjukan seolah-olah penulis editorial ini tidak mengerti
  sistim PSC , padahal koran sekaliber media indonesia kan tdk mungkin.
  Disinilah kemudian interest pribadi pemilik koran yang menentukan ,
  jangan lupa bahwa Surya Palloh telah menandatangani MPU dengan Pemda ,
  dengan demikian SP akan dapat menalangi kewajiban PemDa,   SP akan menda-
  pat konsesi yang tentunya menguntungkan. Hal mana mungkin tidak akan
  terjadi bila bermitra dengan Pertamina.
  Atau lebih buruk lagi ! Apakah SP sudah menjadi agen perusahaan multi-
  nasional ? Masa y 
  Dus , inilah salah satu  akibat liberalisasi dalam mas media , yang
  mau tidak mau akan terjadi,yaitu mempengaruhi opini publik dengan
  infformasi yang menyesatkan.

  Si Abah.


  Dari editorial kamis media Indonesia.

 Kelihatannya posisi PTM di fait acomply (sp?) dalam editorial ini.



 Oki



 Pertarungan Minyak Pertamina-Pemerintah

 SEBUAH perundingan panjang dan melelahkan telah terjadi antara pemerintah
 Republik Indonesia bersama Pertamina dan Exxon Mobil mengenai pengelolaan
 ladang minyak di Blok Cepu. Perundingan yang dimulai sejak 1990 itu baru
 mencapai kesepakatan pada Juni 2005 dengan penandatanganan nota
 kesepahaman. Siapa pun yang menandatangani MoU, itu adalah kesepakatan
 antara pemerintah Republik Indonesia dan Exxon Mobil, perusahaan minyak
 terbesar di dunia yang bermarkas di Houston, Amerika Serikat.

 Tidak mudah, memang, mengegolkan sebuah MoU dengan perusahaan sekaliber
 Exxon. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri terlibat dalam lobi,
 entah dengan Exxon, entah dengan pemerintah Amerika Serikat agar
 kesepakatan segera diteken.

 Maka, ketika MoU ditekan, tidak hanya pers di dalam negeri yang mewartakan
 deal tersebut. Pers terkemuka dunia pun memberitakan secara luas
 kesepakatan itu. Kesepakatan yang membuka jalan agar kandungan minyak
 sekitar 350 juta barel di Blok Cepu segera dipompa keluar untuk
 menghasilkan devisa bagi Indonesia yang sedang mengalami krisis keuangan
 amat parah.

 Menurut MoU yang diteken itu, porsi penerimaan pemerintah adalah 87%.
 Porsi ini naik dari 50% pada 1990, naik lagi menjadi 56% pada perundingan
 2004, dan melonjak lagi menjadi 87% pada kesepakatan 2005. Dari sisi ini,
 pemerintah Indonesia sukses memaksa Exxon.

 Dengan asumsi harga minyak US$50/barel, 87% porsi pemerintah setara dengan
 sekitar US$8 juta per hari atau US$3,6 miliar setahun. Jumlah yang sangat
 memadai untuk mengatasi krisis keuangan negara.

 Akan tetapi, seluruh potensi penerimaan itu sekarang berada dalam bahaya.
 Bahaya karena Pertamina ingin mengubah MoU yang sudah ditekan dengan
 meminta lagi jatah 10% participate interest yang diberikan kepada
 pemerintah daerah.

 Sungguh sebuah ironi besar ketika sebuah kesepakatan pemerintah dengan
 Exxon bisa dibatalkan oleh Pertamina yang notabene adalah BUMN milik
 pemerintah. Bagi Exxon, dan juga bagi investor dunia, kasus ini--kalau
 tidak segera diatasi--akan meruntuhkan citra Indonesia. Kita akan dianggap
 sebagai negara yang tidak tahu dan tidak menghargai kesepakatan.
 Kesepakatan pemerintah bisa dianulir oleh direksi sebuah BUMN. Di manakah
 koordinasi? Di mana dan siapakah yang memegang kendali dan komando? Apakah
 arti sebuah MoU?

 Tidak cuma itu. Kalau MoU ini dibatalkan hanya karena Pertamina tidak
 berkenan, potensi penerimaan yang US$3,6 miliar setahun belum juga
 terealisasi karena sesama organ pemerintah berkelahi memperebutkan porsi.
 Kita ibarat itik yang mati kehausan di atas danau yang berlimpah air.

 Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke
 Mahkamah Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan
 menyebabkan investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik'
 yang dilakukan SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai
 kunjungan ke luar negeri akan berantakan.



 -
  Start your day with Yahoo! - make it your home page



-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-14 Terurut Topik yrsnki

   Awang,

   Apakah ada angka angka realisasinya ?
   Dry hole atau plus testing ?
   Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya.
   Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil
   adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ?

   Si Abah.


 On 12/08/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama,
 (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran
 sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB
 Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar
 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang
 paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan
 Pertamina.

 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas
 kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran
 tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh
 operatornya.

 -
 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
 (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
 Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau
 [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
 -





-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



RE: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-14 Terurut Topik Nur Darodjat
Abah,
Disamping biaya personalia yang tinggi (bule baik dari corporate ataupun
vendornya), juga standard Safety ataupun Environment yang tinggi sekali..
disamping Technology charges nya juga mahal...

nur

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, August 15, 2005 9:46 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok
Cepu


   Awang,

   Apakah ada angka angka realisasinya ?
   Dry hole atau plus testing ?
   Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya.
   Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil
   adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ?

   Si Abah.


 On 12/08/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama,
 (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran
 sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB
 Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar
 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang
 paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan
 Pertamina.

 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas
 kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran
 tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh
 operatornya.

 -
 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
 (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
 Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
 Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau
 [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
 -





-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-14 Terurut Topik Ariadi Subandrio
Abah, masak kalao untuk 2000an meter di daratan Jawa Timur dengan biaya 8 
jutaan dolar (seperti propose2nya) lebih disebabkan oleh tingginya harga person 
sih ?
 
Semoga nantinya pak Awang dan kawan2 dapat mengkritisi program2nya dengan 
argumen yang teknikal, fair, gak mengada-ada (prudential seringkali digunakan 
tameng untuk over budget), lumrah dan tetap hati2.
 
Kalau Pak Awang bisa memberikan gambaran biaya yang idajukan untuk fasilitas 
produksi, pipa, floating storage dll maka bengkak-nya biaya semakin nampak 
jelas buat Abah dan komunitas ini.
 
salam,
ar-.


[EMAIL PROTECTED] wrote:

Awang,

Apakah ada angka angka realisasinya ?
Dry hole atau plus testing ?
Mungkin ada baiknya membandingkan angka realisasinya.
Sepengetahuan saya yang menyebabkan tingginya biaya Exxon Mobil
adalah biaya personalianya. Apa masih begitu ?

Si Abah.


 On 12/08/05, Awang Satyana wrote:
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama,
 (Kujung/Prupuh/Mudi target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran
 sekitar 775-825 US$/ft; Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB
 Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar
 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang
 paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada dua kali anggaran usulan
 Pertamina.

 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas
 kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran
 tiga sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh
 operatornya.

-
 Start your day with Yahoo! - make it your home page 

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-14 Terurut Topik yrsnki

 Rekan rekan IAGI

  Saya sependapat dengan Awang , kita memang bertugas untuk mengawal
  kepentingan NKRI.

  Hal ini jelas dalam AD - IAGI (lihat Pembukaan dan Pasal 5) , juga
  dalam Kode Etik IAGI lihat Kode Etik 1 dan Kode Etik 8.
  Kode Etik 1 :
   Sebagai pofesional . yang harus dimanfaatkan
  bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat Indonesia..
  Kode Etik 8 :
   Selalu metaati perundangan dan peraturan ...
  dan wajib memberikan keterangan yang benar apabila mengetahui atau patut
  menduga ada hal hal yang dicurigai akan menganggu keselamatan/KEPENTINGAN
  Masyarakat dan Pemerintah Republik Indonesia.

  Jadi hal tersebut diatas merupakan hal yang mengikat seluruh anggota IAGI
  secara moral.

  Si Abah.


  Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi
 target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft;
 Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar
 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas
 sekitar 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya,
 lebih daripada dua kali anggaran usulan Pertamina.

 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas
 kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga
 sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya.

 Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery.
 Bagaimana halnya kalau tidak kita turunkan dari awal  ? Tentu saja
 pendapatan Negara akan berkurang.

 Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, dengan satu
 pikiran saja : toh di-cost recovery ini. Hm...jangan menganggap itu selalu
 mudah.

 Terus-terang juga,  Jeruk-1  Jeruk-2 di Selat Madura termasuk paling
 hebat discoverynya sejak 2000 ini di Indonesia, tetapi manisnya Jeruk ini
 menjadi asam oleh biayanya yang memegang record sumur termahal di
 Indonesia karena problem mekanisnya. Kelak, Jeruk ini akan meninggalkan
 bom waktu berupa sunk cost yang sangat besar.

 Masih banyak contoh yang lain, hanya mengemukakan : di satu pihak BPMIGAS
 berperan sebagai partner, di lain pihak menjadi pengontrol yang harus
 ketat.

 Saya berharap para tenaga nasional di oil company asing dapat berperan
 juga sebagai pengawas pihak asingnya, sebab saya temukan banyak pihak
 asing berpendirian kalau bisa ditimpakan ke Indonesia maka timpakan saja
 ke Indonesia (!)

 Nah, BPMIGAS tak mungkin mengontrol sampai ke mikro-detail bukan ? Maka
 saya berharap tenaga nasional di oil company asing sekaligus menjadi
 pengingat atau pengawas juga. Kadang2 saya dapat juga masukan dari tenaga2
 nasional ini yang langsung disampaikan kepada saya, nah..ini bisa jadi
 amunisi saya untuk perang anggaran dengan pihak asing mereka.

 Kalau kita tidak jeli, maka kita bisa larut tanpa sadar bahwa kita
 sebenarnya tengah terlibat dalam tindakan yang sedang merugikan Indonesia.

 salam,
 awang

 Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini
 pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan.
 Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian...
 Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss,
 nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita
 dulu ndak?
 Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi
 ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya
 duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau
 sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada
 tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri..
 Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente
 deh...
 Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk.
 Nah ???
 BSM

 Buat pak Awang,
 Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar
 blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1?
 Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina?
 Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini?
 Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh,
 saying donk...

 -Original Message-
 From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
 diBlok Cepu

 Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa)
 Kabupaten
 10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti membentuk perusahaan
 baru,
 sehingga tak ada yang berfungsi sebagai mayoritas. Ini naif sekali. Lalu

 siapa yang memegang operatorship ?, logikanya perusahaan baru tsb. Siapa

 yang secara ril akan menyediakan dana di perusahaan baru tsb ?... Pemda
 toh
 tak kan punya dana, Pertamina pun sedang kesulitan...jadi Exxon akan
 mendominasi ???

 Kalau Pertamina dan Pemda sama-sama berkehendak menyatukan kekuatan
 sahamnya
 

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-14 Terurut Topik Shofiyuddin
Pak Awang, sekedar sharing.
Saya punya pengalaman dengan situasi seperti ini, ini dulu ya. Saat itu saya 
diminta untuk presentasi TSA di BP Migas untuk beberapa study. Seperti 
biasa, saya selalu mencari alasan teknis di belakang itu. Saya menemukan ada 
satu TSA yang sama sekali kurang didukung alasan teknis. Saya mencoba 
diskusi dengan manajer dan chief geologist. Sang manajer bahkan cenderung 
menolak memberikan jawaban sementara sang chief memberikan alasan yang dapat 
dipatahkan dengan mudah. Keduanya akhirnya mengakui (jelas sekali jawabannya 
karena terdesak) bahwa proyek harus jalan, perlu atau gak perlu karena coy 
mau makes money. Cuma repotnya saat itu yang harus kasih presentasi ya saya 
sendiri.
Jeleknya lagi TSA itu secara teknikal bisa diterima BP Migas, sesuatu yang 
tidak saya harapkan. Kalo saya ngasih tahu kunci kelemahannya ... he he ... 
saya bisa malu sendiri gak bisa ngejawab pertanyaan. Lha harus gimana nih 
pak?
Tapi next time kayaknya saran pak Awang bisa diperhatikan dan dilakukan atas 
nama bendera merah putih. 
 Salam
Shofi
kapan ya bisa presentasi di BP Migas lagi?

 On 8/12/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: 
 
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi 
 target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; 
 Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 
 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 
 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih 
 daripada dua kali anggaran usulan Pertamina.
 
 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas 
 kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga 
 sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya.
 
 Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. 
 Bagaimana halnya kalau tidak kita turunkan dari awal ? Tentu saja pendapatan 
 Negara akan berkurang.
 
 Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, dengan satu 
 pikiran saja : toh di-cost recovery ini. Hm...jangan menganggap itu selalu 
 mudah.
 
 Terus-terang juga, Jeruk-1  Jeruk-2 di Selat Madura termasuk paling hebat 
 discoverynya sejak 2000 ini di Indonesia, tetapi manisnya Jeruk ini menjadi 
 asam oleh biayanya yang memegang record sumur termahal di Indonesia karena 
 problem mekanisnya. Kelak, Jeruk ini akan meninggalkan bom waktu berupa 
 sunk cost yang sangat besar.
 
 Masih banyak contoh yang lain, hanya mengemukakan : di satu pihak BPMIGAS 
 berperan sebagai partner, di lain pihak menjadi pengontrol yang harus ketat.
 
 Saya berharap para tenaga nasional di oil company asing dapat berperan 
 juga sebagai pengawas pihak asingnya, sebab saya temukan banyak pihak 
 asing berpendirian kalau bisa ditimpakan ke Indonesia maka timpakan saja ke 
 Indonesia (!)
 
 Nah, BPMIGAS tak mungkin mengontrol sampai ke mikro-detail bukan ? Maka 
 saya berharap tenaga nasional di oil company asing sekaligus menjadi 
 pengingat atau pengawas juga. Kadang2 saya dapat juga masukan dari tenaga2 
 nasional ini yang langsung disampaikan kepada saya, nah..ini bisa jadi 
 amunisi saya untuk perang anggaran dengan pihak asing mereka.
 
 Kalau kita tidak jeli, maka kita bisa larut tanpa sadar bahwa kita 
 sebenarnya tengah terlibat dalam tindakan yang sedang merugikan Indonesia.
 
 salam,
 awang
 
 Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini
 pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan.
 Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian...
 Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss,
 nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita
 dulu ndak?
 Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi
 ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya
 duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau
 sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada
 tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri..
 Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente
 deh...
 Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk.
 Nah ???
 BSM
 
 Buat pak Awang,
 Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar
 blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1?
 Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina?
 Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini?
 Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh,
 saying donk...
 
 -Original Message-
 From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
 diBlok Cepu
 
 Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa)
 Kabupaten
 10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti 

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-13 Terurut Topik oki musakti


Dari editorial kamis media Indonesia.

Kelihatannya posisi PTM di fait acomply (sp?) dalam editorial ini.

 

Oki

 

Pertarungan Minyak Pertamina-Pemerintah
 
SEBUAH perundingan panjang dan melelahkan telah terjadi antara pemerintah 
Republik Indonesia bersama Pertamina dan Exxon Mobil mengenai pengelolaan 
ladang minyak di Blok Cepu. Perundingan yang dimulai sejak 1990 itu baru 
mencapai kesepakatan pada Juni 2005 dengan penandatanganan nota kesepahaman. 
Siapa pun yang menandatangani MoU, itu adalah kesepakatan antara pemerintah 
Republik Indonesia dan Exxon Mobil, perusahaan minyak terbesar di dunia yang 
bermarkas di Houston, Amerika Serikat.

Tidak mudah, memang, mengegolkan sebuah MoU dengan perusahaan sekaliber Exxon. 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri terlibat dalam lobi, entah dengan 
Exxon, entah dengan pemerintah Amerika Serikat agar kesepakatan segera diteken.

Maka, ketika MoU ditekan, tidak hanya pers di dalam negeri yang mewartakan deal 
tersebut. Pers terkemuka dunia pun memberitakan secara luas kesepakatan itu. 
Kesepakatan yang membuka jalan agar kandungan minyak sekitar 350 juta barel di 
Blok Cepu segera dipompa keluar untuk menghasilkan devisa bagi Indonesia yang 
sedang mengalami krisis keuangan amat parah.

Menurut MoU yang diteken itu, porsi penerimaan pemerintah adalah 87%. Porsi ini 
naik dari 50% pada 1990, naik lagi menjadi 56% pada perundingan 2004, dan 
melonjak lagi menjadi 87% pada kesepakatan 2005. Dari sisi ini, pemerintah 
Indonesia sukses memaksa Exxon.

Dengan asumsi harga minyak US$50/barel, 87% porsi pemerintah setara dengan 
sekitar US$8 juta per hari atau US$3,6 miliar setahun. Jumlah yang sangat 
memadai untuk mengatasi krisis keuangan negara.

Akan tetapi, seluruh potensi penerimaan itu sekarang berada dalam bahaya. 
Bahaya karena Pertamina ingin mengubah MoU yang sudah ditekan dengan meminta 
lagi jatah 10% participate interest yang diberikan kepada pemerintah daerah.

Sungguh sebuah ironi besar ketika sebuah kesepakatan pemerintah dengan Exxon 
bisa dibatalkan oleh Pertamina yang notabene adalah BUMN milik pemerintah. Bagi 
Exxon, dan juga bagi investor dunia, kasus ini--kalau tidak segera 
diatasi--akan meruntuhkan citra Indonesia. Kita akan dianggap sebagai negara 
yang tidak tahu dan tidak menghargai kesepakatan. Kesepakatan pemerintah bisa 
dianulir oleh direksi sebuah BUMN. Di manakah koordinasi? Di mana dan siapakah 
yang memegang kendali dan komando? Apakah arti sebuah MoU?

Tidak cuma itu. Kalau MoU ini dibatalkan hanya karena Pertamina tidak berkenan, 
potensi penerimaan yang US$3,6 miliar setahun belum juga terealisasi karena 
sesama organ pemerintah berkelahi memperebutkan porsi. Kita ibarat itik yang 
mati kehausan di atas danau yang berlimpah air.

Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke Mahkamah 
Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan menyebabkan 
investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik' yang dilakukan 
SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai kunjungan ke luar 
negeri akan berantakan.



-
 Start your day with Yahoo! - make it your home page 

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-13 Terurut Topik ismail

Kalau dari analisa Geopolitiknya  nih, kira kira gini kali..
Dalam editorial Media tsb menunjukan Media Indo menyayangkan pembatalan 
tsb, spt kalimatnya terakhir :


(Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke 
Mahkamah Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan 
menyebabkan investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik' 
yang dilakukan SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai 
kunjungan ke luar negeri akan berantakan.)


Kemudian dari posting yang lalu, dikatakan bahwa Om Surya Paloh sudah akan 
masuk Cepu lewat kerjasamaa dg Pemda Bojonegoro ( yang akan mendapatkan 10 % 
saham itu), jadi kalau itu batal, kan batal juga itu kesempatan untuk masuk 
ke Cepu.
Lha kan Media Indo ini kan juga anaknya Media Group to , jadi yg . punya 
ya om Surya itu ( ini hanya sekedar analisa warung kopian saja, . 
diakhir pekan , mungkin salah. Mungkin ada analisa yg lain )


Salam.

Lie am sie




- Original Message - 
From: oki musakti [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Saturday, August 13, 2005 4:46 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok 
Cepu






Dari editorial kamis media Indonesia.

Kelihatannya posisi PTM di fait acomply (sp?) dalam editorial ini.



Oki



Pertarungan Minyak Pertamina-Pemerintah

SEBUAH perundingan panjang dan melelahkan telah terjadi antara pemerintah 
Republik Indonesia bersama Pertamina dan Exxon Mobil mengenai pengelolaan 
ladang minyak di Blok Cepu. Perundingan yang dimulai sejak 1990 itu baru 
mencapai kesepakatan pada Juni 2005 dengan penandatanganan nota 
kesepahaman. Siapa pun yang menandatangani MoU, itu adalah kesepakatan 
antara pemerintah Republik Indonesia dan Exxon Mobil, perusahaan minyak 
terbesar di dunia yang bermarkas di Houston, Amerika Serikat.


Tidak mudah, memang, mengegolkan sebuah MoU dengan perusahaan sekaliber 
Exxon. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri terlibat dalam lobi, 
entah dengan Exxon, entah dengan pemerintah Amerika Serikat agar 
kesepakatan segera diteken.


Maka, ketika MoU ditekan, tidak hanya pers di dalam negeri yang mewartakan 
deal tersebut. Pers terkemuka dunia pun memberitakan secara luas 
kesepakatan itu. Kesepakatan yang membuka jalan agar kandungan minyak 
sekitar 350 juta barel di Blok Cepu segera dipompa keluar untuk 
menghasilkan devisa bagi Indonesia yang sedang mengalami krisis keuangan 
amat parah.


Menurut MoU yang diteken itu, porsi penerimaan pemerintah adalah 87%. 
Porsi ini naik dari 50% pada 1990, naik lagi menjadi 56% pada perundingan 
2004, dan melonjak lagi menjadi 87% pada kesepakatan 2005. Dari sisi ini, 
pemerintah Indonesia sukses memaksa Exxon.


Dengan asumsi harga minyak US$50/barel, 87% porsi pemerintah setara dengan 
sekitar US$8 juta per hari atau US$3,6 miliar setahun. Jumlah yang sangat 
memadai untuk mengatasi krisis keuangan negara.


Akan tetapi, seluruh potensi penerimaan itu sekarang berada dalam bahaya. 
Bahaya karena Pertamina ingin mengubah MoU yang sudah ditekan dengan 
meminta lagi jatah 10% participate interest yang diberikan kepada 
pemerintah daerah.


Sungguh sebuah ironi besar ketika sebuah kesepakatan pemerintah dengan 
Exxon bisa dibatalkan oleh Pertamina yang notabene adalah BUMN milik 
pemerintah. Bagi Exxon, dan juga bagi investor dunia, kasus ini--kalau 
tidak segera diatasi--akan meruntuhkan citra Indonesia. Kita akan dianggap 
sebagai negara yang tidak tahu dan tidak menghargai kesepakatan. 
Kesepakatan pemerintah bisa dianulir oleh direksi sebuah BUMN. Di manakah 
koordinasi? Di mana dan siapakah yang memegang kendali dan komando? Apakah 
arti sebuah MoU?


Tidak cuma itu. Kalau MoU ini dibatalkan hanya karena Pertamina tidak 
berkenan, potensi penerimaan yang US$3,6 miliar setahun belum juga 
terealisasi karena sesama organ pemerintah berkelahi memperebutkan porsi. 
Kita ibarat itik yang mati kehausan di atas danau yang berlimpah air.


Exxon yang merasa dibohongi kemungkinan akan mengadukan kasusnya ke 
Mahkamah Internasional. Dan yang tidak kalah penting, pembatalan itu akan 
menyebabkan investor menjauhi negeri kita. Maka, diplomasi 'buka praktik' 
yang dilakukan SBY dengan para investor terkemuka di dunia dalam berbagai 
kunjungan ke luar negeri akan berantakan.




-
Start your day with Yahoo! - make it your home page 



-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-12 Terurut Topik Awang Satyana
Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi 
target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; 
Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 
375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 
550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada 
dua kali anggaran usulan Pertamina.
 
Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas 
kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga 
sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya. 
 
Kelak, anggaran2 itu akan ditagihkan ke Negara sebagai cost recovery. Bagaimana 
halnya kalau tidak kita turunkan dari awal  ? Tentu saja pendapatan Negara akan 
berkurang. 
 
Terus-terang saja, banyak kontraktor yang royal dan hambur, dengan satu pikiran 
saja : toh di-cost recovery ini. Hm...jangan menganggap itu selalu mudah.
 
Terus-terang juga,  Jeruk-1  Jeruk-2 di Selat Madura termasuk paling hebat 
discoverynya sejak 2000 ini di Indonesia, tetapi manisnya Jeruk ini menjadi 
asam oleh biayanya yang memegang record sumur termahal di Indonesia karena 
problem mekanisnya. Kelak, Jeruk ini akan meninggalkan bom waktu berupa sunk 
cost yang sangat besar.
 
Masih banyak contoh yang lain, hanya mengemukakan : di satu pihak BPMIGAS 
berperan sebagai partner, di lain pihak menjadi pengontrol yang harus ketat. 
 
Saya berharap para tenaga nasional di oil company asing dapat berperan juga 
sebagai pengawas pihak asingnya, sebab saya temukan banyak pihak asing 
berpendirian kalau bisa ditimpakan ke Indonesia maka timpakan saja ke 
Indonesia (!)
 
Nah, BPMIGAS tak mungkin mengontrol sampai ke mikro-detail bukan ? Maka saya 
berharap tenaga nasional di oil company asing sekaligus menjadi pengingat atau 
pengawas juga. Kadang2 saya dapat juga masukan dari tenaga2 nasional ini yang 
langsung disampaikan kepada saya, nah..ini bisa jadi amunisi saya untuk 
perang anggaran dengan pihak asing mereka. 
 
Kalau kita tidak jeli, maka kita bisa larut tanpa sadar bahwa kita sebenarnya 
tengah terlibat dalam tindakan yang sedang merugikan Indonesia.
 
salam,
awang

Bambang Murti [EMAIL PROTECTED] wrote:
Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini
pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan.
Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian...
Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss,
nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita
dulu ndak?
Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi
ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya
duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau
sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada
tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri..
Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share ente-ente
deh...
Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk.
Nah ???
BSM

Buat pak Awang,
Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator disekitar
blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1?
Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina?
Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini?
Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh,
saying donk...

-Original Message-
From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
diBlok Cepu

Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa)
Kabupaten 
10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti membentuk perusahaan
baru, 
sehingga tak ada yang berfungsi sebagai mayoritas. Ini naif sekali. Lalu

siapa yang memegang operatorship ?, logikanya perusahaan baru tsb. Siapa

yang secara ril akan menyediakan dana di perusahaan baru tsb ?... Pemda
toh 
tak kan punya dana, Pertamina pun sedang kesulitan...jadi Exxon akan 
mendominasi ???

Kalau Pertamina dan Pemda sama-sama berkehendak menyatukan kekuatan
sahamnya 
sehingga menjadi mayoritas bersama boleh kan ?. Kalau pikirannya
sama-sama 
soal kebangsaan (dalam jangka panjang, seperti pandangan pak Kwik) tidak

dapatkah Pertamina  Pemda saling menyatukan diri ?. Gimana caranya 
Pertamina mendekati dan merayu Pemda ?



-Original Message-
From: Awang Satyana 
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Wed, 10 Aug 2005 02:17:39 -0700 (PDT)
Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
di 
Blok Cepu

 Paling juga karena dapat tekanan Paman Sam. Nanti juga di badan
 pengelola baru Cepu bentukan Exxon, Pertamina, Pemda, hendaknya
 Indonesia (Pertamina + Pemda) berdaya kuat. Harus siap menolak dan
 memotong biaya-biaya supertinggi yang biasa diajukan Exxon. Di blok2
 lain di mana Pertamina memegang participating interests hendaknya juga
 berdaya kuat 

Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-12 Terurut Topik Paulus Tangke Allo
tapi nanti pekerja nasional ini akan jadi sandwich.
di satu sisi digencet dari kumpeni supaya anggarannya bisa gol.
di sisi lain, bpmigas menginginkan adanya pengurangan biaya sampai
tingkat yg wajar.

jadi serba salah


--pta


On 12/08/05, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Di wilayah Jawa Timur onshore, dengan play yang sama, (Kujung/Prupuh/Mudi 
 target), Exxon mengajukan sumur dengan anggaran sekitar 775-825 US$/ft; 
 Pertamina sekitar 300-400 US$/ft, JOB Pertamina-Petrochina Tuban sekitar 
 375-450 US$/ft; Lundin Blora sekitar 450-550 US$/ft, Lapindo Brantas sekitar 
 550-650 US$/ft. Masih Exxon yang paling tinggi kan ? Tepatnya, lebih daripada 
 dua kali anggaran usulan Pertamina.
 
 Adalah menjadi tugas BPMIGAS untuk memotong anggaran2 itu sampai batas 
 kewajaran. Belum lama ini, saya memotong sekitar 15 juta US$ anggaran tiga 
 sumur di Indonesia Timur yang diajukan terlalu tinggi oleh operatornya.

-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



Re: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

2005-08-11 Terurut Topik Batara Sakti Simanjuntak
He...he...kata orang sono there is no free lunch. Tak ada perusahaan, 
apalagi multinasional alias international, yang berkegiatan tanpa pamrih. 
Pamrih perushaan manapun adalah untung sebesar-besarnya. Mana ada perushaan 
asing yang berpikir demi bangsa dan negara dst,semuanya mesti dihitung 
dengan untung rugi, baik jangka pendek maupun panjang.

Kalimat gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share adalah paralel dengan 
yang saya tulis dalam penggalan jadi Exxon akan dominasi ???. 

Harapan ada pada diri sendiri, dalam hal ini pada niat  kepiawaian 
Pertamina  Pemda (atau Pemda-Pemda). Dua lembaga ini akan berada di 
republik ini seumur-umur negara. Pemerintah pusat c.q. pemerintah yang 
berkuasa sekarang c.q jubir team negosiasi, hanya akan berada di tampuknya 
selama beberapa tahun (entah kalau menang lagi pemilu ye). Maka yang 
lebih logis akan mempunyai pandangan panjang ke masa depan, masanya anak 
cucu dst (jadi bukan hanya soal memproduksi minyak tersebtu 
sebanya-banyaknya dan secepat-cepatnya sekarang) adalah Pertamina  Pemda.


bat

-Original Message-
From: Bambang Murti [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Thu, 11 Aug 2005 18:11:03 +0800
Subject: [iagi-net-l] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina diBlok Cepu

 Hmm, kalau aku koq sedikit worry ya...mungkin ini
 pre-judicemudah-mudahan tidak beralasan.
 Misalnya, JV tersebut akan mengebor dengan biaya sekian..sekian...
 Nah karena partner-nya ndak punya duit, mereka akan bilang,...uupss,
 nice plan, tapi kita sekarang lagi bokek nih...bisa talangin kita-kita
 dulu ndak?
 Lha si operator bisa saja menjawab, guys, ini proyek mahal...jadi
 ente-ente musti kudu punya duit donkkalau ente bilang kagak punya
 duit sekarang, ya udah, gue bisa anggep ente-ente pada kagak mau
 sharing risk, jadi, gue akan sole risk dah...ente-ente kan ude pada
 tau kan artinya sole risk? hasilnya bakalan gue embat sendiri..
 Atau bisa juga, OK, gue bayarin dulu, ntar dipotong dari share
 ente-ente
 deh...
 Lha kalau begitu, maka akan terjadi share dilution donk.
 Nah ???
 BSM
 
 Buat pak Awang,
 Mungkin bisa me-release estimasi drilling cost dari operator
 disekitar
 blok tersebut untuk similar play? Sesama di onshore aja dah. Porong-1?
 Kembang Baru? Grigis Barat? Kedungtuban? Sukowati-nya Petrochina?
 Ntar dibandingin dengan proposal beliau ini?
 Apakah pemerintah aware terhadap hal yang satu ini? Kalau belum, duh,
 saying donk...
 
 -Original Message-
 From: Batara Sakti Simanjuntak [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Wednesday, August 10, 2005 4:44 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
 diBlok Cepu
 
 Pemerintah (pusat) memberi Pertamina 45 %, dan Pemda (beberapa)
 Kabupaten 
 10%, sedang Exxon juga 45%, lalu ketiganya mesti membentuk perusahaan
 baru, 
 sehingga tak ada yang berfungsi sebagai mayoritas. Ini naif sekali.
 Lalu
 
 siapa yang memegang operatorship ?, logikanya perusahaan baru tsb.
 Siapa
 
 yang secara ril akan menyediakan dana di perusahaan baru tsb ?... Pemda
 toh 
 tak kan punya dana, Pertamina pun sedang kesulitan...jadi Exxon akan 
 mendominasi ???
 
 Kalau Pertamina dan Pemda sama-sama berkehendak menyatukan kekuatan
 sahamnya 
 sehingga menjadi mayoritas bersama boleh kan ?. Kalau pikirannya
 sama-sama 
 soal kebangsaan (dalam jangka panjang, seperti pandangan pak Kwik)
 tidak
 
 dapatkah Pertamina  Pemda saling menyatukan diri ?. Gimana caranya 
 Pertamina mendekati dan merayu Pemda ?
 
 
 
 -Original Message-
 From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Date: Wed, 10 Aug 2005 02:17:39 -0700 (PDT)
 Subject: Re: [iagi-net-l] [FW] Pemerintah Menolak Permintaan Pertamina
 di 
 Blok Cepu
 
  Paling juga karena dapat tekanan Paman Sam. Nanti juga di badan
  pengelola baru Cepu bentukan Exxon, Pertamina, Pemda, hendaknya
  Indonesia (Pertamina + Pemda) berdaya kuat. Harus siap menolak dan
  memotong biaya-biaya supertinggi yang biasa diajukan Exxon. Di blok2
  lain di mana Pertamina memegang participating interests hendaknya
 juga
  berdaya kuat sebab ada kasus di suatu blok di Jawa Timur Pertamina
  sebenarnya memegang major share tetapi tak jadi operator.
   
  salam,
  awang
  
  Ariadi Subandrio [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Kalao pemerintahnya melanggar aturan hukum gak dipersoalkan ama Rizal
  Malarangeng, gimana seh ini orang. Lagian kalao yang mayoritas
  Indonesia (55%) seperti yang disampaikannya, kok tendensinya gak
  memperbolehkan bangsa Indonesia yang menjadi operatorship se. ah,
  negeri aneh2.
  
  lam-salam,
  ar-.
  
  
  
  __
  Do You Yahoo!?
  Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
  http://mail.yahoo.com 
 
 
 
 -
 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 Visit IAGI