Akibat takut berbeda. (Re: [Re: bahasa daerah... itu BS!!!!])

1999-12-07 Terurut Topik Muhammad Nahar

Saya cuma punya perasaan saja, kalau semua yang diceritakan itu (perpecahan de-es-be) 
adalah akibat kita semua takut berbeda. Being different is natural. Look around you, 
tidak ada sesuatupun yang sama bukan? Jadi kalau demikian, adalah menentang alam 
namanya kalau ada usaha-usaha untuk menyamakan segala sesuatu di muka bumi ini.

Lihat apa yang sudah diperbuat Suharto dengan menganggap semua suku di Indonesia dapat 
menerima budaya jawa, dia telah menyalakan api dalam gunungan sekam Indonesia.

Tidak ada salahnya kita berbeda, karena dengan berbeda itulah kita menunjukkan 
identiti kita? Toh, tidak ada kewajiban bagi kita untuk sederajat semuanya. Silahkan 
anda jadi orang Kristen, silahkan jadi orang Islam, silahkan jadi orang Jawa, silahkan 
jadi orang Irian, silahkan menganggap diri lebih pintar, silahkan anda masuk ke 
golongan orang elit, silahkan anda tinggal di tepi kali. Tapi jangan coba-coba anda 
memaksa saya menerima bahwa anda lebih hebat dari saya. Cukuplah kita masing-masing 
menganggap diri kita yang paling baik tanpa harus memaksa orang lain mengakuinya.

Oleh karena perbedaan itu memang ada, marilah kita buka wacana federalime untuk 
indonesia. (Bukan salah saya kalau anda jadi bingung kok nyambungnya ke mari. Ini 
semua salah anda karena tidak bisa mengerti, tak iye :) )


~~~
Disclaimer:
"Spelling should be pensioned off...
It terrorises human beings from birth."
(Gabriel Garcia Marquez)


On Sun, 5 Dec 1999 11:30:06Rizal Az wrote:
   mba' Juni, terima kasih sekali atas dukungannya...:). dan terima kasih pula
sudah memperjelas duduk perkara dan asal-usul timbulnya persoalan ini. Ma'af
mba' e-mail sifat bukan menjawab, tapi lebih ke asal -usul mengapa saya
menulis ini 'in the first place". Mungkin relevan mungkin tidak, boleh dibaca,
boleh tidak...:)).

   Alasan pertama saya menulis seperti itu adalah saya dilahirkan dari orang
tua yang punya perbedaan suku (1 Jawa, 1 Sunda). Walaupun, sama2 dari jawa,
kakak saya bisa "anti-jawa", dia maunya dibilang "Sunda", ngomong Sunda mau,
ngomong Jawa engga' mau. Walaupun tidak berat sifatnya, tapi perpecahan ini
terjadi di dalam core dari society itu sendiri, yaitu: kelurga. Saya yakin,
seyakin yakinnya bahwa situasi seperti ini banyak dialami oleh orang2 yang
mempunyai orang tua beda suku.
   Alasan yang kedua, saya tidak bisa bahasa daerah, dan tidak mau belajar
bahasa daerah (karena alasan pertama tersebut). Sekarang di tempat saya
tinggal, beberapa dari teman2 saya berbahasa daerah. Walaupun mereka semua
adalah teman2 baik saya, dan saya sangat menghormati mereka dan begitu juga
sebaliknya. Di saat mereka ngomong bahasa daerah, di saat itu juga, mereka
secara tidak langsung membuat saya merasa "tersingkir". Perasaan seperti
lama-kelamaan akan dapat berubah menjadi kebencian. Sekali lagi ini yang
mengakibatkan perpecahan di dalam bangsa Indonesia sendiri.
   Alasan saya yang ketiga, menyangkutkan ras/suku dengan geografis, ini juga
salah satu sumber utama perpecahan bangsa kita. Tidak hanya dengan melayu,
tapi juga dengan orang cina, mereka sendiri terpecah2, cina jawa, terlebih
cina2 yang berasal, mulai dari daerah Jawa Tengah terus ke Timur, mereka lebih
suka ngumpul sama cina jawa (karena bisa ngomong jawa, lebih halus, dan lebih
sesuai dengan perasaan mereka), cina jakarta (merasa anak metropolitan)
ngumpul sama cina jakarta (ngomong tionghoa, kiblat: HongKong), mereka sendiri
merasa kurang senang dengan cina medan, yang menurut mereka perusak nama cina
di Indonesia, akibatnya, cina medan ngumpul sendiri. Tidak ada seorang yang
menyadari hal2 tersebut karena masing2 punya 1 common enemy, yang melayu
terhadap cina, yang cina terhadap melayu-nya. Populasi cina yang menjadi
minoritas di Indonesia, membuat mereka terlihat lebih bersatu kebanding
saudara2 melayunya. Ini yang membuat perasaan "anti-cina" atau "anti-melayu",
tapi apakah ini bisa disalahkan? jelas tidak, karena perasaan tersebut tidak
dimulai dari perasaan anti ras, tapi sifatnya lebih ke kedaerahan. Di agama
pun juga begitu, munculnya gereja jawa, gereja batak, gereja daerah2 lainnya.
Secara langsung, maupun tidak langsung, mengkontribusi ke perasaan sukuisme
yang tinggi, dan menyebabkan perpecahan bangsa.

   Kemampuan kita, untuk merubah udara menjadi bermacam2 suara dengan vocal
cord kita, adalah pemberian Tuhan yang sangat berharga kepada kita. Ini adalah
salah satu step awal di evolusi manusia, yang membedakan manusia dengan
binatang. Bahasa ini pulalah yang telah mengantarkan manusia keluar dari gua2,
dan memulai peradaban.
  Berdasarkan ini saya melihat bahwa bahwa bahasa adalah pengikat suatu bangsa
atau community, dan itu yang harus kita semua sadari.Bahwa bahasa Indonesia,
adalah bahasa nasional, bahasa pengikat seluruh warganegara Indonesia. Sudah
menjadi kewajiban kita semua untuk menjunjung tinggi bahasa nasional kita.
Seperti orang2 Islam, Yahudi atau Hindu yang menjunjung tinggi dan memilih
bahasa arab, Hebrew, atau Sansekerta (respectively) 

Re: [Akibat takut berbeda. (Re: [Re: bahasa daerah... itu BS!!!!])]

1999-12-07 Terurut Topik Rizal Az

Mas coba tolong dibaca lagi, kali ini jangan pakai emosi, tenangkan
pikiran dan hati...:)). Yang didiskusiin disini ada bahasa daerah, itu
perbedaan yang menurut saya harus di hapuskan, atau setidak2nya di kurangi
peranannya di kehidupan sehari-hari. Sebaiknya bahasa daerah itu hanya
dibatasi untuk upacara2 atau acara2 daerah saja.

Sekali lagi: bahasa daerah menghambat persatuan Indonesia, dengan alasan2 yang
sudah saya kasih tau di e-mail sebelumnya.   

Saya dan, saya yakin mas Juni juga, tidak ada keinginan untuk menyamakan suku
bangsa, apalagi memaksakan budaya/adat istiadat suatu suku ke tempat lain.
Kita sadar bahwa adat istiadat daerah adalah merupakan heritage kita, yang
tidak mungkin (dan kita juga tidak mau) di hapuskan begitu saja. 
Niat saya untuk menyadarkan semua orang bahwa WALAUPUN... kita berbeda
tapi kita punya sesuatu yang sama. Dan sesuatu yang sama itu harus kita
besarkan didalam hati kita. Suku itu lebih kecil daripada negara, sudah
sepantasnya bahasa negara ditempatkan di atas bahasa suku, simple khan???.
  
Perbedaan, pada level tertentu itu sangat bagus, tapi lewat dari itu adalah
RACUN dalam tubuh kita. Itu yang sudah terjadi di tubuh orang2 Indonesia.
Generalisasi dan asumsi2 yang mas Juni sebutkan diemail sebelumnya, adalah
indikasi bahwa masyarakat Indonesia itu adalah masyarakat yang rasialis. 
 
 Sebenarnya pikiran anda itu berada di right track, bedanya perbedaan yang
anda bicarakan itu adalah perbedaan dalam skala normal, yang mas Juni dan saya
bicarakan adalah perbedaan SARA, dimana menurut saya bahasa daerah itu adalah
bibit dari adanya SARA di Indonesia. Lihat case2 di Indonesia, orang madura
dan dayak, saling membunuh, ambon, dll. Bisa gitu anda bicara: "Oleh karena
perbedaan itu memang ada, marilah kita buka wacana federalisme untuk
indonesia"...
   Selama kita masih berpegang teguh terhadap kesukuan kita sendiri, tidak
sadar, kalau kita berada dibawah 1 payung: Indonesia, dimana bahasa yang harus
kita junjung tinggi adalah bahasa Indonesia, ide negara Federasi yang anda
idam2kan itu, adalah isapan jempol belaka. Dengan masih tingginya semangat
sukuisme di Indonesia, bukan negara federasi yang kita dapat, tapi negara2
kecil yang akan bersaing satu sama lainnya, yang nantinya akan menuju ke
perpecahan dan peperangan.

Ichal




Muhammad Nahar [EMAIL PROTECTED] wrote:
Saya cuma punya perasaan saja, kalau semua yang diceritakan itu (perpecahan
de-es-be) adalah akibat kita semua takut berbeda. Being different is natural.
Look around you, tidak ada sesuatupun yang sama bukan? Jadi kalau demikian,
adalah menentang alam namanya kalau ada usaha-usaha untuk menyamakan segala
sesuatu di muka bumi ini.

Lihat apa yang sudah diperbuat Suharto dengan menganggap semua suku di
Indonesia dapat menerima budaya jawa, dia telah menyalakan api dalam gunungan
sekam Indonesia.

Tidak ada salahnya kita berbeda, karena dengan berbeda itulah kita menunjukkan
identiti kita? Toh, tidak ada kewajiban bagi kita untuk sederajat semuanya.
Silahkan anda jadi orang Kristen, silahkan jadi orang Islam, silahkan jadi
orang Jawa, silahkan jadi orang Irian, silahkan menganggap diri lebih pintar,
silahkan anda masuk ke golongan orang elit, silahkan anda tinggal di tepi
kali. Tapi jangan coba-coba anda memaksa saya menerima bahwa anda lebih hebat
dari saya. Cukuplah kita masing-masing menganggap diri kita yang paling baik
tanpa harus memaksa orang lain mengakuinya.

Oleh karena perbedaan itu memang ada, marilah kita buka wacana federalime
untuk indonesia. (Bukan salah saya kalau anda jadi bingung kok nyambungnya ke
mari. Ini semua salah anda karena tidak bisa mengerti, tak iye :) )


~~~
Disclaimer:
"Spelling should be pensioned off...
It terrorises human beings from birth."
(Gabriel Garcia Marquez)


On Sun, 5 Dec 1999 11:30:06Rizal Az wrote:
   mba' Juni, terima kasih sekali atas dukungannya...:). dan terima kasih
pula
sudah memperjelas duduk perkara dan asal-usul timbulnya persoalan ini. Ma'af
mba' e-mail sifat bukan menjawab, tapi lebih ke asal -usul mengapa saya
menulis ini 'in the first place". Mungkin relevan mungkin tidak, boleh
dibaca,
boleh tidak...:)).

   Alasan pertama saya menulis seperti itu adalah saya dilahirkan dari orang
tua yang punya perbedaan suku (1 Jawa, 1 Sunda). Walaupun, sama2 dari jawa,
kakak saya bisa "anti-jawa", dia maunya dibilang "Sunda", ngomong Sunda mau,
ngomong Jawa engga' mau. Walaupun tidak berat sifatnya, tapi perpecahan ini
terjadi di dalam core dari society itu sendiri, yaitu: kelurga. Saya yakin,
seyakin yakinnya bahwa situasi seperti ini banyak dialami oleh orang2 yang
mempunyai orang tua beda suku.
   Alasan yang kedua, saya tidak bisa bahasa daerah, dan tidak mau belajar
bahasa daerah (karena alasan pertama tersebut). Sekarang di tempat saya
tinggal, beberapa dari teman2 saya berbahasa daerah. Walaupun mereka semua
adalah teman2 baik saya, dan saya sangat menghormati mereka dan begitu juga
sebaliknya. Di saat mereka ngomong bahasa 

Re: [Re: [Re: bahasa daerah... itu BS!!!!]]

1999-12-06 Terurut Topik Rizal Az

MAS masya Allah lupa terus mas maksud saya, di email yang dulu juga sempet
dipanggil mba' yah hehehehheheh sorry loh mas:))

Ichal


E R Juni [EMAIL PROTECTED] wrote:
At 11:30 AM 12/5/99 -0800, you wrote:
   mba' Juni, terima kasih sekali atas dukungannya...:). dan terima kasih
pula
sudah memperjelas duduk perkara dan asal-usul timbulnya persoalan ini. Ma'af
mba' e-mail sifat bukan menjawab, tapi lebih ke asal -usul mengapa saya
menulis ini 'in the first place". Mungkin relevan mungkin tidak, boleh
dibaca,
boleh tidak...:)).

heheh..  ya udah, sementara saya jadi cewek dulu deh habis dipanggil
mbak terus...

anyway, saya juga nampak 'kesal' pada email saya adalah justru karena latar
belakang saya sendiri dari keluarga yang *sangat kuat* adat-nya.. membuat
saya terkadang 'gerah' dan ingin 'melonggarkan' ikatan tersebut...
sebenarnya ini masalah kebiasaan berontaknya remaja saja, dul.. waktu
masih remaja belasan tahun, 10 tahunan yang lalu deh...  jadi asalnya dulu
saya sering mikir 'males amat sih dikit2 keluarga melulu',  memang sesuatu
yang sangat 'abg' dan 'egois'...

tapi sekarang ini saya berpikir lebih umum, bahwa salah satu faktor yang
membuat bangsa indonesia ini terhambat kemajuannya adalah karena sukuisme
itu sendiri. coba bayangkan, betapa kuatnya kesukuan dan primordialisme dan
segala bentuk chauvinisme ini menghantui kita semua, sampai2 hampir semua
masalah dalam negeri yang kita alami itu adalah SARA padahal kita punya
bhinneka tunggal ika yang katanya mempersatukan kita semua, tapi
pelaksanaannya ? bs semua...

coba aja lihat sekarang, begitu ada kesempatan, semua punya keinginan untuk
melepaskan diri dari indonesia well, gimana nggak, selama ini kita
semua entah kenapa memang 'terobsesi' dengan perbedaan2 yang kita punya
ini selalu itu yang dikedepankan kalau dalam pembicaraan. coba aja,
kalau mau jujur, kita sudah terbiasa begitu melihat sesama orang indonesia,
langsung men'judge' berdasarkan sukunya, benar2 *perlu* buat kita untuk tau
darimana seseorang itu berasal kalau nggak diucapkan, ya paling dalam
hati-lah... atau dijadikan bahan bercanda kalau lagi kumpul2 sesama
(s/a/r/a -- choose one) kita...

kapan sih manusia indonesia ini bisa sadar dan berhenti mengagung2kan
sukunya, dan menjadikan alasan untuk menjelekkan suku lain ? (suku bisa
diganti dengan ras, agama, dan golongan tentunya)

*INI* masalah kita yang utama kalau kita mau mengakui bahwa bangsa
indonesia itu racist, dan bangsa indonesia itu kesukuan, dan bangsa
indonesia itu primordialis, *mungkin* masih ada kesempatan buat kita untuk
bersatu padu dan akhirnya membawa maju nama bangsa dan negara ke kancah
internasional karena kalau kita masih tidak berani (nggak ada nyali ?)
untuk mengakuinya heh believe me, it's going to be much harder for
us to go on karena kita nggak punya yang namanya persatuan, kita nggak
punya yang namanya rasa penghargaan terhadap orang yang berbeda suku
(a/r/a/), nol besar !

ngaku deh... kita sering sekali berpikir bahwa orang batak keras, orang
padang pelit, orang sunda halus dll, kenapa sih harus stereotyping seperti
itu ??  kita sendiri yang nggak kasih kesempatan buat bangsa indonesia ini
untuk lepas dari stereotype nya (yang itupun diturunkan dari orangtua juga,
dia sendiri juga nggak tau kenapa harus gitu), that's what holding us down
guys bener deh...

saya sih berusaha keras supaya nggak seperti ini, dan alhamdulillah di us
ini kelihatan sekali yang namanya bermacam2 orang dari bermacam2 suku
bangsa di seluruh dunia, campur aduk jadi satu ok, saya bukan bilang di
sini nggak ada masalah diskriminasi, tapi kalau dibandingin dengan di tanah
air huuuhh... jauh lebih parah deh di tanah air mungkin kita nggak
terbiasa mengucapkan di muka umum, tapi di kalangan kita sendiri ? (orang
jawa anu, orang sunda anu, orang ambon anu)... hehe... bener kan ?

hayo ngaku... !


e r juni



Get your own FREE, personal Netscape WebMail account today at 
http://webmail.netscape.com.



Re: bahasa daerah... itu BS!!!!

1999-12-05 Terurut Topik E R Juni

At 05:42 PM 12/4/99 -0800, you wrote:
Bangsa Indonesia sendiri sudah terpecah2 tanpa kita semua sadari, kebanggaan
suku dan ngomong bahasa daerah saja sudah cukup untuk bikin kita terpecah.
Engga' usah kumpul2 sama bule2 yang semuanya beda dengan kita... ngumpul2 sama
orang2 Indonesia aja milih2...,yang Jawa main sama yang Jawa, yang batak main
sama yang batak. Kenapa??? karena rasa sedaerah/sekota/seasal itu yang bikin
"confortable". Kenapa bikin confortable? karena sekota, sudah pasti lebih
asyik ngomongin kotanya, bisa 1 bahasa daerah, wahhh lebih ngerasa
saudara... Kalau kita engga' ngerti bahasa daerah kita sendiri, orang malah
bilang "kacang lupa kulitnya". Bullshit2 yang kaya gini yang harus dimatikan
dari orang2 Indonesia. Dan kalau bilang "ach engga'gue gaul sama siapa saja
kok", iya ada yang beneran gitu, ada juga yang asal dasar terpaksa, karena
engga' ada temen aja, begitu ketemu yang sesukuwah langsung bubar...:)).
Dan yang kaya' gini berlaku untuk semua orang engga' cina, engga' melayu-nya.
Yang cina juga gitu, apalagi cina jawa, itu paling gila, soalnya mereka hanya
ngerti bahasa tionghoa atau bahasa jawa, jadi mau bergaulnya juga cuma sama
orang2 cina, terutama cina (jawa) atau melayu (jawa), kalau sama yang lain,
engga' mau...
ada yang mau counter argument?? saya rasa engga'...:)

kalau mau mendukung boleh nggak ? :-)

menurut saya ini seperti buah simalakama, yang mau tidak mau harus pilih
salah satu (karena cara yang salah tentunya) padahal bisa kita 'makan'
dua2nya kalau mau berpikir sedikit...

1. konsep yang didapat dari orang tua adalah : pertahankan adat, junjung
tinggi asal daerah dan nenek moyang masing2... (mulia)

2. menyingkirkan segala perbedaan, bersatu sebagai bangsa indonesia yang
tak perduli bahwa kita berbeda, bhinneka tunggal ika, maju tak gentar
menghadapi dunia... (mulia juga)

tapi karena bangsa indonesia bangsa yang luhur budi dan menjunjung tinggi
nenek moyang, tapi dengan mental yang terjajah, implementasinya adalah :

1. primordialisme, rasa kesukuan yang tinggi, diskriminasi (baik S, A, R
maupun A) yang gila2an, pelaksanaan pesta adat yang berlebihan (boros
materi, buang2 uang, ini terutama pesta pernikahan), menghindari pernikahan
antar suku/ras, dan lain2..

2. dihindari, karena bisa mengganggu nomor 1, akibatnya indonesia sulit
maju, 200 juta lebih penduduk yang saya yakin minimal 5 % adalah bibit
unggul (itu aja udah berapa tuh, tidak usahlah kita bicara pembodohan
nasional 54 tahun...heheh..), jadi tidak pernah matang karena selalu
ditekan oleh 'kewajiban' nomor 1 di atas, yang nggak berani ditentang cuma
karena nggak ngerti prinsipnya *sebenarnya* apa. dan ketidakmengertian ini
sudah berlangsung sekian generasi, jadi memang butuh 'pemberontak' untuk
membongkarnya...

miskin kreatifitas, jadi teruskan saja apa yang selama ini dilakukan orang
tua kita, upacara sana dan upacara sini, tanpa ngerti itu maksudnya apa...
dan hasilnya bisa diduga, dari dulu orang indonesia ya begini terus, kalau
mau ngadu domba gampang, tinggal ungkit sedikit perbedaan salah satu unsur
sara, pasti langsung berantem, contoh paling gampang ya di milis permias
ini (contoh valid karena anggotanya supposedly terpelajar dan punya pikiran
terbuka), cukup senggol S, atau A, pasti sibuk adu pendapat tanpa hasil
yang jelas karena semua cuma mementingkan golongannya masing2. walaupun
begitu yang paling sering saya lihat sih adalah A yang terakhir
(antargolongan), coba aja inget jaman sidang umum kemarin, yang satu
nyenggol mega, yang sini nyenggol akbar tanjung, terus udah deh sibuk
belain jagoan masing2...  what a BIG BS ! (sesuai dengan subject nih)

hehe kita ini bodoh banget sih... ? mau aja terus2an diadu
begitu  semua berasa paling bener, kritik sana kritik sini heh...
:-) terus lupa bahwa tujuan utama adalah bikin maju bangsa, bukan
membuktikan bahwa 'megawati emang nggak ngapa2in', 'amien rais harus turun'
dan lain2  masa iya milis permias isinya juga cuma lawak seperti di
tanah air sana ? malu ah...


e r juni



Re: [Re: bahasa daerah... itu BS!!!!]

1999-12-05 Terurut Topik Rizal Az

   mba' Juni, terima kasih sekali atas dukungannya...:). dan terima kasih pula
sudah memperjelas duduk perkara dan asal-usul timbulnya persoalan ini. Ma'af
mba' e-mail sifat bukan menjawab, tapi lebih ke asal -usul mengapa saya
menulis ini 'in the first place". Mungkin relevan mungkin tidak, boleh dibaca,
boleh tidak...:)).
 
   Alasan pertama saya menulis seperti itu adalah saya dilahirkan dari orang
tua yang punya perbedaan suku (1 Jawa, 1 Sunda). Walaupun, sama2 dari jawa,
kakak saya bisa "anti-jawa", dia maunya dibilang "Sunda", ngomong Sunda mau,
ngomong Jawa engga' mau. Walaupun tidak berat sifatnya, tapi perpecahan ini
terjadi di dalam core dari society itu sendiri, yaitu: kelurga. Saya yakin,
seyakin yakinnya bahwa situasi seperti ini banyak dialami oleh orang2 yang
mempunyai orang tua beda suku. 
   Alasan yang kedua, saya tidak bisa bahasa daerah, dan tidak mau belajar
bahasa daerah (karena alasan pertama tersebut). Sekarang di tempat saya
tinggal, beberapa dari teman2 saya berbahasa daerah. Walaupun mereka semua
adalah teman2 baik saya, dan saya sangat menghormati mereka dan begitu juga
sebaliknya. Di saat mereka ngomong bahasa daerah, di saat itu juga, mereka
secara tidak langsung membuat saya merasa "tersingkir". Perasaan seperti
lama-kelamaan akan dapat berubah menjadi kebencian. Sekali lagi ini yang
mengakibatkan perpecahan di dalam bangsa Indonesia sendiri.
   Alasan saya yang ketiga, menyangkutkan ras/suku dengan geografis, ini juga
salah satu sumber utama perpecahan bangsa kita. Tidak hanya dengan melayu,
tapi juga dengan orang cina, mereka sendiri terpecah2, cina jawa, terlebih
cina2 yang berasal, mulai dari daerah Jawa Tengah terus ke Timur, mereka lebih
suka ngumpul sama cina jawa (karena bisa ngomong jawa, lebih halus, dan lebih
sesuai dengan perasaan mereka), cina jakarta (merasa anak metropolitan)
ngumpul sama cina jakarta (ngomong tionghoa, kiblat: HongKong), mereka sendiri
merasa kurang senang dengan cina medan, yang menurut mereka perusak nama cina
di Indonesia, akibatnya, cina medan ngumpul sendiri. Tidak ada seorang yang
menyadari hal2 tersebut karena masing2 punya 1 common enemy, yang melayu
terhadap cina, yang cina terhadap melayu-nya. Populasi cina yang menjadi
minoritas di Indonesia, membuat mereka terlihat lebih bersatu kebanding
saudara2 melayunya. Ini yang membuat perasaan "anti-cina" atau "anti-melayu",
tapi apakah ini bisa disalahkan? jelas tidak, karena perasaan tersebut tidak
dimulai dari perasaan anti ras, tapi sifatnya lebih ke kedaerahan. Di agama
pun juga begitu, munculnya gereja jawa, gereja batak, gereja daerah2 lainnya.
Secara langsung, maupun tidak langsung, mengkontribusi ke perasaan sukuisme
yang tinggi, dan menyebabkan perpecahan bangsa. 

   Kemampuan kita, untuk merubah udara menjadi bermacam2 suara dengan vocal
cord kita, adalah pemberian Tuhan yang sangat berharga kepada kita. Ini adalah
salah satu step awal di evolusi manusia, yang membedakan manusia dengan
binatang. Bahasa ini pulalah yang telah mengantarkan manusia keluar dari gua2,
dan memulai peradaban.
  Berdasarkan ini saya melihat bahwa bahwa bahasa adalah pengikat suatu bangsa
atau community, dan itu yang harus kita semua sadari.Bahwa bahasa Indonesia,
adalah bahasa nasional, bahasa pengikat seluruh warganegara Indonesia. Sudah
menjadi kewajiban kita semua untuk menjunjung tinggi bahasa nasional kita.
Seperti orang2 Islam, Yahudi atau Hindu yang menjunjung tinggi dan memilih
bahasa arab, Hebrew, atau Sansekerta (respectively) sebagai bahasa kitabnya.
Kita harus dapat mengusahakan supaya bahasa daerah hanya dipakai untuk
upacara2 kedaerahan.
Usaha yang saya upayakan disini adalah menyadarkan sebanyak mungkin manusia
Indonesia, bahwa bahasa Indonesia itu bukan bahasa kedua, bahasa alternatif,
bahasa terjemahan, untuk orang2 yang tidak mengerti bahasa daerah.
   Atas dasar paham ini, saya berkesimpulan bahwa, bahasa daerah  maupun
bahasa asal itu sangat buruk pengaruhnya untuk menjaga keutuhan bangsa. 

Telepas dari semua BS yang saya uraikan diatas...:)). 1 yang tetap mejadi
pertanyaan saya: Mungkinkah memisahkan budaya daerah/asal dari bahasa
daerah/asal?. Melihat perkembangan agama yang ada di Indonesia, saya kira
mungkin. Seandainya kita dapat memisahkan bahasa kitab dengan bahasa sehari2,
bukanlah tidak mungkin membuat bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari2, dan
bahasa daerah sebagai bahasa Tradisional. Mungkin dengan mengshuffle staff
guru dari satu daerah ke daerah yang lain (ini saangggaaat berat...:)), atau
menghilangkan pelajaran bahasa daerah, di instansi2 sekolah di daerah2 +
menanamkan kesadaran yang tinggi terhadap guna dan makna memakai bahasa
Indonesia, kita dapat mengembalikan persatuan Indonesia, tanpa
menghapus/menghilangkan kebudayaan daerah, atau hormat kita terhadap
adat/istiadat nenek moyang kita.

Ichal


E R Juni [EMAIL PROTECTED] wrote:

kalau mau mendukung boleh nggak ? :-)

menurut saya ini seperti buah simalakama, yang mau tidak mau harus pilih
salah satu (karena 

Re: [Re: bahasa daerah... itu BS!!!!]

1999-12-05 Terurut Topik E R Juni

At 11:30 AM 12/5/99 -0800, you wrote:
   mba' Juni, terima kasih sekali atas dukungannya...:). dan terima kasih pula
sudah memperjelas duduk perkara dan asal-usul timbulnya persoalan ini. Ma'af
mba' e-mail sifat bukan menjawab, tapi lebih ke asal -usul mengapa saya
menulis ini 'in the first place". Mungkin relevan mungkin tidak, boleh dibaca,
boleh tidak...:)).

heheh..  ya udah, sementara saya jadi cewek dulu deh habis dipanggil
mbak terus...

anyway, saya juga nampak 'kesal' pada email saya adalah justru karena latar
belakang saya sendiri dari keluarga yang *sangat kuat* adat-nya.. membuat
saya terkadang 'gerah' dan ingin 'melonggarkan' ikatan tersebut...
sebenarnya ini masalah kebiasaan berontaknya remaja saja, dul.. waktu
masih remaja belasan tahun, 10 tahunan yang lalu deh...  jadi asalnya dulu
saya sering mikir 'males amat sih dikit2 keluarga melulu',  memang sesuatu
yang sangat 'abg' dan 'egois'...

tapi sekarang ini saya berpikir lebih umum, bahwa salah satu faktor yang
membuat bangsa indonesia ini terhambat kemajuannya adalah karena sukuisme
itu sendiri. coba bayangkan, betapa kuatnya kesukuan dan primordialisme dan
segala bentuk chauvinisme ini menghantui kita semua, sampai2 hampir semua
masalah dalam negeri yang kita alami itu adalah SARA padahal kita punya
bhinneka tunggal ika yang katanya mempersatukan kita semua, tapi
pelaksanaannya ? bs semua...

coba aja lihat sekarang, begitu ada kesempatan, semua punya keinginan untuk
melepaskan diri dari indonesia well, gimana nggak, selama ini kita
semua entah kenapa memang 'terobsesi' dengan perbedaan2 yang kita punya
ini selalu itu yang dikedepankan kalau dalam pembicaraan. coba aja,
kalau mau jujur, kita sudah terbiasa begitu melihat sesama orang indonesia,
langsung men'judge' berdasarkan sukunya, benar2 *perlu* buat kita untuk tau
darimana seseorang itu berasal kalau nggak diucapkan, ya paling dalam
hati-lah... atau dijadikan bahan bercanda kalau lagi kumpul2 sesama
(s/a/r/a -- choose one) kita...

kapan sih manusia indonesia ini bisa sadar dan berhenti mengagung2kan
sukunya, dan menjadikan alasan untuk menjelekkan suku lain ? (suku bisa
diganti dengan ras, agama, dan golongan tentunya)

*INI* masalah kita yang utama kalau kita mau mengakui bahwa bangsa
indonesia itu racist, dan bangsa indonesia itu kesukuan, dan bangsa
indonesia itu primordialis, *mungkin* masih ada kesempatan buat kita untuk
bersatu padu dan akhirnya membawa maju nama bangsa dan negara ke kancah
internasional karena kalau kita masih tidak berani (nggak ada nyali ?)
untuk mengakuinya heh believe me, it's going to be much harder for
us to go on karena kita nggak punya yang namanya persatuan, kita nggak
punya yang namanya rasa penghargaan terhadap orang yang berbeda suku
(a/r/a/), nol besar !

ngaku deh... kita sering sekali berpikir bahwa orang batak keras, orang
padang pelit, orang sunda halus dll, kenapa sih harus stereotyping seperti
itu ??  kita sendiri yang nggak kasih kesempatan buat bangsa indonesia ini
untuk lepas dari stereotype nya (yang itupun diturunkan dari orangtua juga,
dia sendiri juga nggak tau kenapa harus gitu), that's what holding us down
guys bener deh...

saya sih berusaha keras supaya nggak seperti ini, dan alhamdulillah di us
ini kelihatan sekali yang namanya bermacam2 orang dari bermacam2 suku
bangsa di seluruh dunia, campur aduk jadi satu ok, saya bukan bilang di
sini nggak ada masalah diskriminasi, tapi kalau dibandingin dengan di tanah
air huuuhh... jauh lebih parah deh di tanah air mungkin kita nggak
terbiasa mengucapkan di muka umum, tapi di kalangan kita sendiri ? (orang
jawa anu, orang sunda anu, orang ambon anu)... hehe... bener kan ?

hayo ngaku... !


e r juni