Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi

2010-08-14 Terurut Topik Hok An
Ya memang begitu.
Sebenarnya itu sudah diketahui mungkin 100 tahun lebih, sejak program2 
transmigrasi dan irigasi Belanda dimulai. Selain itu banyaknya petani2 
asal Belanda yang gagal juga merupakan input bagi2 bank2 waktu itu (bisa 
dilihat buku2 tua Boeke tentang dualisme ekonomi). Tetapi buku2 ilmu 
bumi kita tetap tidak akurat dan tidak dikoreksi .

Setahu saya tanam asam yang ada  di Kalimantan biasanya  digolongken 
kejenis podsolik merah kuning.
Makin kuning makin miskin tanahnya. Hanya tanaman tertentu (pohon2an 
misalnya buah2an) yang cocok untuk tanah seperti ini.

Masalah tanah adalah masalah budaya pertanian.
Tanah kurang subur bisa dijadikan sawah, yang merupakan semacam akuarium 
dimana hasilnya berlipat (bandingkan di statistik pertanian) dari lahan 
kering. Tetapi untuk itu bukan saja perlu pengairan sampai kepetak 
sawah, tetapi si petani sendiri harus ada waktu dan isi perut cukup 
untuk satu tahun kalau harus menyambung sawahnya ke sistem pengairan dan 
meratakan tanahnya horisontal sama dengan air. Soalnya sistem gotong 
royong waktu dulu kadang2 susah dilaksanakan.
Pendek kata ada saja pendekatan teknis untuk produksi makanan, tetapi 
belum tentu ongkos dan hasilnya sesuai. Kalau tidak perlu ada 
pertimbangan politik apakah baik disubvensi atau tidak.

Salam


Hok An


Bali da Dave schrieb:
  

 Ini maksudnya taxonomi tanah yang mollisol ya? Saya bukan ahli tanah, 
 jadi info anda sangat baru bagi saya. Jadi thanks sudah memberi 
 pengetahuan baru. Menurut bang google:

 Mollisol :Mollisols have
 a distinctive dark surface (mollic epipedon) that is enriched with organic
 matter. The surface layer has a soft, fluffy feel. These soils formed from
 nutrient-rich parent materials and are commonly in grasslands. They are
 naturally fertile and generally hold large amounts of water. These 
 soils are
 prized for agriculture. They are dominantly in the Great Plains and 
 Western
 States.

 dan menurut peta tanahnya
 http://www.soils.umn.edu/academics/classes/soil2125/img/4glbsls.jpg
 kelihatan memang mollisol seperti sabuk hijau di daerah kazakhstan, 
 armenia sampai turki. Daerah-daerah ini ada di atas sabuk 30derajat, 
 yang artinya sudah mengenal musim dingin? Daerah ini juga merupakan 
 daerah praire atau grass area. Secara kandungan tanahnya, maka 
 daerah-daerah ini memang sangat baik untuk daerah pertanian. 
 Barangkali yang menjadi halangan mereka sukses dalam bidang pertanian 
 adalah infrastruktur dan cuaca yang terlalu dingin waktu winter. Kalau 
 global warming memang kejadian, waktu winternya mereka jadi hangat dan 
 saat itu mungkin daerah tersebut berkembang jadi lumbung makanan buat 
 dunia.

 Demikianlah maka Indonesia walaupun banyak hujan dan lembab karena ada 
 di tropis, tanahnya agak asam dan sudah 'worn out'. Wah jadi tambah 
 takut nih...  jangan-jangan pasokan supply makanan produksi dalam 
 negeri tambah susah gara-gara tanahnya memang kurang bagus (tipe 
 ultisol). Tapi kemudian masalah tambah rumit dong. Kalau semua bahan 
 makanan untuk 220 juta orang penduduk indonesia harus di impor 
 semuanya dari amerika (eksportir gandum terbesar dunia?) dan daerah2 
 kazakhstan sana. Kira-kira kita bisa saingan dengan Cina yang 
 penduduknya 5 kali lebih banyak dari Indonesia dan ternyata tanahnya 
 kelihatannya lebih jelek kualitasnya dari Indonesia? Cina daerahnya 
 sepertinya banyak warna orange (aridsol/gurun), rocky land (abu-abu), 
 dan inceptisols (biru?)...

 Kalau semua daerah pertanian kita harus tutup buku dan petani malas 
 menanam lagi gara-gara harganya gak ketulungan murahnya...  tentunya 
 kita musti siap-siap mengandalkan makanan impor semuanya.

 --- On Thu, 12/8/10, Hok An ho...@t-online.de 
 mailto:Hokan%40t-online.de wrote:

 From: Hok An ho...@t-online.de mailto:Hokan%40t-online.de
 Subject: Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Received: Thursday, 12 August, 2010, 10:49 PM

  

 Saya dulu sama pendapatnya dengan Anda. Tetapi ternyata tanah didaerah

 yang namanya sabuk hijau lebih subur dari kawasan tropis basah, karena

 pertama hujan yang intensitasnya besar melarutkan banyak mineral, sebab

 itu tanah daerah tropis seperti Kalimantan dan sebagian besar Sumatra

 umumnya miskin zat hara. J

 [Non-text portions of this message have been removed]

 __._,



Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi

2010-08-12 Terurut Topik Hok An
Saya dulu sama pendapatnya dengan Anda. Tetapi ternyata tanah didaerah 
yang namanya sabuk hijau lebih subur dari kawasan tropis basah, karena 
pertama hujan yang intensitasnya besar melarutkan banyak mineral, sebab 
itu tanah daerah tropis seperti Kalimantan dan sebagian besar Sumatra 
umumnya miskin zat hara. Jawa dan Bukitbarisan merupakan kekecualian 
karena banyaknya gunung api yang mengirim debunya.
Kedua (paling penting) padi2an pada suhu tinggi daunnya mulai kuning dan 
memberi signal untuk berhenti mengisi bulir dan mulai masak. Sebab itu 
padi2an daerah yang panas kecil2 sehingga hasil per hektar bisa sama 
dengan lahan yang diberi pupuk sedikit saja didaerah sabuk hijau.

Mungkin akan ada terobosan2 besar dalam produksi padi2an, tetapi masalah 
kita bukan itu. Masalah kita tetap masih perkembangan infrastruktur 
kawasan pertanian dan pendidikan pertanian yang macet. Hanya sebagian 
kecil saja lahan pertanian yang punya akses terhadap air. Tanpa air 
bersih, tanpa listrik agroindustri, produksi buah kering, kerupuk, 
makanan kaleng dsbnya sulit dikembangkan. Agroindustri akan menjadi 
kegiatan perkotaan.
Program jaman Belanda seperti irigasi dan edukasi tetap penting dan 
kalau mau tegas merupakan bentuk subvensi yang diarahkan untuk daerah 
pertanian.

Salam

Hok An
 
Bali da Dave schrieb:
  

 Teknik dan teknologi pertanian tentu tambah maju. Tapi kalau melihat 
 perkembangan teknologi makanan yang arahnya pada 'pengawetan', 
 modifikasi genetika, dan formulasi nutrisi/chemical compound, maka ini 
 arahnya jelas lain dengan yang kita ambil/asumsikan.

 Pertanian tradisional yang berdasarkan tanah dan iklim yang baik sudah 
 semakin sedikit. Menurut saya daerah terbaik untuk cocok tanam adalah 
 daerah tropis sub tropis yang tidak punya 4 musim. Dibandingkan 
 panjang ekuatorial 360derajat, maka panjang sabang sampai merauke ini 
 (tidak menghitung laut dan gurun yang biasanya ada di tengah dunia), 
 maka ekuatorial tanah kepulauan kita adalah aset yang sangat-sangat 
 berharga. Afrika dan Mesir, juga Amerika (barangkali) memiliki daerah 
 tropis. Tapi berhubung benuanya yang sangat besar, penguapan laut 
 tidak pernah sampai ke tengah benua tersebut sehingga sering kali 
 daerah besar macam afrika, amerika australia tengah-tengahnya nyaris 
 tidak bisa dihuni apalagi ditanami karena tidak ada airnya. 
 Dibandingkan dengan kepulauan kita, daerah kering pun masih adalah 
 hujannya sedikit-sedikit karena jarak tengah pulaunya dengan laut 
 masih tidak terlalu besar..

 NAh dari 360derajat garis ekuatorial dunia ini, yang banyak pulaunya 
 dan tropis cocok untuk padi dan makanan penduduk indonesia mana lagi? 
 Vietnam dan thailan kalau sudah semakin maju tentu tidak akan mau lagi 
 menjual beras murah ke indonesia. Perluasan wilayah tanam menurut 
 teori pertanian tradisional sudah tidak mungkin lagi. Arahnya sudah 
 mulai ke makanan kaleng dan makanan tablet, juga makanan beku. Tapi 
 kalau harga makanan tidak diperbolehkan naik, maka tentu inovasi untuk 
 produk makanan juga akan terhambat.

 --- On Thu, 12/8/10, Hok An ho...@t-online.de 
 mailto:Hokan%40t-online.de wrote:
 From: Hok An ho...@t-online.de mailto:Hokan%40t-online.de

  

 Kalau pasar Indonesia tertutup pendapat Anda benar.

 Tetapi ada produsen2 barang pertanian lain yang besar dan lebih murah

 produksinya dari Indonesia. Sebab itu ada tekanan pasar menuju stagnasi

 harga bahan makanan.

 [Non-text portions of this message have been removed]

 



Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi

2010-08-11 Terurut Topik Hok An
Kalau pasar Indonesia tertutup pendapat Anda benar.
Tetapi ada produsen2 barang pertanian lain yang besar dan lebih murah 
produksinya dari Indonesia. Sebab itu ada tekanan pasar menuju stagnasi 
harga bahan makanan.
Tekanan ini juga datang dari distributor yang banting harga satu dua 
bahan makanan untuk memancing pembeli datang.
Saya sendiri juga kuatir dengan kenyataan bahwa pesatnya pertumbuhan 
penduduk menuju angka 400 juta orang. Bisa jadi mengisi perut semua 
orang bisa diusahakan dengan menggunakan laut untuk menanam bahan 
makanan, tetapi mengusahakan tempat kerja yang baik merupakan usaha 
raksasa yang jauh lebih muskil, sebab usaha yang berkembang justru 
usaha2 besar dan modern yang cukup diolah oleh sedikit orang saja.

Sebab itu salah satu hal yang penting untuk itu adalah kenaikan 
penghasilan masyarakat luas, sehingga daya konsumsi naik yang berikutnya 
memberi ruang untuk kegiatan produksi2 UKM yang lebih besar.

Salam

Hok An


Bali da Dave schrieb:

 Secara Natural, permintaan selalu akan naik karena peningkatan jumlah 
 penduduk yang tidak terkendali (tidak stagnan). Diikuti dengan 
 pengurangan lahan produktif dan penggunaan lahan kurang produktif 
 (seperti yang Pak Hok An katakan), maka sewajarnya HARGA baiknya sih NAIK.

 Sisi politiknya tentu jelek, sehingga pemerintah intervensi menurunkan 
 harga. Akibatnya petani semakin miskin dan lahan yang produktif juga 
 semakin kurang menarik buat ditanam oleh petani. Ini namanya lingkaran 
 setan. Semakin harga diturunkan, semakin sulit memenuhi kebutuhan 
 penduduk yang semakin NAIK. PROBLEMATIKA yang musti di pecahkan 
 anak-anak IQ jenius di Indonesia.

 --- On Tue, 10/8/10, Hok An ho...@t-online.de 
 mailto:Hokan%40t-online.de wrote:

 From: Hok An ho...@t-online.de mailto:Hokan%40t-online.de
 Subject: Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Received: Tuesday, 10 August, 2010, 3:58 PM



 Ada produk pertanian kita a.l. beras yang sulit bersaing dengan pasar

 interintersional, sebab produk2 itu biaya produksinya, karena letaknya

 di iklim yang panas lebih mahal dari biaya di iklim sejuk. Sebab itu

 tendensi import bahan makanan mulai dari terigu, jagung dan apalagi

 buah2an iklim sejuk naik terus.

 Masalah ini hanya bisa dihadapi dengan pendekatan2 jangka panjang yang

 memerlukan investasi2 berkepanjangan dan besar. Tetapi yang terjadi

 justru sebaliknya. Misalnya lahan2 sawah yang dibudayakan sejak ratusan

 tahun susut. Dipihak lain terus lahan padi tanpa pengairan ditempat yang

 tidak layak (asam atau asin) dipaksakan tanpa hasil yang ekonomis.

 Walaupun tahun depan harga bahan makanan agak naik tetapi tendensi umum

 adalah stagnasi dari harga makanan. Sebab itu yang diperlukan adalah

 kenaikan produktivitas pertanian, dan modernisasi pertanian (produksi

 makanan jadi atau bahan industri siap pasar) dan daya beli masyarakat

 yang memerlukan kenaikan upah umum.

 Salam

 Hok An

 Bali da Dave schrieb:

 

   Ah PORI (President Of the Republic of Indonesia), malah bilang awajar

   kalo ada kenaikan harga, hitung2 rejeki bagi petani setahun sekali...

 

  Menurut saya sih sudah sepantasnya harga barang pokok naik. Nilai

  politisnya tentu jelek karena bisa bikin rakyat banyak marah.

 

  Bicara pasar bebas, atau teregulasi.. kita sering anggap beras ini

  sudah harga wajar. Kalau menurut saya sih ini sudah harga yang

  'dipaksa' turun. Alasannya apa? Pemerintah selalu mengupayakan membuka

  jutaan hektar lahan khusus buat nanam padi ini. Kalau memang mekanisme

  pasar, tentunya tidak perlu ada program pemerintah 'lahan gambut

  sejuta hektar... dll sebagainya'. Harga naik biarkan saja, nanti

  petani tentu akan lebih kaya dan bisa membeli tanah yang memang

  diperuntukkan untuk tanaman (tentunya juga ada resiko petani nekat

  yang sembarangan membuka hutan lindung). Dan membuka lahan penanaman

  baru pun harusnya juga membiayakan harga ganti rugi penanaman pohon,

  pemeliharaan binatang yang harus selalu diberi makan, dll.

 

  Prinsipnya adalah lahan kosong (hutan) itu bukannya tidak ada

  harganya. Sama juga dengan mineral bawah tanah itu musti di hargakan

  'ongkos gantinya' atau replacement cost nya. Mentang-mentang tinggal

  dikeruk saja, maka hanya memperhitungkan ongkos mengeruk saja bukanlah

  perhitungan akuntansi yang kredibel.

 

  Jadi di sini walaupun tidak ketara, sudah ada intervensi pemerintah

  yang mencegah kekacauan bernegara akibat krisis harga makanan yang

  tinggi. Caranya menekan harga turun dengan mengorbankan lahan 'tidak

  terpakai'. Jadi kalau bensin ada subsidi, harga makanan pun sebenarnya

  sudah di subsidi. Yang kasihan tapi ya si petani. Kalau subsidi

  bensin, pemerintah malah bayar uang ke penyedia atau perusahaan

  minyaknya. Kalau untuk produk agrikkultur, si petani tidak terima

  apa-apa. MAlah diharuskan menjual barang dalam harga murah. Kalau gak,

  rakyat

Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi

2010-08-10 Terurut Topik Hok An
Ada produk pertanian kita a.l. beras yang sulit bersaing dengan pasar 
interintersional, sebab produk2 itu biaya produksinya, karena letaknya 
di iklim yang panas lebih mahal dari biaya di iklim sejuk. Sebab itu 
tendensi import bahan makanan mulai dari terigu, jagung dan apalagi 
buah2an iklim sejuk naik terus.
Masalah ini hanya bisa dihadapi dengan pendekatan2 jangka panjang yang 
memerlukan investasi2 berkepanjangan dan besar. Tetapi yang terjadi 
justru sebaliknya. Misalnya lahan2 sawah yang dibudayakan sejak ratusan 
tahun susut. Dipihak lain terus lahan padi tanpa pengairan ditempat yang 
tidak layak (asam atau asin) dipaksakan tanpa hasil yang ekonomis.
Walaupun tahun depan harga bahan makanan agak naik tetapi tendensi umum 
adalah stagnasi dari harga makanan. Sebab itu yang diperlukan adalah 
kenaikan produktivitas pertanian, dan modernisasi pertanian (produksi 
makanan jadi atau bahan industri siap pasar) dan daya beli masyarakat 
yang memerlukan kenaikan upah umum.

Salam

Hok An

Bali da Dave schrieb:

  Ah PORI (President Of the Republic of Indonesia), malah bilang awajar
  kalo ada kenaikan harga, hitung2 rejeki bagi petani setahun sekali...

 Menurut saya sih sudah sepantasnya harga barang pokok naik. Nilai 
 politisnya tentu jelek karena bisa bikin rakyat banyak marah.

 Bicara pasar bebas, atau teregulasi.. kita sering anggap beras ini 
 sudah harga wajar. Kalau menurut saya sih ini sudah harga yang 
 'dipaksa' turun. Alasannya apa? Pemerintah selalu mengupayakan membuka 
 jutaan hektar lahan khusus buat nanam padi ini. Kalau memang mekanisme 
 pasar, tentunya tidak perlu ada program pemerintah 'lahan gambut 
 sejuta hektar... dll sebagainya'. Harga naik biarkan saja, nanti 
 petani tentu akan lebih kaya dan bisa membeli tanah yang memang 
 diperuntukkan untuk tanaman (tentunya juga ada resiko petani nekat 
 yang sembarangan membuka hutan lindung). Dan membuka lahan penanaman 
 baru pun harusnya juga membiayakan harga ganti rugi penanaman pohon, 
 pemeliharaan binatang yang harus selalu diberi makan, dll.

 Prinsipnya adalah lahan kosong (hutan) itu bukannya tidak ada 
 harganya. Sama juga dengan mineral bawah tanah itu musti di hargakan 
 'ongkos gantinya' atau replacement cost nya. Mentang-mentang tinggal 
 dikeruk saja, maka hanya memperhitungkan ongkos mengeruk saja bukanlah 
 perhitungan akuntansi yang kredibel.

 Jadi di sini walaupun tidak ketara, sudah ada intervensi pemerintah 
 yang mencegah kekacauan bernegara akibat krisis harga makanan yang 
 tinggi. Caranya menekan harga turun dengan mengorbankan lahan 'tidak 
 terpakai'. Jadi kalau bensin ada subsidi, harga makanan pun sebenarnya 
 sudah di subsidi. Yang kasihan tapi ya si petani. Kalau subsidi 
 bensin, pemerintah malah bayar uang ke penyedia atau perusahaan 
 minyaknya. Kalau untuk produk agrikkultur, si petani tidak terima 
 apa-apa. MAlah diharuskan menjual barang dalam harga murah. Kalau gak, 
 rakyat bakalan dibanjiri beras bulog. Kalau menurut saya ini sih 
 merampas hak sejahteranya si petani. Kalau di negara lain (amerika) 
 gak tau bagaimana. Apakah pemerintah memberi bantuan tax relief atau 
 bagaimana supaya harga produk gandum dll jadi turun? Kalau gak di 
 ancam bakalan dibanjiri gandum impor dari negara dunia ketiga?

 --- On Sun, 8/8/10, Hok An ho...@t-online.de 
 mailto:Hokan%40t-online.de wrote:

 From: Hok An ho...@t-online.de mailto:Hokan%40t-online.de
 Subject: Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Received: Sunday, 8 August, 2010, 5:52 PM

 Bung Oka,

 Saya duga sekarang banyak ekonom yang berpendapat bahwa kenaikan
 pendapatan masyarakat lapisan bawah dan menengah merupakan faktor
 penting untuk pertumbuhan konsumsi dalam negeri.
 Sebab itu perlu ada keseimbangan antara kenaikan upah (a.l. UKM),
 inflasi, daya saing global, vitalitas negara dalam infrastruktur sosial
 (kesehatan, pendidikan dan juga subvensi BBM dan BLT) dan masih banyak
 faktor2 lainnya.
 Masalah2 yang berkaitan secara rumit ini harusnya dituang oleh partai2
 politik dalam suatu program yang jelas sehingga masing2 pengikutnya
 mengerti mau dibawa kemana.
 Tetapi masyarakat yang majemuk juga perlu mengemukakan masing2
 keinginannya tentang design ekonomi dimasa depan. Ada baiknya masalah2
 ini dibicarakan dan dituang kedalam suatu daftar tuntutan kepada parpol2
 dalam pemilihan umum yang berikut.

 Salam

 Hok An

 oka schrieb:
 
  Ah PORI (President Of the Republic of Indonesia), malah bilang awajar
  kalo ada kenaikan harga, hitung2 rejeki bagi petani setahun sekali...
 
  ===quote
  Kadang-kadang ada komoditas pertanian, yang petani itu mendapat
  untung setahun sekali, ya anggaplah itu rezeki, ujar Presiden ketika
  membuka Rapat Kerja Kabinet Indonesia Bersatu II dengan gubernur dan
  ketua DPRD se-Indonesia di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/8).
 
  Presiden meminta jajaran pemerintah pusat dan daerah bekerja sama
  untuk

Re: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi

2010-08-08 Terurut Topik Hok An
Bung Oka,

Saya duga sekarang banyak ekonom yang berpendapat bahwa kenaikan 
pendapatan masyarakat lapisan bawah dan menengah merupakan faktor 
penting untuk pertumbuhan konsumsi dalam negeri.
Sebab itu perlu ada keseimbangan antara kenaikan upah (a.l. UKM), 
inflasi, daya saing global, vitalitas negara dalam infrastruktur sosial 
(kesehatan, pendidikan dan juga subvensi BBM dan BLT) dan masih banyak 
faktor2 lainnya.
Masalah2 yang berkaitan secara rumit ini harusnya dituang oleh partai2 
politik dalam suatu program yang jelas sehingga masing2 pengikutnya 
mengerti mau dibawa kemana.
Tetapi masyarakat yang majemuk juga perlu mengemukakan masing2 
keinginannya tentang design ekonomi dimasa depan. Ada baiknya masalah2 
ini dibicarakan dan dituang kedalam suatu daftar tuntutan kepada parpol2 
dalam pemilihan umum yang berikut.

Salam


Hok An

oka schrieb:

 Ah PORI (President Of the Republic of Indonesia), malah bilang awajar 
 kalo ada kenaikan harga, hitung2 rejeki bagi petani setahun sekali...

 ===quote
 Kadang-kadang ada komoditas pertanian, yang petani itu mendapat 
 untung setahun sekali, ya anggaplah itu rezeki, ujar Presiden ketika 
 membuka Rapat Kerja Kabinet Indonesia Bersatu II dengan gubernur dan 
 ketua DPRD se-Indonesia di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/8).

 Presiden meminta jajaran pemerintah pusat dan daerah bekerja sama 
 untuk memastikan harga kebutuhan pokok masyarakat tidak melonjak 
 terlalu tinggi menjelang bulan Ramadhan hingga Lebaran nanti.

 Meski begitu, perlu dipahami pula, apabila kenaikan harga terjadi 
 dalam batas wajar, terutama untuk komoditas pertanian. Kita tahu 
 setiap mendekati hari Lebaran terjadi gejolak harga, itu bisa 
 dijelaskan, ujar Presiden.

 http://www.kompas.com/read/xml/2010/...naikan.Harga-4
 ===unquote

 cuma PORI ngak bilang keniakan yang wajar tuh berapa persen dan apakah 
 setelah puasa/lebaran harga bisa turun kembali. PORI juga ngak ngomong 
 soal pengarunya terhadap inflasi paling tidak diberita itu ngak 
 disebutkan.

 Jadi jika PORI ngak terlalu kuatir dengan inflasi knapa kita harus?
 Jelas karena PORI tidak merasakan...ibu PORI tak pernah belanja 
 kepasar untuk memenuhi kebutuhan dapurnya.

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Bali da Dave 
 dfa...@... wrote:
 
  Masalah utamanya penduduk indonesia berkembang biaknya seperti 
 kelinci. Dari 200 juta, 210 juta, 220 juta, ntah nanti barangkali mau 
 menyaingi Cina jadi 1 milyar orang?
 
  Ini untuk memberi makan 220 juta (demand naik) kalau bukan bikin 
 keajaiban bagaimana caranya? Lahan hutan sudah dibabat habis semua 
 untuk menyediakan makanan rakyat?
 
  Bagus buat aturan satu keluarga satu anak saja kalau begitu... 
 macam Cina... Demand dikurangi, maka supply melimpah dan harga jadi 
 turun.
 
  --- On Sat, 7/8/10, anton ms wardhana ari.am...@... wrote:
 
  From: anton ms wardhana ari.am...@...
  Subject: [Keuangan] Khudori : Menjinakkan Inflasi
  To: ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:ahlikeuangan-indonesia%40yahoogroups.com
  Received: Saturday, 7 August, 2010, 6:26 PM
 
  di copas dari koran-digital tentang menjinakkan inflasi
  berita asli dari seputar indonesia
 
  BR, ari.ams
 
  -- Pesan terusan --
  Tanggal: 7 Agustus 2010 10.23
  Subjek: [Koran-Digital] Khudori : Menjinakkan Inflasi
 
 
  Â *Menjinakkan Inflasi *Â Â Friday, 06 August 2010
  Inflasi mulai merangkak naik, dipicu kenaikan harga-harga kebutuhan 
 pokok.
  Inflasi bulanan pada Juni lalu mencapai 0,97%, naik menjadi 1,57% 
 pada Juli
  2010. Laju inflasi Januari-Juli 2010 mencapai 4,02% dan inflasi year 
 on year
  sebesar 6,22%.
 
  Target inflasi pemerintah tahun ini sebesar 5,3% berpotensi terlampaui
  karena inflasi Agustus dan September diperkirakan masih akan tinggi. 
 Selain
  karena bulan puasa,tingkat inflasi Agustus akan disumbang dampak 
 langsung
  kenaikan tarif dasar listrik industri sebesar 10â€15%. Adapun inflasi
  September didorong oleh bulan puasa dan Idul Fitri. Untuk mencapai 
 sasaran
  inflasi sebesar 5,3%,pemerintah masih memiliki ruang manuver sebesar 
 1,3%.
 
  Artinya, selama lima bulan ke depan rata-rata inflasi bulanan harus 
 tidak
  lebih dari 0,2%.Amat muskil inflasi Agustus dan September 2010 bisa 
 ditekan
  menjadi 0,2%.Pada September 2009,inflasi menembus 1,02% karena bulan 
 puasa
  dan Idul Fitri.Setelah itu terjadi deflasi karena konsumsi menurun.
  Masalahnya, ruang gerak 1,3% itu amat sempit dan tidak banyak menyisakan
  pilihan bagi pemerintah.Apabila pemerintah gagal mengendalikan 
 harga-harga
  kebutuhan pokok, inflasi pasti terlampaui.
 
  Pengalaman puluhan tahun menunjukkan, pemerintah gagal menjinakkan 
 inflasi
  lantaran didorong oleh kegagalan mengendalikan harga kebutuhan pokok.
  Instabilitas harga kebutuhan pokok selalu menjadi agenda rutin tahunan
  karena sampai saat ini pemerintah belum juga menyusun instrumen dan
  kelembagaan stabilisasi yang kredibel, terukur

[Millis AKI- stop smoking] Re: [Keuangan] Perbankan Nasional Masih Rajin Tempatkan Dana di SBI

2010-03-09 Terurut Topik Hok An
Saya termasuk yang punya banyak pertanyaan mengenai akibat dari 
penerbitan SBI.
Setahu saya SBI diterbitkan untuk menyedot rupiah keluar dari bank.
Dengan aksi itu kemampuan bank untuk menjual kredit turun.
Dipihak lain suku bunga kredit juga naik, sebab peredaran Rupiah turun.
Sebab itu NIM perbankan juga diangkat naik.
Yang bisa diperdebatkan akibat, kalau BI tidak menerbitkan SBI.
Harusnya ada taksiran ekonometri;
a. berapa kenaikan kredit yang terjadi,
b. berapa % suku bunga perbankan akan turun
c. berapa % NIM akan turun

Karena investasi lebih murah, juga bisa ditanya berapa % ekonomi tumbuh 
kalau BI tidak terbitkan SBI.
Sebaliknya pasti ada akibat, dalam bentuk inflasi naik, kalau demikian 
berapa % effeknya.

Mungkin ada pakar yang bisa jawab.

Salam

Hok Ab

Infobank infobanknews.com schrieb:
  

 http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detailid=1837 
 http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detailid=1837
 Perbankan Nasional Masih Rajin Tempatkan Dana di SBI
 Tanggal: 09 Maret 2010 - 15:46 WIB
 Sumber: infobanknews.com

 Kepemilikan asing di SBI masih tinggi. Sesungguhnya, makin tinggi SBI, 
 anggaran BI juga akan makin berdarah-darah. Itu karena anggaran BI 
 akan terbebani biaya moneter yang tinggi karena bunga SBI mengacu pula 
 pada BI Rate. Paul Sutaryono

 Sekalipun kredit hanya tumbuh 9,96%, bank nasional mampu meningkatkan 
 pencapaian laba bersih 47,73% dari Rp30,61 triliun menjadi Rp45,22 
 triliun.

 Kinerja jitu ini telah membuat return on assets (ROA) meningkat dari 
 2,33% menjadi 2,60%. Rasio ini jauh di atas ambang batas 1,5%.

 Ini menunjukkan bahwa bank nasional tetap memiliki daya tahan yang 
 tinggi di tengah badai finansial. Pertanyaannya, apa yang membuat bank 
 nasional mampu meningkatkan laba bersih setinggi itu?

 Pertama, penempatan dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bank 
 nasional ternyata masih rajin menempatkan dananya di SBI. Per Desember 
 2008 dana bank nasional di SBI sebesar Rp166,52 triliun, namun per 
 Desember 2009 sudah meningkat menjadi Rp212,12 triliun.

 Sebuah kenaikan yang cukup signifikan, yakni 27,38% atau Rp45,6 
 triliun. Sungguh ini pendapatan nan gurih karena penempatan di SBI 
 dapat disebut tanpa risiko (risk free). Data teranyar ini sekaligus 
 menggambarkan bahwa bank nasional tetap tekun bermain aman (safety 
 player).

 Kepemilikan asing di SBI masih tinggi. Sesungguhnya, makin tinggi SBI, 
 anggaran BI juga akan makin berdarah-darah. Itu karena anggaran BI 
 akan terbebani biaya moneter yang tinggi karena bunga SBI mengacu pula 
 pada BI Rate yang kini mencapai level 6,5%.

 Sebenarnya, wacana untuk membatasi SBI sudah membahana sejak tiga 
 tahun lalu mengingat SBI akan meninabobokan bank nasional dan kelompok 
 asing. Sayangnya, wacana tinggal wacana karena BI tetap 
 mempertahankannya. Padahal, sangat jelas SBI itu asli bukan alat 
 investasi! SBI itu merupakan alat moneter!

 Kedua, margin bunga bersih (net interest margin atau NIM). SPI 
 menggambarkan bahwa NIM bank nasional masih tinggi, 5,56%, per 
 Desember 2009 atau naik dari 5,54% pada bulan sebelumnya, November 2009.

 Padahal, Bank Indonesia berulang-ulang menyampaikan imbauan agar bank 
 nasional mau mengempiskan NIM. Fakta itu menunjukkan bahwa penurunan 
 bunga deposito masih belum diikuti oleh penurunan bunga kredit secara 
 signifikan. Mana datanya?

 Lihat saja, dua kelompok bank masih menikmati NIM tinggi. NIM kelompok 
 BUSN nondevisa malah melaju dari 7,86% per November 2009 menjadi 7,97% 
 per Desember 2009, sementara NIM BPD dari 7,82% menjadi 7,88%. (*)

 Penulis adalah pengamat perbankan

 [Non-text portions of this message have been removed]

 __._



Re: [Keuangan] Kemandirian

2010-02-23 Terurut Topik Hok An
Sedikit komentar:

1. Kritik Anda memang benar. Kalau Anda ikuti diskurs hutang kepada 
dunia ketiga, maka bisa dilihat bahwa ada rasa bersalah mirip 
eereschuld/van Deventer diwaktu jaman Belanda. Sebab itu sesudah 
reformasi di Eropa ada keinginan untuk memotong hutang Indonesia, sebab 
regim reformasi tidak bisa dibilang bertanggung jawab atas hutang Orde 
Baru. Dari pihak penghutang luar negeri ada tawaran konkret untuk 
melakukan debt relief. Karena tawaran ini tidak ditanggapi oleh Kwik 
Kian Gie, DPR dll, maka tawaran ini diulangi sendiri oleh Kanselir 
Gerhard Schröder ke Jakarta kepada presiden Megawati. Tawaran secara 
lisan ini disetujui tetapi komitmen tertulis, bahwa Indonesia setuju 
dengan persiapan prosedur debt relief dengan Jerman sebagai perantara, 
tidak ada.  

2. Memang ada teknokrat2 tua dan murid2nya yang sekarang jadi menteri2 
yang berpendapat bahwa anggaran pembangunan baiknya dihapus sama sekali, 
sebab pengeluaran untuk infrastruktur tidak ada gunanya karena akan 
dikorupsi. Tetapi pembanguan tanpa infrastrukur juga jelas tidak mungkin.
Cara mengatasi korupsi yang instan adalah outsourcing birokrasi kepada 
perusahaan2 luar negeri. Yang lebih sulit tetapi berkelanjutan adalah 
reformasi birokrasi.
Untuk itu kalau perlu kita bisa memanfaatkan hutang untuk membangun 
birokrasi yang tahan korupsi.
Tetapi saya sendiri yakin untuk itu tidak perlu hutang, sebab proyek 
ini  murah sekali.

Salam

Hok An

prof.habi...@gmail.com schrieb:
  

 Saya setuju bahwa hutang sangat diperlukan untuk mendongkrak 
 pembangunan. Namun ada dua hal yang perlu disoroti :
 1. Umumnya, hutang luar negeri justru menjadi alat tersembunyi dari 
 negara-negara kreditur untuk menjajah negara-negara berkembang. 
 Umumnya, negara berkembang diberikan hutang terus-menerus sampai 
 hutangnya tak mungkin terbayar lagi sehingga negara berkembang itu 
 dapat ditodong (dengan syarat-syarat yang amat menekan) untuk menjual 
 sumber daya alamnya dengan harga murah meriah.

 2. Penggunaan hutang yang menurut saya tidak efektif dan tidak efisien 
 karena korupsi. Selama tingkat korupsi masih tinggi, berapapun hutang 
 diambil tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan.

 Salam

 Habibie Nugroho Wicaksono

 __._,_.__



Re: [Keuangan] Kemandirian

2010-02-22 Terurut Topik Hok An
Bung Andy,

Bunga luar negeri jauh lebih rendah dari bunga dalam negeri.
Apalagi bunga untuk proyek infrastruktur pemerintah yang bisa sangat 
murah (mendekati 0%)
Tetapi ada komitmen yang ternyata dianggap terlalu berat, yaitu 
kewajiban untuk transparansi.
Selain itu kredit luar negeri bisa di periksa oleh BPKP.
Sebab itu kita ogah pakai sarana ini dan malah CGI dibubarkan.

Bagi saya sistem ini adalah subvensi dari bank2 dalam negeri.
Ada yang bilang sistem ini adalah rekap secara pelan2 sebab bank2 itu 
banyak yang sebetulnya belum sehat benar. Ada ahli yang tidak setuju 
dengan cara ini sebab proses sampai bank2 itu ikut kembali memberi 
kredit investasi lama sekali.

Salam


Hok an




andy_tambu...@yahoo.com schrieb:
 Setuju dg Bung Oka. Perusahaan dg leveraged malah memiliki firm value lebih 
 lebih tinggi ketimbang yg unleveraged sepanjang masih manageable.

 Bagi saya, memonya menggelitik sebab bernada menekan US, kalo nggak, gue ke 
 Rusia nhhh... Usaha yg bagus, sebab saat itu yg penting kita dapat 
 traktor dgn soft loan dgn memanfaatkan bargaining power yg kuat. 
 Sekarang ini, apakah Indonesia masih memiliki bargaining position spt di 
 zaman Bung Karno? I don't think so.

 Regards,
 Andy Porman Tambunan
 Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung 
 Teruuusss...!

 -Original Message-
 From: Oka Widana o...@ahlikeuangan-indonesia.com
 Date: Mon, 22 Feb 2010 13:13:17 
 To: Millis AKIahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
 Subject: Re: [Keuangan] Kemandirian

 Knapa penasarang, bung?



 Bukankah, berhutang bagian dari strategy pengelolaan keuangan negara? Hutang 
 bahkan dianjurkan oleh ilmu keuangan moderen...Anyway, berhutang adalah 
 langkah yg sangat lazim, dan kreditur maupun debitur punya posisi yang sama? 
 Toh kalo saya ngak boleh berhutang ke sini, saya bisa berhutang kesana?



 Atau ada view lain.:)





 Oka





 Powered by Telkomsel BlackBerry®



 -Original Message-

 From: irmec ir...@usa.com

 Date: Mon, 22 Feb 2010 08:15:39 

 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

 Subject: [Keuangan] Kemandirian



 Baru2 aku lihat memo tua (yg dikirim pada bulan Juni 1958) oleh menteri PU 
 jaman orla, Mohammed Noor ke James Baird, director of the U.S. International 
 Cooperation Administration (ICA) mission in Indonesia. Memo tersebut isinya 
 permohonan pinjaman untuk membeli traktor land development project. 



 Yg menarik isinya berbunyi sbb: The [Indonesian] cabinet, in its efforts to 
 increase agriculture production is making extensive plans to bring new lands 
 into production and need mechanical equipment. I am coming to you as a friend 
 and not (rpt not) as a minister to ask if U.S. will sell us 500 tractors on 
 credit. We know you and Russia are the only nations in position to supply 
 such a number quickly and we want American equipment. In making this request 
 we are not (rpt not) asking your opinion as to what you think of the 
 program-details such as exact plan application, technical help and financing 
 can be dealt with later. Our resources are adequate to service a loan and we 
 are prepared to take risks and even material losses in embarking on this 
 program-But embark upon it we will, with or without your help.



 Kalau baca memo tsb, yg terasa ialah politisnya daripada sekedar bantuan. 
 Aku curious jg bagaimana memo jaman sekarang..:-))



 Cheers

 Enda




   



Re: BPK/BPKP/ Re: [Keuangan] Sampai mana Akuntan Publik bertanggung jawab?

2010-02-03 Terurut Topik Hok An
Saya duga Anda benar.
Didesa kas desa dan kas pribadi kepala desa belum tentu dipisah jelas.
Sudah itu ada penghasilan aparat desa yang berbentuk hak2 atas tanah.

Salam

Hok An

raden sutrisno schrieb:
  

 Saya rasa sebelum semua itu berjalan, terlebih dahulu para pengelola
 keuangan daerah harus faham mana uang yg halal dan mana yg haram.
 Misalnya pada tingkat desa komisi kades atas transaksi penjualan tanah 
 masuk
 kas desa atau honor pribadi kades.

 Salam

 Pada 3 Februari 2010 03:32, Hok An ho...@t-online.de 
 mailto:Hokan%40t-online.de menulis:

 
 
  Bung Habibie,
 
  saya rasa komentar Anda sudah benar arahnya.
  Yang perlu diperbaiki saya rasa memang aparat di kabupaten dulu, supaya
  mampu membing desa2 dalam percanaan proyek. Disamping itu memang sistem
  pembukaan didesa perlu ditingkatkan dari awal.
 
  Salam
 
  Hok An
 
 
 




Re: [Keuangan] Gotong Royong, Subsidi hingga Pasar Modern was : Ladang Gas Dikuasai Asing

2010-02-03 Terurut Topik Hok An
Bung Rachmad,

1. Dilihat secara jumlah katanya Indonesia nomor 6 didunia. Dulu pernah 
ada taksiran Indonesia no2.
Tetapi kalau dibagi dengan jumlah manusianya yang juga banyak, maka SDA 
Indonesia biasa2 saja.
Tidak cukup untuk menjadi modal pokok negara kesejahteraan.
Tetapi memang jumlah dan kwalitas SDA Indonesia kalau diusahakan sudah 
lama bisa mencukupi kehidupan yang berkwalitas. Kalau langsung dijual 
tentu akan memakmurkan yang beli.

2. Saya kautir sistem beras murah sudah lama umurnya dibumi kita.
Subsidi ini punya tujuan yaitu upah yang murah.
Mungkin bisa dibuat perbandingan sistem upah Indonesia dengan Malaysia.
Disektor tertentu sudah ada penyesuaian. Setahu saya upah anggota DPR 
dan DPD sudah cukup tinggi.
Tetapi dibawah, terutama sektor pertanian rupanya belum.

3. Sistem subsidi di Indonesia bocor dan boros, sebab barang2 bersubsidi 
akan diekspor/diselundupkan  ke luar negeri.

Salam

Hok An


Rachmad M schrieb:
  


 Pada dasarnya Indonesia ini adalah negara yang sangat kaya, hampir 
 semua jenis energi tersedia di negeri ini :-) Seharusnya pola 
 penanganannya juga berbeda sedikit dari negara lain yang apa-apanya 
 serba terbatas.

 Pada hakekatnya kesejahteraan negeri ini adalah kemampuan anak bangsa 
 Indonesia untuk dapat saling tukar menukar barang dan jasa secara 
 adil. Ada banyak pola yang dilakukan untuk saling tukar ini.

 Gotong Royong :
 Pola 'gotong royong' adalah pola dimana tukar menukar barang dan jasa 
 tidak dilakukan dengan ukuran 'uang'. Ukuran yang digunakan adalah 
 kebersamaan sosial. Ada untung ruginya menerapkan hal ini. 
 Keuntungannya adalah tersedianya kebutuhan masyarakat tanpa harus 
 menunggu adanya 'uang' dan hal ini sangat memungkinkan di negeri yang 
 sebenarnya segala sesuatunya telah disediakan oleh alam Indonesia yang 
 demikian kayanya.

 Kerugian dari pola ini adalah masyarakat bertransaksi barang/jasa 
 tanpa ukuran uang. Hal ini berakibat masyarakat ter'diskriminasi' pada 
 saat ia harus masuk dalam pergaualan masyarakat yang segala pertukaran 
 barang/jasa nya diukur dengan uang.

 Sebagai contoh, haji Ali yang biasa memarkir mobilnya dipasar sebuah 
 desa tidak dipungut bayaran meskipun hal itu dilakukan seharian :-) 
 Semua orang tahu itu mobil H. Ali dan ikut menjaga jika terjadi 
 hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini tidak berlaku ketika mobilnya 
 diparkir di Jakarta yang satu jam dipungut 2000 perak.

 Hal-hal semacam ini juga mengakibatkan terjadinya urbanisasi dimana 
 masyarakat lebih berharap tenaganya diukur dengan uang dan itu berlaku 
 dalam masyarakat modern sehingga mereka rela untuk menjadi PRT 
 diibukota bahkan TKI :-)

 Subsidi :

 Subsidi sebenarnya adalah bentuk peralihan dari masyarakat 'gotong 
 royong' menjadi masyarakat modern. Pertukaran barang/jasa tidak diukur 
 penuh dengan uang yang berlaku global. Pertukaran barang/jasa 
 dilakukan dengan 'uang' ukuran lokal karena sebagian biaya yang 
 seharusnya dibayar penuh ditanggung oleh pemerintah.

 Hal ini juga berdampak buruk. Masyarakat kotapun ikut ter 
 'diskriminasi' karena ada kecendrungan untuk tidak dibayar dengan 
 ukuran pasar modern mengingat sebagian kebutuhannya telah dibayar oleh 
 Pemerintah dalam bentuk subsidi.

 Padahal masyarakat perkotaan yang 'modern' sebagian kebutuhannya di 
 sediakan oleh pasar global, akibatnya gaji tidak cukup sehingga 
 diperlukan 'obyek'an sampai hal-hal yang berbau korupsi hanya sekedar 
 untuk pemenuhan kebutuhan standard saja.

 Pasar Modern :

 Segala pertukaran barang/jasa diukur dengan ukuran 'uang'. Hal ini 
 terjadi akibat begitu banyak dan ruwetnya pertukaran barang dan jasa. 
 Seperti parkir mobil H. Ali tadi sudah tidak mungkin lagi dilakukan 
 mengingat begitu banyak jumlah mobil dan lebarnya pergerakan sehingga 
 dibutuhkan tangan-tangan profesional untuk menjaga properti dari 
 tangan usil :-)

 Karena kompleksnya pertukaran barang/jasa ini maka ketika ada subsidi 
 yang ditarik akan terjadi penyesuaian disana sini sampai tiba pada 
 rasa keadilan semua pihak untuk dapat saling bertukar barang/jasa 
 dengan perasaan adil dalam ukuran uang.

 Pada kondisi yang demikian maka seharusnyalah negara memberikan 
 subsidi pada konsumen yang tak berdaya dalam bentuk jaminan Sosial 
 Nasional yang berbentuk Bantuan Tunai Langsung (BLT). Tujuannya adalah 
 masyarakat yang terkendala karena fisik/mental/ usia atau masalah 
 sosial lainnya tetap dapat mengakses produk berupa barang/jasa yang 
 dihasilkan oleh mereka yang bergerak dibidang komersial tanpa 
 mengganggu hitungan keuangan yang dilakukan.

 Hal ini akan lebih baik lagi jika Pemerintah juga bisa mendaya gunakan 
 mereka yang memperoleh Jaminan Sosial Nasional untuk mengisi hal-hala 
 kebutuhan sosial masyarakat. Jika penerima enggan untuk mengisi 
 kebutuhan sosial masyarakat maka dipersilahkan untuk bindah ke komersial.

 Ketika masyarakat sudah tidak terdiskriminasi lagi, maka tidak ada 
 alasan untuk tidak menjual produk-produk seperti CPO didalam negeri

Re: BPK/BPKP/ Re: [Keuangan] Sampai mana Akuntan Publik bertanggung jawab?

2010-02-02 Terurut Topik Hok An
Bung Habibie,

saya rasa komentar Anda sudah benar arahnya.
Yang perlu diperbaiki saya rasa memang aparat di kabupaten dulu, supaya 
mampu membing desa2 dalam percanaan proyek. Disamping itu memang sistem 
pembukaan didesa perlu ditingkatkan dari awal.

Salam

Hok An

prof.habi...@gmail.com schrieb:
  

 Begini Pak Hok.
 Pertama, fokus dulu, jasa apa yang sebenarnya diperlukan? Kalau audit 
 atau pengawasan keuangan, lewat BPK atau BPKP bisa. Kalau asistensi 
 mengenai pelaporan keuangan, BPKP lebih tepat.
 Nah, kalau yang diperlukan adalah rencana proyek, ya jangan lembaga 
 audit, tetapi dinas-dinas teknis terkait, atau pihak lain. Jadi perlu 
 diperjelas terlebih dahulu apa yang sebenarnya Pak Hok maksud. Kalau 
 untuk keseluruhan proyek, berarti butuh semuanya, pantauan audit dari 
 BPKP/BPK dan teknis proyek dari ahli.
 Menyerahkan audit ke swasta bukan perkara mudah, karena pemeriksaan 
 keuangan pemerintah berbeda dengan swasta. Apalagi, ketika memeriksa 
 keuangan perusahaan, auditor lebih banyak didukung data karena 
 dokumentasi perusahaan sangat baik. Bandingkan dengan dokumentasi data 
 di desa-desa yang bisa dikatakan minim. Saya khawatir, nanti ongkosnya 
 sudah mahal, hasilnya nihil lagi.

 Salam

 Habibie Nugroho Wicaksono




Re: BLS: BPK/BPKP/ Re: [Keuangan] Sampai mana Akuntan Publik bertanggung jawab?

2010-02-01 Terurut Topik Hok An
Terima kasih atas informasi UU yang terkait.
Jadi sekarang aparat kontrol keuangan lapis tiga.
Lapis pertama adalah APIP, lapis dua BPKP dan kemudian masih ada BPK.
Tapi ada yang bilang korupsi makin meluas, yang lolos bukan hanya tikus 
tetapi sudah gajah.

Apa didalam sistem 3 lapis ini tidak ada kesalahan sistemik?
Kenapa Aparat kepresidenan yaitu BPKP dan BPK tidak dilebur saja?
Apa kedua badan ini sebaiknya tidak diberi wewenang untuk prapengadilan?
Mengapa auditor luar seperti PWC wewenangnya bisa lebih besar?
Atau apakah APIP/Inspektor2 yang perlu diberi wewenang lebih besar?

Mungkin masalah2 ini perlu dipikirkan dengan tujuan peran pengawasan 
keuangan secara preventif diperkeras supaya KKN dicegah dari awal.

Salam damai

Hok An

si Nung schrieb:
  

 On 29 Jan 2010 at 20:16, Hendro Setiawan wrote:

  Sekedar informasi, saat ini BPK lagi melakukan
  sertifikasi auditor independen yang akan menjadi
  mitra BPK dlm mengaudit lembaga atau perusahaan
  yang berhubungan dengan keuangan negara. Menjadi
  pertanyaan, knp bukan BPKP? jawabannya lebih
  bersifat politis.

 BPK 'menggandeng' akuntan publik karena amanat UU 15/2004,
 ps 3 ayat (2) dan/atau ps 9 ayat (3),

 di ps 9 juga ada gandengan BPK dengan APIP (aparat pengawasan intern 
 pemerintah)
 contoh APIP : 
 BPKP/inspektorat_jendral_provinsi_kab_kota/badanpengawas_prov_kab_kota

 cmiiw

 sinung

 ref :
 http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2004/15Tahun2004UU.HTM 
 http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2004/15Tahun2004UU.HTM
 http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2004/15TAHUN2004UUPENJ.htm 
 http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2004/15TAHUN2004UUPENJ.htm




Re: BPK/BPKP/ Re: [Keuangan] Sampai mana Akuntan Publik bertanggung jawab?

2010-02-01 Terurut Topik Hok An
Bung Winarto dan kawan2 lainnya,

Terima kasih banyak atas semua masukan2nya.
 Masalahnya memang kompleks.

Saya batasi dalam masalah dana otonomi desa saja dulu.
Masalahnya  muskil, sebab sebetulnya dana cukup. Yang menjadi cita2 
adalah 10% APBD ,. Dengan kata lain dana otonomi desa 2010 kira2 Rp 30 
T. Setahu saya ada desa yang dapat Rp. 20 juta, ada yang dapat Rp. 1,5 
M. bukan hanya tergantung kabupatennya kaya atau miskin. Barangkali 
banyak juga desa2 yang kebagian sedikit karena dinilai oleh kabupaten 
belum siap.

Desa2 yang dapat sebetulnya tidak siap, pertama memang dana dari 
kabupaten ke desa kadang2 susah alirannya (ada kabupaten yang susutnya 
banyak sekali). Masalah kedua adalah banyak desa2 yang tidak punya 
rencana, jadi proyek yang dibuat adalah sekedar yang masuk kepala 
lingkungan kelurahan. Masalah ketiga adalah kenyataan bahwa banyak desa2 
sesungguhnya belum punya budaya laporan keuangan masuk dan keluar. 
Sehingga timbul masalah ke 4. yaitu laporan keuangan tidak berhasil 
dibuat. Dengan akibat kabupaten tidak sanggup bikin laporan kegiatana 
maupun keuangan, dalam arti satu kaki Bupati sudah ada dipintu penjara.

Dalam kasus didaerah seperti ini apa tidak ada baiknya audit (dan 
mungkin konsulting) dilakukan pihak ketiga (swasta) yang mungkin lebih 
cocok dengan budaya lokal untuk bisa bicara lebih terbuka dengan semua 
pihak, tanpa langsung ada konsekwensi jabatan. Supaya cara outsourcing 
ini jalan mungkin perlu sistem pengaturan dan pengawasan yang menyeluruh 
(satu pintu) dan mampu memberi jalan keluar. Konsep yang dibuat perlu 
menyeluruh. Jangan sampai masalah hanya dilihat dari segi pembukuan 
saja, tetapi dari awal sampai akhir.

Salam

Hok An

winarto sugondo schrieb:
 Pak Hok An, kalau BPKP diminta mengatur secara mendetil dan mencapai tingkat
 dasar, yoo wisss ngga mampu Pak, namun biasanya ada satu cara yang dipakai
 BPKP (sepanjangan yang saya tahu) dapat menunjuk 1 atau lebih auditor
 independent untuk menyatakan pendapat. Namun hal tersebut tetap kepada
 kapasitas pernyataan kewajaran atas laporan keuangan (dalam hal seluruh akun
 telah mengikuti ketentuan SAK yang berlaku umum), lalu untuk menilai kinerja
 auditor tersebut, BPKP akan melakukan penelaahan kepada otoritas yang lebih
 tinggi (Depdagri misalnya). Demikian juga dengan audit departemen, BPKP dan
 BPK dapat mengaudit langsung departemental melalui penunjukan khusus dari
 pemerintah. Terlepas daripada itu, entitas diluar departemental dapat
 menunjuk sendiri auditor yang dipakainya (BUMN dan BUMD). Kenapa hal ini
 diperbolehkan, seperti yang saya bilang pada email sebelumnya, jangan
 menghakimi orang kalau kita ngga tau dalamnya, setiap 6 bulan KAP akan
 selalu diperiksa oleh Depkeu termasuk kertas kerja beberapa klien yang
 berdasarkan data atestasi BAPPEPAM menimbulkan pertanyaan, terlepas daripada
 itu untuk klien-klien yang tidak memenuhi kategori pengawasan, maka cukup
 didatakan keberadaan WP atas pemeriksaannya saja. Auditor dikatakan memiliki
 2 fungsi layanan (Atestasi dan Non Atestasi) dimana untuk jenis Atestasi
 menyebabkan taruhan atas jabatan profesinya, oleh karena itu, kalau kita
 melihat di website depkeu, selalu ada KAP yang izinnya dibekukan sampai
 dicabut termasuk untuk izin pemiliknya.

 Kita ngga bisa mengganggap hasil kerja auditor adalah sebagai bahan
 pembuktian bahwa perusahaan tersebut tidak curang, kenapa???
 Karena sepanjang perusahaan membukukan kegiatan CURANGNYA tersebut didalam
 pos-pos yang sewajarnya menurut SAK, maka tidak ada kesalahan sewaktu
 pengungkapannya, sehingga Auditor pun menyatakan hal tersebut wajar, karena
 telah memenuhi kriteria SAK No... Paragraf..

 Kalau kita ingin tahu auditor yang bisa mencapai jenjang analisa fraud dan
 sejenisnya adalah dapat kita lihat pada KPK, tapi itupun kadang slonong boy,
 sampai-sampai kadang saya berfikir kalimat Pemberantasan Korupsi lebih
 mirip Pemberantasan Pengusaha, Sekian panjang daftar korupsi, kenapa yang
 ditangkap adalah pengusahanya? kok bukan pejabatnya? kan yang korupsi adalah
 pejabatnya, pengusahanya adalah sebagai pihak kedua yang dengan paksaan
 kelancaran bisnis maka harus mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu.
 Bah..seharusnya KPK dibentuk sendiri oleh rakyat untuk
 mengawasi wakilnya baik dalam pemerintahan maupun dalam politik. Daripada
 buat Crown Royal Saloon mendingan buat benerin jalan, daripada makin banyak
 jumlah kecelakaan lalu lintas untuk kemudian disalahkan Pak Lantas.

 Sorry kalau OOT dan apabila ada pihak yang tersinggung, postingan ini hanya
 untuk dikonsumsi didalam millist AKI dengan tanpa maksud dan tujuan untuk
 menghujat dan mendeskreditkan pihak tertentu.

 Salam,


 Winarto Sugondo

 2010/1/30 Hok An ho...@t-online.de

   
 Kawan2,

 Ada usul supaya pemeriksaaan keuangan di serahkan kepada swasta.
 Misalnya dana otonomi desa.
 Saya dengan kepala desa yang sanggup memanfaatkan dana ini dan
 mempertanggung jawabkannya baru sedikit

BPK/BPKP/ Re: [Keuangan] Sampai mana Akuntan Publik bertanggung jawab?

2010-01-29 Terurut Topik Hok An
Kawan2,

Ada usul supaya pemeriksaaan keuangan di serahkan kepada swasta.
Misalnya dana otonomi desa.
Saya dengan kepala desa yang sanggup memanfaatkan dana ini dan 
mempertanggung jawabkannya baru sedikit.
BPKL jelas kewalahan kalau harus mengawasi puluhan ribu desa2 kita untuk 
bisa tertib dan menggunakan anggaran seperti UU.
Sebab itu ada usul supaya yang pemeriksaan di alihkan kepada swasta dan 
BPK atau BPKP hanya koordinasi dan mengaturnya saja.

Usul ini bisa tidak dilaksanakan di lapangan?
Bagaimana dengan audit Departemen, BUMN dll?

Salam damai

Hok An

si Nung schrieb:
  

 On 29 Jan 2010 at 16:37, Wong Cilik wrote:

  OK lah..,. malpraktik audit di indonesia tidak
  banyak (entah tidak di ekspos atau karena tidak
  ada masalah besar macam enron yang terjadi karena
  kegagalan audit).
 
  Anggaplah saya anak SD lagi belajar audit
 
  Kalau saya yang SD ini baca
  rekomendasi-rekomendasi baru akibat malpraktik
  audit di enron tersebut, ada banyak rekomendasi
  yang cukup diakomodasi di Indonesia.
 
  Tidak ada maksud menjelek-jelekan profesi
  auditor... hanya ingin membuka mata kita semua
  bahwa kalau auditor ingin kong-kalikong dengan
  emiten ataupun perusahaan yang sedang di
  due-diligence nya sekalipun, ternyata masih bisa
  toh... Tapi sama seperti manusia seperti
  individu, manusia bisa jahat manusia bisa baik...
  pertanyaannya adalah bagaimana agar yang jahat jadi
  keder dan memutuskan untuk tidak melakukan
  kejahatan tersebut. Untuk itu diperlukan juga
  kontrol internal yang kuat plus kontrol (audit)
  eksternal yang lebih kuat lagi.

 dari googling mengenai review sejawat (peer review)
 ketemu laman

 http://agamfat.multiply.com/reviews/item/8 
 http://agamfat.multiply.com/reviews/item/8

 Melanggar Standar atau Kejahatan Profesi?
 Hasil Peer Review BPKP atas Kertas Kerja Auditor Bank-Bank Bermasalah
 Diskusi KAP Bermasalah Majalah Media Akuntansi-IAI,
 Jakarta, 2 Mei 2001
 Agam Fatchurrochman
 Ketua Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch

 kesimpulan (sementara ?) :

 Hasil peer review tersebut sebenarnya secara gamblang
 menggambarkan bahwa banyak auditor yang tidak menjaga
 mutu pekerjaan auditnya.

 Hasil peer review ini oleh BPKP telah disampaikan ke
 Departemen Keuangan tahun 2000. Namun sampai saat ini
 belum ada tindakan apapun dari Departemen Keuangan.

 Sedangkan IAI sebagai organisasi profesi akuntan
 tidak melakukan tindakan apapun atas hasil peer review ini.

 ==

... cut ...


Re: [Keuangan] Re: Investor Heran Indonesia Masih Fokus Politik Saja

2010-01-05 Terurut Topik Hok An
Bung Nazar,

keluhan Anda benar.
Saya hanya ada tambahan sbb.:
Negara dan lembaga2nya mau tidak mau adalah cermin masyarakat.
Keduanya saat ini berada didalam krisis identitas, disatu pihak ada 
tuntutan untuk melakukan reformasi yang melahirkan masyarakat yang 
bersih, kreatif dan negara yang efisien. Dipihak lain resistensi menuju 
perubahan cukup besar, bukan hanya didalam struktur negara tetapi 
didalam masyakat sendiri.
Pada saat sistem kenegaraan kita saat ini disana-sini macet karena 
tabrakan satu sama lain, diperlukan pulau2 pembaharuan dimana suatu 
sistem yang bersih, kreatif dan efisien sudah dijalankan dengan baik.
Dibidang ekonomi sistem2 seperti ini mutlak perlu, sebab hanya satuan2 
yang bisa bersaing internasional yang punya masa depan yang 
berkelanjutan. Mungkin Anda bisa menemukan pulau2 kecil seperti ini 
disekitar Anda sendiri.
Tugas kita bersama adalah sosialisasi contoh2 positif seperti ini untuk 
diintegrasikan menjadi sistem yang berlaku secara nasional.

Semoga tahun 2010 membawa damai dan kepastian hukum bagi kita semua.

Hok An

 

nazarjb schrieb:
  

 Hm Litbang parpol? Setahu saya keuangan parpol itu amburadul. pada 
 pemilu lalu peserta pemilu banyak yg swadaya . Aktivitas parpol juga 
 cenderung insidental dan tergantung kepada ada dana atau tidak, selama 
 ada uang saku mengalir mulai sibuk walau kadang hasilnya juga tidak 
 jelas dan realistis. Jangankan litbang parpol, litbang pemerintah yang 
 personalnya makan gaji tiap bulan saja tidak maksimal. Litbang 
 departemen-departemen juga mandul dan insidental. Lihat LPM mandiri, 
 apa bentuk real aktifias mereka? Lihat penyuluhan pertanian, apa 
 kinerja mereka? paling juga menggunakan pasilitas yang ada untuk 
 eksperimen sendiri dan ada yang untuk dijual. Lihat kegiatan 
 kepemudaan (karangtaruna, pertukaran pemuda dll), apa sudah 
 menciptakan  memacu kreatifitas? semuanya insidental dan cenderung 
 hanya menguntungkan motornya saja. Bahkan yang lebh krusial lagi, 
 banyak kritikan tentang DPRD yang hanya makan gaji buta. 
 Didaerah-daerah terpencil yang masyarakatnya masih awam, pemerintah 
 hanya menjadi organisasi simbolik saja, yang ngawas juga tdk ada dan 
 ada persepsi semua tindakan pegawai negeri itu benar semua walaupun 
 sudah terjadi korup dan salah prosedur. Ya, itu hanya masalah SDM, 
 sistim dan uang. Dan soal-soal tes CPNS tersebut belum mutlak menjadi 
 dasar terekrutnya sdm yang berkualitas  bermoral. Belum lagi masalah 
 sistim otonomi daerah yang ngambang, perilaku/sikap masyarakat 
 setempat dll. Sementara laporan-laporan kegiatan pemetintahan 
 cenderung hiperbolik dan diperindah.

 salam
 nazar on tbo-jmbi

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Hok An ho...@... 
 wrote:
 
  Saya tambah sedikit,
 
  sebetulnya di Indonesia ada yayasan2 yang melakukan integrasi pemikiran
  dan formulasi program politik (dan ekonomi).
  Contoh yang mungkin menarik adalah Yayasan Indonesia Forum yang
  didirikan oleh ISEI. Yayasan ini menerbitkan apa yang mereka namakan
  Visi Indonesia 2030.
  Seperti diketahui banyak menteri2 di kabinet sekarang adalah anggota
  dari yayasan ini.
  Dengan kata lain ISEI sebetulnya adalah pengganti (ersatz) partai yang
  besar.
  Hal ini terjadi sebab banyak partai2 kurang berhasil berakar dilapisan
  intelektual .
 
  Semoga tahun 2010 membawa kemajuan dalam integrasi nasional.
 
  Hok An
 
  Wong Cilik schrieb:

 



Re: [Keuangan] Re: Investor Heran Indonesia Masih Fokus Politik Saja

2010-01-05 Terurut Topik Hok An
Bung Nazar,

Instansi dan yayasan2 negara kita banyak sekali yang kacau balau.
Celakanya di kabinet tidak ada menteri yang punya portfolio sebagai 
menteri tata negara.
Sebab itu tidak ada review mengenai lembaga2 penting ini yang sebenarnya 
merupakan tulang, otot2 dan urat2 syaraf sistem kenegaraan. 
Dari kira2 100 lembaga2 negara RI jangan2 yang berfungsi bisa dihitung 
dengan jari2 satu tangan saja.
Biasanya menteri yang bertugas adalah menteri dalam negeri, bisa juga 
Menko. Sistem kepresidenan kita perlu  menentukan siapa yang menata 
negara, untuk identifikasi dan menghentikan kesalahan2 fatal yang sulit 
dibereskan dan mengakibatkan ongkos sangat mahal.

Selamat Tahun Baru


Hok An

nazarjb schrieb:
  

 Iya, sudah mati. Terus hidup lagi, terus mati lagi :-)
 Jangankan lembaga-lembaga swadaya, instansi yang digaji penuh dari 
 uang pajak itu juga sering hidup-mati. Ya, persis seperti PLN kalau 
 lagi kumat penyakitnya. Organisasi itu kan yang menggerakkannya 
 manusia, jadi tergantung manusia yang menjalankanya. Jika mau jujur 
 banyak instansi  organisasi yang tidak memiliki arah/tujuan yang 
 jelas. Program-program biasanya menjadi tameng saja (tidak semua). Dan 
 kita tau bahwa semua tindakan  kebijakan itu mengandung unsur 
 spekulatif. Kadang tepat sasaran, kadang melenceng. Mungkin kalau 
 rancangan program itu diserahkan kepada dukun, tukang tenung, ahli 
 terawang dll juga tidak bakalan tepat sasaran semuanya.

 salam
 nazar
 on: tbo

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Ari Condro 
 masar...@... wrote:
 
  karang taruna bukannya udah mati sekarang ini? kalau jaman tahun 
 80an, malah
  hidup bener dan dinamis tuh ...
 
  2010/1/1 nazarjb suratna...@...

   Hm Litbang parpol? Setahu saya keuangan parpol itu amburadul. pada 
 pemilu
   lalu peserta pemilu banyak yg swadaya . Aktivitas parpol juga 
 cenderung
   insidental dan tergantung kepada ada dana atau tidak, selama ada 
 uang saku
   mengalir mulai sibuk walau kadang hasilnya juga tidak jelas dan 
 realistis.
   Jangankan litbang parpol, litbang pemerintah yang personalnya 
 makan gaji
   tiap bulan saja tidak maksimal. Litbang departemen-departemen juga 
 mandul
   dan insidental. Lihat LPM mandiri, apa bentuk real aktifias 
 mereka? Lihat
   penyuluhan pertanian, apa kinerja mereka? paling juga menggunakan 
 pasilitas
   yang ada untuk eksperimen sendiri dan ada yang untuk dijual. Lihat 
 kegiatan
   kepemudaan (karangtaruna, pertukaran pemuda dll), apa sudah 
 menciptakan 
   memacu kreatifitas? semuanya insidental dan cenderung hanya 
 menguntungkan
   motornya saja. Bahkan yang lebh krusial lagi, banyak kritikan 
 tentang DPRD
   yang hanya makan gaji buta. Didaerah-daerah terpencil yang 
 masyarakatnya
   masih awam, pemerintah hanya menjadi organisasi simbolik saja, 
 yang ngawas
   juga tdk ada dan ada persepsi semua tindakan pegawai negeri itu 
 benar semua
   walaupun sudah terjadi korup dan salah prosedur. Ya, itu hanya 
 masalah SDM,
   sistim dan uang. Dan soal-soal tes CPNS tersebut belum mutlak 
 menjadi dasar
   terekrutnya sdm yang berkualitas  bermoral. Belum lagi masalah sistim
   otonomi daerah yang ngambang, perilaku/sikap masyarakat setempat dll.
   Sementara laporan-laporan kegiatan pemetintahan cenderung 
 hiperbolik dan
   diperindah.
  
   salam
   nazar on tbo-jmbi
  
  




Re: [Keuangan] Re: Investor Heran Indonesia Masih Fokus Politik Saja

2009-12-31 Terurut Topik Hok An
Saya tambah sedikit,

sebetulnya di Indonesia ada yayasan2 yang melakukan integrasi pemikiran 
dan formulasi program politik (dan ekonomi).
Contoh yang mungkin menarik adalah Yayasan Indonesia Forum yang 
didirikan oleh ISEI. Yayasan ini menerbitkan apa yang mereka namakan 
Visi Indonesia 2030.
Seperti diketahui banyak menteri2 di kabinet sekarang adalah anggota 
dari yayasan ini.
Dengan kata lain ISEI sebetulnya adalah pengganti (ersatz) partai yang 
besar.
Hal ini terjadi sebab banyak partai2 kurang berhasil berakar dilapisan 
intelektual .

Semoga tahun 2010 membawa kemajuan dalam integrasi nasional.

Hok An

Wong Cilik schrieb:
  

 Kalau di buatkan intisari dari masukan Pak Hok An ini:
 - Badan Litbang meneliti masalah penting masyarakat perlu ada.
 - Badan Litbang ini harus independen, jauh dari kepentingan partai/politik
 - Partai politik boleh/seharusnya mendapat akses atas solusi yang 
 ditawarkan
 badan ini, berusaha untuk memanfaatkannya demi kesejahteraan rakyat.
 - Partai politik tidak boleh memaksakan agendanya terhadap badan 
 litbang ini
 (untuk menjatuhkan pemerintah yg berkuasa, menjelekkan partai lain, dll).
 - Sampai saat ini badan litbang maupun yayasan tidak independen, masih
 dikuasai agenda partai backingannya.
 - Badan litbang tidak perlu dilahirkan oleh partai politik untuk menjaga
 independensinya.

 2009/12/30 Hok An ho...@t-online.de mailto:Hokan%40t-online.de

  Sebetulnya yang penting adalah partai politik harusnya punya Litbang.
  Litbang bertugas identifikasi masalah2 terpenting yang ada dalam
  masyarakat dan menggodok jalan keluar yang disimpulkan menjadi bagian2
  dari program partai.
 
  Lebih baik lagi kalau litbangnya indipenden. Supaya indipenden sebaiknya
  Litbang diletakan diluar struktur resmi partai dalam bentuk yayasan.
  Biasanya yayasan ini juga bertugas untuk melakukan pendidikan2 politik.
  Ada negara2 dimana yayasan2 seperti ini tidak hanya dibiayai oleh partai
  tetapi terutama oleh negara.
  Berdasarkan pengalaman di Eropa malah ada baiknya bukan hanya yayasan2
  itu tetapi juga partai2 mendapat dana dari negara. Menurut wakil2 MPR
  kita yang kira2 pertengahan tahun 2009 ini ada di Frankfurt sudah ada
  konsensus bahwa sistem ini akan diadopsi di Indoensia. Kalau demikian
  maka partai2 kita akan mendapat dana negara sesuai dengan suara yang
  didapat dalam pemilu.
  Dalam prolegnas yang baru memang ada amandemen UU tentang parpol, tetapi
  apa yang mau diundangkan belum jelas.
 
  Sumber dana yang indipenden (dari negara) saja memang belum menjamin
  indipendensi dari suatu lembaga. Saat ini masalah besar yang dihadapi
  Indonesia saat ini. Sebab banyak badan dan lembaga yang harusnya
  indipenden belum bisa berfungsi seperti yang diharapkan.
  Apalagi dalam lingkungan partai2 dan badan legislatif dimana banyak
  wakil2nya yang belum terbiasa berbudaya sipil secara profesional. Yang
  terjadi adalah kenyataan adanya wakil2 rakyat yang cepat sekali
  mengalami degradasi dalam pemikiran setelah terpilih. Mungkin ada yang
  mengalami kejutan budaya, karena tercabut dari akarnya yang jauh di 
 daerah.
  Kawan2 yang mengamati kinerja DPR saat ini cukup pesimis karena jauhnya
  jarak partai2 dengan masyarakat. Masalah ini, yaitu integrasi partai2
  dengan masyarakat perlu dipikirkan dan diperjuangkan bersama.
 
  Salam damai
 
 
  Hok An
 




Re: [Keuangan] Re: Investor Heran Indonesia Masih Fokus Politik Saja

2009-12-29 Terurut Topik Hok An
Sebetulnya yang penting adalah partai politik harusnya punya Litbang.
Litbang bertugas identifikasi masalah2 terpenting yang ada dalam 
masyarakat dan menggodok jalan keluar yang  disimpulkan menjadi bagian2 
dari program partai.

Lebih baik lagi kalau litbangnya indipenden. Supaya indipenden sebaiknya 
Litbang diletakan diluar struktur resmi partai dalam bentuk yayasan. 
Biasanya yayasan ini juga bertugas untuk melakukan pendidikan2 politik.
Ada negara2 dimana yayasan2 seperti ini tidak hanya dibiayai oleh partai 
tetapi terutama oleh negara.
Berdasarkan pengalaman di Eropa malah ada baiknya bukan hanya yayasan2 
itu tetapi juga partai2 mendapat dana dari negara. Menurut wakil2 MPR 
kita yang kira2 pertengahan tahun 2009 ini ada di Frankfurt sudah ada 
konsensus bahwa sistem ini akan diadopsi di Indoensia. Kalau demikian 
maka partai2 kita akan mendapat dana negara sesuai dengan suara yang 
didapat dalam pemilu.
Dalam prolegnas yang baru memang ada amandemen UU tentang parpol, tetapi 
apa yang mau diundangkan belum jelas.

Sumber dana yang indipenden (dari negara) saja  memang belum menjamin 
indipendensi dari suatu lembaga. Saat ini masalah besar yang dihadapi 
Indonesia saat ini. Sebab banyak badan dan lembaga  yang harusnya 
indipenden  belum bisa berfungsi seperti yang diharapkan.
Apalagi dalam lingkungan partai2 dan badan legislatif dimana banyak 
wakil2nya yang belum terbiasa berbudaya sipil secara profesional. Yang 
terjadi adalah kenyataan adanya wakil2 rakyat yang cepat sekali 
mengalami degradasi dalam pemikiran setelah terpilih. Mungkin ada yang 
mengalami kejutan budaya, karena tercabut dari akarnya yang jauh di daerah.
Kawan2 yang mengamati kinerja DPR saat ini cukup pesimis karena jauhnya 
jarak partai2 dengan masyarakat. Masalah ini, yaitu integrasi partai2 
dengan masyarakat perlu dipikirkan dan diperjuangkan bersama.

Salam damai


Hok An

dfaj21 schrieb:
  


 Saya menemukan kontradiksi logika di pernyataan ini:
  Partai2 kita tidak melahirkan yayasan politik.
  Yayasan politik sebaiknya badan indipenden yang melakukan litbang
 Dari buku2 dan majalah tentang politik amerika (setelah Obama menang), 
 mereka menunjukkan bahwa press sudah terlalu memihak partai (network 
 satu memihak partai ini, sementara network lainnya partai itu). Dan 
 berhubung Obama ini Demokrat yang cenderung dipilih orang-orang kecil, 
 mereka (demokrat) tidak memiliki press network yang signifikan. Press 
 network cenderung dimiliki oleh partai republik yang lebih berduit dan 
 upayanya cenderung mengurangi pajak yang dibayar ke pemerintah dan 
 tidak mau ikut serta dalam usaha2 pemerintah untuk menyejahterakan 
 SELURUH rakyat.

 Jadi kalau press saja sudah dikuasai partai, maka yayasan yang 
 didirikan partai tentu lebih rawan lagi. Yayasan yang ngakunya 
 independen tapi kalau tidak menerima sumbangan/dana partai yang 
 akibatnya jadi bubar/non-operasional, maka independensinya sudah 
 menjadi tanda tanya besar.

 Yang penting dalam sistem politik demokrasi adalah keterlibatan 
 masyarakat. Sistem politik yang baik adalah sistem yang bisa 
 mengakomodasi chaos dari keterlibatan masyarakat ini (banyak 
 masyarakat = banyak maunya = chaos) menjadi suatu energi koheren yang 
 menyegarkan, bisa dipercaya, dan teratur. Partai yang paling mampu 
 mengubah chaos ini menjadi energi koheren tentunya adalah partai 
 terbaik yang dapat memajukan masyarakatnya.

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Hok An ho...@... 
 wrote:
 




Re: [Keuangan] Re: Investor Heran Indonesia Masih Fokus Politik Saja

2009-12-22 Terurut Topik Hok An
Bung Oka,

Memang demokrasi kita balita.
Soalnya lembaga2 demokrasi kita terutama partai2 politiknya juga balita.
Partai2 kita tidak melahirkan yayasan politik.
Yayasan politik sebaiknya badan indipenden yang melakukan litbang 
politik, budaya dan ekonomi sebagai dasar dari kristalisasi program 
partai dan arahan sektoral yang akhirnya melahirkan rancangan2 undang2.
Konsep ini di Indonesia tidak disukai, sebab itu partai2 membentuk 
Litbang sebagai bagian dari partai2 itu. Awalnya banyak orang2 muda yang 
bergabung dalam litbang2 ini, tetapi sayangnya baik di PAN maupun PDI 
terjadi perpecahan sehingga akhirnya darah muda yang berhasil 
diintegrasi keluar lagi.
Terjadi proses abortus yang cukup fatal akibatnya bagi kelembagaan 
demokrasi kita.
Yayasan politik ini salah satu kolam renang untuk belajar berenang 
secara terlindung. Keliatannya kita perlu kolam renang pengganti yang 
saya rasa lokasi diluar kawasan partai2 di parlemen.

Salam

Hok An

oka schrieb:
  

 Terima kasih bung Enda. Memang saya harus lebih mendalami sejarah 
 nampaknya.

 Maksud saya, demokrasi itu butuh pembelajaran. Bukan berarti, harus 
 belajar dulu baru menerapkan demokrasi, bukan itu. Yang saya fikirkan 
 adalah bahwa setelah kita menerapkan demokrasi, tidak berhenti disitu, 
 melainkan terus menerus belajar dan memperbaiki sistem demokrasi yang 
 kita punya.

 Saat ini pun sistem dana mekansime demokrasi kita belumlah sampai pada 
 tahap final, anyway tak ada satupun engara yang bisa mengclaim bahwa 
 demokrasi dinegaranya telah final. Contoh, yang telah diketengahkan 
 salah seorang rekan disini, UU ITE. Yang adalah salah satu dari 
 perangkat pelaksanaan demokrasi Indonesia ternyata masih bermasalah 
 ketika diimplementasikan.

 BTW, ngak seluruh pasal2 ITE bermasalah loch, ada beberapa yang memang 
 patut kita miliki. Misalnya pengakuan bahwa media electronik (fax, 
 email) bisa dipakai dalam transaksi perbankan.

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, irmec ir...@... 
 wrote:
 
  Aku mau argue nih bung Oka. Menurut pelajaran sejarah yg kudpt, ngak 
 ada satu negarapun yg belajar dulu berdemokrasi, sebelum berdemokrasi.
 
  Ketika Amerika Serikat memutuskan ikut demokrasi, itu benar2 
 romatisme dari pelajaran2 klasik dari para pendiri negara mereka.
 
  kupikir demokrasi bukan seperti kita berenang di kolam renang yg 
 tenang. Sebaliknya masuk ke demokrasi sperti masuk ke uncharted water.
 
  Tapi, aku sgt setuju bahwa kita memang lagi lack leadership. Contoh 
 yg paling anyar kupikir terlalu lamanya SBY menyatakan dukungannya 
 terhadap SMI dan Boediono. Seharusnya dari awal kasus dia seharusnya 
 menyatakan dukungannya. Kali, kalau aku SMI atau Boediono aku mending 
 resign, kalau bos ngak muncul2 dgn back-upnya.
 
  Minggu lalu, aku ngobrol dgn seorang pejabat kedutaan asing di 
 Jakarta. ketika aku highlight issue tsb, dia ketawa. Dia joke bhw tiap 
 kali ada kasus berat, SBY seperti run away dari kasus dgn keluar 
 negeri. Mungkin kebetulan, kataku...Tapi...
 
  Cheers
  Enda
 
  --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, oka.widana oka@ 
 wrote:
  
   Saya copas berita dari Kompas Online, hari ini, entah diversi 
 cetak ada atau
   tidak, berhubung sudah lama tak lagi langganan surat kabar, thanks to
   mobile internet =D.
  
  
  
   Saya jadi teringat beberapa hari lalu berkesempatan ngobrol2 dan 
 dinner
   dengan kenalan baru saya, seorang Indonesian Chinese perantauan. Ada
   kata2nya yang membuat saya terbahak,Kita itu ibarat orang nekat 
 yang sudah
   tahu dan dikasih tahu, kalo ngak pernah belajar renang, ya jangan 
 nyemplung
   kelaut, tetapi tetap nekat nyemplung juga... ya mati dong. Sama dengan
   demokrasi, kita tak pernah belajar tak pernah berlatih, tetapi 
 langsung
   ngebut menerapkan demokrasi, ya akibatnya
  
  
  
   IMHO demokrasi jelas bukan renang dilaut. Di Amerika pun, menerapkan
   demokrasi ngak sekali jadi, tetapi dengan belajar dari pengalaman. 
 Kita,
   belajar dari pengalaman orang lain dan pengalaman kita sendiri. 
 Yang penting
   adalah leadership dari leader yang punya visi kemajuan bangsa ini, 
 bukan
   kemajuan keluarga atau partainya. Nah soal leadership ini yang 
 kita ngak
   punya. Atau, kalo ini dianggap sebagai pembelajaran, besok-besok 
 jangan
   pilih leader semata-mata karena iklan di TV.
  
  
  
   Oka Widana
 




Re: [Keuangan] Re: Investor Heran Indonesia Masih Fokus Politik Saja

2009-12-22 Terurut Topik Hok An
Bung Enda,

manifestasi terpenting dari negara adalah monopoli kekerasan dan 
monopoli pajak.
Pemerintah2 kita dasa warsa terakhir ini tidak tegas membela monopoli 
ini dan sesungguhnya sudah membiarkan kanker busuk merambah negara kita.

Usaha SMI menegakan monopoli pajak tidak tegas didukung oleh seluruh 
sistem kelembagaan negara kita termasuk RI I, sebab itu usul Anda supaya 
SMI mundur bisa dimengerti.

Salam

Hok An


irmec schrieb:
  

 Aku mau argue nih bung Oka. Menurut pelajaran sejarah yg kudpt, ngak 
 ada satu negarapun yg belajar dulu berdemokrasi, sebelum berdemokrasi.

 Ketika Amerika Serikat memutuskan ikut demokrasi, itu benar2 romatisme 
 dari pelajaran2 klasik dari para pendiri negara mereka.

 kupikir demokrasi bukan seperti kita berenang di kolam renang yg 
 tenang. Sebaliknya masuk ke demokrasi sperti masuk ke uncharted water.

 Tapi, aku sgt setuju bahwa kita memang lagi lack leadership. Contoh yg 
 paling anyar kupikir terlalu lamanya SBY menyatakan dukungannya 
 terhadap SMI dan Boediono. Seharusnya dari awal kasus dia seharusnya 
 menyatakan dukungannya. Kali, kalau aku SMI atau Boediono aku mending 
 resign, kalau bos ngak muncul2 dgn back-upnya.

 Minggu lalu, aku ngobrol dgn seorang pejabat kedutaan asing di 
 Jakarta. ketika aku highlight issue tsb, dia ketawa. Dia joke bhw tiap 
 kali ada kasus berat, SBY seperti run away dari kasus dgn keluar 
 negeri. Mungkin kebetulan, kataku...Tapi...

 Cheers
 Enda

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, oka.widana 
 o...@... wrote:
 
  Saya copas berita dari Kompas Online, hari ini, entah diversi cetak 
 ada atau
  tidak, berhubung sudah lama tak lagi langganan surat kabar, thanks to
  mobile internet =D.
 
 
 
  Saya jadi teringat beberapa hari lalu berkesempatan ngobrol2 dan dinner
  dengan kenalan baru saya, seorang Indonesian Chinese perantauan. Ada
  kata2nya yang membuat saya terbahak,Kita itu ibarat orang nekat 
 yang sudah
  tahu dan dikasih tahu, kalo ngak pernah belajar renang, ya jangan 
 nyemplung
  kelaut, tetapi tetap nekat nyemplung juga... ya mati dong. Sama dengan
  demokrasi, kita tak pernah belajar tak pernah berlatih, tetapi langsung
  ngebut menerapkan demokrasi, ya akibatnya
 
 
 
  IMHO demokrasi jelas bukan renang dilaut. Di Amerika pun, menerapkan
  demokrasi ngak sekali jadi, tetapi dengan belajar dari pengalaman. Kita,
  belajar dari pengalaman orang lain dan pengalaman kita sendiri. Yang 
 penting
  adalah leadership dari leader yang punya visi kemajuan bangsa ini, bukan
  kemajuan keluarga atau partainya. Nah soal leadership ini yang kita ngak
  punya. Atau, kalo ini dianggap sebagai pembelajaran, besok-besok jangan
  pilih leader semata-mata karena iklan di TV.
 
 
 
  Oka Widana

 



Re: [Keuangan] Re: Energi Arus Laut

2009-12-13 Terurut Topik Hok An
Arus laut cocok untuk skala besar.
Tetapi juga cocok untuk skala kecil dan mikro.
Anggaran yang kecil kemudian hari akan cukup untuk pembangkitan listrik 
di pesisir.
Hal yang juga menguntungkan adalah bahan dasar ynag diperlukan hanya 
besi tahan karat, bukan aluminium, Jadi teknik kira2 sama dengan 
pembuatan kapal air, bukan teknik tinggi untuk galangan kapal terbang.  
Untuk proyek ombak anakonda bahan dasarnya malah karet yang lebih mudah 
lagi dikembangkan untuk skala perusahaan menengah.
Kalau tidak mau ketinggalan dalam persaingan global harusnya Indonesia 
justru harus berani ikut Litbang plarus laut dan ombak dengan segera.

Salam

Hok An

http://web.bisnis.com/artikel/2id2689.html

Selasa, 08/12/2009 11:00 WIB


Ternyata, pengembangan energi arus laut belum jadi prioritas

oleh : Rudi Ariffianto

Bappenas membutuhkan dukungan kuat untuk mendorong pemanfaatan energi 
arus laut Indonesia. Bukan apa-apa, ini sangat politis dan kami harus 
berhadapan dengan 'mafia fosil'.

Pernyataan itulah yang mengemuka dari Staf Ahli Menteri Negara PPN/ 
Kepala Bappenas Bidang Tata Ruang dan Kemaritiman Son Diamar dalam 
sebuah seminar beberapa waktu lalu.

Ungkapan Son Diamar sejalan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya 
Mineral Darwin Zahedy Saleh yang belakangan ini begitu gemar mengangkat 
isu energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi catatan khusus bagi para 
jurnalis.

Bahkan, dia berjanji membicarakan pengembangan energi itu dengan mitra 
kerja bilateralnya, seperti Inggris, Jepang, dan Belanda. Tidak itu 
saja, Menteri ESDM itu juga berjanji berupaya menghilangkan 
sumbatan-sumbatan pengembangan EBT.

Namun tidak dimungkiri, di sektor ketenagalistrikan misalnya, Menteri 
asal Partai Demokrat itu masih fokus pada pengembangan energi panas bumi.

Itu dapat dimaklumi karena pemerintah telah menetapkan panas bumi 
sebagai energi primadona di program 10.000 MW tahap kedua, dengan 
kapasitas 4.733 MW.

Rencana pengembangan EBT oleh pemerintah, sekalipun penuh gebrakan, 
sesungguhnya masih relatif kecil dibandingkan dengan potensi yang dimiliki.

Apabila panas bumi berjalan mulus, artinya kapasitas akan meningkat 
menjadi sekitar 5.922 MW, itu masih setara dengan 22% dari total potensi 
yang mencapai 27.000 MW.

Sumber energi yang tidak kalah besarnya adalah arus laut Indonesia. 
Secara singkat, energi listrik dari arus laut (EAL) pada prinsipnya 
adalah mengubah energi kinetik dari arus dan gelombang laut untuk 
menggerakkan turbin.

Sebenarnya, prinsip kerja pembangkit energi arus laut mirip dengan PLTA, 
tetapi dengan konstruksi logam yang lebih baik karena harus bersentuhan 
dengan air laut yang korosif.

Sejauh ini, memang ada perbedaan perhitungan sangat signifikan antara 
Departemen ESDM dan Kementerian PPN/Bappenas terkait dengan besaran 
potensi yang ada. Departemen ESDM memperkirakan potensi EAL hanya 2.000 
MW, sedangkan Kementerian PPN/Bappenas memperkirakan ada potensi sekitar 
5,6-9 terrawatt.

Koordinator Tim Kajian Staf Ahli Bappenas Bidang Tata Ruang dan 
Kemaritiman Rizal Seiful Sabirin mengungkapkan perkiraan potensi 5,6-9 
terrawatt didasarkan pada hasil proyek Arus Lintas Indonesia (Arlindo).

Menurut dia, jika dikonversikan menjadi listrik, arus laut Indonesia 
bisa mencapai 30.000-50.000 kali lipat dari kapasitas pembangkit PLTA 
Jatiluhur 187 MW.

*Proyek tahap III*

Saat ini, Kementerian PPN/Bappenas merancang rencana untuk memasukkan 
EAL ke dalam program 10.000 MW tahap III.

Ada beberapa provinsi kepulauan yang dibidik untuk dijadikan lokasi 
pengembangan, meliputi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara 
Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara.

Bahkan, Son Diamar menargetkan pembangkit listrik energi arus laut di 
Kepulauan Riau sudah bisa beroperasi pada 2011-2012. Akankah rencana itu 
berjalan mulus?

Tantangan pertama adalah keandalan teknologi. Direktur Energi Terbarukan 
dan Konservasi Energi Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen 
ESDM Ratna Ariyanti meragukan keandalan teknologi EAL.

Dia mengatakan sejauh ini pemanfaatan EAL di dunia baru sebatas riset di 
laboratorium.

Akan tetapi, Rizal membantahnya dan menyatakan sudah banyak perusahaan 
penyedia teknologi pembangkit arus laut di dunia.

Di sisi lain, dia mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak dalam 
perangkap kartel teknologi. Itu sudah menjadi rahasia umum ketika 
vendor menawarkan teknologi, mereka pasti juga ingin meningkatkan 
ketergantungan konsumennya. Nah, itu perlu ada strategi agar kita tidak 
terjebak.

Dari dalam negeri, Institut Teknologi Bandung telah berhasil 
mengembangkan turbin pembangkit EAL skala kecil, 5.000 watt, di Nusa 
Penida, Bali dan Sekotong, Lombok Barat.

Di Sekotong, tim yang sama bekerja atas permintaan Departemen Kelautan 
dan Perikanan untuk melistriki penduduk nelayan. Pembangkit di Sekotong 
telah beroperasi sejak Oktober 2009 dan menjual listrik seharga Rp500 
per kWh.

Harus diakui, tantangan pengembangan EAL adalah masalah

[Keuangan] Listrik dari gabah

2009-12-13 Terurut Topik Hok An
Sebetulnya bahan dasar untuk listrik di Indonesia banyak, tetapi didalam 
sistem keuangan kita belum ada sarana dukungan pembiayaan proyek. 
Dibawah ada link (sayang dalam bahasa Jerman). Link ini menunjukan 
bagaimana perusahaan di Brasil kumpul dana di Jerman untuk listrik 
dengan bahan bakar sekam dari padi.
http://www.mpc-capital.de/contell/forward/Fondsexpose___MPC_Bioenergie.pdf?realURL=/contell/cms/data/Downloads/Produktdownloads/MPC_Produkte/Energien_Rohstoff_Fonds/Bioenergie/Intranet/Marktingunterlagen/Fondsexpose/datei.binmime=application/octet-streamdownload=1

Brasil yang bukan penghasil beras besar mampu cari dana di Jerman, 
padahal potensi kita lebih besar lagi.
Selama sarana pendanaan seperti ini belum ada selama itu infrastruktur 
Indonesia lambat pembangunannya.

Salam dari Frankfurt

Hok An




=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [Keuangan] Energi Arus Laut

2009-11-28 Terurut Topik Hok An
Arus Lintas Indonesia adalah arus besar dari Pasifik ke Lautan Hindia 
yang masuk dari Selat Makassar.
Arus panas ini gara2 keringnya Australia dan Afrika.

Yang besar sekali juga adalah listrik dari perbedaan besar suhu ke dasar 
celah2 laut di Selatan Jawa.
Tapi ini termasuk sumber daya yang perlu teknik besar untuk menyadapnya.


Salam

Hok An

Bali da Dave schrieb:
  

 O iya, barusan juga sempat lihat di wikipedia tentang wave power:

 http://en.wikipedia.org/wiki/Wave_energy 
 http://en.wikipedia.org/wiki/Wave_energy

 Menurutnya, di laut ada beberapa macam gerakan air:
 1: Tidal Power (air pasang surut karena pengaruh bulan) - lebih mudah 
 diprediksi daripada angin/wave
 2. Arus laut, artinya gerakan air dimana air panas bergerak di atas ke 
 arah yang lebih dingin, dan bergerak ke bawah...  sementara air dingin 
 yang biasanya di bawah bergerak ke atas atau ke arah daerah tropis 
 yang lebih panas. (umumnya lebih banyak di daerah samudera besar 
 (pasifik, atlantis, dll) Karena Indonesia banyak pulaunya, arus laut 
 ini kemungkinan tidak sekuat arus di laut bebas.
 3. Ombak (wave power), yakni gerakan di permukaan air.

 Sangat menarik

 --- On Sat, 28/11/09, Bali da Dave dfa...@yahoo.com 
 mailto:dfaj21%40yahoo.com wrote:

 From: Bali da Dave dfa...@yahoo.com mailto:dfaj21%40yahoo.com
 Subject: Re: [Keuangan] Energi Arus Laut
 To: Ahli Keuangan AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Received: Saturday, 28 November, 2009, 6:32 AM

  

 Wow, baru lihat yang seperti ini sepertinya promising...  Asalkan 
 kapal nelayan tidak lewat dan nabrak/mencurinya, sepertinya sangat 
 menjanjikan.

 U




Re: Bls: [Keuangan] Dana LPS

2009-11-26 Terurut Topik Hok An
Bung Pras,

Kegiatan LPS sebagai lembaga publik tentu saja memerlukan pertanggung 
jawabkan publik. Sebab itu tidak ada keraguan bagi hak DPR untuk kontrol.

Tetapi fungsi utama DPR dalam hal ini bukan cari2 kadar kriminal dalam 
kasus ini, sebab itu tugas lembaga2 lain yang lebih profesional dan 
mempunyai aparat chusus untuk itu. Tugas utama adalah menilai apakah SOP 
yang berlaku saat ini sudah benar, mengapa ada tabrakan sistemik, 
bagaimana menata ulang supaya terjadi sinergi.
Atas dasar laporan2  dari BI, BPK dan Polisi DPR sudah bisa segera 
membuat UU baru supaya pintu2 pembobolan bank oleh pemilik bisa ditutup 
rapat2.

Dengan kata lain SOP jangan dijadikan momok. Standardiasi SOP yang 
tadinya merupakan agenda KIB I harusnya adalah motor utama 
demokratisasi, sebab semua UU kita harus tunduk standard ini. RUU itu 
namanya RUU Administrasi Pemerintahan. Terpendam dalam2 di arsip2 
sekretariat negara yang kurang terbuka itu, saya kuatir UU ini nanti 
merojol lahir dijalan.

Nb.
Saya kira yang dituntut oleh pihak2 tertentu bukan hanya pertanggungan 
jawab LPS terhadap DPR, tetapi semacam hak budget, dimana pengeluaran 
LPS harus ada persetujuan dulu dari DPR.
Kalau ada hak DPR seperti ini, perlu segera dicabut. Sebab harusnya LPS 
berusaha indipenden mengatasi bencana perbankan. Kalau dana yang ada 
tidak cukup harusnya dibuka instrumen kerjasama antar bank untuk 
mobilisasi kredit2 antar bank, atau cara2 lain termasuk dibelinya bank 
itu oleh bank swasta yang lain.

Salam

Hok An

prastowo prastowo schrieb:
  

 Atau kita luruskan saja, itu dana publik, maka perlu 
 pertanggungjawaban publik. Maka parlemen sebagai representasi dari 
 suara publik itu meminta LPS mempertanggungjawabkan penggunaan uang 
 publik. Keputusan LPS, KSSK, dan KK dengan demikian sangat terkait 
 dengan publik, dan proses politik menjadi relevan untuk mengurai 
 pertanggungjawaban kebijakan bailout ini. Yang kita hindari adalah 
 privatisasi kekuasaan dg berlindung di balik cara kerja teknokratis 
 melalui SOP. Ini saya kira jauh di atas seluruh formalitas, di sini 
 nalar publik sedang bergerak menguji praktik kekuasaan.

 salam

 
 Dari: Hok An ho...@t-online.de mailto:Hokan%40t-online.de
 Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Cc: i-a-...@yahoogroups.com mailto:I-A-S-I%40yahoogroups.com
 Terkirim: Rab, 25 November, 2009 06:42:31
 Judul: Re: [Keuangan] Dana LPS

  
 Bung Poltak,

 Kalau perlu izin DPR untuk keluarnya dana LPS, maka LPS bukan lembaga
 indipenden, tetapi tergantung DPR dalam pekerjaaannya.

 Kalau di Eropa campur tanagn parlemen juga begitu tidak mungkin beberapa
 kali Bank Eropa gelontorkan dana ratusan milyard Euro disaat masyarakat
 awam dan mungkin anggota2 parlemen sama sekali tidak tahu adanya krisis.
 Cara kerja ini jelas lebih murah dari membiarkan api berkobar menyala
 besar sebelum turun tangan.

 Masalah ini khas Indonesia sebab yang ada adalah krisis tata negara yang
 campur aduk memakai kaidah presidensial dan parlementer pada saat yang
 tidak tepat sehingga terjadi crash.

 Waktu Dresdner Bank limbung tidak ada yang tahu berapa besar kewajiban
 dari Kleinworth. Sesudah dibeli oleh Commerzbank baru pelan2 data keluar
 bahwa kewajiban itu begitu besar sehingga Commerzbank segera perlu
 diseret masuk payung pertolongan.
 Profesor2 ekonomi kenamaan yang jadi komisaris akhirnya mengakui bahwa
 mereka sesungguhnya tidak sanggup mengerti informasi2 dasar dari
 sertifikat2 yang dijual Dresdner Bank sehingga tidak tahu bahwa Dresdner
 sebenranya sudah rugi puluhan milyard Euro.
 Masalah ini international dan harus diatasi tegas, sertifikat2 yang
 ruwet jangan lagi dijual dipasar uang.

 Kemudian ada masalah ketiga yaitu berulangnya pembobolan bank oleh salah
 satu pemiliknya. Disini SMI perlu tegas produksi UU yang mencegah hal
 ini terjadi lagi.

 Disini

 Poltak Hotradero schrieb:
 
 
  At 02:19 PM 11/25/2009, you wrote:
 
  Seorang teman baru saja memberi pencerahan:
 
  Apakah dana yang dipakai untuk mem-bail-out Bank Century berasal dari
  LPS atau dari anggaran?
  Bila memang dari LPS, maka dana itu berasal dari iuran potongan
  penjaminan yang 0,25% dari bunga deposito. Itu hasil transaksi antara
  deposan dan LPS.
 
  Dan bila demikian maka dana bail-out itu BUKAN uang rakyat. Itu
  adalah uang LPS, dengan segala kewenangan LPS. (Dan secara hukum,
  kewenangan LPS tidak tergantung parlemen)
 
  Mengapa? Karena secara hukum, sesuatu yang bisa disebut sebagai
  uang rakyat atau pengeluaran pemerintah - adalah yang telah
  dianggarkan di APBN. Dan kita tahu bahwa undang-undang sudah
  menegaskan tidak ada anggaran non-bujeter.
 
  Membaca ini saya jadi ketawa, mengingat betapa banyak politikus yang
  sudah ribut soal uang rakyat...
 
 




Re: [Keuangan] Energi Arus Laut

2009-11-26 Terurut Topik Hok An
Maaf terlambat bacanya,

Anda bisa ikut mailing List Indoenergy liwat: indoene...@yahoogroups.com

Secara umum Armida memang benar, sebab air jauh lebih berat dari udara, 
sebab itu tenaga air (dan laut) dikita besar luar biasa. Di RRC tenaga 
angin diduga berpotensi untuk diekspor, sebab itu investasi disana naik 
luar biasa.
Dikita ada beberapa sumber tenaga laut, mulai dari ombak yang ada di 
seluruh pantau Nusantara (terpanjang didunia) dan mungkin yang juga 
mudah disadap adalah Arus Lintas Indonesia yang sedikit terlokasi di 
Selat Makassar (10 x arus Amazona) Bali dan Lombok (2 x Amazona) dan 
selat2 Indonesia Timor lainnya.
Dengan kata lain harusnya kawasan2 ini bisa terang benderang siang dan 
malam.
Susahnya kebutuhan untuk itu masih terlalu kecil, sebab itu usul saya 
segara elektrifikasi jalur dari Banten ke Banyuwangi supaya menyadap 
listrik di Selat Bali ada gunanya.
Ada kawan2 yang ragu pasang plt2 tenaga laut, dari segi keamanan, sebab 
apa saja bisa hilang, apa lagi yang ditengah laut.

Kalau perlu data konkrit langsung saja hubungi Indonenergy.

Salam

Hok An

dfaj21 schrieb:
  

 http://www.detikfinance.com/read/2009/11/16/113441/1242408/4/energi-arus-laut-alternatif-baru-bahan-bakar-listrik
  
 http://www.detikfinance.com/read/2009/11/16/113441/1242408/4/energi-arus-laut-alternatif-baru-bahan-bakar-listrik

 Armida menjelaskan Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan 
 EAL karena Indonesia memiliki laut terluas seluas sekitar 5 juta km. 
 Indonesia menyimpan potensi kekayaan energi yang sangat besar, yaitu 
 Arus Laut Lintas Indonesia yang merupakan salah satu terbesar di 
 dunia, sebagai akibat perpindahan air lait dari Samudera Pasifik ke 
 Samudera Hindia.

 Kalau dari beberapa bacaan/tv yang sempat saya baca (gak ingat 
 sumbernya), memanfaatkan arus laut ini bisa dibilang sangat susah. 
 Alasannya kenapa saya gak ingat. (Kalau gak salah sih karena air yang 
 masuk sering ada ganggang, ikan, dll yang sering bikin rotor macet, 
 udah gitu karena besi gampang karatan kalau di dekat laut jadi 
 maintenancenya sangat mahal, dll). Cuma yang paling signifikan itu 
 akhirnya biaya pengembangannya jadi sangat besar (jadi bisa gak 
 profitable).

 Ada yang pernah baca riset-riset efektifitas dan cost pengembangan 
 arus laut menjadi listrik?

 __._,_._



Re: [Keuangan] Dana LPS

2009-11-25 Terurut Topik Hok An
Bung Poltak,

Kalau perlu izin DPR untuk keluarnya dana LPS, maka LPS bukan lembaga 
indipenden, tetapi tergantung  DPR dalam pekerjaaannya.

Kalau di Eropa campur tanagn parlemen juga begitu tidak mungkin beberapa 
kali Bank Eropa gelontorkan dana ratusan milyard Euro disaat masyarakat 
awam dan mungkin anggota2 parlemen sama sekali tidak tahu adanya krisis. 
Cara kerja ini jelas lebih murah dari membiarkan api berkobar menyala 
besar sebelum turun tangan.

Masalah ini khas Indonesia sebab yang ada adalah krisis tata negara yang 
campur aduk memakai kaidah presidensial dan parlementer pada saat yang 
tidak tepat sehingga terjadi crash.

Waktu Dresdner Bank limbung tidak ada yang tahu berapa besar kewajiban 
dari Kleinworth. Sesudah dibeli oleh Commerzbank baru pelan2 data keluar 
bahwa kewajiban itu begitu besar sehingga Commerzbank segera perlu 
diseret masuk payung pertolongan.
Profesor2 ekonomi kenamaan yang jadi komisaris akhirnya mengakui bahwa 
mereka sesungguhnya tidak sanggup mengerti informasi2 dasar dari 
sertifikat2 yang dijual Dresdner Bank sehingga tidak tahu bahwa Dresdner 
sebenranya sudah rugi puluhan milyard Euro.
Masalah ini international dan harus diatasi tegas, sertifikat2 yang 
ruwet jangan lagi dijual dipasar uang.

Kemudian ada masalah ketiga yaitu berulangnya pembobolan bank oleh salah 
satu pemiliknya. Disini SMI perlu tegas produksi UU yang mencegah hal 
ini terjadi lagi.

Disini

Poltak Hotradero schrieb:
  

 At 02:19 PM 11/25/2009, you wrote:

 Seorang teman baru saja memberi pencerahan:

 Apakah dana yang dipakai untuk mem-bail-out Bank Century berasal dari
 LPS atau dari anggaran?
 Bila memang dari LPS, maka dana itu berasal dari iuran potongan
 penjaminan yang 0,25% dari bunga deposito. Itu hasil transaksi antara
 deposan dan LPS.

 Dan bila demikian maka dana bail-out itu BUKAN uang rakyat. Itu
 adalah uang LPS, dengan segala kewenangan LPS. (Dan secara hukum,
 kewenangan LPS tidak tergantung parlemen)

 Mengapa? Karena secara hukum, sesuatu yang bisa disebut sebagai
 uang rakyat atau pengeluaran pemerintah - adalah yang telah
 dianggarkan di APBN. Dan kita tahu bahwa undang-undang sudah
 menegaskan tidak ada anggaran non-bujeter.

 Membaca ini saya jadi ketawa, mengingat betapa banyak politikus yang
 sudah ribut soal uang rakyat...

 



[Keuangan] Chandra Bibit Dibebaskan

2009-11-03 Terurut Topik Hok An
Selasa, 03/11/2009 21:32 WIB
Reaksi dari masyarakat dimana sedikitnya 600.000 orang ikut bergabung 
dalam aksi
solidaritas di facebook. (Yang berminat bisa coba mengikuti liwat: 
http://www.facebook.com/group.php?gid=169178211590v=wall) telah mulai 
berbuah.
Malam ini Chandra dan Bibit akan dibebaskan.
Langkah yang diperlukan berikutnya adalah perombakan  total dalam 
struktur  kepolisian , kejaksaan dan pengadilan  kita.

Salam damai

Hok An

.



Chandra  Bibit Dibebaskan
TPF: Semestinya Yang Ditahan Anggodo
*Indra Subagja* - detikNews

*Jakarta* - Penangguhan penahanan atas Chandra M Hamzah dan Bibit Samad 
Rianto disambut positif Tim Pencari Fakta (TPF). Memang seharusnya yang 
ditahan adalah yang membuat skenario, Anggodo Widjaja.

Ya ini memang langkah yang harus dilakukan. Saya kira yang harus 
ditahan Anggodo, kata anggota TPF, Todung Mulya Lubis melalui telepon, 
Selasa (3/11/2009).

Todung menjelaskan, langkah polisi ini patut diapresiasi. Penahanan 
menimbulkan pertanyaan publik. Kok ada penahanan? Apalagi setelah 
mendengar semua rekaman di Mahkamah Konstutusi (MK), terangnya.

TPF merespon positif penangguhan penahanan ini. Ini demi kepentingan 
publik, tutupnya.

* (ndr/iy)*


http://www.facebook.com/group.php?gid=169178211590v=wall




=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
mailto:ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[Keuangan] Indonesian Military Misses Its Deadline

2009-10-19 Terurut Topik Hok An
Kawan2 milis,

Program transformasi bisnis tni adalah sisa kerja kabinet SBY. Walaupun 
informasi sedikit bisa diduga bahwa perusahaan2 yang gemuk2 dan 
untungnya banyak sudah lama pindah tangan.
Berita dibawah meragukan kelayakan perusahaan2 gurem dilingkungan TNI. 
Tetapi eksistensi perusahaan ini menunjukan bahwa kebutuhannya untuk 
menutup anggaran TNI masih ada. Hal ini dipertegas dengan pengakuan 
Freeport mengeluarkan dana US$ 8 juta ditahun 2008 untuk polisi dan TNI. 
contoh terakhir sudah menyinggung masalah kedaulatan, sebab yang bayar 
tentu juga ikut ambil keputusan.
Saat ini keuangan negara sudah cukup kuat untuk menutup biaya2 keamanan 
dan pertahanan yang ada (kecuali belanja senjata yang mahal2).
Yang mungkin sulit adalah penyusunan anggaran TNI/Polisi secara baik dan 
sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sebenarnya terjadi transformasi sistem 
anggaran yang dulu sebagian diisi oleh sumber2 nonbudgeter (yang tidak 
usah dipertanggung jawabkan) menjadi anggaran yang seluruhnya resmi dan 
siap di periksa oleh inspektor2 keuangan.

Dulu masalah tambahan adalah perwira2 yang masuk massa pensiun. mereka 
mendapat jabatan baru yang diusahakan oleh bagian SOSPOL dari DEPDAGRI 
atau mendapatkan tempat di BUMN atau perusahaan2 bisnis TNI sendiri.
Praktek2 ini sebagian sudah dihentikan, tetapi nampaknya berita dibawah 
menunjukan masih banyak perusahaan2 gurem yang tidak terjangkau 
pengawasan dan secara ekonomis tidak layak, tetapi ikut menyuburkan 
praktek2 perdagangan diluar hukum.

Likwidasi bisnis gurem TNI ada baiknya dilakukan oleh TNI. Tetapi sering 
kali pihak ketiga yang tidak ada hubungan lebih cocok untuk menutup buku 
atau mejual perusahaan2 yang tidak diperlukan lagi.

salam damai

Hok An


  
*http://online.wsj.com/article/SB125574270969591499.html?mod=loomialoomia_si=t0:a16:g2:r2:c0.0747085:b28343446*


  Indonesian Military Misses Its Deadline



  By TOM WRIGHT
  
http://online.wsj.com/search/search_center.html?KEYWORDS=TOM+WRIGHTARTICLESEARCHQUERY_PARSER=bylineAND


JAKARTA—Indonesia's military missed a long-anticipated deadline to 
withdraw from its many lucrative but controversial business activities, 
disappointing activists who view the step as vital for modernizing 
Southeast Asia's largest economy.

Human-rights advocates and other critics have long complained that 
Indonesia's armed forces are allowed to participate in commercial 
activities ranging from forestry to mining to banks to golf courses—a 
system they say fosters corruption and gives the military too much 
influence over the Indonesian economy.

Responding to the complaints, Indonesia's parliament in 2004 ordered the 
government to shut down or take over the army's network of official 
businesses within five years, though details were left vague and 
Indonesian officials only recently began to make efforts to meet the target.

[Indonesia army]

Earlier this week, President Susilo Bambang Yudhoyono issued a decree 
ordering the armed forces to transfer their official foundations and 
cooperatives—valued at $240 million or more—to Indonesia's civilian-led 
Defense Ministry, which will run them and receive any profits. But his 
decree didn't specify a time frame, and many businesses remained in 
military hands Friday.

Critics say the president's decree didn't cover a myriad of much-larger 
informal or possibly illegal businesses, which Human Rights Watch, a New 
York-based advocacy group, claimed in a 2006 report could total hundreds 
of millions of dollars. Human Rights Watch and others have said recently 
that Indonesia should do more than force the military to transfer assets 
to the Defense Ministry, which they say is heavily influenced by 
uniformed military officers.

If we want to change the attitude [of the military] we should liquidate 
all the business, said Erry Riyana Hardjapamekas, the head of a 
government task force set up last year to plan the takeover or 
liquidation of military assets. He said he was disappointed with the 
government's decision to transfer businesses to the Defense Ministry; 
the task force had recommended in October 2008 that the state sell or 
liquidate such assets, recouping the money from the sales and sending a 
stronger signal of commitment to military overhaul.

Attempts to reach an army spokesman weren't successful. The military 
hasn't published a complete list of its businesses, although senior 
generals have said they are committed to transferring, selling or 
liquidating them.

Government officials couldn't be reached to comment Friday, but they 
have said progress is being made. Defense Minister Juwono Sudarsono said 
Mr. Yudhoyono's decree paves the way for the army to eventually move out 
of business entirely and come more firmly under civilian control.

The practice of letting the military engage in business goes back 
decades. During Indonesia's war of independence against the Dutch in the 
1940s, the ragtag army relied on business partnerships with local

Re: [Keuangan] Re: Menyorot Peran BUMN

2009-10-15 Terurut Topik Hok An
Bicara BUMN memang banyak tabunya.
Saya kira perlu ada telaah sejarah mulai dari VOC, privatisasi di jaman 
kolonial, nasionalisasi, alih pemilikan banyak perusahaan ex BUMN besar 
5 tahun terakhir ini sampai sekarang.
Perusahaan2 ini sebagian punya monopoli sektoral, dengan didukung negara.
Wilayah kerjanya luas dan memaksa sebagian masyarakat mundur kesektor 
subsisten (sekarang sektor informal).
Besarnya sektor negara juga menyebabkan banyak orang ingin masuk untuk 
ikut serta kaya dengan korupsi, sebab itu ada kawan2 yang yakin bahwa 
korupsi belum bisa hilang selama sektor ini masih dominan. Ada yang 
malah menuntu supaya negara dan konkretnya anggaran pembangunan dinolkan 
saja, supaya tidak bisa dikorupsi lagi. Saya rasa kawan2 setuju bahwa 
usul ini ada benarnya tetapi sesungguhnya sesat.
Sebab pentingnya masalah ini diskurs mengenai masalah ini perlu 
dilakukan secara mendalam, terbuka dan kepala dingin. Hanya dengan cara 
itu jalan keluar yang rasional dan adil bisa disetujui bersama. Jalan 
keluar yang ada saya rasa banyak, sebab masyarakat kita secara 
keseluruhan sesungguhnya cukup modalnya untuk membeli perusahaan2 itu, 
tetapi rencana dengan sistem yang memadai dan bisa dipercaya belum ada.

Salam

Hok An

Poltak Hotradero schrieb:
  

 At 10:26 PM 10/14/2009, you wrote:
 Diskusi tentang BUMN tidak akan ada habisnya. Masalahnya, setiap BUMN
 punya lahan masing-masing dan tidak bisa di-analisis secara pukul rata.
 
 Bagi kita di Indonesia, listrik dan kereta api, misalnya, amat sulit
 diserahkan kepada kompetisi murni. Karena keterbatasan kemampuan
 konsumen/pelanggan. Boleh dikatakan keduanya natural monopoly.

 Telekomunikasi dulunya juga disebut sebagai natural monopoly, tetapi
 ternyata perkembangan teknologi memungkinkan perubahan sehingga
 kompetisi terjadi dan harga di level konsumen bisa turun.

 Saya rasa, kita harus berangkat dari tujuan menurunkan harga di level
 konsumen dengan disertai pertumbuhan bisnis yang menjangkau lebih
 banyak konsumen.

 Penerbangan sipil bisa diserahkan kepada kompetisi swasta, namun Garuda
 tidak bisa dijual: di mana harga diri kita sebagai bangsa? (49 persen
 saham bisa tentunya).

 Amerika Serikat tidak pernah punya perusahaan penerbangan milik negara.
 KLM, Air France, dan Alitalia sudah merger menjadi satu.
 British Airways sudah diprivatisasi, dan berencana untuk merger
 dengan Iberia Airlines dan American Airlines (dan mungkin ditambah
 dengan Qantas).

 Penerbangan adalah bisnis yang beresiko sangat tinggi (lihat saja apa
 yang terjadi pada bangkrutnya PanAm, TWA, SwissAir, Delta, dan
 berbagai perusahaan penerbangan lainnya) - sehingga sudah seharusnya
 pemerintah tidak perlu punya perusahaan penerbangan (kalau memang
 tidak mampu menyediakan injeksi modal secara terus menerus).

 Injeksi modal terus menerus berarti perusahaan menerima subsidi dari
 pembayar pajak, tanpa peduli apakah pembayar pajak tersebut menikmati
 layanan perusahaan tersebut atau tidak.

 Harga diri bangsa terletak pada kemampuan memberi yang terbaik bagi
 sebanyak mungkin warga negara Indonesia. Bukan dengan kemampuan
 memelihara perusahaan zombie.

 Saya meragukan kebijakan untuk mengadakan Kementerian BUMN, yang pada
 akhirnya hanya mementingkan bottom line. Mungkin lebih baik diawasi
 departemen teknis.

 Mengingat bahwa profit terkait dengan kontribusi penerimaan pajak dan
 redistribusi penerimaan tersebut kepada masyarakat -- maka saya
 justru mempertanyakan perusahaan yang terus menerus dibiarkan rugi
 atau tidak berkembang tetapi tetap dibiarkan hidup.

 Bila bukan kepentingan pembayar pajak (masyarakat) dan penerima
 manfaat pembayaran pajak (yang juga masyarakat) -- lalu kita mau
 memperhatikan kepentingan siapa lagi??

 __._,_



Hukum perdata dan anglo saxon/Re: Bls: Bls: [Keuangan] PANCASILA

2009-10-14 Terurut Topik Hok An
Dibawah ada kutipan dari Wikipedia tentang sistem2 hukum.

Tambahan: Sebetulnya sistem kita juga tambah burem sebab hukum adat 
dibilang berlaku, tetapi kalau bersangkutan dengan tanah dan warisan 
tidak selalu bisa ditagih. Keputusan hakim2 tertentu ada yang pro hukum 
adat ada yang pro Kitab UU. Hukum Perdata.

Salam

Hok an

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum


  ...


  Hukum perdata

Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara 
individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum 
perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh 
hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .

Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:

   1. Hukum keluarga
  
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_keluargaaction=editredlink=1
   2. Hukum harta kekayaan
  
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_harta_kekayaanaction=editredlink=1
   3. Hukum benda
  
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_bendaaction=editredlink=1
   4. Hukum Perikatan
  
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_Perikatanaction=editredlink=1
   5. Hukum Waris http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Waris

...

..

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum#Sistem_hukum_Anglo-Saxon

Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh 
negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa 
Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum 
agama.


  [sunting
  http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukumaction=editsection=8]
  Sistem hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan 
ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi 
(dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh 
hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di 
negara yang menganut sistem hukum ini.


  [sunting
  http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukumaction=editsection=9]
  Sistem hukum Anglo-Saxon

Sistem Anglo-Saxon http://en.wikipedia.org/wiki/Anglo-Saxon adalah 
suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi 
http://id.wikipedia.org/wiki/Yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan 
hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim 
selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia 
http://id.wikipedia.org/wiki/Irlandia, Inggris 
http://id.wikipedia.org/wiki/Inggris, Australia 
http://id.wikipedia.org/wiki/Australia, Selandia Baru 
http://id.wikipedia.org/wiki/Selandia_Baru, Afrika Selatan 
http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan, Kanada 
http://id.wikipedia.org/wiki/Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan 
Amerika Serikat http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Serikat (walaupun 
negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan 
sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, 
beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, 
misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar 
sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum 
agama.

Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama 
pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan 
perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol 
digunakan oleh hakim http://id.wikipedia.org/wiki/Hakim, dalam memutus 
perkara.


  [sunting
  http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukumaction=editsection=10]
  Sistem hukum adat/kebiasaan

Hukum Adat http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Adat adalah adalah 
seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah.


  [sunting
  http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukumaction=editsection=11]
  Sistem hukum agama

Sistem hukum agama http://id.wikipedia.org/wiki/Agama adalah sistem 
hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama 
biasanya terdapat dalam Kitab Suci 
http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Suci.

...


Hukum Indonesia

/Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hukum Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia/

Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan 
sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Selain sistem 
hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan 
sistem hukum agama, khususnya hukum (syariah) Islam. Uraian lebih lanjut 
ada pada bagian Hukum Indonesia 
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia.

...

Wong Cilik schrieb:
  

 mohon bantuannya, saya tidak mengerti sistem anglo-saxon itu apa? Apakah
 terminologi hukum, terminologi ekonomi atau terminologi politik? Maksudnya
 apa dan barangkali ada referensi yang bisa dilihat?




Re: Bls: Bls: [Keuangan] PANCASILA

2009-10-13 Terurut Topik Hok An
Bung Pras,

Saya setuju dengan tulisan Anda dibawah.
Saya cuma mau menambahkan beberapa hal:

a. Saya juga pernah ketemu dengan lingkungan TNI yang sangat resah 
dengan situasi dalam negeri akhir2 ini. Buku Saurip Kadi (Mengutamakan 
Rakyat) saya rasa cukup jelas menggambarkan adanya keraguan bahwa 
langkah2 reformasi yang dijalankan sudah cukup. Yang menarik ada perwira 
yang menuntut supaya Pancasila kalau tidak diterapkan dihapus saja.
Tetapi 5 tahun yang lalu banyak kawan2 yang sangat enthusias dengan SBY. 
Buku kecilnya (buku pedoman untuk PD) sifatnya integratif dan berisi 
hal2 yang diinginkan para leluhur2 pejuang kemerdekaan dan bersemangat 
Pancasila.
Kemudian SBY menegaskan janjinya dengan komitmen terhadap program 
reformasi birokrasi yang disusun oleh Partnership for Governance Reform. 
Tapi ternyata kabinet pelangi yang dibentuk tidak punya program politik, 
jadi susah ditagih janjinya sebab memang tidak ada. Sudah itu posisi 
kabinet dibagi2 kepada partai2 secara blok. Sebetulnya lebih baik kalau 
Menterinya dari partai A, maka deputy2 dan dirjen  dibagi kepada partai 
koalisi yang lain, sehingga  keputusan kabinet selalu merupakan 
keputusan koalisi.
Yang lebih celaka lagi ternyata kawan2 yang pernah jadi team sukses saja 
sulit mendapatkan termin cukup dengan SBY. Setiap pertemuan musti liwat 
team sekretariat negara  yang  birokratis dan biasanya hanya memberi 
jatah waktu terlalu pendek untuk membahas masalah secara mendalam. Jadi 
SBY sesungguhnya terjebak kurungan emas yang dibuatnya sendiri.

Menjebol kurungan emas ini mutlak perlu. Baik SBY maupun Boediono perlu 
lebih banyak turun langsung berkomunikasi dengan masyarakat. Dalam 
komunikasi ini keraguan2 yang selama ini menghambat langkah2 reform 
tentu akan diatasi bersama-sama dengan masyarakat. Untuk itu mungkin 
Birokrasi sekitar kantor kepresidenan dan sekretariat kabinet perlu 
disederhanakan dan lebih mudah diakses masyarakat.

b. Sistem hukum perdata kita memang sejak lama goyang. Bukan hanya 
karena sejarah pembengkokan hukum selama Orde Baru, tetapi tendensi 
dominasi cara pikir anglo saxon dan mungkin pragmatisme.
Saat Kwik Kian Gie tabrakan dengan IMF dan WB, setahu saya dia sendirian 
dan kemudian DPR maupun Kabinet tanda tangan UU yang diusulkan oleh IMF 
tanpa banyak ribut. Bagi Kwik mungkin ini sudah pelanggaran UUD, tetapi 
dalam cara pikir anglo saxon yang tidak punya konstitusi hal ini biasa 
saja. Cara pikir ini jangan2  dianut oleh mayoritas masyarakat. Setahu 
saya  T. Mulya Lubis malah setuju kalau kita  konsekwen pindah ke sistem 
anglo saxon, sebab perdagangan dunia ikut sistem ini.
Bangunan hukum kita mempengaruhi sistem dagang kita dan tidak saja 
menyebabkan daya saing kita sangat rendah, tetapi juga buruknya 
pelayanan negara. Reformasi hukum memerlukan kesungguhan dan dana cukup 
besar. Kalau berhasil reformasi hukum akan menjadi pelancar pembangunan.

Salam damai

Hok An


prastowo prastowo schrieb:
  

 Bung Hok An,
 Maaf saya lama tidak buka email dan telat membalas email Anda yang 
 menarik ini. Saya bersetuju dengan Anda. Yang harus dipikirkan bangsa 
 ini adalah bekerja di dua tataran sekaligus.
 1. Tataran normatif, bahwa kita perlu merumuskan apa yang 
 seharusnya/sebaiknya dilakukan ( saya sebut saja tataran 'etis').
 2. Tataran praksis, sebagai turunan dari tataran etis, yaitu tataran 
 politis/hukum.

 Kita ini seolah hidup dalam dua dunia', di satu sisi urgensi akan no 
 1 tak bisa ditawar-tawar lagi melihat kompleksitas tantangan bangsa, 
 namun no 2 kunjung memadai sebagai sebuah langkah operasional. Yang 
 menjadi PR adalah bagaimana mengaitkan no 1 ke no 2 ini, apakah 
 hubungannya niscaya atau arbitrer ( manasuka ) saja?

 Ide Anda saya kira mampu mengisi defisit ini, dan sejauh saya tahu 
 sudah diusulkan juga ya di milis tetangga ke Uda Adrinof Chaniago? 
 Kita menghadapi kasus terorisme, Ahmadiyah, fundamentalisme agama, 
 intoleransi, ketimpangan sosial, dll, yang perlu semacam pandu.

 Sebenarnya dg SBY sudah pernah dicoba. Tahun 2006 diadakan Simposium 
 Nasional dg tema Restorasi Pancasila di UI, kebetulan saya ikut di 
 dalamnya. Lalu hasil simposium ini dikemas secara akbar di JCC, dg 
 penyerahan rekomendasi secara simbolik ke SBY. Pidato SBY waktu itu 
 sungguh menggugah dan komitmennya jelas. Hanya saja kok di tataran 
 praksis kita masih mendapati UU Pornografi disahkan, UU Kerahasiaan 
 Negara, hingga kasus Ahmadiyah yang menyedihkan itu. Agaknya SBY 
 sendiri gamang. Entah untuk kali ini, apakah dia akan cukup percaya 
 diri? kita berharap demikian. Minimal visi ini harus tegas dan jelas 
 dlm Kabinet Indonesia Bersatu jilid II nanti. Jangan ada aneka 
 ideologi dlm satu kapal.

 Usul Anda konkrit. Dua minggu lalu saya ngobrol hampir 2 jam dg 
 seorang pejabat eselon II di Depkumham dlm  sebuah acara Halal 
 bihalal. Beliau prihatin dg sistem hukum kita yang karut marut. Ada 
 semacam pertarungan mazhab, kontinental vs anglo-saxon yang tak 
 terjembatani, dan celakanya di

Re: Bls: [Keuangan] PANCASILA

2009-10-08 Terurut Topik Hok An
Bung Prastowo,

Hampir selalu ada masalah dengan pluralitas budaya dan sistem nilai. 
Budaya umumnya bersifat dinamis dan sistem nilainya ikut perkembangan 
budaya kemanusiaan, sistem produksi dan politik.
Misalnya sistem keluarga yang dikita seribu satu modelnya, jadi budaya 
adalah suatu keadaan yang kompleks.

Kita bisa harapkan bahwa UUD atau sistem etika yaitu Pancasila menjadi 
rangka dari suatu sistem yang plural dan kompleks ini. Tetapi cara 
penyelesaian kontradiksi antar sistem ini belum ada resep umum yang 
jelas. Walaupun penyelesaian secara dialog untuk mencari konsensus 
bersama sering dikatakan sebagai jalan keluar, tetapi selalu saja ada 
badan2 negara maupun swasta yanng merasa berhak untuk menetapkan 
satu2nya yang benar.

Dalam sejarahnya Pancasila pernah dijadikan pentung untuk menyingkirkan 
kelompok2 yang tidak disukai dan menakuti banyak orang. Banyak orang 
sebab itu trauma. Kalau azas ini yang mau dijadikan bingkai dari seluruh 
kebinekaan budaya kita, perlu ada rekonsiliasi dan reaktualisasi. Selain 
itu rakyat harus jelas kalau ini aparat saya untuk hidup aman, damai dan 
sejahtera bagaimana bisa saya tagih. Pemikiran bagaimana Pancasila 
berubah dari placebo menjadi aparat (jadi bukan tujuan) yang bermanfaat 
bagi masyarakat merupakan usaha besar yang hasilnya tidak bisa ditunggu 
lama2 lagi.
Sebaiknya kabinet yang baru segera menjelaskan bagaimana Pancasila, UUD 
dan semua UU yang ada bisa menjadi sistem penyelesaian konflik yang 
berfungsi dan dimengerti semua orang.


Salam damai

Hok An

prastowo prastowo schrieb:
  

 Bli,
 Saya kira konklusi ini cukup memadai dan komprehensif, terima kasih 
 untuk ini. Tugas kita bersama adalah memikirkan soal ini. Di tengah 
 aneka kepentingan, motif, usaha, maupun tujuan, saya yakin kita 
 sebagai warganegara Indonesia masih memiliki satu irisan yang 
 menyatukan. Yang membedakan mungkin hanya kadarnya, yang sangat 
 percaya, biasa-biasa saja, maupun skeptis, semua berhak hidup dan 
 masing2 memiliki alasan yg sah, karena Pancasila hidup dalam sejarah.

 Kekeliruan Orde Baru - dan ini sangat fatal - adalah menjadikan 
 Pancasila ahistoris. Nah, di sini saya sedikit memperkenalkan apa yang 
 dalam Filsafat Politik disebut prinsip 'Metanormatif'. Etika-etika 
 yang ada, termasuk norma agama, bersifat normatif, mengikat dan 
 menjadi imperatif bagi warga/umatnya. Indonesia adalah Taman Etika, 
 dan juga Kebun Nilai-nilai. Pertanyaannya adalah, bagaimana Taman dan 
 Kebun ini bisa lestari, sedangkan masing2 memiliki klaim paling?

 Di sini Pancasila tepat jika ditempatkan dalam bingkai 'Metanormatof'. 
 Ia bukan sebuah nilai yg bersaing dengan nilai-nilai lain, melainkan 
 prinsip dasar yang memungkinkan nilai2 di Taman dan Kebun ini 
 dipraktikkan dan dihayati. Maka tujuan individual, komunitas, atau 
 kebangsaan terbingkai dan dijamin prinsip ini. Hasil akhir tidak harus 
 seragam, tetapi Pancasila harus memastikan bahwa semua memperoleh 
 kesempatan dan perlakuan yang sama.

 Liberalisme sebenarnya mengalami krisis seperti Pancasila juga, ketika 
 ia diperlakukan secara normatif. Liberalisme bisa diselamatkan jika 
 ia ditempatkan secara 'metanormatif', sebagai prinsip dasar yang 
 menjamin kebebasan, jadi kebebasan bukan nilai intrinsik yang harus 
 diperjuangkan untuk diwujudkan, melainkan sesuatu yang diandaikan 
 sebagai dasar tindakan yang bebas. Kekeliruan (mungkin kelatahan ) ini 
 akhirnya melahirkan apa yang kita sebut Pancasila vs Islam (teokrasi), 
 dll, hal yg pernah saya kritik atas hasil penelitian sebuah lembaga 
 survei terkenal di Indonesia krn kerancuan yg menyesatkan ini. 
 Pancasila adalah prinsip dasar yg memungkinkan orang Islam, Kristen, 
 Hindu, Buddha, Batak, Jawa, Bugis, Minang, Cina, dll menghayati 
 keyakinan dan nilai-nilainya.

 ( untuk elaborasi ini saya berhutang pd pemikiran brilian Douglas B. 
 Rasmussen dan Douglas den Yul, dlm bukunya 'The Norm of Liberty', 2005).

 salam,

 pras

 
 Dari: Oka Widana oka.wid...@indosat.net.id 
 mailto:oka.widana%40indosat.net.id
 Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Terkirim: Sel, 6 Oktober, 2009 20:20:56
 Judul: RE: [Keuangan] PANCASILA

  
 Saya kok merasa sepakat dengan yg ditulis rekan Hok An (Btw, kapan Anda ke
 Jakarta, lagi?). Pancasila itu, adalah konsensus para pendiri Negara, yang
 merupakan visi akan menjadi apa yang namanya negara dan bangsa Indonesia
 itu. Pendiri Negara, tidak memberikan petunjuk, bagaimana atau akan 
 diapakan
 pancasila dalam hal implementasi dan aplikasinya dalam berbangsa dan
 bernegara. Artinya, Pancasila itu, kalau diibaratkan suatu wadah, masihlah
 wadah yang kosong, yang hanya diberi merek Pancasila.

 Jika persepsinya seperti itu, maka tak heran jika pak Harto dan
 pemerintahannya pada saat itu berusaha menciptakan wadah yg dinamakan P4.
 Kalopun saat ini banyak yang bilang bahwa pendekatan itu salah, karena
 bersifat indoktrinatif dan

[Keuangan] 2009 Global Corruption Report

2009-10-08 Terurut Topik Hok An
Kawan2,

Ada laporan tentang masalah korupsi dari TI.
Yang tidak bisa dipetik sendiri dari:
http://www.transparency.org/publications/gcr

Dibawah saya lampirkan resume untuk Indonesia dari Jakarta Post-

Salam damai

Hok An

http://www.thejakartapost.com/news/2009/10/07/ti-60-percent-indonesian-businesspeople-pay-bribes.html
 
http://www.thejakartapost.com/news/2009/10/07/ti-60-percent-indonesian-businesspeople-pay-bribes.html


  TI: 60 percent of Indonesian businesspeople pay bribes

*The Jakarta Post* , Jakarta | Wed, 10/07/2009 9:36 PM | Business

Most business players in the country tend to pay bribes to public 
officers, including government officials, to smooth their business, a 
survey conducted by the Transparency International (TI) reveals.

TI found in its latest survey that corruption remained unchecked in 
Indonesia, involving up to 60 percent of businesspeople in the country.

The report is part of the 2009 Global Corruption Report (GCR) on the 
private sector, which surveyed 2,700 businesspeople in 26 countries 
across the globe in 2008.

“We conducted a global corruption survey on aviation and logging 
companies in Indonesia,” Transparency International Indonesia 
secretary-general Teten Masduki said Wednesday in Jakarta.

“We discovered 60 percent of businesspeople from these sectors bribed 
the authorities and public institutions to win projects.”

The same proportion of businesspeople engaged in corruption in Egypt, 
India, Morocco, Nigeria and Pakistan, the survey found.

“The business sector has played a role as a center of corrupt 
transactions among civil servants, officials and politicians,” Teten 
said, adding businesspeople only committed bribery because they had no 
other options. (*naf*)



Menteri Tata Negara/Re: [Keuangan] PANCASILA

2009-10-07 Terurut Topik Hok An
Bung Oka,

Sayang saya belum ada rencaan ke Jakarta.
Sekalipun demikian lusa saya ketemu orang penting kabinet yang urus 
infrastruktur kita yang mogok seperti kedelai bandel itu. Kalau ada 
tuntutan dari kawan2 milis akan saya sampaikan.

Saya sendiri sesungguhnya menduga Pancasila sudah ditelikung cukup lama, 
sebab pionir2 negara kita waktu itu merasa berada dalam keadaan darurat 
perang terus menerus dan memilik jalan2 pintas yabng sesungguhnya 
melanggar tata negara.

Sebab itu saya senang bahwa ilmuwan2 muda kita kemarin muncul dengan 
usulnya untuk menyederhanakan kabinet.

Kertas mereka saya tambah dengan usul supaya MENDAGRI diganti namanya 
jadi menteri tata negara dan revitalisasi negara.

kertas kerja mereka saya lampirkan dibawah.

Salam

Hok An

-


Konperensi Pers
SUMBANG SARAN
STRUKTUR KABINET DAN NAMA-NAMA KEMENTERIAN
DARI TIM VISI INDONESIA 2033

(Andrinof A. Chaniago, M. Si., Ahmad Erani Yustika, Ph. D,
Jehansyah Siregar, Ph. D., dan Tata Mutasya, MA)


Pengantar
Mengingat sejumlah hal yang perlu di pertimbangkan, susunan dan bentuk 
masing-masing kementerian pada masa Pemerintahan yang akan dipimpin oleh 
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk periode 2009-2014 akan 
mendatang sudah seharusnya lebih ramping dari Kabinet Indonesia Bersatu 
periode 2004-2009. Beberapa alsan itu adalah, Pertama, mengingat kita 
sudah kurang lebih sembilan tahun menerapkan, dan tetap berkomitmen 
dengan, otonomi daerah. Kedua, negara kita masih memiliki anggaran 
terbatas dan harus menjalankan pemerintahan dengan lebih efisien, 
efektif dan produktif. Ketiga, struktur birokrasi dan cabang-cabangnya 
masih banyak yang menjalankan fungsi tumpang tindih, atau kapasitas 
organisasi yang berlebihan;

Mengingat hal-hal di atas, dan untuk membuat Indonesia lebih cepat 
mengejar ketertinggalannya dari bangsa-bangsa lain, dan agar setiap unit 
sumber daya yang digunakan bisa menghasilkan output lebih besar dan 
manfaat lebih banyak, perampingan dan penataan organ-organ dan 
jabatan-jabatan di dalam lembaga eksekutif dan birokrasi untuk 
pemerintahan periode 2009-2014 sangatlah diperlukan.

Setelah melakukan kajian terhadap struktur dan elemen-elemen organisasi, 
fungsi dan kewenangan yang terdapat pada struktur kabinet dan 
pemerintahan pada periode 2004-2009, Tim Visi Indonesia 2033 melihat 
jumlah kementerian dan jabatan setingkat menteri yang selama ini 
berjumlah 36 bisa diperkecil sekurang-kurangnya menjadi 27 kementerian 
dan jabatan setingkat menteri. Bahkan, dengan memperkuat fungsi 
Sekretaris Kabinet, jumlah kementerian dan jabatan setingkat menteri itu 
masih bisa diperkecil lagi menjadi 25 buat dengan cara menghapus semua 
jabatan Menteri Koordinator.

Berikut adalah Struktur Organisasi dan Bentuk masing-masing Kementerian 
yang kami usulkan:


Kementerian dan Jabatan Sertingkat Menteri
yang tetap dengan nama dan struktur lama:

1. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan
2. Menteri Sekretaris Negara
3. Menteri Luar Negeri :
4. Menteri Pertahanan
5. Menteri Hukum dan HAM
6. Menteri Keuangan
7. Menteri Sumber Daya Mineral dan Energi
8. Menteri Kelautan dan Perikanan :
9. Menteri Kesehatan :
10. Menteri Agama :
11. Menteri Riset dan Teknologi :
12. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional :
13. Menteri Komunikasi dan Informasi :
14. Jaksa Agung :
15. Sekretaris Kabinet :


Kementerian Hasil Reorganisasi

1. Menteri Koordinator Perekonomian dan Kesra

Disamping untuk efisiensi, peleburan jabatan Menko Perekonomian dan 
Menko Kesra adalah untuk membuat para pejabat ekonomi sekaligus berpikir 
agar setiap upaya menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi langsung 
dikaitkan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat. Karena, pada dasarnya, 
upaya untuk meningkatkan produktifitas ekonomi oleh negara adalah untuk 
meningkatkan penerimaan negara. Sedangkan tujuan meningkatkan penerimaan 
negara sendiri adalah untuk meningkatkan biaya pelayanan kepada 
masyarakat atau untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tidak tepat 
kalau masalah ekonomi hanya diurus dengan menggunakan ukuran-ukuran 
agregat ekonomi semata, tetapi harus langsung dikaitkan dengan 
indikator-indikator kesejahteraan rakyat.
Penggabungan ini tentu juga akan menciptakan efisiensi karena mengurangi 
jabatan menteri dan sejumlah jabatan Aselon I (Deputi dan Staf Ahli).
2. Menteri Dalam Negeri dan Pemberdayaan Apartur Negara
Men PAN dihapus dan diubah menjadi satu Dirjen. Tetapi, dari Depdagri, 
ada Dirjen yang dipindahkan, dilebur dan dihapus. Yang dipindahkan 
adalah Dirjen Pembinaan Masyarakat dan Desa, ke Departemen Pertanian dan 
Pembangunan Pedesaan. Sedangkan Dirjen yang perlu dilebur 
(rasionalisasi) adalah Dirjen Otonomi Daerah dan Dirjen Bina Pembangunan 
Daerah dijadikan satu Dirjen dengan nama Dirjen Bina Pemerintahan 
Daerah. Depdagri tidak relevan melakukan pembinaan pembangunan. 
Kementerian yang lebih tepat melakukan fungsi dan tugas pembinaan 
pembanugnan daerah adalah Menteri Perencanaan Pembangunan 
Nasional

Re: [Keuangan] PANCASILA

2009-10-06 Terurut Topik Hok An
Bung Poltak,

bagi saya Pancasila tadinya adalah janji bentuk dari negara (waktu itu 
cuma RI).
Isinya adalah kompromi dari kelompok2 yang mendukung lingkaran kecil 
sekitar BPKNIP.
Pada awalnya cuma ada 4 sila. Akhirnya jadi 5 sebab kelompok2 minoritas 
menuntut masuknya perikemanusian.
Azas perikemanusian diaktualisasi sesudah UUD 45 diganti dengan 
UUDSementara dimana seluruh konvensi PBB yaitu apa yang namanya Hak2 
Azasi Manusia (HAM) diadopsi dalam UUD ini.
Jadi Indonesia adalah satu negara yang pertama mengakui HAM.
Tetapi mengakui kita sekarang tahu semua ternyata bukan melaksanakan.

Yang terjadi malah degradasi sistem negara hukum sampai nyaris hilang.
Yang hilang bukan hanya sistem hukum, tetapi juga norma dan etika.
Singkat kata sesungguhnya konsensus nasional tentang baik dan buruk, 
benar dan salah sudah dalam keadaan lumpuh.

Perlu dikaji ada atau tidak lembaga negara yang bertugas mengawasi dan 
menerapkan sistem hukum, norma dan etika dalam negara kita.
Sesungguhnya badan tertinggi adalah MPR. Tetapi badan ini sudah maya, 
sebab fungsi yang nyata tidak jelas lagi. Sebetulnya MPR adalah badan 
yang bertugas menyusun sistem nilai apakah UU yang ada sesuai dengan 
Pancasila atau tidak. Berdasarkan sistem nilai ini harusnya setiap 
undang2 bisa dinilai oleh Makamah konstitusi apakah masih berlaku.

Dalam praktek se-hari2 harusnya ada menteri UUD yang bertugas mendidik 
dan mengawasi semua unit2 kenegaraan supaya bekerja dalam kerangka UUD. 
Di Indonesia fungsi ini tidak jelas ada di departemen apa. Harusnya 
jabatan ini dipegang oleh Menteri Dalam Negeri yang 10 tahun terakhir 
ini se-olah2 kehilangan perannya sebagai juru pimpin tata negara kita.

Jadi Pancasila dan aparatnya yaitu seluruh sistem perundangan kita ini 
belum bisa atau tidak selalu bisa ditagih, mirip obat placebo. Merek 
sudah ada tapi isinya masih kosong.
Mengatasi masalah ini tidak mudah, sebab visi politik untuk itu belum ada.
Sebab itu perlu ditanamkan idealisme supaya visi negara modern dengan 
tata negara yang jelas bisa jadi infrastruktur politik kita dikemudian hari.

Salam

Hok An

Poltak Hotradero schrieb:
  

 At 11:40 AM 10/6/2009, you wrote:
 Aku jd tertarik jg comment. Menurutku semua pemikiran/konsep selalu
 merupakan respond terhadap tantangan jaman dan waktu. Jd, ada
 assumsi yg melandasi konsep tsb.
 
 Asumsi2 dasar ekonomi kapitalis, sosialis rasanya sudah jelas. Yg
 rasanya belum jelas ialah ekebenarnya apa sih asumsi2 ekonomi Pancasila?

 Bung Enda,

 Itu dia bagian dari pertanyaan saya sejak berhari-hari yang lewat.
 Pancasila itu konkritnya apa? (dan sama dengan itu - ekonomi
 Pancasila itu konkritnya apa?)

 Kayaknya masih belum terjawab.
 Dan kalau memang belum terjawab -- bagaimana kita bisa tahu ekonomi
 pancasila (apapun itu) adalah penyelesaian atas masalah ekonomi kita?

 Bila ternyata Pancasila tidak mendorong penegakan hukum atau
 meritocracy -- maka semakin berkuranglah poin untuk menyatakan bahwa
 ekonomi pancasila adalah resep yang tepat...

 Sekadar jadi gerakan moral ya silahkan saja -- tetapi sebagai agama
 atau doktrin ekonomi -- Pancasila rasanya sudah terlalu jauh.

 Pertanyaan berikutnya tentu, seberapa penting sebenarnya asumsi tsb
 dibawa dalam tahap operasional. [Aku sendiri pernah schock baca
 paper lama dari Milton Friedman The Methodology of Positive
 Economics, yg kurang lebih bilang bhw unrealistics assumsi dalam
 teori ekonomi tidaklah penting, selama teori tsb menghasilkan
 prediksi yg benar].
 
 Apakah teori sdh jd agama?
 
 Salam,
 Enda




Re: [Keuangan] Re: RUU pengaturan dan pengelolaan utang II

2009-08-03 Terurut Topik Hok An
Bung Dave Anda mengajukan 3 masalah:

1. Beban bunga:
Saat ini total hutang negara yang tercatat Rp 1700 triliun.
Menurut anggaran bayar bunga yang disetujui 2009 DPR adalah Rp. 109,6 
trilliun.
Anggaran ini sebenarnya rendah. Kalau hutang itu sumbernya dari dalam 
negeri diperlukan anggaran Rp 170 trilliun dengan syarat bunga SUN bisa 
ditekan sampai 10%.

Sebab itu pinjam di luar negeri bisa jauh lebih murah dari didalam 
negeri. Untuk proyek2 infrastruktur
jangka panjang kadang2 ada negara yang cuma mematok bunga 2%.

Dengan kata lain  hutang dalam negeri juga subvensi kepada pemilik uang 
dalam negeri sebab saat ini BI dan negara masih rebutan Rupiah sehingga 
bunga Rupiah melambung tinggi.
Barangkali bunga Rupiah bisa turun kalau BI mengurangi penjualan SBI. 
Dipihak lain perlu ada semacam lembaga hutang negara yang aktiv menyerap 
Rupiah dari pasar.

2. Pencetakan uang.

Sekarang nampaknya cuma BI yang punya otoritas cetak uang. Penyimpangan 
seperti waktu krisis di Timtim dimana TNI juga cetak uang tidak terjadi 
lagi.
Tetapi kadang2 ada instrumen2 lain penerbitan uang misalnya terbitnya 
SUN untuk dana rekap perbankan pada saat krisis, atau perubahan garansi2 
hutang BUMN menjadi kewajiban pemerintah. Hal ini terjadi waktu krismon. 
Dalam kasus PLTU Paiton II apa yang namanya letter of intent 
mengalihkan hutang PLN menjadi kewajiban negara.

Di US saat ini pencetakan uang deras sekali. Tadinya strategi ini 
dirancang dalam rangka pembangunan infrastruktur industri energi yang 
berkelanjutan dan pembangunan jaringan sosial, tetapi ternyata ratusan 
milyard dollar tiba2 terserap dalam program rekap sektor keuangan.

Dilema ini cukup besar, sebab pada saat dana kurang  hanya satu  usaha  
yang bisa dilaksanakan dengan baik. Sebab itu  ada bahaya bahwa  sektor 
keuangan sembuh tetapi struktur ekonomi dan sosial malah stagnan.

Ekonom2 Indonesia sendiri yang saat ini naik daun kelihatannya lebih 
suka untuk berhemat ikat pinggang sebab banyaknya korupsi yang mengancam 
proyek2 yang tujuannya baik mubasir. Tetapi kalau cetak uang 
penggunaanya diutamakan untuk membersihkan negara dari struktur2 yang 
memungkinkan korupsi mengapa tidak. Proyek reformasi birokrasi yang 
sungguh2 bukan proyek yang murah.

3. net ekspor

Kira2 setahun yang lalu tampak gejala bahwa impor Indonesia mulai 
mengejar angka ekspor. Hal ini pernah terjadi sebelum krismon. Salah 
satu sebabnya adalah tingginya kadar komponen impor dari produksi barang 
ekspor kita. Untuk sepatu bisa sampai 90%. Hal ini hanya bisa diatasi 
dengan litbang yang insensif dan tidak menghasilkan kertas pesanan yang 
isinya keliru. Untuk itu juga diperlukan budaya yang bersih KKN, dimana 
kertas2 kerja dibuat secara jujur.



Bali da Dave schrieb:
  

 Pak Hok An, terima kasih sudah kirim artikelnya...

 Menurut pendapat saya, berhutang itu perlu, cuma ada TAPI nya.
 - sebaiknya diutamakan dengan dana dalam negeri
 - tidak dilakukan dengan mencetak uang gila-gilaan (independensi Bank 
 Indonesia harus tetap ada, tidak dipengaruhi oleh unsur politik 
 pemerintahan) -- supaya tidak menjadi seperti Zimbabwe yang 
 inflasinya jutaan persen pertahun
 - Utang luar negeri harus seimbang dengan peningkatan net export. (net 
 export naik, utang luar negeri juga boleh naik tapi proporsional).

 Silahkan dikoreksi atau ditambahkan





[Keuangan] RUU pengaturan dan pengelolaan utang I

2009-07-29 Terurut Topik Hok An
Kawan2 keuangan,

Dibawah ada berita tentang aktualisasi dari RUU penataan uang pemerintah.
Sebab masalah ini penting saya kirim beberapa berita tentang masalah ini.

Dibawah ada review tentang RUU itu di Kompas.
Bisa dilihat sudut pandang Kompas kurang lengkap. Ada beda antara utang 
pemerintah  dan utang negara.  Pada kenyataan yang penting adalah utang 
negara, jadi termasuk SBI, peredaran Rupiah  dan juga utang swasta, 
sebab pembayaran  utang dalam devisa pada kenyataannya dijamin  (bisa 
dibaca juga disubvensi) BI dengan nilai tukar yang pasti dengan operasi 
pasar uang.

Jadi RUU sebenarnya sangat kompleks dan perlu dilihat dari beberapa 
sudut, sebab itu masing2 yang punya pendapat berbeda silahkan 
mengemukakan pendapatnya berdasarkan kepentingannya masing2.

Salam

Hok An


http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/06/30/19511085/ruu.pengelolaan.utang.segera.diajukan
 


Pemerintah sebab regulasi pengelolaan dan pemanfaatan utang saat ini 
dinilai sudah kurang mampu mengakomodasi permasalahan utang pemerintah.

Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI Rama Pratama di Jakarta, 
Selasa, menyatakan, salah satu kelemahan dalam pengelolaan utang 
pemerintah saat ini adalah tidak adanya regulasi yang betul-betul 
komprehensif, tegas, dan terintegrasi dalam pengaturannya.

Saat ini, regulasi yang betul-betul mengatur penataan utang pemerintah 
adalah setingkat Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP Nomor 2/2006 
tentang pencatatan dan penerimaan utang dan hibah luar negeri.

Sementara PP Nomor 2/2006 ini tidak mengatur (selengkap) yang 
diharapkan. Ini yang membuat RUU luar negeri yang ada di Departemen 
Keuangan kontekstual kembali. Ini yang harusnya disodorkan pemerintah. 
Ini juga harusnya menjadi inisiatif DPR selanjutnya, tentang bagaimana 
sebetulnya mekanisme persetujuan utang dari parlemen, katanya.

Menurut Rama, regulasi setingkat UU memungkinkan utang yang ditarik 
pemerintah dilakukan dengan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan lebih 
jelas, terlebih lagi komposisi utang pemerintah juga mulai banyak 
ditutup oleh utang luar negeri seperti melalui pinjaman dana siaga 
(/standby loan/).

Baik pemerintah maupun parlemen, lanjutnya, mulanya menilai tidak 
relevan lagi keberadaan RUU Utang menyusul komposisi banyak didominasi 
utang dalam negeri.

Namun dengan krisis global yang mendorong utang luar negeri, itu 
menempatkan kembali signifikansi RUU ini yang mengatur secara luas 
mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan utang dibanding hanya PP yang 
lebih banyak mengatur soal-soal administratif, katanya.

Selain regulasi yang lebih tegas, pemerintah juga disarankan membentuk 
lembaga pengelolaan utang (/debt management office/) yang terintegrasi 
untuk mengatasi masalah daya serap utang, dan temuan-temuan biaya 
komitmen, lembaga ini juga diharapkan meningkatkan kelengkapan 
pencatatan utang pemerintah.

Selama ini, selain masih adanya masalah di sisi penyerapan, pencatatan 
utang dan hibah luar negeri pemerintah juga masih berbeda antara Bank 
Indonesia, Departemen Keuangan, dan Bappenas.

Sedangkan sumber dayanya bisa diambil dari Departemen Keuangan, 
Bappenas, dan BI, sehingga risiko-risiko di sisi keseimbangan primer 
juga bisa diantisipasi, katanya.

Sementara itu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala 
Bappenas Paskah Suzetta mengakui, pemerintah sebelumnya sudah menyiapkan 
RUU pengaturan dan pengelolaan utang, tetapi pengajuan kembali RUU masih 
harus didasarkan pertimbangan signifikansinya.

Pemerintah selama ini telah mengupayakan pengaturan pengelolaan utang, 
salah satunya melalui PP 6/2006 dan Peraturan Menteri Bappenas Nomor 
5/2006 tentang Pengelolaan Hibah.

Melalui regulasi ini, menurut Paskah, pengusulan PHLN lewat satu pintu 
yaitu kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas, memenuhi penilaian 
administrasi, teknis, dan kapasitas pendanaan. Juga harus memenuhi 
kriteria kesiapan.

Kalau dulu surat pinjaman luar negeri terkadang hanya ditandatangani 
Kasub Direktorat, tapi sekarang dengan PP Nomor 2, harus ditandatangani 
menteri di tingkat departemen, dirut di tingkat BUMN, atau gubernur di 
tingkat daerah, katanya.

Menurut dia, dari sisi pendayagunaan utang, Bappenas juga telah 
melakukan pemantauan pelaksanaan pendanaan. Dalam hal ini, Menteri PPN 
punya tugas monitoring dan evaluasi berkala untuk diambil tindaklanjut 
kalau ada masalah di sisi penyerapan.

Hasil pemantauan jadi dasar identifikasi dana yang tidak termanfaat 
(/potential loan surplus/) akibat perubahan desain, sisa dana akibat 
perubahan kurs tetapi bila tidak termanfaatkan bisa diusulkan dibatalkan.

Ini dapat diusulkan Bappenas ke Departemen Keuangan. Selain itu, juga 
dilakukan pembatalan pinjaman pada proyek yang rendah penyerapannya 
untuk mengurangi beban keuangan negara, katanya.

Untuk menghindari kepentingan debitor dan penyesuaian pemanfaatan dana 
utang, pemerintah telah mengimplementasikan Jakarta Commitment yang 
wajib ditandatangani debitor.

Intinya, pendanaan mereka dalam

[Keuangan] RUU pengaturan dan pengelolaan utang II

2009-07-29 Terurut Topik Hok An
  Kawan2,

dibawah ada pendapat dari pihak Departemen Keuangan mengenai masalah utang.
Silahkan dibahas.

Hok An

Warta ekonomi: Selasa, 28 Juli 2009 12:04 Redaksi-1
Sejak masa kampanye para capres dimulai, salah satu topik yang ramai 
dibicarakan adalah masalah utang pemerintah. Mereka yang saling serang 
di media massa, ada yang mengatasnamakan pengamat ekonomi, tetapi ada 
juga yang terang-terangan mengatasnamakan anggota tim sukses capres 
tertentu. Perang argumen ini makin diperkaya dengan hadirnya Koalisi 
Anti Utang (KAU).
file:///index.php?option=com_contentview=articleid=2677%3Adebat-kusir-seputar-utang-pemerintahcatid=53%3Aaumumshowall=1

Subtopik yang diangkat, di antaranya, adalah penambahan jumlah utang 
baik pada masa pemerintahan dipegang oleh Megawati Soekarnoputri maupun 
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta tolok ukur dalam menentukan batas 
aman jumlah utang, masalah ketergantungan pada utang, dan masalah 
transparansi penggunaan utang.


*Tiga Masalah Utama *

/Pertama, /sebagaimana diketahui, berdasarkan data pada Departemen 
Keuangan, total utang pemerintah pada akhir 2008 mencapai Rp1.636 
triliun dan per 29 Mei 2009 telah mencapai Rp1.700 triliun. Dengan 
demikian, dalam tempo lima bulan, jumlah utang pemerintah mengalami 
peningkatan sebesar Rp64 triliun. Besarnya utang pemerintah ini telah 
menempatkan Indonesia sebagai negara pengutang terbesar keempat di 
negara berkembang. Setidaknya inilah hasil kajian yang dilakukan 
Committee for Abolition Third World Debt, yang/ /menempatkan Indonesia 
sebagai negara berkembang pengutang terbesar setelah Meksiko, Brasil, 
dan Turki.

Sementara itu, perang prestasi keberhasilan para capres dalam menurunkan 
jumlah utang pemerintah diukur dengan rasio utang terhadap Produk 
Domestik Bruto (PDB). Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid-Megawati, 
rasio utang terhadap PDB mencapai 100% (1999) lalu turun menjadi 89% 
(2000). Pada masa pemerintahan Megawati-Hamzah Haz turun dari 77% (2001) 
menjadi 57% (2004) dan pada masa SBY-JK diprediksi turun dari 47% (2005) 
menjadi 32% (2009).

Tolok ukur penurunan jumlah utang terhadap PDB ini mendapat reaksi yang 
cukup keras. Ada yang berpendapat bahwa perekonomian Indonesia masih 
didominasi asing, sehingga kalau tolok ukur PDB yang dipakai, 
seolah-olah rasio utang pemerintah masih aman. Padahal, kalau dilihat 
dari utang per kapita mengalami kenaikan dari Rp5,5 juta menjadi Rp8,5 
juta, artinya tanggungan per orang atas utang pemerintah mengalami 
kenaikan. Sebagai solusinya, ditawarkan pendekatan Produk Nasional Bruto 
(PNB). Pendapat ini mendapatkan reaksi bahwa selama utang tersebut 
digunakan untuk kegiatan produktif sebenarnya tidak menjadi masalah. 
Argumen yang digunakan adalah, pada 2004 dengan utang per kapita Rp5 
juta, mampu menghasilkan pendapatan per kapita Rp10 juta, dan pada 2008 
dengan utang per kapita Rp7 juta, pendapatan per kapitanya meningkat 
menjadi Rp21 juta. Di sisi lain, ada juga yang memberikan solusi untuk 
meminta negara-negara pemberi utang agar membiarkan Indonesia mengurangi 
beban utang melalui program seperti penyehatan lingkungan, pengurangan 
emisi gas, kredit karbon, dan pelaksanaan /Millennium Development Goals/ 
(MDG’s). Di samping itu, pasangan capres-cawapres JK-Win juga akan 
melakukan /refinance/ utang dalam negeri.

/Kedua/, masalah ketergantungan pada utang juga mendapat sorotan cukup 
tajam. Menurut mereka yang berdebat, ada kemungkinan pemerintah tidak 
terlalu mempermasalahkan utang luar negeri karena menganggap utang 
tersebut sebagai salah satu sumber pendanaan untuk pembangunan negara. 
Akibatnya, untuk menolong warga miskin pun dananya bersumber dari utang. 
Pola seperti ini, menurut mereka, akan berakibat utang terus bertambah. 
Argumen ini mendapat reaksi bahwa selama pemerintah masih memiliki 
pendapatan, utang tidak menjadi masalah. Namun, yang penting adalah 
bagaimana memelihara agar tingkat pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, ada 
stimulus fiskal, dan menjaga inflasi. Sementara itu, ada yang menawarkan 
alternatif solusi penurunan ketergantungan pada utang dengan cara 
pengefektifan belanja dan memaksimumkan penerimaan pajak untuk membiayai 
belanja negara. Tanpa ada terobosan baru, maka beban utang baru dan 
pembayaran utang tidak akan kunjung habis.


/Ketiga/, masalah transparansi penggunaan utang. Pemerintah dinilai 
sudah ada inisiatif untuk menata utang, tetapi, dalam pelaksanaannya, 
yang dilaporkan hanya sisi baiknya, sementara sisi buruknya ditutupi. 
Pengelolaan utang diharapkan makin membaik, sehingga akan tampak jelas 
utang tersebut digunakan untuk apa. Selama ini belum ada transparansi 
dalam pengelolaan utang, sehingga pemerintah dinilai melakukan 
kebohongan publik.

Terlepas dari pendapat siapa yang paling benar, debat antar-tim sukses 
maupun pendapat dari berbagai pengamat ekonomi di atas, debat ini sangat 
baik karena bisa menjadi ajang pembelajaran bagi masyarakat awam dan 
sekaligus akan menambah wawasan masyarakat

[Keuangan] RUU pengaturan dan pengelolaan utang III

2009-07-29 Terurut Topik Hok An
Kawan2,

Debt managment kita memang mahal. Hal ini bisa dilihat dari perbedaan 
antara bunga yang perlu dibayar untuk obligasi SUN dibandingkan dengan 
ongkos yang terjadi dinegara lain seperti yang bisa dilihat di alinea2 
terakhir tulisan dibawah.

Tingginya ongkos bunga ini sedikit banyak menyebabkan aliran hutang luar 
negeri. Untuk proyek2 infrastruktur sesungguhnya biaya kredit luar 
negeri bisa ditekan rendah kalau mau bekerja sama dengan Bank Dunia. 
Dengan alasan banyaknya syarat2 yang terikat pada kredit2 ini negara 
kita akhir2 ini lebih suka membeli kredit dipasar bebas yang biayanya 
bisa berlipat dua.
Pada kenyataannya malah ada obligasi luar negeri yang mahal yang 
digunakan untuk menutup defisit anggaran. Padahal dulu penarikan kredit 
luar negeri hampir selalu digunakan untuk macam2 investasi dan terutama 
dibidang infrastruktur

Bisa saja hal ini dibatasi dengan UU, tetapi sebaiknya yang pertama 
diusahakan adalah bagaimana kondisi pasar uang bisa diatur sedemikian 
sehingga bunga SUN jangan terlalu jauh bedanya  dengan obligasi luar negeri.

Salam


Hok An


Rabu, 29/07/2009 11:28 WIB


Pasar SUN diduga dipengaruhi optimisme pemerintah

oleh : Irvin Avriano

JAKARTA (Bloomberg): Pasar surat utang negara (SUN) diprediksi akan 
dipengaruhi optimisme pemerintah yang akan meningkatkan inisiatif 
investasi dalam negeri.

Berdasarkan prediksi harian Bloomberg terhadap pasar obligasi, beberapa 
bentuk pengembangan investasi itu berupa proyek infrastruktur, jaring 
pengaman sosial, dan penetapan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% 
dalam jangka waktu 5 tahun ke depan.

Hal itu disampaikan Boediono sebagai wakil presiden terpilih yang 
mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Yudhoyono dipastikan terpilih kembali sebagai presiden RI setelah Komisi 
Pemilihan Umum (KPU) selesai melakukan penghitungan suara dan 
mengumumkan hasilnya dengan perolehan 60% lebih bagi pasangan 
capres-cawapres bernomor urut 2 itu.

Harga SUN bertenor 10 tahun menguat pada perdagangan sekunder efek utang 
itu kemarin, dan menekan imbal hasil (yield) sebesar empat basis poin 
(bps) ke level 10,08%.

Adapun kondisi pasar obligasi pemerintah China diprediksi akan membaik 
seiring dengan pengumuman Bank Rakyat China yang mengindikasikan laju 
inflasi akan meningkat pada semester II tahun ini, yang memastikan 
perbaikan ekonomi di negara tersebut.

Bank sentral negara itu berhasil melepas surat perbendaharaan negara 
yang bertenor 1 tahun sebesar 15 miliar yuan, setara dengan US$2,2 
miliar, pada pekan lalu pada yield tertinggi tahun ini di level 1,69%.

Yield obligasi pemerintah China yang akan jatuh tempo pada 2012 menguat 
2 bps ke level 2,46% dan menekan harga efek utang tersebut.(er)

*bisnis.com*






=
Join Facebook AKI dimana Anda bisa ber social interactive sambil bermain games 
atau just have fun together. Compulsory bagi new members start 1 Jan 2008. 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
=
Perhatian: Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. 
Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas.
=
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
-
Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting 
sebelumnyaYahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
mailto:ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [Keuangan] Re: RUU pengaturan dan pengelolaan utang II

2009-07-29 Terurut Topik Hok An
Bung Jerry,

Mungkin kita bisa setuju bahwa masalahnya adalah hasil (kinerja) dari 
suatu proyek.
Kalau hasilnya optimal mengapa tidak. Masalahnya bukan sumber dana 
(misalnya hutang) tetapi manfaat penggunaan dana.

Yang mungkin bisa jadi pertanyaan adalah penggunaan hutang luar negeri 
untuk menutup defisit anggaran. Memang secara umum harusnya sebab 
defisit anggaran itu dulu yang harus dibedah dengan tajam dan sebab2nya 
diatasi dengan tuntas. Dikita salah satu sebabnya memang adalah korupsi 
yang demikian hebatnya sehingga ada keraguan akan kwalitas proyek, jadi 
apakah masih ada proyek yang berguna dan apakah ada BUMN yang tidak korupsi.
Masalah2 ini harusnya dipantau dengan keras dan bilamana perlu dibikin 
sistem yang mengukur effektivitas kerja aparat pemerintah. Jadi kita 
perlu indeks kinerja aparat negara yang jelas sebagai tambahan dari 
indeks transparansi internasional dan ICOR (yang membandingkan investasi 
dengan pertumbuhan ekonomi).

Di RUU ini setahu saya ada usul pembatasan defisit sebesar 3% PDB. Kalau 
kita melihat kebutuhan2 pada saat krismon atau program2 penyelamatan 
bank di Eropa dan USA maka batas2 seperti ini terlalu kaku, tidak sesuai 
dengan keadaan kritis saat itu. Kita perlu kriteria2 lain untuk mengukur 
kelayakan suatu proyek dan anggarannya.

Salam

Hok An

Jerry Matanari schrieb:

 Dear Pak Hok An,

 Kiranya berkenan, saya ingin menyampaikan pendapat.

 Menurut saya pribadi, berhutang tidak masalah. Secara kacamata 
 individu maupun pengusaha orang-orang sering mengatakan hutang itu 
 bisa mengungkit manfaat modal yang dimiliki saat ini. Ada pemeo 
 mengatakan, selama kreditur masih percaya untuk ngasih ngutang, dan 
 kira-kira si peminjam sanggup bayar cicilannya, ya ngutang saja.

 Ada juga yang mengatakan, kita mesti boleh ngutang kalau imbal hasil 
 proyek infrasktur yg dibiayai lebih besar dari bunga pinjaman. Karna 
 itu adanya korupsi jelas-jelas akan menimbulkan uang yg 'idle' atau 
 tidak bermanfaat, sementara bunga utang jalan terus. Karna itu korupsi 
 harus diberantas. Saya terima pendapat ini ada benarnya juga.

 Pendapat ketiga yg ekstrim mengatakan sebuah negara harus berdikari 
 alias berdiri di atas kaki sendiri. Idealnya sih memang begitu Pak. 
 Namun di dunia yang disebut para nabi sebagai penuh dosa ini, tidak 
 ada yang ideal. Orang-orang pengen capai hasil maksimal, tapi selalu 
 ada constraint atau keterbatasan sumber daya. Karna itulah orang-orang 
 tidak bisa capai yang maksimal, harus hitung-hitung dulu pakai model 
 matematika, karena hasil yang hanya bisa dicapai adalah hasil yang 
 optimal.

 Mungkin untuk solusi ke depannya saya pikir pertanyaannya bukan kita 
 mesti ngutang atau ngga, atau ngutangnya ke siapa, tapi lebih ke arah 
 seberapa besar sih kira-kira level hutang yang 'optimal'. Jawabannya 
 gak bisa dengan 'feeling' aja Pak tapi benar2 harus dihitung para 
 expert untuk mencari solusi yg optimal, dengan mengingat tujuan2 
 (goals) yg harus dicapai , dan aneka keterbatasan (constraints) yang 
 dihadapi.

 Sekedar pendapat pribadi saya saja Pak. Kurang dan lebih nya mungkin 
 Bapak Hok An dan Rekan-Rekan lainnya dapat menambahkan.


 Salam,

 Jerry

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Hok An ho...@... 
 wrote:
 
  Kawan2,
 
  dibawah ada pendapat dari pihak Departemen Keuangan mengenai masalah 
 utang.
  Silahkan dibahas.
 
  Hok An
 
  Warta ekonomi: Selasa, 28 Juli 2009 12:04 Redaksi-1
  Sejak masa kampanye para capres dimulai, salah satu topik yang ramai
  dibicarakan adalah masalah utang pemerintah. Mereka yang saling serang
  di media massa, ada yang mengatasnamakan pengamat ekonomi, tetapi ada
  juga yang terang-terangan mengatasnamakan anggota tim sukses capres
  tertentu. Perang argumen ini makin diperkaya dengan hadirnya Koalisi
  Anti Utang (KAU).
  
 file:///index.php?option=com_contentview=articleid=2677%3Adebat-kusir-seputar-utang-pemerintahcatid=53%3Aaumumshowall=1
  
 file:///index.php?option=com_contentview=articleid=2677%3Adebat-kusir-seputar-utang-pemerintahcatid=53%3Aaumumshowall=1
 
  Subtopik yang diangkat, di antaranya, adalah penambahan jumlah utang
  baik pada masa pemerintahan dipegang oleh Megawati Soekarnoputri maupun
  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta tolok ukur dalam menentukan 
 batas
  aman jumlah utang, masalah ketergantungan pada utang, dan masalah
  transparansi penggunaan utang.
 
 
  *Tiga Masalah Utama *
 
  /Pertama, /sebagaimana diketahui, berdasarkan data pada Departemen
  Keuangan, total utang pemerintah pada akhir 2008 mencapai Rp1.636
  triliun dan per 29 Mei 2009 telah mencapai Rp1.700 triliun. Dengan
  demikian, dalam tempo lima bulan, jumlah utang pemerintah mengalami
  peningkatan sebesar Rp64 triliun. Besarnya utang pemerintah ini telah
  menempatkan Indonesia sebagai negara pengutang terbesar keempat di
  negara berkembang. Setidaknya inilah hasil kajian yang dilakukan
  Committee for Abolition Third World Debt

Re: [Keuangan] Fw: OOT: Roket RX-420 CN-235 Militer: Getarkan Australia, Singapura, Malaysia

2009-07-24 Terurut Topik Hok An
Bung Oka,

Dalam saat seperti ini, yaitu saat ekonomi sedang suram memang belanja 
sistem persenjataan dianjurkan oleh ekonom2 tertentu. Tetapi semua 
program yang tujuannya adalah memacu ekonomi perlu diperhatikan dari 
mula apakah program itu effektiv dari segi gunanya, biayanya dan 
effeknya untuk ekonomi nasional.

Dibawah saya cantumkan tuntutan di Pikiran Rakyat untuk transparansi 
belanja alutsista. Tulisan ini turun berhubung dengan kenaikan anggaran 
(Rp. 7 triliun) yang setahu saya lebih dari sepuluh kali dari permintaan 
TNI sendiri.

Dulu produksi dalam negeri sendiri di koordinasi oleh BPIS. Setahu saya 
sekarang perusahaan2 BPIS sering di liwati dalam pemesanan proyek2 
infrastruktur. Ini indikasi jauhnya jarak antara perusahaan2 ini dengan 
lembaga2 perencanaan. Malah ada keluhan bahwa sesungguhnya badan2 
tertentu tidak punya program yang terarah.

CN-235 jelas bisa dikembangkan untuk mengawasi perairan Indonesia. 
Dengan demikian penyelundupan BBM dan batubara, pencurian ikan maupun 
pelanggaran perbatasan bisa diatasi dengan effektiv.
Kalau tekad untuk itu sudah ada, yang perlu dibangun adalah polisi 
perairan yang tangguh.
Kalau ini terjadi kebocoran2 besar bisa ditutup dan biaya yang keluar 
jelas berguna dengan sebaiknya.

Salam damai.



KERUSAKAN ALUSISTA TNI
Tuesday, 16 June 2009 10:31
Oleh: TOTOK SISWANTARA

Masalah cuaca dan jumlah anggaran, mestinya tidak serta merta dijadikan 
kambing hitam penyebab kecelakaan beruntun alat utama sistem senjata 
(alutsista) TNI. Selama ini, penyebab sejati dari kecelakaan pesawat 
terbang dan helikopter yang dioperasikan TNI, tidak pernah diumumkan 
secara terbuka sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat. Ada 
kemungkinan, yang berkepentingan tidak mampu mengetahui penyebab pasti 
kecelakaan. Masalah cuaca dan gangguan yang ekstrim sekalipun, 
sebenarnya sudah diperhitungkan dalam mendesain alutsista. Baik melalui 
konsep desain maupun berbagai pengujian laboratorium dan uji lapangan. 
Berbagai macam uji dengan beban statik, dinamik, dan lingkungan operasi 
sudah tentu dilakukan dengan memakai standar militer yang sangat ketat.

Dalam mengoperasikan alutsista seperti pesawat terbang, helikopter, 
kapal, tank, radar, dan perangkat teknologi informasi serta komunikasi 
versi militer, peran sumber daya manusia (SDM) yang menguasai aspek 
desain dan konsep desain terhadap alutsista sangatlah penting. Sekadar 
catatan, semua alutsista adalah produk teknologi yang mengandung kendala 
desain (design obstacle), yang terkait dengan persoalan desain. 
Celakanya, kendala tersebut bersifat tersembunyi sedemikian rupa, 
sehingga tidak bisa segera diamati atau dideteksi secara dini oleh 
perencana atau pembuatnya. Risiko semacam itu disebut dengan istilah 
risiko yang tersembunyi (hidden risk).
Hingga produk itu dijual kepada pihak lain, risiko tersebut masih 
menempel. Jika pihak pembeli menguasai atau memahami aspek dan konsep 
desainnya, maka bisa mengatasi atau mengeleminasi risiko tersebut. Jika 
sebaliknya, maka risiko tersembunyi itu bisa menjadi malapetaka. Sebagai 
gambaran bahwa beberapa jenis pesawat terbang ternyata mempunyai 
kelemahan struktur akibat kesalahan desain. Pada beberapa kasus, 
ternyata ada initial crack (retakan) pada sistem struktur kerangka 
pesawat terbang (airframe structure), setelah pesawat terbang beroperasi 
selama kurun waktu tertentu.

Kecelakaan beruntun alutsista di negeri ini, mestinya tidak menjadi 
polemik seru bahkan dipolitisasi di sana-sini. Solusi untuk mencegah 
kecelakaan dengan cara menambah anggaran tidak akan menyentuh akar 
persoalan yang sebenarnya. Untuk sampai akar persoalannya, dibutuhkan 
audit total atau audit investigasi. Yakni audit keuangan sekaligus audit 
teknologi.

Sayangnya, audit teknologi yang selama ini dilakukan di Indonesia, masih 
semu atau sekadar formalitas untuk mendukung keputusan politik 
pemerintah. Tidak jarang audit teknologi yang dilakukan Badan Pengkajian 
dan Penerapan Teknologi (BPPT) atau lembaga lainnya, hanya sebagai 
justifikasi (pembenar) kebijakan penguasa yang sedang ditentang publik 
secara luas. Audit semu semacam itu akan gagal menemukan sumber persoalan.

Bukan hal yang mustahil, jika kecelakaan beruntun alutsista di negeri 
ini merupakan kerusakan berantai (chain of damage) atau berupa kegagalan 
berantai (chain of failure), yang bisa bersifat sangat fatal dan 
menyeluruh alias katastropik (catasthropic). Jika salah satu komponen 
aktif alutsista rusak, maka kerusakannya dengan segera akan menjalar ke 
seluruh sistem. Kerusakan mendadak dalam skala besar dan berlangsung 
dalam waktu yang sangat pendek itu, lazim disebut kerusakan katastropik.

Negeri ini membutuhkan pemimpin yang berani bertindak tegas, dalam hal 
audit investigasi terhadap alutsista TNI. Tindakan tegas itu akan 
mencegah berbagai modus penyelewengan dalam hal pengadaan dan perawatan 
alutsista. Kasus kelam pembelian kapal bekas Jerman Timur, harusnya 
diusut tuntas dan tidak boleh terjadi 

[Keuangan] BOCORAN SUSUNAN KABINET SBY..

2009-07-23 Terurut Topik Hok An
From: beritakitasend...@yahoogroups.com
[mailto:beritakitasend...@yahoogroups.com] On Behalf Of
ah_dau...@yahoo.com.sg
Sent: Thursday, July 23, 2009 9:20 AM
To: BKS Mail Berita Kita Sendiri; Milist Saroha
Subject: [beritakitasendiri] BOCORAN KABINET SBY..

BOCORAN SUSUNAN KABINET SBY..

Menteri Koordinator

1. Menko POLHUKAM : Sutanto (mantan Kapolri) 2. Menko Perekonomian : Sri
Mulyani Indrawati 3. Menko Kesra : Hatta Rajasa (PAN) 4. Sekretaris Negara :
Sudi Silalahi

Menteri Departemen

5. Menteri Dalam Negeri: Andi Malaranggeng (Partai Demokrat) 6. Menteri Luar 
Negeri: Marty Natalegawa (Dubes RI di PBB) 7. Menteri Pertahanan: Djoko Suyanto 
(Mantan Panglima TNI) 8. Menteri Hukum dan HAM: Ruhut Sitompul Partai Demokrat) 
9. Menteri Keuangan: M Chatib Basri (FEUI) 10. Menteri Pertambangan dan Energi: 
Tubagus Haryono (Kepala BPH Migas) 11. Menteri Perindustrian  Pedagangan: MS 
Hidayat (Kadin) 12. Menteri Pertanian: Dr Ir Herry Suhardiyanto (Rektor IPB) 
13. Menteri Kehutanan: Taufik Effendy (Partai Demokrat) 14. Menteri 
Perhubungan: Prof. Dr. Sutanto Soehodho (UI)
15. Menteri Kelautan dan Perikanan: Dr Ir Mohammad Jafar Hafsah (Partai 
Demokrat) 16. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi: M Jumhur Hidayat 17. 
Menteri Pekerjaan Umum: Prof Dr Ir Budi Soesilo Supandji (Dirjen Potensi 
Pertahanan Dephan) 18. Menteri Kesehatan: Dr dr Fachmi Idris (Ketua Umum IDI) 
19. Menteri Pendidikan Nasional: Anis Rasyid Bawesdan (Rektor Univ. Paramadina) 
20. Menteri Sosial: Hidayat Nur Wahid/Tifatul Sembiring (PKS) 21. Menteri 
Agama: Dr Salim Segaf Al Jufri (PKS)

Menteri Negara

22. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata: Jero Wacik (Partai Demokrat) 23. Menteri 
Riset dan Teknologi: Dr Andy N. Sommeang (Dirjen HAKI) 24. Menteri Koperasi dan 
UKM: Muhaimin Iskandar (PKB) 25. Menteri Lingkungan Hidup: Prof Dr Ir Johny 
Wahyuadi M. Soedarsono (Guru Besar FTUI) 26. Menteri Pemberdayaan Perempuan: 
Rahmawati Soekarnoputri 27. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara: Marzuki Alie 
(Partai Demokrat) 28. Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal: Lukman Edy 
(PKB) 29. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional: Prof Bambang PS Brojonegoro 
(mantan Dekan FEUI) 30.
Menteri BUMN: Sofyan Djalil 31. Menteri Komunikasi dan Informasi: Rizal 
Malarangeng 32. Menteri Pemuda dan Olahraga: Anas Urbaningrum (Partai Demokrat) 
33. Menteri Perumahan Rakyat: Zulkifli Hasan (PAN)






=
Join Facebook AKI dimana Anda bisa ber social interactive sambil bermain games 
atau just have fun together. Compulsory bagi new members start 1 Jan 2008. 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
=
Perhatian: Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. 
Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas.
=
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
-
Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting 
sebelumnyaYahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
mailto:ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [Keuangan] FW: Sri Mulyani Batal Menjadi Calon Gubernur BI

2009-07-23 Terurut Topik Hok An

Pendapat Newsweek saya rasa tidak tepat.
Masalah perbankan, peredaran Rupiah, mahalnya SBI dan tingginya suku 
bunga di Indonesia, masih sulitnya mobilisasi modal nasional dan 
kebutuhan2 yang tinggi akan obligasi global yang begitu mahal memerlukan 
pembenahan, koordinasi dan sosialisasi kebijaksanaan baru yang 
dilaksanakan sinkron dengan kebijaksanaan2 kabinet, dunia usaha dan 
masyarakat.

Nb. Yang galak terhadap perusahaan2 batubara besar yang menolak bayar 
pajak ´kan Darmin Nasution yang keliatannya akan menjadi gubernur BI. 
Yang penting gantinya Darmin harap dipilih orang yang keras kepala juga.

Salam

Hok An


 On 7/23/09, Tigor Siagian t.siag...@gmail.com 
 mailto:t.siagian%40gmail.com wrote:
 
 
 
  Di Newsweek terbaru dibahas mengenai Indonesia dan kemenangan SBY, 
 termasuk
  bahwa mencalonkan Sri Mulyani sebagai Gubernur BI bukan merupakan 
 ide yang
  baik. Menurut Newsweek, lebih mudah mendapatkan ekonom yg mumpuni untuk
  menjadi gubernur BI dibandingkan mencari sosok yg berani dan cukup smart
  untuk menjadi menkeu.
 
  On 7/22/09, Nugroho Dewanto ndewa...@mail.tempo.co.id 
 mailto:ndewanto%40mail.tempo.co.idndewanto%40mail.tempo.co.id
  wrote:
  
  
  
  
   yang saya dengar, banyak pengusaha -terutama bos lumpur panas- akan
  sangat
   senang bila sri mulyani tak lagi berada di kabinet.
  
   menempatkan sri mulyani di bank sentral adalah skenario menendang ke
   atas.
  
Mungkin masih lebih senang sebagai Menko?
   
   
   
_
   
From: B.DORPI P. [mailto:bdo...@indopetroleum.com 
 mailto:bdorpi%40indopetroleum.combdorpi%40indopetroleum.com
  bdorpi%40indopetroleum.com
   ]
Sent: Wednesday, July 22, 2009 7:34 AM
To: !B. DORPI P.
Subject: Re.: Sri Mulyani Batal Menjadi Calon Gubernur BI
Importance: High
   
   
   
   
   

  
  
 http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/07/21/brk,2009072 
 http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/07/21/brk,2009072
1-188309,id.html
   
  
  
 http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/07/21/brk,20090721 
 http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/07/21/brk,20090721
-188309,id.html
   
   
Selasa, 21 Juli 2009 | 22:44 WIB
   
   





Re: [Keuangan] FW: Sri Mulyani Batal Menjadi Calon Gubernur BI

2009-07-23 Terurut Topik Hok An
Departemen Keuangan  memang mulai menunjukan hasil dalam penegakan  
sistem pajak.
Dari segi pemsukan masih ada posisi2 yang perlu ditransformasi misalnya 
jatah2 minyak PERTAMINA kepada TNI. Posisi ini harus diganti negara 
dengan anggaran yang resmi. Dengan adanya tambahan anggaran 2010 untuk 
pembelian senjata sebesar Rp 7 triliun Rp bisa jadi kebutuhan TNI yang 
terbesar sudah terpenuhi.
Transformasi ini penting dalam rangka profesionalisasi dan modernisasi 
TNI dan dipihak lain merupakan keadilan untuk PERTAMINA, sebab jatah ini 
sebetulnya merupakan pajak tambahan yang diskriminatif hanya dibebankan 
pada PERTAMINA untuk keuntungan perusahaan2 minyak lainnya yang 
beroperasi di Indonesia.

Tetapi  masalah kita bukan itu saja.  Disiplin  membayar kewajiban 
lembaga2  negara, daerah dan  BUMN juga perlu ditegakan. Pada saat 
pemasukan pajak terus naik, harusnya disiplin negara dan lembaga2nya 
dalam membayar bisa naik. Kejadian macetnya pembayaran antara BUMN 
misalnya PLN dan Pertamina harusnya ditangani dengan mekanisme standard 
tanpa ditunda terlalu lama.
Untuk itu harus ada sistem pemantauan anggaran2 lembaga2 yang memerlukan 
subsidi yang ditunjang oleh cadangan anggaran yang cukup untuk 
menghadapi masalah2 yang sudah sering terjadi itu.

Swasta mempunyai hak2 yang sama dengan BUMN, sebab itu tagihan swasta 
juga perlu dilunasi dalam waktu yang jelas, secepatnya.

Salam damai


Hok An


Nugroho Dewanto schrieb:
  


 pak darmin memang tegas terhadap pengusaha batubara dan
 sawit yang menggelapkan pajak.

 begitu pula anwar suprijadi yang tegas terhadap pengusaha
 dan pejabat yang melakukan kegiatan ekspor-impor barang
 secara ilegal.

 juga kepala bapepam fuad rahmani tegas terhadap emiten
 bandel yang dimiliki oleh seorang menteri.

 ketiga pejabat itu dipilih oleh sri mulyani. si ibu pula
 yang memperjuangkan perpanjangan masa dinas pak darmin dan
 pak anwar ketika usia mereka sudah masuk masa pensiun.
 perpanjangan masa dinas itu sempat tertahan di sekretariat
 negara, entah apa sebabnya.

 harus diakui, sri mulyani terbantu oleh sikap
 presiden sby yang membebaskannya memilih dirjen-dirjennya
 sendiri.

 di masa lalu sering sekali dirjen pajak, dirjen bea dan
 cukai serta kepala bapepam adalah orang yang punya kontak
 langsung dengan istana. anda tahu sendiri apa sebabnya.
 sehingga menteri keuangan tak berdaya mengatur mereka.

 maka pertanyaan menarik untuk kabinet mendatang adalah
 siapakah menteri keuangan yang akan ditunjuk presiden?
 kemudian apakah sang menteri tetap diberi kebebasan
 untuk memilih dirjen-dirjennya?

 salam,

 
  Pendapat Newsweek saya rasa tidak tepat.
  Masalah perbankan, peredaran Rupiah, mahalnya SBI dan tingginya suku
  bunga di Indonesia, masih sulitnya mobilisasi modal nasional dan
  kebutuhan2 yang tinggi akan obligasi global yang begitu mahal memerlukan
  pembenahan, koordinasi dan sosialisasi kebijaksanaan baru yang
  dilaksanakan sinkron dengan kebijaksanaan2 kabinet, dunia usaha dan
  masyarakat.
 
  Nb. Yang galak terhadap perusahaan2 batubara besar yang menolak bayar
  pajak ´kan Darmin Nasution yang keliatannya akan menjadi gubernur BI.
  Yang penting gantinya Darmin harap dipilih orang yang keras kepala juga.
 
  Salam
 
  Hok An
 
 
  On 7/23/09, Tigor Siagian t.siag...@gmail.com 
 mailto:t.siagian%40gmail.com
  mailto:t.siagian%40gmail.com wrote:
  
  
  
   Di Newsweek terbaru dibahas mengenai Indonesia dan kemenangan SBY,
  termasuk
   bahwa mencalonkan Sri Mulyani sebagai Gubernur BI bukan merupakan
  ide yang
   baik. Menurut Newsweek, lebih mudah mendapatkan ekonom yg mumpuni
  untuk
   menjadi gubernur BI dibandingkan mencari sosok yg berani dan cukup
  smart
   untuk menjadi menkeu.
  





[Keuangan] Re: perminyakan

2009-07-10 Terurut Topik Hok An
Bung Ipang,

Kami disini baik2 saja, kami sering teringat waktu di Balipapan 
menikmati ikan bakar di tepi Selat Makasar. Istri saya teman2nya sedang 
rajin mogok minta kenaikan upah. Dia kirim salam ghangat untuk Anda 
sekeluarga.

Tentang masalah pembayaran antara lembaga2 negara dan BUMN saya duga itu 
bukan masalah kriminal murni, tetapi masalah sengketa hukum dagang 
(perdata). Jadi pada pendekatan pertama bukan wilayah KPK. Tetapi karena 
masalah ini sudah menjadi masalah yang struktural dan mengakibatkan 
rusaknya aliran sistem pembayaran dalam lembaga2 negara dan BUMN dengan 
segala effek2 samping yang negatif, memang setahu saya KPK bisa memberi 
masukan bagaimana sistem ini diperbaiki.

Saya sendiri cenderung bahwa sistem birokrasi kita memerlukan tata ulang 
yang dilengkapi dengan transformasi fiskal sehingga masing2 kantor, 
dinas, BUMN dan BUMD maupun aparat2 keamanan jelas pembiayaannya dan 
juga pemasukannya.

Waktu VOC pertama datang ke Jawa pedagang2 Belanda itu menyaksikan 
adanya sistem bank dimana pedagang2 yang datang dari macam2 negara yang 
jauh2 semua bisa mendapatkan kredit dan waktu itu ada apa yang dinamakan 
kongsi yang menjamin bahwa debitor tidak ada yang ngemplang.
etika dagang ini yang perlu kita bangun kembali.

Salam dari Frankfurt


Hok An

IRVAN WIRAYUDHA schrieb:

 Apa khabar Pk. Hok An, sedang musim apa di Jerman sana? semoga bapak 
 beserta ibu selalu baik-baik saja. Salam dari istri saya. Lama kita 
 tidak diskusi ya pak, juga dengan rekan kita di Bapenas itu.

 Mengenai diskusi bapak mungkin lebih pantas Pak. Eko Tjiptadi dari KPK 
 yang menjawab pakhehe beliau pakarnya mengenai GC/GCG. Tapi 
 sejauh pengetahuan saya yang dimaksud GG/GCG adalah tata-kelola yang 
 baik. Baik adalah bila selalu compliances (taat) dengan tata-aturan 
 (peraturan perundang-undangan) yang berlaku. Benar bahwa masih banyak 
 penyimpangan-penyimpangan GG/GCG di bumi pertiwi ini, itulah yang 
 membuat negeri kita sulit berkembang. Apa yang banyak didengungkan 
 para elite lebih banyak retorikanya, tidak satu kata dengan perbuatan. 
 Lebih banyak pengungkapan teori-teori yang dalam prakteknya banyak 
 diantara mereka justru tidak konsisten. Sedih memang pak. Itulah 
 tantangan utama kita (Indonesia) saat ini. Semua carut-marut yang 
 terjadi tidak lain akibat itu semua (the root-cause).

 Mengenai tata-kelola BBM antar lembaga negara (dan BUMN) memang masih 
 jauh dari harapan. Bagaimana mungkin total hutang para lembaga negara 
 itu dan BUMN ke Pertamina mencapai angka Rp.36 Trilyun !. Fantastis 
 !!. (36T angka yang disampaikan Dirut Pertamina di RDP dengan DPR-RI 
 Komisi-VI bulan lalu, 10 Juni). Itu sudah berlangsung dalam bilangan 
 tahunan, bukan baru-baru saja. Terbesar oleh PLN (23T. tahun lalu 
 masih 47T). Berikut TNI. Selanjutnya oleh Garuda, Merpati, Krakatau 
 Steel, dst. Ini hal lain mengapa Pertamina sulit untuk berkembang 
 sebagaimana diharapkan banyak pihak (termasuk oleh pemerintah sendiri 
 sebagai shareholder namun yang juga membiarkan piutang-piutang itu 
 tidak terbayar. Kontradiktif). Mengenai Pertamina juga diperparah oleh 
 adanya pajak khusus yang diatur dalam Keppres ttg BLP (Bagian Laba 
 Pemerintah) yaitu sebesar 60% diluar deviden (50% dari sisanya = 20%) 
 dan pajak-pajak umumnya (PPN, PPH, dll). Bagaimana mau berinvestasi? 
 sisa keuntungan yang dapat untuk pengembangan hanya +/- 10% saja. Jadi 
 sangat tidak relevan bila berharap Pertamina bisa melampaui Petronas, 
 bahkan sekedar menyamai sekalipun. Belum lagi banyak kerugian hasil 
 Migas Nasional dengan terbitnya UU Migas (22/2001). Lapangan-lapangan 
 Minyak  Gas yang sebelumnya konsesinya sepenuhnya dipegang oleh 
 Pertamina (sebagai BUMN, perpanjangan tangan negara) beralih ke 
 KPS/PSC. Ini mengakibatkan negara kehilangan 15 - 20% produk Minyak 
 (30-40% untuk Gas) yang itu menjadi bagian dari KPS/PSC. Belum lagi 
 dari Cost-Recovery yang relatif besar karena para KPS/PSC banyak 
 menggunakan Expatriat dengan berbagai standard hidup sebagaimana di 
 negaranya (plus biaya off setiap periodik ke negara masing-masing).

 Mari kita pikirkan bersama, kita rumuskan, dan take-action sesuai 
 kapasitas kita masing-masing.

 Salam.



 --- On *Thu, 7/9/09, Hok An /ho...@t-online.de/* wrote:

 Date: Thursday, July 9, 2009, 8:41 PM

 **

 Bung Ipang dan kawan2 serikat buruh minyak,

 Kalau boleh minta satu tambahan penjelasan dalam istilah apa yang
 dinamakan good corporate governance.
 Untuk itu dari pihak dinas anggaran dari DEPKEU perlu ada
 ketegasaan supaya ada transformasi fiscal (anggaran) yang tuntas.
 Untuk itu diperlukan disiplin antar lembaga dimana tagihan dari
 sesama BUMN secepatnya dilunaskan. Dengan demikian tumbuh rasa
 saling menghormati dan pengakuan antara semua lembaga2 negara satu
 sama lain.

 Untuk khususnya PERTAMINA ada satu pos yang mutlak perlu
 ditransformasi yaitu jatah minyak TNI. Jatah ini perlu diganti
 menjadi

[Keuangan] Re: perminyakan

2009-07-09 Terurut Topik Hok An
Bung Ipang dan kawan2 serikat buruh minyak,

Kalau boleh minta satu tambahan penjelasan dalam istilah apa yang 
dinamakan good corporate governance.
Untuk itu dari pihak dinas anggaran dari DEPKEU perlu ada ketegasaan 
supaya ada transformasi fiscal (anggaran) yang tuntas. Untuk itu 
diperlukan disiplin antar lembaga dimana tagihan dari sesama BUMN 
secepatnya dilunaskan. Dengan demikian tumbuh rasa saling menghormati 
dan pengakuan antara semua lembaga2 negara satu sama lain.

Untuk khususnya PERTAMINA ada satu pos yang mutlak perlu ditransformasi 
yaitu jatah minyak TNI. Jatah ini perlu diganti menjadi anggaran resmi 
yang dibayar langsung oleh negara. Menurut Saurip Kadi dalam bukunya 
(Mengutamakan Rakyat) pos ini sangat besar dan kalau dikelola dengan 
baik cukup untuk belanja ALUSISTA.
Melihat intensitas sosialisasi NPWP saya kira masyarakat pembayar pajak 
Indonesia akan heran kalau pos ini tidak bisa dipindah masuk anggaran 
resmi dengan segera (dalam arti dalam jangka waktu 100 hari periode 
kepresidenan yang berikut).

Hal ini juga penting karena pasukan yang profesional hanya mungkin 
dengan anggaran yang dikelola profesional. Dipihak lain dunia 
perminyakan kita baru bisa tumbuh sehat dibawah iklim yang transparan.

Salam damai

Hok An

Eko Soesamto Tjiptadi schrieb:

 Thx mas Irvan,

 Maju dan Digdaya Migas Indonesia – untuk kemakmuran dan keadilan rakyat.

 Salam

 Eko

 

 *From:* IRVAN WIRAYUDHA [mailto:ipa...@yahoo.com]
 *Sent:* 08 Juli 2009 11:18
 *To:* GATRA Widi Yarmanto; Gibeon Kauntu; Gibeon Kauntu ex PT.B; 
 gsbi_pu...@yahoo.com; Guguh KPC Prihandoko; Hadie Wawan; Hakim UT; 
 Hakim Silaban SPN.Total; hansudha...@yahoo.com; Hanurahadi Ginting; 
 Hari Purnomo; Harry Tombokan; Hasan Alam Widjaja; Kadek AdiwirawanHD 
 Dewata; hendra.nurma...@external.total.com; ho...@t-online.de; 
 Ignatius Halim T. ex INP UP.V; IHCS Janses Silalahi; Iin Diana; 
 Ikranegara; ILO Carmelo C. Noriel; ILO Lusiana Julia; ILUNI - UI JKT; 
 Indah; Indah Rasyid; Indra Mayanti; Indra Piliang - CSIS; 
 iraw...@pt-spv.com; isbiindone...@gmail.com; iwan-e...@telkom.net; J. 
 Wibowo; Jane Shalimar - Artist; Jetro Munthe; KALIMA Andi Wahyudi; 
 Kaltimpost Ari Arief; KALTIMPOST Tomo Widodo; kartiwa iwa; Koran 
 Kaltim; Koran Kaltim - Sophie; pengaduan masyarakat; Eko Soesamto 
 Tjiptadi; Krian Iwan; Kris Kirana dr ex Man.KES PTM; Kurtubi Dr.; 
 Kusuma Putra; lab...@indo.net.id; Laras Arimbi; LBH Hermawanto; LBH 
 Jakarta; LBH Khamid Istakhori; Lizzarni; Luciana Abednego 23; M 
 Wagimin; M Wiwit Purboyo; MABUA Harley Davidson - Customer Service; 
 machmudpermana2...@yahoo.com; Machsandra MACHSAN; Mada Jimmy; Mahameru 
 Prayudi; Masyarakat Transparansi Indonesia; Mat Ariadji; Maya Kusmaya; 
 m...@usaid.gov; me2un...@yahoo.co.id; Meity Ward; Mekka - Mariska 
 Trisanti; Melanie Sadono; Mella Sari Alfitri; Meneg BUMN - Sofyan 
 Djalil; Minang BPP
 *Cc:* FSPPB SP.Mathilda
 *Subject:*

 Berikut diteruskan untuk diketahui publik Amanat Pekerja Migas 
 Indonesia dalam wadah Konfederasi Serikat Pekerja (KSP) Migas 
 Indonesia. Amanat ini dirumuskan dan dideklarasikan di Surabaya 27 
 Juni 2009 lalu yang ditujukan kepada para Presiden dan Wakil Presiden 
 terpilih nanti. Bila amanat ini dapat dijalankan secara konsisten 
 semoga industri Migas Indonesia akan berkembang jauh lebih baik 
 sehingga membawa kemaslahatan lebih besar lagi bagi bangsa dan negara. 
 Namun juga perlu mendapat penekanan sebagaimana butir-8 bahwa 
 penegakkan Good Governance / Good Corporate Governance sebagai upaya 
 penting untuk meminimized penyimpangan dan kobocoran yang hingga kini 
 relatif masih cukup besar.

 Untuk diketahui bahwa Migas masih sebagai kontributor utama dalam APBN 
 sehingga menjadi komoditas paling strategis untuk membawa bangsa dan 
 negara ke kehidupan yang dicita-citakan, masyarakat yang Adil  Makmur.


 Salam.







=
Join Facebook AKI dimana Anda bisa ber social interactive sambil bermain games 
atau just have fun together. Compulsory bagi new members start 1 Jan 2008. 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
=
Perhatian: Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. 
Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas.
=
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
-
Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting 
sebelumnyaYahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:ahlikeuangan

Sektor Jasa/ Re: [Keuangan] Cadangan Devisa Double Digit

2009-06-12 Terurut Topik Hok An
Bung Sen,

saya sendiri tinggal di Frankfurt kota dimana sektor jasa sangat kuat.
Banyak kota2 di Jerman dan bahkan negara2 yang ingin menggunakan kota 
seperti Frankfurt sebagai model pembangunan. Tetapi usaha untuk masuk ke 
sektor jasa sangat berat, memerlukan waktu yang lama, infrastrukur 
(termasuk sosial budaya) yang  bagus dan murah (dengan kata lain 
disubvensi secara besar)  dan kalau mau jujur juga pergantian penduduk, 
sebab penduduk yang lama umumnya bukan orang yang menguasai sektor jasa. 
Strategi pembangunan yang menggantungkan hanya pada sektor jasa  
mengakibatkan nihilnya tawaran pekerjaan disektor industri dan apalagi 
pertanian dengan segala akibatnya.

Untuk Indonesia strategi yang ditawarkan ISEI/Yayasan Forum Indonesia 
(organisasi ilmuwan yang didukung Boediono) ini bagi saya kurang cocok 
dan mungkin hanya cocok untuk Jakarta saja, itupun kalau terjadi 
lonjakan dibidang infrastruktur dan pelayanan publik termasuk penegakan 
negara hukum.


Salam damai


Hok An


sen diskartes schrieb:


 perbincangan yang menarik dari rekan2..
 menurut saya pribadi, permasalahan lemahnya sektor jasa merupakan 
 permasalahan yang bisa dibilang rumit di negara ini..
 sedangkan reformasi birokrasi yang telah dilakukan pemerintah juga 
 tidak bisa disalahkan.. karena bagaimanapun harus dilakukan kalkulasi 
 tentang dampak positif dan negatifnya jika dilaksanakan secara 
 berbarengan..
 tapi semoga saja dengan adanya FTA di Batam dapat memberi dampak 
 meskipun tidak langsung terhadap kemajuan sektor jasa..

 regards
 -sen-

 
 From: Hok An ho...@t-online.de mailto:Hokan%40t-online.de
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Sent: Friday, June 12, 2009 2:06:58 AM
 Subject: Re: [Keuangan] Cadangan Devisa Double Digit

 Bung Hendra,

 Menurut saya sebab lemahnya sektor jasa Indonesia ber-lapis2.
 Salah satu sebab memang timpangnya sistem upah dan pajak sesama negara
 ASEAN.
 Padahal harusnya dalam ruang regional seperti ASEAN (dan ASEAN +3) ada
 apa yang dianmakan harmonisasi yaitu usaha untuk mengurangi perbedaan
 sistem diantara negara2 didalam ruang ekonomi yang sama.

 Tetapi saya yakin ini bukan sebab satu2nya mengapa sektor jasa kita
 tidak berkembang dengan baik. Mungkin yang kontras sekali adalah
 perbedaan antara BATAM dan Singapura, dimana ada semacam tuduhan
 bahwa BATAM sesungguhnya hanya dirancang sekadar menjadi gudang
 sehingga didalam infrastrukurnya dalam banyak segi tidak mampu bersaing
 dengan Singapura.

 Barangkali ada yang bisa menambah.

 Salam

 Hok An

 Hendra Ramli schrieb:
 
 
  Menanggapi komentar bung Hok An,
 
  Sy pikir hal yang paling mendasar dari sektor jasa adalah human 
 resource.
  Indonesia memiliki banyak sekali orang pinter dan skillfull di 
 sektor jasa
  tapi kebijkan pajak di Indonesia jauh dari cukup untuk membuat mereka
  bertahan di dalam negeri.
 
  Gaji seorang Auditor dengan pengalaman 4 taon dan berkerja di Indonesia
  jika dibandingkan dengan bekerja di SG akan
  jauh lebih menikmati hasil kerja kerasnya (setelah dipotong pajak) 
 di SG.
  PTKPnya lebih besar.. dan pajak penghasilannya jauh lebih kecil.
 
  Sebagai contoh: Di SG biaya hidup rata2 per orang di sana sekitar 
 1500 SGD
  (ini sudah termasuk biaya nomat setiap minggu). Jika disetahunkan biaya
  hidup
  di SG menjadi 18.000 SGD sedangkan PTKP mereka 20.000 SGD/tahun.
  Uang amal bulanan, asuransi dan biaya kursus termasuk tax deductible.
 
  Jika dibandingkan di Indonesia..yang PTKP pribadinya sekitar 15
  jutaan/tahun. .
  Sepertinya sulit untuk membuat diri bertahan di tanah air.
 
  Sekedar sharing. Perusahaan sy bergerak di bidang jasa dan 
 berdomisili di
  SG.
  Dari 7 orang consultannya, 6 diantaranya orang Indonesia! Dan lebih
  ironisnya lagi
  kami sering kali menjadi konsultan untuk Indonesia.
 
  Setelah sy amati, ternyata banyak sekali perusahaan di SG yang isinya
  orang Indonesia.
  Sewaktu isue sunset policy ramai didengung2kan, orang Indonesia yg
  berada di
  SG jg
  sangat-sangat gelisah, karena takut pendapatan mereka dikenai pajak
  penghasilan Indonesia
 
  Sepertinya sulit untuk mempertahankan tenaga2 ahli Indonesia DI 
 Indonesia
  jika tidak ada perubahan di
  system perpajakan kita.
 
  Sy hanya mengambil SG sbg contoh, karena sy kerja dan hidup disana.
  Rekan2 yang lain mungkin bisa menambahkan
 
  Salam,
 
  Hendra Ramli
 
  2009/6/6 Hok An ho...@t-online. de mailto:Hokan% 40t-online. de
 
   salah satu kelemahan ekonomi kita dari dulu adalah sektor jaza.
   Sebetulnya ekonom2 negarawan kita tergabung didalam ISEI yang punya
   Yayasan Indonesia Forum.
   Yayasan ini berani menerbitkan Visi Indonesia 2030 dimana justru 
 sektor
   jaza ini yang mau dijadikan motor pertumbuhan ekonomi (8 - 9%).
   Visi ini berani sebab, sejak beberapa dekade neraca jaza terus 
 menggerus
   hasil lebih yang dicapai dari ekspor. Setahu saya analisa mengapa
   demikian tidak ada. Tetapi kenyataan

Re: [Keuangan] Cadangan Devisa Double Digit

2009-06-06 Terurut Topik Hok An
salah satu kelemahan ekonomi kita dari dulu adalah sektor jaza.
Sebetulnya ekonom2 negarawan kita tergabung didalam ISEI yang punya 
Yayasan Indonesia Forum.
Yayasan ini berani menerbitkan Visi Indonesia 2030 dimana justru sektor 
jaza ini yang mau dijadikan motor pertumbuhan ekonomi (8 - 9%).
Visi ini berani sebab, sejak beberapa dekade neraca jaza terus menggerus 
hasil lebih yang dicapai dari ekspor. Setahu saya analisa mengapa 
demikian tidak ada. Tetapi kenyataan banyak orang sakit berobat di luar 
negeri. Konsultan2 keuangan, biro jaza pertambangan, pelayanan 
penerbangan maupun angkutan laut berkantor pusat di luar negeri. Banyak 
perusahaan di Yelow Page alamatnya di Singapura.

Memang sektor jaza merupakan motor ekonomi negara modern, tetapi 
struktur ekonomi Indonesia masih jauh dari kebutuhan negara modern. 
Untuk itu perlu ada kesadaran bahwa pemberi jaza yang pertama adalah 
negara dan fungsi utama negara adalah menjadi pelayanan publik.
Kalau reformasi birokrasi dijalankan akan terjadi lonjakan dalam 
pertumbuhan ekonomi, sebab lembaga2 negara yang biasanya menghambat akan 
mempercepat laju ekonomi dan menyimpan uang dan investasi di Indonesia 
akan diamankan dan dilindungi negara.
Percepatan yang bisa dicapai tentu bukan dua digit tetapi ada taksiran 
bisa mencapai 2 % diatas yang biasanya tercapai sekarang. Kalau ditinjau 
dalam selama 40 tahun terakhir ini ada akumulasi sedikitnya 2% x 40 = 
80% (kalau dihitung secara sederhana saja).

Reformasi birokrasi sudah lama dijanjikan, dan serangkai RUU untuk itu 
juga sudah ditulis dan dibahas lembaga kemegaraan kita, tetapi sayangnya 
masih beku di laci sekretariat negara, sebab katanya masih ada yang 
kuatir dengan dampaknya. Kalau hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang 
lancar mengapa masih ditentang?

Salam damai

Hok An



Poltak Hotradero schrieb:


 At 09:47 AM 6/5/2009, you wrote:

 Berikut posting dari Blog Cafe Salemba:
 http://cafesalemba.blogspot.com/2009/06/bikin-pusing.html 
 http://cafesalemba.blogspot.com/2009/06/bikin-pusing.html

 Bikin Pusing

 Kadang bingung mendengarkan orang dengan
 keunggulan ilmu tertentu berkoar-koar di bidang
 ilmu lain, apalagi kalau dia mengusung poster/grafik.

 Itu yang terjadi watu saya melihat interview
 LetJen Prabowo di TV-1 beberapa waktu lalu.
 Beliau klaim bahwa sistem perekonomian salah
 karena selama ini selisih antara penerimaan
 ekspor dan pengeluaran impor tidak tercermin
 dalam akumulasi kekayaan devisa kita.

 Dengan benar, beliau bilang bahwa sejak dulu
 akumulasi cadangan devisa kita di Bank Indonesia
 tidak pernah naik dari US$50 milyar sekian..
 Dengan bantuan latar belakang grafik besar,
 beliau juga tunjukkan angka surplus ekspor
 terhadap impor kita yang cukup besar. Bahkan,
 kalau saya hitung dari angka Neraca Pembayaran
 BI, surplus neraca perdagangan barang (balance of
 trade in goods) per-tahun dari 2004-2008 sebesar
 US$20 milyar, US$ 17 milyar, US$29.6 milyar, US$
 32.7 milyar, dan US$ 22 milyar.

 Jadi, kalau mengikuti argumen Pak Prabowo, dari
 tahun 2004-2008 saja, seharusnya ada peningkatan
 cadangan devisa sebesar paling tidak US$120
 milyar !! Sementara itu. .devisa yang dipegang
 Bank Indonesia, kok hanya US$50 milyar???

 Lebih afdhol lagi, paparan tersebut dilengkapi
 dengan tudingan bahwa pemerintah (dan Bank
 Indonesia tentunya) tidak becus mengelola
 perekonomian.. Lebih runyam lagi pertanyaan
 seperti dikemanakan uang rakyat, bagaimana ini
 kekayaan kita dikuras, sistem ekonomi apa ini dsb.. ikut keluar.

 Rasanya perlu diakui, pertanyaan Pak Prabowo amat
 sangat bagus. Tetapi perlu dijelaskan bahwa
 urusan cadangan devisa ini tidak segampang
 mengurangi dua angka ekspor minus impor dan kalau
 kurang dari itu berarti ada maling atau dicuri orang asing

 Pertama, trade balance adalah bagian dari
 identitas pendapatan nasional (PDB) yang tidak
 dapat dibaca sepotong-sepotong. Trade balance
 bukan berapa yang seharusnya Indonesia dapat,
 melainkan bagaimana pendapatan Indonesia (PDB)
 dialokasikan ke dalam aktivitas berbeda
 (expenditure allocation). Jika ingin melihat
 berapa yang Indonesia dapat, maka perlu
 konstruksi PDB lewat pendekatan pendapatan
 (income approach) yang sampai sekarang kita belum
 punya (Indonesia punya 2 versi pendekatan PDB: expenditure dan value 
 added)

 Kedua, ya tidak segampang itu bilang kalau ada
 selisih besar antar surplus ekspor impor dengan
 cadangan devisa maka negara ini penuh maling atau
 diperkosa asing (diperkosa koruptor dalam negeri sih mungkin)

 Devisa dari surplus trade balance masih harus
 ditambah atau akan dipergunakan oleh aktivitas-aktivitas lainnya.

 Di Neraca Pembayaran, ada komponen Neraca Jasa
 (service balance) dan Neraca Modal yang
 mempengaruhi posisi akhir perubahan devisa kita.
 Neraca Jasa memperlihatkan surplus/defisit
 transaksi jasa seperti telekomunikasi,
 transportasi (naik Garuda atau SQ), cargo, bayar
 konsultan bule, dsb. Sepanjang yang saya tahu,
 Neraca Jasa Indonesia selalu defisit

Re: [Keuangan] U.S. Ships 800 Billion “AMEROS” to China; prepares to De-Monetize U.S. Dollar

2009-03-20 Terurut Topik Hok An
Bung Anton,

Sebenarnya di Eropa sendiri kritik terhadap Euro cukup keras.
Salah satu yang disalahkan adalah kenyataan bahwa mata uang bersama Eropa ini 
sudah ada dan lari duluan sebelum adanya sistem politik keuangan yang 
terkoordinasi dengan baik.
Dengan pembentukan Euro maka masing2 pendukungnya menyerahkan sederet mandat 
kepada Bank Sentral Eropa.
Negara2 itu masing2 kehilangan instrumen2 keuangan tertentu untuk menghadapi 
keadaan2 khusus.
Negara2 yang basis ekonominya kuat seperti Jerman, Belanda, Prancis tidak atau 
sedikit mengalami masalah dengan Euro.
Tetapi negara2 yang biasanya kronis defisit anggaran umumnya keteteran dan 
melakukan penghematan yang sangat keras sehingga banyak rakyatnya yang marah.

Usul untuk menyatukan mata uang bukan hanya ada di Ameriak Utara, tetapi juga 
di Asia.
Silahkan tengok halaman2 dari ADB misalnya.

Salam dari Frankfurt

Hok An


anton ms wardhana schrieb:

 artikel menarik..
 BR, ams

 -- Forwarded message --
 From: Ari Wibawa (Mail Lists)
 Date: 2009/3/17
 Subject: U.S. Ships 800 Billion “AMEROS” to China; prepares to De-Monetize
 U.S. Dollar

 The facts are less in this article (more to opinion), but the story is
 interesting

 ---
 http://investment-blog.net/us-ships-800-billion-ameros-to-china-prepares-to-de-monetize-us-dollar/

 U.S. Ships 800 Billion “AMEROS” to China; prepares to De-Monetize U.S.
 Dollar
 Oct.03, 2008 in Market Outlook

 The US Secretary of the Treasury has informed the China Development
 Bank that the US has shipped $800 Billion of a new currency called the
 Amero, which is to be based upon the merging of the economies of The
 United States, Mexico and Canada into what is termed as The North
 American Union.

 The current American debt obligation to China, currently based on the
 US Dollar, is now estimated to be the staggering sum of $2.5 Trillion,
 and which this new Amero will be exchanged for $400 Billion of this
 debt as the current American currency is set to be devalued by 50
 percent before the end of the year.

 Virtually unknown to the American people is that their current leader
 of the US Department of Treasury, Henry M. Paulson, Jr., has been
 tasked by President Bush to lead the efforts to join the economies of
 the US, Canada and Mexico and is also the head of the North American
 Development Bank, the bi-national financial institution established by
 the United States and Mexico to further the merging of their
 economies, and the leader of the Border Environment Cooperation
 Commission (BECC), the organization created by the governments of the
 United States and Mexico to further the implementation of the North
 American Free Trade Agreement (NAFTA).

 This is important to note as the final provisions of the NAFTA
 Agreement were implemented on January 1, 2008, leaving only the final
 merging of the economies of the US, Mexico and Canada into a North
 American Union to be accomplished, of which we can read:

 “President Bush is pursuing a globalist agenda to create a North
 American Union, effectively erasing our borders with both Mexico and
 Canada. This was the hidden agenda behind the Bush administration’s
 true open borders policy.

 Secretly, the Bush administration is pursuing a policy to expand NAFTA
 politically, setting the stage for a North American Union designed to
 encompass the U.S., Canada, and Mexico. What the Bush administration
 truly wants is the free, unimpeded movement of people across open
 borders with Mexico and Canada.

 President Bush intends to abrogate U.S. sovereignty to the North
 American Union, a new economic and political entity which the
 President is quietly forming, much as the European Union has formed.”

 It is also interesting to note that American economists have been
 warning about the replacing of the US Dollar with the Amero, due to
 pressure from China, for nearly two years, and as we can read in this
 December, 2006 report titled Analysts: Dollar collapse would result in
 ‘amero‘, and which says:

 “As WND reported earlier this week, in an unusual move, the Bush
 administration is sending virtually the entire economic “A-team” to
 visit China for a “strategic economic dialogue” in Beijing Thursday
 and Friday. Treasury Secretary Henry Paulson and Federal Reserve
 Chairman Ben Bernanke are leading the delegation, along with five
 other cabinet-level officials, including Secretary of Commerce Carlos
 Gutierrez. Also in the delegation will be Labor Secretary Elaine Chao,
 Health and Human Services Secretary Mike Leavitt, Energy Secretary Sam
 Bodman, and U.S. Trade Representative Susan Schwab.

 But Chapman doubts the trip will help the Fed to engineer a slow dollar
 slide.

 “The Chinese are going to do what the Chinese want to do, not what we
 want them to do,” he said. “I believe the Chinese are going to send
 Treasury Secretary Paulson and Fed Chairman Bernanke home packing,
 with little or nothing to show

Re: [Keuangan] Menggali potensi pembiayaan dari kawasan

2009-02-24 Terurut Topik Hok An
Bung Anton,

setahu saya pemikir2 keuangan di Tokio sekitar kelompok ADB malah sudah
lama membicarakan skenario yang lebih lanjut.
Sudah ada pemikiran mengenai Bank of Asia sebagai bank sentral bersama
untuk konsolidasi kelompok ASEAN +3 (Chiang Mai).
Setahu saya volume swap yang disebut dibawah sudah lama dianggap kurang.

Kalau tidak salah tahun lalu angka yang dianggap perlu sudah kira2 US$
300 M.
Kalau di Eropa angka ini tidak cukup untuk menghadapi krisis dalam
dimensi sekarang ini.

Yang saya kurang jelas adalah ongkos dari proyek ini.
Menyiapkan dana swap yang besar jelas ongkosnya tidak kecil.

Standby loan dari IMF ternyata cukup tinggi ongkos bunganya.
Saya kurang jelas mengenai standby loan yang akhir2 ini banyak dan mau
ditarik oleh pemerintah dan BI.
Kalau dana swap Asia lebih murah, jelas jalan ini yang perlu dibangun.

Dana IMF bagi saya masalahnya bukan dari conditionality, sebab isi dari
Letter of Intent sedikitnya sebagian diusulkan oleh pakar2 kita sendiri.
Yang masalah adalah lama prosedur. Tetapi disini birokrasi kita juga
ikut bertanggung jawab. Kalau dari birokrasi kita datangnya permintaan
lambat sekali, tentunya respons dari IMF juga lambat.

Masalah birokrasi ini juga ada dalam konsolidasi keuangan Asean +3 yang
baru dimulai kembali (lihat berita dibawah) karena ada kebutuhan sesaat
yang besar sekali.

Salam

Hok An

anton ms wardhana schrieb:

 http://web.bisnis.com/artikel/2id2009.html

 Selasa, 24/02/2009 10:20 WIB
 Menggali potensi pembiayaan dari kawasan

 oleh : Aprilian Hermawan

 Krisis keuangan global seakan menyadarkan kembali negara-negara
 anggota
 Asean untuk lebih mempererat kerja sama. Selain memperbaiki daya
 konsumsi
 domestik, peningkatan kerja sama dengan negara tetangga agaknya bukan
 lagi
 sekadar menjadi alternatif, melainkan solusi atas jawaban mandeknya
 perekonomian dunia.

 Faktor kedekatan dan kesamaan kultur diharapkan dapat menjadi bumper
 di saat
 negara tujuan ekspor lintas benua mulai tersendat.

 Tengok saja perekonomian Amerika Serikat dan Eropa yang mengalami
 kontraksi
 sehingga permintaan akan produk impor menyusut.

 Belum lagi imbauan pemerintah mereka untuk menggunakan produk lokal
 yang
 kian mempersulit penetrasi produk-produk asing.

 Urgensi peningkatan kerja sama inilah yang menjadi salah satu topik
 pembahasan dalam pertemuan tingkat Menteri Keuangan Asean di Phuket,
 Thailand, untuk kemudian dibawa pada tingkat kepala negara KTT Asean
 ke-14
 yang akan digelar di Hua Hin, Negeri Gajah Putih, pada 28 Februari -1
 Maret
 2009.

 Kerja sama dengan mitra Asean ini dibutuhkan untuk menyamakan suara
 yang
 akan dibawa pada pertemuan G-20 di London, Inggris pada 2 April 2009.
 Pada
 pertemuan itu perkembangan kesiapan masing-masing kawasan dalam
 menghadapi
 krisis global akan menjadi salah satu fokus topik bahasan.

 Di samping hubungan perdagangan, Asean juga membutuhkan kerja sama
 lebih
 dalam guna mengatasi kemungkinan berulangnya krisis yang menimbulkan
 efek
 domino. Krisis moneter pada 1997 yang dipicu dari pelemahan mata uang
 baht
 Thailand, terbukti meruntuhkan perekonomian kawasan.

 Indonesia telah menjadi saksi sekaligus korban terparah seiring
 munculnya
 krisis multidimensi karena peristiwa itu berbarengan dengan reformasi
 politik. Begitu kejamnya krisis ini menyebabkan pranata ekonomi yang
 sudah
 terbangun selama puluhan tahun seakan runtuh dalam sekejap.

 *Upaya pencegahan*

 Untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa, para pemimpin negara di
 Asia
 Tenggara dan Timur sepakat membentuk perserikatan dana. Kesepakatan
 itu lalu
 diusung dalam kerangka Chiang Mai Initiative di Thailand pada Mei
 2000.

 Mengingat negara-negara di Asean sebagian besar mengalami kerusakan
 cukup
 parah akibat krisis mata uang tersebut, Jepang, Korea Selatan, dan
 China,
 tiga raksasa ekonomi di Asia yang dinilai lebih mumpuni secara
 keuangan,
 kemudian dilibatkan.

 Urgensi keterlibatan ketiga negara itu dikukuhkan dalam kerja sama
 Asean+3
 dalam KTT Asean ke-7 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada
 November
 2001.

 Ketiga negara itu diharapkan dapat menyediakan semacam tabungan berupa

 pundi-pundi currency swap apabila negara-negara anggota Asean didera
 krisis
 mata uang. Kala itu, pembentukan Crisis Fund ini sempat ditentang oleh
 IMF
 yang selama ini berperan sebagai lender of the last resort negara
 korban
 krisis.

 Kendati begitu, gagasan ini terus bergulir dan mengkristal, terutama
 setelah
 krisis subprime mortgage semakin menggerogoti perekonomian AS ke dalam

 jurang resesi.

 Belum lagi IMF yang juga dilanda masalah keuangan dan tuntutan
 reformasi
 dari para anggotanya.

 Bank-bank sentral anggota Asean+3 pada akhir tahun lalu menyepakati
 jumlah
 pengumpulan cadangan devisa senilai US$80 miliar. Dana ini dapat
 ditarik
 sewaktu-waktu oleh setiap anggota yang mengalami gangguan dalam neraca

 pembayarannya.

 Dari jumlah itu, sebanyak 80% dana tersebut akan disumbangkan oleh
 China,
 Jepang dan Korsel, sedangkan

Re: [Keuangan] apa saja yang menentukan untuk menurunkan/menaikan BI rate +pakah prediksi sauda

2009-02-23 Terurut Topik Hok An
Bung Poltak,

Yang istimewa justru negara kita.
Strategie penurunan kurs Rupiah sebagai pemacu ekspor nyaris ditolak.
Rupiah harus ditopang terus supaya kursnya jangan turun.

Dalam kenyataan pemerintah dan BI saling rebutan Rupiah.
Walaupun pembelian SBI sudah berkurang ternyata pemerintah kita sekarang
cari dana di luar negeri.

Mungkin strategi Rupiah kita perlu dipikir ulang.

Salam


Hok An




Poltak Hotradero schrieb:

 2009/2/22 bum...@ymail.com bum...@ymail.com:
  Salam Kenal nama saya Arif dari Bengkulu
  saya mau naya ...
 
 apa saja yang menentukan untuk menurunkan/menaikan BI rate 

  perhitungan yang konkrit gitu bukan sekedar teori keyness atau teori

  klasik, tapi emang suatu faktor penentu terkait semua aspek dan
  perkembangan pasar keuangan termasuk kebijakan rate negara lain???

 Saudara Arif,
 Bank sentral suatu negara punya kemampuan untuk mengendalikan tingkat
 suku bunga acuan jangka pendek (BI Rate untuk Indonesia, Fed Rate
 untuk Federal Reserve, dan Repo Rate untuk ECB).

 Tetapi tingkat suku bunga jangka menengah dan panjang - berada di luar

 kendali bank sentral. Tingkat suku bunga jangka menengah dan panjang
 ini ditentukan via mekanisme pasar. Dan pada gilirannya, mekanisme
 pasar ini akan sangat ditentukan oleh berbagai besaran ekonomi makro
 negara pemilik mata uang bersangkutan. Besaran yang sering menjadi
 acuan adalah: tingkat inflasi, posisi neraca dagang, neraca pembayaran

 (Balance of Payment), tingkat pertumbuhan ekonomi, hingga ke aspek
 demografis.

 Semua besaran ekonomi makro tadi sebagian dapat dibentuk dan
 dikendalikan oleh aksi pemerintah (semisal dengan mengendalikan volume

 utang, mengendalikan jatuh tempo utang, mengendalikan besaran defisit
 anggaran, serta kebijakan terkait perdagangan dan investasi, dsb.).
 Sisanya ditentukan oleh iklim ekonomi global, karena segalanya akan
 bersifat relatif antara satu negara dengan negara lain.

 Jadi memang tidak ada satu pihak yang bisa mengendalikan segalanya
 pada suatu waktu.

 
 mengapa kita tidak keluar dari sistem tukar mata uang
  internasional menggunakan dollar  padahal sistem tersebut bisa
  dikatakan sebagai produk great depression 1930 yang seakan-akan
  mengangkat derajad nilai tukar USD terhadap Nilai tukar mata uang
  lainya walaupun skr dah ada Euro tw lain lah ?

 Sekitar 65% perdagangan dunia dinotasikan dan dibayarkan dalam mata
 uang US Dollar. Dalam soal investasi, penggunaan US Dollar malah jauh
 lebih luas lagi - mendekati 80% dari transaksi dunia.

 Jauh lebih banyak produk yang tersedia dalam harga US Dollar ketimbang

 tersedia dalam mata uang lainnya. Bukan berarti kita tidak bisa
 membeli menggunakan mata uang lain, tetapi dengan menggunakan mata
 uang lain akan muncul transaction cost, yang berarti kita membayar
 dengan harga lebih mahal untuk barang/produk/jasa yang sama.

 Luasnya penerimaan US Dollar inilah yang membuatnya sulit digantikan.

 Soal derajat nilai tukar - itu semua bersifat relatif. US Dollar bisa
 menguat dan juga bisa melemah terhadap mata uang lain (Euro, Pound,
 Yen, Yuan, dll.), dan sepanjang sejarah, hal ini sudah silih berganti
 terjadi. Namun begitu di luar menguat atau melemahnya nilai tukar -
 yang jauh lebih penting adalah fleksibilitas.

 Ketika mata uangnya kuat - maka inflasi bisa diturunkan karena harga
 barang import menjadi lebih murah.
 Sebaliknya, bila mata uangnya lemah, maka ekspor dan arus investasi
 portofolio bisa meningkat - sejauh pertumbuhan ekonomi bisa tetap
 terjaga. Fleksibilitas seperti ini yang sulit ditemui pada mata uang
 lain.

 Kita lihat saja - anggota EU ternyata lebih suka Euro melemah, supaya
 ekspor mereka bisa kompetitif, hal yang sama juga terjadi pada Yen
 Jepang serta Yuan China. Kalau negara-negara tadi lebih suka mata
 uangnya melemah -- maka harus ada yang menguat kan??

  Apakah prediksi saudara-saudara tentang krisis ekonomi
  belakangan ini hanya bisa diselesaikan dengan WOrld War 3 kayak
  peneyelesaian krisis tahun 1930 yang berujung World war 2, klo
  tanda-tandanya sih udah adahehe

 Anda ini bertanya serius apa main-main sih?
 





Re: [Keuangan] Fwd: (BN) Shekel Proves Hard Currency as Israel Defies GlobalUnraveling

2008-11-20 Terurut Topik Hok An
Bung Tigor,

Terima kasih atas informasinya.
Yang saya maksud souverign fund adalah surat berharga negara, misalnya
dari Jerman.

Menurut saya saat ini fasilitas bilateral swap agreement dengan negara2
Asean +3 sudah waktunya untuk disiapkan soalnya sudah spekulasi terhadap
Rupiah. Hal2 seperti ini harus dihadapi dengan tegas dan cepat.
Pelaku2 pasar juga perlu merasakan adanya koordinasi effektif yang bisa
menggagalkan usaha mereka menarik keuntungan dari spekulasi terhadap
Rupiah. Untuk itu perlu aksi serempak di Asia untuk stabilisasi Rupiah.

Setahu saya dari Jepang pernah ada keinginan untuk memperbesar volume
fasilitas swap ini.
Seperti rasa ini juga perlu.

Salam

Hok An

Nb. Dibawah saya kutip berita di Tempo mengenai fasilitas SWAP ini.

http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/11/14/brk,20081114-146013,id.html

Jum'at, 14 November 2008 | 16:20 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Bank Indonesia (BI) memproyeksikan cadangan
devisa Indonesia akan bertambah sekitar US$ 2 miliar pada Desember 2008
setelah pemerintah mencairkan pinjaman luar negeri.

Saat ini cadangan devisa menyentuh level terendah sepanjang 17 bulan
terakhir, yaitu US$ 50,58 miliar.

Gubernur BI Boediono mengatakan cadangan devisa saat ini masih aman
meskipun posisinya turun. Alasannya, Indonesia masih memiliki penerimaan
lain dari sektor migas.

Cadangan devisa Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Cina yang
cadangan devisanya mencapai US$ 2 triliun, namun ini masih mencukupi,
kata Boediono di gedung BI Jakarta, Jumat (14/11).

Berdasarkan data BI, cadangan devisa Indonesia per 31 Oktober 2008
sebesar US$ 50,58 miliar. Angka itu turun hingga US$ 6,528 miliar atau
sekitar Rp 71 triliun dibandingkan cadangan devisa per akhir September
yang mencapai US$ 57,108 miliar.

Dia mengatakan bank sentral akan konsisten dalam mengambil kebijakan
untuk stabilitas moneter dan akan terus bekerja sama dengan pemerintah
dalam menghadapi situasi gejolak perekonomian global.

Boediono mengatakan dirinya membatalkan rencana bertemu Gubernur The
Federal Reserve Ben Bernanke sekaligus menghadiri pertemuan forum negara
anggota Group 20 di Washington, Amerika Serikat, pada Jumat ini untuk
mengawal kondisi perekonomian dalam negeri. Saya memutuskan batal ke
Amerika untuk bertemu Ben Bernanke, ujarnya.

Rencananya Boediono akan bertemu dengan Bernanke membicarakan fasilitas
bilateral swap agreement (BSA) sebagai dana siaga dalam menghadapi
krisis. Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesia bersama negara Asean
plus tiga-India, China dan Jepang-menyepakati BSA senilai US$ 12 miliar.

Meskipun batal ke Amerika, Boediono tetap berkomunikasi dengan Bernanke
untuk membicarakan kemungkinan kerja sama fasilitas pinjaman dengan bank
sentral Amerika. Kerja sama serupa belum lama ini dijalin oleh
Singapura, Korsel dan Brasil yang masing-masing mendapatkan bantuan
fasilitas pinjaman US$ 30 miliar dari The Fed.

Eko Nopiansyah

Tigor Siagian schrieb:

 Bung Hok An,

 Fakta adanya desas desus serta desas desus atas dugaan bahwa saat ini

 politik keuangan kita penuh desas desus adalah dua hal yang berbeda
 dan
 memiliki konsekuensi yang berbeda. Tanya saja *EJ* dari Bahana
 Securities
 soal konsekuensi tersebut.

 Soal desas desus bahwa *Yang jelas cadangan devisa yang cair diduga
 tidak
 cukup.
 Bisa jadi setengah dari cadangan terikat didalam kontrak2 di souverign

 funds international.
 Atau beku didalam bentuk emas.*, mungkin anda bisa merujuk pada data
 yang
 didiseminasi melalui IMF tentang posisi cadangan devisa Indonesia
 melalui
 link ini: http://www.imf.org/external/np/sta/ir/idn/eng/curidn.htm#I

 Satu hal lagi, definisi cadangan devisa (international reserves)
 mewajibkan
 dua syarat harus dipenuhi: 1. Likuid (dapat dicairkan sewaktu-waktu),
 dan 2.
 Non-residency (tidak dalam mata uang domestik). Karena itu dalam items

 laporan IMF disebutkan hingga maturity (sebagai proxy likuiditas).

 Btw, sebenarnya apa yang anda maksud dengan *sovereign funds
 international*
 ?

 Salam,
 Tigor

 On Wed, Nov 19, 2008 at 7:16 PM, Hok An [EMAIL PROTECTED] wrote:

  Bung Poltak,
 
  dari jauh, saya duga saat ini politik keuangan kita penuh desas
 desus.
  Yang jelas cadangan devisa yang cair diduga tidak cukup.
  Bisa jadi setengah dari cadangan terikat didalam kontrak2 di
 souverign
  funds international.
  Atau beku didalam bentuk emas.
 
  Koordinasi regional dengan bank2 Asia memerlukan vitalisasi.
  Bisa jadi volume swap perlu diperbesar secara substantial.
  Saya rasa resitensi dari IMF untuk saat ini tidak ada lagi.
 
  Yang penting memikirkan bagaimana rumah2 tangga yakin bahwa Rupiah
  tetapi stabil.
  Kalau jutaan rumah tangga membeli devisa jelas arus panik susah
  diredakan.
 
  Salam dari Frankfurt
 
  Hok an
 
  Poltak Hotradero schrieb:
 
 
  
   Mungkin kita perlu ganti Gubernur Bank Sentral?
   Atau sewa saja?

 ... cut ...




Re: [Keuangan] Fwd: (BN) Shekel Proves Hard Currency as Israel Defies GlobalUnraveling

2008-11-19 Terurut Topik Hok An
Bung Poltak,

dari jauh, saya duga saat ini politik keuangan kita penuh desas desus.
Yang jelas cadangan devisa yang cair diduga tidak cukup.
Bisa jadi setengah dari cadangan terikat didalam kontrak2 di souverign
funds international.
Atau beku didalam bentuk emas.

Koordinasi regional dengan bank2 Asia memerlukan vitalisasi.
Bisa jadi volume swap perlu diperbesar secara substantial.
Saya rasa resitensi dari IMF untuk saat ini tidak ada lagi.

Yang penting memikirkan bagaimana rumah2 tangga yakin bahwa Rupiah
tetapi stabil.
Kalau jutaan rumah tangga membeli devisa jelas arus panik susah
diredakan.

Salam dari Frankfurt


Hok an



Poltak Hotradero schrieb:


 Mungkin kita perlu ganti Gubernur Bank Sentral?
 Atau sewa saja?

 =

 Shekel Proves Hard Currency as Israel Defies Global Unraveling
 2008-11-18 00:02:48.880 GMT

 By Tal Barak
 Nov. 18 (Bloomberg) -- Leah and Dov Yaakoby got a surprise
 wedding gift when their landlord offered a month's free rent to
 renew the lease on an apartment in the suburbs of Haifa in
 northern Israel.
 The catch was they would have to start paying rent set in
 shekels, not dollars, the currency of choice in Israel for a
 generation. The landlord wanted the change because the shekel's
 30 percent appreciation since October 2005 meant the $525
 monthly payment, valued at 2,426 shekels when they moved in, was
 worth 1,844 shekels by their wedding day in March.
 ``There was such a fluctuation in the currency that he
 ended up owing us money,'' said Leah, a 27-year-old writer of
 online software guides. ``Getting a one-month break on the rent
 was really great, especially in the year when we got married.''
 While Iran threatens to destroy Israel, militants in the
 Hamas-controlled Gaza Strip fire rockets into the country and
 corruption scandals forced the prime minister to resign, the
 shekel increasingly looks like a hard currency. Since Stanley
 Fischer, the former International Monetary Fund deputy director,
 became the Bank of Israel governor in May 2005, the shekel
 strengthened 12 percent against the dollar and the Swiss franc,
 13 percent versus the euro, 3.1 percent against the yen and 41
 percent compared with the British pound.
 ``The shekel is the safest asset in Europe, the Middle East
 and Africa,'' Merrill Lynch  Co. strategist Benoit Anne in
 London wrote in an Oct. 22 report. ``The shekel presents some
 defensive characteristics, which has served the currency
 relatively well at a time of several global risk conditions.''
 Merrill set its ``medium-term'' fair value for the shekel at
 3.37 to the dollar.

 Gains Predicted

 The shekel traded at 3.92 on Nov. 17. Merrill's prediction
 would amount to 16 percent gain in the next two to three years.
 Analysts in a Bloomberg survey said the currency will reach 3.80
 by the end of 2009.
 Investors are gaining confidence after Israel's economy
 grew an average of 6 percent in the past four years and
 inflation slowed to an annualized rate of 5.5 percent last month
 from as high as 486 percent in November 1984.
 Israel's $206 billion economy will expand 4.5 percent in
 2008, according to Central Bureau of Statistics estimates.
 That's faster than the 3.7 percent forecast for the world
 economy by the IMF in Washington. U.S. gross domestic product
 contracted at a 0.3 percent rate last quarter, the biggest
 decline since 2001, and will expand 1.4 percent this year, based
 on the mean estimate in a Bloomberg survey of 75 economists.

 Holding Up

 Israel's economy is holding up better than some other
 Middle Eastern nations. Dubai may need support from its
 neighboring emirates to finance borrowing that paid for
 development of the world's tallest building, created palm tree-
 shaped islands and bought stakes in banks worldwide, Moody's
 Investors Service said in an Oct. 13 report.
 Kuwait had to prop up its banking system as the end of the
 oil boom weighed on the region's stock and real-estate markets.
 The Kuwait Stock Exchange suspended trading Nov. 13 and the
 United Arab Emirates said in October it would guarantee deposits
 of all local banks and large foreign banks.
 Israel avoided the worst of the damage from the credit-
 market seizure. The central bank said last month there was ``no
 sign'' of a domestic cash squeeze, with lending among financial
 institutions taking place ``as usual.''

 Bernanke's Thesis

 Fischer, 65, lowered the Bank of Israel's main interest
 rate to 3 percent from a high this year of 4.25 percent,
 including an unscheduled cut of half a percentage point on Nov.
 11. Jonathan Katz, a Jerusalem-based economist for HSBC Holdings
 Plc, called the latest reduction an effort ``to get ahead of the
 curve.''
 Fischer, the former Citigroup Inc. vice chairman who
 advised Federal Reserve Chairman Ben S. Bernanke on his doctoral
 thesis at the Massachusetts Institute of Technology in
 Cambridge, helped to steer the economy as the sudden increase in
 borrowing costs battered the world's biggest

[Keuangan] KPK terancam menjadi macan kertas

2008-11-12 Terurut Topik Hok An
Kawan2 yang baik,

Dibawah ada keputusan DPR yang berpotensi membahayakan reformasi sistem
pengadilan kita.

Salam damai

Hok An

http://www.thejakartapost.com/news/2008/11/11/news-analysis-bill-prescribes-setbacks-state039s-war-corruption.html

News Analysis: Bill prescribes setbacks in state's war on corruption

Pandaya ,  The Jakarta Post ,  Jakarta   |  Tue, 11/11/2008 10:50 AM  |
Headlines

The much-anticipated bill on the Corruption Court rushed to the House of
Representatives a fortnight ago shows loopholes that will endanger the
war on corruption -- the war that has won the Yudhoyono administration
international credit.

The most contentious issue revolves around Chapter 27, which delegates
the authority to select judges in charge of handling a particular case
to the Chief Justice and chief of the local district court.

Either of the chiefs will be granted the prerogative to decide how many
career and ad hoc judges will be in charge. The bill prescribes that the
number of judges has to be odd, at least three or five at the most.

The career/ad hoc judge ratio becomes critical because career judges
have long been attributed to the corrupt judiciary system and therefore
are perceived as part of the furniture and lacking credibility.

Ad hoc judges are recruited from outside the system and therefore, are
believed to have higher standards of integrity as proven by those in the
Corruption Court.

The bill was drafted in Dec. 2006 after the Constitutional Court killed
a provision in the 2002 Corruption Eradication Commission (KPK) law
which became the basis for the establishment of the Corruption Court.

The Constitutional Court ordered the government to create a new law that
would put the Corruption Court under the regular district court.
Lawmakers have until Dec. 2009 to finish the bill, a short time span
that is probably insufficient given that the politicians are also busy
campaigning for the 2009 general elections.

The future law mandates the establishment of a corruption court in every
regency and municipality in order to make the anti-corruption campaigns
more effective -- although it also raises concerns about an independence
standard as an extraordinary court.

Until the bill is passed into law, the old, highly respected Corruption
Court under KPK in Jakarta remains functional. Among its commendable
achievements is sending former and incumbent government bureaucrats and
a senior prosecutor to jail and is currently trying several lawmakers.

It is in fact an odd time for lawmakers to bow to public pressure to
finalize the bill before their terms expire in a year. At present, the
Corruption Court is putting on the dock some senior House members such
as Al Amin Nasution, Hamka Yandhu, Yusuf Emir Faisal and Anthony Zeidra
Abidin on various charges, ranging from receiving kickbacks and
threatening blackmail to accepting bribes.

KPK investigators have also been targeting the Supreme Court over
unaccounted funds which have accumulated for a great many years from
people embroiled in legal wrangles.

Just last week, the Attorney General's Office declared as a suspect
Romli Atmasasmita, one of the legal experts drafting this corruption
court bill! He will be charged with involvement in a Rp 400 billion
(US$40 million) graft while he served as legal administration director
general at the ministry of justice in the early 2000s.

The corruption court bill debate is heightening public distrust in the
regular court. In a recent seminar in Jakarta, Febri Diansyah of
Indonesia Corruption Watch (ICW) revealed that 104 of the 196 graft
suspects tried in the regular court between January and July of this
year were acquitted. Those found guilty received lenient jail terms of
an average of less than six-and-a-half months.

While at KPK's Corruption Court, where the ratio of ad hoc and career
judges is three to two, no suspects were acquitted and crooks received
fairly hefty prison terms, Febri said.

Clearly the regular court verdicts have failed to deter politicians and
officials from stealing taxpayers' money.

The delegation of authority to select judges to the chief justice and
local civil court chairman only gives credence to former KPK chairman
Taufiequrrachman Ruki's warning that targeted politicians and elements
of the corrupt system are seeking to strike back.

Ruki's concern became even more relevant when some politicians in charge
of finalizing the controversial Supreme Court bill proposed that ad hoc
status be scrapped from the Indonesian legal system because ad hoc
judges' proficiency is questionable.

It is also feared that the provision giving the chief justice and
district court chiefs too much power in graft trials will allow the
so-called judiciary mafia to control the Corruption Court. Then KPK
would become a mere paper tiger, just like the regular court that is
losing public trust.




[Keuangan] Fwd: Press release seminar Reformasi Birokrasi di Indonesia

2008-09-04 Terurut Topik Hok An

 Original Message 
 Subject: Press release seminar „Reformasi Birokrasi di Indonesia“
Date: Wed, 3 Sep 2008 13:34:39 -0700 (PDT)
From: Risonarta, Victor [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
  To:
  CC:


Press release seminar „Reformasi Birokrasi di Indonesia“

Tempat: KJRI Hamburg – Jerman

Waktu: Sabtu 30 Agustus 2008, jam 14.00 – 18.00 waktu Jerman

Penyelenggara: Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia (IASI) di Jerman

Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia (IASI) di Jerman telah mengadakan
seminar dengan tema reformasi birokrasi di Indonesia. Pembicara dalam
seminar ini adalah Hok An, Pipit Rochiyat, empat pejabat dari
Kementrian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) dan satu orang
perwakilan dari Koalisi Masyarakat Pengawasan Pemerintahan yang baik dan
bersih (Komwas PBB). Komwas PBB adalah sebuah LSM di Indonesia yang
bergerak di bidang edukasi dan advokasi untuk menciptakan sistem
pemerintahan Indonesia yang memihak kepentingan publik.

Dalam sambutannya, Yayat Sugiatna yang mewakili KJRI Jamburg
mengharapkan agar masyarakat Indonesia di Jerman dapat memberikan
masukan positif bagi pembangunan di Indonesia. Sementara itu Wajid Fauzi
selaku kuasa usaha KBRI Berlin menyatakan senang sekali bila reformasi
birokrasi dijalankan dengan baik di Indonesia karena dapat
menunjangkegiatan ekonomi dan menunjang kelancaran program pemerintah
terutama pejabat yang langsung bersentuhan muka dengan publik yang
dilayani.

Dalam presentasinya, Hok An memberikan informasi mengenai efek positif
dari reformasi birokrasi terhadap bidang ekonomi Indonesia. Dengan
dijalankannya reformasi birokrasi, maka hambatan-hambatan dunia usaha
akan diatasi karena reformasi birokrasi akan menempatkan pejabat publik
sebagai pelayan masyarakat. Bila reformasi birokrasi dijalankan dengan
baik, maka akan ada kenaikan pertumbuhan pendapatan domestik bruto (PDB)
sebesar 2,25 – 2,5% sehingga PDB Indonesia bisa mencapai 8 – 8,5%
bila kita menggunakan acuan pertumbuhan PDB tahun 2007. Reformasi
birokrasi juga akan memberikan akselerasi kegiatan investasi yang
kompetitif dibandingkan dengan negara tetangga sehingga pada akhirnya
juga dapat menciptakan lapangan kerja baru. Jadi reformasi birokrasi
sangat berguna bagi pemerintah dan pengusaha untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomidi sektor riil yang menciptakan tempat
kerja baru bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi angka pengangguran
dan kemiskinan..

Pipit Rochiyat menyoroti bahwa reformasi birokrasi juga diperlukan oleh
PNS baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Sebagai contoh, selama
ini PNS mengalami ketakutan apabila menolak perintah dari atasannya
sehingga banyak bawahan yang ikut terjerat kasus korupsi hanya karena
mengikuti perintah sang atasan. Dengan dijalankannya reformasi
birokrasi, maka diharapkan seorang bawahan dapat menolak perintah atasan
apabila perintah atasan tersebut bertentangan dengan undang-undang.
Reformasi birokrasi juga dapat memberikan keamanan karir bagi PNS karena
sekarang ini banyak PNS yang mempunyai kekuatiran akan masa depan mereka
bilsa terjadi pergantian pemerintahan. Banyak PNS yang digeser dari
jabatannya oleh PNS lain yang dekat kepada partai politik tertentu di
saat suatu partai politik tersebut memenangkan pemilu di tingkat daerah
ataupun pusat.

Sehubungan dengan reformasi birokrasi ini maka saat ini pemerintah
sedang menggodok rancangan undang-undang administrasi pemerintah (RUU
AP). Diharapkan RUU AP ini dapat memberikan garis kebijakan yang sangat
jelas dalam melakukan reformasi struktur dan peran PNS di Indonesia
termasuk juga untuk menciptakan kestabilan pemerintahan, pelayanan
publik dan ketatanegaraan yang lebih baik.

Bahan seminar reformasi birokrasi ini dapat didownload di website
IASI: www.iasi-jerman.de

Ringkasan seminar bisa juga didengarkan di radio Deutsche Welle edisi
Indonesia dua kali hari Jumat tanggal 4 Agustus mendatang jam 00:30 dan
Jumat 14:30 waktu Jerman atau Jumat jam 05:30 WIB dan Jumat jam 19:30
WIB. Siaran ini dapat didengar melalui website:
http://www.dw-world.de/popups/popup_multi_mediaplayer/0,,2933780_type_audio_struct_11583_format_WMedia,00.html




Kontak email kepada pembicara:

Bapak Hok An: [EMAIL PROTECTED]

Bapak Pipit Rochiyat: [EMAIL PROTECTED]

Jerman, 4 September 2008

Victor Yuardi Risonarta

Ketua II Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia (IASI)


Re: Coba Main game seemcity atau city builder [Keuangan] Re: Infrastruktur Indonesia

2008-08-15 Terurut Topik Hok An
Selama ini reformasi yang mulai dari jalan akhirnya menelurkan UU dan PP
yang datang dari atas, tetapi paradigma2 baru ini jarang yang mengerti
dan arusnya ter-putus2.
Titik awal perlu diganti dan diletakan pada rakyat yang berhenti
bersikap pasif.
Artikulasi perlu dialirkan secara kelembagaan dalam bentuk perserikatan2
dengan kepentinagn bersama maupun pressure group yang dikemudian hari
bisa membentuk aliansi2 baru dalam bentuk partai2 yang modern lengkap
dengan pusat2 studi yang memberi input dan bobot program yang jelas.

Kelompok2 anti korupsi sebetulnya sudah banyak, kelompok pembayar pajak
sudah ada tetapi belum keras terdengar suaranya.
Mungkin baru dalam tahap dekonstruksi dan masih kekurangan modal sosial
untuk kristalisasi menjadi gerakan masyarakat yang kuat.

Salam

Hok An

Hindarto Gunawan schrieb:

 Masalahnya bagaimana rakyat legawa / sadar memberikan kewajibannya
 kalau negara tidak menberikan hak nya. Seperti Sunset Policy... kalo
 pejabatnnya masih korup dan main gang2 .. apa rakyat akan memberikan
 kewajiban... Kasus kasus korupsi langsung maupun tidak langsung di
 Indonesia sudah bukan rahasia umum lagi. Jadi Ayam atau Telor dulu??

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, nazar [EMAIL PROTECTED]

 wrote:
 
  Bung hok an,
 
  Dalam sistim
  kenegaraan ada istilah
  hak dan kewajiban. Saat
  ini negara ini bingung
  menentukan hak yg
  harus di tuntut dan
  kewajiban yg harus di
  penuhi.
 
  Ya, semua komponen
  bangsa harus bisa
  menentukan hak dan
  kewajibannya
  masing2x. Apa
  kewajiban dan hak
  pemerintah. Dan apa
  hak dan kewajiban
  masyarakat.
 
  Salam
  NazaR
  on: tebo-jambi
 
 
  --- In AhliKeuangan-
  [EMAIL PROTECTED],
  Hok An Hokan@
  wrote:
   Bung Nazar,
   saya kuatir orang2
  terpenting kabinet kita
  tidak kenal permainan
  itu.
   Yang diplototi
  mungkin cuma angka2
  fundamental ekonomi
  saja, yaitu
   angka2 inflasi, defisit
  dan neraca pembayaran
  berimbang.
   Akibatnya elite negara
  kita belah dua.
   Sebab ada lagi satu
  kelompok di kabinet
  yang rajin produksi
  rencana2
   infrastruktur, yang
  ditumpuk makin hari
  makin tinggi.
   Tumpukan ini mirip
  rencana aliran
  pengeluaran negara
  yang terus
   bertambah seperti air
  mengisi bendungan
  sehingga makin hari
  makin tinggi.
   Sebelum strategi ini
  dihentikan kabinet kita
  perlu mengambil
  keputusan
   apakah negara mau
  difungsikan kembali
  sebagai agen
  pembangunan atau
   tidak. Saat ini
  rupa2nya segala hal
  mau diserhakan kepada
  swasta.
  
   Salam
   Hok An
   nazar schrieb:
  
Dulu waktu kuliah
  saya
suka main game
  seem
city/city builder.
  Game
ini mengajarkan
  kpda
kita simulasi
membangun sebuah
negara, seperti pajak,
jalan, air, listrik,
terminal, bandara,
dermaga, sekolah,
kesehatan, hiburan
  dll.
Lalu jika di kaji secara
ilmiah game
  seemcity
tersebut merupakan
simulasi sederhana
dalam membangun
sebuah negara.
   
Misalnya, jika jumlah
penduduk dan luas
  area
meningkat maka
kebutuhan listrik, air,
sekolah, keamanan,
kesehatan, lapangan
kerja/industri juga
meningkat.
   
Salam
nazar
--- In AhliKeuangan-
   
  [EMAIL PROTECTED],
Dedy arman
dedy_arman@
wrote:


 Mmm..
  CUCOK.

 Sent from my
BlackBerry®
 powered by Sinyal
Kuat INDOSAT

 -Original
Message-
 From: jeff_andra
jeff_andra@

 Date: Sat, 09 Aug
  2008
01:42:44
 To: AhliKeuangan-
   
  [EMAIL PROTECTED]
 Subject: [Keuangan]
Re: Infrastruktur
Indonesia


 Abis mau gimana
  lagi
ya? lha wong
presidennya terlalu
sibuk bikin
 lagu, wapres sibuk
dagang n kampanye
(kan ketua umum),
  para
menteri
 tukang ngobyek,
anggota DPR nya
ditangkepin KPK,
  yang
masih bebas,
 sibuk kencan n
ngakalin duit negara
(termasuk anggaran
infrastruktur)
 buat dana
  kampanye :)

 Memang tragis sih
  ya,
kalo ngutip
  statement
Faisal Basri, ya ini lah,
 kita sibuk
mengundang
  investor,
ketika investr masuk
kita biarkan
 mereka kecewa
karena buruknya
infrastrktur (PLN,
transportasi, dll.)
 di republik ngawur
  ini,
yang
  mengakibatkan hi
cost economy itu.

 Ada yang mau
  bantu
solusi?

 --- In
  AhliKeuangan-
   
  [EMAIL PROTECTED],
Hindarto Gunawan

   
  hindarto.gunawan@
wrote:
 
  Boleh sy minta
pendapat dr ahli2
keuangan ;
  Infrastruktur
adalah
  sarana penting
  bagi
pertumbuhan
  ekonomi
bukan, kalo di negara
lain
  banyak
pembangunan jalan
jalan baru, power
  plan,
dll..(terutama di
  china) ..kalo di
 

 




Re: Coba Main game seemcity atau city builder [Keuangan] Re: Infrastruktur Indonesia

2008-08-12 Terurut Topik Hok An
Bung Nazar,

saya kuatir orang2 terpenting kabinet kita tidak kenal permainan itu.
Yang diplototi mungkin cuma angka2 fundamental ekonomi saja, yaitu
angka2 inflasi, defisit dan neraca pembayaran berimbang.
Akibatnya elite negara kita belah dua.
Sebab ada lagi satu kelompok di kabinet yang rajin produksi rencana2
infrastruktur, yang ditumpuk makin hari makin tinggi.
Tumpukan ini mirip rencana aliran pengeluaran negara yang terus
bertambah seperti air mengisi bendungan sehingga makin hari makin
tinggi.

Sebelum strategi ini dihentikan kabinet kita perlu mengambil keputusan
apakah negara mau difungsikan kembali sebagai agen pembangunan atau
tidak. Saat ini rupa2nya segala hal mau diserhakan kepada swasta.

Salam

Hok An

nazar schrieb:

 Dulu waktu kuliah saya
 suka main game seem
 city/city builder. Game
 ini mengajarkan kpda
 kita simulasi
 membangun sebuah
 negara, seperti pajak,
 jalan, air, listrik,
 terminal, bandara,
 dermaga, sekolah,
 kesehatan, hiburan dll.
 Lalu jika di kaji secara
 ilmiah game seemcity
 tersebut merupakan
 simulasi sederhana
 dalam membangun
 sebuah negara.

 Misalnya, jika jumlah
 penduduk dan luas area
 meningkat maka
 kebutuhan listrik, air,
 sekolah, keamanan,
 kesehatan, lapangan
 kerja/industri juga
 meningkat.

 Salam
 nazar
 --- In AhliKeuangan-
 [EMAIL PROTECTED],
 Dedy arman
 [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
 
  Mmm.. CUCOK.
 
  Sent from my
 BlackBerry®
  powered by Sinyal
 Kuat INDOSAT
 
  -Original
 Message-
  From: jeff_andra
 [EMAIL PROTECTED]
 
  Date: Sat, 09 Aug 2008
 01:42:44
  To: AhliKeuangan-
 [EMAIL PROTECTED]
  Subject: [Keuangan]
 Re: Infrastruktur
 Indonesia
 
 
  Abis mau gimana lagi
 ya? lha wong
 presidennya terlalu
 sibuk bikin
  lagu, wapres sibuk
 dagang n kampanye
 (kan ketua umum), para
 menteri
  tukang ngobyek,
 anggota DPR nya
 ditangkepin KPK, yang
 masih bebas,
  sibuk kencan n
 ngakalin duit negara
 (termasuk anggaran
 infrastruktur)
  buat dana kampanye :)
 
  Memang tragis sih ya,
 kalo ngutip statement
 Faisal Basri, ya ini lah,
  kita sibuk
 mengundang investor,
 ketika investr masuk
 kita biarkan
  mereka kecewa
 karena buruknya
 infrastrktur (PLN,
 transportasi, dll.)
  di republik ngawur ini,
 yang mengakibatkan hi
 cost economy itu.
 
  Ada yang mau bantu
 solusi?
 
  --- In AhliKeuangan-
 [EMAIL PROTECTED],
 Hindarto Gunawan
 
 hindarto.gunawan@
 wrote:
  
   Boleh sy minta
 pendapat dr ahli2
 keuangan ; Infrastruktur
 adalah
   sarana penting bagi
 pertumbuhan ekonomi
 bukan, kalo di negara
 lain
   banyak
 pembangunan jalan
 jalan baru, power plan,
 dll..(terutama di
   china) ..kalo di
 Indonesia?... Boro boro
 punya tol surabaya -
 gempol

 




[Keuangan] Konsumsi energi

2008-07-15 Terurut Topik Hok An
Teman yang baik,

dibawah ada review mengenai masalah energi Indonesia.
Dalam rumus ekonomi konsumsi yang melebihi kemampuan adalah pangkal dari
masalah.
Dari tulisan dibawah tampak juga bahwa pasokan konsumsi energi kita
tidak didukung oleh infrastruktur yang mencukup.
Jadi masalahnya dua yaitu ekonomis dan teknis.

Salam

Hok An


http://www.thejakartapost.com/news/2008/07/14/consumption-keeps-growing-energy-infrastructure-worsens.html

Tuesday, July 15, 2008 12:33 PM

Consumption keeps growing as energy infrastructure worsens

Hanan Nugroho ,  Jakarta   |  Mon, 07/14/2008 10:08 AM

While domestic demand for oil is escalating uncontrollably (12 percent
for gasoline and 15 percent for diesel fuel in 2007) and domestic oil
production has been on a continuous slide for the last 13 years, it is
sad to find that oil prices are skyrocketing and our energy
infrastructure is deteriorating. What will happen next?

Oil refinery capacity in Indonesia has not expanded since Balongan EXOR
(West Java) started operating in the mid 1990s. The total capacity is
stuck at 1.055 million bpd, even decreasing since Pangkalan Brandan was
shut down recently.

Except EXOR, all the refineries are old, most of them having started
operation before the 1980s (Sei Pakning in 1957, Plaju in 1930 by
Shell). Four out of nine refineries (about one-third of national
capacity) are located in Sumatra, far from the middle and eastern
islanders who also need oil.

Geographical constraints, old technology and capacity does not fit the
changing domestic demand, resulting in the increasing cost of importing
fuels.

Infrastructure for distributing oil across the archipelago is also
decaying. There has been no significant development except in gasoline
stations, which currently number about 3,000.

A middle-high pressure pipeline for oil products is still very limited
and has not been expanded for the last three decades. The country's 170
oil storage sites are not sufficient, but the progress to build new
sites has been very slow.

Nevertheless, infrastructure for distributing oil in western parts of
Java is sufficient; oil fuel in this region is transported efficiently
through a transmission pipeline from Cilacap refinery (Central Java) to
demand centers close to Bandung/Jakarta.

But for the rest of the country, even in other parts of Java -- the
island consuming three-fourths of the country's fuel -- the oil
distribution system is far from efficient. There is no refinery or oil
distribution pipeline operating in East Java. A distribution system
relying on trucks, train, ships, barges and small aircraft in the
country's remote areas results in very expensive transportation costs.

Indonesia's energy consumption will continue to grow in line with the
growth of the country's economy, urban population and changes in
lifestyle that consume more energy. This trend of energy consumption
will continue to take place despite rising oil prices.

Energy demand does not have to be fulfilled by oil alone, as it can be
replaced by other fuels such as natural gas for electricity generation,
industry, households and transportation. Coal may substitute for oil,
particularly in electricity generation and the industrial sector, while
coal briquette can replace kerosene for cooking. Natural gas is cheaper,
cleaner and more efficient than oil and Indonesia has larger reserves of
natural gas than of oil.

Unfortunately, our capacity to switch from oil to natural gas is very
small, constrained largely by the availability of infrastructure.

Only the South Sumatra-West Java natural gas transmission pipeline is
ready to operate, brining natural gas from Jambi (southern Sumatra) to
Banten's industrial estates and further to power plants near Jakarta.

Large parts of our gas are still exported by pipeline to Singapore and
Malaysia, and to Japan, South Korea and Taiwan as LNG. Combined cycle
power plants in Java, constructed under a crash program during the
1990s, are still facing difficulties in getting natural gas delivered to
them, forcing the plants to burn expensive oil.

The development of city gas distribution systems faltered in the 1990s,
leaving only about 75,000 households receiving gas deliveries. Below 1
percent of all households in Indonesia rely on natural gas, far lower
than in the United States, major European countries or even Japan and
Korea, whose gas consumption depends on LNG imports from Indonesia.

Recently, there was an attempt to move people over from using kerosene
to LPG. LPG may substitute for kerosene for cooking, but the benefits of
this switch will not go far since our LPG production capacity (coming
from oil, small LPG and LNG refineries) is limited and the price of LPG
is expensive (compared to that of natural gas). LPG technology is not
intended to provide energy for a large number of households; piped city
gas normally does this job.

Coal provision faces similar obstacles. Compared to for export --
Indonesia became the world's largest

Re: [Keuangan] panas bumi sampai 27.000 MW

2008-07-12 Terurut Topik Hok An
Setahu saya sesungguhnya SDM kita sebetulnya cukup dan pengalaman di Jawa Barat 
dan Dieng juga sudah puluhan tahun.
PLT panas bumi kurang cocok untuk kebutuhan masyarakat, sebab harus jalan 
nonstop siang malam.
Untuk Jawa Barat dan Bali cukup lokasi yang cukup dekat dengan yang perusahaan2 
yang butuh atau jaringan PLN.

Mungkin yang kurang adalah modal politik artinya orang2 yang tinggal dekat 
sumber air panas tidak punya akses kepada pengambilan keputusan. Kemungkinan 
dan barangkali juga keberanian untuk membangun plt panas bumi yang kecil2 
(kira2 1-5 MW) perlu dibangkitkan.
Kesulitan plt panas bumi adalah proyek yang pertama. Kalau jalan satu yang 
lainnya lebih mudah sebab sifat geologis daerah itu menjadi jelas. Jadi 
diperlukan struktur pembiayaan khusus supaya hambatan yang disebabkan risiko 
investasi ini bisa diatasi.


Salam

Hok An


Bali da Dave schrieb:

 Yang saya denger sih Filipina lumayan maju sudah untuk penggunaan sumber 
 panas bumi ini. Cuma detailnya kurang jelas ya. Negara-negara lain memang 
 kurang mengembangkan geothermal karena sifatnya yang sangat bergantung pada 
 Posisi panasnya. Tidak banyak negara yang punya sumber daya ini.

 --- On Fri, 7/11/08, Hok An [EMAIL PROTECTED] wrote:
 From: Hok An [EMAIL PROTECTED]
 Subject: [Keuangan] panas bumi sampai 27.000 MW
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
 AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Date: Friday, July 11, 2008, 10:49 PM


 Teman2 yang baik,

 Dari tulisan dibawah sesungguhnya jalan keluar dari krisis energi ada

 banyak.

 Tetapi masalah yang menghadang cukup banyak.

 Tetapi sesungguhnya masalah teknis dan ongkos eksplorasi dan pembangunan

 jelas tidak beda banyak dengan cari minyak dilaut dalam.

 Yang berikutnya adalah masalah lingkungan, kawasan yang sebagian sakral

 yang mungkin bisa diatasi liwat dialog dengan masyarakat sehingga dapat

 dicari cara yang sesuai dengan adat dan ramah lingkungan.

 Masalah yang mungkin lebih sulit adalah peraturan2 yang seribu satu dan

 proses perizinan yang tidak jelas.

 Apakah masalah ini tidak bisa dikurangi apabila dibuat konstruksi

 perusahaan yang dimiliki bersama antara lain oleh PEMDA setempat atau

 BRI lokal bersama dengan pengusaha2 lokal yang perlu listrik?

 Salam

 Hok An

 http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2008/07/11/ 01160199/ lebih.realistis. 
 untuk.panas. bumi

 Kompas, 11 Juli 2008 | 01:16 WIB

 Doty Damayanti

 Indonesia kerap disebut memiliki potensi panas bumi sampai 27.000 MW

 atau sekitar 40 persen dari seluruh potensi panas bumi di dunia. Publik

 banyak yang tidak tahu bahwa ternyata data yang dipakai pemerintah untuk

 menggambarkan besarnya sumber daya panas bumi itu adalah angka

 spekulatif, sumbernya pun tidak jelas.

 Kita selalu bilang punya potensi besar sampai 27 gigawatt ekuivalen,

 sementara cadangan yang terbukti sebenarnya hanya sekitar 2.000 MW,

 sisanya cadangan yang mungkin dan cadangan spekulatif,” ujar pengamat

 kelistrikan, Herman Darnel Ibrahim.

 Perkiraan cadangan yang besar itulah yang menjadi salah satu alasan

 pemerintah menjadikan panas bumi sebagai energi andalan untuk kelanjutan

 proyek percepatan pembangkit listrik tahap kedua.

 Pemerintah berambisi total daya pembangkit yang dibangun pada crash

 program tahap II ini mencapai 12.000 megawatt. Sekitar 6.000 MW

 ditargetkan menggunakan energi panas bumi. Proyek-proyek pembangkit itu

 ditargetkan sudah bisa beroperasi dalam lima tahun.

 Dari sisi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, harus diakui ada

 perbaikan untuk membuat pengembangan panas bumi lebih menarik. Antara

 lain, keluarnya peraturan Menteri Keuangan yang membebaskan bea masuk

 peralatan eksplorasi panas bumi. Selain itu, pemerintah mengeluarkan

 patokan penetapan harga jual panas bumi melalui Keputusan Menteri Energi

 dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2008 tentang Harga Listrik Panas

 Bumi.

 Dulu, harga ditetapkan lewat negosiasi investor dengan PLN. Akibat tak

 ada patokan yang jelas, kesepakatan sering tidak tercapai. Sekarang,

 harga ditetapkan berdasarkan lelang. Mengacu pada ketetapan itu, harga

 jual listrik panas bumi rata-rata 8-9 sen dollar AS per kWh.

 Namun, perhitungan lebih matang sangat diperlukan untuk menjadikan

 pengembangan panas bumi benar-benar prospektif. Berkaca pada proyek

 percepatan tahap I yang ditetapkan tanpa studi kelayakan awal yang

 jelas, jangan sampai menargetkan angka yang sulit dicapai.

 Meski unggul sebagai energi terbarukan yang ramah lingkungan dan tidak

 terpengaruh harga dunia, pengembangan panas bumi untuk energi pembangkit

 memiliki risiko investasi yang besar. Dengan prosedur yang ada,

 pengembangan panas bumi butuh waktu 8-10 tahun.

 Pembangkit listrik tenaga panas bumi bukanlah fenomena baru. Direktur

 Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Sugiharto

 Harsoprayitno mengatakan, pengembangan panas bumi selalu dilakukan

 ketika pemerintah terdesak mencari alternatif pengganti bahan bakar

Re: [Keuangan] Part 2 IDEE (Re: Energy subsidy may hit Rp 300 trillion next year)

2008-07-10 Terurut Topik Hok An
Teman2 yang baik,

Sebenarnya dalam jawaban Bung Hanan ada 3 attachment yang dimilis kita
tidak bisa lewat.

Yang ingin mendalami masalah migas kita bisa melihat paper2 IDEE itu di:

http://migas-indonesia.net/index.php?option=com_docmantask=cat_viewgid=166Itemid=42.

Salam

Hok An

nugrohohn schrieb:



 - Original Message -
 SUBJECT: Energy subsidy may hit Rp 300 trillion next year
 FROM: [EMAIL PROTECTED]
 TO: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 DATE: 07-09-2008 4:31 pm
 Teman2,

 Saya kuatir taksiran dibawah optimis.
 Apa benar BBM subsidi diselundupkan?
 Bukankan angkutan BBM sudah dipantau pakai GPS?
 Barangkali pemakaian BBM subsidi memang tinggi.
 Kalau kebutuhan BBM subsidi 2009 50 juta kiloliter dan perbedaan
 harga
 dengan pasar dunia nanjak ke $0,50/l, kebutuhan subsidi sudah $25M.
 Disaat yang sama kebutuhan PLN akan subsidi ikut loncat2, sebab
 selain
 BBM, batubara ikut2an naik.
 Kalau masalah ini di-gusur2 sampai pemilu selesai, kabinet berikutnya
 akan mewarisi beban yang berat sekali,
 karena solusi2 yang tersisa tinggal schock therapy saja.

 Salam

 Hok An

 http://www.thejakartapost.com/news/2008/07/09/energy-subsidy-may-hit-rp-300-trillion-next-year-minister.html[1]

 Wednesday, July 9, 2008 3:28 PM

 Energy subsidy may hit Rp 300 trillion next year: Minister

 Aditya Suharmoko , The Jakarta Post , Jakarta | Wed, 07/09/2008
 10:49 AM | Business

 The government may spend Rp 300 trillion (US$32.55 billion) on energy
 subsidies next year, or close to a 50 percent rise from this year,
 assuming oil prices average $140 per barrel, Finance Minister Sri
 Mulyani Indrawati said Tuesday.

 The country uses the so-called Indonesian Crude Price (ICP) as its
 oil
 price benchmark, which is usually slightly lower than the
 international
 benchmarks.

 Looking at the trend (in oil prices) until July, we may consider
 setting the (ICP) at $140 per barrel, Sri Mulyani said.

 Oil prices rose Tuesday with light sweet crude in New York climbing
 91
 U.S. cents to $142.28 per barrel after slumping $3.92 on Monday to
 close
 at $141.37 on the New York Mercantile Exchange, AFP reported.

 Brent North Sea crude Tuesday climbed $1.09 to $142.96 after dropping
 $2.55 to close at $141.87 per barrel on Monday in London. On May 3,
 oil
 prices in New York struck a record high of $145.85 and in Brent hit
 an
 all-time peak of $146.69.

 For this year, the government has estimated energy subsidy
 allocations
 -- including fuel and electricity subsidies -- at Rp 200.6 trillion,
 assuming the ICP to be $110 per barrel. The estimate is a revision of
 an
 earlier Rp 187.1 trillion state-budget projection, which set the ICP
 at
 $95 per barrel.

 The fuel subsidy accounts for about 65 percent of the total energy
 subsidy.

 In contrast, the government for this year sets aside Rp 100 trillion
 for
 programs dedicated to empower poor households, including food
 subsidies.

 The House of Representatives has suggested the government to cap the
 disparity between subsidized and non-subsidized fuel prices to limit
 state spending.

 We may cover (fuel subsidy) at a certain amount. The disparity
 between
 international and domestic (fuel) prices is getting higher -- about
 30
 percent or 40 percent, Sri Mulyani said.

 Critics have said the high disparity between fuel sold domestically
 and
 on the international market encourages smuggling.

 The government on May 24 raised the price of subsidized fuels by an
 average 28.7 percent in a bid to reduce spending and help discourage
 fuel consumption amid soaring global oil prices.

 However, as of June, domestic fuel consumption had passed 16 million
 kiloliters, almost half of the government's estimate set in the
 revised
 2008 budget of 35.5 million kiloliters.

 Anggito Abimanyu, the finance ministry's head of fiscal policy, said
 earlier total fuel consumption this year might reach 41 million
 kiloliters as people usually consumed more fuel in the year's second
 semester.

 We see (fuel) consumption is irresistible with the high disparity,
 Sri
 Mulyani said.

 Despite high oil prices and high fuel consumption, the current
 administration has promised it will not raise the prices of
 subsidized
 fuels until its term ends in 2009, when the country holds general
 elections.

 Sri Mulyani said high oil prices might affect Indonesia's economic
 growth.

 The risk to economic growth will be higher. We will maintain (the
 estimate for this year's economic growth) at 6.2 percent, but it will
 likely be below that, she said.

 The economy is expected to grow by between 6 and 6.4 percent in 2008.
 It
 grew 6.4 last year

 Links:
 --
 [1]
 http://www.thejakartapost.com/news/2008/07/09/energy-subsidy-may-hit-rp-300-trillion-next-year-minister.html

 [Non-text portions of this message have been removed]

 




Re: [Keuangan] Re: Energy subsidy may hit Rp 300 trillion next year

2008-07-10 Terurut Topik Hok An
Jangan2 kita semua sama bodohnya, sebab fakta2 ekonomi tidak terbuka.
Buku2 ekonomi sulit didapat. Angka2nya kalau ada kedaluwarsa.
Dalam diskursus BBM malah ada pendapat bahwa data2 ada yang menjadi
rahasia nasional.
Akibat kurang tahu kita mengembangkan budaya debat kusir.
Banyak yang percaya kita kaya minyak, subur makmur, penuh dengan SDA.
Banyak yg belum tahu defisit BBM cukup berat.
Padahal sepeda motor baru 6 juta tiap tahun, sebab itu kebutuhan BBM
transport melaju cepat sekali.

Masalah kita begini.
Kabinet yang berikut, membutuhkan waktu lebih dari satu periode untuk
menyelesaikan masalah ini. Memindah arus transport sepeda motor itu
kedalam suatu sistem transport massal perlu waktu. Membangun jaringan
kereta bawah tanah perlu waktu ber-tahun2. Pada tahap awal banyak
masalah besar. Tetapi yang menikmati adalah kabinet periode yang
berikutnya.

Masalah ini umum dalam semua proses besar. Jadi sesungguhnya kita
memerlukan konsensus dasar mengenai apa2 yang perlu dilaksanakan dalam
periode menengah untuk menyelesaikan masalah2 jangka panjang.

Masalah kita yang utama mungkin bukan hanya APBN tetapi arah pembangunan
yang lebih rapi, hemat, effektiv dan manusiawi.

Hal yang segera bisa dilaksanakan memang adalah penggalakan budaya hemat
energi seperti yang diusulkan oleh Bung Hanan.

Salam

Hok An



jeff_andra schrieb:

 Ya begitulah bung Hok An, makannya deri kemaren2 saya bilang oknum
 mahasiswa yang demo rusuh nentang penurunan subsidi (plus Kwik Kian
 Gie, Rizal Ramli, dkk.) mereka itu antara bego atau berlaga bego.

 Ngga perlu belajar ekonomi tinggi2, kalo cuma untuk memahami bahwa
 BARANG YANG MAKIN LANGKA AKAN MAKIN MAHAL. itu kan pasar ekonomi
 yang kita udah dapetin di SMP dulu.

 Sayang seribu sayang memang ketika mahasiswa yang katanya kaum intelek

 itu bukannya memberi pencerahan, malah bersifat layaknya TROUBLE
 MAKER. Perlu dicatat saya juga masih mahasiswa, dan bukan dari
 keluarga kaya raya. Tapi saya cuma berusaha berfikir logis, bahwa
 melanggar hukum pasar bukannya tanpa konsekuensi, kita udah ngerasa
 akibatnya taon 1998 silam.

 Kalo nyerempet masalah politik nih ye, saya sedih dengan pihak oposan,

 yang seharisnya bersifat kritis jika kebijakan pemerintah mengeluarkan

 kebijakan salah, katakan soal BLT, penunjukan operator blok Cepu,
 itulah saat saat oposan unjuk gigi. Tapi nyatanya oposan dan partai2
 sontoloyo lebih seperti anak kecil yang hobby nyari2 bahkan membuat2
 kesalahan orang.

 Kembali ke masalah APBN, ya sudahlah kita lihat saja nanti bagaimana
 kabinet berikutnya mendapat warisan masalah ini dalam nyusun
 APBN-nya.


... cut ...




[Keuangan] Energy subsidy may hit Rp 300 trillion next year

2008-07-09 Terurut Topik Hok An
Teman2,

Saya kuatir taksiran dibawah optimis.
Apa benar BBM subsidi diselundupkan?
Bukankan angkutan BBM sudah dipantau pakai GPS?
Barangkali pemakaian BBM subsidi memang tinggi.
Kalau kebutuhan BBM subsidi 2009 50 juta kiloliter dan perbedaan harga
dengan pasar dunia nanjak ke $0,50/l, kebutuhan subsidi sudah $25M.
Disaat yang sama kebutuhan PLN akan subsidi ikut loncat2, sebab selain
BBM, batubara ikut2an naik.
Kalau masalah ini di-gusur2 sampai pemilu selesai, kabinet berikutnya
akan mewarisi beban yang berat sekali,
karena solusi2 yang tersisa tinggal schock therapy saja.

Salam

Hok An

http://www.thejakartapost.com/news/2008/07/09/energy-subsidy-may-hit-rp-300-trillion-next-year-minister.html

Wednesday, July 9, 2008 3:28 PM

Energy subsidy may hit Rp 300 trillion next year: Minister

Aditya Suharmoko ,  The Jakarta Post ,  Jakarta   |  Wed, 07/09/2008
10:49 AM  |  Business

The government may spend Rp 300 trillion (US$32.55 billion) on energy
subsidies next year, or close to a 50 percent rise from this year,
assuming oil prices average $140 per barrel, Finance Minister Sri
Mulyani Indrawati said Tuesday.

The country uses the so-called Indonesian Crude Price (ICP) as its oil
price benchmark, which is usually slightly lower than the international
benchmarks.

Looking at the trend (in oil prices) until July, we may consider
setting the (ICP) at $140 per barrel, Sri Mulyani said.

Oil prices rose Tuesday with light sweet crude in New York climbing 91
U.S. cents to $142.28 per barrel after slumping $3.92 on Monday to close
at $141.37 on the New York Mercantile Exchange, AFP reported.

Brent North Sea crude Tuesday climbed $1.09 to $142.96 after dropping
$2.55 to close at $141.87 per barrel on Monday in London. On May 3, oil
prices in New York struck a record high of $145.85 and in Brent hit an
all-time peak of $146.69.

For this year, the government has estimated energy subsidy allocations
-- including fuel and electricity subsidies -- at Rp 200.6 trillion,
assuming the ICP to be $110 per barrel. The estimate is a revision of an
earlier Rp 187.1 trillion state-budget projection, which set the ICP at
$95 per barrel.

The fuel subsidy accounts for about 65 percent of the total energy
subsidy.

In contrast, the government for this year sets aside Rp 100 trillion for
programs dedicated to empower poor households, including food subsidies.

The House of Representatives has suggested the government to cap the
disparity between subsidized and non-subsidized fuel prices to limit
state spending.

We may cover (fuel subsidy) at a certain amount. The disparity between
international and domestic (fuel) prices is getting higher -- about 30
percent or 40 percent, Sri Mulyani said.

Critics have said the high disparity between fuel sold domestically and
on the international market encourages smuggling.

The government on May 24 raised the price of subsidized fuels by an
average 28.7 percent in a bid to reduce spending and help discourage
fuel consumption amid soaring global oil prices.

However, as of June, domestic fuel consumption had passed 16 million
kiloliters, almost half of the government's estimate set in the revised
2008 budget of 35.5 million kiloliters.

Anggito Abimanyu, the finance ministry's head of fiscal policy, said
earlier total fuel consumption this year might reach 41 million
kiloliters as people usually consumed more fuel in the year's second
semester.

We see (fuel) consumption is irresistible with the high disparity, Sri
Mulyani said.

Despite high oil prices and high fuel consumption, the current
administration has promised it will not raise the prices of subsidized
fuels until its term ends in 2009, when the country holds general
elections.

Sri Mulyani said high oil prices might affect Indonesia's economic
growth.

The risk to economic growth will be higher. We will maintain (the
estimate for this year's economic growth) at 6.2 percent, but it will
likely be below that, she said.

The economy is expected to grow by between 6 and 6.4 percent in 2008. It
grew 6.4 last year




Re: [Keuangan] Skandal BLBI, Misteri Yang Harus Diungkap

2008-07-01 Terurut Topik Hok An
Bung Reza,

Saya kira jelas waktu itu ada keputusan2 remang2 dengan akibat yang
jelas yaitu bank2 yang katanya akan bangkrut kalau tidak diberi SUN
dengan bunga tinggi.

Tetapi sekarang pertanyaan pertama adalah kondisi bank2 itu sebenarnya
bagaimana.
Yang kedua adalah peraturan yang berlaku, sebab aksi terobosan menabrak
aturan saat ini akibatnya bisa fatal.

Kalau kita berpendapat bahwa bank2 perlu dan bisa disapih dari bunga
SUN/Obligasi Rekap dengan harapan akan menjual kredit lebih banyak.
Kita masih perlu memperhatikan seperti juga pada bayi,  proses menyapih
juga tidak bisa sekaligus.

Usul saya sebenarnya kuno:

BI mengurangi pembelian SBI dalam jumlah yang cukup besar mungkin mula2
50 trilliun tiap kwartal.
Dengan demikian SBI kira2 3 tahun lagi tidak ada lagi. BI kira2 setahun
sesudahnya akan untung dan untungnya sebagian besar diberi tiap awal
tahun kepada kas negara (bukan dipajak tetapi semacam dividen).

Dana bank yang lebih tiap hari bisa disimpan di BI, tetapi bunganya
jelas lebih rendah dari bunga SBI.
Bank yang perlu uang sebaliknya bisa juga pinjam dari BI.
Jadi SBI dibalik fungsinya untuk memasok likuiditas bukan lagi untuk
mengurangi.
Jadi semacam normalisasi dari fungsi bank sentral.

Kas Negara berusaha menjual SUN ritel langsung dari masyarakat dalam
jumlah agak lebih besar.
Dengan demikian ongkos bunga negara agak turun sedikit. Yang terima
bunga tinggi kalau bisa masyarakat bukan bank2. Untuk itu jangan ada
batas terkecil penjualan SUN ritel dan SUN Ritel jelas2 dipasarkan
sebagai surat berharga berbunga dengan garansi penuh.

Uang yang terkumpul sebagian dipakai untuk melunasi SUN di bank2, bagian
yang lain segera digelontor untuk proyek2 infrastruktur.
Effeknya utang negara langsung kepada masyarakat bukan kepada bank.
Masyarakat ada simpanan yang bergaransi pasti walaupun mungkin bunganya
tidak terlalu tinggi.
Budaya bunga tinggi pelan2 kalau bisa terus ditekan sehingga mendekati
standar tetangga2 kita di Asia.

Kalau managment anggaran pemerintah kurang ketat risiko inflasi disini
cukup besar, tetapi cara lain bisa jadi lebih sulit lagi.
Kita perlu hati2, tetapi juga tidak boleh terlalu takut2. Untuk itu
data2 ekonomi harus agak baik.
Saat ini bisa jadi data akurat belum ada. Yang bisa dilakukan hanya
kebijaksanaan trial and error, yaitu mulai dengan aksi yang agak kecil
yang setiap kali diperbesar.

Salam

Hok An



Reza Maulana Kusuma schrieb:

 Ada tulisan cukup menarik dan relatif komprehensif dari seorang
 Syamsul
 Balda, mantan anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Reformasi terkait
 BLBI.
 Namun yang mengglitik saya, apakah data-data yang disajikan cukup
 valid dan
 bisa dipercaya jika dukumennya ternyata sudah musnah terbakar? Mungkin

 kawan-kawan ahli bisa memberikan pencerahan.

 Terima Kasih,

 Reza M Kusuma





Re: [Keuangan] WSJ: Pimco's Gross to President Obama: Double the BudgetDeficit

2008-07-01 Terurut Topik Hok An
Bung Poltak,

Sedikit tambahan:
PIMCO dengan asset €500 milyard saat ini fonds terbesar yang dimiliki
oleh Allianz Global Investor (Dresdner Bank).

Usul Bill Gross bisa berhasil, kalau uang yang digelontor benar2
dimanfaatkan disana.
Hal ini tidak terjamin, sebab sektor energi baru di sana baru dimulai,
sehingga banyak sekali pesanan saat ini justru mengalir ke Eropa. Sebab
itu Bill Gross juga sudah memberi usul supaya ada persiapan yang baik
supaya dana yang turun bisa dipakai dengan effektiv. Masalah yang besar
perlu dana yang besar. Denagn semangat ala Bill Gross proyek2 baru yang
sedang dikembangkan di US akan memecahkan dimensi2 proyek yang dikenal
sekarang ini.

Kita sendiri sejak 10 tahun ini justru terbalik terlalu hati2, tetapi
sektor riil kita juga tidak jelas menawarkan visi dan menuntut dana
tambahan. Saat ini terasa akibatnya infrastruktur se-olah2 berantakan.
Listrik yang mati hidup tidak memungkinkan produksi yang pasti.

Kabinet kita perlu baca usul ini.

Salam

Hok An

Poltak Hotradero schrieb:


 Bond king Bill Gross called on presidential
 nominee Barack Obama to double the federal budget
 deficit to $1 trillion by fiscal 2011 if he became president.

 “The economy will need an additional jolt of $500
 billion or so of government spending real quick,”
 said Gross in a
 http://www.pimco.com/LeftNav/Featured+Market+Commentary/IO/2008/IO+July+2008.htmletter

 to “President” Obama posted on Pimco’s Web site.
 “It must replace both reduced residential
 investment and consumption whose decline has
 placed the U.S. economy near, if not in a recession.”

 Gross noted that this year’s budget deficit
 should be about $500 billion. By doubling that to
 $1 trillion in three years, that would put the
 deficit at about 6% of gross domestic product, “a
 mere pittance by Japanese standards.” He said its
 deficit exceeded 10% at its peak a decade ago.

 In taking shots at President Bush and the “mess”
 Obama would inherit as chief executive, Gross - a
 registered Republican - said, “Although your
 campaign slogan says, ‘Yes we can,’ I have my
 doubts.” While saying increased income taxes
 under an Obama administration would end “an
 eight-year lease extension on the ‘high life,’”
 he called on the presumptive Democratic
 presidential nominee to drop pretenses of Obama’s
 plans not adding to the budget deficit.

 “While the Republicans will blame you for years
 and label you ‘Trillion Dollar Obama’ in future
 campaigns, there is in fact not much that you or
 any other President can do,” said Gross. “You’ve
 inherited an asset-based economy whose well has
 been pumped nearly dry with lower and lower
 interest rates and lender of last resort
 liquidity provisions that have managed to support
 Ponzi-style prosperity in recent years.”

 As a result, “What you need now is fiscal
 spending and lots of it. No ordinary Starbucks
 will do, Mr. President, you need to step up for a six-pack of Red
 Bull.”

 Gross noted that the spending will help push
 inflation higher still early next decade, with
 Treasury yields likely to continue rising into a
 potential second Obama term. “Your term will not
 go down in history as investor friendly,” he
 said. – Kevin Kingsbury and Shara Tibken

 http://feeds.wsjonline.com/%7Ea/wsj/economics/feed?a=xJcvUS
 []

 




[Keuangan] info bouncing: Sektor gelap: Essays on Indonesian Taxation, Inefficiency and corruption

2008-06-27 Terurut Topik Hok An
Maaf ternyata kirim file itu tidak mudah.
Soalnya sesudah jadi mail ternyata bengkak jadi kira2 16 MB.

Sebab itu kiriman saya kembali dengan catatan tempat tidak cukup.
Besok pagi akan saya ulang lagi.
Sebelumnya siapa2 ynag pesan harap menyediakan temapt ynag cukup.

Salam

Hok An




  --- Pada Kam, 26/6/08, Hok An [EMAIL PROTECTED] menulis:

   Dari: Hok An [EMAIL PROTECTED]
   Topik: [Keuangan] Sektor gelap: Essays on Indonesian Taxation,
   Inefficiency and corruption
   Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
   AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
   Tanggal: Kamis, 26 Juni, 2008, 7:51 PM

   Kawan2 Netter,

   Ada lagi satu thesis yang mencoba membedah kaitan sektor gelap
   dengan
   rumus2 ekonomie.
   Rumus2 agak sulit dimengerti, tetapi kalimat2 mengandung
   informasi2 yang
   menarik.
   Masalah yang disini dibahas adalah pajak dan desentralisasi.

   Yang tulis: Luky Alfirman di Universitas Colorado 2004.
   Yang berminat bisa menghubungi saya liwat JAPRI
   Harap Mailbox perlu disiapkan sebelumnya sebab besarnya 12 MB.

   Salam

   Hok An



 ---






NPWP/Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak

2008-06-27 Terurut Topik Hok An
Bung Jerry,


NPWP ada masalahnya. Soalnya surat ini mengangkut  kewajiban bukan hak.
Kalau di Jerman ini setiap orang dewasa setiap ganti tahun langsung
dikirim oleh kantor statistik/kependudukan dan KPU (semua jadi satu)
kartu pajaknya.
Setiap bayar pajak, ada catatan berapa pajak yang dibayar dan akhir
tahun bisa tutup buku dimana biasanya kita isi laporan tahunan kepada
kantor pajak lengkap dengan tuntutan atas subvensi (pemotongan pajak)
apa saja yang kita minta. Kira2 tiga bulan sudah itu datang keputusan
kantor pajak, yang biasanya juga langsung kirim kelebihan pajak terbayar
tanpa prosedur ruwet.
Prosedur sederhana ini mungkin karena posisi politis memang beda sekali.

Disini kantor pajak bukan kantor pemerintah, hanya tunduk kepada UU dan
jelas merupakan sarana pelayanan publik.
Di Eropa arah modernisasi dikemudian hari adalah sistem pajak (pribadi)
dengan sistem flat dan penghapusan subsidi2 sehingga laporan pajak jadi
mudah dan cukup dengan satu dua halaman saja dan kemudian mugnkin
semcama pajak negativ, dimana orang2 yang penghasilannya sedikit
mendapat komensasi langsung, supaya kantor sosial sekali waktu bisa
dipangkas.

Reposisi sistem birokrasi kita proyek yang berat sekali, sebab belum
banyak yang mengerti masalah ini.
Departemen PAN saja belum tahu bahwa negara sipil seharusnya tidak punya
instansi pemerintah, yang ada harusnya instansi negara.
Dalam struktur kenegaraan kita masih tersisa budaya feodal, trias
politika, budaya sipil belum dikenal dengan baik.

Dalam hal ini yang pertama perlu aktiv adalah subjek2 negara sipil
sendiri.
Tanpa tekanan pendapat umum jelas proses pemisahaan negara dan
pemerintah lebih lambat.
Proses ini adalah transformasi budaya dimana terjadi semacam
domestifikasi, dimana sifat2 predator birokrasi dikikis satu2.

Kalau keingin peralihan sistem ada, biasanya proses reformasi akan
berjalan cukup cepat.

Salam damai

Hok An



[EMAIL PROTECTED] schrieb:

 Kabar kini, Bpk Darmin Nasution mengusulkan spy orang-orang yang tdk
 punya npwp wajib membayar fiskal kalau pergi ke luar negeri. Tetapi
 orang yang punya npwp bebas biaya fiskal. Saya pikir ini salah satu
 bentuk insentif untuk mendorong orang-orang yang sepantasnya punya
 npwp
 (tapi selama ini 'bersembunyi') menjadi punya npwp.

 Kalau boleh saya mengemukakan pendapat, 'sektor gelap' menurut saya
 tidak segelap yang dipandang orang kebanyakan. Maksud saya, baiknya
 ada
 harmoni antara growth, control pemerintah, dan kebebasan
 entrepeneur-entrepeneur baru (baik itu yang sektor informal sekalipun)

 untuk muncul dan berinovasi.

 Salam damai,

   Original Message 
  Subject: Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak
  From: Amitz Sekali [EMAIL PROTECTED]
  Date: Thu, June 26, 2008 10:13 am
  To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 
 
  --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED]
  wrote:
  
   Bung Dody,
  
   Masalah transparansi yang rendah sebetulnya masalah umum yang
 gawat.
  Bicara transparansi, saya mengharapkan adanya satu pusat otoritas
  informasi yg valid, up to date, dan konsisten, tentang segala
 sesuatu
  mengenai aturan dan perijinan, sehingga kita tidak ada di bawah
 belas
  kasihan oknum2 yang mengenakan aturan secara selektif dan sekenanya
 ke
  orang2 yang tidak memberikan uang.
  Asal pusat otoritas informasi ini dijaga dengan baik oleh orang2
  berintegritas tinggi, ini pasti akan menolong orang2 yang sebenarnya

  tidak mau memberikan uang pelicin.
  Selain data lengkap mengenai prosedur perijinan, diharapkan ada
  informasi tentang seberapa cepat sebuah ijin bisa keluar,
 berdasarkan
  besarnya antrian, Lalu ada informasi tentang antrian kerja saat ini
  ada berapa orang dan kita ada di nomor berapa.
  Dengan adanya akses ke informasi seperti di atas, kita tahu jelas
 hak
  dan kewajiban kita sehingga kita tidak lagi ditekan oknum2
 pemerintah.
  Efisiensi birokrasi yang akhirnya tercipta menurut saya lebih
 penting
  daripada pemberantasan korupsi, seperti yang pernah saya tulis
  sebelumnya.
  Satu hal yang perlu diperhatikan agar akses informasi tersebut
  efektivitasnya tinggi adalah pengurangan aturan2 yang
  pengaplikasiannya selektif berdasarkan kriteria yang tidak jelas..
   Transformasi setiap sektor gelap menjadi terang memerlukan
  pendekatan
   khsusus yang sesuai dengan kondisi masing2 sektor ini.
  Saya rasa sektor gelap, minimal sebagian, akan melawan mati2an untuk


 




Etika/Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak

2008-06-27 Terurut Topik Hok An
Bung Jerry,

Anda menyentuh masalah penting yaitu etika dagang.
Masalah gelap dan terang adalah definisi yang datang dari etika yang
berlaku.
Jadi sesungguhnya yang menetapkan adalah kita sendiri, liwat konsensus
nasional, kemudian UU yang dalam praktek se_hari2 dilaksanakan oleh
aparat negara yang berkewajiban menegakkannya.

Contoh yang menarik misalnya adalah pajak judi yang dulu merupakan
penghasilan penting dari DKI.
Kemudian UU berubah sehingga kegiatan ini bukan hanya gelap, tetapi juga
kriminal.
Tetapi kegiatan ini tetap ada, tetapi yang terima pajak saja yang lain,
bukan lagi DKI tetapi suatu jaringan yang diduga menguasai pangsa besar
cukup besar.
Kita juga memiliki subsektor gelap, seperti pencurian ikan dan kayu yang
jelas2 melanggar UU.
Kegiatan2 ini jelas semua melanggar etika tertulis, tetapi volumenya
sedemikian besarnya sehingga timbul pertanyaan etika riil kita
sebenarnya apa.

Untuk perusahaan kecil dan juga yang besar ada fasilitas yang sifatnya
resmi. Subsektor tertentu boleh saja dibebaskan dari pajak. Perusahaan
PMA maupun PMBN umumnya pada tahun2 pertama mendapat tax holiday.
Yang penting adalah peraturan jadi etika yang jelas, sehingga yang
menikmati bukan yang sanggup membayar konsultan saja.

Salam damai


Hok An






[EMAIL PROTECTED] schrieb:

 Kabar kini, Bpk Darmin Nasution mengusulkan spy orang-orang yang tdk
 punya npwp wajib membayar fiskal kalau pergi ke luar negeri. Tetapi
 orang yang punya npwp bebas biaya fiskal. Saya pikir ini salah satu
 bentuk insentif untuk mendorong orang-orang yang sepantasnya punya
 npwp
 (tapi selama ini 'bersembunyi') menjadi punya npwp.

 Kalau boleh saya mengemukakan pendapat, 'sektor gelap' menurut saya
 tidak segelap yang dipandang orang kebanyakan. Maksud saya, baiknya
 ada
 harmoni antara growth, control pemerintah, dan kebebasan
 entrepeneur-entrepeneur baru (baik itu yang sektor informal sekalipun)

 untuk muncul dan berinovasi.

 Salam damai,





Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak

2008-06-26 Terurut Topik Hok An
Bung Dody,

Masalah transparansi yang rendah sebetulnya masalah umum yang gawat.
Saya sendiri berpendapat bawah pemerintah sendiri se-olah2
menyembunyikan dirinya.
Data2 statistik dari kantor negara dan lembaga2 penting (termasuk KADIN)
sulit sekali untuk diakses. Kalaupun ada kadang2 perlu waktu ber-jam2.
Tetapi data itu kadang2 ada di homepage internasional dan bisa diambil
dalam beberapa menit saja.

Seorang teman kalau perlu data dari kantor2 pemerintah kirim mahasiswa2
expat.
Mereka biasanya langsung diberi. Orang kita sendiri sering2 tidak
dilayani.
Jadi effektiv se-olah2 ada diskriminasi terbalik.

Hal ini menimbulkan masalah2 baru yang menghambat penelitian ekonometri
dan menyebabkan blokade bagi produksi visi reformasi ekonomi sendiri.
Salah satu masalah lain adalah hancurnya pamor pemerintah sendiri, sebab
kita sendiri yang terus mengamat ekonomi saja sudah kurang tahu prestasi
pemerintah sekarang ini apa saja.

Dalam masalah pajak informasi yang ada pada masyarakat terlalu minim.
Tidak jelas sektor2 mana yang produktiv dilihat dari pajak dans siapa2
pembayar pajak yang besar.
Dan tentu juga seperti yang Anda utarakan juga adalah penggunaan dari
uang pajak itu untuk apa saja.

Dengan informasi yang kurang resep2 umum yang salah arah mapun yang
tepat arah dua2 tidak mendapat kritik atau sambutan yang tepat dari
masyarakat.
Selain itu masalah sektor2 yang illegal tetap tidak terjamah.
Pemotongan dan pengampunan pajak bisa jadi memperluas jumlah wajib
pajak. Tetapi hasilnya bisa jadi marginal, sebab yang discan umumnya
adalah orang2 yang memang sudah patuh pajak dari dulu.
Pejabat2 lokal yang mendatangi perusahaan2 besar yang terlibat kegiatan
illegal loging/mining dsbnya  sampai sekarang sulit masuk kelapangan.
Kalau bisa bagaimana caranya memantau kegiatan dalam kawasan yang begitu
besar.

Transformasi setiap sektor gelap menjadi terang memerlukan pendekatan
khsusus yang sesuai dengan kondisi masing2 sektor ini.

Salam

Hok An



Dody Hutabarat schrieb:

 Saya sependapat dgn Pak Noor ttg pentingnya akses informasi publik,
 yang memberikan kepastian kepada pembayar pajak bahwa pajak yg
 dibayarkannya telah sesuai dgn apa yg diharapkannya. Yang selanjutnya
 dapat meminimalisir ekonomi bawah tanah  sekaligus meningkatkan
 penerimaan pajak.

 Saya punya contoh khusus dalam hal akses informasi publik. Silakan
 lihat situs www.danarrapbn.org. Situs ini adalah situs resmi Kantor
 Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Banda Aceh yg melayani
 penyaluran dana rehabilitas  rekonstruksi Aceh pasca tsunami. KPPN
 ini adalah satu kantor pelayanan di bawah Ditjen Perbendaharaan,
 Departemen Keuangan.

 Contoh ini tidak terdapat pada KPPN lain. Tapi saya kira dapat menjadi
 model transparansi keuangan pemerintah pusat/daerah pada seluruh
 instansinya.

 Salam,
 Dody

 Noor Haryono wrote:

 Bang Hok An, menurut saya kalau kita ingin meningkatkan penerimaan
 pajak negara, perbaikannya mesti komprehensif dan fundamental.
 Tidak hanya mengejar pembayar pajak sebanyak2nya tapi memberi akses
 pula kepada masyarakat (khususnya pembayar pajak) tentang
 penggunaannya. Di Indonesia ini transparansi penggunaan anggaran
 negara masih sangat kurang. masyarakat juga nyaris tidak memiliki
 akses informasi (apalagi kontrol) sama sekali terhadap penggunaan uang
 negara. Menjadi wajar jika banyak yang ogah membayar pajak sehingga
 sektor gelap cukup besar. Agak menyakitkan bagi pembayar pajak yang
 harus menyisihkan penghasilan dari kerja kerasnya, sementara
 penggunaannya tidak sesuai yang diharapkan. APBN / APBD kita dalam
 jumlah besar hanya untuk cicil hutang LN, belanja rutin pemerintah
 (gaji PNS), biaya demokrasi (pemilu, pilkada), biaya pejabat, klub
 sepakbola (membeli pemain asing), dll yang jauh dari urusan hajat
 hidup paling mendasar bagi orang banyak (pangan, energi, pendidikan,
 kesehatan)

 Haryono
 selalu bayar pajak (terpaksa), bisnis di sektor terang





Re: [Keuangan] Re: Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak

2008-06-26 Terurut Topik Hok An
Dalam masalah ekonomi gelap sedikitnya ada dua pelakunya.

Yang satu adalah pembayar pajak dan yang kedua adalah pejabat kantor
pajak.
Pejabat bea cukai sudah dinaikan gajihnya, tetapi ternyata peri lakunya
belum berubah.
Banyak orang menuntut penegakan negara hukum dan kalau perlu hukuman
mati.

Mungkin yang perlu dipikirkan adalah reformasi kantor pajak dan cukai
secara kelembagaan.

Salam

Hok An



jeff_andra schrieb:

 Ikut mimbrung nih yeee...

 Ada beberapa hal yang saya setuju dari bung Noor, memang menyakitkan

 jika kita yang sudah mengorbankan sebagian hasil keringat kita untuk
 membayar pajak, namun ternyata uang itu digunakan pemerintah untuk
 pemborosan yang selenge'an, lihat saja inefisiensi di lembaga2
 pemerintah, terutama inefisiensi waktu.

 Kalo ngeliat aksi para jagoan yang kemaren demo di senayan, kurang
 menyakitkan apa? ketika mobil dinas (Innova) yang dibeli dengan uang
 rakyat, digulingkan dan dibakar, SAYA TIDAK TERIMA itu. Jika memang
 jagoan, kenapa tidak bunuh saja pejabatnya, itu saya ikhlas.

 Kembali ke masalah pajak, terlepas baik atau buruk sistem pajak
 (keuangan negara), kok saya curiga ya, ini sih emang udah jadi watak
 maling orang2 yang ngga mau rugi, kalo kudu bayar pajak. Liat aja
 model-model orang macem Sukanto Tanoto. Saya kok yakin kalo dia ngga
 terlalu peduli apakah pajak itu akan dipakai pemerintah scara optimal
 atau ngga. Menurut saya sih itu emang yang bersangkutan aja tamak,
 rakus, dan lain2. DAn yang perlu diingat, dia ngga berada di sektor
 gelap kan.

 Lantas mengenai pengampunan, wah kok saya juga sangat keberatan nih,
 apalagi pengampunan sanksi pidana. It's unfair. Kalo saya nyopet
 dompet di metromini, terus ketauan; Apakah dengan mengembalikan dompet

 ke korban, terus minal aidin wal fa idzin masalah selesai? Kalo
 selesai, kapan saya mau kapok dan tobat dari nyopet.

 Mungkin statement saya agak keras, but correct me if I wrong.
 Penggelapan pajak itu ngga spele lho. Korbannya ya negara = seluruh
 rakyat (terutama wajib pajak yg tertib). Enak mampus, diampuni begitu
 saja.

 Kalo saya sih berpendapat, ada dua hal penting yang perlu
 diperhatikan:
 1. Penegakan hukum (sanksi) yang adil, justru untuk memberi efek
 jera
 2. Perbaikan sistem, aturan main (birokrasi), dan terpenting
 transparansi, supaya wajib pajak juga tau, kemana juntrungnya pajak
 yang kita bayar.

 Birokrasi yang saya maksud bukan hanya dalam masalah perpajakan, tapi
 mulai dari ijin pendirian usaha, dll. Jangan sampai keengganan wajib
 pajak membayar payak atas dasar balas dendam kepada pemerintah
 karena sering dirugikan oleh OKNUM pemerintah.

 Salam

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
  Kawan2 semuanya,
 
  Dibawah ada pendapat lain tentang sektor gelap kita yang ditaksir
  mendekati Thailand jadi besarnya mendekati angka 70% (2004: Rp.
 1.750
  trilliun).
  Salah satu asumsi untuk itu adalah besarnya sektor2 yang illegal.
 Saya
  sendiri terus terang tidak tahu bagaimana sektor illegal ini bisa
  ditarik ke bagian yang terang. Pengampunan pajak saya rasa bukan
 sarana
  yang tepat.
 
  Mungkin ada yang pemikiran yang lebih kena.
 
  Salam
 
  Hok An

 




[Keuangan] Sektor gelap: Essays on Indonesian Taxation, Inefficiency and corruption

2008-06-26 Terurut Topik Hok An
Kawan2 Netter,

Ada lagi satu thesis yang mencoba membedah kaitan sektor gelap dengan
rumus2 ekonomie.
Rumus2 agak sulit dimengerti, tetapi kalimat2 mengandung informasi2 yang
menarik.
Masalah yang disini dibahas adalah pajak dan desentralisasi.

Yang tulis: Luky Alfirman di Universitas Colorado 2004.
Yang berminat bisa menghubungi saya liwat JAPRI
Harap Mailbox perlu disiapkan sebelumnya sebab besarnya 12 MB.

Salam

Hok An




[Keuangan] Taksiran sektor gelap

2008-06-23 Terurut Topik Hok An
Ternyata sudah ada analisa mengenai sektor gelap Indonesia:

Growth and Convergence in Southeast Asia
and Underground Economy in Indonesia
Disertasi dari Sasmita H. Wibowo di universitas Southern Illinois
(Prof Sharma)
April 2001

Disertasi ini membahas keadaan sektor gelap sebelum 1999, yang ditaksir
kira2 25%.  Isinya, baik dari kesimpulannya maupun cara menaksir
menarik, mungkin ada yang paham statistik ekonomi yang bisa membedahnya.

Siapa2 yang perlu file itu, silahkan menghubung saya liwat JAPRI.
Besarnya kira2 4 MB.

Salam

Hok An







Re: [Keuangan] Re: Ekonomi Abu-abu dan Penyelundupan (was: Statistik

2008-06-20 Terurut Topik Hok An
Wah masalah yang disinggung rumit.

Saya setuju bahwa sektor gelap kalau dilarang justru menguntungkan pihak
ketiga dan menghambat pertumbuhan ekonomi kita sendiri.
Contoh adalah Singapura yang tadinya adalah pasar selundupan karet
rakyat.
Tetapi kegiatan2 yang merusak sumber daya seperti pembabatan hutan
habis2an.

Masalah kita adalah pendekatan yang sepotong2.
Untuk setiap sektor besar dimana ada kegiatan yang destruktiv besar2an
harusnya ada analisa yang lengkap, sehingga masalahnya bisa diatasi
dengan baik.
Misalnya kegiatan babat hutan cepat2. Masalah ini datang sebab HPH
umurnya lebih pendek dari kecepatan pohon tumbuh. Sebab itu perusahaan2
HPH malas untuk menanam kembali. Baru sesudah ada pohon2 yang cepat
tumbuh ada yang namanya Hutan Tanaman Industri. Tetapi pohon2 ini
sesugguhnya nilainya lebih rendah.

Sektor2 yang tidak begitu besar bisa ditata belakangan.
Sudah itu ada masalah power.
Ada sektor2 tertentu yang dikontrol orang2 yang tega menggunakan
kekerasan.

Masalah gelap dan terang itu juga masalah hukum.
Kalau sektor2 tertentu dianggap produktiv bisa saja secara hukum resmi
tidak dipajak.
Jadi semacam tax holiday secara flat.
Setahu saya ada banyak produk yang menikmatinya.

Nb. Saya dengar sudah ada taksiran sektor gelap kita di BPS.

Salam

Hok An


Amitz Sekali schrieb:

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
  Waktu krismon dulu saya rasa justru sektor gelap yang mengambil
 peran
  sebagai bumper.
  Bagian tertentu sektor ini banyak memberi pekerjaan dan memasok
 barang
  dan jaza dengan murah.

 Memang. Standar hidup yang bisa dinikmati di Indonesia bisa setinggi
 ini karena keberadaan sektor gelap juga yang bisa menyediakan barang
 dan jasa dengan harga murah. Mulai dari pembantu di bawah UMR, baju2,
 barang2 elektronik, DVD bajakan, sampai ke hal2 yang tidak langsung
 seperti harga rumah.

 Tanpa sektor gelap, standar hidup kelas menengah akan jatuh bebas.

  Sebab itu justu salah kalau mau dibabat habis begitu saja.

 Betul, pembabatan habis sektor gelap akan meningkatkan harga dan
 mengakibatkan kelangkaan barang/jasa. Pemerintah semestinya menangani
 keberadaan sektor gelap ini dengan hati2. Meskipun begitu, sektor
 gelap itu daya hidupnya tinggi meskipun dibuat berbagai macam
 peraturan yang melarang. Makanya saya yakin sektor gelap tidak bisa
 dibabat habis.

 Tapi di lain sisi, saya kuatir sektor gelap skala besar saat ini sedan

 dalam masa krisis, yang kejatuhannya bisa menyeret jatuh ekonomi
 Indonesia. Bukan krisis karena sedang dibabat, tapi krisis karena
 pemainnya terlalu berspekulasi.

  Masing2 subsektor harus dilihat sendiri2 dan dinilai produktiv atau
  tidak.

 Rasanya sulit kalau mau memilah-milah sektor dan menanganinya secara
 khusus. Saya tidak yakin pemerintah manapun sanggup. Lebih baik
 legalisir sektor2 gelap tersebut, berikan regulasi seperlunya jangan
 berlebihan, dan biarkan pasar yang bekerja. Toh keberadaan sektor
 gelap itu kadang2 dari awal diakibatkan karena regulasi yang
 berlebihan.

 Salam,
 Amitz





Re: [Keuangan] Re: Ekonomi Abu-abu dan Penyelundupan (was: Statistik

2008-06-19 Terurut Topik Hok An
Bung Rachmad,

Memang sektor gelap banyak macamnya, sebab itu kalau BPS mau memantau
mungkin bisa tahap pertahap yang masuk dalam taksiran.
Saya juga tidak berani menggunakan angka 200%.
Tetapi perlu diingat pasar nasional yang gelap sangat besar, tidak perlu
ada hubungan dengan ekspor.
Banyak sekali kegiatan ekonomi keluarga walaupun sudah cukup besar yang
tidak dilaporkan untuk menghindari birokrasi.

Setahu saya PDB kita sudah sekitar US$450 miliar (US$ 2053/ kepala).

Salam

Hok An

Rachmad M schrieb:

 Rasanya pasar gelap ini ada banyak katagori.
 1. Melalui jalur resmi tapi tidak tercatat sepenuhnya dengan proses
 sogokan. Seperti kasus KPK di Bea Cukai baru-baru ini.
 2.Sama sekali tidak terdaftar seperti pembalakkan liar, pencurian
 ikan, penyelundupan pasir ke Singapore etc.
 3. Anak perusahaan di luar negeri untuk menghindari pajak yang
 tergantung besarnya nilai komoditas yang dieksport. Harga normal baru
 diterapkan di anak perusahaan di negara yang pajaknya rendah.

 Saya rasa kalau mau diurut-urut akan banyak sekali. Tapi kalau
 dikatakan 200 % yang berarti sekitar 150 Milyar dolar setahun rasanya
 sih nggak mungkin. Atau benarkah Indonesia mampu mengeksport sekitar
 225 Milyar US Dolar setahun ?

 salam

 RM

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
  Setahu saya angka yang biasa dipakai sekarang 50%. Angka 200% itu
 luar
  biasa. Dengan demikian negara kita punya saudara gelap yang dua kali

  lebih besar.
  Tahun 1960 kesadaran bernegara masih rendah. Pengusahapun sudah
 tenang,
  merasa menjalankan kewajibannya secara penuh kalau sudah bayar
 pajak2
  desa.
 
  Disektor tertentu angka 200% keliatannya merupakan atau sedikitnya
  pernah menjadi kenyataan lapangan.
  Misalnya sektor pembalakan hutan dan pemasokan kayu untuk pabrik2
 pulp 
  paper, perikanan laut dan impor produk tekstil.
  Batu bara ada yang taksir 30% gelap, tetapi mungkin salah.
  Soalnya ada berita salah satu BUMN saja ekspornya ber-lipat2 dari
  kapasitas tambangnya.
  Daftar panjang ini jelas jauh dari ujungnya.
 
  Disamping itu ada statement pihak resmi yang sampai sekarang tidak
  pernah diverifikasi sehingga sifatnya hanya desas-desus yaitu
 besarnya
  bisnis TNI, pencucian uang, bisnis casino, perdagangan BBM gelap
  langsung dari pipa2 dilaut.
 
  Sudah itu ada masalah regional. Perusahaan2 besar tidak merasa punya

  kewajiban untuk bayar pajak di propinsi, sebab katanya sudah bayar
 di
  pusat.
 
  Yang internasional saja belum jelas bagaimana mau dibukukan adalah
  transaksi2 liwat perusahaan2 diluar buku (SPV).
  Transaksi2 ini baru muncul kalau tahu2 terjadi kerugian besar dan
  menyeret bank2 raksasa pemiliknya kejurang bencana.
  Sektor modern ini di Indonesia juga besar, sebab orang2 kita pandai
  sekali adopsi financial enginering terbaru.
  Sedangkan dari sistem hukum kita tidak bergerak secepat itu.
 
  Saya dengar memang sudah ada study mengenai sektor gelap kita.
  Harusnya BPS mempunyai kelompok kerja khusus mengenai sektor gelap,
  sebagai indikator yang penting.
 
  Salam
 
 
  Hok An
 
 
  Amitz Sekali schrieb:
 
   --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An Hokan@
   wrote:
   
Sektor gelap besarnya bisa saja tanding2 dengan yang terang.
Taksiran2 yang ada sering2 dramatis.
Ditahun 1960 orang2 tua yang saya kenal menaksir sektor gelap
 kita
   200%
dari yang terang.
  
   Sebenarnya berapa taksiran Pak Hok An, atau rekan2 sekarang akan
   ukuran sektor gelap Indonesia? Koq menurut saya taksiran 200% itu
   mungkin malah kurang.. Kalau dibandingkan dengan taksiran wealth
   management akan pangsa pasar mereka, apakah 200% itu lebih,
 kurang,
   atau cukup? Bisakah rekan yang punya angkanya, berbagi?
  
  
 

 




Re: [Keuangan] Re: Ekonomi Abu-abu dan Penyelundupan (was: Statistik

2008-06-19 Terurut Topik Hok An
Waktu krismon dulu saya rasa justru sektor gelap yang mengambil peran
sebagai bumper.
Bagian tertentu sektor ini banyak memberi pekerjaan dan memasok barang
dan jaza dengan murah.

Sebab itu justu salah kalau mau dibabat habis begitu saja.
Masing2 subsektor harus dilihat sendiri2 dan dinilai produktiv atau
tidak.

Di Jerman misalnya ada yang dibilang turisme gelap, yaitu kegiatan dari
gereja, organisasi masyarakat, pengusaha dll. mengundang orang2 dari
mana2 dan tinggal di-rumah2 penduduk sehingga melakukan by pas terhadap
infrastruktur perhotelan.
Mungkin termasuk juga beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa dari mana
saja.
Kegiatan ini walaupun perlu ongkos besar dinilai produktiv.

Salam

Hok An

Amitz Sekali schrieb:

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 

  Disektor tertentu angka 200% keliatannya merupakan atau sedikitnya
  pernah menjadi kenyataan lapangan.

  Misalnya sektor pembalakan hutan dan pemasokan kayu untuk pabrik2
 pulp 
  paper, perikanan laut dan impor produk tekstil.

 Selain impor ilegal tekstil juga elektronik, mekanik, barang2 berbasis

 logam, dan yang lain2 yang kecil nilai impornya tapi nilai akhirnya di

 tangan konsumen tinggi.

 Nilai impor ilegal itu saya rasa amat tinggi sehingga problem di
 tanjung priok saat ini memberikan tekanan yang lumayan pada inflasi,
 terutama untuk barang2 yg bukan consumer goods (yg profit marginnya
 lebih tipis jadi tidak bisa pakai harga lama, dan efek kenaikannya
 belum sampai ke consumer).

 Ada lagi bisnis daur ulang, dari yang kelas kardus bekas, sampai ke
 logam2 sisa2 industri lokal, yang tetap saja tidak bisa membuat
 industri lokal berbahan baku daur ulang kompetitif, meskipun harga
 pemungutan barang2 daur ulang ini bisa murah sekali sebab bisa banyak
 didapat dengan ilegal.

 Itu belum termasuk konstruksi (membuat rumah, jalan, dsb) di desa2
 yang sulit dihargai karena tidak ada nilai di pasar, tapi memang
 efeknya kecil terhadap perekonomian karena konstruksi itu meskipun
 bersifat investasi (membuat jalan), tapi yang menggunakan mungkin
 terlalu sedikit.

  Saya dengar memang sudah ada study mengenai sektor gelap kita.
  Harusnya BPS mempunyai kelompok kerja khusus mengenai sektor gelap,
  sebagai indikator yang penting.

 Yang menjadi keprihatinan adalah ekonomi Indonesia saat ini amat
 tergantung pada sektor gelap, yang umumnya ilegal. Kalau suatu saat
 sektor gelap ini goyang atau sampai ambruk, entah karena alasan apa,
 ekonomi bisa gawat. Kalau goyangnya sektor gelap karena penegakan
 hukum, mungkin efeknya masih bisa ditahan karena penutupan celah2
 hukum sedikit banyak sudah diantisipasi. Tapi kalau goyangnya karena
 utang piutang antar pelaku yang tidak bisa ditoleransi, efek
 domino-nya bisa gawat, apalagi dengan besarnya nafsu spekulasi
 sekarang ini.

 




[Keuangan] Sektor gelap/illegal mining

2008-06-19 Terurut Topik Hok An
Kawan2 Netter,

Interview dibawah tidak saja menggambarkan keadan tambang nikel saat
ini, tetapi selain menggambarkan permasalahan illegal mining
juga menekankan banyak kesempatan yang kita buang2 karena lemahnya
sistem kita.

Salam

Hok An

Kamis, 22 Mei 2008 11:51 WIB - warta ekonomi.com

Arif Soeleman Siregar
Presiden Direktur PT International Nickel Indonesia (INCO) Tbk.

Setelah masa jabatannya sebagai presdir PT Kelian Equatorial
Mining berakhir pada 2006, Arif S. Siregar sebenarnya ingin pensiun.
Namun, INCO—yang baru melepas presdirnya, Bing Tobing—meminangnya. Arif
tak kuasa menolak. Alasannya, ”INCO adalah aset nasional.” Selama
memimpin INCO, Arif mengusung ambisi menjadikannya sebagai perusahaan
nikel yang paling menguntungkan. Berhasilkah? Selama 2007, kinerja INCO
memang mengesankan. Laba bersihnya naik dua kali lipat menjadi US$1,173
miliar. Penjualannya juga tumbuh 74% menjadi US$2,325 miliar. Produksi
INCO selama 2007 mencapai 76.748 metrik ton nikel dalam matte, atau naik
7% dibandingkan 2006. ”Secara keseluruhan, hasil ini yang tertinggi
dalam sejarah perseroan, sekaligus melebihi rencana produksi 2007 yang
74.843 metrik ton,” tutur Arif. Jumat (11/4) pagi, di kantornya, selama
hampir tiga jam Arif menerima J.B. Soesetiyo, Ari Windyaningrum, dan
Sugeng Kurniawan dari Warta Ekonomi untuk berbincang tentang banyak hal
seputar bisnis pertambangan. Petikannya:

Kinerja INCO selama 2007 meningkat luar biasa?

Iya. Penyebabnya, pertama, harga nikel yang lebih tinggi
dari 2006. Kedua, INCO selama 2007 memecahkan rekor produksi sepanjang
sejarah—walau ada 11 hari pemogokan pegawai di Soroako. Ketiga, kami
melakukan efisiensi di segala bidang. Keempat, kami fokus mengantisipasi
perubahan di lapangan. Ini membuat kami selalu siap dengan perubahan
kondisi di lapangan. Namun, di antara empat faktor tadi, yang paling
krusial adalah optimalisasi proses produksi dan harga nikel yang lebih
tinggi dari biasanya.

Bagaimana dengan target produksi 2008?

Volumenya 77.000 sampai 79.000 metrik ton.

Rentangnya bisa sampai 2.000 metrik ton?

Sebab, proses produksi kami sangat tergantung pada cuaca,
yang tak bisa sepenuhnya diprediksi. Kalau tingkat air di danau itu bisa
kami kendalikan, tentu produksi akan stabil dan bisa ditingkatkan. Maka,
saya tidak bisa memberikan target satu angka. Selain cuaca, kami juga
tergantung pada  energi, yang menghabiskan 40% biaya produksi.

Soal pemogokan tadi, berapa besar pengaruhnya bagi INCO?

Pemogokan itu menyebabkan kami kehilangan produksi sekitar
2.300 ton.

Seluruh produksi INCO diekspor ke Jepang. Dengan kinerja
ekonomi Jepang yang tidak begitu menggembirakan, adakah pengaruhnya ke
INCO?

Ekspor kami 80% ke Sumitomo dan 20% ke Vale. Kinerja ekonomi
Jepang tak ada pengaruhnya bagi kami, sebab penjualannya terikat
kontrak. Jadi, mereka akan tetap membeli nikel kami, apa pun kondisinya,
dengan tingkat harga yang ditentukan sebulan ke belakang.

Jadi, kalau ada lonjakan harga, INCO tak bisa negosiasi
ulang harga?

Tidak bisa, karena perjanjiannya telah disepakati.

Bagaimana rencana ekspansi INCO ke depan?

Kami sedang membangun PLTA Karebbe 90 MW yang diharapkan
selesai pada 2011. Dengan energi yang cukup, insya Allah kami mampu
memproduksi 90.000 ton nikel matte. Selain itu,  Februari lalu kami
sudah mengajukan surat ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) untuk membangun satu lagi unit pengolahan di Soroako. Jika
selesai dibangun, target produksi kami akan bertambah lagi.

Sudah ada jawaban dari Departemen ESDM?

Menurut teori, 60 hari harus sudah dijawab. Namun, nyatanya
hingga kini kami belum menerima jawaban.

Akan ada penambahan luas lahan lagi?

Tidak. Cuma ada peningkatan produksi lewat penambahan
pabrik. Saat ini luas total lahan kami 218.529 hektar, yang terdiri dari
118.000 di Sulawesi Selatan, 37.000 di Sulawesi Tengah, dan sekitar
64.000 di Sulawesi Tenggara.

Bagaimana dengan cadangan bijih nikel?

Sesuai studi kami, cadangan bijih nikelnya akan bertahan
kira-kira 38 tahun lagi. Namun, dengan teknologi baru, saya harap
cadangan tersebut akan bertahan hingga 50 tahun lagi.

Bukankah teknologi baru justru akan mempercepat proses
produksi, sekaligus mengurangi cadangan bijih nikel yang ada saat ini?

Saat ini proses produksi kami masih menggunakan teknologi
pyromet (pyrometallurgy) yang membutuhkan suhu hingga 2.400 derajat
Celsius. Dengan teknologi ini, bijih nikel yang bisa diolah hanya jenis
saprolite. Sekadar informasi, di Indonesia ada dua jenis nikel, yakni
saprolite dan lemonite. Nah, saprolite yang bisa diolah lagi adalah yang
kadar bijih nikelnya di atas 2%. Kalau dengan teknologi baru yang
disebut hydromet (hydrometallurgy), atau High Pressure Acid Leaching
(HPAL

Re: [Keuangan] Re: Ekonomi Abu-abu dan Penyelundupan (was: Statistik

2008-06-18 Terurut Topik Hok An
Bung Rahmad, Bung Poltak,

Setahu saya sektor gelap sudah dibahas waktu jaman kolonial dalam
dualisme ekonomi yang ditulis oleh Boeke.
Kita justru menganggap sektor ini tidak ada.

Jaman dulu kepala saja kena pajak. Di Jawa sampai ada gerakan samin
untuk menolak pajak.
Tanam karet setahu saya juga liar, sebab melanggar monopoli dari
perkebunan. Sebab itu terpaksa keret rakyat diselundupkan di Singapura.

Secara kasar memang besarnya sektor gelap sering dibaca sebagai lemahnya
dukungan rakyat terhadap negara.
Biasanya ada pusat2 penelitian ekonomi yang sengaja mengukur besarnya
sektor gelap ini. Kita dimana?
Salah satu norma untuk bisa ikut Uni Eropa adalah likwidasi sektor gelap
ini.
Likwidasi total sudah pasti tidak mungkin, sebab di Jerman saja angkanya
merambat naik mendekati 20%

Sektor gelap besarnya bisa saja tanding2 dengan yang terang.
Taksiran2 yang ada sering2 dramatis.
Ditahun 1960 orang2 tua yang saya kenal menaksir sektor gelap kita 200%
dari yang terang.
Dasarnya adalah dimana perusahaan2 terdaftar.
Kebanyakan waktu itu resminya hanya didaftar dikantor pedesaan, walaupun
pasarnya sudah cukup luas.
Taksiran ini mungkin salah sekali, sebab waktu itu sektor partanian
masih besar.

Dualisme ini tidak bisa diakhiri, sebelum ada semacam perdamaian antara
warga dan negara.
Negara berhenti memperlakukan warganya sebagai mangsa siap dipajak,
merampingkan struktur dan berubah fungsi menjadi badan pelayanan publik.

Sebaliknya warga menerima negara sebagai lembaga bersama untuk
kepentingan bersama yang diongkosi sama2.

Proses ini tidak mudah dan harusnya baik pemerintah maupun DPR yang
harusnya mewakili warga duduk bersama.
Yang musti didirikan bagi saya adalah lembaga negara yang memberi dana
untuk kelembagaan negara lainnya, baik negara sosial, negara hukum
maupun institusi2 lainnya. Yang perlu didirikan mungkin bisa dinamakan
negara fiskal.

Negara fiskal setahu saya belum pernah menjadi agenda suatu pemerintah
maupun partai.
Umumnya digunakan asumsi bahwa modernisasi dan industrialisasi akan
menyerap ekonomi gelap.
Tetapi ternyata sekarang malah ada subsektor2 misalnya sektor informal
yang besar sekali yang justru merupakan tempat kerja banyak orang.

Saya lihat akhir2 ini ada ilmuwan yang design demokrasi Indonesia
sekedar melalui nasionalisme bela negara belaka.
Pemikiran mengenai KAMNAS jauh melayang dan sudah mereka anggap cukup
untuk menjamin kelangsungan negara sipil Indonesia.
Cara pikir ini keliru.
Negara kita memerlukan lebih banyak sendi2. Tanpa pasokan energi budaya,
sosial dan apalagi konkret keuangan negara kita bisa jadi bergelora
dalam nasionalismenya, tetapi sesungguhnya dalam infrastrukur dan sumber
daya tetap balita dan tanpa kemampuan untuk hadir pada saat dibutuhkan
oleh masyarakat.

Semua negara modern dulu juga begitu. Kalau ada kemauan tentu ekonomi
gelap kita ini juga bisa masuk bergabung dengan yang resmi.

Salam

Hok An



Poltak Hotradero schrieb:

 At 12:11 PM 6/18/200


Rachmad M schrieb:


 Bung Poltak ysh,

 Saya pikir Indonesia gagal menjalankan amanat UUD 45 dan juga Dasar
 Negara Pancasila yang bercorak sosial. Indonesia gagal menerapkan
 Ekonomi Pasar Sosial ala jalan tengah yang banyak berkembang di
 dataran Eropa. Ekomoni Pasar Sosial membutuhkan data Primer, Sekunder
 dan Tersier yang cukup matang agar pemerintah bisa melaksanakan suatu
 kebijakan yang tepat. Dan Indonesia model negara yang sangat gegabah
 terhadap data.

 Indonesia gagal memisahkan hal-hal yang bersifat internal dan hal-hal
 yang besifat eksternal. Pemborosan-pemborosan BBM dalam kemacetan
 yang identik dengan devisa negara terus saja terjadi ini hanya salah
 satu contoh saja.

 Penyelundupan adalah salah satu bentuk ketidak sadaran hidup
 berbangsa negara. Rupiah yang merangkak dari 1 dolar US = 1,48 rupiah
 pada tahun 1945 sampai sekarang menjadi 1 us $ = 9.200 rupiah adalah
 cermin kegagalan bangsa ini memanfaatkan seluruh SDM dan SDA yang
 dimilikinya.

 Beberapa saya tulis dalam blog saya.

 Belajar ke Negeri China http://rachmad.kuyasipil.net/?p=11
 Sejarah Nilai Tukar Rupiah http://rachmad.kuyasipil.net/?p=44
 Mentjapai Indonesia Merdeka Sukarno, Maret 1933
 http://rachmad.kuyasipil.net/?p=21

 Salam

 RM

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero
 [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  At 12:11 PM 6/18/2008, you wrote:
 
  Rasanya kurang adil kalau kita langsung beri cap underground
  economy apalagi dengan embel-embel penyelundupan. Kemampuan Medan
  mengekspor Lobster, teri medan, kopi, sayur mayur tentu bukan
 produk
  Medan. Itu adalah produk hinterlands dari Medan.
 
  Mas Rachmad,
 
  Tentang underground economy -- bisa juga disebut dengan nama lain,
  semisal grey economy.
 
  Buat saya sih nggak ada banyak masalah bahwa underground economy
  Indonesia ukurannya cukup besar. Karena memang realitanya seperti
  itu kok. Kalau ternyata memang mengakibatkan banyak pelaku ekonomi
  di grey economy tidak terjangkau oleh pajak -- ya itu salah satu
  konsekuensi

Re: [Keuangan] Re: Ekonomi Abu-abu dan Penyelundupan (was: Statistik

2008-06-18 Terurut Topik Hok An
Bung Rachmad,

Saya setuju periode Belanda dibagi dua.

Sesungguhnya menarik sekali adanya politik etis pada periode kedua itu.
Orang Belanda ternyata bisa tahu malu dan sedikitnya mau bayar semacam
ganti rugi.
Pemberantasan korupsi dalam periode dua juga cukup berhasil.

Saya juga setuju introduksi budaya bernegara dikita justru cukup sulit.
Partai2 kita bukan saja tidak punya program sosial, tetapi sesungguhnya
mereka belum mengenal program politik dengan baik.
Belum ada yang memikirkan penegakan kelembagaan negara.
Dalam budaya kita tata negara sudah dikenal lama.
Tapi coba orang kita ditanya siapa menteri tata negara kita?
Dalam kasus2 rangkap jabatan seharusnya menteri ini yang bertugas
kontrol dan memberi arah.
Dengan begitu proses pemisahaan antara usaha dan negara ada yang
mendorong.

Selama menteri dalam negeri kita tidak kenal tugas ini, maka publik yang
perlu terus bersuara dari luar.

Salam

Hok An



Rachmad M schrieb:

 Pak Hok An,

 Rasanya ada dua periode yang sangat berbeda pada saat dijajah
 Belanda. Periode pertama adalah wilayah Nusantara dikuasai VOC
 (Vereenigde Oost Indische Compagnie). VOC adalah usaha dagang
 Belanda, jadi pengelolaan Nusantara akan sama persis dengan
 pengelolaan sebuah perusahaan. VOC akhirnya ambruk karena bangkrut
 akibat monopoli dan korupsi pada tahun 1800.

 Selanjutnya Indonesia dijajah pemerintah Keraatuan Belanda. Jadi
 Pemerintah Belanda bercokol di Indonesia kira-kira 150 tahun. Pada
 tahun 1864 di Keminjen sudah dibuat Jalur Kereta Api
 (http://rachmad.kuyasipil.net/?p=77) Padahal mesin uap baru
 berkembang saat itu.

 Pada tahun 1914, didirikan Bagian Uji Terbang di Surabaya dengan
 tugas meneliti prestasi terbang pesawat udara untuk daerah tropis.
 Padahal p[esawat komersial baru mengudara tahun 1936 (DC 3
 http://rachmad.kuyasipil.net/?p=84 )

 Dari peristiwa tersebut diatas nampak bahwa mentalitas yang tersisa
 di bangsa Indonesia adalah jaman VOC. Kita lupa bahwa pajak hanyalah
 bagian untuk pemenuhan kebutuhan sosial bangsa Indonesia karena
 sebagai negara tentu pengelolaan keuangannya berbeda dengan
 pengelolaan perusahaan. Negara adalah close system sehingga kita
 mengenal Sisa Anggaran Proyek (SIAP) yang harus dihabiskan untuk
 memperlihatkan prestasi kerja. Namun apa lacur semua dilakukan tanpa
 kesadaran hidup bernegara jadinya ya seperti saat ini.

 Pun demikian saya pesimis terhadap bangsa yang telah teramputasi pada
 tahun 1965 ini dapat hidup bernegara layaknya sebuah negara. Negara
 yang landasannya berbau sosial tapi tanpa satu partaipun berideolgi
 sosial :-(

 Salam

 RM

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
  Bung Rahmad, Bung Poltak,
 
  Setahu saya sektor gelap sudah dibahas waktu jaman kolonial dalam
  dualisme ekonomi yang ditulis oleh Boeke.
  Kita justru menganggap sektor ini tidak ada.
 
  Jaman dulu kepala saja kena pajak. Di Jawa sampai ada gerakan samin
  untuk menolak pajak.
  Tanam karet setahu saya juga liar, sebab melanggar monopoli dari
  perkebunan. Sebab itu terpaksa keret rakyat diselundupkan di
 Singapura.
 
  Secara kasar memang besarnya sektor gelap sering dibaca sebagai
 lemahnya
  dukungan rakyat terhadap negara.
  Biasanya ada pusat2 penelitian ekonomi yang sengaja mengukur
 besarnya
  sektor gelap ini. Kita dimana?
  Salah satu norma untuk bisa ikut Uni Eropa adalah likwidasi sektor
 gelap
  ini.
  Likwidasi total sudah pasti tidak mungkin, sebab di Jerman saja
 angkanya
  merambat naik mendekati 20%
 
  Sektor gelap besarnya bisa saja tanding2 dengan yang terang.
  Taksiran2 yang ada sering2 dramatis.
  Ditahun 1960 orang2 tua yang saya kenal menaksir sektor gelap kita
 200%
  dari yang terang.
  Dasarnya adalah dimana perusahaan2 terdaftar.
  Kebanyakan waktu itu resminya hanya didaftar dikantor pedesaan,
 walaupun
  pasarnya sudah cukup luas.
  Taksiran ini mungkin salah sekali, sebab waktu itu sektor partanian
  masih besar.
 
  Dualisme ini tidak bisa diakhiri, sebelum ada semacam perdamaian
 antara
  warga dan negara.
  Negara berhenti memperlakukan warganya sebagai mangsa siap dipajak,
  merampingkan struktur dan berubah fungsi menjadi badan pelayanan
 publik.
 
  Sebaliknya warga menerima negara sebagai lembaga bersama untuk
  kepentingan bersama yang diongkosi sama2.
 
  Proses ini tidak mudah dan harusnya baik pemerintah maupun DPR yang
  harusnya mewakili warga duduk bersama.
  Yang musti didirikan bagi saya adalah lembaga negara yang memberi
 dana
  untuk kelembagaan negara lainnya, baik negara sosial, negara hukum
  maupun institusi2 lainnya. Yang perlu didirikan mungkin bisa
 dinamakan
  negara fiskal.
 
  Negara fiskal setahu saya belum pernah menjadi agenda suatu
 pemerintah
  maupun partai.
  Umumnya digunakan asumsi bahwa modernisasi dan industrialisasi akan
  menyerap ekonomi gelap.
  Tetapi ternyata sekarang malah ada subsektor2 misalnya sektor
 informal
  yang besar sekali yang justru merupakan tempat kerja banyak orang.
 
  Saya lihat

Re: [Keuangan] Re: FW: Investing in Indonesia

2008-06-17 Terurut Topik Hok An
Saya pikir kedua hal itu saling bersangkutan.
Sebab itu sistem ini tidak bisa diatasi sepotong2.
Tetapi bisa di by pas, contohnya dulu waktu kantor pajak dirumahkan dan
dilakukan oursourcing liwat SGS.
Tindakan ini sangat drastis, bukan saja karena oursourcing monopoli
pajak yang merupakan masalah inti sistem kenegaraan.
Ada informasi waktu itu ada pungli extra untuk membiayai salah satu
badan intel.
Saya kira2 yang ditunggu masyarakat adalah keputusan2 drastis untuk
merampingkan sistem birokrasi kita, sehingga belenggu2 yang menyebabkan
kelumpuhan2 ekonomi putus satu2.

Salam

Hok An

Amitz Sekali schrieb:

 --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 
  Kawan2 Netter,
 
  dibawah ada gambaran perkembanan sektor riil Indoensia.
  Sebab sektor ini penting untuk perkembanagn tempat kerja
 sesungguhnya
  masalah sektor ini perlu lebih dipikirkan.
 
  Salam
  Hok An
 
 
 http://www.thejakartapost.com/news/2008/06/11/investing-indonesia-a-case-ironing-out-ironies.html

 
  Friday, June 13, 2008 3:28 PM
 
  Investing in Indonesia: A case of ironing out the ironies
 
  Harry Su , Analyst | Wed, 06/11/2008 10:37 AM | Business
 

  This would include making headway in areas where corruption is
  deeply-rooted and establishing a clear roadmap for structural
 reforms to
  achieve higher GDP growth rates and to lower unemployment.

 On one hand, there is an issue of blatant corruption where one get
 something (s)he isn't supposed to get within reasonable local common
 sense. On the other hand, there is an issue of grease-ing where one
 get something faster than average.

 I notice that the fights against corruption seems to focus on blatant
 corruption which is relatively easier to prove. But I believe those
 kind of corruption is less damaging than the intentional slowing down
 of permit processing (to encourage grease money), since the
 accumulation of these small effects is very large.

 This effect can be seen in current situation of Tanjung Priok's custom

 office. After KPK's raid, they create delay in permit processing,
 creating new upward pressure of prices in Jakarta..

 




[Keuangan] FW: Investing in Indonesia

2008-06-13 Terurut Topik Hok An
Kawan2 Netter,

dibawah ada gambaran perkembanan sektor riil Indoensia.
Sebab sektor ini penting untuk perkembanagn tempat kerja sesungguhnya
masalah sektor ini perlu lebih dipikirkan.

Salam
Hok An

http://www.thejakartapost.com/news/2008/06/11/investing-indonesia-a-case-ironing-out-ironies.html

Friday, June 13, 2008 3:28 PM

Investing in Indonesia: A case of ironing out the ironies

Harry Su ,  Analyst   |  Wed, 06/11/2008 10:37 AM  |  Business

Investing in Indonesia is strewn with ironies. Take the case of the
Indonesian Regional Investment Forum (IRIF 2008), which took place at
the end of May, and which was aimed at attracting between $6 billion and
US$8 billion in investment.

During the conference, the forum committee claimed that local
governments had greatly improved their strategies to attract foreign
investment. However, this view was not shared by some of the forum's
participants.

Business people we spoke to simply could not believe that some local
government officials were not able to come up with basic information,
including business plans and Return on Investment (ROI) data.

Other complaints came from some government officials with limited scope
of knowledge in the various projects that were being tendered.

We were informed that one Central Java regent did not even have an email
address, and worse, some officials chose to speak on their mobile phones
rather than converse with investors. Furthermore, we heard claims that
many of the regions did not send their top officials to the gathering.

This is particularly perplexing to us given there were about 200
investment projects on offer worth a total $18.9 billion.

And speaking of ironies, what about the monorail project.

This has run aground on a failed tenure program and due to the
government's lack of involvement. It is hard to perceive the success of
a public mass-transit system like the monorail project solely owned by
the private sector.

In our view, for a project of this magnitude and importance, the public
sector must come up with strong support, ranging from bond issuance to
ruling on land clearing issues.

A more serious irony in Indonesia's investment profile is the fact that
productive investment (i.e. machine, equipment and transportation) makes
up less than 20 percent of total investment, while building takes the
lion's share.

Hence, even though overall investment trends provide encouraging
signals, as the total investment rate was up to 22.9 percent in first
quarter of 2008 from 20.1 percent on average in the 2001-03 period, the
productive investment rate is still low at about 3.7 percent of GDP.

This poses a serious constraint on Indonesia's medium-term
competitiveness.

Having said that, concerted efforts must be sustained to improve the
investment climate in order to lift the country's economic potential
toward the 7 percent level, as in the 1967-1998 period (see chart).

So what can be done? Government officials, more specifically decision
makers, need to spend more time planning in order to create better
investment deals.

This would include making headway in areas where corruption is
deeply-rooted and establishing a clear roadmap for structural reforms to
achieve higher GDP growth rates and to lower unemployment.

We recognize that in 2007 Indonesia managed to push forward a structural
reform agenda with several important pieces of legislation passed by the
cabinet, including the March 2007 new Investment Law.

However, more needs to be done for the medium-term to attract higher
sustainable non-debt creating foreign capital inflows and increase
investment further in the economy. The most contentious issues lie with
the restrictive labor legislation and uncertainty in the legal
framework.

Labor groups oppose the proposed changes in the social security
insurance scheme to ease retrenchment costs while amendments to the
onerous 2003 Labor Law, which imposes heavy severance pay and lay-off
procedures often cited as a major deterrent to both domestic and foreign
investment, are unlikely to be passed in 2008 or 2009.

The legal and judicial system, the coordination between ministries and
between the central and the regional governments all need further
improvements. With the business climate needing a boost, there is every
reason for the government to stay focused on painful reforms.

Unfortunately, with the prospect of the presidential and legislative
elections next year, the pace of reforms is likely to slow. Until these
investment-related issues are ironed out, Indonesia's economic growth
potential will remain below the 6.7 percent average achieved in the
1967-1998 period.

The writer is the senior vice president and head of research at PT
Bahana Securities




Re: [Keuangan] inter trading

2008-06-12 Terurut Topik Hok An
Bung Anton,

Saya duga di Indonesia leverage buy out (LBO) sistem yang sering dipakai
untuk beli perusahaan tanpa modal sendiri.
Sistem ini berkembang di US dimana investor2 yang punya back up kuat
dari bank membeli perusahaan2 raksasa yang mereka duga sahamnya lebih
murah dari nilai pasar. Modal kecil si pembeli didongkrak oleh kredit
bank investasi dan juga cash flow perusahaan yang dibeli itu sendiri.
Bunga yang harus dibayar biasanya tinggi (masalah ini untuk Indonesia
dalam pendekatan pertama masalahnya beda sebab bunga internasional bisa
lebih murah dari SBI). Jadi ongkos bunga dibayar oleh keuntungan
perusahaan itu sendiri.
Sering kali perusahaan2 raksasa itu di-penggal2 lalu dijual sebagian2
untuk membayar hutang.

Bank2 besar untungnya dari bisnis ini. Tetapi kalau keliru beli juga
bisa rugi besar sekali.
Di jaman Orba banyak anak2 pejabat yang mendapat saham kosong 10% yang
kemudian diisi keuntungan perusahaan dengan cara ini.

Disini yang kuncinya adalah pajak. Sistem ini jalan kalau keuntungan
dipajak sesudah hutang dibayar.
Di Jerman ada keingingan untuk menghadang LBO, untuk itu mulai tahun
depan keuntungan perusahaan dipajak sebelum bayar hutang.

Masalah pajak kedua adalah keuntungan pemilik yang beli.
Dipajak atau tidak?
Biasanya perusahaan2 LBO menempatkan perusahaannya di negara dimana
pajak rendah atau tidak ada.

Dibawah saya cantumkan sedikit info tentang satu dari kontrak2 hutang
Adaro dan Coaltrade.
Yang bisa menilai mungkin analis bank yang memang memantau Adaro.

Salam
Hok An

https://secure.pcauthority.com.au/print.aspx?CIID=105782

Indonesia

PT Adaro and Coaltrade International Services’ $750 million dual tranche
debt package was signed last Thursday (March 6) via mandated lead
arrangers Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, DBS Bank, Standard Chartered
Bank, Sumitomo Mitsui Banking Corp and United Overseas Bank. DBS Bank,
Standard Chartered Bank and Sumitomo Mitsui Banking Corp were the
bookrunners. The facility was funded in early December.

The credit is split between a $650 million five year amortising term
loan, with an average life of 3.54 years and a $100 million three year
revolver. The deal is priced at 130bp over Libor for the onshore portion
and 120bp for the offshore tranche.

Final allocations saw the mandated arrangers contributing $110.8 million
apiece with the exception of United Overseas Bank which held $72.1
million. Bank Mandiri joined in as an equal-status arranger taking $67.2
million.

Coming in as lead arrangers were ABN ABRO and ANZ both giving $50
million each. Rounding off the syndicate were arrangers NordLB providing
$30 million while Bangkok Bank took $20 million. Commerzbank and Bank
Lippo held $10 million and $7.5 million respectively.

Proceeds are to refinance an existing $200 million loan signed in March
2007 and a $400 million high-yield bond.

anton ms wardhana schrieb:

 iya Pak, saya menyadari adanya kontrak itu, oleh karenanya saya lebih
 memilih menggunakan kata potensi kerugian, untuk menggambarkan
 kerugian
 bayangan akibat selisih antara harga dalam kontrak yang tentu harus
 dihargai
 dengan harga pasar dengan asumsi barang yang diperjualbelikan memang
 sama.

 untuk proses leverage buy out mohon maaf saya kurang mengetahui. boleh
 minta
 penjelasan lebih lanjut soal ini, Pak ?

 salam, ari ams

 2008/6/11 Hok An [EMAIL PROTECTED]:

  Bung Poltak dan Bung Anton,
 
  Masalahnya agak kompleks.
  Batu bara kita memang kebanyakan dijual dengan harga kontrak jangka
  panjang sehingga murah banget.
  Tetapi untuk mentri keuangan perlu ada kejelasan (szenario) kapan
 pajak
  dari keuntungan lebih dari kenaikan harga batubara sudah bsia
 dijadikan
  soko guru anggaran belanja negara.
 
  Perbedaan antara PPN Indonesia dan Singapura saya rasa tidak begitu
  besar.
 
  Yang masalah mungkin PPh. Adaro dibeli dengan proses leverage buy
 out.
  Jadi yang pemilik baru bayar liwat arus cash dari Adaro sendiri.
  Transaksi yang umum terjadi ini yang mungkin perlu lebih menjadi
 fokus.
  Sebab transaksi ini Adaro untungnya turun dan PPh yang besar sekali
 itu
  turun.
  Kemudian bagaimana dengan pemilik baru yang sesungguhnya dapat
  keuntungan yang mungkin tersembunyi dalam buku Adaro.
  Saya kurang tahu UU Pajak, mungkin ada yang bisa menjelaskan.
 
  Masalah2 seperti ini perlu transparansi lebih banyak, sebab kalau
  masyarakat tahu bahwa pengusaha juga pembayar pajak penting
 persepsinya
  beda dengan sekarang.
 
  Salam
 
  Hok An
 
 

 [Non-text portions of this message have been removed]

 




[Keuangan] inter trading

2008-06-11 Terurut Topik Hok An
Kawan2 Netter,

Dibawah ada berita potensi kerugian pajak yang disebabkan oleh inner
trading batu bara.
Produksi baru bara Indonesia 2007 tidak transparan dan mungkin besarnya
kira2 200 juta ton.
Diduga 30% batu bara ditambang tanpa surat2.
Sudah itu seperti contoh dibawah ada dugaan bahwa inner trading liwat
Singapura sangat gencar.

Disini terjadi kebocoran pajak besar2an.
Contoh dibawah dimana kerugian pajak ditaksir US$ 62,46 juta
mengherankan saya.
Soalnya perbedaan harga adalah US$ 95 - US $ 32 = US$ 63

PPh + royalty = 35 + 13,5 % = 48,5 %

Jadi beda pajak harusnya 0,485 x 63 x 10 juta = US$ 305,5 juta.

Barangkali ada yang paham urusan pajak batu bara untuk memberi
pencerahan, apakah 2007 kita kehujanan durian runtuh pajak batu abra
atau memang aturan pajak demikian sehingga pajaknya kecil.

Salam

Hok An


http://www.thejakartapost.com/news/2008/06/11/lawmakers-seek-adaro-investigation.html

Lawmakers seek Adaro investigation

Novia D. Rulistia ,  The Jakarta Post ,  Jakarta   |  Wed, 06/11/2008
10:37 AM

Lawmakers have urged the House of Representatives to investigate a
transfer pricing allegation involving the country's second largest coal
producer, PT Adaro Energy, saying it allegedly caused state losses of Rp
583.2 billion (US$62.46 million).

The proposal was submitted by 34 members from Commissions VII and XI on
Tuesday.

We will establish an investigation team after a vote in next week's
plenary meeting, said Alvin Lie, a member of commission VII overseeing
energy affairs.

He was sure all factions would support the proposal, as the case does
not involve any political interests.

Alvin said the investigation would focus on the sale of 10 million tons
of high quality coal to Singapore-based Coaltrade Services International
Ltd at a below-market price to avoid higher taxes.

Coaltrade bought the coal from Adaro at a price of $32 per ton when coal
prices had reached $95 ton per ton at the end of 2007, he said.

State losses can be calculated from 35 percent of income tax and 13.5
percent of royalties, times 10 million tons, he said. The Singaporean
government, he added, only imposed 10 percent income tax.

Adaro corporate secretary Andre Mamuaya said the company had already
been cleared of the accusation.

We're saying that we didn't do any transfer pricing. The previous
investigation conducted by the Attorney General's Office (AGO) showed
that there was no indication of it, he said.

The AGO dropped the case for lack of evidence in February.

The transfer pricing issue might hamper the company's initial public
offering (IPO) plan, in addition to the ongoing dispute between two
Indonesian business tycoons, Sukanto Tanoto and Edwin Soeryadjaya, and a
major international bank, in a struggle to control a coal mine worth
billions of dollars.

Sukanto, owner of the Beckett Group, believes he lost a coal mine
concession in South Kalimantan with three billion tons of reserves
because Deutsche Bank and Edwin, who owns shares in Saratoga Capital,
conspired against him. Saratoga owns 32 percent of shares in Adaro.

Beckett brought a case against Deutsche Bank to court in Singapore late
last year and lost. Beckett submitted an appeal to the Central Jakarta
State Court last month.

Amid the escalating dispute, Adaro plans to launch the IPO later this
month in a bid to expand its coal business.

The Adaro IPO, planned for June 24 to 28, is set to become the country's
largest-ever stock market flotation resulting in mobilization of Rp 12
trillion.





[Keuangan] Harga Batubara

2008-06-11 Terurut Topik Hok An
Dibawah ada indeks harga batubara tahun yang lalu.
Sayangnya indeks seperti ini tidak bisa diakses liwat internet.

Setahu saya PLN sudah kuatir harga rata2 dalam negeri akan mencapai Rp
800.000/t dan mulai berpikir untuk produksi listrik dari sumber panas
bumi.

Salam

Hok An

http://www.energiportal.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticlecid=13artid=368

Indeks Harga Batu Bara resmi diluncurkan
Oleh admin

Kamis, April 12, 2007 14:23:44

Indeks Harga Batu Bara Indonesia resmi diluncurkan hari ini dengan
patokan batubara Indonesia kalori tinggi (6.500 Kcal) sebesar
US$51,49/ton, kalori sedang (5.800 Kcal) US$42,87/ton dan kalori rendah
(5.000 Kcal) US$32,09/ton.

Pemerintah berencana menjadikan indeks itu sebagai dasar perhitungan
Dana Hasil Produksi Batu Bara (DHPB) sebesar 13,5% sebagai sumber
pendapatan negara.

Indeks Harga Batu Bara Indonesia (Indonesian Coal Price Index/ICI) yang
berubah setiap minggu tersebut disusun oleh PT Coalindo Energy dan Argus
Media, lembaga pricing dari Inggris.

Maydin Sipayung, direktur pelaksana PT. Coalindo Energy, menjelaskan ICI
disusun oleh panelis ahli yang terdiri dari 21 orang.

Sebanyak delapan orang merupakan produsen batu bara, delapan orang
konsumen pembeli dan lima orang broker, ujarnya dalam peluncuran ICI
yang dibuka oleh Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen ESDM
Simon Felix Sembiring di Jakarta hari ini.

Dia menjelaskan dengan adanya ICI maka Indonesia memiliki patokan harga
jual batu bara untuk pasar domestik maupun pasar internasional.

Indonesia saat ini menjadi eksportir batu bara terbesar di dunia,
menggeser posisi Australia, dengan angka ekspor mencapai 148 juta ton
pada tahun lalu.

Sementara Simon mengatakan Indonesia memiliki cadangan batu bara
mencapai 61,3 miliar ton dimana sebanyak 6,7 miliar ton merupakan
cadangan terbukti.

Ekspor pada tahun ini akan meningkat tahun ini, sebanyak 60% ekspor kita
untuk negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Hong
Kong, 10% untuk Asean dan 15% ke Eropa, katanya.

Dia menegaskan dengan adanya ICI maka Indonesia mampu menjadi negara
yang menentukan harga batu bara yang diproduksinya tanpa tergantung pada
harga internasional seperti London Stock Exchange (LME), Barlow Jonker
atau Platt.




Re: [Keuangan] Bunga Acuan BI Jangan Ganggu Sektor Riil (Paskah Suzetta, Bappenas)

2008-06-11 Terurut Topik Hok An
Apa tidak keliru?
Sektor riil setahu saya sedikit dapat pasokan kredit. Tetapi sektor2
lainnya justru yang kena dampaknya.
Kalau mau start sektor riil mungkin hambatan2nya yang perlu disingkirkan
satu2.
Kalau mau bunga rendah untuk sektor riil bisa saja diadakan program
khusus dan bikananya dulu ada bank khusus untuk itu.

Salam

Hok An

Heri Setiono schrieb:

 Sesudah Kadin, giliran Bappenas yang bersuara tentang Bunga Acuan BI.

 

 Bunga Acuan BI Jangan Ganggu Sektor Riil

 Idealnya, BI Rate berada pada level 8 - 8,5 persen

 Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta
 agar suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) tidak lebih tinggi dari
 9 persen. Pasalnya suku bunga di atas 9 persen dapat dipastikan akan
 mengganggu kinerja sektor riil.

 Kalu BI memasang bunga 9 persen ke atas, akan mengganggu sektor riil,
 kalau sektor riil terganggu dampaknya pada pertumbuhan,  kata Meneg
 Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta di
 akhir pekan lalu.

 Menurut dia, idealnya pada saat ini BI rate berada pada level 8 - 8,5
 persen. Dengan suku bunga acuan BI di level tersebut, diharapkan
 permintaan kredit tidak terlalu terganggu sehingga pertumbuhan ekonomi
 dapat dijaga.

 
 Republika 9 Juni 2008




 -
 Yahoo! Toolbar is now powered with Search Assist. Download it now! /a

 [Non-text portions of this message have been removed]

 




Re: [Keuangan] ECB, BIS WB Joint Conference on Strategic Asset Allocation for Central Banks and Sovereign Wealth Managers

2008-06-09 Terurut Topik Hok An
Kalau ada yang ke Frankfurt,
Silahkan hubungi saya.
Mungkin kita bisa jumpa darat disini.

Salam dari Frankfurt

Hok An


Tigor Siagian schrieb:

 Buat rekan-rekan yang berminat.
 --

 Tigor Siagian, FRM
 Strategist
 Foreign Exchange Reserves Management
 Bank Indonesia

 Joint Conference on Strategic Asset Allocation for Central Banks and
 Sovereign Wealth Managers

 Conference Announcement and Call for Papers

 It is generally accepted, among practitioners and academics, that Strategic
 Asset Allocation (SAA) is the main driver of the risk and return profile of
 any investment portfolio. Academics have, historically, focused a lot of
 their attention on SAA for pension funds and endowment funds. SAA for public
 institutions, on the other hand, appears to be somewhat neglected. Against
 this background, the Bank for International Settlements, the World Bank, and
 the European Central Bank are co-organizing a conference on Strategic Asset
 Allocation for Central Banks and Sovereign Wealth Managers.

 The conference is targeted at quantitative experts from the community of
 central banks and sovereign wealth managers (including commodity savings
 funds and sovereign pension funds) as well as academics. It aims at
 fostering the development and dissemination of 'best practices' in the area
 of strategic asset allocation, facilitating knowledge sharing across
 organisations, and encouraging collaboration and an on-going dialogue
 between reserves and asset management specialists of the participating
 organisations. *The event takes place at the European Central Bank,
 Frankfurt, Germany on 24 and 25 November 2008*.

 The organisers particularly encourage submissions of papers in the following
 areas:

 *Theory and Techniques *

 • Monte Carlo simulation techniques for modelling and simulating asset
 returns

 • Use of contingent claim analysis in balance sheet risk management

 • Innovations in portfolio optimization techniques

 • Methods and techniques used in setting expected return assumptions,
 including fixed income instruments

 *Implementation and Practical Challenges *

 • Strategic asset allocation process used within participant's own
 organizations

 • Risk measures to support the strategic asset allocation

 • Asset  liability management at central banks and sovereign wealth
 managers

 • Modelling alternative asset classes such as hedge funds and private equity

 • Determining the optimal currency composition,

 Submissions in other areas will be considered as well.

 *Complete papers should be submitted (extended abstracts will also be
 considered) in electronic format by the end of August 2008*. All papers will
 be reviewed by the conference's organizing committee and authors of selected
 papers will be informed by end-September 2008. In this process, the
 organisers aim at a balanced representation of the above listed topics.
 Selection of the papers will be based, among other things, on quality and
 relevance to the conference. Authors are encouraged to contact one of three
 coordinators to discuss the scope and focus of possible contributions. Also
 a style guide is available on request. Final versions of the selected papers
 are due by end-October 2008. All accepted papers will be published in the
 conference proceedings.

 Please send your submission, short curriculum-vitae, postal address, phone
 and fax numbers, and email address to:

 Ms. Marie-Clair Williams

 European Central Bank

 Kaiserstrasse 29

 D-60311 Frankfurt am Main, Germany

 Tel +49 69 1344 6399

 Fax +49 69 1344 6231

 *; *

 Inquiries about the conference may be directed to:

 Ken Nyholm, [EMAIL PROTECTED] *

 Arjan Berkelaar, [EMAIL PROTECTED] *

 Joachim Coche, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
 [EMAIL PROTECTED]




Re: [Keuangan] Re: IMF, World Bank, dan Depresiasi

2008-06-09 Terurut Topik Hok An
Bung Nazar,

Saya rasa IMF bagi kita di Asia sudah turun menjadi alternativ penangkal
bencana garis kedua.
Penangkal pertama saya rasa sudah dipindah kedalam negeri dimana
dilaksanakan kebijaksanaan defisit rendah dengan akibat cadangan devisa
yang terus naik. Selain itu liwat komitmen Chiang Mai kita memiliki
kemungkinan untuk melakukan swap devisa apabila ada kesulitan. Kalau
berjalan mulus sistem ini diharap mampu bereaksi lebih cepat, sebab
cadangan2 devisa negara2 tetangga kita umumnya gemuk2.

Salam

Hok An


nazar schrieb:

 Tahun 2000 lalu permasalahan
 IMF ini sudah pernah dibahas
 di jogja, waktu itu presidennya
 megawati. Tapi hingga
 sekarang IMF masih di
 andalkan.
 Padahal IMF itu seperti
 rentenir, mengapa? Krna ada
 pinjaman yang bunganya
 dibayar dimuka sementara
 pinjaman pokoknya belum di
 ambil..

 Nb:
 Hasil tes dan ujian yang
 dilakukan oleh lembaga2x
 negara tidak akuran dan
 cenderung dipolitisir dan KKN?
 .

 Salam
 nazar n.i: Tebo, Jambi.

 --- In AhliKeuangan-
 [EMAIL PROTECTED],
 dfaj21 [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  IMF dan World Bank boleh
 dibilang produk perang dunia
 ke 2.
  Sejarahnya, Inggris yang
 sudah duluan berupaya
 menahan agresi jerman
  (Axis) yang menyerbu
 negara-negara eropa seperti
 prancis, denmark, dll
  akhirnya mengalami krisis
 keuangan dimana cadangan
 devisanya habis
  untuk membeli peralatan
 perang di Eropa (yang
 sebagian besar di beli
  dari Amerika).
 
  Amerika yang menyadari
 secara strategis mereka lebih
 baik jika inggris
  tidak kalah akhirnya selalu
 memberikan bantuan bahkan
 menganggapnya
  sebagai bantuan (aid). Tapi
 setelah serangan Jepang di
 pearl harbor,
  Amerika mulai terlibat secara
 langsung. Singkat cerita,
 Amerika,
  inggris dan allies menang.
 Masalahnya trade balance
 antara amerika dan
  inggris, juga negara-negara
 alies dan jerman sudah jadi
 carut marut
  kacau beliau.
 
  Jadi dalam situasi kacau
 inilah 2 tokoh besar mewakili
 Amerika (Harry
  Dexter White) dan Inggris
 (John Maynard Keynes)
 mencoba menjaga
  stabilitas keuangan dan
 transaksi negara multilateral.
 
  Secara garis besar, IMF
 dimaksudkan supaya negara
 macam Inggris yang
  sedang dalam defisit
 mendalam tidak harus sampai
 bangkrut dan masih
  bisa bertahan (dalam arti
 sebelum perang Inggris adalah
 negara
  adidaya ekonomi dan
 berupaya supaya jangan
 sampai jadi negara
  hamba-nya Amerika).
 Prinsipnya adalah: negara
 yang defisit trade
  balance nya akan berupaya
 meningkatkan ekspor.
 Caranya? Depresiasi
  mata uang (jaman itu belum
 ada flexible exchange rate).
 Cara
  mendepresiasinya adalah
 negosiasi negara dengan
 negara (bilateral).
  Jadi kalau mereka tidak bisa
 mendepresiasi mata uangnya
 (contohnya
  Inggris setelah perang dunia,
 mereka memiliki exchange rate
 yang lebih
  kuat dari amerika, dan
 selama negosiasi selalu susah
 negosiasi). Tahun
  demi tahun selalu defisit dan
 memperparah cadangan
 devisa negara.
 
  TANYA:
  - Kenapa sekarang Indonesia
 sudah terdepresiasi dari 2500
 sampai 9000,
  masih saja ekspor tak
 meningkat?
  - Kenapa terdepresiasi (dari
 9000 mau ke 10,000) malah
 panik? DPR
  ribut mengharuskan bank
 indonesia intervensi, rakyat
 panik dan lain
  sebagainya? Padahal kan
 harusnya justru baik bagi
 ekonomi negara?





[Keuangan] Re: Info Legislasi Parlemen.net 5 Juni 2008: Jadwal Kegiatan Komisi II Masa Sidang IV Tahun Sidang 2007-2008

2008-06-05 Terurut Topik Hok An
Kawan2 Milis,

Seperti tertera dibawah DPR akan mulai membicarakan salah satu RUU yang
diharapkan menjadi jimat bagi reformasi birokrasi.
Tetapi sayangnya RUU Pelayanan Publik ini mirip obat placebo, karena
tidak berisi jimat yang tangguh.

Serentet RUU yang direncanakan untuk reformasi birokrasi sebagian adalah
cuplikan dan terjemahan UU Eropa dimana UU Pelayanan Publik biasanya
tidak ada, sebab negara republik (negara untuk rakyat) memang sudah
sarana pelayanan publik jadi sudah tidak perlu diundangkan lagi. Tetapi
ada UU Aparatur Negara yang di Jerman namanya Verwaltungsverfahrengesetz
(http://www.bundesrecht.juris.de/bundesrecht/vwvfg/gesamt.pdf). Semua UU
prosedur pelaksaannya tunduk UU ini. UU yang tidak punya prosedur
pelaksanaan semuanya tidak atau belum berlaku (di Indonesia banyak
sekali, terutama PERDA) .
Dengan sendirinya UU dan PERDA yang melanggar UU ini juga batal demi
hukum.

UU seperti ini adalah standard hukum internasional yang menjadi jimat
dari masyarakat dan pengusaha mengatasi keputusan birokrasi yang
melanggar garis. UU Prosedur/Acara Aparatur Negara ini yang menjamin
surat2 trayek, impor/ekspor, izin bangunan, ktp dsbnya selesai dalam
waktu yang wajar dan dimana perlu hari itu juga.

UU seperti ini juga mau dibikin, tetapi sejak awal sudah ada beberapa
kesalahan2 fatal. Judulnya adalah RUU Aparatur Pemerintahan. Dengan kata
lain Aparatur Negara lainnya satu2 perlu diatur ekstra lagi. Apalagi
biasanya pemerintah tidak punya aparat, sebab yang punya aparat adalah
negara yang berfungsi sebagai pelayan publik. Perbedaan ini ternyata
cukup sulit untuk dimengerti. Mungkin kita terlalu lama meninggalkan
prinsip trias politika dan menganut prinsip manunggal kawula ing gusti
dimana pengusaha, pemerintah dan rakyat satu tubuh dalam wadah yang
tunggal.
Design transformasi aparat pemerintah menjadi aparat negara yang hanya
tunduk kepada UU ternyata belum menjadi paradigma di departemen PAN,
sebab itu juga belum ada agenda pengalihan kekuasaan politik dari
pemerintah kepada publik.

Ada pendapat bahwa masalah2 prinsip seperti ini baru 30 tahun lagi bisa
kita bicarakan.
Saya kira mudah dimenegrti bahwa tanpa reformasi birokrasi 10 tahun lagi
sektor riil kita sudah makin melorot lagi.
Reformasi birokrasi perlu segera dimulai dan dengan cara yang benar.

Salam

Hok An


[EMAIL PROTECTED] schrieb:

 Info Legislasi Parlemen.net 5 Juni 2008Jadwal Kegiatan Komisi II Masa
 Sidang IV Tahun Sidang 2007-2008 Sejak dimulainya Masa Persidangan IV
 Tahun Sidang 2007-2008 pada 12 Mei lalu, praktis semua alat
 kelengkapan DPR tidak terkecuali Komisi II menyusun agenda kerja
 selama masa sidang tersebut. Dari daftar kegiatan yang telah
 disepakati, pada Masa Sidang IV ini, Komisi II berencana membahas
 Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelayanan Publik dan beberapa RUU
 terkait dengan pembentukan daerah baru. Selain itu, dalam rangka
 fungsi pengawasan, Komisi II mengadakan rapat kerja, salah satunya
 dengan Menteri Sekretaris Negara, dengan agenda membahas tentang
 keberadaan komisi/lembaga non struktural yang dibentuk oleh Presiden
 dan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK Semester II Tahun Anggaran
 2007. Untuk mengetahui lebih rinci jadwal kegiatan dan rapat-rapat
 Komisi II DPR dalam Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2007-2008, klik:
 http://www.parlemen.net/site/ldetails.php?guid=cc86bbd65237b2ffe476399041293404docid=fpdpr
  ~

 Info Legislasi adalah layanan informasi bebas biaya melalui e-mail
 mengenai proses legislasi di DPR, utamanya legislasi bidang hukum dan
 politik. Layanan ini tersedia bagi siapa saja; apabila ada rekan anda
 yang ingin mendapatkan layanan ini, silakan kirim email ke
 [EMAIL PROTECTED]
 Untuk mendapatkan informasi terkini mengenai DPR dan proses legislasi
 bidang hukum dan politik, klik www.parlemen.net [Pusat Informasi
 Proses Legislasi Indonesia]. www.parlemen.net dikelola oleh PSHK
 (Pusat Studi Hukum  Kebijakan Indonesia)
 Puri Imperium Office Plaza UG 11-12 Jalan Kuningan Madya Kav. 5-6
 Jakarta 12980 - Indonesia
 Tel. (62-21) 8370-1809, Fax. (62-21) 8370-1810
 Email: [EMAIL PROTECTED]
 ~~




[Keuangan] pemisahan harta jabatan dengan harta pribadi

2008-06-04 Terurut Topik Hok An
Dibawah ada analisa tentang korupsi yang cukup baik.
Saya pertajam satu aspek yaitu masalah pemisahan harta jabatan dengan
harta pribadi.

Dalam budaya primordial hal ini baur, sebab itu kita memerlukan lompatan
budaya untuk menghayati paradigma baru ini.
Jabatan tidak boleh diterjemahkan dengan posisi di negara saja, tetapi
juga semua jabatan sosial yang dipegang,.
Jadi harta kepala pasantren harus dipisah dengan milik pasantren. Harta
pejabat gereja dan yayasan2 sosial juga begitu.
Demikian juga perlu ada kejelasan apakah sumbangan itu kepada pemuka
sosial atau kepada yayasannya.
GD waktu itu kurang teliti dalam hal ini sampai akhirnya jatuh.
Hal2 seperti ini bukan urusan pribadi.
Artinya harus ada yang bertugas menertibkannya.
Dikantor presiden misalnya bisa ditugaskan kepada bagian protokol.
Jadi kalau ada yang salah yang dipecat adalah kepala protokol, bukan
presidennya, kecuali ada bukti bahwa presidennya sendiri yang sengaja
nyeleweng.

semoga berguna

Hok An




http://www.suarapembaruan.com/News/2008/06/04/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY

Kleptokrasi: Permufakatan Korupsi Birokrasi dan Korporasi

Muhammad Mustofa

Kleptokrasi adalah istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan amat
seriusnya tingkat korupsi suatu negara. Green (2004) merujuk rumusan
Weber tentang kleptokrasi, yaitu memperoleh keuntungan melalui korupsi
sebagai tujuan organisasi, kepentingan negara dan kepentingan penguasa
menjadi kabur batasnya, yang merupakan pintu bagi dilakukan korupsi,
termasuk penganiayaan, teror oleh negara, kejahatan perang, dan
genosida.

Kata lain yang dipergunakan sebagai padanan dari kleptokrasi adalah
korupsi tingkat tinggi (heavy corruption). Istilah kleptokrasi ini
merupakan peningkatan dari istilah kleptomani yang berarti kebiasaan
mencuri dari seseorang yang tidak dilakukan untuk pencaharian. Ia
semacam gangguan psikologis yang relatif menetap. Pelakunya adalah
orang-orang yang tidak mengalami kesulitan ekonomi, bahkan tidak jarang
adalah orang yang dikenal publik, seperti pesohor. Ketika tingkat
korupsi di Indonesia dirasakan sangat serius, dan terjadi hampir di
semua sektor kehidupan, khususnya yang berhubungan dengan birokrasi,
maka dapat dikatakan bahwa kleptokrasi merupakan ciri korupsi di
Indonesia. Dengan ciri kleptokrasi, maka tindakan korupsi menjadi
membudaya atau dipandang lumrah saja oleh sebagian orang. Oleh karena
itu tindakan korupsi menjadi tidak mudah untuk ditanggulangi.

Ciri-ciri dari suatu negara kleptokrasi antara lain adalah: tingkat
korupsi yang dilakukan oleh birokrasi sangat tinggi. Yang dimaksud
dengan birokrasi di sini tidak hanya birokrasi pemerintahan (eksekutif),
tetapi juga meliputi birokrasi legislatif dan yudikatif. Sebagaimana
kasus-kasus korupsi yang telah terungkap dan diajukan ke pengadilan,
korupsi di kalangan birokrasi Indonesia dilakukan oleh antara lain
bupati, gubernur, menteri (eksekutif), anggota-anggota DPRD dan DPR
(legislatif), serta hakim dan jaksa dalam berbagai tingkat (yudikatif).
Ciri berikutnya adalah bahwa kaum birokrat dalam melakukan tindakan
korupsi mengadakan persekongkolan dengan para pengusaha atau korporat.
Persekongkolan birokrat dan korporat tersebut terutama dalam rangka
memperoleh keuntungan keuangan dengan cara-cara yang merugikan negara.
Negara kleptokrasi pada umumnya mengandalkan pembiayaan negara pada
sumber daya alam yang dieksploitasi secara tidak terkendali, lebih
memakmurkan birokrat yang korup dan korporasi mitranya daripada
kemakmuran rakyatnya.

Dalam kriminologi tindakan korupsi masuk dalam ruang lingkup
white-collar crime merupakan bentuk-bentuk tindakan yang sesungguhnya
jauh lebih merugikan masyarakat dibandingkan kejahatan konvensional.
Namun demikian tingkat keprihatinan masyarakat terhadap gejala kejahatan
jenis ini, karena tidak kasat mata, relatif tidak setinggi dibandingkan
keprihatinan terhadap kejahatan konvensional. Di Indonesia dapat
dikatakan bahwa kejahatan dalam bentuk korupsi (KKN) telah menjalar
dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, misalnya dalam bidang hukum
dan penegakan hukum, bidang politik, bidang bisnis, birokrasi
pemerintahan, bidang pendidikan, dan bahkan dalam bidang keagamaan
sebagaimana dikonstatir orang pernah terjadi dalam penyelenggaraan haji.
Tidak mengherankan kalau Transparency International dari hasil surveinya
menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di dunia.
Meskipun bentuk kejahatan ini serius, namun pola penanggulangannya tidak
menunjukkan keseriusan. Buktinya, korupsi tetap saja berlangsung.

Faktor Penyebab

Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan Indonesia merupakan lahan
yang kondusif bagi dilakukannya tindakan korupsi. Untuk dapat
menjelaskan faktor-faktor yang kondusif bagi dilakukannya korupsi di
Indonesia, kita harus mencarinya pada tatanan sosial masyarakat
Indonesia sendiri, sikap-sikap, nilai-nilai dan rasionalitas yang
terkait dengan tindakan korupsi.

Yang pertama yang harus kita pahami adalah konsep keluarga dalam tatanan
sosial Indonesia

Re: [Keuangan] OOT: Ekonomi Indonesia Pasca Naik BBM

2008-06-03 Terurut Topik Hok An
Bung Hasan,

Tolong saya dikirimi juga slide2 itu.

Salam

Hok An


Hasan M. Soedjono schrieb:



 Seminggu yang lalu, KADIN mendapat dua paparan mengenai gambaran
 ekonomi
 Indonesia pasca kenaikan harga BBM. Yang pertama oleh Chief Economist
 dari
 salah satu bank nasional terkemuka, dan yang satu lagi oleh Menteri
 Keuangan
 Sri Mulyani. Saya mendapat softcopy dari PowerPoint presentation
 keduanya,
 dan oleh teman saya di KADIN diizinkan untuk membaginya dengan
 profesional
 yang berminat.

 Yang pertama berisi sekitar 50 slide dan besarnya sekitar 2MB.
 Sedangkan
 yang dari B'Sri Mulyani besarnya 3MB meski hanya 36 PowerPoint slides.

 Sebagaimana biasanya, silahkan hubungi saya via japri. Sekali lagi,
 bagi
 yang baru pertama kali kontak dengan saya, mohon perkenalan ringkas --
 cukup
 Nama, Perusahaan dan Pekerjaan (jabatan/profesi).

 Salam selalu,

 -hms-

 [Non-text portions of this message have been removed]

 




Naphta / Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire

2008-05-30 Terurut Topik Hok An
Bung Reza,

Saya tidak membantah bahwa hitungan KKG bocor, ada bocor besar dan bocor
kecil tetapi bagi saya bocor besar ada ditempat yang lain. Ada dua
masalah dasar, masalahnya terbagai dua jawaban saya bagi dua juga.

Mari kita bahas soal Naphta:

Naphta harganya dulu bisa 30% lebih mahal dari minyak mentah. Sekarang
setahu saya kira2 10% diatas Brent.
Tetapi berlainan dengan Pertamina saya sama sekali tidak setuju minyak
kita dan dengan demikian naphta dijual.
Harusnya kita kilang sendiri dan selama belum cukup cracker untuk
memasok bahan dasar untuk polyethylen, polyprophylen, karet sintetik
kita bisa jual naphta yang lebih.
Setahu saya minyak kita mempunyai oktan cukup tinggi dan kadar
belerangnya rendah.
Kita harus menghentikan kebiasaan jual barang bagus dan konsumsi barang
jelek.
Salah satu sumber pemasukan Singapura adalah kilang2 petrokimia di
Jurong.
Naphta jadi semacam dasar untuk produksi untuk membuat seribu satu bahan
yang bisa dijadikan ban mobil, serat untuk industrie tekstil, plastik2
dari pvc dll. Jadi ini bahan dasar untuk industri hulu. Dengan kata lain
ini bahan dasar untuk menghasilkan nilai lebih jadi untuk melahirkan pos
pemasukan.

BBM saya rasa jelas adalah pos pengeluaran yang sebagian bisa diganti
dengan sumber lain yang dkita berlainan dengan negara2 lain juga banyak.
Kita memang sudah berada dalam proses peralihan, tetapi karena terlambat
dan ter-gesa2, maka banyak infrastruktur a.l. terminal2 batubara dan gas
di Jawa yang lupa (!?) dibangun.

Salam

Hok An


Djojosugito, Reza schrieb:

 Pak Hok An,
 Kalau mau bicara biaya siluman sih tidak akan habis habis Pak.
 Lebih baik kita sederhanakan masalah hitungan pak Kwik,
 Silahkan masukan asumsi bahwa aspal dan nafta bisa di jual. Hasilnya
 akan tetap tekor.
 Dengan angka yg sangat optimis pun (katakanlah bensin yg di hasilkan
 bisa 50%) hasil perhitungan KKG tetap tekor.
 Memang bisa kita masukan side produk (LPG, Fuel Product,
 Petrochemical):
 tapi tetap saja koq hasilnya tekor.
 Apalagi kalau kita masukan faktor loss refineri (yg bisa sampai 8%).
 Nggak usah di masukan biaya siluman juga tekor Pak Hok An
 salam

 Reza

 

 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Hok An
 Sent: Thursday, May 29, 2008 4:55 PM
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Subject: Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire

 Saya kira arahnya disitu tidak terlalu salah sebab 40% sisanya itu
 adalah nafta bahan baku yang dibutuhkan industri petrokimia dan
 sisanya
 aspal.

 Tapi memang ada sumber2 kesalahan lain. Misalnya cost recovery yang
 bisa
 sampai 40% dan selain itu yang masih rahasia negara adalah jatah TNI.
 Saya juga ragu apa semua instansi lainnya betul bayar dengan benar
 kepada PERTAMINA.
 Dikita yang besar justru ongkos2 silumannya. Tetapi ongkos2 tertentu
 justru sering kita tetapkan berharga nol, apalagi biaya sosial dan
 lingkungan. Dalam kasus BBN jarak malah upah petani nyaris juga nol.

 Salam

 Hok An

 Djojosugito, Reza schrieb:

  Salam,
  Kayaknya diskusi ini semakin jauh dari pertanyaan Bagaimana
  seharusnya
  perhitungan subsidi BBM.
  Sebenarnya masalahnya sederhana saja.
  Perhitungan Kwik Kian Gie, di dasarkan pada asumsi bahwa refineri
 bisa
 
  bekerja dengan 100% efisiensi.
  Alias Crude masuk seratus liter dapat di konversi menjadi BBM (Alias

  Premium) seratus liter juga.
  Ini yang salah fatal karena refineri tidak bisa memiliki 100%
  efisiensi.
  Dari 1 barel minyak mentah, paling banyak hanya 40% nya bisa di
 rubah
  menjadi BBM (premium).
  Coba anda masukkan data ini. hitungan Kwik Kian Gie akan berantakan
  alias tidak ada surplus.
 
  salam,
 
  Reza
 
 
 
 
  
 
  From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  [mailto:AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
 Poltak
  Hotradero
  Sent: Thursday, May 29, 2008 12:22 PM
  To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  Subject: RE: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire
 
  At 04:42 PM 5/29/2008, you wrote:
 
  Bang poltak, mohon pencerahan.
  
  
  From:
 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia

 
  @yahoogroups.com mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  [mailto:AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
  Poltak
  Hotradero
  Sent: Thursday, May 29, 2008 5:18 PM
  To:
 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia

 
  @yahoogroups.com mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  Subject: Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire
  
  
  At 03:32 PM 5/29/2008, you wrote:
  
   Anggap saja saya orang bodoh yang pake hitung2an spt ini :
   
   Kalo pisang satu tandan di negeri indonesia Rp. 7.000,- dan di

Biaya Siluman / Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire

2008-05-30 Terurut Topik Hok An
Bung Reza,

Saya berpendapat bahwa negara kita dobbel. Artinya ada negara resmi dan
ada negara siluman.
Soalnya dilihat dari RAPBN ada dua anggaran, ada yang resmi dan ada yang
siluman.
Dilihat dari pendapatan demostik brutto (PDB) juga begitu.
Kalau percaya orang2 tua, maka di jaman Soekarno PDB gelap 2 kali dari
PDB terang.
Berapa besarnya PDB gelap sekarang ini setahu saya ngga ada yang berani
taksir.
Kalau benar cuma 50% dari yang terang ´kan sudah ada perbaikan, jadi
kita bisa optimis bahwa sekali waktu negara siluman habis dimakan yang
terang. Apalagi SBY dulu berani janji bahwa bisnis TNI akan dialihkan
dalam periode ini. Sudah ada badan khusus yang bertugas untuk itu dan
sederet LSM yang nekat berani mengawasi jalannya proses ini.

Khusus dalam masalah minyak pos siluman yang kadang2 sulit
diperhitungkan memang jatah TNI. Tetapi seperti yang tulis diatas saat
ini masalah diperbaiki dengan kenaikan anggaran TNI, jadi sekali waktu
pos ini juga bisa dihilangkan. Unutk itu diperlukan transparansi. Jadi
kasarnya kapal2 ALRI dan TNI perlu minyak berapa, dan anggaran beli
senjata perlu ditambah berapa. Kalau itu jelas dengan sendirinya proses
penyesuaian (transformasi) anggaran bisa dihitung. TNI harus berhenti
dengan taksiran tidak berdasar 30% RAPBN.
Saya kira ada rahasia umum bahwa pos ini malah sebenarnya kecil. Kalau
benar kecil mengapa tidak langsung diterangkan.

Kalau anggaran TNI terang apakah masalahnya selesai? Belum.
Soalnya yang tidak bayar rekening Pertamina banyak. Mengapa begitu?
Lihat hutang PLN begitu besarnya, apakah kasus satu ini tidak mengancam
Pertamina oleng?
Yang malas bayar listrik banyak dan malah lembaga etika/pengajaran cukup
banyak yang ngutang listrik.
Jadi sistem lalu lintas pembayaran sudah mogok2.
Sudah terjadi kesalahan sistemik. Kesalahan2 sistem seperti ini memang
membahayakan sistem harga dalam suatu negara dan mempunyai potensi
menggoncangkan negara itu sendiri.

Jadi masalah harga BBM bukan hanya masalah etika sosial, tetapi lebih
dari itu.

Salam damai


Hok An



Djojosugito, Reza schrieb:

 Pak Hok An,
 Kalau mau bicara biaya siluman sih tidak akan habis habis Pak.
 Lebih baik kita sederhanakan masalah hitungan pak Kwik,
 Silahkan masukan asumsi bahwa aspal dan nafta bisa di jual. Hasilnya
 akan tetap tekor.
 Dengan angka yg sangat optimis pun (katakanlah bensin yg di hasilkan
 bisa 50%) hasil perhitungan KKG tetap tekor.
 Memang bisa kita masukan side produk (LPG, Fuel Product,
 Petrochemical):
 tapi tetap saja koq hasilnya tekor.
 Apalagi kalau kita masukan faktor loss refineri (yg bisa sampai 8%).
 Nggak usah di masukan biaya siluman juga tekor Pak Hok An
 salam

 Reza

 

 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Hok An
 Sent: Thursday, May 29, 2008 4:55 PM
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Subject: Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire

 Saya kira arahnya disitu tidak terlalu salah sebab 40% sisanya itu
 adalah nafta bahan baku yang dibutuhkan industri petrokimia dan
 sisanya
 aspal.

 Tapi memang ada sumber2 kesalahan lain. Misalnya cost recovery yang
 bisa
 sampai 40% dan selain itu yang masih rahasia negara adalah jatah TNI.
 Saya juga ragu apa semua instansi lainnya betul bayar dengan benar
 kepada PERTAMINA.
 Dikita yang besar justru ongkos2 silumannya. Tetapi ongkos2 tertentu
 justru sering kita tetapkan berharga nol, apalagi biaya sosial dan
 lingkungan. Dalam kasus BBN jarak malah upah petani nyaris juga nol.

 Salam

 Hok An

 Djojosugito, Reza schrieb:

  Salam,
  Kayaknya diskusi ini semakin jauh dari pertanyaan Bagaimana
  seharusnya
  perhitungan subsidi BBM.
  Sebenarnya masalahnya sederhana saja.
  Perhitungan Kwik Kian Gie, di dasarkan pada asumsi bahwa refineri
 bisa
 
  bekerja dengan 100% efisiensi.
  Alias Crude masuk seratus liter dapat di konversi menjadi BBM (Alias

  Premium) seratus liter juga.
  Ini yang salah fatal karena refineri tidak bisa memiliki 100%
  efisiensi.
  Dari 1 barel minyak mentah, paling banyak hanya 40% nya bisa di
 rubah
  menjadi BBM (premium).
  Coba anda masukkan data ini. hitungan Kwik Kian Gie akan berantakan
  alias tidak ada surplus.
 
  salam,
 
  Reza
 
 
 
 
  
 
  From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  [mailto:AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com ] On Behalf Of
 Poltak
  Hotradero
  Sent: Thursday, May 29, 2008 12:22 PM
  To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  Subject: RE: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire
 
  At 04:42 PM 5/29/2008, you wrote:
 
  Bang poltak, mohon pencerahan.
  
  
  From:
 
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia

 
  @yahoogroups.com mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
  [mailto:AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 mailto:AhliKeuangan-Indonesia

Re: Biaya Siluman / Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire

2008-05-30 Terurut Topik Hok An
Bung Ivan,

pos siluman dan negara siluman ada di-mana2. Di Prancis dan apa lagi
Junani  besar sekali.
Besarnya berhubungan dengan dukungan dan kepercayaan rakyat terhadap
sistem pajak.
Dalam negara2 dimana jarak antara negara dan rakyat jauh, negara siluman
selalu besar.

Latar belakang sistem ini biasanya adalah sisa2 sistem primordial.
Soalnya negara siluman sifatnya tertutup, jadi dana dan sumber daya
ekonomi dibagi dikalangan sendiri.
Kalau kalangan sendiri ini besar sekali, maka kebutuhan untuk pos negara
siluman juga besar sekali.

Cuma ini penjelasan yang ada pada saya mengapa saat ini ada krisis di
Indonesia.
Semua angka menunjukan bahwa Indonesia sedang boom komoditi, mulai dari
batubara, CPO, tembaga, karet dll.
Mengapa kita tidak boom seperti Rusia, atau Brasil yang strukturnya ada
kemiripan?
Sebab itu dugaan saya lingkungan lingkaran dalam elit kita sangat besar
dan mereka semua minta bagian.

Sistem ini sekarang stabil sebab dana mereka untuk beli suara baik di
DPR maupun langsung di PEMILU lagi besar2nya. Sebab itu elit kita
se-olah2 tidak merasa perlu mendengar keluh kesah masyarakat. Seorang
kawan peneliti mulai pakai istilah lucu Orde Terbaru.

Saya sendiri yakin bahwa siluman2 cukup digusur dengan matahari.
Sebab itu kalau kita tekun dan tegas memperjuangkan transparansi, saya
yakin siluman2 akan tergusur ke pojok2 kecil saja.

Salam transformasi

Hok An


Ivan Bintara schrieb:

 mau nimbrung dikit..
 nbsp;
 saya kira di oil company lain pun pasti ada pos siluman, coba aja cek,
 Saudi Aramco, berapa biaya siluman keluar untuk bayar tentara amerika
 yang nongkrong disana, nggak nongol itu di balance sheet nya Saudi
 Aramco. Apalagi di negara Afrika (Nigeria, dan teman2 nya),
 besarnbsp;itu yang siluman untuk jatah preman...
 nbsp;
 Ivan

 --- On Fri, 5/30/08, Hok An lt;[EMAIL PROTECTED]gt; wrote:

 From: Hok An lt;[EMAIL PROTECTED]gt;
 Subject: Biaya Siluman / Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Date: Friday, May 30, 2008, 7:37 AM

 Bung Reza,

 Saya berpendapat bahwa negara kita dobbel. Artinya ada negara resmi
 dan
 ada negara siluman.
 Soalnya dilihat dari RAPBN ada dua anggaran, ada yang resmi dan ada
 yang
 siluman.
 Dilihat dari pendapatan demostik brutto (PDB) juga begitu.
 Kalau percaya orang2 tua, maka di jaman Soekarno PDB gelap 2 kali dari

 PDB terang.
 Berapa besarnya PDB gelap sekarang ini setahu saya ngga ada yang
 berani
 taksir.
 Kalau benar cuma 50% dari yang terang ´kan sudah ada perbaikan, jadi
 kita bisa optimis bahwa sekali waktu negara siluman habis dimakan yang

 terang. Apalagi SBY dulu berani janji bahwa bisnis TNI akan dialihkan
 dalam periode ini. Sudah ada badan khusus yang bertugas untuk itu dan
 sederet LSM yang nekat berani mengawasi jalannya proses ini.

 Khusus dalam masalah minyak pos siluman yang kadang2 sulit
 diperhitungkan memang jatah TNI. Tetapi seperti yang tulis diatas saat

 ini masalah diperbaiki dengan kenaikan anggaran TNI, jadi sekali waktu

 pos ini juga bisa dihilangkan. Unutk itu diperlukan transparansi. Jadi

 kasarnya kapal2 ALRI dan TNI perlu minyak berapa, dan anggaran beli
 senjata perlu ditambah berapa. Kalau itu jelas dengan sendirinya
 proses
 penyesuaian (transformasi) anggaran bisa dihitung. TNI harus berhenti
 dengan taksiran tidak berdasar 30% RAPBN.
 Saya kira ada rahasia umum bahwa pos ini malah sebenarnya kecil. Kalau

 benar kecil mengapa tidak langsung diterangkan.

 Kalau anggaran TNI terang apakah masalahnya selesai? Belum.
 Soalnya yang tidak bayar rekening Pertamina banyak. Mengapa begitu?
 Lihat hutang PLN begitu besarnya, apakah kasus satu ini tidak
 mengancam
 Pertamina oleng?
 Yang malas bayar listrik banyak dan malah lembaga etika/pengajaran
 cukup
 banyak yang ngutang listrik.
 Jadi sistem lalu lintas pembayaran sudah mogok2.
 Sudah terjadi kesalahan sistemik. Kesalahan2 sistem seperti ini memang

 membahayakan sistem harga dalam suatu negara dan mempunyai potensi
 menggoncangkan negara itu sendiri.

 Jadi masalah harga BBM bukan hanya masalah etika sosial, tetapi lebih
 dari itu.

 Salam damai

 Hok An

 ... cut ...





Re: Biaya Siluman / Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire

2008-05-30 Terurut Topik Hok An
Bung Wawan,

Kalau dari statistik harusnya kita memang lebih boom lagi dari Brazil.
Justru itu menunjukan anomali yang sangat besar.
Bandingkan dengan laporan Herald Tribune mengenai Brasil yang saya
cantumkan dibawah.
Anomali ini dilihat dari Eropa makin aneh sebab disini pertumbuhan 1 - 2
% saja sudah dibilang boom.

Saya sendiri 10 tahun yang lalu tidak setuju dengan skenario Bank Dunia
yang mematok pertumbuhan 6%.
Bagi saya pertumbuhan yang dibutuhkan kita pada tahap awal sedikitnya 8
% supaya ada dampak yang jelas terhadap lapangan kerja.
Soalnya korelasi antara investasi dan pertumbuhan lapangan kerja kita
buruk sekali dengan akibat pertumbuhan sudah tinggi tetapi orang2 tetap
nganggur. Hal ini tidak mendorong tumbuhnya kepercayaan masyarakat
terhadap masa depan.
Kekuatiran banyak orang terhadap masa depan beda sekali dengan keadaan
di Brasil yang 10 tahun lalu kita pandang enteng.
Kalau di laporan IHT kelihatan perasaan/psychologi terutama dibidang
ekonomi justru penting.

Cadangan minyak kita memang tidak terlalu banyak. Tetapi kita jagoan
ekspor gas dan juara dunia dalam batubara.
Sudah itu cadangan geothermal terbesar didunia. Apalagi sumber yang
lebih gampang ditimba yaitu arus selat yang diakibatkan tarikan bulan
(pasang surut di laut Jawa) yang luar biasa potensinya.

Kita kekurangan tanah yang subur, tetapi kita kaya sumber energi.

Salam

Hok An


http://www.iht.com/articles/2008/05/25/business/24brazil.php

Boom times for Brazilian consumers
By Andrew Downie
Published: May 25, 2008

SÃO PAULO, Brazil: Consumers in the United States are tightening their
belts; Brazilians are spending like there's no word in Portuguese for
recession.

Middle-class Americans are surrounded by a rising tide of angst;
Brazil's middle class is growing.
Even some creditworthy Americans cannot find a mortgage; Brazilians are
taking out loans like never before.
It used to be that when the U.S. sneezes, Brazil catches pneumonia, but
that is no longer the case, said Marcelo Carvalho, executive director
of research at Morgan Stanley in Brazil.

Thanks to a newfound economic stability and vitality, here and in much
of the region, Latin America is looking less chained to the fortunes of
the United States. There is hard decoupling taking place, Carvalho
said. The Brazilian economy is growing fast as the U.S. is, in our
view, already in recession.

Borrowing by Brazilians

Brazil is doing well thanks to a combination of factors. High commodity
prices, pushed by demand from China, have brought in hard currency and
created jobs.
Foreign investment last year doubled, to $34.6 billion, much of it into
the stock market, which is one of the fastest growing in the world. The
currency is strong, hitting a nine-year high against the dollar last
week, and will likely strengthen further given Standard  Poor's
decision last week to raise Brazil's investment grade.
Inflation, which ended 2007 at 4.5 percent, is under control and the
economy has grown consistently, if not spectacularly, thanks to the
competent management of President Luiz Inácio Lula da Silva. His
far-reaching assistance program has given the poor cash to spend. Wages
are rising and unemployment is falling.
In short, more Brazilians have more money.

da Silva calls it a miracle. But in reality, it is something Latin
American long lacked: confidence.

With both government and outside analysts insisting the economy can
withstand the effects of a global slowdown, banks and companies are
sanguine enough to lend to consumers over longer periods than ever
before. At the same time, an increasingly secure middle class is
confident enough to borrow — to such an extent, analysts say, that
domestic consumption has taken over from exports as Brazil's main
economic driver, reducing the effect of what happens in, say, the United
States.
Because of the twin economic and credit booms, big-ticket items like
houses, cars and electronics are within the reach of up to 20 million
more Brazilians than ever before, Erico Ferreira, the president of the
National Association of Credit, Financing and Investment Institutions,
estimated.
People that weren't consumers are now consumers, Ferreira said.
Everyone is taking more money home. If you want credit you can get it.

A trip to any shopping mall or car dealership suggests that is true.
Stores are packed with shoppers eager to spend. Sales of domestic
appliances rose 17 percent last year, the number of cellphones increased
21 percent and sales of notebook computers and plasma and liquid-crystal
display televisions nearly tripled.
For items like cars and houses, where paying in cash is rarely feasible,
the numbers are even more revealing. The number of houses bought with
mortgages rose 72 percent last year to its highest number ever and the
amount of money being borrowed to buy vehicles jumped 45 percent.

The credit explosion is a regional phenomenon, according to economists.
Though Latin American nations have little tradition of consumer credit

Re: Biaya Siluman / Re: [Keuangan] Re: Kapitalisme-Laissez-Faire

2008-05-30 Terurut Topik Hok An
Bung Oka,

Saya setuju dengan pendapat Anda.
Yang kurang memang law enforcement.
Dan ini memang kesalahan dari pelaksanaan 5 agenda reformasi.
Sesungguhnya demokratisasi tanpa penegakan hukum sama seperti obat
placebo.
Tanpa hukum masyarakat tidak bisa menjemput haknya.
Pelayanan publik menjadi janji kosong.
Penegakan hukum memang tugas sangat mendesak.

Tahun yang lalu sistem gajih setahu saya sudah diubah. Departemen yang
mendapatkan prioritas (DEPKEU  dan mungkin juga Hukum) mendapat kenaikan
gajih yang drastis. Sejak itu orang2 dari departemen ini harusnya tidak
punya alasan lagi untuk KKN sebab pemasukan sudah cukup.

Dibawah saya lampirkan analisa bisnis TNI dari LIPI.
Dari situ kelihatan bahwa likwidasi sektor ini sudah masuk agenda dan
ada contoh konkret dari Jiang Zemin bagaimana bisnis militer bisa
dibereskan dalam 6 bulan saja.
Langkah ini penting sebab kalau siluman hijau sudah hilang apa siluman
coklat tidak ikut terdesak?
Kita harus mengatasi masalah ini dengan fokus satu2.

Salam

Hok An
...

Jaleswari Pramodhawardani: Saya Tak Mau Tentara Terus Disalahkan
Jum'at, 06 Oktober 2006 | 00:22 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Mungkin karena selama ini dianggap sebagai isu

sensitif, tak banyak peneliti yang mau mendalami isu dunia militer.
Apalagi memasuki wilayah anggaran dan bisnis militer. Jaleswari
Pramodhawardani adalah satu dari peneliti yang nekat menerobosnya.
Padahal dasar pendidikannya adalah ilmu komunikasi dan menulis tesis di
Universitas Indonesia tentang lesbianisme.

Saya selama ini berpikir tentara itu baik-baik saja. Ternyata, ketika
reformasi, baru ketahuan ada yang tidak beres, kata putri seorang
purnawirawan marinir ini. Lantas apa pendapatnya soal bisnis TNI dan
upaya untuk membenahinya? Tempo mewawancarai ibu Widi, 12 tahun, dan
Gendis, 9 tahun, ini dalam dua kesempatan pekan lalu. Berikut ini
petikannya.

Sebagai perempuan, kenapa tertarik mengkaji soal militer?
Sebetulnya kajian utama saya soal perempuan, itu di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia dan Universitas Indonesia. Perempuan kan sering
menjadi korban kekerasan, sedangkan TNI adalah simbol kekerasan.
Keduanya ada di Aceh. Fachry Ali suka sekali dengan alasan saya ini,
ha-ha-ha Sementara itu, di Indonesian Institute, kajian saya soal
militer.

Saya ini anak tentara, marinir. Keluarga saya umumnya tentara. Saya
selama ini berpikir tentara itu baik-baik saja. Ternyata, ketika
reformasi 1998, baru ketahuan ada yang tidak beres dengan tentara. Saya
merasa terpanggil, karena tidak mau tentara terus disalahkan. Banyak
teman-teman yang mulai mengamati tentara sejak awal tapi tidak ada yang
mau masuk wilayah anggaran dan bisnis TNI. Karena mereka sudah mencoba
tapi seperti nabrak-nabrak tembok.

Hubungan dengan ayah dan keluarga?
Adik saya yang letnan kolonel di Angkatan Laut sering jadi teman
diskusi. Dia banyak mengkritik saya. Saya pikir itu bagus. Dia
mengingatkan saya, Mbak, hati-hati, lo, Mbak. Peneliti bukan NGO
(aktivis lembaga swadaya masyarakat). Maksud dia, saya harus melakukan
kajian sebagai dasar untuk berbicara. Walau ini debatable karena NGO
juga menggunakan kajian.

Menurut Anda, bisnis TNI bisa dibereskan?
Ya, kan undang-undangnya meminta dalam waktu lima tahun, TNI bebas dari
bisnis. Tapi sampai saat ini saya belum melihat ada tanda-tanda akan
dibereskan. Seharusnya 16 Agustus lalu sudah ada sinyal bagaimana
mestinya. Saat ini memang sedang diselesaikan peraturan presiden soal
badan pengelola aset bisnis TNI itu. Tapi bagaimana kabar rancangan
peraturan itu belum terdengar seperti apa.

Apa masalahnya?
Sudah lama masyarakat kita dihegemoni oleh pemikiran militerisme. Sudah
61 tahun hegemoni itu, sampai kami--working group yang memperhatikan
persoalan TNI--melakukan road show ke lima kota: Medan, Surabaya,
Semarang, Jakarta, dan Bandung. Di saat itu kami kaget, ternyata
mind-set-nya semua berpikir soal kasihan TNI, anggaran dari negara
kecil, dan kesejahteraan prajurit rendah. Mind-set militerisme ini ada
di kepala dewan perwakilan rakyat daerah, pemerintah daerah, juga pusat.

Dari internal TNI?
Memang ada resistensi. Dalam pertemuan kami dengan para jenderal, mereka

mengaku merasa tidak diajak, tapi tiba-tiba harus menyerahkan bisnis
yang sudah dibangun dan mereka pertahankan selama ini. Mereka berpikir,
kok seenaknya saja. Apalagi yang mengambil (warga) sipil, yang tidak
mereka percayai. Seorang jenderal bilang, Anda lihat sendiri kan
bagaimana, BPPN saja nggak beres.

Tapi begini, saya bertemu dengan Pak Sjafrie (Sjafrie Sjamsoeddin,
Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan, Wakil Ketua Tim Supervisi
Transformasi Bisnis TNI). Dia menanyakan bagaimana cara membereskan
penyertaan saham dan komersialisasi aset. Jadi sebetulnya sudah ada niat

dari beberapa orang. Tapi, kalau regulasi tidak dikeluarkan, mau gimana
kerjanya?

Anda yakin Presiden Yudhoyono bisa mengatasi ini?
Harus. Kan ada amanat undang-undang. Ada bisnis yang sudah bisa didata,
seperti yayasan dan koperasi

[Keuangan] LKPP 2007 Kembali Disclaimer

2008-05-29 Terurut Topik Hok An

http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=10719cid=2

LKPP 2007 Kembali Disclaimer

Kamis, 29 Mei 2008 00:00 WIB - warta ekonomi.com
Menkeu Sri Mulyani, menyatakan disclaimer kembali ditetapkan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap aporan keuangan pemerintah pusat
(LKPP) 2007. Hal itu terjadi akibat pemeriksaan BPK dibatasi pada soal
perpajakan dan biaya perkara di Mahkamah Agung (MA).

Alasan lain akutansi belum dilaksanakan secara sempurna terutama pada
kementerian dan lembaga yang mempunyai satker dekonsentrasi dan tugas
perbantuan. Begitupula penyimpangan standar akutansi seperti konsep
bruto dan investasi nonpermanen. Terakhir, penerimaan bukan pajak yang
diperoleh kementerian dan lembaga (LK) tidak didukung aturan pemerintah.
Mochamad Ade Maulidin





Re: [Keuangan] LKPP 2007 Kembali Disclaimer

2008-05-29 Terurut Topik Hok An
Apa tidak bisa ditentukan suatu limit  bertahap yang berakhir tahun 2010
dimana standard akutansi harus diterapkan dengan konsekwensi pemecatan
terhadap penanggung jawab yang lalai?

Hok An

[EMAIL PROTECTED] schrieb:

 Ndak heran koq Pak. Kalau ruang lingkup dibatasi mana mungkin bisa
 dapat
 opini clean/ unqualified. Dalam kongres IAI Kompartemen Sektor Publik
 tahun ini malah ada bocoran LKPP bisa disclaimer terus tiga atau lima
 tahun ke depan.. Tanya kenapa?

 Cheers,

  Original Message 
 Subject: [Keuangan] LKPP 2007 Kembali Disclaimer
 From: Hok An [EMAIL PROTECTED]
 Date: Thu, May 29, 2008 12:53 am
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

 http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=10719cid=2

 LKPP 2007 Kembali Disclaimer

 Kamis, 29 Mei 2008 00:00 WIB - warta ekonomi.com
 Menkeu Sri Mulyani, menyatakan disclaimer kembali ditetapkan Badan
 Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap aporan keuangan pemerintah pusat
 (LKPP) 2007. Hal itu terjadi akibat pemeriksaan BPK dibatasi pada soal

 perpajakan dan biaya perkara di Mahkamah Agung (MA).

 Alasan lain akutansi belum dilaksanakan secara sempurna terutama pada
 kementerian dan lembaga yang mempunyai satker dekonsentrasi dan tugas
 perbantuan. Begitupula penyimpangan standar akutansi seperti konsep
 bruto dan investasi nonpermanen. Terakhir, penerimaan bukan pajak yang

 diperoleh kementerian dan lembaga (LK) tidak didukung aturan
 pemerintah.
 Mochamad Ade Maulidin

 Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new
 topic
 Messages
 =

 




Re: [Keuangan] Kapitalisme-Laissez-Faire

2008-05-29 Terurut Topik Hok An
Ada kawan yang bilang taksiran sederhana cara Adam Riese menuntut
kenaikan harga BBM kira2 100%.
Bisa jadi dengan cara drastis ini yang bisa dikurangi adalah manipulasi
dan barangkali penyelundupan yang tidak diketahui jumlahnya itu.

Yang jelas selama BBM kita lebih murah dari harga Singapura.
Orang2 yang nakal akan menjual BBM itu ke Singapura dengan murah dan
melakukan reimport dengan harga mahal.
Keuntungan dari praktek ini sangat besar dan susahnya masuk ketangan
kelompok yang saya namakan negara gurem.
Aspek sangat politis ini perlu diperhatikan.
Transformasi Indonesia menjadi negara yang bersih hanya bisa kalau
negara gurem makin hari makin kecil.
Coba lihat juga sektor tekstil dimana bagian produk selundupan yang ada
dipasar katanya sudah mengubur produk dalam negeri.

Masalah kita bukan subvensi atau tidak, tetapi negara kita tidak punya
pagar untuk mengamankan subvensi itu.

Salam

Hok An

Poltak Hotradero schrieb:

 At 01:45 PM 5/29/2008, you wrote:

 rincian (kasarnya aja deh) hitungan harusnya kenaikan harga BBM itu
 gimana sih pak?
 
 counter analysis hitungannya pak kwik aja gitu?
 
 anyway,.,. mungkin maksud pak kwik itu adalah (kalimat hiperbolnya
 aja dari saking sangat murahnya produksi minyak Indo),..,

 baca saja di sini: www.hukmas.depkeu.go.id/HukmasNews/bbm.pdf
 Saya sudah baca dokumennya - dan rasanya cukup masuk akal.

 Saking murahnya? Apa iya?
 Apa saking murahnya sampai boleh dihambur-hambur?
 Lantas anak cucu kita nanti kebagian apa???
 Tinggal pilih saja - kita yang berkorban atau mereka yang harus
 berkorban.

 Saya rasa masalahnya ada di situ.

 




Re: e-Gov/Re: [Keuangan] [pro-con] Tepatkah Keputusan Pemerintah Menaikkan Harga BBM Demi Selamatkan APBN ?

2008-05-29 Terurut Topik Hok An
Bung Oka,

Yang saya sesalkan adalah dibuangnya kemungkinan perampingan  proses2
birokrasi.
Masa jaman sekarang PEMDA masih susah kirim uang ke desa2. Bocornya
ternyata masih ada yang sampai 60%.
Padahal transaksi keuangan murah bisa liwat internet walaupun kabel
telepon belum ada.
Jadi untuk apa kita jadi negara yang sudah lama punya satelit
komunikasi.
Rakyat adalah pembayar pajak dan sebab itu mempunyai hak untuk atas
lembaga2 negara yang ampuh dan canggih.

Masalah rahasia negara tentu subyektiv dan sebetulnya yang dikuatirkan
oleh pejabat adalah tranparansi yang menutup kemungkinan untuk
manipulasi dan curi start, atau menghalangi orang lain masuk. Jadi
sebetulnya yang mau dirahasiakan itu sering2 adalah rahasia saya.
Maksud dari open source sebetulnya adalah mendapatkan jaza konsultan
gratis.
Dalam kasus2 kita hal ini justru perlu, sebab pengetahuan ahli2 kita
umumnya sangat parsial dibidangnya masing2.
Sebab itu pengetahuan yang sektoral dan parsial ini perlu digabung dan
digodok bersama.

Benar saat ini yang paling perlu adalah pertukaran pengetahuan tentang
perampingan birokrasi negara. Sudah ada contoh2 sektoral, yang
diperlukan adalah konsep terpadu dan partai2 yang bersedia mendukung
program ini dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ada lembaga2
(dulu dipimpin langsung SBY) yang menggodok konsep2 ini dan mengundang
tokoh dan LSM untuk memberi input. Sayangnya pelaksanaannya lambat
seperti siput dan dimulai dari pinggir2 kekuasaan dan tidak berani
langsung masuk masalah2 dasar.
Kita diburu pembusukan lembaga negara yang cukup cepat jalannya, sebab
itu transformasi birokrasi perlu segera dipercepat. Resep2 placebo harus
segera dibuang dan tidak usah ragu untuk melakukan amputasi/outsourcing
organ2 negara yang sudah terlalu busuk.

Salam
Hok An

Oka Widana schrieb:

 Kembali tidak ada objection dari semua pendapat Anda. Disamping ada
 info
 baru bagi saya, bahwa penggunaan open source bisa memberikan akses
 kepada
 beberapa info yg mungkin sensitive (rahasia negera).

 Pemerintah sendiri konon sekarang lagi gencar2nya mensosialisasikan
 IGOS,
 walau saya tahu juga beberapa instansi pemerintah masih menggunakan
 software
 bajakan. Saya kenal secara pribadi seorang Staf Ahli di kementrian
 BUMN yg
 ahli IT dan punya konsep bagus sekali mengenai topic ini. Yang jadi
 masalah
 adalah tataran implementasi.

 Padahal jika e-gov bisa diimplementasi, tak perlu lagi Pegawai Negeri
 sebanyak sekarang. :) yg sekarang aja sudah kebanyakan. lah wong kalo
 kita
 datang ke suatu kementrian lebih banyak meja kosong yg ditemui, entah
 kemana
 orangnya. Sedangkan yg hadir lebih banyak yg baca koran dan bermain
 game.
 BTW, makanya kalo dalam APBN 1/3 dipakai untuk belanja pegawai, itulah

 sebenarnya pemborosan yg paling nyata..

 Regards,

 Oka

 From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Hok An
 Sent: Wednesday, May 28, 2008 8:11 PM
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Subject: e-Gov/Re: [Keuangan] [pro-con] Tepatkah Keputusan Pemerintah
 Menaikkan Harga BBM Demi Selamatkan APBN ?

 Bung Oka,

 E-Government tentu memberi banyak kemudahan dan merupakan terobosan
 untuk menyelesaikan hambatan2 komunikasi dan kelangkaan informasi.
 Bisa
 mengurangi langkah2 proses sehingga pelayanan publik bisa menjadi
 lebih
 effektiv.
 Selain itu KKN memang bisa dibatasi, dan dimana mungkin hubungan
 langsung dengan publik juga bisa dihentikan sama sekali.
 Di Jerman visa negara2 tertentu misalnya hanya bisa didapat dengan
 transaksi online atau surat.

 Usul tingkat berikut dari seorang deputy MENKO ekonomi adalah sistem
 open source.
 Dalam sistem open source. Data2 (jadi yang biasa dinamakan rahasia
 perusahaan dan dikita rahasia negara) di buka di internet.
 Masyarakat kemudian sama2 mengolah data2 itu dan mencari jalan keluar
 yang terbaik.

 Contoh kontroversial adalah infrastruktur pipa gas dari Kaltim ke Jawa

 Timur.
 Yang tidak setuju kuatir bahwa kilang LNG di Bontang yang sudah
 dibayar
 mahal karena adanya pipa ini harus ditutup.
 Ada yang tidak setuju, sebab gas yang ada hanya cukup untuk ekspor,
 sebab baik terminal gas maupun pipa gas di Jawa tidak diperlukan.

 Yang setuju mungkin ada pikiran bahwa sumber2 CBM (gas tambang) di
 lembah Kutai dan Barito lebih dari cukup untuk memasok kilang di
 Bontang
 maupun pipa ke Jawa Timur.

 Dipihak lain ada orang2 yang sama sekali tidak setuju dengan sistem
 open
 source, sebab data2 ini adalah rahasia negara.
 Tetapi perlu diperhatikan siapa orang kita yang tahu CBM (gas tambang)

 kita banyak dan siap untuk ditambang.
 Penelitian CBM dilakukan oleh perusahaan2 tambang internasional dan
 sederet kontrak CBM sudah dijual ke perusahaan2 itu.

 Mungkin suatu sistem open source justru bisa mengumpulkan sdm, sumber
 daya dan modal nasional sehingga CDM yang banyaknya 4 kali dari sumber

 gas alam kita bisa menjadi lapangan kerja yang produktiv dan
 melepaskan
 kelaparan kita atas energi.

 Share pictures 

 stories about

Re: Bls: [Keuangan] Saham Green

2008-05-29 Terurut Topik Hok An
Coba Anda lihat di:

http://www.ethicalinvestments.co.uk/
http://www.bluefund.com/why-blue/blue-companies

Salam

Hok An

mara maswahenu schrieb:

 NYSE mempunyai sustainability index; berisi NYSE listed companies yg
 green; seingat saya  diantaranya Holcim
 salam
 mara

 - Pesan Asli 
 Dari: Hok An [EMAIL PROTECTED]
 Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Terkirim: Rabu, 28 Mei, 2008 15:34:42
 Topik: Re: [Keuangan] Saham Green

 Bung Iman,

 Biasanya saham green adalah saham untuk perusahaan2 dengan certifikat
 lingkungan.
 Perusahaan yang etis mungkin belum ada standardnya dan sementara
 dipakai
 istilah saham biru.

 Salam
 Hok An

 imanaryadi schrieb:

  Salam
 
  Teman saya sedang membuat disertasi tentang ethical investment,
  beliau mencari saham yang masuk kategori green tahun 200 sampai
 2007,
  beliau sudah dapat 100 perusahaan tapi tahun 2007 saja. kepada
 rekan-
  rekan mailist mohon bantuannya
 
  Salam
  Iman Aryadi
  UIN Yogyakarta
 

 Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang
 juga.
 http://id.toolbar.yahoo.com/

 [Non-text portions of this message have been removed]

 




Re: [Keuangan] Kapitalisme-Laissez-Faire

2008-05-29 Terurut Topik Hok An
Bung Arief,

Indonesia sudah cukup dipetak2 perusahaan2 mancanegara.
Tetapi sebabnya bukan harga SDA yang ditetapkan nol, tetapi kegagalan
kita mengembangkan perusahaan domestik kita sendiri.
Tapi sesungguhnya kita guru yang baik. Buktinya Pertamina berhasil
mengajar PETRONAS yang sekarang cukup tangguh.

Saya tambah satu masalah lagi. SDA kita yang lagi booming banyak.
Sekalipun hargnya nol, tetapi PPh dan PPN lari kemana.
Dari kira2 200 juta ton batubara yang legal saja kemana pajaknya

Salam

hok An

Arief R Rasyid schrieb:


 - Original Message -
 From: Ignace I. Worang [EMAIL PROTECTED]
 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Sent: Thursday, May 29, 2008 2:01 PM
 Subject: RE: [Keuangan] Kapitalisme-Laissez-Faire

 Soal Kwik, ya saya setuju dengan Bung Poltak karena kalau dilihat dari
 sudut
 pandang economy yg normal ya dia jelas bukan ecomonist lagi sejak dia
 menggangap minyak harganya nol. Kecuali economist ala Lenin's Economy
 yg
 bisa saja menggangap minyak itu nol sesuai dengan kemana arah tujuan
 ideologinya berjalan tapi in the real world.ini lebih ke ideologist
 bukan?

 Cheers

 kalau minyak dihitung kwiknilainya NOL, artinya semua bhn tambang
 nilainya
 NOL ? bahan tambangkan bukan hanya minyak, ada batu bara sampai
 intan.
 kebayang enggak kalau harganya murah banget ? bisa2 org dari segala
 penjuru
 planet dtg ke indonesia utk nge borong  anak cucu kita nanti kebagian
 apa
 yah.

 salam

 arief

 




Re: [Keuangan] Saham Green

2008-05-28 Terurut Topik Hok An
Bung Iman,

Biasanya saham green adalah saham untuk perusahaan2 dengan certifikat
lingkungan.
Perusahaan yang etis mungkin belum ada standardnya dan sementara dipakai
istilah saham biru.

Salam
Hok An

imanaryadi schrieb:

 Salam

 Teman saya sedang membuat disertasi tentang ethical investment,
 beliau mencari saham yang masuk kategori green tahun 200 sampai 2007,
 beliau sudah dapat 100 perusahaan tapi tahun 2007 saja. kepada rekan-
 rekan mailist mohon bantuannya

 Salam
 Iman Aryadi
 UIN Yogyakarta





  1   2   >