Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)]

2009-05-28 Terurut Topik dendi ramdani
Maap Kang Sulis,

First of all, saya perlu tegaskan bahwa saya tidak mewakili institusi lembaga 
FEUI. Memang banyak individu-individu FEUI yang berkecimpung dimana-mana 
berkontribusi pemikiran ekonomi, tapi mereka adalah bersifat individual. Saya 
rasa posisi Anis pun demikian.

Nah, masalah idelogi dahulu yang perlu dilihat sebelum diturunkan menjadi 
kebijakan, hal ini memang kondisi ideal. Tapi, saya agak tidak percaya 
kebijakan diturunkan murni dari ideologi yg dianut suatu negara. Saya melihat 
faktor lain, yaitu kepentingan. Kepentingan ini bisa kepentingan penguasa, 
apalagi di negara oligarki, pasti bisa kepentingan penguasanya; tapi bisa juga 
kepentingan luas masyarakatnya.

Kalau banyak aktivis di Indonesia mengagung-agungkan Evo Morales atau Hugo 
Chavez karena kebijakannya yang anti asing dan menasionalisasi perusahaan 
minyak dinegaranya masing-masing; dan menganggap mereka menjalankan kebijakan 
anti neoliberal; buat saya perlu dilihat juga dari sisi kepentingan Morales dan 
Chaves sebagai penguasa yg ingin tetap berkuasa. Apakah itu untuk kepentingan 
rakyatnya, masih sangat diragukan.

Menganai tulisan yang diforward Utong, saya tidak perlu menanggapi. Toh, 
tulisan itu lag-lagi cuma menciptakan stigmasisasi negatif dengan menyebut 
komprador atau penjual negara kepada Widjojo cs, yg beberapa diantara 
orang-orang itu saya kenal secara personal maupun secara pemikiran. Tidak ada 
fakta dan analisa obyektif ditulisan yg difroward Utong itu, tapi lebih ke 
pembentukan opini saja.

dendi

--- On Fri, 5/29/09, Sulistiono Kertawacana 
 wrote:

From: Sulistiono Kertawacana 
Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita  
dijadikan bangsa bebek)]
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Date: Friday, May 29, 2009, 3:32 AM
















  
  Menarik Bung Utong, ...saya menunggu juga nigh penjelasan dari Bung Dendi 
dan Bung Anis, sebab Institusi FEUI sangat dominan dalam mewarnai kebijakan 
ekonomi Indonesia untuk menyebut nama lain sebagai arsitek pembangunan era 
soeharto yg banyak dikritik berbagai kalangan...ditunggu ya Bung Dendi dan Bung 
Anis komentarnya hehe


Pada 29 Mei 2009 03:02, Furqon Azis  menulis:























  
  ada postingan menarik yang sayah copi dari milis PPI-India
** Mailing List|Milis Nasional Indonesia PPI-India **
From: heru atmodjo 
To: temu_er...@ xxx 
Sent: Friday, July 09, 2004 3:47 PM
Subject: Re: [temu_eropa] CATATAN SEORANG KLAYABAN: GURU DAN MURID

Sejak Republik Indonesia, yang kita dirikan dan kita bela dengan darah rakyat, 
jatuh ke tangan komplotan komprador rezim Suharto, memang jarang kita 
mengangkat masalah mental dan martabat bangsa ini. Foto Camdessus, IMF, di 
istana Merdeka, melipat tangannya memandang Harto menandatangani perjanjian 
penjualan bangsa ini, hanya beberapa orang saja bisa dihitung yang menyorot 
gambaran seorang budak yang memakai predikat presiden dan tuan budaknya IMF .

Saya, mendapat pendidikan di Amerika, pendidikan militer di USAF. Klas kami 
terdiri dari perwira sekutu Amerika, Allied Forces, NATO, CENTO, SEATO dan 
lainnya.  Saya mendapat perintah dari Kepala Staf AU ketika itu untuk tidak 
menerima uang apapun dari  Amerika. Menurut pimpinan saya, kami telah diberi 
bekal cukup untuk belajar. Cukup, artinya uang saku untuk makan, dan uang buku. 
Di sekolah, setiap pertengahan bulan siswa-siswa mendapat tambahan uang dari 
sekolah (dari Amerika), $6.00/hari bagi seorang siswa.  Ada dua negara waktu 
itu yang tidak mau menerimanya,  Indonesia dan Burma (waktu itu di bawah U 
Than). Perwira siswa negara lainnya, Philipina, Muangthai, Taiwan, Jepang, 
Columbia, Chili, Haiti, Argentina, Belanda, dan sekutu-sekutu AS,  lainnya 
semua menerimanya. Mereka senang. Bahkan seorang perwira Argentina dan negara 
amerika Latin, dimana rate US$: Peso= 1:30, gajihnya diterima di amerika dengan 
rate 1:1. Karena itu mereka jadi kaya-kaya. Seorang guru, ia sipil  b
 ukan
militer,  tapi dari Universitas terkemuka seperti Yale, Harvard, mendekati kami 
yang tidak pergi ambil uang. Ia tanya: "Apa kalian tidak mau dollar?' tanyanya. 
Kami, perwira Burma dan Indonesia, menjawab:"Masalahnya bukan tidak suka 
dollar, kami menolak  menjual negara." kata kawan kita dari Burma. Kami 
menimpali: "Kami suka uang, tapi tidak mau menjual harga diri". Instruktur kami 
nyengir, dan pergi. Hal demikian, bukan hanya sampai disitu. Kemudian ternyata, 
itu menjadi penilaian politik guru itu kepada kita. Dalam catatan mereka, kami 
digolongkan kepada "DIE HARD STUDENTS"

Tentang pelajaran di Amerika. Disana pelajaran kita adalah tentang perang nuklir
Bagaimana menggunakan bom satu Mega Ton (MT), lima MT, di Uni Soviet, waktu 
itu. Sedang di Nagasaki dan Hiroshima itu hanya 10 KT. Berapa jangkauan 
radiasinya, tingkat kerusakan akibat ledakan itu, yang bersifat strategis. Di 
darat, yang bersifat t

Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)]

2009-05-28 Terurut Topik Sulistiono Kertawacana
istem komando atau ada yang
>> percaya sistem mekanisme pasar. Kalau ada yang salah, misalnya, dari
>> ideologi komunis, itu adalah salah pemimpinnya yang yang kemudian jadi kurup
>> dan diktator. Tapi, memang ideologi yang kemudian diturunkan menjadi sistem
>> ekonomi-politik, kadang membuat rentan pemimpin atau orang-orangnya
>> menyalahgunakan kekuasaan, seperti pada sistem komunis macam Cuba atau Korea
>> Utara atau Uni Sovyet dulu.
>>
>> Nah, masalah sistem apa yang terbaik saya udah tulis perkembangan terakhir
>> di note di facebook saya. Saya tidak bicara ideologi, karena ini sangat
>> normatif dan abstrak, juga tidak bicara sistem ekonomi politik secara
>> langsung karena sangat luas, tapi akan lebih jelas jika kita bicara
>> kebijakan.
>>
>> dendi
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>> --- On *Thu, 5/28/09, Sulistiono Kertawacana > a...@alumni. ui.ac.id >* wrote:
>>
>>
>> From: Sulistiono Kertawacana > ui.ac.id
>> >
>>  Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY
>> (kita dijadikan bangsa bebek)
>>  To: ppibel...@yahoogrou ps.com 
>> Date: Thursday, May 28, 2009, 11:18 AM
>>
>>   Tong jadi kampanye terselubung neh hehehe..mana yg kelompok mendukung
>> tag line lainnya hehhe ditunbggu nigh komentar BUng Dendi dan Bung Anis hehe
>>
>> Kind regards,
>> Sulistiono Kertawacanahttp://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/ 
>> <http://sulistionokertawacana.blogspot.com/>
>>
>>
>>
>>
>
>
> --
> Best regards,
> Sulistiono Kertawacana
> http://sulistionoke rtawacana. blogspot. 
> com/<http://sulistionokertawacana.blogspot.com/>
>
> --
> Kind regards,
> Sulistiono Kertawacanahttp://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/ 
> <http://sulistionokertawacana.blogspot.com/>
>
>
>
>  
>



-- 
Best regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionokertawacana.blogspot.com/


Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)]

2009-05-28 Terurut Topik M Roil Bilad
Terima kasih atas postingan dari milis PPI India Itu, Luar biasa Bagus.


Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)]

2009-05-28 Terurut Topik Furqon Azis
as i  dengan tokoh2 ideolog
seperti yang sudah diinisisasi pemikirannya sekitar tahun 1947-an
(CMIIW) gerakan Neolib oleh Friedrich Von Hayek, Ludwig von Mises,
Milton Friedman dan  Karl Popper  (popper ini bisa
dianggap mentornya George Soros kalo gak salah)...mereka ini membentuk
Mont Pelerin Society yang kemudian ada semacam cabangnya di Institute
of Economic Affairs , London dan Herritage Foundation di Washington DC.
Hayek kemudain dapat nobel bidang ekonomi tahun 1974 sedangkan Friedman
tahun 1976

Margaret Thatcher.(sedikit banyak mungkin dipengaruhi Keith Joseph yang
deket ama Institute of Economic Affairs) .melakukan privatisasi diberbagai 
sektor yangs
ebelumnya dianggap publik sekira tahun 1979 atau awal 1980-an dan
disitulah UK sedikit banyak meninggal Negara Kesejaheraan dan
meninggalkan aliran Keynesian... .

Jadi justru sangat urgent bagi calon pemilih Capres menngusung
ideology yg dia anut..ini akan lebih seru...kalo awal2 kemerdekaan ada
tokoh amcam Syahrir yang jelas2 ambil posisi partai sosialis...kira2
kenapa ekonomi kerakyatan ini agak segam neybeut sosialis apakah memang
beda atau memang alkergis aja thd sebutan sosialis? mohon pencerahannya
heheh



Pada 28 Mei 2009 15:47, dendi ramdani  menulis:




Karena udah disebut sama Kang Sulis, jadi enggak enak
nih... 

Ada dua point yng diutarakan Mas Drajat diemail yg diforward Sulis.
Pertama tentang bunga yang tinggi, dan fee yg besar untuk underwriter
penerbitan surat utang di New York. Kedua, keputusan berutang dengan
menerbitkan surat utang. Point yang kedua saya tidak akan komentari
dulu disini.

Komentar saya untuk poin yang pertama. Ada penjelasan kenapa bunga
surat utang (obligasi) pemerintah jauh lebih tinggi dibandingkan surat
utang pemerintah AS. Ini karena country risk negara Indonesia jauh
lebih besar dari negara AS atau negara maju lainnya. Country risk ini
berkaitan dengan semua hal yang mengarah pada kemampuan pemerintah
Indonesia membayar utang dan bunganya. Jadi untuk mengkompensasi resiko
yang tinggi, maka bunga sebagai imbalan harus juga tinggi. Bisa saja
pemerintah menawarkan bunga sama dengan surat utang pemerintah AS,
katakanlah 2%. Tapi, dampaknya adalah harga obligasi itu akan turun.
Misalnya harga obligasinya tertulis 1 milyar dolar, karena permintaan
rendah, maka harga turun. Pada akhirnya, penurunan harga obligasi akan
sebesar jumlah untuk mengkompensasi bunga yang rendah tadi (2%). Jadi,
tingkat bunga surat obligasi yang tinggi adalah hasil valuasi
pihak-pihak yang berminat terhadap obligasi pemerintah RI. 

Ini penjelasan rasionalnya. Bukan stigmasasi (negatif) neolib... atau
apalah... neolib ini bukan ideologi setan yang jelas-jelas setan
itu ya koruptor... atau semacam orang pembuat kasus Lapindo atau
perusak hutan yang harus di perangi. Sayangnya, banyak orang enggak
tahu apa neolib, tapi dipelintir sehingga dia bagaikan setan yang
menakutkan. 

Kalau diperhatikan semua ideologi, baik liberalisme (istilah neoliberal
sebetulnya enggak ada dalam literature ekonomi politik, tapi dia lahir
sebagai istilah yang digunakan para aktivis anti globalisasi) , maupun
sosialisme, komunisme sekalipun mempunyai tujuan yang mulia yaitu
meningkatkan kesejahteraan rakyat, kemakmuran dan pemerataan. Cuma,
mereka punya cara yang berbeda-beda, ada yg pakai sistem komando atau
ada yang percaya sistem mekanisme pasar. Kalau ada yang salah,
misalnya, dari ideologi komunis, itu adalah salah pemimpinnya yang yang
kemudian jadi kurup dan diktator. Tapi, memang ideologi yang kemudian
diturunkan menjadi sistem ekonomi-politik, kadang membuat rentan
pemimpin atau orang-orangnya menyalahgunakan kekuasaan, seperti pada
sistem komunis macam Cuba atau Korea Utara atau Uni Sovyet dulu. 

Nah, masalah sistem apa yang terbaik saya udah tulis perkembangan
terakhir di note di facebook saya. Saya tidak bicara ideologi, karena
ini sangat normatif dan abstrak, juga tidak bicara sistem ekonomi
politik secara langsung karena sangat luas, tapi akan lebih jelas jika
kita bicara kebijakan. 

dendi 



















 



--- On Thu, 5/28/09, Sulistiono Kertawacana  wrote:


From: Sulistiono Kertawacana 

Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme]
Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

To: ppibel...@yahoogrou ps.com
Date: Thursday, May 28, 2009, 11:18 AM


Tong jadi kampanye terselubung neh hehehe..mana yg
kelompok mendukung
tag line lainnya hehhe ditunbggu nigh komentar BUng Dendi dan Bung Anis
hehe

Kind regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/
 



-- 
Best regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/


-- 
Kind regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/




  

Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik Sulistiono Kertawacana
 akan lebih jelas jika kita bicara
> kebijakan.
>
> dendi
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> --- On *Thu, 5/28/09, Sulistiono Kertawacana <
> sulistiono.kertawac...@alumni.ui.ac.id>* wrote:
>
>
> From: Sulistiono Kertawacana 
> Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY
> (kita dijadikan bangsa bebek)
> To: PPIBelgia@yahoogroups.com
> Date: Thursday, May 28, 2009, 11:18 AM
>
>  Tong jadi kampanye terselubung neh hehehe..mana yg kelompok mendukung tag
> line lainnya hehhe ditunbggu nigh komentar BUng Dendi dan Bung Anis hehe
>
> Kind regards,
> Sulistiono Kertawacana
> http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/ 
> <http://sulistionokertawacana.blogspot.com/>
>
>
>
>  
>



-- 
Best regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionokertawacana.blogspot.com/


Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik dendi ramdani
Karena udah disebut sama Kang Sulis, jadi enggak enak nih... 

Ada dua point yng diutarakan Mas Drajat diemail yg diforward Sulis. Pertama 
tentang bunga yang tinggi, dan fee yg besar untuk underwriter penerbitan surat 
utang di New York. Kedua, keputusan berutang dengan menerbitkan surat utang. 
Point yang kedua saya tidak akan komentari dulu disini.

Komentar saya untuk poin yang pertama. Ada penjelasan kenapa bunga surat utang 
(obligasi) pemerintah jauh lebih tinggi dibandingkan surat utang pemerintah AS. 
Ini karena country risk negara Indonesia jauh lebih besar dari negara AS atau 
negara maju lainnya. Country risk ini berkaitan dengan semua hal yang mengarah 
pada kemampuan pemerintah Indonesia membayar utang dan bunganya. Jadi untuk 
mengkompensasi resiko yang tinggi, maka bunga sebagai imbalan harus juga 
tinggi. Bisa saja pemerintah menawarkan bunga sama dengan surat utang 
pemerintah AS, katakanlah 2%. Tapi, dampaknya adalah harga obligasi itu akan 
turun. Misalnya harga obligasinya tertulis 1 milyar dolar, karena permintaan 
rendah, maka harga turun. Pada akhirnya, penurunan harga obligasi akan sebesar 
jumlah untuk mengkompensasi bunga yang rendah tadi (2%). Jadi, tingkat bunga 
surat obligasi yang tinggi adalah hasil valuasi pihak-pihak yang berminat 
terhadap obligasi pemerintah RI. 

Ini penjelasan rasionalnya. Bukan stigmasasi (negatif) neolib... atau apalah... 
neolib ini bukan ideologi setan yang jelas-jelas setan itu ya koruptor... 
atau semacam orang pembuat kasus Lapindo atau perusak hutan yang harus di 
perangi. Sayangnya, banyak orang enggak tahu apa neolib, tapi dipelintir 
sehingga dia bagaikan setan yang menakutkan. 

Kalau diperhatikan semua ideologi, baik liberalisme (istilah neoliberal 
sebetulnya enggak ada dalam literature ekonomi politik, tapi dia lahir sebagai 
istilah yang digunakan para aktivis anti globalisasi), maupun sosialisme, 
komunisme sekalipun mempunyai tujuan yang mulia yaitu meningkatkan 
kesejahteraan rakyat, kemakmuran dan pemerataan. Cuma, mereka punya cara yang 
berbeda-beda, ada yg pakai sistem komando atau ada yang percaya sistem 
mekanisme pasar. Kalau ada yang salah, misalnya, dari ideologi komunis, itu 
adalah salah pemimpinnya yang yang kemudian jadi kurup dan diktator. Tapi, 
memang ideologi yang kemudian diturunkan menjadi sistem ekonomi-politik, kadang 
membuat rentan pemimpin atau orang-orangnya menyalahgunakan kekuasaan, seperti 
pada sistem komunis macam Cuba atau Korea Utara atau Uni Sovyet dulu. 

Nah, masalah sistem apa yang terbaik saya udah tulis perkembangan terakhir di 
note di facebook saya. Saya tidak bicara ideologi, karena ini sangat normatif 
dan abstrak, juga tidak bicara sistem ekonomi politik secara langsung karena 
sangat luas, tapi akan lebih jelas jika kita bicara kebijakan. 

dendi


















 



--- On Thu, 5/28/09, Sulistiono Kertawacana 
 wrote:

From: Sulistiono Kertawacana 
Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita 
dijadikan  bangsa bebek)
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Date: Thursday, May 28, 2009, 11:18 AM
















  
  



Tong jadi kampanye terselubung neh hehehe..mana yg kelompok mendukung
tag line lainnya hehhe ditunbggu nigh komentar BUng Dendi dan Bung Anis
hehe

Kind regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/


 

















  

Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik Setio Pramono


 wah ude pake jargon2 nih temen2 he2
Kalo gw sih dulu males pake mega pro, soalnya bagusan tiger lebih mantab and 
macho 

he2..g nyambung sama materi diskusi...
Tio





From: M Roil Bilad 
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, May 28, 2009 10:16:26 AM
Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita  
dijadikan bangsa bebek)





Lebih cepat memang lebih baik menuju kemandirian bangsa!!!

   


  

Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik M Roil Bilad
Lebih cepat memang lebih baik menuju kemandirian bangsa!!!


Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik bagusco
cerita oh mama oh papa kayak di majalah kartini jaman baheula...
 
salam,
bagusco

--- On Thu, 5/28/09, Furqon Azis  wrote:


From: Furqon Azis 
Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita 
dijadikan bangsa bebek)
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Date: Thursday, May 28, 2009, 2:32 PM










cerpen nya ga ada euy, klo cerbung gmana ? hehehe

-utong-






. 
















  

Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik Furqon Azis
cerpen nya ga ada euy, klo cerbung gmana ? hehehe

-utong-





From: bagusco 
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, May 28, 2009 9:24:14 AM
Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita 
dijadikan  bangsa bebek)





cer-pen ada gak Pak Utong?  panjang pisan euy...
 
salam,
bagusco

--- On Thu, 5/28/09, Furqon Azis  wrote:


From: Furqon Azis 
Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita 
dijadikan bangsa bebek)
To: ppibel...@yahoogrou ps.com
Date: Thursday, May 28, 2009, 2:00 PM


Saya setuju "lebih cepat lebih baik" negara kita tercinta berhenti hutang, tp 
gimenong??

cerita uang dulu ah
Uang dalam sebuah masyarakat ibarat darah di dalam tubuh manusia. Kelebihan 
atau kekurangannya akan menyebabkan tekanan tinggi dan rendah (inflasi dan 
deflasi).

Pemerintah, sebagai sebuah institusi, bisa mendapatkan uang lewat beberapa 
cara, seperti:
• Setoran dividen dari perusahaan milik negara (BUMN).
• Penerbitan berbagai jenis surat hutang.
• Pajak.

Kalau orang biasa ditanya berapa banyak uang beredar yang sepantasnya ada dalam 
sebuah masyarakat, jawaban logisnya adalah tergantung berapa banyak BARANG DAN 
JASA yang sanggup diperdagangkan oleh komunitas tersebut dalam perdagangan 
sehari-hari mereka.

Tetapi siapa sebenarnya yang menentukan jumlah uang beredar, dan bagaimana uang 
diedarkan?

Karena uang hanyalah medium pertukaran barang dan jasa di dalam komunitas 
tersebut, untuk melayani masyarakat tersebut, logisnya adalah tak seorangpun 
yang berhak mengambil keuntungan dari pengadaan uang. Orang yang berproduksi 
pantas mendapatkan uang, dan orang yang tidak berproduksi tidak mendapatkan 
apa-apa.

Petani menghasilkan hasil tani, nelayan mencari ikan dan hasil laut, penenun 
kain membuat pakaian, tukang masak mengolah hasil tani menjadi makanan, tukang 
kayu membuat bangunan dan perkakas rumah, orang-orang terdidik menjadi guru di 
sekolah, dll. Semua orang mengerjakan dan memberikan kontribusi ke masyarakat 
sesuai kemampuannya. Uang harusnya diciptakan OLEH komunitas tersebut UNTUK 
melayani komunitas tersebut.

Tetapi kemudian sekelompok kecil anggota komunitas tersebut, yang diberkati 
dengan daya pikir yang lebih tajam, sekaligus keserakahan yang tak terhingga, 
memahami bahwa mereka bisa TIDAK memberikan kontribusi apapun tetapi memiliki 
segala-galanya di masyarakat tersebut. Kelompok ini adalah "Pengada (Pencipta) 
Medium Uang."

Kalau demi memiliki uang dan menghindari sistem bartel yang merepotkan, 
masyarakat tersebut rela MEMINJAM uang kepada kelompok tersebut, maka 
masyarakat ini secara de facto telah menjadi budak abadi dari kelompok pencipta 
uang itu.

Misalkan : masyarakat ini terdiri dari 100 penduduk. Ada yang jadi petani, 
nelayan, tukang kayu, penenun kain, tukang masak, penambang, guru dll.

Kemudian sang Pencipta Uang, katakanlah seorang penambang emas, berhasil 
membujuk masyarakat tersebut untuk menggunakan koin emas buatannya sebagai 
medium pertukaran (uang). Semua orang membeli emas darinya, dan sebagai 
gantinya memberikan barang / jasa tertentu kepadanya. Yang lain, karena tidak 
memiliki barang, akhirnya harus meminjam kepada tukang emas tersebut.

Bila tukang emas ini meminjamkan 1000 koin emas dan menagih 5% bunga kepada 
masyarakat ini, maka tanpa menggunakan hukum bunga-berbunga sekalipun, dalam 
waktu 20 tahun tukang emas ini akan memiliki semua koin emas dia kembali, dan 
masyarakat ini masih tetap berhutang 1000 koin emas kepadanya.

Saat itu, tak satu pun koin beredar di masyarakat, sehingga tidak mungkin 
masyarakat tersebut sanggup membayar. Tentu saja, dalam prakteknya, memasuki 
tahun ke-2 sekalipun tukang emas tersebut sudah harus meminjamkan koin emasnya 
kepada anggota masyarakat ini, tukang emas ini tidak ingin bunga yang dia 
terima membuat suplai uang di masyarakat menurun, karena nantinya skema ini 
akan terbongkar.

Penurunan suplai uang di komunitas manapun selalu menciptakan resesi / depresi 
ekonomi. Agar sistem ini tidak gagal, komunitas tersebut harus terus mengajukan 
pinjaman baru, agar saat bunga / cicilan pokok pinjaman lama dibayarkan, suplai 
uang di komunitas tersebut tidak berkurang.

Tidak masalah medium apa yang Anda gunakan sebagai uang, selama sang pencipta 
uang adalah pemilik medium uang (bukannya masyarakat itu sendiri) dan berhak 
menagih bunga atas pinjamannya, masyarakat ini tidak akan pernah sanggup 
melepaskan diri dari perbudakan bunga, siklus inflasi dan resesi.

Pihak yang paling berkepentingan agar emas menjadi medium pertukaran uang, bisa 
Anda yakin bahwa dia pasti memiliki banyak emas yang ingin dia jual atau 
pinjamkan. Inilah satu-satunya motivasi dia untuk mempromosikan emas sebagai 
uang.

Karena kemampuan komunitas tersebut untuk berhutang ada batasnya, dan akibat 
bunga pinjaman yang harus mereka bayarkan, sebagian anggota komunitas tersebut 
pun jatuh miskin pada tahun-tahun p

Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik bagusco
cer-pen ada gak Pak Utong?  panjang pisan euy...
 
salam,
bagusco

--- On Thu, 5/28/09, Furqon Azis  wrote:


From: Furqon Azis 
Subject: Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita 
dijadikan bangsa bebek)
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Date: Thursday, May 28, 2009, 2:00 PM










Saya setuju "lebih cepat lebih baik" negara kita tercinta berhenti hutang, tp 
gimenong??

cerita uang dulu ah
Uang dalam sebuah masyarakat ibarat darah di dalam tubuh manusia. Kelebihan 
atau kekurangannya akan menyebabkan tekanan tinggi dan rendah (inflasi dan 
deflasi).

Pemerintah, sebagai sebuah institusi, bisa mendapatkan uang lewat beberapa 
cara, seperti:
• Setoran dividen dari perusahaan milik negara (BUMN).
• Penerbitan berbagai jenis surat hutang.
• Pajak.

Kalau orang biasa ditanya berapa banyak uang beredar yang sepantasnya ada dalam 
sebuah masyarakat, jawaban logisnya adalah tergantung berapa banyak BARANG DAN 
JASA yang sanggup diperdagangkan oleh komunitas tersebut dalam perdagangan 
sehari-hari mereka.

Tetapi siapa sebenarnya yang menentukan jumlah uang beredar, dan bagaimana uang 
diedarkan?

Karena uang hanyalah medium pertukaran barang dan jasa di dalam komunitas 
tersebut, untuk melayani masyarakat tersebut, logisnya adalah tak seorangpun 
yang berhak mengambil keuntungan dari pengadaan uang. Orang yang berproduksi 
pantas mendapatkan uang, dan orang yang tidak berproduksi tidak mendapatkan 
apa-apa.

Petani menghasilkan hasil tani, nelayan mencari ikan dan hasil laut, penenun 
kain membuat pakaian, tukang masak mengolah hasil tani menjadi makanan, tukang 
kayu membuat bangunan dan perkakas rumah, orang-orang terdidik menjadi guru di 
sekolah, dll. Semua orang mengerjakan dan memberikan kontribusi ke masyarakat 
sesuai kemampuannya. Uang harusnya diciptakan OLEH komunitas tersebut UNTUK 
melayani komunitas tersebut.

Tetapi kemudian sekelompok kecil anggota komunitas tersebut, yang diberkati 
dengan daya pikir yang lebih tajam, sekaligus keserakahan yang tak terhingga, 
memahami bahwa mereka bisa TIDAK memberikan kontribusi apapun tetapi memiliki 
segala-galanya di masyarakat tersebut. Kelompok ini adalah "Pengada (Pencipta) 
Medium Uang."

Kalau demi memiliki uang dan menghindari sistem bartel yang merepotkan, 
masyarakat tersebut rela MEMINJAM uang kepada kelompok tersebut, maka 
masyarakat ini secara de facto telah menjadi budak abadi dari kelompok pencipta 
uang itu.

Misalkan : masyarakat ini terdiri dari 100 penduduk. Ada yang jadi petani, 
nelayan, tukang kayu, penenun kain, tukang masak, penambang, guru dll.

Kemudian sang Pencipta Uang, katakanlah seorang penambang emas, berhasil 
membujuk masyarakat tersebut untuk menggunakan koin emas buatannya sebagai 
medium pertukaran (uang). Semua orang membeli emas darinya, dan sebagai 
gantinya memberikan barang / jasa tertentu kepadanya. Yang lain, karena tidak 
memiliki barang, akhirnya harus meminjam kepada tukang emas tersebut.

Bila tukang emas ini meminjamkan 1000 koin emas dan menagih 5% bunga kepada 
masyarakat ini, maka tanpa menggunakan hukum bunga-berbunga sekalipun, dalam 
waktu 20 tahun tukang emas ini akan memiliki semua koin emas dia kembali, dan 
masyarakat ini masih tetap berhutang 1000 koin emas kepadanya.

Saat itu, tak satu pun koin beredar di masyarakat, sehingga tidak mungkin 
masyarakat tersebut sanggup membayar. Tentu saja, dalam prakteknya, memasuki 
tahun ke-2 sekalipun tukang emas tersebut sudah harus meminjamkan koin emasnya 
kepada anggota masyarakat ini, tukang emas ini tidak ingin bunga yang dia 
terima membuat suplai uang di masyarakat menurun, karena nantinya skema ini 
akan terbongkar.

Penurunan suplai uang di komunitas manapun selalu menciptakan resesi / depresi 
ekonomi. Agar sistem ini tidak gagal, komunitas tersebut harus terus mengajukan 
pinjaman baru, agar saat bunga / cicilan pokok pinjaman lama dibayarkan, suplai 
uang di komunitas tersebut tidak berkurang.

Tidak masalah medium apa yang Anda gunakan sebagai uang, selama sang pencipta 
uang adalah pemilik medium uang (bukannya masyarakat itu sendiri) dan berhak 
menagih bunga atas pinjamannya, masyarakat ini tidak akan pernah sanggup 
melepaskan diri dari perbudakan bunga, siklus inflasi dan resesi.

Pihak yang paling berkepentingan agar emas menjadi medium pertukaran uang, bisa 
Anda yakin bahwa dia pasti memiliki banyak emas yang ingin dia jual atau 
pinjamkan. Inilah satu-satunya motivasi dia untuk mempromosikan emas sebagai 
uang.

Karena kemampuan komunitas tersebut untuk berhutang ada batasnya, dan akibat 
bunga pinjaman yang harus mereka bayarkan, sebagian anggota komunitas tersebut 
pun jatuh miskin pada tahun-tahun pembayaran berikutnya. Manusia, sebagai 
makluk sosial, menyadari bahwa anggota masyarakat yang tidak beruntung ini 
tidak bisa dibiarkan begitu saja dan perlu dibantu. Maka diciptakanlah sebuah 
institusi sederhana untuk membantu mereka, yaitu Pemerintah, yang juga akan 
berfungsi untuk m

Re: [PPIBelgia] Fwd: [jurnalisme] Contoh PRAKTIK Neolib era SBY (kita dijadikan bangsa bebek)

2009-05-28 Terurut Topik Furqon Azis
Saya setuju "lebih cepat lebih baik" negara kita tercinta berhenti hutang, tp 
gimenong??

cerita uang dulu ah
Uang dalam sebuah masyarakat ibarat darah di dalam tubuh manusia.
Kelebihan atau kekurangannya akan menyebabkan tekanan tinggi dan rendah
(inflasi dan deflasi).

Pemerintah, sebagai sebuah institusi, bisa mendapatkan uang lewat beberapa 
cara, seperti:
• Setoran dividen dari perusahaan milik negara (BUMN).
• Penerbitan berbagai jenis surat hutang.
• Pajak.

Kalau orang biasa ditanya berapa banyak
uang beredar yang sepantasnya ada dalam sebuah masyarakat, jawaban
logisnya adalah tergantung berapa banyak BARANG DAN JASA yang sanggup
diperdagangkan oleh komunitas tersebut dalam perdagangan sehari-hari
mereka.

Tetapi siapa sebenarnya yang menentukan jumlah uang beredar, dan bagaimana uang 
diedarkan?

Karena
uang hanyalah medium pertukaran barang dan jasa di dalam komunitas
tersebut, untuk melayani masyarakat tersebut, logisnya adalah tak
seorangpun yang berhak mengambil keuntungan dari pengadaan uang. Orang
yang berproduksi pantas mendapatkan uang, dan orang yang tidak
berproduksi tidak mendapatkan apa-apa.

Petani menghasilkan hasil
tani, nelayan mencari ikan dan hasil laut, penenun kain membuat
pakaian, tukang masak mengolah hasil tani menjadi makanan, tukang kayu
membuat bangunan dan perkakas rumah, orang-orang terdidik menjadi guru
di sekolah, dll. Semua orang mengerjakan dan memberikan kontribusi ke
masyarakat sesuai kemampuannya. Uang harusnya diciptakan OLEH komunitas
tersebut UNTUK melayani komunitas tersebut.

Tetapi kemudian
sekelompok kecil anggota komunitas tersebut, yang diberkati dengan daya
pikir yang lebih tajam, sekaligus keserakahan yang tak terhingga,
memahami bahwa mereka bisa TIDAK memberikan kontribusi apapun tetapi
memiliki segala-galanya di masyarakat tersebut. Kelompok ini adalah
"Pengada (Pencipta) Medium Uang."

Kalau demi memiliki uang dan
menghindari sistem bartel yang merepotkan, masyarakat tersebut rela
MEMINJAM uang kepada kelompok tersebut, maka masyarakat ini secara de
facto telah menjadi budak abadi dari kelompok pencipta uang itu.

Misalkan
: masyarakat ini terdiri dari 100 penduduk. Ada yang jadi petani,
nelayan, tukang kayu, penenun kain, tukang masak, penambang, guru dll.

Kemudian
sang Pencipta Uang, katakanlah seorang penambang emas, berhasil
membujuk masyarakat tersebut untuk menggunakan koin emas buatannya
sebagai medium pertukaran (uang). Semua orang membeli emas darinya, dan
sebagai gantinya memberikan barang / jasa tertentu kepadanya. Yang
lain, karena tidak memiliki barang, akhirnya harus meminjam kepada
tukang emas tersebut.

Bila tukang emas ini meminjamkan 1000 koin
emas dan menagih 5% bunga kepada masyarakat ini, maka tanpa menggunakan
hukum bunga-berbunga sekalipun, dalam waktu 20 tahun tukang emas ini
akan memiliki semua koin emas dia kembali, dan masyarakat ini masih
tetap berhutang 1000 koin emas kepadanya.

Saat itu, tak satu pun
koin beredar di masyarakat, sehingga tidak mungkin masyarakat tersebut
sanggup membayar. Tentu saja, dalam prakteknya, memasuki tahun ke-2
sekalipun tukang emas tersebut sudah harus meminjamkan koin emasnya
kepada anggota masyarakat ini, tukang emas ini tidak ingin bunga yang
dia terima membuat suplai uang di masyarakat menurun, karena nantinya
skema ini akan terbongkar.

Penurunan suplai uang di komunitas
manapun selalu menciptakan resesi / depresi ekonomi. Agar sistem ini
tidak gagal, komunitas tersebut harus terus mengajukan pinjaman baru,
agar saat bunga / cicilan pokok pinjaman lama dibayarkan, suplai uang
di komunitas tersebut tidak berkurang.

Tidak masalah medium apa
yang Anda gunakan sebagai uang, selama sang pencipta uang adalah
pemilik medium uang (bukannya masyarakat itu sendiri) dan berhak
menagih bunga atas pinjamannya, masyarakat ini tidak akan pernah
sanggup melepaskan diri dari perbudakan bunga, siklus inflasi dan
resesi.

Pihak yang paling berkepentingan agar emas menjadi
medium pertukaran uang, bisa Anda yakin bahwa dia pasti memiliki banyak
emas yang ingin dia jual atau pinjamkan. Inilah satu-satunya motivasi
dia untuk mempromosikan emas sebagai uang.

Karena kemampuan
komunitas tersebut untuk berhutang ada batasnya, dan akibat bunga
pinjaman yang harus mereka bayarkan, sebagian anggota komunitas
tersebut pun jatuh miskin pada tahun-tahun pembayaran berikutnya.
Manusia, sebagai makluk sosial, menyadari bahwa anggota masyarakat yang
tidak beruntung ini tidak bisa dibiarkan begitu saja dan perlu dibantu.
Maka diciptakanlah sebuah institusi sederhana untuk membantu mereka,
yaitu Pemerintah, yang juga akan berfungsi untuk mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan kepentingan orang banyak.

Tetapi, karena dari
tahun ke tahun semakin banyak uang yang diperlukan untuk membantu
anggota masyarakat yang tidak beruntung ini, skala pemerintah dan uang
yang diperlukan untuk membiayai mereka pun terus bertambah besar.

Pemerintah,
yang didirikan untuk menjadi penolong, perlahan-lahan justru berubah
menjadi penodon