--- In [EMAIL PROTECTED], ...wrote:


AHMADINEJAD, David di Tengah Angkara Goliath Dunia" Terbitan Himah
Teladan,
kelompok Mizan.Di Balikpapan buku 'mungil' ini harganya Rp.44.000,-

Dan kini ada Ahmadinejad, seorang tokoh in reality! Seberapa
sederhanakah
beliau ini? Let me tell you. Berikut ini saya kutipkan sebagian dari
yang
saya baca dari buku tersebut.

Konon ketika beliau sudah menjabat sebagai walikota Teheran yang
memiliki
populasi lebih besar daripada Jakarta ia masih tampil dengan sepatu 
yang
bolong-bolong.

Ia menyapu jalanan Teheran dan bangga dengan itu. Sampai sekarang 
pun ia
masih tampil dengan kemeja lengan panjang sederhana sehingga jika 
kita
tidak mengenalnya dan bertemu dengannya kita tidak akan pernah 
mengira
bahwa
beliau adalah seorang presiden. Ya presiden dari sebuah negara 
besar. Di
Balikpapan di mana saya tinggal bahkan hampir semua guru rasanya 
punya
jas.

Sebelum menjabat sebagai presiden Iran beliau adalah walikota 
Teheran,
periode 2003-2005. Teheran, ibukota Iran, kota dengan sejuta 
paradoks,
memiliki populasi hampir dua kali lipat dari Jakarta, yaitu sebesar 
16
juta
penduduk. Untuk bisa menjadi walikota dari ibukota negara tentu sudah
merupakan prestasi tersendiri mengingat betapa Iran adalah Negara 
yang
dikuasai oleh para mullah. Ia bukanlah ulama bersorban, tokoh 
revolusi,
dan
karir birokrasinya kurang dari 10 tahun.

Beliau tinggal di gang buntu, maniak bola, tak punya sofa di 
rumahnya,
dan
kemana-mana dengan mobil Peugeot tahun 1977. Penampilannya sendiri 
jauh
dari menarik untuk dijadikan gosip, apalagi jadi selebriti. Rambutnya
kusam
seperti tidak pernah merasakan sampo dan sepatunya itu-itu terus,
bolong disana-sini, mirip alas kaki tukang sapu jalanan di belanatara
Jakarta.

Nah! Kira-kira dengan modal dan penampilan begini apakah ia memiliki
kemungkinan untuk menjabat sebagai walikota Depok saja, umpamanya?

Dalam tempo setahun pertanyaan tentang kemampuannya memimpin 
terjawab.
Warga Teheran menemukan bahwa walikotanya sebagai pejabat yang bangga
bisa
menyapu sendiri jalan-jalan kota, gatal tangannya jika ada selokan 
yang
mampet dan
turun tangan untuk membersihkannya sendiri, menyetir sendiri 
mobilnya ke
kantor dan bekerja hingga dini hari sekedar untuk memastikan bahwa
Teheran
dapat mejadi lebih nyaman untuk ditinggali.

"Saya bangga bisa menyapu jalanan di Teheran." Katanya tanpa berusaha
untuk
tampil sok sederhana. Di belahan dunia lain sosoknya mungkin dapat
dijadikan reality show atau bahkan aliran kepercayaan baru. Sejak 
hari
pertama
menjabat ia langsung mengadakan kebijakan yang bersifat religius 
seperti
memisahkan lift bagi laki-laki dan perempuan (ini tentu menarik hati
para
wanita di Teheran), menggandakan pinjaman lunak bagi pasangan muda 
yang
hendak menikah dari 6 juta rial menjadi 12 juta rial, pembagian sup
gratis
bagi orang miskin setiap pekan, dan menjadikan rumah dinas walikota
sebagai
museum publik!

Ia sendiri memilih tinggal di rumah pribadinya di kawasan Narmak yang
miskin yang hanya berukuran luas 170 m persegi. Ia bahkan melarang
pemberian
sajian pisang bagi tamu walikota mengingat pisang merupakan buah yang
sangat mahal
dan bisa berharga 6000 rupiah per bijinya. Ia juga menunjukkan 
dirinya
sebagai pekerja keras yang sengaja memperpanjang jam kerjanya agar 
dapat
menerima warga kota yang ingin mengadu.

Namun salah satu keberhasilannya yang dirasakan oleh warga kota 
Teheran
adalah spesialisasinya sebagai seorang doktor di bidang manajemen
transportasi dan lalu lintas perkotaan. Sekedar untuk diketahui,
kemacetan
kota Teheran begitu parahnya sehingga saya pernah dikirimi salah satu
foto
lelucon dari berbagai belahan dunia dengan judul "Only in _Equot; .
salah
satunya dari Teheran dengan judul "Only in Teheran" dengan foto
kemacetan
lalu lintasnya yang bisa bikin penduduk Jakarta menertawakan 
kemacetan
lalu
lintas di kotanya.

Secara dramatis ia berhasil menekan tingkat kemacetan di Teheran 
dengan
mencopot lampu-lampu di perempatan jalan besar dan mengubahnya 
menjadi
jalur putar balik yang sangat efektif. Setalah menjabat dua tahun
sebagai
walikota Teheran ia masuk dalam finalis pemilihan walikota terbaik 
dunia
World Mayor
2005 dari 550 walikota yang masuk nominasi.

Hanya sembilan yang dari Asia, termasuk Ahamdinejad, tapi itu baru 
awal
cerita. Pada tangagl 24 Juni 2005 ia menjadi bahan pembicaraan 
seluruh
dunia karena berhasil menjadi presiden Iran setelah mengkanvaskan
ulama-cum-mlliter Ali Hashemi Rafsanjani dalam pemilihan umum. 
Bagaimana
mungkin padahal pada awal kampanye namanya bahkan tidak masuk 
hitungan
karena yang maju adalah para tokoh yang memiliki hampir segalanya
dibandingkan dengannya? Dalam jajak pendapat awal kampanye dari 
delapan
calon presiden yang bersaing, Akbar hasyemi Rafsanjani, Ali Larijani,
Ahmadinejad, Mehdi Karrubi, Mohammed Bhager Galibaf, Mohsen
Meharalizadeh,
Mohsen Rezai, dan Mostafa Min, popularitas Ahmadinejad paling buncit.

Pada masa kampanye ketika para kontestan mengorek sakunya dalam-dalam
untuk
menarik perhatian massa, Ahmadinejad bahkan tidak sanggup untuk 
mencetak
foto-foto dan atributnya sebagai calon presiden. Sebagai walikota ia
menyumbangkan semua gajinya dan hidup dengan gajinya sebagai dosen. 
Ia
tidak mampu untuk mengeluarkan uang sepeser pun untuk kampanye!
Sebaliknya ia
justru menghantam para calon presiden yang menggunakan dana ratusan
milyar
untuk berkampanye atau yang bagi-bagi uang untuk menarik simpati 
rakyat.

Pada pemilu putaran pertama keanehan terjadi, Nama Ahmadinejad 
menyodok
ke
tempat ketiga. Di atasnya dua dedengkot politik yang jauh lebih 
senior
di
atasnya, Akbar Hashemi Rafsanjani dan Mahdi Karrubi. Rafsanjani tetap
menjadi favorit untuk memenangi pemilu ini mengingat reputasi dan
tangguhnya mesin politiknya. Tapi rakyat Iran punya rencana dan 
harapan
lain,
Ahmadinejad memenangi pemilu dengan 61 % sedangkan Rafsanjani hanya 
35%.
Logika real politik dibikin jungkir balik olehnya.

Ahmadinejad memang penuh dengan kontroversi. Ia presiden yang tidak
berasal
dari mullah yang selama puluhan tahun telah mendominasi hampir semua 
pos
kekuasaan di Iran, status quo yang sangat dominan. Ia juga bukan 
berasal
dari elit yang dekat dengan kekuasaan, tidak memiliki
track-record sebagai politisi, dan hanya memiliki modal asketisme, 
yang
untuk standar Iran pun sudah menyolok.

Ia seorang revolusioner sejati sebagaimana halnya dengan Imam 
Khomeini
dengan kedahsyatan aura yang berbeda. Jika Imam Khomeini tampil 
mistis
dan
sufistis, Ahamdinejad justru tampil sangat merakyat, mudah dijangkau
siapapun, mudah dipahami dan diteladani. Ia adalah sosok Khomeini 
yang
jauh lebih mudah untuk dipahami dan diteladani. Ia adalah figur idola
dalam
kehidupan nyata. Seorang 'satria piningit' yang mewujud dalam sosok
nyata.

Sebagaimana mentornya, ia tidak terpengaruh oleh kekuasaan. Kekuasaan
seolah tidak menyentuh karakter-karakter terdalamnya. Ia seolah 
memiliki
'kepribadian ganda', di satu sisi ia bisa bertarung keras untuk 
merebut
dan
mengelola kekuasaan, dan di sisi lain ia bertarung sama kerasnya 
menolak
segenap pengaruh kekuasaan agar tidak mempengaruhi batinnya.

Tidak bisa tidak, dengan karakter yang demikian kompleks itu seorang
revolusioner macam Ahmadinejad memang ditakdirkan untuk membuat 
banyak
kejutan dan drama pada dunia.

Ia memangkas semua biaya dan fasilitas kedinasan yang tidak sine-qua-
non
terutama dengan urusan pribadi. Dalam pandangannya, untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang maju dan sejahtera, pejabat negara haruslah
memiliki
standar hidup yang sama dengan rakyat kebanyakan., mencerminkan
kehidupan
nyata dari masyarakatnya, dan tidak hidup di menara gading.

Ia menetapkan PPN baru bagi orang-orang kaya dan mengunakan dananya
untuk
membangun perumahan bagi rakyat miskin. Ia membawa 'uang minyak ke
piring-piring orang miskin' dengan program "Reza Love Fund" (Reza 
adalah
Imam ke delapan kaum Syiah) dengan mengalokasikan 1,3 milyar dollar
untuk
program bantuan bagi kalangan muda untuk menikah, memulai usaha baru,
dan
membeli rumah.

Meski mengagumi Imam Khomeini dan hidup asketis tidak berarti ia
konservatif. Ia bahkan tampil moderat. Ketika ditanya apakah ia akan
mengekang penggunaan jilbab yang kurang Islami di kalangan remaja
Teheran,
ia menjawab,:"Orang cenderung berpikir bahwa kembali ke nilai-nilai
revolusioner itu hanya urusan memakai jilbab yang baik.

Masalah sejati bangsa ini adalah lapangan kerja dan perumahan untuk
semua,
bukan apa yang harus dipakai."

Meski telah terpilih menjadi presiden ia sama sekali tidak mengubah
penampilannya. Ia tetap tampil bersahaja dan jauh dari pamor
kepresidenan.
Pada salah satu acara dengan kalangan mahasiswa salah satu peserta
menanyakan penampilannya yang tidak menunjukkan tampang presiden
tersebut.
Dengan lugas ia menjawab,:"Tapi saya punya tampang pelayan dan saya
hanya
ingin menjadi pelayan rakyat." Air mata saya mengalir membaca ini.
Subhanallah! Alangkah rendah hatinya pemimpin satu ini. Tak salah 
jika
ia
dicintai oleh bagitu banyak mahluk Tuhan di seluruh muka bumi.

Saya tidak ingin menulis lebih panjang tentang tokoh satu ini. Saya
menganjurkan setiap orang untuk membeli bukunya dan membacanya 
sendiri
dan
menikmatinya sebagaimana saya menikmatinya. Belikan satu buku untuk 
anak
Anda dan biarkan ia mengenal satu tokoh besar dunia yang masih
hidup dan mudah-mudahan kelak dapat mengikuti jejaknya.

Saya hanya ingin menutup tulisan ini dengan pendapatnya mengapa ia
bersikeras agar Iran memiliki teknologi nuklir. katanya,:"Jika nuklir
ini
dinilai jelek dan kami tidak boleh menguasai dan memilikinya mengapa
kalian
sebagai negara adikuasa boleh memilikinya?

Sebaliknya, jika teknonuklir ini baik untuk kalian, mengapa kami 
tidak
boleh juga memakainya?" Suatu argumen sederhana yang tidak mampu 
dijawab
oleh
negara-negara Barat. Itu sebabnya Bush tidak bersedia meladeninya 
dalam
suatu tantangan debat di PBB.

Arief Amiharyanto

--- End forwarded message ---


Kirim email ke