Nimbrung lagi ya?.. Dari 5 why yang pernah saya tuliskan di posting terdahulu.
Pokok pangkal permasalahan adalah tersebarnya mobilitas yang meningkatkan jumlah kebutuhan transportasi,yang ujung2nya mengkonsumsi bbm. Kalau dilihat, mohon maaf kalau saya berasumsi, bahwa penggunaan bbm terkonsentrasi di Jakarta, dengan sederhana asumsi itu base on jumlah penduduk, jarak yg harus ditempuh, perputaran ekonomi dll. Jadi Jakarta sebaiknya menggunakan realokasi subsidi bbm dengan membangun apartemen dgn harga terjangkau, memperbaiki kondisi lingkungan tempat tinggal, formulasi agar ke mana2 max 2 point transfer bisa sampai tempat tinggal. Karena dekat sehingga jumlah point transfer transportasi menurun, maka kebutuhan bbm juga menurun. Biaya transportasi per kepala juga turun, harga barang terpengaruh seharusnya turun juga. Contoh, kota modern, New York, Hongkong, Singapore, Seoul. Dari efisiensi bertransportasi maka kemacetan menurun, tingkat stress menurun, produktifitas meningkat, saving meningkat, Jadi ujung2nya adalah tata kota dan harga akomodasi. Jika master plan ini bisa direplicate sebagai dasar tata kota di Indonesia. Ingat, artikel mengapa Ford tidak tergiur masuk Indonesia?salah satunya adalah infrastruktur transportasi. Menurut hemat saya Sudah waktunya dibuat daerah industri baru beserta penunjangnya dan pelabuhan penunjangnya yg diusahakan infrastrukturnya tidak overlap dengan lalulintas perkotaan. Contoh Sinar Mas group yg punya port sendiri. Selain dari itu, PNKA dengan kereta apinya adalah jalan keluar jitu, jika bisa membangun beberapa line khusus barang saja dari-ke daerah industri, pelabuhan, airport sehingga bisa terjamin supply chain dengan manajemen transport kereta yang minim independensinya terhadap kondisi jalan yg lain. Mohon maaf jika ada kata/data yang salah2 maklum, masih belajar... Bagaimana pendapat anda successberry