Variabel yang mempengaruhi AKI dan AKB sangat banyak. Menurut saya, sebagian 
tidak di ranah kesehatan. 
Namun demikian, benar adanya bahwa sistem kesehatan masih lemah hampir di semua 
daerah. Dengan demikian, perlu bantuan utk mengidentifikasi kelemahan tersebut 
serta bersama2 memperbaikinya. Contoh yang disampaikan sejawat di bawah, 
memesankan penguatan fungsi sumberdaya manusia oleh produsennya. Yang mana, 
bisa jadi, berbeda2 di tiap daerah.
3 dimensi yang perlu dinilai adalah keadilan, pemerataan dan kecukupan 
(adekuasi). Berbekal ini, strategi penguatan pada 4 fungsi sistem kesehatan 
dapat disampaikan kpd kepala daerah melalui dinkes.
Buat saja 33 dan 527 "white paper" untuk masing2 propinsi dan kab/ kota.
Melihat jumlah peserta milis ini, paling tidak 50 persen bisa dilakukan.  
Salam.
DK Sunjaya
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: <khumairoh_...@yahoo.co.id>
Sender: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
Date: 05 Oct 2013 09:48:25 
To: <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com>
Reply-To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
Subject: [des-kes] RE: Diskusi mengenai kebijakan KIA selama ini di Indonesia

  
 
 
 
Saya mau komentar di paragraf pertama ya mas koming. Memang aneh, jika AKI-AKB 
semakin meningkat padahal setiap tahun pasti ada peresmian institusi pendidikan 
tinggi kesehatan. Setiap tahun juga lulusan tenaga kesehatan medis juga terus 
meningkat, Jika sarannya pelatihan bukankah mereka sudah mendapatkan ilmu 
dibangku kuliah? jika pengalaman, bukankan mereka ada praktek lapangan?



---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, <purnawankomink@...> wrote:



 
Kebijakan KIA selama ini di Indonesia perlu dianalisis terkait dengan fakta di 
beberapa daerah yang masih mengalami stagnasi program. Dalam hal ini saya 
menggunakan segitiga kebijakan dari Buse dkk yang lebih fokus untuk 
menganalisis isi, aktor dan proses kebijakan. Menurut saya hal utama yang masih 
menjadi kendala pada masa sekarang dan harus diperbaiki yaitu pada kualitas SDM 
kesehatan, masih banyak SDM kesehatan (Bidan, Perawat, Dokter serta Tenaga 
kesehatan lainnya) yang perlu dibekali pelatihan dalam membantu proses 
persalinan khususnya di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas. Kemudian 
minimnya suatu tindakan monitoring dan evaluasi terhadap program KIA yang 
dilaksanakan, padahal hal ini merupakan kunci keberhasilan suatu program. 
Salah satu factor dasar yang juga kurang diperhatikan oleh semua pihak menurut 
saya yaitu faktor komunikasi dan koordinasi. Dalam menjalankan kebijakan KIA 
perlu adanya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah 
daerah yang efektif (tidak ada anggapan pemerintah pusat adalah raja dan 
pemerintah daerah hanya sebagai pengikut) semua komponen tersebut harus saling 
mensupport, memberikan pendapat dan feedback dalam mengatasi masalah KIA yang 
berlarut-larut melalui kegiatan pemantauan yang dilakukan secara kontinyu oleh 
pemerintah pusat dan pelaporan hasil serta kendala dari pemerintah daerah serta 
diharapkan juga kesadaran masyarakat dalam mensukseskan program KIA melalui 
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Selama ini saya lihat belum adanya komunikasi 
dan koordinasi secara real di lapangan dalam mengatasi program ini, terlihat 
dari distribusi pendanaan yang tidak tepat sasaran, distribusi tenaga kesehatan 
yang tidak merata dan belum adanya inisiatif program yang muncul dari berbagai 
daerah di Indonesia.  
 

Kirim email ke