Jeffrey Anjasmara:
Salah...Kedaulatan tertinggi ada di tangan Mr. Irwan sebagai pengejawantahan
suara 35% pencoblos. Dia yang berhak menentukan siapa yg paling demokratis,
siapa yang reformis, dlsb.
Anda bilang mendukung PAN dan PKB, nyatanya anda sibuk menjelekkan Amien, AM
Fatwa dlsb. karena mereka tidak mendukung PDIP. Anda angkat Hasan Basri
sebagai pahlawan dari PAN yg sejati, hanya semata-mata dia mencalonkan
Megawati. Kesimpulan yang dapat ditarik dari posting-posting anda kan semua
yang tidak mendukung PDIP bukan reformis, mau anda tutup-tutupi bagaimana
lagi sih? Kalau ngomong jangan diputar-putar ah. Setelah gerombolan anda
BRidwan-Efron sibuk kasak-kusuk menjelekkan Amien, sekarang diperkuat oleh
Saluling. Rupanya benar bahwa Permias@ dapat menipu peserta dengan berbagai
jalinan tanya jawab yang rapi sehingga dapat menjerumuskan peserta.
Penyusunan tanya-jawab ini mengingatkan pada acara dari desa ke desa.
Dari dulu anda sebut-sebut rakyat terus. Sekarang bagaimana anda menjelaskan
posisi anda terhadap sistem pemilu model berjenjang yang dianut Indonesia
saat ini? Apakah perlu diubah atau tidak? Bila tidak (berhubung Megawati
tidak menghendaki) maka selamanya sistem perwakilan (MPR) akan berlaku.
Konsekuensinya tidak ada yang berhak mengklaim sebagai calon tetap presiden
sebelum Sidang Umum MPR. Hal sesederhana ini harusnya anda camkan sebelum
selalu menulis rakyat-rakyat-rakyat. Bosan dan geli bacanya. Anda kok nggak
belajar-belajar sih. Ih, capek tahu.
Sekarang begini, suara 35% apakah dapat dianggap mewakili keseluruhan suara
rakyat? Bagaimana bila yang 65% kemudian mengumpulkan suaranya dengan cara
menggalang persatuan pendapat dari wakil-wakil rakyat terpilih? Pertanyaan
selanjutnya, suara 35% apakah bukan suara kelompok, yaitu suara kelompok
pendukung Mega dan PDI-P. Bukan suara rakyat! Enak saja main klaim-nya.
Sudah mengklaim tidak memakai dasar masih pakai ngotot lagi. Aneh bener deh.
Nih, biar anda tidak asal njeplak bibit anti demokrasi. Justru anda yang
hendak menanamkan bibit anti demokrasi. Anda kan yang hendak memaksakan
kehendak agar Mega menjadi presiden. Kok melangkahi suara wakil-wakil
rakyat. Bung, anda cuma 1 orang dari 100 juta pemilih. Anda tidak berhak
mengklaim bahwa pendapat anda yang paling benar. Masih banyak yang juga
meluangkan pikiran dan waktu untuk mengevaluasi kejadian-kejadian di
Indonesia. Makanya berkaca dulu sebelum mengklaim pihak lain pembawa virus
demokrasi, bibit anti demokrasi. Anda ini yang justru tidak demokratis.
Rakyat.

Efron:
Tadinya saya pikir Anda adalah orang yang cerdas dan mumpuni. Rupanya Anda
lebih tolol ketimbang para politisi oportunis machiavelis.
Memangnya 65% suara itu bisa bergabung lalu mengalahkan suara 35% PDIP?
Berpikirlah yang realistislah! Memangnya orang-orang yang duduk di DPR dan
MPR itu kambing dan keledai sehingga bisa diatur untuk bersatu melawan
35%-nya PDIP? Tengoklah "poros tengah"! Sebentar lagi mereka itu akan
menjadi bangkai.
Ingat, presiden RI bukan dipilih langsung oleh rakyat tapi oleh anggota MPR.
Jadi kalau mau berkoar-koar untuk menjatuhkan capres lainnya sebaiknya
dilakukan di hadapan anggota MPR bukan dengan jualan obat di kaki-lima.
Menyoal posisi saya sudah dijelaskan sebelumnya namun Anda sungguh bebal tak
menyimak. Ini saya paste-kan.
-----Original Message-----
From:   Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia) [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
<mailto:[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]>
Sent:   Monday, 30 August, 1999 8:06 AM
To:     [EMAIL PROTECTED] <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Subject:        Re: MEGA &amp; LIPPOGATE

Halo Jeff,

Anda benar! Kalau dibilang "garis keras" bisa saya terima. Yang ada dalam
diri saya sendiri saya tak pernah mencari suatu yang abu-abu. Kalau nggak
hitam ya putih.
Saya condong kepada PDIP bukan karena Mega. Tiga kali saya ikut pemilu orba
saya mencoblos PDI yang saat itu Mega tak populer (kecuali pemilu 97 saya
tak ikut mendaftar). Saat itu saya menilai PDI sebagai partai wong cilik.
Apalagi Suryadi adalah datang dari SMA yang sama dengan saya yaitu SMA 1
Yogya. Jadi sentimen seperguruan cukup berpengaruh.
Sekarang PDI meradang dan bermigrasi ke PDIP. Sebagai partai wong cilik Mega
tetap konsisten mengemban arah partai. Saya makin bersimpati karena PDIP
tidak saja ditekan oleh pemerintah tapi juga oleh para oportunis machiavelis
yang ingin nongkrong di atas. Gebleknya lagi mereka itu meniup angin agama
untuk menekan. Emangnya saya yang Kristen ini disuruh indekost.
Anda agar hati-hati dan tak perlu LATAH ikut-ikutan menggunakan istilah
"menghujat". Istilah menghujat pertama kali saya kenal/tahu dari Alkitab.
Menghujat adalah padanan "to blaspheme". Kata ini dipakai oleh Pemuka Agama
Yahudi kepada Yesus Kristus sebagai "menghujat Allah" karena ngaku-ngaku
Anak Allah.
Kalau saya menghujat AR, emangnya AR itu malaikat atau Tuhan. Saya
ngonek-ngoneke AR karena dari dulu saya nggak suka komentarnya yang banyak
disiarkan di radio swasta di Yogya. Bikin kuping saya panas. Hanya saja saya
(waktu itu) nggak berani mengecamnya karena beliau dosen. Bisa-bisa dengan
sifat machiavelis-nya saya dibikin tidak lulus. Sekarang, sesama Kagama saya
bisa ngomong apa saja tentangnya.
Wassalam,
Efron

-----Original Message-----
From:   Jeffrey Anjasmara [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
<mailto:[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]>
Sent:   Sunday, 29 August, 1999 5:24 AM
To:     [EMAIL PROTECTED] <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Subject:        Re: MEGA &amp; LIPPOGATE

Here you go again....
Kelompok Irwan-Efron-bRidwan ini kan kelompok garis keras pendukung PDIP.
Jalan hidup mereka ditentukan oleh naik-turunnya pamor PDIP. Kalau kita
lihat kan bRidwan ini rada halus cara penyampaiannya, cuma ujungnya masih
tetap bisa kita pegang ke mana arahnya. Beda dengan kedua orang pertama tadi
yg tanpa tedeng aling-aling memuja Megawati. Kita sudah lihat kan bagaimana
bRidwan ini sejak sebulan mengarahkan dan memancing penghujatan kepada
Amien? Kelihatannya dia memang satelit PDIP yg dipasang PDIP di milis ini.
Tulisan bRidwan ini memang lebih perlu dicermati ke mana arahnya.

Kirim email ke