Mas Jupri,

Adalah hak orang Kristen (termasuk CW) menggunakan/mencatut nama malaikat
Jibril. Kalaupun ada kesamaan nama dengan agama orang lain mengapa mesti
pusing. Toh Tuhan-nya juga sama (kalo soal yang ini saya mau berdiskusi
dengan Anda secara terpisah dari subjek di atas. Akan saya buktikan kalo
Tuhan itu satu dan sama).

Gaya menulis orang berbeda-beda. Jadi jangan salahkan CW kalau menulis
seperti itu. Kalau bosan...yach jangan dibaca. Gampang 'kan? CW
menganalogikan irama kehidupan sekarang dengan masa lampau bagi saya masih
paut (relevant). Bagi banyak orang Raden Wijaya (RW) dkk adalah pahlawan.
Namun dari satu sisi mereka (RW dkk) adalah fasis yang ingin menguasai
daerah orang lain. Apakah ini salah? Bergantung pada cara pandang orang
seperti halnya Timtim. Anda juga keliru kalau nama RW/Majapahit dijadikan
nama Kodam atau universitas. Saya kok belum mendengar info ini. Kalau Gadjah
Mada memang iya tempat saya ngangsu kawruh. Lagi pula sejak kapan RW
mengukir kejayaan Indonesia? Lha wong istilah "Indonesia" saat itu belum
terdengar je.

Juga, kapan saya menentang orang yang menyoal pribadi MSP? Kalau saya lupa
tolong berikan arsipnya.

Wassalam,
Efron




-----Original Message-----
From:   Jeffrey Anjasmara [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Sent:   Wednesday, 29 September, 1999 8:52 AM
To:     [EMAIL PROTECTED]
Subject:        Re: Christianto Wibisono sang rasist

Lho mas, kalau umat Kristen mau mengadili para pendeta sih masa bodo amat.
Lagipula siapa yang ngomongin pendeta? Masak malaikat disamakan dengan
pendeta....;)

Kalau Umat Kristen mau mencatut nama seorang malaikat ya silakan asal
dilakukan di dalam gereja. Itu kalau malaikatnya kebetulan sama dengan
malaikat dari umat yang lain. Kalau punya malaikat sendiri lalu dicatut
sendiri sih silakan saja. Yang lain sih bakalan cuek bebek dong. Jadi
pembelaan anda nggak ada sangkut pautnya dengan statemen saya bahwa CW nggak
peka dengan umat lain.

Coba, kenapa mesti wawancara imajinernya dengan malaikat jibril yang
mendapat tempat khusus di dalam ajaran lain? Kenapa nggak bikin wawancara
dengan Yesus saja? Atau dengan Nabi Samuel? Habis ini mau bikin wawancara
imajiner dengan siapa lagi? Mau dengan Muhammad SAW? Dengan Budha Gautama?

CW nggak bisa melakukan hal ini di depan publik! Biarpun koran SP membawa
bendera kristenpun, bila dijual ke publik harus dipertanyakan apa tujuannya.
Kecuali bisa juga diberi label, tidak ditujukan untuk umat X, dilanjutkan
dengan keterangan blah-blah... Nilai-nilai yang ditanamkan berbeda. Mungkin
parodi di tempat lain aman-aman saja, tapi tentunya jangan disama-ratakan
untuk memparodikan milik yg lain dong (bilapun milik bersama).

Saya sih tidak anti CW, nyatanya saya juga baca. Cuman bosan saja dengan
istilah Ken Arokisme dan Brutusisme. Ken Arok adalah pendiri Kerajaan
Singasari yang megah. Masa lalunya yg buruk mungkin dapat diterima deh.
Tidak demikian dengan R. Wijaya. Dia adalah pendiri kerajaan Majapahit yg
jauh lebih berjaya daripada RI. Namanya sampai sekarang dinobatkan menjadi
nama Kodam, universitas, dll. Masak tokoh sejarah yg mengukir kejayaan
Indonesia di masa lampau ini dihujat-hujat?

Dalam artikel terakhir CW memberi contoh bagaimana strategi R. Wijaya yg
menggunakan tangan tentara Kubelei Khan untuk mengalahkan musuh sebagai
tindak pengkianat. Kita tidak dapat men-judge bahwa hal ini adalah trade
mark pribumi (silakan baca lagi di bagian terakhir artikelnya). Itulah
politik. Baik dan buruknya jangan disangkut- pautkan dengan kelompok
tertentu. Itu sih belum apa-apa bila dibandingkan teori perangnya SUn Tzu
mas. Kalau R. Wijaya dibilang pengkianat, lalu SUn Tzu tuhannya pengkianat?
Kan tidak tho?

Yang saya kritik tak kalah kerasnya adalah pernyataan CW bahwa maraknya demo
anti Australia adalah sisa akibat doktrin Suharto. Lho, orang para pendemo
hanya merespon apa yg dilakukan oleh orang Australia kok yg dikritik malah
mereka. Sekali lagi saya tanya siapa yg memulai bakar-bakaran bendera, siapa
yg memboikot dagang, siapa yg merusak gedung konsulat duluan, siapa yg tidak
mampu menjaga keamanan KBRI sehingga mesti tutup? Kok pendemo dalam negeri
lagi yg disalahi. Lagi pula apa urusannya dengan Suharto? Orang Indonesia
sudah dari sononya nggak suka sama 'londo'. Begitu mereka pecicilan
melakukan 'jingoism' lagi jelas secara natural orang akan naik darah dong.
Kok chauvinis. Baru segitu dibilang chauvinis. Artinya yg ngomong yg nggak
punya rasa kebangsaan. Nah, berhubung katanya menghargai perbedaan pendapat,
hormatilah yg mendemo itu. Masak disangkutkan sama Suharto. Orang pada jijay
lagi....;)

Semua hal di atas tentu saja bukan penilaian akhir atas CW. Mungkin saja CW
introspeksi diri, dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan ini. Bila memang
CW mampu memperbaiki statemenya, tentu saja saya akan berubah pikiran lagi,
dan mengubah pandangan bahwa CW adalah rasist.

Tambahan:
Nah, sekarang anda ikut-ikutan bilang Amien machiavelis. Kemarin ada yg
bilang anda tidak senang karena ada masalah pribadi. Padahal waktu seorang
peserta milis melakukan hal senada kepada Megawati anda juga ikut protes.
Katanya jangan bawa urusan pribadi...Bagaimana tho mas....;)

Berhubung anda yg memulai men-cc, saya juga men-cc ke CW deh.


+anjas

-------------------------
>From: "Efron Dwi Poyo (Amoseas Indonesia)" <[EMAIL PROTECTED]>
>Reply-To: Indonesian Students in the US <[EMAIL PROTECTED]>
>To: [EMAIL PROTECTED]
>Subject: Re: Christianto Wibisono sang rasist
>Date: Wed, 29 Sep 1999 07:29:47 +0700
>
>Ha...ha...ha....kasihan Mas Jupri ini.
>
>Jemaat Kristen diperkenankan "mengadili" pendetanya bahkan memecat sang
>pendeta kalo si pendeta memang geblek. Orang juga bebas mengkritik dan
>membuat parodi soal gereja. Anda bisa lihat dalam Mr. Bean misalnya, yang
>ia
>dengan lugunya mengacaukan gereja untuk dibikin lelucon. Coba kalau itu
>terjadi pada agama lain?
>
>Kalau Anda rajin mengikuti "Analisis" (sebenarnya tak tepat disebut dengan
>analisis) CW setiap Selasa di SP, Anda akan tahu gaya tulisan CW. Saya
>termasuk penggemarnya. Tidak itu saja, saya juga memberikan kritikan
>terhadap tulisannya langsung kepadanya. Bahkan posting inipun saya bcc-kan
>kepada CW. Bagi saya CW masih tetap konsisten dengan keintelektualannya,
>walau dulu pernah saya kecam habis-habisan saat CW bergabung dengan Amien
>"Machiavelis" Rais dalam PAN.
>
>Wassalam,
>Efron
>
>-----Original Message-----
>From:   Jeffrey Anjasmara [SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
>Sent:   Tuesday, 28 September, 1999 19:56 PM
>To:     [EMAIL PROTECTED]
>Subject:        Christianto Wibisono sang rasist
>
>Dalam artikel terbaru di Suara Pembaruan Christianto Wibisono menghembuskan
>lagi nafas SARA, justru dengan dasar anti SARA.
>
>CW yang sejak awal saya curigai kebangsaannya menyatakan bahwa terjadi
>gelombang nasionalisme chauvinis picik di Indonesia dengan saling bakar
>bendera antara Indonesia dan Australia. Si 'Picek' Christianto Wibisono
>hanya menuding orang Indonesia saja tanpa melihat bahwa hal ini merupakan
>respon warga Indonesia yg masih punya rasa kebangsaan terhadap pembakaran
>bendera Merah Putih di Australia. CW telah berat sebelah dalam menuding
>aksi
>bakar membakar ini.
>
>Dalam satu bagian yaitu :
>
>    Sekarang setelah Soeharto lengser dan Habibie ingin memerdekakan,
>    malah timbul gelombang nasionalisme Kumbokarno, chauvinisme model
>    Hitler yang tidak berperikemanusiaan untuk tetap ingin menjajah
>    Timtim. Ini adalah penyakit kriminal dan fasis yang dipelihara
>    rezim KKN Soeharto, yang telanjur jadi kanker genetik, penyakit
>    turunan. Rasialis baik terhadap Cina, bule, maupun keturunan hitam
>    Melanesia. Oknum-oknum penguasa arogan di Jakarta sudah terlalu
>    sering mengeksploitasi soal etnis dan SARA untuk melestarikan
>    kekuasaan biadab mereka secara keji.
>
>menunjukkan bahwa CW selalu aktif meniupkan masalah SARA untuk segala macam
>permasalahan dengan tujuan-tujuan tertentu. Sungguh mengherankan bila kita
>berbicara tentang Timtim tiba-tiba berbelok ke masalah SARA. Rupanya
>kapabilitas CW sebagai penulis benar-benar tersumbat sebagaimana yang dia
>klaim sendiri.
>
>Sebagai penganut agama Non-Islam si Christianto Wibisono juga tidak
>sensitif
>dengan para penganut Islam di Indonesia. Malaikat Jibril, sebagaimana
>malaikat yg lain di dalam Islam tidak boleh dimain-mainkan hanya untuk
>sekedar mencari sesuap nasi dari gaji sebagai kolumnis. Kedurhakaan CW
>melebihi si Arswendo Atmowiloto yg berani-beraninya mendudukkan Nabi
>Muhammad SAW dengan Suharto, Ainstein, dlsb.
>
>Dalam bagian:
>    Jadi setan itu memang bisa gentayangan. Jadi setan seperti busa
>    napas Dasamuka menurut legenda wayang bisa masuk ke orang siapa
>    saja di seluruh muka bumi. Dasamuka bisa muncul di tubuh Li Peng
>    waktu memerintahkan tank menggilas mahasiswa di Tiananmen,
>    juga bisa muncul di EGP menyedot duit Bank Bali, lalu di kalangan
>    pribumi penuh dengan praktik KKN dan Hitler, Nero, Pol Pot, saling
>    tikam, saling fitnah, saling jegal, saling bunuh seperti Ken Arok.
>
>CW telah keluar dari garis batas dalam membakari sentimen SARA, dan
>menunjuk
>langsung kelompok pribumi yang mempunyai sifat Hitler, Nero, Polpot, dan
>lain-lain. Sungguh memalukan orang yg selalu menyuarakan anti SARA akhirnya
>termakan sendiri untuk melakukan tindakan-tindakan rasist.
>
>http://www.suarapembaruan.com/News/1999/09/280999/index.html
>
>______________________________________________________
>Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

______________________________________________________
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

Kirim email ke