[iagi-net] BACK TO BASIC # 5 – YANG TERJADI PADA SUATU KONVERGENSI LEMPENG-LEMPENG

2013-02-01 Terurut Topik Awang Satyana
Indonesia adalah wilayah yang secara geologi merupakan pertemuan 
lempeng-lempeng litosfer (konvergensi). Maka kesepuluh ciri konvergensi lempeng 
ini semuanya telah terjadi dan akan terjadi di Indonesia.

Beberapa fakta/konsep di bawah tidak jarang kita kelirukan memahaminya, mari 
kita coba pahami lagi dengan benar.

1. Batas-batas lempeng konvergen adalah zona-zona tempat lempeng-lempeng 
litosfer bertemu. Terdapat tiga tipe utama interaksi lempeng konvergen: (a) 
konvergensi antara dua lempeng samudera, (b) konvergensi antara lempeng benua 
dan lempeng samudera, dan (c) benturan (collision) dua lempeng benua. 
Konvergensi (a) dan (b) akan menyebabkan penunjaman (subduction) lempeng 
samudera ke dalam mantel.

2. Suatu collision antarbenua akan didahului oleh subduction lempeng samudera 
di bawah satu benua. Samudera kemudian semakin menyempit oleh semakin 
mendekatnya kedua benua dan akhirnya tertutup ketika kedua benua berbenturan. 
Dalam proses benturan, sebagian kerak samudera akan lepas dari lempeng 
samudera, dan menumpu kepada satu benua dalam proses obduction. Jalur penutupan 
samudera atau jalur obduction ini dikenal sebagai suture benturan.

3. Kebanyakan zona penunjaman memiliki morfologi tektonik dari arah samudera ke 
arah benua sebagai berikut: tinggian di luar palung (outer swell), palung, 
busur nonmagmatik (prisma akresi, melange), cekungan depan busur (forearc 
basin), busur magmatik, dan cekungan belakang busur (backarc basin). Secara 
kontras, benturan antarbenua menghasilkan jalur lebar pegunungan lipatan dan 
tersesarkan yang terletak di zona benturan.

4. Penunjaman litosfer samudera menghasilkan zona gempa yang miring dan sempit, 
zona Wadati-Benioff, yang menerus sampai kedalaman lebih dari 600 km. Zona 
lebar gempa dangkal terjadi di wilayah benturan benua.

5. Deformasi kerak di zona penunjaman menghasilkan melange di forearc dan 
ekstensi atau kompresi di wilayah busur volkanik dan belakang busur. Benturan 
benua selalu dicirikan oleh kompresi lateral yang kuat yang menyebabkan 
pelipatan dan sesar anjak (thrust faulting).

6. Magma digenerasikan di zona penunjaman pada kedalaman 100-200 km oleh proses 
dehidrasi kerak samudera yang menyebabkan peleburan sebagian mantel di atasnya. 
Andesit dan magma asam lainnya yang seringkali tererupsi secara eksplosif 
adalah magma khas batas lempeng konvergen. Di tempat dalam, pluton-pluton 
diorit-granit terbentuk. Di zona benturan benua, magma tidak terlalu banyak, 
didominasi oleh granit, dan mungkin berasal dari peleburan kerak benua yang ada 
(anateksis).

7. Dari zaman ke zaman pada suatu konvergensi lempeng yang menerus, jalur 
penunjaman akan semakin maju ke arah samudera karena benua semakin melebar oleh 
proses akresi konvergensi sebelumnya, tetapi jalur volkanik atau magmatik belum 
tentu mengikuti perpindahan jalur penunjaman yaitu maju ke arah samudera. 
Perpindahan jalur volkanik/magmatik akan ditentukan oleh kemiringan zona 
Wadati-Benioff. Bila zona Wadati Benioff semakin curam, jalur volkanik/magmatik 
akan semakin mendekati jalur penunjaman. Bila zona Wadati Benioff semakin 
landai, jalur volkanik/magmatik akan semakin menjauhi jalur penunjaman.

8. Rumpang busur volkanik/magmatik - palung (arc-trench gap -ATG) adalah jarak 
antara busur magmatik/volkanik dan palung. ATG akan semakin lebar bila 
kemiringan zona Wadati-Benioff semakin landai. ATG akan semakin sempit bila 
kemiringan zona Wadati-Benioff semakin curam. Curam dan landainya zona 
Wadati-Benioff ditentukan oleh tua dan mudanya umur lempeng samudera. 
Penunjaman akan landai bila umur lempeng samudera muda ( 50 juta tahun), dan 
akan curam bila umurnya tua (50 juta tahun)

9. Metamorfisme di zona penunjaman menghasilkan fasies metamorfik LTHP 
(low-temperature–high-pressure) di dekat palung, dan fasies metamorfik HT 
(higher-temperature) di dekat busur magmatik. Jalaur lebar batuan metamorf yang 
terdeformasi kuat mencirikan wilayah posisi benturan benua.

10. Benua-benua tumbuh melebar (continental growth) karena batuan kaya-silikat 
berdensitas rendah ditambahkan kepada kerak benua pada batas-batas lempeng 
konvergen melalui proses terrane accretion.

Ciri-ciri konvergensi lempeng tidak hanya kesepuluh ini, silakan ditambahkan.

salam,
Awang


Bls: Re: [iagi-net] Majalah Populer Kebumian

2013-01-27 Terurut Topik Awang Satyana
Maaf, bukan mengurangi semangat, tetapi ini sebuah pengalaman, sebuah realita.

Pak Rovicky tentu sudah merasakan sulitnya mencari penulis artikel untuk Berita 
IAGI apalagi majalah Geologi Indonesia. Begitulah, itu pengalaman saya beberapa 
tahun yang lalu saat saya menjadi pengurus publikasi Betita IAGI dan Geologi 
Indonesia. Sehingga, publikasi-publikasi ini tidak pernah bisa rutin terbit 
sesuai diharapkan sebab kelangkaan atau ketiadaan artikel. Sekalipun terbit, 
biasanya hampir setengah dari artikel2-nya saya tulis sendiri, tidak lucu 
sebenarnya sebab saya pengurusnya, tetapi apa boleh buat sebab bila tidak 
begitu publikasi-publikasi akan tidak pernah terjadi. 

Menurut hemat saya, rutinitas publikasi adalah indikator sehat atau sakitnya 
suatu organisasi, lihat saja AAPG atau GSA (Geological Society of America), dua 
organisasi geologi sangat sehat di dunia.

Sulit sekali menemukan penulis yang mau menulis for nothing. Mereka dari 
kalangan lembaga riset atau perguruan tinggi, anggota IAGI juga, bila diminta 
menulis selalu akan bertanya dulu, apa akreditasi jurnal ini, bagaimana 
ISSN-nya, dibandingkan dengam jurnal ini, itu bagaimana, mana yang lebih 
tinggi. Mereka menulis demi kredit mereka. Sebab saat itu majalah Geologi 
Indonesia belum ada ISSN-nya, maka sepi sekali penulis dari kalangan ini. 
Mencari penulis ke company, problemnya lain, sibuk...atau mereka tidak punya 
tema buat ditulis (mungkin hanya bekerja dan bekerja, tak pernah memikirkan 
aspek sains di balik pekerjaannya, padahal tak terbilang banyaknya aspek 
tersebut kalau kita mau sedikit saja membagi perhatian).

Bersemangat itu bagus dan suatu keharusan, sayangnya pengalaman menunjukkan 
kita hanya bersemangat di awal, setelah itu gone with the wind ...memudar 
dengan berjalannya waktu.

Konsistensi, menjaganya, jauh lebih sulit daripada membangunnya. Bila kita mau 
serius membangun publikasi populer IAGI, mari kita bersumpah untuk konsisten 
baik para pengurusnya maupun para anggotanya.

Salam,
Awang

Bls: [iagi-net] Informasi yang' disembunyikan.

2013-01-27 Terurut Topik Awang Satyana
Abah,

NKRI tidak kaya dengan cadangan migas, itu betul. Bisa dihitung dengan mudah 
bahwa cadangan terbukti minyak kita tidak akan tahan sampai 15 tahun ke depan 
dengan tingkat produksi harian seperti sekarang.

Tetapi NKRI kita memang kaya POTENSI migas, bukan cadangan migas. Ada semua 
catatannya di kami. Berapa banyak struktur dan perhitungan sumberdayanya (bukan 
cadangan) tentu ada. Masalahnya, itu tetap hitungan di atas kertas sebab 
eksplorasi kita menurun drastis dalam sepuluh tahun terakhir ini, maka potensi 
sebagian besar tetap menjadi potensi. Kita juga punya hitungan potensi CBM, 
shale gas, oil shale, gas hidrat. Panas bumi? Terbesar potensinya di dunia. 
Sekali lagi, akan tetap potensi bila tidak dikerjakan.

Dan bahwa potensi itu akan tetap dijadikan potensi saja, sebab lebih mudah dan 
menguntungkan segolongan pihak untuk mengimpor minyak mentah atau BBM saja, 
wajar memang dicurigai sebab di sektor yang lain pun ada kecurigaan seperti 
itu. 

Kita mau dijadikan bangsa pembeli saja, sekalipun negara kita kaya dengan 
berbagai sumberdaya energi atau hasil bumi lainnya; patut dicurigai dan 
ditanyakan sebagai permainan kalangan atas. 

Contoh sederhana saja, sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan garis 
pantai kedua terpanjang di dunia, dengan luas laut pedalaman (di antara pulau2) 
terluas di dunia, masa mengimpor garam? Kecurigaannya, sebab ada yang 
diuntungkan dengan mengimpor garam itu. Disebutkan alasannya bahwa kualitas 
garam petani kita rendah, ah itu kan bisa ditingkatkan dengan teknologi, apa 
sulitnya.

Senang juga kemarin mendengar berita di radio bahwa untuk enam bulan ke depan, 
beberapa buah2an impor akan dilarang masuk Indonesia, termasuk durian monthong 
dari Thailand, alasannya adalah buah2an dari petani kita tak kalah mutunya. 
Kalau harus diproteksi, proteksilah...

Selama ada kalangan2 yang bermain, makan tulang kawan, Negara kaya ini hanya 
akan mengayakan kalangan2 tersebut. Semoga tidak terjadi resource curse.

Salam,
Awang

Bls: Re: [iagi-net] Majalah Populer Kebumian

2013-01-27 Terurut Topik Awang Satyana
Kang Aak, itu namanya paradoks, banyak orang pintar dengan gelar akademik 
tinggi atau panjang, tetapi sulit dimintai menulis untuk majalah atau jurnal 
organisasi di mana mereka juga jadi anggotanya... Mungkin karena kebiasaan 
terlalu banyak bicara sedikit menulis. Sekali mau menulis, lihat dulu jurnalnya 
apa.

Salam,
Awang

Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi

2012-11-20 Terurut Topik Awang Satyana
Nuraini,

Betul, dalam banyak kasus collision zone atau fold-thrust belt di Indonesia, 
bila ada pasangan antara thick-skinned tectonics (basement involved)  dan 
thin-skinned tectonics, maka yang thick-skinned tectonics umumnya hasil inversi 
Neogen atas rifted structures Paleogen. Semakin jauh dari gaya utama penyebab 
struktur, makin detached, makin thin-skinned tectonics. Maka thick-skinned 
tectonics umumnya ada di inner belt/core dari deformasi, sementara yang 
thin-skinned ke arah outer belt/margin. Pola ini ideal terjadi di banyak zone 
collision atau fold-thrust belt di Indonesia. Beberapa sudah saya bahas 
tektonik dan strukturnya (Satyana et al, 2007 PIT IAGI, Satyana et al., 2008 
PIT IPA) untuk banyak collision zones di Indonesia. Lengguru Belt dan Central 
Ranges of Papua ideal buat dipelajari anatomi strukturnya.

salam,
Awang

--- Pada Sel, 20/11/12, siti.nurain...@gmail.com siti.nurain...@gmail.com 
menulis:

Dari: siti.nurain...@gmail.com siti.nurain...@gmail.com
Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 2:54 PM

Pak Awang,

Klau basement involved jadi thick-skinned dong? Dan biasanya terbentuk dr 
reaktivasi struktur2 half graben (hubungannya dgn extention) yg terbentuk 
sebelumnya...ke arah mana nih perkembangannya? Apa akan ada pasangan (pair) di 
satu tempat dominasi thin-skinned akan tidak menutup adanya thick-skinned 
basement involve di tpt itu pula? Terima kasih atas jwabannya :)


Powered by Telkomsel BlackBerry®From:  Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Date: Tue, 20 Nov 2012 14:57:41 +0800 (SGT)To: iagi-net@iagi.or.idReplyTo:  
iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Andi,

Sinyalemen Andi sudah tepat, memang ada decollement di batas 
Cretaceous-Tertiary tersebut, walaupun ada juga yang basement-involved sampai 
pre-Tersier. Evaluasi Japex dan BPMIGAS atas 3 alternatif dari Andi:

1. target memang tidak hanya di Tersier, tetapi juga pra-Tersier, tetapi 
buruknya data seismik menyulitkan target2 dalam.
2. tidak ada thrust sheet yang cukup tipis sehingga target pra-Tersier akan 
lebih jelas dan mudah imaging-nya untuk dibor.
3. mengebor downthrown block pra-Tersier maupun Tersier lebih sulit lagi 
imaging-nya karena berada dalam posisi subthrust.

Kelihatannya mengerjakan target pra-Tersier saat ini sangat berisiko karena 
buruknya imaging seismik. Target limestone Wapulaka diharapkan diisi oleh Winto 
Triassic SR karena konduit migrasinya dari Triassic ke Cretaceous, bukan dari 
Tertiary/Neogene ke
 Cretaceous.

Salam,
Awang

--- Pada Sel, 20/11/12, Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com menulis:

Dari: Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com
Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Kepada: IAGI NET iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 3:45 AM


Pak Awang, Pak Taufik.
Terima kasih atas sharingnya ttg eksplorasi di Buton yang menarik ini.

Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan 
adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. 
Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) 
bahwa:

*Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat 
thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous
 Tobelo Lmst tidak dicapai.
*Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang 
terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan.

Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang 
hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan 
Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya 
bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara 
Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly  di atas Early Tertiary shale 
atau Late Cretaceous shale.

Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg 
terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level 
Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini 
(jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier 
(misalnya krn kompresi multifase).

Selain itu, beberapa
 kemungkinan/skenario lainnya adalah:
#1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas)
#2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis 
(kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target 
Cretaceous lmst nya.
#3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di 
situ.

Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk 
mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? 

HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial 
Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly 
kombinasi?

Mohon pencerahannya pak

Re: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing!)

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Ferry,
 
Bu Nuning memng betul. Benteng-1 dry hole with oil show. Sebuah konsultan di 
pertemuan AAPG yang lalu di Singapore menyatakan sumur ini big discovery. 
Hm…sangat misleading, hati-hati mengambil datanya.
 
Target Cretaceous Tobelo limestone tak tercapai karena sumur menembus thrust 
sheets Formasi Tondo (Tersier) yang tebal dan berulang-ulang. Sumur sudah 
diperdalam melebihi program TD dan tetap berakhir di Tondo. Tetapi di salah 
satu limestone beds di dalam Tondo ditemukan light oil show yang berbeda dengan 
karakter oil dari Triassic Winto. Sumur Benteng-1 menjadi pelajaran bahwa 
mengebor di wilayah thrust sheets, lebih-lebih lagi bermain dengan thin-skinned 
tectonics akibat collision sungguh tak mudah. Dari semula Japex dan BPMIGAS 
juga sudah menduga bahwa problem struktur akan terjadi di sini karena data 
seismic yang buruk akibat bermain di wilayah dengan deformasi sangat kuat dan 
banyak lapisan batugamping di permukaan. Usaha2 untuk advanced reprocessing tak 
berhasil menambah kualitas imaging seismic. Tetapi sumur harus dibor untuk 
membktikan play di wilayah ini. Target Tobelo kini harus digeser ke target 
Tondo yang serpihnya sudah menggenerasikan
 minyak ringan khas terrestrial.
 
Wilayah Buton sudah terbukti petroleum system-nya, lapangan2 aspal yang besar 
itu adalah buktinya. Paper saya terbaru (2011) untuk pertemuan economic geology 
Sulawesi membahas geologi dan geokimia lapangan aspal ini. Aspal ini definitive 
produk biodegradasi dari hilangnya caprock di perangkap yang ada. Extract 
analysis pada asphaltene fraction definitive batuan induknya berasal dari 
marine sources Winto shales. Yang harus dicari di sini adalah trap yang masih 
bagus yang masih punya caprock. Tetapi Buton adalah wilayah collision, dan itu 
sangat menyulitkan imaging strukturnya.
 
Salam,
Awang

--- Pada Sen, 19/11/12, nugraha...@yahoo.com nugraha...@yahoo.com menulis:


Dari: nugraha...@yahoo.com nugraha...@yahoo.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar 
karena Pro Asing!)
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 19 November, 2012, 3:43 PM








Wah, mohon maaf ya... Ternyata discovery, ya Banteng-1. Aku kurang updated 
infonya nih. Memang kepengen banget ada penemuan lagi yg komersial utk 
dikembangkan di Indonesia Timur (selain Asap di Papua). Mudah2an kita akan 
menemukannya, ya.


Salam,
Nuning




Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id 
Date: Mon, 19 Nov 2012 07:31:48 +
To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena 
Pro Asing!)



Bu Nuning,
 
Benteng-1 nya Japex bukannya Oil discovery?
Setahu saya Buton ini salah satu frontier area yang cukup menjanjikan di 2012 
ini. Paling tidak bertambah lagi satu basin dgn proven working petroleum 
system, tinggal di utak-atik sedikit supaya dapet trap dan reservoir yang lebih 
potensial.
Yang sedang di hitung-hitung mungkin komersial atau tidaknya karena sepertinya 
volumenya agak2 marjinal..
 
rgds,
 
FH
 


From: nugraha...@yahoo.com [mailto:nugraha...@yahoo.com] 
Sent: Monday, 19 November 2012 12:45 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro 
Asing!
 

Maaauu Banget !!
Hayo kapan nih IAGI bikin field trip lagi... Ke Raja Ampat atau bisa juga ke 
Wakatobi (sayang banget ya pemboran di blok Buton kemarin gagal/dry hole, ya). 


Salam,
Nuning




Powered by Telkomsel BlackBerry®




From: aluthfi...@gmail.com 

Date: Mon, 19 Nov 2012 04:46:00 +

To: iagi-net@iagi.or.id

ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 

Subject: Re: [iagi-net-l] Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro 
Asing!

 

Kita ekskursi saja bu Nuning ke Raja Ampat, lihat modern carbonate and ancient 
carbonate!!!

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT




This message is intended only for the use of the addressee and may contain 
information that is privileged and confidential. In the event that you are not 
the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination of this 
communication is strictly prohibited. If you have received this communication 
in error, please erase all copies of the message and its attachments and notify 
us immediately. It is the responsibility of recipients to scan this message and 
any attachments for computer viruses and other defects. The sender accepts no 
liability for any loss or damage that may result, directly or indirectly, from 
this message and/or any files attached. 

Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Yang ditulis Oki saya pikir proses biasa dalam pembentukan crevasse splay atau 
chute cut-off yang merupakan perkembangan normal dalam lekukan-lekukan 
meandering akibat beban berlebih vs volumetriknchannel. Hal2 seperti itu 
mestinya lebih sering terjadi. 

Tetapi kita tak pernah mendengarnya lagi kini bahwa alur Brantas itu tiba2 
berubah dalam semalam. Seribu tahun sejak zaman Erlangga saya pikir cukup untuk 
waktu geologi buat membangun deformasi, dan bergeraknya sekonyong-konyong, 
seperti gempa saja. Pembangunan gayanya lama, tetapi retakannya dalam hitungan 
detik.

Tetapi kita bisa mengkaji lebih jauh masalah ini dengan mempelajari morfologi 
meandering Brantas. Kita periksa lokasi prasasti Erlangga Klagen 1034 Saka itu, 
kita plot jajaran2 antiklinnya, kita periksa alur meandering Brantas 
menggunakan foto2 udara dan satelit, kita periksa pola2 bar translation-nya, 
bar expansion, chute cut-off, channel belt margins, dll. 

Di area ini tak hanya bermain di permukaan saja, sebab deformasi subsurface-nya 
pun dalam waktu Kuarter (Plistosen dan Holosen), juga aktif.

Salam,
Awang


Bls: Re: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing!)

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bandono,

Kolusi, collision maksudnya ya, itu dari benturan mikrokontinen Buton atas 
Lengan Sulawesi Tenggara pada sekitar Oligo-Miosen.

Salam,
Awang


Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Taufik,

Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di 
Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di 
wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto 
(Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang 
kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk 
Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum 
system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh 
dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi 
target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya.

Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam 
mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin 
pandai besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi 
ini membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data 
gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan 
IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang 
Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan 
Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur 
ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan Davidson (1991), 
yaitu bahwa Tukang Besi bukanlah mikrokontinen tersendiri, melainkan satu 
kesatuan dengan Buton. Saat Buton membentur Sulawesi Tenggara, Buton berada 
pada bagian collision front-nya, sangat kompresif, lalu ke arah timur, Tukang 
Besi justru mengalami post-collision escape
 sehingga membentuk struktur2 ektensi. Hal itu terjadi juga pada benturan 
Banggai-Sula (Garrard, 1988).

Apakah Wakatobi membentur Buton atau justru menjauhinya akan sangat berpengaruh 
kepada petroleum geology wilayah ini. Menurut hemat saya, Wakatobi justru 
menjauhi Buton karena kompensasi isostatik pascabenturan, bukan membenturnya 
seperti umum diketahui orang berdasarkan Davidson (1991)

Salam,
Awang

Bls: Re: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Kartiko,

Buat saya, Buton onshore lebih prospek walaupun strukturnya sangat kompleks. 
Buton offshore ke arah Wakatobi tipis sedimennya buat elemen2 dan proses2 
petroleum system berjalan efektif. Ada beberapa struktur ekstensi di Kalisusu 
Bay dekat Buton onshore, sedimen di sini mungkin masih cukup tebal, tetapi 
semakin jauh ke timur semakin tipis sedimennya.

Salam,
Awang

Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bandono,

elisional istilah yang diajukan oleh Kholodov (1989) - atau di publikasi2 
tentang piercement structure/diapirisme untuk menamakan cekungan2 dengan ciri 
seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya: cekungan tenggelam relatif cepat, 
diisi sedimen berumur muda yang tebal, sedimen diendapkan dengan cepat dan tak 
cukup terkompaksi, sedimen overpressured, cekungan tertekan secara tektonik, 
cekungan punya termal cukup tinggi sehingga membuat sedimen relatif mobile. 
Ciri2 ini dipenuhi secara ideal oleh Kendeng Deep di Jawa Timur, sehingga tak 
mengherankan di wilayah ini banyak struktur diapir dan gununglumpur dari 
Cepu-Selat Madura.

Salam,
Awang

Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Andi,

Sinyalemen Andi sudah tepat, memang ada decollement di batas 
Cretaceous-Tertiary tersebut, walaupun ada juga yang basement-involved sampai 
pre-Tersier. Evaluasi Japex dan BPMIGAS atas 3 alternatif dari Andi:

1. target memang tidak hanya di Tersier, tetapi juga pra-Tersier, tetapi 
buruknya data seismik menyulitkan target2 dalam.
2. tidak ada thrust sheet yang cukup tipis sehingga target pra-Tersier akan 
lebih jelas dan mudah imaging-nya untuk dibor.
3. mengebor downthrown block pra-Tersier maupun Tersier lebih sulit lagi 
imaging-nya karena berada dalam posisi subthrust.

Kelihatannya mengerjakan target pra-Tersier saat ini sangat berisiko karena 
buruknya imaging seismik. Target limestone Wapulaka diharapkan diisi oleh Winto 
Triassic SR karena konduit migrasinya dari Triassic ke Cretaceous, bukan dari 
Tertiary/Neogene ke Cretaceous.

Salam,
Awang

--- Pada Sel, 20/11/12, Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com menulis:

Dari: Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com
Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Kepada: IAGI NET iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 3:45 AM


Pak Awang, Pak Taufik.
Terima kasih atas sharingnya ttg eksplorasi di Buton yang menarik ini.

Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan 
adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. 
Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) 
bahwa:

*Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat 
thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous Tobelo Lmst tidak 
dicapai.
*Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang 
terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan.

Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang 
hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan 
Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya 
bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara 
Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly  di atas Early Tertiary shale 
atau Late Cretaceous shale.

Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg 
terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level 
Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini 
(jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier 
(misalnya krn kompresi multifase).

Selain itu, beberapa kemungkinan/skenario lainnya adalah:
#1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas)
#2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis 
(kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target 
Cretaceous lmst nya.
#3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di 
situ.

Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk 
mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? 

HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial 
Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly 
kombinasi?

Mohon pencerahannya pak. Terimakasih.


Salam, 
Andi.
Powered by VulsaQu®From:  Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Date: Mon, 19 Nov 2012 23:58:03 +0800 (SGT)To: 
IAGIiagi-net@iagi.or.idReplyTo:  iagi-net@iagi.or.id
Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; 
Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.comSubject: Bls: 
[iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Pak Taufik,

Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di 
Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di 
wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto 
(Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang 
kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk 
Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum 
system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh 
dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi 
target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya.

Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam 
mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin 
pandai
 besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi ini 
membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data 
gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan 
IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang 
Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan 
Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur 
ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan

Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
 eksplorasi di Buton yang menarik ini.

Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan 
adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. 

Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) 
bahwa:

*Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat 
thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous Tobelo Lmst tidak 
dicapai.

*Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang 
terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan.

Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang 
hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan 
Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya 
bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara 
Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly  di atas Early Tertiary shale 
atau Late Cretaceous shale.


Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg 
terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level 
Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini 
(jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier 
(misalnya krn kompresi multifase).


Selain itu, beberapa kemungkinan/skenario lainnya adalah:
#1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas)
#2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis 
(kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target 
Cretaceous lmst nya.

#3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di 
situ.

Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk 
mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? 


HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial 
Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly 
kombinasi?

Mohon pencerahannya pak. Terimakasih.



Salam, 
Andi.
Powered by VulsaQu®From:  Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Date: Mon, 19 Nov 2012 23:58:03 +0800 (SGT)To: 
IAGIiagi-net@iagi.or.idReplyTo:  iagi-net@iagi.or.id
Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; 
Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Subject: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi

Pak Taufik,

Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di 
Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di 
wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto 
(Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang 
kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk 
Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum 
system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh 
dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi 
target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya.


Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam 
mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin 
pandai
 besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi ini 
membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data 
gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan 
IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang 
Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan 
Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur 
ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan Davidson (1991), 
yaitu bahwa Tukang Besi bukanlah mikrokontinen tersendiri, melainkan satu 
kesatuan dengan Buton. Saat Buton membentur Sulawesi Tenggara, Buton berada 
pada bagian collision front-nya, sangat kompresif, lalu ke arah timur, Tukang 
Besi justru mengalami post-collision escape sehingga membentuk struktur2 
ektensi. Hal itu terjadi juga pada benturan Banggai-Sula (Garrard, 1988).


Apakah Wakatobi membentur Buton atau justru
 menjauhinya akan sangat berpengaruh kepada petroleum geology wilayah ini. 
Menurut hemat saya, Wakatobi justru menjauhi Buton karena kompensasi isostatik 
pascabenturan, bukan membenturnya seperti umum diketahui orang berdasarkan 
Davidson (1991)


Salam,
Awang







From:

Taufik Manan taufik.ma...@gmail.com;  
  


To:

 iagi-net@iagi.or.id

Bls: [iagi-net-l] Kisah pindahnya sungai brantas.

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bandono,

Terima kasih ceritanya. Cerita rakyat, atau legenda, atau kenyataan ini dalam 
ilmu folklore harus diteliti latar belakangnya mengapa cerita ini sampai 
terjadi. Bila menyangkut peristiwa2 fisik seperti yang Pak Bandono ceritakan, 
tidak bisa diabaikan. Pindahnya Sungai Brantas seperti itu bisa merupakan suatu 
peristiwa geologi dan orang2 mengenangnya melalui cerita rakyat. 

Dalam ilmu folklore itu namanya zwischen dichtung und wahrheit - antara 
cerita dan kenyataan. Suatu cerita itu bisa dilatarbelakangi suatu kenyataan. 

Saya menggunakan pendekatan yang sama ketika menganalisis cerita rakyat 
Sidoarjo yang berkembang pada zaman Jenggala, Timun Mas yang menceritakan 
suatu kejadian gunung lumpur seperti LUSI, dipublikasikan di pertemuan IAGI dan 
HAGI 2007.

Salam,
Awang

--- Pada Sel, 20/11/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis:

 Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com
 Judul: [iagi-net-l] Kisah pindahnya sungai brantas.
 Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 7:01 AM
 Ini kisah jaman dulu, mau percaya
 silakan tidak juga ndak apa2.
 
 Ketika itu Sunan Bonang mau ke Kediri, disertai 2 santri.
 Sampai Kertosono terhalang banjir Brantas. Setelah
 menyeberang merek melihat agama apa yang berkembang di
 sana.
 Ternyata Budha hanya sekedar, Islam mau masuk. Penduduk
 menyebit agama Kalang, dbawa Bandung Bandawasa. 
 Sunan Bonang bilang: kalau begitu orang disini beragama
 Gedah, artinya tidak hitan tidak putih, maka daerah ini
 pantas di namai Desa Gedah. Sampai sekarang nama ini masih
 ada.
 Saat itu menjelang dzuhur, Sunan berkata: carilah air bersih
 ke pedesaan, sungai masih banjir, airnya kotor bila diminum
 membuat sakit perut, ini sudah waktunya solat dzuhur, aku
 akan wudlu untuk solat
 Satu santri pergi, sampai desa Patuk, ada rumah sepi, yang
 ada seorang gadis sendirian sedang menenun. Si santri datang
 dan meminta air :  nona, saya minta air bersih yang
 bening. Gadis terkejut dan salah paham, dikira santri tadi
 akan menggangu dan menggoda, maka jawabnya kethus dan jorok:
 kamu lewat sungAi kok datang pakai minta air bersih segala.
 Di sini tidak ada orAng menyimpAn air bersih, kecuali
 kencing saya ini yang bening. Minumlah kalau kamu mau
 Mendengar jawaban demikian santri tadi pergi tanpa pamit dan
 melapor ke Sunan Bonang. Sunan jadi marah sampai mengutuk,
 di tempat itu dikutuknya mahal air, perwan dan jejaka jangan
 kawin sebelum tua.
 Karena kesaktian Sunan, kutukan tadi membuat sungai brantas
 seketika alirannya menjadi kecil, aliran air yang besar
 bebelok menerabas desa, hutan, sawah dan ladang. Banyak desa
 yang rusak diterjang aliran air yang pindah. Aliran yang
 besar tadi seketika kering. Sampai sekarang daerah Gedah
 sulit air.
 Sunan Bonang terus ke Kediri.
 
 Itu kisah singkatnya. 
 Mau ditelusuri? Hehe aku belum pernah ke sana. 
 Ada kenalan dari kediri kalo ketemua aku mau tanya.
  Believe it or not, terserah Anda.
 
 Itu Mas Awang sedikit kisah pindahan kali brantas.
 
 Salam.
 Powered by Telkomsel BlackBerry®


PP-IAGI 2011-2014:
Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com

JCM HAGI-IAGI 2013 MEDAN, 28-31 Oktober 2013

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
-



Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi

2012-11-19 Terurut Topik Awang Satyana
 either Kitchen ke reservoir breached 
karena banyak trust sheet ya lalu keluar ke surface.


Kesimpulan:

1. Imbricated fault hanya terjadi di Tersier dan tidak lanjut ke pra Tersier
2. Kemungkinan Oil tidak stay di reservoir tapi breached ke surface karena 
heavily trausted
3. Petroleum system works (artinya kitchen dan source rock OK)

4. Masih mungkin di temukan struktur yg bagus dg melakukan 3D seismic dg design 
parameter yg bagus (perlu bantuan HAGI)

Ini sekedar urun rembuk saya di pagi yg cerah, kalau salah ya maaf.

Pengalaman kerja: 

Lengguru Trust Belt, Adelaide, Cordileran Banff Canada, Cepu, Selat Madura dan 
banyak lagi yg lainnya tapi bukan trust belt.
ExxonMobil 24th, Samudra Energy 5th, Suma Sarana 8 bulan

Lam salam
Avi



2012/11/20 Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com


Pak Awang, Pak Taufik.
Terima kasih atas sharingnya ttg eksplorasi di Buton yang menarik ini.

Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan 
adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. 

Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) 
bahwa:

*Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat 
thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous Tobelo Lmst tidak 
dicapai.

*Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang 
terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan.

Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang 
hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan 
Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya 
bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara 
Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly  di atas Early Tertiary shale 
atau Late Cretaceous shale.


Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg 
terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level 
Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini 
(jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier 
(misalnya krn kompresi multifase).


Selain itu, beberapa kemungkinan/skenario lainnya adalah:
#1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas)
#2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis 
(kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target 
Cretaceous lmst nya.

#3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di 
situ.

Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk 
mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? 


HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial 
Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly 
kombinasi?

Mohon pencerahannya pak. Terimakasih.



Salam, 
Andi.
Powered by VulsaQu®From:  Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Date: Mon, 19 Nov 2012 23:58:03 +0800 (SGT)To: 
IAGIiagi-net@iagi.or.idReplyTo:  iagi-net@iagi.or.id
Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; 
Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Subject: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Pak Taufik,


Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di 
Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di 
wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto 
(Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang 
kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk 
Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum 
system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh 
dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi 
target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya.


Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam 
mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin 
pandai
 besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi ini 
membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data 
gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan 
IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang 
Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan 
Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur 
ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan Davidson (1991), 
yaitu bahwa Tukang Besi bukanlah mikrokontinen tersendiri, melainkan satu 
kesatuan dengan Buton. Saat Buton membentur Sulawesi Tenggara, Buton berada 
pada bagian collision front-nya, sangat kompresif, lalu ke arah timur, Tukang 
Besi justru mengalami post-collision escape sehingga membentuk struktur2

Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-18 Terurut Topik Awang Satyana
Yang ditulis Oki saya pikir proses biasa dalam pembentukan crevasse splay atau 
chute cut-off yang merupakan perkembangan normal dalam lekukan-lekukan 
meandering akibat beban berlebih vs volumetriknchannel. Hal2 seperti itu 
mestinya lebih sering terjadi. 

Tetapi kita tak pernah mendengarnya lagi kini bahwa alur Brantas itu tiba2 
berubah dalam semalam. Seribu tahun sejak zaman Erlangga saya pikir cukup untuk 
waktu geologi buat membangun deformasi, dan bergeraknya sekonyong-konyong, 
seperti gempa saja. Pembangunan gayanya lama, tetapi retakannya dalam hitungan 
detik.

Tetapi kita bisa mengkaji lebih jauh masalah ini dengan mempelajari morfologi 
meandering Brantas. Kita periksa lokasi prasasti Erlangga Klagen 1034 Saka itu, 
kita plot jajaran2 antiklinnya, kita periksa alur meandering Brantas 
menggunakan foto2 udara dan satelit, kita periksa pola2 bar translation-nya, 
bar expansion, chute cut-off, channel belt margins, dll. 

Di area ini tak hanya bermain di permukaan saja, sebab deformasi subsurface-nya 
pun dalam waktu Kuarter (Plistosen dan Holosen), juga aktif.

Salam,
Awang


Re: Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-18 Terurut Topik Awang Satyana
Kartiko,
 
Yang sedang kita diskusikan ini berada di wilayah Kendeng Deep, bagian 
selatannya diduduki Delta Brantas yang terkenal banyak struktur2 antiklin 
dangkal, diapir dan gununglumpur. Ke utaranya, memang benar yang disebutkan Pak 
Amin, lokasi semburan Metatu itu ada di luar Delta Brantas, masuk ke delta 
Lamong, walaupun tak difinitif membentuk delta. Tetapi secara regional baik 
Sungai Lamong (di selatan kota Lamongan) maupun Brantas terletak di Kendeng 
Deep.
 
Kendeng Deep adalah cekungan elisional. Cekungan elisional artinya cekungan 
yang aktif tenggelam, sehingga sedimennya tebal, dominan berisi sedimen2 muda 
yang diendapkan secara cepat, tidak terkompaksi dengan baik, secara tektonik 
dalam keadaan tertekan, dan secara termal cukup panas karena dekat dengan jalur 
volkanik. Ciri2 ini semua membuat Kendeng Deep di Jawa Timur sampai Selat 
Madura merupakan wilayah yang secara geologi aktif.
 
Saya pikir tak ada perbuatan manusia di sini untuk menyebabkan struktur2 
diapir, gununglumpur. Semburan skala sangat kecil mungkin bisa akibat manusia, 
tetapi hanya pemicu, bukan penyebab (mungkin saja sebagai trigger, bukan cause).
 
salam,
Awang

--- Pada Ming, 18/11/12, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis:


Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com
Judul: Re: Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: 
SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Minggu, 18 November, 2012, 4:24 PM



Pak Awang, asumsikan memang ada deformasi subsurface dan lapisan lumpur yg 
unstable di bawah permukaan yg bergerak dan terganggu kesetimbangannya  karena 
adanya gaya. Pertanyaannya apakah daerah tersebut merupakan daerah tektonik 
aktiv, atau mungkin daerah vulkanik aktif ? Atau mungkin ada gaya lain ? Buatan 
manusia misalnya ?
On Nov 18, 2012 3:43 PM, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote:






Yang ditulis Oki saya pikir proses biasa dalam pembentukan crevasse splay atau 
chute cut-off yang merupakan perkembangan normal dalam lekukan-lekukan 
meandering akibat beban berlebih vs volumetriknchannel. Hal2 seperti itu 
mestinya lebih sering terjadi. 

Tetapi kita tak pernah mendengarnya lagi kini bahwa alur Brantas itu tiba2 
berubah dalam semalam. Seribu tahun sejak zaman Erlangga saya pikir cukup untuk 
waktu geologi buat membangun deformasi, dan bergeraknya sekonyong-konyong, 
seperti gempa saja. Pembangunan gayanya lama, tetapi retakannya dalam hitungan 
detik.

Tetapi kita bisa mengkaji lebih jauh masalah ini dengan mempelajari morfologi 
meandering Brantas. Kita periksa lokasi prasasti Erlangga Klagen 1034 Saka itu, 
kita plot jajaran2 antiklinnya, kita periksa alur meandering Brantas 
menggunakan foto2 udara dan satelit, kita periksa pola2 bar translation-nya, 
bar expansion, chute cut-off, channel belt margins, dll. 

Di area ini tak hanya bermain di permukaan saja, sebab deformasi subsurface-nya 
pun dalam waktu Kuarter (Plistosen dan Holosen), juga aktif.

Salam,
Awang






From: o - musakti o_musa...@yahoo.com.au; 
To: iagi-net@iagi.or.id; 
Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH 
PERULANGAN GEO-HISTORI 
Sent: Sun, Nov 18, 2012 7:28:15 AM 










Kalau delta switching alias avulsion, curigaku lebih karena equilibrium 
surfacenya terlampaui.
Mekanismenya bisa melalui levee breach saat banjir besar...

Kasus switching delta missisipi sepanjang abad 20 bisa jadi case study. Setahu 
saya gak ada hubungannya (atau dominan bukan dikontrol oleh) dengan subsurface 
structure.





From: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com; 
To: iagi-net@iagi.or.id; 
Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH 
PERULANGAN GEO-HISTORI 
Sent: Sun, Nov 18, 2012 6:57:20 AM 






Pak Awang , kalau proses terjadinya jangka waktunya harian , apa kejadian 
serupa secara natural tidak tercatat pada zaman sekarang ? 
On Nov 18, 2012 7:37 AM, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote:






Pak Fatchur,

Bukan Paleosen, tetapi Pliosen-Resen, antiklin2 tersebut sangat dangkal. 
Prasasti Klagen oleh Erlangga 1034 Saka menyebutkan perpindahan alur Sungai 
Brantas dalam semalam saja. Plotting alur sungai tersebut tepat di atas salah 
satu dari tujuh antiklin berarah barat-timur di bawah Delta Brantas. Alur 
sungai di permukaan hanya dapat berubah dalam semalam bila terjadi turun naik 
tanah. Turun naik tanah di permukaan terjadi bila di bawah permukaannya ada 
yang bergerak. Pada zaman Erlangga, biasa terjadi suatu wilayah subur tiba2 
mengering dan di tempat lain sebaliknya yang terjadi, semuanya karena 
perpindahan alur2 sungai yang mendadak, bukan karena proses meandering, lebih 
karena deformasi.

Salam,
Awang





From: fatchurza...@yahoo.co.id fatchurza...@yahoo.co.id; 
To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id; 
Subject: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH 
PERULANGAN GEO-HISTORI 
Sent: Sat, Nov 17, 2012 3:23:36 PM 






Pak Awang perpindahan antiklin ini

Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-18 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Amin,
 
Terima kasih atas koreksinya. Iya, lokasi Metatu tak termasuk Delta Brantas, 
tetapi delta kecil Kali Lamong (walaupun deltanya tak definitif).
 
Hanya, secara regional, baik Delta Brantas maupun Kali Lomong secara regional 
terletak di kawasan Kendeng Deep yang secara regional, dari Cepu-Selat Madura 
merupakan cekungan elisional yang aktif sehingga diapirisme biasa bermain di 
sini. Wilayah paling tenggelam di sini, Selat Madura, berdasarkan data seismik 
terbaru menunjukkan keberadaan struktur2 diapir dan beberapa gununglumpur di 
dasar lautnya.
 
Mungkin lebih cocok gejala diapirisme, di banyak tempat di wilayah yang 
mengalami sedimentasi dengan cepat, banyak ditemukan antiklin2 sebenarnya hanya 
manifestasi permukaan suatu diapirisme. Shale diapirism kelihatannya lebih 
cocok daripada salt diapirs atau salt tectonics secara definitif sebab 
paleogeografi Cekungan Jawa Timur tak pernah jadi lingkungan evaporitik 
sempurna atau sabkha yang akan menyebabkan pengendapan sedimen2 seperti 
evaporit, halit atau anhidrit. Sedimennya memang dulu diendapkan di laut atau 
laguna, sehingga air asin yang keluar, juga fosil2 marin, tetapi tidak berarti 
ada lapisan garam, konsentrasi bisa saja terjadi, seperti yang terjadi di 
Bledug Kuwu yang airnya lalu diuapkan dan garamnya diambil.
 
Salam,
Awang

--- Pada Ming, 18/11/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis:


Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN 
GEO-HISTORI
Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Minggu, 18 November, 2012, 5:30 PM



Makasih, tar aku mint pake laptop.
Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: amien widodo amienwid...@yahoo.com 
Date: Sun, 18 Nov 2012 17:54:41 +0800 (SGT)
To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN 
GEO-HISTORI





Fakta
1. Semburan Lumpur gas tersebut terjadi di Waduk Metatu, beberapa meter dari 
sumur tua gas peninggalan Belanda. Sekitar 1 kilometer dari Desa Metatu 
tepatnya 300 meter dari Jalan Raya Metatu. Semburan ini pertama kali ditemukan 
penduduk sekitar hari Selasa 13 Nopember 2012. Pada walnya ketinggian semburan 
mencapai  10 meter , sekarang tinggal beberap cm saja.  Sekitar lokasi 
semburan tersebut ada 8 sumur tua yang sempat dieksploitasi secara tradisional 
hingga keluar minyak yang berupa latung.



2. Secara geologi ada di sekitar ANTIKLIN yang sudah lama muncul migas di 
beberap[a tempat seperti yang ada di Surabaya, Benjeng dll. Hampir semua 
kemunculan migas ada di sekitar puncak antiklin (Gambar). Ini menunjukkan bahwa 
Semburan Metatu tidak ada di DELTA Brantas, tapi ada di Delta Kali LaMong.






Munculnya gundukan tanah yang membelokkan K Brantas, bisa jadi disebabkan oleh :
(Fakta : Tahun 2002 saat huajn besar dan banjir dimana mana ada sawah yang naik 
sekitar 1 meter)
1. Prograde delta










2. Growth fault


 


3. SALT TECTONIC








Semoga membantu,
BTW kalau ada yang tertarik tentang SALT TECTONIC via japri saja, Jurnal 
filenya sangat besar


AW




















From: o - musakti o_musa...@yahoo.com.au
To: iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Saturday, November 17, 2012 11:28 PM
Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH 
PERULANGAN GEO-HISTORI







Kalau delta switching alias avulsion, curigaku lebih karena equilibrium 
surfacenya terlampaui.
Mekanismenya bisa melalui levee breach saat banjir besar...

Kasus switching delta missisipi sepanjang abad 20 bisa jadi case study. Setahu 
saya gak ada hubungannya (atau dominan bukan dikontrol oleh) dengan subsurface 
structure.





From: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com; 
To: iagi-net@iagi.or.id; 
Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH 
PERULANGAN GEO-HISTORI 
Sent: Sun, Nov 18, 2012 6:57:20 AM 






Pak Awang , kalau proses terjadinya jangka waktunya harian , apa kejadian 
serupa secara natural tidak tercatat pada zaman sekarang ? 
On Nov 18, 2012 7:37 AM, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote:






Pak Fatchur,

Bukan Paleosen, tetapi Pliosen-Resen, antiklin2 tersebut sangat dangkal. 
Prasasti Klagen oleh Erlangga 1034 Saka menyebutkan perpindahan alur Sungai 
Brantas dalam semalam saja. Plotting alur sungai tersebut tepat di atas salah 
satu dari tujuh antiklin berarah barat-timur di bawah Delta Brantas. Alur 
sungai di permukaan hanya dapat berubah dalam semalam bila terjadi turun naik 
tanah. Turun naik tanah di permukaan terjadi bila di bawah permukaannya ada 
yang bergerak. Pada zaman Erlangga, biasa terjadi suatu wilayah subur tiba2 
mengering dan di tempat lain sebaliknya yang terjadi, semuanya karena 
perpindahan alur2 sungai yang mendadak, bukan karena proses meandering, lebih 
karena deformasi.

Salam,
Awang





From: fatchurza...@yahoo.co.id fatchurza...@yahoo.co.id; 
To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id; 
Subject: Re: Bls: Re: [iagi-net-l

Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-17 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Wildan,

Sayabtak punya info tentang penelitian2 tersebut apakah pernah dilakukan. 
Barangkali kawan2 dari rumpun ilmu kebumian ITS tahu tentang ini, silakan untuk 
menginfokan. 

Perpindahan alur sungai Brantas dan akibatnya atas delta Brantas dapat 
dipelajari dari data perbandingan foto2 udara yang diambil beberapa kali selama 
puluhan tahun, kalau ada datanya. Memang data itu akan berguna sekali untuk 
pola sedimentasi sedimen Plistosen-Resen di Selat Madura. 


Antiklin2 yang saya ceritakan itu pertama kali dipetakan oleh Duyfjes (1938) 
pada Lembar 116 Sidoarjo. Tetapi tak ditemukan info juga tentang dinamika 
pergerakan antiklin2 ini.

Salam,
Awang

Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-17 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Fatchur,

Bukan Paleosen, tetapi Pliosen-Resen, antiklin2 tersebut sangat dangkal. 
Prasasti Klagen oleh Erlangga 1034 Saka menyebutkan perpindahan alur Sungai 
Brantas dalam semalam saja. Plotting alur sungai tersebut tepat di atas salah 
satu dari tujuh antiklin berarah barat-timur di bawah Delta Brantas. Alur 
sungai di permukaan hanya dapat berubah dalam semalam bila terjadi turun naik 
tanah. Turun naik tanah di permukaan terjadi bila di bawah permukaannya ada 
yang bergerak. Pada zaman Erlangga, biasa terjadi suatu wilayah subur tiba2 
mengering dan di tempat lain sebaliknya yang terjadi, semuanya karena 
perpindahan alur2 sungai yang mendadak, bukan karena proses meandering, lebih 
karena deformasi.

Salam,
Awang

Bls: Re: [iagi-net-l] Arc volcanism Paleogen di Bali-Lombok-Sumbawa

2012-11-16 Terurut Topik Awang Satyana
Evolusi setiap pulau di Nusa Tenggara cukup kompleks dan suka diperdebatkan.
   
  Mempelajari pulau2 di Nusa Tenggara harus dibedakan antara pulau2 oseanik dan 
pulau2 kontinental. Pulau2 oseanik artinya pulau2 yang muncul dari kerak 
samudra yang terisolasi dari kerak benua sebagai hasil subduksi oseanik ke 
oseanik. Pulau2 oseanik ini di Nusa Tenggara membentuk baik busur dalam yang 
volkanik maupun busur luar yang non-volkanik. Semua pulau oseanik ini umurnya 
lebih muda daripada mid-Miosen (15 Ma). Pulau2 seperti ini misalnya 
Lombok-Sumbawa-Flores-Alor-Wetar-Damar-dst.di Busur Banda. Pulau2 kontinental 
masih merupakan bagian dari massa benua, masih berposisi di paparan benua, 
hanya dipisahkan oleh laut zaman deglasiasi, misalnya Bali, keraknya bisa benua 
bisa transisi. Termasuk ke dalam jenis ini adalah pulau berkerak benua, tetapi 
sudah terpisah dari massa benuanya akibat peristiwa tektonik pada zaman 
Paleogen. Contoh pulau seperti ini adalah Sumba. Ini kita sebut fragmen benua, 
mikro-kontinen, atau island raft.
   
  Lombok dan Sumbawa adalah busur kepulauan sebelah dalam  yang bersifat 
volkanik (inner volcanic island arc). Semua pulau busur dalam ini secara 
struktur adalah yang paling sederhana di Nusa Tenggara, merupakan pulau2 
oseanik volkanik muda ( 15 Ma), seringkali ditumbuhi terumbu karang di 
pinggirnya atau material sediment yang berasal dari erosi bagian utama pulau 
dan terlonggok (terakumulasi) di antara lidah-lidah lava dan material ekstrusi 
volkanik lainnya.
   
  Lombok dan Sumbawa merupakan bagian paling timur Busur Sunda. Setelah 
Sumbawa, pulau2 volkanik ke sebelah timurnya kita sebut Busur Banda. Batas 
antara Busur Sunda dan Busur Banda ini oleh Audley-Charles (1975) pernah 
disebut sebagai Sumba Fracture, bahkan ia menyebutkan bahwa batas ini sebagai 
batas struktur antara Indonesia Barat dan Timur. Dalam beberapa makalah
(Satyana, 2003; Satyana  Purwaningsih, 2011), saya menyambungkan Sumba 
Fracture ini ke suatu diskontinuitas  di Laut Flores, lalu masuk ke Lengan 
Sulawesi Selatan dan menyambungkannya ke 
Walanae Fault – sebuah lembah sangat dalam di lengan Sulawesi dan menggunakan 
diskontinuitas besar ini sebagai jalan untuk island raft Sumba berpindah dari 
tepi tenggara Sundaland ke tempatnya sekarang pada Paleogen sebelum Busur Banda 
menghalanginya (dalam suatu proses bernama slivering of the continent).
   
  Lombok dan Sumbawa pun karena posisinya paling barat sebagai pulau2 volkanik 
di Nusa Tenggara mereka paling tua umurnya sebab dari Busur Sunda ke Busur 
Banda cenderung material penyusunnya semakin muda bergerak ke timur. Bila kita 
urutkan dari kala tua ke kala muda, Pulau Lombok dan Sumbawa mempunyai sejarah 
sebagai berikut : 
   
  -         sebelum Miosen : tak ada kedua pulau ini
  -         base of pre-Miocene marine rocks (belum teridentifikasi, bisa ada 
bisa tidak)
  -         Miocene : southern volcanoes form (submarine volcanoes)
  -         Mio-Pliocene : sub-aerial volcanoes (makin bergerak ke utara)
  -         Pleistocene : coral reefs form and are uplifted; 0.2 Ma northern 
volcanoes form
  -         0.04 Ma : Tambora’s first caldera formed 
  -         Holocene : Central plain infills
   
  Dapat kita lihat bahwa di kedua pulau ini (juga hampir semua pulau di busur 
dalam Nusa Tenggara) terdapat dua mountain land (southern dan northern) yang 
terbentuk : gunungapi2 Mio-Pliosen yang sekarang tererosi tahap tua membentuk 
pematang-pematang sempit tertoreh dalam, dan gunungapi2 aktif Kuarter muda yang 
bentuknya masih kerucut. Ini mencerminkan perkembangan busur volkanik bagian 
dalam seiring dengan bergeraknya zone subduksi ke utara. Di Lombok dan Sumbawa 
jalur volkanik tua ada di sebelah selatan. Sisa-sisa gunungapi tua 
andesitik-basaltik ini misalnya Gunung Mareje (716 m) di dekat Mataram Lombok 
atau Gunung Sepakat dan Gunung Dinding di Sumbawa selatan. Di sekitar gunung 
ini dapat dipelajari dengan baik bagaimana asal dan sekuen gunung ini dalam 
hubungannya dengan batuan sediment yang tersingkap di sekitarnya, apakah 
intrusi magmatik yang menerobos batuan sediment lebih tua, apakah gunungapi tua 
yang di pinggirnya ditumbuhi terumbu karang, dsb.
   
  Pengangkatan Resen terjadi sangat kuat di sebelah selatan Lombok-Sumbawa. 
Batugamping dan konglomerat dari gunungapi2 tua terangkat membentuk tebing 
pantai, misalnya di dekat Kuta dan Blongas di Lombok selatan (bandingkan dengan 
pantai Uluwatu, Bali selatan – hal yang sama juga). Dataran tinggi sebelah 
selatan Taliwang di Sumbawa baratdaya, 
juga merupakan uplifted coral limestones yang dulunya tumbuh menumpu (onlap) 
gunungapi andesitik ke sebelah selatan dan tenggaranya. 
   
  Maka, di Lombok dan Sumbawa sebenarnya ada dua massif volkanik, di sebelah 
selatan yang lebih tua (Miosen-Pliosen), dan di sebelah utara yang lebih muda 
(Pleistosen-Holosen). Kedua masiff ini dipisahkan di bagian tengahnya oleh 
sebuah jalur laut dangkal yang kemudian terisi oleh endapan volkanik 

[iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI

2012-11-16 Terurut Topik Awang Satyana
Semburan lumpur-gas yang sedang terjadi di Metatu, Gresik, Jawa Timur adalah 
sebuah perulangan geologi yang pernah juga terjadi di dalam sejarah di wilayah 
regional Gresik dan sekitarnya.

Maret 2012 yang lalu saya membawa sebuah komunitas pencinta geo-histori 
Indonesia, Geotrek Indonesia (GI),  ke Trowulan-LUSI-Bromo. Atas izin dan 
bantuan BPLS, mereka saat itu pernah merasakan berada di tengah-tengah LUSI dan 
berjalan di atas lumpurnya yang telah padat dan kering meskipun belum cukup 
mengeras serta mengumpulkan cangkang2 (fosil) hewan laut berumur 5 juta tahun 
yl (Pliosen). Cangkang2 ini adalah bagian materi yang pernah disemburkan LUSI 
sejak enam tahun yl. Sementara itu, jauh lebih ke tengah lagi, para peserta 
dapat menyaksikan LUSI masih menyemburkan lumpur dan air hangat-panas dengan 
uap putihnya. Penelitian terakhir mengindikasi bahwa semburan LUSI telah 
menyatu dengan sistem geotermal-panasbumi Gunung Arjuno yang duduk menyaksikan 
LUSI di sebelah selatannya.

Para peserta GI saat berkunjung ke museum Trowulan pun sempat melihat foto di 
dinding yang bertuliskan Henry Maclaine Pont, ya dia adalah seorang ahli pada 
zaman Belanda yang menggali bekas ibukota Kerajaan Majapahit ini. Tetapi ada 
satu orang lagi yang namanya tak banyak dikenal orang, seorang insinyur ahli 
geohidrologi pada zaman Belanda yang meneliti dinamika wilayah Delta Brantas, 
James Nash. Pont dan Nash membuka mata kita (paling tidak saya) akan bagaimana 
sesungguhnya geologi punya peranan dalam menutup kisah Majapahit.

Inleiding tot het bezoek aan het emplacement en aan de bouwvallen van 
Madjapahit (Djawa Tijdschrift van het Java Instituut, 171-174) (Maclaine Pont, 
1939) dan Enige voorlopige opmerkingen omtrent de hydrogeologie ser Brantas 
vlakte (Handelingen van 6de Nederlandsche Indische Natuur Wetenschappelijke 
Congres) (James Nash, 1938) adalah dua laporan penting kedua ahli tersebut yang 
menerangkan bagaimana dinamiknya di bawah permukaan wilayah bernama Delta 
Brantas ini. Ini nanti akan berhubungan dengan semburan lumpur dan gas metana 
di wilayah Gresik, juga LUSI yang saya terangkan kepada komunitas GI dikelas 
malam di sebuah rumah di tepi kaldera Tengger pada malam berhujan angin Maret 
2012.

Menurut Nash (1938), tanah Delta Brantas tidak stabil sebab di bawahnya masih 
terus saja bergerak tujuh jajaran antiklin (lipatan batuan mencembung) di 
tempat dangkal yang merupakan sambungan ujung Pegunungan Kendeng yang mengarah 
ke Selat Madura lewat bawah tanah. Pont (1939) menambahkan bahwa di Delta 
Brantas masih terus terjadi kenaikan dan penurunan tanah yang berpengaruh 
kepada perubahan alur Sungai Brantas. 

Daldjoeni (1992) seorang ahli geografi yang produktif menulis buku dan pernah 
menulis tentang Geografi Kesejarahan Indonesia menambahkan bahwa bagaimana 
Majapahit pernah punya pelabuhan Canggu kemudian menutupnya, dipengaruhi oleh 
dinamika Delta Brantas ini.  Mundurnya Majapahit sebagai penguasa perairan 
Nusantara dapat dihubungkan dengan mundurnya fungsi Delta Brantas yang 
didahului rentetan bencana geomorfologis yang dalam buku-buku sejarah tidak 
pernah ditulis. Namun sebagai gejala alami, sejarah mencatat beberapa hal sbb 
di bawah ini.

1. Rusaknya tanggul-tanggul Sungai Brantas di dekat Wringinsapta yang lalu 
diperbaiki oleh Erlangga pada tahun 1037 Saka (prasasti Kelagyan/Klagen).
2. Bencana yang dalam buku Pararaton disebut banyu pindah (tahun 1256 Saka)
3. Bencana yang dalam buku Pararaton dosebut pagunung anyar (tahun 1296 Saka)

Penelitian2 selanjutnya (a.l Satyana, 2007) menunjukkan bahwa banyu pindah 
adalah berpindahnya secara tiba2 Sungai Brantas karena bergeraknya antiklin 
dangkal  di bawahnya, sementara pagunung anyar adalah letusan atau semburan 
gununglumpur Penelitian2 juga telah menemukan bukti2 bahwa pernah terjadi 
beberapa kali kenaikan tanah yang pangkalnya adalah bukit Tunggorono di sebelah 
selatan Jombang lalu menjalar ke Jombatan dan Segunung yang akhirnya mengangkat 
Canggu sehingga Canggu tak bisa lagi sebagai pelabuhan. Pengangkatan berakhir 
di Bangsal, sebuah wilayah di sebelah timur Canggu yang dikelilingi oleh bukit2 
gununglumpur tua yang oleh nama lokal diberi nama: Gununganyar, Denanyar, atau 
Redianyar (semuanya gunungbaru, gunung yang tiba2 terjadi oleh sebuah 
gununglumpur - mud volcano). 

Demikianlah kisah yang terjadi dalam sejarah sejak Kahuripan sampai Majapahit  
sekitar 900-500 tahun yang lalu. Cerita rakyat Timun Mas yang berkembang pada 
masa Jenggala, bila dimengerti ceritanya dengan baik, sesungguhnya adalah 
sebuah kisah bernuansa dichtung und wahrheit (Satyana, 2007) yang menunjukkan 
bagaimana sebuah gununglumpur terjadi di wilayah Jenggala, seperti LUSI 
sekarang di Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo adalah ex wilayah Jenggala. Tempatnya 
masih sama, Delta Brantas, sekarang yang berada di atasnya bukan lagi 
Kahuripan, Jenggala atau Majapahit, tetapi Kabupaten Gresik, Lamongan, Jombang, 
Sidoarjo juga Kodya Surabaya. 

Hukum uniformisme 

Re: [iagi-net-l] PASCA PEMBUBARAN BPMIGAS DAN PIDATO SBY

2012-11-15 Terurut Topik Awang Satyana
BPMIGAS produk UU Migas 22/2001 yang kata orang2 pro-asing, sehingga BPMIGAS 
juga dicap pro-asing, maka dibubarkan, inkonstitusional bahasa hukumnya, 
padahal itu alasan yang dicari-cari saja oleh lembaga2, ormas2, orang2, 
termasuk para profesional yang tak ingin BPMIGAS ada.

Saya 10 tahun di BPMIGAS sejak lembaga ini ada (16 Juli 2002) sampai dimatikan 
secara paksa dan kasar Selasa 13 Nov 2012. (kasar karena gak ada transisinya, 
membuat semua orang dan Kontraktor bingung, tak tahu bahwa eksesnya bisa 
ratusan milyar-1 trilyun rupiah sehari). 

Yang saya dkk lakukan di BPMIGAS justru adalah berusaha dengan cara 
seprofesional mungkin diskusi dengan kawan2 Kontraktor nasional dan asing 
sambil menjaga semampu mungkin kepentingan Negara/Pemerintah dalam berkontrak 
dengan para Kontraktor sebab untuk menjaga kepentingan Negara/Pemerintahlah 
BPMIGAS dibentuk.

Bila ada studi-studi yang bisa dilakukan di DN tetapi mau dibawa ke LN, kami 
tak setujui secara profesional, dan usahakan dilakukan oleh teman2 universitas 
atau konsultan DN. Bila masa tugas expat habis dan minta perpanjang, kami cek 
dulu ketersediaan tenaga nasionalnya, kalau ada dan mampu, tenaga nasional 
diprioritaskan. Pemberdayaan kapasitas nasional dalam barang dan jasa 
diamanatkan ke BPMIGAS, dan itu kami lakukan semampu kami bisa meskipun 
seringkali melalui diskusi2 yang alot dan panjang bersama kawan2 K3S. Nah kok 
ada yang mengecap kami pro-asing?

Keberadaan BPMIGAS inkonstitusional? Pendapat Hakim MK, Harjono yang berbeda 
sendiri dari rekan2nya termasuk dengan Mahfud MD, patut diperhatikan. Pak 
Harjono mengajukan tujuh argumen bahwa BPMIGAS tak seharusnya dibubarkan:

1. MK kurang saksama dalam mempertiimbangkan legal standing para pemohon 
pengujian UU Migas, yaitu bagaimana para pemohon ini dirugikan oleh UU Migas 
belumlah jelas.

2. Pembentukan UU dan badan Pemerintah tidaklah menyalahi UUD45 sebab UU dibuat 
oleh DPR dan badan Pemerintah oleh Presiden yang keduanya dinyatakan 
wewenangnya untuk itu di dalam UUD45. DPR dan Presiden dipilih secara langsung 
oleh rakyat dan merepresentasikan kedaulatan rakyat. 

3. Pembentukan badan2 Pemerintah dengan UU adalah konstitusional sebab UU-nya 
sendiri konstitusional dan melalui proses politik yang sah, produk UU harus 
dihargai dan dubuat oleh DPR a.n kedaulatan rakyat.

4. Pasal 33 UUD45 ayat 5 menyatakan bahwa pelaksanaan pasal ini akan diatur 
dalam suatu UU, pasal ini tak mengatur badan mana yang melaksanakannya, itu 
kemudian akan diatur oleh UU. Lahirlah UU Migas dan lahirlah BPMIGAS. Maka 
BPMIGAS tak melanggar struktur menurut UUD sebab memang itu diamanatkan. Kadar 
Negara dalam pembentukan BPMIGAS sangat kuat sebab ia dibentuk oleh dan atas 
konsultasi dua Lembaga Tinggi Negara: Presiden dan DPR. Kadar kenegeraan Kepala 
BPMIGAS bahkan lebih besar dari seorang Menteri sebab Menteri hanya diangkat 
oleh Presiden sementara seorang Kepala BPMIGAS harus dikonsultasikan dulu 
dengan DPR sebelum diangkat Presiden.

5. Saat berkontrak dengan K3S, BPMIGAS akan menjadi buffer Negara/Pemerintah. 
Jadi bila terjadi sengketa, kedudukan Negara/Pemerintah tidak degradasi satu 
posisi dengan Kontraktor sebab ada BPMIGAS yang maju dalam sengketa.

6. Kontrak Kerja Sama bukan produk BPMIGAS, tetapi produk UU Migas yang 
prosesnya dilakukan oleh Pemerintah/Ditjen Migas. Berkontrak dengan investor 
asing jelas masih dibutuhkan sebab Negara tidak punya kemampuan finansial dan 
teknologi untuk mengerjakan wilayah2 berisko tinggi atau investasi teknologi 
tinggi dan mahal. Lagipula kontrak itu juga ada akhirnya.

7. MK dalam memutuskan tidak mempermasalahkan ada tidaknya penyalahgunaan 
kekuasaan di BPMIGAS, padahal kerugian yang diakibatkannya harus nyata terdapat 
dan dapat dibuktikan oleh para pemohon, sehingga suatu konstitusi layak diuji.

Berdasarkan uraian tersebut, pembentukan BPMIGAS tidak bertentangan dengan 
struktur UUD. BPMIGAS punya kadar sebagai entitas negara yang cukup kuat karena 
dibentuk berdasarkan UU, penunjukkan Kepala BPMIGAS melibatkan dua Lembaga 
Tinggi Negara, DPR dan Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Para pemohon 
tidak dapat membuktikan secara eksplisit kerugian konstitusionalnya namun hanya 
merupakan konstatasi. Mahkamah juga belum cukup mempertimbangkan kerugian 
konstitusional apa sebenarnya yang dialami para pemohon. Oleh karenanya 
permohonan para pemohon tidak terbukti secara hukum dan oleh karenanya harus 
ditolak. (Harjono, Hakim MK, dalam memberikan dissenting opinion atas putusan 
MK, Selasa 13 Nov 2012).

Tetapi BPMIGAS tidak ada lagi sekarang, terlepas ia konstitusional atau 
inkonstitusional. Mungkin BPMIGAS adalah sebuah korban untuk kepentingan 
politis yang lebih besar.  

Yang jelas, kami di BPMIGAS berusaha bekerja semampu mungkin dengan kode DNA 
PRUDENT - professional, responsive, unity in diversity, decisive, ethics, 
nation focused, trustworthy. Tidak berpolitik. 

Tetapi apa yang kami lakukan sehari-hari itu masih tidak 

Bls: Re: [iagi-net-l] Arc volcanism Paleogen di Bali-Lombok-Sumbawa

2012-11-15 Terurut Topik Awang Satyana
Minarwan, 

Barangkali artikel2 ini bisa membantu.


Abbot  Chamalaun, 1981, Geochronology of some Banda arc volcanics, Barber  
Wiryosujono, eds, The Geology and Tectonics of Eastern Indonesia, GRDC Spec 
Publ 2, 253-268.

Ali, 1997, Batu Hijau prophyry copper-gold deposit, exploration and evaluation, 
Proceedings IAGI, 26 th annu. Conv., 193-205.

Elburg et al., 2004, Subducted upper and lower continental crust contributes to 
magmatism in the collision sector of the Sunda-Banda arc, Indonesia, Geology 
32, 1, 41-54.

Muller et al., 2008, From subduction to collision: the Sunda-Banda Arc 
transition, Eos Trans. American Geophysical Union 89, 6, 49-50.

Poorter et al., 1991, Chemical and isotopic compositions of volcanic gases from 
the East Sunda and Banda arcs, Indonesia, Geochim. Cosmochim. Acta 55, 12, 
3795-3807.

Salam,
Awang

Re: [iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS

2012-10-09 Terurut Topik Awang Satyana
Herry,
 
Terima kasih infonya. Tetapi data terbaru seismik Selat Makassar dan juga data 
gravity di bawah Meratus menunjukkan bahwa mekanisme emplacement ofiolit benar 
secara obduksi, hanya bukan backthrusting akibat rrifting Makassar Strait; 
melainkan sebagai overthrusting atas mikrokontinen Paternoster yang tertarik ke 
asternosfer sebelum mikrokontinen ini break off dengan bagian oceanic crust di 
depannya. Rifting Selat Makassar tak berhubungan dengan pengangkatan atau 
emplacement Meratus.
 
Salam,
Awang

--- Pada Sel, 9/10/12, Herry Maulana hmaulana1...@yahoo.com menulis:


Dari: Herry Maulana hmaulana1...@yahoo.com
Judul: Re: [iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS
Kepada: awangsaty...@yahoo.com awangsaty...@yahoo.com
Tanggal: Selasa, 9 Oktober, 2012, 9:56 AM





Menarik pak Awang,


Saya ingat pak Pulunggono almarhum pernah menyampaikan pendapat serupa sekitar 
tahun 1997-an (saya masih kuliah), mekanisme yang beliau kemukakan untuk 
Meratus adalah obduksi juga, tapi mekanisme singkapan terjadi karena ada 
back-thrust akibat rifting Makassar. Yang saya ingat beliau pun mem-propose 
Bantimala sebagai bagian dari Sundaland subduction (Ciletuh, Luk Ulo-Bantimala) 
di umur Cretaceous-Paleocene, bukan Meratus.






From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
To: IAGI iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi 
BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad 
geo_un...@yahoogroups.com 
Sent: Tuesday, 9 October 2012 10:40 AM
Subject: [iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS







Dalam tektonik lempeng Indonesia, diajarkan kepada para mahasiswa geologi 
Indonesia bahwa jalur subduksi berumur Kapur Akhir adalah jalur subduksi 
Ciletuh-Luk Ulo-Meratus, itu didasarkan terutama atas singkapan ofiolit di 
ketiga tempat tersebut. Konsep ini berasal dari Katili (1971, 1980) dan 
Hamilton (1973, 1979).

Tetapi dilihat dari massa sebaran dan komposisi ofiolit ketiga daerah itu, dan 
analisis menggunakan terrane tectonics yang berkembang pada pertengahan 1980-an 
(misalnya Howell, 1986) nyata bahwa ofiolit Meratus lain sendiri dibandingkan 
dengan Ciletuh dan Luk Ulo.

Kelainan Meratus adalah bahwa runtunan/suite ofiolitnya lebih lengkap, lebih 
luas, dan lebih tua (pada umur metamorfisme dan kandungan radiolarianya, yaitu 
Middle Cretaceous), dibandingkan runtunan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo yang 
tidak lengkap (dismembered), setempat-setempat dan lebih muda (Late 
Cretaceous-earliest Paleocene). Kelengkapan dan keluasan runtunan ofiolit 
Meratus menunjukkan bahwa ia akibat proses overthrusting obduksi, sedangkan 
ketidaklengkapan dan distribusi setempat-setempat ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo 
menunjukkan bahwa mereka akibat proses scrapping off subduksi.

Dengan perbedaan itu, apakah benar bahwa Meratus masih bagian jalur Ciletuh-Luk 
Ulo? Menurut hemat saya tidak. Meratus berdiri sendiri. Ofiolitnya adalah 
suture kerak samudera Meso-Tethys akibat benturan terrane kontinen SW 
Kalimantan/Schwaner dengan terrane kontinen Paternoster yang berbenturan pada 
Middle Cretaceous. Sebagian kerak samudera itu lepas/detached/splitting dari 
induknya dan saat ini obducted di atas Paternoster sebagai massa ofiolit yang 
rootless, tak berakar. Sementara ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo adalah hasil 
subduksi Late Cretaceous, terjadi di sebelah luar lebih ke arah samudera 
daripada Meratus, dan terjadi pada periode berikutnya.

Di Sulawesi Selatan terdapat daerah Bantimala dengan singkapan ofiolit dan 
melange menyerupai Ciletuh dan Luk Ulo, juga dengan umur yang sama. Maka 
menurut hemat saya, jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo bukan ke Meratus, tetapi ke 
Bantimala. Meratus adalah hasil obduksi bukan subduksi, jadi bukan bagian jalur 
subduksi tersebut.

Pendapat ini tentu punya implikasi atas sejarah tektonik Sundaland, termasuk 
kepada keberadaan hidrokarbon di Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Selat 
Makassar, dan Sulawesi Selatan. Pendapat2 di atas sudah saya sampaikan sejak 
2003, baik di pertemuan IAGI, HAGI, IPA (2010), dan AAPG (2012) di Singapore 
dalam suatu sesi presentasi undangan Charles Hutchison Memorial. Charles 
Hutchison adalah seorang ahli tektonik SE Asia yang banyak menulis geologi, 
tektonik, energi dan mineralisasi SE Asia sejak tahun 1970-an. Hutchison 
meninggal tahun 2011 lalu.

Salam, 
Awang



[iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS

2012-10-09 Terurut Topik Awang Satyana
 Meratus ke 
utaranya)..yang sudah memberikan kontribusi bagi temuan hidrokarbon pada Kujung 
Reef play di NEJB. Tapi ke depannya, menurut saya, masih banyak play yang lebih 
seru dari sekedar Carbonate/Reef ini..going deeper, kita masih punya Ngimbang 
dan sangat mungkin sekali :
 Pre-Ngimbang. Pre-Ngimbang ini mestinya sudah menjadi batuan malihan, dan 
kalau saya tidak salah, ini adalah produk dari sistem pengendapan rifting di 
Argoland sebelum drift ke arah Sundaland atau pada perjalanan nya ke utara 
(sundaland). Di JS-1 Ridge (offshore Madura), batuan malihan ini menunjukkan 
indikasi keberadaan hidrokarbon melalui konsep wrench fault (asumsi sementara: 
fractured). Nah, kaitannya dengan lokasi suture tadi kita akan lebih mudah 
mengetahui penyebaran pre-Ngimbang ini. Kelihatannya perlu kajian regional 
dengan dukungan data yang baik tentunya..kami yang bekerja di operator cukup 
kesulitan untuk merangkai puzzle ini dengan data yang terbatas :)

 

salam,


Hade B Maulin








From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
To: IAGI iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi 
BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad 
geo_un...@yahoogroups.com 
Sent: Tuesday, October 9, 2012 9:40 AM
Subject: [Geo_unpad] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS



  





Dalam tektonik lempeng Indonesia, diajarkan kepada para mahasiswa geologi 
Indonesia bahwa jalur subduksi berumur Kapur Akhir adalah jalur subduksi 
Ciletuh-Luk Ulo-Meratus, itu didasarkan terutama atas singkapan ofiolit di 
ketiga tempat tersebut. Konsep ini berasal dari Katili (1971, 1980) dan 
Hamilton (1973, 1979).

Tetapi dilihat dari massa sebaran dan komposisi ofiolit ketiga daerah itu, dan 
analisis menggunakan terrane tectonics yang berkembang pada pertengahan 1980-an 
(misalnya Howell, 1986) nyata bahwa ofiolit Meratus lain sendiri dibandingkan 
dengan Ciletuh dan Luk Ulo.

Kelainan Meratus adalah bahwa runtunan/suite ofiolitnya lebih lengkap, lebih 
luas, dan lebih tua (pada umur metamorfisme dan kandungan radiolarianya, yaitu 
Middle Cretaceous), dibandingkan runtunan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo yang 
tidak lengkap (dismembered), setempat-setempat dan lebih muda (Late 
Cretaceous-earliest Paleocene). Kelengkapan dan keluasan runtunan ofiolit 
Meratus menunjukkan bahwa ia akibat proses overthrusting obduksi, sedangkan 
ketidaklengkapan dan distribusi setempat-setempat ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo 
menunjukkan bahwa mereka akibat proses scrapping off subduksi.

Dengan perbedaan itu, apakah benar bahwa Meratus masih bagian jalur Ciletuh-Luk 
Ulo? Menurut hemat saya tidak. Meratus berdiri sendiri. Ofiolitnya adalah 
suture kerak samudera Meso-Tethys akibat benturan terrane kontinen SW 
Kalimantan/Schwaner dengan terrane kontinen Paternoster yang berbenturan pada 
Middle Cretaceous. Sebagian kerak samudera itu lepas/detached/splitting dari 
induknya dan saat ini obducted di atas Paternoster sebagai massa ofiolit yang 
rootless, tak berakar. Sementara ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo adalah hasil 
subduksi Late Cretaceous, terjadi di sebelah luar lebih ke arah samudera 
daripada Meratus, dan terjadi pada periode berikutnya.

Di Sulawesi Selatan terdapat daerah Bantimala dengan singkapan ofiolit dan 
melange menyerupai Ciletuh dan Luk Ulo, juga dengan umur yang sama. Maka 
menurut hemat saya, jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo bukan ke Meratus, tetapi ke 
Bantimala. Meratus adalah hasil obduksi bukan subduksi, jadi bukan bagian jalur 
subduksi tersebut.

Pendapat ini tentu punya implikasi atas sejarah tektonik Sundaland, termasuk 
kepada keberadaan hidrokarbon di Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Selat 
Makassar, dan Sulawesi Selatan. Pendapat2 di atas sudah saya sampaikan sejak 
2003, baik di pertemuan IAGI, HAGI, IPA (2010), dan AAPG (2012) di Singapore 
dalam suatu sesi presentasi undangan Charles Hutchison Memorial. Charles 
Hutchison adalah seorang ahli tektonik SE Asia yang banyak menulis geologi, 
tektonik, energi dan mineralisasi SE Asia sejak tahun 1970-an. Hutchison 
meninggal tahun 2011 lalu.

Salam, 
Awang


__._,_.___



Reply via web post 
Reply to sender 
Reply to group 
Start a New Topic 
Messages in this topic (3) 
Recent Activity: 

New Members 1 
Visit Your Group 
Please Visit Our Website @  http://geounpad.ac.id/ 
and Our Forum    @  http://forum.geounpad.ac.id/

REKENING PENYALURAN BEASISWA :
Bank Mandiri Cab : Pertamina
a/n Devi Rahayu no rek : 1190005761448

Moderators:
Budhi Setiawan '91 bu...@wgtt.org
Edi Suwandi Utoro '92 ed...@dongenergy.no
Sandiaji '94 sandi...@noortechasia.com
Wanasherpa '97 wanashe...@eniindonesia.co.id
Satya '2000 satya_geoun...@yahoo.com
Andri '2004 andri_yuma...@cnooc.co.id
Brianto Adhie SW '2008 brianto_ge...@yahoo.com 
 
Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use • Send us 
Feedback 


. 

__,_._,___





[iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS

2012-10-08 Terurut Topik Awang Satyana
Dalam tektonik lempeng Indonesia, diajarkan kepada para mahasiswa geologi 
Indonesia bahwa jalur subduksi berumur Kapur Akhir adalah jalur subduksi 
Ciletuh-Luk Ulo-Meratus, itu didasarkan terutama atas singkapan ofiolit di 
ketiga tempat tersebut. Konsep ini berasal dari Katili (1971, 1980) dan 
Hamilton (1973, 1979).

Tetapi dilihat dari massa sebaran dan komposisi ofiolit ketiga daerah itu, dan 
analisis menggunakan terrane tectonics yang berkembang pada pertengahan 1980-an 
(misalnya Howell, 1986) nyata bahwa ofiolit Meratus lain sendiri dibandingkan 
dengan Ciletuh dan Luk Ulo.

Kelainan Meratus adalah bahwa runtunan/suite ofiolitnya lebih lengkap, lebih 
luas, dan lebih tua (pada umur metamorfisme dan kandungan radiolarianya, yaitu 
Middle Cretaceous), dibandingkan runtunan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo yang 
tidak lengkap (dismembered), setempat-setempat dan lebih muda (Late 
Cretaceous-earliest Paleocene). Kelengkapan dan keluasan runtunan ofiolit 
Meratus menunjukkan bahwa ia akibat proses overthrusting obduksi, sedangkan 
ketidaklengkapan dan distribusi setempat-setempat ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo 
menunjukkan bahwa mereka akibat proses scrapping off subduksi.

Dengan perbedaan itu, apakah benar bahwa Meratus masih bagian jalur Ciletuh-Luk 
Ulo? Menurut hemat saya tidak. Meratus berdiri sendiri. Ofiolitnya adalah 
suture kerak samudera Meso-Tethys akibat benturan terrane kontinen SW 
Kalimantan/Schwaner dengan terrane kontinen Paternoster yang berbenturan pada 
Middle Cretaceous. Sebagian kerak samudera itu lepas/detached/splitting dari 
induknya dan saat ini obducted di atas Paternoster sebagai massa ofiolit yang 
rootless, tak berakar. Sementara ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo adalah hasil 
subduksi Late Cretaceous, terjadi di sebelah luar lebih ke arah samudera 
daripada Meratus, dan terjadi pada periode berikutnya.

Di Sulawesi Selatan terdapat daerah Bantimala dengan singkapan ofiolit dan 
melange menyerupai Ciletuh dan Luk Ulo, juga dengan umur yang sama. Maka 
menurut hemat saya, jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo bukan ke Meratus, tetapi ke 
Bantimala. Meratus adalah hasil obduksi bukan subduksi, jadi bukan bagian jalur 
subduksi tersebut.

Pendapat ini tentu punya implikasi atas sejarah tektonik Sundaland, termasuk 
kepada keberadaan hidrokarbon di Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Selat 
Makassar, dan Sulawesi Selatan. Pendapat2 di atas sudah saya sampaikan sejak 
2003, baik di pertemuan IAGI, HAGI, IPA (2010), dan AAPG (2012) di Singapore 
dalam suatu sesi presentasi undangan Charles Hutchison Memorial. Charles 
Hutchison adalah seorang ahli tektonik SE Asia yang banyak menulis geologi, 
tektonik, energi dan mineralisasi SE Asia sejak tahun 1970-an. Hutchison 
meninggal tahun 2011 lalu.

Salam, 
Awang

[iagi-net-l] RAFFLES, WALLACE, JUNGHUHN: PARA AUTODIDAK EKSTREMIS

2012-09-30 Terurut Topik Awang Satyana
 Perlu dikagumi apa yang dapat dicapai oleh seseorang dalam keadaan histori 
tertentu apabila orang itu adalah tokoh yang luar biasa... (Rudigert Siebert 
dalam Deutsche Spuren in Indonesien, Horleman Verlag, 2002)

Seorang bapak, guru matematika di sebuah sekolah menengah, bertanya kepada saya 
dalam Sarasehan Para Ilmuwan Perintis Indonesia yang diselenggarakan Geotrek 
Indonesia dan Badan Geologi, Pada masa kini, apakah peranan seorang autodidak 
dan ekstremis masih besar dan dapat dihargai dalam kehidupan? Pertanyaan ini 
dinspirasi oleh kisah hidup Raffles, Wallace dan Junghuhn yang berkarya sangat 
besar dan menentukan pada abad ke-19, padahal mereka semuanya autodidak dalam 
bidangnya. Mereka saya sebut para ekstremis karena karya mereka tak mungkin 
lahir kalau mereka biasa-biasa saja atau sedikit lebih, tidak, mereka berbuat 
yang ekstrem yang orang lain rasanya susah melakukannya kalau tak ada 
ekstremitas di jiwanya.

Saya menjawabnya dulu secara lugas, autodidak dan ekstremitas adalah syarat 
mutlak buat seseorang punya karya besar dan diakui. Tidak ada karya besar, 
magnum opus, dilahirkan tanpa ekstremitas. Apakah pada masa kini seorang 
autodidak dihargai? Kita definisikan dulu autodidak di sini, yaitu orang yang 
belajar sendiri tanpa pendidikan formal di sekolah2. Jelas dia tak punya gelar 
akademik seperti diberikan di sekolah2 formal. Tetapi kemampuan tak berkorelasi 
positif dengan gelar, sekalipun itu seorang doktor atau gurubesar. Mestinya 
berkorelasi positif, tetapi ternyata tidak, suatu keanehan, tetapi kenyataan. 
Pada masa kini, masa ketika gelar2 akademik banyak dikejar dari yang junior 
sampai yang senior, masa ketika orang2 dengan gelar plus punya peluang lebih 
dalam berkarier, maka tak ada tempat buat seorang autodidak. Paling tidak, 
seorang autodidak sudah tersingkir sejak awal saat sebuah lowongan pekerjaan 
misalnya membutuhkan gelar minimal S2 dan
 seterusnya. Saya tak yakin seorang autodidak dengan kemampuan luarbiasa tetapi 
gelar minimal (S1) dipertimbangkan untuk diterima ketika spesifikasi lowongan 
mengharuskan gelar minimal adalah S2. Bagaimana bahwa orang2 sekarang mengejar 
gelar akademik plus adalah kenyataan bahwa para S1 sekarang ini lebih langka 
dibandingkan S2. Dan, marak perguruan2 tinggi mengadakan pendidikan2 
pascasarjana entah yang reguler, maupun yang diadaptasi agar bisa ditempuh 
sambil bekerja demi tambahan gelar.

Kembali kepada Raffles, Junghuhn dan Wallace.

Stamford Raffles dengan karyanya, History of Java (1817) masih kuat menentukan 
analisis2 sejarah pada akhir abad ke-18 dan awal abad 19. Sebab Raffles dengan 
sangat detail menuliskan dan menggambarkan semua yang dilihatnya. Padahal, 
Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Jawa atau Bengkulu hanya bermodalkan 
sekolah sampai sederajat SMP, 14 tahun putus di tengah jalan. Kalau bukan 
autodidak dan ekstremitas, dia tak akan dapat menuliskan dengan sangat detail 
flora dan fauna, tentang adat-istiadat orang Jawa dan Sumatara, tentang 
bangunan2 bersejarah yang ditemukan kembali dan dibukanya, menggagas pendirian 
Kebun Raya Bogor, Museum Etnografi di Batavaia, atau namanya dipakai sebagai 
nama spesies di beberapa flora dan fauna di Indonesia. Bagaimana ia bisa 
memimpin dengan baik Jawa kalau bukan seorang autodidak sebab pendidikan 
politik pemerintahan pun tak ada di riwayat hidupnya.

Junghuhn, tak ada satu pun gelar akademik dalam bidang ilmu pengetahuan alam 
ditambahkan kepada namanya. Dia memang seorang dokter militer, dokter karena 
profesi bukan akademik sebab sebagai dokter pun dia tak lulus sekolah karena 
banyak masalah. Tetapi, adakah orang dengan kecintaan dan antusiasme yang 
begitu berkobar seperti Junghuhn meneliti alam Jawa dan memetakannya selama 13 
tahun termasuk mendaki semua gunungapi di Jawa dan menuliskannya dalam empat 
buku tebal yang bila ditumpuk akan setinggi 30 cm, belum ratusan atikelnya yang 
muncul di berbagai jurnal. Juga, peta topograi Jawa dengan ukuran 4x1 meter 
yang sangat akurat dan tak kalah dengan peta google masa kini padahal dibuat 
Junghuhn tahun 1855. Sampai sekarang, belum ada peneliti Jawa dengan minat dan 
ketekunan luar biasa seperti Junghuhn. Satu lagi, pada masanya, Junghuhn sering 
bentrok dengan para ilmuwan sekolahan macam CL Blume, kurator herbarium 
Kerajaan Belanda, juga dengan para ahli
 kimia saat Junghuhn membudidayakan kina. Kalau bukan penganut autodidak dan 
ekstremis, tak mungkin Junghuhn menghasilkan karya2 besarnya.

Wallace meskipun hanya bersekolah sampai umur 13 tahun, toh dia menyaingi 
prestasi Charles Darwin dalam bidang evolusi dan seleksi alam. Wallace bukan 
orang akademik dan  anggota perhimpunan ilmuwan yang terhormat Royal Society 
seperti Darwin. Dalam bidang biogeografi, dia tak tersaingi siapa pun pada 
masanya. Dan adakah gurubesar geologi pada masanya yang berpikir seperti 
Wallace bahwa Sulawesi itu dibangun oleh bagian2 kerakbumi yang saling 
berbenturan sehingga faunanya anomali? Tidak ada, tidak juga 

[iagi-net-l] SISTEM SUNGAI MOLENGRAAFF, PAPARAN SUNDA

2012-09-13 Terurut Topik Awang Satyana
Sebuah berita bertajuk: Ditemukan, Jejak Sungai Purba di Utara Laut Jawa
Sabtu, 18 Februari 2012 , di-posting seorang rekan di FB sebuah Group malam 
ini.  Dilaporkan bahwa sungai2 purba ini ditemukan Tim Bencana Katastrofi 
Purba. Mungkin wartawannya ngawur ya...

Perlu klarifikasi serius atas berita ini, meskipun ditulis Februari 2012. 
Sungai2 purba atau lebih tepatnya sungai2 tenggelam di Laut Jawa sampai Selat 
Malaka adalah isu lama, tentu saja penemunya bukan Tim Bencana Katastrofi Purba 
dan jejaknya juga bukan ditemukan oleh Dr. Wahyu Triyoso. Sungai-sungai purba 
di Laut Jawa dan Selat Malaka itu sudah ditemukan hampir 100 tahun lalu dan 
sudah dipublikasikan oleh GAF Molengraaff dan M Weber pada tahun 1919 dalam 
makalah berjudul Het verband tusschen den plistoceenen ijstijd en het ontstaan 
der Soenda-Zee en de invloed daarvan op de verspreiding der koraalriffen en on 
de land- en zoetwater fauna (Wis- en Nat. Afd. Kon. Akad. v. Wetensch., 
Amsterdam, 29 Nov 1919, 28, 497-544). Molengraaff adalah seorang ahli geologi 
dan Weber adalah seorang ahli biologi pada zaman Belanda di Indonesia. Garis 
Weber, garis kesetimbangan fauna Asiatik dan Australia di Indonesia bagian 
tengah adalah berasal dari namanya.

Di Laut Jawa itu dan Selat Malaka itu, Molengraaff dari tahun 1919 telah 
memetakan alur-alur sungai yang tenggelam  (drowning river system) yang terbagi 
menjadi dua alur sungai utama, yang dinamainya Sungai Sunda Utara di bawah 
Selat Malaka dan Sungai Sunda Selatan di bawah Laut Jawa. Nama lain kedua alur 
utama sungai itu juga sering disebut sebagai Sistem Sungai Molengraaff, 
mengikuti nama penemunya. 

Sungai Sunda Utara mempunyai daerah hulu di Sumatra dan Kalimantan Barat, dan 
bermuara ke Laut Cina Selatan, sedangkan Sungai Sunda Selatan mempunyai hulu di 
Jawa dan Kalimantan Selatan dengan muara di Selat Makassar. Lembah-lembah 
sungai yang terbenam ini sebagian sudah tertimbun lumpur. Tetapi penelitian 
geologi kelautan sejak akhir 1950-an oleh beberapa ekspedisi kelautan bekerja 
sama dengan pihak asing telah dapat mengenal keberadaan sungai2 besar ini. Dua 
lembah sungai besar di selatan Kalimantan Selatan, sebelah selatan Sampit, 
misalnya ditunjukkan di buku bagus tentang oseanografi Indonesia tulisan 
Anugerah Nontji (Djambatan, 1987): Laut Nusantara. Lebar lembah2 sungai ini 
antara 400-500 meter, dasar sungai purba ini 17-24 meter lebih dalam daripada 
dasar laut sekitarnya, dan terisi oleh endapan setebal 8-15 meter.

Weber juga menunjukkan bahwa adanya sistem sungai-sungai Sunda ini dibuktikan 
oleh banyaknya persamaan jenis ikan tawar di sungai2 pesisir timur Sumatra 
dengan ikan2 di pesisir barat Kalimantan, padahal antara Kalimantan Barat dan 
Kalimantan Timur tidak ada persamaan.

Karena glasiasi-deglasiasi yang terus terjadi secara siklus di wilayah Paparan 
Sunda, sehingga saat glasiasi air laut menyurut dan turun lalu menyingkapkan 
paparan menjadi daratan (Sundaland) sebab air laut tertarik ke kutub2 Bumi 
menjadi es; dan saat deglasiasi terjadi pencairan es di kutub2 Bumi lalu air 
laut di mana2 naik, maka Sundaland kembali tenggelam menjadi Paparan Sunda 
(Sunda Shelf).

Hasil penelitian geologi dapat menunjukkan jejak sejarah Paparan Sunda dan 
Sundaland. Kira2 170.000 tahun lampau muka laut berada kira-kira 200 meter 
lebih rendah dari sekarang, tersingkaplah Sundaland. Lalu dalam 125.000 tahun 
terakhir, air laut ini secara bertahap naik, tetapi belum mencapai posisi 
seperti sekarang. Pada sekitar 7000 tahun yang lalu, posisinya seperti 
sekarang, 4000 tahun yang lampau 5 m melampaui posisi sekarang, lalu turun lagi 
dan sejak 1000 tahun yang lalu posisinya sudah seperti sekarang.

Yang namanya siklus glasiasi dan deglasiasi tak pernah terjadi mendadak turun 
atau naik, apalagi terjadi dalam semalam seperti banjir dalam dongeng Atlantis 
yang dituturkan Plato. Dan yang namanya sistem sungai2 Sunda tak berhubungan 
dengan peradaban tinggi ala dongeng Atlantis. Kecuali  kalau submarine 
archaeology kelak menemukan banyak bukti2 kebudayaan tinggi terkubur di lembah2 
sungai2 Sunda itu tetapi bukan berasal dari kapal karam modern, bolehlah kita 
mendiskusikannya lagi soal kaitan lembah sungai tenggelam ini dengan peradaban 
tinggi itu.

Salam,
Awang

[iagi-net-l] SULAWESI: WHERE TWO WORLDS COLLIDED

2012-09-12 Terurut Topik Awang Satyana


Bulan lalu, Pak Rovicky, Presiden IAGI, meminta saya untuk membantu kawan-kawan 
dari Ekspedisi Cincin Api Kompas dalam melakukan ekspedisinya di Sulawesi. 
Kawan2 Kompas tersebut telah beberapa kali menghubungi saya menanyakan hal-hal 
terkait geologi dan tektonik Sulawesi, terutama tentang wilayah yang terkenal 
bernama Wallacea dan yang terkait.

Judul di atas adalah judul utama makalah saya yang dipublikasi dan 
dipresentasikan di pertemuan ilmiah tahunan IAGI dan HAGI tahun 2011 di 
Makassar, dengan subjudul Geologic Controls on Biogeographic Wallace#39;s 
Line. Beberapa tahun sebelumnya, tema ini pernah menjadi tema yang diangkat 
Research Group of SE Asia di bawah Prof. Robert Hall yang mengadakan seminarnya 
di Inggris, sehingga yang datang ke sana tak banyak dari kita.  Di sana pada 
waktu itu berkumpul para ahli geologi, biologi dan yang terkait membicarakan 
wilayah Indonesia yang sangat menarik ini. Saya sendiri tak datang ke pertemuan 
itu walaupun diundang. Saya pikir saya lebih baik mempresentasikannya di 
Indonesia, di Sulawesi, di Makassar dan didengarkan banyak orang Indonesia. Dan 
sekarang saya ingin menuliskan ringkasannya agar banyak teman terinformasikan. 
Makalah lengkapnya ada di proceedings pertemuan JCM - Joint Convention Makassar 
2011 (Satyana, 2011, Sulawesi: Where Two Worlds
 Collided-Geologic Controls on Biogeographic Wallace#39;s Line).

Semua orang tahu yang disebut dengan Garis Wallace, yaitu garis khayal yang 
berada memanjang utara-selatan dari Selat Makassar ke Selat Lombok, berperan 
sebagai garis pembatas penyebaran fauna. Ke sebelah barat dari garis Wallace 
fauna didominasi oleh tipe2 Oriental (Asia), ke sebelah timur dari garis ini 
fauna didominasi oleh tipe2 Australian. Garis Wallace ini pertama disebut tahun 
1863, namanya tentu tak asing lagi berasal dari Alfred Russel Wallace, seorang 
naturalis besar Inggris  yang pernah menjelajah Nusantara pada 1854-1862.

Garis Wallace adalah garis biologi atau lebih tepatnya biogeografi, tetapi 
sejak awal Raffles memikirkan bahwa penyebab garis ini adalah geologi. Dalam 
suatu pertemuan di Linnean Society di London pada 3 November 1859, Wallace 
mengajukan sebuah paper berjudul On the Zoological Geography of the Malay 
Archipelago, dan dia berkata soal biodiversity Indonesia ini punya hubungan 
dengan geologi. Facts such as these (biological diversity) can only be 
explained by a bold acceptance of vast changes in the surface of the earth.  
Apa yang ditulis Wallace ini kita tahu sekarang berhubungan dengan terbentuknya 
Kepulauan Indonesia sendiri sebagai akibat amalgamasi, penyusunan oleh bagian 
dari Indonesia Barat yang kemudian bertemu dengan bagian dari Indonesia Timur 
sejak Neogen.

Wallacea adalah nama yang diberikan untuk wilayah di Indonesia bagian tengah 
yang meliputi Sulawesi, sebagian Nusa Tenggara dan Halmahera, tempat fauna (dan 
flora) bertransisi dari tipe Asiatic ke Australian, dan sebaliknya. Daerah 
Wallacea dibatasi di sebelah barat oleh Garis Wallace, dan di sebelah timur 
oleh Garis Lydekker. Sementara garis Weber adalah garis kesetimbangan fauna, 
tempat fauna Asiatik dan Australian sama proporsinya, yaitu  50 : 50. Garis 
Weber terdapat di tengah anatara Haris Wallace dan Garis Lydekker. Ketiga garis 
ini mempunyai arti geologi. Saat ini, Garis Wallace sejajar dengan akhir batas 
Kuarter Sundaland di sebelah timur, sedangkan Garis Lydekker mengikuti batas 
barat Sahul Land.

Sekarang kita lihat Sulawesi. Sulawesi secara tektonik merupakan wilayah yang 
disusun oleh benturan dua #39;dunia#39; atau massa kerak benua yaitu : 
Sundaland, yang menyusun Sulawesi Barat dan Australoid, yang menyusun sebagian 
Sulawesi sebelah timur (Banggai-Sula)  dan tenggara (Buton). Terjepit di 
tengahnya adalah kerak oseanik yang kini menjadi ofiolit. Pola-pola tektonik 
benturan, distribusi daratan dan lautan akibat proses amalgamasi Sulawesi ini 
akan memengaruhi penghunian Sulawesi oleh fauna asal Asia dan asal Australia.

Biota Sulawesi beragam mencerminkan afinitas dengan Asia dan Australia (Whitten 
et al, 2002), seperti terjadi dua benturan fauna dari Asia dan Australia 
seperti juga dicerminkan pada proses pembentukan Sulawesi. Semua mamalia 
Sulawesi yang berplasenta betasalmdari Sundaic, sedangkan yang 
berkantung/marsupiala berasal dari afinitas Australia. Tetapi variasi jenis 
fauna di Sulawesi kalah dengan variasi jenis di tempat2 asalnya yaitu di 
Sundaland dan Australia atau Papua New Guinea. Yang khas dari Sulawesi adalah 
tingkat endemisme (kekhasan, hanya ada di tempat itu) yang tinggi karena pulau 
ini terisolasi dari benua pemasok utamanya. Dari semua mamalia  di Sulawesi, 62 
% merupakan spesies endemik. 19 dari 25 spesies amfibi, 13 dari 40 spesies 
kadal, 15 dari 64 spesies ular adalah endemik dengan genus monotypic, juga 
seperempat dari 328 spesies burung adalah endemik (Whitten et al., 2002).

Di samping itu, island dwarfism juga adalah efek isolasi Sulawesi yang 
menyebabkan 

Bls: Re: [iagi-net-l] SULAWESI: WHERE TWO WORLDS COLLIDED

2012-09-12 Terurut Topik Awang Satyana
Ya Pak Bandono, monyet hitam di Minahasa Sultra (Macaca nigra) itu adalah 
bentuk paling terspesialkan karena isolasi paling tinggi dari sepupunya di 
Sulawesi Selatan yang lebih umum, Macaca maura, atau bentuk paling umumnya 
seperti di Sumatara dan Jawa (Macaca nemestrina). Dalam kasus sebaran monyet 
hitam, kita bisa melihat efek isolasi pulau terhadap variasi jenis (teori 
island biogeography E.O. Wilson 1989). Dan anoa yang Pak Bandono temukan di 
Sultra adalah anoa dataran rendah (Bubalus depresicionis) yang badannya sedikit 
lebih besar dibandingkan dengan anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) yang hanya 
hidup di pegunungan2 Sulawesi Barat.

Salam,
Awang

[iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA

2012-09-11 Terurut Topik Awang Satyana


Pegunungan Tengah (Central Ranges) Papua merupakan jalur pegunungan lipatan dan 
sesar paling tinggi di Indonesia dengan gunung-gunungnya menjadi puncak-puncak 
tertinggi di Indonesia, yaitu: Puncak Jaya 5030 mdpl, Puncak Trikora 4730 m, 
Puncak Yamin 4595 m, dan Puncak Mandala 4700 m. Puncak Jaya (Carstensz Pyramid) 
adalah puncak tertinggi di Indonesia, yang bersalju abadi karena ketinggiannya 
di atas tropical snowline 5000 mdpl.

Jalur Pegunungan Tengah Papua di seluruh pulau ini termasuk Papua dan Papua New 
Guinea (PNG) dari Lengguru di Leher Burung sampai ke sebelah timur Port Moresby 
di Ekor Burung, panjangnya hampir 2000 km. Jalur pegunungan ini merupakan 
pegunungan dengan deformasi sangat kuat dibentuk akibat benturan antara tepi 
utara kontinen Australia yang rifted sebagai passive margin dengan busur 
kepulauan di sebelah selatan Samudera Pasifik. Benturan pertama terjadi pada 25 
Ma, Late Oligocene. Pada 15 Ma, Middle Miocene, kemudian dimodifikasi sesar 
mendatar besar, Sesar Sorong di tepi utaranya. Pada Pliocene, 5 Ma sudah 
terangkat sebagai jalur deformasi lipatan dan sesar. Pada Plistosen, 
diperkirakan terjadi inversi pada sesar2ekstensi yang semula ada sebagai 
passive margin di tepi utara kontinen Australia (Hall, 2007).

Sebagian besar area Pegunungan Tengah ini disusun oleh batugamping Paleogen dan 
Neogen Kais/Upper Yawee/Darai serta ofiolit dan melange hasil benturan. 
Keberadaan batugamping membuat pemandangan yang spektakular di seluruh jalur 
pegunungan ini akibat efek karstifikasi, tetapi sekaligus menyulitkan operasi 
perminyakan di wilayah pegunungan tertinggi di Indonesia ini.

Operasi perminyakan? Ya, wilayah Pegunungan Tengah Papua adalah wilayah kaya 
akan kandungan minyak dan gasbumi. Tetapi itu hanya terjadi dan sudah 
dibuktikan di Pegunungan Tengah PNG. Di Pegunungan Tengah Papua, potensi itu 
besar, tetapi tidak bisa dibuktikan karena sebagian wilayahnya sudah terlarang 
bagi operasi perminyakan akibat menjadi bagian Taman National Lorentz. 

Di Pegunungan Tengah Papua, telah ditemukan minyak dan gas sebesar 3100 MMBOE   
(IHS Energy, 2008) pada play type foldbelt dan faulted foldbelt berasal dari 
reservoir  batupasir Early Cretaceous Toro, Woniwogi dan Late Jurassic Digimu; 
batuan induk utama Late Jurassic Kopai; dan regional sealing Middle-Late 
Cretaceous Piniya/Ieru. Pembentukan perangkap, generasi hidrokarbon dan 
migrasinya terjadi pada Neogen (Eisenberg, 1993; McConachie et al, 2000).Ini 
adalah petroleum system yang khas yang berhubungan dengan passive margin 
Australia dan collision Papua (Satuana et al, 2008). Contoh2 lapangan terkenal 
Pegunungan Tengah Papua adalah Gobe, SE Gobe, Kutubu, Hedinia, Iagifu, Hides, 
Juha

Bagaimana dengan peluang penemuan migas di Pegunungan Tengah Papua Indonesia? 
Besar, sebab secara geologi Pegunungan Tengah PNG menerus ke Indonesia.  Apa 
yang terjadi di PNG akan terjadi di Pegunungan Tengah Papua Indonesia. Wilayah 
pegunungan ini telah dikerjakan sejak 1970 melalui tiga Wilayah Kerja, yaitu 
Mimika-Eilanden, Nauka dan Warim. Sembilan sumur telah dibor, semua sumur yang 
dibor di strukturnya menunjukkan oil dan gas show dan sumur Kau-1 di dekat 
perbatasan Papua- PNG mengalirkan  gas dan kondensat berasal dari batupasir 
Early Cretaceous Woniwogi.

Tahun 1998 ditetapkanlah Taman Nasional Lorentz di Pegunungan Tengah Papua, 
bagian  barat WK. Sejak itu terhentilah semua operasi perminyakan di wilayah 
ini. Padahal,  ada pendapat  bahwa beberapa BBO akumulasi hidrokarbon  bisa 
terdapat/telah diperhitungkan di bawah Taman Nasional Lorentz.

Begitulah, tumpang tindih berbagai kepentingan adalah salah satu penyulit 
realisasi eksplorasi di Indonesia.

Salam,
Awang

Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA

2012-09-11 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bandono,
 
Mineralisasi tembaga-emas-perak di Freeport maupun di PNG seperti di Star 
Mountains, Ok Tedi, Fubilan dll tak ada kaitan ke minyak-gas yang sudah 
ditemukan maupun potensial ditemukan baik di Papua maupun di PNG. Minyak 
bermain di sistem reservoir dan source yang tua (Jurassic  Cretaceous), 
meskipun umur pematangan source dan charging HC-nya Neogen; sementara 
mineralisasi terjadi di sistem karbonat yang Neogen dan tak ada kaitan 
pematangan source hidrokarbon pada Neogen dengan mineralisasi Neogen.
 
salam,
Awang

--- Pada Rab, 12/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis:


Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA
Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Rabu, 12 September, 2012, 6:50 AM



Pak Awang, secara teoritis memang akan dijumpai minyak di peg tengah papua. Di 
kartenz sudah terintrusi menghasilkan emas dan tembaga. 
Begitu juga di sebelah timurnya.
Apakah akibat intrusi di irian indonesia berpengaruh pada keterdapatan minyak 
di wilayah pegunungan tengah Irian?

Saya pikir baik juga tu minyak di Irian barat (papua indonesia) tidak di 
habiskan sekarang. 

Siapa tau persiapan prronil US marinir 25000 di darwin, bertujuan untuk itu, 
selain mengamankan freeport?
Tunggu 2014 saja pak, bisa2 terjadi perubahan status taman nasional. Sehingga 
petr geol dpt explor n exploit di sana. 
Salam.
Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 
Date: Wed, 12 Sep 2012 01:47:39 +0800 (SGT)
To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo 
Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi 
BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: [iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA








Pegunungan Tengah (Central Ranges) Papua merupakan jalur pegunungan lipatan dan 
sesar paling tinggi di Indonesia dengan gunung-gunungnya menjadi puncak-puncak 
tertinggi di Indonesia, yaitu: Puncak Jaya 5030 mdpl, Puncak Trikora 4730 m, 
Puncak Yamin 4595 m, dan Puncak Mandala 4700 m. Puncak Jaya (Carstensz Pyramid) 
adalah puncak tertinggi di Indonesia, yang bersalju abadi karena ketinggiannya 
di atas tropical snowline 5000 mdpl.

Jalur Pegunungan Tengah Papua di seluruh pulau ini termasuk Papua dan Papua New 
Guinea (PNG) dari Lengguru di Leher Burung sampai ke sebelah timur Port Moresby 
di Ekor Burung, panjangnya hampir 2000 km. Jalur pegunungan ini merupakan 
pegunungan dengan deformasi sangat kuat dibentuk akibat benturan antara tepi 
utara kontinen Australia yang rifted sebagai passive margin dengan busur 
kepulauan di sebelah selatan Samudera Pasifik. Benturan pertama terjadi pada 25 
Ma, Late Oligocene. Pada 15 Ma, Middle Miocene, kemudian dimodifikasi sesar 
mendatar besar, Sesar Sorong di tepi utaranya. Pada Pliocene, 5 Ma sudah 
terangkat sebagai jalur deformasi lipatan dan sesar. Pada Plistosen, 
diperkirakan terjadi inversi pada sesar2ekstensi yang semula ada sebagai 
passive margin di tepi utara kontinen Australia (Hall, 2007).

Sebagian besar area Pegunungan Tengah ini disusun oleh batugamping Paleogen dan 
Neogen Kais/Upper Yawee/Darai serta ofiolit dan melange hasil benturan. 
Keberadaan batugamping membuat pemandangan yang spektakular di seluruh jalur 
pegunungan ini akibat efek karstifikasi, tetapi sekaligus menyulitkan operasi 
perminyakan di wilayah pegunungan tertinggi di Indonesia ini.

Operasi perminyakan? Ya, wilayah Pegunungan Tengah Papua adalah wilayah kaya 
akan kandungan minyak dan gasbumi. Tetapi itu hanya terjadi dan sudah 
dibuktikan di Pegunungan Tengah PNG. Di Pegunungan Tengah Papua, potensi itu 
besar, tetapi tidak bisa dibuktikan karena sebagian wilayahnya sudah terlarang 
bagi operasi perminyakan akibat menjadi bagian Taman National Lorentz. 

Di Pegunungan Tengah Papua, telah ditemukan minyak dan gas sebesar 3100 MMBOE   
(IHS Energy, 2008) pada play type foldbelt dan faulted foldbelt berasal dari 
reservoir  batupasir Early Cretaceous Toro, Woniwogi dan Late Jurassic Digimu; 
batuan induk utama Late Jurassic Kopai; dan regional sealing Middle-Late 
Cretaceous Piniya/Ieru. Pembentukan perangkap, generasi hidrokarbon dan 
migrasinya terjadi pada Neogen (Eisenberg, 1993; McConachie et al, 2000).Ini 
adalah petroleum system yang khas yang berhubungan dengan passive margin 
Australia dan collision Papua (Satuana et al, 2008). Contoh2 lapangan terkenal 
Pegunungan Tengah Papua adalah Gobe, SE Gobe, Kutubu, Hedinia, Iagifu, Hides, 
Juha

Bagaimana dengan peluang penemuan migas di Pegunungan Tengah Papua Indonesia? 
Besar, sebab secara geologi Pegunungan Tengah PNG menerus ke Indonesia.  Apa 
yang terjadi di PNG akan terjadi di Pegunungan Tengah Papua Indonesia. Wilayah 
pegunungan ini telah dikerjakan sejak 1970 melalui tiga Wilayah Kerja, yaitu 
Mimika-Eilanden, Nauka dan Warim. Sembilan sumur telah dibor, semua sumur yang 
dibor di strukturnya menunjukkan oil dan gas show dan sumur Kau-1 di dekat 
perbatasan Papua- PNG mengalirkan  gas

Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Zaim,
 
Terima kasih, juga atas infonya, saya akan sempatkan berkunjung ke booth poster 
tersebut.
 
Salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, yahdi zaim z...@gc.itb.ac.id menulis:


Dari: yahdi zaim z...@gc.itb.ac.id
Judul: Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 4:34 AM



Pak Awang yth,
Menarik uraian Pak Awang tentang Cekungan Ombilin. Sekedar informasi,hasil 
kajian kami (ITB+Radiant) tentang cekungan tersebut akan kami presentasikan 
dalam AAPG-ICE di Singapura pada 16-19 September 2012 sebagai Poster 
presentation pada 18 Sept.siang.
Salam,
Y.Zaim
Prodi Tek.Geologi
FITB-ITB
Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 
Date: Sun, 9 Sep 2012 23:39:59 +0800 (SGT)
To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo 
Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi 
BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN






Di acara Forum Farm Out Jumat 7 September 2012 yang lalu di Hotel Conrad, 
Benoa, Bali, seorang teman dari Radiant Bukit Barisan yang mengoperasikan 
Wilayah Kerja (WK) Southwest Bukit Barisan mempresentasikan sejarah eksplorasi 
dan potensi WK ini yang seluruhnya termasuk ke dalam Cekungan Ombilin. Cekungan 
Ombilin adalah cekungan terkenal di dalam-pegunungan (intramountain basin), 
salah satu cekungan yang masih 'frontier' statusnya meskipun terletak tidK jauh 
di sebelah barat Cekungan Sumatra Tengah, cekungan minyak penyumbang sekitar 40 
% produksi minyak Indonesia. Meskipun demikian, lain Sumatra Tengah lain 
Ombilin.

(1) Pertanyaan atau perdebatan pertama muncul, apakah Ombilin pernah menjadi 
bagian Sumatra Tengah atau tidak. Menurut hemat saya tidak. Ombilin terjadi 
lebih awal daripada Sumatra Tengah, Ombilin terjadi pada Eosen ketika dua 
terrane Mesozoik yang berakresi yaitu Mergui di timur dan Woyla di barat 
dikoyak akresinya oleh Sesar Sumatra Tua, sebuah sesar mendatar dextral, 
membuka cekungan tarikan/ pull-apart basin Ombilin. Suture Woyla-Mergui terbuka 
kembali. Sesar dextral Sumatra Tua itu adalah wujud tectonic escape pada saat 
India membentur Eurasia pada sekitar 50 Ma. Sementara itu, graben2 di Sumatra 
Tengah baru terjadi kemudian ketika splay dari sesar Sumatra tua ini mengoyak 
akresi basement melalui mekanisme transtension. Jadi bila Ombilin terjadi di 
atas master fault Sumatra Tua, maka graben2 Sumatra Tengah seperti Bengkalis, 
Aman, Central Deep atau Rangau terjadi di beberapa splay-nya, cabang2nya. Bahwa 
Ombilin merupakan pull-apart basin akan
 memengaruhi sejarah termalnya. Cekungan2 seperti ini akan tinggi termalnya, 
semula saja, tetapi kemudian segera mendingin karena lepas melalui sesar2 tegak 
yang berperan sebagai konduit termal/termal release. 

(2) Perdebatan kedua. Ombilin telah dibor melalui dua sumur, Sinamar-1 dan 
South Sinamar-1 masing2 oleh Caltex dan HIPCO pada tahun 1980-an dan awal 1990. 
Sumur Sinamar-1 cukup baik karena ketika dites mengalirkan gas 13,6 gas mmcfpd 
(juta kaki kubik perhari) dan kondensat 314 bcpd (barrel perhari) berasal dari 
batupasir Miosen Sawahtambang. Sumur South Sinamar ditinggalkan tanpa dites, 
meskipun dilaporkan banyak tanda2 minyak. Menurut Radiant, gas dan kondensat 
Sinamar-1 berasal dari batuan induk Sangkarewang yang sudah lewatmatang 
(overmature). Menurut hemat saya, tak mungkin gas dan kondensat Sinamar-1 
berasal dari Sangkarewang, tetapi dari Sawahlunto yang banyak mengandung 
batubara. Mengapa, sebab Sangkarewang sangat oil-prone (ini batuan dengan 
kualitas oil-shale terbaik di Indonesi) dan bila overmature, yang akan 
dihasilkan hanyalah sebagian kecil dry gas. Kalau kondensat dihasilkan, maka 
pasti berasal dari wet gas. Kandidat terbaik untuk itu
 adalah Sawahlunto. Pendapat saya ini bisa diuji dengan melakukan isotop 
karbon13 pada komponen etana, propana dan butana untuk mengetahui kematangan 
gas; kemudian mengukur kematangan Ro sampel kondensat menggunakan biomarker 
aromatik methyl phenanthrene. Angka2 kematangan gas dan minyak ini kemudian 
diuji balik dengan plotting Ro versus depth baik untuk Formasi Sawahlunto 
maupun Sangkarewang. 

(3) Informasi lain, di sebelah selatan WK ini ada rembesan minyak yang menurut 
rekonstruksi berasal dari Sangkarewang yang memang sangat oil-prone. 
Kemungkinan ini benar, sebab ke arah selatan Sangkarewang mendangkal. Sekalipun 
demikian, ujilah lagi pendapat itu dengan melakukan berbagai analisis geokimia 
pada sampel minyak. sidik jari minyak akan menentukan apa batuan induknya, 
sehingga kita tak spekulatif melakukan rekonstruksi. 

(4) informasi lain, kandungan CO2 pada gas di Sinamar1 cukup tinggi 40 %. 
Sebagai cekungan yang terletak di tengah Pegunungan Bukit Barisan, maka intrusi 
magmatik sangat mungkin terjadi di WK atau sekitar WK ini. Intrusi magmatik 
bisa menyebabkan gas CO2 tinggi, seperti juga volkanisme. Tetapi spekulasi ini 
sekali lagi harus diuji secara

RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Ferry,
 
Batuan volkanik yang ditembus sumur Kaluku-1 saat ini sedang dilakukan beberapa 
analisis terkait petrokimia dan geokronologinya oleh teman2 ConocoPhillips. 
Melihat kesamaan mikroskopiknya, mungkin tak akan jauh karakternya dengan yang 
ditembus Rangkong-1: continental-association volcanics. Dari awal, Pak Bona 
Situmorang (1982) dalam disertasinya sudah mengatakan bahwa ini stretched 
continental crust, dan saya percaya. Studi2 selanjutnya banyak membenarkan apa 
yang pernah Pak Bona (alm) sampaikan, sekalipun group Robert Hall dan para 
mahasiswanya berganti2 pandangan antara continental crust atau oceanic crust 
sejak dari tahun 2000 ke sini.
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id menulis:


Dari: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id
Judul: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:35 AM









Pak Awang,
 
Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat Makassar ada pula sumur Kaluku-1 
yang di bor tak jauh dari Rangkong-1 dan juga menembus pre-tertier volcanic. 
Yang menarik adalah, justru ditemukannya batuan klastik Eosen dan absennya  
carbonate facies pada well tersebut. Nah, kuncinya ada pada volcanic basement 
yang ditembus dibawah Eosen ini.  Apakah sudah ada informasi bahwa sampel 
volkanik dari sumur tersebut memiliki karakter yang sama dengan batuan volkanik 
di Rangkong-1 yang berasosiasi dengan continental crust? Kalau memang benar 
adanya, maka 2 hard data tersebut sepertinya memang akan mengakhiri perdebatan 
tentang komposisi basement di North Makassar Basin ini untuk selanjutnya 
mempercayai teori  'strecthed continental crust' tsb.
 
salam
 
Ferry
 
 
 

From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] 
Sent: Monday, 10 September 2012 7:43 AM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
 





Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi 
perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama 
terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang 
melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 
1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian 
utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran 
dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut 
Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat 
Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya 
sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya 
menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal 
membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak  itu, perdebatan tentang 
jenis basement di bawah Selat Makassar
 Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua 
yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting 
untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau 
kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya 
akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon.

Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi 
terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan 
pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis 
batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 
2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak 
yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila 
melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. 
Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur 
yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah 
berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan 
metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal 
seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa 
didebat orang.  Pemodelan2 tak langsung itulah yang
 selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya. 

Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 
2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan 
Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi 
dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal 
beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas 
kerak samudera.  Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih 
kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan 
khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan

Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Taufik,
 
Tarakan Basin adalah proper passive margin, tepi kontinen, yang membentuk 
embayment ke Sulawesi Sea yang mengalami sea-floor spreading. Rifting volcanics 
bisa terjadi di passive margins seperti itu. Apa asosiasinya, apakah dengan 
kontinen, transisi, atau oceanik, hanya analisis petrokimia yang bisa 
menentukannya. Dari kesebandingan regional, mungkin continental-associated 
volcanics, tetapi sebelum melakukan analisis atasnya akan tetap spekulatif 
pendapat ini.
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, ok.taufik ok.tau...@gmail.com menulis:


Dari: ok.taufik ok.tau...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:43 AM



Bagaimana dengan sumur badik-1 dari Anadarko?, dimana lithologinya berasosiasi 
dengan endapan volcanic dekat TD.
Powered by Geologist never died just stoned®


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 
Date: Mon, 10 Sep 2012 08:42:51 +0800 (SGT)
To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo 
Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi 
BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?






Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi 
perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama 
terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang 
melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 
1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian 
utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran 
dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut 
Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat 
Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya 
sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya 
menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal 
membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak  itu, perdebatan tentang 
jenis basement di bawah Selat Makassar
 Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua 
yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting 
untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau 
kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya 
akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon.

Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi 
terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan 
pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis 
batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 
2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak 
yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila 
melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. 
Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur 
yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah 
berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan 
metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal 
seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa 
didebat orang.  Pemodelan2 tak langsung itulah yang
 selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya. 

Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 
2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan 
Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi 
dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal 
beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas 
kerak samudera.  Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih 
kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan 
khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan horst dan graben, juga 
ada beberapa struktur seperti sembulan karbonat yang tumbuh di atas horst. 
Sembulan karbonat hanya terjadi di kerak benua yang retak dan pelan2 tenggelam. 

Saya cukup lama mengikuti perdebatan ini juga mempunyai pendapat pribadi 
tentang hal ini. Saya pernah melakukan pemodelan pembukaan Selat Makassar dan 
menghitung bahwa indeks pembukaan (Beta factor) Selat Makassar akan muncul 
kerak samuderanya pada indeks stretching factor 2.9 atau setara dengan 
kedalaman laut 3200 meter, artinya pada kedalaman laut 3200 meter baru kerak 
samudera akan muncul. Kedalaman maksimum Selat Makassar adalah 2500 meter, maka 
saya berpendapat bahwa basement Selat Makassar hanyalah kerak benua yang 
menipis (attenuated continental

Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Benyamin,
 
Perdebatan di literatur2 mengacu kepada tiga hal: (1) mekanisme penyebab 
pembukaan Makassar Straits, (2) tipe basement yang terbentuk di bawahnya, (3) 
umur pembukaan Makassar Straits. 
 
Problem ke-3 tak lagi menjadi perdebatan sebab kebanyakan telah sepakat bahwa 
rifting atau pembukaan Selat Makassar terjadi pada Paleogen. Problem (2) juga 
sebagian besar literatur memihak attenuated continental crust dibandingkan 
oceanic crust. Saya pernah berdiskusi langsung dengan Robert Hall soal ini 
karena publikasi2nya berubah pandangan dari oceanic crust ke continental crust; 
dijawabnya gak masalah berubah pandangan karena ada data dan analisis baru 
(memang begitu mestinya). Tetapi di publikasinya terakhir tentang Makassar 
Straits, dibuat mengambang lagi. 
 
Problem-1 tak mudah menganalisisnya, tetapi berdasarkan berbagai analisis 
tektonik regional untuk SE Asia, saya dari publikasi 2003 di PIT IAGI-HAGI 
telah menulis bahwa pembukaan Selat Makassar berhubungan dengan tectonic escape 
post-collision India-Eurasia dan mantle delamination, unroofing, skala kecil 
akibat mantle upwelling pada terranes yang berakresi di tepi SE Sundaland, yang 
juga memisahkan Sumba dari Sulawesi Selatan ke posisinya sekarang. Saya tak 
menemukan nalar/argumen bahwa Makassar Strait terbuka akibat back-arc spreading 
di belakang Eocene arc volcanism. Eocene arc volcanism tak definitif di seluruh 
Indonesia Barat.
 
Hanya Rangkong-1 dan Kaluku-1 yang bisa berkontribusi kepada sejarah pembukaan 
dan geodinamika Selat Makassar ini.
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, bsap...@geodin.net bsap...@geodin.net menulis:


Dari: bsap...@geodin.net bsap...@geodin.net
Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 12:02 PM







Sepengetahuan saya makasar strait issue bukan basement tetapi rifting yang 
mencapai oceanic crust. Harus dipisahkan basement dan process yang mengextend 
crust sebagai calon basement utk tertiary basin. 

Secara umum kalau kita restore posisinya sebelum rifting say Eocene apa yang 
melandasi makasar strait. Kalau lihat model2 tektonik yang ada hampir semua 
mempercayai kontinental crust karena kita punya endapan eocene clastic di 
sulawesi issue ini menjadi sangat terbukti. Kalaupun harus yang lain mungkin 
pada transitional crust tapi tidak oceanic sejak mulainya. Memang betul semakin 
ke utara makasar strait mungkin saja sudah ada oceanic afinity atau volcanic 
tapi umurnya hrs Tertiary. 

Diperlukan pemodelan fisik dari proses rifting makasar agar bisa dimengerti 
kaitan waktu dan sedimentasi dengan jelas dari utara sampai selatan. Pertanyaan 
utamanya kenapa terjadi rifting? Kapan? Data sumur baru disepanjang selat 
Makasar bisa sangat membantu untuk memecahkan permasalahan dan bahkan utk 
mencari kemungkinan baru. 

Salam, 

BS

Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id 
Date: Mon, 10 Sep 2012 04:35:38 +
To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?



Pak Awang,
 
Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat Makassar ada pula sumur Kaluku-1 
yang di bor tak jauh dari Rangkong-1 dan juga menembus pre-tertier volcanic. 
Yang menarik adalah, justru ditemukannya batuan klastik Eosen dan absennya  
carbonate facies pada well tersebut. Nah, kuncinya ada pada volcanic basement 
yang ditembus dibawah Eosen ini.  Apakah sudah ada informasi bahwa sampel 
volkanik dari sumur tersebut memiliki karakter yang sama dengan batuan volkanik 
di Rangkong-1 yang berasosiasi dengan continental crust? Kalau memang benar 
adanya, maka 2 hard data tersebut sepertinya memang akan mengakhiri perdebatan 
tentang komposisi basement di North Makassar Basin ini untuk selanjutnya 
mempercayai teori  'strecthed continental crust' tsb.
 
salam
 
Ferry
 
 
 

From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] 
Sent: Monday, 10 September 2012 7:43 AM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
 





Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi 
perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama 
terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang 
melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 
1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian 
utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran 
dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut 
Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat 
Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya 
sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya 
menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah

Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bandono,
 
Di Kalimantan dan Sulawesi ada volkanik berumur Eosen, misalnya Bua atau Langi 
volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di Sulawesi Barat/Selatan, dan Manunggul 
serta Kayujohara volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di sisi Kalimantan 
Tenggara. Volcanics ini tak mesti ditafsirkan sebagai arc volcanism seperti 
yang kita lihat sekarang dengan Sunda Arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa 
Tenggara. Kebanyakan sebagai intrusives. Defiinitife volcanic arc pertama di 
Indonesia Barat ada pada Oligo-Miocene yang menghasilkan Oud Andesiet di Jawa. 
Volcanics di Makassar Straits bisa terjadi sebagai rifting volcanism, yang 
terjadi bersamaan dengan rifting. Maka volcanics ini ada sebelum dan bersamaan 
dengan rifting Makassar Straits.
 
salam,
Awang
 

--- Pada Sen, 10/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis:


Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 1:26 PM



Kalau di kalimantan dan sulawesi apakah ada volkanik yang berumur eosen?
Aku bukan ahli tektonik, berati penisahannya setelah eocene.
Atau volkanik eosen ini sebagai awal rekahnya?
Salam.
Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 
Date: Mon, 10 Sep 2012 14:21:55 +0800 (SGT)
To: iagi-net@iagi.or.id
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; 
Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Subject: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?






Ferry,
 
Batuan volkanik yang ditembus sumur Kaluku-1 saat ini sedang dilakukan beberapa 
analisis terkait petrokimia dan geokronologinya oleh teman2 ConocoPhillips. 
Melihat kesamaan mikroskopiknya, mungkin tak akan jauh karakternya dengan yang 
ditembus Rangkong-1: continental-association volcanics. Dari awal, Pak Bona 
Situmorang (1982) dalam disertasinya sudah mengatakan bahwa ini stretched 
continental crust, dan saya percaya. Studi2 selanjutnya banyak membenarkan apa 
yang pernah Pak Bona (alm) sampaikan, sekalipun group Robert Hall dan para 
mahasiswanya berganti2 pandangan antara continental crust atau oceanic crust 
sejak dari tahun 2000 ke sini.
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id menulis:


Dari: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id
Judul: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:35 AM









Pak Awang,
 
Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat Makassar ada pula sumur Kaluku-1 
yang di bor tak jauh dari Rangkong-1 dan juga menembus pre-tertier volcanic. 
Yang menarik adalah, justru ditemukannya batuan klastik Eosen dan absennya  
carbonate facies pada well tersebut. Nah, kuncinya ada pada volcanic basement 
yang ditembus dibawah Eosen ini.  Apakah sudah ada informasi bahwa sampel 
volkanik dari sumur tersebut memiliki karakter yang sama dengan batuan volkanik 
di Rangkong-1 yang berasosiasi dengan continental crust? Kalau memang benar 
adanya, maka 2 hard data tersebut sepertinya memang akan mengakhiri perdebatan 
tentang komposisi basement di North Makassar Basin ini untuk selanjutnya 
mempercayai teori  'strecthed continental crust' tsb. 
  
salam 
  
Ferry 
  
  
  

From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] 
Sent: Monday, 10 September 2012 7:43 AM
To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
  





Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi 
perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama 
terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang 
melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 
1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian 
utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran 
dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut 
Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat 
Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya 
sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya 
menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal 
membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak  itu, perdebatan tentang 
jenis basement di bawah Selat Makassar
 Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua 
yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting 
untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau 
kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya 
akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon.

Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau

Re: [iagi-net-l] Australian crust in Indonesia

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Rovicky, Pak Mirzam dkk.

Pecahan/terrane Australoid ini ada yang definitif karena sudah didapatkan hard 
datanya dari sumur2 yang menembus basement-nya atau dari data field geology; 
ada juga yang masih 'suspected Australoid terrane'. Dalam klasifikasi definitif 
misalnya: Paternoster, Banggai-Sula, dan Buton. Yang suspected misalnya terrane 
Mangkalihat, atau terrane yang belakangan ramai diusulkan group Robert Hall 
(Helen Smyth, misalnya di IPA Proceedings IPA 2003 dan 2005), juga belakangan 
di sebelah selatan Jawa Timur yang semula dipublikasi Ian Deighton TGS di 
pertemuan SEG-HAGI di Bali 2010 yang kemudian ditangkap Robert Hall dengan 
menempatkan mahasiswanya di situ dan menggunakan data TGS.

Terranes Australoid suspected ini hanya berdasarkan data tidak langsung 
piroklastika gunungapi yang duduk di atasnya, dianggap basement-nya adalah 
Australoid. Dari segi validasi data, tentu berbeda data yang direct dan 
undirect. 

Meskipun demikian memang publikasi2 dalam lima tahun belakangan ini cukup 
gencar oleh pembahasan terrane Australoid yang masuk ke Indonesia Barat di sisi 
timur Sundaland. Sebagian ada yang benar, sebagian lainnya menurut hemat saya 
ada juga yang jump to conclusion.

salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, mir...@gc.itb.ac.id mir...@gc.itb.ac.id menulis:

 Dari: mir...@gc.itb.ac.id mir...@gc.itb.ac.id
 Judul: Re: [iagi-net-l] Australian crust in Indonesia
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 4:26 PM
 Mas Vicky dan rekan IAGI yang
 budiman,
 
 Diskusi mengenai keberadaan pecahan Australia di selatan
 Jawa memang
 sangat menarik.
 
 Sebut Saja beberapa peneliti pernah melakukan penelitian
 dari berbagai
 sudut keilmuan yang berbeda, seperti:Sribudiyani et al
 (2003), Clement and
 Hall (2007), Smyth et al (2007), Seubert and Sulistianingsih
 (2008),
 Abdurrachman et al (2010, 2011a, 2011b), Metcalfe (2011),
 Hall(2012) dan
 masih banyak lagi, namun demikian diskusi masih tetap
 menarik dan terbuka.
 
 
 Pada IAGI jogja nanti kami akan membawakan sebuah makalah
 berjudul Sr-Nd
 ISOTOPIC STUDY OF PAPANDAYAN AREA, WEST JAVA: A WINDOW INTO
 THE PAST
 MAGMATISM AND TECTONIC EVENT, yang akan membahas bagaimana
 gunungapi
 dengan studi Sr-Nd bisa dimanfaatkan untuk menditeksi
 keberadaan pecahan
 australia.
 
 Mudah-mudahan kita akan mempunyai diskusi pecahan
 australia yang hangat
 di Jogjakarta nanti.
 
 Salam,
 Mirzam A
 
  Kalau Pak Awang memposting perdebatan basement di
 Makassar, saya barusaja
  membaca tulisan anget dari Robert Hall dengan judul
 Australian Crust In
  Indonesia (Australian Journal of Earth Sciences (2012)
 59, (827?44)). Ini
  merupakan satu pergumulan seru yang baru untuk melihat
 sampai dimana
  kerak-kerak Australia ini merangsuk di Indonesia.
 Indikasi ini sebenernya
  sudah cukup lama, tahun 2005 sudah ada paper di IPA
 oleh groupnya RH juga
  mengindikasikan fenomena ini.
 
  Apanya yang menarik ?
  Ya tentusaja basement (Pre Tertiary) di bawah cekungan
 JAwa Timur Selatan
  menjadi menarik untuk diperhatikan. Dari sisi
 perminyakan tentunya
  Jurassic
  sedimen merupakan lapisan yg proven sebagai reservoir
 bagus di North West
  Shelf Australia. Sedangkan dari sisi menral economic
 tentunya daerah ini
  juga menarik untuk dikaji.
  Tidak hany aitu tentusaja, kegunung apian di Jawa Timur
 tentunya akan
  menembus batuan ini, berbeda dengan gunungapi di Jawa
 Tengah dan Jawa
  Barat
  yang menembus batuan yang magmanya menembus batuan
 berbeda.
 
  Nah siapa berani ?
  Offshore East java Basin sudah ada seismiclinenya yang
 diakuisisi oleh
  TGS.
 
 
  Rovicky
 
  --
  *Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus
 dipelajari*
 
 
  PP-IAGI 2011-2014:
  Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari,
 rovicky[at]gmail.com
  Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com
 
 
  Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20
 September 2012.
  REGISTER NOW !
  Contact Person:
  Email : pit.iagi.2...@gmail.com
  Phone : +62 82223 222341 (lisa)
 
 
  To unsubscribe, send email to:
 iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
  To subscribe, send email to:
 iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
  For topics not directly related to Geology, users are
 advised to post the
  email to: o...@iagi.or.id
  Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
  Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
  Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
  No. Rek: 123 0085005314
  Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
  Bank BCA KCP. Manara Mulia
  No. Rekening: 255-1088580
  A/n: Shinta Damayanti
  IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
  IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 
 -
  DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard
 to 

[iagi-net-l] PIT IAGI-HAGI-AAPG: Bersusulan Tumpang-Tindih

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Minggu ini PIT HAGI akan digelar di Palembang, saya diundang sebagai salah satu 
chairperson yang maaf tak bisa saya penuhi karena minggu lalu saya baru dari 
Bali mengikuti Forum Farm Out JSC-IAGI, dan minggu depan saya ke Singapura 
untuk pertemuan AAPG.
 
Minggu depan, PIT IAGI akan digelar di Yogyakarta, semula saya diundang untuk 
memberikan kursus pre-PIT dan fieldtrip post-PIT, yang maaf tak bisa saya 
penuhi karena pada saat yang sama saya ada di Singapura untuk pertemuan AAPG.
 
Minggu depan, pada waktu yang tumpang-tindih dengan pertemuan IAGI, pertemuan 
AAPG digelar di Singapura. Mungkin sebagian besar teman2 perminyakan yang biasa 
datang ke PIT IAGI akan datang ke Singapura, termasuk saya karena ada paper2 
yang harus saya presentasikan di sana.
 
Dari awal sekali saya sudah memberitahukan IAGI tentang tumpang-tindih dan 
susul2-an pertemuan2 ilmiah ini, tetapi rupanya agenda semula tetap dijalankan. 
Tumpang-tindih semacam ini mungkin akan mengurangi jumlah peserta dan kesulitan 
mendapatkan dana dari sponsor. 
 
Apakah tidak menjadi pemikiran di kalangan PP IAGI dan HAGI untuk melakukan 
acara pertemuan bersama IAGI-HAGI setiap tahun, bukan 2 tahun sekali atau 3 
tahun sekali. Peserta akan lebih banyak, mendapatkan dana sponsor akan lebih 
mudah, dan para geologists serta geophysicists pun bisa berbaur menambah 
pengetahuan mereka. Pasti pertemuan pun akan selalu lebih ramai, banyak 
papernya, banyak kursusnya, banyak exhibitornya. Jumlah hari pertemuannya bisa 
ditambah, misalnya dari biasanya 2 hari menjadi 3 hari, dari biasanya 3 hari 
menjadi 4 hari. Sebagian besar anggota IAGI adalah anggota HAGI juga, dan 
sebaliknya.
 
Demikian, saran, barangkali Pak Rovicky dari IAGI dan Pak Ilik dari HAGI bisa 
memikirkannya.
 
salam, 
Awang
 


--- Pada Sen, 10/9/12, rakhmadi.avia...@gmail.com rakhmadi.avia...@gmail.com 
menulis:


Dari: rakhmadi.avia...@gmail.com rakhmadi.avia...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 2:01 PM



Pak Zaim

Saya ga bisa datang ke AAPG karena ada IAGI yg lebih penting next time kalo di 
IPA ato IAGI insyaAllah saya datang

Avi

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Bandono,
 
Ini permainan thermal vs dinamika kerak dan cekungan. Saat kerak mengalami 
rifting, terdapat mantle upwelling yang naik dan menggerus bagian bawah kerak 
melalui mekanisme mantle delamination, kemudian mengikuti prinsip convection 
cell, thermal ini akan menyebar ke tepi2, sekaligus membawa kerak di atasnya 
dan mengalami rifting. Dengan cara itulah rifting terjadi.
 
Ketika pemekaran ini berhenti, dan itu terjadi untuk Makassar Straits akibat 
benturan terrane di sebelah timur Sulawesi, yang terjadi adalah thermal 
cooling, downwelling mantle plume, atau thermal subsidence. Mulai saat inilah 
terjadi apa yang namanya sagging - yaitu basin Selat Makassar turun dengan 
drastis mengikuti hilangnya termal. Inilah yang menyebabkan bagian tengah Selat 
Makassar merosot sampai sedalam 2500 meter. Pada saat yang bersamaan juga Selat 
Makassar menerima sedimen sangat tebal dari progradasi delta Mahakam di sebelah 
barat dan beban akibat tektonik (tectonic loading) di sisi timurnya akibat 
sistem fold-thrust belt di sisi barat Sulawesi, menyebabkan bagian tengah 
terisostasi tenggelam. Tetapi sedimen Mahakam saja tak cukup untuk membuat 
bagian tengah Makassar tenggelam kalau bukan oleh thermal subsidence, sebab 
sedimen Mahakam di tengah Makassar telah sangat menipis menjadi condensed 
section - starved basin - cekungan yang kelaparan
 sedimen.
 
Bukti bahwa Selat Makassar pernah jadi daratan atau nonmarin atau delta 
dibuktikan dengan sedimen umur Eosennya yang berlingkungan tersebut, yang 
ditembus sumur2 terbaru di Selat Makassar. 
 
Sisi Kalimantan tak mengalami hal yang sama seperti Makassar Strait.
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis:


Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 2:35 PM



Terimakasih pak, 
bagaimana bisa tenggelam sampai 2000 mtr?
Apa sejak dulu memang pada pososi itu waktu pembentukannya?
Apakah yang dijumpai di kalimantan juga pada kedalam 2000mtr dari permukaan 
laut?
Salam. 
Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 
Date: Mon, 10 Sep 2012 14:49:17 +0800 (SGT)
To: iagi-net@iagi.or.id
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?






Pak Bandono,
 
Di Kalimantan dan Sulawesi ada volkanik berumur Eosen, misalnya Bua atau Langi 
volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di Sulawesi Barat/Selatan, dan Manunggul 
serta Kayujohara volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di sisi Kalimantan 
Tenggara. Volcanics ini tak mesti ditafsirkan sebagai arc volcanism seperti 
yang kita lihat sekarang dengan Sunda Arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa 
Tenggara. Kebanyakan sebagai intrusives. Defiinitife volcanic arc pertama di 
Indonesia Barat ada pada Oligo-Miocene yang menghasilkan Oud Andesiet di Jawa. 
Volcanics di Makassar Straits bisa terjadi sebagai rifting volcanism, yang 
terjadi bersamaan dengan rifting. Maka volcanics ini ada sebelum dan bersamaan 
dengan rifting Makassar Straits.
 
salam,
Awang
 

--- Pada Sen, 10/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis:


Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 1:26 PM



Kalau di kalimantan dan sulawesi apakah ada volkanik yang berumur eosen?
Aku bukan ahli tektonik, berati penisahannya setelah eocene.
Atau volkanik eosen ini sebagai awal rekahnya?
Salam. 
Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 
Date: Mon, 10 Sep 2012 14:21:55 +0800 (SGT)
To: iagi-net@iagi.or.id
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; 
Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Subject: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?






Ferry,
 
Batuan volkanik yang ditembus sumur Kaluku-1 saat ini sedang dilakukan beberapa 
analisis terkait petrokimia dan geokronologinya oleh teman2 ConocoPhillips. 
Melihat kesamaan mikroskopiknya, mungkin tak akan jauh karakternya dengan yang 
ditembus Rangkong-1: continental-association volcanics. Dari awal, Pak Bona 
Situmorang (1982) dalam disertasinya sudah mengatakan bahwa ini stretched 
continental crust, dan saya percaya. Studi2 selanjutnya banyak membenarkan apa 
yang pernah Pak Bona (alm) sampaikan, sekalipun group Robert Hall dan para 
mahasiswanya berganti2 pandangan antara continental crust atau oceanic crust 
sejak dari tahun 2000 ke sini.
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 10/9/12, Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id menulis:


Dari: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id
Judul: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:35 AM









Pak Awang,
 

Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat

[iagi-net-l] SUMBA ENIGMA: REVISITED

2012-09-10 Terurut Topik Awang Satyana

Sumba, pulau di sebelah selatan Flores, atau termasuk pulau paling selatan di 
wilayah Indonesia, secara geologi unik. Pulau Sumba adalah sebuah 
mikrokontinen. Hamilton (1979) termasuk yang pertama mengatakan bahwa Sumba 
adalah sebuah mikrokontinen. Chamalaun et al (1981) kemudian yang pertama 
membuktikannya secara gayaberat. Anomali gayaberat Bouguer di Sumba berkisar 
dari +160 sampai +200 mGal dan ketika dimodelkan menghasilkan kerak kontinen 
setebal 24 km. Pulau Sumba berukuran 220 km x 60 km. Sampai seberapa besar 
dimensi fragmen benua ini sebenarnya? Data terakhir dari Wensink (1994) 
menunjukkan bahwa dimensi total fragmen benua ini adalah 400 km x 200 km.

Posisi tektonik Sumba unik, ia suka disebut exotic body sebab terjadi di antara 
kondisi geologi yang didominasi jalur volkanik Nusa Tenggara dan jalur melange 
Timor. Di antara dua jalur inilah terdapat fragmen benua Sumba. Posisi Sumba 
juga persis terletak di sebelah utara sambungan (junction) antara kerak 
samudera Hindia di sebelah barat dan kerak benua Australia di sebelah timur. 
Sumba memisahkan dua cekungan mukabusur/ forearc basin, yaitu Cekungan Lombok 
sedalam 4000 meter dan Cekungan Sawu sedalam 3000 meter.

Yang menjadikan Sumba sebuah enigma, teka-teki, adalah asal Sumba dan bagaimana 
cara reposisinya. Semua mikrokontinen tentu punya asal dan cara reposisinya ke 
tempatnya terakhir. Bagaimana asal dan cara reposisi Sumba? Ternyata, inilah 
yang telah menyebabkan perdebatan puluhan tahun tentang Sumba. Saya 
mengumpulkan pendapat2 tentang asalnya, dan bisa digolongkan menjadi empat 
pendapat: (1) asal Sundaland bagian timur- tenggara, (2) asal NW Australia, (3) 
asal Pulau Timor, (4) asal mikrokontinen Tethys. Perdebatan utama terjadi di 
antara dua penganut asal Sundaland vs asal NW shelf Australian. 

Perdebatan terjadi puluhan tahun karena setiap peneliti hanya mengajukan satu 
mekanisme, yang kemudian segera didebat oleh peneliti lain yang menemukan 
pendapat lain menggunakan mekanisme lain. Untuk itulah, maka saya dan seorang 
teman melakukan kompilasi  semua mekanisme yang pernah digunakan dan melakukan 
sintesis baru tentang asal dan reposisi Sumba ini. Publikasi lengkap tentang 
ini ada di Peoceedings IPA 2011 (Satyan  Purwaningsih, 2011 - Sumba Area: 
Detached Sundaland Terrane  Petroleum Implications). Kami menggunakan lima 
mekanisme: kesamaan stratigrafi antara Sumba dengan wilayah2 yang diperkirakan 
merupakan asalnya, kesamaan geokronologi dan geokimia volkanik Sumba dengan 
wilayah asalnya, paleomagnetisme, isotope geology, dan foram besar Eosen.

Dari kajian yang cukup banyak, kami menyimpulkan sebagai berikut. (1) urutan 
stratigrafi Sumba pada Paleogen sama dengan urutan stratigrafi Sulawesi Selatan 
(Burollet  Salle, 1981; Simandjuntak, 1993). (2) extruded magma Sumba yang 
berumur Late Cretaceous-Paleogen mirip secara petrokimia dan geokronologi 
dengan arc volcanism di tepi Sundaland (Abdullah, 1994, 2010). (3) data 
paleomagnetik Sumba dari Late Cretaceous sampai Paleogen menunjukkan posisi 
Sumba pada Late Cretaceous ada di 18.3 N, pada Paleosen ada di 7.4 N dan pada 
Miosen Awal di posisinya sekarang di 9.9 S (Wensink, 1994). (4) data isotop 
Pb-Nd batuan Sumba menunjukkan karakteristik yang sama dengan data isotop 
batuan di Sulawesi (Vroon et al, 1996). (5) Sumba mengandung foram besar yang 
khas foram besar Eosen yang hidup di wilayah tropis, yaitu Assilina, 
Pellatispira, dan Biplanispira; dan tak pernah ditemukan foram besar wilayah 
subtropis yang khas Australia yaitu Lacazinella (Lunt,
 2003). 

Dengan menggunakan lima mekanisme di atas, kami menyimpulkan bahwa Sumba 
berasal dari Sulawesi Selatan, bukan dari Timor, bukan dari NW Australia. 
Bagaimana mekanisme reposisinya adalah melalui escape tectonism yang terjadi di 
beberapa tempat di tepi timur Sundaland pada Paleogen. Strike-slip besar di 
wilayah ini bisa dipikirkan sebagai pengantar reposisi Sumba, yaitu 
Paternoster-Walanae-Sumba Fracture. Reposisi ke tempat terakhir sudah terjadi 
sebelum jalur volkanik di utaranya (Sumbawa-Flores) terbentuk.

Apakah ada implikasi eksplorasi hidrokarbon atas pemikiran tektonik ini? Tentu 
saja ada, yaitu Sumba harus dieksplorasi menggunakan playtype rifted Sundaland 
margin, seperti terbukti di Paleogen Jawa Timur dan potensial di Selat Makassar 
serta Teluk Bone. Sumba tidak bisa dieksplorasi menggunakan play type 
mikrokontinen2 lain di Indonesia Timur seperti Buton atau Banggai, sebab Sumba 
bukan Australoid dan tak mengalami collision. Sumba adalah mikrokontinen 
Sundawesi dan hanya merupakan uncollided continental sliver.

Salam,
Awang

[iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN

2012-09-09 Terurut Topik Awang Satyana
Di acara Forum Farm Out Jumat 7 September 2012 yang lalu di Hotel Conrad, 
Benoa, Bali, seorang teman dari Radiant Bukit Barisan yang mengoperasikan 
Wilayah Kerja (WK) Southwest Bukit Barisan mempresentasikan sejarah eksplorasi 
dan potensi WK ini yang seluruhnya termasuk ke dalam Cekungan Ombilin. Cekungan 
Ombilin adalah cekungan terkenal di dalam-pegunungan (intramountain basin), 
salah satu cekungan yang masih #39;frontier#39; statusnya meskipun terletak 
tidK jauh di sebelah barat Cekungan Sumatra Tengah, cekungan minyak penyumbang 
sekitar 40 % produksi minyak Indonesia. Meskipun demikian, lain Sumatra Tengah 
lain Ombilin.

(1) Pertanyaan atau perdebatan pertama muncul, apakah Ombilin pernah menjadi 
bagian Sumatra Tengah atau tidak. Menurut hemat saya tidak. Ombilin terjadi 
lebih awal daripada Sumatra Tengah, Ombilin terjadi pada Eosen ketika dua 
terrane Mesozoik yang berakresi yaitu Mergui di timur dan Woyla di barat 
dikoyak akresinya oleh Sesar Sumatra Tua, sebuah sesar mendatar dextral, 
membuka cekungan tarikan/ pull-apart basin Ombilin. Suture Woyla-Mergui terbuka 
kembali. Sesar dextral Sumatra Tua itu adalah wujud tectonic escape pada saat 
India membentur Eurasia pada sekitar 50 Ma. Sementara itu, graben2 di Sumatra 
Tengah baru terjadi kemudian ketika splay dari sesar Sumatra tua ini mengoyak 
akresi basement melalui mekanisme transtension. Jadi bila Ombilin terjadi di 
atas master fault Sumatra Tua, maka graben2 Sumatra Tengah seperti Bengkalis, 
Aman, Central Deep atau Rangau terjadi di beberapa splay-nya, cabang2nya. Bahwa 
Ombilin merupakan pull-apart basin akan
 memengaruhi sejarah termalnya. Cekungan2 seperti ini akan tinggi termalnya, 
semula saja, tetapi kemudian segera mendingin karena lepas melalui sesar2 tegak 
yang berperan sebagai konduit termal/termal release. 

(2) Perdebatan kedua. Ombilin telah dibor melalui dua sumur, Sinamar-1 dan 
South Sinamar-1 masing2 oleh Caltex dan HIPCO pada tahun 1980-an dan awal 1990. 
Sumur Sinamar-1 cukup baik karena ketika dites mengalirkan gas 13,6 gas mmcfpd 
(juta kaki kubik perhari) dan kondensat 314 bcpd (barrel perhari) berasal dari 
batupasir Miosen Sawahtambang. Sumur South Sinamar ditinggalkan tanpa dites, 
meskipun dilaporkan banyak tanda2 minyak. Menurut Radiant, gas dan kondensat 
Sinamar-1 berasal dari batuan induk Sangkarewang yang sudah lewatmatang 
(overmature). Menurut hemat saya, tak mungkin gas dan kondensat Sinamar-1 
berasal dari Sangkarewang, tetapi dari Sawahlunto yang banyak mengandung 
batubara. Mengapa, sebab Sangkarewang sangat oil-prone (ini batuan dengan 
kualitas oil-shale terbaik di Indonesi) dan bila overmature, yang akan 
dihasilkan hanyalah sebagian kecil dry gas. Kalau kondensat dihasilkan, maka 
pasti berasal dari wet gas. Kandidat terbaik untuk itu
 adalah Sawahlunto. Pendapat saya ini bisa diuji dengan melakukan isotop 
karbon13 pada komponen etana, propana dan butana untuk mengetahui kematangan 
gas; kemudian mengukur kematangan Ro sampel kondensat menggunakan biomarker 
aromatik methyl phenanthrene. Angka2 kematangan gas dan minyak ini kemudian 
diuji balik dengan plotting Ro versus depth baik untuk Formasi Sawahlunto 
maupun Sangkarewang. 

(3) Informasi lain, di sebelah selatan WK ini ada rembesan minyak yang menurut 
rekonstruksi berasal dari Sangkarewang yang memang sangat oil-prone. 
Kemungkinan ini benar, sebab ke arah selatan Sangkarewang mendangkal. Sekalipun 
demikian, ujilah lagi pendapat itu dengan melakukan berbagai analisis geokimia 
pada sampel minyak. sidik jari minyak akan menentukan apa batuan induknya, 
sehingga kita tak spekulatif melakukan rekonstruksi. 

(4) informasi lain, kandungan CO2 pada gas di Sinamar1 cukup tinggi 40 %. 
Sebagai cekungan yang terletak di tengah Pegunungan Bukit Barisan, maka intrusi 
magmatik sangat mungkin terjadi di WK atau sekitar WK ini. Intrusi magmatik 
bisa menyebabkan gas CO2 tinggi, seperti juga volkanisme. Tetapi spekulasi ini 
sekali lagi harus diuji secara geokimia menggunakan analisis isotop karbon13 
pada gas CO2 dan isotop helium. Helium akan tinggi pada gas yang berasal dari 
magmatik. Kemungkinan lain adalah terdapat degradasi termal gamping pada 
basement di bawah Ombilin (gamping Silungkang/Tuhur) karena masalah 
overmaturity kemudian masuk ke batupasir Sawahtambang melalui sesar2 tegak di 
wilayah ini. Demikian hal2 critical dan perlu dipelajari lebih jauh bagi siapa 
saja yang mau mengeksplorasi Cekungan Ombilin. Menarik secar sains, tetapi juga 
menantang.

Salam,
Awang

[iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?

2012-09-09 Terurut Topik Awang Satyana
Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi 
perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama 
terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang 
melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 
1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian 
utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran 
dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut 
Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat 
Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya 
sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya 
menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal 
membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak  itu, perdebatan tentang 
jenis basement di bawah Selat Makassar
 Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua 
yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting 
untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau 
kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya 
akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon.

Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi 
terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan 
pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis 
batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 
2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak 
yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila 
melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. 
Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur 
yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah 
berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan 
metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal 
seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa 
didebat orang.  Pemodelan2 tak langsung itulah yang
 selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya. 

Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 
2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan 
Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi 
dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal 
beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas 
kerak samudera.  Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih 
kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan 
khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan horst dan graben, juga 
ada beberapa struktur seperti sembulan karbonat yang tumbuh di atas horst. 
Sembulan karbonat hanya terjadi di kerak benua yang retak dan pelan2 tenggelam. 

Saya cukup lama mengikuti perdebatan ini juga mempunyai pendapat pribadi 
tentang hal ini. Saya pernah melakukan pemodelan pembukaan Selat Makassar dan 
menghitung bahwa indeks pembukaan (Beta factor) Selat Makassar akan muncul 
kerak samuderanya pada indeks stretching factor 2.9 atau setara dengan 
kedalaman laut 3200 meter, artinya pada kedalaman laut 3200 meter baru kerak 
samudera akan muncul. Kedalaman maksimum Selat Makassar adalah 2500 meter, maka 
saya berpendapat bahwa basement Selat Makassar hanyalah kerak benua yang 
menipis (attenuated continental basement akibat rifting), bukan kerak samudera.

Akhirnya, pada tahun 2009, perdebatan ini mungkin akan mendekati akhir, ketika 
sebuah sumur bernama Rangkong-1 dibor oleh ExxonMobil di Wilayah Kerja 
Surumana, Selat Makassar dari bulan Februari-Juni. Sumur eksplorasi ini 
termasuk yang terletak di tengah Selat Makassar pada kedalaman laut 2255 meter. 
Sumur dibor sampai sedalam 4485 meter. Sumur ini memang tidak menembus basement 
Selat Makassar, tetapi ia menembus batuan volkanik yang duduk di atas basement. 
Batuan volkanik ini, komposisinya, akan memberitahu kita apa gerangan basement 
di bawahnya. Maka penelitian petrokimia, isotop geokimia dan geokronologi pun 
dilakukan ExxonMobil atas sampel volkanik tersebut. Hasilnya sudah 
dipublikasikan meskipun sekilas oleh Bacheller III et al (2011) di pertemuan 
tahunan IPA (Indonesian Petroleum Association) yang mengatakan bahwa volkanik 
Rangkong  itu secara petrokimia menunjukkan asosiasi yang definitif dengan 
kerak benua bukan dari asosiasi kerak samudera.
  Saya membahas implikasi regional penemuan ini atas tektonik Selat Makassar 
secara keseluruhan, juga membahas kembali petdebatannya, di pertemuan IPA tahun 
ini (Satyana et al., 2012). 

Setelah melihat banyak 

Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG... Angle of Repose

2012-02-15 Terurut Topik Awang Satyana

Critical angle of repose perlu diterapkan ke penafsiran
cinder cone, bukan ke step pyramid, kecuali kalau perundakan piramida ini mau 
ditutupi 'casing' sehingga membentuk bidang miring, tetapi bidang miring 
bukanlah arkitektur Gunung Padang.

Gunung Padang secara regional duduk di atas/di sekitar jalur Sesar 
Cimandiri,goyangan gempa tentu jadi risikonya. Orang2 dulu para pembangunnya 
telah menyadari hal ini dan mereka memasukkan butiran pasir di antara bilah2 
kolom andesit basaltik sebagai peredam adalah sebuah kecerdasan yang patut 
dikagumi dibanding masanya, bandingannya adalah seperti bantalan peluru bulat 
di poros engkol mekanik yang senantiasa bergerak.

Gempa tentu tak terlihat, hanya goyangannya dirasakan, dulu waktu membangunnya 
juga mungkin sempat porak-poranda, tetapi mungkin mereka kemudian menemukan 
cara meredamnya. Letusan gunungapi Gunung Gede tentu mereka lihat dan 
menakutkan, Sang Hyang yang menghuni Gunung Gede marah, maka mereka mendirikan 
kuil alam Gunung Padang buat menyembahnya. Kosmologi agama purba Jawa 
menyatakan gunung adalah tempat suci yang harus diindahkan, dan ini berlanjut 
terus sampai masa sejarah.

Jadi meskipun mereka cerdas menemukan teknologi peredam gempa, toh mereka
menyembah gunung juga, wajar saja itu terjadi pada sekitar 3000 SM.

Perhatikan bahwa semua piramida di Mesir saja dibangun di tepi barat Sungai 
Nil, tak ada yang di tepi timurnya, melambangkan bahwa bangunan ini dibangun 
dengan suatu kepercayaan akan Dewa Matahari (Ra) dan tempat kematian saat 
matahari terbenam, maka di tepi barat; tak masalah bahwa piramida ini dibangun 
dengan teknologi canggih pada masanya, dibangun pada saat manusia belum 
mengenal teknologi roda...

salam,
Awang



--- Pada Rab, 15/2/12, mufar...@gmail.com mufar...@gmail.com menulis:

Dari: mufar...@gmail.com mufar...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG... Angle of Repose
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Rabu, 15 Februari, 2012, 2:49 PM

Kalo di aplikasikan ke gunung padang jadi gak klop karena gunung padang adalah 
step piramid. Otomatis material vulkanik gunung gede (?) akan nemplok aja di 
atap piramid dan bikin bangunan gampang runtuh. 

Disatu sisi penghuni gunung padang dianggap maju karena bisa bikin bangunan 
peredam gempa, disisi lain mereka ternyata gak punya knowledge ttg bahaya 
gunung api

Salam
Razi 
From:  amienwid...@yahoo.com
Date: Wed, 15 Feb 2012 06:41:38 +To: iagi-net@iagi.or.idReplyTo:  
iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG... Angle of Repose
Asli DERAJAT dan rumah2 di lereng Brpmo bagian atas sudut kemiringan atapnya 
sekitar 55 DERAJAT kalau nggak gitu rumah mereka akan runtuh 
Waktu itu saya memang ngira sekitar 45 derajat tapi kenyataanya demikian. 
Powered by Telkomsel BlackBerry®From:  Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
Date: Wed, 15 Feb 2012 13:04:31 +0700To: iagi-net@iagi.or.idReplyTo:  
iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO
Pak Amien, hanya minta klarifikasi
Apakah ini 50-55 derajat ataukan 50-55 % (persen). Kalau memang benar dalam 
derajat berarti AoR nya sangat curam sekali ya ? Mungkin karena materialnya 
tidak seragam sehingga ada faktor pengisi diantara ruang kosong yg 
mempengaruhi AoR (cmiiw)


Dibawah ini saya ambil dari wiki:


 
 
 
  Material (condition) 
  Angle of Repose (degrees)
 
 
  Ashes 
  40°
 
 
  Asphalt
  (crushed) 
  30–45°
 
 
  Bark (wood
  refuse) 
  45°
 
 
  Bran 
  30–45°
 
 
  Chalk 
  45°
 
 
  Clay (dry
  lump) 
  25–40°
 
 
  Clay (wet
  excavated) 
  15°
 
 
  Clover seed 
  28°
 
 
  Coconut
  (shredded) 
  45°
 
 
  Coffee bean
  (fresh) 
  35–45°
 
 
  Earth 
  30–45°
 
 
  Flour
  (wheat) 
  45°
 
 
  Granite 
  35–40°
 
 
  Gravel
  (loose dry) 
  30–45°
 
 
  Gravel
  (natural w/ sand) 
  25–30°
 
 
  Malt 
  30–45°
 
 
  Sand (dry) 
  34°
 
 
  Sand (water
  filled) 
  15–30°
 
 
  Sand (wet) 
  45°
 
 
  Wheat 
  28°
 

sebagai info saja AoR lebih tepatnya critical angle of repose, ini sudut yg 
dibentuk oleh horizon (datar) lereng material  lepas (uncemented/uncompacted 
cmiiw).

RDP


2012/2/15  amienwid...@yahoo.com
kebetulan saya punya penelitian terkait dengan Angle of Repose pasir gunung 
Bromo (pasir andesit basaltis). Penelitian bertujuan untuk mendesain atap rumah 
di kawan rawan hujan abu. Hasilnya sekitar 50-55 derajat dan kalau basah  55 
derajat.


Powered by Telkomsel BlackBerry®



-Original Message-

From: Bandono Salim bandon...@gmail.com

Date: Wed, 15 Feb 2012 04:16:55

To: iagi-net@iagi.or.id

Reply-To: iagi-net@iagi.or.id

Subject: Re: [iagi-net-l] GUNUNG  PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO



Pak, mangokim sudah mendaki sampai puncak, lereng terjal itu dari andesit, jadi 
dpt saja angle of reposenya sampai lebih dari 60, nah mari manh okim, tugas 
anda menjawab.

Powered by Telkomsel BlackBerry®



-Original Message-

From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Date: Wed, 15 Feb 2012 11:39:54

To: iagi-net@iagi.or.id

Reply

Bls: [iagi-net-l] Kompas.com : Piramida Sadahurip dari Sudut Pandang Astronomi

2012-02-15 Terurut Topik Awang Satyana
Orion Mystery atau lebih terkenal sebagai Orion correlation theory untuk 
piramida2 Giza dikemukakan oleh para pseudo-archaeologist seperti Robert Bauval 
dan Graham Hancock dalam bukunya The Orion Mystery (Bauval, 1994) atau 
Fingerprints of the Gods (Hancock, 1995). Orion correlation theory menyatakan 
bahwa piramida2 Giza dibangun segaris dengan rasi Orion di langit. Sekalipun 
piramida2 ini menunjukkan berbagai ukuran yang cukup presisi, toh para 
Egyptologist tak menganggapnya sebagai sesuatu yang luar biasa, sekalipun 
pembangunannya harus diakui mengagumkan. 

Piramida2 di Mesir lain peruntukannya dengan bangunan2 punden berundak di 
Indonesia (baca Sumatra, Jawa). Piramida2 di Mesir memang untuk kuburan Firaun 
dan bahwa jazad Firaun ini dihubungkan dengan rasi Orion-Osiris ada benarnya, 
sebab memang itu kepercayaannya. Tetapi kebanyakan bangunan punden berundak di 
Indonesia (Sumatra-Jawa) tidak diorientasikan ke langit, ke rasi-rasi bintang, 
tetapi ke gunung2 di sekitarnya.

Gunung Padang Cianjur, misalnya. Semua arah kelima terasnya diorientasikan 
secara frontal ke Gunung Gede, dan di salah satu terasnya (teras ketiga) ada 
semacam kursi batu megalitik yang bila kita duduk di atasnya dan menghadap ke 
depan, maka akan tepat menghadap puncak Gunung Gede secara frontal. Sekalipun 
demikian, posisi Gunung Gede tepat berada di bawah lintasan jalur Bima Sakti. 
Jadi kalau kita malam-malam ke sana dan langit cerah, maka akan terlihat jalur 
penuh bintang itu berjalan lurus dari teras lima ke teras satu menuju Gunung 
Gede.

Gunung Sadahurip lain lagi. Setiap orang yang telah mendaki gunung ini sampai 
ke puncak, begitu sampai di puncak kita akan dihadapkan ke panorama 
puncak-puncak gunungapi yang mengelilingi Sadahurip hampir melingkar (dari 
Sadakeling ke Talagabodas ke Galunggung ke Karacak ke Cikuray ke Guntur). 
Orang2 yang memahami kosmologi agama Jawa pasti akan merasakan bahwa kalau 
Sadahurip mau dijadikan center pemujaan gunung2api itu, maka inilah titik yang 
ideal.

Candi Borobudur juga dibangun tidak berorientasi ke langit tetapi lagi-lagi ke 
gunung, dan dinasti pembangunannya adalah wangsa Syailendra-dinasti raja2 
pemuja gunung. Candi Borobudur bersama candi-candi ‘induknya’ Mendut dan Pawon 
dibangun memperhatikan geomantik, bukan astromantik. Ketiga candi membentuk 
garis lurus hampir barat-timur, dibangun di dataran Kedu yang pada masa Mataram 
Kuno merupakan tempat dianggap suci sehingga banyak candinya, termasuk prasasti 
tertua Jawa (Canggal) ditemukan di Kedu, yang dialiri dua aliran sungai 
mengalir dari utara ke selatan. Sungai Progo dan Sungai Elo. Kedua sungai 
bertemu di sebelah utara Bukit Menoreh (Kulon Progo), bukit penting dalam 
sejarah Jawa.

Piramida di Mesir wajar saja berposisi astromantik sebab di dataran Afrika 
Utara sana, di area Mesir, hanyalah dataran delta Nil yang luas, tak ada 
gunung2, maka wajar sekali kalau rasi-rasi bintang jadi panduan kosmologis, 
tetapi di Indonesia di area Sumatra-Jawa penuh gunung2, maka kalau ada bangunan 
bersejarah/prasejarah dibangun untuk memuja gunung2 sebagai Di-Hyang (tempat 
Dewa/Sang Mahakuasa), wajar saja gunung2 dijadikan panduannya (geomantik). 

Maka menyimpulkan bahwa Sadahurip bukan piramida karena tak memenuhi 
syarat-syarat astromantik seperti piramida di Mesir maaf, salah alamat...

Salam,
Awang


--- Pada Rab, 15/2/12, Alman salmand...@gmail.com menulis:

 Dari: Alman salmand...@gmail.com
 Judul: [iagi-net-l] Kompas.com : Piramida Sadahurip dari Sudut Pandang 
 Astronomi
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Rabu, 15 Februari, 2012, 4:17 PM
 Setelah geolog, arkeolog, vulkanolog
 dan paranormal angkat
 bicara...sekarang astronomist juga mulai sumbang
 pendapatmakin
 rame :)
 
 salam
 
 Alman
 
 Piramida Sadahurip dari Sudut Pandang Astronomi
 
 http://sains.kompas.com/read/2012/02/15/15142677/Piramida.Sadahurip.dari.Sudut.Pandang.Astronomi
 
 JAKARTA, KOMPAS.com - Klaim bahwa Gunung Sadahurip sejatinya
 merupakan
 piramida belakangan menjadi perdebatan hangat. Berdasarkan
 penelitian
 yang dilakukan Tim Katastrofik Purba, Piramida Sadahurip
 lebih tua
 dari Piramida Giza di Mesir. Piramida Sadahurip juga
 dihubungkan
 dengan peradaban Atlantis, benua yang hilang yang
 berdasarkan buku
 Arysio Santos mencakup wilayah Indonesia.
 
 Beragam pendapat muncul. Kalangan arkeolog dan geolog
 membantah
 penemuan tersebut. Kalangan geolog mengatakan bahwa Gunung
 Sadahurip
 sejatinya merupakan gunung berapi yang kini sudah mati.
 Sementara
 kalangan arkeolog menyatakan bahwa keberadaan piramida tidak
 mungkin
 jika tak ditemukan jejak pemukiman di sekitarnya. Di lain
 pihak, tim
 penemu tetap yakin bahwa klaimnya adalah benar.
 
 Memberikan analisis dari sudut pandang astronomi, astronom
 Ma'rufin
 Sudibyo mengatakan bahwa pembangunan piramida akan selalu
 menghadap ke
 titik-titik istimewa di langit. Prinsip ini tidak hanya
 dianut oleh
 

Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO

2012-02-14 Terurut Topik Awang Satyana
Berpendapat bahwa di Indonesia ada piramida (seperti piramida2 di kompleks Giza 
di Mesir yang umurnya sekitar 2500 SM) memang suatu pendapat/ide yang terasa 
'bizzare', 'wah', 'ide gila' sulit dinalar...maka wajar saja kalau dibilang 'it 
is possible but unlikely'.

Tetapi sebentar dulu, kita sering berpikir dikurung oleh pengetahuan yang sudah 
baku, sehingga kalau ada pikiran di luar itu (katakanlah di luar mainstream) 
lalu kita mengatakannya mengada-ada. Saya pikir sejarah sains dicirikan oleh 
hal ini, ada orang2 yang berpikir di luar kemapanan, lalu ditolak habis2an oleh 
kemapanan, padahal di kemudian hari ternyata mereka justru yang benar. Dari 
heliosentris Brahe dan Copernicus, teori evolusi Darwin, relativitas Einstein, 
continental drift Wegener, dll saya pikir penuh idea 'bizzare' pada awalnya.

Kasus Sadahurip dan Gunung Padang adalah kasus sejarah atau lebih tepat masa 
prasejarah. Pengetahuan kita tentang prasejarah sangatlah kurang karena jumlah 
artefak yang telah ditemukan jauh lebih sedikit daripada panjang masanya 
sendiri. Para geologist dalam hal ini lebih beruntung daripada para ahli 
arkeologi sebab singkapan batuan jauh lebih banyak daripada artefak atau fosil 
hominid. Nah, pengetahuan dengan bukti yang sangat sedikit ini jangan lantas 
menjadi pengukur pengetahuan kita masa kini maupun ke depan. Maksudnya, mengapa 
'unlikely' ada piramida di Indonesia, bisa saja kita belum menemukannya sebab 
menemukan artefak itu lebih sering tak sengaja. Menemukan singkapan bisa kita 
analisis dan buktikan dengan rekonstruksi lapangan dll. Menemukan artefak, 
harus ada pemicunya dulu secara tak sengaja.

Piramida di dunia tak hanya piramida2 Giza di Mesir, itu memang yang paling 
terkenal, sehingga pikiran kita selalu terkurung olehnya sebab publikasinya 
paling banyak. Di Mesir ada sekitar 170 piramida telah ditemukan, dengan 
berbagai bentuk dari berbagai dinasti Firaun. Salah satu bentuknya adalah step 
pyramid, yang sangat mirip 'punden berundak' di Indonesia, dan justru model ini 
yang paling mendunia, ada di banyak negara, bukan model 'square pyramid' ala 
piramida2 Giza. 

Punden berundak adalah salah satu tradisi megalitik Indonesia yang terkenal, 
ditemukan di banyak tempat di Indonesia. Secara geometris, ini adalah step 
pyramid. Gunung Padang dan Borobudur dibangun dengan sistem punden berundak, 
step pyramid. 

Geometri piramid, mengerucut, menyempit ke atas, bukan barang aneh bagi tradisi 
kebudayaan prasejarah-sejarah Indonesia. Pengundakan sawah dan ladang 
(terasering), penyucian gunung sebagai tempat kediaman Sang Mahakuasa (misalnya 
Di-Hyang/Dieng -tempat bersemayamnya Sang Mahakuasa) adalah tradisi 
sejarah/prasejarah Indonesia juga. Maka Gunung Padang dijadikan situs 
penyembahan Gunung Gede pada masanya, juga barangkali  Sadahurip pernah dipakai 
untuk tempat penyembahan gunung2 di sekelilingnya 
(Sadakeling-Talagabodas-Galunggung-Karacak-Cikuray-Guntur), bisa2 saja.

Secara ringkas, buat saya 'pyramid in Indonesia is possible and likely'

Salam,
Awang

--- Pada Rab, 15/2/12, Benyamin Sapiie bsap...@geodin.net menulis:

 Dari: Benyamin Sapiie bsap...@geodin.net
 Judul: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Rabu, 15 Februari, 2012, 6:16 AM
 Saya juga setuju bahwa piramid sebuah
 hipotesa kenapa tidak tapi
 kemungkinannya kecil karena tidak pernah ada bukti2
 kebudayaanm
 arkeologi dan lainya yg mendukung kehadirannya. Yet, saya
 juga bukan
 ahli kebudayan maupun arkeologi yang bisa mengatakan hal
 ini.
 Geolistirik dan geofisika tools lainnya memerlukan
 interpretasi bahkan
 sudah ada pemboraanpun masih memerlukan analisa yang
 detail.
 Perdebatan scientific seharus dilakukan dengan data dan
 level yang
 sama serta berimbang supaya tidak lebih jelas apa yang
 dipermasalahkan
 (termasuk perkara kemenyan). Walaupun hal ini juga tetap
 tidak akan
 menstop para pendukung piramida untuk tetapa yakin bahwa itu
 ada.
 Sebagai contoh masih banyak yang anti-tektonik teori,
 misalnya
 expanding earth (Carey).  Kalau sudah universal seperti
 hukum
 gravitasi baru mungkin akan susah dibantah.  Sebaik
 sharing informasi
 saja antara pro dan kontra biar bisa saling mengisi dan
 argumen yang
 dibicarakan lebih jelas.
 
 Salam,
 
 Ben Sapiie
 
 2012/2/14  koeso...@melsa.net.id:
  Yg masalah adalah justru geolistrik ini yg gambar hasil
 processingnya saja tdk pernah dapat diperlihatkan secara
 jelas, apakah lintasannya dilewatkan outcrop yg diamati Pak
 Miko, bagaimana garis2 lintasannya, apakah ada basemap-nya.
 Ya selama gambar penampang geolistrik tdak diperlihatkan,
 kalau saya ditanya pendapat saya: pyramid? Yes it is
 possible, but unlikely. Kita kan dididik dan dilatih untuk
 mengidentifikasikan gejala geologi dari bentuk morfologi dan
 singkapannya, ditambah drilling data. Saya khawatir walaupun
 sudah dibor para proponent piramide tdk akan mengalah
 walaupun ruangan  tdk diketemukan. Begitupun para
 anti-pyramid tdk akan 

Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO

2012-02-14 Terurut Topik Awang Satyana

‘Angle of repose’ Sadahurip kurang memenuhi syarat disebut
sebagai cinder cone. Bila cinder cone ini dulunya dibangun oleh coarse scree, 
maka typical range of repose-nya akan 32-36 deg, setelah terkonsolidasi akan 
melandai sekitar 25-30 deg. 

Kenyataannya Sadahurip kini lerengnya di antara 30-40 deg di
sekelilingnya walaupun lereng yang dilihat dari Kampung Cicapar lebih landai 
dari 30 deg. Tentu banyak faktor yang akan menentukan sudut ini: particle size, 
angularity, interlocking antarpartikel dan tekanan antarpori.

Bentuk yang kelihatan dari permukaan pun bisa mengelabui  kita karena berbagai 
faktor post-pembentukan misalnya erosi atau pemanfaatan lahan oleh manusia, 
bisa mengubah sudut kemiringannya. Maka bila ada yang mau melihat ke dalam 
struktur di bawahnya, dengan berbagai metode, tak ada salahnya, dan kita 
diskusikan hasilnya sebab terbentuknya cinder cone banyak syarat mekanikanya, 
maklum benda jatuhan (pyroclastic fall),
sehingga pada sudut maksimum berapa suatu unconsolidated sediment bisa bertahan 
tanpa jatuh/menggelundung lagi (angle of repose) ke bawahnya menjadi penting.

Man-made structure atau natural-structure by pyroclastic fall akan mempunyai 
angle of repose yang berbeda. Sebagai  informasi, pembangunan piramida kompleks 
Giza di Mesir untuk balok2 utamanya tak mempertimbangkan angle of repose, sebab 
piramida2 ini dibangun semula sebagai stepped pyramids menggunakan jutaan balok 
batugamping, kemudian ditutupi luarnya agar halus membentuk bidang miring, tak 
terlihat lagi undakannya oleh casing material buatan.  Dan bidang miringnya 
membentuk ‘angle of repose’ sekitar  40.

Membuat bidang miring menjadi berundak-undak adalah kebiasaan para petani kita 
dari zaman dahulu. Imhotep, arsitek piramida2 Giza
di Mesir sekitar 2600-2500 SM, membuatnya terbalik. Menyusun undak-undaknya 
dulu lalu menutupinya dengan material casing yang akhirnya membentuk bidang 
miring.

Barang siapa yang mempelajari evolusi piramida di Mesir, akan tahu bahwa 
piramida2 bidang miring di Giza berasal dari model piramida ‘punden berundak’ 
yang lebih tua, 2600 SM,dari bangunan kuburan bernama ‘mastaba’ yang semula dua 
tingkat, tiga tingkat,empat tingkat, terus…, akhirnya di-casing menjadi bidang 
miring. 

Gunung Padang adalah punden berundak terbesar di Asia Tenggara,
tetapi ia mungkin bukan kuburan, melainkan semacam kuil alam untuk menyembah 
Gunung Gede, tetapi tunggulah penelitian yang sedang terjadi dengannya, kita 
kan baru tahu permukaannya, dan sekarang mulai masuk ke dalamnya.

Salam,
Awang



--- Pada Sel, 14/2/12, Rus Soeripto rsoeri...@yahoo.com menulis:

Dari: Rus Soeripto rsoeri...@yahoo.com
Judul: Re: [iagi-net-l] GUNUNG  PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Selasa, 14 Februari, 2012, 5:20 PM

Pak Yatno,Terimakasih telah menambah pengetahuan saya, karena sepanjang jadi 
geologist jarang bersentuhan dengan vulkanologi..Pertanyaan saya adalah; apakah 
feedernya mesti vertikal,  apakah kejadiannya seperti parasitic cone dimana 
feedernya berupa cabang dari main volcanic neck dg posisi menyudut menerobos 
sesuai dengan posisi rekahan sebagai konduit.  Atau bahkan konduitnya sejajar 
lapisan berongga seperti kejadian sill atau pacolith.  Apabila sketsa profil 
cinder cone Pak Yatno dengan feeder miring sudut rendah, seakan-akan gak 
punya volcanic neck, seperti data geolistrik piramida ?Just thinking outloud 
saja pak, meramaikan debat piramid vs vulkanik..Salam Ruskamto     

From: Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id
 To: iagi-net@iagi.or.id 
 Sent: Tuesday, February 14, 2012 10:52 AM
 Subject: RE: [iagi-net-l] GUNUNG  PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO
   

Rekan rekan Yth.

Ini saya coba buat sketsa suatu gunungapi kecil (biasanya tingginya hanya
ratusan meter saja) yang disebut cinder cone (bhs Prancisnya Cone de
cendre). Di dalam body gunungapi kecil ini strukturnya sangat kompleks,
bias ada rongga-2, paleo soil, dll. Perlu diketahui juga, dari permukaan
gunungapi ini tidak terlihat adanya tanda- tanda pusat erupsi seperti
kepundan (crater), kawah (crater lake), volcanic plug dsb. Yang Nampak hanya
bentuk dome yang isinya lapili- tuff yang relative loose, mudah tererosi
membentuk endapan lahar dsb. Lapilli itu dihasilkan suatu erupsi, biasanya
tipe phreato- magmatic, bs dibayangkan saat di- erupsikan mirip kembang api
raksasa dan jatuh (pyroclasti fall) di sekitar pusat erupsi bahkan menutupi
volcanic edifice- nya. Sketsa itu saya buat contoh untuk G. Kiamis, Garut
(selatan konsesi geothermal Darajat), lava flow nya berupa obsidian yang
tersingkap dekat Desa
 Toblong)

Salam,
Yatno


-Original Message-
From: Sujatmiko [mailto:m...@cbn.net.id] 
Sent: Friday, February 10, 2012 4:42 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO

Pak Yatno dan rekan-rekan IAGI yang budiman,

Terima kasih atas masukan dan pencerahan Pak Yatno yang begitu berharga.
Seperti halnya pak Yatno, 

RE: [iagi-net-l] DISKUSI BENCANA KATASTROPIK PURBA DI JAKARTA

2012-02-08 Terurut Topik Awang Satyana
Mang Okim,

Saya juga tidak mengatakan seperti yang ditulis di bawah ini:

ditambah dengan hasil pengamatan Pak Awang yang mensinyalir
 atau menafsirkan
 bahwa sebagian besar batuan di lembah Batu Rahong
 hilang  karena ditambang
 oleh orang baheula untuk dipakai sebagai material
 pembangunan piramida
 Sadahurip 


Dalam hal Baturahong, saya membedakan antara fakta, interpretasi dan spekulasi. 

Fakta: Punggungan Baturahong hilang setengahnya, sisi utaranya, ini jelas 
sekali terlihat dari lereng-puncak Sadahurip. Punggungan-punggungan lain di 
sebelah utaranya utuh. Punggungan Baturahong merupakan punggungan frontal ke 
arah Sadahurip. Dengan menggunakan data lainnya, DEM, IFSAR lebih jelas lagi.

Interpretasi: Hilangnya punggungan Baturahong bukan natural,bukan oleh amblesan 
karena patahan normal, tetapi artificial, man-made, dibongkar, dan tidak 
terjadi pada masa kini tetapi pada masa yang jauh dalam sejarah masa lalu atau 
prasejarah.

Saya berhenti dan mencukupkan diri sampai di sini, bila saya lanjutkan lagi, 
maka saya melakukan spekulasi. 

Tetapi area bongkaran Baturahong, yang saya sebut sebagai Cekungan Baturahong 
menuntut penjelasan, digunakan untuk apa batu-batu itu. Saya tidak mengatakan 
bahwa itu dipakai untuk membangun (piramida) Sadahurip, sebab saya tak punya 
bukti dan argumennya; jadi ini sudah masuk ke tahap spekulasi;  tetapi bila 
memang iya dipakai membangun piramida Sadahurip, saya tidak merasa kesulitan 
membayangkan kemampuan orang2 pada masa itu, prosesnya malahan akan lebih 
sederhana dibandingkan membangun piramida Khufu/Cheops di Mesir. 

Bila ada waktu cukup, saya akan menulis lebih detail mengapa saya 
mengintepretasi bahwa Baturahong area bongkaran dan mengapa terjadi pada masa 
sejarah/prasejarah. Di situ kita bisa beragumentasi, tidak di area apakah 
Sadahurip piramida atau gunungapi/gumuk piroklastika.

Saya pribadi secara singkat tidak menyimpulkan apa2 tentang Sadahurip, saya 
hanya menyajikan fakta dan interpretasi. Sadahurip kasus kompleks yang tak bisa 
segera ditafsirkan dalam dua jam mengamatinya.

salam,
Awang

--- Pada Kam, 9/2/12, Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id menulis:

 Dari: Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id
 Judul: RE: [iagi-net-l] DISKUSI  BENCANA KATASTROPIK PURBA DI  JAKARTA
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id, 'MGEI' economicgeol...@yahoogroups.com
 Cc: 'SADONO' sadonoin...@hotmail.com, 'GUNARDI' sf.guna...@ymail.com, 
 'Feni Kertikasyari' kertikasy...@yahoo.com, 'Iman Santoso' 
 titansp...@ymail.com, 'mira buana' sparkly_...@yahoo.com, 'Bachtiar 
 T.' t_bachtiar...@yahoo.co.id
 Tanggal: Kamis, 9 Februari, 2012, 10:21 AM
 Mang Okim yang saya kagumi,,
 
 Sebenarnya banyak yang ingin saya klarifikasi sehubungan
 dengan interpretasi
 panjenengan terkait seminar kemarin itu.
 
 Tetapi saya pikir lebih baik menunggu publikasi resmi saja
 untuk membeberkan
 semuanya, lagipula sebagian analisis sedang berlangsung
 sekarang ini.
 
 Meskipun ada 2 hal prinsip yang mau-tidak-mau harus saya
 dahulukan
 klarifikasi di milis ini, yaitu:
 
 1.       Pasir lepas berbutir
 seragam yang kami dapatkan di lobang 2 teras 5
 dari kedalaman 8 s/d 15 meter dengan beberapa selingan
 andesit lapuk di
 antaranya SAMASEKALI tidak kita dapatkan di lobang pertama
 di teras 3 yang
 hanya berjarak  30 meter di utaranya. Mudah2an
 informasi ini membuat
 interpretasi kita menjadi lebih tajam yaitu tidak mungkin 3
 letusan besar
 dari gunung2 api di sekitar Gn Padang menaburkan abu
 volkanik setebal 2,
 1.5, dan 0.8 meter memilih tempat khusus di ujung teras 5
 dan menghindari
 daerah teras 3 yang jaraknya hanya 30 meter di utaranya.
 
 2.       Tentang sinyalemen Mang
 Okim dg kalimat konon telah  beberapa
 milyar  dikeluarkan so far saya sangat berkeberatan;
 karena saya
 mengeluarkan duit saya pribadi untuk membiayai semua
 kegiatan saya, mapping,
 pemboran, rig, matabor, polimer, analisis2 lab, semua
 perjalanan; dan itu
 tidak sampai  40juta rupiah keseluruhannya dalam
 setahun ini. Alat2 kita
 pinjam, dan orang meminjamkannya dengan tulus dan sukarela.
 Tidak ada
 peneliti yang dibayar di penelitian ini. Ada pihak2 yang
 menyumbang,
 pinjaman peralatan maupun ongkos2; tapi nggak pernah sampai
 milyaran. Kalau
 toh ada yang menggunakan uang kantor untuk perjalanan kesana
 kemari dan
 menyelenggarakan seminar/pertemuan, saya pikir itupun
 juga  tidak sampai
 milyaran seperti yang dikononkan oleh Mang Okim.
 
  
 
 Nah, mudah2an dengan demikian kawan2 IAGI yang budiman juga
 mendapatkan
 informasi yang berimbang dari yang benar2 melakukan.
 
  
 
 Senang juga terus menerus mendapatkan inquiry dan keragu2an,
 karena itu
 semua akan memperkuat pelaporan dan penulisan ilmiah yang
 kelak akan kami
 terbitkan. Tapi mohon kesemuanya didasarkan pada
 keberimbangan informasi dan
 rasionalitas.
 
  
 
 Lanjut, Mang
 
  
 
 Salam
 
 ADB-0800
 
  
 
 From: Sujatmiko [mailto:m...@cbn.net.id]
 Sent: Thursday, February 09, 2012 9:00 AM
 To: iagi-net@iagi.or.id;
 MGEI
 Cc: 

Re: [iagi-net-l] Bosscha (was: Mengenang Prof. Charles Hutchison)

2012-01-11 Terurut Topik Awang Satyana
 sejumlah lembaga sosial seperti Leger des Heils 
(Bala Keselamatan, semacam panti asuhan), Doofstommen Instituut (Lembaga Tuli 
Bisu), keduanya di Bandung, dan panti perawatan lepra di Jawa Tengah. Begitu 
banyak yang telah disumbangkan Bosscha bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan 
kesejahteraan rakyat banyak, sehingga pada masanya ia di pihak Belanda pun 
diangkat sebagai warga kehormatan, dan di sisi rakyat pribumi, ia dicintai. 
Bosscha-lah, salah satu orang Belanda yang ditangisi rakyat pribumi pada saat 
kematiannya.

Pada masa kini, Observatorium Bosscha telah menjadi UPT (Unit Pelayan Teknis) 
di bawah Institut Teknologi Bandung (ITB) dan digunakan sebagai tempat: 
penelitian para ahli astronomi, pendidikan para mahasiswa sarjana-pascasarjana 
astronomi atau kunjungan masyarakat umum. Observatorium Bosscha dilengkapi 
dengan tujuh teropong/teleskop optik terdiri atas teleskop-teleskop pemantul 
(reflektor, menggunakan cermin) dan teleskop-teleskop pembias (refraktor, 
menggunakan lensa) dengan ukuran diameter-fokus lensa dan kegunaan yang 
bermacam-macam, misalnya: mengamati bulan, planet, bintang, galaksi atau 
mengamati objek-objek istimewa yang muncul tidak permanen seperti komet dan 
supernova (bintang meledak). Di samping teleskop optik, observatorium ini pun 
mempunyai beberapa ‘teleskop’ radio yang mempunyai piringan-piringan seperti 
parabola untuk menerima sinyal-sinyal dari benda-benda langit.

Dalam melakukan penelitiannya, Observatorium Bosscha tidak jarang bekerja sama 
dengan negara-negara asing seperti: Amerika Serikat, Jepang, India, Australia 
atau negara-negara Eropa. Karena dibangun pada zaman kolonialisme Belanda, 
Observatorium Bosscha memiliki nilai sejarah tertentu, sehingga observatorium 
ini telah dilindungi Pemerintah sebagai Benda Cagar Budaya sejak tahun 2004. 
Tahun 2008, Pemerintah pun telah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah 
satu Objek Vital Nasional yang harus diamankan.***



--- Pada Rab, 11/1/12, Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id menulis:

 Dari: Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id
 Judul: Re: [iagi-net-l] Mengenang Prof. Charles Hutchison
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum 
 HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS 
 eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Tanggal: Rabu, 11 Januari, 2012, 3:29 PM
 Pak Awang Yth,
 
 Trimakasih, kedua tulisan ini sungguh sangat bagus dan
 berguna untuk 
 menambah wawasan dan pengetahuan kita.
 Kalau tidak salah di kawasan kantor perkebunan teh di
 Pangalengan juga ada 
 makam orang penting, tetapi kondisinya jauh lebih bagus.
 Ada prasasti 
 dengan tulisan bahasa Belanda yang kalau tidak salah kira-2
 artinya telah 
 istirahat dengan tenang
 Ngomong-2 kan tidak ada larangannya yha kalau kita memohon/
 menghimbau 
 beliau-2 yang berkantor di Gedung Sate untuk memberi
 perhatian/ perawatan 
 pada makam di Lembang itu atau situs penting lainnya?
 
 Salam hangat,
 Sugeng
 
 - Original Message - 
 From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
 To: IAGI iagi-net@iagi.or.id;
 Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com;
 
 Forum HAGI fo...@hagi.or.id;
 Eksplorasi BPMIGAS 
 eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Sent: Wednesday, January 11, 2012 7:57 AM
 Subject: [iagi-net-l] Mengenang Prof. Charles Hutchison
 
 
  Ini tulisan yang ingin saya posting dari tahun lalu,
 tetapi belum sempat 
  menuliskannya.
 
  Semua yang pernah mengerjakan geologi regional
 Indonesia dan SE Asia pasti 
  pernah berhubungan dengan karya-karya Charles
 Hutchison. Charles Hutchison 
  banyak sekali, lebih dari 100, menulis paper tentang
 geologi regional dan 
  tektonik SE Asia termasuk Indonesia. Dan secara
 detail, Hutchison bisa 
  disebutkan memegang otoritas paling tinggi atas
 pengetahuan geologi NW 
  Borneo.
 
  Enam buku telah ditulisnya, salah satunya banyak
 dipakai para regional 
  geologists Indonesia, yaitu Geological Evolution of
 SE Asia (Clarendon 
  Press, Oxford, 1989). Bukunya yang terakhir ditulisnya
 adalah tentang 
  wilayah favoritnya, Geology of North-West Borneo
 (2009), hasil akumulasi 
  puluhan tahun pekerjaannya di Kalimantan.
 
  Tanggal 18 Oktober 2011, Charles Hutchison meninggal
 dunia, suatu 
  kehilangan yang sangat besar bagi geologi dan tektonik
 SE Asia. Posisi 
  terakhir Charles Hutchison adalah guru besar emeritus
 University of 
  Malaya. Kehilangan yang besar untuk dunia geologi,
 tetapi karya tulisnya 
  akan tetap abadi, masih akan menginspirasi para
 geologists yang bekerja di 
  SE Asia.
 
  Terdapat tiga Magnum Opus tentang geologi dan tektonik
 SE Asia yang pernah 
  ditulis para tokohnya: (1) van Bemmelen -1949: Geology
 of Indonesia, (2) 
  Hamilton -1979: Tectonics of the Indonesian Region,
 dan (3) 
  Hutchison -1989: Geological Evolution of SE Asia. Maka
 karya Hutchison 
  sesungguhnya adalah karya terakhir tentang tektonik
 Indonesia secara 
  terintegrasi, dan itu ditulisnya lebih dari 30 tahun
 yang lalu.
 
  Robert

RE: [iagi-net-l] Fwd: AEIC EarthQuake Information -- Info Gempa Mag:5.0 SR, 11-Jan-12 04:00:53 WIB, Lok:2.39 LU,93.18 BT (325 km BaratDaya KAB-SIMEULUE), Kedlmn:59 Km ::BMKG

2012-01-11 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Danny,
 
BMKG melaporkan gempa besar ini (7,6 SR), bersama aftershocks-nya, hanya 
mungkin tak segera tersedia di website-nya. Gempa utama terjadi 11 Januari 
2012, pukul 01:36:54 WIB, 2.32 LU - 92.82 BT, 365 km BaratDaya KAB-SIMEULUE, 
7.6 SR. 

Ini gempa strike-slip terbesar sejak Gempa Aceh M 9.1 26 Desember 2004 yang 
merusak segmen Sumatra megathrust plate boundary sepanjang 1300 km. Sebelum 
gempa strike slip Mw 7,3 ini, ada dua gempa strike-slip Mw 6.2 yang terjadi 
dengan episentrum berjarak 50 km dari gempa kemarin, yaitu pada 19 April 2006 
dan 4 Oktober 2007.

Berikut daftar gempa tersebut (BMKG, 12 Januari 2012)
 
(main shock baris paling bawah, ke atasnya aftershocks): 
 
11 Januari 2012
18:56:05 WIB  2.37 LU - 93.08 BT 5.0 SR    97 Km    336 km 
BaratDaya KAB-SIMEULUE
  
11 Januari 2012
15:22:08 WIB  2.47 LU - 91.78 BT 5.1 SR    10 Km    480 km 
BaratDaya KAB-SIMEULUE

11 Januari 2012
04:00:53 WIB  2.39 LU - 93.18 BT 5.0 SR    59 Km    325 km 
BaratDaya KAB-SIMEULUE

11 Januari 2012
02:46:14 WIB  2.29 LU - 92.85 BT 5.0 SR    10 Km    362 km 
BaratDaya KAB-SIMEULUE

11 Januari 2012
02:02:52 WIB  2.14 LU - 94.01 BT 5.4 SR    204 Km 237 km 
BaratDaya KAB-SIMEULUE

11 Januari 2012
01:36:57 WIB  2.41 LU - 93.09 BT 7.1 SR    10 Km    334 km 
BaratDaya KAB-SIMEULUE

11 Januari 2012
01:36:54 WIB  2.32 LU - 92.82 BT 7.6 SR    10 Km    365 km 
BaratDaya KAB-SIMEULUE

salam,
Awang


--- Pada Rab, 11/1/12, Danny Hilman Natawidjaja danny.hil...@gmail.com 
menulis:


Dari: Danny Hilman Natawidjaja danny.hil...@gmail.com
Judul: RE: [iagi-net-l] Fwd: AEIC EarthQuake Information -- Info Gempa Mag:5.0 
SR, 11-Jan-12 04:00:53 WIB, Lok:2.39 LU,93.18 BT (325 km BaratDaya 
KAB-SIMEULUE), Kedlmn:59 Km ::BMKG
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Rabu, 11 Januari, 2012, 8:34 AM







Data focal mechanisms atau CMT-solution di bawah menunjukan bahwa gempa ini 
adalah strike-slip faulting.  Lokasinya ada di  lempeng Samudra Hindia.  Di 
Lempeng samudra ini struktur yang dominan adalah “transform ridges”yang berarah 
NNE-SSW, yang paling besar dinamai Investigator Fracture Zone (IFZ)”.  Gempa M 
7.3 ini posisinya diantara IFZ dan palung Sumatra.  
Nah melihat posisi tektoniknya ini, kelihatannya gempa ini adalah strike-slip 
fault – SINISTRAL (lihat CMT solution di bawah – kemungkinannya dekstral dengan 
strike ENE-WNW atau sinistral dengan strike NNE-SSW).  Sebetulnya system 
transform fault NNE-SSW ini sudah tidak aktif lagi , tapi pergerakan tektonik 
sekarang membuat BLOK BESAR LEMPENG SAMUDRA HINDIA BER_ROTASI SEARAH JARUM JAM 
sehingga menyebabkan system patahan strike-slip ini DIREAKTIFASI LAGI 
(mekanisme DOMNO PRINCIPLE).  Gempa seperti ini sudah banyak terjadi.  Waktu 
setelah gempa Bengkulu tahun 2000 juga terjadi gempa strike-slip sinistral di 
Lautan Hindia dengan magnitude Mw7.9.
 
Yang saya heran, Gempa besar M 7.3 ini kok LUPUT TIDAK DI BROADCAST BMKG ya?  
 
Salam,
Danny
 
Catatan: yang mau lihat langsung laporan USGS ikut saja link ini:  
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/recenteqsww/Quakes/usc0007ir5.php
 
---Lampiran CMT-USGS-
January 10, 2012, OFF W COAST OF NORTHERN SUMATRA, MW=7.2
 
Meredith Nettles
 
CENTROID-MOMENT-TENSOR  SOLUTION
GCMT EVENT: C201201101837A  
DATA: II LD IU CU MN G  IC GE DK
L.P.BODY WAVES:146S, 349C, T= 50
MANTLE WAVES:  148S, 343C, T=150
SURFACE WAVES: 136S, 330C, T= 50
TIMESTAMP:      Q-20120110175354
CENTROID LOCATION:
ORIGIN TIME:  18:37:13.2 0.1
LAT: 2.51N 0.00;LON: 92.99E 0.00
DEP: 14.2  0.4;TRIANG HDUR:  9.6
MOMENT TENSOR: SCALE 10**26 D-CM
RR=-0.432 0.023; TT=-2.870 0.020
PP= 3.300 0.023; RT=-1.850 0.119
RP=-1.400 0.117; TP=-6.010 0.020
PRINCIPAL AXES:
1.(T) VAL=  6.978;PLG= 2;AZM= 59
2.(N)   0.335;    71;    154
3.(P)  -7.315;    19;    328
BEST DBLE.COUPLE:M0= 7.15*10**26
NP1: STRIKE=105;DIP=76;SLIP=-168
NP2: STRIKE= 12;DIP=78;SLIP= -15
 
    -##   
-   -##   
  --- P - 
-   -#    
   --# T  
  ---#    
  --- 
 #####
##-##
##-##
###---###
  ##- 
  --- 
   ###--  
#--   
  ##- 
###   
##-   
 
 
 


From: yudieiskan...@gmail.com [mailto:yudieiskan...@gmail.com] 
Sent: Wednesday, January 11, 2012 7:47 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: AEIC EarthQuake Information -- Info Gempa 
Mag:5.0 SR, 11-Jan-12 04:00:53 WIB, Lok:2.39 LU,93.18 BT (325 km BaratDaya 
KAB-SIMEULUE), Kedlmn:59 Km 

[iagi-net-l] Mengenang Prof. Charles Hutchison

2012-01-10 Terurut Topik Awang Satyana
Ini tulisan yang ingin saya posting dari tahun lalu, tetapi belum sempat 
menuliskannya.

Semua yang pernah mengerjakan geologi regional Indonesia dan SE Asia pasti 
pernah berhubungan dengan karya-karya Charles Hutchison. Charles Hutchison 
banyak sekali, lebih dari 100, menulis paper tentang geologi regional dan 
tektonik SE Asia termasuk Indonesia. Dan secara detail, Hutchison bisa 
disebutkan memegang otoritas paling tinggi atas pengetahuan geologi NW Borneo. 

Enam buku telah ditulisnya, salah satunya banyak dipakai para regional 
geologists Indonesia, yaitu Geological Evolution of SE Asia (Clarendon Press, 
Oxford, 1989). Bukunya yang terakhir ditulisnya adalah tentang wilayah 
favoritnya, Geology of North-West Borneo (2009), hasil akumulasi puluhan 
tahun pekerjaannya di Kalimantan.

Tanggal 18 Oktober 2011, Charles Hutchison meninggal dunia, suatu kehilangan 
yang sangat besar bagi geologi dan tektonik SE Asia. Posisi terakhir Charles 
Hutchison adalah guru besar emeritus University of Malaya. Kehilangan yang 
besar untuk dunia geologi, tetapi karya tulisnya akan tetap abadi, masih akan 
menginspirasi para geologists yang bekerja di SE Asia.

Terdapat tiga Magnum Opus tentang geologi dan tektonik SE Asia yang pernah 
ditulis para tokohnya: (1) van Bemmelen -1949: Geology of Indonesia, (2) 
Hamilton -1979: Tectonics of the Indonesian Region, dan (3) Hutchison -1989: 
Geological Evolution of SE Asia. Maka karya Hutchison sesungguhnya adalah karya 
terakhir tentang tektonik Indonesia secara terintegrasi, dan itu ditulisnya 
lebih dari 30 tahun yang lalu.

Robert Hall dan banyak kolega serta mahasiswanya sejak tahun 1995 banyak 
menulis tentang geologi regional dan tektonik kawasan SE Asia. Satu buku 
berjudul Tectonic Evolution of SE Asia pernah dikeluarkan group ini (1996), 
tetapi itu bukan buku seperti yang van Bemmelen, Hamilton atau Hutchison tulis, 
sebab buku yang disunting oleh Robert Hall dan Derek Blundell itu adalah 
kumpulan paper tentang SE Asia, sehingga gambaran geologi dan tektonik SE Asia 
secara utuh berdasarkan satu alur pikir tidak ada di dalamnya. Sama dengan Pak 
Katili pernah mengeluarkan buku tentang tektonik Indonesia pada tahun 1986, 
tetapi itu  merupakan kumpulan paper2nya yang diberikan komentar oleh Prof 
Tjia. Maka karya Hutchison (1989) adalah karya terakhir yang utuh dalam satu 
alur pikir tentang geologi dan tektonik SE Asia.

Banyak karya2 Hutchison yang termasuk pertama di bidangnya yang diaplikasikan 
untuk Indonesia, yang masih menginspirasi penelitian-penelitian selanjutnya. 
Apa yang menjadi perhatian Hutchison luas, ia banyak menulis tentang 
volkanologi, ofiolit, petrotektonik, petroleum geology, 
mineralisasi/metalogenesis, rekonstruksi tektonik.

Saya cukup banyak mempelajari dan menggunakan karya-karya tulisnya. Tulisannya 
selalu orisinal, kaya akan detail dan komprehensif. Itu juga yang akan segera 
tampak begitu membaca bukunya (Geological Evolution of SE Asia).

Sulit menemukan orang-orang seperti Charles Hutchison yang berdedikasi sepenuh 
waktu kepada ilmu yang dicintainya dan meninggalkan banyak karya tulis buat 
generasi penerusnya. Selamat jalan Prof. Charles Hutchison, karya-karyamu akan 
tetap abadi.

Bila jadi, di Pertemuan AAPG Internasional nanti di Singapura 16-19 September, 
akan digelar paper-paper geologi dan tektonik regional SE Asia (invited 
papers), untuk mengenang Charles Hutchison, atau sebuah publikasi khusus jurnal 
internasional akan dipublikasi (dengan invited articles) untuk mengenangnya.

His passing is a great loss for geology, but he has left a lasting legacy.

Salam,
Awang



PP-IAGI 2011-2014:
Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com

Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012.
Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman 
abstrak 28 Februari 2012.

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 

[iagi-net-l] Lagi tentang Junghuhn: Pecinta Jawa

2012-01-09 Terurut Topik Awang Satyana
Sabtu 7 Januari 2012 kemarin, bersama sekitar 80 orang dari suatu komunitas 
yang senang jalan-jalan sambil belajar di lapangan, saya mengunjungi makam 
Junghuhn di Jayagiri Lembang. 

Di depan nisannya yang ditinggikan seperti obelisk, saya membentang poster 
berisi foto diri Junghuhn, biografi singkat, miniatur peta Jawanya yang 
monumental, lukisan-lukisan beberapa gunung yang didakinya, dan tentu saja ilmu 
yang dimuliakannya: botani, termasuk dua spesies kina dan geografi/ekologi 
tumbuhan.

Para peserta yang sangat beragam latar belakang profesi dan pekerjaannya dan 
umurnya, dari bayi yang masih digendong ibunya sampai seorang kakek berusia 78 
tahun menyimak dengan khidmat diselingi decak kagum atas karya2 Junghuhn, duduk 
di pelataran makam Junghuhn atau berdiri mendekati poster dan nisan. 

Mengapa memilih Junghuhn, sebab ia bukan hanya perintis budidaya kina di 
Indonesia, tetapi jauh dari itu, ia adalah perintis penelitian geologi, 
kartografi/geodesi, geografi, botani, bahkan antropologi di Jawa. Dan, hal ini 
tak banyak diketahui masyarakat umum. Umumnya, mereka tahu Junghuhn dengan kata 
kunci kina, padahal bukan hanya kina. 

Saya pernah menulis beberapa kali tentang Junghuhn buat milis2, saya tak akan 
mengulangi menjelaskan kiprahnya sebab itu pernah saya tulis, juga pernah 
ditulis di beberapa majalah. Tetapi ada beberapa hal yang belum diketahui 
selama ini, yaitu tentang kepribadian dan kutipan2 pernyataan Junghuhn yang 
berguna buat kita, itulah yang saya bagikan Sabtu kemarin itu.

Saya menggali lebih jauh kepribadian Junghuhn dari buku tulisan Rudiger Siebert 
(2002), Deutsche Spuren in Indonesien (Horleman Verlag, Bad Honnef). Dalam 
buku berbahasa Jerman ini, Siebert mengulas biografi 10 tokoh Jerman yang 
berkarya di Indonesia, antara lain Junghuhn.

Saya cantumkan kata-kata Junghuhn yang penting di poster, dan membacakannya 
untuk semua yang mendengar:

“Di sana aku menghargai dan memelihara ilmuku bagaikan benda keramat, selama 12 
tahun aku menjelajahi gunung-gunung dan hutan-hutan Kepulauan Sunda yang 
mempesonakan itu. Dengan sengaja aku mengikuti jalan setapak yang sepi, dan 
tidak ada petunjuk jalan lain yang menemaniku kecuali KECINTAAN pada pekerjaan 
itu dan ANTUSIASME.” (dikutip dan diterjemahkan dari kata pengantar buku magnum 
opusnya, Java, seine Gestalt, Pflanzendecke und innere Bauart, 1854) (Jawa: 
Bentuknya, Flora dan Struktur-Dalamnya).

Junghuhn melalukan semua yang dilakukannya terhadap Jawa tanpa berbekal 
pendidikan formal. Pendidikan formalnya adalah dokter medis dan ia menjalani 
profesi sebagai dokter militer di Indonesia selama 3 tahun 7 bulan, sementara 
ia memetakan Jawa, mendaki semua gunungnya, meneliti geologi dan 
tumbuhan-tumbuhannya termasuk pembudidayaan kina selama sekitar 21 tahun, 
dengan diselingi 2 tahun bekerja memetakan sebagian Sumatra Utara. Lalu saat 
cuti sakit di Belanda, ia mengerjakan semua datanya menjadi buku-bukunya yang 
terkenal, magnum opusnya, dan peta Jawanya yang luar biasa, selama 7 tahun. 
Maka total hampir 30 tahun hidupnya, dari 54 tahun umurnya, didayagunakan untuk 
Jawa sampai akhir hayatnya. Semuanya bermodalkan dua hal ini: KECINTAAN dan 
ANTUSIASME, bukan latar belakang akademik.

Junghuhn tergila-gila oleh keinginannya melakukan riset. Ia laki-laki penuh 
energi, berwajah serius, dengan pandangan mata yang skeptis. Walaupun Junghuhn 
mengagumi alam, bahkan seperti orang yang menjadikan alam sebagai agamanya, ia 
bukanlah penghayal. ia ingin mencari fakta mengenai sifat-sifat alam, dan ia 
mengharapkan agar data dan catatannya akan disimpan untuk penggunaan generasi 
selanjutnya, maka ia sangat mementingkan publikasi dan ia marah besar ketika 
intrik politik dan iri hati dari kalangan ilmuwan dan akademikus hampir membuat 
magnum opus Junghuhn tentang Jawa tidak dipublikasikan.

Pulau Jawa menantang segala kekuatan dan kreativitas Junghuhn, menguras 
energinya. Pulau Jawa juga yang melemahkan tubuhnya sehingga berkali-kali 
membuatnya mesti mengambil cuti sakit yang lama. Ia menjadi orang pertama yang 
menjelajahi pulau ini secara sistematis. Alam Jawa ditelitinya dalam keadaan 
serba sulit dan penuh pengorbanan. Ia menyusahkan dirinya sendiri, tetapi juga 
menyusahkan orang-orang lain, yaitu para pembantunya di lapangan, orang-orang 
Jawa. Orang2 Jawa tak mengerti kemauan Junghuhn yang dianggapnya gila, mendaki 
semua puncak gunung yang kala itu diyakini orang2 Jawa sebagai tempat yang 
berbahaya, tempat jin, dedemit, dan sebangsanya. Tetapi Junghuhn adalah orang 
dengan disiplin diri yang luar biasa.

Junghuhn tidak pernah mengambil jalan yang paling gampang. Ia menyusahkan 
dirinya sendiri dan para pembantunya. pasti Junghuhn telah dengan keras 
bertindak kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Tetapi kekerasannya 
menghasilkan semua magnum opusnya tentang Jawa. Kita menyaksikan seorang 
ilmuwan otodidak yang berpikir lugas dan yang mengumpulkan fakta dalam jumlah 
yang sangat besar. Dan Junghuhn 

Re: [iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia Groups

2011-10-21 Terurut Topik Awang Satyana
). Di East 
Sulawesi, di bawah detached ophiolites ini ada source rocks karbonat Miosen dan 
sedimen Mesozoic yang masing2 merupakan syndrifting sediments di Banggai dan 
syn-postrifting sediments di passive margin Banggai.
 Inilah sources yang berkembang yang sekarang tertimbung oleh ophiolites yang 
overthrusted ke arah Banggai lalu mematangkannya dan menggenerasikan 
hidrokarbon yang lalu mengisi traps yang ada, termasuk retakan di ofiolit di 
atasnya (misalnya sumur Dongkala). Untuk ofiolit2 lain pun begitu, tidak 
masalah, selama ada sources dan reservoirs yang lain.
 
4.  Kembali ke masalah episode2 tektonik berikutnya, apakah sekuen rifting 
pra-Tersier masih bisa diselamatkan tidak oleh periode2 tektonik berikutnya 
yang sangat mungkin akan melakukan overprinting. Dan untuk Indonesia Barat, 
terutama di Sumatra, saya belum melihat kemungkinan preservation itu. Tetapi 
kalau ada seismik yang bisa melakukan imaging dengan baik masuk ke pra-Tersier 
di Sumatra dan memperlihatkan pola2 layering sediments yang menjadi ciri khas 
rifted margins NW Shelf of Australia, kita bisa kaji lebih jauh. Itu kan yang 
sedang terjadi dengan sektior Jawa Selatan di mana ditemukan layering Mesozoic 
di horizons-nya dalamnya yang diperkirakan itu sebagai suatu terranes dari NW 
Shelf of Australia yang slivering ke selatan Jawa Timur, apakah melalui 
collision atau tidak. Lihat publikasi Ian Deighton di proccedings IPA 2011 
tentang ini. Di selatan Makassar Strait dan timurlaut Jawa Timur pun nampak 
layering tersebut. Lihat publikasi2 dari Jim
 Granath dan Dinkelman di proceedings IPA 2009 dan 2010.  
 
5. Terranes di Indonesia Timur tak sedefinitif seperti di Indonesia Barat. Saya 
juga tak melihat bahwa Ian Metcalfe banyak membahasnya di berbagai 
publikasinya. Sebagai contoh: Kepala Burung, Seram, Buru dan Obi-Bacan. Kepala 
Burung dan Seram mungkin iya merupakan suatu  terrane mikrokontinen, meskipun 
ada yang setuju atau tidak (lihat publikasi2 dari Pigram  Panggabean, 1984; 
Sukanta, 1991, dll.). Problematik. Juga kejadian Lengguru Foldbelt. Tak 
semuanya setuju bahwa itu merupakan hasil collision antara Kepala Burung dan 
Badan Burung. Yang jelas adalah berdasarkan semua data seismik dan sumur, kita 
tahu bahwa Salawati Basin merupakan foreland basin relatif terdap Sorong Fault 
High, Bintuni merupakan foreland basin relatif terhadap Lengguru, Akimeugah 
Basin merupakan foreland basin relatif terhadap Central Ranges of Papua. 
Mekanisme origin of tectonics-nya yang masih debatable, walaupun sebagian sudah 
definitif seperti di Salawati Basin. Kemudian,
 jangan selalu membawa model Indonesia Barat ke Indonesia Timur. Harus diingat 
bahwa yang namanya escape tectonics di Indonesia Timur tidak sedefinitif di 
Indonesia Barat sebab apa trigger utamanya tidak sejelas di Indonesia Barat 
(India vs Eurasia collision). Maka, dalam pandangan saya, apa yang terjadi di 
Indonesia Barat atas terrane tectonics-nya tak serta merta bisa diterapkan di 
Indonesia Timur. Maka regional strike-slip faults post suturing seperti di 
Indonesia Barat belum tentu terjadi di Indonesia Timur. Saya tak melihat sesar 
mendatar regional besar di Indonesia Timur selain Sorong Fault dan 
Tarera-Aiduna, dan kedua sesar ini tak membuat basin apa2 di wilayah sebarannya.
 
Pola incised valley fill hanya mengikuti terrain tectonics yang sudah lebih 
dulu terbentuk. Analogi yang disebutkan itu saya pikir terlalu jauh dengan 
membawa pola2 tektonik di sekitar NW shelf of Australia ke wilayah Tangguh dan 
Halmahera sebagai padanan NW shelf of Australia dan south Aru. Kembali ke butir 
nomor 5 di atas, masalah terranes di Indonesia Timur tidak definitif, juga 
masalah rotasi Kepala Burung adalah hal lain juga yang problematik dan banyak 
diperdebatkan, belum kalau saya ikut mempersulitnya dengan asal pengangkatan 
Lengguru Belt dan tektonik di Cenderawasih Bay. Memang tak ada salahnya 
mengkaji kemungkinan keberadaan sands incised valley fill itu secara regional 
tectonics, tetapi menurut hemat saya itu terlalu besar. Kalau untuk skala basin 
dan lokasi2 provenance sedimen bolehlah, tetapi kalau ke arah fasies 
sedimentasi, terlalu lebar acuannya sementara yang mau dilihat terlalu sempit 
penyebarannya. Harus dicari model referensi yang
 lain.
 
Salam,
Awang

--- Pada Jum, 21/10/11, sigit prabowo sigit_p...@yahoo.com menulis:


Dari: sigit prabowo sigit_p...@yahoo.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia 
Groups
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id, awang satyana 
awangsaty...@yahoo.com, Awang Harun Satyana aha...@bpmigas.com
Tanggal: Jumat, 21 Oktober, 2011, 9:36 AM






Pak Awang dan IAGI Netters YTH.,

Mencermati tulisan pak Awang yang menarik, dalam kesempatan yang baik ini, saya 
ingin mengajukan beberapa pertanyaan pak :


Saya pernah membaca paper antara lain dari Harry Doust, Ron Noble, dll. , yang 
membahas tentang rift basin di SE Asia termasuk Indonesia. Dalam paper tersebut 
dijelaskan

Re: [iagi-net-l] selamat untuk Pak Eddy Subroto

2011-10-17 Terurut Topik Awang Satyana
Selamat kepada Pak Eddy Subroto atas pengukuhan guru besar dalam bidang 
geokimia petroleum. Semoga pengukuhan guru besar tersebut dapat menambah 
semangat untuk terus berkarya sekaligus menjadi pengingat agar terus mendidik 
para generasi selanjutnya yang berminat mendalami bidang geokimia petroleum.

Eksplorasi migas yang benar mestinya tak lagi mengabaikan atau terlalu 
menyederhanakan geokimia, sebab geokimia justru pemegang kunci utama dalam 
petroleum system. Kegagalan reservoir atau perangkap hanyalah kegagalan lokal; 
masih bisa dicoba di prospek lainnya; tetapi ketiadaan batuan induk yang baik, 
yang matang adalah kegagalan regional, pembunuh utama, penyebab utama terminasi 
blok-blok/wilayah kerja. Semoga Pak Eddy makin giat mengingatkan ini kepada 
para anak didik, sehingga ketika kelak mereka menjadi para eksplorasionis, 
mereka tidak lagi mengabaikan geokimia.

Trinity of success: 3G : Geologi-Geofisika-Geokimia (bukan lagi 2G GG 
-geologi dan geofisika, itu kurang canggih, sudah ketinggalan zaman, 3G sudah 
suatu keharusan, suatu sintesis antara geologi-geofisika-geokimia).

Vivat Academica, Vivent Professores, Vivant Senatores !
(hidup pengajaran, hidup para profesor, hidup para sesepuh/senior !) 

Vivat studet optatam cursu contingere metam ! 

salam,
Awang

--- Pada Ming, 16/10/11, premonow...@gmail.com premonow...@gmail.com menulis:

 Dari: premonow...@gmail.com premonow...@gmail.com
 Judul: Re: [iagi-net-l] selamat untuk Pak Eddy Subroto
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Minggu, 16 Oktober, 2011, 2:10 PM
 Selamat atas pengukuhan kedua guru
 besar, Prof. Eddy Subroto dan Prof. Lambok Hutasoit. Sukses
 selalu. Turut bangga dan. Salam, Premonowati 
 Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL,
 Nyambung Teruuusss...!
 
 -Original Message-
 From: Eddy Subroto subr...@gc.itb.ac.id
 Date: Sun, 16 Oct 2011 13:22:13 
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] selamat untuk Pak Eddy Subroto
 Matur nuwun Mas Wikan, sebetulnya sudah sejak tanggal 1
 Januari 2011 ini
 mulai berlakunya SK. Akan tetapi saya baru kebagian
 melakukan pidato
 pengukuhan saya tanggal 30 September 2011 yang lalu. Ini
 nanti tanggal 21
 Oktober 2011 giliran Pak Lambok Hutasoit menyampaikan
 pidato
 pengukuhannya.
 
 Wasalam,
 EAS
 
  Selamat kepada Prof. Dr. Ir. Eddy A. Subroto yang
 telah dikukuhkan sebagai
  Guru Besar ITB di bidang Geokimia Petroleum.
 
  Wassalam,
  Wikan Winderasta
  Chevron IndoAsia BU
  Powered by Telkomsel BlackBerry®
 
 
 
 
 PP-IAGI 2008-2011:
 ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
 sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
 * 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak
 biro...
 
 Ayo siapkan diri!
 Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI,
 Sulawesi, 26-29
 September 2011
 -
 To unsubscribe, send email to:
 iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to:
 iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 
 For topics not directly related to Geology, users are
 advised to post the email to: o...@iagi.or.id
 
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

 Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
 Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
 No. Rek: 123 0085005314
 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
 Bank BCA KCP. Manara Mulia
 No. Rekening: 255-1088580
 A/n: Shinta Damayanti
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/

 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

 -
 DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
 information posted on its mailing lists, whether posted by
 IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be
 liable for any, including but not limited to direct or
 indirect damages, or damages of any kind whatsoever,
 resulting from loss of use, data or profits, arising out of
 or in connection with the use of any information posted on
 IAGI mailing list.
 -
 



PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Ayo siapkan diri!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users 

[iagi-net-l] Selamat kepada Pak Eddy Subroto

2011-10-17 Terurut Topik Awang Satyana
Selamat kepada Pak Eddy Subroto atas pengukuhan guru besar dalam bidang 
geokimia petroleum. Semoga pengukuhan guru besar tersebut dapat menambah 
semangat untuk terus berkarya sekaligus menjadi pengingat agar terus mendidik 
para generasi selanjutnya yang berminat mendalami bidang geokimia petroleum.

Eksplorasi migas yang benar mestinya tak lagi mengabaikan atau terlalu 
menyederhanakan geokimia, sebab geokimia justru pemegang kunci utama dalam 
petroleum system. Kegagalan reservoir atau perangkap hanyalah kegagalan lokal; 
masih bisa dicoba di prospek lainnya; tetapi ketiadaan batuan induk yang baik, 
yang matang adalah kegagalan regional, pembunuh utama, penyebab utama terminasi 
blok-blok/wilayah kerja. Semoga Pak Eddy makin giat mengingatkan ini kepada 
para anak didik, sehingga ketika kelak mereka menjadi para eksplorasionis, 
mereka tidak lagi mengabaikan geokimia.

Trinity of success: 3G : Geologi-Geofisika-Geokimia (bukan lagi 2G GG 
-geologi dan geofisika, itu kurang canggih, sudah ketinggalan zaman, 3G sudah 
suatu keharusan, suatu sintesis antara geologi-geofisika-geokimia).

Vivat Academica, Vivent Professores, Vivant Senatores !
(hidup pengajaran, hidup para profesor, hidup para sesepuh/senior !) 

Vivat studet optatam cursu contingere metam ! 

salam,
Awang



PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Ayo siapkan diri!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
-



[iagi-net-l] Bls: Superplume (Plume Tectonic)

2011-10-17 Terurut Topik Awang Satyana
Aditya,
 
(1) Plume tectonics sebagai mantle plume hypothesis telah dikemukakan pertama 
kalinya oleh Wilson (1963 - A possible origin of the Hawaiian islands: Can. J. 
Phys, 41, 863-870) dan Morgan (1971 - Convection plumes in the lower mantle: 
Nature, 230, 42-43) saat menjelaskan hotspot volcanoes seperti di Hawaii dan 
Iceland. Saat itu, mantle plume didefinisikan sebagai massa ringan (buoyant) 
material mantel yang naik karena keringanannya secara densitas (buoyancy). Saat 
mencapai litosfer, dikenal yang namanya plume heads dengan diameter 500–3000 
km, dan plume tails yang diameternya 100–500 km yang masuk jauh ke mantel atas. 
Pentingnya peranan mantle plume, terutama superplume, dalam evolusi geodinamika 
Bumi, pertama kali diajukan oleh Maruyama (1994 - Plume tectonics: J. Geol.
 Soc. Jpn., 100, 24-49) yang menyebutnya sebagai plume tectonics theory. Plume 
tectonics secara komprehensif dibahas dalam buku tulisan Condie (2001 - Mantle 
Plumes and Their Record in Earth History, Camridge University Press, Cambridge, 
306 ps).
 
Plume tectonics akan tetap dalam bentuk hipotesis kalau tidak dapat sokongan 
seismic tomography. Seismic tomography adalah suatu teknik untuk menentikan 
struktur 3-dimensi interior Bumi dengan cara menggabungkan informasi dari 
sejumlah besar gelombang seismik yang melintasi Bumi baik di permukaan maupun 
interiornya yang bersal dari sumber-sumber seismik alamiah maupun buatan. Ada 
global tomography, ada local/regional tomography; dan untuk plume tectonics, 
sumbangan global tomography yang dipelopori oleh Dziewonski (1984 -Mapping the 
lower mantle: determination of lateral heterogeneity in P velocity up to degree 
and order 6: J. Geophys. Res., 89, 5929-5952) besar sekali.
 
Model2 plume tectonics dari berbagai peneliti tentu ada, misalnya: (1) Grand  
et al. (1997 -Global seismic tomography: A snapshot of convection in the Earth: 
GSA Today, 7, 1–7, (2)Anderson (2000 - The thermal state of the upper mantle: 
No role for mantle plumes: Geophys. Res. Lett., 27, 3623–3626), (3) Bijwaard et 
al. (1998- Closing the gap between regional and global travel time tomography. 
J. Geophys. Res., 103, 30055–30078), dan (4) Garnero (2000 - Heterogeneity of 
the lowermost mantle. Annu. Rev. Earth Planet. Sci. 28, 509–537). Hubungan 
dengan teori plate tectonics yang telah berkembang lebih dahulu pun telah ada 
publikasinya, misalnya: Foulger (2003 - Plumes, or plate tectonic processes? 
Astron. Geophys., 43, 6.19–6.23 atau Griffiths  Richards (1989 - The 
adjustment of mantle plumes to changes in plate motion: Geophys. Res. Lett., 16,
 437–440.
 
Tentu tidak mudah memperoleh artikel-artikel di jurnal2 yang saya sebutkan di 
atas, tetapi melalui amazone.com kita bisa memperoleh dua buku paling tidak 
yang baik untuk mengetahui lebih jauh soal plume tectonics, yaitu: (1) Condie 
(2001 - Mantle Plumes and Their Record in Earth History, Camridge University 
Press, Cambridge, 306 ps) dan (2) Yuen et al. (eds), 2007 - Superplumes: Beyond 
Plate Tectonics, Springer, Dordrecht, 569 ps.
 
Untuk penerapan plume tectonics di Indonesia, pernah dibahas beberapa kali, 
misalnya: Bijwaard, H., W. Spakman, and E. Engdahl (1998) Closing the gap 
between regional and global travel time tomography. J. Geophys. Res., 103, 
30055–30078; Van derVoo, R.,W. Spakman, and H.
 Bijwaard (1999b) Tethyan subducted slabs under India. Earth Planet.
Sci. Lett., 171, 7–20. Prof. Sri Widiyantoro, ITB, salah seorang anggota milis 
yang saya tembuskan ini (Forum HAGI) adalah juga seorang ahli mantle tomography 
dan banyak mempublikasikan mantle tomography bersama koleganya, termasuk untuk 
Indonesia. Silakan Pak Sri menambahkan.
 
(2a) Hotspots tersebar tak teratur tetapi nonrandom di permukaan Bumi. Mereka 
lebih banyak tersebar di dekat divergent plate boundaries (mid-ocean ridges), 
dan biasanya menghilang dari wilayah2 di dekat convergent plate boundaries/ 
subduction zones. Asal hotspots umumnya dihubungkan ke mantle plumes (Wilson, 
1963; Morgan, 1971), tetapi ada juga yang berhubungan dengan intraplate 
volcanism oleh plate tectonic processes (Anderson, 2000; Foulger, 2003). 
Hubungan antara hotspot dan mantle plume terbaik ditunjukkan oleh Yellowstone. 
Yellowstone adalah the best known continental hotspot. Beberapa 
studi teleseismic tomography telah dilakukan untuk wilayah ini
(Evans, 1982; Saltzer and Humphreys, 1997; Schutt and Humphreys, 2004; Yuan and 
Dueker, 2005). Hasil studi memperlihatkan 100-km diameter upper mantle plume 
terlihat yang meluas dari Yellowstone volcanic caldera sampai kedalaman 500 km. 
Mantle plume adalah lidah-lidah yang mencuat ke atas dari suatu massa 
superplume, dan menerobos ke permukaan sebagai hotspot.
 
(2b) LIPs -large igneous provinces. LIPs  adalah wilayah-wilayah di kerak Bumi 
yang memiliki sebaran batuan beku di luar kewajaran, begitu luasnya. LIPs yang 
terkenal adalah Siberian Traps di wilayah Siberia, Ontong Java
Plateau di Samudra Pasifik utara Papua New Guinea, 

[iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia Groups

2011-10-12 Terurut Topik Awang Satyana
Dengan kondisi geotektonik yang unik, Indonesia dilimpahi banyak cekungan 
sedimen besar dan kecil, ada yang menyebutnya 60 (IAGI, 1985), 66 Pertamina  
Beicip, 1985), 86 (BPMIGAS, 2008), 64 (Lemigas, 2008), 128 Badan Geologi, 
2009). Saya menggunakan semua klasifikasi pemetaan cekungan itu sebab setiap 
publikasinya punya sisi-sisi positif dan negatifnya, saling melengkapilah. 
Setiap cekungan itu punya sejumlah petroleum system, baik yang proven maupun 
potential/speculative. Ada juga beberapa cekungan yang prospektivitas 
hidrokarbonnya sangat rendah, sehingga semua basin itu bisa kita ranking. 

Hitungan kasar yang pernah saya lakukan, kira-kira ada 50 proven petroleum 
system untuk semua cekungan produktif Indonesia dan ada sekitar 100 potential 
atau speculative petroleum system di cekungan-cekungan sedimen Indonesia dalam 
semua umur (Paleozoic-Cenozoic). Mengikuti konsepsi Magoon dan Dow (1996) dua 
tokoh utama pembahas petroleum system (Leslie Magoon dan Wallace Dow), tentu 
setiap petroleum system punya nama, yaitu merangkai hubungan antara source dan 
akumulasinya di reservoir.

Dari kelima puluh proven petroleum system, saya coba menggolongkannya lagi 
dengan dasar pijakan: geotektonik regional Indonesia, karena tektonik besar 
sekali peranannya dalam membentuk konfigurasi cekungan dan isinya,  dan 
ditemukanlah empat golongan yang saya beri terminologi:

1. petroleum supersystem related to rifted and inverted Sundaland basins
2. petroleum supersystem related to gliding tectonics
3. petroleum supersystem related to collisional terranes
4. petroleum supersystem related to Australian passive margin

Petroleum supersystem related to rifted and inverted Sundaland basins; 
ditemukan di semua cekungan yang mengelilingi Sundaland, yang utamanya adalah: 
North Sumatra, Central Sumatra, South Sumatra, Sunda-Asri, West Java, East 
Java, Barito, west Natuna, East Natuna. Ke dalam golongan ini juga termasuk 
Makassar Straits (terutama sisi selatannya), Bone, dan sebagian Gorontalo. 
Cekungan2 ini dicirikan oleh rifting pada saat Paleogen dan inversi pada saat 
Neogen. Proven sources terutama ada di Paleogen, sebagian masuk ke Neogen, 
dengan reservoirs di semua level dari Pra-Tersier (basement) sampai Plistosen. 
Sources umumnya dari facies fluviodeltaic, marginal marine atau lakustrin, 
sebagian ada marin juga; reservoir dari nonmarin, delta sampai marin. 
Struktur-struktur inversi Neogen menyusun sebagian besar akumulasi migas di 
cekungan2 ini. Speculative seismic surveys menunjukkan bahwa tepi timur 
Sundaland bukanlah Makassar Strait atau Jawa Timur, tetapi mungkin
 Gorontalo dan Bone Bay. Masih banyak area2 unproven yang bisa dieksplorasi 
dengan supersystem ini, misalnya: Sumba offshore, Bone, Gorontalo, Makassar 
Strait, Billiton, juga area2 tak tersentuh di proven basins-nya.

Petroleum supersystem related to gliding tectonics; gliding tectonics adalah 
tektonik yang terjadi karena ada perbedaan gravity dari tinggian ke rendahan, 
ke arah mana sedimen2 longsoran dan sebagian delta diendapkan. Ke dalam 
golongan ini termasuk: Kutei-North Makassar Strait, Tarakan dan Serayu Utara di 
utara Jawa Tengah. Umur cekungan-cekungan proper gliding tectonics adalah 
Neogen dengan sedimen yang sangat besar. Deformasi dibentuknya sendiri melalui 
gravity sliding yang sebagian besar melalui thin-skinned tectonics; hampir tak 
ada external stress yang membentuk struktur2 di sini, tetapi semuanya karena 
gliding tectonics. Kutei-North Makassar adalah contoh terbaik. Sources yang 
utama adalah paket coaly shales atau coal beds di dalam sekuen Neogen sendiri 
yang terdapat di sayap struktur atau sinklin-nya, sementara traps Neogen berupa 
pasangan antiklin-nya. Sebagian struktur ini kuat dipengaruhi growth faulting 
seperti di Tarakan dan kebanyakan
 terjadi secara syn-tectonic atau syn-depositional. Deepwater deposits dan play 
terjadi di ujung supersystem ini seperti telah terbukti di North Makassar 
Strait dan Tarakan, dengan play type toe-thrust system, masih mencerminkan 
thin-skinned tectonics karena gliding. North Serayu terbuka lebar untuk 
dieksplorasi dengan supersystem ini, sayang ia dipersulit oleh tutupan volkanik 
Pliosen-Kuarter. Area di sebelah utara Lumajang sampai Selat Madura bagian 
selatan terbuka lebar untuk aplikasi supersystem ini.

Petroleum supersystem related to collisional terranes; banyak mikrokontinen, 
terranes, atau slivers lepas, terapung dan tubrukan di Indonesia. Itu semua 
telah membentuk cekungan yang dinamakan foreland basin. Termasuk ke dalam 
golongan ini adalah Buton, Banggai, Salawati, Bintuni, Seram, Timor. Pada saat 
suatu terrane tubrukan, ujung depan terrane ini akan tertekuk masuk sebagai 
foredeep yang lalu semakin dalam karena ditimbun oleh multiple thrust sheets 
hasil benturan. Di bagian depan terranes ini dulunya ada sedimen-sedimen 
syn-rifting atau syn-drifting pada saat terranes ini masih terapung atau 
jalan-jalan ke tempatnya tubrukan. Sedimen2 ini mempunyai 

[iagi-net-l] UU 24/2009 dan Bahasa Pengantar dalam PIT IAGI dan PIT HAGI

2011-10-05 Terurut Topik Awang Satyana
Rekan-rekan,
 
Saya ganti judul subjeknya karena beberapa rekan telah memasukkan UU 24/2009 
sebagai dasar yang mungkin akan dijadikan kerangka berpikir dalam memutuskan 
bahasa pengantar dalam PIT IAGI  PIT HAGI masa mendatang. Menurut hemat saya, 
para pengurus IAGI dan HAGI atau panitia PIT kelak tak harus memutuskan masalah 
ini sebab selain dilematis juga dasar kerangka berpikirnya belum cukup, 
meskipun itu sebuah UU.
 
Pertama-tama, saya tidak setuju dengan pemungutan suara (voting) tentang 
masalah ini, kemudian saya juga tidak setuju bahwa UU 24/2009 pasal 32 ayat 1 
dijadikan dasar kerangka berpikir. Mengapa? 
 
Pemungutan suara dalam pemahaman saya hanya cocok untuk pemilihan 
ketua/presiden dsb. Pemungutan suara di luar itu hanya mencerminkan suatu jalan 
buntu, padahal masalah pemilihan bahasa dalam PIT IAGI/HAGI sama sekali belum 
suatu jalan buntu, masih bisa kita analisis dengan baik, dengan kepala dingin, 
jangan dengan hati panas (termasuk jangan mencampuradukkannya dengan masalah 
nasionalisme). Berdebat boleh saja, sebab memang kita biasa berdebat to... 
 
UU 24/2009 pasal 32 ayat 1 tidak cukup untuk saat ini dijadikan dasar kerangka 
berpikir untuk memutuskan masalah ini. Mengapa? Saya harapkan rekan-rekan yang 
telah menvantumkan UU ini melihatnya secara komprehensif, jangan 
sebagian-sebagian, sebab bila melihatnya sebagian-sebagian akan salah tafsir 
dan berbahaya. Apalagi kemudian dijadikan dasar untuk pemungutan suara atau 
memutuskan. Coba dilihat pasal 40 UU ini, yaitu bahwa semua aturan tentang 
berbahasa Indonesia yang muncul di pasal 26-pasal 39, termasuk pasal 32 yang 
dikutip di bawah, akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden. Dan, 
setahu saya, sampai saat ini aturan lanjutannya (PerPres tersebut) belum ada. 
Jadi, jangan dengan satu kalimat di pasal 32 UU 24/2009 maka kita memutuskan 
sesuatu yang dampaknya besar. Tunggu sampai PerPres-nya lahir.
 
Hal lain adalah: menggunakan UU 24/2009 ini secara terburu2 akan membuat semua 
pertemuan internasional di Indonesia (misalnya pertemuan IPA) wajib dilakukan 
dalam bahasa Indonesia. Dan, semua komunikasi di lingkungan pekerjaan di 
Indonesia, termasuk di perusahaan2 asing yang ada di Indonesia, termasuk dengan 
kawan2 ex-patnya, harus berbahasa Indonesia (pasal 33/1); dan mereka wajib 
belajar bahasa Indonesia bagi yang belum bisa berbahasa Indonesia (pasal 33/2). 
Tujuannya baik, tetapi apa memang semudah dan sesuai dengan amanat UU itu. 
Tunggu dulu PerPres-nya yang akan mengatur lebih lanjut.
 
Juga, bahasa asing (c.q. bahasa Inggris) bukanlah sesuatu yang diharamkan dalam 
UU 24/2009 ini. Misalnya, pasal 35/2 yang mengatakan bahwa penulisan dan 
publikasi (publikasi di sini boleh saja diinterpretasikan sebagai presentasi, 
sebab penjelasan dalam UU ini pun tak membatasinya) karya ilmiah untuk tujuan 
atau bidang kajian khusus (petroleum, mining, geology, boleh saja dimasukkan 
dalam kajian khusus sebab profesinya  pun khusus) dapat menggunakan bahasa 
asing (c.q Inggris) atau bahasa daerah bila ingin mengembangkan bahasa daerah.  
Lihat juga pasal 43 yang mengatakan bahwa Pemerintah dapat memfasilitasi warga 
negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka 
peningkatan daya saing bangsa.
 
Kemudian, UU 24/2009 ini bukan hanya mengatur soal bahasa, tetapi ia datang 
sebagai UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Coba baca 
secara komprehensif semua pasalnya (74 pasal) maka akan segera nampak kepada 
kita bahwa khusus soal bahasa bahwa UU ini tidak memuat bagian larangan (di 
bagian bendera, lambang negara dan lagu kebangsaan ada masing-masing 
larangannya). Juga lihat Bab VII UU ini tentang ketentuan pidana atas 
pelanggaran pasal-pasal ini. Karena tak ada bagian larangan dalam aturan 
berbahasa, maka tak ada pula pasal-pasal pidana bila kita menyalahi pasal-pasal 
ini.
 
Tidak adanya larangan atau pidana dalam berbahasa jangan lalu diartikan kita 
boleh melanggarnya. Saya setuju dan akan selalu mendukung agar bahasa Indonesia 
wajib digunakan sebagai bahasa utama semua dokumen resmi di wilayah RI termasuk 
kontrak
-kontrak dengan pihak asing. Dan ketika terjadi perbedaan pendapat yang lalu 
diperkarakan, maka bahasa Indonesia menjadi dasar perkara. Bahwa kontrak2 migas 
sekarang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, meskipun baru dua 
tahun berjalan, adalah sesuatu yang baik. Saya juga mendukung dan telah 
menunjukkan agar bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa ilmiah termasuk dalam 
pertemuan-pertemuan ilmiah tahunan. 
 
Tetapi, saya tidak menafikan penggunaaan bahasa Inggris dalam penulisan dan 
publikasi makalah2 ilmiah. Penulisan publikasi2 dalam bahasa Inggris tentu ada 
tujuannya, yaitu agar ahli-ahli asing juga melihat dan menggunakan 
publikasi-publikasi kita orang Indonesia. Dan ini sangat sesuai dengan pasal 43 
UU 24/2009, yaitu dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. Geologi Indonesia 
sangat unik, menarik sekaligus rumit; selama 

Re: [iagi-net-l] Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris di PIT IAGI HAGI (?)

2011-10-01 Terurut Topik Awang Satyana
 berkomitmen. 
 
Analisis Pak Udrekh ada benarnya, tetapi seorang lulusan S1 paling tidak telah 
berhubungan dengan bahasa Inggris minimal 11 tahun (3 th SMP + 3 th SMS + 5 
tahun PT), suatu perioda waktu yang cukup lama untuk dapat menguasai suatu 
bahasa asing secara lisan maupun tulisan dengan baik. Maka, mestinya mereka 
telah mampu berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Inggris, tak ada hambatan 
untuk menerima pesan yang disampaikan dan tetap antusias bertanya meskipun 
dalam bahasa Inggris. Bila mereka masih kurang percaya diri untuk berbahasa 
Inggris, barangkali metode pengajaran bahasa asing di sekolah2 kita yang perlu 
dilihat lagi. Para murid sekolah/mahasiswa perlu lebih banyak diarahkan untuk 
dapat berbicara dalam bahasa Inggris saat mereka mempresentasikan tugas2nya, 
juga belajar berdebat dalam bahasa Inggris. 
 
Jangan kita dan generasi muda kita menjadi orang yang gagap berbahasa Indonesia 
dengan baik dan benar, juga tak percaya diri dalam berbahasa Inggris
 
Salam,
Awang
 

From: Udrekh [mailto:udr...@gmail.com] 
Sent: 30 September 2011 10:04
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris di PIT IAGI  
HAGI (?)
 
Kemaren saya menuliskan komentar yang sama pak, berharap ada komitmen untuk 
mengharuskan abstrak dan presentasi berbahasa Inggris. Saya melihat ada 2 hal 
yang mungkin menjadi bahan pertimbangan mengapa berbahasa Inggris menjadi 
sulit. 

1. Aspek serapan. Walau kita bisa berbahasa Inggris, tapi ada perasaa bahwa 
jika disampaikan dalam bahasa Indonesia, pesannya akan lebih mudah dipahami. 
Bagaimanapun juga, kesuksesan sebuah forum ilmiah juga sangat dipengharuhi oleh 
seberapa jauh berbagi informasi tersebut dapat diserap pendengar dan 
menimbulkan diskusi yang berkwalitas. Jika tidak ada orang asing yang hadir, 
berbahasa Inggris jadi seperti mengorbankan efektifitas penyerapan sebuah 
presentasi.

2. Aspek penerimaan peserta. Saat dibatasi dengan bahasa Inggris, mungkin akan 
mengurangi antusias teman2 yang merasa memiliki keterbatasan bahasa, enggan 
untuk berpartisipasi.

Tapi, saya setuju dengan usulan pak Awang. Kalau bisa, ada komitmen dan 
ketegasan bahwa kita mengadakan konverensi kelas internasional, sehingga 
konsekwensinya abstrak dan slide presentasi harus berbahasa Inggris, dan 
disampaikan dalam bahasa Inggris. Di Jepang, teman2 ilmuwan juga memiliki 
kendala yang sama. Mereka biasanya bisa membuat paper dengan bahasa Inggris 
yang baik, tapi tidak bisa presentasi bahasa Inggris. Dalam beberapa kegiatan 
yang saya ikuti, kendala terbesar adalah saat tanya jawab. Akhirnya, presentasi 
tetap diwajibkan dalam bahasa Inggris, akan tetapi saat tanya jawab, boleh 
berbahasa jepang. 
Mereka akhirnya menghafal apa yang akan disampaikan saat presentasi. Sehingga 
semua orang asal mau menghafal, tetap bisa melakukan presentasi dalam bahasa 
Inggris.



2011/9/30 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
JCM 2011 baru saja usai. Secara umum, pertemuan gabungan HAGI dan IAGI di 
Makassar ini berjalan lancar dan meriah. Selamat kepada Pak Dicky Rahmadi dan 
seluruh jajarannya, Panitia JCM 2011.



-- 
Udrekh
Marine Geoscientist
Nusantara Earth Observation Network
The Agency for The Assessment and Application Of Technology (BPPT)
BPPT 1th Building 20th floor
M.H. Thamrin no. 8
Jakarta 10340
Indonesia
Phone : 62-21-3168908

[iagi-net-l] Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris di PIT IAGI HAGI (?)

2011-09-29 Terurut Topik Awang Satyana
JCM 2011 baru saja usai. Secara umum, pertemuan gabungan HAGI dan IAGI di 
Makassar ini berjalan lancar dan meriah. Selamat kepada Pak Dicky Rahmadi dan 
seluruh jajarannya, Panitia JCM 2011.

Pemandangan yang berbeda kali ini adalah keterlibatan beberapa teman 
ex-patriate sebagai chair persons memandu jalannya presentasi teknis. Ini tak 
lain dari keinginan agar pertemuan ini bersifat lebih internasional. Untuk itu, 
Panitia telah meminta bantuan beberapa aktivis IPA untuk mencari teman2 ex-pat 
yang mau bergabung sebagai chair persons di JCM 2011. Usaha ini cukup berhasil, 
lumayan ada teman2 ex-pat hilir mudik di kemeriahan JCM 2011 baik sebagai 
penonton maupun chair persons.

Panitia pun memberikan catatan untuk mendorong setiap presentasi dilakukan 
dalam bahasa Inggris, untuk lebih menjadikan pertemuan IAGI dan HAGI ke arah 
internasional dan bisa dijadikan referensi yang seimbang dengan pertemuan2 
internasional lainnya yang dilakukan di Indonesia, seperti IPA misalnya.

Tetapi, dalam pengamatan saya, usaha ini gagal, begitu juga dalam 
pertemuan-pertemuan tahun2 sebelumnya. Para presenter, sekalipun mereka bisa 
berbahasa Inggris, dan tak sedikit yang levelnya sudah S2 atau S3, bahkan 
lulusan dari perguruan-perguruan tinggi di luar negeri; mereka tetap berbahasa 
Indonesia meskipun diminta chair person-nya berpresentasi dalam bahasa Inggris. 
Saat beberapa teman ex-pat menjadi chair persons-nya, dan tentu saja mereka 
berbahasa Inggris serta meminta agar presentasi dalam bahasa Inggris, 
presenter2 ini tetap berbahasa Indonesia dengan alasan bahwa sebagian besar 
penonton di ruangan adalah orang2 Indonesia (tentu saja, kan ini bukan di LN, 
he2...).

Kewajiban berbahasa Indonesia dan keinginan menjadikan pertemuan2 IAGI  HAGI 
bersifat internasional dengan cara presentasi  menggunakan bahasa Inggris 
adalah sebuah dilema sejak dulu. Sepengatamatan saya, usaha ini, yaitu meminta 
para presenter berbahasa Inggris, pada setiap PIT setiap tahun selalu tidak 
berhasil. Chair persons, meskipun merupakan bagian yang diminta secara khusus 
untuk mendorong presentasi  diskusi di ruangannya dalam bahasa Inggris, bahkan 
juga yang berbahasa Indonesia. 

Dalam JCM kemarin, kehadiran kawan2 ex-pat2 baik sebagai penonton maupun chair 
persons bertujuan agar mereka bisa bercerita kepada sesama ex-pat bahwa 
pertemuan HAGI  IAGI layak untuk dikunjungi dan paper2-nya layak untuk diacu 
karena berbahasa Inggris, misalnya. Tetapi usaha ini kelihatannya tak berhasil; 
mereka bahkan bisa bercerita sebaliknya.

Menginternasionalkan PIT IAGI  HAGI bukan suatu hal yang berlebihan atau 
terlarang, apalagi semua hal sekarang mengalami globalisasi. Salah satu program 
Pak Sri Widyantoro, presiden terpilih HAGI untuk masa kepengurusan selanjutnya, 
adalah juga menginternasionalkan HAGI. Maka, yang harus dibenahi a.l. adalah 
PIT-PIT-nya. 

Saya yakin, baik chair person, presenter, maupun penonton di ruangan presentasi 
mampu berbahasa Inggris. Berbahasa Inggris tidak sama dengan menjadikan bahasa 
Indonesia kelas 2. Ini hanyalah jalan dalam usaha membuat PIT IAGI  HAGI lebih 
bersifat internasional, yang layak diacu, baik presentasinya maupun 
makalah2nya. 

Tak banyak dari oil companies yang mengirim staf-stafnya untuk mengikuti PIT 
IAGI dan HAGI; kecuali dari perusahaan2 minyak nasional; salah satu penyebabnya 
adalah image bahwa PIT IAGI  HAGI adalah pertemuan2 yang sepenuhnya berbahasa 
Indonesia; meskipun yang akan hadir adalah orang2 Indonesia, toh mereka tak 
disetujui untuk hadir saat mengajukan ke atasan2nya (yang mungkin ex-pat).

Sungguh merupakan suatu dilema, apalagi sekarang ada UU tentang kewajiban 
berbahasa nasional; semoga bisa kita pikirkan bersama bagaimana sebaiknya. 
Berbahasa Inggris dalam presentasi di PIT IAGI  HAGI tentu saja bukan 
gaya-gayaan. 

Di luar semua itu, penguasaan bahasa Inggris adalah mutlak, baik secara lisan 
maupun tulisan. Dan sebagai orang Indonesia, kita juga wajib terus membina 
bahasa Indonesia kita.

salam,
Awang


PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Ayo siapkan diri!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. 

Re: [iagi-net-l] Ekspedisi Cincin Api - Kompas

2011-09-19 Terurut Topik Awang Satyana
 semestinya istilah
 kebencanaan atau
 bahkan istilah cincin api masuk dalam UUD45. Saat ini
 hampir semua
 rakyat Indonesia mengerti hal ini dan sadar bagaimana dan
 betapa
 besarnya dampak dari bencana selama ini di Indonesia. Namun
 sering
 (hampir selalu) mitigasi kebencanaan dikesampingkan dalam
 kebijakan.
 Hal ini tentusaja dasar legitimasi mitigasi ada dibawah
 ekstraksi.
 Saya baru melihat model Pak Hamzah Latief ttg tsunami
 Sunda. Kalau hal
 ini terjedi tentusaja kerugian materiil maupun non material
 sangat
 besar. Trutama dg adanya pelabuhan serta sentra industri di
 Cilegon.
 Saya ngga yakin mitigasi kebencanaan utk daerah ini sudah
 cukup,
 mungkin sangatlah minim usaha mitigasi dalam artian
 persiapan fisik.
 Secara preliminary riset dan penelitian sudah sering
 dilakukan namun
 jarang dipakai secara riil utk peningkatan usaha fisik.
 Misal
 membuatan tanggul atau usaha tata ruang dalam mengurangi
 dampak bila
 terjadi bencana.
 Sekali terjadi bencana maka musnahlah hasil kerja
 bertahun-tahun.
 Musnahlah jerihpayah pembangunan. Dan pasti menguras APBN
 maupun milik
 rakyat dalam pemulihannya.
 
 Dengan demikian bisa jadi bukanlah hal yg muluk bila kita
 merevisi
 UUD45 dengan memasukkan kalimat Bahwa sesungguhnya
 Indonesia berada
 didaerah Cincin Api ... Sehingga diperlukan aturan khusus
 ttg mitigasi
 yg perlu dikedapankan dalam stiap kebijakan.
 
 Salam waspada.
 Rdp
 
 On 19/09/2011, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
 wrote:
  Baguslah kalau kita sendiri menghargai kekayaan dan
 sejarah alam serta
  budaya Indonesia, semoga makin meluas ketertarikan
 masyarakat kita kepada
  alam dan budayanya sendiri.
  
  Cincin Api (ring of fire) sebenarnya julukan buat
 semua jalur gunungapi yang
  memagari Cekungan Samudera Pasifik, mulai dari selatan
 di tepi-tepi barat
  Chile-Peru, Amerika Tengah, California, Canada sebelah
 barat, Alaska sebelah
  selatan, menyeberang ke Asia melalui jembatan daratan
 Aleut, memasuki batas
  timur Eropa-Asia melalui Kuril, lalu Jepang,
 menghunjam ke selatan melalui
  Mariana, lalu menyusuri tepi utara Papua New Guinea
 dan gugusan kepulauan
  mikronesia, lalu berakhir di selatan kembali melalui
 Tonga, Kermadec dan
  akhirnya Selandia Baru. Istilah lain buat Cincin Api
 ini adalah Andesitic
  Line, mengingat hampir semua komposisi gunungapinya
 andesitik karena hasil
  subduksi lempeng samudera Pasifik menunjam ke semua
 lempeng-lempeng benua
  atau samudera yang mengelilinginya. Sebuah teori
 kontroversial pernah
  dikemukakan oleh para ahli kosmologi, bahwa Bulan kita
 adalah massa Bumi
  yang tercabut dari Cekungan Samudera Pasifik, dan
 Cincin Api adalah sisa
   paling luar bekas luka cabutan itu.
  
  Bagaimana dengan gunung-gunungapi di Indonesia dari
 Sumatra-Jawa-Nusa
  Tenggara-Banda-Halmahera dan Sulawesi Utara? 
 Banyak literatur
  menggolongkannya juga sebagai jalur Cincin Api, Ring
 of Fire. Tetapi
  gunung2api Indonesia tidak duduk di proper ring of
 fire. Posisi Indonesia
  justru unik dan sangat menarik sebab ia duduk di
 junction, sambungan,
  jalur-jalur gunungapi di dunia, dan kemudian membuat
 jalur sendiri.
  Gunung-gunungapi di Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Banda
 adalah jalur paling
  akhir Jalur Alpide, yang memanjang dari tepi barat
 Atlantik ke Laut Tengah
  ke Iran ke Himalaya, menghunjam ke selatan melalui
 Burma dan masuk ke
  Sumatra lalu membusur melalui Jawa-Nusa Tenggara dan
 Laut Banda.
  
  Adakah gunung2api aktif di sini, tentu saja ada,
 tetapi umumnya pada masa
  lalu dan sekarang telah mati. Ingat saja gunungapi di
 Pulau Thera, Santorini
  yang memunahkan kebudayaan Creta pada abad2 sebelum
 Masehi (dari mana
  legenda Atlantis berasal), atau ingat juga Vesuvius
 yang memunahkan kota
  Pompeii dan Herculaneum pada AD 79, yang lalu pada AD
 1815 punya
  padananannya masih di Jalur Alpide, yaitu Pompeii of
 the East Tambora
  1815. Bila gunung2 api lain di Jalur Alpina sudah
 berhenti aktif,  di
  Indonesia justru aktif terus karena lempeng samudera
 Hindia masih menunjam
  di bawahnya. Kemudian, jalur baru dibuat pula di
 Indonesia, Jalur Halmahera
  dan Sulawesi Utara, hasil double subduction ke sisi
 barat dan timur yang tak
  ada duanya di dunia.
  
  Di Indonesialah bertemu jalur-jalur gunuapi dunia,
 Cincin Api Pasifik dan
  Cincin Api Alpina. Dan statusnya aktif ! 
 Benar-benar kita seperti  duduk di
  dua 'tungku' mantel Bumi yang luar biasa aktif dalam
 kejapan skala waktu
  geologi. Maka, tiga ranking VEI (volcanic explosivity
 index) tertinggi di
  dunia pun dipegang oleh tiga gunungapi Indonesia: Toba
 74.000 tyl (VEI
  8)yang membuat populasi manusia tinggal 20 % saja,
 Tambora 1815 M (VEI 7)
  yang meniadakan musim panas setahun berikutnya di
 belahan dunia utara, dan
  Krakatau 1883 (VEI 6) yang teriakannya paling dahsyat
 di Bumi. Lalu jangan
  lupakan Merapi , gunungapi teraktif di dunia, a decade
 volcano; yang ikut
  mempengaruh jalannya sejarah kebudayaan di Jawa .
  
  Salam,
  Awang
  
  --- Pada Sen, 19/9/11

Re: [iagi-net-l] Ekspedisi Cincin Api - Kompas

2011-09-18 Terurut Topik Awang Satyana
Baguslah kalau kita sendiri menghargai kekayaan dan sejarah alam serta budaya 
Indonesia, semoga makin meluas ketertarikan masyarakat kita kepada alam dan 
budayanya sendiri.

Cincin Api (ring of fire) sebenarnya julukan buat semua jalur gunungapi yang 
memagari Cekungan Samudera Pasifik, mulai dari selatan di tepi-tepi barat 
Chile-Peru, Amerika Tengah, California, Canada sebelah barat, Alaska sebelah 
selatan, menyeberang ke Asia melalui jembatan daratan Aleut, memasuki batas 
timur Eropa-Asia melalui Kuril, lalu Jepang, menghunjam ke selatan melalui 
Mariana, lalu menyusuri tepi utara Papua New Guinea dan gugusan kepulauan 
mikronesia, lalu berakhir di selatan kembali melalui Tonga, Kermadec dan 
akhirnya Selandia Baru. Istilah lain buat Cincin Api ini adalah Andesitic Line, 
mengingat hampir semua komposisi gunungapinya andesitik karena hasil subduksi 
lempeng samudera Pasifik menunjam ke semua lempeng-lempeng benua atau samudera 
yang mengelilinginya. Sebuah teori kontroversial pernah dikemukakan oleh para 
ahli kosmologi, bahwa Bulan kita adalah massa Bumi yang tercabut dari Cekungan 
Samudera Pasifik, dan Cincin Api adalah sisa
 paling luar bekas luka cabutan itu.

Bagaimana dengan gunung-gunungapi di Indonesia dari Sumatra-Jawa-Nusa 
Tenggara-Banda-Halmahera dan Sulawesi Utara?  Banyak literatur menggolongkannya 
juga sebagai jalur Cincin Api, Ring of Fire. Tetapi gunung2api Indonesia tidak 
duduk di “proper ring of fire”. Posisi Indonesia justru unik dan sangat menarik 
sebab ia duduk di junction, sambungan, jalur-jalur gunungapi di dunia, dan 
kemudian membuat jalur sendiri. Gunung-gunungapi di Sumatra-Jawa-Nusa 
Tenggara-Banda adalah jalur paling akhir “Jalur Alpide”, yang memanjang dari 
tepi barat Atlantik ke Laut Tengah ke Iran ke Himalaya, menghunjam ke selatan 
melalui Burma dan masuk ke Sumatra lalu membusur melalui Jawa-Nusa Tenggara dan 
Laut Banda. 

Adakah gunung2api aktif di sini, tentu saja ada, tetapi umumnya pada masa lalu 
dan sekarang telah mati. Ingat saja gunungapi di Pulau Thera, Santorini yang 
memunahkan kebudayaan Creta pada abad2 sebelum Masehi (dari mana legenda 
Atlantis berasal), atau ingat juga Vesuvius yang memunahkan kota Pompeii dan 
Herculaneum pada AD 79, yang lalu pada AD 1815 punya padananannya masih di 
Jalur Alpide, yaitu “Pompeii of the East” Tambora 1815. Bila gunung2 api lain 
di Jalur Alpina sudah berhenti aktif,  di Indonesia justru aktif terus karena 
lempeng samudera Hindia masih menunjam di bawahnya. Kemudian, jalur baru dibuat 
pula di Indonesia, Jalur Halmahera dan Sulawesi Utara, hasil double subduction 
ke sisi barat dan timur yang tak ada duanya di dunia.

Di Indonesialah bertemu jalur-jalur gunuapi dunia, Cincin Api Pasifik dan 
Cincin Api Alpina. Dan statusnya aktif !  Benar-benar kita seperti  duduk di 
dua ‘tungku’ mantel Bumi yang luar biasa aktif dalam kejapan skala waktu 
geologi. Maka, tiga ranking VEI (volcanic explosivity index) tertinggi di dunia 
pun dipegang oleh tiga gunungapi Indonesia: Toba 74.000 tyl (VEI 8)yang membuat 
populasi manusia tinggal 20 % saja, Tambora 1815 M (VEI 7) yang meniadakan 
musim panas setahun berikutnya di belahan dunia utara, dan Krakatau 1883 (VEI 
6) yang teriakannya paling dahsyat di Bumi. Lalu jangan lupakan Merapi , 
gunungapi teraktif di dunia, a decade volcano; yang ikut mempengaruh jalannya 
sejarah kebudayaan di Jawa .

Salam,
Awang

--- Pada Sen, 19/9/11, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis:


Dari: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Ekspedisi Cincin Api - Kompas
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 19 September, 2011, 7:41 AM


Dapat dibaca disini :

http://nasional.kompas.com/read/2011/09/16/18584012/Berdebar.Nobar.Ekspedisi.Cincin.Api

TERKAIT:


Mencintai Cincin Api, Mencintai Indonesia
Kita Hidup di Daerah Bencana
Sejarah Berhenti di Kebun Kopi
LIVE Report: Peluncuran Ekspedisi Cincin Api
Jalur Ekspedisi Cincin Api Kompas
RDP


2011/9/19 Shofiyuddin shofiyud...@gmail.com


Sabtu kemarin iseng iseng beli koran Kompas ... dan waw ... saya dibuatnya 
surprise sekali dimana harian ini mengulas perjalanan Ekspedisi Cincin Api yang 
dimulai dari Gunung Tambora di Nusa Tenggara Sana. Ekspedisi akan dilanjutkan 
ke banyak gunung api lainnya seperti Toba di Sumatra dsb. 


Ini adalah ekspedisi gabungan yang melibatkan ilmu volkanologi, geologi dan 
arkeologi. Gunung Tambora dijadikan sebagai titik awal ekspedisi. Cukup 
mencengangkan ternyata gunung yang satu ini diperkirakan meletus pada April 
1815. Kedahsyatan letusannya sanggup mengubah iklim di sebagai belahan dunia 
dan diperkirakan berada 1 tingkat di bawah letusan super Toba di Sumatra. Saya 
belum pernah mendengar ini sebelumnya. Diameter kaldera sepanjang 7 km 
barangkali bisa bercerita kehebatan letusannya dan penemuan sisa sisa 
gelontoran awan panas membumi hanguskan desa desa di sekitarnya. Diperkirakan 
dua kerajaan terkubur hidup hidup karena letusan ini dibuktikan dengan penemuan 
mayat 

[iagi-net-l] Tectonics of Sulawesi HC Implications: Recent Knowledge

2011-09-18 Terurut Topik Awang Satyana
Subjek di atas adalah makalah yang akan saya presentasikan dalam JCM 2011 
minggu depan di Makassar. Judul makalah adalah, Tectonic Evolution of Sulawesi 
Area: Implications for Proven and Prospective Petroleum Plays. Abstrak makalah 
terlampir di bawah. Full papernya ada di CD prosidings JCM  (untuk rekan2 yang 
tidak menghadiri JCM, bila berminat, full paper bisa saya kirimkan seusai 
pertemuan JCM). Makalah ini dibangun menggunakan data-data seismik, pengeboran 
eksplorasi dengan status terbaru. Skenario tektonik disintesis dari pemelajaran 
akumulasi publikasi tektonik terdahulu.

Sulawesi dan sekitarnya (onshore dan offshore) adalah wilayah yang  sedang 
banyak diminati oleh para investor perminyakan. Saat ini ada 23 WK yang 
terdapat di dan sekitar Sulawesi, mengeksplorasi 16 cekungan sedimen. Lapangan 
yang sedang berproduksi adalah lapangan minyak Tiaka (JOB Pertamina-Medco) di 
Cekungan Banggai, Sulawesi Timur dan lapangan gas Sengkang (Energy Equity) di 
Cekungan Sengkang/Bone di Sulawesi Selatan. Banyak lapangan lain dan sumur 
penemuan telah ditemukan di Sulawesi Timur sekitar Tiaka, tetapi belum 
diproduksikan, sebagian dalam tahap pengembangan. Begitu juga ada lapangan2 gas 
lain sekitar Sengkang yang akan dikembangkan. Lapangan aspal terdapat di Buton, 
yang menunjukkan lapangan minyak yang terbiodegradasi. Lapangan aspal Buton 
adalah lapangan aspal terbesar di Asia sebelum PD II.  Di luar semua itu banyak 
oil dan gas seeps dan HC slicks di Sulawesi dan sekitarnya. Pendek kata, di 
Sulawesi telah terdapat proven  working
 petroleum system, juga potential proven petroleum system. Dari segi penawaran 
WK baru pun dalam 10 tahun terakhir, Sulawesi menduduki salah-satu peringkat 
atas. Tektonik, adalah salah satu faktor pemicu petroleum geology Sulawesi.

Seperti kita tahu, Sulawesi secara geologi dibentuk oleh benturan berbagai 
terrane atau mandala geologi, peristiwa tektonik yang dialaminya secara garis 
besar barangkali bisa kita urutkan menjadi: rifting-drifting, collision, dan 
rotation. Rifting dan drifting dialami oleh terrane Sulawesi Barat-Sulawesi 
Selatan yang memisahkan diri dari tepi timur Sundaland pada Paleogen, membuka 
Selat Makassar, dan  drifted ke arah Ceno-Tethys ocean. Diperkirakan ada 
beberapa mikrokontinen penyusun Sulawesi Barat, misalnya Pompangea di tepi 
timur Sulawesi Barat. Kerak samudera Ceno-Tethys menunjam ke arah baratlaut di 
bawah lempeng samudera Celebes dan membentuk busur kepulauan Sulawesi Utara. 
Rifting juga dialami oleh mikrokontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula yang 
detached dari induknya di tepi utara Australia dan drifted ke arah 
baratlaut-utara menuju Sulawesi.

Pada Oligo-Miosen sampai Pliosen Awal terjadilah docking -benturan Buton dan 
Banggai ke terrane Sulawesi. Benturan ini menjepit kerak samudera Ceno-Tethys 
di tengah yang kemudian terobduksi dan overthrusted lalu tersingkap di Sulawesi 
Timur seperti sekarang menjadi sumber pertambangan nikel Sorowako. Lebih ke 
barat, benturan ini juga menyebabkan metamorfisme tepi timur Sulawesi Barat 
yang disusun mikrokontinen Pompangea. Episode tektonik berikutnya adalah 
post-collision tectonics, pasca benturan, yaitu terputarnya (rotation) 
lengan-lengan Sulawesi yang diakomodasi oleh sesar-sesar mendatar besar di 
Sulawesi (misal: Palu-Koro, Gorontalo, Lawanopo, Hamilton, Balantak, Matano). 
Menurut dugaan, benturan ini juga telah membalikkan polaritas busur-busur 
Sulawesi yang semula cembung ke arah timur menjadi cekung ke arah timur, 
sehingga sekarang bentuknya seperti huruf K. Terputarnya beberapa lengan 
Sulawesi ini juga telah membuka teluk-teluk di sekitarnya,
 misalnya Teluk Bone. Begitulah kira-kira evolusi tektonik yang membentuk 
Sulawesi.

Tektonik telah membentuk cekungan-cekungan sedimen di dan sekitar Sulawesi. 
Misalnya, North Makassar dan South Makassar dibentuk oleh rifting Sulawesi 
Barat dan Sulawesi Selatan dari Kalimantan. Contoh lain adalah foreland basins 
Buton dan Banggai dibentuk oleh benturan mikrokontinen Buton dan Banggai, dan 
periode Neogen rifted basin Bone dibentuk oleh pembukaan karena rotasi 
anticlockwise Lengan Tenggara Sulawesi. Tektonik juga telah mengontrol elemen 
dan proses petroleum system cekungan-cekungan Sulawesi. Misalnya, di productive 
Banggai Basin, tektonik telah menekuk lapisan karbonat-mudstone Miosen ke 
foredeep cekungan sehingga matang dan menggenarasikan hidrokarbon. Lapisan 
batuan induk juga tertekuk karena ditekan thrust sheets batuan di atasnya oleh 
deformasi akibat benturan. Lapisan karbonat seumur terlipat dan tersesarkan 
menjadi perangkap-perangkap hidrokarbon yang diisi oleh migrasi HC yang 
mengarah ke regional updip area. Kondisi di Buton,
 tektonik benturan mengendalikan petroleum system dengan cara yang sama; hanya 
sekarang tinggal dicari perangkap dengan tingkat deformasi yang tidak terlalu 
intensif agar lapisan penutupnya masih utuh sehingga minyak yang sudah 
terperangkap tidak rusak oleh biodegradasi.


Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism

2011-09-15 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Rimbawan,
 
Saya tak pernah menyaksikan tayangan NG channel tersebut, tetapi bahwa komodo 
mungkin berasal dari spesies yang justru berukuran lebih besar, sehingga di 
tempatnya sekarang ia mengalami dwarfism bukan gigantism seperti yang saya 
tulis, adalah memang merupakan sedikit perdebatan di seputar komodo ini.
 
Komodo (Varanus komodoensis) baru terbuka kepada dunia ilmu pengetahuan pada 
tahun 1912 ditandai dengan munculnya deskripsi fauna ini dalam sebuah jurnal 
ilmu pengetahuan oleh Ouwens seorang penelitti di Kebun Raya Bogor. 
Deskripsinya itu didasarkan atas penemuan komodo untuk pertama kalinya (bagi 
dunia barat mestinya) oleh seorang tentara Belanda yang ditugaskan di Flores 
pada tahun 1910. Kini komodo hidup di beberapa pulau kecil yang terletak antara 
Sumbawa dan Flores, yaitu: Pulau Komodo, Rinca, Padar, Gili Motang dan Flores 
bagian barat dan utara.
 
Seekor komodo dewasa yang tumbuh maksimum dapat mencapai panjang hampir 3 meter 
dan berat 70-90 kg. Komodo adalah kadal/biawak terbesar di dunia. Bahwa komodo 
berasal dari fauna yang lebih besar lagi, pernah diduga, yaitu berasal dari 
kadal/biawak raksasa berukuran 7 meter, berat 650 kg, yang pada 30.000 tahun 
lalu berkeliaran  di Australia bagian timur, yaitu Megalania prisca. Tetapi, 
para peneliti menganggap komodo-komodo yang ditemukan di pulau2 sebelah barat 
Flores, adalah berasal dari Flores.
 
Apakah komodo produk gigantisme dari biawak atau produk dwarfism dari Megalania 
Australia belum diketahui dengan jelas. MacKinnon (1986) mengatakan komodo2 di 
pulau2 kecil di sebelah barat Flores berasal dari Flores pada waktu Plistosen, 
atau produk gigantisme dari biawak2 yang banyak ditemukan di kawasan 
Australasia atau Oriental (Asiatik), di luar wilayah Wallacea, biawak ini 
mengalami gigantisme di wilayah Wallacea. Pendapat lain yang mungkin juga, 
adalah justru komodo produk dwarfism dari Megalania prisca yang hidup di 
Australia bagian timur (Ciofi, 1997). Langkanya fosil2 Megalania dalam jalur 
migrasi dari Australia ke Flores merupakan faktor yang menyulitkan pendapat 
ini, di samping genus yang berbeda antara Varanus (komodo) dan Megalania.

Apa pun itu, daerah Wallacea di Indonesia bagian tengah mengakomodasi baik 
dwarfism maupun gigantism, berlaku bagi spesies fauna maupun hominid.

salam,
Awang

--- Pada Kam, 15/9/11, rimbawan prathidina rimbawanprathid...@gmail.com 
menulis:


Dari: rimbawan prathidina rimbawanprathid...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland  Island Dwarfism
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, 
Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Tanggal: Kamis, 15 September, 2011, 1:30 PM


Pak Awang

Hanya mau Cross Check saja pak Awang, saya pernah lihat tayangan di National 
Geographic Channel bahwa Komodo itu dulunya lebih besar dari ukuran nya 
sekarang dan dikarenakan jembatan darat tadi tertutup maka para komodo tersebut 
terisolasi sehingga terjadi penurunan kuantitas (jumlah dan ukuran binatang 
buruan)  makanan sehingga mereka berbadan kecil (Dwarfism) seperti saat ini. 
Tapi tentu saja ini perlu di cross cek juga bila ditemukan fosil - fosil komodo 
purba.

salam
Rimbawan


2011/9/15 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi para geoscientists yang 
mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention 
Makassar, 26-29 September 2011), merupakan wilayah yang sangat 
unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi. Sulawesi adalah wilayah 
benturan antara berbagai terrane (mintakat) geologi, sekaligus merupakan 
wilayah benturan antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini 
'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan sebab-akibat.  Fenomena 
ini bukan barang baru, tetapi saya ingin mengangkatnya lagi menggunakan 
analisis dan sintesis baru dalam rangka menghargai sebuah pulau unik di 
Indonesia dalam sebuah makalah yang akan dipresentasikan di JCM 
berjudul,Sulawesi: Where Two Worlds Collided - Geologic Controls on 
Biogeographic Wallace's Line. Tujuannya adalah semoga kita makin menghargai 
bagian Tanah Air kita yang unik-menarik-walaupun rumit ini. Abstrak makalahnya 
ada
 di
 bawah tulisan ini.

Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat. Wallacea adalah suatu nama 
wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan Dickerson (1928) yang di sebelah 
barat dibatasi oleh Garis Wallace (1863), di sebelah timur dibatasi Garis 
Lydekker (1896). Garis Wallace membatasi tepi timur penyebaran fauna Asiatik, 
sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi barat fauna Australis. Secara geologi 
tepi-tepi ini masing-masing berhubungan dengan tepi Sunda Land dan Sahul Land. 
Di daerah Wallacea-lah terjadi percampuran dua dunia fauna Asiatik dan 
Australis. Nama Wallacea tentu kita bisa duga, yaitu berasal dari Alfred Russel 
Wallace, naturalist  Inggris yang menjelajah alam Indonesia selama delapan 
tahun (1854-1862

Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism

2011-09-15 Terurut Topik Awang Satyana
Abah,

Land bridges atau jembatan daratan adalah pulau-pulau kontinen yang muncul 
karena fluktuasi muka laut saat susut. Area ini muncul di atas laut dan menjadi 
jembatan daratan yang digunakan fauna bermigrasi. Indonesia kaya akan land 
bridges, disertai sejarah fluktuasi muka laut yang kompleks, jadilah jembatan 
daratan ini muncul atau juga tenggelam.

Lombok dan Sumbawa pernah bersatu (bukan karena Selat Alas di antaranya belum 
ada, selat itu ada, tetapi tersingkap dasarnya akibat susut muka laut). Komodo 
dan Lomblen pernah bersatu, Roti menjadi satu dengan Semau dan Timor. Sula dan 
Banggai, Bacan dan Halmahera, Tanah Jampea-Salayar-Doang-Kangean-Madura adalah 
contoh-contoh jembatan daratan.

Stegodon bisa berenang, tetapi tak lebih dari 30 km (Monk et al.1997); bila 
sekarang ada fosil Stegodon ditemukan dan pulau-pulau di sekitarnya jauhnya 
misalnya 50 km, maka bisa diduga bahwa dulu Stegodon tersebut pindah pulau 
melalui jembatan daratan. Sulawesi dihubungkan oleh jembatan daratan sekitar 
Doang-Tanah Jampea-Salayar dengan Sundaland atau Nusa Tenggara, ke arah 
Sulawesi Selatan itulah, tepatnya Lembah Walanae, pada Pliosen-Pleistosen, 
beberapa fauna dari Sundaland dan Nusa Tenggara bermigrasi, dan kini di dunia 
paleontologi vertebrata kumpulan migrated fauna itu disebut Kelompok Cabenge, 
Sulawesi Selatan.

Salam,
Awang


--- Pada Kam, 15/9/11, Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id menulis:

 Dari: Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id
 Judul: Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland  Island Dwarfism
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Kamis, 15 September, 2011, 2:21 PM
 
 
 Awang
 
 jembatan itu  posisinya secara geologi apa ya ?
 
 si Abah ?
 
 
 On Thu, September 15, 2011 1:30 pm, rimbawan prathidina
 wrote:
  Pak Awang
 
  Hanya mau Cross Check saja pak Awang, saya pernah
 lihat tayangan di
  National
  Geographic Channel bahwa Komodo itu dulunya lebih
 besar dari ukuran nya
  sekarang dan dikarenakan jembatan darat tadi tertutup
 maka para komodo
  tersebut terisolasi sehingga terjadi penurunan
 kuantitas (jumlah dan
  ukuran
  binatang buruan)  makanan sehingga mereka
 berbadan kecil (Dwarfism)
  seperti
  saat ini. Tapi tentu saja ini perlu di cross cek juga
 bila ditemukan fosil
  -
  fosil komodo purba.
 
  salam
  Rimbawan
 
  2011/9/15 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
 
  Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak
 dikunjungi para
  geoscientists
  yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara
 HAGI dan IAGI (JCM-
  Joint
  Convention Makassar, 26-29 September 2011),
 merupakan wilayah yang
  sangat
  unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun
 biologi. Sulawesi adalah
  wilayah benturan antara berbagai terrane
 (mintakat) geologi, sekaligus
  merupakan wilayah benturan antara dunia fauna.
 Kedua benturan geologi
  dan
  biologi ini 'klop' alias saling mendukung dan
 saling berhubungan
  sebab-akibat.  Fenomena ini bukan barang
 baru, tetapi saya ingin
  mengangkatnya lagi menggunakan analisis dan
 sintesis baru dalam rangka
  menghargai sebuah pulau unik di Indonesia dalam
 sebuah makalah yang akan
  dipresentasikan di JCM berjudul,Sulawesi: Where
 Two Worlds Collided -
  Geologic Controls on Biogeographic Wallace's
 Line. Tujuannya adalah
  semoga
  kita makin menghargai bagian Tanah Air kita yang
 unik-menarik-walaupun
  rumit
  ini. Abstrak makalahnya ada di
   bawah tulisan ini.
 
  Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat.
 Wallacea adalah suatu
  nama
  wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan
 Dickerson (1928) yang di
  sebelah
  barat dibatasi oleh Garis Wallace (1863), di
 sebelah timur dibatasi
  Garis
  Lydekker (1896). Garis Wallace membatasi tepi
 timur penyebaran fauna
  Asiatik, sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi
 barat fauna Australis.
  Secara geologi tepi-tepi ini masing-masing
 berhubungan dengan tepi Sunda
  Land dan Sahul Land. Di daerah Wallacea-lah
 terjadi percampuran dua
  dunia
  fauna Asiatik dan Australis. Nama Wallacea tentu
 kita bisa duga, yaitu
  berasal dari Alfred Russel Wallace,
 naturalist  Inggris yang menjelajah
  alam
  Indonesia selama delapan tahun (1854-1862). Daerah
 Wallacea adalah
  daerah
  yang sangat rumit dalam geologi Indonesia, banyak
 mikrokontinen, sliver,
  oceanic plateaux,  ofiolit, baik secara
 in-situ maupun ex-situ yang
  berasal
  dari berbagai area asal dipindahkan ke sini.
 Laut-laut paling dalam
  Indonesia dan
   pembusuran (arching) Banda terjadi  di
 sini juga. Endemisme fauna
  Indonesia paling tinggi berasal dari daerah
 Wallacea, sebut saja
  misalnya
  keberadaan komodo, babirusa, anoa, dan maleo; yang
 berasal dan hidup
  hanya
  di daerah Wallacea, tidak ada di bagian dunia yang
 lain.
 
  Dalam tulisan kali ini, saya ingin mengulas
 sedikit tentang gagasan
  terkenal dalam dunia paleontologi
 vertebrata/mamalia Indonesia berasal
  dari
  D.A. Hooijer (1957, 1967), ahli paleontologi
 vertebrata berkebangsaan
  Belanda yang pernah bekerja di Indonesia, yang
 konsepnya bernama
  Stegoland

[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism

2011-09-15 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Muharram,

Terima kasih apresiasinya.

Fauna di suatu tempat itu ada yang datang sendiri bermigrasi secara alami untuk 
mencari makan dan berkeliaran kemudian mengalami spesiasi (pembentukan spesies) 
baru dalam rangka melakukan adaptasi terhadap lingkungan barunya. Dalam banyak 
kasus, inilah yang terjadi. Tetapi dalam beberapa kasus, ada fauna-fauna yang 
sengaja diintroduksi ke suatu wilayah agar berkembang di wilayah baru tersebut. 
Misalnya, anjing dan kuda adalah contoh hewan2 yang diintroduksi ke pulau-pulau 
komodo pada abad ke-19. Kini, kuda-kuda itu menjadi liar (barangkali ingat 
produk Sumbawa-Flores akan susu kuda liar he2..., kadang2 jadi mangsa komodo; 
dan anjing pun menjadi liar yang lalu menjadi musuh/saingan komodo dalam 
berebut makanan. Jadi bila keberadaan mereka anomali terhadap “hukum Wallacea” 
ya dapat dimaklumi sebab faktor manusialah, yang suka melanggar hukum itu,  
penyebabnya. 

Anoa dataran rendah (di selatan Gorontalo) maupun anoa pegunungan (di Sulawesi 
Barat) adalah sapi/kerbau hutan paling kecil di dunia, tinggi di bahunya hanya 
setengah meter. Kerbau-kerbau di Jawa atau juga di Sulawesi Selatan termasuk di 
Toraja adalah kerbau2 yang normal tingginya, dua kali anoa; tetapi anoa 
bukanlah produk dwarfism dari kerbau2 sekarang yang hidup di Sulawesi Selatan 
atau Toraja. Harus dibedakan antara fauna alam liar seperti anoa, babirusa dll. 
dengan fauna hasil domestikasi/peternakan/dipelihara. Juga harus dibedakan 
antara paleofauna dan present fauna. Anoa adalah paleofauna yang masa hidupnya 
masih menerus sampai sekarang, sementara kerbau varian yang Pak Muharram 
sebutkan hanyalah varian kerbau masa kini.

Kerbau-kerbau yang dikorbankan dalam upacara adat Toraja, misalnya dalam 
upacara pemakaman (tomate) memang kerbau-kerbau pilihan, yang besar-besar, dan 
bahkan kalau bisa yang warna kulitnya lain dari yang lain, misalnya kerbau bule 
yang bertotol (tedong bonga). Itu bukan kerbau2 hasil gigantisme, tetapi 
kerbau2 terpilih. Semakin banyak kerbau dikorbankan, semakin bagus dan besar 
kerbaunya semakin tinggilah prestise keluarga yang melakukan upacara pemakaman 
itu. Pada masanya, Belanda pernah melarang tradisi ini sebab tak jarang 
menyebabkan keluarga menjadi bangkrut, jumlah kerbau yang boleh dikorbankan 
diatur. Pemerintah Indonesia pun pernah membatasinya dengan cara menerapkan 
pajak pengorbanan kerbau...

Anoa dan Stegodon adalah produk island dwarfism di Sulawesi Selatan. Adakah 
produk gigantisme, ada, yaitu kura-kura raksasa Sulawesi (Geochelone atlas), 
yang lebar batoknya (karapas) bisa sampai 3 meter. Sayang sudah punah dan 
tinggal fosil-fosilnya yang ditemukan. Dengan ukuran batok sampai 3 meter maka 
inilah spesies kura-kura terbesar di dunia, lebih besar dari kura-kura raksasa 
yang masih hidup di Galapagos sekarang.

salam,
Awang

--- Pada Kam, 15/9/11, Muharram Jaya Panguriseng muhar...@pertamina.com 
menulis:

 Dari: Muharram Jaya Panguriseng muhar...@pertamina.com
 Judul: Re: [Forum-HAGI] Sulawesi: Stegoland  Island Dwarfism
 Kepada: Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, IAGI 
 iagi-net@iagi.or.id
 Cc: awang.ha...@bpmigas.com awang.ha...@bpmigas.com
 Tanggal: Kamis, 15 September, 2011, 3:25 PM
 Seperti biasa, ulasan-ulasan dari Pak
 Awang selalu menarik untuk dibaca sampai titik terakhir :D
 ...
 
 Berkaitan dengan island biogeography theory (teori
 biogeografi pulau), betulkah Anoa adalah produk pengkerdilan
 (island dwarfism) Kerbau dari Jawa/Kalimantan di Sulawesi
 sementara Sulawesi sendiri memiliki kerbau yang justru lebih
 besar dari kerbau Jawa?  (nanti teman-teman
 geoscientist yang mengikuti Geofoto JCM ke Toraja akan
 menyaksikannya). Dan bahwa Komodo di Nusa Tenggara adalah
 produk peraksasaan (island gigantism) dari kadal, sementara
 kadal dan biawak tetap ada disana? Atau jangan-jangan
 pengkerdilan dan peraksasaan tidak perlu berlaku umum bagi
 spesies sama pada lingkungan yang sama? Atau Kerbau besar di
 Toraja datangnya belakangan?
 
 Terlampir gambar Kerbau Toraja vs Anoa yang kebetulan
 fotonya saya ambil sendiri ...
 
 Salam,
 MJP
 
 -Original Message-
 From: forum-boun...@hagi.or.id
 [mailto:forum-boun...@hagi.or.id]
 On Behalf Of Awang Satyana
 Sent: Thursday, September 15, 2011 8:55 AM
 To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
 Subject: [Forum-HAGI] Sulawesi: Stegoland  Island
 Dwarfism
 
 Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi
 para geoscientists yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan
 antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention Makassar, 26-29
 September 2011), merupakan wilayah yang sangat
 unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi.
 Sulawesi adalah wilayah benturan antara berbagai terrane
 (mintakat) geologi, sekaligus merupakan wilayah benturan
 antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini
 'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan
 sebab-akibat.  Fenomena ini bukan barang baru, tetapi
 saya ingin mengangkatnya lagi

[iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism

2011-09-14 Terurut Topik Awang Satyana
Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi para geoscientists yang 
mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention 
Makassar, 26-29 September 2011), merupakan wilayah yang sangat 
unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi. Sulawesi adalah wilayah 
benturan antara berbagai terrane (mintakat) geologi, sekaligus merupakan 
wilayah benturan antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini 
'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan sebab-akibat.  Fenomena 
ini bukan barang baru, tetapi saya ingin mengangkatnya lagi menggunakan 
analisis dan sintesis baru dalam rangka menghargai sebuah pulau unik di 
Indonesia dalam sebuah makalah yang akan dipresentasikan di JCM 
berjudul,Sulawesi: Where Two Worlds Collided - Geologic Controls on 
Biogeographic Wallace's Line. Tujuannya adalah semoga kita makin menghargai 
bagian Tanah Air kita yang unik-menarik-walaupun rumit ini. Abstrak makalahnya 
ada di
 bawah tulisan ini.

Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat. Wallacea adalah suatu nama 
wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan Dickerson (1928) yang di sebelah 
barat dibatasi oleh Garis Wallace (1863), di sebelah timur dibatasi Garis 
Lydekker (1896). Garis Wallace membatasi tepi timur penyebaran fauna Asiatik, 
sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi barat fauna Australis. Secara geologi 
tepi-tepi ini masing-masing berhubungan dengan tepi Sunda Land dan Sahul Land. 
Di daerah Wallacea-lah terjadi percampuran dua dunia fauna Asiatik dan 
Australis. Nama Wallacea tentu kita bisa duga, yaitu berasal dari Alfred Russel 
Wallace, naturalist  Inggris yang menjelajah alam Indonesia selama delapan 
tahun (1854-1862). Daerah Wallacea adalah daerah yang sangat rumit dalam 
geologi Indonesia, banyak mikrokontinen, sliver, oceanic plateaux,  ofiolit, 
baik secara in-situ maupun ex-situ yang berasal dari berbagai area asal 
dipindahkan ke sini. Laut-laut paling dalam Indonesia dan
 pembusuran (arching) Banda terjadi  di sini juga. Endemisme fauna Indonesia 
paling tinggi berasal dari daerah Wallacea, sebut saja misalnya keberadaan 
komodo, babirusa, anoa, dan maleo; yang berasal dan hidup hanya di daerah 
Wallacea, tidak ada di bagian dunia yang lain.

Dalam tulisan kali ini, saya ingin mengulas sedikit tentang gagasan terkenal 
dalam dunia paleontologi vertebrata/mamalia Indonesia berasal dari D.A. Hooijer 
(1957, 1967), ahli paleontologi vertebrata berkebangsaan Belanda yang pernah 
bekerja di Indonesia, yang konsepnya bernama Stegoland. Hooijer menemukan 
fosil-fosil gajah kerdil Stegodon di berbagai pulau di Indonesia (Sangihe, 
Sulawesi, Jawa, Flores, Sumba, Timor). Bagaimana Stegodon yang berumur Pliosen 
Akhir-Plistosen Awal ini (1,2-1,0 Ma) ditemukan di berbagai pulau tersebut yang 
sekarang terpisah cukup jauh satu sama lain? Hooijer berpendapat bahwa dahulu 
Nusa Tenggara-Jawa-Sulawesi dihubungkan oleh suatu jembatan daratan yang 
disebutnya Stegoland, di sepanjang jembatan daratan itulah Stegodon berjalan. 
Lalu karena aktivitas tektonik dan fluktuasi muka laut pada Plistosen, jembatan 
ini tenggelam. Konsep Hooijer ini mendapat tantangan dari beberapa ahli 
paleontologi yang datang lebih kemudian,
 misalnya Gert van den Bergh (yang juga beberapa kali berkarya di Indonesia). 
Gert yang belum lama ini (2009) membantu Tim Paleontologi Vertebrata Badan 
Geologi dalam penelitian penemuan gajah purba di Blora menyebutkan bahwa konsep 
Hooijer tak bisa diterima, gajah-gajah itu berenang, bukan berjalan melalui 
jembatan daratan. Begitulah Stegoland, setiap konsep yang diajukan, ada yang 
mendukungnya (pro) tetapi selalu ada juga yang menentangnya (kontra).

Dalam makalah saya, saya memuat model paleogeografi Sulawesi dan sekitarnya 
yang dibuat oleh Moss dan Wilson (1998) serta fluktuasi muka laut di 
pulau-pulau Indonesia Timur dari Tjia (1996) pada Pliosen-Holosen, lalu 
menggunakannya untuk meneliti konsep Hooijer (1957) tentang Stegoland. Beberapa 
citra satelit yang dalam zaman Hooijer (1957) belum ada, saya lihat juga untuk 
memeriksa adakah jembatan daratan antara 
Timor-Sumba-Flores-Jawa-Sulawesi-Sangihe pada sekitar Pliosen-Plistosen - 
Holosen. Dari model-model dan data satelit itu dapat diketahui bahwa 
kemungkinan jembatan seperti yang dimaksud Hooijer (1957) kelihatannya ada 
walaupun memang sekarang sudah tenggelam. Dari model ini, bisa diduga pola 
migrasi Stegodon di sepanjang Stegoland, kalau kita meyakininya ada.

Wilayah penemuan fosil-fosil Stegodon atau spesies sejenisnya (Stegoloxodon 
celebensis, Fachroel Aziz dkk, 2009) di Sulawesi terjadi di Lembah Walanae, 
Sulawesi Selatan. Dan, ini bisa dipahami kalau melihat peta paleogeografi dari 
Tjia (1996) atau Moss dan Wilson (1998). Ada jembatan daratan pada Plistosen 
Awal dari Jawa timurlaut ke Sulawesi Selatan. Jawa sendiri saat itu bergabung 
menjadi satu dengan Kalimantan dan Sumatra sebagai Sunda Land. Dari Jawa ada 
jembatan daratan ke timur ke sepanjang Nusa 

Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)

2011-09-08 Terurut Topik Awang Satyana
 1000 
tahun berikutnya (volcanic winter). Abu volkaniknya tertiup sampai jauh dan 
belum lama ini penelitian menunjukkan sampai ditemukan di India. Volume semua 
rempah volkaniknya diperhitungkan sampai 2000 km3, maka ia masuk ke kategori 
supereruption dari supervolcano (yang definisinya minimal mesti melemparkan 
rempah volkanik 1000 km3).

Lalu, akibat 2000 km3 massa yang dilemparkan dalam supererupsi itu, 
terbentuklah kaldera/caudron/Kesselbruch -bhs Jerman sedalam 400-500 meter, 
yang kemudian diisi air (sungai dan hujan) yang sekarang kita kenal sebagai 
Danau Toba. Pembentukan Pulau Samosir adalah seperti yang ditulis Pak Habash, 
ia merupakan bagian dari after-phase doming, atau resurgent part of the caldera 
(resurgent caldera). Pada masa-masa selanjutnya Pulau Samosir hanya mengalami 
tilting di satu arah sehingga tak sama kecuraman topografinya dari barat ke 
timur, yaitu curam di sisi timur, yang dapat dilihat dari Prapat. Itu adalah 
penyeimbangan gerak2 di kerak Bumi. Post volcanism Toba paroxysmal pindah ke 
utara (Gunung Sibayak, Sinabung) dengan magma andesitik dengan status dormant 
dan dimanfaatkan untuk panasbumi.

salam,
Awang

--- Pada Kam, 8/9/11, hse...@gmail.com hse...@gmail.com menulis:

 Dari: hse...@gmail.com hse...@gmail.com
 Judul: Re: [iagi-net-l] Supervolcano  Strike-Slip Faulting?(was: Sesar 
 Lembang)
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Cc: Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, 
 Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Tanggal: Kamis, 8 September, 2011, 2:33 PM
 Pak Awang,
 
 Kalau lihat product2-nya supereruption itu seperti Toba
 Tuff (ada yang membentuk ignimbrite) kecenderungannya
 memperlihatkan produk magma yang mengarah ke asam
 (rhyolithic?). Seingat saya kalau magmanya basaltic
 cenderung cair dan meleleh, magma yang andesitic lebih
 kental seperti umumnya strato volcanic di Indonesia
 (Merapi). Nah yang explosive itu umumnya cenderung ke magma
 asam.  Sehubungan dengan Toba, seingat saya juga
 dikenal sebagai Tectono Volcanic Depression yang magmanya
 keluar melalui fissure (mungkin melalui 2 faults yang
 relatively parallel?) dan karena hebatnya letusan sehingga
 terjadi kekosongan dapur magma dan mengalami subsident
 membentuk danau Toba. Munculnya P. Samosir karena terjadi
 aktifitas magma lagi sehingga mengangkat dasar Caldera itu
 dan disebut sebagai resurgent caldera. Dan bukankah
 pembentukan caldera itu tidak harus terjadi karena satu kali
 letusan besar, tetapi bisa saja karena beberapa kali letusan
 seperti Danau Maninjau, Kaldera Tengger, dimana kalau kita
 lihat dari morphologic expression dari Caldera Rim-nya yang
 memperlihatkan beberapa crater besar yang saling overlap
 membentuk Caldera yang besar.
 Apakah supereruption itu juga ada kaitannya dengan
 Paroxysmal Phase dari gunung api itu?
 
 Thanks dan maaf kalau saya kurang membaca buku seperti Pak
 Awang! 
 
 Salam,
 Habash
 Sent via BlackBerry from Maxis
 
 -Original Message-
 From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
 Date: Thu, 8 Sep 2011 13:01:15 
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
 Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id;
 Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com;
 Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
 Subject: [iagi-net-l] Supervolcano  Strike-Slip
 Faulting?(was: Sesar Lembang)
 Ferdi  rekan2 diskusi milis,
  
 Saya tak yakin bahwa supervolcano berhubungan dengan
 strike-slip faulting. Toba, supervolcano terbesar di dunia
 adalah satu-satunya gunungapi di Sumatra yang justru tidak
 duduk persis di atas Sesar Sumatra, dibandingkan dengan
 gunung2 api lainnya di Sumatra. Yellowstone di Wyoming,
 AS pun memang di tengah kaldera Yellowstone ada strike-slip
 fault; tetapi melihat dimensinya yang lebih kecil dari luas
 kaldera menunjukkan bahwa strike-slip fault ini mungkin
 terjadi setelah pembentukan kaldera Yellowstone, artinya
 strike-slip fault bukan penyebab Yellowstone supereruption,
 tetapi akibatnya.
  
 Hal lain adalah, bisa dibilang bahwa 90 % gunungapi di
 Sumatra duduk di atas Sesar Sumatra, apakah semua gunung itu
 lantas jadi supervolcano, tidak toh. Juga Gunung Muria yang
 juga duduk di sesar mendatar besar Muria-Kebumen, apakah ia
 jadi supervolcano. Tidak. Juga Semeru-Bromo atau Merapi yang
 duduk di tranversal faults Jawa, apakah mereka jadi
 supervolcanoes, tidak, tetapi menambah aktivitasnya karena
 duduk di atas sesar mungkin ada hubungannya.
  
 Supervolcano (ini istilah media, yang pertama kali
 dipopulerkan oleh BBC tahun 2000, kalangan ahli gunungapi
 lebih suka menyebutnya sebagai supereruption) didefinisikan
 bila letusannya dapat melemparkan rempah volkaniknya (ejecta
 menta) lebih dari 1000 km3 (definisi USGS). Bandingkan:
 Tambora 1815 melemparkan 160 km3 rempah volkanik). 
  
 Kebanyakan supervolcano terjadi atau diisi dapur magmanya
 oleh mantle hotspot yang naik ke permukaan tetapi tak dapat
 memecah kerak Bumi. Karena aliran mantle hotspot atau
 upwelling mantle plume terjadi terus, sementara

Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)

2011-09-08 Terurut Topik Awang Satyana
 gunungapi
 dimana aktivitasnya sudah mendekati tahap kritis (siap
 meletus), seperti
 proses: hidrotermal, aktivitas fumarol tetapi bisa juga
 oleh faktor lain.
 Misalkan:
 a. earth tides seperti yang terjadi Augustine, Feugo,
 Kilauea dan
 stromboli volcanoes.
 b. ocean tides, ini berhubungan dengan aktivitas submarine
 volcanic
 activities.
 c. semidurial
 Proses ini terjadi pada Gn Gamalama selama letusan periode
 7-11 september
 1980.
 
 How small a pressure change can provide the critical
 trigger to initiate
 decompression of magma chamber-how small a straw can break
 the camel's
 back? Lockwood and Hazlett (2010).
 
 Tyhpoon Yunya yang jaraknya 75 km dari Mt. Pinatubo pada
 jam 10 pagi, 15
 Juli 1991 disinyalir sebagai penyebab meletusnya Mt.
 Pinatubo dengan VEI
 5. Letusan panjang yang terjadi secara tiba-tiba dan
 berdurasi 9 jam
 terjadi kurang dari tiga jam setelah Typhoon berhembus,
 13:42. Tentu bukan
 typhoon tersebut yang menyebabkan Mt Pinatubo meletus
 tetapi kondisi ini
 memicu critical triggers.
 
 Sependapat sekali dengan Pak Awang, akan pentingnya studi
 yang
 komprehensif tentang gunungapi bagi geologist indonesia.
 
 Salam,
 Mirzam A
 
  Pak Awang,
 
  Kalau lihat product2-nya supereruption itu seperti
 Toba Tuff (ada yang
  membentuk ignimbrite) kecenderungannya memperlihatkan
 produk magma yang
  mengarah ke asam (rhyolithic?). Seingat saya kalau
 magmanya basaltic
  cenderung cair dan meleleh, magma yang andesitic lebih
 kental seperti
  umumnya strato volcanic di Indonesia (Merapi). Nah
 yang explosive itu
  umumnya cenderung ke magma asam.  Sehubungan
 dengan Toba, seingat saya
  juga dikenal sebagai Tectono Volcanic Depression yang
 magmanya keluar
  melalui fissure (mungkin melalui 2 faults yang
 relatively parallel?) dan
  karena hebatnya letusan sehingga terjadi kekosongan
 dapur magma dan
  mengalami subsident membentuk danau Toba. Munculnya P.
 Samosir karena
  terjadi aktifitas magma lagi sehingga mengangkat dasar
 Caldera itu dan
  disebut sebagai resurgent caldera. Dan bukankah
 pembentukan caldera itu
  tidak harus terjadi karena satu kali letusan besar,
 tetapi bisa saja
  karena beberapa kali letusan seperti Danau Maninjau,
 Kaldera Tengger,
  dimana kalau kita lihat dari morphologic expression
 dari Caldera Rim-nya
  yang memperlihatkan beberapa crater besar yang saling
 overlap membentuk
  Caldera yang besar.
  Apakah supereruption itu juga ada kaitannya dengan
 Paroxysmal Phase dari
  gunung api itu?
 
  Thanks dan maaf kalau saya kurang membaca buku seperti
 Pak Awang!
 
  Salam,
  Habash
  Sent via BlackBerry from Maxis
 
  -Original Message-
  From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
  Date: Thu, 8 Sep 2011 13:01:15
  To: iagi-net@iagi.or.id
  Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
  Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id;
 Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com;
  Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
  Subject: [iagi-net-l] Supervolcano  Strike-Slip
 Faulting?(was: Sesar
  Lembang)
  Ferdi  rekan2 diskusi milis,
  ?
  Saya tak yakin bahwa supervolcano berhubungan dengan
 strike-slip
  faulting. Toba, supervolcano terbesar di dunia
 adalah satu-satunya
  gunungapi di Sumatra yang justru tidak duduk persis di
 atas Sesar Sumatra,
  dibandingkan dengan gunung2 api lainnya di Sumatra.
 Yellowstone
  di?Wyoming, AS?pun memang di tengah kaldera
 Yellowstone ada strike-slip
  fault; tetapi melihat dimensinya yang lebih kecil dari
 luas kaldera
  menunjukkan bahwa strike-slip fault ini mungkin
 terjadi setelah
  pembentukan kaldera Yellowstone, artinya strike-slip
 fault bukan penyebab
  Yellowstone supereruption, tetapi akibatnya.
  ?
  Hal lain adalah, bisa dibilang bahwa 90 % gunungapi di
 Sumatra duduk di
  atas Sesar Sumatra, apakah semua gunung itu lantas
 jadi supervolcano,
  tidak toh. Juga Gunung Muria yang juga duduk di sesar
 mendatar besar
  Muria-Kebumen, apakah ia jadi supervolcano. Tidak.
 Juga Semeru-Bromo atau
  Merapi yang duduk di tranversal faults Jawa, apakah
 mereka jadi
  supervolcanoes, tidak, tetapi menambah aktivitasnya
 karena duduk di atas
  sesar mungkin ada hubungannya.
  ?
  Supervolcano (ini istilah media, yang pertama kali
 dipopulerkan oleh BBC
  tahun 2000, kalangan ahli gunungapi lebih suka
 menyebutnya sebagai
  supereruption) didefinisikan bila letusannya dapat
 melemparkan rempah
  volkaniknya (ejecta menta) lebih dari 1000 km3
 (definisi USGS).
  Bandingkan: Tambora 1815 melemparkan 160 km3 rempah
 volkanik).
  ?
  Kebanyakan supervolcano terjadi atau diisi dapur
 magmanya oleh mantle
  hotspot yang naik ke permukaan tetapi tak dapat
 memecah kerak Bumi. Karena
  aliran mantle hotspot atau upwelling mantle plume
 terjadi terus, sementara
  kerak Bumi menahannya terus, maka tekanan makin
 membesar, magma pool makin
  melebar. Akhirnya kerak Bumi tak mampu lagi
 menahannya, lalu pecah dan
  terlemparlah semua materi magmatik yang tertahan
 sekian lama itu dalam
  sebuah supererupsi. Nah, kalau ada sesar
 mendatar/strike-slip

Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)

2011-09-08 Terurut Topik Awang Satyana
Ferdi,
 
Melihat jalur lokasinya (interpretatif, karena gunungnya sudah tidak ada 
kecuali beberapa sisanya/dinding kaldera atau anak2-nya: Gunung Burangrang, 
Gunung Bukittunggul, Gunung Canggak), pemunculan Gunung Sunda tak dikontrol 
oleh Sesar Cimandiri, Sesar Cilacap-Kuningan-Pamanukan, maupun Sesar Lembang. 
Sesar Cimandiri dan Sesar Cilacap-Pamanukan jauh jalurnya dari area perkiraan 
Gunung Sunda antara Cimahi-Lembang; Sesar Lembang justru merupakan 
post-eruption Gunung Sunda, jadi bukan penyebab munculnya Gunung Sunda.
 
Gunung-gunungapi subduction-related tak perlu sesar mendatar untuk 
pemunculannya, tetapi bila di upper crust ada konduit sesar, akan memudahkan 
gunungapi muncul di atasnya sebab magma akan memanfaatkannya buat menerobos ke 
permukaan (lihat semua gunungapi di Sumatra yang hampir semuanya duduk di atas 
Sesar Sumatra). Gunungapi2 di Jawa yang lokasinya isolated dari jalur umum (di 
tengah), misalnya Gunung Karang di Banten, Gunung Ciremai, Muria, Bawean, 
Lasem, Ringgit-Beser semuanya muncul di atas zona sesar tua - itu semua adalah 
backarc volcanism yang kemunculannya dibantu sesar. Gunung Ciremai tua, 
misalnya, yang diduga menjadi center untuk penghasil Halang Formation, dan juga 
gunungapi lainnya yang menghasilkan Kumbang Formation, itu berlokasi di Sesar 
Cilacap-Kuningan-Pamanukan.
 
salam,
Awang

--- Pada Jum, 9/9/11, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis:


Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Supervolcano  Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Jumat, 9 September, 2011, 7:42 AM



Pak Awang
 
Bagaimana dengan gunung api sunda dan hubungannya dengan strike slip sukabumi - 
padalarang di sebelah baratnya  atau patahan strike slip cilacap - kuningan di 
timurnya...apakah bisa dikatakan bahwa strike slip tersebut mengontrol gunung 
api sunda ? mungkin sebagai conduit / paling tidak sebagai batas dari kompleks 
gunung api tersebut ( peta geologi Katili, Sudrajat 1984) 
Juga gunung api cereme yang posisinya di timur laut dari patahan strike slip 
cilacap kuningan sementara gunung api sunda berada di barat dayanya.
 
Saya belum tahu bagaimana mekanisme strik slip mengontrol gunung api dan belum 
pernah lihat ada section yang menghubungkan patahan / strike slip sebagai jalur 
konduit gunung api, mungkin ada yang bisa share ? 
 
2011/9/8 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Ferdi  rekan2 diskusi milis,
 
Saya tak yakin bahwa supervolcano berhubungan dengan strike-slip faulting. 
Toba, supervolcano terbesar di dunia adalah satu-satunya gunungapi di Sumatra 
yang justru tidak duduk persis di atas Sesar Sumatra, dibandingkan dengan 
gunung2 api lainnya di Sumatra. Yellowstone di Wyoming, AS pun memang di tengah 
kaldera Yellowstone ada strike-slip fault; tetapi melihat dimensinya yang lebih 
kecil dari luas kaldera menunjukkan bahwa strike-slip fault ini mungkin terjadi 
setelah pembentukan kaldera Yellowstone, artinya strike-slip fault bukan 
penyebab Yellowstone supereruption, tetapi akibatnya.
 
Hal lain adalah, bisa dibilang bahwa 90 % gunungapi di Sumatra duduk di atas 
Sesar Sumatra, apakah semua gunung itu lantas jadi supervolcano, tidak toh. 
Juga Gunung Muria yang juga duduk di sesar mendatar besar Muria-Kebumen, apakah 
ia jadi supervolcano. Tidak. Juga Semeru-Bromo atau Merapi yang duduk di 
tranversal faults Jawa, apakah mereka jadi supervolcanoes, tidak, tetapi 
menambah aktivitasnya karena duduk di atas sesar mungkin ada hubungannya.
 
Supervolcano (ini istilah media, yang pertama kali dipopulerkan oleh BBC tahun 
2000, kalangan ahli gunungapi lebih suka menyebutnya sebagai supereruption) 
didefinisikan bila letusannya dapat melemparkan rempah volkaniknya (ejecta 
menta) lebih dari 1000 km3 (definisi USGS). Bandingkan: Tambora 1815 
melemparkan 160 km3 rempah volkanik).
 
Kebanyakan supervolcano terjadi atau diisi dapur magmanya oleh mantle hotspot 
yang naik ke permukaan tetapi tak dapat memecah kerak Bumi. Karena aliran 
mantle hotspot atau upwelling mantle plume terjadi terus, sementara kerak Bumi 
menahannya terus, maka tekanan makin membesar, magma pool makin melebar. 
Akhirnya kerak Bumi tak mampu lagi menahannya, lalu pecah dan terlemparlah 
semua materi magmatik yang tertahan sekian lama itu dalam sebuah supererupsi. 
Nah, kalau ada sesar mendatar/strike-slip bukankah ia akan menjadi konduit 
pelan-pelan yang akan membocorkan magma menjadi erupsi2 kecil atau leleran 
lava, sehingga akhirnya tak akan menjadi sebuah supervolcano/super eruption?
 
Ada dua jenis erupsi supervolcano, yaitu LIPs (large igneous provinces) dan 
massive erutions. LIPs adalah yang menghasilkan flood basalt dalam skala luas 
(yang terkenal: Deccan Trap atau Siberia Trap). Massive eruptions yang terkenal 
adalah supervolcano Toba dan Yellowstone. Toba supereruption terkenal karena 
diduga menyebabkan bottlenecking migrasi manusia modern pada 75.000 tahun yang 
lalu, memotong sekitar 60 % populasi

[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] tulisan menarik di AAPG Bulletin

2011-09-07 Terurut Topik Awang Satyana
Paper Lutz et al. (2011) ini masih berhubungan dengan isu yang pernah 
menghebohkan Negeri ini pada 11-13 Februari 2008 akibat pemberitaan serentak 
media (cetak, elektronik, internet) di seluruh Indonesia  tentang  
“ditemukannya lapangan migas raksasa di Simeulue, Aceh”, yang menurut sebuah 
institusi  negara dalam negeri (yang pekerjaan sehari-harinya sebenarnya bukan 
mengurusi migas, tentu kawan2 tahu yang saya maksudkan, saya tak enak 
menyebutnya langsung) cadangannya lebih besar  dari Saudi Arabia (Jawa Pos 11 
Februari 2008). Tentu ini berita yang menghebohkan sekali,  terutama di 
kalangan profesional migas. HAGI-IAGI menyambut dengan sigap isu ini sekaligus 
untuk melakukan klarifikasi isu itu secara profesional dengan mengadakan 
luncheon talk masalah ini di sebuah hotel di Jakarta pada 21 Februari 2008. 

Saya kebetulan adalah salah satu pembicara di dalam luncheon talk itu, dan 
berpendapat bahwa isu itu negatif serta pemberitaannya menyesatkan.  Isi isu 
yang pertama kalinya dilemparkan sebagai bola panas oleh institusi yang saya 
maksudkan di atas itu juga banyak menyalahi kaidah keteknikan migas yang 
berlaku di kalangan para profesionalnya. Meskipun demikian, isu ini telah masuk 
ke Istana dan disambut dengan sebuah tindak lanjut. Dibentuklah tim klarifikasi 
atas isu ini sebelum hiruk-pikuk yang lebih lanjut terjadi. Sebuah prosedur 
yang baik sebab yang namanya isu harus diklarifikasi dulu. Anggota tim 
klarifikasi ini, yang dinamakan Tim Verifikasi Simeulue  semula melibatkan 
banyak institusi termasuk IAGI dan HAGI, saya juga anggotanya. Tetapi kemudian 
karena masalah intern yang menurut kabar data kurang dibuka oleh institusi 
pelempar bola panas (entah mengapa?), maka satu per satu anggotanya  
mengundurkan diri atau tak pernah diundang lagi dalam
 diskusi-diskusi, termasuk saya. Akhirnya, yang meneruskan sampai selesai 
sebagai Tim Verifikasi Simeulue hanyalah Lemigas dan PSG (Pusat Survei 
Geologi). 

Tim Verifikasi bekerja dari September 2008 sampai Februari 2009. Meskipun saya 
bukan anggota aktif Tim ini karena hanya dilibatkan di awal dan setelah itu tak 
pernah dilibatkan lagi, tetapi saya punya hasil “investigasi” (yang namanya isu 
harus diinvestigasi) Tim ini. Inilah yang akan saya ceritakan di akhir tulisan 
ini. Sebelumua, saya ingin mengulas sedikit paper Lutz et al. (2011).

Banyak yang bisa didiskusikan dari paper Lutz et al. (2011) tentang 
sttratigrafinya, tektoniknya, maupun petroleum system-nya. Kali ini, saya hanya 
 ingin menyoroti masalah thermal modeling dan gas geochemistry yang dievaluasi 
Lutz et al. (2011), yaitu masalah nilai heatflow yang dipakai dan karakterisasi 
gas berdasarkan sampel sedimen; khususnya metode yang mereka pakai dan hasilnya.

Heat-flow values (Q) yang dipakai Lutz et al. (2011) diturunkan dari 
perhitungan berdasarkan kedalaman bottom-simulating reflectors (BSRs).  
Interpreted BSRs dikonversi dari  TWT to depth (DBSR) menggunakan  velocity 
profile yang diturunkan dari  wide-angle reflection seismic data. Kedalaman 
seafloor (Dsf) juga dihitung, dengan asumsi kecepatan gelombang bunyi di air  
1500 m/s (4921 ft/s). Temperatur pada kedalaman BSR  (TBSR) ditentukan dengan  
water-methane phase diagram (Kvenvolden and Barnard, 1982). Temperatur air di 
dasar laut (Tsf) dihitung dari pengukuran CTD (conductivity-temperature-depth) 
sampai kedalaman  1100 m (3609 ft); untuk kedalaman yang lebih besar, 
diasumsikan  temperatur  1 C. Untuk thermal conductivity, digunakan published 
value 1.23 W/(m  K) dari Delisle and Zeibig (2007). Kemudian rumus Q adalah: Q 
=   grad(t) with grad(t) = (TBSR - Tsf)/(DBSR - Dsf). Dari perhitungan, 
didapatlah nilai Q 37 and 74 mW/m2. Lutz et al.
 (2011) kemudian memakai  nilai Q 40 dan Q 60 mW/m2 dalam basin modeling.

Hasil Q di atas jauh melebihi analisis terdahulu yang menemukan nilai Q 25-40 
mW/m2 (Pollack et al., 1993) NGDC dataset + IPA/SEAPEX data ) untuk Simeulue 
Basin.  Meskipun nilai temuan Lutz et al, (2011) ini lebih rendah dari umumnya 
nilai heat flow di back-arc basins Indonesia (80-90  mW/m2), nilai temuannya 
tak sesuai dengan nilai real pengukuran termal berdasarkan data sumur yang 
sudah dipublikasi IPA (Thamrin, 1987) yang menemukan bahwa GG rata-rata 
Simeulue adalah 2,14 C/100 m dengan HFU (heat flow unit) 1,21. Bandingkan 
dengan Cekungan Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan yang 
berdasarkan pengukuran ratusan sumur mempunyai GG masing2:  4,69; 6,76; dan 
5,22 C/100 m. Dengan kata lain, nilai Q Lutz et al. (2011) yang diturunkan 
secara tidak langsung berdasarkan BSRs dan kedalaman dasar laut serta berbagai 
asumsi yang dipakai harus dilihat lagi. Kalau saya, lebih percaya menggunakan 
data real GG yang diturunkan dari belasan sumur yang
 telah dibor di sini dan telah dipublikasikan Thamrin (1987) yang juga sesuai 
dengan Pollack et al, 1993). Heat-flow values untuk fore arc basins di seluruh 
dunia berkisar antara  20 and 45 mW/m2, dengan typical value of 40 mW/m2 

Re: [iagi-net-l] Sesar Lembang Bergerak: IAGI/HAGI Jangan Diam Saja!

2011-09-07 Terurut Topik Awang Satyana
Ferdi dkk.
 
Sesar Lembang, mungkin perlu kembali melihat apa sifat sesar ini. Di peta 
satelit seperti SPOT atau landsat, juga DEM sesar sepanjang 22 km di utara 
Bandung (dari Bukit Tunggul/Manglayang di timur ke Cisarua di barat) ini hanya 
nampak sebagai kelurusuan. Di google 3D, Sesar Lembang nampak sebagai normal 
fault-strike slip fault, oblique/scissors fault dengan blok turun sisi utara 
dan  throw dari timur ke barat semakin mengecil, throw sekitar 460 m di area 
Bukit Tunggul dan hampir tidak ada throw di area Cisarua. Kalau kita berdiri di 
Kampung Cibodas, Lembang dan melihat ke arah timur, gawir Sesar Lembang yang 
turun ke arah utara dari sekitar Bukit Tunggul akan jelas terlihat. Pak Budi 
Brahmantyo dan Pak Bachtiar (KRCB) suka membawa rombongan fieldtrip Cekungan 
Bandung ke tempat ini untuk mengamati Sesar Lembang.
 
Sesar Lembang sudah dikenal sejak van Bemmelen memetakan Bandung area pada 
tahun 1934. Van Bemmelen (1934) meyakini Sesar Lembang sebagai akibat runtuhan 
akibat pembubungan magma dan letusan kompleks Gunung Sunda (Bukit Tunggul dan 
Canggak). Sesar Lembang mengakomodasi runtuhan kerakbumi ke arah utara. Lebih 
lanjut lagi pada tahun 1949, van Bemmelen menaruh Sesar Lembang di zona engsel 
(hinge zone) antara Zona Bandung dan Zona Bogor. Sesar Lembang terjadi di 
perbatasan fisiografi antara Zona Bandung dan Zona Bogor. Zona Bogor merupakan 
depresi tengah Jawa Barat, sedangkan Zona Bandung relatif lebih terangkat 
daripada Zona Bogor karena Zona Bandung kemudian ditempati banyak gunungapi 
Kuarter.  Kemudian,  di utara Sesar Lembang lahir Gunung Tangkuban Parahu yang 
rempah volkaniknya menutupi tepi selatan Zona Bogor, maka umur Sesar Lembang 
lebih tua dari umur Gunung Tangkuban Parahu, tetapi lebih muda dari Gunung 
Sunda. 
 
Dari peta geologi Bandung dan sekitarnya, Sesar Lembang membatasi dua satuan 
batuan volkanik tua Qpv –Plistosen (blok naik, selatan) dan batuan volkanik 
muda Qv‐Holosen(blok turun, utara). Ke arah barat, lompatan sesar minimal‐tidak 
ada, sehingga tidak menggeser satuan batuan.
 
Dari penjelasan fisiografi  di atas, cukup meyakinkan bahwa Sesar Lembang 
merupakan sesar dip-slip, sesar normal baik bentuk pergawirannya sekarang, 
maupun kejadiannya di antara dua zona fisiografi yang satu depresi yang lain 
tinggian. Tetapi data momen tesnsor solution dari analisis historis data gempa, 
bila ada, dapat mengklarifikasi hal ini, sejauh mana komponen strike-slip-nya 
(bila ada), dan sejauh mana dominasi dip-slip-nya (normal fault). 
 
Sesar Lembang bila komponen strike-slip-nya kuat, dan secara regional memang 
bisa bersentuhan dengan sesar-sesar di Jawa Barat yang lebih besar yaitu Sesar 
Cimandiri dan Sesar Pamanukan-Cilacap, yang keduanya merupakan sesar besar dan 
masih membuka ke pusat2 konvergensi lempeng di selatan Jawa (Cimandiri ke 
baratdaya Teluk Palabuhanratu, Cilacap ke selatan Nusa Kambangan), maka gerakan 
di Sesar Lembang bisa saja merupakan relay dari pergerakan salah satu 
sesar-sesar besar yang mengapitnya. Untuk meneliti lebih jauh akan hal ini, 
memang diperlukan penelitian jaringan sesar-sesar aktif di Jawa Barat dan 
kegempaannya. Kalau saya tak salah, Pak Danny Hilman dan Pak Irwan Meilano, dkk 
peneliti lain di LIPI dan institusi lainnya pernah melakukan penelitian ini 
atau paling tidak mengarah ke situ.
 
Hubungan supervolcano dengan strike-slip akan saya komentari menggunakan subjek 
diskusi baru.
 
Salam,
Awang

--- Pada Rab, 7/9/11, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis:


Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Sesar Lembang Bergerak: IAGI/HAGI Jangan Diam Saja!
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Rabu, 7 September, 2011, 8:44 AM



Mungkin untuk studi bisa dilihat juga apakah pergerakan sesar lembang ini ada 
hubungannya dengan pergerakan zona patahan strike slip sukabumi - padalarang di 
sebelah baratnya  atau patahan strike slip cilacap - kuningan di timurnya.
 
mungkin juga perlu diamati aktivitas gunung burangrang, tangkuban perahu , 
bukit nunggal yang tepat berada di jalur patahan lembang dan di antara zona 
patahan strike slip sukabumi padalarang dan patahan cilacap kuningan ...apakah 
ada peningkatan aktivitas ?
 
kalau melihat supervolcano toba / yellowstone...sepertinya gunung api besar 
banyak berhubungan dengan strike slip 
 
2011/9/7 andangbacht...@yahoo.com

Gempa Bandung Barat alias Gempa cisarua 28 Agustus 2011 yg lalu (3hari sebelum 
hari raya) telah mengakibatkan 103 rumah rusak (retak2, genteng somplak dsb) 
khususnya di sekitar daerah Jambudwipa, dan bahkan sampai akhir minggu lalu 
beberapa keluarga masih tidak berani kembali tidur di rumah malam hari karena 
takut masih akan terjadi gempa susulan (dan karena rumahnya masih belum 
diperbaiki: takut keambrukan atap/genteng dsb).

Sbg orang Bekasi (Arema yg tinggal di Bekasi, tepatnya) saya ingatkan kawan2 
Bandung: inilah saatnya mitigasi sesar lembang untuk diangkat dan terus 
dikobarkan dg melibatkan 

[iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)

2011-09-07 Terurut Topik Awang Satyana
Wed, 13 Sep 2006 22:16:46 -0700

LIP (Large Igneous Province) adalah wilayah-wilayah di kerak Bumi yang
memiliki sebaran batuan beku di luar kewajaran, begitu luasnya. LIPs
yang terkenal adalah Siberian Traps di wilayah Siberia, Ontong Java
Plateau di Samudra Pasifik utara Papua New Guinea, dan Deccan Trap di
India. Di Indonesia pun, kita punya LIPs dalam skala lebih kecil :
Radjabasa Basalt Plateau di Lampung dan Toba Ignimbrit (welded tuff) di
sekitar Danau Toba.
 
Para ahli batuan beku dan tektonik mempermasalahkan asal kejadian LIPs
ini, termasuk membahasnya sebagai antipode (titik seberang) dari suatu
titik benturan meteorit/komet besar di kerak Bumi dari seberang yang
lain. Saat meteorit/komet besar menghantam di satu titik di permukaan
Bumi, goncangannya akan menggetarkan seluruh mantel dan inti Bumi,
gelombang kejutnya diteruskan ke seberang bola Bumi yang lain, termasuk
membawa material mantel melalui mekanisme plume tectonics sehingga
terekstrusi ke permukaan di titik seberangnya. Mekanisme antipodal
igneous province ini pernah saya tulis di milis ini ketika membahas asal
Deccan Traps dan Siberian Traps. Siberian Traps adalah pada antipodal
position benturan meteorit Permian di Antarktika yang beberapa bulan
lalu ditemukan impact craternya oleh para ahli geologi dan geofisika
melalui survey gayaberat. Diyakini, bahwa benturan meteorit Permian ini
berhubungan dengan kepunahan massal flora dan fauna di ujung Paleozoic -
sebuah kepunahan massal yang lebih besar daripada di ujung Kapur.
 
Sekarang, jurnal-jurnal keahlian geologi ini sedang membahas suatu
mekanisme baru sebagai asal LIPs, yaitu delaminasi di batas kerak dan
mantel. Delaminasi adalah proses de-laminasi : tersobeknya urutan
lapisan (laminasi) oleh proses geologi. Dalam hal delaminasi
kerak-mantel, maka yang dimaksud adalah sobeknya/lepasnya lithospheric
mantle (batas litosfer-mantel) dari kerak benua di atasnya karena batas
litosfer-mantel ini lebih dingin dan lebih padat dibandingkan dengan
astenosfer di bawahnya. Kecepatan delaminasi akan ditentukan oleh
viskositas astenosfer, dan sobekan akan mengarah ke penjalaran retakan.
Begitu, konsep delaminasi menurut pencetusnya (Bird, 1979 : Continental
delaminantion and the Colorado Plateau - Journal of Geophysical
Research, v. 84, p. 7561-7571). 
 
Apa hubungan delaminasi dengan LIPs ? Bird (1979) pun menyebutkan bahwa
kehilangan massa karena delaminasi ini akan segera diikuti oleh
kompensasi isostatik berupa pengangkatan, sehingga terbentuklah Colorado
Plateau dan semua gejala magmatik ikutannya. Colorado Plateau ini adalah
salah satu LIPs juga. Don Anderson, seorang experimental petrologist
dari Seismological Laboratory Caltech, yang banyak publikasinya soal
mantel Bumi, dalam jurnal Elements vol. 1 p. 271-275 (Desember 2005)
menulis bahwa ketika kerak benua terlalu tebal, bagian bawah kerak ini
yang disusun oleh eklogit akan terlepas (delaminasi), menyebabkan
uplift, asthenospheric upwelling, dan pressure-release melting. Proses
delaminasi ini akan menyebabkan segmen kerak bagian bawah yang punya
titik lebur rendah terintroduksi ke mantel; kemudian segmen ini
terpanaskan, naik, dekompres, dan lebur. Eklogit hasil delaminasi akan
lebih panas dan kurang padat dibandingkan dengan kerak samudra yang
tertunjam di zone subduksi.
 
Beberapa wilayah LIPs mungkin diakibatkan passive upwelling astenosfer
yang tidak homogen ketika fragmen-fragmen benua saling memisah (McHone,
2000 : Non-plumemagmatism and rifting during the opening of the central
atlantic Ocean - Tectonophysics, 316, p. 287-296). Beberapa LIPs yang
lain mungkin akibat suture zone yang tereaktivasi atau zone2 lemah kerak
Bumi, yang berasosiasi dengan peleburan mantel di bawahnya (Foulger et
al., 2005 : A source for Icelandic magmas in remelted Iapetus crust -
Journal of Volcanological and Geothermal research, v. 141, p. 23-44).
 
Back-arc magmatism/volcanism seperti di Sumatra dan Jawa yang berpotensi
membentuk LIPs mungkin perlu dikaji lagi asal-muasalnya, apalagi kalau
sekarang kita punya teknologi mantle seimic tomography yang bisa melihat
sampai ke mantel. LIPs akan punya ciri low-velocity zones (LVZ) di
kedalaman sekitar 200-350 km, jarang terdapat lebih dalam, daripada
mantel di bawahnya. Atau, LIPs seperti di Radjabasa Flood Basalt juga
perlu dicari asal kejadiannya dengan penipisan kerak benua di wilayah
ini melalui poros Sumatra-Jawa via rifting dan pemisahan Jawa-Sumatra di
Selat Sunda.
 
Crustal delamination, variable mantle fertility model, dikombinasikan
dengan passive asthenospheric upwelling, bisa menjadi mekanisme2 untuk
menjelaskan tektonik dan komposisi LIPs, termasuk histori uplift dan
karakter heatflow-nya.
 
Salam,
awang

LAMPIRAN 2

[iagi-net-l] Population Bottlenecking by Volcanic Eruption
Awang Satyana
Thu, 04 Nov 2010 01:06:04 -0700

Tadi pagi ada laporan dari seorang pendengar radio bahwa abu Merapi sudah 
sampai ke Cibitung, Bekasi. Pak Surono, Kepala PVMBG (Pusat Vulkanologi dan 
Mitigasi Bencana Geologi

Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case

2011-09-04 Terurut Topik Awang Satyana
 bersebelahan
 berarti perlu ada kompensasi berupa transform fault. Perlu
 kita
 pikirkan, apakah memang Adang Fault Zone itu dulu adalah
 transform
 fault antara cekungan Makassar Utara dan Selatan.
 
 Jika skenario yang hendak dibentuk adalah untuk
 mengakomodasi
 keberadaan danau di cekungan Makassar Selatan dan danau
 tidak sempat
 berkembang di cekungan Makassar Utara, mungkin kita bisa
 membuat
 skenario lain tanpa perlu meng-invoke stretching factor
 yang berbeda
 sehingga tampak menjadi signifcant factor yang menentukan
 kekayaan
 material organik. Skenario alternatif bisa seperti
 demikian: rifting
 membuka dari utara dan marine inundation lebih duluan tiba
 ke Makassar
 Utara, lalu secara kebetulan sejak awal cekungan Makassar
 Utara ini
 posisinya sudah distal, dekat dengan laut lepas; kemudian
 rifting
 terus merambat ke selatan, eh ternyata menjelang akhir fase
 rifting,
 Makassar Utara sudah kadung menjadi lautan lepas, kemudian
 ke arah
 selatan ada transisi dari laut ke darat dan lebih ke
 selatan lagi,
 kita mendapatkan lacustrine depositional setting.
 
 Mungkin akan bermanfaat jika saya kutipkan beberapa angka
 stretching
 factor cekungan lain. Viking Graben di North Sea sana
 menurut beberapa
 makalah memiliki beta factor 1.4 hingga 1.6 dan Jurassic
 rifting ini
 menghasilkan basin starvation. Jika kita ambil contoh
 cekungan yang
 mungkin dulu juga terbentuk di wilayah beriklim tropis,
 Gulf of
 Thailand dan Malay Basin, kedua wilayah ini memiliki beta
 factor di
 atas 2. Untuk cekungan Pattani, crustal stretching
 factornya adalah
 2.35 (Allen dan Allen, 1990), namun peneliti lain yang juga
 mengukur
 Beta factor Pattani Basin mendapatkan Beta 1.3 di basin
 margin hingga
 2.8 di basin centre (Bustin  Chonchawalit, 2010).
 Malay Basin konon
 katanya memiliki Beta Factor hingga 2.3 (Madon 
 Watts, 1998 - tapi
 saya tidak berhasil menemukan makalahnya karena tidak punya
 akses ke
 jurnal Basin Research).
 
 Pattani Trough cukup prolific, terutama gas prolific. Di
 makalah yang
 sedang dipersiapkan oleh Morley (unpublished atau mungkin
 sudah
 dipublish, saya tidak tahu), ada sebuah penampang geologi
 yang
 melintasi cekungan Pattani. Saya lihat bagian synrift
 cekungan ini
 memiliki ketebalan maksimal sekitar 4-5 km dan umur yang
 ditunjukkan
 adalah Early Oligocene-Eocene hingga Late
 Oligocene-Miocene. Lokasi
 penampang geologi ini kemungkinan besar berada di bagian
 tengah
 Pattani Trough. Kalau kita asumsikan rifting terjadi pada
 40 hingga 20
 juta tahun yang lalu dan ketebalan sedimen synrift hanya 4
 km, maka
 4000 m (tanpa dekompaksi) dibagi 20 menghasilkan
 sedimentation rate
 sebesar 200 m/my.
 
 Di bagian utara Pattani Trough, penampang geologi lain
 menunjukkan
 ketebalan sedimen synrift sebesar 2.5 km. Jika kita
 asumsikan durasi
 rifting sama dengan yang di tengah cekungan (20 my) dan
 dengan
 menggunakan perhitungan sederhana yang saya lakukan
 sebelumnya, kita
 akan dapatkan sedimentation rate 125 m/my.
 
 Penampang stratigrafi cekungan Pattani menunjukkan ada
 lacustrine
 facies di bagian synrift section terutama di bagian atas
 Sequence I
 (bagian late synrift, transisi ke early post-rift).
 Terlepas dari
 lacustrine depositional settingnya tidak sama persis dengan
 Lake
 Tanganyika saat ini, lacustrine shale di Pattani Trough ini
 masih
 menjadi salah satu batuan induk di cekungan tersebut
 (Jardin, 1997 -
 Paper IPA).
 
 Nah, bagaimana dengan Makassar Utara vs Makassar Selatan
 dan di mana
 posisinya jika dibandingkan dengan Pattani Trough? Sayang
 sekali saya
 tidak punya data untuk memberikan komentar lebih banyak.
 
 Demikian sumbangan diskusi dari saya, mudah-mudahan
 berkenan.
 
 Salam,
 mnw
 
 2011/8/26 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com:
  Minarwan  rekan2,
 
  Terima kasih atas sumbangan pemikiran Minarwan atas
 diskusi ini.
 
  Yang saya jadikan kasus hubungan antara rate of
 rifting dan rate of sedimentation rate adalah Makassar
 Strait yang sejak pembentukan riftingnya dan pengisiannya
 oleh sedimen berlokasi di iklim tropis, sehingga rate of
 sedimentation-nya memang tinggi seiring rate of rifting
 Makassar Strait sebelah utara yang tinggi. Di tempat-tempat
 lain yang nontropis, seperti yang ditulis oleh Minarwan,
 saya sependapat bahwa rate of rifting yang tinggi tak mesti
 diikuti rate of sedimentation yang tinggi. Rate of rifting
 yang tinggi hanya akan menyediakan space of accommodation
 yang tinggi, basin fill-nya tentu bergantung kepada
 provenance di sekitarnya, seperti yang saya tuliskan
 sebelumnya, bisa terjadi basin starvation bila provenance
 minimal, atau sedimentation rate yang tinggi bila provenance
 melimpah.
 
  Kemiringan atau kelandaian bounding faults sebagai
 faktor yang berpengaruh kepada volume space of accommodation
 saat rifting terjadi, seperti yang dipublikasi Lambiase dan
 Morley (1999) saya meyakininya juga; dan saya juga sudah
 melihat exercise kasusnya pada Makassar Strait bagian utara
 dan selatan; kebetulan Chris Morley (PTTEP

RE: [iagi-net-l] Re: Gempa Singkawang (?)

2011-08-26 Terurut Topik Awang Satyana
Yang namanya kerak stabil tak sepenuhnya stabil. Terrane tectonics meneorikan 
bahwa craton yang stabil pun disusun oleh a mosaic of microplates yang pada 
sambungan-sambungannya (sutures) suka menjadi episentrum gempa yang kita sebut 
intra-plate earthquakes. Kasus gempa Singkawang, episentrumnya berfokus di 
trace Lupar Line yang merupakan suture line antara terrane Semitau (Metcalfe, 
1996) dan accreted crust Sibu Zone (van Bemmelen, 1949). Soal lokasi, tak 
mengherankan karena Lupar Line pernah menjadi wilayah tidak stabil. Yang 
menarik justru reaktivasinya sendiri sebab kini Lupar Line jauh dari tepi2 
lempeng aktif. Volkanisme di sini juga semuanya purba, masih berkaitan dengan 
magmatisme bagian utara Schwaner atau beberapa intrusi basaltik saat spreading 
South China Sea terjadi.

Lebih jauh tentang intra-plate earthquakes, seperti yang disebutkan Kang Danny, 
Australia menyediakan referensi yang paling baik kelihatannya. Bila menyeriusi 
kasus gempa di Singkawang, maka metode2 penelitian yang dipakai di Australia 
barangkali bisa diterapkan di area Kalimantan Barat ini. 

Semua gempa di Australia umumnya merupakan intra-plate earthquakes yang tentu 
saja frekuensinya jauh lebih kecil daripada gempa2 di active margin seperti di 
Indonesia. Karena intra-plate seluas Australian Plate, maka gempa bisa terjadi 
di mana saja di Australia, tetapi di Western Australia paling banyak. Gempa 
terbesar Australia juga terjadi di Western Australia, 7.2 magnitude di 
Meeberrie pada tahun 1941.
 
Beberapa penelitian seismologi dan tektonik pernah dilakukan di Yilgarn craton, 
W-SW Australia), sebagian dipublikasi (Reading et al, 2003; Allen et al., 2004; 
Reading  Kennett, 2003; Dentith et al., 2000), untuk memahami struktur salah 
satu craton terkenal di dunia ini. Yang namanya intra-plate earthquake atau 
intra-cratonic earthquake itu adalah earthquake di batas terranes yang menyusun 
Yilgarn craton. Gempa di area Singkawang juga gempa di batas terranes.
 
Yilgarn Craton adalah geological entity terluas di Australia Barat dan salah 
satu craton berumur Archaean terbesar di dunia. Untuk memahami struktur craton 
ini para peneliti pernah melakukan berbagai penelitian geologi, seismik 
refraksi dan refleksi di daerah ini sehingga bisa disusun crustal velocity 
structure di craton ini. Berdasarkan sejumlah penelitian diketahui bahwa 
Yilgarn craton merupakan two-layered crust dengan ketebalan rata2 35 km 
(Dentith et al., 2000). Namun secara lateral, banyak dijumpai variasi dalam 
velocity structure yang ternyata setelah disintesis gejala ini berhubungan 
dengan terrane boundary. Beberapa zona high-velocity ditemukan, yang mungin 
kejadiannya bisa berhubungan dengan : (1) kehadiran mafic to ultramafic 
intrusions, (2) high-velocity zone tersebut merupakan fault-bounded 
mega-sliver, semacam suspect terrane dengan oceanic affinities -sliver adalah 
suatu exotic bodies yang terselip di area yang secara umum berbeda sifatnya
 dengan sliver tersebut.

Struktur bagian dalam dan upper mantle Yilgarn Craton pun pernah diteliti 
menggunakan lintasan teleseismic dari Perth-Kalgoorlie dan sebuah lintasan 200 
km di sebelah utara Kalgoorlie (Reading et al., 2003). Sifat kerak dan upper 
mantle ditentukan berdasarkan model seismic-velocity. Hasil dari penelitian ini 
adalah pengetahuan tentang pola akresi Yilgarn Craton, di area mana yang banyak 
akresi, di area mana yang sepi dari akresi. Penelitian pun menemukan bahwa 
Mohorovicic discontinuity jelas di area bagian tengah terrane, tetapi kabur dan 
bergradasi di area terrane boundary. Variasi lateral craton dan pola akresinya 
menunjukkan bagaimana evolusi Yilgarn Craton terjadi. 

Gempa di Singkawang bisa saja merupakan kumulasi strain sekian lama atau 
terjadi karena build up of stress di kerak Bumi yang disebabkan gerakan 
lempeng-lempeng sekitar Kalimantan, meskipun jauh lokasinya saat ini. Build up 
stress ini bila melewati batas tahan batuan akan mematahkan batuan yang 
pilihannya akan lebih sering pada zona-zona lemah seperti terrane boundary.
 
salam,
Awang 
 
Referensi 2terkait yang saya sebutkan di atas : 

- Reading et al., 2003, Seismic structure of the Yilgarn craton, Western 
Australia : Australian Journal of Earth Sciences, 50/3, 427-438.
- Allen et al., 2004, Low Stress Drop Swarm Events in the Yilgarn Craton, 
Western Australia : American Geophysical Union, Fall Meeting 2004, abstract 
#S11A-0994.
- Dentith et al., 2000, Deep crustal structure in the southwestern Yilgarn 
Craton, Western Australia, Tectonophysics, 325, 227-255.
- Reading  Kennett, 2003, Lithospheric structure of the Pilbara Craton, 
Capricorn Orogen and northern Yilgarn Craton, Western Australia, from 
teleseismic receiver functions  : Australian Journal of Earth Sciences, 50/3, 
439-445

-Original Message-
From: premonow...@gmail.com [mailto:premonow...@gmail.com] 
Sent: 26 Agustus 2011 2:38
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Re: Gempa Singkawang (?)

LKBn Antara 

Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case

2011-08-25 Terurut Topik Awang Satyana
: Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting  Organic Richness: Makassar Straits 
 Case
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Jumat, 26 Agustus, 2011, 12:10 AM
 Selamat pagi,
 
 Saya ikut berkomentar karena kebetulan topik diskusinya
 berkaitan
 dengan analisis cekungan. Pertama mengenai Beta Factor atau
 stretching
 factor, yang secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai
 rasio
 antara panjang cekungan setelah rifting dengan panjang
 semula cekungan
 (diukur pada posisi sejajar dengan arah ekstensi). Ambil
 contoh, jika
 faktor Beta adalah 2, maka telah terjadi ektensi sebanyak
 100%, yang
 berarti panjang cekungan sekarang adalah 2 kali panjang
 awal cekungan.
 
 Seandainya kita membandingkan 2 cekungan rift yang membuka
 sebagai
 sebuah half graben, dimana sudut kemiringan boundary fault
 (active
 margin) kedua cekungan ini berbeda, kita asumsikan half
 graben A
 memiliki sudut kemiringan 45º dan half graben B 20º, maka
 untuk
 stretching factor yang sama, half graben A akan lebih dalam
 daripada
 half graben B. Dengan demikian, half graben A akan
 menghasilkan
 accomodation space yang lebih banyak daripada half graben
 B. Jadi,
 untuk mendapatkan accomodation space dan subsidence rate
 yang berbeda,
 stretching factor tidak harus berbeda. Ada makalah dari
 Lambiase dan
 Morley (1999) yang membahas tentang sudut kemiringan
 boundary fault
 dan bagaimana mereka bisa mengontrol depositional system.
 
 Berkaitan dengan sedimentation rate, kalau saya tidak salah
 ingat
 hafalan ketika masih kuliah, sedimentation rate ditentukan
 oleh
 climate dan luas tidaknya catchment area. Berkaitan dengan
 beta factor
 cekungan rift yang tinggi, saya pikir tidak akan terus
 diikuti oleh
 sedimentation rate yang tinggi juga. Jika iklimnya kering,
 apakah
 memang suplai sediment ke cekungan akan setinggi cekungan
 di wilayah
 beriklim tropis?
 
 Jika kita berada di iklim tropis dengan curah hujan tinggi
 dan
 catchment area juga luas, maka saya yakin tingkat erosi
 akan tinggi
 dan sedimentation rate juga tinggi. Mungkin kalau kita
 hendak
 mengambil contoh, kita ambil saja Delta Mahakam dan Kutei
 Basin,
 walaupun bukan persis rift basin yang sedang kita
 diskusikan.
 
 Kita tahu bahwa Kutei Basin memiliki batuan induk, bahkan
 di bagian
 laut dalam ada model batuan induk yang katanya berasal dari
 material
 kayu/dedaunan/material yang mengandung carbon yang menjadi
 batuan
 induk beberapa lapangan gas/condensate. Dari contoh ini,
 saya berpikir
 bahwa sedimentation rate yang tinggi tidak serta merta
 membuat sebuah
 cekungan tidak memiliki potensi batuan induk, asal ada
 material
 organik yang dibawa dan diendapkan di cekungan. Mungkin
 akan lain
 ceritanya jika material yang digelontorkan ke dalam
 cekungan adalah
 konglomerat, lithic sandstones dan yang sejenisnya,
 misalnya berasal
 dari singkapan batuan metamorf dan vulkaniklastik
 (Gorontalo?).
 
 Hal lain yang dapat menyebabkan tidak adanya hydrocarbon
 charge dari
 cekungan rift walaupun ada potensi batuan induk adalah
 batuan induk
 tersebut sudah terlalu matang karena saat berada di fase
 rifting
 mereka sudah dimasak oleh arus panas yang terlalu tinggi
 dari
 astenosfer. Jadi, bukan karena tidak ada material organik,
 tapi
 overmature karena tertimpa overburden sediment yang tebal
 dan heat
 flow tinggi. Jika tidak ada early post-rift sequences
 seperti
 fluvio-deltaic atau marginal marine shales yang mulai
 terendapkan saat
 heat flow sudah menurun dan kemudian dimasak oleh tambahan
 heat flow
 seperti di back-arc basin atau oleh overburden sediment
 yang lebih
 tebal dan muda, maka kita tidak bisa mengandalkan batuan
 induk dari
 bagian synriftnya.
 
 Demikian sumbangan komentar dari saya, semoga berkenan.
 
 Salam
 mnw
 
 2011/8/25 Gadjah Eko Pireno gadjah.pir...@krisenergy.com
 
  Maaf kalau bikin bingung.
  Sebenarnya yang saya maksud adalah suplay sedimennya
 kedalam cekungannya.
  Kalau supply sedimennya over tentunya tidak akan ada
 organik carbonnya karena pengaruh oksidasinya, tetapi kalau
 sediment rates nya imbang dengan penurunan cekungannya, maka
 akan berkembang cekungan danau tempat berkembangnya fresh
 water algal dan juga tempat pengendapan kerogen yang berasal
 dari hutan disekitar danaunya
 
  Gadjah E. Pireno
  New
  
  From: Awang Satyana [awangsaty...@yahoo.com]
  Sent: Thursday, August 25, 2011 9:56 AM
  To: iagi-net@iagi.or.id;
 Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
  Subject: [SPAM] - [iagi-net-l] Rate of Rifting 
 Organic Richness: Makassar Straits Case (was: Nyiragongo...)
 - Email found in subject
 
  Ferdi  rekan2,
 
  Iya memang terbalik antara Pak Gadjah dan saya;
 mungkin Pak Gadjah berpendapat lain atau salah tulis, tolong
 mas Gadjah klarifikasi; saya meyakini kalau rifting terlalu
 cepat tak ada kesempatan untuk calon source rocks punya
 kapasitas kekayaan organik yang baik. Karena rifting
 Makassar Strait utara lebih cepat (sebab dipicu sea-floor
 spreading Celebes/Sulawesi Sea) daripada

Bls: [iagi-net-l] seeps Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case (was: Nyiragongo...)

2011-08-25 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Oki,

Multi beam bathymetri dan piston coring adalah survei yang boleh dibilang rutin 
belakangan ini di area-area frontier di Indonesia termasuk Makassar Strait. 
Jadi, datanya sudah ada untuk masalah seeps di area ini.

BP dulu bersama Pertamina awal 1990an memang melakukan survei ALF (airborne 
laser fluorescence) untuk beberapa wilayah di Indonesia (Thompson et al., 
1991). Di Selat Makassar pun dilakukan, dan menunjukkan beberapa titik seeps. 

Itu dari satelit tanpa ground-check. Piston coring melakukan ground-check 
dengan mengambil core di area2 yang diduga punya manifestasi seeps-gas venting 
di dasar laut seperti mud volcano dan pockmark, lalu dilakukan analisis 
geokimia. Meskipun demikian, sebagian ahli geokimia meragukan metode ini bahwa 
itu menunjukkan suatu termogenic seeps.

Maka, keberadaan seeps belum tentu menunjukkan keberadaan akumulasi hidrokarbon 
di bawahnya. Tentu hal ini berbeda dengan macroseeps yang kita lihat terjadi 
yang pasti menunjukkan ada akumulasi hidrokarbon di sekitarnya di bawah 
permukaan. Sejauh menyangkut microseeps, dengan berbagai metode pun; sampai 
saat ini belum selalu positif berhubungan dengan akumulasi hidrokarbon di 
subsurface. Kasus2 menunjukkan hal itu. Bisa sukses, tetapi juga bisa gagal 
berkorelasi.

salam,
Awang

--- Pada Kam, 25/8/11, o - musakti o_musa...@yahoo.com.au menulis:

 Dari: o - musakti o_musa...@yahoo.com.au
 Judul: [iagi-net-l] seeps Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting  Organic 
 Richness: Makassar Straits Case (was: Nyiragongo...)
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Kamis, 25 Agustus, 2011, 3:16 PM
 Pak Awang.
 Sudahkah dilakukan usaha2 untuk melihat apakah ada
 hydrocarbon seeps di north makassar straits ?
 
 Baik lewat satelite imagery, fluorescense maupun seabed
 mapping untuk melihat apakah ada pockmark akibat underwater
 seeps ? 
 
 Samar2 saya ingat  BP pernah melakukan satelite seep
 study di selat Makassar. Tak tahu apakah di bagian utara
 atau selatan.
 
 First principle nya tentu adalah kalau ada seeps, maka di
 daerah tersebut ada source rocks yang mampu men generate dan
 expulse hydrocarbon
 
 On Thu, 25 Aug 2011 08:56 ICT Awang Satyana wrote:
 
 Ferdi  rekan2,
  
 Iya memang terbalik antara Pak Gadjah dan saya; mungkin
 Pak Gadjah berpendapat lain atau salah tulis, tolong mas
 Gadjah klarifikasi; saya meyakini kalau rifting terlalu
 cepat tak ada kesempatan untuk calon source rocks punya
 kapasitas kekayaan organik yang baik. Karena rifting
 Makassar Strait utara lebih cepat (sebab dipicu sea-floor
 spreading Celebes/Sulawesi Sea) daripada Makassar Strait
 selatan, maka secara 'kasar' kekayaan organik sources di
 rifting-nya diasumsikan lebih kaya di Makassar Strait
 selatan. Tentu ini pernyataan awal yang harus diuji dan
 dibuktikan, tetapi alasannya saya terangkan di bawah ini.
  
 Sebenarnya, tingkat pembukaan rifting tak menyambung
 langsung ke kekayaan organik sedimen. Yang menyambung
 langsung ke kekayaan organik adalah rate of sedimentation
 (Johnson  Ibach, 1982). Dikatakan oleh mereka bahwa ada
 hubungan antara TOC (total organic carbon) dan sedimentation
 rate dalam m/my (meter/juta tahun). Setiap sedimen punya
 nilai terbaik TOC (optimum TOC) pada sedimentation rate
 tertentu. Bila sedimentation rate terlalu rendah, maka
 oksidasi terjadi yang akan merusak pengawetan organik, bila
 sedimentation rate terlalu tinggi maka kandungan organik pun
 akan rendah karena sedimentary dilution. Secara umum untuk
 shale silisiklastik, maka sedimentation rate terbaik agar
 TOC optimum adalah sekitar 21 m/juta tahun (Johnson 
 Ibach, 1982). Kurang atau lebih dari itu, TOC-nya menurun.
 Untuk sedimen gampingan (misalnya source napal),
 sedimentation rate terbaik untuk mencapai TOC optimum adalah
 sekitar 14 m/juta tahun.
  
 Hubungan dengan rifting. Rifting yang relatif cepat
 (Beta faktor tinggi) akan menyebabkan sedimentation rate
 terlalu tinggi, juga pembukaan yang terlalu cepat akan
 mengundang sirkulasi oxic dari open sea masuk. Akibatnya
 adalah kekayaan organik akan rendah. Tetapi rifting yang
 biasa saja, tak cepat, tak lambat, akan menghasilkan
 sedimentation rate yang biasa juga, dan mempertahankan
 kondisi rifting dalam lingkungan anoxic atau sub-oxic,
 sehingga pengawetan organic matters akan relatif lebih baik.
 Terhadap rendahnya kandungan organik, efek dilution karena
 too high sedimentation rate akan lebih memiskinkan kandungan
 organik, dibandingkan sedimentation rate yang too slow.
 Artinya, rifting yang membuka terlalu lambat, dengan
 sedimentation rate yang terlalu lambat juga akan lebih baik
 untuk pengawetan organik daripada di rifting yang terlalu
 cepat dengan efek sedimentary dilution yang tinggi.
  
 Kekayaan organik Makassar Strait utara dan Makassar
 Strait selatan tentu kompleks, masalah kecepatan rifting dan
 sedimentation rate hanyalah salah satu faktor saja. faktor
 lain adalah masalah lebar pembukaan Makassar Strait utara
 yang lebih lebar daripada Makassar Strait selatan. Ini akan

Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar

2011-08-25 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Koesoema,
 
Terima kasih atas cerita nostalgia 56 tahun yang lalu, Pak Koesoema masih bisa 
mengingatnya cukup detail.
 
Saya juga jadi ingat salah satu buku Hans Cloos Gespräch mit der Erde 
(Conversation with Earth, 1954)  yang puitis...
 
Hans Cloos dalam pengembaraannya sebagai ilmuwan Bumi itu tentu telah 
diperhadapkan ke banyak struktur2 Bumi, pegunungan, lembah, samudera, dan 
sebagainya yang besar dan dibentuk jutaan, puluhan, ratusan juta tahun. Lalu 
keluarlah kata-kata Hans Cloos ini, 

The earth is large and old enough to teach us modesty. 
 
Padanan yang baik, semoga kita dapat belajar kesabaran, kesederhanaan, rendah 
hati, dan kesopanan demi menyaksikan kebesaran pegunungan-pegunungan atau 
cekungan samudera yang dibentuk jutaan tahun itu, sementara betapa kecilnya 
manusia di tengah-tengahnya...
 
salam,
Awang
 
--- Pada Kam, 25/8/11, R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id menulis:


Dari: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id
Judul: Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah 
Retakan Besar
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Kamis, 25 Agustus, 2011, 6:47 PM





Ngomong-ngomong mengenai the Great East African Rift zone mengingatkan saya 
pada waktu kuliah General Geology II yang diberikan oleh Prof Klompe pada tahun 
ke-1 kuliah geologi pada tahun 1955. Gaya pemberian kuliah adalah sangat 
formal, beliau membahas di tahun pertama itu gejala-gejala besar di permukaan 
bumi, seperti pegunungan Alpina, Himalaya, Appalachia dan Rocky Mountains, dan 
juga lembah2 besar seperti the Rhine Graben di Europa, Basin and Range di 
Amerika Serikat dan tentunya the Great East African Rift Valleys. Ini jauh 
sebelum adanya Plate Tectonics. Beliau membahas gejalan ini dengan merujuk pada 
suatu karya besar dari seorang geoloog Jerman Hans Cloos Hebung, Faulting und 
Vulcanismus, atau pengangkatan, pematahan dan volkanisme yang diterbitkan 
menjelang Abad ke-20. Untuk East African Rift Zone Prof Klompe menyebut adanya 
gunung api Kilimanjaro (gunung tertinggi di Afrika), dan kebetulan pada 
tahun-tahun itu diputar film terkenal  The
 Snows of Kilimanjaro  kalau tidak salah berdasarkan buku Ernst Hemingway
Pada waktu itu ada 2 teori pembentukan rift valleys ini, yaitu gaya tarikan 
regangan yang menhasilkan graben sebagai mana penjelasan Hans Cloos, tetapi ada 
juga yang menjelaskannya sebagai ramp valley yang disebabkan karena dorongan 
(push) oleh Bailey Willis.
Walaupun plate-tectonics dapa menerangkan jauh lebih baik, tetapi pada waktu 
itu lebih dari 50 tahun yang lalu Hans Cloos sudah berada dalam arah yang 
benar. Kuliah Prof Klompe ini masih rasanya belum lama saya alami
 
Wassalam
RPK
- Original Message - 

From: Rovicky Dwi Putrohari 
To: iagi-net@iagi.or.id 
Cc: Forum HAGI ; Geo Unpad ; Eksplorasi BPMIGAS 
Sent: Tuesday, August 23, 2011 8:14 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah 
Retakan Besar

trims Pak Awang,
Bagi yg pingin melihat gambar serta video seperti kawah tersebut
Silahkan klik di Blog IAGI 

http://geologi.iagi.or.id/2011/08/23/nyiragongo-kongo-kawah-lava-terbesar-di-lembah-retakan-besar/

Salam
RDP


2011/8/22 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Kerak Bumi-litosfer yang terpecah-pecah menjadi sejumlah lempeng besar dan 
kecil adalah bagian paling luar planet Bumi tempat kita hidup yang sekaligus 
dapat kita saksikan kulit terluarnya baik berupa pegunungan, lembah, gunungapi 
atau dasar samudera. Kerak Bumi ini bergerak ke sana ke mari, saling beradu, 
berpapasan, atau menjauh satu dengan yang lainnya digerakkan oleh material 
mantel yang bergerak secara konveksi di dalam lapisan astenosfer, bagian mantel 
Bumi paling luar. Dengan cara dan mekanisme seperti itulah, benua-superbenua 
atau samudera-supersamudera terbentuk atau musnah sepanjang sejarah Bumi sampai 
sekarang.

Afrika, sebuah benua di atas globe Bumi, saat ini sedang mengalami peretakan 
benua yang terbesar di dunia, para ahli sering menyebutnya sebagai Lembah 
Retakan Besar (Great Rift Valley) Afrika Timur karena bagian timur Afrika saat 
ini sedang memisahkan diri dari sisa Afrika lainnya. Lembah Retakan Besar 
Afrika Timur ini adalah sebuah gejala fragmentasi benua melalui peretakan benua 
(continental rifting) yang kelak akan memusnahkan benua melalui pembentukan 
samudera. Tidak hanya di Afrika Timur, retakan benua ini juga menerus ke Asia 
Barat sehingga kita sebut saja Lembah Retakan Besar Afrika-Timur – Asia Barat.

Panjang keseluruhan Lembah Retakan ini adalah sekitar 5000 km dari Mozambik di 
Afrika sebelah tenggara sampai Siria di Asia Baratdaya. Pembukaan Lembah 
Retakan Besar ini telah dimulai sejak 50 juta tahun yang lalu. Ada di dalam 
jalur Lembah Retakan Besar ini antara lain: Danau Tanganyika (salah satu danau 
terbesar di dunia), Danau Malawi, Laut Merah (di sini telah terjadi pembukaan 
samudera), Laut Mati, Sungai Yordan dan Danau Galilea di Israel-Palestina. 
Bahwa Lembah Retakan Besar ini masih aktif membelah Afrika

Re: [iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo---- (Red Sea Petroleum Potential)

2011-08-24 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Habash,
 
Lokasi Madinah Al Munawarah ada di tepi timur Laut Merah. Lokasi-lokasi ini 
bukan di jalur MOR Laut Merah, juga bukan MOR purbanya; tetapi lokasi-lokasi 
ini terletak sangat dekat dengan relict pembukaan Laut Merah (shoulder 
beds-nya). Berhubungan apa tidak kedekatan dengan MOR ini untuk fenomena 
Gunung Magnet (Jabal Magnet), masih harus dilakukan penelitian.

Kota Madinah dan sekitarnya duduk di atas Arabian Craton yang masuk ke Kurun 
Proterozoikum (sekitar 700 Ma.). Meskipun demikian, melihat geologinya, banyak 
lava-lava muda ( 10 Ma) ditemukan dari Jedah - utara Madinah. Mengapa di atas 
craton yang tua ada volkanisme muda, menarik untuk dikaji lebih jauh. Saya 
pikir mantle tomography dapat membantu memecahkannya. Kesimpulan saat ini 
adalah bahwa magma-magma itu 
muncul ke permukaan dari astenosfer melalui konduit berupa rekahan2. 

Lava-lava semacam itu akan bersifat basa dan membentuk bentukan-bentukan 
gunungapi berbentuk perisai. Salah satunya adalah Jabal Magnet, yang bentuknya 
kini seperti bukit berketinggian rendah karena erosi. Seperti di MOR yang juga 
membawa volkanisme berasal dari astenosfer dan bersifat magnetik (sehingga 
memberikan fenomena magnetic stripping di MOR); mungkin begitulah asal muasal 
magnetisme Jabal Magnet.

Kembali ke pertanyaan Pak Habash, kalau kita punya mantle tomography section 
barat-timur yang memotong dari tepi timur Sudan ke Laut Merah-ke Madinah; maka 
akan langsung menjawab apa hubungan antara pemekaran Laut Merah, craton Arabia 
dan semua volkanisme muda di tepi Laut Merah yang suka bersifat magnetik itu.

salam,
Awang


--- Pada Rab, 24/8/11, hse...@gmail.com hse...@gmail.com menulis:


Dari: hse...@gmail.com hse...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo (Red Sea 
Petroleum Potential)
Kepada: iagi-net@iagi.or.id, geo_un...@yahoogroups.com, Forum HAGI 
fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 24 Agustus, 2011, 7:30 PM


Pak Awang, kalau Gunung Magnet yang bisa membuat bus melaju sendiri dengan 
cepat di dekat Madinah, Saudi Arabia, apakah itu merupakan bagian dari 
mid-oceanic spreading zone juga?
Thanks.
Sent via BlackBerry from Maxis


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com 
Date: Wed, 24 Aug 2011 09:53:00 +0800 (SGT)
To: geo_un...@yahoogroups.com; IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum 
HAGIfo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: [iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo (Red Sea 
Petroleum Potential)






Hade,
 
Terima kasih atas info sejarah eksplorasi Laut Merah.
 
Setiap volkanik (misal basal) yang ditembus sumur belum tentu basement, bisa 
saja intrusi sill, apalagi kalau kita bekerja di suatu lingkungan rifting yang 
punya beberapa kali periode volcanism (rifting volcanism), kecurigaan bahwa itu 
sill harus lebih besar. Di sinilah diperlukan kolaborasi dengan geologist yang 
mempelajari volkanisme yang bisa membedakan itu sill atau basement.
 
Lapisan karbonat pelagis yang juga oolitic secara umum berkembang di area Laut 
Merah saat rifting berkembang menjadi ocean basin; sehingga apabila evaporitnya 
(yang juga berkembang pada periode yang sama) sudah ditemukan, mestinya lapisan 
karbonatnya pun berkembang; bila belum ditemukan, posisi sumur2 saja yang belum 
tepat untuk membuktikannya.
 
Hal lain adalah, berdasarkan kejadian lapangan2 minyak, gas dan kondensat dan 
parameter kematangan berdasarkan Ro diketahui bahwa kematangan yang paling 
tinggi ditemukan di bagian selatan Laut Merah, intermediat di bagian utara, dan 
paling rendah di sekitar Teluk Suez. Ini berkorelasi dengan tingkat pembukaan 
Laut Merah yang berbeda-beda, yang terbesar di sisi selatan. Pada Oligo-Miosen, 
heat flow di Teluk Suez pernah terangkat, tetapi sekarang mendekati normal; 
sementara di bagian selatan Laut Merah masih aktif terjadi pembukaan. Ini 
sesuai dengan cerita Hade kalau di Teluk Suez di temukan lapangan2 minyak, 
sementara di Sudanese Red Sea ditemukan gas dan kondensat.
 
Tupi, Brazil dan Kwanza, Angola-Gabon adalah contoh2 ideal lapangan2 raksasa 
dan super-raksasa di kedua sisi passive margin Atlantic yang telah terbuka 
sempurna dengan sistem sedimentasi dan setting tektonik yang sempurna sehingga 
menyediakan batuan2 yang voluminous untuk menjadi source rocks, reservoirs dan 
seals; ditambah dengan pembentukan perangkap yang baik.
 
salam,
Awang

--- Pada Sel, 23/8/11, Hade B Maulin bakda_mau...@yahoo.com menulis:


Dari: Hade B Maulin bakda_mau...@yahoo.com
Judul: Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo (Red Sea Petroleum Potential)
Kepada: geo_un...@yahoogroups.com geo_un...@yahoogroups.com, IAGI 
iagi-net@iagi.or.id, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS 
eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 23 Agustus, 2011, 3:27 PM


  




Terimakasih banyak atas penjelasannya pak Awang :)

Tetapi seperti yang sudah-sudah, makin dijelaskan makin banyak

[iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar

2011-08-22 Terurut Topik Awang Satyana
Kerak Bumi-litosfer yang terpecah-pecah menjadi sejumlah lempeng besar dan 
kecil adalah bagian paling luar planet Bumi tempat kita hidup yang sekaligus 
dapat kita saksikan kulit terluarnya baik berupa pegunungan, lembah, gunungapi 
atau dasar samudera. Kerak Bumi ini bergerak ke sana ke mari, saling beradu, 
berpapasan, atau menjauh satu dengan yang lainnya digerakkan oleh material 
mantel yang bergerak secara konveksi di dalam lapisan astenosfer, bagian mantel 
Bumi paling luar. Dengan cara dan mekanisme seperti itulah, benua-superbenua 
atau samudera-supersamudera terbentuk atau musnah sepanjang sejarah Bumi sampai 
sekarang.

Afrika, sebuah benua di atas globe Bumi, saat ini sedang mengalami peretakan 
benua yang terbesar di dunia, para ahli sering menyebutnya sebagai Lembah 
Retakan Besar (Great Rift Valley) Afrika Timur karena bagian timur Afrika saat 
ini sedang memisahkan diri dari sisa Afrika lainnya. Lembah Retakan Besar 
Afrika Timur ini adalah sebuah gejala fragmentasi benua melalui peretakan benua 
(continental rifting) yang kelak akan memusnahkan benua melalui pembentukan 
samudera. Tidak hanya di Afrika Timur, retakan benua ini juga menerus ke Asia 
Barat sehingga kita sebut saja Lembah Retakan Besar Afrika-Timur – Asia Barat. 

Panjang keseluruhan Lembah Retakan ini adalah sekitar 5000 km dari Mozambik di 
Afrika sebelah tenggara sampai Siria di Asia Baratdaya. Pembukaan Lembah 
Retakan Besar ini telah dimulai sejak 50 juta tahun yang lalu. Ada di dalam 
jalur Lembah Retakan Besar ini antara lain: Danau Tanganyika (salah satu danau 
terbesar di dunia), Danau Malawi, Laut Merah (di sini telah terjadi pembukaan 
samudera), Laut Mati, Sungai Yordan dan Danau Galilea di Israel-Palestina. 
Bahwa Lembah Retakan Besar ini masih aktif membelah Afrika Timur dan Asia 
Baratdaya, dibuktikan oleh aktivitas tektonik dan volkanisme hingga kini. 
Misalnya, pada tahun 2005, hanya dalam dua hari tiba-tiba di Ethiopia, yang 
duduk di jalur ini, terbentuk retakan sepanjang 60 km selebar 6 meter. Juga 
semua episentrum gempa di Afrika Timur dan Asia Baratdaya berkonsentrasi di 
jalur Lembah Retakan Besar ini.

Volkanisme yang berhubungan dengan peretakan benua pun aktif di Lembah Retakan 
Besar, dan inilah yang akan menjadi cerita utama tulisan ini. Dalam beberapa 
bulan terakhir ini, saya mengamati tulisan-tulisan di berbagai jurnal sains dan 
sains populer yang cukup banyak membahas sebuah gunungapi bernama Nyiragongo 
yang terletak di tepi timur Republik Demokratik Kongo, Afrika. Nyiragongo tepat 
duduk di atas Lembah Retakan Besar Afrika Timur. 

Popularitas Gunung Nyiragongo (3470 m dpl) ini adalah karena gunungapi aktif 
ini memiliki kawah berisi lava mendidih terbesar di dunia dengan temperatur 
sekitar 1200 C. Lebar kawah sekitar 1,7 km, dalam 250 meter, diperhitungkan 
diisi oleh sekitar 282 juta kaki kubik lava mendidih yang datang dari kantong 
magma di bawah kawah ini. Kawah superpanas ini dikelilingi oleh dinding batuan 
lava lama setinggi 15 meter. 

Nyiragongo telah terbukti maut untuk penduduk Kongo yang tinggal di bawah 
gunungapi ini. Saat terjadi erupsi, kolom-kolom tinggi lava pijar sering 
dilemparkan ke langit dan jatuh menimpa kota/desa di sekitarnya, atau kawah 
lavanya meluap, membobol pagar dindingnya dan membanjiri kota/desa di bawahnya. 
Pada 17 Januari 2002, setelah berbulan-bulan dilanda gempa kecil, Gunung 
Nyiragongo meletus melemparkan 8 milyar galon lava membanjiri desa/kota Goma 
yang jauhnya hampir 15 km dari gunung. Lava pijar dan lahar panas menhancurkan 
15 % kota, membuat 120.000 penduduk Goma kehilangan rumah, mengungsikan 
sebanyak 400.000 penduduk. Saat ini setengah juta penduduk Goma hidup di bawah 
bayang-bayang maut Nyiragongo.

Bulan Juni yang lalu, didorong rasa ingin tahu yang besar dan keberanian, 
delapan orang pecinta gunungapi dari the Geneva Volcanology Society turun ke 
dasar kawah Nyiragongo. Diceritakan bahwa kedelapan orang ini sejak masa 
kecilnya telah terinspirasi sebuah film tahun 1960, “The Devil’s Blast” besutan 
Haroun Tazieff, ahli gempa dan gunungapi terkenal kala itu, yang merupakan film 
dokumen pertama tentang kawah Nyiragongo. Saat mereka turun ke kawah 
Nyirangongo tentu rata-rata dari mereka telah berusia 40 tahunan. Itulah yang 
namanya obsesi masa kecil, usia tak cukup untuk menghalanginya. Sebelum 
merambah Nyirangongo mereka berbulan-bulan sebelumnya telah mengikuti berbagai 
pelatihan. Pemimpin rombongan adalah Dario Tedesco, seorang ahli gunungapi dari 
pos pengamatan gunungapi di Goma, dibantu dua pemandu gunung, fotografer dan 
sejumlah porter yang membawakan barang-barang para pelancong dan peneliti 
seberat hampir 600 kg. 

Perjalanan menyambangi Nyiragongo ini berlangsung selama 12 hari. Selain 
berhasil memenuhi fantasi masa kecilnya, kedelapan orang ini juga telah 
mengumpulkan berbagai sampel gas volkanik, lava dan memasang berbagai peralatan 
untuk memantau aktivitas Nyiragongo demi keselamatan penduduk Goma. Selama 

Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar

2011-08-22 Terurut Topik Awang Satyana
Ferdi,
 
Penyebaran gunungapi di dunia barangkali bisa digolongkan ke dalam dua bagian 
besar: (1) subduction-related volcanism dan (2) intra-plate volcanism. Nomor 
(1) sudah banyak kita ketahui sebab sekitar 90 % gunungapi di dunia termasuk 
dominasi di Indonesia adalah dari golongan ini. Tetapi golongan (2) jarang kita 
ketahui, dan di golongan inilah Nyiragongo, Kongo berada. Hot-spot juga boleh 
saja kita golongkan ke dalam golongan (2) seperti beberapa terjadi di tengah 
kerak samudera seperti di pulau-pulau Hawaii, Galapagos, dan Christmas.
 
Khusus Nyiragongo, setting tektoniknya memang ia sebuah intra-plate volcanism, 
yang kebetulan duduk di kerak benua yang sedang menipis karena mengalami 
peretakan hendak memisah (East African Rift Valley). Kalau kita mau menyebutnya 
sebagai rifting volcanism, boleh-boleh saja, seperti juga terjadi di beberapa 
tempat di Selat Makassar sebelah utara sebab Selat Makassar adalah suatu 
relict/bekas rifting kontinen antara Kalimantan dan Sulawesi atau tepi timur 
Sundaland.
 
Wilayah-wilayah yang aktif retak/rifting saat ini ditandai oleh anomali gaya 
berat (Bouguer/Free Air) yang negatif, heat flow yang tinggi (90-115 MW/m2 atau 
 2 HFU) dan aktivitas volkanik. Semuanya ini mengindikasi bahwa ada anomali 
termal di kedalaman rifting ini. Mengapa Nyiragongo 3000 meter? Karena, setiap 
rifting di kontinen juga akan ditandai oleh domal uplifts (pengangkatan 
meng-kubah). Kubah2 rifting di Afrika sudah terkenal, misalnya Ethiopian Swell 
di utara, East African Swell di tenggara (di tepi baratnya duduk Nyiragongo), 
atau Tibesti dan Hoggar Swell di Afrika Utara. Kubah2 ini sangat sering 
berhubungan dengan volkanisme, dan begitulah seperti dibuktikan oleh Nyiragongo.
 
Sumber lava atau pemanasan litosfer di Nyiragongo bisa berasal dari: (1) 
konduksi dari sumber panas di bawah litosfer/thermal expansion, (2) penetrative 
convection dari magma yang masuk ke litosfer, atau (3) convective heating di 
bawah litosfer karena ada asthenospheric plume (upwelling mantle plume) yang 
panas dan naik. Dengan mekanisme seperti itulah Nyiragongo terbentuk.
 
Beberapa continental rifting lain yang juga disertai gejala volkanisme adalah: 
Rio Grande Rift (western US), Rhine Graben (Eropa) dan Baikal Rift (Asia 
tengah).
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 22/8/11, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis:


Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah 
Retakan Besar
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 22 Agustus, 2011, 5:10 PM



Pak Awang
 
bagaimana mekanisme pembentukan gunung api Nyiragongo ya ?  bukannya kalau 
gunung api yang berhubungan dengan pemekaran kerak benua harusnya terbentuk di 
fasa akhir pemekaran seperti hotspot/mor ? sementara mt nyiragonggo justru 
sudah ada ( ketinggian sudah 3470 dpl), lavanya basaltic dan masih di tengah 
kerak benua...

2011/8/22 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

Kerak Bumi-litosfer yang terpecah-pecah menjadi sejumlah lempeng besar dan 
kecil adalah bagian paling luar planet Bumi tempat kita hidup yang sekaligus 
dapat kita saksikan kulit terluarnya baik berupa pegunungan, lembah, gunungapi 
atau dasar samudera. Kerak Bumi ini bergerak ke sana ke mari, saling beradu, 
berpapasan, atau menjauh satu dengan yang lainnya digerakkan oleh material 
mantel yang bergerak secara konveksi di dalam lapisan astenosfer, bagian mantel 
Bumi paling luar. Dengan cara dan mekanisme seperti itulah, benua-superbenua 
atau samudera-supersamudera terbentuk atau musnah sepanjang sejarah Bumi sampai 
sekarang.

Afrika, sebuah benua di atas globe Bumi, saat ini sedang mengalami peretakan 
benua yang terbesar di dunia, para ahli sering menyebutnya sebagai Lembah 
Retakan Besar (Great Rift Valley) Afrika Timur karena bagian timur Afrika saat 
ini sedang memisahkan diri dari sisa Afrika lainnya. Lembah Retakan Besar 
Afrika Timur ini adalah sebuah gejala fragmentasi benua melalui peretakan benua 
(continental rifting) yang kelak akan memusnahkan benua melalui pembentukan 
samudera. Tidak hanya di Afrika Timur, retakan benua ini juga menerus ke Asia 
Barat sehingga kita sebut saja Lembah Retakan Besar Afrika-Timur – Asia Barat.

Panjang keseluruhan Lembah Retakan ini adalah sekitar 5000 km dari Mozambik di 
Afrika sebelah tenggara sampai Siria di Asia Baratdaya. Pembukaan Lembah 
Retakan Besar ini telah dimulai sejak 50 juta tahun yang lalu. Ada di dalam 
jalur Lembah Retakan Besar ini antara lain: Danau Tanganyika (salah satu danau 
terbesar di dunia), Danau Malawi, Laut Merah (di sini telah terjadi pembukaan 
samudera), Laut Mati, Sungai Yordan dan Danau Galilea di Israel-Palestina. 
Bahwa Lembah Retakan Besar ini masih aktif membelah Afrika Timur dan Asia 
Baratdaya, dibuktikan oleh aktivitas tektonik dan volkanisme hingga kini. 
Misalnya, pada tahun 2005, hanya dalam dua hari tiba-tiba di Ethiopia, yang 
duduk di jalur ini, terbentuk retakan sepanjang 60 km selebar 6 meter

Re: [iagi-net-l] Kompleks Gunungapi Bawahlaut Old Andesites Tanjung Aan, Lombok

2011-07-31 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Agus,

Terima kasih atas koreksinya, mungkin penamaan Formasi 'Old Andesites' (OAF) di 
Kulon Progo sudah waktunya disesuaikan dengan yang berlaku menurut SSI (Sandi 
Stratigrafi Indonesia) yang telah diperbaharui (misalnya SSI revisi 1996). Juga 
beberapa hirarki stratigrafi Old Andesites ini di sepanjang Pegunungan Selatan 
masih belum taat asas (konsisten) dengan yang tertuang di SSI seperti penamaan 
Kelompok, Formasi, Anggota. Barangkali juga perlu meninjaunya lagi menggunakan 
konsep volkanostratigrafi karena Old Andesites dominan diendapkan sebagai 
endapan piroklastik dan epiklastik dari volkaniklastik.

Tentang 'fosil2' berbentuk pasir2 bulat2 di pantai Kuta dan Tanjung Aan yang 
seperti merica itu memang banyak geologist yang menduganya sebagai Orbulina 
sp., tetapi seorang peneliti mikropaleontologi dari LIPI pernah menuliskan 
bahwa itu bukan Orbulina tetapi fosil-fosil dari spesies Schlumbergerella 
floresiana (Adisaputra, 1991). Mencari info lebih detail tentang fosil ini saya 
belum dapat karena referensi tersebut tak tercantum di makalah yang saya baca.

salam,
Awang

--- Pada Sab, 30/7/11, Agus agushendra...@yahoo.com menulis:

 Dari: Agus agushendra...@yahoo.com
 Judul: Re: [iagi-net-l] Kompleks Gunungapi Bawahlaut Old Andesites Tanjung 
 Aan, Lombok
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Sabtu, 30 Juli, 2011, 9:01 AM
 Ulasan singkat yg menarik, mungkin
 sedikit koreksi pak awang. Old andesites yg muncul di
 kulonprogo, nama formasinya tetap OAF / Old Andesites
 Formation, sementara di Pegunungan Selatan Yogya Jawatengah,
 kelompok OligoMiosen tsb sering disebut sbg Kebo Butak Beds
 atau Formasi Kebo Butak. Sementara pada OAF di Jatim
 Selatan, sering disebut Formasi Besole, Mandalika. Jalur
 volkanik OligoMiosen di bagian selatan jawa ini yg sdh cukup
 banyak dipelajari kawan kawan geologist terkait dg alterasi
 hidrotermal.
 
 Terkait daya tarik geowisata volkanik oligo-miosen di jatim
 selatan yg rekomended adalah jalur grindulu, mulai dari kota
 pacitan sampai tegalombo - slahung di ponorogo. Ke arah
 timur, jalur landskap volkanik oligo miosen yg sgt menarik
 ada di pinggiran pantai selatan mulai dari trenggalek -
 tulungagung terutama yg membentuk volcanic cliffed coast.
 
 Pak Awang, butiran pasir merica yg ada di Pantai Kutai
 Lombok Selatan, bukankah itu dari pasir orbulina, spesies
 foram kecil yg teronggok di tepian pantai Kuta sbg akibat
 penampian dari arus dasar yg merupakan ciri oceanografik
 dari samudera indonesia. Pasir merica foram kecil / orbulina
 tsb memang sgt uniq dan fenomenal untuk dijadikan souvenir
 yg sdh terolah dan dikreasi dg beberapa kelompok gastropoda
 maupun moluska yg dikeringkan dari pantai tsb.
 
 Salam, 
 gus hend.89 
 
 Sent from my iPad
 
 On 26 Jul 2011, at 07:50, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
 wrote:
 
 Gunungapi bisa terjadi di dua lingkungan: darat dan laut.
 Gunungapi daratan, sebut  saja terrestrial volcanoes
 sudah biasa kita lihat misalnya gunung2 api Kuarter di
 Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara (jalur Kerinci-Merapi-Rinjani).
 Kita dengan cukup mudah bisa mengenal morfologinya,
 mempelajarinya dengan detail pun tinggal kita daki
 gunungnya. Bagaimana dengan gunungapi bawahlaut (submarine
 volcanoes) ? Contohnya yang Kuarter pun mungkin susah kita
 cut


PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Ayo siapkan diri!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id

For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id

Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
-



[iagi-net-l] Kompleks Gunungapi Bawahlaut Old Andesites Tanjung Aan, Lombok

2011-07-25 Terurut Topik Awang Satyana
Gunungapi bisa terjadi di dua lingkungan: darat dan laut. Gunungapi daratan, 
sebut  saja terrestrial volcanoes sudah biasa kita lihat misalnya gunung2 api 
Kuarter di Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara (jalur Kerinci-Merapi-Rinjani). Kita 
dengan cukup mudah bisa mengenal morfologinya, mempelajarinya dengan detail pun 
tinggal kita daki gunungnya. Bagaimana dengan gunungapi bawahlaut (submarine 
volcanoes) ? Contohnya yang Kuarter pun mungkin susah kita lihat, apalagi yang 
tua misalnya yang berumur Oligo-Miosen. Padahal, saat Sumatra-Jawa-Nusa 
Tenggara masih di kala Oligo-Miosen, wilayah ini punya jalur gunungapi masif 
yang memanjang di sebelah selatannya. Saat itu, belum ada bagian luas 
pulau-pulau ini yang terangkat di atas muka laut. Jalur gunungapi saat itu 
berarti sebagian besar berupa jalur gunungapi bawahlaut seperti yang diduga van 
Bemmelen (1949).  Adakah tubuh gunungapi, paling tidak kerucut sentralnya, 
berumur Oligo-Miosen yang tersingkap utuh seluruhnya
 ? 

Sepuluh hari yang lalu, Jumat 15 Juli 2011, setelah dari hari Seninnya kami 
(saya dan 15 peserta kursus Petroleum Geology of Indonesia - kursus 
diorganisasi HAGI, di Senggigi Lombok) belajar dan berdiskusi tentang geologi 
dan potensi-risiko-status migas seluruh wilayah Indonesia, beberapa dari kami 
mengunjungi pantai Kuta dan Tanjung Aan di Lombok selatan. Sebelum ke kawasan 
pantai, kami mengunjungi sentra kerajinan gerabah di Banyumulek dan tenun di 
Sukarare. Kegiatan ini sekedar mengenalkan pariwisata Lombok, terutama bagi 
yang belum. Karena waktu yang sangat terbatas (sesudah Jumatan), kunjungan di 
setiap tempat tak bisa berlama-lama.

Pantai Kuta dan Tanjung Aan, Lombok selatan, mulai banyak dikenal karena 
keindahan panorama pantainya, juga terkenal karena butiran pasirnya yang 
bulat-bulat berwarna terang atau gelap mirip merica/ lada putih dan lada hitam. 
Pengunjung suka membawa pasir tersebut menggunakan bekas botol plastik air 
mineral. Anak-anak pedagang asongan di kedua pantai pun giat menawarkan jasa 
mengumpulkan pasir tersebut untuk para pengunjung.

Tetapi lebih dari keindahan panorama dan keunikan endapan pasirnya, 
sesungguhnya pantai-pantai ini menyimpan tempat terbaik (di Indonesia, menurut 
hemat saya setelah banyak melihat bandingannya di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa 
dan Sulawesi) singkapan kompleks gunungapi bawahlaut  Old Andesites yang 
pernah terjadi melingkari sisi baratdaya-selatan-tenggara Sundaland pada kala 
Oligo-Miosen. Begitulah tujuan saya membawa beberapa peserta kursus yang 
berminat ke Kuta dan Tanjung Aan, untuk melihat singkapan gunungapi bawahlaut 
yang 'utuh' terangkat ke atas permukaan di Lombok selatan. Perjalanan dari 
Senggigi sekitar 2,5 jam. Bila Oktober 2011 nanti Bandara Internasional Lombok 
(BIL) jadi mulai dioperasikan sesuai rencananya, maka perjalanan ke Kuta dan 
Tanjung Aan hanya sekitar 1/2 jam.

Old Andesites pertama kali digagas oleh Verbeek dan Fennema (1896) sebagai 
'Oud Andesiets' dalam sebuah buku magnum opus Geologische Beschrijving van 
Java en Madoera. Tetapi adalah van Bemmelen dalam buku magnum opus-nya,  The 
Geology of Indonesia (1949) yang memopulerkan dan menganalisis Old Andesites 
dengan detail dalam analisis-analisisnya meskipun masih dikemas dalam teori 
geosinklin atau undasi yang dikembangkannya. 

Dalam analisisnya, van Bemmelen (1949) menulis bahwa Old Andesites adalah 
penciri tektonik 'orogenic geanticlinal stage'. Pada tahap ini ada tiga perioda 
pengangkatan: non-volcanic, volcanic, extinct-volcanic. Perioda volkanik 
meletuskan lava 'Pacific' berkomposisi bergradasi dari basa-intermediat-asam. 
Setiap pengangkatan juga disertai oleh naiknya intrusi di inti-inti 
pengangkatan dengan komposisi plutonik intermediat-asam. Tipe Pacific adalah 
salah satu famili magmatik (Pacific kindreds) dari kerabat (suite) 
calk-alkaline. Van Bemmelen (1949) menganalisis evolusi semua wilayah tepi di 
sekeliling landmass Sunda dengan cara seperti itu. Menurut teori geosinklin, 
periode orogenik itu dibagi menjadi lima: pre-orogenic stage, orogenic foredeep 
stage, orogenic geanticlinal stage, late orogenic stage, dan post-orogenic 
stage. 

Dalam bingkai teori tektonik lempeng, kita menganggap volkanisme orogenic 
geanticlinal stage itu sebagai bentuk volkanisme busur kepulauan (volcanic 
island arc) hasil peleburan sebagian (partial melting) penunjaman kerak 
samudera yang menunjam di bawah benua. Wilayah palung, tempat kerak samudera 
awal menunjam, adalah bagian foredeep menurut teori geosinklin. Begitulah, 
karena sekarang kita berpendapat bahwa volkanisme Old Andesites sebagai hasil 
konvergensi antar lempeng pada menjelang akhir Paleogen di sekeliling 
Sundaland, maka semua volkanik Oligo-Miosen (Oligosen Akhir-Miosen Awal) di 
wilayah Sumatra Selatan-Jawa-Bali-Lombok-Sumbawa-Sulawesi Selatan adalah produk 
Old Andesites. Menurut van Bemmelen (1949), sebagian volkanisme Old Andesites 
merupakan kompleks gunungapi bawahlaut (submarine volcanics).

Singkapan 

[iagi-net-l] Reaktivasi Sesar Watukosek dan Erupsi LUSI

2011-05-31 Terurut Topik Awang Satyana
Karena saya menyebut2 bahwa reaktivasi Sesar Watukosek telah menyebabkan erupsi 
LUSI, seorang anggota milis (Pak Ferdi Kartiko Samodro) bertanya secara pribadi 
bagaimana detailnya dan mengapa di sepanjang sesar itu hanya di dekat BJP-1 
saja LUSI terjadi. Berikut jawaban saya, juga ada jawaban untuk pertanyaan yang 
diajukan Pak Sunu apa bisa gempa Yogya 27 Mei 2006 mereaktivasi Watukosek lalu 
menyemburkan LUSI. Semoga bermanfaat, walaupun saya tahu akan mengundang 
perdebatan (pendapat wajar saja mengundang perdebatan, memang begitulah halnya 
di dunia ilmiah).

salam,
Awang

-
Ferdi,

Kecurigaan bahwa reaktivasi Sesar Watukosek merupakan penyebab utama Lusi 
didasarkan atas gejala-gejala yang teramati di lapangan pada seminggu pertama 
setelah gempa Yogya 27 Mei 2006 terjadi. Gejala-gejala itu sifatnya tidak 
lokal, tetapi seperti yang Ferdi tulis di bawah, yaitu menyebar jauh ke 
selatan- utara sampai sekitar 50 km, dan keunikannya adalah bahwa semua gejala 
itu terdapat di titik-titik di sepanjang zona Sesar Watukosek.

Lusi tidak lahir sendirian, ia ada saudara-saudaranya, yaitu berupa semburan 
lumpur lain sebanyak empat titik, yang terjadi bersamaan di dalam seminggu 
lahirnya Lusi. Kelima saudara ini terletak di sepanjang zona Sesar Watukosek 
membentuk kelurusan BD-TL sepanjang hampir 1 km. Kelurusan semburan-semburan 
ini dapat membuat kita berpikir ada kelurusan (sesar) di bawah permukaannya 
yang mengontrolnya. Saya pernah menyaksikan underground blowout baik di onshore 
(Sumatra Utara) maupun di offshore (Kalimantan Timur), efek ke permukaannya 
adalah semburan lumpur yang membentuk pola lingkaran mengelilingi sumur. Itu 
tak terjadi di area sumur Banjar Panji-1 (BJP-1) (Lapindo Brantas, 2006).

Di sepanjang 50 km ke selatan-utara dari Lusi, pada hari-hari Lusi baru lahir 
terdapat beberapa gejala yang menunjukkan gangguan bawah permukaan, semua 
gejala berlokasi di sepanjang zona Sesar Watukosek:

- turunnya produksi lapangan Carat (BD Lusi) dan Tanggulangin (TL Lusi)
- keluarnya leleran lumpur pada gunung-gununglumpur purba di sebelah TL Lusi, 
yaitu: Kalang Anyar, Pulungan, Gunung Anyar
- keringnya sumur-sumur penduduk secara tiba2 di sekitar lokasi gunung-gunung 
lumpur purba tersebut

Semua gejala tersebut mau tak mau membuat saya lebih mencurigai bahwa Sesar 
Watukosek telah bergerak dan menyebabkan perubahan fluida di zona sepanjang 50 
km tersebut. Sumur Banjar Panji (BJP)-1 berlokasi di zona sesar Watukosek. Saya 
memandangnya ia pun sebagai korban reaktivasi sesar sinistral ini, yaitu dengan 
terjadinya partial loss dan total loss dalam beberapa menit -  beberapa jam 
setelah gempa Yogya 27 Mei terjadi. Loss menunjukkan bahwa ada fracturing baru 
terjadi di lubang sumur. Karena semua gejala gangguan fluida (produksi sumur 
menurun, semburan lumpur di area Lusi, leleran lumpur di gunung2 lumpur lama, 
dan keringnya sumur2 penduduk secara tiba2) terjadi di sepanjang zona Sesar 
Watukosek sekitar 50 km, maka beralasan bila saya menyebut reaktivasi Sesar 
Watukosek penyebab semua ini. Dapatkah satu titik lubang bor yang diduga 
terjadi underground blowout menyebabkan semua gejala di atas dalam kelurusan 
BD-TL sepanjang 50 km? Saya pikir tidak.
 Bagaimana kalau semua gejala itu disebabkan reaktivasi zona sesar ? Saya pikir 
ya. Kita punya banyak bukti di lapangan dan bawah permukaan bahwa Sesar 
Watukosek itu ada, dan kita juga punya bukti langsung (data kegempaan) dan tak 
langsung (semua gejala gangguan fluida di atas) bahwa reaktivasinya telah 
terjadi pada 27 Mei 2006 (gejalanya muncul setelahnya).

Mengapa semburan Lusi justru terjadi di dekat lokasi sumur BJP-1, sehingga 
membuat banyak orang curiga bahwa BJP-1 adalah penyebabnya ? Untuk memahami 
ini, kita perlu melihat data seismik sepanjang utara-selatan, atau BD-TL 
memotong Delta Brantas atau Kendeng Deep. Dari situ, kita akan melihat bahwa di 
area ini banyak diapir yang telah tersembur keluar menjadi gunung lumpur. 
Kendeng Deep adalah suatu cekungan ‘elisional’, yaitu cekungan yang dicirikan 
oleh sedimentasi sedimen muda (Pliosen-Plistosen) yang sangat tebal, diendapkan 
sangat cepat, tak terkompaksi dengan baik, tertekan abnormal (overpressured), 
mobilitas tinggi karena gradien geotermal relatif tinggi, serta terkompresi 
secara kuat. Di cekungan elisional, diapir dan gunung lumpur biasa terdapat. 

Di area Lusi, kalau kita melihat data seismiknya, di situ ada ‘piercement 
structure’ (seperti diapir) yang sedang naik, diapir yang belum menjadi gunung 
lumpur. Pengetahuan ini baru kita ketahui setelah pengetahuan tentang mud 
volcano berkembang pesat di wilayah ini. Piercement structure ini 
overpressured, lokasinya di selatan BJP-1. Saat reaktivasi Sesar Watukosek 
terjadi, terdapat release pressure melalui Sesar Watukosek, dan materi dari 
piercement structure ini meyembur ke permukaan sebagai mud eruption. Diapir 
akan menjadi gunung lumpur melalui konduit sesar, gunung lumpur adalah 

Re: [iagi-net-l] Simposium Peringatan 5 Tahun Lusi (was Andang Protes)

2011-05-27 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Rovicky,
 
1. Dari presentasi Mark Tingay: (1) mekanisme EQ trigger: sesar Watukosek 
bergerak sebelum erupsi lumpur, bahkan Tingay mencantumkan kapan waktu mulai 
bergeraknya: 27 Mei 2006 pukul 06:02 WIB, (2) mekanisme drilling trigger: sesar 
Watukosek bergerak sebelum erupsi lumpur, yaitu sesaat setelah BOP di BJP-1 
well ditutup, atau pada 28 Mei 2006 pukul 07.50+ WIB. Jadi pada kedua mekanisme 
itu, sesar Watukosek bergerak sebelum erupsi lumpur, hanya trigger-nya saja 
yang berbeda. 
 
Apakah selama erupsi lumpur Sesar Watukosek bergerak juga: Ya. Banyak buktinya 
berdasarkan banyak data yang telah diambil di sini seperti GPR, microgravity, 
dll.
 
2. Davies menyebutkan Kujung ditembus BJP-1, dikoreksi oleh Tingay bahwa Kujung 
tidak ditembus, yang ditembus adalah Prupuh yang berumur mid-Miosen yang 
ekivalen dengan Tuban.
 
Pendapat saya, tak ada Kujung atau Prupuh yang ditembus BJP-1. Ini masalah 
terminologi. Lihat disertasi Pak Harsono Pringgroprawiro (1983) untuk 
stratigrafi Jawa Timur, Prupuh adalah ekivalen dengan Kujung I yang dinamai 
Cities Service (1968) untuk offshore NE Java Sea. Karena tak ada Kujung 
ditembus, maka Prupuh pun tak ada. Ini akan lebih nyata secara absolut kalau 
kita lihat dating umur karbonat yang ditembus Porong-1.
 
Seismic interpretation Porong to BJP baik yang diajukan oleh Lapindo
saat pengusulan sumur dulu, maupun yang muncul di paper Arse Kusumastuti
dan para pembimbingnya di AAPG Bull 2002, masih berekspektasi bahwa sekuen 
Porong dan BJP bersamaan, hanya Porong tumbuh stage lebih tinggi daripada BJP. 
Ini wajar sebab pengetahuan regional kita untuk semua reefs isolated platform 
di Jawa
Timur memang begitu karena ridge-nya miring ke BD, sehingga akan terjadi
backstepping ke TL dan reef paling tinggi akan di timur laut dan reef
paling rendah stage-nya alias yang paling low relief akan di sisi BD.
Itu kalau semuanya Kujung I, bagaimana kalau yang duduk di situ ekivalen
Wonosari ? Belum pernah kita definisikan..

Apakah gamping di cutting 9283 ft di BJP ekivalen dengan gamping yang
ditembus Porong-1 ? Dulu SWC gamping di Porong pernah diperiksa 
paleontologinya, tetapi tak ada age-diagnostic fossils yang ditemukan. Ada 
long-ranging nannofossils,
coralline red algae, coral fragments, dan traces encrusting foram,
tetapi umurnya tak meyakinkan.

Hanya, kelebihannya, isotop Strontium pernah dilakukan untuk SWC
Porong-1 pada red algal fragment di kedalaman 8487 ft. hasil 87Sr/86
Sr-nya menghasilkan rasio 0.708548 yang kalau dikonversikan ke umur
absolute menjadi 16 Ma berdasarkan kurva isotop Sr dari Koepnick et al.
(1985). Sebuah SWC di shales di atas gamping Porong (Kalibeng) pada
kedalaman 8478 ft menghasilkan umur isotop 3 Ma. Nah...loncat 13 juta
tahun (!) -menarik sekali.

Apakah gamping Porong berumur 16 Ma itu Kujung-I yang ekivalen dengan
Kujung-I lain di Jawa Timur yang produktif itu ? Bukan. Stratigrafi Jawa Timur 
terbaru yang sudah menggunakan umur standar 
absolute berdasarkan 87Sr/86Sr and micropaleontology age dating.
Beberapa tahun belakangan ini hampir semua operator di Jawa Timur
melakukan Sr dating, ini sangat membantu pemahaman stratigrafi Jawa
Timur yang memang kompleks. Kujung I paling muda yang produktif di Jawa
Timur berumur 22 Ma (itu sedikit masuk ke lowermost Aquitanian). Gamping
Porong 6 juta tahun lebih muda dari gamping Kujung I. Ia sedikit lebih
muda dari gamping Mudi di lapangan Mudi dan Sukowati. Maka, kita tak
bisa lagi menyebutnya Kujung, bukan Prupuh, juga bukan Mudi. Saya cenderung
menyebutnya ekivalen Jonggrangan (Kulon Progo) atau Wonosari reef bagian
bawah di Peg Kidul saja sebab ini adalah reef2 yang muncul di selatan
Kendeng. Gamping yang ditembus Porong-1 itu ekivalen dengan gamping yang 
ditembus sumur Alveolina-1 di offshore selatan Yogya yang dibor Java Shell pada 
tahun 1972.
 
3. Fluida dari shale:  sumber air berasal dari kedalaman 1100-1850 m 
(berdasarkan banyak parameter); itu terjadi melalui dehidrasi clay dan proses 
modifikasi diagenetik ilitisasi. Seberapa besar, hitungan kasar saja: misalnya 
area subsidence diameternya 7 km, kemudian transformasi clay terjadi setebal 
750 m (1850 m-1100 m), dan dehidrasi clay 1m3 akan menghasilkan air 0,35 m3, 
maka air yang akan dibentuk dari seluruh dehidrasi clay ini adalah sekitar 10 
milyar3 air. Tak ada bukti air dari pasokan dalam, sebab batuan volkanik di 
bawah lempung tight, dan tak ada bukti karbonat telah ditembus. Belakangan 
muncul bahwa ada kontribusi air magmatik berdasarkan deuterium isotop pada 
kimia air, tetapi itu tak signifikan.
 
salam,
Awang

--- Pada Jum, 27/5/11, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis:


Dari: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Simposium Peringatan 5 Tahun Lusi (was Andang Protes)
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, 
Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Tanggal: Jumat, 27 Mei, 2011, 8:07 AM


2011/5/27 Awang

[iagi-net-l] Simposium Peringatan 5 Tahun Lusi (was Andang Protes)

2011-05-26 Terurut Topik Awang Satyana
 and critical overpressures. Mazzini mengakhiri 
presentasinya dengan menyimpulkan bahwa Lusi lebih sebagai larger 
sesiment-hosted hydrothermal system yang terkoneksi ke kompleks gunungapi 
Arjuna-Welirang, yang mungkin ada intrusi magmatik di bagian bawah Lusi. Lusi 
bukan typical mudvolcano, ia atypical mud volcano.
 
Demikian beberapa pandangan Richard Davies, Mark Tingay, Adriano Mazzini - tiga 
orang yang selama ini menjadi 'tokoh' di dalam perdebatan masalah Lusi ini 
melalui artikel-artikel yang ditulisnya di berbagai jurnal dalam lima tahun 
terakhir ini. Di jurnal-jurnal atau di presentasi mereka boleh saling 
menyerang, tetapi di luar itu mereka biasa-biasa saja. Hati boleh panas, kepala 
harus tetap dingin...
 
Para pembicara lain di dalam acara ini adalah:
 
Loyc Vanderkluysen (Arizona State University) mendiskusikan teknik-teknik 
remote sensing untuk menitoring perkembangan Lusi dari waktu ke waktu.
 
Sukendar Asikin (ITB) mendiskusikan tektonik regional Indonesia Barat, 
khsususnya Jawa dan hubungan kejadian Lusi, menyimpulkan bahwa gerak tektonik 
adalah penyebab Lusi.
 
Hilairy Hartnett (Arizona State University) mendiskusikan fingerprinting 
geokimia untuk flluida (air) yang keluar dari Lusi atau fluida lain dari 
gunung2lumpur sekitarnya, menyimpulkan bahwa Lusi dan gunung2 lumpur sekitarnya 
secara kimiawi adalah sama.
 
Awang Satyana (BPMIGAS) mendiskusikan kemungkinan keberadaan mud volcanoes pada 
zaman Jenggala dan Majapahit berdasarkan catatan-catatan kebencanaan di dalam 
kronik-kronik sejarah terutama Pararaton, Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, dan 
folklore Timun Mas, juga menganalogi ke kejadian Lusi sekarang yang terdapat di 
lokasi geologi yang sama yang dulunya merupakan wilayah Jenggala dan Majapahit 
(the present is the key to the past). 
 
Max Rudolph (University California, Berkeley) mendiskusikan prediksi lamanya 
erupsi Lusi menggunakan berbagai parameter dan perhitungan matematis dengan 
tiga skenario perhitungan (Gaussian, uniform variable standard dev 1, uniform 
variable standard dev 2), masing-masing keluar dengan hasil 84 th, 100 th, 52 
th dengan tingkat kebenaran 66 %. Tetapi Max pun menampilkan statistik 
longevity dari 5 - 85 tahun dengan 5 tahun frekuensinya 53 % dan menurun terus 
sampai 2 % untuk 85 tahun.
 
Sergey dan Igor Kadurin (Odessa National University), dalam bahasa Rusia 
(untung ada penerjemah) menerangkan struktur lumpur/diapir hasil olahan data 
seismik di bawah permukaan dan mengusulkan untuk melakukan survei poligon untuk 
mengukur kelakuan naiknya struktur-struktur lumpur secara dinamika dari waktu 
ke waktu (time-lapse). Mereka menunjukkan bagaimana survei ini telah dilakukan 
di beberapa tempat di Eropa Timur.
 
Agus Guntoro (Universitas Trisakti) mendiskusikan setting tektonik Lusi dan 
hubungan kejadiannya, lalu perbedaan sumber lumpur dan air yang keluar di Lusi, 
dan beberapa indikasi berdasarkan bukti analsisi laboratorium sampel air yang 
menunjukkan terdapat kontribusi dari magmatik.
 
Wataru Tanikawa (JAMSTEC, Jepang) mendiskusikan kejadian overpressure (akibat 
rapid sedimentation rate dan thick impermeable layer) dan erupsi lumpur melalui 
Watukosek Fault sebagai flow path-nya. Wataru juga menyoroti naiknya kandungan 
lithium pada lumpur Lusi yang mungkin akibat overpressuring. Lithium dalam Lusi 
adalah sumber yang penting untuk bahan batere.
 
Amanda Clarke (Arizona State University) mendiskusikan bagaimana gempa dapat 
memicu gempa-gempa lain juga semua venting system seperti gunungapi, mud 
volcano, geyser dll. Dibahas kasus gempa-gempa di Alaska dan US yang walapun 
relatif kecil dan jauh jaraknya ternyata dapat mempengaruhi venting system 
lain. Contoh yang ekstrim adalah gempa di Oaxaca (Mexico) dengan 6,4 Mw dan 
berjarak 3200 km, ternyata banyak mempengaruhi gempa dan venting system lain di 
US bagian barat. Untuk kasus gempa Yogya dan Lusi, Amanda tak membahas secara 
khusus sebab memerlukan data lebih lanjut.
 
Sayogi Sudarman (Universitas Trisakti) membahas bagaimana kemungkinan hubungan 
Lusi dengan kompleks geotermal volkanik Arjuna-Welirang berdasarkan data MT. 
Kompleks gunungapi ini bisa saja merupakan upflow geothermal, sedangkan Lusi 
adalah outflow-nya. 
 
Untuk info Pak Andang, tak ada orang Lapindo yang menjadi pembicara. Ada 
beberapa pertanyaan provokatif tentang apa sebenarnya penyebab Lusi ini; 
Mazzini siap berdebat dengan Davies, sayang Davies dan Tingay pulang duluan, 
dan Mazzini hanya akan menjawab  kalau ada Davies, supaya lebih fair maksudnya. 
 
Saya mengamati, dan teman-teman lain juga mengamati, perbedaan pendapat yang 
panas dan tajam hanya terjadi di Indonesia, yang sebagian juga dikompori media 
(seorang teman dari media mengakui memang itu yang sengaja disorot oleh media 
sebab kontroversi itu selalu menarik katanya). Sementara itu, ilmuwan2 seperti 
Davies, Tingay, Mazzini, baik-baik saja di antara mereka, akur-akur saja; makan 
pagi sama-sama satu meja, ke lapangan berdiskusi berdua, di bus sama

Bls: [iagi-net-l] Fwd: [bencana] Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara tentang Potensi Gempa 8,7 SR di Jakarta

2011-05-23 Terurut Topik Awang Satyana
Saya jadi ingat ketika ada instititusi dan person yang mengeluarkan pernyataan 
yang lalu riuh disambut media, bahwa telah ditemukan lapangan minyak raksasa di 
perairan Simeulue lepas pantai Aceh, lapangan yang cadangannya dikabarkan lebih 
besar daripada lapangan minyak Saudi Arabia. Sebuah penyataan ngawur 
(banget)... Ternyata di balik pernyataan itu tujuannya hanya untuk provokasi 
(!)... 
 
Alasan memprovokasi sama dengan pernyataan gempa 8,7 SR di Jakarta itu (ini 
juga ngawur), yaitu konon kecewa dengan kinerja institusi lain (yang punya 
otorisasi) yang menganggap sepi hasil penelitian person dan institusi yang 
mengeluarkan pernyataan provokatif itu.
 
Mengritik suatu institusi boleh2 saja, tetapi bukan dengan cara-cara 
provokatif..., apalagi bila sampai menebar ketakutan...
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 23/5/11, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis:


Dari: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com
Judul: [iagi-net-l] Fwd: [bencana] Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara 
tentang Potensi Gempa 8,7 SR di Jakarta
Kepada: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, 
geologi...@googlegroups.com
Tanggal: Senin, 23 Mei, 2011, 8:36 AM


oooh ini to alasannya :(
Berita menakut-nakuti masuk menyebar teror ndak ya ?

RDP


-- Forwarded message --
From: Djuni Pristiyanto belink2...@yahoo.com.sg
Date: 2011/5/23
Subject: [bencana] Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara tentang Potensi 
Gempa 8,7 SR di Jakarta
To: Milis Bencana benc...@googlegroups.com






Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara tentang Potensi Gempa 8,7 SR di Jakarta
Minggu, 22 Mei 2011 , 16:54:00 WIB
Laporan: Teguh Santosa

RMOL. Kinerja Kepala Badan Geologi di Kementerian Energi dan Sumber Daya 
Mineral (ESDM), Dr. R. Sukhyar, harus dievaluasi. Begitu juga dengan kinerja 
Kepala Data dan Informasi Wilayah 1 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan 
Geofisika (BMKK), Hendra Suwarta.

Kedua pejabat ini dinilai tidak memperlihatkan keseriusan dalam membantu 
masyarakat awam, peneliti dan lembaga pemerintah terkait lainnya untuk memahami 
potensi bencana yang timbul dari aktivitas lempeng bumi dan magma (tektonik dan 
vulkanik). Karena kedua lembaga ini pasif, masyarakat umum lah yang akan 
menjadi korban karena karena tidak memiliki informasi yang memadai. Di sisi 
lain, badan-badan tertentu di pemerintahan pusat maupun daerah yang memiliki 
kewenangan untuk menyiapkan blueprint dan skenario pengamanan sebelum bencana 
tidak bisa berbuat apa-apa karena ketiadaan data.

“Saya benar-benar kecewa dengan BMKG dan Badan Geologi di ESDM. Selama ini 
kedua badan itu tidak memperhatikan kepentingan publik dan tidak mau mendorong 
dunia penelitian. Mereka pasif dan menyimpan semua informasi yang mereka 
miliki,” ujar Staf Khusus Presiden bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi 
Arief, kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu petag (22/5).

Sikap pasif kedua lembaga itulah yang membuat Andi Arief tergerak untuk 
menyampaikan kepada publik potensi bencana dan kegempaan di Indonesia, termasuk 
potensi gempa 8,7 Skala Richter di kawasan Selat Sunda yang menjalar hingga 
Jakarta. Sejak tahun lalu, Andi Arief dan semua peneliti di kantornya bekerja 
serius menindaklanjuti berbagai hasil penelitian mengenai potensi bencana di 
Indonesia.

“Apa yang saya sampaikan ke publik sumbernya jelas dan tidak mengada-ada,” 
ujarnya lagi.

Karena BMKG dan Badan Geologi ESDM tidak berperan banyak, Andi Arief meminta 
agar kedua lembaga itu diaudit oleh pihak yang berwenang. Dana miliaran rupiah 
yang dialokasikan ke kedua badan itu, sambungnya, terbukti tidak efektif.

Di mata Andi Arif, kedua badan itu juga terkesan mengambil jarak dengan dunia 
penelitian. Tahun lalu, kantor Andi Arief membentuk tim khusus yang menyusun 
peta baru potensi gempa di Indonesia. Salah satu yang ditemukan tim khusus itu 
adalah potensi gempa di Selat Sunda. BMKG dan Badan Geologi ESDM sama sekali 
tak tergerak dengan hasil pekerjaan tim khusus yang dibentuk Andi Arief, yang 
terdiri dari sejumlah pakar gempa.

“Karena telah menegasikan hasil kerja tim peta gempa dan hasil penelitian atau 
disertasi yang didasarkan pada data resmi GPS yang dipasang Badan Koordinasi 
Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), maka atasan kedua pejabat itu 
harus mengambil tindakan tegas, tambahnya.

Hal lain yang membuat Andi gerah adalah kenyataan bahwa kedua lembaga itu 
mengabaikan hasil penelitian USGS mengenai potensi kegempaan di kawasan Asia 
Tenggara tahun 2007-2008. Dalam risetnya, USGS memperkirakan Selat Sunda 
berpotensi mengalami gempa yang lebih besar 8,7 Skala Richter.

Studi yang dilakukan USGS ini , kata Andi Arief lagi, pasti tidak dimaksudkan 
untuk membuat masyarakat panik. Sebaliknya untuk membuat semua pihak, 
masyarakat dan pemerintah, waspada dan mengambil langkah yang dibutuhkan untuk 
memperkecil kerusakan dan meminimalisir korban.

Andi Arief juga mencontohkan reaksi pemerintah Jepang terhadap hasil studi 
mengenai potensi bencana dan kegempaan 

Bls: [iagi-net-l] hubungan antara permukaan kerak samudra dan aktivitas gempa

2011-04-27 Terurut Topik Awang Satyana
Ferdi dkk.,
 
Sambil menunggu tanggapan dari rekan2 lain, berikut ini beberapa tanggapan saya.
 
1. Rugositas (kasar halusnya) kerak samudera (oceanic slab) akan berpengaruh 
kepada konvergensi saat lempeng samudera ini menunjam/subduksi di bawah lempeng 
benua. Karena konvergensi-subduksi itu ibarat lempeng samudera berjalan di 
conveyor belt dan harus menunjam di bawah lempeng benua maka permukaan oceanic 
slab yang kasar yang dipenuhi dengan oceanic plateaux, rises, ridges, sea 
mounts dll maka akan mengganggu proses subduksi tersebut dibandingkan bila 
kerak mulus yang masuk menunjam di bawah benua. Hal ini akan berpengaruh kepada 
apa yang pernah diperdebatkan orang tentang continuous subduction atau halted 
subduction. Bila struktur2 positif (menonjol) di atas kerak samudera ini akan 
masuk ke dalam jalur palung, maka pasti akan terjadi perlambatan sesaat (dalam 
waktu geologi) dibandingkan bila kerak mulus yang masuk. Nah, perlambatan 
sesaat ini yang oleh penganut halted subduction dianggap mekanismenya. Apakah 
yang terjadi continuous subduction  atau
 halted subduction barangkali bisa dicek di jalur volkanisme yang 
dihasilkannya, apakah juga membentuk jalur2 volcanic arc yang umurnya 
continuous atau beberapa periode yang diselingi masa istirahat. 
 
Dalam hubungan dengan seismisitas (kegempaan) saya pikir frekuensi meninggi dan 
meningkatnya intensitas gempa tak langsung berhubungan dengan rogositas oceanic 
slab ini. Kebanyakan gempa di area konvegensi adalah overriding plate EQ atau 
gempa yang tejadi di lempeng benua atau akresinya, atau paling dalam di area 
intercept antara oceanic slab dan kerak benua; sehingga rogositas kerak 
samudera tak langsung terkait kepadanya. Tetapi hubungan ini bisa diuji dengan 
melihat rogositas oceanic slab di area2 dekat hiposentrum/fokus gempa yang 
terjadi. Tetapi bahwa struktur2 positif yang terkonvergensi akan menyebabkan 
seismic gap zone lalu nanti setelah release akan diikuti oleh gempa besar saya 
pikir masuk ke dalam logika. Bila ada seamount atau oceanic plateau/rise masuk 
ke dalam zona subduksi, logis saja akan melambatkan proses subduksi untuk 
sementara. Saat itulah energi potensial terbangun, dan ekspresinya tak ada 
gempa untuk beberapa periode;  tetapi saat
 semua ketahanan batuan terlampaui, maka akan terjadi release pressure dan 
perubahan energi potensial menjadi kinetik yang manifestasinya berupa gempa 
besar.
 
Sebagai catatan saja, kerak samudera yang kini masuk ke bawah area 
Nias-Mentawai dan sekitarnya adalah  struktur positif Wharton extinct MOR dan 
fracture/transform zone-nya bernama Investigator Ridge (Malod  Kemal, 1996 - 
Geol Soc Spec Publ. 106, p. 20). Keseringan gempa dan magnitudenya yang besar 
di area Nias-Mentawai apakah berhubungan dengan struktur2 positif oceanic slab  
yang menunjam di sebelah barat Nias-Mentawai ini atau tidak, dapat diselidiki 
lebih jauh.
 
Di sebelah selatan Jawa terdapat kompleks oceanic rises/plateaux yang cukup 
besar bernama Roo Rises (yang dilingkari Ferdi). Secara logika dan berasumsi 
bila konvergensi lempeng samudera tetap ke arah utara ke bawah Jawa, maka kelak 
dalam periode geologi (yang bisa dihitung) semua Roo Rises ini akan menunjam di 
selatan Jawa. Tentu saat itu akan terjadi perlambatan subduksi bahkan mungkin 
menghentikannya sementara karena kesulitan menunjamkan semua struktur positif 
ini. Mekanisme hubungan kegempaan ya seperti yang tadi. Saat subduksi 
diperlambat atau terhenti akan terbentuk energi potensial yang semakin lama 
semakin besar; yang lalu bila sudah melebihi kapasitas resistansi, akan menjadi 
energi kinetik berupa gempa yang besar.
 
2. Pertanyaan ini sebenarnya berhubungan dengan oceanic slab EQ atau gempa yang 
berpusat dari kerak samudera yang menunjam di bawah benua. Ini pun dalam 
pendapat saya tak langsung berhubungan ke intensitas besaran gempa bila gempa 
itu gempa di kerak benua atau akresinya (overriding plate). Semakin jauh dari 
MOR, kerak samudera akan semakin tua dan berat. Semakin tua dan berat, kerak 
samudera pun akan semakin rigid; sehingga saat berkonvergensi akan membentuk 
sudut tekukan penunjaman (Wadati-Benioff) yang curam dibandingkan kerak 
samudera yang muda. Bila itu menyangkut slab EQ, maka logis saja kalau kerak 
samudera yang semakin jauh dari MOR-nya akan semakin banyak menjadi pusat gempa 
sebab gempa yang disebabkan patahan batuan akan lebih mudah terbentuk di kerak 
samudera yang rigid daripada yang plastis berdasarkan mekanika batuan. 
Sementara kerak samudera yang masih semi-rigid atau plastis atau semi-plastis, 
dekat dengan MOR lebih jarang terpatahkan 
 sehingga tak sering menjadi pusat gempa. Dalam hubungan dengan gempa2 
overriding plate, yang bila disebabkan tekanan konvergensi antara kerak 
samudera vs kerak benua, maka kerak samudera yang rigid, berat dan tua secara 
logika mekanika batuan pun akan memberikan tekanan yang lebih kuat dibandingkan 
dengan kerak samudera yang lebih muda, yang semi-rigid, semi-plastis 

Re: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia

2011-03-29 Terurut Topik Awang Satyana
Introspeksi tentu hal yang baik yang bila dilakukan dengan benar akan 
menghasilkan perbaikan. Migas dalam bulan ini juga telah memanggil beberapa 
company dan IPA untuk mendengarkan pendapat2 mereka soal investasi migas di 
Indonesia. BPMIGAS juga tengah melakukan survei pendapat dari company2 tentang 
kinerja BPMIGAS. Ini semua adalah usaha introspeksi yang semoga menghasilkan 
sesuatu yang lebih baik daripada sebelumnya.
 
Tetapi survei yang dilakukan di bawah yang menghasilkan kesimpulan bahwa 
investasi migas di Indonesia termasuk terburuk di dunia sangat perlu 
dipertanyakan keabsahan metodenya. Sayangnya, kesimpulan ini langsung diamini 
oleh beberapa pakar migas Indonesia tanpa melakukan cek ulang ke sumber-sumber 
yang kompeten. Dalam hal ini, bukan introspeksi yang diperlukan, tetapi 
klarifikasi dan pelurusan berita yang diperlukan. Introspeksi harus dilakukan 
atas data dan analisis yang benar, bukan atas data dan analisis yang ngawur.
 
salam,
Awang

--- Pada Sel, 29/3/11, yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id menulis:


Dari: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id
Judul: Re: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di 
Dunia
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Selasa, 29 Maret, 2011, 5:18 PM




Introspeksi akan membuat image positif.

Data yang dikumpulkan tentunya berdasarkan kaidah kaidah yang benar dan 
standard.

Walaupun wawancara yang menghasilkan impression/ kesan tetap saja data yang 
bisa dipakai.

Kalau kesan yang bagus kan biasanya kita terima dengan bangga. 

Nah kalau jelek tentunya kita harus terima untuk introspeksi diri.



Salam

YS
Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id 
Date: Tue, 29 Mar 2011 15:31:35 +0700
To: iagi-net@iagi.or.id
ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 
Subject: Re: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk 
di Dunia


Saya kira Pak Kurtubi bicara dengan data juga, tetapi data dari sumber yang 
salah atau tidak resmi. Data itu hasil wawancara suatu Lembaga swasta Fraser 
Institute (kalau tidak salah?). Tentu data hasil wawancara itu data yang bias, 
karena didasarkan pada kesan saja (impression) dari yang diwawancarai  yang 
cenderung negatif, tanpa memperhatikan data yang sebenarnya sebagaimana 
diuraikan Pak Awang. 
Jadi masalahnya adalah masalah image Walaupun kita sudah merasa berbuat 
sebaik-baiknya dengan data yang positif, tetap buat orang2 yang diwawancari itu 
belum image yang baik.
Jadi BPMigas harus melakukan image building. Sayang sekali dengan prestasi 
yang baik dilakukan industri migas di Indonesia, tetapi memberikan image yang 
negatif.
Wassalam
RPK

- Original Message - 
From: Awang Satyana 
To: iagi-net@iagi.or.id 
Cc: Forum HAGI ; Geo Unpad ; Eksplorasi BPMIGAS 
Sent: Tuesday, March 29, 2011 11:30 AM
Subject: Bls: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk 
di Dunia






 Akibatnya industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir tidak ada 
 investasi baru di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke belakang.
 
Pak Kurtubi jelas bicara tanpa data. Dalam sepuluh tahun terakhir telah 
ditandatangani 165 investasi baru di blok-blok/WK  migas (tidak termasuk 
CBM/GMB) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam periode itu, Pemerintah 
menawarkan 307 WK secara regular tender dan direct offer; laku terjual 54 % 
(165 WK) saya pikir menunjukkan iklim investasi yang baik.
 
Mekanisme penawaran WK2 tersebut dengan cara regular tender dan direct offer. 
Permintaan direct offer, yang miulai dibuka pada tahun 2003, menunjukkan minat 
yang tinggi, mengindikasikan bahwa investor agresif berusaha di bidang migas 
Indonesia. Keterlibatan investor lokal (DN) dalam investasi migas semakin 
tinggi yang meliputi banyak ragam core business mereka (misalnya, perusahaan 
'event organizer' di bidang migas pun ada yang mengajukan direct offer WK 
bermitra dengan perusahaan2 lainnya). 
 
Memang beberapa perusahaan lokal belum mampu memenuhi komitmen kontraknya 
secara tepat waktu karena berbagai persoalan; perusahaan2 besar yang 
internasional pun sama saja soal pemenuhan komitmen yang tepat waktu ini. 
Ditjen Migas sebagai penyelenggara penawaran WK terus menyeleksi calon 
inverstor ini agar mereka merupakan investor yang benar2 bisa melaksanakan 
komitmennya, dan BPMIGAS sebagai pengawas pelaksanaan komitmen terus mengejar 
pelaksanaan komitmen ini termasuk menerapkan berbagai sanksi.
 
Dengan tingginya minat investasi migas ini, banyak yang telah merasakan 
manfaatnya; salah satunya saja yang menyakut SDM (sumberdaya manusia) 
perguruan2 tinggi pelaksana joint studies dalam rangka direct offer, juga para 
geologist/geophysicist yang telah purnabakti masih bisa berkarya membantu 
investor2 lokal yang baru terjun di bidang migas ini. Itu yang saya amati.  Itu 
adalah pemberdayaan kapasitas nasional, yang juga merupakan salah satu agenda 
migas nasional.
 
 Kurtubi menambahkan, kondisi investasi migas itu bertambah aneh dengan 
 adanya

[iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia Extrusion/Escape Tectonics

2011-03-29 Terurut Topik Awang Satyana
Tapponier et al. (1982 – Propagating extrusion tectonics in Asia : new insights 
from simple experiments with plasticine, Geology, vol. 10, pp. 611-616.), semua 
yang pernah bekerja dengan tektonik SE Asia pasti mengenal publikasi ini, 
mengatakan bahwa akibat India membentur Eurasia di sektor Tibet pada sekitar 
50-40 Ma (Eosen) terjadilah apa yang disebutnya “extrusion tectonics”, yaitu 
gerakan keluar secara lateral suatu segmen kerak bumi relatif terhadap massa 
induknya akibat benturan. Paul Tapponier dkk kala itu melakukan pemodelan 
analog konsepnya dengan ‘plasticine box’. Melalui model itu, sesar-sesar 
mendatar regional yang keluar dari wilayah benturan diketahui sebagai media 
gerakan ekstrusi, a.l: Red River Fault dan Sumatran Fault. 

Senada dengan Tapponier, Burke dan Sengor (1986 – Tectonic escape in the 
evolution of the continental crust in Barazangi, M. and Brown, L. (eds), 
Reflection Seismology, American Geophysical Union Geodynamic Series, no. 14, 
pp. 41-53) menyebut apa yang diterangkan Tapponier et al. (1982) ini sebagai 
“escape tectonics” (karena memang segmen kerak bumi itu ‘lari’- escape- 
menjauhi massa kerak induknya). Kevin Burke dan Celal Sengor di dalam 
publikasinya itu menerangkan geometri dan ‘hukum-hukum’ yang mengatur escape 
tectonics. 

Karena Indonesia dibangun oleh beberapa benturan kontinen dan mikrokontinen, di 
samping subduksi dan akresi, maka ideal menerapkan prinsip2 escape/extrusion 
yang digagas oleh Tapponier et al. (1982) dan Burke and Sengor (1986). Aplikasi 
pertama post-collision escape tectonics untuk seluruh wilayah Indonesia telah 
saya lakukan dan dipublikasikan di pertemuan PIT IAGI 2006 di Pakanbaru 
(Satyana, 2006: Post-collisional tectonic escapes in Indonesia: fashioning the 
Cenozoic history, Proceedings IAGI Riau 2006).

Banyak yang mengatakan bahwa ekstrusi SE Asia telah berakhir dengan ditutupnya 
‘free oceanic edge’ oleh berjalannya Australia ke utara dan Papua serta Pasifik 
ke barat. ‘Free oceanic edge’ adalah istilah dari Burke dan Sengor (1986) yang 
mengatakan bahwa arah2 escape selalu menuju kerak samudera yang belum tertutup 
kontinen. Secara regional, bahwa ekstruksi SE Asia telah selesai adalah benar, 
tetapi secara lokal tidak. Sebab, indentor utama (indentor = pembentur) yaitu 
India masih terus ‘merangsek’ Tibet meskipun ditekuk Pegunungan Himalaya. 
Penelitian jaringan GPS di Pegunungan Himalaya oleh joint research dari 
University of Alaska, University of Colorado, Xi'an College of Geology, Wuhan 
Technical University of Surveying and Mapping, dan the State Seismological 
Bureau, Wuhan menyimpulkan bahwa kerak India masih berjalan di bawah Tibet 
dengan kecepatan sekitar 20 +/- 3 mm/tahun dengan vektor konvergensi N 5deg E 
(Freymueller and Bilham, 2011
 - Displacements and Strain in the India-Eurasia Plate Collision Zone: 
http://www.aeic.alaska.edu/input/jeff/Tibet/India.html.). Sementara itu, gerak 
lateral lempeng pembawa India adalah 45 mm/tahun. Dengan masih bergeraknya 
indentor utama, maka escape tectonics masih mungkin terjadi (Burke  Sengor, 
1986).

Gempa Myanmar tanggal 24 Maret 2011 yang lalu (7,0 Mw), pusat gempa dari 
kedalaman 10 km,  membuktikan bahwa extrusion/escape tectonics ini masih 
terjadi. Gempa kuat ini terjadi pada pukul 20.25 waktu setempat, membuat jatuh 
korban paling sedikit 74 tewas, 111 terluka, 413 bangunan rusak, satu jembatan 
runtuh dan tanah longsor. Gempa menggoncang kuat Myanmar, Thailand, Vietnam, 
juga dirasakan di Yunnan dan Guangxi, China. 

Myanmar dikawal di sisi baratdaya dan timurlautnya oleh sesar-sesar mendatar 
dextral Sagaing Fault dan sinistral Red River Fault (Packham, 1996: Cenozoic SE 
Asia reconstruction - Geo. Soc. Spec. Publ. 106, p. 123-152). Sagaing Fault 
masih bergerak dengan kecepatan 18 mm/tahun berdasarkan data GPS.  Lokasi 
episentrum gempa berada di tengah blok-blok yang dibatasi dua sesar mendatar 
besar ini. Blok-blok ini sesungguhnya juga berbenturan atau berpapasan dibatasi 
oleh punggungan atau sesar mendatar. Di area lokasi episentrum terjadi papasan 
antara blok Shan plateau dengan Shan-Thai block yang batasnya berupa 
sesar-sesar antitetik sinistral relatif terhadap sesar utama dekstral Sagaing 
Fault. Bahwa mekanisme penyesaran penyebab gempa Myanmar kemarin terjadi di 
salah satu sesar antitetik sinistral di atas, dibuktikan dengan focal mechanism 
gempa Myanmar, yang mengindikasi left-lateral (sinistral) slip pada sesar2 
antitetik Red River Fault dan Sagaing Fault.
 Jadi meskipun skalanya lokal, gerakan-gerakan sesar mendatar di wilayah ini, 
terutama yang master fault-nya, menunjukkan masih aktifnya gerak 
ekstrusi/escape di wilayah ini.

salam,
Awang





PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Bls: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia

2011-03-28 Terurut Topik Awang Satyana
 Akibatnya industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir tidak ada 
 investasi baru di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke belakang.
 
Pak Kurtubi jelas bicara tanpa data. Dalam sepuluh tahun terakhir telah 
ditandatangani 165 investasi baru di blok-blok/WK  migas (tidak termasuk 
CBM/GMB) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam periode itu, Pemerintah 
menawarkan 307 WK secara regular tender dan direct offer; laku terjual 54 % 
(165 WK) saya pikir menunjukkan iklim investasi yang baik.
 
Mekanisme penawaran WK2 tersebut dengan cara regular tender dan direct offer. 
Permintaan direct offer, yang miulai dibuka pada tahun 2003, menunjukkan minat 
yang tinggi, mengindikasikan bahwa investor agresif berusaha di bidang migas 
Indonesia. Keterlibatan investor lokal (DN) dalam investasi migas semakin 
tinggi yang meliputi banyak ragam core business mereka (misalnya, perusahaan 
'event organizer' di bidang migas pun ada yang mengajukan direct offer WK 
bermitra dengan perusahaan2 lainnya). 
 
Memang beberapa perusahaan lokal belum mampu memenuhi komitmen kontraknya 
secara tepat waktu karena berbagai persoalan; perusahaan2 besar yang 
internasional pun sama saja soal pemenuhan komitmen yang tepat waktu ini. 
Ditjen Migas sebagai penyelenggara penawaran WK terus menyeleksi calon 
inverstor ini agar mereka merupakan investor yang benar2 bisa melaksanakan 
komitmennya, dan BPMIGAS sebagai pengawas pelaksanaan komitmen terus mengejar 
pelaksanaan komitmen ini termasuk menerapkan berbagai sanksi.
 
Dengan tingginya minat investasi migas ini, banyak yang telah merasakan 
manfaatnya; salah satunya saja yang menyakut SDM (sumberdaya manusia) 
perguruan2 tinggi pelaksana joint studies dalam rangka direct offer, juga para 
geologist/geophysicist yang telah purnabakti masih bisa berkarya membantu 
investor2 lokal yang baru terjun di bidang migas ini. Itu yang saya amati.  Itu 
adalah pemberdayaan kapasitas nasional, yang juga merupakan salah satu agenda 
migas nasional.
 
 Kurtubi menambahkan, kondisi investasi migas itu bertambah aneh dengan 
 adanya kebijakan dimana investor migas harus membayar bermacam jenis pajak 
 selama masa eksplorasi.
 
Semula memang begitu, tetapi beberapa pajak telah dihapuskan karena Pemerintah 
(c.q. Departemen Keuangan) telah menyadari masalah pentingnya eksplorasi 
sebagai ujung tombak keberlanjutan produksi migas nasional.
 
Harus diwaspadai bahwa jajak pendapat yang dilakukan lembaga-lembaga itu 
(nasional/internasional) tidak sepenuhnya murni sekedar survei, tetapi juga 
bisa memuat agenda-agenda tertentu dalam politik atau misi-misi korporasi besar 
yang akibatnya bisa merugikan posisi Indonesia. Kritislah melihatnya.
 
salam,
Awang 
 
(Tim Penilai Penawaran WK Migas  CBM/GMB) 

--- Pada Sab, 26/3/11, apwid...@patranusa.com apwid...@patranusa.com menulis:


Dari: apwid...@patranusa.com apwid...@patranusa.com
Judul: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Sabtu, 26 Maret, 2011, 6:30 AM


http://www.detikfinance.com/read/2011/03/25/122411/1601186/1034/parah-kondisi-investasi-migas-ri-termasuk-terburuk-di-dunia?f9911033

Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia  Akhmad 
Nurismarsyah -detikFinance
  
Jakarta - Kondisi investasi di bidang minyak dan gas Indonesia dinilai masih 
sangat buruk. Indonesia berada di rangking 111 dari 113 negara dalam survei 
kondisi investasi migas versi Global Petroleum Survey 2010.Demikian disampaikan 
oleh Direktur Center for Petroleum and Energy Economic Studies, Kurtubi pada 
diskusi energi yang dilaksanakan di ruang Fraksi PPP DPR RI, Senayan, Jakarta, 
Jumat (25/3/2011).Kondisi investasi migas di Indonesia sangat buruk. Kita 
berada di rangking 111 dari 113 negara di dunia, kata Kurtubi.Berdasarkan 
survei dari Global Petroleum Survey 2010, Indonesia memiliki kondisi investasi 
migas paling buruk di kawasan Oceania. Lebih buruk dari Papua Nugini (PNG), 
Malaysia, Brunei, Filipina, Australia, Selandia Baru.Kita hanya lebih baik 
sedikit dari Timor Timur, timpal Kurtubi.Ia menjelaskan, penyebab buruknya 
kondisi investasi tersebut disebabkan masih adanya tindak korupsi serta 
minimnya data yang dibutuhkan bagi
 investor. Kita juga perlu menggan UU Migas No 22/2001. Substansi UU Migas 
yang harus dirubah dengan menyederhanakan pola B to B, mengefisiensikan 
pengelolaan BBM dengan pola 'integrated oil company' bagi Pertamina, 
memberlakukan sistem 'lex specialist', dan memperjelas definisi dan pengelola 
aset kekayaan cadangan minyak nasional, tutur Kurtubi.Dari segi birokrasi, 
dirinya juga menilai bahwa banyak investor yang dirumitkan dengan birokrasi 
yang 'ribet'. Akibatnya industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir 
tidak ada investasi baru di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke 
belakang. Berdasarkan undang-undang yang lama, para investor hanya perlu 
bertemu dan meneken kontrak (PSC/Production Sharing Contract) dengan Pertamina 

[iagi-net-l] Pemikiran Alternatif: Tukang Besi Tidak Membentur Buton

2011-03-25 Terurut Topik Awang Satyana
Rekan-rekan yang bekerja di Sulawesi, khususnya di Lengan Tenggara Sulawesi, 
pasti mengenal publikasi dari John Davidson (1991, IPA Proceedings) berjudul 
“The geology and prospectivity of Buton island, S.E. Sulawesi, Indonesia”. Kala 
itu, John adalah geologist Conoco. Conoco pada akhir 1980-an – awal 1990-an 
menjadi operator di Blok Buton. Buton telah dikerjakan oleh perusahaan2 minyak 
sejak akhir 1960-an, enam sumur eksplorasi telah dibor, semuanya belum 
menemukan akumulasi hidrokarbon, meskipun beberapa sumur disertai hydrocarbon 
shows. Saat ini, Buton dikerjakan oleh Japex (WK Buton) dan Putindo (WK Buton 
I). Eksplorasi masih dilakukan, belum ada lagi pengeboran sumur eksplorasi 
terbaru sejak Conoco mengebor sumur Jambu-1 pada tahun 1991.

Buton diingat orang karena tambang aspalnya yang besar dan pernah menjadi 
lapangan/penambangan aspal terbesar di seluruh Asia sebelum Perang Dunia II 
(van Bemmelen, 1949). Berdasarkan studi geokimia, aspal di Buton adalah 
akumulasi minyak yang terbiodegradasi dan/atau tercuci (meteoric water 
flushing). Batuan induk minyak ini berkualitas istimewa, merupakan serpih marin 
Formasi Winto berumur Trias. Hal ini menunjukkan bahwa di area Buton telah 
terjadi generasi, migrasi dan pemerangkapan minyak. Perusahaan-perusahaan 
minyak di sini mengeksplorasi Buton untuk mencari perangkap yang utuh sehingga 
akumulasi minyaknya tak mengalami biodegradasi/pencucian. Tektonik Buton 
terkenal kompleks dan intensif, sebagian perangkap rusak oleh tektonik, antara 
lain menyebakan tererosinya lapisan penutup perangkap. Ketidakhadiran atau 
tidak sempurnanya lapisan batuan penutup mudah menyebabkan terjadinya 
biodegradasi/pencucian.

Secara geologi, Buton juga dikenal sebagai sebuah mikrokontinen yang membentur 
Sulawesi Tenggara. Inilah yang akan saya diskusikan lebih lanjut. Sebuah 
penampang geologi terkenal dari Davidson (1991), yang selalu muncul dan 
digunakan setiap geologist yang bekerja di Buton, menunjukkan ‘double 
collision’, yaitu: (1) Muna dibentur Buton pada Miosen Awal, dan (2) Buton 
dibentur Tukang Besi pada Pliosen Akhir. Muna adalah nama pulau di sebelah 
barat Buton, Tukang Besi adalah nama kepulauan di sebelah timur Buton (sebagian 
publikasi, terutama publikasi2 tentang terumbu modern, menyebut Tukang Besi 
sebagai ‘Wakatobi’). Wakatobi adalah kependekan dari ‘Wangi-Wangi, Kaledupa, 
Tomea, dan Binongko’. Itulah keempat pulau besar penyusun Kepulauan Tukang 
Besi. Nama  ‘Tukang Besi’ sendiri memang berasal dari  para pengrajin besi yang 
ditemukan di Pulau Tomea dan Binongko. Teman-teman yang menyukai olahraga 
menyelam atau snorkeling, tentu telah mengenal
 ‘Wakatobi’ sebab inilah salah satu tempat terbaik di Indonesia bahkan dunia, 
untuk melihat terumbu koral modern. Jacques Cousteau, oceanographer terkenal 
dari Prancis yang banyak membuat film bawah laut itu, pernah mampir ke sini.

Davidson (1991) mempublikasi makalah tentang geologi dan petroleum system Buton 
yang sangat baik dan lengkap, maka tak mengherankan semua geologist yang 
meneliti Buton mengacunya, termasuk saya. Dalam beberapa bulan terakhir ini, 
untuk kepentingan penulisan sebuah makalah, saya melihat-lihat kembali secara 
lebih detail publikasi2 tentang Buton yang tak banyak itu. Analisis dilakukan, 
dibantu dengan data-data tidak dipublikasi dan cek lapangan. Berdasarkan itu, 
maka lahirlah pemikiran alternatif tentang tektonik Buton yang intinya adalah 
bahwa: Tukang Besi tidak membentur Buton, justru Tukang Besi dilepaskan Buton. 
Tentu saja pemikiran ini bertentangan dengan Davidson (1991) dan kebanyakan 
geologist yang pernah/sedang mengerjakan Buton. 

Hubungan antara Buton dan Kepulauan Tukang Besi (yang sebagian besar merupakan 
paparan yang tenggelam) tidaklah jelas. Hamilton (1979) mengelompokkan Buton 
Timur dan  Tukang Besi sebagai satu mikrokontinen, yang berbeda dari segmen 
Buton Barat dan Muna.  Fortuin et al. (1990 - Journal of Southeast Asian Earth 
Science, 4, 107–124), dan Davidson (1991) juga makalah terbaru tentang Buton di 
IPA Proceedings (Tanjung et al. -2007) menyatakan bahwa Buton dan Tukang Besi 
adalah dua mikrokontinen yang berbeda yang membentuk kompleks double collision 
dari Muna-Buton-Tukang Besi. Buton membentur Muna pada early Miocene, Tukang 
Besi membentur Buton pada late Pliocene. Efek pertama benturan Buton-Tukang 
Besi disebutkan tercatat pada late Pliocene strata, berupa reefs yang 
berkembang di uplifted blocks sedangkan deep marine foraminiferal packstones 
dan marls berkembang relatif di downthrown blocks-nya. Benturan ini 
mengakibatkan wilayah yang lebih terangkat di
 Buton sebelah selatan dibandingkan sebelah utaranya. Buktinya adalah bahwa di 
sebelah selatan ini banyak teras pantainya dengan Pleistocene reefs (teman2 
Japex pasti mengetahuinya dengan baik), sementara di sebelah utaranya terdapat 
drowned estuaries dan subsiding atoll. 

Adalah Milsom et al. (1999, AAPG Bull.)  berdasarkan atas gravity data,  yang 
pertama kali  

Re: [iagi-net-l] Gempa Tohoku Jepang Setelah Seminggu Berlalu

2011-03-20 Terurut Topik Awang Satyana
By definition, foreshock: a small tremor that commonly precedes a larger 
earthquake or main shock by an interval ranging from seconds to weeks and that 
originates at or near the focus of the larger earthquake (Bates  Jackson, 
1987-Glossary of Geology). Definisi lain, foreshock: smaller quakes before 
major quake (Barnes-Svarney, 2007-When the Earth Moves). 

Para ahli bisa berdebat atas definisi-definisi ini untuk membuat batasan yang 
lebih jelas kapan gempa-gempa pendahulu bisa digolongkan sebagai foreshock atau 
bukan. Kalau gempa utara Simeulue 7,3 Mw pada 7 November 2002 dianggap sebagai 
foreshock gempa Aceh 9,1 Mw 26 Desember 2004, maka tak memenuhi definisi dari 
Bates dan Jackson (1987) sebab gempa pendahulunya terjadi dua tahun sebelum 
gempa utamanya.

Yang sangat jelas sebagai foreshock adalah gempa Jepang 7,2 Mw 9 Maret 2011 
sebagai pendahulu gempa Tohoku 9,0 Mw 11 Maret 2011 karena: gempa hanya terjadi 
dua hari sebelum gempa utama, lokasi gempa berada di dekat episentrum gempa 
utama (hanya 40 km jaraknya), berada di segmen sesar yang sama, dan punya 
mekanisme penyesaran yang sama (thrust) dengan strike dan dip yang hampir sama.

Tetapi, seperti kata Pak Irwan, siapa yang mengira bahwa gempa 7,2 Mw 9 Maret 
itu adalah sebuah foreshock, apalagi setelah gempa ini ada 34 kali gempa-gempa 
yang mengikutinya dengan magnitude yang lebih kecil. Siapa pun akan mengira 
bahwa gemp 7,2 Mw itu adalah gempa utama yang lalu diikuti 34x gempa susulan. 
Nyatanya, lalu terjadi gempa utamanya dua hari kemudian dengan magnitude 9,0 
Mw. Maka kita baru paham bahwa 35 x gempa sebelumnya (gempa 7,2 Mw dan 34x 
gempa susulannya) adalah gempa-gempa pendahuluan.

Enam hari sebelum gempa Aceh 26 Desember 2004, ada satu kali gempa dengan 
magnitude 4,4 Mb di ujung TL Pulau Nias terjadi pad 20 Desember 2004. 
Kelihatannya ini bukan foreshock gempa Aceh, selain terjadi pada segmen sesar 
yang berbeda, juga magnitudenya terlalu jauh dari mainshock-nya. Bedasarkan 
kasus-kasus yang jelas, foreshock utama biasanya berbeda sekitar 2 magnitude 
(lebih kecil) daripada mainshocknya.

Kalau sebuah foreshock bisa dikenali dengan baik akan mendatangkan mainshock, 
tentu saja foreshock bisa dijadikan early warning - tetapi ini taruhan yang 
tidak main-main untuk seorang ahli gempa. Apa para ahli gempa berani memutuskan 
dan mengumumkan bahwa misalnya sebuah gempa yang baru terjadi adalah sebuah 
foreshock, dan mainshocknya akan datang dalam beberapa hari ke depan, sehingga 
diperlukan evakuasi segera dan masal? Kalau bisa dan berani, hebat..

Hal di atas pernah terjadi dalam sejarah. Pada tahun 1975 serangkaian gempa 
terjadi di Haicheng,Cina. Para ahli gempa memperhitungkan dan memprediksi bahwa 
gempa2 ini adalah serangkaian foreshocks. Gempa besarnya akan segera datang. 
Evaluasi ini diterima Pemerintah, dan diperintahkan bahwa penduduk Haicheng 
harus tidur di luar rumah beberapa malam. Benar saja, akhirnya sebuah gempa 
bermagnitude 7,3 datang melanda Haicheng beberapa hari kemudian, gempa tetap 
memakan korban, tetapi minimal, hanya 2000. Tetapi gempa besar tak selalu 
disertai foreshocks, atau para ahli sulit mengetahui bahwa sebuah gempa itu 
foreshock atau bukan. Sehingga kasus Haicheng jarang sekali terjadi. Setahun 
setelah gempa Haicheng, pada tahun 1976 kota Tangshan di Cina dilanda gempa 
yang lebih kuat, yang datang tanpa foreshock, dan menewaskan 240.000 orang 
-salah satu gempa terburuk dalam sejarah.

salam,
Awang

--- Pada Ming, 20/3/11, Irwan Meilano irwan.meil...@gmail.com menulis:

 Dari: Irwan Meilano irwan.meil...@gmail.com
 Judul: Re: [iagi-net-l] Gempa Tohoku Jepang Setelah Seminggu Berlalu
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Minggu, 20 Maret, 2011, 8:48 PM
 Anggota milis ysh,
 
 Mungkin yang membuat sulit yaitu sebuah gempa bisa
 dinyatakan
 sebagai foreshock, sesudah mainshock nya datang.
 
 Gempa Mw 7.2 tanggal 9 maret bisa dinyatakan sebagai
 foreshock
 sesudah gempa Mw9.0 datang dua hari kemudian.
 Jadi kita baru bisa memahami bahwa gempa tersebut
 merupakan
 gempa awalan dan berpotensi menghasilkan gempa besar,
 sesudah gempa besarnya terjadi.
 
 Sehingga sangat sulit melakukan antisipasi dengan
 berdasarkan
 data gempa foreshock.
 
 Begitu pula dengan gempa Aceh 2004, kini peneliti 
 meyakini
 bahwa gempa Mw 7,3 di bagian utara pulau simeulue pada
 tanggal
 7 Nov adalah foreshock dari gempa Aceh 2004. Yang menjadi
 masalah
 gempa simeulue itu terjadi tahun 2002 atau dua tahun
 sebelum
 mainshocknya. Sehingga saat itu sulit sekali melakukan
 antisipasi
 dengan dasar foreshock yaitu Mw7,3, tanggal 7 nov 2002.
 
 nuhun,
 irwan meilano
 
 2011/3/20 kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com:
  Pak Awang ,
 
  tertarik dengan alinea berikut...
  bahwa tanggal 9 Maret sudah terjadi gempa (7.2 Mw) 
 yang merupakan foreshock
  dari gempa 11 Maret.
 
  Apakah dengan data tanggal 9 Maret, kita sudah bisa
 mengeluarkan early
  warning / perkiraan bahwa akan terjadi gempa susulan
 selanjutnya yang 

[iagi-net-l] Gempa Tohoku Jepang Setelah Seminggu Berlalu

2011-03-18 Terurut Topik Awang Satyana
Sampai sore ini, setelah seminggu sejak gempa dahsyat melanda Jepang (gempa 
Tohoku 11 Maret 2011 pukul 14:46:23 waktu setempat/pukul 12:46:23 WIB) dengan 
magnitude 9,0 Mw (moment magnitude, data terakhir USGS, dikoreksi dari 8,9 Mw), 
telah terjadi sebanyak 502 kali gempa susulan. Magnitude gempa susulan 
bervariasi dari 4,5 – 7,4 Mw, frekuensi gempa susulan makin menurun, dua hari 
terakhir kemarin frekuensinya rata-rata 30 gempa per hari, hari-hari pertama 
setelah gempa besar bisa mencapai frekuensi 80-100 gempa per hari. Magnitude 
juga semakin menurun, yang saat ini di antara 4,0-5,5 Mw. Lokasi episentrum 
gempa2 susulan masih dominan di area sekitar lokasi gempa utamanya dalam 
sebaran area sekitar 300 x 500 km2. Sekitar 75 % gempa susulan adalah gempa 
dangkal (kedalaman sumber gempa  33 km), sisanya dengan kedalaman 33-70 km. 
Gempa Tohoku berasal dari penyesaran naik di dekat batas antara kerak akresi 
Lempeng Eurasia yang ditempati busur kepulauan
 Jepang dengan slab (kerak samudera) Pasifik, berasal dari kedalaman 32 km 
(data terakhir USGS, dikoreksi dari 10 km). Berdasarkan pemodelan subduction 
zone geometry analysis, penyesaran naik ini punya strike = 194.89 deg NE , dip 
= 14.94 deg, meskipun berdasarkan momen tensornya, sesar naik ini punya strike 
187 deg NE dan dip 14 deg.

Modeling zona rupture (‘robekan’) gempa ini mengindikasi bahwa gempa telah 
menyebabkan sesar dengan loncatan (throw) 30-40 meter, bergeser sepanjang 
sesarnya sepanjang kira-kira 300 km (along-strike) dan 150 km (sepanjang 
dip/down-dip).  Berdasarkan sebaran gempa-gempa susulan, dengan asumsi bahwa 
gempa-gempa susulan selalu berlokasi di rupture zone yang sama atau maksimal 
pindah ke dua jalur sesar di dekatnya, panjang wilayah robekan gempa ini 
sekitar 400-500 km.  Analisis menggunakan sekitar 500 stasiun  GPS  di area 
pantai Honshu menemukan bahwa pantai telah tergeser sampai 27 meter dan 
pergeseran tegak sampai tujuh meter akibat gempa ini.  Semua pergeseran 
vertikal di area dekat hiposentrum/episentrum (30-40 meter) dan di pantai 
(tujuh meter) telah mengganggu kolom air laut Samudera Pasifik  di sebelah 
timur Pulau Honshu yang telah menyebabkan tsunami skala besar dengan run up 
(tinggi gelombang) sampai 10 meter dan menelan banyak korban. Semua
 syarat tsunami-genic earthquake sangat dipenuhi oleh gempa Tohoku ini: pusat 
gempa di laut, sesar penyebab gempa bersifat dip-slip (sesar naik dalam hal 
ini), sumber gempa dangkal (32 km) dan magnitude gempa besar (9,0 Mw). 

Seperti kita tahu, dua hari sebelum gempa Tohoku ini, telah terjadi gempa besar 
pada 9 Maret 2011 (7,2 Mw) dengan kedalaman 32 km. Lokasi episentrum gempa ini 
berada sangat dekat (40 km ke sebelah timur) dengan lokasi episentrum gempa 
Tohoku, dengan mekanisme penyesaran yang sama yaitu sesar naik (strike 190 deg 
NE, dip 7 deg), yang diikuti oleh sebanyak 34 gempa susulan yang beberapa di 
antaranya melebihi 6 Mw. Gempa 9 Maret ini, melihat mekanismenya, merupakan 
gempa pendahuluan (foreshock) sebelum gempa utama (mainshock) gempa Tohoku yang 
terjadi dua hari kemudian.

Gempa Tohoku 11 Maret 2011 adalah gempa terbesar dan terkuat bagi Jepang sampai 
saat ini, yang juga menyebabkan rangkaian beruntun berupa tsunami dan krisis 
meledaknya beberapa PLTN di Fukushima, Pulau Honshu. Krisis ledakan PLTN masih 
terjadi sampai saat ini, seiring dengan rentetan gempa-gempa susulan yang terus 
terjadi, dan bahaya radiasi radioaktif akibat dugaan telah melelehnya sebagian 
bahan bakar inti radioaktif akibat kegagalan sistem pendingin PLTN dan ledakan 
serta kebakaran. Saat ini, penduduk sekitar Tokyo-Fukushima panik dan melakukan 
eksodus karena kekuatiran bahaya radiasi radioaktif yang makin meluas. Radius 
berbahaya makin meningkat dari semula 20 km, lalu 30 km, dan kini 80 km. 
Beberapa negara telah menghimbau warga negaranya untuk tidak bepergian ke 
Jepang, sementara warga negara asing yang sudah berada di Jepang sedang 
diusahakan untuk dipulangkan oleh negaranya masing2. 

Gempa Tohoku yang mencapai magnitude 9,0 M adalah record tertinggi gempa 
terkuat bagi Jepang. Untuk skala dunia pun, bisa dibilang masuk ke lima besar 
setelah gempa Chile 9,5 SR, gempa Alaska 9,2 SR dan gempa Aceh Indonesia 9,1 
Mw. Gempa2 sebelumnya yang dialami Jepang yang berasal dari patahan akibat 
konvergensi slab Pasifik dan kerak akresi Eurasia adalah: gempa 7,7 M (Juni, 
1978),  gempa M 7.8 (Desember 1994), gempa M 7.6 (1896) yang dilaporkan 
menimbulkan tsunami setinggi 38 meter dan memakan korban sebanyak 27.000, dan 
gempa M 8.6 (1933) yang dilaporkan menimbulkan tsunami setinggi 29 meter dan 
menewaskan 3000 korban. Laut di sebelah timur Pulau Honshu mempunyai topografi 
dasar laut embayment (pertelukan) yang akan membahayakan bila menimbulkan 
tsunami. Embayment yang terbuka ke arah datangnya gelombang, yang lalu 
menyempit ke arah daratan (seperti corong) akan mengumpulkan massa air laut 
menjadi tsunami dengan run up yang tinggi.

Gempa-gempa 

[iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit

2011-02-21 Terurut Topik Awang Satyana
Situs arkeologi Gunung Padang di Kabupaten Cianjur belum tentu diketahui semua 
orang. Padahal, situs megalitik ini, dengan luas 3 ha, diklaim sebagai  situs 
megalitik terbesar di Asia Tenggara. Tentu sangat disayangkan bila kita tak 
mengenalnya. Kabupaten Cianjur berkehendak ingin menjadikan situs ini sebagai 
andalan tujuan wisata sekaligus pendidikan.

Sabtu 19 Februari 2011 yang lalu, bersama sekitar 60 orang saya mengunjungi 
situs ini dalam acara jajal geotrek Gunung Padang. Para peserta acara ini 
berasal dari berbagai kalangan dan profesi di masyarakat dan pemerintah daerah. 
Jajal geotrek ini diorganisasi Truedee Publishing, Bandung dengan pemandu 
lapangan (interpreter) berasal dari kalangan geologist (Pak Budi Brahmantyo 
ITB), archaeologist (Pak Lutfi Yondri dari Balai Arkeologi) dan budayawan (Pak 
Lucky Hendrawan, sekolah seni Bandung). Saya diajak penyelenggara jajal geotrek 
ini untuk mengamati situs ini dan barangkali bisa memberikan penafsiran 
bersifat ‘multidimensi’.

Rombongan berangkat dari Bandung menggunakan bus dan kereta api ekonomi. 
Rombongan bertemu dengan peserta dari luar Bandung (Jabodetabek) di kantor 
Dinas Pariwisata dan Budaya Cianjur. Rombongan jajal geotrek Gunung Padang 
menggunakan bus tanggung dan berbagai kendaraan jeep dan sejenisnya serta motor 
berangkat dari Cianjur menuju Warungkondang-Lampegan. Kondisi jalan sampai 
Lampegan bervariasi dari buruk-bagus. 

Setelah mengunjungi terowongan historis rel kereta api dan stasiun Lampegan 
yang dibangun pada 1879-1882, rombongan menuju target utama yaitu situs Gunung 
Padang. Jalan ke arah situs ini merupakan areal perkebunan teh dan karet. 
Kondisi jalan terlalu berbahaya untuk bus, maka hanya kendaraan jeep dan 
sejenisnya serta motor yang bisa meneruskan sampai di lokasi situs.

Situs Gunung Padang terletak di puncak sebuah bukit, untuk mencapainya dari 
dasar, maka harus meniti tangga curam setinggi 95 meter terbuat dari 
tiang-tiang batuan andesit yang ditidurkan sebanyak hampir 400 anak tangga. 
Tentu saja ini melelahkan, membuat dada sesak dan kaki pegal. Tetapi kelelahan 
itu terbayar dengan betapa menakjubkannya pemandangan di atas ke sekeliling 
bukit dan bangunan situs megalitiknya sendiri. Di pelataran situs megalitik 
ini, para peserta mendengarkan para interpreter menjelaskan situs ini dari 
berbagai pendekatan keilmuan, berdiskusi, juga melihat-lihat ribuan tiang-tiang 
batu andesit basaltik dan basal membentuk tiang-tiang bersisi empat atau lima 
yang disusun sedemikian rupa untuk berbagai fungsi.

Semua bangunan megalitik di seluruh dunia yang dibangun pada masa prasejarah 
(mis.: Piramida, Mesir dan Stonehenge, Inggris) atau masa sejarah (Machu 
Picchu, Peru) dibangun dengan mempertimbangkan posisi geomantik (posisi 
bangunan terhadap unsur-unsur alam di Bumi seperti gunung dan mata angin) atau 
astromantik (posisi bangunan terhadap garis edar rasi-rasi bintang, planet 
atau Matahari).  Untuk keperluan meneliti posisi geomantik situs Gunung Padang 
ini saya membawa kompas orientasi Sunto dan GPS tipe 60CSx yang akan dipakai 
untuk mempelajari lokasi, ketinggian dan orientasi situs ini terhadap arah 
mataangin dan semua gunung/bukit di sekitarnya. 

Sebelum berangkat ke sini, saya juga sudah melakukan pemrograman astronomik 
menggunakan software ‘planetarium’ untuk melihat peta langit saat situs ini 
dibangun. Software ini memungkinkan pelacakan peta langit ribuan tahun ke masa 
lalu. Ini saya lakukan untuk melihat posisi astromantik situs Gunung Padang.

Situs Gunung Padang merupakan Punden Berundak yang tidak simetris, berbeda 
dengan punden berundak simetris seperti Borrobudur, juga berbeda dengan punden 
berundak simetris lainnya yang ditemukan di Jawa Barat seperti situs Lebak 
Sibedug di Banten Selatan. Sebuah punden berundak tidak simetris menunjukkan 
bahwa pembangunan punden ini mementingkan satu arah saja ke mana bangunan ini 
menghadap.

Lokasi situs Gunung Padang berada di titik 06°59,522’ LS dan 107°03,363 BT. 
Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras (tingkatan). Dasar situs terdapat 
di ketinggian 894 m dpl, data setiap teras adalah sebagai berikut:

1.  teras pertama berada pada ketinggian 983 m dpl, arah teras menghadap ke 
azimut 335° UT, 
2.  teras kedua berada pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke 
azimut 337° UT,
3.  teras ketiga berada pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke 
azimut 335° UT,
4.  teras keempat berada pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap 
ke azimut 330° UT,
5.  teras kelima berada pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke 
azimut 345° UT.

Data koordinat GPS untuk setiap teras ada, tidak saya sertakan di sini karena 
terlalu detail, tetapi dari teras 1-5 tersusun dari utara ke selatan.

Berdasarkan data di atas, tinggi punden berundak situs Gunung Padang adalah 95 
meter dengan arah utama teras menuju utara baratlaut dengan rata-rata azimut 
336,40 ° UT. Seluruh teras situs Gunung Padang ini 

Re: [iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit

2011-02-21 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Habas,

Situs itu sendiri menunjang untuk geowisata dan arkeowisata, maka dijadikan 
program jajal geotrek. Bagus juga buat sport atau yang senang off-road. Stasiun 
dan terowongan kereta Lampegan sebentar lagi akan diaktifkan kembali, maka 
wisatanya bertambah dengan wisata transportasi zaman baheula. Aksesnya bisa 
dari Bogor-Bandung-Sukabumi menggunakan kereta, disambung kendaraan jeep atau 
ojeg saja ke lokasi situs.

Konon Lampegan adalah transliterasi bahasa Sunda atas dua kata dalam bahasa 
Belanda lamp gaan (hidupkan/nyalakan lampu ! - itu adalah teriakan masinis 
kereta saat mau melewati terowongan ini). Terowongan sudah direnovasi pada 
tahun 2000, dan stasin Lampegan telah siap beroperasi. Kalau naik kereta 
gantung, akan kehilangan esensi geotrek-nya Pak..

Salam,
Awang

--- Pada Sel, 22/2/11, hse...@gmail.com hse...@gmail.com menulis:

 Dari: hse...@gmail.com hse...@gmail.com
 Judul: Re: [iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi 
 dan Langit
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Tanggal: Selasa, 22 Februari, 2011, 11:27 AM
 Wah Pak Awang, perlu investor untuk
 membangun kereta gantung tuh untuk kesitu.  Kira2
 sekitarnya menunjang apa enggak ya untuk Geowisata?
 Sent via BlackBerry from Maxis
 
 -Original Message-
 From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
 Date: Tue, 22 Feb 2011 10:55:42 
 To: Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com;
 Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com;
 IAGIiagi-net@iagi.or.id;
 Forum HAGIfo...@hagi.or.id
 Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: [iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang,
 Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit
 Situs arkeologi Gunung Padang di Kabupaten Cianjur belum
 tentu diketahui semua orang. Padahal, situs megalitik ini,
 dengan luas 3 ha, diklaim sebagai  situs megalitik
 terbesar di Asia Tenggara. Tentu sangat disayangkan bila
 kita tak mengenalnya. Kabupaten Cianjur berkehendak ingin
 menjadikan situs ini sebagai andalan tujuan wisata sekaligus
 pendidikan.
 
--cut




PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Ayo siapkan diri!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
-



Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi

2011-02-05 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Git,
 
Terima kasih atas koreksinya. VEI tertinggi memang 8,0. Tetapi yang saya 
maksudkan adalah bahwa Tambora menduduki VEI tertinggi (7,0) untuk letusan 
gunungapi dalam masa sejarah (masa yang tercatat oleh manusia). Letusan Toba 
dan Yellowstone yang diperhitungkan sebagai supervolcano eruption, yang 
'mungkin' menduduki VEI 8,0 adalah berdasarkan interpretasi luas kaldera dan 
jatuhan piroklastikanya.
 
salam,
Awang

--- Pada Sab, 5/2/11, git sulistiono git_m...@yahoo.com menulis:


Dari: git sulistiono git_m...@yahoo.com
Judul: Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan 
Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Sabtu, 5 Februari, 2011, 2:45 PM







Koreksi sedikit saja, tanpa bermaksud mengusik esensi diskusi, skala VEI 
tertinggi adalah 8, dengan plume height di atas 25 km, material termuntahkan 
lebih dari 1000 km3 (kelas supervolkano seperti Toba, Yellowstone, Taupo)
 
Git
 
--- On Sat, 5/2/11, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote:


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Subject: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua 
di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
To: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, 
Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, Eksplorasi 
BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Received: Saturday, 5 February, 2011, 3:06 PM







Ya Yangkung, beberapa cerita sejarah dalam bentuk babad atau kronik sejarah 
(chronicle) memang kadang-kadang terasa berlebihan dan mungkin didramatasi, 
tetapi itu mungkin suatu usaha untuk menggambarkan kedahsyatan suatu kejadian.
 
Letusan Tambora April 1815, letusan dengan VEI (volcanic explosivity index) 7 
(yang tertinggi di dunia) pernah membuat Thomas Stamford Raffles, gubernur 
jenderal di Jawa saat itu (1811-1816) yang berkedudukan di Batavia, sangat 
miris, dan ia segera memerintahkan pasukannya untuk menghadapi serangan meriam 
musuh yang suaranya sangat membahana buana itu, disangkanya musuh menyerang 
Jawa dari arah timur, padahal Tambora di pucuk utara Sumbawa sedang meletus 
katastrofik. Itu digambarkannya dalam bukunya History of Java (Raffles, 1817) 
yang kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (penerbit Narasi, 2008).
 
salam,
Awang
 
salam,
Awang


--- Pada Sab, 5/2/11, basuki puspoputro basuki...@yahoo.com menulis:


Dari: basuki puspoputro basuki...@yahoo.com
Judul: Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: 
Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
Kepada: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, 
Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, Eksplorasi 
BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Tanggal: Sabtu, 5 Februari, 2011, 10:15 AM







Rekan-rekan,
 
Saya senang dengan tulisan2 pak Awang. Kadang-kadang tersenyum-senyum dengan 
analisa sejarah, misalnya kalimat --“suara guntur yang sangat keras terdengar 
ribuan mil jauhnya ke baratdaya Cina”. -- Bayangkan, seandainya suara guntur 
yang kedengaran di Cina itu berkekuatan A1 maka kekuatannya di krakatao tentu 
akan A0, yang sekian kali lipat kuatnya. Apakah kekuatan A0 tersebut tidak 
menyebabkan semua gendang teliga pecah atau bahkan siempunya telinga meninggal? 
Mungkin jawabanya ya mungkin saja. Ya sekedar ngomong di akhir minggu, 
selamat week-end, salam untuk pak Awang kita tunggu tulisan2 berikutnya.
 
yangkung

--- On Wed, 2/2/11, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote:


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Subject: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: 
Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
To: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, 
Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS 
eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Date: Wednesday, 2 February, 2011, 11:59 AM


Rekan-rekan, berikut sebuah hasil penelitian pribadi menyangkut sejarah dan 
geologi kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia. Sebuah pemikiran alternatif. 
Diangkat dari berbagai penelusuran banyak literatur. Semoga bermanfaat.

BUKTI SEJARAH KERAJAAN ARUTEUN

cut by yangkung
__
The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list.
fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id
---*** for administrative query please send your email to 
itweb.supp...@hagi.or.id





-Berikut adalah Lampiran dalam Pesan-


__
The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list.
fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id
---*** for administrative query please send your email to 
itweb.supp...@hagi.or.id





 



[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi

2011-02-04 Terurut Topik Awang Satyana
Ya Yangkung, beberapa cerita sejarah dalam bentuk babad atau kronik sejarah 
(chronicle) memang kadang-kadang terasa berlebihan dan mungkin didramatasi, 
tetapi itu mungkin suatu usaha untuk menggambarkan kedahsyatan suatu kejadian.
 
Letusan Tambora April 1815, letusan dengan VEI (volcanic explosivity index) 7 
(yang tertinggi di dunia) pernah membuat Thomas Stamford Raffles, gubernur 
jenderal di Jawa saat itu (1811-1816) yang berkedudukan di Batavia, sangat 
miris, dan ia segera memerintahkan pasukannya untuk menghadapi serangan meriam 
musuh yang suaranya sangat membahana buana itu, disangkanya musuh menyerang 
Jawa dari arah timur, padahal Tambora di pucuk utara Sumbawa sedang meletus 
katastrofik. Itu digambarkannya dalam bukunya History of Java (Raffles, 1817) 
yang kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (penerbit Narasi, 2008).
 
salam,
Awang
 
salam,
Awang


--- Pada Sab, 5/2/11, basuki puspoputro basuki...@yahoo.com menulis:


Dari: basuki puspoputro basuki...@yahoo.com
Judul: Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: 
Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
Kepada: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, 
Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, Eksplorasi 
BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Tanggal: Sabtu, 5 Februari, 2011, 10:15 AM







Rekan-rekan,
 
Saya senang dengan tulisan2 pak Awang. Kadang-kadang tersenyum-senyum dengan 
analisa sejarah, misalnya kalimat --“suara guntur yang sangat keras terdengar 
ribuan mil jauhnya ke baratdaya Cina”. -- Bayangkan, seandainya suara guntur 
yang kedengaran di Cina itu berkekuatan A1 maka kekuatannya di krakatao tentu 
akan A0, yang sekian kali lipat kuatnya. Apakah kekuatan A0 tersebut tidak 
menyebabkan semua gendang teliga pecah atau bahkan siempunya telinga meninggal? 
Mungkin jawabanya ya mungkin saja. Ya sekedar ngomong di akhir minggu, 
selamat week-end, salam untuk pak Awang kita tunggu tulisan2 berikutnya.
 
yangkung

--- On Wed, 2/2/11, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote:


From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com
Subject: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: 
Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
To: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, 
Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS 
eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com
Date: Wednesday, 2 February, 2011, 11:59 AM


Rekan-rekan, berikut sebuah hasil penelitian pribadi menyangkut sejarah dan 
geologi kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia. Sebuah pemikiran alternatif. 
Diangkat dari berbagai penelusuran banyak literatur. Semoga bermanfaat.

BUKTI SEJARAH KERAJAAN ARUTEUN

cut by yangkung
__
The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list.
fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id
---*** for administrative query please send your email to 
itweb.supp...@hagi.or.id





-Berikut adalah Lampiran dalam Pesan-


__
The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list.
fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id
---*** for administrative query please send your email to 
itweb.supp...@hagi.or.id







[iagi-net-l] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi

2011-02-01 Terurut Topik Awang Satyana
Rekan-rekan, berikut sebuah hasil penelitian pribadi menyangkut sejarah dan 
geologi kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia. Sebuah pemikiran alternatif. 
Diangkat dari berbagai penelusuran banyak literatur. Semoga bermanfaat.

BUKTI SEJARAH KERAJAAN ARUTEUN

Buku-buku resmi pelajaran sejarah yang pernah diajarkan kepada kita pada masa 
sekolah dasar-menengah, juga kepada anak-anak sekolah sekarang, menyebutkan 
bahwa kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia adalah dua kerajaan Hindu yang 
muncul pada sekitar awal abad ke-5 (sekitar tahun 400 M) yaitu Kerajaan 
Tarumanegara di Jawa Barat dan Kerajaan Kutai/Kutei di Kalimantan Timur. Dua 
raja paling terkenal dari dua kerajaan itu adalah Purnawarman di Tarumanegara 
dan Mulawarman di Kutei. Bukti fisik hadirnya kerajaan-kerajaan tertua itu 
adalah prasasti. Maka umum disebutkan bahwa sejarah Indonesia dimulai pada 
sekitar tahun 400-an M. Masa sebelum itu, umum disebut sebagai prasejarah, masa 
belum ada tulisan sebagai peninggalan sejarah. Pemulaan sejarah setiap bangsa 
tentu berbeda-beda. Bangsa Mesir dan Cina dikenal sebagai bangsa-bangsa tertua 
karena mereka telah mengenal tulisan ribuan tahun sebelum masehi.

Tetapi, terdapat beberapa sumber sejarah (sumber sejarah bisa banyak: prasasti, 
buku-buku babad/kronik sejarah, catatan-catatan perjalanan para pengelana yang 
mengunjungi suatu bangsa. Catatan-catatan resmi kerajaan, dll.) yang 
menunjukkan bahwa kerajaan tertua di Indonesia bukanlah Tarumanegara atau 
Kutei. Beberapa sumber sejarah menyebutkan: Dwipantara (200 SM), Salakanagara  
(150 M) dan Holotan (akhir abad-4 sampai awal abad ke-5). 

Keberadaan Kerajaan Dwipantara (kerajaan Hindu di antara Pulau Jawa dan Pulau 
Sumatra) didasarkan atas tulisan para cendekiawan India. Keberadaan Kerajaan 
Salakanagara didasarkan atas Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi 
Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta, 
Kesultanan Cirebon). Keberadaan Kerajaan Holotan didasarkan atas bukti fisik 
berupa Prasasti Ciaruteun dan catatan-catatan kerajaan Cina Dinasti Sung. 

Keberadaan Kerajaan Dwipantara tidak jelas dan susah ditelusuri sumber-sumber 
sejarahnya untuk suatu pembuktian. Keberadaan Kerajaan Salakanagara meragukan 
karena Naskah Wangsakerta di kalangan para ahli sejarah juga menimbulkan 
perdebatan dan sebagian kalangan tidak mengakuinya sebagai sumber sejarah 
(perdebatan atas naskah ini pernah saya ulas di milis IAGI). Sekarang tinggal 
membuktikan Kerajaan Holotan yang kiranya mempunyai bukti yang lebih meyakinkan 
yaitu: bukti fisik berupa prasasti dan catatan resmi kenegaraan Dinasti Sung di 
Cina. Tetapi, saya akan juga menampilkan indikasi geologi untuk melihat 
kemungkinan keberadaannya.

Sebuah buku lama, “Dari Holotan ke Jayakarta” (saya peroleh 12 tahun lalu di 
pedagang buku bekas pojok Kramat Raya ke Kwitang, Jakarta) tulisan Prof. Dr. 
Slamet Muljana (ahli sejarah,  filologi dan linguistik) terbitan Yayasan Idayu, 
Jakarta 1980, menarik untuk disimak bila kita ingin mendalami sejarah Holotan, 
Tarumanegara sampai Jakarta. Pak Slamet Muljana adalah seorang ahli sejarah 
yang tekun meneliti dan menulis, penemuan-penemuan sejarahnya sering 
menimbulkan kehebohan dan berbeda dengan arusutama pengetahuan umum sejarah, 
sehingga beberapa bukunya pernah dilarang terbit agar tidak menjadi pengetahuan 
umum. Saat ini, buku-buku ‘terlarang’ Pak Slamet Muljana telah diterbitkan lagi 
oleh sebuah penerbit di Yogyakarta, dan saya tengah memburunya, baik yang edisi 
aslinya yang pernah dilarang (hanya ada di pedagang-pedagang buku bekas), 
maupun yang dicetak ulang oleh penerbit baru.

Prof.  Slamet Muljana berpendapat bahwa prasasti-prasasti  yang ditinggalkan 
oleh Purnawarman, raja Tarumanegara, berupa prasasti-prasasti dengan gambar 
telapak kaki, merupakan tanda kekuasaan sang raja di wilayah itu. Sampai 
sekarang, telah ditemukan empat prasasti ‘tapak kaki’ tinggalan Purnawarman di 
Jawa Barat: prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, dan Lebak (Cidanghiyang). 
Semuanya berasal dari abad kelima atau permulaan abad keenam. Di antara 
prasasti-prasasti itu, yang paling menarik adalah prasasti Ciaruteun (yang 
gambarnya sering muncul di buku-buku sejarah, dan replikanya dalam ukuran 
sebenarnya bisa dilihat di Museum Nasional, di gedung barunya –sebelah kanan 
gedung lama, saya baru menengoknya bulan lalu). 

Prasasti Ciaruteun ditulis menggunakan aksara Pallawa disusun dalam tatabahasa 
Sanskerta menggunakan metrum Anustubh tersusun atas tiga baris kalimat 
dilengkapi tulisan sulur (pilin –tulisan ini sampai sekarang belum berhasil 
dipecahkan apa artinya) dan pahatan  sepasang tapak kaki Raja Purnawarman. Ahli 
sejarah, filologi dan linguistik berkebangsaan Belanda, Kern pada abad-19 
menafsirkan bunyi prasasti ini adalah sebagai: 
vikkranta syavani pateh shrimatah purnavarmanah tarumanagarendrasya vishnoriva 
padadvayam

Yang menurutnya berarti:  “Ini adalah sepasang telapak kaki Paduka Yang Mulia 

  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   >