[iagi-net] BACK TO BASIC # 5 – YANG TERJADI PADA SUATU KONVERGENSI LEMPENG-LEMPENG
Indonesia adalah wilayah yang secara geologi merupakan pertemuan lempeng-lempeng litosfer (konvergensi). Maka kesepuluh ciri konvergensi lempeng ini semuanya telah terjadi dan akan terjadi di Indonesia. Beberapa fakta/konsep di bawah tidak jarang kita kelirukan memahaminya, mari kita coba pahami lagi dengan benar. 1. Batas-batas lempeng konvergen adalah zona-zona tempat lempeng-lempeng litosfer bertemu. Terdapat tiga tipe utama interaksi lempeng konvergen: (a) konvergensi antara dua lempeng samudera, (b) konvergensi antara lempeng benua dan lempeng samudera, dan (c) benturan (collision) dua lempeng benua. Konvergensi (a) dan (b) akan menyebabkan penunjaman (subduction) lempeng samudera ke dalam mantel. 2. Suatu collision antarbenua akan didahului oleh subduction lempeng samudera di bawah satu benua. Samudera kemudian semakin menyempit oleh semakin mendekatnya kedua benua dan akhirnya tertutup ketika kedua benua berbenturan. Dalam proses benturan, sebagian kerak samudera akan lepas dari lempeng samudera, dan menumpu kepada satu benua dalam proses obduction. Jalur penutupan samudera atau jalur obduction ini dikenal sebagai suture benturan. 3. Kebanyakan zona penunjaman memiliki morfologi tektonik dari arah samudera ke arah benua sebagai berikut: tinggian di luar palung (outer swell), palung, busur nonmagmatik (prisma akresi, melange), cekungan depan busur (forearc basin), busur magmatik, dan cekungan belakang busur (backarc basin). Secara kontras, benturan antarbenua menghasilkan jalur lebar pegunungan lipatan dan tersesarkan yang terletak di zona benturan. 4. Penunjaman litosfer samudera menghasilkan zona gempa yang miring dan sempit, zona Wadati-Benioff, yang menerus sampai kedalaman lebih dari 600 km. Zona lebar gempa dangkal terjadi di wilayah benturan benua. 5. Deformasi kerak di zona penunjaman menghasilkan melange di forearc dan ekstensi atau kompresi di wilayah busur volkanik dan belakang busur. Benturan benua selalu dicirikan oleh kompresi lateral yang kuat yang menyebabkan pelipatan dan sesar anjak (thrust faulting). 6. Magma digenerasikan di zona penunjaman pada kedalaman 100-200 km oleh proses dehidrasi kerak samudera yang menyebabkan peleburan sebagian mantel di atasnya. Andesit dan magma asam lainnya yang seringkali tererupsi secara eksplosif adalah magma khas batas lempeng konvergen. Di tempat dalam, pluton-pluton diorit-granit terbentuk. Di zona benturan benua, magma tidak terlalu banyak, didominasi oleh granit, dan mungkin berasal dari peleburan kerak benua yang ada (anateksis). 7. Dari zaman ke zaman pada suatu konvergensi lempeng yang menerus, jalur penunjaman akan semakin maju ke arah samudera karena benua semakin melebar oleh proses akresi konvergensi sebelumnya, tetapi jalur volkanik atau magmatik belum tentu mengikuti perpindahan jalur penunjaman yaitu maju ke arah samudera. Perpindahan jalur volkanik/magmatik akan ditentukan oleh kemiringan zona Wadati-Benioff. Bila zona Wadati Benioff semakin curam, jalur volkanik/magmatik akan semakin mendekati jalur penunjaman. Bila zona Wadati Benioff semakin landai, jalur volkanik/magmatik akan semakin menjauhi jalur penunjaman. 8. Rumpang busur volkanik/magmatik - palung (arc-trench gap -ATG) adalah jarak antara busur magmatik/volkanik dan palung. ATG akan semakin lebar bila kemiringan zona Wadati-Benioff semakin landai. ATG akan semakin sempit bila kemiringan zona Wadati-Benioff semakin curam. Curam dan landainya zona Wadati-Benioff ditentukan oleh tua dan mudanya umur lempeng samudera. Penunjaman akan landai bila umur lempeng samudera muda ( 50 juta tahun), dan akan curam bila umurnya tua (50 juta tahun) 9. Metamorfisme di zona penunjaman menghasilkan fasies metamorfik LTHP (low-temperature–high-pressure) di dekat palung, dan fasies metamorfik HT (higher-temperature) di dekat busur magmatik. Jalaur lebar batuan metamorf yang terdeformasi kuat mencirikan wilayah posisi benturan benua. 10. Benua-benua tumbuh melebar (continental growth) karena batuan kaya-silikat berdensitas rendah ditambahkan kepada kerak benua pada batas-batas lempeng konvergen melalui proses terrane accretion. Ciri-ciri konvergensi lempeng tidak hanya kesepuluh ini, silakan ditambahkan. salam, Awang
Bls: Re: [iagi-net] Majalah Populer Kebumian
Maaf, bukan mengurangi semangat, tetapi ini sebuah pengalaman, sebuah realita. Pak Rovicky tentu sudah merasakan sulitnya mencari penulis artikel untuk Berita IAGI apalagi majalah Geologi Indonesia. Begitulah, itu pengalaman saya beberapa tahun yang lalu saat saya menjadi pengurus publikasi Betita IAGI dan Geologi Indonesia. Sehingga, publikasi-publikasi ini tidak pernah bisa rutin terbit sesuai diharapkan sebab kelangkaan atau ketiadaan artikel. Sekalipun terbit, biasanya hampir setengah dari artikel2-nya saya tulis sendiri, tidak lucu sebenarnya sebab saya pengurusnya, tetapi apa boleh buat sebab bila tidak begitu publikasi-publikasi akan tidak pernah terjadi. Menurut hemat saya, rutinitas publikasi adalah indikator sehat atau sakitnya suatu organisasi, lihat saja AAPG atau GSA (Geological Society of America), dua organisasi geologi sangat sehat di dunia. Sulit sekali menemukan penulis yang mau menulis for nothing. Mereka dari kalangan lembaga riset atau perguruan tinggi, anggota IAGI juga, bila diminta menulis selalu akan bertanya dulu, apa akreditasi jurnal ini, bagaimana ISSN-nya, dibandingkan dengam jurnal ini, itu bagaimana, mana yang lebih tinggi. Mereka menulis demi kredit mereka. Sebab saat itu majalah Geologi Indonesia belum ada ISSN-nya, maka sepi sekali penulis dari kalangan ini. Mencari penulis ke company, problemnya lain, sibuk...atau mereka tidak punya tema buat ditulis (mungkin hanya bekerja dan bekerja, tak pernah memikirkan aspek sains di balik pekerjaannya, padahal tak terbilang banyaknya aspek tersebut kalau kita mau sedikit saja membagi perhatian). Bersemangat itu bagus dan suatu keharusan, sayangnya pengalaman menunjukkan kita hanya bersemangat di awal, setelah itu gone with the wind ...memudar dengan berjalannya waktu. Konsistensi, menjaganya, jauh lebih sulit daripada membangunnya. Bila kita mau serius membangun publikasi populer IAGI, mari kita bersumpah untuk konsisten baik para pengurusnya maupun para anggotanya. Salam, Awang
Bls: [iagi-net] Informasi yang' disembunyikan.
Abah, NKRI tidak kaya dengan cadangan migas, itu betul. Bisa dihitung dengan mudah bahwa cadangan terbukti minyak kita tidak akan tahan sampai 15 tahun ke depan dengan tingkat produksi harian seperti sekarang. Tetapi NKRI kita memang kaya POTENSI migas, bukan cadangan migas. Ada semua catatannya di kami. Berapa banyak struktur dan perhitungan sumberdayanya (bukan cadangan) tentu ada. Masalahnya, itu tetap hitungan di atas kertas sebab eksplorasi kita menurun drastis dalam sepuluh tahun terakhir ini, maka potensi sebagian besar tetap menjadi potensi. Kita juga punya hitungan potensi CBM, shale gas, oil shale, gas hidrat. Panas bumi? Terbesar potensinya di dunia. Sekali lagi, akan tetap potensi bila tidak dikerjakan. Dan bahwa potensi itu akan tetap dijadikan potensi saja, sebab lebih mudah dan menguntungkan segolongan pihak untuk mengimpor minyak mentah atau BBM saja, wajar memang dicurigai sebab di sektor yang lain pun ada kecurigaan seperti itu. Kita mau dijadikan bangsa pembeli saja, sekalipun negara kita kaya dengan berbagai sumberdaya energi atau hasil bumi lainnya; patut dicurigai dan ditanyakan sebagai permainan kalangan atas. Contoh sederhana saja, sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan garis pantai kedua terpanjang di dunia, dengan luas laut pedalaman (di antara pulau2) terluas di dunia, masa mengimpor garam? Kecurigaannya, sebab ada yang diuntungkan dengan mengimpor garam itu. Disebutkan alasannya bahwa kualitas garam petani kita rendah, ah itu kan bisa ditingkatkan dengan teknologi, apa sulitnya. Senang juga kemarin mendengar berita di radio bahwa untuk enam bulan ke depan, beberapa buah2an impor akan dilarang masuk Indonesia, termasuk durian monthong dari Thailand, alasannya adalah buah2an dari petani kita tak kalah mutunya. Kalau harus diproteksi, proteksilah... Selama ada kalangan2 yang bermain, makan tulang kawan, Negara kaya ini hanya akan mengayakan kalangan2 tersebut. Semoga tidak terjadi resource curse. Salam, Awang
Bls: Re: [iagi-net] Majalah Populer Kebumian
Kang Aak, itu namanya paradoks, banyak orang pintar dengan gelar akademik tinggi atau panjang, tetapi sulit dimintai menulis untuk majalah atau jurnal organisasi di mana mereka juga jadi anggotanya... Mungkin karena kebiasaan terlalu banyak bicara sedikit menulis. Sekali mau menulis, lihat dulu jurnalnya apa. Salam, Awang
Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Nuraini, Betul, dalam banyak kasus collision zone atau fold-thrust belt di Indonesia, bila ada pasangan antara thick-skinned tectonics (basement involved) dan thin-skinned tectonics, maka yang thick-skinned tectonics umumnya hasil inversi Neogen atas rifted structures Paleogen. Semakin jauh dari gaya utama penyebab struktur, makin detached, makin thin-skinned tectonics. Maka thick-skinned tectonics umumnya ada di inner belt/core dari deformasi, sementara yang thin-skinned ke arah outer belt/margin. Pola ini ideal terjadi di banyak zone collision atau fold-thrust belt di Indonesia. Beberapa sudah saya bahas tektonik dan strukturnya (Satyana et al, 2007 PIT IAGI, Satyana et al., 2008 PIT IPA) untuk banyak collision zones di Indonesia. Lengguru Belt dan Central Ranges of Papua ideal buat dipelajari anatomi strukturnya. salam, Awang --- Pada Sel, 20/11/12, siti.nurain...@gmail.com siti.nurain...@gmail.com menulis: Dari: siti.nurain...@gmail.com siti.nurain...@gmail.com Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 2:54 PM Pak Awang, Klau basement involved jadi thick-skinned dong? Dan biasanya terbentuk dr reaktivasi struktur2 half graben (hubungannya dgn extention) yg terbentuk sebelumnya...ke arah mana nih perkembangannya? Apa akan ada pasangan (pair) di satu tempat dominasi thin-skinned akan tidak menutup adanya thick-skinned basement involve di tpt itu pula? Terima kasih atas jwabannya :) Powered by Telkomsel BlackBerry®From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Tue, 20 Nov 2012 14:57:41 +0800 (SGT)To: iagi-net@iagi.or.idReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi Andi, Sinyalemen Andi sudah tepat, memang ada decollement di batas Cretaceous-Tertiary tersebut, walaupun ada juga yang basement-involved sampai pre-Tersier. Evaluasi Japex dan BPMIGAS atas 3 alternatif dari Andi: 1. target memang tidak hanya di Tersier, tetapi juga pra-Tersier, tetapi buruknya data seismik menyulitkan target2 dalam. 2. tidak ada thrust sheet yang cukup tipis sehingga target pra-Tersier akan lebih jelas dan mudah imaging-nya untuk dibor. 3. mengebor downthrown block pra-Tersier maupun Tersier lebih sulit lagi imaging-nya karena berada dalam posisi subthrust. Kelihatannya mengerjakan target pra-Tersier saat ini sangat berisiko karena buruknya imaging seismik. Target limestone Wapulaka diharapkan diisi oleh Winto Triassic SR karena konduit migrasinya dari Triassic ke Cretaceous, bukan dari Tertiary/Neogene ke Cretaceous. Salam, Awang --- Pada Sel, 20/11/12, Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com menulis: Dari: Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi Kepada: IAGI NET iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 3:45 AM Pak Awang, Pak Taufik. Terima kasih atas sharingnya ttg eksplorasi di Buton yang menarik ini. Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) bahwa: *Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous Tobelo Lmst tidak dicapai. *Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan. Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly di atas Early Tertiary shale atau Late Cretaceous shale. Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini (jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier (misalnya krn kompresi multifase). Selain itu, beberapa kemungkinan/skenario lainnya adalah: #1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas) #2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis (kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target Cretaceous lmst nya. #3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di situ. Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly kombinasi? Mohon pencerahannya pak
Re: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing!)
Ferry, Bu Nuning memng betul. Benteng-1 dry hole with oil show. Sebuah konsultan di pertemuan AAPG yang lalu di Singapore menyatakan sumur ini big discovery. Hm…sangat misleading, hati-hati mengambil datanya. Target Cretaceous Tobelo limestone tak tercapai karena sumur menembus thrust sheets Formasi Tondo (Tersier) yang tebal dan berulang-ulang. Sumur sudah diperdalam melebihi program TD dan tetap berakhir di Tondo. Tetapi di salah satu limestone beds di dalam Tondo ditemukan light oil show yang berbeda dengan karakter oil dari Triassic Winto. Sumur Benteng-1 menjadi pelajaran bahwa mengebor di wilayah thrust sheets, lebih-lebih lagi bermain dengan thin-skinned tectonics akibat collision sungguh tak mudah. Dari semula Japex dan BPMIGAS juga sudah menduga bahwa problem struktur akan terjadi di sini karena data seismic yang buruk akibat bermain di wilayah dengan deformasi sangat kuat dan banyak lapisan batugamping di permukaan. Usaha2 untuk advanced reprocessing tak berhasil menambah kualitas imaging seismic. Tetapi sumur harus dibor untuk membktikan play di wilayah ini. Target Tobelo kini harus digeser ke target Tondo yang serpihnya sudah menggenerasikan minyak ringan khas terrestrial. Wilayah Buton sudah terbukti petroleum system-nya, lapangan2 aspal yang besar itu adalah buktinya. Paper saya terbaru (2011) untuk pertemuan economic geology Sulawesi membahas geologi dan geokimia lapangan aspal ini. Aspal ini definitive produk biodegradasi dari hilangnya caprock di perangkap yang ada. Extract analysis pada asphaltene fraction definitive batuan induknya berasal dari marine sources Winto shales. Yang harus dicari di sini adalah trap yang masih bagus yang masih punya caprock. Tetapi Buton adalah wilayah collision, dan itu sangat menyulitkan imaging strukturnya. Salam, Awang --- Pada Sen, 19/11/12, nugraha...@yahoo.com nugraha...@yahoo.com menulis: Dari: nugraha...@yahoo.com nugraha...@yahoo.com Judul: Re: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing!) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 19 November, 2012, 3:43 PM Wah, mohon maaf ya... Ternyata discovery, ya Banteng-1. Aku kurang updated infonya nih. Memang kepengen banget ada penemuan lagi yg komersial utk dikembangkan di Indonesia Timur (selain Asap di Papua). Mudah2an kita akan menemukannya, ya. Salam, Nuning Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id Date: Mon, 19 Nov 2012 07:31:48 + To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing!) Bu Nuning, Benteng-1 nya Japex bukannya Oil discovery? Setahu saya Buton ini salah satu frontier area yang cukup menjanjikan di 2012 ini. Paling tidak bertambah lagi satu basin dgn proven working petroleum system, tinggal di utak-atik sedikit supaya dapet trap dan reservoir yang lebih potensial. Yang sedang di hitung-hitung mungkin komersial atau tidaknya karena sepertinya volumenya agak2 marjinal.. rgds, FH From: nugraha...@yahoo.com [mailto:nugraha...@yahoo.com] Sent: Monday, 19 November 2012 12:45 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing! Maaauu Banget !! Hayo kapan nih IAGI bikin field trip lagi... Ke Raja Ampat atau bisa juga ke Wakatobi (sayang banget ya pemboran di blok Buton kemarin gagal/dry hole, ya). Salam, Nuning Powered by Telkomsel BlackBerry® From: aluthfi...@gmail.com Date: Mon, 19 Nov 2012 04:46:00 + To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing! Kita ekskursi saja bu Nuning ke Raja Ampat, lihat modern carbonate and ancient carbonate!!! Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT This message is intended only for the use of the addressee and may contain information that is privileged and confidential. In the event that you are not the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination of this communication is strictly prohibited. If you have received this communication in error, please erase all copies of the message and its attachments and notify us immediately. It is the responsibility of recipients to scan this message and any attachments for computer viruses and other defects. The sender accepts no liability for any loss or damage that may result, directly or indirectly, from this message and/or any files attached.
Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Yang ditulis Oki saya pikir proses biasa dalam pembentukan crevasse splay atau chute cut-off yang merupakan perkembangan normal dalam lekukan-lekukan meandering akibat beban berlebih vs volumetriknchannel. Hal2 seperti itu mestinya lebih sering terjadi. Tetapi kita tak pernah mendengarnya lagi kini bahwa alur Brantas itu tiba2 berubah dalam semalam. Seribu tahun sejak zaman Erlangga saya pikir cukup untuk waktu geologi buat membangun deformasi, dan bergeraknya sekonyong-konyong, seperti gempa saja. Pembangunan gayanya lama, tetapi retakannya dalam hitungan detik. Tetapi kita bisa mengkaji lebih jauh masalah ini dengan mempelajari morfologi meandering Brantas. Kita periksa lokasi prasasti Erlangga Klagen 1034 Saka itu, kita plot jajaran2 antiklinnya, kita periksa alur meandering Brantas menggunakan foto2 udara dan satelit, kita periksa pola2 bar translation-nya, bar expansion, chute cut-off, channel belt margins, dll. Di area ini tak hanya bermain di permukaan saja, sebab deformasi subsurface-nya pun dalam waktu Kuarter (Plistosen dan Holosen), juga aktif. Salam, Awang
Bls: Re: [iagi-net-l] Buton (was Ketua MUI: BP Migas Memang Harus Bubar karena Pro Asing!)
Pak Bandono, Kolusi, collision maksudnya ya, itu dari benturan mikrokontinen Buton atas Lengan Sulawesi Tenggara pada sekitar Oligo-Miosen. Salam, Awang
Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Pak Taufik, Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto (Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya. Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin pandai besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi ini membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan Davidson (1991), yaitu bahwa Tukang Besi bukanlah mikrokontinen tersendiri, melainkan satu kesatuan dengan Buton. Saat Buton membentur Sulawesi Tenggara, Buton berada pada bagian collision front-nya, sangat kompresif, lalu ke arah timur, Tukang Besi justru mengalami post-collision escape sehingga membentuk struktur2 ektensi. Hal itu terjadi juga pada benturan Banggai-Sula (Garrard, 1988). Apakah Wakatobi membentur Buton atau justru menjauhinya akan sangat berpengaruh kepada petroleum geology wilayah ini. Menurut hemat saya, Wakatobi justru menjauhi Buton karena kompensasi isostatik pascabenturan, bukan membenturnya seperti umum diketahui orang berdasarkan Davidson (1991) Salam, Awang
Bls: Re: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Kartiko, Buat saya, Buton onshore lebih prospek walaupun strukturnya sangat kompleks. Buton offshore ke arah Wakatobi tipis sedimennya buat elemen2 dan proses2 petroleum system berjalan efektif. Ada beberapa struktur ekstensi di Kalisusu Bay dekat Buton onshore, sedimen di sini mungkin masih cukup tebal, tetapi semakin jauh ke timur semakin tipis sedimennya. Salam, Awang
Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Pak Bandono, elisional istilah yang diajukan oleh Kholodov (1989) - atau di publikasi2 tentang piercement structure/diapirisme untuk menamakan cekungan2 dengan ciri seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya: cekungan tenggelam relatif cepat, diisi sedimen berumur muda yang tebal, sedimen diendapkan dengan cepat dan tak cukup terkompaksi, sedimen overpressured, cekungan tertekan secara tektonik, cekungan punya termal cukup tinggi sehingga membuat sedimen relatif mobile. Ciri2 ini dipenuhi secara ideal oleh Kendeng Deep di Jawa Timur, sehingga tak mengherankan di wilayah ini banyak struktur diapir dan gununglumpur dari Cepu-Selat Madura. Salam, Awang
Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
Andi, Sinyalemen Andi sudah tepat, memang ada decollement di batas Cretaceous-Tertiary tersebut, walaupun ada juga yang basement-involved sampai pre-Tersier. Evaluasi Japex dan BPMIGAS atas 3 alternatif dari Andi: 1. target memang tidak hanya di Tersier, tetapi juga pra-Tersier, tetapi buruknya data seismik menyulitkan target2 dalam. 2. tidak ada thrust sheet yang cukup tipis sehingga target pra-Tersier akan lebih jelas dan mudah imaging-nya untuk dibor. 3. mengebor downthrown block pra-Tersier maupun Tersier lebih sulit lagi imaging-nya karena berada dalam posisi subthrust. Kelihatannya mengerjakan target pra-Tersier saat ini sangat berisiko karena buruknya imaging seismik. Target limestone Wapulaka diharapkan diisi oleh Winto Triassic SR karena konduit migrasinya dari Triassic ke Cretaceous, bukan dari Tertiary/Neogene ke Cretaceous. Salam, Awang --- Pada Sel, 20/11/12, Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com menulis: Dari: Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com Judul: Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi Kepada: IAGI NET iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 3:45 AM Pak Awang, Pak Taufik. Terima kasih atas sharingnya ttg eksplorasi di Buton yang menarik ini. Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) bahwa: *Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous Tobelo Lmst tidak dicapai. *Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan. Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly di atas Early Tertiary shale atau Late Cretaceous shale. Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini (jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier (misalnya krn kompresi multifase). Selain itu, beberapa kemungkinan/skenario lainnya adalah: #1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas) #2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis (kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target Cretaceous lmst nya. #3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di situ. Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly kombinasi? Mohon pencerahannya pak. Terimakasih. Salam, Andi. Powered by VulsaQu®From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Mon, 19 Nov 2012 23:58:03 +0800 (SGT)To: IAGIiagi-net@iagi.or.idReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.comSubject: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi Pak Taufik, Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto (Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya. Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin pandai besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi ini membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan
Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
eksplorasi di Buton yang menarik ini. Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) bahwa: *Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous Tobelo Lmst tidak dicapai. *Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan. Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly di atas Early Tertiary shale atau Late Cretaceous shale. Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini (jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier (misalnya krn kompresi multifase). Selain itu, beberapa kemungkinan/skenario lainnya adalah: #1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas) #2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis (kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target Cretaceous lmst nya. #3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di situ. Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly kombinasi? Mohon pencerahannya pak. Terimakasih. Salam, Andi. Powered by VulsaQu®From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Mon, 19 Nov 2012 23:58:03 +0800 (SGT)To: IAGIiagi-net@iagi.or.idReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi Pak Taufik, Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto (Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya. Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin pandai besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi ini membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan Davidson (1991), yaitu bahwa Tukang Besi bukanlah mikrokontinen tersendiri, melainkan satu kesatuan dengan Buton. Saat Buton membentur Sulawesi Tenggara, Buton berada pada bagian collision front-nya, sangat kompresif, lalu ke arah timur, Tukang Besi justru mengalami post-collision escape sehingga membentuk struktur2 ektensi. Hal itu terjadi juga pada benturan Banggai-Sula (Garrard, 1988). Apakah Wakatobi membentur Buton atau justru menjauhinya akan sangat berpengaruh kepada petroleum geology wilayah ini. Menurut hemat saya, Wakatobi justru menjauhi Buton karena kompensasi isostatik pascabenturan, bukan membenturnya seperti umum diketahui orang berdasarkan Davidson (1991) Salam, Awang From: Taufik Manan taufik.ma...@gmail.com; To: iagi-net@iagi.or.id
Bls: [iagi-net-l] Kisah pindahnya sungai brantas.
Pak Bandono, Terima kasih ceritanya. Cerita rakyat, atau legenda, atau kenyataan ini dalam ilmu folklore harus diteliti latar belakangnya mengapa cerita ini sampai terjadi. Bila menyangkut peristiwa2 fisik seperti yang Pak Bandono ceritakan, tidak bisa diabaikan. Pindahnya Sungai Brantas seperti itu bisa merupakan suatu peristiwa geologi dan orang2 mengenangnya melalui cerita rakyat. Dalam ilmu folklore itu namanya zwischen dichtung und wahrheit - antara cerita dan kenyataan. Suatu cerita itu bisa dilatarbelakangi suatu kenyataan. Saya menggunakan pendekatan yang sama ketika menganalisis cerita rakyat Sidoarjo yang berkembang pada zaman Jenggala, Timun Mas yang menceritakan suatu kejadian gunung lumpur seperti LUSI, dipublikasikan di pertemuan IAGI dan HAGI 2007. Salam, Awang --- Pada Sel, 20/11/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis: Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com Judul: [iagi-net-l] Kisah pindahnya sungai brantas. Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 20 November, 2012, 7:01 AM Ini kisah jaman dulu, mau percaya silakan tidak juga ndak apa2. Ketika itu Sunan Bonang mau ke Kediri, disertai 2 santri. Sampai Kertosono terhalang banjir Brantas. Setelah menyeberang merek melihat agama apa yang berkembang di sana. Ternyata Budha hanya sekedar, Islam mau masuk. Penduduk menyebit agama Kalang, dbawa Bandung Bandawasa. Sunan Bonang bilang: kalau begitu orang disini beragama Gedah, artinya tidak hitan tidak putih, maka daerah ini pantas di namai Desa Gedah. Sampai sekarang nama ini masih ada. Saat itu menjelang dzuhur, Sunan berkata: carilah air bersih ke pedesaan, sungai masih banjir, airnya kotor bila diminum membuat sakit perut, ini sudah waktunya solat dzuhur, aku akan wudlu untuk solat Satu santri pergi, sampai desa Patuk, ada rumah sepi, yang ada seorang gadis sendirian sedang menenun. Si santri datang dan meminta air : nona, saya minta air bersih yang bening. Gadis terkejut dan salah paham, dikira santri tadi akan menggangu dan menggoda, maka jawabnya kethus dan jorok: kamu lewat sungAi kok datang pakai minta air bersih segala. Di sini tidak ada orAng menyimpAn air bersih, kecuali kencing saya ini yang bening. Minumlah kalau kamu mau Mendengar jawaban demikian santri tadi pergi tanpa pamit dan melapor ke Sunan Bonang. Sunan jadi marah sampai mengutuk, di tempat itu dikutuknya mahal air, perwan dan jejaka jangan kawin sebelum tua. Karena kesaktian Sunan, kutukan tadi membuat sungai brantas seketika alirannya menjadi kecil, aliran air yang besar bebelok menerabas desa, hutan, sawah dan ladang. Banyak desa yang rusak diterjang aliran air yang pindah. Aliran yang besar tadi seketika kering. Sampai sekarang daerah Gedah sulit air. Sunan Bonang terus ke Kediri. Itu kisah singkatnya. Mau ditelusuri? Hehe aku belum pernah ke sana. Ada kenalan dari kediri kalo ketemua aku mau tanya. Believe it or not, terserah Anda. Itu Mas Awang sedikit kisah pindahan kali brantas. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® PP-IAGI 2011-2014: Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com JCM HAGI-IAGI 2013 MEDAN, 28-31 Oktober 2013 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi
either Kitchen ke reservoir breached karena banyak trust sheet ya lalu keluar ke surface. Kesimpulan: 1. Imbricated fault hanya terjadi di Tersier dan tidak lanjut ke pra Tersier 2. Kemungkinan Oil tidak stay di reservoir tapi breached ke surface karena heavily trausted 3. Petroleum system works (artinya kitchen dan source rock OK) 4. Masih mungkin di temukan struktur yg bagus dg melakukan 3D seismic dg design parameter yg bagus (perlu bantuan HAGI) Ini sekedar urun rembuk saya di pagi yg cerah, kalau salah ya maaf. Pengalaman kerja: Lengguru Trust Belt, Adelaide, Cordileran Banff Canada, Cepu, Selat Madura dan banyak lagi yg lainnya tapi bukan trust belt. ExxonMobil 24th, Samudra Energy 5th, Suma Sarana 8 bulan Lam salam Avi 2012/11/20 Andi AB Salahuddin a_baiq...@yahoo.com Pak Awang, Pak Taufik. Terima kasih atas sharingnya ttg eksplorasi di Buton yang menarik ini. Saya mengasumsikan bhw saat pre-drill sumur Benteng-1 tsb operator mengharapkan adanya closure di level Cretaceous akibat fault/fold/kombinasi. Ternyata hasil post-drill menunjukkan (dari penjelasan pak Awang sebelumnya) bahwa: *Terdapat thrust sheet yang berulang pd Fm. Tondo berumur Tersier akibat thin-skinned tectonic shg primary objectif yi Cretaceous Tobelo Lmst tidak dicapai. *Target Cretaceous kini harus digeser ke target Tertiary Tondo Lmst yang terrestrial SRnya sudah mengindikasikan adanya penggenerasian minyak ringan. Jika pemahaman saya betul maka saya membayangkan bahwa adanya imbrikasi yang hanya ditemui pada lapisan Tersier Tondo dan tidak mempengaruhi lapisan Cretaceous Lmst tersebut bisa mengindikasikan salah satunya krn terdapatnya bidang gelincir (detachment surface) yang kemungkinan besar terletak di antara Tersier dan Cretaceous Lmst. tersebut, possibly di atas Early Tertiary shale atau Late Cretaceous shale. Jika benar seperti ini maka meskipun ada closure di level Tersier (yg terpetakan dari seismik) menurut saya bisa jadi tidak harus ada di level Cretaceous Lmst. Dan bisa jadi pula bahwa sumbu closure di level Cretaceous ini (jika ada) sama sekali tidak paralel dgn sumbu closure di level Tersier (misalnya krn kompresi multifase). Selain itu, beberapa kemungkinan/skenario lainnya adalah: #1-tidak hanya terfokus pada Tersier closure (seperti skenario di atas) #2- mengetes prospek lain (jika ada) yg ketebalan imbrikasinya relatif tipis (kalau cukup jelas dari seismik) dengan harapan cepat mencapai target Cretaceous lmst nya. #3- mengetes downthrown blok yang bisa jadi ada 3-way closure against fault di situ. Dengan masih adanya kemungkinan-kemungkinan lain tsb, apakah keputusan untuk mengubah target ini tidak terlalu dini menurut pak Awang? HC yang sebelumnya diharapkan mengisi Cretaceous Lmst ini apakah terrestrial Tondo SR berumur Tersier atau marine shale Winto Fm berumur Trias atau possibly kombinasi? Mohon pencerahannya pak. Terimakasih. Salam, Andi. Powered by VulsaQu®From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Mon, 19 Nov 2012 23:58:03 +0800 (SGT)To: IAGIiagi-net@iagi.or.idReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: Bls: [iagi-net-l] Buton dan Keindahan Wakatobi Pak Taufik, Terima kasih atas cerita pengalaman Buton-nya. Bisa disebutkan eksplorasi di Buton masih menantang, sebagian besar karena sulitnya imaging seismik di wilayah ini. Generasi minyak sudah terjadi, baik dari batuan induk Winto (Triassic marine shale) yang juga menjadi batuan induk untuk minyak yang kemudian terbiodegradasi jadi aspal di Buton, juga dari batuan induk Paleogen/Neogen Tondo (terrestrial source rocks). Elemen dan proses petroleum system yang lain pun sudah berjalan, hanya caprock yang perlu dikaji lebih jauh dan dicari yang masih utuh. Struktur2 yang tak terlalu kompleks bisa menjadi target, sebab struktur2 yang terlalu kompleks umumnya sudah hilang caprock-nya. Wakatobi -wangi2-kaledupa-tomeo-binongko sering dimasukkan ke dalam mikrokontinen Tukang Besi karena kebetulan di Binongko terdapat para perajin pandai besi (tukang besi). Menurut Davidson (1991), mikrokontinen Tukang Besi ini membentur mikrokontinen Buton. Tetapi kajian lebih lanjut berdasarkan data gravity dan data seismik geomarin yang lebih baru ( saya publikasi di pertemuan IPA, 2011), mengindikasi bahwa mikrokontinen Tukang Besi bukan membentur Tukang Besi (sebab tak ada bukti suture-nya, juga di antara kepulauan Wakatobi dan Buton tak ada struktur kompresif benturan). Justru yang ada adalah struktur ekstensi. Jadi saya menafsirkan hal yang berlainan dengan Davidson (1991), yaitu bahwa Tukang Besi bukanlah mikrokontinen tersendiri, melainkan satu kesatuan dengan Buton. Saat Buton membentur Sulawesi Tenggara, Buton berada pada bagian collision front-nya, sangat kompresif, lalu ke arah timur, Tukang Besi justru mengalami post-collision escape sehingga membentuk struktur2
Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Yang ditulis Oki saya pikir proses biasa dalam pembentukan crevasse splay atau chute cut-off yang merupakan perkembangan normal dalam lekukan-lekukan meandering akibat beban berlebih vs volumetriknchannel. Hal2 seperti itu mestinya lebih sering terjadi. Tetapi kita tak pernah mendengarnya lagi kini bahwa alur Brantas itu tiba2 berubah dalam semalam. Seribu tahun sejak zaman Erlangga saya pikir cukup untuk waktu geologi buat membangun deformasi, dan bergeraknya sekonyong-konyong, seperti gempa saja. Pembangunan gayanya lama, tetapi retakannya dalam hitungan detik. Tetapi kita bisa mengkaji lebih jauh masalah ini dengan mempelajari morfologi meandering Brantas. Kita periksa lokasi prasasti Erlangga Klagen 1034 Saka itu, kita plot jajaran2 antiklinnya, kita periksa alur meandering Brantas menggunakan foto2 udara dan satelit, kita periksa pola2 bar translation-nya, bar expansion, chute cut-off, channel belt margins, dll. Di area ini tak hanya bermain di permukaan saja, sebab deformasi subsurface-nya pun dalam waktu Kuarter (Plistosen dan Holosen), juga aktif. Salam, Awang
Re: Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Kartiko, Yang sedang kita diskusikan ini berada di wilayah Kendeng Deep, bagian selatannya diduduki Delta Brantas yang terkenal banyak struktur2 antiklin dangkal, diapir dan gununglumpur. Ke utaranya, memang benar yang disebutkan Pak Amin, lokasi semburan Metatu itu ada di luar Delta Brantas, masuk ke delta Lamong, walaupun tak difinitif membentuk delta. Tetapi secara regional baik Sungai Lamong (di selatan kota Lamongan) maupun Brantas terletak di Kendeng Deep. Kendeng Deep adalah cekungan elisional. Cekungan elisional artinya cekungan yang aktif tenggelam, sehingga sedimennya tebal, dominan berisi sedimen2 muda yang diendapkan secara cepat, tidak terkompaksi dengan baik, secara tektonik dalam keadaan tertekan, dan secara termal cukup panas karena dekat dengan jalur volkanik. Ciri2 ini semua membuat Kendeng Deep di Jawa Timur sampai Selat Madura merupakan wilayah yang secara geologi aktif. Saya pikir tak ada perbuatan manusia di sini untuk menyebabkan struktur2 diapir, gununglumpur. Semburan skala sangat kecil mungkin bisa akibat manusia, tetapi hanya pemicu, bukan penyebab (mungkin saja sebagai trigger, bukan cause). salam, Awang --- Pada Ming, 18/11/12, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis: Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com Judul: Re: Bls: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Minggu, 18 November, 2012, 4:24 PM Pak Awang, asumsikan memang ada deformasi subsurface dan lapisan lumpur yg unstable di bawah permukaan yg bergerak dan terganggu kesetimbangannya karena adanya gaya. Pertanyaannya apakah daerah tersebut merupakan daerah tektonik aktiv, atau mungkin daerah vulkanik aktif ? Atau mungkin ada gaya lain ? Buatan manusia misalnya ? On Nov 18, 2012 3:43 PM, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: Yang ditulis Oki saya pikir proses biasa dalam pembentukan crevasse splay atau chute cut-off yang merupakan perkembangan normal dalam lekukan-lekukan meandering akibat beban berlebih vs volumetriknchannel. Hal2 seperti itu mestinya lebih sering terjadi. Tetapi kita tak pernah mendengarnya lagi kini bahwa alur Brantas itu tiba2 berubah dalam semalam. Seribu tahun sejak zaman Erlangga saya pikir cukup untuk waktu geologi buat membangun deformasi, dan bergeraknya sekonyong-konyong, seperti gempa saja. Pembangunan gayanya lama, tetapi retakannya dalam hitungan detik. Tetapi kita bisa mengkaji lebih jauh masalah ini dengan mempelajari morfologi meandering Brantas. Kita periksa lokasi prasasti Erlangga Klagen 1034 Saka itu, kita plot jajaran2 antiklinnya, kita periksa alur meandering Brantas menggunakan foto2 udara dan satelit, kita periksa pola2 bar translation-nya, bar expansion, chute cut-off, channel belt margins, dll. Di area ini tak hanya bermain di permukaan saja, sebab deformasi subsurface-nya pun dalam waktu Kuarter (Plistosen dan Holosen), juga aktif. Salam, Awang From: o - musakti o_musa...@yahoo.com.au; To: iagi-net@iagi.or.id; Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Sent: Sun, Nov 18, 2012 7:28:15 AM Kalau delta switching alias avulsion, curigaku lebih karena equilibrium surfacenya terlampaui. Mekanismenya bisa melalui levee breach saat banjir besar... Kasus switching delta missisipi sepanjang abad 20 bisa jadi case study. Setahu saya gak ada hubungannya (atau dominan bukan dikontrol oleh) dengan subsurface structure. From: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com; To: iagi-net@iagi.or.id; Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Sent: Sun, Nov 18, 2012 6:57:20 AM Pak Awang , kalau proses terjadinya jangka waktunya harian , apa kejadian serupa secara natural tidak tercatat pada zaman sekarang ? On Nov 18, 2012 7:37 AM, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: Pak Fatchur, Bukan Paleosen, tetapi Pliosen-Resen, antiklin2 tersebut sangat dangkal. Prasasti Klagen oleh Erlangga 1034 Saka menyebutkan perpindahan alur Sungai Brantas dalam semalam saja. Plotting alur sungai tersebut tepat di atas salah satu dari tujuh antiklin berarah barat-timur di bawah Delta Brantas. Alur sungai di permukaan hanya dapat berubah dalam semalam bila terjadi turun naik tanah. Turun naik tanah di permukaan terjadi bila di bawah permukaannya ada yang bergerak. Pada zaman Erlangga, biasa terjadi suatu wilayah subur tiba2 mengering dan di tempat lain sebaliknya yang terjadi, semuanya karena perpindahan alur2 sungai yang mendadak, bukan karena proses meandering, lebih karena deformasi. Salam, Awang From: fatchurza...@yahoo.co.id fatchurza...@yahoo.co.id; To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id; Subject: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Sent: Sat, Nov 17, 2012 3:23:36 PM Pak Awang perpindahan antiklin ini
Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Pak Amin, Terima kasih atas koreksinya. Iya, lokasi Metatu tak termasuk Delta Brantas, tetapi delta kecil Kali Lamong (walaupun deltanya tak definitif). Hanya, secara regional, baik Delta Brantas maupun Kali Lomong secara regional terletak di kawasan Kendeng Deep yang secara regional, dari Cepu-Selat Madura merupakan cekungan elisional yang aktif sehingga diapirisme biasa bermain di sini. Wilayah paling tenggelam di sini, Selat Madura, berdasarkan data seismik terbaru menunjukkan keberadaan struktur2 diapir dan beberapa gununglumpur di dasar lautnya. Mungkin lebih cocok gejala diapirisme, di banyak tempat di wilayah yang mengalami sedimentasi dengan cepat, banyak ditemukan antiklin2 sebenarnya hanya manifestasi permukaan suatu diapirisme. Shale diapirism kelihatannya lebih cocok daripada salt diapirs atau salt tectonics secara definitif sebab paleogeografi Cekungan Jawa Timur tak pernah jadi lingkungan evaporitik sempurna atau sabkha yang akan menyebabkan pengendapan sedimen2 seperti evaporit, halit atau anhidrit. Sedimennya memang dulu diendapkan di laut atau laguna, sehingga air asin yang keluar, juga fosil2 marin, tetapi tidak berarti ada lapisan garam, konsentrasi bisa saja terjadi, seperti yang terjadi di Bledug Kuwu yang airnya lalu diuapkan dan garamnya diambil. Salam, Awang --- Pada Ming, 18/11/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis: Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Minggu, 18 November, 2012, 5:30 PM Makasih, tar aku mint pake laptop. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: amien widodo amienwid...@yahoo.com Date: Sun, 18 Nov 2012 17:54:41 +0800 (SGT) To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Fakta 1. Semburan Lumpur gas tersebut terjadi di Waduk Metatu, beberapa meter dari sumur tua gas peninggalan Belanda. Sekitar 1 kilometer dari Desa Metatu tepatnya 300 meter dari Jalan Raya Metatu. Semburan ini pertama kali ditemukan penduduk sekitar hari Selasa 13 Nopember 2012. Pada walnya ketinggian semburan mencapai 10 meter , sekarang tinggal beberap cm saja. Sekitar lokasi semburan tersebut ada 8 sumur tua yang sempat dieksploitasi secara tradisional hingga keluar minyak yang berupa latung. 2. Secara geologi ada di sekitar ANTIKLIN yang sudah lama muncul migas di beberap[a tempat seperti yang ada di Surabaya, Benjeng dll. Hampir semua kemunculan migas ada di sekitar puncak antiklin (Gambar). Ini menunjukkan bahwa Semburan Metatu tidak ada di DELTA Brantas, tapi ada di Delta Kali LaMong. Munculnya gundukan tanah yang membelokkan K Brantas, bisa jadi disebabkan oleh : (Fakta : Tahun 2002 saat huajn besar dan banjir dimana mana ada sawah yang naik sekitar 1 meter) 1. Prograde delta 2. Growth fault 3. SALT TECTONIC Semoga membantu, BTW kalau ada yang tertarik tentang SALT TECTONIC via japri saja, Jurnal filenya sangat besar AW From: o - musakti o_musa...@yahoo.com.au To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, November 17, 2012 11:28 PM Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Kalau delta switching alias avulsion, curigaku lebih karena equilibrium surfacenya terlampaui. Mekanismenya bisa melalui levee breach saat banjir besar... Kasus switching delta missisipi sepanjang abad 20 bisa jadi case study. Setahu saya gak ada hubungannya (atau dominan bukan dikontrol oleh) dengan subsurface structure. From: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com; To: iagi-net@iagi.or.id; Subject: Re: Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI Sent: Sun, Nov 18, 2012 6:57:20 AM Pak Awang , kalau proses terjadinya jangka waktunya harian , apa kejadian serupa secara natural tidak tercatat pada zaman sekarang ? On Nov 18, 2012 7:37 AM, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: Pak Fatchur, Bukan Paleosen, tetapi Pliosen-Resen, antiklin2 tersebut sangat dangkal. Prasasti Klagen oleh Erlangga 1034 Saka menyebutkan perpindahan alur Sungai Brantas dalam semalam saja. Plotting alur sungai tersebut tepat di atas salah satu dari tujuh antiklin berarah barat-timur di bawah Delta Brantas. Alur sungai di permukaan hanya dapat berubah dalam semalam bila terjadi turun naik tanah. Turun naik tanah di permukaan terjadi bila di bawah permukaannya ada yang bergerak. Pada zaman Erlangga, biasa terjadi suatu wilayah subur tiba2 mengering dan di tempat lain sebaliknya yang terjadi, semuanya karena perpindahan alur2 sungai yang mendadak, bukan karena proses meandering, lebih karena deformasi. Salam, Awang From: fatchurza...@yahoo.co.id fatchurza...@yahoo.co.id; To: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id; Subject: Re: Bls: Re: [iagi-net-l
Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Pak Wildan, Sayabtak punya info tentang penelitian2 tersebut apakah pernah dilakukan. Barangkali kawan2 dari rumpun ilmu kebumian ITS tahu tentang ini, silakan untuk menginfokan. Perpindahan alur sungai Brantas dan akibatnya atas delta Brantas dapat dipelajari dari data perbandingan foto2 udara yang diambil beberapa kali selama puluhan tahun, kalau ada datanya. Memang data itu akan berguna sekali untuk pola sedimentasi sedimen Plistosen-Resen di Selat Madura. Antiklin2 yang saya ceritakan itu pertama kali dipetakan oleh Duyfjes (1938) pada Lembar 116 Sidoarjo. Tetapi tak ditemukan info juga tentang dinamika pergerakan antiklin2 ini. Salam, Awang
Bls: Re: Bls: Re: [iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Pak Fatchur, Bukan Paleosen, tetapi Pliosen-Resen, antiklin2 tersebut sangat dangkal. Prasasti Klagen oleh Erlangga 1034 Saka menyebutkan perpindahan alur Sungai Brantas dalam semalam saja. Plotting alur sungai tersebut tepat di atas salah satu dari tujuh antiklin berarah barat-timur di bawah Delta Brantas. Alur sungai di permukaan hanya dapat berubah dalam semalam bila terjadi turun naik tanah. Turun naik tanah di permukaan terjadi bila di bawah permukaannya ada yang bergerak. Pada zaman Erlangga, biasa terjadi suatu wilayah subur tiba2 mengering dan di tempat lain sebaliknya yang terjadi, semuanya karena perpindahan alur2 sungai yang mendadak, bukan karena proses meandering, lebih karena deformasi. Salam, Awang
Bls: Re: [iagi-net-l] Arc volcanism Paleogen di Bali-Lombok-Sumbawa
Evolusi setiap pulau di Nusa Tenggara cukup kompleks dan suka diperdebatkan. Mempelajari pulau2 di Nusa Tenggara harus dibedakan antara pulau2 oseanik dan pulau2 kontinental. Pulau2 oseanik artinya pulau2 yang muncul dari kerak samudra yang terisolasi dari kerak benua sebagai hasil subduksi oseanik ke oseanik. Pulau2 oseanik ini di Nusa Tenggara membentuk baik busur dalam yang volkanik maupun busur luar yang non-volkanik. Semua pulau oseanik ini umurnya lebih muda daripada mid-Miosen (15 Ma). Pulau2 seperti ini misalnya Lombok-Sumbawa-Flores-Alor-Wetar-Damar-dst.di Busur Banda. Pulau2 kontinental masih merupakan bagian dari massa benua, masih berposisi di paparan benua, hanya dipisahkan oleh laut zaman deglasiasi, misalnya Bali, keraknya bisa benua bisa transisi. Termasuk ke dalam jenis ini adalah pulau berkerak benua, tetapi sudah terpisah dari massa benuanya akibat peristiwa tektonik pada zaman Paleogen. Contoh pulau seperti ini adalah Sumba. Ini kita sebut fragmen benua, mikro-kontinen, atau island raft. Lombok dan Sumbawa adalah busur kepulauan sebelah dalam yang bersifat volkanik (inner volcanic island arc). Semua pulau busur dalam ini secara struktur adalah yang paling sederhana di Nusa Tenggara, merupakan pulau2 oseanik volkanik muda ( 15 Ma), seringkali ditumbuhi terumbu karang di pinggirnya atau material sediment yang berasal dari erosi bagian utama pulau dan terlonggok (terakumulasi) di antara lidah-lidah lava dan material ekstrusi volkanik lainnya. Lombok dan Sumbawa merupakan bagian paling timur Busur Sunda. Setelah Sumbawa, pulau2 volkanik ke sebelah timurnya kita sebut Busur Banda. Batas antara Busur Sunda dan Busur Banda ini oleh Audley-Charles (1975) pernah disebut sebagai Sumba Fracture, bahkan ia menyebutkan bahwa batas ini sebagai batas struktur antara Indonesia Barat dan Timur. Dalam beberapa makalah (Satyana, 2003; Satyana Purwaningsih, 2011), saya menyambungkan Sumba Fracture ini ke suatu diskontinuitas di Laut Flores, lalu masuk ke Lengan Sulawesi Selatan dan menyambungkannya ke Walanae Fault sebuah lembah sangat dalam di lengan Sulawesi dan menggunakan diskontinuitas besar ini sebagai jalan untuk island raft Sumba berpindah dari tepi tenggara Sundaland ke tempatnya sekarang pada Paleogen sebelum Busur Banda menghalanginya (dalam suatu proses bernama slivering of the continent). Lombok dan Sumbawa pun karena posisinya paling barat sebagai pulau2 volkanik di Nusa Tenggara mereka paling tua umurnya sebab dari Busur Sunda ke Busur Banda cenderung material penyusunnya semakin muda bergerak ke timur. Bila kita urutkan dari kala tua ke kala muda, Pulau Lombok dan Sumbawa mempunyai sejarah sebagai berikut : - sebelum Miosen : tak ada kedua pulau ini - base of pre-Miocene marine rocks (belum teridentifikasi, bisa ada bisa tidak) - Miocene : southern volcanoes form (submarine volcanoes) - Mio-Pliocene : sub-aerial volcanoes (makin bergerak ke utara) - Pleistocene : coral reefs form and are uplifted; 0.2 Ma northern volcanoes form - 0.04 Ma : Tamboras first caldera formed - Holocene : Central plain infills Dapat kita lihat bahwa di kedua pulau ini (juga hampir semua pulau di busur dalam Nusa Tenggara) terdapat dua mountain land (southern dan northern) yang terbentuk : gunungapi2 Mio-Pliosen yang sekarang tererosi tahap tua membentuk pematang-pematang sempit tertoreh dalam, dan gunungapi2 aktif Kuarter muda yang bentuknya masih kerucut. Ini mencerminkan perkembangan busur volkanik bagian dalam seiring dengan bergeraknya zone subduksi ke utara. Di Lombok dan Sumbawa jalur volkanik tua ada di sebelah selatan. Sisa-sisa gunungapi tua andesitik-basaltik ini misalnya Gunung Mareje (716 m) di dekat Mataram Lombok atau Gunung Sepakat dan Gunung Dinding di Sumbawa selatan. Di sekitar gunung ini dapat dipelajari dengan baik bagaimana asal dan sekuen gunung ini dalam hubungannya dengan batuan sediment yang tersingkap di sekitarnya, apakah intrusi magmatik yang menerobos batuan sediment lebih tua, apakah gunungapi tua yang di pinggirnya ditumbuhi terumbu karang, dsb. Pengangkatan Resen terjadi sangat kuat di sebelah selatan Lombok-Sumbawa. Batugamping dan konglomerat dari gunungapi2 tua terangkat membentuk tebing pantai, misalnya di dekat Kuta dan Blongas di Lombok selatan (bandingkan dengan pantai Uluwatu, Bali selatan hal yang sama juga). Dataran tinggi sebelah selatan Taliwang di Sumbawa baratdaya, juga merupakan uplifted coral limestones yang dulunya tumbuh menumpu (onlap) gunungapi andesitik ke sebelah selatan dan tenggaranya. Maka, di Lombok dan Sumbawa sebenarnya ada dua massif volkanik, di sebelah selatan yang lebih tua (Miosen-Pliosen), dan di sebelah utara yang lebih muda (Pleistosen-Holosen). Kedua masiff ini dipisahkan di bagian tengahnya oleh sebuah jalur laut dangkal yang kemudian terisi oleh endapan volkanik
[iagi-net-l] SEMBURAN LUMPUR-GAS METATU: SEBUAH PERULANGAN GEO-HISTORI
Semburan lumpur-gas yang sedang terjadi di Metatu, Gresik, Jawa Timur adalah sebuah perulangan geologi yang pernah juga terjadi di dalam sejarah di wilayah regional Gresik dan sekitarnya. Maret 2012 yang lalu saya membawa sebuah komunitas pencinta geo-histori Indonesia, Geotrek Indonesia (GI), ke Trowulan-LUSI-Bromo. Atas izin dan bantuan BPLS, mereka saat itu pernah merasakan berada di tengah-tengah LUSI dan berjalan di atas lumpurnya yang telah padat dan kering meskipun belum cukup mengeras serta mengumpulkan cangkang2 (fosil) hewan laut berumur 5 juta tahun yl (Pliosen). Cangkang2 ini adalah bagian materi yang pernah disemburkan LUSI sejak enam tahun yl. Sementara itu, jauh lebih ke tengah lagi, para peserta dapat menyaksikan LUSI masih menyemburkan lumpur dan air hangat-panas dengan uap putihnya. Penelitian terakhir mengindikasi bahwa semburan LUSI telah menyatu dengan sistem geotermal-panasbumi Gunung Arjuno yang duduk menyaksikan LUSI di sebelah selatannya. Para peserta GI saat berkunjung ke museum Trowulan pun sempat melihat foto di dinding yang bertuliskan Henry Maclaine Pont, ya dia adalah seorang ahli pada zaman Belanda yang menggali bekas ibukota Kerajaan Majapahit ini. Tetapi ada satu orang lagi yang namanya tak banyak dikenal orang, seorang insinyur ahli geohidrologi pada zaman Belanda yang meneliti dinamika wilayah Delta Brantas, James Nash. Pont dan Nash membuka mata kita (paling tidak saya) akan bagaimana sesungguhnya geologi punya peranan dalam menutup kisah Majapahit. Inleiding tot het bezoek aan het emplacement en aan de bouwvallen van Madjapahit (Djawa Tijdschrift van het Java Instituut, 171-174) (Maclaine Pont, 1939) dan Enige voorlopige opmerkingen omtrent de hydrogeologie ser Brantas vlakte (Handelingen van 6de Nederlandsche Indische Natuur Wetenschappelijke Congres) (James Nash, 1938) adalah dua laporan penting kedua ahli tersebut yang menerangkan bagaimana dinamiknya di bawah permukaan wilayah bernama Delta Brantas ini. Ini nanti akan berhubungan dengan semburan lumpur dan gas metana di wilayah Gresik, juga LUSI yang saya terangkan kepada komunitas GI dikelas malam di sebuah rumah di tepi kaldera Tengger pada malam berhujan angin Maret 2012. Menurut Nash (1938), tanah Delta Brantas tidak stabil sebab di bawahnya masih terus saja bergerak tujuh jajaran antiklin (lipatan batuan mencembung) di tempat dangkal yang merupakan sambungan ujung Pegunungan Kendeng yang mengarah ke Selat Madura lewat bawah tanah. Pont (1939) menambahkan bahwa di Delta Brantas masih terus terjadi kenaikan dan penurunan tanah yang berpengaruh kepada perubahan alur Sungai Brantas. Daldjoeni (1992) seorang ahli geografi yang produktif menulis buku dan pernah menulis tentang Geografi Kesejarahan Indonesia menambahkan bahwa bagaimana Majapahit pernah punya pelabuhan Canggu kemudian menutupnya, dipengaruhi oleh dinamika Delta Brantas ini. Mundurnya Majapahit sebagai penguasa perairan Nusantara dapat dihubungkan dengan mundurnya fungsi Delta Brantas yang didahului rentetan bencana geomorfologis yang dalam buku-buku sejarah tidak pernah ditulis. Namun sebagai gejala alami, sejarah mencatat beberapa hal sbb di bawah ini. 1. Rusaknya tanggul-tanggul Sungai Brantas di dekat Wringinsapta yang lalu diperbaiki oleh Erlangga pada tahun 1037 Saka (prasasti Kelagyan/Klagen). 2. Bencana yang dalam buku Pararaton disebut banyu pindah (tahun 1256 Saka) 3. Bencana yang dalam buku Pararaton dosebut pagunung anyar (tahun 1296 Saka) Penelitian2 selanjutnya (a.l Satyana, 2007) menunjukkan bahwa banyu pindah adalah berpindahnya secara tiba2 Sungai Brantas karena bergeraknya antiklin dangkal di bawahnya, sementara pagunung anyar adalah letusan atau semburan gununglumpur Penelitian2 juga telah menemukan bukti2 bahwa pernah terjadi beberapa kali kenaikan tanah yang pangkalnya adalah bukit Tunggorono di sebelah selatan Jombang lalu menjalar ke Jombatan dan Segunung yang akhirnya mengangkat Canggu sehingga Canggu tak bisa lagi sebagai pelabuhan. Pengangkatan berakhir di Bangsal, sebuah wilayah di sebelah timur Canggu yang dikelilingi oleh bukit2 gununglumpur tua yang oleh nama lokal diberi nama: Gununganyar, Denanyar, atau Redianyar (semuanya gunungbaru, gunung yang tiba2 terjadi oleh sebuah gununglumpur - mud volcano). Demikianlah kisah yang terjadi dalam sejarah sejak Kahuripan sampai Majapahit sekitar 900-500 tahun yang lalu. Cerita rakyat Timun Mas yang berkembang pada masa Jenggala, bila dimengerti ceritanya dengan baik, sesungguhnya adalah sebuah kisah bernuansa dichtung und wahrheit (Satyana, 2007) yang menunjukkan bagaimana sebuah gununglumpur terjadi di wilayah Jenggala, seperti LUSI sekarang di Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo adalah ex wilayah Jenggala. Tempatnya masih sama, Delta Brantas, sekarang yang berada di atasnya bukan lagi Kahuripan, Jenggala atau Majapahit, tetapi Kabupaten Gresik, Lamongan, Jombang, Sidoarjo juga Kodya Surabaya. Hukum uniformisme
Re: [iagi-net-l] PASCA PEMBUBARAN BPMIGAS DAN PIDATO SBY
BPMIGAS produk UU Migas 22/2001 yang kata orang2 pro-asing, sehingga BPMIGAS juga dicap pro-asing, maka dibubarkan, inkonstitusional bahasa hukumnya, padahal itu alasan yang dicari-cari saja oleh lembaga2, ormas2, orang2, termasuk para profesional yang tak ingin BPMIGAS ada. Saya 10 tahun di BPMIGAS sejak lembaga ini ada (16 Juli 2002) sampai dimatikan secara paksa dan kasar Selasa 13 Nov 2012. (kasar karena gak ada transisinya, membuat semua orang dan Kontraktor bingung, tak tahu bahwa eksesnya bisa ratusan milyar-1 trilyun rupiah sehari). Yang saya dkk lakukan di BPMIGAS justru adalah berusaha dengan cara seprofesional mungkin diskusi dengan kawan2 Kontraktor nasional dan asing sambil menjaga semampu mungkin kepentingan Negara/Pemerintah dalam berkontrak dengan para Kontraktor sebab untuk menjaga kepentingan Negara/Pemerintahlah BPMIGAS dibentuk. Bila ada studi-studi yang bisa dilakukan di DN tetapi mau dibawa ke LN, kami tak setujui secara profesional, dan usahakan dilakukan oleh teman2 universitas atau konsultan DN. Bila masa tugas expat habis dan minta perpanjang, kami cek dulu ketersediaan tenaga nasionalnya, kalau ada dan mampu, tenaga nasional diprioritaskan. Pemberdayaan kapasitas nasional dalam barang dan jasa diamanatkan ke BPMIGAS, dan itu kami lakukan semampu kami bisa meskipun seringkali melalui diskusi2 yang alot dan panjang bersama kawan2 K3S. Nah kok ada yang mengecap kami pro-asing? Keberadaan BPMIGAS inkonstitusional? Pendapat Hakim MK, Harjono yang berbeda sendiri dari rekan2nya termasuk dengan Mahfud MD, patut diperhatikan. Pak Harjono mengajukan tujuh argumen bahwa BPMIGAS tak seharusnya dibubarkan: 1. MK kurang saksama dalam mempertiimbangkan legal standing para pemohon pengujian UU Migas, yaitu bagaimana para pemohon ini dirugikan oleh UU Migas belumlah jelas. 2. Pembentukan UU dan badan Pemerintah tidaklah menyalahi UUD45 sebab UU dibuat oleh DPR dan badan Pemerintah oleh Presiden yang keduanya dinyatakan wewenangnya untuk itu di dalam UUD45. DPR dan Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dan merepresentasikan kedaulatan rakyat. 3. Pembentukan badan2 Pemerintah dengan UU adalah konstitusional sebab UU-nya sendiri konstitusional dan melalui proses politik yang sah, produk UU harus dihargai dan dubuat oleh DPR a.n kedaulatan rakyat. 4. Pasal 33 UUD45 ayat 5 menyatakan bahwa pelaksanaan pasal ini akan diatur dalam suatu UU, pasal ini tak mengatur badan mana yang melaksanakannya, itu kemudian akan diatur oleh UU. Lahirlah UU Migas dan lahirlah BPMIGAS. Maka BPMIGAS tak melanggar struktur menurut UUD sebab memang itu diamanatkan. Kadar Negara dalam pembentukan BPMIGAS sangat kuat sebab ia dibentuk oleh dan atas konsultasi dua Lembaga Tinggi Negara: Presiden dan DPR. Kadar kenegeraan Kepala BPMIGAS bahkan lebih besar dari seorang Menteri sebab Menteri hanya diangkat oleh Presiden sementara seorang Kepala BPMIGAS harus dikonsultasikan dulu dengan DPR sebelum diangkat Presiden. 5. Saat berkontrak dengan K3S, BPMIGAS akan menjadi buffer Negara/Pemerintah. Jadi bila terjadi sengketa, kedudukan Negara/Pemerintah tidak degradasi satu posisi dengan Kontraktor sebab ada BPMIGAS yang maju dalam sengketa. 6. Kontrak Kerja Sama bukan produk BPMIGAS, tetapi produk UU Migas yang prosesnya dilakukan oleh Pemerintah/Ditjen Migas. Berkontrak dengan investor asing jelas masih dibutuhkan sebab Negara tidak punya kemampuan finansial dan teknologi untuk mengerjakan wilayah2 berisko tinggi atau investasi teknologi tinggi dan mahal. Lagipula kontrak itu juga ada akhirnya. 7. MK dalam memutuskan tidak mempermasalahkan ada tidaknya penyalahgunaan kekuasaan di BPMIGAS, padahal kerugian yang diakibatkannya harus nyata terdapat dan dapat dibuktikan oleh para pemohon, sehingga suatu konstitusi layak diuji. Berdasarkan uraian tersebut, pembentukan BPMIGAS tidak bertentangan dengan struktur UUD. BPMIGAS punya kadar sebagai entitas negara yang cukup kuat karena dibentuk berdasarkan UU, penunjukkan Kepala BPMIGAS melibatkan dua Lembaga Tinggi Negara, DPR dan Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Para pemohon tidak dapat membuktikan secara eksplisit kerugian konstitusionalnya namun hanya merupakan konstatasi. Mahkamah juga belum cukup mempertimbangkan kerugian konstitusional apa sebenarnya yang dialami para pemohon. Oleh karenanya permohonan para pemohon tidak terbukti secara hukum dan oleh karenanya harus ditolak. (Harjono, Hakim MK, dalam memberikan dissenting opinion atas putusan MK, Selasa 13 Nov 2012). Tetapi BPMIGAS tidak ada lagi sekarang, terlepas ia konstitusional atau inkonstitusional. Mungkin BPMIGAS adalah sebuah korban untuk kepentingan politis yang lebih besar. Yang jelas, kami di BPMIGAS berusaha bekerja semampu mungkin dengan kode DNA PRUDENT - professional, responsive, unity in diversity, decisive, ethics, nation focused, trustworthy. Tidak berpolitik. Tetapi apa yang kami lakukan sehari-hari itu masih tidak
Bls: Re: [iagi-net-l] Arc volcanism Paleogen di Bali-Lombok-Sumbawa
Minarwan, Barangkali artikel2 ini bisa membantu. Abbot Chamalaun, 1981, Geochronology of some Banda arc volcanics, Barber Wiryosujono, eds, The Geology and Tectonics of Eastern Indonesia, GRDC Spec Publ 2, 253-268. Ali, 1997, Batu Hijau prophyry copper-gold deposit, exploration and evaluation, Proceedings IAGI, 26 th annu. Conv., 193-205. Elburg et al., 2004, Subducted upper and lower continental crust contributes to magmatism in the collision sector of the Sunda-Banda arc, Indonesia, Geology 32, 1, 41-54. Muller et al., 2008, From subduction to collision: the Sunda-Banda Arc transition, Eos Trans. American Geophysical Union 89, 6, 49-50. Poorter et al., 1991, Chemical and isotopic compositions of volcanic gases from the East Sunda and Banda arcs, Indonesia, Geochim. Cosmochim. Acta 55, 12, 3795-3807. Salam, Awang
Re: [iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS
Herry, Terima kasih infonya. Tetapi data terbaru seismik Selat Makassar dan juga data gravity di bawah Meratus menunjukkan bahwa mekanisme emplacement ofiolit benar secara obduksi, hanya bukan backthrusting akibat rrifting Makassar Strait; melainkan sebagai overthrusting atas mikrokontinen Paternoster yang tertarik ke asternosfer sebelum mikrokontinen ini break off dengan bagian oceanic crust di depannya. Rifting Selat Makassar tak berhubungan dengan pengangkatan atau emplacement Meratus. Salam, Awang --- Pada Sel, 9/10/12, Herry Maulana hmaulana1...@yahoo.com menulis: Dari: Herry Maulana hmaulana1...@yahoo.com Judul: Re: [iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS Kepada: awangsaty...@yahoo.com awangsaty...@yahoo.com Tanggal: Selasa, 9 Oktober, 2012, 9:56 AM Menarik pak Awang, Saya ingat pak Pulunggono almarhum pernah menyampaikan pendapat serupa sekitar tahun 1997-an (saya masih kuliah), mekanisme yang beliau kemukakan untuk Meratus adalah obduksi juga, tapi mekanisme singkapan terjadi karena ada back-thrust akibat rifting Makassar. Yang saya ingat beliau pun mem-propose Bantimala sebagai bagian dari Sundaland subduction (Ciletuh, Luk Ulo-Bantimala) di umur Cretaceous-Paleocene, bukan Meratus. From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com To: IAGI iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com Sent: Tuesday, 9 October 2012 10:40 AM Subject: [iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS Dalam tektonik lempeng Indonesia, diajarkan kepada para mahasiswa geologi Indonesia bahwa jalur subduksi berumur Kapur Akhir adalah jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo-Meratus, itu didasarkan terutama atas singkapan ofiolit di ketiga tempat tersebut. Konsep ini berasal dari Katili (1971, 1980) dan Hamilton (1973, 1979). Tetapi dilihat dari massa sebaran dan komposisi ofiolit ketiga daerah itu, dan analisis menggunakan terrane tectonics yang berkembang pada pertengahan 1980-an (misalnya Howell, 1986) nyata bahwa ofiolit Meratus lain sendiri dibandingkan dengan Ciletuh dan Luk Ulo. Kelainan Meratus adalah bahwa runtunan/suite ofiolitnya lebih lengkap, lebih luas, dan lebih tua (pada umur metamorfisme dan kandungan radiolarianya, yaitu Middle Cretaceous), dibandingkan runtunan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo yang tidak lengkap (dismembered), setempat-setempat dan lebih muda (Late Cretaceous-earliest Paleocene). Kelengkapan dan keluasan runtunan ofiolit Meratus menunjukkan bahwa ia akibat proses overthrusting obduksi, sedangkan ketidaklengkapan dan distribusi setempat-setempat ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo menunjukkan bahwa mereka akibat proses scrapping off subduksi. Dengan perbedaan itu, apakah benar bahwa Meratus masih bagian jalur Ciletuh-Luk Ulo? Menurut hemat saya tidak. Meratus berdiri sendiri. Ofiolitnya adalah suture kerak samudera Meso-Tethys akibat benturan terrane kontinen SW Kalimantan/Schwaner dengan terrane kontinen Paternoster yang berbenturan pada Middle Cretaceous. Sebagian kerak samudera itu lepas/detached/splitting dari induknya dan saat ini obducted di atas Paternoster sebagai massa ofiolit yang rootless, tak berakar. Sementara ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo adalah hasil subduksi Late Cretaceous, terjadi di sebelah luar lebih ke arah samudera daripada Meratus, dan terjadi pada periode berikutnya. Di Sulawesi Selatan terdapat daerah Bantimala dengan singkapan ofiolit dan melange menyerupai Ciletuh dan Luk Ulo, juga dengan umur yang sama. Maka menurut hemat saya, jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo bukan ke Meratus, tetapi ke Bantimala. Meratus adalah hasil obduksi bukan subduksi, jadi bukan bagian jalur subduksi tersebut. Pendapat ini tentu punya implikasi atas sejarah tektonik Sundaland, termasuk kepada keberadaan hidrokarbon di Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Selat Makassar, dan Sulawesi Selatan. Pendapat2 di atas sudah saya sampaikan sejak 2003, baik di pertemuan IAGI, HAGI, IPA (2010), dan AAPG (2012) di Singapore dalam suatu sesi presentasi undangan Charles Hutchison Memorial. Charles Hutchison adalah seorang ahli tektonik SE Asia yang banyak menulis geologi, tektonik, energi dan mineralisasi SE Asia sejak tahun 1970-an. Hutchison meninggal tahun 2011 lalu. Salam, Awang
[iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS
Meratus ke utaranya)..yang sudah memberikan kontribusi bagi temuan hidrokarbon pada Kujung Reef play di NEJB. Tapi ke depannya, menurut saya, masih banyak play yang lebih seru dari sekedar Carbonate/Reef ini..going deeper, kita masih punya Ngimbang dan sangat mungkin sekali : Pre-Ngimbang. Pre-Ngimbang ini mestinya sudah menjadi batuan malihan, dan kalau saya tidak salah, ini adalah produk dari sistem pengendapan rifting di Argoland sebelum drift ke arah Sundaland atau pada perjalanan nya ke utara (sundaland). Di JS-1 Ridge (offshore Madura), batuan malihan ini menunjukkan indikasi keberadaan hidrokarbon melalui konsep wrench fault (asumsi sementara: fractured). Nah, kaitannya dengan lokasi suture tadi kita akan lebih mudah mengetahui penyebaran pre-Ngimbang ini. Kelihatannya perlu kajian regional dengan dukungan data yang baik tentunya..kami yang bekerja di operator cukup kesulitan untuk merangkai puzzle ini dengan data yang terbatas :) salam, Hade B Maulin From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com To: IAGI iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com Sent: Tuesday, October 9, 2012 9:40 AM Subject: [Geo_unpad] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS Dalam tektonik lempeng Indonesia, diajarkan kepada para mahasiswa geologi Indonesia bahwa jalur subduksi berumur Kapur Akhir adalah jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo-Meratus, itu didasarkan terutama atas singkapan ofiolit di ketiga tempat tersebut. Konsep ini berasal dari Katili (1971, 1980) dan Hamilton (1973, 1979). Tetapi dilihat dari massa sebaran dan komposisi ofiolit ketiga daerah itu, dan analisis menggunakan terrane tectonics yang berkembang pada pertengahan 1980-an (misalnya Howell, 1986) nyata bahwa ofiolit Meratus lain sendiri dibandingkan dengan Ciletuh dan Luk Ulo. Kelainan Meratus adalah bahwa runtunan/suite ofiolitnya lebih lengkap, lebih luas, dan lebih tua (pada umur metamorfisme dan kandungan radiolarianya, yaitu Middle Cretaceous), dibandingkan runtunan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo yang tidak lengkap (dismembered), setempat-setempat dan lebih muda (Late Cretaceous-earliest Paleocene). Kelengkapan dan keluasan runtunan ofiolit Meratus menunjukkan bahwa ia akibat proses overthrusting obduksi, sedangkan ketidaklengkapan dan distribusi setempat-setempat ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo menunjukkan bahwa mereka akibat proses scrapping off subduksi. Dengan perbedaan itu, apakah benar bahwa Meratus masih bagian jalur Ciletuh-Luk Ulo? Menurut hemat saya tidak. Meratus berdiri sendiri. Ofiolitnya adalah suture kerak samudera Meso-Tethys akibat benturan terrane kontinen SW Kalimantan/Schwaner dengan terrane kontinen Paternoster yang berbenturan pada Middle Cretaceous. Sebagian kerak samudera itu lepas/detached/splitting dari induknya dan saat ini obducted di atas Paternoster sebagai massa ofiolit yang rootless, tak berakar. Sementara ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo adalah hasil subduksi Late Cretaceous, terjadi di sebelah luar lebih ke arah samudera daripada Meratus, dan terjadi pada periode berikutnya. Di Sulawesi Selatan terdapat daerah Bantimala dengan singkapan ofiolit dan melange menyerupai Ciletuh dan Luk Ulo, juga dengan umur yang sama. Maka menurut hemat saya, jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo bukan ke Meratus, tetapi ke Bantimala. Meratus adalah hasil obduksi bukan subduksi, jadi bukan bagian jalur subduksi tersebut. Pendapat ini tentu punya implikasi atas sejarah tektonik Sundaland, termasuk kepada keberadaan hidrokarbon di Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Selat Makassar, dan Sulawesi Selatan. Pendapat2 di atas sudah saya sampaikan sejak 2003, baik di pertemuan IAGI, HAGI, IPA (2010), dan AAPG (2012) di Singapore dalam suatu sesi presentasi undangan Charles Hutchison Memorial. Charles Hutchison adalah seorang ahli tektonik SE Asia yang banyak menulis geologi, tektonik, energi dan mineralisasi SE Asia sejak tahun 1970-an. Hutchison meninggal tahun 2011 lalu. Salam, Awang __._,_.___ Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (3) Recent Activity: New Members 1 Visit Your Group Please Visit Our Website @ http://geounpad.ac.id/ and Our Forum @ http://forum.geounpad.ac.id/ REKENING PENYALURAN BEASISWA : Bank Mandiri Cab : Pertamina a/n Devi Rahayu no rek : 1190005761448 Moderators: Budhi Setiawan '91 bu...@wgtt.org Edi Suwandi Utoro '92 ed...@dongenergy.no Sandiaji '94 sandi...@noortechasia.com Wanasherpa '97 wanashe...@eniindonesia.co.id Satya '2000 satya_geoun...@yahoo.com Andri '2004 andri_yuma...@cnooc.co.id Brianto Adhie SW '2008 brianto_ge...@yahoo.com Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use • Send us Feedback . __,_._,___
[iagi-net-l] REVIEW JALUR SUBDUKSI CILETUH-LUK ULO-MERATUS
Dalam tektonik lempeng Indonesia, diajarkan kepada para mahasiswa geologi Indonesia bahwa jalur subduksi berumur Kapur Akhir adalah jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo-Meratus, itu didasarkan terutama atas singkapan ofiolit di ketiga tempat tersebut. Konsep ini berasal dari Katili (1971, 1980) dan Hamilton (1973, 1979). Tetapi dilihat dari massa sebaran dan komposisi ofiolit ketiga daerah itu, dan analisis menggunakan terrane tectonics yang berkembang pada pertengahan 1980-an (misalnya Howell, 1986) nyata bahwa ofiolit Meratus lain sendiri dibandingkan dengan Ciletuh dan Luk Ulo. Kelainan Meratus adalah bahwa runtunan/suite ofiolitnya lebih lengkap, lebih luas, dan lebih tua (pada umur metamorfisme dan kandungan radiolarianya, yaitu Middle Cretaceous), dibandingkan runtunan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo yang tidak lengkap (dismembered), setempat-setempat dan lebih muda (Late Cretaceous-earliest Paleocene). Kelengkapan dan keluasan runtunan ofiolit Meratus menunjukkan bahwa ia akibat proses overthrusting obduksi, sedangkan ketidaklengkapan dan distribusi setempat-setempat ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo menunjukkan bahwa mereka akibat proses scrapping off subduksi. Dengan perbedaan itu, apakah benar bahwa Meratus masih bagian jalur Ciletuh-Luk Ulo? Menurut hemat saya tidak. Meratus berdiri sendiri. Ofiolitnya adalah suture kerak samudera Meso-Tethys akibat benturan terrane kontinen SW Kalimantan/Schwaner dengan terrane kontinen Paternoster yang berbenturan pada Middle Cretaceous. Sebagian kerak samudera itu lepas/detached/splitting dari induknya dan saat ini obducted di atas Paternoster sebagai massa ofiolit yang rootless, tak berakar. Sementara ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo adalah hasil subduksi Late Cretaceous, terjadi di sebelah luar lebih ke arah samudera daripada Meratus, dan terjadi pada periode berikutnya. Di Sulawesi Selatan terdapat daerah Bantimala dengan singkapan ofiolit dan melange menyerupai Ciletuh dan Luk Ulo, juga dengan umur yang sama. Maka menurut hemat saya, jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo bukan ke Meratus, tetapi ke Bantimala. Meratus adalah hasil obduksi bukan subduksi, jadi bukan bagian jalur subduksi tersebut. Pendapat ini tentu punya implikasi atas sejarah tektonik Sundaland, termasuk kepada keberadaan hidrokarbon di Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Selat Makassar, dan Sulawesi Selatan. Pendapat2 di atas sudah saya sampaikan sejak 2003, baik di pertemuan IAGI, HAGI, IPA (2010), dan AAPG (2012) di Singapore dalam suatu sesi presentasi undangan Charles Hutchison Memorial. Charles Hutchison adalah seorang ahli tektonik SE Asia yang banyak menulis geologi, tektonik, energi dan mineralisasi SE Asia sejak tahun 1970-an. Hutchison meninggal tahun 2011 lalu. Salam, Awang
[iagi-net-l] RAFFLES, WALLACE, JUNGHUHN: PARA AUTODIDAK EKSTREMIS
Perlu dikagumi apa yang dapat dicapai oleh seseorang dalam keadaan histori tertentu apabila orang itu adalah tokoh yang luar biasa... (Rudigert Siebert dalam Deutsche Spuren in Indonesien, Horleman Verlag, 2002) Seorang bapak, guru matematika di sebuah sekolah menengah, bertanya kepada saya dalam Sarasehan Para Ilmuwan Perintis Indonesia yang diselenggarakan Geotrek Indonesia dan Badan Geologi, Pada masa kini, apakah peranan seorang autodidak dan ekstremis masih besar dan dapat dihargai dalam kehidupan? Pertanyaan ini dinspirasi oleh kisah hidup Raffles, Wallace dan Junghuhn yang berkarya sangat besar dan menentukan pada abad ke-19, padahal mereka semuanya autodidak dalam bidangnya. Mereka saya sebut para ekstremis karena karya mereka tak mungkin lahir kalau mereka biasa-biasa saja atau sedikit lebih, tidak, mereka berbuat yang ekstrem yang orang lain rasanya susah melakukannya kalau tak ada ekstremitas di jiwanya. Saya menjawabnya dulu secara lugas, autodidak dan ekstremitas adalah syarat mutlak buat seseorang punya karya besar dan diakui. Tidak ada karya besar, magnum opus, dilahirkan tanpa ekstremitas. Apakah pada masa kini seorang autodidak dihargai? Kita definisikan dulu autodidak di sini, yaitu orang yang belajar sendiri tanpa pendidikan formal di sekolah2. Jelas dia tak punya gelar akademik seperti diberikan di sekolah2 formal. Tetapi kemampuan tak berkorelasi positif dengan gelar, sekalipun itu seorang doktor atau gurubesar. Mestinya berkorelasi positif, tetapi ternyata tidak, suatu keanehan, tetapi kenyataan. Pada masa kini, masa ketika gelar2 akademik banyak dikejar dari yang junior sampai yang senior, masa ketika orang2 dengan gelar plus punya peluang lebih dalam berkarier, maka tak ada tempat buat seorang autodidak. Paling tidak, seorang autodidak sudah tersingkir sejak awal saat sebuah lowongan pekerjaan misalnya membutuhkan gelar minimal S2 dan seterusnya. Saya tak yakin seorang autodidak dengan kemampuan luarbiasa tetapi gelar minimal (S1) dipertimbangkan untuk diterima ketika spesifikasi lowongan mengharuskan gelar minimal adalah S2. Bagaimana bahwa orang2 sekarang mengejar gelar akademik plus adalah kenyataan bahwa para S1 sekarang ini lebih langka dibandingkan S2. Dan, marak perguruan2 tinggi mengadakan pendidikan2 pascasarjana entah yang reguler, maupun yang diadaptasi agar bisa ditempuh sambil bekerja demi tambahan gelar. Kembali kepada Raffles, Junghuhn dan Wallace. Stamford Raffles dengan karyanya, History of Java (1817) masih kuat menentukan analisis2 sejarah pada akhir abad ke-18 dan awal abad 19. Sebab Raffles dengan sangat detail menuliskan dan menggambarkan semua yang dilihatnya. Padahal, Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Jawa atau Bengkulu hanya bermodalkan sekolah sampai sederajat SMP, 14 tahun putus di tengah jalan. Kalau bukan autodidak dan ekstremitas, dia tak akan dapat menuliskan dengan sangat detail flora dan fauna, tentang adat-istiadat orang Jawa dan Sumatara, tentang bangunan2 bersejarah yang ditemukan kembali dan dibukanya, menggagas pendirian Kebun Raya Bogor, Museum Etnografi di Batavaia, atau namanya dipakai sebagai nama spesies di beberapa flora dan fauna di Indonesia. Bagaimana ia bisa memimpin dengan baik Jawa kalau bukan seorang autodidak sebab pendidikan politik pemerintahan pun tak ada di riwayat hidupnya. Junghuhn, tak ada satu pun gelar akademik dalam bidang ilmu pengetahuan alam ditambahkan kepada namanya. Dia memang seorang dokter militer, dokter karena profesi bukan akademik sebab sebagai dokter pun dia tak lulus sekolah karena banyak masalah. Tetapi, adakah orang dengan kecintaan dan antusiasme yang begitu berkobar seperti Junghuhn meneliti alam Jawa dan memetakannya selama 13 tahun termasuk mendaki semua gunungapi di Jawa dan menuliskannya dalam empat buku tebal yang bila ditumpuk akan setinggi 30 cm, belum ratusan atikelnya yang muncul di berbagai jurnal. Juga, peta topograi Jawa dengan ukuran 4x1 meter yang sangat akurat dan tak kalah dengan peta google masa kini padahal dibuat Junghuhn tahun 1855. Sampai sekarang, belum ada peneliti Jawa dengan minat dan ketekunan luar biasa seperti Junghuhn. Satu lagi, pada masanya, Junghuhn sering bentrok dengan para ilmuwan sekolahan macam CL Blume, kurator herbarium Kerajaan Belanda, juga dengan para ahli kimia saat Junghuhn membudidayakan kina. Kalau bukan penganut autodidak dan ekstremis, tak mungkin Junghuhn menghasilkan karya2 besarnya. Wallace meskipun hanya bersekolah sampai umur 13 tahun, toh dia menyaingi prestasi Charles Darwin dalam bidang evolusi dan seleksi alam. Wallace bukan orang akademik dan anggota perhimpunan ilmuwan yang terhormat Royal Society seperti Darwin. Dalam bidang biogeografi, dia tak tersaingi siapa pun pada masanya. Dan adakah gurubesar geologi pada masanya yang berpikir seperti Wallace bahwa Sulawesi itu dibangun oleh bagian2 kerakbumi yang saling berbenturan sehingga faunanya anomali? Tidak ada, tidak juga
[iagi-net-l] SISTEM SUNGAI MOLENGRAAFF, PAPARAN SUNDA
Sebuah berita bertajuk: Ditemukan, Jejak Sungai Purba di Utara Laut Jawa Sabtu, 18 Februari 2012 , di-posting seorang rekan di FB sebuah Group malam ini. Dilaporkan bahwa sungai2 purba ini ditemukan Tim Bencana Katastrofi Purba. Mungkin wartawannya ngawur ya... Perlu klarifikasi serius atas berita ini, meskipun ditulis Februari 2012. Sungai2 purba atau lebih tepatnya sungai2 tenggelam di Laut Jawa sampai Selat Malaka adalah isu lama, tentu saja penemunya bukan Tim Bencana Katastrofi Purba dan jejaknya juga bukan ditemukan oleh Dr. Wahyu Triyoso. Sungai-sungai purba di Laut Jawa dan Selat Malaka itu sudah ditemukan hampir 100 tahun lalu dan sudah dipublikasikan oleh GAF Molengraaff dan M Weber pada tahun 1919 dalam makalah berjudul Het verband tusschen den plistoceenen ijstijd en het ontstaan der Soenda-Zee en de invloed daarvan op de verspreiding der koraalriffen en on de land- en zoetwater fauna (Wis- en Nat. Afd. Kon. Akad. v. Wetensch., Amsterdam, 29 Nov 1919, 28, 497-544). Molengraaff adalah seorang ahli geologi dan Weber adalah seorang ahli biologi pada zaman Belanda di Indonesia. Garis Weber, garis kesetimbangan fauna Asiatik dan Australia di Indonesia bagian tengah adalah berasal dari namanya. Di Laut Jawa itu dan Selat Malaka itu, Molengraaff dari tahun 1919 telah memetakan alur-alur sungai yang tenggelam (drowning river system) yang terbagi menjadi dua alur sungai utama, yang dinamainya Sungai Sunda Utara di bawah Selat Malaka dan Sungai Sunda Selatan di bawah Laut Jawa. Nama lain kedua alur utama sungai itu juga sering disebut sebagai Sistem Sungai Molengraaff, mengikuti nama penemunya. Sungai Sunda Utara mempunyai daerah hulu di Sumatra dan Kalimantan Barat, dan bermuara ke Laut Cina Selatan, sedangkan Sungai Sunda Selatan mempunyai hulu di Jawa dan Kalimantan Selatan dengan muara di Selat Makassar. Lembah-lembah sungai yang terbenam ini sebagian sudah tertimbun lumpur. Tetapi penelitian geologi kelautan sejak akhir 1950-an oleh beberapa ekspedisi kelautan bekerja sama dengan pihak asing telah dapat mengenal keberadaan sungai2 besar ini. Dua lembah sungai besar di selatan Kalimantan Selatan, sebelah selatan Sampit, misalnya ditunjukkan di buku bagus tentang oseanografi Indonesia tulisan Anugerah Nontji (Djambatan, 1987): Laut Nusantara. Lebar lembah2 sungai ini antara 400-500 meter, dasar sungai purba ini 17-24 meter lebih dalam daripada dasar laut sekitarnya, dan terisi oleh endapan setebal 8-15 meter. Weber juga menunjukkan bahwa adanya sistem sungai-sungai Sunda ini dibuktikan oleh banyaknya persamaan jenis ikan tawar di sungai2 pesisir timur Sumatra dengan ikan2 di pesisir barat Kalimantan, padahal antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur tidak ada persamaan. Karena glasiasi-deglasiasi yang terus terjadi secara siklus di wilayah Paparan Sunda, sehingga saat glasiasi air laut menyurut dan turun lalu menyingkapkan paparan menjadi daratan (Sundaland) sebab air laut tertarik ke kutub2 Bumi menjadi es; dan saat deglasiasi terjadi pencairan es di kutub2 Bumi lalu air laut di mana2 naik, maka Sundaland kembali tenggelam menjadi Paparan Sunda (Sunda Shelf). Hasil penelitian geologi dapat menunjukkan jejak sejarah Paparan Sunda dan Sundaland. Kira2 170.000 tahun lampau muka laut berada kira-kira 200 meter lebih rendah dari sekarang, tersingkaplah Sundaland. Lalu dalam 125.000 tahun terakhir, air laut ini secara bertahap naik, tetapi belum mencapai posisi seperti sekarang. Pada sekitar 7000 tahun yang lalu, posisinya seperti sekarang, 4000 tahun yang lampau 5 m melampaui posisi sekarang, lalu turun lagi dan sejak 1000 tahun yang lalu posisinya sudah seperti sekarang. Yang namanya siklus glasiasi dan deglasiasi tak pernah terjadi mendadak turun atau naik, apalagi terjadi dalam semalam seperti banjir dalam dongeng Atlantis yang dituturkan Plato. Dan yang namanya sistem sungai2 Sunda tak berhubungan dengan peradaban tinggi ala dongeng Atlantis. Kecuali kalau submarine archaeology kelak menemukan banyak bukti2 kebudayaan tinggi terkubur di lembah2 sungai2 Sunda itu tetapi bukan berasal dari kapal karam modern, bolehlah kita mendiskusikannya lagi soal kaitan lembah sungai tenggelam ini dengan peradaban tinggi itu. Salam, Awang
[iagi-net-l] SULAWESI: WHERE TWO WORLDS COLLIDED
Bulan lalu, Pak Rovicky, Presiden IAGI, meminta saya untuk membantu kawan-kawan dari Ekspedisi Cincin Api Kompas dalam melakukan ekspedisinya di Sulawesi. Kawan2 Kompas tersebut telah beberapa kali menghubungi saya menanyakan hal-hal terkait geologi dan tektonik Sulawesi, terutama tentang wilayah yang terkenal bernama Wallacea dan yang terkait. Judul di atas adalah judul utama makalah saya yang dipublikasi dan dipresentasikan di pertemuan ilmiah tahunan IAGI dan HAGI tahun 2011 di Makassar, dengan subjudul Geologic Controls on Biogeographic Wallace#39;s Line. Beberapa tahun sebelumnya, tema ini pernah menjadi tema yang diangkat Research Group of SE Asia di bawah Prof. Robert Hall yang mengadakan seminarnya di Inggris, sehingga yang datang ke sana tak banyak dari kita. Di sana pada waktu itu berkumpul para ahli geologi, biologi dan yang terkait membicarakan wilayah Indonesia yang sangat menarik ini. Saya sendiri tak datang ke pertemuan itu walaupun diundang. Saya pikir saya lebih baik mempresentasikannya di Indonesia, di Sulawesi, di Makassar dan didengarkan banyak orang Indonesia. Dan sekarang saya ingin menuliskan ringkasannya agar banyak teman terinformasikan. Makalah lengkapnya ada di proceedings pertemuan JCM - Joint Convention Makassar 2011 (Satyana, 2011, Sulawesi: Where Two Worlds Collided-Geologic Controls on Biogeographic Wallace#39;s Line). Semua orang tahu yang disebut dengan Garis Wallace, yaitu garis khayal yang berada memanjang utara-selatan dari Selat Makassar ke Selat Lombok, berperan sebagai garis pembatas penyebaran fauna. Ke sebelah barat dari garis Wallace fauna didominasi oleh tipe2 Oriental (Asia), ke sebelah timur dari garis ini fauna didominasi oleh tipe2 Australian. Garis Wallace ini pertama disebut tahun 1863, namanya tentu tak asing lagi berasal dari Alfred Russel Wallace, seorang naturalis besar Inggris yang pernah menjelajah Nusantara pada 1854-1862. Garis Wallace adalah garis biologi atau lebih tepatnya biogeografi, tetapi sejak awal Raffles memikirkan bahwa penyebab garis ini adalah geologi. Dalam suatu pertemuan di Linnean Society di London pada 3 November 1859, Wallace mengajukan sebuah paper berjudul On the Zoological Geography of the Malay Archipelago, dan dia berkata soal biodiversity Indonesia ini punya hubungan dengan geologi. Facts such as these (biological diversity) can only be explained by a bold acceptance of vast changes in the surface of the earth. Apa yang ditulis Wallace ini kita tahu sekarang berhubungan dengan terbentuknya Kepulauan Indonesia sendiri sebagai akibat amalgamasi, penyusunan oleh bagian dari Indonesia Barat yang kemudian bertemu dengan bagian dari Indonesia Timur sejak Neogen. Wallacea adalah nama yang diberikan untuk wilayah di Indonesia bagian tengah yang meliputi Sulawesi, sebagian Nusa Tenggara dan Halmahera, tempat fauna (dan flora) bertransisi dari tipe Asiatic ke Australian, dan sebaliknya. Daerah Wallacea dibatasi di sebelah barat oleh Garis Wallace, dan di sebelah timur oleh Garis Lydekker. Sementara garis Weber adalah garis kesetimbangan fauna, tempat fauna Asiatik dan Australian sama proporsinya, yaitu 50 : 50. Garis Weber terdapat di tengah anatara Haris Wallace dan Garis Lydekker. Ketiga garis ini mempunyai arti geologi. Saat ini, Garis Wallace sejajar dengan akhir batas Kuarter Sundaland di sebelah timur, sedangkan Garis Lydekker mengikuti batas barat Sahul Land. Sekarang kita lihat Sulawesi. Sulawesi secara tektonik merupakan wilayah yang disusun oleh benturan dua #39;dunia#39; atau massa kerak benua yaitu : Sundaland, yang menyusun Sulawesi Barat dan Australoid, yang menyusun sebagian Sulawesi sebelah timur (Banggai-Sula) dan tenggara (Buton). Terjepit di tengahnya adalah kerak oseanik yang kini menjadi ofiolit. Pola-pola tektonik benturan, distribusi daratan dan lautan akibat proses amalgamasi Sulawesi ini akan memengaruhi penghunian Sulawesi oleh fauna asal Asia dan asal Australia. Biota Sulawesi beragam mencerminkan afinitas dengan Asia dan Australia (Whitten et al, 2002), seperti terjadi dua benturan fauna dari Asia dan Australia seperti juga dicerminkan pada proses pembentukan Sulawesi. Semua mamalia Sulawesi yang berplasenta betasalmdari Sundaic, sedangkan yang berkantung/marsupiala berasal dari afinitas Australia. Tetapi variasi jenis fauna di Sulawesi kalah dengan variasi jenis di tempat2 asalnya yaitu di Sundaland dan Australia atau Papua New Guinea. Yang khas dari Sulawesi adalah tingkat endemisme (kekhasan, hanya ada di tempat itu) yang tinggi karena pulau ini terisolasi dari benua pemasok utamanya. Dari semua mamalia di Sulawesi, 62 % merupakan spesies endemik. 19 dari 25 spesies amfibi, 13 dari 40 spesies kadal, 15 dari 64 spesies ular adalah endemik dengan genus monotypic, juga seperempat dari 328 spesies burung adalah endemik (Whitten et al., 2002). Di samping itu, island dwarfism juga adalah efek isolasi Sulawesi yang menyebabkan
Bls: Re: [iagi-net-l] SULAWESI: WHERE TWO WORLDS COLLIDED
Ya Pak Bandono, monyet hitam di Minahasa Sultra (Macaca nigra) itu adalah bentuk paling terspesialkan karena isolasi paling tinggi dari sepupunya di Sulawesi Selatan yang lebih umum, Macaca maura, atau bentuk paling umumnya seperti di Sumatara dan Jawa (Macaca nemestrina). Dalam kasus sebaran monyet hitam, kita bisa melihat efek isolasi pulau terhadap variasi jenis (teori island biogeography E.O. Wilson 1989). Dan anoa yang Pak Bandono temukan di Sultra adalah anoa dataran rendah (Bubalus depresicionis) yang badannya sedikit lebih besar dibandingkan dengan anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) yang hanya hidup di pegunungan2 Sulawesi Barat. Salam, Awang
[iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA
Pegunungan Tengah (Central Ranges) Papua merupakan jalur pegunungan lipatan dan sesar paling tinggi di Indonesia dengan gunung-gunungnya menjadi puncak-puncak tertinggi di Indonesia, yaitu: Puncak Jaya 5030 mdpl, Puncak Trikora 4730 m, Puncak Yamin 4595 m, dan Puncak Mandala 4700 m. Puncak Jaya (Carstensz Pyramid) adalah puncak tertinggi di Indonesia, yang bersalju abadi karena ketinggiannya di atas tropical snowline 5000 mdpl. Jalur Pegunungan Tengah Papua di seluruh pulau ini termasuk Papua dan Papua New Guinea (PNG) dari Lengguru di Leher Burung sampai ke sebelah timur Port Moresby di Ekor Burung, panjangnya hampir 2000 km. Jalur pegunungan ini merupakan pegunungan dengan deformasi sangat kuat dibentuk akibat benturan antara tepi utara kontinen Australia yang rifted sebagai passive margin dengan busur kepulauan di sebelah selatan Samudera Pasifik. Benturan pertama terjadi pada 25 Ma, Late Oligocene. Pada 15 Ma, Middle Miocene, kemudian dimodifikasi sesar mendatar besar, Sesar Sorong di tepi utaranya. Pada Pliocene, 5 Ma sudah terangkat sebagai jalur deformasi lipatan dan sesar. Pada Plistosen, diperkirakan terjadi inversi pada sesar2ekstensi yang semula ada sebagai passive margin di tepi utara kontinen Australia (Hall, 2007). Sebagian besar area Pegunungan Tengah ini disusun oleh batugamping Paleogen dan Neogen Kais/Upper Yawee/Darai serta ofiolit dan melange hasil benturan. Keberadaan batugamping membuat pemandangan yang spektakular di seluruh jalur pegunungan ini akibat efek karstifikasi, tetapi sekaligus menyulitkan operasi perminyakan di wilayah pegunungan tertinggi di Indonesia ini. Operasi perminyakan? Ya, wilayah Pegunungan Tengah Papua adalah wilayah kaya akan kandungan minyak dan gasbumi. Tetapi itu hanya terjadi dan sudah dibuktikan di Pegunungan Tengah PNG. Di Pegunungan Tengah Papua, potensi itu besar, tetapi tidak bisa dibuktikan karena sebagian wilayahnya sudah terlarang bagi operasi perminyakan akibat menjadi bagian Taman National Lorentz. Di Pegunungan Tengah Papua, telah ditemukan minyak dan gas sebesar 3100 MMBOE (IHS Energy, 2008) pada play type foldbelt dan faulted foldbelt berasal dari reservoir batupasir Early Cretaceous Toro, Woniwogi dan Late Jurassic Digimu; batuan induk utama Late Jurassic Kopai; dan regional sealing Middle-Late Cretaceous Piniya/Ieru. Pembentukan perangkap, generasi hidrokarbon dan migrasinya terjadi pada Neogen (Eisenberg, 1993; McConachie et al, 2000).Ini adalah petroleum system yang khas yang berhubungan dengan passive margin Australia dan collision Papua (Satuana et al, 2008). Contoh2 lapangan terkenal Pegunungan Tengah Papua adalah Gobe, SE Gobe, Kutubu, Hedinia, Iagifu, Hides, Juha Bagaimana dengan peluang penemuan migas di Pegunungan Tengah Papua Indonesia? Besar, sebab secara geologi Pegunungan Tengah PNG menerus ke Indonesia. Apa yang terjadi di PNG akan terjadi di Pegunungan Tengah Papua Indonesia. Wilayah pegunungan ini telah dikerjakan sejak 1970 melalui tiga Wilayah Kerja, yaitu Mimika-Eilanden, Nauka dan Warim. Sembilan sumur telah dibor, semua sumur yang dibor di strukturnya menunjukkan oil dan gas show dan sumur Kau-1 di dekat perbatasan Papua- PNG mengalirkan gas dan kondensat berasal dari batupasir Early Cretaceous Woniwogi. Tahun 1998 ditetapkanlah Taman Nasional Lorentz di Pegunungan Tengah Papua, bagian barat WK. Sejak itu terhentilah semua operasi perminyakan di wilayah ini. Padahal, ada pendapat bahwa beberapa BBO akumulasi hidrokarbon bisa terdapat/telah diperhitungkan di bawah Taman Nasional Lorentz. Begitulah, tumpang tindih berbagai kepentingan adalah salah satu penyulit realisasi eksplorasi di Indonesia. Salam, Awang
Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA
Pak Bandono, Mineralisasi tembaga-emas-perak di Freeport maupun di PNG seperti di Star Mountains, Ok Tedi, Fubilan dll tak ada kaitan ke minyak-gas yang sudah ditemukan maupun potensial ditemukan baik di Papua maupun di PNG. Minyak bermain di sistem reservoir dan source yang tua (Jurassic Cretaceous), meskipun umur pematangan source dan charging HC-nya Neogen; sementara mineralisasi terjadi di sistem karbonat yang Neogen dan tak ada kaitan pematangan source hidrokarbon pada Neogen dengan mineralisasi Neogen. salam, Awang --- Pada Rab, 12/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis: Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 12 September, 2012, 6:50 AM Pak Awang, secara teoritis memang akan dijumpai minyak di peg tengah papua. Di kartenz sudah terintrusi menghasilkan emas dan tembaga. Begitu juga di sebelah timurnya. Apakah akibat intrusi di irian indonesia berpengaruh pada keterdapatan minyak di wilayah pegunungan tengah Irian? Saya pikir baik juga tu minyak di Irian barat (papua indonesia) tidak di habiskan sekarang. Siapa tau persiapan prronil US marinir 25000 di darwin, bertujuan untuk itu, selain mengamankan freeport? Tunggu 2014 saja pak, bisa2 terjadi perubahan status taman nasional. Sehingga petr geol dpt explor n exploit di sana. Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Wed, 12 Sep 2012 01:47:39 +0800 (SGT) To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] EKSPLORASI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA Pegunungan Tengah (Central Ranges) Papua merupakan jalur pegunungan lipatan dan sesar paling tinggi di Indonesia dengan gunung-gunungnya menjadi puncak-puncak tertinggi di Indonesia, yaitu: Puncak Jaya 5030 mdpl, Puncak Trikora 4730 m, Puncak Yamin 4595 m, dan Puncak Mandala 4700 m. Puncak Jaya (Carstensz Pyramid) adalah puncak tertinggi di Indonesia, yang bersalju abadi karena ketinggiannya di atas tropical snowline 5000 mdpl. Jalur Pegunungan Tengah Papua di seluruh pulau ini termasuk Papua dan Papua New Guinea (PNG) dari Lengguru di Leher Burung sampai ke sebelah timur Port Moresby di Ekor Burung, panjangnya hampir 2000 km. Jalur pegunungan ini merupakan pegunungan dengan deformasi sangat kuat dibentuk akibat benturan antara tepi utara kontinen Australia yang rifted sebagai passive margin dengan busur kepulauan di sebelah selatan Samudera Pasifik. Benturan pertama terjadi pada 25 Ma, Late Oligocene. Pada 15 Ma, Middle Miocene, kemudian dimodifikasi sesar mendatar besar, Sesar Sorong di tepi utaranya. Pada Pliocene, 5 Ma sudah terangkat sebagai jalur deformasi lipatan dan sesar. Pada Plistosen, diperkirakan terjadi inversi pada sesar2ekstensi yang semula ada sebagai passive margin di tepi utara kontinen Australia (Hall, 2007). Sebagian besar area Pegunungan Tengah ini disusun oleh batugamping Paleogen dan Neogen Kais/Upper Yawee/Darai serta ofiolit dan melange hasil benturan. Keberadaan batugamping membuat pemandangan yang spektakular di seluruh jalur pegunungan ini akibat efek karstifikasi, tetapi sekaligus menyulitkan operasi perminyakan di wilayah pegunungan tertinggi di Indonesia ini. Operasi perminyakan? Ya, wilayah Pegunungan Tengah Papua adalah wilayah kaya akan kandungan minyak dan gasbumi. Tetapi itu hanya terjadi dan sudah dibuktikan di Pegunungan Tengah PNG. Di Pegunungan Tengah Papua, potensi itu besar, tetapi tidak bisa dibuktikan karena sebagian wilayahnya sudah terlarang bagi operasi perminyakan akibat menjadi bagian Taman National Lorentz. Di Pegunungan Tengah Papua, telah ditemukan minyak dan gas sebesar 3100 MMBOE (IHS Energy, 2008) pada play type foldbelt dan faulted foldbelt berasal dari reservoir batupasir Early Cretaceous Toro, Woniwogi dan Late Jurassic Digimu; batuan induk utama Late Jurassic Kopai; dan regional sealing Middle-Late Cretaceous Piniya/Ieru. Pembentukan perangkap, generasi hidrokarbon dan migrasinya terjadi pada Neogen (Eisenberg, 1993; McConachie et al, 2000).Ini adalah petroleum system yang khas yang berhubungan dengan passive margin Australia dan collision Papua (Satuana et al, 2008). Contoh2 lapangan terkenal Pegunungan Tengah Papua adalah Gobe, SE Gobe, Kutubu, Hedinia, Iagifu, Hides, Juha Bagaimana dengan peluang penemuan migas di Pegunungan Tengah Papua Indonesia? Besar, sebab secara geologi Pegunungan Tengah PNG menerus ke Indonesia. Apa yang terjadi di PNG akan terjadi di Pegunungan Tengah Papua Indonesia. Wilayah pegunungan ini telah dikerjakan sejak 1970 melalui tiga Wilayah Kerja, yaitu Mimika-Eilanden, Nauka dan Warim. Sembilan sumur telah dibor, semua sumur yang dibor di strukturnya menunjukkan oil dan gas show dan sumur Kau-1 di dekat perbatasan Papua- PNG mengalirkan gas
Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN
Pak Zaim, Terima kasih, juga atas infonya, saya akan sempatkan berkunjung ke booth poster tersebut. Salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, yahdi zaim z...@gc.itb.ac.id menulis: Dari: yahdi zaim z...@gc.itb.ac.id Judul: Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 4:34 AM Pak Awang yth, Menarik uraian Pak Awang tentang Cekungan Ombilin. Sekedar informasi,hasil kajian kami (ITB+Radiant) tentang cekungan tersebut akan kami presentasikan dalam AAPG-ICE di Singapura pada 16-19 September 2012 sebagai Poster presentation pada 18 Sept.siang. Salam, Y.Zaim Prodi Tek.Geologi FITB-ITB Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Sun, 9 Sep 2012 23:39:59 +0800 (SGT) To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN Di acara Forum Farm Out Jumat 7 September 2012 yang lalu di Hotel Conrad, Benoa, Bali, seorang teman dari Radiant Bukit Barisan yang mengoperasikan Wilayah Kerja (WK) Southwest Bukit Barisan mempresentasikan sejarah eksplorasi dan potensi WK ini yang seluruhnya termasuk ke dalam Cekungan Ombilin. Cekungan Ombilin adalah cekungan terkenal di dalam-pegunungan (intramountain basin), salah satu cekungan yang masih 'frontier' statusnya meskipun terletak tidK jauh di sebelah barat Cekungan Sumatra Tengah, cekungan minyak penyumbang sekitar 40 % produksi minyak Indonesia. Meskipun demikian, lain Sumatra Tengah lain Ombilin. (1) Pertanyaan atau perdebatan pertama muncul, apakah Ombilin pernah menjadi bagian Sumatra Tengah atau tidak. Menurut hemat saya tidak. Ombilin terjadi lebih awal daripada Sumatra Tengah, Ombilin terjadi pada Eosen ketika dua terrane Mesozoik yang berakresi yaitu Mergui di timur dan Woyla di barat dikoyak akresinya oleh Sesar Sumatra Tua, sebuah sesar mendatar dextral, membuka cekungan tarikan/ pull-apart basin Ombilin. Suture Woyla-Mergui terbuka kembali. Sesar dextral Sumatra Tua itu adalah wujud tectonic escape pada saat India membentur Eurasia pada sekitar 50 Ma. Sementara itu, graben2 di Sumatra Tengah baru terjadi kemudian ketika splay dari sesar Sumatra tua ini mengoyak akresi basement melalui mekanisme transtension. Jadi bila Ombilin terjadi di atas master fault Sumatra Tua, maka graben2 Sumatra Tengah seperti Bengkalis, Aman, Central Deep atau Rangau terjadi di beberapa splay-nya, cabang2nya. Bahwa Ombilin merupakan pull-apart basin akan memengaruhi sejarah termalnya. Cekungan2 seperti ini akan tinggi termalnya, semula saja, tetapi kemudian segera mendingin karena lepas melalui sesar2 tegak yang berperan sebagai konduit termal/termal release. (2) Perdebatan kedua. Ombilin telah dibor melalui dua sumur, Sinamar-1 dan South Sinamar-1 masing2 oleh Caltex dan HIPCO pada tahun 1980-an dan awal 1990. Sumur Sinamar-1 cukup baik karena ketika dites mengalirkan gas 13,6 gas mmcfpd (juta kaki kubik perhari) dan kondensat 314 bcpd (barrel perhari) berasal dari batupasir Miosen Sawahtambang. Sumur South Sinamar ditinggalkan tanpa dites, meskipun dilaporkan banyak tanda2 minyak. Menurut Radiant, gas dan kondensat Sinamar-1 berasal dari batuan induk Sangkarewang yang sudah lewatmatang (overmature). Menurut hemat saya, tak mungkin gas dan kondensat Sinamar-1 berasal dari Sangkarewang, tetapi dari Sawahlunto yang banyak mengandung batubara. Mengapa, sebab Sangkarewang sangat oil-prone (ini batuan dengan kualitas oil-shale terbaik di Indonesi) dan bila overmature, yang akan dihasilkan hanyalah sebagian kecil dry gas. Kalau kondensat dihasilkan, maka pasti berasal dari wet gas. Kandidat terbaik untuk itu adalah Sawahlunto. Pendapat saya ini bisa diuji dengan melakukan isotop karbon13 pada komponen etana, propana dan butana untuk mengetahui kematangan gas; kemudian mengukur kematangan Ro sampel kondensat menggunakan biomarker aromatik methyl phenanthrene. Angka2 kematangan gas dan minyak ini kemudian diuji balik dengan plotting Ro versus depth baik untuk Formasi Sawahlunto maupun Sangkarewang. (3) Informasi lain, di sebelah selatan WK ini ada rembesan minyak yang menurut rekonstruksi berasal dari Sangkarewang yang memang sangat oil-prone. Kemungkinan ini benar, sebab ke arah selatan Sangkarewang mendangkal. Sekalipun demikian, ujilah lagi pendapat itu dengan melakukan berbagai analisis geokimia pada sampel minyak. sidik jari minyak akan menentukan apa batuan induknya, sehingga kita tak spekulatif melakukan rekonstruksi. (4) informasi lain, kandungan CO2 pada gas di Sinamar1 cukup tinggi 40 %. Sebagai cekungan yang terletak di tengah Pegunungan Bukit Barisan, maka intrusi magmatik sangat mungkin terjadi di WK atau sekitar WK ini. Intrusi magmatik bisa menyebabkan gas CO2 tinggi, seperti juga volkanisme. Tetapi spekulasi ini sekali lagi harus diuji secara
RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Ferry, Batuan volkanik yang ditembus sumur Kaluku-1 saat ini sedang dilakukan beberapa analisis terkait petrokimia dan geokronologinya oleh teman2 ConocoPhillips. Melihat kesamaan mikroskopiknya, mungkin tak akan jauh karakternya dengan yang ditembus Rangkong-1: continental-association volcanics. Dari awal, Pak Bona Situmorang (1982) dalam disertasinya sudah mengatakan bahwa ini stretched continental crust, dan saya percaya. Studi2 selanjutnya banyak membenarkan apa yang pernah Pak Bona (alm) sampaikan, sekalipun group Robert Hall dan para mahasiswanya berganti2 pandangan antara continental crust atau oceanic crust sejak dari tahun 2000 ke sini. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id menulis: Dari: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id Judul: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:35 AM Pak Awang, Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat Makassar ada pula sumur Kaluku-1 yang di bor tak jauh dari Rangkong-1 dan juga menembus pre-tertier volcanic. Yang menarik adalah, justru ditemukannya batuan klastik Eosen dan absennya carbonate facies pada well tersebut. Nah, kuncinya ada pada volcanic basement yang ditembus dibawah Eosen ini. Apakah sudah ada informasi bahwa sampel volkanik dari sumur tersebut memiliki karakter yang sama dengan batuan volkanik di Rangkong-1 yang berasosiasi dengan continental crust? Kalau memang benar adanya, maka 2 hard data tersebut sepertinya memang akan mengakhiri perdebatan tentang komposisi basement di North Makassar Basin ini untuk selanjutnya mempercayai teori 'strecthed continental crust' tsb. salam Ferry From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] Sent: Monday, 10 September 2012 7:43 AM To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak itu, perdebatan tentang jenis basement di bawah Selat Makassar Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon. Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa didebat orang. Pemodelan2 tak langsung itulah yang selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya. Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas kerak samudera. Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan
Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Pak Taufik, Tarakan Basin adalah proper passive margin, tepi kontinen, yang membentuk embayment ke Sulawesi Sea yang mengalami sea-floor spreading. Rifting volcanics bisa terjadi di passive margins seperti itu. Apa asosiasinya, apakah dengan kontinen, transisi, atau oceanik, hanya analisis petrokimia yang bisa menentukannya. Dari kesebandingan regional, mungkin continental-associated volcanics, tetapi sebelum melakukan analisis atasnya akan tetap spekulatif pendapat ini. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, ok.taufik ok.tau...@gmail.com menulis: Dari: ok.taufik ok.tau...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:43 AM Bagaimana dengan sumur badik-1 dari Anadarko?, dimana lithologinya berasosiasi dengan endapan volcanic dekat TD. Powered by Geologist never died just stoned® From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Mon, 10 Sep 2012 08:42:51 +0800 (SGT) To: IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak itu, perdebatan tentang jenis basement di bawah Selat Makassar Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon. Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa didebat orang. Pemodelan2 tak langsung itulah yang selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya. Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas kerak samudera. Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan horst dan graben, juga ada beberapa struktur seperti sembulan karbonat yang tumbuh di atas horst. Sembulan karbonat hanya terjadi di kerak benua yang retak dan pelan2 tenggelam. Saya cukup lama mengikuti perdebatan ini juga mempunyai pendapat pribadi tentang hal ini. Saya pernah melakukan pemodelan pembukaan Selat Makassar dan menghitung bahwa indeks pembukaan (Beta factor) Selat Makassar akan muncul kerak samuderanya pada indeks stretching factor 2.9 atau setara dengan kedalaman laut 3200 meter, artinya pada kedalaman laut 3200 meter baru kerak samudera akan muncul. Kedalaman maksimum Selat Makassar adalah 2500 meter, maka saya berpendapat bahwa basement Selat Makassar hanyalah kerak benua yang menipis (attenuated continental
Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Pak Benyamin, Perdebatan di literatur2 mengacu kepada tiga hal: (1) mekanisme penyebab pembukaan Makassar Straits, (2) tipe basement yang terbentuk di bawahnya, (3) umur pembukaan Makassar Straits. Problem ke-3 tak lagi menjadi perdebatan sebab kebanyakan telah sepakat bahwa rifting atau pembukaan Selat Makassar terjadi pada Paleogen. Problem (2) juga sebagian besar literatur memihak attenuated continental crust dibandingkan oceanic crust. Saya pernah berdiskusi langsung dengan Robert Hall soal ini karena publikasi2nya berubah pandangan dari oceanic crust ke continental crust; dijawabnya gak masalah berubah pandangan karena ada data dan analisis baru (memang begitu mestinya). Tetapi di publikasinya terakhir tentang Makassar Straits, dibuat mengambang lagi. Problem-1 tak mudah menganalisisnya, tetapi berdasarkan berbagai analisis tektonik regional untuk SE Asia, saya dari publikasi 2003 di PIT IAGI-HAGI telah menulis bahwa pembukaan Selat Makassar berhubungan dengan tectonic escape post-collision India-Eurasia dan mantle delamination, unroofing, skala kecil akibat mantle upwelling pada terranes yang berakresi di tepi SE Sundaland, yang juga memisahkan Sumba dari Sulawesi Selatan ke posisinya sekarang. Saya tak menemukan nalar/argumen bahwa Makassar Strait terbuka akibat back-arc spreading di belakang Eocene arc volcanism. Eocene arc volcanism tak definitif di seluruh Indonesia Barat. Hanya Rangkong-1 dan Kaluku-1 yang bisa berkontribusi kepada sejarah pembukaan dan geodinamika Selat Makassar ini. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, bsap...@geodin.net bsap...@geodin.net menulis: Dari: bsap...@geodin.net bsap...@geodin.net Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 12:02 PM Sepengetahuan saya makasar strait issue bukan basement tetapi rifting yang mencapai oceanic crust. Harus dipisahkan basement dan process yang mengextend crust sebagai calon basement utk tertiary basin. Secara umum kalau kita restore posisinya sebelum rifting say Eocene apa yang melandasi makasar strait. Kalau lihat model2 tektonik yang ada hampir semua mempercayai kontinental crust karena kita punya endapan eocene clastic di sulawesi issue ini menjadi sangat terbukti. Kalaupun harus yang lain mungkin pada transitional crust tapi tidak oceanic sejak mulainya. Memang betul semakin ke utara makasar strait mungkin saja sudah ada oceanic afinity atau volcanic tapi umurnya hrs Tertiary. Diperlukan pemodelan fisik dari proses rifting makasar agar bisa dimengerti kaitan waktu dan sedimentasi dengan jelas dari utara sampai selatan. Pertanyaan utamanya kenapa terjadi rifting? Kapan? Data sumur baru disepanjang selat Makasar bisa sangat membantu untuk memecahkan permasalahan dan bahkan utk mencari kemungkinan baru. Salam, BS Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id Date: Mon, 10 Sep 2012 04:35:38 + To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Pak Awang, Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat Makassar ada pula sumur Kaluku-1 yang di bor tak jauh dari Rangkong-1 dan juga menembus pre-tertier volcanic. Yang menarik adalah, justru ditemukannya batuan klastik Eosen dan absennya carbonate facies pada well tersebut. Nah, kuncinya ada pada volcanic basement yang ditembus dibawah Eosen ini. Apakah sudah ada informasi bahwa sampel volkanik dari sumur tersebut memiliki karakter yang sama dengan batuan volkanik di Rangkong-1 yang berasosiasi dengan continental crust? Kalau memang benar adanya, maka 2 hard data tersebut sepertinya memang akan mengakhiri perdebatan tentang komposisi basement di North Makassar Basin ini untuk selanjutnya mempercayai teori 'strecthed continental crust' tsb. salam Ferry From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] Sent: Monday, 10 September 2012 7:43 AM To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah
Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Pak Bandono, Di Kalimantan dan Sulawesi ada volkanik berumur Eosen, misalnya Bua atau Langi volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di Sulawesi Barat/Selatan, dan Manunggul serta Kayujohara volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di sisi Kalimantan Tenggara. Volcanics ini tak mesti ditafsirkan sebagai arc volcanism seperti yang kita lihat sekarang dengan Sunda Arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara. Kebanyakan sebagai intrusives. Defiinitife volcanic arc pertama di Indonesia Barat ada pada Oligo-Miocene yang menghasilkan Oud Andesiet di Jawa. Volcanics di Makassar Straits bisa terjadi sebagai rifting volcanism, yang terjadi bersamaan dengan rifting. Maka volcanics ini ada sebelum dan bersamaan dengan rifting Makassar Straits. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis: Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 1:26 PM Kalau di kalimantan dan sulawesi apakah ada volkanik yang berumur eosen? Aku bukan ahli tektonik, berati penisahannya setelah eocene. Atau volkanik eosen ini sebagai awal rekahnya? Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Mon, 10 Sep 2012 14:21:55 +0800 (SGT) To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Ferry, Batuan volkanik yang ditembus sumur Kaluku-1 saat ini sedang dilakukan beberapa analisis terkait petrokimia dan geokronologinya oleh teman2 ConocoPhillips. Melihat kesamaan mikroskopiknya, mungkin tak akan jauh karakternya dengan yang ditembus Rangkong-1: continental-association volcanics. Dari awal, Pak Bona Situmorang (1982) dalam disertasinya sudah mengatakan bahwa ini stretched continental crust, dan saya percaya. Studi2 selanjutnya banyak membenarkan apa yang pernah Pak Bona (alm) sampaikan, sekalipun group Robert Hall dan para mahasiswanya berganti2 pandangan antara continental crust atau oceanic crust sejak dari tahun 2000 ke sini. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id menulis: Dari: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id Judul: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:35 AM Pak Awang, Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat Makassar ada pula sumur Kaluku-1 yang di bor tak jauh dari Rangkong-1 dan juga menembus pre-tertier volcanic. Yang menarik adalah, justru ditemukannya batuan klastik Eosen dan absennya carbonate facies pada well tersebut. Nah, kuncinya ada pada volcanic basement yang ditembus dibawah Eosen ini. Apakah sudah ada informasi bahwa sampel volkanik dari sumur tersebut memiliki karakter yang sama dengan batuan volkanik di Rangkong-1 yang berasosiasi dengan continental crust? Kalau memang benar adanya, maka 2 hard data tersebut sepertinya memang akan mengakhiri perdebatan tentang komposisi basement di North Makassar Basin ini untuk selanjutnya mempercayai teori 'strecthed continental crust' tsb. salam Ferry From: Awang Satyana [mailto:awangsaty...@yahoo.com] Sent: Monday, 10 September 2012 7:43 AM To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS Subject: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak itu, perdebatan tentang jenis basement di bawah Selat Makassar Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon. Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau
Re: [iagi-net-l] Australian crust in Indonesia
Pak Rovicky, Pak Mirzam dkk. Pecahan/terrane Australoid ini ada yang definitif karena sudah didapatkan hard datanya dari sumur2 yang menembus basement-nya atau dari data field geology; ada juga yang masih 'suspected Australoid terrane'. Dalam klasifikasi definitif misalnya: Paternoster, Banggai-Sula, dan Buton. Yang suspected misalnya terrane Mangkalihat, atau terrane yang belakangan ramai diusulkan group Robert Hall (Helen Smyth, misalnya di IPA Proceedings IPA 2003 dan 2005), juga belakangan di sebelah selatan Jawa Timur yang semula dipublikasi Ian Deighton TGS di pertemuan SEG-HAGI di Bali 2010 yang kemudian ditangkap Robert Hall dengan menempatkan mahasiswanya di situ dan menggunakan data TGS. Terranes Australoid suspected ini hanya berdasarkan data tidak langsung piroklastika gunungapi yang duduk di atasnya, dianggap basement-nya adalah Australoid. Dari segi validasi data, tentu berbeda data yang direct dan undirect. Meskipun demikian memang publikasi2 dalam lima tahun belakangan ini cukup gencar oleh pembahasan terrane Australoid yang masuk ke Indonesia Barat di sisi timur Sundaland. Sebagian ada yang benar, sebagian lainnya menurut hemat saya ada juga yang jump to conclusion. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, mir...@gc.itb.ac.id mir...@gc.itb.ac.id menulis: Dari: mir...@gc.itb.ac.id mir...@gc.itb.ac.id Judul: Re: [iagi-net-l] Australian crust in Indonesia Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 4:26 PM Mas Vicky dan rekan IAGI yang budiman, Diskusi mengenai keberadaan pecahan Australia di selatan Jawa memang sangat menarik. Sebut Saja beberapa peneliti pernah melakukan penelitian dari berbagai sudut keilmuan yang berbeda, seperti:Sribudiyani et al (2003), Clement and Hall (2007), Smyth et al (2007), Seubert and Sulistianingsih (2008), Abdurrachman et al (2010, 2011a, 2011b), Metcalfe (2011), Hall(2012) dan masih banyak lagi, namun demikian diskusi masih tetap menarik dan terbuka. Pada IAGI jogja nanti kami akan membawakan sebuah makalah berjudul Sr-Nd ISOTOPIC STUDY OF PAPANDAYAN AREA, WEST JAVA: A WINDOW INTO THE PAST MAGMATISM AND TECTONIC EVENT, yang akan membahas bagaimana gunungapi dengan studi Sr-Nd bisa dimanfaatkan untuk menditeksi keberadaan pecahan australia. Mudah-mudahan kita akan mempunyai diskusi pecahan australia yang hangat di Jogjakarta nanti. Salam, Mirzam A Kalau Pak Awang memposting perdebatan basement di Makassar, saya barusaja membaca tulisan anget dari Robert Hall dengan judul Australian Crust In Indonesia (Australian Journal of Earth Sciences (2012) 59, (827?44)). Ini merupakan satu pergumulan seru yang baru untuk melihat sampai dimana kerak-kerak Australia ini merangsuk di Indonesia. Indikasi ini sebenernya sudah cukup lama, tahun 2005 sudah ada paper di IPA oleh groupnya RH juga mengindikasikan fenomena ini. Apanya yang menarik ? Ya tentusaja basement (Pre Tertiary) di bawah cekungan JAwa Timur Selatan menjadi menarik untuk diperhatikan. Dari sisi perminyakan tentunya Jurassic sedimen merupakan lapisan yg proven sebagai reservoir bagus di North West Shelf Australia. Sedangkan dari sisi menral economic tentunya daerah ini juga menarik untuk dikaji. Tidak hany aitu tentusaja, kegunung apian di Jawa Timur tentunya akan menembus batuan ini, berbeda dengan gunungapi di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang menembus batuan yang magmanya menembus batuan berbeda. Nah siapa berani ? Offshore East java Basin sudah ada seismiclinenya yang diakuisisi oleh TGS. Rovicky -- *Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari* PP-IAGI 2011-2014: Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012. REGISTER NOW ! Contact Person: Email : pit.iagi.2...@gmail.com Phone : +62 82223 222341 (lisa) To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
[iagi-net-l] PIT IAGI-HAGI-AAPG: Bersusulan Tumpang-Tindih
Minggu ini PIT HAGI akan digelar di Palembang, saya diundang sebagai salah satu chairperson yang maaf tak bisa saya penuhi karena minggu lalu saya baru dari Bali mengikuti Forum Farm Out JSC-IAGI, dan minggu depan saya ke Singapura untuk pertemuan AAPG. Minggu depan, PIT IAGI akan digelar di Yogyakarta, semula saya diundang untuk memberikan kursus pre-PIT dan fieldtrip post-PIT, yang maaf tak bisa saya penuhi karena pada saat yang sama saya ada di Singapura untuk pertemuan AAPG. Minggu depan, pada waktu yang tumpang-tindih dengan pertemuan IAGI, pertemuan AAPG digelar di Singapura. Mungkin sebagian besar teman2 perminyakan yang biasa datang ke PIT IAGI akan datang ke Singapura, termasuk saya karena ada paper2 yang harus saya presentasikan di sana. Dari awal sekali saya sudah memberitahukan IAGI tentang tumpang-tindih dan susul2-an pertemuan2 ilmiah ini, tetapi rupanya agenda semula tetap dijalankan. Tumpang-tindih semacam ini mungkin akan mengurangi jumlah peserta dan kesulitan mendapatkan dana dari sponsor. Apakah tidak menjadi pemikiran di kalangan PP IAGI dan HAGI untuk melakukan acara pertemuan bersama IAGI-HAGI setiap tahun, bukan 2 tahun sekali atau 3 tahun sekali. Peserta akan lebih banyak, mendapatkan dana sponsor akan lebih mudah, dan para geologists serta geophysicists pun bisa berbaur menambah pengetahuan mereka. Pasti pertemuan pun akan selalu lebih ramai, banyak papernya, banyak kursusnya, banyak exhibitornya. Jumlah hari pertemuannya bisa ditambah, misalnya dari biasanya 2 hari menjadi 3 hari, dari biasanya 3 hari menjadi 4 hari. Sebagian besar anggota IAGI adalah anggota HAGI juga, dan sebaliknya. Demikian, saran, barangkali Pak Rovicky dari IAGI dan Pak Ilik dari HAGI bisa memikirkannya. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, rakhmadi.avia...@gmail.com rakhmadi.avia...@gmail.com menulis: Dari: rakhmadi.avia...@gmail.com rakhmadi.avia...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 2:01 PM Pak Zaim Saya ga bisa datang ke AAPG karena ada IAGI yg lebih penting next time kalo di IPA ato IAGI insyaAllah saya datang Avi Powered by Telkomsel BlackBerry®
Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Pak Bandono, Ini permainan thermal vs dinamika kerak dan cekungan. Saat kerak mengalami rifting, terdapat mantle upwelling yang naik dan menggerus bagian bawah kerak melalui mekanisme mantle delamination, kemudian mengikuti prinsip convection cell, thermal ini akan menyebar ke tepi2, sekaligus membawa kerak di atasnya dan mengalami rifting. Dengan cara itulah rifting terjadi. Ketika pemekaran ini berhenti, dan itu terjadi untuk Makassar Straits akibat benturan terrane di sebelah timur Sulawesi, yang terjadi adalah thermal cooling, downwelling mantle plume, atau thermal subsidence. Mulai saat inilah terjadi apa yang namanya sagging - yaitu basin Selat Makassar turun dengan drastis mengikuti hilangnya termal. Inilah yang menyebabkan bagian tengah Selat Makassar merosot sampai sedalam 2500 meter. Pada saat yang bersamaan juga Selat Makassar menerima sedimen sangat tebal dari progradasi delta Mahakam di sebelah barat dan beban akibat tektonik (tectonic loading) di sisi timurnya akibat sistem fold-thrust belt di sisi barat Sulawesi, menyebabkan bagian tengah terisostasi tenggelam. Tetapi sedimen Mahakam saja tak cukup untuk membuat bagian tengah Makassar tenggelam kalau bukan oleh thermal subsidence, sebab sedimen Mahakam di tengah Makassar telah sangat menipis menjadi condensed section - starved basin - cekungan yang kelaparan sedimen. Bukti bahwa Selat Makassar pernah jadi daratan atau nonmarin atau delta dibuktikan dengan sedimen umur Eosennya yang berlingkungan tersebut, yang ditembus sumur2 terbaru di Selat Makassar. Sisi Kalimantan tak mengalami hal yang sama seperti Makassar Strait. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis: Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 2:35 PM Terimakasih pak, bagaimana bisa tenggelam sampai 2000 mtr? Apa sejak dulu memang pada pososi itu waktu pembentukannya? Apakah yang dijumpai di kalimantan juga pada kedalam 2000mtr dari permukaan laut? Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Mon, 10 Sep 2012 14:49:17 +0800 (SGT) To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Pak Bandono, Di Kalimantan dan Sulawesi ada volkanik berumur Eosen, misalnya Bua atau Langi volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di Sulawesi Barat/Selatan, dan Manunggul serta Kayujohara volcanics yang berumur Paleosen-Eosen di sisi Kalimantan Tenggara. Volcanics ini tak mesti ditafsirkan sebagai arc volcanism seperti yang kita lihat sekarang dengan Sunda Arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara. Kebanyakan sebagai intrusives. Defiinitife volcanic arc pertama di Indonesia Barat ada pada Oligo-Miocene yang menghasilkan Oud Andesiet di Jawa. Volcanics di Makassar Straits bisa terjadi sebagai rifting volcanism, yang terjadi bersamaan dengan rifting. Maka volcanics ini ada sebelum dan bersamaan dengan rifting Makassar Straits. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, Bandono Salim bandon...@gmail.com menulis: Dari: Bandono Salim bandon...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: Iagi iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 1:26 PM Kalau di kalimantan dan sulawesi apakah ada volkanik yang berumur eosen? Aku bukan ahli tektonik, berati penisahannya setelah eocene. Atau volkanik eosen ini sebagai awal rekahnya? Salam. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Mon, 10 Sep 2012 14:21:55 +0800 (SGT) To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Ferry, Batuan volkanik yang ditembus sumur Kaluku-1 saat ini sedang dilakukan beberapa analisis terkait petrokimia dan geokronologinya oleh teman2 ConocoPhillips. Melihat kesamaan mikroskopiknya, mungkin tak akan jauh karakternya dengan yang ditembus Rangkong-1: continental-association volcanics. Dari awal, Pak Bona Situmorang (1982) dalam disertasinya sudah mengatakan bahwa ini stretched continental crust, dan saya percaya. Studi2 selanjutnya banyak membenarkan apa yang pernah Pak Bona (alm) sampaikan, sekalipun group Robert Hall dan para mahasiswanya berganti2 pandangan antara continental crust atau oceanic crust sejak dari tahun 2000 ke sini. salam, Awang --- Pada Sen, 10/9/12, Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id menulis: Dari: Ferry Bastaman Hakim ferry.ha...@tately.co.id Judul: RE: [iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN? Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 10 September, 2012, 11:35 AM Pak Awang, Selain sumur Rangkong-1, belakangan di selat
[iagi-net-l] SUMBA ENIGMA: REVISITED
Sumba, pulau di sebelah selatan Flores, atau termasuk pulau paling selatan di wilayah Indonesia, secara geologi unik. Pulau Sumba adalah sebuah mikrokontinen. Hamilton (1979) termasuk yang pertama mengatakan bahwa Sumba adalah sebuah mikrokontinen. Chamalaun et al (1981) kemudian yang pertama membuktikannya secara gayaberat. Anomali gayaberat Bouguer di Sumba berkisar dari +160 sampai +200 mGal dan ketika dimodelkan menghasilkan kerak kontinen setebal 24 km. Pulau Sumba berukuran 220 km x 60 km. Sampai seberapa besar dimensi fragmen benua ini sebenarnya? Data terakhir dari Wensink (1994) menunjukkan bahwa dimensi total fragmen benua ini adalah 400 km x 200 km. Posisi tektonik Sumba unik, ia suka disebut exotic body sebab terjadi di antara kondisi geologi yang didominasi jalur volkanik Nusa Tenggara dan jalur melange Timor. Di antara dua jalur inilah terdapat fragmen benua Sumba. Posisi Sumba juga persis terletak di sebelah utara sambungan (junction) antara kerak samudera Hindia di sebelah barat dan kerak benua Australia di sebelah timur. Sumba memisahkan dua cekungan mukabusur/ forearc basin, yaitu Cekungan Lombok sedalam 4000 meter dan Cekungan Sawu sedalam 3000 meter. Yang menjadikan Sumba sebuah enigma, teka-teki, adalah asal Sumba dan bagaimana cara reposisinya. Semua mikrokontinen tentu punya asal dan cara reposisinya ke tempatnya terakhir. Bagaimana asal dan cara reposisi Sumba? Ternyata, inilah yang telah menyebabkan perdebatan puluhan tahun tentang Sumba. Saya mengumpulkan pendapat2 tentang asalnya, dan bisa digolongkan menjadi empat pendapat: (1) asal Sundaland bagian timur- tenggara, (2) asal NW Australia, (3) asal Pulau Timor, (4) asal mikrokontinen Tethys. Perdebatan utama terjadi di antara dua penganut asal Sundaland vs asal NW shelf Australian. Perdebatan terjadi puluhan tahun karena setiap peneliti hanya mengajukan satu mekanisme, yang kemudian segera didebat oleh peneliti lain yang menemukan pendapat lain menggunakan mekanisme lain. Untuk itulah, maka saya dan seorang teman melakukan kompilasi semua mekanisme yang pernah digunakan dan melakukan sintesis baru tentang asal dan reposisi Sumba ini. Publikasi lengkap tentang ini ada di Peoceedings IPA 2011 (Satyan Purwaningsih, 2011 - Sumba Area: Detached Sundaland Terrane Petroleum Implications). Kami menggunakan lima mekanisme: kesamaan stratigrafi antara Sumba dengan wilayah2 yang diperkirakan merupakan asalnya, kesamaan geokronologi dan geokimia volkanik Sumba dengan wilayah asalnya, paleomagnetisme, isotope geology, dan foram besar Eosen. Dari kajian yang cukup banyak, kami menyimpulkan sebagai berikut. (1) urutan stratigrafi Sumba pada Paleogen sama dengan urutan stratigrafi Sulawesi Selatan (Burollet Salle, 1981; Simandjuntak, 1993). (2) extruded magma Sumba yang berumur Late Cretaceous-Paleogen mirip secara petrokimia dan geokronologi dengan arc volcanism di tepi Sundaland (Abdullah, 1994, 2010). (3) data paleomagnetik Sumba dari Late Cretaceous sampai Paleogen menunjukkan posisi Sumba pada Late Cretaceous ada di 18.3 N, pada Paleosen ada di 7.4 N dan pada Miosen Awal di posisinya sekarang di 9.9 S (Wensink, 1994). (4) data isotop Pb-Nd batuan Sumba menunjukkan karakteristik yang sama dengan data isotop batuan di Sulawesi (Vroon et al, 1996). (5) Sumba mengandung foram besar yang khas foram besar Eosen yang hidup di wilayah tropis, yaitu Assilina, Pellatispira, dan Biplanispira; dan tak pernah ditemukan foram besar wilayah subtropis yang khas Australia yaitu Lacazinella (Lunt, 2003). Dengan menggunakan lima mekanisme di atas, kami menyimpulkan bahwa Sumba berasal dari Sulawesi Selatan, bukan dari Timor, bukan dari NW Australia. Bagaimana mekanisme reposisinya adalah melalui escape tectonism yang terjadi di beberapa tempat di tepi timur Sundaland pada Paleogen. Strike-slip besar di wilayah ini bisa dipikirkan sebagai pengantar reposisi Sumba, yaitu Paternoster-Walanae-Sumba Fracture. Reposisi ke tempat terakhir sudah terjadi sebelum jalur volkanik di utaranya (Sumbawa-Flores) terbentuk. Apakah ada implikasi eksplorasi hidrokarbon atas pemikiran tektonik ini? Tentu saja ada, yaitu Sumba harus dieksplorasi menggunakan playtype rifted Sundaland margin, seperti terbukti di Paleogen Jawa Timur dan potensial di Selat Makassar serta Teluk Bone. Sumba tidak bisa dieksplorasi menggunakan play type mikrokontinen2 lain di Indonesia Timur seperti Buton atau Banggai, sebab Sumba bukan Australoid dan tak mengalami collision. Sumba adalah mikrokontinen Sundawesi dan hanya merupakan uncollided continental sliver. Salam, Awang
[iagi-net-l] EKSPLORASI CEKUNGAN OMBILIN
Di acara Forum Farm Out Jumat 7 September 2012 yang lalu di Hotel Conrad, Benoa, Bali, seorang teman dari Radiant Bukit Barisan yang mengoperasikan Wilayah Kerja (WK) Southwest Bukit Barisan mempresentasikan sejarah eksplorasi dan potensi WK ini yang seluruhnya termasuk ke dalam Cekungan Ombilin. Cekungan Ombilin adalah cekungan terkenal di dalam-pegunungan (intramountain basin), salah satu cekungan yang masih #39;frontier#39; statusnya meskipun terletak tidK jauh di sebelah barat Cekungan Sumatra Tengah, cekungan minyak penyumbang sekitar 40 % produksi minyak Indonesia. Meskipun demikian, lain Sumatra Tengah lain Ombilin. (1) Pertanyaan atau perdebatan pertama muncul, apakah Ombilin pernah menjadi bagian Sumatra Tengah atau tidak. Menurut hemat saya tidak. Ombilin terjadi lebih awal daripada Sumatra Tengah, Ombilin terjadi pada Eosen ketika dua terrane Mesozoik yang berakresi yaitu Mergui di timur dan Woyla di barat dikoyak akresinya oleh Sesar Sumatra Tua, sebuah sesar mendatar dextral, membuka cekungan tarikan/ pull-apart basin Ombilin. Suture Woyla-Mergui terbuka kembali. Sesar dextral Sumatra Tua itu adalah wujud tectonic escape pada saat India membentur Eurasia pada sekitar 50 Ma. Sementara itu, graben2 di Sumatra Tengah baru terjadi kemudian ketika splay dari sesar Sumatra tua ini mengoyak akresi basement melalui mekanisme transtension. Jadi bila Ombilin terjadi di atas master fault Sumatra Tua, maka graben2 Sumatra Tengah seperti Bengkalis, Aman, Central Deep atau Rangau terjadi di beberapa splay-nya, cabang2nya. Bahwa Ombilin merupakan pull-apart basin akan memengaruhi sejarah termalnya. Cekungan2 seperti ini akan tinggi termalnya, semula saja, tetapi kemudian segera mendingin karena lepas melalui sesar2 tegak yang berperan sebagai konduit termal/termal release. (2) Perdebatan kedua. Ombilin telah dibor melalui dua sumur, Sinamar-1 dan South Sinamar-1 masing2 oleh Caltex dan HIPCO pada tahun 1980-an dan awal 1990. Sumur Sinamar-1 cukup baik karena ketika dites mengalirkan gas 13,6 gas mmcfpd (juta kaki kubik perhari) dan kondensat 314 bcpd (barrel perhari) berasal dari batupasir Miosen Sawahtambang. Sumur South Sinamar ditinggalkan tanpa dites, meskipun dilaporkan banyak tanda2 minyak. Menurut Radiant, gas dan kondensat Sinamar-1 berasal dari batuan induk Sangkarewang yang sudah lewatmatang (overmature). Menurut hemat saya, tak mungkin gas dan kondensat Sinamar-1 berasal dari Sangkarewang, tetapi dari Sawahlunto yang banyak mengandung batubara. Mengapa, sebab Sangkarewang sangat oil-prone (ini batuan dengan kualitas oil-shale terbaik di Indonesi) dan bila overmature, yang akan dihasilkan hanyalah sebagian kecil dry gas. Kalau kondensat dihasilkan, maka pasti berasal dari wet gas. Kandidat terbaik untuk itu adalah Sawahlunto. Pendapat saya ini bisa diuji dengan melakukan isotop karbon13 pada komponen etana, propana dan butana untuk mengetahui kematangan gas; kemudian mengukur kematangan Ro sampel kondensat menggunakan biomarker aromatik methyl phenanthrene. Angka2 kematangan gas dan minyak ini kemudian diuji balik dengan plotting Ro versus depth baik untuk Formasi Sawahlunto maupun Sangkarewang. (3) Informasi lain, di sebelah selatan WK ini ada rembesan minyak yang menurut rekonstruksi berasal dari Sangkarewang yang memang sangat oil-prone. Kemungkinan ini benar, sebab ke arah selatan Sangkarewang mendangkal. Sekalipun demikian, ujilah lagi pendapat itu dengan melakukan berbagai analisis geokimia pada sampel minyak. sidik jari minyak akan menentukan apa batuan induknya, sehingga kita tak spekulatif melakukan rekonstruksi. (4) informasi lain, kandungan CO2 pada gas di Sinamar1 cukup tinggi 40 %. Sebagai cekungan yang terletak di tengah Pegunungan Bukit Barisan, maka intrusi magmatik sangat mungkin terjadi di WK atau sekitar WK ini. Intrusi magmatik bisa menyebabkan gas CO2 tinggi, seperti juga volkanisme. Tetapi spekulasi ini sekali lagi harus diuji secara geokimia menggunakan analisis isotop karbon13 pada gas CO2 dan isotop helium. Helium akan tinggi pada gas yang berasal dari magmatik. Kemungkinan lain adalah terdapat degradasi termal gamping pada basement di bawah Ombilin (gamping Silungkang/Tuhur) karena masalah overmaturity kemudian masuk ke batupasir Sawahtambang melalui sesar2 tegak di wilayah ini. Demikian hal2 critical dan perlu dipelajari lebih jauh bagi siapa saja yang mau mengeksplorasi Cekungan Ombilin. Menarik secar sains, tetapi juga menantang. Salam, Awang
[iagi-net-l] BASEMENT SELAT MAKASSAR: AKHIR PERDEBATAN?
Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut Sulawesi. Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak itu, perdebatan tentang jenis basement di bawah Selat Makassar Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon. Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa didebat orang. Pemodelan2 tak langsung itulah yang selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya. Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas kerak samudera. Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan horst dan graben, juga ada beberapa struktur seperti sembulan karbonat yang tumbuh di atas horst. Sembulan karbonat hanya terjadi di kerak benua yang retak dan pelan2 tenggelam. Saya cukup lama mengikuti perdebatan ini juga mempunyai pendapat pribadi tentang hal ini. Saya pernah melakukan pemodelan pembukaan Selat Makassar dan menghitung bahwa indeks pembukaan (Beta factor) Selat Makassar akan muncul kerak samuderanya pada indeks stretching factor 2.9 atau setara dengan kedalaman laut 3200 meter, artinya pada kedalaman laut 3200 meter baru kerak samudera akan muncul. Kedalaman maksimum Selat Makassar adalah 2500 meter, maka saya berpendapat bahwa basement Selat Makassar hanyalah kerak benua yang menipis (attenuated continental basement akibat rifting), bukan kerak samudera. Akhirnya, pada tahun 2009, perdebatan ini mungkin akan mendekati akhir, ketika sebuah sumur bernama Rangkong-1 dibor oleh ExxonMobil di Wilayah Kerja Surumana, Selat Makassar dari bulan Februari-Juni. Sumur eksplorasi ini termasuk yang terletak di tengah Selat Makassar pada kedalaman laut 2255 meter. Sumur dibor sampai sedalam 4485 meter. Sumur ini memang tidak menembus basement Selat Makassar, tetapi ia menembus batuan volkanik yang duduk di atas basement. Batuan volkanik ini, komposisinya, akan memberitahu kita apa gerangan basement di bawahnya. Maka penelitian petrokimia, isotop geokimia dan geokronologi pun dilakukan ExxonMobil atas sampel volkanik tersebut. Hasilnya sudah dipublikasikan meskipun sekilas oleh Bacheller III et al (2011) di pertemuan tahunan IPA (Indonesian Petroleum Association) yang mengatakan bahwa volkanik Rangkong itu secara petrokimia menunjukkan asosiasi yang definitif dengan kerak benua bukan dari asosiasi kerak samudera. Saya membahas implikasi regional penemuan ini atas tektonik Selat Makassar secara keseluruhan, juga membahas kembali petdebatannya, di pertemuan IPA tahun ini (Satyana et al., 2012). Setelah melihat banyak
Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG... Angle of Repose
Critical angle of repose perlu diterapkan ke penafsiran cinder cone, bukan ke step pyramid, kecuali kalau perundakan piramida ini mau ditutupi 'casing' sehingga membentuk bidang miring, tetapi bidang miring bukanlah arkitektur Gunung Padang. Gunung Padang secara regional duduk di atas/di sekitar jalur Sesar Cimandiri,goyangan gempa tentu jadi risikonya. Orang2 dulu para pembangunnya telah menyadari hal ini dan mereka memasukkan butiran pasir di antara bilah2 kolom andesit basaltik sebagai peredam adalah sebuah kecerdasan yang patut dikagumi dibanding masanya, bandingannya adalah seperti bantalan peluru bulat di poros engkol mekanik yang senantiasa bergerak. Gempa tentu tak terlihat, hanya goyangannya dirasakan, dulu waktu membangunnya juga mungkin sempat porak-poranda, tetapi mungkin mereka kemudian menemukan cara meredamnya. Letusan gunungapi Gunung Gede tentu mereka lihat dan menakutkan, Sang Hyang yang menghuni Gunung Gede marah, maka mereka mendirikan kuil alam Gunung Padang buat menyembahnya. Kosmologi agama purba Jawa menyatakan gunung adalah tempat suci yang harus diindahkan, dan ini berlanjut terus sampai masa sejarah. Jadi meskipun mereka cerdas menemukan teknologi peredam gempa, toh mereka menyembah gunung juga, wajar saja itu terjadi pada sekitar 3000 SM. Perhatikan bahwa semua piramida di Mesir saja dibangun di tepi barat Sungai Nil, tak ada yang di tepi timurnya, melambangkan bahwa bangunan ini dibangun dengan suatu kepercayaan akan Dewa Matahari (Ra) dan tempat kematian saat matahari terbenam, maka di tepi barat; tak masalah bahwa piramida ini dibangun dengan teknologi canggih pada masanya, dibangun pada saat manusia belum mengenal teknologi roda... salam, Awang --- Pada Rab, 15/2/12, mufar...@gmail.com mufar...@gmail.com menulis: Dari: mufar...@gmail.com mufar...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG... Angle of Repose Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 15 Februari, 2012, 2:49 PM Kalo di aplikasikan ke gunung padang jadi gak klop karena gunung padang adalah step piramid. Otomatis material vulkanik gunung gede (?) akan nemplok aja di atap piramid dan bikin bangunan gampang runtuh. Disatu sisi penghuni gunung padang dianggap maju karena bisa bikin bangunan peredam gempa, disisi lain mereka ternyata gak punya knowledge ttg bahaya gunung api Salam Razi From: amienwid...@yahoo.com Date: Wed, 15 Feb 2012 06:41:38 +To: iagi-net@iagi.or.idReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG... Angle of Repose Asli DERAJAT dan rumah2 di lereng Brpmo bagian atas sudut kemiringan atapnya sekitar 55 DERAJAT kalau nggak gitu rumah mereka akan runtuh Waktu itu saya memang ngira sekitar 45 derajat tapi kenyataanya demikian. Powered by Telkomsel BlackBerry®From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com Date: Wed, 15 Feb 2012 13:04:31 +0700To: iagi-net@iagi.or.idReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO Pak Amien, hanya minta klarifikasi Apakah ini 50-55 derajat ataukan 50-55 % (persen). Kalau memang benar dalam derajat berarti AoR nya sangat curam sekali ya ? Mungkin karena materialnya tidak seragam sehingga ada faktor pengisi diantara ruang kosong yg mempengaruhi AoR (cmiiw) Dibawah ini saya ambil dari wiki: Material (condition) Angle of Repose (degrees) Ashes 40° Asphalt (crushed) 30–45° Bark (wood refuse) 45° Bran 30–45° Chalk 45° Clay (dry lump) 25–40° Clay (wet excavated) 15° Clover seed 28° Coconut (shredded) 45° Coffee bean (fresh) 35–45° Earth 30–45° Flour (wheat) 45° Granite 35–40° Gravel (loose dry) 30–45° Gravel (natural w/ sand) 25–30° Malt 30–45° Sand (dry) 34° Sand (water filled) 15–30° Sand (wet) 45° Wheat 28° sebagai info saja AoR lebih tepatnya critical angle of repose, ini sudut yg dibentuk oleh horizon (datar) lereng material lepas (uncemented/uncompacted cmiiw). RDP 2012/2/15 amienwid...@yahoo.com kebetulan saya punya penelitian terkait dengan Angle of Repose pasir gunung Bromo (pasir andesit basaltis). Penelitian bertujuan untuk mendesain atap rumah di kawan rawan hujan abu. Hasilnya sekitar 50-55 derajat dan kalau basah 55 derajat. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Bandono Salim bandon...@gmail.com Date: Wed, 15 Feb 2012 04:16:55 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO Pak, mangokim sudah mendaki sampai puncak, lereng terjal itu dari andesit, jadi dpt saja angle of reposenya sampai lebih dari 60, nah mari manh okim, tugas anda menjawab. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Wed, 15 Feb 2012 11:39:54 To: iagi-net@iagi.or.id Reply
Bls: [iagi-net-l] Kompas.com : Piramida Sadahurip dari Sudut Pandang Astronomi
Orion Mystery atau lebih terkenal sebagai Orion correlation theory untuk piramida2 Giza dikemukakan oleh para pseudo-archaeologist seperti Robert Bauval dan Graham Hancock dalam bukunya The Orion Mystery (Bauval, 1994) atau Fingerprints of the Gods (Hancock, 1995). Orion correlation theory menyatakan bahwa piramida2 Giza dibangun segaris dengan rasi Orion di langit. Sekalipun piramida2 ini menunjukkan berbagai ukuran yang cukup presisi, toh para Egyptologist tak menganggapnya sebagai sesuatu yang luar biasa, sekalipun pembangunannya harus diakui mengagumkan. Piramida2 di Mesir lain peruntukannya dengan bangunan2 punden berundak di Indonesia (baca Sumatra, Jawa). Piramida2 di Mesir memang untuk kuburan Firaun dan bahwa jazad Firaun ini dihubungkan dengan rasi Orion-Osiris ada benarnya, sebab memang itu kepercayaannya. Tetapi kebanyakan bangunan punden berundak di Indonesia (Sumatra-Jawa) tidak diorientasikan ke langit, ke rasi-rasi bintang, tetapi ke gunung2 di sekitarnya. Gunung Padang Cianjur, misalnya. Semua arah kelima terasnya diorientasikan secara frontal ke Gunung Gede, dan di salah satu terasnya (teras ketiga) ada semacam kursi batu megalitik yang bila kita duduk di atasnya dan menghadap ke depan, maka akan tepat menghadap puncak Gunung Gede secara frontal. Sekalipun demikian, posisi Gunung Gede tepat berada di bawah lintasan jalur Bima Sakti. Jadi kalau kita malam-malam ke sana dan langit cerah, maka akan terlihat jalur penuh bintang itu berjalan lurus dari teras lima ke teras satu menuju Gunung Gede. Gunung Sadahurip lain lagi. Setiap orang yang telah mendaki gunung ini sampai ke puncak, begitu sampai di puncak kita akan dihadapkan ke panorama puncak-puncak gunungapi yang mengelilingi Sadahurip hampir melingkar (dari Sadakeling ke Talagabodas ke Galunggung ke Karacak ke Cikuray ke Guntur). Orang2 yang memahami kosmologi agama Jawa pasti akan merasakan bahwa kalau Sadahurip mau dijadikan center pemujaan gunung2api itu, maka inilah titik yang ideal. Candi Borobudur juga dibangun tidak berorientasi ke langit tetapi lagi-lagi ke gunung, dan dinasti pembangunannya adalah wangsa Syailendra-dinasti raja2 pemuja gunung. Candi Borobudur bersama candi-candi ‘induknya’ Mendut dan Pawon dibangun memperhatikan geomantik, bukan astromantik. Ketiga candi membentuk garis lurus hampir barat-timur, dibangun di dataran Kedu yang pada masa Mataram Kuno merupakan tempat dianggap suci sehingga banyak candinya, termasuk prasasti tertua Jawa (Canggal) ditemukan di Kedu, yang dialiri dua aliran sungai mengalir dari utara ke selatan. Sungai Progo dan Sungai Elo. Kedua sungai bertemu di sebelah utara Bukit Menoreh (Kulon Progo), bukit penting dalam sejarah Jawa. Piramida di Mesir wajar saja berposisi astromantik sebab di dataran Afrika Utara sana, di area Mesir, hanyalah dataran delta Nil yang luas, tak ada gunung2, maka wajar sekali kalau rasi-rasi bintang jadi panduan kosmologis, tetapi di Indonesia di area Sumatra-Jawa penuh gunung2, maka kalau ada bangunan bersejarah/prasejarah dibangun untuk memuja gunung2 sebagai Di-Hyang (tempat Dewa/Sang Mahakuasa), wajar saja gunung2 dijadikan panduannya (geomantik). Maka menyimpulkan bahwa Sadahurip bukan piramida karena tak memenuhi syarat-syarat astromantik seperti piramida di Mesir maaf, salah alamat... Salam, Awang --- Pada Rab, 15/2/12, Alman salmand...@gmail.com menulis: Dari: Alman salmand...@gmail.com Judul: [iagi-net-l] Kompas.com : Piramida Sadahurip dari Sudut Pandang Astronomi Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 15 Februari, 2012, 4:17 PM Setelah geolog, arkeolog, vulkanolog dan paranormal angkat bicara...sekarang astronomist juga mulai sumbang pendapatmakin rame :) salam Alman Piramida Sadahurip dari Sudut Pandang Astronomi http://sains.kompas.com/read/2012/02/15/15142677/Piramida.Sadahurip.dari.Sudut.Pandang.Astronomi JAKARTA, KOMPAS.com - Klaim bahwa Gunung Sadahurip sejatinya merupakan piramida belakangan menjadi perdebatan hangat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tim Katastrofik Purba, Piramida Sadahurip lebih tua dari Piramida Giza di Mesir. Piramida Sadahurip juga dihubungkan dengan peradaban Atlantis, benua yang hilang yang berdasarkan buku Arysio Santos mencakup wilayah Indonesia. Beragam pendapat muncul. Kalangan arkeolog dan geolog membantah penemuan tersebut. Kalangan geolog mengatakan bahwa Gunung Sadahurip sejatinya merupakan gunung berapi yang kini sudah mati. Sementara kalangan arkeolog menyatakan bahwa keberadaan piramida tidak mungkin jika tak ditemukan jejak pemukiman di sekitarnya. Di lain pihak, tim penemu tetap yakin bahwa klaimnya adalah benar. Memberikan analisis dari sudut pandang astronomi, astronom Ma'rufin Sudibyo mengatakan bahwa pembangunan piramida akan selalu menghadap ke titik-titik istimewa di langit. Prinsip ini tidak hanya dianut oleh
Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO
Berpendapat bahwa di Indonesia ada piramida (seperti piramida2 di kompleks Giza di Mesir yang umurnya sekitar 2500 SM) memang suatu pendapat/ide yang terasa 'bizzare', 'wah', 'ide gila' sulit dinalar...maka wajar saja kalau dibilang 'it is possible but unlikely'. Tetapi sebentar dulu, kita sering berpikir dikurung oleh pengetahuan yang sudah baku, sehingga kalau ada pikiran di luar itu (katakanlah di luar mainstream) lalu kita mengatakannya mengada-ada. Saya pikir sejarah sains dicirikan oleh hal ini, ada orang2 yang berpikir di luar kemapanan, lalu ditolak habis2an oleh kemapanan, padahal di kemudian hari ternyata mereka justru yang benar. Dari heliosentris Brahe dan Copernicus, teori evolusi Darwin, relativitas Einstein, continental drift Wegener, dll saya pikir penuh idea 'bizzare' pada awalnya. Kasus Sadahurip dan Gunung Padang adalah kasus sejarah atau lebih tepat masa prasejarah. Pengetahuan kita tentang prasejarah sangatlah kurang karena jumlah artefak yang telah ditemukan jauh lebih sedikit daripada panjang masanya sendiri. Para geologist dalam hal ini lebih beruntung daripada para ahli arkeologi sebab singkapan batuan jauh lebih banyak daripada artefak atau fosil hominid. Nah, pengetahuan dengan bukti yang sangat sedikit ini jangan lantas menjadi pengukur pengetahuan kita masa kini maupun ke depan. Maksudnya, mengapa 'unlikely' ada piramida di Indonesia, bisa saja kita belum menemukannya sebab menemukan artefak itu lebih sering tak sengaja. Menemukan singkapan bisa kita analisis dan buktikan dengan rekonstruksi lapangan dll. Menemukan artefak, harus ada pemicunya dulu secara tak sengaja. Piramida di dunia tak hanya piramida2 Giza di Mesir, itu memang yang paling terkenal, sehingga pikiran kita selalu terkurung olehnya sebab publikasinya paling banyak. Di Mesir ada sekitar 170 piramida telah ditemukan, dengan berbagai bentuk dari berbagai dinasti Firaun. Salah satu bentuknya adalah step pyramid, yang sangat mirip 'punden berundak' di Indonesia, dan justru model ini yang paling mendunia, ada di banyak negara, bukan model 'square pyramid' ala piramida2 Giza. Punden berundak adalah salah satu tradisi megalitik Indonesia yang terkenal, ditemukan di banyak tempat di Indonesia. Secara geometris, ini adalah step pyramid. Gunung Padang dan Borobudur dibangun dengan sistem punden berundak, step pyramid. Geometri piramid, mengerucut, menyempit ke atas, bukan barang aneh bagi tradisi kebudayaan prasejarah-sejarah Indonesia. Pengundakan sawah dan ladang (terasering), penyucian gunung sebagai tempat kediaman Sang Mahakuasa (misalnya Di-Hyang/Dieng -tempat bersemayamnya Sang Mahakuasa) adalah tradisi sejarah/prasejarah Indonesia juga. Maka Gunung Padang dijadikan situs penyembahan Gunung Gede pada masanya, juga barangkali Sadahurip pernah dipakai untuk tempat penyembahan gunung2 di sekelilingnya (Sadakeling-Talagabodas-Galunggung-Karacak-Cikuray-Guntur), bisa2 saja. Secara ringkas, buat saya 'pyramid in Indonesia is possible and likely' Salam, Awang --- Pada Rab, 15/2/12, Benyamin Sapiie bsap...@geodin.net menulis: Dari: Benyamin Sapiie bsap...@geodin.net Judul: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 15 Februari, 2012, 6:16 AM Saya juga setuju bahwa piramid sebuah hipotesa kenapa tidak tapi kemungkinannya kecil karena tidak pernah ada bukti2 kebudayaanm arkeologi dan lainya yg mendukung kehadirannya. Yet, saya juga bukan ahli kebudayan maupun arkeologi yang bisa mengatakan hal ini. Geolistirik dan geofisika tools lainnya memerlukan interpretasi bahkan sudah ada pemboraanpun masih memerlukan analisa yang detail. Perdebatan scientific seharus dilakukan dengan data dan level yang sama serta berimbang supaya tidak lebih jelas apa yang dipermasalahkan (termasuk perkara kemenyan). Walaupun hal ini juga tetap tidak akan menstop para pendukung piramida untuk tetapa yakin bahwa itu ada. Sebagai contoh masih banyak yang anti-tektonik teori, misalnya expanding earth (Carey). Kalau sudah universal seperti hukum gravitasi baru mungkin akan susah dibantah. Sebaik sharing informasi saja antara pro dan kontra biar bisa saling mengisi dan argumen yang dibicarakan lebih jelas. Salam, Ben Sapiie 2012/2/14 koeso...@melsa.net.id: Yg masalah adalah justru geolistrik ini yg gambar hasil processingnya saja tdk pernah dapat diperlihatkan secara jelas, apakah lintasannya dilewatkan outcrop yg diamati Pak Miko, bagaimana garis2 lintasannya, apakah ada basemap-nya. Ya selama gambar penampang geolistrik tdak diperlihatkan, kalau saya ditanya pendapat saya: pyramid? Yes it is possible, but unlikely. Kita kan dididik dan dilatih untuk mengidentifikasikan gejala geologi dari bentuk morfologi dan singkapannya, ditambah drilling data. Saya khawatir walaupun sudah dibor para proponent piramide tdk akan mengalah walaupun ruangan tdk diketemukan. Begitupun para anti-pyramid tdk akan
Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO
‘Angle of repose’ Sadahurip kurang memenuhi syarat disebut sebagai cinder cone. Bila cinder cone ini dulunya dibangun oleh coarse scree, maka typical range of repose-nya akan 32-36 deg, setelah terkonsolidasi akan melandai sekitar 25-30 deg. Kenyataannya Sadahurip kini lerengnya di antara 30-40 deg di sekelilingnya walaupun lereng yang dilihat dari Kampung Cicapar lebih landai dari 30 deg. Tentu banyak faktor yang akan menentukan sudut ini: particle size, angularity, interlocking antarpartikel dan tekanan antarpori. Bentuk yang kelihatan dari permukaan pun bisa mengelabui kita karena berbagai faktor post-pembentukan misalnya erosi atau pemanfaatan lahan oleh manusia, bisa mengubah sudut kemiringannya. Maka bila ada yang mau melihat ke dalam struktur di bawahnya, dengan berbagai metode, tak ada salahnya, dan kita diskusikan hasilnya sebab terbentuknya cinder cone banyak syarat mekanikanya, maklum benda jatuhan (pyroclastic fall), sehingga pada sudut maksimum berapa suatu unconsolidated sediment bisa bertahan tanpa jatuh/menggelundung lagi (angle of repose) ke bawahnya menjadi penting. Man-made structure atau natural-structure by pyroclastic fall akan mempunyai angle of repose yang berbeda. Sebagai informasi, pembangunan piramida kompleks Giza di Mesir untuk balok2 utamanya tak mempertimbangkan angle of repose, sebab piramida2 ini dibangun semula sebagai stepped pyramids menggunakan jutaan balok batugamping, kemudian ditutupi luarnya agar halus membentuk bidang miring, tak terlihat lagi undakannya oleh casing material buatan. Dan bidang miringnya membentuk ‘angle of repose’ sekitar 40. Membuat bidang miring menjadi berundak-undak adalah kebiasaan para petani kita dari zaman dahulu. Imhotep, arsitek piramida2 Giza di Mesir sekitar 2600-2500 SM, membuatnya terbalik. Menyusun undak-undaknya dulu lalu menutupinya dengan material casing yang akhirnya membentuk bidang miring. Barang siapa yang mempelajari evolusi piramida di Mesir, akan tahu bahwa piramida2 bidang miring di Giza berasal dari model piramida ‘punden berundak’ yang lebih tua, 2600 SM,dari bangunan kuburan bernama ‘mastaba’ yang semula dua tingkat, tiga tingkat,empat tingkat, terus…, akhirnya di-casing menjadi bidang miring. Gunung Padang adalah punden berundak terbesar di Asia Tenggara, tetapi ia mungkin bukan kuburan, melainkan semacam kuil alam untuk menyembah Gunung Gede, tetapi tunggulah penelitian yang sedang terjadi dengannya, kita kan baru tahu permukaannya, dan sekarang mulai masuk ke dalamnya. Salam, Awang --- Pada Sel, 14/2/12, Rus Soeripto rsoeri...@yahoo.com menulis: Dari: Rus Soeripto rsoeri...@yahoo.com Judul: Re: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 14 Februari, 2012, 5:20 PM Pak Yatno,Terimakasih telah menambah pengetahuan saya, karena sepanjang jadi geologist jarang bersentuhan dengan vulkanologi..Pertanyaan saya adalah; apakah feedernya mesti vertikal, apakah kejadiannya seperti parasitic cone dimana feedernya berupa cabang dari main volcanic neck dg posisi menyudut menerobos sesuai dengan posisi rekahan sebagai konduit. Atau bahkan konduitnya sejajar lapisan berongga seperti kejadian sill atau pacolith. Apabila sketsa profil cinder cone Pak Yatno dengan feeder miring sudut rendah, seakan-akan gak punya volcanic neck, seperti data geolistrik piramida ?Just thinking outloud saja pak, meramaikan debat piramid vs vulkanik..Salam Ruskamto From: Yustinus Suyatno Yuwono yuw...@gc.itb.ac.id To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, February 14, 2012 10:52 AM Subject: RE: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO Rekan rekan Yth. Ini saya coba buat sketsa suatu gunungapi kecil (biasanya tingginya hanya ratusan meter saja) yang disebut cinder cone (bhs Prancisnya Cone de cendre). Di dalam body gunungapi kecil ini strukturnya sangat kompleks, bias ada rongga-2, paleo soil, dll. Perlu diketahui juga, dari permukaan gunungapi ini tidak terlihat adanya tanda- tanda pusat erupsi seperti kepundan (crater), kawah (crater lake), volcanic plug dsb. Yang Nampak hanya bentuk dome yang isinya lapili- tuff yang relative loose, mudah tererosi membentuk endapan lahar dsb. Lapilli itu dihasilkan suatu erupsi, biasanya tipe phreato- magmatic, bs dibayangkan saat di- erupsikan mirip kembang api raksasa dan jatuh (pyroclasti fall) di sekitar pusat erupsi bahkan menutupi volcanic edifice- nya. Sketsa itu saya buat contoh untuk G. Kiamis, Garut (selatan konsesi geothermal Darajat), lava flow nya berupa obsidian yang tersingkap dekat Desa Toblong) Salam, Yatno -Original Message- From: Sujatmiko [mailto:m...@cbn.net.id] Sent: Friday, February 10, 2012 4:42 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] GUNUNG PADANG : PENCERAHAN PAK YATNO Pak Yatno dan rekan-rekan IAGI yang budiman, Terima kasih atas masukan dan pencerahan Pak Yatno yang begitu berharga. Seperti halnya pak Yatno,
RE: [iagi-net-l] DISKUSI BENCANA KATASTROPIK PURBA DI JAKARTA
Mang Okim, Saya juga tidak mengatakan seperti yang ditulis di bawah ini: ditambah dengan hasil pengamatan Pak Awang yang mensinyalir atau menafsirkan bahwa sebagian besar batuan di lembah Batu Rahong hilang karena ditambang oleh orang baheula untuk dipakai sebagai material pembangunan piramida Sadahurip Dalam hal Baturahong, saya membedakan antara fakta, interpretasi dan spekulasi. Fakta: Punggungan Baturahong hilang setengahnya, sisi utaranya, ini jelas sekali terlihat dari lereng-puncak Sadahurip. Punggungan-punggungan lain di sebelah utaranya utuh. Punggungan Baturahong merupakan punggungan frontal ke arah Sadahurip. Dengan menggunakan data lainnya, DEM, IFSAR lebih jelas lagi. Interpretasi: Hilangnya punggungan Baturahong bukan natural,bukan oleh amblesan karena patahan normal, tetapi artificial, man-made, dibongkar, dan tidak terjadi pada masa kini tetapi pada masa yang jauh dalam sejarah masa lalu atau prasejarah. Saya berhenti dan mencukupkan diri sampai di sini, bila saya lanjutkan lagi, maka saya melakukan spekulasi. Tetapi area bongkaran Baturahong, yang saya sebut sebagai Cekungan Baturahong menuntut penjelasan, digunakan untuk apa batu-batu itu. Saya tidak mengatakan bahwa itu dipakai untuk membangun (piramida) Sadahurip, sebab saya tak punya bukti dan argumennya; jadi ini sudah masuk ke tahap spekulasi; tetapi bila memang iya dipakai membangun piramida Sadahurip, saya tidak merasa kesulitan membayangkan kemampuan orang2 pada masa itu, prosesnya malahan akan lebih sederhana dibandingkan membangun piramida Khufu/Cheops di Mesir. Bila ada waktu cukup, saya akan menulis lebih detail mengapa saya mengintepretasi bahwa Baturahong area bongkaran dan mengapa terjadi pada masa sejarah/prasejarah. Di situ kita bisa beragumentasi, tidak di area apakah Sadahurip piramida atau gunungapi/gumuk piroklastika. Saya pribadi secara singkat tidak menyimpulkan apa2 tentang Sadahurip, saya hanya menyajikan fakta dan interpretasi. Sadahurip kasus kompleks yang tak bisa segera ditafsirkan dalam dua jam mengamatinya. salam, Awang --- Pada Kam, 9/2/12, Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id menulis: Dari: Andang Bachtiar abacht...@cbn.net.id Judul: RE: [iagi-net-l] DISKUSI BENCANA KATASTROPIK PURBA DI JAKARTA Kepada: iagi-net@iagi.or.id, 'MGEI' economicgeol...@yahoogroups.com Cc: 'SADONO' sadonoin...@hotmail.com, 'GUNARDI' sf.guna...@ymail.com, 'Feni Kertikasyari' kertikasy...@yahoo.com, 'Iman Santoso' titansp...@ymail.com, 'mira buana' sparkly_...@yahoo.com, 'Bachtiar T.' t_bachtiar...@yahoo.co.id Tanggal: Kamis, 9 Februari, 2012, 10:21 AM Mang Okim yang saya kagumi,, Sebenarnya banyak yang ingin saya klarifikasi sehubungan dengan interpretasi panjenengan terkait seminar kemarin itu. Tetapi saya pikir lebih baik menunggu publikasi resmi saja untuk membeberkan semuanya, lagipula sebagian analisis sedang berlangsung sekarang ini. Meskipun ada 2 hal prinsip yang mau-tidak-mau harus saya dahulukan klarifikasi di milis ini, yaitu: 1. Pasir lepas berbutir seragam yang kami dapatkan di lobang 2 teras 5 dari kedalaman 8 s/d 15 meter dengan beberapa selingan andesit lapuk di antaranya SAMASEKALI tidak kita dapatkan di lobang pertama di teras 3 yang hanya berjarak 30 meter di utaranya. Mudah2an informasi ini membuat interpretasi kita menjadi lebih tajam yaitu tidak mungkin 3 letusan besar dari gunung2 api di sekitar Gn Padang menaburkan abu volkanik setebal 2, 1.5, dan 0.8 meter memilih tempat khusus di ujung teras 5 dan menghindari daerah teras 3 yang jaraknya hanya 30 meter di utaranya. 2. Tentang sinyalemen Mang Okim dg kalimat konon telah beberapa milyar dikeluarkan so far saya sangat berkeberatan; karena saya mengeluarkan duit saya pribadi untuk membiayai semua kegiatan saya, mapping, pemboran, rig, matabor, polimer, analisis2 lab, semua perjalanan; dan itu tidak sampai 40juta rupiah keseluruhannya dalam setahun ini. Alat2 kita pinjam, dan orang meminjamkannya dengan tulus dan sukarela. Tidak ada peneliti yang dibayar di penelitian ini. Ada pihak2 yang menyumbang, pinjaman peralatan maupun ongkos2; tapi nggak pernah sampai milyaran. Kalau toh ada yang menggunakan uang kantor untuk perjalanan kesana kemari dan menyelenggarakan seminar/pertemuan, saya pikir itupun juga tidak sampai milyaran seperti yang dikononkan oleh Mang Okim. Nah, mudah2an dengan demikian kawan2 IAGI yang budiman juga mendapatkan informasi yang berimbang dari yang benar2 melakukan. Senang juga terus menerus mendapatkan inquiry dan keragu2an, karena itu semua akan memperkuat pelaporan dan penulisan ilmiah yang kelak akan kami terbitkan. Tapi mohon kesemuanya didasarkan pada keberimbangan informasi dan rasionalitas. Lanjut, Mang Salam ADB-0800 From: Sujatmiko [mailto:m...@cbn.net.id] Sent: Thursday, February 09, 2012 9:00 AM To: iagi-net@iagi.or.id; MGEI Cc:
Re: [iagi-net-l] Bosscha (was: Mengenang Prof. Charles Hutchison)
sejumlah lembaga sosial seperti Leger des Heils (Bala Keselamatan, semacam panti asuhan), Doofstommen Instituut (Lembaga Tuli Bisu), keduanya di Bandung, dan panti perawatan lepra di Jawa Tengah. Begitu banyak yang telah disumbangkan Bosscha bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan rakyat banyak, sehingga pada masanya ia di pihak Belanda pun diangkat sebagai warga kehormatan, dan di sisi rakyat pribumi, ia dicintai. Bosscha-lah, salah satu orang Belanda yang ditangisi rakyat pribumi pada saat kematiannya. Pada masa kini, Observatorium Bosscha telah menjadi UPT (Unit Pelayan Teknis) di bawah Institut Teknologi Bandung (ITB) dan digunakan sebagai tempat: penelitian para ahli astronomi, pendidikan para mahasiswa sarjana-pascasarjana astronomi atau kunjungan masyarakat umum. Observatorium Bosscha dilengkapi dengan tujuh teropong/teleskop optik terdiri atas teleskop-teleskop pemantul (reflektor, menggunakan cermin) dan teleskop-teleskop pembias (refraktor, menggunakan lensa) dengan ukuran diameter-fokus lensa dan kegunaan yang bermacam-macam, misalnya: mengamati bulan, planet, bintang, galaksi atau mengamati objek-objek istimewa yang muncul tidak permanen seperti komet dan supernova (bintang meledak). Di samping teleskop optik, observatorium ini pun mempunyai beberapa ‘teleskop’ radio yang mempunyai piringan-piringan seperti parabola untuk menerima sinyal-sinyal dari benda-benda langit. Dalam melakukan penelitiannya, Observatorium Bosscha tidak jarang bekerja sama dengan negara-negara asing seperti: Amerika Serikat, Jepang, India, Australia atau negara-negara Eropa. Karena dibangun pada zaman kolonialisme Belanda, Observatorium Bosscha memiliki nilai sejarah tertentu, sehingga observatorium ini telah dilindungi Pemerintah sebagai Benda Cagar Budaya sejak tahun 2004. Tahun 2008, Pemerintah pun telah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu Objek Vital Nasional yang harus diamankan.*** --- Pada Rab, 11/1/12, Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id menulis: Dari: Sugeng Hartono sugeng.hart...@petrochina.co.id Judul: Re: [iagi-net-l] Mengenang Prof. Charles Hutchison Kepada: iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 11 Januari, 2012, 3:29 PM Pak Awang Yth, Trimakasih, kedua tulisan ini sungguh sangat bagus dan berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita. Kalau tidak salah di kawasan kantor perkebunan teh di Pangalengan juga ada makam orang penting, tetapi kondisinya jauh lebih bagus. Ada prasasti dengan tulisan bahasa Belanda yang kalau tidak salah kira-2 artinya telah istirahat dengan tenang Ngomong-2 kan tidak ada larangannya yha kalau kita memohon/ menghimbau beliau-2 yang berkantor di Gedung Sate untuk memberi perhatian/ perawatan pada makam di Lembang itu atau situs penting lainnya? Salam hangat, Sugeng - Original Message - From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com To: IAGI iagi-net@iagi.or.id; Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Sent: Wednesday, January 11, 2012 7:57 AM Subject: [iagi-net-l] Mengenang Prof. Charles Hutchison Ini tulisan yang ingin saya posting dari tahun lalu, tetapi belum sempat menuliskannya. Semua yang pernah mengerjakan geologi regional Indonesia dan SE Asia pasti pernah berhubungan dengan karya-karya Charles Hutchison. Charles Hutchison banyak sekali, lebih dari 100, menulis paper tentang geologi regional dan tektonik SE Asia termasuk Indonesia. Dan secara detail, Hutchison bisa disebutkan memegang otoritas paling tinggi atas pengetahuan geologi NW Borneo. Enam buku telah ditulisnya, salah satunya banyak dipakai para regional geologists Indonesia, yaitu Geological Evolution of SE Asia (Clarendon Press, Oxford, 1989). Bukunya yang terakhir ditulisnya adalah tentang wilayah favoritnya, Geology of North-West Borneo (2009), hasil akumulasi puluhan tahun pekerjaannya di Kalimantan. Tanggal 18 Oktober 2011, Charles Hutchison meninggal dunia, suatu kehilangan yang sangat besar bagi geologi dan tektonik SE Asia. Posisi terakhir Charles Hutchison adalah guru besar emeritus University of Malaya. Kehilangan yang besar untuk dunia geologi, tetapi karya tulisnya akan tetap abadi, masih akan menginspirasi para geologists yang bekerja di SE Asia. Terdapat tiga Magnum Opus tentang geologi dan tektonik SE Asia yang pernah ditulis para tokohnya: (1) van Bemmelen -1949: Geology of Indonesia, (2) Hamilton -1979: Tectonics of the Indonesian Region, dan (3) Hutchison -1989: Geological Evolution of SE Asia. Maka karya Hutchison sesungguhnya adalah karya terakhir tentang tektonik Indonesia secara terintegrasi, dan itu ditulisnya lebih dari 30 tahun yang lalu. Robert
RE: [iagi-net-l] Fwd: AEIC EarthQuake Information -- Info Gempa Mag:5.0 SR, 11-Jan-12 04:00:53 WIB, Lok:2.39 LU,93.18 BT (325 km BaratDaya KAB-SIMEULUE), Kedlmn:59 Km ::BMKG
Pak Danny, BMKG melaporkan gempa besar ini (7,6 SR), bersama aftershocks-nya, hanya mungkin tak segera tersedia di website-nya. Gempa utama terjadi 11 Januari 2012, pukul 01:36:54 WIB, 2.32 LU - 92.82 BT, 365 km BaratDaya KAB-SIMEULUE, 7.6 SR. Ini gempa strike-slip terbesar sejak Gempa Aceh M 9.1 26 Desember 2004 yang merusak segmen Sumatra megathrust plate boundary sepanjang 1300 km. Sebelum gempa strike slip Mw 7,3 ini, ada dua gempa strike-slip Mw 6.2 yang terjadi dengan episentrum berjarak 50 km dari gempa kemarin, yaitu pada 19 April 2006 dan 4 Oktober 2007. Berikut daftar gempa tersebut (BMKG, 12 Januari 2012) (main shock baris paling bawah, ke atasnya aftershocks): 11 Januari 2012 18:56:05 WIB 2.37 LU - 93.08 BT 5.0 SR 97 Km 336 km BaratDaya KAB-SIMEULUE 11 Januari 2012 15:22:08 WIB 2.47 LU - 91.78 BT 5.1 SR 10 Km 480 km BaratDaya KAB-SIMEULUE 11 Januari 2012 04:00:53 WIB 2.39 LU - 93.18 BT 5.0 SR 59 Km 325 km BaratDaya KAB-SIMEULUE 11 Januari 2012 02:46:14 WIB 2.29 LU - 92.85 BT 5.0 SR 10 Km 362 km BaratDaya KAB-SIMEULUE 11 Januari 2012 02:02:52 WIB 2.14 LU - 94.01 BT 5.4 SR 204 Km 237 km BaratDaya KAB-SIMEULUE 11 Januari 2012 01:36:57 WIB 2.41 LU - 93.09 BT 7.1 SR 10 Km 334 km BaratDaya KAB-SIMEULUE 11 Januari 2012 01:36:54 WIB 2.32 LU - 92.82 BT 7.6 SR 10 Km 365 km BaratDaya KAB-SIMEULUE salam, Awang --- Pada Rab, 11/1/12, Danny Hilman Natawidjaja danny.hil...@gmail.com menulis: Dari: Danny Hilman Natawidjaja danny.hil...@gmail.com Judul: RE: [iagi-net-l] Fwd: AEIC EarthQuake Information -- Info Gempa Mag:5.0 SR, 11-Jan-12 04:00:53 WIB, Lok:2.39 LU,93.18 BT (325 km BaratDaya KAB-SIMEULUE), Kedlmn:59 Km ::BMKG Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 11 Januari, 2012, 8:34 AM Data focal mechanisms atau CMT-solution di bawah menunjukan bahwa gempa ini adalah strike-slip faulting. Lokasinya ada di lempeng Samudra Hindia. Di Lempeng samudra ini struktur yang dominan adalah “transform ridges”yang berarah NNE-SSW, yang paling besar dinamai Investigator Fracture Zone (IFZ)”. Gempa M 7.3 ini posisinya diantara IFZ dan palung Sumatra. Nah melihat posisi tektoniknya ini, kelihatannya gempa ini adalah strike-slip fault – SINISTRAL (lihat CMT solution di bawah – kemungkinannya dekstral dengan strike ENE-WNW atau sinistral dengan strike NNE-SSW). Sebetulnya system transform fault NNE-SSW ini sudah tidak aktif lagi , tapi pergerakan tektonik sekarang membuat BLOK BESAR LEMPENG SAMUDRA HINDIA BER_ROTASI SEARAH JARUM JAM sehingga menyebabkan system patahan strike-slip ini DIREAKTIFASI LAGI (mekanisme DOMNO PRINCIPLE). Gempa seperti ini sudah banyak terjadi. Waktu setelah gempa Bengkulu tahun 2000 juga terjadi gempa strike-slip sinistral di Lautan Hindia dengan magnitude Mw7.9. Yang saya heran, Gempa besar M 7.3 ini kok LUPUT TIDAK DI BROADCAST BMKG ya? Salam, Danny Catatan: yang mau lihat langsung laporan USGS ikut saja link ini: http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/recenteqsww/Quakes/usc0007ir5.php ---Lampiran CMT-USGS- January 10, 2012, OFF W COAST OF NORTHERN SUMATRA, MW=7.2 Meredith Nettles CENTROID-MOMENT-TENSOR SOLUTION GCMT EVENT: C201201101837A DATA: II LD IU CU MN G IC GE DK L.P.BODY WAVES:146S, 349C, T= 50 MANTLE WAVES: 148S, 343C, T=150 SURFACE WAVES: 136S, 330C, T= 50 TIMESTAMP: Q-20120110175354 CENTROID LOCATION: ORIGIN TIME: 18:37:13.2 0.1 LAT: 2.51N 0.00;LON: 92.99E 0.00 DEP: 14.2 0.4;TRIANG HDUR: 9.6 MOMENT TENSOR: SCALE 10**26 D-CM RR=-0.432 0.023; TT=-2.870 0.020 PP= 3.300 0.023; RT=-1.850 0.119 RP=-1.400 0.117; TP=-6.010 0.020 PRINCIPAL AXES: 1.(T) VAL= 6.978;PLG= 2;AZM= 59 2.(N) 0.335; 71; 154 3.(P) -7.315; 19; 328 BEST DBLE.COUPLE:M0= 7.15*10**26 NP1: STRIKE=105;DIP=76;SLIP=-168 NP2: STRIKE= 12;DIP=78;SLIP= -15 -## - -## --- P - - -# --# T ---# --- ##### ##-## ##-## ###---### ##- --- ###-- #-- ##- ### ##- From: yudieiskan...@gmail.com [mailto:yudieiskan...@gmail.com] Sent: Wednesday, January 11, 2012 7:47 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: AEIC EarthQuake Information -- Info Gempa Mag:5.0 SR, 11-Jan-12 04:00:53 WIB, Lok:2.39 LU,93.18 BT (325 km BaratDaya KAB-SIMEULUE), Kedlmn:59 Km
[iagi-net-l] Mengenang Prof. Charles Hutchison
Ini tulisan yang ingin saya posting dari tahun lalu, tetapi belum sempat menuliskannya. Semua yang pernah mengerjakan geologi regional Indonesia dan SE Asia pasti pernah berhubungan dengan karya-karya Charles Hutchison. Charles Hutchison banyak sekali, lebih dari 100, menulis paper tentang geologi regional dan tektonik SE Asia termasuk Indonesia. Dan secara detail, Hutchison bisa disebutkan memegang otoritas paling tinggi atas pengetahuan geologi NW Borneo. Enam buku telah ditulisnya, salah satunya banyak dipakai para regional geologists Indonesia, yaitu Geological Evolution of SE Asia (Clarendon Press, Oxford, 1989). Bukunya yang terakhir ditulisnya adalah tentang wilayah favoritnya, Geology of North-West Borneo (2009), hasil akumulasi puluhan tahun pekerjaannya di Kalimantan. Tanggal 18 Oktober 2011, Charles Hutchison meninggal dunia, suatu kehilangan yang sangat besar bagi geologi dan tektonik SE Asia. Posisi terakhir Charles Hutchison adalah guru besar emeritus University of Malaya. Kehilangan yang besar untuk dunia geologi, tetapi karya tulisnya akan tetap abadi, masih akan menginspirasi para geologists yang bekerja di SE Asia. Terdapat tiga Magnum Opus tentang geologi dan tektonik SE Asia yang pernah ditulis para tokohnya: (1) van Bemmelen -1949: Geology of Indonesia, (2) Hamilton -1979: Tectonics of the Indonesian Region, dan (3) Hutchison -1989: Geological Evolution of SE Asia. Maka karya Hutchison sesungguhnya adalah karya terakhir tentang tektonik Indonesia secara terintegrasi, dan itu ditulisnya lebih dari 30 tahun yang lalu. Robert Hall dan banyak kolega serta mahasiswanya sejak tahun 1995 banyak menulis tentang geologi regional dan tektonik kawasan SE Asia. Satu buku berjudul Tectonic Evolution of SE Asia pernah dikeluarkan group ini (1996), tetapi itu bukan buku seperti yang van Bemmelen, Hamilton atau Hutchison tulis, sebab buku yang disunting oleh Robert Hall dan Derek Blundell itu adalah kumpulan paper tentang SE Asia, sehingga gambaran geologi dan tektonik SE Asia secara utuh berdasarkan satu alur pikir tidak ada di dalamnya. Sama dengan Pak Katili pernah mengeluarkan buku tentang tektonik Indonesia pada tahun 1986, tetapi itu merupakan kumpulan paper2nya yang diberikan komentar oleh Prof Tjia. Maka karya Hutchison (1989) adalah karya terakhir yang utuh dalam satu alur pikir tentang geologi dan tektonik SE Asia. Banyak karya2 Hutchison yang termasuk pertama di bidangnya yang diaplikasikan untuk Indonesia, yang masih menginspirasi penelitian-penelitian selanjutnya. Apa yang menjadi perhatian Hutchison luas, ia banyak menulis tentang volkanologi, ofiolit, petrotektonik, petroleum geology, mineralisasi/metalogenesis, rekonstruksi tektonik. Saya cukup banyak mempelajari dan menggunakan karya-karya tulisnya. Tulisannya selalu orisinal, kaya akan detail dan komprehensif. Itu juga yang akan segera tampak begitu membaca bukunya (Geological Evolution of SE Asia). Sulit menemukan orang-orang seperti Charles Hutchison yang berdedikasi sepenuh waktu kepada ilmu yang dicintainya dan meninggalkan banyak karya tulis buat generasi penerusnya. Selamat jalan Prof. Charles Hutchison, karya-karyamu akan tetap abadi. Bila jadi, di Pertemuan AAPG Internasional nanti di Singapura 16-19 September, akan digelar paper-paper geologi dan tektonik regional SE Asia (invited papers), untuk mengenang Charles Hutchison, atau sebuah publikasi khusus jurnal internasional akan dipublikasi (dengan invited articles) untuk mengenangnya. His passing is a great loss for geology, but he has left a lasting legacy. Salam, Awang PP-IAGI 2011-2014: Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012. Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman abstrak 28 Februari 2012. To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or
[iagi-net-l] Lagi tentang Junghuhn: Pecinta Jawa
Sabtu 7 Januari 2012 kemarin, bersama sekitar 80 orang dari suatu komunitas yang senang jalan-jalan sambil belajar di lapangan, saya mengunjungi makam Junghuhn di Jayagiri Lembang. Di depan nisannya yang ditinggikan seperti obelisk, saya membentang poster berisi foto diri Junghuhn, biografi singkat, miniatur peta Jawanya yang monumental, lukisan-lukisan beberapa gunung yang didakinya, dan tentu saja ilmu yang dimuliakannya: botani, termasuk dua spesies kina dan geografi/ekologi tumbuhan. Para peserta yang sangat beragam latar belakang profesi dan pekerjaannya dan umurnya, dari bayi yang masih digendong ibunya sampai seorang kakek berusia 78 tahun menyimak dengan khidmat diselingi decak kagum atas karya2 Junghuhn, duduk di pelataran makam Junghuhn atau berdiri mendekati poster dan nisan. Mengapa memilih Junghuhn, sebab ia bukan hanya perintis budidaya kina di Indonesia, tetapi jauh dari itu, ia adalah perintis penelitian geologi, kartografi/geodesi, geografi, botani, bahkan antropologi di Jawa. Dan, hal ini tak banyak diketahui masyarakat umum. Umumnya, mereka tahu Junghuhn dengan kata kunci kina, padahal bukan hanya kina. Saya pernah menulis beberapa kali tentang Junghuhn buat milis2, saya tak akan mengulangi menjelaskan kiprahnya sebab itu pernah saya tulis, juga pernah ditulis di beberapa majalah. Tetapi ada beberapa hal yang belum diketahui selama ini, yaitu tentang kepribadian dan kutipan2 pernyataan Junghuhn yang berguna buat kita, itulah yang saya bagikan Sabtu kemarin itu. Saya menggali lebih jauh kepribadian Junghuhn dari buku tulisan Rudiger Siebert (2002), Deutsche Spuren in Indonesien (Horleman Verlag, Bad Honnef). Dalam buku berbahasa Jerman ini, Siebert mengulas biografi 10 tokoh Jerman yang berkarya di Indonesia, antara lain Junghuhn. Saya cantumkan kata-kata Junghuhn yang penting di poster, dan membacakannya untuk semua yang mendengar: “Di sana aku menghargai dan memelihara ilmuku bagaikan benda keramat, selama 12 tahun aku menjelajahi gunung-gunung dan hutan-hutan Kepulauan Sunda yang mempesonakan itu. Dengan sengaja aku mengikuti jalan setapak yang sepi, dan tidak ada petunjuk jalan lain yang menemaniku kecuali KECINTAAN pada pekerjaan itu dan ANTUSIASME.” (dikutip dan diterjemahkan dari kata pengantar buku magnum opusnya, Java, seine Gestalt, Pflanzendecke und innere Bauart, 1854) (Jawa: Bentuknya, Flora dan Struktur-Dalamnya). Junghuhn melalukan semua yang dilakukannya terhadap Jawa tanpa berbekal pendidikan formal. Pendidikan formalnya adalah dokter medis dan ia menjalani profesi sebagai dokter militer di Indonesia selama 3 tahun 7 bulan, sementara ia memetakan Jawa, mendaki semua gunungnya, meneliti geologi dan tumbuhan-tumbuhannya termasuk pembudidayaan kina selama sekitar 21 tahun, dengan diselingi 2 tahun bekerja memetakan sebagian Sumatra Utara. Lalu saat cuti sakit di Belanda, ia mengerjakan semua datanya menjadi buku-bukunya yang terkenal, magnum opusnya, dan peta Jawanya yang luar biasa, selama 7 tahun. Maka total hampir 30 tahun hidupnya, dari 54 tahun umurnya, didayagunakan untuk Jawa sampai akhir hayatnya. Semuanya bermodalkan dua hal ini: KECINTAAN dan ANTUSIASME, bukan latar belakang akademik. Junghuhn tergila-gila oleh keinginannya melakukan riset. Ia laki-laki penuh energi, berwajah serius, dengan pandangan mata yang skeptis. Walaupun Junghuhn mengagumi alam, bahkan seperti orang yang menjadikan alam sebagai agamanya, ia bukanlah penghayal. ia ingin mencari fakta mengenai sifat-sifat alam, dan ia mengharapkan agar data dan catatannya akan disimpan untuk penggunaan generasi selanjutnya, maka ia sangat mementingkan publikasi dan ia marah besar ketika intrik politik dan iri hati dari kalangan ilmuwan dan akademikus hampir membuat magnum opus Junghuhn tentang Jawa tidak dipublikasikan. Pulau Jawa menantang segala kekuatan dan kreativitas Junghuhn, menguras energinya. Pulau Jawa juga yang melemahkan tubuhnya sehingga berkali-kali membuatnya mesti mengambil cuti sakit yang lama. Ia menjadi orang pertama yang menjelajahi pulau ini secara sistematis. Alam Jawa ditelitinya dalam keadaan serba sulit dan penuh pengorbanan. Ia menyusahkan dirinya sendiri, tetapi juga menyusahkan orang-orang lain, yaitu para pembantunya di lapangan, orang-orang Jawa. Orang2 Jawa tak mengerti kemauan Junghuhn yang dianggapnya gila, mendaki semua puncak gunung yang kala itu diyakini orang2 Jawa sebagai tempat yang berbahaya, tempat jin, dedemit, dan sebangsanya. Tetapi Junghuhn adalah orang dengan disiplin diri yang luar biasa. Junghuhn tidak pernah mengambil jalan yang paling gampang. Ia menyusahkan dirinya sendiri dan para pembantunya. pasti Junghuhn telah dengan keras bertindak kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Tetapi kekerasannya menghasilkan semua magnum opusnya tentang Jawa. Kita menyaksikan seorang ilmuwan otodidak yang berpikir lugas dan yang mengumpulkan fakta dalam jumlah yang sangat besar. Dan Junghuhn
Re: [iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia Groups
). Di East Sulawesi, di bawah detached ophiolites ini ada source rocks karbonat Miosen dan sedimen Mesozoic yang masing2 merupakan syndrifting sediments di Banggai dan syn-postrifting sediments di passive margin Banggai. Inilah sources yang berkembang yang sekarang tertimbung oleh ophiolites yang overthrusted ke arah Banggai lalu mematangkannya dan menggenerasikan hidrokarbon yang lalu mengisi traps yang ada, termasuk retakan di ofiolit di atasnya (misalnya sumur Dongkala). Untuk ofiolit2 lain pun begitu, tidak masalah, selama ada sources dan reservoirs yang lain. 4. Kembali ke masalah episode2 tektonik berikutnya, apakah sekuen rifting pra-Tersier masih bisa diselamatkan tidak oleh periode2 tektonik berikutnya yang sangat mungkin akan melakukan overprinting. Dan untuk Indonesia Barat, terutama di Sumatra, saya belum melihat kemungkinan preservation itu. Tetapi kalau ada seismik yang bisa melakukan imaging dengan baik masuk ke pra-Tersier di Sumatra dan memperlihatkan pola2 layering sediments yang menjadi ciri khas rifted margins NW Shelf of Australia, kita bisa kaji lebih jauh. Itu kan yang sedang terjadi dengan sektior Jawa Selatan di mana ditemukan layering Mesozoic di horizons-nya dalamnya yang diperkirakan itu sebagai suatu terranes dari NW Shelf of Australia yang slivering ke selatan Jawa Timur, apakah melalui collision atau tidak. Lihat publikasi Ian Deighton di proccedings IPA 2011 tentang ini. Di selatan Makassar Strait dan timurlaut Jawa Timur pun nampak layering tersebut. Lihat publikasi2 dari Jim Granath dan Dinkelman di proceedings IPA 2009 dan 2010. 5. Terranes di Indonesia Timur tak sedefinitif seperti di Indonesia Barat. Saya juga tak melihat bahwa Ian Metcalfe banyak membahasnya di berbagai publikasinya. Sebagai contoh: Kepala Burung, Seram, Buru dan Obi-Bacan. Kepala Burung dan Seram mungkin iya merupakan suatu terrane mikrokontinen, meskipun ada yang setuju atau tidak (lihat publikasi2 dari Pigram Panggabean, 1984; Sukanta, 1991, dll.). Problematik. Juga kejadian Lengguru Foldbelt. Tak semuanya setuju bahwa itu merupakan hasil collision antara Kepala Burung dan Badan Burung. Yang jelas adalah berdasarkan semua data seismik dan sumur, kita tahu bahwa Salawati Basin merupakan foreland basin relatif terdap Sorong Fault High, Bintuni merupakan foreland basin relatif terhadap Lengguru, Akimeugah Basin merupakan foreland basin relatif terhadap Central Ranges of Papua. Mekanisme origin of tectonics-nya yang masih debatable, walaupun sebagian sudah definitif seperti di Salawati Basin. Kemudian, jangan selalu membawa model Indonesia Barat ke Indonesia Timur. Harus diingat bahwa yang namanya escape tectonics di Indonesia Timur tidak sedefinitif di Indonesia Barat sebab apa trigger utamanya tidak sejelas di Indonesia Barat (India vs Eurasia collision). Maka, dalam pandangan saya, apa yang terjadi di Indonesia Barat atas terrane tectonics-nya tak serta merta bisa diterapkan di Indonesia Timur. Maka regional strike-slip faults post suturing seperti di Indonesia Barat belum tentu terjadi di Indonesia Timur. Saya tak melihat sesar mendatar regional besar di Indonesia Timur selain Sorong Fault dan Tarera-Aiduna, dan kedua sesar ini tak membuat basin apa2 di wilayah sebarannya. Pola incised valley fill hanya mengikuti terrain tectonics yang sudah lebih dulu terbentuk. Analogi yang disebutkan itu saya pikir terlalu jauh dengan membawa pola2 tektonik di sekitar NW shelf of Australia ke wilayah Tangguh dan Halmahera sebagai padanan NW shelf of Australia dan south Aru. Kembali ke butir nomor 5 di atas, masalah terranes di Indonesia Timur tidak definitif, juga masalah rotasi Kepala Burung adalah hal lain juga yang problematik dan banyak diperdebatkan, belum kalau saya ikut mempersulitnya dengan asal pengangkatan Lengguru Belt dan tektonik di Cenderawasih Bay. Memang tak ada salahnya mengkaji kemungkinan keberadaan sands incised valley fill itu secara regional tectonics, tetapi menurut hemat saya itu terlalu besar. Kalau untuk skala basin dan lokasi2 provenance sedimen bolehlah, tetapi kalau ke arah fasies sedimentasi, terlalu lebar acuannya sementara yang mau dilihat terlalu sempit penyebarannya. Harus dicari model referensi yang lain. Salam, Awang --- Pada Jum, 21/10/11, sigit prabowo sigit_p...@yahoo.com menulis: Dari: sigit prabowo sigit_p...@yahoo.com Judul: Re: [iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia Groups Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id, awang satyana awangsaty...@yahoo.com, Awang Harun Satyana aha...@bpmigas.com Tanggal: Jumat, 21 Oktober, 2011, 9:36 AM Pak Awang dan IAGI Netters YTH., Mencermati tulisan pak Awang yang menarik, dalam kesempatan yang baik ini, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan pak : Saya pernah membaca paper antara lain dari Harry Doust, Ron Noble, dll. , yang membahas tentang rift basin di SE Asia termasuk Indonesia. Dalam paper tersebut dijelaskan
Re: [iagi-net-l] selamat untuk Pak Eddy Subroto
Selamat kepada Pak Eddy Subroto atas pengukuhan guru besar dalam bidang geokimia petroleum. Semoga pengukuhan guru besar tersebut dapat menambah semangat untuk terus berkarya sekaligus menjadi pengingat agar terus mendidik para generasi selanjutnya yang berminat mendalami bidang geokimia petroleum. Eksplorasi migas yang benar mestinya tak lagi mengabaikan atau terlalu menyederhanakan geokimia, sebab geokimia justru pemegang kunci utama dalam petroleum system. Kegagalan reservoir atau perangkap hanyalah kegagalan lokal; masih bisa dicoba di prospek lainnya; tetapi ketiadaan batuan induk yang baik, yang matang adalah kegagalan regional, pembunuh utama, penyebab utama terminasi blok-blok/wilayah kerja. Semoga Pak Eddy makin giat mengingatkan ini kepada para anak didik, sehingga ketika kelak mereka menjadi para eksplorasionis, mereka tidak lagi mengabaikan geokimia. Trinity of success: 3G : Geologi-Geofisika-Geokimia (bukan lagi 2G GG -geologi dan geofisika, itu kurang canggih, sudah ketinggalan zaman, 3G sudah suatu keharusan, suatu sintesis antara geologi-geofisika-geokimia). Vivat Academica, Vivent Professores, Vivant Senatores ! (hidup pengajaran, hidup para profesor, hidup para sesepuh/senior !) Vivat studet optatam cursu contingere metam ! salam, Awang --- Pada Ming, 16/10/11, premonow...@gmail.com premonow...@gmail.com menulis: Dari: premonow...@gmail.com premonow...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] selamat untuk Pak Eddy Subroto Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Minggu, 16 Oktober, 2011, 2:10 PM Selamat atas pengukuhan kedua guru besar, Prof. Eddy Subroto dan Prof. Lambok Hutasoit. Sukses selalu. Turut bangga dan. Salam, Premonowati Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...! -Original Message- From: Eddy Subroto subr...@gc.itb.ac.id Date: Sun, 16 Oct 2011 13:22:13 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] selamat untuk Pak Eddy Subroto Matur nuwun Mas Wikan, sebetulnya sudah sejak tanggal 1 Januari 2011 ini mulai berlakunya SK. Akan tetapi saya baru kebagian melakukan pidato pengukuhan saya tanggal 30 September 2011 yang lalu. Ini nanti tanggal 21 Oktober 2011 giliran Pak Lambok Hutasoit menyampaikan pidato pengukuhannya. Wasalam, EAS Selamat kepada Prof. Dr. Ir. Eddy A. Subroto yang telah dikukuhkan sebagai Guru Besar ITB di bidang Geokimia Petroleum. Wassalam, Wikan Winderasta Chevron IndoAsia BU Powered by Telkomsel BlackBerry® PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users
[iagi-net-l] Selamat kepada Pak Eddy Subroto
Selamat kepada Pak Eddy Subroto atas pengukuhan guru besar dalam bidang geokimia petroleum. Semoga pengukuhan guru besar tersebut dapat menambah semangat untuk terus berkarya sekaligus menjadi pengingat agar terus mendidik para generasi selanjutnya yang berminat mendalami bidang geokimia petroleum. Eksplorasi migas yang benar mestinya tak lagi mengabaikan atau terlalu menyederhanakan geokimia, sebab geokimia justru pemegang kunci utama dalam petroleum system. Kegagalan reservoir atau perangkap hanyalah kegagalan lokal; masih bisa dicoba di prospek lainnya; tetapi ketiadaan batuan induk yang baik, yang matang adalah kegagalan regional, pembunuh utama, penyebab utama terminasi blok-blok/wilayah kerja. Semoga Pak Eddy makin giat mengingatkan ini kepada para anak didik, sehingga ketika kelak mereka menjadi para eksplorasionis, mereka tidak lagi mengabaikan geokimia. Trinity of success: 3G : Geologi-Geofisika-Geokimia (bukan lagi 2G GG -geologi dan geofisika, itu kurang canggih, sudah ketinggalan zaman, 3G sudah suatu keharusan, suatu sintesis antara geologi-geofisika-geokimia). Vivat Academica, Vivent Professores, Vivant Senatores ! (hidup pengajaran, hidup para profesor, hidup para sesepuh/senior !) Vivat studet optatam cursu contingere metam ! salam, Awang PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
[iagi-net-l] Bls: Superplume (Plume Tectonic)
Aditya, (1) Plume tectonics sebagai mantle plume hypothesis telah dikemukakan pertama kalinya oleh Wilson (1963 - A possible origin of the Hawaiian islands: Can. J. Phys, 41, 863-870) dan Morgan (1971 - Convection plumes in the lower mantle: Nature, 230, 42-43) saat menjelaskan hotspot volcanoes seperti di Hawaii dan Iceland. Saat itu, mantle plume didefinisikan sebagai massa ringan (buoyant) material mantel yang naik karena keringanannya secara densitas (buoyancy). Saat mencapai litosfer, dikenal yang namanya plume heads dengan diameter 500–3000 km, dan plume tails yang diameternya 100–500 km yang masuk jauh ke mantel atas. Pentingnya peranan mantle plume, terutama superplume, dalam evolusi geodinamika Bumi, pertama kali diajukan oleh Maruyama (1994 - Plume tectonics: J. Geol. Soc. Jpn., 100, 24-49) yang menyebutnya sebagai plume tectonics theory. Plume tectonics secara komprehensif dibahas dalam buku tulisan Condie (2001 - Mantle Plumes and Their Record in Earth History, Camridge University Press, Cambridge, 306 ps). Plume tectonics akan tetap dalam bentuk hipotesis kalau tidak dapat sokongan seismic tomography. Seismic tomography adalah suatu teknik untuk menentikan struktur 3-dimensi interior Bumi dengan cara menggabungkan informasi dari sejumlah besar gelombang seismik yang melintasi Bumi baik di permukaan maupun interiornya yang bersal dari sumber-sumber seismik alamiah maupun buatan. Ada global tomography, ada local/regional tomography; dan untuk plume tectonics, sumbangan global tomography yang dipelopori oleh Dziewonski (1984 -Mapping the lower mantle: determination of lateral heterogeneity in P velocity up to degree and order 6: J. Geophys. Res., 89, 5929-5952) besar sekali. Model2 plume tectonics dari berbagai peneliti tentu ada, misalnya: (1) Grand et al. (1997 -Global seismic tomography: A snapshot of convection in the Earth: GSA Today, 7, 1–7, (2)Anderson (2000 - The thermal state of the upper mantle: No role for mantle plumes: Geophys. Res. Lett., 27, 3623–3626), (3) Bijwaard et al. (1998- Closing the gap between regional and global travel time tomography. J. Geophys. Res., 103, 30055–30078), dan (4) Garnero (2000 - Heterogeneity of the lowermost mantle. Annu. Rev. Earth Planet. Sci. 28, 509–537). Hubungan dengan teori plate tectonics yang telah berkembang lebih dahulu pun telah ada publikasinya, misalnya: Foulger (2003 - Plumes, or plate tectonic processes? Astron. Geophys., 43, 6.19–6.23 atau Griffiths Richards (1989 - The adjustment of mantle plumes to changes in plate motion: Geophys. Res. Lett., 16, 437–440. Tentu tidak mudah memperoleh artikel-artikel di jurnal2 yang saya sebutkan di atas, tetapi melalui amazone.com kita bisa memperoleh dua buku paling tidak yang baik untuk mengetahui lebih jauh soal plume tectonics, yaitu: (1) Condie (2001 - Mantle Plumes and Their Record in Earth History, Camridge University Press, Cambridge, 306 ps) dan (2) Yuen et al. (eds), 2007 - Superplumes: Beyond Plate Tectonics, Springer, Dordrecht, 569 ps. Untuk penerapan plume tectonics di Indonesia, pernah dibahas beberapa kali, misalnya: Bijwaard, H., W. Spakman, and E. Engdahl (1998) Closing the gap between regional and global travel time tomography. J. Geophys. Res., 103, 30055–30078; Van derVoo, R.,W. Spakman, and H. Bijwaard (1999b) Tethyan subducted slabs under India. Earth Planet. Sci. Lett., 171, 7–20. Prof. Sri Widiyantoro, ITB, salah seorang anggota milis yang saya tembuskan ini (Forum HAGI) adalah juga seorang ahli mantle tomography dan banyak mempublikasikan mantle tomography bersama koleganya, termasuk untuk Indonesia. Silakan Pak Sri menambahkan. (2a) Hotspots tersebar tak teratur tetapi nonrandom di permukaan Bumi. Mereka lebih banyak tersebar di dekat divergent plate boundaries (mid-ocean ridges), dan biasanya menghilang dari wilayah2 di dekat convergent plate boundaries/ subduction zones. Asal hotspots umumnya dihubungkan ke mantle plumes (Wilson, 1963; Morgan, 1971), tetapi ada juga yang berhubungan dengan intraplate volcanism oleh plate tectonic processes (Anderson, 2000; Foulger, 2003). Hubungan antara hotspot dan mantle plume terbaik ditunjukkan oleh Yellowstone. Yellowstone adalah the best known continental hotspot. Beberapa studi teleseismic tomography telah dilakukan untuk wilayah ini (Evans, 1982; Saltzer and Humphreys, 1997; Schutt and Humphreys, 2004; Yuan and Dueker, 2005). Hasil studi memperlihatkan 100-km diameter upper mantle plume terlihat yang meluas dari Yellowstone volcanic caldera sampai kedalaman 500 km. Mantle plume adalah lidah-lidah yang mencuat ke atas dari suatu massa superplume, dan menerobos ke permukaan sebagai hotspot. (2b) LIPs -large igneous provinces. LIPs adalah wilayah-wilayah di kerak Bumi yang memiliki sebaran batuan beku di luar kewajaran, begitu luasnya. LIPs yang terkenal adalah Siberian Traps di wilayah Siberia, Ontong Java Plateau di Samudra Pasifik utara Papua New Guinea,
[iagi-net-l] Tectonic-Driven Proven Petroleum Supersystem: Indonesia Groups
Dengan kondisi geotektonik yang unik, Indonesia dilimpahi banyak cekungan sedimen besar dan kecil, ada yang menyebutnya 60 (IAGI, 1985), 66 Pertamina Beicip, 1985), 86 (BPMIGAS, 2008), 64 (Lemigas, 2008), 128 Badan Geologi, 2009). Saya menggunakan semua klasifikasi pemetaan cekungan itu sebab setiap publikasinya punya sisi-sisi positif dan negatifnya, saling melengkapilah. Setiap cekungan itu punya sejumlah petroleum system, baik yang proven maupun potential/speculative. Ada juga beberapa cekungan yang prospektivitas hidrokarbonnya sangat rendah, sehingga semua basin itu bisa kita ranking. Hitungan kasar yang pernah saya lakukan, kira-kira ada 50 proven petroleum system untuk semua cekungan produktif Indonesia dan ada sekitar 100 potential atau speculative petroleum system di cekungan-cekungan sedimen Indonesia dalam semua umur (Paleozoic-Cenozoic). Mengikuti konsepsi Magoon dan Dow (1996) dua tokoh utama pembahas petroleum system (Leslie Magoon dan Wallace Dow), tentu setiap petroleum system punya nama, yaitu merangkai hubungan antara source dan akumulasinya di reservoir. Dari kelima puluh proven petroleum system, saya coba menggolongkannya lagi dengan dasar pijakan: geotektonik regional Indonesia, karena tektonik besar sekali peranannya dalam membentuk konfigurasi cekungan dan isinya, dan ditemukanlah empat golongan yang saya beri terminologi: 1. petroleum supersystem related to rifted and inverted Sundaland basins 2. petroleum supersystem related to gliding tectonics 3. petroleum supersystem related to collisional terranes 4. petroleum supersystem related to Australian passive margin Petroleum supersystem related to rifted and inverted Sundaland basins; ditemukan di semua cekungan yang mengelilingi Sundaland, yang utamanya adalah: North Sumatra, Central Sumatra, South Sumatra, Sunda-Asri, West Java, East Java, Barito, west Natuna, East Natuna. Ke dalam golongan ini juga termasuk Makassar Straits (terutama sisi selatannya), Bone, dan sebagian Gorontalo. Cekungan2 ini dicirikan oleh rifting pada saat Paleogen dan inversi pada saat Neogen. Proven sources terutama ada di Paleogen, sebagian masuk ke Neogen, dengan reservoirs di semua level dari Pra-Tersier (basement) sampai Plistosen. Sources umumnya dari facies fluviodeltaic, marginal marine atau lakustrin, sebagian ada marin juga; reservoir dari nonmarin, delta sampai marin. Struktur-struktur inversi Neogen menyusun sebagian besar akumulasi migas di cekungan2 ini. Speculative seismic surveys menunjukkan bahwa tepi timur Sundaland bukanlah Makassar Strait atau Jawa Timur, tetapi mungkin Gorontalo dan Bone Bay. Masih banyak area2 unproven yang bisa dieksplorasi dengan supersystem ini, misalnya: Sumba offshore, Bone, Gorontalo, Makassar Strait, Billiton, juga area2 tak tersentuh di proven basins-nya. Petroleum supersystem related to gliding tectonics; gliding tectonics adalah tektonik yang terjadi karena ada perbedaan gravity dari tinggian ke rendahan, ke arah mana sedimen2 longsoran dan sebagian delta diendapkan. Ke dalam golongan ini termasuk: Kutei-North Makassar Strait, Tarakan dan Serayu Utara di utara Jawa Tengah. Umur cekungan-cekungan proper gliding tectonics adalah Neogen dengan sedimen yang sangat besar. Deformasi dibentuknya sendiri melalui gravity sliding yang sebagian besar melalui thin-skinned tectonics; hampir tak ada external stress yang membentuk struktur2 di sini, tetapi semuanya karena gliding tectonics. Kutei-North Makassar adalah contoh terbaik. Sources yang utama adalah paket coaly shales atau coal beds di dalam sekuen Neogen sendiri yang terdapat di sayap struktur atau sinklin-nya, sementara traps Neogen berupa pasangan antiklin-nya. Sebagian struktur ini kuat dipengaruhi growth faulting seperti di Tarakan dan kebanyakan terjadi secara syn-tectonic atau syn-depositional. Deepwater deposits dan play terjadi di ujung supersystem ini seperti telah terbukti di North Makassar Strait dan Tarakan, dengan play type toe-thrust system, masih mencerminkan thin-skinned tectonics karena gliding. North Serayu terbuka lebar untuk dieksplorasi dengan supersystem ini, sayang ia dipersulit oleh tutupan volkanik Pliosen-Kuarter. Area di sebelah utara Lumajang sampai Selat Madura bagian selatan terbuka lebar untuk aplikasi supersystem ini. Petroleum supersystem related to collisional terranes; banyak mikrokontinen, terranes, atau slivers lepas, terapung dan tubrukan di Indonesia. Itu semua telah membentuk cekungan yang dinamakan foreland basin. Termasuk ke dalam golongan ini adalah Buton, Banggai, Salawati, Bintuni, Seram, Timor. Pada saat suatu terrane tubrukan, ujung depan terrane ini akan tertekuk masuk sebagai foredeep yang lalu semakin dalam karena ditimbun oleh multiple thrust sheets hasil benturan. Di bagian depan terranes ini dulunya ada sedimen-sedimen syn-rifting atau syn-drifting pada saat terranes ini masih terapung atau jalan-jalan ke tempatnya tubrukan. Sedimen2 ini mempunyai
[iagi-net-l] UU 24/2009 dan Bahasa Pengantar dalam PIT IAGI dan PIT HAGI
Rekan-rekan, Saya ganti judul subjeknya karena beberapa rekan telah memasukkan UU 24/2009 sebagai dasar yang mungkin akan dijadikan kerangka berpikir dalam memutuskan bahasa pengantar dalam PIT IAGI PIT HAGI masa mendatang. Menurut hemat saya, para pengurus IAGI dan HAGI atau panitia PIT kelak tak harus memutuskan masalah ini sebab selain dilematis juga dasar kerangka berpikirnya belum cukup, meskipun itu sebuah UU. Pertama-tama, saya tidak setuju dengan pemungutan suara (voting) tentang masalah ini, kemudian saya juga tidak setuju bahwa UU 24/2009 pasal 32 ayat 1 dijadikan dasar kerangka berpikir. Mengapa? Pemungutan suara dalam pemahaman saya hanya cocok untuk pemilihan ketua/presiden dsb. Pemungutan suara di luar itu hanya mencerminkan suatu jalan buntu, padahal masalah pemilihan bahasa dalam PIT IAGI/HAGI sama sekali belum suatu jalan buntu, masih bisa kita analisis dengan baik, dengan kepala dingin, jangan dengan hati panas (termasuk jangan mencampuradukkannya dengan masalah nasionalisme). Berdebat boleh saja, sebab memang kita biasa berdebat to... UU 24/2009 pasal 32 ayat 1 tidak cukup untuk saat ini dijadikan dasar kerangka berpikir untuk memutuskan masalah ini. Mengapa? Saya harapkan rekan-rekan yang telah menvantumkan UU ini melihatnya secara komprehensif, jangan sebagian-sebagian, sebab bila melihatnya sebagian-sebagian akan salah tafsir dan berbahaya. Apalagi kemudian dijadikan dasar untuk pemungutan suara atau memutuskan. Coba dilihat pasal 40 UU ini, yaitu bahwa semua aturan tentang berbahasa Indonesia yang muncul di pasal 26-pasal 39, termasuk pasal 32 yang dikutip di bawah, akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden. Dan, setahu saya, sampai saat ini aturan lanjutannya (PerPres tersebut) belum ada. Jadi, jangan dengan satu kalimat di pasal 32 UU 24/2009 maka kita memutuskan sesuatu yang dampaknya besar. Tunggu sampai PerPres-nya lahir. Hal lain adalah: menggunakan UU 24/2009 ini secara terburu2 akan membuat semua pertemuan internasional di Indonesia (misalnya pertemuan IPA) wajib dilakukan dalam bahasa Indonesia. Dan, semua komunikasi di lingkungan pekerjaan di Indonesia, termasuk di perusahaan2 asing yang ada di Indonesia, termasuk dengan kawan2 ex-patnya, harus berbahasa Indonesia (pasal 33/1); dan mereka wajib belajar bahasa Indonesia bagi yang belum bisa berbahasa Indonesia (pasal 33/2). Tujuannya baik, tetapi apa memang semudah dan sesuai dengan amanat UU itu. Tunggu dulu PerPres-nya yang akan mengatur lebih lanjut. Juga, bahasa asing (c.q. bahasa Inggris) bukanlah sesuatu yang diharamkan dalam UU 24/2009 ini. Misalnya, pasal 35/2 yang mengatakan bahwa penulisan dan publikasi (publikasi di sini boleh saja diinterpretasikan sebagai presentasi, sebab penjelasan dalam UU ini pun tak membatasinya) karya ilmiah untuk tujuan atau bidang kajian khusus (petroleum, mining, geology, boleh saja dimasukkan dalam kajian khusus sebab profesinya pun khusus) dapat menggunakan bahasa asing (c.q Inggris) atau bahasa daerah bila ingin mengembangkan bahasa daerah. Lihat juga pasal 43 yang mengatakan bahwa Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. Kemudian, UU 24/2009 ini bukan hanya mengatur soal bahasa, tetapi ia datang sebagai UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Coba baca secara komprehensif semua pasalnya (74 pasal) maka akan segera nampak kepada kita bahwa khusus soal bahasa bahwa UU ini tidak memuat bagian larangan (di bagian bendera, lambang negara dan lagu kebangsaan ada masing-masing larangannya). Juga lihat Bab VII UU ini tentang ketentuan pidana atas pelanggaran pasal-pasal ini. Karena tak ada bagian larangan dalam aturan berbahasa, maka tak ada pula pasal-pasal pidana bila kita menyalahi pasal-pasal ini. Tidak adanya larangan atau pidana dalam berbahasa jangan lalu diartikan kita boleh melanggarnya. Saya setuju dan akan selalu mendukung agar bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa utama semua dokumen resmi di wilayah RI termasuk kontrak -kontrak dengan pihak asing. Dan ketika terjadi perbedaan pendapat yang lalu diperkarakan, maka bahasa Indonesia menjadi dasar perkara. Bahwa kontrak2 migas sekarang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, meskipun baru dua tahun berjalan, adalah sesuatu yang baik. Saya juga mendukung dan telah menunjukkan agar bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa ilmiah termasuk dalam pertemuan-pertemuan ilmiah tahunan. Tetapi, saya tidak menafikan penggunaaan bahasa Inggris dalam penulisan dan publikasi makalah2 ilmiah. Penulisan publikasi2 dalam bahasa Inggris tentu ada tujuannya, yaitu agar ahli-ahli asing juga melihat dan menggunakan publikasi-publikasi kita orang Indonesia. Dan ini sangat sesuai dengan pasal 43 UU 24/2009, yaitu dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. Geologi Indonesia sangat unik, menarik sekaligus rumit; selama
Re: [iagi-net-l] Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris di PIT IAGI HAGI (?)
berkomitmen. Analisis Pak Udrekh ada benarnya, tetapi seorang lulusan S1 paling tidak telah berhubungan dengan bahasa Inggris minimal 11 tahun (3 th SMP + 3 th SMS + 5 tahun PT), suatu perioda waktu yang cukup lama untuk dapat menguasai suatu bahasa asing secara lisan maupun tulisan dengan baik. Maka, mestinya mereka telah mampu berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Inggris, tak ada hambatan untuk menerima pesan yang disampaikan dan tetap antusias bertanya meskipun dalam bahasa Inggris. Bila mereka masih kurang percaya diri untuk berbahasa Inggris, barangkali metode pengajaran bahasa asing di sekolah2 kita yang perlu dilihat lagi. Para murid sekolah/mahasiswa perlu lebih banyak diarahkan untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris saat mereka mempresentasikan tugas2nya, juga belajar berdebat dalam bahasa Inggris. Jangan kita dan generasi muda kita menjadi orang yang gagap berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, juga tak percaya diri dalam berbahasa Inggris Salam, Awang From: Udrekh [mailto:udr...@gmail.com] Sent: 30 September 2011 10:04 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris di PIT IAGI HAGI (?) Kemaren saya menuliskan komentar yang sama pak, berharap ada komitmen untuk mengharuskan abstrak dan presentasi berbahasa Inggris. Saya melihat ada 2 hal yang mungkin menjadi bahan pertimbangan mengapa berbahasa Inggris menjadi sulit. 1. Aspek serapan. Walau kita bisa berbahasa Inggris, tapi ada perasaa bahwa jika disampaikan dalam bahasa Indonesia, pesannya akan lebih mudah dipahami. Bagaimanapun juga, kesuksesan sebuah forum ilmiah juga sangat dipengharuhi oleh seberapa jauh berbagi informasi tersebut dapat diserap pendengar dan menimbulkan diskusi yang berkwalitas. Jika tidak ada orang asing yang hadir, berbahasa Inggris jadi seperti mengorbankan efektifitas penyerapan sebuah presentasi. 2. Aspek penerimaan peserta. Saat dibatasi dengan bahasa Inggris, mungkin akan mengurangi antusias teman2 yang merasa memiliki keterbatasan bahasa, enggan untuk berpartisipasi. Tapi, saya setuju dengan usulan pak Awang. Kalau bisa, ada komitmen dan ketegasan bahwa kita mengadakan konverensi kelas internasional, sehingga konsekwensinya abstrak dan slide presentasi harus berbahasa Inggris, dan disampaikan dalam bahasa Inggris. Di Jepang, teman2 ilmuwan juga memiliki kendala yang sama. Mereka biasanya bisa membuat paper dengan bahasa Inggris yang baik, tapi tidak bisa presentasi bahasa Inggris. Dalam beberapa kegiatan yang saya ikuti, kendala terbesar adalah saat tanya jawab. Akhirnya, presentasi tetap diwajibkan dalam bahasa Inggris, akan tetapi saat tanya jawab, boleh berbahasa jepang. Mereka akhirnya menghafal apa yang akan disampaikan saat presentasi. Sehingga semua orang asal mau menghafal, tetap bisa melakukan presentasi dalam bahasa Inggris. 2011/9/30 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com JCM 2011 baru saja usai. Secara umum, pertemuan gabungan HAGI dan IAGI di Makassar ini berjalan lancar dan meriah. Selamat kepada Pak Dicky Rahmadi dan seluruh jajarannya, Panitia JCM 2011. -- Udrekh Marine Geoscientist Nusantara Earth Observation Network The Agency for The Assessment and Application Of Technology (BPPT) BPPT 1th Building 20th floor M.H. Thamrin no. 8 Jakarta 10340 Indonesia Phone : 62-21-3168908
[iagi-net-l] Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris di PIT IAGI HAGI (?)
JCM 2011 baru saja usai. Secara umum, pertemuan gabungan HAGI dan IAGI di Makassar ini berjalan lancar dan meriah. Selamat kepada Pak Dicky Rahmadi dan seluruh jajarannya, Panitia JCM 2011. Pemandangan yang berbeda kali ini adalah keterlibatan beberapa teman ex-patriate sebagai chair persons memandu jalannya presentasi teknis. Ini tak lain dari keinginan agar pertemuan ini bersifat lebih internasional. Untuk itu, Panitia telah meminta bantuan beberapa aktivis IPA untuk mencari teman2 ex-pat yang mau bergabung sebagai chair persons di JCM 2011. Usaha ini cukup berhasil, lumayan ada teman2 ex-pat hilir mudik di kemeriahan JCM 2011 baik sebagai penonton maupun chair persons. Panitia pun memberikan catatan untuk mendorong setiap presentasi dilakukan dalam bahasa Inggris, untuk lebih menjadikan pertemuan IAGI dan HAGI ke arah internasional dan bisa dijadikan referensi yang seimbang dengan pertemuan2 internasional lainnya yang dilakukan di Indonesia, seperti IPA misalnya. Tetapi, dalam pengamatan saya, usaha ini gagal, begitu juga dalam pertemuan-pertemuan tahun2 sebelumnya. Para presenter, sekalipun mereka bisa berbahasa Inggris, dan tak sedikit yang levelnya sudah S2 atau S3, bahkan lulusan dari perguruan-perguruan tinggi di luar negeri; mereka tetap berbahasa Indonesia meskipun diminta chair person-nya berpresentasi dalam bahasa Inggris. Saat beberapa teman ex-pat menjadi chair persons-nya, dan tentu saja mereka berbahasa Inggris serta meminta agar presentasi dalam bahasa Inggris, presenter2 ini tetap berbahasa Indonesia dengan alasan bahwa sebagian besar penonton di ruangan adalah orang2 Indonesia (tentu saja, kan ini bukan di LN, he2...). Kewajiban berbahasa Indonesia dan keinginan menjadikan pertemuan2 IAGI HAGI bersifat internasional dengan cara presentasi menggunakan bahasa Inggris adalah sebuah dilema sejak dulu. Sepengatamatan saya, usaha ini, yaitu meminta para presenter berbahasa Inggris, pada setiap PIT setiap tahun selalu tidak berhasil. Chair persons, meskipun merupakan bagian yang diminta secara khusus untuk mendorong presentasi diskusi di ruangannya dalam bahasa Inggris, bahkan juga yang berbahasa Indonesia. Dalam JCM kemarin, kehadiran kawan2 ex-pat2 baik sebagai penonton maupun chair persons bertujuan agar mereka bisa bercerita kepada sesama ex-pat bahwa pertemuan HAGI IAGI layak untuk dikunjungi dan paper2-nya layak untuk diacu karena berbahasa Inggris, misalnya. Tetapi usaha ini kelihatannya tak berhasil; mereka bahkan bisa bercerita sebaliknya. Menginternasionalkan PIT IAGI HAGI bukan suatu hal yang berlebihan atau terlarang, apalagi semua hal sekarang mengalami globalisasi. Salah satu program Pak Sri Widyantoro, presiden terpilih HAGI untuk masa kepengurusan selanjutnya, adalah juga menginternasionalkan HAGI. Maka, yang harus dibenahi a.l. adalah PIT-PIT-nya. Saya yakin, baik chair person, presenter, maupun penonton di ruangan presentasi mampu berbahasa Inggris. Berbahasa Inggris tidak sama dengan menjadikan bahasa Indonesia kelas 2. Ini hanyalah jalan dalam usaha membuat PIT IAGI HAGI lebih bersifat internasional, yang layak diacu, baik presentasinya maupun makalah2nya. Tak banyak dari oil companies yang mengirim staf-stafnya untuk mengikuti PIT IAGI dan HAGI; kecuali dari perusahaan2 minyak nasional; salah satu penyebabnya adalah image bahwa PIT IAGI HAGI adalah pertemuan2 yang sepenuhnya berbahasa Indonesia; meskipun yang akan hadir adalah orang2 Indonesia, toh mereka tak disetujui untuk hadir saat mengajukan ke atasan2nya (yang mungkin ex-pat). Sungguh merupakan suatu dilema, apalagi sekarang ada UU tentang kewajiban berbahasa nasional; semoga bisa kita pikirkan bersama bagaimana sebaiknya. Berbahasa Inggris dalam presentasi di PIT IAGI HAGI tentu saja bukan gaya-gayaan. Di luar semua itu, penguasaan bahasa Inggris adalah mutlak, baik secara lisan maupun tulisan. Dan sebagai orang Indonesia, kita juga wajib terus membina bahasa Indonesia kita. salam, Awang PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No.
Re: [iagi-net-l] Ekspedisi Cincin Api - Kompas
semestinya istilah kebencanaan atau bahkan istilah cincin api masuk dalam UUD45. Saat ini hampir semua rakyat Indonesia mengerti hal ini dan sadar bagaimana dan betapa besarnya dampak dari bencana selama ini di Indonesia. Namun sering (hampir selalu) mitigasi kebencanaan dikesampingkan dalam kebijakan. Hal ini tentusaja dasar legitimasi mitigasi ada dibawah ekstraksi. Saya baru melihat model Pak Hamzah Latief ttg tsunami Sunda. Kalau hal ini terjedi tentusaja kerugian materiil maupun non material sangat besar. Trutama dg adanya pelabuhan serta sentra industri di Cilegon. Saya ngga yakin mitigasi kebencanaan utk daerah ini sudah cukup, mungkin sangatlah minim usaha mitigasi dalam artian persiapan fisik. Secara preliminary riset dan penelitian sudah sering dilakukan namun jarang dipakai secara riil utk peningkatan usaha fisik. Misal membuatan tanggul atau usaha tata ruang dalam mengurangi dampak bila terjadi bencana. Sekali terjadi bencana maka musnahlah hasil kerja bertahun-tahun. Musnahlah jerihpayah pembangunan. Dan pasti menguras APBN maupun milik rakyat dalam pemulihannya. Dengan demikian bisa jadi bukanlah hal yg muluk bila kita merevisi UUD45 dengan memasukkan kalimat Bahwa sesungguhnya Indonesia berada didaerah Cincin Api ... Sehingga diperlukan aturan khusus ttg mitigasi yg perlu dikedapankan dalam stiap kebijakan. Salam waspada. Rdp On 19/09/2011, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: Baguslah kalau kita sendiri menghargai kekayaan dan sejarah alam serta budaya Indonesia, semoga makin meluas ketertarikan masyarakat kita kepada alam dan budayanya sendiri. Cincin Api (ring of fire) sebenarnya julukan buat semua jalur gunungapi yang memagari Cekungan Samudera Pasifik, mulai dari selatan di tepi-tepi barat Chile-Peru, Amerika Tengah, California, Canada sebelah barat, Alaska sebelah selatan, menyeberang ke Asia melalui jembatan daratan Aleut, memasuki batas timur Eropa-Asia melalui Kuril, lalu Jepang, menghunjam ke selatan melalui Mariana, lalu menyusuri tepi utara Papua New Guinea dan gugusan kepulauan mikronesia, lalu berakhir di selatan kembali melalui Tonga, Kermadec dan akhirnya Selandia Baru. Istilah lain buat Cincin Api ini adalah Andesitic Line, mengingat hampir semua komposisi gunungapinya andesitik karena hasil subduksi lempeng samudera Pasifik menunjam ke semua lempeng-lempeng benua atau samudera yang mengelilinginya. Sebuah teori kontroversial pernah dikemukakan oleh para ahli kosmologi, bahwa Bulan kita adalah massa Bumi yang tercabut dari Cekungan Samudera Pasifik, dan Cincin Api adalah sisa paling luar bekas luka cabutan itu. Bagaimana dengan gunung-gunungapi di Indonesia dari Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Banda-Halmahera dan Sulawesi Utara? Banyak literatur menggolongkannya juga sebagai jalur Cincin Api, Ring of Fire. Tetapi gunung2api Indonesia tidak duduk di proper ring of fire. Posisi Indonesia justru unik dan sangat menarik sebab ia duduk di junction, sambungan, jalur-jalur gunungapi di dunia, dan kemudian membuat jalur sendiri. Gunung-gunungapi di Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Banda adalah jalur paling akhir Jalur Alpide, yang memanjang dari tepi barat Atlantik ke Laut Tengah ke Iran ke Himalaya, menghunjam ke selatan melalui Burma dan masuk ke Sumatra lalu membusur melalui Jawa-Nusa Tenggara dan Laut Banda. Adakah gunung2api aktif di sini, tentu saja ada, tetapi umumnya pada masa lalu dan sekarang telah mati. Ingat saja gunungapi di Pulau Thera, Santorini yang memunahkan kebudayaan Creta pada abad2 sebelum Masehi (dari mana legenda Atlantis berasal), atau ingat juga Vesuvius yang memunahkan kota Pompeii dan Herculaneum pada AD 79, yang lalu pada AD 1815 punya padananannya masih di Jalur Alpide, yaitu Pompeii of the East Tambora 1815. Bila gunung2 api lain di Jalur Alpina sudah berhenti aktif, di Indonesia justru aktif terus karena lempeng samudera Hindia masih menunjam di bawahnya. Kemudian, jalur baru dibuat pula di Indonesia, Jalur Halmahera dan Sulawesi Utara, hasil double subduction ke sisi barat dan timur yang tak ada duanya di dunia. Di Indonesialah bertemu jalur-jalur gunuapi dunia, Cincin Api Pasifik dan Cincin Api Alpina. Dan statusnya aktif ! Benar-benar kita seperti duduk di dua 'tungku' mantel Bumi yang luar biasa aktif dalam kejapan skala waktu geologi. Maka, tiga ranking VEI (volcanic explosivity index) tertinggi di dunia pun dipegang oleh tiga gunungapi Indonesia: Toba 74.000 tyl (VEI 8)yang membuat populasi manusia tinggal 20 % saja, Tambora 1815 M (VEI 7) yang meniadakan musim panas setahun berikutnya di belahan dunia utara, dan Krakatau 1883 (VEI 6) yang teriakannya paling dahsyat di Bumi. Lalu jangan lupakan Merapi , gunungapi teraktif di dunia, a decade volcano; yang ikut mempengaruh jalannya sejarah kebudayaan di Jawa . Salam, Awang --- Pada Sen, 19/9/11
Re: [iagi-net-l] Ekspedisi Cincin Api - Kompas
Baguslah kalau kita sendiri menghargai kekayaan dan sejarah alam serta budaya Indonesia, semoga makin meluas ketertarikan masyarakat kita kepada alam dan budayanya sendiri. Cincin Api (ring of fire) sebenarnya julukan buat semua jalur gunungapi yang memagari Cekungan Samudera Pasifik, mulai dari selatan di tepi-tepi barat Chile-Peru, Amerika Tengah, California, Canada sebelah barat, Alaska sebelah selatan, menyeberang ke Asia melalui jembatan daratan Aleut, memasuki batas timur Eropa-Asia melalui Kuril, lalu Jepang, menghunjam ke selatan melalui Mariana, lalu menyusuri tepi utara Papua New Guinea dan gugusan kepulauan mikronesia, lalu berakhir di selatan kembali melalui Tonga, Kermadec dan akhirnya Selandia Baru. Istilah lain buat Cincin Api ini adalah Andesitic Line, mengingat hampir semua komposisi gunungapinya andesitik karena hasil subduksi lempeng samudera Pasifik menunjam ke semua lempeng-lempeng benua atau samudera yang mengelilinginya. Sebuah teori kontroversial pernah dikemukakan oleh para ahli kosmologi, bahwa Bulan kita adalah massa Bumi yang tercabut dari Cekungan Samudera Pasifik, dan Cincin Api adalah sisa paling luar bekas luka cabutan itu. Bagaimana dengan gunung-gunungapi di Indonesia dari Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Banda-Halmahera dan Sulawesi Utara? Banyak literatur menggolongkannya juga sebagai jalur Cincin Api, Ring of Fire. Tetapi gunung2api Indonesia tidak duduk di “proper ring of fire”. Posisi Indonesia justru unik dan sangat menarik sebab ia duduk di junction, sambungan, jalur-jalur gunungapi di dunia, dan kemudian membuat jalur sendiri. Gunung-gunungapi di Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara-Banda adalah jalur paling akhir “Jalur Alpide”, yang memanjang dari tepi barat Atlantik ke Laut Tengah ke Iran ke Himalaya, menghunjam ke selatan melalui Burma dan masuk ke Sumatra lalu membusur melalui Jawa-Nusa Tenggara dan Laut Banda. Adakah gunung2api aktif di sini, tentu saja ada, tetapi umumnya pada masa lalu dan sekarang telah mati. Ingat saja gunungapi di Pulau Thera, Santorini yang memunahkan kebudayaan Creta pada abad2 sebelum Masehi (dari mana legenda Atlantis berasal), atau ingat juga Vesuvius yang memunahkan kota Pompeii dan Herculaneum pada AD 79, yang lalu pada AD 1815 punya padananannya masih di Jalur Alpide, yaitu “Pompeii of the East” Tambora 1815. Bila gunung2 api lain di Jalur Alpina sudah berhenti aktif, di Indonesia justru aktif terus karena lempeng samudera Hindia masih menunjam di bawahnya. Kemudian, jalur baru dibuat pula di Indonesia, Jalur Halmahera dan Sulawesi Utara, hasil double subduction ke sisi barat dan timur yang tak ada duanya di dunia. Di Indonesialah bertemu jalur-jalur gunuapi dunia, Cincin Api Pasifik dan Cincin Api Alpina. Dan statusnya aktif ! Benar-benar kita seperti duduk di dua ‘tungku’ mantel Bumi yang luar biasa aktif dalam kejapan skala waktu geologi. Maka, tiga ranking VEI (volcanic explosivity index) tertinggi di dunia pun dipegang oleh tiga gunungapi Indonesia: Toba 74.000 tyl (VEI 8)yang membuat populasi manusia tinggal 20 % saja, Tambora 1815 M (VEI 7) yang meniadakan musim panas setahun berikutnya di belahan dunia utara, dan Krakatau 1883 (VEI 6) yang teriakannya paling dahsyat di Bumi. Lalu jangan lupakan Merapi , gunungapi teraktif di dunia, a decade volcano; yang ikut mempengaruh jalannya sejarah kebudayaan di Jawa . Salam, Awang --- Pada Sen, 19/9/11, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis: Dari: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Ekspedisi Cincin Api - Kompas Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 19 September, 2011, 7:41 AM Dapat dibaca disini : http://nasional.kompas.com/read/2011/09/16/18584012/Berdebar.Nobar.Ekspedisi.Cincin.Api TERKAIT: Mencintai Cincin Api, Mencintai Indonesia Kita Hidup di Daerah Bencana Sejarah Berhenti di Kebun Kopi LIVE Report: Peluncuran Ekspedisi Cincin Api Jalur Ekspedisi Cincin Api Kompas RDP 2011/9/19 Shofiyuddin shofiyud...@gmail.com Sabtu kemarin iseng iseng beli koran Kompas ... dan waw ... saya dibuatnya surprise sekali dimana harian ini mengulas perjalanan Ekspedisi Cincin Api yang dimulai dari Gunung Tambora di Nusa Tenggara Sana. Ekspedisi akan dilanjutkan ke banyak gunung api lainnya seperti Toba di Sumatra dsb. Ini adalah ekspedisi gabungan yang melibatkan ilmu volkanologi, geologi dan arkeologi. Gunung Tambora dijadikan sebagai titik awal ekspedisi. Cukup mencengangkan ternyata gunung yang satu ini diperkirakan meletus pada April 1815. Kedahsyatan letusannya sanggup mengubah iklim di sebagai belahan dunia dan diperkirakan berada 1 tingkat di bawah letusan super Toba di Sumatra. Saya belum pernah mendengar ini sebelumnya. Diameter kaldera sepanjang 7 km barangkali bisa bercerita kehebatan letusannya dan penemuan sisa sisa gelontoran awan panas membumi hanguskan desa desa di sekitarnya. Diperkirakan dua kerajaan terkubur hidup hidup karena letusan ini dibuktikan dengan penemuan mayat
[iagi-net-l] Tectonics of Sulawesi HC Implications: Recent Knowledge
Subjek di atas adalah makalah yang akan saya presentasikan dalam JCM 2011 minggu depan di Makassar. Judul makalah adalah, Tectonic Evolution of Sulawesi Area: Implications for Proven and Prospective Petroleum Plays. Abstrak makalah terlampir di bawah. Full papernya ada di CD prosidings JCM (untuk rekan2 yang tidak menghadiri JCM, bila berminat, full paper bisa saya kirimkan seusai pertemuan JCM). Makalah ini dibangun menggunakan data-data seismik, pengeboran eksplorasi dengan status terbaru. Skenario tektonik disintesis dari pemelajaran akumulasi publikasi tektonik terdahulu. Sulawesi dan sekitarnya (onshore dan offshore) adalah wilayah yang sedang banyak diminati oleh para investor perminyakan. Saat ini ada 23 WK yang terdapat di dan sekitar Sulawesi, mengeksplorasi 16 cekungan sedimen. Lapangan yang sedang berproduksi adalah lapangan minyak Tiaka (JOB Pertamina-Medco) di Cekungan Banggai, Sulawesi Timur dan lapangan gas Sengkang (Energy Equity) di Cekungan Sengkang/Bone di Sulawesi Selatan. Banyak lapangan lain dan sumur penemuan telah ditemukan di Sulawesi Timur sekitar Tiaka, tetapi belum diproduksikan, sebagian dalam tahap pengembangan. Begitu juga ada lapangan2 gas lain sekitar Sengkang yang akan dikembangkan. Lapangan aspal terdapat di Buton, yang menunjukkan lapangan minyak yang terbiodegradasi. Lapangan aspal Buton adalah lapangan aspal terbesar di Asia sebelum PD II. Di luar semua itu banyak oil dan gas seeps dan HC slicks di Sulawesi dan sekitarnya. Pendek kata, di Sulawesi telah terdapat proven working petroleum system, juga potential proven petroleum system. Dari segi penawaran WK baru pun dalam 10 tahun terakhir, Sulawesi menduduki salah-satu peringkat atas. Tektonik, adalah salah satu faktor pemicu petroleum geology Sulawesi. Seperti kita tahu, Sulawesi secara geologi dibentuk oleh benturan berbagai terrane atau mandala geologi, peristiwa tektonik yang dialaminya secara garis besar barangkali bisa kita urutkan menjadi: rifting-drifting, collision, dan rotation. Rifting dan drifting dialami oleh terrane Sulawesi Barat-Sulawesi Selatan yang memisahkan diri dari tepi timur Sundaland pada Paleogen, membuka Selat Makassar, dan drifted ke arah Ceno-Tethys ocean. Diperkirakan ada beberapa mikrokontinen penyusun Sulawesi Barat, misalnya Pompangea di tepi timur Sulawesi Barat. Kerak samudera Ceno-Tethys menunjam ke arah baratlaut di bawah lempeng samudera Celebes dan membentuk busur kepulauan Sulawesi Utara. Rifting juga dialami oleh mikrokontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula yang detached dari induknya di tepi utara Australia dan drifted ke arah baratlaut-utara menuju Sulawesi. Pada Oligo-Miosen sampai Pliosen Awal terjadilah docking -benturan Buton dan Banggai ke terrane Sulawesi. Benturan ini menjepit kerak samudera Ceno-Tethys di tengah yang kemudian terobduksi dan overthrusted lalu tersingkap di Sulawesi Timur seperti sekarang menjadi sumber pertambangan nikel Sorowako. Lebih ke barat, benturan ini juga menyebabkan metamorfisme tepi timur Sulawesi Barat yang disusun mikrokontinen Pompangea. Episode tektonik berikutnya adalah post-collision tectonics, pasca benturan, yaitu terputarnya (rotation) lengan-lengan Sulawesi yang diakomodasi oleh sesar-sesar mendatar besar di Sulawesi (misal: Palu-Koro, Gorontalo, Lawanopo, Hamilton, Balantak, Matano). Menurut dugaan, benturan ini juga telah membalikkan polaritas busur-busur Sulawesi yang semula cembung ke arah timur menjadi cekung ke arah timur, sehingga sekarang bentuknya seperti huruf K. Terputarnya beberapa lengan Sulawesi ini juga telah membuka teluk-teluk di sekitarnya, misalnya Teluk Bone. Begitulah kira-kira evolusi tektonik yang membentuk Sulawesi. Tektonik telah membentuk cekungan-cekungan sedimen di dan sekitar Sulawesi. Misalnya, North Makassar dan South Makassar dibentuk oleh rifting Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan dari Kalimantan. Contoh lain adalah foreland basins Buton dan Banggai dibentuk oleh benturan mikrokontinen Buton dan Banggai, dan periode Neogen rifted basin Bone dibentuk oleh pembukaan karena rotasi anticlockwise Lengan Tenggara Sulawesi. Tektonik juga telah mengontrol elemen dan proses petroleum system cekungan-cekungan Sulawesi. Misalnya, di productive Banggai Basin, tektonik telah menekuk lapisan karbonat-mudstone Miosen ke foredeep cekungan sehingga matang dan menggenarasikan hidrokarbon. Lapisan batuan induk juga tertekuk karena ditekan thrust sheets batuan di atasnya oleh deformasi akibat benturan. Lapisan karbonat seumur terlipat dan tersesarkan menjadi perangkap-perangkap hidrokarbon yang diisi oleh migrasi HC yang mengarah ke regional updip area. Kondisi di Buton, tektonik benturan mengendalikan petroleum system dengan cara yang sama; hanya sekarang tinggal dicari perangkap dengan tingkat deformasi yang tidak terlalu intensif agar lapisan penutupnya masih utuh sehingga minyak yang sudah terperangkap tidak rusak oleh biodegradasi.
Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism
Pak Rimbawan, Saya tak pernah menyaksikan tayangan NG channel tersebut, tetapi bahwa komodo mungkin berasal dari spesies yang justru berukuran lebih besar, sehingga di tempatnya sekarang ia mengalami dwarfism bukan gigantism seperti yang saya tulis, adalah memang merupakan sedikit perdebatan di seputar komodo ini. Komodo (Varanus komodoensis) baru terbuka kepada dunia ilmu pengetahuan pada tahun 1912 ditandai dengan munculnya deskripsi fauna ini dalam sebuah jurnal ilmu pengetahuan oleh Ouwens seorang penelitti di Kebun Raya Bogor. Deskripsinya itu didasarkan atas penemuan komodo untuk pertama kalinya (bagi dunia barat mestinya) oleh seorang tentara Belanda yang ditugaskan di Flores pada tahun 1910. Kini komodo hidup di beberapa pulau kecil yang terletak antara Sumbawa dan Flores, yaitu: Pulau Komodo, Rinca, Padar, Gili Motang dan Flores bagian barat dan utara. Seekor komodo dewasa yang tumbuh maksimum dapat mencapai panjang hampir 3 meter dan berat 70-90 kg. Komodo adalah kadal/biawak terbesar di dunia. Bahwa komodo berasal dari fauna yang lebih besar lagi, pernah diduga, yaitu berasal dari kadal/biawak raksasa berukuran 7 meter, berat 650 kg, yang pada 30.000 tahun lalu berkeliaran di Australia bagian timur, yaitu Megalania prisca. Tetapi, para peneliti menganggap komodo-komodo yang ditemukan di pulau2 sebelah barat Flores, adalah berasal dari Flores. Apakah komodo produk gigantisme dari biawak atau produk dwarfism dari Megalania Australia belum diketahui dengan jelas. MacKinnon (1986) mengatakan komodo2 di pulau2 kecil di sebelah barat Flores berasal dari Flores pada waktu Plistosen, atau produk gigantisme dari biawak2 yang banyak ditemukan di kawasan Australasia atau Oriental (Asiatik), di luar wilayah Wallacea, biawak ini mengalami gigantisme di wilayah Wallacea. Pendapat lain yang mungkin juga, adalah justru komodo produk dwarfism dari Megalania prisca yang hidup di Australia bagian timur (Ciofi, 1997). Langkanya fosil2 Megalania dalam jalur migrasi dari Australia ke Flores merupakan faktor yang menyulitkan pendapat ini, di samping genus yang berbeda antara Varanus (komodo) dan Megalania. Apa pun itu, daerah Wallacea di Indonesia bagian tengah mengakomodasi baik dwarfism maupun gigantism, berlaku bagi spesies fauna maupun hominid. salam, Awang --- Pada Kam, 15/9/11, rimbawan prathidina rimbawanprathid...@gmail.com menulis: Dari: rimbawan prathidina rimbawanprathid...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism Kepada: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 15 September, 2011, 1:30 PM Pak Awang Hanya mau Cross Check saja pak Awang, saya pernah lihat tayangan di National Geographic Channel bahwa Komodo itu dulunya lebih besar dari ukuran nya sekarang dan dikarenakan jembatan darat tadi tertutup maka para komodo tersebut terisolasi sehingga terjadi penurunan kuantitas (jumlah dan ukuran binatang buruan) makanan sehingga mereka berbadan kecil (Dwarfism) seperti saat ini. Tapi tentu saja ini perlu di cross cek juga bila ditemukan fosil - fosil komodo purba. salam Rimbawan 2011/9/15 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi para geoscientists yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention Makassar, 26-29 September 2011), merupakan wilayah yang sangat unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi. Sulawesi adalah wilayah benturan antara berbagai terrane (mintakat) geologi, sekaligus merupakan wilayah benturan antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini 'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan sebab-akibat. Fenomena ini bukan barang baru, tetapi saya ingin mengangkatnya lagi menggunakan analisis dan sintesis baru dalam rangka menghargai sebuah pulau unik di Indonesia dalam sebuah makalah yang akan dipresentasikan di JCM berjudul,Sulawesi: Where Two Worlds Collided - Geologic Controls on Biogeographic Wallace's Line. Tujuannya adalah semoga kita makin menghargai bagian Tanah Air kita yang unik-menarik-walaupun rumit ini. Abstrak makalahnya ada di bawah tulisan ini. Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat. Wallacea adalah suatu nama wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan Dickerson (1928) yang di sebelah barat dibatasi oleh Garis Wallace (1863), di sebelah timur dibatasi Garis Lydekker (1896). Garis Wallace membatasi tepi timur penyebaran fauna Asiatik, sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi barat fauna Australis. Secara geologi tepi-tepi ini masing-masing berhubungan dengan tepi Sunda Land dan Sahul Land. Di daerah Wallacea-lah terjadi percampuran dua dunia fauna Asiatik dan Australis. Nama Wallacea tentu kita bisa duga, yaitu berasal dari Alfred Russel Wallace, naturalist Inggris yang menjelajah alam Indonesia selama delapan tahun (1854-1862
Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism
Abah, Land bridges atau jembatan daratan adalah pulau-pulau kontinen yang muncul karena fluktuasi muka laut saat susut. Area ini muncul di atas laut dan menjadi jembatan daratan yang digunakan fauna bermigrasi. Indonesia kaya akan land bridges, disertai sejarah fluktuasi muka laut yang kompleks, jadilah jembatan daratan ini muncul atau juga tenggelam. Lombok dan Sumbawa pernah bersatu (bukan karena Selat Alas di antaranya belum ada, selat itu ada, tetapi tersingkap dasarnya akibat susut muka laut). Komodo dan Lomblen pernah bersatu, Roti menjadi satu dengan Semau dan Timor. Sula dan Banggai, Bacan dan Halmahera, Tanah Jampea-Salayar-Doang-Kangean-Madura adalah contoh-contoh jembatan daratan. Stegodon bisa berenang, tetapi tak lebih dari 30 km (Monk et al.1997); bila sekarang ada fosil Stegodon ditemukan dan pulau-pulau di sekitarnya jauhnya misalnya 50 km, maka bisa diduga bahwa dulu Stegodon tersebut pindah pulau melalui jembatan daratan. Sulawesi dihubungkan oleh jembatan daratan sekitar Doang-Tanah Jampea-Salayar dengan Sundaland atau Nusa Tenggara, ke arah Sulawesi Selatan itulah, tepatnya Lembah Walanae, pada Pliosen-Pleistosen, beberapa fauna dari Sundaland dan Nusa Tenggara bermigrasi, dan kini di dunia paleontologi vertebrata kumpulan migrated fauna itu disebut Kelompok Cabenge, Sulawesi Selatan. Salam, Awang --- Pada Kam, 15/9/11, Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id menulis: Dari: Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id Judul: Re: [iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Kamis, 15 September, 2011, 2:21 PM Awang jembatan itu posisinya secara geologi apa ya ? si Abah ? On Thu, September 15, 2011 1:30 pm, rimbawan prathidina wrote: Pak Awang Hanya mau Cross Check saja pak Awang, saya pernah lihat tayangan di National Geographic Channel bahwa Komodo itu dulunya lebih besar dari ukuran nya sekarang dan dikarenakan jembatan darat tadi tertutup maka para komodo tersebut terisolasi sehingga terjadi penurunan kuantitas (jumlah dan ukuran binatang buruan) makanan sehingga mereka berbadan kecil (Dwarfism) seperti saat ini. Tapi tentu saja ini perlu di cross cek juga bila ditemukan fosil - fosil komodo purba. salam Rimbawan 2011/9/15 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi para geoscientists yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention Makassar, 26-29 September 2011), merupakan wilayah yang sangat unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi. Sulawesi adalah wilayah benturan antara berbagai terrane (mintakat) geologi, sekaligus merupakan wilayah benturan antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini 'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan sebab-akibat. Fenomena ini bukan barang baru, tetapi saya ingin mengangkatnya lagi menggunakan analisis dan sintesis baru dalam rangka menghargai sebuah pulau unik di Indonesia dalam sebuah makalah yang akan dipresentasikan di JCM berjudul,Sulawesi: Where Two Worlds Collided - Geologic Controls on Biogeographic Wallace's Line. Tujuannya adalah semoga kita makin menghargai bagian Tanah Air kita yang unik-menarik-walaupun rumit ini. Abstrak makalahnya ada di bawah tulisan ini. Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat. Wallacea adalah suatu nama wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan Dickerson (1928) yang di sebelah barat dibatasi oleh Garis Wallace (1863), di sebelah timur dibatasi Garis Lydekker (1896). Garis Wallace membatasi tepi timur penyebaran fauna Asiatik, sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi barat fauna Australis. Secara geologi tepi-tepi ini masing-masing berhubungan dengan tepi Sunda Land dan Sahul Land. Di daerah Wallacea-lah terjadi percampuran dua dunia fauna Asiatik dan Australis. Nama Wallacea tentu kita bisa duga, yaitu berasal dari Alfred Russel Wallace, naturalist Inggris yang menjelajah alam Indonesia selama delapan tahun (1854-1862). Daerah Wallacea adalah daerah yang sangat rumit dalam geologi Indonesia, banyak mikrokontinen, sliver, oceanic plateaux, ofiolit, baik secara in-situ maupun ex-situ yang berasal dari berbagai area asal dipindahkan ke sini. Laut-laut paling dalam Indonesia dan pembusuran (arching) Banda terjadi di sini juga. Endemisme fauna Indonesia paling tinggi berasal dari daerah Wallacea, sebut saja misalnya keberadaan komodo, babirusa, anoa, dan maleo; yang berasal dan hidup hanya di daerah Wallacea, tidak ada di bagian dunia yang lain. Dalam tulisan kali ini, saya ingin mengulas sedikit tentang gagasan terkenal dalam dunia paleontologi vertebrata/mamalia Indonesia berasal dari D.A. Hooijer (1957, 1967), ahli paleontologi vertebrata berkebangsaan Belanda yang pernah bekerja di Indonesia, yang konsepnya bernama Stegoland
[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism
Pak Muharram, Terima kasih apresiasinya. Fauna di suatu tempat itu ada yang datang sendiri bermigrasi secara alami untuk mencari makan dan berkeliaran kemudian mengalami spesiasi (pembentukan spesies) baru dalam rangka melakukan adaptasi terhadap lingkungan barunya. Dalam banyak kasus, inilah yang terjadi. Tetapi dalam beberapa kasus, ada fauna-fauna yang sengaja diintroduksi ke suatu wilayah agar berkembang di wilayah baru tersebut. Misalnya, anjing dan kuda adalah contoh hewan2 yang diintroduksi ke pulau-pulau komodo pada abad ke-19. Kini, kuda-kuda itu menjadi liar (barangkali ingat produk Sumbawa-Flores akan susu kuda liar he2..., kadang2 jadi mangsa komodo; dan anjing pun menjadi liar yang lalu menjadi musuh/saingan komodo dalam berebut makanan. Jadi bila keberadaan mereka anomali terhadap “hukum Wallacea” ya dapat dimaklumi sebab faktor manusialah, yang suka melanggar hukum itu, penyebabnya. Anoa dataran rendah (di selatan Gorontalo) maupun anoa pegunungan (di Sulawesi Barat) adalah sapi/kerbau hutan paling kecil di dunia, tinggi di bahunya hanya setengah meter. Kerbau-kerbau di Jawa atau juga di Sulawesi Selatan termasuk di Toraja adalah kerbau2 yang normal tingginya, dua kali anoa; tetapi anoa bukanlah produk dwarfism dari kerbau2 sekarang yang hidup di Sulawesi Selatan atau Toraja. Harus dibedakan antara fauna alam liar seperti anoa, babirusa dll. dengan fauna hasil domestikasi/peternakan/dipelihara. Juga harus dibedakan antara paleofauna dan present fauna. Anoa adalah paleofauna yang masa hidupnya masih menerus sampai sekarang, sementara kerbau varian yang Pak Muharram sebutkan hanyalah varian kerbau masa kini. Kerbau-kerbau yang dikorbankan dalam upacara adat Toraja, misalnya dalam upacara pemakaman (tomate) memang kerbau-kerbau pilihan, yang besar-besar, dan bahkan kalau bisa yang warna kulitnya lain dari yang lain, misalnya kerbau bule yang bertotol (tedong bonga). Itu bukan kerbau2 hasil gigantisme, tetapi kerbau2 terpilih. Semakin banyak kerbau dikorbankan, semakin bagus dan besar kerbaunya semakin tinggilah prestise keluarga yang melakukan upacara pemakaman itu. Pada masanya, Belanda pernah melarang tradisi ini sebab tak jarang menyebabkan keluarga menjadi bangkrut, jumlah kerbau yang boleh dikorbankan diatur. Pemerintah Indonesia pun pernah membatasinya dengan cara menerapkan pajak pengorbanan kerbau... Anoa dan Stegodon adalah produk island dwarfism di Sulawesi Selatan. Adakah produk gigantisme, ada, yaitu kura-kura raksasa Sulawesi (Geochelone atlas), yang lebar batoknya (karapas) bisa sampai 3 meter. Sayang sudah punah dan tinggal fosil-fosilnya yang ditemukan. Dengan ukuran batok sampai 3 meter maka inilah spesies kura-kura terbesar di dunia, lebih besar dari kura-kura raksasa yang masih hidup di Galapagos sekarang. salam, Awang --- Pada Kam, 15/9/11, Muharram Jaya Panguriseng muhar...@pertamina.com menulis: Dari: Muharram Jaya Panguriseng muhar...@pertamina.com Judul: Re: [Forum-HAGI] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism Kepada: Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, IAGI iagi-net@iagi.or.id Cc: awang.ha...@bpmigas.com awang.ha...@bpmigas.com Tanggal: Kamis, 15 September, 2011, 3:25 PM Seperti biasa, ulasan-ulasan dari Pak Awang selalu menarik untuk dibaca sampai titik terakhir :D ... Berkaitan dengan island biogeography theory (teori biogeografi pulau), betulkah Anoa adalah produk pengkerdilan (island dwarfism) Kerbau dari Jawa/Kalimantan di Sulawesi sementara Sulawesi sendiri memiliki kerbau yang justru lebih besar dari kerbau Jawa? (nanti teman-teman geoscientist yang mengikuti Geofoto JCM ke Toraja akan menyaksikannya). Dan bahwa Komodo di Nusa Tenggara adalah produk peraksasaan (island gigantism) dari kadal, sementara kadal dan biawak tetap ada disana? Atau jangan-jangan pengkerdilan dan peraksasaan tidak perlu berlaku umum bagi spesies sama pada lingkungan yang sama? Atau Kerbau besar di Toraja datangnya belakangan? Terlampir gambar Kerbau Toraja vs Anoa yang kebetulan fotonya saya ambil sendiri ... Salam, MJP -Original Message- From: forum-boun...@hagi.or.id [mailto:forum-boun...@hagi.or.id] On Behalf Of Awang Satyana Sent: Thursday, September 15, 2011 8:55 AM To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS Subject: [Forum-HAGI] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi para geoscientists yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention Makassar, 26-29 September 2011), merupakan wilayah yang sangat unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi. Sulawesi adalah wilayah benturan antara berbagai terrane (mintakat) geologi, sekaligus merupakan wilayah benturan antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini 'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan sebab-akibat. Fenomena ini bukan barang baru, tetapi saya ingin mengangkatnya lagi
[iagi-net-l] Sulawesi: Stegoland Island Dwarfism
Sulawesi, yang sepuluh hari lagi akan banyak dikunjungi para geoscientists yang mengikuti pertemuan ilmiah gabungan antara HAGI dan IAGI (JCM- Joint Convention Makassar, 26-29 September 2011), merupakan wilayah yang sangat unik-menarik-namun rumit secara geologi maupun biologi. Sulawesi adalah wilayah benturan antara berbagai terrane (mintakat) geologi, sekaligus merupakan wilayah benturan antara dunia fauna. Kedua benturan geologi dan biologi ini 'klop' alias saling mendukung dan saling berhubungan sebab-akibat. Fenomena ini bukan barang baru, tetapi saya ingin mengangkatnya lagi menggunakan analisis dan sintesis baru dalam rangka menghargai sebuah pulau unik di Indonesia dalam sebuah makalah yang akan dipresentasikan di JCM berjudul,Sulawesi: Where Two Worlds Collided - Geologic Controls on Biogeographic Wallace's Line. Tujuannya adalah semoga kita makin menghargai bagian Tanah Air kita yang unik-menarik-walaupun rumit ini. Abstrak makalahnya ada di bawah tulisan ini. Sulawesi menduduki daerah Wallacea paling barat. Wallacea adalah suatu nama wilayah di bagian tengah Indonesia gagasan Dickerson (1928) yang di sebelah barat dibatasi oleh Garis Wallace (1863), di sebelah timur dibatasi Garis Lydekker (1896). Garis Wallace membatasi tepi timur penyebaran fauna Asiatik, sedangkan Garis Lydekker membatasi tepi barat fauna Australis. Secara geologi tepi-tepi ini masing-masing berhubungan dengan tepi Sunda Land dan Sahul Land. Di daerah Wallacea-lah terjadi percampuran dua dunia fauna Asiatik dan Australis. Nama Wallacea tentu kita bisa duga, yaitu berasal dari Alfred Russel Wallace, naturalist Inggris yang menjelajah alam Indonesia selama delapan tahun (1854-1862). Daerah Wallacea adalah daerah yang sangat rumit dalam geologi Indonesia, banyak mikrokontinen, sliver, oceanic plateaux, ofiolit, baik secara in-situ maupun ex-situ yang berasal dari berbagai area asal dipindahkan ke sini. Laut-laut paling dalam Indonesia dan pembusuran (arching) Banda terjadi di sini juga. Endemisme fauna Indonesia paling tinggi berasal dari daerah Wallacea, sebut saja misalnya keberadaan komodo, babirusa, anoa, dan maleo; yang berasal dan hidup hanya di daerah Wallacea, tidak ada di bagian dunia yang lain. Dalam tulisan kali ini, saya ingin mengulas sedikit tentang gagasan terkenal dalam dunia paleontologi vertebrata/mamalia Indonesia berasal dari D.A. Hooijer (1957, 1967), ahli paleontologi vertebrata berkebangsaan Belanda yang pernah bekerja di Indonesia, yang konsepnya bernama Stegoland. Hooijer menemukan fosil-fosil gajah kerdil Stegodon di berbagai pulau di Indonesia (Sangihe, Sulawesi, Jawa, Flores, Sumba, Timor). Bagaimana Stegodon yang berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal ini (1,2-1,0 Ma) ditemukan di berbagai pulau tersebut yang sekarang terpisah cukup jauh satu sama lain? Hooijer berpendapat bahwa dahulu Nusa Tenggara-Jawa-Sulawesi dihubungkan oleh suatu jembatan daratan yang disebutnya Stegoland, di sepanjang jembatan daratan itulah Stegodon berjalan. Lalu karena aktivitas tektonik dan fluktuasi muka laut pada Plistosen, jembatan ini tenggelam. Konsep Hooijer ini mendapat tantangan dari beberapa ahli paleontologi yang datang lebih kemudian, misalnya Gert van den Bergh (yang juga beberapa kali berkarya di Indonesia). Gert yang belum lama ini (2009) membantu Tim Paleontologi Vertebrata Badan Geologi dalam penelitian penemuan gajah purba di Blora menyebutkan bahwa konsep Hooijer tak bisa diterima, gajah-gajah itu berenang, bukan berjalan melalui jembatan daratan. Begitulah Stegoland, setiap konsep yang diajukan, ada yang mendukungnya (pro) tetapi selalu ada juga yang menentangnya (kontra). Dalam makalah saya, saya memuat model paleogeografi Sulawesi dan sekitarnya yang dibuat oleh Moss dan Wilson (1998) serta fluktuasi muka laut di pulau-pulau Indonesia Timur dari Tjia (1996) pada Pliosen-Holosen, lalu menggunakannya untuk meneliti konsep Hooijer (1957) tentang Stegoland. Beberapa citra satelit yang dalam zaman Hooijer (1957) belum ada, saya lihat juga untuk memeriksa adakah jembatan daratan antara Timor-Sumba-Flores-Jawa-Sulawesi-Sangihe pada sekitar Pliosen-Plistosen - Holosen. Dari model-model dan data satelit itu dapat diketahui bahwa kemungkinan jembatan seperti yang dimaksud Hooijer (1957) kelihatannya ada walaupun memang sekarang sudah tenggelam. Dari model ini, bisa diduga pola migrasi Stegodon di sepanjang Stegoland, kalau kita meyakininya ada. Wilayah penemuan fosil-fosil Stegodon atau spesies sejenisnya (Stegoloxodon celebensis, Fachroel Aziz dkk, 2009) di Sulawesi terjadi di Lembah Walanae, Sulawesi Selatan. Dan, ini bisa dipahami kalau melihat peta paleogeografi dari Tjia (1996) atau Moss dan Wilson (1998). Ada jembatan daratan pada Plistosen Awal dari Jawa timurlaut ke Sulawesi Selatan. Jawa sendiri saat itu bergabung menjadi satu dengan Kalimantan dan Sumatra sebagai Sunda Land. Dari Jawa ada jembatan daratan ke timur ke sepanjang Nusa
Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)
1000 tahun berikutnya (volcanic winter). Abu volkaniknya tertiup sampai jauh dan belum lama ini penelitian menunjukkan sampai ditemukan di India. Volume semua rempah volkaniknya diperhitungkan sampai 2000 km3, maka ia masuk ke kategori supereruption dari supervolcano (yang definisinya minimal mesti melemparkan rempah volkanik 1000 km3). Lalu, akibat 2000 km3 massa yang dilemparkan dalam supererupsi itu, terbentuklah kaldera/caudron/Kesselbruch -bhs Jerman sedalam 400-500 meter, yang kemudian diisi air (sungai dan hujan) yang sekarang kita kenal sebagai Danau Toba. Pembentukan Pulau Samosir adalah seperti yang ditulis Pak Habash, ia merupakan bagian dari after-phase doming, atau resurgent part of the caldera (resurgent caldera). Pada masa-masa selanjutnya Pulau Samosir hanya mengalami tilting di satu arah sehingga tak sama kecuraman topografinya dari barat ke timur, yaitu curam di sisi timur, yang dapat dilihat dari Prapat. Itu adalah penyeimbangan gerak2 di kerak Bumi. Post volcanism Toba paroxysmal pindah ke utara (Gunung Sibayak, Sinabung) dengan magma andesitik dengan status dormant dan dimanfaatkan untuk panasbumi. salam, Awang --- Pada Kam, 8/9/11, hse...@gmail.com hse...@gmail.com menulis: Dari: hse...@gmail.com hse...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 8 September, 2011, 2:33 PM Pak Awang, Kalau lihat product2-nya supereruption itu seperti Toba Tuff (ada yang membentuk ignimbrite) kecenderungannya memperlihatkan produk magma yang mengarah ke asam (rhyolithic?). Seingat saya kalau magmanya basaltic cenderung cair dan meleleh, magma yang andesitic lebih kental seperti umumnya strato volcanic di Indonesia (Merapi). Nah yang explosive itu umumnya cenderung ke magma asam. Sehubungan dengan Toba, seingat saya juga dikenal sebagai Tectono Volcanic Depression yang magmanya keluar melalui fissure (mungkin melalui 2 faults yang relatively parallel?) dan karena hebatnya letusan sehingga terjadi kekosongan dapur magma dan mengalami subsident membentuk danau Toba. Munculnya P. Samosir karena terjadi aktifitas magma lagi sehingga mengangkat dasar Caldera itu dan disebut sebagai resurgent caldera. Dan bukankah pembentukan caldera itu tidak harus terjadi karena satu kali letusan besar, tetapi bisa saja karena beberapa kali letusan seperti Danau Maninjau, Kaldera Tengger, dimana kalau kita lihat dari morphologic expression dari Caldera Rim-nya yang memperlihatkan beberapa crater besar yang saling overlap membentuk Caldera yang besar. Apakah supereruption itu juga ada kaitannya dengan Paroxysmal Phase dari gunung api itu? Thanks dan maaf kalau saya kurang membaca buku seperti Pak Awang! Salam, Habash Sent via BlackBerry from Maxis -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 8 Sep 2011 13:01:15 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang) Ferdi rekan2 diskusi milis, Saya tak yakin bahwa supervolcano berhubungan dengan strike-slip faulting. Toba, supervolcano terbesar di dunia adalah satu-satunya gunungapi di Sumatra yang justru tidak duduk persis di atas Sesar Sumatra, dibandingkan dengan gunung2 api lainnya di Sumatra. Yellowstone di Wyoming, AS pun memang di tengah kaldera Yellowstone ada strike-slip fault; tetapi melihat dimensinya yang lebih kecil dari luas kaldera menunjukkan bahwa strike-slip fault ini mungkin terjadi setelah pembentukan kaldera Yellowstone, artinya strike-slip fault bukan penyebab Yellowstone supereruption, tetapi akibatnya. Hal lain adalah, bisa dibilang bahwa 90 % gunungapi di Sumatra duduk di atas Sesar Sumatra, apakah semua gunung itu lantas jadi supervolcano, tidak toh. Juga Gunung Muria yang juga duduk di sesar mendatar besar Muria-Kebumen, apakah ia jadi supervolcano. Tidak. Juga Semeru-Bromo atau Merapi yang duduk di tranversal faults Jawa, apakah mereka jadi supervolcanoes, tidak, tetapi menambah aktivitasnya karena duduk di atas sesar mungkin ada hubungannya. Supervolcano (ini istilah media, yang pertama kali dipopulerkan oleh BBC tahun 2000, kalangan ahli gunungapi lebih suka menyebutnya sebagai supereruption) didefinisikan bila letusannya dapat melemparkan rempah volkaniknya (ejecta menta) lebih dari 1000 km3 (definisi USGS). Bandingkan: Tambora 1815 melemparkan 160 km3 rempah volkanik). Kebanyakan supervolcano terjadi atau diisi dapur magmanya oleh mantle hotspot yang naik ke permukaan tetapi tak dapat memecah kerak Bumi. Karena aliran mantle hotspot atau upwelling mantle plume terjadi terus, sementara
Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)
gunungapi dimana aktivitasnya sudah mendekati tahap kritis (siap meletus), seperti proses: hidrotermal, aktivitas fumarol tetapi bisa juga oleh faktor lain. Misalkan: a. earth tides seperti yang terjadi Augustine, Feugo, Kilauea dan stromboli volcanoes. b. ocean tides, ini berhubungan dengan aktivitas submarine volcanic activities. c. semidurial Proses ini terjadi pada Gn Gamalama selama letusan periode 7-11 september 1980. How small a pressure change can provide the critical trigger to initiate decompression of magma chamber-how small a straw can break the camel's back? Lockwood and Hazlett (2010). Tyhpoon Yunya yang jaraknya 75 km dari Mt. Pinatubo pada jam 10 pagi, 15 Juli 1991 disinyalir sebagai penyebab meletusnya Mt. Pinatubo dengan VEI 5. Letusan panjang yang terjadi secara tiba-tiba dan berdurasi 9 jam terjadi kurang dari tiga jam setelah Typhoon berhembus, 13:42. Tentu bukan typhoon tersebut yang menyebabkan Mt Pinatubo meletus tetapi kondisi ini memicu critical triggers. Sependapat sekali dengan Pak Awang, akan pentingnya studi yang komprehensif tentang gunungapi bagi geologist indonesia. Salam, Mirzam A Pak Awang, Kalau lihat product2-nya supereruption itu seperti Toba Tuff (ada yang membentuk ignimbrite) kecenderungannya memperlihatkan produk magma yang mengarah ke asam (rhyolithic?). Seingat saya kalau magmanya basaltic cenderung cair dan meleleh, magma yang andesitic lebih kental seperti umumnya strato volcanic di Indonesia (Merapi). Nah yang explosive itu umumnya cenderung ke magma asam. Sehubungan dengan Toba, seingat saya juga dikenal sebagai Tectono Volcanic Depression yang magmanya keluar melalui fissure (mungkin melalui 2 faults yang relatively parallel?) dan karena hebatnya letusan sehingga terjadi kekosongan dapur magma dan mengalami subsident membentuk danau Toba. Munculnya P. Samosir karena terjadi aktifitas magma lagi sehingga mengangkat dasar Caldera itu dan disebut sebagai resurgent caldera. Dan bukankah pembentukan caldera itu tidak harus terjadi karena satu kali letusan besar, tetapi bisa saja karena beberapa kali letusan seperti Danau Maninjau, Kaldera Tengger, dimana kalau kita lihat dari morphologic expression dari Caldera Rim-nya yang memperlihatkan beberapa crater besar yang saling overlap membentuk Caldera yang besar. Apakah supereruption itu juga ada kaitannya dengan Paroxysmal Phase dari gunung api itu? Thanks dan maaf kalau saya kurang membaca buku seperti Pak Awang! Salam, Habash Sent via BlackBerry from Maxis -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Thu, 8 Sep 2011 13:01:15 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Subject: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang) Ferdi rekan2 diskusi milis, ? Saya tak yakin bahwa supervolcano berhubungan dengan strike-slip faulting. Toba, supervolcano terbesar di dunia adalah satu-satunya gunungapi di Sumatra yang justru tidak duduk persis di atas Sesar Sumatra, dibandingkan dengan gunung2 api lainnya di Sumatra. Yellowstone di?Wyoming, AS?pun memang di tengah kaldera Yellowstone ada strike-slip fault; tetapi melihat dimensinya yang lebih kecil dari luas kaldera menunjukkan bahwa strike-slip fault ini mungkin terjadi setelah pembentukan kaldera Yellowstone, artinya strike-slip fault bukan penyebab Yellowstone supereruption, tetapi akibatnya. ? Hal lain adalah, bisa dibilang bahwa 90 % gunungapi di Sumatra duduk di atas Sesar Sumatra, apakah semua gunung itu lantas jadi supervolcano, tidak toh. Juga Gunung Muria yang juga duduk di sesar mendatar besar Muria-Kebumen, apakah ia jadi supervolcano. Tidak. Juga Semeru-Bromo atau Merapi yang duduk di tranversal faults Jawa, apakah mereka jadi supervolcanoes, tidak, tetapi menambah aktivitasnya karena duduk di atas sesar mungkin ada hubungannya. ? Supervolcano (ini istilah media, yang pertama kali dipopulerkan oleh BBC tahun 2000, kalangan ahli gunungapi lebih suka menyebutnya sebagai supereruption) didefinisikan bila letusannya dapat melemparkan rempah volkaniknya (ejecta menta) lebih dari 1000 km3 (definisi USGS). Bandingkan: Tambora 1815 melemparkan 160 km3 rempah volkanik). ? Kebanyakan supervolcano terjadi atau diisi dapur magmanya oleh mantle hotspot yang naik ke permukaan tetapi tak dapat memecah kerak Bumi. Karena aliran mantle hotspot atau upwelling mantle plume terjadi terus, sementara kerak Bumi menahannya terus, maka tekanan makin membesar, magma pool makin melebar. Akhirnya kerak Bumi tak mampu lagi menahannya, lalu pecah dan terlemparlah semua materi magmatik yang tertahan sekian lama itu dalam sebuah supererupsi. Nah, kalau ada sesar mendatar/strike-slip
Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)
Ferdi, Melihat jalur lokasinya (interpretatif, karena gunungnya sudah tidak ada kecuali beberapa sisanya/dinding kaldera atau anak2-nya: Gunung Burangrang, Gunung Bukittunggul, Gunung Canggak), pemunculan Gunung Sunda tak dikontrol oleh Sesar Cimandiri, Sesar Cilacap-Kuningan-Pamanukan, maupun Sesar Lembang. Sesar Cimandiri dan Sesar Cilacap-Pamanukan jauh jalurnya dari area perkiraan Gunung Sunda antara Cimahi-Lembang; Sesar Lembang justru merupakan post-eruption Gunung Sunda, jadi bukan penyebab munculnya Gunung Sunda. Gunung-gunungapi subduction-related tak perlu sesar mendatar untuk pemunculannya, tetapi bila di upper crust ada konduit sesar, akan memudahkan gunungapi muncul di atasnya sebab magma akan memanfaatkannya buat menerobos ke permukaan (lihat semua gunungapi di Sumatra yang hampir semuanya duduk di atas Sesar Sumatra). Gunungapi2 di Jawa yang lokasinya isolated dari jalur umum (di tengah), misalnya Gunung Karang di Banten, Gunung Ciremai, Muria, Bawean, Lasem, Ringgit-Beser semuanya muncul di atas zona sesar tua - itu semua adalah backarc volcanism yang kemunculannya dibantu sesar. Gunung Ciremai tua, misalnya, yang diduga menjadi center untuk penghasil Halang Formation, dan juga gunungapi lainnya yang menghasilkan Kumbang Formation, itu berlokasi di Sesar Cilacap-Kuningan-Pamanukan. salam, Awang --- Pada Jum, 9/9/11, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis: Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 9 September, 2011, 7:42 AM Pak Awang Bagaimana dengan gunung api sunda dan hubungannya dengan strike slip sukabumi - padalarang di sebelah baratnya atau patahan strike slip cilacap - kuningan di timurnya...apakah bisa dikatakan bahwa strike slip tersebut mengontrol gunung api sunda ? mungkin sebagai conduit / paling tidak sebagai batas dari kompleks gunung api tersebut ( peta geologi Katili, Sudrajat 1984) Juga gunung api cereme yang posisinya di timur laut dari patahan strike slip cilacap kuningan sementara gunung api sunda berada di barat dayanya. Saya belum tahu bagaimana mekanisme strik slip mengontrol gunung api dan belum pernah lihat ada section yang menghubungkan patahan / strike slip sebagai jalur konduit gunung api, mungkin ada yang bisa share ? 2011/9/8 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Ferdi rekan2 diskusi milis, Saya tak yakin bahwa supervolcano berhubungan dengan strike-slip faulting. Toba, supervolcano terbesar di dunia adalah satu-satunya gunungapi di Sumatra yang justru tidak duduk persis di atas Sesar Sumatra, dibandingkan dengan gunung2 api lainnya di Sumatra. Yellowstone di Wyoming, AS pun memang di tengah kaldera Yellowstone ada strike-slip fault; tetapi melihat dimensinya yang lebih kecil dari luas kaldera menunjukkan bahwa strike-slip fault ini mungkin terjadi setelah pembentukan kaldera Yellowstone, artinya strike-slip fault bukan penyebab Yellowstone supereruption, tetapi akibatnya. Hal lain adalah, bisa dibilang bahwa 90 % gunungapi di Sumatra duduk di atas Sesar Sumatra, apakah semua gunung itu lantas jadi supervolcano, tidak toh. Juga Gunung Muria yang juga duduk di sesar mendatar besar Muria-Kebumen, apakah ia jadi supervolcano. Tidak. Juga Semeru-Bromo atau Merapi yang duduk di tranversal faults Jawa, apakah mereka jadi supervolcanoes, tidak, tetapi menambah aktivitasnya karena duduk di atas sesar mungkin ada hubungannya. Supervolcano (ini istilah media, yang pertama kali dipopulerkan oleh BBC tahun 2000, kalangan ahli gunungapi lebih suka menyebutnya sebagai supereruption) didefinisikan bila letusannya dapat melemparkan rempah volkaniknya (ejecta menta) lebih dari 1000 km3 (definisi USGS). Bandingkan: Tambora 1815 melemparkan 160 km3 rempah volkanik). Kebanyakan supervolcano terjadi atau diisi dapur magmanya oleh mantle hotspot yang naik ke permukaan tetapi tak dapat memecah kerak Bumi. Karena aliran mantle hotspot atau upwelling mantle plume terjadi terus, sementara kerak Bumi menahannya terus, maka tekanan makin membesar, magma pool makin melebar. Akhirnya kerak Bumi tak mampu lagi menahannya, lalu pecah dan terlemparlah semua materi magmatik yang tertahan sekian lama itu dalam sebuah supererupsi. Nah, kalau ada sesar mendatar/strike-slip bukankah ia akan menjadi konduit pelan-pelan yang akan membocorkan magma menjadi erupsi2 kecil atau leleran lava, sehingga akhirnya tak akan menjadi sebuah supervolcano/super eruption? Ada dua jenis erupsi supervolcano, yaitu LIPs (large igneous provinces) dan massive erutions. LIPs adalah yang menghasilkan flood basalt dalam skala luas (yang terkenal: Deccan Trap atau Siberia Trap). Massive eruptions yang terkenal adalah supervolcano Toba dan Yellowstone. Toba supereruption terkenal karena diduga menyebabkan bottlenecking migrasi manusia modern pada 75.000 tahun yang lalu, memotong sekitar 60 % populasi
[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] [iagi-net-l] tulisan menarik di AAPG Bulletin
Paper Lutz et al. (2011) ini masih berhubungan dengan isu yang pernah menghebohkan Negeri ini pada 11-13 Februari 2008 akibat pemberitaan serentak media (cetak, elektronik, internet) di seluruh Indonesia tentang “ditemukannya lapangan migas raksasa di Simeulue, Aceh”, yang menurut sebuah institusi negara dalam negeri (yang pekerjaan sehari-harinya sebenarnya bukan mengurusi migas, tentu kawan2 tahu yang saya maksudkan, saya tak enak menyebutnya langsung) cadangannya lebih besar dari Saudi Arabia (Jawa Pos 11 Februari 2008). Tentu ini berita yang menghebohkan sekali, terutama di kalangan profesional migas. HAGI-IAGI menyambut dengan sigap isu ini sekaligus untuk melakukan klarifikasi isu itu secara profesional dengan mengadakan luncheon talk masalah ini di sebuah hotel di Jakarta pada 21 Februari 2008. Saya kebetulan adalah salah satu pembicara di dalam luncheon talk itu, dan berpendapat bahwa isu itu negatif serta pemberitaannya menyesatkan. Isi isu yang pertama kalinya dilemparkan sebagai bola panas oleh institusi yang saya maksudkan di atas itu juga banyak menyalahi kaidah keteknikan migas yang berlaku di kalangan para profesionalnya. Meskipun demikian, isu ini telah masuk ke Istana dan disambut dengan sebuah tindak lanjut. Dibentuklah tim klarifikasi atas isu ini sebelum hiruk-pikuk yang lebih lanjut terjadi. Sebuah prosedur yang baik sebab yang namanya isu harus diklarifikasi dulu. Anggota tim klarifikasi ini, yang dinamakan Tim Verifikasi Simeulue semula melibatkan banyak institusi termasuk IAGI dan HAGI, saya juga anggotanya. Tetapi kemudian karena masalah intern yang menurut kabar data kurang dibuka oleh institusi pelempar bola panas (entah mengapa?), maka satu per satu anggotanya mengundurkan diri atau tak pernah diundang lagi dalam diskusi-diskusi, termasuk saya. Akhirnya, yang meneruskan sampai selesai sebagai Tim Verifikasi Simeulue hanyalah Lemigas dan PSG (Pusat Survei Geologi). Tim Verifikasi bekerja dari September 2008 sampai Februari 2009. Meskipun saya bukan anggota aktif Tim ini karena hanya dilibatkan di awal dan setelah itu tak pernah dilibatkan lagi, tetapi saya punya hasil “investigasi” (yang namanya isu harus diinvestigasi) Tim ini. Inilah yang akan saya ceritakan di akhir tulisan ini. Sebelumua, saya ingin mengulas sedikit paper Lutz et al. (2011). Banyak yang bisa didiskusikan dari paper Lutz et al. (2011) tentang sttratigrafinya, tektoniknya, maupun petroleum system-nya. Kali ini, saya hanya ingin menyoroti masalah thermal modeling dan gas geochemistry yang dievaluasi Lutz et al. (2011), yaitu masalah nilai heatflow yang dipakai dan karakterisasi gas berdasarkan sampel sedimen; khususnya metode yang mereka pakai dan hasilnya. Heat-flow values (Q) yang dipakai Lutz et al. (2011) diturunkan dari perhitungan berdasarkan kedalaman bottom-simulating reflectors (BSRs). Interpreted BSRs dikonversi dari TWT to depth (DBSR) menggunakan velocity profile yang diturunkan dari wide-angle reflection seismic data. Kedalaman seafloor (Dsf) juga dihitung, dengan asumsi kecepatan gelombang bunyi di air 1500 m/s (4921 ft/s). Temperatur pada kedalaman BSR (TBSR) ditentukan dengan water-methane phase diagram (Kvenvolden and Barnard, 1982). Temperatur air di dasar laut (Tsf) dihitung dari pengukuran CTD (conductivity-temperature-depth) sampai kedalaman 1100 m (3609 ft); untuk kedalaman yang lebih besar, diasumsikan temperatur 1 C. Untuk thermal conductivity, digunakan published value 1.23 W/(m K) dari Delisle and Zeibig (2007). Kemudian rumus Q adalah: Q = grad(t) with grad(t) = (TBSR - Tsf)/(DBSR - Dsf). Dari perhitungan, didapatlah nilai Q 37 and 74 mW/m2. Lutz et al. (2011) kemudian memakai nilai Q 40 dan Q 60 mW/m2 dalam basin modeling. Hasil Q di atas jauh melebihi analisis terdahulu yang menemukan nilai Q 25-40 mW/m2 (Pollack et al., 1993) NGDC dataset + IPA/SEAPEX data ) untuk Simeulue Basin. Meskipun nilai temuan Lutz et al, (2011) ini lebih rendah dari umumnya nilai heat flow di back-arc basins Indonesia (80-90 mW/m2), nilai temuannya tak sesuai dengan nilai real pengukuran termal berdasarkan data sumur yang sudah dipublikasi IPA (Thamrin, 1987) yang menemukan bahwa GG rata-rata Simeulue adalah 2,14 C/100 m dengan HFU (heat flow unit) 1,21. Bandingkan dengan Cekungan Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan yang berdasarkan pengukuran ratusan sumur mempunyai GG masing2: 4,69; 6,76; dan 5,22 C/100 m. Dengan kata lain, nilai Q Lutz et al. (2011) yang diturunkan secara tidak langsung berdasarkan BSRs dan kedalaman dasar laut serta berbagai asumsi yang dipakai harus dilihat lagi. Kalau saya, lebih percaya menggunakan data real GG yang diturunkan dari belasan sumur yang telah dibor di sini dan telah dipublikasikan Thamrin (1987) yang juga sesuai dengan Pollack et al, 1993). Heat-flow values untuk fore arc basins di seluruh dunia berkisar antara 20 and 45 mW/m2, dengan typical value of 40 mW/m2
Re: [iagi-net-l] Sesar Lembang Bergerak: IAGI/HAGI Jangan Diam Saja!
Ferdi dkk. Sesar Lembang, mungkin perlu kembali melihat apa sifat sesar ini. Di peta satelit seperti SPOT atau landsat, juga DEM sesar sepanjang 22 km di utara Bandung (dari Bukit Tunggul/Manglayang di timur ke Cisarua di barat) ini hanya nampak sebagai kelurusuan. Di google 3D, Sesar Lembang nampak sebagai normal fault-strike slip fault, oblique/scissors fault dengan blok turun sisi utara dan throw dari timur ke barat semakin mengecil, throw sekitar 460 m di area Bukit Tunggul dan hampir tidak ada throw di area Cisarua. Kalau kita berdiri di Kampung Cibodas, Lembang dan melihat ke arah timur, gawir Sesar Lembang yang turun ke arah utara dari sekitar Bukit Tunggul akan jelas terlihat. Pak Budi Brahmantyo dan Pak Bachtiar (KRCB) suka membawa rombongan fieldtrip Cekungan Bandung ke tempat ini untuk mengamati Sesar Lembang. Sesar Lembang sudah dikenal sejak van Bemmelen memetakan Bandung area pada tahun 1934. Van Bemmelen (1934) meyakini Sesar Lembang sebagai akibat runtuhan akibat pembubungan magma dan letusan kompleks Gunung Sunda (Bukit Tunggul dan Canggak). Sesar Lembang mengakomodasi runtuhan kerakbumi ke arah utara. Lebih lanjut lagi pada tahun 1949, van Bemmelen menaruh Sesar Lembang di zona engsel (hinge zone) antara Zona Bandung dan Zona Bogor. Sesar Lembang terjadi di perbatasan fisiografi antara Zona Bandung dan Zona Bogor. Zona Bogor merupakan depresi tengah Jawa Barat, sedangkan Zona Bandung relatif lebih terangkat daripada Zona Bogor karena Zona Bandung kemudian ditempati banyak gunungapi Kuarter. Kemudian, di utara Sesar Lembang lahir Gunung Tangkuban Parahu yang rempah volkaniknya menutupi tepi selatan Zona Bogor, maka umur Sesar Lembang lebih tua dari umur Gunung Tangkuban Parahu, tetapi lebih muda dari Gunung Sunda. Dari peta geologi Bandung dan sekitarnya, Sesar Lembang membatasi dua satuan batuan volkanik tua Qpv –Plistosen (blok naik, selatan) dan batuan volkanik muda Qv‐Holosen(blok turun, utara). Ke arah barat, lompatan sesar minimal‐tidak ada, sehingga tidak menggeser satuan batuan. Dari penjelasan fisiografi di atas, cukup meyakinkan bahwa Sesar Lembang merupakan sesar dip-slip, sesar normal baik bentuk pergawirannya sekarang, maupun kejadiannya di antara dua zona fisiografi yang satu depresi yang lain tinggian. Tetapi data momen tesnsor solution dari analisis historis data gempa, bila ada, dapat mengklarifikasi hal ini, sejauh mana komponen strike-slip-nya (bila ada), dan sejauh mana dominasi dip-slip-nya (normal fault). Sesar Lembang bila komponen strike-slip-nya kuat, dan secara regional memang bisa bersentuhan dengan sesar-sesar di Jawa Barat yang lebih besar yaitu Sesar Cimandiri dan Sesar Pamanukan-Cilacap, yang keduanya merupakan sesar besar dan masih membuka ke pusat2 konvergensi lempeng di selatan Jawa (Cimandiri ke baratdaya Teluk Palabuhanratu, Cilacap ke selatan Nusa Kambangan), maka gerakan di Sesar Lembang bisa saja merupakan relay dari pergerakan salah satu sesar-sesar besar yang mengapitnya. Untuk meneliti lebih jauh akan hal ini, memang diperlukan penelitian jaringan sesar-sesar aktif di Jawa Barat dan kegempaannya. Kalau saya tak salah, Pak Danny Hilman dan Pak Irwan Meilano, dkk peneliti lain di LIPI dan institusi lainnya pernah melakukan penelitian ini atau paling tidak mengarah ke situ. Hubungan supervolcano dengan strike-slip akan saya komentari menggunakan subjek diskusi baru. Salam, Awang --- Pada Rab, 7/9/11, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis: Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Sesar Lembang Bergerak: IAGI/HAGI Jangan Diam Saja! Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 7 September, 2011, 8:44 AM Mungkin untuk studi bisa dilihat juga apakah pergerakan sesar lembang ini ada hubungannya dengan pergerakan zona patahan strike slip sukabumi - padalarang di sebelah baratnya atau patahan strike slip cilacap - kuningan di timurnya. mungkin juga perlu diamati aktivitas gunung burangrang, tangkuban perahu , bukit nunggal yang tepat berada di jalur patahan lembang dan di antara zona patahan strike slip sukabumi padalarang dan patahan cilacap kuningan ...apakah ada peningkatan aktivitas ? kalau melihat supervolcano toba / yellowstone...sepertinya gunung api besar banyak berhubungan dengan strike slip 2011/9/7 andangbacht...@yahoo.com Gempa Bandung Barat alias Gempa cisarua 28 Agustus 2011 yg lalu (3hari sebelum hari raya) telah mengakibatkan 103 rumah rusak (retak2, genteng somplak dsb) khususnya di sekitar daerah Jambudwipa, dan bahkan sampai akhir minggu lalu beberapa keluarga masih tidak berani kembali tidur di rumah malam hari karena takut masih akan terjadi gempa susulan (dan karena rumahnya masih belum diperbaiki: takut keambrukan atap/genteng dsb). Sbg orang Bekasi (Arema yg tinggal di Bekasi, tepatnya) saya ingatkan kawan2 Bandung: inilah saatnya mitigasi sesar lembang untuk diangkat dan terus dikobarkan dg melibatkan
[iagi-net-l] Supervolcano Strike-Slip Faulting?(was: Sesar Lembang)
Wed, 13 Sep 2006 22:16:46 -0700 LIP (Large Igneous Province) adalah wilayah-wilayah di kerak Bumi yang memiliki sebaran batuan beku di luar kewajaran, begitu luasnya. LIPs yang terkenal adalah Siberian Traps di wilayah Siberia, Ontong Java Plateau di Samudra Pasifik utara Papua New Guinea, dan Deccan Trap di India. Di Indonesia pun, kita punya LIPs dalam skala lebih kecil : Radjabasa Basalt Plateau di Lampung dan Toba Ignimbrit (welded tuff) di sekitar Danau Toba. Para ahli batuan beku dan tektonik mempermasalahkan asal kejadian LIPs ini, termasuk membahasnya sebagai antipode (titik seberang) dari suatu titik benturan meteorit/komet besar di kerak Bumi dari seberang yang lain. Saat meteorit/komet besar menghantam di satu titik di permukaan Bumi, goncangannya akan menggetarkan seluruh mantel dan inti Bumi, gelombang kejutnya diteruskan ke seberang bola Bumi yang lain, termasuk membawa material mantel melalui mekanisme plume tectonics sehingga terekstrusi ke permukaan di titik seberangnya. Mekanisme antipodal igneous province ini pernah saya tulis di milis ini ketika membahas asal Deccan Traps dan Siberian Traps. Siberian Traps adalah pada antipodal position benturan meteorit Permian di Antarktika yang beberapa bulan lalu ditemukan impact craternya oleh para ahli geologi dan geofisika melalui survey gayaberat. Diyakini, bahwa benturan meteorit Permian ini berhubungan dengan kepunahan massal flora dan fauna di ujung Paleozoic - sebuah kepunahan massal yang lebih besar daripada di ujung Kapur. Sekarang, jurnal-jurnal keahlian geologi ini sedang membahas suatu mekanisme baru sebagai asal LIPs, yaitu delaminasi di batas kerak dan mantel. Delaminasi adalah proses de-laminasi : tersobeknya urutan lapisan (laminasi) oleh proses geologi. Dalam hal delaminasi kerak-mantel, maka yang dimaksud adalah sobeknya/lepasnya lithospheric mantle (batas litosfer-mantel) dari kerak benua di atasnya karena batas litosfer-mantel ini lebih dingin dan lebih padat dibandingkan dengan astenosfer di bawahnya. Kecepatan delaminasi akan ditentukan oleh viskositas astenosfer, dan sobekan akan mengarah ke penjalaran retakan. Begitu, konsep delaminasi menurut pencetusnya (Bird, 1979 : Continental delaminantion and the Colorado Plateau - Journal of Geophysical Research, v. 84, p. 7561-7571). Apa hubungan delaminasi dengan LIPs ? Bird (1979) pun menyebutkan bahwa kehilangan massa karena delaminasi ini akan segera diikuti oleh kompensasi isostatik berupa pengangkatan, sehingga terbentuklah Colorado Plateau dan semua gejala magmatik ikutannya. Colorado Plateau ini adalah salah satu LIPs juga. Don Anderson, seorang experimental petrologist dari Seismological Laboratory Caltech, yang banyak publikasinya soal mantel Bumi, dalam jurnal Elements vol. 1 p. 271-275 (Desember 2005) menulis bahwa ketika kerak benua terlalu tebal, bagian bawah kerak ini yang disusun oleh eklogit akan terlepas (delaminasi), menyebabkan uplift, asthenospheric upwelling, dan pressure-release melting. Proses delaminasi ini akan menyebabkan segmen kerak bagian bawah yang punya titik lebur rendah terintroduksi ke mantel; kemudian segmen ini terpanaskan, naik, dekompres, dan lebur. Eklogit hasil delaminasi akan lebih panas dan kurang padat dibandingkan dengan kerak samudra yang tertunjam di zone subduksi. Beberapa wilayah LIPs mungkin diakibatkan passive upwelling astenosfer yang tidak homogen ketika fragmen-fragmen benua saling memisah (McHone, 2000 : Non-plumemagmatism and rifting during the opening of the central atlantic Ocean - Tectonophysics, 316, p. 287-296). Beberapa LIPs yang lain mungkin akibat suture zone yang tereaktivasi atau zone2 lemah kerak Bumi, yang berasosiasi dengan peleburan mantel di bawahnya (Foulger et al., 2005 : A source for Icelandic magmas in remelted Iapetus crust - Journal of Volcanological and Geothermal research, v. 141, p. 23-44). Back-arc magmatism/volcanism seperti di Sumatra dan Jawa yang berpotensi membentuk LIPs mungkin perlu dikaji lagi asal-muasalnya, apalagi kalau sekarang kita punya teknologi mantle seimic tomography yang bisa melihat sampai ke mantel. LIPs akan punya ciri low-velocity zones (LVZ) di kedalaman sekitar 200-350 km, jarang terdapat lebih dalam, daripada mantel di bawahnya. Atau, LIPs seperti di Radjabasa Flood Basalt juga perlu dicari asal kejadiannya dengan penipisan kerak benua di wilayah ini melalui poros Sumatra-Jawa via rifting dan pemisahan Jawa-Sumatra di Selat Sunda. Crustal delamination, variable mantle fertility model, dikombinasikan dengan passive asthenospheric upwelling, bisa menjadi mekanisme2 untuk menjelaskan tektonik dan komposisi LIPs, termasuk histori uplift dan karakter heatflow-nya. Salam, awang LAMPIRAN 2 [iagi-net-l] Population Bottlenecking by Volcanic Eruption Awang Satyana Thu, 04 Nov 2010 01:06:04 -0700 Tadi pagi ada laporan dari seorang pendengar radio bahwa abu Merapi sudah sampai ke Cibitung, Bekasi. Pak Surono, Kepala PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case
bersebelahan berarti perlu ada kompensasi berupa transform fault. Perlu kita pikirkan, apakah memang Adang Fault Zone itu dulu adalah transform fault antara cekungan Makassar Utara dan Selatan. Jika skenario yang hendak dibentuk adalah untuk mengakomodasi keberadaan danau di cekungan Makassar Selatan dan danau tidak sempat berkembang di cekungan Makassar Utara, mungkin kita bisa membuat skenario lain tanpa perlu meng-invoke stretching factor yang berbeda sehingga tampak menjadi signifcant factor yang menentukan kekayaan material organik. Skenario alternatif bisa seperti demikian: rifting membuka dari utara dan marine inundation lebih duluan tiba ke Makassar Utara, lalu secara kebetulan sejak awal cekungan Makassar Utara ini posisinya sudah distal, dekat dengan laut lepas; kemudian rifting terus merambat ke selatan, eh ternyata menjelang akhir fase rifting, Makassar Utara sudah kadung menjadi lautan lepas, kemudian ke arah selatan ada transisi dari laut ke darat dan lebih ke selatan lagi, kita mendapatkan lacustrine depositional setting. Mungkin akan bermanfaat jika saya kutipkan beberapa angka stretching factor cekungan lain. Viking Graben di North Sea sana menurut beberapa makalah memiliki beta factor 1.4 hingga 1.6 dan Jurassic rifting ini menghasilkan basin starvation. Jika kita ambil contoh cekungan yang mungkin dulu juga terbentuk di wilayah beriklim tropis, Gulf of Thailand dan Malay Basin, kedua wilayah ini memiliki beta factor di atas 2. Untuk cekungan Pattani, crustal stretching factornya adalah 2.35 (Allen dan Allen, 1990), namun peneliti lain yang juga mengukur Beta factor Pattani Basin mendapatkan Beta 1.3 di basin margin hingga 2.8 di basin centre (Bustin Chonchawalit, 2010). Malay Basin konon katanya memiliki Beta Factor hingga 2.3 (Madon Watts, 1998 - tapi saya tidak berhasil menemukan makalahnya karena tidak punya akses ke jurnal Basin Research). Pattani Trough cukup prolific, terutama gas prolific. Di makalah yang sedang dipersiapkan oleh Morley (unpublished atau mungkin sudah dipublish, saya tidak tahu), ada sebuah penampang geologi yang melintasi cekungan Pattani. Saya lihat bagian synrift cekungan ini memiliki ketebalan maksimal sekitar 4-5 km dan umur yang ditunjukkan adalah Early Oligocene-Eocene hingga Late Oligocene-Miocene. Lokasi penampang geologi ini kemungkinan besar berada di bagian tengah Pattani Trough. Kalau kita asumsikan rifting terjadi pada 40 hingga 20 juta tahun yang lalu dan ketebalan sedimen synrift hanya 4 km, maka 4000 m (tanpa dekompaksi) dibagi 20 menghasilkan sedimentation rate sebesar 200 m/my. Di bagian utara Pattani Trough, penampang geologi lain menunjukkan ketebalan sedimen synrift sebesar 2.5 km. Jika kita asumsikan durasi rifting sama dengan yang di tengah cekungan (20 my) dan dengan menggunakan perhitungan sederhana yang saya lakukan sebelumnya, kita akan dapatkan sedimentation rate 125 m/my. Penampang stratigrafi cekungan Pattani menunjukkan ada lacustrine facies di bagian synrift section terutama di bagian atas Sequence I (bagian late synrift, transisi ke early post-rift). Terlepas dari lacustrine depositional settingnya tidak sama persis dengan Lake Tanganyika saat ini, lacustrine shale di Pattani Trough ini masih menjadi salah satu batuan induk di cekungan tersebut (Jardin, 1997 - Paper IPA). Nah, bagaimana dengan Makassar Utara vs Makassar Selatan dan di mana posisinya jika dibandingkan dengan Pattani Trough? Sayang sekali saya tidak punya data untuk memberikan komentar lebih banyak. Demikian sumbangan diskusi dari saya, mudah-mudahan berkenan. Salam, mnw 2011/8/26 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com: Minarwan rekan2, Terima kasih atas sumbangan pemikiran Minarwan atas diskusi ini. Yang saya jadikan kasus hubungan antara rate of rifting dan rate of sedimentation rate adalah Makassar Strait yang sejak pembentukan riftingnya dan pengisiannya oleh sedimen berlokasi di iklim tropis, sehingga rate of sedimentation-nya memang tinggi seiring rate of rifting Makassar Strait sebelah utara yang tinggi. Di tempat-tempat lain yang nontropis, seperti yang ditulis oleh Minarwan, saya sependapat bahwa rate of rifting yang tinggi tak mesti diikuti rate of sedimentation yang tinggi. Rate of rifting yang tinggi hanya akan menyediakan space of accommodation yang tinggi, basin fill-nya tentu bergantung kepada provenance di sekitarnya, seperti yang saya tuliskan sebelumnya, bisa terjadi basin starvation bila provenance minimal, atau sedimentation rate yang tinggi bila provenance melimpah. Kemiringan atau kelandaian bounding faults sebagai faktor yang berpengaruh kepada volume space of accommodation saat rifting terjadi, seperti yang dipublikasi Lambiase dan Morley (1999) saya meyakininya juga; dan saya juga sudah melihat exercise kasusnya pada Makassar Strait bagian utara dan selatan; kebetulan Chris Morley (PTTEP
RE: [iagi-net-l] Re: Gempa Singkawang (?)
Yang namanya kerak stabil tak sepenuhnya stabil. Terrane tectonics meneorikan bahwa craton yang stabil pun disusun oleh a mosaic of microplates yang pada sambungan-sambungannya (sutures) suka menjadi episentrum gempa yang kita sebut intra-plate earthquakes. Kasus gempa Singkawang, episentrumnya berfokus di trace Lupar Line yang merupakan suture line antara terrane Semitau (Metcalfe, 1996) dan accreted crust Sibu Zone (van Bemmelen, 1949). Soal lokasi, tak mengherankan karena Lupar Line pernah menjadi wilayah tidak stabil. Yang menarik justru reaktivasinya sendiri sebab kini Lupar Line jauh dari tepi2 lempeng aktif. Volkanisme di sini juga semuanya purba, masih berkaitan dengan magmatisme bagian utara Schwaner atau beberapa intrusi basaltik saat spreading South China Sea terjadi. Lebih jauh tentang intra-plate earthquakes, seperti yang disebutkan Kang Danny, Australia menyediakan referensi yang paling baik kelihatannya. Bila menyeriusi kasus gempa di Singkawang, maka metode2 penelitian yang dipakai di Australia barangkali bisa diterapkan di area Kalimantan Barat ini. Semua gempa di Australia umumnya merupakan intra-plate earthquakes yang tentu saja frekuensinya jauh lebih kecil daripada gempa2 di active margin seperti di Indonesia. Karena intra-plate seluas Australian Plate, maka gempa bisa terjadi di mana saja di Australia, tetapi di Western Australia paling banyak. Gempa terbesar Australia juga terjadi di Western Australia, 7.2 magnitude di Meeberrie pada tahun 1941. Beberapa penelitian seismologi dan tektonik pernah dilakukan di Yilgarn craton, W-SW Australia), sebagian dipublikasi (Reading et al, 2003; Allen et al., 2004; Reading Kennett, 2003; Dentith et al., 2000), untuk memahami struktur salah satu craton terkenal di dunia ini. Yang namanya intra-plate earthquake atau intra-cratonic earthquake itu adalah earthquake di batas terranes yang menyusun Yilgarn craton. Gempa di area Singkawang juga gempa di batas terranes. Yilgarn Craton adalah geological entity terluas di Australia Barat dan salah satu craton berumur Archaean terbesar di dunia. Untuk memahami struktur craton ini para peneliti pernah melakukan berbagai penelitian geologi, seismik refraksi dan refleksi di daerah ini sehingga bisa disusun crustal velocity structure di craton ini. Berdasarkan sejumlah penelitian diketahui bahwa Yilgarn craton merupakan two-layered crust dengan ketebalan rata2 35 km (Dentith et al., 2000). Namun secara lateral, banyak dijumpai variasi dalam velocity structure yang ternyata setelah disintesis gejala ini berhubungan dengan terrane boundary. Beberapa zona high-velocity ditemukan, yang mungin kejadiannya bisa berhubungan dengan : (1) kehadiran mafic to ultramafic intrusions, (2) high-velocity zone tersebut merupakan fault-bounded mega-sliver, semacam suspect terrane dengan oceanic affinities -sliver adalah suatu exotic bodies yang terselip di area yang secara umum berbeda sifatnya dengan sliver tersebut. Struktur bagian dalam dan upper mantle Yilgarn Craton pun pernah diteliti menggunakan lintasan teleseismic dari Perth-Kalgoorlie dan sebuah lintasan 200 km di sebelah utara Kalgoorlie (Reading et al., 2003). Sifat kerak dan upper mantle ditentukan berdasarkan model seismic-velocity. Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan tentang pola akresi Yilgarn Craton, di area mana yang banyak akresi, di area mana yang sepi dari akresi. Penelitian pun menemukan bahwa Mohorovicic discontinuity jelas di area bagian tengah terrane, tetapi kabur dan bergradasi di area terrane boundary. Variasi lateral craton dan pola akresinya menunjukkan bagaimana evolusi Yilgarn Craton terjadi. Gempa di Singkawang bisa saja merupakan kumulasi strain sekian lama atau terjadi karena build up of stress di kerak Bumi yang disebabkan gerakan lempeng-lempeng sekitar Kalimantan, meskipun jauh lokasinya saat ini. Build up stress ini bila melewati batas tahan batuan akan mematahkan batuan yang pilihannya akan lebih sering pada zona-zona lemah seperti terrane boundary. salam, Awang Referensi 2terkait yang saya sebutkan di atas : - Reading et al., 2003, Seismic structure of the Yilgarn craton, Western Australia : Australian Journal of Earth Sciences, 50/3, 427-438. - Allen et al., 2004, Low Stress Drop Swarm Events in the Yilgarn Craton, Western Australia : American Geophysical Union, Fall Meeting 2004, abstract #S11A-0994. - Dentith et al., 2000, Deep crustal structure in the southwestern Yilgarn Craton, Western Australia, Tectonophysics, 325, 227-255. - Reading Kennett, 2003, Lithospheric structure of the Pilbara Craton, Capricorn Orogen and northern Yilgarn Craton, Western Australia, from teleseismic receiver functions : Australian Journal of Earth Sciences, 50/3, 439-445 -Original Message- From: premonow...@gmail.com [mailto:premonow...@gmail.com] Sent: 26 Agustus 2011 2:38 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Re: Gempa Singkawang (?) LKBn Antara
Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case
: Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Jumat, 26 Agustus, 2011, 12:10 AM Selamat pagi, Saya ikut berkomentar karena kebetulan topik diskusinya berkaitan dengan analisis cekungan. Pertama mengenai Beta Factor atau stretching factor, yang secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai rasio antara panjang cekungan setelah rifting dengan panjang semula cekungan (diukur pada posisi sejajar dengan arah ekstensi). Ambil contoh, jika faktor Beta adalah 2, maka telah terjadi ektensi sebanyak 100%, yang berarti panjang cekungan sekarang adalah 2 kali panjang awal cekungan. Seandainya kita membandingkan 2 cekungan rift yang membuka sebagai sebuah half graben, dimana sudut kemiringan boundary fault (active margin) kedua cekungan ini berbeda, kita asumsikan half graben A memiliki sudut kemiringan 45º dan half graben B 20º, maka untuk stretching factor yang sama, half graben A akan lebih dalam daripada half graben B. Dengan demikian, half graben A akan menghasilkan accomodation space yang lebih banyak daripada half graben B. Jadi, untuk mendapatkan accomodation space dan subsidence rate yang berbeda, stretching factor tidak harus berbeda. Ada makalah dari Lambiase dan Morley (1999) yang membahas tentang sudut kemiringan boundary fault dan bagaimana mereka bisa mengontrol depositional system. Berkaitan dengan sedimentation rate, kalau saya tidak salah ingat hafalan ketika masih kuliah, sedimentation rate ditentukan oleh climate dan luas tidaknya catchment area. Berkaitan dengan beta factor cekungan rift yang tinggi, saya pikir tidak akan terus diikuti oleh sedimentation rate yang tinggi juga. Jika iklimnya kering, apakah memang suplai sediment ke cekungan akan setinggi cekungan di wilayah beriklim tropis? Jika kita berada di iklim tropis dengan curah hujan tinggi dan catchment area juga luas, maka saya yakin tingkat erosi akan tinggi dan sedimentation rate juga tinggi. Mungkin kalau kita hendak mengambil contoh, kita ambil saja Delta Mahakam dan Kutei Basin, walaupun bukan persis rift basin yang sedang kita diskusikan. Kita tahu bahwa Kutei Basin memiliki batuan induk, bahkan di bagian laut dalam ada model batuan induk yang katanya berasal dari material kayu/dedaunan/material yang mengandung carbon yang menjadi batuan induk beberapa lapangan gas/condensate. Dari contoh ini, saya berpikir bahwa sedimentation rate yang tinggi tidak serta merta membuat sebuah cekungan tidak memiliki potensi batuan induk, asal ada material organik yang dibawa dan diendapkan di cekungan. Mungkin akan lain ceritanya jika material yang digelontorkan ke dalam cekungan adalah konglomerat, lithic sandstones dan yang sejenisnya, misalnya berasal dari singkapan batuan metamorf dan vulkaniklastik (Gorontalo?). Hal lain yang dapat menyebabkan tidak adanya hydrocarbon charge dari cekungan rift walaupun ada potensi batuan induk adalah batuan induk tersebut sudah terlalu matang karena saat berada di fase rifting mereka sudah dimasak oleh arus panas yang terlalu tinggi dari astenosfer. Jadi, bukan karena tidak ada material organik, tapi overmature karena tertimpa overburden sediment yang tebal dan heat flow tinggi. Jika tidak ada early post-rift sequences seperti fluvio-deltaic atau marginal marine shales yang mulai terendapkan saat heat flow sudah menurun dan kemudian dimasak oleh tambahan heat flow seperti di back-arc basin atau oleh overburden sediment yang lebih tebal dan muda, maka kita tidak bisa mengandalkan batuan induk dari bagian synriftnya. Demikian sumbangan komentar dari saya, semoga berkenan. Salam mnw 2011/8/25 Gadjah Eko Pireno gadjah.pir...@krisenergy.com Maaf kalau bikin bingung. Sebenarnya yang saya maksud adalah suplay sedimennya kedalam cekungannya. Kalau supply sedimennya over tentunya tidak akan ada organik carbonnya karena pengaruh oksidasinya, tetapi kalau sediment rates nya imbang dengan penurunan cekungannya, maka akan berkembang cekungan danau tempat berkembangnya fresh water algal dan juga tempat pengendapan kerogen yang berasal dari hutan disekitar danaunya Gadjah E. Pireno New From: Awang Satyana [awangsaty...@yahoo.com] Sent: Thursday, August 25, 2011 9:56 AM To: iagi-net@iagi.or.id; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS Subject: [SPAM] - [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case (was: Nyiragongo...) - Email found in subject Ferdi rekan2, Iya memang terbalik antara Pak Gadjah dan saya; mungkin Pak Gadjah berpendapat lain atau salah tulis, tolong mas Gadjah klarifikasi; saya meyakini kalau rifting terlalu cepat tak ada kesempatan untuk calon source rocks punya kapasitas kekayaan organik yang baik. Karena rifting Makassar Strait utara lebih cepat (sebab dipicu sea-floor spreading Celebes/Sulawesi Sea) daripada
Bls: [iagi-net-l] seeps Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case (was: Nyiragongo...)
Pak Oki, Multi beam bathymetri dan piston coring adalah survei yang boleh dibilang rutin belakangan ini di area-area frontier di Indonesia termasuk Makassar Strait. Jadi, datanya sudah ada untuk masalah seeps di area ini. BP dulu bersama Pertamina awal 1990an memang melakukan survei ALF (airborne laser fluorescence) untuk beberapa wilayah di Indonesia (Thompson et al., 1991). Di Selat Makassar pun dilakukan, dan menunjukkan beberapa titik seeps. Itu dari satelit tanpa ground-check. Piston coring melakukan ground-check dengan mengambil core di area2 yang diduga punya manifestasi seeps-gas venting di dasar laut seperti mud volcano dan pockmark, lalu dilakukan analisis geokimia. Meskipun demikian, sebagian ahli geokimia meragukan metode ini bahwa itu menunjukkan suatu termogenic seeps. Maka, keberadaan seeps belum tentu menunjukkan keberadaan akumulasi hidrokarbon di bawahnya. Tentu hal ini berbeda dengan macroseeps yang kita lihat terjadi yang pasti menunjukkan ada akumulasi hidrokarbon di sekitarnya di bawah permukaan. Sejauh menyangkut microseeps, dengan berbagai metode pun; sampai saat ini belum selalu positif berhubungan dengan akumulasi hidrokarbon di subsurface. Kasus2 menunjukkan hal itu. Bisa sukses, tetapi juga bisa gagal berkorelasi. salam, Awang --- Pada Kam, 25/8/11, o - musakti o_musa...@yahoo.com.au menulis: Dari: o - musakti o_musa...@yahoo.com.au Judul: [iagi-net-l] seeps Re: [iagi-net-l] Rate of Rifting Organic Richness: Makassar Straits Case (was: Nyiragongo...) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Kamis, 25 Agustus, 2011, 3:16 PM Pak Awang. Sudahkah dilakukan usaha2 untuk melihat apakah ada hydrocarbon seeps di north makassar straits ? Baik lewat satelite imagery, fluorescense maupun seabed mapping untuk melihat apakah ada pockmark akibat underwater seeps ? Samar2 saya ingat BP pernah melakukan satelite seep study di selat Makassar. Tak tahu apakah di bagian utara atau selatan. First principle nya tentu adalah kalau ada seeps, maka di daerah tersebut ada source rocks yang mampu men generate dan expulse hydrocarbon On Thu, 25 Aug 2011 08:56 ICT Awang Satyana wrote: Ferdi rekan2, Iya memang terbalik antara Pak Gadjah dan saya; mungkin Pak Gadjah berpendapat lain atau salah tulis, tolong mas Gadjah klarifikasi; saya meyakini kalau rifting terlalu cepat tak ada kesempatan untuk calon source rocks punya kapasitas kekayaan organik yang baik. Karena rifting Makassar Strait utara lebih cepat (sebab dipicu sea-floor spreading Celebes/Sulawesi Sea) daripada Makassar Strait selatan, maka secara 'kasar' kekayaan organik sources di rifting-nya diasumsikan lebih kaya di Makassar Strait selatan. Tentu ini pernyataan awal yang harus diuji dan dibuktikan, tetapi alasannya saya terangkan di bawah ini. Sebenarnya, tingkat pembukaan rifting tak menyambung langsung ke kekayaan organik sedimen. Yang menyambung langsung ke kekayaan organik adalah rate of sedimentation (Johnson Ibach, 1982). Dikatakan oleh mereka bahwa ada hubungan antara TOC (total organic carbon) dan sedimentation rate dalam m/my (meter/juta tahun). Setiap sedimen punya nilai terbaik TOC (optimum TOC) pada sedimentation rate tertentu. Bila sedimentation rate terlalu rendah, maka oksidasi terjadi yang akan merusak pengawetan organik, bila sedimentation rate terlalu tinggi maka kandungan organik pun akan rendah karena sedimentary dilution. Secara umum untuk shale silisiklastik, maka sedimentation rate terbaik agar TOC optimum adalah sekitar 21 m/juta tahun (Johnson Ibach, 1982). Kurang atau lebih dari itu, TOC-nya menurun. Untuk sedimen gampingan (misalnya source napal), sedimentation rate terbaik untuk mencapai TOC optimum adalah sekitar 14 m/juta tahun. Hubungan dengan rifting. Rifting yang relatif cepat (Beta faktor tinggi) akan menyebabkan sedimentation rate terlalu tinggi, juga pembukaan yang terlalu cepat akan mengundang sirkulasi oxic dari open sea masuk. Akibatnya adalah kekayaan organik akan rendah. Tetapi rifting yang biasa saja, tak cepat, tak lambat, akan menghasilkan sedimentation rate yang biasa juga, dan mempertahankan kondisi rifting dalam lingkungan anoxic atau sub-oxic, sehingga pengawetan organic matters akan relatif lebih baik. Terhadap rendahnya kandungan organik, efek dilution karena too high sedimentation rate akan lebih memiskinkan kandungan organik, dibandingkan sedimentation rate yang too slow. Artinya, rifting yang membuka terlalu lambat, dengan sedimentation rate yang terlalu lambat juga akan lebih baik untuk pengawetan organik daripada di rifting yang terlalu cepat dengan efek sedimentary dilution yang tinggi. Kekayaan organik Makassar Strait utara dan Makassar Strait selatan tentu kompleks, masalah kecepatan rifting dan sedimentation rate hanyalah salah satu faktor saja. faktor lain adalah masalah lebar pembukaan Makassar Strait utara yang lebih lebar daripada Makassar Strait selatan. Ini akan
Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar
Pak Koesoema, Terima kasih atas cerita nostalgia 56 tahun yang lalu, Pak Koesoema masih bisa mengingatnya cukup detail. Saya juga jadi ingat salah satu buku Hans Cloos Gespräch mit der Erde (Conversation with Earth, 1954) yang puitis... Hans Cloos dalam pengembaraannya sebagai ilmuwan Bumi itu tentu telah diperhadapkan ke banyak struktur2 Bumi, pegunungan, lembah, samudera, dan sebagainya yang besar dan dibentuk jutaan, puluhan, ratusan juta tahun. Lalu keluarlah kata-kata Hans Cloos ini, The earth is large and old enough to teach us modesty. Padanan yang baik, semoga kita dapat belajar kesabaran, kesederhanaan, rendah hati, dan kesopanan demi menyaksikan kebesaran pegunungan-pegunungan atau cekungan samudera yang dibentuk jutaan tahun itu, sementara betapa kecilnya manusia di tengah-tengahnya... salam, Awang --- Pada Kam, 25/8/11, R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id menulis: Dari: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id Judul: Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Kamis, 25 Agustus, 2011, 6:47 PM Ngomong-ngomong mengenai the Great East African Rift zone mengingatkan saya pada waktu kuliah General Geology II yang diberikan oleh Prof Klompe pada tahun ke-1 kuliah geologi pada tahun 1955. Gaya pemberian kuliah adalah sangat formal, beliau membahas di tahun pertama itu gejala-gejala besar di permukaan bumi, seperti pegunungan Alpina, Himalaya, Appalachia dan Rocky Mountains, dan juga lembah2 besar seperti the Rhine Graben di Europa, Basin and Range di Amerika Serikat dan tentunya the Great East African Rift Valleys. Ini jauh sebelum adanya Plate Tectonics. Beliau membahas gejalan ini dengan merujuk pada suatu karya besar dari seorang geoloog Jerman Hans Cloos Hebung, Faulting und Vulcanismus, atau pengangkatan, pematahan dan volkanisme yang diterbitkan menjelang Abad ke-20. Untuk East African Rift Zone Prof Klompe menyebut adanya gunung api Kilimanjaro (gunung tertinggi di Afrika), dan kebetulan pada tahun-tahun itu diputar film terkenal The Snows of Kilimanjaro kalau tidak salah berdasarkan buku Ernst Hemingway Pada waktu itu ada 2 teori pembentukan rift valleys ini, yaitu gaya tarikan regangan yang menhasilkan graben sebagai mana penjelasan Hans Cloos, tetapi ada juga yang menjelaskannya sebagai ramp valley yang disebabkan karena dorongan (push) oleh Bailey Willis. Walaupun plate-tectonics dapa menerangkan jauh lebih baik, tetapi pada waktu itu lebih dari 50 tahun yang lalu Hans Cloos sudah berada dalam arah yang benar. Kuliah Prof Klompe ini masih rasanya belum lama saya alami Wassalam RPK - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGI ; Geo Unpad ; Eksplorasi BPMIGAS Sent: Tuesday, August 23, 2011 8:14 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar trims Pak Awang, Bagi yg pingin melihat gambar serta video seperti kawah tersebut Silahkan klik di Blog IAGI http://geologi.iagi.or.id/2011/08/23/nyiragongo-kongo-kawah-lava-terbesar-di-lembah-retakan-besar/ Salam RDP 2011/8/22 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Kerak Bumi-litosfer yang terpecah-pecah menjadi sejumlah lempeng besar dan kecil adalah bagian paling luar planet Bumi tempat kita hidup yang sekaligus dapat kita saksikan kulit terluarnya baik berupa pegunungan, lembah, gunungapi atau dasar samudera. Kerak Bumi ini bergerak ke sana ke mari, saling beradu, berpapasan, atau menjauh satu dengan yang lainnya digerakkan oleh material mantel yang bergerak secara konveksi di dalam lapisan astenosfer, bagian mantel Bumi paling luar. Dengan cara dan mekanisme seperti itulah, benua-superbenua atau samudera-supersamudera terbentuk atau musnah sepanjang sejarah Bumi sampai sekarang. Afrika, sebuah benua di atas globe Bumi, saat ini sedang mengalami peretakan benua yang terbesar di dunia, para ahli sering menyebutnya sebagai Lembah Retakan Besar (Great Rift Valley) Afrika Timur karena bagian timur Afrika saat ini sedang memisahkan diri dari sisa Afrika lainnya. Lembah Retakan Besar Afrika Timur ini adalah sebuah gejala fragmentasi benua melalui peretakan benua (continental rifting) yang kelak akan memusnahkan benua melalui pembentukan samudera. Tidak hanya di Afrika Timur, retakan benua ini juga menerus ke Asia Barat sehingga kita sebut saja Lembah Retakan Besar Afrika-Timur – Asia Barat. Panjang keseluruhan Lembah Retakan ini adalah sekitar 5000 km dari Mozambik di Afrika sebelah tenggara sampai Siria di Asia Baratdaya. Pembukaan Lembah Retakan Besar ini telah dimulai sejak 50 juta tahun yang lalu. Ada di dalam jalur Lembah Retakan Besar ini antara lain: Danau Tanganyika (salah satu danau terbesar di dunia), Danau Malawi, Laut Merah (di sini telah terjadi pembukaan samudera), Laut Mati, Sungai Yordan dan Danau Galilea di Israel-Palestina. Bahwa Lembah Retakan Besar ini masih aktif membelah Afrika
Re: [iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo---- (Red Sea Petroleum Potential)
Pak Habash, Lokasi Madinah Al Munawarah ada di tepi timur Laut Merah. Lokasi-lokasi ini bukan di jalur MOR Laut Merah, juga bukan MOR purbanya; tetapi lokasi-lokasi ini terletak sangat dekat dengan relict pembukaan Laut Merah (shoulder beds-nya). Berhubungan apa tidak kedekatan dengan MOR ini untuk fenomena Gunung Magnet (Jabal Magnet), masih harus dilakukan penelitian. Kota Madinah dan sekitarnya duduk di atas Arabian Craton yang masuk ke Kurun Proterozoikum (sekitar 700 Ma.). Meskipun demikian, melihat geologinya, banyak lava-lava muda ( 10 Ma) ditemukan dari Jedah - utara Madinah. Mengapa di atas craton yang tua ada volkanisme muda, menarik untuk dikaji lebih jauh. Saya pikir mantle tomography dapat membantu memecahkannya. Kesimpulan saat ini adalah bahwa magma-magma itu muncul ke permukaan dari astenosfer melalui konduit berupa rekahan2. Lava-lava semacam itu akan bersifat basa dan membentuk bentukan-bentukan gunungapi berbentuk perisai. Salah satunya adalah Jabal Magnet, yang bentuknya kini seperti bukit berketinggian rendah karena erosi. Seperti di MOR yang juga membawa volkanisme berasal dari astenosfer dan bersifat magnetik (sehingga memberikan fenomena magnetic stripping di MOR); mungkin begitulah asal muasal magnetisme Jabal Magnet. Kembali ke pertanyaan Pak Habash, kalau kita punya mantle tomography section barat-timur yang memotong dari tepi timur Sudan ke Laut Merah-ke Madinah; maka akan langsung menjawab apa hubungan antara pemekaran Laut Merah, craton Arabia dan semua volkanisme muda di tepi Laut Merah yang suka bersifat magnetik itu. salam, Awang --- Pada Rab, 24/8/11, hse...@gmail.com hse...@gmail.com menulis: Dari: hse...@gmail.com hse...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo (Red Sea Petroleum Potential) Kepada: iagi-net@iagi.or.id, geo_un...@yahoogroups.com, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 24 Agustus, 2011, 7:30 PM Pak Awang, kalau Gunung Magnet yang bisa membuat bus melaju sendiri dengan cepat di dekat Madinah, Saudi Arabia, apakah itu merupakan bagian dari mid-oceanic spreading zone juga? Thanks. Sent via BlackBerry from Maxis From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Wed, 24 Aug 2011 09:53:00 +0800 (SGT) To: geo_un...@yahoogroups.com; IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo (Red Sea Petroleum Potential) Hade, Terima kasih atas info sejarah eksplorasi Laut Merah. Setiap volkanik (misal basal) yang ditembus sumur belum tentu basement, bisa saja intrusi sill, apalagi kalau kita bekerja di suatu lingkungan rifting yang punya beberapa kali periode volcanism (rifting volcanism), kecurigaan bahwa itu sill harus lebih besar. Di sinilah diperlukan kolaborasi dengan geologist yang mempelajari volkanisme yang bisa membedakan itu sill atau basement. Lapisan karbonat pelagis yang juga oolitic secara umum berkembang di area Laut Merah saat rifting berkembang menjadi ocean basin; sehingga apabila evaporitnya (yang juga berkembang pada periode yang sama) sudah ditemukan, mestinya lapisan karbonatnya pun berkembang; bila belum ditemukan, posisi sumur2 saja yang belum tepat untuk membuktikannya. Hal lain adalah, berdasarkan kejadian lapangan2 minyak, gas dan kondensat dan parameter kematangan berdasarkan Ro diketahui bahwa kematangan yang paling tinggi ditemukan di bagian selatan Laut Merah, intermediat di bagian utara, dan paling rendah di sekitar Teluk Suez. Ini berkorelasi dengan tingkat pembukaan Laut Merah yang berbeda-beda, yang terbesar di sisi selatan. Pada Oligo-Miosen, heat flow di Teluk Suez pernah terangkat, tetapi sekarang mendekati normal; sementara di bagian selatan Laut Merah masih aktif terjadi pembukaan. Ini sesuai dengan cerita Hade kalau di Teluk Suez di temukan lapangan2 minyak, sementara di Sudanese Red Sea ditemukan gas dan kondensat. Tupi, Brazil dan Kwanza, Angola-Gabon adalah contoh2 ideal lapangan2 raksasa dan super-raksasa di kedua sisi passive margin Atlantic yang telah terbuka sempurna dengan sistem sedimentasi dan setting tektonik yang sempurna sehingga menyediakan batuan2 yang voluminous untuk menjadi source rocks, reservoirs dan seals; ditambah dengan pembentukan perangkap yang baik. salam, Awang --- Pada Sel, 23/8/11, Hade B Maulin bakda_mau...@yahoo.com menulis: Dari: Hade B Maulin bakda_mau...@yahoo.com Judul: Re: [Geo_unpad] Trs: Nyiragongo, Kongo (Red Sea Petroleum Potential) Kepada: geo_un...@yahoogroups.com geo_un...@yahoogroups.com, IAGI iagi-net@iagi.or.id, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Selasa, 23 Agustus, 2011, 3:27 PM Terimakasih banyak atas penjelasannya pak Awang :) Tetapi seperti yang sudah-sudah, makin dijelaskan makin banyak
[iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar
Kerak Bumi-litosfer yang terpecah-pecah menjadi sejumlah lempeng besar dan kecil adalah bagian paling luar planet Bumi tempat kita hidup yang sekaligus dapat kita saksikan kulit terluarnya baik berupa pegunungan, lembah, gunungapi atau dasar samudera. Kerak Bumi ini bergerak ke sana ke mari, saling beradu, berpapasan, atau menjauh satu dengan yang lainnya digerakkan oleh material mantel yang bergerak secara konveksi di dalam lapisan astenosfer, bagian mantel Bumi paling luar. Dengan cara dan mekanisme seperti itulah, benua-superbenua atau samudera-supersamudera terbentuk atau musnah sepanjang sejarah Bumi sampai sekarang. Afrika, sebuah benua di atas globe Bumi, saat ini sedang mengalami peretakan benua yang terbesar di dunia, para ahli sering menyebutnya sebagai Lembah Retakan Besar (Great Rift Valley) Afrika Timur karena bagian timur Afrika saat ini sedang memisahkan diri dari sisa Afrika lainnya. Lembah Retakan Besar Afrika Timur ini adalah sebuah gejala fragmentasi benua melalui peretakan benua (continental rifting) yang kelak akan memusnahkan benua melalui pembentukan samudera. Tidak hanya di Afrika Timur, retakan benua ini juga menerus ke Asia Barat sehingga kita sebut saja Lembah Retakan Besar Afrika-Timur – Asia Barat. Panjang keseluruhan Lembah Retakan ini adalah sekitar 5000 km dari Mozambik di Afrika sebelah tenggara sampai Siria di Asia Baratdaya. Pembukaan Lembah Retakan Besar ini telah dimulai sejak 50 juta tahun yang lalu. Ada di dalam jalur Lembah Retakan Besar ini antara lain: Danau Tanganyika (salah satu danau terbesar di dunia), Danau Malawi, Laut Merah (di sini telah terjadi pembukaan samudera), Laut Mati, Sungai Yordan dan Danau Galilea di Israel-Palestina. Bahwa Lembah Retakan Besar ini masih aktif membelah Afrika Timur dan Asia Baratdaya, dibuktikan oleh aktivitas tektonik dan volkanisme hingga kini. Misalnya, pada tahun 2005, hanya dalam dua hari tiba-tiba di Ethiopia, yang duduk di jalur ini, terbentuk retakan sepanjang 60 km selebar 6 meter. Juga semua episentrum gempa di Afrika Timur dan Asia Baratdaya berkonsentrasi di jalur Lembah Retakan Besar ini. Volkanisme yang berhubungan dengan peretakan benua pun aktif di Lembah Retakan Besar, dan inilah yang akan menjadi cerita utama tulisan ini. Dalam beberapa bulan terakhir ini, saya mengamati tulisan-tulisan di berbagai jurnal sains dan sains populer yang cukup banyak membahas sebuah gunungapi bernama Nyiragongo yang terletak di tepi timur Republik Demokratik Kongo, Afrika. Nyiragongo tepat duduk di atas Lembah Retakan Besar Afrika Timur. Popularitas Gunung Nyiragongo (3470 m dpl) ini adalah karena gunungapi aktif ini memiliki kawah berisi lava mendidih terbesar di dunia dengan temperatur sekitar 1200 C. Lebar kawah sekitar 1,7 km, dalam 250 meter, diperhitungkan diisi oleh sekitar 282 juta kaki kubik lava mendidih yang datang dari kantong magma di bawah kawah ini. Kawah superpanas ini dikelilingi oleh dinding batuan lava lama setinggi 15 meter. Nyiragongo telah terbukti maut untuk penduduk Kongo yang tinggal di bawah gunungapi ini. Saat terjadi erupsi, kolom-kolom tinggi lava pijar sering dilemparkan ke langit dan jatuh menimpa kota/desa di sekitarnya, atau kawah lavanya meluap, membobol pagar dindingnya dan membanjiri kota/desa di bawahnya. Pada 17 Januari 2002, setelah berbulan-bulan dilanda gempa kecil, Gunung Nyiragongo meletus melemparkan 8 milyar galon lava membanjiri desa/kota Goma yang jauhnya hampir 15 km dari gunung. Lava pijar dan lahar panas menhancurkan 15 % kota, membuat 120.000 penduduk Goma kehilangan rumah, mengungsikan sebanyak 400.000 penduduk. Saat ini setengah juta penduduk Goma hidup di bawah bayang-bayang maut Nyiragongo. Bulan Juni yang lalu, didorong rasa ingin tahu yang besar dan keberanian, delapan orang pecinta gunungapi dari the Geneva Volcanology Society turun ke dasar kawah Nyiragongo. Diceritakan bahwa kedelapan orang ini sejak masa kecilnya telah terinspirasi sebuah film tahun 1960, “The Devil’s Blast” besutan Haroun Tazieff, ahli gempa dan gunungapi terkenal kala itu, yang merupakan film dokumen pertama tentang kawah Nyiragongo. Saat mereka turun ke kawah Nyirangongo tentu rata-rata dari mereka telah berusia 40 tahunan. Itulah yang namanya obsesi masa kecil, usia tak cukup untuk menghalanginya. Sebelum merambah Nyirangongo mereka berbulan-bulan sebelumnya telah mengikuti berbagai pelatihan. Pemimpin rombongan adalah Dario Tedesco, seorang ahli gunungapi dari pos pengamatan gunungapi di Goma, dibantu dua pemandu gunung, fotografer dan sejumlah porter yang membawakan barang-barang para pelancong dan peneliti seberat hampir 600 kg. Perjalanan menyambangi Nyiragongo ini berlangsung selama 12 hari. Selain berhasil memenuhi fantasi masa kecilnya, kedelapan orang ini juga telah mengumpulkan berbagai sampel gas volkanik, lava dan memasang berbagai peralatan untuk memantau aktivitas Nyiragongo demi keselamatan penduduk Goma. Selama
Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar
Ferdi, Penyebaran gunungapi di dunia barangkali bisa digolongkan ke dalam dua bagian besar: (1) subduction-related volcanism dan (2) intra-plate volcanism. Nomor (1) sudah banyak kita ketahui sebab sekitar 90 % gunungapi di dunia termasuk dominasi di Indonesia adalah dari golongan ini. Tetapi golongan (2) jarang kita ketahui, dan di golongan inilah Nyiragongo, Kongo berada. Hot-spot juga boleh saja kita golongkan ke dalam golongan (2) seperti beberapa terjadi di tengah kerak samudera seperti di pulau-pulau Hawaii, Galapagos, dan Christmas. Khusus Nyiragongo, setting tektoniknya memang ia sebuah intra-plate volcanism, yang kebetulan duduk di kerak benua yang sedang menipis karena mengalami peretakan hendak memisah (East African Rift Valley). Kalau kita mau menyebutnya sebagai rifting volcanism, boleh-boleh saja, seperti juga terjadi di beberapa tempat di Selat Makassar sebelah utara sebab Selat Makassar adalah suatu relict/bekas rifting kontinen antara Kalimantan dan Sulawesi atau tepi timur Sundaland. Wilayah-wilayah yang aktif retak/rifting saat ini ditandai oleh anomali gaya berat (Bouguer/Free Air) yang negatif, heat flow yang tinggi (90-115 MW/m2 atau 2 HFU) dan aktivitas volkanik. Semuanya ini mengindikasi bahwa ada anomali termal di kedalaman rifting ini. Mengapa Nyiragongo 3000 meter? Karena, setiap rifting di kontinen juga akan ditandai oleh domal uplifts (pengangkatan meng-kubah). Kubah2 rifting di Afrika sudah terkenal, misalnya Ethiopian Swell di utara, East African Swell di tenggara (di tepi baratnya duduk Nyiragongo), atau Tibesti dan Hoggar Swell di Afrika Utara. Kubah2 ini sangat sering berhubungan dengan volkanisme, dan begitulah seperti dibuktikan oleh Nyiragongo. Sumber lava atau pemanasan litosfer di Nyiragongo bisa berasal dari: (1) konduksi dari sumber panas di bawah litosfer/thermal expansion, (2) penetrative convection dari magma yang masuk ke litosfer, atau (3) convective heating di bawah litosfer karena ada asthenospheric plume (upwelling mantle plume) yang panas dan naik. Dengan mekanisme seperti itulah Nyiragongo terbentuk. Beberapa continental rifting lain yang juga disertai gejala volkanisme adalah: Rio Grande Rift (western US), Rhine Graben (Eropa) dan Baikal Rift (Asia tengah). salam, Awang --- Pada Sen, 22/8/11, kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com menulis: Dari: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Nyiragongo, Kongo: Kawah Lava Terbesar di Lembah Retakan Besar Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 22 Agustus, 2011, 5:10 PM Pak Awang bagaimana mekanisme pembentukan gunung api Nyiragongo ya ? bukannya kalau gunung api yang berhubungan dengan pemekaran kerak benua harusnya terbentuk di fasa akhir pemekaran seperti hotspot/mor ? sementara mt nyiragonggo justru sudah ada ( ketinggian sudah 3470 dpl), lavanya basaltic dan masih di tengah kerak benua... 2011/8/22 Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Kerak Bumi-litosfer yang terpecah-pecah menjadi sejumlah lempeng besar dan kecil adalah bagian paling luar planet Bumi tempat kita hidup yang sekaligus dapat kita saksikan kulit terluarnya baik berupa pegunungan, lembah, gunungapi atau dasar samudera. Kerak Bumi ini bergerak ke sana ke mari, saling beradu, berpapasan, atau menjauh satu dengan yang lainnya digerakkan oleh material mantel yang bergerak secara konveksi di dalam lapisan astenosfer, bagian mantel Bumi paling luar. Dengan cara dan mekanisme seperti itulah, benua-superbenua atau samudera-supersamudera terbentuk atau musnah sepanjang sejarah Bumi sampai sekarang. Afrika, sebuah benua di atas globe Bumi, saat ini sedang mengalami peretakan benua yang terbesar di dunia, para ahli sering menyebutnya sebagai Lembah Retakan Besar (Great Rift Valley) Afrika Timur karena bagian timur Afrika saat ini sedang memisahkan diri dari sisa Afrika lainnya. Lembah Retakan Besar Afrika Timur ini adalah sebuah gejala fragmentasi benua melalui peretakan benua (continental rifting) yang kelak akan memusnahkan benua melalui pembentukan samudera. Tidak hanya di Afrika Timur, retakan benua ini juga menerus ke Asia Barat sehingga kita sebut saja Lembah Retakan Besar Afrika-Timur – Asia Barat. Panjang keseluruhan Lembah Retakan ini adalah sekitar 5000 km dari Mozambik di Afrika sebelah tenggara sampai Siria di Asia Baratdaya. Pembukaan Lembah Retakan Besar ini telah dimulai sejak 50 juta tahun yang lalu. Ada di dalam jalur Lembah Retakan Besar ini antara lain: Danau Tanganyika (salah satu danau terbesar di dunia), Danau Malawi, Laut Merah (di sini telah terjadi pembukaan samudera), Laut Mati, Sungai Yordan dan Danau Galilea di Israel-Palestina. Bahwa Lembah Retakan Besar ini masih aktif membelah Afrika Timur dan Asia Baratdaya, dibuktikan oleh aktivitas tektonik dan volkanisme hingga kini. Misalnya, pada tahun 2005, hanya dalam dua hari tiba-tiba di Ethiopia, yang duduk di jalur ini, terbentuk retakan sepanjang 60 km selebar 6 meter
Re: [iagi-net-l] Kompleks Gunungapi Bawahlaut Old Andesites Tanjung Aan, Lombok
Pak Agus, Terima kasih atas koreksinya, mungkin penamaan Formasi 'Old Andesites' (OAF) di Kulon Progo sudah waktunya disesuaikan dengan yang berlaku menurut SSI (Sandi Stratigrafi Indonesia) yang telah diperbaharui (misalnya SSI revisi 1996). Juga beberapa hirarki stratigrafi Old Andesites ini di sepanjang Pegunungan Selatan masih belum taat asas (konsisten) dengan yang tertuang di SSI seperti penamaan Kelompok, Formasi, Anggota. Barangkali juga perlu meninjaunya lagi menggunakan konsep volkanostratigrafi karena Old Andesites dominan diendapkan sebagai endapan piroklastik dan epiklastik dari volkaniklastik. Tentang 'fosil2' berbentuk pasir2 bulat2 di pantai Kuta dan Tanjung Aan yang seperti merica itu memang banyak geologist yang menduganya sebagai Orbulina sp., tetapi seorang peneliti mikropaleontologi dari LIPI pernah menuliskan bahwa itu bukan Orbulina tetapi fosil-fosil dari spesies Schlumbergerella floresiana (Adisaputra, 1991). Mencari info lebih detail tentang fosil ini saya belum dapat karena referensi tersebut tak tercantum di makalah yang saya baca. salam, Awang --- Pada Sab, 30/7/11, Agus agushendra...@yahoo.com menulis: Dari: Agus agushendra...@yahoo.com Judul: Re: [iagi-net-l] Kompleks Gunungapi Bawahlaut Old Andesites Tanjung Aan, Lombok Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Sabtu, 30 Juli, 2011, 9:01 AM Ulasan singkat yg menarik, mungkin sedikit koreksi pak awang. Old andesites yg muncul di kulonprogo, nama formasinya tetap OAF / Old Andesites Formation, sementara di Pegunungan Selatan Yogya Jawatengah, kelompok OligoMiosen tsb sering disebut sbg Kebo Butak Beds atau Formasi Kebo Butak. Sementara pada OAF di Jatim Selatan, sering disebut Formasi Besole, Mandalika. Jalur volkanik OligoMiosen di bagian selatan jawa ini yg sdh cukup banyak dipelajari kawan kawan geologist terkait dg alterasi hidrotermal. Terkait daya tarik geowisata volkanik oligo-miosen di jatim selatan yg rekomended adalah jalur grindulu, mulai dari kota pacitan sampai tegalombo - slahung di ponorogo. Ke arah timur, jalur landskap volkanik oligo miosen yg sgt menarik ada di pinggiran pantai selatan mulai dari trenggalek - tulungagung terutama yg membentuk volcanic cliffed coast. Pak Awang, butiran pasir merica yg ada di Pantai Kutai Lombok Selatan, bukankah itu dari pasir orbulina, spesies foram kecil yg teronggok di tepian pantai Kuta sbg akibat penampian dari arus dasar yg merupakan ciri oceanografik dari samudera indonesia. Pasir merica foram kecil / orbulina tsb memang sgt uniq dan fenomenal untuk dijadikan souvenir yg sdh terolah dan dikreasi dg beberapa kelompok gastropoda maupun moluska yg dikeringkan dari pantai tsb. Salam, gus hend.89 Sent from my iPad On 26 Jul 2011, at 07:50, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: Gunungapi bisa terjadi di dua lingkungan: darat dan laut. Gunungapi daratan, sebut saja terrestrial volcanoes sudah biasa kita lihat misalnya gunung2 api Kuarter di Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara (jalur Kerinci-Merapi-Rinjani). Kita dengan cukup mudah bisa mengenal morfologinya, mempelajarinya dengan detail pun tinggal kita daki gunungnya. Bagaimana dengan gunungapi bawahlaut (submarine volcanoes) ? Contohnya yang Kuarter pun mungkin susah kita cut PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
[iagi-net-l] Kompleks Gunungapi Bawahlaut Old Andesites Tanjung Aan, Lombok
Gunungapi bisa terjadi di dua lingkungan: darat dan laut. Gunungapi daratan, sebut saja terrestrial volcanoes sudah biasa kita lihat misalnya gunung2 api Kuarter di Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara (jalur Kerinci-Merapi-Rinjani). Kita dengan cukup mudah bisa mengenal morfologinya, mempelajarinya dengan detail pun tinggal kita daki gunungnya. Bagaimana dengan gunungapi bawahlaut (submarine volcanoes) ? Contohnya yang Kuarter pun mungkin susah kita lihat, apalagi yang tua misalnya yang berumur Oligo-Miosen. Padahal, saat Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara masih di kala Oligo-Miosen, wilayah ini punya jalur gunungapi masif yang memanjang di sebelah selatannya. Saat itu, belum ada bagian luas pulau-pulau ini yang terangkat di atas muka laut. Jalur gunungapi saat itu berarti sebagian besar berupa jalur gunungapi bawahlaut seperti yang diduga van Bemmelen (1949). Adakah tubuh gunungapi, paling tidak kerucut sentralnya, berumur Oligo-Miosen yang tersingkap utuh seluruhnya ? Sepuluh hari yang lalu, Jumat 15 Juli 2011, setelah dari hari Seninnya kami (saya dan 15 peserta kursus Petroleum Geology of Indonesia - kursus diorganisasi HAGI, di Senggigi Lombok) belajar dan berdiskusi tentang geologi dan potensi-risiko-status migas seluruh wilayah Indonesia, beberapa dari kami mengunjungi pantai Kuta dan Tanjung Aan di Lombok selatan. Sebelum ke kawasan pantai, kami mengunjungi sentra kerajinan gerabah di Banyumulek dan tenun di Sukarare. Kegiatan ini sekedar mengenalkan pariwisata Lombok, terutama bagi yang belum. Karena waktu yang sangat terbatas (sesudah Jumatan), kunjungan di setiap tempat tak bisa berlama-lama. Pantai Kuta dan Tanjung Aan, Lombok selatan, mulai banyak dikenal karena keindahan panorama pantainya, juga terkenal karena butiran pasirnya yang bulat-bulat berwarna terang atau gelap mirip merica/ lada putih dan lada hitam. Pengunjung suka membawa pasir tersebut menggunakan bekas botol plastik air mineral. Anak-anak pedagang asongan di kedua pantai pun giat menawarkan jasa mengumpulkan pasir tersebut untuk para pengunjung. Tetapi lebih dari keindahan panorama dan keunikan endapan pasirnya, sesungguhnya pantai-pantai ini menyimpan tempat terbaik (di Indonesia, menurut hemat saya setelah banyak melihat bandingannya di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa dan Sulawesi) singkapan kompleks gunungapi bawahlaut Old Andesites yang pernah terjadi melingkari sisi baratdaya-selatan-tenggara Sundaland pada kala Oligo-Miosen. Begitulah tujuan saya membawa beberapa peserta kursus yang berminat ke Kuta dan Tanjung Aan, untuk melihat singkapan gunungapi bawahlaut yang 'utuh' terangkat ke atas permukaan di Lombok selatan. Perjalanan dari Senggigi sekitar 2,5 jam. Bila Oktober 2011 nanti Bandara Internasional Lombok (BIL) jadi mulai dioperasikan sesuai rencananya, maka perjalanan ke Kuta dan Tanjung Aan hanya sekitar 1/2 jam. Old Andesites pertama kali digagas oleh Verbeek dan Fennema (1896) sebagai 'Oud Andesiets' dalam sebuah buku magnum opus Geologische Beschrijving van Java en Madoera. Tetapi adalah van Bemmelen dalam buku magnum opus-nya, The Geology of Indonesia (1949) yang memopulerkan dan menganalisis Old Andesites dengan detail dalam analisis-analisisnya meskipun masih dikemas dalam teori geosinklin atau undasi yang dikembangkannya. Dalam analisisnya, van Bemmelen (1949) menulis bahwa Old Andesites adalah penciri tektonik 'orogenic geanticlinal stage'. Pada tahap ini ada tiga perioda pengangkatan: non-volcanic, volcanic, extinct-volcanic. Perioda volkanik meletuskan lava 'Pacific' berkomposisi bergradasi dari basa-intermediat-asam. Setiap pengangkatan juga disertai oleh naiknya intrusi di inti-inti pengangkatan dengan komposisi plutonik intermediat-asam. Tipe Pacific adalah salah satu famili magmatik (Pacific kindreds) dari kerabat (suite) calk-alkaline. Van Bemmelen (1949) menganalisis evolusi semua wilayah tepi di sekeliling landmass Sunda dengan cara seperti itu. Menurut teori geosinklin, periode orogenik itu dibagi menjadi lima: pre-orogenic stage, orogenic foredeep stage, orogenic geanticlinal stage, late orogenic stage, dan post-orogenic stage. Dalam bingkai teori tektonik lempeng, kita menganggap volkanisme orogenic geanticlinal stage itu sebagai bentuk volkanisme busur kepulauan (volcanic island arc) hasil peleburan sebagian (partial melting) penunjaman kerak samudera yang menunjam di bawah benua. Wilayah palung, tempat kerak samudera awal menunjam, adalah bagian foredeep menurut teori geosinklin. Begitulah, karena sekarang kita berpendapat bahwa volkanisme Old Andesites sebagai hasil konvergensi antar lempeng pada menjelang akhir Paleogen di sekeliling Sundaland, maka semua volkanik Oligo-Miosen (Oligosen Akhir-Miosen Awal) di wilayah Sumatra Selatan-Jawa-Bali-Lombok-Sumbawa-Sulawesi Selatan adalah produk Old Andesites. Menurut van Bemmelen (1949), sebagian volkanisme Old Andesites merupakan kompleks gunungapi bawahlaut (submarine volcanics). Singkapan
[iagi-net-l] Reaktivasi Sesar Watukosek dan Erupsi LUSI
Karena saya menyebut2 bahwa reaktivasi Sesar Watukosek telah menyebabkan erupsi LUSI, seorang anggota milis (Pak Ferdi Kartiko Samodro) bertanya secara pribadi bagaimana detailnya dan mengapa di sepanjang sesar itu hanya di dekat BJP-1 saja LUSI terjadi. Berikut jawaban saya, juga ada jawaban untuk pertanyaan yang diajukan Pak Sunu apa bisa gempa Yogya 27 Mei 2006 mereaktivasi Watukosek lalu menyemburkan LUSI. Semoga bermanfaat, walaupun saya tahu akan mengundang perdebatan (pendapat wajar saja mengundang perdebatan, memang begitulah halnya di dunia ilmiah). salam, Awang - Ferdi, Kecurigaan bahwa reaktivasi Sesar Watukosek merupakan penyebab utama Lusi didasarkan atas gejala-gejala yang teramati di lapangan pada seminggu pertama setelah gempa Yogya 27 Mei 2006 terjadi. Gejala-gejala itu sifatnya tidak lokal, tetapi seperti yang Ferdi tulis di bawah, yaitu menyebar jauh ke selatan- utara sampai sekitar 50 km, dan keunikannya adalah bahwa semua gejala itu terdapat di titik-titik di sepanjang zona Sesar Watukosek. Lusi tidak lahir sendirian, ia ada saudara-saudaranya, yaitu berupa semburan lumpur lain sebanyak empat titik, yang terjadi bersamaan di dalam seminggu lahirnya Lusi. Kelima saudara ini terletak di sepanjang zona Sesar Watukosek membentuk kelurusan BD-TL sepanjang hampir 1 km. Kelurusan semburan-semburan ini dapat membuat kita berpikir ada kelurusan (sesar) di bawah permukaannya yang mengontrolnya. Saya pernah menyaksikan underground blowout baik di onshore (Sumatra Utara) maupun di offshore (Kalimantan Timur), efek ke permukaannya adalah semburan lumpur yang membentuk pola lingkaran mengelilingi sumur. Itu tak terjadi di area sumur Banjar Panji-1 (BJP-1) (Lapindo Brantas, 2006). Di sepanjang 50 km ke selatan-utara dari Lusi, pada hari-hari Lusi baru lahir terdapat beberapa gejala yang menunjukkan gangguan bawah permukaan, semua gejala berlokasi di sepanjang zona Sesar Watukosek: - turunnya produksi lapangan Carat (BD Lusi) dan Tanggulangin (TL Lusi) - keluarnya leleran lumpur pada gunung-gununglumpur purba di sebelah TL Lusi, yaitu: Kalang Anyar, Pulungan, Gunung Anyar - keringnya sumur-sumur penduduk secara tiba2 di sekitar lokasi gunung-gunung lumpur purba tersebut Semua gejala tersebut mau tak mau membuat saya lebih mencurigai bahwa Sesar Watukosek telah bergerak dan menyebabkan perubahan fluida di zona sepanjang 50 km tersebut. Sumur Banjar Panji (BJP)-1 berlokasi di zona sesar Watukosek. Saya memandangnya ia pun sebagai korban reaktivasi sesar sinistral ini, yaitu dengan terjadinya partial loss dan total loss dalam beberapa menit - beberapa jam setelah gempa Yogya 27 Mei terjadi. Loss menunjukkan bahwa ada fracturing baru terjadi di lubang sumur. Karena semua gejala gangguan fluida (produksi sumur menurun, semburan lumpur di area Lusi, leleran lumpur di gunung2 lumpur lama, dan keringnya sumur2 penduduk secara tiba2) terjadi di sepanjang zona Sesar Watukosek sekitar 50 km, maka beralasan bila saya menyebut reaktivasi Sesar Watukosek penyebab semua ini. Dapatkah satu titik lubang bor yang diduga terjadi underground blowout menyebabkan semua gejala di atas dalam kelurusan BD-TL sepanjang 50 km? Saya pikir tidak. Bagaimana kalau semua gejala itu disebabkan reaktivasi zona sesar ? Saya pikir ya. Kita punya banyak bukti di lapangan dan bawah permukaan bahwa Sesar Watukosek itu ada, dan kita juga punya bukti langsung (data kegempaan) dan tak langsung (semua gejala gangguan fluida di atas) bahwa reaktivasinya telah terjadi pada 27 Mei 2006 (gejalanya muncul setelahnya). Mengapa semburan Lusi justru terjadi di dekat lokasi sumur BJP-1, sehingga membuat banyak orang curiga bahwa BJP-1 adalah penyebabnya ? Untuk memahami ini, kita perlu melihat data seismik sepanjang utara-selatan, atau BD-TL memotong Delta Brantas atau Kendeng Deep. Dari situ, kita akan melihat bahwa di area ini banyak diapir yang telah tersembur keluar menjadi gunung lumpur. Kendeng Deep adalah suatu cekungan ‘elisional’, yaitu cekungan yang dicirikan oleh sedimentasi sedimen muda (Pliosen-Plistosen) yang sangat tebal, diendapkan sangat cepat, tak terkompaksi dengan baik, tertekan abnormal (overpressured), mobilitas tinggi karena gradien geotermal relatif tinggi, serta terkompresi secara kuat. Di cekungan elisional, diapir dan gunung lumpur biasa terdapat. Di area Lusi, kalau kita melihat data seismiknya, di situ ada ‘piercement structure’ (seperti diapir) yang sedang naik, diapir yang belum menjadi gunung lumpur. Pengetahuan ini baru kita ketahui setelah pengetahuan tentang mud volcano berkembang pesat di wilayah ini. Piercement structure ini overpressured, lokasinya di selatan BJP-1. Saat reaktivasi Sesar Watukosek terjadi, terdapat release pressure melalui Sesar Watukosek, dan materi dari piercement structure ini meyembur ke permukaan sebagai mud eruption. Diapir akan menjadi gunung lumpur melalui konduit sesar, gunung lumpur adalah
Re: [iagi-net-l] Simposium Peringatan 5 Tahun Lusi (was Andang Protes)
Pak Rovicky, 1. Dari presentasi Mark Tingay: (1) mekanisme EQ trigger: sesar Watukosek bergerak sebelum erupsi lumpur, bahkan Tingay mencantumkan kapan waktu mulai bergeraknya: 27 Mei 2006 pukul 06:02 WIB, (2) mekanisme drilling trigger: sesar Watukosek bergerak sebelum erupsi lumpur, yaitu sesaat setelah BOP di BJP-1 well ditutup, atau pada 28 Mei 2006 pukul 07.50+ WIB. Jadi pada kedua mekanisme itu, sesar Watukosek bergerak sebelum erupsi lumpur, hanya trigger-nya saja yang berbeda. Apakah selama erupsi lumpur Sesar Watukosek bergerak juga: Ya. Banyak buktinya berdasarkan banyak data yang telah diambil di sini seperti GPR, microgravity, dll. 2. Davies menyebutkan Kujung ditembus BJP-1, dikoreksi oleh Tingay bahwa Kujung tidak ditembus, yang ditembus adalah Prupuh yang berumur mid-Miosen yang ekivalen dengan Tuban. Pendapat saya, tak ada Kujung atau Prupuh yang ditembus BJP-1. Ini masalah terminologi. Lihat disertasi Pak Harsono Pringgroprawiro (1983) untuk stratigrafi Jawa Timur, Prupuh adalah ekivalen dengan Kujung I yang dinamai Cities Service (1968) untuk offshore NE Java Sea. Karena tak ada Kujung ditembus, maka Prupuh pun tak ada. Ini akan lebih nyata secara absolut kalau kita lihat dating umur karbonat yang ditembus Porong-1. Seismic interpretation Porong to BJP baik yang diajukan oleh Lapindo saat pengusulan sumur dulu, maupun yang muncul di paper Arse Kusumastuti dan para pembimbingnya di AAPG Bull 2002, masih berekspektasi bahwa sekuen Porong dan BJP bersamaan, hanya Porong tumbuh stage lebih tinggi daripada BJP. Ini wajar sebab pengetahuan regional kita untuk semua reefs isolated platform di Jawa Timur memang begitu karena ridge-nya miring ke BD, sehingga akan terjadi backstepping ke TL dan reef paling tinggi akan di timur laut dan reef paling rendah stage-nya alias yang paling low relief akan di sisi BD. Itu kalau semuanya Kujung I, bagaimana kalau yang duduk di situ ekivalen Wonosari ? Belum pernah kita definisikan.. Apakah gamping di cutting 9283 ft di BJP ekivalen dengan gamping yang ditembus Porong-1 ? Dulu SWC gamping di Porong pernah diperiksa paleontologinya, tetapi tak ada age-diagnostic fossils yang ditemukan. Ada long-ranging nannofossils, coralline red algae, coral fragments, dan traces encrusting foram, tetapi umurnya tak meyakinkan. Hanya, kelebihannya, isotop Strontium pernah dilakukan untuk SWC Porong-1 pada red algal fragment di kedalaman 8487 ft. hasil 87Sr/86 Sr-nya menghasilkan rasio 0.708548 yang kalau dikonversikan ke umur absolute menjadi 16 Ma berdasarkan kurva isotop Sr dari Koepnick et al. (1985). Sebuah SWC di shales di atas gamping Porong (Kalibeng) pada kedalaman 8478 ft menghasilkan umur isotop 3 Ma. Nah...loncat 13 juta tahun (!) -menarik sekali. Apakah gamping Porong berumur 16 Ma itu Kujung-I yang ekivalen dengan Kujung-I lain di Jawa Timur yang produktif itu ? Bukan. Stratigrafi Jawa Timur terbaru yang sudah menggunakan umur standar absolute berdasarkan 87Sr/86Sr and micropaleontology age dating. Beberapa tahun belakangan ini hampir semua operator di Jawa Timur melakukan Sr dating, ini sangat membantu pemahaman stratigrafi Jawa Timur yang memang kompleks. Kujung I paling muda yang produktif di Jawa Timur berumur 22 Ma (itu sedikit masuk ke lowermost Aquitanian). Gamping Porong 6 juta tahun lebih muda dari gamping Kujung I. Ia sedikit lebih muda dari gamping Mudi di lapangan Mudi dan Sukowati. Maka, kita tak bisa lagi menyebutnya Kujung, bukan Prupuh, juga bukan Mudi. Saya cenderung menyebutnya ekivalen Jonggrangan (Kulon Progo) atau Wonosari reef bagian bawah di Peg Kidul saja sebab ini adalah reef2 yang muncul di selatan Kendeng. Gamping yang ditembus Porong-1 itu ekivalen dengan gamping yang ditembus sumur Alveolina-1 di offshore selatan Yogya yang dibor Java Shell pada tahun 1972. 3. Fluida dari shale: sumber air berasal dari kedalaman 1100-1850 m (berdasarkan banyak parameter); itu terjadi melalui dehidrasi clay dan proses modifikasi diagenetik ilitisasi. Seberapa besar, hitungan kasar saja: misalnya area subsidence diameternya 7 km, kemudian transformasi clay terjadi setebal 750 m (1850 m-1100 m), dan dehidrasi clay 1m3 akan menghasilkan air 0,35 m3, maka air yang akan dibentuk dari seluruh dehidrasi clay ini adalah sekitar 10 milyar3 air. Tak ada bukti air dari pasokan dalam, sebab batuan volkanik di bawah lempung tight, dan tak ada bukti karbonat telah ditembus. Belakangan muncul bahwa ada kontribusi air magmatik berdasarkan deuterium isotop pada kimia air, tetapi itu tak signifikan. salam, Awang --- Pada Jum, 27/5/11, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis: Dari: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Simposium Peringatan 5 Tahun Lusi (was Andang Protes) Kepada: iagi-net@iagi.or.id Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Jumat, 27 Mei, 2011, 8:07 AM 2011/5/27 Awang
[iagi-net-l] Simposium Peringatan 5 Tahun Lusi (was Andang Protes)
and critical overpressures. Mazzini mengakhiri presentasinya dengan menyimpulkan bahwa Lusi lebih sebagai larger sesiment-hosted hydrothermal system yang terkoneksi ke kompleks gunungapi Arjuna-Welirang, yang mungkin ada intrusi magmatik di bagian bawah Lusi. Lusi bukan typical mudvolcano, ia atypical mud volcano. Demikian beberapa pandangan Richard Davies, Mark Tingay, Adriano Mazzini - tiga orang yang selama ini menjadi 'tokoh' di dalam perdebatan masalah Lusi ini melalui artikel-artikel yang ditulisnya di berbagai jurnal dalam lima tahun terakhir ini. Di jurnal-jurnal atau di presentasi mereka boleh saling menyerang, tetapi di luar itu mereka biasa-biasa saja. Hati boleh panas, kepala harus tetap dingin... Para pembicara lain di dalam acara ini adalah: Loyc Vanderkluysen (Arizona State University) mendiskusikan teknik-teknik remote sensing untuk menitoring perkembangan Lusi dari waktu ke waktu. Sukendar Asikin (ITB) mendiskusikan tektonik regional Indonesia Barat, khsususnya Jawa dan hubungan kejadian Lusi, menyimpulkan bahwa gerak tektonik adalah penyebab Lusi. Hilairy Hartnett (Arizona State University) mendiskusikan fingerprinting geokimia untuk flluida (air) yang keluar dari Lusi atau fluida lain dari gunung2lumpur sekitarnya, menyimpulkan bahwa Lusi dan gunung2 lumpur sekitarnya secara kimiawi adalah sama. Awang Satyana (BPMIGAS) mendiskusikan kemungkinan keberadaan mud volcanoes pada zaman Jenggala dan Majapahit berdasarkan catatan-catatan kebencanaan di dalam kronik-kronik sejarah terutama Pararaton, Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, dan folklore Timun Mas, juga menganalogi ke kejadian Lusi sekarang yang terdapat di lokasi geologi yang sama yang dulunya merupakan wilayah Jenggala dan Majapahit (the present is the key to the past). Max Rudolph (University California, Berkeley) mendiskusikan prediksi lamanya erupsi Lusi menggunakan berbagai parameter dan perhitungan matematis dengan tiga skenario perhitungan (Gaussian, uniform variable standard dev 1, uniform variable standard dev 2), masing-masing keluar dengan hasil 84 th, 100 th, 52 th dengan tingkat kebenaran 66 %. Tetapi Max pun menampilkan statistik longevity dari 5 - 85 tahun dengan 5 tahun frekuensinya 53 % dan menurun terus sampai 2 % untuk 85 tahun. Sergey dan Igor Kadurin (Odessa National University), dalam bahasa Rusia (untung ada penerjemah) menerangkan struktur lumpur/diapir hasil olahan data seismik di bawah permukaan dan mengusulkan untuk melakukan survei poligon untuk mengukur kelakuan naiknya struktur-struktur lumpur secara dinamika dari waktu ke waktu (time-lapse). Mereka menunjukkan bagaimana survei ini telah dilakukan di beberapa tempat di Eropa Timur. Agus Guntoro (Universitas Trisakti) mendiskusikan setting tektonik Lusi dan hubungan kejadiannya, lalu perbedaan sumber lumpur dan air yang keluar di Lusi, dan beberapa indikasi berdasarkan bukti analsisi laboratorium sampel air yang menunjukkan terdapat kontribusi dari magmatik. Wataru Tanikawa (JAMSTEC, Jepang) mendiskusikan kejadian overpressure (akibat rapid sedimentation rate dan thick impermeable layer) dan erupsi lumpur melalui Watukosek Fault sebagai flow path-nya. Wataru juga menyoroti naiknya kandungan lithium pada lumpur Lusi yang mungkin akibat overpressuring. Lithium dalam Lusi adalah sumber yang penting untuk bahan batere. Amanda Clarke (Arizona State University) mendiskusikan bagaimana gempa dapat memicu gempa-gempa lain juga semua venting system seperti gunungapi, mud volcano, geyser dll. Dibahas kasus gempa-gempa di Alaska dan US yang walapun relatif kecil dan jauh jaraknya ternyata dapat mempengaruhi venting system lain. Contoh yang ekstrim adalah gempa di Oaxaca (Mexico) dengan 6,4 Mw dan berjarak 3200 km, ternyata banyak mempengaruhi gempa dan venting system lain di US bagian barat. Untuk kasus gempa Yogya dan Lusi, Amanda tak membahas secara khusus sebab memerlukan data lebih lanjut. Sayogi Sudarman (Universitas Trisakti) membahas bagaimana kemungkinan hubungan Lusi dengan kompleks geotermal volkanik Arjuna-Welirang berdasarkan data MT. Kompleks gunungapi ini bisa saja merupakan upflow geothermal, sedangkan Lusi adalah outflow-nya. Untuk info Pak Andang, tak ada orang Lapindo yang menjadi pembicara. Ada beberapa pertanyaan provokatif tentang apa sebenarnya penyebab Lusi ini; Mazzini siap berdebat dengan Davies, sayang Davies dan Tingay pulang duluan, dan Mazzini hanya akan menjawab kalau ada Davies, supaya lebih fair maksudnya. Saya mengamati, dan teman-teman lain juga mengamati, perbedaan pendapat yang panas dan tajam hanya terjadi di Indonesia, yang sebagian juga dikompori media (seorang teman dari media mengakui memang itu yang sengaja disorot oleh media sebab kontroversi itu selalu menarik katanya). Sementara itu, ilmuwan2 seperti Davies, Tingay, Mazzini, baik-baik saja di antara mereka, akur-akur saja; makan pagi sama-sama satu meja, ke lapangan berdiskusi berdua, di bus sama
Bls: [iagi-net-l] Fwd: [bencana] Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara tentang Potensi Gempa 8,7 SR di Jakarta
Saya jadi ingat ketika ada instititusi dan person yang mengeluarkan pernyataan yang lalu riuh disambut media, bahwa telah ditemukan lapangan minyak raksasa di perairan Simeulue lepas pantai Aceh, lapangan yang cadangannya dikabarkan lebih besar daripada lapangan minyak Saudi Arabia. Sebuah penyataan ngawur (banget)... Ternyata di balik pernyataan itu tujuannya hanya untuk provokasi (!)... Alasan memprovokasi sama dengan pernyataan gempa 8,7 SR di Jakarta itu (ini juga ngawur), yaitu konon kecewa dengan kinerja institusi lain (yang punya otorisasi) yang menganggap sepi hasil penelitian person dan institusi yang mengeluarkan pernyataan provokatif itu. Mengritik suatu institusi boleh2 saja, tetapi bukan dengan cara-cara provokatif..., apalagi bila sampai menebar ketakutan... salam, Awang --- Pada Sen, 23/5/11, Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com menulis: Dari: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com Judul: [iagi-net-l] Fwd: [bencana] Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara tentang Potensi Gempa 8,7 SR di Jakarta Kepada: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, geologi...@googlegroups.com Tanggal: Senin, 23 Mei, 2011, 8:36 AM oooh ini to alasannya :( Berita menakut-nakuti masuk menyebar teror ndak ya ? RDP -- Forwarded message -- From: Djuni Pristiyanto belink2...@yahoo.com.sg Date: 2011/5/23 Subject: [bencana] Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara tentang Potensi Gempa 8,7 SR di Jakarta To: Milis Bencana benc...@googlegroups.com Inilah Alasan Mengapa Andi Arief Bicara tentang Potensi Gempa 8,7 SR di Jakarta Minggu, 22 Mei 2011 , 16:54:00 WIB Laporan: Teguh Santosa RMOL. Kinerja Kepala Badan Geologi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dr. R. Sukhyar, harus dievaluasi. Begitu juga dengan kinerja Kepala Data dan Informasi Wilayah 1 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKK), Hendra Suwarta. Kedua pejabat ini dinilai tidak memperlihatkan keseriusan dalam membantu masyarakat awam, peneliti dan lembaga pemerintah terkait lainnya untuk memahami potensi bencana yang timbul dari aktivitas lempeng bumi dan magma (tektonik dan vulkanik). Karena kedua lembaga ini pasif, masyarakat umum lah yang akan menjadi korban karena karena tidak memiliki informasi yang memadai. Di sisi lain, badan-badan tertentu di pemerintahan pusat maupun daerah yang memiliki kewenangan untuk menyiapkan blueprint dan skenario pengamanan sebelum bencana tidak bisa berbuat apa-apa karena ketiadaan data. “Saya benar-benar kecewa dengan BMKG dan Badan Geologi di ESDM. Selama ini kedua badan itu tidak memperhatikan kepentingan publik dan tidak mau mendorong dunia penelitian. Mereka pasif dan menyimpan semua informasi yang mereka miliki,” ujar Staf Khusus Presiden bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu petag (22/5). Sikap pasif kedua lembaga itulah yang membuat Andi Arief tergerak untuk menyampaikan kepada publik potensi bencana dan kegempaan di Indonesia, termasuk potensi gempa 8,7 Skala Richter di kawasan Selat Sunda yang menjalar hingga Jakarta. Sejak tahun lalu, Andi Arief dan semua peneliti di kantornya bekerja serius menindaklanjuti berbagai hasil penelitian mengenai potensi bencana di Indonesia. “Apa yang saya sampaikan ke publik sumbernya jelas dan tidak mengada-ada,” ujarnya lagi. Karena BMKG dan Badan Geologi ESDM tidak berperan banyak, Andi Arief meminta agar kedua lembaga itu diaudit oleh pihak yang berwenang. Dana miliaran rupiah yang dialokasikan ke kedua badan itu, sambungnya, terbukti tidak efektif. Di mata Andi Arif, kedua badan itu juga terkesan mengambil jarak dengan dunia penelitian. Tahun lalu, kantor Andi Arief membentuk tim khusus yang menyusun peta baru potensi gempa di Indonesia. Salah satu yang ditemukan tim khusus itu adalah potensi gempa di Selat Sunda. BMKG dan Badan Geologi ESDM sama sekali tak tergerak dengan hasil pekerjaan tim khusus yang dibentuk Andi Arief, yang terdiri dari sejumlah pakar gempa. “Karena telah menegasikan hasil kerja tim peta gempa dan hasil penelitian atau disertasi yang didasarkan pada data resmi GPS yang dipasang Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), maka atasan kedua pejabat itu harus mengambil tindakan tegas, tambahnya. Hal lain yang membuat Andi gerah adalah kenyataan bahwa kedua lembaga itu mengabaikan hasil penelitian USGS mengenai potensi kegempaan di kawasan Asia Tenggara tahun 2007-2008. Dalam risetnya, USGS memperkirakan Selat Sunda berpotensi mengalami gempa yang lebih besar 8,7 Skala Richter. Studi yang dilakukan USGS ini , kata Andi Arief lagi, pasti tidak dimaksudkan untuk membuat masyarakat panik. Sebaliknya untuk membuat semua pihak, masyarakat dan pemerintah, waspada dan mengambil langkah yang dibutuhkan untuk memperkecil kerusakan dan meminimalisir korban. Andi Arief juga mencontohkan reaksi pemerintah Jepang terhadap hasil studi mengenai potensi bencana dan kegempaan
Bls: [iagi-net-l] hubungan antara permukaan kerak samudra dan aktivitas gempa
Ferdi dkk., Sambil menunggu tanggapan dari rekan2 lain, berikut ini beberapa tanggapan saya. 1. Rugositas (kasar halusnya) kerak samudera (oceanic slab) akan berpengaruh kepada konvergensi saat lempeng samudera ini menunjam/subduksi di bawah lempeng benua. Karena konvergensi-subduksi itu ibarat lempeng samudera berjalan di conveyor belt dan harus menunjam di bawah lempeng benua maka permukaan oceanic slab yang kasar yang dipenuhi dengan oceanic plateaux, rises, ridges, sea mounts dll maka akan mengganggu proses subduksi tersebut dibandingkan bila kerak mulus yang masuk menunjam di bawah benua. Hal ini akan berpengaruh kepada apa yang pernah diperdebatkan orang tentang continuous subduction atau halted subduction. Bila struktur2 positif (menonjol) di atas kerak samudera ini akan masuk ke dalam jalur palung, maka pasti akan terjadi perlambatan sesaat (dalam waktu geologi) dibandingkan bila kerak mulus yang masuk. Nah, perlambatan sesaat ini yang oleh penganut halted subduction dianggap mekanismenya. Apakah yang terjadi continuous subduction atau halted subduction barangkali bisa dicek di jalur volkanisme yang dihasilkannya, apakah juga membentuk jalur2 volcanic arc yang umurnya continuous atau beberapa periode yang diselingi masa istirahat. Dalam hubungan dengan seismisitas (kegempaan) saya pikir frekuensi meninggi dan meningkatnya intensitas gempa tak langsung berhubungan dengan rogositas oceanic slab ini. Kebanyakan gempa di area konvegensi adalah overriding plate EQ atau gempa yang tejadi di lempeng benua atau akresinya, atau paling dalam di area intercept antara oceanic slab dan kerak benua; sehingga rogositas kerak samudera tak langsung terkait kepadanya. Tetapi hubungan ini bisa diuji dengan melihat rogositas oceanic slab di area2 dekat hiposentrum/fokus gempa yang terjadi. Tetapi bahwa struktur2 positif yang terkonvergensi akan menyebabkan seismic gap zone lalu nanti setelah release akan diikuti oleh gempa besar saya pikir masuk ke dalam logika. Bila ada seamount atau oceanic plateau/rise masuk ke dalam zona subduksi, logis saja akan melambatkan proses subduksi untuk sementara. Saat itulah energi potensial terbangun, dan ekspresinya tak ada gempa untuk beberapa periode; tetapi saat semua ketahanan batuan terlampaui, maka akan terjadi release pressure dan perubahan energi potensial menjadi kinetik yang manifestasinya berupa gempa besar. Sebagai catatan saja, kerak samudera yang kini masuk ke bawah area Nias-Mentawai dan sekitarnya adalah struktur positif Wharton extinct MOR dan fracture/transform zone-nya bernama Investigator Ridge (Malod Kemal, 1996 - Geol Soc Spec Publ. 106, p. 20). Keseringan gempa dan magnitudenya yang besar di area Nias-Mentawai apakah berhubungan dengan struktur2 positif oceanic slab yang menunjam di sebelah barat Nias-Mentawai ini atau tidak, dapat diselidiki lebih jauh. Di sebelah selatan Jawa terdapat kompleks oceanic rises/plateaux yang cukup besar bernama Roo Rises (yang dilingkari Ferdi). Secara logika dan berasumsi bila konvergensi lempeng samudera tetap ke arah utara ke bawah Jawa, maka kelak dalam periode geologi (yang bisa dihitung) semua Roo Rises ini akan menunjam di selatan Jawa. Tentu saat itu akan terjadi perlambatan subduksi bahkan mungkin menghentikannya sementara karena kesulitan menunjamkan semua struktur positif ini. Mekanisme hubungan kegempaan ya seperti yang tadi. Saat subduksi diperlambat atau terhenti akan terbentuk energi potensial yang semakin lama semakin besar; yang lalu bila sudah melebihi kapasitas resistansi, akan menjadi energi kinetik berupa gempa yang besar. 2. Pertanyaan ini sebenarnya berhubungan dengan oceanic slab EQ atau gempa yang berpusat dari kerak samudera yang menunjam di bawah benua. Ini pun dalam pendapat saya tak langsung berhubungan ke intensitas besaran gempa bila gempa itu gempa di kerak benua atau akresinya (overriding plate). Semakin jauh dari MOR, kerak samudera akan semakin tua dan berat. Semakin tua dan berat, kerak samudera pun akan semakin rigid; sehingga saat berkonvergensi akan membentuk sudut tekukan penunjaman (Wadati-Benioff) yang curam dibandingkan kerak samudera yang muda. Bila itu menyangkut slab EQ, maka logis saja kalau kerak samudera yang semakin jauh dari MOR-nya akan semakin banyak menjadi pusat gempa sebab gempa yang disebabkan patahan batuan akan lebih mudah terbentuk di kerak samudera yang rigid daripada yang plastis berdasarkan mekanika batuan. Sementara kerak samudera yang masih semi-rigid atau plastis atau semi-plastis, dekat dengan MOR lebih jarang terpatahkan sehingga tak sering menjadi pusat gempa. Dalam hubungan dengan gempa2 overriding plate, yang bila disebabkan tekanan konvergensi antara kerak samudera vs kerak benua, maka kerak samudera yang rigid, berat dan tua secara logika mekanika batuan pun akan memberikan tekanan yang lebih kuat dibandingkan dengan kerak samudera yang lebih muda, yang semi-rigid, semi-plastis
Re: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia
Introspeksi tentu hal yang baik yang bila dilakukan dengan benar akan menghasilkan perbaikan. Migas dalam bulan ini juga telah memanggil beberapa company dan IPA untuk mendengarkan pendapat2 mereka soal investasi migas di Indonesia. BPMIGAS juga tengah melakukan survei pendapat dari company2 tentang kinerja BPMIGAS. Ini semua adalah usaha introspeksi yang semoga menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada sebelumnya. Tetapi survei yang dilakukan di bawah yang menghasilkan kesimpulan bahwa investasi migas di Indonesia termasuk terburuk di dunia sangat perlu dipertanyakan keabsahan metodenya. Sayangnya, kesimpulan ini langsung diamini oleh beberapa pakar migas Indonesia tanpa melakukan cek ulang ke sumber-sumber yang kompeten. Dalam hal ini, bukan introspeksi yang diperlukan, tetapi klarifikasi dan pelurusan berita yang diperlukan. Introspeksi harus dilakukan atas data dan analisis yang benar, bukan atas data dan analisis yang ngawur. salam, Awang --- Pada Sel, 29/3/11, yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id menulis: Dari: yanto...@yahoo.co.id yanto...@yahoo.co.id Judul: Re: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 29 Maret, 2011, 5:18 PM Introspeksi akan membuat image positif. Data yang dikumpulkan tentunya berdasarkan kaidah kaidah yang benar dan standard. Walaupun wawancara yang menghasilkan impression/ kesan tetap saja data yang bisa dipakai. Kalau kesan yang bagus kan biasanya kita terima dengan bangga. Nah kalau jelek tentunya kita harus terima untuk introspeksi diri. Salam YS Powered by Telkomsel BlackBerry® From: R.P.Koesoemadinata koeso...@melsa.net.id Date: Tue, 29 Mar 2011 15:31:35 +0700 To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia Saya kira Pak Kurtubi bicara dengan data juga, tetapi data dari sumber yang salah atau tidak resmi. Data itu hasil wawancara suatu Lembaga swasta Fraser Institute (kalau tidak salah?). Tentu data hasil wawancara itu data yang bias, karena didasarkan pada kesan saja (impression) dari yang diwawancarai yang cenderung negatif, tanpa memperhatikan data yang sebenarnya sebagaimana diuraikan Pak Awang. Jadi masalahnya adalah masalah image Walaupun kita sudah merasa berbuat sebaik-baiknya dengan data yang positif, tetap buat orang2 yang diwawancari itu belum image yang baik. Jadi BPMigas harus melakukan image building. Sayang sekali dengan prestasi yang baik dilakukan industri migas di Indonesia, tetapi memberikan image yang negatif. Wassalam RPK - Original Message - From: Awang Satyana To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Forum HAGI ; Geo Unpad ; Eksplorasi BPMIGAS Sent: Tuesday, March 29, 2011 11:30 AM Subject: Bls: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia Akibatnya industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir tidak ada investasi baru di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke belakang. Pak Kurtubi jelas bicara tanpa data. Dalam sepuluh tahun terakhir telah ditandatangani 165 investasi baru di blok-blok/WK migas (tidak termasuk CBM/GMB) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam periode itu, Pemerintah menawarkan 307 WK secara regular tender dan direct offer; laku terjual 54 % (165 WK) saya pikir menunjukkan iklim investasi yang baik. Mekanisme penawaran WK2 tersebut dengan cara regular tender dan direct offer. Permintaan direct offer, yang miulai dibuka pada tahun 2003, menunjukkan minat yang tinggi, mengindikasikan bahwa investor agresif berusaha di bidang migas Indonesia. Keterlibatan investor lokal (DN) dalam investasi migas semakin tinggi yang meliputi banyak ragam core business mereka (misalnya, perusahaan 'event organizer' di bidang migas pun ada yang mengajukan direct offer WK bermitra dengan perusahaan2 lainnya). Memang beberapa perusahaan lokal belum mampu memenuhi komitmen kontraknya secara tepat waktu karena berbagai persoalan; perusahaan2 besar yang internasional pun sama saja soal pemenuhan komitmen yang tepat waktu ini. Ditjen Migas sebagai penyelenggara penawaran WK terus menyeleksi calon inverstor ini agar mereka merupakan investor yang benar2 bisa melaksanakan komitmennya, dan BPMIGAS sebagai pengawas pelaksanaan komitmen terus mengejar pelaksanaan komitmen ini termasuk menerapkan berbagai sanksi. Dengan tingginya minat investasi migas ini, banyak yang telah merasakan manfaatnya; salah satunya saja yang menyakut SDM (sumberdaya manusia) perguruan2 tinggi pelaksana joint studies dalam rangka direct offer, juga para geologist/geophysicist yang telah purnabakti masih bisa berkarya membantu investor2 lokal yang baru terjun di bidang migas ini. Itu yang saya amati. Itu adalah pemberdayaan kapasitas nasional, yang juga merupakan salah satu agenda migas nasional. Kurtubi menambahkan, kondisi investasi migas itu bertambah aneh dengan adanya
[iagi-net-l] Gempa Myanmar 24 Maret 2011 (7,0 Mw) dan SE Asia Extrusion/Escape Tectonics
Tapponier et al. (1982 – Propagating extrusion tectonics in Asia : new insights from simple experiments with plasticine, Geology, vol. 10, pp. 611-616.), semua yang pernah bekerja dengan tektonik SE Asia pasti mengenal publikasi ini, mengatakan bahwa akibat India membentur Eurasia di sektor Tibet pada sekitar 50-40 Ma (Eosen) terjadilah apa yang disebutnya “extrusion tectonics”, yaitu gerakan keluar secara lateral suatu segmen kerak bumi relatif terhadap massa induknya akibat benturan. Paul Tapponier dkk kala itu melakukan pemodelan analog konsepnya dengan ‘plasticine box’. Melalui model itu, sesar-sesar mendatar regional yang keluar dari wilayah benturan diketahui sebagai media gerakan ekstrusi, a.l: Red River Fault dan Sumatran Fault. Senada dengan Tapponier, Burke dan Sengor (1986 – Tectonic escape in the evolution of the continental crust in Barazangi, M. and Brown, L. (eds), Reflection Seismology, American Geophysical Union Geodynamic Series, no. 14, pp. 41-53) menyebut apa yang diterangkan Tapponier et al. (1982) ini sebagai “escape tectonics” (karena memang segmen kerak bumi itu ‘lari’- escape- menjauhi massa kerak induknya). Kevin Burke dan Celal Sengor di dalam publikasinya itu menerangkan geometri dan ‘hukum-hukum’ yang mengatur escape tectonics. Karena Indonesia dibangun oleh beberapa benturan kontinen dan mikrokontinen, di samping subduksi dan akresi, maka ideal menerapkan prinsip2 escape/extrusion yang digagas oleh Tapponier et al. (1982) dan Burke and Sengor (1986). Aplikasi pertama post-collision escape tectonics untuk seluruh wilayah Indonesia telah saya lakukan dan dipublikasikan di pertemuan PIT IAGI 2006 di Pakanbaru (Satyana, 2006: Post-collisional tectonic escapes in Indonesia: fashioning the Cenozoic history, Proceedings IAGI Riau 2006). Banyak yang mengatakan bahwa ekstrusi SE Asia telah berakhir dengan ditutupnya ‘free oceanic edge’ oleh berjalannya Australia ke utara dan Papua serta Pasifik ke barat. ‘Free oceanic edge’ adalah istilah dari Burke dan Sengor (1986) yang mengatakan bahwa arah2 escape selalu menuju kerak samudera yang belum tertutup kontinen. Secara regional, bahwa ekstruksi SE Asia telah selesai adalah benar, tetapi secara lokal tidak. Sebab, indentor utama (indentor = pembentur) yaitu India masih terus ‘merangsek’ Tibet meskipun ditekuk Pegunungan Himalaya. Penelitian jaringan GPS di Pegunungan Himalaya oleh joint research dari University of Alaska, University of Colorado, Xi'an College of Geology, Wuhan Technical University of Surveying and Mapping, dan the State Seismological Bureau, Wuhan menyimpulkan bahwa kerak India masih berjalan di bawah Tibet dengan kecepatan sekitar 20 +/- 3 mm/tahun dengan vektor konvergensi N 5deg E (Freymueller and Bilham, 2011 - Displacements and Strain in the India-Eurasia Plate Collision Zone: http://www.aeic.alaska.edu/input/jeff/Tibet/India.html.). Sementara itu, gerak lateral lempeng pembawa India adalah 45 mm/tahun. Dengan masih bergeraknya indentor utama, maka escape tectonics masih mungkin terjadi (Burke Sengor, 1986). Gempa Myanmar tanggal 24 Maret 2011 yang lalu (7,0 Mw), pusat gempa dari kedalaman 10 km, membuktikan bahwa extrusion/escape tectonics ini masih terjadi. Gempa kuat ini terjadi pada pukul 20.25 waktu setempat, membuat jatuh korban paling sedikit 74 tewas, 111 terluka, 413 bangunan rusak, satu jembatan runtuh dan tanah longsor. Gempa menggoncang kuat Myanmar, Thailand, Vietnam, juga dirasakan di Yunnan dan Guangxi, China. Myanmar dikawal di sisi baratdaya dan timurlautnya oleh sesar-sesar mendatar dextral Sagaing Fault dan sinistral Red River Fault (Packham, 1996: Cenozoic SE Asia reconstruction - Geo. Soc. Spec. Publ. 106, p. 123-152). Sagaing Fault masih bergerak dengan kecepatan 18 mm/tahun berdasarkan data GPS. Lokasi episentrum gempa berada di tengah blok-blok yang dibatasi dua sesar mendatar besar ini. Blok-blok ini sesungguhnya juga berbenturan atau berpapasan dibatasi oleh punggungan atau sesar mendatar. Di area lokasi episentrum terjadi papasan antara blok Shan plateau dengan Shan-Thai block yang batasnya berupa sesar-sesar antitetik sinistral relatif terhadap sesar utama dekstral Sagaing Fault. Bahwa mekanisme penyesaran penyebab gempa Myanmar kemarin terjadi di salah satu sesar antitetik sinistral di atas, dibuktikan dengan focal mechanism gempa Myanmar, yang mengindikasi left-lateral (sinistral) slip pada sesar2 antitetik Red River Fault dan Sagaing Fault. Jadi meskipun skalanya lokal, gerakan-gerakan sesar mendatar di wilayah ini, terutama yang master fault-nya, menunjukkan masih aktifnya gerak ekstrusi/escape di wilayah ini. salam, Awang PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro...
Bls: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia
Akibatnya industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir tidak ada investasi baru di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke belakang. Pak Kurtubi jelas bicara tanpa data. Dalam sepuluh tahun terakhir telah ditandatangani 165 investasi baru di blok-blok/WK migas (tidak termasuk CBM/GMB) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam periode itu, Pemerintah menawarkan 307 WK secara regular tender dan direct offer; laku terjual 54 % (165 WK) saya pikir menunjukkan iklim investasi yang baik. Mekanisme penawaran WK2 tersebut dengan cara regular tender dan direct offer. Permintaan direct offer, yang miulai dibuka pada tahun 2003, menunjukkan minat yang tinggi, mengindikasikan bahwa investor agresif berusaha di bidang migas Indonesia. Keterlibatan investor lokal (DN) dalam investasi migas semakin tinggi yang meliputi banyak ragam core business mereka (misalnya, perusahaan 'event organizer' di bidang migas pun ada yang mengajukan direct offer WK bermitra dengan perusahaan2 lainnya). Memang beberapa perusahaan lokal belum mampu memenuhi komitmen kontraknya secara tepat waktu karena berbagai persoalan; perusahaan2 besar yang internasional pun sama saja soal pemenuhan komitmen yang tepat waktu ini. Ditjen Migas sebagai penyelenggara penawaran WK terus menyeleksi calon inverstor ini agar mereka merupakan investor yang benar2 bisa melaksanakan komitmennya, dan BPMIGAS sebagai pengawas pelaksanaan komitmen terus mengejar pelaksanaan komitmen ini termasuk menerapkan berbagai sanksi. Dengan tingginya minat investasi migas ini, banyak yang telah merasakan manfaatnya; salah satunya saja yang menyakut SDM (sumberdaya manusia) perguruan2 tinggi pelaksana joint studies dalam rangka direct offer, juga para geologist/geophysicist yang telah purnabakti masih bisa berkarya membantu investor2 lokal yang baru terjun di bidang migas ini. Itu yang saya amati. Itu adalah pemberdayaan kapasitas nasional, yang juga merupakan salah satu agenda migas nasional. Kurtubi menambahkan, kondisi investasi migas itu bertambah aneh dengan adanya kebijakan dimana investor migas harus membayar bermacam jenis pajak selama masa eksplorasi. Semula memang begitu, tetapi beberapa pajak telah dihapuskan karena Pemerintah (c.q. Departemen Keuangan) telah menyadari masalah pentingnya eksplorasi sebagai ujung tombak keberlanjutan produksi migas nasional. Harus diwaspadai bahwa jajak pendapat yang dilakukan lembaga-lembaga itu (nasional/internasional) tidak sepenuhnya murni sekedar survei, tetapi juga bisa memuat agenda-agenda tertentu dalam politik atau misi-misi korporasi besar yang akibatnya bisa merugikan posisi Indonesia. Kritislah melihatnya. salam, Awang (Tim Penilai Penawaran WK Migas CBM/GMB) --- Pada Sab, 26/3/11, apwid...@patranusa.com apwid...@patranusa.com menulis: Dari: apwid...@patranusa.com apwid...@patranusa.com Judul: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Sabtu, 26 Maret, 2011, 6:30 AM http://www.detikfinance.com/read/2011/03/25/122411/1601186/1034/parah-kondisi-investasi-migas-ri-termasuk-terburuk-di-dunia?f9911033 Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia Akhmad Nurismarsyah -detikFinance Jakarta - Kondisi investasi di bidang minyak dan gas Indonesia dinilai masih sangat buruk. Indonesia berada di rangking 111 dari 113 negara dalam survei kondisi investasi migas versi Global Petroleum Survey 2010.Demikian disampaikan oleh Direktur Center for Petroleum and Energy Economic Studies, Kurtubi pada diskusi energi yang dilaksanakan di ruang Fraksi PPP DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (25/3/2011).Kondisi investasi migas di Indonesia sangat buruk. Kita berada di rangking 111 dari 113 negara di dunia, kata Kurtubi.Berdasarkan survei dari Global Petroleum Survey 2010, Indonesia memiliki kondisi investasi migas paling buruk di kawasan Oceania. Lebih buruk dari Papua Nugini (PNG), Malaysia, Brunei, Filipina, Australia, Selandia Baru.Kita hanya lebih baik sedikit dari Timor Timur, timpal Kurtubi.Ia menjelaskan, penyebab buruknya kondisi investasi tersebut disebabkan masih adanya tindak korupsi serta minimnya data yang dibutuhkan bagi investor. Kita juga perlu menggan UU Migas No 22/2001. Substansi UU Migas yang harus dirubah dengan menyederhanakan pola B to B, mengefisiensikan pengelolaan BBM dengan pola 'integrated oil company' bagi Pertamina, memberlakukan sistem 'lex specialist', dan memperjelas definisi dan pengelola aset kekayaan cadangan minyak nasional, tutur Kurtubi.Dari segi birokrasi, dirinya juga menilai bahwa banyak investor yang dirumitkan dengan birokrasi yang 'ribet'. Akibatnya industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir tidak ada investasi baru di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke belakang. Berdasarkan undang-undang yang lama, para investor hanya perlu bertemu dan meneken kontrak (PSC/Production Sharing Contract) dengan Pertamina
[iagi-net-l] Pemikiran Alternatif: Tukang Besi Tidak Membentur Buton
Rekan-rekan yang bekerja di Sulawesi, khususnya di Lengan Tenggara Sulawesi, pasti mengenal publikasi dari John Davidson (1991, IPA Proceedings) berjudul “The geology and prospectivity of Buton island, S.E. Sulawesi, Indonesia”. Kala itu, John adalah geologist Conoco. Conoco pada akhir 1980-an – awal 1990-an menjadi operator di Blok Buton. Buton telah dikerjakan oleh perusahaan2 minyak sejak akhir 1960-an, enam sumur eksplorasi telah dibor, semuanya belum menemukan akumulasi hidrokarbon, meskipun beberapa sumur disertai hydrocarbon shows. Saat ini, Buton dikerjakan oleh Japex (WK Buton) dan Putindo (WK Buton I). Eksplorasi masih dilakukan, belum ada lagi pengeboran sumur eksplorasi terbaru sejak Conoco mengebor sumur Jambu-1 pada tahun 1991. Buton diingat orang karena tambang aspalnya yang besar dan pernah menjadi lapangan/penambangan aspal terbesar di seluruh Asia sebelum Perang Dunia II (van Bemmelen, 1949). Berdasarkan studi geokimia, aspal di Buton adalah akumulasi minyak yang terbiodegradasi dan/atau tercuci (meteoric water flushing). Batuan induk minyak ini berkualitas istimewa, merupakan serpih marin Formasi Winto berumur Trias. Hal ini menunjukkan bahwa di area Buton telah terjadi generasi, migrasi dan pemerangkapan minyak. Perusahaan-perusahaan minyak di sini mengeksplorasi Buton untuk mencari perangkap yang utuh sehingga akumulasi minyaknya tak mengalami biodegradasi/pencucian. Tektonik Buton terkenal kompleks dan intensif, sebagian perangkap rusak oleh tektonik, antara lain menyebakan tererosinya lapisan penutup perangkap. Ketidakhadiran atau tidak sempurnanya lapisan batuan penutup mudah menyebabkan terjadinya biodegradasi/pencucian. Secara geologi, Buton juga dikenal sebagai sebuah mikrokontinen yang membentur Sulawesi Tenggara. Inilah yang akan saya diskusikan lebih lanjut. Sebuah penampang geologi terkenal dari Davidson (1991), yang selalu muncul dan digunakan setiap geologist yang bekerja di Buton, menunjukkan ‘double collision’, yaitu: (1) Muna dibentur Buton pada Miosen Awal, dan (2) Buton dibentur Tukang Besi pada Pliosen Akhir. Muna adalah nama pulau di sebelah barat Buton, Tukang Besi adalah nama kepulauan di sebelah timur Buton (sebagian publikasi, terutama publikasi2 tentang terumbu modern, menyebut Tukang Besi sebagai ‘Wakatobi’). Wakatobi adalah kependekan dari ‘Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomea, dan Binongko’. Itulah keempat pulau besar penyusun Kepulauan Tukang Besi. Nama ‘Tukang Besi’ sendiri memang berasal dari para pengrajin besi yang ditemukan di Pulau Tomea dan Binongko. Teman-teman yang menyukai olahraga menyelam atau snorkeling, tentu telah mengenal ‘Wakatobi’ sebab inilah salah satu tempat terbaik di Indonesia bahkan dunia, untuk melihat terumbu koral modern. Jacques Cousteau, oceanographer terkenal dari Prancis yang banyak membuat film bawah laut itu, pernah mampir ke sini. Davidson (1991) mempublikasi makalah tentang geologi dan petroleum system Buton yang sangat baik dan lengkap, maka tak mengherankan semua geologist yang meneliti Buton mengacunya, termasuk saya. Dalam beberapa bulan terakhir ini, untuk kepentingan penulisan sebuah makalah, saya melihat-lihat kembali secara lebih detail publikasi2 tentang Buton yang tak banyak itu. Analisis dilakukan, dibantu dengan data-data tidak dipublikasi dan cek lapangan. Berdasarkan itu, maka lahirlah pemikiran alternatif tentang tektonik Buton yang intinya adalah bahwa: Tukang Besi tidak membentur Buton, justru Tukang Besi dilepaskan Buton. Tentu saja pemikiran ini bertentangan dengan Davidson (1991) dan kebanyakan geologist yang pernah/sedang mengerjakan Buton. Hubungan antara Buton dan Kepulauan Tukang Besi (yang sebagian besar merupakan paparan yang tenggelam) tidaklah jelas. Hamilton (1979) mengelompokkan Buton Timur dan Tukang Besi sebagai satu mikrokontinen, yang berbeda dari segmen Buton Barat dan Muna. Fortuin et al. (1990 - Journal of Southeast Asian Earth Science, 4, 107–124), dan Davidson (1991) juga makalah terbaru tentang Buton di IPA Proceedings (Tanjung et al. -2007) menyatakan bahwa Buton dan Tukang Besi adalah dua mikrokontinen yang berbeda yang membentuk kompleks double collision dari Muna-Buton-Tukang Besi. Buton membentur Muna pada early Miocene, Tukang Besi membentur Buton pada late Pliocene. Efek pertama benturan Buton-Tukang Besi disebutkan tercatat pada late Pliocene strata, berupa reefs yang berkembang di uplifted blocks sedangkan deep marine foraminiferal packstones dan marls berkembang relatif di downthrown blocks-nya. Benturan ini mengakibatkan wilayah yang lebih terangkat di Buton sebelah selatan dibandingkan sebelah utaranya. Buktinya adalah bahwa di sebelah selatan ini banyak teras pantainya dengan Pleistocene reefs (teman2 Japex pasti mengetahuinya dengan baik), sementara di sebelah utaranya terdapat drowned estuaries dan subsiding atoll. Adalah Milsom et al. (1999, AAPG Bull.) berdasarkan atas gravity data, yang pertama kali
Re: [iagi-net-l] Gempa Tohoku Jepang Setelah Seminggu Berlalu
By definition, foreshock: a small tremor that commonly precedes a larger earthquake or main shock by an interval ranging from seconds to weeks and that originates at or near the focus of the larger earthquake (Bates Jackson, 1987-Glossary of Geology). Definisi lain, foreshock: smaller quakes before major quake (Barnes-Svarney, 2007-When the Earth Moves). Para ahli bisa berdebat atas definisi-definisi ini untuk membuat batasan yang lebih jelas kapan gempa-gempa pendahulu bisa digolongkan sebagai foreshock atau bukan. Kalau gempa utara Simeulue 7,3 Mw pada 7 November 2002 dianggap sebagai foreshock gempa Aceh 9,1 Mw 26 Desember 2004, maka tak memenuhi definisi dari Bates dan Jackson (1987) sebab gempa pendahulunya terjadi dua tahun sebelum gempa utamanya. Yang sangat jelas sebagai foreshock adalah gempa Jepang 7,2 Mw 9 Maret 2011 sebagai pendahulu gempa Tohoku 9,0 Mw 11 Maret 2011 karena: gempa hanya terjadi dua hari sebelum gempa utama, lokasi gempa berada di dekat episentrum gempa utama (hanya 40 km jaraknya), berada di segmen sesar yang sama, dan punya mekanisme penyesaran yang sama (thrust) dengan strike dan dip yang hampir sama. Tetapi, seperti kata Pak Irwan, siapa yang mengira bahwa gempa 7,2 Mw 9 Maret itu adalah sebuah foreshock, apalagi setelah gempa ini ada 34 kali gempa-gempa yang mengikutinya dengan magnitude yang lebih kecil. Siapa pun akan mengira bahwa gemp 7,2 Mw itu adalah gempa utama yang lalu diikuti 34x gempa susulan. Nyatanya, lalu terjadi gempa utamanya dua hari kemudian dengan magnitude 9,0 Mw. Maka kita baru paham bahwa 35 x gempa sebelumnya (gempa 7,2 Mw dan 34x gempa susulannya) adalah gempa-gempa pendahuluan. Enam hari sebelum gempa Aceh 26 Desember 2004, ada satu kali gempa dengan magnitude 4,4 Mb di ujung TL Pulau Nias terjadi pad 20 Desember 2004. Kelihatannya ini bukan foreshock gempa Aceh, selain terjadi pada segmen sesar yang berbeda, juga magnitudenya terlalu jauh dari mainshock-nya. Bedasarkan kasus-kasus yang jelas, foreshock utama biasanya berbeda sekitar 2 magnitude (lebih kecil) daripada mainshocknya. Kalau sebuah foreshock bisa dikenali dengan baik akan mendatangkan mainshock, tentu saja foreshock bisa dijadikan early warning - tetapi ini taruhan yang tidak main-main untuk seorang ahli gempa. Apa para ahli gempa berani memutuskan dan mengumumkan bahwa misalnya sebuah gempa yang baru terjadi adalah sebuah foreshock, dan mainshocknya akan datang dalam beberapa hari ke depan, sehingga diperlukan evakuasi segera dan masal? Kalau bisa dan berani, hebat.. Hal di atas pernah terjadi dalam sejarah. Pada tahun 1975 serangkaian gempa terjadi di Haicheng,Cina. Para ahli gempa memperhitungkan dan memprediksi bahwa gempa2 ini adalah serangkaian foreshocks. Gempa besarnya akan segera datang. Evaluasi ini diterima Pemerintah, dan diperintahkan bahwa penduduk Haicheng harus tidur di luar rumah beberapa malam. Benar saja, akhirnya sebuah gempa bermagnitude 7,3 datang melanda Haicheng beberapa hari kemudian, gempa tetap memakan korban, tetapi minimal, hanya 2000. Tetapi gempa besar tak selalu disertai foreshocks, atau para ahli sulit mengetahui bahwa sebuah gempa itu foreshock atau bukan. Sehingga kasus Haicheng jarang sekali terjadi. Setahun setelah gempa Haicheng, pada tahun 1976 kota Tangshan di Cina dilanda gempa yang lebih kuat, yang datang tanpa foreshock, dan menewaskan 240.000 orang -salah satu gempa terburuk dalam sejarah. salam, Awang --- Pada Ming, 20/3/11, Irwan Meilano irwan.meil...@gmail.com menulis: Dari: Irwan Meilano irwan.meil...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Gempa Tohoku Jepang Setelah Seminggu Berlalu Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Minggu, 20 Maret, 2011, 8:48 PM Anggota milis ysh, Mungkin yang membuat sulit yaitu sebuah gempa bisa dinyatakan sebagai foreshock, sesudah mainshock nya datang. Gempa Mw 7.2 tanggal 9 maret bisa dinyatakan sebagai foreshock sesudah gempa Mw9.0 datang dua hari kemudian. Jadi kita baru bisa memahami bahwa gempa tersebut merupakan gempa awalan dan berpotensi menghasilkan gempa besar, sesudah gempa besarnya terjadi. Sehingga sangat sulit melakukan antisipasi dengan berdasarkan data gempa foreshock. Begitu pula dengan gempa Aceh 2004, kini peneliti meyakini bahwa gempa Mw 7,3 di bagian utara pulau simeulue pada tanggal 7 Nov adalah foreshock dari gempa Aceh 2004. Yang menjadi masalah gempa simeulue itu terjadi tahun 2002 atau dua tahun sebelum mainshocknya. Sehingga saat itu sulit sekali melakukan antisipasi dengan dasar foreshock yaitu Mw7,3, tanggal 7 nov 2002. nuhun, irwan meilano 2011/3/20 kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com: Pak Awang , tertarik dengan alinea berikut... bahwa tanggal 9 Maret sudah terjadi gempa (7.2 Mw) yang merupakan foreshock dari gempa 11 Maret. Apakah dengan data tanggal 9 Maret, kita sudah bisa mengeluarkan early warning / perkiraan bahwa akan terjadi gempa susulan selanjutnya yang
[iagi-net-l] Gempa Tohoku Jepang Setelah Seminggu Berlalu
Sampai sore ini, setelah seminggu sejak gempa dahsyat melanda Jepang (gempa Tohoku 11 Maret 2011 pukul 14:46:23 waktu setempat/pukul 12:46:23 WIB) dengan magnitude 9,0 Mw (moment magnitude, data terakhir USGS, dikoreksi dari 8,9 Mw), telah terjadi sebanyak 502 kali gempa susulan. Magnitude gempa susulan bervariasi dari 4,5 – 7,4 Mw, frekuensi gempa susulan makin menurun, dua hari terakhir kemarin frekuensinya rata-rata 30 gempa per hari, hari-hari pertama setelah gempa besar bisa mencapai frekuensi 80-100 gempa per hari. Magnitude juga semakin menurun, yang saat ini di antara 4,0-5,5 Mw. Lokasi episentrum gempa2 susulan masih dominan di area sekitar lokasi gempa utamanya dalam sebaran area sekitar 300 x 500 km2. Sekitar 75 % gempa susulan adalah gempa dangkal (kedalaman sumber gempa 33 km), sisanya dengan kedalaman 33-70 km. Gempa Tohoku berasal dari penyesaran naik di dekat batas antara kerak akresi Lempeng Eurasia yang ditempati busur kepulauan Jepang dengan slab (kerak samudera) Pasifik, berasal dari kedalaman 32 km (data terakhir USGS, dikoreksi dari 10 km). Berdasarkan pemodelan subduction zone geometry analysis, penyesaran naik ini punya strike = 194.89 deg NE , dip = 14.94 deg, meskipun berdasarkan momen tensornya, sesar naik ini punya strike 187 deg NE dan dip 14 deg. Modeling zona rupture (‘robekan’) gempa ini mengindikasi bahwa gempa telah menyebabkan sesar dengan loncatan (throw) 30-40 meter, bergeser sepanjang sesarnya sepanjang kira-kira 300 km (along-strike) dan 150 km (sepanjang dip/down-dip). Berdasarkan sebaran gempa-gempa susulan, dengan asumsi bahwa gempa-gempa susulan selalu berlokasi di rupture zone yang sama atau maksimal pindah ke dua jalur sesar di dekatnya, panjang wilayah robekan gempa ini sekitar 400-500 km. Analisis menggunakan sekitar 500 stasiun GPS di area pantai Honshu menemukan bahwa pantai telah tergeser sampai 27 meter dan pergeseran tegak sampai tujuh meter akibat gempa ini. Semua pergeseran vertikal di area dekat hiposentrum/episentrum (30-40 meter) dan di pantai (tujuh meter) telah mengganggu kolom air laut Samudera Pasifik di sebelah timur Pulau Honshu yang telah menyebabkan tsunami skala besar dengan run up (tinggi gelombang) sampai 10 meter dan menelan banyak korban. Semua syarat tsunami-genic earthquake sangat dipenuhi oleh gempa Tohoku ini: pusat gempa di laut, sesar penyebab gempa bersifat dip-slip (sesar naik dalam hal ini), sumber gempa dangkal (32 km) dan magnitude gempa besar (9,0 Mw). Seperti kita tahu, dua hari sebelum gempa Tohoku ini, telah terjadi gempa besar pada 9 Maret 2011 (7,2 Mw) dengan kedalaman 32 km. Lokasi episentrum gempa ini berada sangat dekat (40 km ke sebelah timur) dengan lokasi episentrum gempa Tohoku, dengan mekanisme penyesaran yang sama yaitu sesar naik (strike 190 deg NE, dip 7 deg), yang diikuti oleh sebanyak 34 gempa susulan yang beberapa di antaranya melebihi 6 Mw. Gempa 9 Maret ini, melihat mekanismenya, merupakan gempa pendahuluan (foreshock) sebelum gempa utama (mainshock) gempa Tohoku yang terjadi dua hari kemudian. Gempa Tohoku 11 Maret 2011 adalah gempa terbesar dan terkuat bagi Jepang sampai saat ini, yang juga menyebabkan rangkaian beruntun berupa tsunami dan krisis meledaknya beberapa PLTN di Fukushima, Pulau Honshu. Krisis ledakan PLTN masih terjadi sampai saat ini, seiring dengan rentetan gempa-gempa susulan yang terus terjadi, dan bahaya radiasi radioaktif akibat dugaan telah melelehnya sebagian bahan bakar inti radioaktif akibat kegagalan sistem pendingin PLTN dan ledakan serta kebakaran. Saat ini, penduduk sekitar Tokyo-Fukushima panik dan melakukan eksodus karena kekuatiran bahaya radiasi radioaktif yang makin meluas. Radius berbahaya makin meningkat dari semula 20 km, lalu 30 km, dan kini 80 km. Beberapa negara telah menghimbau warga negaranya untuk tidak bepergian ke Jepang, sementara warga negara asing yang sudah berada di Jepang sedang diusahakan untuk dipulangkan oleh negaranya masing2. Gempa Tohoku yang mencapai magnitude 9,0 M adalah record tertinggi gempa terkuat bagi Jepang. Untuk skala dunia pun, bisa dibilang masuk ke lima besar setelah gempa Chile 9,5 SR, gempa Alaska 9,2 SR dan gempa Aceh Indonesia 9,1 Mw. Gempa2 sebelumnya yang dialami Jepang yang berasal dari patahan akibat konvergensi slab Pasifik dan kerak akresi Eurasia adalah: gempa 7,7 M (Juni, 1978), gempa M 7.8 (Desember 1994), gempa M 7.6 (1896) yang dilaporkan menimbulkan tsunami setinggi 38 meter dan memakan korban sebanyak 27.000, dan gempa M 8.6 (1933) yang dilaporkan menimbulkan tsunami setinggi 29 meter dan menewaskan 3000 korban. Laut di sebelah timur Pulau Honshu mempunyai topografi dasar laut embayment (pertelukan) yang akan membahayakan bila menimbulkan tsunami. Embayment yang terbuka ke arah datangnya gelombang, yang lalu menyempit ke arah daratan (seperti corong) akan mengumpulkan massa air laut menjadi tsunami dengan run up yang tinggi. Gempa-gempa
[iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit
Situs arkeologi Gunung Padang di Kabupaten Cianjur belum tentu diketahui semua orang. Padahal, situs megalitik ini, dengan luas 3 ha, diklaim sebagai situs megalitik terbesar di Asia Tenggara. Tentu sangat disayangkan bila kita tak mengenalnya. Kabupaten Cianjur berkehendak ingin menjadikan situs ini sebagai andalan tujuan wisata sekaligus pendidikan. Sabtu 19 Februari 2011 yang lalu, bersama sekitar 60 orang saya mengunjungi situs ini dalam acara jajal geotrek Gunung Padang. Para peserta acara ini berasal dari berbagai kalangan dan profesi di masyarakat dan pemerintah daerah. Jajal geotrek ini diorganisasi Truedee Publishing, Bandung dengan pemandu lapangan (interpreter) berasal dari kalangan geologist (Pak Budi Brahmantyo ITB), archaeologist (Pak Lutfi Yondri dari Balai Arkeologi) dan budayawan (Pak Lucky Hendrawan, sekolah seni Bandung). Saya diajak penyelenggara jajal geotrek ini untuk mengamati situs ini dan barangkali bisa memberikan penafsiran bersifat ‘multidimensi’. Rombongan berangkat dari Bandung menggunakan bus dan kereta api ekonomi. Rombongan bertemu dengan peserta dari luar Bandung (Jabodetabek) di kantor Dinas Pariwisata dan Budaya Cianjur. Rombongan jajal geotrek Gunung Padang menggunakan bus tanggung dan berbagai kendaraan jeep dan sejenisnya serta motor berangkat dari Cianjur menuju Warungkondang-Lampegan. Kondisi jalan sampai Lampegan bervariasi dari buruk-bagus. Setelah mengunjungi terowongan historis rel kereta api dan stasiun Lampegan yang dibangun pada 1879-1882, rombongan menuju target utama yaitu situs Gunung Padang. Jalan ke arah situs ini merupakan areal perkebunan teh dan karet. Kondisi jalan terlalu berbahaya untuk bus, maka hanya kendaraan jeep dan sejenisnya serta motor yang bisa meneruskan sampai di lokasi situs. Situs Gunung Padang terletak di puncak sebuah bukit, untuk mencapainya dari dasar, maka harus meniti tangga curam setinggi 95 meter terbuat dari tiang-tiang batuan andesit yang ditidurkan sebanyak hampir 400 anak tangga. Tentu saja ini melelahkan, membuat dada sesak dan kaki pegal. Tetapi kelelahan itu terbayar dengan betapa menakjubkannya pemandangan di atas ke sekeliling bukit dan bangunan situs megalitiknya sendiri. Di pelataran situs megalitik ini, para peserta mendengarkan para interpreter menjelaskan situs ini dari berbagai pendekatan keilmuan, berdiskusi, juga melihat-lihat ribuan tiang-tiang batu andesit basaltik dan basal membentuk tiang-tiang bersisi empat atau lima yang disusun sedemikian rupa untuk berbagai fungsi. Semua bangunan megalitik di seluruh dunia yang dibangun pada masa prasejarah (mis.: Piramida, Mesir dan Stonehenge, Inggris) atau masa sejarah (Machu Picchu, Peru) dibangun dengan mempertimbangkan posisi geomantik (posisi bangunan terhadap unsur-unsur alam di Bumi seperti gunung dan mata angin) atau astromantik (posisi bangunan terhadap garis edar rasi-rasi bintang, planet atau Matahari). Untuk keperluan meneliti posisi geomantik situs Gunung Padang ini saya membawa kompas orientasi Sunto dan GPS tipe 60CSx yang akan dipakai untuk mempelajari lokasi, ketinggian dan orientasi situs ini terhadap arah mataangin dan semua gunung/bukit di sekitarnya. Sebelum berangkat ke sini, saya juga sudah melakukan pemrograman astronomik menggunakan software ‘planetarium’ untuk melihat peta langit saat situs ini dibangun. Software ini memungkinkan pelacakan peta langit ribuan tahun ke masa lalu. Ini saya lakukan untuk melihat posisi astromantik situs Gunung Padang. Situs Gunung Padang merupakan Punden Berundak yang tidak simetris, berbeda dengan punden berundak simetris seperti Borrobudur, juga berbeda dengan punden berundak simetris lainnya yang ditemukan di Jawa Barat seperti situs Lebak Sibedug di Banten Selatan. Sebuah punden berundak tidak simetris menunjukkan bahwa pembangunan punden ini mementingkan satu arah saja ke mana bangunan ini menghadap. Lokasi situs Gunung Padang berada di titik 06°59,522’ LS dan 107°03,363 BT. Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras (tingkatan). Dasar situs terdapat di ketinggian 894 m dpl, data setiap teras adalah sebagai berikut: 1. teras pertama berada pada ketinggian 983 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT, 2. teras kedua berada pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 337° UT, 3. teras ketiga berada pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT, 4. teras keempat berada pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 330° UT, 5. teras kelima berada pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 345° UT. Data koordinat GPS untuk setiap teras ada, tidak saya sertakan di sini karena terlalu detail, tetapi dari teras 1-5 tersusun dari utara ke selatan. Berdasarkan data di atas, tinggi punden berundak situs Gunung Padang adalah 95 meter dengan arah utama teras menuju utara baratlaut dengan rata-rata azimut 336,40 ° UT. Seluruh teras situs Gunung Padang ini
Re: [iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit
Pak Habas, Situs itu sendiri menunjang untuk geowisata dan arkeowisata, maka dijadikan program jajal geotrek. Bagus juga buat sport atau yang senang off-road. Stasiun dan terowongan kereta Lampegan sebentar lagi akan diaktifkan kembali, maka wisatanya bertambah dengan wisata transportasi zaman baheula. Aksesnya bisa dari Bogor-Bandung-Sukabumi menggunakan kereta, disambung kendaraan jeep atau ojeg saja ke lokasi situs. Konon Lampegan adalah transliterasi bahasa Sunda atas dua kata dalam bahasa Belanda lamp gaan (hidupkan/nyalakan lampu ! - itu adalah teriakan masinis kereta saat mau melewati terowongan ini). Terowongan sudah direnovasi pada tahun 2000, dan stasin Lampegan telah siap beroperasi. Kalau naik kereta gantung, akan kehilangan esensi geotrek-nya Pak.. Salam, Awang --- Pada Sel, 22/2/11, hse...@gmail.com hse...@gmail.com menulis: Dari: hse...@gmail.com hse...@gmail.com Judul: Re: [iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 22 Februari, 2011, 11:27 AM Wah Pak Awang, perlu investor untuk membangun kereta gantung tuh untuk kesitu. Kira2 sekitarnya menunjang apa enggak ya untuk Geowisata? Sent via BlackBerry from Maxis -Original Message- From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Date: Tue, 22 Feb 2011 10:55:42 To: Eksplorasi BPMIGASeksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com; Geo Unpadgeo_un...@yahoogroups.com; IAGIiagi-net@iagi.or.id; Forum HAGIfo...@hagi.or.id Reply-To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit Situs arkeologi Gunung Padang di Kabupaten Cianjur belum tentu diketahui semua orang. Padahal, situs megalitik ini, dengan luas 3 ha, diklaim sebagai situs megalitik terbesar di Asia Tenggara. Tentu sangat disayangkan bila kita tak mengenalnya. Kabupaten Cianjur berkehendak ingin menjadikan situs ini sebagai andalan tujuan wisata sekaligus pendidikan. --cut PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
Pak Git, Terima kasih atas koreksinya. VEI tertinggi memang 8,0. Tetapi yang saya maksudkan adalah bahwa Tambora menduduki VEI tertinggi (7,0) untuk letusan gunungapi dalam masa sejarah (masa yang tercatat oleh manusia). Letusan Toba dan Yellowstone yang diperhitungkan sebagai supervolcano eruption, yang 'mungkin' menduduki VEI 8,0 adalah berdasarkan interpretasi luas kaldera dan jatuhan piroklastikanya. salam, Awang --- Pada Sab, 5/2/11, git sulistiono git_m...@yahoo.com menulis: Dari: git sulistiono git_m...@yahoo.com Judul: Re: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Sabtu, 5 Februari, 2011, 2:45 PM Koreksi sedikit saja, tanpa bermaksud mengusik esensi diskusi, skala VEI tertinggi adalah 8, dengan plume height di atas 25 km, material termuntahkan lebih dari 1000 km3 (kelas supervolkano seperti Toba, Yellowstone, Taupo) Git --- On Sat, 5/2/11, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Subject: [iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi To: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Received: Saturday, 5 February, 2011, 3:06 PM Ya Yangkung, beberapa cerita sejarah dalam bentuk babad atau kronik sejarah (chronicle) memang kadang-kadang terasa berlebihan dan mungkin didramatasi, tetapi itu mungkin suatu usaha untuk menggambarkan kedahsyatan suatu kejadian. Letusan Tambora April 1815, letusan dengan VEI (volcanic explosivity index) 7 (yang tertinggi di dunia) pernah membuat Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal di Jawa saat itu (1811-1816) yang berkedudukan di Batavia, sangat miris, dan ia segera memerintahkan pasukannya untuk menghadapi serangan meriam musuh yang suaranya sangat membahana buana itu, disangkanya musuh menyerang Jawa dari arah timur, padahal Tambora di pucuk utara Sumbawa sedang meletus katastrofik. Itu digambarkannya dalam bukunya History of Java (Raffles, 1817) yang kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (penerbit Narasi, 2008). salam, Awang salam, Awang --- Pada Sab, 5/2/11, basuki puspoputro basuki...@yahoo.com menulis: Dari: basuki puspoputro basuki...@yahoo.com Judul: Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi Kepada: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Sabtu, 5 Februari, 2011, 10:15 AM Rekan-rekan, Saya senang dengan tulisan2 pak Awang. Kadang-kadang tersenyum-senyum dengan analisa sejarah, misalnya kalimat --“suara guntur yang sangat keras terdengar ribuan mil jauhnya ke baratdaya Cina”. -- Bayangkan, seandainya suara guntur yang kedengaran di Cina itu berkekuatan A1 maka kekuatannya di krakatao tentu akan A0, yang sekian kali lipat kuatnya. Apakah kekuatan A0 tersebut tidak menyebabkan semua gendang teliga pecah atau bahkan siempunya telinga meninggal? Mungkin jawabanya ya mungkin saja. Ya sekedar ngomong di akhir minggu, selamat week-end, salam untuk pak Awang kita tunggu tulisan2 berikutnya. yangkung --- On Wed, 2/2/11, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Subject: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi To: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Date: Wednesday, 2 February, 2011, 11:59 AM Rekan-rekan, berikut sebuah hasil penelitian pribadi menyangkut sejarah dan geologi kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia. Sebuah pemikiran alternatif. Diangkat dari berbagai penelusuran banyak literatur. Semoga bermanfaat. BUKTI SEJARAH KERAJAAN ARUTEUN cut by yangkung __ The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list. fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id ---*** for administrative query please send your email to itweb.supp...@hagi.or.id -Berikut adalah Lampiran dalam Pesan- __ The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list. fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id ---*** for administrative query please send your email to itweb.supp...@hagi.or.id
[iagi-net-l] Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
Ya Yangkung, beberapa cerita sejarah dalam bentuk babad atau kronik sejarah (chronicle) memang kadang-kadang terasa berlebihan dan mungkin didramatasi, tetapi itu mungkin suatu usaha untuk menggambarkan kedahsyatan suatu kejadian. Letusan Tambora April 1815, letusan dengan VEI (volcanic explosivity index) 7 (yang tertinggi di dunia) pernah membuat Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal di Jawa saat itu (1811-1816) yang berkedudukan di Batavia, sangat miris, dan ia segera memerintahkan pasukannya untuk menghadapi serangan meriam musuh yang suaranya sangat membahana buana itu, disangkanya musuh menyerang Jawa dari arah timur, padahal Tambora di pucuk utara Sumbawa sedang meletus katastrofik. Itu digambarkannya dalam bukunya History of Java (Raffles, 1817) yang kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (penerbit Narasi, 2008). salam, Awang salam, Awang --- Pada Sab, 5/2/11, basuki puspoputro basuki...@yahoo.com menulis: Dari: basuki puspoputro basuki...@yahoo.com Judul: Re: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi Kepada: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Tanggal: Sabtu, 5 Februari, 2011, 10:15 AM Rekan-rekan, Saya senang dengan tulisan2 pak Awang. Kadang-kadang tersenyum-senyum dengan analisa sejarah, misalnya kalimat --“suara guntur yang sangat keras terdengar ribuan mil jauhnya ke baratdaya Cina”. -- Bayangkan, seandainya suara guntur yang kedengaran di Cina itu berkekuatan A1 maka kekuatannya di krakatao tentu akan A0, yang sekian kali lipat kuatnya. Apakah kekuatan A0 tersebut tidak menyebabkan semua gendang teliga pecah atau bahkan siempunya telinga meninggal? Mungkin jawabanya ya mungkin saja. Ya sekedar ngomong di akhir minggu, selamat week-end, salam untuk pak Awang kita tunggu tulisan2 berikutnya. yangkung --- On Wed, 2/2/11, Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com wrote: From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com Subject: [Forum-HAGI] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi To: IAGI iagi-net@iagi.or.id, Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com, Forum HAGI fo...@hagi.or.id, Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Date: Wednesday, 2 February, 2011, 11:59 AM Rekan-rekan, berikut sebuah hasil penelitian pribadi menyangkut sejarah dan geologi kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia. Sebuah pemikiran alternatif. Diangkat dari berbagai penelusuran banyak literatur. Semoga bermanfaat. BUKTI SEJARAH KERAJAAN ARUTEUN cut by yangkung __ The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list. fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id ---*** for administrative query please send your email to itweb.supp...@hagi.or.id -Berikut adalah Lampiran dalam Pesan- __ The Indonesian Assosiation Of Geophysicists mailing list. fo...@hagi.or.id | www.hagi.or.id ---*** for administrative query please send your email to itweb.supp...@hagi.or.id
[iagi-net-l] Aruteun (Holotan, Bogor)-Kerajaan Tertua di Indonesia: Bukti Sejarah dan Indikasi Geologi
Rekan-rekan, berikut sebuah hasil penelitian pribadi menyangkut sejarah dan geologi kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia. Sebuah pemikiran alternatif. Diangkat dari berbagai penelusuran banyak literatur. Semoga bermanfaat. BUKTI SEJARAH KERAJAAN ARUTEUN Buku-buku resmi pelajaran sejarah yang pernah diajarkan kepada kita pada masa sekolah dasar-menengah, juga kepada anak-anak sekolah sekarang, menyebutkan bahwa kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia adalah dua kerajaan Hindu yang muncul pada sekitar awal abad ke-5 (sekitar tahun 400 M) yaitu Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat dan Kerajaan Kutai/Kutei di Kalimantan Timur. Dua raja paling terkenal dari dua kerajaan itu adalah Purnawarman di Tarumanegara dan Mulawarman di Kutei. Bukti fisik hadirnya kerajaan-kerajaan tertua itu adalah prasasti. Maka umum disebutkan bahwa sejarah Indonesia dimulai pada sekitar tahun 400-an M. Masa sebelum itu, umum disebut sebagai prasejarah, masa belum ada tulisan sebagai peninggalan sejarah. Pemulaan sejarah setiap bangsa tentu berbeda-beda. Bangsa Mesir dan Cina dikenal sebagai bangsa-bangsa tertua karena mereka telah mengenal tulisan ribuan tahun sebelum masehi. Tetapi, terdapat beberapa sumber sejarah (sumber sejarah bisa banyak: prasasti, buku-buku babad/kronik sejarah, catatan-catatan perjalanan para pengelana yang mengunjungi suatu bangsa. Catatan-catatan resmi kerajaan, dll.) yang menunjukkan bahwa kerajaan tertua di Indonesia bukanlah Tarumanegara atau Kutei. Beberapa sumber sejarah menyebutkan: Dwipantara (200 SM), Salakanagara (150 M) dan Holotan (akhir abad-4 sampai awal abad ke-5). Keberadaan Kerajaan Dwipantara (kerajaan Hindu di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra) didasarkan atas tulisan para cendekiawan India. Keberadaan Kerajaan Salakanagara didasarkan atas Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta, Kesultanan Cirebon). Keberadaan Kerajaan Holotan didasarkan atas bukti fisik berupa Prasasti Ciaruteun dan catatan-catatan kerajaan Cina Dinasti Sung. Keberadaan Kerajaan Dwipantara tidak jelas dan susah ditelusuri sumber-sumber sejarahnya untuk suatu pembuktian. Keberadaan Kerajaan Salakanagara meragukan karena Naskah Wangsakerta di kalangan para ahli sejarah juga menimbulkan perdebatan dan sebagian kalangan tidak mengakuinya sebagai sumber sejarah (perdebatan atas naskah ini pernah saya ulas di milis IAGI). Sekarang tinggal membuktikan Kerajaan Holotan yang kiranya mempunyai bukti yang lebih meyakinkan yaitu: bukti fisik berupa prasasti dan catatan resmi kenegaraan Dinasti Sung di Cina. Tetapi, saya akan juga menampilkan indikasi geologi untuk melihat kemungkinan keberadaannya. Sebuah buku lama, “Dari Holotan ke Jayakarta” (saya peroleh 12 tahun lalu di pedagang buku bekas pojok Kramat Raya ke Kwitang, Jakarta) tulisan Prof. Dr. Slamet Muljana (ahli sejarah, filologi dan linguistik) terbitan Yayasan Idayu, Jakarta 1980, menarik untuk disimak bila kita ingin mendalami sejarah Holotan, Tarumanegara sampai Jakarta. Pak Slamet Muljana adalah seorang ahli sejarah yang tekun meneliti dan menulis, penemuan-penemuan sejarahnya sering menimbulkan kehebohan dan berbeda dengan arusutama pengetahuan umum sejarah, sehingga beberapa bukunya pernah dilarang terbit agar tidak menjadi pengetahuan umum. Saat ini, buku-buku ‘terlarang’ Pak Slamet Muljana telah diterbitkan lagi oleh sebuah penerbit di Yogyakarta, dan saya tengah memburunya, baik yang edisi aslinya yang pernah dilarang (hanya ada di pedagang-pedagang buku bekas), maupun yang dicetak ulang oleh penerbit baru. Prof. Slamet Muljana berpendapat bahwa prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh Purnawarman, raja Tarumanegara, berupa prasasti-prasasti dengan gambar telapak kaki, merupakan tanda kekuasaan sang raja di wilayah itu. Sampai sekarang, telah ditemukan empat prasasti ‘tapak kaki’ tinggalan Purnawarman di Jawa Barat: prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, dan Lebak (Cidanghiyang). Semuanya berasal dari abad kelima atau permulaan abad keenam. Di antara prasasti-prasasti itu, yang paling menarik adalah prasasti Ciaruteun (yang gambarnya sering muncul di buku-buku sejarah, dan replikanya dalam ukuran sebenarnya bisa dilihat di Museum Nasional, di gedung barunya –sebelah kanan gedung lama, saya baru menengoknya bulan lalu). Prasasti Ciaruteun ditulis menggunakan aksara Pallawa disusun dalam tatabahasa Sanskerta menggunakan metrum Anustubh tersusun atas tiga baris kalimat dilengkapi tulisan sulur (pilin –tulisan ini sampai sekarang belum berhasil dipecahkan apa artinya) dan pahatan sepasang tapak kaki Raja Purnawarman. Ahli sejarah, filologi dan linguistik berkebangsaan Belanda, Kern pada abad-19 menafsirkan bunyi prasasti ini adalah sebagai: vikkranta syavani pateh shrimatah purnavarmanah tarumanagarendrasya vishnoriva padadvayam Yang menurutnya berarti: “Ini adalah sepasang telapak kaki Paduka Yang Mulia