banyak cerita sejarah mengungkapkan hancurnya
sebuah peradapan itu jika para pemimpinnya
salah dalam menghukum seseorang atau sekelompok
orang. cerita-cerita itu sering kali menjadi
melegenda. seperti yang saya baca di buku ustadz
chodjim, syech situ jenar 2. kasultanan demak
terus meluncur menuju kepunahan kekuasaan
karena menghukum mati sang syech. kerajaan ma-
taram islam langsung meluncur di barah kekuasaan
kumpeni (yang nota bene hanyalah sebuah perusahaan
asing), setelah amangkurat ii membantai para
ulama...

jika ditarik jauuuh kebelakang, kerusakan pera-
daban itu terjadi dengan hebatnya mulai dari
mesir kuna hingga hindustan. kekuasaan mesir
terus meluncur jatuh (meski dalam waktu yang
sangat panjang) karena mengabaikan ajaran
akhenaten (firaun monotheistik satu-satunya,
yang merumuskan tablet alkhemis berisi persis
dengan ten commandements). hindustan bubar
karena mengusir para paderi buddha, berkolabo-
rasi dengan kuasa muawiyah... 

semua itu jika disimpulkan menjadi satu rumus:
suatu budaya dan peradaban akan bubar dan
punah jika para komponennya saling berperang.
perang saudara telah dimitologikan dengan sangat
bagus dalam kisah mahabharata (perang besar).

apakah bangsa ini juga akan begitu, karena
kedatangan tamu-tamu peradaban yang tidak tahu
diri? tamu-tamu yang akhirnya gelutan sendiri,
memperebutkan sesuatu yang duluuuuu tidak ada
sangkutpautnya dengan khasanah budaya dan
peradaban nusantara?

semoga saja kita semua segera sadar diri....
bahwa sedang menghadapi 'gelutannya' dua kelompok
tamu peradaban. jangan sampailah gelutan para
tamu itu merusak peradaban dan budaya tuan
rumah sehingga menjadi punah... [nuhun]

bnsmr

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "achmad chodjim" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Sekali lagi,
> 
> Orang yang mengail di air keruh itu adalah orang-orang yang tegas-
tegas menjadi pentolan harakah itu di Indonesia. Buka siapa yang ada 
di youtube!
> 
> Wassalam,
> chodjim
> 
> 
>   ----- Original Message ----- 
>   From: Tri Budi Lestyaningsih (Ning) 
>   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
>   Sent: Thursday, May 01, 2008 6:04 PM
>   Subject: RE: [wanita-muslimah] Re: [mediacare] Preman berjubah, 
Pemerintah dan Ahmadiyah
> 
> 
> 
> 
>   Saya rasa, tindakan anarkis seperti ini akan terus ada selama 
pemerintah
>   tidak tegas mengambil sikap. Ini bisa karena :
>   (1)masyarakat mengambil alih tugas pemerintah - suatu gejala yang 
sangat
>   umum, main hakim sendiri, bila aparat dianggap tidak mampu 
mengatasi
>   permasalahan - atau 
>   (2)ada orang mengail di air keruh, memprovokasi sehingga menyulut
>   kemarahan massa, dengan tujuan yang antara lain untuk 
mendiskreditkan
>   MUI atau harokah/gerakan-gerakan Islam.
> 
>   MUI sendiri sudah mengeluarkan "fatwa" untuk tidak berbuat 
anarkis. HTI
>   di pers release-nya menyatakan hal yang sama, melarang tindakan
>   anarkisme dan kekerasan kepada Ahmadiyah. Para tokoh PKS pun 
menyatakan
>   larangan tindakan kekerasan kepada Ahmadiyah. Jadi secara 
institusi,
>   setidaknya organisasi2 yang saya sebut ini tidak mensupport 
terjadinya
>   kekerasan kepada Ahmadiyah. Walaupun pendapat mereka tentang 
aqidah
>   Ahmadiyah adalah tetap dan tegas, yakni mereka bukan bagian dari 
Islam.
> 
>   Wallahua'lam
>   Wassalaam,
>   -Ning
> 
>   -----Original Message-----
>   From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
>   [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of mediacare
>   Sent: Thursday, May 01, 2008 10:42 PM
>   To: [EMAIL PROTECTED]; wanita-muslimah@yahoogroups.com; 
zamanku;
>   [EMAIL PROTECTED]; media jabar; [EMAIL PROTECTED]
>   Subject: [wanita-muslimah] Re: [mediacare] Preman berjubah, 
Pemerintah
>   dan Ahmadiyah
> 
>   ----- Original Message -----
>   From: [EMAIL PROTECTED]
>   To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ;
>   [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ;
>   [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ;
>   [EMAIL PROTECTED]
>   Sent: Thursday, May 01, 2008 8:05 PM
>   Subject: [mediacare] Preman berjubah, Pemerintah dan Ahmadiyah
> 
>   Sekadar berbagi, tulisan saya mengenai Ahmadiyah.
> 
>   ade armando
>   Majalah Madina
> 
>   Preman Berjubah, Pemerintah dan Ahmadiyah
> 
>   Oleh Ade Armando
> 
>   "Bunuh, bunuh, bunuh, BUNUH! PERANGI AHMADIYAH, BUNUH AHMADIYAH,
>   BERSIHKAN
>   AHMADIYAH DARI INDONESIA! Ahmadiyah halal darahnya! Persetan HAM! 
Tai
>   kucing HAM! Allahu Akbar"
> 
>   Kalimat-kalimat penuh kebencian itu dilontarkan Sobri Lubis. Dia
>   adalah
>   seorang tokoh Front Pembela Islam (FPI) yang berpidato dalam 
tabligh
>   akbar
>   di Banjar, Jawa Barat, 14 Februari 2008.
> 
>   Saya memiliki rekaman pidatonya saat Sobri tampil dengan 
didampingi
>   beberapa tokoh lainnya di hadapan ribuan umat Islam. Selain 
Sobri, ada
>   pula Ir. M. Khattath, pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia, yang 
dengan
>   lebih
>   tenang -- dan dengan senyum dinginnya -- menyatakan bila pengikut
>   Ahmadiyah tidak mau bertobat, hukumannya mati. Juga ada Abu Bakar
>   Baasyir
>   yang juga dengan tenang menyatakan hukuman bagi nabi palsu 
sederhana:
>   kalau ditemukan, tangkap, potong leher.
> 
>   Kutipan-kutipan di atas sengaja diangkat untuk menunjukkan bahwa
>   pembicaraan mengenai masih adanya gerakan-gerakan radikal yang
>   menghalalkan kekerasan dalam umat Islam di Indonesia bukanlah 
omong
>   kosong. Inilah kalangan yang atas nama agama merasa berhak 
menghabisi
>   mereka yang berada di luar kelompoknya. Dalam kasus terakhir ini,
>   mereka
>   secara bergelombang berusaha memaksa pemerintah untuk tunduk pada
>   keyakinan mereka: bubarkan Ahmadiyah, nyatakan Ahmadiyah sebagai
>   ajaran
>   terlarang, paksa mereka tobat!
> 
>   Kalau pemerintah tidak mau membubarkan, bagaimana? Di sini, pantas
>   lagi
>   dikutip pernyataan seorang aktivis yang menyebut dirinya Panglima
>   Gerakan
>   Umat Islam Indonesia (GUII). Bernama asli Abdul Haris Umarela, 
orang
>   yang
>   sekarang mengubah namanya menjadi Abdurrahman Assegaf itu 
berfatwa:
>   "Darah
>   Ahmadiyah halal," Lalu, Umarela ini berkata pula: "Insya Allah, 
dalam
>   waktu dekat, bila pemerintah tidak menutup Ahmadiyah, jangan kami
>   disalahkan bila kami akan memberantas mereka ..."
> 
>   Saya bukan penganut Ahmadiyah. Saya duga sebagian besar dari 
pembaca
>   artikel ini bukanlah penganut Ahmadiyah. Tapi saya ingin 
mengingatkan
>   Anda
>   semua untuk melihat ancaman yang sangat nyata dari kelompok-
kelompok
>   preman berjubah - dengan menggunakan istilah Ahmad Syafii Maarif -
>   tersebut terhadap pertama-tama, Ahmadiyah, dan juga pada 
gilirannya
>   nanti,
>   pada keragaman dalam Islam dan juga kebhinekaan di negara ini.
> 
>   Dalam kasus Ahmadiyah ini, suasananya menjadi lebih menakutkan 
karena
>   gerakan radikal ini Islam memanfaatkan MUI yang memang kerap 
dijadikan
>   rujukan dalam soal-soal keislaman. Dan lebih menakutkan lagi 
kemudian
>   karena mereka sudah memanfaatkan tangan-tangan negara seperti
>   Bakorpakem,
>   yang melalui sebuah proses pemantauan yang tak memiliki
>   pertanggungjawaban
>   publik yang jelas, menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah memang ajaran
>   yang
>   sesat.
> 
>   Saat ni, pemerintah belum mengeluarkan kata akhir. Surat Keputusan
>   Bersama
>   (SKB) yang ditunggu-tunggu kaum radikal itu belum lagi disahkan. 
Tapi,
>   dalam waktu yang sempit ini, mari kita mengingatkan bahwa bila 
bila
>   pembubaran Ahmadiyah terwujud maka sebenarnya kita sedang 
membiarkan
>   terjadinya penzaliman terhadap jutaan warga Indonesia serta 
mmbiarkan
>   kekuatan anti-demokrasi berkedok agama unjuk gigi mengarahkan 
politik
>   di
>   negara ini.
> 
>   Adalah sangat penting bahwa seluruh bangsa di negara ini diyakini
>   bahwa
>   ini adalah negara hukum yang tidak bersikap diskriminatif. Kaum 
preman
>   berjubah itu memang bisa saja berteriak, "Tai kucing itu HAM!" 
>   Masalahnya, mereka harus sadar bahwa, terlepas dari senang atau 
tidak,
>   Indonesia adalah sebuah negara hukum yang percaya pada 
perlindungan
>   HAM
>   sebagaimana tertuang dalm deklarasi Universal HAM dan UUD 1945. 
Banyak
>   dari para ulama itu juga berargumen bahwa di negara-negara seperti
>   Pakistan dan Saudi Arabia, Ahmadiyah dilarang. Para ulama yang 
buicara
>   seperti itu lupa dua negara itu adalah negara Islam. Indonesia 
bukan.
> 
>   Karena itu alasan untuk membubarkan sebuah ajaran - kalau itu 
memang
>   bisa
>   dilakukan - haruslah merujuk pada konstitusi. Dalam hal ini, 
terlepas
>   dari
>   para ulama MUI bilang apa, tak ada alasan untuk membubarkan 
Ahmadiyah.
>   Kalau saja Ahmadiyah adalah sebuah gerakan yang memprovokasi 
kekerasan
>   dan
>   mendorong para pengikutnya menyerang pihak lain, organisasi itu
>   sebaiknya
>   memang dibubarkan. Masalahnya, Ahmadiyah tidak bergaya begitu.
> 
>   Ahmdiyah itu sudah ada di Indonesia sejak 1920an. Pernahkah kita
>   mendengar
>   mereka melakukan aksi kekerasan dan menyerang pihak lain? Tidak. 
Dan
>   ini
>   bisa dijelaskan dengan merujuk pada salah satu dasar ajaran 
Ahmadiyah.
>   Mereka memang anti menggunakan kekerasan untuk memperjuangkan 
Islam.
>   Istilah jihad dalam komunitas Ahmadiyah dipercaya sebagai 
penyebaran
>   ajaran dengan cara dakwah dan persuasif. Justru karena sikap
>   anti-kekerasan inilah, Ahmadiyah dulu kerap dituduh sebagai 
gerakan
>   pro
>   kaum penjajah Barat.
> 
>   Secara ironis harus ditunjukkan bahwa dalam beberapa tahun 
terakhir
>   ini,
>   umat Ahamdiyah justru menjadi korban penindasan oleh kekuatan-
kekuatan
>   yang melecehkan hukum dan pemerintah. Permukiman mereka 
dihancurkan,
>   mereka diusir dan sebagian sampai sekarang harus ditempat 
pengungsian,
>   masjid-masjid mereka diluluhlantakkan, secara fisik warga 
Ahmadiyah
>   dipukuli, diteror. Dalam hal ini, sangat tidak masuk di akal bila
>   dikatakan bahwa Ahmadiyah meresahkan masyarakat karena
>   tindakan-tindakan
>   mereka.
> 
>   Karena itu, satu-satunya alasan untuk mempersoalkan kehadiran
>   Ahmadiyah
>   adalah soal penafsiran Islam. MUI memang sudah mengeluarkan fatwa 
yang
>   menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat. Dalam konteks
>   demokrasi,
>   mereka tentu berhak untuk mengeluarkan pernyataan semacam itu. 
Tapi
>   itu
>   tentu saja sebatas penilaian sejumlah ulama yang selalu mungkin 
salah.
>   Bukankah untuk menentukan kapan Iedul Fitri saja, ulama bisa 
berbeda
>   pendapat?
> 
>   Celakanya, sebagian pihak berusaha meyakinkan orang bahwa karena 
MUI
>   sudah
>   berkesimpulan begitu, itulah kebenaran absolut. Ini menggelikan.
>   Seandainya kita sempat membaca beragam ensiklopedi otoritatif di
>   berbagai
>   negara, terbaca jelas bahwa Ahmadiyah senantiasa dianggap sebagai
>   sebuah
>   aliran dalam Islam. Ensiklopedi Islam yang disusun Prof. Dr. 
Azyumardi
>   Azra saja jelas-jelas menulis Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam.
>   Kalau
>   Ahmadiyah memang sebuah aliran yang mengada-ada, masakan di dunia 
ada
>   puluhan juta umat Ahamdiyah?
> 
>   Perdebatan soal Ahmadiyah adalah murni soal penafsiran. Ahmadiyah
>   sepenuhnya mengakui rukun Islam dan rukun iman, sebagaimana 
diyakini
>   mayoritas umat Islam lainnya. Ahmadiyah mengakui Muhammad SAW 
sebagai
>   rasul terakhir dan Al-Qur'an sebagai kitab suci mereka. Namun 
penganut
>   Ahmadiyah juga meyakini bahwa di abad 19 lalu, lahir Mirza Ghulam
>   Ahmad
>   yang kemudian menerima wahyu dari Allah untuk merevitalisasi
>   ajaran-ajaran
>   yang dibawa Nabi Muhammad itu untuk menyelamatkan dunia Islam yang
>   saat
>   itu sedang terpuruk. Karena itulah, umat Ahmadiyah meyakini Gulam
>   Ahmad
>   sebagai penyelamat yang dijanjikan Allah dalam Al-Qur'an.
> 
>   Semua penganut Ahmadiyah tidak percaya bahwa Ghulam Ahmad sejajar
>   dengan
>   Nabi Muhammad dan rasul-rasul lainnya. Mereka hanya percaya bahwa 
6-7
>   abad
>   setelah Nabi Muhamad wafat, Allah menununjuk seorang terpilih - 
yakni
>   Ghulam Ahmad - untuk memimpin umat Islam meraih kembali kejayaan
>   Islam.
> 
>   Para ulama di MUI itu bisa saja tidak percaya dengan segenap klaim
>   itu. Tapi
>   di sini kita masuk dalam tataran penafsiran dan keyakinan. Selama
>   seabad
>   terakhir debat tentang kesahihan klaim Ghulam Ahmad merupakan 
salah
>   satu
>   isu yang penting dan terus hidup dalam dunia Islam. Tidak pernah
>   ditemukan
>   titik temu. Sekarang pertanyaannya, kalau ada perselisihan 
penafsiran
>   dalam sebuah agama, pantaskah pemerintah campur tangan dan 
menentukan
>   panafsiran mana yang benar?
> 
>   Eropa pernah memberi pelajaran yang sangat baik soal ini. Sekitar
>   sepuluh
>   abad yang lalu, para pemuka gereja diberi kewenangan seperti yang
>   dimiliki
>   MUI dalam kasus Ahmadiyah ini. Para petinggi gereja saat itu 
memiliki
>   kewenangan untuk memfatwakan siapa yang disebut sebagai menyimpang
>   dari
>   ajaran Kristen dan dengan itu dapat menggunakan negara untuk 
menghukum
>   mereka yang dinyatakan para petinggi agama itu sebagai murtad, 
kafir,
>   dan
>   sesat.
> 
>   Karena hubungan negara dan agama yang mesra dan saling 
memanfaatkan
>   ini
>   Eropa mengalami abad-abad kegelapan terburuknya, yang diwarnai 
dengan
>   penindasan, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, penzaliman mereka
>   yang
>   berada di luar ajaran Kristen resmi. Eropa terpuruk ketika 
petinggi
>   agama
>   berkuasa.
> 
>   Kita tahu semua, abad kegelapan itu juga sekaligus adalah abad
>   keterbelakangan Eropa. Di bawah para petinggi agama yang dengan 
yakin
>   merasa menjalankan amanat Tuhan untuk menjaga kesucian dunia, 
rakyat
>   hidup
>   dalam ketakutan - takut berpikir, berbicara, mencari ilmu 
pengetahuan,
>   berkarya. Lebih buruknya lagi, tatkala tahu bahwa tidak ada 
kontrol
>   terhadap mereka, para petinggi agama itu justru kemudian
>   menyalahgunakan
>   kekuasaannya untuk mengangkangi berbagai kenikmatan duniawi. 
Mereka
>   menjadi korup!
> 
>   Karena konteks itulah, setelah abad itu dilalui, Eropa tidak 
pernah
>   lagi
>   memberikan ruang bagi para petinggi agama untuk mengambil 
keputusan
>   dalam
>   kehidupan politik. Dalam demokrasi, agama adalah agama, negara 
adalah
>   negara. Agama disingkirkan karena dianggap tidak memberi ruang 
bagi
>   hak
>   untuk memiliki keragaman pendapat - sesuatu yang justru sangat
>   esensial
>   dalam demokrasi yang menghormati hak-hak asasi manusia.
> 
>   Ini yang sekarang persis terlihat dalam kasus gerombolan 'preman
>   berjubah'
>   di Indonesia ini. Mereka nampaknya percaya bisa menyetir negara 
ini
>   sesuai
>   dengan tafsiran sempit mereka. Mereka seperti bermimpi bisa 
menempati
>   kedudukan menakutkan para petinggi gereja abad kegelapan yang 
justru
>   adalah pangkal keterbelakangan Eropa.
> 
>   Sekarang, semua bergantung kepada pemerintah. Secara sederhana, 
ada
>   kubu
>   pilihan. Yang satu adalah kubu yang menghalalkan kekerasan atas 
nama
>   agama, yang percaya pada gagasan yang menolak keberagaman, gagasan
>   bahwa
>   hanya ada satu tafsiran tunggal seraya meniadakan yang lain. Di 
sisi
>   lain,
>   ada kubu yang percaya pada arti penting hak asasi manusia, pada 
hak
>   berbeda pendapat dan keyakinan, serta hidup dalam suasana yang 
tidak
>   merestui kekerasan.
> 
>   Semoga pemerintah mengambil pilihan yang benar.
> 
>   [Non-text portions of this message have been removed]
> 
>   ------------------------------------
> 
>   =======================
>   Milis Wanita Muslimah
>   Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun 
masyarakat.
>   Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI :
>   http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
>   Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
>   Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
>   Milis Keluarga Sejahtera mailto:[EMAIL PROTECTED]
>   Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]
> 
>   This mailing list has a special spell casted to reject any 
attachment
>   ....Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
>    
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke