Bila tetap bersama Indonesia yang terjadi jelas sekali, orang2 Papua akan 
kehilangan tanah mereka, hutan beralih rupa jadi perkebunan kelapa sawit, 
industri pertanian, dan pertambangan. Hutan hilang, tanah ulayat hilang. Bila 
tidak musnah hanya akan jadi kuli dan homeless ditanah sendiri.
Kesemuanya itu hanya demi "fakta sejarah" semu omong kosong klaim sak enak 
udele dewe nan geragas akan wilayah.

---In GELORA45@yahoogroups.com, <jetaimemucho1@...> wrote :

Nah, ini orang-orang suku Papua yang ngerti akan bahayanya "pembangunan" yang 
digenjot pemerintah Jokowi-JK. Di kalangan orang-orang Papua sendiri diperlukan 
usaha untuk meningkatkan kesadaran untuk melindungi tanah dan hutannya sendiri. 
Pikiran kepala suku yang menentang Green Peace itu harus diluruskan. Rakyat 
papua tidak bisa berjuang sendirian untuk membela hak hidupnya. Harus sama-sama 
dengan rakyat di segala pelosok Indonesia lainnya yang juga mengalami 
penindasan yang sama. Itulah tugas yang mendesak. Bukannya "berjuang" untuk 
memisahkan diri dari Indonesia. Yang mendesak adalah berjuang untuk reforma 
agraria sejati dan pembangunan industri nasional. 

On Monday, April 2, 2018 4:20 AM, "Everistus Kayep everistus.kayep@... 
[GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> wrote:


 perkebunan skala besar (sawit) di selatan papua bikin rakyat pribumi 
menderita. saat ini pemerintah rencana bikin bendungan plta utk memasok listrik 
dan air bersih ke perkebunan sawit.
https://tribun-arafura.com/2018/02/13/forpa-bd-tolak-rencana-pembangunan-bendungan-plta-sungai-kao/FORPA-BD
 Tolak Rencana Pembangunan Bendungan PLTA Sungai KaoPosted pada 13/02/2018 oleh 
Tribun Arafura in Aksi Protes, Berita, Fakta Tanah Papua, PLTA Sungai Kao // 0 
CommentsFORPA-BD didampingi tokoh Adat Kati-Wambon melakukan Konferensi Pers di 
Prima Garden Waena, Jayapura, Senin (12/02) kemarin. Mereka secara tegas 
menolak Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao.@forpa-bdJAYAPURA, 
Tribun-Arafura.com — Forum Rakyat Papua Boven Digoel (FORPA-BD) menolak Rencana 
Pembangunan Bendungan PLTA Sungai Kao di distrik Waropko dan distrik Ambatkwi, 
Kabupaten Boven Digoel, Papua. Hal ini ditegaskan Sekretaris FORPA-BD Everistus 
Kayep melalui sambungan telepon di Merauke siang tadi, Selasa (13/02).“FORPA-BD 
dengan tegas menolak Pembangunan PLTA Sungai Kao karena lokasi yang dipilih 
merupakan tempat- tempat keramat yang memiliki nilai historis dan spiritual. 
Tempat-tempat ini telah dihormati secara turun-temurun dan tidak bisa 
dipisahkan dari kehidupan Masyarakat Kati-Wambon,” jelas Kayep.Kayep 
mengatakan, Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop adalah anak asli Wambon, 
kerabat Kati, sehingga tanpa perlu dijelaskan, beliau secara pasti mengetahui 
nilai historis dan spiritual tempat-tempat keramat tersebut.Menurut Kayep, 
pihaknya telah menginventarisir, setidaknya terdapat 24 tempat keramat di 
lokasi yang diincar pihak Pemerintah tanpa berkonsultasi atau sosialisasi 
dengan pemilik dusun. (Download: Sketsa Tempat-Tempat Keramat).“Ini seperti 
pencuri, diam-diam lakukan surveyuntuk studi kelayakan seolah-olah tanah ini 
tidak bertuan. Nanti setelah ada penolakan dari masyarakat baru pemerintah 
tersadar dari kekeliruannya dan kalang kabut mulai bikin jadwal sosialisasi,” 
jelas Kayep.Alasan lainnya, menurut Kayep, Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao 
disinyalir merupakan agenda terselubung pihak korporasi di wilayah Selatan 
Papua yang membutuhkan pasokan listrik murah dan irigasi. (Download : Peta 
Sawit Papua dan Peta Analisis Tanah Obyek Reforma Agraria di Boven 
Digoel).“Puluhan perusahaan Kelapa Sawit, Padi, Tebu, Kedelai, Jagung, HTI dan 
pabrik turunannya yang menguasai jutaan hektar tanah-tanah adat di Papua 
Selatan perlu pasokan listrik murah dan irigasi sehingga PLTA Sungai Kao 
berkapasitas 65,13 Megawatt merupakan jawaban pemerintah atas kebutuhan 
mereka,” jelasnya.Kayep mengatakan, pihaknya sempat menggelar Konferensi Pers 
di Jayapura pada Senin (12/02) kemarin didampingi para Tokoh Adat Kati dan 
Wambon dan mereka dengan tegas menolak rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao. 
(Baca :Siaran Pers FORPA-BD Tentang Penolakan Pembangunan PLTA Sungai 
Kao).Ditanya tentang status proyek ini, Kayep menjelaskan, FORPA-BD sudah 
menelusurinya ke Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR di Jakarta. “Sumber 
kami di Ditjen SDA mengatakan, yang terprogram secara nasional hanya 65 
Bendungan sejak 2014-2019. PLTA Sungai Kao tidak terdaftar untuk proyek TA 2018 
maupun TA 2019. Di Papua yang terdaftar untuk dibangun pada TA 2018 adalah 
Bendungan Baliem di Kabupaten Jawawijaya,” jelas Kayep.Kayep menjelaskan, apa 
yang sedang dilakukan oleh PT. Aditya Engineering Consultant dari Bandung 
bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Boven Digoel saat ini adalah Studi 
Kelayakan untuk mengkaji, apakah PLTA layak dibangun di Sungai Kao.“PT. Aditya 
Engineering Consultant sudah memenangkan lelang untuk Studi Kelayakan 
Pembangunan Bendungan Digoel di Kementerian PUPR dengan nilai penawaran sama 
dengan nilai terkoreksi sebesar Rp 7 Milyar lebih,” kata Kayep sembari 
mengatakan, pengumuman pelelangan dan pemenang tender bisa diakses secara 
onlinemelalui alamat
https://lpse.pu.go.id/eproc/lelang/pemenang/28759064.Menyikapi Rencana 
Pembangunan PLTA Sungai Kao yang terkesan dipaksakan ini, Kayep mengatakan 
FORPA-BD siap mengawal pemilik tanah untuk melakukan penolakan sampai pihak 
pemerintah membatalkan rencana ini.“Kami sejalan dengan Masyarakat Adat 
Kati-Wambon, akan lakukan penolakan dengan berbagai cara, mulai dari Konferensi 
Pers, Mengirim Surat ke Kementerian PUPR Demonstrasi Massa, sampai pada 
pemalangan lokasi yang sudah di-survey,” tegas Kayep.Dari data yang dihimpun 
media ini, diketahui bahwa Rencana Pembangunan PLTA Sungai Kao dan Survey untuk 
Studi Kelayakan dilakukan tanpa sosialisasi dan menyasar tempat-tempat keramat 
sehingga mendapat penolakan dari berbagai komponen Masyarakat Adat Kati-Wambon 
di Waropko, Tanah Merah, Merauke dan Jayapura. (Baca : PLTA Sungai Kao Ditolak 
Karena Menyasar Banyak Tempat Keramat).[AB/TA]. Benarkah hegemoni negara maju 
ataukah karena perhatian terhadap keruskan hutan tanah ulayat yang dilakukan 
oleh rezim neo-Mojopahit dan konco bin sahatbat mereka dengan subsidi negara 
untuk membuat perkebunan kelapa sawit?http://www.suarakarya.id/ 
detail/64046/Hegemoni-Negara- Maju-Sebabkan-Sawit- Diperlakukan-Tidak-Adil

Hegemoni Negara Maju Sebabkan Sawit Diperlakukan Tidak Adil
Seminar persawitan diselenggarakan majalah Sawit Indonesia, Kamis (29/3/2018), 
di Jakarta. (suarakarya.id/laksito)29 Maret 2018 22:45 WIB 
Penulis : Laksito Adi Darmono
SuaraKarya.id - JAKARTA: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), 
mendukung penuh penguatan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Oleh 
karena itu, perlu dibangun kolaborasi dengan semua pihak, antarpelaku usaha, 
petani, dan pemerintah.“Kita melakukan kolaborasi, advokasi dan memperbanyak 
komunikasi dengan para pelaku usaha maupun pemerintah, agar kita satu suara 
dalam ISPO,” ujar Ketua GAPKI Kacuk Sumarto, dalam diskusi "ISPO dan 
Keberterimaan Pasar Global" yang diadakan Majalah Sawit Indonesia, di  Jakarta, 
Kamis (29/3/2018).Sertifikasi ISPO, menurut Kacuk bukan sekadar syarat untuk 
dapat ditetima pasar, namun sekaligus digunakan untuk membentuk perilaku pelaku 
industri sawit. “Untuk itu, sekarang tinggal proses mendapatkan sertifikasi 
ISPO dapat dipercepat,” ujarnya.Meskipun diakuinya, negara konsumen meminta 
banyak standar, utamaya dari aspek lingkungan, kesehatan, hak asasi manusia, 
namun adanya unsur kepentingan dagang dan hegemoni negara maju, mengakibatkan 
sawit diperlakukan tidak adil, seperti tindakan diskriminasi dan hambatan 
perdagangan. “Sehingga ISPO harus mampu menjawab tantangan itu,” ucap 
Kacuk.Rino Afrino Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit 
Indonesia (Apkasindo) menambahkan, kunci sukses dari pelaksanaan ISPO harus ada 
kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha perkebunan sawit.Kebijakan 
ISPO harus diikuti oleh terciptanya regulasi percepatan penyelesaian masalah 
yang dialami oleh petani. “Seperti penyelesaian lahan di kawasan hutan, gambut, 
STDB, lahan gambut, akses pasar dan permodalam,” ujarnya.Selain itu, katanya, 
kebijakan ISPO harus mendorong perbaikan tata kelola perkebunan, meningkatkan 
keberterimaan pasar dan peningkatan daya saing.Rino juga mengusulkan mandatori 
ISPO petani dapat berjalan asalkan pemerintah juga membantu untuk menyelesaikan 
persoalan petani seperti kebun petani di kawasan hutan dan legalitas. Kalau 
memang belum siap, maka mandatori ISPO petani diundur dari tahun 2020 menjadi 
tahun 2025."Usulan kami pemerintah membantu petani untuk menyelesaikan masalah 
yang dihadapi.. Untuk itu, mandatori dapat diundur menjadi 2025 setelah masalah 
petani dapat terselesaikan," ucapnya. *



  • [GELORA45] Hegemoni N... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
    • Re: [GELORA45] H... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
    • Re: [GELORA45] H... Everistus Kayep everistus.ka...@gmail.com [GELORA45]
      • Re: [GELORA4... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
        • Re: [GEL... Ronggo Gmail ronggo...@gmail.com [GELORA45]
          • Re: ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
    • Re: [GELORA45] H... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
    • Re: [GELORA45] H... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
      • Re: [GELORA4... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
        • Re: [GEL... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
          • Re: ... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
            • ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
            • ... 'Lusi D.' lus...@rantar.de [GELORA45]
              • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
                • ... Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke