Yang membawa soal 'apatis' kan Anda, dan kelihatannya pemahaman
Anda rancu dengan 'pesimis'. Apatis itu masa bodoh, tidak peduli.
Makanya saya perjelas dengan fakta:
"Anda sendiri menyimpulkan dengan baik bahwa pemilu dalam
sistem UUD amandemen ini lebih jelek (dari sistem UUD'45),
tapi toh sistem jelek ini tetap Anda dukung/biarkan sebagai penentu
nasib bangsa untuk 5 tahun ke depan.Apa yang tampak sebagai
dukungan inilah justru bentuk apatis yang sesungguhnya. Apatis,
masa bodoh, tak peduli. Biarpun sistemnya jelek, calon yang disediakan
pun jelek semua, masa bodoh amat, yang penting nyoblos salahsatunya...
Tunduk, tercucuk, tak berkutik!"
Jujur saja saya nyaris keselek kopi saking geli membaca cara Anda
membandingkan golput. Di era Orba "tidak ada salahnya" tetapi di era
pemilu yang Anda sebut jelek ini golput justru disalahkan karena
"tidak ada perubahaan apa pun". Betul pertanyaan Lusi, perubahan apa
yang sudah Anda dapatkan sejak Soeharto terjungkel (setidaknya sejak
pilpres 2014)?
Sekedar mengingatkan saja, Anda tidak boleh lempar kesalahan ke golput
atau siapa pun atas ketakutan Anda sendiri. Kalau takut idola Anda kalah
ya Anda coblos saja dia di pilpres, tidak usah paranoid dan lempar
kesalahan
ke orang lain. Tidak usah juga mengajak orang untuk ikut ketakutan. Cukup
yakinkan saja orang dengan perobahan baik (kalau ada) yang sudah dibawa
idola Anda.
Semua argumen Anda soal pilpres (dan menentang golput) jadi gugur
karena analogi pemilu Anda dengan makanan itu kok mirip Megawati yang
menganggap kemenangan di pilpres sebagai "buka puasa kekuasaan"; alias
memandang pemilu cuma untuk menang-menangan belaka.
--- SADAR@... wrote:
Biar lebih fokus lagi kemasalah pemilu dengan pilihan GOLPUT nya, baik
nya jangan terjebak soal apatis dan mana yang lebih apatis lagi. Betul
juga komentar bung Lusi, perjuangan rakyat tidak sebatas dipemilu
saja, jadi sekalipun golput tidak berarti apatis, masih ada yang lain
bisa dikerjakan.
Tapi, ... saya tetap pada pernyataan dengan GOLPUT, sadar atau tidak
berarti membiarkan kemungkinan yang lebih jelek berkuasa. Sedang
disaat ada kemungkinan mencapai yang sedikit saja lebih baik, itupun
harus diraih. Disitulah suara kita berikan, agar yang lebih jelek
tidak berkuasa. Yang jelas akan lebih celaka dan membawa penderitaan
berkepanjangan bagi rakyat banyak.
Saya melihatada perbedaan prinsip GOLPUT diera Suharto dan diera
reformasi-demokrasi sekarang ini. Diera Suharto sejak pemilu 1971
sampai terakhir 1997, hanya menjadi alat pengesahan jenderal Suharto
menjadi pemenang meneruskan kekuasaan saja! Tidak ada kekuatan apapun
yg bisa menjadi pilihan lain, ... sebelum pemilu dimulai juga sudah
bisa dipastikan Suharto menang, kok! Jadi, GOLPUT tidak ada salahnya.
Beda dengan pilpres langsung sejak tahun 2004, sekalipun juga tidak
terhindar adanya kecurangan-kecurangan yang terjadi, masih ada
kemungkinan pilihan yg diambil dari capres-capres yang muncul itu!
Dari yang jelek-jelek itu juga masih ada yang bisa dikategorikan lebih
jelek/jahat! Artinya, dengan sikap GOLPUT jelas TIDAK ada tujuan yg
bisa dicapai! TIDAK ada perubahan perubahan apapun, bahkan secara
tidak langsung membiarkan yang terjelek bisa berkuasa! Yang akan
membuat rakyat banyak lebih menderita berkepanjangan, dan perjuangan
rakyat akan jadi lebih berat dan lebih sulit lagi, ... Kenapa tidak
ikut berikan suara pada capres yg diperkirakan sedikit saja lebih baik
dan jangan biarkan yg terjelek itu berkuasa. Bukankah sesuai
perhitungan dengan keberhasilan yang sedikit lebih baik itu berkuasa,
keadaan akan maju sedikit lebih baik dan tidak sejelek yg terjelek itu
kalau berkuasa.
Sama halnya, disaat kita sudah menderita kelaparan berhari-hari, satu
ketika ada hidangan dimeja yang disuguhkan, sekalipun kita tidak suka,
selama kita perhitungkan ada menu yang yang lebih baik untuk
kesehatan, kenapa tidak kita makan saja dahulu. Atau lebih ekstrim
lagi, tapol didalam penjara yang kurang makan bergizi, kelaparan
berkepanjangan juga perlu tangkap kadal, tikus atau apa adanya saja
untuk dimakan menambah gizi, protein, ... jangan biarkan diri mati
percuma! Biarlah tubuh kembali cukup kuat dan berkemampuan meraih
tujuan berikut.
ajeg 於 29/8/2018 17:35 寫道:
Supaya fokus membahas pemilu (dan golput), topik ini
dipisah dulu dari thread sebelumnya (Meiliana Tanjung Balai),
kasus yang muncul akibat pemerintahan yang buruk.
=================
Apa iya golput bersikap apatis dalam pemilu?
Jelas tidak.
Kalau pun ada yang pesimis, kita semua tahu apa penyebab orang jadi
pesimis terhadap pemilu.
Anda sendiri menyimpulkan dengan baik bahwa pemilu dalam sistem UUD
amandemen ini lebih jelek (dari sistem UUD'45), tapi toh sistem jelek
ini tetap
Anda dukung/biarkan sebagai penentu nasib bangsa untuk 5 tahun ke depan.
Apa yang tampak sebagai dukungan inilah justru bentuk apatis yang
sesungguhnya. Apatis, masa bodoh, tak peduli. Biarpun sistemnya jelek,
calon yang disediakan pun jelek semua, masa bodoh amat, yang penting
nyoblos salahsatunya...
Tunduk, tercucuk, tak berkutik!
Golput tidak begitu. Sejak digulirkan pada Pemilu 1971, golput sudah
menjadi gerakan perlawanan akibat tidak terwakilinya aspirasi Rakyat
dalam pemilu. Dan, sejak diberlakukannya UUD amandemen, perlawanan
Rakyat melalui pemilu ini terpaksa menusuk lebih dalam lagi ke
persoalan sistem bernegara yang haluannya dirobah-paksa menjadi
neoliberal – perobahan paksa yang antara lain menghasilkan sitem
pemilu jelek ini.
Jadi, golput tidak apatis. Golput sangat peduli langkah bangsa ini
menuju cita-cita Proklamasi 17845, dan bukan hanya bicara
menang-menangan di satu-dua pemilu belaka.
Singkatnya, perlawanan golput sekarang lebih mendasar dan meluas ke 8
penjuru angin. Kalau disederhanakan, golput sekarang yah gerakan
menjaga kewarasan.
Gampangnya, ibarat disodori sajian menu-menu tak sehat ketika kadar
kolesterol sedang tinggi, jangan apatis, jangan masa bodoh. Tolak saja
karena tubuh Anda sedang tidak butuh menu begituan. Atau, jangan
berharap lahirnya kucing ketika pilihan yang disodorkan justru tikus
rumah dan tikus got. Jangan masa bodoh,
periksa dulu predator apayang disodorkan. Bisakah memenuhi aspirasi
akan lahirnya kucing dambaan.
--- SADAR@... wrote:
Justru akan lebih naif bersikap apatis, konkritnya memilih GOLPUT
tanpa bisa mencapai perubahan yg dimimpikan, sebalikinya bisa berarti
membiarkan yang terjelek berhasil berkuasa!
ajeg 於 28/8/2018 21:50 寫道:
Hasil baik seperti apa yang bisa didapat dari cara /
sistem yang buruk?
Terlalu naiflah berharap tikus melahirkan kucing.
--- SADAR@... wrote:
TIDAK, ...! Tidak ada anggapan hasil kemenangan dengan 37% lebih besar
dari 63%! Saya sepenuhnya juga yakin, pilpres secara langsung yg
dijalankan belasan tahun terakhir ini jauh lebih JELEK ketimbang
Presiden dipilih oleh MPR! Yang harus bertanggungjawab penuh pada MPR
dengan melaksanakan GBHN yang telah ditentukan MPR!
Yang jadi masalah yang harus kita hadapi secara nyata, keputusan
pilpres model sekarang inilah yang diberlakukan dan harus diikuti, ...
kekuatan rakyat belum cukup kuat untuk merubah lebih baik, kecuali
berusaha keras jangan pasangan capres yang terjelek berhasil berkuasa
saja!
ajeg 於 26/8/2018 21:02 寫道:
Karena Anda begitu meyakini 37% lebih besar dari 63%, alias
yakin 37% adalah suara mayoritas, maka saya yakin di antara kita
pasti ada yang kurang sehat.
Hehe...
--- SADAR@... wrote:
Apakah bung yakin dengan GOLPUT mencapai lebih 51%, misalnya,
AKAL-SEHAT itu bisa dicapai?
Bukankah seandainya hendak mencapai PEMILU yang lebih SEHAT, yang
dinamakan kekuatan rakyat itu harus mengajukan dan memperjuangkan
sekuat tenaga ide/pemikiran mekanisasi dan ketentuan-ketentuan PEMILU
yang dianggap lebih ADIL, lebih SEHAT, lebih menjamin keluarkan
pemimpin yg berkualitas, ...! PERJUANGKAN itu, ... syukur bisa
diterima dan itulah yang dijalankan.
ajeg 於 25/8/2018 23:36 寫道:
Memang, perlu pemikiran segar untuk paham apa itu akal sehat.
Jelasnya, Jokowi yang cuma mengumpulkan 37% suara dukungan
tapi diberi hak untuk berkuasa atas 100%. Di mana demokratisnya?
Di mana akal sehatnya?
Itulah yang hendak dicapai dengan bergolput, mengembalikan dulu
akal sehat ke tempatnya.
--- sadar@... wrote:
Tapi bung Ajeg, ... dari tulisan yang Fw. kan saya baca ulang juga
TIDAK menjelaskan apa yang hendak dicapai dengan GOLPUT. Kalau yang
bung maksudkan, mencapai golput mayoritas, jangankan golput bisa
mencapai 99%, sampai sekarang ini juga BELUM pernah mencapai 51%!
Tapi, sekalipun diambil contoh ekstrim, golput bisa tercapai 99%, juga
TIDAK MERUBAH hasil pemilu yang dimenangkan segelintir orang itu saja.
Lalu, apa yang bisa dicapai deengan golput? Karena memang spt bung
katakan pemilu kurangajar saja!
Sedang untuk merubah/memperbaiki saya yakin juga TIDAK akan tercapai
dengan golput itu! Justru dengan makin banyak yg golput, keadaan akan
terus lebih memburuk, apalagi dengan berhasilnya capres
terjelek/terjahat yang berkuasa! Bukankah dengan demikian rakyat
banyak jadi makin menderita berkepanjangan, ...
Salam,
ChanCT
ajeg 於 25/8/2018 15:25 寫道:
Apa yang hendak dicapai dengan bergolput sudah saya tulis
belasan tahun di berbagai milis termasuk di sini. Yang terbaru,
belum Anda tanggapi,
kontes idola
<https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/232032>
(kembalikan akal sehat ke tempat yang benar)
Yahoo! Groups
<https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/232032>
--- SADAR@... wrote:
Lho, ... bukankah dalam setiap langkah perjuangan HARUS
memperhitungkan setiap perubahan perkembangan yang terjadi untuk
pertahankan prinsip TETAP BISA MAJU lebih baik atau setidaknya
mengurangi penderitaan rakyat banyak, ... sekalipun sedikit saja!
Jadi, tidak main seruduk dengan main mutlak-mutlakan dan
absulut-absolutan saja, yang dengan kata lain RADIKALIS!
Disinilah perbedaan realistis dan radikalis, ... bisa tidak menemukan
taktik-perjuangan agar gerak kemajuan yang MASIH BISA dicapai sesuai
kondisi subjektif dan oebjektif yang dihadapi atau mengambil sikap
apatis, persetan dengan kedua capres-cawapres yang sama-sama jelek dan
jahat itu, dengan sikap GOLPUT membiarkan yang lebih jelek dan jahat
itu berkuasa!
Bahwa disekitar Jokowi masih tidak sedikit pejabat korup, pelanggar
HAM tentu TIDAK ada yang menyangkal, itulah kenyatan yang memang harus
dihadapi, ... dan harus terus diperbaiki dan diperjuangkan lebih baik
sesuai perkembangan kekuatan rakyat yang ada. Sebaliknya kalau
dibiarkan Prabowo yang berkuasa, apa keadaan bisa jadi lebih baik???
Atau coba kalian kasih argumentasi yang meyakinkan apa yang hendak
kalian capai dengan GOLPUT itu??? Bisakah dengan alternatif lain
mencapai tujuan mengurangi penderitaan rakyat banyak?
Tatiana Lukman 於 25/8/2018 0:49 寫道:
Ha...ha...emangnya baru tahu kalau si Chan itu orangnya sangat
oportunis!!! Saya dituduh mendukung Prabowo karena saya nyatakan
kritik si kader itu sesuai dengan kenyataan dan prakteknya Jokowi.
Setelah ada berita tentang si calon wakilnya Jokowi, langsung bilang,
sekarang lain lagi situasinya, harus dipertimbangkan pilih yang kurang
jahat, dengan insinuasi , pilih Prabowo. Eh, sekarang balik lagi ke
Jokowi!! Kebingungan dia nggak tahu yang mana yang kurang jahat!!
Karena sebetulnya dua-duanya SAMA JAHATNYA KEPADA RAKYAT!!! Soalnya si
Chan itu ingin menunjukkan, apapun dan bagaimanapun cara dan
argumentasinya,
supaya orang tidak Golput! Sama seperti dalam soal Tiongkok, si Chan
ingin menegakkan benang basah!!! Ya mana bisa!!!
On Friday, August 24, 2018 4:44 PM, Jonathan Goeij wrote:
Sebenarnya lebih mengherankan lagi itu anda bung Chan, sudah tahu
seperti yg anda uraikan dibawah, juga sudah tahu peranan Ma'ruf Amin
dalam membakar massa dengan memberi label penista agama dalam fatwanya
bahkan menjadi penggerak berbagai aksi akbar itu, sudah tahu si Jokowi
tidak becus dan tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai negara
melindungi rakyatnya sendiri dengan berkedok "tidak akan membela"
memerintahkan polisi secara tidak langsung memroses tuduhan dakocan
seperti itu, eh kok bisa2nya masih menyuruh orang2 mendukung tanpa
reserve kedua orang itu yang merupakan Pontius Pilatus dan Imam Besar
Kayafas dengan men-nakut2i mencegah yang jahat berkuasa.