Belum seminggu berlalu sejak wilayah Simeulue digoncang gempa pada 20 Februari 2008, sektor sebelah selatannya, Mentawai, digoncang gempa pula pada 25 Februari 2008. Kedua gempa merupakan gempa besar >7.0 Mw dan dangkal < 60 km. Tsunami tidak terjadi di kedua gempa tersebut. Korban tewas di bawah sepuluh orang. Beberapa bangunan rusak dan hancur. Wajar kalau penduduk sepanjang pantai barat Sumatra dan pulau2 di sebelah baratnya kuatir terus-menerus sebab wilayah ini tak pernah aman dari ancaman gempa dan tsunami, lebih-lebih lagi setelah gempa besar berkekuatan 8,9 SR dan tsunami masif menghancurkan wilayah utara Sumatra menewaskan korban sekitar 150.000 orang. Gempa Simeulue terjadi pada 20 Februari 2008 pukul 15:08 WIB, berpusat di bawah pantai timurlaut Simeulue pada kedalaman 35 km dengan magnitude gempa 7,4 Mw (7.0 SR - BMG). Gempa ini mengguncang Simeulue, Meulaboh, Banda Aceh, Medan, Tapaktuan, Padang, Sibolga, Bukit Tinggi, Payakumbuh, Lhokseumawe, Nias. Juga dirasakan sampai ke Malaysia dan Thailand. Berdasarkan data USGS centroid moment tensor solution, gempa ini telah mematahkan batuan secara thrust faulting (patahan naik) dengan jurus 134 deg NE, sejajar dengan arah sesar besar di wilayah barat Sumatra : Mentawai Fault. Melihat kedalamannya, hiposentrum gempa terjadi pada lempeng samudera Hindia yang sedang bergerak ke arah utara-timurlaut menekan lempeng kontinen Eurasia pada kecepatan 5,5 - 6 cm per tahun. Arah relatif gerak lempeng ini miring terhadap arah tepi lempeng Eurasia di lepas pantai barat Sumatra. Komponen gerak lempeng yang tegak lurus terhadap tepi lempeng ini menyebabkan penyesaran naik yang searah dengan tepi lempeng. Komponen gerak lempeng yang sejajar dengan tepi lempeng Eurasia lebih banyak diakomodasi oleh sesar-sesar besar di wilayah ini, yaitu Sesar Sumatra di daratan Sumatra dan Sesar Mentawai di lepas pantai barat Sumatra. Gempa Simeulue ini terjadi di ujung selatan rupture zone (zone koyakan) gempa besar 26 Desember 2004 yang bermagnitude 9,1 Mw, juga pada ujung utara rupture zone gempa Nias 28 Maret 2005 yang bermagnitude 8,6 Mw. Sejak tahun 2000, sebagian besar Palung Sunda yang terletak antara Andaman dan Enggano dalam jarak lebih dari 2000 km telah terkoyak-koyak oleh serangkaian gempa besar yang berhubungan dengan subduksi antar lempeng di wilayah ini. Gempa Simeulue dilaporkan tidak memicu tsunami karena satu syarat tsunami tidak dipenuhinya : gempa terjadi di darat. Gempa Mentawai menyusul terjadi lima hari kemudian pada 25 Februari 2007 pada jam yang hampir bersamaan : sore hari pukul 15:36 WIB. Ini gempa baru, bukan gempa susulan gempa Simeulue. Gempa berpusat di laut sekitar 25 km sebelah tenggara Pulau Sipora yang merupakan bagian rangkaian Kepulauan Mentawai. Hiposentrum gempa barada pada kedalaman 35 km dengan magnitude 7.0 Mw (7.2 SR - BMG). Gempa Mentawai ini mengguncang Kepulauan Mentawai, juga ikut dirasakan goyangannya di Pekanbaru, Bengkulu, Padang, Singapura, dan Malaysia. Berdasarkan data USGS centroid moment tensor solution, gempa ini telah mematahkan batuan secara thrusting, patahan naik, dengan jurus 126 deg NE, sejajar dengan Sesar Mentawai. Mekanisme pematahan gempa ini persis gempa Simeulue yang terjadi lima hari sebelumnya, yaitu pematahan naik pada kerak samudera Hindia. Gempa ini sebenarnya memenuhi keempat syarat terjadinya tsunami. Tetapi, parameter magnitude dan kedalamannya kelihatannya hanya di ambang batas untuk bisa memicu tsunami. Gempa-gempa besar (7+ SR) telah melanda wilayah lepas pantai barat Sumatra sejak akhir 2004. Tercatat : gempa Sumatra-Andaman 26 Desember 2004 (Mw 9,1), gempa Nias 28 Maret 2005 (Mw 8,6), dua kali gempa Bengkulu 12 September 2007 (Mw 8,4 dan 7,9 Mw). Gempa Simeulue 20 Februari 2008 (Mw 7,2) dan gempa Mentawai 25 Februari 2008 (Mw 7,0). Demikian, di Indonesia Sumatra memang wilayah yang paling sering dilanda gempa-gempa besar. Sumatra : Living on the Edge Salam, awang
--------------------------------- Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search.