Minarwan,
 
Tanggapan kedua saya atas ulasan kedua Minarwan :
 
1. Merapi memang telah aktif sejak beberapa bulan sebelum terjadi gempa Yogya 
pada 27 Mei 2010. Saat terjadi gempa Yogya, aktivitasnya meningkat beberapa 
hari kemudian. Saat itu ramai pula diskusi di milis bahwa keduanya saling 
berpengaruh, ada yang bilang gempa dipicu Merapi, ada yang bilang sebaliknya. 
Saya berpendapat aktivitas Merapi sebelum gempa tak ada hubungannya dengan 
gempa; tetapi setelah gempa aktivitas Merapi sedikit/banyak dipengaruhinya. 
Wikipedia memang tidak peer-reviewed, tetapi ulasan2-nya menurut hemat saya 
bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
 
2. Lubang kepundan Merapi dan sumbat Merapi ada beberapa, di area yang tak 
tersumbat magma bisa menembus dan turun sebagai lava. Lava pun bisa menembus 
beberapa bagian sumbat yang mengakibatkan deformasi sumbat lava. Justru 
mekanisme inilah yang memudahkan gugurnya sumbat lava. Jadi, turunnya lava 
tidak bisa diartikan bahwa semua sumbatnya telah tidak ada.Tiga hari setelah 
gempa Yogya, aktivitas awan panas meningkat. Awan panas ini (nuee ardente) 
kebanyakan berasal dari guguran sumbat lava lama. Terobosan lava telah 
memudahkan gugurnya sumbat lava, saat pada waktunya sumbat itu digoncang gempa 
dan beberapa hari kemudian runtuh. Barangkali Minarwan ingat bahwa saat itu 
rakyat Yogya hendak naik ke arah Kaliurang menghindari isu tsunami dari gempa 
Yogya, tetapi dari atas Kaliurang awan panas mulai meningkat.
 
3. Lava basalto-andesitik pada dasarnya berkomposisi lebih basa dibandingkan 
andesit-basaltik yang intermediat atau riolitik yang asam. Semakin basa lava 
semakin mudah dibangkitkan oleh suatu aktivitas. Magma Merapi meskipun 
dikatakan basalto-andesitik, berbeda dalam komposisi SiO2-nya dibandingkan 
dengan Merapi, relatif lebih asam; semakin banyak SiO2 semakin kental dan 
kecenderungan membentuk sumbat lava semakin besar. Goncangan gempa adalah 
energi yang akan mengaktivitas fluida, fluida apa pun itu yang ada di bawah 
permukaan; bisa migas, air, maupun magma. Saat "dikocok" begini, lava basal 
akan lebih merespon dibandingkan lava asam; maka meskipun Semeru terletak lebih 
jauh dari episentrum gempa Yogya, peningkatan aktivitasnya bersamaan dengan 
Merapi yang lokasinya lebih dekat. Jadi, respon Semeru cepat; respon Merapi 
relatif lebih lambat karena komposisi kedua gunungapi ini relatif berbeda dan 
tambahan pula di puncak Merapi terdapat beberapa sumbat
 lava lama.
 
4. Saya pernah menulis di majalah Tempo soal hubungan getaran gempa dan 
aktivitas gunungapi di sekitarnya, saat mengulas betapa seringnya gempa di area 
Minahasa-Halmahera dan gunungapi2 di sekitarnya yang dipengaruhinya (Soputan, 
Gamalama, Gamkonora). Semakin asam semakin susah dipengaruhi sebab semakin 
kental. Tetapi semakin asam aktivitasnya akan semakin eksplosif. Krakatau 1883 
meletus saat kadar SiO2-nya 72 %. Saat ini terjadi diferensiasi magma di Anak 
Krakatau, tetapi ia masih di sekitar 50-an % SiO2-nya.
 
5. Semua gunungapi aktif mengalami siklus diferensiasi magmatik yang kemudian 
akan tercermin kepada aktivitasnya. Gunungapi yang mudah teraktifkan adalah 
yang saat itu tengah di puncak siklus, dalam kondisi yang saya sebut "critical 
venting system". Apa pun gangguan (perturbation) terhadapnya akan mempengaruhi 
aktivitasnya. Lebih-lebih lagi saat itu Merapi sudah memulai aktivitasnya 
terlebih dahulu dibandingkan dengan gempa Yogya. Ia tengah aktif. Saat gempa 
besar Aceh Desember 2004, Nias Mei 2005 Merapi tengah tak aktif, saat gempa 
Pangandaran Juli 2006, Merapi sudah menuju ke siklus bawahnya lagi. Itu juga 
yang saya pakai sebagai penyebab mengapa gununglumpur tua dari 
Pulungan-GunungAnyar-KalangAnyar yang sama-sama seletak segaris dengan Lusi tak 
direaktivasi, sebab ketiga gununglumpur ini berbeda stages-nya dengan Lusi. 
Mereka sudah melewati stage 4 gununglumpur, sedangkan Lusi mau dari ke-3 menuju 
ke-4. Stage 1-4 gununglumpur bisa dilihat di paper
 saya di Proceedings IPA 2008 tentang gunung2lumpur di Jawa (Satyana and 
Asnidar, 2008).
 
6. Transient pressure change dan permanent stress change dari Walter et al. 
(2007)  sekali lagi tidak memasukkan komposisi magmatik. Perubahan tekanan 
akibat getaran itu akan direspon dulu oleh kondisi reologi dan komposisi magma. 
Kemudian, percobaan mereka tak memasukkan vektor propagasi gelombang gempa saat 
itu. Vektor gelombang gempa ini lebih ke arah timurlaut dan timur menuju Tuban 
dan Semeru, daripada ke arah utara-baratlaut menuju Merapi. Ini bisa dicek 
ulang dengan plotting semua aftershock gempa Yogya yang juga menunjukkan vektor 
ke arah timurlaut. Maka meskipun jarak Semeru lebih jauh dari episentrum 
(relatif dibandingkan terhadap Merapi), propogasi stress sebenarnya lebih 
banyak ke arah Semeru. Yang tergetarkan di Merapi saat itu lebih banyak di 
permukaan Merapi (oleh surface wave gempa), bukan dapur magmanya oleh bodywave 
gempa; maka ia hanya meruntuhkan beberapa sumbat lava yang memang sebelumnya 
sudah digerus lava baru.
 
7. Gunung Kelud mengapa tak ikut direaktivasi saat itu, saya pikir apa yang 
dipikirkan Minarwan sudah benar yaitu bahwa saat gempa Yogya terjadi, ia tidak 
dalam kondisi sebagai critical venting system. Bukan Kelud saja, mengapa Lawu 
pun tidak. Untuk memeriksa kebenaran pernyataan saya ini bisa dicek dengan 
mudah, tinggal mengumpulkan monitoring harian Gunung Kelud dan Gunung Semeru 
pada hari2 sebelum gempa dan sesudah gempa. Kelud pun kita tahu kemudian 
meningkatkan aktivitasnya kan; apakah itu berhubungan dengan gempa Yogya 
sebagai apa yang disebut Mellors et al. (2007) sebagai possibility of delayed 
triggering, bisa diselidiki lebih jauh.
 
8. Gempa 2001 di area Yogya sedalam 130 km kalau diplot di gambar skematik 
konvergensi lempeng di selatan Yogya sampai area Merapi mestinya itu slab 
earthquake; coba dicek lagi apakah ia mempengaruhi aktivitas Merapi; saya 
meragukannya. Slab earthquake karena reologi mantel yang lebih kecil 
dibandingkan reologi slab, maka propagasi getaran tidak akan vertikal menuju 
permukaan, melainkan akan diagonal merambat sepanjang slab dan akhirnya 
mempengaruhi bagian updip dan permukaan slab yang jatuhnya ada di selatan garis 
pantai atau bahkan Samudera Hindia. Lagipula berapa dalam dapur magma Merapi 
itu, saya tidak yakin ia mengadakan kontak dengan slab yang menunjam di 
bawahnya.
 
salam,
Awang

--- Pada Sen, 8/3/10, MINARWAN <minarw...@gmail.com> menulis:


Dari: MINARWAN <minarw...@gmail.com>
Judul: Re: [iagi-net-l] Uneg-uneg..LUSI
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Senin, 8 Maret, 2010, 4:26 AM


Wah, jawaban Pak Awang sungguh panjang dan membuat saya berpikir lebih
jauh serta berusaha mencari referensi-referensi yang Pak Awang
kemukakan. Terima kasih atas respon Pak Awang yang sangat lengkap ini.

Saya ingin menanggapi beberapa paragraf saja di email Pak Awang
(berhubung saya cuma sempat membaca sedikit referensi saja). Tanggapan
saya ada di bawah paragraf Pak Awang.

Salam
mnw

2010/3/3 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>:
> Ada satu hal yang Minarwan tak libatkan dalam ulasan di bawah, yaitu 
> komposisi magma antara Merapi dan Semeru. Propagasi energi gempa Yogya 27 Mei 
> 2006 jelas akan lebih cepat sampai ke Merapi dibandingkan ke Semeru 
> berdasarkan jaraknya. Tetapi saat getaran ini sampai ke dapur magma kedua 
> gunungapi itu, terjadilah perbedaan respon karena perbedaan komposisi magma 
> kedua gunungapi ini. Kedua gunungapi ini komposisinya berbeda, silakan cek 
> katalog gunungapi (Kusumadinata, 1979).
>
> Lagipula, Merapi terkenal punya sumbat lava di lubang kepundannya hasil 
> erupsi sebelumnya yang membuat ia tak segera merespon getaran gempa Yogya 
> padahal jaraknya hanya 50 km; lalu respon itu baru muncul bersamaan dengan 
> respon reaktivasi Semeru pada hari yang bersamaan meskipun Semeru jaraknya 
> enam kali lebih jauh dari episentrum gempa. Silakan cek untuk lebih detailnya 
> di publikasi Walter et al. (2007) : Volcanic activity influenced by tectonic 
> earthquakes : static and dynamic stress triggering at Mt Merapi - Geophysical 
> Research Letters 34, L05304.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Saat saya sedang mencari komposisi magma Merapi dan Semeru, saya malah
menemukan kisah erupsi Merapi di Wikipedia yang katanya telah aktif
sejak bulan April 2006, yang ditandai dengan meningkatnya aktifitas
seismik, dll. Berita itu ada di alamat berikut ini:
http://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Merapi

Dari Wiki ini kita bisa membaca bahwa pada 19 April sudah ada asap
yang keluar, dan pada awal bulan Mei aliran lava sudah terlihat dari
Merapi, dengan kata lain Merapi memang sudah aktif dan telah hendak
mengeluarkan isi perutnya sejak sebelum gempa pada tanggal 27 Mei
2006. Saya perlu pasang disclaimer di sini, Wikipedia bukan sebuah
referensi ilmiah peer-reviewed yang baik, jadi marilah kita anggap
sebagai sebuah rekaman kejadian saja.

Berkenaan dengan pernyataan Pak Awang tentang sumbat lava di lubang
kepundan Gunung Merapi, menurut hemat saya jika sudah ada lava yang
keluar, mestinya sumbatnya sudah tertembus, tapi tentu saja mungkin
interpretasi kita tidak sama. Lalu, dari segi keaktifan yang
dibandingkan oleh Haris dan Ripepe (2007) antara sebelum dan sesudah
gempa, sayang sekali tidak meliputi aktifitas Merapi sejak bulan April
2006. Mungkin aktfitas Merapi yang bulan April dan awal Mei (sebelum
tanggal 9 Mei 2006) tidak cukup signifikan secara statistik sehingga
tidak dimasukkan ke data mereka.

Dari makalah makalah Kyoshi Nishi et al. (2007) - Micro-tilt changes
preceding summit explosions at Semeru Volcano, Indonesia - Earth
Planets Space, 59, 151-156 (bisa digoogle), saya mendapatkan komposisi
magma Gunung Semeru yang katanya agak mafic (56-57% SiO2) dan mereka
kategorikan basaltik-andesit, yang mana terbaca sama dengan kompisisi
magma Merapi yang menurut Walter (2007) - setelah mengutip Voight et
al. (2000) - juga basaltik-andesit. Sayang sekali, saya tidak bisa
mendapatkan Kumumadinata (1979) untuk melihat perbedaan komposisi
seperti apa yang ada di Merapi dan Semeru.

Yang lebih penting lagi untuk saya pahami sebenarnya adalah bagaimana
hubungan antara kompisisi magma dan respon terhadap getaran. Saya duga
ini berkaitan dengan viskositas/kekentalan magma dan gas yang
responsif terhadap tekanan, tapi berhubung saya masih kurang banyak
membaca mengenai pergunungapian, saya tidak tahu pasti. Nanti
pelan-pelan saya berusaha mencari informasi lebih banyak tentang topik
ini.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

>
> Menurut hemat saya, jangan hanya selesai di cluster analysis statistics yang 
> hanya melihat jarak dan magnitude gempa dengan semua reaktivasi yang 
> disebabkannya (mud volcano, magmatic volcano, liquefaction, dsb.). Lihatlah 
> masalahnya satu demi satu secara individual. Bila kita hanya melihat 
> statistik saja tanpa menelitinya lebih jauh, maka kita akan sulit mengerti 
> mengapa kedua gunungapi yang jaraknya berbeda enam kali lipat terhadap 
> episentrum gempa tersebut bisa merespon gempa itu pada saat yang bersamaan.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Berbicara mengenai Walter et al. (2007), ada satu kalimat mereka yang
ditulis sebelum bab kesimpulan, di mana mereka mengakui bahwa Merapi
tampaknya tak terganggu/terpicu oleh aktifitas gempa yang lebih kuat,
seperti pada bulan Desember 2004, Mei 2005 dan Juli 2006. Kemungkinan
besar pada saat terjadi gempa yang lebih besar itu, Merapi dan
gunung-gunung lain yang dekat dengan sumber gempa tidak berada pada
"kondisi kritis", sehingga mereka tidak terganggu. Saya pikir
penjelasan demikianlah yang "logis" dan diperlukan untuk tidak membuat
hipotesis mereka dimentahkan oleh fakta bahwa tidak semua gempa
membuat gunung api meletus.

Walter et al. (2007) juga menyebutkan bahwa percobaanya menunjukkan
ada dua jenis perubahan tekanan yang dapat mempengaruhi dapur magma
Merapi, yaitu transient pressure change (berlangsung selama 20 detik
pertama sejak gelombang seismik sampai di dapur magma) dan permanent
stress change (static displacement) yang katanya tidak cukup kuat
untuk mengguncang dapur magma (dengan batasan 10 kPa). Menurut mereka
yang lebih penting adalah transient pressure change yang bervariasi
dari 10 kPa sampai dengan 60 kPa (bagi gunung Merapi, jika posisi
gempa seperti di gempa Jogja th 2001 dan 2006). Logikanya, jika sampai
ke Gunung Semeru, tentu transient pressure change ini akan lebih kecil
sehingga kita bisa mengasumsikan bahwa pengaruhnya ke Gunung Semeru
juga "lebih tidak signifikan". Sayang sekali, Walter et al. (2007)
hanya membuat model untuk Merapi, tidak ada model untuk Semeru
sehingga saya tidak bisa membandingkan besaran transient pressure
Merapi dan Semeru. Yang menarik untuk dikaji lebih jauh adalah apakah
gempa M 6.3 itu masih akan memberikan transient pressure sebesar
minimal 10 kPa ke dapur magma Semeru atau bagaimana?

Lalu kalau saya tidak salah, seingat saya ada Gunung Kelud di antara
Merapi dan Semeru. Mengapa Kelud tidak ikut terpicu oleh gempa M 6.3
di Jogja? Apakah faktor kondisi kritis ini tidak ada pada Gunung Kelud
pada saat itu?

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
>
> Begitu juga halnya dengan cluster analysis Manga dan Brodsky (2006) atau 
> Mellors et al. (2007) yang menampilkan plotting antara magnitude gempa dan 
> jarak reaktivasi semburan fluida (mud volcano, volcano, liquefaction, dan 
> sejenisnya) yang diakibatkannya, plotting ini selalu dipakai oleh Richard 
> Davies dan Mark Tingay untuk mengatakan bahwa gempa Yogya tak mungkin memicu 
> Lusi sebab lokasi Lusi terlalu jauh dari episentrum gempa Yogya dan gempa 
> Yogya terlalu kecil magnitudenya untuk bisa memicu Lusi. Mereka mengatakan 
> itu saja, hanya berdasarkan plotting, tak melihatnya lebih jauh secara 
> individual bagaimana gempa Yogya itu, bagaimana Lusi itu.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Sayang sekali saya belum sempat membaca Manga dan Brodsky (2006) dan
Mellors et al. (2007), jadi belum bisa berkomentar.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
>
> Coba cek publikasi Mellors et al. (2007) - Correlations between earthquakes 
> and large mud volcano eruptions - Journal of Geophysical Research 112, 
> B04304. Saya kebetulan bertemu Robert Mellors saat dia diundang UGM untuk 
> merayakan ulang tahun ke-50 Geologi UGM tahun lalu. Saya menanyakan plotting 
> korelasinya itu, dan dia mengatakan itu hanya statistik. Ada hal-hal yang tak 
> bisa didekati oleh ploting itu, yang dia katakan adalah : 1. robustness of 
> the correlation, 2. the exact triggering mechanisms, 3. magnitude thresholds 
> and triggering distances, dan 4. possibility of delayed triggering.
>
> Tolong diperhatikan butir no. 3; seberapa besar magnitude gempa baru bisa 
> memicu mud volcano dan seberapa jauh mud volcano itu dari episentrum gempa 
> adalah hal yang tidak diketahui. Juga butir no. 4 berhubungan dengan ulasan 
> Minarwan di bawah tentang lag time 11 bulan letusan Pinatubo setelah gempa - 
> itu dipertanyakan.
>
> Tentang pendapat/skenario Minarwan bahwa slab yang berhubungan dengan gempa 
> menyebabkan reaktivasi volkanisme, saya tak sependapat. Gempa di slab 
> (artinya gempa dalam) lebih akan merambat ke bagian updip slab tersebut 
> menuju overriding plate-nya sebab gempa di slab ada di lingkungan astenosfer 
> dan rheology upper mantle tersebut tentu lebih rendah dibandingkan slabnya 
> sendiri, maka propagasi gaya gempa akan merambat ke bagian updip slab. Dapur 
> magma umumnya masih di lower crust (kontinen/kerak akresi), jauh di atas 
> slab; maka gempa di slab tak akan merektivasi dapur magma itu sehingga 
> volkanisme tak akan terpengaruh oleh slab earthquake. Kasus gempa Yogya 
> adalah gempa di overriding plate, jadi tak ada hubungan sama sekali dengan 
> slab-nya yang tenggelam di bawah Jawa Tengah. Gempa di overriding plate akan 
> mempropagasikan gayanya secara lateral, tetapi akan lebih mengarah ke satu 
> azimuth bergantung pola rupture-nya. Dalam kasus gempa Yogya, propagasi gaya
>  itu lebih ke arah timur dan timurlaut (silakan cek aftershocks-nya)  dan 
> mengganggu keseimbangan semua fluida plumbing system atau venting system yang 
> berada di wilayah sapuan gaya gempa itu. Venting system adalah struktur2 
> bawah permukaan atau di permukaan yang setting geologinya siap mengalirkan 
> fluida ke permukaan.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Walter et al. (2007) mengatakan bahwa gempa M6.3 di Jogja pada tahun
2001 pada kedalam 130 km juga diikuti meningkatnya aktifitas Gunung
Merapi. Tampaknya, baik dalam maupun dangkal, Merapi terpicu oleh
gempa. Demikian yang saya pahami dari makalah Walter et al. (2007).

Untuk sementara demikian dulu, saya tambahkan lagi di lain kesempatan.


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++



-- 
- when one teaches, two learn -
http://www.geotutor.tk
http://www.linkedin.com/in/minarwan

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 29 November - 2 Desember 2010
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------




      ____________________________________________________________________
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! 
http://id.yahoo.com/

Kirim email ke