penjelasan cukup panjang dan lengkap meski pada bagian akhir tidak menunjukan pandangan sanak terhadap demokrasi itu sendiri apakah bisa digunakan ataukah bertentangan dengan Islam, setidak nya pernyataan ini terdapat dalam paragrap akhir. Sehingga saya pun bertanya, jika memang demokrasi tidak sesuai dengan kaidah islam lantas apa alternative sistim lain yang dpt digunakan wabil khusus untuk sebuah negara yg bernama Indonesia yang multi etnis dan agama, terutama untuk multi agamanya. jgn kan dengan agama lain dengan sama - sama islam sendiri kalau sudah bicara urusan ini akan beribu pandangan dan pendapat.
Ambil contoh untuk sebuah organisasi baik politik maupun sosial apakah bisa menghilangkan konsep demokrasi pd organisasi tersebut? sepengetahuan saya hampir seluruh ormas dan orpol selalu mengang kat tema atau isu bahwa organisasinya telah mengambil keputusan secara demokrasi melalui musyawarah mufakat. so, untuk lingkup kecil saja tidak bisa lepas dari sistim demokra si apalagi linglkup besar yang bernama NEGARA. Kalau saya boleh bertanya lagi, apa sesuatu yang tidak ada dalam terminologi islam berarti terlarang dan bid'ah? Dan apakah ilmu yang berasal dari western itu jelek dan bertenta ngan dengan nilai Islam? wassalam, harman -----Original Message----- From: Ahmad Ridha [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, May 11, 2004 11:28 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [EMAIL PROTECTED] Demokrasi Bismilahirrahmanirrahim, Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Dalam e-mail ini saya (dengan segala keterbatasan ilmu saya) ingin melihat posisi demokrasi terhadap Islam. Hal ini menurut saya penting karena politik sebagai bagian dalam hidup bernegara tidaklah luput dari Islam dan oleh karenanya harus dilakukan secara syar'i. Mohon maaf jika kurang berkenan. Demokrasi merupakan suatu nama yang tidak disebutkan secara eksplisit oleh Allah dan Rasulullah. Oleh karena itu untuk menakar nilainya kita harus melihat jati dirinya. Seperti halnya masa kini ada nama-nama seperti teh telur, wedang jahe, gelatin, wiski dan vodka maka untuk menilai nama-nama itu perlu dilihat sifat-sifatnya. Wiski dan vodka ternyata memenuhi sifat-sifat khamr yang diharamkan maka haramlah wiski dan vodka. Sedangkan teh telur dan wedang jahe jika tidak mengandung atau diproses dengan sesuatu yang diharamkan maka hukumnya kembali ke hukum asal yakni halal. Gelatin, yang sering digunakan dalam produksi makanan-makanan kecil, perlu diwaspadai karena sering berasal dari lemak babi. Dengan demikian, kita perlu mengetahui definisi dari demokrasi (democracy) untuk dapat menilainya. Istilah 'Demokrasi' atau 'Demokratis' juga sering memiliki makna yang berbeda-beda (mis. orang yang berkonsultasi sebelum memutuskan sesuatu sering disebut demokratis) namun di sini yang akan saya lihat adalah Demokrasi sebagi suatu sistem dan definisinya sedapat mungkin saya ambil dari sumber yang definitif. Menurut Merriam-Webster's Online Dictionary: http://www.britannica.com/dictionary?book=Dictionary&va=democracy&query=demo cracy 1 a : government by the people; especially : rule of the majority b : a government in which the supreme power is vested in the people and exercised by them directly or indirectly through a system of representation usually involving periodically held free elections 2 : a political unit that has a democratic government 3 capitalized : the principles and policies of the Democratic party in the U.S. 4 : the common people especially when constituting the source of political authority 5 : the absence of hereditary or arbitrary class distinctions or privileges Untuk masalah politik definisi no. 1 dapat mewakili. Untuk konteks Indonesia, dapat kita lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, 2001 pada entri demokrasi antara lain disebutkan: n Pol 1. (bentuk atau sistem) pemerintahan yg seluruh rakyatnya turut serta memerintah dng perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat; 2 gagasan atau pandangan hidup yg mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yg sama bagi semua warga negara. Sebenarnya masih panjang namun kira-kira tidak keluar jauh dari definisi di atas. Pada konteks Negara Republik Indonesia, konsep demokrasi termaktub dalam UUD 1945 yakni Pasal 1 (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***) http://www.mpr.go.id/h/index.php?fz=6 Definisi kedaulatan sendiri adalah (dalam KBBI, 2001): n kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah, dsb; Dan kedaulatan rakyat berarti (KBBI, 2001): kekuasaan tertinggi ada pd rakyat; demokrasi; Dari definisi-definisi di atas dapat kita ambil dua sifat dominan demokrasi yakni: 1. kekuasaan rakyat dalam artian penentuan keputusan berdasarkan mayoritas Keputusan yang diambil mayoritas harus dipatuhi oleh semua pihak dan menjadi patokan penentuan hukum. Dalam demokrasi tidak langsung penentuan suara mayoritas tersebut dilakukan melalui pemungutan suara di DPR. Sebagai contoh penerapannya dalam penentuan boleh tidaknya sesuatu, di Amerika Serikat minuman keras sempat dilarang (Amendment XVIII) namun kemudian larangan tadi dibatalkan (Amendment XXI). Lihat: http://www.usconstitution.net/const.html#Am18 http://www.usconstitution.net/const.html#Am21 http://www.usconstitution.net/constamnotes.html#Am18 http://www.usconstitution.net/constamnotes.html#Am21 Secara sistem, demokrasi memang hanya melihat kehendak mayoritas baik rakyat dalam pemilu atau pun parlemen dalam pembuatan undang-undang, dll. 2. kesamaan hak rakyat dalam kekuasaan tersebut Demokrasi memberikan hak yang sama dalam pengambilan keputusan tersebut bagi tiap warga negara. Di Indonesia ditentukan bahwa warga negara yang berhak mengikuti pemilu adalah (UU No. 12 Tahun 2003): - warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin - untuk dapat didaftar sebagai pemilih, juga harus memenuhi syarat: nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap http://www.kpu.go.id/peraturan_uu/UU_PEMILU.htm#babIII Kedua hal inilah yang diimplementasi di Indonesia melalui pemilihan umum. Sekarang bagaimanakah kedua sifat tersebut dalam Islam. 1. Penentuan keputusan berdasarkan mayoritas semata. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya): "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)." (QS. Al-An'aam 6:116) Ternyata dengan menuruti kebanyakan orang akan membawa kita kepada kesesatan. Bagaimanakah Allah mensifatkan kebanyakan manusia? "Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur." (QS. Al-Baqarah 2:243) "Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Maa-idah 5:49) Rasulullah telah mengabarkan kepada kita bahwa bahkan umat Islam akan terpecah dan banyak golongan yang sesat. "Dari Abu Amir Abdullah bin Luhai, dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu'awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata : Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda : Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kami dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. Adapun yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu "Al-Jama'ah". (HR. Ibn Hibban dan Asy-Syathibi dalam Al-'Itisham 2 : 189 menshahihkan hadits ini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab Silsilah Hadits Shahih No. 203 dan Shahih Tirmidzi No. 2128.) Dikatakan bahwa yang akan masuk surga adalah "Al-Jama'ah". Apakah itu berarti mayoritas? Ibnu Mas'ud berkata: "Al-Jama'ah ialah Orang yang menyesuaikan diri dengan kebenaran walaupun engkau seorang diri." (Abu Syamah, al-Hawadits wal Bida', hlm. 22, Abu Syamah menyebutkan bahwa perkataan ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Madkhal) Dalam lafazh lain disebutkan: "Sesungguhnya al-Jama'ah itu ialah menaati Allah, walaupun engkau seorang diri." (al-Lalaka'i. Syarhus-Sunnah 1:108-109). Kemudian bolehkah kita menentukan hukum semata-mata menurut mayoritas? Ternyata Allah berfirman: "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maa-idah 5:44) "Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim." (QS. Al-Maa-idah 5:45) "Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Maa-idah 5:47) Allah mensifatkan orang-orang yang tidak memutuskan perkara menurut yang diturunkan Allah sebagi orang-orang yang kafir, lalim, atau fasik. "Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur'an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu." (QS. Al-An'aam 6:114) Bagaimanakah jika ada perselisihan pendapat? Allah memberitahukan resepnya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisaa' 4:59) Islam juga mengenal majelis syura yang berisikan ahli ilmu. "Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka." (QS. Asy-Syura 42:38) Majelis ini untuk memutuskan urusan namun tetap dalam kerangka 'menerima seruan Allah' sehingga tidak boleh melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya. 2. Kesamaan hak rakyat dalam demokrasi. Dalam penyelenggaraan pemilu rakyat memperoleh hak untuk memilih dan dipilih. Untuk di Indonesia telah disebutkan di atas syarat-syarat warga negara yang mendapatkan hak tersebut. Sayangnya dalam demokrasi justru ada syarat-syarat yang terlupa. - dalam demokrasi tidak dibedakan antara orang beriman dengan yang tidak beriman - dalam demokrasi tidak dibedakan antara orang yang taat dengan orang yang fasik - dalam demokrasi tidak dibedakan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu Bagaimanakah masalah ini dalam Islam? Allah berfirman (yang artinya): "Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran." (QS. Al-Mu'min 40:58) "Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az-Zumar 39:9) "Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang;" (QS. Ar-Ra'd 13:16) Ilmu (agama) sangatlah penting dalam Islam. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah membuatnya memahami agama." (HR. Al-Bukhari dan Muslim) "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang berilmu). Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Fathir 35:28) "Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)." (QS. Al-Baqarah 2:269) Dengan demikian, apakah tepat memberikan hak yang sama dalam pengambilan keputusan kepada semua orang? Terlebih-lebih dalam urusan pemerintahan. Apalagi telah dijelaskan bahwa orang yang berilmu akan semakin sedikit. Rasulullah bersabda: "Di antara tanda-tanda kiamat adalah hilangnya ilmu, maraknya kebodohan, merajalelanya perzinaan, banyaknya orang yang meminum minuman keras, berkurangnya populasi kaum pria dan bertambahnya kaum wanita, hingga akhirnya seorang pria akan menjadi penanggung jawab bagi lima puluh orang wanita" (HR. Muslim) "Sesungguhnya Allah tidak akan menghapuskan ilmu agama dengan cara mencabutnya dari hati umat manusia. Tetapi Allah akan menghapuskan ilmu agama dengan mewafatkan para ulama, hingga tidak ada seorang ulama pun yang akan tersisa. Kemudian mereka akan mengangkat para pemimpin yang bodoh. Apabila mereka, para pemimpin bodoh itu dimintai fatwa, maka mereka akan berfatwa tanpa berlandaskan ilmu hingga mereka tersesat dan menyesatkan." (HR. Muslim) Semoga Allah menjauhkan kita dari pemimpin-pemimpin bodoh dan dekatkanlah kami kepada para ulama ahlus sunnah. Itulah sedikit pembahasan tentang demokrasi dan Islam. Apakah benar perkataan yang menganggap demokrasi sesuai dengan Islam? Apakah benar perkataan yang menganggap bahwa demokrasi adalah Islam itu sendiri? Memang demokrasi memiliki beberapa manfaat namun sebenarnya manfaat tersebut telah ada dalam Islam. Bukankah khamr juga dikatakan memiliki manfaat namun kita tetap dilarang darinya? "Jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk" (QS. An-Nisaa' 4:2) Jangan sampai kita menjadi orang yang menolak ilmu setelah jelas yang haq dari yang bathil. "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (QS. Thaahaa 20:114) "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imraan 3:8) "Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisaa' 4:115) Semoga Allah memberikan pemahaman agama kepada kita semua dan menetapkan kita pada kebenaran. Semoga Allah memberi kekuatan kepada para da'i dan memberi hidayah kepada mereka agar selalu berjuang sesuai dengan petunjuk-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Mohon maaf jika ada kesalahan dan mohon dikoreksi. Segala kebaikan datangnya dari Allah sedangkan keburukan datangnya dari diri saya sendiri dan syaithan yang terkutuk. Wa Allahu a'lam bish shawab. Ahmad Ridha ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net ____________________________________________________ ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net ____________________________________________________