Assalamu'alaikum wr. wb.
 
Barek atau ringan itu kan relatif, dulu dan sekarang adalah beda (sunatullah), nggak mungkin kita menghindarinya, makin banyak orang yang kritis maka kemaslahatan akan makin mendekat.
Kalau pajak dimaklumi dan dihayati sebagai bagian dari zakat, nggak bakal pernah pajak bisa lebih besar dari zakat. Kalau faham ini dipegang oleh sebagian besar muslim, merekan akan concern dengan pemerintahnya disetiap tingkatan, akan banyak orang yang bersikap seperti anggota DPR dari PKS cerita Ronald Putra, sehingga "masyarakat mengawal hukum" anjuran St Lemabnag Alam bisa terlaksana. Sayang kenyataannya agama masih sebagai alat saja untuk mencapai kekuasaan.
Antara specific dan general selalu saling berkait.
Salam
 
SBN
 
----- Original Message -----
Sent: Wednesday, September 03, 2003 8:50 AM
Subject: [RantauNet.Com] Renungan

Assl. WW
 
Mak kalau "be specific" & "be detail", apalagi ditambah bahasa yang lugas dan bahasa rakyat, kelihatannya enak tuh.
 
Lebih baik lagi seandainya begini. Kalau penelaahan mendalam dan fokus serta spesifik nantun, jadinya bukan makanan umum, tapi makanan orang yang ilmunya sudah tinggi, yang ikut serancaknya ya yang berilmu tinggi juga (selevel). Kalau begitu pembicaraan nggak tepat ditengah balai, tapi baganjua ka tompaik khusus, misanyo ka biliak.
 
Sebagai contoh katakata "terus mengikuti dinamika kompleksitas problematika kehidupan manusia sesuai fungsinya" & "para fuqaha terdahulu mengunci diri dalam kamar ilmu" barek untuak urang tangah balai, itu manuruik ambo. Baa nan lain?
 
Diamping itu yang dibawah ada yang mengganggu mungkin terbalik, pajak lebih besar dai zakat tuh.
 
Maaf kalau salah kata dan dianggap usil.
 
Wass. Ww
DM

SBN <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 
Assalamu'alaikum wr. wb.
 
Fiqih artinya hukum, saya berpendapat fiqih adalah hukum positif dan itu pernah terjadi ratusan tahun yang lalu dan tercatat juga dalam sejarah, pada waktu itu sangat efektif. Tapi tercatat juga implementasinya kemudian hari tidak berkembang sesuai dengan peradaban manusia, sehingga menjadi tertinggal dengan kebutuhan peradaban. Kelihatannya karena sangat terkooptasi oleh kekuasaan (hampir semuanya monarki) karena konsep kekuasaan absolut itu sendiri dilanggengkan oleh fikih yang dibuat oleh manusia. Anda menilai perkembangan fikih  terus mengikuti dinamika kompleksitas problematika kehidupan manusia sesuai fungsinya....
 
kenyataanya tidak, seandainya itu terjadi pastilah ummat Islam tidak akan terpuruk seperti sekarang ini. Boleh saja fikih menjadi cabang ilmu dan itu telah menjadi kenyataan, sayangnya wacana bahasan yang dilakukan terlalu menyempit kearah pengontrolan tingkah laku orang per orang, sementara itu bahasan yang sistemik justru tertinggal. Contohnya sampai sekarang para ahli fikih belum sampai pada kesimpulan bahwa pajak itu bagian dari zakat. Apalagi dalam bahasan bio-molekuler, terpaksa mengikut saja dari masyarakat belahan utara bumi. Al-Azhar saja baru membuka jurusan kedokteran pada tahun enam puluhan, padahal dia adalah universitas pertama di dunia. Saya juga mendengar beberapa kelompok di dalam maupun di negara lain sudah mulai nenperluas bahasan fikih, hanya agak disayangkan mereka justru banyak yang terjerembab mengulangi kesalah para fuqaha terdahulu mengunci diri dalam kamar ilmu. Contoh konkrit pembahasan yang dimulai oleh Cak Nur, Ulil dll belum apa-apa langsung di-kafir-kan. Masalah mendasar memang membebaskan kembali ummat Islam dalam berfikir, dimulai dengan memanusiakan manusia seperti yang benarkan.
 
Salam,
SBN 


Do you Yahoo!?
Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software

Kirim email ke