[zamanku] Bukti Keberadaan Tuhan
membutuhkan suatu sebab, kecuali bagian-bagian daripadanya saja. Kant yang sebagaimana disebut dipengaruhi oleh filsafat Hume, juga mengkritik argumentasi kosmologis. Baginya, dunia noumena (esensi) tidak bisa disimpulkan dari dunia fenomena (gejala). Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan eksistensil sebagai hal yang niscaya adalah tidak mungkin, sebab hal itu hanya mungkin dalam pernyataan logika. Argumentasi kosmologis ini memiliki kontradiksi-kontradiksi metafisik. Kritik Hume dan Kant bukanlah akhir dari problem argumentasi kosmologis. Pemikir-pemikir seperti Richard Taylor, Stuart C. Hackett, dan James Ross dapat disebut pembela argumentasi ini, dengan pertimbangan bahwa keberadaan Tuhan memang bukanlah hasil dari argumentasi, tapi paling tidak dengan argumentasi kosmologis diperlihatkan bagaimana dasar-dasar logis dalam kaitan antara suatu keberadaan yang terbatas dengan ada yang tidak terbatas. hmm... Nampaknya cerita saya ini akan menjadi tidak menarik kalau saya tulis lebih panjang lagi, jadi untuk sementara tulisan ini saya rasa cukup untuk menjawab teriakan beberapa orang yang kemarin suka teriak2 menolak keberadaan Tuhan. Hayuh buktikan kalau Tuhan itu tidak ada hihihi... Salam, Iman K. www.parapemikir.com/indo
[zamanku] Seks dan Spiritual
ingin berspritualitas bisa mengetahui gambaran versi yang lain, yaitu versi yang lebih bermutu dari sekedar konek dan konak. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Dulmatin : Martir atau Teroris ?
Salam... Mengikuti berita di media massa, seharusnya orang-orang seperti Dulmatin, Nurdin M Top, Dr.Azhari dan lain-lain itu sudah semestinya di cap sebagai teroris. TETAPI apakah kita mau adil untuk mengatakan bahwa dari sisi hukum sesungguhnya mereka bukanlah teroris. Menurut hukum, status seseorang baru akan diketahui jika jika ia telah terbukti secara sah telah melakukan tindakan melawan hukum di depan pengadilan. Jika demikian pakem hukum yang berlaku di seantero jagat raya ini, maka harusnya kita heran kenapa pula pulisi itu pada main hakim sendiri? Maen tembak mati? Tidak memberi ruang kepada hakim di pengadilan untuk mengadili? Alasan pak pulisi itu sangat sederhana, mereka melawan atau dikhawatirkan melawan. Dengan alasan yang sangat sederhana itu terasa menjadi tidak ada gunakan peralatan densus 88 yang begitu canggih, terasa tidak ada artinya teknik pengepungan, terasa semua teknik sudah buntu selain teknik jalan pintas, yaitu tembak mati tanpa perlu pengadilan lagi. (Apa polisipun sudah tidak percaya dengan pengadilan di Indonesia???) Kalo sudah begini, sangat sulit untuk mengatakan siapa sesungguhnya yang melawan hukum? Apakah menegakkan hukum dengan cara melawan hukum di anggap BENAR dan kita harus menyebutnya dengan pahlawan? Sementara disisi lain, orang-orang meregang nyawa ditembak mati sebelum di ketahui benar apakah dia betul-betul melawan hukum dan kita secara berjamaah harus menyebutnya sebagai teroris? Kalau terus terusan pulisi bertindak dengan cara seperti ini, saya sangat khawatir dikemudian hari mereka-mereka yang tewas di tembak mati itu bukannya malah dikenang sebagai teroris melainkan bisa berbalik arah. Mereka akan menjadi martir dan menjadi simbol perlawanan bagi orang-orang yang pernah ditekan dan di perlakukan dengan tidak baik oleh pulisi. Kekhawatiran saya ini sedikitnya sudah terbukti, kalau dulu ada di sebagian wilayah yang menolak jasad 'teroris' itu makamkan dikampung halaman sang 'teroris', tapi di wilayah lain mereka disambut bak pahlawan, di elu-elukan orang kampungnya sembari meneriakkan, mujahid...mujahid... Salam, Iman K.
[zamanku] Takdir
Salam... Beberapa hari yang lalu ada postingan yang dikirim ke mailing list parapemi...@yahoogroups.com yang isinya kira-kira mempertanyakan dan sekaligus mempersoalkan kelogisan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa semua fenomena alam itu terjadi karena masih adanya pengaruh faktor X sebagaimana yang di sampaikan oleh Bapak Tifakul Sembiring pada ceramah Idul Adha dipadang beberapa waktu yang lalu? Ter-inspirasi dari pertanyaan tersebut, saya tergerak untuk menulis tentang apa yang disebut dengan hukum sebab akibat secara umum dan apa yang disebut dengan faktor X secara khusus. Walaupun tulisan ini sejatinya ter-inspirasi dari persoalan fenomena alam, namun dalam penekanannya nanti mungkin saya akan lebih banyak menelusuri fenomena yang khusus yaitu apa yang disebut sebagai takdir dan apa yang disebut sebagai kehendak bebas plus juga akan menyinggung apa yang disebut sebagai Ketentuan yang terdefininsi dan apa yang disebut sebagai Ketentuan yang tidak terdefinisi dari si pemilik ketentuan yang maha Mutlak, yaitu Tuhan semesta alam. Kemerdekaan dan Pengaruhnya Kemerdekaan atau kebebasan adalah merupakan kenikmatan yang termahal yang pernah dimiliki oleh umat manusia. Sepanjang sejarah kehidupan manusia kita telah menyaksikan bersama bagaimana orang-orang diseluruh dunia, lintas ras, bangsa, bahasa bahkan agama yang telah rela mengorbankan seluruh harta, darah bahkan nyawanya sekalipun demi sesuatu yang disebut dengan kemerdekaan atau kebebasan. Rasanya hidup ini akan menjadi sangat terganggu dan bahkan sering sekali menjadi sangat menyakitkan jika seluruh gerak gerik dan aktifitas hidup kita di tentukan dibawah kekuasaan pihak lain. Kita bisa bayangkan betapa menyeramkan dan menakutkannya hidup dibawah cengkraman Harimau yang lapar ditengah hutan belantara atau bagaimana menyakitkannya berada dibawah kendali kekuasaan penjahat yang tidak berperikemanusian yang telah menguasai seluruh aktifitas kehidupan kita, seluruh gerak gerik dan aktifitas kita harus selaras dan sesuai dengan arahan dan kemauan sipenjahat, tidak ada lagi yang tersisa dan tidak ada lagi harapan untuk bisa selamat kecuali semuanya tergantung kepada kemauan si penjahat. Manusia sejak jaman dulu kala sampai abad milinium ini lebih banyak mengetahui bahwa rasa takut sedemikian rupa atas cengkraman “pihak lain” itu datangnya selalu berasal dari binatang buas dan dari manusia yang super kuat dan berkuasa plus jahat lagi. Namun demikian, walaupun cengkraman itu datangnya “hanya” dari binatang buas dan penjahat yang tidak berperikemanusian, tetapi sejarah telah mencatat bahwa teror yang telah dihasilkannya juga sangat luar biasa. Itu baru cengkraman dari “penguasa” yang terlihat. Akan lain halnya lagi jika manusia merasa dikuasai oleh suatu kekuatan yang Maha Dahsyat dan yang Maha Berkuasa plus tak terlihat, yang telah menguasai dan mengendalikan seluruh hidupnya dari alam yang ghoib baik diwaktu siang maupun diwaktu malam, diwaktu tidur maupun diwaktu terjaga, diwaktu sendiri maupun didalam kumpulan orang banyak, pastilah keadaan semakin parah, semakin menakutkan dan semakin menggetarkan jiwa. Dalam situasi seperti ini pastilah sudah tidak adalagi peluang untuk lolos dan selamat. Demikianlah situasi dan jalannya nasib seseorang jika dia berada dibawah kendali penuh dan obsolut oleh suatu kekuatan yang berasal dari luar dirinya. Dan pertanyaan sekarang adalah apakah betul bahwa semua aktifitas hidup manusia tanpa terkecuali dikuasai dan dikendalikan penuh oleh kekuatan yang maha dahysat dan ghoib, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa? Benarkah segala sesuatu yang ada dialam ini semuanya sudah diatur sedemikian rupa, sudah direncanakan sedemikian ketat dan telah digariskan “nasib”-nya sesuai kehendak yang Maha Kuasa dan yang Maha Ghoib, yaitu Tuhan semesta alam. Selanjutnya, benarkah akhirnya seluruh perbuatan manusia dan seluruh karakteristiknya juga sudah disetting dan disekenariokan sedemikian rupa sesuai kehendak Tuhan yang Maha Berkuasa? Atau, Apakah yang berlaku adalah sebaliknya? Bahwa seluruh manusia bebas melakukan apa saja dan dimana saja sekehendak hatinya. Apakah manusia memiliki kebebasan yang sempurna sehingga dengannya manusia dikatakan sebagai makluk yang terbaik diantara semua makluk Tuhan yang maha kuasa? Atau apakah ada celah lain dari dua kemungkinan tersebut? Apakah ada kemungkian teori ketiga, Jika iya bagaimana kita harus menjelaskannya? BERSAMBUNG… Salam, Iman K. http://www.parapemikir.com/indo/takdir.html
[zamanku] Agama sebagai biang kerok ?
Salam... Agama sebagai biang kerok ? Beberapa hari terakhir ini tiba-tiba ada orang yang teriak-teriak di milist parapemi...@yahoogroups.com mengumumkan ke jelekan agama Kristen dan agama Islam. Di sebelah sana berteriak Islam itu tidak beres, ini bisa dibuktikan dengan banyaknya ke-ngawuran yang dilakukan oleh pemeluknya. Belum lagi melihat kenyataan yang lain dimana kita bisa menyaksikan dengan mudah bagaimana negera-negara yang mayoritas penduduknya Islam ternyata negaranya miskin-miskin. Ini sangat berbeda dengan negera-negara yang mayoritas penduduknya beragama kristen, di negara yang mayoritas kristen penduduknya bisa hidup makmur dan sejahtera. Dengan melihat kenyataan ini maka bisa disimpulkan bahwa negara yang berpenduduk mayoritas Islam adalah negara yang terbelakang. Menyambut pernyataan atau tuduhan seperti itu, yang disebelah sini membalas dengan tak kalah sengitnya. Kawan yang disebelah sini mulai mengorek-ngorek ke-ngawuran orang Kristen dengan megungkit-ungkit kitab Injil mereka. Tidak puas dengan mengungkit-ungkit Injil, orang yang disebelah sini malah sekarang sibuk membandingkan dan menyalah-benarkan kitab-kitab antara kedua agama tersebut. Cerita diatas adalah cerita nyata, kita bisa menemukan banyak pertengkaran yang se-model dengan itu dimilist-milist yahoogroups.com. Sekarang yang menjadi pertanyaan kita adalah, betulkah agama Kristen dan agama Islam memang ngawur dan bermasalah sehingga menyebabkan banyak kejahatan kemanusian dan kemunduran/kemiskinan suatu negara? Jawaban saya tentu saja pernyataan itu salah total, karena apa yang dikatakan tersebut sangatlah bertolak belakang dengan kenyataan. Dalam ilmu logika dikatakan bahwa yang disebut dengan benar secara materi adalah adanya persamaan antara pernyataan dengan kenyataan. Jika dikatakan bahwa negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam telah menjadi miskin dan bodoh maka ini TELAH terbantahkah dengan sendirinya oleh fakta sejarah di mana pada masa lalu ada mayoritas penduduk suatu negeri yang beragama Islam ternyata terbukti kaya, makmur dan penduduknya pintar-pintar. Pun sebaliknya, jika dikatakan bahwa jika penduduk suatu negeri beragama Kristen maka otomatis negeranya bisa makmur dan maju, inipun terbantahkan dengan fakta sejarah karena kenyataannya eropa pada abad kegelapan tidak mengalami hal seperti apa yang di klaim tersebut. Melihat fakta sejarah ini maka adalah terlalu gegabah kalau seseorang menyalahkan agama sebagai kambing hitam atas gagalnya suatu persolan terlebih-lebih kepada persolan maju dan mundurnya suatu peradaban karena pada prinsipnya semua agama mangajarkan dan sekaligus mendorong pemeluknya kearah kebaikan materi dan non-materi. Kepada mereka yang sebentar-sebentar menyalahkan agama dan atau mengkambing hitamkan agama sebagai biang keladi persoalan kemanusian kita katakan bahwa ketahuilah obor penerang manusia adalah ilmu pengetahuan. Jika seseorang atau sekelompok orang meguasai ilmu pengetahuan maka niscaya dia atau kelompoknya tersebut akan menjadi orang yang tercerahkan dan maju dan juga ketahuilah, bahwa semua agama samawi mengajarkan pemeluknya untuk mencari ilmu pengetahuan. Jika faktanya semua agama mengajarkan pemeluknya untuk mencari ilmu pengetahuan maka dengan sendirinya sudah terbantahkan jika masih ada orang yang beranggapan bahwa agamalah sebagai biang kerok semua persoalan kemanusian. Dengan kata lain bisa disebutkan bahwa jika suatu kaum di suatu negeri memeluk agama Islam maka dia akan bodoh dan tertinggal jauh jika dia tidak menghargai ilmu pengetahuan, pun sebaliknya jika di negeri lain ada yang berpenduduk yahudi, nasrani dan lain-lain yang tidak menghargai ilmu pengetahuan maka niscaya kebodohan dan keterbelakangan akan menyertai mereka pula. Sungguh sangat indah ayat Al-quran yang selalu menyebut ilmu secara berdampingan dengan cahaya. Cahaya adalah penerang di dalam kegelapan, dengan cahaya manusia hewan dan tumbuhan bisa hidup dan kalau kita mau berpikir maka seharusnya kita bisa menterjemahkan apa yang dimaksud oleh Al-quran tersebut dengan menegaskan bahwa sesungguhnya dengan cahaya atau ilmulah maka manusia bisa menjadi orang yang beradab dan terpelajar. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Metode Filsafat
melibatkan banyak premis-premis yang memerlukan rumusan tersendiri.. Pada metode ini banyak jawab menjawab terjadi antara ahli kalam (tawawuf) dengan filsuf. Disini pembicaraan lebih ramai di sekitar hal-hal yang esktemporal dengan popularitas sebagai tumpuan dalam menghasilkan pengetahuan hikmah dan filsafat. Misalnya kita mengetahui secara umum (sudah populer) bahwa menguap didepan umum atau didepan mertua adalah tidak baik J . Pendapat menguap ‘tidak baik’ ini adalah perkara yang populer, bukan pada hakikat hikmah. Beda dengan hal yang ekstemporal, misalnya kita mengetahui bahwa jika si A dan si B sama dengan si C, maka ketiganya adalah sama. Maksudnya jika ada dua hal sama dengan hal yang ketiga, maka sebenarnya ketiganya adalah sama , atau kalau dalam rumus akan jadi begini : ‘sama dengan sama adalah sama.’ Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Lama dan Baru
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(An-Nuur : 35 ) Sekarang kita sudah melihat dua kelompok menterjemahkan isi alam semesta ini, ulama jaman dulu mengatakan semua yang ada dialam semesta ini adalah sesuatu yang baru dan berasal dari ketidak adaan, dan kelompok cerdik pandai mengatakan bukan demikian, semuanya berasal dari sesuatu yang ada. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Minta kembali ke dunia
Salam... Dulu belanda sering membicarakan langit dan bumi adalah dua hal yang terpisah! 'Kamu irlander yang penting sholat dan sedekah yang betul. Sana!, ndak usah urus urusan duniawi,' demikian 'perintah' dari menir-menir londo jaman tempoe doeloe kepada papi dan mami serta kakek dan nenek kita :) Supaya tertib sholatnya dan jangan sempet menjadi masyarakat yang maju dan berbudaya , maka belanda membangun banyak masjid yang bagus-bagus. 'Dan kowe pak tani, kerja yang keras...biar cepat panen dan ik beli you punya rempah-rempah, niy uang mukanya...' begitu kita dengar dari film-film bertema sejarah penjajahan belanda di era tahun 80-an. Kemarin bapaknya yang petani, sekarang dia menjadi petani dan sesok anaknya juga menjadi petani...(apes bener ekonomi indonesia). Supaya jangan sempet mikir tentang potensi dirinya...maka belanda nyogok masyarakat dengan uang ijon Sehingga orang jaman sekarang menyimpulkan bahwa memang terpisah urusan dunia dan akherat. bahkan matematikanya juga terpisah dan berbeda :) Sehingga orang jaman sekarang menyimpulkan bahwa kerja keras juga sudah tidak bisa diharapkan...pak tani dan tukang becak sebagai bukti nyatanya :) Sehingga orang jaman sekarang menyimpulkan bahwa kerja cerdas juga sudah tidak bisa menolong, masih banyak yang stress di ujung jembatan sana :) Sehingga orang jaman sekarang menyimpulkan bahwa kerja iklas lah jalan satu-satunya untuk melengkapi kedua jalan yang sudah bermasalah itu :) Padahal kalau kita ingat apa yang dikatakan Al-quraan pada surat al-baqarah ayat 167, dikatakan bahwa : Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka. Orang yang tadinya norak hidup didunia, dan seyogyanya bakalan direbus di neraka, TIDAK Lantas MENGATAKAN Tuhan tolong masukkan kami ke surga , tapi mereka mengatakan Tuhan , kembalikanlah kami ke dunia Kenapa mereka yang akan digoreng di neraka tidak minta dimasukkan kesurga? Ehh.Lho kok malah minta balik ke dunia? Apa ndak lebih enak disurga dari pada didunia ? Karena ternyata 'akherat' itu hanyalah sebuah istilah dari sebuah perjalanan yang satu...yakni keseimbangan hidup :) Kita lihat teori keseimbangan ini dalam rumus : Jika A dan B sama dengan C , maka ketiganya adalah sama. Artinya jika kembali kedunia sama dengan mendapatkan jalan ke surga, maka sesungguhnya surga itu adalah sama dengan jalan. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Bermakna
Salam... Nyai Loro Kidul pun menarik kais kereta kudanya meniti jalan ke angkasa. Begitu pula pendekar dari dunia kramat itu, melewati kobaran api yang dahsyat dengan menunggang kuda sembrani. Di sudut negeri yang lain, Gatot Kaca dan Superman tertegun satu sama lain menatap ke unikan kostum terbang masing-masing. Cerita demikian begitu akrab di telinga kita, kita bisa saja terbius atau ikut-ikutan menjadikan cerita seperti itu menjadi rujukan kita dalam berargumentasi ilmiah. Sebenarnya perlu ndak sih kita mengetahui cerita serupa itu? Apakah cerita seperti itu betul-betul ada atau hanya bohong belaka? Suatu hari kita harus mempertanyakan cerita serupa itu demi ketelitian kita dalam memilah baik dan buruknya pengaruh suatu cerita. Konon ada tokoh nyata ( Vampir) tapi diperkenalkan sebagai tokoh tahayul (fiktif). Sementara tokoh fiktif benaran ( Rambo), eh. malah di jadikan seolah-olah tokoh nyata. Tulisan ini tidak akan membahas ketokohan dan politisasi yang sedemikian rupa dan bukan pula bertujuan untuk menolak membaca novel dan komik :) Kritis dalam mempersoalkan cerita yang kita terima, bisa dimulai dari pengenalan kata. Pengenalan kata yang berhunungan dengan persoalan diatas didalam ilmu logika dikenal dengan istilah kata bermakna dan tak bermakna. Dalam pengertian kata yang lain dikenal ada istilah kata universal dan partial. Dan jika kita teliti, kita akan menemukan bahwa setiap kata universal selalu mempunyai dua macam pengertian, yaitu konotasi dan denotasi. Konotasi menunjuk kepada sifat-sifat khusus dari kata yang dibicarakan, misalnya kata 'manusia'. Manusia adalah kata yang tidak diberikan kepada sembarang benda, tetapi khusus hanya kepada sesuatu yang mempunyai sifat-sifat tertentu. Berdasarkan sifat-sifat khusus tersebut akhirnya kita bisa mengetahui bahwa yang namanya manusia itu adalah suatu makluk hidup yang mempunyai persamaan seperti hewan dalam banyak hal tetapi berbeda dalam beberapa hal, seperti kemampuannya untuk menerima pendidikan, bekerja dengan menggunakan teknologi atau alat, membuat sesuatu dengan menggunakan kemampuan akal dan sebagainya. Sedangkan denotasi menunjuk kepada barang apa saja yang dicakup oleh kata tersebut. Misalnya kata 'manusia', maka dia akan mencakup Budi, Carlie, Deni, Desi, Etty, manusia berkulit kuning, manusia berkulit putih, manusia berkulit hitam dan sebagainya. Suatu kata yang memiliki pengertian konotasi dan denotasi itulah yang disebut sebagai kata yang bermakna atau konotatif. Sedangkan kata yang hanya memiliki konotasi tetapi tidak memiliki denotasi (cakupan) disebut sebagai kata tak bermakna. Dari keterangan diatas sekarang kita bisa menguji, apakah kata-kata seperti Mak Lampir, Nyai Loro Kidul, Kuda Sembrani, Gatot Kaca dan Superman sebagaimana yang kita sebutkan diawal tadi itu termasuk kedalam kelompok kata yang bermakna atau tak bermakna. Kuda sembrani misalnya, kita mengenal nama itu dari cerita yang ditulis dibuku-buku komik dan dongeng, yakni seekor kuda yang memiliki sayap yang dapat terbang. Kita dapat menangkap pengertiannya, tapi sampai kapanpun kita tidak akan menemukan jenis kuda yang seperti itu didalam realita kehidupan. Karena ia tidak mempunyai realitas, maka dia tidak mempunyai denotasi. Dan setiap kata yang tidak mempunyai denotasi maka dia termasuk kedalam kata yang tak bermakna. Contoh yang lain adalah Superman, sama dengan cerita kuda sembrani, cerita tentang Superman juga hanya bisa kita dapati dari komik dan film saja, yaitu sosok jagoan yang bisa terbang kesana kemari dan kalau lagi marah, dia bahkan bisa mengejar dan meremukkan jet supersonik dengan menggunakan sorot matanya saja. Kita dapat menangkap pengertian dari cerita itu, tapi sama halnya dengan kuda sembrani, sampai kapanpun kita juga tidak akan pernah menemui manusia seperti itu dalam realitas. Dan sekali lagi, karena ia tidak mempunyai realitas, maka dia tidak mempunyai denotasi. Dan setiap kata yang tidak mempunyai denotasi maka dia termasuk kedalam kata yang tak bermakna. Catatan : Tidak setiap kata yang tidak bisa diobservasi secara indrawi adalah sama dengan kata yang tak bermakna. Kata seperti : Malaikat, Iblis, Surga, Neraka dan semacamnya adalah kata yang dapat dimengerti dan ada dalam realitas Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Kaidah Mutazilah-Keadilan Illahi
atas perbuatan jahatnya sementara orang itu sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk merubah situasinya. Salam, Iman K. www.parapemikir.com __ Search, browse and book your hotels and flights through Yahoo! Travel. http://sg.travel.yahoo.com
[zamanku] Filsafat Iluminasi dan Peripatetik
Salam... Kajian tentang filsafat pada dasarnya selalu ‘berputar’ disekitar kesejatian eksistensi (keberadaan) dan atau kesejatian esensi (keapaan) . Dari kedua ‘kesejatian’ ini yang manakah yang lebih utama? Didalam literatur kuno, kita bisa menemui setidaknya ada dua kelompok besar sebagai peletak dasar kajian-kajian filafat tinggi, dan masing-masing kelompok dikenal dengan kelompok metode iluminasi dan peripatetik. Metode iluminasi mempercayai bahwa dalam mengkaji filsafat tinggi (Ilahiah) atau ketuhanan, tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan argumentasi (istidlal) dan penalaran (ta’aqqul) saja, tetapi lebih dari itu yaitu diperlukannya penyucian jiwa serta perjuangan melawan hawa nafsu untuk menyingkap berbagai hakikat. Metode Iluminasi ini mendapat dukungan dari banyak pihak terutama kalangan filsuf Islam, penganut paham ini dinamakan dengan kelompok paham iluminasionis dengan tokoh-tokohnya yang terkenal seperti Syekh Syihabuddin Syuhrawardi. Berbeda dengan kelompok iluminasionis, kelompok metode peripatetik yang diilhami oleh Aristoteles mempercayai bahwa argumentasi adalah tempat bertumpunya segala persoalan. Kelompok ini terkenal dengan tokohnya yang bernama Syekh Ar Ra’is Ibnu Sina. Plato terkadang juga dikaitkan dengan kelompok iluminasionis, namun demikian bagaimana kebenarannya masih perlu dikaji lebih dalam lagi berhubung penulis sejarah filsafat yang terkenal seperti Syahristani sekalipun tidak pernah menyebut Plato sebagai penganut paham ini. Kecuali dengan apa yang dikatakan oleh Syekh Syuhrawardi dalam bukunya ‘Hikmah al Isyraq’ bahwa Phytagoras dan Plato adalah termasuk dari beberapa cendikiawan kuno yang menganut aliran iluminatif. Terlepas dari apakah Plato termasuk orang yang menganut paham iluminasionis ataupun bukan, namun kita perlu mengingat kembali landasan filsafat plato yang terkenal tentang hakikat (filsafat tinggi). Plato meletakkan pandangannya kepada tiga pilar utama yaitu : 1. Teori Ide. Menurut teori ini apa-apa yang disaksikan manusia didunia ini, baik substansi ataupun aksiden, pada hakikatnya semua itu sudah ada didunia lain. Yang kita saksikan didunia ini semunya hanya semacam cermin atau bayangan dari dunia lain. 2. Teori tentang roh manusia. Plato meyakini bahwa sebelum jasad manusia tercipta (manusia terlahir) , maka rohnya telah berada didunia lain yang lebih tinggi dan sempurna, yaitu dunia ide. Setelah jasad tercipta maka roh menempatinya dan sekaligus terikat dengannya. 3. Plato menyimpulkan bahwa ilmu itu adalah mengingat kembali (remind) dan BUKAN mempelajari, yakni apa saja yang kita pelajari didunia ini pada hakikatnya adalah pengingatan kembali terhadap apa-apa yang sudah pernah kita ketahui sebelumnya. Logikanya adalah karena sebelum roh bergabung dengan jasad, roh tersebut SUDAH ADA didunia lain yang lebih tinggi dan sempurna dan telah menyaksikan dunia tersebut, dan dikarenakan hakikat dari segala sesuatu itu adalah di ‘ide’ nya maka seyogyanya ide ini telah mengetahui berbagai hakikat. Dengan demikian, maka segala sesuatu yang ada setelah roh terikat dengan jasad tidak lain adalah sesuatu yang tadinya kita sudah tahu dan sekarang sudah terlupakan.. Plato menjelaskan kemudian bahwa karena roh sudah terikat didalam jasad, maka roh tidak bisa lagi mendapatkan cahaya sebagaimana yang tadinya dia dapatkan. Hal ini persis seperti tirai yang menghalangi cermin sehingga cermin tidak bisa menerima pancaran cahaya karena terhalang oleh tirai tersebut. Dan ini hanya bisa disingkap dengan proses dialektika, atau metode iluminasi (penyucian jiwa , penahanan hawa nafsu dll) sehingga pancaran cahaya dapat masuk lagi kedalam cermin dan dan sekaligus bisa lagi merefleksikan gambaran dari dunia lain tadi. Pandangan ini di tolak keras oleh Aristoteles, menurut Aristoteles perkara ‘ide’ itu adalah urusan mental (zhihn) , jadi tidak ada itu yang namanya universalia ‘ide’ . Kedua, masalah roh…, Aristoteles percaya bahwa roh itu diciptakan seiring atau hampir bersamaan dengan penciptaan jasad. Dan jasad bukan merupakan tirai penghalang sama sekali bagi roh, bahkan dengan ‘bantuan’ jasadlah roh baru bisa mendapatkan semua informasi dan ilmu baru. Pengetahuan dan informasi yang didapatkan roh adalah melalui perantara jasad berupa panca indra dan instrumen jasad lainnya. Dan lanjut Aristoteles lagi, bahwa roh itu tidak pernah berada didunia lain sehingga roh itu sudah built up dengan berbagai ilmu pengetahuan. Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Mengenal Metode Pemikiran Islam
Salam... Sebelumnya sudah kita bicarakan tentang dua metode filsafat yang paling berpengaruh, yaitu filsafat iluminasi dan peripatetik, yang mana satu sama lain mempunyai ciri khas dan perbedaan tersendiri. Metode Iluminasi sangat bertumpu kepada kemampuan kita untuk menahan hawa nafsu dan pencerahanan batin sebagai upaya untuk mencapai hakikat selain argumen dan penalaran. Sedangkan metode peripatetik sangat mengandalkan argumen sebagai tumpuan utama dalam mencari hakikat. Kedua metode ini pada perkembangan berikutnya diakui sangat mempengaruhi kebudayaan Islam. Pendukung dari kedua paham ini diantaranya adalah tokoh-tokoh besar didalam dunia Islam. Namun terlepas dari itu semua, didunia Islam sendiri dikenal juga beberapa metode lainnya yang juga sangat berpengaruh seperti metode tasawuf (irfan) dan metode kalam (teologi) . Sekarang mari kita lihat lebih kedalam lagi, mari kita perhatikan beberapa metode penting lainnya yang juga mempengaruhi corak filsafat dan yang berada langsung dibawah PENGARUH AJARAN ISLAM. Setidaknya sekarang kita bisa melihat ada 4 metode penting yang digunakan dalam pemikiran filsafat Islam, yaitu : 1. Metode Filsafat Argumentatif Peripatetik. Metode ini sangat mengutamakan silogisme (qiyas) , argumentasi rasional (istidlal aqli) dan demonstrasi rasional (burhan aqli) . Metode argumentatif peripatetik ini dikenal memiliki banyak pengikut seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, Mir Damad, Al Kindi , Ibnu Sina dan lain-lainnya. Tokoh paham ini yang paling menonjol adalah Ibnu Sina. 2. Metode Filsafat Iluminatif Metode ini seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bertumpu kepada argumentasi rasional, demonstrasi rasional dan serta berjuang melawan hawa nafsu dan menyucikan jiwa. 3. Metode Pengembaran Rohani (tasawuf) Metode tasawuf (irfan) semata-mata hanya bertumpu kepada penyucian jiwa dan mengadakan perjalanan guna mendekatkan diri kepada Allah sehingga mampu mengetahui dan sampai kepada berbagai hakikat. Beda dengan filsafat Iluminatif, metode irfan ini sama sekali tidak bertumpu kepada argumentasi rasional ataupun demonstarsi rasional. Berdasarkan metode ini tujuan bukan hanya untuk menyingkap hakikat TETAPI sampai kepada hakikat itu sendiri. Metode irfan memilik satu persamaan dan dua sisi perbedaan dengan metode iluminasi. Sisi persamaannya adalah bertumpu kepada penyucian jiwa. Sedangkan perbedaannya adalah tentang penggunaan argumentasi dan demonstrasi rasional. 4. Metode Teologi Argumentatif (kalam) Para teolog Islam (Mutakallimin) , seperti halnya para filsuf peripatetik bertumpu pada argumentasi penalaran dan demonstrasi rasional, namun demikian terdapat dua perbedaan yang mendasar didalam pengunaannya. Yang pertama, para teolog muslim khususnya kaum mu`tazilah menggunakan penalaran rasional ‘baik dan buruk’ berdasarkan kemampuan akal. Dan berdasarkan dengan prinsip ini maka kaum mu`tazilah mewujudkan berbagai prinsip yang lain seperti prinsip kelembutan, kewajiban atas Allah untuk mendahulukan yang baik dan sebagainya. Sedangkan para filsuf berkeyakinan bahwa prinsip ‘baik dan buruk’ merupakan prinsip yang relatif dan klaim manusia. Yang kedua, para teolog muslim mengklaim bahwa mereka lebih konsisten dalam membela Islam daripada filsuf, mereka berpendapat bahwa pembahasan filsafat adalah pembahasan yang bebas, mereka tidak menentukan tujuan ideologinya. Sementara teolog muslim jelas telah menentukan tujuan ideologinya. Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Irfan
Salam... Irfan atau tasawuf adalah sebuah fenomena tersendiri didalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Tidak seperti disiplin ilmu lainnya seperti ilmu fiqih, ilmu hadist, ilmu tafsir alquran, ilmu teologi, ilmu filsafat dan lainnya, ilmu irfan dianggap unik karena bisa dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang akademis dan sudut pandang sosial. Para ahli irfan, jika dilihat dari sudut pandang akademis, mereka disebut urafa, dan jika dilihat dari sudut pandang sosial, mereka disebut sufi (mutasawwifah). Urafa dan sufi tidak dipandang sebagai sekte yang terpisah didalam islam dan mereka sendiri mengakui perihal itu. Mereka bisa ditemui hampir disetiap sekte dan mazhab islam, tetapi pada saat tertentu mereka juga bisa bersatu membentuk kelompok sosial yang berbeda satu sama lain. Kelompok-kelompok sosial yang mereka bentuk sering menyita perhatian banyak orang-orang disekitarnya. Mereka sering mengasingkan diri dan atau diasingkan dari kelompok masyarakat islam lainnya. Faktor-faktor yang mengasingkan mereka dari kelompok masyarakat islam lainnya diantaranya karena serangkaian gagasan dan pendapat mereka yang sering dianggap aneh dan berbeda, seperti aturan khusus yang menentukan pergaulan sosial mereka, pakaian dan kadang-kadang cara mereka menata rambut dan jenggotnya serta tempat tinggal bersama mereka seperti pasantren-pasantren khusus dan lain sebagainya. Saya sebutkan demikian, bukan berarti secara serta merta semua penganut faham atau aliran irfan menunjukkan tanda-tanda lahiriah seperti itu untuk membedakan mereka dengan masyarakat umum lainnya, banyak juga diantara mereka yang tidak ikut-ikutan mengikuti pola berpakaian dan tampilan lahiriah dengan aturan-aturan khusus yang sedemikian itu. Namun demikian, walaupun diantara mereka ada yang berpakaian dan berpenampilan sebagaimana layaknya masyarakat umum lainnya, tapi pada saat-saat tertentu mereka semua bisa saja secara bersama-sama dalam metodelogi irfan/tasawuf (sayr wa suluk). Saya lebih condong untuk mengatakan bahwa golongan yang terakhir inilah yang disebut dengan sufi, bukan kelompok yang mengada-ada dengan pakaian dan jenggotnya supaya kelihatan sufi J Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa irfan/tasawuf bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang sosial dan sudut pandang akademis. Kita akan kesulitan membicarakan irfan dari sudut sosial karena kita harus meneliti terlalu banyak mazhab/sekte-sekte dengan corak dan kebiasaan mereka yang satu sama lain sering sangat berbeda. Saat ini yang mungkin dan yang mudah untuk kita telaah adalah melihat irfan sebagai disiplin ilmu secara akademis. Dilihat dari sudut pandang akademis, sebagai mana ilmu pengetahuan dan ilmu akademis lainnya, maka ilmu irfan-pun bisa dibagi menjadi dua cabang/aspek, yaitu aspek teori dan aspek praktik. Dari aspek praktik irfan menjelaskan dan menguraikan hubungan dan tanggung jawab yang diemban manusia kepada dirinya sendiri, kepada alam semesta dan kepada Allah. Kalau seperti itu terlihat pengertian irfan sama saja dengan pengertian akhlak (etika) , dan keduanya memang merupakan ilmu praktik. Namun demikian, walaupun dari sudut pengertian antara irfan dan akhlak lebih kurang sama saja, tapi dalam ‘aturan main’ dan fokusnya terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya. Bagaimana aturan main dan apa saja yang khas dari irfan ini nanti akan kita bahas pada artikel berikutnya yang kita beri judul ‘Mengenal Irfan”. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Kaidah Pokok Mutazilah
Salam... Kalau kita perhatikan sekilas tentang apa saja yang dijadikan kaum Mu`tazilah sebagai akidah pokoknya, nampaknya tidak ada yang aneh dan istimewa disana, bahkan poin nomor satu dan dua disepakati secara umum oleh banyak ulama sebagai dasar akidah islam itu sendiri. Tetapi kenapa pemikiran mereka ini bagi sebagian tokoh islam lainnya malahan dianggap sebagai sebuah pemikiran yang ‘berbahaya’ ? Mari kita lihat 5 kaidah pokok yang dijadikan pedoman oleh kaum mutazilah 1. Akidah Tauhid Sebelum ke pokok persoalan, kita tidak boleh lupa bahwa yang namanya tauhid itu memiliki beberapa jenis dan tingkatan, yaitu : tauhid zati (keesaan zat), tauhid sifati (keesaan sifat), tauhid af`ali (keesaan perbuatan) dan tauhid ibadi (keesaan ibadah). Tauhid zati : Artinya adalah bahwa zat Allah adalah satu dan tidak terpisah.. Tak ada tandingannya. Semua eksistensi yang lainnya adalah merupakan ciptaan-Nya dan eksistensinya jauh dibawah-Nya. Tidak ada satu eksistensipun yang pantas untuk diperbandingkan dengan-Nya. Tauhid Sifati : Artinya adalah bahwa sifat-sifat Allah seperti Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil dan seterusnya itu bukanlah merupakan eksistensi-eksistensi yang terpisah dari zat Allah. Sifat-sifat tersebut identik dengan-Nya, dalam pengertian yang lain bahwa sifat-sifat Tuhan itu adalah sedemikian rupa sehingga sifat-sifat-Nya merupakan realitas zat Allah sendiri, atau dengan kata lain bahwa manifestasi Tuhan itu adalah sifat-sifat ini. Tauhid af`ali : Artinya bahwa semua perbuatan-perbuatan (termasuk perbuatan mansusia,red) ada karena kehendak Alllah, dan sedikit banyak dikehendaki oleh zat suci-Nya. Tauhid ibadi : Artinya adalah bahwa selain Allah tak ada yang patut untuk disembah dan tak ada yang patut untuk diberi dedikasi. Menyembah atau beribadah kepada siapa atau kepada apa saja selain kepada Allah adalah syirik , dan orang yang melakukan hal seperti itu dianggap telah keluar dari tauhid islam. Kalau kita perhatikan sekilas, dari ke empat jenis tauhid tersebut, tiga yang pertama adalah berhubungan dengan Allah sedangkan yang terakhir (tauhid ibadi) adalah berhubungan dengan makhluk. Tapi secara prinsip tidaklah demikian adanya, pernyataan ‘La ilaaha ilallah’ adalah sebuah pernyataan yang meliputi semua aspek tauhid, termasuk didalamnya adalah aspek tauhid ibadi. Kemudian, dari keempat tauhid tersebut, tauhid zati dan tauhid ibadi merupakan bagian utama dari akidah-akidah utama Islam. Siapapun yang mempersoalkan dan menentang kedua tauhid tersebut maka dia dianggap sudah keluar dari area Islam. Sekarang kembali ke Mu`tazilah, bagi Mu`tazilah, yang disebut tauhid itu adalah tauhid sifati, bukan tauhid zati dan tauhid ibadi seperti yang sudah disepakati kebanyakan orang. Bahkan juga bukan tauhid af`ali sebagaimana tauhid yang dipahami oleh kaum asy`ariah. Bersambung ke kaidah ke 2, keadilan Ilahi Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email addresses available on Yahoo! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Mutazilah
Salam... Persoalan dokrin atau akidah (tentang keyakinan hati) menjadi bahasan penting ketika ada diantara sekelompok orang yang mempersoalkan, apakah orang-orang fasik itu masih dianggap muslim (beriman) atau sudah jadi kafir karena kekufurannya? Dan mengenai manusia, apakah manusia sesungguhnya mempunyai kehendak bebas atau apakah semua perbuatan manusia itu sudah “disetir” oleh Tuhan. Manusia itu bisa memilih nasibnya sendiri atau semuanya sudah ‘diatur’ oleh Tuhan? Kenapa di al-quran ada ayat yang bilang bahwa manusia itu bebas untuk memilih dan berkehendak dan diayat lain-nya lagi mengatakan tidak bebas? Apakah isi al-quran itu memang bertentangan satu sama lain? Aneka pendapat dan persoalan mulai muncul kepermukaan untuk menjawab pertanyaan dan persolan tersebut. Berbagai pendapat dan perselisihan-pun mulai terjadi sejak jaman pemerintahan Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib. Mu`tazilah Salah satu kelompok yang paling menonjol dalam jawab-menjawab persoalan kehendak bebas tersebut adalah kelompok Mu`tazilah. Kelompok ini pernah sangat disegani pendapat-pendapatnya, terutama ketika masa pemerintahan ada ditangan Al-Ma`mun (813-833M), Al-Mu`tasim (833-842) dan Al-Watsiq (842-847M). Dokrin Mu`tazilah Sebenarnya banyak sekali pendapat dan pandangan Mu`tazilah yang berkembang diluar pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan dimasa itu, mereka bahkan mulai merambah ke banyak persoalan penting lainnya seperti : persoalan sosial, antropologi, fisika dan bahkan filsafat. Menurut mereka, semua persoalan ajaran agama yang diajukan tersebut tidak akan mudah bisa dipahami jika tidak meneliti atau mengkaji persoalan-persoalan lainnya yang masih terkait satu sama lain. Dan dari sekian banyak persoalan yang menjadi perhatian mereka itu, nampaknya ada lima dokrin utama ( sebagaimana yang mereka akui sendiri ) yang menjadi ajaran atau prinsip utama mereka, yaitu : Tauhid Tidak adanya pluralitas dan sifat. Keadilan Ilahi Allah itu maha adil, maka dia tidak akan menindas makhluk-makhluknya. Allah memberi balasan (Al wa`d wal wa`id) Allah memberikan pahala bagi yang taat dan memberikan hukuman bagi yang durhaka, dan tak ada yang samar dalam persoalan ini. Karena itu Allah akan memberikan ampunan-Nya jika sipendosa bertobat, tak mungkin ada ampunan tanpa bertobat. Sebuah posisi diantara dua posisi (Manzilah wal manzilatain). Orang fasik itu bukanlah orang beriman (mukmin), juga bukan orang kafir. Fasik merukan posisi antara orang beriman dan kafir. Menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran ( Amar ma`ruf nahi munkar) Pandangan Mu`tazilah mengenai kewajiban islam ini, pertama adalah bahwa syariat bukanlah satu-satunya jalan untuk mengidentifikasi apakah sesuatu itu baik atau buruk, yang mana yang amar dan yang mana yang munkar. Akal manusia, setidak-tidaknya sebagian dapat mengidentifikasi sendiri yang manakah yang baik dan mana yang buruk, serta yang sebelah mana yang ma`ruf dan sebelah mananya yang munkar. Kedua kewajiban ini dapat dikerjakan atau ditunaikan oleh siapa saja tanpa memerlukan imam. Tugas imam, atau imam hanya diperlukan dalam mengelola persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kenegaraan dan pemerintahan, seperti mengimplementasikan hukum yang sudah ditentukan, mengatur batas-batasan suatu negara dan lain-lain yang terkait dengan pemerintahan islam. Bersambung... Salam, Iman K. www.parapemikir.com Start chatting with friends on the all-new Yahoo! Pingbox today! It's easy to create your personal chat space on your blogs. http://sg.messenger.yahoo.com/pingbox
[zamanku] Arti Filsafat
Salam... Kata 'filsafat' berasal dari bahasa Yunani, yaitu 'philosophia' . Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Arti Kata Filsafat Philos berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti kebijaksanaan, pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia adalah cinta pengetahuan. Atau dengan kata lain bisa juga diartikan sebagai orang yang senang mencari ilmu dan kebenaran .Plato dan Socrates dikenal sebagai philosophos (filsuf) yaitu orang yang cintai pengetahuan. Sebelum Socrates, ada juga sekelompok orang yang menamakan diri mereka sebagai kelompok sophist yaitu kelompok para cendikiawan. Kelompok ini menjadikan pandangan dan persepsi manusia sebagai suatu hakikat kebenaran, tapi karena kelompok ini sering keliru dalam memberikan argumen-argumennya maka lambat laun istilah sophist keluar dari arti aslinya dan berubah menjadi seseorang yang menggunakan argumen-argumen yang keliru (paralogisme) . Sebagaimana kata sophist yang mengalami perubahan arti, lambat laun kata philosophos (filsuf) pun akhirnya berubah arti yakni menjadi lawan kata sophist. Dengan perubahan ini maka terjadi juga pergeseran arti kata philosophos dari 'pencinta pengetahuan/ilmu' menjadi seseoarang yang berpengetahuan tinggi. Sedangkan philosophia (filsafat) berubah menjadi sinonim dengan ilmu. Dan perlu untuk kita ingat bahwa kata filsuf (philosophos) dan filsafat (philosophia) ini baru menyebar luas setelah masa Aristoteles. Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah ini (philosophia atau philosophos) dalam literatur-literaturnya. Setelah masa kejayaan romawi dan persia memudar, penggunaan istilah filsafat berikutnya mendapat perhatian besar dari kaum muslimin di arab. Kata falsafah (hikmah) atau filsafat kemudian mereka sesuaikan dengan perbendaharaan kata dalam bahasa arab, yang memiliki arti berbagai ilmu pengetahuan yang rasional. Ketika kaum muslimin arab saat itu ingin menjabarkan pembagian ilmu menurut pandangan Aritoteles, mereka (muslimin arab) kemudian mengatakan bahwa yang disebut dengan pengetahuan yang rasional adalah pengetahuan yang memiliki dua bagian utama, yaitu Filsafat teoritis dan Filsafat praktek. Filsafat teoritis adalah filsafat yang membahas berbagai hal sesuai dengan apa adanya, sedangkan filsafat praktek adalah pembahasan mengenai bagaimanakah selayaknya prilaku dan perbuatan manuasia. Filsafat teoritis kemudian dibagi menjadi 3 bagian yaitu : filsafat tinggi (teologi) , Filsafat Menengah (matematika) , dan filsafat rendah (fisika). Filsafat tinggi (ilahiah) ini kemudian dibagi lagi menjadi 2 bagian, yang pertama adalah filsafat yang berhubungan dengan perkara-perkara yang umum dan yang kedua adalah filsafat yang berhubungan dengan perkara-perkara khusus. Sedangkan filsafat menengah (matematika) dibagi menjadi 4 bagian, yakni ; Aritmetika, geometri, astronomi dan musik. Dari sekian pembagian ilmu dan pembahasan yang membicarakan filsafat, agaknya ada 1 hal yang mendapat porsi lebih utama dari yang lainnya, dan yang 1 hal ini dinamai dengan berbagai macam nama yang maksudnya tetap sama yaitu , filsafat tinggi ('uyla), filsafat utama (aula), ilmu tertinggi ( a'la), ilmu universal (kulli), teologi (Ilahiyah), dan filsafat metafisika. Ketika 'perhatian' para filsuf kuno tentang filsafat ini lebih tercurah pada masalah filsafat tinggi, maka akhirnya kita bisa melihat arti filsafat menurut para filsuf kuno yang terbagi menjadi dua, pertama adalah arti yang umum ; yaitu berbagai ilmu pengetahuan yang rasional dan yang kedua adalah arti khusus, yaitu : ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan (Ilahiyah) atau filsafat tinggi yang nota bene adalah pecahan dari filsafat teoritis. Sekarang kita menemukan istilah umum dan khusus. Filsafat menurut istilah umum adalah ilmu pengetahuan yang rasional, sedangkan menurut pendapat yang tidak umum filsafat adalah ilmu yang oleh orang-orang kuno disebut sebagai filsafat tinggi, filsafat utama, ilmu tertinggi, ilmu istimewa, atau ilmu Ilahiyah. Sedangkan menurut terminologi muslimin filsafat adalah adalah nama bagi seluruh ilmu rasioanal dan BUKAN nama dari satu ilmu tertentu. Filsafat adalah sebuah ilmu yang memandang dan mengamati keberadaan (eksistensi) alam ini sebagai suatu objek yang satu. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Ilmu dan Pengetahuan
Salam... Apakah yang dimaksud dengan kata ‘ilmu?’ Kita sering mendengar disekitar kita kalimat-kalimat seperti ini : “ ILMU gue ga nyampe” , “ Gue TAHU dong “ , “ Gue ga PAHAM” dan lain-lain… Sekilas… Ya.. sekilas kita jarang memperhatikan apa perbedaan dari kalimat-kalimat tersebut, karena bagi kebanyakan kita, Mengabaikan kalimat “sepele” seperti itu tidak akan pernah merubah gaji yang kita terima dari kantor ? Jadi tidak ada urgensinya bagi kebanyakan orang untuk meneliti isi kalimat yang sering berseliweran di sekitar kita. Tapi sekarang, mungkin iseng-iseng untuk melepas “boring” dikantor atau dirumah, yuk kita teliti, apakah yang dimaksud dengan kata “ilmu” ? Mari kita lihat… Sebelum meneliti kata “ilmu” perlu kita bicarakan dulu teman dekatnya yang sering menjadi “pemicu kesalah pahaman” tentang satu perkara per perdefinisi, yaitu “Tahu” atau Pengetahuan. ‘Ilmu’ dan ‘Pengetahuan’ adalah 2 hal yang mempunyai arti dan maksud yang berbeda. Ilmu dalam bahasa inggrisnya adalah “science” dan Pengetahuan adalah “knowledge” Sehingga JELASLAH bagi kita sekarang untuk membedakannya J , Pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara. Lha? Maksudnya apa niy? Maksudnya, mari kita lihat contoh J Misalnya, Ahong pergi memancing…. Disitu Ahong TAHU persis pelampung kailnya selalu terapung. Ahong akan membantah kalau ada yang mengatakan pelampung kailnya tenggelam. Yang demikian namanya ‘pengetahuan’ bagi Ahong. Bagi Ahong sudah tidak ada keraguan lagi tentang mengapungnya palampung kail, walaupun dia dipengaruhi oleh gurunya yang mengatakan pelampung kail tenggelam, Ahong tetap akan bersikukuh untuk mengatakan terapung. Jika setelah mendengar perkataan gurunya, Ahong kemudian terpengaruh atau ragu tentang pelampung kailnya, maka sesungguhnya Ahong tidak lah tahu sama sekali tentang pelampung, Ahong tidak memeiliki ‘Pengetahuan’ tentang pelampung. Apakah yang dimaksud dengan ilmu? Kalau kita ambil contoh diatas, misalnya sekarang Ahong mengetahui pelampungnya bisa mengapung karena berat jenis (BJ) pelampung lebih kecil dari berat jenis (BJ) air, sehingga menyebabkan pelampung menjadi mengapung, maka ini lah yang disebut ‘ilmu’ bagi Ahong. Jadi perdefinisi bisa kita lihat, ‘Pengetahuan CUKUP puas dengan hanya menepis keraguan terhadap satu perkara’ Sedangkan ilmu tidak berhenti hanya pada pengetahuan saja, tetapi mampu menangkap asal-usul pengetahuan itu sendiri. Rangkaian cerita, mulai dari pelampung yang mengapung, sampai dengan bagaimana terjadinya pelampung mengapung, dan bagaimana cara kerja berat jenis (BJ) inilah yang disebut dengan ‘ilmu’ Dalam pengetahuan modern, ilmu dibagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok a posteriori (pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen/pengalaman indrawi) dan kelompok a priori (pengetahuan yang TIDAK diperoleh dari percobaan/eksperimen) TAPI bersumber dari akal itu sendiri. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Filsafat
hilang kata ‘bukan’ –nya) . Jika peneliti berikutnya mengabaikan pentingnya urutan cara pendefinisian, bisa jadi dia tidak akan memperhatikan lagi istilah ‘ keseluruhan’ sebagai acuan dari persoalan yang dihadapi dan langsung menggunakan istilah ‘sebagian’ sebagai kata ganti ‘keseluruhan’ . Sehingga orang terakhir yang bukan peneliti dan ahli ketika menemui istilah ‘keseluruhan’ langsung saja beranggapan bahwa ‘keseluruhan’ sama dengan ‘sebagian’. Begitu pula dengan kata ‘filsafat’ , banyak terjadi kekeliruan umum tentangnya diantara para filsuf barat dan para pengikutnya di Timur. Kita bisa mulai bahasan ini dengan kekeliruan awal dan ‘keluwesan’ yang tidak perlu yang di ajukan oleh para filsuf belakangan ini. Keluwesan yang tidak perlu ini berawal dari cara pendefinisian kata ‘filsafat’ itu sendiri. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Kata buku suci
Salam... Terbersit untuk meneliti apa yang dikatakan dibuku-buku suci tentang alat yang dimiliki oleh manusia untuk mendapatkan pengetahuan/epistemologi. Keinginan untuk meneliti dibuku-buku suci ini adalah untuk merespon beberapa gelintir orang dimilist yahoogroups yang dihuni oleh beberapa orang islam fundamentalis, mereka sering dengan lantang mengkafirkan orang yang membahas sebuah persoalan tetapi tidak mengkait-kaitkannya kepada “dalil” di kitab suci. Tentu saja respon saya ini akan dianggap reaktif dan membikin diskusi menjadi tidak dinamis oleh mereka yang membaca tulisan ini milist yang dihuni oleh orang-orang yang berpikiran terbuka dan tidak menjadi pengikut dari salah satu buku suci yang mungkin akan kita bicarakan. Kita lihat apa yang dikatakan oleh buku/kitab suci, dan karena buku suci yang sering saya baca dan teliti adalah Al-quran maka sekarang kita mau lihat apa yang dikatakan oleh Al-quran. Apakah Al-quran mendukung pendapat yang ini atau mendukung pendapat yang itu? Apakah menurut Al-quran alat yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan itu dengan indra, rasio atau hati? Al-quran dengan tegas mengatakan tidak yang ini dan juga bukan yang itu. Alat untuk mengetahui itu bukan hanya indra dan rasio. Dan juga bukan hanya hati. Jika anda berpegagang hanya kepada indra dan rasio, maka anda akan cenderung terlalu “keluar” dan sebaliknya jika anda hanya berpegangan kepada hati, maka anda akan cenderung terlalu “kedalam”. Al-quran mengakui kedua alat epistemologi indra dan rasio sebagaimana yang bisa kita lihat di surat An-Nahal ayat 78, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. “ Al-quran mengatakan, Anda tidak tahu dan untuk itu Kami berikan alat untuk mengetahui yaitu indra (pendengaran, penglihatan) dan rasio (hati). Namun untuk beberapa urusan, indra dan rasio anda akan mengalami goncangan dan kekeliruan, untuk itu bersihkanlah alat itu dengan dengan mensucikan jiwa anda. Al-quran menyampaikan pesan untuk membersihkan jiwa ini dengan pesan yang maha hebat dan mengguncang serta menusuk langsung kepada hati setiap siapa saja yang membacanya, Al-quran mengatakan pada surat Asy-Syams ayat 1 sampai dengan 10 : “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Al-quran mengatakan “ Beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” Pertanyaannya adalah, bagaimana mensucikan jiwa? Dimana (bendanya) jiwa itu berada? Tidak ada satu Profesor-pun yang mampu menyingkap dimana letak jiwa, tetapi satuhal yang bisa kita ketahui adalah bahwa indra dan rasio itu terletak dijiwa manusia. Oleh karena itu jika dikatakan beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa maka itu artinya beruntunglah orang-orang yang membersihkan apa saja yang melekat dijiwa ( indra dan rasio). Kemudian Al-quran mengatakan lagi di surat Al-Ankabut ayat 69 : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” Al-quran mengatakan, kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh maka akan diberi jalan, akan diberi pengetahuan. Allah berjanji akan memberikan pengetahuan dan jalan kepada mereka yang bersungguh-sungguh walaupun mereka tidak memiliki kelebihan di alat indra dan rasio. Penjelasan ini tidak berarti anda bisa menjadi Dokter Spesialis dengan hanya duduk di pojok masjid menghitung jumlah klereng yang diikat disebuah tasbih. Antuk menjadi Dokter anda harus belajar di fakultas kedokteran. Alquran menyuruh menggunakan indra dan rasio untuk wilayah yang ini dan pensucian jiwa untuk wilayah yang itu. Dengan kata lain, menurut buku suci Al-quran manusia memiliki 3 alat epistemologi, yang pertama adalah indra, yang kedua adalah rasio dan yang ketiga adalah pensucian jiwa. Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Beberapa Pendapat
Salam... Kita masih meneruskan pembicaraan tentang alat untuk memperoleh pengetahuan/epistemologi atau disubjudul sebelumnya kita sebutkan dengan istilah alat untuk mengetahui. Kita sudah mengulas sedikit tentang 2 alat utama untuk memperoleh pengetahuan, yaitu alat indra dan rasio. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita hanya memiliki 2 alat itu saja untuk bisa mendapatkan pengetahuan dan mengetahui kebenaran serta hakikat dari kebenaran? Ada yang menjawab iya, kita hanya memiliki 2 alat tersebut dan yang lainnya mengatakan tidak, kita tidak memiliki 2 alat melainkan hanya 1 alat saja yaitu indra saja atau rasio saja. Plato dan Descartes misalnya, mereka berpendapat bahwa alat untuk mendapatkan pengetahuan hanyalah satu saja yaitu rasio. Menurut Descartes, indra hanyalah berupa alat yang digunakan sebagai pelengkap kerja, tidak ubahnya seperti kendaraan bermotor hanya diperlukan untuk mengantar tetapi tidak untuk mendapatkan. Dengan kata lain Descartes ingin menegaskan bahwa indra hanyalah alat kerja, bukan alat untuk mendapatkan pengetahuan. Dipihak lain ada juga yang berpendapat serupa tapi tak sama dengan Plato dan Descartes. Serupa karena merekapun percayai bahwa hanya ada satu alat yang dimilik oleh manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Berbeda karena mereka percaya bahwa alat yang dimaksud adalah indra bukan rasio sebagaimana yang dikatakan oleh Plato dan Descartes. Menurut mereka sesungguhnya semua pengetahuan itu tidak bisa tidak harus berhubungan secara langsung dengan indra. Termasuk kedalam kelompok yang mengatakan satu-satunya alat epistemologi itu indra antara lain John Locke, Hume dan Hobbes. Namun demikian ada juga yang tidak berpendapat diantara kedua pendapat tersebut, tidak mengatakan indra dan juga tidak mengatakan rasio, melainkan ada alat yang ke 3 yaitu hati (baca : hati dalam istilah sufi/irfan/tasawuf/spiritual). Ada beberapa ilmuwan barat yang sangat terkenal mempercayai bahwa satu-satunya alat epistemologi yaitu hati. Diantara mereka yang percaya dengan alat hati ini ada nama-nama besar seperti William James, Ahli jiwa dan filsuf terkenal dari Amerika. Ada Pascal ahli matematika yang cukup termasyur. Ada Alexis Carrel dan juga ada Bergson. Menurut mereka, bahwa apa yang dikatakan tentang indra dan rasio tersebut sebenarnya bukanlah alat epistemologi, melainkan hanya sekedar alat untuk mengarungi kehidupan. Dengan kata lain, Rasio dan Indra yang dibicarakan oleh Descartes dan John Locke itu sesungguhnya bukanlah alat untuk menambah pengetahuan. Alat untuk menambah pengetahuan hanyalah hati. Sekarang kita sudah melihat ada 3 pendapat dan pendapat yang manakah sesungguhnya yang paling bisa dipercaya? Kalau kita buka ulang buku-buku para filsuf besar kita hanya akan menemukan 1 jawaban diantara 3 pendapat tersebut. Jawaban mereka tentang alat untuk mengetahui yaitu kalau bukan indra, berarti rasio, kalau bukan salah satu dari ke 2 itu berarti yang ke 3, yaitu hati. Terbersit untuk melihat dan mencari buku yang lain, kalau tadi sudah dibolak balik dari buku filsafat satu ke buku filsafat yang lain, isinya tidak jauh berbeda, sekarang bagaimana kalau kita buka apa pendapat-pendapat dari buku suci seperti Injil, Taurat, Zabur atau Al-quran? Bersambung... Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Alat untuk Mengetahui
Salam... Jika sebelumnya kita katakan bahwa manusia mempunyai potensi untuk mengetahui seluruh isi langit dan bumi, sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, bagaimana cara mengetahuinya? Apa saja alat yang diperlukan untuk mengetahui apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi? Alat yang diperlukan untuk mengetahui kesemuaannya itu salah satunya adalah “indra”. Manusia memiliki beberapa macam indra, seperti indra penglihatan, pendengaran, perasa, peraba dan penciuman. Jika saja manusia kehilangan semua indra tersebut niscaya manusia akan kehilangan bentuk pengetahuan/epistemologinya. Orang yang terlahir buta sejak lahir tidak akan pernah bisa membayangkan aneka warna dan bentuk lahiriah segala sesuatu sebagaimana layaknya orang normal melihatnya. Orang yang kehilangan satu indra maka dia telah kehilangan satu ilmu. Kita tidak akan mampu menjelaskan dengan cara apapun bagaimana warna pelangi, warna danau, warna langit, warna awan dan lain-lain kepada orang yang telah kehilangan penglihatannya sejak lahir. Jika kita tanyakan kepada orang yang sudah buta sejak lahir, “tahukah kau bagaimana indahnya awan yang berarak putih di langit sana?” Maka kita akan menemukan situasi yang sulit dan mendapati si buta hanya melonggo lucu :). Kita tidak akan bisa menjelaskan indahnya awan putih berarak dilangit nan biru itu kepada sibuta karena sibuta telah kehilangan satu alat epistemologinya. Jika kita tetap memaksa ingin menjelaskan maka yang ada hanya rangkaian kelucuan dan kekonyolan. Jika sibuta bertanya, “bagaimana bentuk awan yang berarak putih itu om?”. Maka kita hanya mampu menunjukkan perumpamaan dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh sibuta, misalnya mendekatkan rangkaian kain yang menyerupai awan kepada sibuta. Setelah sibuta memegang rangkaian kain yang dibuat seperti awan tersebut maka sibuta akan bergumam “oh jadi begini bentuknya awan yang lagi berarak, tetapi bagaimana warna putih itu, seperti apakah warna putih Om?” Menjelaskan warna putih kepada sibuta? Yang bisa kita lakukan hanyalah memberikan perumpamaan dengan sesuatu yang bisa dipahami oleh sibuta, ,misalnya kita katakan “ warna putih itu adalah seperti warna angsa”. Kalau sibuta bertanya lagi, “angsa itu seperti apa Om?”, kita bisa sodorkan angsa ke dekat sibuta dan mengatakan, “angsa itu seperti ini”. Dengan cara seperti itu apakah kemudian sibuta menjadi tahu seperti apa yang namanya awan putih berarak tersebut? Tidak, kita bahkan akan menemukan ‘kekacauan’ yang baru lagi dengan melihat sibuta berseru girang “Oh sekarang saya sudah mengerti, bagaimana indahnya awan putih yang sedang berarak!” “Bentuknya tipis dan warnanya panjang serta bulat, ya Om!” Kita tidak akan pernah bisa menjelaskan satu ilmu kepada orang yang telah kehilangan satu indra yang dituntut oleh ilmu tersebut dan karenanya tidak bisa tidak bahwa indra adalah salah satu alat yang sangat diperlukan untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi. Tentu saja, karena indra hanya salah satu alat, maka kita akan membutuhkan alat yang lain untuk mencapai dan mengetahui kebenaran. Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Seberapa Mengetahui?
Salam... Dari analisa logis yang sudah disampaikan sebelumnya, kita telah sampai kepada pembicaraan bahwa dalam beberapa hal manusia pasti bisa mengetahui secara pasti atas kebenaran sesuatu dan dalam hal lainnya manusia tidak akan mampu mengetahuinya. Kita telah mengutip pendapat dari beberapa orang, dan sekarang kita ingin mengutip pendapat dari kitab suci Al-quran. Apakah menurut Al-quran manusia bisa mengetahui hakikat kebenaran atau apakah memang betul bahwa sudah nasib dan suratan tangan manusia untuk berhenti di “Saya tidak tahu?”. Pada surat Al-baqarah ayat 31 kita bisa melihat, ===Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) SELURUHNYA, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! === Sangat jelas pada ayat tersebut menyatakan bahwa Allah telah mengajarkan kepada Adam SELURUH hakikat dan tidak ada satupun yang luput darinya. Dengan pengetahuan yang menyeluruh seperti itu, bahkan malaikatpun tidak sanggup untuk menandingi pengetahuan Adam. Saya meyakini bahwa semua anak manusia adalah keturunan dari Nabi Adam yang diceritakan didalam Al-quran tersebut sehingga saya berkesimpulan bahwa sebagai anak cucu Adam maka sudah semestinya manusia mempunyai potensi yang sama dengan nenek moyangnya tersebut. Keyakinan saya ini dipertegas juga dengan beberapa perintah di Al-quran yang menyuruh anak manusia untuk menggali pengetahuan seluas-luasnya tanpa batas, Alquran mengatakan : “Katakanlah : “ Perhatikanlah apa yang ada dilangit dan dibumi” ( QS. Yunus :101) Katakanlah kepada semua orang bahwa anda semua adalah anak cucu Adam dan kalian bisa mengetahui segala yang ada dipenjuru langit dan bumi jika anda betul-betul menginginkan dan menelitinya. Allah akan menolong siapapun yang sungguh-sungguh ingin mencari kebenaran. Jadi jika ada orang yang bertanya, seberapa besar peluang manusia untuk bisa mengetahui kebenaran segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi maka jawabannya adalah sangat besar dan sangat tak terbatas. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Importing contacts has never been easier..Bring your friends over to Yahoo! Mail today! http://www.trueswitch.com/yahoo-sg
[zamanku] Berangkat dari Keraguan
Salam... Kita telah mengetahui bahwa pada masa setelah Socrates, telah muncul seorang tokoh skeptisme yang bernama Pyrho. Berikutnya pada abad pertengahan sampai abad modern ini telah banyak pula bermuculan tokoh-tokoh skeptis lainnya.. Tokoh yang muncul belakangan tersebut ada yang tetap teguh berpendirian skeptis/ragu seperti pyrho dari awal hingga akhir tetapi ada juga yang bermula dari skeptis lalu kemudian menemukan kebenaran dan berubah menjadi seseorang yang mempercayai kepastian akan kebenaran. Untuk meringkas tulisan, kita tidak akan mengulang pandangan tokoh-tokoh yang sejak awal sampai akhirnya tetap pada keragu-raguan. Tetapi kali ini kita akan melihat bagaimana mereka yang tadinya berangkat dari keragu-raguan kemudian akhirnya bersimpuh didalam kebenaran dan menemukan kebenaran itu sebagai suatu kepastian. Diceritakan bahwa ditengah-tengah kesibukannya sebagai seorang filsuf besar, Descartes tiba kepada suatu permasalahan epistemologi yang sangat penting yaitu, apakah sesuatu yang telah didapat selama ini adalah merupakan suatu hal yang sudah pasti ataukah semuanya tidak mempunyai suatu kepastian. Ia mencoba untuk memeriksa keyakinan terhadap agama yang dia anut selama ini. Ia mulai meneliti keyakinan agamanya dengan modal pengetahuan yang dia miliki, meneliti dengan filsafat dan berbagai ilmu lainnya, mungkinkah apa-apa yang telah dia ketahui selama ini adalah betul-betul sudah dia ketahui atau semua itu sebenarnya masih dalam tahap pengembangan yang tidak ada akhir dan kepastiannya? Descartes kemudian mengatakan, “ Dengan dasar apa saya mengatakan bahwa alam ini ada, manusia ada, masyarakat ada dan Tuhan juga ada. Dengan dalil seperti apa saya akan mengatakan bahwa kota ini ada, alam semesta ini adalah demikian, agama yang dibawa oleh Yesus adalah begini dan begitu?” Sebagaimana Pyrho, Descartes juga kemudian menelusuri apa yang bisa diperbuat oleh panca indra dan rasio. Descartes melihat bahwa apa saja yang bisa didapat, dilihat dan didengarnya dengan mengunakan panca indra dan rasio semuanya masih sangat lemah dan masih bisa diperdebatkan lagi. Menurut Descartes, panca indra adalah alat yang terlemah yang dimiliki oleh manusia, dan karenanya dia mencoba bersandar kepada kemampuan rasio. Namun demikian sebagaimana Pyrho, Descartespun menemukan bahwa tidak sedikit kesalahan yang telah pernah diperbuatnya selama didalam penelitian dengan menggunakan rasio. Melihat kenyataan ini, Descartes sang filsuf ternama itupun kemudian hampir-hampir kehilangan kepercayaan dan keyakinan, ia mulai meragukan segalanya dan sampai tak tersisa sedikitpun lagi keyakinan didalam dirinya. Didalam keraguan dan kebimbangan yang dalam tersebut tiba-tiba dia tersentak dan berkata, ” Sekalipun saya ragu terhadap semua yang telah saya dapat selama ini, sekalipun saya ragu terhadap segala sesuatu yang ada didepan mata saya, namun satuhal yang TIDAK SAYA RAGUKAN adalah, bahwa saya TIDAK RAGU kalau saya sedang ragu” Nampaknya Descartes telah mendapatkan satu kepastian tentang kemungkinan untuk mengetahui secara pasti. Ia sekarang tahu bahwa dia PASTI sedang ragu. Dikhabarkan, Descartes kemudian berdiri diatas batu besar dialam terbuka dan mengatakan, “ Saya telah menemukan sesuatu ; dikala saya meragukan segala sesuatu, dikala saya meragukan panca indra saya, dikala saya meragukan rasio saya, meragukan apakah dunia ini ada, kota paris itu ada, manusia itu ada, Tuhan itu ada dan apakah saya sendiri ada? , semua keraguan saya itu adalah betul adanya. Kemudian lanjutnya, Namun satu hal yang tidak mungkin bisa saya ragukan, yaitu bahwa saya sekarang tengah merasa ragu. Bahkan sekalipun saya meragu kan tentang keraguan saya ini, apakah saya ini ragu atau tidak, tetapi saya tetap merasa yakin dan tahu secara pasti bahwa saya sekarang sedang ragu. Dan saya yang sedang ragu ini adalah betul-betul ada. Begitulah, akhirnya Descartes berjalan di tengah hamparan bumi yang luas dan telah menemukan sebuah kepastian tentang pengetahuan, sambil berjalan dia bergumam, “ Saya sekarang sedang ragu, dan karena saya yang sedang merasakan keraguan ini adalah ada, maka saya adalah ada”, Dia terus berjalan sambil mengulang-ulang kata tersebut dan kemudian meyakini bahwa kepastian akan pengetahuan itu adalah ada. Setidak-tidaknya dia tahu pasti tentang keraguan yang dia miliki. Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Mungkinkah Mengetahui?
Salam... Setelah kita tahu bahwa Ideologi itu muncul dari pandangan alam dan pandangan alam muncul dari pengetahuan http://www.parapemikir.com/articles/6529/1/Kenapa-Berbeda/Page1.html Maka sekarang kita sudah bisa semakin jelas menyaksikan bahwa pengetahuan seseoranglah yang membuat semua persoalan bisa menjadi berbeda. Ada yang berpendapat bahwa alam semesta ini adalah begini, manusia adalah begini, masyarakat begini, sejarah begini dan yang lainnya mengatakan bahwa alam semesta ini adalah begitu, manusia adalah begitu, masyarakat adalah begitu dan sejarah adalah begitu. Kesimpulan Begini dan begitu itu semuanya berangkat dari pandangan alam yang didapat atas pengetahuan/epistemologi. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apakah mungkin kesimpulan tentang pengetahuan tersebut yang betul adalah begini dan sekaligus begitu? Kedua-duanya betul? Hemat saya tidak mungkin, tidak mungkin jika kita tanya kepada orang disamping kiri kita “Apakah bumi ini berputar” dan kemudian dia jawab IYA dan ketika kita tanya kepada orang disamping kanan kita “Apakah bumi ini berputar” dan dia jawab TIDAK lalu kemudian kita menganggap semua jawaban sama saja, kedua jawaban sama-sama BETUL. Karena tidak mungkin kedua jawaban tersebut adalah BETUL, maka Pastilah salah satu jawaban tersebut adalah SALAH. Kalau demikian, pertanyaannya berikutnya adalah pengetahuan/epistemologi seperti apakah yang betul dan epistemologi seperti apakah yang salah? Dan untuk mendapat jawaban tentang epistemologi yang mana yang betul dan salah tentu kita harus urut dulu dari NOL, yaitu kemungkinan untuk MENGETAHUI/Episteomlogi. Apakah mungkin manusia mampu untuk mengetahui hakikat alam semesta, manusia, masyarakat dan sejarah? Ada beberapa pendapat mengenai persoalan ini, ada yang menolak 100%, ada yang mengatakan BISA 100% dan ada juga yang diantara keduanya. Bagi mereka yang menolak 100% mengatakan bahwa sudah nasib manusia bahwa “SAYA TIDAK TAHU” adalah jawaban satu-satunya terhadap epistemologi. Mereka mengatakan “Saya tidak tahu apakah ada surga dan neraka, Saya tidak tahu apakah ada bidadari, tujuh lapis langit dan sebagainya”. Semua yang diomongkan oleh sifulan dan sifulan itu hanyalah tahayul dan bersifat spekulatif serta dongeng belaka. Oleh karena itu pengetahuan yang tertinggi adalah “SAYA TIDAK TAHU!”. Dijaman sekarang, penganut faham seperti ini disebut dengan kelompok skeptism atau “kelompok peragu” . Kelompok seperti ini sesungguhnya sudah ada sejak jaman kuda gigit besi pada jaman batu dulu. Pada jaman setelah Socrates telah pernah muncul kelompok-kelompok serupa ini dengan tokohnya yang paling terkenal seperti Pyrho. Bagaimana argumen penolakan pyrho tentang ketidakmungkinan mendapatkan pengetahuan/epistemologi? Dan apakah Descartes dan Imam Ghozali juga termasuk sebagai kelompok skeptisme/peragu? B E R S A M B U N G . . . Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Kenapa Berbeda
Salam... Jika kita tanya kepada orang disamping kiri kita, “kenapa anda meyakini bahwa manusia itu adalah begini dan bukan begitu”, maka dia akan memaparkan jawaban tentang ‘kebeginian’ sehingga dia tiba kepada keyakinan bahwa manusia itu adalah ‘begini’. Pun demikian jika kita menoleh kepada orang yang disamping kanan kita, dan menanyakan, “ Dan kenapa anda meyakini bahwa manusia itu adalah begitu dan bukan begini”, maka orang yang disamping kanan kita akan mengungkapkan jawaban yang berbeda dengan orang disamping kiri kita dengan memaparkan teori tentang ‘kebegituan’ sehingga dia tiba kepada keyakinan bahwa manusia itu adalah ‘begitu’. Pertanyaannya sekarang adalah, kenapa masing-masing orang mempunyai jawaban yang berbeda atas satu permasalahan yang sama? Disini menarik untuk kita teliti, apa sih yang menyetir pikiran orang sehingga kemudian masing-masing individu dan golongan cenderung untuk mempertahankan dan membela apa yang diyakininya. Mari kita lihat dulu proses bagaimananya…, Bagaimana seseorang tiba kepada sebuah keyakinan. Seseorang tiba kepada sebuah keyakinan tentang sesuatu sesuai dengan porsi pengetahuannya (epistemologi), dari pengetahuan yang didapat tersebut kemudian terbentuklah sebuah ‘pandangan alam’ dan dari pandangan alam ini muncullah sebuah ideologi yang pada akhirnya akan menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus ditolak, mana yang halal dan mana yang haram. Dari proses kebagaimanaan tersebut, nanti kita akan memfokuskan pembicaraan kita kepada teori pengetahuan. Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan, alat untuk mendapatkan pengetahuan, sumber pengetahuan, tahapan pengetahuan dan jika memungkinkan akan kita kaji juga bentuk dan bagian pengetahuan.. Namun sebelum sampai kesana, sekarang kita perlu tahu sedikit, bagaimana hubungan pengetahuan dengan ideologi seseorang. Bagaimana pengetahuan itu melahirkan “Pandangan Alam”. Pandangan Alam adalah bentuk dari sebuah kesimpulan, penafsiran dan hasil kajian seseorang terhadap alam semesta, manusia, masyarakat dan sejarah. Sebagaimana yang saya kemukakan pada pembuka tulisan ini bahwa antara orang yang disebelah kiri dan kanan kita juga telah dan atau bisa terjadi perbedaan pandangan alam, yang satu mengatakan bahwa manusia itu adalah begini dan yang lainnya mengatakan begitu. Perbedaan pandangan alam secara otomatis akan membawa kepada perbedaan ideologi karena sandaran atau dasar sebuah ideologi itu adalah pandangan alam. Ideologi akan menentukan sederet perintah dan larangan, anda tidak boleh begini, anda harus begitu, yang ini yang harus dipertahankan, yang itu yang harus ditolak, yang ini yang baik, yang itu yang jelek dan seterusnya. Dan semua perintah dan larangan yang ditentukan oleh ideologi tersebut mengandung sebuah pertanyaan “Kenapa?” Kenapa tidak boleh begini, kenapa boleh begitu, kenapa harus mempertahankan yang ini dan kenapa harus menolak yang itu, kenapa yang ini baik dan kenapa yang itu jelek dan seterusnya. Dan semua jawaban atas pertanyaan “kenapa” itu akan dijawab oleh pandangan alam seseorang. Bentuk pandangan alam seperti apapun yang kita miliki terhadap alam semesta ini maka ideologi kitapun akan selalu mengikuti pandangan alam itu. Misalnya, tidak mungkin orang yang mempunyai pandangan alam bahwa alam semesta ini adalah hanya materi semata, manusia itu adalah materi semata lalu ia akan meyakini bahwa akan adanya kehidupan yang kekal dan abadi yang non materi. Disinilah dikatakan bahwa ideologi merupakan buah hasil dari “pandangan alam” Pandangan alam, tidak ubahnya seperti pondasi atau dasar dari sebuah bangunan, sedangkan ideologi adalah “bangunan atas” dari sebuah bentuk pemikiran. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa pandangan alam adalah “teori” dan ideologi adalah “praktek” dari sebuah pemikiran. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Importing contacts has never been easier...Bring your friends over to Yahoo! Mail today! http://www.trueswitch.com/yahoo-sg
[zamanku] Kenapa Berbeda
Salam... Jika kita tanya kepada orang disamping kiri kita, “kenapa anda meyakini bahwa manusia itu adalah begini dan bukan begitu”, maka dia akan memaparkan jawaban tentang ‘kebeginian’ sehingga dia tiba kepada keyakinan bahwa manusia itu adalah ‘begini’. Pun demikian jika kita menoleh kepada orang yang disamping kanan kita, dan menanyakan, “ Dan kenapa anda meyakini bahwa manusia itu adalah begitu dan bukan begini”, maka orang yang disamping kanan kita akan mengungkapkan jawaban yang berbeda dengan orang disamping kiri kita dengan memaparkan teori tentang ‘kebegituan’ sehingga dia tiba kepada keyakinan bahwa manusia itu adalah ‘begitu’. Pertanyaannya sekarang adalah, kenapa masing-masing orang mempunyai jawaban yang berbeda atas satu permasalahan yang sama? Disini menarik untuk kita teliti, apa sih yang menyetir pikiran orang sehingga kemudian masing-masing individu dan golongan cenderung untuk mempertahankan dan membela apa yang diyakininya. Mari kita lihat dulu proses bagaimananya…, Bagaimana seseorang tiba kepada sebuah keyakinan. Seseorang tiba kepada sebuah keyakinan tentang sesuatu sesuai dengan porsi pengetahuannya (epistemologi), dari pengetahuan yang didapat tersebut kemudian terbentuklah sebuah ‘pandangan alam’ dan dari pandangan alam ini muncullah sebuah ideologi yang pada akhirnya akan menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus ditolak, mana yang halal dan mana yang haram. Dari proses kebagaimanaan tersebut, nanti kita akan memfokuskan pembicaraan kita kepada teori pengetahuan. Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan, alat untuk mendapatkan pengetahuan, sumber pengetahuan, tahapan pengetahuan dan jika memungkinkan akan kita kaji juga bentuk dan bagian pengetahuan.. Namun sebelum sampai kesana, sekarang kita perlu tahu sedikit, bagaimana hubungan pengetahuan dengan ideologi seseorang. Bagaimana pengetahuan itu melahirkan “Pandangan Alam”. Pandangan Alam adalah bentuk dari sebuah kesimpulan, penafsiran dan hasil kajian seseorang terhadap alam semesta, manusia, masyarakat dan sejarah. Sebagaimana yang saya kemukakan pada pembuka tulisan ini bahwa antara orang yang disebelah kiri dan kanan kita juga telah dan atau bisa terjadi perbedaan pandangan alam, yang satu mengatakan bahwa manusia itu adalah begini dan yang lainnya mengatakan begitu. Perbedaan pandangan alam secara otomatis akan membawa kepada perbedaan ideologi karena sandaran atau dasar sebuah ideologi itu adalah pandangan alam. Ideologi akan menentukan sederet perintah dan larangan, anda tidak boleh begini, anda harus begitu, yang ini yang harus dipertahankan, yang itu yang harus ditolak, yang ini yang baik, yang itu yang jelek dan seterusnya. Dan semua perintah dan larangan yang ditentukan oleh ideologi tersebut mengandung sebuah pertanyaan “Kenapa?” Kenapa tidak boleh begini, kenapa boleh begitu, kenapa harus mempertahankan yang ini dan kenapa harus menolak yang itu, kenapa yang ini baik dan kenapa yang itu jelek dan seterusnya. Dan semua jawaban atas pertanyaan “kenapa” itu akan dijawab oleh pandangan alam seseorang. Bentuk pandangan alam seperti apapun yang kita miliki terhadap alam semesta ini maka ideologi kitapun akan selalu mengikuti pandangan alam itu. Misalnya, tidak mungkin orang yang mempunyai pandangan alam bahwa alam semesta ini adalah hanya materi semata, manusia itu adalah materi semata lalu ia akan meyakini bahwa akan adanya kehidupan yang kekal dan abadi yang non materi. Disinilah dikatakan bahwa ideologi merupakan buah hasil dari “pandangan alam” Pandangan alam, tidak ubahnya seperti pondasi atau dasar dari sebuah bangunan, sedangkan ideologi adalah “bangunan atas” dari sebuah bentuk pemikiran. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa pandangan alam adalah “teori” dan ideologi adalah “praktek” dari sebuah pemikiran. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Importing contacts has never been easier..Bring your friends over to Yahoo! Mail today! http://www.trueswitch.com/yahoo-sg
[zamanku] Sains
Salam, Dibarat dewasa ini filsafat - khususnya metafisika - dianggap bukanlah sebagai sains. Sebagaimana yang dikatakan August Comte, bahwa filsafat dalam bentuk metafisika adalah fase kedua dalam perkembangan manusia, setelah agama yang disebut sebagai fase pertamanya. Adapun yang disebut dengan fase ketiga atau fase yang paling modern dalam perkembangan manusia adalah sains yang bersifat positivistik ( yang dapat dilihat oleh indra lahir manusia ). Dan karena sains merupakan perkembangan terakhir - fase ketiga- maka manusia modern harus meninggalkan fase-fase sebelumnya yang dianggap sudah kuno seperti fase agama -teologis- dan metafisika filosofis jika ingin tetap bisa dikatakan sebagai manusia modern. Apakah kita harus meng amin-i saja apa yang dikatakan oleh August Comte tersebut? Mari kita lihat dari sisi yang lain... Berbeda dengan apa yang terjadi dibarat, dalam tradisi ilmiah Islam filsafat tetap dipertahankan hingga kini dalam posisi ilmiahnya yang tinggi sebagai sumber atau basis bagi ilmu-ilmu umum yang biasa kita sebut sebagai sains, yakni cabang-cabang ilmu yang berkaitan dengan dunia empiris, dunia fisik. Dalam tradisi Islam, Filsafat adalah induk dari semua ilmu yang menelaah ilmu rasional (aqliyyah) seperti metafisika, fisika dan matematika. Adapun 'sains' dalam tradisi ilmiah Islam adalah termasuk kedalam kelompok ilmu rasional dibawah ilmu-ilmu fisik, sehingga mau tidak mau sains harus tetap menginduk kepada filsafat, khususnya kepada metafisika filsafat. Alih-alih sains dikatakan terlepas dari filsafat sebagaimana yang disinyalir oleh August Comte, filsafat justru dipandang sebagai induk dari sains. Para Filosof Muslim memandang bahwa terdapat sumber abadi dan sejati bagi segala apapun yang ada dijagad raya ini, yang pada gilirannnya akan dijadikan sebagai objek penelitian ilmiah. Sumber sejati ini penting dibicarakan untuk mengetahui asal usul dari objek apapun yang akhirnya kita pilih untuk diteliti, tak terkecuali objek-objek fisik. Tanpa sumber sejati seperti yang disebutkan diatas maka tidak mungkin ada apapun yang bisa kita jadikan sebagai objek penelitian kita. Tuhan, itulah sumber sejati yang dimaksud, darimana segala sesuatu itu berasal. Dalam Islam, alam raya ( yang akan dijadikan objek penelitian oleh sains) disebut sebagai ayah/ayat atau tanda-tanda Tuhan. Menurut Muhammad Iqbal, alam tak lain adalah medan kreativitas Tuhan. Oleh karena itu barang siapa saja yang meneliti dan mengadakan kajian terhadap alam semesta, maka sesungguhnya dia sedang melakukan penelitian terhadap cara Tuhan bekerja dalam penciptaan atau dalam bahasa yang lebih populer, maka sesungguhnya orang (sains) tersebut sedang melakukan penelitian tentang sunnatullah. Dengan melihat apa yang dikatakan Muhammad Iqbal tersebut, maka seharusnya setiap orang yang mengadakan kajian dan penelitian terhadap alam maka seyogyanya makin bertambahlah kepercayaannya (imannya) kepada sang Pencipta (Tuhan) dan bukan malah sebaliknya seperti yang sering terjadi didunia barat dimana mereka malahan berusaha menyingkirkan Tuhan dari arena penelitiannya. Selain sebagai basis metafisik ilmu (sains), filsafat juga bisa dijadikan sebagai basis moral bagi ilmu dengan alasan bahwa tujuan menuntut ilmu dari sudut aksiologis adalah untuk memperoleh kebahagiaan bagi siapa saja yang menuntutnya. Filsafat, khususnya Metafisika adalah ilmu yang mempelajari sebab pertama atau Tuhan, yang menempati derajat tertinggi dari objek ilmu. Oleh karena itu sudah semestinyalah jika metafisika dijadikan basis etis penelitian ilmiah karena ilmu ini akan memberikan kebahagiaan kepada siapa saja yang mengkajinya. Kembali perlu kita ingat, bahwa dalam tradisi ilmiah Islam, filsafat disebutkan sebagai sumber segala ilmu rasional (aqli) seperti matematika, fisika dan metafisika serta sub-devisi-sub-devisi mereka seperti : Sub-devisi Matematika : Aritmatika-Geometri-Aljabar-Musik-Astronomi dan Teknik. Sub-devisi Fisika : Minerologi-Botani-Zoologi-Anatomi-Kedokteran dan Psikologi Sub-devisi Metafisika : Ontologi-Teologi-Kosmologi-Antropologi-Eskatologi. Maka dari itu, tidaklah mengherankan kalau filosof besar jaman dulu seperti Ibnu Sina dan Mulla Sadra menguasai bukan hanya metafisika filsafat tetapi juga seluruh cabang ilmu rasional dan sub-devisi-sub-devisinya. Tiba kepada kita sekarang ini, bagaimana mungkin kebanyakan dari mereka (orang barat) malah menyingkirkan induk ilmu (Filsafat) itu dari sains yang jelas-jelas merupakan anak kandung dari filsafat iitu sendiri. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Filsafat dan Agama
Salam, Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa telah terjadi hujatan dan penentangan yang begitu keras dan sekaligus membabi buta dari beberapa kalangan mengenai kehadiran filsafat ke dalam kajian/wilayah agama. Mereka mengatakan filsafat sangat bertentangan dengan ajaran agama, khususnya agama Islam. Apakah betul bahwa filsafat sangat bertentangan dengan agama? Mengutip apa yang dikatakan oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya adalah sama-sama berbicara dan mencari kebenaran, dan karena pengetahuan tentang kebenaran itu meliputi juga pengetahuan tentang Tuhan, tentang keesaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, maka barang siapa saja yang menolak untuk mencari kebenaran dengan alasan bahwa pencarian seperti itu adalah kafir, maka sesungguhnya yang mengatakan kafir tersebutlah yang sebenarnya kafir. Diantara filsuf muslim yang paling peduli untuk menjawab perihal hubungan filsafat dengan agama ini adalah Ibn Rusyd. Ibn Rusyd bahkan menulis sebuah karya khusus untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya dan seharusnya hubungan antara filsafat dan agama. Menurut Ibn Rusyd, antara filsafat dan agama sesungguhnya tidak ada pertentangan. Agama alih-alih melarang, bahkan justru mewajibkan pemeluknya untuk belajar filsafat. Jika filsafat mempelajari secara kritis tentang segala wujud yang ada dan merenungkannya sebagai petunjuk 'dalil' adanya sang pencipta dari satu sisi dan syari'ah pada sisi yang lain telah memerintahkan untuk merenungkan segala wujud yang ada, maka sesungguhnya antara apa yang dikaji oleh filsafat dan apa yang dianjurkan oleh syari'ah telah saling bertemu. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa mempelajari filsafat sesungguhnya telah diwajibkan oleh syari`ah. Penekanan al'quran didalam surat 59 ayat 2 yang berbunyi : Fa`tabiru ya uli al abshar (Renungkanlah olehmu, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (visi)) sesungguhya lebih kepada penekanan pentingnya untuk menggunakan akal, atau gabungan antara penalaran intelektual (filsafat) dan penalaran hukum (syari'at). Demikian juga surat 185 ayat 7 yang mengatakan : Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah Juga adalah ayat yang menganjurkan supaya manusia menggunakan akal dan penalarannya untuk mempelajari totalitas wujud. Dengan demikian maka sesungguhnya syari`at telah mewajibkan kepada kita untuk menggali pengetahuan tentang alam semesta ini dengan penalaran. Namun demikian, untuk bisa melakukan penalaran yang benar maka disyaratkan seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu beberapa metode atau cara berpikiran yang logis dengan mempelajari ilmu logika supaya bisa melakukan pembuktian yang demonstratif. Ibn Rusyd kemudian membandingkan kewajiban mempelajari ilmu logika sebagai alat untuk berfilsafat dengan kewajiban yang ditetapkan oleh para fuqaha untuk mempelajari katagori-kategori hukum yang termuat dalam ushul al-fiqh. Ibn Rusyd menyatakan jika para fuqaha menyimpulkan kewajiban untuk memperoleh pengetahuan tentang penalaran hukum dari ayat fa`tabiru ya uli al abshar, maka alangkah lebih pantas jika ayat tersebut dijadikan sebagai dalil wajibnya untuk mempelajari pengetahuan rasional (rasional reasoning) bagi mereka yang ingin mengetahui Tuhan dan ciptaan-Nya. Bagi mereka yang tetap ngotot mengatakan bahwa belajar filsafat tersebut adalah bid`ah, Ibn Rusyd mengatakan, anggaplah filsafat itu bid`ah karena tidak terdapat dikalangan orang-orang Islam pertama (salaf). Tetapi apakah hal serupa tidak berlaku juga bagi studi penalaran hukum (ushul al-fiqh) yang tercipta juga setelah periode salaf. Bagaimana mungkin jika yang satu dikatakan tidak bid`ah tetapi yang lainnya dikatakan bid`ah padahal keduanya membicarakan penalaran hukum dan penalaran rasional yang sama-sama diciptakan setelah periode salaf. Salam, Iman K. http://www.parapemikir.com
[zamanku] Filsafat dan Tasawuf
pengetahuan kita tentang objek tersebut (yang tidak lain dari pada diri kita sendiri) adalah sama dan satu. Di sini kita mengalami bahwa mengetahui (to know) adalah sama dengan ada itu sendiri (to be). Meskipun tasawuf dikategorikan oleh Ibn Khaldun sebagai ilmu naqliyyah (agama) dan karena itu berdasarkan pada otoritas, namun menurut kesaksian Ibn Khaldun sendiri dalam Al Muqaddimah-nya, Tasawuf, pada perkembangan berikutnya, telah banyak memasuki dunia filsafat , sehingga sulit bagi keduanya untuk dipisahkan. Dalam kasus filsafat suhrawardi, misalnya, kita bisa melihat bahwa tasawuf bahkan telah dijadikan dasar bagi filsafatnya, sehingga orang menyebutnya filosof mistik (muta'allih). Sementara pada diri Ibn Arabi, kita melihat analisis yang sangat filosofis merasuki hampir setiap lembar karya-karyanya. Sehingga tasawufnya sering disebut tasawuf falfasi. Pada masa berikutnya, kita tahu bahwa Mulla Shadra, pada akhirnya telah dapat mensintesiskan keduanya, dalam apa yang kita sebut filsafat Hikmah Muta'aliyyah, atau teosofi transenden. Disini, unsur-unsur filosofis dan mistik berpadu erat dan saling melengkapi satu sama lain. Salam, Iman K. http://www.parapemikir.com
[zamanku] Kenapa saya menentang Israil
Karena saya tidak mau menjadi manusia yag sia-sia... Mereka yang sia-sia Setelah kita mengetahui sedikit tentang apa yang disebut dengan kebaikan perbuatan dan apa pula yang disebut dengan kebaikan pelaku perbuatan sebagaimana yang kita lihat dipostingan sebelumnya [ Menjawab mereka kaum intelektual,red]. Sekarang kita akan bertanya apakah jika seseorang melakukan perbuatan baik secara utuh sebagaimana yang disyaratkan tersebut, yakni melakukan perbuatan baik dan dengan niat yang baik pula maka amalannya tersebut secara otomatis akan diterima oleh Tuhan? Mari kita lihat… Adalah sangat mungkin bagi suatu perbuatan memiliki tubuh dan ruh, dengan kata lain adalah mungkin saja suatu perbuatan memiliki kebaikan perbuatan dan kebaikan pelaku namun pada saat yang sama ia menjadi rusak dari sudut pandang alam malakut karena pengingkaran terhadap kebenaran. Pengingkaran berarti bahwa seseorang merasakan kebenaran melalui rasio dan akalnya, tapi pada saat yang sama dia menentangnya. Dengan kata lain pengingkaran adalah suatu situasi dimana sesungguhnya pemikiran seseorang melalui akal dan logika telah tunduk terhadap kebenaran dan telah bisa menerima kebenaran melalui akal dan logikanya, tetapi ruh dan egonya masih menentangnya karena perasaan sombong dan keengganannya untuk tunduk karena pengaruh eksternal seperti gengsi dan reputasi. Mereka yang walapun telah melakukan perbuatan baik dengan kebaikan perbuatan dan kebaikan pelaku, namun jika pada saat yang sama hati mereka masih mengingkari kebenaran maka semua perbuatannya akan menajadi percuma atau sia-sia belaka. Kemalangan atau kesia-siaan ini seperti panen yang tidak jadi akibat diserang hama atau force major lainnya. Kesia-siaan sering dirusak oleh faktor lain diluar kebaikan perbuatan dan kebaikan pelaku. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukakan hal-hal yang percuma atau siai-sia. Misalnya setelah memberikan sedekah lalu kita bergumam sesuatu yang bisa menyakiti hati sipenerimanya. Sungguh perbuatan yang tadinya baik dan mempunyai niat yang baik seperti itu sekalipun maka ia akan menjadi sia-sia sebagaimana petani yang gagal panen. Contoh kesia-siaan yang lain, katakanlah seorang Guru Besar Prof.DR. ‘X’ yang mempunyai keahlian yang sudah kesohor dan ditambah reputasi yang bagus menetapkan suatu hukum atau teori yang sudah diakui dunia, kemudian ada diantara orang-orang muda yang tidak terkenal dan yang tidak mempunyai reputasi menentang teorinya sekaligus menunjukkan kelemahan-kelemahan teori si Guru Besar dan Si Guru Besar mengakui didalam hatinya kebenaran teori yang baru dikemukakan oleh anak muda tersebut, sehingga akalnya tunduk terhadap argumen-argumen anak muda yang tidak terkenal itu, tetapi karena menjaga reputasi internasionalnya dan demi menjaga gengsinya maka dia menolak untuk mengakui kebenaran fakta-fakta yang diajukan oleh anak muda itu. Pengingkaran terhadap kebenaran yang serupa contoh diataslah yang dikenal dengan istilah kafir didalam Islam. Walaupun hukum atau teori yang dikemukakan oleh Guru besar tersebut adalah hukum yang baik dan dibuat dengan niat yang baik tetapi penolakannya atas kebenaran yang baru ditemuinya menyebabkan semua yang diperbuatnya akan menjadi sia-sia sebagaimana yang diisyaratkan didalam al-quran sebagai debu yang tertiup angin kencang dan lenyap. Jenis atau contoh kesia-siaan yang lain adalah pengingkaran karena fanatisme buta. Sering diantara kita karena terlalu percaya diri dan atau karena terlalu fanatik terhadap kelompok atau golongan maka kita akan menganggap diri kitalah yang selalu benar dan menutup kemungkinan ada kebenaran diluar diri atau kelompok kita. Merasa benar sendiri dan menolak kebenaran dari pihak yang lain adalah sama dengan pengingkaran [kafir] dan pengingkaran yang disengaja dengan cara demikian itu tak pelak lagi akan memusnahkan segala amal perbuatan baik yang telah diperbuat. Kesia-siaan berikutnya adalah kesia-siaan akibat acuh tak acuh terhadap kebenaran dan keadilan. Kita sering diam dan hanya diam melihat semua persoalan yang berseliweran didepan kita, terutama kita-kita yang hidup dikota besar. Kita sering cuek melihat ketidak adilan yang terjadi didepan mata kita. Membiarkan pembantaian yang dilakukan oleh Israil didepan mata kita. Membiarkan ketidak adilan terjadi dipelupuk mata sama dengan mengingkari kebenaran, dan pengingkaran terhadap kebenaran akan berujung kepada kesia-siaan amal perbuatan. Sia-sia sebagaimana petani yang gagal panen akibat lalai terhadap hama. Iman K. www.parapemikir.com Yahoo! Toolbar is now powered with Search Assist.Download it now! http://sg.toolbar.yahoo.com/
[zamanku] Mereka yang sia-sia
Salam... Setelah kita mengetahui sedikit tentang apa yang disebut dengan kebaikan perbuatan dan apa pula yang disebut dengan kebaikan pelaku perbuatan sebagaimana yang kita lihat dipostingan sebelumnya [ Menjawab mereka kaum intelektual,red]. Sekarang kita akan bertanya apakah jika seseorang melakukan perbuatan baik secara utuh sebagaimana yang disyaratkan tersebut, yakni melakukan perbuatan baik dan dengan niat yang baik pula maka amalannya tersebut secara otomatis akan diterima oleh Tuhan? Mari kita lihat. Adalah sangat mungkin bagi suatu perbuatan memiliki tubuh dan ruh, dengan kata lain adalah mungkin saja suatu perbuatan memiliki kebaikan perbuatan dan kebaikan pelaku namun pada saat yang sama ia menjadi rusak dari sudut pandang alam malakut karena pengingkaran terhadap kebenaran. Pengingkaran berarti bahwa seseorang merasakan kebenaran melalui rasio dan akalnya, tapi pada saat yang sama dia menentangnya. Dengan kata lain pengingkaran adalah suatu situasi dimana sesungguhnya pemikiran seseorang melalui akal dan logika telah tunduk terhadap kebenaran dan telah bisa menerima kebenaran melalui akal dan logikanya, tetapi ruh dan egonya masih menentangnya karena perasaan sombong dan keengganannya untuk tunduk karena pengaruh eksternal seperti gengsi dan reputasi. Mereka yang walapun telah melakukan perbuatan baik dengan kebaikan perbuatan dan kebaikan pelaku, namun jika pada saat yang sama hati mereka masih mengingkari kebenaran maka semua perbuatannya akan menajadi percuma atau sia-sia belaka. Kemalangan atau kesia-siaan ini seperti panen yang tidak jadi akibat diserang hama atau force major lainnya. Kesia-siaan sering dirusak oleh faktor lain diluar kebaikan perbuatan dan kebaikan pelaku. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukakan hal-hal yang percuma atau siai-sia. Misalnya setelah memberikan sedekah lalu kita bergumam sesuatu yang bisa menyakiti hati sipenerimanya. Sungguh perbuatan yang tadinya baik dan mempunyai niat yang baik seperti itu sekalipun maka ia akan menjadi sia-sia sebagaimana petani yang gagal panen. Contoh kesia-siaan yang lain, katakanlah seorang Guru Besar Prof.DR. 'X' yang mempunyai keahlian yang sudah kesohor dan ditambah reputasi yang bagus menetapkan suatu hukum atau teori yang sudah diakui dunia, kemudian ada diantara orang-orang muda yang tidak terkenal dan yang tidak mempunyai reputasi menentang teorinya sekaligus menunjukkan kelemahan-kelemahan teori si Guru Besar dan Si Guru Besar mengakui didalam hatinya kebenaran teori yang baru dikemukakan oleh anak muda tersebut, sehingga akalnya tunduk terhadap argumen-argumen anak muda yang tidak terkenal itu, tetapi karena menjaga reputasi internasionalnya dan demi menjaga gengsinya maka dia menolak untuk mengakui kebenaran fakta-fakta yang diajukan oleh anak muda itu. Pengingkaran terhadap kebenaran yang serupa contoh diataslah yang dikenal dengan istilah kafir didalam Islam. Walaupun hukum atau teori yang dikemukakan oleh Guru besar tersebut adalah hukum yang baik dan dibuat dengan niat yang baik tetapi penolakannya atas kebenaran yang baru ditemuinya menyebabkan semua yang diperbuatnya akan menjadi sia-sia sebagaimana yang diisyaratkan didalam al-quran sebagai debu yang tertiup angin kencang dan lenyap. Jenis atau contoh kesia-siaan yang lain adalah pengingkaran karena fanatisme buta. Sering diantara kita karena terlalu percaya diri dan atau karena terlalu fanatik terhadap kelompok atau golongan maka kita akan menganggap diri kitalah yang selalu benar dan menutup kemungkinan ada kebenaran diluar diri atau kelompok kita. Merasa benar sendiri dan menolak kebenaran dari pihak yang lain adalah sama dengan pengingkaran [kafir] dan pengingkaran yang disengaja dengan cara demikian itu tak pelak lagi akan memusnahkan segala amal perbuatan baik yang telah diperbuat. Kesia-siaan berikutnya adalah kesia-siaan akibat acuh tak acuh terhadap kebenaran dan keadilan. Kita sering diam dan hanya diam melihat semua persoalan yang berseliweran didepan kita, terutama kita-kita yang hidup dikota besar. Kita sering cuek melihat ketidak adilan yang terjadi didepan mata kita. Membiarkan ketidak adilan terjadi dipelupuk mata sama dengan mengingkari kebenaran, dan pengingkaran terhadap kebenaran akan berujung kepada kesia-siaan amal perbuatan. Sia-sia sebagaimana petani yang gagal panen akibat lalai terhadap hama. Salam, Iman K. www.parapemikir.com
[zamanku] Menjawab mereka kaum Intelektual.
(kebaikan pelaku). Kalau mereka melakukan perbuatan baik itu dengan NIAT ingin mencapai ridho Tuhan maka mereka akan sampai kepada ridhonya, dan jika mereka melakukannya dengan tujuan dan alasan lain maka mereka akan sampai kepada tujuan mereka yang lain, yakni selain Tuhan. Dengan kata lain yang semua perjalanan mempunyai tujuan akhir, dan jika perjalanannya diarahkan ke Tuhan maka dia akan sampai kepada Tuhan dan sebaliknya jika perjalanannya diarahkan kepada selain Tuhan maka dia akan sampai kepada tujuan yang selain kepada Tuhan. Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Mereka yang disebut Islam
Salam... Bahasan kali ini adalah penjelasan penting dari pembahasan awal kita kemarin, yang kita beri judul ‘perbuatan baik non muslim’. Sekarang kita tiba kepada persoalan dan sekaligus pertanyaan apa sih yang disebut muslim atau Islam itu? Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar dari kita beragama bukanlah karena kita telah memilih agama yang diyakini benar, melainkan karena sejak terlahir kita sudah mengikuti agama orang tua. Tak pelak lagi kita mayoritas beragama karena faktor keturunan dan faktor geografis. Berbicara mengenai faktor geografis kita bisa melihat dengan mata kepala kita sendiri bahwa jika mayoritas penduduk suatu negara beragama Kristen maka seterusnya penduduk suatu negara tersebut akan terus didominasi oleh pemeluk agama kristen. Jika mayoritas penduduk suatu negara beragama Islam maka seterusnya penduduk suatu negara tersebut akan terus didominasi oleh pemeluk agama Islam dan begitu seterusnya. Persoalan geografis ini berlaku juga untuk penggunaan bahasa, Jika mayoritas penduduk suatu negara berbahasa Inggris maka seterusnya penduduk suatu negara tersebut akan terus menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa mereka. Jika mayoritas penduduk suatu negara berbahasa Indonesia maka seterusnya penduduk suatu negara tersebut akan terus menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka dan begitu seterusnya. Perubahan tentang pola serupa ini hanya bisa terjadi jika terjadi peristiwa besar dan sangat luar biasa seperti terjadinya peperangan, penjajahan atau kehadiran orang-orang suci dan orang-orang yang sangat berpengaruh. Kita mengenal agama sama kunonya dengan pengenalan kita terhadap bahasa dan orang tua kita. Kita mengenalnya sudah sejak terlahir kedunia ini, sehingga sangat sulit untuk lepas dan melepaskannya keyakinan kita terhadap suatu agama walaupun hanya untuk sekedar merenungkan kebenarannya. Lepas atau melepaskan keyakinan kita terhadap suatu agama sama sulitnya dengan kita melepaskan keyakinan tentang siapakah orang tua kita yang sebenarnya. [tentang ini, jika ada kesempatan mungkin akan kita bahas dengan tema khusus] Sekarang kita kembali kepada tema kita kali ini, yakni mereka yang disebut muslim. Dalam persoalan yang kita ajukan ini, maka mereka-mereka yang terlahir didalam keluarga muslim karena faktor keturunan dan geografis disebut muslim, dan mereka-mereka yang terlahir diluar keturunan muslim dan kemudian meniru agama orang tua mereka, maka mereka disebut non muslim. Sesungguhnya faktor keturunan dan faktor ‘kebetulan’ orang terlahir dari keluarga muslim ataupun non muslim tidaklah terlalu banyak bernilai. Karena nilai sesungguhnya dari muslim itu adalah hati yang tunduk kepada kebenaran. Pintu hatinya terbuka untuk menerima dan bertindak menurut kebenaran. Jika seseorang memiliki fitrah tunduk kepada kebenaran dan karena adanya sebab tertentu realitas kebenaran tersembunyi atau tidak sampai kepadanya, maka sesungguhnya Allah tidak akan menghukumnya sebagaimana yang dikatakan al-quran surat 17 ayat 15 : “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” Mengacu kepada ayat al-quran tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa mustahil Tuhan menghukum seseorang bila kepadanya belum sampai kebenaran yang lengkap dan sempurna. Dengan kata lain bisa dikatakan, mustahil bagi Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Pengasih menghukum seseorang yang mana kepadanya belum sampai berita dan peraturan tentang mana yang boleh dan mana yang dilarang. Artinya tidak layak hukuman diberikan tanpa adanya penjelasan terlebih dahulu. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Thread berikutnya berjudul : Mereka yang disebut Islam 2 Try cool new emoticons, skins, plus more space for friends. Download Yahoo! Messenger Singapore now! http://sg.messenger.yahoo.com
[zamanku] Mereka yang disebut beriman
semua apa yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri. Iblis mengakui fakta dan realistas yang dia hadapi adalah benar, namun perasaannya/hatinya masih menolak. Hatinya masih bergejolak tidak mau menerima kelebihan yang dimilik Adam. Hatinya menolak karena kesombongannya, hatinya tidak bisa tunduk bahkan menyimpan dendam yang tiada tara. Dan karena persoalan seperti inilah Tuhan menyebutnya termasuk orang-orang yang kafir. Untuk menguji, apakah hati kita sudah tunduk kepada kebenaran maka kau bisa perhatikan dirimu sendiri, apakah kau merasakan ada peperangan antara akal dan batinmu. Apakah ada peperangan antara apa yang kau pahami dengan apa yang kau rasakan…. Ujilah dirimu sendiri dan katakan sendiri apakah kau sudah beriman? Apakah akal, hati dan jiwamu sudah tunduk terhadap kebenaran. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Thread berikutnya berjudul : Mereka yang disebut islam Try cool new emoticons, skins, plus more space for friends. Download Yahoo! Messenger Singapore now! http://sg.messenger.yahoo.com
[zamanku] Mereka yang disebut kafir
Salam... Setelah kita melihat dan membaca apa alasan yang diajukan oleh kelompok kaum intelektual dan kelompok orang-orang sholeh pada postingan sebelumnya [mereka yang disebut kaum intelektual dan mereka yang disebut orang sholeh yang kaku] , dari alasan-alasan yang mereka ajukan nampaknya bisa kita saksikan bahwa titik tekan dari kedua kelompok ini adalah pada persoalan kafir atau tidak kafir. Sekarang supaya kita bisa lebih mudah untuk memahami alur pikiran kedua kelompok tersebut maka perlu kiranya kita membahas tentang apa dan bagaimana sih yang disebut dengan kafir tersebut? Kafir sesungguh dibagi menjadi dua macam, yang pertama adalah kafir karena menolak kebenaran dengan cara yang disengaja. Sedangkan yang kedua adalah kafir karena ketidak tahuan akan kebenaran. Kafir model yang pertama ini sudah semestinyalah akan mendapatkan hukuman dari Tuhan. Sedangkan kafir yang model kedua, yakni kafir karena kebodohan atau ketidak tahuan yang tidak bersumber dari kelalaian maka dia akan diampuni oleh Tuhan. Ini bisa kita buktikan dengan menyimak apa yang tercatat pada Al-quran surat 26 ayat 88-89 yang berbunyi : “(yaitu) pada hari dimana harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” Tuhan mengatakan, yang diterima-Nya adalah orang-orang yang menghadap dengan hati yang bersih. Kalau demikian apa sih yang disebut dengan hati yang bersih? Salam, Iman K. www.parapemikir.com Thread berikutnya berjudul : Mereka yang disebut berhati bersih New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Mereka yang disebut berhati bersih
Salam... Mengingat kembali kepada postingan sebelumnya, kita telah tiba kepada pertanyaan, apa sih yang disebut dengan hati yang bersih? Ketahuilah bahwa yang disebut dengan hati yang bersih adalah hati yang tunduk kepada yang Haq, yaitu hati yang tunduk kepada kebenaran. Hati yang bersih adalah hati yang terpelihara dari kekafiran. Dan selanjutnya perlu diketahui juga, bahwa tingkat ketundukan itu terbagi menjadi tiga, yang pertama disebut dengan tunduk secara fisik, yang kedua tunduk secara akal dan yang ketiga adalah ketundukan hati. Untuk memudahkan pemahaman kita tentang tingkatan ketundukan ini, saya akan memberikan contoh ketundukan model yang pertama terlebih dahulu, yaitu ketundukan fisik. Yang disebut tunduk secara fisik adalah ketika seseorang bisa menerima kenyataan bahwa secara fisik dia sudah kalah dan bersedia dengan sadar dibawah kendali dari orang yang fisiknya lebih kuat. Misalnya didalam perkelahian, jika seseorang sudah merasa kalah maka dia akan menyerah kepada lawanya. Biasanya yang kalah akan mengangkat tangan pertanda menyerah kalah dan bersedia menjadi tawanan dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh lawannya. Atau ketika seseorang terjebak digang preman, dimana dia harus menyerahkan uangnya karena diancam dengan pisau. Orang yang diancam secara fisik ini biasanya hanya menyerah secara fisik. Akalnya tetap akan melawan perbuatan para preman tersebut. Tunduk secara fisik seperti ini, fisiknya memang tunduk tapi pikiran dan akalnya tidak akan pernah tunduk. Orang yang kalah secara fisik ini akan selalu mencari peluang bagaimana caranya untuk lepas dari kendali musuhnya. Hatinya tidak henti-hentinya mengecam musuhnya. Tunduk atau penundukan secara fisik begini biasanya dilakukan dengan kekerasan atau pemaksan. Tunduk model kedua adalah tunduk secara akal. Akal tidak bisa ditundukkan dengan pemaksaan dan kekerasan. Kita tidak pernah menemukan ada orang jago matematika karena ditekan dengan kekuatan fisik. Satu-satunya yang dapat menundukkan akal adalah logika dan akal itu sendiri. Tidak mungkin orang bisa mengerti berapa berat jenis air dan berapa berat jenis pelampung dengan cara dipukuli dan dipaksa dengan kekerasan. Cara menghitung berat jenis harus dengan menggunakan rumus berat jenis bukan dengan cara yang lainnya. Jika dengan rumus-rumus yang disodorkan akal bisa mengetahui dan paham bagaimana cara menghitung berat jenis, itu artinya akal sudah tunduk. Akal sudah menyerah dan bersedia dibawah kendali rumus-rumus tersebut untuk memastikan berapa berat jenis air dan pelampung tersebut. Mengenai ini ada contoh yang bagus, yaitu bagaimana ketika Gallileo menemukan fakta baru bahwa sesungguhnya bumilah yang mengelilingi matahari bukan sebaliknya sebagaimana yang dipercayai oleh orang-orang pada jaman itu. Omongan Galileo ini dianggap sesat dan menyesatkan oleh orang-orang sholeh yang kaku dari kalangan gereja pada saat itu. Mereka memaksa Galileo untuk menarik omongannya tersebut dan kalau tidak maka dia akan dibakar hidup-hidup. Mendengar ancaman dari orang-orang sholeh yang kaku tersebut, Galileo akhirnya tunduk secara fisik dan bersedia untuk menarik omongannya. Tapi akalnya tidak bisa ditundukkan dengan ancaman tersebut, kemudian sambil duduk Galileo menulis sesuatu ditanah. Diberitakan isi tulisannya adalah “ Walaupun saya harus menarik omongan saya, tetapi itu tidak akan menghentikan bumi untuk terus berputar mengelilingi matahari” Betul ancaman fisik dapat memaksa orang untuk berhenti berbicara dan posting dimailling list, tapi ancaman fisik tidak akan pernah mampu untuk menundukkan akal. Sejatinya akal hanya bisa ditundukkan oleh logika dan akal itu sendiri. Jenis tunduk yang ketiga adalah ketundukan hati. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Thread berikutnya berjudul : Mereka yang disebut beriman __ Search, browse and book your hotels and flights through Yahoo! Travel. http://sg.travel.yahoo.com
[zamanku] Mereka yang disebut orang Sholeh yang kaku
Salam... Kembali kepersoalan apakah orang-orang yang tidak mengikuti agama yang benar TETAPI melakukan pekerjaan dan perbuatan sesuai dengan ajaran agama yang benar, semua amalannya itu akan diterima oleh Tuhan. Kita sudah membicarakan bagaimana alasan logis yang diajukan oleh kaum intelektual dipostingan sebelumnya. Dan kita juga sudah memperhatikan apa yang mereka kutip dari Al-quran sebagai landasan fundamentalnya. Sekarang kita akan lihat, apa jawaban dari mereka yang disebut dengan kelompok orang-orang sholeh. Kelompok yang menentang bulat-bulat pendapat yang diajukan oleh kaum intelektual tersebut. Mereka mengatakan secara tegas bahwa perbuatan baik non muslim tidak mungkin akan diterima oleh Tuhan. Perbuatan orang-orang kafir itu tidak ada nilainya sama sekali dimata Tuhan, semua amal perbuatan mereka itu akan ditolak dan tertolak. Kelompok orang-orang sholeh yang berpikiran kaku ini juga tidak lupa untuk membawa dua alasan penting untuk mendukung pendapatnya, yaitu : Alasan penting yang pertama adalah alasan rasional, kalau memang perbuatan baik non muslim itu diterima dan perbuatan baik muslim juga diterima jadi apa bedanya menjadi muslim atau non muslim. Demikian juga sebaliknya, kalau perbuatan buruk non muslim akan mendapat hukuman dan perbuatan buruk muslim juga mendapat hukuman yang sama, jadi dimana letak perbedaannya antara menjadi muslim dan non muslim. Dalam hal ini apa pengaruhnya menjadi muslim atau non muslim? Alasan penting kedua adalah alasan narasi, mereka mengutip argumentasinya dengan merujuk kepada apa yang tertulis pada alquran surat 14 ayat 18 : “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” Dengan bermodalkan ayat ini, maka kelompok orang-orang sholeh yang berpikiran sempit tersebut menegaskan bahwa perbuatan mulia semulia apapun, sekalipun lebih mulia dari perbuatan dan pengabdian para nabi sekalipun, maka sungguh perbuatan mereka akan sia-sia belaka jika tidak digandengkan dengan keimanan kepada Tuhan. Dan untuk melengkapi dalilnya, mereka juga terkadang mengutip ayat yang lain dari al-quran , seperti surat 24 ayat 39 : “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya” Dengan menambahkan ayat ini, maka sudah semakin kuatlah perhitungan atas orang-orang kafir, perbuatan mereka semuanya akan sia-sia dan semu bagaikan sebuah fatamorgana. Seolah-olah ada dan bermanfaat padahal tidak ada dan tidak berguna sama sekali. Sampai disini kita sudah melihat, apa dan bagaimana alasan-alasan logis dan narasi yang disampaikan oleh dua kelompok yang paling berpengaruh tersebut.. Jalan pemikiran pertama mengatakan semua orang boleh dan dibolehkan masuk surga tanpa membeda-bedakan agamanya, apakah muslim atau non muslim semuanya sama saja dimata Tuhan. Kelompok yang lain mengharamkan surga terhadap umat manusia manapun kecuali mereka muslim. Surga tertutup untuk orang-orang non muslim, surga dibuat khusus untuk orang Islam. Pendapat kelompok manakah gerangan yang paling logis dan yang paling masuk akal yang bisa kita terima? Apakah pendapat kelompok pertama ataukan pendapat kelompok yang kedua? Atau apakah masih ada pendapat yang lain diluar pendapat tersebut? Salam, Iman K. www.parapemikir.com Thread berikutnya berjudul : Mereka yang disebut kafir Get your preferred Email name! Now you can @ymail.com and @rocketmail.com http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Menjawab mereka
adalah perbuatan baik dan pada hakikatnya adalah BAIK dan sudah BAIK dari sononya (innate), tidak peduli apakah yang berbuat itu adalah orang Islam, kristen, hindu,buda, negro, bule, orang asia atau siapapun. Kampanyenya adalah : Perbuatan baik adalah selalu bernilai baik. Apakah betul begitu? Saya mengatakan, TIDAK! Pemikiran seperti itu tidak benar sama sekali, masih jauh panggang dari api. Perbuatan baik itu haruslah dilihat dari 2 dimensi, yakni : 1. Dimensi Perbuatan. 2. Dimensi Pelaku. Yang disebut dengan dimensi perbuatan (laku) adalah dimensi materi yang ternilai hanya secara historis dan sosial. Sedangkan dimensi pelaku (NIAT) adalah dimensi imateri dan ternilai bukan hanya secara historis dan sosial TAPI lebih dari itu yakni ternilai secara spiritual. Kita lihat contoh aplikasi kedua dimensi itu ditengah2 kita, Contoh yang paling bagus sebenarnya yang sering dibuat oleh holiwood dengan film-film mafia-nya. Holiwood sering mengambarkan sosok tokoh yang selalu berbuat baik diawal cerita dan baru ketahuan diakhir film ternyata tokoh itu adalah BOS MAFIA :) Di dunia nyata kita juga bisa saksikan, banyak orang membangun rumah sakit, fasilitas umum dan itu adalah perbuatan BAIK. Tapi betapa banyak kita saksikan juga ternyata perbuatan baiknya dimodali oleh uang korupsi dan lain-lain dan menjadi urusan KPK. Contoh lain, kita sering melihat orang berkata sopan, dan perkataan sopan itu adalah pebuatan baik. Tapi siapakah gerangan yang tahu apa NIAT orang ketika berbicara sopan? Kita sering mendengar ada pemerkosaan, pencurian, penipuan dan lain-lain, dan ketika si pelakunya tertangkap banyak orang yang terperangah TIDAK MENDUGA bahwa dia yang selama ini sopan dan santun itu ternyata memiliki NIAT JAHAT. Dan banyak contoh-contoh lain, apalagi sekarang menjelang pemilu. Hampir semua calon presiden berlomba-lomba memoles senyum. Bukankah senyum itu adalah perbuatan baik Tapi semua orang tentu tahu, apakah PERBUATAN baiknya itu memang benilai baik, apakah betul-betul itu senyum tulus untuk melindungi masyarakat atau senyum perangkap untuk mengangkangi masyarakat? Dengan beberapa contoh praktis itu saya rasa sekarang sudah bisa lebih mudah untuk membedakan apakah laku atau prilaku itu saja sudah cukup tanpa melibatkan NIAT ? JAdi sudah jelas alasan logisnya, bahwa perbuatan baik saja tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket ke surga. Ada yang lebih penting dari itu yakni NIAT sipelaku. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Yahoo! Toolbar is now powered with Free Anti-Virus and Anti-Adware Software. Download Yahoo! Toolbar now! http://sg.toolbar.yahoo.com/
[zamanku] Mereka yang disebut kaum intelektual
Bahasan kali ini adalah sambungan dari artikel sebelumnya yang kami beri judul ‘ada berapakah agama yang benar’. Kita telah sampai kepada pertanyaan ketiga yaitu apakah orang-orang yang tidak mengikuti agama yang benar TETAPI melakukan pekerjaan dan perbuatan sesuai dengan ajaran agama yang benar, semua amalannya itu akan diterima oleh Tuhan? Misalnya agama yang benar telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada semua manusia, mendukung hak-hak orang yang tertindas, menengahi perselisihan, memerangi para pemeras dan penindas, menolong orang-orang yang bernasib malang, membantu orang-orang miskin, menegakkan keadilan dan memberikan pendidikan sebagaimana tugas kenabian pada setiap zamannya. Lalu kita bertanya apakah mereka yang melakukan tugas-tugas kenabian tersebut akan diberi pahala atau tidak? Dengan kata lain apakah keimanan kepada satu agama yang benar adalah sebagai prasyarat untuk memperoleh pahala disisi Tuhan? Disini kita akan menemukan dua jalan pikiran yang paling berpengaruh. Pertama adalah logika perdamaian mutlak (Absolute Conciliation) yang dibawakan oleh kaum intelektual, dan yang kedua adalah logika manifestasi murka Tuhan yang melebihi kasih sayang-Nya yang dibawakan oleh orang-orang sholeh yang kaku. Mereka yang disebut kaum intelektual ini mengajukan argumennya dengan berbagai macam bukti, baik bukti rasional maupun bukti yang ditemukan didalam kitab suci Al-quran Mereka mengatakan bahwa semua perbuatan baik sebagaimana yang disebutkan diatas itu pastilah akan mendapat pahala dari Tuhan dengan alasan : Pertama, Allah memiliki hubungan yang sama terhadap semua wujud yang ada, Allah tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan siapapun. Allah tidak rasis, Dia ada dibarat dan juga ada ditimur, Ada diatas dan juga ada dibawah, Allah ada dimasa sekarang, masa lalu dan masa yang akan datang. Bagi Allah sama saja semuanya, Dia meliputi segala sesuatu, dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Allah tidak memiliki ikatan keluarga dan hubungan khusus dengan siapapun dan dari bangsa manapun, tidak dengan orang barat, timur, utara, selatan atau yang lainnya. Oleh karena itu tidak masuk akal kalau Tuhan memilih-milih siapa yang akan dimurkainya dan siapa yang akan dikasihinya dengan mengabaikan amal perbuatan manusia dari golongan tertentu dan menerima amal perbuatan dari kelompok yang lain. Karena hubunga Allah dengan semua manusia adalah sama saja, maka tidak mungkin dan tidak masuk akal kalau Allah menerima perbuatan baik dari satu orang dan tidak dari orang yang lain. Jika perbuatan baiknya sama maka seyogyanya diterima dengan cara yang sama pula berdasarkan perinsip keadilan Illahi.. Kedua, Kebaikan dan keburukan itu hakikatnya ada pada perbuatan tersebut. Misalnya kejujuran, berkata-kata sopan, menegakkan keadilan dan lain-lain disebut baik karena pada hakikatnya pekerjaan tersebut adalah baik. Demikian juga keburukan, seperti mencuri, berbohong, korupsi dan lain-lain disebut buruk karena hakikat perbuatan tersebut memang sudah buruk dari sononya (innate). Jujur, sopan, menegakkan keadilan disebut baik bukanlah karena Allah memerintahkan untuk mengerjakannya. Demikian juga mencuri, rampok, korupsi disebut buruk bukanlah karena Allah telah melarangnya. Dengan memperhatikan alasan kedua ini maka tidak alasan bagi Tuhan untuk menolak amalan baik dari seseorang dan menolaknya dari orang yang lain. Kedua, Tuhan sudah menyatakan didalam Al-quranan pada surat 5 ayat 69 : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akherat serta beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Jelas isi al-quran itu tidak terbantahkan lagi bahwa siapa saja yang beramal baik akan diterima disisi Tuhan. Bersambung ke thread berikutnya yang berjudul : Mereka yang disebut orang Sholeh yang kaku Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Ada berapakah agama yang benar?
Salam... Pembicaraan yang paling sensitif dan yang paling banyak dihindari pada zaman modern ini adalah pembicaraan tentang perbedaan agama-agama. Kebanyakan dari kita risih untuk membicarakan agama manakah yang paling benar. Masalah ini menjadi lebih sulit lagi karena di indonesia memang dilarang keras membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan isyu SARA didepan umum. Saya menyadari, dengan menulis isyu ini bisa jadi saya akan menjadi bahan ejekan, makian dan tertawaan orang-orang dan bahkan boleh jadi lebih dari itu. Bisa jadi yang tadinya teman menjadi lawan dan yang tadinya lawan menjadi teman secara ideologi….bahkan tidak menutup kemungkinan saya akan dicari dan dimasukkan ke hotel pledo . Untuk membahas persoalan ini saya mulai dengan keingin tahuan saya dengan mengajukan tiga pertanyaan penting, yaitu : Pertama, Apakah sesorang wajib memilik satu agama saja atau mengikuti beberapa agama dalam waktu yang bersamaan? Kedua, Jika yang masuk akal adalah mengikuti satu agama saja, maka apakah kita bebas memilih salah satu agama mana saja tanpa membeda-bedakannya satu sama lain? Apakah semua agama saja saja dan ambil yang mana saja pasti BENAR? Atau apakah hanya ada satu agama saja yang benar di tiap-tiap zaman? Ini adalah jenis pertanyaan yang paling mudah untuk mendapatkan jawabannya, pastilah dalam satu zaman hanya ada satu agama saja yang benar, ini bisa dibuktikan secara mudah dengan melihat fakta bagaimana semua orang ingin mempertahankan agamanya karena mereka menggangap agamanyalah satu-satunya agama yang benar. Fakta yang kita saksikan tersebut berbeda dengan apa yang dikampanyekan oleh mereka yang mengembangkan isyu pluralisme agama. Mereka mengatakan pada setiap zaman semua agama sama saja. Semua agama memiliki keabsahan yang sama.. Tentu saja benar adanya bahwa tidak ada pertentangan antara satu nabi dengan nabi yang berikutnya. Semua Nabi diseru dan diutus untuk menyeru kepada jalan Tuhan yang satu. Tidak masuk akal kalau Tuhan yang satu memerintahkan utusannya menyeru kepada jalan yang berbeda-beda dan menciptakan beberapa aliran yang saling bertentangan. Namun demikian tidaklah berarti bahwa disetiap zaman dan dalam waktu yang bersamaan ada beberapa agama yang benar dan karenanya setiap orang bebas memilih agama manapun yang mereka inginkan sebagai mana orang memilih nomor undian secara acak. Yang betul adalah setiap orang harus beriman kepada SEMUA Nabi utusan Tuhan, dan mengikuti apa yang dikabarkan oleh nabi-nabi tersebut. Dalam hal ini termasuk mengikuti dan mengimani khabar siapa Nabi yang akan datang berikutnya. Dan sebaliknya harus mengimani apa yang dikatakan oleh nabi terakhir tentang siapa nabi sebelumnya. Setelah kita melihat fakta dan menerimanya dengan akal yang sehat bahwa setiap zamannya hanya ada satu agama yang benar, maka pertanyaan ketiganya adalah Apakah orang-orang yang tidak mengikuti agama yang benar TETAPI melakukan pekerjaan dan perbuatan sesuai dengan ajaran agama yang benar, semua amalannya itu akan diterima oleh Tuhan? Misalnya agama yang benar telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada semua manusia, mendukung hak-hak orang yang tertindas, menengahi perselisihan, memerangi para pemeras dan penindas, menolong orang-orang yang bernasib malang, membantu orang-orang miskin, menegakkan keadilan dan memberikan pendidikan sebagaimana tugas kenabian pada setiap zamannya. Lalu kita bertanya apakah mereka yang melakukan tugas-tugas kenabian tersebut akan diberi pahala atau tidak? Dengan kata lain apakah keimanan kepada satu agama yang benar adalah sebagai prasyarat untuk memperoleh pahala disisi Tuhan? Bersambung ke thread berikutnya yang berjudul : Dua Jalan Pemikiran Salam, Iman K. www.parapemikir.com New Email names for you! Get the Email name you#39;ve always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Siapakah yang akan masuk Surga?
Salam... Menyambung apa yang sudah kita bicarakan sebelumnya apakah orang-orang yang telah berkorban demi kemanusiaan, mempersembahkan ilmu pengetahuan demi kemanusian, menolong orang sakit dengan meneliti segala macam obat-obatan demi keselamatan manusia, mereka itu semuanya akan masuk neraka karena mereka adalah non muslim? Apakah pribadi-pribadi semacam Louis Pasteur, Socrates, Aristoteles, Plato, Isac Newton, Thomas Alfa Edison, Bunda Teresa, Khalil Gibran, Francis Bacon, Rene Descartes semuanya masuk neraka karena mereka adalah non muslim? Kita sudah melihat dibahasan sebelumnya bahwa terdapat dua pendapat kelompok ekstrim menanggapi permasalahan ini, kelompok pertama adalah dari orang-orang sholeh yang kaku, mereka mengutip Alquran surat 3 ayat 85 : “ Dan Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” Dengan dalil ayat tersebut, maka orang-orang sholeh yang kaku itu mengatakan bahwa yang berhak masuk surga hanyalah orang-orang Islam, selain Islam sesuai dengan ayat al-quran tersebut maka semuanya akan masuk neraka tanpa pandang bulu, apakah dia itu adalah Louis Pasteur, Socrates, Aristoteles, Plato, Isac Newton, Thomas Alfa Edison, Bunda Teresa, Khalil Gibran, Francis Bacon, Rene Descartes dan lain-lain. Pendapat kedua muncul dari mereka-mereka yang menyebut dirinya kaum intelektual, yakni dari para pemikir kebebasan dan kemanusiaan. Mereka mengutip apa yang dikatakan Al-quran pada surat 5 ayat 69 : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Melihat dua pendapat dengan masing-masing dalil yang mereka kemukakan tersebut, maka bagaimanakah kiranya nasib orang-orang yang telah berbuat banyak untuk tujuan kemanusiaan tersebut? Menurut hemat saya, kita sebagai manusia tidak akan pernah tahu dan kita tidak punya hak sama sekali untuk mengatakan secara pasti, apakah si X atau si Y akan masuk surga atau neraka, apakah Louis Pasteur, Socrates, Aristoteles, Plato, Isac Newton, Thomas Alfa Edison, Bunda Teresa, Khalil Gibran, Francis Bacon, Rene Descartes akan masuk surga atau neraka. Yang kita bisa tahu adalah apa yang kita lihat dari perbuatan mereka, menurut yang kita lihat dan kita saksikan bahwa mereka sudah berbuat baik dan berbuat banyak untuk kemanusian, mereka telah beramal dan menyumbangkan pemikiran untuk kemajuan umat manusia. Tetapi mengenai kepastian mutlak apakah mereka akan masuk surga atau masuk neraka, maka yang tahu kepastian tersebut hanyalah Allah semata. Hanya Allah yang mengetahui niat semua manusia, hanya Allah lah yang tahu semua rahasia dan yang lebih rahasia dari rahasia. Hanya Allah yang tahu apa niat dan motivasi seseorang ketika melakukan perbuat baik dan semua amal-amal yang mereka lakukan. Dimasa sekarang kita sering sok menghakimi seseorang, bahwa si X akan masuk surga dan si Y akan masuk neraka. Apakah kita memang punya hak dan mampu untuk melihat isi hati seseorang? Apakah kita bisa dan mampu untuk mengetahui niat seseorang? Bahkan Nabi Muhammad sendiri tidak berani sembarangan untuk mengatakan bahwa si X akan masuk surga dan si Y akan masuk neraka. Nabi sendiri tidak berani menjamin dirinya sendiri akan masuk surga sebagaimana yang di tulis di al-quran surat 46 ayat 9 : “Katakanlah: Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan. Dengan demikian, maka semakin teranglah bagi kita bahwa semua perbuatan baik akan dicatat dan dibalas oleh Allah, dan semua perbuatan baik itu tidak serta merta menempatkan seseorang kedalam surga atau neraka. Semua perbuatan baik itu akan disensor secara khusus oleh Allah dari niat mereka. Dan hasil ‘sensor’ dari niat manusia tersebut hanya Allah yang tahu hasilnya, apakah yang bersangkutan akan dimasukkan kesurga atau ke neraka. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Get your new Email address! Grab the Email name you#39;ve always wanted before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/
[zamanku] Re: [parapemikir] Pemimpin Nir-empati
Salam, Nampaknya mantan presiden kita itu belum begitu tau apa perbedaan hak dan kewajiban. Memilih didalam pesta demokrasi itu adalah hak masyarakat dan bukan kewajiban. Saya berpendapat, Sah saja semua masyarakat untuk menilai calon pemimpinnya, apakah layak, pantas dan bisa dipercaya ataukah tidak? Kalau dari semua calon tidak ada yang meyakinkan untuk diberi amanah, maka pilihan yang lebih baik adalah TIDAK memberikan amanah kepada orang tersebut. Tidak memberikan amanah kesembarang orang adalah pilihan yang tepat. Pesan moralnya adalah, didiklah masyarakat supaya tau cara menilai calon pemimpinnya secara objektif, jangan sempat terjadi politisasi. Masyarakat tidak memilih karena dipolitisasi dan bukan murni dari hasil penilaian mereka sendiri. Sehingga pada akhirnya, orang bisa memilih/memberikan amanahnya karena mereka memang mempercayai calon pemimpinnya, dan sebaliknya yang tidak memberikan amanah juga karena betul-betul memang tidak mempercayai para calon yang ada dari hasil penilaian yang objektif. Salam, - Original Message - From: victor silaen To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; zamanku@yahoogroups.com Sent: Tuesday, August 05, 2008 7:11 PM Subject: [parapemikir] Pemimpin Nir-empati Telah dimuat pada Harian Seputar Indonesia, 5 Agustus 2008 Pemimpin Nirempati dan Megagolput Oleh Victor Silaen Di Ambon, 5 Juli lalu, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan bahwa warga yang sengaja tidak menggunakan hak pilihnya (golongan putih/golput), baik dalam pilkada maupun pemilu, semestinya tidak boleh menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Menurut Megawati, sengaja menjadi golput sangat bertentangan dengan undang-undang dan menghancurkan tatanan demokrasi di Indonesia. Sementara di Malang, 15 Juli, Megawati mengatakan bahwa orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu nanti bisa dijuluki sebagai pengkhianat reformasi. Sistem pemilu Indonesia sekarang, menurutnya, merupakan hasil dari suatu proses panjang yang berawal dari adanya reformasi total, lalu empat kali amandemen konstitusi, dan diakhiri dengan kesempatan melahirkan tatacara pemilu langsung oleh rakyat. “Ini sudah merupakan tuntutan rakyat. Masyarakat sudah menuntut hak pilihnya dilakukan secara langsung. Nah, kalau golput lagi, itu khianati reformasi,” katanya. Bagaimana kita patut menyikapi pernyataan mantan presiden ke-5 ini? Prihatin. Sebab, alih-alih memberikan sosialisasi politik yang baik dan benar kepada rakyat, pernyataan itu justru bisa menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Karena, adalah fakta bahwa setiap kali pemilu diselenggarakan, selalu ada sejumlah orang yang menjadi golput. Apakah mereka dihukum karena itu? Tidak, karena dasar hukumnya memang tidak ada. Golput sendiri jelas bukanlah fenomena baru di negara ini. Di akhir era Orde Baru, ia sempat dijadikan wacana. Menjelang Pemilu 1997, ada lembaga keagamaan yang menyatakan bahwa memilih itu wajib hukumnya. Sebaliknya Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dalam surat penggembalaan yang dikeluarkannya saat itu, menyatakan bahwa menjadi golput tidaklah berdosa. Di era ketika kebebasan masih terbelenggu, bukankah suara kenabian seperti itu sangat memuliakan harkat-martabat manusia? Sebab, kesejatian manusiawi niscaya ditemukan ketika manusia dapat menikmati hidup yang bebas seturut kata hatinya. Dari perspektif hak asasi manusia (HAM) pun, menjadi golput jelas merupakan HAM yang tidak dapat diganggu-gugat oleh pihak manapun. Artinya, jika hak memilih dalam pemilu tidak digunakan oleh seseorang, maka hal itu sepenuhnya merupakan urusannya sendiri. Yang penting ia menjadi golput bukan karena dua alasan berikut: 1) dipaksa atau diancam oleh pihak-pihak tertentu; 2) terhambat oleh faktor-faktor tertentu. Sebab, jika karena alasan pertama, pihak-pihak pemaksa atau pengancam tersebut dapat dikenai hukuman pidana. Jika karena alasan kedua, maka pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Daerah (KPUD), maupun semua mitra kerja merekalah yang harus dimintai pertanggungjawaban. Sebab, pemilu diibaratkan sebagai pesta rakyat, sehingga atas dasar itulah seluruh rakyat harus diberi kemudahan (dan dijamin kebebasannya) untuk berpartisipasi di dalamnya. Di era Orde Baru, kita juga selalu mendengar theme song pemilu menjelang hari “H’ pesta rakyat lima tahunan itu. Petikan syair lagu itu berbunyi demikian: ”Pemilihan umum telah memanggil kita. S’luruh rakyat menyambut gembira...” Boleh dibilang bahwa selain merupakan imbauan, lagu tersebut juga dimaksudkan sebagai sarana untuk menyugesti rakyat agar antusias menyambut pemilu. Mengapa perlu disugesti? Karena, pada kenyataannya, selalu saja ada orang yang tidak bergairah menyongsong pemilu. Buktinya, setiap kali pemilu
[zamanku] Re: [parapemikir] beda malaikat dan setan
Mas Angel harus bisa meneliti terlebih dahulu, apa berbedaan niat, proses dan hasil. Dalam bahasa komputer dikenal dengan INPUT-PROSES-OUTPUT. Dengan meneliti perihal tersebut nanti anda akan mampu membedakan perkara yang anda persoalkan ini, contoh yang serupa dengan pertanyaan anda ini adalah, apakah bedanya uang 1jt hasil merampok dengan 1jt hasil gajian? Jawab, perbedaannya ada di NIAT-PROSES-NILAI Salam, Iman K. www.parapemikir.com - Original Message - From: angel michael To: [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; zamanku@yahoogroups.com Sent: Tuesday, July 15, 2008 9:33 AM Subject: [parapemikir] beda malaikat dan setan dibeberapa aliran agama ada malaikat sebagai pemelihara dan juga ada setan yang suka berbuat kerusakan dan menghancurkan! pertanyaan muncul: 1. apa bedanya malaikat penghancur dengan setan? 2. apa bedanya tuhan yang memutuskan menghancurkan sesuatu dengan setan? 3. munafik-ah tuhan yang memelihara sekaligus menghancurkan? michael http://angelmichael69.blogspot.com/2007/11/manusia-dibawah-satu-agama-akankah.html ===
[zamanku] Menjawab mereka kaum Intelektual.
-> Re: [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. zamanku -- Terurut Topik -- -- Terurut Waktu -- <!-- google_ad_client = "pub-7266757337600734"; google_alternate_ad_url = "http://www.mail-archive.com/blank.png"; google_ad_width = 160; google_ad_height = 600; google_ad_format = "160x600_as"; google_ad_channel = "8427791634"; google_color_border = "FF"; google_color_bg = "FF"; google_color_link = "006792"; google_color_url = "006792"; google_color_text = "00"; //--> [zamanku] Menjawab mereka kaum Intelektual. Iman K. [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. ttbnice Re: [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. Iman K. [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. ttbnice Kirim email ke <!-- google_ad_client = "pub-7266757337600734"; google_alternate_ad_url = "http://www.mail-archive.com/blank.png"; google_ad_width = 160; google_ad_height = 600; google_ad_format = "160x600_as"; google_ad_channel = "8427791634"; google_color_border = "FF"; google_color_bg = "FFFFFF"; google_color_link = "006792"; google_color_url = "006792"; google_color_text = "00"; //--> [zamanku] Menjawab mereka kaum Intelektual. Iman K. [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. ttbnice Re: [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. Iman K. [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. ttbnice Re: [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. Thesaints Now Kirim email ke <!-- google_ad_client = "pub-7266757337600734"; google_alternate_ad_url = "http://www.mail-archive.com/blank.png"; google_ad_width = 160; google_ad_height = 600; google_ad_format = "160x600_as"; google_ad_channel = "8427791634"; google_color_border = "FF"; google_color_bg = "FF"; google_color_link = "006792"; google_color_url = "006792"; google_color_text = "00"; //--> [zamanku] Menjawab mereka kaum Intelektual. Iman K. [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. ttbnice Re: [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. Iman K. [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. ttbnice Re: [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. Thesaints Now [zamanku] Re: Menjawab mereka kaum Intelektual. ttbnice Kirim email ke