Bung Enda,

Berarti kita harus balik lagi baca tulisannya Kahneman?  atau sekalian
Vilyanur Ramachandran?
Ulasan anda menarik.  Emosi memang adalah sesuatu yang membuat manusia
menjadi manusia.  Mengingatkan saya pada sebutan bahwa manusia adalah
laughing apes...

Bila memang pengambilan keputusan dalam Pemilu adalah pilihan
emosional dan lekat dengan aspek emosional -- maka tentu menjadi tidak
heran pula bahwa bagi orang lain (yang juga mahluk emosional) setiap
pilihan bisa dianggap buruk.  Dianggap bodoh.  Dianggap dungu.

Emosional kuadrat?


2009/4/16 irmec <ir...@usa.com>:
>
>
> Mungkin lebih konstruktif dan punya manfaat, jika diskusi memang diarahkan
> dalam konteks decision making.
>
> Salah riset terbaru terbaru dari neuroscience di bidang pengambilan
> keputusan, memperlihqtakan bhw political science lebih banyak merupakan
> pilihan emosional [bukan artiaan jelek lho. Emosi membuat manusia menjadi
> manusia]. katanya karena ada input masuk pertama ke otak dan ketemu dgn
> gumpalan berbentuk kenari di bagian limbic otak. Gumpalan tsb berfungsi
> mengatur emosi. Dan ketika informasi masuk yg sifatnya berlawan dgn
> nilai/belief yg kita percaya. Simplenya, informasi difilter dulu oleh emosi.
> Mekanisme yg terjadi banyak menjelaskan kenapa org sulit berubah, dan
> mengapa tokoh2 politik dgn jargon2 simple lebih diminati.
>
> Kulihat2 neuroscience sgt menjanjikan, dan rasanya bisa merubah banyak cara
> pandang kita dalam memahami suatu fenomena. Jg di bidang ilmu ekonomi,
> dimana masing sering digunakan asumsi manusia sbg mahluk yg rasional.
>
> Salam,
> Enda

Kirim email ke