Ok. maksud saya serupa tapi tak sama. Ya, perbedaannya tipis. Jika ingin di uraikan, Setahu saya tentang kasus BLBI: - krisis asia - modal bank swasta banyak berasal dari pinjaman Luar Negeri - Sistim perbangkan secara internal lebih mengandalkan dana/modal eksternal. - Pemerintah RI menanggung/menjamin pinjaman bank-bank tersebut kepada donatur Luar Negeri
Lalu Bank Century: - Ada indikasi krisis - Bank century mulai sakit-sakitan - Sakitnya/bangkrutnya Bank century dianggap Sistematis karena banyak nasabahnya (6000-an...???) - Bank century disuntik dana biar sembuh dan tidak menular. Perbedaan: - BLBI menyangkut merjer 9 bank (ini sistematik) - Krisis 97/98 terjadi seasia, berbeda dengan indikasi krisis terkait century Yang terlibat & bertanggung jawab: - pemilik bank dan kroni - pemberi bantuan dana (pengambil kebijakan) Pertanyaan: - Benarkah bang century berdampak sistemik? Benar-benar krisis atau memang dicuri oleh pemiliknya. Persis seperti sengaja membakar bangunan yang sudah diasuransikan karena jumlah klaim asuransi dianggap lebih tinggi/menguntunkan dibandind nilai bangunannya. - Sudah tepatkah kebijakan membantu bank centry. Salam Nazar On. Tbo-Jbi --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "Rachmad M" <rachm...@...> wrote: > > Pak Nazar yth, > > Saya pikir sangat sayang jika kita berhenti pada praduga yang itu-itu saja > seperti BLBI tempo hari. Hal semacam ini muncul karena kurang paham sebagian > besar warga kita akan peran 'uang' dalam artian yang sebenarnya yakni sebagai > alat transaksi belaka. Sebagian besar masih melihat uang tak ubahnya sebagai > 'emas permata' bak hiasan yang mahal harganya. > > Hal ini bisa dimaklumi mengingat sebenarnya kita dalam peralihan dari > masyarakat gotong royong yakni bertukar barang dan jasa tanpa tanda uang > menjadi masyarakat yang segala sesuatunya ditransaksikan dengan perantara > uang. > > Kegagalan memaknai uang pada era Soekarno/Suharto tercermin dari kemampuan > bangsa ini menahan nilai rupiah yang pada saat merdeka yakni pada 7 Maret > 1946 : Devaluasi rupiah sebesar 29,12%. Semula US$ 1 = Rp 1,88 menjadi US$ 1 > = Rp 2,6525 sampai akhirnya 1 US $ menjadi sekitar Rp. 10.000,- > > Kegagalan itu telah menyeret begitu banyak anak bangsa kehilangan kepercayaan > bahwa naiknya jabatan, bertambahnya pengalaman akan sampai pada suatu tingkat > kesejahteraan. Hal ini tak lain karena naiknya gaji termakan oleh inflasi dan > devaluasi mata uang rupiah. Sehingga banyak jalan pintas ditempuh hanya untuk > sampai taraf kehidupan yang sebenarnya 'wajar' untuk pengalaman dan jabatan > tertentu dengan cara dan pola yang salah yakni ambil bagian dalam pola korup. > > Selepas era orde baru terlihat bahwa kita mampu menahan rupiah dan juga > menekan inflasi dibawah dua digit seraya menambah cadangan devisa. Harga > dilepas mengikuti harga global. Kita mulai belajar menggunakan uang dengan > benar. Namun banyak pihak yang sangat mengkhawatirkan kondisi semacam ini. > Mereka menolak pencabutan Subsidi, mereka juga menolak Bantuan Tunai Langsung > yang semua itu sebenarnya akan kembali menjerumuskan kita memaknai 'uang' > secara salah. > > Dengan berlindung dibalik peraturan, mereka bergerak untuk menolak SMI dan > Budiyono yang dianggap 'Neolib'. Kasus Century hanyalah salah satu upaya > kearah itu. Jadi marilah kita tidak terjebak seolah menjamin simpanan nasabah > penyimpan dan membayarnya ketika bank bermasalah adalah suatu > kesalahan/kerugian. Adanya LPS memang ditujukan untuk itu, bahwa ada kasus > pidana dibalik itu, yaitulah yang harus diusut tuntas bukan diselesaikan > secara politik namun secara hukum.