Rekan2 FPK terhormat, Sangat lah tepat kalimat dari rekan Ridwan dibawah ini, bahwa keberhasilan suatu kebijakan itu sangat lah tergantung dari lingkungan masyarakat dimana kebijakan itu berlaku. Oleh karena itu, si pembuat kebijakan mutlak harus mengetahui "mutu" dari masyarakatnya sehubungan seluruh aspek yang mempengaruhi berfungsinya kebijakan, serta tujuan utama dari kebijakan dimaksud. Tambah tinggi kwalitas masyarakatnya, maka tambah mudah pula untuk mengharapkan respons yang positive terhadap suatu kebijakan yang jelas2 mengandung potensi "bahaya" sangat besar ini. Jadi menurut saya pribadi, sangat lah mustahil bila si pembuat kebijakan tidak menyadari akan kwalitas masyarakatnya yang tidak tergolong tinggi, tidak hanya terlihat dari mutu pendidikan formal yang dilaksanakan didalam gedung yang akan segera ambruk, tapi juga perkembangan akhlak dan moral kita yang sekarang ini nyaris pada setiap lapisan, tindak laku nya secara vulgar hanya mementingkan diri sendiri atau lingkungan sempitnya, serta sifatnya jangka pendek dan sangat berjauhan dari sifat preventive atau pencegahan. Sedangkan pengertian "safety" mayoritas adalah pemikiran pencegahan. Bukan kah dinegeri ini, bila belum ada korban yang tergeletak didepan mata, yah belum ada suatu tindakan yang dibutuhkan secara urgent? Ini masalah yang sangat serius yang sama sekali belum ada tanda2 nya disikapi secara serius oleh si "pengecap" uang rakyat. Salam, Bodo
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Fakih, Ridwan" <rfa...@...> wrote: > > Dear All > > Sebenarnya untuk memasyaraktkan pemakaikan LGP. > > Perlu disosialisasikan tentang 1 issu yang terlupakan : Yi issu âSafety > Culture â dimasyarakat kita yang masih rendah dan harus ditingkatkan. > > Saat ini masyarakat kita belum memiliki apa itu â Safety Cultureâ yang > memadai/baik atau dengan kata lain âSafety culture â kita masih payah > > Apa parameter masyarakat yang sudah mempunyai âSafety Culture â yang > baikâ a.l. : Bisa dilihat dalam > > Budaya ber-lalu lintas/transportasi yang baik dan kedisiplinan mematuhi > aturan. > > Lihat kita masih banyak mengacuhkan aturan penumpang dalam Bus kota/KA dan > lain-lain. > > Masih banyak naik KA diatap, naik bus berjubel dan > bergelantunganâ¦â¦penggunaan safety belt, larangan merokok disembarang > tempat > > Banyak anggota masyrakat kita, bahwa membuang putung rokok bisa menimbulkan > kebakaran hutan, dan bisa menimbulkan kebakaran dibanyak tempatâ¦dstâ¦dst. > > > > Memang kebijakan harus ditumpu oleh system masyarakatnya juga, apakah sudah > disiapkan paling tidak disosialisasikan???? > > > > BTW: Apakah Indonesia sudah memiliki Komite Keselamatn Nasional semacam > National Safety Council seperti dinegara-negara lain? > > (Mungkin sudah ada tapi rasanya masyarakat nggak tahu apa â¦â¦) > > Semoga Pemerintah lebih âawareââ¦â¦dan ternyata masih banyak PR dalam > dunia keselamatan kita. > > > > Salam Tingkatkan Keselamatan. > > > > Ridwan Fakih > > > > From: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com > [mailto:forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com] On Behalf Of Adyanto Aditomo > Sent: Monday, July 19, 2010 6:04 PM > To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com > Subject: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Kiat: Biar gas bocor, ttp tak ada > ledakan > > > > > > Saat pertamakali masyarakat diperkenalkan Gas LPG untuk memasak sekitar th. > 1980'an, penjelasan dari Pertamina begitu rinci dan jelas, dimana dijelaskan > soal persyarakat dapur yang harus memiliki lubang ventilasi udara di dekat > Kompor dan tabung Gas, setinggi sekitar 0,5 m dari lantai, dimana lubang > ventilasi tersebut harus berhubungan dengan ruang terbuka dan udara bebas. > Tujuannya: bila ada kebocoran pada Sistem Kompor Gas LPG (bisa pada tabung > gas, regulator, selang gas atau pada komponen Kompor), maka gas LPG yang > bocor tersebut akan tersebar secara merata, sehingga konsentrasinya rendah. > Dengan demikian, potensi terjadinya ledakan bila terjadi kebocoran pada gas > bisa dihindarkan. > > Dalam jaman Pemerintahan SBY ini, yang difikirkan bukan soal keselamatan > masyarakat pengguna gas LPG, tetapi jumlah penghematan yang bisa dilakukan, > yaitu sekitar Rp. 50 Triliun/ tahunnya. > Soal spesifikasi dapur masyarakat miskin tidak memenuhi syarat untuk Kompor > gas, tidak pernah dibahas oleh Pemerintah SBY. > Yang dibahas cuma: bagaimana masyarakat harus mengganti selang dan regulator > yang bocor atas biaya masyarakat sendiri. > Pemerintah menolak untuk memberikan subsidi, walaupun nilainya cuma sekitar > Rp. 100 milyar/ tahunnya, padahal penghematannya Rp. 50 triliun/ tahunnya. > > Apakah penggantian selang gas dan regulator sudah memecahkan persoalan???? > Berdasarkan pengalaman saya selama lebih dari 20 tahun menangani penggunaan > Gas LPG, baik untuk kepentingan Pabrik maupun Rumah Tangga, bila persyaratan > standard untuk dapur Masyarakat tidak sesuai dengan syarat keamanan untuk > Kompor gas, maka potensi terjadinya Ledakan Gas LPG masih tetap akan terjadi. > Pemerintah, terutama Pertamina dan Staf Kementrian Perindustrian sangat > menyadari hal ini, namun kelihatannya mereka sengaja Tutup Mulut dan Tutup > Mata soal potensi ledakan Gas LPG ini. > Mereka kelihatannya sudah tidak punya nurani lagi. > Para Korban Ledakan Kompor gas hanya dilihat sebagai angka kecelakaan dan > menyiapkan anggaran untuk biaya Pemakaman bagi yang meninggal dan biaya Rumah > Sakit bagi yang Luka - Luka. > Tidak pernah terbesit di kepala Pemerintah, bagaimana menderitanya masyarakat > korban Ledakan Tabung Gas LPG ini. > > Tidak ada upaya secara bersungguh - sungguh dari Pemerintah untuk > menanggulangi Ledakan Kompor Gas ini. > > Salam, > Adyanto Aditomo > > --- Pada Sab, 17/7/10, bodo_kerlchen <bodo_kerlc...@... > <mailto:bodo_kerlchen%40yahoo.de> > menulis: > > Dari: bodo_kerlchen <bodo_kerlc...@... <mailto:bodo_kerlchen%40yahoo.de> > > Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Kiat: Biar gas bocor, ttp tak ada ledakan > Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com > <mailto:Forum-Pembaca-Kompas%40yahoogroups.com> > Tanggal: Sabtu, 17 Juli, 2010, 10:37 AM > > > > Namun kita tidak boleh melupakan kenyataan, bahwa sejak pemegang wewenang > negeri ini "memaksakan" penggunaan BBG pada mayoritas rakyat golongan bawah, > maka "bencana" seperti ini sudah dengan sendirinya ter program. Akan absurd > sekali, apabila golongan saudara kita yang kesehariannya saja sudah sangat > minim itu, lalu diwajibkan memenuhi kondisi/sarana ini-itu, agar dapurnya > ngebul?? Mending si "pembuat" kebijakan itu yang mulai > "diharuskan/diwajibkan" pake otak dengan pantas, sebelum mengeluarkan > kebijakan. > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] >