CiKEAS Wartawati Irak Tewas Ditembak
08/06/07 01:21 Wartawati Irak Tewas Ditembak Baghdad (ANTARA News) - Wartawati kantor berita mandiri Suara Irak (Aswat Iraq) Sahar Hussein Haydari Kamis siang tewas ditembak di lingkungan Hadbaa, Mosul, kata kantor berita itu mengutip keterangan sumber polisi. Namanya ada di antara nama lain dalam daftar yang disebut Emir Negara Islam Irak di Mosul, kata wakil kepala polisi Mosul Mohammad Wakaa kepada Suara Irak. Presiden Persatuan Wartawan di wilayah Kurdistan Irak Abdul Ghani Ali Yehya menyatakan Haydari, anggota kelompok itu, diikuti dan dijadikan sasaran oleh kelompok bersenjata. Dia korban baru bagi pers Irak, tambahnya dikutip media transnasional. Sahar Hussein Haydari tinggal di Mosul, 400 kilometer utara Bagdad, dan bekerja untuk sejumlah organisasi media. Dilahirkan di Baghdad pada 1962 dan memegang gelar sarjana muda di media, Haydari bergabung dengan Suara Irak pada 11 Januari 2004. Dia meninggalkan suami dan tiga puteri. Wartawan menjadi korban di Irak, dengan sedikit-dikitnya 12 tewas pada Mei, angka bulanan tertinggi sejak awal serbuan pimpinan Amerika Serikat untuk menumbangkan Presiden Saddam Hussein tahun 2003, kata pengamat media.(*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS AM Fatwa: Soeharto Patut Dihargai
Refleksi: Bukan saja ibadah Pak Harto positif tetapi juga aliran fulus haram ke kantongnya sangat positif. http://www.antara.co.id/arc/2007/6/8/am-fatwa-soeharto-patut-dihargai/ 08/06/07 00:59 AM Fatwa: Soeharto Patut Dihargai Jakarta (ANTARA News) - Meski pernah menjadi lawan politik Presiden Soeharto di masa kepemimpinannya, di mata Wakil Ketua MPR AM Fatwa, mantan orang nomor satu di Indonesia itu memiliki sejumlah kelebihan yang patut dihargai. Soeharto terhadap Islam, dalam arti ibadah, saya kira positif. Kelebihannya adalah dia telah membangun stabilitas sosial politik. Pembangunan fisik dan ekonomi juga luar biasa, meskipun dia juga jatuh karena masalah ekonomi, katanya, di sela-sela peluncuran buku HM Soeharto Membangun Citra Islam, di Jakarta, Kamis malam. AM Fatwa dikenal sebagai lawan politik Presiden Soeharto. Ia telah berulang kali menjadi tahanan politik di masa kepemipinan Soeharto, namun, meski telah dituntut penjara seumur hidup dan kemudian dipenjara selama 18 tahun, AM Fatwa mengaku tidak menyimpan dendam. Saya tidak dendam meski pernah menjadi lawan politik, tetapi saya tidak bisa melupakan sistem kekuasaan yang pernah ditegakkannya. Tetapi barangkali satu-satunya lawan politik yang berkali kali menjenguknya karena sakit kemudian menciumnya dengan rasa ikhlas kemanusiaan, katanya. Sementara itu, dalam acara peluncuran buku tersebut, AM Fatwa mengakui upaya Soaeharto merangkul gerakan politik Islam meskipun ada juga pihak yang menganggap upaya tersebut sebagai cara untuk memperpanjang masa kekuasaannya. Dalam arti politik memang rezimnya itu tidak menyukai Islam berpolitik, sementara saya berpendapat Islam yang komprehensif juga gerakan poltik di dalamnya, ujarnya. Menurut dia, Soeharto juga seorang pemimpin militer sekaligus kepala negara yang bertanggungjawab dan berhasil dalam mengatur kabinetnya terlepas dari sistem yang diterapkannya. Dalam peluncuran buku tersebut, selain AM Fatwa, juga tampak hadir pejabat tinggi di masa kepemimpinan Soeharto, mantan menteri agama Tarmizi Taher. Buku HM Soeharto Membangun Citra Islam resmi diluncurkan sehari sebelum peringatan ulang tahunnya pada 8 Juni. Buku yang ditulis oleh Miftah H Yusufpati dan bertindak sebagai editor Theo Yusuf. Menurut Miftah banyak perjuangan yang sudah dilakukan Soeharto terhadap Islam. Pak Harto terbukti telah mengakkan prinsip-prinsip ajaran Islam dan memperjuangkan toleransi beragama, namun Pak Harto justru kehilangan kekuasaannya ketika sangat dekat dengan Islam, katanya. Ironisnya lagi, sejumlah tokoh Islam yang ditempatkan secara terhormat dalam pemerintahan ikut mendongkel kakuasaan Soeharto, kata Miftah.(*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Soeharto Rayakan Ulang Tahun ke-86
http://www.antara.co.id/arc/2007/6/8/soeharto-rayakan-ulang-tahun-ke-86/ 08/06/07 00:47 Soeharto Rayakan Ulang Tahun ke-86 Jakarta (ANTARA News) - Mantan Presiden Soeharto Jumat, 8 Juni 2007, merayakan ulang tahunnya ke-86 dan sejumlah teman dekatnya menyatakan akan menghadiri acara syukuran yang biasa diadakan di kediaman penguasa Orde Baru itu, di Jalan Cendana Nomor 8 Menteng, Jakarta Pusat. Ya, saya akan datang ke Cendana, seperti biasa, kata mantan menteri agama di zaman orde baru, KH Dr dr Tarmizi Taher, kepada ANTARA News ketika ditemui usai peluncuran buku HM Soeharto Membangun Citra Islam di Wisma ANTARA Jakarta, Kamis malam. Tarmizi mengatakan ia mengucapkan selamat ulang tahun kepada Soeharto dan berharap agar kesehatan mantan orang nomor satu RI itu terus membaik. Kita berharap kadar kesehatannya yang cukup baik sampai saat ini ditingkatkan oleh Allah SWT, katanya. Pada ulang tahun-tahun sebelumnya, setiap hari ulang tahun Soeharto selalu dirayakan di Jalan Cendana dan dihadiri kerabat dekat serta sejumlah mantan menteri era kepemimpinannya. Soeharto lahir 8 Juni 1921 di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta. Pada 22 Januari 1967, Presiden Soekarno mengalihkan kekuasaan kepada Soeharto dan tanggal 27 Maret 1968, Soeharto dilantik menjadi presiden yang kemudian awal Juni dilakukan pembentukan Kabinet Pembangunan I. Tanggal 11 Maret 1998, Soeharto diangkat sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dan BJ Habibie sebagai wakil presidennya. Namun, setelah 12 Mei terjadi tragedi Trisakti, empat mahasiswa tertembak, 13-15 Mei Jakarta rusuh, akhir Mei tepatnya tanggal 21, Soeharto berhenti sebagai presiden dan digantikan BJ Habibie.(*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS LSM Punya Kepentingan atas Kunjungan Utusan Khusus PBB ke Papua
Refleksi: Bukan hanya LSM punya kepentingan, tetapi rakyat Papua dan teristmewa sekali ialah para tahanan politik! http://www.antara.co.id/arc/2007/6/8/lsm-punya-kepentingan-atas-kunjungan-utusan-khusus-pbb-ke-papua/ 08/06/07 06:45 LSM Punya Kepentingan atas Kunjungan Utusan Khusus PBB ke Papua Jayapura (ANTARA News) - Berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), baik di tingkat nasional, regional, maupun lokal memiliki kepentingan tertentu dengan kunjungan utusan khusus Sekjen PBB yang membidangi masalah HAM, Hina Jilani, ke Papua, sehingga seluruh komponen masyarakat Papua harus mewaspadainya agar tidak tergadai oleh kepentingan orang atau kelompok tertentu itu. Hal itu disampaikan wakil para tahanan politik Organisasi Papua Merdeka (OPM), Drs Filep JS Karma di Jayapura, Jumat, menanggapi kunjungan utusan khusus Sekjen PBB, Hina Jilani ke Papua pada 8 hingga 9 Juni untuk melihat dari dekat perkembangan pelaksanaan HAM di wilayah paling timur Nusantara ini. Kami, para tahanan politik OPM sudah mengetahui kalau kedatangan Hina Jilani ini benar-benar dimanfaatkan oleh LSM untuk kepentingan tertentu yang kita sendiri dapat mereka-rekanya dan hampir benar rekaan itu. Dengan demikian, jika kedatangan itu untuk kepentingan orang atau kelompok tertentu maka kami menolaknya, tegas Filep. Menurut dia, para tahanan politik (Tapol) Papua khususnya yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Abepura, Jayapura, telah secara terus-menerus mencermati rencana kedatangan Hina Jilani ke Indonesia khususnya Papua dan melihat betapa bersemangatnya LSM-LSM memfasilitasi kedatangan utusan khusus Sekjen PBB itu. Malahan, lanjutnya, ketika Hina Jilani sampai di Jakarta, begitu banyak aktivis dan pimpinan LSM di Papua beramai-ramai pergi ke Jakarta untuk menemuinya. Mereka bahkan dengan sangat gencar melakukan jumpa pers, baik secara berkelompok maupun perorangan. Siaran pers LSM itu dilakukan dengan bertemu langsung para wartawan maupun melalui telepon selular. Dari gerak-gerik seperti ini, bagaimana mungkin kami tidak mencurigai maksud mereka di balik semuanya itu, katanya. Filep mengatakan, jika utusan khusus Sekjen PBB itu benar-benar ingin mengetahui perkembangan pelaksanaan HAM di Papua, maka dia sendiri bisa datang ke Papua tanpa didampingi LSM dan langsung bertemu dengan masyarakat Papua termasuk para Tapol di Lapas Kelas II Abepura, Jayapura. Selama utusan khusus Sekjen PBB itu tidak menyempatkan diri berdialog langsung dengan masyarakat Papua, selama itu juga pihaknya tetap menaruh kecurigaan terhadap berbagai orang atau kelompok orang yang dengan penuh semangat melakukan jumpa pers untuk membesar-besarkan kunjungan Hina Jilani ke Papua. Kami menolak setiap bentuk rekayasa politik yang dilakukan pihak tertentu dalam rangka kunjungan utusan khusus Sekjen PBB Hina Jilani ke Papua dan kami menyerukan kepada semua insan pers, baik cetak maupun elektronik agar bersikap waspada, cermat dan kritis terhadap berbagai manuver politik pihak tertentu yang ingin menggadaikan rakyat Papua untuk kepentingan mereka dengan memanfaatkan kunjungan utusan khusus Sekjen PBB ke Papua, tegas Filep JS Karma.(*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Bahasa Indonesia, Bahasa Kerja di Timor Leste
http://www.gatra.com/artikel.php?id=105101 Bahasa Indonesia, Bahasa Kerja di Timor Leste Jakarta, 5 Juni 2007 17:10 Pemerintah Republik Indonesia menyambut baik upaya pemerintah Timor Leste untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja di negara itu. Pernyataan itu dikemukakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/6), saat melakukan jumpa pers bersama Presiden Timor Leste, Jose Ramos-Horta. Saya memberikan penghargaan dan menyambut baik atas upaya penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja di Timor Leste, kata Presiden Yudhoyono. Menurut Presiden Yudhoyono, penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja di Timor Leste dapat menjadi modalitas untuk meningkatkan kerjasama antara kedua negara di masa mendatang. Kita berharap nanti ada Departemen Bahasa Indonesia di universitas di Timor Leste dalam konteks pendalaman bahasa Indonesia sehingga dapat meningkatkan kerjasama lebih baik lagi, ujarnya. Presiden Yudhoyono juga mengatakan, bahasa Indonesia mirip dengan bahasa melayu yang digunakan di Malaysia dan Brunei Darussalam sehingga jika masyarakat Timor Leste memahami bahasa Indonesia, maka masyarakat Timor Leste dapat juga berkomunikasi dengan Malaysia dan Brunei Darussalam. Sementara itu, Ramos-Horta di akhir sambutannya mengatakan bahwa ia berharap dalam kunjungannya mendatang ke Indonesia dapat menyampaikan pidato dalam bahasa Indonesia. Dia mengatakan, sekalipun ia bukanlah penyair atau mahir dalam berbahas Indonesia, namun dari waktu ke waktu bahasa Indonesianya makin baik. Dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden, Ramos-Horta telah memberikan sinyal kedekatannya dengan RI antara lain dengan menggunakan bahasa Indonesia pada sebagian pidatonya. Bahasa Indonesia tetap digunakan oleh sebagian besar rakyat Timor Leste dan banyak warga Timor Leste yang sangat menggemari program-program televisi Indonesia yang dapat ditangkap di wilayah Timor Leste. Memperhatikan kenyataan itu, Presiden Ramos-Horta bermaksud mengusulkan perubahan konstitusi Timor Leste --khususnya terkait dengan pasal mengenai penggunaan bahasa-- untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja. Dalam hal ini, bahasa Portugis dinilai sulit dipelajari oleh kebanyakan penduduk Timor Leste dan tidak dipakai di kawasan. Oleh karena itu Ramos-Horta berharap Indonesia dapat membuka Pusat Kebudayaan/Bahasa Indonesia di Timor Leste. [EL, Ant] [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS PBB Akan Tindak Lanjuti Hasil Diskusi HAM di Papua
http://www.gatra.com/artikel.php?id=105191 Jayapura PBB Akan Tindak Lanjuti Hasil Diskusi HAM di Papua Jayapura, 8 Juni 2007 14:50 Wakil khusus Sekjen PBB untuk urusan HAM, Hina Jilani, menyatakan akan menindaklanjuti hasil diskusi kasus HAM yang dilaporkan kepadanya dengan pemerintah dan aparat keamanan di Indonesia. Kami akan membuat laporan kasus HAM sesuai hasil diskusi dengan pemerintah dan aparat, kata Wakil khusus Sekjen PBB Jilani, kepada wartawan di Jayapura, Jumat (8/6). Dia juga mengatakan bahwa pihaknya akan membicarakan berbagai kasus HAM di Papua dan keterkaitannya dengan kepolisian, termasuk perlindungan yang di berikan pihak aparat dalam penanganan kasus HAM. Selain itu, kata Jilani, setelah diskusi dengan beberapa pihak seperti pemerintah daerah, aparat keamanan, DPR Papua, MRP dan LSM di Papua, pihaknya juga akan mengetahui tindakan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong penyelesaian berbagai kasus HAM itu. Sementara itu, Kapolda Papua Brigjen Max Donald Aer mengatakan bahwa kepolisian sebagai pengayom dan pelindung seluruh masyarakat akan menjamin hak-hak masyarakat dalam keamanan. Jika masyarakat merasa tidak terjamin keamanannya segera lapor saja ke Polisi, katanya. Menurut Kapolda, laporan yang diterima utusan PBB bahwa korban HAM tidak dijamin keamanannya sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan. Mengenai keluhan banyaknya intel-intel di Papua, Aer menyebutkan bahwa tugas para intelejen di Papua itu untuk mengumpulkan informasi dan mencari keterangan-keterangan guna dilaporkan ke reserse dan kriminal (reskrim), jika mengandung tindak pidana. Rombongan Wakil Khusus Sekjen PBB untuk urusan Pembelaan HAM berkunjung di Papua didampingi oleh Direktur HAM dan Keamanan Departemen Luar Negeri RI Wiwiek Setyowati Firman, Kasub Hak Sipil dan Politik Direktorat HAM Departemen Luar Negeri RI Dicky Komar. Anggota rombongan lainnya adalah Kasub Direktorat Keamanan DITPL Departemen Luar Negeri RI Narwin Anwar, Paban IV Pengamanan Informasi Basis TNI Kolonel Soleman Ponto, Staf PBB Guillaume Pfeiffle, Interpreter Stefanus Elang Manendrata dan Interpreter Aulia Rahmat. [TMA, Ant] [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Wakil Khusus Sekjen PBB Tiba di Papua
http://www.gatra.com/artikel.php?id=105182 Wakil Khusus Sekjen PBB Tiba di Papua Jayapura, 8 Juni 2007 11:34 Wakil Khusus Sekjen PBB Hila Jilani, Jumat pagi pukul 07.45 WIT, dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia, mendarat mulus di Bandara Sentani, ibukota Kabupaten Jayapura, Papua, untuk melakukan kunjungan dua hari di provinsi tertimur Nusantara itu. Hina Jilani menempuh penerbangan selama delapan jam dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta Kamis (7/6) pukul 21.00 WIT atau pukul 23.00 WIT menuju Jayapura, katanya. Di Bandara Sentani, Jayapura, Jilani disambut Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua, Drs. Sutedjo Suprapto mewakili Gubernur Papua, Barnabas Suebu,SH dan sejumlah pejabat Muspida Provinsi Papua, Muspida Kota Jayapura dan Muspida Kabupaten Jayapura serta para tokoh pemerhati masalah hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua dan Papua Barat. Sementara Gubernur Papua, Barnabas Suebu, tidak berada di Jayapura karena sedang melakukan kegiatan Turun Kampung (Kampung) di wilayah pantai utara (Pantura) dan sebagian wilayah di pegunungan tengah Papua selama sebulan yang dimulai 4 Juni lalu dan berakhir 15 Juli 2007 Wakil Utusan Khusus Sekjen PBB Hila Jilani ketika turun dari pesawat didampingi Ketua Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua, Alberth Rumbekwan,SH, Direktur LBH Jayapura Paskalis Letsoin,SH dan Koordinator Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Jayapura, Br.Budi Hermawan,OFM. Hina Jilani dikawal Patroli Polantas Polda Papua menuju Hotel Yasmin yang terletak di jantung Kota Jayapura, sebelum mengadakan pertemuan dengan berbagai elemen pemerintah sipil, TNI, Polri, DPR Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), tokoh agama dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Hila Jilani juga mengadakan pertemuan khusus dengan Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua yang dijadwalkan berlangsung di RM Borobudur, kawasan Ruko Pasifik Permai, jantung Kota Jayapura. Situasi Kamtibmas secara umum pada kedatangan Hila Jilani tetap aman dan tertib karena telah diantisipasi sebelumnya oleh aparat keamanan dari TNI dan Polri. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Interpelasi Lapindo Didukung 122 anggota DPR
Refleksi: Selain sudah sekian lama masalahnya cuma 122 anggota yang mendukung interpelasi Lapindo? http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_cid=288719 Kamis, 07 Juni 2007, Interpelasi Lapindo Didukung 122 anggota DPR JAKARTA - Inisiatif untuk membawa kasus semburan lumpur Lapindo menjadi hak interpelasi (hak bertanya) disambut antusias anggota DPR. Hingga kemarin, 122 anggota DPR meneken dukungan. Inisiatornya anggota dewan dari dapil Jatim dan Fraksi PDIP di DPR. Anggota DPR dari dapil I Jatim Ario Wijanarko mengatakan, pihaknya bersama Sekretaris Fraksi PDIP Jacobus Camarlo Mayong Padang berhasil mengumpulkan dukungan 122 tanda tangan anggota dewan. Jumlah ini akan terus bertambah, katanya kemarin. Ario mengaku optimistis karena kasus Lapindo terkait langsung dengan nasib ribuan masyarakat Sidoarjo yang masih telantar. Anggota Komisi XI DPR itu mengatakan, interpelasi Lapindo tersebut menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Sebab, selama satu tahun kasus itu berlangsung, pemerintah terkesan tidak menangani secara serius. Dibandingkan soal Iran, kasus Lapindo ini lebih menyentuh kepentingan rakyat, kata putra mantan Wali Kota Surabaya Sunarto itu. Ario menargetkan Presiden SBY bisa datang langsung menjelaskan persoalan lambatnya sikap pemerintah itu. Presiden harus datang. Ini bukan soal tatib DPR, tapi karena memang persoalan Lapindo ini sangat mendesak, kata politikus dari PKB itu. Menurut Ario, presiden merupakan satu-satunya pihak yang memiliki kekuatan untuk menekan keluarga Bakrie agar berniat baik menyelesaikan persoalan tersebut. Kelambanan ini akibat pemerintah tidak berani menekan kelompok Lapindo, yang notabene milik Menko Kesra Abu Rizal Bakrie, ujarnya. Lagi pula, lanjut Ario, sidang interpelasi Lapindo itu akan menjadi media yang cukup strategis bagi Presiden SBY untuk meningkatkan citra di hadapan rakyat. Jadi, tidak ada alasan lagi bagi presiden untuk menolak, lanjutnya. Ario menegaskan bahwa penggunaan hak interpelasi Lapindo itu merupakan hak anggota yang tidak melibatkan unsur lintas fraksi. Jadi, jangan sampai ini dibawa ke forum Dharmawangsa (forum lobi tingkat tinggi antara pemerintah-DPR untuk mencari win-win solution, Red), katanya. Kalaupun isu interpelasi Lapindo itu dibawa oknum tertentu ke forum Dharmawangsa, pihaknya akan menentang keras. Ini persoalan nurani kita sebagai politisi, jangan sampai mengkhianati rakyat yang merasakan kepedihan di sana (Sidoarjo, Red), tegasnya. Hal itu terbukti banyaknya aliran dukungan dari sejumlah anggota Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Golkar. Jacobus Camarlo Mayong Padang menyatakan, pihaknya sebagai inisiator interpelasi Lapindo terus berusaha meningkatkan jumlah dukungan. Jacobus mengaku secepatnya menyerahkan berkas usul itu ke pimpinan dewan. Besok (hari ini, Red) kami sampaikan ke ketua DPR, katanya. Sembari mengumpulkan dukungan, Jacobus berharap usul itu segera direkomendasikan pimpinan DPR ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk dijadwalkan dalam sidang paripurna. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Protect minorities to help peace prevail on earth
http://www.thejakartapost.com/detaileditorial.asp?fileid=20070608.F05irec=4 Protect minorities to help peace prevail on earth Bramantyo Prijosusilo, Ngawi, East Java Javanese Islam, although Sunni, is very much influenced by Shiite traditions, leading many commentators to speculate that the religion was brought here through peaceful trade by exponents of both camps. Scholars from the Sunni organization, Nahdlatul Ulama (NU), maintain that many verses and prayers from Shiite traditions have become part of their tradition. The same goes for many of the Sufi mystical schools here that trace their sources back to Ali, the first imam of the Shia. This is why the recent violence by Sunni mobs against Shiite communities in East Java, which is a traditional stronghold of the NU, is seen by many as the work of an agent provocateur who, for whatever morbid reason, wishes to import to Indonesia the divisions that exist within Muslim communities in Iraq and other parts of the Middle East. Muslim scholars in Indonesia and abroad have recently been moving to reconcile the gap between the Shiite minority and the Sunni majority. The civil war between the two groups in Iraq has even brought Muqtada al Sadr -- dubbed a firebrand Shiite cleric by the Western press -- to offer his hand in friendship to the Iraqi Sunnis in his effort to unite Iraq against the American occupation. However, considering the deep and particularly violent rift between the two groups, it is difficult to imagine that they can unite even against a common enemy. Traditional Muslims are either Sunni or Shia, and the extremists in both camps do not trust each other politically. Of late, they have also become prone to insulting each other's traditions. While Islamic traditions here indicate Shiite influence, the Iranian revolution of 1979 inspired a fresh interest in Shiite thought, and books by Ali Syariati, Murtadha Muthahhari and Ayatollah Khomeini became widely available and popular among activists. As more Sunni youth became frustrated by superpower foreign policy, a significant proportion of university students, inspired by the pluralist scholar Jalaluddin Rakhmat, began to show sympathy toward the Shia. The reaction of the authorities was that the Bandung branch of the Indonesian Ulema Council banned him from speaking publicly in the 1980s. Lately, Jalaluddin's works have been promoting tassawuf, the Islamic mysticism of the Sufis. In the field of Islamic thought, he encourages the study of all traditions, including the Shia. Jalaluddin's development as a religious thinker has always been open and public, but it was only after the changes brought about by the reform movement since 1998 did hitherto underground Shiite communities emerge. In a civilized society, it should be perfectly acceptable for the Shiites to own their own places of worship and have their own beliefs, different as they are from those of their Sunni brethren. Unfortunately, many Shiites in Indonesia must practice taqiyah, which means concealing their faith. For Indonesia's ambition to contribute to peace between the Sunni and Shia around the world to make sense, it is important that the government supports minority groups here, not only the Shia, but also the Sufi, the Ahmadiyah, the Christians, and other belief systems and religions. The idea that the state recognizes a certain number of religions is not even close to reflecting the real situation in our society. If an idea does not reflect the truth is passed as law, it means the law needs to be repealed or amended. To not respect the Shia in Indonesia is nearly as absurd as the past New Order rule that banned the ethnic Chinese from expressing their culture. The government can begin to fulfill its obligation to protect minority groups by cracking down on the mobs that majority groups often employ to intimidate members of society. Think Frankenstein or the Taliban, and U.S. intelligence in the proxy war with Moscow. This type of manipulation must be binned. Violent orators need to be engaged through sound argumentation right from the beginning. It would be prudent to let all groups come out into the open and afford them reliable protection from the state, for when extremist vision is aired in open communication, it naturally tends to soften. It is important that everyone can openly see that minority groups are not going to steal their children for Satan in hell, but rather that members of minority groups are people, much like everybody else. Minority group members are individuals, with ordinary lives. Open and strategically located places of worship for all minority groups should be encouraged, supported and protected by the authorities. Public religious celebrations by minorities should be encouraged, and their arts and cultures should be made available to be enjoyed, and thus loved and respected, by all members of society at large.
CiKEAS Kabul to trade Taliban commander's body for hostages
(photo: AP/Allauddin Khan) http://today.reuters.com/News/CrisesArticle.aspx?storyId=KLR194170 Kabul to trade Taliban commander's body for hostages Tue 5 Jun 2007 1:10 AM ET KABUL, June 5 (Reuters) - The Afghan government has agreed to hand over the body of a slain Taliban commander to his family in return for the release of five local health workers captured by the Islamist insurgents, an official said on Tuesday. The five were kidnapped in the southern province of Kandahar in March. Their captors originally demanded the release of Taliban prisoners as ransom and instead this week asked for the body of Taliban leader Mullah Dadullah who U.S.-led forces killed last month, the official said. Yesterday it was agreed to, said Abdullah Fahim, a health ministry advisor. It's their right to have the body of their relative, he added. Afghan authorities buried Dadullah's body in an undisclosed location soon after he was killed. His death is seen as the biggest blow to the Taliban since they began an insurgency after their overthrow from power in 2001. Nicknamed as Afghanistan's Al Zarqawi after the slain al Qaeda leader in Iraq, Dadullah was the main architect of suicide bombings, kidnapping of foreigners and Afghans, a series of beheadings and the rise of violence in the south. The health ministry spokesman said a person nominated by Dadullah's family was expected to arrive in Kandahar from Pakistan later on Tuesday to receive the body. The swap would be handled by local authorities in Kandahar province, Fahim said, which has seen some of the fiercest fighting between Taliban and U.S.-led forces. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Soeharto, Habis Manis Sepah Dibuang?
Refleksi: Syukurlah bagi mereka yang diberkati segala kemanisan dan madu Pak Harto, tetapi puluhan juta mayoritas yang dimarginalisasikan tak ada manisan hanya angin yang membucikan perut dan yang dibuang dari perut buncit kekurang gizi ialah kentut. Pepatah melayu kuno mengatakan: raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0706/08/sh04.html Ulang Tahun Ke-86 Soeharto, Habis Manis Sepah Dibuang? Oleh Tutut Herlina Jakarta - Ratusan anak yatim piatu duduk rapi beralaskan tikar di tempat yang rindang, Taman Suropati, Jakarta, Kamis (7/6) pagi. Mereka mengenakan kaos lengan panjang dan celana panjang warna putih. Di bagian depan kaos tertulis beribu alasan rakyat mencintai Soeharto. Di bagian belakang kaos tertulis, data dan fakta, zaman Soeharto lebih sejahtera. Dari mulut mereka mengalun ayat-ayat suci Al-Quran. Mereka tidak sedang mengaji. Alunan ayat suci Al-Quran tersebut untuk mendoakan mantan Presiden Haji Muhammad Soeharto. Jumat (8/6), mantan penguasa Orde Baru (Orba) tersebut berusia 86 tahun. Ayo sama-sama baca Shalawat-nya. Yang keras. Yang keras, kata seorang pemandu melalui pengeras suara. Setelah membaca shalawat, anak-anak tersebut dibagikan lembaran kertas, buku, dan amplop. Lembaran kertas tersebut belakangan dikembalikan lagi kepada panitia tetapi tidak untuk amplopnya. Ayo dikumpulin, tapi amplopnya jangan ya. Amplopnya tetap dipegang masing-masing, ujar seorang perempuan dengan menggunakan pengeras suara. Buku yang dibagikan kepada anak-anak tersebut berjudul Pak Harto Habis Manis Sepah Dibuang: Percik Pengkhianatan dan Hujatan. Penulisnya adalah Dewi Ambar Sari-Lazuardi Adi Sage. Ini merupakan buku kedua yang ditulis oleh mereka. Sebelumnya, mereka juga menulis buku berjudul Beribu Alasan Mencintai Soeharto. Seperti sebuah tebu, setelah diperas sari gulanya terus dibuang ampasnya, ujar Ambar. Menurut para penulis, buku ini sengaja diterbitkan untuk mengingatkan masyarakat mengenai jasa-jasa mantan Presiden Soeharto. Pada masa kekuasaannya, Indonesia pernah mengalami swasembada di bidang pangan dan tingkat keamanan yang kondusif. Selain itu, harga berbagai kebutuhan juga tidak seperti sekarang ini, yang semuanya serbamahal. Namun, semua jasa-jasa Soeharto tersebut saat ini seolah-olah tidak pernah diperhatikan. Dari hari ke hari, Soeharto bahkan tidak terlepas dari hujatan. Soeharto pun dituding melakukan korupsi di tujuh yayasan yang dipimpinnya oleh pemerintah. Nilai korupsi yang dituduhkan mencapai triliunan rupiah. Kami melihat Pak Harto adalah orang yang sangat mencintai bangsa. Kita maju ketika dipimpin oleh Pak Harto, kata Ambar. Ditanya dari mana modal untuk menulis buku ini, baik Ambar maupun Lazuardi mengaku bahwa buku itu diterbitkan berdasarkan modal patungan. Semuanya dana pribadi. Mereka berharap dengan penjualan yang laris, royalti yang didapatkan juga akan besar. Kami tidak didanai Cendana. Acara ini sekaligus untuk promosi, ujar Ambar. Dia juga menampik acara peluncuran buku dan doa bersama tersebut didanai oleh Keluarga Cendana (sebutan untuk keluarga Soeharto - red). Namun, hanya terpaut beberapa meter dari Ambar dan Lazuardi memberi keterangan, seorang perempuan berkulit kuning berdiri tegak, sambil tersenyum mengawasi jalannya acara. Perempuan yang tidak bersedia disebutkan namanya itu menyebutkan dirinya diminta oleh salah satu Keluarga Cendana untuk mengawasi jalannya acara tersebut. Saya diminta untuk mengawasi, katanya. Siapa yang meminta mengawasi? tanya seseorang lagi disampingnya. Ya...adiknya. Tapi tahu sendiri lah, jawab perempuan itu sambil tertawa dan tak mau menjelaskan lebih lanjut. Banyak Pelanggaran Sembilan tahun yang lalu atau tepatnya 21 Mei 1998, Soeharto lengser dari kursi kepresidenan. Lengsernya Soeharto disambut gegap gempita oleh rakyat di berbagai penjuru negeri karena Indonesia seolah terlepas dari kediktatoran yang telah membelenggu bangsa ini selama 32 tahun. Setidaknya itulah yang dilaporkan oleh beberapa media massa. Setelah Soeharto lengser, banyak tuntutan dari rakyat yang dimotori mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang meminta supaya korupsi mantan penguasa rezim Orba itu diadili di pengadilan. Tuntutan itu dilatarbelakangi adanya dugaan korupsi oleh Soeharto dan kroninya, sehingga Indonesia mengalami keterpurukan ekonomi. Dugaan ini diperkuat analisis George Soros, orang yang pernah dituding membuat krisis ekonomi di Indonesia. Dalam bukunya berjudul Open Society, Reforming Global Capitalism, Soros menggambarkan dengan jelas peran Soeharto dalam ambruknya perekonomian Indonesia. Soros menyebutkan, krisis ekonomi yang begitu dahsyat di Indonesia terjadi justru karena Soeharto mengembangkan sistem kapitalis nepotisme. Sistem ini hanya menguntungkan orang-orang dekat Soeharto saja. Tuntutan rakyat itu memang dijawab oleh Presiden BJ Habibie dengan memeriksa Soeharto. Namun, pada saat
CiKEAS Minyak Goreng dan Investasi Perkebunan Sawit
Minyak Goreng dan Investasi Perkebunan Sawit Oleh Viktor Siagian Pemerintah saat ini mendapat pekerjaan baru lagi, yakni menstabilkan harga minyak goreng sawit yang sudah membubung ke Rp 8.400/kg dari Rp 6.000-Rp 6.800/kg. Kenaikan harga minyak goreng ini dipicu oleh naiknya harga CPO (Crude Palm Oil), yaitu minyak kelapa sawit mentah di pasar dunia yang mencapai US$ 800/ton, dari sebelumnya yang hanya US$ 450/ton. Harga ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah melebihi harga tahun 1998 yang mencapai US$ 760/ton. Harga tersebut telah mendorong naiknya harga tandan buah segar (tbs) yang mencapai Rp 900-1.000/kg tbs. Tahun lalu harganya hanya Rp 450-600/kg tbs. Tentunya petani kelapa sawit menikmati keuntungan besar, bayangkan dengan harga Rp 900/kg seorang petani sawit yang memiliki kebun sawit 1 ha dengan umur 8 tahun sudah mampu mendapatkan Rp 1,8 juta/ha/bulan. Biaya pemeliharaan sawit relatif rendah, yakni ± Rp 100.000/bulan. Akibatnya akan banyak masyarakat mencari lahan baru untuk menanam sawit. Naiknya harga CPO di pasar dunia dipicu oleh lebih besarnya permintaan yang mencapai 35-36 juta ton. Ini melebihi produksi dunia yang 34 juta ton (Bisnis Indonesia, 30 April 2007). Naiknya permintaan ini disebabkan konsumen minyak nabati banyak beralih ke minyak sawit karena lebih murah dan sehat. Jika pada tahun 2003 pangsa konsumsi minyak sawit terhadap minyak nabati dunia hanya 20% maka pada tahun 2006 menjadi 24% dari total permintaan 143 juta ton. Pada sisi lain, sebagian negara Uni Eropa Amerika sudah mengalihkan konsumsi CPO-nya dari minyak goreng makan (edible oil) menjadi minyak bio diesel. Negara Uni Eropa menargetkan penggunaan bio diesel dari 4,9 juta ton tahun 2005 menjadi 14,0 juta ton tahun 2010 (Sri Hartati, 2006). Tak Efektif Sementara itu, produksi CPO dunia menurun 10% tahun ini akibat kemarau panjang tahun 2006. Diperkirakan permintaan CPO dunia pada tahun 2010 akan mencapai 44, 6 juta ton (Sri Hartati, 2006). Indonesia pada tahun 2006 memproduksi 13,8 juta ton CPO dan produksi Indonesia 36% dari produksi dunia, dengan jumlah ekspor 4,8 juta ton dan bersama-sama dengan Malaysia menguasai 85% pangsa produksi dunia. Dari 13,8 juta ton CPO sebanyak 6,43 juta ton (46,6%) diproduksi menjadi minyak goreng sawit. Malaysia merupakan produsen terbesar CPO, yakni 15,9 juta ton (2006). Indonesia adalah negara produsen kedua terbesar di dunia dengan luas tanaman sawit 5,6 juta ha (50,9% dari luas tanaman sawit dunia). Dari 5,6 juta ha perkebunan sawit sebagian besar adalah perkebunan rakyat. Indonesia pada tahun 2010 diproyeksikan menjadi negara produsen terbesar kelapa sawit. Harga CPO dunia yang sangat menjanjikan ini tentunya akan merangsang pengusaha nasional dan asing untuk berinvestasi. Komoditas inilah yang paling tinggi jumlah investasinya di sektor perkebunan. Bank Mandiri sudah menyiapkan Rp 11 triliun sampai tahun 2009 untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pola kerja sama inti plasma menjadi pilihan utama pihak swasta karena adanya kemudahan mendapatkan kredit bank dan tingkat suku bunga yang disubsidi. Bagaimana dengan menstabilkan harga minyak goreng menjadi Rp 6.000-6.500/kg? Dengan kondisi ini memang agak sulit. Saat ini untuk memenuhi kebutuhan domestik pemerintah mengenakan pajak ekspor sebesar US$ 5,5/ton atau 1% dari nilai ekspor. Tapi pengusaha tetap lebih suka mengekspor karena lebih menguntungkan. Salah satu jalan untuk mengatasinya adalah menaikkan pajak ekspor.. Tapi cara ini juga dilematis, karena dari hasil studi ekonometrik, setiap kenaikan 1% pajak ekspor akan menurunkan produksi tbs sebesar 0,14% (Koran Tempo, 30 Januari 2007). Operasi Terbatas di sejumlah kota tidak akan efektif menurunkan harga jika volume yang dilempar ke pasar hanya terbatas. Cara yang paling baik adalah pemerintah melakukan sosia-lisasi melalui media massa bahwa masyarakat harus membiasakan menerima harga minyak goreng yang tinggi ini sebagai suatu realita, karena dipengaruhi oleh harga pasar dunia. Kondisi ini sama seperti pada komoditas perkebunan lainnya seperti kopi, kakao, lada, karet, dsb. Jarak Pagar Saat ini, tingkat konsumsi per kapita minyak goreng sebesar 16,5 kg/tahun, sebagian besar berasal yakni 12,7 kg (77%) dari minyak goreng sawit dan hanya 3,8 kg dari minyak goreng kelapa. Total konsumsi minyak goreng domestik mencapai 6 juta ton pada tahun 2002 dan 83,3% dari minyak goreng sawit (Anonim, 2007). Memang ada barang subsitusi minyak goreng sawit yaitu minyak goreng kelapa tapi harganya lebih tinggi dibandingkan minyak goreng sawit. Minyak goreng kelapa segmen pasarnya lebih diarahkan pada masyarakat menengah ke atas. Harga per liter bisa mencapai Rp 14.000 - 15.000, contohnya adalah produk dari Barco dan Vetco. Untuk mengatasi laju pengalihan CPO ke minyak bio diesel pemerintah harus mempercepat pembangunan perkebunan jarak pagar. Para pengusaha harus diberi insentif untuk
CiKEAS Indonesia not yet ready for nuke power plant, observer says
http://www.antara.co.id/en/arc/2007/6/8/indonesia-not-yet-ready-for-nuke-power-plant-observer-says/ 06/08/07 14:14 Indonesia not yet ready for nuke power plant, observer says Yoyakarta (ANTARA News) - Indonesia is not yet ready to build and operate a nuclear power plant (PLTN) because it cannot yet afford the cost and its people still lack the right mentality, an academician said. The Indonesian people still needed to be assured of the availability of cheap electricity while building a nuclear power plant would require a huge investment, Dr Eko Sugiharto, head of Gajah Mada University`s Environmental Analysis Center (PSLH), said here Friday. A nuclear power plant is more costly than a diesel power plant (PLTD) or a thermal power plant (PLTU), he said. But among the three kinds of power plants, nuclear ones posed the lowest environmental pollution risk, he said adding that hydro- power plants (PLTA) were the cheapest to build and held out the lowest pollution risk. However, PLTAs are no longer popular as Indonesia is now often short of water because of deforestation and decreasing water catchment areas, he said. He said the corrupt mentality of the Indonesian people was also not conducive for the development of nuclear energy. In the building construction industry, a reduction in the proportion of building materials can still be tolerated but in the building of a nuclear power plant, there can be no such tolerance as it could cause disaster, he added. He said the financial capability of consumers at home needed to be taken into account before setting up a nuclear power plant which needed a huge investment. Eko said if a nuclear power plant was built with foreign funds, electricity supplies to the people would be very expensive. He said in a number of European countries, electricity consumers could pay nuclear power supplies at a low price because the funds used to build the plants were obtained at home. If Indonesia is determined to build a nuclear power plant it should issue an electricity law which regulated which parties had the right to fix the price of the nuclear power price, he added.(*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS UN secretary general`s special envoy visiting Papua
http://www.antara.co.id/en/arc/2007/6/8/un-secretary-generals-special-envoy-visiting-papua/ 06/08/07 15:09 UN secretary general`s special envoy visiting Papua Jayapura, Papua (ANTARA News) - A special envoy of the United Nations secretary general, Hina Jilani, arrived here Friday on a Garuda Indonesia flight for a two-day visit. Jilani arrived in Sentani airport at 7.45 a.m. after an eight-hour flight from Cengkareng airport in Banten province with transits at Denpasar`s Ngurah Rai airport and Timika in the country`s easternmost province of Papua. Papua administration officials as well as Papua and West Irian Jaya human rights activists welcomed Jilani at Sentani airport. Papua Governor Barnabas Suebu was not present at the airport as he was on a 40-day tour of the northern coastal and mountainous areas of less developed Papua province which he began last June 4. During her stay in Jayapura, Jilani is scheduled to meet with provincial administration officials, military and police chiefs, members of the provincial legislative assembly and the Papuan People`s Council (MRP) as well as religious and non-governmental organization leaders. At a meeting with Constitutional Court Chairman Jimly Asshiddiqie in Jakarta on Wednesday, Jilani asked the Indonesian government to pay due attention to the protection of human rights campaigners. She said the United Nations was really concerned about protection of human rights campaigners and poor people`s access to justice. Jilani was also scheduled to visit Aceh, the country`s westernmost province. She will hold a press conference in Jakarta on June 12 on the results of her visit to Indonesia. (*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Indonesia Belum Aman dari Teroris dan Tsunami
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/07/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Survei 2007 PATA dan Visa Internasional Indonesia Belum Aman dari Teroris dan Tsunami [JAKARTA] Hasil survei tahun 2007 yang dikeluarkan Pacific Asia Travel Association (PATA) dan Visa International Asia Pacific (Visa), menunjukkan Indonesia masih diyakini wisatawan mancanegara (wisman) sebagai negara yang tidak aman dari serangan teroris dan tsunami. Usaha pemerintah dalam mempromosikan potensi pariwisata di Indonesia tampaknya masih harus dilakukan lebih keras lagi, terutama dalam meyakinkan para wisman bahwa Indonesia adalah negara yang aman dan nyaman untuk berwisata. Asia Travel Intentions Survey 2007 yang dikeluarkan PATA dan VISA menunjukkan, ternyata 50 persen dari total 5000 orang responden atau sekitar 2500 orang merasa yakin bahwa negara Indonesia merupakan target dari serangan teroris. Negara tujuan wisata yang juga dinilai masih kurang aman dari teroris adalah Sri Lanka (37 persen), Filipina (36 persen). Sementara lebih dari 56 persen atau sekitar 2.800 orang merasa yakin bahwa Indonesia belum sepenuhnya pulih dari dampak tsunami bulan Desember 2004. Padahal, kata Visa International Executive Vice President for South and Southeast Asia , James Murray, dalam kurun dua tahun ke depan sekitar 52 persen responden atau 2.600 orang yang berencana akan melakukan perjalanan internasional mempertimbangkan Asia sebagai tujuan perjalanan mereka berikutnya. Hasil survei itu menunjukkan peningkatan sebanyak sembilan persen atau 450 orang dibanding tahun sebelumnya dan peningkatan sekitar 18 persen atau 900 orang dibandingkan tahun 2005, jelasnya di Jakarta, baru-baru ini. Menurut Murray, pasar di Asia khususnya Tiongkok, Korea, Jepang dan India memiliki persentase tertinggi untuk dikunjungi responden yang telah mengunjungi Asia. Sedikitnya tiga perempat responden dari pasar tersebut telah mengunjungi negara-negara ini. Wisman dengan pengalaman bepergian paling sedikit ke Asia berasal dari Amerika Serikat. Dalam dua tahun ke depan negara Thailand dipilih oleh satu dari lima orang responden sebagai tujuan wisata yang paling diminati terutama oleh wisatawan asal Swedia. Sedangkan Indonesia , Filipina , Taiwan dan Sri Lanka merupakan tempat tujuan wisata yang kurang diminati oleh para responden. Responden dari survei ini, kata Murray, merupakan wisatawan internasional dari 10 pasar wisata utama di dunia. Survei ini dilakukan untuk melihat rencana tujuan wisata para responden, termasuk faktor-faktor yang dapat menjadi hambatan dalam rencana wisata mereka. Untuk pertama kalinya, tahun ini India masuk ke dalam penelitian kami, karena India telah dinilai sebagai negara dengan potensi sekitar 4,4 juta wisatawan yang masuk (inbound) dan 8,3 juta wisatawan yang keluar (outbound) di tahun 2006, urainya. Menurut Murray , Thailand kembali menjadi tujuan utama pada negara tujuan berlibur para wisman. Kemudian diikuti Jepang dan Tiongkok. Sekitar dua pertiga dari responden telah mengunjungi Asia dan 47 persen di antaranya mengunjungi Thailand. Walau perhatian internasional media tertuju pada gejolak sosial di Thailand beberapa minggu sebelum survei dilakukan, tetap saja sekitar 50 persen responden yang diwawancarai di 10 pasar utama memilih Thailand sebagai tempat liburan yang paling digemari. Reputasi Thailand sebagai tempat reklasasi dimana orang dapat menikmati budaya setempat, keindahan alam dan masyarakat yang ramah terus meningkatkan keinginan mereka untuk berencana berkunjung ke Asia, ungkapnya. Sementara persepsi terhadap Indonesia, jelas Murray, masih dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap keselamatan, terutama kekhawatiran terhadap gelombang tsunami tahun 2004 dan serangan teroris. Sementara akibat merebaknya virus flu burung hanya sekitar 34 persen atau 1.700 orang responden yang menilai Indonesia sebagai tujuan wisata yang terkena dampak flu burung. Sedangkan 58 persen atau sekitar 2.900 orang responden lebih memilih Cina sebagai tujuan wisata yang terkena dampak flu burung, dan Vietnam 37 persen atau sekitar 1.850 orang responden, serta 35 persen atau sekitar 1.750 orang responden memilih Thailand. Presiden dan CEO PATA, Peter de Jong mengatakan, hasil survei ini juga menunjukkan adanya tren baru, dimana anggapan mengenai pariwisata yang bertanggungjawab menjadi pertimbangan bagi wisman yang berencana akan mengunjungi negara-negara di Asia. Saat berencana akan berlibur, katanya, lebih dari 80 persen responden memilih negara atau tujuan wisata yang ramah lingkungan. Lebih dari 50 persen di antaranya bersedia membayar lebih besar untuk dapat menikmati liburan yang erat dengan kebudayaan dan lingkungan. Kejadian di seluruh dunia baru-baru ini telah meningkatkan gejolak antara budaya dan agama. Dalam suasana konflik dan kesalahpahaman, industri wisata serta
CiKEAS Tertibkan Permainan Layangan
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Kotaid=138269 Kamis, 7 Juni 2007 Tertibkan Permainan Layangan ENTAH karena faktor apa, Perda Permainan Layangan yang sudah dikeluarkan Pemkot Pontianak awal tahun 2006 belum menunjukan tertibnya permainan layangan. Bahkan belakangan semakin marak dan semakin liar. Buktinya, diatas langit kota Pontianak puluhan bahkan ratusan layangan dengan menggunakan gelasan dan kawat masih saja melayang-layang. Entah kali ini apakah akan merenggut nyawa warga lagi. Yang jelas, Rabu (6/6) kemarin, tali layangan jenis gelasan, sudah membuat jatuh korban. Adalah Zulfahmi, warga Kota Baru. Lehernya hampir putus terenggut tali gelasan layangan yang melintang di depan Jalan Seram. Untungnya, pria ini cekatan, sehingga tali gelasan tersebut tidak sampai memutuskan lehernya, seperti korban-korban lain. Namun tak pelak, akibat tali gelasan tersebut, ia harus tersungkur dari sepeda motornya dan mengalami luka yang cukup parah. Saya baru saja pulang dari membenahi taman di samping pendopo gubernur. Sewaktu melintas di depan Jalan Seram, tiba-tiba saja helm standar yang saya kenakan tergores benang layangan. Saya sempat menangkap benang tersebut yang tiba-tiba turun menuju leher saya. Namun tetap saja tali gelasan tersebut melukai tangan saya dan menggores leher saya. Seketika itu kedua tangan saya secara reflek memegang tali tersebut. Dan saya langsung bergulingan di jalan. Untungnya kendaraan saya kendarai tidak laju, ungkapnya, kepada Pontianak Post saat ditemui mengobati luka-lukanya di Klinik Anggrek Jalan Podomoro. Meski tak begitu parah, Zulfahmi mengungkapkan, tetap merasa trauma atas kejadian tersebut. Dia membayangkan kejadian yang menimpa beberapa warga sehingga harus menemui ajal di tali layangan. Sebab itu ia mendesak pemkot lebih tegas lagi menertibkan permainan layangan. Mengingat permainan itu dilakukan di tengah kota. Kita tahu mereka bermain di pinggiran, tapi tali dan layangannya kan di atas kota yang kita ketahui pada sore harinya padat kendaraan dan aktifitas warga, katanya dengan meringis menahan pedih akibat luka yang disebabkan tali layangan. Di tempat kejadian, salah seorang warga mengungkapkan, biasanya ada petugas penertiban yang berkeliling tiap sore menertibkan permainan layangan ini. Namun belakangan tampak adem-adem saja. Biasanya Pol PP menertibkan permainan layangan ini. Tapi kenapa belakangan ini justru makin marak orang bermain layangan. Kalau tak segera ditertibkan, bisa berbahaya. Ini sudah jatuh korban. Apa mau menunggu korban mati lagi. Apalagi kota kita akan mengadakan kegiatan akbar yang mendatangkan tamu dari luar. Malu kita jika sampai ada tamu kita yang jadi korban, tukasnya.(pay [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Istri Rokhmin Akui Terima Dana DKP Rp 200 Juta
http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Utamaid=138262 Kamis, 7 Juni 2007 Istri Rokhmin Akui Terima Dana DKP Rp 200 Juta Jakarta,- Senyum tersungging di bibir Pigoselpi Anas ketika memasuki ruang persidangan kemarin. Istri Rokhmin Dahuri itu tampak siap menjadi saksi atas kasus dugaan korupsi di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang menjerat suaminya. Padahal ketika masih berada di ruang terdakwa, ibu empat anak itu tampak tegang sambil membolak-balik majalah di tangannya. Meski jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memintanya hadir sebagai saksi dan dia berhak untuk menolaknya, perempuan kelahiran Payakumbuh itu tetap bersedia diminta keterangannya dalam persidangan. Saya bersedia menjadi saksi. Saya minta disumpah agar keterangan saya lebih bermakna, ujarnya kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Menurut JPU Tumpak Panggabean, pemanggilan istri Rokhmin sebagai saksi relevan. Saksi akan dimintai keterangan soal dua hal yakni kepemilikan sertifikat tambak di Lampung dan uang sebesar Rp 200 juta yang masuk ke rekening saksi, ujar Tumpak. Pigoselpi mengakui ada transfer uang Rp 200 juta dari staf Rokhmin Didi Sadili. Namun, tambahnya, itu adalah uangnya yang dipinjam untuk keperluan DKP. Beliau (Rokhmin, Red) minta saya menalangi dana untuk keperluan menteri sampai terakumulasi sampai Rp 200 juta, ujar Pigoselpi dalam sidang yang dimulai pukul 13.00 itu. Terlihat emosi, Pigoselpi mengungkapkan alasan meminjamkan uang karena saat itu dana untuk keperluan menteri belum tersedia dalam APBN, sedangkan sebagai menteri yang baru menjabat, banyak kegiatan yang harus dijalankan Rokhmin. Ditambahkannya, hal itu memang tak diungkapkannya pada saat diperiksa, dia sendiri baru ingat soal peminjaman itu setelah pulang dari pemeriksaan di Gedung KPK Veteran. Transfer uang itu, tambahnya, adalah bentuk pengembalian dari uang yang dipinjamkannya kepada Rokhmin. Meski demikian, tambahnya, baik peminjaman maupun pengembalian uang tak disertai tanda terima selain bukti transfer ke rekeningnya. Setelah sampai Rp 200 juta, saya tidak mau minjami lagi, ujarnya. Tak hanya meminjamkan uang sebesar Rp 200 juta ke Rokhmin, Pigoselpi diketahui mengeluarkan uang sebesar Rp 500 juta untuk membeli tanah untuk tambak. Darimana uang sebesar itu? Menurut perempuan yang saat itu memakai stelan baju muslim serba ungu, sebelum menjadi menteri Rokhmin bekerja sebagai Guru Besar IPB dan konsultan beberapa perusahaan termasuk Freeport. Itu uang simpanan. Beliau dibayar dengan dolar. Saya selalu bertanya pada suami saya, kapan selesai jadi menteri, ujarnya lantas menjelaskan dia lebih senang suaminya tak jadi menteri, salah satu alasannya adalah masalah pemasukan yang tak sebanyak ketika jadi konsultan. Namun, jawaban yakin Pigoselpi tak bertahan lama. Anggota majelis hakim, I Made Hendra Kusuma menyerangnya dengan pertanyaan tajam dan menjebak. Talangan Rp 200 juta itu Saudara berikan ketika terdakwa jadi menteri atau jadi Dirjen, tanya hakim ad hoc itu. Dengan tak yakin, Pigoselpi mengaku lupa. Dia bahkan tak ingat kapan suaminya menjadi Dirjen Pelayaran Tangkap dan Pesisir DKP. Ketika ditanya soal penyerahan uang Rp 500 juta untuk pembelian tanah tambak, Pigoselpi mengaku itu bukan pinjaman kepada DKP melainkan murni untuk membeli tanah. Ditambahkannya, Rokhmin yang menyuruhnya menyerahkan uang tersebut ke Didi Sadili. Pembelian tanah itu, ujarnya, juga atas perintah Rokhmin dengan alasan akan dijadikan tambak percontohan mahasiswa IPB. Namun, ketika ditanya apakah dia menerima tanda terima dan menandatangani surat tanda jual beli tanah, Pigoselpi tampak gugup sebelum mengiyakan jawaban itu. Saya kesal. Padahal saya sudah minjemin (ke DKP, Red) saya malah dijadikan saksi, ujarnya dengan nada tinggi, lalu ditenangkan Rokhmin dengan cara menepuk bahunya. Pigoselpi mengaku yakin suaminya bukan koruptor karena sejauh pengetahuannya, pengeluaran dana non bujeter DKP selalu ditujukan untuk kepentingan nelayan. Kalau suami saya korupsi, saya yang akan menjebloskannya ke penjara, ujarnya. Saksi yang lain yakni Akademisi IPB, Enang Haris membeberkan fakta-fakta soal tambak. Keberadaan tambak yang diklaim untuk percontohan mahasiswa IPB itu sempat mengaitkan mantan Menteri Koperasi dan UKM Alimarwan Hanan dan Mensesneg Hatta Rajasa dalam kasus yang menjerat Rokhmin. Keduanya diduga ikut menyetor ke dana non bujeter DKP yang bermasalah itu. Menurut Enang, tambak di Lampung itu memang dimiliki oleh istri Hatta Rajasa, istri Rokhmin, dan istri Alimarwan. Riciannya, tanah seluas 46.315 ribu hektar dimiliki Albaniawati Ali marwan, tanah seluas 45.955 dimiliki istri Hatta Oktiniwati Ulfa Dariah, dan tanah seluas 45.775 atas nama Pigoselpi. Menurut Pak Rokhmin kalau bisa pembagian tanah dengan luas sama untuk ketiga orang itu, ujarnya. Meski berdalih bahwa tambak itu adalah tambak percontohan yang punya misi
CiKEAS Martiono Hadianto, Presiden Direktur untuk PT Newmont Pacific Nusantara
http://www.tambangnews.com/mod.php?mod=publisherop=viewarticlecid=2artid=774 Martiono Hadianto, Presiden Direktur untuk PT Newmont Pacific Nusantara Oleh admin Jumat, 08 Juni 2007 06:37:41 Jakarta, Tambangnews.com.- Mantan Presiden Komisaris pada PT Pertamina Martiono Hadianto kini menduduki posisi strategis di PT Newmont Pacific Nusantara (PTNPN). Dalam siaran persnya PTNPN mengumumkan pengangkatan Martiono Hadianto sebagai Presiden Direktur PT Newmont Pacific Nusantara dan telah aktif sejak tanggal 5 Juni 2007 dan bertempat di kantor Newmont di Jakarta. Perjalanan karier Martiono pernah memegang jabatan eksekutif senior sejak tahun 1988, termasuk menjadi Direktur Keuangan Garuda, Dirjen BUMN, Deputi Ekonomi BPIS, Dirjen Bea Cukai, Direktur Utama Pertamina, serta beberapa jabatan Komisaris di BUMN. Sepanjang karirnya dalam tugas-tugas pemerintah maupun sebagai eksekutif BUMN, Mardiono dikenal sebagai trouble shooter. Pengalamannya dalam restrukturisasi dan program-program Initial Public Offering (IPO) cukup menonjol. Mardiono juga dikenal mempunyai hubungan yang luas di kalangan pemerintah dan BUMN. Martiono adalah sosok yang aktif dalam berbagai bidang sosial dan kemasyarakatan. Saat ini menjabat Ketua Asosiasi Profesi Manajemen Resiko (Indonesia PRIMA), asosiasi yang bergerak di bidang sosialisasi, pelatihan, dan sertifikasi dalam bidang manajemen resiko. Mardiono juga aktif sebagai anggota Majelis Wali Amanah (MWA) di Institut Teknologi Bandung (ITB), pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), serta mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Republik Indonesia atas kinerja dan sumbangsihnya kepada negara. Setelah pensiun dari kegiatan pemerintah dan BUMN, saya sangat senang bisa bergabung dengan Newmont. Newmont dikenal sebagai perusahaan multinasional yang terdaftar di pasar modal dunia, melakukan praktek bisnis yang baik, dan mengikuti semua peraturan yang berlaku secara nasional maupun internasional. Saya harap pengalaman saya selama ini di lingkungan pemerintah dan BUMN dapat menjembatani kepentingan para pemangku kepentingan nasional dan kepentingan Newmont sebagai perusahaan multinasional dan investor di Indonesia. Saya menyambut baik kesempatan ini dan siap bekerja untuk itu, ujar Martiono. PT Newmont Pacific Nusantara adalah sebuah anak perusahaan Newmont Mining Corporation yang memberikan pelayanan manajemen dan lainnya kepada seluruh perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan sahamnya dimiliki oleh Newmont, baik sebagian atau seluruhnya. Perusahaan-perusahaan tersebut telah menanamkan modalnya lebih dari 2,5 milyar dolar untuk mengembangkan industri pertambangan di Indonesia dan menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 7.000 karyawannya, dan telah diakui sebagai perusahaan terkemuka dalam hal keteladanan lingkungan, kesehatan, keselamatan, serta tanggung jawab sosial perusahaan. (nn01) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Semburan Lumpur Lapindo Membesar
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/07/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Semburan Lumpur Lapindo Membesar [SIDOARJO] Kondisi terakhir di titik semburan lumpur panas di sumur eks eksplorasi gas di Banjarpanji, Kelurahan Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo sangat mengkhawatirkan karena terjadinya peningkatan aktivitas volume dan gelombang semburan. Peningkatan aktivitas semburan itu terjadi sejak Rabu (6/6) dini hari dan terus berlangsung hingga, Kamis (7/6). Tinggi semburan lumpur bertambah tinggi dibanding hari-hari sebelumnya, juga volumenya semakin membesar sehingga lumpur panas itu melahirkan gelombang yang membuat tanggul kolam lumpur yang biasa disebut tanggul cincin rawan jebol, ujar Sutrisno (48) pekerja yang ikut meninggikan tanggul cincin, saat dihubungi SP Kamis pagi. Menurut Deputi Bidang Operasional Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Sofyan Hadi, peningkatan kekuatan semburan dan peningkatan volume lumpur panas terhitung mulai Rabu dini hari, juga disertai letupan-letupan. Itu yang kemudian mendesak tanggul cincin hingga dalam posisi kritis, ujarnya sambil mengingatkan, bahwa upaya meninggikan tanggul cincin terus dilakukan namun elevasi tanggul seolah-olah tidak bertambah. Hal itu terjadi diduga sangat terkait dengan amblasnya tanah yang ada di bagian bawah, mulai dari titik semburan eks sumur ekplorasi gas hingga radius 500 m2. Itu terus kita waspadai dengan bekerja ekstra hati-hati, kata Sofyan sambil membenarkan, sesuai prediksi ahli pertanahan (geolog), akibat belum berhasilnya menghentikan aktivitas semburan maka diperkirakan sekurang-kurangnya 1500 m2 dari titik semburan itu sendiri akan mengalami penurunan. Verifikasi Sementara itu, dari 29 bidang tanah nonsertifikat dan bangunan milik warga korban semburan lumpur yang lolos verifikasi untuk mendapatkan ganti rugi hanya enam bidang. Dari enam bidang tanah nonsertifikat itu juga masih ada masalah, yakni bangunan yang ada di atasnya ternyata tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) sehingga luasnya tidak diketahui pasti. Luas bangunannya hanya berdasarkan pada surat pernyataan warga dan hasil perhitungan Tim Pendataan ITS, ujar Ketua Tim Verifikasi BPLS Yusuf Purnama menjawab pertanyaan wartawan, Rabu (6/6) petang. Sesuai peta terdampak lumpur yang ditetapkan 22 Maret 2007, luas lahan dan bangunan yang harus mendapatkan ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya yang ditunjuk PT Lapindo Brantas mengurusi masalah ganti rugi korban semburan lumpur panas, mencapai 641 hektare yang meliputi sekitar 13.000 bidang. Lebih lanjut Yusuf Purnama yang juga Kasi Pengawasan dan Pengendalian Badan Pertanahan Nasional (Kasi P2 BPN) itu mengatakan, guna mendapatkan data valid atas luas bangunan milik warga yang non-IMB, sampai kini pihak BPLS dan PT Minarak Lapindo Jaya masih berunding. Untuk mempercepat proses realisasi pembayaran ganti rugi kepada warga, masih membutuhkan waktu. Dari 13.000 bidang tanah dan bangunan yang ada, terbukti hanya sekitar 3.250 bidang yang bersertifikat, sedangkan yang lainnya belum bersertifikat. [070] Last modified: 7/6/07 [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Masyarakat Papua Laporkan Pelanggaran HAM ke Perwakilan PBB
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0706/08/nas06.html Masyarakat Papua Laporkan Pelanggaran HAM ke Perwakilan PBB Jakarta-Puluhan mahasiswa Papua dipimpin Buckhtar Tabuni sekitar pukul 08.00 WIT, Jumat (8/6), melakukan aksi masa di depan Hotel Swissbell Jayapura. Aksi demo sehubungan dengan kedatangan Wakil Khusus Sekjen PBB bidang HRD Hina Jilani bersama stafnya Guillaume Pfeifle bersama dengan Direktur HAM dan Keamanan Deplu RI Wiwik Setyowati Firman, Kasub Hak Sipil dan Politik Ditham Deplu RI Diky Qomar yang melakukan kunjungan selama sehari di Jayapura Papua. Massa meminta kasus-kasus pelanggarana HAM di Papua harus segera diselesaikan seperti kasus pembunuhan Theys Eluay, Kematian Tom Wanggai dan penembakan Arnold Aap. Kasus-kasus pelanggaran HAM harus diselesaikan secara tuntas dan jangan terulang lagi, kata perwakilan mahasiswa yang beberapa butir tuntutan draf pernyataan sikap langsung kepada Hina Jilani. Setelah menerima pernyataan sikap tersebut, rombongan wakil khusus PBB ini langsung menuju ke kantor Gubernur Dok II Jayapura dan melakukan pertemuan tertutup selama 2 jam dengan Sekda Papua Tejo Suprapto. Tejo mengatakan, dalam pertemuan itu, intinya Wakil Khusus PBB ini menanyakan soal pelanggaran HAM di Papua dan menanyakan kebenaran itu. Utusan Wakil Khusus PBB ini juga meminta ada perhatian dari Pemda Papua untuk masalah kasus-kasus pelanggaran HAM. Usai bertemu dengan Sekda rombongan langsung menujuke Kejaksaan Tinggi Papua untuk melakukan pertemuan dengan Kepala Kejati Papua Laurens sesudah itu akan menuju ke Polda Papua bertemu dengan Brigjen Pol Max D Aer.(odeodata h julia [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Fatwas and Modernity
http://newsweek.washingtonpost.com/onfaith/guestvoices/2007/06/fatwas_and_modernity.html Fatwas and Modernity Sheikh Ali Gomaa Almost two years ago the citizens of London were victims of a great atrocity. Those who perpetrated those crimes would like you to believe that they were inspired by the religion of Islam. Nothing could be further from the truth. There is nothing in Islam that could ever justify these blatant acts of aggression. Islam calls on Muslims to be productive members of whatever society they find themselves in. Islam embodies a flexibility that allows Muslims to do so without any internal or external conflict. This is why we see a vast variety of cultural, artistic and civilisational phenomena all of which can be described as Islamic, ranging from the Taj Mahal in India to the winding streets of Fez to the poetry composed by English converts that represents not only the rigor of English verse, but also encompasses the beauty of Islamic piety. This flexibility is not just present in the cultural output of Muslims; it is an integral part of the Islamic legal tradition as well. In fact, you could say it is one of the defining characteristics of Islamic law. Islamic law is both a methodology and the collection of positions adopted by Muslim jurists over the last 1,400 years. Those centuries were witness to no less than 90 schools of legal thought, and the 21st century finds us in the providential position to look back on this tradition in order to find that which will benefit us today. This is one of the first steps in the issuing of a fatwa (religious opinion/ruling). Fatwas represent the bridge between the legal tradition and the contemporary world in which we live. They are the link between the past and the present, the absolute and the relative, the theoretical and the practical. For this reason it takes more than just knowledge of Islamic law to issue a fatwa. A Mufti who does not know the contemporary world in which he/she lives is like a person who has the ability to walk and might also have the ability to run. However, they move through a dark path without a light in their hand. It is possible that they will make it, but in most cases they will fall and perish. Muftis must also have an in-depth understanding of the problems that their communities are facing. When those who lack these qualifications issue fatwas the result is the extremism we see today, the kind witnessed on 7/7. We have to be clear about what is at stake here. When each and every person's unqualified opinion is considered a fatwa we lose a tool that is of the utmost importance for reigning in extremism and preserving the flexibility and balance of Islamic law. This flexibility is present in the Islamic political sphere as well, but this is a point that is often missed. Many assume that an Islamic government must be a caliphate, and that the caliph must rule in a set and specific way. There is no basis for this vision within the Islamic tradition. The caliphate is one political solution that Muslims adopted during a certain historical period, but this does not mean that it is the only possible choice for Muslims when it comes to deciding how they should be governed. The experience that Egypt went through can be taken as an example of this. The period of development begun by Muhammad Ali Pasha and continued by the Khedive Ismail was an attempt to build a modern state. This meant a reformulation of Islamic law. This process led Egypt to become a liberal state run by a system of democracy without any objections from Muslim scholars. Muslims are free to choose whichever system of government they deem most appropriate for them. The principles of freedom and human dignity for which liberal democracy stands are themselves part of the foundation for the Islamic world view; it is the achievement of this freedom and dignity within a religious context that Islamic law strives for. The world has witnessed tremendous change over the last two hundred years. This change came in the form of new technologies and political ideologies. There were also new developments in communications allowing us to be aware of what is happening in nearly every part of the world the instant that it occurs, whereas in the past it would take months if not years for even the most urgent news to spread. This wave of change has caused a complete alteration of nearly every aspect of our lives. It is this modern occurrence that presents the greatest difficulty to Muslim jurists and Muftis. In the past there was little alternation of the way things worked and progressed. Even when things changed it was slow and isolated to a handful of fields. The change of the past 200 years, however, has made it necessary to re-examine how everything works. Meaning that the way in which Islamic law is applied must take into account this change. The flexibility and adaptability of Islamic law is perhaps its
CiKEAS Enjoy dying while it lasts
http://www.atimes.com/atimes/China_Business/IF08Cb01.html SPEAKING FREELY Enjoy dying while it lasts By Thomas Palley Vladimir Ilyich Ulyanov, alias Lenin, was the leader of the 1917 Bolshevik Revolution in Russia. One of his best-known quotes is: The capitalists will sell us the rope with which we will hang them. Today, Lenin must be chuckling in his Moscow mausoleum as he watches US business dealings with China. Lenin's sarcastic quip identified how desire for profit can sometimes undermine class interest. In today's era of globalization, a similar logic can hold for the national interest. Thus, with corporations looking to maximize their global profits, what is good for profit can sometimes be bad for country. US-China relations provide a case study of the profit vs country dilemma. Current US-China economic relations are marked by huge US trade deficits and a steady migration of manufacturing to China. This structure was established in the 1990s at the behest of multinational corporations and big retailers such as Wal-Mart. The former saw China as providing an unequaled low-cost production platform from which to export to the US, while the latter saw China as a source of low-cost imports. Together, these business interests pushed permanent normal trading relations (PNTR) for China, and they also explain the US Treasury's willingness to accept China's undervalued exchange rate. That is because an undervalued yuan holds down the cost of goods sourced from China and increases profits on production exported from there. For China, the new arrangements have contributed to spectacular economic success. Companies sourcing and exporting from China have also reaped handsome profits. However, for the US economy it has been a different story. Manufacturing has steadily bled jobs as companies have closed factories in the face of low-cost Chinese competition, and production and investment have shifted to China. That has tempered wages and investment spending, which helps to explain the weak US economic recovery and unsatisfactory expansion. It has also eroded the US industrial base while expanding China's, thereby creating new national-security problems for the United States. Through its trade surpluses, China has accumulated US$1.2 trillion of foreign-exchange reserves - mostly held in US Treasury bills. Recently, China announced that it will invest some of those funds in US equities, signaling the beginning of a new chapter that promises to entrench existing US policy further. This is because the new initiative will deepen Wall Street's support for current US policy by offering the prospect of huge fees and capital gains from reinvesting in China's reserves. Consequently, Wall Street will now throw its full weight behind existing policy, since the Street recognizes that China needs continuing trade surpluses if it is to invest its foreign-exchange holdings in risky assets such as equities. That augurs badly for the US and Main Street. Wall Street's greatest influence is at the Treasury, which has been the leader in designing US-China economic policy. The strong-dollar policy originated at the Treasury in the 1990s, and it has persistently refused to label China a currency manipulator for fear of triggering irresistible public pressure for real action. On top of this, Treasury Secretary Henry Paulson - a Goldman Sachs alumnus - is actively advocating policies that risk compounding the damage to the US economy. Thus the Treasury has consistently pushed China to open its financial markets and let money exit, and China has been doing just that. This benefits Wall Street, since money flows there, but it reduces pressure on China to appreciate its currency. Worse than that, the yuan could even depreciate if enough Chinese wealth-holders decide to exit to diversify their portfolios against economic and political risk. That would be disastrous for the US economy, but good news for Wall Street. The profit vs country dilemma is compounded by the political power of corporations, which has enabled them to capture policy. In earlier eras, such capture promoted domestic monopoly and corruption in government procurement and tax policy. Today, it still does that (look at the administration of President George W Bush), but now it also enables corporations to push policies placing their interests ahead of country. That is the lesson of China. Free-market societies need separation between market and government, intermediated by constitutional democracy. In the 20th century, many countries suffered from excessive government control over market activities, and they paid a heavy price. In the 21st century, the United States risks paying a heavy price from the reverse problem of allowing excessive corporate influence over government. This is a huge danger, yet it is off the political radar. One reason is that business funds both main US political
CiKEAS Woman Tortured, Killed Maid for Being 'Lazy'
Refleksi: TKW dari Indonesia? http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=97227d=8m=6y=2007pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom Friday, 8, June, 2007 (22, Jumada al-Ula, 1428) Woman Tortured, Killed Maid for Being 'Lazy' Ali Huwash, Arab News JIZAN, 8 June 2007 - A woman schoolteacher, one of the suspects in the murder of an Asian housemaid in March, has admitted to her torturing the maid until she was dead. The Saudi sponsor of the maid who took her to hospital and the sponsor's schoolteacher wife were both arrested in Jizan in March following a hospital report about the death of the maid, whose nationality has not been revealed to the press. According to the report of the Samita General Hospital in Jizan, a Saudi man brought in an expatriate woman who died shortly after she was admitted. The hospital report attributed the death to internal and external injuries. The teacher told the investigators that she and her husband used to punish the maid in various forms such as beating, branding and locking up while denying her food and water for days on end. The teacher said they resorted to crude methods of punishment because the maid was lazy and negligent in her work. The teacher said they had every right to make the maid work because they had spent a lot of money to bring her from her native country. The confessions were recorded in the court in line with the normal procedures, according to police sources. The coroner who examined the body had found serious wounds and burns. The investigations were conducted under the supervision of Brig. Obaid Al-Khomash, assistant director of Jizan police. The officer said the investigations have been completed and the suspect, who is an employee of the general education department in Jizan, will remain in a local general prison until the trial begins. The embassy of the maid's county has been taken steps to guarantee that the culprit does not go unpunished. The relatives of the suspects have been in touch with the embassy officials and the relatives of the deceased to settle the matter with the payment of blood money. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Jewel-encrusted sex toys available at Moscow sex fair
http://www.funreports.com/fun/08-06-2007/1518-sex_toys-0 Jewel-encrusted sex toys available at Moscow sex fair 2007/06/08 Eros Moskva exhibition has recently taken place in Moscow. It was open for four days. Every visitor could speak to representatives of sex-industry and buy any sex toys he/she liked. Visitors could chose from a wide variety of dildos. There were thin, thick, long, short and colored toys. They also were of different shape - some looked like parrots others like caterpillars. Glamorous dildos were also represented on the exhibition. A German company was exhibiting dildos encrusted with Swarovski crystals. They cost about $250 and could vibrate with different frequency. There were a lot of Chinese sex toy makers on the exhibition. One of them said that there were three huge plants in China dealing with the production of dildos and other sex goods. They have already launched two sex-shops in St. Petersburg and are currently looking for partners in Moscow. Chinese producers are not afraid of competition. Their goods are approximately of the same quality as European sex toys and have a big advantage: a cheaper price, eg.ru reports. One of Chinese sex industry representatives said that in five years China would be able to please every fifth Russian woman [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS POLITICS-US: Arab, Jewish Communities Share Peace Goals
http://www.ipsnews.net/news.asp?idnews=38036 POLITICS-US: Arab, Jewish Communities Share Peace Goals By Jim Lobe WASHINGTON, Jun 4 (IPS) - Almost exactly 40 years after the 1967 Arab-Israeli war, the Arab and Jewish communities of the United States appear largely agreed on the general outlines of a final settlement and the importance of Washington playing a stronger role in bringing it about. Those are the main findings of a national survey of the two communities carried out late last month and released here Monday by Americans for Peace Now, a Jewish Zionist group, and the Arab American Institute. Despite heightened tensions and the devastation of continued conflicts in the region, solid majorities of Arab Americans and Jewish Americans are united in their desire for an end to the occupation and settlements, and for peace through a two-state solution (to the Israeli-Palestinian conflict), said the institute's president, James Zogby. The survey, based on interviews with 501 members of each community, found nearly unanimous support for a two-state solution to the Israeli-Palestinian conflict and a similar level of agreement that such an accord will help the U.S. achieve its broader strategic interests in the region. The poll also found strong majorities -- 63 percent of Jewish Americans and 77 percent of Arab Americans -- in favour of a freeze on Jewish settlement activity in the occupied territories and similar levels of support for the revived 2002 Arab League peace plan that would normalise ties with Israel in return for land it conquered in the 1967 war. More than four out of five respondents in each community said they support negotiations between Israel and Syria, while 73 percent of Jewish Americans and 79 percent of Arab Americans said they favoured serious diplomacy with Iran over other options that could lead to war. Four out of five respondents in each community also assessed President George W. Bush's performance in the Middle East as ineffective, particularly compared to his predecessor, Bill Clinton, whose handling of the region was given high marks by large majorities of both groups. This survey, yet again, reaffirms our assertion that most American Jews support a diplomatic approach to resolving conflicts in the Middle East -- whether conflicts between Israel and its neighbours or the conflict between the U.S. and Iran, said Americans for Peace Now president Debra DeLee. Not only do members of both communities support negotiated peace between Israel and its neighbours, they also want to see the Bush administration play a role to make it happen, she added. The survey, a sequel to a first-ever side-by-side poll of the two communities in 2002, comes amid growing speculation about prospects for peace -- or more war -- in the region. Recent fighting in Gaza between Fatah and Hamas, which are supposed to be working together as part of a government of national unity midwifed by Saudi King Abdullah, has dampened prospects for a resumption of the Israeli-Palestinian peace process that has been promoted, in particular, by Secretary of State Condoleezza Rice and Washington's European allies. At the same time, the government of Israeli Prime Minister Ehud Olmert has so far spurned -- reportedly at the behest of the Bush administration -- appeals by Syrian President Bashar al-Assad for direct talks aimed at returning the Golan Heights to Damascus in return for normalising bilateral ties and presumably ending Syrian support for Hezbollah and Hamas. Meanwhile, Iran's regional ascendancy in the wake of Washington's 2003 Iraq invasion has stirred growing concern not only on the part of both Israel and the U.S., but also Sunni-led Arab governments which, under Abdullah's leadership, have appeared more disposed to make peace with Israel than ever before. But they have so far been frustrated by Bush's reluctance to press Olmert to make key concessions that could give the Arab League initiative greater momentum. Bush's failure to become seriously engaged in peace efforts has also clearly frustrated the Jewish and Arab American communities here, too. Only one in five respondents in each community described Bush's performance in the region as either somewhat or very effective. Both the Jewish-American and the Arab-American communities, which are highly educated when compared with other demographic groups, have been very attentive to events in the region, according to the survey. More than nine out of 10 respondents in both communities said they follow the situation in the Middle East either very (55 percent of each group) or somewhat closely. Majorities in both communities described Bush's approach to the region either as favouring Israel or as disengaged. Asked what approach they preferred, two-thirds of Arab Americans said he should steer a middle course, a position with which 40 percent of Jewish Americans agreed. Forty-four
CiKEAS RELIGION-MALAYSIA: Mired in Holy Quandary
http://www.ipsnews.net/news.asp?idnews=38093 RELIGION-MALAYSIA: Mired in Holy Quandary By Baradan Kuppusamy KUALA LUMPUR, Jun 8 (IPS) - After a landmark superior court decision downgraded secular law and constitutional guarantees against Islamic rules, a storm of protest has been building up as government and civil society rush to find a solution to the religious impasse. The verdict, last week, held that the constitutional right to freedom of worship does not apply to Muslims and that civil courts have no jurisdiction over Islamic matters. The verdict denied official recognition to Lina Joy, a Muslim who converted to Christianity a decade ago and told her to appear before a Shariah court to renounce Islam, ironically an offence in Malaysia punishable with three years in jail. After the verdict neither judge nor politician was willing to enter the fray and unravel the dilemma and ease the great disquiet that has gripped this multi-ethnic society. Malay Muslims form close to 60 percent of Malaysia's 26 million people and their civil, family, marriage and personal rights are governed by Islamic Shariah courts. The personal laws of ethnic Chinese, Indians and others who form the remainder are administered by civil courts. However, the constitution is vague on what happens to converts such as Joy. Failure to correct the imbalance created by the new verdict, legal experts said, will crack the system founded on secular law which guarantees religious freedom for all citizens. It is a clash between individual rights on the one hand and, on the other, a growing Islamisation of Muslims and their sense of siege fuelled by wars across the world and by active Christian proselytising, one independent constitutional expert told IPS but declined to be named for fear of persecution. The judgment has ignored the supremacy of the constitutionàthe only solution is to reassert that supremacy, the legal expert said. We need to constitutionally reorder society. On independence from Britain 50 years ago Malaysia's founders found it convenient to deem Malaysia as a secular state in order to foster a multi-racial society while making Islam the official religion to take care of the interests of native Malays. However, this solution has proved problematic with Malays beginning to look upon their religion as a mark of their distinct identity. One solution that could accommodate individual interests, suggested privately by some experts including Muslims, is to provide a proper and legal exit for Muslims wishing to follow other religions. However, the mere suggestion of such a solution which requires amendments in the existing Shariah laws will spark Muslim anger, and no political leader Prime Minister Abdullah Badawi downwards is willing to take the risk. Even opposition icon Anwar Ibrahim, who has promoted moderate Islam far longer than any other Malaysian leader and is trying to make a political comeback after six years in prison, is also unwilling to grab the bull by the horns. In a statement Ibrahim, to whom many Muslims and non-Muslims look up to for alternative leadership, took the position that Muslims can only renounce Islam through the Shariah court and Islamic laws. The verdict is not about compelling Lina Joy to return to Islamà it is about the rules that must be complied with when an individual wishes to renounce Islam as his or her religion,'' Ibrahim, a religious scholar himself, said. I believe that such a matter must remain within the jurisdiction of the Shariah courts and whether or not such a renunciation is appropriate is a matter for the Shariah courts to decide.'' The government has failed to deal with this issue in a manner that would reassure non-Muslims that their constitutional freedom in respect of religion has not been compromised, Ibrahim said. It is also most deplorable that instead of demonstrating a new resolve to forge interfaith harmony in the light of this decision, the government is trying to gain political mileage from it. Critics of the verdict point out that apostasy is already a crime in Malaysia and punishable with jail, fine and forced rehabilitation. Even the dissenting judge in the 2-1 majority verdict had pointed this out -- saying asking Lina Joy to go to the Shariah court to leave Islam was unfair and discriminatory because she could end up incriminating herself. Despite reassuring statements from Muslim leaders widespread disquiet is on the rise as people realise that the court had failed to uphold the supremacy of the secular constitution and its bill of fundamental liberties. The court also ruled that civil courts have no jurisdiction on Islamic matters -- a sweeping decision that leaves scores of non-Muslims in a legal limbo. An example is the case of Mt Everest climber Moorthy Maniam, a Hindu by birth but buried as a Muslim in 2005. Islamic administration officials acquired the body after a
CiKEAS Malaysia Deportasi Lagi 812 TKI Bermasalah
HARIAN ANALISA Edisi Sabtu, 9 Juni 2007 Malaysia Deportasi Lagi 812 TKI Bermasalah Kuala Lumpur, (Analisa) Malaysia kembali melakukan deportasi sebanyak 812 TKI (tenaga kerja Indonesia) bermasalah, baik karena tidak memiliki dokumen seperti paspor atau ijin kerja atau karena melanggar aturan. Para TKI bermasalah itu telah menjalani hukuman di berbagai penjara Semenanjung Malaysia. Mereka akan dideportasi melalui pelabuhan Pasir Gudang kemudian dibawa ke Tanjung Pinang dalam dua tahap, kata KJRI, Didik, di Johor, Jum'at. Kemarin, Kamis (7/6), telah dilakukan deportasi sebanyak 472 TKI bermasalah dan hari ini telah dideportasi lagi 340 orang TKI ke Tanjung Pinang, katanya. Deportasi ini akan terus dilakukan dalam dua minggu sekali, tambah Didik. Kami sudah mengecek semua TKI bermasalah tersebut dan benar semuanya adalah WNI makanya kami ijinkan dikembalikan ke Tanjung Pinang, tambah dia. (Ant) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Polisi Sisir Lokasi Dicurigai Bunker Senjata Bekas Konflik Ambon + Tim Jihandak Amankan 24
http://www.antara.co.id/arc/2007/6/9/polisi-sisir-lokasi-dicurigai-bunker-senjata-bekas-konflik-ambon/ 09/06/07 01:34 Polisi Sisir Lokasi Dicurigai Bunker Senjata Bekas Konflik Ambon Ambon (ANTARA News) - Personel Polda Maluku dalam sepekan terakhir melakukan penyisiran di sejumlah kawasan yang dicurigai terdapat bunker penyimpanan senjata dan bahan peledak sisa-sisa konflik pada 1999. Kabid Humas Polda Maluku, AKBP. Tommy W. Napitupulu, yang dikonfirmasi di Ambon, Jumat, membenarkan bahwa sejumlah personel polisi dikerahkan melakukan penyisiran di sejumlah lokasi untuk menemukan bunker-bunker penyimpanan senjata itu. Penyisiran ini dilakukan menyusul penemuan tiga pucuk senjata (satu jenis SS1 dan dua pucuk M-16) bersama ribuan butir peluru serta 13 magasin kosong oleh warga Ahuru, Kecamatan Sirimau, pada salah satu bunker di kawasan hutan Ahuru, Sabtu (2/6) lalu. Penyisirannya dimulai dilakukan sejak warga Ahuru menemukan sebuah bunker yang di dalamnya tersimpan tiga pucuk senjata laras panjang, 13 magasin kosong serta ribuan amunisi itu, katanya. Penyisiran yang dilakukan selama sepekan itu belum berhasil menemukan bunker-bunker lain yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata dan bahan peledak yang digunakan saat konflik sosial 1999 lalu. Jajaran Polda Maluku maupun Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease senantiasa mengimbau masyarakat secara sukarela menyerahkan senjata maupun bahan peledak yang masih ada di tangan mereka kepada aparat keamanan. Masyarakat juga diimbau untuk secepatnya memberitahukan kepada aparat kepolisian jika menemukan adanya bunker-bunker lain di kebun milik mereka maupun di hutan-hutan agar segera diamankan. Bagi masyarakat yang secara sadar dan sukarela menyerahkan senjata, amunisi dan bahan peledak pun tidak dikenakan sanksi apapun dan sebaliknya diberikan imbalan jasa, ujarnya. Warga yang kedapatan atau tertangkap tangan menyimpan maupun menggunakan senjata, amunisi dan bahan peledak akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Khusus menyangkut tiga pucuk senjata yang yang ditemukan masyarakat Ahuru itu, Napitupulu menambahkan, sedang dilakukan pengecekan nomor registernya di Markas Brimob Polda Maluku, di kawasan Tantui, Kecamatan Sirimau.(*) http://www.antara.co.id/arc/2007/6/8/tim-jihandak-amankan-24-mortir-di-ambon/ Tim Jihandak Amankan 24 Mortir di Ambon Ambon (ANTARA News) - Tim Jihandak Polda Maluku, Jumat, mengamankan sedikitnya 24 buah mortir aktif yang ditemukan di kawasan RT01/RW01/ Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Pengamanan 24 mortir ini berdasarkan laporan masyarakat ke Polsek Sirimau setelah mengecek langsung di lokasi terdengar dua ledakan, kemarin sore(Kamis-red). Warga RT01/RW02, Jumat pagi, mengecek bunyi ledakan di lokasi tempat pembuangan sampah, ternyata terlihat adanya mortir dengan kondisi sudah berkarat, selanjutnya dilaporkan ke Polsek Sirimau untuk diamankan. Kabid Humas Polda Maluku, AKBP Tommy Napitupulu, ketika dikonfirmasi secara terpisah, membenarkan adanya pengamanan 24 buah mortir tersebut. 24 mortir jenis pelontar granat ini merupakan bekas peninggalan konflik sosial sejak 1999 lalu dan hasil produksi pabrikan. Kendati masih aktif tetapi sudah lemah daya ledaknya akibat termakan karatan, ujarnya. Mortir-mortir tersebut kini diamankan di Markas Jihandak Polda Maluku di Kawasan Tantui, Kecamatan Sirimau untuk diuraikan.(*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS PBB Akan Tindak Lanjuti Hasil Diskusi HAM di Papua
http://www.gatra.com/artikel.php?id=105191 Jayapura PBB Akan Tindak Lanjuti Hasil Diskusi HAM di Papua Jayapura, 8 Juni 2007 14:50 Wakil khusus Sekjen PBB untuk urusan HAM, Hina Jilani, menyatakan akan menindaklanjuti hasil diskusi kasus HAM yang dilaporkan kepadanya dengan pemerintah dan aparat keamanan di Indonesia. Kami akan membuat laporan kasus HAM sesuai hasil diskusi dengan pemerintah dan aparat, kata Wakil khusus Sekjen PBB Jilani, kepada wartawan di Jayapura, Jumat (8/6). Dia juga mengatakan bahwa pihaknya akan membicarakan berbagai kasus HAM di Papua dan keterkaitannya dengan kepolisian, termasuk perlindungan yang di berikan pihak aparat dalam penanganan kasus HAM. Selain itu, kata Jilani, setelah diskusi dengan beberapa pihak seperti pemerintah daerah, aparat keamanan, DPR Papua, MRP dan LSM di Papua, pihaknya juga akan mengetahui tindakan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong penyelesaian berbagai kasus HAM itu. Sementara itu, Kapolda Papua Brigjen Max Donald Aer mengatakan bahwa kepolisian sebagai pengayom dan pelindung seluruh masyarakat akan menjamin hak-hak masyarakat dalam keamanan. Jika masyarakat merasa tidak terjamin keamanannya segera lapor saja ke Polisi, katanya. Menurut Kapolda, laporan yang diterima utusan PBB bahwa korban HAM tidak dijamin keamanannya sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan. Mengenai keluhan banyaknya intel-intel di Papua, Aer menyebutkan bahwa tugas para intelejen di Papua itu untuk mengumpulkan informasi dan mencari keterangan-keterangan guna dilaporkan ke reserse dan kriminal (reskrim), jika mengandung tindak pidana. Rombongan Wakil Khusus Sekjen PBB untuk urusan Pembelaan HAM berkunjung di Papua didampingi oleh Direktur HAM dan Keamanan Departemen Luar Negeri RI Wiwiek Setyowati Firman, Kasub Hak Sipil dan Politik Direktorat HAM Departemen Luar Negeri RI Dicky Komar. Anggota rombongan lainnya adalah Kasub Direktorat Keamanan DITPL Departemen Luar Negeri RI Narwin Anwar, Paban IV Pengamanan Informasi Basis TNI Kolonel Soleman Ponto, Staf PBB Guillaume Pfeiffle, Interpreter Stefanus Elang Manendrata dan Interpreter Aulia Rahmat. [TMA [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Gorontalo military police arrests 14 Brimob members
http://www.antara.co.id/en/arc/2007/6/8/gorontalo-military-police-arrests-14-brimob-members/ 06/08/07 23:28 Gorontalo military police arrests 14 Brimob members Gorontalo (ANTARA News) - Gorontalo military police arrested 14 members of its elite unit (Brimob) for allegedly beating a local residents. Gorontalo military police spokesman Police Commissioner Wilson Damanik said that the 14 Brimob members handed over by the military police personnel, were allegedly involved in the beating of residents last Sunday night. We will interrogate both the Brimob members and some local residents involved in the brawl, Damanik said. He made it clear that the police will investigate every case involving police personnel, and it was totally untrue that the police is always trying to defend its members. Every police officer who has done wrong, will be dealt with according to the law, and no one is protected, Damanik pointed out. He also called on the general public not to hesitate in reporting any police officer who has acted arbitralily against civilians.(*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Jangan kembali ke Orba
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_cid=289033 Sabtu, 09 Juni 2007, Jangan kembali ke Orba Hiruk pikuk mengenai konflik sengketa tanah yang terjadi akhir-akhir ini sungguh membuat memori kita kembali ke masa otoriterisme Orde Baru (Orba). Apalagi setelah melihat bentrok TNI dengan masyarakat di Pasuruan yang memakan korban empat jiwa. Tentu masih hangat ingatan kita bagaimana dulu rezim Orba dengan kekuatan militerismenya sering mengeksploitasi rakyat dengan represif. Ironisnya, hal itu dilakukan hanya karena masalah sepele: rebutan tanah! Peristiwa di Lampung dulu, misalnya, cukup menjadi bukti. Karena itu, supaya tragedi serupa tidak terjadi lagi, alangkah baiknya jika pemerintah cepat mengambil tindakan tegas menanggapi hal itu. Di antaranya ialah menciptakan kamp khusus untuk menampung kepentingan -seperti latihan- militer atau TNI. Tentunya yang jauh dari keramaian publik, mengingat bahaya yang kerap ditimbulkannya. Peluru nyasar, misalnya. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya jatuh korban lagi, dengan alasan apa pun, bisa lebih dihindari. MUHAMMAD ARIF, Jl Berbek 3 A No 30, Waru, Sidoarjo 61256 [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Entr'acte: Damien Hirst's 'ethical' art: a diamond skull for a mere $100
http://www.iht.com/articles/2007/06/08/news/entracte.php Entr'acte: Damien Hirst's 'ethical' art: a diamond skull for a mere $100 million By Alan Riding Published: June 8, 2007 LONDON: Presumably it was pure coincidence. Last Monday, the former Liberian strongman Charles Taylor went on trial in The Hague for war crimes in which diamond trafficking played a major role. Four days earlier, the British artist Damien Hirst unveiled a platinum human skull covered in 8,601 diamonds and offered it for sale for £50 million, or close to $100 million. But if coincidence, is it fair to make the link? Should every starry-eyed young couple looking for an engagement ring have to worry about how diamonds are mined in Africa? Need Hirst feel guilty that Taylor allegedly supplied weapons to gangs terrorizing Sierra Leone in the 1990s in exchange for diamonds? Hirst's London gallery, White Cube, thought it wise to address the issue, noting that the skull's diamonds are all ethically sourced, each with written guarantees in compliance with United Nations resolutions. Bentley Skinner, the Mayfair jewelers that actually made the object, added its own assurance that the diamonds were conflict-free. So that's fine. The concept of ethically sourced diamonds - or oil or weapons or even imported T-shirts - may sound a tad far-fetched, but here it sufficed to turn London media attention away from human rights to the far more respectable subject of money, in this case to the fact that, if sold, Hirst's skull will be the most expensive new work of art ever made. Now that's the stuff of headlines. It is, of course, no secret that the art market has become drunk with money of late, with major auctions routinely notching up record prices for artists old and new. In fact, never before have contemporary artists, from London to Leipzig, from New York to Shanghai, been at the center of such speculative fever. But £50 million for a diamond skull that cost £12 million to make? Even Russian oligarchs and hedge fund billionaires might think twice. The work, by the way, is called, For the Love of God. Indeed. Still, along with chutzpah, it shows that Hirst is a shining symbol of our times, a man who perhaps more than any artist since Andy Warhol has used marketing to turn his fertile imagination into an extraordinary business. And as the natural leader of the Young British Artists, or YBA's, who emerged here in the 1990s, he has paved the way for many others. He made his name by pickling sharks, cows, sheep and the like, but his real achievement was to break the power of London's traditional galleries. Initially sponsored by the dealer-collector Charles Saatchi, himself a former advertising magnate, Hirst soon became an art entrepreneur in his own right. And having created his brand, he found he could sell almost anything. Now 42, he still pickles animals in formaldehyde, but in the meantime he has sold spin paintings, enlarged anatomical figures, pharmaceutical products displayed in cupboards, butterfly collages and, in White Cube's current Beyond Belief show that includes the diamond skull, paintings of the birth of his son through Caesarean section and large oils of malignant tumors. Apart from their salability and the fact that many of these works are made by Hirst's studio (or his jewelers), what they have in common, White Cube tells us, is Hirst's exploration of the fundamental themes of human existence - life, death, truth, love, immortality and art itself. Thus, For the Love of God is presented in the tradition of memento mori - those skulls placed in classical paintings to remind us of what lies ahead - and as an homage to the Aztecs (Hirst now spends some of every year in Mexico), who attached precious stones to skulls and even re-created entire skulls with crystal. In other words, Hirst's piece is packaged as a concept. It is also an object. Seen under a single spotlight in a darkened room of White Cube's Mayfair gallery, small diamonds cover the entire skull, including nostrils, while one mega-diamond, weighing 52.40 carats, sits on the fella's forehead. We are told he was a European who died sometime between 1720 and 1810 at the age of around 35. His skull - or rather its platinum cast - now sparkles like a strobe ball in a disco. Is it beautiful? Compared to what? Like the Crown Jewels, it is what it is: a highly skilled exercise in extravagance. Knowing its asking price adds to its wow factor: imagine opening a suitcase with a $100 million worth of bills. Wow! And talking (again) of money, White Cube says that three or four collectors have shown interest in acquiring the skull. But those who lack resources or security guards have not been forgotten: Hirst is offering limited editions of silk-screen prints of the skull for prices ranging between $2,000 and $20,000 (the most expensive 250 prints are sprinkled with diamond dust). Well, clearly museums that
CiKEAS Manfaatkan minyak dan gas untuk kesejahteraan
http://www.indomedia.com/poskup/2007/06/08/edisi08/opini.htm Manfaatkan minyak dan gas untuk kesejahteraan Oleh Jacob J Herin * HARIAN Pos Kupang dan Flores Pos rajin memberitakan penolakan eksplorasi tambang emas di Pulau Lembata, mengakibatkan pembaca kedua media tersebut terpecah menjadi dua ada yang pro dan kontra. Harian Flores Pos edisi Jumat 18 Mei 2007 menulis berita berjudul Para Pastor Tolak Tambang Emas di Lembata. Berita selengkapnya sebagai berikut : para pastor se-dekenat Lembata sepakat menolak rencana penambangan emas dan tembaga di Kedang Kecamatan Omesusi dan Buyasuri serta Kecamatan Lebatukan. Kesepakatan itu terjadi tanggal 10 Mei lalu akan disosialisasikan para pastor diparoki masing-masing. Setelah membaca berita tersebut penulis mencoba mengkonfirmasikan Romo pimpinan Dekenat Lembata, tetapi tidak ada jawaban. Ahkirnya mencoba informasi melalui Wakil Bupati Lembata, Andreas Liliweri, yang mengatakan bahwa tidak semua pastor di Lembata yang setuju dengan kesepakatan 10 Mei. Buktinya pastor pimpinan dekenat dan pimpinan SVD di Lembata tidak menandatangani surat kesepakatan tersebut. Mereka yang menolak itu adalah mereka yang tidak mengerti tentang kehidupan ekonomi rakyat .Sedangkan pastor yang mengerti tentang kehidupan ekonomi rakyat yang kini sangat miskin dan mendorong mereka untuk bisa meraih kesejahteraan itu tidak ikut menandatangani kesepakatan 10 Mei. Pokoknya tidak semua pastor yang setuju menolak. Mereka yang menolak kehadiran investor melakukan eksplorasi tambang emas di Lembata khawatir adanya kerusakan lingkungan hidup dan sistem kebudayaan penduduk serta efek negatif lainnya yang dapat merugikan rakyat Lembata. Pro dan kontra kehadiran investor di NTT akan merugikan rakyat. Tingkat pendapatan perkapita rakyat tidak akan berubah atau meningkat jika semua rakyat NTT tidak mencari jalan keluar dari lingkaran kemiskinan. Pemerintah sebaiknya mempunyai data yang lengkap tentang sumber daya alam baik di atas permukaan bumi maupun di dalam perut bumi, di darat dan di laut. Dengan demikian jika investor yang hendak menanamkan modalnya di Propinsi NTT pemerintah menyodorkan data kepada para investor. Mereka hanya memilih lokasi-lokasi usaha yang aman dari berbagai gangguan manusia, termasuk pro dan kontra seperti terjadi saat ini di Lembata. Ingat, rakyat NTT masih hidup di dalam lingkaran kemiskinan sehingga perlu dicari jalan keluar untuk membebaskan mereka dari belenggu kemiskinan. Salah satu alternatifnya adalah mendatangkan investor. Pekan kedua bulan Desember 2006 lalu Bank Dunia secara resmi meluncurkanhasil studi tentang kemiskinan di Indonesia. Studi itu menghasilkan estimasi jumlah orang miskin hampir 109 juta (49 persen) dari total 215 juta jiwa penduduk Indonesia dan menyarankan pemerintah untuk lebih serius melaksanakan strategi revitalisasi pertanian guna mengurangi angka kemiskinan. Ukuran indikator garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia sebesar 2 dollar AS per hari. Garis kemiskinan 2 dollar AS per hari umumnya digunakan untuk menunjukkan betapa besar penduduk di suatu negara yang sangat rentan terhadap perubahan pendapatan, sebagaimana digunakan Bank Dunia dalam studi terakhir kemiskinan di Indonesia. Selama ini Indonesia menggunakan indikator garis kemiskinan yang diturunkan dari kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal atau sekitar Rp 152.847,00 per kapita per bulan. Dibagi dalam dua wilayah, pendapatan per kapita sebesar Rp 175.324,00 untuk perkotaan dan Rp 131.256,00 untuk pedesaan. Angka resmi penduduk miskin, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2006 adalah 39,1 juta orang atau 17,75 persen dari total penduduk Indonesia. Apa pun indikator yang digunakan, persoalan angka kemiskinan yang sangat besar dan tingkat pengangguran yang mencapai 11 juta orang adalah fakta yang tidak dapat dianggap ringan pemerintah, elite politik, dan elite ekonomi Indonesia. Indonesia dikhawatirkan sulit mencapai target Tujuan Pembangunan Abad Milenium (Millennium Development Goals/MDGs), yaitu mengurangi jumlah kemiskinan menjadi separuhnya pada tahun 2015. Propinsi NTT merupakan salah satu propinsi kepulauan yang memiliki banyak sumber kekayaan alam di dalam perut bumi khususnya dasar laut. Bagaimana memanfaatkan kekayaan alam ini untuk kesejahteraan rakyat banyak? Kekayaan alam adalah mineral dan sumber yang tak bernyawa di dasar laut dan/atau di dalam lapisan tanah di bawahnya bersama-sama dengan organisme hidup yang termasuk dalam jenis senditer, yaitu organisme yang pada masa perkembangannya tidak bergerak baik di atas maupun di bawah dasar laut atau tak dapat bergerak kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah di bawahnya. Lazimnya disebut dalam istilah-teknisnya sebagai sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati. Dengan pengertian sumber daya alam hayati termasuk semua jenis binatang dan tumbuhan termasuk bagian-bagiannya yang terdapat di dasar
CiKEAS Beberkan 6 Kasus Kekerasan
CENDRAWASIH POS Sabtu, 09 Juni 2007 Beberkan 6 Kasus Kekerasan SEMENTARA ITU, janji sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Papua akan membeberkan sejumlah kasus HAM kepada Ms Hina Jilani, akhirnya ditepati. Pertemuan Hina Jilani dengan LSM, tokoh masyarakat, agama dan komponen masyarakat lainnya itu berlangsung di Kantor Sinode GKI Tanah Papua dengan dihadiri sekitar 70 orang. Pertemuan tersebut sekaligus merupakan pertemuan terakhir tadi malam, setelah siang hingga sore harinya, utusan khusus Sekjen PBB itu bertemu sejumlah komponen di Papua. Dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih 1,5 jam (19.15 - 20.45) itu, ada enam orang perwakilan yang berkesempatan membeberkan kesaksiannya tentang apa yang mereka alami selama menjalankan tugasnya, baik sebagai pembela HAM maupun tugas-tugas pokoknya. Kasus-kasus tersebut seperti intimidasi, teror dan pelanggaran HAM lainnya yang disampaikan oleh keenam orang perwakilan ada tokoh adat, perempuan dan korban. Dalam pemberitaan ini tidak disebutkan korban dan jenis kekaran yang dialami karena sumber meminta dirahasiakan. Kalau soal pelanggarannya dan korbanya sebenarnya tidak perlu kami beberkan ke media massa, tapi yang pasti teman-teman tadi menceritakan apa adanya dan situasi para pekerja HAM di Papua, kata Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua J. Septer Manufandu kepada Cenderawasih Pos via Handphone, tadi malam. Septer mengaku dalam pertemuan ini pihak LSM dan masyarakat secara umum khususnya yang hadir dalam pertemuan itu merasa puas karena sejak tahun 1969 baru pertama kali utusan PBB, khususnya yang menangani soal HAM melihat kondisi yang sebenarnya terjadi di Papua. Meski hanya diskusi sebatas memberikan informasi tentang potret kasus dan pekerja HAM di Papua, namun pihaknya merasa puas. Pasalnya, dalam kesempatan itu pihaknya mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan diskusi meskipun hanya sebatas memberikan informasi kepada utusan PBB tersebut. Tidak ada kesepakatan atau janji dalam pertemuan itu, hanya memberikan informasi dan diskusi tentang kondisi para pekerja HAM dan masalah HAM di Papua. Dan menurut Ibu Jilani hal ini akan dilaporkan nantinya, termasuk di daerah lainnya yang sempat dikunjunginya, katanya. MRP Minta Perhantian Internasional/// Sebelum bertemu para LSM tadi malam, sore harinya, Wakil Khusus Sekjen PBB yang membidangi situasi Para Pembela HAM, Ms Hina Jilani ini juga ke Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP). Pertemuan yang sedianya dijadwalkan pukul 13.00 molor hingga pukul 15.30 WIT. Hina Jilani ditemui langsung Ketua MRP Drs Agus Alue Alua, M.Th di ruang kerja dan didampingi oleh sejumlah anggota MRP lainnya. Di MRP, Jilani juga melakukan pertemuan tertutup sekitar 1,5 jam. Meski begitu usai petermuan dengan utusan PBB itu, Agus A Alua menggelar konferensi pers dengan wartawan yang memang sudah menunggu sejak pukul 12.30 WIT. Dalam kesempatan itu, Alua membeberkan kalau pihaknya sangat sulit dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga kultural, karena masih adanya sejumlah batasan meskipun semuanya sudah tertuang dalam UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua. Kami juga menyampaikan bahwa sangat sulit dalam menjalankan tugas dengan baik, karena masih ada batasan kewenangan dan tekanan dari pihak tertentu, pada hal dalam UU No 21 Tahun 2001 sudah memberikan ruang. Oleh karen itu, kami minta perhatian Internasional dalam implementasi soal kultural ini, kata Alua. Menurutnya, dalam pertemuan itu memang tidak terlalu banyak hal yang diungkapkan. Pasalnya Jalani sendiri nampaknya sudah banyak tahu tentang kondisi di Papua. Dari hasil pertemuan kami terungkap kalau Ibu Jilani ini sebenarnya sudah banyak tahu tentang Papua, termasuk keberadaan MRP namun kami tetap berbicara seputar lembaga ini, tuturnya. Selain itu, kata Alua, pihaknya juga berbincang-bincang tentang bagaimana peran MRP dalam melakukan pembelaan HAM sesuai dengan fungsi kulturalnya. Hal itu dikatakan karena dalam menjalankan tugasnya pihaknya sering mengalami kendala dan tekanan di lapangan. Dalam pertemuan itu juga, MRP dikelompokan sebagai pejuang HAM orang Papua dengan memperhatikan proteksi terhadap hak-hak asasi masyarakat adat. Juga disampaikan bahwa akar permasalah di Papua adalah masalah politik. Dimana terjadi pelanggaran HAM besar-besaran, masalah kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat asli yang sampai sekarang belum terpenuhi. Demikian halnya dengan pembangunan yang sampai saat ini masih jauh tertinggal meskipun sudah ada di era Otsus. Dalam menjalankan tugas kami sering mengalami kendala, sering ada batasan atau tantangan. Baik soal pelaksaan Otsus secara menyerluruh maupun dalam menjalankan tugas MRP. Dan kami tentunya berharap agar segala apa yang termuat dalam UU No 21 Tahun 2001 itu dijalankan secara menyeluruh, pemerintah pusat mestinya mendukung ini, papar Alua. Demo di Uncen /// Sedangkan rencana Hina Jilani bertemu Rektorat
CiKEAS Indonesia Kekurangan 18 Ribu Bidan
refleksi: Kekurang bidan tetapi berkelimpahan ahli ilmu surgawi, jenderal dan koruptor. RADAR SORONG Rabu 06 Juni 2007 Indonesia Kekurangan 18 Ribu Bidan PONTIANAK- Target Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari untuk menyiapkan 70 ribu desa di Indonesia menjadi desa siaga kesehatan tahun 2009 masih terkendala. Pasalnya dari kebutuhan 30 ribu bidan untuk melayani desa siaga tersebut masih baru tersedia 12 ribu orang. Solusinya, tahun ini pemerintah pusat dan daerah akan merekrut 18 ribu bidan dari berbagai daerah. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki berbagai jenis penyakit. Mulai dari penyakit ringan hingga penyakit menular seperti demam berdarah, malaria, flu burung dan penyakit lainnya yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Penyakit-penyakit tersebut seringkali tidak bisa segera ditangani oleh petugas kesehatan dengan alasan letaknya terpencil atau tak adanya tenaga medis di daerah tersebut. Hasilnya, banyak masyarakat desa yang terlambat mendapatkan pertolongan medis. Kita masih sering kecolongan, seperti kasus demam berdarah yang akhirnya menyebar luas, padahal kami sudah banyak melakukan upaya pencegahan, ujar Dirjen Pelayanan Medis Departemen Kesehatan Sri Astuti Suparmanto di Kantor Gubernur Kalbar kemarin. Menurutnya, jika timbul kejadian luar biasa (KLB) seringkali Depkes disalahkan. Padahal kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan juga sangat besar pengaruhnya, tuturnya dalam raker kepala Puskesmas se Kalbar kemarin. Lebih jauh dia wanita kelahiran Pontianak ini menyatakan pelayanan kesehatan akan lebih efektif jika masyarakat juga dilibatkan. Pelibatan masyarakat tersebut dilakukan dalam program desa siaga. Desa siaga kami bentuk agar penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri, tambah Astuti. Dalam desa siaga yang sejak tahun 2006 di seluruh Indonesia telah terbentuk sebanyak 12 ribu, masih banyak kendala. Pertama, masih minimnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya desa siaga. Kedua kurangnya tenaga medis, khususnya untuk membantu persalinan ibu hamil di desa. Saya akui memang program ini masih perlu disempurnakan, tapi saya yakin lama kelamaan mereka akan sadar perlunya menjaga kesehatan secara mandiri, sambungnya. Solusi yang akan dilakukan oleh Depkes adalah segera melakukan perekrutan bidan untuk mengisi 30 ribu kursi lowong di desa seluruh Indonesia. Terutama wilayah Papua dan NTT. Tahun ini kita akan merekrut bidan secara bertahap dengan memberi mereka insentif tambahan agar betah tinggal di desa, katanya Tapi solusi perekrutan secara nasional tidak disetujui oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Oscar Primadi. Sebab yang sering terjadi, akhirnya Puskesmas atau Polindes di desa akhirnya kosong karena ditinggal oleh bidan yang bertugas. Kalau mengambil dari Jawa atau wilayah di luar Kalbar, biasanya lama kelamaan mereka tidak kerasan, tegasnya. Khusus untuk wilayah ini, pemerintah provinsi memanfaatkan bantuan bank dunia yang disalurkan lewat Depkes untuk menyekolahkan putera daerah. Sejak tahun 2006 kita menyekolahkan 40 putera daerah di Pulau Jawa untuk memenuhi kekurangan bidan di 700 desa seluruh Kalbar, tambahnya. Hal ini menurutnya akan lebih efektif daripada sekadar memberi mereka insentif. Dalam kesempatan terpisah, efektifitas pemberian insentif terhadap tenaga kesehatan di daerah terpencil dan sangat terpencil dipertanyakan oleh anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi. Seringkali para bidan akhirnya tak kembali ke tempatnya bekerja karena seringkali insentif mereka telat, ujarnya ketika dihubungi kemarin. Diapun menyarankan, jika pemerintah telah menjanjikan pemberian insentif maka pemerintah harus konsisten memperbaiki sistem penggajian [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Ke Papua Karena Dengar Ada Pelanggaran HAM
Sabtu, 09 Juni 2007 Ke Papua Karena Dengar Ada Pelanggaran HAM *Sempat Didemo Mahasiswa di SwissbelHotel JAYAPURA- Sesuai rencana, kemarin Wakil Khusus (Special Respresentative) Sekjen PBB untuk bidang pembela HAM (Human Rights Defender) Ms Hina Jilani tiba di Jayapura. Jilani bertemu dengan berbagai pihak mulai dari Pemprov Papua yang diwakili oleh Sekda Drs Tedjo Suparapto, MM, DPRP,MRP, Rektor Uncen hingga sejumlah LSM di Papua. Hanya saja sebelum Ms Jilani menuju Kantor Gubernur, di swissbelHotel tempat ia menginap sempat didemo. Sekitar 50-an massa dari mahasiswa yang datang sekitar pukul 09.00 WIT berdiri di depan hotel tersebut sambil membentangkan spanduk yang antara lain bertuliskan 'Welcome Mrs. Hina Jilani Who Carry Freedom for All The West Papua', 'Stop Genocide of The Papua', 'Stop Killing In West Papua, dan beberapa poster dan spanduk lainnya. Pada kesempatan itu, massa yang dipimpin Buchtar Tabuni ini juga meminta penuntasan kasus HAM di Papua, seperti kasus Theys, Tom Wanggai dan kasus lainnya. Setelah Ms. Hina Jilani keluar dari hotel, iapun menemui massa pendemo dan saat itu Buchtar Tabuni menyerahkan sebuah map berwarna hijau dan diterima langsung oleh Ms. Hina Jilani. Setelah pertemuan dengan massa ini, maka sekitar pukul 09.00 WIT rombongan utusan Sekjen PBB ini menuju ke Kantor Gubernur Papua. Karena aksi demo tersebut, perempuan asal Lahore Pakistan itu baru tiba di Kantor Gubernur sekitar 09.15 WIT dan langsung menuju ruang kerja Sekda bertemu Sekda Tedjo Suprapto. Pertemuan tertutup itu berlangsung selama 1 jam lebih. Tadi kami hanya bicara mengenai apa yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk pemenuhan HAM rakyat Papua intinya itu kata Sekda Tedjo Suprapto kepada Cenderawasih Pos usai pertemuan. Dikatakan, ada penilaian dari wakil khusus Sekjend PBB itu bahwa pelanggaran HAM di Papua tak ada yang tuntas dan ia juga mendengar banyak terjadi pelanggaran HAM di Papua, termasuk yang dilaporkan ke PBB. Itu salah satu sebab kenapa mereka datang ke sini, imbuhnya. Sehingga sempat ditanyakan peran pemerintah daerah dalam menghindari konflik dengan harapan pelanggaran - pelanggaran HAM bisa dikurangi dan tidak terjadi lagi di masa depan. Ms Jilani yang juga pengacara hukum itu menilai pemerintah belum serius terhadap perkembangan HAM di Papua. Ia juga mengatakan berdasarkan laporan yang diterima pekerja HAM dihalangi-halangi dan diintimidasi bahkan diteror. Yang dijawab Sekda bahwa Otsus justru mengakui hak - hak dasar orang asli Papua dan dengan Otsus kesejahteraan orang asli Papua akan diwujudkan melalui berbagai program, utamanya pendidikan, kesehatan, gizi, pemberdayaan ekonomi. Jadi saya menjelaskan justru Otsus sangat memihak orang asli Papua dan jutsru mengakomodir seluruh hak - hak dasar orang asli Papua, tukasnya. Dalam Otsus semua yang menyangakut hak - hak orang asli Papua termasuk masyarakat umumnya sudah diakomodir di dalamnya, termasuk penegakan HAM di Papua dan sebagainya satu persatu dibenahi. Hanya saja memang belum sepenuhnya terlaksana. Sekda mengatakan bahwa memang sempat disinggung adanya kasus pelanggaran HAM yang masih ada dan sejauh mana ditangani pemerintah. Kami sampaikan bahwa itu perlu dikoordinasikan dengan pihak - pihak terkait lainnya. Tapi pada dasarnya pemerintah sangat terbuka untuk menerima masukan yang berkaitan pelanggaran HAM yang ada. Dan kita berkepentingan untuk menyelesaikan dan menjaga supaya tidak terjadi pelanggaran HAM lagi, tuturnya. Hanya saja, tidak dijelaskan secara eksplisit kasus pelanggaran HAM apa saja yang terjadi itu, sehingga membuat putri seorang aktivis politik asal Pakistan ini jauh - jauh datang ke Papua. Memang disebutkan ada pelanggaran HAM, tapi mereka (Jilani red) tidak menyebutkan kasus apa saja, namun dikatakan masih ada kasus - kasus itu, tapi kami katakan bisa dikoordinasikan dengan pihak terkait dengan tujuan agar kasus pelanggaran HAM tidak terjadi lagi, urainya. Lanjut Sekda, Wakil Sekjend PBB itu mengaku mendengar banyak terjadi pelanggaran HAM di Papua, tapi tidak disampaikan dari mana saja. Ia hanya meminta komitmen pemerintah untuk menangani hal itu dengan baik. Itu yang kita setujui komitmen itu akan kita tangani secara baik dengan koordinasi pihak terkait. Sebab selama ini pemerintah sangat terbuka tidak ingin menekan hal itu, kita juga transparan silahkan bisa komunikasi dengan kita juga, paparnya. Yang pasti misi dia kesini ingin melihat persoalan khususnya HAM dan orang-orang yang berkompeten dengan penegakan HAM agar lebih diperhatikan dengan baik dan jangan ditekan, tandasnya. Pertemuan dengan DPRP Selain bertemu Pemprov Papua, Ms Hina Jilani yang akan berakhir masa tugasnya pada 18 Juni mendatang ini juga bertemu Ketua dan Anggota DPRP yang juga berlangsung tertutup di ruang kerja Ketua DPRP. Namun usai pertemuan John Ibo sempat membeberkan isi pembicaraannya dengan Wakil Khusus PBB itu. Tujuan utama mereka adalah untuk menyaksikan dari
CiKEAS Bendera Setengah Tiang untuk Demokrasi
RIAU POS 09 Juni 2007 Pukul 09:29 Bendera Setengah Tiang untuk Demokrasi Era baru datang ke Jakarta, meski sudah lebih dulu di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). _Seorang gubernur dipilih rakyat, bukan oleh partai melalui DPRD seperti di mkasa Orde Baru. Tokoh yang dekat dengan rakyatlah yang pantas dipilih sebagai Gubernur, dan bukan yang dekat dengan partai politik (parpol) yang kinerjanya mengecewakan masyarakat. Saya kira, moral politik itulah yang mendorong Sarwono Kusumaatmadja bertekad untuk maju terus pantang mundur dalam bursa pencalonan Gubernur DKI Jakarta melalui jalur independen. Seperti diketahui, Sarwono bersama Jeffrie Geovanie telah mengundurkan diri sebagai kandidat yang diajukan PAN dan PKB. Bahkan PAN telah menyeberang mendukung Cagub Fauzi Bowo. PKB, mencoba mendukung Agum Gumelar, meskipun mustahil mengingat perlunya dukungan minimal 15 persen. Menyaksikan Sarwono berorasi di hadapan massa pendukungnya yang sedang melakukan unjuk rasa menuntut kehadiran calon independen dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (7/6) sungguh unik. Padahal, di dalam gedung MK, saat yang sama sedang berlangsung sidang MK untuk menampung judicial review yang memohon agar kesempatan bagi cagub nonparpol alias independen dapat dipenuhi oleh MK. Tatkala sidang reses sejenak, Harun Al Rasyid yang menjadi saksi ahli dalam sidang tersebut dikerumuni oleh wartawan. Pakar Hukum Tata Negara ini pun mengungkapkan bahwa fenomena Cagub Independen tidak boleh dibatasi. Harun melihat UU No32/2004 yang hanya membatasi calon gubernur pada pilihan parpol bertentangan dengan UUD 1945 ayat 28 di mana setiap warga negara berhak dipilih dan memilih. MK sebagai pengawal konstitusi negara harus membatalkan semua yang bertentangan dengan UUD 1945, termasuk UU No 32/2004. Jangan sampai hak rakyat dibatasi, masyarakat ingin calon independen, ujar Harun. Ekonom Faisal Basri pun ditanyai wartawan. Ia segera mengutarakan pengalamannya mengikuti proses pencalonan Cagub yang disinyalir kental dengan politik dagang sapi. Ia juga menjadi saksi di sidang tersebut. Menurut Faisal, seharusnya Jakarta mengikuti apa yang dilakukan oleh Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang berhasil memilih gubernur melalui jalur independen. Aceh dan Jakarta sama-sama bagian NKRI, ujar Faisal. Parpol Koreksi Diri, Dong Sebetulnya wacana Cagub Independen sudah melambung di angkasa politik ibukota. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Syaiful Mujani, misalnya, mengatakan bahwa proses Cagub Independen harus diperjuangkan bersama-sama. Kalau pun usaha yang sekarang gagal, proses akan terus berjalan untuk pilkada yang seterusnya, ujar Syaiful, sehari sebelumnya dalam sebuah diskusi mengenai calon independen ini. Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indra Piliang mengungkapkan bahwa jika tuntutan masyarakat mengenai calon independen tidak dipenuhi maka angka jumlah golput (golongan putih, pemilih tidak menggunakan hak pilihnya -red.) akan tinggi. Lihat Pilkada di Surabaya mencapai lebih dari 50 persen, jelas Indra. Sementara, Gerakan Jakarta Merdeka (GJM) mulai mengumpulkan tanda tangan warga melalui petisi untuk menggolkan permohonan diperbolehkannya calon independen dalam pilkada. Beberapa cagub independen ikut menandatangani petisi tersebut, di antaranya Sarwono Kusumaatmadja, Faisal Basri, Abdul Rajak, dan Roy BB. Janis. Tak beda dengan Fadjroel Rahman, aktivis 1980-an itu. Menurut dia, harus ada kemauan politik untuk mengubah UU Pilkada. Karena itu, KPUD harus menunda Pilkada sampai UU yang mengatur calon independen ada. Barulah,. demokrasi di Jakarta dipimpin oleh akal sehat, ujarnya. Anehnya, Nursyahbani Katjasunkana, anggota DPR RI menegaskan bahwa kasus calon independen dalam Pilkada NAD hanyalah bentuk kompromi politik karena dilaksanakan di daerah yang sedang dalam masa pemulihan akibat konflik berkepanjangan. Ia berpendapat, bahwa calon independen dalam pilkada di NAD adalah kasus pertama dan terakhir kalinya, ujar Nursyahbani, Ketua DPW PKB ini. Menyikapi kekhawatiran parpol yang merasa takut tersaingi dengan adanya calon independen ini, Pakar Komunikasi FISIP UI Effendi Gazali menjelaskan usaha ini bukan semata untuk menyudutkan parpol. Keinginan kuat masyarakat yang menginginkan adanya calon independen seharusnya jadi ajang perbaikan diri bagi parpol. Lihat saja ketika calon independen menang di NAD, parpol-parpol kemudian memperbaiki dirinya di mata masyarakat, ujar Effendi. Demokrasi Padam Berbeda dengan wacana publik yang menghendaki adanya Cagub Independen, KPUD tampak tidak terusik. KPUD malah telah menerima kehadiran cagub yang
CiKEAS Scriptwriting Prize: Drama Group Invites Submissions
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=97254d=9m=6y=2007pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom Saturday, 9, June, 2007 (23, Jumada al-Ula, 1428) Scriptwriting Prize: Drama Group Invites Submissions Ebtihal Mubarak, Arab News JEDDAH, 9 June 2007 - The drama group at the Saudi Society of Arts and Culture in Jeddah has announced its third annual scriptwriting competition. The three winning scriptwriters will be awarded cash prizes (2,000, 1,500 and 1,000 riyals accordingly) and their works will be included in the drama group's 2009 schedule. The competition is open for all nationalities from all over the world but scripts must be written in Arabic. Ali Daaboush, the newly appointed manager of the drama group, said that the themes of the scripts must address social issues affecting the Arab world, or be works for children. The submissions must be recent and original. Applicants must keep in mind that the drama group has the right to make any necessary changes on the winning scripts, said Daaboush. Changes to scripts might include making them appropriate for Saudi Arabia, such as removing the need for women on stage. Sometimes we receive splendid works, but unfortunately they revolve around non-Islamic themes that cannot be performed on a local stage, said the head of the society in Jeddah Abdullah Bahattab. There are no colleges in Saudi Arabia that teach drama. By having such competitions dramatists hope to make the best of the situation by nurturing the scriptwriting craft. Submissions will be accepted through Nov. 6. Entries should be sent to: P.O Box 941, Jeddah 21421, or E-mail: [EMAIL PROTECTED] . [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Opportunity Fails for Independent Candidates
Opportunity Fails for Independent Candidates Friday, 08 June, 2007 | 13:27 WIB TEMPO Interactive, Jakarta: The struggle to make independent candidates (non-political parties) be included in the Jakarta Governors Election this year failed. Until the deadline of gubernatorial candidates registration yesterday (7/6), the Constitutional Court did not issue the decision to change the Regional Governance Decree, which does not give room for independent candidates. I couldn't register any more, said Sarwono Kusumaatmadja, a gubernatorial candidate, when attending the judicial review trial of the Regional Governance Decree at the Constitutional Court yesterday. Moreover, I chose the independent path. Yesterday the Constitutional Court held the first plenary session of judicial review of the Regional Governance Decree put forward by Lalu Ranggalawe, a member of Central Lombok Provincial Legislative Council (DPRD), who failed to be an independent regional leader as the decree obliges the candidates to be supported by at least 15 DPRD members. According to him, this contradicts the Constitution, that guarantees a citizen's right to be nominated. During the session, several experts were asked to give their input, including state administration law expert Harun Alrasid. Independent candidates in the election of regional leaders must be accommodated, he said. In addition, Harun said the 1945 Constitution Article 28-D states every citizen is eligible to have equal opportunity in governance. Outside the session, debates also occurred. According to Ryaas Rasyid, former member of the House of Representatives' (DPR) Special Committee which steered the decree, the existence of independent candidates can cause jealousy in political parties. However, Deputy Chairman of the Regional Representatives Assembly (DPD), La Ode Ida, supported the independent candidates because he believes that many gubernatorial candidates who have the capacity are not noticed by political parties. A person also has the right to run for office, said La Ode during a press conference at the Parliament Complex. He is of the opinion that the prohibition of an individual running for office is a violation against the Constitution since the 1945 Constitution Article 28-D provides the opportunity for everyone to participate in governance. RINI KUSTIANI | SORTA TOBING | KURNIASIH BUDI | AQIDA SWAMURTI [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Communists in Kolkata
http://english.aljazeera.net/NR/exeres/499BD184-86B2-4391-B08F-ECD1B0F6F04B.htm UPDATED ON: SATURDAY, APRIL 28, 2007 14:10 MECCA TIME, 11:10 GMT Communists in Kolkata Disenfranchised in Kolkata The Indian state of West Bengal is the home to the world's longest serving democratically elected communist government. The state has been known for its strike culture and strong labour movement. It was a 'no-go' area for industrialists and in the mid-1980s its share of India's total industrial output plummeted to less than five per cent. But now, following on the heels of their Chinese comrades the government is endorsing pro-capitalist reforms and is doing everything to bring the business class back, including moving poor farmers off their land to make way for a car manufacturing plant. People Power's Sapna Bhatia reports. Watch this episode of People Power here: http://www.youtube.com/watch?v=9lAG4K_zr_Ueurl= This episode of People Power aired from 06 May 2007 [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Bush visits pope amid protests
http://english.aljazeera.net/NR/exeres/E11E15DB-312F-44A6-A161-1B26EDD2D2E4.htm Bush visits pope amid protests Bush had his first private audience at the Vatican with Pope Benedict XVI on Sunday [AFP] Pope Benedict has told George Bush, the US president, that the Vatican would like a regional and negotiated solution to Middle East conflicts, as protesters rallied in Rome. On Saturday, Bush told the pontiff, in what was their first meeting, that he believed the Group of Eight (G8) summit in Germany had been a success. It's good to be with you sir, Bush said as he sat before the pontiff's private desk in the Vatican. As Bush arrived in the Italian capital, protesters opposed to the Iraq war and the expansion of a US military base in Italy arrived to stage mass demonstrations. Middle East focus The pope did express deep concern about the Christians inside Iraq. The Vatican said in a statement that Benedict and Bush had discussed the Middle East and the pontiff's hope for a regional and negotiated solution to the conflicts that afflict that region. Bush also told the pope about what he called the very strong Aids initiative at the G8. Police kept protesters at bay in Rome as Bush visited the Vatican [Reuters] The G8 world powers pledged $60bn to fight diseases ravaging Africa - although much of the sum was made up of existing pledges. Bush and the pontiff see eye to eye on ethical issues such as abortion and euthanasia but are divided over the war in Iraq. He told an Italian newspaper last week that his intention was mainly to listen to the pope. Bush and his wife Laura took a more different route to the Vatican than usual, which disappointed thousands waiting to see him. It was not clear if this was for security reasons, although 10,000 police were deployed as a precaution in central Rome. Violent protests Bush also held talks with Romano Prodi, Italy's centre-left prime minister, after which he called US-Italian ties pretty darn solid. Prodi said that they did not discuss two embarrassing criminal trials under way in Italy involving CIA agents and a US marine. We don't have any bilateral problems, Prodi said. As Bush met the pope and Prodi, Italian riot police used tear gas against demonstrators who donned face masks in defiance of a police order and threw bottles and other objects. Protesters were from leftist parties in addition to pacifist and ant-iwar groups [Reuters] The protesters disrupted an anti-globalisation demonstration that was reaching its conclusion in the centre of Rome. The violence broke out after Bush had concluded his official business for the day and had returned to the residence of the US ambassador, several miles away. Helicopters flew overhead and thousands of police were deployed around the Colosseum, the downtown Piazza Venezia and other venues to guard against violence. Masked demonstrators wearing black who had infiltrated the otherwise peaceful protest hurled objects at police. Other protesters later tried to stand between the violent elements and the police, putting up their arms to prevent further violence [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Tough job proves tougher
Published in Cairo by AL-AHRAM established in 1875 7 - 13 June 2007 Issue No. 848 http://weekly.ahram.org.eg/2007/848/eg1.htm Tough job proves tougher The road towards inter-Palestinian reconciliation, prelude to a Palestinian-Israeli truce, is proving more fraught than expected, Dina Ezzat reports Omar Suleiman -- On 26-27 June, Egypt is planning to host in Sharm El-Sheikh a new round of international/regional meetings on Middle East peace. This time, two sets of meetings are scheduled to take place. The first is a meeting for the International Quartet on the Middle East (the US, Russia, EU and UN) with Israel and Palestinians, at a ministerial level. Egypt, in its capacity as the host, is also expected to sit at the meeting table. The second meeting will be of the International Quartet, also at a ministerial level, with the secretary-general of the Arab League and a group of Arab foreign ministers who were selected to discuss with concerned international players the chances of reviving Palestinian-Israeli and Arab-Israeli talks on the basis of the Arab peace initiative offering normalisation of relations in return for Israel's withdrawal from Arab territories occupied in 1967. What Egypt, and for that matter the Arab side, is hoping to get out of these meetings, Egyptian and Arab diplomats suggest, is first to secure international recognition of the possibility of launching a new process of negotiations on the basis of the Arab peace initiative, and secondly, to secure US and Israeli commitment to easing the hardship of Palestinians under occupation, especially in Gaza where the UN and NGOs have long been warning that the grave situation is getting worse by the hour. The EU, whose special envoy on the Middle East, Marc Otte, discussed Tuesday potential outcomes with both Arab League Secretary-General Amr Moussa and Egyptian Foreign Minister Ahmed Abul-Gheit, generally supports this agenda. Otte also has a few more ideas that he gave on behalf of the EU for the consideration of Cairo and the Arab League. According to statements made by the EU envoy and Arab sources in Cairo, these ideas do not exclude the possibility of deploying a limited group of international peacekeepers to act in the zones connecting the Palestinian territories and Israel provided that there is an agreement among all concerned parties on the composition and mandate of such troops. Other ideas of the EU includes the establishment of a firm follow-up mechanism that composes international and regional players that should be in charge of monitoring the implementation of any future agreements, including those on the management of occupation, to be concluded by the Palestinian and Israeli sides. Following talks with Abul-Gheit, Otte said that there are several ideas that are being proposed by parties to the upcoming meetings with the intention of securing a practical outcome. Egyptian officials, however, acknowledge that a practical outcome is not exactly what Israel has in mind. In fact, one official warned that there is real concern that what Israel wants out of these meetings is only an opportunity to have Israeli officials photographed surrounded by Arab and international officials and to get a statement issued condemning the launching of rockets by resistance Palestinian movements against Israel settlements. Moreover, there is considerable concern in Arab circles generally as to whether or not US Secretary of State Condoleezza Rice is willing to exercise necessary influence over Israel to secure a concrete and positive outcome of any meeting. We told the Americans that we could not keep on pressuring the Palestinians, especially Hamas. We told them they also have to talk to the Israelis, commented one informed Egyptian official. Similarly, in the words of one senior Egyptian diplomat, Cairo has been appealing to the Europeans to reduce the pressure put on the Palestinian government in order to encourage Hamas to show the flexibility necessary to secure a political compromise that Palestinian Authority President Mahmoud Abbas will be willing to accept. As much as we disagree with the political agenda held by Hamas we believe we have to win them on board because otherwise we are hitting an impasse with all efforts that are being exerted to reach a state of truce-and-negotiations, the diplomat said. These signs of failure to engage Hamas or for that matter to offer moral support to Abbas were particularly underlined by a recent statement issued by the Quartet in the wake of a 30 May meeting in Berlin that reflected what Egypt and several Arab countries -- as well as the Arab League -- view as a level of pro-Israel bias that is unbecoming of international/regional attempts to revive the
CiKEAS Saudi-Indonesia Panel to Discuss Cooperation
Reflection: Apakah dalam disikusi kerjasama dibicarakan hak dan perlindungan terhadap TKI yang dikatakan jumlahnya mendekati satu juta di Arab Saudia? http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=97309d=10m=6y=2007pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom Sunday, 10, June, 2007 (24, Jumada al-Ula, 1428) Saudi-Indonesia Panel to Discuss Cooperation M. Ghazanfar Ali Khan, Arab News RIYADH, 10 June 2007 - Saudi Arabia and Indonesia will hold the first meeting of their joint parliamentary panel here today. The Saudi-Indo Inter-parliamentary Friendship Committee, which was constituted recently by the Shoura Council and the Indonesian Parliament, will discuss how to promote cooperation in the fields of parliamentary and legislative affairs as well as boost links in political and commercial sectors. According to Yubil Septian, a spokesman for the Indonesian Embassy, the meeting of the panel of parliamentarians will focus mainly on forging further ties between the Shoura and the Indonesian Parliament. The meeting is also important in view of the fact the Indonesian government is currently awaiting the visit of the Custodian of the Two Holy Mosques King Abdullah following an invitation extended earlier. Referring to the parliamentarians' meeting, the spokesman said that the meeting would be co-chaired by Jassem Al-Ansari, a Shoura member, and Ahmed Darodji, an Indonesian parliamentarian. Seventeen members of the Indonesian Parliament have already arrived to participate in the meeting while Speaker Agung Laksono will fly in today. The 17-member entourage does not include another group of 11 parliamentarians, who will join the delegation for bilateral talks. He said that during their stay in the Kingdom the Indonesian delegation will hold talks with many senior Saudi officials including Minister of Economy and Planning Dr. Khaeld Al-Gosaibi and Minister of Islamic Affairs Sheikh Saleh ibn Abdulaziz Al-Sheikh. Saudi Arabia and Indonesia have forged closer relations in different sectors. The two countries are working on a proposal to set up a joint refinery project in Indonesia, according to a recent report. Jakarta is preparing the project proposal for a new Saudi-Indonesian refinery, which will be submitted to Saudi Aramco soon. The only Asian member of the Organization of Petroleum Exporting Countries, Indonesia has been a net importer of crude oil. Pertamina, a wholly state-owned enterprise with 14 subsidiaries including Pertamina Energy Trading, is working on the project from Indonesian side. The Kingdom has also extended aid and loans to Indonesia. The total amount of assistance received by Indonesia from the Saudi Fund for Development (SFD) has exceeded $233.79 million since 1976. Since 1987, however, no project in Indonesia has been funded by the SFD. The assistance made available by the Islamic Development Bank from 2003 to 2006 was about $288 million, mainly for educational projects, trade facilities, hospitals, customs capabilities and regional projects in Sumatra [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS A look at the playbook for Islamic militants
http://www.iht.com/articles/2007/06/10/asia/jihad.php Illustration by Bejar for The New York Times A look at the playbook for Islamic militants By Michael Moss and Souad Mekhennet Published: June 10, 2007 We were in a small house in Zarqa, Jordan, trying to interview two heavily bearded Islamic militants about their distribution of recruitment videos when one of us asked one too many questions. He's American? one of the militants growled. Let's kidnap and kill him. The room fell silent. But before anyone could act on this impulse, the rules of jihadi etiquette kicked in. You can't just slaughter a visitor, militants are taught by sympathetic Islamic scholars. You need permission from whoever arranges the meeting. And in this case, the arranger who helped us to meet this pair declined to sign off. He's my guest, Marwan Shehadeh, a Jordanian researcher, told the militants. With Islamist violence brewing in various parts of the world, the set of rules to guide and justify the killing that militants do is growing more complex. This jihad etiquette is not written down, and for good reason. It varies as much in interpretation and practice as extremist groups vary in their goals. But the rules have some general themes that underlie actions ranging from the recent rash of suicide bombings in Algeria and Somalia, to the surge in beheadings and bombings by separatist Muslims in Thailand. Some of these rules have deep roots in the Middle East, where, for example, the Egyptian Islamic scholar Yusuf al-Qaradawi has argued it is fine to kill Israeli citizens because their compulsory military service means they are not truly civilians. The war in Iraq is reshaping the etiquette, too. Suicide bombers from radical Sunni and Shiite Muslim groups have long been called martyrs, a locution that avoids the Koran's ban on killing oneself in favor of the honor it accords death in battle against infidels. Now some Sunni militants are urging the killing of Shiites, alleging that they are not true Muslims. If there seems to be no published playbook, there are informal rules, and these were gathered by interviewing militants and their leaders, Islamic clerics and scholars in Jordan, Syria, Lebanon and England, along with government intelligence officials in the Middle East, Europe and the United States. Islamic militants who embrace violence may account for a minuscule fraction of Muslims in the world, but they lay claim to the breadth of Islamic teachings in their efforts to justify their actions. Here are six of the more striking jihadi tenets, as militant Islamists describe them: Rule No. 1: You can kill bystanders without feeling a lot of guilt. The Koran, as translated by the University of Southern California Muslim Student Association's Compendium of Muslim Texts, generally prohibits the slaying of innocents, as in Verse 33 in Chapter 17 (Isra', The Night Journey, Children of Israel): Nor take life, which Allah has made sacred, except for just cause. But the Koran also orders Muslims to resist oppression, as Verses 190 and 191 of Chapter 2 (The Cow) instruct: Fight in the cause of Allah with those who fight with you, but do not transgress limits; for Allah loveth not transgressors. And slay them wherever ye catch them, and turn them out from where they have turned you out, for tumult and oppression are worse than slaughter. In the typical car bombing, some Islamists say, God will identify those who deserved to die - for example, anyone helping the enemy - and send them to hell. The other victims will go to paradise. Rule No. 2: You can kill children, too, without needing to feel distress. Islamic texts say it is unlawful to kill children, women, the old and the infirm. In the Sahih Bukhari, a respected collection of sermons and sayings of the prophet Muhammad, Verse 4:52:257 refers to Ghazawat, a battle in which Muhammad took part. Narrated Abdullah: During some of the Ghazawat of the Prophet a woman was found killed. Allah's Apostle disapproved the killing of women and children. But militant Islamists, including extremists in Jordan who embrace Al Qaeda's ideology, teach recruits that children receive special consideration in death. They are not held accountable for any sins until puberty, and if they are killed in a jihad operation, they will go straight to heaven. There, they will instantly age to their late 20s and enjoy the same access to virgins and other benefits that martyrs receive. Islamic militants are hardly alone in seeking to rationalize innocent deaths, says John Voll, a professor of Islamic history at Georgetown University. Whether you are talking about leftist radicals here in the 1960s, or the apologies for civilian collateral damage in Iraq that you get from the Pentagon, the argument is that if the action is just, the collateral damage is justifiable, he said. Rule No. 3: Sometimes, you can single out civilians for killing;
CiKEAS Thais rally against army rule
http://english.aljazeera.net/NR/exeres/BB28CE33-BA12-4D97-87FC-4C08755E0866.htm UPDATED ON: SUNDAY, JUNE 10, 2007 3:59 MECCA TIME, 0:59 GMT Thais rally against army rule Demonstrators marched to the army headquarters [AFP] Several thousand opponents of Thailand's military-installed government have marched through Bangkok's streets to army headquarters, in their most defiant protest yet against the regime that came to power after a coup d'etat last year. Banners read: The Coup. Get Out! while some protesters wore T-shirts emblazoned with the face of Thaksin Shinawatra , who was removed by the military in September 2006. Police officers formed two large human barricades to prevent protesters reaching the army building, but each barricade was peacefully dispersed following negotiations between officers and rally organisers. As they marched towards the headquarters, the crowd shouted: Thaksin come back! The CNS Get Out! referring to the junta, which calls itself the Council for National Security (CNS). Earlier on Saturday, army commander General Sonthi Boonyaratglin, who led last year's coup, said the situation remained under control. There is nothing to worry about ... they [protesters] can come, but everything will be within the rule of law, he said according to the state Thai News Agency. Exile Thaksin has lived in exile since the bloodless coup. His allies, who have organised daily anti-junta protests, claimed some 40,000 people joined Saturday's rally. Pro-Thaksin groups have said they will continue daily demonstrations until a major anti-junta rally scheduled for June 24. The protest has so far been peaceful [AFP] In May, Thailand's Constitutional Tribunal dissolved Thaksin's Thai Rak Thai (TRT) party and barred Thaksin and 110 senior party leaders from politics for five years due to election law violations. The judges at the tribunal were appointed by the military. The same court cleared the Democrat Party, TRT's main political rival, of similar vote fraud charges. The junta has justified the coup by saying Thaksin was corrupt and it would probe alleged graft during his five years in office. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Wapres Tekankan Pentingnya Dam Besar bagi Indonesia
http://www.antara.co.id/arc/2007/6/10/wapres-tekankan-pentingnya-dam-besar-bagi-indonesia/ 10/06/07 17:55 Wapres Tekankan Pentingnya Dam Besar bagi Indonesia Yichang, Cina (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan pentingnya Indonesia untuk membangun infrastruktur berupa dam yang lebih besar untuk mengatasi masalah pokok bangsa di bidang irigasi dan ketersedian pangan, pemenuhan kebutuhan listrik serta pengendalian banjir. Setiap bangsa harus memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah pokoknya. Contohlah negeri Cina ini, katanya di Yichang, Cina, Minggu, sambil menunjuk kepada Bendung Tiga Jurang, sebuah bendungan dan pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia. Wartawan Antara Akhmad Kusaeni yang menyertai kunjungan kenegaraan Wakil Presiden ke Cina sejak 6 Juni lalu, melaporkan bahwa Kalla nampak antusias meninjau bendungan raksasa sepanjang 2,3 km di sungai Yangtze, propinsi Hubei. Kalla antara lain didampingi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Kepala Bulog Mustafa Abubakar. Ini proyek yang luar biasa dan berskala dunia, katanya di tengah gemuruh suara turbin pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia, yakni sebanyak 18.200 MW. Kalau bendungan ini sudah 100 persen beroperasi, maka listrik yang dihasilkan sama dengan listrik yang diperlukan di seluruh Indonesia, katanya. Artinya, lanjut Kalla, pemerintah Cina telah berfikir besar untuk kemajuan ekonomi. Setiap bangsa, termasuk Indonesia, memang harus demikian. Masalah pokok Cina di sini adalah bagaimana mengatasi banjir dan kebutuhan listrik. Maka dibangunlah bendungan ini, katanya. Kita berfikir untuk membangun bendungan yang lebih besar. Supaya persoalan pokok bangsa kita cepat diselesaikan, katanya. Menteri PU Djoko Kirmanto mengamini pendapat Kalla. Meskipun sungai-sungai di Indonesia relatif tidak ada yang besar seperti sungai Yangtze sehingga peluang membangun waduk besar terbatas, bukan berarti kebutuhan membangun dam besar tidak diperlukan. Kita sudah melakukan kajian dan rencana membangun empat dam yang cukup besar, seperti di Asahan, Jatigede, Banten, dan mungkin juga di sungai Memberamo, Papua, katanya. Pemerintah Cina, menurut Djoko, menjanjikan akan memberikan bantuan sepenuhnya bagi Indonesia untuk membangun waduk dan pembangkit listrik tenaga air. Selain untuk irigasi dan listrik, dam di Indonesia juga harus multifungsi seperti pengendali banjir, perikanan, dan pariwisata. Terbesar di Dunia Dalam peninjauan ke bendungan raksasa itu, Kalla mendapatkan penjelasan langsung dari Wakil Presiden Proyek Pembangunan Bendung Tiga Jurang, Cao Guangjing. Kalla tampak mengajukan berbagai pertanyaan yang membuktikan ketertarikan Wapres pada proyek yang dikerjakan selama 17 tahun itu. Menurut Cao Guangjing, Bendung Tiga Jurang panjangnya mencapai 2,3 km dan tinggi 183 meter. Bendung yang menjadi proyek mercusuar Cina itu terletak di Yichang, Propinsi Hubei. Tiga Jurang merupakan sebutan untuk tiga ngarai curam yang berada di sungai Yangtze, yakni Qutang, Wuxia, dan Xiling. Proyek Bendung Tiga Jurang mulai dibangun tahun 1994 dan diharapkan selesai tahun 2009. Konstruksi untuk bangunan waduk sendiri telah selesai pada Mei 2006. Total investasi mencapai 25 miliar dolar AS dan mempekerjakan tidak kurang dari 26 ribu pekerja, termasuk tenaga ahli dan spesialis dari 50 negara. Bila telah berfungsi secara penuh, waduk ini dapat menghasilkan 18.200 MW listrik dari 26 turbin (700 MW/turbin) yang akan disalurkan sebagian besar ke kawasan Timur dan Tengah Cina. Kapasitas listrik yang dihasilkan setara dengan PLTU dengan pemakaian batubara 50 juta ton/tahun atau pembangkit listrik dengan pasokan minyak bumi 25 juta/tahun. Menurut Kalla kapasitas listrik sebesar itu sama dengan seluruh pembangkit listrik di Indonesia sekarang ini. Bendung ini dibuat dengan tujuan mencegah banjir, melancarkan arus lalulintas kapal dan pembangkit tenaga listrik. Bendung ini bisa menampung 22 miliar meter kubik air atau 7 kali lipat waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Bendung ini bisa mencegah banjir terbesar siklus 100 tahunan, kata Cao Guangjing. Lalulintas pelayaran kapal menjadi lancar karena dengan bendung tersebut maka permukaan air naik. Dari hulu sampai ke Bendung Tiga Jurang aliran sungai Yangtze sepanjang 660 km, sedangkan sampai ke laut sepanjang 3000 km. Sungai Yangtze merupakan sungai terbesar ketiga dunia setelah Sungai Nil di Mesir dan Amazon di Amerika Latin. Pembangkit listrik tenaga air dari bendung ini sebesar 18.200 MW dan akan ditingkatkan menjadi 23.000 MW dengan menambah 12 turbin lagi. Biaya yang diperlukan sesuai cetak biru mencapai 25 miliar dolar AS dan dalam jangka waktu 19 tahun. Tapi kami bisa melakukan efisiensi menjadi hanya 20 miliar dolar dengan waktu 18 tahun. Artinya proyek ini bisa dipercepat satu tahun, katanya. Kalla lalu memuji efisiensi tersebut dan bertanya kira-kira kapan proyek tersebut balik modal.
CiKEAS NGO receives report on violence in Abepura Prison
http://www.antara.co.id/en/arc/2007/6/10/ngo-receives-report-on-violence-in-abepura-prison/ 06/10/07 15:22 NGO receives report on violence in Abepura Prison Jayapura (ANTARA News) - PADMA Indonesia, an advocacy service for justice and peace, has received a written report from inmates at the Abepura penitentiary in Papua province on violence they were suffering in jail. The report is earmarked for the Papua governor while PADMA as a non-governmental organization (NGO) received a copy of the report, leader of PADMA Indonesia, Dr Norbeth Betan told Antara by phone from Jakarta on Sunday. According to the priest, PADMA would not keep silent after receiving the report as the NGO is committed to offering advocacy for justice and peace to all people regardless of ethnic groups, religions, races and social status. Norbeth admitted various kinds of violence frequently occurred against inmates in the prison but many of them were not known because the penitentiary is located on a remote isle. It was reported that Filep JS Karma who respresented other prisoners had the courage to send a letter telling what had happened in jail to the Papua governor with the copies to the Law and Human Rights Minister, the Papua provincial police chief and NGOs including PADMA Indonesia We are trying to get information as soon as possible on the violence case at the Abepura penitentiary from different parties especially prisoners. We will also open a representative office in Jayapura soon to enable us to give advocacy for justice and peace there, Norbeth said. Meanwhile, Filep JS Karma expressed hope that Papua Governor Barnabas Suebu would follow up on the letter under the prevailing law. On June 4, 2007, the inmates at the Abepura penitentiary sent a letter reporting various kinds of violence committed by jailers there to the Papua governor who is expected to take legal measure for the protection of the prisoners` human rights, he said. The inmates called on the governor to protect them from any violence and extortion frequently committed by certain jailers. They also asked the governor and the central government to take actions on the warden of the Abepura penitentiary who was considered irresponsible and unable to control his subordinates so that ill treatments against the inmates occurred in the prison. The letter to the governor was also signed by other prisoners including Gustaf Sineri, Karlos D Patry, Gunawan and C. Ita Rianti. (*) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS TNI Juga Warga Negara
http://www.indomedia.com/bpost/062007/11/opini/opini1.htm TNI Juga Warga Negara Di masa lalu, TNI (dulu ABRI) adalah kekuatan dominan penyangga kekuasaan orde baru sehingga memiliki bargaining position yang kuat. Oleh: M Rifqinizamy Karsayuda Staf Pengajar FH Unlam Peristiwa penembakan yang dilakukan aparat Korps Marinir TNI AL di Desa Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur seminggu lalu membuat citra TNI tercoreng. Pascareformasi, TNI mencoba melakukan berbagai upaya perbaikan citra, salah satunya agenda reformasi TNI. Isinya yang paling penting dan mendapat sambutan publik adalah dihilangkannya dwifungsi TNI. Hari ini TNI murni sebagai penjaga pertahanan negara, bukan pemain politik seperti pada orde lalu. Diamputasinya kekuatan TNI dalam panggung politik di republik ini, tak serta merta menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) reformasi TNI. Setidaknya masih ada dua PR besar seputar reformasi TNI yang belum selesai, yakni perihal bisnis TNI dan Peradilan Militer. Di masa lalu, TNI (dulu ABRI) adalah kekuatan dominan penyangga kekuasaan orde baru sehingga memiliki bargaining position yang kuat. Kekuatan TNI merambah bukan hanya pada pertahanan dan politik, namun juga di bisnis. Selain itu, aturan hukum bagi TNI yang melakukan pelanggaran hukum terkesan masih diskriminatif. Peristiwa Alas Tlogo akan memberikan gambaran seberapa mampu TNI melakukan reformasi di wilayah peradilan militer. Tindak pidana yang dilakukan aparat TNI harus diselesaikan melalui peradilan militer, sebagaimana diatur dalam UU No 31 Tahun 1997. Kecuali tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan warga sipil, maka diadili melalui peradilan koneksitas. Terkait dengan peristiwa Alas Tlogo yang seluruh pelakunya adalah prajurit TNI, maka dapat dipastikan kasus ini harus diselesaikan di Peradilan Militer. Terdapat beberapa catatan kritis perihal keberadaan Peradilan Militer sebagaimana diatur UU No 31/1997. Pertama, Peradilan Militer memberikan kesan bahwa TNI berbeda dengan warga negara lainnya, sehingga jika terjadi pelanggaran hukum oleh aparat TNI maka harus diselesaikan di peradilan sendiri, bukan peradilan umum sebagaimana warga negara lainnya. Sebagaimana dimaklumi, peradilan militer menempatkan seluruh proses peradilan mulai dari penyidikan, pemeriksaan dan penuntutan dilakukan oleh TNI sendiri. Dalam konteks ini, citra peradilan militer diskriminatif semakin terlihat. Kedua, di Peradilan Militer dikenal institusi bernama atasan yang berhak menghukum (ankum). Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 9 UU No 31/1997, yang dimaksud dengan ankum adalah atasan langsung yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berwenang melakukan penyidikan berdasarkan UU ini. Dalam menjalankan tugasnya, ankum diberikan kewenangan antara lain: Melakukan penyidikan atas kasus yang melibatkan anak buahnya (Pasal 1 ayat 11); Melakukan panahanan (Pasal 74); Melakukan penangguhan penahanan (Pasal 81). Dengan kewenangan yang dimilikinya, proses peradilan sangat tergantung kepada ankum. Jika hasil penyidikan ankum tidak membuahkan bukti yang menguatkan, dapat dipastikan proses peradilan berikutnya berjalan tertatih-tatih. Secara psikologis, ankum yang merupakan atasan langsung prajurit yang melakukan pelanggaran hukum bisa jadi akan melindungi anak buahnya dari jerat hukum. Bukankah dalam posisi demikian, rasa subjektivitas atasan akan dipertaruhkan untuk anak buahnya. Ketiga, adanya institusi bernama Perwira Penyerah Perkara (Papera) dalam Peradilan Militer. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 10 UU No 31/1997 yang, dimaksud Papera adalah perwira yang oleh atau atas dasar UU ini mempunyai wewenang untuk menentukan suatu perkara pidana yang dilakukan oleh Prajurit ABRI yang berada di bawah wewenang komandonya diserahkan kepada atau diselesaikan di luar pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Selain berwenang untuk menentukan locus peradilan yang digunakan untuk mengadili prajuritnya, Papera memiliki kewenangan yang cukup besar dalam Peradilan Militer, antara lain: Menyerahkan perkara ke pengadilan (Pasal 1 ayat 22); Melakukan penutupan perkara (Pasal 1 ayat 23 jo Pasal 123); Melakukan penangguhan penahanan (Pasal 81). Kewenangan Papera yang begitu besar juga dapat menjadi batu sandungan proses peradilan bagi kalangan militer di Tanah Air. Dapat dibayangkan, jika Papera melakukan kewenangannya untuk menutup perkara atas nama kepentingan umum karena alasan tertentu (Pasal 123) sementara proses peradilannya tak terpantau oleh publik, bukankah hal itu dapat mencederai nilai kepastian hukum yang kita idamkan bersama. Coreng moreng Peradilan Militer kita sebagaimana diatur dalam UU No 31/1997 adalah PR kita bersama, bukan hanya PR TNI. Revisi terhadap UU Peradilan Militer diharapkan dapat menghilangkan citra diskriminatif terhadap tindakan hukum yang
CiKEAS Perempuan Berpolitik: Sebuah Keharusan?
http://www.indomedia.com/bpost/062007/11/opini/opini3.htm Perempuan Berpolitik: Sebuah Keharusan? Oleh: Pribakti B Dokter RSUD Ulin Banjarmasin Sungguh menarik untuk dibahas tentang tulisan Noorkhalis Majid dan Dra Titien Agustina MSI (BPost, 30/5), yang mempersoalkan minimnya kiprah politik perempuan di parlemen. Alasannya sederhana, untuk mengimbangi masih kuatnya kelaziman model maskulin dalam kehidupan politik sehingga dominasi laki-laki dapat membawa pengaruh pada aturan dan permainan politik di parlemen. Termasuk menggugat besaran kuotanya. Tapi masalahnya, bagaimana urusan keluarga yang menjadi tanggung jawab perempuan? Jujur harus kita akui, perempuan itu sumber inspirasi. Keanggunan, kecantikan dan keceriaan perempuan di mata pelukis, sastrawan, penyair ataupun petualang cinta melahirkan sejuta arti. Bisa membuat mata tak berkedip, atau mengusik orang untuk berpikir negatif. Ini karena pada zaman sekarang, perempuan menjadi lakon penting. Apalagi kalau ditinjau dari kecenderungan sosial dan kependudukan. Perempuan akan menempati peran sentral dalam proses dan dinamika kemasyarakatan. Salah satu dampak dari dinamika itu adalah perubahan dalam konsep dan bentuk keluarga masa depan. Secara demografi, jumlah penduduk laki-laki dan perempuan selalu seimbang. Keadaan alami ini akan bertahan. Cuma kedudukan sosial perempuan yang secara tradisional dianggap alami mulai ditanyakan orang. Dulu umur menikah perempuan dianggap alami kalau batasnya lebih rendah dari umur menikah laki-laki. Apa betul alami kecenderungannya sekarang, yang pasti batas umur menikah perempuan makin meningkat. Bahkan makin lama makin mendekati batas usia menikah pertama laki-laki karena pendidikan, partisipasi dalam angkatan kerja, persamaan hak dan kewajiban dalam keluarga dan masyarakat. Perkara persamaan hak dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan ini akan makin menjadi kenyataan. Secara sosial, kedudukan perempuan memang akan makin meningkat karena itulah cita-cita semua perempuan. Karena itu pula menjadi tujuan yang akan diraih perjuangan bangsa-bangsa. Dalam hak politik, bukan hanya laki-laki yang berhak memilih dan dipilih menjadi wakil rakyat dan pemimpin bangsa. Perempuan pun bisa. Tuntutan itu makin terpenuhi. Bahkan sekarang terserah perempuan, untuk memanfaatkan secara penuh atau tidak peluang itu. Padahal, yang namanya hak politik adalah omong kosong kalau belum disertai hak sosial. Seperti hak memperoleh pendidikan yang sama peluangnya dengan laki-laki. Hak memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, serta sesuai dengan minat dan keterampilan perempuan. Gaji pun harus sama dengan laki-laki, asal prestasi dan kemampuan setaraf antara keduanya. UU dan mekanisme perlindungan sudah ada. Sekarang pelaksanaannya diserahkan mekanisme pasar. Kalau masih ada perempuan yang mau diupah lebih rendah atau menerima syarat kerja yang berbeda dengan laki-laki, itu urusan perjuangan perempuan yang akan diselesaikan Insya Allah pada abad ini. Bahkan, saat ini masih ada satu lagi hak perempuan yang dituntut pemenuhannya. Yaitu hak atas kesehatan reproduksinya. Hak kesehatan reproduksi bagi perempuan menyangkut masalah yang selama ini dianggap kodrati semata. Perempuan dilahirkan untuk bisa hamil dan melahirkan, memelihara dan membesarkan anaknya. Di samping berkah dan rahmat, kehamilan dan kelahiran bayi menuntut perempuan untuk ekstra hati-hati menjaga kesehatan diri dan bayinya. Karena hamil dan melahirkan mengandung risiko kesehatan, bahkan kematian, kalau tidak dijaga betul-betul tatkala menghadapinya. Padahal, perkara hamil bukan gara-gara perempuan sendiri saja. Harus ada pasangan yang mestinya turut mengambil bagian dalam menghadapai risiko itu, minimal memahami perkara pelik ini. Karena itu, ada tuntutan hak kesehatan reproduksi. Kalau perempuan jujur, akal sehatnya selalu membisikkan kapan ingin atau belum ingin hamil. Bahkan kapan ia tidak ingin hamil lagi. Perempuan yang bertanggung jawab ingin berada dalam kondisi sehat, melahirkan bayi yang sehat. Perempuan yang bertanggung jawab ingin bisa membesarkan bayinya dalam kondisi sehat fisik, rohani dan jasmani serta membesarkan bayi itu untuk mampu menatap tantangan zamannya. Kini pengetahuan kedokteran dan perkembangan masyarakat memungkinkan semua keinginan itu diraih, karenanya tidak ada alasan untuk tidak memenuhi tuntutan perempuan atas hak kesehatan reproduksinya. Semua perkembangan itu membawa implikasi yang sangat luas pada wajah dan bentuk keluarga masa depan. Kalau semua itu terpenuhi, keluarga akan sedikit saja anaknya. Jarak kelahiran makin jarang demi kesehatan ibunya. Konon, di negeri maju seperti AS, kini tinggal seperlima saja perempuan dan laki-laki dewasa yang bisa mempertahankan pola hidup berkeluarga model tradisional seperti diimpikan nenek moyangnya. Bagian terbesar orang Amerika, terserak dalam pola kehidupan baru yang nyaris meruntuhkan konsep keluarga menurut
CiKEAS Dr. Abu Hanifah Dokter Rimboe
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/062007/11/0902.htm Dr. Abu Hanifah Dokter Rimboe Oleh H. ROSIHAN ANWAR DOKTOR Abu Hanifah bagi saya orang yang spesial. Sebab beliaulah maka saya jadi wartawan 64 tahun yang silam, dan urung jadi jaksa pengadilan negeri. Ketika bicara tentang topik Dimensi Pendidikan Kedokteran di seminar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 22 Mei 2007, saya menyebutkan Dr. Abu Hanifah (1906-1980) sebagai dokter memiliki banyak bakat. Abang Usmar Ismail, Bapak Perfilman Indonesia, mendapat didikan di Stovie dan di Geneeskundige Hoge School (GHS) Batavia. Setelah jadi Indisch Arts, Abu ditempatkan di Taluk, daerah Riau sebagai dokter gubernermen. Di zaman kolonial, lazim dokter yang baru tamat bekerja di daerah pedalaman. Dr. Sumarno (kelak Gubernur Jakarta) dan Dr. Suwondo (kelak Wagub Jakarta) berdinas di daerah terpencil Kalimantan. Dr. Abu Hanifah tidak kecuali. Bekerja di masyarkat belum maju, bergaul dengan rakyat yang membutuhkan perawatan telah memberikan kepadanya pemahaman mengenai dimensi pendidikan kedokteran seperti kepemimpinan, humanisme, kejuangan. Sebagaimana dituliskannya dalam buku tentang pengalamannya di Taluk, dia adalah Dokter Rimboe. Kata rimboe (ejaan lama) berarti: hutan belantara. Sesudah itu Abu menjadi scheepaarts, dokter di kapal perusahaan Belanda yang berlayar pada rute Batavia-Singapore-Medan pulang pergi. Di zaman Jepang dia bekerja di rumah sakit umum (CBZ) Jakarta. Ketika di zaman Jepang saya lulus ujian diterima kursus kilat untuk dididik menjadi jaksa pengadilan negeri, tahu-tahu dua hari sebelum masuk asrama, Dr. Abu Hanifah menanyakan kepada saya apakah mau jadi wartawan, sebab di harian Asia Raja menurut pemimpin umumnya Sukardjo Wiryopranoto terbuka lowongan. Saya tak pernah bercita-cita untuk jadi wartawan. Namun saya terima saran Abu dan sejak bulan Maret 1943 saya mulai bekerja sebagai wartawan, karena faktor kebetulan belaka. Saya in-de-kost di rumah Armijn Pane, sastrawan Pujangga Baru, di Jalan Cemara, tidak jauh dari rumah Abu Hanifah. Maka hampir tiap malam saya bertandang ke rumahnya. Lalu Abu, Usmar Ismail dan saya berdiskusi tentang rupa-rupa hal, antara lain politik. Abu bercerita tentang masa dia mahasiswa kedokteran, tinggal seasrama dengan Muhamad Yamin, Amir Syarifuddin. Tentang Sumpah Pemuda tahun 1928, pergerakan nasional, dsb. Di situlah saya yang sebelumnya buta politik atau a-politis memperoleh pendidikan politik, mulai faham apa artinya nasionalis yang berjuang untuk Indonesia merdeka. Penggemar Maya Kami tidak melulu berdikusi tentang soal politik. Selain bekerja sebagai reporter Asia Raja saya mulai menulis puisi. Usmar menulis sajak, cerpen, sandiwara radio. Abu Hanifah dengan nama samaran El Hakim menulis lakon sandiwara. Pada pertengahan tahun 1944 kami dirikan grup sandiwara penggemar (amatir) yang diberi nama Maya. Kami pertunjukkan di Gedung Kesenian di Pasar Baru lakon pertama. Taufan di Atas Asia karangan El Hakim, disutradrai oleh Usmar Ismail, dan saya pemeran utama. Sejak itu secara teratur tiap bulan Maya mempertunjukkan lakon sandiwara Insan Kamil oleh El Hakim, Api dan Liburan Seniman, juga Mutiara dari Nusalaut oleh Usmar Ismail, saduran lakon pujanggga Norwegia Henrik Ibsen Little Eyolf, lakon pujangga Prancis Voltaire Si Bakhil dan lain-lain. Abu Hanifah menulis buku Rintisan Filsafat di mana dia menguraikan tentang filsuf-filsuf klasik Barat. Menjelang akhir zaman Jepang, Abu dipindahkan ke Sukabumi menjadi direktur rumah sakit. Setelah proklamasi kemerdekaan dia tampil sebagai pemimpin Badan Perjuangan Jawa Barat. Dia pergi berkonsultasi ke Yogya, disertai oleh dua ajudan yakni Ramadhan K.H. (kelak sejarawan/pengarang biografi) dan Asikin (kelak S.H.). Ketika bulan Maret 1949 diadakan Asian Relations Conference atas prakarsa Nehru di New Delhi, Dr. Abu Hanifah ketua delegasi Indonesia. Dia anggota dewan pimpinan partai Masyumi. Pada pembentukan Republik Indonesia Serikat tahun 1950 Abu menjabat Menteri P dan K dalam kabinet Hatta. Kemudian menjabat Dubes RI di Italia, Brazil, pada perwakilan RI di PBB. Pokoknya, Abu Hanifah punya berbagai kemampuan. Dia orang versatile, bakatnya aneka ragam. Pada tahun 1972 Abu Hanifah menulis sebuah buku dalam bahasa Inggris berjudul: Tales of a Revolution - A leader of the Indonesian Revolution Looks Back. Di situ bisa dibaca biografi Abu. Tapi yang menarik pula adalah pendapat Abu sebagaimana disampaikannya kepada Cindy Adams, perempuan Amerika yang menulis biografi Soekarno. Masalahnya ialah Cindy tidak mengetahui bahwa Soekarno itu seorang penutur cerita (story teller) dengan kekuatan khayalan besar. Soekarno tak jujur dalam bukunya mengenai konstribusi pemimpin-pemimpin lain. Dia tak sebutkan apa yang mereka telah perbuat untuk suksesnya revolusi dan menjadikan Soekarno presiden. Soekarno berbuat lebih jelek lagi. Dia mencemoohkan Sutan Sjahrir PM pertama republik, demikian tulis
CiKEAS Kabar burung tsunami
http://www.indomedia.com/poskup/2007/06/11/edisi11/opini.htm Kabar burung tsunami Oleh Herman Seran * GELOMBANG pengungsi seperti yang ditayangkan Liputan 6 SCTV (6-7/6/07) di Besikama, Kabupaten Belu bak api disirami bensin mendengar imbauan Gubernur NTT. Sang gubernur mengimbau agar masyarakat mewaspadai kemungkinan adanya tsunami malah meningkatkan intensitas eksodus. Pengungsian juga terjadi di Rote dan TTS (Pos Kupang, 7/6/07). Ironisnya, masyarakat tidak lagi menghiraukan bantahan BMG tentang ketidakbenaran isu tsunami di bagian selatan wilayah Indonesia tersebut. Mengapa termakan isu tersebut hingga terjadi eksodus besar-besaran tanpa ada informasi sanggahan yang bisa menenangkan masyarakat? Mengapa pula imbauan pemerintah untuk mewaspadai bencana malahan meningkatkan eksodus masyarakat? Tulisan ini hendak mengulas dua pertanyaan di atas sambil memberi klarifikasi dari segi ilmu geologi tentang tsunami.Pemahaman yang bias Setidaknya ada tiga faktor yang memicuh masyarakat mengungsi. Hal pertama adalah pemahaman yang sepotong-sepotong tentang konsep tektonik lempeng dalam hubungan dengan tsunami yang kian mendapat perhatian publik sejak tsunami Aceh. Masyarakat awam mulai ramai-ramai menggosipkan bahwa tsunami akan terjadi karena benua Asia dan Australia bertumbukan dan puncaknya adalah tanggal tujuh dan delapan Juni ini. Ini adalah contoh gamblang pemahamanyang tidak utuh tentang konsep tumbukan lempeng. Memang benar bahwa lempeng Samudera Hindia-Australia bergerak relatif ke utara dengan kecepatan 6 - 7 cm per tahun dan bertumbukkan dengan lempeng benua Asia yang bergerak relatif ke selatan. Tetapi hal itu bukan baru terjadi beberapa hari belakangan ini. Dan juga bukan berarti tsunami serta merta akan terjadi dalam waktu yang diisukan. Tumbukan lempeng-lempeng di atas telah berlangsung berjuta-juta tahun lamanya. Pergerakan itu sedang terjadi sampai detik ini. Namun demikian, tsunami tidak terjadi setiap saat. Adalah salah kaprah membayangkan tsunami seperti hasil tabrakan antara dua kendaraan. Tsunami adalah naiknya gelombang air laut yang terjadi karena ada goncangan tiba-tiba dari dasar laut. Banyak faktor yang memicuh goncangan tiba-tiba tersebut. Termasuk di gempa yang berpusat di laut, letusan gunung api bawah laut, longsoran bawah laut, bahkan karena jatuhan massa besar ke dasar laut seperti meteorit. Tsunami yang terjadi di Aceh beberapa tahun lalu adalah akibat dari gempa bawah laut yang diikuti dengan longsoran bawah laut. Tumbukan lempeng Samudra Hindia-Australia dan Benua Asia bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba sehingga tidak secara langsung menyebabkan tsunami. Yang terjadi adalah adanya kemungkinan gempa yang terjadi sebagai bentuk pelepasan energi yang terakumulasi selama proses tumbukan tersebut. Gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami jika berpusat di dasar laut. Itu pun tergantung kekuatannya dan jaraknya dari daratan. Dengan demikian terlalu naif menyimpulkan bahwa ada tumbukan lempeng berarti ada tsunami. Mengingat sifatnya yang tiba-tiba, sampai hari ini belum adateknologi yang bisa memprediksi akan adanya tsunami bak prakiraan cuaca yang sering informasikan di media massa. Sistem peringatan dini tsunami hanya dipakai untuk mengungsikan masyarakat sekitar pantai setelah terjadinya pemicu tsunami. Sebagai contoh goncangan akibat gempa akan lebih cepat merambat daripada gelombang air laut. Rentang waktu antara datangnya goncangan gempa dan datangnya gelombang laut itulah yang dipakai seoptimal mungkin untuk mengungsikan masyarakat dari daerah potensi tsunami. Gempa tidak bisa diprediksi beberapa bulan, minggu, ataupun hari sebelumnya. Konsekuensinya, tsunami lebih sulit lagi untuk diramal secara intelektual.Mabuk informasi dan 'lost in translation' Alasan pengungsian yang dilakukan masyarakat disebabkan oleh pesan singkat yang disampaikan lewat telepon genggam. Ada juga yang mengatakan bahwa itu berita dari CNN yang kemudian dibantah oleh CNN. Ada juga yang melihat peringatan prakiraan cuaca tentang kemungkinan tingginya gelombang laut, akibat adanya kemarau basah di media massa nasional. Berita insiden bunyi sirene tsunami di Aceh dan isu tsunami daerah lain di Jawa juga sedikit banyak ikut berpengaruh. Semua informasi ini diserap secara sepotong- sepotong, ditambah dengan pemahaman yang bias tentang tektonik dan tsunami, menggiring pada kesimpulan bahwa sekitar tanggal 6 - 8 Juni 2007 akan terjadi tsunami di pantai selatan Indonesia termasuk perairan NTT. Kesimpulan yang tidak bertanggung jawab ini dengan bebas tersebar di antara masyarakat pemakai teknologi informasi, yang megap-megap oleh banjir informasi laksana ikan dalam airkeruh. Dengan kata lain, isu tsunami sedikit banyak disebabkan oleh persoalan ketidakmampuan menyaring informasi yang berbuntut pada salah kaprah alias 'lost in translation'. Kebingungan yang sama juga dialami oleh pemerintah baik di propinsi maupun di kabupaten.
CiKEAS Koruptor Belum Dikejar
Refleksi: Koruptor belum dikejar karena masih tawar-menawar. Kalau sedikit uang rokoknya pasti dikerjar, tetapi kalau lumayan beasr jumlahnya berarti belum akan dikerjar atau akan tidak dikejar? http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=33973ik=6 Koruptor Belum Dikejar Minggu 10 Juni 2007, Jam: 19:45:00 JAKARTA (Pos Kota) - Ketua Tim Pemburu Aset Koruptor Muhktar Arifin mengakui timnya masih dalam tahapan konsolidasi dan belum kepada target pengejaran aset koruptor, dengan alasan banyak anggota tim pemburu yang sudah berganti. Saya baru dapat surat keputusan dari Menko Polhukam (tentang jabatan sebagai Ketua Tim Pemburu), belum lama ini. Anggota tim juga banyak yang baru. Kita masih berkonsolidasi, kata Muhktar yang juga Wakil Jaksa Agung, kemarin. Dari catatan, anggota tim pemburu yang telah berganti adalah Dirjen Imigrasi dari sebelumnya Iman Santoso kepada Irjen Pol Ahmad Basyir Barmawi. Begitu juga dari kalangan Polri, Deplu dan BPKP. CHINA Tim Pemburu sebelumnya sudah pada tahapan menunggu persetujuan DPR China terhadap perjanjian kerjasama hukum (MLA-Mutual Legal Assistance) dengan Hongkong, sebagai landasan hukum untuk menyita aset Hendra Rahardja. Lalu, rintisan kerjasama dengan Swiss. Di Swiss ini diduga terdapat uang milik mantan Dirut Bank Mandiri ECW Neloe, kini tersangka kasus PT kiani Kertas sebesar 5,3 juta dolar AS dan uang Irawan Salim (mantan Dirut Bank Global) sebesar 500 milyar. Uang Hendra 90 juta dolar Australia. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: CiKEAS Re: ISLAM MENGHARAMKAN MENCURI TAPI MENGHALALKAN KORUPSI
Kalau ada pertandingan korupsi internasional pasti indonesia tidak kekurangan peserta kelas wahid. Dari departemen agama pasti banyak yang ingin turut untuk memperoleh medali emas. - Original Message - From: andi irhami To: CIKEAS@yahoogroups.com Sent: Monday, June 11, 2007 10:25 AM Subject: CiKEAS Re: ISLAM MENGHARAMKAN MENCURI TAPI MENGHALALKAN KORUPSI HIdup Ny. Muslim binti Muskitawati..!! Emang deh Nyonya yang satu ini ga ada matinya..pola pikirnya mantap menembus sekat2 kemanusiaan.. Gimana kalau kita adain diskusi publik yang salah satu pembicaranya Ny. Muslim binti Muskitawati. Saya yakin pasti Diskusi akan berjalan seru. merdeka...!! --- In CIKEAS@yahoogroups.com, Hafsah Salim [EMAIL PROTECTED] wrote: ISLAM MENGHARAMKAN MENCURI TAPI MENGHALALKAN KORUPSI Tindakan korupsi adalah tindakan pelanggaran management bukan tindakan pelanggaran syariah agama. Agama melarang MENCURI, tapi TIDAK MELARANG KORUPSI. Mencuri bukanlah korupsi dan korupsi bukanlah mencuri. Dalam mencuri, si pelaku mengambil dan menggunakan hak dibawah kekuasaan orang lain, sebaliknya dalam korupsi si pelaku menggunakan hak dibawah kekuasaannya sendiri. ISLAM MENGHARAMKAN MENCURI TAPI MENGHALALKAN KORUPSI Budi P [EMAIL PROTECTED] wrote: Koruptor 1,7 T di BNI muslim atau bukan ? Koruptor 1,3 T Eddi Tansil muslim atau bukan ? Pengusahan Indonesia yang pesta 32 Milyard di Singapore muslim atau bukan ? Semua orang cenderung korupsi kalo ada kesempatan, jadi kalo bukan Islam melakukan korupsi, maka hal itu merupakan pelanggaran dan pelakunya sadar kalo dia melakukan pelanggaran. Dan dalam hal ini tidak semua orang yang mendapat kesempatan untuk melakukannya dan system management juga akan mampu mendeteksinya dengan segera. Berbeda dengan umat Islam yang melakukan korupsi, mereka tidak menyadari pelanggaran yang dilakukannya karena memang ajaran Islam tidak melarang korupsi, yang dilarang dalam Islam adalah mencuri. Secara managerial, korupsi berbeda dari mencuri. Mencuri diharamkan dalam Islam tapi korupsi dihalalkan. Mencuri itu mengambil hak yang berada dibawah kekuasaan dan tanggung jawab orang lain, sebaliknya korupsi adalah mengambil dan menggunakan hak yang berada dibawah kekuasaan dan tanggung jawabnya sendiri. Demikianlah, korupsi dihalalkan dan mencuri diharamkan dalam Islam yang akibatnya sangat parah, negara ambruk karena pejabat2nya beragama islam yang tidak memahami bahwa korupsi yang dilakukannya membawa kehancuran negaranya. Itulah sebabnya, korupsi oleh umat Islam sulit diberantas sebaliknya korupsi oleh umat yang bukan Islam bisa segera ditindak. Semua system management tidak lepas dari kebocoran2 korupsi, namun dengan berjalannya system management yang professional ini, pelaku korupsi tidak akan bisa bertahan lama, segera terlacak dan ditindak. Sebaliknya dalam negara yang Islamiah, maka korupsi bukan ditindak sebaliknya terlidungi oleh system Islam yang korup itu sendiri, itulah sebabnya, Islam merupakan system korup yang menghancurkan negara dimanapun didunia ini. Semua kekuasaan islam dalam sejarahnya ambruk dari dalam negaranya sendiri. Ny. Muslim binti Muskitawati. -- No virus found in this incoming message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.472 / Virus Database: 269.8.13/843 - Release Date: 6/10/2007 1:39 PM [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS The Japanese Surrendered Not Because of Hiroshima
http://www.arabnews.com/?page=7section=0article=97346d=11m=6y=2007 Monday, 11, June, 2007 (25, Jumada al-Ula, 1428) The Japanese Surrendered Not Because of Hiroshima Jonathan Power, [EMAIL PROTECTED] What if, contrary to the received wisdom, it was shown that nuclear weapons played no role in the surrender of Japan at the end of World War II? Then we would have to start a big rethink of the value of nuclear arsenals. And before delving into that bit of history consider why the nuclear powers have fought a number of wars in which they were unable to find a role for their nuclear weapons, even though they went down to defeat. Yet the ritual of nuclear deterrence continues without any serious attempt to answer these questions. Indeed it seems to have a momentum of its own. The US has refined the accuracy of its submarine-launched missiles so they pose a far greater threat to Russia than they did during the Cold War. Recently President Vladimir Putin has announced the arrival in the Russian arsenal of a much more accurate land-based missile. Nuclear deterrence, many thoughtful generals have long concluded, is nonsense on stilts and long has been. New scholarship, benefiting from access to recently classified documents in Japanese, Soviet and US archives, is more grist for their mill. Scholars working on these papers conclude that the Soviet Union's invasion of Manchuria may have been more important that the nuclear bombardment in coercing the Japanese surrender. To be fair, Soviet scholars have been saying this for a long time. Yet Japanese historians willfully colluded with the US in telling a different story. The Japanese leaders did not want their people to believe they had not been smart enough strategists and could be outmanoeuvred by the Red Army. Rather that they had been overwhelmed by a scientific breakthrough they could not have foreseen. There was in fact nothing totally special about Hiroshima. The US conventional bombing attacks on Japanese cities in the spring and summer of 1945 were almost as devastating as Hiroshima. They often caused more damage and even more casualties. Altogether 66 Japanese cities were attacked that summer, and a typical raid of 500 bombers could deliver 5 kilotons of bombs. The Hiroshima bomb was the equivalent of 16 kilotons, only three times bigger than the average conventional raid. Yet neither the conventional nor the nuclear bombing turned the heads of Japan's leaders. Its Supreme Council did not meet until two days after the Hiroshima attack of Aug. 6. Yet when the Soviets intervened on Aug. 9 word reached Tokyo by 4.30 a.m. and the Supreme Council met by 10.30 a.m. Following Hiroshima, Emperor Hirohito took no action. He merely asked for more details. When he heard of the Soviet invasion he immediately summoned Lord Privy Seal Koichi Kido and told him, In the light of the Soviet entry it was all the more urgent to find a means to end the war. Kido after the war confessed, If military leaders could convince themselves they were defeated by the power of science but not by lack of spiritual power or strategic errors, they could save face. The Americans were only too happy to oblige in this 1945 political spin. If the bomb did it then the US had been the prime instrument in Japan's defeat. If the bomb did it US prowess would be enhanced throughout the world. But if the Soviets could convincingly claim it was their invasion that tipped the balance then Moscow could claim they did in four days what the US could not do in four years. The Soviets were outmanoeuvred in the public relations battle by the self-interest of the Japanese and the American leadership. Where does that leave us today? It probably means that the Iranians, if they are studying this new scholarship, will not feel intimidated by the threat of a US nuclear attack (on the assumption that even if George W. Bush broke the nuclear taboo he would feel constrained to use smaller bombs). The only thing that really works militarily, as the Soviets proved in both the West and the East, is overwhelming perseverance by ground forces. And that, with Iraq still demanding all that the US Army can give, is probably a much more difficult political decision to make than using nuclear weapons. There are no short cuts with Iran; negotiation should be the only weapon used. Why have we had to wait since 1991 for Washington to decide that? [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Minyak Goreng Curah Tembus Rp 10.000
Minyak Goreng Curah Tembus Rp 10.000 Selasa, 12 Juni 2007 | 01:07 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Konsumen minyak goreng curah semakin menjerit lantaran kini harus mengeluarkan duit Rp 10.000 untuk mendapatkan minyak sebanyak satu kilogram. Sangat menyengsarakan, keluh David, seorang pedagang gorengan di Ciseureuh, Purwakarta, kemarin. Tiap hari harus nombok. Santi, pedagang kebutuhan sembilan bahan pokok, mengaku harus menjual minyak goreng curah seharga Rp 9.700-10.000 per kilogram karena dia pun harus membelinya seharga Rp 9.200 per kilogram dari grosiran. Dalam tiga hari, harganya naik sampai Rp 1.000 per kilogram, ujar Haji Lamin, pemilik grosiran RPM di Purwakarta. Hal serupa juga terjadi di sejumlah pasar besar di Bojonegoro, Jawa Timur. Data yang dihimpun Tempo menunjukkan, pedagang sembako rata-rata menjual di atas harga normal. Minyak goreng curah dijual Rp 9.500 per kilogram, langsung meroket Rp 1.300 dari harga rata-rata sebelumnya Rp 8.200 per kilogram. Sedangkan harga minyak goreng kemasan atau bermerek, rata-rata dijual dengan harga di atas Rp 10.000 per kilogram. Sementara di Kediri, minyak goreng curah dijual pada harga Rp 8.900 per kilogram dan Rp 9.700 per kilogram untuk yang berkualitas baik. Di Kabupaten Ngawi, orang bahkan harus mengantri sedikitnya enam jam untuk bisa mendapatkan minyak goreng curah di operasi pasar. Katno, warga Desa Geneng, mengaku rela antri agar bisa membeli minyak goreng dengan harga Rp 6.500 per kilogram. Sementara, kalau membeli di warung atau pasar sudah dijual dengan harga Rp 9.000-9.500 per kilogram. Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta, operasi pasar minyak goreng dilakukan di perumahan bukan di pasar. Sebab, kalau di pasar, yang menikmati pedagang bukan masyarakat langsung, tuturnya. Di sejumlah pasar di Yogyakarta, minyak goreng curah diecer dengan harga di atas Rp 9.500 per kilogram. Sementara, di tingkat pedagang besar berkisar antara Rp 9.000-9.200 per kilogram. Dari Cirebon juga dilaporkan, harga minyak goreng curah terus merangkak naik hingga mendekati Rp 10.000 pr kilogram. Sedangkan, di Bekasi dikabarkan sejumlah agen dan pengecer di pasar sudah tidak menjual minyak goreng curah sejak empat hari lalu karena tidak mendapatkan jatah kiriman. Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengatakan, harga minyak goreng curah di tingkat eceran akan menemukan titik kesimbangan baru yakni Rp 6.800-7.000 per kilogram. Pemerintah telah memberi waktu masyarakat untuk melakukan adjustment, katanya. Terkait dengan empat opsi untuk menormalkan kembali harga minyak goreng, menurut Bayu, bisa digunakan secara berbeda kepada setiap pengusaha atau produsen. Opsi pun bisa dipakai secara kombinasi. Keempat opsi itu adalah: program stabilisasi harga (PSH), kenaikan pungutan ekspor dari 1,5 menjadi 6,5 persen, mewajibkan pasokan dalam negeri (DMO), dan pemberian subsidi dalam penjualan minyak goreng. Saya kira, semuanya (opsi) reasonable (masuk akal). Karena tiap opsi harus memenuhi dua pertimbangan, yakni legal dan ekonominya, tuturnya. Namun, dia mengingatkan, kebijakan apapun yang akan diambil pemerintah, pasti akan mendorong harga minyak kelapa sawit (CPO) dunia terus naik. Itu konsekuensinya, ujar dia. Makanya harus dilihat lagi apa kebijakan yang pas. Sementara, Menko Perekonomian Boediono secara terpisah menegaskan bahwa opsi subsidi ke industri hilir CPO baru bersifat wacana. Kami masih inginkan, para pelaku berusaha menstabilkan harga dulu dengan mekanisme yang sudah disepakati, kata dia. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan menilai, rencana menaikkan pungutan ekspor sebesar lima persen menjadi 6,5 persen tidak akan menurunkan semangat mengekspor. Kalau cuma segitu marjin keuntungan belum terganggu. Kalau naik jadi 20 persen baru terganggu, tuturnya. NANANG SUTISNA/SUJATMIKO/DWIDJO U. MAKSUM/DINI MAWUNTYAS/SYAIFUL AMIN/SISWANTO/IVANSYAH/IMRON ROSYID/RR ARIYANI/YULIAWATI [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS British Court Finds Muslim Father Guilty of Murdering Daughter in 'Honor Killing'
http://www.foxnews.com/story/0,2933,280814,00.html British Court Finds Muslim Father Guilty of Murdering Daughter in 'Honor Killing' Monday, June 11, 2007 PThis photo shows Banaz Mahmod, 20, whose father Mahmod Mahmod, 52 was found guilty Monday June 11, 2007 of murdering her in a so-called honor killing. a.. b.. LONDON - A father who ordered his daughter brutally slain for falling in love with the wrong man in a so-called honor killing was found guilty of murder on Monday. Banaz Mahmod, 20, was strangled with a boot lace, stuffed into a suitcase and buried in a back garden. Her death is the latest in an increasing trend of such killings in Britain, home to some 1.8 million Muslims. More than 100 homicides are under investigation as potential honor killings. Mahmod Mahmod, 52, and his brother Ari Mahmod, 51, planned the killing during a family meeting, prosecutors told the court. Two others have pleaded guilty in the case. Two more suspects have fled the country. Sentencing is expected later this month. The men accused the young woman of shaming her family by ending an abusive arranged marriage, becoming too Westernized and falling in love with a man who didn't come from their Iraqi village. The Kurdish family came to Britain in 1998 when Banaz Mahmod was 11. She was my present, my future, my hope, said Rahmat Suleimani, 29, Banaz Mahmod's boyfriend. During the three-month trial, prosecutors said Mahmod's father beat his daughter for using hairspray and adopting other Western ways. Her uncle once told her she would have been turned to ashes if she were his daughter and had shamed the family by becoming involved with the Iranian Kurd, her sister 22-year-old Bekhal Mahmod testified. Banaz Mahmod ran away from home when she was a teenager but returned when her father sent her an audio tape in which he warned he would kill her sisters, her mother and himself if she did not come home, her sister said. She was later hospitalized after her brother attacked her, the sister told the court. The brother said he had been paid by their father to finish her off but in the end was unable to do it, said the sister, who testified in a full black burqa. She said she still feared for her own life. The years of Banaz Mahmod's abuse were compounded by police officers who repeatedly dismissed her cries for help. She first went to police in December 2005, saying she suspected her uncle was trying to kill her and her boyfriend. She sent police a letter naming the men who she thought would later kill her. On New Year's Eve, she was lured by her father to her grandmother's home, where she suspected he planned to attack her after he forced her to gulp down brandy and approached her while wearing gloves. She escaped by breaking a window and was treated at a hospital. Police dismissed her suspicions, and one officer, who is under investigation, considered charging her with damages for breaking her grandmother's window. Laying in her hospital bed after the escape, Mahmod recorded a dramatic video message saying she was really scared. The videotape, taken by her boyfriend at the hospital, was shown to the jury during the trial. After she was released from the hospital, she returned home and tried to convince her family she had stopped seeing her boyfriend. But friends told the family they spotted the couple together on Jan. 22, 2006. Soon after, a group of men allegedly approached her boyfriend and tried to lure him into a car but he refused. It was that event that prompted Banaz Mahmod to go to police again. This time officers tried to persuade her to stay in a safe house. She refused, believing that her mother would protect her. But her mother and father left her alone in the house the next day. Her boyfriend alerted police after time passed in which she failed to send him text messages. Her body wasn't discovered until three months later after police tracked phone records. Britain has seen more than 25 women killed by their Muslim relatives in the past decade for offenses they believed brought shame on the family. More than 100 other homicides are under investigation as potential honor killings. Some Muslim communities in Britain practice Sharia, or strict Islamic law. We're seeing an increase around the world, due in part to the rise in Islamic fundamentalism, said Diana Nammi with the London-based Iranian and Kurdish Women's Rights Organization. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS In Venezuela, a devil's dance ritual brings out tourists
In Venezuela, a devil's dance ritual brings out tourists By Simon Romero Tuesday, June 12, 2007 SAN FRANCISCO DE PAULA DE YARE, Venezuela: Wearing blood-colored costumes and devilish papier-mache masks that would make a gargoyle grimace, hundreds of worshipers disguised as demons danced through the streets here in one of Venezuela's most exalted religious rituals. An Afro-Venezuelan tradition in parishes near the country's Caribbean coast since the late 18th century, the Dancing Devils have received support from President Hugo Chávez's government as it seeks to raise awareness about Venezuelan folklore and promote new forms of tourism. This small town, founded in 1718 by slaveholders who controlled nearby cacao and sugarcane plantations, now attracts thousands of visitors each year on the Roman Catholic feast day of Corpus Christi. They watch the devils writhe to drumbeats in a ritual described by residents here as a dance of cultural resistance. There are many stories of how this originated, but we know it was above all a way for our ancestors to take part in the life of the church, said Pablo Azuaje, 57, the capataz, or overseer of the dance. Historians and anthropologists who have studied the Dancing Devils said similar traditions existed in medieval Europe and can still be found in countries like Bolivia and Mexico. In small Venezuelan parishes, and even in Caracas until the end of the 19th century, the Dancing Devils evolved into symbols in the struggle of good versus evil. Here in Yare, as this town south of Caracas is commonly known, the devils dance around the plaza before resting at the entrance to the whitewashed church. After morning Mass, they succumb in an act of submission before the Eucharist, the representation of the body and blood of Christ in wafer and wine, before dancing throughout the town while stopping to pray at dozens of altars. Rafael Strauss, a historian who has studied the Dancing Devils in several Venezuelan communities, said they have their roots in efforts by slaves, ostracized by a rigid colonial caste system, to have an important role in religious life. Once reprimanded by church officials, the devils have come to be tolerated and eventually celebrated. The Dancing Devils of the 18th century differed little from the reggaeton performers of today, said Strauss, author of the book, The Devil in Venezuela, referring to contemporary dance music with explicit sexual overtones that was popularized in Puerto Rico before spreading elsewhere in Latin America and the United States. While a prohibition on men and women dancing together has persisted in the Dancing Devils, continuing a tradition that began when the ritual was considered overly sensual, Strauss said the dance has evolved since Venezuela outlawed slavery in 1854. Though only blacks take part in some small villages, people of varying ethnicities dance in the larger towns like Yare, which boasts the most prominent Dancing Devils ritual. By promoting the devils, largely through advertising, Chávez's government is following the example set by Rómulo Gallegos, the novelist who was president of Venezuela before his overthrow in a 1948 coup. The devils gained national renown when Gallegos's government brought them to perform in Caracas, part of an effort to call attention to folkloric traditions at a time when climbing oil revenues were modernizing the country. Now we're trying to create a tourism of inclusion, said Teorggeena Pérez, the tourism coordinator for Yare, explaining how encouraging visitors to sleep in the homes of the dancers and the town's other residents fits within Chávez's push of endogenous development, a poverty-eradication effort intended in part to foster economic growth in neglected communities. Indeed, red is not only the color of the devils' clothing, but also of the hats and T-shirts, decorated with pro-Chávez slogans and the initials of his Socialist party, worn by many of the people who came here to watch the dance and sell their wares to other visitors. This is a beautiful day for us to do business and see something new, said Irma Romero, 55, a member of the Pioneers of the Resurrection Cooperative, a Caracas-based group that manufactures clothing and receives financing from the Communal Economy Ministry to market its products at cultural events around the country. Officials with the state of Miranda, which encompasses Yare and is governed by a close ally of Chávez's, handed out pamphlets that list the surnames of the families that once owned slaves here, and described in detail the origins and characteristics of the Dancing Devils. Those taking part in the ritual seemed blissfully oblivious, at least for a day, of the polarizing political changes sweeping Venezuela, like Chávez's creation of a single socialist party for his followers. Others dressed in red were employees of Brahma, the brewer that sold copious amounts
Re: CiKEAS ISI PROTOKOL ZIONIS
Karangan Anda atau diambil dari sumber mana? - Original Message - From: adi setiawan wawan To: CIKEAS@yahoogroups.com Sent: Wednesday, June 13, 2007 9:06 AM Subject: CiKEAS ISI PROTOKOL ZIONIS Hello , Isi Protokol Zionis Tuesday, March 27, 2007 Jika sekarang Protokolat Zionis yang dikenal hanya berjumlah 24 butir, maka Protokolat Zion yang berasal dari Rotshchild sesungguhnya berisi 25 pasal. Inilah pasal-pasalnya: 1. Manusia itu lebih banyak cenderung pada kejahatan ketimbang kebaikan. Sebab itu, Konspirasi harus mewujudkan 'hasrat alami' manusia ini. Hal ini akan diterapkan pada sistem pemerintahan dan kekuasaan. Bukankah pada masa dahulu manusia tunduk kepada penguasa tanpa pernah mengeluarkan kritik atau pembangkangan? Undang-undang hanyalah alat untuk membatasi rakyat, bukan untuk penguasa. 2. Kebebasan politik sesungguhnya utopis. Walau begitu, Konspirasi harus mempropagandakan ini ke tengah rakyat. Jika hal itu sudah dimakan rakyat, maka rakyat akan mudah membuang segala hak dan fasilitas yang telah didapatinya dari penguasa guna memperjuangkan idealisme yang utopis itu. Saat itulah, konspirasi bisa merebut hak dan fasilitas mereka. 3. Kekuatan uang selalu bisa mengalahkan segalanya. Agama yang bisa menguasai rakyat pada masa dahulu, kini mulai digulung dengan kampanye kebebasan. Namun rakyat banyak tidak tahu harus melakukan apa dengan kebebasan itu. Inilah tugas konspirasi untuk mengisinya demi kekuasaan, dengan kekuatan uang. 4. Demi tujuan, segala cara boleh dilakukan. Siapa pun yang ingin berkuasa, dia mestilah meraihnya dengan licik, pemerasan, dan pembalikkan opini. Keluhuran budi, etika, moral, dan sebagainya adalah keburukan dalam dunia politik. 5. Kebenaran adalah kekuatan konspirasi. Dengan kekuatan, segala yang diinginkan akan terlaksana. 6. Bagi kita yang hendak menaklukkan dunia secara finansial, kita harus tetap menjaga kerahasiaan. Suatu saat, kekuatan konspirasi akan mencapai tingkat di mana tidak ada kekuatan lain yang berani untuk menghalangi atau menghancurkannya. Setiap kecerobohan dari dalam, akan merusak program besar yang telah ditulis berabad-abad oleh para pendeta Yahudi. 7. Simpati rakyat harus diambil agar mereka bisa dimanfaatkan untuk kepentingan konspirasi. Massa rakyat adalah buta dan mudah dipengaruhi. Penguasa tidak akan bisa menggiring rakyat kecuali ia berlaku sebagai diktator. Inilah satu-satunya jalan. 8. Beberapa sarana untuk mencapai tujuan adalah: Minuman keras, narkotika, perusakan moral, seks, suap, dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk menghancurkan norma-norma kesusilaan masyarakat. Untuk itu, Konspirasi harus merekrut dan mendidik tenaga-tenaga muda untuk dijadikan sarana pencapaian tujuan tersebut. 9. Konspirasi akan menyalakan api peperangan secara terselubung. Bermain di kedua belah pihak. Sehingga Konspirasi akan memperoleh manfaat besar tetapi tetap aman dan efisien. Rakyat akan dilanda kecemasan yang mempermudah bagi konspirasi untuk menguasainya. 10. Konspirasi sengaja memproduksi slogan agar menjadi 'tuhan' bagi rakyat. Dengan slogan itu, pemerintahan aristokrasi keturunan yang tengah berkuasa di Perancis akan diruntuhkan. Setelah itu, Konspirasi akan membangun sebuah pemerintahan yang sesuai dengan Konspirasi. 11. Perang yang dikobarkan konspirasi secara diam-diam harus menyeret negara tetangga agar mereka terjebak utang. Konspirasi akan memetik keuntungan dari kondisi ini. 12. Pemerintahan bentukan Konspirasi harus diisi dengan orang-orang yang tunduk pada keinginan konspirasi. Tidak bisa lain. 13. Dengan emas, konspirasi akan menguasai opini dunia. Satu orang Yahudi yang menjadi korban sama dengan seribu orang non-Yahudi (Gentiles/Ghoyim) sebagai balasannya. 14. Setelah konspirasi berhasil merebut kekuasaan, maka pemerintahan baru yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggungjawab atas terjadinya semua kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kepada konspirasi bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan dimata mereka. 15. Krisis ekonomi yang dibuat akan memberikan hak baru kepada konspirasi, yaitu hak pemilik modal dalam penentuan arah kekuasaan. Ini akan menjadi kekuasaan turunan. 16. Penyusupan ke dalam jantung Freemason Eropa agar bisa mengefektifkan dan mengefisienkannya. Pembentukan Bluemasonry akan bisa dijadikan alat bagi konspirasi untuk memuluskan tujuannya. 17. Konspirasi akan membakar semangat rakyat hingga ke tingkat histeria. Saat itu rakyat akan menghancurkan apa saja yang kita mau, termasuk hukum dan agama. Kita akan mudah menghapus nama Tuhan dan susila dari kehidupan. 18. Perang jalanan harus ditimbulkan untuk membuat massa panik. Konspirasi akan mengambil keuntungan dari situasi itu. 19. Konspirasi akan menciptakan
CiKEAS Indonesia's 'most wanted man' held
http://english.aljazeera.net/NR/exeres/89B47419-6D74-405A-A4B7-DB7C027D69B9.htm UPDATED ON: WEDNESDAY, JUNE 13, 2007 7:55 MECCA TIME, 4:55 GMT Indonesia's 'most wanted man' held The Indonesian anti-terrorist unit caught several suspects in raids in Central Java EPA] Indonesian police say they have captured the country's most-wanted man - the alleged military leader of Jemaah Islamiyah, a South-East Asian group blamed for a series of deadly bombings. Abu Dujana had been sought in connection with attacks including the 2004 bombing of the Australian embassy in Jakarta and a car bomb at the JW Marriot hotel in the city a year earlier. Indonesia's anti-terrorist unit, Detachment 88, caught a number of suspects during raids in Central Java over the weekend but only confirmed through interrogation, DNA tests and fingerprints that they had landed the top man on their most wanted list. After interrogating all suspects we know that Abu Dujana alias Yusron Mahmudi is the chief of the military wing of JI, national police spokesman Sisno Adiwinoto said. Wounded Abu Dujana was identified by DNA tests [EPA] The spokesman said the 37-year-old suspect went by several names but was identified through DNA tests and fingerprints. Abu Dujana was shot in the thigh during his capture on Saturday, police said. After a series of raids earlier this year, police said that Abu Dujana had emerged as the head of a military wing of JI after the death in 2005 of master bomb-maker Azahari Husin. Asian and Western authorities blame Jemaah Islamiyah for a series of attacks in South-East Asia, including the 2002 bombings on the resort island of Bali that killed more than 200 people. In the March raids, police said they had also found a huge cache of weapons, explosives and chemicals that could be used to make a bomb bigger than the main device used in Bali. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Syria ready to discuss land for peace
http://www.jpost.com/servlet/Satellite?cid=1181570258086pagename=JPost%2FJPArticle%2FShowFull Jun. 12, 2007 21:10 | Updated Jun. 12, 2007 21:16 A sign warning visitors off a Golan Heights minefield. Photo: Ariel Jerozolimski Syria ready to discuss land for peace By JPOST.COM STAFF Syrian Deputy Foreign Minister Ahmad Arnous stated Tuesday that Damascus was willing to join Israel at the negotiating table. His statement comes only a few days after sources around Prime Minister Ehud Olmert confirmed the existence of a secret track between Israel and Syria. Syria is prepared to renew talks based upon the land for peace principle, without preconditions, to bring about stability and security in the region, Arnous said. The Syrian diplomat, who made the statement following a Damascus meeting with Greek Foreign Minister Dora Bakoyanni, also said that Syria was determined to regain the Golan. President Assad is perfectly straightforward regarding Syria's aspirations to renew negotiations based on the rubrics of the Madrid Conference, he said. Transportation Minister and Deputy Prime Minister Shaul Mofaz confirmed on June 9 that the government had sent messages to Syria over the possibility of renewing peace talks, but did not reveal any details of the communications. Mofaz told Israel Radio that in light of current tensions between Israel and Syria, and considering that Damascus had made overtures toward peace, he deemed it appropriate that there should be a secret channel for talks. Therefore, Mofaz said, Israel had approached Syria. Officials at the Prime Minister's Office had no comment; they would neither confirm nor deny that messages had been relayed to Damascus. Mark Weiss contributed to this report [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Eight Fatah men killed as Hamas onslaught in Gaza Strip continues
http://www.haaretz.com/hasen/spages/870548.html Last update - 10:45 13/06/2007 Eight Fatah men killed as Hamas onslaught in Gaza Strip continues By Avi Issacharoff , Haaretz Correspondent, Haaretz Service and Reuters Eight Fatah men were killed as Hamas continued its offensive in the Gaza Strip on Wednesday, hospital officials said, bringing to roughly 50 the number of Palestinians killed since the latest round of internal fighting broke out Monday. Hamas gunmen attacked positions controlled by security forces loyal to Palestinian Authority Chairman Mahmoud Abbas of Fatah throughout central Gaza, killing one militant and wounding at least 10, hospital officials said. Five civilians were wounded in the central Gaza assault, including two who are in serious condition. In one clash alone, four Fatah men were killed, Fatah officials said. Hamas said it had taken over several posts from Abbas' National Security Force in the fighting. Another Fatah member was killed after Hamas gunmen fought with Fatah security officers in Gaza City. Later Wednesday, two more Fatah gunmen were killed in separate clashes with Hamas in central Gaza, and 10 other people were wounded, hospital officials said. Hamas said Fatah militants fired a rocket-propelled grenade against the house of its Deputy Minister of Information, setting the house ablaze but causing no injuries. Hamas said it also seized and bulldozed a key Fatah outpost that controls Gaza's main north-south road. At least 25 people were killed and dozens wounded in Tuesday's fighting, including at least 10 who were killed when Hamas captured the headquarters of the Fatah-allied security forces in northern Gaza. Palestinian Foreign Minister Ziad Abu Amr on Wednesday blamed the deadly clashes on pressures imposed by outside forces. If you have two brothers, put them in a cage and deprive them of basic and essential needs for life, they will fight, Abu Amr told a news conference in Tokyo. I don't think we should put the blame on the victim. Hamas says it has taken control of north Gaza The capture of the Fatah headquarters was seen as a key victory for Hamas, which said its forces had taken control of all of northern Gaza. Fatah sources said Tuesday they believed Hamas was seeking a decisive victory in the Strip. Abbas and Palestinian Prime Minister Ismail Haniyeh both made calls for restraint Tuesday, but they went largely unheeded. Fatah announced Tuesday night that it was suspending its participation in the Palestinian unity government until the fighting stopped. Forces loyal to Abbas were ordered Tuesday evening to defend their positions in Gaza, and counter a coup by Hamas [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Antara Potensi dan Ancaman
http://www.indomedia.com/bpost/062007/13/opini/opini1.htm EKOSISTEM TERUMBU KARANG KOTABARU Antara Potensi dan Ancaman Selain itu, pengaruh aktivitas di darat yang walaupun tidak langsung tetapi berakibat sangat besar bagi kelangsungan hidup terumbu karang. Oleh: Aan Alfihadi Anggota Mapala Piranha Salah satu potensi terbesar yang dimiliki Kabupaten Kotabaru adalah terumbu karang yang sangat berperan menopang kelangsungan hidup ekosistem lain di sekitarnya. Di samping merupakan salah satu faktor utama pembangunan kelautan, juga menjadi tumpuan hidup masyarakat. Terumbu karang memang unik sifatnya di antara asosiasi dan masyarakat biota laut, yang dibangun seluruhnya oleh kegiatan biologik. Ia merupakan timbunan masif dari kapur CaCO3, terutama dihasilkan oleh hewan karang dengan tambahan penting dari algae berkapur (zooxanthellae) dan organisme lain penghasil kapur. Terumbu karang merupakan ekosistem laut pantai yang paling produktif di perairan tropis. Produktivitas primernya rata-rata sekitar 20.000 Kcal/m2 per tahun atau 10 g/m2 per hari, artinya perairan tersebut sangat subur. Tingginya produktivitas primer di perairan, terumbu karang sering menjadi tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan dan makhluk air lainnya. Secara otomatis produktivitas sekunder (ikan) termasuk biota laut lainnya seperti udang-udangan (lobster), octopus, kerang-kerangan (oyster) di kawasan terumbu karang juga sangat tinggi. Umumnya, produksi ikan karang di kebanyakan perairan antara 4-5 ton/km2 per tahun. Dilihat dari kedalaman tempat tumbuhnya, sebagian besar terumbu karang di wilayah Kabupaten Kotabaru tergolong terumbu karang tepi (fringing reef) dengan kedalaman kurang dari 40 meter. Tersebar di Kecamatan Pulau Laut Barat, Pulau Laut Selatan dan Pulau Sembilan. Di perairan ini terdapat beberapa variasi bentuk pertumbuhan terumbu karang yang beragam dan mempunyai nilai estetis tinggi, seperti jenis atau koloni Hard Coral Acropora dan Nonacropora. Terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh itu dapat mengubah komunitas terumbu karang dan menghambat kelangsungan hidupnya secara keseluruhan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mapala Piranha (1996 - 2007) diketahui, kondisi terumbu karang secara umum tergolong rusak sampai baik bahkan ada beberapa kawasan di antaranya kritis. Umumnya kerusakan terumbu karang yang terjadi disebabkan: Pertama, faktor fisik yang bersifat alami seperti perubahan suhu dan badai musim, sedimentasi pasir pada musim tenggara yang menutupi polip karang sehingga pertumbuhan tidak maksimal. Kedua, faktor biologis, pemangsaan oleh Bulu Babi (acanthaster planci) yang relatif kecil. Ketiga, aktifitas manusia berupa penambangan karang, penangkapan ikan yang bersifat merusak terumbu karang, aktivitas pelabuhan serta lalu lintas kapal/tongkang di sekitar perairan terumbu karang. Selain itu, pengaruh aktivitas di darat yang walaupun tidak langsung tetapi berakibat sangat besar bagi kelangsungan hidup terumbu karang. Contohnya seperti aktivitas di daerah atas: pertambangan dan pembabatan hutan yang mengakibatkan peningkatan sedimentasi di perairan. Pemanfaatan terumbu karang oleh beberapa warga yang berdiam di sekitar wilayah ekosistem terumbu karang dengan melakukan penambangan karang yang digunakan sebagai bahan bangunan hanya dalam skala kecil, tetapi akan berakibat fatal. Pada dasarnya, pemanfaatan itu dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pertumbuhan karang yang berlangsung cukup lama untuk membentuk satu koloni karang. Secara umum, pengetahuan masyarakat tentang terumbu karang sangat minim. Mereka tidak jelas mengetahui pengertian dan peranan terumbu karang terhadap ekosistem di sekitarnya, kecuali sebagai penahan gempuran ombak di pantai. Namun demikian ada beberapa penduduk yang mempunyai pandangan yang lebih maju mengenai ekosistem terumbu karang. Mereka mengetahui fungsi terumbu karang sebagai tempat tinggal beberapa biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Bahkan, sebagian mereka berharap potensi ekosistem terumbu karang itu dijadikan objek wisata. Ini akan menjadi salah satu alternatif peningkatan pendapatan masyarakat pesisir. e-mail: [EMAIL PROTECTED] [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Tiga Pilar Pembangunan Daerah
http://www.indomedia.com/bpost/062007/13/opini/opini2.htm Tiga Pilar Pembangunan Daerah Oleh: Ismed Setia Bakti Pegawai BID Pemprov Kalsel Ketika membicarakan pembangunan, otomatis kita berpikir bagaimana caranya membuat suatu keadaan menjadi lebih maju dari sebelumnya. Membuat sesuatu menjadi maju itu tentu bagus, namun tetap ada batasnya. Berkaitan dengan kemajuan, tidak boleh juga terlalu maju dari yang seharusnya karena malah bisa menjadi jelek. Benar saja, apa pun yang berlebihan Tuhan juga tidak menyukainya. Oleh karena itu, tidak ada yang tidak seimbang ciptaan Tuhan tentang alam semesta beserta isinya. Manusialah yang membuat banyak ketidakseimbangan. Hendaknya semua orang berpikir tentang keseimbangan ini, agar alam tidak turun tangan untuk ikut serta membuat sebuah keseimbangan yang biasa kita sebut sebagai bencana. Ini hanyalah sebuah prolog yang mengingatkan kita, semua agar setiap melakukan pembangunan harus berwawasan lingkungan. Tujuannya, mengurangi terjadinya disefisiensi dalam pembangunan, terutama yang menyentuh sumber daya alam (SDA). Karena, tidak sedikit pembangunan yang dilakukan bergantung pada kekuatan SDA. Padahal semua tahu, suatu saat SDA pasti habis. Oleh karena itu, di sini perlu lagi keseimbangan. Ketika SDA diambil, hasilnya bukan untuk pesta. Melainkan sebagai momen untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM), agar pembangunan dapat berkesinambungan. Hasil SDA yang diambil itu, harus dimanfaatkan membiayai dan mempersiapkan SDM yang kompetetif di masa akan datang. Dengan demikian, tiga pilar yang dibangun yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi menjadi kokoh. Pendidikan Wajib belajar sembilan tahun memang harus disukseskan. Hanya dengan cara itu, seluruh masyararakat mengenyam pendidikan selama hidupnya minimal selama sembilan tahun. Berarti, mereka lulus sekolah menengah pertama atau SMP. Memang tidak banyak yang dapat dilakukan, kalau hal itu dikaitkan dengan tingkat produktivitas. Namun, setidaknya mereka memiliki berbagai pengetahuan dasar dan perubahan pola berpikir daripada yang tidak pernah sama sekali duduk di bangku sekolah dasar. Dengan demikian, kalau orientasi bersekolah untuk diterima bekerja, maka menghabiskan waktu sembilan tahun di bangku sekolah akan menimbulkan persoalan baru. Tumbuhnya pencari kerja, pengangguran, atau kembali ke ladang membantu orangtua. Sambil berpikir tidak ada bedanya bersekolah dengan tidak bersekolah: tetap bekerja di ladang setelah lulus sekolah. Mungkin akan lebih baik, setelah menuntaskan wajib belajar mereka dididik lagi dalam sebuah wadah seperti Balai Latihan Kerja (BLK). Di sini mereka diberi berbagai ketrampilan kerja yang sesuai dengan kebutuhan di desa atau daerahnya. BLK ini harus dipersiapkan untuk menyambut lulusan Wajar Sembilan Tahun. Bidang Kesehatan. Pembangunan dalam bidang kesehatan, tidak berarti pengobatan gratis yang telah diberikan khususnya kepada masyarakat miskin selama ini. Memberikan pengobatan kepada mereka hanya agar sembuh dari sakit yang dideritanya, atau sembuh dari suatu penyakit. Paradigma yang benar agar terhindar dari berbagai penyakit, pembangunan bidang kesehatan ini harus diarahkan untuk membuat masyarakat memiliki sikap antisipasif terhadap setiap ancaman bahaya penyakit. Kalau hanya bertumpu pada pengobatan terhadap warga yang sakit apalagi dengan menggunakan fasilitas gratis ini, mungkin pasiennya akan membludak. Efek kemudahan yang melalaikan menjaga kesehatan, masyarakatnya bisa sakit terus sehingga pembangunan bidang kesehatan ini akan menjadi berbiaya tinggi. Sebagai contoh, penyakit demam berdarah yang setiap tahun memakan banyak korban. Andaikan advokasi gerakan 3M jauh-jauh hari dilakukan diiringi dengan tindakan operasi pemusnahan kaleng kosong atau pembersihan penampungan air lainnya yang dilakukan ke setiap rumah, mungkin dapat membuat frustasi nyamuk Aedes Aegypti dalam mencari tempat untuk berkembang biak. Daripada kita sibuk menghitung jumlah korban DBD dan KLB saban tahun. Berapa biaya obat yang sudah dikeluarkan, berapa biaya yang dibutuhkan untuk melakukan advokasi dan membuang kaleng kosong. Pembangunan Ekonomi Ini pembangunan yang agak sulit dan memerlukan jangka waktu tertentu untuk mencapainya, serta perencanaan yang baik. Salah satunya adalah melalui investasi dari pihak ke tiga, untuk membangun pabrik atau industri yang menyerap banyak tenaga kerja maupun pembangunan kawasan andalan seperti kota mandiri terpadu. Sesuai dengan keunggulan inti Indonesia adalah di sektor agro yang mencakupi lima jenis yakni perikanan, kehutanan, agrobisnis (pertanian, perkebunan dan peternakan), agroindustri dan agrowisata. Dalam membangun suatu kawasan, harus berangkat dari keunggulan tersebut. Memang suatu kawasan tidak hanya terbatas di sektor yang berbasis bisnis. Namun juga merupakan sentra pengembangan SDM, menyentuh desa untuk membangun ekonomi. Inilah nantinya yang menjadi kebanggaan setiap daerah.
CiKEAS Gejolak Minyak Goreng!
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2007061300535116 Rabu, 13 Juni 2007 BURAS Gejolak Minyak Goreng! H.Bambang Eka Wijaya: SETELAH fluktuasi harga beras dan gula, ditingkah minyak tanah yang hilang-hilang timbul, kini giliran minyak goreng membuat gara-gara! ujar Umar. Dari harga normal di kisaran Rp5.300--Rp5.550 per kg, pekan ini minyak goreng tembus Rp10 ribu per kg! Itu terjadi karena menjurus langkanya bahan baku minyak goreng di pasar dalam negeri, akibat harga crude palm oil (CPO) di pasar internasional mencapai 700 dolar AS per ton! sambut Amir. Akibatnya, para produsen CPO--minyak sawit--mengutamakan ekspor dan pabrikan minyak goreng dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku! Pengaruh harga pasar internasional itu tak bisa diatasi pemerintah kita, sehingga Kantor Menko Perekonomian menyatakan keseimbangan baru harga minyak goreng dalam negeri di hari terakhir ini berada pada kisaran Rp6.800--Rp7.000 per kg! Dari perkembangan di pasar internasional sebenarnya kenaikan minyak goreng dari harga terendah semula Rp5.300 menjadi Rp6.800 atau Rp1.500 per kg! timpal Umar. Tapi akibat bahan baku di pasar lokal menjurus langka, mekanisme pasar tidak berjalan normal dan terjadi shock hingga harga tembus Rp10 ribu per kg! Di situ terlihat, peran regulator dalam mengelola supply bahan baku dan distribusi komoditas di pasar yang cenderung lemah, sehingga pasar lepas kendali! Dengan dalih negeri kita mengikuti program liberalisasi pasar, pemerintah bisa mengelak tak lagi mencampuri mekanisme pasar! tukas Amir. Dalih itu boleh-boleh saja! Tapi kenyataannya, 70 persen produk CPO nasional dikuasai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang secara praktis di bawah kendali pemerintah! Jadi, kalau sejak awal regulasi berjalan baik, harga minyak goreng tetap bisa terkendali pada harga keseimbangan baru, Rp6.800 per kg--seperti harga operasi pasar hari terakhir di Jawa--tak tembus Rp10 ribu per kg! Dari gejolak harga berbagai kebutuhan pokok--beras, gula, minyak tanah, dan minyak goreng--selalu terlihat kelemahan pada faktor regulasi yang bertanggung jawab menjaga stabilitas ekonomi! timpal Umar. Maka itu, cukup menyentak orang dewasa, ketika rombongan murid taman kanak-kanak (TK) berkunjung ke Istana Wakil Presiden hari Selasa kemarin, seorang bocah TK menanya Wakil Presiden kenapa harga minyak goreng naik! Apa pun jawaban Wakil Presiden bisa tinggal menjadi klise karena anak kecil pun tahu masalah ini tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pemerintah--dengan dalih liberalisasi pasar secanggih apa pun! Tanggung jawab pemerintah itu terletak pada kewajibannya menjamin tersedianya secara cukup kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat negeri ini dengan harga dan tempat pembelian yang terjangkau! tegas Amir. Untuk itu, faktor supply dan distribusi tak boleh lepas dari kontrol pemerintah! Ketika gejolak harga kebutuhan pokok rakyat terjadi akibat supply dan distribusi lepas dari kendali pemerintah, maka labilitas perekonomian nasional itu jelas semata akibat kelalaian atau ketakmampuan pemerintah menjalankan kewajibannya! *** [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS TNI, Reformasimu (Masih) Palsu!
http://batampos.co.id/index.php?option=com_contenttask=viewid=23104Itemid=75 TNI, Reformasimu (Masih) Palsu! Kamis, 07 Juni 2007 Oleh: Mohammad Afifuddin*) Hubungan TNI dan Polri di era Orde Baru, bagaikan pinang dibelah dua. Duet lembaga yang disatukan dalam wadah ABRI ini menjadi instumen pokok bagi rezim Soeharto untuk menjaga stabilitas kemanan nasional. Namun sejak tahun 2000 MPR mengeluarkan TAP MPR No VI/2000 tentang pemisahan Polisi dari TNI dan TAP No VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polisi. Upaya pemisahan itu dilanjutkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan mengeluarkan Keppres No 98/2000 yang mengatur Kedudukan TNI-Polri. Dengan Keppres ini Polri ditempatkan sebagai institusi utama penegakan hukum, dan penanganan keamanan dan ketertiban dalam negeri akan secara langsung berada di bawah kendali Presiden lewat kewenangan Panglima TNI, agar bisa menghilangkan seluruh sistem dan watak militer di dalam tubuh Polri, serta menata TNI lebih profesional. Artinya berbagai regulasi pemisahan TNI dengan Polri tersebut sebetulnya bertujuan untuk mengurangi masalah pelanggaran hak asasi manusia, di satu sisi, dan mendorong TNI dan Polri menjadi lembaga yang profesional, di sisi lain. Tapi, alih-alih mengubah watak dan kultur TNI dan Polri, pemisahan itu justru menjadi bumerang dengan seringnya TNI dan Polri bertikai, atau saling serang dengan senjata. Bahkan pemisahan itu malah memperkuat watak dan kultur TNI yang (tetap) otoriter dan kepolisian yang (masih) militeristik. Setelah dihebohkan kasus polisi yang menembak atasannya di Semarang, atau polisi tembak istri, polisi bantai mertua, polisi bunuh diri, baik di Madura, Surabaya, Medan, dan segala penjuru tanah air, beberapa minggu lalu kabar serupa juga menceritakan seorang atasan yang membunuh bawahannya di Merauke, Papua. Ironisnya, rentetan itu belum cukup menghenyakkan kita. Dengan institusi berbeda, gerombolan oknum Marinir TNI AL di Grati Pasuruan secara membabi buta menembaki massa sipil hingga menewaskan empat jiwa dan melukai delapan orang lainnya, dengan peluru tajam saat demontrasi terkait kontroversi hak kepemilikan tanah (Kompas, 29/05/07). Terlepas dari perbedaan sudut pandang kronologis kejadian, aksi para serdadu itu tidak dapat diterima dengan dalih apapun. Pertama, merujuk pasal demi pasal dalam konstitusi di atas, TNI sekarang bukan lagi institusi keamanan, melainkan murni lembaga pertahanan. Dengan begitu urusan sepele macam penanganan demonstrasi sepenuhnya kewenangan polisi. Kedua, sesuai prosedur penanganan massa, aparat -dalam hal ini ditujukan pada polisi- tidak di perkenankan menggunakan senjata api dengan peluru tajam, dalam keadaan apapun kecuali dalam kondisi tertentu di mana musuh yang dihadapi juga bersenjata senapan. Apalagi ini dilakukan pihak yang tidak berhak. Ketiga, yang mereka hadapi hanyalah rakyat kecil yang nekad demonstrasi tanpa membawa senjata sama sekali kecuali nyali dalam sebongkah tubuh ringkih dan legam akibat tempaan kerasnya hidup. Jadi jelas mereka bukan gerakan pengacau kemanan atau bahkan separatisme yang membahayakan kedaulatan NKRI. Artinya cuma logika sinting yang dapat membenarkan perstiwa tersebut. Dengan kata lain kesalahan mutlak di pihak TNI. Terlepas bahwa sengketa tanah yang dipermasalahkan itu secara yuridis telah dimenangkan TNI. Sebab yang dipersoalkan bukan pada objek sengketa, melainkan tindakan dari sebuah institusi resmi pertahanan negara yang sama sekali tidak prosedural kelembagaan. Bahkan diindikasikan kuat melanggar ketentuan decleration of human right maupun mekanisme hukum di Indonesia Dengan konteks itu, sesungguhnya upaya pemisahan yang bermakna begitu penting bagi perombakan watak lembaga pertahanan dan keamanan nasional demi pemajuan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia itu menciut hanya sekedar pemisahan lembaga (administratif), tanpa memiliki pengaruh positif untuk menopang jalannya demokrasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Dengan kata lain upaya perombakan watak militeristik dan otoritarianistik (masih) gagal. Brutalitas yang Terlembaga Dari hasil riset Lembaga Monitoring Hak Asasi Manusia IMPARSIAL, TNI-Polri baru mampu mengatasi soal budaya kekerasan di tubuh masing-masing setelah 15 sampai 25 tahun mendatang, tergantung dari faktor dukungan dan penghambat yang berkembang. Riset tersebut juga mengemukakan bahwa TNI-Polri justru menjadi salah satu faktor dominan agen pelaku kekerasan terhadap masyarakat (Kompas, 4/6/05). Dalam risetnya yang berjudul Kritik terhadap Praktik Brutalitas di Masa Transisi, IMPARSIAL menyebutkan kesalahan doktrin dan budaya militeristik-otoritanistik sisa masa lalu sebagai faktor penyebab brutalitas-brutalitas tersebut. Selain itu, persoalan style kepemimpinan yang terwujud dalam political will rezim kali ini
CiKEAS M. Jusuf Kalla Dicecar dan Dicelotehi Anak TK
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/062007/13/0401.htm M. Jusuf Kalla Dicecar dan Dicelotehi Anak TK Sempat Bingung Ditanya Kenaikan Harga Bensin JAKARTA, (PR).- Dicecar demonstran, Wapres M. Jusuf Kalla mungkin sudah biasa. Tapi kalau dicecar anak TK, bagaimana kiat JK menghadapinya. Apalagi pertanyaannya berat-berat. Mengapa harga bensin dan minyak goreng naik, misalnya? Usai bernyanyi bersama, satu per satu murid TK Labschool Rawamangun mengajukan pertanyaan. JK pun dicecar pertanyaan rahasia menjadi wapres, bola, hingga harga bensin, dan minyak goreng yang naik. Sedikitnya, 272 siswa-siswi didampingi 25 guru dan karyawan, diterima JK di Istana Wapres, Jln. Medan Merdeka Selatan, Jakpus, Selasa (12/6). Siswa-siswi berseragam batik merah dengan celana dan rok warna putih itu, duduk rapi di bangku yang disediakan. Waahini cucu-cucu saya semua. Bangun jam berapa? kata JK. Jam 5 Pak...Jam 4..., sahut para siswa berbarengan. Waduh jam 5, pagi-pagi sekali, ujar JK yang mengenakan kemeja polos warna krem. Namanya juga anak-anak, mereka tampak berisik dan berceloteh ria meski bertemu dengan orang nomor dua di Indonesia. Ada yang serius mendengarkan, ada juga yang mengobrol dan bercanda dengan teman-temannya. Siapa yang mau nyanyi? Ayo nyanyi..., ajak JK ramah. Tralala...trilili hatiku gembira! Syair lagu itu pun didendangkan JK bersama para siswa. JK lalu melontarkan beberapa pertanyaan. Siapa yang mau jadi presiden? Semua siswa siswi yang hadir mengangkat tangannya. Wah semuanya ya, ujar JK sambil tersenyum. Siapa yang mau jadi wapres, kata JK lagi. Hanya sedikit anak yang mengangkat tangan. Wah kurang ya, kata JK. Setelah puas bertanya, JK pun mempersilakan anak-anak balik bertanya. Bapak Wapres yang terhormat, saya mau tanya, pernah ikut lomba apa? tanya Maudy. Banyak, tapi saya tidak TK. Saya tinggal di kampung, jadi waktu kecil belum ada TK, sahut JK. Pak, bagaimana caranya jadi wapres? tanya seorang siswa laki-laki. Pertama, sekolah yang baik, biar bisa menjadi presiden. Kalau tidak pintar, tidak bisa jadi wapres, gubernur, atau wakil gubernur. Kedua, hormat kepada orang tua, tutur JK berbagi resep rahasianya. Kamu mau jadi apa? ujar JK bertanya balik. Pemain bola, sahut bocah berkaca mata itu. Pemain bola tidak pakai kacamata, kata JK sambil menggoda. Nanti kalau sudah sembuh, sahut bocah itu enteng. Bensin migor JK dengan sabar mempersilakan anak-anak TK bertanya. Yang tanya jangan diatur guru, nanti pertanyaan guru, ujar JK seraya wanti-wanti. Danang tampak mengangkat tangan. Kenapa harga bensin naik? kata Danang. Kamu mau demo nggak? kata Kalla. Danang menggelengkan kepala. Kenapa tanya? ujar JK. Mau tanya saja, sahut Danang enteng disambut tawa para hadirin. Harga bensin naik, karena biaya bikin bensin mahal, terang JK. Kalau jadi gopek gimana, Pak? tawar Danang yang disambut gelak tawa teman-temannya. Wajah JK tampak kebingungan mendengar kata gopek. Ia pun bertanya pada sang ajudan. Oh... lima ratus rupiah. Wah, tidak bisa. Nanti rugi negara. Tidak bisa bikin sekolah lagi, kata JK. Jenna juga menanyakan harga minyak goreng yang tinggi. Minyak goreng kenapa mahal, Bapak. Kan di pantai banyak pohon kelapa, kata Jenna. JK ketawa renyah mendengar pertanyaan Jenna. Kini kalau bikin minyak goreng bukan dari kelapa, tapi kelapa sawit. Harganya mahal di dunia, terpaksa naik di sini. Pemerintah mau turunkan harganya, beber Ketua Umum Partai Golkar itu. Kamu suka makan goreng-gorengan, tanya JK. Suka, sahut Jenna cepat. Melihat gigi Jenna ompong dan menghitam, JK pun bertanya. Itu gigi kenapa berlubang, kata JK. Goyang, Pak, sahut Jenna. Giliran Fathur menanyakan umur JK. 65 Tahun, kamu berapa? kata JK. 6 tahun Pak, jawab Fathur. Jadi 65 tahun sama 6 tahun bedanya berapa, tanya JK. (A-130/dtc)*** [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Yusron Ternyata Abu Dujana
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/06/13/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Yusron Ternyata Abu Dujana SP/Ignatius Liliek Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto menunjukkan foto Abu Dujana, tersangka teroris yang selama ini dicari polisi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/6). Polri menyatakan bahwa Yusron Mahmudi yang tertangkap baru-baru ini adalah Abu Dujana. [JAKARTA] Yusron Mahmudi (37), tersangka teroris yang ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri di Banyumas, Jawa Tengah, pada Sabtu (9/6) lalu, ternyata adalah Abu Dujana alias Abu, aktor intelektual serangkaian kasus pengeboman di Indonesia . Kepastian itu diungkapkan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Sisno Adiwinoto saat dikonfirmasi SP di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/6) pagi. Yusron yang ditangkap di rumahnya, di Desa Kebarongan, Kecamatan Kemrajen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itu adalah Abu Dujana, ungkap Sisno. Penangkapan tersebut merupakan hasil pengembangan pemeriksaan terhadap tersangka Suparjo, Sarwo Edi Nugroho, Said Suparman dan Sudai M. Empat tersangka itu diringkus di lokasi terpisah di Jawa tengah dan Jawa Timur pada 20 Maret lalu. Polisi kemudian mengkonfrontir keterangan empat orang itu, dan mereka menyebut bahwa Yusron adalah Abu Dujana. Setelah dilakukan pemeriksaan DNA, sidik jari, kami konfrontir dengan tersangka lainnya dan melakukan metode crime science processing, Yusron alias Ainul Bahri alias Sobirin alias Sorem alias Dedi adalah Abu Dujana, tuturnya. Saat penangkapan polisi menemukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama Yusron Mahmudi. Banyaknya identitas tersebut membuat Abu Dujana selalu lolos dari penyergapan. Penyamaran nama atau identitas itu merupakan strategi Dujana untuk menghilangkan jejak dari kejaran polisi dan untuk memperbanyak komunitasnya. Selain membekuk Abu Dujana, Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri juga menangkap tujuh orang yang merupakan kelompok Abu Dujana. Mereka berinisial ZS (45), NA (33), IAM (17), NSAS (19), AM (33), AW (31), dan AS (29), yang ditangkap pada 10 dan 11 Juni lalu. Kini Dujana dan ketujuh anak buahnya tersebut masih diperiksa intensif untuk kepentingan penyidikan, terkait pengungkapan kasus terorisme. Yusron alias Abu Dujana adalah pemimpin sayap militer atau Syariah Al-jamaah Al-Islamiyah, yang terlibat langsung dalam kepemilikan senjata api, amunisi ilegal di Sleman, DI Yogyakarta Selain itu, dalam pemeriksaan kasus terorisme, Dujana juga terlibat penyimpanan amunisi dan bahan peledak di Sukoharjo (Jawa Tengah), Gresik dan Surabaya, Jawa Timur. Mabes Polri menyebutkan, dia terlibat pula dalam aksi teror di wilayah Poso, Sulawesi Tengah. Dia juga menyembunyikan pelaku peledakan bom Hotel JW Marriott di Jakarta, termasuk aksi peledakan bom lainnya di Ibukota. Perlemah JI Secara terpisah, Direktur International Crisis Group, Sidney Jones berpendapat, dengan tertangkapnya Abu Dujana, kekuatan Jemaah Islamiyah (JI) di Indonesia semakin lemah. Sebab, Dujana adalah pemimpin tertinggi sayap militer (panglima perang) JI. Dengan tertangkapnya Abu Dujana, saya optimistis Noordin M Top dalam waktu dekat juga akan ditangkap. Karena semua informasi JI, termasuk mengenai Noordin, ada pada Abu Dujana, kata Sidney kepada SP, Rabu pagi. Dia menjelaskan, Noordin M Top sudah lama berpisah dengan JI dan mendirikan organisasi sendiri. Walaupun demikian, orang-orang JI tetap membutuhkan Noordin. Abu Dujana, tuturnya, merupakan penghubung antara Noordin dengan kelompok JI lainnya. Ideologi Noordin, lanjutnya, sama dengan ideologi Al-Qaeda, yang menempatkan Amerika Serikat dan sekutunya sebagai musuh utam sehingga wajib hukumnya untuk menghancurkan AS dan simpatisannya di mana pun, termasuk Indonesia. Namun, sebagian besar anggota JI tidak setuju dengan Noordin. Bagi mereka, kalau melakukan pengeboman di Indonesia, lebih banyak ruginya daripada target yang dicapai. Menurut Sidney, selama ini Abu Dujana dan kelompoknya merekrut banyak orang. Jumlah anggota JI sekarang sekitar 900 orang. Namun, sebagai besar dari jumlah ini tidak setuju dengan teror pengeboman, jelasnya. Dia menambahkan, selain Noordin M Top, petinggi JI di Indonesia yang juga harus ditangkap polisi adalah Sukarnaen dan Nuaim. Nuaim ini pernah menjadi ketua JI (Mantiqi II) untuk Indonesia, ungkapnya. [G-5/E-8] Last modified: 13/6/07 [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Revered Shiite mosque in Iraq is bombed again
http://www.iht.com/articles/2007/06/13/africa/iraq.php Revered Shiite mosque in Iraq is bombed again By Graham Bowley Wednesday, June 13, 2007 Shiite residents in Karbala protested the latest bomb attack on Samarra's Golden Mosque shrine. (Mushtaq Muhammad/Reuters) One of Iraq's most important Shiite shrines, the Askariya Mosque in Samarra, was attacked and severely damaged again Wednesday, just over a year after an attack on its famous Golden Dome unleashed a tide of sectarian bloodletting across the country. Grand Ayatollah Ali al-Sistani, the most revered Shiite cleric in Iraq, appealed to Iraqis to show restraint while also condemning the attack, which destroyed the mosque's two minarets. Moktada al-Sadr, an anti-American Shiite cleric, called for peaceful demonstrations and a three-day mourning period to mark the shrine's destruction. The 30 national legislators affiliated with Sadr threatened to suspend their bloc's membership in Parliament, threatening a deepened political crisis, The Associated Press reported. It was unclear who carried out the attack in Samarra, a predominantly Sunni town north of Baghdad, although the U.S. authorities blamed Al Qaeda. Iraqi security forces secured the area around the mosque and were investigating, the U.S. military said. The Iraqi police reported hearing two nearly simultaneous explosions coming from inside the mosque compound around 9 a.m. Local officials said two mortar rounds had been fired at the two minarets, the state-run television network Iraqiya reported The shrine was badly damaged on Feb. 22, 2006, in an attack the government has blamed on Haitham al-Badri, a Sunni insurgent affiliated with Al Qaeda in Mesopotamia who remains at large. The destruction of the remaining two minarets can be expected to have powerful symbolic importance to Iraqis. The government announced a curfew in Baghdad. Before it took hold, The AP reported, arsonists set fire to a Sunni mosque in western Baghdad, and a Shiite shrine was blown apart north of Baghdad, the police said. Later police reports told of two Sunni mosques bombed south of the capital, one destroyed and the other with its minaret destroyed. In Samarra, where a curfew was in place, there were scattered reports of demonstrations by protesters condemning the attack, although a U.S. military official in the area said that by afternoon the city of roughly 100,000 was quiet. A curfew was also in place in Hilla, a mixed area south of Baghdad, where officials said they received word of a possible protest by Shiites. The U.S. ambassador to Iraq, Ryan Crocker, and the top U.S. commander in Iraq, General David Petraeus, issued a joint statement. This brutal action on one of Iraq's holiest shrines is a deliberate attempt by Al Qaeda to sow dissent and inflame sectarian strife among the people of Iraq, they said. Senior U.S. military commanders in Iraq have said recently that they feared an imminent dramatic attack from Sunni insurgents to refocus Sunni attention on the country's struggle between Shiites and Sunnis, and to reunite Sunnis in the wake of U.S. attempts to consolidate Sunni resistance to extremist groups like Al Qaeda of Mesopotamia. But they expected that if such an attack did occur, it would most likely come at one of Iraq's three other most-sacred Shiite sites, not Askariya, which was already badly damaged. Since the attack in 2006, the shrine had been under the protection of local guards, predominantly Sunni. But the U.S. military and Iraqi security officials had recently become concerned that the unit had been infiltrated by Al Qaeda forces in Iraq. A move by the Ministry of Interior in Baghdad over the past few days to bring in a new guard unit, predominantly Shiite, may have been linked to the latest attack. The attack was depicted as sectarian by Abdul Sattar Abdul Jabbar, a prominent Sunni cleric, who told Al Jazeera television that the new Shiite guards had arrived at the shrine shouting sectarian slogans that may have provoked local Sunnis. Gunfire was reported around the mosque Tuesday night, possibly related to the change of guards. Attacks on Shiite holy sites by suspected Sunni insurgents have increased in Iraq in the past two months. In April, a car bomb exploded in Karbala near the Imam Abbas Shrine, the second-holiest site in Shiite Islam, killing at least 58 people and wounding 169. Two weeks earlier in Karbala, another car bomb exploded near the Imam Hussein Shrine, killing 36 people and wounding 168. In both cases, a perimeter of security, with blast walls and Shiite guards, prevented the bombers from getting close enough to the mosques to damage them. Tensions in Samarra have also risen recently. Last month, a suicide car bomber attacked a police battalion headquarters, killing the police chief and 11 others, the military said in a statement. The chief, Lieutenant Colonel Abdul Jaleel Hanni, a Sunni who had
CiKEAS Palestinians in Gaza nearing civil war
http://www.iht.com/articles/2007/06/12/news/mideast.php Palestinians in Gaza nearing civil war By Steven Erlanger and Isabel Kershner Tuesday, June 12, 2007 JERUSALEM: Fighters from Hamas and Fatah, ignoring pleas from Egypt and from the Palestinian president, sharply escalated their battle for supremacy in Gaza on Tuesday, with Hamas taking over much of the northern Gaza Strip. Both sides accused the other of attempting a coup in what increasingly began to look like a civil war. Hamas demanded that security forces loyal to the rival Fatah movement abandon their positions in northern and central Gaza, while Fatah's leaders met in the West Bank to decide whether to pull out of the national unity government and even the legislature in protest. The unity government, negotiated in March under Saudi auspices, put Fatah ministers into a Hamas-led government in an effort to secure renewed international aid and recognition and to stop already serious fighting between the two factions. But the new government has failed to achieve either goal, and it appeared to many in Gaza that the gunmen were not listening to their political leaders. The Palestinian president, Mahmoud Abbas of Fatah, is considered to be under increasing pressure to abandon the unity government he championed and once again try to order new elections, which Hamas has said it will oppose by any means. Tonight we may find ourselves at the beginning of a civil war, said Talal Okal, a political scientist in Gaza. It's not a civil war yet, but it is going in that direction. Maybe today or tomorrow. If Abbas decides to move his security forces onto the attack, and not to only defend, we'll find ourselves in a much wider cycle. With the violence, the streets of Gazan cities were once again empty of pedestrians and cars. People ventured out to buy food, but only if the markets were in or next to their buildings, and parents fretted that their children might be missing key exams. Five days of revenge attacks, which have included executions, knee-cappings and even tossing handcuffed prisoners off apartment towers, on Tuesday turned into something more serious and organized: attacks on symbols of power and the deployment of military units. Early Tuesday morning, a day after a senior Fatah leader in northern Gaza, Jamal Abu al-Jediyan, was killed, Fatah's elite Presidential Guards, who are being trained by the United States and its allies, fired rocket-propelled grenades at the house of the most senior Hamas member of the Palestinian government, Prime Minister Ismail Haniya, in the Shati refugee camp near Gaza City. An hour later, Hamas's military wing fired four mortar shells at the presidential office compound of Abbas, who is in the West Bank, a Fatah spokesman, Tawfiq Abu Khoussa, said in a telephone interview. Hamas is seeking a military coup against the Palestinian Authority, he said. After its warning to Fatah, Hamas then attacked a Fatah-affiliated security headquarters in Gaza City, and declared northern Gaza a closed military zone. An estimated 200 Hamas fighters surrounded Fatah security headquarters in northern Gaza, firing mortar shells and grenades at the compound, where about 500 security officers were positioned. Hamas gunmen also exchanged fire with Fatah forces at the southern security headquarters in the southern town of Khan Yunis. There, the two sides fought a gun battle near a hospital. Fifteen children attending a kindergarten in the line of fire were rushed into the hospital, which is financed largely by European donations. Fatah militants abducted and killed the nephew of Abdel Aziz Rantisi, a Hamas leader who was assassinated by Israel in April 2004. Hamas gunmen attacked the home of a Fatah security official with mortars and grenades, killing his 14-year-old son and three women inside, security officials said. Other Fatah gunmen stormed the house of a Hamas lawmaker and burned it down. Fatah forces also attacked the headquarters of Hamas's television station, Al Aksa TV, and began to broadcast Fatah songs, but Hamas said later that it had repelled the attack. In the West Bank, where Fatah is stronger and the Israeli occupation forces keep Hamas fighters underground, Fatah Presidential Guards took over the Ramallah headquarters of Hamas's Al Aksa TV and confiscated equipment. Also in the West Bank, Fatah men kidnapped a deputy minister belonging to Hamas, one of the few Hamas cabinet members and legislators not already in Israeli military jails, part of Israel's effort to keep pressure on Hamas. At least four Palestinians were killed Tuesday in the fighting. Since Monday morning, at least 18 have died in the renewed fighting, after more than 50 had died in the previous outburst last month that ended in a brief cease-fire mediated by the Egyptians. Abbas called for a cease-fire and said that he condemned those who are harming the blessed Mecca agreement
CiKEAS Indonesia Terpilih sebagai Presiden IMWU
HARIAN ANALISA Edisi Kamis, 14 Juni 2007 Indonesia Terpilih sebagai Presiden IMWU Jakarta, (Analisa) Untuk pertama kalinya wakil dari Indonesia yakni Tuty Alawiyah terpilih sebagai ketua Uni Perempuan Muslim internasional(International Muslim Women Union (IMWU). Pada konggres IV di Kualalumpur tanggal 6 sampai 2 Mei, Indonesia terpilih sebagai Presiden IMWU yakni saya dalam posisi Presiden IMWU, kata Tuty Alawiyah seusai bertemu Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (13/6). Menurut Tuty, IMWU adalah organisasi internasional yang anggotanya berasal dari 88 negara muslim di dunia. Atas terpilihnya wakil dari Indonesia tersebut Wapres menyatakan kegembiraannya dan berharap agar organisasi ini membuat program kerja yang bisa meningkatkan harkat hidup negara-negara muslim. Wapres Jusuf Kalla merasa gembira atas terpilihnya wakil Indonesia sebagai Presiden IMWU, kata Tuty. Menurut Tuty, Wapres berpesan agar ke depan IMWU bisa membuat konsep-konsep bagi pembangunan masyarakat di negara-negara muslim dan bisa mendekati Islamic Development Bank. Wapres tambah Tuty juga meminta IMWU bisa memetakan masalah-masalah di masing-masing negara muslim seperti masalah pendidikan, wanita di daerah konflik dan sebagainya. Wapres juga mengungkapkan selama ini ada 20 persen negara muslim yang sangat kaya dan 80 persen yang terpuruk ekonominya, tambah Tuty. Namun, tambah Tuty, dari 80 persen negara muslim yang miskin justru banyak memberikan uangnya ke negara-negara yang kaya tersebut melalui pembelian minyak dengan harga yang mahal. Yang jadi masalah negara-negara muslim miskin berikan uang ke negara-negara muslim kaya dengan cara membeli minyaknya, kata Tuty menirukan pernyataan Wapres. ( [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Tak Menyelesaikah Persoalan HAM Secara Menyeluruh
CENDRAWASIH POS Rabu, 13 Juni 2007 Tak Menyelesaikah Persoalan HAM Secara Menyeluruh *Klarifikasi LSM Soal Persepsi Kunjungan Wasekjen PBB ke Papua JAYAPURA-Kedatangan Wakil Khusus Sekjen PBB Urusan Pembela HAM, Ms Hina Jilani ke Jayapura (8/6), yang seakan-akan dipersepsikan akan menyelesaikan seluruh pelanggaran HAM di Papua, mendapat klarifikasi dari sejumlah LSM. Mereka berpendapat bahwa kedatangan Hina Jilani itu tidak sepenuhnya bertanggung jawab terhadap penyelesaian pelanggaran HAM di Papua, namum melihat perkembangan dan kondisi perlindungan para pembela HAM. Ada kesan dalam sejumlah pemberitaan bahwa kedatangan Hina Jilani ini akan menyelesaikan sejumlah persoalan pelanggaran HAM di Papua. Pada hal yang sebenarnya adalah melihat kondisi para pembela HAM di Papua yang tentunya hasilnya sebatas dilaporkan ke PBB, bukan berarti langsung menyelesaikan persoalan, kata Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua J. Septer Manufandu dalam acara konferensi pers di kantornya, Selasa (12/6) kemarin. Sejumlah para pembela HAM yang ikut hadir dalam pemberian klarifikasi soal kedatangan Hina Jilani ini antara lain, Direktur LBH Papua Paskalis Letsoin, SH, Direktrur SKP Jayapura Br. Yohanes Budi Hermawan, O.FM, Ketua ALDP Papua Latifah Anums Siregar, SH, Kontras Papua Matius Murib dan KPKC Sinode GKI Pdt. LD Balubun, S.Th Terkait dengan itu, lanjut Septer, publik di Papua diharapkan secara jeli mendudukkan semua polemik pemberitaan dengan melihat kembali mandat yang dijakankan Wakil Khusus ini berdasarkan resolusi Komisi HAM PBB tahun 2000/61 tanggal 26 April 2000. Menurutnya, ada tiga tugas utama yang sebenarnya dalam kunjungan tersebut. Pertama, mencari, menerima dan menguji serta menanggapi informasi mengenai keadaan dan hak setiap orang yang bertindak secara perorangan, maupun bersama-sama dalam memajukan dan melindungi HAM dan kebebasan dasar. Hal yang kedua, membangun kerja sama dan melakukan dialog dengan kalangan pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam kemajuan pelaksanaan deklarasi PBB tentang pembela HAM tahun 1998 secara efektif. Dan poin yang ketiga, memberikan saran-saran strategis yang lebih baik bagi perlindungan para pembela HAM. Bukan merupakan tugas wakil khusus untuk menangani apalagi menyelesaikan soal pelanggaran HAM di Papua. Tugas dan wewenangnya terbatas sebagai alat yang disediakan Badan PBB untuk membantu negara-negara, termasuk Indonesia dalam memajukan dan melindungi dan mengegakkan hak-hak para pembela HAM, papar Br. Budi. Selain itu, lanjutnya, wakil khusus tersebut menfokuskan pada para pembela HAM dan bukan pertama-tama pada pelanggaran HAM secara umum. Dari hal yang dilihat itu, lanjutnya, akan disampaikan kepada lembaga PBB. Artinya tidak akan langsung menjawab persoalan penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Perbedaan ini perlu digaris bawahi secara tajam agar masyarakat Papua tidak terjebak dalam harapan palsu yang dimunculkan publik oleh pihak yang hendak mengalihkan tanggung jawab negara untuk melindungi HAM kepada mekanisme PBB yang sebenarnya hanyalah merupakan alat bantu bagi negara, kata Paskalis Letsoin. Juga dikatakan dalam pasal 28 ayat 4 amendemen II UUD 1945 jelas-jelas mengatakan perlindungan, pemajuan, penegakan dan menenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Ini berarti seluruh lembaga negara mulai dari Pemda, DPRP, MRP, Kejaksaan Tinggi, TNI, Polri dan lembaga-lembaga lain yang terkait memiliki tugas utama untuk memenuhi perintah konstitusi ini sebagai dasar hukum negara tertinggi di negara ini, ujarnya.(ito [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS TNI Disebut Pembunuh, Panglima Tersinggung
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detailid=8780 Kamis, 14 Juni 2007, TNI Disebut Pembunuh, Panglima Tersinggung Raker di Komisi I DPR soal Kasus Alastlogo JAKARTA - Rapat kerja (raker) Komisi I DPR dengan para petinggi di jajaran TNI kemarin berlangsung enam jam dan sempat diwarnai beberapa kali interupsi serta celetukan kalimat pedas. Beberapa rekomendasi pun berhasil ditelurkan, antara lain, memutuskan membentuk panitia kerja (panja) untuk menyelesaikan konflik tanah di lingkungan TNI. Komisi I DPR juga mengusulkan agar kasus penembakan di Desa Alastlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, yang menewaskan empat warga diadili dengan sistem peradilan koneksitas. Itu dilakukan bila nanti terbukti ada pihak lain yang terlibat di luar TNI, kata Ketua Komisi I Theo L. Sambuaga saat menyampaikan hasil akhir raker dengan para petinggi TNI di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Pada raker yang dimulai tepat pukul 9.00 itu, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto didampingi KSAU Marsekal Herman Prayitno, KSAL Laksamana Slamet Soebijanto, KSAD Jenderal Djoko Santoso, Pangarmatim Laksamana Muda Moekhlas Sidik, dan Komandan Marinir Mayjen (Mar) Nono Sampono. Pihak TNI diberi kesempatan awal untuk menjelaskan perkembangan terakhir kasus tertembaknya warga oleh Marinir di Alastlogo, Pasuruan. Dankormar Nono Sampono memulai presentasi dengan menampilkan film animasi berupa visualisasi teknis rekoset (peluru pantul) dengan LCD proyektor yang ditampilkan di dinding ruang rapat. Marinir juga menempelkan peta rencana relokasi bagi warga Alastlogo dan sekitarnya. Bapak-bapak bisa melihat bahwa efek peluru pantul dapat meluas dan berbahaya karena serpihannya menyebar, kata Nono. Jenderal kelahiran Bangkalan, Madura, itu tetap yakin, anggotanya yang kini ditahan di Pomal Surabaya tidak bersalah. Semuanya sudah sesuai prosedur tetap yang berlaku di lingkungan Marinir, jelasnya. Penjelasan itu kontan menuai protes. Satu per satu anggota Komisi I DPR mengecam pernyataan komandan Marinir yang baru seminggu menjabat tersebut. Bagaimana bisa dianggap benar, nyata-nyata sudah ada korban empat nyawa dan satu calon janin kok dianggap sudah benar, kata politikus PAN Abdillah Thoha dengan nada keras. Mantan ketua Fraksi PAN itu juga mempertanyakan perbedaan temuan fakta di lapangan antara Marinir dan hasil investigasi Komisi I DPR. Ada 27 selongsong peluru dan bekas tembakan horizontal, apakah itu rekoset? katanya. Politikus PKB Prof Mahfud M.D. juga mengkritik sikap Marinir. Tidak perlu pakai alat visualisasi ditampilkan di ruang ini. Biarlah nanti pusat laboratorium forensik dan pengadilan yang memutuskan, ujarnya. Permadi dari PDI Perjuangan juga mengecam pernyataan itu. Jangan terburu-buru sebelum pengadilan yang memutuskan. Masalah tanah ini bagi warga juga sangat penting. Istilahnya, sadumuk bathuk sanyari bumi. Tanah akan diperjuangkan, meski dengan taruhan nyawa, katanya. Ketua Tim Investigasi Komisi I Yusron Ihza menambahkan, pihaknya khawatir, jika TNI terburu-buru mengambil kesimpulan, justru akan merugikan TNI di pengadilan. Kami tidak membela rakyat dan kami juga tidak membela TNI, tapi membela kebenaran, ujarnya. Selama komentar-komentar pedas itu diucapkan para anggota dewan, Dankormar Nono Sampono tampak tenang mendengarkan. Dia mencatat seluruh komentar yang ditujukan kepadanya. Panglima TNI Djoko Suyanto juga tampak santai. Sambil menikmati buah kelengkeng yang dihidangkan dalam rapat itu, Djoko mencermati setiap pernyataan anggota dewan. Namun, saat anggota PDIP Pupung Suharis berbicara, ekspresi wajah panglima berubah. Dengan sorot mata tajam, mantan KSAU itu menatap wajah Pupung. TNI telah membunuh warga yang tidak bersalah. Hukum harus ditegakkan, kata Pupung. Tercatat, Pupung menggunakan kata membunuh hingga enam kali. Interupsi pimpinan. Saya kira, kata membunuh sangat tidak tepat, ujar panglima. Setelah diberi waktu untuk menjelaskan, mantan KSAU itu menyatakan bahwa TNI berjanji akan menerima hasil keputusan pengadilan. Jadi, kami sepakat, apakah rekoset atau langsung, itu nanti diputuskan dalam pengadilan, katanya. Dia menyatakan sudah membentuk tim perumus prosedur tetap penanganan konflik massa agar seragam [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Calon Komisioner Komnas HAM dari Pensiunan Polri/TNI, Bagaimana Visi Mereka?
Refleksi: Apakah ini sendiwara penjahat dijadikan hakim? http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_cid=289866 Kamis, 14 Juni 2007, Calon Komisioner Komnas HAM dari Pensiunan Polri/TNI, Bagaimana Visi Mereka? Kritis terhadap Dugaan Rekoset Peluru Alastlogo Hari-hari ini Komisi III DPR melakukan uji kepatutan dan kelayakan 43 calon komisioner Komnas HAM. Di antara kandidat itu, terselip nama Brigjen Pol (pur) S. A. Supardi dan Brigjen (pur) Tedy Yusuf. Mereka adalah calon dengan latar belakang kepolisian dan TNI yang rawan konflik kepentingan. FAROUK ARNAZ, Jakarta Sebuah panggilan telepon masuk ke ponsel Supardi akhir bulan lalu. Di seberang sana seorang lelaki berbicara. Lelaki itu menyampaikan pesan untuk mengajaknya pergi bersama-sama ke Alastlogo, Pasuruan. Di desa itu, dua hari sebelumnya, empat nyawa melayang tertembus pelor panas yang dimuntahkan oknum Marinir. Telepon itu dari Pak Sriyana (Sub Komisi Sosial Politik Komnas HAM) yang menyampaikan pesan Pak Hakim (Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara, Red), kata Supardi saat ditemui di kantornya, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Senin lalu. Supardi yang beberapa kali terlibat sebagai asisten penyidik dan penyidik Komnas HAM tak menolak ajakan itu. Maklum, dia bukan orang baru di lingkungan Komnas HAM. Mantan Kapolwil Taman, Sidoarjo, Jawa Timur, itu membantu Komnas HAM sejak penyelidikan pelanggaran berat HAM kasus Timtim, Tanjung Priok, Wamena-Wasior, penculikan aktivis, lalu terakhir di Pasuruan dan Talangsari. Di Pasuruan saya membantu. Bukan sebagai asisten atau penyidik. Pak Hakim bertanya pada saya bagaimana peluru bisa rekoset (memantul), katanya. Oleh lulusan Akpol angkatan 68 itu dijawab bahwa rekoset bisa terjadi jika proyektil (anak peluru) mengenai benda keras. Tapi, jika proyektil ditembakkan ke udara dan tanah yang lembek dan berpasir, proyektil itu tentu saja akan ambles ke tanah. Soal teori umum begini, saya sedikit banyak tahu, kendati saya tak pernah meledakkan senjata saya selama 31 tahun bertugas, lanjutnya. Bapak dua anak kelahiran Jogjakarta 63 tahun lalu itu mengaku tidak tahu laporan akhir tim pemantau Komnas HAM yang turun ke Pasuruan mulai 1 hingga 2 Juni lalu. Namun, dia sependapat dengan pernyataan Abdul Hakim bahwa kejadian tersebut adalah pelanggaran HAM serius. Empat nyawa melayang. Ini tentu serius, kendati entah itu kena rekoset atau langsung, tegasnya. Bagi Supardi, penegakan HAM adalah soal kebenaran dan keadilan. Filosofi dan ketentuan-ketentuan hukum tentang HAM sejalan dengan filosofi hukum untuk selalu mencari kebenaran dan keadilan bagi semua orang, apa pun suku bangsa, agama, atau ideologinya. Maka, sejak awal dia bersentuhan dengan Komnas HAM, sejak itu pula Supardi merasa bahwa penegakan HAM sejalan dengan pandangan hidupnya. Apakah bisa melepaskan diri dari semangat perlindungan korps jika penyelidikannya melibatkan oknum polisi? Dengan diplomatis, mantan Kalemdiklat (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan) Polri itu menjawab, Saya merasa tidak harus melepaskan diri karena seharusnya polisi juga menjunjung HAM. Dia mengaku siap mengatakan kebenaran berdasar keyakinannya. Dia berharap Komnas HAM bisa lebih intens dalam penegakan dan kemajuan HAM di Indonesia. Jika terpilih, dia juga siap bekerja full time di Komnas HAM dan melepaskan kesibukan saat ini sebagai dosen di Universitas Bhayangkara Jaya serta menjabat wakil ketua Yayasan Brata Bhakti Polri yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Selain diisi oleh mereka yang siap bekerja full time, bagi Supardi, Komnas HAM akan ideal jika komisioner Komnas HAM tidak bekerja sendiri, melainkan sehati dengan staf pendukung. Selain itu, Komnas HAM harus mampu melakukan komunikasi yang efektif dengan DPR, aparat penegak hukum, seperti Polri dan Kejagung, serta institusi lain. Semuanya harus dengan derap langkah yang sama, lanjutnya. Lain Supardi lain Tedy. Kendati keduanya setuju untuk menandatangani kontrak kerja yang dibuat Jaringan Solidaritas Keluarga Korban HAM, mantan komandan Kompi Yonif 519 Kodam V Brawijaya itu masih enggan berkomentar tentang pandangannya soal penegakan HAM. Jangan sekarang karena belum tentu terpilih. Nanti saja saya sediakan waktu jika saya terpilih, kata mantan perwira bantuan di Sospol ABRI itu. Saat proses uji publik pada 20-21 Maret lalu, Tedy menyatakan siap untuk bekerja full time. Dia juga menyatakan perlunya revisi UU 39/1999 tentang Komnas HAM dan UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Tapi, Teddy yang pernah menjabat sebagai komandan Detasemen Tempur Operasi Seroja Timor-Timur tidak memberi tanggapan detail saat ditanya pandangannya soal pengadilan HAM Timtim. Sejumlah kasus yang diproses Komnas HAM dan melibatkan oknum tentara memang masih mandek hingga kini. Misalnya, kasus Mei 1998, Trisakti, Semanggi I-II, dan penculikan aktivis. Alasan mengambangnya kasus-kasus itu bermacam-macam. Mulai belum adanya rekomendasi DPR hingga teknis
CiKEAS UN rights rep reports findings in RI
http://www.thejakartapost.com/[EMAIL PROTECTED]irec=1 UN rights rep reports findings in RI The Jakarta Post, Jakarta A visiting United Nations representative sees positive developments on human rights promotion in Indonesia, but pointed to serious constraints in fulfilling these rights. Hina Jilani, the special representative of the UN Secretary-General on the Situation of Human Rights Defenders, told a media conference Tuesday the prospects for the promotion of human rights in Indonesia had improved. She pointed to some important developments, such as the constitutional amendments in 2002 that guarantee human rights and fundamental freedoms, and the enactment of a law on human rights in 1999 and a law on witness protection in 2006. Jilani also highlighted the establishment of the ad hoc Human Rights Court, the National Commission on Human Rights (Komnas HAM) and the National Commission on Violence Against Women (Komnas Perempuan). The situation on human rights defenders in Aceh has changed significantly, but the government needs to pay more attention to the situation of the human rights defenders in West Papua, said Jilani, who visited Jakarta, West Papua and Banda Aceh during her seven days in Indonesia. Human rights defenders who have met with me have received threats. I have raised this issue to the government and have received assurances from them that the defenders will be protected. She expressed concern that the lack of interagency cooperation and coordination had limited the impact of the positive developments on the human rights situation in general. I note that there's a resistance to changing attitudes and institutional culture, which has made it difficult for these institutions to make a full commitment to eliminating impunity for human rights violations. I observe that there is even less commitment to removing impunity for past abuses, she said, referring to several cases that has not had any progress for the past six years. Addressing the murder of rights activist Munir Said Thalib, Jilani said there were developments indicating efforts by the government to bring the perpetrators to justice. She added that she was concerned that the course of justice might be influenced to protect the perpetrators of the murder. She reminded the government that this will be a test for it to protect human rights defenders. The recommendation at this point can be that there should be proper measures adopted in order to ensure that the perpetrators are brought to justice. Concrete initiatives to enact laws, create institutions and institute procedures that deal directly with the protection of human rights defenders are needed, she said. I'm deeply concerned by the testimonies that I've heard indicating the continuing activities of the police, the military and other security and intelligence agencies that are aimed at harassment and intimidation of defenders. (08 [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Gejolak Minyak Goreng!
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2007061300535116 Rabu, 13 Juni 2007 BURAS Gejolak Minyak Goreng! H.Bambang Eka Wijaya: SETELAH fluktuasi harga beras dan gula, ditingkah minyak tanah yang hilang-hilang timbul, kini giliran minyak goreng membuat gara-gara! ujar Umar. Dari harga normal di kisaran Rp5.300--Rp5.550 per kg, pekan ini minyak goreng tembus Rp10 ribu per kg! Itu terjadi karena menjurus langkanya bahan baku minyak goreng di pasar dalam negeri, akibat harga crude palm oil (CPO) di pasar internasional mencapai 700 dolar AS per ton! sambut Amir. Akibatnya, para produsen CPO--minyak sawit--mengutamakan ekspor dan pabrikan minyak goreng dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku! Pengaruh harga pasar internasional itu tak bisa diatasi pemerintah kita, sehingga Kantor Menko Perekonomian menyatakan keseimbangan baru harga minyak goreng dalam negeri di hari terakhir ini berada pada kisaran Rp6.800--Rp7.000 per kg! Dari perkembangan di pasar internasional sebenarnya kenaikan minyak goreng dari harga terendah semula Rp5.300 menjadi Rp6.800 atau Rp1.500 per kg! timpal Umar. Tapi akibat bahan baku di pasar lokal menjurus langka, mekanisme pasar tidak berjalan normal dan terjadi shock hingga harga tembus Rp10 ribu per kg! Di situ terlihat, peran regulator dalam mengelola supply bahan baku dan distribusi komoditas di pasar yang cenderung lemah, sehingga pasar lepas kendali! Dengan dalih negeri kita mengikuti program liberalisasi pasar, pemerintah bisa mengelak tak lagi mencampuri mekanisme pasar! tukas Amir. Dalih itu boleh-boleh saja! Tapi kenyataannya, 70 persen produk CPO nasional dikuasai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang secara praktis di bawah kendali pemerintah! Jadi, kalau sejak awal regulasi berjalan baik, harga minyak goreng tetap bisa terkendali pada harga keseimbangan baru, Rp6.800 per kg--seperti harga operasi pasar hari terakhir di Jawa--tak tembus Rp10 ribu per kg! Dari gejolak harga berbagai kebutuhan pokok--beras, gula, minyak tanah, dan minyak goreng--selalu terlihat kelemahan pada faktor regulasi yang bertanggung jawab menjaga stabilitas ekonomi! timpal Umar. Maka itu, cukup menyentak orang dewasa, ketika rombongan murid taman kanak-kanak (TK) berkunjung ke Istana Wakil Presiden hari Selasa kemarin, seorang bocah TK menanya Wakil Presiden kenapa harga minyak goreng naik! Apa pun jawaban Wakil Presiden bisa tinggal menjadi klise karena anak kecil pun tahu masalah ini tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pemerintah--dengan dalih liberalisasi pasar secanggih apa pun! Tanggung jawab pemerintah itu terletak pada kewajibannya menjamin tersedianya secara cukup kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat negeri ini dengan harga dan tempat pembelian yang terjangkau! tegas Amir. Untuk itu, faktor supply dan distribusi tak boleh lepas dari kontrol pemerintah! Ketika gejolak harga kebutuhan pokok rakyat terjadi akibat supply dan distribusi lepas dari kendali pemerintah, maka labilitas perekonomian nasional itu jelas semata akibat kelalaian atau ketakmampuan pemerintah menjalankan kewajibannya! [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Penangkapan Yusron Puaskan Negara Adidaya
http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=296556kat_id=23 Rabu, 13 Juni 2007 23:14:00 Penangkapan Yusron Puaskan Negara Adidaya Pangkalpinang-RoL--Penangkapan Yusron atau Abu Dujana, akan memuaskan negara adidaya yang mengaku sebagai polisi dunia dibawah komando AS, karena orang-orang yang menurut versi mereka dengan cap teroris harus diberangus. AS dan sekutunya seperti Australia menginginkan semua orang yang dalam kacamata mereka teroris ataupun membahayakan agenda mereka, harus ditangkap dan diadili. Kini mereka makin berpuas diri, kata pengamat masalah sosiologi, Bustami Rahman Ph.D, Rabu. Penangkapan terhadap Yusron dengan tuduhan teroris, bukan berarti melemahkan ataupun mematikan sel ataupun jaringan teroris. Selama perbuatan negara yang mengaku polisi dunia sewenang-wenang terhadap umat Islam dan negara Islam bentuk perlawanan dari kelompok militan tidak akan berhenti. Dalam sosiologi ada yang namanya counter culture berupa kultur yang teraniaya akan memberikan perlawanan. Perlawanan yang dilakukan itulah yang kadang dilakukan dalam bentuk teror. Sehubungan dengan dugaan, Yusron yang mampu merekrut banyak kader selama pelariannya, menurut Bustami hal itu sebagai bentuk adanya simpati secara perorangan terhadap gerakan mereka yang menilai perjuangan yang dilakukan adalah bentuk melawan penindasan dan ketidakadilan. Bustami menyatakan, negara maju menginginkan penekanan terhadap negara dengan penduduk mayoritas Muslim seperti Indonesia, Malaysia maupun Mesir hingga mereka jadi bangsa yang tidak bisa berbuat apa-apa dengan standar dibuat negara adidaya. Praktek itulah yang memunculkan perlawanan dan akhirnya jadi perbuatan dalam bentuk teror. Saya rasa kalau dalam Pemilu di AS mendatang, partai Demokrat berhasil menang, kebijakan yang dikeluarkan akan lebih mendorong adanya kedamaian didunia, ujar Rektor Universitas Bangka Belitung itu. antara/pur pur [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Amien Dilaporkan Kader PAN
http://www.tribun-batam.com/detail_headline.php?id=154 Amien Dilaporkan Kader PAN * Terkait Dana DKP Rp 200 Juta Jakarta, Tribun - Mantan Ketua Umum DPP PAN Dr Amien Rais dilaporkan dua kadernya, Habib Ahmad Shahab dan Dody Rudianto, ke Mabes Polri, Selasa (12/6), terkait kasus dana DKP. Dua fungsionaris DPP PAN melaporkan Amien Rais dengan atas nama LSM People Aspiration Center (Peace). Mereka mempermasalahkan kucuran dana dari DKP sebesar Rp 200 juta, sebagaimana diakui oleh Amien Rais, tidak dimasukkan dalam daftar penyumbang dana pemilu pasangan capres dan cawapres Amien - Siswono. Amien Rais jelas melanggar hukum dan undang-undang pilpres. Dana yang boleh diterimanya maksimal hanya Rp 100 juta, namun semua tahu faktanya di atas Rp 200juta, kata Shahab di Mabes Polri, Selasa (12/6). Sahab menjabat sebagai Ketua Umum LSM Peace. Sedang Dody Rudianto yang duduk sebagai Ketua Departemen Hukum, Politik, Pertahanan dan Keamanan DPP PAN ini, menjabat sebagai Sekjen LSM Peace. Menurut keterangan Sahab, dari investigasi yang dilakukan LSM Peace, dana sumbangan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Rochmin Dahuri, tidak dimasukkan dalam daftar penyumbang dana pemilu pasangan Amien-Siswono. Ini yang harus ditanyakan polisi ke Amien Rais, kenapa sumbangan dana dari DKP yang diakui sendiri diterima langsung oleh Amien tidak dimasukkan dalam daftar penyumbang, kata Dody Rudianto menambahkan. Dody kemudian menunjukkan daftar penyumbang dana kampanye pasangan Amien-Siswono. Ada 288 nama penyumbang dana kampanye yang nilainya di atas Rp 5 juta. Dari jumlah penyumbang tersebut, Amien-Siswono mengumpulkan dana bantuan sebesar 22,7 miliar rupiah. LSM Peace juga akan menelusuri kebenaran keterangan Amien Rais di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, bahwa dana non budgeter tersebut langsung diserahkan ke tim kampanye pilpres. Temuan LSM Peace ini, selain dilaporkan ke Mabes Polri, juga akan dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami berjanji akan mengupas semua ungkapan Amien Rais tentang aliran dana DKP tersebut, apakah benar atau tidak, atau hanya manuver saja, kata Dody. (JBP/ugi) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Simpul Teroris Asia
http://www.tribun-timur.com/view.php?id=45620jenis=Nasional Kamis, 14-06-2007 Simpul Teroris Asia AINAL Bahri alias Abu Dujana alias Yusron Mahmudi disebut otak pengeboman Kedubes Australia di Jakarta atau yang biasanya disebut Bom Kuningan, yang terjadi tanggal 9 September 2004. Pengamat Intelijen Dynno Chressbon mengatakan Abu Dujana bersama Dulmatin, Noordin M Top, Zulkarnaen, dan Aris Munandar sebagai five star (lima bintang) jaringan teror di Asia Tenggara. Mereka merupakan simpul jaringan pelaku teror Poso, Ambon, Bali, dan Jakarta. Penggerebekan teroris dilancarkan Detasemen Khusus Mabes Polri di Sleman, Yogyakarta 21 Maret lalu. Saat itu disebut Kelompok Abu Dujana. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Hendropriyono menduga, kalau Poso berhasil dibongkar dalangnya, maka wayang-wayang yang digunakan, yang diadu itu masyakarat yang berbeda agama dengan berbagai trik yang dicari-cari, tetapi sebetulnya, konseptornya adalah sang dalang. Analisis Terorisme Global melaporkan, di Afganistan lah Dujana berkenalan dan cukup dekat dengan pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden. Abu juga bertemu dengan Riduan Isamuddin, atau terkenal dengan sebutan Hambali, di Pakistan. Hambali ditangkap di Thailand. Dekade 1990-an, Dujana kembali ke Asia Tenggara. Namun sangat minim data yang menggambarkan aktivitasnya selama itu. Banyak veteran Afganistan belakangan meninggalkan Darul Islam, dan memilih bergabung dengan JI yang gerakannya menggelorakan semangat berjihad termasuk di Indonesia. JI didirikan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir tahun 1992-1993. Mantan instrukturnya di Afghanistan, Nasir Abbas, aktifis Jemaah Islamiyah yang 'tobat' menyebut Dujana sebagai orang cermat, cerdas, dan kreatif. Pemimpin yang luar biasa sempurna dengan penuh inisiatif, orang yang dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi. Dujana orang kecil, kurus, penyabar dan sopan. Mantan anggota JI yang 'bertobat', Nasir bin Abbas mengatakan Dujana termasuk satu di antaranya 10 pemimpin puncak JI. Dia terpilih sebagai Amir Mantiqi III, April 2001. Para pemimpin JI menyadari, bagaimanapun juga, cepat atau lambat mereka yakin Polisi akan menangkapi anggota JI, sehingga harus mempersiapkan Abu Dujana sebagai Amir, meskipun dia bukan pemimpin spiritual yang sangat kharismatik. Dujana menjadi motor JI bersama pemimpin lainnya yakni Dulmatin dan Umar Patek, keduanya lolos dari baku-tempak dan penyergapan dengan pasukan khsusu Filipina Januari 2007 di Mindanao, perekrut anggota baru yang juga pemasok dana asal Malaysia Noordin Mohammad Top, komandan militer Zulkarnaen, serta Qotada, Nu'im, dan Zulkifli bin Hir. ABU DUJANA Nama: Ainal Bahri alias Abu Dujana alias Yusron Mahmudi Lahir: Cianjur, Jawa Barat, tahun 1968 Pengalaman dan aktivitas: - Tahun 1986 melanjutkan pelatihan ke Pakistan - Tahun 1988 hingga 1991 mengikuti latihan pada Akademi Militer Mujahidin Afghanistan - Di Afganistan berkenalan dan cukup dekat dengan pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, Riduan Isamuddin atau Hambali - Tahun 1990-an, Dujana kembali ke Asia Tenggara - Tahun 1996, Dujana juga bergabung dengan pergerakan Front Pembebasan Islam Moro/ Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Filipina. Latihan bersama anggota JI dan MILF yang mendatangkan instruktur dari Al-Qaeda. - Tahun 1998-2001 mengorganisasi anggota JI - Tahun 2000 menjabat Sekretaris Mantiqi II JI - Oktober 2002 terlibat Bom Bali I - Agustus 2003 terlibat JW Marriott Jakarta - September 2004 terlibat Bom Kuningan Kedubes Australia - Masuk dalam daftar 10 orang paling dicari polisi - Versi Polisi: ditangkap di Banyumas, Jateng, Sabtu 9 Juni 2007 - Versi Umar Abduh: ditangkap di Sleman. Yogyakarta, 21 Maret 2007 (JBP/amb) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Mahalnya Dunia Politik Indonesia
http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/6/14/o2.htm Semua komponen bangsa menjadi sibuk dan menghabiskan energi untuk melaksanakan pemilu sehingga lupa akan segalanya termasuk banyak kehilangan kesempatan untuk memikirkan kualitas kehidupan. Kualitas pendidikan, kesehatan, pengangguran dan berbagai aspek pembangunan lainnya akhirnya juga akan ikut terabaikan. Implikasi lain dari rumit dan beragamnya pemilu ini adalah alokasi anggaran pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD. Untuk sistem pemilu yang cukup rumit ini perlu kita pertanyakan siapa sebenarnya yang berpesta? Karena masyarakat terbukti banyak kehilangan kesempatan untuk memikirkan dirinya seperti kesehatan, pendidikan, mata pencarian bahkan keselamatannya. -- Mahalnya Dunia Politik Indonesia Oleh I Nyoman Subanda DALAM dunia bisnis sering kita dengar bahwa mahal itu relatif. Artinya walaupun jumlah uang yang kita keluarkan banyak namun jika barang yang beli bagus/berkualitas atau jasa pelayanan yang kita terima memuaskan maka barang dan jasa tersebut akan menjadi murah. Namun sebaliknya walau jumlah uang yang kita keluarkan sedikit jika barang yang kita beli berkualitas jelek atau pelayanan jasa yang kita terima tidak memuaskan maka barang dan jasa tersebut bisa dikonotasikan mahal. Dalam dunia politik, dikotomi mahal dan murah juga bisa muncul dalam berbagai helatan atau event politik. Untuk mengetahui kegiatan politik itu mahal atau tidak dapat dilihat dari political effect yang dihasilkan apakah bermanfaat bagi masyarakat banyak atau elite. Saat ini politik Indonesia identik dengan politik mahal. Ada beberapa penyebab kenapa dunia politik Indonesia tergolong mahal. --- Sistem Pemilu Rumit Di era Reformasi ketika rakyat diberi kebebasan untuk memilih secara langsung (presiden, gubernur, bupati/wali kota) maka masyarakat dihadapkan kepada berbagai ragam pemilu yang banyak menyita perhatian, tenaga, waktu dan biaya. Saat ini masyarakat diwajibkan mengenal dan melaksanakan berbagai ragam pemilu yakni : pemilihan legislatif (DPR/DPRD), pilpres, pilgub, pilbup, pilkades bahkan mungkin pilkadus dan di Bali akan ditambah lagi dengan pemilihan kelian desa adat/pakraman. Dalam satu kegiatan pemilu saja tenaga, waktu dan biaya telah banyak terkuras karena berbagai rangkaian atau tahapan pemilu yang kita laksanakan memang cukup banyak, mulai dari penataan penduduk, verifikasi partai, kampanye partai dan lain sebagainya sampai dengan pelantikan anggota Dewan atau pejabat politik yang dipilih. Jika kita ingin melaksanakan pemilu yang baik dengan hasil yang berkualitas, maka tiap komponen bangsa harus melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dengan mengarahkan segala potensi, daya dan upaya. Itu artinya semua komponen bangsa, masyarakat, pemerintah, TNI/POLRI dan lain-lain akan menjadi sibuk dan menghabiskan energi untuk melaksanakan pemilu sehingga lupa akan segalanya termasuk banyak kehilangan kesempatan untuk memikirkan kualitas kehidupan. Kualitas pendidikan, kesehatan, pengangguran dan berbagai aspek pembangunan lainnya akhirnya juga akan ikut terabaikan. Implikasi lain dari rumit dan beragamnya pemilu ini adalah alokasi anggaran pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD. Para politisi memang sering mengatakan bahwa pemilu itu pesta demokrasi, namun jika seringnya berpesta akhirnya kita akan menjadi pemabuk bukan penikmat demokrasi. Untuk sistem pemilu yang cukup rumit ini perlu kita pertanyakan siapa sebenarnya yang berpesta? Karena masyarakat terbukti banyak kehilangan kesempatan untuk memikirkan dirinya seperti kesehatan, pendidikan, mata pencarian bahkan keselamatannya. Saatnya kita berpikir cerdas sehingga kita bisa 'merdeka' dan tidak 'dijajah' oleh sistem yang kita buat sendiri. Masih banyak yang perlu kita pikirkan di luar pemilu di era modernisasi dan globalisasi sekarang ini. Pemilu memang penting untuk menentukan wakil rakyat dan pemimpin di masa depan. Namun kesehatan, kesejahteraan, pendidikan penduduk yang dipimpin jauh lebih penting dan prinsip untuk kemajuan, citra serta harkat dan martabat bangsa yang kita cintai. ''Money Politics'' Salah satu penyebab mahalnya aktivitas politik di Indonesia adalah adanya tradisi money politics pada tiap event politik. Jual beli suara, membeli nomor urut jadi (kecil) dalam pemilu legislatif serta membeli kendaraan politik untuk menjadi calon kepala daerah (bupati/gubernur) merupakan contoh kongkret telah berjangkitnya penyakit money politics dalam dunia perpolitikan kita. Bagi kaum berduit, dengan mudah dapat memilih partai mana pun, nomor urut berapa pun serta dari daerah pemilihan mana pun untuk menjadi calon legislatif di level mana pun yang dia inginkan (DPR, DPRD Propinsi maupun DPRD Kabupaten), tanpa harus berkarier dan ikut membesarkan partai politik. Bahkan untuk menjadi pemimpin partai politik pun saat ini sangat memungkinkan dengan sejumlah uang
CiKEAS Polri Bantah Telah Tangkap Noordin M Top
REFLEKSI: Mungkin saja Noordin adalah orang dalam di pihak kepolisian seperti kolonel Polri Saragih yang mengatur serangan Laskar Jihad dan dapat ditangkap oleh Batalyon Gabungan [Yongap] di Ambon. Tetapi, hingga kini tak ada berita proses hukum untuk kejahatan yang dilakukannya. HARIAN ANALISA Edisi Jumat, 15 Juni 2007 Polri Bantah Telah Tangkap Noordin M Top Jakarta, (Analisa) Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto membantah, informasi yang tersebar bahwa Polri telah menangkap Noordin M Top, tersangka berbagai kasus peledakan bom yang kini menjadi salah satu buronan utama Polri. Saya sudah cek soal kabar itu tapi belum ada kabar Noordin tertangkap, katanya kepada Antara. Kabar penangkapan warga negara Malaysia itu beredar di Jakarta, Jawa Timur dan Yogyakarta mulai Kamis pagi hingga sore ini. Seandainya tertangkap, Polri pasti akan cepat menginformasikan karena sudah tidak ada tersangka yang menjadi target, katanya. Saat menangkap Abu Dujana di Banyumas (10/6), polisi tidak mau mempublikasikan dengan harapan akan dapat menangkap Noordin sehingga baru diumumkan Rabu (13/6) kamarin. Kalau Noordin tertangkap, kan sudah tidak ada lagi yang ditunggu. Jadi, pasti akan diberitakan bahwa Noordin tertangkap, ujarnya. (Ant) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Ular Besar Menghadang Saide
http://www.bangkapos.com/berita.php?id=53784halaman=2topik=1 Ular Besar Menghadang Saide Anjing Selamat, Sabak Sekarat Kamis, 14 Jun 2007 21:07 RASA kasihan ternyata dapat mengatasi ketakutan. Saide (58) pun demikian. Walau sempat diselimuti rasa takut, Saide--warga Desa Simpang Rusa Kecamatan Membalong--nekad membacok seekor ular sabak (sanca) berukuran sangat besar demi menyelamatkan anjing kesayangannya yang hampir tewas digumul hewan melata itu.Tiga kali bacokan parang hinggap di tubuh ular sabak. Karena mengeluarkan banyak darah, ular yang panjangnya diperkirakan hampir enam meter itu pun lemas dan akhirnya melepas anjing Saide. Peristiwa dramatik ini terjadi di kawasan hutan Barik Desa Simpang Rusa Kecamatan Membalong, Rabu (13/6) malam sekitar pukul 20.00 WIB. Ketika itu, Saide sedang membawa lima ekor anjingnya melintas hutan Barik menuju ke sebuah kolong yang biasa dijadikan sebagai lokasi pencucian timah di desanya. Saat melewati aik arong (sungai kecil), tiba-tiba seekor anjing Saide yang berada paling depan melolong keras. Saide pun terkejut dan berusaha memeriksa apa yang sedang terjadi pada anjing peliharaannya. Alangkah terkejutnya Saide tatkala mendekati asal suara. Di bawah penerangan senter anjing miliknya terlihat sedang dibelit seekor ular sabak sebesar paha pria dewasa. Tubuh anjing malang itu terbelit tubuh ular hingga hanya tampak bagian kepalanya saja. Saide panik dan takut luar biasa. Ia hanya bisa menatap anjing piaraannya sedang bergumul dengan maut, tanpa mampu langsung menolong. Anjing itu tampak kesakitan dan tidak mengeluarkan suara sekecil apa pun. Lalu hati aku terasa terenyuh karena kasihan dengan nasib anjing itu. Dengan kondisi itu, seolah-olah anjing itu berteriak minta tolong kepadaku karena nyawanya bisa melayang akibat belitan ular itu, tutur Saide, kemarin. Sempat tertegun beberapa saat, Saide yang didorong rasa kasihan memutuskan membantu anjingnya agar bisa lepas dari lilitan ular. Dengan membuang segala ketakutannya, Saide pun mengambil sepotong kayu besar di dekatnya lalu ditusukkan ke tubuh ular. Tapi, tusukan itu seolah tak berarti apa-apa. Ular malah semakin keras membelit anjing. Tak tega melihat penderitaan hewan piaraannya, Saide pun menghunus parang yang terselip di pinggangnya. Satu sabetan langsung dihujamkan ke tubuh ular sabak hingga mengeluarkan darah. Tapi, binatang buas itu masih perkasa. Sekali bacokan parang tidak mempengaruhi ular tersebut. Karena tidak ada perubahan, lalu aku datangi lagi ular itu sambil memberi bacokan sebanyak dua kali langsung ke tubuh ular itu. Sambil membacok, aku tetap mewaspadai gerakan kepala ular yang terus mengarah kepadaku. Ternyata setelah dua bacokan itu, ular itu tampak lemas. Secara perlahan melepas belitannya. Langsung aku tangkap anjingku dan kubawa pergi jauh dari tubuh ular itu, ungkap Saide. Saide bergegas membawa anjingnya pulang ke desanya dengan menempuh jalan jalur lainnya. Ular sabak yang ditaksir memiliki berat sekitar satu kuintal itu dibiarkan terluka parah, sekarat sendirian di dalam hutan. Dikuliti Walau luput dari maut, anjing Saide terpaksa harus mendapat perawatan akibat belitan ular. Kejadian itu kemudian disampaikan Saide kepada warga desanya. Seketika itu pula terjadi kegemparan. Orang-orang yang penasaran mengenai kebenaran penemuan ular sabak yang panjangnya sekitar enam meter itu memutuskan mendatangi lokasi. Saat itulah kami baru percaya, ternyata apa yang disampaikan Beliau (Saide) benar-benar kenyataan. Ular sabak sebesar paha dengan ukuran sekitar enam meter dalam posisi tidak berdaya karena terus mengeluarkan darah akibat bacokan tiga bacokan beliau. Semula kami yang berjumlah sembilan orang ingin mengangkat ular itu dan dibawa ke desa. Tapi kami tidak kuat karena saking panjang dan besarnya ular itu, ujar Sarim, warga Desa Simpang Rusa, yang sempat melihat ular yang sedang sekarat. Menurut Sarim, ular sabak sebesar itu sekarang sudah langka di daerah sekitar Desa Simpang Rusa. Sepengetahuannya, penemuan ular seukuran itu pun baru pertama kali ini terjadi. Tak heran, banyak warga mengaku semula tidak percaya pada cerita Saide. Setelah diangkut ke desa, ular sabak itu akhirnya dikuliti warga. Daging dan empedunya diambil karena dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Saya sendiri tidak berani menjamah ular itu. Ada rasa geli (jijik) jika memegangnya. Karena itu, biak-biak dan warga yang memotong dan menguliti ular itu. Rencananya mau diambil empedunya. Dagingnya dibuang atau diberi pada yang mau untuk dijadikan obat, kata Saide. (sya) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Demo BEM Maluku Ricuh - Mahasiswa Dihajar Polisi dan Sat. Pol PP
RADAR SORONG Jumat 15 Juni 2007 Demo BEM Maluku Ricuh **Mahasiswa Dihajar Polisi dan Sat. Pol PP AMBON- Aksi demo ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Maluku, kemarin ricuh. Kericuhan dipicu oleh aksi pemukulan yang dilakukan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Sat. Pol PP) Pemerintah Provinsi Maluku dan anggota polisi di lapangan Mardika, Ambon. Akibat aksi pemukulan ini, Jacky Berbiru mahasiswa STAKPN Ambon, mengalami luka pada bagian kepala. Dia dihajar dengan menggunakan kayu oleh anggota Sat Pol PP. Beberapa mahasiswa juga tak luput dari aksi pemukulan oleh anggota Pol PP itu. Mahasiswa sempat dikejar oleh Sat Pol PP yang datang dari kantor gubernur. Mereka menyerang mahasiswa sambil membawa kayu dan pentungan. Aksi pemukulan ini berawal saat keinginan ratusan mahasiswa yang merupakan perwakilan dari 45 perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta se-Maluku ini beristirahat sejenak di Lapangan Mardika yang dijadikan lokasi pusat perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas). Di lokasi itu, mahasiswa (pendemo) hendak menyantap makan siang, usai menggelar aksi demo di sejumlah instansi, termasuk di kantor gubernur. Tapi keinginan tersebut ditentang Sat. Pol PP yang bertugas di kantor gubernur, yang lokasinya hanya beberapa meter dari lapangan Merdeka. Meskipun ditentang, pendemo tetap ngotot dan tidak ingin angkat kaki dari lapangan Mardika yang telah disulap untuk menyambut kedatangan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, 29 Juni 2007 mendatang pada perayaan Harganas. Sejurus kemudian, beberapa anggota Sat Pol PP yang berada di kantor gubernur berlari menuju kerumunan mahasiswa yang tengah beristirahat. Membawa pentungan dan kayu mereka menyerang mahasiswa. Mahasiswa selanjutnya mengusir Sat Pol PP yang coba mendekati, tapi aksi itu dibalas Sat Pol PP. mereka melayangkan pukulan dengan menggunakan kayu kepada mahasiswa. Bahkan mereka sempat mengejar mahasiswa dengan kayu. Usai melakukan aksinya para polisi pamong praja ini berlari kembali ke kantor gubernur. Entah kenapa, anggota Polisi yang seharusnya melakukan pengawalan selama aksi demo berlangsung tiba-tiba juga ikut memukul mahasiswa. Anehnya polisi juga tidak meringkus oknum pamong praja yang telah melakukan pemukulan itu. Pemukulan ini sontak memancing kemarahan pendemo dan hendak melakukan pembalasan terhadap anggota Sat Pol PP. Beruntung berkat kesigapan aparat kepolisian, aksi balasan itu dapat dibatalkan. Namun demikian pendemo masih tetap tak mampu mengontrol emosinya. Mereka melontarkan caci makian kepada pihak-pihak yang melakukan pemukulan itu. Kapolres Ambon AKBP Tri Lulus Rahardjo dan jajarannya yang berada dilokasi mencoba menenangkan massa. Tapi tetap tak mampu meredam emosi mahasiswa. Melihat gelagat itu Kapolres langsung menghubungi Kapolda Maluku Brigjen Pol. Guntur Gatot Setyawan via ponselnya. Aksi baru reda setelah Kapolres memberikan kesempatan kepada BEM Universitas Pattimura Ambon, Niko Okmemera berbicara dengan Kapolda via telepon seluler. Kami telah dipukul oleh anggota Sat Pol PP dan polisi, padahal kami hanya beristirahat di tempat ini (Lapangan Merdeka) untuk makan siang. Apa kami ini penjahat dan dilarang beristirahat di tempat ini. Kami punya hak, karena lokasi untuk perayaan Harganas ini dibangun dengan uang rakyat, tegas Okmemere kepada wartawan. Akibat aksi ini, dia mengancam akan melakukan aksi demo susulan, dengan massa yang lebih besar. Gubernur harus memecat anggota Sat Pol PP yang memukul mahasiswa dan harus di proses hukum, tegas dia. Dia bahkan mengancam melakukan pemboikotan terhadap pelaksanaan Harganas. DEMO SEMPAT TEGANG Sebelumnya aksi demo BEM se-Maluku ini sempat tegang. Ketegangan terjadi saat ratusan pendemo hendak berorasi di kantor gubernur. Kedatangan pendemo sekitar pukul 12.20 WIT, dihadang anggota Sat Pol PP dipintu pagar masuk utama kantor gubernur. Saat demo berlangsung Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu tidak berada di tempat karena melakukan kunjungan kerja ke Kota Manado. (sao/cr1/jpnn [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS China police rescue 248 people from slavery in brick kilns + Mass rescue of 'slaves' in China
http://news.xinhuanet.com/english/2007-06/15/content_6244314.htm 2007-06-15 03:10:49 China police rescue 248 people from slavery in brick kilns Chinese policemen help a young worker to leave a brick kiln in Hongtong County, Linfen City, North China's Shanxi Province in late May 2007. (Photo: Xinhuanet) ZHENGZHOU, June 14 (Xinhua) -- Chinese police have rescued 248 people who had been forced to work as 'slaves' in brick kilns, while widespread crackdown is underway. Police in central Henan Province have rescued 217 people, including 29 children, and detained 120 suspects after a 4-day crackdown campaign involving more than 35,000 police to check 7,500 kilns in the province. In the area around Xinxiang, north of Zhengzhou, police raided 20 brick kilns on Saturday and rescued 23 people including 16 children. Laborers had been enticed or kidnapped and transported to the kilns by human traffickers. Upon arrival they were beaten, starved and forced to work long hours without pay. In the past two weeks, Chinese media have exposed the plight of children held captive in brick kilns in neighboring Shanxi Province and photos of distraught parents have appeared in the press. It is reported that 400 Henan fathers have went to the remote mountains in Shanxi to track down missing sons who they believe were sold to kilns. Qin Yuhai, vice governor and police chief of Henan, said we must do everything we can to fight human trafficking and rescue those being held captive. In north China's Shanxi Province, police have rescued 31 people who were forced to work under extremely cruel conditions in brick kilns and detained five suspects. Wang Bingbing, owner of an illegal brick kiln, and four accomplices, were detained after police found they had forced 32 people who had been abducted or lured from railways stations of Henan and Shanxi. Nine of the 32 were mentally disabled. One worker, born as mentally handicapped, was beaten to death last November, local police said. Guarded by taskmaster and dogs, they were forced to work 15 to 16 hours per day, and finish their meals of steamed bread and water within 15 minutes. The workers sleep on the ground in a darkroom without heating system in freezing winter. Police are still hunting for another suspect from Henan. The kiln was based in Caosheng Village of Hongtong County. Wang was the son of a village head, according to Wang Xingwang, deputy chairman with the provincial workers' union. The kiln's bank accounts have been frozen. Yang Aizhi, a 46-year-old mother, was one of the people who alerted the public to the scandal. Her 16-year-old son went missing on March 8 and she has been searching for him ever since. On her travels she heard that the child might have been kidnapped and forced to work at kilns in Shanxi. Yang went to more than 100 kilns in Shanxi and discovered that most kilns were forcing children to do hard labor, she was quoted as saying in the Southern Weekly. Some children were still wearing their school uniforms. When the children were too tired to push carts, they were whipped by taskmasters, said Yang. Yang tried to rescue some of the children but was threatened by kiln owners. She has yet to find her son. Yang and other parents who suspect their children have been kidnapped and forced to work in illegal kilns told their story to a TV station in Zhengzhou in early May. Zhang Wenlong was one of the 31 people rescued from the kiln in Caosheng village. Zhang, 17, called the kiln he had worked at as prison. Zhang says he was abducted in March from the Zhengzhou Railway Station and worked at a kiln for three months until he burned his hand on bricks that had not yet cooled. Zhang was watched by thugs and six ferocious dogs, making it impossible to escape. His taskmaster refused him hospital treatment but provided medicines that had expired. The county government has allocated 200,000 yuan (about 26,300 U.S. dollars) to provide a salary to the victims. Nine of the rescued have returned home and government officials are accompanying 15 others to their homes. Seven of the people who were rescued have disappeared as police believe they may have been so traumatized they simply fled. The crackdown campaign was launched in 11 cities of Shanxi. There have been raids on coal mines, brick kilns, private contractors and small-sized enterprises after media reports revealed that hundreds of children in Henan Province had been kidnapped and forced to work in kilns in Shanxi. The crackdown is still underway in case more people are suffering in kilns and
CiKEAS King-hit JI down but not out
http://www.theage.com.au/news/in-depth/kinghit-ji-down-but-not-out/2007/06/15/1181414542846.html King-hit JI down but not out Indonesian police captured Zarkasih (left), a senior commander of Jemaah Islamiah, a few hours after arresting Indonesia's most wanted man Abu Dujana (right). Photo: Reuters Ap Mark Forbes and Daniel Flitton June 16, 2007 THE man militant followers called the guru lived with his wife and young children in a simple, ramshackle house in Kebarongan village in Central Java, seemingly unaware of a tightening cordon of police agents. Last Saturday morning Abu Dujana and his three children were almost home on his motorbike when black-clad members of Detachment 88, Indonesia's crack anti-terrorist squad, jumped him. According to one neighbour, Paryo, they grabbed Dujana's neck and wrenched him off, scattering the children. Two police held him to the ground, then the trio scrabbled for a handgun. One policeman pushed the gun against Dujana's thigh and bang, said Paryo. Dujana had been living quietly in the village for nearly eight months, posing as a simple bag seller. Locals were amazed to hear he was Indonesia's most-wanted man, rated by police as the most significant terrorist threat to the nation in his role as a military commander of the Jemaah Islamiah terror network. The capture was the culmination of a six-month operation by Detachment 88, assisted by Australian police training, surveillance technology and agents on the ground. It illustrates just how far Indonesian police have evolved since the first Bali bombing, where the blast scene wasn't secured for nearly a day and crucial evidence disturbed. Six hours later Detachment 88 swooped again, plucking a potentially greater prize, arresting Zarkasih, also known as Nuaim, in Yogyakarta. Since 2004 Zarkasih, who fought in Afghanistan alongside Dujana, has commanded the entire JI operation. For Jemaah Islamiah these are the heaviest of blows, robbing the organisation of its two most senior commanders and graduates of al-Qaeda's Afghanistan academy of terror. According to Ansyaad Mbai, head of counter terrorism at Indonesia's Security Ministry, last weekend's operation is more significant than previous counter terrorism operations. South-East Asia director of the International Crisis Group, Sidney Jones, described the arrests as extremely important, exposing the entire JI operation. Investigators now have access to a walking treasure trove of intelligence. Zarkasih should know all JI's secrets and Dujana most of them as a member of its central command and military chief of its largest stronghold in Java. Dujana was the conduit between the organisation's mainstream and the radical splinter network run by the architect of the bombings in Bali and of Australia's Jakarta embassy, Noordin Top. Under Zarkasih's and Dujana's orders, JI members ensured Top evaded a massive police manhunt for four years. They also built up a large arsenal of weapons and explosives (enough for four more Bali bombings, police say) to assist the establishment of an Islamic state. Jones says the pair are men who could tell all from the sources of financing to international connections, to personnel, to internal feuds, the structure. In one blow the organisation has lost two significant leaders, important figures in the diminishing Afghanistan generation'. Their credibility, kudos and experience is almost irreplaceable, Jones believes. Attention had to be paid to JI's recruitment base, but the captures were a significant spanner in the works, she says. The cascading captures indicates ongoing success on gathering intelligence from those arrested. Under Dujana's orders, JI members ensured Top evaded a massive police manhunt for four years. They also built up a large arsenal of weapons and explosives (enough for four more Bali bombings, police say) to assist the establishment of an Islamic state. Abu Dujana joined a motley collection of young men drawn from across the world to the Afghan war in the 1980s; one of a handful of Indonesians attracted by the call to defend Islam from the Soviet invasion. How Dujana spent his time in the rugged region is not exactly known - only a few of the foreign volunteers in Afghanistan ever saw battle. Instead, Dujana probably included, they mostly existed on the margins of the conflict, enjoying the company of their fellow zealots. A few were taught how to construct makeshift bombs. But some foreigners did go on to play a major part in the long struggle against the Soviet army, joining with local Afghans flush with Saudi and US money to drive back a world superpower. Together, these fighters helped invent the mystic of the modern Islamic warrior - the mujahideen. After the first Bali attacks the spectre of JI loomed across the Indonesian archipelago and the wider region. Authorities tracked JI cadre to the Philippines, Thailand and Malaysia. Senior leaders
CiKEAS Far From War, a Town With a Well-Used Welcome Mat
http://www.nytimes.com/2007/06/13/world/europe/13sweden.html?_r=1oref=slogin Sodertalje Journal Far From War, a Town With a Well-Used Welcome Mat Dean C. K. Cox for The New York Times Hanin Tawlik pinned a photo of the Rev. Ragheed Ganni on Vicky Sallom at a memorial service for Father Ganni recently in Sodertalje, Sweden. By IVAR EKMAN Published: June 13, 2007 SODERTALJE, Sweden, June 11 - Walking down the carpeted aisle of Sodertalje's low-slung St. John's Church on a recent morning, Anders Lago's broad, blond features looked out of place among the crowd of hundreds of black-clad Iraqi mourners at a memorial service. Providing a Welcome Mat The New York Times In Sodertalje, Arabic can now be heard almost everywhere. More Photos » Mr. Lago is the mayor of this scenic Swedish town of 60,000 people, which last year took in twice as many Iraqi refugees as the entire United States, almost all of them Christians fleeing the religious cleansing taking place next to Iraq's anti-American insurgency and sectarian strife. So the mourners are now part of Mr. Lago's constituency, and their war is rapidly becoming Sodertalje's war - to the mayor's growing chagrin. Sodertalje, he says, is reaching a breaking point, and can no longer provide the newcomers with even the basic services they have the right to expect. About 9,000 Iraqis made it to Sweden in 2006 - almost half of the 22,000 who sought asylum in the entire industrialized world. This year, when the United States has promised to take in 7,000 Iraqis, around 20,000 are expected to seek asylum in Sweden. Many of them are expected to find their way to this thriving town nestled among cold lakes and steep pine and birch-covered hills about 18 miles southwest of Stockholm. During 2006, following a migration route for Middle Eastern Christians laid down almost half a century ago, more than 1,000 Iraqis arrived here. This year, up to 2,000 are expected to come. Now areas like Ronna and Hovsjo, with the seven-story, boxlike apartment buildings typical of these Swedish versions of France's blighted immigrant neighborhoods or America's urban housing projects, are being nicknamed Little Baghdad and Mesopotalje, complete with shops hawking Iraqi delicacies, crowded apartments and innumerable stories of carnage and loss. In one Ronna apartment, where newly arrived refugees gathered recently for an introduction to their new homeland as part of a municipal program, tragic stories were in abundant supply. Mariam, a 36-year-old teacher from the northern Iraqi city of Mosul, came to Sodertalje in late March. She told of being grazed by a gunman's bullet while trying to leave Mosul with her family, and seeing one of her sons shot in the stomach. We left everything to be safe, and we came here to start a new life, said Miriam, an Assyrian Christian who did not want her full name used because her husband and two of her three sons had not yet managed to leave Iraq. In Iraq, we were deprived of even the simple right to go to church, and we want to hold on to our religion. Sweden grants asylum to all Iraqis except those from the relatively stable Kurdish areas, and the immigration authorities do not even register their religious affiliation. But Sodertalje has been a magnet for Christian refugees since the late 1960s, when Assyrian immigrants from Lebanon, Syria and Turkey established a thriving community here. After the Persian Gulf war in 1991 and now, as extremists in Iraq step up their persecution of non-Muslims, more and more are trying to get here. They come here to survive, said Jalal Hammo, the chairman of St. John's, a Chaldean Catholic church, who arrived from Iraq in 1994. The terrorists do all they can to make all Christians leave Iraq. Culture shock for newly arrived Iraqis is felt far less here than it would be practically anywhere else in Sweden - or the West, for that matter. Here, they can speak their native Arabic almost everywhere, and have their choice of churches for the Christian denominations common in Iraq: Chaldean Catholic, Syriac Orthodox and Syriac Catholic. In addition, they can see the games of two successful Assyrian soccer teams at the local stadium, as well as Suroyo TV, an Assyrian satellite TV station. But even though Sodertalje is the choice for many Iraqi Christians, it is becoming increasingly clear that their new lives present many challenges - partly as a consequence of Sodertalje's status as a haven of choice. Most who make it here were relatively affluent - almost all have paid $10,000 to $20,000 to get the papers they need to get out of Iraq - and they are often highly educated. But work in Sodertalje is scarce, especially for those with little knowledge of Swedish, and Iraqis who arrive now will have to wait several months to start regular Swedish classes. Housing is also a problem. Like most of the refugees, Mariam has been living with friends since she
CiKEAS Iraq conflict 'will create a violent generation'
http://news.independent.co.uk/world/politics/article2659704.ece Iraq conflict 'will create a violent generation' By Colin Brown, Deputy Political Editor Published: 15 June 2007 An Iraqi doctor has addressed a direct appeal to the UN secretary general over the plight of children in his home country, warning that the violence there was causing widespread emotional and behavioural damage - and could lead to spiralling violence in the future. Dr Abdul Kareem Al Obaidi, chair of the Iraqi Association for Child Mental Health, said that the situation was desperate, with children suffering unbearable traumas and heart-wrenching experiences. He warned Ban Ki-moon that there could be long-term problems for Iraq and the rest of the world as the children became adults. Behaviour disorders, which never used to be a problem in Iraq, were now prominent, including delinquency, drug and substance abuse, and a 50 per cent rate of truancy from school. Emotional disorders such as depression, anxiety disorders including post-traumatic stress disorder and panic disorders were increasing dramatically among children, who made up 55 per cent of the Iraqi population of 29 million, he said. This is a crisis situation that needs urgent attention. Iraqi children are suffering from continuous exposure to violence; many are killed and mutilated every day. They suffer from neglect and abuse, oppression and the loss of parents through deathand separation. Our children carry the future of Iraq, and that future is being corrupted. The risk is great, not just for our country, but for the region and the world. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Aliens really do exist!
http://www.gulfnews.com/opinion/columns/world/10132392.html Published: 15/06/2007 12:00 AM (UAE) Illustration by Nino Jose Heredia/Gulf News Aliens really do exist! By Roger Highfield, The Telegraph Group Limited A decade ago, my question about ET would have been greeted with nervous laughter, curling toes or embarrassed silence. Perhaps even a contemptuous sneer. So it was extraordinary to find myself sitting before a respected huddle of planet hunters with the Britain's Science Minister, Malcolm Wicks, recently as they declared they believe in aliens. Seven leading British experts were briefing the minister in a session entitled Is there life out there? - Other Earth-like or habitable planets in the bowels of the Department of Trade and Industry, when I put to them two questions: is there alien life? And if there is, do you think it is intelligent? Until recently, the assembled scientists would (quite rightly) have pointed out that there is no universally accepted definition of life, let alone of intelligence. Any talk of smart extraterrestrials belonged in science fiction. Today, our understanding of the cosmos has changed so much that for the first time searching for signs of life in other solar systems is not just a philosopher's dream but on the list of planned human endeavours. All the scientists I questioned agreed that alien life is inevitable and ubiquitous. And all but one believe it could be intelligent - ie with the faculty of reasoning and understanding Some even think we will find some form of life on our doorstep. Prof John Zarnecki of The Open University bullishly told the minister: My position is very simple. We will find extinct or some life in the solar system. He believes primitive bugs, or their remains, will be found in 2015 when a European Space Agency mission will land on Mars to dig into its dusty red surface. After all, once upon a time Mars was a warmer, wetter and more comfortable place. And he has high hopes for a future mission to the icy moon Europa, the heart of which is warmed by tidal forces as it orbits Jupiter. We shall find life on Europa in 2023, he told us with determination. Why so confident? Our own planet proves that life can flourish quickly. The first creatures evolved on primordial Earth with indecent haste, only half a billion years or so after its birth 4.5 billion years ago, and microbes have now been found in the most inhospitable nooks and crannies, able to dine on wet rock or thrive without sunshine. This prompted Dr Ian Stevens of the University of Birmingham to speculate that other planets must support life, too: My guess is life is common out there. But it is the discovery of almost 300 worlds orbiting distant stars that has excited experts the most. Their rising confidence that the conditions might exist somewhere for the development of intelligent alien life comes from their conviction that they will find many Earth-like planets that are in what they call the Goldilocks zone (where conditions on the planet are not too hot and not too cold but just right, so that liquid water is present and life could evolve). Formidable challenges There are formidable challenges facing planet hunters given the vastness of our cosmos. The most distant man-made object is Voyager 1, launched 30 years ago and now around 10 billion miles away. While it takes light a day to travel from the aged probe to Earth, the glow of the nearest star takes four years, while the light from most stars we can see at night takes hundreds, or even thousands of years to reach us. Spotting a planet in orbit around these points of light is a daunting task, likened to detecting the glow of a lighthouse keeper's cigarette from miles away when the beam of his lighthouse is shining directly at you. But in 1992, scientists realised that it was possible to find distant worlds when Alexander Wolszczan of Pennsylvania State University found a planet orbiting a neutron star (the remnant of a stellar explosion). Of all the places that astronomers expected to find alien planets, this was not one of them. It was a ridiculous place to have a planet, said Dr Stevens. But it was there. Three years later, a team working at the Geneva Observatory in Switzerland made headlines
CiKEAS Tanah Jakarta Berpotensi Amblas jika Terjadi Gempa 5 MW
HARIAN ANALISA Edisi Sabtu, 16 Juni 2007 Tanah Jakarta Berpotensi Amblas jika Terjadi Gempa 5 MW Jakarta, (Analisa) Tanah Jakarta cukup berpotensi untuk amblas, longsor dan kehilangan daya dukung terhadap fondasi bangunan dan infrastruktur di atasnya jika terjadi gempa dengan skala di atas 5 MW (Magnitudo gempa) dan dengan kecepatan gempa permukaan di atas 0,1 gal (80 cm per detik kuadrat). Jakarta merupakan kota yang dibangun di pesisir, khususnya area di utara Jakarta. Jadi sebagian tanahnya dari jenis pasir, bukan jenis lempung, kata pakar geoteknologi LIPI, Adrin Tohari di Jakarta, Jumat. Tanah jenis ini jika ditambah syarat lain yakni bersifat lepas (tidak padat) dan jenuh air, lanjut dia, maka cukup berpotensi terkena likuifaksi atau suatu fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa. Pada peristiwa ini, lapisan tanah pasir berubah menjadi cairan sehingga tidak mampu menopang beban bangunan di atasnya dan mengakibatkan antara lain, hilangnya daya dukung atau kegagalan pondasi jembatan, mengakibatkan ground settlement yang dapat menimbulkan penurunan pada bangunan dan ground oscillation yang dapat menimbulkan kerusakan pada jalan. Likuifaksi juga menyebabkan flow failure atau longsoran lereng tanah yang menimbulkan kerusakan besar pada jalan yang berada di atas tebing, menyebabkan lateral spread atau perpindahan menyamping pada permukaan datar dan menimbulkan kerusakan pada bangunan dan jalan. Likuifaksi juga membuat lapisan pasir menyembur (sand boiling) dan menyumbat sumur. Ia memberi contoh ketika terjadi gempa Yogyakarta di mana sumur-sumur menyemburkan pasir dan tersumbat sehingga warga Yogyakarta yang rumah-rumahnya hancur karena gempa makin menderita dengan kekurangan sumber air bersih. Selain itu likuifaksi juga bisa menyebabkan bouyant rise of buried structures yang menimbulkan ledakan pada pipa gas atau tanki bahan kimia terpendam di dalam tanah. Namun demikian studi tentang struktur tanah di Jakarta sangat minim, belum ada pemetaan area mana saja di Jakarta yang mengandung lapisan pasir lepas dan jenuh air yang berbahaya jika didirikan bangunan di atasnya. Kesulitan kami melakukan studi struktur tanah di Jakarta karena Jakarta sudah terlanjur padat dengan aspal, beton dan bangunan, padahal studi geologi perlu menggali dan membor lokasi-lokasi yang ingin diketahui, katanya. Sumber gempa bagi Jakarta, ujarnya, bisa berasal dari subduksi di sepanjang barat Sumatera hingga selatan Jawa, sesar di Jawa Barat dan gempa Krakatau yang memiliki rentang umur ledakan sekitar 200 tahun. Ditanya soal kerawanan reklamasi pantai di utara Jakarta, menurut dia, bisa saja dibuat menjadi tidak rawan likuifaksi asal lapisan tanah di bawahnya dipadatkan.. [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Sultan HB X: Manusia Berhati Rusak Akan Kehilangan Jati Diri
http://www.antara.co.id/arc/2007/6/15/sultan-hb-x-manusia-berhati-rusak-akan-kehilangan-jati-diri/ 15/06/07 23:43 Sultan HB X: Manusia Berhati Rusak Akan Kehilangan Jati Diri Yogyakarta (ANTARA News) - Raja Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, mengatakan bahwa manusia yang memiliki hati rusak akan kehilangan martabat dan jati dirinya. Mereka akan menjadi budak nafsu yang cenderung melakukan apa saja yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, katanya pada Mujahadah Akbar Peringatan 260 Tahun Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, di Bangsal Pancaniti, Jumat malam. Menurut dia, manusia seperti itu akan merampas hak orang lain, menindas, membunuh, memprovokasi, menghalalkan segala cara untuk mewujudkan kehendaknya, bahkan menjadi manusia yang menebar penyakit dan bencana bagi umat manusia. Oleh karena itu, bagi seorang mukmin yang sadar bahwa perjalanan dunia hanyalah perantauan sesaat akan selalu melakukan mujahadah untuk membersihkan jiwa, dan menghiasi keheningan malam dengan tahajud untuk mengisi kalbu dengan istighfar. Sultan HB X mengatakan, itulah percikan hikmah yang dapat dipetik dari Mujahadah Akbar tersebut untuk membimbing manusia agar di tengah hidup yang makin sulit dan bersifat bendawi dalam tatanan pergaulan yang kian beringas lebih memperbanyak tahajud dan istighfar. Jika semua itu kita lakukan, saya percaya akan menumbuhkan kedamaian jiwa, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW bahwa barangsiapa memperbanyak istighfar niscaya Allah SWT akan memberikan ketenangan batin, melepaskan dari segala kesempitan, dan memberi rezeki secara tidak terduga, kata Sultan, yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mujahadah Akbar yang dipimpin KH Misbahul Munir itu diikuti ribuan orang dari berbagai kota di Jawa dan Madura, termasuk sejumlah kyai, yang memadati Bangsal Pancaniti dan Keben Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelum Mujahadah Akbar, sejumlah kyai diterima Sultan HB X di Gedhong Jene Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejumlah kyai itu, antara lain KH Sahal Mahfud dari Pati, KH Mustofa Bisri (Rembang), KH Dimyati Rois (Kendal), KH Syaroni Ahmad (Kudus), KH Idris (Kediri), KH Agus Ali (Sidoarjo), dan Zawawi Imron (Sumen) [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Mantan Mendagri Diperiksa Tujuh Jam
http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/6/15/n1.htm Mantan Mendagri Diperiksa Tujuh Jam Jakarta (Bali Post) - Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Letjen TNI (Purn) Hari Sabarno diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan terhadapnya berlangsung tujuh jam. Hal itu terkait dugaan korupsi pengadaan alat berat, berupa mobil pemadam kebakaran di sejumlah propinsi pada tahun anggaran 2003-2005. Mantan Ketua Fraksi TNI di DPR/MPR itu tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/6) kemarin pukul 09.45 WIB. Dia langsung menuju ruang pemeriksaan di lantai dua. Cecaran pertanyaan wartawan, sama sekali tak ditanggapinya. Semuanya hanya dibalas dengan senyum sambil terus berjalan dengan cepat. Usai menjalani pemeriksaan pukul 17.05 WIB, ternyata Hari Sabarno menghilang secara diam-diam. Ia keluar dari gedung KPK melalui pintu gedung Sekretariat Negara (Setneg). Gedung KPK memang menyatu dengan gedung Setneg. Di antara kedua gedung ini, terdapat pintu hubung di tiap lantai, sehingga tamu KPK dapat keluar melalui pintu gedung Setneg yang langsung menghadap ke jalan raya. Wakil Ketua KPK Erry Ryana Hardjapamekas mengatakan, Hari Sabarno dimintai keterangan KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di hampir seluruh propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Pengadaan mobil pemadam kebakaran itu dilaksanakan secara terpusat oleh Depdagri pada masa jabatan Hari Sabarno periode 2001-2004. Pelaksanaan pengadaan mobil pemadam kebakaran itu melalui radiogram yang dikirimkan Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Depdagri, yang telah menentukan rekanan pengadaan PT Istana Sarana Raya untuk pengadaan di seluruh daerah. Radiogram itu juga menyebutkan spesifikasi dan harga dari setiap jenis mobil pemadam kebakaran yang dibutuhkan tiap daerah. ''Pak Hari Sabarno, kami mintai keterangan sebagai saksi dalam kasus pengadaan alat berat,'' jelasnya. Sebelumnya, mantan Ditjen Otda Depdagri Oentarto Sindung Malawi yang menandatangani radiogram itu, berkilah PT Istana Sarana Raya (ISR) sudah digandeng pihaknya sebagai rekanan sejak masa jabatan Mendagri Yogi Suardi Memed. Oentarto hanya meneruskan kebijakan yang telah ada di Depdagri. Meski mengaku tidak tahu alasan dan dasar penunjukan PT ISR sebagai rekanan Depdagri, Oentarto mengungkapkan, pemilik perusahaan itu, Daud, memang dikenal memiliki hubungan dekat dengan para petinggi TNI. KPK telah melakukan penggeledahan di rumah Daud di Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Dalam mengusut kasus ini, KPK telah meminta keterangan beberapa kepala daerah dan mantan kepada daerah. Di antaranya Gubernur Bali Dewa Made Beratha, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto, Gubernur Irian Jaya Barat Abraham Octavianus Atururi, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah. Sampai saat ini, secara resmi KPK baru mengumumkan satu tersangka untuk kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran, yakni mantan Wali Kota Makassar Aminuddin Maula. KPK menduga terjadi penggelembungan dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran di tiap daerah dengan nilai yang berbeda. Sejumlah kepala daerah diduga terlibat kuat dalam kasus korupsi ini. (kmb3 [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Mbah Zarkasih, Penjual Roti yang Jabat Amir Jamaah Islamiyah
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detailid=8786 Sabtu, 16 Juni 2007, Mbah Zarkasih, Penjual Roti yang Jabat Amir Jamaah Islamiyah Bertugas Jaga Stok dan Pengiriman Senpi-Bom Satu per satu petinggi Jamaah Islamiyah (JI), organisasi teror yang beroperasi di Asia Tenggara, dibekuk polisi. Selain Abu Dujana, tokoh lain yang telah ditangkap adalah Zarkasih. Pria berambut putih yang akrab dipanggil Mbah itu adalah amir darurat JI. FAROUK ARNAZ, Jakarta LEWAT rekaman video yang dipancarkan ke layar proyektor, Zarkasih tampak berbicara dengan tenang. Sesekali lelaki dengan noda hitam di dahi itu berbicara sambil tersenyum. Tak ada kesan bahwa dia adalah pemimpin organisasi teror yang paling diburu polisi. Mengenakan kaus warna biru, di dalam rekaman itu, dia mengaku terus terang bahwa dialah pimpinan JI sekarang. Kawan-kawan yang tersisa menunjuk saya. Saya tidak tahu disebut amir atau apa. Pokoknya, saya ketuanya. (Saya dapat tugas) untuk mencari sosok pimpinan yang terbaik, baik sisi dakwah maupun jihadnya, katanya di Aula Bareskrim, Mabes Polri, kemarin. Lelaki kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, 29 Desember 1962, itu mempunyai tujuh nama. Selain Zarkasih, ada yang menyebut Zuhroni, Abu Irsad, Nuaim, Oni, Zainudin, atau Mbah, panggilan akrabnya. Khusus sebutan terakhir (Mbah, dalam bahasa Jawa berarti kakek) ini dikaitkan dengan rambutnya yang sudah banyak uban. Di kalangan para pemburu pelaku teror (khususnya Densus 88), nama dan wajah Zarkasih sudah tidak asing. Fotonya sudah disebar polisi dalam poster-poster pasca ledakan bom J.W. Marriott Jakarta lalu. Bedanya, dibanding keadaan sekarang, dia kelihatan lebih tua. Sebagai buron, Mbah disejajarkan dengan enam buron lain; Abu Dujana, Hasan, Rois, Dzulkarnaen, Umar alias Patek, dan Dulmatin. Kepalanya dihargai Rp 500 juta. Harga ini memang hanya separo dibanding almarhum Dr Azhari (terbunuh dalam penggerebekan di Batu) dan Noordin M. Top yang dihargai Rp 1 miliar. Ternyata dia inilah (Zarkasih) yang sejak 2005 duduk sebagai amir alias mahshul atau ketua darurat JI, menggantikan Adung yang sudah kita tangkap, kata Direktur I Kamtrannas Bareskrim Polri Brigjen Pol Surya Dharma dengan suara keras. Surya Dharma patut lega. Sebab, saat membekuk kaki tangan Abu Dujana di Jogja dan sekitarnya pada 20 Maret lalu, -khususnya ishobah wilayah Semarang Sarwo Edhi- polisi tidak mengetahui pucuk pimpinan tertinggi struktur baru JI itu. Yang mereka tahu, Sarwo Edhi hanya menyebut bahwa posisi Mbah lebih tinggi daripada Abu Dujana. Dia sebagai rujukan. Tapi, posisinya apa, kami tidak tahu hingga penangkapan Abu Dujana itu, kata seorang anggota Satgas Bom. Maka, begitu Abu Dujana buka mulut, polisi bergerak cepat. Jika Abu Dujana dibekuk di Kebarongan, Banyumas, Mbah dibekuk sekitar enam jam kemudian di Ngaglik, Kabupaten Sleman, Jogjakarta. Dia tidak melawan, tambahnya. Pengakuan pun meluncur dari bibir Mbah. Pada 1987, misalnya, dia menimba ilmu militer di Akademi Militer Saddah di perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Dia masuk angkatan kelima dan lulus nomor dua di bawah Nasir Abbas, anggota JI yang sudah keluar. Selama pendidikan, dia cukup dekat dengan saya. Saya sedih mendengar teman saya ditangkap polisi. Kemampuan akademisnya cukup bagus. Dia punya jiwa kepemimpinan dan wibawa, kata Nasir kepada Jawa Pos tadi malam. Pada 1998, Mbah mengajar di kamp Hudaibiyah di Mindanao, Filipina Selatan. Sebelum duduk sebagai amir JI, Mbah lebih dulu meniti karir sebagai ketua mantiqi II menggantikan Abu Fatih (buron). Ketika dia menjabat itulah, bom meledak di JW Marriott. Saat Ustad Andung (lihat grafis di halaman 1) dibekuk polisi di Sukoharjo, Solo, pada 2005, untuk mengisi kevakuman kepemimpinan JI, dia dipilih menjadi amir darurat. Karena sifatnya darurat, dia juga duduk sebagai ketua Lajnah Ikhtiar Lisnabil Amir alias komisi yang terdiri atas para pejabat tinggi untuk menyiapkan amir. Belum sempat amir baru terpilih, dia keburu dibekuk polisi. Lantas, apa saja yang dilakukannya selama dua tahun menjabat? Mbah mengaku mengendalikan penyimpanan senjata api dan bahan peledak di Jawa dan Poso, lalu mengendalikan lalu lintas pengiriman barang-barang berbahaya itu dari wilayah Solo-Jogja-Surabaya-Poso. Selain itu, dia mengirimkan Abu Fatih sebagai penanggung jawab operasi di Poso dan dr Agus (buron) selaku ketua (mashul) mantiqi khusus Poso. Mbah juga menerima uang hasil rampokan Pemda Poso yang dianggap sebagai dana fai serta rutin menerima laporan dari Hasanudin (juga sudah tertangkap) sebagai ketua wakalah Poso. Keluarga Raib Satu ember plastik berisi sepasang sandal dan celana loreng teronggok di depan rumah. Lampu di teras rumah belakang dan depan menyala. Itulah yang tersisa dari rumah kontrakan yang ditempati Zarkasih bersama keluarga di Dusun Watugedeg, Desa Donoharjo, Kecamatan, Ngaglik, Kabupaten Sleman. Selebihnya, rumah itu tampak kosong. Ketika wartawan Radar Jogja (Grup Jawa
CiKEAS Singapura Terapkan Politik Supremasi terhadap
Refleksi: Benarkah Singapura terapakan politik supermasi terhadap RI ataukah ketidakpengertian para petinggi perundingan Jakarta dalam membuat dan menandatangani perjanjian? Pokoknya sudah beli oleh-oleh Ochard Street sudah lumayan. http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_cid=290146 Sabtu, 16 Juni 2007, Singapura Terapkan Politik Supremasi terhadap RI Amien Minta Perjanjian Pertahanan Dibatalkan JAKARTA - Gelombang menolak diberlakukannya perjanjian pertahanan (defense cooperation agreement/DCA) RI-Singapura semakin mengkristal. Tak hanya politisi Senayan yang menolak ratifikasi, sejumlah tokoh nasional juga mulai melakukan kampanye anti-DCA. Amien Rais, misalnya, secara terang-terangan menentang perjanjian yang akan memberikan payung hukum kepada Singapura dan sekutunya untuk latihan militer di kawasan Indonesia itu. Tidak usah ditinjau ulang, dibatalkan saja, kata mantan ketua umum DPP PAN tersebut di gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, kemarin. Amien didampingi puluhan tokoh FPAN. Di antaranya, Ketua Fraksi PAN Zulkiefli Hasan, Ketua BKSAP Abdillah Toha, anggota Komisi VII Alvin Lie, dan ketua Komisi VI DPR Didik J. Rachbini. Amien menilai, DCA itu merupakan wujud konkret strategi Singapura yang ingin menerapkan politik supremasi atau politik hegemoni secara sistematis terhadap Indonesia. Strategi itu dijalankan melalui berbagai angle (cara, Red), katanya. Intinya, lanjut guru besar ilmu politik UGM itu, Singapura ingin mengangkangi sumber daya alam Indonesia. Mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu juga menilai bahwa DCA merupakan wujud penghinaan Singapura terhadap Indonesia. Kedaulatan jangan dibuat main-main. Kita juga bisa menghina mereka, katanya. Untuk itu, Amien menyarankan supaya pemerintah Indonesia mengusulkan untuk diadakan latihan perang antiteror di perkantoran di kawasan pusat Kota Singapura. Bebaskan juga untuk menggunakan senjata tajam. Kalau mengganggu aktivitas, usulkan ke Singapura agar latihannya malam saja, seloroh alumnus Chicago University, AS, itu. Amien meminta FPAN bersikap tegas terhadap sikap pemerintah RI yang lembek di hadapan negara kecil Singapura. Kalau perlu, yang bertanda tangan dipanggil. Tanyakan kenapa merendahkan kedaulatan negeri sendiri. Dapat injeksi apa dari Singapura? katanya. Amien menilai, substansi DCA itu sama dengan mengkhianati kedaulatan negara. Itu berarti mengkhianati bangsa, kata politikus asal Jogjakarta itu. Anggota Komisi VII DPR Alvin Lie mengatakan, jika DCA dinilai sebagai fakta pengkhianatan, presiden berpeluang di-impeachment karena melanggar konstitusi. Politikus berdarah Tionghoa itu menggunakan argumentasi pasal 11 ayat 1 dan 2, serta pasal 7A UUD 45. Isinya, presiden bisa diberhentikan pada masa pemerintahannya jika terbukti melakukan kesalahan yang salah satunya adalah pengkhianatan bangsa. Jika demikian, sidang umum MPR berpeluang dilaksanakan. Hukumnya sudah jelas, tinggal nggorengnya saja, ujarnya. Ketua Fraksi PAN Zulkiefli Hasan mengatakan, keputusan FPAN untuk menolak perjanjian pertahanan itu diamanatkan pada hasil Rakernas DPP PAN di Palembang beberapa waktu lalu. Meski demikian, Zulkiefli tidak bersedia berkomentar soal penggunaan hak interpelasi untuk kasus DCA tersebut. Jangan takuti pemerintah terus. Interpelasi Iran saja nggak datang, belum lagi Lapindo, ujarnya. Ketua BKSAP Abdillah Toha mengatakan, saat ini Singapura tengah menghadapi Israily Syndrome. Singapura negara kecil yang merasa terancam karena dikepung negara-negara berpenduduk muslim, katanya. Toha mengatakan, tidak pada tempatnya jika saat ini Indonesia takut dengan Singapura. Sebab, dalam konteks pertahanan, dari segi geografis dan SDA, kehidupan Singapura sangat ditentukan Indonesia. Kita harus tegas, Singapura sudah andil merusak lingkungan kita, ujarnya. Bahkan, secara ekonomi, lanjut pendiri PAN itu, tidak ada satu pun investasi Singapura yang menguntungkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebaliknya, justru aset nasional kita dikuasai mereka, mulai perbankan, telekomunikasi, hingga teknologi, katanya. Bahkan, 70 persen sirkulasi dana dalam negeri Indonesia harus melalui Singapura. Sudah tahu begitu, sekarang kita beri hadiah lagi berupa DCA, lanjutnya. Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) Syarief Hasan membantah keras anggapan bahwa pemerintah Indonesia berada dalam posisi inferior dibandingkan Singapura ketika menyusun DCA. Menurut dia, pemerintah Indonesia justru tengah berupaya memaksimalkan keuntungan negara ini melalui perjanjian kerja sama pertahanan itu. TNI, misalnya, akan mempunyai ruang yang lebih optimal untuk mempelajari teknologi alutsista (alat utama sistem persenjataan) Singapura yang memang lebih modern. Jadi, jangan terburu-buru memvonis. DCA kan memang belum final karena belum diratifikasi DPR.(aku/pri [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Para jenderal 'ditipu' kalangan parpol
HARIAN KOMENTAR 16 Juni 20071 Para jenderal 'ditipu' kalangan parpol Soal Duit Setoran, Mokodongan Legowo Sejumlah jenderal yang hendak mencalonkan diri dalam Pilkada DKI Jakarta, ditelikung kalangan parpol. Uang mereka sudah diambil, namun parpol tidak memperjuangkan untuk mendapatkan kenda-raan dalam pencalonan. Tak heran jika para jenderal ini angkat bicara soal uang setoran mencapai miliaran ru-piah, agar dikembalikan parpol. Para jenderal yang merasa ditipu kalangan parpol itu adalah Mayjen Purn Slamet Kirbiyantoro dan Mayjen Purn Djasri Marin. Mereka akan menagih kembali duit setoran ke sejumlah parpol Koalisi Jakarta. Namun begitu, Mayjen Purn Abdul Wahab Mokodongan tidak ingin ikut-ikutan. Mantan Kapuspen ABRI (kini TNI) itu memilih pasif menyikapi sikap beberapa parpol di Koalisi Jakarta yang diang-gap melakukan 'penipuan'. Saya tidak mau ikut-ikutan jenderal-jenderal lain yang menagih duit setoran, kata Mokodongan seperti dilansir detikcom, Jumat (15/06). Mokodongan mengatakan, apa yang dialami dirinya dan sejumlah jenderal yang pernah menjadi kandidat Cawagub DKI di sejumlah parpol adalah realitas politik yang harus diterima. Karena karakter parpol di Indonesia, menurut dia, memang demikian. Saya tidak pernah menga-takan kecewa. Karena me-mang seperti itulah perilaku parpol yang sering kita rasakan, ujar Mokodongan. Meski demikian, Mokodongan menyayangkan sikap inkonsistensi yang diprak-tekkan sejumlah parpol saat melakukan proses penjaringan Cawagub DKI. Sebenarnya mekanisme yang dilakukan sudah baik. Tapi mengapa tiba-tiba orang yang tidak pernah dicalonkan muncul. Pantas jika mengece-wakan calon-calon lain yang sudah berdarah-darah mengi-kuti mekanisme, tuturnya. Mokodongan tidak memungkiri jika dirinya juga telah menyetorkan sejumlah uang ke sejumlah parpol saat me-ngikuti proses penjaringan cawagub DKI. Namun dia enggan menyebutkan jumlah yang telah disetorkan agar dirinya dapat lolos menjadi Ca-wagub DKI mendampingi Fauzi Bowo. Prinsipnya, kalau kita mau berusaha tidak saja butuh otak, fisik dan hati, tapi juga dana. Tapi saya tidak mau dikait-kaitkan soal duit. Kalau gagal, ya sudah, tandasnya. Mokodongan sempat melamar ke 7 parpol di Koalisi Jakarta untuk menjadi pendamping Fauzi Bowo. Selain ke PDIP, parpol lain yang dilamar ada-lah Partai Demokrat, Partai Golkar, PPP, PDS, PBR, dan PBB. Sementara itu, Mantan Danpuspom Mayjen (Purn) Djasri Marin mengatakan, untuk pencalonannya yang gagal itu, dia telah mengha-biskan uang total Rp 2 miliar. Iyalah itu (penipuan). Saya memikirkan untuk menuntut balik mereka. Seandainya parpol itu mendukung kita terus kalah, itu tidak apa-apa. Tapi ini nggak, dukung orang lain, tapi duit kita diambil. Curang ini, tegas Djasri. Hal senada disampaikan Mantan Pangdam Jaya Mayjen Purn Slamet Kirbiyantoro. Pria yang akrab disapa Kirbi itu pun berniat untuk meminta kembali sejumlah uang yang telah disetorkan ke PDIP saat mengikuti seleksi cawagub. Saya sakit hati dan memang mau menagih, tapi tidak per-nah menyuruh mereka, kata Kirbi. Menariknya, Kamis (14/06) malam lalu, terjadi keributan di depan Kantor DPD PDIP DKI Jakarta di Jl Tebet Raya. Mereka berniat menagih uang setoran Kirbi. Namun saat tiba di lokasi, keempat orang itu mendapat perlakuan kekerasan dari sejumlah orang tak dikenal. Salah seorang dari debt collector tersebut terluka setelah mendapat bacokan. Kirbi membenarkan, empat orang yang mendatangi kantor PDIP DKI Jakarta itu yang menawarkan diri untuk menjadi debt collector pada-nya. Saya tidak mengenal mereka. Karena mereka berniat mau bantu saya. Ya, saya percaya saja, tandas Kir-bi.(dtc/zal) 6 Juni 2007 16 Juni 2007 16 Juni 2007 [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS No time to sleep on JI
http://www.thejakartapost.com/detaileditorial.asp?fileid=20070615.E02irec=1 No time to sleep on JI Noor Huda Ismail, Jakarta Needless to say, the arrest of Jamaah Islamiyah (JI) top operative Abu Dujana is of great significance to Indonesia's fight against terror. Interviews with reformed JI leader Nasir Abbas suggest that Dujana is one of the most important figures within the Southeast Asian terror network and his arrest is seen as a major blow for them. The JI mainstream is now finished, Abbas said recently. He was the last in the line, although he warned that JI splinter groups could still launch attacks. Dujana knows how JI is structured, the people who form its backbone and most importantly he knows how the organization is bankrolled. Prior to his arrest, Dujana was a young, respected leader of JI. In the organization, Dujana sat in Markazi or JI's central board. He was one of several leaders who held control of JI for the last three years, in his case since April 2004. Born in West Java 38 years ago, Dujana speaks Arabic and English fluently. The light-skinned man is the graduate of a mujahiddin camp in Afghanistan, where he met al-Qaeda leader Osama bin Laden. Dujana trained in Afghanistan under Abbas, who says he was a brilliant and hard-working student, who excelled in assembling explosives. Abbas says Dujana's initial position was as secretary to JI's alleged spiritual leader or amir, Abu Bakar Ba'asyir. When Ba'asyir was arrested, Dujana became secretary to Abu Rusdan, who replaced Ba'asyir as amir. But when Rusdan was captured and later imprisoned, the amir position was left vacant. Dujana then indirectly assumed the amir's duties. Prior to the J.W. Marriott Hotel bombing in Jakarta on Aug. 5, 2003, Abbas says, now number-one most wanted fugitive Noordin M. Top appeared before Dujana. Abbas did not say whether Noordin's appearance was to ask for Dujana's blessing. Police believe that Dujana also knows JI's plans for the future and the details of its international network. The capture of the JI leader, however, does not mean the threat of terrorist attacks in Indonesia is over. We do know that Indonesia's two most wanted jihadis -- Dulmatin, an electronics specialist known for his bomb-making expertise, and Umar Patek, whose role has been focused on recruitment and training -- are both JI operatives who remain at large and have sought refuge with Abu Sayyaf fighters. More importantly, Noordin, who masterminded attacks including the Bali bombing in 2002, is still at large. Abbas says Noordin has broken away from JI and now leads his own splinter group. Noordin has narrowly eluded police on several occasions. He is reported to be planning new attacks, but it's unclear whether he will again target foreigners. It is important to underline that JI is a social and economic organization. Therefore, it is resilient enough to withstand the arrest of a small number of individuals because its ideological roots run deep in Indonesia. Many of these individuals are most likely living in one place, involved in local religious studies. The new challenge, perhaps the most difficult one yet, is to combat the ideological recruitment process before any crime is committed. Still fresh in our memory is the recording Noordin made before the second Bali blast in October 2005, in which he referred to the attack as a martyrdom operation. This video testament was part of Noordin's strategy to woo more recruits and expand support. They may not be JI members through induction, and never use the name of JI either, but they share the ideology. Another example is the distribution of many books written by jihadists while inside jail. The most well known one is a book written by Imam Samudra titled I am against terrorists. The book has been well received among militants. Achmad Michdan, Samudra's attorney who wrote the preface, said thousands of copies of the book had been issued in at least seven cities across Java and Sumatra. Thus, to prevent further attacks, we need to understand the group's ideology in addition to the psychological and cultural relationships which have attracted dozens, if not hundreds, of ordinary people to the jihadi organization. This call for understanding demands more patience and there is no magic bullet to solve this problem. This awareness should be built because the cost of ignorance is too severe to consider. Conflicts such as those that occurred in Ambon and Poso also serve as important events for jihadis to build relationships. When isolated individually, a jihadi does not have connections to people who can transform their intense hatred into acts of terrorism. Therefore, it is crucial for the government and beyond to address the root causes of these existing conflicts. It is also crucial to understand the nature of their leaders' movements and the areas in which they operate so that one can
CiKEAS Bandung churches again in the crosshair
http://www.thejakartapost.com/detailheadlines.asp?fileid=20070615.A05irec=4 Bandung churches again in the crosshair Yuli Tri Suwarni, The Jakarta Post, Bandung Around 150 members of the Mosque Movement Front (FPM) and the Anti-Apostasy Front took to the streets of Bandung on Thursday to demand the closure of private homes being used for church activities. They marched from the al-Ikhlash Mosque in Soreang Indah to the Katapang district office in Bandung. FPM head Suryana Nur Fatwa said that if the administration and the Religious Community Communication Forum failed to close down the churches, the group would oppose an ordinance on illegal houses of worship, saying it was useless. Every violator must stop their activities or the FPM will be forced to close them down, Fatwa said. He said he was disappointed by the lack of action taken against people who had broken the ordinance and said that as long as the local government was silent, public protests would continue. That's why we propose the decree, issued by the religious and home ministers, be enacted into law, said Fatwa. Katapang district chief Nina Setiyana said she did not wish to take sides but wanted all houses of worship in her area to be authorized. It would surely be better if they all had permits and did not break the regulation... so no one could make a problem out of it, she said. Fatwa listed 26 private homes which had been turned into churches by Christian communities in Bandung regency. Seventeen of them have stopped operating of their own free will, but nine others are still carrying out their activities, said Fatwa. Simon Timorason, the head of the West Java chapter of the Indonesian Churches Communication Forum, said the government should take the initiative in providing land for minority groups in order to prevent such problems from arising, referring to an article in the decree on religious harmony and the establishment of places of worship. It clearly states that the provincial administration should facilitate the acquisition of a new location to build a house of worship, he said. Simon has recorded 70 disputes involving residents and Christian communities using private homes as churches since January 2004. Most of the cases took place in Bandung regency, as well as Bekasi, Bogor, Garut, Purwakarta and Subang. Simon said the main problem faced by a Christian community intending to apply for a permit to establish a church was Muslim communities in the area who were against it. The provincial administration should pay attention to every community because it is part and parcel of every faith and not a certain religion, Simon said [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS SMA Katolik Terbaik Sulsel
http://www.tribun-timur.com/view.php?id=45689jenis=Front Jumat, 15-06-2007 SMA Katolik Terbaik Sulsel * SMA Katolik Rajawali Tempatkan 5 Siswa 10 Terbaik, SMAN 1 Watampone 8 Siswa * Terbaik Makassar, SMAN 17 dan SMA Katolik Cenderawasih * SMAN 1 dan 2 Makassar serta SMAN Tinggimoncong Tersingkir Makassar, Tribun -- Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik Rajawali Makassar berhasil menjadi peringkat pertama di Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam hasil ujian nasional (UN) tahun pelajaran 2006/2007 untuk dua bidang studi yakni ilmu pengetahuan alam (IPA) dan IPS. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sulsel, Patabai Pabokori, yang didampingi oleh Sekretaris Panitia UN 2007, Mukhlis, mengatakan hal tersebut di Makassar, Kamis (14/6). Menurut Mukhlis, untuk 10 besar di bidang studi IPS, SMA Katolik Rajawali berhasil menguasainya hingga lima siswi. Peringkat pertama di bidang ini dirah oleh Anastasia Gabriella Harley dengan total perolehan nilai sebesar 27,95. Disusul Lilianty Tansil yang juga teman satu kelas Anastasia dengan perolehan nilai sebesar 27,80. Di posisi ketiga diraih siswi SMA Negeri 5 Makassar, Annisa nur Rafika Akbar, dengan total nilai 27,75. Sedangkan untuk bidang IPA peringkat pertama berhasil diraih oleh siswa SMA Katolik Rajawali, Sugiman Candi, dengan total perolehan nilai sebesar 29,40. Kemudian di posisi kedua diraih oleh siswi dari SMA Negeri 17 Makassar, Linda Amelia Pasaribu, dengan total 29,20. Total nilai yang diraih oleh Linda sama dengan siswi dari SMA Kristen Barana' Rantepao, Marlin Yulianti. Namun, ia ditempatkan diperingkat ketiga karena angka mata pelajaran bahasa Inggrisnya dikalahkan oleh Linda yang mencapai angka 10. Untuk 10 besar dalam bidang studi bahasa, seluruhnya didapatkan siswa dari daerah seperti Sengkang (Wajo), Watampone (Bone), Rantepao (Tator), dan Takalar. Peringkat pertamanya, siswa dari SMA Negeri 3 Sengkang, Sri Ramdayani, berhasil meraihnya dengan perolehan nilai sebesar 28,00 dan disusul untuk peringkat kedua dan ketiga berhasil siswi dari SMA 1 Watampone, Rizkariani Sulaiman dan Suryadiningrat. Keduanya memiliki angka yang sama yakni 27,80. Mukhlis menjelaskan, hasil ini masih berupa nilai UN dan belum berarti otomatis lulus SMA. Untuk menentukan lulus SMA. hasil UN masih akan dikonversi dengan nilai ujian sekolah (UAS) dan perilaku siswa. 10 besar di bidang studi IPS, SMA Katolik Rajawali berhasil menguasainya hingga lima siswi Mukhlis menambahkan persentase ketidaklulusan siswa SMA/MA tahun ini, meningkat yang mencapai 7,58 persen bila dibanding tahun lalu yang hanya mencapai 3,92 persen. Namun, katanya untuk kualitas tahun ini mengalami kenaikan yang mencapai nilai rata-rata delapan. Tingkat Makassar Untuk tingkat Makkassar, salah satu SMA unggulan, SMAN 17 Makassar, lulus 100 persen bersama SMA Katolik Cenderawasih. Total peserta UN di sekolah rintisan bertaraf internasional (SRBI) tersebut sebanyak 183 siswa untuk jurusan IPA dan sekitar 300-an peserta di SMA Katolik Cenderawasih. Sementara itu, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Ilham menjadi sekolah yang sama sekali tidak meluluskan satu pun siswanya dari jumlah peserta UN di sekolah swasta tersebut sebanyak 15 siswa. Kepala Seksi Kurikulum Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kota Makassar, Suwardi, mengatakan hal tersebut, kemarin. Namun ini tersebut masih bersifat sementara karena masih harus diakumulasikan dengan ujian sekolah (US) yang juga menentukan kelulusan siswa, ujarnya. Jadi sampai saat ini, masing-masing sekolah masih melakukan rekapitulasi nilai antara nilai mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional (UN) dan nilai yang diujikan pada ujian sekolah (US) untuk menentukan apakah siswa lulus atau tidak. Jadi hasil tersebut masih bisa berubah, tambahnya. Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Menengah (Dikmen) Diknas, Natsir Aziz, menuturkan, dari total 18.628 siswa yang mengikuti UN di SMA, SMK, dan MA di Makassar, sebanyak 1.279 di antaranya tidak lulus UN atau mencapai tujuh persen dan 596 dinyatakan tidak mengikuti UN. Diakuinya persentase tersebut masih lebih tinggi dari target nasional sebesar tiga persen, tapi nilai rata-rata UN masing-masing sekolah lebih tinggi, dengan nilai tertinggi untuk masing-masing mata pelajaran UN mencapai 10,00 dan nilai terendah 1,06. PGRI Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Makassar, Muhammad Asaf mengatakan ke depannya kebersamaan dan komitmen semua pihak dalam memperbaiki mutu pendidikan sangat dibutuhkan. Menurutnya masyarakat sekarang ini tidak boleh mengkambinghitamkan pemkot maupun dinas pendidikan dengan tingkat kelulusan para siswa, karena semua pihak termasuk para orang tua bertanggung jawab dengan keberhasilan pendidikan. UU N0 20 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan pendidikan menyiratkan
CiKEAS PE Produk Sawit Naik, PSH Minyak Goreng Dihentikan
Refleksi: Bukan hal aneh bin ajaib bila PSH menghentikan produksi minyak goreng dan meningkatkan produk sawit, karena policy pemerintah pengusaha sesuai mekanisme pasar untuk mendapat laba besar bagi mereka dari kenaikan harga bahan bakar maupun kebutuhan minyak untuk produk lain. Yang dipertanyakan ialah bagaimana dengan nyiur melambai, apakah para petani kelapa tidak bermaksud membuat koperasi minyak goreng. Bukankah proses pembuatannya tak sulit dan tidak membutuhkan teknik dan teknologi mutakir. Selain itu juga bisa mempekergunakan tenaga kerja setempat, dan dengan begitu tak perlu mereka merantau sampai ke tanah gurun pasir untuk dijadikan babu dan jongos. http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=296831kat_id=23 REPUBLIKA Jumat, 15 Juni 2007 20:30:00 PE Produk Sawit Naik, PSH Minyak Goreng Dihentikan Jakarta-RoL-- Program Stabilisasi Harga (PSH) minyak goreng yang dilakukan secara sukarela oleh produsen minyak sawit (CPO) dan minyak goreng sejak 1 Mei 2007 akhirnya dihentikan per 15 Juni 2007 karena tidak berhasil mengendalikan harga minyak goreng sesuai target pemerintah yaitu Rp6.500-RP6.800 per kg. PSH sudah selesai tidak diterapkan lagi diganti dengan kebijakan Pungutan Ekspor (PE), kata Deputi Menteri Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan, Bayu Krisnamurti usai jumpa pers pengumuman pemberlakuan kenaikan Pungutan Ekspor untuk kelapa sawit dan turunannya di Jakarta, Jumat petang. Menurut Bayu, realisasi komitmen PSH hingga 15 Mei 2007 baru sekitar 10 persen dari total sekitar 102ribu ton CPO. Realisasinya masih kurang dari 10 persen, yang Mei kan realisasinya 56,6 persen tapi dengan hari ini, sudah tanggal 15 pada level CPO itu kurang dari 10 persen. dari komitmen sekitar 102ribu ton. Itu di luar carry over Mei, kalau dengan carry over jumlahnya lebih kecil lagi, jelasnya. Padahal, lanjut Bayu, target realisasi komitmen PSH untuk CPO adalah 20 Juni 2007 sehingga masih ada waktu memprosesnya menjadi minyak goreng sebelum batas evaluasi akhir untuk rencana pengenaan kenaikan PE yaitu 1 Juli 2007. Jadi kalau sampai tanggal 15 baru 10 persen (realisasinya) rasanya ini (PSH) sangat berat dan kita melihat ini (PSH) tidak akan efektif lagi, ujarnya. Sebelumnya, Menteri Perekonomian Boediono memutuskan kenaikan Pungutan Ekspor (PE) untuk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya berlaku mulai hari ini, Jumat (15/6) karena Program Stabilisasi Harga (PSH) dinilai gagal menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri. Produk sawit yang diputuskan naik PEnya adalah Tandan Buah Sawit (TBS) dan kernel dari 3 persen menjadi 10 persen, CPO dari 1,5 persen menjadi 6,5 persen, Crude Olein (minyak goreng curah), Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDB OPO), RBD Olein (minya goreng kemasan) masing-masing naik dari 0,3 persen menjadi 6,5 persen. Selain itu, pemerintah juga mengenakan PE untuk empat produk turunan CPO lainnya yang sebelumnya bebas PE. Empat produk turunan CPO yang baru dikenakan PE yaitu Crude Stearin, RBDB Stearin, Palm Kernel Oil (PKO), dan RBD PKO yang masing-masing PEnya 6,5 persen. Sementara itu, pemerintah masih akan mengkaji konsep Domestik market Obligation (kewajiban pasok kebutuhan dalam negeri. antara [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Jangankan Kera, Manusia pun Bisa Makan Manusia
RIAU POS Jangankan Kera, Manusia pun Bisa Makan Manusia 16 Juni 2007 Pukul 09:33 KAMPAR (RP) - Adanya kabar pekerja Hutan Tanaman Industri (HTI) di areal PT Nuansa Pertiwi yang terpaksa makan kera mungkin ada benarnya, menurut penuturan salah seorang pekerja Agus (20) usahkan kera manusiapun bisa dimakan di tengah hutan ini jika keadaan memaksa, terlebih kondisi di daerah itu yang jauh dari warung dan kedai lainnya. Agus ketika ditemui Riau Pos di tengah lebatnya HTI di areal PT Nuansa Pertiwi Desa Batu Gajah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar menuturkan, dirinya secara pribadi bisa memaklumi kalau ada para pekerja yang terpaksa makan kera karena kondisi daerah itu. ''Di tengah hutan seperti ini bukan hal aneh bila ada manusia makan kera. Cuma saya tidak tahu persis apa benar ada pekerja yang makan kera. Kami di sini tidak pernah mendengar itu, apalagi ada warga dari Sambas yang turut serta,'' tutur Agus, yang mengakui dirinya juga berasal dari Sambas. Ketika ditunjukkan gambar salah seorang warga Sambas yang terdapat di dalam koran Riau Pos Heri Mayadi (12), ia mengaku mengenalnya, meskipun ia tidak satu kelompok dengan bocah tersebut. ''Ikut lari juga dia bang, aku kenal dengan dia. Tapi kami tidak satu kelompok. Aku bisa minta korannya bang, biar aku tunjukkan dengan kawan-kawan di camp, dia memang orang Sambas, desanya kalau tidak salah di Desa Durian,'' tutur Agus lagi. Ia mengaku, di sekitar lokasi tersebut memang banyak kera yang berkeliaran bahkan nasi dan lauk yang dimasaknya habis dilarikan kera. Upaya yang dapat kami lakukan hanya dengan mengusir kera-kera tersebut. ''Kalau kera kami tidak terlalu khawatir yang kami khawatirkan itu gajah,'' tuturnya. Sisi lain, Muji (30) seorang pemilik kantin yang bertetangga dengan para pekerja yang berasal dari Pontianak dan Sambas tersebut membenarkan, kalau para pekerja tersebut dijemput orang dengan menggunakan mobil, namun dirinya tidak mengetahui secara pasti siapa yang menjemput para pekerja tersebut. ''Mereka masak sendiri, tidak sama dengan pekerja lain yang biasanya mengontrak pemilik kantin untuk menyiapkan makanan mereka setiap harinya. Dalam dua hari kemarin mereka memang terlihat dalam kondisi yang memprihatinkan, cuma saya tidak melihat kalau mereka makan kera,'' tuturnya. Menurutnya lagi, di sekitar daerah tersebut memang cukup banyak kera. ''Biasalah pak ini kan hutan memang banyak kera, tapi kami tidak pernah melihat mereka makan kera tersebut,'' tutur Muji yang diamini sejumlah pekerja lainnya. Tapi, tambah Muji lagi, entah kalau mereka makan kera tersebut di daerah lain, karena mereka bekerja berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. ''Di camp ini mereka baru bekerja satu bulan, yang jelas selama di camp ini, kami tidak pernah melihat mereka makan kera, entah kalau di lokasi lainnya,'' katanya. Dari kondisi camp tempat para pekerja asal Pontianak dan Sambas yang dijemput anggota DPRD Pontianak, nampak sangat memprihatinkan. Atap camp terbuat dari plastik warna biru, sementara dindingnya terbuat dari plastik warna hitam. Di sekitar itu ada empat camp yang sudah ditinggalkan para pekerja. Di dalam camp itu juga masih terlihat sejumlah pakaian para pekerja yang ditinggalkan, begitu juga dengan dapur tempat mereka memasak nasi masih terlihat kerak nasi yang sudah basi. Di areal itu, masih terdapat sejumlah camp lain yang kondisinya juga sangat memprihatinkan. Ketika Riau Pos mengunjungi salah satu camp lainnya terlihat para pekerja sedang istirahat siang hanya dengan mengenakan celana dalam saja, Sementara sekeliling mereka berkeliaran ribuan lalat. ''Inilah kondisi kami pak,'' tutur Deka, seorang pekerja asal Sambas. Ketika ditanya soal dijemputnya para pekerja asal Pontianak oleh anggota DPRD Pontianak, ia mengatakan, tidak mengetahuinya secara persis. ''Memang beberapa hari lalu ada sejumlah mobil yang menjemput mereka, tapi saya tidak tahu siapa mereka,'' tutur Deka lagi. Ketika ditanya, apakah ia pernah melihat para pekerja asal Pontianak yang dijemput anggota DPRD tersebut makan kera, ia mengatakan tidak tahu. ''Memang banyak kera di sini, tapi saya tidak tahu apakah mereka pernah memakannya atau tidak. Mereka tinggal di seberang sana,'' tutur Deka menunjuk camp tempat pekerja asal Pontianak tersebut tinggal. Tidak Dilaporkan ke Disnaker Dalam pada itu, perusahaan yang mempekerjakan 264 orang asal Sambas dan Pontianak Kalimantan Barat (Kalbar) untuk mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Arara Abadi yang terlantar tidak diketahui sama sekali oleh Pemerintah Kabupaten Kampar. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak melaporkan para naker tersebut ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kampar. ''Kita tidak mengetahui adanya 264 pekerja terlantar. Karena memang kita tidak mendapatkan laporan tentang itu. Bahkan kita sudah meminta laporan dari
CiKEAS Buruh Makan Kera
RIAU POS Buruh Makan Kera 16 Juni 2007 Pukul 09:41 Ditemukannya 264 pekerja asal Kalbar yang terlantar di tengah hutan sungguh mengejutkan -Kendati banyak kejadian aneh lainnya di Riau yang mengejutkan. Kita tak menyangka kalau ada perusahaan yang menelentarkan karyawannya sampai memakan kera (monyet). Luar biasa kejamnya. Tapi itulah realitas kehidupan di Riau ini. Artinya perlakukan perusahaan pada buruh atau karyawan terlalu berlebihan. Buruh dipaksa bekerja keras dengan sejumlah target, namun di sisi lain buruh ''dicekik lehernya'' -tidak diberi makan. Tak terbayangkan jika makanan pokok pun tak tersedia saat buruh itu berada di tengah hutan. Jangankan kera, manusia pun saling memakan. Demikian jelas salah seorang buruh yang bekerja di tengah hutan itu. Kejadian ini baru satu dari puluhan atau mungkin pula ratusan buruh di Riau. Sebab, masih banyak buruh lainnya yang bernasib malang, tetapi mereka tidak berani mengemukakannya. Di sinilah perlunya pengawasan Pemerintah -Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kabupaten- mengawasi perusahaan yang beroperasi di Riau. Jika kasus ini terjadi di perusahaan besar di pedalaman Kampar, tidak menutup kemungkinan terjadi di kabupaten lainnya, tempat perusahaan ini beroperasi. Sebab, penamanan akasia itu bukan hanya di Kabupaten Kampar, tetapi sejumlah daerah lain dikembangkan tanaman ini. Artinya, pihak pemerintah segera mendata para buruh lepas yang bekerja di tengah tanaman hutan Riau. Mungkin saja nasib mereka sama dengan pekerja asal Pontianak itu? Kita patut malu dengan anggota dewan asal Pontianak. Di negeri yang kaya ini, ternyata buruhnya tidak dibayar dan terpaksa makan monyet pula. Dinas Tenaga Kerja harus turun ke lapangan, mengecek mereka. Yakni mengecek perusahaan-perusahaan yang menggarap penanaman dan pembersihan lahan akasia di Riau ini. Kita bukan sentimen, tetapi kasus ini sangat mencoreng muka Riau di hadapan provinsi lain. Selain itu, kasus ini perlu diusut agar menjadi shock trapy bagi perusahaan lainnya yang memperlakukan karyawan sangat kejam. Tidak ada jalan lain, kecuali mengecek ke lapangan dan memberi sanki pada perusahaan yang merekrut karyawan tersebut. Karena sangat besar kemungkinan perusahaan lain yang bersikap seperti ini. Di sisi lain, kasus ini juga mengindikasikan bahwa nasib buruh di Pontianak, Kalbar, sangat buruk. Mereka datang ke Riau dengan harapan hampa, karena di daerah mereka sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Atau, mungkin saja, mereka yang bekerja di tengah hutan ini, adalah profesional. Kabarnya, pekerja asal Sambas ini sangat tangguh dan gigih dalam bekerja. Tapi apapun alasannya, perlakuan perusahaan pada mereka sangat keterlaluan. Membiarkan mereka terlantar di tengah hutan tanpa makanan adalah sama dengan membunuh mereka secara berangsur-angsur. Adakah undang-undang yang melindungi buruh tersebut? Tentu saja ada. Tapi soalnya buruh lepas ini dianggap pekerja kelas bawah, mereka sangat rentan perlakuan buruk. Mereka tidak diasuransikan. Tidak ada jaminan kalau mati akan mendapat pesangon atau uang sejenisnya. Jumlah mereka tidak hanya puluhan tapi ratusan, bahkan mungkin pula ribuan. Pertanyaannya, siapa yang akan melindungi mereka? Pemerintah? Tidak juga. Inilah potret buruh di nusantara, khususnya buruh kehutanan di Riau. Sementara pengusaha hutan mendapat keuntungan yang berlimpah dari keringat mereka. Luar biasa tragisnya buruh di sektor kehutanan ini. Ada yang meraup keuntungan dan ada yang makan kera karena tak digaji.*** [Non-text portions of this message have been removed]
CiKEAS Ketika Suara Rakyat Buntu
RIAU POS Ketika Suara Rakyat Buntu 16 Juni 2007 Pukul 09:42 RAKYAT itu king maker. Rakyatlah penentu Calon Presiden (Capres), Calon Gubernur (Cagub), bupati dan para wali kota (serta para wakilnya) terpilih. Bukan oleh DPR dan DPRD, perpanjangan tangan partai politik (parpol). Inilah musim madu ketika zaman sistem pemilihan langsung bersemi. Parpol yang tidak beradaptasi dengan tuntutan zaman akan beringsut ke masa senja. Namun dalam realitas, ternyata peranan parpol dalam proses penentuan Capres dan Cagub sangat dominan seperti diatur Undang-Undang. Terbukti pendaftaran Cagub Independen, seperti Sarwono Kusumaatmadja dan Faisal Basri untuk Pilkada DKI pada 7 Juni 2007 lalu telah dianulir oleh KPUD. Yang diproses hanya Cagub Fauzi Bowo yang dicalonkan 19 parpol, di antaranya Golkar, PDIP, PPP, Partai Demokrat dan PAN serta Cagub Adang Daradjatun yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera. Nahasnya, Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyidangkan judicial review agar Cagub Independen diloloskan, diperkirakan akan putus sekitar akhir Juli 2007. Sangat mungkin pula MK mengabulkannya, karena menurut ahli Tata Negara, Harun Al Rasyid dalam kesaksiannya, menolak Cagub Independen berarti menolak UUD 1945 yang jelas-jelas menegaskan setiap orang berhak dipilih dan memilih, baik dalam Pemilihan Presiden maupun Pilkada. Tapi sebagai galibnya putusan MK tidak dapat pula berlaku surut, seperti jauh-jauh telah diisyaratkan oleh Ketua MK, Jimly Asshidiqie. Apa mau dikata, meskipun Cagub Independen disokong oleh UUD 1945, namun karena MK belum memutuskannya maka UU No32/2004 yang menyebutkan Cagub mestilah dicalonkan parpol atau gabungan parpol yang mempunyai kursi minimal 15 persen di DPRD Provinsi masih tetap berlaku. Tragis. Teks konstitusi itu telah keok oleh formalitas-legalitas dari UU yang berada setingkat di bawah UUD 1945. Jangan lupa bila UUD 1945 itu pun telah seusia republik ini, tapi bisa dikalahkan oleh UU yang lahir pada 2004 lalu. Makin diskriminatif, karena justru di Nanggroe Aceh Darussalam, Cagub Independen diperbolehkan melalui UU Pemerintahan Aceh. Sesungguhnya parpol yang demikian telah mengkhianati perannya, yang kata Schattsheider (1942) sebagai political parties created democracy. Skeptisme dan kritisisme pun bangkit dan mendakwa parpol hanya sebagai kenderaan segelintir elitnya yang memuaskan birahi politikya. Kira-kira, berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah dikelabui untuk memaksakan kebijakan public tertentu, at the expence of the general will, seperti disindir oleh Rosseau (1762) dan Perot (1992). Disebut begitu, karena dari hasil polling yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), ternyata 60 persen responden menghendaki Cagub Independen, dan bukan Cagub yang dicalonkan parpol. Responden Program Pacsa Sarjana Ilmu Komuniaksi UI bahkan 79 persen menginginkan Cagub Independen. Ini sebuah bukti yang menunjukkan bahwa Cagub yang diajukan parpol ternyata tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Oligarki dan Mutilasi Fenomena ini menunjukkan bahwa parpol cenderung bersifat oligarkis. Seringkali partai dengan lantang berteriak bahwa mereka bertindak demi kepentingan rakyat, tetapi ternyata berjuang untuk kepentingan elitnya belaka. Maklum, partai kita masih dicekam hegemoni personalisasi, mungkin oleh ketua umum atau sesepuh partai. Organisasilah yang melahirkan dominasi si terpilih atas para pemilih, antara si mandataris dan si pemberi mandat. Siapa saja yang berbicara tentang organisasi, sebenarnya ia berbicara tentang oligarki, kata Robert Michels. Publik belum lupa bagaimana 40-an pengurus sebuah partai di tingkat akar rumput telah berunjuk rasa ke kantor sebuah DPP partai, karena partai mereka justru mencalonkan Cagub lain, dan bukan Cagub yang mereka kehendaki. Memang, elit partai berpendapat bahwa rakyat tidak tahu Cagub terbaik bagi mereka. Akibatnya, demokrasi dimonopoli pengurus partai, dan rakyat cuma kambing congek. Elit partai melantik diri menjadi gembala, dan rakyat bagai kawanan kambing yang dapat pula dijajakan di supermarket politik dalam bahasa metafor. Kita ingat filsuf Plato pun selalu ogah jika urusan politik dan demokrasi diserahkan kepada rakyat jelata. Tahu apa rakyat tentang politik, kata Plato. Aneh. Yang memilih adalah rakyat, tapi yang menentukan Cagub adalah partai. Semestinya aspirasi rakyat tentang siapa Cagub yang ideal harus ditampung partai sebagai sarana demokrasi. Bukan memenggalnya, bagai mutilasi demokrasi. Parpol yang tidak aspiratif dengan suara rakyat pantas dibubarkan saja. Namun menurut UU No31/2002 tentang Parpol, partai hanya bisa dibubarkan jika berkaitan dengan kejahatan keamanan negara. Misalnya, jika menganut dan menyebarkan ajaran marxisme dan komunisme dan melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah. Termasuk karena menerima atau memberi sumbangan