Yth. Bapak Ibu, Proyek PLTU di Brongbong, sepertinya bakal sulit berjalan. Banyak masalah teknis dan non teknis yang terjadi di sana, namun saya tidak akan mengungkapkan di sini karena bukan topik diskusi kita. Jadi, silahkan buat saja program di sana.
Proyek Biodiesel dan biogasoline sebenarnya proyek yang profitable dan paling memungkinkan dilakukan di Bali. Dengan luas lahan kritis (MARGINAL AREA) yang tinggi yakni sekitar 80.000 Ha di Bali, maka penanaman jarak pagar (Jatropha Curcas L) akan sangat menjanjikan untuk dijadikan bahan baku biodiesel. Proyek biodiesel hanya menjadi kambing hitam bagi pengusaha minyak kelapa sawit untuk menaikkan harga minyak kelapa sawitnya. Hal ini adalah langkah yang salah, sehingga kami juga tidak suka metoda itu, apalagi dengan membabat hutan adalah langkah yang keliru. Pak Fabby T pasti masih ingat dengan ucapan saya saat di side event nya UNFCCC di Nusa Dua lalu. Hal yang menyebabkan biodiesel dan biogasoline belum digarap adalah karena Pemerintah Indonesia memang memiliki kebijakan setengah hati, tapi saya yakin, nanti di awal 2009 hal ini dipromosikan dengan gencar untuk menarik simpati ;-)). Sedemikian juga dengan jambu mete, bisa kami olah menjadi biogasoline. Sampah organik yang begitu banyak, bisa dikonversi menjadi biogas dan biogasoline, serta kotoran ternak yang sangat banyak bisa menjadi biogas juga. Kalau memang betul - betul untuk digunakan sebagai energi bagi masyarakat menengah ke bawah, yang saat ini sudah ngos - ngosan dengan biaya hidup yang mahal, maka dijual ke masyarakat Rp. 3500 per liternya. Ini berdasarkan hasil survey ke masyarakat. Kalau untuk ke PLN, dijual Rp. 5500 per liter nya (itung - itung supaya defisit PLN setiap bulannya bisa berkurang, agar utang ke Pertamina tidak lagi ditanggung negara), sehingga subsidi dari Pemerintah bisa diberikan kepada masyarakat yang betul - betul miskin. Nah, sisanya bisa dijual ke Luar Negeri. Dengan harga di atas Rp. 15000 per liter, maka bisa dipergunakan untuk mensubsidi masyarakat miskin, baik untuk pendidikan maupun kesehatan. Bu Silvia bisa bertemu saya untuk melihat proyek jatropha curcas di Buleleng, sehingga bisa melihat bagaimana lingkungan hidup akan terjaga. Setiap hari Sabtu, dua minggu sekali, saya berlibur ke Kaliuntu, Singaraja. Dekat dengan Ida Bhagawan Dwija di Griya jalan Pantai Lingga. Kalau dengan pak Wis, kita hanya 200 meter jaraknya. Sabtu tanggal 12 Januari ini saya di Singaraja. Kalau tidak bisa bertemu, kita bisa bertemu saat hari raya Galungan. Kalau mau membaca dulu, nanti saya titipkan CD pada adik saya, alamatnya di Singaraja pak Wis tahu. Untuk Pak Wirata, saya sudah bertemu dengan Bupati Karangasem. Ada sekitar 35000 Ha MARGINAL AREA di kabupaten ini yang bisa disulap menjadi hutan produksi. Rencananya akan di selip di antara tanaman jambu mete. Mudah - mudahan ada pendana yang tangguh untuk investasi di bidang pembibitan jarak ini. Kalau untuk pengolahan dan penjualan biodiesel, kami sudah banyak yang memesan, baik dari Bali, Indonesia maupun luar negeri. Saya sudah menghubungi pak Jero Wacik, pak Kusmayanto tentang hal ini, namun belum ada respon. Entah 2009 nanti ;-)). Untuk show bahwa PLN di Nusa Penida memakai biodiesel dan bisa dipertontonkan dalam acara UNFCCC, panitia dari ESDM minta saya menyiapkan biji jarak 500 kg. Kalau mintanya satu bulan sebelumnya, tentu akan saya siapkan. Sayang, memintanya dua hari mau acara, tentu banyak pertimbangan yang harus saya sampaikan. Mari kita jalan terus. Salam, Wijaya.
<<faint_grain1.jpg>>