Yth. Para milister & siapa saja yang berwenang dengan issue ini

Postingan tentang TKPKN bagi para pelaksana TB, menguak lagi luka saya
yang sudah hampir sembuh. Untuk menghindari luka ini dialami para
pegawai lainnya, di masa-masa mendatang, sebaiknya Kanpus mengingatkan
konsekuensi-konsekuensi administratif (termasuk potongan 50% TKPKN)
bagi para penerima beasiswa dalam dan luar negeri. Dengan demikian,
pertimbangan dan kalkulasi para penerima beasiswa tentang pembiayaan
hidup diri sendiri dan anak-istri bisa lebih akurat. Sekilas, hal
seperti ini tampak sepele, tapi sungguh efeknya adalah demotivasi para
pegawai pelaksana TB.

Anyway, bravo buat Pak Sekditjen yang telah memberikan kebijaksanaan
yang pro organizational development approach dengan memberikan reward
yang lebih kepada yang berprestasi lebih, secara normatif. Akan lebih
pro perubahan lagi bila Kanpus mencabut potongan TKPKN 50% bagi para
pegawai yang ingin mengembangkan diri lewat jalur formal dan lolos
seleksi beasiswa. Pertimbangannya adalah:

1. Tidak mungkin Kanpus memberikan beasiswa kepada para pegawainya
kecuali ingin mendapatkan capital (re)gain dalam investasi tersebut.
DJPBN ingin para penerima beasiswa yang telah selesai masa
pendidikannya untuk kembali bekerja di DJPBN. Hanya saja, pendekatan
yang digunakan selama ini adalah "ancaman" dengan keharusan
menandatangani perjanjian ini dan itu yang pada prinsipnya ingin
mengatakan "kalau kamu lari, kamu harus mengembalikan segala biaya
yang telah dikeluarkan oleh negara yang telah membiayai pendidikanmu".
Ada baiknya kita mencoba pendekatan yang lebih "persuasif" dengan
memikat hati mereka melalui reward dan perhatian dalam berbagai
bentuknya agar berkarier lebih lanjut dan memunculkan kecintaan pada
DJPBN, dan memotong 50% TKPKN tidak sejalan dengan pendekatan ini.
Diharapkan dengan perubahan paradigma ini akan lebih memunculkan
motivasi internal ketimbang motivasi eksternal dalam keterikatan
dengan DJPBN.

2. Dalam tradisi administrasi kepegawaian kita, status TB tidak pernah
  mengurangi hak-hak kepegawaian (Kenaikan pangkat, KGB, dsb.). Dalam
kehadiran pun, para pegawai yang melaksanakan TB dianggap masuk kantor
seperti biasa sedangkan perhitungan TKPKN erat kaitannya dengan
kehadiran. Pemotongan 50% TKPKN sama artinya Kanpus menganggap bahwa
para pegawai yang melaksanakan TB penerima beasiswa selalu mangkir
14-15 hari setiap bulannya. Pada kenyataannya, tidak pernah ada
pernyataan yang secara tegas (dan tertulis) tentang asumsi tersebut,
bahkan sampai saat ini pun saya tidak tahu alasan yang pasti (apalagi
tertulis) bagi pemotongan TKPKN tersebut.

Dengan pengharapan penuh perubahan besar terjadi secara simultan di
tubuh DJPBN, semoga Yang Mahakuasa meridhoi segala usaha kita.
Mohon maaf bila kurang berkenan. 

Kirim email ke