Bisa iya bisa tidak, Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Saya cuma numpang kasih celoteh aja nie, Saya bingung mau mulai dari mana, yang jelas pertanyaan yang muncul adalah capitalism dan demokrasi seperti apa yang kita inginkan? Lalu istilah freedom di hubung2xkan dengan capitalism dan demokrasi, maka pertanyaan yang muncul apa iya kebebasan yang sebebas2xnya? Bicara tentang kebebasan maka saya yakin semua orang menginginkan kebebasan itu. Bebas berpikir dan bertindak (semau gue). Tapi jika tidak ada batasan2x biasanya kebebasan itu malah akan menjadi anarkis dan kriminal. Seperti pertandingan sepak bola dan tinju yang saya tonton tadi malam, jika tanpa wasit dan regulasi maka saya yakin para pemain tersebut akan ada yang bersimbah darah bahkan meregang nyawa. Karena ambisi2x yang memotovasi kita untuk berpikir dan bertindak terkadang menjadikan nurani manusiawi terlupakan. Jika dicermati pelanggaran2x yang dilakukan oleh pemain sepak bola tsb misalnya, bukan berarti karen mereka tidak mengerti aturan2x pertandingan. Tetapi dikarenakan begitu bersemangatnya bermain dan begitu besarnya ambisi untuk menang maka terkadang akal sehatnya hilang (pikiran seseorang itu bersifat kondisional). Demokrasi itu secara sederhana bisa dikatakan "semua orang senang/menyetujui" atau bisa jadi Adil. Jika dicermati pada dasarnya tidak ada adil yang sebenar2x adil dan tidak ada semua orang senang. Mengapa? karena dunia ini memang aneh :-). Lalu bagai mana seharusnya? Ingat kurval Supply dan Demand? yang terpenting adalah titik Equilibiriumnya. Dan realitanya titik Equilibirium itu tidak dinamis, (selalu terjadi fluktuasi harga). Lalu bagai mana seharusnya? Tanya saja pada rumput yang bergoyang. :-) Nazar http://sejagad.com/NazaR
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Bung WK, Saya juga sedang belajar, termasuk dari posting-posting rekan-rekan di mailist ini. Benar bahwa salah satu fondasi penting dari yang namanya "ekonomi institusi" adalah pemikiran Douglass North, yang menempatkan dinamika ekonomi dalam konteks historisitas dan konteks institusi (kebiasaan, sistem hukum, budaya dsb) sebuah "nation". Sejauh yang saya tahu, North sedikit banyak terpengaruh dengan J.A. Schumpeter soal "path-dependence": dinamika ekonomi di hari ini tak lain adalah resultante dari dinamika di masa lalu. Tapi, bacaan yang secara lugas mengutarakan soal variasi sistem kapitalisme, beberapa di antaranya adalah Hall and Soskice dengan konsep VoC (variety of capitalism), atau Robert Boyer yang menulis buku dalam bhs Prancis dg judul "Apa Teori tentang Kapitalisme itu Mungkin?". Teori-teori ini bermuara pada heterodoxy dalam ekonomi yang mencoba memberikan alternatif terhadap pemikiran-pemikiran standard yang menjadi arus utama dalam ekonomi. Saya mengikuti pemikiran-pemikiran itu, sebenarnya dalam rangka mencari penjelasan tentang model "corporate governance". Ada mode of governance gaya anglo-saxon, di mana peran pasar sangat dominan, tapi ada gaya Jerman yang memungkinkan karyawan melakukan kontrol lewat co-determinasi, misalnya, (gaya hirarki) atau gaya Jepang di mana hubungan dengan creditor sangat dekat (gaya relasional). Pertanyaan yang lebih konkrit, Selama ini ada asumsi bhwa sistem CG menyumbang peran besar bagi terpuruknya ekonomi di kawasan Asia. Tetapi, mengapa Singapore dan Hon Kong yang juga punya mode of governance yang kira-kira sama dengan Thailand dan Indonesia (family based) tidak terlalu terpengaruh dengan krisis? Nampaknya, sistem CG, pada level korporasi, tak bisa dilepaskan dari "national governance", dan bahwa krisis punya dimensi yang sangat luas, shg butuh penjelasan yang lebih komprehensif, tdk sekedar faktor-faktor ekonomi saja. Sehingga, untuk menjelaskan krisis perlu pendekatan yang lebih bersifat heterodox. Begitu sedikit yang saya tahu, dan saya yakin teman-teman, baik yang terjun di dunia akademisi maupun praktisi, punya penjelasan yang lebih baik dan lengkap. Dan saya selalu ingin belajar dari teman-teman semua... salam saya, ap [EMAIL PROTECTED] wrote: Unsur lokalitas atau faktor-faktor institusi. Ini statement yang menarik. Pernyataan seperti ini sebetulnya sangat terkenal sejak tahun 1993 dengan penghadiahan Nobel kepada D. C. North, yang saat itu juga sedang gencar-gencarnya dilakukan persiapan globalisasi (Desember 1993 dilakukan Marakesh Round yang memutuskan rangkaian akhir Uruguay Round). Bagaimana kalau Bung Prasentoko mengelaborasi lebih dalam lagi tentang faktor-faktor insitusi dan unsur-unsur lokalitas ini? Salam/WK - Original Message - From: Prasetyantoko To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, August 01, 2007 12:54 PM Subject: Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how? Setuju dengan bung Jerry, Sistem apapun itu, tak lain adalah bentukan manusia-manusia yang ada di dalamnya. Meminjam istilah ilmu sosial, sistem ekonomi tak lain adalah "konstruksi sosial". Dan konstruksi sosial selalu bersifat khas: mengandung unsur lokalitas atau ditentukan oleh "faktor-faktor institusi" di mana relasi sosial itu terbangun. salam ap - Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows. Yahoo! Answers - Check it out. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Jerry Matanari <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Saya hanya ingin memberi pandangan tentang liberalisme ekonomi yang diagung-agungkan itu. > > Liberalisme, kapitalisme, sosialisme, atau apapun itu adalah paham yang diciptakan manusia. Naturenya: tidak akan ada yang sempurna. Sangat disayangkan kalau kita terlalu cepat meng-agung- agungkan suatu aliran atau dogma tanpa melihat dari sudut pandang yang netral dan proporsional. > Liberalisme diciptakan bukan cuman asal diciptakan, akan tetapi dengan juga mempertimbangkan ciptaan2 Tuhan. Sama seperti pesawat terbang, kalau cuman menciptakan bentuk pesawat terbang tanpa peduli interaksi dengan misalnya udara, suhu dll, maka hasilnya adalah bentuknya saja pesawat terbang, tapi tidak bisa terbang :{). Liberalisme diciptakan dengan memperhitungkan kondisi2 behaviour manusia dan interaksi antara mereka tersebut, sehingga kalau dimodelkan secara matematik, maka inilah system yang paling efisien untuk mencapai target function yang harus dimaksimumkan. salam, -Irsal Senior Financial Engineer http://www.fiserv.com
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Bung Jerry, 1. Depresi amerika justru terjadi karna intervensi tangan Fed Reserve yg mengontrol jumlah uang beredar di market. Yg terjadi adlh akumulasi laju penurunan jumlah uang beredar selama beberapa tahun [1927-1930] yg berimbas pada perlambatan ekonomi. Ini yg diteliti Milton Friedman [aliran monetaris]. 2. Kegagalan komunis membawa kemakmuran di Rusia justru menunjukkan kegagalan pemerintah Rusia dlm perencanaan ekonomi [planned economy] 3. US sendiri tdk masuk dalam kategori liberal dlm ekonomi kok. Justru Govt US banyak campur tangan dalam ekonomi. Lihat saja defisit current account-nya yg katanya USD 1,5 juta per menit. 4. Govt Cina mulai membuka diri ekonominya [dengan membatasi diri ut intervensi] dibawah deng xioping th 1978 setelah gagalnya revolusi budaya mao zedong [great leaps forward] yg membawa kelaparan dan kematian di seluruh negeri cina. so, bukankah contoh yg anda sendiri sebutkan justru malah menunjukkan bhw pemerintah/govt seharusnya sadar diri dan mulai membatasi dirinya utk intervensi dlm ekonomi? 5. Betul ekonomi bukan masalah hitam putih. Ekonomi adalah masalah scarcity and choice. salam, - Original Message - From: Jerry Matanari To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, August 01, 2007 10:38 AM Subject: Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how? Saya hanya ingin memberi pandangan tentang liberalisme ekonomi yang diagung-agungkan itu. Liberalisme, kapitalisme, sosialisme, atau apapun itu adalah paham yang diciptakan manusia. Naturenya: tidak akan ada yang sempurna. Sangat disayangkan kalau kita terlalu cepat meng-agung-agungkan suatu aliran atau dogma tanpa melihat dari sudut pandang yang netral dan proporsional. Fakta menunjukkan: 1. Saat depresi ekonomi di AS tahun 30-an. Orang pun bertanya: Dimanakah 'the invisible hand' yang 'katanya' dulu bisa secara alami menggerakkan perekonomian tanpa perlu ada campur tangan pemerintah? 2.Saat kegagalan komunis yang membawa Glasnost dan Perestroika di Rusia. Orang pun bertanya: dimanakah mimpi kemakmuran sosial yang benar-benar sama-adil dan sama-merata itu? Ya. (Kenyataannya: memang jadi sama-merata sih.. sama-sama miskin, maksudnya) 3.Amerika Serikat yang katanya paling liberal pun, fakta nya: sangat protektif dengan pasar dalam negerinya. Amerika memang pandai membujuk negara lain (membujuk, atau memaksa? saya nda tau) untuk sesegera membuka keran pasar dalam negeri terhadap perdagangan bebas. 4.Cina yang katanya paling komunis pun, fakta nya: koq sekarang rada-rada kapitalis ya? Ekonomi itu abu-abu, tidak pernah merupakan persoalan hitam-putih. Salam Keuangan, Jerry Prasetyantoko <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sekedar nimbrung, Setuju: tidak ada yang lebih baik dari economic liberty dan kemudian political liberty. Pertanyaan: kebebasan yang macam apa/mana? Kalau menganggap kita harus seperti sebuah ideal type dan bukan berbasis atas realitas tertentu, maka kita masih di jaman Rostow. Pertanyaan yang lebih serius, adakah sebuah format (teori) tentang kapitalisme? Jawabannya menjadi relatif: kapitalisme macam apa yg terjadi di mana? Maka kebebasan (kapitalisme) yang terjadi di US, akan berbeda dengan kebebasan di Eropa, Amerika Latin dan Asia. Bahkan tiap negara punya karakteristiknya sendiri-sendiri. Diskusi yang lebih produktif, mungkin, adalah menemukan "national trajectory", dan bukan "rumus kebebasan". Menarik diskusi pada satu kutup, baik itu kebebasan dan perencanaan hanya akan menghentikan sejarah. Krn yang terjadi adalah "dialektika ke kiri dan ke kanan" salam a.prasetyantoko Irsal Imran <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Ekonomi liberti itu mungkin bisa diibaratkan sebagai jalan tol dimana mulai dari Ferrari sampai becak siap berlomba kecepatan :{). Tentu saja hasilnya adalah Ferrari akan meninggalkan becak jauh di belakang. Akan tetapi kalau pemerintah punya nyali mereka bisa minta bantuan Ferrari supaya yang becaknya tidak jauh ketinggalan, dari pada Ferrarinya dikasih rambu tidak boleh jalan di atas 60 km/jam :{). salam, -Irsal Senior Financial Engineer http://www.fiserv.com --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "mr_w4w" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Yes, Economic liberty atau Economic freedom atau Free market > Capitalism adalah penggerak pertumbuhan sesungguhnya. > > Idealnya memang Economic Liberty (free market capitalism) berbarengan > dengan Political Liberty (Democracy). > > Tapi kalau mau disuruh pilih ... saya pilih Economic Liberty first, > Political Liberty menyusul. > > Masalah utama dengan demokrasi adalah karena publik umumnya buta > economy-101 .. yang muncul sebagai pemenang biasanya adalah kaum > populis ... yang malah suka membatas-
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Unsur lokalitas atau faktor-faktor institusi. Ini statement yang menarik. Pernyataan seperti ini sebetulnya sangat terkenal sejak tahun 1993 dengan penghadiahan Nobel kepada D. C. North, yang saat itu juga sedang gencar-gencarnya dilakukan persiapan globalisasi (Desember 1993 dilakukan Marakesh Round yang memutuskan rangkaian akhir Uruguay Round). Bagaimana kalau Bung Prasentoko mengelaborasi lebih dalam lagi tentang faktor-faktor insitusi dan unsur-unsur lokalitas ini? Salam/WK - Original Message - From: Prasetyantoko To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, August 01, 2007 12:54 PM Subject: Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how? Setuju dengan bung Jerry, Sistem apapun itu, tak lain adalah bentukan manusia-manusia yang ada di dalamnya. Meminjam istilah ilmu sosial, sistem ekonomi tak lain adalah "konstruksi sosial". Dan konstruksi sosial selalu bersifat khas: mengandung unsur lokalitas atau ditentukan oleh "faktor-faktor institusi" di mana relasi sosial itu terbangun. salam ap
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
--- Jerry Matanari <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Saya hanya ingin memberi pandangan tentang > liberalisme ekonomi yang diagung-agungkan itu. > > Liberalisme, kapitalisme, sosialisme, atau apapun > itu adalah paham yang diciptakan manusia. Naturenya: > tidak akan ada yang sempurna. So what ??? siapa yang tidak tahu tentang hal ini ??? Anda pikir komputer yang anda pakai buat nulis email ini sempurna ??? Lift yang anda pakai tiap hari sempurna??? atau bahkan gedung tempat anda bekerja sempurna ??? Toh anda pakai juga kan ?? Sempurna itu konsep ghaib, yang metaforis dan irrelevant, yang penting itu "PROGRESS" !!! Kalau manusia mau menunggu segala nya sempurna, ... mungkin saat ini kita masih telanjang di hutan dan berburu babi hutan dengan tangan kosong untuk makan siang. Atau yang lebih apes lagi, mungkin kita sudah punah karena kalah bersaing dengan spesies lain > > Fakta menunjukkan: > > 1. Saat depresi ekonomi di AS tahun 30-an. Orang > pun bertanya: Dimanakah 'the invisible hand' yang > 'katanya' dulu bisa secara alami menggerakkan > perekonomian tanpa perlu ada campur tangan > pemerintah? Anda telat sekali ?? kapan terakhir baca literatur ?? Fenomena ini sudah bertahun2 lalu di jelaskan oleh Milton Friedman sebagai gejala moneter. Bahkan sepertinya dia sudah dapat nobel untuk itu ?? > 3.Amerika Serikat yang katanya paling liberal pun, > fakta nya: sangat protektif dengan pasar dalam > negerinya. Amerika memang pandai membujuk negara > lain (membujuk, atau memaksa? saya nda tau) untuk > sesegera membuka keran pasar dalam negeri terhadap > perdagangan bebas. Bisa kasih bukti konkret contoh nya ??? sebesar apa proteksinya relative terhadap besarnya ekonomi mereka ?? > 4.Cina yang katanya paling komunis pun, fakta nya: > koq sekarang rada-rada kapitalis ya? Secara ekonomi china memang sudah lebih kapitalis. secara politis masih single party rule. So what ?? itu pilihan logis mereka ... dan sepertinya memang meraka sadar kalau ekonomi model kapitalisme adalah jalan terbaik buat mereka ?? Dan saya tidak punya masalah dengan pilihan mereka, kenapa anda sepertinya mempermasalahkan ?? Boardwalk for $500? In 2007? Ha! Play Monopoly Here and Now (it's updated for today's economy) at Yahoo! Games. http://get.games.yahoo.com/proddesc?gamekey=monopolyherenow
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Setuju dengan bung Jerry, Sistem apapun itu, tak lain adalah bentukan manusia-manusia yang ada di dalamnya. Meminjam istilah ilmu sosial, sistem ekonomi tak lain adalah "konstruksi sosial". Dan konstruksi sosial selalu bersifat khas: mengandung unsur lokalitas atau ditentukan oleh "faktor-faktor institusi" di mana relasi sosial itu terbangun. salam ap Jerry Matanari <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Saya hanya ingin memberi pandangan tentang liberalisme ekonomi yang diagung-agungkan itu. Liberalisme, kapitalisme, sosialisme, atau apapun itu adalah paham yang diciptakan manusia. Naturenya: tidak akan ada yang sempurna. Sangat disayangkan kalau kita terlalu cepat meng-agung-agungkan suatu aliran atau dogma tanpa melihat dari sudut pandang yang netral dan proporsional. Fakta menunjukkan: 1. Saat depresi ekonomi di AS tahun 30-an. Orang pun bertanya: Dimanakah 'the invisible hand' yang 'katanya' dulu bisa secara alami menggerakkan perekonomian tanpa perlu ada campur tangan pemerintah? 2.Saat kegagalan komunis yang membawa Glasnost dan Perestroika di Rusia. Orang pun bertanya: dimanakah mimpi kemakmuran sosial yang benar-benar sama-adil dan sama-merata itu? Ya. (Kenyataannya: memang jadi sama-merata sih.. sama-sama miskin, maksudnya) 3.Amerika Serikat yang katanya paling liberal pun, fakta nya: sangat protektif dengan pasar dalam negerinya. Amerika memang pandai membujuk negara lain (membujuk, atau memaksa? saya nda tau) untuk sesegera membuka keran pasar dalam negeri terhadap perdagangan bebas. 4.Cina yang katanya paling komunis pun, fakta nya: koq sekarang rada-rada kapitalis ya? Ekonomi itu abu-abu, tidak pernah merupakan persoalan hitam-putih. Salam Keuangan, Jerry
RE: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Pak Poltak, Soal kue yang terakhir, saya jadi ingat anekdotnya orang betawi yang dari generasi ke generasi mewariskan tanah kepada keturunannya, akhirnya sampai keturunannya yang kesekian, hanya kebagian sepetak tanah atau malah tidak ada sisa sama sekali terus.. kalau teorinya seperti itu, terus implementasinya di Indonesia seperti apa? karena dari satu kabinet ke kabinet lainnya, dari satu pemilu ke pemilu lainnya, nyatanya kesejahteraan rakyat sama saja Kalau boleh berpendapat, Tipe ekonomi dan Tipe politik yang seharusnya diterapkan di Indonesia mesti mempertimbangkan unsur-unsur lainnya yang sangat berpengaruh, seperti luasnya wilayah, keaneka ragaman budaya dan karakter rakyat indonesia kalau saya sih, biar saja arah, tujuan, dan visi bangsa ini kurang jelas, yang penting untuk pribadi sendiri sudah jelas tujuannya mau kemana ardhi -Original Message- From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Poltak Hotradero Sent: 01 Agustus 2007 11:54 To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Subject: Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how? At 09:57 AM 8/1/2007, you wrote: >Satu hal yang membuat saya bertanya-tanya sendiri, apakah ada korelasi yang >jelas antara : >- Tipe Politik => kemakmuran rakyat? >- Tipe Ekonomi => kemakmuran rakyat? > >Karena menurut saya, kurang arif kalau kita hanya menjunjung tinggi suatu >faham ekonomi tertentu jika ujung-ujungnya tidak menghasilkan korelasi yang >jelas dengan meningkatnya kemakmuran rakyat. Ini adalah dilema khas antara dua pilihan: membagi kue atau memperbesar kue. Prof. Greg Mankiw menyebutnya dengan pilihan antara equity versus growth Membagi kue itu persoalan yang relatif gampang -- karena pilihannya banyak dan ada jalan pintasnya, yaitu dengan cara kekerasan. Sosialisme komunis dan ekonomi fasis - adalah contoh bentuk demikian. Sama rata - sama rasa. Masalahnya: dalam iklim demikian kue ekonominya bukannya membesar - tapi malah mengkerut / mengecil. Mengapa? Karena ketika setiap orang dapat bagian yang sama -- maka tidak ada insentif untuk memakmurkan diri sendiri. Coba kita renungkan: andai pintar dan bodoh dibayar sama - anda pilih apa? andai rajin dan malas beroleh sama -- anda pilih mana? Jelas anda memilih untuk jadi bodoh dan malas. Dalam dunia yang terbuka -- orang pintar dan rajin dari negeri demikian - akan pindah ke tempat / negara lain. Alhasil, makin kecil lah kue ekonomi negara tersebut... (karena ekonomi semata-mata didorong oleh SDM). Sekarang tinggal tersisa alternatif lain - yaitu pertumbuhan. Dan ini menuntut konsekuensi lain lagi. Pertumbuhan yang riil - berasal dari individu-individu yang berusaha. Mengapa? Karena hanya individu yang memiliki insight / pengetahuan dan fleksibilitas ekonomi. Seperti yang kita pelajari dari konsep manajemen resiko -- tidak ada keuntungan tanpa resiko - sehingga keuntungan terbesar terletak pada manajemen resiko paling optimal. Individu dan organisasi kecil mampu melakukan hal ini -- yaitu mengatur dan menyebar resiko. Semakin besar suatu organisasi - semakin kurang fleksibel dan pada gilirannya malah menambah resiko baru (yang sebelumnya tidak ada di level individu / organisasi kecil). Kemampuan terburuk dalam manajemen resiko akhirnya terletak pada skala masyarakat terbesar - yaitu birokrasi pemerintah. Alasannya? Ini semua terkait dengan manajemen feedback dan kemampuan menyaring antara noise & signal. Itu sebabnya resep bagi pertumbuhan adalah pembebasan berusaha bagi individu. Orang yang pintar dan rajin beroleh hasil lebih. Kalau kelewat pintar atau kelewat rajin - ya berarti hasilnya juga kelewat lebih... Apa konsekuensi dari pertumbuhan? ya kesenjangan. Kesenjangan itu anak kandungnya pertumbuhan... Apakah kesenjangan selalu berarti : yang kaya semakin kaya - sementara yang miskin semakin miskin? Ternyata tidak. Kesenjangan juga bisa berarti yang kaya semakin kaya - sementara yang miskin semakin kurang miskin. Mengapa? Karena ekses dari kekayaan tidak selalu bisa dinikmati secara maksimum. Sekaya-kayanya Bill Gates -- tetap saja isi perutnya terbatas, waktunya terbatas, dan perhatiannya terbatas. Itu sebabnya ia memerlukan orang lain untuk membantu mengatasi kendala-kendala tersebut. Dan apa yang berlaku bagi Bill Gates - berlaku juga pada kita. Dan kita lihat sendiri, semakin makmur seseorang / suatu bangsa -- semakin orang / bangsa tersebut memerlukan orang / bangsa lain. Dan ini berarti sumber daya ("kekayaan") akan mengalir keluar sistem. Kue yang membesar akan membuat bagian tiap orang juga ikut membesar. Cepat atau lambat. Kue yang sedari awal sudah dikapling-kapling -- cuma akan membuat kue tersebut mengecil. Sampai habis.
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
--- Irsal Imran <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Ekonomi liberti itu mungkin bisa diibaratkan sebagai > jalan tol > dimana mulai dari Ferrari sampai becak siap berlomba > kecepatan :{). > Tentu saja hasilnya adalah Ferrari akan meninggalkan > becak jauh di > belakang. Akan tetapi kalau pemerintah punya nyali > mereka bisa > minta bantuan Ferrari supaya yang becaknya tidak > jauh ketinggalan, > dari pada Ferrarinya dikasih rambu tidak boleh jalan > di atas 60 > km/jam :{). Saya kira analogi pak Irsal kurang tepat :). Mungkin yang lebih tepat Economic Liberty itu di-ibaratkan menyediakan "Banyak Jalan" dan setiap orang bebas untuk memilihnya berdasarkan opportunity cost masing2. Ada jalan gang, ada jalan kampung, jalan raya, adapula highway. (ngga tepat juga sih, tapi lebih kenalah analoginya). Sekali lagi saya ingatkan prinsip utama ekonomi tentang "Scarcity", "Opportunity Cost" dan Choosing at Margin. Dengan economic liberty, orang bebas memilih berdasarkan opportunity cost dan margin masing2. Rambu-rambu seperti yang bung Irsal bilang memang perlu, tapi bukan supaya EQUAL tapi demi SAFETY pengguna jalan. Misal, kalau jalan di gang ya maksimal 20 KM/Jam demi safety. Kalau mau jalan di Tol maksimal 100 KM/Jam, demi safety. Bahkan kalau perlu demi keselamatan di TOL dikasih minimal, misal 40 KM/Jam. Membatasi kecepatan agar Equal hanya akan memberi Insentif negative buat si ferrari, yang akhirnya justru mendorong orang untuk menjual ferari dan membeli mobil butut. Lah apa gunanya invest besar buat ferari kalau harus dibatasi jalannya secepat tukang becak. oppotunity cost nya jadi besar. Yang lebih Apes kalau yang punya ferrari malah pindah ke neggara sebelah dimana Batasan kecepatan disana bukan disasarkan pada equality dengan tukang becak tapi demi SAFETY di jalan. Balik keanalogi diatas, bagi si ferari, berkendara di jalan kampung opportunity cost nya jauh lebih besar dibandingkan jika dia jalan di tol. Sedangkan bagi si tukang becak opportunity cost dia di jalan kampung, sangat kecil, sebaliknya karena masalah safety perjalanan si tukang becak di Tol jadi mahal cost nya. Sehingga terjadi equlibrium dimana yang paling effisien bagi si ferari adalah jalan di tol, dan paling effisien bagi si tukang becak untuk jalan di jalan kampung. (sekali lagi analogi-nya agak dipaksakan, tapi yah dari awal contoh nya begini). Dalam hal ini government tidak ikut campur apakah orang mau pake ferrari atau becak dan milih jalan apa. Karena setiap keputusan pasti ada cost nya masing2. Pemerintah cukup memberi rambu-rambu supaya setiap orang, apapun pilihan-nya, SAFE dijalan. Bukan supaya apapun pilihannya EQUAL. Just my 2 cents. > > > salam, > > > -Irsal > Senior Financial Engineer > http://www.fiserv.com > > >
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Saya hanya ingin memberi pandangan tentang liberalisme ekonomi yang diagung-agungkan itu. Liberalisme, kapitalisme, sosialisme, atau apapun itu adalah paham yang diciptakan manusia. Naturenya: tidak akan ada yang sempurna. Sangat disayangkan kalau kita terlalu cepat meng-agung-agungkan suatu aliran atau dogma tanpa melihat dari sudut pandang yang netral dan proporsional. Fakta menunjukkan: 1. Saat depresi ekonomi di AS tahun 30-an. Orang pun bertanya: Dimanakah 'the invisible hand' yang 'katanya' dulu bisa secara alami menggerakkan perekonomian tanpa perlu ada campur tangan pemerintah? 2.Saat kegagalan komunis yang membawa Glasnost dan Perestroika di Rusia. Orang pun bertanya: dimanakah mimpi kemakmuran sosial yang benar-benar sama-adil dan sama-merata itu? Ya. (Kenyataannya: memang jadi sama-merata sih.. sama-sama miskin, maksudnya) 3.Amerika Serikat yang katanya paling liberal pun, fakta nya: sangat protektif dengan pasar dalam negerinya. Amerika memang pandai membujuk negara lain (membujuk, atau memaksa? saya nda tau) untuk sesegera membuka keran pasar dalam negeri terhadap perdagangan bebas. 4.Cina yang katanya paling komunis pun, fakta nya: koq sekarang rada-rada kapitalis ya? Ekonomi itu abu-abu, tidak pernah merupakan persoalan hitam-putih. Salam Keuangan, Jerry Prasetyantoko <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sekedar nimbrung, Setuju: tidak ada yang lebih baik dari economic liberty dan kemudian political liberty. Pertanyaan: kebebasan yang macam apa/mana? Kalau menganggap kita harus seperti sebuah ideal type dan bukan berbasis atas realitas tertentu, maka kita masih di jaman Rostow. Pertanyaan yang lebih serius, adakah sebuah format (teori) tentang kapitalisme? Jawabannya menjadi relatif: kapitalisme macam apa yg terjadi di mana? Maka kebebasan (kapitalisme) yang terjadi di US, akan berbeda dengan kebebasan di Eropa, Amerika Latin dan Asia. Bahkan tiap negara punya karakteristiknya sendiri-sendiri. Diskusi yang lebih produktif, mungkin, adalah menemukan "national trajectory", dan bukan "rumus kebebasan". Menarik diskusi pada satu kutup, baik itu kebebasan dan perencanaan hanya akan menghentikan sejarah. Krn yang terjadi adalah "dialektika ke kiri dan ke kanan" salam a.prasetyantoko Irsal Imran <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Ekonomi liberti itu mungkin bisa diibaratkan sebagai jalan tol dimana mulai dari Ferrari sampai becak siap berlomba kecepatan :{). Tentu saja hasilnya adalah Ferrari akan meninggalkan becak jauh di belakang. Akan tetapi kalau pemerintah punya nyali mereka bisa minta bantuan Ferrari supaya yang becaknya tidak jauh ketinggalan, dari pada Ferrarinya dikasih rambu tidak boleh jalan di atas 60 km/jam :{). salam, -Irsal Senior Financial Engineer http://www.fiserv.com --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "mr_w4w" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Yes, Economic liberty atau Economic freedom atau Free market > Capitalism adalah penggerak pertumbuhan sesungguhnya. > > Idealnya memang Economic Liberty (free market capitalism) berbarengan > dengan Political Liberty (Democracy). > > Tapi kalau mau disuruh pilih ... saya pilih Economic Liberty first, > Political Liberty menyusul. > > Masalah utama dengan demokrasi adalah karena publik umumnya buta > economy-101 .. yang muncul sebagai pemenang biasanya adalah kaum > populis ... yang malah suka membatas-batasi Economic Liberty. > Punya kebun dibatasi lah, bikin pajak2 baru se-enak udelnya, sedikit2 > kasih subsidi, sedikit2 intervensi ke-urusan B2B, tiap tahun minimum > wage dinaikan sampe ga masuk akal, PHK karyawan biayanya tinggi- nya > bukan maen ... ya hasilnya begini > > Di India bertahun tahun pemilu yang menang kamu populis sosialis ... > Baru belakangan saja politisi2 pro economic liberty menang. > Hasilnya ... bisa dibandingkan India sekarang dengan India satu > dekade lalu. > > Contoh lain Singapore ataupun China ... > Meski "tidak demokratis" Economic Freedom di buka luas disana .. > hasilnya bisa dilihat sendiri > > Kalau demokrasi kita berhasil menghasilkan politisi2 pro Economic > Liberty yang berani menentang convensional wisdom masyarakat umum > yang cenderung populis ... saya yakin kita bisa tumbuh lebih cepat > dari India ataupun China. > > Just my 2 cents. > > - Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today! [Non-text portions of this message have been removed] - Ready for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on Yahoo! TV. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
At 09:57 AM 8/1/2007, you wrote: >Satu hal yang membuat saya bertanya-tanya sendiri, apakah ada korelasi yang >jelas antara : >- Tipe Politik => kemakmuran rakyat? >- Tipe Ekonomi => kemakmuran rakyat? > >Karena menurut saya, kurang arif kalau kita hanya menjunjung tinggi suatu >faham ekonomi tertentu jika ujung-ujungnya tidak menghasilkan korelasi yang >jelas dengan meningkatnya kemakmuran rakyat. Ini adalah dilema khas antara dua pilihan: membagi kue atau memperbesar kue. Prof. Greg Mankiw menyebutnya dengan pilihan antara equity versus growth Membagi kue itu persoalan yang relatif gampang -- karena pilihannya banyak dan ada jalan pintasnya, yaitu dengan cara kekerasan. Sosialisme komunis dan ekonomi fasis - adalah contoh bentuk demikian. Sama rata - sama rasa. Masalahnya: dalam iklim demikian kue ekonominya bukannya membesar - tapi malah mengkerut / mengecil. Mengapa? Karena ketika setiap orang dapat bagian yang sama -- maka tidak ada insentif untuk memakmurkan diri sendiri. Coba kita renungkan: andai pintar dan bodoh dibayar sama - anda pilih apa? andai rajin dan malas beroleh sama -- anda pilih mana? Jelas anda memilih untuk jadi bodoh dan malas. Dalam dunia yang terbuka -- orang pintar dan rajin dari negeri demikian - akan pindah ke tempat / negara lain. Alhasil, makin kecil lah kue ekonomi negara tersebut... (karena ekonomi semata-mata didorong oleh SDM). Sekarang tinggal tersisa alternatif lain - yaitu pertumbuhan. Dan ini menuntut konsekuensi lain lagi. Pertumbuhan yang riil - berasal dari individu-individu yang berusaha. Mengapa? Karena hanya individu yang memiliki insight / pengetahuan dan fleksibilitas ekonomi. Seperti yang kita pelajari dari konsep manajemen resiko -- tidak ada keuntungan tanpa resiko - sehingga keuntungan terbesar terletak pada manajemen resiko paling optimal. Individu dan organisasi kecil mampu melakukan hal ini -- yaitu mengatur dan menyebar resiko. Semakin besar suatu organisasi - semakin kurang fleksibel dan pada gilirannya malah menambah resiko baru (yang sebelumnya tidak ada di level individu / organisasi kecil). Kemampuan terburuk dalam manajemen resiko akhirnya terletak pada skala masyarakat terbesar - yaitu birokrasi pemerintah. Alasannya? Ini semua terkait dengan manajemen feedback dan kemampuan menyaring antara noise & signal. Itu sebabnya resep bagi pertumbuhan adalah pembebasan berusaha bagi individu. Orang yang pintar dan rajin beroleh hasil lebih. Kalau kelewat pintar atau kelewat rajin - ya berarti hasilnya juga kelewat lebih... Apa konsekuensi dari pertumbuhan? ya kesenjangan. Kesenjangan itu anak kandungnya pertumbuhan... Apakah kesenjangan selalu berarti : yang kaya semakin kaya - sementara yang miskin semakin miskin? Ternyata tidak. Kesenjangan juga bisa berarti yang kaya semakin kaya - sementara yang miskin semakin kurang miskin. Mengapa? Karena ekses dari kekayaan tidak selalu bisa dinikmati secara maksimum. Sekaya-kayanya Bill Gates -- tetap saja isi perutnya terbatas, waktunya terbatas, dan perhatiannya terbatas. Itu sebabnya ia memerlukan orang lain untuk membantu mengatasi kendala-kendala tersebut. Dan apa yang berlaku bagi Bill Gates - berlaku juga pada kita. Dan kita lihat sendiri, semakin makmur seseorang / suatu bangsa -- semakin orang / bangsa tersebut memerlukan orang / bangsa lain. Dan ini berarti sumber daya ("kekayaan") akan mengalir keluar sistem. Kue yang membesar akan membuat bagian tiap orang juga ikut membesar. Cepat atau lambat. Kue yang sedari awal sudah dikapling-kapling -- cuma akan membuat kue tersebut mengecil. Sampai habis.
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Satu hal yang membuat saya bertanya-tanya sendiri, apakah ada korelasi yang jelas antara : - Tipe Politik => kemakmuran rakyat? - Tipe Ekonomi => kemakmuran rakyat? Karena menurut saya, kurang arif kalau kita hanya menjunjung tinggi suatu faham ekonomi tertentu jika ujung-ujungnya tidak menghasilkan korelasi yang jelas dengan meningkatnya kemakmuran rakyat. Apakah nilai pendapatan perkapita penduduk sudah dapat mencerminkan kemakmuran rakyat? Karena yang saya amati selama ini, jika banyak orang Indonesia yang ketika berhasil meningkatkan pendapatan sebesar 10%, maka kebutuhan individu tersebut meningkat hingga 25%. Sehingga individu tersebut tidak pernah merasa cukup (makmur). Apakah dengan kebebasan akan membuat rakyat kita makmur? maaf, jadi ngelantur kemana-mana... ~holly~ "it's enough for everyone need, but it's not enough for everyone greed" On 8/1/07, Prasetyantoko <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Sekedar nimbrung, > Setuju: tidak ada yang lebih baik dari economic liberty dan kemudian > political liberty. Pertanyaan: kebebasan yang macam apa/mana? Kalau > menganggap kita harus seperti sebuah ideal type dan bukan berbasis atas > realitas tertentu, maka kita masih di jaman Rostow. > > Pertanyaan yang lebih serius, adakah sebuah format (teori) tentang > kapitalisme? Jawabannya menjadi relatif: kapitalisme macam apa yg terjadi di > mana? Maka kebebasan (kapitalisme) yang terjadi di US, akan berbeda dengan > kebebasan di Eropa, Amerika Latin dan Asia. Bahkan tiap negara punya > karakteristiknya sendiri-sendiri. > > Diskusi yang lebih produktif, mungkin, adalah menemukan "national > trajectory", dan bukan "rumus kebebasan". > > Menarik diskusi pada satu kutup, baik itu kebebasan dan perencanaan hanya > akan menghentikan sejarah. Krn yang terjadi adalah "dialektika ke kiri dan > ke kanan" > > salam > a.prasetyantoko > > Irsal Imran <[EMAIL PROTECTED] > wrote: > Ekonomi liberti itu mungkin bisa diibaratkan sebagai jalan tol > dimana mulai dari Ferrari sampai becak siap berlomba kecepatan :{). > > . > > > [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Sekedar nimbrung, Setuju: tidak ada yang lebih baik dari economic liberty dan kemudian political liberty. Pertanyaan: kebebasan yang macam apa/mana? Kalau menganggap kita harus seperti sebuah ideal type dan bukan berbasis atas realitas tertentu, maka kita masih di jaman Rostow. Pertanyaan yang lebih serius, adakah sebuah format (teori) tentang kapitalisme? Jawabannya menjadi relatif: kapitalisme macam apa yg terjadi di mana? Maka kebebasan (kapitalisme) yang terjadi di US, akan berbeda dengan kebebasan di Eropa, Amerika Latin dan Asia. Bahkan tiap negara punya karakteristiknya sendiri-sendiri. Diskusi yang lebih produktif, mungkin, adalah menemukan "national trajectory", dan bukan "rumus kebebasan". Menarik diskusi pada satu kutup, baik itu kebebasan dan perencanaan hanya akan menghentikan sejarah. Krn yang terjadi adalah "dialektika ke kiri dan ke kanan" salam a.prasetyantoko Irsal Imran <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Ekonomi liberti itu mungkin bisa diibaratkan sebagai jalan tol dimana mulai dari Ferrari sampai becak siap berlomba kecepatan :{). Tentu saja hasilnya adalah Ferrari akan meninggalkan becak jauh di belakang. Akan tetapi kalau pemerintah punya nyali mereka bisa minta bantuan Ferrari supaya yang becaknya tidak jauh ketinggalan, dari pada Ferrarinya dikasih rambu tidak boleh jalan di atas 60 km/jam :{). salam, -Irsal Senior Financial Engineer http://www.fiserv.com --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "mr_w4w" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Yes, Economic liberty atau Economic freedom atau Free market > Capitalism adalah penggerak pertumbuhan sesungguhnya. > > Idealnya memang Economic Liberty (free market capitalism) berbarengan > dengan Political Liberty (Democracy). > > Tapi kalau mau disuruh pilih ... saya pilih Economic Liberty first, > Political Liberty menyusul. > > Masalah utama dengan demokrasi adalah karena publik umumnya buta > economy-101 .. yang muncul sebagai pemenang biasanya adalah kaum > populis ... yang malah suka membatas-batasi Economic Liberty. > Punya kebun dibatasi lah, bikin pajak2 baru se-enak udelnya, sedikit2 > kasih subsidi, sedikit2 intervensi ke-urusan B2B, tiap tahun minimum > wage dinaikan sampe ga masuk akal, PHK karyawan biayanya tinggi- nya > bukan maen ... ya hasilnya begini > > Di India bertahun tahun pemilu yang menang kamu populis sosialis ... > Baru belakangan saja politisi2 pro economic liberty menang. > Hasilnya ... bisa dibandingkan India sekarang dengan India satu > dekade lalu. > > Contoh lain Singapore ataupun China ... > Meski "tidak demokratis" Economic Freedom di buka luas disana .. > hasilnya bisa dilihat sendiri > > Kalau demokrasi kita berhasil menghasilkan politisi2 pro Economic > Liberty yang berani menentang convensional wisdom masyarakat umum > yang cenderung populis ... saya yakin kita bisa tumbuh lebih cepat > dari India ataupun China. > > Just my 2 cents. > > - Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today! [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Ekonomi liberti itu mungkin bisa diibaratkan sebagai jalan tol dimana mulai dari Ferrari sampai becak siap berlomba kecepatan :{). Tentu saja hasilnya adalah Ferrari akan meninggalkan becak jauh di belakang. Akan tetapi kalau pemerintah punya nyali mereka bisa minta bantuan Ferrari supaya yang becaknya tidak jauh ketinggalan, dari pada Ferrarinya dikasih rambu tidak boleh jalan di atas 60 km/jam :{). salam, -Irsal Senior Financial Engineer http://www.fiserv.com --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "mr_w4w" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Yes, Economic liberty atau Economic freedom atau Free market > Capitalism adalah penggerak pertumbuhan sesungguhnya. > > Idealnya memang Economic Liberty (free market capitalism) berbarengan > dengan Political Liberty (Democracy). > > Tapi kalau mau disuruh pilih ... saya pilih Economic Liberty first, > Political Liberty menyusul. > > Masalah utama dengan demokrasi adalah karena publik umumnya buta > economy-101 .. yang muncul sebagai pemenang biasanya adalah kaum > populis ... yang malah suka membatas-batasi Economic Liberty. > Punya kebun dibatasi lah, bikin pajak2 baru se-enak udelnya, sedikit2 > kasih subsidi, sedikit2 intervensi ke-urusan B2B, tiap tahun minimum > wage dinaikan sampe ga masuk akal, PHK karyawan biayanya tinggi- nya > bukan maen ... ya hasilnya begini > > Di India bertahun tahun pemilu yang menang kamu populis sosialis ... > Baru belakangan saja politisi2 pro economic liberty menang. > Hasilnya ... bisa dibandingkan India sekarang dengan India satu > dekade lalu. > > Contoh lain Singapore ataupun China ... > Meski "tidak demokratis" Economic Freedom di buka luas disana .. > hasilnya bisa dilihat sendiri > > Kalau demokrasi kita berhasil menghasilkan politisi2 pro Economic > Liberty yang berani menentang convensional wisdom masyarakat umum > yang cenderung populis ... saya yakin kita bisa tumbuh lebih cepat > dari India ataupun China. > > Just my 2 cents. > >
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Faktanya, banyak politisi kita yang bergelar profesor doktor; atau aktif punya usaha sendiri (entrepeneur). Solusinya bukan semata-mata terletak di masalah pintar atau tidak, tapi adakah diantara mereka yang peduli dengan rakyat yang diwakilinya, atau semata-mata hanya mementingkan kekayaaan dan ketenaran pribadi. Salam, Jerry Poltak Hotradero <[EMAIL PROTECTED]> wrote: At 05:35 PM 7/30/2007, you wrote: >Contoh lain Singapore ataupun China ... >Meski "tidak demokratis" Economic Freedom di buka luas disana .. >hasilnya bisa dilihat sendiri - Hong Kong yang ukurannya kira-kira sama dengan Singapura - toh bisa lebih maju lebih dulu daripada Singapura - dan tetap memiliki economic dan political freedom. Jadi untuk hal ini - Singapura justru BUKAN contoh yang baik. - China memang sangat rendah political freedom-nya. Memang secara sepintas kelihatan bertumbuh maju -- tetapi bukan tanpa bayaran yang (sangat) mahal. Rusaknya lingkungan serta kesenjangan ekonomi dan sosial sedemikian lebarnya. Bukankah terasa janggal bahwa angka Gini Index China yang sosialis (yang menggambarkan kesenjangan ekonomi) ternyata lebih buruk daripada angka Gini Index Amerika yang kapitalis? Betul saat ini terdapat kira-kira 120 Juta warga RRC yang punya pendapatan di atas USD 4000 per tahun -- tetapi pada saat yang sama terdapat lebih dari 800 Juta warga yang pendapatannya sekitar USD 2 per hari. Cepat atau lambat ekonomi China pasti akan terganjal oleh hal kontras ini. Pertumbuhan China selama ini semata-mata dari ekspor - sehingga China punya ketergantungan sangat tinggi pada ekonomi mitra dagangnya (terutama Amerika). Tanpa ekspor - ekonomi China akan kehilangan lebih dari setengah pertumbuhannya. Tanpa menggeser titik pertumbuhannya ke konsumsi -- pertumbuhan China suatu saat akan mencapai titik jenuh dan mulai mungkret. Apakah China bisa menggeser pola ekonominya ke konsumsi? Bisa saja -- tapi prasyarat konsumsi yang lebih luas adalah pasar ide yang lebih terbuka. Pasar ide yang lebih terbuka cepat atau lambat akan mensyaratkan political freedom... >Kalau demokrasi kita berhasil menghasilkan politisi2 pro Economic >Liberty yang berani menentang convensional wisdom masyarakat umum >yang cenderung populis ... saya yakin kita bisa tumbuh lebih cepat >dari India ataupun China. > >Just my 2 cents. Yah memang politisi kita payah. Nggak berbobot. Kalau tidak ingin dikatakan dungu. - Boardwalk for $500? In 2007? Ha! Play Monopoly Here and Now (it's updated for today's economy) at Yahoo! Games. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
At 05:35 PM 7/30/2007, you wrote: >Contoh lain Singapore ataupun China ... >Meski "tidak demokratis" Economic Freedom di buka luas disana .. >hasilnya bisa dilihat sendiri - Hong Kong yang ukurannya kira-kira sama dengan Singapura - toh bisa lebih maju lebih dulu daripada Singapura - dan tetap memiliki economic dan political freedom. Jadi untuk hal ini - Singapura justru BUKAN contoh yang baik. - China memang sangat rendah political freedom-nya. Memang secara sepintas kelihatan bertumbuh maju -- tetapi bukan tanpa bayaran yang (sangat) mahal. Rusaknya lingkungan serta kesenjangan ekonomi dan sosial sedemikian lebarnya. Bukankah terasa janggal bahwa angka Gini Index China yang sosialis (yang menggambarkan kesenjangan ekonomi) ternyata lebih buruk daripada angka Gini Index Amerika yang kapitalis? Betul saat ini terdapat kira-kira 120 Juta warga RRC yang punya pendapatan di atas USD 4000 per tahun -- tetapi pada saat yang sama terdapat lebih dari 800 Juta warga yang pendapatannya sekitar USD 2 per hari. Cepat atau lambat ekonomi China pasti akan terganjal oleh hal kontras ini. Pertumbuhan China selama ini semata-mata dari ekspor - sehingga China punya ketergantungan sangat tinggi pada ekonomi mitra dagangnya (terutama Amerika). Tanpa ekspor - ekonomi China akan kehilangan lebih dari setengah pertumbuhannya. Tanpa menggeser titik pertumbuhannya ke konsumsi -- pertumbuhan China suatu saat akan mencapai titik jenuh dan mulai mungkret. Apakah China bisa menggeser pola ekonominya ke konsumsi? Bisa saja -- tapi prasyarat konsumsi yang lebih luas adalah pasar ide yang lebih terbuka. Pasar ide yang lebih terbuka cepat atau lambat akan mensyaratkan political freedom... >Kalau demokrasi kita berhasil menghasilkan politisi2 pro Economic >Liberty yang berani menentang convensional wisdom masyarakat umum >yang cenderung populis ... saya yakin kita bisa tumbuh lebih cepat >dari India ataupun China. > >Just my 2 cents. Yah memang politisi kita payah. Nggak berbobot. Kalau tidak ingin dikatakan dungu.
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Yes, Economic liberty atau Economic freedom atau Free market Capitalism adalah penggerak pertumbuhan sesungguhnya. Idealnya memang Economic Liberty (free market capitalism) berbarengan dengan Political Liberty (Democracy). Tapi kalau mau disuruh pilih ... saya pilih Economic Liberty first, Political Liberty menyusul. Masalah utama dengan demokrasi adalah karena publik umumnya buta economy-101 .. yang muncul sebagai pemenang biasanya adalah kaum populis ... yang malah suka membatas-batasi Economic Liberty. Punya kebun dibatasi lah, bikin pajak2 baru se-enak udelnya, sedikit2 kasih subsidi, sedikit2 intervensi ke-urusan B2B, tiap tahun minimum wage dinaikan sampe ga masuk akal, PHK karyawan biayanya tinggi-nya bukan maen ... ya hasilnya begini Di India bertahun tahun pemilu yang menang kamu populis sosialis ... Baru belakangan saja politisi2 pro economic liberty menang. Hasilnya ... bisa dibandingkan India sekarang dengan India satu dekade lalu. Contoh lain Singapore ataupun China ... Meski "tidak demokratis" Economic Freedom di buka luas disana .. hasilnya bisa dilihat sendiri Kalau demokrasi kita berhasil menghasilkan politisi2 pro Economic Liberty yang berani menentang convensional wisdom masyarakat umum yang cenderung populis ... saya yakin kita bisa tumbuh lebih cepat dari India ataupun China. Just my 2 cents. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Reza <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Another interesting opinion on democracy and economic development... > http://www.elegans.com.tr/haberdetay.asp? varLang=&yazar=30&varSayiCode=14 > > "The Constitution was designed to further the cause of liberty, not > democracy Economic liberty, which is a precondition for growth and > prosperity, was enshrined in the Constitution, and that's how things > remained for America's first century of extraordinary development and > growth." > *On Democracy* > Steve H. HANKE, *Professor of Applied Economics at the Johns Hopkins > University & Columnist at Forbes magazine* > **In the aftermath of World War I, President Woodrow WILSON set out to make > the world safe for democracy. Since then, U.S. Presidents have marched to > the drumbeat of Wilsonian idealism. Indeed, most U.S. foreign policy is > carried out under the pretext and in some cases perhaps the genuine belief > that America is delivering democracy to the rest of the world. Therefore, > President George W. BUSH's use of that rationale for foreign engagements is > not new or unusual, and it is logical that one of the missions of U.S. > intelligence agencies is to "bolster the growth of democracy and sustain > peaceful democratic states." > > Most people, including most Americans, would be surprised to learn that the > word "democracy" does not appear in the Declaration of Independence (1776), > the Constitution of the United States of America (1789), or its first ten > amendments, known as the Bill of Rights (1791). They would also be shocked > to learn the reason for the absence of the word democracy in the founding > documents of the U.S.A. Contrary to what propaganda has led the public to > believe, America's Founding Fathers were skeptical and anxious about > democracy. They were aware of the evils that accompany a tyranny of the > majority. Not surprisingly, the Framers of the Constitution went to great > lengths to insure that the federal government was not based on the will of > the majority and was not, therefore, democratic. > > The original Constitution established the rule of law and the limits of > government. About 20 percent of the Constitution itemizes things that the > federal and state governments may not do. Another 10 percent of the > Constitution is concerned with positive grants of power. The bulk of the > Constitution about 70 percent addresses the Framers' conception of their > main task: to bring the United States and its government under the rule of > law. > > The Constitution is primarily a structural and procedural document that > itemizes who is to exercise power and how they are to exercise it. The > Constitution divided the federal government into legislative, executive and > judicial branches. Each branch was designed to check the power of the others > because the Founders did not want to rely only on the voters to check > government power. As a result, citizens were given very little power to > select federal officials. Neither the President, members of the judiciary > nor the Senate were elected by direct popular vote. Only members of the > House of Representatives were directly elected by popular vote. The > Constitution was not a Cartesian construct or formula aimed at social > engineering, but something to protect individual citizens from the > government. In short, the Constitution was designed to govern the > government, not the people. > > The Bill of Rights further establishes the rights of the people against > infringements by the State. The o
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Another interesting opinion on democracy and economic development... http://www.elegans.com.tr/haberdetay.asp?varLang=&yazar=30&varSayiCode=14 "The Constitution was designed to further the cause of liberty, not democracy Economic liberty, which is a precondition for growth and prosperity, was enshrined in the Constitution, and that's how things remained for America's first century of extraordinary development and growth." *On Democracy* Steve H. HANKE, *Professor of Applied Economics at the Johns Hopkins University & Columnist at Forbes magazine* **In the aftermath of World War I, President Woodrow WILSON set out to make the world safe for democracy. Since then, U.S. Presidents have marched to the drumbeat of Wilsonian idealism. Indeed, most U.S. foreign policy is carried out under the pretext and in some cases perhaps the genuine belief that America is delivering democracy to the rest of the world. Therefore, President George W. BUSH's use of that rationale for foreign engagements is not new or unusual, and it is logical that one of the missions of U.S. intelligence agencies is to "bolster the growth of democracy and sustain peaceful democratic states." Most people, including most Americans, would be surprised to learn that the word "democracy" does not appear in the Declaration of Independence (1776), the Constitution of the United States of America (1789), or its first ten amendments, known as the Bill of Rights (1791). They would also be shocked to learn the reason for the absence of the word democracy in the founding documents of the U.S.A. Contrary to what propaganda has led the public to believe, America's Founding Fathers were skeptical and anxious about democracy. They were aware of the evils that accompany a tyranny of the majority. Not surprisingly, the Framers of the Constitution went to great lengths to insure that the federal government was not based on the will of the majority and was not, therefore, democratic. The original Constitution established the rule of law and the limits of government. About 20 percent of the Constitution itemizes things that the federal and state governments may not do. Another 10 percent of the Constitution is concerned with positive grants of power. The bulk of the Constitution about 70 percent addresses the Framers' conception of their main task: to bring the United States and its government under the rule of law. The Constitution is primarily a structural and procedural document that itemizes who is to exercise power and how they are to exercise it. The Constitution divided the federal government into legislative, executive and judicial branches. Each branch was designed to check the power of the others because the Founders did not want to rely only on the voters to check government power. As a result, citizens were given very little power to select federal officials. Neither the President, members of the judiciary nor the Senate were elected by direct popular vote. Only members of the House of Representatives were directly elected by popular vote. The Constitution was not a Cartesian construct or formula aimed at social engineering, but something to protect individual citizens from the government. In short, the Constitution was designed to govern the government, not the people. The Bill of Rights further establishes the rights of the people against infringements by the State. The only claim citizens have on the State, under the Bill of Rights, is for a trial by a jury. The rest of the citizen's rights are protections from the State. If the Framers of the Constitution did not embrace democracy, what did they adhere to? To a man, the Framers agreed that the purpose of government was to secure citizens in John Locke's trilogy of the rights to life, liberty and property. The Framers wrote extensively and eloquently on liberty. John ADAMS, for example, wrote that "the moment the idea is admitted into society, that property is not as sacred as the laws of God, and that there is not a force of law and public justice to protect it, anarchy and tyranny commence." The Founders' actions often spoke even louder than their words. Alexander HAMILTON, a distinguished lawyer, took on many famous cases out of principle. For example, after the Revolutionary War against the colonial power, Great Britain, the state of New York enacted harsh measures against Loyalists and British subjects. These included the Confiscation Act (1779), the Citation Act (1782) and the Trespass Act (1783). All involved the taking of property. In Hamilton's view, these Acts illustrated the inherent difference between democracy and the law. Even though the Acts were widely popular, they flouted fundamental principles of property law. Hamilton carried his views into action by having the rule of law thoroughly applied. He successfully defended in the face of enormous public hostility those who had property taken under the three New York state statutes. The Constitution was designed to
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
At 03:13 PM 7/9/2007, you wrote: >one question: what democracy really is? The article points out that >singapore, malaysia and russia are not 'truly' democratic despite elections >being done frequently and relatively free. But for example, UK is usually >defined as one of the true democracies while it has royal family which has >many privileges over the commoners.. Democracy is a system based on feedback - as the opposite of authoritarianism which lack of political feedback (you're either be silent or die). And further question will be - how effective is the feedback? In most cases the effectiveness of a political feedback system determined by the presence of oppositions, either by influence (pressure on issues) or by numbers. You can have few oppositions (like US or UK) with strong influence over many issues, or you can have many oppositions (like Indonesia, India, etc.) with a lower influence. Now let we analyze Singapore, Malaysia and Russia. There are many similarities over those countries, Not only there are very few oppositions but also those oppositions have a very weak influence. That's why those countries can't be said as having a true democratic system. An election by itself is not the whole democracy - as elections also held in most countries in the world regardless of the intentions. North Korea and Cuba for example in the past held elections (with the results of : 99.99% winning votes for the ruling party). What kind of feedback we can get from such system? Nothing. How about UK? Well, the monarch is more like a symbol and has no effective political power. All political decisions regarding British policy determined by political parties which represented by the elected members of House of Commons. The other British parliament members - that is House of Lords (post held by the aristocrats) still play some roles in British political system, but in the modern era the powers of the House of Lords have been steadily declining.
Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
one question: what democracy really is? The article points out that singapore, malaysia and russia are not 'truly' democratic despite elections being done frequently and relatively free. But for example, UK is usually defined as one of the true democracies while it has royal family which has many privileges over the commoners.. On 7/9/07, sidqy suyitno <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > Does capitalism lead to > democracy, and how? > > > By Patricia Cohen > > > Published: June > 13, 2007 > > > NEW YORK: > When President George W. Bush declared last week that political liberty is > the > natural byproduct of economic openness, his counterparts in Beijing > and Moscow were not the only ones > to object. Even once ardent supporters have backed away from the > century-old > theory that democracy and capitalism, like Paris Hilton and paparazzi, > need > each other to survive. > > =deleted=
[Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how?
Does capitalism lead to democracy, and how? By Patricia Cohen Published: June 13, 2007 NEW YORK: When President George W. Bush declared last week that political liberty is the natural byproduct of economic openness, his counterparts in Beijing and Moscow were not the only ones to object. Even once ardent supporters have backed away from the century-old theory that democracy and capitalism, like Paris Hilton and paparazzi, need each other to survive. In China, where astounding economic growth persists despite Communist Party rule, in Russia where President Vladimir Putin has squelched opponents, and in Venezuela where dissent is silenced, developments around the world have been tearing sizable holes in what has been a remarkably powerful idea, not only in intellectual circles, but also in Republican and Democratic administrations - that capitalism and democracy are two sides of the same coin, trends that reinforce each other. People, including myself, still have reasons to think it will eventually happen, Francis Fukuyama, a political economist at Johns Hopkins School of Advanced International Studies, said of Chinas evolution to democracy. But the time frame has to be a lot longer. At least in the next couple of decades, he said, its likely that the authoritarian system will keep going and get stronger. After communism collapsed, Fukuyama, perhaps more than anyone else, was associated with the idea that capitalism and democracy are inextricably linked. In his famous essay, The End of History, he declared that all nations would ultimately evolve into Western-style liberal democracies. Yet in the more than 15 years since Fukuyama gave his prognosis, support for the underlying theory tottered back and forth. After the fall of communism in 1989, democratic capitalism seemed poised for a victory lap. There was great hope in the early 1990s, said Michael Mandelbaum, the author of the forthcoming book Democracys Good Name: The Rise and Risks of the Worlds Most Popular Form of Government. The belief was that rising incomes create a middle class who would then agitate for personal liberty and political power. The tipping point seemed to occur when per capita income reached somewhere between $6,000 and $8,000. True, there were exceptions like tiny Singapore and Malaysia with their rising stocks and authoritarian governments, but they were often dismissed as too small or transitional to really put a dent in the theory. Yet as free market shock therapy closed down companies and government services and autocrats gained power in the Caucasus, Central Asia and Russia, the initial optimism about democracys sure-footed march faltered. Some scholars pointed out that the American experience, where democracy and capitalism arose at the same time, wasnt so much a model for the rest of the world, but an anomaly. Capitalism came before democracy essentially everywhere except in this country where they started at the same time, said Bruce Scott, an economist at Harvard Business School who is finishing up a book titled Capitalism, Democracy and Development. In the rest of the world, it took 100, 200, 300 years before they got to where they could manage a democracy. A big mistake, Scott said, was assuming that all you had to have was a constitution and an election and you had a democracy; that was really stupid. Joseph Stiglitz, a Nobel laureate now at Columbia University, agrees that one of the biggest changes since the early 1990s is how fuzzy the meaning of democracy is and how easy it is to manipulate elections. As more fledgling democracies failed, various theories like illiberal democracy appeared to explain why. Some countries - Singapore, Peru and Russia, for example - go through a stage of robust economic growth but limited political liberties. Lee Kuan Yew, the former prime minister of Singapore, argued that cultural differences, what he labeled Asian values, led to a different path of democratic development. Then, just after the Iraq war, there was a mini-burst of optimism that capitalism was leading to democracy after all, Mandelbaum said, with three popular uprisings in the Ukraine, Georgia and Kyrgyzstan and elections in Gaza, Lebanon and Egypt in 2005. The optimism quickly fizzled. Now some scholars argue that a free market can actually undermine democracy. Capitalism doesnt necessarily lead towards democracy at all, Scott said. The one thing that you can say is that capitalism is going to relentlessly produce inequality of income, and eventually that is going to become incompatible with democracy. More worrisome is that the widespread assumption that capitalism and democracy are closely linked can backfire, argues Lord Ralf Dahrendorf, a research professor at the Social Science Centre Berlin. In a recent discussion on democracy and capitalism sponsored by the Hansard Society, a nonpartisan charity in London that promotes parliamentary democra