[zamanku] Masih Relevankah Ajaran SSJ - Achmad Chodjim-Seri 1/4
Assalamualaikum WW, Salam sejahtera kami ucapkan kepada sahabat semua, rekan seperjalanan... Sahabat arif billah, Berikut ini akan saya kirimkan hasil Silaturahim Persaudaraaan Universal , yang juga dihadiri rekan-rekan dari Spiritual Indonesia, Gantharwa dan Berkas Cahaya Kesadaran (BCK), dan beberapa praktisi spiritual dari masyarakat setempat, yang diadakan di kediaman Ustadz Achmad Chodjim (21/5) kemarin... Tulisan yang saya hidangkan sebagai santapan rohani ini sudah mendapat persetujuan sang penulis untuk saya kirimkan kepada sahabat semua. Semoga berkenan, dan tulisannya menjadikan sebagai amal untuk pencerahan kita bersama. Salam, Ferry Djajaprana MASIH RELEVANKAH AJARAN SYEKH SITI JENAR DEWASA INI? Oleh: Ir. Achmad Chodjim, MM* Seri 1 dari 4 Tema seminar/sarasehan budaya hari ini adalah agama ageming aji, yaitu agama sebagai nilai-nilai luhur yang menjadi landasan hidup bangsa Indonesia, sesuai dengan sila pertama pada Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Agama dalam bingkai ageming aji bukanlah agama dalam arti golongan atau agama sebagai organisasi (organized religion), tetapi agama sebagai basis moralitas dan perilaku manusia. Agama dalam arti ini pernah menjadi polemik dan perang wacana di Kepulauan Nusantara karena Indonesia belum lahir dan tepatnya di P. Jawa pada pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Tokoh sentral dalam polemik dan perang wacana pada masa itu adalah Syekh Siti Jenar atau dikenal dengan nama Syekh Lemah Abang. Dia seorang guru dan pelaku spiritual yang mengajarkan agama sebagai jalan hidup dan bukan sebagai kepercayaan. Meskipun Syekh seorang muslim, tetapi ajarannya menarik berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang ada waktu itu. Mereka yang belajar dan menjadi murid Syekh berasal dari berbagai kalangan, baik kalangan elite yaitu para adipati maupun rakyat biasa. Mereka berasal dari pemeluk Hindu, Biddha, Syiwa-Buddha, Islam, dan pemeluk kepercayaan yang berkembang di Jawa waktu itu. Apa yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar sehingga daya tarik ajarannya luar biasa dan menyebabkan penguasa Kesultanan Demak Bintara kegerahan waktu itu? Yang diajarkan sebenarnya bukanlah hal yang asing bagi mereka yang hidup di Kep. Nusantara waktu itu. Yang diajarkan adalah paham MKG (Manunggaling Kawula Gusti), yaitu satunya hamba dengan Tuhan. Paham ini sudah ada di agama Hindu dan Buddha yang sebelum berdirinya Kesultanan Demak, dipeluk oleh mayoritas penduduk Nusantara. Paham ini diikuti oleh kalangan sufi dalam agama Islam. Bahkan, mereka yang dikenal sebagai anggota Walisanga juga berpaham MKG. Padahal, berdasarkan sejarah Walisanga yang bergelar sunan itu adalah pendukung dan penasehat Sultan Demak di zaman itu. Meskipun Walisanga dan Syekh Siti Jenar sepaham, tetapi pada tataran implementasinya dalam kehidupan berbeda. Bagi Siti Jenar, MKG merupakan landasan, jalan dan alat untuk menjadikan manusia merdeka sejati. MKG menggerakkan manusia untuk menjadi dirinya sendiri, menjadikan manusia yang memiliki kepribadian. Inilah inti dari MKG yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar. Tentu pikiran semacam ini melompat terlalu jauh ke depan pada zamannya. Jangankan pada masa 500 tahun yang lalu, dewasa ini saja sebagian besar orang tidak hidup sebagai pribadi, tetapi hidup berdasarkan pikiran orang lain.i Sedangkan MKG yang diajarkan oleh Walisanga lebih bersifat teoritis, dan tidak memberikan implikasi nyata dalam kehidupan masyarakat. Ajaran MKG Siti Jenar mendobrak feodalisme yang tumbuh subur pada masa itu, sedangkan Walisanga justru melanggengkan sistem feodalisme. Syekh membangkitkan kesetaraan antara kawula (rakyat) dengan rajanya (Gusti). Walisanga melestarkan sistem rakyat menyembah raja. Syekh membebaskan orang dari belenggu ketakhayulan dan pikiran picik, sedangkan Walisanga malah menjadikan agama dan kepercayaan sebagai alat kekuasaan. Puncak pertarungan paham berakhir ketika Sultan Patah memerintahkan Walisanga untuk menghentikan kegiatan mengajar Syekh dan pengikutnya dihancurkan. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, kata peribahasa. Ajaran Syekh Siti Jenar dipadamkan meski demikian, ajaran SSJ tetap berjalan dan disampaikan secara sembunyi-sembunyi. Rakyat patuh kepada raja secara pasif, sedangkan kalangan elite berebut kekuasaan. Akibatnya, umur kerajaan tak ada yang panjang, Demak jatuh disusul dengan berdirinya Pajang, dan dalam satu generasi saja Pajang hilang dan muncul Mataram. Karena rakyat bodoh dan elite kerajaan berebut kekuasaan, maka Mataram hanya dalam kurun waktu 50 tahun berdiri sudah goyah karena adanya infiltrasi VOC, yang akhirnya Mataram menjadi negara taklukan VOC. Hal ini saya sampaikan dalam seminar/sarasehan ini agar dapat menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan kembali ajaran Syekh Siti Jenar kita akan dididik untuk menjadi manusia merdeka, sehingga siap untuk menahan gangguan dan ancaman asing agar bangsa
[zamanku] Sukses dan Bahagia
Sahabat-sahabat yang berbahagia.. Menarik Senin pagi yang biasanya terpengaruh pada sikon I Hate Monday justru membahas hal-hal yang sebaliknya yaitu berbau kebahagiaan.. Manusia umumnya dalam hidupnya memiliki tujuan, kalau ditanya biasanya menjawabnya sukses, bahagia .. masing-masing kita umumnya memahami kata bahagia dan sukses. Seolah sukses adalah bahagia itu. Tapi apakah benar demikian ? Menurutku sukses adalah sesuatu nilai keberhasilan yang umumnya dikaitkan dengan nilai kwantitatif atau perhitungan-pirhutangan akal. Sementara kalau kebahagiaan adalah sesuatu yang dinisbatkan pada spiritualitas dan bernilai kwalitatif. Karena nilai kwalitatif itu absurd maka pencapaiannya unik mengikuti persepsi individu. Jadi, kebahagiaan adalah sesuatu yang bisa diraih oleh umat secara universal, sementara kesuksesan tidak, ada patokan/parameter tertentu sebagai pembanding. Lalu dengan adanya kebahagiaan apakah akan meninggalkan duka? Untuk menyamakan persepsi apakah duka itu lawan dari bahagia, umumnya dalam bahasa Indonesia kata duka itu dibentukan dengan kata suka. Jadi pasangan tersebut kelihatan serasi bila kita menyebut Suka dan Duka. Suka, duka, bahagia, nestapa adalah rasa yang bisa menghinggapi semua individu yang memiliki hati atau qalbu, rasa ini tidak permanen, terkadang begini terkadang begitu yang umumnya terpengaruh akan situasi dan kondisi, ruang serta waktu. Jadi, bahagia, suka dan duka adalah satu koin dua mata uang, yang keberadaanya selalu beriringan. Kebahagiaan umumnya diraih melalui duka-duka kecil, yang mungkin juga duka-duka itu berupa usaha. Hanya saja bila kita fokus kepada bahagia umumnya duka-duka itu tak terasa. Karena bila bahagia menjadi dominan maka dukanya menjadi resesip (hilang). Nah, karena kebahagiaan itu bersifat spiritual, maka umumnya dalam doanya umat Muslim selalu menyebut Kebahagiaan dunia dan akherat, demikian juga umat agama yang lain. Bagi non agama tetap saja kebahagiaan menjadi tujuan utama, karena kebahagiaan adalah universal hanya saja kebahagiaan mereka tak perlu lama-lama sampai menunggu kematian, jadi bahagia ya sekarang ini... atau paling jauh sebatas hayat dikandung badan. Selanjutnya, apakah proses ini akan berhenti atau terus menerus? Dalam proses kehidupannya proses pencarian kebahagiaan ini akan terus dilakukan sehingga mencapai kesempurnaan hidupnya sampai usianya berakhir. Derajat penyandaran kebahagiaan bagi yang beragama akan menuai kebahagiaan alam kuburnya melalui perilakunya pada masa hidupnya. Jadi, berladangnya dimasa ia hidup dan dalam 'kehidupan setelah kematian' itu dia menerima buah hasil perilakunya di dunia (karma). Mungkin itu share saya Senin (13/7) pagi ini .. bagaimana kebahagiaan menurut Anda? Salam, Http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] Isra Miraj berbuah AsSholatu Mirajul Mukminin
Isra Miraj berbuah AsSholatu Mirajul Mukminin Oleh : Ferry Djajaprana Perspektif umum : Dalam Al-Quran hanya dua surah yang menyebutkan tentang isra mi'raj : Al-Isra ayat 1 Maha Suci Allah yang membawa berjalan hamba-Nya pada malam hari dari Masjid al Haram ke Masjid Al Aqsa...dan An-Najm ayat (53) 13-18. 53:13 Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu pada waktu yang lain, 53:14 di Sidratil Muntaha. yang berada di Sidratil Muntaha adalah Jibril 53:15 Di dekatnya ada surga tempat tinggal Jannatul Ma'wa 53:16 ketika Sidratulmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. 53:17 Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. 53:18 Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. Isra umumnya ditafsirkan sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW di malam hari dari Masjidil Haram (Mekah) sampai Majid Al Aqsa di Palestina. Mikraj (tangga) adalah kenaikan Rosul menuju Sidrat Al Muntaha (langit ke tujuh). Hasil perjalanan Isra Miraj adalah shalat lima waktu. Perspektif empiris Rasionalis : Dilihat dari sudut rasionalitas terlepas dari wahyu isra miraj ini akan nampak janggal dan tidak mungkin, karena bagaimana mungkin kecepatan perjalanan yang dilakukan rasul bisa mencapai melebihi kecepatan cahaya? Bagaimana mungkin Rosul bisa melepas dari daya tarik bumi. Tentu pendekatan rasionalis sulit menjangkaunya, yang mungkin adalah pendekatan imaniy seperti yang ditempuh Abu Bakr Shidiq Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benar adanya. Pun pula Isra Miraj itu dilakukan hanya sekali. Artinya bila ingin dibuktikan secara ilmiah maka perlu trial and error, yakni obeservasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di semua tempat dan waktu dan oleh siapa saja. Maka jurus Kierkegaard, tokoh eksistensialisme menyatakan Seseorang harus percaya, bukan karena ia tahu tetapi karena ia tidak tahu. Immanuel Kant berucap Saya menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya. Oleh-oleh Isra miraj adalah kewajiban shalat : sebab shalat merupakan sarana terpenting menyucikan jiwa dan memelihara ruhani. Perspektif Modern Fazlur Rahman : Perspektif Fazlur Rachman adalah sudut pandang aktual historis. Keberatan Fazlur Rahman terhadap perspektif umum (tradisional) adalah nama Masjid Al Aqsha itu bukan mengacu pada Masjid al Aqsha yang berada di Palestina, nama al Aqsha ada pada saat jaman khalifah Umar, sementara Isra Miraj terjadi tak lama setelah hijrah ke Madinah. Selain itu, Siti Aisah mengungkapkan bahwa tubuh Rosul berada di tempatnya. Jadi, Sidrat Al Muntaha, Masjid Al Aqsha dan Ufuq al Ala bisa multi tafsir. Tidak dijelaskan makna isyari nya. Boleh jadi ini menyangkut daya bathin manusia yang mempunyai kekuatan perspektif luar biasa yang dijalankannya untuk melakukan amanat yang maha berat, yaitu merenungkan segala realitas. Tugas ini hanya mampu diemban oleh sebagian manusia saja. Inti perspektif modern adalah bahwa Tuhan itu bukan prima causa yang jauh dan bisu, jadi ada kemungkinan dialog personal antara khaliq dan mahluk yaitu dialog dalam shalat, dimana kegiatan ibadah bermula dan tumbuh.. inilah makna bahwa shalat adalah mikrajnya kaum muslimin. Perspektif Isyari/Sufistik : Banyak perspektif Isra Mikraj bisa kita kuak asal mau menggalinya, dalam dunia sufistik yang penuh dengan makna bathiniah (isyari) yang cenderung bersifat spiritual. Menurut Sufi, isra miraj adalah pengalaman bathiniah Rosul SAW yang diisyaratkan dengan kata-kata Masjid Aqsha (masjid terjauh), Al ufuq al Ala (Cakrawala tertinggi), dan sidrat Al Muntaha (Sidrat yang terakhir). Menurut Farid Al Din AthThar dalm buku Warisan Wali, mencontohkan bahwa puncak pengalaman spiritual manusia yang tertinggi adalah sebatas awal perjalanannya. Pemaknaan Shalat Mirajul Mu'minin bagi para Sufi tidak diartikan makna badani melainkan bathiniah. Bagaimana contoh perjalanan spiritual itu bisa dibaca dalam Musyawarah Burungnya (Manthiq al Thayr) Aththar. Yang mengsisahkan hanya burung yang percaya diri dan berani saja akan sampai pada tujuannya. Dalam versi sufistik, mikraj bukan hanya diartikan perjalanan ke luar angkasa saja, tetapi dalam lubuk hati yang paling dalam di mana ia menemukan dirinya dalam 'kehadiran Tuhan' . Tahapan perjalanan spiritual masing-masing individu berbeda antara satu dengan lainnya. Media pengungangkapannya pun berbeda. Akhirnya bisa disimpulkan bahwa boleh jadi, dalam peristiwa Isra Mikraj, dibukakan semua tabir rahasia langit dan bumi, melalui daya penglihatan bathin ( Sufism : Ayn = Engl : Vision = Jawa : Waskita), sehingga teranglah awal kejadian dunia dan kesudahannya, Hukuman buat yang ingkar dan kenikmatan surgawi bagi yang salih. Pada saat mana tak ada dinding penyekat antara ruang dan waktu yang menghalanginya, yang semuanya disaksikan secara Live oleh Rosul SAW. Kesimpulan :
[zamanku] Seri 4 Tharikat Naqshabandiyah
Seri 4 Tharikat Naqshabandiyah Oleh : Ferry Djajaprana Naqshabandiyah adalah sebuah tharikat besar yang didirikan oleh Muhammad Ibn Muhammad Bahauddin Naqshabandi (717-791/1317-1389) di Bukhara.1) Dikenal dengan Naqshabandiyah karena kepandaiannya melukiskan hati, para murid Naqshabandiyah dikenal dalam praktek dzikirnya menggambarkan garis-garis dalam hati mereka dengan kata-kata yang tak terucapkan untuk menyucikan hati 2). Aliran Naqsyabandi menyebar secara luas ke Asia Tengah, Kaukasus Barat, China, India, Turki, Eropa, Amerika Utara, dan Indonesia. Syaikh Yusuf Makassari (1626-1699M) merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan tharikat ini di Nusantara seperti diterangkan dalam bukunya Risalah Safinah Al Najah. Penyebaran tharikat ini di Nusantara antara lain di Banten, Kepulauan Riau, Minangkabau, Pontianak, Madura, Jawa Tengah, Jawa Timur,Sulawesi Selatan , Kalimantan Selatan, Pulau Sumatera dan daerah lainnya. Inilah satu-satunya tarekat yang terwakili di semua propinsi Indonesia. Penyebarannya sedemikian luas sehingga timbul variasi lokal, yang menjadi bagian dari tharikat ini. Pengikutnya terdiri dari berbagai lapisan dari strata rendah sampai lapisan yang lebih tinggi. Aliran tharikat ini adalah satu-satunya aliran sufi yang memiliki geneologi silsilah transmisi ilmu melalui pimpinan pertama yakni Abu Bakar, bukan seperti aliran lainnya yang memiliki geneologi melalui Imam Ali kemudian sampai ke Nabi Muhammad SAW. Tujuan pokok thariqah ini adalah taubah, uzlah, zuhud, taqwa, qanaah dan taslim. Untuk mencapai hal tersebut maka harus menjalankan enam rukun yang dijadikan pegangan yaitu : Makrifat, yaqin, sakha, sadaq, syukur dan tafakur. Enam hal yang harus dikerjakan adalah : dzikir, meninggalkan hawa nafsu, meninggalkan dunia, melakukan agama dengan sungguh-sungguh, berbuat ihsan dan mengerjakan amal kebaikan. Dasar-dasar tharikat ini adalah memegang teguh itikad ahlu sunnah, senantiasa muraqabah, meninggalkan kebimbangan dunia dari selain Allah, menghias diri (tahalli) dengan sifat-sifat yang berfaedah dari ilmu agam dan menghindarkan kealpaan terhadap tuhan dan berahlak yang baik (Ahlak Rosulullah). Yang khas pada tharekat Naqshabandi adalah pengasingan diri (uzlah). Salah satu ritual yang populer adalah khatm al Khawajagan (penutup seluruh guru sufi) dan selalu dibacakan setiap selesai salat wajib. Prinsip metode spiritualnya adalah berdzikir di dalam hati. Nama-nama Tuhan tidak diucapkan melalui lisan tetapi diingat melalui kesadaran yang menembus ke dalam hati, dimana simbol-simbol kegaiban memasuki ke dalam pribadi seseorang, hal ini berbeda dengan kesadaran hati secara fisik. Ia merupakan perumusan spiritual dimana panggilan nama Tuhan lebih cenderung pada kesadaran eksitensial daripada pengingatan secara mental. Metode doa ini seperti doa Heychast di dalam hati, tapi tidak identik dengannya. Metode Dzikir : Penganut tarekat ini menitik beratkan amalannya pada dzikir. Dzikir adalah mengingat dan menyebut nama Allah berulang-ulang atau menyatakan kalimah La Ilaha Illa Allah (tiada Tuhan selain Allah) dengan tujuan untuk mencapai kesadaran akan Allah yang lebih langsung dan permanen. Bagi penganut tharekat Naqshabandiyah dzikir umumnya dilakukan dengan diam (dzikir Khafi = diam/tersembunyi) secara berkesinambungan pada waktu pagi, sore, siang dan malam, duduk, berdiri , di waktu sibuk maupun senggang. Asal muasal ajaran dzikir diam didapat dari Syaikh Abd Al Khaliq yang dipercaya dari Abu Bakar Shiddiq, dzikir diam adalah norma tharekat Naqshabandiyah. Syaikh Amir Kulal satu periode sebelum syaikh Baha Al Din melakukan dzikir keras. Syaikh Yusuf Al Hamadani menggabungkan dua type dzikir diam dan keras. Penganut tharekat Naqshabandiyah umumnya dzikir sendiri-sendiri kecuali bila tempatnya dekat dengan syaikh biasanya dilakukan berjamaah. Dzikir jamaah dilakukan umumnya dua kali seminggu pada malam Jumat dan malam Selasa, tapi ada juga yang melakukan seminggu sekali. Tarekat Naqshabandiyah memiliki dua macam dzikir: pertama, Dzikir Ism Al Dzat, mengingat nama Yang Hakiki dengan mengucap nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali dihitung dengan tasbih dengan memusatkan kepada Allah semata. Ke dua, dzikir tauhid artinya mengingat keesaan. Dzikir ini dilakukan dengan perlahan diiringi dengan pengaturan nafas, kalimah Lailaha Illa Allah yang dibayangkan seperti menggambar garis melalui tubuh. Caranya : bunyi la digambar dari daerah pusar terus ke atas sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti di ujung bahu kanan. Kata berikutnya Illa dimulai dari bahu kanan turun melewati bidang dada sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah dihujamkan sekuat tenaga. Orang yang berdzikir itu membayangkan jantungnya itu mendenyutkan nama Allah, dan memusnahkan segala kotoran. 4) Selain dua dzikir tersebut
[zamanku] Seri 2. Ringkasan Tharikat Syadziliyah
Tharikat Syadziliyah Tharikat Syadiliyah1) didirikan di Maroko oleh Syaikh Abu Al Hasan As Syadzili pada tahun 1258 M. Tharikat ini sekarang bisa di jumpai di Indonesia, Mesir, Kenya, Tanzania, Timur Tengah, Sri Lanka, Amerika Barat dan Amerika Utara. Menurut Al Haddad beberapa ajaran Syadziliyah antara lain : 1.Melihat bahwa segala anugerah adalah milik Allah 2. Keharusan bersyukur 3. Keikhlasan beribadah 4. Menjauhkan diri dari segala macam tujuan untuk mendapatkan kedudukan 5. Pengakuan terhadap kelemahan dan kekurangan diri. Silsilah keturunan Al Hasan mempunyai hubungan garis keturunan pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib.2) Tarekat Syadziliyah adalah termasuk tarekat yang besar seperti tarekat Qadiriyah, Rifaiyah dan Naqshabndiyah. Menurut Ibn Athailah As Syadzili adalah orang yang ditetapkan Allah sebagai pewaris nabi, melihat karamahnya menunjukkan posisinya sebagai poros spiritual (quthb) alam semesta. 3) Al Syadzili tidak menuliskan ajarannya dalam suatu kitab sebabnya karena kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran ilmu hakikat kepada muridnya karena akal tidak bisa menerimanya 4). Ajaran-ajarannya dapat diketahui dari tulisan-tulisan muridnya seperti tulisan Ibn Athailah As Shukandari. Ketika ditanya perihal kenapa beliau tidak menulis ajaran-ajarannya pada suatu kitab, jawabannya Kutubi ashlabi artinya Kitab-kitabku adalah sahabat-sahabatku. Ajaran Hizib (doa dan zikir) tarekat syadziliyah di Indonesia cukup bervariasi dan setiap murid tidak menerima hizib yang sama karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhiyah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid. Adapun hizb tersebut diantaranya, hizb al Asyfa, hizb al Kahfi atau al autad, hizb al bahr, hizb al baladiyah atau al birhatiyah, hizb al Nashr, hizb al Mubarak, hizb al Salamah, hizb al Nur, dan Hizb al hujb. 5) Demikian ringkasan tentang tharikat Syadziliyah, lebih lengkap bisa Anda lihat bibliography berikut: Bibliography : 1) Totok Jumantoro dan Samsul Munir, Kamus Ilmu Tasawuf, Amzah Publishing, Wonosobo, 2005. 2)Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Kencana Prenada Media Group,Jakarta, 2004 3) John Renard, Surat-surat Sang Sufi, Mizan, Bandung, 1993, h.60 4) Ibn Athailah, Lathaif Al Minan, h. 25 5) Semua hizb tersebut dapat dilihat pada risalah-risalah yang dikeluarkan oleh Pondok PETA Tulungagung, Ibn Athaillah, Lathaif Al Minan, Tahqiq abd Al Halim Mahmud (Mesir, Dar Al Syab, 1986) h. 252-257. Abi Abdillah Muhammad Ibn Sulaiman Al Jazuli, Dalail Al Khairat Ma'a Al Ahzab, Surabaya (tanpa tahun). Salam, http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] Seri 1 Serial Tentang Tarekat
Serial Tentang Tarekat Seri 1. Sejarah Awal Tarekat Dalam tradisi Islam tarekat tidak dapat dipisahlan dengan tasawuf. Sebaliknya, tasawuf bisa saja berdiri sendiri. Dalam periode pertama Islam, tasawuf adalah satu bentuk ungkapan keberagamaan seseorang yang sifarnya sangat pribadi, dan tidak terlembagakan dalam suatu tarekat. Orang yang masuk dalam tasawuf bermaksud ingin menegaskan hubungannya dirinya dalam spiritual sebagai hamba (abid) dengan Tuhannya yang disembah (Ma'bud). Selanjutnya dalam periode berikutnya, pola hubungan spiritual dalam dunia tasawuf semakin tersebar di berbagai dunia Islam dan terlembaga melalui organisasi tarekat. Secara kelembagaam tarekat baru terbentuk sebagai dunia tasawuf pada abad ke 8 (14). Artinya tarekat bisa dianggap sebagai hal yang baru yang tidak pernah dijumpai dalam tradisi Islam periode awal, termasuk dalam jaman nabi. Sehinga umumnya nama tarekat dinisbatkan kepada nama para wali atau ulama yang hidup berabad-abad setelah Nabi. Sebagai contoh tarekat Qadiriyyah misalnya, dinisbatkan kepada Shaikh Abd Al Qadir Al Jailani (471 -561 H/1079 1166), tarekat Suhrawardiyah dinisbatkan kepada Shihab Al Din Abu Hafs Al Suhrawardi (539-632 H /1145 1235M), tarekat Rifaiyyah dinisbatkan kepada Abu Al Abbas al Rifai (w. 578 H/1182 M), tarekat Syazilliyah dinisbatkan kepada Abu Al Hasan Ahmad Ibn Abd Allah Al Shazilli (593 656 H/1197 - 1258 M), Tarekat Naqshabandiyyah dinisbatkan kepada Baha Al Din Naqshaband (717 -791 H/ 1317 1389 M) dan tarekat Syattariyah yang dinisbatkan kepada Abd Allah al Shattari yang wafat pada tahun 890 H /1485 M *) Kendati demikian, para pengikut tarekat percaya bahwa para Sufi yang namanya dipakai untuk menyebut jenis tarekatnya tersebut tidak bertindak sebagai pencipta berbagai ritual tarekat, seperti zikir dengan berbagai metodenya, melainkan hanya merumuskan dan membuat sistematikanya saja. Sedangkan substansi ajaran-ajarannya sendiri adalah asli berasal dari Nabi, dan diterimanya melalui sebuah jalur silsilah yang terhubungkan sedemikian rupa kepada Nabi Muhammad SAW. Tarekat dibangun di atas landasan sistem dan hubungan yang erat dan khas antara seorang guru (murshid) dengan muridnya. Hubungan murshid dan murid ini dapat dianngap sebagai pilar terpentind dalam organisasi tarekat. Hubungan tersebut diawali dengan pernyataan kesetiaan (baiat) dari seorang yang hendak menjadi murid tarekat kepada shaikh tertentu sebagai murshid. Teknis dan tatacara baiat dalam tarekat seringkali berbeda satu dengan lainnya, tetapi umumnya ada tiga tahapan penting yang harus dilalui oleh oleh seorang calon murid yang akan melalui baiat, yakni talqin al Dhikr (mengulang-ulang zikir tertentu), akhdh al Ahd (mengambil sumpah), dan libs al khirqah (mengenakan jubah). Proses inisiasi melalui baiat ini sedemikian penting menentukan dalam organisasi tarekat, karena baiat mengisyaratkan terjalinnya hubungan yang tidak pernah akan putus antara murid dengan murshidnya. Begitu baiat diikrarkan, maka sang murid dituntut untuk mematuhi berbagai ajaran dan tuntunan sang Murshid, dan meyakini bahwa murshidnya itu adalah wakil dari nabi. Lebih dari itu diyakini bahwa baiat juga sebuah perjanjian antara murid sebagai hamba dengan Al Haqq sebagai Tuhannya. Setelah menjadi murid biasanya perjalanan spiritual (suluk)nya sang murid dimulai dengan mempelajari tasawuf. Berapa lama waktu yang ditentukan oleh sang murid tidak ada ketentuan pasti, dan berhak mengajarkan ilmunya, semuanya tergantung dari Sang Murid sendiri dalam menjalani beberapa tahapan pengalaman spiritual (maqamat) hingga sampai pada pengetahuan tentang al haqiqat (kebenaran hakiki). Beberapa murid bisa saja menyelesaikan pelajaran mistisnya dalam waktu singkat sebagian lainnya perlu waktu lama. Keluluasan murid ditentukan sang Murshid. Apabila sang murid telah dianggap lulus dalam perjalanan spiritualnya dalam memahami hakikat, maka sang Murshid akan mengangkatnya sebagai khalifah yang proses pengangkatannya biasanya diberikan ijazah (otorisasi atau lisensi). Dalam dunia tarekat itu selain ada ijazah untuk murid yang naik jadi khalifah, ada juga istilah ijazah yang diberikan kepada murid tetapi bobotnya lebih ringan, yakni ijazah amalan untuk mengamalkan ritual atau zikir tertentu yang diajarkan oleh murshidnya, dan ijazah oleh murid yang dianggap telah menyelesaikan tahap tertentu dari ajaran tarekat dari murshidnya itu. Berbeda dengan yang pertama, kedua ijazah yang terakhir disebut itu tidak memberikan wewenang kepada yang menerimanya untuk mentahbiskan orang lain menjadi anggota tarekat, melainkan hanya untuk yang bersangkutan saja. Demikian proses masuknya seseorang menjadi murid tarekat melalui baiat, serta proses pengangkatan murid menjadi khalifah melalui proses pengangkatan murid menjadi khalifah melalui pemberian ijazah, demikian
[zamanku] Resensi Buku : Al Furqon Lailatul Qodar Di luar Ramadhan
Resensi Buku : Al Furqon Lailatul Qodar Di luar Ramadhan Karya : Muhammad Luthfi Ghozali Penerbit : Abshor, Semarang http://ponpesalfithrahgp.wordpress.com Tahun : 2006 Halaman : xx +448 hlm. 14 x21 Diresensi oleh : Ferry Djajaprana *) Prolog: Membaca judul buku Al Furqon Lailatul Qodar Di luar Ramadhan, bagaikan membaca tafsir dua firman Allah, yaitu Surat Al Furqon (surat ke-25) dan Surat Al Qadr (Surat ke 97). Menurut kamus ilmu Al Quran 1) yang dimaksud Al Furqan adalah pembeda, maksudnya membedakan antara yang hak dan bathil, yang baik dan buruk, yang bermanfaat maupun mudharat sehingga dengan Al Furqon itu hati seorang hamba menjadi yakin kepada Tuhannya. Sedangkan Al Qadr (kadar) artinya kemuliaan. Isi surat ini adalah tentang diturunkannya Al Quran pada malam lailatul qadr, yang nilainya lebih baik dari seribu bulan, para malaikat dan Jibril turun ke dunia pada malam lailatul qadr untuk mengatur segala urusan. Bicara tentang lailatul qadr mengingatkan saya pada pencarian saya tentang malam Lailatul qadr di bulan Ramadhan lima belas tahun yang lalu di Gua Hiro di suatu gunung yang bernama Jebel Nur di Mekah, Saudi Arabia. Di sanalah tempat Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama kali berupa Surat Al Qadr (Surat ke-97). Di kota Mekah saya banyak bertanya kepada beberapa ustads atau para kyai dari Indonesia yang kebetulan sedang umroh tentang ciri-ciri Lailatul Qadr tersebut. Dari uraian mereka banyak informasi yang bisa saya dapatkan diantaranya mereka menyebut ciri lailatul qadr adalah, malamnya hening, membekunya air, merunduknya pohon dan lain-lain. Setelah mengetahui ciri-ciri tersebut bukannya saya menjadi tenang, namun malah sebaliknya membuat semakin penasaran dan berakibat pada peribadatan saya terganggu karena menjadi waswas takut kehilangan lailatul qadr tersebut. Semestinya saya tidak perlu waswas, karena di dalam perjalanan spiritual bukanlah letak keberhasilannnya bukan pada ujian fisik belaka dan hasilnya bukan berupa ijazah ataupun stempel passport yang nyata melainkan berupa suatu mentalitas pemahaman seorang hamba kepada Tuhan-Nya sehingga menjadikannya sebagai wushul (perantara-Nya). -o0o- Isi Resensi : Sengaja prolog diatas saya tulis untuk mengajak para pembaca memahami konsepsi waktu. Bagaimana kita bisa memahami waktu yang sudah lampau tapi bila kita menggalinya kembali dengan 'bermemori ria' seolah menjadi dekat bahkan seolah-olah baru saja terjadi? Bicara tentang waktu, semua memori tentang perjalanan pencarian lailatul qadr tersebut muncul seolah-olah tidak ada penyekat antara memori kejadian tahun 1994 dengan tahun 2009. Diam-diam saya membenarkan teori Roger Sperry 2) Dual Brain dan Hemispheric Specialization yang menyatakan bahwa salah satu fungsi otak kanan adalah pemikiran holistik dan tidak bergantung waktu. Seperti kita ketahui bahwa umumnya yang disebut malam lailatul qadr - disebut Al Quran sebagai Satu Malam yang lebih baik dari seribu bulan mengacu kepada satu malam di bulan Ramadhan. Tetapi bagaimanakah malam itu? Apa terjadi hanya sekali saja pada saat turunnya Al Quran (Nuzulul Quran)? setiap bulan Ramadhan sepanjang sejarah? Atau sepanjang tahun baik Ramadhan ataupun tidak? Malam Al Qadr yang ditemui Nabi pertama kali adalah ketika menyendiri di Gua Hira, Beliau merenung tentang diri dan masyarakatnya. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Jibril (Ar-Ruh) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Langkah kita untuk memahami Lailatul Qadr adalah beriman dahulu, berdasarkan pernyataan Al Quran Ada satu malam yang bernama Lailatul Qadr (QS. 97:1) dan bahwasannya malam itu adalah malam yang pernuh berkah dimana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar Dengan penuh kebijaksanaan (QS.44:3). Dilihat dari penjelasan diatas yang bersumber pada Kalamullah yang intinya menjelaskan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan.. Bagaimana kalau Al Furqon, Lailatul Qadr di luar Ramadhan apakah bisa terjadi? Banyak ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, pakar hadis Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah bersabda bahwa malam qadr sudah tidak akan datang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab 3) pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al Quran serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa lailatul qadr terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Bahkan, Rasul SAW menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam ganjil setelah berlalu dua puluh hari Ramadhan. Memang, turunnya Al Quran terjadi lima belas abad yang lalu pada malam lailatul qadr, tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu hadir pada
[zamanku] Kholifah Bumi, Guru Mursyid sebagai Bapak Ruhaniyah
Resensi Buku :Kholifah Bumi, Guru Mursyid sebagai Bapak Ruhaniyah Pengarang : Muhammad Luthfi Al Ghozali Penerbit : Abshor, Semarang http://ponpesalfithrahgp.wordpress.com Tahun :2007 Halaman : xx + 560. 14 x 20 Peresensi: Ferry Djajaprana Pertama kali saya membaca sampul buku Kholifah Bumi atau dalam Bahasa Arabnya yang sering ditulis dalam Al Quran Khalifah Fi Al Ardh saya menduga isinya akan bercerita tentang hakikat manusia sempurna atau Insan Kamil yang biasa dibahas oleh Syeikhul Akbar Ibnu Arabi, salah seorang Sufi yang memiliki ekspresi spiritualitas dan intelektualitas yang tinggi yang pembahasannya membuat pembacanya mengernyitkan dahi karena term filsafat ataupun ekspresi sufistiknya menggunakan bahasa yang melambung dan komplek. Namun, prasangka saya dibuatnya kecele karena yang dibahas oleh Muhammad Luthfi Ghozali Kholifah Bumi, Guru Mursyid Sebagai Bapak Ruhaniyah adalah kholifah dalam arti kata yang sesungguhnya sebagai peran utama dalam pembahasannya dengan bahasa yang sederhana dan membumi sehingga bisa diterapkan oleh para pencari atau pejalan spiritual yang sedang menuju Allah (Salik) sebagai bahan acuan. Untuk menyamakan persepsi judul buku tersebut saya langsung menghubungi Sang Penulis dan mendapat konfirmasi bahwa yang dimaksud Kholifah Bumi memang Sang Insan Kamil atau manusia sempurna. Berbicara tentang manusia, manusia harus diperlakukan sebagai standar penilaian bagi umat manusia yang lain. Secara historis, manusia selalu mencari yang namanya manusia sempurna, dan manusia sempurna yang dicari tersebut bisa saja berupa tokoh terkenal dalam sejarah, tokoh legendaris ataupun tokoh spiritual. Kita dapat mengatakan bahwa yang mendasari manusia mencari Manusia Sempurna adalah keinginan manusia itu sendiri terhadap kesempurnaan, keterbatasan pencarian, dan adanya kesamaan dengan Tuhan atau untu menghindarkan diri dari kelemahan dirinya. Buku ini penting sebagai solusi bila dihubungkan dengan krisis global, yang telah melahirkan krisis-krisis baru yang lebih besar daripada sebelumnya. Sebagaimana kita ketahui krisis sekarang tidak lain adalah perusakan sejumlah kesenian, kebiasaan atau tradisi, nilai transenden dalam masyarakat, spiritualitas, kebahagiaan, keceriaan dan berbagai budaya modern yang 'disamakan' dengan budaya Barat dalam pemahaman, pendapat dan gaya hidup. Isi buku ini adalah berlandaskan pengalaman individu Sang Penulis dalam upaya membangkitkan spiritualitas pembacanya dalam menghadapi persoalan yang tidak terselesaikan dalam pencariannya. Membaca tulisannya Luthfie Ghozali terasa bak menapak tilas perjalanan spiritual berupa mujahaddah, riyadhah dan lainnya yang biasa dilakukan oleh para Sufi. Di dalam buku setebal lebih dari 550 halaman, itu hanya dibagi dalam dua bab saja, bab pertama amanat dan yang kedua khianat. Di dalam bab awal, yang dibahas selain manusia sebagai kholifah bumi juga dibahas tentang manusia di dalam tiga tahap kehidupan, dari alam ruh, alam dunia sampai alam akhirat. Bab kedua membahas tentang khianat. Yang disebut amanat adalah bila menjalankan perjanjian yang telah disepakati dan khianat bila melanggar isi perjanjian. Konsekwensinya bagi yang amanat akan diberi imbalan surga dan bagi yang khianat nerakalah balasannya. Rasanya buku ini tepat untuk para Salik mubtadi, karena bila disejajarkan dengan para Sufi klasik seperti Rabi'ah 'Adawiyah (713-801M) 1) surga neraka bukanlah yang menjadi fokus pembahasan. Cinta membuat dia takwa dan karena cinta pula yang membuat ia tidak mengharapkan ganjaran. Cinta Rabi'ah cinta abadi, cinta yang membuatnya tidak takut apa saja walau kepada neraka sekalipun. Ada sisi menarik dari tulisan buku ini karena dari daftar isinya hampir sama dengan karya William C. Chittick, dalam karyanya Imaginal Worlds, Ibn al-'Arabi And The Problem of Religious Diversity 2), khususnya pada point pengetahuan diri dan fitrah manusia, ajal dan kehidupan akhirat. Yang membedakan keduanya adalah dalam Ibn Arabi dibahas juga tentang Annihilation and Subsistence (Fana dan Baqa), Tuhan dialami sebagai penyingkapan Diri-Nya pada mahluk, guna menghantarkannya menuju keberadaan. Ketika sifat-sifat manusiawi akan sirna dan sifat-sifat ketuhanan kekal. Inilah maqam 'kekholifahan', atau bertindak sebagai wakil Tuhan di dalam kosmos. Akan tetapi, dalam kebenaran inilah Tuhan bertindak, karena hamba sepenuhnya termusnakan. Sementara dalam karya Luthfi Ghozali kholifah Bumi khalifah adalah tokoh ideal yang patut ditiru perilakunya. Untuk melengkapi buku ini, sedikit saya tambahkan beberapa penjelasan terminologi tentang asal muasal kata khalifah. Kata khalifah berasal dari kata ahlaf, yang menurut kamus Bahasa Arab-Inggris F. Steingas 3) bermakna successor atau penerus/pengganti/wakil. Dalam terminology tasawuf kata khalifah memiliki makna ganda 4), pertama Khalifah Al
[zamanku] Resensi Buku : Tawassul, mencari Allah dan Rasul Lewat Jalan Guru
Resensi Buku : Tawassul, mencari Allah dan Rasul Lewat Jalan Guru Karya : Muhammad Luthfi Ghozali Penerbit : Abshor, Semarang http://ponpesalfithrahgp.wordpress.com Tahun : 2006 Halaman : xx +440. 14 x20 Diresensi oleh : Ferry Djajaprana *) Membaca Tawassul, Mencari Allah dan Rasul Lewat Jalan Guru menarik sekali, seolah seperti menapak tilas perjalanan pecarian Sang Penulis melalui jalur ber-tawassul. Tawassul menurut kamus Arab Indonesia, berasal dari kata wasala artinya berbuat kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tawasul maknanya mengambil wasilah atau perantara. 1) Adapun yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah mencari jalan atau cara yang mendekatkan diri kepada Allah. Caranya dengan melipat gandakan amal ibadah dan berjihad si jalan Allah untuk keberuntungannya di dunia dan akhirat kelak. Dengan bertawasul sebagaimana QS Al Maidah [5]:35, QS Al Isra [17]:57, berarti ia telah memenuhi perintah Allah.2) Pada era modern ini tawassul sering dikaitkan dengan syirik yang bermakna menyekutukan Allah. Ibn Taimiyah(1263-1328) dalam kitab karangannya Al Mujizatu wa Karamtul Auliya ( Mujizat Nabi dan Karamah Wali), menjelaskan pembahasan yang singkat tentang mukjizat dan keramat. Sesungguhnya tidak ada hubungan timbal balik antara kewalian dengan khawariqatul adat (hal-hal yang luar biasa). Jadi, tidak setiap wali itu menunjukkan hal-hal yang aneh. Sebaliknya, tidak pula hal yang luar biasa yang terjadi pada seseorang membuatnya otomatis menjadi wali 3) Adapun doa termasuk ibadah. Menurut Ibn Taymiyyah, barang siapa berdoa kepada mahluk yang sudah mati dan mahluk-mahluk lain yang gaib serta meminta pertolongannya, berarti ia telah bid'ah dalam perkara agama. Mempersekutukan Tuhan seluruh alam, dan mengikuti jalan selain orang-orang mukmin. 4) Hanya saja masalah sekarang yang timbul adalah masalah mendekatkan diri kepada Allah melalui para wali yang saleh. Ibn Taymiyyah merupakan salah seorang tokoh fundamental dan merupakan pendahulu gerakan Wahabiyyah. Nama gerakan Wahabiyyah sesuai dengan gerakan pendirinya Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1703 - 1787) 5). Kalangan Wahhabi memandang sejumlah amalan generasi setelahnya generasi sahabat sebagai bid'ah (menyimpang) termasuk diantaranya, membangun menara dan pemberian tanda permanen di atas makam. Paham Wahhabi juga menolak seluruh ajaran essoteris (bathiniyah) atau ajaran mistisisme dan menolak gagasan orang suci (wali), termasuk juga praktek mengunjungi makamnya. Praktek memanggil wali untuk mendapatkan berkah adalah praktek syirik. Mereka menolak seluruh anggapan kesucian (kekeramatan) barang atau tempat tertentu sebagai tindakan yang mengurangi kesucian Tuhan dan menyalahi ajaran tauhid. Saya sengaja melontarkan keberatan paham Wahabbi diatas dan selanjutnya saya mencoba menjawabnya menurut firman Allah Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan carilah wasilah (jalan) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berhihadlah kepada jalan-Nya, supaya mendapatkan keberuntungan.(Q.S Al Maidah:35). Ayat tersebut secara umum mengatakan agar orang-orang berwasilah (tawassul), namun tidak dijelaskan secara terperinci. Kita yakin , bahwa beribadah merupakan suatu perantara untuk mencapai keberuntungan. Lalu, bagaimana Muhammad Luthfi Ghozali menjelaskan buah fikirannya? hasilnya yang dipaparkan pada buku : Tawassul, mencari Allah dan Rasul Lewat Jalan Guru sebagai berikut : Rosulullah SAW bersabda di dalam sebuah Hadits yang artinya Shalat adalah mi'rajnya orang-orang yang beriman. Ketika orang beriman sedang bermi'raj ke Haribaan Allah SWT mengadakan pengembaraan ruhaniah, baik dengan shalatnya maupun mujahaddahnya dan ibadah lainnya adalah sebagai buraq-nya. Jibrilnya, adalah para Nabi, Ash-Shidiq, Asy-Syuhada' dan Ash-Shalihin. Dihadirkan Jibril itu didalam perasaan ruhaniah sebagai guru dan pembimbing, sekaligus sebagai sahabat dan saksi ketika hati seorang hamba sedang dirundung rindu. Bagaimana caranya? Caranya : Bertawassul kepada mereka, para Nabi dan para Rasul, para mu'min dari kalangan ash-Shidiq, As-Syuhada' dan Ash-Sholihin, di dalam setiap pelaksanaan pengabdian kepada Allah baik melalui zakat, dzikir dan fikir, mujahadah dan riyadah, serta pengabdian dan jihadnya, dengan menghadirkan mereka secara rohaniah untuk diajak bersama-sama dalam satu rasa dan satu nuansa, di dalam setiap penyampaian maksud munajad yang dipanjatkan dan pengembaraan ruhaniahnya kepada Allah SWT. Dua point(jalur) contoh diatas (aslinya ada enam jalur) sudah cukup menjelaskan bahwa hakekat bertawassul adalah ekspresi interaksi ruhaniah, yang terjadi antara orang yang sedang melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dengan ruhani para guru-guru spiritual, baik yang masih hidup maupun yang sudah mendahului. Dalam, epilognya Luthfi Ghozali menjelaskan bahwa kata kuncinya adalah
[zamanku] Reinkarnasi Dalam Islam, Apa Ada?
Reinkarnasi Dalam Islam Oleh : Ferry Djajaprana Tulisan ini hanya untuk bahan study tentang aliran-aliran di dalam Agama Islam, yang menurut hemat saya mirip dengan kepercayaan Agama Hindu. Namun, setelah ditelisik ternyata tidak mengacu ke sana bahkan merujuk ke Filsafat yang bermuara pada Solon, Neneknya Plato! Teori Reinkarnasi (tanasukh) dan hulul berasal dari ajaran Aliran Al Hirnaniyyah, sub kelompok dari Mazhab As Sabiah. Menurut mereka pergantian generasi adalah yang disebut hari kiamat yang dijanjikan para nabi dan dunia ini tidak akan musnah. Firman Allah QS Al Jatsiyah 24 ... Dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa... Orang yang mati tidak akan hidup kembali dan tidak akan bangkit dari kubur. QS Al Mu'minun 35-36 Apabila Ia menjanjikan kepada kamu sekalian bahwa kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu). Jauh-jauh sekali dari kebenaran apa yang diancam kepada kamu itu. Yang dimaksud tanasukh adalah kelahiran berulang kali atau periodesasi dan proses yang terus menerus. Apa yang ada pada suatu periode akan lahir kembali pada periode berikutnya. Siksa dan ganjaran terjadi di dunia ini karena pada periode ini dia tidak melakukannya. Peristiwa yang terjadi sekarang merupakan balasan dari perbuatan sebelumnya. Apa yang terjadi pada masa lampau terjadi pada masa sekarang, apa yang terjadi sekarang bukan dari perbuatan yang Maha Bijaksana. Adapun yang dimaksud hulul (mengambil tempat atau menanti) adalah masuknya roh ketuhanan ke dalam tubuh manusia. Hulul dapat terjadi pada keseluruhan atau pada sebagian zat berdasarkan kesiapan dzat penerima. Menurut mereka roh ketuhanan menempati seluruh tubuh, sedangkan Tuhan YME tidak akan lahir perbuatannya kecuali satu demi satu sesuai perbedaan obyek dan waktu. Tujuh planet itu merkurius, venus, jupiter, matahari, Saturnus, bulan (red. dan bumi?) seolah-olah anggota tubuh. Ajaran Al Harnanian menyandarkan pada nabinya : Azimun, Hormudz, A'Yan dan Awzi. Sebagian lagi menyandarkan pada Solon (Nenek Plato dari pihak Ibu) (Sumber : Al Milal Wa Al Nihal, Muhammad Bin Abdul Karim Al Syahrastani, PT Bina Ilmu, Surabaya, 2005, Diringkas dari Buku2 h. 50-52) Sekarang, bagaimana pandangan Anda mengenai Reinkarnasi di dalam Agama Islam? Any comment? Salam, Http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] CSFTS : Memaknai Musibah Situ Gintung
Memaknai Musibah Situ Gintung oleh: Ferry Djajaprana Dua pekan telah berlalu setelah kejadian bobolnya Situ Gintung . Dalam khotbah Jumat (3/4) di suatu Masjid dimana saya ikut menjadi jemaah di dalamnya dijelaskan bahwa musibah Situ Gintung adalah akibat dari perilaku masyarakat sekarang yang tidak lagi melaksanakan syariat Agama lagi. Dalam tayangan televisi malah salah seorang artis yang rumahnya dekat Situ Gintung membeberkan bahwa di taman Situ Gintung tersebut sering dijadikan orang berpacaran atau bermesra-mesraan. Seolah-olah pendapatnya setali tiga uang dengan penjelasan khotib. Di salah satu stasiun televisi mendatangkan pengamat per-situ-an yang memaparkan bahwa konstruksi situ sudah tidak laik lagi karena sejak jaman Belanda situ tersebut dibangun asal-asalan karena hanya dengan pondasi tanah yang diuruk saja. Sang Pengamat seolah menyalahkan Pemda Tangerang yang tidak memikirkan keselamatan penghuni di balik Situ Gintung dengan tindakan preventif seperti pemeliharaan Situ dari keretakan-keretakan yang memang sudah terjadi sebelumnya dan pihak Pemda tidak segera mengambil tindakan cepat. Rano Karno, wakil Bupati Tangerang malah bernada mengelak dan cuci tangan bahwa itu adalah murni bencana alam, kemauannya Tuhan Yang Di Atas! Banyak tafsir berkenaan musibah Situ Gintung, membuat saya ingin mencoba mengolah pandangan mereka dan mencoba memahami musibah ini dari sudut yang lain yang jarang disentuh. Pada paragraf pertama, ternyata Khotib (orang yang memberikan khotbah) dan Sang Artis pendapatnya mengacu kepada hadits : Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Allah telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasulullah membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yang berbunyi : Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Mashabih Assunnah) Nasehat pengamat per-situ-an menjelaskan dengan logis, sesuai dengan ilmu alam (physics) dan teknis pengairan yang dirasa tepat sesuai dengan kaidah modern. Sementara Rano membahas dengan bahasa politis sesuai dengan posisinya sebagai orang Pemerintahan, ucapannya tentu agar logis sesuai ilmu yang berkembang di masyarakat, entahlah ucapan di hati sanubarinya sama dengan yang diucapkan. Bukankah bisa saja ucapan yang dimulut tidak sama dengan yang di hati? Tulisan saya berikut tidak bermaksud memihak salah satu sudut pandang di atas karena pandangan di atas sudah benar sesuai dengan kadar ideal masing-masing. Namun, saya bermaksud menguak riwayat yang lain yang nampaknya kontroversi. Ada beberapa hadits yang jarang diungkap : 1. Di dalam sebuah Riwayat disebutkan bahwa , Sesungguhnya Allah SWT mengingat dan menyayangi seorang mukmin dengan cara mengirimkan musibah dan kesulitan kepadanya, sebagaimana seorang laki-laki menyayangi keluarganya dengan mengirimkan hadiah dari tempat bepergiannya. 2. Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Ath-Thabrani) 3. Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah tidak akan memberinya berkah. (HR. Ahmad) 4. Barangsiapa ditimpa musibah dalam hartanya atau pada dirinya lalu dirahasiakannya dan tidak dikeluhkannya kepada siapapun maka menjadi hak atas Allah untuk mengampuninya. (HR. Ath-Thabrani) Sumber riwayat di atas : 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press Dari riwayat di atas dapatlah kita ambil hikmahnya bahwa kesulitan dan musibah memiliki kekuatan penggerak dan merupakan hadiah dari Allah. Pertanyaan kini timbul, kalau Tuhan sayang kenapa harus memberikan musibah yang menelan korban itu? Bukankah umumnya rasa sayang diiringi dengan pemberian kemudahan dan kenyamanan? Di dalam riwayat bahkan disebutkan bahwa itu adalah ujian berupa musibah, kenapa harus demikian? Bukankah tidak ada daun yang jatuh yang tanpa izin dari-Nya? Bukankah Dia mengetahui setiap pergerakan atom sekalipun? Mari kita perhatikan emas, terbuat dari satu logam yang telah ditempa dengan panas yang tinggi. Pengaruh musibah dan kesulitan bersifat kimiawi, bahkan bisa merubah wujud dari satu wujud ke wujud yang lain. Dia dapat merubah yang lemah jadi kuat, memiliki sifat menggerakkan, menjadikan sensitif, menghilangkan
[zamanku] CSFTS : Renungan Situ Gintung
Renungan Situ Gintung Rumahku berada di Wilayah Ciputat, berangkat dan pulang ke tempat tugas jalur Jalan Raya Ciputat Situ Gintung sudah pasti menjadi jalur utamaku. Kecuali bila ingin lebih cepat sampai aku bisa melewati Gerbang Jalan Tol Bintaro maupun Gerbang BSD. Hari Senin pagi, tiga hari selepas tragedi Situ Gintung kemacetan parah menimpa wilayah Ciputat dan sekitarnya. Akupun memilih jalur alternatif dibandingkan jalur Situ Gintung. Jam delapan pagi semestinya aku sudah berada di Jakarta, tetapi kemacetan membuatku masih berada di Jurang Mangu - Bintaro untuk mencari jalan tercepat menuju Jakarta, setelah gagal menembus kemacetan jalur BSD. Berjam-jam di kemacetan membuat fikiranku merenung tentang tragedi di Situ Gintung. Bayangkan seratus lebih nyawa melayang dari Situ yang sebelumnya belum pernah 'ngamuk' memporak porandakan kehidupan warga Cirendeu. Banyak yang meninggal dari mereka yang sebaya denganku, lebih tua bahkan tak sedikit yang masih berusia muda. Banyak dari mereka yang telah meninggal adalah individu yang sukses dalam karir, memiliki ketenaran nama dan memiliki harta kekayaan yang melimpah. Hal ini terlihat dari sisa-sisa puing bekas tragedi di Situ Gintung. Dengan tragedi tersebut kini banyak anak yatim dan janda-janda baru. Pada saat pemakaman kemarin, terlihat tubuh mereka yang kekar tak mampu menahan kekuatan 'dahsyat' bencana-alam dan kini harus terkubur berkalang dibawah permukaan tanah. Kita tidak pernah membayangkan bagaimana kalau mereka adalah kita, yang dipanggil secara mendadak. Kita yang sekarang ini tengah asyik mempersiapkan kehidupan dua puluh lima tahun ke depan. Padahal, kita belum pernah mempersiapkan kematian bila ajal menjemput hari ini, apakah kita harus menggantungkan kekayaan, kekuatan, maupun pengetahuan yang tak berdaya bila kematian datang? Kita lupa, bahwa kematian adalah sesuatu yang niscaya akan datang, kematian adalah bagian kehidupan, sama seperti kelahiran! Lama menunggu lancarnya perjalanan, akhirnya kendaraanpun berjalan merangkak pelan menuju Gerbang Tol Bintaro, menyisakan satu PR dalam diri ini, kapan kita bisa menyiapkan kematian? Melalui kematian pula sebenarnya kita bisa bercermin kemana diri dan jiwa ini mau dibawa.., sayangnya saya harus konsentrasi membawa kendaraan ini agar segera sampai di kantor pajak BSD, maklum hari ini hari terakhir ngurus SPT. Salam, http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] CSFTS: Renungan Situ Gintung
Renungan Situ Gintung Rumahku berada di Wilayah Ciputat, berangkat dan pulang ke tempat tugas jalur Jalan Raya Ciputat, Situ Gintung sudah pasti menjadi jalur utamaku. Kecuali bila ingin lebih cepat sampai aku bisa melewati Gerbang Jalan Tol Bintaro maupun Gerbang BSD. Hari Senin pagi, tiga hari selepas tragedi Situ Gintung kemacetan parah menimpa wilayah Ciputat dan sekitarnya. Akupun memilih jalur alternatif dibandingkan jalur Situ Gintung. Jam delapan pagi semestinya aku sudah berada di Jakarta, tetapi kemacetan membuatku masih berada di Jurang Mangu - Bintaro untuk mencari jalan tercepat menuju Jakarta, setelah gagal menembus kemacetan jalur BSD. Berjam-jam di kemacetan membuat fikiranku merenung tentang tragedi di Situ Gintung. Bayangkan seratus lebih nyawa melayang dari Situ yang sebelumnya belum pernah 'ngamuk' memporak porandakan kehidupan warga Cirendeu. Banyak yang meninggal dari mereka yang sebaya denganku, lebih tua bahkan tak sedikit yang masih berusia muda. Banyak dari mereka yang telah meninggal adalah individu yang sukses dalam karir, memiliki ketenaran nama dan memiliki harta kekayaan yang melimpah. Hal ini terlihat dari sisa-sisa puing bekas tragedi di Situ Gintung. Dengan tragedi tersebut kini banyak anak yatim dan janda-janda baru. Pada saat pemakaman kemarin, terlihat tubuh mereka yang kekar tak mampu menahan kekuatan 'dahsyat' bencana-alam dan kini harus terkubur berkalang dibawah permukaan tanah. Kita tidak pernah membayangkan bagaimana kalau mereka adalah kita, yang dipanggil secara mendadak. Kita yang sekarang ini tengah asyik mempersiapkan kehidupan dua puluh lima tahun ke depan. Padahal, kita belum pernah mempersiapkan kematian bila ajal menjemput hari ini, apakah kita harus menggantungkan kekayaan, kekuatan, maupun pengetahuan yang tak berdaya bila kematian datang? Kita lupa, bahwa kematian adalah sesuatu yang niscaya akan datang, kematian adalah bagian kehidupan, sama seperti kelahiran! Lama menunggu lancarnya perjalanan, akhirnya kendaraanpun berjalan merangkak pelan menuju Gerbang Tol Bintaro, menyisakan satu PR dalam diri ini, kapan kita bisa menyiapkan kematian? Melalui kematian pula sebenarnya kita bisa bercermin kemana diri dan jiwa ini mau dibawa.., sayangnya saya harus konsentrasi membawa kendaraan ini agar segera sampai di kantor pajak BSD, maklum hari ini hari terakhir ngurus SPT, jadi renungan saya hentikan. Salam, http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] Hadits
Hadits Hadits makna literalnya adalah riwayat, pembicaraan, pernyataan. Makna khususnya adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rosulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun ketetapan/taqrir (yaitu ucapan dan perbuatan para sahabat yang berhubungan dengan perkara agama yang disetujui Rosulullah SAW). Hadits dibedakan menjadi dua jenis, pertama hadits Qudsi (hadits suci, Kudus = Suci) yang merupakan perkataan Tuhan melalui lisan Nabi Muhammad, sebagai pelengkap wahyu yang diturunkan kepadanya. Kedua, hadits syarif (syarif = mulia), yakni perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad sendiri. Hadits menjadi sandaran ajaran Islam, atau ia menjadipenjelasan dari ajaran-ajaran yang disebutkan di dalam Al Quran baik mengenai kehidupan sosial, keagamaan maupun perbuatan sehari-hari (dari memakai sendal sampai mengenakan surban). Hadits merupakan sumber kedua hukum Islam setelah Al Quran. Islam memandang perbuatan Rosulullah SAW ibarat sebuah ketentuan Tuhan yang tidak terbatas sisi dalamnya sehingga menjadi kewenangan Al Quran untuk menegaskan Sesungguhnya terdapat tauladan yang terbaik di diri Rosulullas (QS AL Ahzab (33) :21) . Salam, http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] Hari-hari Berkasih Sayang
Hari-hari Berkasih-Sayang Bagi kaum muslim rasa kasih sayang itu tidak melulu terpaku pada satu hari, yang disebut dengan Hari Kasih Sayang, melainkan setiap harinya harus dipenuhi rasa kasih sayang. Kaum muslim semestinya merayakan kasih sayang itu sepanjang hidupnya, sehingga hidup menjadi bahagia. Visi hidup kaum muslimin berbeda dibandingkan dengan yang lain, karena tidak saja hanya belajar, bekerja, menikah, berkeluarga, memiliki keturunan, pensiun, dan meninggal. Lebih dari itu kaum muslimin juga harus menyiapkan kehidupan akheratnya, yaitu kehidupan setelah kematian. Bukankah dalam doanya setiap hari adalah keselamatan dunia dan akherat (Fidunya Khasanah Wafil Akhirati Khasanah..) dan kehidupan di dunia ini hakekatnya merupakan sarana untuk menggapai surganya Allah? Bagi kaum muslim, ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai kebahagiaan hidup. Pertama, Mencintai Allah dan Rosulnya di atas segalanya. Yang ke dua, mencintai keluarga dan sesama mahluk lainnya karena Allah, sesuai dengan akidah dan akhlak Islam bukan karena hawa nafsu semata. Dan yang ketiga, takut kepada kekafiran sebagaimana takutnya siksa api neraka di hari pembalasan nanti. Jadi, kunci kebahagiaan yang dicari bisa diperoleh apabila sudah dapat merasakan nikmatnya iman, nikmatnya iman di dapat bilamana menempatkan Allah dan Rosulnya di atas segalanya. Http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] Selamat Tahun Baru 2009 (baca : Selamat Tahun Baru 1430 H)
Hikmah Muharam Pada 29 Desember yang akan datang diperingati sebagai tahun baru 1 Muharram 1430 H. Sudah menjadi keharusan bagi setiap kaum muslimin di manapun berada untuk memperingatinya, betapa tidak, dewasa ini kesadaran kaum muslim untuk memperingati tahun baru Hijriyah masih belum optimal, bahkan seringkali dilupakan orang, sehingga seolah-olah tahun baru hijriyah sering terlewati begitu saja. Di dalam sistem kalender Islam sesungguhnya menggunakan dua sistem, yaitu berdasarkan peredaran matahari maksudnya bumi mengelilingi matahari (syamsiah) dan peredaran bulan (komariyah). Sebagaimana Firman Allah Ta`ala: Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu. Dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah kami tegakkan dengan jelas. (Al-Isra: 12) Tetapi umumnya sistem kalender Islam atau hijriah lebih mengacu pada peredaran bulan. Firman Allah : Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS. At-Taubah: 36) Diantara kedua belas bulan yang kita kenal seperti diterangkan dalam ayat ini, yaitu Muharram, Shafar, Rabiul Awwal, Rabiuts Tsani, Jumadil Awwal, Jumadi Ats-Tsani, Rajab, Sya'ban, Ramadlan, Syawal, Dzulqaidah dan Dzulhijjah. Adapun yang dimaksud dengan empat bulan haram adalah Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram. Sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini. Beberapa hal yang seyogyanya kita jadikan renungan pada saat tahun baru nanti diantaranya adalah : Muhasabah Muhasabah adalah introspeksi diri. Kita menghisab diri kita sebelum nanti kita dihisab, jangan sampai kita menyesal nanti, kare waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, lebih-lebih dalam suasana pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender saja, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok. Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18). Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak. Rasulullah saw bersabda : Orang yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian. Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata : Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah. Selain muhasabah, kita juga sebaiknya memperbaiki Akidah kita khususnya Imaniyah dan Ubudiyah. Kita harmoniskan Muamalah dan Muasaroh, yaitu mengharmoniskan hubungan, dimualai dari satu individu dengan lainnya, dari golongan satu dengan golongan lainnya sehingga akhlaknya menjadi baik, yang pada akhirnya tercapai ukhwah Islamiyah. Ada banyak kejadian yang terjadi pada bulan Muharam diantaranya adalah kapal Nabi Nuh mendarat di bukit Juhdi. Allah menyelamatkan Nabi Musa dengan ditenggelamkannya Firaun di Laut Merah. Konon pada tanggal 10 Muharam ini harta Qorun ditenggelamkan dan yang lebih menyakitkan kepala Hussein cucu Rosul Pada tanggal 10 Muharram 61H, terjadilah peristiwa yang memilukan dalam sejarah Islam, yaitu terbunuhnya Husein, cucu Rasulullah saw di sebuah tempat yang bernama Karbala. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Karbala. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pendukung Khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin Muawiyah, meskipun sebenarnya Khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki pembunuhan tersebut. Bulan Muharam Adalah Bulan Allah Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai syahrullah (Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah memiliki makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah,
[zamanku] Memahami Nur Muhammad
Memahami Nur Muhammad Nur adalah cahaya. An-Nur adalah Sang Cahaya, salah satu Asmaul Husna. Nur adalah cahaya ciptaan yang memancar dari Cahaya Allah Yang Tak Tercipta. Ketika cahaya ini masuk ke dalam hati, ia menghilangkan tatanan maujud (al kawn) yang menghilangkan mata bathin (al bashirah) sehingga ia tidak menyaksikan sesuatu selain Allah. Nur Muhammad adalah Cahaya Muhammad. Ini singkatan dari istilah Bahasa Arab An-Nur Muhammadiyah artinya sebuah realitas dari Muhammad atau realitas ke-muhammadan yang diciptakan sebelum penciptaan alam, yakni ketika Tuhan menggenggam cahaya dan memerintahkan agar menjadi Muhammad. Jadi dari Nur Muhammad ini alam diciptakan. Nur Muhammad ini yang memungkinkan salik melanjutkan perjalanan menuju Hakikat Muhammad. Karena sifatnya yang dingin sang salik bisa mencapainya, kalau tidak dingin maka dia akan terbakar habis. Dari kalangan Syiah, mereka menyebutnya dalam Bahasa Parsi, Nur Muhammadi. Konsep ini dimaksudkan sebagai nilai kesempurnaan Imam mereka, ini merupakan konsep penting dalam doktrin imamah mereka. Menurut Jaffar AsShadiq Cahaya Muhammad diwariskan kepada laki-laki terkemuka diantara keluarga kami, dan bersinar kembali dalam diri sang Imam, dan dari kita seluruh ilmu pengetahuan berasal... Al Mahdi adalah bukti kebenaran yang terakhir sebagai penutup para imam... Dari konteks kalimat di atas, konsep ini mendorong lahirnya paham emanasionisme, iluminisionisme,dan pengetahuan pancaran. Di kalangan suni, konsep ini memiliki pengertian berbeda, sebagai fondasi sebuah konsep yang menyatakan bahwa rosul adalah manifestasi dari being. Hal ini, disebutkan dalam filsafat Plato sebagai Intellect. (Source : The Concise Encyclopaedia of Islam, Cyryll glasse), tetapi menurut Kamus Filsafat, karya Lorens Bagus, mengungkapkan bahwa Intelek bersumber pada Aristotles. Intellect berasal dari bahasa Latin, dari asal kata inter artinya antara dan legere artinya mengumpulkan, menyerap atau membaca. Jadi, maksudnya kemampuan untuk mengetahui secara konseptual dan menghubungkan apa yang dimengerti. Doktrin ini menjelaskan berasal dari mitos manichean tentang penciptaan, dimana kreator mencipta karena serangan prinsip kejahatan yang absolut. Tuhan menciptakan diri sebagai partikel cahaya yang kemudian berhambur menjadi ciptaan sebagai sarana perlindungan. Menurut paham manicheanisme, cahaya ini merupakan tuhan itu sendiri. Paham tentang alam berawal dari cahaya, juga disampaikan oleh Pak Subuh. Lalu bagaimana pendapat dari kalangan alim ulama maupun para sufi atau awliya, diantaranya Al Hallaj, Ibn Arabi, dan Al Jilli? Konsep Al Hallaj, Nur Muhammad adalah adalah cahaya purba yang melewati dari Nabi Adam ke nabi yang lain bahkan berlanjut kepada para imam maupun wali, cahaya melindungi mereka dari perbuatan dosa (maksum), dan mengaruniai mereka dengan pengetahuan tentang rahasia-rahasia Illahi. Allah telah menciptakan Nur Muhammad jauh sebelum diciptakan Adam AS. Lalu, Allah menunjukkan kepada para malaikat dan mahluk lainnya, bahwa Inilah mahluk Allah yang paling mulia. Konsep Ibn Arabi, Nur Muhammad sebagai prinsip aktif di dalam semua pewahyuan dan inspirasi. Melaluinyalah pengetahuan kudus itu diturunkan kepada semua nabi, termasuk Muhammad dan santo-santo, hanya kepada Ruh Muhammad saja diberikan jawami al kalim/averba dei/firman universal. Konsep Al Jilli, Nur Muhammad memiliki banyak nama sebanyak aspek yang dimilikinya. Ia disebut ruh dan malak apabila dikaitkan dengan ketinggiannya. Tidak ada kekuasaan mahluk yang melebihinya, semuanya tunduk mengitarinya, karena ia kutub dari segenap falak. Ia disebut al haqq al mahluq bih, (Al Haqq sebagai alat pencipta), hanya Allah yang tahu hakikatnya secara pasti. Dia disebut Al Qalam Al A'la (pena tertinggi) dan al Aql Al Awal (akal pertama) karena wadah pengetahuan tuhan terhadap alam maujud, dan melalui tuhan menuangkan sebagian pengetahuannya kepada mahluk. Adapun disebut Ar Ruh Al Ilahi (ruh ketuhanan) karena ada kaitannya dengan ruh al Quds (ruh Tuhan), Al Amin (ruh yang jujur) adalah karena ia adalah perbendaharaan ilmu tuhan dan dapat dipercayai-Nya. Perbedaan antara Nur Muhammad dan Hakikat Muhammad terletak dalam berbagai tingkatan kemenurunan (tanazul) wujud, dari kegaiban bathiniah khazanah tersembunyi hingga manifestasi lahiriah kosmos. Demikian penjelasan dari khazanah ulama/sufi manca negara, di daerah Nusantara juga memiliki sudut pandang sendiri, seperti Ronggo Warsito dalam kitab Wirid hidayat Jati, yang boleh jadi merupakan saduran dari Muhammad Ibn Fadlilah dalam kitabnya Al tuhfah Al Mursalah ila Ruhin-nabi. Beberapa aliran spiritualis juga memiliki konsep sendiri-sendiri walaupun secara global mirip antara satu dengan yang lainnya. Lalu, kira-kira siapakah yang paling cocok menurut sudut pandang Anda ? Atau barang kali Anda memiliki konsep sendiri seiring berjalannya waktu? Silakan, kalau bisa berbagi... Salam,
[zamanku] Adakah Dzikir Untuk Pengobatan? (Finish)
Quantum Dzikir Untuk Kesehatan Seri ke 2 - Finish Oleh : Ferry Djajaprana Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram. (QS. Ar Rad : 28) Tahap Psikoterapi Doa 1. Tahap kesadaran Sebagai Hamba Pada tahap ini adalah tahap pembangkitan kesadaran. Kesadaran sebagai hamba dan kesadaran kelemahan manusia. Sebelum berdoa seorang hamba diharuskan untuk merendahkan diri kepada Allah. Pada kesadaran ini seseorang disadarkan akan gangguan kejiwaan atau penyakit sebagai bagian diri kemudian dimintakan kesembuhan kepada Allah. 2. Tahap Kesadaran Akan Kekuasaan Allah Kesadaran akan kekuasan Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang memberi Kesembuhan akan sesuatu penyakit. Tahap ini menumbuhkan keyakinan kita kepada Allah atas kemampuan Allah dalam menyembuhkan. 3. Tahap Komunikasi Berkomunikasi dengan Allah adalah suatu hal yang penting, tahap ini bisa berupa pengakuan dosa. Dengan hati yang bersih maka kontak dengan Allah akan lebih jernih. Pengungapan kegundahan hati dan kesulitan yang dihadapi akan menumbuhkan rasa dekat dengan Allah. Permohonan doa kesembuhan terhadap apa yang dialami, jangan memaksakan kehendak agar Allah mengabulkan. Tahap menunggu dan diam, namun hati tetap mengadakan permohonan kepada Allah. Pada tahap ini kita pasrah kepada Allah dan mengikuti kemauannya Allah dan apa kehendak Allah. Maka dengan sikap ini diharapkan akan dapat menangkap jawaban Allah. Proses Terapi Doa 1. Tumbuhkan niat dalam diri untuk disembuhan oleh Allah. 2. Rilekskan tubuh, kendorkan dari mulai kaki hingga kepala, jangan ada ketegangan otot. 3. Sadari kesalahan yang dirasakan, amati keluhan itu, ikuti dengan kesadaran bahwa kita lemah, tidak berdaya dan tidak memiliki kemampuan apa-apa. 4.Sadari kebesaran Allah melalui alam ciptaan-Nya, Dia yang memberi hidup dan mati, Dia yang memberi sembuh dan sakit. 5. Ungkapkan seluruh keluhan yang dirasakan kepada Allah. 6. Mintakan kesembuhn kepada Allah 7. Tetap rilek dan masih pada posisi memohon kepada Allah 8. Pasrah kepada Allah sertai dengan keyakinan bahwa Allah menjawab doa yang dipanjatkan. 9. (Menunggu jawaban doa, diam namun tetap ingat memohon kepada Allah) Proses Relaksasi Dzikir untuk Mengobati Insomnia 1. Ambil posisi tidur telentang yang paling nyaman 2. Pejamkan mata dengan perlahan-lahan, jangan dipaksakan agar otot disekitar mata tidak tegang. 3. Lemaskan semua otot. Mulai dari kaki, betis, paha dan perut. Gerakkan bahu beberapa kali agar rileks. 4. Bernafas dengan wajar, dan ucapkan dalam hati frase yang akan diulang, umpamnya Subhanallah. Pada saat mengambil nafas ucapkan Subhanallah dalam hati, setelah selesai keluarkan nafas dengan mengucapkan Allah dalam hati. Sambil terus melakukan no, 4, lemaskan seluruh tubuh disertai dengan sikap pasrah kepada Allah. Sikap ini menggambarkan sikap pasip yang diperlukan dalam relaksasi, dari sikap pasip ini akan memunculkan efek relaksasi ketenangan yang luar biasa. Selamat mencoba.. Note : Ref. Buku Quantum Dzikir, Abu T. Segara, Lafal, Yogyakarta Salam, http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] Adakah Dzikir Untuk Pengobatan ?
Quantum Dzikir Untuk Kesehatan Oleh : Ferry Djajaprana Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram. (QS. Ar Rad : 28) Berdasarkan penelitian Dr. Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard University menjelaskan bahwa ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih pengaruh baik kepada manusia. Menurut Benson tidak ada keimanan yang banyak memberikan kedamaian jiwa sebagaimana keimanan kepada Allah. Menurutnya, bahwa jasmani dan ruhani manusia telah dikendalikan untuk percaya kepada Allah. Menurut penelitian David B. Larson dan timnya dari The American National Health Research, menjelaskan perbandingan yang taat beragama dengan yang tidak taat beragama untuk sakit jantung ternyata 60% lebih rendah dan bunuh diri 100% lebih rendah dari pada yang tidak taat beragama. Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa berdoa dan berdzikir merupakan bentuk komitmen keagamaan seseorang yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam. Doa dan dzikir merupakan terapi psikoreligius yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis. Berkaitan dengan itu, doa dan dzikir merupakan komitmen keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan ke kehadirat Allah SWT. Dzikir adalah mengingat Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya. Secara umum dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungannya dalam bentuk yang meliputi hampir semua ibadah, perbuatan baik, berdoa, membaca Al Quran, mematuhi orang tua, menolong teman yang dalam kesusahan dan menghindarkan diri dari kejahatan dan perbuatan dzalim. Dalam arti khusus dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tatatertib, metode, rukun dan syarat sesuai yang diperintah oleh Allah dan rosulnya. Dzikir dibagi tiga. Pertama, dzikir atas dzatnya, yakni pengucapan laa ilaaha illallaah. Kalimat ini untuk menyeimbangkan dan menselaraskan hati dengan Sang Pencipta. Kedua dzikir atas ilmunya, yakni pengucapan Muhammadar Rosuulullah. Allah memberikan pengetahuan dengan perantaraan Rosul SAW. Melalui beliau dituturkan kepada yang berhak mendapatkan petunjuk. Ali R.A. adalah penghubungnya atau wasilah, sesuai hadits Aku adalah kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya. Ketiga, dzikir atas af'al-Nya, yakni pengucapan Fi kulli lamhatin wa nafasin Adada maa wasi'ahuu 'Ilmullah (sebanyak kedipan dan nafas mahluk, serta seluas Ilmu Allah). Pengungkapan dzikir tersebut merupakan kalimat tafakkur atas penciptaan Allah berupa gerak nafas dzikir seluruh mahluk-Nya baik yang tidak terlihat. Penghayatan dzikir ini sesuai dengan firman Allah Yakni orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan berdiri, duduk dan berbaring dan bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi. (QS. Ali Imran: 191) Konsep penghayatan dzikir tidak berhenti pada pengucapan dan pelantunan dzikir semata, tetapi sentuhan jiwa kepada Allah Yang Rahman dan Rahim menjadi cermin utama dalam menyikapi berbagai keadaan dalam kehidupan. Allah SWT yang menjadi obyek pada saat kita dzikir akan berubah menjadi subyek, ketika perwujudan dan sifat-sifat Allah yang tampak pada setiap ciptaan-Nya mengambil tempat pada sikap dan perilaku yang berdzikir. Dengan bertafakkur pada kondisi demikian, kesadaran terhadap luasnya ilmu Allah akan tampak begitu nyata. Dzikir kepada Allah bukan hanya semata-mata mengucapkan Asma Allah didalam lisan atau di dalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah adalah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat dan Af'al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati, sehingga tidak ada lagi rasa khawatir, takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara bahaya dan cobaan. Berserah diri menjadi kata kunci dalam memasuki pengalaman untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Berserah diri tidak mungkin bila kita masih memiliki ego tentang diri kita masing-masing. Hati bagaikan cermin. Setiap kali kita melakukan dosa maka ibarat debu yang menempel pada cermin. Ketika hati kita sudah bersih, alampun menyambut dengan seluruh aliran energi yang ada di permukaannya. Pada akhirnya masalah bukan lagi hal yang menakutkan, akan tetapi justru menjadi bumbu yang harus diramu menjadi energi untuk hisup. Energi yang mengalir dengan benar maka akan membawa keselarasan dalam hidup kita. Energi yang kita alirkan pada arah yang keliru, akan menghasilkan kerusakan seluruh dimensi kehidupan kita. Psikoterapi Dzikir dan Doa Psikoterapi dzikir dan doa dapat dijadikan psikoterapi untuk pengobatan keguncangan jiwa, kecemasan dan gangguan mental. Dzikir dan doa adalah metode kesehatan mental. Dengan berdzikir dan berdoa orang akan merasa dekat dengan Allah SWT dan berada dalam perlindungan dan penjagaannya. Dengan demikian akan timbul rasa percaya diri, teguh, tenang, tenteram dan bahagia. Note : Ref. Buku Quantum Dzikir, Abu T. Segara,
[zamanku] Kesatuan Wujud, Seri 24 Belajar Tasawuf
Kesatuan Wujud Seri ke 24 Belajar Tasawuf Oleh : Ferry Djajaprana Dalam perjalanan spiritual para salik biasanya akan berakhir pada kesatuan mistik (the mystical union) dengan Tuhannya. Banyak jalan menuju Roma, demikian kata pepatah, yang artinya untuk mencapai kesatuan wujud banyak pula jalannya. Ada banyak tokoh Sufi yang telah mencapai kesatuan wujud, tetapi caranya antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Sebenarnya persatuan mistik yang dialami oleh para Sufi hakikatnya sama, hanya saja karena dialami oleh orang per orang, dengan tingkat pengetahuan yang berbeda , maka konsep-konsep yang muncul dari merekapun seolah-olah berbeda. Perbedaan yang mereka rasakan adalah fenomena saja bukan esensial. Contoh Sufi yang popular memiliki paham Kesatuan Wujud (wahdat al Wujud) adalah Al Hallaj. Seorang guru Sufi abad sembilan, Al Hallaj pernah mengalami kondisi penyatuan wujud dengan Tuhan-nya, dengan mengaku bahwa dirinya adalah Kebenaran atau lebih popular disebut dalam Bahasa Arab Ana Al Haqq. Klaim ini merupakan hasil proses perjalanan spiritualnya menuju Tuhan akan tetapio klaimnya dianggap sesat pada abad 11 sehingga akhirnya dihukum mati. Walaupun Al Hallaj dianggap sesat, tetapi Rumi membela Al Hallaj dalam bukunya yang berjudul Fihi Ma Fihi, yang menurutnya ungkapan Ana Al Haqq adalah merupakan ungkapan seorang muslim sejati. Orang yang telah secara tulus menyatakan klaim bahwa dirinya adalah Kebenaran dipandang telah mencapai kedekatan dengan Tuhan. Ia telah menghilangkan dualitas dan jarak antara Tuhan dengan dirinya. Sedangkan pengakuan bahwa aku adalah Hamba Allah merupakan tahapan iman yang rendah, karena sebutan hamba masih mengandung dualitas dan terasa adanya jarak antara salik dengan Tuhan-nya. Pengakuan ini melambangkan manusia yang belum dewasa, sementara Al Hallaj telah memaksimalkan potensial kesadarannya. Dalam persatuan antara manusia dengan Tuhannya Al Hallaj mengalami fana dan baqa dalam Tuhan. Maka terjadilah keseluruhan manusia dalam Tuhan, sebagaimana tetes air yang bersatu dalam lautan. Tidak ada perbedaan antara seorang Hamba dengan Tuhannya. Jadi, menurut Rumi Bukan Abu Manshur yang menyatakan Aku Adalah Tuhan di tiang gantungan, tetapi Allah. Kesatuan wujud atau kesatuan mistik yang dialami oleh Al Hallaj ini biasa disebut doktrin Al Hullul. Doktrin yang kedua adalah doktrin Ittihad, konsep Ittihad popular dibawakan oleh Abu Yazid Al Bisthami. Ittihad dalam persatuan mistik ini mengandaikan adanya perpisahan pada awalnya, dengan alasan tidak mungkin adanya persatuan tanpa perpisahan. Jadi, dalam konsep ittihad ada dua wujud yang mulanya berpisah, kemudian bersatu dalam sebuah peleburan. Pernyataan Abu Yazid : Engkaulah yang kuinginkan, Karena Engkau lebih dari kelimpahan, Lebih dari kemurahan Dan melalui Engkau, telah kudapatkan kepuasan di dalam Engkau. Karena Engkau adalah milikku, Telah kugulung catatan-catatan kelimpahan dan kemurahan. Janganlah Engkau jauhkan aku dari Mu, Dan janganlah Engkau berikan aku yang lebih rendah dari-Mu. Setelah perjumpaan dengan Tuhannya, maka Abu Yazidpun kehilangan dirinya. Dalam keadaan hilang dan fana seperti itu, maka syahadatnya yang terkenal Maha Suci Aku, atau Tidak ada Tuhan selain Aku, terungkap dari mulutnya. Ketika Abu Yazid mengungkapkan seperti ini , ia tidak bisa dibedakan lagi dengan Tuhan-nya. Konsep hullul Al Hallaj adalah mirip konsep inkarnasi di dalam Agama Hindu. Persamaan kedua konsep ini adalah mengandaikan adanya dua entitas yang yang terpisah dan berbeda pada awalnya, tetapi pada saat perpaduan mistik, keduanya melebur dalam kesatuan tunggal (wahdat al Wujud), sehingga tidak dapat dibedakan keduanya. Perbedaan kedua konsep ini, pada ajaran ittihad, kita bias membayangkan seorang hamba yang menuju Pencipta dari dunia rendah menuju langit, dalam konsep Hullul, Sang Khalik yang turun menemui atau mengisi hati hamba-Nya. Rumi memiliki pandangan lain, baginya konsep peleburan itu tidak seperti tetes air yang melebur kepada samudera, dimana esensi seorang hamba larut pada Tuhannya. Menurut Rumi, esensi sang hamba tidak musnah, sekalipun sangat tidak efektif, dan hanya sifat-sifatnya saja yang lebur pada sifat-sifat Tuhannya. Lihat bait puisi Rumi berikut : Tidak ada Darwisy di dunia, seandainya ada seorang Darwisy, Darwisy tersebut sebenarnya tidak ada. Ia hanya ada dalam keagungan esensinya, tetapi sifat-sifatnya telah lebur dalam esensi-esensinya. Ia hanya ada dalam kelangsungan esensinya, Tetapi sifat-sifatnya telah menjadi tiada dala sifat-sifat Tuhan. Seperti nyala lilin ketika dating matahari, ia sebenarnya tidak ada, Sekalipun ada dalam perhitungan formalnya. Esensi nyalanya ada, Sehingga jika engkau menyalakan kapas diatasnya, kapas tersebut akan terbakar oleh percikan apinya. Tetapi pada hakikatnya ia tiada, karena lilin-lilin itu tidak memberimu cahaya: Sang mentari telah membuatnya tiada. Jakarta, Akhir Agustus
[zamanku] Melalui An Nafs Kita Menuju Menjadi Manusia Sempurna, seri 23. Belajar Tasawuf ttg nafs dan ruh
Melalui Nafs Kita Menuju Manusia Sempurna Seri Ke 23. Belajar Tasawuf tentang Nafs dan Ruh Oleh : Ferry Djajaprana dkk Menjadi manusia sempurna adalah sifat yang paling mulia dan menjadi harapan bagi setiap individu. Dalam hal ini, yang dimaksud kesempurnaan adalah menyucikan diri dari sifat-sifat tercela dan menghiasi diri dari sifat-sifat terpuji. Sifat tercela contohnya kebodohan, amarah, dendam, irihati, kikir, sombong, angkuh, congkak, cinta kedudukan, banyak bicara, tamak, panjang tangan dan berbagai sifat buruk lainnya. Sebaliknya sikap terpuji adalah pengetahuan, kesabaran, kesucian bathin, kemurahan hati, ketabahan, bersyukur, bertawakal kepada Allah, sikap hidup sederhana, menilai diri sendiri dengan cermat, mencintai sesama mahluk, bijaksana, bersikap terbuka dan sikap baik lainnya. Tujuan para penempuh jalan spiritual (salik) adalah mencapai kesempurnaan dan suci dari perangai buruk, yang merupakan suatu proses yang diperintahkan oleh syariah. Sayangnya untuk mencapai kesempurnaan itu tidaklah mudah, karena para salik harus memahami dulu tentang siapa dirinya yang sesungguhnya. Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna, dimana di dalam dirinya terdiri dari dua komponen utama, yaitu jasad dan ruh. Jasad adalah jiwa kasar dan kasat mata, sedangkan ruh adalah jiwa halus yang tidak kasat mata. Ruh adalah kenyataan terdekat tetapi sekaligus misteri terjauh. Begitu dekat, karena ia selalu hadir kemanapun kita bergerak; ia adalah penyebab kehidupan dan gerakan itu sendiri. Ruh begitu terjauh karena tak terjangkau oleh akal pikiran. Di kalangan para sufi, ruh tidak didefinisikan, tetapi ia dilihat sebagai alat manusia untuk berhubungan dengan tuhannya. 1) Menurut Al Ghazali 2), dalam koridor hubungan dengan Tuhannya ruh dibagi menjadi dua kategori, pertama, ruh yang berhubungan dengan jasad. Ruh ini berhubungan erat dengan jantung, beredar bersamaan dengan darah. Jadi kalau detak jantung berhenti maka berakhir pula kontrak ruh ini. Ruh dalam kategori ini merupakan sumber pengindraan, jadi seperti listrik menerangi tubuh kita. Ruh ini adalah pemberi kehidupan. Ruh kategori ke dua, adalah ruh yang halus dalam diri manusia, yang memungkinkan mengetahui dan mempersepsi, pengertian ini sama dengan hati sebagai sesuatu yang halus, yang memiliki sifat ketuhanan dan keruhanian (lathifah rabbaniyh ruhaniyah). Ruh sering juga diartikan dengan jiwa (Sansekerta : Jiva, Inggris : Soul, Yunani Psyche atau pneuma). Jiwa ini merujuk pada pelaku pengendali atau pusat pengaturan. Jiwa dalam diri manusia mengacu pada substansi imaterial yang selalu ada di tengah-tengah perubahan kehidupan, yang menghasilkan dan mendukung kegiatan psikis. 3) 1) Yunasril Ali, Ruh Jenjang-jenjang ruhani, Penerbit Serambi, Jakarta, 2003 2) Al Ghazali, Ihya Ulum Al din, 3) Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2005 Ruh atau roh (Inggris : Spirit, Latin : Spiritus, Yunani : Psyche) 4) istilah ini menunjukkan kepada prinsip kehidupan. Roh ini mengacu kepada jiwa, nafas kehidupan. Definisi roh ini mengacu kepada ilmu filsafat, jadi maknanya dengan ilmu tasawuf masih tidak jauh berbeda. Selanjutnya kami akan membahasnya dari ilmu tasawuf saja agar tidak melebar masalahnya. Hubungan Ruh dengan Nafs Dari pengertian penjelasan definisi diatas tersirat bahwa ruh dan nafs adalah serupa tapi tidak sama. Kesamaannya yaitu menyangkut pada diri yang memberikan makna bagi kehidupan. Baik sebagai pemberi daya hidup pada jasad maupun memberi makna kehidupan. An Nafs, adalah jiwa psikis, wujud halus dari suatu individu, Aku, berlawanan dengan roh atau dengan akal, nafs muncul dalam aspek negatif, karena ia muncul dari kecenderungan individualistik atau egosentrik. Hubungan ruh dengan nafs, memiliki keterkaitan. Sebagian ulama menyatakan keduanya identik, landasannya QS. Az Zumar 39:42. Sebagian ulama menyatakan berbeda, menurut Muqatil bin Sulayman, seorang theolog Murjiah, menyatakan manusia memiliki tiga komponen dalam dirinya, yaitu : hayat, ruh dan nafs. Sebagai ilustrasi, jika seseorang tidur, maka nafsnya keluar dari badannya, nafsnya bisa beraktivitas diluar jasad, namun dia tetap terikat dengan jasad. Mimpi adalah aktivitas dari nafs-nya, sehingga bisa bertemu dengan nafs yang lain. Sementara hayat dan ruh tetap dalam jasad. Jika jasad dan ruh membalikkan badan seseorang maka nafs akan kembali secepat kilat. Jika Allah mematikan seseorang, Dia akan mengembalikan nafsnya kepada jasadnya. Umumnya para sufi berkesimpulan bahwa nafs lebih dekat hubungannya dengan dimensi fisik yang berasal dari tanah. Oleh sebab itu corak tanah lebih dominan pada nafs. Jadi, nafs adalah sumber ahlak tercela, sementara itu ruh adalah sumber ahlak terpuji, namun demikian, nafs dapat ditundukkan ke arah positif, sehingga akan mengasilkan ahlak atau hal-hal yang bersifat baik juga. Menurut Titus Burckkardt 5), menjelaskan beberapa perbedaan nafs, yaitu : 1. An
[zamanku] Kehidupan bersama Tuhan
Kehidupan Bersama Tuhan Nasihat Ayatullah Tasykiri Oleh : Ferry Djajaprana International Conference of Islamic Scholars (ICIS) III berakhir, Jumat (1/8/2008), dan menghasilkan rekomendasi untuk mengatasi konflik yang dinamakan Jakarta Message. Dengan itu diharapkan konflik yang terjadi utamanya di negara Islam bisa diatasi dengan baik dan menciptakan perdamaian dunia. ICIS ke tiga membahas isu-isu global yang telah dimulai sejak ICIS pertama tahun 2004, ICIS tahun ini mengangkat tema Menegakkan Islam sebagai 'Rahmatan lil-alamin' Pembangunan Perdamaian dan Pencegahan Konflik di Dunia Muslim. Menegaskan kembali keyakinan kita bahwa nilai-nilai dan ajaran Islam mewajibkan ummah untuk mendorong perdamaian, keadilan, kebebasan, moderasi, toleransi, keseimbangan dan konsultasi serta kesetaraan, sebagai landasan harkat dan martabat manusia. Sehari sebelum pulangnya (2/8) Ayatullah Moh Ali Tasykiri beserta rombongan diantaranya Ayatullah Rahbani dan Hujjatul Islam Khaliq Por ke negara Republik Islam Iran, mereka menyempatkan diri mampir di kampus Islamic College For Advances Studies (ICAS) di Jakarta. (lihat foto klick : http://ferrydjajaprana.multiply.com/photos/album/55/Ayatullah_Tasykiri_Ayatullah_Rohbani_dan_Hujjatul_Islam_Khaliq_Por ) Dalam ceramahnya Ayatullah Tasykiri seusai shalat Dhuhur berjamaah di ICAS yang dibawakan dalam bahasa Parsi dan diterjemahkan oleh Mohammad Bagir, MA, salah seorang dosen ICAS, menjelaskan bahwa agama Islam itu bukan melulu masalah ritual tetapi menyangkut seluruh aspek kehidupan umat manusia. Ayatullah membagi konsep tentang hubungan agama versus mesjid agama dalam tiga hal, pertama, hubungan agama dengan masjid berbeda, perbedaan ini mengarah terbentuknya sekulerisme, umumnya para ulamanya menukil ayat-ayat Al Quran untuk kebutuhan sekularisme. Kedua, Masjid saja tanpa hubungan lainnya, maka akan terjadi fanatisme agama. Dan terakhir, azas masjid diperluas keagamaanya pada keseluruhan aspek kehidupan manusia. Ayatullah mencontohkan, pada majlis kecil dihadapannya yang sekarang beliau bimbing, dimulai dari bercakap, mendengar, tanya-jawab semuanya bersifat religius. Nah, Tipe terakhir adalah tipe yang ideal, tetapi sebagian besar ulama lebih menyenangi point satu dan dua. Berkaitan dengan Indonesia, negara yang memiliki komunitas muslim terbesar di dunia ini beliau sangat respek, karena beberapa kali akan dijajah kembali setelah kemerdekaan pihak sekutu mengalami kesulitan. Setelah diadakan riset oleh Belanda, tutur beliau, didapat kesimpulan bahwa pergi haji membuat keislaman jamaah pribumi Nusantara bertambah kuat. Umumnya, bagi siapa saja yang pergi haji dan mengalami gemblengan di Mekah dan Madinah dan sekitarnya, maka sekembalinya dari tanah haram tersebut, sifatnya akan berubah menjadi lebih baik. Dan ini mempengaruhi semangat perjuangan melawan kolonialisme. Sekilas Tentang Ayatullah Tasykiri, Di Iran, Ayatullah Tasykiri, sepanjang kehidupannya hanya untuk berjuang di jalan Allah, banyak berceramah dan berhidmat untuk agama Islam. Aktivitas beliau sekarang adalah konsultan International Relation dan pemimpin markas propagasi (da'wah) dan juga ketua lembaga Takrib, yaitu lembaga yang menaungi berbagai mazhab agar tidak terjadi konflik antar mazhab. Ketika ditanya tentang caranya, beliau menekankan tentang pentingnya berazaskan rasionalitas (selain Al Quran dan Al Hadits), persamaan adalah sebagai titik tolak untuk menuju perdamaian, jika ada perbedaannya maka harus ada saling toleransi. Dengan persatuan umat, maka akan dimiliki kekuatan yang solid untuk melawan kesewenangan super power. Ide baik, untuk bisa kita tiru sehingga tidak terjadi keributan antar mazhab di Indonesia. Kita memiliki tanggung jawab untuk seluruh umat, khususnya pada segi politik, sosial dan ekonomi, ketika banyak masyarakat yang kufur, itu merupakan tanda ketimpangannya. Menutup ceramahnya, beliau berpesan bahwa melalui ilmu dan berlaku ikhlas diharapkan kita bisa melaksanakan tugas sesuai bidangnya. Kehidupan tidak bermakna jika tidak dilakukan dengan Tuhan.. Demikian tuturnya. Semoga Allah memberkati persaudaraan kita dengan rahmat dan fitrah agar terhimpun sebuah solusi yang komprehensif dan praktis guna memberdayakan ummat dalam upaya menciptakan perdamaian dan toleransi untuk kemanusiaan. Salam, Http://ferrydjajaprana.multiply.com
[zamanku] Mengapa Tuhan Mencipta (Seri 21)
Mengapa Tuhan Mencipta? Belajar Tasawuf Seri Ke 21 Oleh: Ferry Djajaprana Ada beberapa pertanyaan dari salah seorang rekan yang mungkin tidak sempat kita pertanyakan atau belum sempat kita renungkan: - Mengapa Tuhan menciptakan bumi dan mahluknya? - Mengapa Tuhan menciptakan iblis yang begitu setia menggoda manusia? - Mengapa Tuhan menciptakan babi dan alkohol dan pohon ganja ? - Mengapa Tuhan menciptakan penjahat, pembunuh, pemerkosa, koruptor, penipu? - Mengapa Tuhan menciptakan yang baik dan yang buruk ? - Mengapa Tuhan menciptakan Inul, Dewi Persik, dan musik dangdut organ tunggal ? - Mengapa Tuhan menciptakan ilmuwan-ilmuwan yang menghancurkan dan melestarikan bumi? - Mengapa Tuhan menciptakan permusuhan dan perdamaian di bumi ? - Mengapa Tuhan menciptakan pemikir-pemikir agama, negara, spiritual, ekonomi ? - Perlukah Tuhan menciptakan semua itu untuk eksistensi-Nya? - Apakah semata Tuhan menciptakan semua karena kecintaanNya pada umat ciptaanNya? - Siapa memerlukan siapa dalam konteks mencipta dan bertuhan? - Siapa yang mau mulai membahas pertanyaan-pertanyaan di atas? Jawab : Ada banyak pertanyaan tentang Mengapa Tuhan Mencipta?, pertanyaan detail yang menarik untuk dikaji. Menjawab pertanyaan di atas bisa dengan berbagai cara dan berbagai sudut pandang, tentunya jawaban dari berbagai ahli, seperti ahli kalam, ahli filsafat, ahli tasawuf, dan lainnya dengan gaya masing-masing yang unik akan menghasilkan kesimpulan kajian yang berbeda. Saya mencoba membahasnya dari kacamata tasawuf. Dari 12 pertanyaan di atas, saya hanya merangkumnya dalam tiga esensi pertanyaan saja, pertama, merenung tentang konsep kenapa Tuhan ingin menciptakan berbagai jenis mahluk yang merupakan ekstensinya? Kedua, bagaimana proses penciptaannya (tajali) ? Dan terakhir, bagaimana akhlak baik dan buruk yang menyifati mahluk hidup. Rangkuman pertanyaan pertama dan kedua dibahas dengan metaforis karena kesulitan mengekspresikan bahasa sehingga diperlukan renungan tambahan oleh masing-masing pembaca, sedangkan yang terakhir dengan pendekatan filosofis. Jawaban diatas memang sengaja ditulis dengan bahasa ekspresi tersirat (esoterik), agar ada perenungan sendiri untuk menyimpulkannya sendiri, karena ini hanya merupakan trigger saja, bukan jawaban baku yang diharapkan. 1. Merenung Ciptaan Tuhan Mengikuti kemauan yang bertanya, saya mencoba merenung di depan kaca cermin. Melihat di cermin sama saja saya melihat tajali Tuhan. Tuhan memanifestasikan diri-Nya melalui diri saya. Saya berupaya terus untuk melihat Tuhan, nyatanya saya tetap terhijab, tidak bisa melihat-Nya. Sekali lagi, saya pandang-pandangi ternyata hanya bisa melihat wajah saya sendiri. Adalah suatu hal yang mustahil, mahluk mampu melihat Sang Khalik. Cermin hanyalah analogi, andaikan saya adalah Tuhan, tentunya pantulan wajah saya yang dicermin walaupun memiliki mata seperti hakikinya mata saya, pastinya tak kan bisa melihat saya yang asli, karena tayangan di cermin adalah maya. Jangankan kepada sang Pencipta dihadapannya, kepada material cermin yang mengakomodasinya saja sulit melihatnya, karena fokus mata hanya melihatnya pada citra diri saja. Kita tidak pernah mampu melihat dua gambaran pada saat yang sama, citra diri pada cermin dan aktual materi kaca cermin. Jadi, benar bahwa bentuk yang terpantul secara hakiki tidak tersembunyi di dalam kaca, karena ia mewujudkan bentuk tetapi hanya maya. Jika Anda bercermin, sebagai wujud yang merenung tentu tidak melihat hakikat sebenarnya, tetapi hanya melihat bentuknya sendiri dalam Kaca Hakikat. Anda dapat menikmati batas maskimum yang dapat dicapai mahluk, tidak bisa lebih. Jika, dipaksa terus melihat bentuk obyektif, maka hanya akan melihat non-eksitensi murni Sementara kita tidak tahu tentang pengetahuan langsung Tuhan, maka pada saat yang sama sebenarnya Anda memiki pengetahuan baru. Menurut Khalifah Abu bakar Ketakmampuan seseorang untuk mengetahui pengetahuan adalah sebuah Pengetahuan. Kalau boleh meminjam istilah Hindu, ungkapan ini adalah sama dengan pembedaan Vedanta antara Subyek murni Atman dan obyektivasi ilusinya, yaitu subyek individu atau jiva. Jadi, Tuhan adalah kaca tempat Anda melihat diri sendiri sebagaimana adanya. Kaca-Nya merupakan tempat dimana Ia merenungkan Nama-nama-Nya. Nama-namanya tidak lain Dia sendiri, jadi analoginya ini adalah berupa pembalikan. Ini adalah jawaban analogi dari pertanyaan di atas, ringkasnya menurut hadis Qudsi Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi; Aku ingin diketahui maka Aku menciptakan dunia. Analogi kaca sebagai pembanding alam, dimana Hakikat Yang Maha Sempurna merenungi diri sendiri dalam bentuk-bentuk, yang beragam atau mencermnkan Diri dalam berbagai tingkat perwujudan (at tajalli) Wujud Tunggal. Kaca-kaca melambangkan kemungkinan-kemungkinan Hakikat (Adz-Dzat) untuk menentukan diri-Nya sendiri, memungkinkan apa yang dikandung-Nya dengan sifat
[zamanku] Seri 19. Tasawuf dan Fisika Kuantum
Tasawuf dan Fisika Kuantum Seri Ke 19 Belajar Tasawuf Oleh : Ferry Djajaprana Dalam pandangan fisika kuantum 1) kita mengenal apa yang disebut medan gaya. Medan ini dapat didefinisikan sebagai struktur tidak terlihat yang menempati ruang angkasa dan kita mengenali melalui pengaruhnya.2) Medan-medan ini menurut Gary Zukav, merupakan inti alam semesta. Benda-benda yang kita amati dalam berbagai percobaan, yakni manifestasi fisik materi sebagai partikel, merupakan efek sekunder dari Medan3). Kesimpulan ilmiah ini mau tidak mau mendorong para ilmuwan untuk menjauhi cara berfikir materialistik dan parsial yang dominan. Sebaliknya, teori medan memaksa ilmuwan untuk berfikir tentang sebuah alam yang mengandung berbagai pengaruh yang saling bertemu dan struktur tak terlihat saling berhubungan. Kesadaran akan keberadaan Sang Maha Cerdas telah memasuki bumi, turun ke dalam mencapai hubungan puncak. Sebuah peradaban baru telah lahir. Sekarang kita tepat berada di tengah-tengah masa transisi dimana dua dunia bercampur; dunia lama tetap bertahan dengan begitu kuatnya dan terus saja mendominasi kesadaran kaum awam, dan kesadaran baru muncul secara diam-diam, evolutif, tanpa diketahui sampai sedemikian rupa sehingga secara eksternal dunia telah sedikit demi sedikit berubah untuk sementara waktu, kemudian dunia baru ini akan bergulir, tumbuh sampai pada suatu hari akan menjadi cukup kuat untuk berdiri sendiri 4) Menurut Einstein, bahwa ruang dan waktu bukanlah entitas-entitas terpisahkan. Keduanya merupakan sebuah kontinum, atau aspek-aspek yang berbeda dari sesuatu yang penting dan sama. Kemampuan puncak saling bertukar tempat dari keduanya seperti kemampuan yang dimiliki materi dan energi. 5) Tulisan yang tersebut di atas sengaja kami paparkan sebagai prolog karena dalam kehidupan zaman sekarang ini sesungguhnya kita sudah masuk ke zaman nuklir, ada pengalaman menarik yang dialami oleh seorang penulis Argentina Jorge Luis Borges yang terkagum-kagum ketika memahami mistik dan fisika kuantum, dia menjelaskan sebuah pandangan yang biasanya dimiliki oleh para mistikus dan idealis, yakni sifat halusinatif dunia ini. Katanya, Kita (Tuhan Yang Maha Esa yang bekerja pada diri kita) telah memimpikan dunia ini. Kita telah memimpikannya sebagai abadi, misterius dan dapat dilihat, hadir dalam ruang dan tetap dalam waktu; tetapi kita setuju dengan interval-interval ketidak logisan arsitektur dunia yang renggang dan kekal yang mungkin kita mengetahui bahwa itu keliru, papar Jorge Luis Borges. 6) -o0o- Demikianlah celotehan para fisikawan quantum yang merasakan keberadaan Dzat Maujud Mutlak yang berada di luar cakrawala pengetahuan dan pengalaman manusia. Data yang ada pada manusia hanya memungkinkan cakrawala itu bergeser, sehingga medan pemahaman tentangnya makin bertambah. Demikianlah para ilmiawan itu mengintip lewat celah-celah fisika kuantum, makin hanyut dalam ketakjuban. (QS. Al Mulk: 4). Dalam bahasa matematika batas atas disebut limit. Definisi limit adalah nilai-nilai suatu pengalaman manusia senantiasa mendekati ambang limit, tetapi dia takkan bisa melampauinya. Ambang limit itu sendiri merupakan ungkapan yang tak terbatas dan tak terperikan. Kehendak melampaui ambang ini adalah upaya mahluk keluar dari ketaksempurnaan dirinya. Akan tetapi, begitu ia keluar dari ambang ini, ia akan tertelan dalam Kekosongan - jati diri eksistensinya akan lenyap dalam Ketakterbatasan. Pada saat dengan fana oleh ahli makrifat. 7) mengikuti firman Allah : Semua yang berada di alam (ciptaan) akan merasakan fana (musnah, binasa). Dan tetap kekallah Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS. Ar Rahman : 26-27). Bahasa sebagai hasil pengalaman manusia tidak akan bisa menangkap Ketakterbatasan, karena hal itu bertentangan dengan kodrat penalaran manusia yang cenderung mengurai, dan membatasi. Sesuatu yang tak terungkap dan tak terbatas, pastilah tak kan terurai. Artinya sesuatu yang tak terurai ini tidak mungkin dicerap oleh manusia. Wujud Mutlak atau Pewujud berada di luar analitis dan definisi, observasi ataupun verifikasi, ia hanya bisa di umpamakan dan dibayangkan, disembah dan dipuji, diagungkan dan diseru dengan keimanan dan penghambaan. Lalu bagaimana cara mengenal Wujud Mutlak ini? Caranya mintalah kepada-Nya untuk memperkenalkan Diri-Nya. Agama adalah wilayah pengungkapan Ilahi. Melalui kalam dan wahyu Ilahi wujud mutlak atau Allah itu memperkenalkan Diri-Nya dalam bahasa perumpamaan (mitsal) dan tanda (ayat) yang bisa dipahami oleh pikiran manusia. Untuk memperkenalkan Diri-Nya, Allah menciptakan tanda-tanda dan perumpamaan. Dengan tanda dan perumpamaan ini Allah menyingkapkan Diri-Nya kepada mahluknya. Sebagai contoh, ketika X bergerak kita memahami bahwa gerakan X adalah proses yang harus dilalui X untuk menuju kepada kesempurnaannya. Tentunya pusat yang dituju oleh X