Kita mungkin perlu mempelajari lagi dengan cermat upaya yang telah
dilakukan selama ini. Upaya yang bersifat hilir seperti memperkuat ponek
dan poned sudah dilakukan secara luas (paling tidak kuantitasnya, mudah2an
juga kualitasnya) tetapi upaya di hulu masih belum dilaksanakan dengan baik
seperti misalnya penanggulangan anemia pada perempuan. Kita semua tahu
bahwa penyebab utama kematian maternal adalah perdarahan. Bumil dengan
anemia akan rawan mengalami kematian akibat perdarahan selama persalinan.

Sebagai contoh masih tingginya bumil yang anemia meskipun pemberian tablet
besi sudah dilaksanakan puluhan tahun. Banyak survey menunjukkan bahwa
tablet besi tersebut tidak diminum tapi upaya bagi-bagi tablet besi tetap
berjalan seperti biasa tanpa peningkatan kualtas pendistribusiannya
(konseling yang lebih baik, pemeriksaan Hb berkala dsb).

YKB pernah melakukan pemeriksaan dibanyak SD di DKI sejak tahun 2000 dan
menemukan banyaknya anak SD yang menderita anemia (30-40%), Jika dihitung
yang nilai Hbnya disekitar batas normal, maka angka ini akan bertambah
sampai mendekati 70%. Nilai Hb diperbatasan nilai normal harus diwaspadai
karena akibat gangguan kesehatan seperti demam dan diare dengan mudah akan
menjatuhkan nilai Hb menjadi dibawah normal (artinya anak tersebut akan
menjadi kasus anemia).

Anak SD yang banyak menderita anemia ini kemudian semakin bertambah di usia
SMP karena anak-anak perempuan ini akan sudah mengalami menstruasi. Di SMA
akan semakin banyak yang anemia lagi karena lalu juga banyak yang takut
gemuk dan jerawatan sehingga pantang makan ini-itu termasuk sumber zat
besi. Upaya menanggulangi anemia pada para anak perempuan ini lalu muncul
setelah mereka menjadi bumil dan lalu masuk daftar yang diberi tablet besi.

Jadi ada delay yang luar biasa panjang sejak seorang anak SD (perempuan)
terdeteksi anemia sampai lalu menjadi bumil dengan anemia. Bisa dibayangkan
dampak akumulatif dari anemia yang terjadi selama belasan tahun itu. Bisa
dibayangkan juga berapa sebenarnya koreksi yang bisa diharapkan setelah
anemia selama belasan tahun tersebut baru dicoba diperbaiki setelah menjadi
bumil.

Sudah seharusnya ada upaya lebih dini mengatasi anemia pada perempuan
sehingga sewaktu menjadi bumil sudah bebas dari anemia. Seharusnya
penanggulangan anemia sudah harus ada sejak usia sekolah melalui UKS. Jika
hal mendasar seperti ini dilakukan sejak dini maka tentu akan ada dampak
positif terhadap penurunan kematian ibu.


AS



2013/9/29 Tjahjo Harsojo <tere_hars...@yahoo.co.id>

> **
>
>
> Apapun perbaikan sistemnya, sepanjang SDM kualitasnya makin turun hal ini
> akan terus terjadi.
> Pendidikan bidan, makin lama makin memprihatinkan.  Lulus bidan
> keterampilan dalam menolong persalinan perlu dipertanyakan.
> Dulu dikatakan lulus bidan kalau sudah dapat menolong 50 persalinan
> normal, sekarang jadi partus pandang malah bisa jadi partus dengar.
> Akibatnya di Jawa Timur ada sinyalemen bidan hanya menjadi tukung rujuk
> persalinan, tentunya TST dengan nakes lainnya.  Jadi, saya pikir wajar
> angka AKI masih tinggi.
>
>
>   ------------------------------
>  *Dari:* syahrul aminullah <syr...@yahoo.com>
> *Kepada:* "desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com" <
> desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com>
> *Dikirim:* Jumat, 27 September 2013 14:15
> *Judul:* Re: [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?
>
>
> Prof Laksnao, sewaktu di Kupang sambil sarapan pagi di Htl Timore, sy dan
> pak Ascobat berdiskusi dua angka kontravesial tersebut dan sy laporkan sms
> saya kepada dua petinggi kita (bu Naf dan Prof FJ), katanya mau diserahkan
> ke Bappenas yg akan memutuskan angka mana yg akan di rujuk
>
> Saya dan prof Asco berpendapat dua-dua angka ini masih tinggi
>
> Pertanyaanya ada apa dg dua angka kontraversial ini? apkah bagian dari
> politk pembangunan seperti jama Orba..unutk dapat bantuan LN angka yg
> dimunculkan yg buruk-buruk agar baik, ttp kalu dimonitr  oelh donor maka
> akan muncul angka yg baik-baik
>
> Saya 5 tahun menjadi Presidium ALiansi Pita Putih Indonesia (yg di bian o
> Bu ANy SBY, 4 tahun lalu angka-angka yg kecil (228-red) dudah turun, ada
> politisasi AKI kah?
>
> SAlam Jajaga Kesehatan Selalau
>
> Syahrul Aminullah
> Mantan Predisium Pita Putih Indonesia
>
>   ------------------------------
>  *From:* Laksono Trisnantoro <trisnant...@yahoo.com>
> *To:* "desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com" <
> desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com>
> *Sent:* Friday, September 27, 2013 8:14 AM
> *Subject:* [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?
>
>
>  Dear all.
> Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi,
> perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen
> Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi
> melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan
> berkomentar.
>
> Salam
>
> Laksono Trisnantoro
>
> Berita kemarin
> *Sindonews.com* - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)
> Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang dilakukan Badan Kepala
> Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengeluarkan hasil
> Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya
> dan validitasnya.
>
> Agung menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan
> hasil survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat
> popular di Indonesia.
>
> “Survei politik cenderung tidak objektif, karena publikasi terhadap hasil
> survei lebih kepada tujuan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas
> tokoh tertentu,” kata Agung, saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei
> Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25
> September 2013.
>
> Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat
> mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
> melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.
>
> Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan
> pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per
> 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
>
> Salah satu pihak yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian
> Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi
> berdalih, terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga
> angka kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu
> inilah yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.
>
> Menurut Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI
> melonjak. Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu
> melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang berhasil.
>
> Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program
> KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka
> kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka
> panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini menjadi pekerjan yang harus kita
> selesikan dimasa mendatang,” lanjut Agung.
>
> Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut jelas Agung akan
> membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan sasaran Rencana
> Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
>
> Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu
> dan balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan 
> sempurna.<http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/25/15/787444/sdki-2012-gambaran-penduduk-indonesia>
>
>
>
>
>
>   
>



-- 
Adi Sasongko
A good teacher teaches, a better teacher motivates, the best teacher
inspires

Kirim email ke