[wanita-muslimah] Tapee Deehhhh

2007-06-25 Terurut Topik lestarin
Yth. Mba' Rani,

Hehehehe, iya mba' harus sabar, sekaligus belajar banyak dari 
berbagai pandangan di milis ini. Btw, ini judulnya saya rubah, 
maklum yang judul sebelumnya sudah tidak relevan:)

Saya pun dapat istilah singkong di ragiin ya dari teman kerja 
seruangan, yang kadang-kadang pas jam istirahat kita makan siang 
bareng dan diskusi  beberapa isue yang ternyata bisa membuat kita 
sendiri sedih dan berasa itu tadi, tap de :))

Kalau dimilis ini selain saling silaturahmi, belajar banyak, juga 
makin paham, bahwa beberapa teman pria di milis ini yang sangat 
sok melindungi dan mendukung aktifitas perempuan, namun ujung-
ujungnya tanpa sadar lalu dengan emosi/tidak menuliskankan 
pemikirannya bahwa perempuan itu kurang berharga di banding laki-
laki:), bahwa perempuan itu hanya leyeh-leyeh :), atau juga yang 
bilang bahwa perempuan pekerja = ternak :))

Semoga kita semua tetap mendapatkan kesabaran dan berkah dari Allah 
SWT. Amin.


Wassalam

Lestari


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rani Kirana 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Mbak Lestari ini bisa aja..
 saya terpingkal-pingkal sampai sakit perut..saat membaca celetukan 
 mbak.. Singkong di ragiin.tap deh:))...
 
 memang kalau berdiskusi dengan beberapa orang di forum ini..; kita 
 perlu relaks dan ndak terlalu dimasukin hati..; kalau ndak bisa 
 ketularan s*g..:-)
 
 
 Wassalam,
 
 Rani
 




[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Yang berhormat Ibu Lestari(n),

Dah ga cape... ? ;-]

Saya minta maaf kalo gitu krn ternyata ada sedikit ketidaksesuaian 
antara apa yang ibu sampaikan dan apa yang saya sampaikan sebagai 
tanggapan.

Soal tidak berjilbab yang asumsinya adalah tidak menutup aurat, itu 
bukan hak prerogatif manusia untuk memvonis, sia-sia atau tidak. Al-
Qur'an sudah jelas menunjukkan siapa2 saja hamba Allah yang sia-sia 
sholatnya. Tapi apakah memang orang yang sengaja tidak berjilbab 
karena tidak mau tahu bahwa itu adalah perintah Allah dan pada saat 
yang sama tidak mentaati sebuah aturan yang dibuat berdasarkan 
perinta Allah itu bisa dianggap/dikhawatirkan sia-sia shalatnya itu 
tetap suatu yang bukan urusan manusia. 

Hanya memang, tidak ada salahnya melihat celetukan pria yang 
menanggapi si muslimah yang tidak berjilbab di daerah lingkungan 
masjid yang diwajibkan berjilbab itu sebagai teguran saja, bukan 
menghakimi atau memvonis. Ya kan?

Soal Depok, ibu belum menjawab pertanyaan saya yang tertera: Lalu 
apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan Depok? 
yang dari jwb anda sebenarnya bisa tidak Depok yang anda sebut. 
Lalu ngurusin perempuan berjilbab apa memang urusan perda 
syariah? Kalo 'ngurusin' perempuan 'gendut' mungkin saja bagian dari 
perda lain ... ;-]

Anda tidak setuju dengan perda Syariah?

salam,
Satriyo


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, 
 
 Saya malah tidak mengomentari bunga-bunga Anda soal Istilah 
 Sermabi Mekkah dan lain-lainnya soal Aceh, justru sekali lagi, saya 
 menanggapi kalimat Anda yang bilang, di mana bumi dipijak, di situ 
 langit di junjung:). Yang seolah-olah menyalahkan perempuan di Aceh 
 yang tidak berjilbab:D. Malah ada yang berkata-kata bahwa perempuan 
 tidak berjilbab itu sholatnya sia-sia-- ini lho pak poin-nya:), 
 bukan ngomongin  Acehnya.
 
 Saya memang bukan orang Aceh, tapi saya belajar banyak sejarah 
Aceh, 
 di mana aslinya perempuan-perempuan Aceh memang tidak berjilbab. 
 Dulu kan Anda pernah mempertanyakan bacaan sejarah Saya tentang 
 deskripsi pakaian-pakaian perempuan Aceh, yang Anda bilang semuanya 
 perempuan Aceh termasuk Cut Nyak Dien berjilbab, dan saya sudah 
 panjang lebar sampaikan pula, Cut Nyak Dien bukan berjilbab, namun 
 mengenakan kain panjang yang multi fungsi.Kalau Anda tidak mau 
 berkomentar karena saya bukan orang asli Aceh, juga tidak apa-apa  
 lha wong saya juga tidak minta komentar Anda secara spesifik kok:).
 
 Aceh memang bukan Depok, tapi Depok akan bisa menuju penerapan 
Perda 
 Syariat ala Aceh, kan sekarang lagi di godok di pemerintahan 
 Depok. Termasuk ngurusin perempuan berjilbab atau tidak:)
 
 Wassalam
 
 Lestari
 
 
 
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
 
  Wah ya pantas anda cape, yang secara nanggepin komentar saya 
  semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam 
  seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal 
 darah 
  aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah 
 tinggal 
  atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-]
  
  Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan 
 karya 
  kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah 
 menurut 
  anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia 
  anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam 
  rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas 
 cara 
  penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? 
 Apa 
  tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat 
  mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang 
ajak. 
  So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab 
dan 
  aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh 
 yang 
  perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang 
lain, 
  selain orang tertentu.
  
  Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar 
 fokus.
  
  Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang 
 berupa 
  sampiran malah anda blow up?
  
  Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan?
  
  Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri 
 yang 
  berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh 
  mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku 
pada 
  apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu.
  
  Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior 
 dan 
  kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari 
  hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang 
  jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target 
  mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang 
menikmatinya. 
  Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang 
 Betawi 
  yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau 
Banten, 
  atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam 

Re: [wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik jano ko
Mas Rsa :

Benar saja kata H Agus Salim, Islam sangat mungkin hilang dari 
 negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini!
 
--

Janoko :

Engga juga mas, soalnya kan ada mas RSA yang dengan tidak lelah terus 
memperjuangkan Islam. :)

Wassalam

--oo0oo--

rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:  Wah ya pantas 
anda cape, yang secara nanggepin komentar saya 
 semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam 
 seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah 
 aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal 
 atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-]
 
 Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan karya 
 kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah menurut 
 anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia 
 anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam 
 rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas cara 
 penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? Apa 
 tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat 
 mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang ajak. 
 So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab dan 
 aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh yang 
 perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, 
 selain orang tertentu.
 
 Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar fokus.
 
 Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang berupa 
 sampiran malah anda blow up?
 
 Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan?
 
 Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri yang 
 berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh 
 mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku pada 
 apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu.
 
 Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior dan 
 kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari 
 hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang 
 jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target 
 mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang menikmatinya. 
 Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang Betawi 
 yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau Banten, 
 atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam sangat mewarnai 
 tradisi dan kehidupan penduduknya), adalah seperti situasi di pub 
 malam itu. Apakah hanya mengacu pada keterbatasan tempat dan waktu?
 
 Lalu apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan 
 Depok?
 
 Cappee deehhh ...
 
 Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak 
 artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat 
 dakwah Rasulullah.
 
 Terserah anda mau setuju atau tidak dengan persepsi saya bahwa ada 
 daerah2 di negeri makmur ini yang memang ratusan tahun sudah akrab 
 dengan 'perda syariah'. Tapi faktanya sekarang sangat banyak pihak 
 yang ingin melakukan de-syariah-isasi pada daerah2 itu. Salah satunya 
 ya Aceh. Betapa Aceh sekarang dan dulu itu beda. Dan wajar Aceh bukan 
 lagi negeri yang patut menyandang gelar 'serambi Makah' spt dulu.
 
 Benar saja kata H Agus Salim, Islam sangat mungkin hilang dari 
 negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini!
 
 Allaahu akbar!
 
 salam,
 satriyo
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin [EMAIL PROTECTED] 
 wrote:
 
  Yth. Pak Satriyo/Pak rsa,
  
  Di mana Bumi dipijak, di situ langit di di junjungLha jelas 
  masyarakat Aceh aslinya tidak berjilbab kok. Sementara perda 
  syariat, kan sekali lagi seperti yang sudah-sudah saya sampaikan, 
  produk dari kebijakan politik, yang tentu saja tidak selalu sesuai 
  dengan kondisi masyarakat yang ada. Jadi banyak kok perempuan Aceh 
  yang sesungguhnya memang tidak berjilbab. Mau kembali diskusi jaman 
  Cut Nyak Dien dan lain-lain? Kan dulu sudah pernah kita panjang 
  lebar diskusikan.
  
  Sama hal-nya nanti kalau saya sudah pulang ke Sawangan, Depok, Lalu 
  tiba-tiba terjadi penerapan syariat Islam ala Aceh, lalu apakah ini 
  namanya malah tidak menjungkir balikkan keadaan. Aslinya bumi 
  Depok mah tidak ber syariat, masyarakatnya pun heterogen, tidak 
  semuanya muslim, dan tidak semua muslimahnya berjilbab. Jadi 
  bagaimana? Nyuruh yang beda keluar dari Depok?? Ini juga ga 
  menyelesaikan persoalan Pak:)
  
  Singkong di ragiin.tap deh:))
  
  
  Wassalam
  
  Lestari
  
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
  
   Setuju mbak. Menghakimi semaunya itu tidak boleh. Tapi menghakimi 
   sesuai Al-Qur'an spt diteladani Rasul dan para shahabat dan ulama 
  itu 
   wajib.
   
   Perlu memang kita mengingatkan, menasehati, tapi mungkin konteks 
  di 
   aceh itu, sudah jelas ada aturan, 

Re: [wanita-muslimah] Re: Atas Nama - Freethought

2007-06-25 Terurut Topik jano ko
Mas Ma-s :
   
  Siapa yang berpedoman pada freethought dan kemudian memaksakan 
kehendaknya kepada kaum Muslim?

  ---
   
  Janiki :
   
  Lho, koq Mas Ma-s sampai tidak tahu ? padahil Mas Ma-s kemarin sudah 
berpendapat tentang Freethought ?
   
  Sssst.nanti tak kasih informasinya  lewat mimpi aja ya...:)
   
  Siang
   
  --oo0oo--

ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Janoko,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, jano ko [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Mas Ma-s :
 
 Tiap orang itu punya otak, dan otak digunakan untuk berpikir, 
dan 
 tiap orang diberi kebebasan untuk berpikir dan menjadi free 
thinker.
 
 --
--
 
 Janiki :
 
 Lha yo wis tho mas, sebaiknya insan-insan yang berpedoman kepada 
freethought itu jangan memaksakan kehendaknya kepada kaum muslim dan 
muslimah untuk mengikuti jalan hidupnya, gitu lho.

Siapa yang berpedoman pada freethought dan kemudian memaksakan 
kehendaknya kepada kaum Muslim?

Siapa mas?

 Apalagi kalau sampai merasa paling bener dan pinter dhewe ?, 
repot dong dech.

MUI contohnya.

 Diatas langit masih ada langit

Pasti mas...

Siang...

Salam,
MAS

 
 Siang mas
 
 --oo0oo--
 
 
 ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Tiap orang itu punya otak, dan otak digunakan untuk 
berpikir, dan 
 tiap orang diberi kebebasan untuk berpikir dan menjadi free 
thinker.
 
 Lha wong Allah saja membebaskan setiap orang untuk menggunakan 
 akalnya dan kemudian beriman sesuai hasil pikirannya, mosok 
pikiran 
 itu mau dihakimi, dikangkangi dan dipersekusi.
 
 Ah, kayak MUI saja lagak-lagunya yang ngakunya berpedoman pada 
 Qur'an dan Hadits, tapi membuat fatwa kepada Ahmadiyah cuma dengan 
 modal fitnah dan kibulan saja...
 
 Salam,
 MAS
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, jano ko ko_jano@ wrote:
 
  Mia,
  
  Bahasa/peristilahan itu alat untuk komunikasi bukan tujuannya 
  (paradigma) per se, tujuan tentunya lebih substantial ketimbang 
  sarananya. 
  ---
  
  Janiki :
  
  Ini engga ada lho kaitannya dengan diskurrsi diatas, janiki 
 hanya mau berbagi ilmu aja, tahu engga ya dengan istilah 
 Freethought ?
  
  Nah inilah sosok makhluknya
  
  Freethought =
  The philosophical stance of freethought derives 
 from freethinker, a person who has rejected authority and dogma 
 (especially in religious thinking) in favor of rational inquiry 
and 
 intellectual speculation.
  
  --
  
  Nah, jadi begini, kalau kita ( yang berpedoman kepada Al 
 Qur'an ) diskusi dengan insan yang berpedoman kepada prinsip 
 freethought maka yang terjadi adalah ketidak nyambungan, begitu 
lho.
  
  Nah ini hanya informasi yang lewat dikit aja.
  
  Siang
  
  --oo0oo--
  
  
  Mia aldiy@ wrote:
  Bahasa/peristilahan itu alat untuk komunikasi bukan 
 tujuannya 
  (paradigma) per se, tujuan tentunya lebih substantial ketimbang 
  sarananya. 
  
  Katakan saja sementara ini 'dengan nama' dan 'atas nama' itu 
sama 
  (dalam bahasa Inggris kayaknya jadi sama deh 'in the name of 
 God..')
  
  kasus A: bertindak atas (dengan) nama Allah karena introspeksi.
  kasus B: bertindak atas (dengan) nama Allah karena hawa nafsu 
buta.
  
  Beda kan? case not closed.
  
  salam
  Mia
  
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
  
   Jadi jelas dan dugaan saya terbukti bahwa mas Ary tidak 
mengacu 
  pada 
   bahasa baku tapi pada bahasa rasa. Ok deh ...
   
   Kalo demikian ya case-closed mas. Masing2 juga punya rasa yang 
  beda 
   dari mas. gak akan ketemu ... :-)
   
   Bukan sekadar beda paradigma, misalnya, spt kata pak Dana, 
 antara 
  pak 
   Nur dan pak Dana, tapi beda rasa bahasa.
   
   Mungkin mirip kasus Nurcholish Madjid yang sec unilateral 
  memberikan 
   makna baru untuk sekularisasi, sehingga bagi dia sekularisasi 
 itu 
   tidak sama dengan sekularisme. Mungkin ... ;-]
   
   salam,
   rsa
   
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, asetijadi2004 
   ary.setijadi@ wrote:
   
;-)

Saya memberi dua komentar terusannya itu untuk membedakan 
  keduanya.
Coba dibaca terusannya. Saya menyoroti niatnya. Yang satu 
 dengan 
tawadhu untuk doa, yang lain ada yang sebagai klaim untuk 
  mengambil 
otoritas Allah.

Nah di artikel itu semangatnya, ya semangat kedua, 
Fir'aun modern.

salam
Ary



--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ 
wrote:

 Anda menggunakan kamus mana pak Ary? Coba jelaskan 
  beda 'dengan 
nama' 
 dan 'atas nama'?
 
 Saya pribadi tahu peris dari judul dan isi tulisan, dan 
ini 
  sudah 
 sesuai dengan kaidah dan kamus bahasa Indonesia yang saya 
   pelajari, 
 dua frase itu maknanya sama.
 
 Kalo judulnya seperti ibu Mia, ketika dia berusaha 
 menjelaskan 
 pemakaian kata-kata maskulin dan feminin oleh pak Chodjim, 
  bahwa 
 bahasa itu diukur dengan apa yang kita pahami, artinya 
 sesuai 

[wanita-muslimah] Sesama Muslim kok Halal Darahnya??

2007-06-25 Terurut Topik lestarin
Teman-teman di tempat kerja, seruangan (yang kebetulan semua beragama 
Islam)sering mendiskusikan beberapa hal. Mulai tentang adanya cita-
cita sekelompok  orang yang ingin mendirikan negara Islam Indonesia, 
dan di antara kita pun saling bertanya, negara Islam yang benar-benar 
Islami itu yang seperti apa ya?? Sudah ada contohnya yang riil 
(tentunya jangan di kembalikan ke contoh jaman Nabi yang mau tidak mau 
berarti harus kembali dicontohkan menggunakan onta, tidak ada pesawat 
terbang, tidak ada telepon, tidak ada speaker di Masjid, dll?).

Termasuk salah satu isu hot yang sempat kita diskusikan adalah ketika 
ada kelompok orang Islam yang menghalalkan darahnya (pembunuhan) 
terhadap muslim lainnya karena dianggap berbeda, berkhianat, kafir dan 
beragam predikat lainnya. Serem juga ya mendengarnya, jadi berpikir, 
kok begini amat sih umat kita, sesama saudara sendiri kok melontarkan 
tuduhan-tuduhan seperti itu dan lebih parah lagi pakai acara halal 
darahnya :(( 

Setelah ditelusuri, ternyata awalnya itu tadi, merasa paling benar 
sendiri, dan menyalahkan  dan menghakimi orang yang berbeda. 

Wassalam


Lestari




[wanita-muslimah] Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Assalaamu alaikum,

Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis 
ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross-
thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal 
Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena 
membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar 
jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide 
dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah, 
juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh 
terma ukhuwah insaniyah.

Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal itu 
dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam 
kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu 
ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No 
matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah.

Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain yang 
berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln 
darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan hal 
ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada muslim 
yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang 
mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan darah' 
sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu adalah 
pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala 
seorang sufi mbeling yang tidak mau tahu dampak ucapannya bg khalayak 
yang belum sampai ilmunya, ibarat anak kuliahan yang asal bunyi di 
depan anak TK. Begitu tamsil dari seorang member lain soal level 
pemahman yang pas buat alasan penghalalan darah si sufi mbeling itu.

Lalu, hal lain yang saya kira berkaitan dg ukhuwah adalah sikap 
sebagian saudara kita. Di satu sisi A merasa B sok tahu dan sok 
benar. Tapi di sisi lain, B menimpali sikap A dengan pernyataan yang 
sebenarnya menunjukkan B itu setali tiga uang, menganggap diri paling 
tahu dan paling benar.

Misalnya soal negara Islam. Ini memang konsep yang kontroversial, 
mengingat dalam Islam hanya dikenal sistem kemasyarakatan berupa 
khilafah sbg dicontohkan dengan ideal di masa empat khafilah yang 
lurus, khulafaa-u ar-Rasyiduun, tidak khilafah setelahnya yang hanya 
namanya saja tapi isinya adalah praktek feodalisme, kerajaan, 
kroniisme dan nepotisme bukan meritokrasi. Tapi sungguh disayangkan, 
dengan pemahaman yang mungkin belum utuh, sudah berani mencap bahwa 
upaya sebagaian saudara seiman yang lain itu, betapapun cacat 
(namanya juga usaha) tetap adalah sebuh ikhtiar dan ijtihad yand ada 
nilainya di mata Allah, sejelek apapun di mata manusia.

Atau dengan pemahaman dan pengetahuan yang seadanya, bisa menegaskan 
bahwa kalo yang namanya mencontoh Rasul itu ya semuanya, leterlek. 
Halahh ... Polos bener. Tapi kalo memang bisa begitu so what? Apa 
yang salah? Apakah pola pikir katak dalam tempurung itu bisa 
diterima? Saya katakan katak dalam tempurung, karena tidak semua yang 
ada di hidup kita ini berlaku di seluruh dunia. Coba saja ke 
pedalaman di negeri ini, tidak usah jauh2 ke negeri lain. Apakah 
semuah masjid di pedalaman negeri ini memakai 'speaker'?

Tentu jika ada yang menyatakan ingin mencontoh Rasul dalam menegakkan 
hukum Islam, yang mungkin termasuk mendirikan negera Islam (jadi 
mirip menerapkan perda syariah nih!), tentu bukan foto-kopi, tapi 
mencontoh esensi pemerintahan di masa Rasul dan khulafaaurrasyidun. 
Gitu aja ko ya ga nyambung toh? Shalat kalo mau ikut Rasul yang ga 
pake peci, kupluk haji, baju koko, mukenah, sajadah, sarung atau yang 
sekarang kita kenal. Dulu itu dahi ya langsung ke tanah. Jorok? 
Kotor? Tidak juga, kan padang pasir. Nah sejalan penyebaran islam, 
tentu perlu ada penyesuaian. Itu berlaku buat semua hal selain yang 
pokok macam tauhid, atau ritual ibadah, termasuk menutup aurat.

Yang sempat membuat saya heran jg adalah beraninya menuduh ada 
pria yang sangat sok melindungi dan mendukung aktifitas perempuan, 
namun ujung-ujungnya tanpa sadar lalu dengan emosi/tidak 
menuliskankan pemikirannya bahwa perempuan itu kurang berharga di 
banding laki-laki:), bahwa perempuan itu hanya leyeh-leyeh :), atau 
juga yang bilang bahwa perempuan pekerja = ternak :)) tanpa sadar 
bahwa ada juga perempuan yang tidak bisa baca dengan benar suatu 
pernyataan dan melulu emosional (khas pere gitu loh) dan mengikuti 
nafsunya itu. Buktinya apa tuduhan itu? Tidak ada! Membaca saja tidak 
beres mau kasih opini. Halahhh ... cape jadi tapee ... jauh 
bene ...

Kaya perempuan yang teriak2 sok ngebela sesama perempuan itu bener2 
care sama nasib perempuan di pasar2 yang mengais sayur bekas untuk 
dijual kembali, yang siang-malam di jalanan menggendong anak sewaan 
mengemis, yang menjajakan diri (leterlek uey) entah di tempat hiburan 
atau pinggir jalan atau mlm (mulut lewat mulut) baik yang level naik 
turun mobil prakteknya atau sekedar gelar alas di balik semak. Ah 
tapi memang mereka bisa 

[wanita-muslimah] Re: Islam and Woman = tangkis bulu, athlete bias gender ?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 MIA: betul, mungkin masih ada bentuknya, tapi paradigma yang kita 
 anut sekarang berubah kan? Perempuan juga manusiaaa, bukan ternak 
 atau kepemilikan. Kita kan selalu sebut2 Nabi mengangkat derajat 
 perempuan, berarti blio sudah merubah paradigmanya.

rsa:
Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya 
menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Bingung saya kalo 
sedemikian mudah melihat diskriminasi hanya pada gender tapi tidak 
sec manusia keseluruhan. Artinya ketika ada tindak kezaliman pada 
MANUSIA, tentu semau unsur manusia itu kena. Jadi tidak bisa parsial 
penangannnya.

Terima kasih buat komentar anda soal saya ... untuk ke selian kali. 
Freudian slip?

salam,
satriyo

PS: maaf telat menanggapi. teringat bahasan ini karena ada 
yang 'tersinggung' mengira saya menyamakan pere dengan ternak .. ;-]

 
 Untuk no 2: 
 Pak Satriyo, konteks pembicaran kita soal 'beda konteks' itu kan 
 bagaimana mengaplikasikan Quran supaya nggak sekular, inget kan?  
 Jadi kita kan sudah bersetuju tentang itu dalam bahasa yang mungkin 
 bervariasi. Saya pikir saya selalu berusaha memahami sudut pandang 
 dan mengakomodasi pendapat anda.
 
 Ringkasnya, pemahaman kita tentang Quran sejatinya nggak sekular, 
 tapi dalam keberlangsungan yang tunggal, sebagai persepsi yang 
 Quranic.  Dan ini menembus waktu, tempat, budaya yang BENTUKNYA 
 berbeda, sama2 bagus atau jelek, tapi bisa dipahami dengan 
 pengalaman Quranic yang menembus batas itu.
 
 Untuk teman2 lain, saya nggak pingin terkesan 'menghakimi' masa 
 lalu. Masa jahiliyyah merupakan masa transisi sebelum mekarnya 
 peradaban Islam, dimana salah satu paradigma yang diubah nabi 
adalah 
 status perempuan, sebagai bagian dari masyarakat yang maunya maju. 
 Tapi diskusi dengan Satriyo emang mesti sediakan cukup waktu...:-)
 
 salam
 Mia
 
  [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang 
 saya 
  data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena 
  lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya 
 ibunda 
  Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya 
 pada 
  kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja 
sec 
  literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' 
 nya 
  dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan 
  dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan 
  wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn 
  poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau 
  punya mistress daripada bersaing dengan madu! Ada juga yang kerja 
  tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari 
 rumah 
  (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi 
  ternak atau piaraan. 
  
  Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec 
 prosentase 
  yang tidak jauh beda.
 
 
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
 
  [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal 
  ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja 
  lihat between the lines. Justru di sini dahsyatnya Qur'an yang 
 sudah 
  di set untuk bisa menjawab semua hal, yang kadang bagi kita beda, 
 krn 
  terjebak asesoris, kulit saja, dan fail to see beyond, yaitu 
 isinya. 
  this brings us to ...
  
  [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang 
 saya 
  data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena 
  lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya 
 ibunda 
  Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya 
 pada 
  kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja 
sec 
  literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' 
 nya 
  dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan 
  dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan 
  wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn 
  poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau 
  punya mistress daripada bersaing dengan madu! Ada juga yang kerja 
  tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari 
 rumah 
  (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi 
  ternak atau piaraan. 
  
  Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec 
 prosentase 
  yang tidak jauh beda.
  
  salam,
  satriyo
  
  ===
  
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote:
  
   Udah dibilang bedanya apa, yaitu status sosial perempuan yang 
   selevel dengan ternak, harta benda atau kepemilikan. 
  Sekarang...beda 
   kaann...?
   
   salam
   Mia
   BTW, di postingan di bawah Satriyo bilang apa bedanya, karena 
   khadijah bekerja dst.  Setelah saya jelaskan, eh melejit lagi 
   bedanya asesoris saja..ada suami tapi bukan suamidst...trus 
   muncul hukuman Allah hari kiamat...:-( hikssapa ini yang 
   namanya 'diskusi nglantur 

[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah 
membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia 
baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri 
pada Allah saja ...

Silakan ibu sepakat dengan Donnie soal konstruk sosial, ada benarnya 
tapi juga ada salahnya. Saya bukan chauvinis spt ibu tuduhkan ke one 
of your brother sebelum lalu ibu baca email dia (yang dengan email 
itu semua persepsi ibu soal dia langsung berubah!). Bagaimana ibu 
tahu sosok saya hanya dari email?

Justru kendala berupa keterbatasan di email ini yang tidak 
memungkinkan kita menilai sosok kita dengan utuh. Saya kira balasan 
dari ibu Meilany bisa menunjukkan itu dalam kontkes perkenalan saya 
dengan beliau.

Saya hanya menyayangkan sosok cerdas spt anda ikut2an terjebak pada 
character assasination (to make it severe in proportion) walau at the 
tiniest level. Apa saya pernah bersikap stp ibu bersikap pada saya? 
Kalo saya khilaf, tunjukkan ... please.

Sejauh ini saya masih respect pada ibu, lepas dari 'kedekatan' saya 
dengan saudara2 ibu atau dengan ibu Meilany yang pernah mengundang 
saya ke rumah ibu tapi saya berhalangan hadir, dan buka juga karena 
ibu perempuan.

salam,
satriyo

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Emang itu pertanyaan untuk kita semua, Pak Satriyo.
 Ada temen WM yang bilang ke saya, apa memperhatikan tulisan Satriyo 
 yang membandingkan perempuan buruh dengan ternak.  
 
 Apapun sebabnya, saya nggak memperhatikan itu sebelumnya di tulisan 
 Pak Satriyo. Yah, memang secara mental psikologis kita semua nggak 
 bebas dari bias gender, dampak dari konstruk sosial yang sudah 
 terbangung, gitu kira2 kata Pak Donnie.
 
 Jadi inget pilem Crash..loh kok pilem..:-)
 
 salam
 Mia
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
 
  Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak 
 kaum 
  perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas 
 seperti 
  ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki itu 
 tidak 
  bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak?
  
  Perempuan2 yang kerja di perusahaan, secara nggak sengaja 
 (freudian 
  slip) kita bandingkan dengan ternak.
  
  ___
  *) Jelas di pernyataan saya yang dikutip bahwa yang diperas itu 
 mereka 
  yang bekerja di perusahaan dan jadi buruh kasar, artinya buruh 
 kasar 
  tentu tidak hanya di perusahaan. Kec MAKNA perusahaan itu 
mencakup 
  segala aktifitas usaha baik yang berbentuk pabrik, kantor, juga 
  perkebunan dan sektor lain yang sekilas tampak glamour dan full 
of 
  entertainment.
 





[wanita-muslimah] Re: perempuan buruh perusahaan = ternak?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Silakan ibu mengutip kesuka ibu, tapi jangan lupa fair, krn mengutip 
asal kutip out of context menunjukkan niat ibu. Saya tidak menuduh 
tapi sekadar mengingatkan. Hal ini juga saya kembalikan ke diri saya.

Maaf jika tidak berkenan.

salam,
Satriyo

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Mengutip tulisan Pak Satriyo di bawah ini, membuat kita berpikir - 
 jangan2 kebanyakan kita memang dihinggapi bias-gender.  Perempuan2 
 yang kerja di perusahaan, secara nggak sengaja (freudian slip) kita 
 bandingkan dengan ternak.
 
 Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec
 literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' 
nya
 dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan...
 
 salam
 Mia





Re: [wanita-muslimah] Re: Islam and Woman = tangkis bulu, athlete bias gender ?

2007-06-25 Terurut Topik jano ko
Mas RSA :

Terima kasih buat komentar anda soal saya ... untuk ke selian kali. 
 Freudian slip?
 
 salam,
 satriyo
 
 PS: maaf telat menanggapi. teringat bahasan ini karena ada 
 yang 'tersinggung' mengira saya menyamakan pere dengan ternak .. ;-]

-

Janiki :

Kalau meminjam istilahnya Gus Dur, kalimat mas RSA itu DIPLINTIR, dengan niat 
untuk   mas RSA.
Pertanyaannya kemudian adalah, mlintir kalimat saudara sendiri itu bisa 
dikategorikan fitnah tidak ya ?
Kita juga bisa belajar dari milis WM ini ternyata yang suka mlintir-mlintir 
kalimat itu adalah makhluk

Sedih aku

--oo0oo--



rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:  --- In 
wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
  MIA: betul, mungkin masih ada bentuknya, tapi paradigma yang kita 
  anut sekarang berubah kan? Perempuan juga manusiaaa, bukan ternak 
  atau kepemilikan. Kita kan selalu sebut2 Nabi mengangkat derajat 
  perempuan, berarti blio sudah merubah paradigmanya.
 
 rsa:
 Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya 
 menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Bingung saya kalo 
 sedemikian mudah melihat diskriminasi hanya pada gender tapi tidak 
 sec manusia keseluruhan. Artinya ketika ada tindak kezaliman pada 
 MANUSIA, tentu semau unsur manusia itu kena. Jadi tidak bisa parsial 
 penangannnya.
 
 Terima kasih buat komentar anda soal saya ... untuk ke selian kali. 
 Freudian slip?
 
 salam,
 satriyo
 
 PS: maaf telat menanggapi. teringat bahasan ini karena ada 
 yang 'tersinggung' mengira saya menyamakan pere dengan ternak .. ;-]
 
  
  Untuk no 2: 
  Pak Satriyo, konteks pembicaran kita soal 'beda konteks' itu kan 
  bagaimana mengaplikasikan Quran supaya nggak sekular, inget kan?  
  Jadi kita kan sudah bersetuju tentang itu dalam bahasa yang mungkin 
  bervariasi. Saya pikir saya selalu berusaha memahami sudut pandang 
  dan mengakomodasi pendapat anda.
  
  Ringkasnya, pemahaman kita tentang Quran sejatinya nggak sekular, 
  tapi dalam keberlangsungan yang tunggal, sebagai persepsi yang 
  Quranic.  Dan ini menembus waktu, tempat, budaya yang BENTUKNYA 
  berbeda, sama2 bagus atau jelek, tapi bisa dipahami dengan 
  pengalaman Quranic yang menembus batas itu.
  
  Untuk teman2 lain, saya nggak pingin terkesan 'menghakimi' masa 
  lalu. Masa jahiliyyah merupakan masa transisi sebelum mekarnya 
  peradaban Islam, dimana salah satu paradigma yang diubah nabi 
 adalah 
  status perempuan, sebagai bagian dari masyarakat yang maunya maju. 
  Tapi diskusi dengan Satriyo emang mesti sediakan cukup waktu...:-)
  
  salam
  Mia
  
   [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang 
  saya 
   data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena 
   lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya 
  ibunda 
   Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya 
  pada 
   kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja 
 sec 
   literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' 
  nya 
   dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan 
   dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan 
   wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn 
   poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau 
   punya mistress daripada bersaing dengan madu! Ada juga yang kerja 
   tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari 
  rumah 
   (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi 
   ternak atau piaraan. 
   
   Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec 
  prosentase 
   yang tidak jauh beda.
  
  
  
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
  
   [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal 
   ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja 
   lihat between the lines. Justru di sini dahsyatnya Qur'an yang 
  sudah 
   di set untuk bisa menjawab semua hal, yang kadang bagi kita beda, 
  krn 
   terjebak asesoris, kulit saja, dan fail to see beyond, yaitu 
  isinya. 
   this brings us to ...
   
   [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang 
  saya 
   data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena 
   lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya 
  ibunda 
   Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya 
  pada 
   kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja 
 sec 
   literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' 
  nya 
   dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan 
   dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan 
   wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn 
   poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau 
   punya mistress daripada 

[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik Dan
Walaikum salam,

Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg
lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka. 

Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan spt
yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya.


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Assalaamu alaikum,
 
 Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis 
 ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross-
 thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal 
 Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena 
 membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar 
 jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide 
 dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah, 
 juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh 
 terma ukhuwah insaniyah.
 
 Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal itu 
 dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam 
 kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu 
 ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No 
 matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah.
 
 Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain yang 
 berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln 
 darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan hal 
 ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada muslim 
 yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang 
 mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan darah' 
 sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu adalah 
 pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala 
 seorang sufi mbeling yang tidak mau tahu dampak ucapannya bg khalayak 
 yang belum sampai ilmunya, ibarat anak kuliahan yang asal bunyi di 
 depan anak TK. Begitu tamsil dari seorang member lain soal level 
 pemahman yang pas buat alasan penghalalan darah si sufi mbeling itu.
 
 Lalu, hal lain yang saya kira berkaitan dg ukhuwah adalah sikap 
 sebagian saudara kita. Di satu sisi A merasa B sok tahu dan sok 
 benar. Tapi di sisi lain, B menimpali sikap A dengan pernyataan yang 
 sebenarnya menunjukkan B itu setali tiga uang, menganggap diri paling 
 tahu dan paling benar.
 
 Misalnya soal negara Islam. Ini memang konsep yang kontroversial, 
 mengingat dalam Islam hanya dikenal sistem kemasyarakatan berupa 
 khilafah sbg dicontohkan dengan ideal di masa empat khafilah yang 
 lurus, khulafaa-u ar-Rasyiduun, tidak khilafah setelahnya yang hanya 
 namanya saja tapi isinya adalah praktek feodalisme, kerajaan, 
 kroniisme dan nepotisme bukan meritokrasi. Tapi sungguh disayangkan, 
 dengan pemahaman yang mungkin belum utuh, sudah berani mencap bahwa 
 upaya sebagaian saudara seiman yang lain itu, betapapun cacat 
 (namanya juga usaha) tetap adalah sebuh ikhtiar dan ijtihad yand ada 
 nilainya di mata Allah, sejelek apapun di mata manusia.
 
 Atau dengan pemahaman dan pengetahuan yang seadanya, bisa menegaskan 
 bahwa kalo yang namanya mencontoh Rasul itu ya semuanya, leterlek. 
 Halahh ... Polos bener. Tapi kalo memang bisa begitu so what? Apa 
 yang salah? Apakah pola pikir katak dalam tempurung itu bisa 
 diterima? Saya katakan katak dalam tempurung, karena tidak semua yang 
 ada di hidup kita ini berlaku di seluruh dunia. Coba saja ke 
 pedalaman di negeri ini, tidak usah jauh2 ke negeri lain. Apakah 
 semuah masjid di pedalaman negeri ini memakai 'speaker'?
 
 Tentu jika ada yang menyatakan ingin mencontoh Rasul dalam menegakkan 
 hukum Islam, yang mungkin termasuk mendirikan negera Islam (jadi 
 mirip menerapkan perda syariah nih!), tentu bukan foto-kopi, tapi 
 mencontoh esensi pemerintahan di masa Rasul dan khulafaaurrasyidun. 
 Gitu aja ko ya ga nyambung toh? Shalat kalo mau ikut Rasul yang ga 
 pake peci, kupluk haji, baju koko, mukenah, sajadah, sarung atau yang 
 sekarang kita kenal. Dulu itu dahi ya langsung ke tanah. Jorok? 
 Kotor? Tidak juga, kan padang pasir. Nah sejalan penyebaran islam, 
 tentu perlu ada penyesuaian. Itu berlaku buat semua hal selain yang 
 pokok macam tauhid, atau ritual ibadah, termasuk menutup aurat.
 
 Yang sempat membuat saya heran jg adalah beraninya menuduh ada 
 pria yang sangat sok melindungi dan mendukung aktifitas perempuan, 
 namun ujung-ujungnya tanpa sadar lalu dengan emosi/tidak 
 menuliskankan pemikirannya bahwa perempuan itu kurang berharga di 
 banding laki-laki:), bahwa perempuan itu hanya leyeh-leyeh :), atau 
 juga yang bilang bahwa perempuan pekerja = ternak :)) tanpa sadar 
 bahwa ada juga perempuan yang tidak bisa baca dengan benar suatu 
 pernyataan dan melulu emosional (khas pere gitu loh) dan mengikuti 
 nafsunya itu. Buktinya apa tuduhan itu? Tidak ada! Membaca saja tidak 
 beres mau kasih opini. Halahhh ... cape jadi tapee ... jauh 
 bene ...
 
 Kaya perempuan yang teriak2 sok 

[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Bung Dan, terima kasih buat support dan encouragement anda dalam 
disksi ini. Pertanyaan dari saya buat anda, apakah sejauh ini anda 
juga menerapkan hal ini, counter-argument ilmiah dan tidak hanya 
judgement belaka? Judgement yang anda maksud yang bagaimana?

Buat komentar anda selanjutnya, saya sangat tersanjung dan sejauh ini 
hanya bisa meng-amin-i karena terus terang untuk bisa spt ibnu 
Khaldun yang karya magnum opus-nya, Muqaddimah, diakui dunia sebagai 
karya yang sulit ditandingi baik sec masa di kala dia hidup, maupun 
kontemporer. Tapi kalo maksud anda sekadar se-ilmuah ibnu Khaldun 
(tetap saja  belum jelas, ilmiah yang bagaimana, apakah mengacu hanya 
pada metode--yang spt apa--atau juga dikaitkan pada outcom-nya) 
mungkin, ... saya ulang, mungkin dengan izin Allah, dengan 
keterbatasan yang ada, bisa saya ikhtiarkan.

Mungkin teman2 di berbagai pusat keilmuan yang memang memiliki 
kesamaan bidang dengan ibnu Khaldun lah yang saya kira paling mungkin 
mendekati kadar keilmiahan ibnu Khaldun. allaahu a'lam



--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Dan [EMAIL PROTECTED] 
wrote:

 Walaikum salam,
 
 Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg
 lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka. 
 
 Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan 
spt
 yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya.
 
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
 
  Assalaamu alaikum,
  
  Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di 
milis 
  ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross-
  thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap 
Kardinal 
  Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif 
karena 
  membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih 
besar 
  jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga 
ide 
  dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah 
islamiyah, 
  juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update 
oleh 
  terma ukhuwah insaniyah.
  
  Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal 
itu 
  dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam 
  kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu 
  ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No 
  matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah.
  
  Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain 
yang 
  berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln 
  darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan 
hal 
  ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada 
muslim 
  yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang 
  mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan 
darah' 
  sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu 
adalah 
  pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala 
  seorang sufi mbeling yang tidak mau tahu dampak ucapannya bg 
khalayak 
  yang belum sampai ilmunya, ibarat anak kuliahan yang asal bunyi 
di 
  depan anak TK. Begitu tamsil dari seorang member lain soal level 
  pemahman yang pas buat alasan penghalalan darah si sufi mbeling 
itu.
  
  Lalu, hal lain yang saya kira berkaitan dg ukhuwah adalah sikap 
  sebagian saudara kita. Di satu sisi A merasa B sok tahu dan sok 
  benar. Tapi di sisi lain, B menimpali sikap A dengan pernyataan 
yang 
  sebenarnya menunjukkan B itu setali tiga uang, menganggap diri 
paling 
  tahu dan paling benar.
  
  Misalnya soal negara Islam. Ini memang konsep yang kontroversial, 
  mengingat dalam Islam hanya dikenal sistem kemasyarakatan berupa 
  khilafah sbg dicontohkan dengan ideal di masa empat khafilah yang 
  lurus, khulafaa-u ar-Rasyiduun, tidak khilafah setelahnya yang 
hanya 
  namanya saja tapi isinya adalah praktek feodalisme, kerajaan, 
  kroniisme dan nepotisme bukan meritokrasi. Tapi sungguh 
disayangkan, 
  dengan pemahaman yang mungkin belum utuh, sudah berani mencap 
bahwa 
  upaya sebagaian saudara seiman yang lain itu, betapapun cacat 
  (namanya juga usaha) tetap adalah sebuh ikhtiar dan ijtihad yand 
ada 
  nilainya di mata Allah, sejelek apapun di mata manusia.
  
  Atau dengan pemahaman dan pengetahuan yang seadanya, bisa 
menegaskan 
  bahwa kalo yang namanya mencontoh Rasul itu ya semuanya, 
leterlek. 
  Halahh ... Polos bener. Tapi kalo memang bisa begitu so what? Apa 
  yang salah? Apakah pola pikir katak dalam tempurung itu bisa 
  diterima? Saya katakan katak dalam tempurung, karena tidak semua 
yang 
  ada di hidup kita ini berlaku di seluruh dunia. Coba saja ke 
  pedalaman di negeri ini, tidak usah jauh2 ke negeri lain. Apakah 
  semuah masjid di pedalaman negeri ini memakai 'speaker'?
  
  Tentu jika ada yang menyatakan ingin mencontoh Rasul dalam 
menegakkan 
  hukum Islam, yang mungkin termasuk mendirikan negera Islam (jadi 
  mirip menerapkan perda syariah nih!), tentu bukan foto-kopi, tapi 
  

[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
blio itu siapa to?

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah 
 membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah 
 dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa 
berlepas 
 diri pada Allah saja ...
 
 MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo 
 sebelumnya, saya kutip di bawah ini.  Setelah ini saya nggak akan 
 menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan 
 Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan.
 
 
 Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya 
 menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan.
 
 Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak 
 kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas 
 seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki 
 itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak?
 
 Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan
 semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan
 saja lihat between the lines. 
 
 Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, 
 jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya 
 dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan
 
 Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi 
 mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia 
 business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa 
bedanya? 
 Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh 
 beda.
 ===
 
 Salam
 Mia
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
 
  Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah 
  membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah 
 dia 
  baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas 
 diri 
  pada Allah saja ...
  
 
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote:
  
   Emang itu pertanyaan untuk kita semua, Pak Satriyo.
   Ada temen WM yang bilang ke saya, apa memperhatikan tulisan 
 Satriyo 
   yang membandingkan perempuan buruh dengan ternak.  
   
   Apapun sebabnya, saya nggak memperhatikan itu sebelumnya di 
 tulisan 
   Pak Satriyo. Yah, memang secara mental psikologis kita semua 
 nggak 
   bebas dari bias gender, dampak dari konstruk sosial yang sudah 
   terbangung, gitu kira2 kata Pak Donnie.
   
   Jadi inget pilem Crash..loh kok pilem..:-)
   
   salam
   Mia





[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik lestarin
Yth. Pak Satriyo/Pak rsa,

Sekali lagi, yang kesekian kalinya, saya maafkan Bapak atas 
ketidaksesuaian tanggapan Bapak. Sekali lagi menghakimi orang lain 
yang berbeda dengan alasan Hukum Allah bisa menebarkan saling 
permusuhan:) Awalnya, menyindir, kemudian menegur keras, kemudian 
menghakimi, dan memvonis, kan ini sudah terjadi soal isu Jilbab di 
Aceh. Tidak memakai jilbab, pertama di tegur, diperingatkan, lalu 
terakhir ya dihukum cambuk.

Soal Depok dan Aceh, di tulisan pertama saya sudah saya sampaikan 
(silakan re check lagi, biar tidak membuat capek teman diskusi;)). 
Dan hubungannya lebih jelas juga sudah saya tulis pada diskusi 
berikutnya (sila di baca lagi Pak;)). Di bawah ini juga masih ada;)

Perda Syariah yang salah kaprah jelas saya tidak setuju, tapi 
Perda Syariah yang berkaitan dengan soal acuan membayar zakat dan 
lain-lainnya, saya tidak ada keberatan. Soal detil perda Syariah, 
sila Bapak pelajari sendiri ya.;). Saya pernah mengutip beberapa 
hal di antara-nya di milis ini juga. 

Bapak, mohon juga jangan SARA-A ya SARA= Suku, Agama, Ras, dan 
Antar golongan, A berikutnya = Anatomi. kok tiba-tiba bawa-bawa 
persoalan berat badan perempuan???:)

Wassalam

Lestari

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Yang berhormat Ibu Lestari(n),
 
 Dah ga cape... ? ;-]
 
 Saya minta maaf kalo gitu krn ternyata ada sedikit ketidaksesuaian 
 antara apa yang ibu sampaikan dan apa yang saya sampaikan sebagai 
 tanggapan.
 
 Soal tidak berjilbab yang asumsinya adalah tidak menutup aurat, 
itu 
 bukan hak prerogatif manusia untuk memvonis, sia-sia atau tidak. 
Al-
 Qur'an sudah jelas menunjukkan siapa2 saja hamba Allah yang sia-
sia 
 sholatnya. Tapi apakah memang orang yang sengaja tidak berjilbab 
 karena tidak mau tahu bahwa itu adalah perintah Allah dan pada 
saat 
 yang sama tidak mentaati sebuah aturan yang dibuat berdasarkan 
 perinta Allah itu bisa dianggap/dikhawatirkan sia-sia shalatnya 
itu 
 tetap suatu yang bukan urusan manusia. 
 
 Hanya memang, tidak ada salahnya melihat celetukan pria yang 
 menanggapi si muslimah yang tidak berjilbab di daerah lingkungan 
 masjid yang diwajibkan berjilbab itu sebagai teguran saja, bukan 
 menghakimi atau memvonis. Ya kan?
 
 Soal Depok, ibu belum menjawab pertanyaan saya yang tertera: Lalu 
 apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan 
Depok? 
 yang dari jwb anda sebenarnya bisa tidak Depok yang anda sebut. 
 Lalu ngurusin perempuan berjilbab apa memang urusan perda 
 syariah? Kalo 'ngurusin' perempuan 'gendut' mungkin saja bagian 
dari 
 perda lain ... ;-]
 
 Anda tidak setuju dengan perda Syariah?
 
 salam,
 Satriyo
 
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin lestarin@ 
 wrote:
 
  Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, 
  
  Saya malah tidak mengomentari bunga-bunga Anda soal Istilah 
  Sermabi Mekkah dan lain-lainnya soal Aceh, justru sekali lagi, 
saya 
  menanggapi kalimat Anda yang bilang, di mana bumi dipijak, di 
situ 
  langit di junjung:). Yang seolah-olah menyalahkan perempuan di 
Aceh 
  yang tidak berjilbab:D. Malah ada yang berkata-kata bahwa 
perempuan 
  tidak berjilbab itu sholatnya sia-sia-- ini lho pak poin-nya:), 
  bukan ngomongin  Acehnya.
  
  Saya memang bukan orang Aceh, tapi saya belajar banyak sejarah 
 Aceh, 
  di mana aslinya perempuan-perempuan Aceh memang tidak berjilbab. 
  Dulu kan Anda pernah mempertanyakan bacaan sejarah Saya tentang 
  deskripsi pakaian-pakaian perempuan Aceh, yang Anda bilang 
semuanya 
  perempuan Aceh termasuk Cut Nyak Dien berjilbab, dan saya sudah 
  panjang lebar sampaikan pula, Cut Nyak Dien bukan berjilbab, 
namun 
  mengenakan kain panjang yang multi fungsi.Kalau Anda tidak mau 
  berkomentar karena saya bukan orang asli Aceh, juga tidak apa-
apa  
  lha wong saya juga tidak minta komentar Anda secara spesifik 
kok:).
  
  Aceh memang bukan Depok, tapi Depok akan bisa menuju penerapan 
 Perda 
  Syariat ala Aceh, kan sekarang lagi di godok di pemerintahan 
  Depok. Termasuk ngurusin perempuan berjilbab atau tidak:)
  
  Wassalam
  
  Lestari
  




[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik lestarin
Yth. Pak Satriyo/Pak rsa,

Sekali lagi, yang kesekian kalinya, saya maafkan Bapak atas 
ketidaksesuaian tanggapan Bapak. Sekali lagi menghakimi orang lain 
yang berbeda dengan alasan Hukum Allah bisa menebarkan saling 
permusuhan:) Awalnya, menyindir, kemudian menegur keras, kemudian 
menghakimi, dan memvonis, kan ini sudah terjadi soal isu Jilbab di 
Aceh. Tidak memakai jilbab, pertama di tegur, diperingatkan, lalu 
terakhir ya dihukum cambuk.

Soal Depok dan Aceh, di tulisan pertama saya sudah saya sampaikan 
(silakan re check lagi, biar tidak membuat capek teman diskusi;)). 
Dan hubungannya lebih jelas juga sudah saya tulis pada diskusi 
berikutnya (sila di baca lagi Pak;)). Di bawah ini juga masih ada;)

Perda Syariah yang salah kaprah jelas saya tidak setuju, tapi 
Perda Syariah yang berkaitan dengan soal acuan membayar zakat dan 
lain-lainnya, saya tidak ada keberatan. Soal detil perda Syariah, 
sila Bapak pelajari sendiri ya.;). Saya pernah mengutip beberapa 
hal di antara-nya di milis ini juga. 

Bapak, mohon juga jangan SARA-A ya SARA= Suku, Agama, Ras, dan 
Antar golongan, A berikutnya = Anatomi. kok tiba-tiba bawa-bawa 
persoalan berat badan perempuan???:)

Wassalam

Lestari

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Yang berhormat Ibu Lestari(n),
 
 Dah ga cape... ? ;-]
 
 Saya minta maaf kalo gitu krn ternyata ada sedikit ketidaksesuaian 
 antara apa yang ibu sampaikan dan apa yang saya sampaikan sebagai 
 tanggapan.
 
 Soal tidak berjilbab yang asumsinya adalah tidak menutup aurat, 
itu 
 bukan hak prerogatif manusia untuk memvonis, sia-sia atau tidak. 
Al-
 Qur'an sudah jelas menunjukkan siapa2 saja hamba Allah yang sia-
sia 
 sholatnya. Tapi apakah memang orang yang sengaja tidak berjilbab 
 karena tidak mau tahu bahwa itu adalah perintah Allah dan pada 
saat 
 yang sama tidak mentaati sebuah aturan yang dibuat berdasarkan 
 perinta Allah itu bisa dianggap/dikhawatirkan sia-sia shalatnya 
itu 
 tetap suatu yang bukan urusan manusia. 
 
 Hanya memang, tidak ada salahnya melihat celetukan pria yang 
 menanggapi si muslimah yang tidak berjilbab di daerah lingkungan 
 masjid yang diwajibkan berjilbab itu sebagai teguran saja, bukan 
 menghakimi atau memvonis. Ya kan?
 
 Soal Depok, ibu belum menjawab pertanyaan saya yang tertera: Lalu 
 apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan 
Depok? 
 yang dari jwb anda sebenarnya bisa tidak Depok yang anda sebut. 
 Lalu ngurusin perempuan berjilbab apa memang urusan perda 
 syariah? Kalo 'ngurusin' perempuan 'gendut' mungkin saja bagian 
dari 
 perda lain ... ;-]
 
 Anda tidak setuju dengan perda Syariah?
 
 salam,
 Satriyo
 
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin lestarin@ 
 wrote:
 
  Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, 
  
  Saya malah tidak mengomentari bunga-bunga Anda soal Istilah 
  Sermabi Mekkah dan lain-lainnya soal Aceh, justru sekali lagi, 
saya 
  menanggapi kalimat Anda yang bilang, di mana bumi dipijak, di 
situ 
  langit di junjung:). Yang seolah-olah menyalahkan perempuan di 
Aceh 
  yang tidak berjilbab:D. Malah ada yang berkata-kata bahwa 
perempuan 
  tidak berjilbab itu sholatnya sia-sia-- ini lho pak poin-nya:), 
  bukan ngomongin  Acehnya.
  
  Saya memang bukan orang Aceh, tapi saya belajar banyak sejarah 
 Aceh, 
  di mana aslinya perempuan-perempuan Aceh memang tidak berjilbab. 
  Dulu kan Anda pernah mempertanyakan bacaan sejarah Saya tentang 
  deskripsi pakaian-pakaian perempuan Aceh, yang Anda bilang 
semuanya 
  perempuan Aceh termasuk Cut Nyak Dien berjilbab, dan saya sudah 
  panjang lebar sampaikan pula, Cut Nyak Dien bukan berjilbab, 
namun 
  mengenakan kain panjang yang multi fungsi.Kalau Anda tidak mau 
  berkomentar karena saya bukan orang asli Aceh, juga tidak apa-
apa  
  lha wong saya juga tidak minta komentar Anda secara spesifik 
kok:).
  
  Aceh memang bukan Depok, tapi Depok akan bisa menuju penerapan 
 Perda 
  Syariat ala Aceh, kan sekarang lagi di godok di pemerintahan 
  Depok. Termasuk ngurusin perempuan berjilbab atau tidak:)
  
  Wassalam
  
  Lestari
  




Re: [wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?

2007-06-25 Terurut Topik IrwanK
Cuma reply sebaris  nanyain begituan doank.. hebat.. keren..
Emang spesialis diskusi 'jaka sembung' kali nih?..

On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

   blio itu siapa to?


 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com,
 Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah
  membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah
  dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas
  diri pada Allah saja ...
 
  MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo
  sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan
  menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan
  Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan.
 
  
  Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya
  menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan.
 
  Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak
  kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas
  seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki
  itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak?
 
  Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan
  semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan
  saja lihat between the lines.
 
  Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal,
  jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya
  dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan
 
  Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi
  mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia
  business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa
 bedanya?
  Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh
  beda.
  ===
 
  Salam
  Mia
 
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com,
 rsa efikoe@ wrote:
  
   Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah
   membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah
  dia
   baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas
  diri
   pada Allah saja ...



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?

2007-06-25 Terurut Topik Mia
Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah 
membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah 
dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas 
diri pada Allah saja ...

MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo 
sebelumnya, saya kutip di bawah ini.  Setelah ini saya nggak akan 
menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan 
Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan.


Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya 
menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan.

Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak 
kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas 
seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki 
itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak?

Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan
semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan
saja lihat between the lines. 

Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, 
jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya 
dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan

Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi 
mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia 
business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa bedanya? 
Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh 
beda.
===

Salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah 
 membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah 
dia 
 baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas 
diri 
 pada Allah saja ...
 

 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote:
 
  Emang itu pertanyaan untuk kita semua, Pak Satriyo.
  Ada temen WM yang bilang ke saya, apa memperhatikan tulisan 
Satriyo 
  yang membandingkan perempuan buruh dengan ternak.  
  
  Apapun sebabnya, saya nggak memperhatikan itu sebelumnya di 
tulisan 
  Pak Satriyo. Yah, memang secara mental psikologis kita semua 
nggak 
  bebas dari bias gender, dampak dari konstruk sosial yang sudah 
  terbangung, gitu kira2 kata Pak Donnie.
  
  Jadi inget pilem Crash..loh kok pilem..:-)
  
  salam
  Mia




Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik ^_^

waduh, di postingan ini mas satriyo numpahin semua hal yg dirangkum rapi. 
hmmm... jadi pingin ikutan.

soal ukhuwah, saya nggak bakal banyak komentar. istilah2 ukhuwah itu memang 
menggambarkan profil NU sebagai ormas Islam yg nasionalis. sama sekali nggak 
keliru bila gus dur memberi makna ukhuwah insaniyah (sebagai ganti ukhuwah 
basyariyah), karena tiap manusia --dlm konsep Islam-- berasal dari bapak  
ibu yg sama (baca: adam  hawa), maka tiap dari kita sejatinya adl 
bersaudara. DR. yusuf al qardhawi juga mendukung istilah ini [lihat buku 
khashaish al 'ammah li al islam, bab insaniyyah].

ttg konsep ukhuwah wathaniyah juga sah2 aja, karena memang sebagai satu 
bangsa kita disatukan dgn persaudaraan. justru buat saya pribadi, ini wacana 
bagus yg harus terus didengungkan. bangsa kita udah kehilangan ciri 
alaminya: ramah, santun smp tepo seliro. ini akibat kristalisasi pemahaman 
tertentu thd teks2 agama, yah siapapun tidak bisa dipersalahkan bila punya 
interpretasi yg beda dgn pihak lain --bahkan mainstream-- namun itu baru 
bisa diperkarakan bila udah jadi aksi nyata yg merugikan orang banyak.

soal konsep negara teologi, insya Allah di kesempatan lain ya.

wassalam
^_^



- Original Message - 
From: Dan [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Monday, June 25, 2007 3:42 PM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?



 Walaikum salam,

 Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg
 lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka.

 Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan spt
 yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya.


 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Assalaamu alaikum,

 Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis
 ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross-
 thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal
 Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena
 membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar
 jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide
 dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah,
 juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh
 terma ukhuwah insaniyah. 







Disclaimer: Although this message has been checked for all known viruses
 using Trend Micro InterScan Messaging Security Suite, Bukopin 
   accept no liability for any loss or damage arising
   from the use of this E-Mail or attachments.


Re: [wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik Ida Syafyan

Betul sekali pak, memang itulah maksud saya, kemarin 
berhubung saya nge-net sambil nyuapin 2 balita di
rumah jadi gak bisa panjang2 nulisnya :).

Semua berbalik ke diri masing-masing tentang pemahaman
hukum Islam, Seberapa jauh kita berusaha
menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini
hanya untuk menilai diri kita.

(sempat baca juga emailnya salah satu ibu di milis
ini)== soal orang berjilbab trus pacaran di taman2,
di kebon, di hutan sekalipun. Itu mah gak usah
dibahas, gak penting, dan jangan menyalahkan jilbabnya
karena memang kadar iman seseorang berbeda. 

Orang yang rajin sholat, ngaji, mondar mandir naik
haji tapi korupsi, ya jangan salahin sholat dan ibadah
yg dia lakukan, mungkin dia melakukan ibadah2 tersebut
dengan hati yang Riya/sombong, ujung2nya jadi gak
berkah.

Mau complain panjang lebar selebar2nya, kalau hukum
Islam sudah bilang, harus di jalani. Yakini saja bahwa
segala peraturan yg di buat oleh Agama kita itu benar
dan tidak bermaksud merugikan, Insya Allah
menjalaninya lebih damai di hati dan tanpa dirasa
menjadi beban.



Piii  
Ida S


--- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Singkat dan padat ni tanggapan mba Ida. Point yang
 saya tangkap:
 [1] di manapun kita berada, kita tetap harus
 mentaati hukum 
 Islam/Allah, tanpa kecuali. Seberapa jauh kita
 berusaha 
 menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan
 ini hanya untuk 
 menilai diri kita dan bukan orang lain. Tapi jika
 orang lain yang 
 lalu seolah tampak tidak kukuh imannya ini lalu
 mulai propaganda 
 kepada sesama untuk mengikuti sikapnya, dan
 mengumumkan kepada selain 
 muslim bahwa apa yang ia lakukan itu adalah wajah
 Islam yang 
 sebenarnya, wajib kita ingatkna ybs atau lebih dari
 sekadar 
 mengingatkan sec lisan.
 [2] jilbab ... atau lebih tepatnya menutup aurat,
 sebagaimana 
 dicontohkan Rasulullah dan para shahabat, adalah
 bagian dari mentaati 
 hukum Allah/Islam. Dan yang namanya hukum
 Allah/Islam itu pasti 
 bermanfaat buat hamba2Nya. Salah satu manfaat itu
 bisa berupa 
 perlindungan bagi ybs, atau hal positif lain. Tapi
 yang perlu diingat 
 adalah, tidak berarti ketika sebuah hukum dijalankan
 lalu tanpa 
 adanya hal positif yang dirasa itu berarti hukum itu
 void atau 
 menjadi batal. Misalnya, makan daging babi (atau
 apapun yang dari 
 babi) itu Haram. Salah satu hikmahnya adalah karena
 dengan tidak 
 memakan daging babi maka terhindar dari cacing yang
 ada dalam daging 
 babi. Lalu ketika ada proses yang membuat cacing itu
 hilang dari 
 daging babi, tidak berarti daging itu menjadi haram.
 Kembali ke jilbab, menutup aurat. Masalah kebaikan
 perempuan, yang 
 juga bisa lebih luas dari rasa perlindungan, spt
 masalah terhindarnya 
 diri dari berbuat maksiat. Ketika pemakai jilbab
 masih berbuat 
 maksiat, tidak menjadikan hukum wajib berjilbab itu
 jd batal. 
 Sebagaimana shalat, yang oleh Allah dinyatakan
 sebagai mekanisme 
 untuk mencegah pelakunya dari berbuat keji dan
 munkar, tidak 
 menggugurkan kewajiban shalat saat si pelaku
 (musholi) itu berbuat 
 keji dan munkar.
 
 Wah apa saya berlebihan mba 'menafsirkan' tanggapan
 mba ini?
 
 salam,
 Satriyo
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ida Syafyan 
 [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Di manapun tempat berpijaknya, kalau hukum Islam
  bilang menutup aurat itu wajib, ya harus di
  laksanakan. Yang harus di sadari adalah maksud
  berjilbab itu sendiri kan demi kebaikan perempuan,
  melindungi perempuan. 
  
  Piiisss
  Ida 
  
  
  --- Rani Kirana [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
   
   Mbak Lestari ini bisa aja..
   saya terpingkal-pingkal sampai sakit perut..saat
   membaca celetukan 
   mbak.. Singkong di ragiin.tap
   deh:))...
   
   memang kalau berdiskusi dengan beberapa orang di
   forum ini..; kita 
   perlu relaks dan ndak terlalu dimasukin hati..;
   kalau ndak bisa 
   ketularan s*g..:-)
   
   
   Wassalam,
   
   Rani
   
   
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com,
 lestarin
   lestarin@ 
   wrote:
   
Yth. Pak Satriyo/Pak rsa,

Di mana Bumi dipijak, di situ langit di di
   junjungLha jelas 
masyarakat Aceh aslinya tidak berjilbab kok.
   Sementara perda 
syariat, kan sekali lagi seperti yang
 sudah-sudah
   saya sampaikan, 
produk dari kebijakan politik, yang tentu saja
   tidak selalu sesuai 
dengan kondisi masyarakat yang ada. Jadi
 banyak
   kok perempuan Aceh 
yang sesungguhnya memang tidak berjilbab. Mau
   kembali diskusi 
   jaman 
Cut Nyak Dien dan lain-lain? Kan dulu sudah
 pernah
   kita panjang 
lebar diskusikan.

Sama hal-nya nanti kalau saya sudah pulang ke
   Sawangan, Depok, 
   Lalu 
tiba-tiba terjadi penerapan syariat Islam ala
   Aceh, lalu apakah 
   ini 
namanya malah tidak menjungkir balikkan
 keadaan.
   Aslinya bumi 
Depok mah tidak ber syariat, masyarakatnya pun
   heterogen, tidak 
semuanya muslim, dan tidak semua muslimahnya
   berjilbab. Jadi 
bagaimana? Nyuruh yang beda keluar dari
 Depok??
   Ini juga ga 

[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Lho a(n)da toh si Jaka Sembung? Pantes ... yg ditanya siapa, yg nyaut 
siapa ... ck ck ck

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, IrwanK [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Cuma reply sebaris  nanyain begituan doank.. hebat.. keren..
 Emang spesialis diskusi 'jaka sembung' kali nih?..
 
 On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
blio itu siapa to?
 
 
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%
40yahoogroups.com,
  Mia aldiy@ wrote:
  
   Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak 
pernah
   membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo 
sudah
   dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa 
berlepas
   diri pada Allah saja ...
  
   MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo
   sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan
   menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi 
kesempatan
   Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan.
  
   
   Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya
   menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan.
  
   Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di 
benak
   kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas
   seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-
laki
   itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak?
  
   Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan
   semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. 
Silakan
   saja lihat between the lines.
  
   Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal,
   jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya
   dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan
  
   Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi
   mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia
   business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa
  bedanya?
   Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak 
jauh
   beda.
   ===
  
   Salam
   Mia
  
   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%
40yahoogroups.com,
  rsa efikoe@ wrote:
   
Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah
membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo 
sudah
   dia
baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa 
berlepas
   diri
pada Allah saja ...
 
 
 
 [Non-text portions of this message have been removed]





Re: [wanita-muslimah] Re: Tanya: Komisi buat Orang Dalam

2007-06-25 Terurut Topik Kinantaka
Saya koq belum merasa tenteram dan belum juga merasa puas yak dengan semua
jawaban ini.
Hati kecil seh merasa mengijinkan (katanya disuruh nanya ke hati nurani).
Apakah hati nurani saya memberi fatwa yang salah yak?

Bagaimana atuh?

Kinantaka


On 6/15/07, IrwanK [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Maaf ikutan nimbrung, meskipun pengetahuan saya sedikit sekali..
 Hehehe..

 * Saya bukan orang bagian keuangan, tapi pernah di IT Dept (di perusahaan
 saya bekerja sebelum sekarang). Contoh yang pernah saya jalankan,
 saya  orang purchasing minta quotation dari beberapa supplier..

 Untuk menekan harga, biasanya pihak purchasing menggunakan data
 dari supplier A untuk 'menekan' supplier B (dan sebaliknya)..
 Masing supplier merevisi harga mereka semurah mungkin..

 Sampai batas tertentu, penurunan harga sudah mentok, keputusan kita
 serahkan pada pihak purchasing. Apakah di luar kantor pihak purchasing
 membuat 'perjanjian', kami (IT Dept) tidak ikut campur..

 Toh, outputnya bagi perusahaan adalah harga semurah mungkin..
 Inilah repotnya berurusan dengan organisasi yang tahunya cuma efisiensi
 tapi gak terlalu peduli dengan kualitas.. atau pengennya bagus tapi
 murah..
 gak peduli gimana caranya.. :-(

 * AFAIK, kalau ada harga x (mis: 950), ditagihkan ke perusahaan A, maka
 pihak akunting (accounting) akan memasukkan angka itu, agar pihak
 kasir (Finance) mengeluarkan dana sebesar tagihan yang masuk tadi.
 Sampai sini kemungkinan besar tidak ada masalah atau perlu pembukuan
 ganda di Perusahaan A, misalnya..

 Tapi persoalannya bisa bergeser ke perusahaan B (penagih).. karena
 di sana KEMUNGKINAN BESAR harus ada pembukuan ganda, yakni
 yang menyebut angka x, dan satunya lagi (pembukuan) dengan angka
 x-y (y = besarnya komisi).. Saya gak tahu, apakah diskon/rebat bisa
 dibukukan internally di Perusahaan B saja, tetapi tidak dibukukan di
 Perusahaan A? Kalau bisa begitu, mungkin gak terjadi pembukuan ganda.

 * Sepertinya itu merupakan kolusi.. karena ada kerjasama saling
 menguntungkan
 antara pihak perusahaan dengan supplier tertentu.. dan meninggalkan
 supplier
 lain.. Melanggar praktek 'persaingan sehat' (yang digawangi KPPU)?
 Kalau lihat film 'ilahi' di TV, yang diperankan Basuki itu, kan modelnya
 gitu..
 bilang ke sini, si itu kasih 30%, sampeyan 25% saja, proyek bisa masuk
 dsb.. :-P

 * Tanyakan pada hati nurani.. praktek semacam ini benar/tidak menurut
 tuntunan
 agama.. bukan cuma 'pembenaran' logika saja.. :-)

 CMIIW..

 Wassalam,

 Irwan.K

 On 6/15/07, Kinantaka [EMAIL PROTECTED] kinantaka%40gmail.com wrote:
 
  Matur nuwun, terima kasih.
 
  Semalam saya konsul ke guru ngaji saya. Beliau dengan panjang lebar
  menjelaskan begini: Bahwa semua perihal muamalah, prinsip dasarnya
 adalah
  saling ridho, saling terbuka dan sama sama ikhlas. Nah, dalam hal ini
 kalo
  si penjual dan si pembeli ridho, OK.. silahkan jalan. Tapi kalau salah
  satu
  ada yg ga ridho, maka haram dan harus dibatalkan.
 
  Masalahnya adalah, memang benar saya bernegosiasinya dengan orang
 dalam
  atau Mr. X tersebut. Tetapi, yg membayar dan mengeluarkan duit
 sebenarnya
  kan bukan Mr. X itu, tapi adalah perusahaan PT. ABC tersebut.
 
  Apakah cara berbisnis seperti ini sudah sangat umum dan semua
  melakukannya?
 
  Jadi bagaimana ya???
 
  Wassalam,
  Kinantaka
 
  On 6/14/07, Syaikhul Amin - MTD [EMAIL 
  PROTECTED]Syaikhul%40capcx.comSyaikhul%40capcx.com
  wrote:
  
   wa'alaikumussalam,
  
   gampang saja mas,
   hukum asal dari suap ya haram, si penyuap ama yg disuap masuk
   neraka/berdosa.
   kalau pengin bersih dari masalah suap, nyogok, fee gelap, komisi ya
  jangan
   bisnis dg model spt itu...TINGGALKAN SAJA.
  
   sekarang kalau niatnya sekedar memberi hadiah bagaimana?
   selama bukan bertujuan untuk mendapatkan tender dan pemberiaannya
  setelah
   project selesai ya ndak papa.
  
   banyak kasus terjadi praktek korupsi dan kolusi (baik di
   pemerintah/bumnmaupun swasta) ya karena kasus2 spt mas kinantaka
  sampaikan.
  
   tapi ilmu fiqh kuwi kepenak kalau tahu usl nya.
  
   ikuti saja tendernya dengan yg mas kinantaka ajukan 950, urusan orang
   dalam jangan terlalu digubris dulu artinya jangan ada akad mau memberi
   hadiah dulu dg orang dalam. hadiah silakan di berikan kalau tender
 sudah
   didapatkan, Insya Allah ini yg paling aman dalam menghindari hal yg
  haram.
  
   selamat ikut tender, semoga berhasil...jangan lupa berzakat.
  
   salam,
   syaikhul
 
  
  
  
   -Original Message-
   From: Kinantaka [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
   kinantaka%40gmail.comkinantaka%40gmail.comkinantaka%
 40gmail.com]
   Sent: Wednesday, June 13, 2007 11 javascript:void(0):30 AM
   Subject: [Kebangkitan_Bangsa] Tanya: Komisi buat Orang Dalam
  
   Assalamu'alaikum.
  
   Teman-teman yang saya hormati, saya ada pertanyaan tentang aktifitas
  usaha
   saya sbb:
   Saya adalah pemilik perusahaan PT. ABC, ada peluang atau kesempatan
  untuk
   masuk sebagai pemasok PT. XYZ. Kesempatan ini sangat terbuka lebar,
 tapi
   

[wanita-muslimah] KABUKI 030707 BANK KAUM MISKIN

2007-06-25 Terurut Topik HUMAS YISC
  YISC AL AZHAR
  YOUTH ISLAMIC STUDY CLUB
  ===
  Bismillahirrahmanirrahim
  Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
  
  

   
  DIVISI KAJIAN YISC AL AZHAR
   
  Mempersembahkan :
   
  Kajian Buku Ilmiah (KaBukI)
   
  Muhammad Yunus lahir di Chittagong pada tahun 1940 sebagai anak ke-3 dari 14 
bersaudara, 5 diantaranya meninggal ketika bayi. Mengalami pemisahan Pakistan 
dan India semasa kecilnya dan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Bangladesh 
dari Pakistan ketika dewasa. Menerima beasiswa Fulbright untuk melanjutkan 
kuliah di Vanderbilt University . Menjabat Dekan Fakultas Ekonomi Chittagong 
University pada 1972 dan mulai mendalami akar-akar kemiskinan masyarakat di 
desa Jobra. Merintis program kredit mikro dan mendirikan Grameen Bank pada 
1983. Saat ini, lebih dari 250 lembaga di 100 negara menjalankan program kredit 
mikro yang didasarkan pada metode Grameen Bank, dan PBB telah mencanangkan 
tahun 2005 lalu sebagai tahun Tahun Internasional Kredit Mikro. Bersama Grameen 
Bank, Yunus dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian 2006.
  Sebagai dosen ekonomi Universitas Chottagong, Muhammad Yunus merasa resah 
melihat kesenjangan antara teori yang diajarkannya dengan realitas kemiskinan 
sehari-hari di Bangladesh . Dan ia pun memutuskan keluar dari ruang kelas untuk 
belajar langsung dari masyarakat miskin pedesaan. Lahirlah ide-ide cemerlang 
pengentasan kemiskinan yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
  Buku ini menceritakan pergulatan mengharukan Yunus dan Grameen Bank dalam 
memberdayakan masyarakat miskin, membela hak-hak kaum perempuan yang selama ini 
diabaikan, melawan kelambatan birokrasi, kekolotan sikap keagamaan, kekakuan 
cara berpikir akademis, dan kesewenang-wenangan lembaga keuangan internasional 
seperti Bank Dunia.
   
  Judul Buku :
   
  “BANK KAUM MISKIN”
  Karya; MUHAMMAD YUNUS (Peraih Nobel Perdamaian)
   
  Pembedah :
   
  MoGAdiShU ERtaNtO
  (Ketua MDO 2006-2007)
   
  W a k t u :
   
  Selasa, 03 Juli 2007  Pukul 19.00-21.00 wwib
   
  T e m p a t :
   
  Taman Firdaus
  (Depan Sekretariat YISC Al-Azhar)
   
  Terbuka untuk seluruh Civitas YISC Al-Azhar
   
   
  informasi:
  Santi (0817844260) Karyono (70043725) Sugeng (08568190652)

  wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
   HUMAS YISC
  ===
  
  Sekretariat : Komplek Masjid Agung Al Azhar
  Jl.Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan
  Telp/Fax : 021-7247444, website: http://www.yisc.or.id



   
-
Pinpoint customers who are looking for what you sell. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?

2007-06-25 Terurut Topik IrwanK
Yo wis.. yang waras (ingin diskusi berjalan wajar) ngalah.. Soalnya Mbak Mia

(kelihatannya) udah 'drop the case'. :-) Masa'  sih yang begini masih gak
jelas juga?

Quote:
..
   MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo
   sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan
   menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan
   Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan.
..

Gak mungkin kan, blio itu maksudnya Indonebia alias Mas RD?
Secara banget deh loh.. :-p Kalau masih belum nyambung juga..
giliran saya  yang (mungkin) gak bisa komentar lagi di thread ini.. :D

Gak tahu lagi kalau jawabannya dibahas dari segi bahasa..
gw (makin) nyerah rah rah.. klo diskusi di milis kudu pake kaidah
EYD kaya bikin laporan formal..

Wassalam,

Irwan.K

On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

   Lho a(n)da toh si Jaka Sembung? Pantes ... yg ditanya siapa, yg nyaut
 siapa ... ck ck ck

 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com,
 IrwanK [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Cuma reply sebaris  nanyain begituan doank.. hebat.. keren..
  Emang spesialis diskusi 'jaka sembung' kali nih?..
 
  On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
   blio itu siapa to?
  
  
   --- In 
   wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah%
 40yahoogroups.com,

   Mia aldiy@ wrote:
   
Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak
 pernah
membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo
 sudah
dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa
 berlepas
diri pada Allah saja ...
   
MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo
sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan
menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi
 kesempatan
Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan.
   

Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya
menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan.
   
Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di
 benak
kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas
seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-
 laki
itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak?
   
Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan
semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada.
 Silakan
saja lihat between the lines.
   
Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal,
jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya
dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan
   
Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi
mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia
business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa
   bedanya?
Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak
 jauh
beda.
===
   
Salam
Mia
   
--- In 
wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com
 wanita-muslimah%
 40yahoogroups.com,
   rsa efikoe@ wrote:

 Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah
 membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo
 sudah
dia
 baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa
 berlepas
diri
 pada Allah saja ...



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik Mia
Boleh saja mba ida atau muslimah siapapun berpendapat demikian di 
bawah ini.

Pertanyaannya kemudian untuk yang nggak berjilbab:
1. Apakah kalau nggak berjilbab menyalahi syariat?
2. Apakah ada sanksi atau hukum terhadap yang tidak memakai jilbab
3. Apakah Perda dapat dibenarkan untuk mewajibkan jilbab ini?
4. Apaka pernah ada di sejarah Nabi, perempuan yang dihukum karena 
nggak berjilbab?
3. Apakah solatnya sia2?

Bagaimana anda menjawab pertanyaan ini?

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ida Syafyan 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 Betul sekali pak, memang itulah maksud saya, kemarin 
 berhubung saya nge-net sambil nyuapin 2 balita di
 rumah jadi gak bisa panjang2 nulisnya :).
 
 Semua berbalik ke diri masing-masing tentang pemahaman
 hukum Islam, Seberapa jauh kita berusaha
 menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini
 hanya untuk menilai diri kita.
 
 (sempat baca juga emailnya salah satu ibu di milis
 ini)== soal orang berjilbab trus pacaran di taman2,
 di kebon, di hutan sekalipun. Itu mah gak usah
 dibahas, gak penting, dan jangan menyalahkan jilbabnya
 karena memang kadar iman seseorang berbeda. 
 
 Orang yang rajin sholat, ngaji, mondar mandir naik
 haji tapi korupsi, ya jangan salahin sholat dan ibadah
 yg dia lakukan, mungkin dia melakukan ibadah2 tersebut
 dengan hati yang Riya/sombong, ujung2nya jadi gak
 berkah.
 
 Mau complain panjang lebar selebar2nya, kalau hukum
 Islam sudah bilang, harus di jalani. Yakini saja bahwa
 segala peraturan yg di buat oleh Agama kita itu benar
 dan tidak bermaksud merugikan, Insya Allah
 menjalaninya lebih damai di hati dan tanpa dirasa
 menjadi beban.
 
 
 
 Piii  
 Ida S
 
 
 --- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  Singkat dan padat ni tanggapan mba Ida. Point yang
  saya tangkap:
  [1] di manapun kita berada, kita tetap harus
  mentaati hukum 
  Islam/Allah, tanpa kecuali. Seberapa jauh kita
  berusaha 
  menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan
  ini hanya untuk 
  menilai diri kita dan bukan orang lain. Tapi jika
  orang lain yang 
  lalu seolah tampak tidak kukuh imannya ini lalu
  mulai propaganda 
  kepada sesama untuk mengikuti sikapnya, dan
  mengumumkan kepada selain 
  muslim bahwa apa yang ia lakukan itu adalah wajah
  Islam yang 
  sebenarnya, wajib kita ingatkna ybs atau lebih dari
  sekadar 
  mengingatkan sec lisan.
  [2] jilbab ... atau lebih tepatnya menutup aurat,
  sebagaimana 
  dicontohkan Rasulullah dan para shahabat, adalah
  bagian dari mentaati 
  hukum Allah/Islam. Dan yang namanya hukum
  Allah/Islam itu pasti 
  bermanfaat buat hamba2Nya. Salah satu manfaat itu
  bisa berupa 
  perlindungan bagi ybs, atau hal positif lain. Tapi
  yang perlu diingat 
  adalah, tidak berarti ketika sebuah hukum dijalankan
  lalu tanpa 
  adanya hal positif yang dirasa itu berarti hukum itu
  void atau 
  menjadi batal. Misalnya, makan daging babi (atau
  apapun yang dari 
  babi) itu Haram. Salah satu hikmahnya adalah karena
  dengan tidak 
  memakan daging babi maka terhindar dari cacing yang
  ada dalam daging 
  babi. Lalu ketika ada proses yang membuat cacing itu
  hilang dari 
  daging babi, tidak berarti daging itu menjadi haram.
  Kembali ke jilbab, menutup aurat. Masalah kebaikan
  perempuan, yang 
  juga bisa lebih luas dari rasa perlindungan, spt
  masalah terhindarnya 
  diri dari berbuat maksiat. Ketika pemakai jilbab
  masih berbuat 
  maksiat, tidak menjadikan hukum wajib berjilbab itu
  jd batal. 
  Sebagaimana shalat, yang oleh Allah dinyatakan
  sebagai mekanisme 
  untuk mencegah pelakunya dari berbuat keji dan
  munkar, tidak 
  menggugurkan kewajiban shalat saat si pelaku
  (musholi) itu berbuat 
  keji dan munkar.
  
  Wah apa saya berlebihan mba 'menafsirkan' tanggapan
  mba ini?
  
  salam,
  Satriyo
  




Re: [wanita-muslimah] Re: Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA

2007-06-25 Terurut Topik Wikan Danar Sunindyo
saya cuman mau nanya ...
apa pandangan jamaah Ahmadiyah terhadap Mirza Ghulam Ahmad? apakah
sebagai nabi, sebagai pembaharu atau sebagai apa?
terus jamaah Ahmadiyah sendiri memandang diri sendiri sebagai apa?
sebagai orang Islam atau sebagai orang Ahmadiyah?
sebenarnya jamaah Ahmadiyah itu apa sih? kenapa harus menggunakan nama
Ahmadiyah (yang mengacu kepada Mirza Ghulam Ahmad).
Pemahaman saya, kalau memang Ahmadiyah itu organisasi Islam biasa
seperti Muhammadiyah atau NU, tentunya memakai nama yang lebih umum,
kan Muhammadiyah bukan pakai nama pendirinya, dan NU sendiri tidak
pake nama pendirinya.
Ataukah Ahmadiyah ini semacam tarekat sufi yang biasanya pake nama pendirinya?
Mohon kalau ada yang bisa menjawab.
terima kasih.

wassalam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 6/25/07, ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote:

 hihi...seperti biasa ...karena tidak punya argumen untuk membantah
  kajian tersebut, maka yang tersisa cuma berceloteh ngalor-ngidul
  saja berusaha mendiskreditkan pendiri Jemaat Ahmadiyah.


[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik Mia
Terimakasih copy pastenya, Pak Sat. Lalu klarifikasi dari pertanyaan 
saya dimana?

Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak 
artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat 
dakwah Rasulullah.

Saya pribadi tidak setuju dengan cara penerapan syariat yang 
diperdakan... 

...aceh itu, sudah jelas ada aturan, 
 tapi ybs spt nantangin. Kan di mana bumi dipijak, di sana langit 
dijunjung. Karena lain padang lain ilalang..

Test case: kalau Perda Aceh mewajibkan jilbab, dimana perempuan akan 
dibawa ke kantor polisi, mungkin dikurung dan dicambuk 
nantiapakah ini syariat Islam yang dipaksakan, atau bukan bentuk 
pemaksaan?

Lalu minta klarifikasi lagi, dari tulisan Pak Sat sendiri:
Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang 
aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu 
Aceh semata karena modal pernah tinggal 
atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-]

Lalu Pak Sat bicara panjang lebar tentang Aceh, apakah ukuran yang 
di atas aplikabel dengan Bapak juga?

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Ga usah Mia bingung. Bingung ya seolah ucapan saya tidak sinkron, 
 tidak congruent? Coba baca ladi deh. Ada ni yang bisa nangkep 
maksud 
 saya tapi dengan sejumlah catatan.
 
 Berikut saya copy paste tanggapan saya buat dia yang bisa Mia 
baca, 
 berikut ini:
 
 === quote ===
 Wah ya pantas anda cape, yang secara nanggepin komentar saya 
 semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam 
 seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal 
darah 
 aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah 
tinggal 
 atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-]
 
 Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan 
karya 
 kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah 
menurut 
 anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia 
 anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam 
 rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas 
cara 
 penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? 
Apa 
 tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat 
 mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang ajak. 
 So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab dan 
 aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh 
yang 
 perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, 
 selain orang tertentu.
 
 Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar 
fokus.
 
 Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang 
berupa 
 sampiran malah anda blow up?
 
 Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan?
 
 Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri 
yang 
 berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh 
 mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku pada 
 apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu.
 
 Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior 
dan 
 kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari 
 hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang 
 jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target 
 mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang menikmatinya. 
 Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang 
Betawi 
 yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau Banten, 
 atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam sangat 
mewarnai 
 tradisi dan kehidupan penduduknya), adalah seperti situasi di pub 
 malam itu. Apakah hanya mengacu pada keterbatasan tempat dan waktu?
 
 ...
 
 Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak 
 artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat 
 dakwah Rasulullah.
 
 Terserah anda mau setuju atau tidak dengan persepsi saya bahwa ada 
 daerah2 di negeri makmur ini yang memang ratusan tahun sudah akrab 
 dengan 'perda syariah'. Tapi faktanya sekarang sangat banyak pihak 
 yang ingin melakukan de-syariah-isasi pada daerah2 itu. Salah 
satunya 
 ya Aceh. Betapa Aceh sekarang dan dulu itu beda. Dan wajar Aceh 
bukan 
 lagi negeri yang patut menyandang gelar 'serambi Makah' spt dulu.
 
 Benar saja kata H Agus Salim, Islam sangat mungkin hilang dari 
 negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini!
 
 === end of quote ===
 
 salam,
 Satriyo
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote:
 
  Penjelasan Satriyo perlu diklarifikasikan karena mengandung 
  kontradiksi:
  ...Saya pribadi tidak setuju dengan cara penerapan syariat yang 
  diperdakan...
  
  tapi di lain pihak bilang:...aceh itu, sudah jelas ada aturan, 
 tapi 
  ybs spt nantangin. Kan di mana bumi dipijak, di sana langit 
  dijunjung. Karena lain padang lain ilalang..
  
  Lha, jilbab itu kan 'syariat yang diperdakan di Aceh 
(diqanunkan). 
  Katanya nggak setuju diperdakan, kok 

[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik Dan
Kita tidak bisa lepas dari perpektif individu dan kultural dalam
memandang sesuatu fenomena sosial.  Memang akan ada elemen judgment
dalam pembahasan kita.  Sebenarnya itu lazim saja, cuma dalam tulisan
Anda yg terakhir nadanya tidak sejuk sehingga saya melihatnya sebagai
suatu kumpulan tuduhan2.

Tapi yg penting ialah kita sama2 mengagumi Ibnu Khaldun. Dan saya
sering heran koq jarang sekali saya melihat referensi dari karya
agungnya dalam membahas masyarakat Islam? Padahal menurut saya tidak
banyak buku yg lebih lugas dalam menganalisa masyarakat Islam selain
karyanya spt yg Anda katakan sejak dulu dan sekarang.   Seorang jenius
akan selalu abadi karyanya.

Pendekatan yg saya sering lebih lihat ialah pendekatan literalis yg
sangat out-of-context sehingga terkesan carut marut.  Comot sini comot
sana utk ditempelkan pada berbagai situasi sesuka sendiri.  End
resultnya adalah pembenaran utk hal yg sebenarnya tidak dapat diterima
sebagai kebenaran.

Apakah pendekatan ala Ibnu Khaldun itu sudah mulai ditinggalkan? 
Kalau ya memang berarti pendekatan ilmiah tradisi Islam sudah mulai
ditinggalkan juga?  Suatu tradisi agung yg telah membawa peradaban
Islam menuju jaman keemasan ini kalau ditinggalkan ya memang berarti
kita ada dalam keterpurukan bikinan sendiri.

Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg
berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri dianjurkan
utk diselesaikan secara musyawarah.

Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu
difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk
memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu akhirnya
selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg
berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama
tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek
kehidupan. 

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Bung Dan, terima kasih buat support dan encouragement anda dalam 
 disksi ini. Pertanyaan dari saya buat anda, apakah sejauh ini anda 
 juga menerapkan hal ini, counter-argument ilmiah dan tidak hanya 
 judgement belaka? Judgement yang anda maksud yang bagaimana?
 
 Buat komentar anda selanjutnya, saya sangat tersanjung dan sejauh ini 
 hanya bisa meng-amin-i karena terus terang untuk bisa spt ibnu 
 Khaldun yang karya magnum opus-nya, Muqaddimah, diakui dunia sebagai 
 karya yang sulit ditandingi baik sec masa di kala dia hidup, maupun 
 kontemporer. Tapi kalo maksud anda sekadar se-ilmuah ibnu Khaldun 
 (tetap saja  belum jelas, ilmiah yang bagaimana, apakah mengacu hanya 
 pada metode--yang spt apa--atau juga dikaitkan pada outcom-nya) 
 mungkin, ... saya ulang, mungkin dengan izin Allah, dengan 
 keterbatasan yang ada, bisa saya ikhtiarkan.
 
 Mungkin teman2 di berbagai pusat keilmuan yang memang memiliki 
 kesamaan bidang dengan ibnu Khaldun lah yang saya kira paling mungkin 
 mendekati kadar keilmiahan ibnu Khaldun. allaahu a'lam
 
 
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Dan dana.pamilih@ 
 wrote:
 
  Walaikum salam,
  
  Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg
  lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka. 
  
  Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan 
 spt
  yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya.
  
  
  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
  
   Assalaamu alaikum,
   
   Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di 
 milis 
   ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross-
   thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap 
 Kardinal 
   Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif 
 karena 
   membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih 
 besar 
   jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga 
 ide 
   dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah 
 islamiyah, 
   juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update 
 oleh 
   terma ukhuwah insaniyah.
   
   Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal 
 itu 
   dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam 
   kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu 
   ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No 
   matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah.
   
   Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain 
 yang 
   berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln 
   darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan 
 hal 
   ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada 
 muslim 
   yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang 
   mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan 
 darah' 
   sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu 
 adalah 
   pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala 
   seorang sufi mbeling yang tidak 

[wanita-muslimah] Madiun Pecahkan Rekor Sambel Pecel Terpanjang

2007-06-25 Terurut Topik Sunny
Refleksi:  Masih ada yang ingat pada sambel pecel, syukuralhamdullilah! 

http://www.gatra.com/artikel.php?id=105455


Madiun Pecahkan Rekor Sambel Pecel Terpanjang

Madiun, 20 Juni 2007 09:46
Kota Madiun memecahkan Rekor Sambel Pecel terpanjang, mencapai 1.292 meter. 
Menurut Museum Rekor Indonesia (MURI), rekor itu melampaui batas perkiraan 
semula, sepanjang 1.000 meter.

Salah Satu tim penilai dari MURI, Sri Widiyati, Rabu, menyatakan, ukuran 
panjang sambel pecel yang seharusnya jadi penilaian 1.000 meter, namun saat 
dilakukan pengukuran oleh tim MURI telah melebih batas perkiraan yaitu 1.292 
meter.

Untuk itu, Sambel Pecel terpanjang di Kota Madiun tercatat dalam buku rekor 
MURI dengan nomor 2.594, ujarnya.

Selain itu, pencatatan sambel pecel terpanjang dengan beratnya mencapai 1,5 ton 
tersebut, dilakukan mulai pukul 19.00-hingga 21.00 WIB Selasa (19/7) malam di 
sepanjang Jalan Pahlawan Kota Madiun.

Proses pembuatan sambel pecel terpanjang yang melibatkan tim penggerak PKK yang 
ada di 27 kelurahan di Kota Madiun itu, telah menghabiskan kacang tanah sekitar 
satu ton, cabai merah 6 kwintal, cabai rawit 3 kwintal, gula merah 9 kwintal, 
asem jawa 500 kilogram, terasi 2 kilogram dan garam satu ball dan daun jeruk 
sebanyak 3.000 lembar.

Sambel pecel makanan khas kota Madiun ini, tercatat dalam buku rekor MURI 
setelah ibu-ibu PKK se Kota Madiun menjajar sambel pecel dalam bungkus plastik 
kecil bulat dengan panjang 10 cm dengan diameter 2 cm, yang akhirnya mencapai 
panjang hampir 1,3 kilometer di sepanjang jalan Pahlawan.

Acara yang dibuat khusus untuk memperingati hari jadi Kota Madiun ke-89 itu, 
dihadiri puluhan ribu warga setempat.

Aksi rebutan sambel pecel tersebut tidak terhindarkan, bahkan karena minimnya 
petugas keamanan membuat ribuan warga Madiun yang ingin melihat langsung proses 
pencatatan rekor MURI, mencuri kesempatan merebut sambel pecel saat petugas 
MURI selesai melakukan pengukuran.

Akibat dari aksi rebutan, diketahui salah satu warga terluka akibat terjatuh 
dari pagar saat didesak oleh warga yang ikut berebutan itu. [TMA, Ant

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik Wikan Danar Sunindyo
nambahin Pak Dana ...
apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga
merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga
mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk
memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya
(yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan
dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu).

di sisi lain, kok ya ulama ini kayak yang segala tahu ya? segala macam
dibahas dan dijawab. kalau dalam dunia kedokteran orang tahu ada
spesialisasinya. dan dokter bisa bilang, tidak ... ini bukan bidang
saya, silakan tanya ke orang lain yang lebih ahli. kira-kira ada gak
ya ulama yang berkata begitu? berkata tidak pada masalah yang tidak
dikuasainya.

salam
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 6/25/07, Dan [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg
  berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri dianjurkan
  utk diselesaikan secara musyawarah.

  Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu
  difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk
  memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu akhirnya
  selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg
  berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama
  tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek
  kehidupan.


[wanita-muslimah] Re: Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA

2007-06-25 Terurut Topik ma_suryawan
Assalamu'alaikum,

Mas Wikan,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Wikan Danar Sunindyo 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 saya cuman mau nanya ...
 apa pandangan jamaah Ahmadiyah terhadap Mirza Ghulam Ahmad? apakah
 sebagai nabi, sebagai pembaharu atau sebagai apa?

Saya menganggapnya sebagai nabi dan sekaligus pembaharu.

 terus jamaah Ahmadiyah sendiri memandang diri sendiri sebagai apa?
 sebagai orang Islam atau sebagai orang Ahmadiyah?

Saya seorang Muslim. Agama saya Islam.

 sebenarnya jamaah Ahmadiyah itu apa sih? kenapa harus menggunakan 
nama
 Ahmadiyah (yang mengacu kepada Mirza Ghulam Ahmad).

Nama Ahmadiyah bukan mengacu pada nama Mirza Ghulam Ahmad, tetapi 
mengacu pada nama Kanjeng Rasulullah s.a.w.

Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. menyatakan:

Nama yang tepat untuk Gerakan ini dan yang mana kami lebih menyukai 
menyebut bagi diri kami adalah Muslim sekte Ahmadiyah. Kami telah 
memilih nama ini karena Rasulullah s.a.w. memiliki dua nama. 
Muhammad dan Ahmad; Muhammad adalah nama sifat keagungan dan Ahmad 
adalah nama sifat keindahannya...Tuhan telah mengatur kehidupan 
Rasulullah s.a.w., kehidupannya di Mekkah sebagai manifestasi dari 
nama Ahmad dan kaum Islam telah diajarkan kesabaran dan ketabahan. 
Kehidupannya di Medinah sebagai manifestasi dari nama Muhammad, dan 
Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya menetapkan untuk menghukum musuh-
musuhnya. Namun ada suatu nubuatan bahwa nama Ahmad akan 
dimanifestasikan kembali di Akhir Zaman dan orang itu akan muncul 
dengan menyandang kualitas keindahan sebagai karakter Ahmad dan 
semua peperangan akan berakhir. Untuk alasan inilah telah 
dipertimbangkan dengan baik bahwa nama untuk sekte ini sebaiknya 
Ahmadiyah, sehingga tiap orang yang mendengar nama ini menyadari 
bahwa sekte ini telah datang untuk menyebar kedamaian serta keamanan 
dan tidak akan berhubungan dengan perang dan perkelahian.

Supaya lebih jelas buat Anda, begini penjelasannya:

Hz. Rasulullah s.a.w. memiliki dua nama. Muhammad dan Ahmad. 
Muhammad adalah nama sifat keagungan/kegagahan dan Ahmad adalah nama 
sifat keindahan/kelemah-lembutan.

Tuhan telah mengatur sedemikian rupa kehidupan Hz. Rasulullah s.a.w. 
dalam berbagai tahap. Kehidupannya di Mekkah adalah sebagai 
manifestasi dari nama Ahmad dimana Jemaat Islam diajarkan kasih 
sayang, kelemah-lembutan, kesabaran dan ketabahan. Kehidupannya di 
Medinah adalah sebagai manifestasi dari nama Muhammad, dan Tuhan 
dalam kebijaksanaan-Nya menetapkan untuk menghukum musuh-musuhnya 
yang hendak menghancurkan Islam dan Jemaat Islam yang baru lahir. 
Periode ini menunjukkan keagungan, kejayaan dan kegagahan beliau 
sebagai utusan Tuhan.

Jadi, sifat Ahmad itu mendominasi seluruh periode kenabian 
Rasulullah s.a.w. yang 23 tahun - itulah salah satu sebab mengapa 
Islam dan Nabi Muhammad s.a.w. adalah pembawa keindahan, kedamaian, 
kelemah-lembutan, kasih sayang, taat, patuh dst - bukan pembawa 
kekerasan, kebuasan, kebiadaban seperti yang dicontohkan oleh para 
kyai/mullah/ulama Islam mainstream zaman sekarang.

Salam,
MAS

 Pemahaman saya, kalau memang Ahmadiyah itu organisasi Islam biasa
 seperti Muhammadiyah atau NU, tentunya memakai nama yang lebih 
umum,
 kan Muhammadiyah bukan pakai nama pendirinya, dan NU sendiri tidak
 pake nama pendirinya.
 Ataukah Ahmadiyah ini semacam tarekat sufi yang biasanya pake nama 
pendirinya?
 Mohon kalau ada yang bisa menjawab.
 terima kasih.
 
 wassalam,
 --
 wikan
 http://wikan.multiply.com
 
 On 6/25/07, ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  hihi...seperti biasa ...karena tidak punya argumen untuk 
membantah
   kajian tersebut, maka yang tersisa cuma berceloteh ngalor-ngidul
   saja berusaha mendiskreditkan pendiri Jemaat Ahmadiyah.





[wanita-muslimah] Uni Eropa sebagai suatu ukhuwah insaniyah

2007-06-25 Terurut Topik Dan
Dalam suatu perdebatan teori biasanya orang ingin suatu pembuktian
empiris, sehingga teori  itu dapat dinilai aplikabilitasnya.

Saya selalu bertanya sejak saya bergabung dalam milis ini tahun
2000/2001, tolong berikan suatu contoh,suatu pembuktian empiris bahwa
sistem syariat islam yg sedang diperjuangkan oleh sekelompok umat itu
dapat diterapkan dalam abad ini dan memuaskan hasilnya.  Memuaskan
dalam arti kata nilai2 Islam terpelihara tetapi juga tercapai kemajuan
lahir dan batin sehingga dapat kita tentukan bahwa sistem itu berhasil.  

Seandainya parameter2 keberhasilan masyarakat yg sekarang menjadi
ukuran baku itu tidak disetujui (spt produk domestik bruto, tingkat
melek huruf, tingkat pengangguran, tingkat kematian ibu, tingkat
kematian balita, dsbnya) mohon berikan benchmarknya dan mari kita
bandingkan keberhasilan negara itu terhadap benchmarknya sendiri 
menurut syariat Islam itu sendiri.

Ternyata sampai saat inipun belum ada satupun yg berhasil
mempresentasikan di milis ini contoh tersebut.  Malah ada yg bilang
jaman sekarang ini tidak ada negara yg benar2 negara Islam. Jadi apa
ini artinya?  Apakah memang konsep syariat Islam itu unachievable
dalam abad 21 ini?  Apa dong gunanya memperjuangkan hal2 yg tidak
mungkin dapat dicapai?

Mengenai konsep DUHAM yg kelihatannay sudah diadopsi oleh NU dan
diusulkan istilahnya adalah ukhuwah insaniyah, saya ada contoh
terdekat sebagai bukti empiris yaitu Uni Eropa.

Seperti yg saya bahas dalam artikel sebelumnya, nation-state itu
dibentuk di Eropa sebagai solusi dari perang agama, dari religious
tribalism.  Keberhasilan konsep nation-state ini ternyata efektif
menghentikan perang agama, tetapi tidak efektif dalam mengentikan
perang dunia.

Jadi perlu ada solusi baru.  Tadinya PBB yg diharapkan tetapi ternyata
mandul juga karena adanya kepentingan super power yg memaksakan
kehendaknya.

Uni Eropa oleh karena itu dibentuk sebagai suatu tata negara baru
dimana nation-state tidak terlalu relevan lagi kecuali lebih sebagai
identitas budaya.  Uni Eropa itu sendiri belum sempurna karena UUDnya
 masih belum disetujui oleh negara2 anggotanya, tapi sudah banyak yg
dicapai.

Unsur terpenting dalam pembentukan Uni Eropa ini ialah harmonisasi
tata hukum dan tata ekonomi. 

Dalam tata hukum mereka, setiap warga Uni Eropa berhak bepergian dan
tinggal di mana saja di Uni Eropa tanpa harus minta visa lagi.  Visa
itu adalah izin utk masuk suatu negara berdaulat.  Orang Jerman kalau
mau kerja dan tinggal di Spanyol tidak perlu repot2 minta visa menetap
dsb, cukup melapor pada kecamatan atau pemda setempat.  Laporan itu
lebih utk kepentingan statistik bukan utk minta izin.

Harmonisasi tata hukum ini juga berdampak luas.  Setiap warga EU akan
memperoleh perlakuan hukum yg sama dan setara dalam Uni Eropa. Sedang
dibahas misalnya bahwa UU Perlindungan Konsumennya juga
diharmonisasikan agar kalau kita misalnya tinggal di Jerman, beli
produk Sony di Spanyol maka kalau rusak garansinya selagi berkunjung
ke Belanda minta diperbaiki di sana.   Sistem Kesehatan Umumnya juga
membolehkan setiap warganegara berobat kemana saja dalam Uni Eropa
secara gratis.  Hanya perlu isi formulir saja.

Memang hasil dari harmonisasi ini masih jauh dari sempurna tetapi
setiap hari ada kemajuan perubahan menuju ke arah itu.

Harmonisasi tata ekonomi juga dilakukan melalui mata uang Euro.  Dg
mata uang tunggal orang bukan saja tidak perlu repot2 tukar uang, tapi
untuk bisnis antar negara anggota UE lebih mudah bagi orang dalam
mengkalkulasi biaya dan pendapatan.  

Bagi saya ini adalah bentuk terapan ukhuwah insaniyah yg paling dekat
dg konsepnya.  Jadi ada contonya dan bukan OMDO.

Bagaimana dg ukhuwah islamiyah?  Bagi saya masih tidak lebih dari
slogan belaka.  Contohnya mau naik haji masih perlu visa.  Masa mau ke
Mekah harus minta visa dari Saudi Arabia?  Seharusnya kan Kabah itu
milik segenap umat Islam dan setiap umat Islam berhak mengunjunginya
tanpa harus minta izin sama yg BUKAN memilikinya!

Kita sebagai muslim tidak bisa datang ke Kuwait, Qatar, UAE begitu
saja tanpa visa dan izin kerja utk bekerja dan menetap di sana
walaupun kesempatan kerja banyak.  Kalau beli barang di Tanah Abang
dan lagi naik haji enggak bisa kita minta garansinya diterima di Mekah.

Waktu saya ke Maroko, paling2 disambut dg ucapan Marhaban.  Tapi kalau
saya sakit harus bayar sendiri biaya dokternya.

Jadi ukhuwah Islamiyah itu masih wacana dan akan tetap wacana kalau
tidak ada pembahasan dan upaya mengarah ke harmonisaisi tata hukum dan
tata ekonomi di antara negara2 Islam (atau anggota OIC).  Masih dalam
bentuk ikatan emosional yg tidak terdefinisi dg jelas dan belum ada
penerapan hukum positifnya. 

Saya kira tantangan bagi mereka yg ingin menegakkan ukhuwah Islamiyah,
coba lakukan harmonisasi tata hukum dan tata ekonomi dulu, utk
disambung dg tata politik dan sebagainya, diantara negara2 OIC,
sehingga semua umat Islam dapat bepergian ke mana saja dan dapat
bekerja di mana saja tanpa visa. Barulah ukhuwah Islamiyah 

[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik Dan
Itulah yg saya pertanyakan mengenai tidak dibedakannya politik dari
agama menurut Islam, menurut interpretasi tertentu.  Ini ciri
teokrasi.  Apakah Islam suatu teokrasi? Menurut Gus Dur dan alm. Cak
Nur bukan.

Menurut pemahaman awam saya politik itu urusannya dg kesejahteraan
lahiriyah dan agama adalah batiniyah. Kebijakan politik menentukan
pilihan kebijakan ekonomi dlsb.

Saya tidak keberatan jika para ulama mengurus yg berkenaan dg yg
batiniyah. Emang itu urusannya.

Tapi yg politik?  Apa kompetensinya? 

Kalau dilihat dari pembahasan para ulama di sini tidak terasa keahlian
ilmu politiknya.  Mungkin saya belum bertemu saja.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Wikan Danar Sunindyo
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 nambahin Pak Dana ...
 apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga
 merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga
 mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk
 memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya
 (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan
 dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu).
 
 di sisi lain, kok ya ulama ini kayak yang segala tahu ya? segala macam
 dibahas dan dijawab. kalau dalam dunia kedokteran orang tahu ada
 spesialisasinya. dan dokter bisa bilang, tidak ... ini bukan bidang
 saya, silakan tanya ke orang lain yang lebih ahli. kira-kira ada gak
 ya ulama yang berkata begitu? berkata tidak pada masalah yang tidak
 dikuasainya.
 
 salam
 --
 wikan
 http://wikan.multiply.com
 
 On 6/25/07, Dan [EMAIL PROTECTED] wrote:
   Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg
   berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri
dianjurkan
   utk diselesaikan secara musyawarah.
 
   Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu
   difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk
   memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu
akhirnya
   selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg
   berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama
   tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek
   kehidupan.





Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik Achmad Chodjim
Mas Wikan,

Di dalam Alquran dinyatakan bahwa ketaatan itu hanya kepada Allah dan kepada 
Rasul-Nya. Lalu, ketaatan berikutnya kepada ulil amri --jika dan hanya jika-- 
ulil amri itu sendiri taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya.

Pernyataan di atas dituangkan dalam QS 4:59. Sayangnya, taat kepada Allah ini 
dipelintir menjadi taat kepada Alquran, dan taat kepada Rasul-Nya dipelintir 
menjadi taat kepada al-Sunnah. Jadi, Allah Yang Maha Hidup itu sudah sejak lama 
tidak dianggap hidup lagi oleh umat, makanya Allah diturunkan derajatnya hanya 
sebagai Alquran. Padahal, kalau ditanya tentang rukun iman, ada rukun untuk 
mengimani Allah dan ada rukun untuk mengimani kitab-kitab-Nya (QS 2:177).

Demikian juga ketaatan kepada Rasul Allah, kepada Kanjeng Nabi Muhammad, lha 
koq diturunkan derajatnya hanya taat kepada al-Sunnah. Kita lupa bahwa Rasul 
itu tetap hidup (QS 2:154, 3:169-171). Bukankah dalam tasyahud ada ucapan 
assalaamu 'alayka ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuh, assalaamu 
'alayna wa 'alaa ibadillaahis shaalihiin? Jadi, ucapan salam itu ditujukan 
kepada yang hidup dan yang disetarakan dengan orang yang mengucapkannya.

Alquran itu adalah kitab tempat kita merujuk atau mengambil rujukan, jadi bukan 
tempat taat. Sedangkan petunjuk yaa harus kita peroleh langsung dari Tuhan, 
makanya ada ihdinaash shiraathal mustaqiim. Nah, kalau kita ditunjukkan oleh 
Tuhan, maka kita akan bisa melihat rujukannya, dan kita bisa menemukan ayatnya, 
lalu kita sambil mengangguk-angguk. oh ini ayatnya. Bukankah hakikat 
ayat-ayat Alquran itu ada di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu? (QS 
29:49).

Rasulullah yang sudah tidak berbadan fisik ini tetap hidup. Jasad fisik tak 
mampu lagi menampung Ruh Rasullullah, makanya secara fisikal beliau hanya 63 
tahun. Karena tetap hidup itu maka Rasul menjadi saksi dan tetap menerangi (QS 
33:45-46). Lha, kalau Muhammad mati secara total (lahir dan batin) yaa beliau 
tak pernah bisa menjadi saksi, apalagi menerangi. Jadi, hanya yang hidup yang 
bisa menjadi saksi dan menerangi, sedangkan mayit ya tak bisa apa-apa.

Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita. Dengan pelita 
itu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena ulama itu hanya pelita, 
maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai 
dengan hadis Nabi yang menyebutkan bahwa tak ada sistem kependetaan dalam 
Islam. Saya perbesar TAK ADA SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM. Jadi, ulama 
yang mentukan ini dan itu buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan 
ini dan itu dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang 
dalam istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan. 

Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak mendapatkan rujukan 
dari Alquran.

Matur suwun,

Salam,
chodjim 



  - Original Message - 
  From: Wikan Danar Sunindyo 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, June 25, 2007 7:34 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias 
OMDO?


  nambahin Pak Dana ...
  apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga
  merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga
  mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk
  memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya
  (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan
  dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu).

  di sisi lain, kok ya ulama ini kayak yang segala tahu ya? segala macam
  dibahas dan dijawab. kalau dalam dunia kedokteran orang tahu ada
  spesialisasinya. dan dokter bisa bilang, tidak ... ini bukan bidang
  saya, silakan tanya ke orang lain yang lebih ahli. kira-kira ada gak
  ya ulama yang berkata begitu? berkata tidak pada masalah yang tidak
  dikuasainya.

  salam
  --
  wikan
  http://wikan.multiply.com

  On 6/25/07, Dan [EMAIL PROTECTED] wrote:
   Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg
   berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri dianjurkan
   utk diselesaikan secara musyawarah.
  
   Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu
   difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk
   memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu akhirnya
   selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg
   berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama
   tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek
   kehidupan.


   

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] New Law May Help Non-Saudi Wife

2007-06-25 Terurut Topik Sunny
Refleksi: Bagi wanita Indonesia yang telah atau akan mau kawin dengan laki-laki 
Arab Saudia, harap diperhatikan peraturan baru ini!


http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=97859d=25m=6y=2007pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom

Monday, 25, June, 2007 (09, Jumada al-Thani, 1428)


  New Law May Help Non-Saudi Wife
  Maha Akeel, Arab News
 

  JEDDAH, 25 June 2007 - For abused non-Saudi wife Amal, the changes made 
in Article 16 of the Citizenship Law gives her some hope of being able to stay 
in Saudi Arabia legally after divorce. However, her problem lies in securing a 
divorce.

  Amal (not her real name) has been married to a Saudi since 1992 when she 
came to the Kingdom to work in the health sector. Now she feels stuck with an 
abusive husband and fears deportation and losing access to her son if divorced.

  At first, life was good with her husband. A year after marriage, she gave 
birth to a son. Then things deteriorated especially after he took a second and 
third wife, all foreigners whom he subsequently divorced. She claims that her 
husband began using hashish and was fired from his job eight years ago. He has 
been unemployed ever since, living off her salary, which he spends as he wishes 
because he has confiscated her ATM card and does not allow her access to her 
account.

  Amal also claims that her husband has become violent, controlling and 
overly suspicious (she is in her fifties). He has cut her off from any contact 
with family and friends, and prevents her from leaving home. While at work, he 
calls her every half-hour and barges in unannounced to check on her.

  At home Amal is a virtual prisoner and at work she is always on the edge. 
Her husband refuses to divorce her and at the same time she is afraid that if 
he does she will be deported because her iqama is under his sponsorship. 
Meanwhile, he refuses to apply for Saudi citizenship on her behalf. With fear 
and desperation in her voice, she said she does not know how to get out of this 
marriage especially since she has no family here or her country's 
representative office to help her.

  Sometimes I just think that I can wait for another four years when my 
son turns 18 and he can apply for his ID card and then sponsor me, she said. 
Although her work colleagues have expressed a willingness to help her, in the 
end everyone knows that everything is in her husband's hands because she is 
still married and because of the Kingdom's court system.

  There is hope, however, with the new changes made in Article 16 of the 
Civil Law. Lawyer Omar Al-Khouli told Arab News: The new system allows a 
divorced non-Saudi woman to apply for citizenship, especially if she has been 
married for a long time and has a child from her Saudi husband. But she has to 
relinquish her original citizenship.

  The changes announced by the Cabinet in March 2007 indicate that the 
Interior Ministry can grant Saudi citizenship to a foreign woman married to a 
Saudi if she applies for it and relinquishes her original citizenship, but it 
also states that the ministry can cancel her Saudi citizenship if she ends her 
marital relationship with the Saudi and retains her original citizenship or any 
other foreign citizenship.

  However, Al-Khouli clarified that Saudi citizenship can only be canceled 
if the woman obtains another citizenship after being granted her Saudi 
citizenship, and not because she got divorced. He said that international human 
rights laws prohibit a country from making a person a non-citizen of any 
country. Saudi citizenship can also be revoked if an applicant, man or woman, 
was sentenced for a crime or offense with two years or more jail-time during 
the first 10 years of obtaining citizenship, which I think is a long time, 
said Al-Khouli.

  Further, according to Al-Khouli, in the case of Amal, her son can apply 
for an ID card when he turns 15 and not 18. Of course, she has to be divorced 
before her son can sponsor her. The problem remains with securing a divorce 
because as long as the husband refuses to divorce, the case can drag on for a 
long time in court. What she needs to do is provoke him to divorce her, 
otherwise if she goes to court she needs to prove that he has been violent and 
not a good husband, and might have to go for khula where she pays him money to 
divorce her, he said.

  Amal knows that she will be taking a risk in applying for a divorce 
because once she is out of the house, she will be on her own and in limbo 
between the time her divorce papers are processed and until the time she can 
apply for citizenship or be sponsored by her son. Even the National Society for 
Human Rights said that the process for helping her once she applies for divorce 
is long and they cannot guarantee things will go smoothly.

  Once she applies for divorce and if he does not cooperate, we can help 
by submitting requests on her behalf to the court, 

[wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam

2007-06-25 Terurut Topik Flora Pamungkas
Pak Kinantaka, tak usah bingung, tidak ada jatah komisi untuk orang dalam.
Orang dalam itu kan sudah digaji oleh PT. XYZ yg akan membeli produk anda
itu. Seharusnya dia loyal membantu perusahaan tempat dia bekerja, dengan
mengusahakan perolehan harga yang seekonomis mungkin dan kwalitas yg bagus.
Jika ada bagian/ jatah untuk orang dalam, berarti PT. XYZ perusahaan itu
dirugikan oleh pegawainya sendiri.
Seharusnya PT. XYZ  bisa mendapat lebih murah, berhemat, tapi jadi lebih
mahal karena ada yang nyangkut ke pegawainya sendiri yg orang dalam itu. 
Ini namanya korupsi oleh orang dalam.  Jadi anda jangan bekerja sama
memuluskan korupsi ini.
Tidak halal itu.  Dalam skala nasional, terbukti negara kita diterjang
krisis ekonomi karena perilaku biaya tinggi yang hampir merata di semua
sektor.  Orang2 dalam pada sibuk mempertebal kantong sendiri, akibatnya
perusahaan / instansi terkait jadi boros dan biaya tinggi.

Wassalam,
Flora




Re: Tanya: Komisi buat Orang Dalam 
Posted by: Kinantaka [EMAIL PROTECTED] 
Mon Jun 25, 2007 3:15 am (PST) 
Saya koq belum merasa tenteram dan belum juga merasa puas yak dengan semua
Jawaban ini.
Hati kecil she merasa mengijinkan (katanya disuruh nanya ke hati nurani).
Apakah hati nurani saya memberi fatwa yang salah yak?

Bagaimana atuh?

Kinantaka

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam

2007-06-25 Terurut Topik Wikan Danar Sunindyo
mau nanya juga soal hukum mark-up dalam islam ... apakah
diperbolehkan atau tidak?
soalnya saya pernah baca, bahwa layanan murabahah yang merupakan
produk bank syariah pada hakikatnya adalah mark-up juga.
kalau misalnya ada orang pengin punya mobil, maka pihak bank akan
membelikan dia mobil itu dan menjual-nya kembali ke orang tersebut
dengan harga lebih tinggi (mark-up) daripada harga aslinya, dan kini
si orang itu membayar harga yang lebih tinggi itu secara mencicil.

lalu apa bedanya dengan kredit biasa?
dan saat ini juga banyak bank non syariah yang menawarkan pembiayaan
pembelian barang dengan 0% bunga tapi dengan skema yang sama dengan
murabahah, artinya harganya dinaikkan, nasabah suruh bayar sesuai
harga yang dimark-up tersebut.

Mohon kalau ada yang bisa jawab. Makasih.

wassalam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 6/25/07, Flora Pamungkas [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Pak Kinantaka, tak usah bingung, tidak ada jatah komisi untuk orang dalam.
  Orang dalam itu kan sudah digaji oleh PT. XYZ yg akan membeli produk anda
  itu. Seharusnya dia loyal membantu perusahaan tempat dia bekerja, dengan
  mengusahakan perolehan harga yang seekonomis mungkin dan kwalitas yg bagus.
  Jika ada bagian/ jatah untuk orang dalam, berarti PT. XYZ perusahaan itu
  dirugikan oleh pegawainya sendiri.
  Seharusnya PT. XYZ  bisa mendapat lebih murah, berhemat, tapi jadi lebih
  mahal karena ada yang nyangkut ke pegawainya sendiri yg orang dalam itu.
  Ini namanya korupsi oleh orang dalam.  Jadi anda jangan bekerja sama
  memuluskan korupsi ini.
  Tidak halal itu.  Dalam skala nasional, terbukti negara kita diterjang
  krisis ekonomi karena perilaku biaya tinggi yang hampir merata di semua
  sektor.  Orang2 dalam pada sibuk mempertebal kantong sendiri, akibatnya
  perusahaan / instansi terkait jadi boros dan biaya tinggi.


Re: [wanita-muslimah] 'Pusing Mikirin Minyak Goreng'

2007-06-25 Terurut Topik L.Meilany
Juga :
Sebenernya juga PTP kelapa sawit yg punya pemerintah 
adalah untuk pasokan dalam negeri.
Sekarang ini banyak perekebunan milik pemerintah gak keurus

Salam
l.meilany
  - Original Message - 
  From: H. M. Nur Abdurrahman 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Cc: le soto 
  Sent: Saturday, June 23, 2007 8:07 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] 'Pusing Mikirin Minyak Goreng'


  Kalau diberi pajak ekspor 16% tidak berefek bagi eksporter, karena 
  keuntungannya jauh lebih tinggi ketimbang pajaknya, maka pajak ekspor yang 
  16% itu seluruhnya dipakai untuk subsidi ke mnyak goreng, maka harga das 
  Sollen = harga das Sein - hasil pajak 16%.
  Wassalam
  HMNA

  - Original Message - 
  From: Wikan Danar Sunindyo [EMAIL PROTECTED]
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Sent: Saturday, June 23, 2007 19:45
  Subject: Re: [wanita-muslimah] 'Pusing Mikirin Minyak Goreng'

  CPO melonjak, kalau gak salah karena demand-nya di luar negeri juga
  melonjak drastis
  sekarang di eropa kan lagi banyak dikembangkan mobil2 hybrid alias
  berbahan bakar campuran, BBM sama bahan lain, salah satunya pake
  biodiesel.
  nah salah satu bahan baku biodiesel ini adalah CPO.
  wajar kalau sekarang CPO jadi dibutuhkan oleh banyak negara maju,
  mungkin hampir sama dengan kebutuhan mereka atas BBM.
  cuman saya baca kenaikan harga CPO internasional emang gila-gilaan,
  hampir dua kali lipatnya dari 450 USD jadi 726 USD per ton. wajar
  kalau pengusaha indonesia mengalihkan pasarnya ke luar negeri
  ketimbang dalam negeri. mau dikasih pajak ekspor 16% juga gak ngefek,
  lha wong keuntungannya jauh lebih tinggi ketimbang pajaknya :))

  salam,
  --
  wikan
  http://wikan.multiply.com

  On 6/23/07, L.Meilany [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
   Pak Ambon,
   Yg tepatnya, masak dengan minyak [ menggoreng] bikin makanan yg gak enak 
   jadi enak.
   Coba saja makan tempe di rebus dengan tempe digoreng; menyantap ikan 
   rebus dengan ikan goreng.
   Pasti lebih enak yg di goreng :-)
  
   Sebenernya yg kita kurang ketahui adalah ternyata harga CPO dunia lagi 
   melambung tinggi.
   Oleh karenanya CPO yg u stok konsumsi dalam negeri di ekspor besar2-an. 
   Produsen ogah supply untuk pemakaian dalam negeri. 



   

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] jika berkhalwat?

2007-06-25 Terurut Topik L.Meilany
Pak Hendri :

Setahu saya yg berhak menentukan halal - haram itu hanya Allah SWT.
Jadi jangan mengada-ada :-)
-QS Al An'aam: 6:119-

Berpacaran dalam kosakata Betawi artinya memang berkendak - berzinah.
Tapi dalam prakteknya berpacaran secara pengertian umum tidak sama dengan yg 
Pak Hendri pikirkan.
Kebanyakan kita disusupi dengan hal2 yg negatif.

Berpacaran tidak selalu diasosiasikan dengan ; Berduaan ditempat sepi pula.
Contohnya begini  :

Di sebuah kumpulan kopdaran ada sepasang manusia yg lebih dekat hubungannya 
dengan yg lain.
Maka orang lain akan mengatakan mungkin mereka berpacaran.
Pacaran adalah hubungan [ pertemanan, silaturahim ] yg lebih dekat yg mungkin 
diantara keduanya sudah 
saling merencanakan kehidupan masa depan.
Dari pacaran kadang2 timbul rasa cemburu, rasa rindu yg tidak didapatkan jika 
hubungan tersebut sebatas pertemanan. 

Jika hubungan mereka dipisahkan jarak, misal yg satu di Sumatera, yg satu di 
Jawa gimana mau 
berkhalwat?
Jika mereka sering berpergian rame2, gimana mau berkhlawat?

salam
l.meilany
   
  - Original Message - 
  From: Hendri 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, June 20, 2007 4:45 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] jika


  Bu Mia, Ibu sudah tahu belum bahwa hukum berpacaran dalam Islam adalah 
  haram ? Karena itu seharusnya orang tua selalu menasehati anaknya agar 
  jangan berpacaran. Orang yang berpacaran itu pasti sering berkhalwat, 
  sedangkan berkhalwat itu mendekati zina (bahkan banyak yang sampai berzina).

  Wassalam
  Hendri

  Mia wrote:
  
   Masih video Melly:-)
   Jadi setelah 'putus' sama pacarnya, rupanya anakku masih berhubungan
   dengan eks pacarnya lewat friendster.
  
   Rupanya doi mau balik dengan anakku (tapi katanya anakku dah punya
   pacar lain..:-( dan anak cewek jaman sekarang lebih berani yah
   mengungkapkan expressinya, kalo gw dulu pingin balik ke pacar yang
   diputusin..kok gengsiii gitumaklum jadul.
  
   ..kita masih muda dalam mengambil keputusan, maafkan daku ingin
   kembali, seumpama ada, jalan untuk kembali... Melly, Jika.
  
   salam
   Mia
  
   
   --
  
   No virus found in this incoming message.
   Checked by AVG Free Edition. 
   Version: 7.5.472 / Virus Database: 269.9.0/853 - Release Date: 6/18/2007 
3:02 PM
   



   

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: jika, khalwat

2007-06-25 Terurut Topik L.Meilany
Inilah komentar yg juga sering saya dengar dari para ikhwan dan akhwat.
Berpacaran diasosiasikan dengan perbuatan ' memadu kasih, bermesraaan, berduaan 
ditempat sepi.
Ya ampun :-)
Seperti saya katakan pada Pak Hendri,
Berpacaran itu boleh dikatakan sebagai bentuk hubungan antar laki2 perempuan yg 
'lebih dekat'
Tidak sekedar berteman, tidak sekedar teman bergaul di kantor, di sekolah, 
tetangga. Ada yg khusus.
Karena diantara keduanya telah membicarakan hal2 yg pribadi sifatnya, para ortu 
sudah tau, sudah saling mengenal
antara ortu perempuan dengan ortu laki2
Tidak selalu berpacaran diikuti dengan bermesra-mesra-an, berduaan.
Berpacaran tidak melulu/selalu ber hanky panky seperti lagunya rolling stones

Tapi yg jelas berpacaran menimbulkan  rasa cemburu  jika salah satunya dekat 
dengan yg lain.
Karena ada rasa cinta-sayang diantara keduanya. Makanya gak habis pikir jika 
ada isteri yg merelakan suaminya 
mengambil isteri baru, bahkan mencarikannya. Sudah tidak adakah rasa cinta 
sayang dan cemburu itu?

Sedangkan Allah saja merasa cemburu kalo manusia menduakanNYA :-)

Salam
l.meilany
  - Original Message - 
  From: Wikan Danar Sunindyo 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, June 23, 2007 6:38 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: jika, khalwat


  Mbak Meilany jangan salah sangka ...
  ada juga ikhwan-akhwat yang baru pacaran setelah menikah lho :)

  salam,
  --
  wikan
  http://wikan.multiply.com

  On 6/23/07, L.Meilany [EMAIL PROTECTED] wrote:
   Tapi katanya, ini jokes kalo orang islam dengan atribut yg jelas; perempuan 
memakai baju muslimah,
   berkerudung, laki2nya memakai baju sadariah, celana congkrang] berkhalwat 
gak pa-pa :-)
   Karena mereka konon dah punya penangkal setan, dijamin tidak tergoda :-)
  
   Mau buktinya, supaya jangan dikira saya mengada-ada.
   Datanglah ke Kebun Raya Bogor, atau Taman Bunga Nusantara, Taman Bunga 
Cibubur, Taman Mini,
   pada hari selain Sabtu Minggu, pada jam2 menjelang tutup.
   Nanti keliatan deh kaum pasangan islami yg sedang bersepi ria. Jalan2 
bergandengan tangan, cekikikan dll.
   Duduk saling merapat di bawah pohon besar yg teduh setengah gelap.
   Suami isteri itu mungkin ya?
   Tapi mana mungkin sih, kalo pasutri knapa gak mesra2-an di tempat tinggal 
mereka saja?
   Ngapain gitu musti berkhalwat di tempat yg sunyi
   :-)


   

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam

2007-06-25 Terurut Topik L.Meilany
Mungkin gak nyambung tapi apakah ini juga bagian dari penyalahgunaan.
Kemarin saya menyimak keluhan pembaca suratkabar.
Ia tinggal di Depok, punya mobil, lantas katanya hampir seluruh jalanan
di depok itu rusak sak, ajrut2-an. Bikin rusak mobil, jadi macet karena jalan 
musti pelan2.

Gimana nih, setahu dia pemda cuma urus jalanan, fasum di lingkungan perumahan
para pejabat Depok. Jadi meskipun jalanan lain rusak, asal bukan jalanan di 
lingkungan 
yth pejabat itu bermukim menuju ke kantornya. Makanya apa mungkin disengaja 
pejabat yg 
berwenang tutup mata lantaran ini diluar anggaran jadi semacam 'komisi' dari 
kontraktor untuk memuluskan jalan
bagi proyek pembangunan selanjutnya?

Atau, artinya ini juga korupsi, penyalahgunaan wewenang? Dana pembangunan 
dipakai dengan tidak merata.
Dimana keadilan?
Wallaualam bissawab


Salam
l.meilany
  - Original Message - 
  From: Flora Pamungkas 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 26, 2007 1:36 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam


  Pak Kinantaka, tak usah bingung, tidak ada jatah komisi untuk orang dalam. 
  Orang dalam itu kan sudah digaji oleh PT. XYZ yg akan membeli produk anda
  itu. Seharusnya dia loyal membantu perusahaan tempat dia bekerja, dengan
  mengusahakan perolehan harga yang seekonomis mungkin dan kwalitas yg bagus. 
  Jika ada bagian/ jatah untuk orang dalam, berarti PT. XYZ perusahaan itu
  dirugikan oleh pegawainya sendiri. 
  Seharusnya PT. XYZ bisa mendapat lebih murah, berhemat, tapi jadi lebih
  mahal karena ada yang nyangkut ke pegawainya sendiri yg orang dalam itu. 
  Ini namanya korupsi oleh orang dalam. Jadi anda jangan bekerja sama
  memuluskan korupsi ini. 
  Tidak halal itu. Dalam skala nasional, terbukti negara kita diterjang
  krisis ekonomi karena perilaku biaya tinggi yang hampir merata di semua
  sektor. Orang2 dalam pada sibuk mempertebal kantong sendiri, akibatnya
  perusahaan / instansi terkait jadi boros dan biaya tinggi. 

  Wassalam, 
  Flora 




  Re: Tanya: Komisi buat Orang Dalam 
  Posted by: Kinantaka [EMAIL PROTECTED] 
  Mon Jun 25, 2007 3:15 am (PST) 
  Saya koq belum merasa tenteram dan belum juga merasa puas yak dengan semua 
  Jawaban ini. 
  Hati kecil she merasa mengijinkan (katanya disuruh nanya ke hati nurani). 
  Apakah hati nurani saya memberi fatwa yang salah yak? 

  Bagaimana atuh? 

  Kinantaka

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Memulangkan Pahlawan Devisa

2007-06-25 Terurut Topik Sunny
SUARA KARYA

Memulangkan Pahlawan Devisa
Oleh Urwatul Wutsqo 


Selasa, 26 Juni 2007
Practical slavery gave contribution to the economic regulation till 19th 
century previously the international tractat is prohibited it with a reason 
that the slavery opposite with humanity and fairness. Geoffrey Robertson 
(Crimes Against Humanity, 2000:258) 

Kasus penganiayaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) terus berulang, 
sementara jaminan perlindungan dari negara minim sekali. Karena sering 
berulangnya kasus serupa, semestinya negara memberlakukan aturan yang ketat 
bagi biro-biro jasa yang selama ini meregulasi TKI, atau negara sebaiknya 
mencabut kebijakan mengirim TKI. 

Jadi, jangan lagi ada alasan bahwa TKI merupakan pahlawan devisa bagi negara. 
Kita tahu, di balik kata-kata itu terdapat sebentuk kemunafikan, di mana 
pemerintah atau biro-biro jasa penyalur tenaga kerja meraup keuntungan tapi 
telah secara rela menjual tenaga manusia Indonesia dengan sangat murah. Harkat 
dan martabat bangsa Indonesia juga telah dipermalukan karena telah menyuplai 
kuli ke negara orang. 

Biasanya ada dua cara bagi TKI untuk bisa bekerja di luar negeri. Pertama lewat 
jalur formal yang lazimnya dikelola oleh biro-biro penyalur tenaga kerja dan 
memiliki izin resmi dari pemerintah. Kedua, lewat jalur ilegal di mana para TKI 
diselundupkan oleh oknum-oknum tertentu yang mengatasnamakan biro-biro penyalur 
tenaga kerja. 

Justru yang kedua itulah letak problematikanya. Sebab ketika terjadi kekerasan, 
pemerintah di negara tempat TKI bekerja akan menyalahkan TKI-nya karena masuk 
secara ilegal. Oleh sebab itu, negara harus mengusut oknum-oknum tertentu yang 
membawa TKI secara ilegal. 

Selama ini negara menjadikan TKI sebagai dunia industri yang bisa menghasilkan 
aset. TKI menghasilkan sumber devisa bagi negara yang jumlahnya sangat besar. 
Pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan bagi biro-biro tenaga kerja dan bagi 
mereka yang ingin menjadi TKI. 

Namun, kini negara terkesan lembek ketika ada TKI yang mendapatkan perlakuan 
kekerasan. Banyak sekali kasus kekerasan yang dilakukan majikan, tapi tak ada 
perlindungan sama sekali dari negara. 

Jika ada kasus kekerasan, sikap saling lempar tanggung jawab biasanya sering 
terjadi. Antara pihak biro penyedia jasa tenaga kerja di satu sisi dan negara 
atau pemerintah di sisi lain, tak mau disalahkan dengan adanya kasus kekerasan. 
Sikap permisif lalu muncul, paling biro penyedia jasa tenaga kerja maupun 
pemerintah hanya memberikan bantuan seadanya kepada pihak keluarganya. Setelah 
itu mereka benar-benar lepas dari tanggungjawab. Selama ini tak ada tindakan 
hukum yang dilakukan untuk mengusut kasus-kasus kekerasan yang dialami TKI. 

Ada kesan, manusia Indonesia begitu murah, bisa diperlakukan untuk apa saja, 
termasuk bisa diperlakukan untuk melampiaskan rasa kemarahan seorang majikan. 
Anehnya, banyak kasus kekerasan terhadap TKI tapi tak ada satu kebijakan 
konkret dari negara. Ada kesan negara membiarkan kondisi itu terus berlangsung. 

Mestinya negara menghentikan kebijakan memberangkatkan TKI ke luar negeri, 
bukan malah mempermudah persyaratan bagi TKI, kalau toh pada akhirnya mereka 
para TKI akan diperlakukan semena-mena. Negara terkesan hanya mencari 
keuntungan. 

Semestinya ada kebijakan-kebijakan tertentu dari negara yang benar-benar 
menjamin atas keberadaan TKI di luar negeri, apalagi bermukim untuk waktu yang 
lama. Ada tiga hal yang harus diambil oleh negara ketika membuka kebijakan bagi 
TKI. Pertama, negara harus benar-benar berkoordinasi dengan perwakilannya di 
luar negeri (Kedubes RI), yang bertugas mendata, mengayomi atau memantau 
keberadaan TKI yang ada di masing-masing negara tujuan. Kedua, negara wajib 
memberikan bantuan hukum jika ada TKI yang memiliki persoalan hukum di negara 
tujuan. Ketiga, negara harus mengusut tuntas jika ada kasus-kasus pelanggaran 
HAM atau kekerasan terhadap TKI yang ada di luar negeri. 

Tiga hal itu harus menjadi prinsip dan harus dijalankan secara baik. Sebab ada 
kesan, tradisi dan budaya negara ini hanya komprehensif dalam dataran wacana 
dan peraturan, namun kenyataan di lapangan sering tidak sesuai dengan teorinya. 
Ke depan, negara harus membuktikan bahwa antara teori atau aturan dan 
praktiknya, terutama dalam persoalan TKI, harus dijamin benar-benar akan 
diimplementasikan sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat luas. 

Negara mestinya memiliki keberanian jika ada kasus kekerasan atau pelanggaran 
HAM yang menimpa TKI di negeri orang. Negara jangan terkesan lembek dan tidak 
berani menghadapi negara-negara di mana di situ ada TKI yang tertimpa kasus 
kekerasan maupun pelanggaran HAM. Jika negara atau pemerintah tak melakukannya, 
sebaiknya menghentikan kebijakan pengiriman TKI ke luar negeri. Lebih jauh 
lagi, pemerintah perlu membuat kebijakan dengan membuka peluang kerja 
seluas-luasnya, sehingga keberadaan negara atau pemerintah dirasakan ada 
manfaatnya oleh warga negara. 

Tugas dan fungsi 

[wanita-muslimah] Dipisahkan saat pesta nikah

2007-06-25 Terurut Topik Aisha
Temans,
Beberapa minggu yang lalu ada acara nikah 2 artis Indonesia, yang satu di 
Masjidil haram sambil umroh, satunya lagi di mesjid mewah di Indonesia. Yang 
menarik, pas acara nikah, kedua mempelai dipisahkan. Jadi nikahnya hanya 
mempelai laki-laki dengan wali yang perempuan, alasannya mereka belum sah untuk 
bersama-sama karena belum akad nikah. Saya juga pernah melihat pernikahan 
seperti itu secara langsung, acara pernikahan dilakukan dengan cara mempelai 
laki-laki dan wanita dipisah ruangan, mempelai perempuan baru bergabung dengan 
mempelai laki-laki setelah akad nikah.

Melihat yang seperti itu, rasanya aneh karena seperti kasus artis itu, yang 
satu sudah pacaran sekitar 4 tahun malah pernah di luar Indonesia selama satu 
selang waktu berdua. Yang satunya lagi juga selama berbulan-bulan sering berdua 
kemana-mana. Ada juga kenalan yang pacaran sejak SMU+kuliah selama 7 tahun, 
lalu acara nikahnya dipisah begitu. Jadi aneh kan? Kenapa dalam jangka waktu 
lama mereka kemana-mana berdua tidak diributkan, lalu saat menikah yang 
disaksikan orang banyak tidak boleh berdekatan. Walaupun belum menikah, di 
acara pernikahan seperti itu, apa mereka mau berbuat aneh2? Justru di saat 
mereka pergi berdua-dua kemana-mana (mungkin juga ke tempat tertutup) bisa 
terjadi yang melanggar agama.

Pemisahan juga terjadi untuk tamu, kasihan suami istri yang membawa bayi atau 
balita. Saudara saya selalu kerepotan jika menghadiri acara nikah seperti itu, 
di rumahnya tidak ada pembantu dan dia selalu membawa bayi dan balitanya karena 
tidak ada penitipan bayi/balita. Di pesta seperti itu tidak bisa makan, kalau 
suami istri itu sama-sama, mereka bisa gantian makan dan menjaga anak-anaknya. 
Dan kembali lagi, apakah di pesta pernikahan yang dihadiri banyak orang itu 
bisa terjadi peristiwa yang melanggar agama? Kalau orang mau macem2 kan bukan 
di pesta yang bisa dilihat banyak mata. Masalah lainnya jika suami istri tidak 
punya atau tidak membawa ponsel, mau pulang apakah di pemisah lalu teriak2 
mencari suami atau istrinya?...:)

Pertanyaannya sekarang, apakah orang mau nikah dipisah dan pemisahan diantara 
tamu itu dicontohkan Rasulullah? Jika iya, apakah itu kebiasaan Arab sejak dulu 
sebelum Islam atau kebiasaan itu baru muncul setelah dicontohkan Rasul? Apakah 
memang ada aturan dalam Islam harus dipisah seperti itu?

salam
Aisha 

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik jano ko
Mia :

Pertanyaannya kemudian untuk yang nggak berjilbab:
 1. Apakah kalau nggak berjilbab menyalahi syariat?
 2. Apakah ada sanksi atau hukum terhadap yang tidak memakai jilbab
 3. Apakah Perda dapat dibenarkan untuk mewajibkan jilbab ini?
 4. Apaka pernah ada di sejarah Nabi, perempuan yang dihukum karena 
 nggak berjilbab?
 3. Apakah solatnya sia2?

---

Janiki :

Pertanyaannya kemudian juga, kalau boleh tahu Mia ini berjilbab tidak ya ?
Silahkan dijawab dengan jujur .

Morning.

--oo0oo--


Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:  Boleh saja mba 
ida atau muslimah siapapun berpendapat demikian di 
 bawah ini.
 
 Pertanyaannya kemudian untuk yang nggak berjilbab:
 1. Apakah kalau nggak berjilbab menyalahi syariat?
 2. Apakah ada sanksi atau hukum terhadap yang tidak memakai jilbab
 3. Apakah Perda dapat dibenarkan untuk mewajibkan jilbab ini?
 4. Apaka pernah ada di sejarah Nabi, perempuan yang dihukum karena 
 nggak berjilbab?
 3. Apakah solatnya sia2?
 
 Bagaimana anda menjawab pertanyaan ini?
 
 salam
 Mia
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ida Syafyan 
 [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  
  Betul sekali pak, memang itulah maksud saya, kemarin 
  berhubung saya nge-net sambil nyuapin 2 balita di
  rumah jadi gak bisa panjang2 nulisnya :).
  
  Semua berbalik ke diri masing-masing tentang pemahaman
  hukum Islam, Seberapa jauh kita berusaha
  menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini
  hanya untuk menilai diri kita.
  
  (sempat baca juga emailnya salah satu ibu di milis
  ini)== soal orang berjilbab trus pacaran di taman2,
  di kebon, di hutan sekalipun. Itu mah gak usah
  dibahas, gak penting, dan jangan menyalahkan jilbabnya
  karena memang kadar iman seseorang berbeda. 
  
  Orang yang rajin sholat, ngaji, mondar mandir naik
  haji tapi korupsi, ya jangan salahin sholat dan ibadah
  yg dia lakukan, mungkin dia melakukan ibadah2 tersebut
  dengan hati yang Riya/sombong, ujung2nya jadi gak
  berkah.
  
  Mau complain panjang lebar selebar2nya, kalau hukum
  Islam sudah bilang, harus di jalani. Yakini saja bahwa
  segala peraturan yg di buat oleh Agama kita itu benar
  dan tidak bermaksud merugikan, Insya Allah
  menjalaninya lebih damai di hati dan tanpa dirasa
  menjadi beban.
  
  
  
  Piii  
  Ida S
  
  
  --- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
   Singkat dan padat ni tanggapan mba Ida. Point yang
   saya tangkap:
   [1] di manapun kita berada, kita tetap harus
   mentaati hukum 
   Islam/Allah, tanpa kecuali. Seberapa jauh kita
   berusaha 
   menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan
   ini hanya untuk 
   menilai diri kita dan bukan orang lain. Tapi jika
   orang lain yang 
   lalu seolah tampak tidak kukuh imannya ini lalu
   mulai propaganda 
   kepada sesama untuk mengikuti sikapnya, dan
   mengumumkan kepada selain 
   muslim bahwa apa yang ia lakukan itu adalah wajah
   Islam yang 
   sebenarnya, wajib kita ingatkna ybs atau lebih dari
   sekadar 
   mengingatkan sec lisan.
   [2] jilbab ... atau lebih tepatnya menutup aurat,
   sebagaimana 
   dicontohkan Rasulullah dan para shahabat, adalah
   bagian dari mentaati 
   hukum Allah/Islam. Dan yang namanya hukum
   Allah/Islam itu pasti 
   bermanfaat buat hamba2Nya. Salah satu manfaat itu
   bisa berupa 
   perlindungan bagi ybs, atau hal positif lain. Tapi
   yang perlu diingat 
   adalah, tidak berarti ketika sebuah hukum dijalankan
   lalu tanpa 
   adanya hal positif yang dirasa itu berarti hukum itu
   void atau 
   menjadi batal. Misalnya, makan daging babi (atau
   apapun yang dari 
   babi) itu Haram. Salah satu hikmahnya adalah karena
   dengan tidak 
   memakan daging babi maka terhindar dari cacing yang
   ada dalam daging 
   babi. Lalu ketika ada proses yang membuat cacing itu
   hilang dari 
   daging babi, tidak berarti daging itu menjadi haram.
   Kembali ke jilbab, menutup aurat. Masalah kebaikan
   perempuan, yang 
   juga bisa lebih luas dari rasa perlindungan, spt
   masalah terhindarnya 
   diri dari berbuat maksiat. Ketika pemakai jilbab
   masih berbuat 
   maksiat, tidak menjadikan hukum wajib berjilbab itu
   jd batal. 
   Sebagaimana shalat, yang oleh Allah dinyatakan
   sebagai mekanisme 
   untuk mencegah pelakunya dari berbuat keji dan
   munkar, tidak 
   menggugurkan kewajiban shalat saat si pelaku
   (musholi) itu berbuat 
   keji dan munkar.
   
   Wah apa saya berlebihan mba 'menafsirkan' tanggapan
   mba ini?
   
   salam,
   Satriyo
   
 
 
 
   

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [wanita-muslimah] Uni Eropa sebagai suatu ukhuwah insaniyah - moral

2007-06-25 Terurut Topik jano ko
Mas Dana :

Saya selalu bertanya sejak saya bergabung dalam milis ini tahun
 2000/2001, tolong berikan suatu contoh,suatu pembuktian empiris bahwa
 sistem syariat islam yg sedang diperjuangkan oleh sekelompok umat itu
 dapat diterapkan dalam abad ini dan memuaskan hasilnya.  Memuaskan
 dalam arti kata nilai2 Islam terpelihara tetapi juga tercapai kemajuan
 lahir dan batin sehingga dapat kita tentukan bahwa sistem itu berhasil.  

-

Janiki :

Seharusnya pertanyaannya begini, Sumbangan apa yang telah diberikan Islam 
kepada Pencerahan Eropa?, ngono mas.
Bangsa Eropa mengakui sumbangan Islam kepada kebangkitan / pencerahan Eropa and 
abad ini sumbangan Islam dalam bidang moral akan diberikan Islam kepada dunia, 
marilah kita berdoa bersama-sama.

--

Artikel ini disajikan oleh saudara kita dari Amerika (pribumi Amerika) anggota 
milis janiki


The answer to this dilemma and to  all dilemmas facing any society where the 
fabric of society is under threat from  immorality , alcoholism, drugs, 
gambling, crime, dishonesty , and  materialism  can be found in the Holy Quran 
which has been sent for  all humanity.Its principles have a universal 
application for all times. It has  been the task of the Holy Prophet Mohamed 
(SAW) to give a practical  implementation to the Universal message of the Holy 
Quran so that anyone that  follows the perfect example of the Holy Prophet 
(SAW) will be on the Straight  Path. 


--



Teaching the Intricacies of Sex to Teens 

Foundation for Islamic  Publications

The topic of sex has universal  appeal. Sex is portrayed daily in various forms 
, directly or indirectly,  in  newspapers, magazines, cinemas, and in 
conversations between  people . The topic of sex conjures images of  sexuality 
,  promiscuity , lewdness, adultery , fornication , pornography , rape ,teenage 
 pregnancies, paedophilia , gays , sexually transmitted diseases, 
contraceptives,  abortions and HIV/AIDS. Yet somehow , despite the fact that 
‘everyone’ is  influenced by this topic , it seems that most parents find this 
topic somewhat  ‘delicate’ to discuss with their children. 

Children of today seem  to be maturing at a faster rate than a generation ago 
and often ask intelligent  questions to their parents. Some parents do their 
level best to satisfy the  natural curiosity of their children . Other parents 
simply don’t know how to  handle these ‘fast – growing “ kids and  often assume 
that the less  said about the subject of sex ,the better. In some homes the 
word ‘sex’ is taboo  and children are often reprimanded for asking innocent 
questions. Parents  assume  that children will ‘grow up” and in any case ‘they 
will  learn” or that the school or friends are ‘responsible’ for sharing this  
knowledge. The reality is that parents who have this view, are overlooking a  
major and significant source of correct information regarding this topic ie  
themselves! Our children have the right to be given an unbiased view on  sex 
based on the Holy Quran as well as the Sunnah of the Prophet Mohamed (SAW)  .

Parents fail to  realise  that EVERYONE is teaching your child about sex EXCEPT 
you.  Everyone else is telling your kids about sex . How sure are you that this 
 information is based on the guidelines laid down in Islam or is sex a  
fashionable industry that changes like  the flavour of the month.  Sex is a 
topic that advertisers and marketers use very effectively to sell their  
products. Unfortunately , the sources of  information available to  the 
pre-teen who is about to become a teenager are often biased. In this mirage  , 
an illusion is created that ‘everyone” is having sex and that in this modern  
times , ‘anything goes “ and  ‘ you only live once” so make the  best of it. It 
is ‘cool’ to chew a particular brand of chewing gum or smoke a  particular 
brand of cigarette because that makes you ‘rich’, ‘successful’ and  will ensure 
that you can attract the ‘perfect’ partner. In fact , reality is far  removed 
from the illusion that is fed to the senses of our unsuspecting
 youth.  
  
 With aggressive and sustained  marketing, society comes to accept “abnormal” 
activities as ‘normal’; 10 years  ago , what was considered ‘abnormal’ , 
‘unthinkable ‘, ‘abhorrent ‘, “immoral  “and “ shameful” is today considered 
“fashionable” , “normal” and “modern” .A  typical example is, that after 
watching a few episodes of  any  prime-time soap opera on TV , one would get 
the impression that adultery is  acceptable and normal ; pre-marital sex is in 
‘fashion’ and that deceit ,  trickery , lying and manipulation are essential to 
“get” your man or woman no  matter what the cost or hurt that others suffer in 
the process. Furthermore ,  the printed and visual media create the impression 
that marriage is old  fashioned , live-in relationships and cohabitation are in 
vogue , being gay is  fashionable , 

[wanita-muslimah] Arab Saudi Akan Pekerjakan Perempuan Negeri Itu Sebagai Pembantu

2007-06-25 Terurut Topik Sunny
http://beritasore.com/2007/06/25/arab-saudi-akan-pekerjakan-perempuan-negeri-itu-sebagai-pembantu/

Arab Saudi Akan Pekerjakan Perempuan Negeri Itu Sebagai Pembantu 


Juni 25th, 2007 in International | 

Riyadh ( Berita ) : Arab Saudi berencana mempekerjakan perempuan negeri itu 
sebagai pengurus rumah tangga setelah beberapa negara Asia menaikkan ketentuan 
upah minimum bagi pembantu yang dipekerjakan di negara Teluk tersebut, demikian 
laporan harian Arab Saudi, Minggu (24/06).

Arab Saudi, yang kaya dan pengeksport terbesar minyak dunia, mempekerjakan satu 
juta pembantu rumah tangga dari negara Asia dan Afrika dan pembantu bahkan 
telah menjadi norma bagi keluarga berpenghadilan rendah.

Namun seringnya laporan mengenai aksi kekerasan telah membuat sebagian negara 
Asia memberlakukan pengawasan yang lebih ketat atas perempuan yang dipekerjakan 
di rumah oleh lembaga penerima tenaga kerja untuk bekerja di negara gurun 
tersebut.

Surat kabar Al-Hayat dengan mengutip keterangan pejabat setempat melaporkan 
kementerian urusan sosial dan tenaga kerja sedang berusaha menemukan pengurus 
rumah tangga Arab Saudi -ungkapan untuk menghindari istilah yang lazim dalam 
bahasa Arab khadimah, atau pelayan-untuk membantu keluarga Arab Saudi yang 
memerlukan pembantu rumah tangga.

Mempekerjakan perempuannya sendiri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga akan 
membawa perubahan besar bagi Arab Saudi, yang konservatif, tempat kebiasaan dan 
hukum agama yang ketat membatasi kebebasan perempuan untuk bekerja dan bahkan 
melarang mereka mengemudikan mobil.

Para pejabat Mesir telah membantah laporan bahwa Arab Saudi ingin mempekerjakan 
ribuan perempuan Mesir untuk bekerja sebagai pembantu.

Harian Al-Hayat melaporkan pemerintah di Riyadh sedang berusaha membujuk 
Indonesia agar memperlunak kenaikan gaji untuk mempekerjakan seorang perempuan 
Indonesia sebesar 500 riyal (133 dolar AS) menjadi 4.500 riyal.

Tindakan Indonesia disambut dengan kemarahan oleh media Arab Saudi, yagn 
menyatakan itu adalah tindakan sepihak. (ant/rtr)


[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Niagra Falls

2007-06-25 Terurut Topik Fadhli Halim

 http://www.nidokidos.org/ 

 http://www.nidokidos.org/ Niagra Falls

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/  

 http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s



 

 http://www.nidokidos.org/ 

  

 

  _  

 



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Did You Know

2007-06-25 Terurut Topik Fadhli Halim
 

 



 



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Sebuah Renungan Tentang Keluarga

2007-06-25 Terurut Topik Fadhli Halim



Sebuah Renungan Tentang Keluarga
Di dalam kantor, saya menabrak seorang yang tidak saya kenal. Oh,
maafkan saya, saya tersenyum dengan sopan. Ia berkata, Tidak, ini
salah saya. Saya yang tidak melihat Anda. Akhirnya, kami berpisah
setelah mengucapkan selamat tinggal.

Sesampainya di rumah, saya segera memasak untuk makan malam. Anak saya
berdiri diam-diam di samping saya. Mungkin ia mengajak saya
bermain-main. Tapi saya terlalu capek untuk itu. Dan, ketika saya
berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. Minggir, bentak saya. Si
pengacau kecil itu pun pergi.

Malam makin larut. Saya harus tidur karena masih banyak yang harus saya
lakukan besok. Namun, begitu saya berbaring di ranjang, dengan halus
Tuhan berbicara pada saya, Saat kau berurusan dengan orang yang tidak
kau kenal, kau berlaku sopan. Tetapi anakmu sendiri yang seharusnya kau
kasihi, kau perlakukan sewenang-wenang. Coba perhatikan baik-baik ke
lantai dapur, kau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu.
Bunga-bunga itu dipetik sendiri oleh anakmu: merah muda, kuning dan
biru. Anakmu berdiri tanpa suara karena ia tidak mau menggagalkan
kejutan yang akan ia buat untukmu. Dan kau bahkan tidak melihat matanya
yang basah setelah kau membentaknya. 

Seketika saya merasa malu, dan air mata saya mulai menetes. Saya
pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya.
Bangun, nak, bangun, kataku, Apa bunga-bunga ini kau petik buat Ibu?

Ia tersenyum, Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik
seperti Ibu. Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru.
Selamat ulang tahun, Bu.

Saya tercengang. Tenggorokan saya seakan tercekat. Baru setelah beberapa
detik, saya bisa membuka mulut, Ibu sangat menyesal telah kasar padamu.
Seharusnya Ibu tidak membentakmu seperti tadi. Dan si kecil menjawab,
Tidak apa-apa, Bu. Aku tetap sayang Ibu

Jika kita mati besok, perusahaan di mana kita bekerja sekarang bisa saja
dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? Tetapi
keluarga yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa
hidup mereka. Mari kita renungkan, kita melibatkan diri lebih dalam
kepada pekerjaan ketimbang keluarga kita sendiri, suatu investasi yang
kurang bijaksana, bukan?

Anda tahu apa arti kata keluarga? Dalam bahasa Inggris, Family
(Keluarga) = (F)ather (A)nd (M)other, (I), (L)ove, (Y)ou.   



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] RE: [iluni] Did You Know

2007-06-25 Terurut Topik Fadhli Halim
Maaf ibu2 dan bapak2,

Saya mengirimkan file dalam bentuk attachment power point ataupun
gambar.

Tapi semuanya hilang setelah sampai di milis.

Saya harap bapak2 dan ibu2 bisa memaklumi nya.

 

 

Fadhli Halim 

Process Engineer

PT Tripatra Engineering

Phone : +62 21 7500 701 ext 1738

HP : +62 852 69 8787 96

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of
Fadhli Halim
Sent: Tuesday, June 26, 2007 8:10 AM
To: iluni; wanita-muslimah@yahoogroups.com;
[EMAIL PROTECTED]; kantek
Subject: [iluni] Did You Know

 



[Non-text portions of this message have been removed]

 



[Non-text portions of this message have been removed]



[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Saya tidak sepakat perda syariah di daerah yang memang tidak mengenal 
dan dilaksanakannya syariat Islam. Buat Aceh yang jelas punya julukan 
serambi Makkah, yang untuk merusaknya Kompeni Kaphe Belanda khusus 
mendatangkan penasihat spiritual yg juga seorang Islamis (tahu Islam 
tapi bukan otomatis muslim) karena kuatnya penegakkan hukum/syariat 
Islam, Syariat Islam adalah bukan hal aneh. Jadi jelas kenapa bagi 
saya ... Aceh itu, sudah jelas ada atura.

Silakan kalo lebih percaya bahwa menurut data sekarang ini Aceh tidak 
menjalankan syariah, sebagaimana juga di Padang yang makin luntur 
saja dan jauh dari adagium 'adat bersanding syara' yang itu tidak 
lain justru proses pelunturan syariah dan pelaksanaan ajaran Islam di 
daerah2 semisal. Tapi di kedua daerah ini dari yang selama ini saya 
tahu, Islam jelas merupakan bagian dari hidup sehari. Lihat pakaian 
adat mereka.

Selebihnya, adalah tanggapan buat Lestari.

Terima kasih. Mohon maaf jika masih juga tidak jelas dan belum lihat 
klarifikasi ini. Toh memang Bu Mi jauh lebih senior maqamnya jadi 
sulitlah buat saya menjangkaunya.

salam,
satriyo

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Terimakasih copy pastenya, Pak Sat. Lalu klarifikasi dari 
pertanyaan 
 saya dimana?
 
 Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak 
 artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat 
 dakwah Rasulullah.
 
 Saya pribadi tidak setuju dengan cara penerapan syariat yang 
 diperdakan... 
 
 ...aceh itu, sudah jelas ada aturan, 
  tapi ybs spt nantangin. Kan di mana bumi dipijak, di sana langit 
 dijunjung. Karena lain padang lain ilalang..
 
 Test case: kalau Perda Aceh mewajibkan jilbab, dimana perempuan 
akan 
 dibawa ke kantor polisi, mungkin dikurung dan dicambuk 
 nantiapakah ini syariat Islam yang dipaksakan, atau bukan 
bentuk 
 pemaksaan?
 
 Lalu minta klarifikasi lagi, dari tulisan Pak Sat sendiri:
 Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang 
 aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu 
 Aceh semata karena modal pernah tinggal 
 atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-]
 
 Lalu Pak Sat bicara panjang lebar tentang Aceh, apakah ukuran yang 
 di atas aplikabel dengan Bapak juga?
 
 salam
 Mia
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote:
 
  Ga usah Mia bingung. Bingung ya seolah ucapan saya tidak sinkron, 
  tidak congruent? Coba baca ladi deh. Ada ni yang bisa nangkep 
 maksud 
  saya tapi dengan sejumlah catatan.
  
  Berikut saya copy paste tanggapan saya buat dia yang bisa Mia 
 baca, 
  berikut ini:
  
  === quote ===
  Wah ya pantas anda cape, yang secara nanggepin komentar saya 
  semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam 
  seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal 
 darah 
  aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah 
 tinggal 
  atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-]
  
  Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan 
 karya 
  kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah 
 menurut 
  anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia 
  anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam 
  rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas 
 cara 
  penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? 
 Apa 
  tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat 
  mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang 
ajak. 
  So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab 
dan 
  aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh 
 yang 
  perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang 
lain, 
  selain orang tertentu.
  
  Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar 
 fokus.
  
  Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang 
 berupa 
  sampiran malah anda blow up?
  
  Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan?
  
  Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri 
 yang 
  berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh 
  mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku 
pada 
  apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu.
  
  Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior 
 dan 
  kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari 
  hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang 
  jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target 
  mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang 
menikmatinya. 
  Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang 
 Betawi 
  yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau 
Banten, 
  atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam sangat 
 mewarnai 
  tradisi dan kehidupan penduduknya), adalah seperti situasi di pub 
  malam itu. Apakah hanya mengacu pada keterbatasan tempat dan 

ma_suryawan, siapa itu ulama yang punya pikiran kotor -= Re: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA

2007-06-25 Terurut Topik H. M. Nur Abdurrahman

ma_suryawan memfitnah ulama:ada yang punya pikiran kotor :
Pada waktu itu orang-orang Arab mencerca habis-habisan karena beliau s.a.w. 
dianggap telah melanggar tradisi dengan menikahi bekas menantunya sendiri, 
dan para kritikus serta ulama yang punya pikiran kotor mengatakan bahwa Nabi 
s.a.w. telah memerintahkan menceraikan perkawinan Zaid dan Zainab karena 
secara diam-diam Nabi s.a.w. memang sudah jatuh cinta kepada menantunya.

HMNA:
1. Saya minta pertanggungan-jawab ma_suryawan apa yang ditulisnya. Sebutkan 
siapa-siapa itu ulama yang punya pikiran kotor tsb.

2. Sebenarnya menurut para ulama, seperti berikut:
RasuluLlah SAW berkata kepda Zainab:
Zainab, aku telah merelakan Zaid untukmu.
Jawab Zainab:
Ya Rasulallah, aku sulit bersanding dengannya. Aku adalah wanita merdeka di
antara kaumku. Aku juga adalah anak perempuan bibimu. Aku tak mungkin
menikah dengannya.
Tak lama berselang, Allah SWT menurunkan ayat:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan (tidak patut) pula bagi
perempuan mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu
ketetapan, lantas mereka memilih pilihan lain tentang urusan mereka. Dan
barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka ia telah sesat, sesat yang
nyata. (Al Ahzab 33:36)
Zainab sama sekali tak menyangka, keengganannya untuk bersanding dengan Zaid
akan menjadi penyebab turunnya ayat (33:36). Ayat ini mampu menyentuh hati
Zainab:
Ya Rasulallah, jika memang Allah dan RasulNya telah meridhai Zaid untukku,
maka akupun tak kuasa menolaknya.
Waktu terus bergulir, namun relung-relung hati mereka berdua masih hampa 
dari cinta. Jiwa-jiwa mereka berdua selalu bertemu tanpa rasa kasih sayang. 
Kemesraan di dalam rumah tangga itu layu tanpa pernah tumbuh berkembang. 
Pelaminan itu hanya menghasilkan suasana duka yang berkepak-kepak bagai 
sayap-sayap patah dan mengalirkan air mata kepedihan dari kelopak mata 
mereka. Bahtera cinta itupun terancam karam tanpa sempat berlayar menuju 
pelabuhan cinta.

Zaid bin Haritsah merasa tak kuasa mengayuh biduk cintanya. Zainab binti 
Jahsyipun tak mampu mengembangkan layar kasihnya. Dengan membawa 
relung-relung hatinya yang patah, Zaid bin Haritsah mengungkapkan hasrat 
batinnya kepada Rasulullah saw untuk menutup kisah hidupnya dengan Zainab 
binti Jahsyi. Namun RasuluLlah hanya menjawab,Tahanlah terus istrimu dan 
bertakwalah kepada Allah. Dan tatkala saat Zaid bin Haritsah kembali 
mengemukakan keinginannya untuk mengakhiri lembar-lembar rumah tangganya 
dengan Zainab, RasuluLlah kembali menjawab, Tahanlah terus istrimu dan 
bertakwalah kepada Allah.

Tak lama kemudian turunlah ayat: Dan (ingatlah), ketika kamu (Muhammad) 
berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan rakhmat kepadanya  kamu 
juga telah memberi nikmat kepadanya (Zaid bin Haritsah), Tahanlah terus 
istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Sedang kamu (Muhammad) menyembunyikan 
di dalam hatimu apa yang Allah telah menyatakannya. Kamu takut kepada 
manusia (yang akan mencelamu), sedang Allah lebih berhak untuk kamu 
takuti(*). Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya 
(menceraikannya), Kami kawinkan engkau dengannya, agar tidak ada keberatan 
bagi orang mukmin untuk menikah dengan istri anak-anak angkat mereka apabila 
mereka telah menceraikannya. (Al Ahzab 37)
-
(*)
Yang dimaksud Nabi SAW takut kepada manusia, yaitu komunitas musyrik dan 
munafiq akan memanfaatkannya untuk membunuh karakter Nabi SAW dengan menebar 
opini, berupa isu fitnah. Dan memang kenyataannya hal itu menjadikan salah 
satu isu fitnah komunitas musyrik untuk membunuh karakter Nabi SAW:
Muhammad telah menikahi janda anak angkatnya. Isu konyol ini juga telah 
disebar luaskan oleh para orientalis kristian dan para kristian yang 
membenci Islam dan Kaum Muslimin

#

- Original Message - 
From: ma_suryawan [EMAIL PROTECTED]
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Monday, June 25, 2007 11:08
Subject: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = 
menjawab HMNA


Kajian Tentang Khaataman Nabiyyiin

Kajian 1:

Firman Allah Ta'ala: Muhammad bukanlah bapak salah seorang dari
antara kaum laki-lakimu, akan tetapi ia adalah Rasulullah dan
Khaataman Nabiyyiin [Meterai sekalian nabi]. (33:40)

Jika Anda membaca ayat-ayat sebelumnya dalam Surah al-Ahzab ini,
dapat diketahui bahwa diberikannya gelar khaataman-nabiyyiin
kepada Rasulullah s.a.w. adalah dalam konteks pembelaan Allah Ta'ala
terhadapnya berkaitan dengan pernikahan beliau dengan Hz. Siti
Zainab r.a., bekas menantu dan janda dari Hz. Zaid ibn Harits r.a.
(Zaid adalah anak angkat Nabi s.a.w.). Pada waktu itu orang-orang
Arab mencerca habis-habisan karena beliau s.a.w. dianggap telah
melanggar tradisi dengan menikahi bekas menantunya sendiri, dan para
kritikus serta ulama yang punya pikiran kotor mengatakan bahwa Nabi
s.a.w. telah 

ma_suryawan, siapa itu ulama yang punya pikiran kotor -= Re: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA

2007-06-25 Terurut Topik ma_suryawan
HMNA, kalo menuduh dan menghakimi adalah semudah membalik 
tangan...ini kan kebiasaan sampeyan...

Para orientalis itu juga ulama (orang-orang berilmu), mosok gitu aja 
gak ngerti...

Apakah anda mau membela ulama orientalis yang punya pikiran kotor 
itu?

He..he..


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, H. M. Nur Abdurrahman 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 
 ma_suryawan memfitnah ulama:ada yang punya pikiran kotor :
 Pada waktu itu orang-orang Arab mencerca habis-habisan karena 
beliau s.a.w. 
 dianggap telah melanggar tradisi dengan menikahi bekas menantunya 
sendiri, 
 dan para kritikus serta ulama yang punya pikiran kotor mengatakan 
bahwa Nabi 
 s.a.w. telah memerintahkan menceraikan perkawinan Zaid dan Zainab 
karena 
 secara diam-diam Nabi s.a.w. memang sudah jatuh cinta kepada 
menantunya.
 
 HMNA:
 1. Saya minta pertanggungan-jawab ma_suryawan apa yang ditulisnya. 
Sebutkan 
 siapa-siapa itu ulama yang punya pikiran kotor tsb.
 
 2. Sebenarnya menurut para ulama, seperti berikut:
 RasuluLlah SAW berkata kepda Zainab:
 Zainab, aku telah merelakan Zaid untukmu.
 Jawab Zainab:
 Ya Rasulallah, aku sulit bersanding dengannya. Aku adalah wanita 
merdeka di
 antara kaumku. Aku juga adalah anak perempuan bibimu. Aku tak 
mungkin
 menikah dengannya.
 Tak lama berselang, Allah SWT menurunkan ayat:
 Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan (tidak patut) pula 
bagi
 perempuan mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu
 ketetapan, lantas mereka memilih pilihan lain tentang urusan 
mereka. Dan
 barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka ia telah sesat, 
sesat yang
 nyata. (Al Ahzab 33:36)
 Zainab sama sekali tak menyangka, keengganannya untuk bersanding 
dengan Zaid
 akan menjadi penyebab turunnya ayat (33:36). Ayat ini mampu 
menyentuh hati
 Zainab:
 Ya Rasulallah, jika memang Allah dan RasulNya telah meridhai Zaid 
untukku,
 maka akupun tak kuasa menolaknya.
 Waktu terus bergulir, namun relung-relung hati mereka berdua masih 
hampa 
 dari cinta. Jiwa-jiwa mereka berdua selalu bertemu tanpa rasa 
kasih sayang. 
 Kemesraan di dalam rumah tangga itu layu tanpa pernah tumbuh 
berkembang. 
 Pelaminan itu hanya menghasilkan suasana duka yang berkepak-kepak 
bagai 
 sayap-sayap patah dan mengalirkan air mata kepedihan dari kelopak 
mata 
 mereka. Bahtera cinta itupun terancam karam tanpa sempat berlayar 
menuju 
 pelabuhan cinta.
 
 Zaid bin Haritsah merasa tak kuasa mengayuh biduk cintanya. Zainab 
binti 
 Jahsyipun tak mampu mengembangkan layar kasihnya. Dengan membawa 
 relung-relung hatinya yang patah, Zaid bin Haritsah mengungkapkan 
hasrat 
 batinnya kepada Rasulullah saw untuk menutup kisah hidupnya dengan 
Zainab 
 binti Jahsyi. Namun RasuluLlah hanya menjawab,Tahanlah terus 
istrimu dan 
 bertakwalah kepada Allah. Dan tatkala saat Zaid bin Haritsah 
kembali 
 mengemukakan keinginannya untuk mengakhiri lembar-lembar rumah 
tangganya 
 dengan Zainab, RasuluLlah kembali menjawab, Tahanlah terus 
istrimu dan 
 bertakwalah kepada Allah.
 
 Tak lama kemudian turunlah ayat: Dan (ingatlah), ketika kamu 
(Muhammad) 
 berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan rakhmat 
kepadanya  kamu 
 juga telah memberi nikmat kepadanya (Zaid bin Haritsah), Tahanlah 
terus 
 istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Sedang kamu (Muhammad) 
menyembunyikan 
 di dalam hatimu apa yang Allah telah menyatakannya. Kamu takut 
kepada 
 manusia (yang akan mencelamu), sedang Allah lebih berhak untuk 
kamu 
 takuti(*). Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya 
terhadap istrinya 
 (menceraikannya), Kami kawinkan engkau dengannya, agar tidak ada 
keberatan 
 bagi orang mukmin untuk menikah dengan istri anak-anak angkat 
mereka apabila 
 mereka telah menceraikannya. (Al Ahzab 37)
 -
 (*)
 Yang dimaksud Nabi SAW takut kepada manusia, yaitu komunitas 
musyrik dan 
 munafiq akan memanfaatkannya untuk membunuh karakter Nabi SAW 
dengan menebar 
 opini, berupa isu fitnah. Dan memang kenyataannya hal itu 
menjadikan salah 
 satu isu fitnah komunitas musyrik untuk membunuh karakter Nabi SAW:
 Muhammad telah menikahi janda anak angkatnya. Isu konyol ini 
juga telah 
 disebar luaskan oleh para orientalis kristian dan para kristian 
yang 
 membenci Islam dan Kaum Muslimin
 
 
#

 
 - Original Message - 
 From: ma_suryawan [EMAIL PROTECTED]
 To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
 Sent: Monday, June 25, 2007 11:08
 Subject: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk 
FLORA = 
 menjawab HMNA
 
 
 Kajian Tentang Khaataman Nabiyyiin
 
 Kajian 1:
 
 Firman Allah Ta'ala: Muhammad bukanlah bapak salah seorang dari
 antara kaum laki-lakimu, akan tetapi ia adalah Rasulullah dan
 Khaataman Nabiyyiin [Meterai sekalian nabi]. (33:40)
 
 Jika Anda membaca ayat-ayat sebelumnya dalam Surah al-Ahzab ini,
 dapat diketahui bahwa diberikannya gelar khaataman-nabiyyiin

[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik Mia
Terimakasih Pak Satriyo, atas klarifikasinya.

Kebanyakan orang pastilah setuju bahwa sejarah pesisir Aceh sejak 
abad 13 (dari daerah Pasai, Tamiang, sampe pantai Barat Singkil- 
nyaris identik dengan Islam, atau syariat Islam.  Tapi agar 
diperhatikan saja bahwa daerah pedalaman Aceh Tengah, Gayo, Leuser,  
nggak terlalu Aceh-aceh amat, mereka lebih mengidentifikasikan 
dirinya ke Sumatra Utara. 

Jadi syariat Islam bukan barang baru untuk paling sedikit pesisir 
Aceh.  Sejarah Islam di pesisir Aceh kental dengan tarekat sufism, 
keliatan dari tarian2nya yang dinamis, kalo seni kebudayaan Aceh 
Tengah Gayo, lain lagi.

Akhir2 ini saja keliatan 'bentuk syariah' yang baru, misalnya aturan 
berjilbab (inipun bisa2nya polisi syariah saja), menghalangi dan 
menutup akses orang piknik di pantai/sungai, suka ngegerebeg kamar 
hotel (biasanya beraninya sama cewek), pengurus mesjid suka nyusain 
cewek yang ke mesjid, ada-ada saja omelannya, jilbabnya kurang 
islamilah, bajunya kurang panjanglah, cewek duduk-duduk di mesjid 
saja sambil istirahat di interogasi, pernah kita solat di emperan 
mesjid karena diusir- di dalem bukan tempat perempuan katanya, 
dengerin ceramah atau diskusi aja bikin kapok kalo ustaz itu dah 
mulai ngomong ttg perempuan, masak cewek nggak berjilbab disamakan 
dengan anjing, dan qanun yang lagi dibuat untuk hukum potong 
tanganlah...

Menghalangi orang piknik di pantai sungguh merepotkan, karena 
jangankan piknik, kebiasaan orang pesisir Banda Aceh 
adalah 'keramas' di pantai menjelang Ramadan, misalnya.

(Walaupun demikian baru-baru ini sekelompok orang cukup sukses 
memperjuangkan kepemilikan rumah hibah bagi perempuan kepala 
keluarga. Program micro finance untuk kelompok perempuan dinilai 
cukup sukses, soale mereka rajin dan follow up).

Kembali ke laptop ke diskusi semula thread ini, bagaimana pendapat 
bapak tentang bentuk syariah yang seperti ini? Bukan soal Acehnya 
per se, tapi bentuk syariah yang seperti ini kalau dibuat di daerah 
manapun? Apakah ini bukan bentuk pemaksaan?

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Saya tidak sepakat perda syariah di daerah yang memang tidak 
mengenal 
 dan dilaksanakannya syariat Islam. Buat Aceh yang jelas punya 
julukan 
 serambi Makkah, yang untuk merusaknya Kompeni Kaphe Belanda khusus 
 mendatangkan penasihat spiritual yg juga seorang Islamis (tahu 
Islam 
 tapi bukan otomatis muslim) karena kuatnya penegakkan 
hukum/syariat 
 Islam, Syariat Islam adalah bukan hal aneh. Jadi jelas kenapa bagi 
 saya ... Aceh itu, sudah jelas ada atura.
 
 Silakan kalo lebih percaya bahwa menurut data sekarang ini Aceh 
tidak 
 menjalankan syariah, sebagaimana juga di Padang yang makin luntur 
 saja dan jauh dari adagium 'adat bersanding syara' yang itu tidak 
 lain justru proses pelunturan syariah dan pelaksanaan ajaran Islam 
di 
 daerah2 semisal. Tapi di kedua daerah ini dari yang selama ini 
saya 
 tahu, Islam jelas merupakan bagian dari hidup sehari. Lihat 
pakaian 
 adat mereka.
 
 Selebihnya, adalah tanggapan buat Lestari.
 
 Terima kasih. Mohon maaf jika masih juga tidak jelas dan belum 
lihat 
 klarifikasi ini. Toh memang Bu Mi jauh lebih senior maqamnya jadi 
 sulitlah buat saya menjangkaunya.
 
 salam,
 satriyo




[wanita-muslimah] Khalwat ..., Pacaran, Jadian, nge-date, gebetan ...? ;-]]

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Khalwat, atau ber-khalwat adalah sebuah tindakan ketika seseorang itu 
menyendiri. Adapun istilah untuk menggambarkan percampuran atau 
mingle antara lain jenis yang bukan mahram adalah ikhtilat. Khalwat 
itu berasal dari asal kata KHa-Lam-Wau yang artinya: Kosong/menyepi 
atau istilah sekarang mojok/berdua2an. Ikhtilath berasal dari asal 
kata KHa-Lam-THa yang artinya: campur/Bercampur.
 
Memang dalam praktek ada yang menyalah-kaprahkan dua istilah di atas, 
yaitu dianggap khalwat itu ya ikhtilat. Wabil khusus, khalwat 
adalah 'berduaan' dengan lain jenis yang bukan mahram. Bisa jadi ini 
berasal dari sebuah hadis yang isinya adalah larangan buat dua orang 
berlainan jenis kelamin yang bukan mahram untuk berdua-duaan. Bunyi 
hadis2nya itu demikian, 

Ibnu Abbas ra. berkata: Aku telah mendengar Nabi saw. berkhutbah 
beliau bersabda: Janganlah ada seorang laki-laki menyepi/menyendiri 
dengan seorang wanita melainkan ia membawa/bersama mahramnya. Dan 
janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya. 
Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku keluar 
untuk menunaikan haji, sedangkan aku ikut serta dalam peperangan 
ini ... ini. Rasulullah bersabda: Berangkatlah haji bersama 
isterimu.(HR. Muslim) Hadis serupa juga diriwatkan oleh Bukhari dan 
Tirmidzi.

Sekarang mari kita lihat hubungan khalwat spt disebut hadis di atas 
dan pacaran. Pacaran sendiri sec garis besar adalah hubungan dua 
orang manusia berlainan jenis yang bentuk bisa sekadar tatap muka 
hingga hubungan fisik. Pacaran sendiri berasa dari pacar, yaitu orang 
yang dijadikan teman intim dari lawan jenisnya. Persisnya, PACAR 
sesuai entri di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah [1] teman 
lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan bathin, biasanya untuk 
menjadi tunangan, [2] tunangan atau [3] kekasih. Bentuk verba atau 
kara kerjanya adalah BERPACARAN atau disingkat juga PACARAN yang 
menurut KBBI diartikan dengan bercinta, berkasih-kasihan kedua 
remaja. 

Keberatan bahwa berpacaran itu tidak sampai berhubungan intim 
sebetulnya partial truth, artinya memang pacaran tidak melulu about 
sex di negeri ini sec umum, beda dengan ukuran moral di negara 
kampiun demokrasi, misalnya, atau dalam kasus yang tidak terlalu 
terbuka, justru tidak sedikit di negeri ini yang mulai 'meniru' pola 
pacaran a la negeri kampiun demokrasi itu. Tapi saya pernah tahu 
bahwa sebagian remaja putri yang berdiam di daerah elit kebayoran di 
tahun 60-an, sudah tidak lagi perawan ketika menikah. Fakta yang saat 
ini bukan milik elit saja, tapi sudah umum di segala lapisan, untuk 
daerah tertentu. Fakta ini berlaku buat muslim dan nonmus. Jumlah mus 
mungkin banyak tapi prosentasi mungkin sama.

Tapi bagi sebagian besar pelaku pacaran di negeri ini, dengan asumsi 
yang umum adalah yang belum menikah, pacaran memang not all about 
sex. Tapi by definition, necking, petting dan kissing saya anggap 
masuk definisi sex dan saya yakin ini termasuk sex yang non-sex yang 
praktis umum dilakukan saat pacaran. Tapi jauh lebih umum adalah 
affextinate touch, seperti holding hands, berpelukan (entah side to 
side atau against each other) atau saling membelai. Ah anak-anak 
sekarang tidak jarang ko melihat itu, entah real time, real life, 
atau di layar kaca. Undeniable proof.

Yang manapun yang dilakukan, saya lihat wajar jika yang 
namanya 'ikhwan' dan 'akhwat' itu punya anggapan yang namanya pacaran 
yang jelas haram, bukan kata ulama atau siapa pun, tapi begitulah 
firman Allah yang melarang MENDEKATI zina. Nah kalo mendekat saja 
haram, tentu melakukannya jelas sangat sangat dilarang, if there's 
such thing as 'more than HARAM! Masalahnya ada yang mau menerima 
bahwa 'mendekati zina' itu adalah pacaran, ada yang tidak terima 
dengan asumsi di atas, bahwa pacaran is not sex, walau tidak sedikit 
yang doing non-sex sex spt di penjelasan di atas.

Nah jadi yang menjadi fokus untuk masalah khalwat ataupun ikhtilat di 
sini adalah 'wa laa taqrabu az-ziina (ila akhir ayah)' ... dan jangan 
kau dekati zina (hingga akhir ayat). 

Nah sekarang bagaimana kalo memang dua insan yang 'terkena panah 
asmara' ini ingin memadu kasih, menunjukkan perasaanya kepada yang 
si 'taksir' (ko kayak lelang barang ya, taksir menaksir, ... hehehe)? 
Jawabannya, spt jelas dicontohkan oleh Nabi dan Rasul ASLI, yang 
ditunjuk langsung oleh Allah Jallaa Jalaajuh, lengkap dengan mukjizat 
dan tauladan hidup yang lengkap, yaitu dengan NIKAH (walau saat itu 
beliau belum mendapat wahyu)! Jadi pacaran yang halal, dalam konteks 
Islam adalah hubungan dua insan berlainan jenis, sebagai suami istri 
yang sah berdasarkan syariat melalui pernikahan, yang memiliki ikatan 
ruhiyah dan tauhid, sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, baik 
hubungan fisik atau non-fisik.

Jadi pacaran, ber-khalwat, nge-date, punya gebetan boleh ko dalam 
Islam, dengan syarat setelah melalui akad nikah.

Nah kaitan pembahasan ini juga bersambung dengan proses pernikahan. 
Di dalam sebuah riwayat, ketika 

[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik Dan
Bung Chodjim,

Kutipan Anda:

Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita.
Dengan pelita tu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena
ulama itu hanya pelita, maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak
ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan
bahwa tak ada sistem kependetaan dalam Islam. Saya perbesar TAK ADA
SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM. Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu
buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam
istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan.

Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak
mendapatkan rujukan.

sangat mencerahkan.  

Saya juga ikut merasakan bahwa banyak umat Islam yg sudah secara salah
menyikapi hadits sebagai rujukan primer bukan sekunder lagi seperti yg
dimaksudkan.  Barangkali salah satu penyebab terjadinya kesemwrawutan
hukum dalam dunia Islam. 

Saya pernah diceritakan pembantu saya bahwa di desa di daerah Cipanas
sekarang ada para ulama mengutip fee utk mendoakan biar masuk surga. 
Hehe ini kan spt jaman gereja Katolik sebelum masa Pencerahan.  Ada
fungsi pendeta yg mendoakan biar masuk surga, padahal menurut Islam
kan tanggung jawab masing2.

Dan MUI tidak pernah bersuara apa2 mengenai ini. 

Mudah2an dakwah Bung Chodjim akan dapat memberi hikmah pada kita semua.

dari Alquran.--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Mas Wikan,
 
 Di dalam Alquran dinyatakan bahwa ketaatan itu hanya kepada Allah
dan kepada Rasul-Nya. Lalu, ketaatan berikutnya kepada ulil amri
--jika dan hanya jika-- ulil amri itu sendiri taat kepada Allah dan
taat kepada Rasul-Nya.
 
 Pernyataan di atas dituangkan dalam QS 4:59. Sayangnya, taat kepada
Allah ini dipelintir menjadi taat kepada Alquran, dan taat kepada
Rasul-Nya dipelintir menjadi taat kepada al-Sunnah. Jadi, Allah Yang
Maha Hidup itu sudah sejak lama tidak dianggap hidup lagi oleh umat,
makanya Allah diturunkan derajatnya hanya sebagai Alquran. Padahal,
kalau ditanya tentang rukun iman, ada rukun untuk mengimani Allah dan
ada rukun untuk mengimani kitab-kitab-Nya (QS 2:177).
 
 Demikian juga ketaatan kepada Rasul Allah, kepada Kanjeng Nabi
Muhammad, lha koq diturunkan derajatnya hanya taat kepada al-Sunnah.
Kita lupa bahwa Rasul itu tetap hidup (QS 2:154, 3:169-171). Bukankah
dalam tasyahud ada ucapan assalaamu 'alayka ayyuhan nabiyyu wa
rahmatullahi wa barakaatuh, assalaamu 'alayna wa 'alaa ibadillaahis
shaalihiin? Jadi, ucapan salam itu ditujukan kepada yang hidup dan
yang disetarakan dengan orang yang mengucapkannya.
 
 Alquran itu adalah kitab tempat kita merujuk atau mengambil rujukan,
jadi bukan tempat taat. Sedangkan petunjuk yaa harus kita peroleh
langsung dari Tuhan, makanya ada ihdinaash shiraathal mustaqiim.
Nah, kalau kita ditunjukkan oleh Tuhan, maka kita akan bisa melihat
rujukannya, dan kita bisa menemukan ayatnya, lalu kita sambil
mengangguk-angguk. oh ini ayatnya. Bukankah hakikat ayat-ayat
Alquran itu ada di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu? (QS 29:49).
 
 Rasulullah yang sudah tidak berbadan fisik ini tetap hidup. Jasad
fisik tak mampu lagi menampung Ruh Rasullullah, makanya secara fisikal
beliau hanya 63 tahun. Karena tetap hidup itu maka Rasul menjadi saksi
dan tetap menerangi (QS 33:45-46). Lha, kalau Muhammad mati secara
total (lahir dan batin) yaa beliau tak pernah bisa menjadi saksi,
apalagi menerangi. Jadi, hanya yang hidup yang bisa menjadi saksi dan
menerangi, sedangkan mayit ya tak bisa apa-apa.
 
 Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita.
Dengan pelita itu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena
ulama itu hanya pelita, maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak
ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan
bahwa tak ada sistem kependetaan dalam Islam. Saya perbesar TAK ADA
SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM. Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu
buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam
istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan. 
 
 Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak
mendapatkan rujukan dari Alquran.
 
 Matur suwun,
 
 Salam,
 chodjim 
 
 
 
   - Original Message - 
   From: Wikan Danar Sunindyo 
   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
   Sent: Monday, June 25, 2007 7:34 PM
   Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau
teoritis alias OMDO?
 
 
   nambahin Pak Dana ...
   apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga
   merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga
   mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk
   memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya
   (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan
   dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu).
 

[wanita-muslimah] Re: Dipisahkan saat pesta nikah

2007-06-25 Terurut Topik Mia
Di jaman Rasul pastilah nggak ada pemisahan2 seperti ini, walah 
orang Baduy Arab diatur kayak gini mana mau.  Pemisahan perempuan 
laki2 muncul setelah khilafah Islam yang berangkat gede mengadopsi 
kebiasaan kerajaan2 yang dah menterang pada waktu itu, seperti 
Persia dan Romawi yang jelas perempuan itu kelas duan, puncaknya 
adalah harem.

Kebiasaan asli Indonesia juga nggak ngatur pemisahan laki2 perempuan 
kayak gitu, biasa2 aja.

Memisahkan tamu perempuan laki2 emang sangat merepotkan tamu.  
Makanya temen saya marah besar kepada anaknya yang mau kawin dengan 
cara walimahan seperti itu, katanya nggak menghormati tamu.

Artis ada yang kawinnya dengan cara gitu ya? Kayaknya ada distorsi 
di persepsi mereka ttg 'kesakralan' perkawinan yang artifisial, 
dengan menampilkan model seperti itu. Aneh banget akad nikah kok 
mempelai perempuan nggak ada, apa ini sah? Aneh2 aja artis.

salam
Mia


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Aisha 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Temans,
 Beberapa minggu yang lalu ada acara nikah 2 artis Indonesia, yang 
satu di Masjidil haram sambil umroh, satunya lagi di mesjid mewah di 
Indonesia. Yang menarik, pas acara nikah, kedua mempelai dipisahkan. 
Jadi nikahnya hanya mempelai laki-laki dengan wali yang perempuan, 
alasannya mereka belum sah untuk bersama-sama karena belum akad 
nikah. Saya juga pernah melihat pernikahan seperti itu secara 
langsung, acara pernikahan dilakukan dengan cara mempelai laki-laki 
dan wanita dipisah ruangan, mempelai perempuan baru bergabung dengan 
mempelai laki-laki setelah akad nikah.
 
 Melihat yang seperti itu, rasanya aneh karena seperti kasus artis 
itu, yang satu sudah pacaran sekitar 4 tahun malah pernah di luar 
Indonesia selama satu selang waktu berdua. Yang satunya lagi juga 
selama berbulan-bulan sering berdua kemana-mana. Ada juga kenalan 
yang pacaran sejak SMU+kuliah selama 7 tahun, lalu acara nikahnya 
dipisah begitu. Jadi aneh kan? Kenapa dalam jangka waktu lama mereka 
kemana-mana berdua tidak diributkan, lalu saat menikah yang 
disaksikan orang banyak tidak boleh berdekatan. Walaupun belum 
menikah, di acara pernikahan seperti itu, apa mereka mau berbuat 
aneh2? Justru di saat mereka pergi berdua-dua kemana-mana (mungkin 
juga ke tempat tertutup) bisa terjadi yang melanggar agama.
 
 Pemisahan juga terjadi untuk tamu, kasihan suami istri yang 
membawa bayi atau balita. Saudara saya selalu kerepotan jika 
menghadiri acara nikah seperti itu, di rumahnya tidak ada pembantu 
dan dia selalu membawa bayi dan balitanya karena tidak ada penitipan 
bayi/balita. Di pesta seperti itu tidak bisa makan, kalau suami 
istri itu sama-sama, mereka bisa gantian makan dan menjaga anak-
anaknya. Dan kembali lagi, apakah di pesta pernikahan yang dihadiri 
banyak orang itu bisa terjadi peristiwa yang melanggar agama? Kalau 
orang mau macem2 kan bukan di pesta yang bisa dilihat banyak mata. 
Masalah lainnya jika suami istri tidak punya atau tidak membawa 
ponsel, mau pulang apakah di pemisah lalu teriak2 mencari suami atau 
istrinya?...:)
 
 Pertanyaannya sekarang, apakah orang mau nikah dipisah dan 
pemisahan diantara tamu itu dicontohkan Rasulullah? Jika iya, apakah 
itu kebiasaan Arab sejak dulu sebelum Islam atau kebiasaan itu baru 
muncul setelah dicontohkan Rasul? Apakah memang ada aturan dalam 
Islam harus dipisah seperti itu?
 
 salam
 Aisha 
 
 [Non-text portions of this message have been removed]





[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Terima kasih Ibu Mia, atas tanggapannya.

Langsung saja ke pertanyaan ibu di akhir tanggapan ya, 
yaitu bagaimana pendapat bapak tentang bentuk syariah yang seperti 
ini? Bukan soal Acehnya per se, tapi bentuk syariah yang seperti ini 
kalau dibuat di daerah manapun? Apakah ini bukan bentuk pemaksaan?. 

Ibu sudah menjawabnya, dan saya setuju. Itu memang bentuk pemaksaan. 
Dan 'Laa ikraaha fid-Dien' ... tidak ada paksaan dalam 
memeluk/menjalankan Islam, karena Islam itu 'untuk orang-orang 
berakal, memahami, berpikir, beriman'.

Jadi pemaksaan yang tidak termasuk apa yang dicontohkan oleh 
Rasulullah jelas tidak bisa diterima. Masalahnya tidak 
semua 'pemaksaan' itu salah. Buat sementara kita, ancaman Allah agar 
kita taat kepadaNYA adalah juga ancaman, tapi tentu beda konteksnya, 
karena bersamaan dengan ancaman itu ada imbalan. Jadi balance.

Dalam menegakkan hukum Allah, selain ritual/ibadah mahdhah juga ada 
unsur pemaksaan. Misalnya, memaksa perempuan didampingi ketika Haji, 
atau sekadara keluar rumah untuk suatu urusan yang jelas.

Tapi yang ingin saya garis bawahi di sini adalah, bahwa 'pemaksaan' 
itu sebenarnya relatif, baik dari penegak hukum, yang dalam sejarah 
pemerintahan Islam dari masa Rasul itu diwujudkan dalam sosok Qadhi 
atau Hakim, maupun dari subjek hukum yaitu masyarakat muslim di suatu 
wilayah yang menjalankan syariat islam. Bukankah pelaku kejahatan, 
atau pelanggar hukum itu dipaksa untuk mengakui kesalahannya? Sekali 
lagi ini dalam taraf normal spt ini.

Nah dalam kontek bahwa ada sebuah wilayah hukum, yang mayoritas 
penghuninya adalah muslim, tapi pemahaman mereka atas Islam belum 
menyeluruh, maka yang harus dilakukan adalah dakwah yang menyeluruh 
dan bukan pemaksaan pelaksanaan hukum yang ibaratnya anak TK dipaksa 
mengikuti aturan main level mahasiswa. Ekstremnya, jika baru shalat 
yang bisa ditegakkan, ya itu yang dipastikan dilaksanakan. Tapi bukan 
berarti menunggu hingga bisa maju ke tahap puasa, zakat, haji, aurat, 
waris, nikah, qishash/hudud. Semua itu bisa dijalankan paralel tapi 
tentu dalam level yang sesuai dengan kondisi masyarakat.

Saya membayangkan bahwa ketika strategi para ULAMA termasuk para WALI 
SANGA dengan mengislamkan Raja yang sec otomatis akan berefek domino 
pada perangkat istana dan masyarakatnya, buat selain Raja tentu itu 
bisa dianggap unsur paksaan, setidaknya dari kaca mata kita sekarang 
ini. Tapi sec umum, iklim dan suasana feodal ketika itu memungkinkan 
bentuk 'paksaan' itu sebagai suatu proses 'wajar' belaka.

Jadi yang saya ingin tekankan adalah, 
[1] proses penegakkan syariah itu tidak bisa dengan cara karbitan, 
artifisial, dipaksakan;
[2] proses penegakkan syariah adalah sebuah konsekuensi logis dakwah 
bil hal dan lisan yang ihsan dan mauidhah hasanah, tutur kata yang 
santun dan teladan yang bijak, QS [16:125] Serulah (manusia) kepada 
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah 
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih 
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang 
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. 
[cat kaki: Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat 
membedakan antara yang hak dengan yang bathil.]; 
Dan [3] ketika sudah jelas bahwa hanya segelintir saja elemen 
masyarakat muslim yang mbalelo, padahal mayoritas sudah menjalankan 
syariat tanpa paksaan (mungkin pada titik ini sudah ada bentuk 
pemerintahan islami/muslim), maka buat yang segelintir ini ada 
perlakuan khusus, dan ini akan masuk pembahasan lain yang mungkin 
saya belum bisa jelaskan mengingat keterbatasan saya.

salam,
Satriyo

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Terimakasih Pak Satriyo, atas klarifikasinya.
 
 Kebanyakan orang pastilah setuju bahwa sejarah pesisir Aceh sejak 
 abad 13 (dari daerah Pasai, Tamiang, sampe pantai Barat Singkil- 
 nyaris identik dengan Islam, atau syariat Islam.  Tapi agar 
 diperhatikan saja bahwa daerah pedalaman Aceh Tengah, Gayo, 
Leuser,  
 nggak terlalu Aceh-aceh amat, mereka lebih mengidentifikasikan 
 dirinya ke Sumatra Utara. 
 
 Jadi syariat Islam bukan barang baru untuk paling sedikit pesisir 
 Aceh.  Sejarah Islam di pesisir Aceh kental dengan tarekat sufism, 
 keliatan dari tarian2nya yang dinamis, kalo seni kebudayaan Aceh 
 Tengah Gayo, lain lagi.
 
 Akhir2 ini saja keliatan 'bentuk syariah' yang baru, misalnya 
aturan 
 berjilbab (inipun bisa2nya polisi syariah saja), menghalangi dan 
 menutup akses orang piknik di pantai/sungai, suka ngegerebeg kamar 
 hotel (biasanya beraninya sama cewek), pengurus mesjid suka nyusain 
 cewek yang ke mesjid, ada-ada saja omelannya, jilbabnya kurang 
 islamilah, bajunya kurang panjanglah, cewek duduk-duduk di mesjid 
 saja sambil istirahat di interogasi, pernah kita solat di emperan 
 mesjid karena diusir- di dalem bukan tempat perempuan katanya, 
 dengerin ceramah atau diskusi aja bikin kapok kalo ustaz itu dah 
 mulai ngomong ttg 

[wanita-muslimah] Re: Adakah mereka ini juga teroris? = AKU MELAWAN TERORIS; Penulis : Abdul Aziz

2007-06-25 Terurut Topik Dan
Kita pernah membahas runtuhnya Kerajaan Turki sebagai khilafah
islamiyah terakhir.

Apakah benar bahwa kerajaan Turki itu benar2 suatu khilafah islamiyah
atau cuma labelnya saja?  Benarkah keadilan dan kesejahteraan berhasil
ditegakkan di sana berdasarkan ukhuwah islamiyah?

Seandainya memang kekhilafahan itu memang tegar filosofi kenegaraannya
tentu tidak akan tumbang begitu saja.  Mengapa tumbang? Tentu akibat
keropos dari dalam.  Pernahkah Bapak mempelajari kekeroposan kerajaan
Turki ini?

Juga dalam insiden sejarah ini perlu dilihat bahwa sebelum PDII yg
namanya imperialisme dan kolonialisme adalah nafkah utama bangsa2
Eropah.  Sekarang sudah tidak lagi, walaupun imperialisme ekonomi
masih jalan.  Kita harus bendung dg memperkuat ketrampilan kita hingga
bisa bersaing dg mereka.

Dari yg saya ketahui kerajaan itu sangat despotik dan semena2 sehingga
sebenarnya telah ditinggalkan oleh rakyatnya.  Makanya mudah jatuh. 
Banyak contoh negara2 yg habis diserang musuh, kalah secara militer
tetapi tetap menang secara filosofi kebangsaannya.  Contoh: Jepang. 
Mana ada negara yg kalah oleh bom atom!  Ini baru yg pertama dan
mudah2an yg terakhir.  Hancurkah kebangsaan Jepang? Tidak bukan, malah
sekarang jadi kekuatan ekonomi yg membuat bangsa2 Barat 'menggigil'
ketakutan.  Pernah saya bicara dg seorang industriawan Inggris yg
bilang bahwa perusahaan dia kalah dari kemampuan marketing Amerika dan
teknologi Jepang.  Perusahaannya gulung tikar.

Jadi label2 islamiyah kalau tidak dibarengi dg Islam yg sesungguhnya
juga tidak akan bertahan.  Saya tidak akan mendukung simbol islamiyah,
saya hanya akan mau mendukung hakiki islamiyah. Tidak ada maslahat dan
manfaatnya mendukung simbol.

Islam yg Bapak dengung2kan itu masih bernuansa propaganda, masih
mengibarkan bendera saja. Tidak akan ada manfaat dan maslahat nyata
dari tepuk tepuk dada. Kemenangan Islam harus merupakan kemenangan
manusia juga.  Kalau tidak berarti kemenangan kelompok eksklusif belaka.

Kemenangan Islam harus diperoleh dg kerja keras menguasai iptek, dan
ilmu2 lainnya sehingga bisa bersaing dg umat lainnya.  Tanpa ini semua
nol besar belaka.

 BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
 WAHYU DAN AKAL IMAN DAN ILMU
 [Kolom Tetap Harian Fajar]
 734 Jatuhnya Khilafah Islamiyah
 Pertama-tama, karena alergi/phobia terhadap Syar'at Islam (SI), 56
anggota 
 DPR menjadi irasional, fanatik, belum baca isi Perda-Perda itu sudah 
 mendesak Pemerintah mencabut Perda bernuansa SI. Sebelumnya juga
hiruk-pikuk 
 orang-orang yang berpenyakit sama menolak RUU PP dengan alasan yang
sama. 
 Padahal, SI adalah Risalah yang dibawakan oleh RasuluLlah SAW sebagai 
 Rahmatan lil-'alamin. Jadi apa saja yang membawa rahmat apakah itu
UU atau 
 Perda yang membawa rahmat niscaya bernuansa SI. Yang saya herankan
itu yang 
 alergi/phobia SI mengapa tidak menolak juga Pembukaan UUD-1945
alinea ke-4 
 yang berisikan lima nilai (sayangnya cuma lima, mesti di tambah
misalnya 
 seperti nilai amar makruf, nahi mungkar, persaudaraan, harga-diri,
dll yang 
 ditimba dari SI) itu kelimanya adalah bagian dari SI. Kalau mau jujur 
 penganut trinitas dan trimurti yang alergi/phobia SI mesti menolak juga 
 nilai pertama yang mengandung kata Maha yang bahagian dari SI.
Selanjutnya 
 nilai kedua kemanusiaan (ya-ayyuhannas), nilai ketiga persatuan (laa 
 tafarraquw) nilai keempat musyawarah (ini bahasa Al-Quran), nilai
kelima 
 keadilan (setiap khuthbah Jum'at khatib menutup khuthbahnya dengan: 
 sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil), ya kesemuanya itu
bagian 
 dari SI. Saya himbau mereka yang berpenyakit alergi/phobia SI agar
otaknya 
 tetap ditaruh dalam batok kepalanya, jangan dipindahkan ke dengkulnya 
 (deqdeq kulantuq, nakana Mangkasaraka).
 ***
 Mari kita mulai dengan yang disebutkan oleh judul di atas, yaitu
lanjutan 
 dari Seri 733. Firman Allah:
 -- WTLK ALAYAM NDAWLHA BYN ALNAS (AL 'AMRAN, 3:140), dibaca:
 -- wa tilkal  ayya-mu  nuda-wiluha- baynan na-s, artinya:
 -- hari-hari itu Kami gulirkan di antara manusia.
 Inggris dan Perancis sudah siap-siap untuk mengakhiri Khilafah
Islamiyah, 
 namun kata Jihad masih cukup berpengaruh besar untuk membuat Eropa 
 menggigil. Eropa masih takut pada Orang Sakit di Eropa itu. Inggris 
 memutuskan untuk memakai politik : bagi-bagi dan kuasai (devide et
empera - 
 devide and conquer). Inggris memberi dukungan politik kepada Turki
Muda. 
 Apabila Turki Muda menjadi kuat dalam dawlah Khilafah Islamiyah,
Inggris 
 tidak perlu melakukan apa-apa lagi, Turki Muda dengan nasionalisme
yang 
 anti Khilafah akan menyelesaikannya.
 Angkatan perang Khilafah Islamiyah pada waktu itu (maksudnya pada zaman 
 pemerintahan Khalifah Sultan Abd. Hamid) sesungguhnya tidak demikian 
 lemahnya seperti disangkakan orang sekarang. Satuan artilleri Khilafah 
 Islamiyah adalah yang terkuat di dunia waktu itu. Angkatan Laut
Khilafah 
 Islamiyah terorganiser dengan baik, dan tergolong nomor tiga dari
Angkatan 
 Laut yang kuat di dunia sesudah Inggris dan Perancis. Khalifah

[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?

2007-06-25 Terurut Topik rsa
Wah Bung Dan maaf kalo ternyata buat anda nada saya terasa tidak 
sejuk. Tidak ada niat saya untuk itu. Ala kulli hal, mohon maaf untuk 
mishap itu. :(

Soal keabadian, saya kira tidak berbanding lurus dengan popularitas, 
terlebih jika kemudian terbukti hal itu salah, spt 'teori' evolusi 
misalnya. Dan soal sedikitnya referensi, buat saya pribadi mungkin 
krn memang pas yang kita baca itu adalah karya kontemporer yang tidak 
menggunakan karya IK sebagai primary source. Atau memang tidak banyak 
buku atau referesni ilmiah yang membahas topik yang dikaitkan dengan 
karya monumental beliau.

Karya IK bukanlah satu-satunya karya ilmiah monumental dalam tradisi 
keilmuan islam Bung. Artinya, kalo kita kais dan korek perpustakaan 
besar di negara2 Barat, pasti akan ketemu itu naskah kuno asli atau 
saduran atau salinannya. Bahkan mungkin ada yang sudah memuatnya on-
line. Mungkin dengan akses Bung yang relatif lebih banyak dan mudah 
di banding di negara2 Islam termasuk di tanah air, Bung bisa segera 
tahu hal itu. Karya lain yang diakui monumental tapi jarang dilirik 
misalnya adalah karya Ibnu Sina/Avicenna di bidang kedokteran The 
Qanun/Canon yang hingga abad 17 masih menjadi buku acuan di dunia 
kedokteran Barat (Up to the year 1650, or thereabouts, the Canon was 
still used as a textbook in the universities of Leuven and 
Montpellier.-http://en.wikipedia.org/wiki/Avicenna#Legacy). Mengapa 
sekarang tdk dipakai? Ya banyaklah alasannya, selain bhw dunia 
teknologi demikian maju. Kemungkinan lain adalah karya2 yang mengutip 
mereka itu mayoritas adalah di lingkungan akademis, padahal yang 
paling banyak dibaca adalah buku2 populer walau tidak kurang otoritas 
akademisnya.

Ibadah dalam Islam kan memang luas Bung, ada yang khusus/spesifik, 
atau ibadah mahdhah (ritual, rites) spt Shalat dll, ada juga yang 
umum, yaitu semua kegiatan kita di luar yang khusus itu. Bukankah ada 
prinsip bahwa hidup muslim itu, dari membuka mata menjelang fajar 
hingga tidur kembali adalah ibadah? Kaitannya juga dengan panggilan 
kita oleh Allah yaitu 'abid' tau 'abd' yang artinya orang(2) yang 
beribadah. Tdk mungkin hanya karena ritual saja lalu kita disapa 
demikian oleh Allah. Ibarat peninju dan petinju, yang satu orang yang 
melakukan sesuatu, yang lain orang yang hidupnya memang bertinju.

Nah tidak salah kalo konstruk berpikir ini diadopsi oleh saudara-
saudara kita dalam hidup mereka. Tapi memang tidak mudah ketika lini 
berpikir ini berbenturan dengan yang menganggap ibadah itu ya yang 
rukun islam saja. Dengan demikian, tidak pas menganggap bahwa urusan 
ULAMA itu hanya spiritual (istilah asing, di luar tradisi islam) 
sedangkan diluar itu bukan urusan ULAMA. Wah kan ada tu yang komentar 
bahwa ORIENTALIS juga ULAMA, padahal jelas ORIENTALIS itu murni ilmu 
yang ditekankan dan ga ada urusan sama 'spiritual islam' bahkan 
ORIENTALIS itu inginnya membuat ISLAM itu seperti KRISTEN, terpisah 
antara GEREJA dan NEGARA. 

Jadi ada kerancuan referensi dan lini berpikir di sini. Mencomot ide 
non-islam (di luar tradisi islam) lalu dipaksakan untuk masuk ke 
tradisi islam. Contohnya, seputar hukum, negara, dan HAM. Di islam 
hal-hal itu pasti ada, tapi ketika kita ambil itu dari tradisi non-
islam dan kita paksakan untuk bisa masuk ke tradisi islam, saya kira 
itu PEMAKSAAN yang jelas. Jadi, hingga tataran pemikiran pun, topik 
atau terma yang sangat banyak muncul dan ditujukan Allah kepada 
muslim, jelas islam punya tradisi yang khas. Dan ini yang Bung 
harapkan kan?

Jadi mengukur islam dengan alat ukur di luar islam, pasti tidak 
cocok. Yang ada adalah kesan 'carut marut' dan 'pemaksaan'. Kalo kita 
jujur, yang namanya budaya kan pasti beda. Ilustrasi sederhana yang 
saya ambil dari sebuah dokumenter, seorang perwira militer kerajaan 
Inggris Raya Lieutenant Colonel Sir Francis Edward Younghusband yang 
berhasil 'menaklukan' Tibet, ketika memasuki Lhasa ia gembira krn 
disambut oleh penduduknya dengan tapukan tangan. Ternyata kemudia ia 
tahu bahwa mereka bukan bertepuk tangan spt yang dia KIRA, tapi 
bertepuk tangan sesuai tradisi Tibet ketika mengusir ROH JAHAT. Ini 
juga mirip salam suku MAORI (cmiiw) yang menjulurkan lidah, yang buat 
tradisi lain sama dengan menghina.

Jadi, sebagaimana yang sedang saya pelajari, bahwa Islam adalah 
bangunan utuh yang tidak akan lekang. Adapun muslim yang adalah 
manusia dengan sejumlah kelemahan yang di tengahnya adalah hawa 
nafsu, pasti lekang oleh ujian duniawi. Nah sejarah sejauh ini 
membuktikan bahwa hilangnya kejayaan Islam bukan karena hilangnya 
tradisi islam, tapi hilangnya lini pemikiran islam dalam paradigma 
muslim akibat pengaruh asing yang tidak dicermati.

Singkat kata, sebenarnya segala keraguan Bung soal kejayaan Islam 
bisa dimengerti akan tetapi bukan berarti keraguan Bung itu sesuatu 
yang 'semestinya' tapi sesuatu yang 'pada prakteknya'. Jadi untuk 
bisa membuktikan kejayaan Islam, tentu kita mulai melakukan 
introspeksi berupa SWOT analysis, minimal. Dan sekarang