[wanita-muslimah] Tapee Deehhhh
Yth. Mba' Rani, Hehehehe, iya mba' harus sabar, sekaligus belajar banyak dari berbagai pandangan di milis ini. Btw, ini judulnya saya rubah, maklum yang judul sebelumnya sudah tidak relevan:) Saya pun dapat istilah singkong di ragiin ya dari teman kerja seruangan, yang kadang-kadang pas jam istirahat kita makan siang bareng dan diskusi beberapa isue yang ternyata bisa membuat kita sendiri sedih dan berasa itu tadi, tap de :)) Kalau dimilis ini selain saling silaturahmi, belajar banyak, juga makin paham, bahwa beberapa teman pria di milis ini yang sangat sok melindungi dan mendukung aktifitas perempuan, namun ujung- ujungnya tanpa sadar lalu dengan emosi/tidak menuliskankan pemikirannya bahwa perempuan itu kurang berharga di banding laki- laki:), bahwa perempuan itu hanya leyeh-leyeh :), atau juga yang bilang bahwa perempuan pekerja = ternak :)) Semoga kita semua tetap mendapatkan kesabaran dan berkah dari Allah SWT. Amin. Wassalam Lestari --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Rani Kirana [EMAIL PROTECTED] wrote: Mbak Lestari ini bisa aja.. saya terpingkal-pingkal sampai sakit perut..saat membaca celetukan mbak.. Singkong di ragiin.tap deh:))... memang kalau berdiskusi dengan beberapa orang di forum ini..; kita perlu relaks dan ndak terlalu dimasukin hati..; kalau ndak bisa ketularan s*g..:-) Wassalam, Rani
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Yang berhormat Ibu Lestari(n), Dah ga cape... ? ;-] Saya minta maaf kalo gitu krn ternyata ada sedikit ketidaksesuaian antara apa yang ibu sampaikan dan apa yang saya sampaikan sebagai tanggapan. Soal tidak berjilbab yang asumsinya adalah tidak menutup aurat, itu bukan hak prerogatif manusia untuk memvonis, sia-sia atau tidak. Al- Qur'an sudah jelas menunjukkan siapa2 saja hamba Allah yang sia-sia sholatnya. Tapi apakah memang orang yang sengaja tidak berjilbab karena tidak mau tahu bahwa itu adalah perintah Allah dan pada saat yang sama tidak mentaati sebuah aturan yang dibuat berdasarkan perinta Allah itu bisa dianggap/dikhawatirkan sia-sia shalatnya itu tetap suatu yang bukan urusan manusia. Hanya memang, tidak ada salahnya melihat celetukan pria yang menanggapi si muslimah yang tidak berjilbab di daerah lingkungan masjid yang diwajibkan berjilbab itu sebagai teguran saja, bukan menghakimi atau memvonis. Ya kan? Soal Depok, ibu belum menjawab pertanyaan saya yang tertera: Lalu apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan Depok? yang dari jwb anda sebenarnya bisa tidak Depok yang anda sebut. Lalu ngurusin perempuan berjilbab apa memang urusan perda syariah? Kalo 'ngurusin' perempuan 'gendut' mungkin saja bagian dari perda lain ... ;-] Anda tidak setuju dengan perda Syariah? salam, Satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin [EMAIL PROTECTED] wrote: Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, Saya malah tidak mengomentari bunga-bunga Anda soal Istilah Sermabi Mekkah dan lain-lainnya soal Aceh, justru sekali lagi, saya menanggapi kalimat Anda yang bilang, di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung:). Yang seolah-olah menyalahkan perempuan di Aceh yang tidak berjilbab:D. Malah ada yang berkata-kata bahwa perempuan tidak berjilbab itu sholatnya sia-sia-- ini lho pak poin-nya:), bukan ngomongin Acehnya. Saya memang bukan orang Aceh, tapi saya belajar banyak sejarah Aceh, di mana aslinya perempuan-perempuan Aceh memang tidak berjilbab. Dulu kan Anda pernah mempertanyakan bacaan sejarah Saya tentang deskripsi pakaian-pakaian perempuan Aceh, yang Anda bilang semuanya perempuan Aceh termasuk Cut Nyak Dien berjilbab, dan saya sudah panjang lebar sampaikan pula, Cut Nyak Dien bukan berjilbab, namun mengenakan kain panjang yang multi fungsi.Kalau Anda tidak mau berkomentar karena saya bukan orang asli Aceh, juga tidak apa-apa lha wong saya juga tidak minta komentar Anda secara spesifik kok:). Aceh memang bukan Depok, tapi Depok akan bisa menuju penerapan Perda Syariat ala Aceh, kan sekarang lagi di godok di pemerintahan Depok. Termasuk ngurusin perempuan berjilbab atau tidak:) Wassalam Lestari --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Wah ya pantas anda cape, yang secara nanggepin komentar saya semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-] Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan karya kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah menurut anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas cara penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? Apa tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang ajak. So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab dan aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh yang perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, selain orang tertentu. Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar fokus. Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang berupa sampiran malah anda blow up? Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan? Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri yang berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku pada apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu. Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior dan kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang menikmatinya. Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang Betawi yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau Banten, atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam
Re: [wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Mas Rsa : Benar saja kata H Agus Salim, Islam sangat mungkin hilang dari negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini! -- Janoko : Engga juga mas, soalnya kan ada mas RSA yang dengan tidak lelah terus memperjuangkan Islam. :) Wassalam --oo0oo-- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Wah ya pantas anda cape, yang secara nanggepin komentar saya semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-] Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan karya kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah menurut anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas cara penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? Apa tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang ajak. So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab dan aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh yang perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, selain orang tertentu. Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar fokus. Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang berupa sampiran malah anda blow up? Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan? Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri yang berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku pada apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu. Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior dan kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang menikmatinya. Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang Betawi yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau Banten, atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam sangat mewarnai tradisi dan kehidupan penduduknya), adalah seperti situasi di pub malam itu. Apakah hanya mengacu pada keterbatasan tempat dan waktu? Lalu apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan Depok? Cappee deehhh ... Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat dakwah Rasulullah. Terserah anda mau setuju atau tidak dengan persepsi saya bahwa ada daerah2 di negeri makmur ini yang memang ratusan tahun sudah akrab dengan 'perda syariah'. Tapi faktanya sekarang sangat banyak pihak yang ingin melakukan de-syariah-isasi pada daerah2 itu. Salah satunya ya Aceh. Betapa Aceh sekarang dan dulu itu beda. Dan wajar Aceh bukan lagi negeri yang patut menyandang gelar 'serambi Makah' spt dulu. Benar saja kata H Agus Salim, Islam sangat mungkin hilang dari negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini! Allaahu akbar! salam, satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin [EMAIL PROTECTED] wrote: Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, Di mana Bumi dipijak, di situ langit di di junjungLha jelas masyarakat Aceh aslinya tidak berjilbab kok. Sementara perda syariat, kan sekali lagi seperti yang sudah-sudah saya sampaikan, produk dari kebijakan politik, yang tentu saja tidak selalu sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada. Jadi banyak kok perempuan Aceh yang sesungguhnya memang tidak berjilbab. Mau kembali diskusi jaman Cut Nyak Dien dan lain-lain? Kan dulu sudah pernah kita panjang lebar diskusikan. Sama hal-nya nanti kalau saya sudah pulang ke Sawangan, Depok, Lalu tiba-tiba terjadi penerapan syariat Islam ala Aceh, lalu apakah ini namanya malah tidak menjungkir balikkan keadaan. Aslinya bumi Depok mah tidak ber syariat, masyarakatnya pun heterogen, tidak semuanya muslim, dan tidak semua muslimahnya berjilbab. Jadi bagaimana? Nyuruh yang beda keluar dari Depok?? Ini juga ga menyelesaikan persoalan Pak:) Singkong di ragiin.tap deh:)) Wassalam Lestari --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Setuju mbak. Menghakimi semaunya itu tidak boleh. Tapi menghakimi sesuai Al-Qur'an spt diteladani Rasul dan para shahabat dan ulama itu wajib. Perlu memang kita mengingatkan, menasehati, tapi mungkin konteks di aceh itu, sudah jelas ada aturan,
Re: [wanita-muslimah] Re: Atas Nama - Freethought
Mas Ma-s : Siapa yang berpedoman pada freethought dan kemudian memaksakan kehendaknya kepada kaum Muslim? --- Janiki : Lho, koq Mas Ma-s sampai tidak tahu ? padahil Mas Ma-s kemarin sudah berpendapat tentang Freethought ? Sssst.nanti tak kasih informasinya lewat mimpi aja ya...:) Siang --oo0oo-- ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Janoko, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, jano ko [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Ma-s : Tiap orang itu punya otak, dan otak digunakan untuk berpikir, dan tiap orang diberi kebebasan untuk berpikir dan menjadi free thinker. -- -- Janiki : Lha yo wis tho mas, sebaiknya insan-insan yang berpedoman kepada freethought itu jangan memaksakan kehendaknya kepada kaum muslim dan muslimah untuk mengikuti jalan hidupnya, gitu lho. Siapa yang berpedoman pada freethought dan kemudian memaksakan kehendaknya kepada kaum Muslim? Siapa mas? Apalagi kalau sampai merasa paling bener dan pinter dhewe ?, repot dong dech. MUI contohnya. Diatas langit masih ada langit Pasti mas... Siang... Salam, MAS Siang mas --oo0oo-- ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Tiap orang itu punya otak, dan otak digunakan untuk berpikir, dan tiap orang diberi kebebasan untuk berpikir dan menjadi free thinker. Lha wong Allah saja membebaskan setiap orang untuk menggunakan akalnya dan kemudian beriman sesuai hasil pikirannya, mosok pikiran itu mau dihakimi, dikangkangi dan dipersekusi. Ah, kayak MUI saja lagak-lagunya yang ngakunya berpedoman pada Qur'an dan Hadits, tapi membuat fatwa kepada Ahmadiyah cuma dengan modal fitnah dan kibulan saja... Salam, MAS --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, jano ko ko_jano@ wrote: Mia, Bahasa/peristilahan itu alat untuk komunikasi bukan tujuannya (paradigma) per se, tujuan tentunya lebih substantial ketimbang sarananya. --- Janiki : Ini engga ada lho kaitannya dengan diskurrsi diatas, janiki hanya mau berbagi ilmu aja, tahu engga ya dengan istilah Freethought ? Nah inilah sosok makhluknya Freethought = The philosophical stance of freethought derives from freethinker, a person who has rejected authority and dogma (especially in religious thinking) in favor of rational inquiry and intellectual speculation. -- Nah, jadi begini, kalau kita ( yang berpedoman kepada Al Qur'an ) diskusi dengan insan yang berpedoman kepada prinsip freethought maka yang terjadi adalah ketidak nyambungan, begitu lho. Nah ini hanya informasi yang lewat dikit aja. Siang --oo0oo-- Mia aldiy@ wrote: Bahasa/peristilahan itu alat untuk komunikasi bukan tujuannya (paradigma) per se, tujuan tentunya lebih substantial ketimbang sarananya. Katakan saja sementara ini 'dengan nama' dan 'atas nama' itu sama (dalam bahasa Inggris kayaknya jadi sama deh 'in the name of God..') kasus A: bertindak atas (dengan) nama Allah karena introspeksi. kasus B: bertindak atas (dengan) nama Allah karena hawa nafsu buta. Beda kan? case not closed. salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Jadi jelas dan dugaan saya terbukti bahwa mas Ary tidak mengacu pada bahasa baku tapi pada bahasa rasa. Ok deh ... Kalo demikian ya case-closed mas. Masing2 juga punya rasa yang beda dari mas. gak akan ketemu ... :-) Bukan sekadar beda paradigma, misalnya, spt kata pak Dana, antara pak Nur dan pak Dana, tapi beda rasa bahasa. Mungkin mirip kasus Nurcholish Madjid yang sec unilateral memberikan makna baru untuk sekularisasi, sehingga bagi dia sekularisasi itu tidak sama dengan sekularisme. Mungkin ... ;-] salam, rsa --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, asetijadi2004 ary.setijadi@ wrote: ;-) Saya memberi dua komentar terusannya itu untuk membedakan keduanya. Coba dibaca terusannya. Saya menyoroti niatnya. Yang satu dengan tawadhu untuk doa, yang lain ada yang sebagai klaim untuk mengambil otoritas Allah. Nah di artikel itu semangatnya, ya semangat kedua, Fir'aun modern. salam Ary --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Anda menggunakan kamus mana pak Ary? Coba jelaskan beda 'dengan nama' dan 'atas nama'? Saya pribadi tahu peris dari judul dan isi tulisan, dan ini sudah sesuai dengan kaidah dan kamus bahasa Indonesia yang saya pelajari, dua frase itu maknanya sama. Kalo judulnya seperti ibu Mia, ketika dia berusaha menjelaskan pemakaian kata-kata maskulin dan feminin oleh pak Chodjim, bahwa bahasa itu diukur dengan apa yang kita pahami, artinya sesuai
[wanita-muslimah] Sesama Muslim kok Halal Darahnya??
Teman-teman di tempat kerja, seruangan (yang kebetulan semua beragama Islam)sering mendiskusikan beberapa hal. Mulai tentang adanya cita- cita sekelompok orang yang ingin mendirikan negara Islam Indonesia, dan di antara kita pun saling bertanya, negara Islam yang benar-benar Islami itu yang seperti apa ya?? Sudah ada contohnya yang riil (tentunya jangan di kembalikan ke contoh jaman Nabi yang mau tidak mau berarti harus kembali dicontohkan menggunakan onta, tidak ada pesawat terbang, tidak ada telepon, tidak ada speaker di Masjid, dll?). Termasuk salah satu isu hot yang sempat kita diskusikan adalah ketika ada kelompok orang Islam yang menghalalkan darahnya (pembunuhan) terhadap muslim lainnya karena dianggap berbeda, berkhianat, kafir dan beragam predikat lainnya. Serem juga ya mendengarnya, jadi berpikir, kok begini amat sih umat kita, sesama saudara sendiri kok melontarkan tuduhan-tuduhan seperti itu dan lebih parah lagi pakai acara halal darahnya :(( Setelah ditelusuri, ternyata awalnya itu tadi, merasa paling benar sendiri, dan menyalahkan dan menghakimi orang yang berbeda. Wassalam Lestari
[wanita-muslimah] Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Assalaamu alaikum, Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross- thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah, juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh terma ukhuwah insaniyah. Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal itu dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah. Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain yang berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan hal ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada muslim yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan darah' sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu adalah pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala seorang sufi mbeling yang tidak mau tahu dampak ucapannya bg khalayak yang belum sampai ilmunya, ibarat anak kuliahan yang asal bunyi di depan anak TK. Begitu tamsil dari seorang member lain soal level pemahman yang pas buat alasan penghalalan darah si sufi mbeling itu. Lalu, hal lain yang saya kira berkaitan dg ukhuwah adalah sikap sebagian saudara kita. Di satu sisi A merasa B sok tahu dan sok benar. Tapi di sisi lain, B menimpali sikap A dengan pernyataan yang sebenarnya menunjukkan B itu setali tiga uang, menganggap diri paling tahu dan paling benar. Misalnya soal negara Islam. Ini memang konsep yang kontroversial, mengingat dalam Islam hanya dikenal sistem kemasyarakatan berupa khilafah sbg dicontohkan dengan ideal di masa empat khafilah yang lurus, khulafaa-u ar-Rasyiduun, tidak khilafah setelahnya yang hanya namanya saja tapi isinya adalah praktek feodalisme, kerajaan, kroniisme dan nepotisme bukan meritokrasi. Tapi sungguh disayangkan, dengan pemahaman yang mungkin belum utuh, sudah berani mencap bahwa upaya sebagaian saudara seiman yang lain itu, betapapun cacat (namanya juga usaha) tetap adalah sebuh ikhtiar dan ijtihad yand ada nilainya di mata Allah, sejelek apapun di mata manusia. Atau dengan pemahaman dan pengetahuan yang seadanya, bisa menegaskan bahwa kalo yang namanya mencontoh Rasul itu ya semuanya, leterlek. Halahh ... Polos bener. Tapi kalo memang bisa begitu so what? Apa yang salah? Apakah pola pikir katak dalam tempurung itu bisa diterima? Saya katakan katak dalam tempurung, karena tidak semua yang ada di hidup kita ini berlaku di seluruh dunia. Coba saja ke pedalaman di negeri ini, tidak usah jauh2 ke negeri lain. Apakah semuah masjid di pedalaman negeri ini memakai 'speaker'? Tentu jika ada yang menyatakan ingin mencontoh Rasul dalam menegakkan hukum Islam, yang mungkin termasuk mendirikan negera Islam (jadi mirip menerapkan perda syariah nih!), tentu bukan foto-kopi, tapi mencontoh esensi pemerintahan di masa Rasul dan khulafaaurrasyidun. Gitu aja ko ya ga nyambung toh? Shalat kalo mau ikut Rasul yang ga pake peci, kupluk haji, baju koko, mukenah, sajadah, sarung atau yang sekarang kita kenal. Dulu itu dahi ya langsung ke tanah. Jorok? Kotor? Tidak juga, kan padang pasir. Nah sejalan penyebaran islam, tentu perlu ada penyesuaian. Itu berlaku buat semua hal selain yang pokok macam tauhid, atau ritual ibadah, termasuk menutup aurat. Yang sempat membuat saya heran jg adalah beraninya menuduh ada pria yang sangat sok melindungi dan mendukung aktifitas perempuan, namun ujung-ujungnya tanpa sadar lalu dengan emosi/tidak menuliskankan pemikirannya bahwa perempuan itu kurang berharga di banding laki-laki:), bahwa perempuan itu hanya leyeh-leyeh :), atau juga yang bilang bahwa perempuan pekerja = ternak :)) tanpa sadar bahwa ada juga perempuan yang tidak bisa baca dengan benar suatu pernyataan dan melulu emosional (khas pere gitu loh) dan mengikuti nafsunya itu. Buktinya apa tuduhan itu? Tidak ada! Membaca saja tidak beres mau kasih opini. Halahhh ... cape jadi tapee ... jauh bene ... Kaya perempuan yang teriak2 sok ngebela sesama perempuan itu bener2 care sama nasib perempuan di pasar2 yang mengais sayur bekas untuk dijual kembali, yang siang-malam di jalanan menggendong anak sewaan mengemis, yang menjajakan diri (leterlek uey) entah di tempat hiburan atau pinggir jalan atau mlm (mulut lewat mulut) baik yang level naik turun mobil prakteknya atau sekedar gelar alas di balik semak. Ah tapi memang mereka bisa
[wanita-muslimah] Re: Islam and Woman = tangkis bulu, athlete bias gender ?
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: MIA: betul, mungkin masih ada bentuknya, tapi paradigma yang kita anut sekarang berubah kan? Perempuan juga manusiaaa, bukan ternak atau kepemilikan. Kita kan selalu sebut2 Nabi mengangkat derajat perempuan, berarti blio sudah merubah paradigmanya. rsa: Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Bingung saya kalo sedemikian mudah melihat diskriminasi hanya pada gender tapi tidak sec manusia keseluruhan. Artinya ketika ada tindak kezaliman pada MANUSIA, tentu semau unsur manusia itu kena. Jadi tidak bisa parsial penangannnya. Terima kasih buat komentar anda soal saya ... untuk ke selian kali. Freudian slip? salam, satriyo PS: maaf telat menanggapi. teringat bahasan ini karena ada yang 'tersinggung' mengira saya menyamakan pere dengan ternak .. ;-] Untuk no 2: Pak Satriyo, konteks pembicaran kita soal 'beda konteks' itu kan bagaimana mengaplikasikan Quran supaya nggak sekular, inget kan? Jadi kita kan sudah bersetuju tentang itu dalam bahasa yang mungkin bervariasi. Saya pikir saya selalu berusaha memahami sudut pandang dan mengakomodasi pendapat anda. Ringkasnya, pemahaman kita tentang Quran sejatinya nggak sekular, tapi dalam keberlangsungan yang tunggal, sebagai persepsi yang Quranic. Dan ini menembus waktu, tempat, budaya yang BENTUKNYA berbeda, sama2 bagus atau jelek, tapi bisa dipahami dengan pengalaman Quranic yang menembus batas itu. Untuk teman2 lain, saya nggak pingin terkesan 'menghakimi' masa lalu. Masa jahiliyyah merupakan masa transisi sebelum mekarnya peradaban Islam, dimana salah satu paradigma yang diubah nabi adalah status perempuan, sebagai bagian dari masyarakat yang maunya maju. Tapi diskusi dengan Satriyo emang mesti sediakan cukup waktu...:-) salam Mia [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang saya data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya ibunda Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya pada kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau punya mistress daripada bersaing dengan madu! Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan. Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja lihat between the lines. Justru di sini dahsyatnya Qur'an yang sudah di set untuk bisa menjawab semua hal, yang kadang bagi kita beda, krn terjebak asesoris, kulit saja, dan fail to see beyond, yaitu isinya. this brings us to ... [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang saya data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya ibunda Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya pada kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau punya mistress daripada bersaing dengan madu! Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan. Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. salam, satriyo === --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote: Udah dibilang bedanya apa, yaitu status sosial perempuan yang selevel dengan ternak, harta benda atau kepemilikan. Sekarang...beda kaann...? salam Mia BTW, di postingan di bawah Satriyo bilang apa bedanya, karena khadijah bekerja dst. Setelah saya jelaskan, eh melejit lagi bedanya asesoris saja..ada suami tapi bukan suamidst...trus muncul hukuman Allah hari kiamat...:-( hikssapa ini yang namanya 'diskusi nglantur
[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?
Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... Silakan ibu sepakat dengan Donnie soal konstruk sosial, ada benarnya tapi juga ada salahnya. Saya bukan chauvinis spt ibu tuduhkan ke one of your brother sebelum lalu ibu baca email dia (yang dengan email itu semua persepsi ibu soal dia langsung berubah!). Bagaimana ibu tahu sosok saya hanya dari email? Justru kendala berupa keterbatasan di email ini yang tidak memungkinkan kita menilai sosok kita dengan utuh. Saya kira balasan dari ibu Meilany bisa menunjukkan itu dalam kontkes perkenalan saya dengan beliau. Saya hanya menyayangkan sosok cerdas spt anda ikut2an terjebak pada character assasination (to make it severe in proportion) walau at the tiniest level. Apa saya pernah bersikap stp ibu bersikap pada saya? Kalo saya khilaf, tunjukkan ... please. Sejauh ini saya masih respect pada ibu, lepas dari 'kedekatan' saya dengan saudara2 ibu atau dengan ibu Meilany yang pernah mengundang saya ke rumah ibu tapi saya berhalangan hadir, dan buka juga karena ibu perempuan. salam, satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Emang itu pertanyaan untuk kita semua, Pak Satriyo. Ada temen WM yang bilang ke saya, apa memperhatikan tulisan Satriyo yang membandingkan perempuan buruh dengan ternak. Apapun sebabnya, saya nggak memperhatikan itu sebelumnya di tulisan Pak Satriyo. Yah, memang secara mental psikologis kita semua nggak bebas dari bias gender, dampak dari konstruk sosial yang sudah terbangung, gitu kira2 kata Pak Donnie. Jadi inget pilem Crash..loh kok pilem..:-) salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak? Perempuan2 yang kerja di perusahaan, secara nggak sengaja (freudian slip) kita bandingkan dengan ternak. ___ *) Jelas di pernyataan saya yang dikutip bahwa yang diperas itu mereka yang bekerja di perusahaan dan jadi buruh kasar, artinya buruh kasar tentu tidak hanya di perusahaan. Kec MAKNA perusahaan itu mencakup segala aktifitas usaha baik yang berbentuk pabrik, kantor, juga perkebunan dan sektor lain yang sekilas tampak glamour dan full of entertainment.
[wanita-muslimah] Re: perempuan buruh perusahaan = ternak?
Silakan ibu mengutip kesuka ibu, tapi jangan lupa fair, krn mengutip asal kutip out of context menunjukkan niat ibu. Saya tidak menuduh tapi sekadar mengingatkan. Hal ini juga saya kembalikan ke diri saya. Maaf jika tidak berkenan. salam, Satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Mengutip tulisan Pak Satriyo di bawah ini, membuat kita berpikir - jangan2 kebanyakan kita memang dihinggapi bias-gender. Perempuan2 yang kerja di perusahaan, secara nggak sengaja (freudian slip) kita bandingkan dengan ternak. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan... salam Mia
Re: [wanita-muslimah] Re: Islam and Woman = tangkis bulu, athlete bias gender ?
Mas RSA : Terima kasih buat komentar anda soal saya ... untuk ke selian kali. Freudian slip? salam, satriyo PS: maaf telat menanggapi. teringat bahasan ini karena ada yang 'tersinggung' mengira saya menyamakan pere dengan ternak .. ;-] - Janiki : Kalau meminjam istilahnya Gus Dur, kalimat mas RSA itu DIPLINTIR, dengan niat untuk mas RSA. Pertanyaannya kemudian adalah, mlintir kalimat saudara sendiri itu bisa dikategorikan fitnah tidak ya ? Kita juga bisa belajar dari milis WM ini ternyata yang suka mlintir-mlintir kalimat itu adalah makhluk Sedih aku --oo0oo-- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: MIA: betul, mungkin masih ada bentuknya, tapi paradigma yang kita anut sekarang berubah kan? Perempuan juga manusiaaa, bukan ternak atau kepemilikan. Kita kan selalu sebut2 Nabi mengangkat derajat perempuan, berarti blio sudah merubah paradigmanya. rsa: Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Bingung saya kalo sedemikian mudah melihat diskriminasi hanya pada gender tapi tidak sec manusia keseluruhan. Artinya ketika ada tindak kezaliman pada MANUSIA, tentu semau unsur manusia itu kena. Jadi tidak bisa parsial penangannnya. Terima kasih buat komentar anda soal saya ... untuk ke selian kali. Freudian slip? salam, satriyo PS: maaf telat menanggapi. teringat bahasan ini karena ada yang 'tersinggung' mengira saya menyamakan pere dengan ternak .. ;-] Untuk no 2: Pak Satriyo, konteks pembicaran kita soal 'beda konteks' itu kan bagaimana mengaplikasikan Quran supaya nggak sekular, inget kan? Jadi kita kan sudah bersetuju tentang itu dalam bahasa yang mungkin bervariasi. Saya pikir saya selalu berusaha memahami sudut pandang dan mengakomodasi pendapat anda. Ringkasnya, pemahaman kita tentang Quran sejatinya nggak sekular, tapi dalam keberlangsungan yang tunggal, sebagai persepsi yang Quranic. Dan ini menembus waktu, tempat, budaya yang BENTUKNYA berbeda, sama2 bagus atau jelek, tapi bisa dipahami dengan pengalaman Quranic yang menembus batas itu. Untuk teman2 lain, saya nggak pingin terkesan 'menghakimi' masa lalu. Masa jahiliyyah merupakan masa transisi sebelum mekarnya peradaban Islam, dimana salah satu paradigma yang diubah nabi adalah status perempuan, sebagai bagian dari masyarakat yang maunya maju. Tapi diskusi dengan Satriyo emang mesti sediakan cukup waktu...:-) salam Mia [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang saya data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya ibunda Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya pada kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau punya mistress daripada bersaing dengan madu! Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan. Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja lihat between the lines. Justru di sini dahsyatnya Qur'an yang sudah di set untuk bisa menjawab semua hal, yang kadang bagi kita beda, krn terjebak asesoris, kulit saja, dan fail to see beyond, yaitu isinya. this brings us to ... [2] kenapa saya bilang asesoris? karena kan memang intinya yang saya data itu, tapi penampakannya bisa seolah tidak sama, atau karena lebih canggih dan 'variatif' jadi seolah beda. Contohnya, ya ibunda Khadijah. Intinya kan pere jadi pencari nafkah. Ya kan? bedanya pada kulitnya saja. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan dengan tampilan lain yaitu 'mejeng' menjual kemolekan tubuh dan wajah, atau bahkan jadi 'piaraan' (=hewan) oom-oom berduit krn poligami itu HARAM, dan si istri oom lebih suka suami jajan atau punya mistress daripada
[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Walaikum salam, Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka. Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan spt yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalaamu alaikum, Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross- thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah, juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh terma ukhuwah insaniyah. Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal itu dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah. Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain yang berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan hal ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada muslim yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan darah' sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu adalah pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala seorang sufi mbeling yang tidak mau tahu dampak ucapannya bg khalayak yang belum sampai ilmunya, ibarat anak kuliahan yang asal bunyi di depan anak TK. Begitu tamsil dari seorang member lain soal level pemahman yang pas buat alasan penghalalan darah si sufi mbeling itu. Lalu, hal lain yang saya kira berkaitan dg ukhuwah adalah sikap sebagian saudara kita. Di satu sisi A merasa B sok tahu dan sok benar. Tapi di sisi lain, B menimpali sikap A dengan pernyataan yang sebenarnya menunjukkan B itu setali tiga uang, menganggap diri paling tahu dan paling benar. Misalnya soal negara Islam. Ini memang konsep yang kontroversial, mengingat dalam Islam hanya dikenal sistem kemasyarakatan berupa khilafah sbg dicontohkan dengan ideal di masa empat khafilah yang lurus, khulafaa-u ar-Rasyiduun, tidak khilafah setelahnya yang hanya namanya saja tapi isinya adalah praktek feodalisme, kerajaan, kroniisme dan nepotisme bukan meritokrasi. Tapi sungguh disayangkan, dengan pemahaman yang mungkin belum utuh, sudah berani mencap bahwa upaya sebagaian saudara seiman yang lain itu, betapapun cacat (namanya juga usaha) tetap adalah sebuh ikhtiar dan ijtihad yand ada nilainya di mata Allah, sejelek apapun di mata manusia. Atau dengan pemahaman dan pengetahuan yang seadanya, bisa menegaskan bahwa kalo yang namanya mencontoh Rasul itu ya semuanya, leterlek. Halahh ... Polos bener. Tapi kalo memang bisa begitu so what? Apa yang salah? Apakah pola pikir katak dalam tempurung itu bisa diterima? Saya katakan katak dalam tempurung, karena tidak semua yang ada di hidup kita ini berlaku di seluruh dunia. Coba saja ke pedalaman di negeri ini, tidak usah jauh2 ke negeri lain. Apakah semuah masjid di pedalaman negeri ini memakai 'speaker'? Tentu jika ada yang menyatakan ingin mencontoh Rasul dalam menegakkan hukum Islam, yang mungkin termasuk mendirikan negera Islam (jadi mirip menerapkan perda syariah nih!), tentu bukan foto-kopi, tapi mencontoh esensi pemerintahan di masa Rasul dan khulafaaurrasyidun. Gitu aja ko ya ga nyambung toh? Shalat kalo mau ikut Rasul yang ga pake peci, kupluk haji, baju koko, mukenah, sajadah, sarung atau yang sekarang kita kenal. Dulu itu dahi ya langsung ke tanah. Jorok? Kotor? Tidak juga, kan padang pasir. Nah sejalan penyebaran islam, tentu perlu ada penyesuaian. Itu berlaku buat semua hal selain yang pokok macam tauhid, atau ritual ibadah, termasuk menutup aurat. Yang sempat membuat saya heran jg adalah beraninya menuduh ada pria yang sangat sok melindungi dan mendukung aktifitas perempuan, namun ujung-ujungnya tanpa sadar lalu dengan emosi/tidak menuliskankan pemikirannya bahwa perempuan itu kurang berharga di banding laki-laki:), bahwa perempuan itu hanya leyeh-leyeh :), atau juga yang bilang bahwa perempuan pekerja = ternak :)) tanpa sadar bahwa ada juga perempuan yang tidak bisa baca dengan benar suatu pernyataan dan melulu emosional (khas pere gitu loh) dan mengikuti nafsunya itu. Buktinya apa tuduhan itu? Tidak ada! Membaca saja tidak beres mau kasih opini. Halahhh ... cape jadi tapee ... jauh bene ... Kaya perempuan yang teriak2 sok
[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Bung Dan, terima kasih buat support dan encouragement anda dalam disksi ini. Pertanyaan dari saya buat anda, apakah sejauh ini anda juga menerapkan hal ini, counter-argument ilmiah dan tidak hanya judgement belaka? Judgement yang anda maksud yang bagaimana? Buat komentar anda selanjutnya, saya sangat tersanjung dan sejauh ini hanya bisa meng-amin-i karena terus terang untuk bisa spt ibnu Khaldun yang karya magnum opus-nya, Muqaddimah, diakui dunia sebagai karya yang sulit ditandingi baik sec masa di kala dia hidup, maupun kontemporer. Tapi kalo maksud anda sekadar se-ilmuah ibnu Khaldun (tetap saja belum jelas, ilmiah yang bagaimana, apakah mengacu hanya pada metode--yang spt apa--atau juga dikaitkan pada outcom-nya) mungkin, ... saya ulang, mungkin dengan izin Allah, dengan keterbatasan yang ada, bisa saya ikhtiarkan. Mungkin teman2 di berbagai pusat keilmuan yang memang memiliki kesamaan bidang dengan ibnu Khaldun lah yang saya kira paling mungkin mendekati kadar keilmiahan ibnu Khaldun. allaahu a'lam --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Dan [EMAIL PROTECTED] wrote: Walaikum salam, Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka. Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan spt yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Assalaamu alaikum, Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross- thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah, juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh terma ukhuwah insaniyah. Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal itu dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah. Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain yang berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan hal ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada muslim yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan darah' sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu adalah pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala seorang sufi mbeling yang tidak mau tahu dampak ucapannya bg khalayak yang belum sampai ilmunya, ibarat anak kuliahan yang asal bunyi di depan anak TK. Begitu tamsil dari seorang member lain soal level pemahman yang pas buat alasan penghalalan darah si sufi mbeling itu. Lalu, hal lain yang saya kira berkaitan dg ukhuwah adalah sikap sebagian saudara kita. Di satu sisi A merasa B sok tahu dan sok benar. Tapi di sisi lain, B menimpali sikap A dengan pernyataan yang sebenarnya menunjukkan B itu setali tiga uang, menganggap diri paling tahu dan paling benar. Misalnya soal negara Islam. Ini memang konsep yang kontroversial, mengingat dalam Islam hanya dikenal sistem kemasyarakatan berupa khilafah sbg dicontohkan dengan ideal di masa empat khafilah yang lurus, khulafaa-u ar-Rasyiduun, tidak khilafah setelahnya yang hanya namanya saja tapi isinya adalah praktek feodalisme, kerajaan, kroniisme dan nepotisme bukan meritokrasi. Tapi sungguh disayangkan, dengan pemahaman yang mungkin belum utuh, sudah berani mencap bahwa upaya sebagaian saudara seiman yang lain itu, betapapun cacat (namanya juga usaha) tetap adalah sebuh ikhtiar dan ijtihad yand ada nilainya di mata Allah, sejelek apapun di mata manusia. Atau dengan pemahaman dan pengetahuan yang seadanya, bisa menegaskan bahwa kalo yang namanya mencontoh Rasul itu ya semuanya, leterlek. Halahh ... Polos bener. Tapi kalo memang bisa begitu so what? Apa yang salah? Apakah pola pikir katak dalam tempurung itu bisa diterima? Saya katakan katak dalam tempurung, karena tidak semua yang ada di hidup kita ini berlaku di seluruh dunia. Coba saja ke pedalaman di negeri ini, tidak usah jauh2 ke negeri lain. Apakah semuah masjid di pedalaman negeri ini memakai 'speaker'? Tentu jika ada yang menyatakan ingin mencontoh Rasul dalam menegakkan hukum Islam, yang mungkin termasuk mendirikan negera Islam (jadi mirip menerapkan perda syariah nih!), tentu bukan foto-kopi, tapi
[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?
blio itu siapa to? --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan. Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak? Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja lihat between the lines. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. === Salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote: Emang itu pertanyaan untuk kita semua, Pak Satriyo. Ada temen WM yang bilang ke saya, apa memperhatikan tulisan Satriyo yang membandingkan perempuan buruh dengan ternak. Apapun sebabnya, saya nggak memperhatikan itu sebelumnya di tulisan Pak Satriyo. Yah, memang secara mental psikologis kita semua nggak bebas dari bias gender, dampak dari konstruk sosial yang sudah terbangung, gitu kira2 kata Pak Donnie. Jadi inget pilem Crash..loh kok pilem..:-) salam Mia
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, Sekali lagi, yang kesekian kalinya, saya maafkan Bapak atas ketidaksesuaian tanggapan Bapak. Sekali lagi menghakimi orang lain yang berbeda dengan alasan Hukum Allah bisa menebarkan saling permusuhan:) Awalnya, menyindir, kemudian menegur keras, kemudian menghakimi, dan memvonis, kan ini sudah terjadi soal isu Jilbab di Aceh. Tidak memakai jilbab, pertama di tegur, diperingatkan, lalu terakhir ya dihukum cambuk. Soal Depok dan Aceh, di tulisan pertama saya sudah saya sampaikan (silakan re check lagi, biar tidak membuat capek teman diskusi;)). Dan hubungannya lebih jelas juga sudah saya tulis pada diskusi berikutnya (sila di baca lagi Pak;)). Di bawah ini juga masih ada;) Perda Syariah yang salah kaprah jelas saya tidak setuju, tapi Perda Syariah yang berkaitan dengan soal acuan membayar zakat dan lain-lainnya, saya tidak ada keberatan. Soal detil perda Syariah, sila Bapak pelajari sendiri ya.;). Saya pernah mengutip beberapa hal di antara-nya di milis ini juga. Bapak, mohon juga jangan SARA-A ya SARA= Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan, A berikutnya = Anatomi. kok tiba-tiba bawa-bawa persoalan berat badan perempuan???:) Wassalam Lestari --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Yang berhormat Ibu Lestari(n), Dah ga cape... ? ;-] Saya minta maaf kalo gitu krn ternyata ada sedikit ketidaksesuaian antara apa yang ibu sampaikan dan apa yang saya sampaikan sebagai tanggapan. Soal tidak berjilbab yang asumsinya adalah tidak menutup aurat, itu bukan hak prerogatif manusia untuk memvonis, sia-sia atau tidak. Al- Qur'an sudah jelas menunjukkan siapa2 saja hamba Allah yang sia- sia sholatnya. Tapi apakah memang orang yang sengaja tidak berjilbab karena tidak mau tahu bahwa itu adalah perintah Allah dan pada saat yang sama tidak mentaati sebuah aturan yang dibuat berdasarkan perinta Allah itu bisa dianggap/dikhawatirkan sia-sia shalatnya itu tetap suatu yang bukan urusan manusia. Hanya memang, tidak ada salahnya melihat celetukan pria yang menanggapi si muslimah yang tidak berjilbab di daerah lingkungan masjid yang diwajibkan berjilbab itu sebagai teguran saja, bukan menghakimi atau memvonis. Ya kan? Soal Depok, ibu belum menjawab pertanyaan saya yang tertera: Lalu apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan Depok? yang dari jwb anda sebenarnya bisa tidak Depok yang anda sebut. Lalu ngurusin perempuan berjilbab apa memang urusan perda syariah? Kalo 'ngurusin' perempuan 'gendut' mungkin saja bagian dari perda lain ... ;-] Anda tidak setuju dengan perda Syariah? salam, Satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin lestarin@ wrote: Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, Saya malah tidak mengomentari bunga-bunga Anda soal Istilah Sermabi Mekkah dan lain-lainnya soal Aceh, justru sekali lagi, saya menanggapi kalimat Anda yang bilang, di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung:). Yang seolah-olah menyalahkan perempuan di Aceh yang tidak berjilbab:D. Malah ada yang berkata-kata bahwa perempuan tidak berjilbab itu sholatnya sia-sia-- ini lho pak poin-nya:), bukan ngomongin Acehnya. Saya memang bukan orang Aceh, tapi saya belajar banyak sejarah Aceh, di mana aslinya perempuan-perempuan Aceh memang tidak berjilbab. Dulu kan Anda pernah mempertanyakan bacaan sejarah Saya tentang deskripsi pakaian-pakaian perempuan Aceh, yang Anda bilang semuanya perempuan Aceh termasuk Cut Nyak Dien berjilbab, dan saya sudah panjang lebar sampaikan pula, Cut Nyak Dien bukan berjilbab, namun mengenakan kain panjang yang multi fungsi.Kalau Anda tidak mau berkomentar karena saya bukan orang asli Aceh, juga tidak apa- apa lha wong saya juga tidak minta komentar Anda secara spesifik kok:). Aceh memang bukan Depok, tapi Depok akan bisa menuju penerapan Perda Syariat ala Aceh, kan sekarang lagi di godok di pemerintahan Depok. Termasuk ngurusin perempuan berjilbab atau tidak:) Wassalam Lestari
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, Sekali lagi, yang kesekian kalinya, saya maafkan Bapak atas ketidaksesuaian tanggapan Bapak. Sekali lagi menghakimi orang lain yang berbeda dengan alasan Hukum Allah bisa menebarkan saling permusuhan:) Awalnya, menyindir, kemudian menegur keras, kemudian menghakimi, dan memvonis, kan ini sudah terjadi soal isu Jilbab di Aceh. Tidak memakai jilbab, pertama di tegur, diperingatkan, lalu terakhir ya dihukum cambuk. Soal Depok dan Aceh, di tulisan pertama saya sudah saya sampaikan (silakan re check lagi, biar tidak membuat capek teman diskusi;)). Dan hubungannya lebih jelas juga sudah saya tulis pada diskusi berikutnya (sila di baca lagi Pak;)). Di bawah ini juga masih ada;) Perda Syariah yang salah kaprah jelas saya tidak setuju, tapi Perda Syariah yang berkaitan dengan soal acuan membayar zakat dan lain-lainnya, saya tidak ada keberatan. Soal detil perda Syariah, sila Bapak pelajari sendiri ya.;). Saya pernah mengutip beberapa hal di antara-nya di milis ini juga. Bapak, mohon juga jangan SARA-A ya SARA= Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan, A berikutnya = Anatomi. kok tiba-tiba bawa-bawa persoalan berat badan perempuan???:) Wassalam Lestari --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Yang berhormat Ibu Lestari(n), Dah ga cape... ? ;-] Saya minta maaf kalo gitu krn ternyata ada sedikit ketidaksesuaian antara apa yang ibu sampaikan dan apa yang saya sampaikan sebagai tanggapan. Soal tidak berjilbab yang asumsinya adalah tidak menutup aurat, itu bukan hak prerogatif manusia untuk memvonis, sia-sia atau tidak. Al- Qur'an sudah jelas menunjukkan siapa2 saja hamba Allah yang sia- sia sholatnya. Tapi apakah memang orang yang sengaja tidak berjilbab karena tidak mau tahu bahwa itu adalah perintah Allah dan pada saat yang sama tidak mentaati sebuah aturan yang dibuat berdasarkan perinta Allah itu bisa dianggap/dikhawatirkan sia-sia shalatnya itu tetap suatu yang bukan urusan manusia. Hanya memang, tidak ada salahnya melihat celetukan pria yang menanggapi si muslimah yang tidak berjilbab di daerah lingkungan masjid yang diwajibkan berjilbab itu sebagai teguran saja, bukan menghakimi atau memvonis. Ya kan? Soal Depok, ibu belum menjawab pertanyaan saya yang tertera: Lalu apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan Depok? yang dari jwb anda sebenarnya bisa tidak Depok yang anda sebut. Lalu ngurusin perempuan berjilbab apa memang urusan perda syariah? Kalo 'ngurusin' perempuan 'gendut' mungkin saja bagian dari perda lain ... ;-] Anda tidak setuju dengan perda Syariah? salam, Satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin lestarin@ wrote: Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, Saya malah tidak mengomentari bunga-bunga Anda soal Istilah Sermabi Mekkah dan lain-lainnya soal Aceh, justru sekali lagi, saya menanggapi kalimat Anda yang bilang, di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung:). Yang seolah-olah menyalahkan perempuan di Aceh yang tidak berjilbab:D. Malah ada yang berkata-kata bahwa perempuan tidak berjilbab itu sholatnya sia-sia-- ini lho pak poin-nya:), bukan ngomongin Acehnya. Saya memang bukan orang Aceh, tapi saya belajar banyak sejarah Aceh, di mana aslinya perempuan-perempuan Aceh memang tidak berjilbab. Dulu kan Anda pernah mempertanyakan bacaan sejarah Saya tentang deskripsi pakaian-pakaian perempuan Aceh, yang Anda bilang semuanya perempuan Aceh termasuk Cut Nyak Dien berjilbab, dan saya sudah panjang lebar sampaikan pula, Cut Nyak Dien bukan berjilbab, namun mengenakan kain panjang yang multi fungsi.Kalau Anda tidak mau berkomentar karena saya bukan orang asli Aceh, juga tidak apa- apa lha wong saya juga tidak minta komentar Anda secara spesifik kok:). Aceh memang bukan Depok, tapi Depok akan bisa menuju penerapan Perda Syariat ala Aceh, kan sekarang lagi di godok di pemerintahan Depok. Termasuk ngurusin perempuan berjilbab atau tidak:) Wassalam Lestari
Re: [wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?
Cuma reply sebaris nanyain begituan doank.. hebat.. keren.. Emang spesialis diskusi 'jaka sembung' kali nih?.. On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: blio itu siapa to? --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan. Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak? Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja lihat between the lines. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. === Salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?
Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan. Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki-laki itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak? Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja lihat between the lines. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. === Salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote: Emang itu pertanyaan untuk kita semua, Pak Satriyo. Ada temen WM yang bilang ke saya, apa memperhatikan tulisan Satriyo yang membandingkan perempuan buruh dengan ternak. Apapun sebabnya, saya nggak memperhatikan itu sebelumnya di tulisan Pak Satriyo. Yah, memang secara mental psikologis kita semua nggak bebas dari bias gender, dampak dari konstruk sosial yang sudah terbangung, gitu kira2 kata Pak Donnie. Jadi inget pilem Crash..loh kok pilem..:-) salam Mia
Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
waduh, di postingan ini mas satriyo numpahin semua hal yg dirangkum rapi. hmmm... jadi pingin ikutan. soal ukhuwah, saya nggak bakal banyak komentar. istilah2 ukhuwah itu memang menggambarkan profil NU sebagai ormas Islam yg nasionalis. sama sekali nggak keliru bila gus dur memberi makna ukhuwah insaniyah (sebagai ganti ukhuwah basyariyah), karena tiap manusia --dlm konsep Islam-- berasal dari bapak ibu yg sama (baca: adam hawa), maka tiap dari kita sejatinya adl bersaudara. DR. yusuf al qardhawi juga mendukung istilah ini [lihat buku khashaish al 'ammah li al islam, bab insaniyyah]. ttg konsep ukhuwah wathaniyah juga sah2 aja, karena memang sebagai satu bangsa kita disatukan dgn persaudaraan. justru buat saya pribadi, ini wacana bagus yg harus terus didengungkan. bangsa kita udah kehilangan ciri alaminya: ramah, santun smp tepo seliro. ini akibat kristalisasi pemahaman tertentu thd teks2 agama, yah siapapun tidak bisa dipersalahkan bila punya interpretasi yg beda dgn pihak lain --bahkan mainstream-- namun itu baru bisa diperkarakan bila udah jadi aksi nyata yg merugikan orang banyak. soal konsep negara teologi, insya Allah di kesempatan lain ya. wassalam ^_^ - Original Message - From: Dan [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, June 25, 2007 3:42 PM Subject: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO? Walaikum salam, Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka. Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan spt yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalaamu alaikum, Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross- thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah, juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh terma ukhuwah insaniyah. Disclaimer: Although this message has been checked for all known viruses using Trend Micro InterScan Messaging Security Suite, Bukopin accept no liability for any loss or damage arising from the use of this E-Mail or attachments.
Re: [wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Betul sekali pak, memang itulah maksud saya, kemarin berhubung saya nge-net sambil nyuapin 2 balita di rumah jadi gak bisa panjang2 nulisnya :). Semua berbalik ke diri masing-masing tentang pemahaman hukum Islam, Seberapa jauh kita berusaha menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini hanya untuk menilai diri kita. (sempat baca juga emailnya salah satu ibu di milis ini)== soal orang berjilbab trus pacaran di taman2, di kebon, di hutan sekalipun. Itu mah gak usah dibahas, gak penting, dan jangan menyalahkan jilbabnya karena memang kadar iman seseorang berbeda. Orang yang rajin sholat, ngaji, mondar mandir naik haji tapi korupsi, ya jangan salahin sholat dan ibadah yg dia lakukan, mungkin dia melakukan ibadah2 tersebut dengan hati yang Riya/sombong, ujung2nya jadi gak berkah. Mau complain panjang lebar selebar2nya, kalau hukum Islam sudah bilang, harus di jalani. Yakini saja bahwa segala peraturan yg di buat oleh Agama kita itu benar dan tidak bermaksud merugikan, Insya Allah menjalaninya lebih damai di hati dan tanpa dirasa menjadi beban. Piii Ida S --- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Singkat dan padat ni tanggapan mba Ida. Point yang saya tangkap: [1] di manapun kita berada, kita tetap harus mentaati hukum Islam/Allah, tanpa kecuali. Seberapa jauh kita berusaha menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini hanya untuk menilai diri kita dan bukan orang lain. Tapi jika orang lain yang lalu seolah tampak tidak kukuh imannya ini lalu mulai propaganda kepada sesama untuk mengikuti sikapnya, dan mengumumkan kepada selain muslim bahwa apa yang ia lakukan itu adalah wajah Islam yang sebenarnya, wajib kita ingatkna ybs atau lebih dari sekadar mengingatkan sec lisan. [2] jilbab ... atau lebih tepatnya menutup aurat, sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan para shahabat, adalah bagian dari mentaati hukum Allah/Islam. Dan yang namanya hukum Allah/Islam itu pasti bermanfaat buat hamba2Nya. Salah satu manfaat itu bisa berupa perlindungan bagi ybs, atau hal positif lain. Tapi yang perlu diingat adalah, tidak berarti ketika sebuah hukum dijalankan lalu tanpa adanya hal positif yang dirasa itu berarti hukum itu void atau menjadi batal. Misalnya, makan daging babi (atau apapun yang dari babi) itu Haram. Salah satu hikmahnya adalah karena dengan tidak memakan daging babi maka terhindar dari cacing yang ada dalam daging babi. Lalu ketika ada proses yang membuat cacing itu hilang dari daging babi, tidak berarti daging itu menjadi haram. Kembali ke jilbab, menutup aurat. Masalah kebaikan perempuan, yang juga bisa lebih luas dari rasa perlindungan, spt masalah terhindarnya diri dari berbuat maksiat. Ketika pemakai jilbab masih berbuat maksiat, tidak menjadikan hukum wajib berjilbab itu jd batal. Sebagaimana shalat, yang oleh Allah dinyatakan sebagai mekanisme untuk mencegah pelakunya dari berbuat keji dan munkar, tidak menggugurkan kewajiban shalat saat si pelaku (musholi) itu berbuat keji dan munkar. Wah apa saya berlebihan mba 'menafsirkan' tanggapan mba ini? salam, Satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ida Syafyan [EMAIL PROTECTED] wrote: Di manapun tempat berpijaknya, kalau hukum Islam bilang menutup aurat itu wajib, ya harus di laksanakan. Yang harus di sadari adalah maksud berjilbab itu sendiri kan demi kebaikan perempuan, melindungi perempuan. Piiisss Ida --- Rani Kirana [EMAIL PROTECTED] wrote: Mbak Lestari ini bisa aja.. saya terpingkal-pingkal sampai sakit perut..saat membaca celetukan mbak.. Singkong di ragiin.tap deh:))... memang kalau berdiskusi dengan beberapa orang di forum ini..; kita perlu relaks dan ndak terlalu dimasukin hati..; kalau ndak bisa ketularan s*g..:-) Wassalam, Rani --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, lestarin lestarin@ wrote: Yth. Pak Satriyo/Pak rsa, Di mana Bumi dipijak, di situ langit di di junjungLha jelas masyarakat Aceh aslinya tidak berjilbab kok. Sementara perda syariat, kan sekali lagi seperti yang sudah-sudah saya sampaikan, produk dari kebijakan politik, yang tentu saja tidak selalu sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada. Jadi banyak kok perempuan Aceh yang sesungguhnya memang tidak berjilbab. Mau kembali diskusi jaman Cut Nyak Dien dan lain-lain? Kan dulu sudah pernah kita panjang lebar diskusikan. Sama hal-nya nanti kalau saya sudah pulang ke Sawangan, Depok, Lalu tiba-tiba terjadi penerapan syariat Islam ala Aceh, lalu apakah ini namanya malah tidak menjungkir balikkan keadaan. Aslinya bumi Depok mah tidak ber syariat, masyarakatnya pun heterogen, tidak semuanya muslim, dan tidak semua muslimahnya berjilbab. Jadi bagaimana? Nyuruh yang beda keluar dari Depok?? Ini juga ga
[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?
Lho a(n)da toh si Jaka Sembung? Pantes ... yg ditanya siapa, yg nyaut siapa ... ck ck ck --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, IrwanK [EMAIL PROTECTED] wrote: Cuma reply sebaris nanyain begituan doank.. hebat.. keren.. Emang spesialis diskusi 'jaka sembung' kali nih?.. On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: blio itu siapa to? --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah% 40yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote: Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan. Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki- laki itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak? Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja lihat between the lines. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. === Salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah% 40yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: Tanya: Komisi buat Orang Dalam
Saya koq belum merasa tenteram dan belum juga merasa puas yak dengan semua jawaban ini. Hati kecil seh merasa mengijinkan (katanya disuruh nanya ke hati nurani). Apakah hati nurani saya memberi fatwa yang salah yak? Bagaimana atuh? Kinantaka On 6/15/07, IrwanK [EMAIL PROTECTED] wrote: Maaf ikutan nimbrung, meskipun pengetahuan saya sedikit sekali.. Hehehe.. * Saya bukan orang bagian keuangan, tapi pernah di IT Dept (di perusahaan saya bekerja sebelum sekarang). Contoh yang pernah saya jalankan, saya orang purchasing minta quotation dari beberapa supplier.. Untuk menekan harga, biasanya pihak purchasing menggunakan data dari supplier A untuk 'menekan' supplier B (dan sebaliknya).. Masing supplier merevisi harga mereka semurah mungkin.. Sampai batas tertentu, penurunan harga sudah mentok, keputusan kita serahkan pada pihak purchasing. Apakah di luar kantor pihak purchasing membuat 'perjanjian', kami (IT Dept) tidak ikut campur.. Toh, outputnya bagi perusahaan adalah harga semurah mungkin.. Inilah repotnya berurusan dengan organisasi yang tahunya cuma efisiensi tapi gak terlalu peduli dengan kualitas.. atau pengennya bagus tapi murah.. gak peduli gimana caranya.. :-( * AFAIK, kalau ada harga x (mis: 950), ditagihkan ke perusahaan A, maka pihak akunting (accounting) akan memasukkan angka itu, agar pihak kasir (Finance) mengeluarkan dana sebesar tagihan yang masuk tadi. Sampai sini kemungkinan besar tidak ada masalah atau perlu pembukuan ganda di Perusahaan A, misalnya.. Tapi persoalannya bisa bergeser ke perusahaan B (penagih).. karena di sana KEMUNGKINAN BESAR harus ada pembukuan ganda, yakni yang menyebut angka x, dan satunya lagi (pembukuan) dengan angka x-y (y = besarnya komisi).. Saya gak tahu, apakah diskon/rebat bisa dibukukan internally di Perusahaan B saja, tetapi tidak dibukukan di Perusahaan A? Kalau bisa begitu, mungkin gak terjadi pembukuan ganda. * Sepertinya itu merupakan kolusi.. karena ada kerjasama saling menguntungkan antara pihak perusahaan dengan supplier tertentu.. dan meninggalkan supplier lain.. Melanggar praktek 'persaingan sehat' (yang digawangi KPPU)? Kalau lihat film 'ilahi' di TV, yang diperankan Basuki itu, kan modelnya gitu.. bilang ke sini, si itu kasih 30%, sampeyan 25% saja, proyek bisa masuk dsb.. :-P * Tanyakan pada hati nurani.. praktek semacam ini benar/tidak menurut tuntunan agama.. bukan cuma 'pembenaran' logika saja.. :-) CMIIW.. Wassalam, Irwan.K On 6/15/07, Kinantaka [EMAIL PROTECTED] kinantaka%40gmail.com wrote: Matur nuwun, terima kasih. Semalam saya konsul ke guru ngaji saya. Beliau dengan panjang lebar menjelaskan begini: Bahwa semua perihal muamalah, prinsip dasarnya adalah saling ridho, saling terbuka dan sama sama ikhlas. Nah, dalam hal ini kalo si penjual dan si pembeli ridho, OK.. silahkan jalan. Tapi kalau salah satu ada yg ga ridho, maka haram dan harus dibatalkan. Masalahnya adalah, memang benar saya bernegosiasinya dengan orang dalam atau Mr. X tersebut. Tetapi, yg membayar dan mengeluarkan duit sebenarnya kan bukan Mr. X itu, tapi adalah perusahaan PT. ABC tersebut. Apakah cara berbisnis seperti ini sudah sangat umum dan semua melakukannya? Jadi bagaimana ya??? Wassalam, Kinantaka On 6/14/07, Syaikhul Amin - MTD [EMAIL PROTECTED]Syaikhul%40capcx.comSyaikhul%40capcx.com wrote: wa'alaikumussalam, gampang saja mas, hukum asal dari suap ya haram, si penyuap ama yg disuap masuk neraka/berdosa. kalau pengin bersih dari masalah suap, nyogok, fee gelap, komisi ya jangan bisnis dg model spt itu...TINGGALKAN SAJA. sekarang kalau niatnya sekedar memberi hadiah bagaimana? selama bukan bertujuan untuk mendapatkan tender dan pemberiaannya setelah project selesai ya ndak papa. banyak kasus terjadi praktek korupsi dan kolusi (baik di pemerintah/bumnmaupun swasta) ya karena kasus2 spt mas kinantaka sampaikan. tapi ilmu fiqh kuwi kepenak kalau tahu usl nya. ikuti saja tendernya dengan yg mas kinantaka ajukan 950, urusan orang dalam jangan terlalu digubris dulu artinya jangan ada akad mau memberi hadiah dulu dg orang dalam. hadiah silakan di berikan kalau tender sudah didapatkan, Insya Allah ini yg paling aman dalam menghindari hal yg haram. selamat ikut tender, semoga berhasil...jangan lupa berzakat. salam, syaikhul -Original Message- From: Kinantaka [mailto:[EMAIL PROTECTED] kinantaka%40gmail.comkinantaka%40gmail.comkinantaka% 40gmail.com] Sent: Wednesday, June 13, 2007 11 javascript:void(0):30 AM Subject: [Kebangkitan_Bangsa] Tanya: Komisi buat Orang Dalam Assalamu'alaikum. Teman-teman yang saya hormati, saya ada pertanyaan tentang aktifitas usaha saya sbb: Saya adalah pemilik perusahaan PT. ABC, ada peluang atau kesempatan untuk masuk sebagai pemasok PT. XYZ. Kesempatan ini sangat terbuka lebar, tapi
[wanita-muslimah] KABUKI 030707 BANK KAUM MISKIN
YISC AL AZHAR YOUTH ISLAMIC STUDY CLUB === Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh DIVISI KAJIAN YISC AL AZHAR Mempersembahkan : Kajian Buku Ilmiah (KaBukI) Muhammad Yunus lahir di Chittagong pada tahun 1940 sebagai anak ke-3 dari 14 bersaudara, 5 diantaranya meninggal ketika bayi. Mengalami pemisahan Pakistan dan India semasa kecilnya dan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan ketika dewasa. Menerima beasiswa Fulbright untuk melanjutkan kuliah di Vanderbilt University . Menjabat Dekan Fakultas Ekonomi Chittagong University pada 1972 dan mulai mendalami akar-akar kemiskinan masyarakat di desa Jobra. Merintis program kredit mikro dan mendirikan Grameen Bank pada 1983. Saat ini, lebih dari 250 lembaga di 100 negara menjalankan program kredit mikro yang didasarkan pada metode Grameen Bank, dan PBB telah mencanangkan tahun 2005 lalu sebagai tahun Tahun Internasional Kredit Mikro. Bersama Grameen Bank, Yunus dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian 2006. Sebagai dosen ekonomi Universitas Chottagong, Muhammad Yunus merasa resah melihat kesenjangan antara teori yang diajarkannya dengan realitas kemiskinan sehari-hari di Bangladesh . Dan ia pun memutuskan keluar dari ruang kelas untuk belajar langsung dari masyarakat miskin pedesaan. Lahirlah ide-ide cemerlang pengentasan kemiskinan yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Buku ini menceritakan pergulatan mengharukan Yunus dan Grameen Bank dalam memberdayakan masyarakat miskin, membela hak-hak kaum perempuan yang selama ini diabaikan, melawan kelambatan birokrasi, kekolotan sikap keagamaan, kekakuan cara berpikir akademis, dan kesewenang-wenangan lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia. Judul Buku : “BANK KAUM MISKIN” Karya; MUHAMMAD YUNUS (Peraih Nobel Perdamaian) Pembedah : MoGAdiShU ERtaNtO (Ketua MDO 2006-2007) W a k t u : Selasa, 03 Juli 2007 Pukul 19.00-21.00 wwib T e m p a t : Taman Firdaus (Depan Sekretariat YISC Al-Azhar) Terbuka untuk seluruh Civitas YISC Al-Azhar informasi: Santi (0817844260) Karyono (70043725) Sugeng (08568190652) wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh HUMAS YISC === Sekretariat : Komplek Masjid Agung Al Azhar Jl.Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan Telp/Fax : 021-7247444, website: http://www.yisc.or.id - Pinpoint customers who are looking for what you sell. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Re: laki-laki buruh perusahaan tidak = ternak?
Yo wis.. yang waras (ingin diskusi berjalan wajar) ngalah.. Soalnya Mbak Mia (kelihatannya) udah 'drop the case'. :-) Masa' sih yang begini masih gak jelas juga? Quote: .. MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan. .. Gak mungkin kan, blio itu maksudnya Indonebia alias Mas RD? Secara banget deh loh.. :-p Kalau masih belum nyambung juga.. giliran saya yang (mungkin) gak bisa komentar lagi di thread ini.. :D Gak tahu lagi kalau jawabannya dibahas dari segi bahasa.. gw (makin) nyerah rah rah.. klo diskusi di milis kudu pake kaidah EYD kaya bikin laporan formal.. Wassalam, Irwan.K On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Lho a(n)da toh si Jaka Sembung? Pantes ... yg ditanya siapa, yg nyaut siapa ... ck ck ck --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com wanita-muslimah%40yahoogroups.com, IrwanK [EMAIL PROTECTED] wrote: Cuma reply sebaris nanyain begituan doank.. hebat.. keren.. Emang spesialis diskusi 'jaka sembung' kali nih?.. On 6/25/07, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: blio itu siapa to? --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.comwanita-muslimah% 40yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote: Satriyo: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... MIA: Okelah, dan bisa kita lihat apa yang ditulis Pak Satriyo sebelumnya, saya kutip di bawah ini. Setelah ini saya nggak akan menanggapi thread yang ini lagi, tapi tentu saja memberi kesempatan Pak Satriyo menanggapi terakhir kali, kalo blio berkenan. Kalo mau jujur bu Mia, yang jadi sapi perah (dan ini bukan saya menyamakan!) bukan terbatas pd perempuan. Mengutip tulisan Ibu Mia, apakah memang begitu yang ada di benak kaum perempuan yang ribut-ribut bias jender, bahwa yang 'diperas seperti ternak' di perusahaan* itu hanya perempuan? Kalo laki- laki itu tidak bisa disamakan atau dibandingkan dengan ternak? Satriyo: [1] soal level persamaan/perbandingan, perempuan dengan semisal ternak, harta, saya kira ko sekarang juga masih ada. Silakan saja lihat between the lines. Kalo sekarang lebih banyak pere yang cari kerja sec literal, jadi 'ternak' di perusahaan, buruh kasar di peras 'susu' nya dan 'anteng' saja karena tdk ada pilihan, atau berdasar pilihan Ada juga yang kerja tapi spt Khadija ra, tidak keluar rumah tapi mengendalikan dari rumah (jadi home-based manager), karena dia business owner, bukan lagi ternak atau piaraan Jadi apa bedanya? Selain asesoris tentu statistik ya, kec prosentase yang tidak jauh beda. === Salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.comwanita-muslimah%40yahoogroups.com wanita-muslimah% 40yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Tolong sampaikan ke teman ibu itu bahwa saya tidak pernah membandingkan pere dengan ternak. Mohon dia baca lagi. Kalo sudah dia baca tapi tetap dengan pendapatnya itu, saya hanya bisa berlepas diri pada Allah saja ... [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Boleh saja mba ida atau muslimah siapapun berpendapat demikian di bawah ini. Pertanyaannya kemudian untuk yang nggak berjilbab: 1. Apakah kalau nggak berjilbab menyalahi syariat? 2. Apakah ada sanksi atau hukum terhadap yang tidak memakai jilbab 3. Apakah Perda dapat dibenarkan untuk mewajibkan jilbab ini? 4. Apaka pernah ada di sejarah Nabi, perempuan yang dihukum karena nggak berjilbab? 3. Apakah solatnya sia2? Bagaimana anda menjawab pertanyaan ini? salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ida Syafyan [EMAIL PROTECTED] wrote: Betul sekali pak, memang itulah maksud saya, kemarin berhubung saya nge-net sambil nyuapin 2 balita di rumah jadi gak bisa panjang2 nulisnya :). Semua berbalik ke diri masing-masing tentang pemahaman hukum Islam, Seberapa jauh kita berusaha menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini hanya untuk menilai diri kita. (sempat baca juga emailnya salah satu ibu di milis ini)== soal orang berjilbab trus pacaran di taman2, di kebon, di hutan sekalipun. Itu mah gak usah dibahas, gak penting, dan jangan menyalahkan jilbabnya karena memang kadar iman seseorang berbeda. Orang yang rajin sholat, ngaji, mondar mandir naik haji tapi korupsi, ya jangan salahin sholat dan ibadah yg dia lakukan, mungkin dia melakukan ibadah2 tersebut dengan hati yang Riya/sombong, ujung2nya jadi gak berkah. Mau complain panjang lebar selebar2nya, kalau hukum Islam sudah bilang, harus di jalani. Yakini saja bahwa segala peraturan yg di buat oleh Agama kita itu benar dan tidak bermaksud merugikan, Insya Allah menjalaninya lebih damai di hati dan tanpa dirasa menjadi beban. Piii Ida S --- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Singkat dan padat ni tanggapan mba Ida. Point yang saya tangkap: [1] di manapun kita berada, kita tetap harus mentaati hukum Islam/Allah, tanpa kecuali. Seberapa jauh kita berusaha menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini hanya untuk menilai diri kita dan bukan orang lain. Tapi jika orang lain yang lalu seolah tampak tidak kukuh imannya ini lalu mulai propaganda kepada sesama untuk mengikuti sikapnya, dan mengumumkan kepada selain muslim bahwa apa yang ia lakukan itu adalah wajah Islam yang sebenarnya, wajib kita ingatkna ybs atau lebih dari sekadar mengingatkan sec lisan. [2] jilbab ... atau lebih tepatnya menutup aurat, sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan para shahabat, adalah bagian dari mentaati hukum Allah/Islam. Dan yang namanya hukum Allah/Islam itu pasti bermanfaat buat hamba2Nya. Salah satu manfaat itu bisa berupa perlindungan bagi ybs, atau hal positif lain. Tapi yang perlu diingat adalah, tidak berarti ketika sebuah hukum dijalankan lalu tanpa adanya hal positif yang dirasa itu berarti hukum itu void atau menjadi batal. Misalnya, makan daging babi (atau apapun yang dari babi) itu Haram. Salah satu hikmahnya adalah karena dengan tidak memakan daging babi maka terhindar dari cacing yang ada dalam daging babi. Lalu ketika ada proses yang membuat cacing itu hilang dari daging babi, tidak berarti daging itu menjadi haram. Kembali ke jilbab, menutup aurat. Masalah kebaikan perempuan, yang juga bisa lebih luas dari rasa perlindungan, spt masalah terhindarnya diri dari berbuat maksiat. Ketika pemakai jilbab masih berbuat maksiat, tidak menjadikan hukum wajib berjilbab itu jd batal. Sebagaimana shalat, yang oleh Allah dinyatakan sebagai mekanisme untuk mencegah pelakunya dari berbuat keji dan munkar, tidak menggugurkan kewajiban shalat saat si pelaku (musholi) itu berbuat keji dan munkar. Wah apa saya berlebihan mba 'menafsirkan' tanggapan mba ini? salam, Satriyo
Re: [wanita-muslimah] Re: Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA
saya cuman mau nanya ... apa pandangan jamaah Ahmadiyah terhadap Mirza Ghulam Ahmad? apakah sebagai nabi, sebagai pembaharu atau sebagai apa? terus jamaah Ahmadiyah sendiri memandang diri sendiri sebagai apa? sebagai orang Islam atau sebagai orang Ahmadiyah? sebenarnya jamaah Ahmadiyah itu apa sih? kenapa harus menggunakan nama Ahmadiyah (yang mengacu kepada Mirza Ghulam Ahmad). Pemahaman saya, kalau memang Ahmadiyah itu organisasi Islam biasa seperti Muhammadiyah atau NU, tentunya memakai nama yang lebih umum, kan Muhammadiyah bukan pakai nama pendirinya, dan NU sendiri tidak pake nama pendirinya. Ataukah Ahmadiyah ini semacam tarekat sufi yang biasanya pake nama pendirinya? Mohon kalau ada yang bisa menjawab. terima kasih. wassalam, -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/25/07, ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: hihi...seperti biasa ...karena tidak punya argumen untuk membantah kajian tersebut, maka yang tersisa cuma berceloteh ngalor-ngidul saja berusaha mendiskreditkan pendiri Jemaat Ahmadiyah.
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Terimakasih copy pastenya, Pak Sat. Lalu klarifikasi dari pertanyaan saya dimana? Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat dakwah Rasulullah. Saya pribadi tidak setuju dengan cara penerapan syariat yang diperdakan... ...aceh itu, sudah jelas ada aturan, tapi ybs spt nantangin. Kan di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Karena lain padang lain ilalang.. Test case: kalau Perda Aceh mewajibkan jilbab, dimana perempuan akan dibawa ke kantor polisi, mungkin dikurung dan dicambuk nantiapakah ini syariat Islam yang dipaksakan, atau bukan bentuk pemaksaan? Lalu minta klarifikasi lagi, dari tulisan Pak Sat sendiri: Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-] Lalu Pak Sat bicara panjang lebar tentang Aceh, apakah ukuran yang di atas aplikabel dengan Bapak juga? salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Ga usah Mia bingung. Bingung ya seolah ucapan saya tidak sinkron, tidak congruent? Coba baca ladi deh. Ada ni yang bisa nangkep maksud saya tapi dengan sejumlah catatan. Berikut saya copy paste tanggapan saya buat dia yang bisa Mia baca, berikut ini: === quote === Wah ya pantas anda cape, yang secara nanggepin komentar saya semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-] Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan karya kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah menurut anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas cara penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? Apa tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang ajak. So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab dan aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh yang perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, selain orang tertentu. Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar fokus. Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang berupa sampiran malah anda blow up? Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan? Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri yang berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku pada apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu. Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior dan kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang menikmatinya. Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang Betawi yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau Banten, atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam sangat mewarnai tradisi dan kehidupan penduduknya), adalah seperti situasi di pub malam itu. Apakah hanya mengacu pada keterbatasan tempat dan waktu? ... Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat dakwah Rasulullah. Terserah anda mau setuju atau tidak dengan persepsi saya bahwa ada daerah2 di negeri makmur ini yang memang ratusan tahun sudah akrab dengan 'perda syariah'. Tapi faktanya sekarang sangat banyak pihak yang ingin melakukan de-syariah-isasi pada daerah2 itu. Salah satunya ya Aceh. Betapa Aceh sekarang dan dulu itu beda. Dan wajar Aceh bukan lagi negeri yang patut menyandang gelar 'serambi Makah' spt dulu. Benar saja kata H Agus Salim, Islam sangat mungkin hilang dari negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini! === end of quote === salam, Satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia aldiy@ wrote: Penjelasan Satriyo perlu diklarifikasikan karena mengandung kontradiksi: ...Saya pribadi tidak setuju dengan cara penerapan syariat yang diperdakan... tapi di lain pihak bilang:...aceh itu, sudah jelas ada aturan, tapi ybs spt nantangin. Kan di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Karena lain padang lain ilalang.. Lha, jilbab itu kan 'syariat yang diperdakan di Aceh (diqanunkan). Katanya nggak setuju diperdakan, kok
[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Kita tidak bisa lepas dari perpektif individu dan kultural dalam memandang sesuatu fenomena sosial. Memang akan ada elemen judgment dalam pembahasan kita. Sebenarnya itu lazim saja, cuma dalam tulisan Anda yg terakhir nadanya tidak sejuk sehingga saya melihatnya sebagai suatu kumpulan tuduhan2. Tapi yg penting ialah kita sama2 mengagumi Ibnu Khaldun. Dan saya sering heran koq jarang sekali saya melihat referensi dari karya agungnya dalam membahas masyarakat Islam? Padahal menurut saya tidak banyak buku yg lebih lugas dalam menganalisa masyarakat Islam selain karyanya spt yg Anda katakan sejak dulu dan sekarang. Seorang jenius akan selalu abadi karyanya. Pendekatan yg saya sering lebih lihat ialah pendekatan literalis yg sangat out-of-context sehingga terkesan carut marut. Comot sini comot sana utk ditempelkan pada berbagai situasi sesuka sendiri. End resultnya adalah pembenaran utk hal yg sebenarnya tidak dapat diterima sebagai kebenaran. Apakah pendekatan ala Ibnu Khaldun itu sudah mulai ditinggalkan? Kalau ya memang berarti pendekatan ilmiah tradisi Islam sudah mulai ditinggalkan juga? Suatu tradisi agung yg telah membawa peradaban Islam menuju jaman keemasan ini kalau ditinggalkan ya memang berarti kita ada dalam keterpurukan bikinan sendiri. Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri dianjurkan utk diselesaikan secara musyawarah. Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu akhirnya selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek kehidupan. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Dan, terima kasih buat support dan encouragement anda dalam disksi ini. Pertanyaan dari saya buat anda, apakah sejauh ini anda juga menerapkan hal ini, counter-argument ilmiah dan tidak hanya judgement belaka? Judgement yang anda maksud yang bagaimana? Buat komentar anda selanjutnya, saya sangat tersanjung dan sejauh ini hanya bisa meng-amin-i karena terus terang untuk bisa spt ibnu Khaldun yang karya magnum opus-nya, Muqaddimah, diakui dunia sebagai karya yang sulit ditandingi baik sec masa di kala dia hidup, maupun kontemporer. Tapi kalo maksud anda sekadar se-ilmuah ibnu Khaldun (tetap saja belum jelas, ilmiah yang bagaimana, apakah mengacu hanya pada metode--yang spt apa--atau juga dikaitkan pada outcom-nya) mungkin, ... saya ulang, mungkin dengan izin Allah, dengan keterbatasan yang ada, bisa saya ikhtiarkan. Mungkin teman2 di berbagai pusat keilmuan yang memang memiliki kesamaan bidang dengan ibnu Khaldun lah yang saya kira paling mungkin mendekati kadar keilmiahan ibnu Khaldun. allaahu a'lam --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Dan dana.pamilih@ wrote: Walaikum salam, Bung Satriyo, mohon juga jika Anda dapat memberi counter-argument yg lebih ilmiah dan tidak hanya judgment belaka. Tunjukkanlah bahwa analisa Anda menggunakan metodologi keilmiahan spt yg juga dilakukan oleh Ibnu Khaldun dan rekan2nya. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Assalaamu alaikum, Isu menarik yang secara panjang mulai di bahas oleh member di milis ini adalah ukhuwah. Dari thread ukhuwah itu, termasuk ada cross- thread nya juga adalah kaitannya dengan berita soal sikap Kardinal Jerman, Karl Lehman, melalui ucapannya dipandang diskriminatif karena membela ummat kristiani di Jerman yang di matanya jauh lebih besar jasanya dari penganut agama 'lain' di Jerman, ternyata masuk juga ide dari segelintir oknum NU yang menyuarakan selain ukhuwah islamiyah, juga ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah. Lalu di-update oleh terma ukhuwah insaniyah. Hmm,... apa di sebagai muslim dan mukmin kita jumpai semua hal itu dalam Al-Qur'an? Ada member yang yakin bahwa hal itu ADA dalam kalamullah. Jadi dari sudut pandangnya muncullah terma baru yaitu ukhuwah globaliyah, yang ia akui itu istilah made in pribadi. No matter lah. Makin menyemarakkan jagad istilah. Bicara soal ukhuwah, tidak lepas saya kira dengan thread lain yang berisi hadis yang berasal dari 2 sumber riwayat berisi penghalaln darah orang yang menghina Rasul, dan sempat ramai. Saya kaitkan hal ini karena ada member milis yang mempertanyakan ko bisa ada muslim yang halal darahnya? Padahal saya sempat ajukan contoh seorang mujahidah muslimah asal Aceh, yang dengan sigap 'menghalalkan darah' sesama dengan alasan si muslimah lain yang halal darahnya itu adalah pengkhianat. Belum lagi para wali sembilan yang memancung kepala seorang sufi mbeling yang tidak
[wanita-muslimah] Madiun Pecahkan Rekor Sambel Pecel Terpanjang
Refleksi: Masih ada yang ingat pada sambel pecel, syukuralhamdullilah! http://www.gatra.com/artikel.php?id=105455 Madiun Pecahkan Rekor Sambel Pecel Terpanjang Madiun, 20 Juni 2007 09:46 Kota Madiun memecahkan Rekor Sambel Pecel terpanjang, mencapai 1.292 meter. Menurut Museum Rekor Indonesia (MURI), rekor itu melampaui batas perkiraan semula, sepanjang 1.000 meter. Salah Satu tim penilai dari MURI, Sri Widiyati, Rabu, menyatakan, ukuran panjang sambel pecel yang seharusnya jadi penilaian 1.000 meter, namun saat dilakukan pengukuran oleh tim MURI telah melebih batas perkiraan yaitu 1.292 meter. Untuk itu, Sambel Pecel terpanjang di Kota Madiun tercatat dalam buku rekor MURI dengan nomor 2.594, ujarnya. Selain itu, pencatatan sambel pecel terpanjang dengan beratnya mencapai 1,5 ton tersebut, dilakukan mulai pukul 19.00-hingga 21.00 WIB Selasa (19/7) malam di sepanjang Jalan Pahlawan Kota Madiun. Proses pembuatan sambel pecel terpanjang yang melibatkan tim penggerak PKK yang ada di 27 kelurahan di Kota Madiun itu, telah menghabiskan kacang tanah sekitar satu ton, cabai merah 6 kwintal, cabai rawit 3 kwintal, gula merah 9 kwintal, asem jawa 500 kilogram, terasi 2 kilogram dan garam satu ball dan daun jeruk sebanyak 3.000 lembar. Sambel pecel makanan khas kota Madiun ini, tercatat dalam buku rekor MURI setelah ibu-ibu PKK se Kota Madiun menjajar sambel pecel dalam bungkus plastik kecil bulat dengan panjang 10 cm dengan diameter 2 cm, yang akhirnya mencapai panjang hampir 1,3 kilometer di sepanjang jalan Pahlawan. Acara yang dibuat khusus untuk memperingati hari jadi Kota Madiun ke-89 itu, dihadiri puluhan ribu warga setempat. Aksi rebutan sambel pecel tersebut tidak terhindarkan, bahkan karena minimnya petugas keamanan membuat ribuan warga Madiun yang ingin melihat langsung proses pencatatan rekor MURI, mencuri kesempatan merebut sambel pecel saat petugas MURI selesai melakukan pengukuran. Akibat dari aksi rebutan, diketahui salah satu warga terluka akibat terjatuh dari pagar saat didesak oleh warga yang ikut berebutan itu. [TMA, Ant [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
nambahin Pak Dana ... apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu). di sisi lain, kok ya ulama ini kayak yang segala tahu ya? segala macam dibahas dan dijawab. kalau dalam dunia kedokteran orang tahu ada spesialisasinya. dan dokter bisa bilang, tidak ... ini bukan bidang saya, silakan tanya ke orang lain yang lebih ahli. kira-kira ada gak ya ulama yang berkata begitu? berkata tidak pada masalah yang tidak dikuasainya. salam -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/25/07, Dan [EMAIL PROTECTED] wrote: Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri dianjurkan utk diselesaikan secara musyawarah. Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu akhirnya selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek kehidupan.
[wanita-muslimah] Re: Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA
Assalamu'alaikum, Mas Wikan, --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Wikan Danar Sunindyo [EMAIL PROTECTED] wrote: saya cuman mau nanya ... apa pandangan jamaah Ahmadiyah terhadap Mirza Ghulam Ahmad? apakah sebagai nabi, sebagai pembaharu atau sebagai apa? Saya menganggapnya sebagai nabi dan sekaligus pembaharu. terus jamaah Ahmadiyah sendiri memandang diri sendiri sebagai apa? sebagai orang Islam atau sebagai orang Ahmadiyah? Saya seorang Muslim. Agama saya Islam. sebenarnya jamaah Ahmadiyah itu apa sih? kenapa harus menggunakan nama Ahmadiyah (yang mengacu kepada Mirza Ghulam Ahmad). Nama Ahmadiyah bukan mengacu pada nama Mirza Ghulam Ahmad, tetapi mengacu pada nama Kanjeng Rasulullah s.a.w. Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. menyatakan: Nama yang tepat untuk Gerakan ini dan yang mana kami lebih menyukai menyebut bagi diri kami adalah Muslim sekte Ahmadiyah. Kami telah memilih nama ini karena Rasulullah s.a.w. memiliki dua nama. Muhammad dan Ahmad; Muhammad adalah nama sifat keagungan dan Ahmad adalah nama sifat keindahannya...Tuhan telah mengatur kehidupan Rasulullah s.a.w., kehidupannya di Mekkah sebagai manifestasi dari nama Ahmad dan kaum Islam telah diajarkan kesabaran dan ketabahan. Kehidupannya di Medinah sebagai manifestasi dari nama Muhammad, dan Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya menetapkan untuk menghukum musuh- musuhnya. Namun ada suatu nubuatan bahwa nama Ahmad akan dimanifestasikan kembali di Akhir Zaman dan orang itu akan muncul dengan menyandang kualitas keindahan sebagai karakter Ahmad dan semua peperangan akan berakhir. Untuk alasan inilah telah dipertimbangkan dengan baik bahwa nama untuk sekte ini sebaiknya Ahmadiyah, sehingga tiap orang yang mendengar nama ini menyadari bahwa sekte ini telah datang untuk menyebar kedamaian serta keamanan dan tidak akan berhubungan dengan perang dan perkelahian. Supaya lebih jelas buat Anda, begini penjelasannya: Hz. Rasulullah s.a.w. memiliki dua nama. Muhammad dan Ahmad. Muhammad adalah nama sifat keagungan/kegagahan dan Ahmad adalah nama sifat keindahan/kelemah-lembutan. Tuhan telah mengatur sedemikian rupa kehidupan Hz. Rasulullah s.a.w. dalam berbagai tahap. Kehidupannya di Mekkah adalah sebagai manifestasi dari nama Ahmad dimana Jemaat Islam diajarkan kasih sayang, kelemah-lembutan, kesabaran dan ketabahan. Kehidupannya di Medinah adalah sebagai manifestasi dari nama Muhammad, dan Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya menetapkan untuk menghukum musuh-musuhnya yang hendak menghancurkan Islam dan Jemaat Islam yang baru lahir. Periode ini menunjukkan keagungan, kejayaan dan kegagahan beliau sebagai utusan Tuhan. Jadi, sifat Ahmad itu mendominasi seluruh periode kenabian Rasulullah s.a.w. yang 23 tahun - itulah salah satu sebab mengapa Islam dan Nabi Muhammad s.a.w. adalah pembawa keindahan, kedamaian, kelemah-lembutan, kasih sayang, taat, patuh dst - bukan pembawa kekerasan, kebuasan, kebiadaban seperti yang dicontohkan oleh para kyai/mullah/ulama Islam mainstream zaman sekarang. Salam, MAS Pemahaman saya, kalau memang Ahmadiyah itu organisasi Islam biasa seperti Muhammadiyah atau NU, tentunya memakai nama yang lebih umum, kan Muhammadiyah bukan pakai nama pendirinya, dan NU sendiri tidak pake nama pendirinya. Ataukah Ahmadiyah ini semacam tarekat sufi yang biasanya pake nama pendirinya? Mohon kalau ada yang bisa menjawab. terima kasih. wassalam, -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/25/07, ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] wrote: hihi...seperti biasa ...karena tidak punya argumen untuk membantah kajian tersebut, maka yang tersisa cuma berceloteh ngalor-ngidul saja berusaha mendiskreditkan pendiri Jemaat Ahmadiyah.
[wanita-muslimah] Uni Eropa sebagai suatu ukhuwah insaniyah
Dalam suatu perdebatan teori biasanya orang ingin suatu pembuktian empiris, sehingga teori itu dapat dinilai aplikabilitasnya. Saya selalu bertanya sejak saya bergabung dalam milis ini tahun 2000/2001, tolong berikan suatu contoh,suatu pembuktian empiris bahwa sistem syariat islam yg sedang diperjuangkan oleh sekelompok umat itu dapat diterapkan dalam abad ini dan memuaskan hasilnya. Memuaskan dalam arti kata nilai2 Islam terpelihara tetapi juga tercapai kemajuan lahir dan batin sehingga dapat kita tentukan bahwa sistem itu berhasil. Seandainya parameter2 keberhasilan masyarakat yg sekarang menjadi ukuran baku itu tidak disetujui (spt produk domestik bruto, tingkat melek huruf, tingkat pengangguran, tingkat kematian ibu, tingkat kematian balita, dsbnya) mohon berikan benchmarknya dan mari kita bandingkan keberhasilan negara itu terhadap benchmarknya sendiri menurut syariat Islam itu sendiri. Ternyata sampai saat inipun belum ada satupun yg berhasil mempresentasikan di milis ini contoh tersebut. Malah ada yg bilang jaman sekarang ini tidak ada negara yg benar2 negara Islam. Jadi apa ini artinya? Apakah memang konsep syariat Islam itu unachievable dalam abad 21 ini? Apa dong gunanya memperjuangkan hal2 yg tidak mungkin dapat dicapai? Mengenai konsep DUHAM yg kelihatannay sudah diadopsi oleh NU dan diusulkan istilahnya adalah ukhuwah insaniyah, saya ada contoh terdekat sebagai bukti empiris yaitu Uni Eropa. Seperti yg saya bahas dalam artikel sebelumnya, nation-state itu dibentuk di Eropa sebagai solusi dari perang agama, dari religious tribalism. Keberhasilan konsep nation-state ini ternyata efektif menghentikan perang agama, tetapi tidak efektif dalam mengentikan perang dunia. Jadi perlu ada solusi baru. Tadinya PBB yg diharapkan tetapi ternyata mandul juga karena adanya kepentingan super power yg memaksakan kehendaknya. Uni Eropa oleh karena itu dibentuk sebagai suatu tata negara baru dimana nation-state tidak terlalu relevan lagi kecuali lebih sebagai identitas budaya. Uni Eropa itu sendiri belum sempurna karena UUDnya masih belum disetujui oleh negara2 anggotanya, tapi sudah banyak yg dicapai. Unsur terpenting dalam pembentukan Uni Eropa ini ialah harmonisasi tata hukum dan tata ekonomi. Dalam tata hukum mereka, setiap warga Uni Eropa berhak bepergian dan tinggal di mana saja di Uni Eropa tanpa harus minta visa lagi. Visa itu adalah izin utk masuk suatu negara berdaulat. Orang Jerman kalau mau kerja dan tinggal di Spanyol tidak perlu repot2 minta visa menetap dsb, cukup melapor pada kecamatan atau pemda setempat. Laporan itu lebih utk kepentingan statistik bukan utk minta izin. Harmonisasi tata hukum ini juga berdampak luas. Setiap warga EU akan memperoleh perlakuan hukum yg sama dan setara dalam Uni Eropa. Sedang dibahas misalnya bahwa UU Perlindungan Konsumennya juga diharmonisasikan agar kalau kita misalnya tinggal di Jerman, beli produk Sony di Spanyol maka kalau rusak garansinya selagi berkunjung ke Belanda minta diperbaiki di sana. Sistem Kesehatan Umumnya juga membolehkan setiap warganegara berobat kemana saja dalam Uni Eropa secara gratis. Hanya perlu isi formulir saja. Memang hasil dari harmonisasi ini masih jauh dari sempurna tetapi setiap hari ada kemajuan perubahan menuju ke arah itu. Harmonisasi tata ekonomi juga dilakukan melalui mata uang Euro. Dg mata uang tunggal orang bukan saja tidak perlu repot2 tukar uang, tapi untuk bisnis antar negara anggota UE lebih mudah bagi orang dalam mengkalkulasi biaya dan pendapatan. Bagi saya ini adalah bentuk terapan ukhuwah insaniyah yg paling dekat dg konsepnya. Jadi ada contonya dan bukan OMDO. Bagaimana dg ukhuwah islamiyah? Bagi saya masih tidak lebih dari slogan belaka. Contohnya mau naik haji masih perlu visa. Masa mau ke Mekah harus minta visa dari Saudi Arabia? Seharusnya kan Kabah itu milik segenap umat Islam dan setiap umat Islam berhak mengunjunginya tanpa harus minta izin sama yg BUKAN memilikinya! Kita sebagai muslim tidak bisa datang ke Kuwait, Qatar, UAE begitu saja tanpa visa dan izin kerja utk bekerja dan menetap di sana walaupun kesempatan kerja banyak. Kalau beli barang di Tanah Abang dan lagi naik haji enggak bisa kita minta garansinya diterima di Mekah. Waktu saya ke Maroko, paling2 disambut dg ucapan Marhaban. Tapi kalau saya sakit harus bayar sendiri biaya dokternya. Jadi ukhuwah Islamiyah itu masih wacana dan akan tetap wacana kalau tidak ada pembahasan dan upaya mengarah ke harmonisaisi tata hukum dan tata ekonomi di antara negara2 Islam (atau anggota OIC). Masih dalam bentuk ikatan emosional yg tidak terdefinisi dg jelas dan belum ada penerapan hukum positifnya. Saya kira tantangan bagi mereka yg ingin menegakkan ukhuwah Islamiyah, coba lakukan harmonisasi tata hukum dan tata ekonomi dulu, utk disambung dg tata politik dan sebagainya, diantara negara2 OIC, sehingga semua umat Islam dapat bepergian ke mana saja dan dapat bekerja di mana saja tanpa visa. Barulah ukhuwah Islamiyah
[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Itulah yg saya pertanyakan mengenai tidak dibedakannya politik dari agama menurut Islam, menurut interpretasi tertentu. Ini ciri teokrasi. Apakah Islam suatu teokrasi? Menurut Gus Dur dan alm. Cak Nur bukan. Menurut pemahaman awam saya politik itu urusannya dg kesejahteraan lahiriyah dan agama adalah batiniyah. Kebijakan politik menentukan pilihan kebijakan ekonomi dlsb. Saya tidak keberatan jika para ulama mengurus yg berkenaan dg yg batiniyah. Emang itu urusannya. Tapi yg politik? Apa kompetensinya? Kalau dilihat dari pembahasan para ulama di sini tidak terasa keahlian ilmu politiknya. Mungkin saya belum bertemu saja. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Wikan Danar Sunindyo [EMAIL PROTECTED] wrote: nambahin Pak Dana ... apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu). di sisi lain, kok ya ulama ini kayak yang segala tahu ya? segala macam dibahas dan dijawab. kalau dalam dunia kedokteran orang tahu ada spesialisasinya. dan dokter bisa bilang, tidak ... ini bukan bidang saya, silakan tanya ke orang lain yang lebih ahli. kira-kira ada gak ya ulama yang berkata begitu? berkata tidak pada masalah yang tidak dikuasainya. salam -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/25/07, Dan [EMAIL PROTECTED] wrote: Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri dianjurkan utk diselesaikan secara musyawarah. Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu akhirnya selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek kehidupan.
Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Mas Wikan, Di dalam Alquran dinyatakan bahwa ketaatan itu hanya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Lalu, ketaatan berikutnya kepada ulil amri --jika dan hanya jika-- ulil amri itu sendiri taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya. Pernyataan di atas dituangkan dalam QS 4:59. Sayangnya, taat kepada Allah ini dipelintir menjadi taat kepada Alquran, dan taat kepada Rasul-Nya dipelintir menjadi taat kepada al-Sunnah. Jadi, Allah Yang Maha Hidup itu sudah sejak lama tidak dianggap hidup lagi oleh umat, makanya Allah diturunkan derajatnya hanya sebagai Alquran. Padahal, kalau ditanya tentang rukun iman, ada rukun untuk mengimani Allah dan ada rukun untuk mengimani kitab-kitab-Nya (QS 2:177). Demikian juga ketaatan kepada Rasul Allah, kepada Kanjeng Nabi Muhammad, lha koq diturunkan derajatnya hanya taat kepada al-Sunnah. Kita lupa bahwa Rasul itu tetap hidup (QS 2:154, 3:169-171). Bukankah dalam tasyahud ada ucapan assalaamu 'alayka ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuh, assalaamu 'alayna wa 'alaa ibadillaahis shaalihiin? Jadi, ucapan salam itu ditujukan kepada yang hidup dan yang disetarakan dengan orang yang mengucapkannya. Alquran itu adalah kitab tempat kita merujuk atau mengambil rujukan, jadi bukan tempat taat. Sedangkan petunjuk yaa harus kita peroleh langsung dari Tuhan, makanya ada ihdinaash shiraathal mustaqiim. Nah, kalau kita ditunjukkan oleh Tuhan, maka kita akan bisa melihat rujukannya, dan kita bisa menemukan ayatnya, lalu kita sambil mengangguk-angguk. oh ini ayatnya. Bukankah hakikat ayat-ayat Alquran itu ada di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu? (QS 29:49). Rasulullah yang sudah tidak berbadan fisik ini tetap hidup. Jasad fisik tak mampu lagi menampung Ruh Rasullullah, makanya secara fisikal beliau hanya 63 tahun. Karena tetap hidup itu maka Rasul menjadi saksi dan tetap menerangi (QS 33:45-46). Lha, kalau Muhammad mati secara total (lahir dan batin) yaa beliau tak pernah bisa menjadi saksi, apalagi menerangi. Jadi, hanya yang hidup yang bisa menjadi saksi dan menerangi, sedangkan mayit ya tak bisa apa-apa. Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita. Dengan pelita itu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena ulama itu hanya pelita, maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan bahwa tak ada sistem kependetaan dalam Islam. Saya perbesar TAK ADA SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM. Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan. Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak mendapatkan rujukan dari Alquran. Matur suwun, Salam, chodjim - Original Message - From: Wikan Danar Sunindyo To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, June 25, 2007 7:34 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO? nambahin Pak Dana ... apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu). di sisi lain, kok ya ulama ini kayak yang segala tahu ya? segala macam dibahas dan dijawab. kalau dalam dunia kedokteran orang tahu ada spesialisasinya. dan dokter bisa bilang, tidak ... ini bukan bidang saya, silakan tanya ke orang lain yang lebih ahli. kira-kira ada gak ya ulama yang berkata begitu? berkata tidak pada masalah yang tidak dikuasainya. salam -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/25/07, Dan [EMAIL PROTECTED] wrote: Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri dianjurkan utk diselesaikan secara musyawarah. Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu akhirnya selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa ulama tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek kehidupan. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] New Law May Help Non-Saudi Wife
Refleksi: Bagi wanita Indonesia yang telah atau akan mau kawin dengan laki-laki Arab Saudia, harap diperhatikan peraturan baru ini! http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=97859d=25m=6y=2007pix=kingdom.jpgcategory=Kingdom Monday, 25, June, 2007 (09, Jumada al-Thani, 1428) New Law May Help Non-Saudi Wife Maha Akeel, Arab News JEDDAH, 25 June 2007 - For abused non-Saudi wife Amal, the changes made in Article 16 of the Citizenship Law gives her some hope of being able to stay in Saudi Arabia legally after divorce. However, her problem lies in securing a divorce. Amal (not her real name) has been married to a Saudi since 1992 when she came to the Kingdom to work in the health sector. Now she feels stuck with an abusive husband and fears deportation and losing access to her son if divorced. At first, life was good with her husband. A year after marriage, she gave birth to a son. Then things deteriorated especially after he took a second and third wife, all foreigners whom he subsequently divorced. She claims that her husband began using hashish and was fired from his job eight years ago. He has been unemployed ever since, living off her salary, which he spends as he wishes because he has confiscated her ATM card and does not allow her access to her account. Amal also claims that her husband has become violent, controlling and overly suspicious (she is in her fifties). He has cut her off from any contact with family and friends, and prevents her from leaving home. While at work, he calls her every half-hour and barges in unannounced to check on her. At home Amal is a virtual prisoner and at work she is always on the edge. Her husband refuses to divorce her and at the same time she is afraid that if he does she will be deported because her iqama is under his sponsorship. Meanwhile, he refuses to apply for Saudi citizenship on her behalf. With fear and desperation in her voice, she said she does not know how to get out of this marriage especially since she has no family here or her country's representative office to help her. Sometimes I just think that I can wait for another four years when my son turns 18 and he can apply for his ID card and then sponsor me, she said. Although her work colleagues have expressed a willingness to help her, in the end everyone knows that everything is in her husband's hands because she is still married and because of the Kingdom's court system. There is hope, however, with the new changes made in Article 16 of the Civil Law. Lawyer Omar Al-Khouli told Arab News: The new system allows a divorced non-Saudi woman to apply for citizenship, especially if she has been married for a long time and has a child from her Saudi husband. But she has to relinquish her original citizenship. The changes announced by the Cabinet in March 2007 indicate that the Interior Ministry can grant Saudi citizenship to a foreign woman married to a Saudi if she applies for it and relinquishes her original citizenship, but it also states that the ministry can cancel her Saudi citizenship if she ends her marital relationship with the Saudi and retains her original citizenship or any other foreign citizenship. However, Al-Khouli clarified that Saudi citizenship can only be canceled if the woman obtains another citizenship after being granted her Saudi citizenship, and not because she got divorced. He said that international human rights laws prohibit a country from making a person a non-citizen of any country. Saudi citizenship can also be revoked if an applicant, man or woman, was sentenced for a crime or offense with two years or more jail-time during the first 10 years of obtaining citizenship, which I think is a long time, said Al-Khouli. Further, according to Al-Khouli, in the case of Amal, her son can apply for an ID card when he turns 15 and not 18. Of course, she has to be divorced before her son can sponsor her. The problem remains with securing a divorce because as long as the husband refuses to divorce, the case can drag on for a long time in court. What she needs to do is provoke him to divorce her, otherwise if she goes to court she needs to prove that he has been violent and not a good husband, and might have to go for khula where she pays him money to divorce her, he said. Amal knows that she will be taking a risk in applying for a divorce because once she is out of the house, she will be on her own and in limbo between the time her divorce papers are processed and until the time she can apply for citizenship or be sponsored by her son. Even the National Society for Human Rights said that the process for helping her once she applies for divorce is long and they cannot guarantee things will go smoothly. Once she applies for divorce and if he does not cooperate, we can help by submitting requests on her behalf to the court,
[wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam
Pak Kinantaka, tak usah bingung, tidak ada jatah komisi untuk orang dalam. Orang dalam itu kan sudah digaji oleh PT. XYZ yg akan membeli produk anda itu. Seharusnya dia loyal membantu perusahaan tempat dia bekerja, dengan mengusahakan perolehan harga yang seekonomis mungkin dan kwalitas yg bagus. Jika ada bagian/ jatah untuk orang dalam, berarti PT. XYZ perusahaan itu dirugikan oleh pegawainya sendiri. Seharusnya PT. XYZ bisa mendapat lebih murah, berhemat, tapi jadi lebih mahal karena ada yang nyangkut ke pegawainya sendiri yg orang dalam itu. Ini namanya korupsi oleh orang dalam. Jadi anda jangan bekerja sama memuluskan korupsi ini. Tidak halal itu. Dalam skala nasional, terbukti negara kita diterjang krisis ekonomi karena perilaku biaya tinggi yang hampir merata di semua sektor. Orang2 dalam pada sibuk mempertebal kantong sendiri, akibatnya perusahaan / instansi terkait jadi boros dan biaya tinggi. Wassalam, Flora Re: Tanya: Komisi buat Orang Dalam Posted by: Kinantaka [EMAIL PROTECTED] Mon Jun 25, 2007 3:15 am (PST) Saya koq belum merasa tenteram dan belum juga merasa puas yak dengan semua Jawaban ini. Hati kecil she merasa mengijinkan (katanya disuruh nanya ke hati nurani). Apakah hati nurani saya memberi fatwa yang salah yak? Bagaimana atuh? Kinantaka [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam
mau nanya juga soal hukum mark-up dalam islam ... apakah diperbolehkan atau tidak? soalnya saya pernah baca, bahwa layanan murabahah yang merupakan produk bank syariah pada hakikatnya adalah mark-up juga. kalau misalnya ada orang pengin punya mobil, maka pihak bank akan membelikan dia mobil itu dan menjual-nya kembali ke orang tersebut dengan harga lebih tinggi (mark-up) daripada harga aslinya, dan kini si orang itu membayar harga yang lebih tinggi itu secara mencicil. lalu apa bedanya dengan kredit biasa? dan saat ini juga banyak bank non syariah yang menawarkan pembiayaan pembelian barang dengan 0% bunga tapi dengan skema yang sama dengan murabahah, artinya harganya dinaikkan, nasabah suruh bayar sesuai harga yang dimark-up tersebut. Mohon kalau ada yang bisa jawab. Makasih. wassalam, -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/25/07, Flora Pamungkas [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Kinantaka, tak usah bingung, tidak ada jatah komisi untuk orang dalam. Orang dalam itu kan sudah digaji oleh PT. XYZ yg akan membeli produk anda itu. Seharusnya dia loyal membantu perusahaan tempat dia bekerja, dengan mengusahakan perolehan harga yang seekonomis mungkin dan kwalitas yg bagus. Jika ada bagian/ jatah untuk orang dalam, berarti PT. XYZ perusahaan itu dirugikan oleh pegawainya sendiri. Seharusnya PT. XYZ bisa mendapat lebih murah, berhemat, tapi jadi lebih mahal karena ada yang nyangkut ke pegawainya sendiri yg orang dalam itu. Ini namanya korupsi oleh orang dalam. Jadi anda jangan bekerja sama memuluskan korupsi ini. Tidak halal itu. Dalam skala nasional, terbukti negara kita diterjang krisis ekonomi karena perilaku biaya tinggi yang hampir merata di semua sektor. Orang2 dalam pada sibuk mempertebal kantong sendiri, akibatnya perusahaan / instansi terkait jadi boros dan biaya tinggi.
Re: [wanita-muslimah] 'Pusing Mikirin Minyak Goreng'
Juga : Sebenernya juga PTP kelapa sawit yg punya pemerintah adalah untuk pasokan dalam negeri. Sekarang ini banyak perekebunan milik pemerintah gak keurus Salam l.meilany - Original Message - From: H. M. Nur Abdurrahman To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Cc: le soto Sent: Saturday, June 23, 2007 8:07 AM Subject: Re: [wanita-muslimah] 'Pusing Mikirin Minyak Goreng' Kalau diberi pajak ekspor 16% tidak berefek bagi eksporter, karena keuntungannya jauh lebih tinggi ketimbang pajaknya, maka pajak ekspor yang 16% itu seluruhnya dipakai untuk subsidi ke mnyak goreng, maka harga das Sollen = harga das Sein - hasil pajak 16%. Wassalam HMNA - Original Message - From: Wikan Danar Sunindyo [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, June 23, 2007 19:45 Subject: Re: [wanita-muslimah] 'Pusing Mikirin Minyak Goreng' CPO melonjak, kalau gak salah karena demand-nya di luar negeri juga melonjak drastis sekarang di eropa kan lagi banyak dikembangkan mobil2 hybrid alias berbahan bakar campuran, BBM sama bahan lain, salah satunya pake biodiesel. nah salah satu bahan baku biodiesel ini adalah CPO. wajar kalau sekarang CPO jadi dibutuhkan oleh banyak negara maju, mungkin hampir sama dengan kebutuhan mereka atas BBM. cuman saya baca kenaikan harga CPO internasional emang gila-gilaan, hampir dua kali lipatnya dari 450 USD jadi 726 USD per ton. wajar kalau pengusaha indonesia mengalihkan pasarnya ke luar negeri ketimbang dalam negeri. mau dikasih pajak ekspor 16% juga gak ngefek, lha wong keuntungannya jauh lebih tinggi ketimbang pajaknya :)) salam, -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/23/07, L.Meilany [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Ambon, Yg tepatnya, masak dengan minyak [ menggoreng] bikin makanan yg gak enak jadi enak. Coba saja makan tempe di rebus dengan tempe digoreng; menyantap ikan rebus dengan ikan goreng. Pasti lebih enak yg di goreng :-) Sebenernya yg kita kurang ketahui adalah ternyata harga CPO dunia lagi melambung tinggi. Oleh karenanya CPO yg u stok konsumsi dalam negeri di ekspor besar2-an. Produsen ogah supply untuk pemakaian dalam negeri. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] jika berkhalwat?
Pak Hendri : Setahu saya yg berhak menentukan halal - haram itu hanya Allah SWT. Jadi jangan mengada-ada :-) -QS Al An'aam: 6:119- Berpacaran dalam kosakata Betawi artinya memang berkendak - berzinah. Tapi dalam prakteknya berpacaran secara pengertian umum tidak sama dengan yg Pak Hendri pikirkan. Kebanyakan kita disusupi dengan hal2 yg negatif. Berpacaran tidak selalu diasosiasikan dengan ; Berduaan ditempat sepi pula. Contohnya begini : Di sebuah kumpulan kopdaran ada sepasang manusia yg lebih dekat hubungannya dengan yg lain. Maka orang lain akan mengatakan mungkin mereka berpacaran. Pacaran adalah hubungan [ pertemanan, silaturahim ] yg lebih dekat yg mungkin diantara keduanya sudah saling merencanakan kehidupan masa depan. Dari pacaran kadang2 timbul rasa cemburu, rasa rindu yg tidak didapatkan jika hubungan tersebut sebatas pertemanan. Jika hubungan mereka dipisahkan jarak, misal yg satu di Sumatera, yg satu di Jawa gimana mau berkhalwat? Jika mereka sering berpergian rame2, gimana mau berkhlawat? salam l.meilany - Original Message - From: Hendri To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, June 20, 2007 4:45 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] jika Bu Mia, Ibu sudah tahu belum bahwa hukum berpacaran dalam Islam adalah haram ? Karena itu seharusnya orang tua selalu menasehati anaknya agar jangan berpacaran. Orang yang berpacaran itu pasti sering berkhalwat, sedangkan berkhalwat itu mendekati zina (bahkan banyak yang sampai berzina). Wassalam Hendri Mia wrote: Masih video Melly:-) Jadi setelah 'putus' sama pacarnya, rupanya anakku masih berhubungan dengan eks pacarnya lewat friendster. Rupanya doi mau balik dengan anakku (tapi katanya anakku dah punya pacar lain..:-( dan anak cewek jaman sekarang lebih berani yah mengungkapkan expressinya, kalo gw dulu pingin balik ke pacar yang diputusin..kok gengsiii gitumaklum jadul. ..kita masih muda dalam mengambil keputusan, maafkan daku ingin kembali, seumpama ada, jalan untuk kembali... Melly, Jika. salam Mia -- No virus found in this incoming message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.472 / Virus Database: 269.9.0/853 - Release Date: 6/18/2007 3:02 PM [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: jika, khalwat
Inilah komentar yg juga sering saya dengar dari para ikhwan dan akhwat. Berpacaran diasosiasikan dengan perbuatan ' memadu kasih, bermesraaan, berduaan ditempat sepi. Ya ampun :-) Seperti saya katakan pada Pak Hendri, Berpacaran itu boleh dikatakan sebagai bentuk hubungan antar laki2 perempuan yg 'lebih dekat' Tidak sekedar berteman, tidak sekedar teman bergaul di kantor, di sekolah, tetangga. Ada yg khusus. Karena diantara keduanya telah membicarakan hal2 yg pribadi sifatnya, para ortu sudah tau, sudah saling mengenal antara ortu perempuan dengan ortu laki2 Tidak selalu berpacaran diikuti dengan bermesra-mesra-an, berduaan. Berpacaran tidak melulu/selalu ber hanky panky seperti lagunya rolling stones Tapi yg jelas berpacaran menimbulkan rasa cemburu jika salah satunya dekat dengan yg lain. Karena ada rasa cinta-sayang diantara keduanya. Makanya gak habis pikir jika ada isteri yg merelakan suaminya mengambil isteri baru, bahkan mencarikannya. Sudah tidak adakah rasa cinta sayang dan cemburu itu? Sedangkan Allah saja merasa cemburu kalo manusia menduakanNYA :-) Salam l.meilany - Original Message - From: Wikan Danar Sunindyo To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Saturday, June 23, 2007 6:38 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: jika, khalwat Mbak Meilany jangan salah sangka ... ada juga ikhwan-akhwat yang baru pacaran setelah menikah lho :) salam, -- wikan http://wikan.multiply.com On 6/23/07, L.Meilany [EMAIL PROTECTED] wrote: Tapi katanya, ini jokes kalo orang islam dengan atribut yg jelas; perempuan memakai baju muslimah, berkerudung, laki2nya memakai baju sadariah, celana congkrang] berkhalwat gak pa-pa :-) Karena mereka konon dah punya penangkal setan, dijamin tidak tergoda :-) Mau buktinya, supaya jangan dikira saya mengada-ada. Datanglah ke Kebun Raya Bogor, atau Taman Bunga Nusantara, Taman Bunga Cibubur, Taman Mini, pada hari selain Sabtu Minggu, pada jam2 menjelang tutup. Nanti keliatan deh kaum pasangan islami yg sedang bersepi ria. Jalan2 bergandengan tangan, cekikikan dll. Duduk saling merapat di bawah pohon besar yg teduh setengah gelap. Suami isteri itu mungkin ya? Tapi mana mungkin sih, kalo pasutri knapa gak mesra2-an di tempat tinggal mereka saja? Ngapain gitu musti berkhalwat di tempat yg sunyi :-) [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam
Mungkin gak nyambung tapi apakah ini juga bagian dari penyalahgunaan. Kemarin saya menyimak keluhan pembaca suratkabar. Ia tinggal di Depok, punya mobil, lantas katanya hampir seluruh jalanan di depok itu rusak sak, ajrut2-an. Bikin rusak mobil, jadi macet karena jalan musti pelan2. Gimana nih, setahu dia pemda cuma urus jalanan, fasum di lingkungan perumahan para pejabat Depok. Jadi meskipun jalanan lain rusak, asal bukan jalanan di lingkungan yth pejabat itu bermukim menuju ke kantornya. Makanya apa mungkin disengaja pejabat yg berwenang tutup mata lantaran ini diluar anggaran jadi semacam 'komisi' dari kontraktor untuk memuluskan jalan bagi proyek pembangunan selanjutnya? Atau, artinya ini juga korupsi, penyalahgunaan wewenang? Dana pembangunan dipakai dengan tidak merata. Dimana keadilan? Wallaualam bissawab Salam l.meilany - Original Message - From: Flora Pamungkas To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 26, 2007 1:36 AM Subject: [wanita-muslimah] Re: Tanya : Komisi buat Orang Dalam Pak Kinantaka, tak usah bingung, tidak ada jatah komisi untuk orang dalam. Orang dalam itu kan sudah digaji oleh PT. XYZ yg akan membeli produk anda itu. Seharusnya dia loyal membantu perusahaan tempat dia bekerja, dengan mengusahakan perolehan harga yang seekonomis mungkin dan kwalitas yg bagus. Jika ada bagian/ jatah untuk orang dalam, berarti PT. XYZ perusahaan itu dirugikan oleh pegawainya sendiri. Seharusnya PT. XYZ bisa mendapat lebih murah, berhemat, tapi jadi lebih mahal karena ada yang nyangkut ke pegawainya sendiri yg orang dalam itu. Ini namanya korupsi oleh orang dalam. Jadi anda jangan bekerja sama memuluskan korupsi ini. Tidak halal itu. Dalam skala nasional, terbukti negara kita diterjang krisis ekonomi karena perilaku biaya tinggi yang hampir merata di semua sektor. Orang2 dalam pada sibuk mempertebal kantong sendiri, akibatnya perusahaan / instansi terkait jadi boros dan biaya tinggi. Wassalam, Flora Re: Tanya: Komisi buat Orang Dalam Posted by: Kinantaka [EMAIL PROTECTED] Mon Jun 25, 2007 3:15 am (PST) Saya koq belum merasa tenteram dan belum juga merasa puas yak dengan semua Jawaban ini. Hati kecil she merasa mengijinkan (katanya disuruh nanya ke hati nurani). Apakah hati nurani saya memberi fatwa yang salah yak? Bagaimana atuh? Kinantaka [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Memulangkan Pahlawan Devisa
SUARA KARYA Memulangkan Pahlawan Devisa Oleh Urwatul Wutsqo Selasa, 26 Juni 2007 Practical slavery gave contribution to the economic regulation till 19th century previously the international tractat is prohibited it with a reason that the slavery opposite with humanity and fairness. Geoffrey Robertson (Crimes Against Humanity, 2000:258) Kasus penganiayaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) terus berulang, sementara jaminan perlindungan dari negara minim sekali. Karena sering berulangnya kasus serupa, semestinya negara memberlakukan aturan yang ketat bagi biro-biro jasa yang selama ini meregulasi TKI, atau negara sebaiknya mencabut kebijakan mengirim TKI. Jadi, jangan lagi ada alasan bahwa TKI merupakan pahlawan devisa bagi negara. Kita tahu, di balik kata-kata itu terdapat sebentuk kemunafikan, di mana pemerintah atau biro-biro jasa penyalur tenaga kerja meraup keuntungan tapi telah secara rela menjual tenaga manusia Indonesia dengan sangat murah. Harkat dan martabat bangsa Indonesia juga telah dipermalukan karena telah menyuplai kuli ke negara orang. Biasanya ada dua cara bagi TKI untuk bisa bekerja di luar negeri. Pertama lewat jalur formal yang lazimnya dikelola oleh biro-biro penyalur tenaga kerja dan memiliki izin resmi dari pemerintah. Kedua, lewat jalur ilegal di mana para TKI diselundupkan oleh oknum-oknum tertentu yang mengatasnamakan biro-biro penyalur tenaga kerja. Justru yang kedua itulah letak problematikanya. Sebab ketika terjadi kekerasan, pemerintah di negara tempat TKI bekerja akan menyalahkan TKI-nya karena masuk secara ilegal. Oleh sebab itu, negara harus mengusut oknum-oknum tertentu yang membawa TKI secara ilegal. Selama ini negara menjadikan TKI sebagai dunia industri yang bisa menghasilkan aset. TKI menghasilkan sumber devisa bagi negara yang jumlahnya sangat besar. Pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan bagi biro-biro tenaga kerja dan bagi mereka yang ingin menjadi TKI. Namun, kini negara terkesan lembek ketika ada TKI yang mendapatkan perlakuan kekerasan. Banyak sekali kasus kekerasan yang dilakukan majikan, tapi tak ada perlindungan sama sekali dari negara. Jika ada kasus kekerasan, sikap saling lempar tanggung jawab biasanya sering terjadi. Antara pihak biro penyedia jasa tenaga kerja di satu sisi dan negara atau pemerintah di sisi lain, tak mau disalahkan dengan adanya kasus kekerasan. Sikap permisif lalu muncul, paling biro penyedia jasa tenaga kerja maupun pemerintah hanya memberikan bantuan seadanya kepada pihak keluarganya. Setelah itu mereka benar-benar lepas dari tanggungjawab. Selama ini tak ada tindakan hukum yang dilakukan untuk mengusut kasus-kasus kekerasan yang dialami TKI. Ada kesan, manusia Indonesia begitu murah, bisa diperlakukan untuk apa saja, termasuk bisa diperlakukan untuk melampiaskan rasa kemarahan seorang majikan. Anehnya, banyak kasus kekerasan terhadap TKI tapi tak ada satu kebijakan konkret dari negara. Ada kesan negara membiarkan kondisi itu terus berlangsung. Mestinya negara menghentikan kebijakan memberangkatkan TKI ke luar negeri, bukan malah mempermudah persyaratan bagi TKI, kalau toh pada akhirnya mereka para TKI akan diperlakukan semena-mena. Negara terkesan hanya mencari keuntungan. Semestinya ada kebijakan-kebijakan tertentu dari negara yang benar-benar menjamin atas keberadaan TKI di luar negeri, apalagi bermukim untuk waktu yang lama. Ada tiga hal yang harus diambil oleh negara ketika membuka kebijakan bagi TKI. Pertama, negara harus benar-benar berkoordinasi dengan perwakilannya di luar negeri (Kedubes RI), yang bertugas mendata, mengayomi atau memantau keberadaan TKI yang ada di masing-masing negara tujuan. Kedua, negara wajib memberikan bantuan hukum jika ada TKI yang memiliki persoalan hukum di negara tujuan. Ketiga, negara harus mengusut tuntas jika ada kasus-kasus pelanggaran HAM atau kekerasan terhadap TKI yang ada di luar negeri. Tiga hal itu harus menjadi prinsip dan harus dijalankan secara baik. Sebab ada kesan, tradisi dan budaya negara ini hanya komprehensif dalam dataran wacana dan peraturan, namun kenyataan di lapangan sering tidak sesuai dengan teorinya. Ke depan, negara harus membuktikan bahwa antara teori atau aturan dan praktiknya, terutama dalam persoalan TKI, harus dijamin benar-benar akan diimplementasikan sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat luas. Negara mestinya memiliki keberanian jika ada kasus kekerasan atau pelanggaran HAM yang menimpa TKI di negeri orang. Negara jangan terkesan lembek dan tidak berani menghadapi negara-negara di mana di situ ada TKI yang tertimpa kasus kekerasan maupun pelanggaran HAM. Jika negara atau pemerintah tak melakukannya, sebaiknya menghentikan kebijakan pengiriman TKI ke luar negeri. Lebih jauh lagi, pemerintah perlu membuat kebijakan dengan membuka peluang kerja seluas-luasnya, sehingga keberadaan negara atau pemerintah dirasakan ada manfaatnya oleh warga negara. Tugas dan fungsi
[wanita-muslimah] Dipisahkan saat pesta nikah
Temans, Beberapa minggu yang lalu ada acara nikah 2 artis Indonesia, yang satu di Masjidil haram sambil umroh, satunya lagi di mesjid mewah di Indonesia. Yang menarik, pas acara nikah, kedua mempelai dipisahkan. Jadi nikahnya hanya mempelai laki-laki dengan wali yang perempuan, alasannya mereka belum sah untuk bersama-sama karena belum akad nikah. Saya juga pernah melihat pernikahan seperti itu secara langsung, acara pernikahan dilakukan dengan cara mempelai laki-laki dan wanita dipisah ruangan, mempelai perempuan baru bergabung dengan mempelai laki-laki setelah akad nikah. Melihat yang seperti itu, rasanya aneh karena seperti kasus artis itu, yang satu sudah pacaran sekitar 4 tahun malah pernah di luar Indonesia selama satu selang waktu berdua. Yang satunya lagi juga selama berbulan-bulan sering berdua kemana-mana. Ada juga kenalan yang pacaran sejak SMU+kuliah selama 7 tahun, lalu acara nikahnya dipisah begitu. Jadi aneh kan? Kenapa dalam jangka waktu lama mereka kemana-mana berdua tidak diributkan, lalu saat menikah yang disaksikan orang banyak tidak boleh berdekatan. Walaupun belum menikah, di acara pernikahan seperti itu, apa mereka mau berbuat aneh2? Justru di saat mereka pergi berdua-dua kemana-mana (mungkin juga ke tempat tertutup) bisa terjadi yang melanggar agama. Pemisahan juga terjadi untuk tamu, kasihan suami istri yang membawa bayi atau balita. Saudara saya selalu kerepotan jika menghadiri acara nikah seperti itu, di rumahnya tidak ada pembantu dan dia selalu membawa bayi dan balitanya karena tidak ada penitipan bayi/balita. Di pesta seperti itu tidak bisa makan, kalau suami istri itu sama-sama, mereka bisa gantian makan dan menjaga anak-anaknya. Dan kembali lagi, apakah di pesta pernikahan yang dihadiri banyak orang itu bisa terjadi peristiwa yang melanggar agama? Kalau orang mau macem2 kan bukan di pesta yang bisa dilihat banyak mata. Masalah lainnya jika suami istri tidak punya atau tidak membawa ponsel, mau pulang apakah di pemisah lalu teriak2 mencari suami atau istrinya?...:) Pertanyaannya sekarang, apakah orang mau nikah dipisah dan pemisahan diantara tamu itu dicontohkan Rasulullah? Jika iya, apakah itu kebiasaan Arab sejak dulu sebelum Islam atau kebiasaan itu baru muncul setelah dicontohkan Rasul? Apakah memang ada aturan dalam Islam harus dipisah seperti itu? salam Aisha [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Mia : Pertanyaannya kemudian untuk yang nggak berjilbab: 1. Apakah kalau nggak berjilbab menyalahi syariat? 2. Apakah ada sanksi atau hukum terhadap yang tidak memakai jilbab 3. Apakah Perda dapat dibenarkan untuk mewajibkan jilbab ini? 4. Apaka pernah ada di sejarah Nabi, perempuan yang dihukum karena nggak berjilbab? 3. Apakah solatnya sia2? --- Janiki : Pertanyaannya kemudian juga, kalau boleh tahu Mia ini berjilbab tidak ya ? Silahkan dijawab dengan jujur . Morning. --oo0oo-- Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Boleh saja mba ida atau muslimah siapapun berpendapat demikian di bawah ini. Pertanyaannya kemudian untuk yang nggak berjilbab: 1. Apakah kalau nggak berjilbab menyalahi syariat? 2. Apakah ada sanksi atau hukum terhadap yang tidak memakai jilbab 3. Apakah Perda dapat dibenarkan untuk mewajibkan jilbab ini? 4. Apaka pernah ada di sejarah Nabi, perempuan yang dihukum karena nggak berjilbab? 3. Apakah solatnya sia2? Bagaimana anda menjawab pertanyaan ini? salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Ida Syafyan [EMAIL PROTECTED] wrote: Betul sekali pak, memang itulah maksud saya, kemarin berhubung saya nge-net sambil nyuapin 2 balita di rumah jadi gak bisa panjang2 nulisnya :). Semua berbalik ke diri masing-masing tentang pemahaman hukum Islam, Seberapa jauh kita berusaha menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini hanya untuk menilai diri kita. (sempat baca juga emailnya salah satu ibu di milis ini)== soal orang berjilbab trus pacaran di taman2, di kebon, di hutan sekalipun. Itu mah gak usah dibahas, gak penting, dan jangan menyalahkan jilbabnya karena memang kadar iman seseorang berbeda. Orang yang rajin sholat, ngaji, mondar mandir naik haji tapi korupsi, ya jangan salahin sholat dan ibadah yg dia lakukan, mungkin dia melakukan ibadah2 tersebut dengan hati yang Riya/sombong, ujung2nya jadi gak berkah. Mau complain panjang lebar selebar2nya, kalau hukum Islam sudah bilang, harus di jalani. Yakini saja bahwa segala peraturan yg di buat oleh Agama kita itu benar dan tidak bermaksud merugikan, Insya Allah menjalaninya lebih damai di hati dan tanpa dirasa menjadi beban. Piii Ida S --- rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Singkat dan padat ni tanggapan mba Ida. Point yang saya tangkap: [1] di manapun kita berada, kita tetap harus mentaati hukum Islam/Allah, tanpa kecuali. Seberapa jauh kita berusaha menjalankannya, sedemikianlah kadar iman kita. Dan ini hanya untuk menilai diri kita dan bukan orang lain. Tapi jika orang lain yang lalu seolah tampak tidak kukuh imannya ini lalu mulai propaganda kepada sesama untuk mengikuti sikapnya, dan mengumumkan kepada selain muslim bahwa apa yang ia lakukan itu adalah wajah Islam yang sebenarnya, wajib kita ingatkna ybs atau lebih dari sekadar mengingatkan sec lisan. [2] jilbab ... atau lebih tepatnya menutup aurat, sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan para shahabat, adalah bagian dari mentaati hukum Allah/Islam. Dan yang namanya hukum Allah/Islam itu pasti bermanfaat buat hamba2Nya. Salah satu manfaat itu bisa berupa perlindungan bagi ybs, atau hal positif lain. Tapi yang perlu diingat adalah, tidak berarti ketika sebuah hukum dijalankan lalu tanpa adanya hal positif yang dirasa itu berarti hukum itu void atau menjadi batal. Misalnya, makan daging babi (atau apapun yang dari babi) itu Haram. Salah satu hikmahnya adalah karena dengan tidak memakan daging babi maka terhindar dari cacing yang ada dalam daging babi. Lalu ketika ada proses yang membuat cacing itu hilang dari daging babi, tidak berarti daging itu menjadi haram. Kembali ke jilbab, menutup aurat. Masalah kebaikan perempuan, yang juga bisa lebih luas dari rasa perlindungan, spt masalah terhindarnya diri dari berbuat maksiat. Ketika pemakai jilbab masih berbuat maksiat, tidak menjadikan hukum wajib berjilbab itu jd batal. Sebagaimana shalat, yang oleh Allah dinyatakan sebagai mekanisme untuk mencegah pelakunya dari berbuat keji dan munkar, tidak menggugurkan kewajiban shalat saat si pelaku (musholi) itu berbuat keji dan munkar. Wah apa saya berlebihan mba 'menafsirkan' tanggapan mba ini? salam, Satriyo Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [wanita-muslimah] Uni Eropa sebagai suatu ukhuwah insaniyah - moral
Mas Dana : Saya selalu bertanya sejak saya bergabung dalam milis ini tahun 2000/2001, tolong berikan suatu contoh,suatu pembuktian empiris bahwa sistem syariat islam yg sedang diperjuangkan oleh sekelompok umat itu dapat diterapkan dalam abad ini dan memuaskan hasilnya. Memuaskan dalam arti kata nilai2 Islam terpelihara tetapi juga tercapai kemajuan lahir dan batin sehingga dapat kita tentukan bahwa sistem itu berhasil. - Janiki : Seharusnya pertanyaannya begini, Sumbangan apa yang telah diberikan Islam kepada Pencerahan Eropa?, ngono mas. Bangsa Eropa mengakui sumbangan Islam kepada kebangkitan / pencerahan Eropa and abad ini sumbangan Islam dalam bidang moral akan diberikan Islam kepada dunia, marilah kita berdoa bersama-sama. -- Artikel ini disajikan oleh saudara kita dari Amerika (pribumi Amerika) anggota milis janiki The answer to this dilemma and to all dilemmas facing any society where the fabric of society is under threat from immorality , alcoholism, drugs, gambling, crime, dishonesty , and materialism can be found in the Holy Quran which has been sent for all humanity.Its principles have a universal application for all times. It has been the task of the Holy Prophet Mohamed (SAW) to give a practical implementation to the Universal message of the Holy Quran so that anyone that follows the perfect example of the Holy Prophet (SAW) will be on the Straight Path. -- Teaching the Intricacies of Sex to Teens Foundation for Islamic Publications The topic of sex has universal appeal. Sex is portrayed daily in various forms , directly or indirectly, in newspapers, magazines, cinemas, and in conversations between people . The topic of sex conjures images of sexuality , promiscuity , lewdness, adultery , fornication , pornography , rape ,teenage pregnancies, paedophilia , gays , sexually transmitted diseases, contraceptives, abortions and HIV/AIDS. Yet somehow , despite the fact that ‘everyone’ is influenced by this topic , it seems that most parents find this topic somewhat ‘delicate’ to discuss with their children. Children of today seem to be maturing at a faster rate than a generation ago and often ask intelligent questions to their parents. Some parents do their level best to satisfy the natural curiosity of their children . Other parents simply don’t know how to handle these ‘fast – growing “ kids and often assume that the less said about the subject of sex ,the better. In some homes the word ‘sex’ is taboo and children are often reprimanded for asking innocent questions. Parents assume that children will ‘grow up” and in any case ‘they will learn” or that the school or friends are ‘responsible’ for sharing this knowledge. The reality is that parents who have this view, are overlooking a major and significant source of correct information regarding this topic ie themselves! Our children have the right to be given an unbiased view on sex based on the Holy Quran as well as the Sunnah of the Prophet Mohamed (SAW) . Parents fail to realise that EVERYONE is teaching your child about sex EXCEPT you. Everyone else is telling your kids about sex . How sure are you that this information is based on the guidelines laid down in Islam or is sex a fashionable industry that changes like the flavour of the month. Sex is a topic that advertisers and marketers use very effectively to sell their products. Unfortunately , the sources of information available to the pre-teen who is about to become a teenager are often biased. In this mirage , an illusion is created that ‘everyone” is having sex and that in this modern times , ‘anything goes “ and ‘ you only live once” so make the best of it. It is ‘cool’ to chew a particular brand of chewing gum or smoke a particular brand of cigarette because that makes you ‘rich’, ‘successful’ and will ensure that you can attract the ‘perfect’ partner. In fact , reality is far removed from the illusion that is fed to the senses of our unsuspecting youth. With aggressive and sustained marketing, society comes to accept “abnormal” activities as ‘normal’; 10 years ago , what was considered ‘abnormal’ , ‘unthinkable ‘, ‘abhorrent ‘, “immoral “and “ shameful” is today considered “fashionable” , “normal” and “modern” .A typical example is, that after watching a few episodes of any prime-time soap opera on TV , one would get the impression that adultery is acceptable and normal ; pre-marital sex is in ‘fashion’ and that deceit , trickery , lying and manipulation are essential to “get” your man or woman no matter what the cost or hurt that others suffer in the process. Furthermore , the printed and visual media create the impression that marriage is old fashioned , live-in relationships and cohabitation are in vogue , being gay is fashionable ,
[wanita-muslimah] Arab Saudi Akan Pekerjakan Perempuan Negeri Itu Sebagai Pembantu
http://beritasore.com/2007/06/25/arab-saudi-akan-pekerjakan-perempuan-negeri-itu-sebagai-pembantu/ Arab Saudi Akan Pekerjakan Perempuan Negeri Itu Sebagai Pembantu Juni 25th, 2007 in International | Riyadh ( Berita ) : Arab Saudi berencana mempekerjakan perempuan negeri itu sebagai pengurus rumah tangga setelah beberapa negara Asia menaikkan ketentuan upah minimum bagi pembantu yang dipekerjakan di negara Teluk tersebut, demikian laporan harian Arab Saudi, Minggu (24/06). Arab Saudi, yang kaya dan pengeksport terbesar minyak dunia, mempekerjakan satu juta pembantu rumah tangga dari negara Asia dan Afrika dan pembantu bahkan telah menjadi norma bagi keluarga berpenghadilan rendah. Namun seringnya laporan mengenai aksi kekerasan telah membuat sebagian negara Asia memberlakukan pengawasan yang lebih ketat atas perempuan yang dipekerjakan di rumah oleh lembaga penerima tenaga kerja untuk bekerja di negara gurun tersebut. Surat kabar Al-Hayat dengan mengutip keterangan pejabat setempat melaporkan kementerian urusan sosial dan tenaga kerja sedang berusaha menemukan pengurus rumah tangga Arab Saudi -ungkapan untuk menghindari istilah yang lazim dalam bahasa Arab khadimah, atau pelayan-untuk membantu keluarga Arab Saudi yang memerlukan pembantu rumah tangga. Mempekerjakan perempuannya sendiri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga akan membawa perubahan besar bagi Arab Saudi, yang konservatif, tempat kebiasaan dan hukum agama yang ketat membatasi kebebasan perempuan untuk bekerja dan bahkan melarang mereka mengemudikan mobil. Para pejabat Mesir telah membantah laporan bahwa Arab Saudi ingin mempekerjakan ribuan perempuan Mesir untuk bekerja sebagai pembantu. Harian Al-Hayat melaporkan pemerintah di Riyadh sedang berusaha membujuk Indonesia agar memperlunak kenaikan gaji untuk mempekerjakan seorang perempuan Indonesia sebesar 500 riyal (133 dolar AS) menjadi 4.500 riyal. Tindakan Indonesia disambut dengan kemarahan oleh media Arab Saudi, yagn menyatakan itu adalah tindakan sepihak. (ant/rtr) [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Niagra Falls
http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ Niagra Falls http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ http://www.nidokidos.org/ n i d o k i d o s http://www.nidokidos.org/ _ [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Did You Know
[Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Sebuah Renungan Tentang Keluarga
Sebuah Renungan Tentang Keluarga Di dalam kantor, saya menabrak seorang yang tidak saya kenal. Oh, maafkan saya, saya tersenyum dengan sopan. Ia berkata, Tidak, ini salah saya. Saya yang tidak melihat Anda. Akhirnya, kami berpisah setelah mengucapkan selamat tinggal. Sesampainya di rumah, saya segera memasak untuk makan malam. Anak saya berdiri diam-diam di samping saya. Mungkin ia mengajak saya bermain-main. Tapi saya terlalu capek untuk itu. Dan, ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. Minggir, bentak saya. Si pengacau kecil itu pun pergi. Malam makin larut. Saya harus tidur karena masih banyak yang harus saya lakukan besok. Namun, begitu saya berbaring di ranjang, dengan halus Tuhan berbicara pada saya, Saat kau berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, kau berlaku sopan. Tetapi anakmu sendiri yang seharusnya kau kasihi, kau perlakukan sewenang-wenang. Coba perhatikan baik-baik ke lantai dapur, kau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu. Bunga-bunga itu dipetik sendiri oleh anakmu: merah muda, kuning dan biru. Anakmu berdiri tanpa suara karena ia tidak mau menggagalkan kejutan yang akan ia buat untukmu. Dan kau bahkan tidak melihat matanya yang basah setelah kau membentaknya. Seketika saya merasa malu, dan air mata saya mulai menetes. Saya pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya. Bangun, nak, bangun, kataku, Apa bunga-bunga ini kau petik buat Ibu? Ia tersenyum, Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti Ibu. Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru. Selamat ulang tahun, Bu. Saya tercengang. Tenggorokan saya seakan tercekat. Baru setelah beberapa detik, saya bisa membuka mulut, Ibu sangat menyesal telah kasar padamu. Seharusnya Ibu tidak membentakmu seperti tadi. Dan si kecil menjawab, Tidak apa-apa, Bu. Aku tetap sayang Ibu Jika kita mati besok, perusahaan di mana kita bekerja sekarang bisa saja dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? Tetapi keluarga yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka. Mari kita renungkan, kita melibatkan diri lebih dalam kepada pekerjaan ketimbang keluarga kita sendiri, suatu investasi yang kurang bijaksana, bukan? Anda tahu apa arti kata keluarga? Dalam bahasa Inggris, Family (Keluarga) = (F)ather (A)nd (M)other, (I), (L)ove, (Y)ou. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] RE: [iluni] Did You Know
Maaf ibu2 dan bapak2, Saya mengirimkan file dalam bentuk attachment power point ataupun gambar. Tapi semuanya hilang setelah sampai di milis. Saya harap bapak2 dan ibu2 bisa memaklumi nya. Fadhli Halim Process Engineer PT Tripatra Engineering Phone : +62 21 7500 701 ext 1738 HP : +62 852 69 8787 96 -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Fadhli Halim Sent: Tuesday, June 26, 2007 8:10 AM To: iluni; wanita-muslimah@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED]; kantek Subject: [iluni] Did You Know [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Saya tidak sepakat perda syariah di daerah yang memang tidak mengenal dan dilaksanakannya syariat Islam. Buat Aceh yang jelas punya julukan serambi Makkah, yang untuk merusaknya Kompeni Kaphe Belanda khusus mendatangkan penasihat spiritual yg juga seorang Islamis (tahu Islam tapi bukan otomatis muslim) karena kuatnya penegakkan hukum/syariat Islam, Syariat Islam adalah bukan hal aneh. Jadi jelas kenapa bagi saya ... Aceh itu, sudah jelas ada atura. Silakan kalo lebih percaya bahwa menurut data sekarang ini Aceh tidak menjalankan syariah, sebagaimana juga di Padang yang makin luntur saja dan jauh dari adagium 'adat bersanding syara' yang itu tidak lain justru proses pelunturan syariah dan pelaksanaan ajaran Islam di daerah2 semisal. Tapi di kedua daerah ini dari yang selama ini saya tahu, Islam jelas merupakan bagian dari hidup sehari. Lihat pakaian adat mereka. Selebihnya, adalah tanggapan buat Lestari. Terima kasih. Mohon maaf jika masih juga tidak jelas dan belum lihat klarifikasi ini. Toh memang Bu Mi jauh lebih senior maqamnya jadi sulitlah buat saya menjangkaunya. salam, satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Terimakasih copy pastenya, Pak Sat. Lalu klarifikasi dari pertanyaan saya dimana? Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat dakwah Rasulullah. Saya pribadi tidak setuju dengan cara penerapan syariat yang diperdakan... ...aceh itu, sudah jelas ada aturan, tapi ybs spt nantangin. Kan di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Karena lain padang lain ilalang.. Test case: kalau Perda Aceh mewajibkan jilbab, dimana perempuan akan dibawa ke kantor polisi, mungkin dikurung dan dicambuk nantiapakah ini syariat Islam yang dipaksakan, atau bukan bentuk pemaksaan? Lalu minta klarifikasi lagi, dari tulisan Pak Sat sendiri: Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-] Lalu Pak Sat bicara panjang lebar tentang Aceh, apakah ukuran yang di atas aplikabel dengan Bapak juga? salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa efikoe@ wrote: Ga usah Mia bingung. Bingung ya seolah ucapan saya tidak sinkron, tidak congruent? Coba baca ladi deh. Ada ni yang bisa nangkep maksud saya tapi dengan sejumlah catatan. Berikut saya copy paste tanggapan saya buat dia yang bisa Mia baca, berikut ini: === quote === Wah ya pantas anda cape, yang secara nanggepin komentar saya semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-] Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan karya kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah menurut anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas cara penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? Apa tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang ajak. So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab dan aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh yang perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, selain orang tertentu. Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar fokus. Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang berupa sampiran malah anda blow up? Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan? Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri yang berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku pada apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu. Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior dan kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang menikmatinya. Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang Betawi yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau Banten, atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam sangat mewarnai tradisi dan kehidupan penduduknya), adalah seperti situasi di pub malam itu. Apakah hanya mengacu pada keterbatasan tempat dan
ma_suryawan, siapa itu ulama yang punya pikiran kotor -= Re: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA
ma_suryawan memfitnah ulama:ada yang punya pikiran kotor : Pada waktu itu orang-orang Arab mencerca habis-habisan karena beliau s.a.w. dianggap telah melanggar tradisi dengan menikahi bekas menantunya sendiri, dan para kritikus serta ulama yang punya pikiran kotor mengatakan bahwa Nabi s.a.w. telah memerintahkan menceraikan perkawinan Zaid dan Zainab karena secara diam-diam Nabi s.a.w. memang sudah jatuh cinta kepada menantunya. HMNA: 1. Saya minta pertanggungan-jawab ma_suryawan apa yang ditulisnya. Sebutkan siapa-siapa itu ulama yang punya pikiran kotor tsb. 2. Sebenarnya menurut para ulama, seperti berikut: RasuluLlah SAW berkata kepda Zainab: Zainab, aku telah merelakan Zaid untukmu. Jawab Zainab: Ya Rasulallah, aku sulit bersanding dengannya. Aku adalah wanita merdeka di antara kaumku. Aku juga adalah anak perempuan bibimu. Aku tak mungkin menikah dengannya. Tak lama berselang, Allah SWT menurunkan ayat: Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan (tidak patut) pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, lantas mereka memilih pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka ia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab 33:36) Zainab sama sekali tak menyangka, keengganannya untuk bersanding dengan Zaid akan menjadi penyebab turunnya ayat (33:36). Ayat ini mampu menyentuh hati Zainab: Ya Rasulallah, jika memang Allah dan RasulNya telah meridhai Zaid untukku, maka akupun tak kuasa menolaknya. Waktu terus bergulir, namun relung-relung hati mereka berdua masih hampa dari cinta. Jiwa-jiwa mereka berdua selalu bertemu tanpa rasa kasih sayang. Kemesraan di dalam rumah tangga itu layu tanpa pernah tumbuh berkembang. Pelaminan itu hanya menghasilkan suasana duka yang berkepak-kepak bagai sayap-sayap patah dan mengalirkan air mata kepedihan dari kelopak mata mereka. Bahtera cinta itupun terancam karam tanpa sempat berlayar menuju pelabuhan cinta. Zaid bin Haritsah merasa tak kuasa mengayuh biduk cintanya. Zainab binti Jahsyipun tak mampu mengembangkan layar kasihnya. Dengan membawa relung-relung hatinya yang patah, Zaid bin Haritsah mengungkapkan hasrat batinnya kepada Rasulullah saw untuk menutup kisah hidupnya dengan Zainab binti Jahsyi. Namun RasuluLlah hanya menjawab,Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Dan tatkala saat Zaid bin Haritsah kembali mengemukakan keinginannya untuk mengakhiri lembar-lembar rumah tangganya dengan Zainab, RasuluLlah kembali menjawab, Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Tak lama kemudian turunlah ayat: Dan (ingatlah), ketika kamu (Muhammad) berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan rakhmat kepadanya kamu juga telah memberi nikmat kepadanya (Zaid bin Haritsah), Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Sedang kamu (Muhammad) menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah telah menyatakannya. Kamu takut kepada manusia (yang akan mencelamu), sedang Allah lebih berhak untuk kamu takuti(*). Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan engkau dengannya, agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk menikah dengan istri anak-anak angkat mereka apabila mereka telah menceraikannya. (Al Ahzab 37) - (*) Yang dimaksud Nabi SAW takut kepada manusia, yaitu komunitas musyrik dan munafiq akan memanfaatkannya untuk membunuh karakter Nabi SAW dengan menebar opini, berupa isu fitnah. Dan memang kenyataannya hal itu menjadikan salah satu isu fitnah komunitas musyrik untuk membunuh karakter Nabi SAW: Muhammad telah menikahi janda anak angkatnya. Isu konyol ini juga telah disebar luaskan oleh para orientalis kristian dan para kristian yang membenci Islam dan Kaum Muslimin # - Original Message - From: ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, June 25, 2007 11:08 Subject: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA Kajian Tentang Khaataman Nabiyyiin Kajian 1: Firman Allah Ta'ala: Muhammad bukanlah bapak salah seorang dari antara kaum laki-lakimu, akan tetapi ia adalah Rasulullah dan Khaataman Nabiyyiin [Meterai sekalian nabi]. (33:40) Jika Anda membaca ayat-ayat sebelumnya dalam Surah al-Ahzab ini, dapat diketahui bahwa diberikannya gelar khaataman-nabiyyiin kepada Rasulullah s.a.w. adalah dalam konteks pembelaan Allah Ta'ala terhadapnya berkaitan dengan pernikahan beliau dengan Hz. Siti Zainab r.a., bekas menantu dan janda dari Hz. Zaid ibn Harits r.a. (Zaid adalah anak angkat Nabi s.a.w.). Pada waktu itu orang-orang Arab mencerca habis-habisan karena beliau s.a.w. dianggap telah melanggar tradisi dengan menikahi bekas menantunya sendiri, dan para kritikus serta ulama yang punya pikiran kotor mengatakan bahwa Nabi s.a.w. telah
ma_suryawan, siapa itu ulama yang punya pikiran kotor -= Re: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA
HMNA, kalo menuduh dan menghakimi adalah semudah membalik tangan...ini kan kebiasaan sampeyan... Para orientalis itu juga ulama (orang-orang berilmu), mosok gitu aja gak ngerti... Apakah anda mau membela ulama orientalis yang punya pikiran kotor itu? He..he.. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED] wrote: ma_suryawan memfitnah ulama:ada yang punya pikiran kotor : Pada waktu itu orang-orang Arab mencerca habis-habisan karena beliau s.a.w. dianggap telah melanggar tradisi dengan menikahi bekas menantunya sendiri, dan para kritikus serta ulama yang punya pikiran kotor mengatakan bahwa Nabi s.a.w. telah memerintahkan menceraikan perkawinan Zaid dan Zainab karena secara diam-diam Nabi s.a.w. memang sudah jatuh cinta kepada menantunya. HMNA: 1. Saya minta pertanggungan-jawab ma_suryawan apa yang ditulisnya. Sebutkan siapa-siapa itu ulama yang punya pikiran kotor tsb. 2. Sebenarnya menurut para ulama, seperti berikut: RasuluLlah SAW berkata kepda Zainab: Zainab, aku telah merelakan Zaid untukmu. Jawab Zainab: Ya Rasulallah, aku sulit bersanding dengannya. Aku adalah wanita merdeka di antara kaumku. Aku juga adalah anak perempuan bibimu. Aku tak mungkin menikah dengannya. Tak lama berselang, Allah SWT menurunkan ayat: Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan (tidak patut) pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, lantas mereka memilih pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka ia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab 33:36) Zainab sama sekali tak menyangka, keengganannya untuk bersanding dengan Zaid akan menjadi penyebab turunnya ayat (33:36). Ayat ini mampu menyentuh hati Zainab: Ya Rasulallah, jika memang Allah dan RasulNya telah meridhai Zaid untukku, maka akupun tak kuasa menolaknya. Waktu terus bergulir, namun relung-relung hati mereka berdua masih hampa dari cinta. Jiwa-jiwa mereka berdua selalu bertemu tanpa rasa kasih sayang. Kemesraan di dalam rumah tangga itu layu tanpa pernah tumbuh berkembang. Pelaminan itu hanya menghasilkan suasana duka yang berkepak-kepak bagai sayap-sayap patah dan mengalirkan air mata kepedihan dari kelopak mata mereka. Bahtera cinta itupun terancam karam tanpa sempat berlayar menuju pelabuhan cinta. Zaid bin Haritsah merasa tak kuasa mengayuh biduk cintanya. Zainab binti Jahsyipun tak mampu mengembangkan layar kasihnya. Dengan membawa relung-relung hatinya yang patah, Zaid bin Haritsah mengungkapkan hasrat batinnya kepada Rasulullah saw untuk menutup kisah hidupnya dengan Zainab binti Jahsyi. Namun RasuluLlah hanya menjawab,Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Dan tatkala saat Zaid bin Haritsah kembali mengemukakan keinginannya untuk mengakhiri lembar-lembar rumah tangganya dengan Zainab, RasuluLlah kembali menjawab, Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Tak lama kemudian turunlah ayat: Dan (ingatlah), ketika kamu (Muhammad) berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan rakhmat kepadanya kamu juga telah memberi nikmat kepadanya (Zaid bin Haritsah), Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Sedang kamu (Muhammad) menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah telah menyatakannya. Kamu takut kepada manusia (yang akan mencelamu), sedang Allah lebih berhak untuk kamu takuti(*). Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan engkau dengannya, agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk menikah dengan istri anak-anak angkat mereka apabila mereka telah menceraikannya. (Al Ahzab 37) - (*) Yang dimaksud Nabi SAW takut kepada manusia, yaitu komunitas musyrik dan munafiq akan memanfaatkannya untuk membunuh karakter Nabi SAW dengan menebar opini, berupa isu fitnah. Dan memang kenyataannya hal itu menjadikan salah satu isu fitnah komunitas musyrik untuk membunuh karakter Nabi SAW: Muhammad telah menikahi janda anak angkatnya. Isu konyol ini juga telah disebar luaskan oleh para orientalis kristian dan para kristian yang membenci Islam dan Kaum Muslimin # - Original Message - From: ma_suryawan [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, June 25, 2007 11:08 Subject: [wanita-muslimah] Kajian Khaataman Nabiyyiin = Untuk FLORA = menjawab HMNA Kajian Tentang Khaataman Nabiyyiin Kajian 1: Firman Allah Ta'ala: Muhammad bukanlah bapak salah seorang dari antara kaum laki-lakimu, akan tetapi ia adalah Rasulullah dan Khaataman Nabiyyiin [Meterai sekalian nabi]. (33:40) Jika Anda membaca ayat-ayat sebelumnya dalam Surah al-Ahzab ini, dapat diketahui bahwa diberikannya gelar khaataman-nabiyyiin
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Terimakasih Pak Satriyo, atas klarifikasinya. Kebanyakan orang pastilah setuju bahwa sejarah pesisir Aceh sejak abad 13 (dari daerah Pasai, Tamiang, sampe pantai Barat Singkil- nyaris identik dengan Islam, atau syariat Islam. Tapi agar diperhatikan saja bahwa daerah pedalaman Aceh Tengah, Gayo, Leuser, nggak terlalu Aceh-aceh amat, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya ke Sumatra Utara. Jadi syariat Islam bukan barang baru untuk paling sedikit pesisir Aceh. Sejarah Islam di pesisir Aceh kental dengan tarekat sufism, keliatan dari tarian2nya yang dinamis, kalo seni kebudayaan Aceh Tengah Gayo, lain lagi. Akhir2 ini saja keliatan 'bentuk syariah' yang baru, misalnya aturan berjilbab (inipun bisa2nya polisi syariah saja), menghalangi dan menutup akses orang piknik di pantai/sungai, suka ngegerebeg kamar hotel (biasanya beraninya sama cewek), pengurus mesjid suka nyusain cewek yang ke mesjid, ada-ada saja omelannya, jilbabnya kurang islamilah, bajunya kurang panjanglah, cewek duduk-duduk di mesjid saja sambil istirahat di interogasi, pernah kita solat di emperan mesjid karena diusir- di dalem bukan tempat perempuan katanya, dengerin ceramah atau diskusi aja bikin kapok kalo ustaz itu dah mulai ngomong ttg perempuan, masak cewek nggak berjilbab disamakan dengan anjing, dan qanun yang lagi dibuat untuk hukum potong tanganlah... Menghalangi orang piknik di pantai sungguh merepotkan, karena jangankan piknik, kebiasaan orang pesisir Banda Aceh adalah 'keramas' di pantai menjelang Ramadan, misalnya. (Walaupun demikian baru-baru ini sekelompok orang cukup sukses memperjuangkan kepemilikan rumah hibah bagi perempuan kepala keluarga. Program micro finance untuk kelompok perempuan dinilai cukup sukses, soale mereka rajin dan follow up). Kembali ke laptop ke diskusi semula thread ini, bagaimana pendapat bapak tentang bentuk syariah yang seperti ini? Bukan soal Acehnya per se, tapi bentuk syariah yang seperti ini kalau dibuat di daerah manapun? Apakah ini bukan bentuk pemaksaan? salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, rsa [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya tidak sepakat perda syariah di daerah yang memang tidak mengenal dan dilaksanakannya syariat Islam. Buat Aceh yang jelas punya julukan serambi Makkah, yang untuk merusaknya Kompeni Kaphe Belanda khusus mendatangkan penasihat spiritual yg juga seorang Islamis (tahu Islam tapi bukan otomatis muslim) karena kuatnya penegakkan hukum/syariat Islam, Syariat Islam adalah bukan hal aneh. Jadi jelas kenapa bagi saya ... Aceh itu, sudah jelas ada atura. Silakan kalo lebih percaya bahwa menurut data sekarang ini Aceh tidak menjalankan syariah, sebagaimana juga di Padang yang makin luntur saja dan jauh dari adagium 'adat bersanding syara' yang itu tidak lain justru proses pelunturan syariah dan pelaksanaan ajaran Islam di daerah2 semisal. Tapi di kedua daerah ini dari yang selama ini saya tahu, Islam jelas merupakan bagian dari hidup sehari. Lihat pakaian adat mereka. Selebihnya, adalah tanggapan buat Lestari. Terima kasih. Mohon maaf jika masih juga tidak jelas dan belum lihat klarifikasi ini. Toh memang Bu Mi jauh lebih senior maqamnya jadi sulitlah buat saya menjangkaunya. salam, satriyo
[wanita-muslimah] Khalwat ..., Pacaran, Jadian, nge-date, gebetan ...? ;-]]
Khalwat, atau ber-khalwat adalah sebuah tindakan ketika seseorang itu menyendiri. Adapun istilah untuk menggambarkan percampuran atau mingle antara lain jenis yang bukan mahram adalah ikhtilat. Khalwat itu berasal dari asal kata KHa-Lam-Wau yang artinya: Kosong/menyepi atau istilah sekarang mojok/berdua2an. Ikhtilath berasal dari asal kata KHa-Lam-THa yang artinya: campur/Bercampur. Memang dalam praktek ada yang menyalah-kaprahkan dua istilah di atas, yaitu dianggap khalwat itu ya ikhtilat. Wabil khusus, khalwat adalah 'berduaan' dengan lain jenis yang bukan mahram. Bisa jadi ini berasal dari sebuah hadis yang isinya adalah larangan buat dua orang berlainan jenis kelamin yang bukan mahram untuk berdua-duaan. Bunyi hadis2nya itu demikian, Ibnu Abbas ra. berkata: Aku telah mendengar Nabi saw. berkhutbah beliau bersabda: Janganlah ada seorang laki-laki menyepi/menyendiri dengan seorang wanita melainkan ia membawa/bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku keluar untuk menunaikan haji, sedangkan aku ikut serta dalam peperangan ini ... ini. Rasulullah bersabda: Berangkatlah haji bersama isterimu.(HR. Muslim) Hadis serupa juga diriwatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi. Sekarang mari kita lihat hubungan khalwat spt disebut hadis di atas dan pacaran. Pacaran sendiri sec garis besar adalah hubungan dua orang manusia berlainan jenis yang bentuk bisa sekadar tatap muka hingga hubungan fisik. Pacaran sendiri berasa dari pacar, yaitu orang yang dijadikan teman intim dari lawan jenisnya. Persisnya, PACAR sesuai entri di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah [1] teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan bathin, biasanya untuk menjadi tunangan, [2] tunangan atau [3] kekasih. Bentuk verba atau kara kerjanya adalah BERPACARAN atau disingkat juga PACARAN yang menurut KBBI diartikan dengan bercinta, berkasih-kasihan kedua remaja. Keberatan bahwa berpacaran itu tidak sampai berhubungan intim sebetulnya partial truth, artinya memang pacaran tidak melulu about sex di negeri ini sec umum, beda dengan ukuran moral di negara kampiun demokrasi, misalnya, atau dalam kasus yang tidak terlalu terbuka, justru tidak sedikit di negeri ini yang mulai 'meniru' pola pacaran a la negeri kampiun demokrasi itu. Tapi saya pernah tahu bahwa sebagian remaja putri yang berdiam di daerah elit kebayoran di tahun 60-an, sudah tidak lagi perawan ketika menikah. Fakta yang saat ini bukan milik elit saja, tapi sudah umum di segala lapisan, untuk daerah tertentu. Fakta ini berlaku buat muslim dan nonmus. Jumlah mus mungkin banyak tapi prosentasi mungkin sama. Tapi bagi sebagian besar pelaku pacaran di negeri ini, dengan asumsi yang umum adalah yang belum menikah, pacaran memang not all about sex. Tapi by definition, necking, petting dan kissing saya anggap masuk definisi sex dan saya yakin ini termasuk sex yang non-sex yang praktis umum dilakukan saat pacaran. Tapi jauh lebih umum adalah affextinate touch, seperti holding hands, berpelukan (entah side to side atau against each other) atau saling membelai. Ah anak-anak sekarang tidak jarang ko melihat itu, entah real time, real life, atau di layar kaca. Undeniable proof. Yang manapun yang dilakukan, saya lihat wajar jika yang namanya 'ikhwan' dan 'akhwat' itu punya anggapan yang namanya pacaran yang jelas haram, bukan kata ulama atau siapa pun, tapi begitulah firman Allah yang melarang MENDEKATI zina. Nah kalo mendekat saja haram, tentu melakukannya jelas sangat sangat dilarang, if there's such thing as 'more than HARAM! Masalahnya ada yang mau menerima bahwa 'mendekati zina' itu adalah pacaran, ada yang tidak terima dengan asumsi di atas, bahwa pacaran is not sex, walau tidak sedikit yang doing non-sex sex spt di penjelasan di atas. Nah jadi yang menjadi fokus untuk masalah khalwat ataupun ikhtilat di sini adalah 'wa laa taqrabu az-ziina (ila akhir ayah)' ... dan jangan kau dekati zina (hingga akhir ayat). Nah sekarang bagaimana kalo memang dua insan yang 'terkena panah asmara' ini ingin memadu kasih, menunjukkan perasaanya kepada yang si 'taksir' (ko kayak lelang barang ya, taksir menaksir, ... hehehe)? Jawabannya, spt jelas dicontohkan oleh Nabi dan Rasul ASLI, yang ditunjuk langsung oleh Allah Jallaa Jalaajuh, lengkap dengan mukjizat dan tauladan hidup yang lengkap, yaitu dengan NIKAH (walau saat itu beliau belum mendapat wahyu)! Jadi pacaran yang halal, dalam konteks Islam adalah hubungan dua insan berlainan jenis, sebagai suami istri yang sah berdasarkan syariat melalui pernikahan, yang memiliki ikatan ruhiyah dan tauhid, sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, baik hubungan fisik atau non-fisik. Jadi pacaran, ber-khalwat, nge-date, punya gebetan boleh ko dalam Islam, dengan syarat setelah melalui akad nikah. Nah kaitan pembahasan ini juga bersambung dengan proses pernikahan. Di dalam sebuah riwayat, ketika
[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Bung Chodjim, Kutipan Anda: Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita. Dengan pelita tu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena ulama itu hanya pelita, maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan bahwa tak ada sistem kependetaan dalam Islam. Saya perbesar TAK ADA SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM. Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan. Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak mendapatkan rujukan. sangat mencerahkan. Saya juga ikut merasakan bahwa banyak umat Islam yg sudah secara salah menyikapi hadits sebagai rujukan primer bukan sekunder lagi seperti yg dimaksudkan. Barangkali salah satu penyebab terjadinya kesemwrawutan hukum dalam dunia Islam. Saya pernah diceritakan pembantu saya bahwa di desa di daerah Cipanas sekarang ada para ulama mengutip fee utk mendoakan biar masuk surga. Hehe ini kan spt jaman gereja Katolik sebelum masa Pencerahan. Ada fungsi pendeta yg mendoakan biar masuk surga, padahal menurut Islam kan tanggung jawab masing2. Dan MUI tidak pernah bersuara apa2 mengenai ini. Mudah2an dakwah Bung Chodjim akan dapat memberi hikmah pada kita semua. dari Alquran.--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Achmad Chodjim [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Wikan, Di dalam Alquran dinyatakan bahwa ketaatan itu hanya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Lalu, ketaatan berikutnya kepada ulil amri --jika dan hanya jika-- ulil amri itu sendiri taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya. Pernyataan di atas dituangkan dalam QS 4:59. Sayangnya, taat kepada Allah ini dipelintir menjadi taat kepada Alquran, dan taat kepada Rasul-Nya dipelintir menjadi taat kepada al-Sunnah. Jadi, Allah Yang Maha Hidup itu sudah sejak lama tidak dianggap hidup lagi oleh umat, makanya Allah diturunkan derajatnya hanya sebagai Alquran. Padahal, kalau ditanya tentang rukun iman, ada rukun untuk mengimani Allah dan ada rukun untuk mengimani kitab-kitab-Nya (QS 2:177). Demikian juga ketaatan kepada Rasul Allah, kepada Kanjeng Nabi Muhammad, lha koq diturunkan derajatnya hanya taat kepada al-Sunnah. Kita lupa bahwa Rasul itu tetap hidup (QS 2:154, 3:169-171). Bukankah dalam tasyahud ada ucapan assalaamu 'alayka ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuh, assalaamu 'alayna wa 'alaa ibadillaahis shaalihiin? Jadi, ucapan salam itu ditujukan kepada yang hidup dan yang disetarakan dengan orang yang mengucapkannya. Alquran itu adalah kitab tempat kita merujuk atau mengambil rujukan, jadi bukan tempat taat. Sedangkan petunjuk yaa harus kita peroleh langsung dari Tuhan, makanya ada ihdinaash shiraathal mustaqiim. Nah, kalau kita ditunjukkan oleh Tuhan, maka kita akan bisa melihat rujukannya, dan kita bisa menemukan ayatnya, lalu kita sambil mengangguk-angguk. oh ini ayatnya. Bukankah hakikat ayat-ayat Alquran itu ada di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu? (QS 29:49). Rasulullah yang sudah tidak berbadan fisik ini tetap hidup. Jasad fisik tak mampu lagi menampung Ruh Rasullullah, makanya secara fisikal beliau hanya 63 tahun. Karena tetap hidup itu maka Rasul menjadi saksi dan tetap menerangi (QS 33:45-46). Lha, kalau Muhammad mati secara total (lahir dan batin) yaa beliau tak pernah bisa menjadi saksi, apalagi menerangi. Jadi, hanya yang hidup yang bisa menjadi saksi dan menerangi, sedangkan mayit ya tak bisa apa-apa. Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita. Dengan pelita itu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena ulama itu hanya pelita, maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan bahwa tak ada sistem kependetaan dalam Islam. Saya perbesar TAK ADA SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM. Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan. Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak mendapatkan rujukan dari Alquran. Matur suwun, Salam, chodjim - Original Message - From: Wikan Danar Sunindyo To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, June 25, 2007 7:34 PM Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO? nambahin Pak Dana ... apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga merupakan bukti kemalasan berpikir umat pada umumnya, sehingga mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu).
[wanita-muslimah] Re: Dipisahkan saat pesta nikah
Di jaman Rasul pastilah nggak ada pemisahan2 seperti ini, walah orang Baduy Arab diatur kayak gini mana mau. Pemisahan perempuan laki2 muncul setelah khilafah Islam yang berangkat gede mengadopsi kebiasaan kerajaan2 yang dah menterang pada waktu itu, seperti Persia dan Romawi yang jelas perempuan itu kelas duan, puncaknya adalah harem. Kebiasaan asli Indonesia juga nggak ngatur pemisahan laki2 perempuan kayak gitu, biasa2 aja. Memisahkan tamu perempuan laki2 emang sangat merepotkan tamu. Makanya temen saya marah besar kepada anaknya yang mau kawin dengan cara walimahan seperti itu, katanya nggak menghormati tamu. Artis ada yang kawinnya dengan cara gitu ya? Kayaknya ada distorsi di persepsi mereka ttg 'kesakralan' perkawinan yang artifisial, dengan menampilkan model seperti itu. Aneh banget akad nikah kok mempelai perempuan nggak ada, apa ini sah? Aneh2 aja artis. salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Aisha [EMAIL PROTECTED] wrote: Temans, Beberapa minggu yang lalu ada acara nikah 2 artis Indonesia, yang satu di Masjidil haram sambil umroh, satunya lagi di mesjid mewah di Indonesia. Yang menarik, pas acara nikah, kedua mempelai dipisahkan. Jadi nikahnya hanya mempelai laki-laki dengan wali yang perempuan, alasannya mereka belum sah untuk bersama-sama karena belum akad nikah. Saya juga pernah melihat pernikahan seperti itu secara langsung, acara pernikahan dilakukan dengan cara mempelai laki-laki dan wanita dipisah ruangan, mempelai perempuan baru bergabung dengan mempelai laki-laki setelah akad nikah. Melihat yang seperti itu, rasanya aneh karena seperti kasus artis itu, yang satu sudah pacaran sekitar 4 tahun malah pernah di luar Indonesia selama satu selang waktu berdua. Yang satunya lagi juga selama berbulan-bulan sering berdua kemana-mana. Ada juga kenalan yang pacaran sejak SMU+kuliah selama 7 tahun, lalu acara nikahnya dipisah begitu. Jadi aneh kan? Kenapa dalam jangka waktu lama mereka kemana-mana berdua tidak diributkan, lalu saat menikah yang disaksikan orang banyak tidak boleh berdekatan. Walaupun belum menikah, di acara pernikahan seperti itu, apa mereka mau berbuat aneh2? Justru di saat mereka pergi berdua-dua kemana-mana (mungkin juga ke tempat tertutup) bisa terjadi yang melanggar agama. Pemisahan juga terjadi untuk tamu, kasihan suami istri yang membawa bayi atau balita. Saudara saya selalu kerepotan jika menghadiri acara nikah seperti itu, di rumahnya tidak ada pembantu dan dia selalu membawa bayi dan balitanya karena tidak ada penitipan bayi/balita. Di pesta seperti itu tidak bisa makan, kalau suami istri itu sama-sama, mereka bisa gantian makan dan menjaga anak- anaknya. Dan kembali lagi, apakah di pesta pernikahan yang dihadiri banyak orang itu bisa terjadi peristiwa yang melanggar agama? Kalau orang mau macem2 kan bukan di pesta yang bisa dilihat banyak mata. Masalah lainnya jika suami istri tidak punya atau tidak membawa ponsel, mau pulang apakah di pemisah lalu teriak2 mencari suami atau istrinya?...:) Pertanyaannya sekarang, apakah orang mau nikah dipisah dan pemisahan diantara tamu itu dicontohkan Rasulullah? Jika iya, apakah itu kebiasaan Arab sejak dulu sebelum Islam atau kebiasaan itu baru muncul setelah dicontohkan Rasul? Apakah memang ada aturan dalam Islam harus dipisah seperti itu? salam Aisha [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Re: Sholatnya Sia-Sia??
Terima kasih Ibu Mia, atas tanggapannya. Langsung saja ke pertanyaan ibu di akhir tanggapan ya, yaitu bagaimana pendapat bapak tentang bentuk syariah yang seperti ini? Bukan soal Acehnya per se, tapi bentuk syariah yang seperti ini kalau dibuat di daerah manapun? Apakah ini bukan bentuk pemaksaan?. Ibu sudah menjawabnya, dan saya setuju. Itu memang bentuk pemaksaan. Dan 'Laa ikraaha fid-Dien' ... tidak ada paksaan dalam memeluk/menjalankan Islam, karena Islam itu 'untuk orang-orang berakal, memahami, berpikir, beriman'. Jadi pemaksaan yang tidak termasuk apa yang dicontohkan oleh Rasulullah jelas tidak bisa diterima. Masalahnya tidak semua 'pemaksaan' itu salah. Buat sementara kita, ancaman Allah agar kita taat kepadaNYA adalah juga ancaman, tapi tentu beda konteksnya, karena bersamaan dengan ancaman itu ada imbalan. Jadi balance. Dalam menegakkan hukum Allah, selain ritual/ibadah mahdhah juga ada unsur pemaksaan. Misalnya, memaksa perempuan didampingi ketika Haji, atau sekadara keluar rumah untuk suatu urusan yang jelas. Tapi yang ingin saya garis bawahi di sini adalah, bahwa 'pemaksaan' itu sebenarnya relatif, baik dari penegak hukum, yang dalam sejarah pemerintahan Islam dari masa Rasul itu diwujudkan dalam sosok Qadhi atau Hakim, maupun dari subjek hukum yaitu masyarakat muslim di suatu wilayah yang menjalankan syariat islam. Bukankah pelaku kejahatan, atau pelanggar hukum itu dipaksa untuk mengakui kesalahannya? Sekali lagi ini dalam taraf normal spt ini. Nah dalam kontek bahwa ada sebuah wilayah hukum, yang mayoritas penghuninya adalah muslim, tapi pemahaman mereka atas Islam belum menyeluruh, maka yang harus dilakukan adalah dakwah yang menyeluruh dan bukan pemaksaan pelaksanaan hukum yang ibaratnya anak TK dipaksa mengikuti aturan main level mahasiswa. Ekstremnya, jika baru shalat yang bisa ditegakkan, ya itu yang dipastikan dilaksanakan. Tapi bukan berarti menunggu hingga bisa maju ke tahap puasa, zakat, haji, aurat, waris, nikah, qishash/hudud. Semua itu bisa dijalankan paralel tapi tentu dalam level yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Saya membayangkan bahwa ketika strategi para ULAMA termasuk para WALI SANGA dengan mengislamkan Raja yang sec otomatis akan berefek domino pada perangkat istana dan masyarakatnya, buat selain Raja tentu itu bisa dianggap unsur paksaan, setidaknya dari kaca mata kita sekarang ini. Tapi sec umum, iklim dan suasana feodal ketika itu memungkinkan bentuk 'paksaan' itu sebagai suatu proses 'wajar' belaka. Jadi yang saya ingin tekankan adalah, [1] proses penegakkan syariah itu tidak bisa dengan cara karbitan, artifisial, dipaksakan; [2] proses penegakkan syariah adalah sebuah konsekuensi logis dakwah bil hal dan lisan yang ihsan dan mauidhah hasanah, tutur kata yang santun dan teladan yang bijak, QS [16:125] Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. [cat kaki: Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.]; Dan [3] ketika sudah jelas bahwa hanya segelintir saja elemen masyarakat muslim yang mbalelo, padahal mayoritas sudah menjalankan syariat tanpa paksaan (mungkin pada titik ini sudah ada bentuk pemerintahan islami/muslim), maka buat yang segelintir ini ada perlakuan khusus, dan ini akan masuk pembahasan lain yang mungkin saya belum bisa jelaskan mengingat keterbatasan saya. salam, Satriyo --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mia [EMAIL PROTECTED] wrote: Terimakasih Pak Satriyo, atas klarifikasinya. Kebanyakan orang pastilah setuju bahwa sejarah pesisir Aceh sejak abad 13 (dari daerah Pasai, Tamiang, sampe pantai Barat Singkil- nyaris identik dengan Islam, atau syariat Islam. Tapi agar diperhatikan saja bahwa daerah pedalaman Aceh Tengah, Gayo, Leuser, nggak terlalu Aceh-aceh amat, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya ke Sumatra Utara. Jadi syariat Islam bukan barang baru untuk paling sedikit pesisir Aceh. Sejarah Islam di pesisir Aceh kental dengan tarekat sufism, keliatan dari tarian2nya yang dinamis, kalo seni kebudayaan Aceh Tengah Gayo, lain lagi. Akhir2 ini saja keliatan 'bentuk syariah' yang baru, misalnya aturan berjilbab (inipun bisa2nya polisi syariah saja), menghalangi dan menutup akses orang piknik di pantai/sungai, suka ngegerebeg kamar hotel (biasanya beraninya sama cewek), pengurus mesjid suka nyusain cewek yang ke mesjid, ada-ada saja omelannya, jilbabnya kurang islamilah, bajunya kurang panjanglah, cewek duduk-duduk di mesjid saja sambil istirahat di interogasi, pernah kita solat di emperan mesjid karena diusir- di dalem bukan tempat perempuan katanya, dengerin ceramah atau diskusi aja bikin kapok kalo ustaz itu dah mulai ngomong ttg
[wanita-muslimah] Re: Adakah mereka ini juga teroris? = AKU MELAWAN TERORIS; Penulis : Abdul Aziz
Kita pernah membahas runtuhnya Kerajaan Turki sebagai khilafah islamiyah terakhir. Apakah benar bahwa kerajaan Turki itu benar2 suatu khilafah islamiyah atau cuma labelnya saja? Benarkah keadilan dan kesejahteraan berhasil ditegakkan di sana berdasarkan ukhuwah islamiyah? Seandainya memang kekhilafahan itu memang tegar filosofi kenegaraannya tentu tidak akan tumbang begitu saja. Mengapa tumbang? Tentu akibat keropos dari dalam. Pernahkah Bapak mempelajari kekeroposan kerajaan Turki ini? Juga dalam insiden sejarah ini perlu dilihat bahwa sebelum PDII yg namanya imperialisme dan kolonialisme adalah nafkah utama bangsa2 Eropah. Sekarang sudah tidak lagi, walaupun imperialisme ekonomi masih jalan. Kita harus bendung dg memperkuat ketrampilan kita hingga bisa bersaing dg mereka. Dari yg saya ketahui kerajaan itu sangat despotik dan semena2 sehingga sebenarnya telah ditinggalkan oleh rakyatnya. Makanya mudah jatuh. Banyak contoh negara2 yg habis diserang musuh, kalah secara militer tetapi tetap menang secara filosofi kebangsaannya. Contoh: Jepang. Mana ada negara yg kalah oleh bom atom! Ini baru yg pertama dan mudah2an yg terakhir. Hancurkah kebangsaan Jepang? Tidak bukan, malah sekarang jadi kekuatan ekonomi yg membuat bangsa2 Barat 'menggigil' ketakutan. Pernah saya bicara dg seorang industriawan Inggris yg bilang bahwa perusahaan dia kalah dari kemampuan marketing Amerika dan teknologi Jepang. Perusahaannya gulung tikar. Jadi label2 islamiyah kalau tidak dibarengi dg Islam yg sesungguhnya juga tidak akan bertahan. Saya tidak akan mendukung simbol islamiyah, saya hanya akan mau mendukung hakiki islamiyah. Tidak ada maslahat dan manfaatnya mendukung simbol. Islam yg Bapak dengung2kan itu masih bernuansa propaganda, masih mengibarkan bendera saja. Tidak akan ada manfaat dan maslahat nyata dari tepuk tepuk dada. Kemenangan Islam harus merupakan kemenangan manusia juga. Kalau tidak berarti kemenangan kelompok eksklusif belaka. Kemenangan Islam harus diperoleh dg kerja keras menguasai iptek, dan ilmu2 lainnya sehingga bisa bersaing dg umat lainnya. Tanpa ini semua nol besar belaka. BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM WAHYU DAN AKAL IMAN DAN ILMU [Kolom Tetap Harian Fajar] 734 Jatuhnya Khilafah Islamiyah Pertama-tama, karena alergi/phobia terhadap Syar'at Islam (SI), 56 anggota DPR menjadi irasional, fanatik, belum baca isi Perda-Perda itu sudah mendesak Pemerintah mencabut Perda bernuansa SI. Sebelumnya juga hiruk-pikuk orang-orang yang berpenyakit sama menolak RUU PP dengan alasan yang sama. Padahal, SI adalah Risalah yang dibawakan oleh RasuluLlah SAW sebagai Rahmatan lil-'alamin. Jadi apa saja yang membawa rahmat apakah itu UU atau Perda yang membawa rahmat niscaya bernuansa SI. Yang saya herankan itu yang alergi/phobia SI mengapa tidak menolak juga Pembukaan UUD-1945 alinea ke-4 yang berisikan lima nilai (sayangnya cuma lima, mesti di tambah misalnya seperti nilai amar makruf, nahi mungkar, persaudaraan, harga-diri, dll yang ditimba dari SI) itu kelimanya adalah bagian dari SI. Kalau mau jujur penganut trinitas dan trimurti yang alergi/phobia SI mesti menolak juga nilai pertama yang mengandung kata Maha yang bahagian dari SI. Selanjutnya nilai kedua kemanusiaan (ya-ayyuhannas), nilai ketiga persatuan (laa tafarraquw) nilai keempat musyawarah (ini bahasa Al-Quran), nilai kelima keadilan (setiap khuthbah Jum'at khatib menutup khuthbahnya dengan: sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil), ya kesemuanya itu bagian dari SI. Saya himbau mereka yang berpenyakit alergi/phobia SI agar otaknya tetap ditaruh dalam batok kepalanya, jangan dipindahkan ke dengkulnya (deqdeq kulantuq, nakana Mangkasaraka). *** Mari kita mulai dengan yang disebutkan oleh judul di atas, yaitu lanjutan dari Seri 733. Firman Allah: -- WTLK ALAYAM NDAWLHA BYN ALNAS (AL 'AMRAN, 3:140), dibaca: -- wa tilkal ayya-mu nuda-wiluha- baynan na-s, artinya: -- hari-hari itu Kami gulirkan di antara manusia. Inggris dan Perancis sudah siap-siap untuk mengakhiri Khilafah Islamiyah, namun kata Jihad masih cukup berpengaruh besar untuk membuat Eropa menggigil. Eropa masih takut pada Orang Sakit di Eropa itu. Inggris memutuskan untuk memakai politik : bagi-bagi dan kuasai (devide et empera - devide and conquer). Inggris memberi dukungan politik kepada Turki Muda. Apabila Turki Muda menjadi kuat dalam dawlah Khilafah Islamiyah, Inggris tidak perlu melakukan apa-apa lagi, Turki Muda dengan nasionalisme yang anti Khilafah akan menyelesaikannya. Angkatan perang Khilafah Islamiyah pada waktu itu (maksudnya pada zaman pemerintahan Khalifah Sultan Abd. Hamid) sesungguhnya tidak demikian lemahnya seperti disangkakan orang sekarang. Satuan artilleri Khilafah Islamiyah adalah yang terkuat di dunia waktu itu. Angkatan Laut Khilafah Islamiyah terorganiser dengan baik, dan tergolong nomor tiga dari Angkatan Laut yang kuat di dunia sesudah Inggris dan Perancis. Khalifah
[wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias OMDO?
Wah Bung Dan maaf kalo ternyata buat anda nada saya terasa tidak sejuk. Tidak ada niat saya untuk itu. Ala kulli hal, mohon maaf untuk mishap itu. :( Soal keabadian, saya kira tidak berbanding lurus dengan popularitas, terlebih jika kemudian terbukti hal itu salah, spt 'teori' evolusi misalnya. Dan soal sedikitnya referensi, buat saya pribadi mungkin krn memang pas yang kita baca itu adalah karya kontemporer yang tidak menggunakan karya IK sebagai primary source. Atau memang tidak banyak buku atau referesni ilmiah yang membahas topik yang dikaitkan dengan karya monumental beliau. Karya IK bukanlah satu-satunya karya ilmiah monumental dalam tradisi keilmuan islam Bung. Artinya, kalo kita kais dan korek perpustakaan besar di negara2 Barat, pasti akan ketemu itu naskah kuno asli atau saduran atau salinannya. Bahkan mungkin ada yang sudah memuatnya on- line. Mungkin dengan akses Bung yang relatif lebih banyak dan mudah di banding di negara2 Islam termasuk di tanah air, Bung bisa segera tahu hal itu. Karya lain yang diakui monumental tapi jarang dilirik misalnya adalah karya Ibnu Sina/Avicenna di bidang kedokteran The Qanun/Canon yang hingga abad 17 masih menjadi buku acuan di dunia kedokteran Barat (Up to the year 1650, or thereabouts, the Canon was still used as a textbook in the universities of Leuven and Montpellier.-http://en.wikipedia.org/wiki/Avicenna#Legacy). Mengapa sekarang tdk dipakai? Ya banyaklah alasannya, selain bhw dunia teknologi demikian maju. Kemungkinan lain adalah karya2 yang mengutip mereka itu mayoritas adalah di lingkungan akademis, padahal yang paling banyak dibaca adalah buku2 populer walau tidak kurang otoritas akademisnya. Ibadah dalam Islam kan memang luas Bung, ada yang khusus/spesifik, atau ibadah mahdhah (ritual, rites) spt Shalat dll, ada juga yang umum, yaitu semua kegiatan kita di luar yang khusus itu. Bukankah ada prinsip bahwa hidup muslim itu, dari membuka mata menjelang fajar hingga tidur kembali adalah ibadah? Kaitannya juga dengan panggilan kita oleh Allah yaitu 'abid' tau 'abd' yang artinya orang(2) yang beribadah. Tdk mungkin hanya karena ritual saja lalu kita disapa demikian oleh Allah. Ibarat peninju dan petinju, yang satu orang yang melakukan sesuatu, yang lain orang yang hidupnya memang bertinju. Nah tidak salah kalo konstruk berpikir ini diadopsi oleh saudara- saudara kita dalam hidup mereka. Tapi memang tidak mudah ketika lini berpikir ini berbenturan dengan yang menganggap ibadah itu ya yang rukun islam saja. Dengan demikian, tidak pas menganggap bahwa urusan ULAMA itu hanya spiritual (istilah asing, di luar tradisi islam) sedangkan diluar itu bukan urusan ULAMA. Wah kan ada tu yang komentar bahwa ORIENTALIS juga ULAMA, padahal jelas ORIENTALIS itu murni ilmu yang ditekankan dan ga ada urusan sama 'spiritual islam' bahkan ORIENTALIS itu inginnya membuat ISLAM itu seperti KRISTEN, terpisah antara GEREJA dan NEGARA. Jadi ada kerancuan referensi dan lini berpikir di sini. Mencomot ide non-islam (di luar tradisi islam) lalu dipaksakan untuk masuk ke tradisi islam. Contohnya, seputar hukum, negara, dan HAM. Di islam hal-hal itu pasti ada, tapi ketika kita ambil itu dari tradisi non- islam dan kita paksakan untuk bisa masuk ke tradisi islam, saya kira itu PEMAKSAAN yang jelas. Jadi, hingga tataran pemikiran pun, topik atau terma yang sangat banyak muncul dan ditujukan Allah kepada muslim, jelas islam punya tradisi yang khas. Dan ini yang Bung harapkan kan? Jadi mengukur islam dengan alat ukur di luar islam, pasti tidak cocok. Yang ada adalah kesan 'carut marut' dan 'pemaksaan'. Kalo kita jujur, yang namanya budaya kan pasti beda. Ilustrasi sederhana yang saya ambil dari sebuah dokumenter, seorang perwira militer kerajaan Inggris Raya Lieutenant Colonel Sir Francis Edward Younghusband yang berhasil 'menaklukan' Tibet, ketika memasuki Lhasa ia gembira krn disambut oleh penduduknya dengan tapukan tangan. Ternyata kemudia ia tahu bahwa mereka bukan bertepuk tangan spt yang dia KIRA, tapi bertepuk tangan sesuai tradisi Tibet ketika mengusir ROH JAHAT. Ini juga mirip salam suku MAORI (cmiiw) yang menjulurkan lidah, yang buat tradisi lain sama dengan menghina. Jadi, sebagaimana yang sedang saya pelajari, bahwa Islam adalah bangunan utuh yang tidak akan lekang. Adapun muslim yang adalah manusia dengan sejumlah kelemahan yang di tengahnya adalah hawa nafsu, pasti lekang oleh ujian duniawi. Nah sejarah sejauh ini membuktikan bahwa hilangnya kejayaan Islam bukan karena hilangnya tradisi islam, tapi hilangnya lini pemikiran islam dalam paradigma muslim akibat pengaruh asing yang tidak dicermati. Singkat kata, sebenarnya segala keraguan Bung soal kejayaan Islam bisa dimengerti akan tetapi bukan berarti keraguan Bung itu sesuatu yang 'semestinya' tapi sesuatu yang 'pada prakteknya'. Jadi untuk bisa membuktikan kejayaan Islam, tentu kita mulai melakukan introspeksi berupa SWOT analysis, minimal. Dan sekarang