Pak Nyoto,

Jangan berburuk sangka dulu Pak. Data tidak dibuka kan kepada umum dan media. 
Kepada pihak2 yang memerlukan (DPR, Polda, Tim BPLS, geologists dan drilling 
engineers yang ditunjuk resmi untuk mempelajarinya) data telah dibuka.

Karena telah mempelajarinya, maka mereka bisa berpendapat. Kalau tidak 
mempelajarinya lalu berpendapat maka secara ilmiah tak ada dasarnya dong. 
Masalah perbedaan interpretasi kan biasa saja di antara geologists itu. Memang 
kita tahu persis 100 % saat2 kejadiannya ? Dan apakah semua kejadian 
sedetail-detailnya itu bisa terukur dengan data ? Tetap ada keterbatasan. 
Sehingga, yang bisa dilakukan hanyalah pendekatan2.

Dalam kasus ini, media berlomba2 berpendapat dan berpihak, dan pendapat mereka 
telah menggalang opini publik. Ini pencerminan chaos theory, dari yang kecil 
yang masih kacau lalu ditangkap media dan terus-menerus membesar dalam hampir 
dua tahun ini, akhirnya terbentuklah opini publik yang tunggal yang seolah2 
menjadi kebenaran umum.

Yang berani menentang kebenaran umum itu disudutkannya, dituduhnya macam-macam 
(seorang teman yang merasa namanya "dicemarkan" akan menuntut sebuah majalah 
dalam waktu dekat ini). Yang mendukung kebenaran umum itu dipujinya setinggi 
langit.

Hm...sungguh tidak sehat situasi seperti ini. Capee dech..!

Dua kubu ahli : (1) pro-Banjar Panji/underground blow out/man made-disaster dan 
(2) pro-gempa/tektonik/bencana alam sebagai penyebab LUSI saat ini (27-28 Feb 
2008) sedang beradu pendapat di Surabaya atas inisiatif sebuah forum di Jatim 
dan DPR/DPRD. Apakah akan ada kesepakatan di antara mereka ? Saya meragukan 
bahwa kesepakatan akan tercapai.

Saya teringat kata2 Prof. Mori di simposium internasional LUSI setahun yang 
lalu. "Ini adalah bencana alam". "Penyebabnya ada dua : bisa pemboran Banjar 
Panji-1 bisa gempa Yogya 27 Mei 2006". Ditanya oleh yang hadir, "yang mana di 
antara dua itu ?". Dijawab, "Saya tidak tahu karena pelik, mungkin dua-duanya".

Perseteruan dan perdebatan biasa terjadi di kalangan para ahli karena mereka 
pintar. Lihat saja kasus terkini tentang susu formula untuk bayi dan anak. 
Peneliti IPB bilang hampir 40 % mengandung bakteri yang bisa membahayakan 
perkembangan otak. Menteri kesehatan bilang : saya meragukan hasil penelitian 
ahli2 IPB itu. Peneliti POM bilang : tidak ada bakteri yang berbahaya, kalau 
bahaya pun bisa mati saat dimasak 1/2 jam (si peneliti POM mungkin tak tahu 
menyiapkan susu anak - masa susu anak dimasak 1/2 jam ?? -kata sebuah surat 
pembaca). Alhasil : masyarakat yang punya anak balita saat ini sedang bingung 
dan was-was.

Salam,
awang


-----Original Message-----
From: nyoto - ke-el [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, February 28, 2008 12:06 C++
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] seolah IAGI saling "berseteru"

Lha kenapa ya, koq raw datanya jadi "Black Box" gitu ...?  takut ketahuan
kesalahannya ya ? or harus dibeli mahal dulu baru boleh dibuka ? or bahkan
udah dimusnahin biar nggak bisa dipelajari/diselidiki oleh yg berwenang ...?

Benar mas Deni, kalau raw data nggak dibuka, ya semua bebas "menterjemahkan
sendiri2" apa maunya atau debat kusir itu tadi, nggak akan ada kesimpulannya
...


wass,



2008/2/28 Deni Rahayu <[EMAIL PROTECTED]>:

> raw data ngak pernah dibuka sich..setiap orang pasti
> punya asumsi dan analogi masing2, kl ngak dibuka2 raw
> data nya wah...orang akan bebas berfantasi..he..he..he
> tanpa fakta dan data...terus aja debat kusir....cape
> dech....
>
> salam,
> oden
>
> --- Ariadi Subandrio <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
>
> > "...Inilah alasannya mengapa seolah IAGI saling
> > "berseteru" tepatnya setahun silam dalam sebuah
> > workshop internasional... "- gak ada wasitnya kali
> > ya....
> >
> > ar-.
> >
> > Lumpur Lapindo, Lumpurnya "Tuhan"?
> >
> > Kamis, 28 Februari 2008 | 02:41 WIB
> > Jonatan Lassa
> > Without correct words, there will be no correct
> > practice. (Dombrowsky)
> > Rabi Greenberg menuturkan kisah lucunya tahun
> > 1950-an di New York City yang dilanda musim kering
> > dan pemerintah membuat awan buatan sebagai awal
> > teknologi hujan buatan.
> > Hal ini menyebabkan agamawan bertanya, apakah
> > manusia mengambil alih peran Tuhan? "Saya ingat
> > sebuah kartun di the New Yorker yang melukiskan
> > sekelompok pendeta yang kelihatan amat cemas sedang
> > duduk mengelilingi meja dan melihat keluar melalui
> > jendela, menyaksikan turunnya hujan. Seorang pendeta
> > berkata, 'Ini hujan kita, atau hujan mereka?'"
> > (John Naisbit, 2001:49)
> > Kita membayangkan suasana batin yang mungkin
> > melingkupi Senayan dan Istana terkait peristiwa di
> > Sidoarjo. Karikatur imajiner yang bisa menggambarkan
> > batin penguasa dan rohaniwan Indonesia dengan
> > pertanyaan, "Ini lumpur Lapindo atau lumpurnya
> > Tuhan?" Kini, dalam realitas, DPR dan pemerintah
> > memerlukan jawaban "bencana alam atau bencana
> > teknologi"?
> > Dalam tradisi mendefinisikan/ pendefinisian atas
> > sesuatu, sebuah definisi terdiri dua bagian, yakni
> > kata yang didefinisikan (definiendum) dan kelompok
> > kata atau konsep yang digunakan untuk mendefinisikan
> > (definien). Sebuah definiendum harus bermakna sama
> > dengan definien.
> > Neil Britton mengatakan, "Sebagaimana
> > seorang/pihak menafsirkan sesuatu bergantung pada
> > apa yang disyaratkan untuk dilakukan terhadap
> > sesuatu dimaksud." Namun, Britton mengingatkan
> > definisi bukan sekadar alat bantu berpikir, tetapi
> > juga soal orientasi mental dan emosi, model
> > pemaknaan dan cara pandang pemberi definisi.
> >
> > Definisi
> > Salinan UU No 24/2007 mendefinisikan, "bencana
> > adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
> > mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
> > masyarakat yang disebabkan faktor alam dan/atau
> > faktor non-alam maupun faktor manusia, mengakibatkan
> > timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
> > kerugian harta benda, dan dampak psikologis."
> > Karena itu, peristiwa Sidoarjo memenuhi kecirian
> > definisi bencana UU No 24/2007. Jika ditanyakan
> > kepada rakyat yang mengalami, jawabannya, "rumah
> > terkubur, pekerjaan hilang, aset penghidupan hancur,
> > kerugian nasional mencapai paling sedikit Rp 7
> > triliun. Orang dari kaya menjadi miskin. Yang miskin
> > makin melarat. Secara psikis tidak ada kata yang
> > bisa menyamai pengalaman mengalami bencana itu."
> > Definisi ini dikenal dengan definisi situatif.
> > Pada titik ini, kata 'bencana' tidak
> > merepresentasikan diri sendiri. Bencana juga tidak
> > sekadar merepresentasikan lingkungan yang rusak.
> > Bencana dan lingkungan yang rusak merepresentasikan
> > manusia dan kepentingan manusia di baliknya.
> > Istilah "bencana alam" bermakna kausalitas.
> > Salinan UU No 24/2007 mengatakan, "Bencana alam
> > adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
> > rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,
> > antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
> > meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
> > longsor. Bencana non-alam adalah bencana yang
> > diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
> > non-alam, antara lain berupa gagal teknologi, gagal
> > modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit."
> > Kelemahan paling mendasar UU No 24/2007 adalah tidak
> > memberi ruang atau definisi kausalitas bencana untuk
> > interaksi atau keterkaitan antara yang alami dan
> > buatan manusia. Secara empiris, ini bertentangan
> > karena ada yang dikenal sebagai "bencana
> > antara". Peristiwa yang satu men-triger yang lain.
> > Bisa saja kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber
> > daya yang tidak menjalankan prinsip kehati-hatian
> > men-trigger kejadian alam yang ekstrem. Misal,
> > eksploitasi hutan memicu mudahnya banjir.
> > Sebaliknya, peristiwa alam seperti gempa bisa memicu
> > kecelakaan kebakaran seperti gempa Kobe 1995 atau
> > kecelakaan nuklir di Jepang setahun silam.
> > Wapres Jusuf Kalla mengatakan, "Perlu penelitian
> > mendalam. Saya kira tidak bisa dinyatakan secara
> > politik (oleh DPR). Bencana alam atau bukan, itu
> > bukan masalah politis." (Kompas, 19/2/2008)
> > Perlu diketahui, sains tidak menawarkan kepastian
> > 100 persen. Sains datang dengan skenario,
> > probabilitas, kemungkinan, dan solusi trial and
> > error. Ini yang terjadi dengan sains dalam konteks
> > lumpur di Sidoarjo. Dalam tradisi epistemik di
> > universitas-universitas dunia, sebuah hasil
> > penelitian yang dipublikasikan akan mendapat banyak
> > pertanyaan ketimbang jawaban. Inilah alasannya
> > mengapa seolah IAGI saling "berseteru" tepatnya
> > setahun silam dalam sebuah workshop internasional.
> > (Tempo Interaktif, 6/3/2007)
> >
> > Istilah bencana alam
> > Karena itu, istilah hitam-putih "bencana alam"
> > sebenarnya problematik dan masalah utama adalah pada
> > paradigma dan kuasa tafsir atas bencana. Maka,
> > tafsir bencana tidak bisa hanya diserahkan kepada
> > ahli teknis geologis/geofisik saja. Dalam
> > epistemologi bencana, alam adalah alam. Bencana
> > adalah bencana. Bukan alam yang mengeksplorasi migas
> > di Sidoarjo.
> > Tafsir bencana adalah sebuah konsensus yang
> > seharusnya trans-disiplin (baca: antara pengambil
> > kebijakan dan ahli lintas disiplin, termasuk ilmuwan
> > sosial dan pihak yang dianggap korban/pelaku).
> > Rakyat yang dipersepsikan "bodoh" tidak bisa
> > menerima begitu saja bahwa ini adalah lumpurnya
> > Tuhan. Ketiadaan konsensus atas bencana di Sidoarjo
> > ternyata mengakibatkan biaya transaksi tinggi.
> > Namun, keputusan tentang penanggung jawab bencana
> > Sidoarjo adalah bukan semata-mata putusan hukum.
> > Diperlukan keputusan politik karena lepas dari
> > faktor kausalitas yang tidak pasti karena
> > keterbatasan sains dan ketidakpastian pengetahuan,
> > ada situasi obyektif menunjukkan, jumlah rakyat
> > miskin di Sidoarjo yang terjadi dalam dua tahun
> > terakhir membutuhkan keberpihakan politik dari
> > penguasa di DPR maupun eksekutif.
> > Melemparkan tanggung jawab kepada sains yang tidak
> > pasti adalah sebuah pengkhianatan terhadap amanat
> > yang diberikan rakyat. Dan sains hendaknya
> > dimandatkan untuk tidak merampas mandat pengambilan
> > keputusan yang bersifat politik. Kepastian
> > keberpihakan dari negara diperlukan dalam
> > menyelesaikan ketidakpastian hidup dan penghidupan
> > rakyat di Sidoarjo yang semakin tak menentu.
> > Jonatan Lassa PhD Researcher Kajian Disaster Risk
> > Governance-BIGS-DR-ZEF University of Bonn-Bonn; Co-
> > editor Journal of NTT Studies; Anggota Forum
> > Academia NTT
> >
> >
> >
> >
>
> ____________________________________________________________________________________
> > Be a better friend, newshound, and
> > know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.
> >
> http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ
> >
> >
>
>
>
>
>  
> ____________________________________________________________________________________
> Be a better friend, newshound, and
> know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.
> http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ
>
>
>
> ----------------------------------------------------------------------------
>
> CALONKAN DIRI ANDA SEBAGAI KETUA UMUM IAGI 2008-2011  !!!!!
> PENDAFTARAN CALON KETUA 13 FEB S/D 6 JUNI 2008
> PENGHITUNGAN SUARA: PIT IAGI 37 DI BANDUNG
>
>
> -----------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event
> shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to
> direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
> from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the
> use of any information posted on IAGI mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
>
>

This email was Anti Virus checked by Administrator.
http://www.bpmigas.com


----------------------------------------------------------------------------

CALONKAN DIRI ANDA SEBAGAI KETUA UMUM IAGI 2008-2011  !!!!!
PENDAFTARAN CALON KETUA 13 FEB S/D 6 JUNI 2008
PENGHITUNGAN SUARA: PIT IAGI 37 DI BANDUNG

-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke