Paling tanda tanya sebenarnya adalah suatu field yang lagi mengalami
production decline, maka dilakukan lah langkah B untuk menaikkan produksi
field tersebut, baik berupa horizontal well, development well, secondary
recovery method.
Masalahnya dari mana biaya drilling well dan secrec cost ini diambil?,
apakah akan masuk ke cost recovery?..kalau seandainya produksi tetap tidak
naik? terbayang berapa besar porsi negara yang akan digerogoti dari cost
AFE well.
Sementara akan banyak pembagian rejeki buat drilling contractor dan service
company yang sebagian besar PMA.
2012/5/6 Bandono Salim <bandon...@gmail.com>

> Kata pemborong drilling sih iya, begitu. Kan jadinya pemerintah dpt data
> lebih lengkap mengenai suatu wilayah.
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> ------------------------------
>  *From: *Hikmatulloh Geologist <hikmat_geolog...@yahoo.com>
> *Date: *Sat, 5 May 2012 21:41:15 -0700 (PDT)
> *To: *iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
>  *ReplyTo: *<iagi-net@iagi.or.id>
> *Subject: *Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over
> cost
>
>  apa semua operational bisa dimasukkan kedalam cost recovery pak? kalau
> K3S ngebor tp ga dapet minyak atau gasnya apa tetep diganti sm negara?
> mugkin saja ada hal2 yg sbnernya tdk bisa masuk kedalam cost recovery tp
> dimasukan saja dan alhasil bisa diganti juga sm negara.. mungkin dalam hal
> ini "kepengawasan" yg sangat berperan disini yaitu BP MIGAS..
>
> Salam Hormat,,
>
> Hikmat
>
>   ------------------------------
> *From:* Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id>
> *To:* iagi-net@iagi.or.id
> *Sent:* Saturday, May 5, 2012 8:32 AM
> *Subject:* RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over
> cost
>
>   Rekan-rekan IAGI,
>
> Beberapa minggu yang lalu saya pernah menulis lewat IAGI perihal PSC
> Indonesia ditujukan kepada Pak Sugeng. Rupanya tetap simpang siur terutama
> perihal “cost recovery” dan PSC Indonesia. Untuk memperjelas saya ingin
> menambah tulisan saya.
>
> Istilah cost recovery bukanlah monopoli dari PSC. Semua perusahaan punya
> cost yang harus direcover. Secara umum namanya adalah deduction atau cost
> atau reimbursement atau cost recovery. Tidak ada arti kusus untuk cost
> recovery, hanya terminology (Jargon of the industry). Kita saja yang
> bikin-bikin seakan-akan angker. Seperi momok, padahal disemua accounting
> memang cost harus di recover hingga perlu diteliti. Uang yang dikeluarkan
> untuk biaya projek harus ditagihkan dari revenue yang diterima. Ini berlaku
> untuk semua perusahaan dan tidak terbatas pada PSC.
>
> Memang banyak terjadi simpang siur antara PSC dan konsesi atau R/T system
> dilingkungan masyarakat migas. Istilah konsesi sekarang jarang dipakai
> karena berbau kolonial dan diganti dengan Royalty dan Tax system atau R/T
> system. Beberapa PSC identik dengan concession, hanya beda terminologi
> saja.  Banyak negara punya keduanya, PSC dan Konsesi. Beberapa sistim
> konsesi bahkan lebih “restrictive” dibandingkan PSC.
>
> Marilah kita menelusuri sejarah dari PSC, yang dimulai di Indonesia dan
> diprakarsai oleh Bp. Ibnu Sutowo.
>
> Waktu zaman Ibnu Sutowo, jumlah geologist dan petroleum engineer Indonesia
> sangat terbatas dan bisa dihitung dengan satu tangan. Dalam menghadapi
> perusahaan raksasa, apa yang bisa kita perbuat? Ibnu Sutowo beranggapan
> bahwa biaya operasi atau cost untuk mengeluarkan minyak paling-paling 40%
> dari revenue. Sisanya dia anggap sebagai keuntungan yang bisa di
> dibagi/share antara Pemerintah dan contractor.  Jadi dia batasi,
> pengeluaran K3S maximum 40% dari minyak yang diproduksi tahun itu. Kalau
> pengeluaran lebih dari 40%, kelebihan bisa dikeluarkan tahun anggaran
> berikutnya atau dicangking kedepan, seperti depresiasi atau loss carry
> forward (lih., slides). Cost yang dikeluarkan tidak ada yang hilang, semua
> cost yang telah dikeluarkan oleh K3S akan dikembalikan. Biaya K3S hanya
> tidak kembali jika K3S membuat kesalahan seperti: cadangan jauh lebih kecil
> dari pada yang yang dilaporkan, engineering cost membengkak, “Sunk Cost”
> lebih besar dari minyak yang diperoleh, dan kekeliruan dalam operasi. Bagi
> Pertamina dengan tenaga ahli yang sangat minim pada waktu itu (1966
> penandatanganan dengan IIAPCO), ini adalah konsep yang paling mudah
> dilaksanakan. Tinggal menjaga produksi di Wellhead. Keluar 100, yang bisa
> dibelanjakan 40 saja. Ini menjadi ciri khas suatu PSC dan diadoptasi
> diseluruh dunia (Catatan:istilah Cost Recovery limit yang dipakai oleh DPR
> berlainan sekali dengan istilah CRL yang dipakai di industri perminyakan).
>
> Sistim PSC dengan cost recovery limit 40% diterapkan oleh Ibnu Sutowo,
> pada zamannya antara 1966-976. Angka CRL 40% dari Ibnu Sutowo sampai
> sekarang masih dianggap “typical” dan dipakai oleh banyak Negara
> (Lih.slides). Ini adalah PSC tulen. Namun setelah 1977, Pemerintah anggap
> sudah cukup banyak tenaga ahli Indonesia tersedia dan ingin memberikan
> insentif lebih banyak kepada K3S karena penemuan cadangan baru mulai
> berkurang. CRL dilepas dan tidak ada pembatasan terhadap cost. Semua cost
> yang legitimate akan dibayar dan tidak tergantung apakah ada kelebihan bagi
> Negara. Kita lepaskan CRL dan kita benar-benar menjadi sistim konsesi atau
> Royalty/Tax system (R/T). Bahkan sebetulnya lebih dari R/T system karena
> Royalty pun tidak ada. Namun setelahnya terjadi masalah, karena adanya
> penemuan lapangan marginal dengan sunk cost yang besar. Maka itu tahun
> 1987, kita memperkenalkan FTP, yang bisa disebut sebagai royalty dimana
> 10-15% dari revenue dipotong duluan dan dibagi berdasarkan split yang
> berlaku. Bahkan tahun 2006 ada beberapa PSC mempunyai FTP 10% yang
> “unshareable”, berarti pure royalty. Dengan perkataan lain, ciri khas PSC,
> yaitu cost recovery limit, telah kita tinggalkan sejak 1977. Hingga lebih
> tepat kalau sistim PSC Indonesia disebut sistim konsesi atau R/T sistim.
>
> Bila kita ingin konsekwen dan menyebut diri kita sebagai PSC, seharusnya
> kita menerapkan kembali cost recovery limit yang menjadi ciri khas dari PSC
> diseluruh dunia. Ini adalah yang disebut oleh almarhum Wamen sebagai
> Revenue over cost atau R/C. Pemerintah lebih mudah mengontrol, lebih
> memastikan pendapatan Negara, dan Pemerintah bias lebih berfungsi sebagai
> pengawas dan tidak banyak ikut campur daplam day to day operation. Dilain
> pihak, K3S lebih leluasa mengunakan uangnya sendiri. Tidak seperti sekarang
> ini, K3S punya uang, tapi mau makan “steak” harus minta izin terlebih
> dahulu. Marilah kita kembali ke basic, kembali ke PSC yang diciptakan oleh
> Bapak Perminyakan Indonesia: cost recovery limit.
>
> Saya mengikut sertakan beberapa slides sebagai reference. Slides saya
> ambil dari kuliah saya di ITB untuk S2, maupun kursus yang saya berikan
> tiap tahun untuk IPA sejak tahun 2000 dan juga dari in-house courses.
>
> Moga-moga keterangan singkat ini bisa membantu meluruskan kesimpangsiuran
> perihal cost recovery dan PSC Indonesia.
>
>
> Salam,
>
> HL Ong
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>  From: ujay...@yahoo.com [mailto:ujay...@yahoo.com <ujay...@yahoo.com>]
> Sent: Thursday, May 03, 2012 8:29 AM
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over
> cost
>
> Kalau kata daniel johnston dan beberapa yg dirujuk para pengamat.. yang
> bikin investasi migas diindonesia mengalami trend penurunan bukan dari
> pscnya tapi dari crypto taxnya. Makanya investor masih seneng berburu wk
> prod karena ga masalah crypto taxnya kan dibayar pake cost rec.
>
> Salam,
> Ujay
>  Powered by Telkomsel BlackBerry®
>  ------------------------------
>  From: "Sugeng Hartono" <sugeng.hart...@petrochina.co.id>
>  Date: Thu, 3 May 2012 08:22:18 +0700
>  To: <iagi-net@iagi.or.id>
>  ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
>  Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over
> cost
>
>  Mas Bambang,
>  Trimakasih komentarnya, maaf terlambat merespon karena baru pulang dari
> rig.
>  Konon dulu teman-2 Malaysia belajar PSC di sini. Mungkin mereka cukup
> jeli, dan menganggap bahwa CR dapat merupakan "loophole" (jalan untuk
> menerobos/lolos); sehingga ketika mengadopsi PSC mereka menerapkan yaitu
> tadi revenue/cost.
>  Setuju bahwa untuk dapat masuk skema CR akan banyak tahapan-2 audit yg
> harus dilalui.
>
>  Salam hangat,
>  sugeng
>
>  ----- Original Message -----
>  From: mbatack <mbat...@yahoo.com>
>  To: iagi-net@iagi.or.id
>  Sent: Tuesday, April 17, 2012 6:04 PM
>  Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over
> cost
>
>  Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost
> recovery, mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa?
> Jawabannya sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban
> mempertanggungjawabkan kepada regulator, operator pasti harus bertanggung
> jawab kepada investment holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak
> tahapan audit yang harus kita lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan
> kedalam skema cost recovery.
>  Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya
> lebih kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan.
> Jangan dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa
> melakukan operasi lapangan dengan efisien.
>  Salam,
>  Bambang
>
>
>   ------------------------------
>  From: Sugeng Hartono <sugeng.hart...@petrochina.co.id>
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM
> Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
>
> Selamat siang.
>
> Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan
> PSC
> Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya,
> bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang
> tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan.
> Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya
> keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi
> pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka  investor (oil
> co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa
> 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka
> investor
> akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana,
> Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini
> nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan
> masuk dalam cost recovery.
>
> Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat
> menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue
> over
> cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam
> kesempatan
> tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat.
> Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia
> tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana
> sedikit
> lebih baik dari PSC kita.
> Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen?
> Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan.
>
> Salam,
> Sugeng
>
>
>
> “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email.
>
>
> ====================================================================================================================================================================================
> DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is
> intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain
> confidential information. You are hereby notified that the taking of any
> action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination,
> distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by
> anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited.
> If you have received this Message in error, you should delete this Message
> immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions
> and other information in this Message that do not relate to the official
> business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of
> Companies shall be understood as neither given nor endorsed by
> PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies
> within the Group.
>
> ==============================================================================================================================================================
>
>  ------------------------------
>  *“Save a Tree” – Please consider the environment before printing this
> email.*
>
>  ------------------------------
>  “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this
> email.
>
>
> ====================================================================================================================================================================================
> DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is
> intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain
> confidential information. You are hereby notified that the taking of any
> action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination,
> distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by
> anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited.
> If you have received this Message in error, you should delete this Message
> immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions
> and other information in this Message that do not relate to the official
> business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of
> Companies shall be understood as neither given nor endorsed by
> PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies
> within the Group.
>
> ==============================================================================================================================================================
>
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> PP-IAGI 2011-2014:
> Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
> Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012.
> Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir
> pengiriman abstrak 28 Februari 2012.
>
> --------------------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
> For topics not directly related to Geology, users are advised to post the
> email to: o...@iagi.or.id
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
> No. Rek: 123 0085005314
> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
> Bank BCA KCP. Manara Mulia
> No. Rekening: 255-1088580
> A/n: Shinta Damayanti
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> ---------------------------------------------------------------------
> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event
> shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to
> direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
> from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the
> use of any information posted on IAGI mailing list.
> ---------------------------------------------------------------------
>
>


-- 
Sent from my Computer®

Kirim email ke