Bung Blucer, peran provokator adalah memanas-manasi.
Tanpa benih yang dapat ditumbuhkan, maka segala usaha
untuk menanam kekacauan akan sia-sia. Tujuan kita harusnya
menyelesaikan benih-benih ini, bukan sekedar membungkam
para provokator. Makanya saya kemarin bilang anda suka kayak
pejabat karena lebih senang berbicara yang ada di permukaan
(hehe...sorry....). Kita sebagai student mestinya berusaha
menggali akar masyarakat, eh, masalah itu. Jadi ini bukan masalah
ramah-tamah dan sebagainya. Kalau soal ramah tanah orang Jepang
jauh lebih ramah. Tapi lihat sendiri bagaimana kebengisan tentara
Jepang pada saat PD-II. Berapa juta yg dibunuh, berapa ratus ribu
yg diperkosa seperti binatang kemudian dibunuh. Eh, ini benar-benar
ada fotonya ya...jadi bukannya tanpa fakta (iya kan mbak ida?). Nah, buat
yang kemarin merinding dengan foto kepala ibu dan anak, silakan lihat foto
bgmn orang Jepang yg ramah tamah memberi latihan menusukkan sangkur
ke tubuh orang hidup di kubangan orang mati. Silakan cari di Borders juga
banyak lah. Jadi ini bukan masalah keramahtamahan sehingga tidak
mungkin berbuat keberingasan tiada tara.

Lha to be honest, ndak ada upaya saya untuk membela orang madura,
wong saudara juga ndak ada yg dari Madura. Justru ipar ane yg dari
Dayak. Jadi kalau misalnya secara diam-diam anda mengambil kesimpulan
bahwa saya berusaha tidak fair dalam memandang masalah Sambas ini
(jelasnya berat ke masyarakat Madura), ya silakan dipikirkan lagi.

Entah saya sudah tulis berapa kali, bahwa kehadiran provokator
memang mungkin ada, tetapi saya jelas menolak anggapan bahwa
provokator selalu ada di balik setiap peristiwa kerusuhan. Justru yg
paling hobi menghembuskan keberadaan provokator kan malah
pemerintah. Bahkan ORBA juga paling hobi menyalahkan pihak
(yg mungkin fiktif ini) sebagai yg paling bertanggung jawab. Ingat kan
dengan istilah DITUNGGANGI. Silakan diperiksa sendiri lah apa
bedanya antara PENUNGGANG, PIHAK KETIGA, dan PROVOKATOR.
Kan semuanya bianatang yang sama.

Makanya saya paling sering mengajak anda-anda untuk melihat lebih
ke dalam lagi. Mosok selalu bicara yg superficial doang. Mbok sekali-
kali bicara penyakit jeroan macam penyakit jantung, paru dlsb, bukan
penyakit panu macam provokator itu....

Semua masalah, bila diperhatikan baik di wilayah Sambas, di Ambon,
dan di Jakarta untuk bulan Mei itu, semuanya bermuara pada kesenjangan
sosial. Jadi inilah yg mestinya diselesaikan. Bukan nyalah-nyalahin
provokator doang. Kita juga tidak dapat cuma berharap bahwa semua
anggota masyarakat diberi pikiran jernih. Kejernihan pikiran sangat
sulit diperoleh bila perut kosong, perabot rumah minim, sementara
para tetangga dengan ciri lain, kulit lain, mempunyai kelebihan yang
mencolok. Ini yang jadi benih untuk disemai provokator.

Nah, ini yang mesti kita selesaikan. Bukan menangkap provokator. Mereka
akan patah tumbuh hilang berganti. Nah, resiko untuk mengidentifikasikan
masalah ini adalah kita bisa-bisa dituduh sebagai sukuis, rasis dan
sebagainya. Itu adalah resiko. Tapi itulah yg harus mampu kita gali.
Kita tidak dapat (maaf lho) beronani (pinjam istilah keren dari Bung Pohan)
dengan menganggap bahwa masyarakat kita akan selalu tenang, aman,
hidup bertoleransi, padahal di bawah permukaan terdapat pergolakan-
pergolakan. Bila pergolakan muncul keperrmukaan, lalu sibuk mencari
dan menyalahkan provokator. Bosan ah.... Terus terang saya geli
dengan kita-kita yg hobi menghujat provokator. Padahal waktu kita
mahasiswa kita paling benci kalo pemerintah selalu melarang demo
mahasiswa karena alasan ketakutan ditunggangi. Nah, inilah yg saya
sangat prihatin. Mbok ya diingat-ingat...

Nah, bagaimana? Apakah siap menerima pil pahit untuk melihat
kenyataan dari borok-borok yg ada di sekujur badan sendiri, atau
mau berendam di lumpur supaya tidak melihat borok di badan sambil
baca majalah playboy? Baca majalah itu tidak akan mengubah badan
bersih dari borok kayak yg di majalah itu tho Bung Blucer?

(bersambung ya...)



'-----------------------------------------------
Blucer Rajagukguk wrote:

> Inilah salah satu sebab kenapa kita banyak orang pinter, kebal dlsb, tetapi bisa 
>dijajah Belanda 350 tahun dengan
> tambahan bonus 3 1/2 tahun dari Jepang. Karena masih banyak tokoh masyarakat kita 
>yang lebih mendahulukan berpikir
> dengan emosi dan dendam, daripada ketenangan dan kehati-hatian.
> Saya sendiri sangat prihatin dengan nasib suku Madura, walaupun perihnya perasaan 
>saudara-saudara di Madura bisa
> lebih dari yang saya bayangkan.
> Tetapi apakah benar, suku Dayak dan Melayu yang masih manusia, dan juga banyak 
>terdapat di Malaysia, yang juga
> terkenal ramah dan beradab, benar-benar ingin membunuhi dan menganiaya masyarakat 
>Madura tanpa sebab? Apakah benar
> mereka, suku Dayak dan Melayu tidak punya lagi hati dan perasaan sebagai manusia? 
>Pertanyaan-pertanyaan ini terus
> menggugat hati saya dan mungkin kawan-kawan yang lain. Segala macam teori konspirasi 
>atau cara bayar-membayar orang
> dan kelompok untuk menimbulkan kerusuhan dlsb bisa saja terjadi, dan kalau ini benar 
>maka serangan yang jika memang
> akan dilakukan oleh pihak Madura ke suku Dayak atau Melayu, akan salah sasaran.
> Seperti digugat oleh Gus Dur, bahwa ada tokoh dari pusat yang sedang 
>menghambur-hamburkan uangnya untuk mengacaukan
> negeri ini, termasuk kasus sambas, sangat perlu untuk dipertimbangkan. Seperti kartu 
>domino, satu kerusuhan diikuti
> oleh kerusuhan lainnya, diikuti dengan masalah lainnya, menggambarkan kondisi yang 
>sulit dan hampir tidak
> terkendali. Gambaran umum bangsa menunjukkan bahwa sangat potensial terjadi, bahwa 
>suku Madura telah dijadikan
> tumbal oleh pihak-pihak yang tidak punya perikemanusiaan dalam mencapai 
>cita-citanya, yang sama halnya dengan yang
> terjadi di Ambon ataupun Cina pada pertengahan Mei.
> Mudah-mudahan para intelektual dan tokoh Madura akan lebih bersikap hati-hati dan 
>bijaksana untuk mencoba melakukan
> pemecahan lain yang lebih damai. Demikian juga untuk intelektual dan tokoh Dayak dan 
>Melayu di Kalimantan agar
> dapat lebih berpikir jernih dan menenangkan warganya, serta mencari jalan untuk 
>meminta maaf/ataupun memberi
> penjelasan kepada warga Madura.
> Semoga damai yang dari Allah menyertai suku Madura, Dayak dan Melayu dalam 
>memecahkan masalah ini.
> Demikianlah pikiran saya yang masih keroco ini.
> peace.
>

--
Salam,
Jaya


--> I disapprove of what you say, but I will
    defend to death your right to say it. - Voltaire

               \\\|///
             \\  - -  //
              (  @ @  )
------------oOOo-(_)-oOOo-----------
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
--------------------Oooo------------
           oooO     (   )
          (   )      ) /
           \ (      (_/
            \_)

Kirim email ke