Provokator bukan provokator namanya kalau tidak tahu apa yang sedang dialami 
masyarakat. Semua benih perpecahan akan
selalu ada bagaimanapun situasi sosialnya. Apakah jika kesenjangan sosial terhapus, 
provokator akan lenyap? enggak juga.
Kebutuhan yang lain akan muncul pada saat masyarakat mencapai tahapan baru. Tapi bukan 
berarti kita mendiamkan
kesenjangan sosial. Konteks persoalan Madura yang saya bahas adalah rencana aksi 
balasan yang sedang dipikirkan. Menurut
saya ini tidak tepat, dan hanya menmbah persoalan baru, sementara persoalan lama belum 
terpecahkan.
Ramah-tamah itu penting. Ini merupakan kulit luar yang tampak dari batin kita. Jika 
yang ramah-tamah itu munafik, yach
urusannyalah dengan Tuhannya.
Soal hubungan bung dengan Madura tidak saya masalahkan, tetapi kalau bung merasa agak 
berat sebelah dalam memandang kasus
ini, itu hanya untuk kepentingan bung sendiri.
Kalau untuk setiap kerusuhan belum tentu ditungangi provokator, tapi melihat urutan 
waktunya, kesiapan petugas, besaran
massanya, akan lebih bisa untuk dianalisa apakah provokator berperan atau tidak.
Bicara akar permasalahan tentu sangat luas, bukan hanya kesenjangan sosial saja, 
tingkat pendidikan masyarakat, kemampuan
memahami agama sendiri dan mentoleransi agama yang lain, memahami kemajemukan budaya 
dan bukan hanya meninggikan budaya
sendiri, dlsb. Jadi yang perlu diselesaikan sangat banyak.
Soal mahasiswa demontrasi, saya sangat setuju. bahkan diacara screening PNS-pun saya 
jawab setuju asalkan tidak merusak
milik masyarakat. Jadi istilah provokator itu bukan hanya milik ORBA. Selama digaris 
yang benar, membela hak rakyat,
tidak usah takut kepada provokator. Tetapi pada saat menghantam, membakar ataupun 
merencanakan membunuh suatu kelompok,
diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.

FNU Brawijaya wrote:

> Bung Blucer, peran provokator adalah memanas-manasi.
> Tanpa benih yang dapat ditumbuhkan, maka segala usaha
> untuk menanam kekacauan akan sia-sia. Tujuan kita harusnya
> menyelesaikan benih-benih ini, bukan sekedar membungkam
> para provokator. Makanya saya kemarin bilang anda suka kayak
> pejabat karena lebih senang berbicara yang ada di permukaan
> (hehe...sorry....). Kita sebagai student mestinya berusaha
> menggali akar masyarakat, eh, masalah itu. Jadi ini bukan masalah
> ramah-tamah dan sebagainya. Kalau soal ramah tanah orang Jepang
> jauh lebih ramah. Tapi lihat sendiri bagaimana kebengisan tentara
> Jepang pada saat PD-II. Berapa juta yg dibunuh, berapa ratus ribu
> yg diperkosa seperti binatang kemudian dibunuh. Eh, ini benar-benar
> ada fotonya ya...jadi bukannya tanpa fakta (iya kan mbak ida?). Nah, buat
> yang kemarin merinding dengan foto kepala ibu dan anak, silakan lihat foto
> bgmn orang Jepang yg ramah tamah memberi latihan menusukkan sangkur
> ke tubuh orang hidup di kubangan orang mati. Silakan cari di Borders juga
> banyak lah. Jadi ini bukan masalah keramahtamahan sehingga tidak
> mungkin berbuat keberingasan tiada tara.
>
> Lha to be honest, ndak ada upaya saya untuk membela orang madura,
> wong saudara juga ndak ada yg dari Madura. Justru ipar ane yg dari
> Dayak. Jadi kalau misalnya secara diam-diam anda mengambil kesimpulan
> bahwa saya berusaha tidak fair dalam memandang masalah Sambas ini
> (jelasnya berat ke masyarakat Madura), ya silakan dipikirkan lagi.
>
> Entah saya sudah tulis berapa kali, bahwa kehadiran provokator
> memang mungkin ada, tetapi saya jelas menolak anggapan bahwa
> provokator selalu ada di balik setiap peristiwa kerusuhan. Justru yg
> paling hobi menghembuskan keberadaan provokator kan malah
> pemerintah. Bahkan ORBA juga paling hobi menyalahkan pihak
> (yg mungkin fiktif ini) sebagai yg paling bertanggung jawab. Ingat kan
> dengan istilah DITUNGGANGI. Silakan diperiksa sendiri lah apa
> bedanya antara PENUNGGANG, PIHAK KETIGA, dan PROVOKATOR.
> Kan semuanya bianatang yang sama.
>
> Makanya saya paling sering mengajak anda-anda untuk melihat lebih
> ke dalam lagi. Mosok selalu bicara yg superficial doang. Mbok sekali-
> kali bicara penyakit jeroan macam penyakit jantung, paru dlsb, bukan
> penyakit panu macam provokator itu....
>
> Semua masalah, bila diperhatikan baik di wilayah Sambas, di Ambon,
> dan di Jakarta untuk bulan Mei itu, semuanya bermuara pada kesenjangan
> sosial. Jadi inilah yg mestinya diselesaikan. Bukan nyalah-nyalahin
> provokator doang. Kita juga tidak dapat cuma berharap bahwa semua
> anggota masyarakat diberi pikiran jernih. Kejernihan pikiran sangat
> sulit diperoleh bila perut kosong, perabot rumah minim, sementara
> para tetangga dengan ciri lain, kulit lain, mempunyai kelebihan yang
> mencolok. Ini yang jadi benih untuk disemai provokator.
>
> Nah, ini yang mesti kita selesaikan. Bukan menangkap provokator. Mereka
> akan patah tumbuh hilang berganti. Nah, resiko untuk mengidentifikasikan
> masalah ini adalah kita bisa-bisa dituduh sebagai sukuis, rasis dan
> sebagainya. Itu adalah resiko. Tapi itulah yg harus mampu kita gali.
> Kita tidak dapat (maaf lho) beronani (pinjam istilah keren dari Bung Pohan)
> dengan menganggap bahwa masyarakat kita akan selalu tenang, aman,
> hidup bertoleransi, padahal di bawah permukaan terdapat pergolakan-
> pergolakan. Bila pergolakan muncul keperrmukaan, lalu sibuk mencari
> dan menyalahkan provokator. Bosan ah.... Terus terang saya geli
> dengan kita-kita yg hobi menghujat provokator. Padahal waktu kita
> mahasiswa kita paling benci kalo pemerintah selalu melarang demo
> mahasiswa karena alasan ketakutan ditunggangi. Nah, inilah yg saya
> sangat prihatin. Mbok ya diingat-ingat...
>
> Nah, bagaimana? Apakah siap menerima pil pahit untuk melihat
> kenyataan dari borok-borok yg ada di sekujur badan sendiri, atau
> mau berendam di lumpur supaya tidak melihat borok di badan sambil
> baca majalah playboy? Baca majalah itu tidak akan mengubah badan
> bersih dari borok kayak yg di majalah itu tho Bung Blucer?
>
> (bersambung ya...)
>
> '-----------------------------------------------
> Blucer Rajagukguk wrote:
>
> > Inilah salah satu sebab kenapa kita banyak orang pinter, kebal dlsb, tetapi bisa 
>dijajah Belanda 350 tahun dengan
> > tambahan bonus 3 1/2 tahun dari Jepang. Karena masih banyak tokoh masyarakat kita 
>yang lebih mendahulukan berpikir
> > dengan emosi dan dendam, daripada ketenangan dan kehati-hatian.
> > Saya sendiri sangat prihatin dengan nasib suku Madura, walaupun perihnya perasaan 
>saudara-saudara di Madura bisa
> > lebih dari yang saya bayangkan.
> > Tetapi apakah benar, suku Dayak dan Melayu yang masih manusia, dan juga banyak 
>terdapat di Malaysia, yang juga
> > terkenal ramah dan beradab, benar-benar ingin membunuhi dan menganiaya masyarakat 
>Madura tanpa sebab? Apakah benar
> > mereka, suku Dayak dan Melayu tidak punya lagi hati dan perasaan sebagai manusia? 
>Pertanyaan-pertanyaan ini terus
> > menggugat hati saya dan mungkin kawan-kawan yang lain. Segala macam teori 
>konspirasi atau cara bayar-membayar orang
> > dan kelompok untuk menimbulkan kerusuhan dlsb bisa saja terjadi, dan kalau ini 
>benar maka serangan yang jika memang
> > akan dilakukan oleh pihak Madura ke suku Dayak atau Melayu, akan salah sasaran.
> > Seperti digugat oleh Gus Dur, bahwa ada tokoh dari pusat yang sedang 
>menghambur-hamburkan uangnya untuk mengacaukan
> > negeri ini, termasuk kasus sambas, sangat perlu untuk dipertimbangkan. Seperti 
>kartu domino, satu kerusuhan diikuti
> > oleh kerusuhan lainnya, diikuti dengan masalah lainnya, menggambarkan kondisi yang 
>sulit dan hampir tidak
> > terkendali. Gambaran umum bangsa menunjukkan bahwa sangat potensial terjadi, bahwa 
>suku Madura telah dijadikan
> > tumbal oleh pihak-pihak yang tidak punya perikemanusiaan dalam mencapai 
>cita-citanya, yang sama halnya dengan yang
> > terjadi di Ambon ataupun Cina pada pertengahan Mei.
> > Mudah-mudahan para intelektual dan tokoh Madura akan lebih bersikap hati-hati dan 
>bijaksana untuk mencoba melakukan
> > pemecahan lain yang lebih damai. Demikian juga untuk intelektual dan tokoh Dayak 
>dan Melayu di Kalimantan agar
> > dapat lebih berpikir jernih dan menenangkan warganya, serta mencari jalan untuk 
>meminta maaf/ataupun memberi
> > penjelasan kepada warga Madura.
> > Semoga damai yang dari Allah menyertai suku Madura, Dayak dan Melayu dalam 
>memecahkan masalah ini.
> > Demikianlah pikiran saya yang masih keroco ini.
> > peace.
> >
>
> --
> Salam,
> Jaya
>
> --> I disapprove of what you say, but I will
>     defend to death your right to say it. - Voltaire
>
>                \\\|///
>              \\  - -  //
>               (  @ @  )
> ------------oOOo-(_)-oOOo-----------
> FNU Brawijaya
> Dept of Civil Engineering
> Rensselaer Polytechnic Institute
> mailto:[EMAIL PROTECTED]
> --------------------Oooo------------
>            oooO     (   )
>           (   )      ) /
>            \ (      (_/
>             \_)

Kirim email ke