[mediacare] Lowongan Kerja di Jurnal Kebudayaan KALAM

2007-03-14 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
Moderator Yth,
Saya numpang iklan lowongan kerja ini, bagi kawan-kawan yang tertarik silakan 
mencoba, hanya dibutuhkan satu orang saja.
Terima kasih


-Guntur-
 ==

Jurnal Kebudayaan KALAM mencari tenaga gajian paruh-waktu untuk menulis kronik 
peristiwa dan berita buku.
  
 Syarat-syarat:
 1. Bertempat tinggal di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek);
 2. Berusia tidak lebih dari 30 tahun;
 3. Gemar membaca dan berdiskusi serta menyukai kesenian;
 4. Bisa menggunakan komputer dan berselancar di internet;
 5. Mampu menulis dalam bahasa Indonesia yang terang dan bagus;
 6. Menguasai bahasa Inggris dengan baik (kemampuan dalam bahasa asing lain 
merupakan nilai tambah);
 7. Sanggup menghasilkan 6 (enam) tulisan pendek berupa kronik peristiwa dan 
berita buku setiap minggu (panjang masing-masing tulisan kira-kira 200 kata 
atau 1.500 karakter dengan spasi).
  
 Jika anda berminat dan memenuhi syarat-syarat di atas, silakan kirim surat 
lamaran disertai daftar riwayat hidup (curriculum vitae) lengkap, pasfoto 
berwarna ukuran 4 x 6, dan sedikitnya 2 (dua) contoh tulisan nonfiksi asli 
karya anda ke [EMAIL PROTECTED] atau (via pos):
  
 Jurnal Kebudayaan KALAM
 Jl. Utan Kayu 68H
 Jakarta 13120
  
 Surat lamaran harus sudah sampai di alamat kami selambat-lambatnya Jumat, 23 
Maret 2007. Pelamar yang dianggap layak akan diundang untuk wawancara dalam 
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah penutupan lamaran.
  
 Salam,
Redaksi Jurnal Kebudayaan KALAM 


Mohamad Guntur Romli
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
Don't get soaked.  Take a quick peek at the forecast 
 with theYahoo! Search weather shortcut.

[mediacare] Diskusi TUK: MENYOAL ESTETIKA FILM INDONESIA MUTAKHIR

2007-03-19 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Undangan Diskusi

Rabu, 21 Maret 2007, 19:00 WIB di Teater Utan Kayu, Jln Utan Kayu No 68H

MENYOAL ESTETIKA FILM INDONESIA MUTAKHIR
   Narasumber: Budi Irawanto dan Eric Sasono.
 
Setidaknya dalam enam tahun terakhir telah terjadi gerak bangkit dunia 
perfilman Indonesia. Cukup banyak karya para sineas muda lahir dan beredar, 
tidak hanya di lingkungan dalam negeri, tetapi juga memasuki kancah pergaulan 
dunia. Beberapa di antara karya mutakhir itu bahkan mendapat penghargaan di 
sejumlah festival film mancanegara. Belakangan, di tengah maraknya kegiatan 
perfilman di pelbagai kota di Indonesia, perseteruan antara Masyarakat Film 
Indonesia (MFI) dan Dewan Juri FFI 2006 membuat segi politik perfilman kita 
kian menampakkan persoalan-persoalannya. 

Seraya mengingat pentingnya melakukan perombakan kebijakan demi perbaikan 
kehidupan film kita di masa kini dan mendatang, perlu pula kita pikirkan sebuah 
soal yang tak kalah penting: Apakah kebangkitan dunia film mutakhir kita 
sekaligus menyuguhkan suatu estetika sinematik yang berarti dan layak 
diperbincangkan? Pertanyaan semacam ini adalah sebentuk kegelisahan yang wajar 
dan bahkan penting bagi kelanjutan penciptaan karya-karya film yang kian 
berbobot. 

Bulan Maret ini TUK akan menghadirkan dua pengamat perfilman, Budi Irawanto 
(peneliti film Indonesia dan staf pengajar Universitas Gadjah Mada) dan Eric 
Sasono (kritikus film) untuk membahas persoalan estetika film Indonesia 
mutakhir.




Mohamad Guntur Romli
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
  
-
Looking for earth-friendly autos? 
 Browse Top Cars by Green Rating at Yahoo! Autos' Green Center.  

[mediacare] Undangan Acara Ulang Tahun JIL ke-6

2007-03-20 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Undangan
Moderator Milis Yth,

Saya mohon bantuan untuk meloloskan surat undangan ini, untuk acara Ulang Tahun 
Jaringan Islam Liberal (JIL) ke-6 yang akan digelar mulai besok, Kamis 22 Maret 
hingga Sabtu 24 Maret 2007. 

Dan bagi anda yang berminat, silakan hadir dalam acara tersebut.

Terima kasih atas bantuannya

-Guntur-
===

Acara Ulang Tahun JIL ke-6

“Agama dan Ruang Publik: Memperbincangkan Kembali Sekularisme”

Tempat: Teater Utan Kayu (TUK), Jl Utan Kayu 68H Jakarta Timur

Saat ini, beberapa ilmuwan sosial politik di banyak belahan dunia sudah
mulai bertanya-tanya tentang kelangsungan hidup sekularisme sebagai
prinsip dasar negara modern dalam mengelola hubungan agama dan negara.
Paras kasar agama kini makin sering menyeruak masuk ke dalam ruang-ruang
publik bernegara, seakan hendak menegaskan bahwa sekularisme bukanlah
satu-satunya jalan terbaik dalam bernegara. Di India, negara mayoritas
Hindu yang secara tegas mengikrarkan sekularisme sebagai prinsip dasar
bernegaranya, beberapa tahun terakhir mulai mendapat tantangan hebat dari
para penyokong Hinduvta. Di Turki, negara Muslim satu-satunya yang
mengibarkan panji-panji sekularisme, partai yang berbasiskan orang-orang
“taat beragama” sedang memimpin negaranya untuk masuk Uni Eropa. Di banyak 
negara Arab, kegagalan rezim-rezim yang dianggap sekuler dalam mengelola negara 
dan menjamin kesejahteraan rakyat, ikut memberi ruang kepada lebih banyak lagi 
akomodasi terhadap aspirasi-aspirasi kelompok agama untuk menentukan corak 
negara.

Dan, di Indonesia yang sudah memasuki era demokrasi dan sedang berusaha
memantapkan sendi-sendi negara demokratis, aspirasi agama juga tampak
semakin menguat. Beberapa aspirasi agama yang tak jarang berbentuk
sektarian dan diskriminatif, sudah mulai ditampung dan diterapkan dalam
bentuk perda-perda berbau agama yang dimungkinkan oleh semangat otonomi
daerah. Yang mengherankan, tak jarang aspirasi-aspirasi tersebut justru
diperjuangkan oleh aktor-aktor dari kalangan partai yang dianggap sekuler
selama ini. Apa gerangan yang terjadi? Apakah konsep negara modern memang
harus semakin akomodatif terhadap aspirasi-aspirasi agama? Akankah
aspirasi tersebut mengalir jauh sampai dimungkinkannya tegaknya semacam
negara-teokratis? Apakah kesejahteraan ekonomi dan kebebasan sipil akan
makin baik dengan adanya perkembangan–perkembangan tersebut, khususnya di 
Indonesia?

Inilah bahan pemikiran dan pekerjaan rumah yang belum dituntaskan oleh
kalangan civil society di Indonesia, tak terkecuali JIL. Menginjak usianya
yang keenam tahun, JIL ingin memperingatinya dengan sebuah perhelatan
intelektual berbentuk diskusi dengan topik yang oleh sebagian orang sudah
dianggap basi itu, tapi terus mendapat gangguan di sana-sini, yaitu soal
“Agama dan Ruang Publik: Memperbincangkan Kembali Sekularisme”. Selain
diskusi, ultah ini juga akan disemarakkan oleh pemutaran film yang
bertemakan “agama dan kebebasan” paling mutakhir.


Jadwal Pemutaran Film dan Diskusi


HARI PERTAMA, KAMIS, 22 MARET 2007

15.00 Pemutaran Film The War Within

17.00 Pembukaan Acara Ulang Tahun Ke-6 JIL dan Pemutaran Film Islam in 
Indonesia: The Progressives tentang Jaringan Islam Liberal di acara Compass 
Stasiun Televisi ABC, Australia. 

19.00 Diskusi tema Sekularisme: Konsepsi dan Teori

Narasumber: Franky Budi Hardiman, Ioanes Rakhmat, Ihsan Ali-Fauzi
Moderator : Hamid Basyaib


HARI KEDUA, JUM'AT, 23 MARET 2007

14.00 Pemutaran film Fatwa 
16.00 Pemutaran film Soldier of God

19.00 Diskusi tema Sekularisme dalam Praktik: Pengalaman Beberapa Negara
Narasumber: Dick van der Meij, Rizal Mallarangeng, Syamsurizal Panggabean
Moderator : Novriantoni Kahar


HARI KETIGA, SABTU, 24 MARET 2007

14.00 Pemutaran film Promised Paradise 
16.00 Pemutaran film The Road to Guantanamo

19.00 Diskusi tema Sekularisme: Prospek dan Tantangannya
Narasumber: Martin Lukito Sinaga, Gadis Arivia, Saiful Mujani
Moderator : Mohamad Guntur Romli

Kontak dan informasi: Ade (021-8573388 ext. 128)

=

Dua Abad Islam Liberal

LUTHFI ASSYAUKANIE

Sebagai gerakan lokal, Jaringan Islam Liberal Maret ini baru berusia enam 
tahun, tapi sebagai gerakan global, Islam Liberal—dari mana istilah JIL 
berasal—sesungguhnya telah berusia dua abad lebih. Mengambil patokan tahun 
1798, usia Islam Liberal mencapai 209 tahun.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0703/02/Bentara/3344564.htm

Mohamad Guntur Romli
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
Sucker-punch spam with award-winning protection.
 Try the free Yahoo! Mail Beta.

[mediacare] Sayembara Pembuatan Logo Komunitas Salihara

2007-04-03 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Moderator Milis Yth,
   
  Saya mohon bantuan untuk meloloskan informasi tentang Sayembara Pembuatan 
Logo Komunitas Salihara. 
  Terima kasih atas bantuannya.
   
  -Guntur-
   
  ==
  www.utankayu.org
   
  Pada bulan April 2008, akan berdiri sebuah pusat kesenian yang bernama 
Komunitas Salihara.
 
  Pusat kesenian ini, yang bertempat di Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, 
Jakarta Selatan, akan terdiri dari gedung teater black box, ruang pameran, 
ruang serbaguna, toko buku, perpustakaan, dan kafe. 
  
Komunitas Salihara memberi tempat bagi karya seni dan intelektual yang bermutu, 
yang menghargai kemajemukan dan kebaruan. Dengan mengajak masyarakat menghargai 
karya-karya demikian, kami juga memperluas ranah kebebasan berpikir dan 
berekspresi. Komunitas Salihara didirikan oleh orang-orang yang bergiat di 
Komunitas/Teater Utan Kayu (www.utankayu.org). 
  
Demi kiprah di atas, kami undang anda mengikuti Sayembara Pembuatan Logo 
Komunitas Salihara. Kami akan memilih hanya 1 (satu) pemenang, dengan hadiah Rp 
10 (sepuluh) juta. 
  
Persyaratan: 
  
• Sayembara terbuka untuk siapa saja, kecuali mereka yang bekerja di lingkungan 
Komunitas Utan Kayu beserta keluarga mereka. 
• Karya logo harus asli. 
• Tiap peserta boleh mengirim sebanyak-banyaknya 3 buah karya logo. 
• Logo mencantumkan nama SALIHARA, dan sesederhana mungkin dalam bentuk dan 
pewarnaan. 
• Setiap logo dibuat dalam 2 ukuran, yakni 20 x 20 cm2 dan 1 x 1 cm2, 
masing-masing dalam bentuk cetakan di atas kertas putih maupun file elektronik 
beresolusi tinggi.
• Sayembara ditutup pada tanggal 30 Juni 2007. 
• Kirimkan karya anda dalam bentuk cetakan maupun CD ke Panitia Sayembara Logo, 
Komunitas Utan Kayu,Jl.Utan Kayu 68-H,Jakarta Timur 13120.Cantumkan alamat 
lengkap, no telepon, dan alamat e-mail anda. Untuk keterangan lebih lanjut, 
hubungi Asty di Komunitas Utan Kayu pada no telepon 0218573388 ext. 144 atau 
0811182057. 
  
Perlu kami beritakan bahwa: 
  
• Pemenang akan diumumkan pada pertengahan Juli 2007.Dalam hal ini keputusan 
juri bersifat mutlak. 
• Pajak hadiah ditanggung oleh pemenang. 
• Penyelenggara memiliki karya pemenang, namun tidak wajib menggunakan logo 
tersebut. 
• Komunitas Salihara berhak mengubah logo pemenang sesuai dengan kebutuhan.
   


Mohamad Guntur Romli
www.romli.net
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868 www.utankayu.org
 
-
Now that's room service! Choose from over 150,000 hotels 
in 45,000 destinations on Yahoo! Travel to find your fit.

[mediacare] Pewahyuan Al-Quran: Antara Budaya dan Sejarah

2007-05-03 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
http://www.korantempo.com/korantempo/2007/05/04/Opini/krn,20070504,72.id.html

Jum’at, 04 Mei 2007
Opini

Pewahyuan Al-Quran: Antara Budaya dan Sejarah

Mohamad Guntur Romli, AKTIVIS JARINGAN ISLAM LIBERAL

Pewahyuan adalah proses kolektif, baik sumber maupun proses kreatifnya. Ia 
bukanlah proses yang tunggal. Al-Quran sendiri menegaskan gagasan ini. Ketika 
Al-Quran berbicara tentang pewahyuan, baik dengan kata mewahyukan (awha) 
maupun menurunkan (anzala, nazzala) Al-Quran, digunakan kata nahnu: berarti 
kami--sebagai subyek--seperti dalam awhayna (kami telah mewahyukan) ataupun 
anzalna, nazzalna (kami telah menurunkan). Dalam Al-Mu'jam al-Mufahhras li 
Alfadzil Qur'an, kata awhaytu (aku mewahyukan) hanya dipakai delapan kali, 
sedangkan awhayna (kami mewahyukan) digunakan lebih dari 30 kali.

Kata kami adalah bentuk plural. Pertanyaannya, siapakah yang disebut kami 
dalam ayat-ayat itu? Para mufasir klasik yang berkeras pada doktrin ketunggalan 
dalam pewahyuan menolak memahami kami sebagai pluralitas dalam pewahyuan. 
Menurut mereka, meskipun kami bentuknya plural, konotasinya pada Dia Yang 
Tunggal, kata kami bertujuan lit ta'dzîm (memuliakan) si pembicara.

Namun, pendapat ini, menurut hemat saya, rancu. Kata kami, bila digunakan 
sebagai pengganti saya atau aku untuk memuliakan lawan bicara, bukan si 
pembicara. Misalnya, seorang menteri tidak akan menggunakan kata aku/saya 
telah melakukan di depan presidennya, tapi mengatakan kami telah melakukan. 
Sebab, selain menunjukkan penghormatan terhadap lawan bicara, menandakan 
pengakuan, karena apa yang telah ia lakukan bukanlah hasil kerjanya sendiri, 
melainkan kerja kolektif.

Dalam tradisi tafsir klasik, menafsirkan istilah kami yang merujuk kepada 
Allah, Roh Kudus Jibril, dan Muhammad lazim kita temukan. Dalam pandangan ini, 
Al-Quran secara maknawi bersumber dari Tuhan, tapi secara lughawi  (redaksi 
bahasa) disusun oleh Malaikat Jibril atau Nabi Muhammad: Al-Quran adalah karya 
bersama Allah, Jibril, dan Nabi Muhammad. Kelompok rasional Islam Muktazilah 
adalah pelopor pemahaman ini.

Pendapat ini berdasarkan sambungan sebaris ayat yang berbicara tentang turunnya 
Al-Quran: wa inna lahu lahafidzûn, dan sesungguhnya kami pula yang akan 
menjaganya (Al-Quran). Di sini proses turunnya Al-Quran, sebagaimana proses 
penjagaannya, melibatkan kerja kolektif antara Tuhan dan manusia. Proses 
penjagaan (autentisitas) Al-Quran oleh manusia berbentuk hafalan dan tulisan.

Pewahyuan yang plural itu bisa ditegaskan lebih lanjut dengan menggunakan 
kajian sejarah yang melibatkan konteks sejarah, masyarakat, tradisi, dan 
lingkungan. Pewahyuan dari konteks ini, menurut saya, bisa lebih menegaskan 
klaim Al-Quran sendiri, yang menggunakan kata kami yang plural, bukan aku 
yang tunggal.

Kisah dalam Al-Quran

Saya akan mengambil contoh kisah-kisah yang banyak dimuat Al-Quran. Dua pertiga 
isi Al-Quran adalah tentang kisah yang bersumber dari konteks tempat wahyu itu 
turun: kisah-kisah yang diperbincangkan di pasar-pasar, di sela-sela transaksi 
dan safari perniagaan, ataupun dongeng yang diwariskan secara turun-temurun.

Dari kajian sejarah ini, Al-Quran tidak bisa melampaui konteksnya. Dalam ranah 
ini, pendapat Nashr Hamir Abu-Zayd bahwa al-nash muntaj tsaqafi (Al-Quran 
merupakan produk budaya) adalah sahih. Al-Quran adalah produk rangkaian proses 
kreatif-kolektif manusia yang disebut budaya. Wahyu tidak bisa lepas dari dua 
faktor yang membentuknya: sejarah (al-tarikh) dan konteks (al-waqi').

Kisah-kisah Al-Quran yang dipercaya sebagai mukjizat hakikatnya merupakan 
kisah-kisah yang sudah populer pada zaman itu. Al-Quran tidak pernah 
menghadirkan kisah-kisah yang benar-benar baru. Misalnya saja kita tidak 
menemukan kisah tentang masyarakat Cina atau India, yang waktu itu telah 
memiliki peradaban yang luar biasa. Hal itu terjadi karena kisah-kisah tersebut 
tidak pernah sampai atau kurang populer ataupun tidak memiliki dampak ideologis 
dan politis terhadap masyarakat Arab. Berbeda dengan kisah-kisah yang berasal 
dari kawasan yang disebut Bulan Sabit Subur. Kawasan ini menjadi mata air 
yang mengalirkan kisah-kisah yang termaktub dalam Al-Quran.

Kisah Nabi Isa

Bukti lain bahwa Al-Quran tidak bisa melampaui konteksnya adalah kisah tentang 
Nabi Isa (Yesus Kristus). Sekilas kita melihat bahwa kisah Nabi Isa dalam 
Al-Quran berbeda dengan versi Kristen. Dalam Al-Quran, Isa (Yesus) hanyalah 
seorang rasul, bukan anak Allah, dan akhir hayatnya tidak disalib. Sementara 
itu, dalam doktrin Kristen, akhir hidup Yesus itu disalib, yang diyakini untuk 
menebus dosa umatnya.

Ternyata kisah tentang tidak disalibnya Nabi Isa juga dipengaruhi oleh 
keyakinan salah satu kelompok Kristen minoritas yang berkembang saat itu, yakni 
sekte Ebyon. Bagi kelompok Kristen mayoritas yang menyatakan Isa (Yesus) mati 
disalib, sekte Ebyon adalah sekte Kristen yang bidah.

Saya menjumpai adanya sekte Ebyon ini dalam buku Dinasti Yesus (2007) karya 
James D. Tabor. Menurut

[mediacare] Undangan Pertunjukan Teater: PEREMPUAN DI TITIK NOL

2007-05-09 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Monolog Teater Satu Lampung PEREMPUAN DI TITIK NOL karya Nawal 
el-Saadawi 

Pemain: Hamidah Sutradara: Iswadi Pratama
Teater Utan Kayu (TUK)
 Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta
   
 Jumat dan Sabtu, 11 Mei 2007 - 12 Mei 2007   
 Mereka mengenakan borgol baja pada pergelangan tangannya, dan membawanya ke 
penjara. Dalam penjara, ia dimasukkan ke dalam sebuah kamar yang pintu dan 
jendelanya selalu tertutup. Ia tahu apa sebabnya mereka itu begitu takut 
padanya. Dialah satu-satunya perempuan yang telah membuka kedok mereka dan 
memperlihatkan muka kenyataan buruk mereka. Mereka menghukumnya sampai mati 
bukan karena ia telah membunuh seorang laki-laki, taetapi karena mereka takut 
untuk membiarkannya hidup. Mereka tahu bahwa selama Ia masih hidup, mereka tak 
akan aman, bahwa dia akan membunuh mereka.Hidupnya berarti kematian mereka, 
kematiannya berarti hidup mereka. Dan ia telah menang atas keduanya, kehidupan 
dan kematian, karena dia tidak lagi mempunyai hasrat untuk hidup, juga tidak 
lagi merasa takut untuk mati. Ia tidak mengharapkan apa-apa, Ia tidak takut 
apa-apa…
www.utankayu.org


   
-
Ahhh...imagining that irresistible new car smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.

[mediacare] Undangan Diskusi Syekh Siti Jenar di TUK

2007-05-10 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Moderator dan peserta milis yang terhormat,

Berikut saya kirim undangan diskusi tentang Syekh Siti Jenar di Teater Utan 
Kayu (TUK) Selasa 15 Mei 2007, pukul 19.00 WIB. 
Terima kasih atas bantuannya.

Mohamad Guntur Romli
Kurator Diskusi di Komunitas Utan Kayu

Diskusi SITI JENAR: PERTARUNGAN AJARAN DAN KEKUASAAN   Selasa, 15 Mei 2007, 
19:00 WIB
   Narasumber: Agus Sunyoto  Achmad Chodjim.
 
Siti Jenar selama ini dikenal lebih banyak sebagai legenda, bukan tokoh 
sejarah. Sekian babad, serat, kitab, dan buku tentang Siti Jenar memiliki versi 
sendiri-sendiri mengenai sosok, ajaran, hingga akhir hayatnya yang tragis. 

Konon, ia dihukum pancung, karena menyebarkan ajaran yang dianggap menyimpang, 
atau ia juga seorang pemimpin sebuah gerakan yang mengancam kekuasaan. Sebagai 
tokoh sufi, ia adalah Al-Hallaj-nya tanah Jawa—karena kematiannya persis 
seperti tokoh sufi Al-Hallaj yang dieksekusi di Baghdad akibat tuduhan 
menebarkan ajaran sesat. 

Namun, ada yang memahami Siti Jenar sebagai tumbal dalam pertarungan “Islam 
Jawa” yang dibelanya, dengan “Islam Arab” yang dikehendaki “Dewan Wali”. Siti 
Jenar tetap mewariskan kontroversi hingga kini. 

Agus Sunyoto, penulis buku Syaikh Siti Jenar (LKiS) sebanyak tujuh jilid, 
melalui 300 naskah kuno, mencoba menelusuri perjalanan ruhani, perjuangan, 
ajaran, konflik dan penyimpangan ajaran Siti Jenar. 

Sedangkan Achmad Codjim, penulis buku laris Syekh Siti Jenar: Makna “Kematian” 
(Serambi), menyuguhkan sosok Siti Jenar yang lihai dalam meramu pandangan 
sufistik Islam dengan mistik Jawa. 

Tidak dipungut biaya.

Untuk informasi lebih lengkap kunjungi www.utankayu.org

  
-
Looking for earth-friendly autos? 
 Browse Top Cars by Green Rating at Yahoo! Autos' Green Center.  

[mediacare] Undangan Diskusi dan Pemutaran Film

2007-05-22 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Diskusi Bulan Mei

Penyelenggara: Jaringan Islam Liberal
Tempat: Teater Utan Kayu, Jln Utan Kayu No 68H Jakarta Timur
Waktu: Jumat, 25 Mei 2007, Pukul 18.30

  Pemutaran Film The Lost Tomb of Jesus (Pukul 18.30) 
  Diskusi dengan tema Yesus Historis Versus Yesus Iman (Pukul 19.00)  
 
 Narasumber: Dr. Ioanes Rakhmat dan Mohamad Guntur Romli 
 
   Moderator: Abdul Moqsith Ghazali 
  
 
Penelusuran kembali terhadap sosok Yesus, baik melalui kajian sejarah 
ataupun arkeologi menghadirkan pandangan-pandangan yang dianggap mengusik 
keimanan. James D. Tabor misalnya dalam The Jesus Dinasty—diterjemahkan oleh 
Gramedia Dinasti Yesus (2007) menawarkan sebuah interpretasi yang segar dan 
berani tentang kehidupan Yesus serta usul-usul Kekristenan. Buku itu juga 
menyulut polemik, karena mengarah pada penemuan “makam” yang diasumsikan 
berasal dari trah Yesus, untuk selanjutnya, penemuan “makam” Yesus pun bukan 
hal yang mustahil dibuktikan oleh argumen arkeologis. 

Jika Yesus memiliki “makam”, bagaimana dengan mukjizat Kebangkitan? Apakah 
Kebangkitan itu hanya ruhani, bukan ragawi? Penelusuran kembali “Yesus Sejarah” 
ini, menurut Tabor, telah mendekatkan sosok Yesus seperti yang diyakini dalam 
doktrin Islam. Adakah pengaruh sebuah sekte “Ebyon” yang disebut Tabor sebagai 
perawat asli ajaran Yesus terhadap Islam? Diskusi ini akan menghadirkan Dr. 
Ioanes Rakhmat, pakar Perjanjian Baru dan kajian Yesus Sejarah, dan Mohamad 
Guntur Romli, aktivis Jaringan Islam Liberal, yang akan menghadirkan studi, 
“Sejarah Kristen di Arab dan Pengaruhnya Terhadap Islam Perdana”. 

   
-
You snooze, you lose. Get messages ASAP with AutoCheck
 in the all-new Yahoo! Mail Beta. 

[mediacare] Undangan: Orasi Goenawan Mohamad dan Peluncuran Situs Jurnal Kalam

2007-05-28 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
Bagi Anda yang tertarik menghadiri acara ini:
Peluncuran situs Jurnal Kalam, dan pembukaan Pameran  Rupa Kalam, yang 
didahului penyampaian sebuah orasi dari Goenawan Mohamad tentang Mencari 
Estetika Jeda. Acara dilaksanakan di Teater Utan Kayu, Jl. Utan Kayu No 68H, 
Jakarta, Selasa 29 Mei 2007, pukul 19.30 WIB. Pameran akan digelar di Galeri 
Lontar di komplek Komunitas Utan Kayu. 

Terima kasih

-Guntur-Selasa, 29 Mei 2007, 19:30 WIB
   Pembukaan Pameran RUPA KALAM
Sejak mulai terbit pada tahun 1994, Jurnal Kebudayaan Kalam telah menjalankan 
peran sebagai salah satu tempat persemaian dan pertukaran gagasan di Indonesia. 
Selain memuat esai, cerita, dan puisi dari pelbagai penjuru, Kalam pun 
menampung karya rupa, baik sebagai gambar sampul maupun ilustrasi di halaman 
dalam. Setelah lebih dari satu dasawarsa, kini telah terkumpul cukup banyak 
karya rupa yang layak ditengok kembali: sesuatu yang mungkin dapat menawarkan 
kemungkinan lebih lanjut bagi penjelajahan rupa perwajahan jurnal di negeri 
kita. Sembari memamerkan sepilihan karya rupa yang pernah tampil di Kalam, 
peristiwa ini sekaligus merupakan peluncuran situs www.jurnalkalam.org yang 
berniat meneruskan kerja sebagai forum pemikiran dan penciptaan ke ruang maya. 
Dalam acara ini akan disampaikan sebuah orasi oleh Goenawan Mohamad bertajuk 
“Mencari Estetika Jeda”: sebuah upaya menemukan pengalaman estetik dalam ruang 
dan waktu yang terus menjadi tanpa menyelesaikan diri.

www.utankayu.org

   
-
Get the free Yahoo! toolbar and rest assured with the added security of spyware 
protection. 

[mediacare] Undangan: Pentas Tari PIDATO BUNGA-BUNGA (TUK)

2007-06-07 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Jumat, 08 Juni 2007, 20:00 WIB   Pentas Tari PIDATO BUNGA-BUNGA
   Koreografer: Fitri Setyaningsih.
Teater Utan Kayu (TUK) Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta

08 Juni 2007 - 09 Juni 2007Pentas Tari 
PIDATO BUNGA-BUNGA
 Pidato Bunga-Bunga adalah semacam laporan perjalanan menemukan 
tubuh tari (bukan tubuh penari). Ada tiga karya yang akan dipentaskan dalam 
pertunjukan ini. Karya pertama, “Pidato Bunga-Bunga”, membayangkan tubuh 
sebagai taman kecil yang ditanami bunga-bunga kecil: bunga gerak. Ketika 
akhirnya tubuh dibongkar dan dijadikan toko-toko kecil yang menjual barang 
kebutuhan sehari-hari, bunga-bunga pun berpidato tentang tubuh yang kehilangan 
taman. Dalam karya kedua, “Flight No. 12”, yang dibuat berdasarkan sebuah karya 
instalasi seniman Hanafi, tubuh pun menari dalam keadaan senantiasa membungkuk 
di ruang yang disediakan oleh instalasi itu. Sedangkan “Beras Merah” 
memperlihatkan proses menstruasi sebagai semacam pertandingan tinju dalam tubuh 
perempuan, proses rutin yang bisa berlangsung dalam sakit dan ketidakstabilan; 
tetapi juga sebuah jalan menemukan kembali inti kesuburan. Para penari yang 
akan memainkan koreografi Fitri Setyaningsih ini adalah Yoyo Wewe,
 Yustinus Popo, Media Anugrah Ayu, dan Ika Dewi Wulandari. Pengarah artistik: 
Afrizal Malna.
 


Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
   
-
Fussy? Opinionated? Impossible to please? Perfect.  Join Yahoo!'s user panel 
and lay it on us.

[mediacare] Undangan Diskusi JIL: Teori Kenabian (Narasumber Ulil Abshar-Abdalla)

2007-07-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
Bagi Anda yang berminat silakan hadir di acara diskusi JIL ini.
Terima kasih
-Guntur-

http://islamlib.com/id/


Teori Kenabian dalam Islam
 
  Narasumber: Ulil Abshar Abdalla


Moderator: Novriantoni Kahar 
  

Tempat: Teater Utan Kayu, Jln Utan Kayu No 68H Jakarta Timur
Waktu: Kamis, 5 Juli 2007, Pukul 19.00

Agama-agama semitik seperti Islam selalu meniscayakan adanya seorang Nabi. 
Agama hanya bisa tegak dengan seorang Nabi. Umat manusia akan rusak tanpa 
kehadirannya. Pendeknya, kedudukan dan peran Nabi dalam pandangan Islam 
mainstream demikian sentral. Namun, ada ulama Islam yang memiliki pandangan 
berbeda. Abu Ishaq al-Nasibi, sebagaimana dikutip al-Tawhidi dalam  al-Imta`wa 
al-Mu`anasah , meragukan seluruh kenabian. Abu Bakar Muhammad bin Zakaria 
al-Razi (863 M-925 M) menolak eksistensi Nabi. Bagi al-Razi, akal jauh lebih 
penting ketimbang Nabi. Sebab, dengan akalnya manusia bisa membedakan antara 
yang baik dan yang buruk. Dengan akal, demikian al-Razi, kehadiran Nabi menjadi 
tak relevan. Bagaimana sesungguhnya kenabian itu? Untuk kepentingan siapa 
seorang nabi datang? Apa manfaat nabi buat kemaslahatan manusia? Tidak cukupkah 
dengan akalnya manusia bisa merumuskan kebaikan dan keburukan? 
  


Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
Finding fabulous fares is fun.
Let Yahoo! FareChase search your favorite travel sites to find flight and hotel 
bargains.

[mediacare] Undangan Seminar Seni Pertunjukan Indonesia Kini di TUK

2007-07-10 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Kawan-kawan seniman, peneliti, dan pencinta seni

Komunitas Utan kayu mengundang Anda dalam acara Seminar Seni Pertunjukan 
Indonesia Kini yang akan diadakan di Teater Utan Kayu Jl. Utan Kayu No. 68H 
Jakarta Selasa-Kamis, 17-19 Juli 2007 pukul 19.00 WIB.
Untuk rincian acara saya sertakan dalam lampirkan berikut ini.

Terima kasih

Mohamad Guntur Romli


  SEMINAR SENI PERTUNJUKAN INDONESIA KINI
  Masalah Produksi dan Capaian Estetik
   
  HARI PERTAMA, Selasa 17 Juli 2007, Pukul 19.00 WIB
  TEATER KINI
Triyanto Triwikromo (Redaktur Kebudayaan Suara Merdeka)
  Kusworo Bayu Aji (Manajer Teater Garasi Yogyakarta)
  Iswadi Pratama (Sutradara Teater Satu Lampung)
  Moderator: Arie F. Batubara 
   
  HARI KEDUA, Rabu 18 Juli 2007, Pukul 19.00 WIB 
  TARI KINI
Eko Supriyanto (Koreografer dan Penari)
  Helly Minarti (Peneliti Tari)
  Moderator: Wicaksono Adi
   
  HARI KETIGA, Kamis 19 Juli 2007, Pukul 19.00 WIB
  MUSIK KINI
Suka Hardjana (Pemusik dan Peneliti Musik)
  Otto Sidharta (Komposer dan Dosen Musik)
  Moderator: Jabatin Bangun
   Kehidupan seni pertunjukan (teater, tari, musik) modern di Indonesia kini 
sungguh memprihatinkan, bila dilihat dari minimnya jumlah produksi dan 
rendahnya mutu pertunjukan secara umum. Ironinya adalah bahwa itu terjadi bukan 
di tengah sedikitnya jumlah kelompok kesenian, melainkan sebaliknya. Apa saja 
masalah-masalah utama yang menyebabkan krisis pada seni pertunjukan itu? 
Mengapa hal itu bisa terjadi, dan adakah jalan keluarnya? Juga, bisakah kita 
harapkan akan lahir karya-karya seni pertunjukan yang gemilang di tahun-tahun 
mendatang? Inilah pertanyaan-pertanyaan mendasar yang coba dijawab melalui 
seminar ini—yang digelar khusus untuk mengulas persoalan-persoalan dalam seni 
pertunjukan kita dewasa ini.
Dalam dunia teater dan tari, jumlah grup jauh melampaui jumlah produksi. 
Kita berjumpa dengan nama-nama baru dari berbagai kelompok seni yang terus 
bermunculan namun tanpa disertai gencarnya produksi kesenian. Sementara dalam 
dunia musik kontemporer, dengan jumlah pelaku yang memang tak sebanyak dalam 
dunia teater dan tari, jumlah pergelaran musik itu benar-benar bisa dihitung 
dengan jari.
Minimnya produksi seni pertunjukan tampaknya berkait dengan soal manajemen 
atau pengelolaaan sebuah kelompok yang berujung pada kemampuan menciptakan 
produksi. Di samping itu, persoalan dana yang berasal dari minimnya sponsor 
tentulah merupakan sebuah faktor penting. Masalah-masalah seputar manajemen 
atau pengelolaan inilah yang barangkali menjadi penghambat pertama suburnya 
kreativitas di dunia seni pertunjukan.
Sementara itu, di antara karya-karya yang tak banyak itu, telah munculkah 
kecenderungan artistik baru? Di sini kita menemukan persoalan besar kedua, 
yakni soal capaian estetik dunia seni pertunjukan hari ini. Di manakah letak 
persoalannya, bagaimana pengamat seni mengapresiasi sejumlah karya seni yang 
ada? Apakah letaknya pada kritik seni yang semakin kendur? Mari kita bahas 
tuntas persoalan-persoalan tersebut dalam acara seminar tiga hari tentang seni 
pertunjukan di Indonesia kini.
Seluruh acara diskusi dilaksakan di Teater Utan Kayu (TUK), Jl. Utan Kayu 
No. 68H Jakarta
   
Mohamad Guntur Romli
  Kurarator Diskusi
  

Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
It's here! Your new message!
Get new email alerts with the free Yahoo! Toolbar.

[mediacare] Edisi Terbaru Jurnal Kalam (Fotografi dan Budaya Visual)

2007-07-26 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Kami mengajak anda untuk menikmati isi Jurnal Kalam edisi terbaru tentang 
Fotografi dan Budaya Visual. Silakah klik:

http://www.jurnalkalam.org/edisi/edisi-23.html

Peristiwa dan Buku adalah rubrik yang kami perbarui setiap pekan. 
Sedangkan Pusparagam adalah ruang yang kami sediakan untuk tulisan-tulisan 
yang berharga, namun tak bersangkut paut dengan tema utama. Sastra adalah  
ruang untuk cerita pendek, cerita panjang, petikan novel, puisi, dan esai 
sastra. Dua rubrik: Pusparagam dan Sastra akan kami perbarui bila ada 
tulisan-tulisan bermutu yang masuk.

Bagi anda yang berminat ikut serta, silakan kirim karya anda ke email redaksi 
yang telah kami sediakan.

Selamat membaca dan berkarya





Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
   
-
Ready for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on Yahoo! TV. 

[mediacare] Diskusi Abdullah Ahmed An-Naim dan Ulil Abshar-Abdalla

2007-07-27 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
Bagi anda yang tertarik, silakan datang

http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=indexid=274
 
Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariah

Freedom Institute bekerjasama dengan Center for the Study of Religion and 
Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengundang Anda menghadiri 
diskusi tentang “Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariah” 
bersama Prof. Abdullah Ahmed An-Naim, Professor Hukum di Emory University, 
Atlanta Amerika Serikat, dan Ulil Abshar-Abdalla yang baru saja menyelesaikan 
masternya di Boston University AS dan akan melanjutkan PhD di Harvard 
University AS, sebagai pembanding.

An-Naim banyak menulis dan melakukan studi dan riset tentang tema Hukum Islam 
dan Hak Asasi Manusia (HAM). Tema di atas merupakan karya riset yang 
dilakukannya di beberapa negara, diantaranya Turki, Mesir, Sudan, Uzbekistan, 
India, Nigeria dan Indonesia antara Januari 2004 sampai September 2006. Riset 
ini telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan juga beberapa bahasa lainnya. 

Diskusi akan diselenggarakan pada,
Hari/Tanggal  : Rabu, 1 Agustus 2007
Waktu   : Pukul 18.00 – 21.00 (diawali makan malam)
Tempat  : Ruang Diskusi Freedom Institute
Jalan Irian No. 8 Menteng Jakarta  Telpon 319 09226


Kami tunggu kedatangan Anda dalam diskusi ini. Terima kasih.
   
-
Building a website is a piece of cake. 
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.

[mediacare] Diskusi dengan Abdullah An-Naim (Besok)

2007-07-30 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
   
  Saudara-saudara, jangan lupa anda yang sudah tertarik hadir di diskusi ini 
bersama An-Naim dan Ulil Abshar Abdalla, besok: Rabu 1 Agustus akan 
dilaksanakan.
  Terima kasih
   
   
  http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=indexid=274
   
  Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariah
  
Freedom Institute bekerjasama dengan Center for the Study of Religion and 
Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengundang Anda menghadiri 
diskusi tentang “Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariah” 
bersama Prof. Abdullah Ahmed An-Naim, Professor Hukum di Emory University, 
Atlanta Amerika Serikat, dan Ulil Abshar-Abdalla yang baru saja menyelesaikan 
masternya di Boston University AS dan akan melanjutkan PhD di Harvard 
University AS, sebagai pembanding.

An-Naim banyak menulis dan melakukan studi dan riset tentang tema Hukum Islam 
dan Hak Asasi Manusia (HAM). Tema di atas merupakan karya riset yang 
dilakukannya di beberapa negara, diantaranya Turki, Mesir, Sudan, Uzbekistan, 
India, Nigeria dan Indonesia antara Januari 2004 sampai September 2006. Riset 
ini telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan juga beberapa bahasa lainnya. 

Diskusi akan diselenggarakan pada,
Hari/Tanggal : Rabu, 1 Agustus 2007
Waktu : Pukul 18.00 – 21.00 (diawali makan malam)
Tempat : Ruang Diskusi Freedom Institute
Jalan Irian No. 8 Menteng Jakarta Telpon 319 09226


Kami tunggu kedatangan Anda dalam diskusi ini. Terima kasih

   
-
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.

[mediacare] Undangan: Peluncuran dan Diskusi Buku Ustadz, Saya Sudah di Surga

2007-08-01 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Saya ingin mengundang anda yang berminat dan memiliki waktu untuk hadir dalam 
acara peluncuran dan diskusi buku saya yang berjudul Ustadz Saya Sudah di 
Surga terbitan KataKita,Agustus 2007, pada hari Rabu 08 Agustus 2007 pukul 
18.00 di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina Jl. Gatot Subroto 
Kav. 97-99 Jakarta.

Terima kasih

Mohamad Guntur Romli

===
 UNDANGAN
 
 Peluncuran dan Diskusi Buku
 Ustadz, Saya Sudah di Surga
 
 Karya
 Mohamad Guntur Romli
 (Aktivis Jaringan Islam Liberal)
 
 Pembahas:
 KH. Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI)
 Nasir Abbas (Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah)
 Ulil Abshar-Abdalla (Mahasiswa Ph.D Harvard University)
 Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Wakaf Paramadina)
 
 Moderator: Nong Darol Mahmada (Manajer Program Jaringan Islam Liberal)
 
 Rabu, 8 Agustus 2007
 Pukul 18.00 WIB (Didahului dengan makan malam bersama)
 
 Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina
 Jl. Gatot Subroto Kav. 97-99 Jakarta
 
 Tak dapat dihindarkan, tulisan-tulisan ini umumnya polemis, tajam, dan sebab
 itu bukan untuk menyediakan konsensus, melainkan untuk mendorong pembaca – 
atau lawan berdebat – melihat argumen yang selama ini tak didengar, data yang 
tak terlihat, fakta yang dilupakan.
   Guntur punya kapasitas itu, dengan bahasa yang terang dan menyodok. 
Kelebihan lain: dia punya khasanah yang amat memadai dalam hal sejarah Islam 
dan teks klasik maupun modern dalam bahasa Arab yang jarang didapatkan di 
Indonesia.
   Tak dapat dilupakan: dia punya kecintaan besar kepada khasanah itu – sesuatu 
yang layak dipuji pada diri seorang cendekiawan, yang dalam usia muda, telah 
terjun dalam bidang penelaahan Islam.
 
Goenawan Mohamad, Budayawan
 
 Pandangan keislaman tentang isu perempuan dan relasi gender dalam buku ini
 sangat mencerminkan pandangan Islam sejati, yaitu Islam yang ramah terhadap
 perempuan dan rahmatan lil alamin.
 
 Musdah Mulia, Tokoh Pejuang Perempuan Indonesia
 
 Kumpulan tulisan Mohamad Guntur Romli ini berisi gelora kuat untuk membuktikan 
Islam sebagai agama pembawa damai yang bisa hidup fungsional di dalam zaman 
modern yang plural, toleran, dan demokratis
 
 Ioanes Rakhmat, Dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
 
 Penyelenggara:
 Yayasan Wakaf Paramadina-Jaringan Islam Liberal-Penerbit KataKita
 
 Kontak Person: 081803585733 (Rintis) dan 081586199143 (Saidiman)


Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
   
-
Shape Yahoo! in your own image.  Join our Network Research Panel today!

[mediacare] Komplementer Atau Alternatif (Kolom Gus Dur)

2007-08-25 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  Komplementer Atau Alternatif
Seputar Indonesia, Senin, 20-Agustus-2007KH Abdurrahman Wahid   
  
 
  Dalam diskusi buku Ustad, Saya Sudah di Surga karya Guntur Romli di 
Auditorium Nurcholis Madjid Universitas Paramadina, Ulil Absar-Abdalla memberi 
komentar mengenai pendapat penulis dalam kolom Majalah Tempo tahun 1980-an. 


  Waktu itu, penulis menyatakan bahwa Islam datang ke negeri kita sebagai 
komplemen atas hal-hal yang sudah berkembang dalam budaya kita sebelumnya. 
Dalam diskusi selanjutnya, tampak bahwa para pengikut garis 
keras/fundamentalistik berpendapat bahwa Islam adalah alternatif bagi 
manifestasi budaya “non-Islam”. Penulis akui bahwa apa yang diceritakan Ulil 
Absar-Abdalla tetap diyakini sampai sekarang. Masalah ini adalah masalah abadi 
yang tiap kali akan diperdebatkan di kalangan pemikir muslim, tidak terkecuali 
pada masa kini. 


  Ketika penulis mengajukan masalah tersebut kepada publik, orang selalu 
menilai penulis berpikiran nyeleneh. Mengapa justru mereka yang berpikir Islam 
itu alternatif bagi lainnya tidak pernah dianggap menyimpang? Anggapan bahwa 
Islam adalah komplemen terhadap hal-hal lain sudah terlihat pada pergelaran 
wayang kulit dalam budaya Jawa. Bukankah dalam wayang kulit pihak Pandawa 
berhadapan dengan pihak Kurawa? Kurawa itu bukan penjahat dalam arti klasik, 
yaitu bandit yang melawan cowboy. Melainkan, pihak Kurawa itu pejuang kebenaran 
yang belum sampai pada kesempurnaan pandangan. Bukankah itu berarti Kurawa 
adalah calon komplemen bagi Pandawa? Di lingkungan pesantren,model komplementer 
ini tampak juga dalam penggunaan bermacam-macam hal di dalamnya. 


  Kata pondok berasal dari kata funduq dalam bahasa Arab, yang berarti tempat 
menginapnya para pejalan sufi. Tetapi kata pesantren berasal dari istilah 
tempat santri tinggal. Siapakah santri? Dalam bahasa Pali yang digunakan oleh 
kaum Buddha, artinya orang yang memahami kitab suci.Terlihat dari istilah 
pondok pesantren itu, kata-kata diserap dari bahasa berbeda-beda. Ini 
menunjukkan pondok pesantren adalah sesuatu yang bersifat komplementer. Apalagi 
kalau dilihat lembagalembaga pendidikan yang berkembang di dalamnya.Ada 
pengajian klasik,yang dalam bahasa pesantren di sebut manhaj ‘aam (sistem 
umum), di mana ada tambahan sekolah-sekolah agama seperti madrasah aliyah. Ada 
yang bersifat klasik tanpa menyediakan sekolah sama sekali, seperti pada 
pendidikan di pondok pesantren kuno seperti API Tegalrejo Magelang. Yang 
demikian itu,dinamai dalam bahasa Arab manhaj salafi. Masih ratusan pesantren 
yang memakai cara itu, toh keduanya dapat berjalan seiring, satu menjadi 
komplemen
 bagi yang lain. Mengapa? Karena prinsip- prinsip yang diajarkan itu sama saja. 
Ini belum kalau dihitung pondok pesantren yang berpegang pada moralitas yang 
sama. 


  Bahwa pondok pesantren lama menggunakan simbol-simbol budaya yang telah ada, 
tampak jelas dalam Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, tempat penulis 
dilahirkan. Jika orang masuk dari sebuah jalan kecil, dari timur ke barat, dia 
kemudian berhenti di sebuah tanah kosong di hadapan masjid. Di sebelah selatan 
masjid yang menghadap ke tanah kosong itu berdiri bangunan tempat para 
santri/murid-murid. Sementara di sebelah utara tanah kosong itu tinggal sang 
kiai dan keluarganya (tentu saja menghadap ke selatan). Ini berarti santri 
maupun kiai akan saling “berhadap-hadapan” di masjid yang bertempat di tengah. 
Para santri akan menggeluti ilmu-ilmu agama dan moralitas/akhlaknya di bawah 
bimbingan kiai. Bukankah ini artinya pesantren meminjam simbolisasi wayangan 
kulit? Yaitu di tengah-tengah Padang Kurusetra, tempat Kurawa dan Pandawa 
berperang? Karena Padang Kurusetra adalah tempat bertarungnya Pandawa dan 
Kurawa, maka dalam wayang, padang itu terbiarkan terbuka. Bukankah di alam
 terbuka terjadi peperangan saling membunuh di antara mereka? Di sini terletak 
perbedaan antara pondok pesantren dan wayang kulit walaupun kedua-duanya 
berpegang kepada prinsip-prinsip yang sama. 

  Di sini pula terbukti bahwa Islam dalam pandangan pondok pesantren adalah 
sesuatu yang berwatak komplementer terhadap hal-hal lain di luar dirinya. Ini 
belum lagi kalau dihitung betapa banyaknya aspek-aspek kehidupan lain di 
kalangan kaum muslimin sehingga Islam dapat dikatakan komplementer terhadap 
hal-hal lain itu. Kalau sekarang globalisasi menghasilkan penguasaan negara 
adikuasa– dalam hal ini AS–terhadap nilai-nilai kehidupan di kalangan 
masyarakat negara berkembang, maka tidak usah heran jika muncul sikap menentang 
globalisasi itu. Kaum fundamentalis yang menyatakan Islam memiliki 
nilai-nilainya sendiri, sebagai alternatif nilai-nilai globalisasi itu, dengan 
sendirinya akan menganggap nilai Islam sebagai alternatif. 


  Apa yang dinyatakan di atas adalah kenyataan bahwa Islam membawakan 
manifestasi komplementer dalam kehidupan.Tapi ia juga berarti adanya pandangan 
bahwa Islam itu alternatif terhadap nilai-nilai lain. Bukankah dua macam 
pandangan 

[mediacare] Muhammad dan Kaum Cerdik Pandai Kristen

2007-09-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Muhammad dan Kaum Cerdik Pandai Kristen
   
  Oleh MOHAMAD GUNTUR ROMLI
  
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/01/Bentara/3800195.htm


Kepribadian dan pengetahuan Muhammad dibentuk oleh lingkungannya.
Leluhurnya dikenal menaati prosedur dan ajaran kenabian. Salah satu
lingkungannya adalah kaum cerdik pandai Kristen.

Jauh sebelum kenabian Muhammad telah ada anasir-anasir kenabian dan
ketauhidan (monoteisme) yang merujuk pada peran dua komunitas teologis
di Mekkah, yang warganya dikenal sebagai penyembah berhala. Yang
pertama ialah pengikut al-hanîfiyah yang mendaku sebagai ahli waris
ajaran Ibrahim. Abdul Muthalib yang adalah kakek Muhammad dan ketua
Bani Hasyim merupakan tokoh terpenting dalam aliran ini. Tercatat pula
nama Zaid bin Amru, paman Umar bin Khathab, yang memiliki syair-syair
kepasrahan. Salah satu baitnya, aslamtu wajhi liman uslimat, lahu
al-ardlu tahmilu shakhran tsiqâla, 'aku pasrahkan diriku pada Dia,
seperti kepasrahan bumi yang membawa batu karang yang berat'.

Yang kedua adalah komunitas Ahli Kitab. Ini sebutan bagi pemeluk agama
Yahudi dan Kristen. Orang Kristen di kalangan Islam disebut sebagai
Nasrani yang dinisbatkan pada al-Nâshirah atau Nazaret, asal Isa
al-Masih. Namun, bagi orang Kristen mayoritas, Nasrani di Jazirah Arab
adalah sebuah sekte. Berbeda dengan bangsa Arab yang mandul dari
kenabian, bangsa Yahudi subur dengan kenabian. Dua komunitas itu punya
satu misi. Sama-sama memusuhi kaum pagan. Pada masa itu mereka
tersebar luas di Jazirah Arab. Orang Yahudi bermukim di Yastrib
(Madinah), orang Kristen menunjukkan pengaruhnya di Mekkah.

Menurut Al-Ya'qubî dalam Tarîkh: orang Quraisy yang memeluk Kristen
dari Bani Asad antara lain adalah Utsman bin al-Huwairits dan Waraqah
bin Naufal. Khadijah yang istri Muhammad berasal dari bani ini.
Informasi yang lebih menarik datang dari Muhammad bin Abdillah
al-Azraqi dalam Akhbâr Makkah (Kabar-kabar Mekkah), tentang gambar dan
arca Isa (Yesus) bersama ibunya, Maryam (Maria), di Kabah. Ketika
berhasil menaklukkan Mekkah dari pemeluk pagan, Muhammad membersihkan
Kabah dari segala perupaan, kecuali Isa dan Maryam. Arca tersebut baru
hancur bersama puing-puing Kabah akibat perang di era Yazid bin Muawiyah.

Mengakui

Alquran (al-Ma'idah: 82) menegaskan kedekatan orang Kristen dengan
Muhammad yang berbeda dari orang Yahudi dan kaum pagan Mekkah yang
bersikap memusuhi. Orang Kristen mencintai Muhammad dan pengikutnya
karena di antara mereka ada pendeta-pendeta (qissîsîn) dan
rahib-rahib (ruhbân) dan mereka tidak menyombongkan diri. Maksudnya,
mereka mengakui kenabian Muhammad, tetapi tidak mengikutinya.

Yang terkenal adalah Waraqah bin Naufal, kakak sepupu Khadijah. Dia
memberi kesaksian terhadap wahyu pertama yang diterima Muhammad dan
disebut dalam riwayat al-Bukhari hadis nomor tiga sebagai seorang
yang memeluk Kristen pada zaman Jahiliah, menulis kitab dalam Ibrani,
dan mampu menyalin dari Injil Ibrani.

Kependetaan Waraqah ditegaskan Muhammad dalam Sîrah (biografi
Muhammad) karya Ibn Ishaq (1999: 203): Sungguh aku telah melihat
Pendeta (Waraqah) berada di surga dengan memakai pakaian dari sutra.
Dalam versi riwayat lain hadis tadi adalah respons ketika nasib
Waraqah di akhirat dipertanyakan karena tetap setia memeluk Kristen
sampai akhir hayatnya meski ia menyaksikan kenabian Muhammad.

Para penyair Kristen dan al-hanîfiyah melantunkan syair-syair
keagamaan mereka di pasar-pasar Mekkah, khususnya di Ukadz. Alquran
(al-Furqan: 7) menyebut kebiasaan Muhammad menjelajahi pasar-pasar
bukan bertujuan berbelanja, melainkan menyimak dan mengamati seluruh
kegiatan pasar yang berfungsi pula sebagai festival kebudayaan.

Dua jilid karya Luis Syaikhu, Târîkh al-Nashrâniyah wa Adâbuhâ Bayna
'Arab al-Jâhiliyah (Sejarah dan Sastra Arab Kristen di Era Arab
Jahiliah) terbitan Dar al-Masyriq, Lebanon, tahun 1989, menjelaskan
peran nyata kaum cerdik pandai Kristen terhadap kebudayaan Arab.
Syaikhu menyebut peran Umayyah bin Abdillah bin Abi Shalat, penyair
Kristen era Jahiliah yang memiliki syair-syair keagamaan. Syair-syair
Umayyah telah mengenalkan nama-nama lain Allah yang disebut al-asmâ'
al-husnâ (nama-nama terbaik). Demikian juga nama malaikat Jibril,
Izrail, dan Israfil; tingkatan surga dan neraka; tujuh lapis langit
dan bumi; asal-usul penciptaan alam; kisah Adam-Hawa dan dua anaknya;
air bah Nuh; Yunus (Yunan) yang ditelan dan bisa hidup di perut ikan;
serta kisah-kisah para nabi lainnya hingga kisah Ashabul Kahfi yang
masyhur di kalangan orang suci Kristen sebagai les Sept Dormants
(Tujuh Orang yang Tertidur) yang merujuk pada masa pertengahan abad
ke-3 Masehi.

Demikian pula dua kawasan yang menjadi tujuan utama kafilah niaga
Kabilah Quraisy: Yaman dan Syam. Keduanya merupakan pusat kekristenan.
Yaman dikuasai oleh dinasti Kristen Habsyah (Etiopia) yang mengikuti
aliran monofisit-koptik, sedangkan Syam diperintah oleh dinasti
Ghassan yang mengikuti aliran monofisit-yakobis. Muhammad telah
mengunjungi dua kawasan itu ketika masih

[mediacare] Undangan Diskusi: Teori Politik Pasca-Marxis

2007-09-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
   
  Kami mengundang anda untuk hadir pada diskusi ini.
  Terima kasih
   
  Mohamad Guntur Romli
  Kurator Diskusi di Komunitas Utan Kayu
   
  ===
  Komunitas Utan Kayu
  Diskusi TEORI POLITIK PASCA-MARXIS
  Kamis, 6 September 2007 pukul 19.00 WIB
  Teater Utan Kayu (TUK) Jl. Utan Kayu No. 68H, Jakarta
   
  Pembicara: Robertus Robert dan Daniel Hutagalung 
   
  Diskusi ini akan mengulas pemikiran dari tokoh-tokoh teori politik yang 
digolongkan pasca-Marxis. Sebutlah nama seperti Ernesto Laclau, Chantal Mauffe, 
Slavoj Zizek dan Alain Badiou. Dengan melampaui teori Marxis klasik yang sudah 
luruh dan Komunisme yang telah runtuh, mereka tetap beriktikad mengemukakan 
ide-ide kritis terhadap “demokrasi liberal” dan kapitalisme di dunia dewasa 
ini. Bagaimana mereka membangun basis argumentasi teori politik mereka, dan apa 
pandangan mereka terhadap teori politik modern saat ini, khususnya menyangkut 
demokrasi dan kapitalisme? Robertus Robert, dosen sosiologi di Universitas 
Negeri Jakarta yang tengah menyelesaikan program doktoralnya di STF Driyarkara, 
akan menyampaikan topik Proyek Emansipasi Post-Marxis: Laclau dan Zizek, 
sedangkan Daniel Hutagalung peneliti di Perhimpunan Pendidikan Demokrasi dan 
lulusan S-2 program studi Perilaku Politik dari Essex University akan berbicara 
tentang tokoh-tokoh teori politik pasca-Marxis yang lain,
 khususnya Mouffe.  
   
  www.utankayu.org
   

   
-
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.

[mediacare] Diskusi bersama Goenawan Mohamad tentang Bergman dan Tuhan

2007-09-10 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
   
  Kami mengundang anda untuk hadir dalam diskusi bersama Goenawan Mohamad 
tentang Ingmar Bergman, Selasa 11 Setember 2007 pukul 19.30 di Teater Utan Kayu 
Jl. Utan Kayu no 68H Jakarta Timur. Diskusi ini diadakan setelah Komunitas Utan 
Kayu memutar film-film karya Bergman.
   
  Sekian terima kasih
   
  Mohamad Guntur Romli
  Kurator Diskusi di Komunitas Utan Kayu
   
  
  http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detailcat=eventid=115
   
  Sebuah tema yang kerap muncul dalam film-film karya Ingmar Bergman (yang 
wafat bulan Agustus lalu dalam usia 89 tahun) adalah soal kegelisahan 
eksistensial (angst) manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Tema itu terangkat 
dengan jelas misalnya dalam The Seventh Seal (1957). Juga dalam “Trilogi Iman”, 
yang terdiri dari Through a Glass Darkly (1961), pemenang Piala Oscar untuk 
Film Asing Terbaik; Winter Light (1962), yang oleh Bergman sendiri disebut 
sebagai film favorit; dan The Silence (1963). Dalam ketiga film itu, kekelaman 
hidup para tokohnya membuat mereka meradang mencari sumber cahaya untuk 
menerangi jalan mereka, atau suara yang akan menuntun langkah mereka. Tetapi 
seperti tak ada sahutan: itulah “diamnya Tuhan”. Sejumlah film berikutnya, 
misalnya Persona (1966) dan A Passion (1969)—yang dalam peredarannya di AS 
mendapat judul baru The Passion of Anna—meski tak mengacu langsung pada 
persoalan teologis dan lebih banyak berpusar pada dunia kejiwaan para tokohnya,
 tetap menyiratkan ketegangan yang timbul dari “diamnya Tuhan” atas pelbagai 
haru biru yang terjadi di muka bumi. Di hari terakhir pemutaran, digelar 
diskusi bersama Goenawan Mohamad yang akan membicarakan masalah angst dan iman 
lewat pembahasan sejumlah film karya Bergman. 

   
-
Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out. 

[mediacare] Diskusi Ramadan Perpustakaan Freedom

2007-09-17 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam
Bagi anda yang tertarik silakan menghadirinya

Diskusi Ramadan
Perpustakaan Freedom
  

Seperti tahun-tahun sebelumnya dalam setiap bulan Ramadan, Perpustakaan Freedom 
menyelenggarakan diskusi yang referensinya berasal dari koleksi terbaru 
Perpustakaan Freedom baik berupa buku maupun jurnal. Kali ini, Perpustakaan 
Freedom menyelenggarakan diskusi dengan tema ”Pergulatan dan Gugatan terhadap 
Tuhan dan Agama.” Berikut jadwalnya:
 

Kamis, 20 September 2007 jam 18.00 – 21.30
Diskusi 3 buku Atheis yang menggugat bahwa Tuhan itu delusi dan tidak Akbar 
serta  agama hanyalah racun buat manusia:
1.God is not Great : How Religion Poisons Everything karya Christoper Hitchens
2.The God Delusion karya Richard Dawkins
3.Letter to a Christian Nation karya Sam Harris
Pembicara :
Goenawan Mohamad (Wartawan senior Majalah Tempo)
Rizal Mallarangeng (Direktur Eksekutif Freedom Institute)
Luthfi Assyaukanie (Koordinator Jaringan Islam Liberal)


Rabu, 26 September 2007 jam 18.00 – 21.30
Diskusi buku novel Snow karya Orhan Pamuk. Novel ini menceritakan tentang 
benturan identitas, keyakinan antara Islam dan Barat. Dengan setting sosio 
politik negara Turki yang sekuler dengan mayoritas Islam, dialog, perdebatan 
dan gugatan tentang tema Islam yang ditulis novel ini sangat menantang.
Pembicara:
Ayu Utami (Sastrawan, penulis novel Saman)
Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Paramadina)


Kamis, 4 Oktober 2007 jam 18.00 – 21.30
Diskusi buku The Islamist karya Ed Husain. Buku ini merupakan pergulatan si 
penulis dalam keterlibatannya dengan organisasi Islam fundamentalis di Inggris. 
Ia kemudian bertobat dan keluar dari organisasi tersebut.
Pembicara :
Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina)
Hamid Basyaib (Direktur Program Freedom Institute)

Diskusi akan diawali dengan buka puasa bersama. Terbuka untuk umum dan tanpa 
dipungut biaya. Artikel dan buku yang akan didiskusikan bisa diperoleh di 
Perpustakaan Freedom. Untuk artikel akan diberikan gratis. 
Konfirmasi kehadiran Anda sebelumnya dengan menghubungi Wahyu atau Imie di 
021-31909226.

Untuk bahan-bahan diskusi bisa download dan klik di sini:

http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=indexid=296

   
-
Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out. 

[mediacare] Laporan TEMPO: Utan Kayu International Literary Biennale (1)

2007-09-20 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Berikut saya kirim laporan TEMPO tentang Utan Kayu International Literary 
Biennale yang telah dilaksanakan di Jakarta dan Magelang 23-30 Agustus 2007. 
Saya bagi laporan TEMPO ini dalam tiga email. Pertama tentang tiga profil 
sastrawan peserta Utan Kayu International Literary Biennale: Edmundo dari 
Bolivia, Hassan Daoud dari Libanon dan Kimberly dari Amerika Serikat. Kedua 
laporan tentang pertemuan para sastrawan dengan siswa sekolah, seminari dan 
para santri. Ketiga, laporan pergelaran acara di Pelataran Candi Borobudur

Selamat membaca

Mohamad Guntur Romli
=
  Edisi. 29/XXXVI/10 - 16 September 2007 
   
  Dari Tiga yang Gelisah   Menulis adalah sebuah bentuk mengingat luka 
yang dialami   masyarakat. Pergulatan tiga sastrawan—Hassan Daoud, Edmundo Paz 
Soldan, dan   Kimberly Blaeser—adalah contohnya. 
IA datang dari Libanon. Selama perang yang berlangsung 15 tahun, Hassan 
Daoud tinggal di wilayah Beirut barat. Beirut terbelah dua: permukiman Islam di 
bagian barat, Katolik di bagian timur. Ia menyaksikan kota yang tadinya 
kosmopolitan, sebuah permata di tengah Timur Te ngah yang konservatif itu, 
tercerai-berai. 
  Itu semua bermula dari insiden yang terjadi pada April 1975. Di Ayn 
ar-Rummanah, seorang warga Libanon bentrok dengan seorang Palestina, lalu 
pertikaian berkembang ke seluruh wilayah Libanon dan Israel campur tangan. Pada 
1976, pengungsi Palestina di daerah karantina dibantai. Sebaliknya, pada tahun 
yang sama, di Damor, kaum Kristen Maronit diserbu. Israel menyerang Libanon 
pada 1978 dan 1982. Hassan Daoud ingat, pada 1980-an itu, Beirut menjadi kota 
tertutup—tak ada telepon, tak ada majalah dan koran asing, tak ada penerbangan. 
Hubung an dengan dunia luar terputus.
  Perang berhenti pada 1990. Persetujuan Taiff diteken. Tapi trauma perang 
saudara 15 tahun tak mudah hilang. Novel pertama Hassan berjudul Binayat 
Mathilde (The House of Mathilde) bercerita tentang kehangatan sebuah apartemen 
yang dihuni warga Katolik dan Islam. Cerita terpusat pada Mathilde, salah satu 
penyewa apartemen. Agaknya novel ini bertolak dari pengalaman masa kecil 
Hassan, yang tinggal dalam satu apartemen bersama orang Kristen, imigran Rusia 
dan Armenia. Baginya, pembagian Katolik dan Islam adalah semu. Yang berperang 
bukan orang Katolik dan Islam, melainkan para mi litan Katolik dan militan 
Islam. Masyarakat Islam-Kristen adalah korban. 
  Kini Beirut memiliki sebuah downtown baru—de ngan restoran, kafe, dan bar-bar 
ala Eropa. Namun, bagi Hassan, wajah cantik Libanon itu sesuatu yang berusaha 
menutupi atau melupakan luka. ”Semua hal simbolis yang menyatukan semua orang 
lenyap,” ka tanya kepada Tempo. 
  Siang itu, ia mengenang bagaimana kehidupan kesenian di Libanon merosot. 
”Produksi film lumpuh, teater lenyap selama dua dekade.” Namun perang diakuinya 
membuat banyak orang mengekspresikan diri melalui tulisan. ”Karena peranglah 
kami me nulis,” katanya. Di Jakarta dan Borobudur, ia membaca sajak berjudul 
Lorca in Beirut: Who Brought Him Here? Ia bertanya: siapa yang menulis sebait 
puisi Federico Garcia Lorca di dinding jalanan Beirut? Siapa yang tiba-tiba 
ingat akan kalimat penyair Spanyol itu? 
  ”Di Libanon sekarang anak-anak muda sangat aktif menulis novel dan puisi,” 
katanya. Tapi menjadi pe nulis selalu berisiko. Wartawan atau penulis di 
Libanon, menurut dia, harus menyadari apa yang mereka tulis dan mengerti peta 
kelompok-kelompok dominan di Libanon. Ia sendiri kini adalah pemimpin redaksi 
suplemen kebudayaan ”Nafawez” di harian Al-Mustaqbal. Ia mengaku kerap mendapat 
tekanan politik dari pihak lain. ”Dua sahabat saya, penulis-jurnalis, meninggal 
tertembak tahun lalu,” katanya.
  Setiap faksi di Libanon, menurut Hassan, memiliki surat kabar. ”Tak ada surat 
kabar untuk umum, tak ada surat kabar yang bebas, yang liberal. Media menjadi 
milik kelompok tertentu. Surat kabar ini pro-kelompok ini, surat kabar itu 
pro-kelompok itu…,” tuturnya berapi-api. Keadaan sekarang di matanya bertambah 
buruk. Masyarakat kian terkotak-kotak. Masyarakat tak mengambil pelajaran dari 
perang sipil. ”Para intelektual kini sedang mencoba membuat semacam common area 
untuk ditinggali semua orang Libanon,” katanya. 
  Suara Hassan yang terdengar perih dalam melihat masyarakatnya itu berbeda 
dengan Edmundo Paz Soldan, 40 tahun, sastrawan Bolivia yang menyikapi 
persoalan-persoalan sosial kontemporer dengan kacamata anak muda masa kini. 
Novelnya, Turing’s Delirium, bercerita tentang seorang hacker asal Amerika 
Latin yang melawan globalisasi. Oleh para kritikus, karyanya ini dianggap 
bersemangat techno-thriller, penuh dengan unsur kebudayaan pop yang melek dan 
fasih dengan perkembangan gadget canggih. 
  Paz Soldan adalah motor dari gerakan baru sastra Amerika Latin yang terkenal 
dengan sebutan McOndo Movement. Gerakan ini lahir pada 1980-an. Pencetus 
gerakan ini adalah penulis Cile, Alberto Fuguet. Istilah McOndo muncul dari 
diri Fuguet setelah

[mediacare] Laporan TEMPO: Utan Kayu International Literary Biennale (2)

2007-09-20 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  TEMPO

Edisi. 29/XXXVI/10 - 16 September 2007 
   
  Suatu Siang di Seminari”… Aku duduk di pinggir ranjang, 
berpura-pura membaca majalah, padahal sebenarnya aku mengamati ibu sewaktu ia 
menutupi payudaranya yang melorot dengan kutang lepek warna kulit yang 
dibelinya di pasar buah. Celana dalamnya yang telah menguning dimakan usia 
menampakkan sebaris karet elastis di bagian pinggangnya yang kendor….” 
  KETUT Ayu Paramitha, siswi SMAN 4 Jakarta itu, serius membaca cerpen Telepon 
di Sore Hari karya Hao Yu-hsiang, pe nulis cerpen perempuan asal Taiwan. Di 
bagian itu tampak murid-murid laki-laki yang hadir tersenyum geli, malu malu 
kucing. Tanpa peduli dengan reaksi itu, Ayu Paramitha tetap dengan mimik tak 
berubah menuntaskan cerpen yang bercerita tentang telepon-telepon iseng yang 
selalu mengganggu rumah seorang nona. Telepon iseng yang mengungkap masa lalu 
ibu atau bapaknya.
  Murid dari berbagai SMA di Jakarta siang itu berkumpul di SMA Kolese 
Kanisius, Menteng. Salah satu agenda Bienale Sastra Utan Kayu ini adalah 
membawa sejumlah sastrawan asing bersama sastrawan kita berkunjung ke 
sekolah-sekolah menengah. Hao Yu-hsiang, pengajar di Universitas Dong Hwa, 
kebagian di SMA Kolese Kanisius. Sastrawan tamu lain di SMU Negeri 78 dan Lab 
School Kebayoran.
  Di sekolah-sekolah itu mereka membacakan karyanya, atau sebaliknya 
murid-murid itulah yang membaca terjemahan karya mereka. Lalu disediakan sesi 
tanya-jawab. Banyak yang bertanya tentang proses kreatif, tentang bagaimana 
menggali inspirasi.
  ”Saya kreatif kalau lagi bokek,” kata F. Rahardi, menjawab pertanyaan yang 
langsung disambut ger… oleh para siswa. Rahardi bercerita, pertama kali 
puisinya dimuat di majalah Basis pada 1970-an. Secara diam-diam seorang 
temannya mengirimkan sajak Rahardi ke majalah prestisius itu. ”Ternyata menulis 
juga ada ho nornya, sejak itu saya terus mengirim puisi ke media massa,” 
katanya. Jerome Kugan, penyair Malaysia, bercerita bahwa kota adalah sumber 
inspirasi nya. Ia tinggal di sebuah kota kecil di Sabah, yang jumlah 
penduduknya tak banyak, bahkan jika ditelusuri semua penduduknya bersaudara.
  Di Jawa tengah, para sastrawan disebar ke tiga tempat, antara lain Seminari 
Menengah St. Petrus Kanisius Mertoyudan, Asrama Perguruan Islam, dan SMU Taruna 
Nusantara. Di seminari, pada saat rombongan menyusuri koridor kelas, sebagian 
siswa tiba-tiba menoleh ke luar. Para murid itu terlihat sudah tak tahan lagi 
untuk bertemu mereka. Para sastrawan itu berkumpul di aula pukul 11.00. Semua 
murid seminari dari kelas 1 sampai 3—sebanyak 210 orang—hadir lengkap, duduk 
lesehan.
  Joko Pinurbo didaulat untuk pertama membaca puisi. Ia adalah alumni seminari 
Mertoyudan yang kini jadi dosen. Dahulu di situ ia sering merenung di antara 
lapangan basket dan kandang babi. Puisinya berjudul Ce lana Ibu membuat tertawa 
murid yang kebanyakan akan jadi pastor itu. 
  Celana Ibu
  Maria sangat sedih menyaksikan anaknya
 mati di kayu salib tanpa celana
 dan hanya berbalutkan sobekan jubah
 yang berlumuran darah.
 Ketika tiga hari kemudian Yesus bangkit
 dari mati, pagi-pagi sekali Maria datang
 ke kubur anaknya itu, membawakan celana
 yang dijahitnya sendiri.
 ”Paskah?” tanya Maria.
 ”Pas sekali, Bu,” jawab Yesus gembira.
 Mengenakan celana buatan ibunya,
 Yesus naik ke surga.
   
  Pada saat tanya-jawab, para murid seminari itu mengajukan perta nyaan dasar 
yang sulit dijawab. Misalnya bagaimanakah ukuran puisi yang berhasil itu. Para 
penulis berbeda-beda dalam hal ini. Mamang Dai me ngatakan puisi adalah 
kebenaran jati diri. ”Yang paling penting dalam puisi selalu ada kerelaan,” 
kata novelis Togo Kangni Alem.
  Pertanyaan juga berkisar tentang apakah tempat suci penting sebagai sumber 
kreasi. Sharanya Manivannan menjawab memang tempat suci ba nyak memberikan 
inspirasi. ”Namun tempat suci sesungguhnya ada pada diri sendiri,” katanya. Ia 
lalu berce rita, dia memiliki seorang teman yang ateis yang setiap muncul di 
panggung seolah ada kekuatan besar yang membuat penampilannya bagus. 
  Suasana di Mertoyudan membuat Kangi Alem serasa bernostalgia, karena ternyata 
dahulu sekolah menengahnya juga di seminari. Ia lalu meminta anak-anak 
Mertoyudan itu menyanyikan lagu Latin. Langsung mereka serempak mengumandangkan 
lagu Gregorian: Tantum Ergo Sacramento—yang biasa dinyanyikan saat Paskah. 
Tantum ergo sacramentum, veneremur cernui: Et antiquum documentum…. 
  Seno Joko Suyono, Anton Septian (Jakarta), Lucia Idayani (Yogya) 
   
  
   
-
Shape Yahoo! in your own image.  Join our Network Research Panel today!

[mediacare] Program Penghijauan Komunitas Utan Kayu

2007-09-25 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  Program Penghijauan Komunitas Utan Kayu
   
  Berangkat dari cita-cita mulai ingin menghijaukan Jakarta, Komunitas Utan 
Kayu memulai proyek penghijauan dari dua kelurahan Utan Kayu Utara dan Utan 
Kayu Selatan. Ide tersebut dimulai dari tiga pendiri Komunitas Utan Kayu, 
Goenawan Mohamad, Santoso dan Ayu Utami yang terinspirasi program penghijauan 
di Puri Kembangan di kawasan Palmerah Jakarta Barat. Hingga saat ini program 
tersebut sudah berjalan hampir setahun. 
   
  Program tersebut dimulai dengan mengumpulkan dua lurah dan ketua-ketua RW dan 
ketua RT di Teater Utan Kayu bulan Pebruari 2007. Ayu Utami yang juga penulis 
novel Saman berbicara di depan warga tentang pentingnya penghijauan dengan 
memutar sebuah film dokumenter. Saifullah seorang inspirator penghijauan Puri 
Kembangan juga diundang dan berbicara berbagi pengalaman dengan warga Utan 
Kayu. 
   
  Selepas pertemuan tersebut Komunitas Utan Kayu melalui Radio Utan Kayu FM 
menyediakan bibit pohon sejumlah 2000 bibit dan diserahkan kepada warga Utan 
Kayu. 
   
  Radio Utan Kayu juga telah bekerjasama dengan beberapa perusahaan dan lembaga 
dengan cara menukar pemasangan iklan yang dipasang di Radio Utan Kayu dengan 
bibit-bibit pohon. 
   
  “Taman Mekarsari yang memasang iklan senilai tiga juta rupiah di Radio Utan 
Kayu membayar dengan bibit pohon senilai harga iklan tersebut,” kata Eko 
penanggungjawab program penghijauan ini.
   
  Komunitas Utan Kayu juga bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) 
melalui program Bank Pohon yang membagikan bibit pohon tidak hanya bagi warga 
Utan Kayu namun bagi warga Jakarta khususnya pendengar Radio Utan Kayu. Hingga 
saat ini lebih dari 5000 pohon sudah diserahkan pada warga. Dan bulan September 
ini akan disediakanlagi 3000 bibit pohon kerjasama Taman Mekarsari, Kementrian 
Lingkungan Hidup (KLH) dan KBR68H. 
   
  Menurut Syamsul Ketua RW 06 Utan Kayu program Komunitas Utan Kayu tersebut 
sangat membantu dan sesuai dengan harapan warga. “Selama ini kita hanya bisa 
mengeluh Jakarta semakin kering dan tambah panas, tapi tidak ada yang peduli 
untuk menyumbang bibit, Komunitas Utan Kayu telah memulainya.”
  

   
  Eko Sulistyanto 
  Head of Promotion and Marketing Program KBR68H
  Email: [EMAIL PROTECTED]
  Mobile: 08161314906
   
  Komunitas Utan Kayu
  Komunitas Utan Kayu (KUK) terdiri dari Teater Utan Kayu, Galeri Lontar, dan 
Jurnal Kebudayaan Kalam – ketiganya bergerak di lapangan kesenian. Bila 
diperluas lagi, KUK juga meliputi lembaga-lembaga lain – Institut Studi Arus 
Informasi, Kantor berita Radio 68-H, dan, kemudian, Jaringan Islam Liberal.
   
  Terbatasnya kebebasan di segala bidang, termasuk kebebasan pers, di masa Orde 
Baru menimbulkan ide di kalangan sejumlah wartawan, intelektual, dan penulis 
untuk mendirikan sebuah “kantong” di mana kesenian, pemikiran, dan jurnalisme 
alternatif saling mendukung dalam satu jaringan kemerdekaan bersuara.
   
  Pada tahun 1994, tiga media cetak ditutup Pemerintah: Tempo, Editor, dan 
Detik. Inilah yang merangsang insiatif untuk membangun Komunitas Utan Kayu. 
Maka berdirilah Institut Studi Arus Informasi (1995) dan Galeri Lontar (1996) 
di sebuah kompleks bekas rumah-toko di Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta Timur. 
Menyusul kemudian, Teater Utan Kayu (1997).
   
  Kini, lembaga-lembaga di lingkungan Komunitas Utan Kayu mengembangkan diri di 
bidang masing-masing, seraya tetap saling mendukung untuk memelihara semangat 
dan prinsip kebebasan berpikir dan berekspresi. Pada dasarnya kami percaya 
bahwa eksperimen dan kepiawaian di pelbagai bidang adalah tanda dari masyarakat 
yang demokratis, terbuka, dan maju.
   
  http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=abouttick=34562109
   
   
  
   
-
Fussy? Opinionated? Impossible to please? Perfect.  Join Yahoo!'s user panel 
and lay it on us.

[mediacare] Diskusi Novel Snow Karya Orhan Pamuk

2007-09-25 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

Salam

Silahkan hadir dalam Diskusi Ramadan Perpustakaan Freedom II
Tentang novel Snow karya Orhan Pamuk, Novelist asal Turki yang mendapat
penghargaan Nobel Sastra tahun 2006. Novel ini menceritakan tentang
benturan identitas, keyakinan antara Islam dan Barat. Dengan setting sosio 
politik negara Turki yang sekuler dengan mayoritas Islam, dialog,
perdebatan dan gugatan tentang tema Islam yang ditulis novel ini sangat
menantang.

Karya ini akan diulas oleh Ayu Utami (sastrawan, penulis novel Saman)
dan Ihsan Ali Fauzi (Direktur Program Yayasan Paramadina).

Hari  : Rabu, 26 September 2007
Jam  : 18.00 (didahului buka puasa)
Tempat: Freedom Institute
  Jalan Irian No. 8 Menteng Jakarta
  Telpon 31909226

Untuk bahan diskusi silakan download di

http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=indexid=296

=

http://caping.wordpress.com/?s=pamuksearchbutton=go%21

Pamuk

Ketika Orhan belum berumur 10 tahun, ia membayangkan Tuhan sebagai seorang 
perempuan tua bertudung putih.
 ”Tiap kali bayangan itu muncul di depanku, aku rasakan kehadiran yang kuat, 
luhur dan sublim, tapi anehnya aku tak takut-takut amat,” tutur Orhan Pamuk 
dalam Istanbul (versi Inggrisnya terbit pada tahun 2005). ”Seingatku, aku tak 
pernah meminta tolong Dia dan petunjuk-Nya. Aku sadar Ia tak pernah tertarik 
kepada orang macam diriku. Ia hanya peduli kepada mereka yang miskin.”
 Hidup novelis Turki ini memang jauh dari mereka yang miskin. Sampai sekarang, 
dalam usia 54, ia tinggal di lantai ke-4 bangunan lima tingkat yang dulu 
seluruhnya ditempati keluarga besar Pamuk dan diatur seorang nenek gemuk dari 
tempat tidur. Dari jendela kamar itu akan tampak Masjid Hagia Sophia, Laut 
Marmara, Selat Bosphorus, Istana Topkapi—hiasan termasyhur tamasya Istanbul.
 Si kaya yang aman yang tak menganggap penting Tuhan—itulah yang tergambar dari 
kenangan Pamuk tentang hidupnya di kota tua yang melankolis itu. Malah mungkin 
ada sikap yang lebih radikal, jika novel Beyaz Kale (versi Inggris: The White 
Castle) kita anggap mengandung anasir otobiografis si pengarang. Kakek si 
Faruk, sejarawan pemabuk dalam novel ini, tak percaya kepada Tuhan tapi kepada 
Pencerahan Eropa. Ia ingin membawa rasionalisme ke Turki dan menulis 48 jilid 
ensiklopedia. Kakek Si Orhan sendiri gemar menyanyikan ”lagu-lagu atheis”.
 Orhan sadar, cinta Tuhan menjangkau siapa saja di rumah itu. Tapi ia juga 
tahu: ”orang macam kami cukup beruntung tak membutuhkannya”. Bagi si kecil ini, 
Tuhan ada buat menolong mereka yang kesakitan, menawarkan rasa senang kepada 
mereka yang tak punya uang untuk mendidik anak, membantu para pengemis yang tak 
henti-hentinya menyebut nama-Nya.
 Kesalehan dan kemiskinan, kelas atas dan kemungkaran—pola ini, yang dalam 
variasi berbeda juga pernah tampak di Indonesia, (dengan lapisan aristokrat 
yang dekat dengan Belanda dan orang kebanyakan yang mendapatkan kekuatan dari 
Islam)—dihadirkan Pamuk dengan sedikit sayu, sedikit cemooh, tapi penuh empati.
 Dalam Istanbul ada Esma Hanim, misalnya, si batur yang tiap waktu senggang 
akan cepat-cepat ke biliknya untuk menggelar sajadah dan bersembahyang. ”Tiap 
kali ia merasa bahagia, sedih, takut, atau marah, ia akan teringat Tuhan,” 
tulis Pamuk tentang pelayan pada masa kecilnya itu. ”Tiap kali ia membuka atau 
menutup pintu…, ia akan menyebut nama-Nya dan kemudian membisikkan beberapa 
kata lain, lirih-lirih.”
 Umumnya keluarga Pamuk—yang tak pernah berpuasa pada bulan Ramadan tapi 
menyiapkan berbuka dengan gairah—menerima sikap itu dengan nyaman. ”Bahkan bisa 
dikatakan, kami merasa lega orang-orang miskin itu bergantung pada… kekuatan 
lain yang membantu mereka menanggungkan beban.”
 Tentu saja ada rasa waswas, ”kalau-kalau orang miskin itu bisa menggunakan 
hubungan khusus mereka dengan Tuhan untuk menghadapi kami”.
 ”Hubungan khusus” itulah yang memang kemudian dipakai mereka yang melarat 
dalam Kar, (versi Inggrisnya, Snow, terbit pada tahun 2005), novel tentang 
seorang penyair yang datang ke sebuah kota miskin di perbatasan. Di kota itu 
mereka yang merasa terhina oleh dunia modern, oleh ”Eropa”, memperkuat diri 
dalam ”Islam” dan dengan amarah. Tapi bagaimana akhirnya tak jelas. Mereka tak 
hanya dituduh anti-Turki, tapi juga anti-masa depan—masa depan yang digariskan 
Kemal Attaturk: Turki yang ”modern” dan ”sekuler”.
 Dalam arti tertentu, karya Pamuk adalah gema Turki dan benturan 
”sekuler-dan-Islam”-nya—mirip dengan yang di Indonesia berbentuk pergulatan 
”Timur-Barat”. Tapi novel-novel Pamuk jauh lebih dalam dan lebih tak 
terduga-duga ketimbang karya para penulis dari jenis yang di sini diwakili Siti 
Nurbaya, Salah Asuhan, Layar Terkembang—yang sejak tahun 1920-an tak putus 
dirundung ketegangan orang ”Timur” yang harus memilih, atau menampik, yang 
”modern”.
 Pamuk merasakan ketegangan macam itu, tapi ia sen-diri tak ikut tegang. Ia 
pernah mengatakan, di dunia tak ada orang yang menganggap diri sepenuhnya 
”Timur”. 

[mediacare] Siaran Pers DKJ tentang Pembukaan Utan Kayu International Literary Biennale 2007

2007-09-27 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
 kesenian di wilayah Propinsi DKI Jakarta. 
Pada awalnya, anggota pengurus Dewan Kesenian Jakarta diangkat oleh Akademi 
Jakarta, yaitu para budayawan dan cendikiawan dari seluruh Indonesia. Kini 
dengan berjalannya waktu, pemilihan anggota DKJ dilakukan secara terbuka, 
melalui pembentukan tim pemilihan yang terdiri dari beberapa ahli dan pengamat 
seni, selain anggota Akademi Jakarta sendiri. Nama-nama calon diajukan dari 
berbagai kalangan masyarakat maupun kelompok seni. Masa kepengurusan DKJ adalah 
3 tahun.
 Kebijakan pengembangan kesenian tercermin dalam bentuk program tahunan yang 
diajukan dengan menitikberatkan pada skala prioritas masing-masing komite. 
Anggota DKJ berjumlah 25 orang, terdiri dari para seniman, budayawan, dan 
pemikir seni, yang terbagi dalam 6 komite: Komite Film, Komite Musik, Komite 
Sastra, Komite Seni Rupa, Komite Tari dan Komite Teater.
 
 
Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:
 Kiki Soewarso
Bagian Hubungan Masyarakat
Dewan Kesenian Jakarta
Taman Ismail Marzuki
Jalan Cikini Raya 73
Jakarta 10330
Tel. 021-31937639, 021-3162780, 
Fax. 021-31924616
[EMAIL PROTECTED]
  


Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
   
-
Yahoo! oneSearch: Finally,  mobile search that gives answers, not web links. 

[mediacare] Saksikan Kongkow Bareng Gus Dur di Televisi

2007-09-28 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Silakan saksikan Kongkow Bareng Gus Dur di 12 televisi di Indonesia: 
televisi-televisi kawasan yang menyiarkan acara Kongkow Bareng Gus Dur yang 
direkam dari Kedai Tempo, Komunitas Utan Kayu (KUK). 

Acara ini disiarkan untuk bulan Ramadan, untuk informasi tayangan silakan 
hubungi redaksi televisi di kawasan anda. 

Selama bulan Ramadan Kongkow Bareng Gus Dur terus mengudara di KBR68H berikut 
jaringan-jaringannya di Indonesia setiap hari Sabtu pukul 10.00 WIB yang 
disiarkan secara langsung dari Kedai Tempo. Anda bisa hadir langsung ke Kedai 
Tempo di Jl. Utan Kayu No 68H untuk berdialog langsung dengan Gus Dur.

Mohamad Guntur Romli
Host Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H


Informasi Kongkow Bareng Gus Dur di Televisi:
Ariani Djalal
[EMAIL PROTECTED]
[EMAIL PROTECTED]
Telepon 0811864504

Daftar televisi:

1. MAKASSAR TV

PT. MAKASSAR LINTASVISUAL CEMERLANG

Jl. Pengayoman Blok F-8/13, Panakkukang-Makassar 90231

0411-447.652

0411-448.740

www.makassartv.co.id


 
2. BATAM TV

PT. BATAM MEDIA TELEVISI

Gedung Graha Pena Batam Lt. 9, Jl. Raya Batam Centre, BATAM

0778 – 465.666  
0778 – 462.378


3.  PUBLIK KHATULISTIWA TV - BONTANG

PT. KHATULISTIWA MEDIA

Jl. Alamanda GOR PKT, Lt.2, Komp.PC VI BONTANG 75313 - KAL TIM

0548-23444 / 0548-109391

0548-23444 Ext.85


4.  JOGJA TV

PT. YOGYAKARTA TUGU TELEVISI

Jl. Wonosari KM 9, Sendang Tirto – Berbah, Sleman - YOGYAKARTA

0274-451.800  

www.jogjatv.com


5.  BANDUNG TV

PT. BANDUNG MEDIA TELEVISI INDONESIA

Jl. Sumatra No. 19, Bandung 40011 - JAWA BARAT

022-7078.5618/19

www.bandungtv.biogspot.com



6.  CAKRA TV - SEMARANG

PT. MATARAM CAKRAWALA TELEVISI INDONESIA

Jl. Batur No. 15, Gajah Mungkur - SEMARANG - Jawa Tengah

024 – 841.5221 

024 - 850.4933

www.cakrasemarangtv.com


7.  KENDARI TV - SULAWESI TENGGARA

PT. SWARA ALAM KENDARI TELEVISI

Jalan A. Yani No. 55 Wua-Wua, Kota Kendari – Sulawesi Tenggara 93117

0401-300.8699

0401-391.485

www.kendari.tv


8. TARAKAN TV

PT. TARAKAN TELEVISI MEDIA MANDIRI
Gedung Gadis Lt. 6 Jl. Jend. Sudirman No. 76, Tarakan 77112 - Kalimantan Timur
0551-24578 / 35870 / 23684
0551-24578
www.tarakan-tv.com


9.  RATIH TV - KEBUMEN

KOPERASI DUTA WICARA

Jl. Kutoarjo No. 6 Kebumen - Jawa Tengah 54312

0287-385.844 / 382.453

0287-385.844 / 381.102

www.ratihtvkebumen.go.id


10.  AMBON TV

PT. AMBON MEDIA ABADI

Jl Kakiali No.5 Kadewatan, Kecamatan Sirimau, Ambon - Maluku

0911-342.242

0911-344.486

www.ambon.tv


11. BENGKULU TV
Jl S Parman 66 PD Jati Kota Bengkulu

0736 – 21001 0736 345505

0736 – 344359


12.  TV KU

Jl. Nakula I No 5-11 Semarang

024 3568491 


 
   
-
Don't let your dream ride pass you by.Make it a reality with Yahoo! Autos. 

[mediacare] Saksikan Ki Slamet Gundono di TUK

2007-10-01 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  Salam,
   
  Kami mengundang anda dalam acara pertunjukan Wayang Lindur dengan lakon “Uma, 
Nyai Sendon Kloloran” dengan dalang Ki Slamet Gundono di Teater Utan Kayu 
(TUK), Jln. Utan Kayu No 68H Jakarta, Kamis dan Jumat,  4 dan 5 Oktober 2007, 
pukul 20:00 WIB. Menonton pertunjukan ini tidak dipungut biaya.
   
  Terima kasih
   
  Mohamad Guntur Romli
  [EMAIL PROTECTED]
   
  UMA, NYAI SENDON KLOLORAN
   
  Manikmaya, sang penguasa jagat itu, begitu gemar menguji kesetiaan istrinya: 
Dewi Uma. Di lantai dua sebuah mal yang megah dan penuh cantelah aneka busaha 
terkini, Uma berbicara dengan seorang pemuda yang sangat tampan—yang tak lain 
adalah jelmaan Manikmaya sendiri. Manikamya  pun sadar bahwa istrinya tak 
pernah memahami cinta sebagai sesuatu yang tunggal. Manikmaya murka dan hendak 
menjatuhkan kutukan. Saat itu Dewa Indra bersedia mengganti kutukan dengan 
sebuah bangunan mewah, Dewa Baruna menawarkan barter dengan laut dan isinya, 
dan Kamajaya akan memberi mantra-mantra cintanya—semuanya hanya membentur 
dinding hati Manikmaya. Kutukan tetap ia jatuhkan ke pundak Uma. Sesungguhnya 
Uma telah bertransformasi dari perempuan yang suka menangis menjadi sosok yang 
ulet, mantap, dan menatap ke depan. Sementara itu nun jauh di kota Berlin, 
Monha si pengamen dari Tibet berdendang dengan suara sengau dan sumbang seakan 
menyadarkan kegagalan perubahan dunia. Terusir dari negaranya
 menjadi nomaden di Eropa, nyanyian Monha yang sumbang terus bergema di alam 
bahkan muncul di dunia mimpi. Pertunjukan yang didalangi oleh Ki Slamet Gundono 
ini didukung oleh Indra Panca, Kiki, Miko (penari); Sri Waluyo, Dwi Priyo, 
Sutrisno, dan Kukuh Widi (pemusik); Ags Arya Dipayana (tata cahaya); dan 
Miftakhul Jannah. 
   
  http://www.utankayu.org


   
-
Building a website is a piece of cake. 
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.

[mediacare] Tadarus Ramadan tentang Al-Ghazali

2007-10-03 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detailcat=newsid=18

Tadarus Ramadan tentang Al-Ghazali
Senin 1 Oktober 2007, rangkaian Tadarus Ramadan Jaringan Islam 
Liberal (JIL) di Komunitas Utan Kayu telah usai. Tadarus pada tahun ini 
mengulas pemikiran Al-Ghazali—seorang pemikir Islam termasyhur pada abad ke-11 
Masehi yang dijuluki sebagai hujjatul Islam (Argumentasi Islam). Diskusi 
kemaren ditutup presentasi dari Prof. Dr. KH Said Aqiel Siraj, ketua PBNU, 
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer dari guru besar UIN Syarif Hidayatullah dan Dr. 
Abd Moqsith Ghazali dari Jaringan Islam Liberal. Mereka bertiga membahas kitab 
Al-Ghazali yang paling terkenal Ihya ‘Ulûmiddin. Bagi Aqiel Siraj, kitab Ihya’ 
adalah proyek harmonisasi antara ilmu fikih, teologi dan tasauf. 

Di sinilah letak kepiawaian Al-Ghazali, apabila sebelum era Al-Ghazali, tiga 
kelompok tersebut saling menyerang bahkan tak jarang mengafirkan, namun di 
tangan Al-Ghazali tiga aliran tersebut dipadukan sebagai pendorong manusia 
untuk bergegas menjawab panggilan Tuhan. Dan Al-Ghazali adalah sosok yang 
sangat rindu pada pertemuan dengan Tuhannya. 
  
 Dalam diskusi tersebut, Goenawan Mohamad juga menyumbangkan salah satu esainya 
tentang Al-Ghazali yang berjudul “Al-Ghazali dan Kepastian”. Esai tersebut 
melacak bagaimana Al-Ghazali mencari kepastian dalam pengetahuan. Goenawan 
Mohamad mencatat pergulatan hidup Al-Ghazali. Di akhir abad ke-11 itu, 
Al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan menjauhi tiga hal: kedekatangan dengan 
kekuasaan politik, pengangung-agungan hukum agama, dan kontroversi tentang 
kebenaran. 
  
 Bagi Goenawan Mohamad, Al-Ghazali, sebagai seorang sufi, dapat mengklaim bahwa 
dalam ‘yakin’ itulah terdapat kepastian yang dicarinya. Ia menunjukkan bahwa 
filsafat tak dapat membawanya ke sana. Seperti dikatakannya dalam prakata 
pertama Tahafut, tak ada yang tetap dan ajeg dalam posisi para filosof yang 
ditelaahnya. ‘Seandainya teori metafisik mereka  secara nalar dapat membawa 
kita yakin sebagaimana pengetahuan aritmatik mereka’, kata al-Ghazali tentang 
lawan-lawannya itu, ‘mereka tak akan berbeda di antara mereka sendiri dalam 
persoalan-persoalan metafisik’. Tak perlu dikatakan lagi rasanya, bahwa 
al-Ghazali bukan pemikir dari zaman ini – dan dengan kesadaran itulah ia kita 
ikuti. Jika dibaca sekarang, statemen di atas -- yang kita tahu  tak semestinya 
ditujukan buat filsafat, karena filsafat tak lagi terkait dengan klaim 
kesahihan ilmu-ilmu pasti -- lebih merupakan kesalah-fahaman akhir abad ke-11   
  
  
 Imam Ghazali adalah pemikir Muslim yang disegani. Ia dikenal bukan hanya 
sebagai sufi, melainkan juga teolog, ushûli (ahli ushul fiqh), faqîh (ahli 
fiqh), pakar logika (manthiq) bahkan filosof. Ia menulis ratusan buku, di 
antaranya Ihya` Ulum al-Din, Minhaj al-`Abidin, al-Iqtishad fi al-Itiqad, 
tahafut al-Falasifah, Mihak al-Nazhar fi al-Manthiq, al-Mustashfa min `Ilm 
al-Ushul. Atas karya-karyanya ini, di samping mendapatkan pujian, al-Ghazali 
menuai kritik. 
 Dalam Tadarus Ramadan Jaringan Islam Liberal (JIL) tahun ini, tiga buah karya 
Al-Ghazali telah dibedah, Tahafut al-Falasifah (Keruwetan Para Filosuf) Selasa, 
18 September dengan narasumber: Zainun Kamal, Luthfi Assyaukanie, dan 
Mulyadikertanegara, Faysal al-Tafriqah Baynal Islam wal Zandaqah, Selasa 25 
September dengan narasumber: KH Husein Muhammad, Nanang Tahqiq, dan Novriantoni 
dan terakhir Ihyâ Ulûmiddin. 

 
Bagi anda yang ingin membaca tulisan Goenawan Mohamad tentang “Al-Ghazali dan 
Kepastian” silakan kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]


   
-
Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out. 

[mediacare] Siaran Pers: Teror terhadap Kongkow Bareng Gus Dur di Jogja TV

2007-10-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  Siaran Pers :
   
  KBR68H Sesalkan Tekanan Terhadap Yogya TV
   
  Sensor oleh kelompok yang tidak toleran pada perbedaan pendapat, rupanya 
masih saja terjadi. Kali ini menimpa Yogya TV, stasiun televisi lokal yang 
berbasis di Yogyakarta.
   
  Manajemen televisi itu, sejak 3 Oktober tidak dapat melanjutkan penayangan 
acara “Kongkow Bareng Gus Dur” dikarenakan situasi yang kurang kondusif.  
Demikian surat yang kami terima dari manajemen Yogya TV.
   
  Menurut laporan yang kami kumpulkan,  Yogya TV dikomplain oleh FPI Yogyakarta 
karena acara itu dianggap menghina pimpinan mereka. Yogya TV diminta untuk 
menghentikan penayangan acara Gus Dur tersebut.
   
  Kami menghargai keputusan yang diambil Yogya TV. Tetapi kami menyesalkan 
adanya tekanan tekanan yang masih menghambat kebebasan bersiaran di negeri ini.
   
  Kongkow Bareng Gus Dur adalah acara rutin yang diadakan KBR68H setiap Sabtu 
pagi, dan disiarkan lebih dari 70 radio anggota jaringan di seluruh Indonesia. 
   
  Selama ramadhan, program itu juga diputar untuk stasiun televisi, dan 
tersedia 15 episode yang siap tayang. Versi televisi ini diproduksi KBR68H 
bersama School for Broadcast Media, dan disebarluaskan dengan dukungan Ragam 
Production House dan Tifa Foundation. Sebanyak 12 televisi lokal, termasuk 
Yogya TV menyiarkan acara tersebut.
   
  Kami berharap Yogya TV,  juga media-media lain di negeri ini,  akan terbebas 
dari berbagai tekanan, dan dapat menyiarkan program yang dinilainya layak untuk 
pemirsanya tanpa rasa was-was.
   
  Jakarta 4 Oktober 2007
   
  Santoso
  Direktur Utama 
  KBR68H
  ===
Mohamad Guntur Romli
Host Kongkow Bareng Gus Dur
Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta 
[EMAIL PROTECTED]
Telp 0815-1319-1313

   
-
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.

[mediacare] Aliansi Islam Damai Dukung Kongkow Gus Dur Ditayangkan Jogja TV

2007-10-05 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

http://www.gusdur.net/indonesia/index.php?option=com_contenttask=viewid=2734Itemid=1


Aliansi Islam Damai Dukung Kongkow Gus Dur Ditayangkan Jogja TV  Yogyakarta, 
gusdur.net
 Penghentian acara Kongkow Bareng Gus Dur (KBGD) di Jogja TV karena diteror FPI 
membuat prihatin banyak khalayak di Yogyakarta. Kamis malam (4/10/2007) pukul 
23.00, sekitar 200 orang dari Aliansi Islam Damai Yogyakarta datang ke studio 
Jogja TV untuk memberi dukungan pihak Manajemen Jogja TV agar tayangan Kongkow 
Bareng Gus Dur dilanjutkan.

 
 Aliansi yang dimotori M. Ulin Nuha, M.Hum., ini kecewa sikap FPI lantaran 
penghentian acara itu didasarkan alasan yang tidak kuat. “Kami merasa dirugikan 
atas dihentikannya siaran Kongkow Bareng Gus Dur. Sebab acara itu sangat 
membantu kami memahami Islam sesuai kebudayaan dan hukum masyarakat 
sehari-hari,” tegas Ulin. 
 

Aliansi juga menyatakan kesiapannya jika ada permintaan untuk membantu keamanan 
Studio Jogja TV. “Kami siap membantu mengamankan Jogja TV,” ujar Ulin. 
 

Rombongan Aliansi Islam Damai Yogyakarta diterima oleh Kepala Bagian Produksi 
Jogja TV Wisnu Wicaksono. Pihak manajemen Jogja TV menjanjikan akan menggelar 
pertemuan segitiga antara manajemen Jogja TV, pihak Aliansi Islam Damai dan 
Kepolisian Yogyakarta untuk membahas tayangan-lanjut acara Kongkow Bareng Gus 
Dur. Pertemuan itu direncakan digelar, Jumat (5/10/2007) di kantor Jogja TV 
pukul 14.30. 
 

Selain dari Aliansi Islam Damai Yogyakarta, dukungan juga datang dari Generasi 
Muda Pencinta Demokrasi Yogyakarta yang menyatakan agar Jogja TV tidak takut 
dan gentar menyuarakan kebenaran dan kebebasan. 
 

KBR68H sebagai produser acara Kongkow Bareng Gus Dur juga telah mengeluarkan 
siaran pers, Kamis (4/10/2007) melalui Direktur Utama KBR68H Santoso yang 
menyesalkan penghentian tayangan itu. KBR68H juga berharap media-media lain di 
negeri ini, terbebas dari berbagai tekanan dan dapat menyiarkan program yang 
dinilai layak untuk pemirsanya tanpa rasa was-was.[] 

  Kontak Aliansi Damai Yogyakarta
  M. Ulin Nuha, M.Hum
  0274-6542215

--- In [EMAIL PROTECTED], Awang BinSaS [EMAIL PROTECTED] wrote:

Selama ramadhan ini acara favorit saya adalah nonton acara Kongkow bareng Gus 
Dur di TV JOGJA. Acaranya segar, merakyat dan thema2 nya bagus/menarik.

Sayang sekali kalau FPI tidak bisa menghargai perbedaan pendapat di era 
demokrasi Indonesia ini. Saya pikir tidak ada salahnya kok acara itu, kalau pun 
ada yang tidak setuju itu biasa dan bisa balik mengcounter lewat media massa 
manapun yang disukai. 

Saya pun ada beberapa hal yg tidak sependapat dengan jalan pikiran Gus Dur, 
tapi secara umum saya mendukung pemikiran2 Gus Dur yang sangat  jauh lebih 
brilyan daripada pemikiran saya. Ini harus saya akui dan saya pun yakin beliau 
adalah orang baik. Selain itu bagaimanapun Gus Dur lebih banyak jasanya 
daripada saya bagi bangsa Indonesia.

Selain itu, Gus Dur sendiri juga gak pernah menekan nekan orang2 yang tidak 
setuju dengan pendapatnya bahkan kepada orang2 yang menghujatnya beliau tidak 
pernah bereaksi yang berlebihan, paling2 beliau hanya membalas hujatan2 tsb 
dengan sindiran atau ledekan atau banyolan saja, sudah selesai.

Ngapain hare gene pakai nglarang2 segala. Gak jamannya lagi. Mari kita belajar 
menjadi orang dewasa..

Hidup Indonesia 
  
--- In [EMAIL PROTECTED], Kartono Mohamad [EMAIL PROTECTED] wrote:

Pak Adi, ketika orang tidak bisa atau berani berdiskusi, maka supaya menang
yang digunakan adalah otot, ancaman dan kekerasan. Mereka itu mungkin
kelompok yang menyatakan bahwa demokrasi tidak sesuai dengan agama. Maka
otoritas demokratis yang mendasarkan kepada dialog, bersedia mendengar dan
bersedia mengajukan argumentasi untuk mempertahakan pendapatnya tidak
dipelajari. Yang mereka pelajari adalah bagaiman menggunakan kata Tuhan
dan agama untuk membenarkan tindakan mereka melalui kekerasan. Mereka
merasa sudah menjadi wakil Tuhan yang justru merendahkan Tuhan. Dianggapnya
Tuhan tidak dapat membela diri, tidak mampu mengatur manusia, maka ia harus
ambil alih.
Sayangnya, entah sengaja atau tidak senagaja, penegak hukum dan kaum
politisi juga takut terhadap mereka karena takut dianggap berhadapan dengan
Tuhan. Maka makin mandul sikap para penguasa.
Mereka telah disandera oleh ketakutan terhadap label agama yang digunakan
kaum perusuh itu karena mereka sendiri mungkin juga tidak memahami ajaran
agama atau tidak percaya diri sebagai penguasa. Teror semacam ini juga yang
digunakan oleh penguasa Nazi Jerman dulu dan oleh Orde Baru (yang
mengidentikkan Suharto dengan Pancasila, sehingga anti Suharto= anti
Pancasila).
Perlu kelompok yang tidak takut sepertiu halnya suku Dayak di Samarinda
menghadapi FPI dan membuat FPI jadi jeri sendiri. Sayangnya penguasa TVRI
tidak mempunyai keberanian seperti itu.
Salam
KM
=

--- In [EMAIL PROTECTED], Adhie Massardi [EMAIL PROTECTED] wrote:


Bukan karena GD bos saya 

[mediacare] Pementasan Ki Slamet Gundono Diperpanjang Satu Malam

2007-10-05 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam

Teater Utan Kayu (TUK) menambah satu malam lagi pementasan Wayang Lindur dengan 
dalang Ki Slamet Gundono. Dua malam sebelumnya 4-5 Oktober penonton membanjiri 
TUK sementara kapasitas TUK tidak cukup. Atas permintaan penonton, maka besok 
Sabtu 6 Oktober 2007 pukul 20.00 WIB Ki Slamet Gundono mementaskan kembali 
lakon Uma, Nyai Sendon Kloloran.

Bagi anda yang belum sempat menonton dua malam kemaren, silakan hadir ke TUK di 
Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta. Tersedia album terbaru Ki Slamet Gundono Gambus 
Jawa. Pertujukan ini gratis. 

Tony Prabowo
Kurator Tari dan Musik Komunitas Utan Kayu

===
http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detailcat=eventid=117

04 Oktober 2007 - 06 Oktober 2007

Pentas Wayang Lindur

Manikmaya, sang penguasa jagat itu, begitu gemar menguji kesetiaan istrinya: 
Dewi Uma. Di lantai dua sebuah mal yang megah dan penuh cantelan aneka busana 
terkini, Uma berbicara dengan seorang pemuda yang sangat tampan—yang tak lain 
adalah jelmaan Manikmaya sendiri. Manikmaya pun sadar bahwa istrinya tak pernah 
memahami cinta sebagai sesuatu yang tunggal. Manikmaya murka dan hendak 
menjatuhkan kutukan. Saat itu Dewa Indra bersedia  mengganti kutukan dengan 
sebuah bangunan mewah, Dewa Baruna menawarkan barter dengan laut beserta 
isinya, dan Kamajaya akan memberi mantra-mantra cintanya—semuanya hanya 
membentur dinding hati Manikmaya. Kutukan tetap ia jatuhkan ke pundak Uma. 
Sesungguhnya Uma telah  bertransformasi dari perempuan yang suka menangis  
menjadi sosok yang ulet, mantap, dan menatap ke depan. Sementara itu nun jauh 
di kota Berlin, Monha si pengamen dari  Tibet berdendang dengan suara sengau 
dan sumbang seakan menyadarkan kegagalan perubahan dunia. Terusir dari
 negaranya menjadi nomaden di Eropa, nyanyian Monha yang sumbang terus bergema 
di alam bahkan muncul di dunia mimpi. Pertunjukan yang didalangi oleh Ki Slamet 
Gundono ini didukung oleh Indah Panca, Kiki, dan Miko (penari); Sri Waluyo, Dwi 
Priyo, Sutrisno, dan Kukuh Widi (pemusik); Ags Arya Dipayana (tata cahaya); dan 
Miftakhul Jannah.


   
-
Yahoo! oneSearch: Finally,  mobile search that gives answers, not web links.