Saya pernah baca dan punya Novel Gajah Mada , lengkap ( empat buku) , pernah
juga baca Api di Bukit Menorh , semanya bagus bagus .
Kalau dituangkan dalam sinetron bersambung atau film , alangkah bagusnya buat
generasi muda mengenal sejarah bangsanya..
yrs
Awang Harun Satyana aha...@bpmigas.go.id wrote :
Dan terlalu sempit, berpandangan bahwa piramida itu mesti mengacu ke
referensi piramida Mesir di kompleks Giza, itu memang piramida paling
terkenal, tetapi bukan satu-satunya bentuk, bukan satu2nya piramida dalam
ruang dan waktu.
Terima kasih informasi dan klarifikasinya.mulai jelas arahnya:
luas tanah yang dihitung adalah luas tanah yang sudah dimanfaatkan oleh KKKS
(bukan luas WK),
Tinggal klarifikasi lebih lanjut apa yang dimaksud dengan sudah
dimanfaatkan..:-)
salam,
--- On Sun, 2/5/12, Nugrahani
Candi sukuh kalau tidak salah dibangun di ahir era Majapahit sekitar abad 15
CMIIW.
Jauh lebih muda daripada piramida di Mesir.
Perlu dipertimbangkan juga bahwa pada ahir masa majapahit, kontak budaya
nusantara dengan dunia luar sudah cukup intense. Saur Sepuh ( koq tiba-tiba
ingat Brama
Seingat saya tidak disebut Pak. Cuma bencana lingkungan, overpopulasi,
deforestasi, overfishing dan seperti yang Pak Koesoema bilang, penyakit
menular. InshaAllah nanti saya baca2 lagi.
Meletusnya gunung vesuvius menyapu kota Pompeii. Tapi kekaisaran Roma toh masih
berdiri. Tsunami meluluh
Bapak/Ibu,
Baru2 ini Dirjen Dikti membuat surat edaran yang mewajibkan mahasiswa
S1/S2/S3 harus telah menulis publikasi sebagai syarat kelulusan (S1 jurnal
ilmiah, S2 jurnal nasional kalau bisa terakreditasi Dikti, S3 jurnal
internasional). Alasan utama munculnya surat edaran ini adalah bahwa
Jadi masalah apabila mahasiswa S1,S2 ataupun S3 memakai data suatu perusahaan
yang kadang2 perusahaan tersebut hanya mengizinkan datanya untuk tugas akhir
dan tidak mengizinkan untuk dipublish, hal ini menjadi kendala bagi mahasiwa
tsb.
wass
altin
Geofisika Unhas
Om Leo,
PP IAGI telah mendengar pula ttg hal ini dan mendiskusikannya minggu lalu
secara terbatas. Silakan jika saat ini mau dibedah, baik di milis IAGI maupun
milis HAGI.
Salam,
Syaiful
Sent from my deep hart
On Feb 6, 2012, at 8:58 PM, Leonard Lisapaly leona...@centrin.net.id wrote:
Pak Syaiful
Trims responnya. Kita tunggu tanggapan yang lain
Salam
LL
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-Original Message-
From: mohammadsyai...@gmail.com
Date: Mon, 6 Feb 2012 22:02:21
To: iagi-net@iagi.or.idiagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Cc:
Pak Leo dan rekan-rekan IAGI,
FOSI menyediakan wadahnya dengan Berita Sedimentologi. Sejauh ini kami
mengundang mahasiswa menulis, tapi tidak banyak respond positif, dan
ujung-ujungnya tidak ada artikel masuk dari hasis pemetaan lapangan.
Padahal kami kasih bonus 1 tahun membership SEPM kalau
Para anggota milis yth.,
Saya ingin berkomentar tentang topik ini. Di satu sisi saya mengerti
niat baik pemerintah untuk memaksa mahasiswa Indonesia
mempublikasikan karya mereka, namun di lain pihak, menggantungkan
syarat kelulusan mahasiswa kita kepada instansi penilai makalah
ilmiah mereka bisa
Bapak/Ibu,
Berikut saya lampirkan link surat edaran perihal publikasi karya ilmiah
tersebut :
http://dikti.go.id/attachments/article/2670/Surat%20Publikasi%20Karya%20Ilmiah.pdf
Menurut surat tersebut akan mulai diberlakukan bagi mahasiswa dan mahasiswi
mulai kelulusan setelah Agustus
Setuju sekali. Ada beberapa hal utk bahan diskusi:
(1) publikasi utk S1 dan S2 cukup dilakukan pada jurnal lokal saja, tapi bila
memungkinkan akan lebih baik pada jurnal internasional. Khusus utk S3 harus
melalui jurnal internasional.
(2) Penulis utamanya bisa saja Pembimbingnya bila itu
S1 wajib publikasi? S1 itu bukannya mempersiapkan anak didik jadi buruh
elite? Apa gunanya WAJIB publikasi?
Baru2 ini Dirjen Dikti membuat surat edaran yang mewajibkan mahasiswa
S1/S2/S3 harus telah menulis publikasi sebagai syarat kelulusan (S1
jurnal ilmiah, S2 jurnal nasional kalau bisa
Mungkin karena konsep buruh elite ini lah tidak banyak sarjaun2 generasi muda
kita yang berani mencoba menjadi wiraswasta dan pengusaha.
Alhasil orientasinya selalu mencari kerjaan ketimbang mencoba menciptakan
pekerjaan.
Saya sih melihatnya wajib publikasi ini banyak positifnya, yah mungkin
Hebat Pak Iman, euy.
2012/2/7 RM Iman Argakoesoemah iman.argakoesoe...@medcoenergi.com
Setuju sekali. Ada beberapa hal utk bahan diskusi:
(1) publikasi utk S1 dan S2 cukup dilakukan pada jurnal lokal saja, tapi
bila memungkinkan akan lebih baik pada jurnal internasional. Khusus utk S3
harus
Setuju Pak Eko:)
Menurut saya Buruh Elite itu terdengar seperti mockery terhadap S1
Jika sudah sedari S1 diberi tanggung jawab terhadap karyanya di depan publik
maka tidak mustahil fresh graduate bisa menjadi Elite yang Independent,
tanpa harus menjadi Buruh. Dituntut kreasi maksimal untuk jadi
Ups,maksud saya setuju dengan Pak Yoga:)
Menurut saya Buruh Elite itu terdengar seperti mockery terhadap S1
Jika sudah sedari S1 diberi tanggung jawab terhadap karyanya di depan publik
maka tidak mustahil fresh graduate bisa menjadi Elite yang Independent,
tanpa harus menjadi Buruh. Dituntut
Mas Yoga..
Sepertinya gak ada korelasi antara S1/S2/S3 terhadap keberanian ber-wiraswasta.
Justru kalau ada data statistiknya, mungkin pengusaha banyak berasal dari S1.
Saya melihat kewajiban ini adalah dalam rangka meningkatkan daya saing sarjana
kita dalam rangka era-globalisasi. Jadi
Ikutan urung rembuk...
Bagaimana kalau ada dua nilai kelulusan yang diberikan.
1. Kelulusan secara akademik karena semua SKS sudah terpenuhi, ijasah dari
Kampus
2. kelulusan secara profesi (misal geologi) karena telah membuat publikasi
ilmiahnya, sertifikasi bisa dari DIKTI langsung or
permisi Bapak dan Ibu Para Ahli - Ahli Geologi yang terhormat,
Salam Perkenalan dan Semangat Siang..
Nama saya Jerry Chandra, saya member IAGI dengan NPA : 4148, saya lulusan
geologi dari kampus yang memiliki jurusan geologi yang tidak terkenal,
minggu lalu saya menjadi presenter di dirjen
Hey you well come, kita ini orang Indonesia dari mana kamu berasal dan dimana
kamu bekerja kamu tetap Indonesian Geologist
Salam
Avi NPA 0666
Bendaharawan IAGI
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-Original Message-
From: Jerry Sihombing jerry.c.sihomb...@gmail.com
Date: Tue, 7 Feb 2012
thank you pak avi, semoga geologist indonesia makin maju, btw saya mau
minta saran, pendapat, masukan, dan kritik Pak Avi dan Bapak dan Ibu
sekalian, terutama yang bekerja atau pernah bekerja di luar negeri. Baru -
Baru ini ada perusahaan tambang yang menawarkan saya bekerja di Uruguay,
kalau ada
* Idee yang bagus dari Pak Djoko Santoso aruus ada di Indonesia dan
* Apakahrealistis ??? Coba hitung jumlah PT/PTS di seluruh Indonesia .
* Kemudian kalikan dengan jumlah mahasiswa yang wajib thesis S1/S2/S3
* Nah berapa banyak jurnal ilmiah yang harus ada baik
Kasihan Mahasiswa, Biayanya makin membengkak -- SPP Mahal, Beasiswa
Jarang, SKS selangit, dan terakhir bayaran ini itu ala pendidikan, untuk
riset saja terkadang harus ngumpulin uang makan baru bisa riset atau
numpang perusahaan untuk riset dan sayangnya riset riset tersebut harus
menempuh
Kalau kewajiban ini dijalankan ada beberapa resiko. Salah satunya bentrokan
jadwal kuliah dan tugas-tugas kuliah. Ini juga bisa mempengaruhi psikologi
beberapa mahasiswa yang tidak kuat karena latar belakang tertentu.
Efeknya bisa berakibat semakin banyak mahasiswa yang akhirnya menunda
betul juga bung rizqi, saya sependapat dan sepaham dengan anda,
terus dasar Dirjen Dikti keluarin ini mengacu ke malaysia apa yaa?? saya
tidak paham dasar pemikiran dirjen dikti negara kita tercinta ini... Merdeka
2012/2/7 Rizqi Syawal syawa...@gmail.com
Kasihan Mahasiswa, Biayanya makin
Pak Herman, mungkin bonusnya perlu diganti dalam bentuk pemberian alat
geologi seperti palu atau kompas, dengan syarat mereka wajib membuat paper
ke FOSI untuk jangka waktu setahun, dan mengenai bahasa, selama kita
mengingat sumpah pemuda, saya yakin mahasiswa banyak yang menulis di FOSI,
karena
betul juga apaa yang bung gesit katakan tapi kembali lagi
it's all about the money bung gesit
makin banyak yang dibuat, makin banyak tinta, kertas, dan biaya listrik
yang harus dibayar...
2012/2/7 gesit_mutia...@yahoo.com
Setuju Pak Eko:)
Menurut saya Buruh Elite itu terdengar seperti
Salam kenal, rekan Jerry. Bergabung saja di sini tanpa sungkan. Tidak ada
perbedaan di milis ini, jadi tak usah merasa rendah diri (tentunya rendah hati
boleh dong).
Hanya jika topiknya berbeda, sebaiknya subyek email pun diganti.
Salam,
Syaiful
Sent from my deep hart
On Feb 7, 2012, at
Seharusnya yg diwajibkan mempublikasikan itu jangan si mahasiswanya, tetapi
dosen pembimbingnya, si mahasiswa jangan dibebani apa-apa lagi untuk lulus S1,
tapi dosen pembimbing yg harus mempublikasikan tesisnya sebagai co-author,
kalau dia mengajukan jumlah bimbingan sebagai kum utk naik
Setuju pak Kusuma
Kan memang sebetulnya Dosen pemb itu kan Co-author
Salam
Avi
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-Original Message-
From: koeso...@melsa.net.id
Date: Tue, 7 Feb 2012 05:40:44
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Wajib publikasi
MetroTivi memberitakan Seminar ttg Sadahurip saat ini ada
dialog dg Pak Ade Djumarna dari Badan Geologi di Metro Tipi
ISM
___
indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id
Artinya memang tanah yg dibebaskan dan kemudian dibeli saja yg kena Pajak.
Jadi yg didiskusikan panjang lebar dng segala macam kemungkinan, sebenarnya
hanya membayar PBB biasa saja seperti kita membayar PBB pribadi.
Salam, BK
--- On Mon, 2/6/12, noor syarifuddin noorsyarifud...@yahoo.com
Kita bisa mendorong mahasiswa S1 mempublikasikan hasil pekerjaannya tapi itu
setelah dia selesai ujian skripsi tentunya. Iming2nya sederhana: yah lumayan
kan buat nambahin satu baris di cv buat melamar pekerjaan.
Pengalaman saya, kebanyakan yg menulis paper akhirnya mhs yg memang menyukainya
setelah itu ide ada minimum score toefl untuk bisa lulus juga (mungkin ??)
alangkah indahnya juga kalau dikti juga akan 'men-garansi' setelah mahasiswa S1
lulus dengan karya ilmiah + skripsi langsung diterima kerja sesuai bidangnya..
hanya skripsi saja banyak yg nggak selesai, apalagi ditambah
Ikut menyimak...
Salam | Sugeng
-Original Message-
From: lia...@indo.net.id
Date: Tue, 7 Feb 2012 12:46:49
To: iagi-net@iagi.or.id
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] SADAHURIP DARI ATAS SEPEDA
MetroTivi memberitakan Seminar ttg Sadahurip saat ini ada
dialog dg
Cuman dapet buntutnya doang
Ada yg sempat nonton dari awal, apa kira2 kesimpulannya ?
Wass,
nyoto
On Tue, Feb 7, 2012 at 3:01 PM, sugengsoli...@yahoo.com wrote:
Ikut menyimak...
Salam | Sugeng
-Original Message-
From: lia...@indo.net.id
Date: Tue, 7 Feb 2012 12:46:49
Kalau onshore sih masih bisa, lha kalau onshore gimana ?
Fz
--- Pada Sel, 7/2/12, Bambang Kartika bamkart...@yahoo.com menulis:
Dari: Bambang Kartika bamkart...@yahoo.com
Judul: RE: Fw: [iagi-net-l] PBB untuk blok eksplorasi??? was: RE: [iagi-net-l]
FW: Tanya Software
Kepada:
Saya juga punya pemikiran yang sama abah,
kebayang bagaimana merealisasikannya apakah sudah cukup wadahnya..?
Anggap aja IAGI/HAGI dsbnya bisa membantu tapi seberapa banyak jumlahnya
dan yang mereview sekian banyak jurnal yang masuk itu kebayang usahanya
bagaimana...berapa persen yang akan
Yang menjadi objek PBB Migas adalah
1. Tanah Permukaan baik offshore maupun on shore.
2. Tubuh Bumi yang direpleksikan melalui hasil produksi migas
Kalau di onshore masih bisa, lha kalau di offshore gimana ?Apa selama ini tanah
di offshore kena pajak ? ngitungnya gimana ?
fz
---
Mendikbud Larang Pungutan Pengelola Jurnal
Syarat Lulus Sarjana, Wajib Menulis Karya Ilmiah
http://www.jpnn.com/read/2012/02/07/116483/Mendikbud-Larang-Pungutan-Pengelola-Jurnal
Selasa, 07 Februari 2012 , 05:35:00
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Mohammad
Ijin nimbrung dan nambahi tulisan Abah.
Yang perlu dikritisi dengan SK pak Dirjen adalah :
1. Tujuannya utk supaya banyak tulisan orang Indonesia(Mahasiswa sebelum
lulus) di Jurnal atau Di Indonesi harus banyak Jurnal Ilmiah? Sama dengan
pandangan abah, kalau pertanyaan pertama yg dimaksud,
Begitulah Pak Koesoema,
S1 itu banyak beban: beban beasiswa, beban uang pendidikan, beban harus
lepas dari orang tua setelah lulus nanti dan berguna bagi nusa dan bangsa.
S1 itu 4 tahun lo. Otak harus diupgrade dari metode menghafal dan
mempraktikkan hafalan selama 12 tahun ke metode menghafal,
Kalau yg harus mempublikasikannya sang dosen pembimbing, itu sangat
menguntungkan sang dosen sehingga bisa cepet ngumpulin kum, dan banyak dosen
sebelum umur 40 tahun sudah dapat jadi professor! RPK
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-Original Message-
From: Eko Prasetyo
Sekali lagi pak Kusuma setuju, ini mungkin didasari data statistic pak Djoko
saat blio presentasi sarasehan pelepasan dosen Senior UGM bahwa penelitian kita
ini dibanding Philiphine Malaysia apalagi India dan China makin kalah
Shg blio berpikir kenapa S1 kok ga dijadikan aja medan Penulisan
hehehe, mohon maaf klo saya memasuki halaman tetangga terbawa rasa
penasaran saya soalnya pak syaiful. anyway thanks buat sarannya, sapatau
disubject email yang lagi hot - hotnya ini saya bisa dapat pencerahan gitu
ganti..
kalau begitu saya akan buat subject sendiri supaya makin heart gitu...
Saya kurang setuju dengan usulan dosen yang harus menuliskannya.
Tujuan utama keluarnya keputusan tersebut saya pikir untuk menggiatkan
budaya menulis yang sangat minim. Dengan menulis, mahasiswa tersebut
bisa mengartikulasikan apa yang dia mengerti; tidak hanya menyandang
gelar berdasarkan
IAGI Netters,
Menarik sekali memperhatikan setiap kebijakan yg ditetapkan di Republik ini
sejak era reformasi selalu diwarnai pro kontra. Saya melihat keputusan Diknas
ini sangat baik dan perlu kita dukung. Saya ingat dulu sewaktu sekolah di SMA 3
Bandung, menulis makalah ilmiah adlh pra
Kalau syaratnya dirubah, kudu membuat tulisan ilmiah di facebook atau blog
masing-masing kira-kira bakal memberatkan gak ya ...?
--
On Tue, Feb 7, 2012 1:31 PM ICT Hadiyanto Sapardi wrote:
Ijin nimbrung dan nambahi tulisan Abah.
Yang perlu dikritisi dengan SK pak
Saya pikir si mahasiswa kan sudah menuliskannya dalam bentuk tesisnya, sekarang
tinggal diedit saja oleh dosen pembimbingnya supaya fit utk publikasi. Win-win
solution kan? RPK
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-Original Message-
From: F. Hasan Sidi fhs...@gmail.com
Date: Tue, 7 Feb 2012
intinya adalah bagaimana menyiapkan mahasiswa menjadi calon intelektual
yang
giat dalam budaya menulis tetapi tidak membebankan si mahasiswa itu sendiri
dalam hal biaya dan waktu kelulusannya Bapak dan Ibu sekalian. Karena
mahasiswa sudah cukup merasakan perjuangan membuat skripsi dan dalam
Pak Hasan...
Saya juga sepakat dengan meningkatkan intelektual mahasiswa tetapi apabila
malah membuat buruh elite semakin berat dan berkurang saya tidak sepakat
pak. Contoh saja ketika saya kuliah saya ada 50 Angkatan dan tidak semuanya
4 tahun selesai semua tetapi bisa ada yang 6-7 tahun
teman - teman yang budiman,
kalau dibilang tidak ada biaya, boleh juga ditrial, tapi karena pak menteri
tidak menegaskan
apa konsekuensinya apabila ada biaya yang keluar karena hal ini? dan siapa
yang harus
salahkan apabila ada pungutan dari pihak kampus or pemerintah.
jadi sepertinya cocok untuk
Saya sangat setuju dengan ide Pak Koesuma,
Daripada kerjaan dua kali kenapa tidak mempublikasikan tesis/skripsi/TA nya
saja.
Target pemerintah tercapai dan mahasiswa tidak perlu beban tambahan.
Saya pikir si mahasiswa kan sudah menuliskannya dalam bentuk tesisnya,
sekarang tinggal diedit saja
55 matches
Mail list logo