Apa yang mesti diwaspadain jelas tokoh Kartini ini diciptakan Oleh penjajah Belanda Dalam sebuah tulisan ada pendapat bahwa Kartini sengaja dimajukan oleh orang-orang Belanda sebagai tokoh kunci pejuang emansipasi perempuan.tokoh sosialisme, H.H. van Kol, dan penganjur politik etis, C.Th. van Deventer, adalah orang-orang yang berada di belakang layar. Satu lagi tokoh kolonial yang turut berperan adalah Snouck Hurgronje. Banyak disebut, pakar Islam dan penasihat pemerintah Hindia Belanda ini mendorong J.H. Abendanon untuk “memperhatikan” Kartini.
Contohnya saja, pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar dalam tulisannya “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita” di buku Satu Abad Kartini mengemukakan bahwa kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak menciptakan sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya. Intinya, ia menggugat pengkultusan Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Lalu, pada 9 April 2009, sejarawan Persis, Tiar Anwar Bachtiar juga mengungkapkan hal senada. Dalam artikelnya “Mengapa Harus Kartini?” Lalu di manakah posisi tokoh perempuan lainnya saat itu? Ke mana nama-nama seperti Tjoet Tjak Dhien, Dewi Sartika, Christina Marta Tiahahu, Rohana Kudus, RAA Lasminigrat, Malahayati, dan para pejuang perempuan lainnya yang hidup semasa Kartini? Bukankah praktik perjuangan mereka lebih nyata dibandingkan Kartini? Tjoet Tjak Dhien (1848-1908) hingga akhir hayatnya tetap melawan Belanda. Dewi Sartika (1884-1947) berhasil mendirikan sekolah di Bandung dan luar Bandung pada 1910, meski awalnya permohonannya kepada pemerintah ditolak lantaran ayahnya tidak loyal kepada pemerintah. Rohana Kudus (1884-1972) juga mendirikan beberapa sekolah di kampung halamannya, Padang. Ia juga merupakan wartawati pertama di Indonesia. Selain itu, Rohana adalah penentang keras poligami. “Poligami itu harus dilarang. Poligami itu merugikan perempuan!” tulis Rohana di Soenting Melajoe (1912). RAA Lasminingrat (1843-1948) asal Garut merupakan pengarang yang luar biasa. Bukunya pernah dicetak sebanyak 6.015 eksemplar pada 1875. Ia konsentrasi pada kemajuan pendidikan perempuan Sunda. Ia berhasil mendirikan sekolah Keutamaan Istri di ruang gamelan Pendopo Kabupaten Garut pada 1907. Saat Dewi Sartika kesulitan mendapat ijin mendirikan sekolah, Lasminingrat turut mendukung dengan cara membujuk bupati Bandung. Yang miris, RAA Lasminingrat dan Rohana Kudus hingga kini belum diangkat sebagai Pahlawan Nasional, dan perjuangannya nyaris luput dari perhatian publik. Selama ini, umum memahami kalau yang disebut pahlawan adalah mereka yang menentang kekuasaan kolonial. Tapi Kartini pada pemikirannya, tak ada upaya tentang perlawanan itu. Kartini bahkan cendrung toleran terhadap Belanda. Kartini sepertinya cuma berbicara sebatas ruang lingkup Jawa saja, tidak pernah menyinggung suku bangsa lain di Indonesia Pertanyaannya kemudian, apakah tokoh-tokoh ini sengaja ditenggelamkan? Ada dugaan kalau Snouck sengaja mendorong nama Kartini sebagai semacam “tameng” bagi nama-nama tokoh perempuan lain yang lebih progresif pada masa itu. Ia membentuk penokohan Kartini yang seorang muslim dan Jawa sebagai ikon perjuangan perempuan di tanah Hindia Belanda. Ia berusaha menutupi perjuangan perempuan lain yang jelas-jelas antikolonialisme dan menentang pemerintah penjajah. Dengan kata lain, Belanda tak ingin generasi perempuan selanjutnya kenal dan mengagumi tokoh-tokoh perempuan yang lebih intens menentang kolonialisme. Apakah pemerintah kolonial sengaja membatasi pemberitaan tentang perjuangan-perjuangan mereka dulu? Entahlah, tapi jika kita berkaca pada minimnya catatan sejarah tentang mereka, kita patut menduga demikian. Mungkin inilah yang dinamakan: cerita orang-orang “kalah” karena sudah memberontak, kalau tidak mau “kalah”, jangan memberontak. Betul Kartini menyadari. betapa tertinggalnya pendidikan kaum perempuan di negerinya. Ia juga berencana mengikuti Sekolah Guru di Belanda. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya. Tapi, ia mesti menguburnya dalam-dalam keinginannya itu, karena tidak mendapat ijin dari ayahnya. Ada yang unik setelah Kartini gagal pergi ke Belanda. Beasiswa yang didapatnya ini lalu ia alihkan kepada Agus Salim, tokoh pergerakan nasional asal Sumatra Barat. Kartini tahu, Agus Salim yang usianya lebih muda 5 tahun di bawah dia, merupakan pemuda yang cerdas. Pada 1903, Agus Salim lulus dari HBS (Hogere Burgerschool) dalam usia 19 tahun sebagai lulusan terbaik di tiga kota, Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Dengan prestasi ini, Agus Salim berharap pemerintah mengabulkan permintaan beasiswanya untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Tapi permintaan itu ditolak. Saat Pemerintah Belanda menyetujui maksud Kartini, Agus Salim justru menolaknya. Ia beranggapan bahwa pemberian beasiswa tersebut atas dasar “rasa kasihan”, bukan kecerdasannya. Agus Salim juga tersinggung dengan pemerintah kolonial yang diskriminatif. Sedangkan sahabat nya Rosa Manuela Abendanon-Mandri. Ia merupakan istri dari J.H. Abendanon, seorang pejabat Belanda yang dikirim ke Hindia Belanda untuk menjalankan kebijakan politik etis. J.H. Abendanon dalam perjalanan karirnya diangkat menjadi menjadi Direktur Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda. Dengan Rosa Abendanon inilah Kartini aktif mencurahkan isi hatinya lewat surat. Keluarga Abendanon sendiri tinggal di Batavia. Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar nasional untuk memaknai perjuangannya dalam melepaskan belenggu kaum perempuan, seperti pendidikan dan persamaan hak, menimbulkan pertanyaan tentang mengapa hanya Kartini yang dipilih sebagai tokoh sentral. Hal ini bisa sedikit terungkap jika kita lihat asal muasalnya. Nama Kartini sendiri muncul setelah J.H. Abendanon mengumpulkan surat-suratnya, dan dibukukan dengan judul Door Duisternis tot Licht (Dari Kegelapan Menuju Cahaya). Buku yang mengalami enam kali cetak ini diterbitkan pada 1911 atau tujuh tahun setelah Kartini wafat. Sebelum J.H. Abendanon menerbitkan buku ini, namanya hampir tidak dikenal oleh orang-orang Indonesia di luar lingkungan Kartini sendiri. Dalam bahasa Inggris, surat-surat Kartini diterjemahkan oleh Agnes L Symmers, dengan judul Letters of a Javanese Princess. Pada 1922, edisi bahasa Melayunya terbit dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane, tokoh Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemahnya. Selain itu, surat-surat Kartini juga diterjemahkan dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Arab. Tepat dua tahun setelah penerbitan Door Duisternis tot Licht, dibangun sejumlah sekolah di Jawa Tengah atas inisiatif pengumpulan dana oleh sahabatnya, Hilda de Booy-Boissevain. Setahun kemudian, 27 Juni 1913, berdiri Komite Kartini Fonds yang dipimpin tokoh pemrakarsa politik etis, C.Th. van Deventer. Lalu yayasan ini berhasil mendirikan Sekolah Kartini di berbagai kota, seperti Surabaya, Yogyakarta Malang Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya. Besarnya perhatian terhadap Kartini, disebabkan karena orang-orang Belanda ini kagum dengan pemikiran-pemikiran Kartini, yang mereka sebut, melampaui jamannya. Dari beberapa informasi, kita dapat menyimpulkan empat kontroversi mengenai sosok Kartini yang menjadikannya “lemah”. Pertama, ada dugaan bahwa pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya terlebih dahulu direkayasa J.H. Abendanon. Beberapa kalangan meragukan, karena hingga saat ini naskah asli surat-surat Kartini tidak diketahui keberadaannya. Kita hanya disuguhkan naskah surat yang sudah dalam bentuk buku. Tidak ada koreksi lagi terhadap naskah aslinya. Beberapa yang lainnya bertanya, bagaimana mungkin seorang gadis usia belasan dapat menulis kalimat seindah surat-surat itu? Mungkinkah J.H. Abendanon memanfaatkan surat-surat Kartini demi kepentingan politik etis yang sedang gencar dikampanyekan pada masa itu? Mengingat ia adalah salah seorang pejabat yang ditugaskan Belanda untuk menjalankan politik etis dan kedudukannya sebagai Direktur Kebudayaan, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda. Kedua, Kartini tidak secara teguh berdiri pada pendiriannya. Ia dianggap kurang konsisten memperjuangkan pemikirannya pada nasib perempuan Jawa. Di surat-suratnya, ia mengkritik, mengeluhkan, dan menggugat tradisi Jawa dan Islam yang banyak mengekang perempuan, seperti dilarang sekolah tinggi, dipingit, dan dipoligami. Namun, kenyataannya berbanding terbalik dengan pemikirannya. Nyatanya ia menerima dinikahkan dengan seorang bupati Rembang yang sudah memiliki tiga orang istri. Perubahan sikapnya terhadap pernikahan juga terjadi setelah pernikahan ini. Ia terkesan menjadi “lembek”. Kartini menganggap, pernikahan akan membawa keuntungan dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi perempuan pribumi. Ketiga, tidak ada bukti yang menegaskan perlawanan Kartini terhadap penjajah Belanda. Pemerintah Indonesia sendiri akhirnya menetapkan hari lahir Kartini, 21 April, sebagai hari besar nasional dengan nama Hari Kartini melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964 tertanggal 2 Mei 1964. Pada tanggal tersebut, Kartini juga ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Saya curiga, jangan-jangan penetapan Hari Kartini ini lahir dari ide pribadi Soekarno dalam membangkitkan spirit kaum perempuan untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan yang sedang gencar-gencarnya di tahun 1960-an. Kemungkinan besar Soekarno memilih Kartini karena pemikiran-pemikirannya lebih terdokumentasi dibandingkan dengan tokoh perempuan lain. Dan, ini bersinggungan lagi pada usaha orang-orang Belanda memunculkan Kartini lewat buku kumpulan surat-suratnya, Door Duisternis tot Licht. Penetapan Hari Kartini cenderung mengkultuskan Kartini sebagai seorang pejuang perempuan. Padahal, masih banyak sosok perempuan lain yang lebih dari Kartini. Tulisan ini bukan ditujukan untuk menggugat sosok Kartini sebagai seorang Pahlawan Nasional. Tapi lebih kepada wacana kritis untuk mengangkat sejarah yang sedikit “terselubung”. Terlepas dari semua itu, kita mesti mengakui jasa-jasa Kartini sebagai seorang pejuang perempuan. Namun, jika kita berkaca pada perjalanan sejarahnya, kita juga perlu untuk mempertanyakan satu hal: jangan-jangan Kartini memang bagian dari proyek kolonial? Bisa jadi begitu! (Disadur bebas dari beberapa sumber) ________________________________ From: muskitawati <muskitaw...@yahoo.com> To: proletar@yahoogroups.com Sent: Sunday, April 22, 2012 2:07 PM Subject: [proletar] Waspada, Islam Memalsukan Ajaran RA Kartini !!! Waspada, Islam Memalsukan Ajaran RA Kartini !!! Cita2 Kartini bertentangan dan berlawanan dengan tujuan ajaran Islam dalam memaksakan tegaknya Syariah Islam !!! Satu point penting yang tidak bisa dipalsukan adalah tujuan dan cita2 RA Kartini adalah membebaskan wanita bangsanya dari tradisi agama Islam yang menjajah dan mendiskriminasi wanita. Begitu besarnya pengaruh ajaran RA Kartini terhadap bangsa ini telah mendorong kelompok2 Islam merasa perlu dan penting untuk menambah, merubah, dan memalsu ajaran RA Kartini ini agar bisa disejalankan dengan ajaran agama Islam. Kalo anda baca tulisan ibu kita Kartini dalam bukunya habis gelap terbitlah terang, beliau menyatakan pemikirannya yang begitu gemilang sehingga dinobatkan oleh Bung Karno sebagai teladan wanita Indonesia, sebagai pahlawan wanita bangsa Indonesia, sebagai pahlawan yang membebaskan wanita Indonesia dari penjara diskriminasi wanita Islam untuk meraih hak kesetaraan gender bagi semua wanita di Indonesia: --------------------------- http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/21/m2tzam-perjalanan-spiritual-seorang-ra-kartini Kartini berkata: Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella? RA Kartini melanjutkan curhat-nya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny Abendanon. Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya. --------------------------- Kesimpulan pemikiran Kartini sangat jelas, bahwa janganlah kita melakukan hal2 yang sama sekali tidak ada manfaatnya, buang2 waktu baca alQuran hanyalah sia2, biarpun pandai menghafal alQuran ternyata tidak berguna untuk bisa mendapat lapangan kerja, tidak berguna untuk bisa membuat mobil, membuat pesawat terbang. Kartini menunjuk kesetaraan gender berarti wanita dan laki2 bebas memilih lapangan kerja yang dirasa mampu bersaing baik terhadap laki2 maupun sesama wanita. Lebih lanjut bisa dijelaskan, bahwa bagi Kartini lebih baik menjadi orang yang baik daripada menjadi orang beragama, daripada menjadi muslimin yang mengerti ajaran dan arti AlQuran dengan kewajibannya untuk berjihad membantai sesama muslimin, sesama bangsanya, dan membantai mereka yang menolak menyembah Allah. Jadi koran Republika yang berdakwah untuk Islamisasi menambahkan dan memalsukan isi pemikiran ibu kita Kartini yang dikatakannya bahwa menjelang sebelum ajalnya menjemput beliau diberitahukan arti dari isi AlQuran sehingga kemudian beliau berbalik menjadi tertarik kepada Islam dan mencemohkan teman2nya di Eropah. http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/12/04/22/m2tq3f-inilah-hakikat-sebenarnya-dari-emansipasi-kartini Jelas apa yang ditambahkan dan dipalsukan oleh Republika se-mata2 untuk memoles pemikiran Kartini menjadi se-olah2 pemikiran Islam, bahkan koran Republika menyatakan judul buku yang ditulis Kartini: "Habis Gelap Terbitlah Terang" berasal dari AlQuran Ayat 257 Surat Al Baqarah: "minadz-dzulumati ilannur" dalam Ayat Alquran, kata ini hakikatnya bermakna "dari gelap menuju cahaya". Jadi penambahan, pemalsuan dan pemutar balikkan ajaran RA Kartini telah dilakukan kelompok2 Islam di Indonesia dengan tujuan kembali memenjarakan wanita atau perempuan Indonesia kedalam masa lalu kebiadaban dizaman nabi Muhammad !!! Saya mohon para pembaca mewaspadai pemalsuan yang dilakukan kelompok2 Islam di Indonesia ini yang telah menodai ajaran mulia cita2 ibu kita Kartini dalam membebaskan wanita bangsanya. Ny. Muslim binti Muskitawati. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/