[GELORA45] COVID-19 Crisis In Indonesia: How Will The Poor Recover? | Insight | Poverty In Asia

2020-11-04 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
*https://www.youtube.com/watch?v=HirsHt-PLCA
*


[GELORA45] Covid/19

2020-10-28 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
*https://www.youtube.com/watch?v=ZEi7118YyOA
*


Re: [GELORA45] Covid-19 detection via x-ray -powered-imaging.

2020-06-25 Terurut Topik 'B.H. Jo' b...@yahoo.com [GELORA45]
 Bung Djie,
Coronavirus bisa di-diagnose dgn membikin "sample" dgn "swab" dari belakang 
mulut atau belakang hidung. Atau bisa dari sample dari mengambil darah (kalau 
ada antibody thd virus ini). (Maaf, saya banyak tidak mengetahui istilah medik 
dlm bhs Indonesia dan juga hampir semua kata/istilah2 ilmiah tidak berasal dari 
Indonesia. Bhs Indonesia tidak akan bertahan lama kecuali kalau kata asing 
di-Indonesia-kan supaya bisa hidup).
Covid-19 bisa juga di-diagnose dgn membuat chest-xray atau chest CT scan lebih 
cepat daripada yg disebut sebelumnya. Namun chest xray lebih susah membuatnya 
dan lebih mahal sebab perlu alat-nya.  Chest CT scan tentunya lebih akurat drpd 
chest xray tetapi lebih mahal dan juga lebih memakan waktu.. Selain itu, 
setelah setiap pembuatan x-ray dan CT scan, alat2 dan ruangan harus di 
sterilisasi. Selain itu, perlu ahli radiologi/radiologist. Dan radiologist akan 
memerlukan pengalaman utk men-diagnose Covid-19 yg baru ini. Tentunya dgn wabah 
ini dimana bisa ratusan sampai ribuan "suspected cases" di kota/daerah 
tertentu, tidak akan cukup jumlah radiologist. Utk mengatasi masalah ini ===>
Thirona and Delft Imaging launched CAD4COVID, a new artificial intelligence 
tool that analyzes X-ray images and is intended to support healthcare 
specialists manage COVID-19 cases. The companies have made the tool available 
free-of-charge in support of the crisis. Thirona and Delft Imaging are 
partnering with several hospitals and academic institutes worldwide to validate 
CAD4COVID.
Company Thirona dan Delft Imaging telah membuat software yg bisa men-diagnose 
Covid-19 (artificial intelligence) dari chest xray dan CT scan yg akan membantu 
radiologist. Dua company tsb diatas akan memberikan software ini dgn cuma2 kpd 
hospital2 dan radiologist offices.
Regards and stay safe,BH Jo

 On Thursday, June 25, 2020, 10:42:19 AM MDT, kh djie dji...@gmail.com 
[GELORA45]  wrote:  
 
     

Bung Jo,Harap bung berikan pendapat tentang alat2 ini 
:https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.05.01.20088211v2 
https://technology.informa..com/623370/combatting-covid-19-via-x-ray-powered-imaginghttps://www.delft.care/cad4covid/
    lalu ditulis its use will be free-of-charge, apa artinya ?Sebelumnya 
terimakasih, salam,KH 
  

Re: [GELORA45] Covid-19 detection via x-ray -powered-imaging.

2020-06-25 Terurut Topik kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
Bung Jo,
Terima kasih untuk penjelasannya.
Hebat, beri softwarenya cuma-cuma.
Salam,
KH

Op vr 26 jun. 2020 om 07:07 schreef B.H. Jo :

> Bung Djie,
>
> Coronavirus bisa di-diagnose dgn membikin "sample" dgn "swab" dari
> belakang mulut atau belakang hidung. Atau bisa dari sample dari mengambil
> darah (kalau ada antibody thd virus ini). (Maaf, saya banyak tidak
> mengetahui istilah medik dlm bhs Indonesia dan juga hampir semua
> kata/istilah2 ilmiah tidak berasal dari Indonesia. Bhs Indonesia tidak akan
> bertahan lama kecuali kalau kata asing di-Indonesia-kan supaya bisa hidup).
>
> Covid-19 bisa juga di-diagnose dgn membuat chest-xray atau chest CT scan
> lebih cepat daripada yg disebut sebelumnya. Namun chest xray lebih susah
> membuatnya dan lebih mahal sebab perlu alat-nya.  Chest CT scan tentunya
> lebih akurat drpd chest xray tetapi lebih mahal dan juga lebih memakan
> waktu. Selain itu, setelah setiap pembuatan x-ray dan CT scan, alat2 dan
> ruangan harus di sterilisasi. Selain itu, perlu ahli radiologi/radiologist.
> Dan radiologist akan memerlukan pengalaman utk men-diagnose Covid-19 yg
> baru ini. Tentunya dgn wabah ini dimana bisa ratusan sampai ribuan
> "suspected cases" di kota/daerah tertentu, tidak akan cukup jumlah
> radiologist. Utk mengatasi masalah ini ===>
>
> Thirona and Delft Imaging launched CAD4COVID, a new artificial
> intelligence tool that analyzes X-ray images and is intended to support
> healthcare specialists manage COVID-19 cases. The companies have made the
> tool available free-of-charge in support of the crisis. Thirona and Delft
> Imaging are partnering with several hospitals and academic institutes
> worldwide to validate CAD4COVID.
>
> Company Thirona dan Delft Imaging telah membuat software yg bisa
> men-diagnose Covid-19 (artificial intelligence) dari chest xray dan CT scan
> yg akan membantu radiologist. Dua company tsb diatas akan memberikan
> software ini dgn cuma2 kpd hospital2 dan radiologist offices.
>
> Regards and stay safe,
> BH Jo
>
>
> On Thursday, June 25, 2020, 10:42:19 AM MDT, kh djie dji...@gmail.com
> [GELORA45]  wrote:
>
>
>
>
> Bung Jo,
> Harap bung berikan pendapat tentang alat2 ini :
> https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.05.01.20088211v2
>
> https://technology.informa..com/623370/combatting-covid-19-via-x-ray-powered-imaging
> 
> https://www.delft.care/cad4covid/lalu ditulis its use will be
> free-of-charge, apa artinya ?
> Sebelumnya terimakasih, salam,
> KH
> 
>


[GELORA45] Covid-19 detection via x-ray -powered-imaging.

2020-06-25 Terurut Topik kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
Bung Jo,
Harap bung berikan pendapat tentang alat2 ini :
https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.05.01.20088211v2
https://technology.informa.com/623370/combatting-covid-19-via-x-ray-powered-imaging
https://www.delft.care/cad4covid/lalu ditulis its use will be
free-of-charge, apa artinya ?
Sebelumnya terimakasih, salam,
KH


[GELORA45] COVID-19

2020-05-16 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
https://www.youtube.com/watch?v=VSQnOS7t4Gg


[GELORA45] Covid-19 is telling us to be a citizen of our country – and our world

2020-04-29 Terurut Topik Hsin Hui Lin ehh...@gmail.com [GELORA45]
Look what I shared: Coronavirus is telling us to be a citizen of our
country – and our world | South China Morning Post @MIUI|
https://www.scmp.com/week-asia/opinion/article/3082210/coronavirus-telling-us-be-citizen-our-country-and-our-world?utm_medium=email_source=mailchimp_campaign=enlz-OpinionDaily_content=20200430=cd660fab2f=d3621d9c43=3775521f5f542047246d9c827=4


[GELORA45] Covid-19 ini Panggung Politik

2020-04-29 Terurut Topik 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]


-- 
j.gedearka 


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1814-covid-19-ini-panggung-politik



Rabu 29 April 2020, 05:30 WIB

Covid-19 ini Panggung Politik

Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group | Editorial
 
Covid-19 ini Panggung Politik

MI/Tiyok
Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group.

DUNIA ini panggung sandiwara, kata penyanyi Achmad Albar dalam satu lagunya. 
Covid-19 ini panggung politik, kata banyak orang dalam berbagai perbincangan.

Bila dalam panggung sandiwara di dunia pemerannya seluruh manusia, dalam 
panggung sandiwara politik covid-19 di Indonesia aktornya para kepala daerah. 
Jika dalam panggung sandiwara sungguhan pemeran utama cuma dua orang, dalam 
panggung politik covid-19 semua kepala daerah berlomba menjadi pemeran utama.

Serupa panggung festival film atau panggung pencarian bakat, ada penilaian atas 
peran yang dimainkan para kepala daerah di panggung politik covid-19 ini. 
Lembaga survei tampil sebagai tim juri. Tampilnya lembaga survei sebagai tim 
juri makin mengukuhkan covid-19 tak lain dan tak bukan panggung politik menuju 
pemilihan umum.

Lembaga survei Median menyebut Gubernur DKI Anies Baswedan paling cepat 
menangani pandemi covid-19. Penjurian versi Median menempatkan Anies sebagai 
pemeran utama terbaik dalam panggung politik covid-19.

Lembaga survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) menempatkan Gubernur Jawa 
Tengah Ganjar Pranowo sebagai yang paling responsif menanggulangi covid-19. 
Penjurian versi SMRC menobatkan Ganjar sebagai pemeran utama terbaik dalam 
panggung politik covid-19.

Banyak yang menilai menjadikan penanganan pandemi covid-19 sebagai panggung 
politik sangat tak elok, tak beretika. Elok atau tak elok sebetulnya bisa 
dilihat dari teori peran, apakah perannya wajar atau berpura-pura. Dalam 
panggung sandiwara, “Ada peran wajar, ada peran berpura-pura,” kata Achmad 
Albar dalam lagunya tadi.

Untuk menilai apakah peran yang dimainkan para kepala daerah dalam panggung 
politik covid-19 wajar atau berpura-pura, kita bisa menggunakan teori 
Dramaturgi yang diajukan Erving Goffman. Goffman memperkenalkan istilah 
panggung depan dan panggung belakang. Panggung belakang biasanya tempat 
memainkan peran wajar, sedangkan panggung depan peran berpura-pura.

Dalam panggung politik bencana, panggung belakang ialah panggung penanggulangan 
bencana sebelum pandemi covid-19; sedangkan panggung depan ialah panggung 
penanggulangan pandemi covid-19.

Bila seorang kepala daerah serius menanggulangi bencana sebelum pandemi 
covid-19, lalu dia serius pula menanggulangi covid-19, sang kepala daerah 
memainkan peran wajar. Namun, bila kepala daerah asal-asalan menangani bencana 
sebelum covid-19, tetapi kelihatan serius menangani pandemi covid-19, patut 
diduga sang kepala daerah memainkan peran berpura-pura.

Bila, misalnya, seorang kepala daerah terkesan santai menanggulangi bencana 
banjir, tetapi tergopoh-gopoh ketika menangani pandemi covid-19, patut diduga 
sang kepala daerah memainkan peran berpura-pura di panggung politik covid-19.

Bupati yang menempeli botol hand sanitizer bantuan Kementerian Sosial dengan 
fotonya supaya pura-puranya itu bantuan dari dirinya, sang bupati jelas 
memainkan peran berpura-pura.

Yang memainkan peran wajar, bukan peran berpura-pura, dalam panggung 
penanggulangan covid-19 pastinya Kepala Gugus Tugas Penangulangan Covid-19 
Letjen Doni Monardo. Sebagai kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Doni 
pasti serius menangani bencana-bencana lain sebelum atau selain pandemic 
covid-19. Peran wajar yang dimainkan Doni menunjukkan dia tidak sedang 
menjadikan penanggulangan covid-19 sebagai panggung sandiwara politik.

Senin (27/4), tak serupa biasanya, Doni Monardo mengenakan seragam militer 
dalam satu rapat. Ini simbol bahwa dialah pemeran utama yang berperan 
sungguh-sungguh, bukan pura-pura berperan, dalam panggung penanggulangan 
covid-19. Ini sekaligus peringatan kepada siapapun untuk tidak menjadikan 
penanggulangan covid-19 sebagai panggung sandiwara politik demi meraih 
keuntungan politik.
 








[GELORA45] COVID-19 in China, South Korea, Japan and Taiwan

2020-04-26 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
https://www.youtube.com/watch?v=_wox36bFDqE


[GELORA45] COVID-19 Is Hitting Our Nation's Prisons and Jails Hard

2020-04-24 Terurut Topik Hsin Hui Lin ehh...@gmail.com [GELORA45]
Look what I shared: Coronavirus Exposed a Pre-Existing Crisis in Prisons,
Jails | Time @MIUI|
https://time.com/5825388/coronavirus-prisons-jails/?utm_source=newsletter_medium=email_campaign=the-brief-pm_content=20200424=newsletter-brief


Re: [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

2020-04-19 Terurut Topik ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
Dilijat dari sudut Kesehatan dan Pendidikan bagi seluruh warga nya, Kuba 
yang selama ini diblokade AS tetap berkemampuan memberikan layanan 
Kesehatan dan Pendidikan GRATIS bagi warganya, tentu PATUT diacungi 
jempol!!


Namun TETAP ada satu masalah yang tidak dapat dipungkiri, Kuba sampai 
sekarang BELUM BERHASIL meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi 
makmur! Mengapa? Karena belum melahirkan seorang pemimpin seperti Mao 
dan Deng yang mampu membawa rakyat Kuba BERDIKARI! Pada saat berhasil 
mendapatkan tunjangan/bantuan dari Sovyet, tidak digunakan 
sebaik-baiknya untuk membangun dasar ekonomi dengan industri yang baik. 
Begitu Sovyet ambruk dan tidak lagi bisa menunjang, seaat sempat 
kelimpungan juga, ... Entah sekarang sudah muncul belum tokoh-tokoh yang 
mendapatkan pendidikan GRATIS selama 70-an tahun itu bisa tampil membawa 
rakyat Kuba lebih makmur, ...! Kalau saja Singapora yang jauh lebih 
kecil dan jelek kondisinya bisa, kenapa Kuba tidak, ...? Tentu ada 
masalaqh disitu yang perlu dikoreksi???!!!




Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45] 於 2020/4/20 上午 12:39 
寫道:


Masalah pokoknya tidak terletak pada kemampuan, tapi political will 
dan sifat pemerintahnya dengan seluruh pejabat-pejabatnya yang kaya 
raya!!! Kuba yang diblokade terus, kok mampu memberi layanan kesehatan 
gratis, Pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas gratis!!!


Sent from Mail <https://go.microsoft.com/fwlink/?LinkId=550986> for 
Windows 10


*From: *'B.H. Jo' b...@yahoo.com [GELORA45] 
<mailto:GELORA45@yahoogroups.com>

*Sent: *Saturday, 18 April 2020 23:43
*To: *GELORA_In <mailto:gelora45@yahoogroups.com>; 
GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>

*Subject: *Re: [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

Kenyataan yg sangat memprihatinkan di Indonesia, yg tentunya bukan 
kesalahan dari Pemerintah sekarang saja tetapi juga dari Pemerintah2 
dgn rakyat sebelumnya yg tidak mampu membuat logistik kesehatan yg 
lumayan.


On Saturday, April 18, 2020, 01:29:42 AM PDT, ChanCT 
sa...@netvigator.com [GELORA45]  wrote:




 轉寄郵件----

*主旨**: *

        

[GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

*日期**: *



Fri, 17 Apr 2020 18:56:10 +0200

*從**: *



'j.gedearka' j.gedea...@upcmail..nl <mailto:j.gedea...@upcmail.nl> 
[GELORA45]  <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>


*回函地址**: *



GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>, j.gedearka 
 <mailto:j.gedea...@upcmail.nl>


*到**: *



GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>, Sahala 
Silalahi  <mailto:silalahi2...@yahoo.de>, 
djalisne...@gmail.com <mailto:djalisne...@gmail.com>






--
j.gedearka  <mailto:j.gedea...@upcmail.nl>

https://news.detik..com/kolom/d-4980851/covid-19-refleksi-seorang-dokter?tag_from=wp_cb_kolom_list 
<https://news.detik.com/kolom/d-4980851/covid-19-refleksi-seorang-dokter?tag_from=wp_cb_kolom_list>


Kolom

*Covid-19: Refleksi Seorang Dokter*

Gabriele Kembuan - detikNews
Jumat, 17 Apr 2020 15:30 WIB


Ilustrasi Corona
Jakarta -

Pandemi Covid-19 di Indonesia tidak hanya berdampak pada 4500 orang 
yang terkonfirmasi positif di Indonesia, tapi lebih dari 200 juta 
orang harus merasakan dampak dari terganggunya aktivitas dan mata 
pencaharian. Kita bahkan belum dapat memperkirakan apakah ekonomi 
Indonesia nantinya dapat pulih dari terjun bebas yang dialami selama 
pandemi ini.


Terjungkir baliknya seluruh aspek kehidupan manusia tidak hanya 
terjadi di Indonesia; lebih dari seperempat populasi dunia saat ini 
tengah mengalami lockdown. Yang menyakitkan untuk didengar, 
sebenarnya, pandemi ini tidak harus mencapai skala sebesar ini. Ini 
mengharuskan kita menelaah kembali mengapa seluruh sistem dan 
institusi kita dapat membiarkan pandemi ini terjadi dan meluas hingga 
seperti keadaannya sekarang.


Sebagai seorang tenaga medis, saya menyaksikan sendiri betapa 
runyamnya keadaan di lapangan. Minimnya APD dan fasilitas, kacaunya 
alur rujukan, sulitnya melakukan pengecekan, ditambah ketakutan karena 
banyaknya korban dokter yang berpulang karena pandemi ini.


Rasanya belum terlalu lama sejak saya pertama kali membaca berita 
tentang pneumonia misterius di Wuhan, sambil bersantai menyantap makan 
siang dengan sahabat-sahabat saya. Dari kamar hotel yang saya tempati 
untuk mengarantina diri saat ini, dengan seluruh rencana pribadi saya 
yang seketika berubah seratus delapan puluh derajat, ingatan itu 
terasa seperti sebuah mimpi.


Dalam beberapa minggu, berbagai penggalangan dana baik oleh kalangan 
medis maupun non-medis berhasil mengumpulkan nominal yang amat besar, 
berkat dukungan penuh dari masyarakat. Namun masalah lain kembali 
muncul; suplai alat kesehatan yang amat sukar dicari, atau dijual 
dengan harga selangit. Beberapa APD yang esensial terpaksa kami buat 
dan modifikasi sendiri, menyuplai hasil "kerajinan" tangan kami ke 
berbagai rumah sa

RE: [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

2020-04-19 Terurut Topik Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45]
Masalah pokoknya tidak terletak pada kemampuan, tapi political will dan sifat 
pemerintahnya dengan seluruh pejabat-pejabatnya yang kaya raya!!! Kuba yang 
diblokade terus, kok mampu memberi layanan kesehatan gratis, Pendidikan dari 
sekolah dasar sampai universitas gratis!!!

Sent from Mail for Windows 10

From: 'B.H. Jo' b...@yahoo.com [GELORA45]
Sent: Saturday, 18 April 2020 23:43
To: GELORA_In; GELORA45@yahoogroups.com
Subject: Re: [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

  
Kenyataan yg sangat memprihatinkan di Indonesia, yg tentunya bukan kesalahan 
dari Pemerintah sekarang saja tetapi juga dari Pemerintah2 dgn rakyat 
sebelumnya yg tidak mampu membuat logistik kesehatan yg lumayan. 

On Saturday, April 18, 2020, 01:29:42 AM PDT, ChanCT sa...@netvigator.com 
[GELORA45]  wrote: 


  



 轉寄郵件  
主旨: 
[GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter
日期: 
Fri, 17 Apr 2020 18:56:10 +0200
從: 
'j.gedearka' j.gedea...@upcmail..nl [GELORA45] 
回函地址: 
GELORA45@yahoogroups.com, j.gedearka 
到: 
GELORA45@yahoogroups.com, Sahala Silalahi , 
djalisne...@gmail.com

  


-- 
j.gedearka 

https://news.detik..com/kolom/d-4980851/covid-19-refleksi-seorang-dokter?tag_from=wp_cb_kolom_list

Kolom

Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

Gabriele Kembuan - detikNews
Jumat, 17 Apr 2020 15:30 WIB

Ilustrasi Corona
Jakarta -

Pandemi Covid-19 di Indonesia tidak hanya berdampak pada 4500 orang yang 
terkonfirmasi positif di Indonesia, tapi lebih dari 200 juta orang harus 
merasakan dampak dari terganggunya aktivitas dan mata pencaharian. Kita bahkan 
belum dapat memperkirakan apakah ekonomi Indonesia nantinya dapat pulih dari 
terjun bebas yang dialami selama pandemi ini.

Terjungkir baliknya seluruh aspek kehidupan manusia tidak hanya terjadi di 
Indonesia; lebih dari seperempat populasi dunia saat ini tengah mengalami 
lockdown. Yang menyakitkan untuk didengar, sebenarnya, pandemi ini tidak harus 
mencapai skala sebesar ini. Ini mengharuskan kita menelaah kembali mengapa 
seluruh sistem dan institusi kita dapat membiarkan pandemi ini terjadi dan 
meluas hingga seperti keadaannya sekarang.

Sebagai seorang tenaga medis, saya menyaksikan sendiri betapa runyamnya keadaan 
di lapangan. Minimnya APD dan fasilitas, kacaunya alur rujukan, sulitnya 
melakukan pengecekan, ditambah ketakutan karena banyaknya korban dokter yang 
berpulang karena pandemi ini.

Rasanya belum terlalu lama sejak saya pertama kali membaca berita tentang 
pneumonia misterius di Wuhan, sambil bersantai menyantap makan siang dengan 
sahabat-sahabat saya. Dari kamar hotel yang saya tempati untuk mengarantina 
diri saat ini, dengan seluruh rencana pribadi saya yang seketika berubah 
seratus delapan puluh derajat, ingatan itu terasa seperti sebuah mimpi.

Dalam beberapa minggu, berbagai penggalangan dana baik oleh kalangan medis 
maupun non-medis berhasil mengumpulkan nominal yang amat besar, berkat dukungan 
penuh dari masyarakat. Namun masalah lain kembali muncul; suplai alat kesehatan 
yang amat sukar dicari, atau dijual dengan harga selangit. Beberapa APD yang 
esensial terpaksa kami buat dan modifikasi sendiri, menyuplai hasil "kerajinan" 
tangan kami ke berbagai rumah sakit atas inisiatif lembaga-lembaga organisasi 
dan non-profit.

Minimnya persediaan APD lain di fasilitas kesehatan mengharuskan kami untuk 
membelinya di pasaran menggunakan uang kami sendiri, terutama untuk masker N95 
yang amat penting dalam pekerjaan kami, dan saat ini rasanya lebih berharga 
dari emas --harganya pun kurang lebih mirip dengan emas.

Memusingkan APD sesungguhnya tidak termasuk pekerjaan seorang dokter. Sementara 
itu, saat salah satu penggalang dana menegosiasi harga dengan seorang suplier 
dan menjelaskan tujuan untuk donasi, responsnya hanya, "Tidak usah menawar 
kalau tidak punya duit!" Benar-benar miris.

Selama kuliah kedokteran, saya tidak pernah menyangka akan begitu sulit untuk 
mendapatkan masker biasa dan handrub, alat-alat kesehatan yang amat dasar. 
Makassar, tempat saya bekerja, bukan sebuah kota terpencil melainkan pusat 
rujukan untuk seluruh Indonesia timur. Saat ini banyak rujukan-rujukan tersebut 
yang terpaksa tidak kebagian sarana dan fasilitas karena keadaan darurat ini.

Di luar dunia medis, perbatasan-perbatasan negara tertutup dan krisis makanan 
sudah --atau minimal akan segera-- terjadi. Pengemudi ojek online memohon saya 
untuk tidak membatalkan pesanan saat makanan yang saya pesan tidak tersedia, 
karena sepinya pelanggan. Masih banyak pekerjaan lain tidak bisa dilakukan dari 
rumah; pekerjaan yang mungkin adalah mata pencaharian dari hari ke hari.

Staying at home is a privilege, sesuatu yang baru saya sadari kebenarannya. 
Tidak semua orang di negara ini "mampu" untuk mengarantina diri di rumah.

Memang amat banyak polemik, kontradiksi, dan kompleksitas yang perlu dinavigasi 
dalam menghadapi pandemi ini. Namun, seluruh hal ini seharusnya tidak pernah 
terjadi.

Akar Pandemi

Akar dari pandemi Covid-1

Re: [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

2020-04-18 Terurut Topik 'B.H. Jo' b...@yahoo.com [GELORA45]
 Kenyataan yg sangat memprihatinkan di Indonesia, yg tentunya bukan kesalahan 
dari Pemerintah sekarang saja tetapi juga dari Pemerintah2 dgn rakyat 
sebelumnya yg tidak mampu membuat logistik kesehatan yg lumayan. 
On Saturday, April 18, 2020, 01:29:42 AM PDT, ChanCT sa...@netvigator.com 
[GELORA45]  wrote:  
 
     
 


 
 
 
  轉寄郵件  
| 主旨:  | [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter |
| 日期:  | Fri, 17 Apr 2020 18:56:10 +0200 |
| 從:  | 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] 
 |
| 回函地址:  | GELORA45@yahoogroups.com, j.gedearka  |
| 到:  | GELORA45@yahoogroups.com, Sahala Silalahi , 
djalisne...@gmail.com |

 
 
    

 
 -- 
 j.gedearka 
 
https://news.detik.com/kolom/d-4980851/covid-19-refleksi-seorang-dokter?tag_from=wp_cb_kolom_list
 
 Kolom
 
 Covid-19: Refleksi Seorang Dokter
 
 Gabriele Kembuan - detikNews
 Jumat, 17 Apr 2020 15:30 WIB
 
 

 Ilustrasi Corona
 Jakarta -
 
 Pandemi Covid-19 di Indonesia tidak hanya berdampak pada 4500 orang yang 
terkonfirmasi positif di Indonesia, tapi lebih dari 200 juta orang harus 
merasakan dampak dari terganggunya aktivitas dan mata pencaharian. Kita bahkan 
belum dapat memperkirakan apakah ekonomi Indonesia nantinya dapat pulih dari 
terjun bebas yang dialami selama pandemi ini.
 
 Terjungkir baliknya seluruh aspek kehidupan manusia tidak hanya terjadi di 
Indonesia; lebih dari seperempat populasi dunia saat ini tengah mengalami 
lockdown. Yang menyakitkan untuk didengar, sebenarnya, pandemi ini tidak harus 
mencapai skala sebesar ini. Ini mengharuskan kita menelaah kembali mengapa 
seluruh sistem dan institusi kita dapat membiarkan pandemi ini terjadi dan 
meluas hingga seperti keadaannya sekarang.
 
 Sebagai seorang tenaga medis, saya menyaksikan sendiri betapa runyamnya 
keadaan di lapangan. Minimnya APD dan fasilitas, kacaunya alur rujukan, 
sulitnya melakukan pengecekan, ditambah ketakutan karena banyaknya korban 
dokter yang berpulang karena pandemi ini.
 
 Rasanya belum terlalu lama sejak saya pertama kali membaca berita tentang 
pneumonia misterius di Wuhan, sambil bersantai menyantap makan siang dengan 
sahabat-sahabat saya. Dari kamar hotel yang saya tempati untuk mengarantina 
diri saat ini, dengan seluruh rencana pribadi saya yang seketika berubah 
seratus delapan puluh derajat, ingatan itu terasa seperti sebuah mimpi.
 
 Dalam beberapa minggu, berbagai penggalangan dana baik oleh kalangan medis 
maupun non-medis berhasil mengumpulkan nominal yang amat besar, berkat dukungan 
penuh dari masyarakat. Namun masalah lain kembali muncul; suplai alat kesehatan 
yang amat sukar dicari, atau dijual dengan harga selangit. Beberapa APD yang 
esensial terpaksa kami buat dan modifikasi sendiri, menyuplai hasil "kerajinan" 
tangan kami ke berbagai rumah sakit atas inisiatif lembaga-lembaga organisasi 
dan non-profit.
 
 Minimnya persediaan APD lain di fasilitas kesehatan mengharuskan kami untuk 
membelinya di pasaran menggunakan uang kami sendiri, terutama untuk masker N95 
yang amat penting dalam pekerjaan kami, dan saat ini rasanya lebih berharga 
dari emas --harganya pun kurang lebih mirip dengan emas.
 
 Memusingkan APD sesungguhnya tidak termasuk pekerjaan seorang dokter. 
Sementara itu, saat salah satu penggalang dana menegosiasi harga dengan seorang 
suplier dan menjelaskan tujuan untuk donasi, responsnya hanya, "Tidak usah 
menawar kalau tidak punya duit!" Benar-benar miris.
 
 Selama kuliah kedokteran, saya tidak pernah menyangka akan begitu sulit untuk 
mendapatkan masker biasa dan handrub, alat-alat kesehatan yang amat dasar. 
Makassar, tempat saya bekerja, bukan sebuah kota terpencil melainkan pusat 
rujukan untuk seluruh Indonesia timur. Saat ini banyak rujukan-rujukan tersebut 
yang terpaksa tidak kebagian sarana dan fasilitas karena keadaan darurat ini.
 
 Di luar dunia medis, perbatasan-perbatasan negara tertutup dan krisis makanan 
sudah --atau minimal akan segera-- terjadi. Pengemudi ojek online memohon saya 
untuk tidak membatalkan pesanan saat makanan yang saya pesan tidak tersedia, 
karena sepinya pelanggan. Masih banyak pekerjaan lain tidak bisa dilakukan dari 
rumah; pekerjaan yang mungkin adalah mata pencaharian dari hari ke hari.
 
 Staying at home is a privilege, sesuatu yang baru saya sadari kebenarannya.. 
Tidak semua orang di negara ini "mampu" untuk mengarantina diri di rumah.
 
 Memang amat banyak polemik, kontradiksi, dan kompleksitas yang perlu 
dinavigasi dalam menghadapi pandemi ini. Namun, seluruh hal ini seharusnya 
tidak pernah terjadi.
 
 Akar Pandemi
 
 Akar dari pandemi Covid-19 sesungguhnya bukanlah sebuah virus, namun 
pemerintahan-pemerintahan negara yang sejak dulu hingga sekarang kurang 
berpikir secara jarak jauh, dengan kurangnya investasi dalam pencegahan dan 
kurangnya antisipasi terhadap krisis.
 
 Pemerintah di seluruh dunia memotong anggaran dan menghapus institusi yang 
tampak tidak penting atau bisa dihapus. Perusahaan-perusahaan memotong s

Fwd: [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

2020-04-18 Terurut Topik ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]




 轉寄郵件 
主旨: [GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter
日期: Fri, 17 Apr 2020 18:56:10 +0200
從: 	'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] 


回函地址:   GELORA45@yahoogroups.com, j.gedearka 
到: 	GELORA45@yahoogroups.com, Sahala Silalahi , 
djalisne...@gmail.com






--
j.gedearka 

https://news.detik.com/kolom/d-4980851/covid-19-refleksi-seorang-dokter?tag_from=wp_cb_kolom_list

Kolom

*Covid-19: Refleksi Seorang Dokter*

Gabriele Kembuan - detikNews
Jumat, 17 Apr 2020 15:30 WIB


Ilustrasi Corona
Jakarta -

Pandemi Covid-19 di Indonesia tidak hanya berdampak pada 4500 orang yang 
terkonfirmasi positif di Indonesia, tapi lebih dari 200 juta orang harus 
merasakan dampak dari terganggunya aktivitas dan mata pencaharian. Kita 
bahkan belum dapat memperkirakan apakah ekonomi Indonesia nantinya dapat 
pulih dari terjun bebas yang dialami selama pandemi ini.


Terjungkir baliknya seluruh aspek kehidupan manusia tidak hanya terjadi 
di Indonesia; lebih dari seperempat populasi dunia saat ini tengah 
mengalami lockdown. Yang menyakitkan untuk didengar, sebenarnya, pandemi 
ini tidak harus mencapai skala sebesar ini. Ini mengharuskan kita 
menelaah kembali mengapa seluruh sistem dan institusi kita dapat 
membiarkan pandemi ini terjadi dan meluas hingga seperti keadaannya 
sekarang.


Sebagai seorang tenaga medis, saya menyaksikan sendiri betapa runyamnya 
keadaan di lapangan. Minimnya APD dan fasilitas, kacaunya alur rujukan, 
sulitnya melakukan pengecekan, ditambah ketakutan karena banyaknya 
korban dokter yang berpulang karena pandemi ini.


Rasanya belum terlalu lama sejak saya pertama kali membaca berita 
tentang pneumonia misterius di Wuhan, sambil bersantai menyantap makan 
siang dengan sahabat-sahabat saya. Dari kamar hotel yang saya tempati 
untuk mengarantina diri saat ini, dengan seluruh rencana pribadi saya 
yang seketika berubah seratus delapan puluh derajat, ingatan itu terasa 
seperti sebuah mimpi.


Dalam beberapa minggu, berbagai penggalangan dana baik oleh kalangan 
medis maupun non-medis berhasil mengumpulkan nominal yang amat besar, 
berkat dukungan penuh dari masyarakat. Namun masalah lain kembali 
muncul; suplai alat kesehatan yang amat sukar dicari, atau dijual dengan 
harga selangit. Beberapa APD yang esensial terpaksa kami buat dan 
modifikasi sendiri, menyuplai hasil "kerajinan" tangan kami ke berbagai 
rumah sakit atas inisiatif lembaga-lembaga organisasi dan non-profit.


Minimnya persediaan APD lain di fasilitas kesehatan mengharuskan kami 
untuk membelinya di pasaran menggunakan uang kami sendiri, terutama 
untuk masker N95 yang amat penting dalam pekerjaan kami, dan saat ini 
rasanya lebih berharga dari emas --harganya pun kurang lebih mirip 
dengan emas.


Memusingkan APD sesungguhnya tidak termasuk pekerjaan seorang dokter. 
Sementara itu, saat salah satu penggalang dana menegosiasi harga dengan 
seorang suplier dan menjelaskan tujuan untuk donasi, responsnya hanya, 
"Tidak usah menawar kalau tidak punya duit!" Benar-benar miris.


Selama kuliah kedokteran, saya tidak pernah menyangka akan begitu sulit 
untuk mendapatkan masker biasa dan handrub, alat-alat kesehatan yang 
amat dasar. Makassar, tempat saya bekerja, bukan sebuah kota terpencil 
melainkan pusat rujukan untuk seluruh Indonesia timur. Saat ini banyak 
rujukan-rujukan tersebut yang terpaksa tidak kebagian sarana dan 
fasilitas karena keadaan darurat ini.


Di luar dunia medis, perbatasan-perbatasan negara tertutup dan krisis 
makanan sudah --atau minimal akan segera-- terjadi. Pengemudi ojek 
online memohon saya untuk tidak membatalkan pesanan saat makanan yang 
saya pesan tidak tersedia, karena sepinya pelanggan. Masih banyak 
pekerjaan lain tidak bisa dilakukan dari rumah; pekerjaan yang mungkin 
adalah mata pencaharian dari hari ke hari.


Staying at home is a privilege, sesuatu yang baru saya sadari 
kebenarannya. Tidak semua orang di negara ini "mampu" untuk mengarantina 
diri di rumah.


Memang amat banyak polemik, kontradiksi, dan kompleksitas yang perlu 
dinavigasi dalam menghadapi pandemi ini. Namun, seluruh hal ini 
seharusnya tidak pernah terjadi.


*Akar Pandemi*

Akar dari pandemi Covid-19 sesungguhnya bukanlah sebuah virus, namun 
pemerintahan-pemerintahan negara yang sejak dulu hingga sekarang kurang 
berpikir secara jarak jauh, dengan kurangnya investasi dalam pencegahan 
dan kurangnya antisipasi terhadap krisis.


Pemerintah di seluruh dunia memotong anggaran dan menghapus institusi 
yang tampak tidak penting atau bisa dihapus. Perusahaan-perusahaan 
memotong standar dan kapasitas produksi, berkompromi dengan safety, 
menggadaikan masa depan untuk sistem yang lebih efisien, lebih efektif, 
namun sesungguhnya amat lemah. Ekonomi kita jauh lebih lemah dari yang 
kita bayangkan. Fasilitas kesehatan kita sama sekali tidak akan mampu 
menangani pasien Covid-19 jika jumlahnya mencapai jumlah di Eropa.


Dalam keadaan sehari-hari saja, ICU dan ventilat

[GELORA45] Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

2020-04-17 Terurut Topik 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]


-- 
j.gedearka 



https://news.detik.com/kolom/d-4980851/covid-19-refleksi-seorang-dokter?tag_from=wp_cb_kolom_list



Kolom

Covid-19: Refleksi Seorang Dokter

Gabriele Kembuan - detikNews
Jumat, 17 Apr 2020 15:30 WIB
1 komentar
SHARE URL telah disalin
Ilustrasi Corona
Jakarta -

Pandemi Covid-19 di Indonesia tidak hanya berdampak pada 4500 orang yang 
terkonfirmasi positif di Indonesia, tapi lebih dari 200 juta orang harus 
merasakan dampak dari terganggunya aktivitas dan mata pencaharian. Kita bahkan 
belum dapat memperkirakan apakah ekonomi Indonesia nantinya dapat pulih dari 
terjun bebas yang dialami selama pandemi ini.

Terjungkir baliknya seluruh aspek kehidupan manusia tidak hanya terjadi di 
Indonesia; lebih dari seperempat populasi dunia saat ini tengah mengalami 
lockdown. Yang menyakitkan untuk didengar, sebenarnya, pandemi ini tidak harus 
mencapai skala sebesar ini. Ini mengharuskan kita menelaah kembali mengapa 
seluruh sistem dan institusi kita dapat membiarkan pandemi ini terjadi dan 
meluas hingga seperti keadaannya sekarang.

Sebagai seorang tenaga medis, saya menyaksikan sendiri betapa runyamnya keadaan 
di lapangan. Minimnya APD dan fasilitas, kacaunya alur rujukan, sulitnya 
melakukan pengecekan, ditambah ketakutan karena banyaknya korban dokter yang 
berpulang karena pandemi ini.

Rasanya belum terlalu lama sejak saya pertama kali membaca berita tentang 
pneumonia misterius di Wuhan, sambil bersantai menyantap makan siang dengan 
sahabat-sahabat saya. Dari kamar hotel yang saya tempati untuk mengarantina 
diri saat ini, dengan seluruh rencana pribadi saya yang seketika berubah 
seratus delapan puluh derajat, ingatan itu terasa seperti sebuah mimpi.

Dalam beberapa minggu, berbagai penggalangan dana baik oleh kalangan medis 
maupun non-medis berhasil mengumpulkan nominal yang amat besar, berkat dukungan 
penuh dari masyarakat. Namun masalah lain kembali muncul; suplai alat kesehatan 
yang amat sukar dicari, atau dijual dengan harga selangit. Beberapa APD yang 
esensial terpaksa kami buat dan modifikasi sendiri, menyuplai hasil "kerajinan" 
tangan kami ke berbagai rumah sakit atas inisiatif lembaga-lembaga organisasi 
dan non-profit.

Minimnya persediaan APD lain di fasilitas kesehatan mengharuskan kami untuk 
membelinya di pasaran menggunakan uang kami sendiri, terutama untuk masker N95 
yang amat penting dalam pekerjaan kami, dan saat ini rasanya lebih berharga 
dari emas --harganya pun kurang lebih mirip dengan emas.

Memusingkan APD sesungguhnya tidak termasuk pekerjaan seorang dokter. Sementara 
itu, saat salah satu penggalang dana menegosiasi harga dengan seorang suplier 
dan menjelaskan tujuan untuk donasi, responsnya hanya, "Tidak usah menawar 
kalau tidak punya duit!" Benar-benar miris.

Selama kuliah kedokteran, saya tidak pernah menyangka akan begitu sulit untuk 
mendapatkan masker biasa dan handrub, alat-alat kesehatan yang amat dasar. 
Makassar, tempat saya bekerja, bukan sebuah kota terpencil melainkan pusat 
rujukan untuk seluruh Indonesia timur. Saat ini banyak rujukan-rujukan tersebut 
yang terpaksa tidak kebagian sarana dan fasilitas karena keadaan darurat ini.

Di luar dunia medis, perbatasan-perbatasan negara tertutup dan krisis makanan 
sudah --atau minimal akan segera-- terjadi. Pengemudi ojek online memohon saya 
untuk tidak membatalkan pesanan saat makanan yang saya pesan tidak tersedia, 
karena sepinya pelanggan. Masih banyak pekerjaan lain tidak bisa dilakukan dari 
rumah; pekerjaan yang mungkin adalah mata pencaharian dari hari ke hari.

Staying at home is a privilege, sesuatu yang baru saya sadari kebenarannya. 
Tidak semua orang di negara ini "mampu" untuk mengarantina diri di rumah.

Memang amat banyak polemik, kontradiksi, dan kompleksitas yang perlu dinavigasi 
dalam menghadapi pandemi ini. Namun, seluruh hal ini seharusnya tidak pernah 
terjadi.

Akar Pandemi

Akar dari pandemi Covid-19 sesungguhnya bukanlah sebuah virus, namun 
pemerintahan-pemerintahan negara yang sejak dulu hingga sekarang kurang 
berpikir secara jarak jauh, dengan kurangnya investasi dalam pencegahan dan 
kurangnya antisipasi terhadap krisis.

Pemerintah di seluruh dunia memotong anggaran dan menghapus institusi yang 
tampak tidak penting atau bisa dihapus. Perusahaan-perusahaan memotong standar 
dan kapasitas produksi, berkompromi dengan safety, menggadaikan masa depan 
untuk sistem yang lebih efisien, lebih efektif, namun sesungguhnya amat lemah. 
Ekonomi kita jauh lebih lemah dari yang kita bayangkan. Fasilitas kesehatan 
kita sama sekali tidak akan mampu menangani pasien Covid-19 jika jumlahnya 
mencapai jumlah di Eropa.

Dalam keadaan sehari-hari saja, ICU dan ventilator terbatas dan rujukan untuk 
penggunaan ICU dan ventilator amat selektif. Dalam puluhan tahun, bahkan dua 
bulan terakhir, tidak pernah ada persiapan pengadaan surplus ventilator untuk 
keadaan seperti ini. Pengembangan laboratorium dan pengadaan alat PCR amat 
minim, karena "belum dibutuhkan saat ini".


[GELORA45] Covid-19, Vitamin C, dan Kekebalan Tubuh

2020-04-17 Terurut Topik 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]


-- 
j.gedearka 



https://news.detik.com/kolom/d-4981070/covid-19-vitamin-c-dan-kekebalan-tubuh?tag_from=wp_cb_kolom_list



Kolom

Covid-19, Vitamin C, dan Kekebalan Tubuh

Ali Khomsan - detikNews
Jumat, 17 Apr 2020 17:23 WIB
0 komentar
SHARE URL telah disalin
ilustrasi vitamin C
Foto ilustrasi: thinkstock
Jakarta -

Akibat Covid-19 yang mewabah di berbagai negara, maka ribuan orang telah 
kehilangan nyawa, pertumbuhan ekonomi terancam, mata uang melemah, dan beberapa 
kota dinyatakan lockdown. Covid-19 gejalanya mirip flu batuk, pilek, dan 
disertai panas tinggi, kemudian sesak napas dan bisa berakhir fatal (kematian). 
Penderita positif Covid-19 dan jumlah orang meninggal hingga kini terus 
merangkak naik di negara kita.

Agar tubuh kita mampu menangkal penyerbu-penyerbu asing (virus, kuman, dan 
bakteri), maka limfosit (sel darah putih) harus tersedia dalam jumlah yang 
cukup. Mengonsumsi vitamin C dosis tinggi diketahui dapat meningkatkan produksi 
limfosit. Vitamin C bekerja seperti antibiotika di dalam tubuh untuk 
menghancurkan virus penyebab penyakit.

Vitamin C juga akan meningkatkan kadar glutation di dalam tubuh. Glutation 
adalah antioksidan di dalam tubuh yang dapat menjaga sistem kekebalan tubuh. 
Konsumsi vitamin C 500 mg sehari dapat meningkatkan kadar glutation tubuh 
sampai 50%.

Vitamin C juga punya kemampuan untuk memperbaiki sistem kerja paru-paru. Mereka 
yang rajin mengonsumsi vitamin C peluangnya untuk menderita bronchitis kronis 
lebih rendah.

Kesehatan manusia tidak selamanya berada dalam kondisi optimal karena fluktuasi 
lingkungan. Saat ini, ketika negara dalam kondisi darurat akibat Covid-19 upaya 
menjaga kekebalan tubuh menjadi sangat penting.

Untuk menangkal infeksi virus atau bakteri seseorang harus mempunyai sistem 
kekebalan tubuh yang baik. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh asupan vitamin 
C yang memadai. Demikian pula dalam kondisi stres yang umumnya akan menurunkan 
imunitas. Dalam suatu penelitian, sejumlah 27% kelompok orang yang mengalami 
stres ringan segera terjangkit flu ketika diekspos dengan virus flu. Sementara 
itu, jumlah yang terserang flu menjadi 47% apabila mereka sedang stres berat.

Sampai saat ini angka kecukupan gizi yang dianjurkan tentang vitamin C adalah 
40-90 mg sehari (tergantung usia). Anjuran vitamin C yang relatif rendah ini 
menunjukkan pandangan sempit tentang vitamin C yang seolah-olah hanya sebagai 
penangkal skorbut (sariawan).

Di saat Covid-19 merebak menjadi pandemi di banyak negara, termasuk Indonesia, 
anjuran meningkatkan makan sayur dan buah sebagai sumber vitamin C untuk 
kekebalan tubuh adalah sangat penting. WHO menganjurkan konsumsi sayur dan buah 
setiap hari 400 g terdiri dari 250 g buah dan 150 g sayuran. Sayang sekali, 
konsumsi rata-rata penduduk Indonesia hanya mencapai sekitar 100 g.

Linus Pauling, ilmuwan vitamin C, menganjurkan asupan vitamin C sekitar 
1000-3000 mg. Robert Catchart menyarankan kita menggunakan teknik toleransi 
perut yakni dosis vitamin C yang mampu mengatasi masalah kesehatan tanpa 
menimbulkan diare. Jadi, dalam hal ini diare menjadi cut off point atau 
pembatas dosis tertinggi yang bisa diterima oleh individu. Artinya, kalau kita 
menelan vitamin C 1000 mg menimbulkan diare, maka kita perlu menurunkan menjadi 
750 atau 500 mg.

Ester-C dikenal sebagai vitamin C generasi III. Keunggulan Ester-C adalah bahwa 
di samping larut air, senyawa ini juga larut dalam lemak. Itu sebabnya Ester-C 
diperkirakan mempunyai kemampuan meningkatkan regenerasi vitamin E (larut 
lemak) yang terikat membran sel.

Perbaikan sistem kekebalan tubuh juga dapat dihasilkan oleh kehadiran vitamin 
E. Sel limfosit dan mononuclear di dalam tubuh manusia mengandung konsentrasi 
vitamin E yang paling tinggi. Hal ini mengungkapkan betapa pentingnya vitamin E 
di dalam fungsi kekebalan tubuh. Oleh karena itu konsumsi vitamin E yang cukup 
akan bermanfaat untuk pembentukan antibodi, dan sekaligus mengurangi morbiditas 
(kesakitan) dan mortalitas (kematian).

Vitamin E dapat ditemukan pada makanan yang berlemak seperti minyak sawit, 
minyak kedelei, minyak jagung, kacang-kacangan, dan biji-bijian.

Meningkatkan kekebalan tubuh tidak tergantung semata pada asupan vitamin C atau 
vitamin E. Pola makan gizi seimbang yang dianjurkan Kementerian Kesehatan dapat 
menjadi acuan untuk meraih hidup sehat dengan kekebalan tubuh yang tinggi. 
Konsumsi pangan hewani yang banyak mengandung seng juga bermanfaat untuk 
kekebalan tubuh.

Prinsip gizi seimbang adalah makan beraneka ragam pangan yang mengandung 
karbohidrat (pangan pokok), protein (lauk-pauk), vitamin/mineral (sayur dan 
buah), dan jangan abaikan olahraga untuk menjaga kebugaran.

Ali Khomsan Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB

(mmu/mmu)








[GELORA45] Covid-19 di Indonesia diprediksi Menembus Angka 100.000

2020-04-16 Terurut Topik A Awind estiaw...@gmail.com [GELORA45]
whatsapp://send?text=Kasus Covid-19 di Indonesia Diprediksi Menembus Angka
100.000 http://kmp.im/AFzsNA


[GELORA45] Covid-19 di Indonesia : 139.137 ODP, 10.482 PDP

2020-04-14 Terurut Topik 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]


-- 
j.gedearka 


https://mediaindonesia.com/read/detail/303985-covid-19-di-indonesia-139137-odp-10482-pdp



Selasa 14 April 2020, 21:13 WIB

Covid-19 di Indonesia : 139.137 ODP, 10.482 PDP

Atalya Puspa | Humaniora
 
Covid-19 di Indonesia : 139.137 ODP, 10.482 PDP

Antara/Nova Wahyudi
Juru bicara pemerintah untuk penanganan covid-19 Achmad Yurianto
 

JURU bicara pemerintah untuk penanganan covid-19 di Indonesia, Achmad Yurianto, 
menyebutkan, hingga kini ada 139.137 orang yang masuk dalam kelompok orang 
dalam pemantauan (ODP) covid-19.

"Kelompok ODP sampai saat ini sudah tercatat 139.137," kata Yurianto dalam 
telekonfrensi di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (14/4).

Selain itu, kata Yurianto, hingga hari ini tercatat ada sebanyak 10.482 pasien 
dalam pemantauan (PDP).

Hal tersebut menjadi perhatian penting bagi masyarakat agar terus berhati-hati 
dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain.

Baca juga : Penerapan PSBB harus Didukung Kedisiplininan Semua Pihak

"Menjadi perhatian besar kita, karena tidak menutup kemungkinan dari saudara 
kita yang masuk pemantauan tidak menimbulkan gejala, atau sakit ringan. 
Kemudian akhirnya berpotensi penularan apabila tidak dirawat dengan baik, 
apabila tidak dilakukan karantina diri," bebernya.

Adapun, hingga hari ini, sebanyak 31.628 spesimen telah diperiksa melalui 
pemeriksaan PCR. Dari jumlah tersebut, 4.834 dinyatakan positif covid-19.

"Pemeriksaan PCR sudah kita laksanakan di 32 lab dari 78 lab yang dipersiapkan. 
Sedang kita tingkatkan kapasitasnya baik menambah mesin maupun lab baru," 
tandasnya. (OL-7)








[GELORA45] COVID-19, Resesi Ekonomi dan Urgensi Kebersamaan

2020-04-10 Terurut Topik 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]


-- 
j.gedearka 



https://news.detik.com/kolom/d-4972745/covid-19-resesi-ekonomi-dan-urgensi-kebersamaan?tag_from=wp_cb_kolom_list


COVID-19, Resesi Ekonomi dan Urgensi Kebersamaan

Bambang Soesatyo - detikNews
Jumat, 10 Apr 2020 18:55 WIB
0 komentar
SHARE URL telah disalin
Infografis profil Bamsoet
Foto: Infografis: Luthfy Syahban/detikcom
Jakarta -

Ketika bencana kemanusiaan akibat pandemi global virus Corona belum lagi 
berakhir, Indonesia dan komunitas global telah dihadang resesi ekonomi. Bencana 
beruntun yang tak terelakan ini akan bisa dilalui jika semua elemen masyarakat 
Indonesia lebih mengedepankan kehendak baik menjaga kondusifitas. Sebab, 
kondusifitas menjadi kata kunci yang memampukan bangsa ini mengelola rangkaian 
masalah akibat wabah Virus Corona dan resesi ekonomi.

Pandemi global Virus Corona membuat segala kerusakan, termasuk di sektor 
ekonomi, menjadi predictable, bahkan langsung dirasakan oleh semua orang. Si 
kaya maupun orang miskin, yang lemah maupun orang kuat, semua merasakan 
ketidaknyamanan karena kerusakan di sana-sini. Kini, warga planet ini pun tak 
bisa mengelak ketika perekonomian dirundung masalah teramat serius.

Jumat (27/3) pekan lalu, IMF kembali menegaskan bahwa perekonomian global sudah 
memasuki tahap resesi. Sebab, seperti halnya di Indonesia, hampir semua negara 
menghentikan sebagian aktivitas perekonomian. Mudah untuk disimpulkan bahwa 
sebagai akibatnya adalah terjadinya kerusakan pada sejumlah sektor dan 
sub-sektor ekonomi. Sebagai bagian tak terpisah dari perekonomian dunia, 
Indonesia pasti merasakan dan menerima dampak dari kerusakan itu.

Untuk kecenderungan di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun 
mengonfirmasi gambaran dari dari IMF itu. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI 
DPR, Senin (6/4), Menkeu mengemukakan, akibat wabah corona, skenario terburuk 
perekonomian nasional hanya bisa tumbuh 2,3% dari prediksi awal tahun 2020 yang 
5%. Baik investasi maupun ekspor tumbuh negatif. Pada kuartal IV nanti, 
situasinya diharapkan membaik. Ketika investasi dan ekspor tumbuh negatif, 
motor penggerak pertumbuhan yang masih bisa diandalkan adalah konsumsi dalam 
negeri. Maka, dalam beberapa waktu ke depan, pemerintah diharapkan menerapkan 
kebijakan yang mendorong penguatan konsumsi, baik konsumsi masyarakat maupun 
konsumsi pemerintah sendiri.

Terkait resesi ekonomi, Indonesia memang tidak boleh hanya menunggu. Sambil 
tetap berfokus pada kerja merespons dampak wabah Virus Corona, kepedulian 
bersama dan respons bersama pada resesi ekonomi pun harus dimulai. Kalau selama 
ini hanya pemerintah lewat Menkeu Sri Mulyani yang menyuarakan kecemasan, kini 
semua dipanggil untuk peduli. Sebab, negara dan bangsa ini harus menemukan 
jalan keluar yang bisa meminimalisir ekses resesi ekonomi. Negara-negara dengan 
perekonomian yang maju dan kuat sudah coba merespons resesi. Amerika Serikat 
(AS) dan Tiongkok, misalnya, sudah berinisiatif dengan beberapa paket kebijakan 
stimulus ekonomi.

Indonesia pun sudah menempuh inisiatif yang sama. Pemerintah berencana 
menerbitkan obligasi khusus, yang hasilnya akan disalurkan untuk membantu 
pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar tetap mampu bertahan dan 
menciptakan lapangan kerja. Selain itu, Presiden Joko Widodo berjanji 
menyelenggarakan program padat karya tunai untuk memberi penghasilan sementara 
bagi pekerja harian yang kehilangan pendapatan akibat pandemi COVID-19. Akan 
ada beragam program padat karya, termasuk memproduksi masker, disinfektan, dan 
berbagai keperluan untuk menangani wabah COVID-19.

Kalau pemerintah telah berani berinisiatif, sektor swasta pun diharapkan 
kreatif dan berani berinisiatif pula. Kadin dan semua asosiasi pengusaha 
diharapkan segera merumuskan proposal tentang strategi menghadapi resesi 
ekonomi di sektor bisnisnya masing-masing. Ketika pemerintah masih disibukkan 
oleh kerja merespons wabah Corona, Kadin dan semua asosiasi pebisnis setidaknya 
mau untuk pro aktif berkomunikasi dengan pemerintah. Misalnya, pemerintah tentu 
ingin tahu jalan keluar apa yang ada di benak para pemilik hotel dan pengelola 
obyek wisata untuk memulihkan sektor pariwisata.

Kalau perhatian awal lebih ditujukan pada UMKM, utamanya karena jumlahnya yang 
terbilang sangat besar. Jumlah UMKM mencapai 62,9 juta unit usaha, sementara 
jumlah usaha skala besar sekitar 5.400 unit usaha (data tahun 2017). UMKM 
umumnya berusaha di sektor perdagangan besar dan eceran, penyediaan akomodasi 
dan penyediaan makan minum, Industri pengolahan, usaha pertanian, usaha 
peternakan, usaha perikanan, usaha hotel kecil, restoran dan jasa-jasa, dan 
beberapa di antaranya menjadi bagian atau pelengkap dari usaha kehutanan dan 
pertambangan. Ketika segala sesuatunya normal, usaha mikro bisa menyerap 
sekitar 107,2 juta pekerja (89,2%), usaha kecil menyerap 5,7 juta (4,74%) 
pekerja, dan usaha menengah menyerap 3,73 juta (3,11%) pekerja. Total, UMKM 
menyerap sekitar 97% dari total tenaga kerja nasional, 

[GELORA45] COVID-19: Bali declares state of emergency

2020-03-31 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/31/covid-19-bali-declares-state-of-emergency-as-cases-climb-local-transmission-detected.html



COVID-19: Bali declares state of emergency as cases climb, local
transmission detected

   - Ni Komang Erviani

   The Jakarta Post

Denpasar   /   Tue, March 31, 2020   /   11:14 am

Bali has declared a state of emergency by imposing stricter measures on
visitors in an effort to curb the spread of COVID-19 as cases continue to
climb with local transmission detected.

With the status, the famous resort island will tighten checks at entrance
gates and enforce a 14-day self-quarantine for all people entering the
island, the Bali administration’s regional secretary Dewa Made Indra said.

The decision was taken by Bali Governor Wayan Koster after a meeting with
the COVID-19 task force on Monday. The administration took into
consideration the growing number of cases of the highly contagious viral
disease on the island and confirmed local transmission cases.

The number of cases climbed 90 percent in a single day, with nine new cases
on Monday, bringing the tally to 19. Among the new people who tested
positive, eight are Indonesian and one is a foreign national, Dewa said.

“With the status, the administration, police, Indonesian Military (TNI) and
other elements can carry out stricter efforts to prevent COVID-19. This is
important to give stronger protection to Bali residents,” Dewa, who is also
the chairman of Bali’s COVID-19 task force said on Monday.

The administration had previously issued an advisory level of Siaga (watch)
for the province from March 16 to 30 in its effort to stem the spread of
the respiratory illness that has dealt a blow to tourism on the island.

Dewa further said the task force had recorded cases of local transmission,
the first on Bali after only having reported imported cases.

“There have been three cases of local transmission. This means the virus
has been transmitted between people on the island,” he said.

Among the three cases, one is a nurse who handled a patient infected with
the viral disease, highlighting the high risk of transmission faced by
medical workers amid a shortage of protective gear across the country.

   - 
   
   
   
   


*If you want to help in the fight against COVID-19, we have compiled an
up-to-date list of community initiatives designed to aid medical workers
and low-income people in this article. Link: [UPDATED] Anti-COVID-19
initiatives: Helping Indonesia fight the outbreak
*


[GELORA45] Covid-19: Komunikasi Istana 'gaduh' picu gejolak sosial

2020-03-31 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
https://www.alinea.id/nasional/covid-19-komunikasi-istana-gaduh-picu-gejolak-sosial-b1ZJY9sSq




Covid-19: Komunikasi Istana 'gaduh' picu gejolak sosialPresiden Jokowi pun
diminta bersikap lebih tegas kepada anak buahnya yang inkompeten itu.
[image: Fatah Hidayat Sidiq]
Fatah Hidayat Sidiq Selasa,
31 Mar 2020 13:22 WIB

   -
   -
   -
   -
   -
   -

[image: Covid-19: Komunikasi Istana 'gaduh' picu gejolak sosial]
Informasi mutakhir perkembangan Covid-19 di Indonesia bisa dilihat di sini


Banyak pejabat di Istana dan inkompeten dalam penanganan pandemi
coronavirus baru (Covid-19) berkomentar. Padahal, Presiden Joko Widodo
(Jokowi) telah membentuk gugus tugas dan menunjuk juru bicara untuk
menanganinya.

Orang-orang di Istana yang "turut merecoki" penanganan Covid-19 itu,
seperti Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman serta dua Tenaga Ahli Utama
Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian dan Ali Mochtar Ngabalin.
Imbasnya, kinerja pemerintah tampak berantakan.

"Sangat berbahaya. Karena masyarakat tak mendapatkan informasi yang tepat
dan benar dari Istana. Pejabatnya komentar masing-masing," kata pengamat
politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta, Ujang Komarudin, saat
dihubungi Alinea.id, Selasa (31/3).

Jokowi diketahui telah menunjuk Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo, sebagai Ketua Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19. Sedangkan Sekretaris Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Achmad Yurianto, sebagai juru bicara
pemerintah.
BACA JUGA

   - Kapolri sebut status darurat sipil sejalan dengan maklumatnya
   

   - Mabes Polri akui 7 siswa Setukpa Lemdiklat positif Covid-19
   

   - Cegah penularan Covid-19, pemerintah harus setop operasional bus AKAP
   


Motif pejabat inkompeten ini muncul, Ujang menduga, untuk "mencuri
panggung" alih-alih "penyambung lidah" presiden dengan rakyat. "Tapi yang
terjadi, memperburuk citra Istana," ucapnya.

Apabila komunikasi publik Istana tetap serampangan, Direktur Eksekutif
Indonesia Political Review (IPR) itu mengingatkan, bakal memupus
kepercayaan publik terhadap pemerintah. Juga hal-hal lebih buruk ke
depannya.

"Bisa saja akan terjadi gejolak sosial. Karena informasi yang keluar dari
pemerintah tidak bisa dipahami oleh masyarakat," tuturnya.

Kendati demikian, Ujang menilai, Jokowi sudah menertibkan anak buahnya.
Sayangnya, membandel dan tetap "berkoar". Karenanya, presiden diminta lebih
tegas. "Langsung pecat," kata dia.
Sponsored


Fwd: [GELORA45] COVID-19: Skenario Another conspiration theory.

2020-03-22 Terurut Topik ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
Kalau boleh saya tambahkan, apa yang diajukan jurubicara Kemlu RRT, Zhao 
Lijian di twiter nya, bahwa Amerika harus memberikan penjelasan secara 
transparan pada dunia, siapa kasus virus Corona pertama di Amerika, 
kapan ditemukan dan dirawat di RS mana! Yang sampai sekarang BELUM 
dibuka sejelas-jelasnya pada dunia, ... Jadi, AS yang selalu menuding 
Tiongkok selama ini menutup-nutupi informasi, justru pemerintah AS 
sendirilah yang selama ini menutup informasi pada dunia!


Belum lagi harus menelusuri dengan lebih cermat, merebaknya wabah flu di 
AS sejak pertengah tahun yl. sampai begitu banyak warga terjangkit, ada 
berita menyatakan lebih 36 juta warga terjangkit dan kematian lebih 14 
ribu orang sampai bulan Februari 2020! Kenapa flu biasa saja BISA 
akibatkan kematian sampai belasan ribu tapi pemerintah AS diam saja dan 
dunia TIDAK menjadi heboh? Padahal sistem pengobatan AS sudah begitu 
canggih, angka kematian sebegitu tinggi tidak juga diteliti apa sebab 
sesungguhnya??? Sedang pejabat CDC AS setelah terdesak, akhirnya juga 
mengakui diantara yang mati dibilang akibat flu itu ada kasus virus 
Corona! Lalu kapan itu virus Corona merebak sesungguhnya dan ada berapa 
% dari yang lebih 14 ribu mati dianggap flu biasa saja itu???


Sampai sekarang juga BELUM ada kejelasan kenapa tiba-tiba bulan Agustus 
2019, *fasilitas utama bio-lab militer AS di Fort Detrick, Maryland, 
ditutup???*


Salam,

ChanCT*
*



 Forwarded Message 
Subject:[GELORA45] Another conspiration theory.
Date:   Sun, 22 Mar 2020 23:40:32 + (UTC)
From: 	Al Faqir Ilmi alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45] 







 COVID-19: Skenario

INPOLITIK <https://ndaruanugerah.com/category/politik/>

*Oleh: Ndaru Anugerah*


Apakah kita perlu panik tingkat dewa dalam menyikapi COVID-19?

Mungkin pernyataan Menkes Terawan yang menyatakan bahwa COVID-19 akan 
sembuh dengan sendirinya, patut dijadikan rujukan, walaupun terkesan sepele.


Kenapa?

Pertama, Terawan adalah sosok dokter, dan kedua beliau sekaligus sosok 
militer yang tahu pasti skenario apa yang sesungguhnya sedang dijalankan 
lewat _*panic global*_ yang dipicu oleh munculnya COVID-19 tersebut.


Lewat tulisan ini, sebagai rasa peduli saya kepada bangsa ini, saya akan 
coba mengulas secara lengkap tentang COVID-19 ini dari awal hingga 
bagaimana kemungkinan skenario akan dikembangkan ke depannya.


Karena panjangnya informasi yang akan saya sajikan, terpaksa tulisan ini 
akan saya potong menjadi 2 bagian.


Pada bagian pertama saya akan mengulas tentang skenario awal dan asal 
muasal COVID-19. Pada tulisan kedua nanti, saya akan analisa bagaimana 
kemungkinan skenario akan berlanjut.


AS, Juli 2019. Seorang anak muda di Baltimore sana, tengah mengisap 
rokok elektrik disaat santai. Tanpa disadari, setelah menghisap beberapa 
kali, sang pemuda lantas tersungkur dan sesak nafas.


Begitu dilarikan ke rumah sakit, ternyata sang pemuda naas tersebut 
divonis telah mengalami pneumonia akut akibat mengkonsumsi rokok elektrik.


Kejadian ini cepat menyebar ke 22 negara bagian di AS dengan total 
kematian 193 orang. Dan penyebab kematian menurut AMA (American Medical 
Association) adalah aktivitas vaping dari rokok elektrik.


Namun para ilmuwan AS mengatakan bahwa kalo rokok elektrik nggak akan 
mengakibatkan pneumonia yang berujung kematian demikian cepat. 
Kemungkinan yang paling masuk akal adalah kematian itu dipicu oleh 
sejenis virus yang mampu menginfeksi sistem paru-paru manusia.


Dengan kata lain, virus corona-lah yang paling mungkin dituding sebagai 
penyebabnya.


Sebelum timbulnya pandemi tersebut di seantero Amrik, fasilitas utama 
bio-lab militer AS di Fort Detrick, Maryland, ditutup dengan tiba-tiba 
oleh CDC dengan alasan yang tidak dijelaskan.


Selidik punya selidik, salah satu karyawan CDC telah tewas akibat 
terserang virus Corona. Padahal Directur CDC, Robert Redfield sebelumnya 
mati-matian lewat keterangan pers-nya, bilang bahwa penyebab kematian 
staf-nya adalah flu Amerika.


Flu Amerika palalu peyang!

Dan berdasarkan data, yang ditenggarai sebagai Flu Amerika tersebut 
telah menyebabkan kematian sekitar 10 ribu orang di AS per Agustus 2019 
yang lalu. Apakah flu Amerika disebabkan virus corona? Entahlah…


Satu yang pasti, penutupan pusat penelitian senjata biologis di Fort 
Detrick tersebut jelas menimbulkan kecurigaan internasional.


Kenapa proses penutupannya tanpa penjelasan? Kenapa juga semua laporan 
yang berkaitan dengan aktivitas di Fort Detrick dihancurkan oleh CDC 
tanpa sisa sedikitpun?


Apalagi, kasus pandemi akibat vaping rokok elektrik, muncul ke permukaan 
nggak lama setelah penutupan fasilitas bio-lab tersebut.


Tanggal 18 – 27 Oktober 2019, bertempat di Wuhan, berlangsung event 
internasional berjudul Conseil Intenational du Sport Militaire (CISM) 
alias Military Word Games. Dalam ajang olimpiade militer dunia tersebut, 
AS mengirimkan 200 personel militernya untuk berlomba.


Event ini berakhir, tepat 2 

[GELORA45] COVID-19: People will feel calm if govt is credible, SBY says

2020-03-18 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
*Good to know from you the government is not credible.  hehehe*

https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/18/covid-19-people-will-feel-calm-if-govt-is-credible-sby-says.html



COVID-19: People will feel calm if govt is credible, SBY says

   - [image: Ghina Ghaliya]
   Ghina Ghaliya

   The Jakarta Post

Jakarta   /   Wed, March 18, 2020   /   12:55 pm
[image: COVID-19: People will feel calm if govt is credible, SBY says]Former
president Susilo Bambang Yudhoyono has called on  President Joko "Jokowi"
Widodo's administration to take the novel coronavirus more seriously by
correcting their policies, saying that the government seemed


   -
   -

Former president Susilo Bambang Yudhoyono has called on  President Joko
"Jokowi" Widodo's administration to take the novel coronavirus more
seriously by correcting their existing policies, saying that the government
seemed have underestimated the virus at the beginning.

"The people will feel calm and not panic, like the government wants, if
they believe that the government is taking the right, credible steps,” he
said in a Facebook post on Tuesday. “The people will also feel calm if they
are given the information they need, together with what the government
expects of them.”

The former Democratic Party chairman said he was worried that the currently
small number of detected COVID-19 cases in Indonesia would increase when
other countries saw declines, adding that a late policy response could make
Indonesia a "new epicenter" of the pandemic, which has now shifted to
Europe from China.

He said some countries and cities had been put themselves under lockdown to
save their people, in which the administrations prohibited people from
leaving their homes and restricted activities in crowded places, such as
restaurants and malls.

“Some people may be uncomfortable by this policy, which also has risks,
including economic losses, but such policies and actions must be taken.
Public health and safety should be prioritized above all else,” he said

SBY also warned that the global economic turmoil caused by the pandemic was
also serious, especially a series of trading halts as stock markets swung,
as well as oil prices and exchange rates plummeting in the past week.

“This has reminded me of the 2008 [economic crisis],”

He went on to say that at the time, policy responses carried out
collectively by the world, both monetary and fiscal, were unable to
necessarily calm the market, as it required each country to come up with
national policies and actions.

"Indonesia should not be late in carrying out policy responses and concrete
actions. Don't be ‘too little and too late.’ Save our economy, save the
people."

As of Wednesday morning, Indonesia has reported 172 confirmed cases of
COVID-19.


[GELORA45] COVID-19: Mr. President, you need professional help

2020-03-15 Terurut Topik Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]
https://www.thejakartapost.com/academia/2020/03/13/covid-19-communication-president-jokowi-you-need-professional-help.html?utm_source=newsletter_medium=mailchimp_campaign=mailchimp-march_term=covid-comm

COVID-19: Mr. President, you need professional help

   -

   Endy Bayuni

   The Jakarta Post

Jakarta   /   Fri, March 13, 2020   /   12:25 pm


*COVID-19: Mr. President, you need professional help*


   -

   Endy Bayuni

   The Jakarta Post

Jakarta   /   Fri, March 13, 2020   /   12:25 pm



President Joko "Jokowi" Widodo (left) and Health Minister Terawan Agus
Putranto announce the country's first two COVID-19 patients at the palace
in Jakarta on March 2. (Antara/Sigid Kurniawan)


The Indonesian government’s handling of the coronavirus outbreak has been
appallingly amateurish, from the moment it started spreading in China in
January to when the World Health Organization (WHO) declared on Wednesday
in Geneva that COVID-19 was a global pandemic.

One big problem is its bad communication strategy, assuming that the
government has one, which has exacerbated the crisis.

As Indonesia is finally starting to deal with the reality that the virus
has hit home these last two weeks, we are seeing  problems caused by the
government’s failure to communicate the coronavirus message effectively.

In the last two months, we have seen a series of missteps and
miscommunications, including public gaffes by officials who should know
better, in dealing with the emerging crisis.

At a time like this, the public is turning to the government as the most
important source of information on how to deal with novel coronavirus
disease (COVID-19), especially now that it’s a global pandemic. Who else
can they turn to?

Credibility is of the utmost importance, yet this is in huge deficit
because of the government’s own actions and poor communication.

In this era of internet and social media, the government is competing with
many other purveyors of news and information, including fake news and
misinformation. Lest the government rebuilds its credibility, by being
honest and open, it could put the nation in an even more dangerous
situation by losing out in the information campaign.

Until the announcement of the first two confirmed cases of COVID-19 on
March 2, the government had taken a laidback approach, even as the virus
spread rapidly around the world.

For a while, Indonesia was going in the other direction, with President
Joko “Jokowi” Widodo proposing to spend Rp 72 billion (US$5..5 million) for
social media influencers to send out the message to welcome tourists from
around the world.

The President asked Finance Minister Sri Mulyani Indrawati to disburse the
2020 state budget as early as possible so  government ministries could
spend it on travels for conferences and seminars in cities worst affected
by the downturn in tourism arrivals.

When Saudi Arabia informed that Indonesia was included on the list of
countries barred from visiting the kingdom for the *umrah *(minor haj), the
government actually protested, demanding that Indonesia be exempt since it
was a “coronavirus-free” country.

The government seems to have been caught by its own denials or lies, that
rather than trying to contain the virus, it was already focusing on trying
to deal with the economic fallouts. Nothing wrong with this — it is the
government’s responsibility to prepare the nation for an imminent economic
crisis — but promoting tourism at a time like this is certainly the wrong
way.

The worst part is that all these steps are sending the wrong signals to the
people that Indonesia has been spared, going by officials’ remarks, thanks
to a divine intervention answering our prayers.

The government ignored critics and skeptics at home and abroad who said
there was no way that Indonesia, with a population of 270 million and
porous borders, could be completely free from the virus. They watched the
news of the rapid spread of COVID-19 globally on television and social
media.

Many, including health experts, raised questions about Indonesia’s
seriousness in detecting the virus, and about the capacity of the
government’s laboratories to test for the virus. Several hundreds of people
were tested in those intervening two months and they were all declared
negative.

The communication skills of many top government officials are severely
wanting.

Health Minister Terawan Agus Putranto has made several public gaffes,
making light of the coronavirus threat. The man, who is supposed to lead
the national campaign, has inevitably become the subject of ridicule on
social media. This hurts the overall credibility of the government’s
efforts.

Terawan is not trained in public speaking. He needs coaching in effective
communication or should hire a professional public relations officer to do
the talking for him. Until then, he’d better butt out.

He is not the only one. Most ministers, following the lead of their
president, are doing the talking themselves to enjoy the