RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)
Pak Irwan, Pak Danny, hatur nuhun diskusinya. Seperti yang saya harapkan, semoga bencana gempa Tohoku Jepang ini, meskipun tetap sebagai bencana yang merenggut ribuan korban dan merusak banyak fasilitas dan harta benda manusia, dan bahkan juga memberikan efek berantai berupa radiasi radioaktif, tetap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik lagi bagi para ahli gempa untuk menganalisis gempa2 subduksi yang belum sepenuhnya dipahami para ahli itu, demi kepentingan prediksi meskipun masih jauh dari sempurna. Khusus penerapan ke Jawa, saya sangat setuju dengan seruan Pak Andang bahwa Jawa pun kini perlu mendapatkan porsi riset kegempaan yang sama dengan Sumatra karena Jawa juga menghdapi posisi frontal terhadap subduksi kerak samudera Hindia, banyaknya sesar-sesar yang masih aktif, dan terlebih lagi penduduknya banyak. Semoga Pak Danny dan Pak Irwan yang terlibat langsung dengan masalah kegempaan bisa mengingat hal ini untuk ke arah realisasi. Kiranya untuk Jawa, selain jaringan GPS yang cukup rapat, kita pun perlu melibatkan P wave mantle tomography untuk memahami masalah kelandaian, kecuraman, gap dari slab yang masuk ke bawah Jawa seperti didiskusikan Pak Danny untuk kasus gempa Tohoku. Slab yang masuk ke bawah Jawa bervariasi umurnya dari sekitar 100 Ma di sebelah selatan Jawa Barat sampai 140 Ma di sebelah selatan Jawa Timur (Hayes, 1978). Tentu ini akan punya pengaruh kepada karakteristik sudut tekukan Wadati-Benioff zone pada konvergensi lempeng, yang nantinya sedikit banyak akan berpengaruh kepada kegempaan. Jawa juga dari mantle tomography punya low dip of slab sampai kedalaman 100 km, lalu steep dip of slab dari kedalaman 100-600 km. Barangkali ini akan punya karakteristik tersendiri untuk subduction earthquakes. Kejadian oceanic plateaux seperti Roo Rise yang kini ditemukan banyak tersebar di atas kerak samudera Hindia tidak menutup kemungkinan bahwa dulu pun begitu (the present is the key to the past). Oceanic plateaux ini tentu merupakan buoyant object yang sulit tersubduksi karena density-nya yang relatif lebih ringan daripada sekelilingnya. Saat konvergensi terjadi, oceanic plateaux yang sulit masuk ke dalam zona subduksi ini barangkali akan membuat coupling yang signifikan pada interface subduction yang pada saatnya akan menyebabkan akumulasi gaya yang sangat besar yang bila tak tertahankan lagi lalu akan menimbulkan gempa dengan magnitude yang signifikan juga ( 8 M). Mantle tomography juga memperlihatkan pola slab di bawah Jawa yang tidak mulus, tetapi di beberapa tempat mengalami break-off, sehingga membuat penampilan kehadiran beberapa slab windows. Beberapa ahli (misalnya Hall, 2010) memikirkan bahwa slab break-off atau windows ini akibat buoyant oceanic plateaux tadi yang tidak mau masuk ke dalam zona subduksi, dan telah menggunakan mekanisme ini sebagai penjelasan bahwa kita punya beberapa gunungapi potassic dan ultra-potassic di utara Jawa seperti Muria dan Ringgit Beser. Tetapi saya lebih yakin bahwa gunungapi2 ini mendapatkan karakternya yang keluar dari karakter dominan calk-alkaline di tengah Jawa karena terjadi oleh sesar besar di area back-arc volcanism, jadi bukan subduction-related volcanism. Dari sebaran episentrum di selatan Jawa, juga nampak cukup signifikan suatu area sepi seismik (seismic gap zone) yang kebetulan berada di sebelah selatan sesar mendatar dextral yang cukup signifikan dan kelihatannya aktif bergerak, yaitu Sesar Pamanukan-Cilacap. Seismic gap zone bukankah area potensial untuk terjadi gempa signifikan pada masa mendatang. Barangkali perhatian perlu dibagi juga ke area ini, di samping sesar-sesar regional lainnya yang kita tahu juga aktif seperti Sesar Cimandiri dan Sesar Lembang. Salam. Awang -Original Message- From: andangbacht...@yahoo.com [mailto:andangbacht...@yahoo.com] Sent: 21 Maret 2011 9:09 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin) Pak Irwan, Pak Danny, ... dkk milis, Implikasi lebih luasnya dr analisis terbuka anda2 adalah: mulai perhatikan juga Jawa bagian selatan!! Jangan hanya konsentrasi di barat Sumatra saja.. Bgmn kabar stasiun2 gps kita di Jawa bagian selatan? Bgmn kabar riset2 paleotsunami dan paleoearthquake sepanjang pesisir Jawa selatan? Sejauh mana kita monitor, kita deskripsi, kita uraikan kondisi patahan2 besar di onshore Jawa selatan: yg kemungkinan juga terhubung menerus ke arah offshore dan bisa jadi faktor penguat utama gerakan pelepasan energi gempa yg terkunci? Sesar Cimandiri, kelompok sesar2 di kelurusan Pamanukan-Cilacap, di kelurusan Muria-Kebumen Karanganyar, Sesar Grindulu Pacitan, sesar tua yg membatasi tinggian Tulungagung-Mojokerto-JS1, Sesar Lumajang-Madura GREAT (Graduate Research on Earthquake and Tectonics) yg juga dimotori anda2 mustinya bisa bikin workshop ttg implikasi gempa jepang ini bagi kita semua dlm waktu dekat ini, Juga supaya para administratur dan politisi yg
Re: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)-REF1
Pak Danny, menarik sekali ulasan artikel ini. jadi mungkin metode seperti ini bisa dipakai di Indonesia. kalau Pak ADB usul di selediki di selatan P. Jawa, mungkin bisa bikin high resolution- shallow seismic dengan kapal Baruna nya BPPT, untuk melengkapi data2 yang sudah dimiliki BPPT. Hanya kali ini untuk shallow target dan konsentrasi mendeteksi atau meng identifikasi paleo-tsunami. kalau di sumtra mungkin bisa pake data2 seismic refleksi perusahaan2 minyak yang jumlahnya sdh banyak sekali, nanti ditambahkan lagi kalau perlu. mungkin juga bisa lihat jejak tsunami Gunung Karakatau, Gunung Toba, Gunung Tambora dan fault2 dan tectonic system penyebab tsunami. katanya daerah Flores juga langganan tsunami sejak jaman dulu. just sharing idea in a beautiful equinox morning. fbs From: Danny Hilman Natawidjaja danny.hil...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia fo...@hagi.or.id Sent: Mon, March 21, 2011 2:09:25 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)-REF1 Ini saya kirimkan beberapa referensi untuk diskusi di bawah. -Original Message- From: Danny Hilman Natawidjaja [mailto:danny.hil...@gmail.com] Sent: Monday, March 21, 2011 8:04 AM To: 'iagi-net@iagi.or.id'; 'Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia' Subject: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin) Rekan-rekan Iagi-Netter Ysh, Meneruskan diskusi dari Bung Irwan, Pak Awang, dan rekan-rekan lain, ada beberapa fakta dan pemikiran kunci dari kejadian gempa-tsunami di Jepang tersebut, sbb: FAKTA: 1. Para ahli Jepang sudah salah memperkirakan (underestimate) potensi gempa-tsunami di zona subduksi segmen Miyagi ini. Prediksi gempa yang diberlakukan (dalam peraturan) adalah tidak melebihi skala magnitude 8. Alasannya: di bagian ini pergerakan penunjaman lempeng sebagian besar diakomodasi secaca aseismic (tidak terkunci - uncoupled) dan juga dimensi luasnya tidak besar (karena ada segmentasi fisik). Alasan kenapa segmen Miyagi ini uncoupled adalah karena subducted slabnya sangat tua (~140 MY), sehingga dingin dan berat dan tidak mampu menekan kep. Jepang. Catatan: namun menurut data GPS terbaru dalam bberapa tahun terakhir segmen ini menjadi terkunci (coupled). 2. Kontradiksi dengan anggapan (resmi) di atas Minoura et al (2001) sudah memperingatkan bahwa segmen ini sangat berbahaya karena menurut peneltan paleosesmologi-paleotsunami pernah terjadi gempa dahsyat yang membangkitkan tsunami setinggi 8m di pantai pada tahun 869 AD, disebut sebagai Jogan tsunami. Besar magnitude perkiraannya M8.3 - tentu ini sangat kasar karena data geodesi dan seismiknya tidak ada (hanya berdasarkan rekonstruksi endapan tsunami). Yang juga sangat menarik Minoura memperkirakan bahwa recurrence interval dari supercycle gempa besar ini adalah ~1000 tahun! PEMIKIRAN: 1. Anggapan subduksi lempeng tua dll - sifat aseismic zona subduksi perlu ditinjau ulang. Kasus Gempa Aceh 2004 juga sama. Sebelumnya para ahli men-cap segmen Aceh-Andaman ini tidak mampu mengeluarkan gempa M8. Demikian juga dengan gempa Bengkulu 2007. Saya dkk-pun tidak menyangka bisa ada gempa M8 di sini karena dari jaringan GPS wilayah ini sebagian besar interface-nya uncoupled/unlocked. Kelihatannya potensi maximum suatu sumber gempa hanya masalah time window saja. 2. Hasil studi Minoura bahwa perioda ulang gempa M8 di Miyagi ini ~1000 tahunan sangat menarik. Ingat bahwa relative plate motion di situ sekitar 8 cm/tahun sehingga untuk mengumpulkan regangan/strain sebesar 15m 9setara M8.9) hanya diperlukan waktu sekitar: 15m/8cm ~ 200 tahunan saja. Artinya coefficient of coupling (prosentase kuncian) dari subduction interface-nya paling banter hanya sekitar 20% saja (i.e. 80% aseismic atau steady slip/creeping). Jadi zona subduksi yang dominan aseismic tidak berarti tidak mampu memproduksi gempa raksasa -- hanya masalah waktu saja! Hubungan dengan INDONESIA: 1. Sebagian besar para ahli menganggap bahwa zona subduksi di wilayah Selat Sunda dan Selatan Jawa adalah ASEISMIC. Alasan untuk Selat Sunda karena wilayah ini didominasi oleh extensional tectonics (seperti halnya juga segmen Aceh-Andaman!). Subduksi Selatan Jawa diangap aseismic dan tidak mampu menghasilkan gempa di atas 8 karena Australian plate yang disubduksikannya sangat tua (di atas 150MY) seperti halnya yang di Miyagi (termasuk menurut Prof. Hiroo Kanamori - bekas guru saya di Caltech - tapi kayanya dia sekarang sudah berpikir ulang). Nah anggapan ini tentu HARUS DIKAJI ULANG, terutama karena segmen zona subduksi ini yang paling dekat dengan JAKARTA (dan rencana PLTN di BaBel). 2. Perihal maximum magnitude dari zona subduksi di Selatan Jawa menjadi salah satu perdebatan seru diantara rekan-rekan Tim-9 ketika dalam proses pembuatan Peta Zonasi Bahaya Gempa (PSHA) yang sudah dipublikasikan Juni 2010 lalu. Dari historis dan data seismik (sejak 100 tahun terakhir) besar gempa maksimum
Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami
Vick , Dijual ke Singapura , Anda itu beneran apa bercanda ??? PLTN , di BABEL dengan segala resiko yang bisa besar walaupun BUKAN karena gempa , kan bisa saja seperti Chernobyl , yang menikmatinya Snagpura . akh yang bener saja. Saya kira kabel listrik bawah laut pun masih bisa kita bangun tokh ? Cuma ,kalau berhadapan dengan opini publik memang repot , apalagi Pemerintah sekarang yang sangat populis minded (supaya dipilih lagi).Ini berlangsung diseluruh lini peperintahan !!! dari RI - 1 sampai RI - 2 (Gubernur) RI -3XXX (Bupati) dan RI = 4XXX (Kepala Desa). Jangankan nuklir yang begitu tinggi resikonya , meledakkan dinamit uttk seismik saja , sekrang kalau dilaksanakan dekat tanah /kebun apalagi kampung , sulit sekali pelaksnaannya. si Abah si Abah Kialau yang dikhawatirkan tsunami yg dipicu gempa, tentusaja BaBel aman dari gempa-dan stunami tipe itu. Kalau takut tsunami karena meteor ya semua pantai pasti ga aman. Dari risiko gempa saya rasa daerah itu aman dari ancaman gempa. Peta rawan gempa yg terbaru juga menunjukkan rendahnya ancaman gempa di BaBel. Hanya saja BaBel jauh dari lokasi yg membutuhkan listrik. Mungkin mau dijual ke Singapore ? Rdp On 20/03/2011, Ismail Zaini lia...@indo.net.id wrote: Dari bberapa informasi ternyata Gempa Jepang tidak secara langsung menyebabkan kerusakan pada PLTN Fukushima , yang menyebabkan kerusakan justru karena Tsunami , PLTN tsb yg sudah berusia 40 an Thn didisain dg kekuatan gempa 8,2 SR , pada waktu terjadi gempa kemarin ( 9 SR ) ternyata semua sistem berjalan dg normal , begitu ada gempa semua sistem shutdown ( shutdown otomatis ) dan padam dan reaksi nuklirnya berhenti. Karena ada proses pendinginan maka secara otomatris emergency cooling systemnya berjalan yg dioperasikan oleh Genset daruratnya , tiba tiba Tsunami datang dan merusak Genset darurat tsb shg mati , dan secara darurat/otomatis pula ada backup power dg battery , namun karena kekuatan battery 8 jam dan selama itu Genset daruratnya belum bisa beroperasi lagi , maka terjadilah peristiwa kerusakan tsb , Menurut informasi pada penempatan genset tsb didisain dg ketinggian tsunami 6,5 m namun tsunami yang datang kemarin 7 m shg mengguyur genset dan mematikan Rencananya Indonesia mau juga bangun PLTN ( entah kapan atau kapan kapan ) , berdasarkan hasil studi tapak yang pernah dilakukan lokasinya di Pantai utara Jawa tepatnya di Jepara ( semenanjung Muria ) , namun karena banyak yang pro dan kontra akhirnya gamang juga , kemudian ada wacana untuk memindahkan ke Bangka Belitung ( kabarnya saat ini akan dilakukan survai survai / studi tapak ) . Pertanyaan yg sering muncul : apakah kedua daerah tsb memang betul betul aman dari Tsunami tidak seperti di daerah PLTN Fukhusima tsb , apa yang menyebabkannya secara prinsip , monggo pencerahannya ISM -- Sent from my mobile device *Success is a mind set, not just an achievement* PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - -- ___ Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.
Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami
2011/3/21 Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id: Vick , Dijual ke Singapura , Anda itu beneran apa bercanda ??? PLTN , di BABEL dengan segala resiko yang bisa besar walaupun BUKAN karena gempa , kan bisa saja seperti Chernobyl , yang menikmatinya Snagpura . akh yang bener saja. Saya kira kabel listrik bawah laut pun masih bisa kita bangun tokh ? Malah isunya bisa kebalik Abah. Malaysia/Singapore akan membangun PLTN dan akan menjualnya ke Indonesia. Tentusaja kalau ada apa-apa kita akan menanggungnya juga. Namun konon harga beli dari Malysia di Sabah sekitar 8c/Kwh, sedangkan PLN akan menjual 7c/Kwh. Negara yang mensubsidi. Ntah ini artinya Indonesia mensubsidi rakyat Indonesia atau malah mensubsidi Malaysia ? Yang saya tahu pasti kalau Indonesia menggunakan PLTN pun, untuk instalasi yang pertama ini hanya menyimbang 3-4% total kebutuhan listrik . Dan walaupun sudah dengan PLTNpun Indonesia masih kekurangan listrik. RDP PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt Bdg), 5 departemen, banyak biro... Ayo siapkan diri! Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29 September 2011 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Bls: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)
Ikut menambahkan utk diskusi gempabumi, sy melihat gempabumi yg terjadi dari sisi yang lain, just curiosity. Kalau disebutkan gempabumi terjadi dgn pusat gempa misalnya dgn kedalaman 30 km di jalur subdaksi (Wadati-Benioff Zone) dgn magnitute 8,0 sekian dst…., saya membayangkan sebenarnya apa yg terjadi dibawah sana dari segi perubahan material/mineral…atau lebih mudah disebut sebagai materialisasi gempa. Jika pusat gempa didalam slab kerak samudra yg menunjam dibawah busur kepulauan atau tepi kontinen, sy bayangkan terjadinya perubahan mineral/fasa di dalam slab kerak samudra, misalnya serpentin menjadi olivin atau proses dehydrasi serpentin dalam kondisi ductile dan dalam kondisi padat (tidak meleleh). Jadi pelepasan energi dibawah sana bisa jadi merupakan perubahan fasa suatu mineral. Sama mungkin terjadi proses dehidrasi pada batuan “wet” basalt menjadi metabasalt. Tapi jika terjadi dalam kondisi brittle, mungkin tdk cukup tekanan dan temperatur untuk memungkinkan terjadi perubahan mineral atau fasa. Nah jika pusat gempa tersebut dalam suatu kontinen yg berupa sesar geser (deep seated fault), disebutkan kedalam pusat gempa 30 km, maka pusat gempa berada dalam kondisi ductile di “lower crustal” yg memungkinkan perubahan fasa mineral (dehidrasi), misalnya biotit menjadi piroksen dsb dalam proses pelepasan energi. Dalam ilmu thermodinamika setiap perubahan fasa ada energi yg dikeluarkan dan diserap….seperti itukah kalau kita materilisasaikan suatau gempabumi dlm kondisi ductile?. Kalau kita baca deskripsi di batuan akibat suatu gempa, seperi rekah, patah atau “rupture”, itu sebenarnya deskripsi dari suatu kondisi brittle, bagaimana mana ekspresi dalam kondisi ductile dimana tekanan dan temperature berperan dalam perubahan di batuan?. Salam Ade Kadarusman yg tinggal tepat diatas batuan peridotit yg berada di Patahan Matano Dari: Awang Harun Satyana aha...@bpmigas.go.id Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Terkirim: Sen, 21 Maret, 2011 14:59:41 Judul: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin) Pak Irwan, Pak Danny, hatur nuhun diskusinya. Seperti yang saya harapkan, semoga bencana gempa Tohoku Jepang ini, meskipun tetap sebagai bencana yang merenggut ribuan korban dan merusak banyak fasilitas dan harta benda manusia, dan bahkan juga memberikan efek berantai berupa radiasi radioaktif, tetap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik lagi bagi para ahli gempa untuk menganalisis gempa2 subduksi yang belum sepenuhnya dipahami para ahli itu, demi kepentingan prediksi meskipun masih jauh dari sempurna. Khusus penerapan ke Jawa, saya sangat setuju dengan seruan Pak Andang bahwa Jawa pun kini perlu mendapatkan porsi riset kegempaan yang sama dengan Sumatra karena Jawa juga menghdapi posisi frontal terhadap subduksi kerak samudera Hindia, banyaknya sesar-sesar yang masih aktif, dan terlebih lagi penduduknya banyak. Semoga Pak Danny dan Pak Irwan yang terlibat langsung dengan masalah kegempaan bisa mengingat hal ini untuk ke arah realisasi. Kiranya untuk Jawa, selain jaringan GPS yang cukup rapat, kita pun perlu melibatkan P wave mantle tomography untuk memahami masalah kelandaian, kecuraman, gap dari slab yang masuk ke bawah Jawa seperti didiskusikan Pak Danny untuk kasus gempa Tohoku. Slab yang masuk ke bawah Jawa bervariasi umurnya dari sekitar 100 Ma di sebelah selatan Jawa Barat sampai 140 Ma di sebelah selatan Jawa Timur (Hayes, 1978). Tentu ini akan punya pengaruh kepada karakteristik sudut tekukan Wadati-Benioff zone pada konvergensi lempeng, yang nantinya sedikit banyak akan berpengaruh kepada kegempaan. Jawa juga dari mantle tomography punya low dip of slab sampai kedalaman 100 km, lalu steep dip of slab dari kedalaman 100-600 km. Barangkali ini akan punya karakteristik tersendiri untuk subduction earthquakes. Kejadian oceanic plateaux seperti Roo Rise yang kini ditemukan banyak tersebar di atas kerak samudera Hindia tidak menutup kemungkinan bahwa dulu pun begitu (the present is the key to the past). Oceanic plateaux ini tentu merupakan buoyant object yang sulit tersubduksi karena density-nya yang relatif lebih ringan daripada sekelilingnya. Saat konvergensi terjadi, oceanic plateaux yang sulit masuk ke dalam zona subduksi ini barangkali akan membuat coupling yang signifikan pada interface subduction yang pada saatnya akan menyebabkan akumulasi gaya yang sangat besar yang bila tak tertahankan lagi lalu akan menimbulkan gempa dengan magnitude yang signifikan juga ( 8 M). Mantle tomography juga memperlihatkan pola slab di bawah Jawa yang tidak mulus, tetapi di beberapa tempat mengalami break-off, sehingga membuat penampilan kehadiran beberapa slab windows. Beberapa ahli (misalnya Hall, 2010) memikirkan bahwa slab break-off atau windows ini akibat buoyant oceanic plateaux tadi yang tidak mau masuk ke dalam zona subduksi, dan telah menggunakan
RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)
Halo apakabar Ade? Benar, energi gempa dangkal (20-50km) akibat deformasi elastik adalah mekanik (strain) bukan akibat perubahan fasa mineral. Tapi kalau gempa-gempa dalam, misalnya di zona benioff kedalaman di atas 100 km (dalam lingkungan ductile) energi-nya justru umumnya lebih didominasi oleh perubahan fasa mineral. Salam, Danny From: Ade Kadarusman [mailto:a_kada...@yahoo.com] Sent: Monday, March 21, 2011 7:09 PM To: iagi-net@iagi.or.id Cc: ade.kadarus...@valeinco.com Subject: Bls: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin) Ikut menambahkan utk diskusi gempabumi, sy melihat gempabumi yg terjadi dari sisi yang lain, just curiosity. Kalau disebutkan gempabumi terjadi dgn pusat gempa misalnya dgn kedalaman 30 km di jalur subdaksi (Wadati-Benioff Zone) dgn magnitute 8,0 sekian dst…., saya membayangkan sebenarnya apa yg terjadi dibawah sana dari segi perubahan material/mineral…atau lebih mudah disebut sebagai materialisasi gempa. Jika pusat gempa didalam slab kerak samudra yg menunjam dibawah busur kepulauan atau tepi kontinen, sy bayangkan terjadinya perubahan mineral/fasa di dalam slab kerak samudra, misalnya serpentin menjadi olivin atau proses dehydrasi serpentin dalam kondisi ductile dan dalam kondisi padat (tidak meleleh). Jadi pelepasan energi dibawah sana bisa jadi merupakan perubahan fasa suatu mineral. Sama mungkin terjadi proses dehidrasi pada batuan “wet” basalt menjadi metabasalt. Tapi jika terjadi dalam kondisi brittle, mungkin tdk cukup tekanan dan temperatur untuk memungkinkan terjadi perubahan mineral atau fasa. Nah jika pusat gempa tersebut dalam suatu kontinen yg berupa sesar geser (deep seated fault), disebutkan kedalam pusat gempa 30 km, maka pusat gempa berada dalam kondisi ductile di “lower crustal” yg memungkinkan perubahan fasa mineral (dehidrasi), misalnya biotit menjadi piroksen dsb dalam proses pelepasan energi. Dalam ilmu thermodinamika setiap perubahan fasa ada energi yg dikeluarkan dan diserap….seperti itukah kalau kita materilisasaikan suatau gempabumi dlm kondisi ductile?. Kalau kita baca deskripsi di batuan akibat suatu gempa, seperi rekah, patah atau “rupture”, itu sebenarnya deskripsi dari suatu kondisi brittle, bagaimana mana ekspresi dalam kondisi ductile dimana tekanan dan temperature berperan dalam perubahan di batuan?. Salam Ade Kadarusman yg tinggal tepat diatas batuan peridotit yg berada di Patahan Matano _ Dari: Awang Harun Satyana aha...@bpmigas.go.id Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id Terkirim: Sen, 21 Maret, 2011 14:59:41 Judul: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin) Pak Irwan, Pak Danny, hatur nuhun diskusinya. Seperti yang saya harapkan, semoga bencana gempa Tohoku Jepang ini, meskipun tetap sebagai bencana yang merenggut ribuan korban dan merusak banyak fasilitas dan harta benda manusia, dan bahkan juga memberikan efek berantai berupa radiasi radioaktif, tetap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik lagi bagi para ahli gempa untuk menganalisis gempa2 subduksi yang belum sepenuhnya dipahami para ahli itu, demi kepentingan prediksi meskipun masih jauh dari sempurna. Khusus penerapan ke Jawa, saya sangat setuju dengan seruan Pak Andang bahwa Jawa pun kini perlu mendapatkan porsi riset kegempaan yang sama dengan Sumatra karena Jawa juga menghdapi posisi frontal terhadap subduksi kerak samudera Hindia, banyaknya sesar-sesar yang masih aktif, dan terlebih lagi penduduknya banyak. Semoga Pak Danny dan Pak Irwan yang terlibat langsung dengan masalah kegempaan bisa mengingat hal ini untuk ke arah realisasi. Kiranya untuk Jawa, selain jaringan GPS yang cukup rapat, kita pun perlu melibatkan P wave mantle tomography untuk memahami masalah kelandaian, kecuraman, gap dari slab yang masuk ke bawah Jawa seperti didiskusikan Pak Danny untuk kasus gempa Tohoku. Slab yang masuk ke bawah Jawa bervariasi umurnya dari sekitar 100 Ma di sebelah selatan Jawa Barat sampai 140 Ma di sebelah selatan Jawa Timur (Hayes, 1978). Tentu ini akan punya pengaruh kepada karakteristik sudut tekukan Wadati-Benioff zone pada konvergensi lempeng, yang nantinya sedikit banyak akan berpengaruh kepada kegempaan. Jawa juga dari mantle tomography punya low dip of slab sampai kedalaman 100 km, lalu steep dip of slab dari kedalaman 100-600 km. Barangkali ini akan punya karakteristik tersendiri untuk subduction earthquakes. Kejadian oceanic plateaux seperti Roo Rise yang kini ditemukan banyak tersebar di atas kerak samudera Hindia tidak menutup kemungkinan bahwa dulu pun begitu (the present is the key to the past). Oceanic plateaux ini tentu merupakan buoyant object yang sulit tersubduksi karena density-nya yang relatif lebih ringan daripada sekelilingnya. Saat konvergensi terjadi, oceanic plateaux yang sulit masuk ke dalam zona subduksi ini barangkali akan membuat coupling yang signifikan pada interface subduction
Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami
Saya pernah ikut nyrempet-nyerempet soal penentuan tapak (site) untuk PLTN itu. Yang jadi masalah adalah bahwa selain lokasi yang aman dari bencana alam, juga pertimbangannya adalah pasaran bagi tenaga listrik yang dibangkitkan. Listrik yang dibangkitkan adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang meningkat terus. Dalam hal ini adalah Pulau Jawa yang dijadikan sasaran. Tapak yang pertama diusulkan adalah di Jepara itu, yang setelah dilakukan survey dan analisis adalah lokasi yang paling ideal untuk P. Jawa, namun ditolak oleh masyarakat setempat, sehingga saya kira batal. Gus Dur mengusulkan Pulau Karimun Jawa untuk lokasi PLTN yang menurut hemat saya suatu usulan yang masuk akal secara geologi, karena merupakan daerah yang ideal, dengan penduduk yang sedikit, daerah a-seismic, jauh dari gunung api maupun tsunami dan kemungkinan sea level rise di masa yang akan datang karena cukup berbukit dan mempunyai puncak ketinggian sekitar 600 m di atas permukaan laut, dan terdiri dari batuan metamorphic dan batuan beku. Selain itu juga cukup aman dari gangguan LSM. ] Listrik dapat disalurkan ke Jawa dengan dengan kabel di bawah laut sekitar 100 km, namun ini dianggap menjadikan harga listrik jadi agak mahal. Namun sebetulnya teknologi ini sudah lazim, bahkan konon khabarnya Malaysia akan membuat saluran listrik antara Semenanjung Malaya dengan Serawak. Selain itu juga prasaran pelabuan dsb belum tersedia, itu alesan yang dikemukakan pihak Batan. Kemudian dilakukan survey di Jawa Barat dan Banten di mana saya ikut terlibat, dan sebetulnya tidak ada lokasi yang baik, karena di pantai utara ini subsurfacenya terdiri dari sediment/alluvial, dan sampai kini suatu PLTN harus berdiri di atas bedrock, tetapi dekat pantai untuk kepentingan air pendinginnya (di Jepangpun walau PLTNnya berada di pantai, tetap dipilih tempat yang bedrocknya muncul). Selain kemungkin bencana alam seperti gempa, gunung api, kemungkan amblas, adanya patahan aktif, keadaan air tanah dsb juga diperhitungkan juga kemungkinan ganggauan cuaca extrim, dari segi kependudukan, masalah sosial dsb, debu gunung api, jalur lalu lintas udara, jalur pelayaran, jalur pipa minyak dan gas, jalan raya, industri sampai ada lebih dari 12 item, (yang masing2 dikerjakan oleh 1 team) yang harus diperhitungkan sesuai dengan ketentuan standard dari IAEA yang sangat ketat. Hasil survey dan analisis ini dikonsultasikan dengan para pakar geoscientist dari Jepang, dan harus disetujui oleh team dari IAEA. Tetapi akhirnya dipilih di pantai utara Banten atau salah satu pulau kecil di utara Teluk Banten yang bedrocknya terdiri dari gamping (mungkin coral reef), walaupun saya sendiri heran karena berdasarkan hasil analisa kegempaan dan volcanology adalah paling aman, termasuk simulasi tsunami, karena terlindung oleh ujung yang menghalanginya dari Selat Sunda, hanya akan menghasilkan tinggi gelombang kurang dari 1 m. Tetapi bagaimana kalau Krakatau meletus dan menyebabkan hujan abu yang lebat yang dapat mengganggu ventilasi? Faktor politik juga berpengaruh, karena Gubernur Banten sangat enthusias dan memberi dukungan penuh atas lokasi tapak PLTN ini. Tapak ini sudah selesai diselidiki secara geotechnics. Usulan berikutnya adalah penyelidikan tapak untuk PLTN di Bangka, yang baru saja ditenderkan yang diikuti perusahaan konsultan luar dan dalam negeri. Saya belum dengar siapa yang memenangkan tender ini (barangkali saya akan tidak terlibat lagi?). Adanya kebocoran PLTN di Jepang karena tsunami mungkin akan berpengaruh pada keputusan pendirian PLTN ini dan akan lebih masuk akal dari pada di Banten. Sebetulnya yang paling ideal sih tetap Pulau Karimun Jawa, selain bebas bencana alam juga bebas dari LSM. Menurut hemat saya pendirian PLTN di Bangka lebih masuk akal dari segi bencana alami, daerah a-seismic, jauh dari gunung api, secara geologi stabil, bedrock terdiri dari batuan granit dsb dsb. Juga dari segi penyaluran listriknya. Listrik akan disalurkan lewat Sumatra Selatan dan akhirnya ke Jawa juga lewat kabel bawah laut yang mungkin sudah ada di Selat Sunda ini, sebagai mana yang telah ada di Selat Bali. Itulah pengalaman yang saya bisa share mengenai PLTN ini Wassalam RPK - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, March 21, 2011 4:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami 2011/3/21 Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id: Vick , Dijual ke Singapura , Anda itu beneran apa bercanda ??? PLTN , di BABEL dengan segala resiko yang bisa besar walaupun BUKAN karena gempa , kan bisa saja seperti Chernobyl , yang menikmatinya Snagpura . akh yang bener saja. Saya kira kabel listrik bawah laut pun masih bisa kita bangun tokh ? Malah isunya bisa kebalik Abah. Malaysia/Singapore akan membangun PLTN dan akan menjualnya ke Indonesia. Tentusaja kalau ada apa-apa kita akan menanggungnya juga. Namun konon harga beli dari Malysia di Sabah sekitar 8c/Kwh,
Re: Bls: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN
Awang Menarik dan sangat menggembirakan bahwa pada masa seperi sekarang dimana materi menjadi faktor utama , masih ada sekelompok warga yang berminat untuk menelaah hal hal spt ini. Terlepas dari pro dan kon -nya , saluut dari si Abah . Ada pertanyaan mengenai tokoh Jatayu yang anda sitir didalam keterangan Anda , Kalau tidak salah tokoh Jetayu itu ada dicerita Ramayana . Mohon pencerahannya. Terima kasih. si Abah On Tue, March 22, 2011 8:44 am, Awang Satyana wrote: Usaha Pak Agung, Pak Timmy dkk-nya dari Yayasan Turangga Seta yang sedang mencari bukti bahwa Indonesia (Jawa) pada masa lalu pernah berkebudayaan sangat tinggi, berkebudayaan Atlantis (Santos, 2005), penakluk bangsa-bangsa seperti Afrika Utara, Timur Tengah dan Amerika (Indian), patut dipuji melihat semangatnya menggali masa lalu. Kini, termasuk menafsirkan bangunan dan relief candi-candi Sukuh, Cetho/Ceto/Ceta dan Penataran sebagai candi-candi yang ditafsirkannya lebih mirip bangunan piramida di Mesir atau piramida suku Maya di Amerika Tengah, daripada candi-candi Jawa, sekaligus relief2 yang menggambarkan penaklukan bangsa Timur Tengah dan Indian oleh Jawa. Cukup menarik metode mereka menyamakan patung-patung dan relief-relief di ketiga candi itu dengan patung-patung dan ornamen2 dari Afrika Utara, Timur Tengah dan Indian. Sangat jelas bahwa mereka sangat diinspirasi oleh buku Atlantis karya Santos (2005) yang menyebutkan bahwa kebudayaan membangun piramida berasal dari Jawa lalu menyebar ke Afrika, Timur Tengah dan Amerika Tengah. Tetapi, menurut hemat saya, mereka hanya menampilkan sebagian patung dan relief yang dirasakannya mendukung tesis Santos (2005) saja, dan tidak memasukkan banyak patung dan relief yang sama-sekali tak berhubungan dengan Afrika Utara-Timur Tengah- Amerika Tengah. Relief dan arca di candi-candi Penataran, Sukuh dan Cheto tak hanya yang ada di artikel yang mereka tulis. Candi Sukuh dan Cetho di Kabupaten Karanganyar, sebelah timur Solo, di lereng barat Gunung Lawu sudah diketahui sebagai candi-candi yang unik sejak zaman Stutterheim, ahli arkeologi Belanda, menelitinya pada tahun 1930-an. Pembuatan patung dan reliefnya memang lebih kasar daripada relief dan patung candi-candi pada umumnya, itu juga yang membuat Stutterheim berpikir bahwa pemahatnya bukan pekerja dari kalangan istana, tetapi pemahat biasa dari desa sekitarnya. Beberapa prasasti yang agak kasar, yang masih memakai tarikh candrasangkala Saka (1416-1459 M untuk Candi Sukuh dan 1468-1475 untuk Candi Cetho) memastikan persamaan waktu urutan pembangunan kedua candi ini yang dibangun pada masing-masing ketinggian 910 m (Sukuh) dan 1470 m dpl (Cetho). Kedua candi dibangun secara punden berundak dan menghadap ke barat, mungkin ke arah Merapi (padahal mereka duduk di lereng Lawu, boleh diduga bahwa Merapi pada saat itu lebih aktif daripada Lawu, dan kedua candi ini barangkali dibangun untuk maksud tertentu dalam penyembahan terhadap Merapi). Tak usah mengherankan mengapa pembangunannya menggunakan batuan andesitik sebab memang di lereng Gunung Lawu banyak material itu, seperti halnya candi-candi di Jawa Tengah. Gunung Lawu berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan kedua candi ini dibangun di wilayah Jawa Tengah, sehingga masih memiliki sifat2 candi Jawa Tengah yang dibangun dengan batugunung, meskipun struktur bangunannya berbeda dari umumnya candi-candi Jawa Tengah, juga berbeda dari candi-candi Majapahit di Jawa Timur meskipun dibangun pada zaman Majapahit. Tak usah diragukan lagi kronologi pembangunannya sebab tahun-tahun Saka itu (1 Saka=78 M) tercantum di candi tersebut, sehingga kita tak perlu mereka-reka kapan tahun pembuatannya. Tak usah diherankan pula mengapa candi-candi ini mirip piramid, sebab kedua candi dibangun di lereng gunung yang cukup tinggi, sehingga dibangun berupa teras-teras yang berundak yang langsung digali di lereng gunung (tiga teras di Sukuh, dan tujuh di Cetho, dan di Sukuh masih ditambah dengan sebuah piramida besar ditopangi oleh sebuah lingga bertingkat dan sebuah sistem saluran air yang unik. Pak Agung dkk dari Yayasan Turangga Seta hanya menampilkan patung2 dan relief2 yang dirasa mirip-mirip dengan gambaran orang2 dari Afrika, Timur Tengah dan Indian -sehingga cocok dengan tesis Santos (2005) tentang Indonesia adalah Atlantis yang pernah menaklukan Afrika, Timur Tengah dan Amerika. Padahal, ikonografi utama kedua candi bukanlah patung dan relief yang digambarkan Pak Agung dkk, melainkan figur-figur terpentingnya adalah (baik relief maupun arca) menggambarkan Bima dan adiknya Sadewa. Sekalipun mereka merupakan tokoh2 Mahabharata, di sini mereka muncul dalam adegan-adegan khas Jawa. Gambaran2 Bima tampaknya berasal dari lakon Dewaruci yang dikenal baik oleh para penggemar wayang Jawa. Sadewa juga muncul pada sebuah karangan masa lalu bernama Sudamala, yang menceritakan bagaimana Sadewa berhasil meruwat Uma dari kutukan yang
Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami
Pak Kusuma Tahun 1970 saya pernah ke Pulau Karimun Jawa , memang merupakan daerah dengan dominasi kwarsit (karena itu pantainya sangat jernih). Tapi rasanya saya tidak melihat perbukitan yang tinggi sampai 600 meter.. Mungkin saya tidak melewati daerah tsb. si Abah . \On Mon, February 21, 2011 11:03 pm, R.P.Koesoemadinata wrote: Saya pernah ikut nyrempet-nyerempet soal penentuan tapak (site) untuk PLTN itu. Yang jadi masalah adalah bahwa selain lokasi yang aman dari bencana alam, juga pertimbangannya adalah pasaran bagi tenaga listrik yang dibangkitkan. Listrik yang dibangkitkan adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang meningkat terus. Dalam hal ini adalah Pulau Jawa yang dijadikan sasaran. Tapak yang pertama diusulkan adalah di Jepara itu, yang setelah dilakukan survey dan analisis adalah lokasi yang paling ideal untuk P. Jawa, namun ditolak oleh masyarakat setempat, sehingga saya kira batal. Gus Dur mengusulkan Pulau Karimun Jawa untuk lokasi PLTN yang menurut hemat saya suatu usulan yang masuk akal secara geologi, karena merupakan daerah yang ideal, dengan penduduk yang sedikit, daerah a-seismic, jauh dari gunung api maupun tsunami dan kemungkinan sea level rise di masa yang akan datang karena cukup berbukit dan mempunyai puncak ketinggian sekitar 600 m di atas permukaan laut, dan terdiri dari batuan metamorphic dan batuan beku. Selain itu juga cukup aman dari gangguan LSM. ] Listrik dapat disalurkan ke Jawa dengan dengan kabel di bawah laut sekitar 100 km, namun ini dianggap menjadikan harga listrik jadi agak mahal. Namun sebetulnya teknologi ini sudah lazim, bahkan konon khabarnya Malaysia akan membuat saluran listrik antara Semenanjung Malaya dengan Serawak. Selain itu juga prasaran pelabuan dsb belum tersedia, itu alesan yang dikemukakan pihak Batan. Kemudian dilakukan survey di Jawa Barat dan Banten di mana saya ikut terlibat, dan sebetulnya tidak ada lokasi yang baik, karena di pantai utara ini subsurfacenya terdiri dari sediment/alluvial, dan sampai kini suatu PLTN harus berdiri di atas bedrock, tetapi dekat pantai untuk kepentingan air pendinginnya (di Jepangpun walau PLTNnya berada di pantai, tetap dipilih tempat yang bedrocknya muncul). Selain kemungkin bencana alam seperti gempa, gunung api, kemungkan amblas, adanya patahan aktif, keadaan air tanah dsb juga diperhitungkan juga kemungkinan ganggauan cuaca extrim, dari segi kependudukan, masalah sosial dsb, debu gunung api, jalur lalu lintas udara, jalur pelayaran, jalur pipa minyak dan gas, jalan raya, industri sampai ada lebih dari 12 item, (yang masing2 dikerjakan oleh 1 team) yang harus diperhitungkan sesuai dengan ketentuan standard dari IAEA yang sangat ketat. Hasil survey dan analisis ini dikonsultasikan dengan para pakar geoscientist dari Jepang, dan harus disetujui oleh team dari IAEA. Tetapi akhirnya dipilih di pantai utara Banten atau salah satu pulau kecil di utara Teluk Banten yang bedrocknya terdiri dari gamping (mungkin coral reef), walaupun saya sendiri heran karena berdasarkan hasil analisa kegempaan dan volcanology adalah paling aman, termasuk simulasi tsunami, karena terlindung oleh ujung yang menghalanginya dari Selat Sunda, hanya akan menghasilkan tinggi gelombang kurang dari 1 m. Tetapi bagaimana kalau Krakatau meletus dan menyebabkan hujan abu yang lebat yang dapat mengganggu ventilasi? Faktor politik juga berpengaruh, karena Gubernur Banten sangat enthusias dan memberi dukungan penuh atas lokasi tapak PLTN ini. Tapak ini sudah selesai diselidiki secara geotechnics. Usulan berikutnya adalah penyelidikan tapak untuk PLTN di Bangka, yang baru saja ditenderkan yang diikuti perusahaan konsultan luar dan dalam negeri. Saya belum dengar siapa yang memenangkan tender ini (barangkali saya akan tidak terlibat lagi?). Adanya kebocoran PLTN di Jepang karena tsunami mungkin akan berpengaruh pada keputusan pendirian PLTN ini dan akan lebih masuk akal dari pada di Banten. Sebetulnya yang paling ideal sih tetap Pulau Karimun Jawa, selain bebas bencana alam juga bebas dari LSM. Menurut hemat saya pendirian PLTN di Bangka lebih masuk akal dari segi bencana alami, daerah a-seismic, jauh dari gunung api, secara geologi stabil, bedrock terdiri dari batuan granit dsb dsb. Juga dari segi penyaluran listriknya. Listrik akan disalurkan lewat Sumatra Selatan dan akhirnya ke Jawa juga lewat kabel bawah laut yang mungkin sudah ada di Selat Sunda ini, sebagai mana yang telah ada di Selat Bali. Itulah pengalaman yang saya bisa share mengenai PLTN ini Wassalam RPK - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, March 21, 2011 4:45 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami 2011/3/21 Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id: Vick , Dijual ke Singapura , Anda itu beneran apa bercanda ??? PLTN , di BABEL dengan segala resiko yang bisa besar walaupun BUKAN karena gempa
RE: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran
Rekan-rekan IAGI yang budiman, Mang Okim sangat beruntung dapat hadir di pertemuan Gedung Sate Bandung tanggal 3 Maret 2011 yang lalu , untuk mendengarkan presentasi Pak Agung dan team Turangga Seta (TS) tentang temuannya di Candi Cetho dan Candi Penataran . Presentasinya yang dilengkapi dengan tayangan power point yang begitu menarik , betul-betul membuat semua yang hadir termasuk Pak Wagub Jabar terperangah ( apalagi mang Okim - - - ta’ iya ! ). Temuan Pak Agung di kedua candi tersebut sangat orisinil dan tampaknya belum pernah tersentuh / disadari oleh para ahli sejarah kita sebelumnya. Pak Lutfi Yondri , ahli arkeologi yang penemu fosil manusia prasejarah di Situs Gua Pawon, sampai mengajak Pak Agung dan team untuk berbicara di Kongres Nasional Arkeologi yang akan dilaksanakan beberapa bulan yang akan datang. Dalam kaitannya dengan temuan Pak Agung dan team TS di Candi Cetho dan Candi Penataran ini, mang Okim kira tidak perlu ada pendamping ahli geologi karena mereka sangat ahli dalam menganalisa ukiran-ukiran di dinding candi dan membandingkannya dengan ukiran-ukiran sejenis di candi luar negeri. Sebaliknya, untuk kasus Piramida, mang Okim sangat menganjurkan agar ada pendamping ahli geologi yang pengamatan di lapangannya murni didasarkan kepada ilmu kebumian ( khususnya physical geology ). Dengan demikian maka team TS tidak perlu lagi minta bantuan para penunggu ghoib di lapangan dan melakukan penelitiannya di malam hari ( mereka memlesetkan teamnya sebagai alumnus MIT, singkatan dari Menyan Institute of Technology - - - silahkan baca di Google ). Salam cinta geo-arkeologi, Mang Okim From: Franciscus B Sinartio [mailto:fbsinar...@yahoo.com] Sent: 21 Maret 2011 21:25 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN Suatu hasil penelitian yang sangat sangat menarik dari Pak Agung dan Pak Timmy, saya pikir keahlian mereka dalam arkeologi sangat sangat outstanding. kalau misalnya dalam team mereka ada geologist yang bisa membantu, saya yakin kemajuan yang dicapai akan jauh lebih pesat. hayo siapa yang mau kerjsama dengan mereka? fbs _ From: Ikhsyat SYUKUR pr_i...@yahoo.com To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Mon, March 21, 2011 2:45:52 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN Powered by IAGIBerry® _ From: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com Date: Mon, 21 Mar 2011 21:12:43 +0800 To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN Salam ada tulisan menarik dari Pak Agung Bimo Sutejo tentang candi Cetho dan Penataran http://www.google.co.id/url?sa=t http://www.google.co.id/url?sa=tsource=webcd=5ved=0CCoQFjAEurl=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F21535421%2F929020521%2Fname%2FUNKNOWN_PARAMETER_VALUEei=2EmHTfQyjOytB_uDgCsusg=AFQjCNHvxYEscBjrdSkzowyTy4bHz7TgEg source=webcd=5ved=0CCoQFjAEurl=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F21535421%2F929020521%2Fname%2FUNKNOWN_PARAMETER_VALUEei=2EmHTfQyjOytB_uDgCsusg=AFQjCNHvxYEscBjrdSkzowyTy4bHz7TgEg
RE: Bls: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN
Thx Awang . si Abah On Tue, March 22, 2011 9:51 am, Awang Harun Satyana wrote: Abah, Jatayu muncul baik dalam cerita Mahabharata maupun Ramayana. Dalam Mahabharata versi India, Jatayu yang sering menjadi kendaraan para dewa itu, adalah anak Aruna dan Syeni (tak populer di Indonesia). Yang lebih populer di Indonesia adalah Jatayu dalam cerita Ramayana, yang merupakan anak Garuda, yang membantu Rama mencari istrinya, Sinta, ke Alengka. Sayang Jatayu gugur oleh Rahwana/Rawana. Dalam relief2 Candi2 Sukuh muncul baik Garuda maupun Jatayu di teras ketiga, sinkretisme antara Mahabharata dan Ramayana, yang juga sebenarnya diturunkan dari cerita Hindu kuno. Dalam relief itu digambarkan bahwa Garuda adalah anak seorang wanita bernama Winata. Winata juga mempunyai seorang anak lain yang tak berkaki bernama Aruna. Aruna inilah yang kemudian nantinya bersama Syeni melahirkan Jatayu. Maka Mahabharata dan Ramayana berhubungan di relief2 Candi Sukuh. Salam, Awang From: Yanto R.Sumantri [mailto:yrs...@rad.net.id] Sent: 22 Maret 2011 9:13 To: iagi-net Subject: Re: Bls: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN Awang Menarik dan sangat menggembirakan bahwa pada masa seperi sekarang dimana materi menjadi faktor utama , masih ada sekelompok warga yang berminat untuk menelaah hal hal spt ini. Terlepas dari pro dan kon -nya , saluut dari si Abah . Ada pertanyaan mengenai tokoh Jatayu yang anda sitir didalam keterangan Anda , Kalau tidak salah tokoh Jetayu itu ada dicerita Ramayana . Mohon pencerahannya. Terima kasih. si Abah On Tue, March 22, 2011 8:44 am, Awang Satyana wrote: Usaha Pak Agung, Pak Timmy dkk-nya dari Yayasan Turangga Seta yang sedang mencari bukti bahwa Indonesia (Jawa) pada masa lalu pernah berkebudayaan sangat tinggi, berkebudayaan Atlantis (Santos, 2005), penakluk bangsa-bangsa seperti Afrika Utara, Timur Tengah dan Amerika (Indian), patut dipuji melihat semangatnya menggali masa lalu. Kini, termasuk menafsirkan bangunan dan relief candi-candi Sukuh, Cetho/Ceto/Ceta dan Penataran sebagai candi-candi yang ditafsirkannya lebih mirip bangunan piramida di Mesir atau piramida suku Maya di Amerika Tengah, daripada candi-candi Jawa, sekaligus relief2 yang menggambarkan penaklukan bangsa Timur Tengah dan Indian oleh Jawa. Cukup menarik metode mereka menyamakan patung-patung dan relief-relief di ketiga candi itu dengan patung-patung dan ornamen2 dari Afrika Utara, Timur Tengah dan Indian. Sangat jelas bahwa mereka sangat diinspirasi oleh buku Atlantis karya Santos (2005) yang menyebutkan bahwa kebudayaan membangun piramida berasal dari Jawa lalu menyebar ke Afrika, Timur Tengah dan Amerika Tengah. Tetapi, menurut hemat saya, mereka hanya menampilkan sebagian patung dan relief yang dirasakannya mendukung tesis Santos (2005) saja, dan tidak memasukkan banyak patung dan relief yang sama-sekali tak berhubungan dengan Afrika Utara-Timur Tengah- Amerika Tengah. Relief dan arca di candi-candi Penataran, Sukuh dan Cheto tak hanya yang ada di artikel yang mereka tulis. Candi Sukuh dan Cetho di Kabupaten Karanganyar, sebelah timur Solo, di lereng barat Gunung Lawu sudah diketahui sebagai candi-candi yang unik sejak zaman Stutterheim, ahli arkeologi Belanda, menelitinya pada tahun 1930-an. Pembuatan patung dan reliefnya memang lebih kasar daripada relief dan patung candi-candi pada umumnya, itu juga yang membuat Stutterheim berpikir bahwa pemahatnya bukan pekerja dari kalangan istana, tetapi pemahat biasa dari desa sekitarnya. Beberapa prasasti yang agak kasar, yang masih memakai tarikh candrasangkala Saka (1416-1459 M untuk Candi Sukuh dan 1468-1475 untuk Candi Cetho) memastikan persamaan waktu urutan pembangunan kedua candi ini yang dibangun pada masing-masing ketinggian 910 m (Sukuh) dan 1470 m dpl (Cetho). Kedua candi dibangun secara punden berundak dan menghadap ke barat, mungkin ke arah Merapi (padahal mereka duduk di lereng Lawu, boleh diduga bahwa Merapi pada saat itu lebih aktif daripada Lawu, dan kedua candi ini barangkali dibangun untuk maksud tertentu dalam penyembahan terhadap Merapi). Tak usah mengherankan mengapa pembangunannya menggunakan batuan andesitik sebab memang di lereng Gunung Lawu banyak material itu, seperti halnya candi-candi di Jawa Tengah. Gunung Lawu berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan kedua candi ini dibangun di wilayah Jawa Tengah, sehingga masih memiliki sifat2 candi Jawa Tengah yang dibangun dengan batugunung, meskipun struktur bangunannya berbeda dari umumnya candi-candi Jawa Tengah, juga berbeda dari candi-candi Majapahit di Jawa Timur meskipun dibangun pada zaman Majapahit. Tak usah diragukan lagi kronologi pembangunannya sebab tahun-tahun Saka itu (1 Saka=78 M) tercantum di candi tersebut, sehingga kita tak perlu mereka-reka kapan tahun pembuatannya. Tak usah
Re: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran
Kalau di penggalian purbakala / arkeologi, apakah ada metode tidak langsung (geophysical method etc) yang bisa digunakan untuk memastikan kalau memang ada situs arkeologi di tempat tertentu sebelum dilakukan penggalian ? Ambil contoh gunung dengan piramida ... kalau memang disitu ada bentuk piramida/candi yang dibentuk dengan bahan batuan yang ada disekitarnya , apakah ada metoda geofisika ( magnetic/density etc) yang bisa digunakan untuk memastikan bentuknya sebelum digali / dikupas atau hanya bisa dilakukan dengan pengamatan mata di lapangan ? 2011/3/22 sujatmiko m...@cbn.net.id Rekan-rekan IAGI yang budiman, Mang Okim sangat beruntung dapat hadir di pertemuan Gedung Sate Bandung tanggal 3 Maret 2011 yang lalu , untuk mendengarkan presentasi Pak Agung dan team Turangga Seta (TS) tentang temuannya di Candi Cetho dan Candi Penataran . Presentasinya yang dilengkapi dengan tayangan power point yang begitu menarik , betul-betul membuat semua yang hadir termasuk Pak Wagub Jabar terperangah ( apalagi mang Okim - - - ta’ iya ! ). Temuan Pak Agung di kedua candi tersebut sangat orisinil dan tampaknya belum pernah tersentuh / disadari oleh para ahli sejarah kita sebelumnya. Pak Lutfi Yondri , ahli arkeologi yang penemu fosil manusia prasejarah di Situs Gua Pawon, sampai mengajak Pak Agung dan team untuk berbicara di Kongres Nasional Arkeologi yang akan dilaksanakan beberapa bulan yang akan datang. Dalam kaitannya dengan temuan Pak Agung dan team TS di Candi Cetho dan Candi Penataran ini, mang Okim kira tidak perlu ada pendamping ahli geologi karena mereka sangat ahli dalam menganalisa ukiran-ukiran di dinding candi dan membandingkannya dengan ukiran-ukiran sejenis di candi luar negeri. Sebaliknya, untuk kasus Piramida, mang Okim sangat menganjurkan agar ada pendamping ahli geologi yang pengamatan di lapangannya murni didasarkan kepada ilmu kebumian ( khususnya physical geology ). Dengan demikian maka team TS tidak perlu lagi minta bantuan para penunggu ghoib di lapangan dan melakukan penelitiannya di malam hari ( mereka memlesetkan teamnya sebagai alumnus MIT, singkatan dari Menyan Institute of Technology - - - silahkan baca di Google ). Salam cinta geo-arkeologi, Mang Okim *From:* Franciscus B Sinartio [mailto:fbsinar...@yahoo.com] *Sent:* 21 Maret 2011 21:25 *To:* iagi-net@iagi.or.id *Subject:* [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN Suatu hasil penelitian yang sangat sangat menarik dari Pak Agung dan Pak Timmy, saya pikir keahlian mereka dalam arkeologi sangat sangat outstanding. kalau misalnya dalam team mereka ada geologist yang bisa membantu, saya yakin kemajuan yang dicapai akan jauh lebih pesat. hayo siapa yang mau kerjsama dengan mereka? fbs -- *From:* Ikhsyat SYUKUR pr_i...@yahoo.com *To:* iagi-net@iagi.or.id *Sent:* Mon, March 21, 2011 2:45:52 PM *Subject:* Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN Powered by IAGIBerry® -- *From: *kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com *Date: *Mon, 21 Mar 2011 21:12:43 +0800 *To: *iagi-net@iagi.or.id *ReplyTo: *iagi-net@iagi.or.id *Subject: *Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN Salam ada tulisan menarik dari Pak Agung Bimo Sutejo tentang candi Cetho dan Penataran http://www.google.co.id/url?sa=tsource=webcd=5ved=0CCoQFjAEurl=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F21535421%2F929020521%2Fname%2FUNKNOWN_PARAMETER_VALUEei=2EmHTfQyjOytB_uDgCsusg=AFQjCNHvxYEscBjrdSkzowyTy4bHz7TgEg * *
RE: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran
Tentu saja ada metode2 geofisika untuk membantu penelitian2 arkeologi. Masalahnya adalah pada pemilihan metode yang tepat dan penafsiran yang baik. Ekskavasi arkeologi bersifat destruktif karena membongkar satu kawasan tertentu. Iya kalau ada artefak di dalamnya, akan berguna untuk ilmu pengetahuan; kalau tidak ada, ya hanya merusak. Maka sebelum menggali-gali dan membongkar-bongkar, ada baiknya melakukan penelitian2 dengan metode geofisika yang tepat, alat2 yang akurat, datanya diolah dengan benar, dan ditafsirkan dengan baik sebelum memulai membongkar-bongkar. Saat ini, ada banyak pilihan berbagai metode geofisika yang bisa digunakan untuk membantu para ahli arkeologi menjawab kecurigaannya, misalnya: METAL DETECTORS RESISTIVITY METHOD GROUND-PENETRATING RADAR (GPR) HIGH-FREQUENCY SEISMIC SOUNDING MAGNETOMETRY MICROGRAVITY AERIAL PHOTOGRAPHY AND IMAGERY Metode mana yang dipilih akan bergantung kepada keunggulan dan keterbatasan metode/alat, jenis artefak apa yang diharapkan, dan lingkungan medan/terrain sekitarnya. Untuk melakukan hal ini geophysicist dan archeologist harus berdiskusi, memutuskan mana yang tepat. Beberapa contoh kasus: undersea archeologist banyak menggunakan metal detector untuk menemukan harta karun yang ditinggalkan kapal-kapal yang karam ratusan tahun lalu. Semakin bagus coil dan power transmitternya, semakin peka metal detector, semakin dalam juga kemampuan penetrasinya, tetapi tetap ada batasannya, 15 ft adalah batasannya. GPR, pernah dilakukan beberapa kali untuk mendeteksi keberadaan bangunan di bawah tanah. Modern magnetometer cukup peka untuk mendeteksi perubahan 1 gamma saja dari medan magnetik sebesar 50,000 gamma. Magnetometer ini di Timur Tengah telah berjasa membantu menemukan situs2 kota yang dibangun dengan bata2 yang dibakar sebab ternyata batulempung yang dibakar menjadi bata punya anomali magnetik yang tinggi, dan tentu saja magnetometer sangat berguna untuk situs2 yang dibangun pada Zaman Besi. Foto udara dan processing citra telah membantu penemuan the Temple Mount di Yerusalem dengan cara pengolahan thermal infra-red images. Masalah lain adalah, banyak pembuat nonprofesional alat-alat geofisika itu yang ditawarkan kepada dunia arkeologi dengan harga yang relatif murah. Penelitian arkeologi bukanlah penelitian ekonomis seperti di perminyakan atau tambang yang pasti menggunakan peralatan yang akurat dan canggih. Penelitian2 arkeologi biasanya punya anggaran yang tidak besar, sering juga dibiayai oleh donasi dari yayasan2 tertentu. Maka pengadaan peralatan geofisika yang canggih tetapi mahal menjadi problem tersendiri. Maka ketika ada yang menawarkan alat2 yang murah, mereka menerimanya, padahal peralatannya tidak akurat. Di situlah problemnya. Salam, Awang From: kartiko samodro [mailto:kartiko.samo...@gmail.com] Sent: 22 Maret 2011 11:00 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Kalau di penggalian purbakala / arkeologi, apakah ada metode tidak langsung (geophysical method etc) yang bisa digunakan untuk memastikan kalau memang ada situs arkeologi di tempat tertentu sebelum dilakukan penggalian ? Ambil contoh gunung dengan piramida ... kalau memang disitu ada bentuk piramida/candi yang dibentuk dengan bahan batuan yang ada disekitarnya , apakah ada metoda geofisika ( magnetic/density etc) yang bisa digunakan untuk memastikan bentuknya sebelum digali / dikupas atau hanya bisa dilakukan dengan pengamatan mata di lapangan ? 2011/3/22 sujatmiko m...@cbn.net.idmailto:m...@cbn.net.id Rekan-rekan IAGI yang budiman, Mang Okim sangat beruntung dapat hadir di pertemuan Gedung Sate Bandung tanggal 3 Maret 2011 yang lalu , untuk mendengarkan presentasi Pak Agung dan team Turangga Seta (TS) tentang temuannya di Candi Cetho dan Candi Penataran . Presentasinya yang dilengkapi dengan tayangan power point yang begitu menarik , betul-betul membuat semua yang hadir termasuk Pak Wagub Jabar terperangah ( apalagi mang Okim - - - ta' iya ! ). Temuan Pak Agung di kedua candi tersebut sangat orisinil dan tampaknya belum pernah tersentuh / disadari oleh para ahli sejarah kita sebelumnya. Pak Lutfi Yondri , ahli arkeologi yang penemu fosil manusia prasejarah di Situs Gua Pawon, sampai mengajak Pak Agung dan team untuk berbicara di Kongres Nasional Arkeologi yang akan dilaksanakan beberapa bulan yang akan datang. Dalam kaitannya dengan temuan Pak Agung dan team TS di Candi Cetho dan Candi Penataran ini, mang Okim kira tidak perlu ada pendamping ahli geologi karena mereka sangat ahli dalam menganalisa ukiran-ukiran di dinding candi dan membandingkannya dengan ukiran-ukiran sejenis di candi luar negeri. Sebaliknya, untuk kasus Piramida, mang Okim sangat menganjurkan agar ada pendamping ahli geologi yang pengamatan di lapangannya murni didasarkan kepada ilmu kebumian ( khususnya physical geology ). Dengan demikian maka team TS tidak perlu lagi minta bantuan para
Re: [iagi-net-l] Fw: Fraser Institute - Petroleum Survey 2010
Rekan rekan Dari info informal yang saya dengar (ada bocoran draft UU Migas yang katanya versi DPR) , bahkan dalam RUU yang baru segala sesuatu termasuk kontrak harus dengan persetujuan DPR. Untuk diketahui , saat ini Cost Recovery (karena dianggap utang negara) harus dimasukan kedalam RAPBN , baru kalau sudah disetujui akan dapat direalisasikan , APA Benar begitu ??? Mohon yang mengetahui dapat memberikan pencerahan. Kan bertambah puaaanjang jalur birokrasinya . si Abah On Tue, March 22, 2011 9:12 am, Wayan Ismara Heru Young wrote: apa mungkin memang sengaja dipersulit untuk investor luar supaya bisa dikembangkan oleh anak negeri sendiri seperti cita-citanya Bung Karno dulu? From: Danu Widhisiadji dwidhid...@yahoo.com To: IAGI iagi-net@iagi.or.id Sent: Tue, March 22, 2011 10:00:53 AM Subject: [iagi-net-l] Fw: Fraser Institute - Petroleum Survey 2010 ---attachment---deleted--- --- On Tue, 3/22/11, Danu Widhisiadji dwidhid...@yahoo.com wrote: From: Danu Widhisiadji dwidhid...@yahoo.com Subject: Fw: Fraser Institute - Petroleum Survey 2010 To: IAGI iagi-net@iagi.or.id Date: Tuesday, March 22, 2011, 8:24 AM Dear All, Mungkin menarik untuk dibaca, Terlampir potongan Petikan Hasil Survey oleh âeuro;oelig;Fraser Institute - Petroleum Survey 2010âeuro; yang dapat diakses di http://www.fraserinstitute.org/uploadedFiles/fraser-ca/Content/research-news/research/publications/global-petroleum-survey-2010.pdf Survey tersebut menyebutkan salah satu hasilnya sbb: INDONESIA âeuro;oelig;Corruption and poor data access.âeuro; âeuro;oelig;Profit sharing contract terms are not always honored, but it is impossible to sue the government. Terms are always being tightened yet prospectivity is no better than in other countries.âeuro; âeuro;oelig;The countryâeuro;trade;s Oil and Gas law (Law No. 22/ year 2001) is very bad and is not investor friendly due to the following reasons: 1. Investors have to meet so many government offices. Indonesian oil industry is getting worse, almost no new investment in the new block during the last 10 years. Under the old law (Law No.8/1971), investors just needed to meet and sign a profit-sharing contract with the national oil company (Pertamina). 2. According to Article 31 of Law No.22/2001 on Oil and Gas, investors have to pay various kinds of taxes during the exploration stage. Under the old law, investors paid the tax after they found and produced oil and gas! 3. Law No.22/2001 is in fact already legally âeuro;tilde;flawedâeuro;trade; and paralyzed because the Constitutional Court of the country has re moved several main articles that conflict with article 33 of the countryâeuro;trade;s Constitution of 1945. Unfortunately, both the President and the Minister of Energy and Mineral Resources of the country do not take any action to fix the situation.âeuro; Salam, Danu Widhisiadji -- ___ Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.