RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

2011-03-21 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Irwan, Pak Danny, hatur nuhun diskusinya.

Seperti yang saya harapkan, semoga bencana gempa Tohoku Jepang ini, meskipun 
tetap sebagai bencana yang merenggut ribuan korban dan merusak banyak fasilitas 
dan harta benda manusia, dan bahkan juga memberikan efek berantai berupa 
radiasi radioaktif, tetap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik lagi bagi 
para ahli gempa untuk menganalisis gempa2 subduksi yang belum sepenuhnya 
dipahami para ahli itu, demi kepentingan prediksi meskipun masih jauh dari 
sempurna.

Khusus penerapan ke Jawa, saya sangat setuju dengan seruan Pak Andang bahwa 
Jawa pun kini perlu mendapatkan porsi riset kegempaan yang sama dengan Sumatra 
karena Jawa juga menghdapi posisi frontal terhadap subduksi kerak samudera 
Hindia, banyaknya sesar-sesar yang masih aktif, dan terlebih lagi penduduknya 
banyak. Semoga Pak Danny dan Pak Irwan yang terlibat langsung dengan masalah 
kegempaan bisa mengingat hal ini untuk ke arah realisasi.

Kiranya untuk Jawa, selain jaringan GPS yang cukup rapat, kita pun perlu 
melibatkan P wave mantle tomography untuk memahami masalah kelandaian, 
kecuraman, gap dari slab yang masuk ke bawah Jawa seperti didiskusikan Pak 
Danny untuk kasus gempa Tohoku. Slab yang masuk ke bawah Jawa bervariasi 
umurnya dari sekitar 100 Ma di sebelah selatan Jawa Barat sampai 140 Ma di 
sebelah selatan Jawa Timur (Hayes, 1978). Tentu ini akan punya pengaruh kepada 
karakteristik sudut tekukan Wadati-Benioff zone pada konvergensi lempeng, yang 
nantinya sedikit banyak akan berpengaruh kepada kegempaan.

Jawa juga dari mantle tomography punya low dip of slab sampai kedalaman 100 km, 
lalu steep dip of slab dari kedalaman 100-600 km. Barangkali ini akan punya 
karakteristik tersendiri untuk subduction earthquakes. Kejadian oceanic 
plateaux seperti Roo Rise yang kini ditemukan banyak tersebar di atas kerak 
samudera Hindia tidak menutup kemungkinan bahwa dulu pun begitu (the present is 
the key to the past). Oceanic plateaux ini tentu merupakan buoyant object yang 
sulit tersubduksi karena density-nya yang relatif lebih ringan daripada 
sekelilingnya. Saat konvergensi terjadi, oceanic plateaux yang sulit masuk ke 
dalam zona subduksi ini barangkali akan membuat coupling yang signifikan pada 
interface subduction yang pada saatnya akan menyebabkan akumulasi gaya yang 
sangat besar yang bila tak tertahankan lagi lalu akan menimbulkan gempa dengan 
magnitude yang signifikan juga ( 8 M).

Mantle tomography juga memperlihatkan pola slab di bawah Jawa yang tidak mulus, 
tetapi di beberapa tempat mengalami break-off, sehingga membuat penampilan 
kehadiran beberapa slab windows. Beberapa ahli (misalnya Hall, 2010) memikirkan 
bahwa slab break-off atau windows ini akibat buoyant oceanic plateaux tadi yang 
tidak mau masuk ke dalam zona subduksi, dan telah menggunakan mekanisme ini 
sebagai penjelasan bahwa kita punya beberapa gunungapi potassic dan 
ultra-potassic di utara Jawa seperti Muria dan Ringgit Beser. Tetapi saya lebih 
yakin bahwa gunungapi2 ini mendapatkan karakternya yang keluar dari karakter 
dominan calk-alkaline di tengah Jawa karena terjadi oleh sesar besar di area 
back-arc volcanism, jadi bukan subduction-related volcanism.

Dari sebaran episentrum di selatan Jawa, juga nampak cukup signifikan suatu 
area sepi seismik (seismic gap zone) yang kebetulan berada di sebelah selatan 
sesar mendatar dextral yang cukup signifikan dan kelihatannya aktif bergerak, 
yaitu Sesar Pamanukan-Cilacap. Seismic gap zone bukankah area potensial untuk 
terjadi gempa signifikan pada masa mendatang. Barangkali perhatian perlu dibagi 
juga ke area ini, di samping sesar-sesar regional lainnya yang kita tahu juga 
aktif seperti Sesar Cimandiri dan Sesar Lembang.

Salam.
Awang

-Original Message-
From: andangbacht...@yahoo.com [mailto:andangbacht...@yahoo.com]
Sent: 21 Maret 2011 9:09
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

Pak Irwan, Pak Danny, ... dkk milis,

‎​Implikasi lebih luasnya dr analisis terbuka anda2 adalah: mulai perhatikan 
juga Jawa bagian selatan!! Jangan hanya konsentrasi di barat Sumatra saja.. 
Bgmn kabar stasiun2 gps kita di Jawa bagian selatan? Bgmn kabar riset2 
paleotsunami dan paleoearthquake sepanjang pesisir Jawa selatan? Sejauh mana 
kita monitor, kita deskripsi, kita uraikan kondisi patahan2 besar di onshore 
Jawa selatan: yg kemungkinan juga terhubung menerus ke arah offshore dan bisa 
jadi faktor penguat utama gerakan pelepasan energi gempa yg terkunci? Sesar 
Cimandiri, kelompok sesar2 di kelurusan Pamanukan-Cilacap, di kelurusan 
Muria-Kebumen Karanganyar, Sesar Grindulu Pacitan, sesar tua yg membatasi 
tinggian Tulungagung-Mojokerto-JS1, Sesar Lumajang-Madura GREAT (Graduate 
Research on Earthquake and Tectonics) yg juga dimotori anda2 mustinya bisa 
bikin workshop ttg implikasi gempa jepang ini bagi kita semua dlm waktu dekat 
ini, Juga supaya para administratur dan politisi yg 

Re: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)-REF1

2011-03-21 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
Pak Danny,
menarik sekali ulasan artikel ini.
jadi mungkin metode  seperti ini bisa dipakai  di Indonesia.
kalau Pak ADB usul di selediki di selatan P. Jawa,  mungkin bisa bikin high 
resolution- shallow seismic dengan kapal Baruna nya BPPT, untuk melengkapi 
data2 
yang sudah dimiliki BPPT.
Hanya kali ini untuk shallow target dan konsentrasi mendeteksi atau meng 
identifikasi paleo-tsunami.

kalau di sumtra mungkin bisa pake data2 seismic refleksi perusahaan2 minyak 
yang 
jumlahnya sdh banyak sekali,  nanti ditambahkan lagi kalau perlu.

mungkin juga bisa lihat jejak tsunami Gunung Karakatau, Gunung Toba, Gunung 
Tambora  dan  fault2 dan tectonic system penyebab tsunami.

katanya daerah Flores juga langganan tsunami sejak jaman dulu.

just sharing idea  in  a beautiful equinox morning.

fbs







From: Danny Hilman Natawidjaja danny.hil...@gmail.com
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia 
fo...@hagi.or.id
Sent: Mon, March 21, 2011 2:09:25 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)-REF1

Ini saya kirimkan beberapa referensi untuk diskusi di bawah.

-Original Message-
From: Danny Hilman Natawidjaja [mailto:danny.hil...@gmail.com] 
Sent: Monday, March 21, 2011 8:04 AM
To: 'iagi-net@iagi.or.id'; 'Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia'
Subject: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

Rekan-rekan Iagi-Netter Ysh,

Meneruskan diskusi dari Bung Irwan, Pak Awang, dan rekan-rekan lain, ada
beberapa fakta dan pemikiran kunci dari kejadian gempa-tsunami di Jepang
tersebut, sbb:
FAKTA:
1. Para ahli Jepang sudah salah memperkirakan (underestimate) potensi
gempa-tsunami di zona subduksi segmen Miyagi ini.  Prediksi gempa yang
diberlakukan (dalam peraturan) adalah tidak melebihi skala magnitude 8.
Alasannya: di bagian ini pergerakan penunjaman lempeng sebagian besar
diakomodasi secaca aseismic (tidak terkunci - uncoupled) dan juga
dimensi luasnya tidak besar (karena ada segmentasi fisik).  Alasan kenapa
segmen Miyagi ini uncoupled adalah karena subducted slabnya sangat tua
(~140 MY), sehingga dingin dan berat dan tidak mampu menekan kep. Jepang.
Catatan: namun menurut data GPS terbaru dalam bberapa tahun terakhir segmen
ini menjadi terkunci (coupled).  
2. Kontradiksi dengan anggapan (resmi) di atas Minoura et al (2001) sudah
memperingatkan bahwa segmen ini sangat berbahaya karena menurut peneltan
paleosesmologi-paleotsunami pernah terjadi gempa dahsyat yang membangkitkan
tsunami setinggi 8m di pantai pada tahun 869 AD, disebut sebagai Jogan
tsunami. Besar magnitude perkiraannya M8.3 - tentu ini sangat kasar karena
data geodesi dan seismiknya tidak ada (hanya berdasarkan rekonstruksi
endapan tsunami).  Yang juga sangat menarik Minoura memperkirakan bahwa
recurrence interval dari supercycle gempa besar ini adalah ~1000 tahun!

PEMIKIRAN:
1. Anggapan subduksi lempeng tua dll - sifat aseismic zona subduksi perlu
ditinjau ulang.  Kasus Gempa Aceh 2004 juga sama.  Sebelumnya para ahli
men-cap segmen Aceh-Andaman ini tidak mampu mengeluarkan gempa M8.
Demikian juga dengan gempa Bengkulu 2007.  Saya dkk-pun tidak menyangka bisa
ada gempa M8 di sini karena dari jaringan GPS wilayah ini sebagian besar
interface-nya uncoupled/unlocked.  Kelihatannya potensi maximum suatu
sumber gempa hanya masalah time window saja.
2. Hasil studi Minoura bahwa perioda ulang gempa M8 di Miyagi ini ~1000
tahunan sangat menarik.  Ingat bahwa relative plate motion di situ sekitar 8
cm/tahun sehingga untuk mengumpulkan regangan/strain sebesar 15m 9setara
M8.9) hanya diperlukan waktu sekitar: 15m/8cm ~ 200 tahunan saja.  Artinya
coefficient of coupling (prosentase kuncian) dari subduction interface-nya
paling banter hanya sekitar 20% saja (i.e. 80% aseismic atau steady
slip/creeping).  Jadi zona subduksi yang dominan aseismic tidak berarti
tidak mampu memproduksi gempa raksasa -- hanya masalah waktu saja!

Hubungan dengan INDONESIA:
1. Sebagian besar para ahli menganggap bahwa zona subduksi di wilayah Selat
Sunda dan Selatan Jawa adalah ASEISMIC.  Alasan untuk Selat Sunda karena
wilayah ini didominasi oleh extensional tectonics (seperti halnya juga
segmen Aceh-Andaman!).  Subduksi Selatan Jawa diangap aseismic dan tidak
mampu menghasilkan gempa di atas 8 karena Australian plate yang
disubduksikannya sangat tua (di atas 150MY) seperti halnya yang di Miyagi
(termasuk menurut Prof. Hiroo Kanamori - bekas guru saya di Caltech - tapi
kayanya dia sekarang sudah berpikir ulang).  Nah anggapan ini tentu HARUS
DIKAJI ULANG, terutama karena segmen zona subduksi ini yang paling dekat
dengan JAKARTA (dan rencana PLTN di BaBel).
2. Perihal maximum magnitude dari zona subduksi di Selatan Jawa menjadi
salah satu perdebatan seru diantara rekan-rekan Tim-9 ketika dalam proses
pembuatan Peta Zonasi Bahaya Gempa (PSHA) yang sudah dipublikasikan Juni
2010 lalu.  Dari historis dan data seismik (sejak 100 tahun terakhir) besar
gempa maksimum 

Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami

2011-03-21 Terurut Topik Yanto R.Sumantri


  
 Vick , 

  Dijual ke Singapura 
, Anda itu beneran apa bercanda ???
PLTN , di BABEL dengan segala
resiko yang bisa besar walaupun BUKAN karena gempa , kan bisa saja seperti
Chernobyl , yang menikmatinya  Snagpura . akh yang bener saja.
Saya kira kabel listrik bawah laut pun masih bisa kita bangun tokh ?

Cuma ,kalau berhadapan dengan opini publik memang repot  ,
apalagi Pemerintah sekarang yang sangat populis minded  (supaya
dipilih lagi).Ini berlangsung diseluruh lini peperintahan !!! dari RI - 1
sampai RI - 2 (Gubernur) RI -3XXX  (Bupati) dan RI = 4XXX (Kepala
Desa).

Jangankan nuklir yang begitu tinggi resikonya ,
meledakkan dinamit  uttk seismik saja , sekrang kalau dilaksanakan
dekat tanah /kebun apalagi kampung , sulit sekali pelaksnaannya.

si Abah 



si Abah

   
Kialau yang dikhawatirkan tsunami yg dipicu gempa, tentusaja BaBel aman
 dari gempa-dan stunami tipe itu. Kalau takut tsunami karena meteor
ya
 semua pantai pasti ga aman.
 Dari risiko gempa saya
rasa daerah itu aman dari ancaman gempa. Peta
 rawan
gempa yg terbaru juga menunjukkan rendahnya ancaman gempa di

BaBel.
 Hanya saja BaBel jauh dari lokasi yg membutuhkan listrik.
Mungkin mau
 dijual ke Singapore ?
 
 Rdp
 
 On 20/03/2011, Ismail Zaini lia...@indo.net.id
wrote:
 Dari bberapa informasi ternyata Gempa Jepang tidak
secara langsung
 menyebabkan kerusakan pada PLTN Fukushima ,
yang menyebabkan kerusakan
 justru karena Tsunami , PLTN tsb
yg sudah berusia 40 an Thn didisain dg
 kekuatan gempa 8,2 SR
, pada waktu terjadi gempa kemarin ( 9 SR )
 ternyata
 semua sistem berjalan dg normal , begitu ada gempa semua sistem
shutdown
 (
 shutdown otomatis ) dan padam dan
reaksi nuklirnya berhenti. Karena ada
 proses pendinginan
maka secara otomatris emergency cooling systemnya
 berjalan
yg dioperasikan oleh Genset daruratnya , tiba tiba Tsunami

datang
 dan merusak Genset darurat tsb shg mati , dan secara
darurat/otomatis
 pula
 ada backup power dg
battery , namun karena kekuatan battery 8 jam dan
 selama
 itu Genset daruratnya belum bisa beroperasi lagi , maka
terjadilah
 peristiwa
 kerusakan tsb , Menurut
informasi pada penempatan genset tsb didisain dg
 ketinggian
tsunami 6,5 m namun tsunami yang datang kemarin 7 m shg

mengguyur
 genset dan mematikan
 Rencananya
Indonesia mau juga bangun PLTN ( entah kapan atau kapan kapan
 ) ,
 berdasarkan hasil studi tapak yang pernah
dilakukan lokasinya di Pantai
 utara Jawa tepatnya di Jepara
( semenanjung Muria ) , namun karena
 banyak

yang pro dan kontra akhirnya gamang juga , kemudian ada wacana untuk
 memindahkan ke Bangka Belitung ( kabarnya saat ini akan
dilakukan survai
 survai / studi tapak ) .

Pertanyaan yg sering muncul : apakah kedua daerah tsb memang betul
betul
 aman dari  Tsunami tidak seperti di daerah PLTN
Fukhusima tsb , apa yang
 menyebabkannya secara prinsip ,
monggo pencerahannya

 ISM



 
 --
 Sent from my
mobile device
 
 *Success is a mind set, not just
an achievement*
 


 PP-IAGI 2008-2011:
 ketua umum: LAMBOK HUTASOIT,
lam...@gc.itb.ac.id
 sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL,
mohammadsyai...@gmail.com
 * 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5
departemen, banyak biro...


 Ayo siapkan diri!
 Hadirilah Joint Convention
Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
 September 2011

-
 To unsubscribe, send email to:
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to:
iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 Visit IAGI Website:
http://iagi.or.id
 Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
 Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
 No. Rek: 123
0085005314
 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
 Bank BCA KCP. Manara Mulia
 No. Rekening: 255-1088580
 A/n: Shinta Damayanti
 IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net
Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

-
 DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
information
 posted on its mailing lists, whether posted by IAGI
or others. In no event
 shall IAGI or its members be liable for
any, including but not limited to
 direct or indirect damages, or
damages of any kind whatsoever, resulting
 from loss of use, data
or profits, arising out of or in connection with
 the use of any
information posted on IAGI mailing list.

-
 
 


-- 
___
Nganyerikeun hate
batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.


Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami

2011-03-21 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
2011/3/21 Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id:

  Vick ,

   Dijual ke Singapura 
 , Anda itu beneran apa bercanda ???
 PLTN , di BABEL dengan segala resiko yang bisa besar walaupun BUKAN karena
 gempa , kan bisa saja seperti Chernobyl , yang menikmatinya  Snagpura . akh
 yang bener saja.
 Saya kira kabel listrik bawah laut pun masih bisa kita bangun tokh ?

Malah isunya bisa kebalik Abah.
Malaysia/Singapore akan membangun PLTN dan akan menjualnya ke
Indonesia. Tentusaja kalau ada apa-apa kita akan menanggungnya juga.
Namun konon harga beli dari Malysia di Sabah sekitar 8c/Kwh, sedangkan
PLN akan menjual 7c/Kwh. Negara yang mensubsidi. Ntah ini artinya
Indonesia mensubsidi rakyat Indonesia atau malah mensubsidi Malaysia ?
Yang saya tahu pasti kalau Indonesia menggunakan PLTN pun, untuk
instalasi yang pertama ini hanya menyimbang 3-4% total kebutuhan
listrik .
Dan walaupun sudah dengan PLTNpun Indonesia masih kekurangan listrik.

RDP


PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Ayo siapkan diri!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
-



Bls: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

2011-03-21 Terurut Topik Ade Kadarusman
Ikut menambahkan utk diskusi gempabumi, sy melihat gempabumi yg terjadi dari 
sisi yang lain, just curiosity.
 
Kalau disebutkan gempabumi terjadi dgn pusat gempa misalnya dgn kedalaman 30 km 
di jalur subdaksi (Wadati-Benioff Zone) dgn magnitute 8,0 sekian dst…., saya 
membayangkan sebenarnya apa yg terjadi dibawah sana dari segi perubahan 
material/mineral…atau lebih mudah disebut sebagai materialisasi gempa. 

 
Jika pusat gempa didalam slab kerak samudra yg menunjam dibawah busur kepulauan 
atau tepi kontinen, sy bayangkan terjadinya perubahan mineral/fasa di dalam 
slab 
kerak samudra, misalnya serpentin menjadi olivin atau proses dehydrasi 
serpentin 
dalam kondisi ductile dan dalam kondisi padat (tidak meleleh). Jadi pelepasan 
energi dibawah sana bisa jadi merupakan perubahan fasa suatu mineral. Sama 
mungkin terjadi proses dehidrasi pada batuan “wet” basalt menjadi metabasalt.
 
Tapi jika terjadi dalam kondisi brittle, mungkin tdk cukup tekanan dan 
temperatur untuk memungkinkan terjadi perubahan mineral atau fasa.
 
Nah jika pusat gempa tersebut dalam suatu kontinen yg berupa sesar geser (deep 
seated fault), disebutkan kedalam pusat gempa 30 km, maka pusat gempa berada 
dalam kondisi ductile di “lower crustal” yg memungkinkan perubahan fasa mineral 
(dehidrasi), misalnya biotit menjadi piroksen dsb dalam proses pelepasan energi.
 
Dalam ilmu thermodinamika setiap perubahan fasa ada energi yg dikeluarkan dan 
diserap….seperti itukah kalau kita materilisasaikan suatau gempabumi dlm 
kondisi 
ductile?.
 
Kalau kita baca deskripsi di batuan akibat suatu gempa, seperi rekah, patah 
atau 
“rupture”, itu sebenarnya deskripsi dari suatu kondisi brittle, bagaimana mana 
ekspresi dalam kondisi ductile dimana tekanan dan temperature berperan dalam 
perubahan di batuan?.
 
Salam
Ade Kadarusman
yg tinggal tepat diatas batuan peridotit yg berada di Patahan Matano
 

 




Dari: Awang Harun Satyana aha...@bpmigas.go.id
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Terkirim: Sen, 21 Maret, 2011 14:59:41
Judul: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

Pak Irwan, Pak Danny, hatur nuhun diskusinya.

Seperti yang saya harapkan, semoga bencana gempa Tohoku Jepang ini, meskipun 
tetap sebagai bencana yang merenggut ribuan korban dan merusak banyak fasilitas 
dan harta benda manusia, dan bahkan juga memberikan efek berantai berupa 
radiasi 
radioaktif, tetap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik lagi bagi para 
ahli 
gempa untuk menganalisis gempa2 subduksi yang belum sepenuhnya dipahami para 
ahli itu, demi kepentingan prediksi meskipun masih jauh dari sempurna.

Khusus penerapan ke Jawa, saya sangat setuju dengan seruan Pak Andang bahwa 
Jawa 
pun kini perlu mendapatkan porsi riset kegempaan yang sama dengan Sumatra 
karena 
Jawa juga menghdapi posisi frontal terhadap subduksi kerak samudera Hindia, 
banyaknya sesar-sesar yang masih aktif, dan terlebih lagi penduduknya banyak. 
Semoga Pak Danny dan Pak Irwan yang terlibat langsung dengan masalah kegempaan 
bisa mengingat hal ini untuk ke arah realisasi.

Kiranya untuk Jawa, selain jaringan GPS yang cukup rapat, kita pun perlu 
melibatkan P wave mantle tomography untuk memahami masalah kelandaian, 
kecuraman, gap dari slab yang masuk ke bawah Jawa seperti didiskusikan Pak 
Danny 
untuk kasus gempa Tohoku. Slab yang masuk ke bawah Jawa bervariasi umurnya dari 
sekitar 100 Ma di sebelah selatan Jawa Barat sampai 140 Ma di sebelah selatan 
Jawa Timur (Hayes, 1978). Tentu ini akan punya pengaruh kepada karakteristik 
sudut tekukan Wadati-Benioff zone pada konvergensi lempeng, yang nantinya 
sedikit banyak akan berpengaruh kepada kegempaan.

Jawa juga dari mantle tomography punya low dip of slab sampai kedalaman 100 km, 
lalu steep dip of slab dari kedalaman 100-600 km. Barangkali ini akan punya 
karakteristik tersendiri untuk subduction earthquakes. Kejadian oceanic 
plateaux 
seperti Roo Rise yang kini ditemukan banyak tersebar di atas kerak samudera 
Hindia tidak menutup kemungkinan bahwa dulu pun begitu (the present is the key 
to the past). Oceanic plateaux ini tentu merupakan buoyant object yang sulit 
tersubduksi karena density-nya yang relatif lebih ringan daripada 
sekelilingnya. 
Saat konvergensi terjadi, oceanic plateaux yang sulit masuk ke dalam zona 
subduksi ini barangkali akan membuat coupling yang signifikan pada interface 
subduction yang pada saatnya akan menyebabkan akumulasi gaya yang sangat besar 
yang bila tak tertahankan lagi lalu akan menimbulkan gempa dengan magnitude 
yang 
signifikan juga ( 8 M).

Mantle tomography juga memperlihatkan pola slab di bawah Jawa yang tidak mulus, 
tetapi di beberapa tempat mengalami break-off, sehingga membuat penampilan 
kehadiran beberapa slab windows. Beberapa ahli (misalnya Hall, 2010) memikirkan 
bahwa slab break-off atau windows ini akibat buoyant oceanic plateaux tadi yang 
tidak mau masuk ke dalam zona subduksi, dan telah menggunakan 

RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

2011-03-21 Terurut Topik Danny Hilman Natawidjaja
Halo apakabar Ade?

Benar, energi gempa dangkal (20-50km) akibat deformasi elastik adalah mekanik 
(strain) bukan akibat perubahan fasa mineral.  Tapi kalau gempa-gempa dalam, 
misalnya di zona benioff kedalaman di atas 100 km (dalam lingkungan ductile) 
energi-nya justru umumnya lebih  didominasi oleh perubahan fasa mineral.

 

Salam,

Danny

 

 

From: Ade Kadarusman [mailto:a_kada...@yahoo.com] 
Sent: Monday, March 21, 2011 7:09 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: ade.kadarus...@valeinco.com
Subject: Bls: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

 

Ikut menambahkan utk diskusi gempabumi, sy melihat gempabumi yg terjadi dari 
sisi yang lain, just curiosity.

 

Kalau disebutkan gempabumi terjadi dgn pusat gempa misalnya dgn kedalaman 30 km 
di jalur subdaksi (Wadati-Benioff Zone) dgn magnitute 8,0 sekian dst…., saya 
membayangkan sebenarnya apa yg terjadi dibawah sana dari segi perubahan 
material/mineral…atau lebih mudah disebut sebagai materialisasi gempa. 

 

Jika pusat gempa didalam slab kerak samudra yg menunjam dibawah busur kepulauan 
atau tepi kontinen, sy bayangkan terjadinya perubahan mineral/fasa di dalam 
slab kerak samudra, misalnya serpentin menjadi olivin atau proses dehydrasi 
serpentin dalam kondisi ductile dan dalam kondisi padat (tidak meleleh). Jadi 
pelepasan energi dibawah sana bisa jadi merupakan perubahan fasa suatu mineral. 
Sama mungkin terjadi proses dehidrasi pada batuan “wet” basalt menjadi 
metabasalt.

 

Tapi jika terjadi dalam kondisi brittle, mungkin tdk cukup tekanan dan 
temperatur untuk memungkinkan terjadi perubahan mineral atau fasa.

 

Nah jika pusat gempa tersebut dalam suatu kontinen yg berupa sesar geser (deep 
seated fault), disebutkan kedalam pusat gempa 30 km, maka pusat gempa berada 
dalam kondisi ductile di “lower crustal” yg memungkinkan perubahan fasa mineral 
(dehidrasi), misalnya biotit menjadi piroksen dsb dalam proses pelepasan energi.

 

Dalam ilmu thermodinamika setiap perubahan fasa ada energi yg dikeluarkan dan 
diserap….seperti itukah kalau kita materilisasaikan suatau gempabumi dlm 
kondisi ductile?.
 

Kalau kita baca deskripsi di batuan akibat suatu gempa, seperi rekah, patah 
atau “rupture”, itu sebenarnya deskripsi dari suatu kondisi brittle, bagaimana 
mana ekspresi dalam kondisi ductile dimana tekanan dan temperature berperan 
dalam perubahan di batuan?.

 

Salam

Ade Kadarusman

yg tinggal tepat diatas batuan peridotit yg berada di Patahan Matano

 


 

 

  _  

Dari: Awang Harun Satyana aha...@bpmigas.go.id
Kepada: iagi-net@iagi.or.id iagi-net@iagi.or.id
Terkirim: Sen, 21 Maret, 2011 14:59:41
Judul: RE: [iagi-net-l] Gempa Jepang (Tohoku Chihou Taiheiyou Oki Jishin)

Pak Irwan, Pak Danny, hatur nuhun diskusinya.

Seperti yang saya harapkan, semoga bencana gempa Tohoku Jepang ini, meskipun 
tetap sebagai bencana yang merenggut ribuan korban dan merusak banyak fasilitas 
dan harta benda manusia, dan bahkan juga memberikan efek berantai berupa 
radiasi radioaktif, tetap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik lagi bagi 
para ahli gempa untuk menganalisis gempa2 subduksi yang belum sepenuhnya 
dipahami para ahli itu, demi kepentingan prediksi meskipun masih jauh dari 
sempurna.

Khusus penerapan ke Jawa, saya sangat setuju dengan seruan Pak Andang bahwa 
Jawa pun kini perlu mendapatkan porsi riset kegempaan yang sama dengan Sumatra 
karena Jawa juga menghdapi posisi frontal terhadap subduksi kerak samudera 
Hindia, banyaknya sesar-sesar yang masih aktif, dan terlebih lagi penduduknya 
banyak. Semoga Pak Danny dan Pak Irwan yang terlibat langsung dengan masalah 
kegempaan bisa mengingat hal ini untuk ke arah realisasi.

Kiranya untuk Jawa, selain jaringan GPS yang cukup rapat, kita pun perlu 
melibatkan P wave mantle tomography untuk memahami masalah kelandaian, 
kecuraman, gap dari slab yang masuk ke bawah Jawa seperti didiskusikan Pak 
Danny untuk kasus gempa Tohoku. Slab yang masuk ke bawah Jawa bervariasi 
umurnya dari sekitar 100 Ma di sebelah selatan Jawa Barat sampai 140 Ma di 
sebelah selatan Jawa Timur (Hayes, 1978). Tentu ini akan punya pengaruh kepada 
karakteristik sudut tekukan Wadati-Benioff zone pada konvergensi lempeng, yang 
nantinya sedikit banyak akan berpengaruh kepada kegempaan.

Jawa juga dari mantle tomography punya low dip of slab sampai kedalaman 100 km, 
lalu steep dip of slab dari kedalaman 100-600 km. Barangkali ini akan punya 
karakteristik tersendiri untuk subduction earthquakes. Kejadian oceanic 
plateaux seperti Roo Rise yang kini ditemukan banyak tersebar di atas kerak 
samudera Hindia tidak menutup kemungkinan bahwa dulu pun begitu (the present is 
the key to the past). Oceanic plateaux ini tentu merupakan buoyant object yang 
sulit tersubduksi karena density-nya yang relatif lebih ringan daripada 
sekelilingnya. Saat konvergensi terjadi, oceanic plateaux yang sulit masuk ke 
dalam zona subduksi ini barangkali akan membuat coupling yang signifikan pada 
interface subduction 

Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami

2011-03-21 Terurut Topik R.P.Koesoemadinata
Saya pernah ikut nyrempet-nyerempet soal penentuan tapak (site) untuk PLTN 
itu.
Yang jadi masalah adalah bahwa selain lokasi yang aman dari bencana alam, 
juga pertimbangannya adalah pasaran bagi tenaga listrik yang dibangkitkan. 
Listrik yang dibangkitkan adalah  untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri 
yang meningkat terus. Dalam hal ini adalah Pulau Jawa yang dijadikan 
sasaran.
Tapak yang pertama diusulkan adalah di Jepara itu, yang setelah dilakukan 
survey dan analisis adalah lokasi yang paling ideal untuk P. Jawa, namun 
ditolak oleh masyarakat setempat, sehingga saya kira batal.
Gus Dur mengusulkan Pulau Karimun Jawa untuk lokasi PLTN yang menurut hemat 
saya suatu usulan yang masuk akal secara geologi, karena merupakan daerah 
yang ideal, dengan penduduk yang sedikit, daerah a-seismic, jauh dari gunung 
api maupun tsunami dan kemungkinan sea level rise di masa yang akan datang 
karena cukup berbukit dan mempunyai puncak ketinggian sekitar 600 m di atas 
permukaan laut, dan terdiri dari batuan metamorphic dan batuan beku. Selain 
itu juga cukup aman dari gangguan LSM. ]


Listrik dapat disalurkan ke Jawa dengan dengan kabel di bawah laut sekitar 
100 km, namun ini dianggap menjadikan harga listrik jadi agak mahal. Namun 
sebetulnya teknologi ini sudah lazim, bahkan konon khabarnya Malaysia akan 
membuat saluran listrik antara Semenanjung Malaya dengan Serawak.
Selain itu juga prasaran pelabuan dsb belum tersedia, itu alesan yang 
dikemukakan pihak Batan.
Kemudian dilakukan survey di Jawa Barat dan Banten di mana saya ikut 
terlibat, dan sebetulnya tidak ada lokasi yang baik, karena di pantai utara 
ini subsurfacenya terdiri dari sediment/alluvial, dan sampai kini suatu PLTN 
harus berdiri di atas bedrock, tetapi dekat pantai untuk kepentingan air 
pendinginnya (di Jepangpun walau PLTNnya berada di pantai, tetap dipilih 
tempat yang bedrocknya muncul). Selain kemungkin bencana alam seperti gempa, 
gunung api, kemungkan amblas, adanya patahan aktif, keadaan air tanah dsb 
juga  diperhitungkan juga kemungkinan ganggauan cuaca extrim, dari segi
kependudukan, masalah sosial dsb, debu gunung api, jalur lalu lintas udara, 
jalur pelayaran, jalur pipa minyak dan gas, jalan raya, industri sampai ada 
lebih dari 12 item, (yang masing2 dikerjakan oleh 1 team) yang harus 
diperhitungkan sesuai dengan ketentuan standard dari IAEA yang sangat ketat. 
Hasil survey dan analisis ini dikonsultasikan dengan para pakar geoscientist 
dari Jepang, dan harus disetujui oleh team dari IAEA. Tetapi akhirnya 
dipilih di pantai utara Banten atau salah satu pulau kecil di utara Teluk 
Banten yang bedrocknya terdiri dari gamping (mungkin coral reef), walaupun 
saya sendiri heran karena berdasarkan hasil analisa kegempaan dan 
volcanology adalah paling aman, termasuk simulasi tsunami, karena terlindung 
oleh ujung yang menghalanginya dari Selat Sunda, hanya akan menghasilkan 
tinggi gelombang kurang dari 1 m. Tetapi bagaimana kalau Krakatau meletus 
dan menyebabkan hujan abu yang lebat yang dapat mengganggu ventilasi? Faktor 
politik juga berpengaruh, karena Gubernur Banten sangat enthusias dan 
memberi dukungan penuh atas lokasi tapak PLTN ini. Tapak ini sudah selesai 
diselidiki secara geotechnics.
Usulan berikutnya adalah penyelidikan tapak untuk PLTN di Bangka, yang baru 
saja ditenderkan yang diikuti perusahaan konsultan luar dan dalam negeri. 
Saya belum dengar siapa yang memenangkan tender ini (barangkali saya akan 
tidak terlibat lagi?). Adanya kebocoran PLTN di Jepang karena tsunami 
mungkin akan berpengaruh pada keputusan pendirian PLTN ini dan akan lebih 
masuk akal dari pada di Banten. Sebetulnya yang paling ideal sih tetap Pulau 
Karimun Jawa, selain bebas bencana alam juga bebas dari LSM.
Menurut hemat saya pendirian PLTN di Bangka lebih masuk akal dari segi 
bencana alami, daerah a-seismic, jauh dari gunung api, secara geologi 
stabil, bedrock terdiri dari batuan granit dsb dsb. Juga dari segi 
penyaluran listriknya.
Listrik akan disalurkan lewat Sumatra Selatan dan akhirnya ke Jawa juga 
lewat kabel bawah laut yang mungkin sudah ada di Selat Sunda ini, sebagai 
mana yang telah ada di Selat Bali.

Itulah pengalaman yang saya bisa share mengenai PLTN ini
Wassalam
RPK

- Original Message - 
From: Rovicky Dwi Putrohari rovi...@gmail.com

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, March 21, 2011 4:45 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] PLTN  Tsunami


2011/3/21 Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id:


Vick ,

Dijual ke Singapura 
, Anda itu beneran apa bercanda ???
PLTN , di BABEL dengan segala resiko yang bisa besar walaupun BUKAN karena
gempa , kan bisa saja seperti Chernobyl , yang menikmatinya Snagpura . akh
yang bener saja.
Saya kira kabel listrik bawah laut pun masih bisa kita bangun tokh ?


Malah isunya bisa kebalik Abah.
Malaysia/Singapore akan membangun PLTN dan akan menjualnya ke
Indonesia. Tentusaja kalau ada apa-apa kita akan menanggungnya juga.
Namun konon harga beli dari Malysia di Sabah sekitar 8c/Kwh, 

Re: Bls: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN

2011-03-21 Terurut Topik Yanto R.Sumantri



Awang 

Menarik dan sangat menggembirakan bahwa pada masa
seperi sekarang dimana materi menjadi faktor utama , masih ada sekelompok
warga yang berminat untuk menelaah hal hal spt ini. 
Terlepas dari
pro dan kon -nya , saluut dari si Abah .
Ada pertanyaan mengenai
tokoh Jatayu yang anda sitir didalam keterangan Anda , Kalau tidak salah
tokoh Jetayu itu ada dicerita Ramayana . Mohon pencerahannya.
Terima
kasih.

si Abah


On Tue, March 22, 2011 8:44 am,
Awang Satyana wrote:
 Usaha Pak Agung, Pak Timmy dkk-nya dari
Yayasan Turangga Seta yang sedang
 mencari bukti bahwa Indonesia
(Jawa) pada masa lalu pernah berkebudayaan
 sangat tinggi,
berkebudayaan Atlantis (Santos, 2005), penakluk
 bangsa-bangsa
seperti Afrika Utara, Timur Tengah dan Amerika (Indian),
 patut
dipuji melihat semangatnya menggali masa lalu. Kini, termasuk

menafsirkan bangunan dan relief candi-candi Sukuh, Cetho/Ceto/Ceta dan
 Penataran sebagai candi-candi yang ditafsirkannya lebih mirip
bangunan
 piramida di Mesir atau piramida suku Maya di Amerika
Tengah, daripada
 candi-candi Jawa, sekaligus relief2 yang
menggambarkan penaklukan bangsa
 Timur Tengah dan Indian oleh
Jawa.
 
 Cukup menarik metode mereka menyamakan
patung-patung dan relief-relief di
 ketiga candi itu dengan
patung-patung dan ornamen2 dari Afrika Utara,
 Timur Tengah dan
Indian. Sangat jelas bahwa mereka sangat diinspirasi oleh
 buku
Atlantis karya Santos (2005) yang menyebutkan bahwa kebudayaan

membangun piramida berasal dari Jawa lalu menyebar ke Afrika, Timur
Tengah
 dan Amerika Tengah.
 
 Tetapi, menurut
hemat saya, mereka hanya menampilkan sebagian patung dan
 relief
yang dirasakannya mendukung tesis Santos (2005) saja, dan tidak

memasukkan banyak patung dan relief yang sama-sekali tak berhubungan
 dengan Afrika Utara-Timur Tengah- Amerika Tengah. Relief dan arca
di
 candi-candi Penataran, Sukuh dan Cheto tak hanya yang ada di
artikel yang
 mereka tulis.
 
 Candi Sukuh dan
Cetho di Kabupaten Karanganyar, sebelah timur Solo, di
 lereng
barat Gunung Lawu sudah diketahui sebagai candi-candi yang unik

sejak zaman Stutterheim, ahli arkeologi Belanda, menelitinya pada tahun
 1930-an. Pembuatan patung dan reliefnya memang lebih kasar daripada
relief
 dan patung candi-candi pada umumnya, itu juga yang
membuat Stutterheim
 berpikir bahwa pemahatnya bukan pekerja dari
kalangan istana, tetapi
 pemahat biasa dari desa sekitarnya.
 
 Beberapa prasasti yang agak kasar, yang masih memakai
tarikh
 candrasangkala Saka (1416-1459 M untuk Candi Sukuh dan
1468-1475 untuk
 Candi Cetho) memastikan persamaan waktu urutan
pembangunan kedua candi ini
 yang dibangun pada masing-masing
ketinggian 910 m (Sukuh) dan 1470 m dpl
 (Cetho). Kedua candi
dibangun secara punden berundak dan menghadap ke
 barat, mungkin
ke arah Merapi (padahal mereka duduk di lereng Lawu, boleh

diduga bahwa Merapi pada saat itu lebih aktif daripada Lawu, dan kedua
 candi ini barangkali dibangun untuk maksud tertentu dalam
penyembahan
 terhadap Merapi).
 
 Tak usah
mengherankan mengapa pembangunannya menggunakan batuan andesitik

sebab memang di lereng Gunung Lawu banyak material itu, seperti halnya
 candi-candi di Jawa Tengah. Gunung Lawu berada di perbatasan Jawa
Tengah
 dan Jawa Timur, dan kedua candi ini dibangun di wilayah
Jawa Tengah,
 sehingga masih memiliki sifat2 candi Jawa Tengah
yang dibangun dengan
 batugunung, meskipun struktur bangunannya
berbeda dari umumnya candi-candi
 Jawa Tengah, juga berbeda dari
candi-candi Majapahit di Jawa Timur
 meskipun dibangun pada zaman
Majapahit.
 
 Tak usah diragukan lagi kronologi
pembangunannya sebab tahun-tahun Saka
 itu (1 Saka=78 M)
tercantum di candi tersebut, sehingga kita tak perlu
 mereka-reka
kapan tahun pembuatannya.
 
 Tak usah diherankan pula
mengapa candi-candi ini mirip piramid, sebab
 kedua candi
dibangun di lereng gunung yang cukup tinggi, sehingga dibangun

berupa teras-teras yang berundak yang langsung digali di lereng gunung
 (tiga teras di Sukuh, dan tujuh di Cetho, dan di Sukuh masih
ditambah
 dengan sebuah piramida besar ditopangi oleh sebuah
lingga bertingkat dan
 sebuah sistem saluran air yang unik.
 
 Pak Agung dkk dari Yayasan Turangga Seta hanya
menampilkan patung2 dan
 relief2 yang dirasa mirip-mirip dengan
gambaran orang2 dari Afrika, Timur
 Tengah dan Indian -sehingga
cocok dengan tesis Santos (2005) tentang
 Indonesia adalah
Atlantis yang pernah menaklukan Afrika, Timur Tengah dan

Amerika. Padahal, ikonografi utama kedua candi bukanlah patung dan
relief
 yang digambarkan Pak Agung dkk, melainkan figur-figur
terpentingnya adalah
 (baik relief maupun arca) menggambarkan
Bima dan adiknya Sadewa. Sekalipun
 mereka merupakan tokoh2
Mahabharata, di sini mereka muncul dalam
 adegan-adegan khas
Jawa.
 
 Gambaran2 Bima tampaknya berasal dari lakon
Dewaruci yang dikenal baik
 oleh para penggemar wayang Jawa.
Sadewa juga muncul pada sebuah karangan
 masa lalu bernama
Sudamala, yang menceritakan bagaimana Sadewa berhasil
 meruwat
Uma dari kutukan yang 

Re: [iagi-net-l] PLTN Tsunami

2011-03-21 Terurut Topik Yanto R.Sumantri


Pak Kusuma 

Tahun 1970 saya pernah ke Pulau Karimun Jawa ,
memang merupakan daerah dengan dominasi kwarsit (karena itu pantainya
sangat jernih).
Tapi rasanya saya tidak melihat 
perbukitan yang tinggi sampai 600 meter..
 Mungkin saya
tidak melewati daerah tsb.

si Abah .



\On
Mon, February 21, 2011 11:03 pm, R.P.Koesoemadinata wrote:
 Saya
pernah ikut nyrempet-nyerempet soal penentuan tapak (site) untuk PLTN
 itu.
 Yang jadi masalah adalah bahwa selain lokasi yang
aman dari bencana alam,
 juga pertimbangannya adalah pasaran bagi
tenaga listrik yang dibangkitkan.
 Listrik yang dibangkitkan
adalah  untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
 yang meningkat
terus. Dalam hal ini adalah Pulau Jawa yang dijadikan

sasaran.
 Tapak yang pertama diusulkan adalah di Jepara itu, yang
setelah dilakukan
 survey dan analisis adalah lokasi yang paling
ideal untuk P. Jawa, namun
 ditolak oleh masyarakat setempat,
sehingga saya kira batal.
 Gus Dur mengusulkan Pulau Karimun Jawa
untuk lokasi PLTN yang menurut
 hemat
 saya suatu usulan
yang masuk akal secara geologi, karena merupakan daerah
 yang
ideal, dengan penduduk yang sedikit, daerah a-seismic, jauh dari

gunung
 api maupun tsunami dan kemungkinan sea level rise di masa
yang akan datang
 karena cukup berbukit dan mempunyai puncak
ketinggian sekitar 600 m di
 atas
 permukaan laut, dan
terdiri dari batuan metamorphic dan batuan beku.
 Selain
 itu juga cukup aman dari gangguan LSM. ]
 
 
Listrik dapat disalurkan ke Jawa dengan dengan kabel di bawah laut
 sekitar
 100 km, namun ini dianggap menjadikan harga
listrik jadi agak mahal. Namun
 sebetulnya teknologi ini sudah
lazim, bahkan konon khabarnya Malaysia akan
 membuat saluran
listrik antara Semenanjung Malaya dengan Serawak.
 Selain itu
juga prasaran pelabuan dsb belum tersedia, itu alesan yang

dikemukakan pihak Batan.
 Kemudian dilakukan survey di Jawa Barat
dan Banten di mana saya ikut
 terlibat, dan sebetulnya tidak ada
lokasi yang baik, karena di pantai
 utara
 ini
subsurfacenya terdiri dari sediment/alluvial, dan sampai kini suatu
 PLTN
 harus berdiri di atas bedrock, tetapi dekat pantai
untuk kepentingan air
 pendinginnya (di Jepangpun walau PLTNnya
berada di pantai, tetap dipilih
 tempat yang bedrocknya muncul).
Selain kemungkin bencana alam seperti
 gempa,
 gunung
api, kemungkan amblas, adanya patahan aktif, keadaan air tanah dsb
 juga  diperhitungkan juga kemungkinan ganggauan cuaca extrim, dari
segi
 kependudukan, masalah sosial dsb, debu gunung api, jalur
lalu lintas
 udara,
 jalur pelayaran, jalur pipa minyak
dan gas, jalan raya, industri sampai
 ada
 lebih dari 12
item, (yang masing2 dikerjakan oleh 1 team) yang harus

diperhitungkan sesuai dengan ketentuan standard dari IAEA yang sangat
 ketat.
 Hasil survey dan analisis ini dikonsultasikan
dengan para pakar
 geoscientist
 dari Jepang, dan harus
disetujui oleh team dari IAEA. Tetapi akhirnya
 dipilih di pantai
utara Banten atau salah satu pulau kecil di utara Teluk
 Banten
yang bedrocknya terdiri dari gamping (mungkin coral reef), walaupun
 saya sendiri heran karena berdasarkan hasil analisa kegempaan
dan
 volcanology adalah paling aman, termasuk simulasi tsunami,
karena
 terlindung
 oleh ujung yang menghalanginya dari
Selat Sunda, hanya akan menghasilkan
 tinggi gelombang kurang
dari 1 m. Tetapi bagaimana kalau Krakatau meletus
 dan
menyebabkan hujan abu yang lebat yang dapat mengganggu ventilasi?
 Faktor
 politik juga berpengaruh, karena Gubernur Banten
sangat enthusias dan
 memberi dukungan penuh atas lokasi tapak
PLTN ini. Tapak ini sudah selesai
 diselidiki secara
geotechnics.
 Usulan berikutnya adalah penyelidikan tapak untuk
PLTN di Bangka, yang
 baru
 saja ditenderkan yang
diikuti perusahaan konsultan luar dan dalam negeri.
 Saya belum
dengar siapa yang memenangkan tender ini (barangkali saya akan

tidak terlibat lagi?). Adanya kebocoran PLTN di Jepang karena tsunami
 mungkin akan berpengaruh pada keputusan pendirian PLTN ini dan akan
lebih
 masuk akal dari pada di Banten. Sebetulnya yang paling
ideal sih tetap
 Pulau
 Karimun Jawa, selain bebas
bencana alam juga bebas dari LSM.
 Menurut hemat saya pendirian
PLTN di Bangka lebih masuk akal dari segi
 bencana alami, daerah
a-seismic, jauh dari gunung api, secara geologi
 stabil, bedrock
terdiri dari batuan granit dsb dsb. Juga dari segi
 penyaluran
listriknya.
 Listrik akan disalurkan lewat Sumatra Selatan dan
akhirnya ke Jawa juga
 lewat kabel bawah laut yang mungkin sudah
ada di Selat Sunda ini, sebagai
 mana yang telah ada di Selat
Bali.
 Itulah pengalaman yang saya bisa share
mengenai PLTN ini
 Wassalam
 RPK
 

- Original Message -

From: Rovicky Dwi
Putrohari rovi...@gmail.com
 To:
iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Monday, March 21, 2011 4:45
PM
 Subject: Re: [iagi-net-l] PLTN  Tsunami
 
 
 2011/3/21 Yanto R.Sumantri yrs...@rad.net.id:

 Vick ,

 Dijual ke
Singapura 
 , Anda itu beneran apa bercanda ???
 PLTN , di BABEL dengan segala resiko yang bisa besar walaupun
BUKAN
 karena
 gempa 

RE: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran

2011-03-21 Terurut Topik sujatmiko
Rekan-rekan IAGI yang budiman,

 

Mang Okim sangat beruntung dapat  hadir di pertemuan Gedung Sate Bandung 
tanggal 3 Maret 2011 yang lalu , untuk mendengarkan presentasi Pak Agung dan 
team Turangga Seta (TS) tentang temuannya di Candi Cetho dan Candi Penataran . 
Presentasinya yang dilengkapi dengan tayangan power point yang begitu menarik , 
betul-betul membuat semua yang hadir termasuk Pak Wagub Jabar terperangah ( 
apalagi mang Okim - - - ta’ iya ! ). 

 

Temuan Pak Agung di kedua candi tersebut  sangat orisinil dan tampaknya belum 
pernah tersentuh / disadari oleh para ahli sejarah kita sebelumnya. Pak Lutfi 
Yondri , ahli arkeologi yang  penemu fosil manusia prasejarah di Situs Gua 
Pawon,  sampai mengajak Pak Agung dan team untuk berbicara di Kongres Nasional 
Arkeologi  yang akan dilaksanakan beberapa bulan yang akan datang.  

 

Dalam kaitannya dengan temuan Pak Agung dan team TS di Candi Cetho dan Candi 
Penataran ini, mang Okim kira tidak perlu ada pendamping ahli geologi karena 
mereka  sangat ahli dalam menganalisa ukiran-ukiran di dinding candi dan 
membandingkannya dengan ukiran-ukiran sejenis  di candi luar negeri. 
Sebaliknya, untuk kasus Piramida, mang Okim sangat menganjurkan  agar ada  
pendamping ahli geologi  yang pengamatan di lapangannya murni didasarkan kepada 
ilmu kebumian ( khususnya physical geology ). Dengan demikian maka team TS 
tidak perlu lagi minta bantuan  para penunggu ghoib di lapangan dan melakukan 
penelitiannya di malam hari ( mereka memlesetkan  teamnya sebagai alumnus MIT, 
singkatan dari Menyan Institute of Technology - - - silahkan baca di Google ).

 

Salam cinta geo-arkeologi,

 

Mang Okim

 

 

From: Franciscus B Sinartio [mailto:fbsinar...@yahoo.com] 
Sent: 21 Maret 2011 21:25
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: 
[iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN

 

Suatu hasil penelitian yang sangat sangat menarik dari Pak Agung dan Pak Timmy,
saya pikir keahlian mereka dalam arkeologi  sangat sangat outstanding.  
kalau misalnya dalam team mereka ada geologist yang bisa membantu, saya yakin 
kemajuan yang dicapai akan jauh lebih pesat.

hayo siapa yang mau kerjsama dengan mereka?

fbs

  _  

From: Ikhsyat SYUKUR pr_i...@yahoo.com
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Mon, March 21, 2011 2:45:52 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN

Powered by IAGIBerry®

  _  

From: kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com 

Date: Mon, 21 Mar 2011 21:12:43 +0800

To: iagi-net@iagi.or.id

ReplyTo: iagi-net@iagi.or.id 

Subject: Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN

 

Salam 

 

ada tulisan menarik dari Pak Agung Bimo Sutejo tentang candi Cetho dan 
Penataran 

 

http://www.google.co.id/url?sa=t 
http://www.google.co.id/url?sa=tsource=webcd=5ved=0CCoQFjAEurl=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F21535421%2F929020521%2Fname%2FUNKNOWN_PARAMETER_VALUEei=2EmHTfQyjOytB_uDgCsusg=AFQjCNHvxYEscBjrdSkzowyTy4bHz7TgEg
 
source=webcd=5ved=0CCoQFjAEurl=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F21535421%2F929020521%2Fname%2FUNKNOWN_PARAMETER_VALUEei=2EmHTfQyjOytB_uDgCsusg=AFQjCNHvxYEscBjrdSkzowyTy4bHz7TgEg

 

 



RE: Bls: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN

2011-03-21 Terurut Topik Yanto R.Sumantri



Thx  Awang . 

si Abah

On Tue, March 22,
2011 9:51 am, Awang Harun Satyana wrote:
 Abah,
 
 Jatayu muncul baik dalam cerita Mahabharata maupun Ramayana.
Dalam
 Mahabharata versi India, Jatayu yang sering menjadi
kendaraan para dewa
 itu, adalah anak Aruna dan Syeni (tak
populer di Indonesia). Yang lebih
 populer di Indonesia adalah
Jatayu dalam cerita Ramayana, yang merupakan
 anak Garuda, yang
membantu Rama mencari istrinya, Sinta, ke Alengka.
 Sayang Jatayu
gugur oleh Rahwana/Rawana.
 
 Dalam relief2 Candi2 Sukuh
muncul baik Garuda maupun Jatayu di teras
 ketiga, sinkretisme
antara Mahabharata dan Ramayana, yang juga sebenarnya
 diturunkan
dari cerita Hindu kuno. Dalam relief itu digambarkan bahwa

Garuda adalah anak seorang wanita bernama Winata. Winata juga mempunyai
 seorang anak lain yang tak berkaki bernama Aruna. Aruna inilah
yang
 kemudian nantinya bersama Syeni melahirkan Jatayu. Maka
Mahabharata dan
 Ramayana berhubungan di relief2 Candi Sukuh.
 
 Salam,
 Awang
 

From:
Yanto R.Sumantri [mailto:yrs...@rad.net.id]
 Sent: 22 Maret 2011
9:13
 To: iagi-net
 Subject: Re: Bls: [iagi-net-l]
Misteri di candi Cetho dan candi Penataran
 Re: [iagi-net-l]
PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN
 


 Awang
 
 Menarik dan sangat menggembirakan
bahwa pada masa seperi sekarang dimana
 materi menjadi faktor
utama , masih ada sekelompok warga yang berminat
 untuk menelaah
hal hal spt ini.
 Terlepas dari pro dan kon -nya , saluut dari si
Abah .
 Ada pertanyaan mengenai tokoh Jatayu yang anda sitir
didalam keterangan
 Anda , Kalau tidak salah tokoh Jetayu itu ada
dicerita Ramayana . Mohon
 pencerahannya.
 Terima
kasih.
 
 si Abah
 
 
 On
Tue, March 22, 2011 8:44 am, Awang Satyana wrote:
 Usaha Pak
Agung, Pak Timmy dkk-nya dari Yayasan Turangga Seta yang

sedang
 mencari bukti bahwa Indonesia (Jawa) pada masa lalu
pernah
 berkebudayaan
 sangat tinggi,
berkebudayaan Atlantis (Santos, 2005), penakluk

bangsa-bangsa seperti Afrika Utara, Timur Tengah dan Amerika (Indian),
 patut dipuji melihat semangatnya menggali masa lalu. Kini,
termasuk
 menafsirkan bangunan dan relief candi-candi Sukuh,
Cetho/Ceto/Ceta dan
 Penataran sebagai candi-candi yang
ditafsirkannya lebih mirip bangunan
 piramida di Mesir atau
piramida suku Maya di Amerika Tengah, daripada
 candi-candi
Jawa, sekaligus relief2 yang menggambarkan penaklukan

bangsa
 Timur Tengah dan Indian oleh Jawa.

 Cukup menarik metode mereka menyamakan patung-patung dan
relief-relief
 di
 ketiga candi itu dengan
patung-patung dan ornamen2 dari Afrika Utara,
 Timur Tengah
dan Indian. Sangat jelas bahwa mereka sangat diinspirasi

oleh
 buku Atlantis karya Santos (2005) yang menyebutkan
bahwa kebudayaan
 membangun piramida berasal dari Jawa lalu
menyebar ke Afrika, Timur
 Tengah
 dan Amerika
Tengah.

 Tetapi, menurut hemat saya, mereka
hanya menampilkan sebagian patung
 dan
 relief
yang dirasakannya mendukung tesis Santos (2005) saja, dan tidak
 memasukkan banyak patung dan relief yang sama-sekali tak
berhubungan
 dengan Afrika Utara-Timur Tengah- Amerika
Tengah. Relief dan arca di
 candi-candi Penataran, Sukuh dan
Cheto tak hanya yang ada di artikel
 yang

mereka tulis.

 Candi Sukuh dan Cetho di
Kabupaten Karanganyar, sebelah timur Solo, di
 lereng barat
Gunung Lawu sudah diketahui sebagai candi-candi yang unik

sejak zaman Stutterheim, ahli arkeologi Belanda, menelitinya pada tahun
 1930-an. Pembuatan patung dan reliefnya memang lebih kasar
daripada
 relief
 dan patung candi-candi pada
umumnya, itu juga yang membuat Stutterheim
 berpikir bahwa
pemahatnya bukan pekerja dari kalangan istana, tetapi

pemahat biasa dari desa sekitarnya.

 Beberapa
prasasti yang agak kasar, yang masih memakai tarikh

candrasangkala Saka (1416-1459 M untuk Candi Sukuh dan 1468-1475 untuk
 Candi Cetho) memastikan persamaan waktu urutan pembangunan
kedua candi
 ini
 yang dibangun pada
masing-masing ketinggian 910 m (Sukuh) dan 1470 m
 dpl
 (Cetho). Kedua candi dibangun secara punden berundak dan
menghadap ke
 barat, mungkin ke arah Merapi (padahal mereka
duduk di lereng Lawu,
 boleh
 diduga bahwa
Merapi pada saat itu lebih aktif daripada Lawu, dan kedua

candi ini barangkali dibangun untuk maksud tertentu dalam penyembahan
 terhadap Merapi).

 Tak usah
mengherankan mengapa pembangunannya menggunakan batuan

andesitik
 sebab memang di lereng Gunung Lawu banyak material
itu, seperti halnya
 candi-candi di Jawa Tengah. Gunung Lawu
berada di perbatasan Jawa
 Tengah
 dan Jawa
Timur, dan kedua candi ini dibangun di wilayah Jawa Tengah,

sehingga masih memiliki sifat2 candi Jawa Tengah yang dibangun dengan
 batugunung, meskipun struktur bangunannya berbeda dari
umumnya
 candi-candi
 Jawa Tengah, juga berbeda
dari candi-candi Majapahit di Jawa Timur
 meskipun dibangun
pada zaman Majapahit.

 Tak usah diragukan lagi
kronologi pembangunannya sebab tahun-tahun Saka
 itu (1
Saka=78 M) tercantum di candi tersebut, sehingga kita tak perlu
 mereka-reka kapan tahun pembuatannya.

 Tak usah 

Re: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran

2011-03-21 Terurut Topik kartiko samodro
Kalau di penggalian purbakala / arkeologi, apakah ada metode tidak langsung
(geophysical method etc) yang bisa digunakan untuk memastikan kalau memang
ada situs arkeologi di tempat tertentu sebelum dilakukan penggalian ?
Ambil contoh gunung dengan piramida ...
kalau memang disitu ada bentuk piramida/candi  yang dibentuk dengan bahan
batuan yang ada disekitarnya , apakah ada metoda geofisika (
magnetic/density etc) yang bisa digunakan untuk memastikan bentuknya sebelum
digali  / dikupas atau hanya bisa dilakukan dengan pengamatan mata di
lapangan ?

2011/3/22 sujatmiko m...@cbn.net.id

  Rekan-rekan IAGI yang budiman,



 Mang Okim sangat beruntung dapat  hadir di pertemuan Gedung Sate Bandung
 tanggal 3 Maret 2011 yang lalu , untuk mendengarkan presentasi Pak Agung dan
 team Turangga Seta (TS) tentang temuannya di Candi Cetho dan Candi Penataran
 . Presentasinya yang dilengkapi dengan tayangan power point yang begitu
 menarik , betul-betul membuat semua yang hadir termasuk Pak Wagub Jabar
 terperangah ( apalagi mang Okim - - - ta’ iya ! ).



 Temuan Pak Agung di kedua candi tersebut  sangat orisinil dan tampaknya
 belum pernah tersentuh / disadari oleh para ahli sejarah kita sebelumnya.
 Pak Lutfi Yondri , ahli arkeologi yang  penemu fosil manusia prasejarah di
 Situs Gua Pawon,  sampai mengajak Pak Agung dan team untuk berbicara di
 Kongres Nasional Arkeologi  yang akan dilaksanakan beberapa bulan yang akan
 datang.



 Dalam kaitannya dengan temuan Pak Agung dan team TS di Candi Cetho dan
 Candi Penataran ini, mang Okim kira tidak perlu ada pendamping ahli geologi
 karena mereka  sangat ahli dalam menganalisa ukiran-ukiran di dinding candi
 dan membandingkannya dengan ukiran-ukiran sejenis  di candi luar negeri.
 Sebaliknya, untuk kasus Piramida, mang Okim sangat menganjurkan  agar ada
  pendamping ahli geologi  yang pengamatan di lapangannya murni didasarkan
 kepada ilmu kebumian ( khususnya physical geology ). Dengan demikian maka
 team TS tidak perlu lagi minta bantuan  para penunggu ghoib di lapangan dan
 melakukan penelitiannya di malam hari ( mereka memlesetkan  teamnya sebagai
 alumnus MIT, singkatan dari Menyan Institute of Technology - - - silahkan
 baca di Google ).



 Salam cinta geo-arkeologi,



 Mang Okim





 *From:* Franciscus B Sinartio [mailto:fbsinar...@yahoo.com]
 *Sent:* 21 Maret 2011 21:25
 *To:* iagi-net@iagi.or.id
 *Subject:* [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran Re:
 [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH HARAPAN



 Suatu hasil penelitian yang sangat sangat menarik dari Pak Agung dan Pak
 Timmy,
 saya pikir keahlian mereka dalam arkeologi  sangat sangat outstanding.
 kalau misalnya dalam team mereka ada geologist yang bisa membantu, saya
 yakin kemajuan yang dicapai akan jauh lebih pesat.

 hayo siapa yang mau kerjsama dengan mereka?

 fbs
  --

 *From:* Ikhsyat SYUKUR pr_i...@yahoo.com
 *To:* iagi-net@iagi.or.id
 *Sent:* Mon, March 21, 2011 2:45:52 PM
 *Subject:* Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH
 HARAPAN

 Powered by IAGIBerry®
  --

 *From: *kartiko samodro kartiko.samo...@gmail.com

 *Date: *Mon, 21 Mar 2011 21:12:43 +0800

 *To: *iagi-net@iagi.or.id

 *ReplyTo: *iagi-net@iagi.or.id

 *Subject: *Re: [iagi-net-l] PIRAMIDA G. LALAKON DI BANDUNG : AKHIR SEBUAH
 HARAPAN



 Salam



 ada tulisan menarik dari Pak Agung Bimo Sutejo tentang candi Cetho dan
 Penataran




 http://www.google.co.id/url?sa=tsource=webcd=5ved=0CCoQFjAEurl=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F21535421%2F929020521%2Fname%2FUNKNOWN_PARAMETER_VALUEei=2EmHTfQyjOytB_uDgCsusg=AFQjCNHvxYEscBjrdSkzowyTy4bHz7TgEg

 * *





RE: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran

2011-03-21 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Tentu saja ada metode2 geofisika untuk membantu penelitian2 arkeologi. 
Masalahnya adalah pada pemilihan metode yang tepat dan penafsiran yang baik. 
Ekskavasi arkeologi bersifat destruktif karena membongkar satu kawasan 
tertentu. Iya kalau ada artefak di dalamnya, akan berguna untuk ilmu 
pengetahuan; kalau tidak ada, ya hanya merusak. Maka sebelum menggali-gali dan 
membongkar-bongkar, ada baiknya melakukan penelitian2 dengan metode geofisika 
yang tepat, alat2 yang akurat, datanya diolah dengan benar, dan ditafsirkan 
dengan baik sebelum memulai membongkar-bongkar.

Saat ini, ada banyak pilihan berbagai metode geofisika yang bisa digunakan 
untuk membantu para ahli arkeologi menjawab kecurigaannya, misalnya:

METAL DETECTORS
RESISTIVITY METHOD
GROUND-PENETRATING RADAR (GPR)
HIGH-FREQUENCY SEISMIC SOUNDING
MAGNETOMETRY
MICROGRAVITY
AERIAL PHOTOGRAPHY AND IMAGERY

Metode mana yang dipilih akan bergantung kepada keunggulan dan keterbatasan 
metode/alat, jenis artefak apa yang diharapkan, dan lingkungan medan/terrain 
sekitarnya.  Untuk melakukan hal ini geophysicist dan archeologist harus 
berdiskusi, memutuskan mana yang tepat. Beberapa contoh kasus: undersea 
archeologist banyak menggunakan metal detector untuk menemukan harta karun yang 
ditinggalkan kapal-kapal yang karam ratusan tahun lalu. Semakin bagus coil dan 
power transmitternya, semakin peka metal detector, semakin dalam juga kemampuan 
penetrasinya, tetapi tetap ada batasannya, 15 ft adalah batasannya. GPR, pernah 
dilakukan beberapa kali untuk mendeteksi keberadaan bangunan di bawah tanah.  
Modern magnetometer cukup peka untuk mendeteksi perubahan 1 gamma saja dari 
medan magnetik sebesar 50,000 gamma. Magnetometer ini di Timur Tengah telah 
berjasa membantu menemukan situs2 kota yang dibangun dengan bata2 yang dibakar 
sebab ternyata batulempung yang dibakar menjadi bata punya anomali magnetik 
yang tinggi, dan tentu saja magnetometer sangat berguna untuk situs2 yang 
dibangun pada Zaman Besi.  Foto udara dan processing citra telah membantu 
penemuan the Temple Mount di Yerusalem dengan cara pengolahan thermal infra-red 
images.

Masalah lain adalah, banyak pembuat nonprofesional alat-alat geofisika itu yang 
ditawarkan kepada dunia arkeologi dengan harga yang relatif murah. Penelitian 
arkeologi bukanlah penelitian ekonomis seperti di perminyakan atau tambang yang 
pasti menggunakan peralatan yang akurat dan canggih. Penelitian2 arkeologi 
biasanya punya anggaran yang tidak besar, sering juga dibiayai oleh donasi dari 
yayasan2 tertentu. Maka pengadaan peralatan geofisika yang canggih tetapi mahal 
menjadi problem tersendiri. Maka ketika ada yang menawarkan alat2 yang murah, 
mereka menerimanya, padahal peralatannya tidak akurat. Di situlah problemnya.

Salam,
Awang

From: kartiko samodro [mailto:kartiko.samo...@gmail.com]
Sent: 22 Maret 2011 11:00
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Misteri di candi Cetho dan candi Penataran

Kalau di penggalian purbakala / arkeologi, apakah ada metode tidak langsung 
(geophysical method etc) yang bisa digunakan untuk memastikan kalau memang ada 
situs arkeologi di tempat tertentu sebelum dilakukan penggalian ?
Ambil contoh gunung dengan piramida ...
kalau memang disitu ada bentuk piramida/candi  yang dibentuk dengan bahan 
batuan yang ada disekitarnya , apakah ada metoda geofisika ( magnetic/density 
etc) yang bisa digunakan untuk memastikan bentuknya sebelum digali  / dikupas 
atau hanya bisa dilakukan dengan pengamatan mata di lapangan ?

2011/3/22 sujatmiko m...@cbn.net.idmailto:m...@cbn.net.id
Rekan-rekan IAGI yang budiman,

Mang Okim sangat beruntung dapat  hadir di pertemuan Gedung Sate Bandung 
tanggal 3 Maret 2011 yang lalu , untuk mendengarkan presentasi Pak Agung dan 
team Turangga Seta (TS) tentang temuannya di Candi Cetho dan Candi Penataran . 
Presentasinya yang dilengkapi dengan tayangan power point yang begitu menarik , 
betul-betul membuat semua yang hadir termasuk Pak Wagub Jabar terperangah ( 
apalagi mang Okim - - - ta' iya ! ).

Temuan Pak Agung di kedua candi tersebut  sangat orisinil dan tampaknya belum 
pernah tersentuh / disadari oleh para ahli sejarah kita sebelumnya. Pak Lutfi 
Yondri , ahli arkeologi yang  penemu fosil manusia prasejarah di Situs Gua 
Pawon,  sampai mengajak Pak Agung dan team untuk berbicara di Kongres Nasional 
Arkeologi  yang akan dilaksanakan beberapa bulan yang akan datang.

Dalam kaitannya dengan temuan Pak Agung dan team TS di Candi Cetho dan Candi 
Penataran ini, mang Okim kira tidak perlu ada pendamping ahli geologi karena 
mereka  sangat ahli dalam menganalisa ukiran-ukiran di dinding candi dan 
membandingkannya dengan ukiran-ukiran sejenis  di candi luar negeri. 
Sebaliknya, untuk kasus Piramida, mang Okim sangat menganjurkan  agar ada  
pendamping ahli geologi  yang pengamatan di lapangannya murni didasarkan kepada 
ilmu kebumian ( khususnya physical geology ). Dengan demikian maka team TS 
tidak perlu lagi minta bantuan  para 

Re: [iagi-net-l] Fw: Fraser Institute - Petroleum Survey 2010

2011-03-21 Terurut Topik Yanto R.Sumantri



Rekan rekan

Dari info informal yang saya dengar (ada
bocoran draft UU Migas yang katanya versi DPR) , bahkan dalam RUU yang
baru segala sesuatu termasuk  kontrak harus dengan persetujuan
DPR.
Untuk diketahui , saat ini Cost Recovery (karena dianggap utang
negara)  harus dimasukan kedalam RAPBN , baru kalau sudah disetujui
akan dapat direalisasikan , APA Benar begitu ??? Mohon yang mengetahui
dapat memberikan pencerahan.
Kan bertambah puaaanjang jalur
birokrasinya .

si Abah



On Tue, March 22,
2011 9:12 am, Wayan Ismara Heru Young wrote:
 apa mungkin memang
sengaja dipersulit untuk investor luar supaya bisa
 dikembangkan
oleh anak negeri sendiri seperti cita-citanya Bung Karno

dulu?
 
 
 



From: Danu Widhisiadji
dwidhid...@yahoo.com
 To: IAGI
iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Tue, March 22, 2011 10:00:53
AM
 Subject: [iagi-net-l] Fw: Fraser Institute - Petroleum Survey
2010
 
 
 ---attachment---deleted---


 --- On Tue, 3/22/11, Danu Widhisiadji
dwidhid...@yahoo.com wrote:
 
 
From: Danu Widhisiadji dwidhid...@yahoo.com
Subject: Fw: Fraser Institute - Petroleum Survey 2010
To: IAGI iagi-net@iagi.or.id
Date: Tuesday, March 22, 2011, 8:24 AM



Dear All,

Mungkin menarik untuk dibaca,

Terlampir potongan Petikan Hasil Survey oleh
âeuro;oelig;Fraser Institute -
 Petroleum
Survey 2010âeuro; yang dapat diakses di
http://www.fraserinstitute.org/uploadedFiles/fraser-ca/Content/research-news/research/publications/global-petroleum-survey-2010.pdf


Survey tersebut menyebutkan salah
satu hasilnya sbb:
INDONESIA

âeuro;oelig;Corruption and poor data
access.âeuro;
âeuro;oelig;Profit sharing
contract terms are not always honored, but it is
 impossible
to
sue the government. Terms are always being tightened yet
prospectivity is
 no
better than in other
countries.âeuro;
âeuro;oelig;The
countryâeuro;trade;s Oil and Gas law (Law No. 22/ year 2001) is
very bad
 and is not
investor friendly due to
the following reasons:
1.  Investors have to meet so many
government offices. Indonesian oil
industry is getting worse,
almost no new investment in the new block
 during the
last 10 years. Under the old law (Law No.8/1971), investors just
needed
 to meet
and sign a profit-sharing
contract with the national oil company
 (Pertamina).
2.  According to Article 31 of Law No.22/2001 on Oil and
Gas,
 investors have
to pay various kinds of
taxes during the exploration stage. Under the old
 law,
investors paid the tax after they found and produced oil and
gas!
3.  Law No.22/2001 is in fact already legally
âeuro;tilde;flawedâeuro;trade; and
 paralyzed
because
the Constitutional Court of the country has re moved
several main
 articles that
conflict with
article 33 of the countryâeuro;trade;s Constitution of 1945.
 Unfortunately,
both the President and the Minister
of Energy and Mineral Resources of
 the
country
do not take any action to fix the situation.âeuro;


Salam,
Danu
Widhisiadji


 
 


 


-- 
___
Nganyerikeun hate
batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.