Di IT juga seperti itu. Ada bedanya mengelola warnet 10 komputer
dengan mengelola infrastruktur Google dengan 100 ribu komputer.
wah siapa bilang goog* cuman punya 100.000 komputer ???
eh udah ah gara2 ada angka 100,000 nya itu saya gatel.. :))
mikirin power supply-nya aja udah
Syahdan,Akhirnya 10 org software dari kampung tukang bikin panci ini
mikir,gimana sich supaya bisa jadi seperti kampung tukang bikin
software yg hidupnya enak.
Saya paham betul uraiannya.
Antitesis yang saya ajukan sebelumnya (dan dicurigai dapat saja
terjadi) adalah kalau tidak ada 10 orang
Budi Rahardjo wrote:
Di IT juga seperti itu. Ada bedanya mengelola warnet 10 komputer
dengan mengelola infrastruktur Google dengan 100 ribu komputer.
wah siapa bilang goog* cuman punya 100.000 komputer ???
eh udah ah gara2 ada angka 100,000 nya itu saya gatel.. :))
mikirin
anyway jangan salahkan DNA ,itu namanya emang udah gagal sebelum
mencoba.
Tentu saja maksudnya bukan menyalahkan, tapi mempertanyakan. Kalau
memang ada orang-orang (*) yang perlunya dan mahirnya adalah
membangun pabrik panci, bukan software company, barangkali yang harus
digalakkan adalah
Ariya Hidayat wrote:
anyway jangan salahkan DNA ,itu namanya emang udah gagal sebelum
mencoba.
Tentu saja maksudnya bukan menyalahkan, tapi mempertanyakan. Kalau
memang ada orang-orang (*) yang perlunya dan mahirnya adalah
kalau kita lihat dari 'sejarah' inovasi,ada dua cara dimana
On 1/15/06, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote:
Saya yakin dari test matematiknya mas ariya menang 100% dibanding si
puntesh. Cuman karena si Puntesh ini bekerja di apple,jadi potensi si
puntesh ini tergali, bisa sukses besar dan kelihatannya dia lebih
berhasil :-)
Ini dapat
Ikhlasul Amal wrote:
On 1/15/06, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote:
Saya yakin dari test matematiknya mas ariya menang 100% dibanding si
puntesh. Cuman karena si Puntesh ini bekerja di apple,jadi potensi si
puntesh ini tergali, bisa sukses besar dan kelihatannya dia lebih
Ikhlasul Amal wrote:
On 1/16/06, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote:
Dalam inovasi, yang diinginkan adalah merubah untuk perubahan.
Kalau 'sang perubah'nya saja berpikir konservatif,mana bisa
berubah,alias tetap jadi tukang panci terus seumur hidup :-)
Emangnya waktu
beda lah,tukang panci mungkin gak perlu sekolah S2 sampe ke jerman dan
finlan segala. daya saing nya juga rendah.
kalau mau terus2an jadi tukang panci juga gak papa,tapi jangan komplen
kalo tiap hari hidup makin susyaah karena kebutuhan (negeri) tidak bisa
dipenuhi lagi dari dalam.
Kenapa
Sedangkan untuk anda yang pinter2 ini,mau ngerjain manual work bikin
tukang panci ?
pada kenyataanya saat ini memang intelektual di negeri ini cuman bisa
bikin industri tukang panci saja,tapi bagaimana mendayagunakan
anda,orang muda yang penuh semangat dan ber-intelek.Lulus ITB dan UI
lagi
Arie Reynaldi Z wrote:
Sedangkan untuk anda yang pinter2 ini,mau ngerjain manual work bikin
tukang panci ?
pada kenyataanya saat ini memang intelektual di negeri ini cuman bisa
bikin industri tukang panci saja,tapi bagaimana mendayagunakan
anda,orang muda yang penuh semangat dan
On 1/16/06, Arie Reynaldi Z [EMAIL PROTECTED] wrote:
Makanya... daripada lulusan ITB, UI atau PTN / PTS lain pada ngehayal,
mending bikin yang real dan bisa di implemetasi dengan baik dan benar.
Yang anak sipil belajar bikin highrise building supaya bisa kerja di
china / taiwan,
Nah
Budi Rahardjo wrote:
Google secara resmi didirikan di tahun 1998.
Sebelumnya dia masih menjadi proyek 2-orang mahasiswa di
Stanford. (Masih ingat domain google.stanford.edu?)
Menariknya, Yahoo juga bermula dari proyek 2-orang mahasiswa
di Stanford juga. ;-)
Saya sampai sekarang terus
Habis baca url ini saya teringat sistem development di google yang
mempunyai banyak proyek dengan small team member.Mungkin itu salah satu
alasan mereka bisa beradaptasi dan proyek masih 'controllable', ( in
respect to what Netscape did of course ).
Comments ?
Tapi kan produk Google itu
ron4ld wrote:
Budi Rahardjo wrote:
Google secara resmi didirikan di tahun 1998.
Sebelumnya dia masih menjadi proyek 2-orang mahasiswa di
Stanford. (Masih ingat domain google.stanford.edu?)
Menariknya, Yahoo juga bermula dari proyek 2-orang mahasiswa
di Stanford juga. ;-)
Saya sampai
Ariya Hidayat wrote:
Habis baca url ini saya teringat sistem development di google yang
mempunyai banyak proyek dengan small team member.Mungkin itu salah satu
alasan mereka bisa beradaptasi dan proyek masih 'controllable', ( in
respect to what Netscape did of course ).
Comments ?
Ariya Hidayat wrote:
anyway tetap aja 10 tahun dan 25 tahun yang lalu gak ada atau jarang
banget orang indonesia yang ikutan bikin google dan bikin infosys,ya
gak usah bikinlah,jadi senior software engineer saja paling tidak.
Ini memang sebetulnya menggemaskan karena kerja membuat
Ariya Hidayat wrote:
Ini memang sebetulnya menggemaskan karena kerja membuat software ini
modalnya bisa dibilang (tetapi tidak selalu) tidak seribet mengerjakan
riset lain. Contohnya, komunikasi serat optik yang menjadi day job
saya ini sangat sangat menghabiskan uang karena harga alatnya
Mengenai Stanford University, ini yang saya ketahui
(dari membaca buku sejarah Silicon Valley, ketemu dengan alumninya,
dan mengunjunginya.)
Visi dari Stanford University memang sudah jelas seperti itu,
dekat dengan industri dan applicable. Itu tercermin jelas.
Lihat saja lulusannya (atau drop
Budi Rahardjo wrote:
Mengenai Stanford University, ini yang saya ketahui
(dari membaca buku sejarah Silicon Valley, ketemu dengan alumninya,
dan mengunjunginya.)
Visi dari Stanford University memang sudah jelas seperti itu,
dekat dengan industri dan applicable. Itu tercermin jelas.
Lihat
ini bedanya dengan company di Indo atau mungkin orang indo,
Never want to move from comfort Zone selalu cari aman ndak ada tantangan...
Adjie
~ Yang bikin saya kagum dengan Google:
Kemampuan adaptasi mereka untuk terus evolving dan berubah menjadi
sesuatu yang lebih besar dan baik(and
Never want to move from comfort Zone selalu cari aman ndak ada
tantangan...
Jamie Zawinski (http://www.jwz.org/gruntle/nomo.html) :
...you can divide our industry into two kinds of people: those who
want to go work for a company to make it successful, and those who
want to go work for a
makanya,untuk anak anak muda inovatif seperti Ariya dkk,paling bagus
sebenarnya join startup company atau company yang sudah settled tapi
masih berjiwa startup seperti google ;-)
Ariya Hidayat wrote:
Never want to move from comfort Zone selalu cari aman ndak ada
tantangan...
Jamie
Ariya Hidayat wrote:
Never want to move from comfort Zone selalu cari aman ndak ada
tantangan...
Jamie Zawinski (http://www.jwz.org/gruntle/nomo.html) :
Habis baca url ini saya teringat sistem development di google yang
mempunyai banyak proyek dengan small team member.Mungkin itu
Budi Rahardjo wrote:
Nah ... gara-gara anda-anda sekalian (lagi). Muncul tulisan ini:
Why I should work for Google
http://budi.insan.co.id/articles/google
Ha, working for Google? My ultimate wet dream man ;-)
In fact, I've been thinking about it since I was finishing my PhD in Canada.
That
Ariya Hidayat wrote:
Never want to move from comfort Zone selalu cari aman ndak ada
tantangan...
Jamie Zawinski (http://www.jwz.org/gruntle/nomo.html) :
...you can divide our industry into two kinds of people: those who
want to go work for a company to make it successful, and those
ron4ld wrote:
Budi Rahardjo wrote:
Nah ... gara-gara anda-anda sekalian (lagi). Muncul tulisan ini:
Why I should work for Google
http://budi.insan.co.id/articles/google
Ha, working for Google? My ultimate wet dream man ;-)
In fact, I've been thinking about it since I was finishing
On 1/14/06, ron4ld [EMAIL PROTECTED] wrote:
In fact, I've been thinking about it since I was finishing my PhD in Canada.
That was before 1997!
Masa sih? Bukannya Google itu baru popular setelah taon 2000?
Populernya baru tahun-tahun ini, tapi dibentuknya sudah lama.
Dan memang saya sudah
On 1/14/06, Zaki Akhmad [EMAIL PROTECTED] wrote:
Benar sekali Pak Budi! Tapi saya boleh bilang Pak Budi curang? Pada
tahun 1997-1998 Pak Budi kan mainnya sudah kemana-mana. Sementara saya
kala itu masih pakai putih abu-abu, lagi ABG-ABG-nya, dan bahkan baru
seneng-senengnya punya account
Ikhlasul Amal wrote:
On 1/14/06, Zaki Akhmad [EMAIL PROTECTED] wrote:
Benar sekali Pak Budi! Tapi saya boleh bilang Pak Budi curang? Pada
tahun 1997-1998 Pak Budi kan mainnya sudah kemana-mana. Sementara saya
kala itu masih pakai putih abu-abu, lagi ABG-ABG-nya, dan bahkan baru
30 matches
Mail list logo