On 4/19/06, Ikhlasul Amal <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Hehehe... ekspor memang menggiurkan dengan resiko justru kekurangan
> untuk keperluan domestik. Seperti halnya kita menggebu dengan ekspor
> gas, sekarang pas diperlukan untuk pasokan pupuk dalam negeri, tidak
> cukup. Di beberapa tempat kondisi yang sama terjadi pada sumber daya
> alam: ikan yang bagus sudah diraup untuk ekspor, sisa di pasar lokal
> kualitas kedua. Seingat saya, kondisi seperti ini juga terjadi di
> Rumania sebelum Nicolae Ceauşescu tumbang.

Ada bedanya. Sumber daya alam (SDA) seperti gas, minyak, emas, kayu,
dll itu non-renewable dan tidak bisa balik lagi. Jadi kalau kita kirim
(ekspor) ke luar negeri, habis dia. Gak bakalan pulang lagi :(
Itulah sebabnya saya kurang sreg dengan pendekatan eksploitasi SDA.
Tapi ... kalau SDM, bisa dibuat dan kembali lagi. he he he.

Nyimpang sedikit. Salah satu alasan kenapa BHTV saya push adalah
karena dia mencoba untuk menyesuaikan pendapatan devisa dari hal
yang bukan eksploitasi SDA kita (minyak, kayu, dll.).


> Saya sendiri mendukung liberalisasi dalam hal tenaga kerja
> berketrampilan ("skilled labor"). Silakan saja pemain badminton kita
> bertebaran di negara orang, yang penting perjanjian kontrak dengan
> PBSI dibuat yang benar dan ditaati.

Betul.
Analoginya begini. Kalau di Indonesia ada yang jagoan sekali
bermain sepak bolanya, setaraf dengan Nistelrooy/Henry/Rooney/
Crespo/Drogba/Terry/dll, mengapa dia main di PSSI?
Titipkan dulu saja di liga Inggris/Italia/Spanyol.
Tapi kalau lagi world cup, dia tetap main di Indonesia/PSSI :)

Nah, kalau nanti sudah banyak jagoan bola Indonesia, baru kita
minta mereka mengembangkan liga Indonesia. Serahkan kepada mereka.

Jadi ingat sepak bola Indonesia jaman dahulu. Wah ... masih ingat
nama Abdul Kadir, Waskito, Ronny Patina...(lupa euy)
Dulu saya suka Persebaya, jadi ingetnya Abdul Kadir dan Waskito.
Sepak bola Indonesia jaman dulu rasanya hebat banget ya.
(Bagi yang tua-tua, he he he)



-- budi

Kirim email ke