Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Wahditinggal tidur kok banyak banget emailnya. Yak, Helson sudah muncul. Seperti biasa kemunculannya ya seperti ini. Sudah jadi ciri deh. Menunggu sampai beberapa lama untuk membuat matang suasana lalu mulai deh gosok sana gosok sini. Ciri khasnya langsung menohok ke orang langsung. Dan seperti biasa pula zero opinion. Nah, mau diterusin nih urusan lamanya? Mumpung lagi libur nih. ' Helson Siagian wrote: Kalau yang ini sih...antara kelompok yang TIDAK SOK pinter dengan yang ... nggak tau deh... Helson SIAGIAN --- http://gwu.edu/~siagian --- On Wed, 12 May 1999, Dodo D. wrote: ikutan Ah... juga Pada saat2 dinamika diskusi berada pada point seperti ini, saya jadi membayangkan, gimana seandainya hal ini terjadi pada diskusi secara langsung (face to face). Berantem kali ye..?? Makanya...ya nggak terlalu surprising lah kalau antara pendatang madura dengan penduduk asli melayu tawuran di Sambas, lha wong latar pendidikanya sebagian besar masih ala kadarnya kok... --- Helson Siagian [EMAIL PROTECTED] wrote: Ah... Helson SIAGIAN --- http://gwu.edu/~siagian --- On Wed, 12 May 1999, Blucer Rajagukguk wrote: he...he...he.., memang sedikit yang tahan banting kayak eyang troy :) Lagian istilah eyang troy buatan siapa sich, kok bukannya cucu troy, gitu. Andrew G Pattiwael wrote: ketidak tahuan? mungkin. tapi saya melihat perilaku anda, malah menunjukan kesok tahuan itu lho... Lantas apaan nih memakai-makai nama norwich segalasaya rasa nga ada hubungannya seperti yang sudah saya bilang, sepertinya memang susah diskusi antar tingkat yang lebih tinggi dan tingkatan yang agak rendah seperti saya ini. Andrew On Wed, 12 May 1999, FNU Brawijaya wrote: Saya tidak melihat bahwa tauke bukan istilah positif. Anda tahu artinya tidak sih? Malah lebih positif daripada engkong. Istilah engkong sering digunakan untuk meledek. Misal 'engkong lu'. Tidak demikian dengan istilah tauke. Artinya ya selalu positif. Saya tidak mau berpanjang lebar dengan urusan tauke ini. Tapi terus terang saya prihatin, karena ini sekaligus mengindikasikan ketakutan yg berlebihan untuk menyinggung perasaan ras lain yg lebih didasari oleh ketidaktahuan. Ini sekaligus menunjukkan kurangnya interaksi (dan asimilasi) sehingga malah menimbulkan kebingungan dan kesalahtingkahan yang sebetulnya tidak perlu ada. Bila anda memahami dan menggunakan istilah ini dalam keseharian, terutama dalam berinteraksi dg kalangan WNI Keturunan, maka anda tidak akan menulis posting ini. Bagaimana kalo anda cari tahu dg teman anda di Norwich? Sudah terlalu buanyak posting saya hari ini, maaf kalo tidak direply lebih lanjut. ' Andrew G Pattiwael wrote: Memang larangan untuk memakai bahasa mandarin sudah dihapus, namun penggunaanya tetap umum kan, termasuk yang menyinggung itu. Kan yang dilarang hanya penggunaan untuk digunakan sebagai Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Istilah yang anda pakai itu bukan istilah yang positif, jadi harap dimengerti untuk tidak digunakan. Kalau misalnya anda mengunakan istilah 'engkong' mungkin masih bisa diterima, karena memang orang tua dipanggil dengan sebutan itu, bahkan suku betawi pun kalau tidak salah juga memakai istilah yang sama. Ini bukan me-refer kearah masalah rasial, namun ini adalah semacam pelurusan kearah yang lebih berpendidikan dan hidup bertenggang rasa. Andrew Pattiwael On Wed, 12 May 1999, FNU Brawijaya wrote: Okay deh, tidak akan dipake lagi. Sebagai info, Bung Patrick kan bukan orang WNI keturunan cina. Jadi ya ndak ada urusan merefer ke masalah ras. Kalo dulu sih dengan teman-teman baik yg chinese maupun yg bukan, dibilang tauke adalah kehormatan. Kehormatan untuk mentraktirhehe... Tidak tahu bila sekarang arti dari 'tauke' sudah bergeser. Lha wong larangan memakai bahasa mandarin sudah dihapus kok kita malah nggak boleh pake istilah-istilahnya lho. Kalo gitu Bung Blucer mulai sekarang nggak boleh panggil mas lagi deh... '-- Andrew G Pattiwael wrote: Bung Brawi, tetap yang namanya panggilan seperti itu masih terasa 'menyindir' orang lain atau lebih tepatnya 'hinaan' yang diasosiasikan kepada kepada golongan keturunan. Tidak semuanya keturunan itu tauke kan? atau tidak semua
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN (fwd)
On Wed, 12 May 1999, Blucer Rajagukguk wrote: Jaya ini hobinya ngeles, 'tauke' sama 'mas' kok disamain. Merasa pengalaman, tahu segala macam, tidak rasialis, paling demokrasi, eh...eh...faktanya ribut terus sama netters, walaupun tentu ada beberapa fansnya :). Ini pepatah lama untuk kita semua, terutama untuk.guehe..he..: Semut dipelupuk mata orang lain terlihat, sedangkan belek segede jempol dimata sendiri tidak terasa. FNU Brawijaya wrote: Okay deh, tidak akan dipake lagi. Sebagai info, Bung Patrick kan bukan orang WNI keturunan cina. Jadi ya ndak ada urusan merefer ke masalah ras. Kalo dulu sih dengan teman-teman baik yg chinese maupun yg bukan, dibilang tauke adalah kehormatan. Kehormatan untuk mentraktirhehe... Tidak tahu bila sekarang arti dari 'tauke' sudah bergeser. Lha wong larangan memakai bahasa mandarin sudah dihapus kok kita malah nggak boleh pake istilah-istilahnya lho. Kalo gitu Bung Blucer mulai sekarang nggak boleh panggil mas lagi deh... '-- Andrew G Pattiwael wrote: Bung Brawi, tetap yang namanya panggilan seperti itu masih terasa 'menyindir' orang lain atau lebih tepatnya 'hinaan' yang diasosiasikan kepada kepada golongan keturunan. Tidak semuanya keturunan itu tauke kan? atau tidak semua pedagang itu keturunan kan...Makanya tolong janganlah membawa-bawa istilah yang kadang kedengarannya tidak mengenakkan seperti itu. Anda sendiri saya panggil (walau tidak sengaja) dengan panggilan 'cung' sudah tersinggung (saya maklum, karena anda kan graduate student, sedangkan saya ini apalah, undergrad aja masih separo). Saya rasa panggilan 'kacung' dan 'tauke' sama sama tidak mengenakkan. Don't take any offense bung, hanya mengingatkan kok. Andrew Pattiwael -- Salam, Jaya -- I disapprove of what you say, but I will defend to death your right to say it. - Voltaire \\\|/// \\ - - // ( @ @ ) oOOo-(_)-oOOo--- FNU Brawijaya Dept of Civil Engineering Rensselaer Polytechnic Institute mailto:[EMAIL PROTECTED] Oooo oooO ( ) ( ) ) / \ ( (_/ \_)
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Ya jelas mesti ngeles dong. Kalo punya argumen apa salahnya. Lho yang begituan itu digolongkan sebagai ribut tho? Baru tahu.. Pengalaman ane ada cuman sedikit, tapi kalau merasa paling pengalaman tentu tidak lah... Jadi ente nggak perlu minder gitu dong. Kalau mau nerusin polemik kita ya monggo dong. Tapi kalau mau ngikut dg gaya Helson ya kita terima saja. Susah amat Okay kalau mau diulang lagi ribut beberapa bulan yg lalu juga boleh. Marimaritoh ingredient-nya kan sama yaitu: - Helson Siagian: pentolan tanpa opini sejak 1918 (saingannya Ny Meneer). - Vincent Sitinjak: cuman komentar dikit-dikit biasanya, nggak tahu kalo lewat japri. - Blucer Rajagukguk: kelihatannya bawa azas opini vs opini, tapi kalo Helson muncul baru kelihatan kalo belum lepas dari gaya versi Helson tadi... Nah, Helson mengklaim ada 10 orang, muncul dong ke permukaan Kita pengen tahu deh Yak, babak baru kita mulai. Nah, gimana nih Helson, katanya ada yg punya usul dg "cara"-nya itu? '-- Blucer Rajagukguk wrote: Jaya ini hobinya ngeles, 'tauke' sama 'mas' kok disamain. Merasa pengalaman, tahu segala macam, tidak rasialis, paling demokrasi, eh...eh...faktanya ribut terus sama netters, walaupun tentu ada beberapa fansnya :). Ini pepatah lama untuk kita semua, terutama untuk.guehe..he..: Semut dipelupuk mata orang lain terlihat, sedangkan belek segede jempol dimata sendiri tidak terasa. -- Salam, Jaya -- I disapprove of what you say, but I will defend to death your right to say it. - Voltaire \\\|/// \\ - - // ( @ @ ) oOOo-(_)-oOOo--- FNU Brawijaya Dept of Civil Engineering Rensselaer Polytechnic Institute mailto:[EMAIL PROTECTED] Oooo oooO ( ) ( ) ) / \ ( (_/ \_)
Re: Pencapaian program...
From: FNU Brawijaya [EMAIL PROTECTED] Nah, agenda utamanya PAN kan berantas KKN, tuntut Suharto, federalism. Kalau PBB sami mawon, dan bentuk federalisme diwujudkan dalam sistem parlementer. Bagaimana dengan PDI-P dan PKB? Nah, yang ini agak konservatif. Keduanya lebih menekankan bahwa semua kebrengsekan ORBA adalah akibat penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh partai (d/h golkar) dan pejabat, yang bermuara di Suharto. Secara umum programnya di masa lalu sudah bagus. Dengan berbagai pertimbangan, PDI-P lebih memilih bentuk NKRI (negara kesatuan RI), dan yang saya tangkap dari PKB juga demikian. Nggak tahu kalau salah nangkep yang ketangkep ayam tetangga Ini point yang sangat penting. Kita perlu mengetahui filosofi dan program partai seperti apa yang kita butuhkan pada sebuah partai kalo kita memang benar-benar perduli dengan welfare negara yang bernama Indonesia itu. Seperti aku sebutkan dalam email aku bbrp minggu yang lalu (dan nampaknya nggak ada yang berminat menanggapi), yang aku kira penting dalam program ekonomi sebuah partai adalah: * desentralisasi penuh * pemangkasan kekuasaan pemerintah dalam bisnis * adopsi sistem ekonomi pasar (competitive capitalism) Kecuali kita hanya sekedar fans. Seperti fans Persebaya, kualitas Persebaya mau gimana pun, mereka tetap akan dukung Persebaya :) Tentu perlu dibahas satu per satu, mengapa ketiga hal di atas perlu. Sebagai pemanasan, aku kopiin email aku ttg desentralisasi-penuh di mailing list lain dengan sedikit modifikasi. Date: Sun, 02 May 1999 22:20:25 -0400 From: Rasyad A Parinduri [EMAIL PROTECTED] Subject: Paksa Birokrasi Berkompetisi Gimana bikin pemerintah lebih efisien? (Micro)economics punya resep jitu: Paksa mereka berkompetisi satu sama lain! Di sini lah desentralisasi-penuh comes into play. Dengan desentralisasi penuh, pemerintah negara bagian, atau bahkan pemerintah kota, dipaksa saling kompetisi satu sama lain. Saling adu rendah pajak; adu tinggi kualitas keamanan; adu kuat narik investor; adu sedikit ngatur-ngatur warganegara; adu bagus nyedian public goods and services. Intinya, mereka akan lebih dipaksa kerja keras menyenangkan warganegara dibandingkan dengan pemerintah terpusat seperti Indonesia sekarang ini :) Belum lagi kita bicara masalah transparansi dan accountability yang akan jauh lebih baik. Dengan desentralisasi penuh, birokrat jaman sekarang akan jadi barang langka. Bisa karena dia nggak kepilih lagi, atau karena penduduk kota pada migrasi ke kota lain yang melayani warganya lebih baik. Mungkin hanya dengan desentralisasi penuh lah akhirnya rakyat bisa benar-benar berdaulat -- sebagaimana dia seharusnya. Masalahnya terpulang pada kita, mau berdaulat apa nggak. Komentar? Salam, Rasyad A Parinduri [EMAIL PROTECTED] ___ Get Free Email and Do More On The Web. Visit http://www.msn.com
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Cer: Masa belek tidak terasa? Belek itu asin rasanya. Rgds, Alex
Apa isi BUKU PUTIH ?
Ini ada sedikit tulisan dari "LUGAS" mengenai isi Buku Putih. hmm...Buku Putih itu ditulis pakai tinta hitam apa putih sih?:-) salam Ali Simplido ** Xpos, No. 16/II/2-8 Mei 1999 LUGAS Buku Putih Sebuah kelompok yang bernama Center for Banking Crisis (CBC), Selasa (27/4) lalu di Gedung Bursa Gagasan lantai 4, Mega Kuningan, Jakarta Selatan me-launching sebuah "Buku Putih". Buku ini bukanlah sekedar buku lantaran dalam peluncuran itu dihadiri pula oleh politisi ternama, Amien Rais yang sebelumnya menyebut-nyebut telah punya bukti usaha pemutihan utang kroni Soeharto. Tapi buku itu berisi data tentang skandal perbankan yang dilakukan 3 buah bank dan merugikan negara 75 triliun rupiah: penilepan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dengan cara, jual beli bank note secara backdated, Pemilik BII Eka Tjipta meraup keuntungan pribadi Rp2 miliar selama dua minggu. Disusul permainan transaksi derivatif US$250 juta dan rediskonto wesel ekspor pada September 1988, US$2,5 juta. Sebaliknya, BII melanggar pemberian kredit usaha ke Eka Tjipta Grup. Disebutkan oleh CBC, penyaluran kredit BII 75% ke Eka Tjipta Grup mengakibatkan kredit macet perusahaan itu mencapai Rp13 triliun. BII telah menyita jaminan aset perusahaan Eka Tjipta. Tapi kepemilikan sita jaminan hanya dialihkan kepada kenalan dekat Eka Tjipta. Selain itu, Bank Danamon disebutkan telah memberikan kredit Rp30 triliun, yang 50% disalurkan ke grupnya. Dan 85% atau Rp 26 triliun merupakan pinjaman dari BI. Tapi anehnya, Bank Danamon menyalurkan kredit baru ke 77 perusahaan fiktif (paper company) untuk membeli saham Astra (19 perusahaan fiktif senilai Rp1.490 miliar), pengembangan kapling Jl Sudirman (53 perusahaan) Rp2.017,5 miliar, perluasan kuningan (5 perusahaan Rp618,9 miliar). Selain itu CBC juga mengungkapkan pemberian kredit lain ke grupnya seperti kredit kepada PT Kaliraya Sari Rp 4.128 juta, PT Danamon Usaha Gedung, PT Kaliraya Sari Divisi Rumah dan Gedung Rp4.400 juta, PT Danamon Land Rp65 miliar, PT Gaterison Sukses Rp118,550 juta, PT Danamon Usaha Pembiayaan Rp45,305 miliar. Hasil investigasi menemukan pula BMPK ke PT Chandra Asri Grup Rp2,884 triliun dan PT Raja Garuda Mas Grup Rp887 miliar. Selain data itu juga diungkap sejumlah penyimpangan dua bank beku operasi, yakni Bank Aspac dan BDNI. Fakta-fakta yang diungkap CBC itu sekali lagi, merupakan keprihatinan kita bersama. Sebuah lembaga yang selama ini kerahasiaannya dilindungi hukum, ternyata justru disalahgunakan. (*) _ Do You Yahoo!? Free instant messaging and more at http://messenger.yahoo.com
Re: Pencapaian program...
Setuju bung Rasyad. Negara ini perlu kompetisi, tetapi kompetisi yang sehat. Misalkan, jika perusahaan terlalu besar dan mengganggu produktivitas yang lain, perlu dituruni speednya melalui UU anti-monopoli atau anti-trust. Kompetisi seperti sekarang perlu dihapus, sudah menjadi kebiasaan pengusaha berkompetisi untuk mendekati puncak kekuasaan untuk mendapatkan tender. Ini juga tidak produktif, hal ini hanya menghancurkan bangsa jika dilihat dari faktor learning curve, transfer technology, dan business environment. Saya kira banyak program partai masih berupa blue print dan belum detail. Partai-partai yang ada sekarang lebih memfokuskan diri pada penggalangan massa dan kemenangan partai. Secara bertahap, input-input yang baik pasti akan dilaksanakan oleh partai yang memang menginginkan negara ini menjadi lebih baik. Orang tua tidak akan bisa mengalahkan waktu. Yang muda akan muncul, karena itu ide yang segar dan berguna untuk rakyat pasti akan dilaksanakan. Rasyad A Parinduri wrote: From: FNU Brawijaya [EMAIL PROTECTED] Nah, agenda utamanya PAN kan berantas KKN, tuntut Suharto, federalism. Kalau PBB sami mawon, dan bentuk federalisme diwujudkan dalam sistem parlementer. Bagaimana dengan PDI-P dan PKB? Nah, yang ini agak konservatif. Keduanya lebih menekankan bahwa semua kebrengsekan ORBA adalah akibat penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh partai (d/h golkar) dan pejabat, yang bermuara di Suharto. Secara umum programnya di masa lalu sudah bagus. Dengan berbagai pertimbangan, PDI-P lebih memilih bentuk NKRI (negara kesatuan RI), dan yang saya tangkap dari PKB juga demikian. Nggak tahu kalau salah nangkep yang ketangkep ayam tetangga Ini point yang sangat penting. Kita perlu mengetahui filosofi dan program partai seperti apa yang kita butuhkan pada sebuah partai kalo kita memang benar-benar perduli dengan welfare negara yang bernama Indonesia itu. Seperti aku sebutkan dalam email aku bbrp minggu yang lalu (dan nampaknya nggak ada yang berminat menanggapi), yang aku kira penting dalam program ekonomi sebuah partai adalah: * desentralisasi penuh * pemangkasan kekuasaan pemerintah dalam bisnis * adopsi sistem ekonomi pasar (competitive capitalism) Kecuali kita hanya sekedar fans. Seperti fans Persebaya, kualitas Persebaya mau gimana pun, mereka tetap akan dukung Persebaya :) Tentu perlu dibahas satu per satu, mengapa ketiga hal di atas perlu. Sebagai pemanasan, aku kopiin email aku ttg desentralisasi-penuh di mailing list lain dengan sedikit modifikasi. Date: Sun, 02 May 1999 22:20:25 -0400 From: Rasyad A Parinduri [EMAIL PROTECTED] Subject: Paksa Birokrasi Berkompetisi Gimana bikin pemerintah lebih efisien? (Micro)economics punya resep jitu: Paksa mereka berkompetisi satu sama lain! Di sini lah desentralisasi-penuh comes into play. Dengan desentralisasi penuh, pemerintah negara bagian, atau bahkan pemerintah kota, dipaksa saling kompetisi satu sama lain. Saling adu rendah pajak; adu tinggi kualitas keamanan; adu kuat narik investor; adu sedikit ngatur-ngatur warganegara; adu bagus nyedian public goods and services. Intinya, mereka akan lebih dipaksa kerja keras menyenangkan warganegara dibandingkan dengan pemerintah terpusat seperti Indonesia sekarang ini :) Belum lagi kita bicara masalah transparansi dan accountability yang akan jauh lebih baik. Dengan desentralisasi penuh, birokrat jaman sekarang akan jadi barang langka. Bisa karena dia nggak kepilih lagi, atau karena penduduk kota pada migrasi ke kota lain yang melayani warganya lebih baik. Mungkin hanya dengan desentralisasi penuh lah akhirnya rakyat bisa benar-benar berdaulat -- sebagaimana dia seharusnya. Masalahnya terpulang pada kita, mau berdaulat apa nggak. Komentar? Salam, Rasyad A Parinduri [EMAIL PROTECTED] ___ Get Free Email and Do More On The Web. Visit http://www.msn.com
dermokatis or demokratis?
Bagi yang ingin mengetahui tentang pernyataan PDI-P tentang Timor Timur silahkan kunjungi this site: http://www.pdiperjuangan.org/pdi/index.html Dan jangan lupa check berapa banyaknya kata-kata yang spelling-nya salah. I found at least 11, can you spot more? "wilaya" "sendlri" "dermokatis" "otositas" "di massa krisis" "kanstitusional" "natianal" "pemerlntah" "lidak" "mendomg" "ditetapkankan" I am not saying kesalahan tsb sebagai representasi atas kurang professional-nya orang2 PDI-P atau karena kurang adanya koordinasi antara si pengetik (web-master) dan orang PDI-P atau whateverlah:-) salam Ali Ismplido upps, I misspelled my own name:-) _ Do You Yahoo!? Free instant messaging and more at http://messenger.yahoo.com
Pencapaian program...
Wah, keasyikan nggangguin mbak Ida malah terganggu dengan kemunculan si abang helson yang cemburuan. Padahal kan kita cuman nggangguin dikit ajahehehe.. Kok ya ributnya sampe melebar kemana-mana. Ampun deh.. mbak Ida itu serasa Sarajevo, jadi asal muasal perang dunia.hehehe. tobat...tobat Sebetulnya acara muter-muter saya sejak seminggu lepas ini ada apa sih? Sebetulnya kan kita ingin berbicara tentang bagaimana untuk menjalankan program. Kalau identifikasi masalahnya sih sudah ada, dan semua sudah ditampung oleh masing-masing partai. Bagaimana dengan cita-cita atau arahan dari partai? Ya sudah jelas juga. Buat yg punya masing-masing booklet dari tiap partai sih enak. Bisa langsung baca dan mengerti. Saya kira banyak dari kita yang tidak mempunyai kemewahan untuk memahami program partai. Cuman kira-kira sih tidak atau belum mendalam bagaimana untuk mencapai cita-cita partai yang sudah pasti sangat ideal ituya namanya lagi jualan Nah, kebetulan saya punya pendapat bahwa kesenjangan sosial perlu diberantas terlebih dahulu. Benar tidaknya itu yang mesti dikaji. Bukan lalu pada sibuk membicarakan bahwa yang dituju adalah negara yang ramah tamah, toleransi tinggi, hukum berjalan dengan benar... Weleh...kalau yg itu sih semua partai juga punya. Cuman carane itu gimana tho? Nah, agenda utamanya PAN kan berantas KKN, tuntut Suharto, federalism. Kalau PBB sami mawon, dan bentuk federalisme diwujudkan dalam sistem parlementer. Bagaimana dengan PDI-P dan PKB? Nah, yang ini agak konservatif. Keduanya lebih menekankan bahwa semua kebrengsekan ORBA adalah akibat penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh partai (d/h golkar) dan pejabat, yang bermuara di Suharto. Secara umum programnya di masa lalu sudah bagus. Dengan berbagai pertimbangan, PDI-P lebih memilih bentuk NKRI (negara kesatuan RI), dan yang saya tangkap dari PKB juga demikian. Nggak tahu kalau salah nangkep yang ketangkep ayam tetangga Bagaimana dengan para calon pencoblos? Nah ini dia Faktor utama yang menjadi daya tarik suatu partai kan mestinya program. Baru disusul oleh siapa yang akan jadi sopir truk pemerintahan. Biar jelas: (1) Program partai (2) Calon Presiden. Nah, yang saya lihat, justru sebaliknya. Para calon pencoblos lebih mendasari keputusan memilih partai idaman pada calon presiden yang ditawarkan. Bila calon pemilih ini juga memahami apa yang ditawarkan partai sih bagus. Yang lebih sering terjadi kan bukan begitu. Jadi yang paling kelihatan kan ungkapan seperti "Saya pilih tokoh X karena dia memihak pada rakyat, bebas KKN kalo nyerempet dikit nggak apa-apa, dlsb". Bagaimana caranya si calon presiden (atau partainya) mencapai tujuan ndak mau tahu lagi Nah, inilah bibit dari kultus individu macam 'mati hidup nderek Sukarno', 'merah kata Sukarno, merah pula kata marinir, hitam kata sukarno, hitam pula kata marinir'. Dan banyak lagi jargon semacam yang sudah kita ketahui bersama lah... Sudah siapkah kita berbicara masalah pencapaian program? Apakah kita akan berkutat pada pendefinisian tujuan utama yang sebetulnya sudah selesai itu? -- Salam, Jaya -- I disapprove of what you say, but I will defend to death your right to say it. - Voltaire \\\|/// \\ - - // ( @ @ ) oOOo-(_)-oOOo--- FNU Brawijaya Dept of Civil Engineering Rensselaer Polytechnic Institute mailto:[EMAIL PROTECTED] Oooo oooO ( ) ( ) ) / \ ( (_/ \_)
Re: dermokatis or demokratis?
upps kayanya typo juga tuch, biasanya oops :) Ali Simplido wrote: Bagi yang ingin mengetahui tentang pernyataan PDI-P tentang Timor Timur silahkan kunjungi this site: http://www.pdiperjuangan.org/pdi/index.html Dan jangan lupa check berapa banyaknya kata-kata yang spelling-nya salah. I found at least 11, can you spot more? "wilaya" "sendlri" "dermokatis" "otositas" "di massa krisis" "kanstitusional" "natianal" "pemerlntah" "lidak" "mendomg" "ditetapkankan" I am not saying kesalahan tsb sebagai representasi atas kurang professional-nya orang2 PDI-P atau karena kurang adanya koordinasi antara si pengetik (web-master) dan orang PDI-P atau whateverlah:-) salam Ali Ismplido upps, I misspelled my own name:-) _ Do You Yahoo!? Free instant messaging and more at http://messenger.yahoo.com
KETEMU YUK!!!
HELLO REKAN-REKAN PERMIAS@ KETEMU YUK! KITA BISA KETEMU DI NEW YORK, DI CHICAGO, OR DI MANA SAJA, SAYA SIAP FLY DEH! MUMPUNG LAGI LIBUR. KITA LIHAT BAGAIMANA KALAU KITA BERTEMU, MUNGKIN KITA BISA CIPTAKAN PALING KURANG DUA HAL: PERTAMA: MENULIS BUKU HASIL DISKUSI KEDUA: MEMBUAT PARTAI POLITIK. BAGAIMANA? IDA __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: Apa isi BUKU PUTIH ?
Tidak aneh koq Mas, dasarnya korup, kemana-mana juga sama saja. ida Ini ada sedikit tulisan dari "LUGAS" mengenai isi Buku Putih. hmm...Buku Putih itu ditulis pakai tinta hitam apa putih sih?:-) salam Ali Simplido ** Xpos, No. 16/II/2-8 Mei 1999 LUGAS Buku Putih Sebuah kelompok yang bernama Center for Banking Crisis (CBC), Selasa (27/4) lalu di Gedung Bursa Gagasan lantai 4, Mega Kuningan, Jakarta Selatan me-launching sebuah "Buku Putih". Buku ini bukanlah sekedar buku lantaran dalam peluncuran itu dihadiri pula oleh politisi ternama, Amien Rais yang sebelumnya menyebut-nyebut telah punya bukti usaha pemutihan utang kroni Soeharto. Tapi buku itu berisi data tentang skandal perbankan yang dilakukan 3 buah bank dan merugikan negara 75 triliun rupiah: penilepan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dengan cara, jual beli bank note secara backdated, Pemilik BII Eka Tjipta meraup keuntungan pribadi Rp2 miliar selama dua minggu. Disusul permainan transaksi derivatif US$250 juta dan rediskonto wesel ekspor pada September 1988, US$2,5 juta. Sebaliknya, BII melanggar pemberian kredit usaha ke Eka Tjipta Grup. Disebutkan oleh CBC, penyaluran kredit BII 75% ke Eka Tjipta Grup mengakibatkan kredit macet perusahaan itu mencapai Rp13 triliun. BII telah menyita jaminan aset perusahaan Eka Tjipta. Tapi kepemilikan sita jaminan hanya dialihkan kepada kenalan dekat Eka Tjipta. Selain itu, Bank Danamon disebutkan telah memberikan kredit Rp30 triliun, yang 50% disalurkan ke grupnya. Dan 85% atau Rp 26 triliun merupakan pinjaman dari BI. Tapi anehnya, Bank Danamon menyalurkan kredit baru ke 77 perusahaan fiktif (paper company) untuk membeli saham Astra (19 perusahaan fiktif senilai Rp1.490 miliar), pengembangan kapling Jl Sudirman (53 perusahaan) Rp2.017,5 miliar, perluasan kuningan (5 perusahaan Rp618,9 miliar). Selain itu CBC juga mengungkapkan pemberian kredit lain ke grupnya seperti kredit kepada PT Kaliraya Sari Rp 4.128 juta, PT Danamon Usaha Gedung, PT Kaliraya Sari Divisi Rumah dan Gedung Rp4.400 juta, PT Danamon Land Rp65 miliar, PT Gaterison Sukses Rp118,550 juta, PT Danamon Usaha Pembiayaan Rp45,305 miliar. Hasil investigasi menemukan pula BMPK ke PT Chandra Asri Grup Rp2,884 triliun dan PT Raja Garuda Mas Grup Rp887 miliar. Selain data itu juga diungkap sejumlah penyimpangan dua bank beku operasi, yakni Bank Aspac dan BDNI. Fakta-fakta yang diungkap CBC itu sekali lagi, merupakan keprihatinan kita bersama. Sebuah lembaga yang selama ini kerahasiaannya dilindungi hukum, ternyata justru disalahgunakan. (*) _ Do You Yahoo!? Free instant messaging and more at http://messenger.yahoo.com __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: KETEMU YUK!!!
Gimana kalau di LA? Cuacanya anget, bisa bikin singkong goreng, ubi goreng, pecel, dll yang meng'Indonesia'. Salam, Budi Notrida Mandica wrote: HELLO REKAN-REKAN PERMIAS@ KETEMU YUK! KITA BISA KETEMU DI NEW YORK, DI CHICAGO, OR DI MANA SAJA, SAYA SIAP FLY DEH! MUMPUNG LAGI LIBUR. KITA LIHAT BAGAIMANA KALAU KITA BERTEMU, MUNGKIN KITA BISA CIPTAKAN PALING KURANG DUA HAL: PERTAMA: MENULIS BUKU HASIL DISKUSI KEDUA: MEMBUAT PARTAI POLITIK. BAGAIMANA? IDA __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
At 4:41 PM 5/13/1999, FNU Brawijaya wrote: |Okay mengenai pemakaian tauke dengan mas. Sebetulnya istilah apa saja |kalo dipake secara nggak bener juga akan nggak bener. Sebaliknya kalo |mau diplesetkan untuk diartikan salah juga akan salah, bagaimanapun |kita mau bikin bener. | |Kayak 'tauke', ini istilah yg digunakan sehari-hari, ... Betul sekali, seperti halnya kata apapun, "tauke" atau "cina", atau kata apa saja itu memang netral. Baru setelah mendapatkan intonasi (dalam bahasa ucap) atau dalam *konteks* tertentu (kalimat, situasi, dsb.) maka kata yang sebetulnya "netral" tersebut bisa menjadi derogatory (pelecehan), rasis, dsb. Kalau kita simak awal mula thread ini ... At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote: |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan. Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju. The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no longer neutral! It is a racist's remark. Moko/
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Mas Moko tulis: At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote: |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan. Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju. The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no longer neutral! It is a racist's remark. he..he..koq saya jadi binun sekarang... kalo "tauke" dikutipan diatas ditujukan ke orang cina, mungkin aja "it is a racist's remark". tapi "tauke" dikutipan diatas khan ditujukan ke orang batak (Patrick Simanjuntak), apa ini juga masuk dalem kategori "a racist's remark"? Tapi dari awal juga saya nangkepnya maksudnya Mas Jaya tuh si Patrick wong belon jadi boss koq lagunya dah kayak Donald Trump. "Tauke kayak KAMU" tuh khan maksudnya "orang-orang kaya kayak KAMU". "Orang-orang kaya kayak KAMU" tuh khan maksudnya orang-orang kaya yang kerna banyak duit terus cabut dari Indonesia. Orang-orang kaya yang seperti ini khan tidak otomatis harus orang cina. Jadi "racist's remark"nya dimana? Terus abis gitu, yang dikatain sama Mas Jaya khan orang batak, kalopun yang dikatain orang cina, koq yang pusing Andrew? Andrew khan neither batak nor cina. Emang di AKABRI diajarin supaya suka ngatur-ngatur orang laen, mangkanya ABRI sukanya ngatur orang laen. Saya baru tau kalo ternyata di Norwich juga diajarin yang sama dengan di AKABRI. Salam, Vincent Sitindjak Norman, OK
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Bung Moko yang ahli kata-kata aneh macam twisted truth dan sekarang menunjukkan istilah baru yaitu derogatory, kalaupun anda menterjemahkan sebagai racist's remark atau water mark juga terserah anda. Seperti saya bisa menterjemahkan penggunaan istilah anda yang aneh-aneh sebagai show off atau memang dirasa perlu digunakan (temtu saya nggak akan melihatnya sbg show off - lah, malah bagus buat saya). Nah, monggo lah Wong demokrasi lama-lama dituruti kok capek... Dari pada ikutan mojok-mojokin orang mbok ya urun rembug gitu soal pembangunan gitu. Mau pake istilah aneh juga boleh lah Saya mau dipojokin juga ndak apa-apa. Ane tetap ada di sini. Anda nggak akan dapat manfaat lain kecuali tambahan sliweran posting yang ndak jelas. Lha wong saya juga udah bilang waktu mereply ke Bung Andrew kalau nggak akan pakai lagi. Itu kan sudah menunjukkan kalau ane mengalah walaupun agak masgul kok dibilang salah. Weleh...weleh tobat-tobat. Gini ini yang bikin orang males bikin posting pada takut salah ucap. Korban yg sudah dipojokin lalu diam sudah banyak Tapi kalau ane sih kebal...hehe. ' Moko Darjatmoko wrote: At 4:41 PM 5/13/1999, FNU Brawijaya wrote: |Okay mengenai pemakaian tauke dengan mas. Sebetulnya istilah apa saja |kalo dipake secara nggak bener juga akan nggak bener. Sebaliknya kalo |mau diplesetkan untuk diartikan salah juga akan salah, bagaimanapun |kita mau bikin bener. | |Kayak 'tauke', ini istilah yg digunakan sehari-hari, ... Betul sekali, seperti halnya kata apapun, "tauke" atau "cina", atau kata apa saja itu memang netral. Baru setelah mendapatkan intonasi (dalam bahasa ucap) atau dalam *konteks* tertentu (kalimat, situasi, dsb.) maka kata yang sebetulnya "netral" tersebut bisa menjadi derogatory (pelecehan), rasis, dsb. Kalau kita simak awal mula thread ini ... At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote: |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan. Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju. The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no longer neutral! It is a racist's remark. Moko/ -- Salam, Jaya -- I disapprove of what you say, but I will defend to death your right to say it. - Voltaire \\\|/// \\ - - // ( @ @ ) oOOo-(_)-oOOo--- FNU Brawijaya Dept of Civil Engineering Rensselaer Polytechnic Institute mailto:[EMAIL PROTECTED] Oooo oooO ( ) ( ) ) / \ ( (_/ \_)
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Yang diomonmgin ini siapa sih... Patrick...? Patrick is Patrick alias Bonniku alian CD Baloon -- sang penjual CD bajakan -- kebetulan nenek moyangnya berasal dari sumut gitu... kd. --- Moko Darjatmoko [EMAIL PROTECTED] wrote: At 4:41 PM 5/13/1999, FNU Brawijaya wrote: |Okay mengenai pemakaian tauke dengan mas. Sebetulnya istilah apa saja |kalo dipake secara nggak bener juga akan nggak bener. Sebaliknya kalo |mau diplesetkan untuk diartikan salah juga akan salah, bagaimanapun |kita mau bikin bener. | |Kayak 'tauke', ini istilah yg digunakan sehari-hari, ... Betul sekali, seperti halnya kata apapun, "tauke" atau "cina", atau kata apa saja itu memang netral. Baru setelah mendapatkan intonasi (dalam bahasa ucap) atau dalam *konteks* tertentu (kalimat, situasi, dsb.) maka kata yang sebetulnya "netral" tersebut bisa menjadi derogatory (pelecehan), rasis, dsb. Kalau kita simak awal mula thread ini ... At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote: |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan. Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju. The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no longer neutral! It is a racist's remark. Moko/ _ Do You Yahoo!? Free instant messaging and more at http://messenger.yahoo.com
Re: Nostalgia Si Tauke
Salam, Waktu saya kelas 3 SD di P. Siantar, ada beberapa tetangga kami yang Tionghoa. Salah satu keluarga Tionghoa itu adalah pengusaha roti ketawa (semacam cookies lah mungkin). Saya tidak tahu siapa namanya. Tapi, baik keluarga saya maupun orang-orang sekampung-- acap menyebut dia dengan panggilan "Si Tauke". Sedangkan isterinya, kami panggil "Si Nyonya". Si Tauke atau Toke itu baik sekali-- terutama kepada anak-anak kecil. Keluarga Tionghoa ini selain memasok roti ketawa ke pertokoan, mereka juga menjualnya secara eceran di rumah mereka. Di sini peran Si Toke amat menentukan-- meninggalkan semacam jejak kesejatian manusia sederhana dan terus terbayang di ingatan saya sampai sekarang. Kami sering diberinya "roti ketawa" secara cuma-cuma. Bercanda dengan kami. Dulu, terutama pada sore-sore jelang senja, sudah menjadi kebiasaan kami menyapa dia dengan riang gembira. Pada sore-sore seperti itu, Si Tauke pulang (entah darimana) dengan bersepeda dan itu merupakan jam-jam bermain kami (main engklek, main ampera, main sabur). ''Tauke.. Tauke... Tauke...,''demikian kami, anak-anak 7-11 tahun menyapanya. ''He-he-he,''jawab dia, dengan wajah berseri, sumringah, penuh cinta. Si Tauke ini baiknya minta ampun, tapi sayang isterinya, yaitu Si Nyonya malah bersifat kebalikannya Si Nyonya ini dikenal sangat pelit, cerewet, dan galak (tapi khusus kepada keluarga saya, si Nyonya ini baik kok, karena kami bertetangga baik sekali, dan tiap Cap Go Meh mereka kirim kue bakul ke rumah saya). Syahdan pada sebuah sore-- seorang teman saya berniat membeli roti ketawa. Saya lihat di sudah berdiri di depan rumah Si Tauke. Tapi teman saya itu berbalik, dan tak jadi membeli. ''Kenapa? Kok nggak jadi beli?,''tanya saya, polos. ''Nggak jadilah. Rupanya Si Toke nggak ada. Tadi yang ada Si Nyonya,''kata teman itu. Jika mau dibilang rasis, sebagaimana bung Vincent S, saya juga nggak menemukan "kebencian rasis" dalam perkataan Tauke-- apalagi dalam konteks posting bung Jaya. Tauke itu istilah biasa dan nggak aneh-aneh-- setidak-tidaknya bagi saya yang berlatar belakang orang Siantar dan Medan yang tetangga dan lingkungan kesehariannya selalu bersama Tionghoa. Waktu SMA di Medan, setahu saya istilah Tauke juga berlaku di antara teman sepergaulan kami. Bagi anak yang punya duit dan diharapkan mau mentraktir beli rokok atau Mi Tiau, biasanya kami bilang begini: ''Kaulah yang traktir. Percumalah jadi Tauke.'' Padahal teman-teman SMA saya itu Jawa, Sunda, Batak dan kebetulan tidak ada Tionghoa nya. Namanya anak sekolahan, tentu belum bekerja, dan jelas bukan Tauke sama sekali. Saya tidak tahu mau menempatkan di posisi mana posting saya ini. Yang pasti, gara-gara kalian mendiskusikan istilah "Tauke" itu-- saya jadi terbayang wajah dan penampilan Si Tauke penjual roti ketawa itu. Saya terharu betapa Tuhan begitu dahsyat berkeinginan "mengenalkan" orang sebaik Si Tauke kepada saya dulu. Kemana Si Tauke itu sekarang, ya? salam, ramadhan pohan p/s: Kalo ade kate-kate yang sale, maapin aye ye...
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Sorry, topiknya tetep tapi isinya beda. Mas Vincent, saya terima postingnya kok tertanggal 11/3/98. Apa di OK memang masih tanggal itu sekarang? Salam, Budi Vincent Sitindjak wrote: Mas Moko tulis: At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote: |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan. Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju. The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no longer neutral! It is a racist's remark. he..he..koq saya jadi binun sekarang... kalo "tauke" dikutipan diatas ditujukan ke orang cina, mungkin aja "it is a racist's remark". tapi "tauke" dikutipan diatas khan ditujukan ke orang batak (Patrick Simanjuntak), apa ini juga masuk dalem kategori "a racist's remark"? Tapi dari awal juga saya nangkepnya maksudnya Mas Jaya tuh si Patrick wong belon jadi boss koq lagunya dah kayak Donald Trump. "Tauke kayak KAMU" tuh khan maksudnya "orang-orang kaya kayak KAMU". "Orang-orang kaya kayak KAMU" tuh khan maksudnya orang-orang kaya yang kerna banyak duit terus cabut dari Indonesia. Orang-orang kaya yang seperti ini khan tidak otomatis harus orang cina. Jadi "racist's remark"nya dimana? Terus abis gitu, yang dikatain sama Mas Jaya khan orang batak, kalopun yang dikatain orang cina, koq yang pusing Andrew? Andrew khan neither batak nor cina. Emang di AKABRI diajarin supaya suka ngatur-ngatur orang laen, mangkanya ABRI sukanya ngatur orang laen. Saya baru tau kalo ternyata di Norwich juga diajarin yang sama dengan di AKABRI. Salam, Vincent Sitindjak Norman, OK
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
he..he..he... saya lagi ditengah nggambar menggunakan software trial version yang tanggalnya dah lewat, jadinya tanggal di CMOS saya mundurin. Maklum dehh, berhubung bukan tauke, engga mampu beli softwarenya yang $2500 itu. Salam, Vincent Sitindjak Norman, OK - Original Message - From: Budi Haryanto [EMAIL PROTECTED] Sorry, topiknya tetep tapi isinya beda. Mas Vincent, saya terima postingnya kok tertanggal 11/3/98. Apa di OK memang masih tanggal itu sekarang? Salam, Budi
Re: Nostalgia Si Tauke
ok people, Kasus "tauke" ini seperti kasus Monica Lewensky aja. I think, we got enough of it already, sekarang marilah kita discussikan mainan Bung Pohan yang sama sekali saya nggak ngerti:-) "main engklek, main ampera, main sabur"? atau kalo nggak, kita disukusikan tentang "tokek" aja:-) salam Ali Simplido --- Ramadhan Pohan [EMAIL PROTECTED] wrote: Salam, Waktu saya kelas 3 SD di P. Siantar, ada beberapa tetangga kami yang Tionghoa. Salah satu keluarga Tionghoa itu adalah pengusaha roti ketawa (semacam cookies lah mungkin). Saya tidak tahu siapa namanya. Tapi, baik keluarga saya maupun orang-orang sekampung-- acap menyebut dia dengan panggilan "Si Tauke". Sedangkan isterinya, kami panggil "Si Nyonya". Si Tauke atau Toke itu baik sekali-- terutama kepada anak-anak kecil. Keluarga Tionghoa ini selain memasok roti ketawa ke pertokoan, mereka juga menjualnya secara eceran di rumah mereka. Di sini peran Si Toke amat menentukan-- meninggalkan semacam jejak kesejatian manusia sederhana dan terus terbayang di ingatan saya sampai sekarang. Kami sering diberinya "roti ketawa" secara cuma-cuma. Bercanda dengan kami. Dulu, terutama pada sore-sore jelang senja, sudah menjadi kebiasaan kami menyapa dia dengan riang gembira. Pada sore-sore seperti itu, Si Tauke pulang (entah darimana) dengan bersepeda dan itu merupakan jam-jam bermain kami (main engklek, main ampera, main sabur). ''Tauke.. Tauke... Tauke...,''demikian kami, anak-anak 7-11 tahun menyapanya. ''He-he-he,''jawab dia, dengan wajah berseri, sumringah, penuh cinta. Si Tauke ini baiknya minta ampun, tapi sayang isterinya, yaitu Si Nyonya malah bersifat kebalikannya Si Nyonya ini dikenal sangat pelit, cerewet, dan galak (tapi khusus kepada keluarga saya, si Nyonya ini baik kok, karena kami bertetangga baik sekali, dan tiap Cap Go Meh mereka kirim kue bakul ke rumah saya). Syahdan pada sebuah sore-- seorang teman saya berniat membeli roti ketawa. Saya lihat di sudah berdiri di depan rumah Si Tauke. Tapi teman saya itu berbalik, dan tak jadi membeli. ''Kenapa? Kok nggak jadi beli?,''tanya saya, polos. ''Nggak jadilah. Rupanya Si Toke nggak ada. Tadi yang ada Si Nyonya,''kata teman itu. Jika mau dibilang rasis, sebagaimana bung Vincent S, saya juga nggak menemukan "kebencian rasis" dalam perkataan Tauke-- apalagi dalam konteks posting bung Jaya. Tauke itu istilah biasa dan nggak aneh-aneh-- setidak-tidaknya bagi saya yang berlatar belakang orang Siantar dan Medan yang tetangga dan lingkungan kesehariannya selalu bersama Tionghoa. Waktu SMA di Medan, setahu saya istilah Tauke juga berlaku di antara teman sepergaulan kami. Bagi anak yang punya duit dan diharapkan mau mentraktir beli rokok atau Mi Tiau, biasanya kami bilang begini: ''Kaulah yang traktir. Percumalah jadi Tauke.'' Padahal teman-teman SMA saya itu Jawa, Sunda, Batak dan kebetulan tidak ada Tionghoa nya. Namanya anak sekolahan, tentu belum bekerja, dan jelas bukan Tauke sama sekali. Saya tidak tahu mau menempatkan di posisi mana posting saya ini. Yang pasti, gara-gara kalian mendiskusikan istilah "Tauke" itu-- saya jadi terbayang wajah dan penampilan Si Tauke penjual roti ketawa itu. Saya terharu betapa Tuhan begitu dahsyat berkeinginan "mengenalkan" orang sebaik Si Tauke kepada saya dulu. Kemana Si Tauke itu sekarang, ya? salam, ramadhan pohan p/s: Kalo ade kate-kate yang sale, maapin aye ye... _ Do You Yahoo!? Free instant messaging and more at http://messenger.yahoo.com
Pelaku Diskriminasi Korban Diskriminasi
Dalam perjalanan sejarah organisasi, adakalanya organisasi politik dalam waktu bersamaan bertindak sebagai "korban diskriminasi" dan "pelaku diskriminasi" Dalam kapasitas sebagai "Korban diskriminasi", ia pun sering membuat statement yang bernuansa persamaan derajat atau anti diskriminasi. Sedangkan saat digugat/dicurigai sebagai "pelaku diskriminasi", ia pun berusaha berkelit dengan berbagai cara bahwa tindakannya itu bukanlah diskriminasi meskipun ditinjau dari perspektif "fair" sesungguhnya memang tindakan diskriminasi. Salam, Nasrullah Idris
test
test... (sorry)
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
ha ...ha hik...hik... KT On Thu, 13 May 1999, Alexander Lumbantobing wrote: Cer: Masa belek tidak terasa? Belek itu asin rasanya. Rgds, Alex
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
There you go, racist, racist, kulit putihnya ada nggak? kan semuanya brown kekuning-kuningan... apa bedanya kita orang Indonesia? salam, ida At 4:41 PM 5/13/1999, FNU Brawijaya wrote: |Okay mengenai pemakaian tauke dengan mas. Sebetulnya istilah apa saja |kalo dipake secara nggak bener juga akan nggak bener. Sebaliknya kalo |mau diplesetkan untuk diartikan salah juga akan salah, bagaimanapun |kita mau bikin bener. | |Kayak 'tauke', ini istilah yg digunakan sehari-hari, ... Betul sekali, seperti halnya kata apapun, "tauke" atau "cina", atau kata apa saja itu memang netral. Baru setelah mendapatkan intonasi (dalam bahasa ucap) atau dalam *konteks* tertentu (kalimat, situasi, dsb.) maka kata yang sebetulnya "netral" tersebut bisa menjadi derogatory (pelecehan), rasis, dsb. Kalau kita simak awal mula thread ini ... At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote: |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan. Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju. The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no longer neutral! It is a racist's remark. Moko/ __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
Re: RASIALIS VS KEBANGSAAN
Salam kenal bung Moko. Saya setuju dengan pendapat anda. Helson SIAGIAN --- http://gwu.edu/~siagian --- On Thu, 13 May 1999, Moko Darjatmoko wrote: At 4:41 PM 5/13/1999, FNU Brawijaya wrote: |Okay mengenai pemakaian tauke dengan mas. Sebetulnya istilah apa saja |kalo dipake secara nggak bener juga akan nggak bener. Sebaliknya kalo |mau diplesetkan untuk diartikan salah juga akan salah, bagaimanapun |kita mau bikin bener. | |Kayak 'tauke', ini istilah yg digunakan sehari-hari, ... Betul sekali, seperti halnya kata apapun, "tauke" atau "cina", atau kata apa saja itu memang netral. Baru setelah mendapatkan intonasi (dalam bahasa ucap) atau dalam *konteks* tertentu (kalimat, situasi, dsb.) maka kata yang sebetulnya "netral" tersebut bisa menjadi derogatory (pelecehan), rasis, dsb. Kalau kita simak awal mula thread ini ... At 11:59 AM 5/11/1999, FNU Brawijaya wrote: |Lha KAMU belum jadi tauke lagunya sudah kayak |Donald Trump. Bisa bayar 3-20 juta mestinya kan |bisa bayarin tiket buat keluarga untuk keluar dari |Indonesia. Tauke kayak KAMU ini yang biasanya |jadi sasaran pertama tiap ada kerusuhan. Siapapun yang sedikit rasional dan mngerti situasi rasial di Indonesia mengerti apa maksud kalimat diatas, siapa yang dituju. The above phrase DOES send a clear message ... and the word is no longer neutral! It is a racist's remark. Moko/