[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Di Indonesia ini kita sering mengeluh dan menggunakan resources tidak semestinya. Akses Internet di Indonesia ini juga kenceng2 kok. Buktinya rekan-rekan kita hobbynya download film2. he he he. [No need to name names. ha ha ha. Soalnya saya kecipratan hasilnya.] Ini saya setuju sekali. Dulu semasa masih kuliah dan ingin memperlancar bahasa Inggris, saya komplain ke kawan saya karena nggak punya cukup duit dan majalah yang bagus harganya mahal semua. Kawan saya itupun membongkar rahasianya: berpuasa sesering mungkin, uang dihemat, belikan Fortune di tukang jual majalah bekas di Cikapundung! Langsung terbuka mata saya. Kerap sekali kita melihat apa yang belum dipunyai dan apa yang ingin diraih (tentu tidak salah, kalau mau maju memang harus seperti itu). Tapi, apa yang masih sedang dikerjakan sialnya juga suka tidak dibereskan alias terlantar begitu saja. Efisiensi pemakaian resourcenya pun jadinya kecil. -- Ariya Hidayat
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Dulu baca berita, katanya pemerintah menyiapkan 300 hektar di cikarang untuk microsoft research center. 300 hektar? mau ngapain? nanam singkong? Barangkali angka 300 hektar ini cuman PR-move doang? Yang penting untuk developer itu kan bukan tempat yang besar atau lapang, tapi yang nyaman. Bahkan, kalau perlu suruh kerja di rumah saja biar bisa kumpul keluarga (tapi pekerjaan mesti selesai) dan ngantor untuk urusan administrasi atau rapat saja. -- Ariya Hidayat
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Saya juga sependapat dengan ide ini dan lebih percaya dengan membangun komunitas software developer adalah hal yg penting. Saya tidak begitu iri melihat glamor GYM (google yahoo microsoft), tapi saya sangat ngiler kalo ngeliat gimana ramenya komunitas developer mereka mulai dari yg gede seperti OSCON (opensource conference) sampe yg kecil2 dilokal area mereka masing2. IMHO yang dilihat mestinya bukan glamornya, tapi filosofi dan ide-idenya. Google itu kan hanya cap luarnya saja, isi dalamnya itu yang perlu dipelajari. Contoh yang saya suka dari Google adalah membiarkan 20% waktu kerja (artinya 1 hari dalam seminggu) digunakan untuk mengerjakan apa pun, sebebas mungkin. Mendukung proyek sampingan seperti ini membuat Google berhasil menelurkan produk seperti Google Mail, dsb. Komunitas bisa dipancing juga dengan eksistensi perusahaan besar (tentu saja, cara membangun komunitas dengan membuat forum tidak salah, tetap harus dikerjakan dan tidak eksklusif dengan pancingan ini). Bayangkan bila seorang mahasiswa hidup di lingkungan yang penuh proyek sana-sini, dan kebetulan proyek itu misalnya menggunakan development tool X dengan bahasa pemrograman Z. Sulit bagi dia untuk memaksa dirinya misalnya tetapi mendalami C/C++ (ini contoh, bisa diganti your-favorite-language), bukan karena alasan yang aneh-aneh, tetapi karena kesempatan untuk ikut mengerjakan proyek itu bisa sangat menggiurkan. -- http://www.google.com/search?q=ariya+hidayatbtnI
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Ariya Hidayat [EMAIL PROTECTED] wrote: ... Kawan saya itupun membongkar rahasianya: berpuasa sesering mungkin, uang dihemat, belikan Fortune di tukang jual majalah bekas di Cikapundung! Langsung terbuka mata saya. ... Ketika mahasiswa, itu pun yang saya lakukan: beli majalah bekas di Cikapundung. Bahkan tugas akhir saya pun bermodal sebuah artikel dari majalah bekas tersebut (ada artikel tentang membuat VIA untuk Apple ][ lengkap dengan gambar PCB-nya). :) Anak-anak sekarang memang kemanjaan. he he he -- budi
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Iya pak, maaf, kami mahasiswa skrg memang kemanjaan, sampe akhirnya pas lulus kami nyesel, kenapa dulu waktu jadi mahasiswa gak belajar yang rajin. Akses informasi yang super hebat saat ini memang memungkinkan mahasiswa untuk berkreasi lebih luas. Tapi dari pengalaman pribadi (sebagai mahasiswa pemalas), keinginan sangat banyak, cuman gak ada yang ngatur dan gak ada penyaluran (meskipun ini hanya alasan belaka), sehingga kadang-kadang ide-ide yang baru aja mulai mengalir jadi hilang. Apalagi untuk projek FSF/opensource yang membutuhkan dedikasi tingkat tinggi. Semoga, dengan adanya BHTV, 'pemalas-pemalas' ini jadi tergerak :D =)) Sebelumnya salam kenal, saya Fahdi, ex mahasiswa yang berubah status jadi job seeker, baru gabung kemarin, dan coba ngikutin thread disini. Mohon maaf, kalo gak nyambung ato gak sesuai sama aturan disini. Mohon bimbingannya On 11/21/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: ...Ketika mahasiswa, itu pun yang saya lakukan: beli majalah bekasdi Cikapundung. Bahkan tugas akhir saya pun bermodal sebuahartikel dari majalah bekas tersebut (ada artikel tentang membuatVIA untuk Apple ][ lengkap dengan gambar PCB-nya). :) Anak-anak sekarang memang kemanjaan. he he he-- budi
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: 1. Dahulu, saya sering (saya ulangi: SERING) kedatangan orang yang punya duit (baca: investor) yang mencari tempat untuk menanam modal. Hanya, mereka belum menemukan orang IT yang bisa diberi dana. Range dananya bervariasi antara Rp 500 juta sd Rp 10 milyar. (Waktu itu kebanyakan Rp 2 milyar, yang dalam pandangan saya *terlalu besar* untuk skala starup sehingga para founder yang kebanyakan mahasiswa malah tidak berani) Waktu masih menjadi mahasiswa, saya pernah ditawari dana dari 2 calon investor yang berbeda. Jawaban saya, errr...hmmm.ughh...buat apa ya? ... bikin itu sudah ada... buat ini juga sudah banyak... OK, saya punya ide! ... Lalu, dimintai business plan errr...eeebagaimana cara membuatnya ya? dikarang saja angka-angkanya? hmmmouchh :-)
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/21, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: why not? kalau kita punya the best accounting software on planet kenapa tidak? Kalau itu yang kita bisa, kenapa bukan itu yang kita lakukan? Itu yang realistis. Gini deh. Anda sudah bisa mengalahkan Zahir Accounting? Do we need more Zahir Accounting? Berapa banyak software accounting yang kita butuhkan? Lihat saja, Zahir Accounting yang sudah sedemikian bagus masih belum bisa gede banget. hehe .. jadi penasaran gue, jadi jenis kerjaan apa yang pak Budi harapkan buat dikerjain BHTV? Kalau kita hanya punya developer yang bikin accounting software? mau bikin super-duper rocket science application? -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Ronny Haryanto [EMAIL PROTECTED] wrote: Ini udah dipraktekkan ke VC di Indonesia juga dan sukses ya Pak? Yup. Meskipun kalau di Indonesia, institutionalized VC itu lebih mirip bank. Tidak seperti di sono. :( Jadi pada tahap berikutnya, setelah Angel Investor ... kita masih belum bisa semulus SV. Tapi takutnya ada VC yg maunya kita comprehensive(?), Ini juga ada, sih. (Atau mungkin malah yang umum begini?) Tapi selama saya membuat start-up di Canada dan Indonesia belum pernah ketemu yang ginian. Atau, kalau dia minta macem2 yang komprehensif saya tinggal lari ke yang lain saja. he he he. Jadi mungkin pendapat saya ini salah karena pengalaman saya mungkin bukan pengalaman yang mainstream? -- budi
[teknologia] Re: Investor IT - was Re: [teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On Mon, Nov 21, 2005 at 04:54:21PM +0700, Harry Sufehmi wrote: Eh, BP-nya dicolong, trus dia buat perusahaan IT sendiri :-) He he. Weleh. Lalu apa yg bisa kita lakukan untuk mencegah yg semacam ini? PS. Dah sembuh Mas Harry? Ronny pgpaNIaxjR0gR.pgp Description: PGP signature
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: hehe .. jadi penasaran gue, jadi jenis kerjaan apa yang pak Budi harapkan buat dikerjain BHTV? Kalau kita hanya punya developer yang bikin accounting software? mau bikin super-duper rocket science application? Nope. Terus terang ... saya juga masih mencari yang jitu. Hanya jelas, kalau kita kompetisi dengan India dalam membuat generic applications (kayak accounting, dsb.) kita bakalan kalah. Yang sudah terbayang oleh saya (sampai saat ini): - komponen dari aplikasi, *bukan* aplikasinya sendiri. alasan: kita nggak pernah bisa bikin produk. (biar bagaimanapun saya masih salut dengan IPTN karena mereka bisa bikin produk sampai jadi) Jadi, kita hanya mengerjakan bagian dari produk yang mungkin produknya buatan India, Amerika, dll. - customization. Orang Indonesia hobbynya ngoprek. Contoh: mobil apapun bisa jalan di Indonesia meskipun sudah tidak diproduksi lagi di LN :) Tapi... suruh bikin mobil gak jadi-jadi. Customization ini satu pekerjaan sendiri yang berat lho. Salah satu produk/servis perusahaannya Rusmin (Skysoft? di California) adalah internationalization (kalau gak salah). Itu pun udah cukup besar. - Hal-hal yang terkait dengan arts. Orang Indonesia biasanya lebih kreatif dan punya sense of art yang tinggi. (Hanya sayangnya takut komputer he he he.) - Research. (Atau itu kata bagusnya dari: ngoprek!) Nah kalau dilihat dari daftar di atas ... gak ada produk ya? Memang saya menghindari produk. He he he ... -- budi
[teknologia] Re: Investor IT - was Re: [teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Harry Sufehmi [EMAIL PROTECTED] wrote: Waktu itu saya ditawari funding beberapa milyar untuk perusahaan IT, lalu saya buatkan business plan (BP) nya yang bagus. Eh, BP-nya dicolong, trus dia buat perusahaan IT sendiri :-) He he. Only in Indonesia... Jangan khawatir. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di tempat lain juga bisa terjadi. Nah, di sini pentingnya SDM! Karena saya (1) yang mengerti bisnis itu (dari filosofinya, dll.) (2) yang punya passion dalam ide bisnis itu, siang malem saya pikirin terus ... ... chances are, hanya saya yang bisa menjelmakannya menjadi kenyataan dengan baik. Jadi silahkan saja dicolong. Pasti gak bakalan berhasil. Dijamin! Yang invest di sono bakalan gigit jari... he he he. Contoh lain. Kalau Ariel dan band Peterpan membuat lagu yang bagus, biar saya colong pun belum tentu jadi lagu bagus. he he he. Rugi yang invest di saya kalo itu kejadian. Yang nyolong ide itu (dan buat PT IT sendiri) bodo banget. Kalau saya jadi dia, bukan saya colong, tapi ikutan (ndompleng) invest. Jadi itulah sebabnya saya jelalatan cari anak2 muda yang punya mimpi gedhe dan mau mewujudkan mimpinya. Saya mau ikutan invest. Siapa tahu dia jadi the next Steve Jobs. he he he ... Yang susah itu cari orang yang mau eksekusi. Ide ... banyaaak. (Saya aja punya segudang. Serius deh. Ide2 saya mantap2 lho, seperti ide membuat Redhat waktu Linux baru mulai muncul, dsb.) So, business plan yang ke saya, nggak bakalan saya curi. Bodoh banget saya kalau iya. (Dan bodoh banget orang yang nyuri itu. Rasain deh.) -- budi
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
- komponen dari aplikasi, *bukan* aplikasinya sendiri. alasan: kita nggak pernah bisa bikin produk. Ini yang saya impikan, dan rasanya cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Lihat ratusan bahkan ribuan komponen yang dijajakan di www.componentsource.com, harganya bisa ratusan dollar. Jangan bayangkan semuanya punya kualitas rocket-science, yang sederhana tetapi menarik pun bisa laku juga. Saya pernah oprek sampai habis-habisan salah satu komponen untuk spreadsheet. Hasilnya: desain yang saya buat untuk KOffice rasanya nggak kalah canggih (kalau perlu konsultasi profesional untuk komponen spreadsheet/table/grid, silakan hubungi saya hehehe). Membuat komponen itu menarik karena pastinya perlu resource lebih sedikit dibandingkan aplikasi lengkap. Fokus pun bisa lebih bagus karena hanya untuk satu perkara saja, tidak ke mana-mana. Kelemahannya: saingannya banyak sekali, jadi harus nomor satu di feature plus marketingnya. Dan BTW, anggap saja komponen itu sebagai satu produk :-P -- http://www.google.com/search?q=ariya+hidayatbtnI
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/21, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: On 11/21/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: hehe .. jadi penasaran gue, jadi jenis kerjaan apa yang pak Budi harapkan buat dikerjain BHTV? Kalau kita hanya punya developer yang bikin accounting software? mau bikin super-duper rocket science application? Nope. Terus terang ... saya juga masih mencari yang jitu. Hanya jelas, kalau kita kompetisi dengan India dalam membuat generic applications (kayak accounting, dsb.) kita bakalan kalah. Yang sudah terbayang oleh saya (sampai saat ini): - komponen dari aplikasi, *bukan* aplikasinya sendiri. alasan: kita nggak pernah bisa bikin produk. (biar bagaimanapun saya masih salut dengan IPTN karena mereka bisa bikin produk sampai jadi) Jadi, kita hanya mengerjakan bagian dari produk yang mungkin produknya buatan India, Amerika, dll. apa beda komponen aplikasi dan aplikasi dari sisi Sumber Daya Manusianya? dan siapa yang ngerjain ini? bukan apa yang kita punya? yang developer software accounting itu? - customization. Orang Indonesia hobbynya ngoprek. Contoh: mobil apapun bisa jalan di Indonesia meskipun sudah tidak diproduksi lagi di LN :) Tapi... suruh bikin mobil gak jadi-jadi. Customization ini satu pekerjaan sendiri yang berat lho. Salah satu produk/servis perusahaannya Rusmin (Skysoft? di California) adalah internationalization (kalau gak salah). Itu pun udah cukup besar. internationalisation paling gede itu ke bahasa Jepang dan bahasa China. siapa yang bakalan ngerjakan ini?? - Hal-hal yang terkait dengan arts. Orang Indonesia biasanya lebih kreatif dan punya sense of art yang tinggi. (Hanya sayangnya takut komputer he he he.) in baru ide cool banget. Silicon Valley spesialis ART. :) funny - Research. (Atau itu kata bagusnya dari: ngoprek!) ngoprek?? ada riset gak di Indonesia? Silicon Valley spesialis oprek?? Nah kalau dilihat dari daftar di atas ... gak ada produk ya? Memang saya menghindari produk. He he he ... semua ide kerjaannya sangat baru. :) mungkin ini yang disebut ide baru. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/21, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Lihat saja, Zahir Accounting yang sudah sedemikian bagus masih belum bisa gede banget. Mungkin karena pasarnya Indonesia, yang memang jauh lebih kecil dibandingkan pasar US / global. Dan masih belum pada menghargai HAKI - barusan beberapa waktu yang lalu saya diminta hack sebuah software accounting. Wah, ya emoh :-) wong saya juga sdh merasakan sbg developer, he he Kalau ada yang bisa bikin software accounting bagus versi US, lalu banting harganya (dumping? hehe), maka mungkin bisa sukses. Atau mungkin bikin versi web-based dan gratis. Pemasukannya dari AdSense, dan iklan-iklan yang relevan (misal: jika terdeteksi debt orang ini besar, munculkan iklan debt consolidation, dst) Ide gila? :) Salam, Harry
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: ... Saya bukan mengecilkan usaha BHTV, Pak. saya sangat mendukung, kok. Kadang terasa gak realistis. Kalau kita punya ikan teri, itulah kita makan. Kita bikin ikan teri yang enak. who cares about big company. ... Memang kita harus bedakan mana untuk kepentingan sendiri dan mana untuk kepentingan yang lebih luas. Nah, BHTV itu untuk kepentingan yang lebih luas. Kalau saya mau mikirin diri sendiri, ngapain capek2 mengerjakan BHTV :) Ya nggak? Kira-kira sama seperti pak Frederick Terman lah. Kalau dia nggak mikirin daerah California, mungkin sampai sekarang gak ada yang namanya itu Silicon Valley. Semua mungkin ada di East Coast. Tujuan BHTV adalah: menghasilkan devisa bagi negara kita. Itulah sebabnya fokusnya adalah ekspor. Ini memikirkan kepentingan negara kita, bukan sekedar membuat perusahan saja (yang tidak scale well). Gini deh... nanti saya uploadkan tulisan saya (yang baru dimulai), baru beberapa halaman saja. Supaya ada gambaran filosofinya. Ini tadinya mau saya buat buku. Judulnya: Dunia Selebar Daun Kelor he he he .. -- budi
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/21, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: On 11/21/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: ... Saya bukan mengecilkan usaha BHTV, Pak. saya sangat mendukung, kok. Kadang terasa gak realistis. Kalau kita punya ikan teri, itulah kita makan. Kita bikin ikan teri yang enak. who cares about big company. ... Memang kita harus bedakan mana untuk kepentingan sendiri dan mana untuk kepentingan yang lebih luas. Nah, BHTV itu untuk kepentingan yang lebih luas. Kalau saya mau mikirin diri sendiri, ngapain capek2 mengerjakan BHTV :) Ya nggak? Kira-kira sama seperti pak Frederick Terman lah. Kalau dia nggak mikirin daerah California, mungkin sampai sekarang gak ada yang namanya itu Silicon Valley. Semua mungkin ada di East Coast. Tujuan BHTV adalah: menghasilkan devisa bagi negara kita. Itulah sebabnya fokusnya adalah ekspor. Ini memikirkan kepentingan negara kita, bukan sekedar membuat perusahan saja (yang tidak scale well). setuju Pak. berjuang terus. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Budi Rahardjo wrote: On 11/21/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: hehe .. jadi penasaran gue, jadi jenis kerjaan apa yang pak Budi harapkan buat dikerjain BHTV? Kalau kita hanya punya developer yang bikin accounting software? mau bikin super-duper rocket science application? Nope. Terus terang ... saya juga masih mencari yang jitu. Hanya jelas, kalau kita kompetisi dengan India dalam membuat generic applications (kayak accounting, dsb.) kita bakalan kalah. setuju .. Yang sudah terbayang oleh saya (sampai saat ini): - komponen dari aplikasi, *bukan* aplikasinya sendiri. alasan: kita nggak pernah bisa bikin produk. (biar bagaimanapun saya masih salut dengan IPTN karena mereka bisa bikin produk sampai jadi) Jadi, kita hanya mengerjakan bagian dari produk yang mungkin produknya buatan India, Amerika, dll. Saya beri contoh deh. Untuk development networking device seperti router,sering kali kita pakai komponen yang dibuat third-party,seperti routing codenya dibeli dari perushaan lain,OSnya tentu saja either VxWorks atau BSD(yg orang linux please dech gak usah dikomentarin karena ini contoh saja),Gigabit Ethernet chipsnya pakai punya Marvell-nya pak Pantas. Keuntunganya pakai sistem ini apa ? Ngurangin resources dan development time !! Project untuk yang tadinya bikin rel. 1.0 butuh 3 tahun bisa dipersingkat jadi 1 tahun,jadi bisa deliver produk lebih cepat dan company bisa lebih fokus pada main competitive areas (misalnya kehandalan ASIC dalam hal QoS). - customization. Orang Indonesia hobbynya ngoprek. Contoh: mobil apapun bisa jalan di Indonesia meskipun sudah tidak diproduksi lagi di LN :) Tapi... suruh bikin mobil gak jadi-jadi. Customization ini satu pekerjaan sendiri yang berat lho. Salah satu produk/servis perusahaannya Rusmin (Skysoft? di California) adalah internationalization (kalau gak salah). Itu pun udah cukup besar. Pak Rusmin Dirgantoro (EE-ITB 1984?) - Skysoft enggak kendengaran lagi kabarnya pak,terakhir pernah ketemu 2002.Websitenya juga gak ada lagi. Terus Pak Eddy restoran-nya juga gak ada lagi.. Nah kalau dilihat dari daftar di atas ... gak ada produk ya? Memang saya menghindari produk. He he he ... Jadi untuk orang2 yang kebutuhan biologisnya ingin membuat produk/appliance harus di Silicon Valley terus dong ya Sial ... :) Anyway pak Budi harus trigger juga Pak pentingnya punya SDM yang expert bikin produk/appliance. Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Komunitas bisa dipancing juga dengan eksistensi perusahaan besar (tentu saja, cara membangun komunitas dengan membuat forum tidak salah, tetap harus dikerjakan dan tidak eksklusif dengan pancingan ini). Bayangkan bila seorang mahasiswa hidup di lingkungan yang penuh proyek sana-sini, dan kebetulan proyek itu misalnya menggunakan development tool X dengan bahasa pemrograman Z. Sulit bagi dia untuk memaksa dirinya misalnya tetapi mendalami C/C++ (ini contoh, bisa diganti your-favorite-language), bukan karena alasan yang aneh-aneh, tetapi karena kesempatan untuk ikut mengerjakan proyek itu bisa sangat menggiurkan. Itulah kenapa saya sedikit alergi dengan tema perushaan kecil,perushaan kecil.perushaan kecil yang bikin software accounting,padahal dari sisi long-term view,jauh lebih bagus kalau kita spend 10-15 tahun pertama kita di persh inovatif RD dan mengerjakan innovation project yang large-scale. Banyak hal yang bisa dipelajari secara tidak langsung dari persh inovatif gede tersebut seperti yang diutarakan di email Pak Budi yang endingnya Saya KarbitanHalo,Sepakat ? itu,misalnya tahu bagaimana software architecture di large scale environment,software discipline,project management,komponen dan tools2 yang dipakai dalam coding [ ayo...sudah ada yang pakai coverity belum ?] dan third-party tools untuk data-modelling kondisi user environment sebelum produk dilempar kepasar. Lha kalau di perusahaan kecil,memang ini tidak bisa dibuat. Kalau berminat dan industrinya tidak ada atau belum ada,ya Bersatulah untuk meng-EXPORTKAN diri ke luar dan jadi bagian dari persh inovatif nomor satu.Ikuti jejak uncle Vinod Khosla yang keluar dari India tahun 1980an. Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Oh really? banyak juga. ada hasilnya gak? Di US business banyak di mulai dari riset di kampus. rektor stanford bikin MIPS. Rektor kita jadi menristek. Gak usah jauh-jauh,contohnya startup saya yg sekarang juga datang dari ide foundernya ex-Stanford yang riset DNA Pattern Algorithm.Dari hasil penemuan algoritmanya,dia diskusi dengan abangnya orang Intel apakah bisa pattern recognizing di biotech field ini di-apply ke networking data pattern. http://archives.cnn.com/2001/TECH/internet/09/05/dna.wan.research.idg/index.html Hasilnya setelah lima tahun,jadi bisnis besar,ini satu contoh aja ya kalau environment,ide dan sistem bisa berkembang dan jadi kenyataan.Oh ya,mereka bukan orang Amerika..lagi-lagi India. Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Banyak hal yang bisa dipelajari secara tidak langsung dari persh inovatif gede tersebut seperti yang diutarakan di email Pak Budi yang endingnya Saya KarbitanHalo,Sepakat ? itu,misalnya tahu bagaimana software architecture di large scale environment,software discipline,project management,komponen dan tools2 yang dipakai dalam coding [ ayo...sudah ada yang pakai coverity belum ?] dan third-party tools untuk data-modelling kondisi user environment sebelum produk dilempar kepasar. Barangkali perlu ada buku yang mengupas soalan-soalan seperti ini. Bisa dibuat model kompilasi essay seperti The Best Software Writing's si Joel itu. Dicocokkan ke atmosfir kemahasiwaan di Indonesia supaya pembahasannya nyambung. Tapi, kalau mau bikin jurnal bareng-bareng aja sulit, apalagi nulis buku.. :-) BTW, yang nggak mau beli Coverity atau tool semacamnya, bisa latihan dengan Valgrind dulu. Yang penting kan paham konsepnya. -- http://www.google.com/search?q=ariya+hidayatbtnI
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Ariya Hidayat [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya juga sependapat dengan ide ini dan lebih percaya dengan membangun komunitas software developer adalah hal yg penting. Saya tidak begitu iri melihat glamor GYM (google yahoo microsoft), tapi saya sangat ngiler kalo ngeliat gimana ramenya komunitas developer mereka mulai dari yg gede seperti OSCON (opensource conference) sampe yg kecil2 dilokal area mereka masing2. IMHO yang dilihat mestinya bukan glamornya, tapi filosofi dan ide-idenya. Google itu kan hanya cap luarnya saja, isi dalamnya itu yang perlu dipelajari. Contoh yang saya suka dari Google adalah membiarkan 20% waktu kerja (artinya 1 hari dalam seminggu) digunakan untuk mengerjakan apa pun, sebebas mungkin. Mendukung proyek sampingan seperti ini membuat Google berhasil menelurkan produk seperti Google Mail, dsb. Iya kalo yg saya ini juga setuju. Maksud saya glamor itu bahasan spt saham, akuisisi, dll, Komunitas bisa dipancing juga dengan eksistensi perusahaan besar (tentu saja, cara membangun komunitas dengan membuat forum tidak salah, tetap harus dikerjakan dan tidak eksklusif dengan pancingan ini). Bayangkan bila seorang mahasiswa hidup di lingkungan yang penuh proyek sana-sini, dan kebetulan proyek itu misalnya menggunakan development tool X dengan bahasa pemrograman Z. Sulit bagi dia untuk memaksa dirinya misalnya tetapi mendalami C/C++ (ini contoh, bisa diganti your-favorite-language), bukan karena alasan yang aneh-aneh, tetapi karena kesempatan untuk ikut mengerjakan proyek itu bisa sangat menggiurkan. komunitas yg dipancing dari perusahaan besar IMHO itu labil, kecuali perush tsb bisa menunjukkan dedikasi penuhnya untuk benar2 membangun user base bukan cuma menggunakan user2 tersebut untuk kepentingan mereka. Contoh kasusnya seperti DeveloperWorks IBM, ini mulai rame sejak IBM mulai mengadopsi lisensi opensource dan lebih terbuka dengan banyak memberi donasi proyek mereka ke Apache Foundation dan juga membuat organisasi Eclipse. Tapi perlu diingat juga kalo komunitas diatas lahir karena reaksi dari komunitas opensource yg bergerak dari bottom-up, IBM sadar bahwa bisnis service mereka juga sangat tergantung pada SDM orang2 tsb. Kalau memang IBM merasa nggak ada untungnya dengan membentuk komunitas yg terbuka, maka saya yakin mereka akan tetap lebih memilih mengunci pasar mereka, well company is about profit after all.
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Berarti high-tech industry tidak identik dengan high cost, juga tidak identik dengan kota metropolitan spt. Jakarta, juga tidak identik dengan airport standard internasional, juga tidak identik dengan jalan2 layang. Nah, points yang sangat bagus itulah Bang Ary. Dulu saya juga mengira kalau hitech = bangunan mewah tapi tidak lagi. Di Valley juga bangunan paling tinggi cuman tiga lantai. It's 80% about Human Resources Quality. Berarti high-tech industry tidak identik dengan high cost, High cost disini mungkin maksudnya adalah harga tanah per-meter-persegi yang memang tinggi dimanapun industri hi-tech berkembang.Ini terjadi karena buying power di lingkungan tanah tersebut tiba-tiba melonjak sangat tinggi. Harga land yang sangat tinggi di Silicon Valley juga terjadi di Bangalore dalam waktu yang sangat cepat.Tapi ini terjadi karena daya beli/buying power yang tiba-tiba naik sangat tinggi,karena perusahaan-perushaan Amerika,Eropah,Jepang dan China itu bidding land price in ANY prices.Yang penting Bangalore,kata mereka. Menurut teman saya,harga tanah di Bangalore itu double dalam waktu 4 tahun. Makanya,kalau industri IT di Bandung mulai dilirik investor asing,Buruan dah beli tanah2 di Bandung/Cimahi ..hehehe. ;-) juga tidak identik dengan kota metropolitan spt. Jakarta, juga tidak identik dengan airport standard internasional, juga tidak identik dengan jalan2 layang. Tahu tidak Kenapa Bangalore yang ternyata paling maju di bidang IT. Ada Beberapa Hal berdasarkan diskusi saya selama ini dengan mereka. 1. Simply because InfoSys Infosys ini persh India yang paling maju dan pioneer dalam hal outsourcing,jauh sebelum orang berbicara tentang outsourcing mereka sudah ada dan established. Waku pertama2 kali persh asing itu mencoba outsourcing model,ya kebanyakan mereka lari ke InfoSys dan saingan2nya seperti HCL,Wipro yg bermarkas di Bangalore. 2. Bangalore State(Karnataka), memberikan banyak kemudahan bagi industri IT di luar yang ingin membangun RD atau menanamkan modalnya di state Karnataka,dalam hal tax dan import/export barang2 IT misalnya. 3. Bangalore berkembang bukan karena faktor pendidikan. Ini sedikit mengagetkan tapi berdasarkan informasi yang saya dapat,state Karnataka sebenarnya educationya gak bagus bagus amat. Top university seperti IIT (yang diklaim Indians lebih susah maksudnya dibandung ke Stanford) dan punya lokasi dimana2 itu lokasi paling bagusnya justru berada di Kanpur dan Mumbay yang berada di Central/North India. Kesimpulan sedikit, **mungkin** untuk mengembangkan hi-tech sector IT,kita harus punya satu perushaan lokal yang can get the job done in any levels dan bisa menampung pekerja IT secara masive (bukan tipikal 1 s/d 100 pegawai) dan tentunya kemudahan2 bagi persh asing untuk buka RD yang dibuat oleh pemerintah. Mudah-mudahan waktu SBY datang ke Bangalore 1 bulan yang lalu,hal seperti ini masuk kedalam pemikiran beliau. Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/20/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Nah, points yang sangat bagus itulah Bang Ary.Dulu saya juga mengira kalau hitech = bangunan mewah tapi tidak lagi. Di Valley juga bangunan paling tinggi cuman tiga lantai.It's 80% about Human Resources Quality. Jangan lupa, Human Resource Quality tanpa koneksi internet yang baik pun akan terbuang percuma. Contohnya India yang bisa men-sustain SDMnya agar tetap berkarya di India (dan akhirnya jadi penyumbang devisa) dan Indonesia yang walaupun SDMnya unggul, koneksi internetnya sucks (yang berakibat orang - orangnya pada kabur keluar dan ga balik - balik lagi hehehe). Harga land yang sangat tinggi di Silicon Valley juga terjadi diBangalore dalam waktu yang sangat cepat.Tapi ini terjadi karena dayabeli/buying power yang tiba-tiba naik sangat tinggi,karenaperusahaan-perushaan Amerika,Eropah,Jepang dan China itu bidding landprice in ANY prices.Yang penting Bangalore,kata mereka. Bagaimana dengan Bombai? Di Fortune beberapa edisi lalu, Bombay (Mumbay) juga merupakan tujuan perusahaan - perusahaan asing. Menurut teman saya,harga tanah di Bangalore itu double dalam waktu 4tahun. Makanya,kalau industri IT di Bandung mulai dilirik investorasing,Buruan dah beli tanah2 di Bandung/Cimahi ..hehehe. ;-) The question is when? BHTV itu kalau tidak salah sudah dicanangkan sejak lama deh tapi realisasinya masih belum (karena you-know-what) -Kesimpulan sedikit, **mungkin** untuk mengembangkan hi-tech sectorIT,kita harus punya satu perushaan lokal yang can get the job done in any levels dan bisa menampung pekerja IT secara masive (bukan tipikal 1s/d 100 pegawai) dan tentunya kemudahan2 bagi persh asing untuk bukaRD yang dibuat oleh pemerintah. Jadi curious... ada yang punya copy tax regulations Indonesia yang terbaru (yang masih jadi RUU kalo ga salah)? Mudah-mudahan waktu SBY datang ke Bangalore 1 bulan yang lalu,halseperti ini masuk kedalam pemikiran beliau. Loh bukannya beliau masih tetap ngotot menjadikan Bill Gates dan Microsoftnya sebagai IT partner Indonesia? Kalau memang punya pemikiran seperti itu, seharusnya beliau (lebih tepatnya: penasihat - penasihatnya) sadar kalau propietary software (setidaknya untuk kondisi sekarang) bukanlah jawaban. -- Oskar Syahbanahttp://www.permagnus.com/http://blog.permagnus.com/
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Nah, points yang sangat bagus itulah Bang Ary. Dulu saya juga mengira kalau hitech = bangunan mewah tapi tidak lagi. Di Valley juga bangunan paling tinggi cuman tiga lantai. It's 80% about Human Resources Quality. Jangan lupa, Human Resource Quality tanpa koneksi internet yang baik pun akan terbuang percuma. Contohnya India yang bisa men-sustain SDMnya agar Kalau dari sisi end-user/retail,yang dibutuhkan sebenarnya Konektivitas Broadband always-on yang murah.Harusnya bisa kayak di AS cuman cuman Rp. 140.000 per-bulan untuk koneksi 384k. tetap berkarya di India (dan akhirnya jadi penyumbang devisa) dan Indonesia yang walaupun SDMnya unggul, koneksi internetnya sucks (yang berakibat orang - orangnya pada kabur keluar dan ga balik - balik lagi hehehe). Percaya deh sama saya. Kalaupun ada orang Indonesia yang keluar dan berkarya di IT,secara statistik jumlahnya masih sangat-sangat sedikit,jadi jangan terlalu banyak expektasi dengan mereka,karena memang sedikit,ada sich yang super sukses seperti Pak Pantas tapi itu masih bisa dhitung dengan jari. Yang orang Indonesia IT **dimanapun* harus lakukan seharusnya adalah menjadi *agent of change* di komunitinya masing2 daripada nunggu perubahan topdown (dari gov.). Harga land yang sangat tinggi di Silicon Valley juga terjadi di Bangalore dalam waktu yang sangat cepat.Tapi ini terjadi karena daya beli/buying power yang tiba-tiba naik sangat tinggi,karena perusahaan-perushaan Amerika,Eropah,Jepang dan China itu bidding land price in ANY prices.Yang penting Bangalore,kata mereka. Bagaimana dengan Bombai? Di Fortune beberapa edisi lalu, Bombay (Mumbay) juga merupakan tujuan perusahaan - perusahaan asing. Bombay dan Hyderabad pelan2 kali ya.lagian kalau ada industri IT di Mombay,mungkin industri untuk support Shahruk Khan(Bolywod) seperti animasi grafis (persh2 seperti Pixar?)...hehehe Menurut teman saya,harga tanah di Bangalore itu double dalam waktu 4 tahun. Makanya,kalau industri IT di Bandung mulai dilirik investor asing,Buruan dah beli tanah2 di Bandung/Cimahi ..hehehe. ;-) The question is when? BHTV itu kalau tidak salah sudah dicanangkan sejak lama deh tapi realisasinya masih belum (karena you-know-what) Kalau anda lihat ceritanya India,memang benar ekonominya baru dibuka pada 1991 oleh Manmohan Singh (PM yang sekarang), tapi jauh sebelum itupun,sudah banyak orang India IT yang punya mega-success story dan berkiprah di dunia global. Kalau saya gak salah,Vinod Khosla bikin Sun di mid 80-kan. Persh Infosys juga berdiri pada 1980an.Sudah ada ribuan Indians yang berkiprah di dunia IT jauh sebelum 1991 (Note: Di Silicon Valley,banyak Indian developer yang umurnya dari 20 sampai 50an). Jadi sewaktu Mammohan Singh membuka pintu ekonominya,itu hanya membuka gerbang dari sisi regulasi menuju free-trade dan enterpreneurship saja (yang sebelumnya lebih dikontrol government),tapi sebelumnyapun SDM mereka (secara massive quantity dan quality) sudah sangat siap. Kenapa individu-individu India bisa maju ? Simple: Keinginan mereka sangat keras untuk mengentaskan kemiskinan di keluarganya masing-masing sehingga mereka Kerja Keras extra-hard dan mempunyai motivasi sangat tinggi.Jadi memang dari individunya masing2 mereka mau maju.dan yang namanya mau maju,gak perlu pen-canangan ... hehehe :) Loh bukannya beliau masih tetap ngotot menjadikan Bill Gates dan Microsoftnya sebagai IT partner Indonesia? Kalau memang punya pemikiran seperti itu, seharusnya beliau (lebih tepatnya: penasihat - penasihatnya) sadar kalau propietary software (setidaknya untuk kondisi sekarang) bukanlah jawaban. Hahaha...sabar-sabar (NOEE: by the way,thread ini sudah bagus jalannya jadi buat yang belum tahu bisa tahu kenapa India maju,tapi tolong jangan kemudian dibelokan ke flame open source vs microsoft yach) Begini deh saya beri jawaban. Kalau anda survey di programer2 di Bangalore dan Valley,mungkin jawabanya kurang lebih seperti ini: 1. Apa anda bisa menggunakan open-source code (BSD/Linux) sehari2 ? 80 persen mengatakan Ya 2. Apakah anda mengerti source code di open-source? 50 persen mengatakan Ya 3. Apa anda ikut terlibat dalam open-source code (BSD/Linux) ? mungkin 10-20 persen mengatakan Ya 4. Apakah anda hidup dan cari makan sehari-hari dari open-source code ? Mungkin kurang dari 5% yang tunjuk tangan. Jadi open-source bagus untuk digunakan sebagai tools sehari2 (dan hukumnya wajib untuk mempelajari itu) ,tapi jangan open-source dijadikan sebagai tujuan dan ketergantungan untuk cari makan. Kembali ke masalah SBY,hal-hal seperti Microsoft RD ndak masalah,toh pada kenyataanya,developer2 yang bekerja diatas platform MS dan aplikasi diatasnya masih majoritas,sangat-sangat banyak jumlahnya dan mempunyai kontribusi besar dalam hal devisa untuk negara. Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/20/05, Oskar Syahbana [EMAIL PROTECTED] wrote: Jangan lupa, Human Resource Quality tanpa koneksi internet yang baik pun akan terbuang percuma. Contohnya India yang bisa men-sustain SDMnya agar tetap berkarya di India (dan akhirnya jadi penyumbang devisa) dan Indonesia yang walaupun SDMnya unggul, koneksi internetnya sucks (yang berakibat orang - orangnya pada kabur keluar dan ga balik - balik lagi hehehe). Ah yang bener ... Sudah pernah nyoba infrastrukturnya India? Saya sudah. Ternyata nggak hebat-hebat amat. Bahkan cenderung lebih buruk daripada di Indonesia. Sudah nyoba infrastrukturnya Silicon Valley? Sama saja. Nggak hebat-hebat amat. [Beberapa minggu lalu, juga nyoba internetnya Singapore. Biasa saja.] Di Indonesia ini kita sering mengeluh dan menggunakan resources tidak semestinya. Akses Internet di Indonesia ini juga kenceng2 kok. Buktinya rekan-rekan kita hobbynya download film2. he he he. [No need to name names. ha ha ha. Soalnya saya kecipratan hasilnya.] The question is when? BHTV itu kalau tidak salah sudah dicanangkan sejak lama deh tapi realisasinya masih belum (karena you-know-what) No, I don't know you-know-what? Kalau ada yang tahu jawabannya, tolong diberitahu. [ps: diskusi semacam ini, dan membuat link dengan orang2 di LN seperti Carlos ini, merupakan salah satu aktivitas yang bisa diklaim sebagai aktivitas BHTV lho.] Mudah-mudahan waktu SBY datang ke Bangalore 1 bulan yang lalu,hal seperti ini masuk kedalam pemikiran beliau. Loh bukannya beliau masih tetap ngotot menjadikan Bill Gates dan Microsoftnya sebagai IT partner Indonesia? Kalau memang punya pemikiran seperti itu, seharusnya beliau (lebih tepatnya: penasihat - penasihatnya) sadar kalau propietary software (setidaknya untuk kondisi sekarang) bukanlah jawaban. He he he ... lantas para software developer itu cari makan dimana ya? ;-) Kalau saya, karena bukan software developer, build services on top open source / free software. Jadi memang untuk jenis layanan / bisnis seperti yang saya tekuni, free / open source software sangat mendukung. Jadi jelas saya pro open source / free software movement. Namun, saya kebayang kalau *semua* software itu dibuat non-proprietary, para developer makan apa ya? he he he. Siapa yang menggaji mereka? Google? (Itulah sebabnya saya jadi mikir2 ingin melamar jadi country managernya Google di Indonesia supaya bisa bayarin programmer/tukang utak atik di Indonesia untuk ngoprek open source.) Saya perhatikan (tidak punya data yang sahih), para software developer di Indonesia kebanyakan buat aplikasi kecil2 (seperti accounting, dll.) yang sifatnya *PROPRIETARY*. Kayaknya sih cukup untuk makan mereka sehari-hari, tetapi tidak/belum menjadi industri. -- budi
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: He he he ... lantas para software developer itu cari makan dimana ya? ;-)Kalau saya, karena bukan software developer, build services on topopen source / free software. Jadi memang untuk jenis layanan / bisnis seperti yang saya tekuni, free / open source software sangat mendukung.Jadi jelas saya pro open source / free software movement.Namun, saya kebayang kalau *semua* software itu dibuat non-proprietary,para developer makan apa ya? he he he. Siapa yang menggaji mereka? Google?(Itulah sebabnya saya jadi mikir2 ingin melamar jadi country managernyaGoogle di Indonesia supaya bisa bayarin programmer/tukang utak atikdi Indonesia untuk ngoprek open source.) ooo.. kenapa cuman mikir pak budi.. langsung apply aja deh. Tanggung lagi. Saya perhatikan (tidak punya data yang sahih), para software developerdi Indonesia kebanyakan buat aplikasi kecil2 (seperti accounting, dll.)yang sifatnya *PROPRIETARY*. Kayaknya sih cukup untuk makanmereka sehari-hari, tetapi tidak/belum menjadi industri. Opini ini mungkin terbentuk karena proses pengembangan industri perangkat lunak sungguh kurang mendapatkan iklim yang kondusif, terutama dalam hal pendanaan dan segala informasi yang sekiranya terkait. Saya pernah iseng2 menanyakan bagaimana support pihak banking untuk industri perangkat lunak yang masih muda. Mereka tidak menanyakan produk dan kemungkinan perkembangan perusahaan tersebut lebih lanjut, tapi langsung memberikan respon yang kurang positif. Mereka hanya mengatakan bahwa mereka belum memiliki produk yang mendukung usaha tersebut. Padahal bank tersebut terbilang salah satu bank dengan reputasi excellent di Indonesia, dan juga termasuk grup perbankan yang well established di dunia. Jadi waktu pertama kali denger oom carlos mengatakan bahwa dengan ide yang bagus yang didukung kemampuan dan kesungguhan untuk mewujudkan suatu sistem itu ternyata bisa dapat dukungan penuh di valley, saya jadi ngiri... -- Best RegardsDidik Achmadihttp://achmadi.blogsome.com
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
The question is when? BHTV itu kalau tidak salah sudah dicanangkan sejak lama deh tapi realisasinya masih belum (karena you-know-what) No, I don't know you-know-what? Kalau ada yang tahu jawabannya, tolong diberitahu. [ps: diskusi semacam ini, dan membuat link dengan orang2 di LN seperti Carlos ini, merupakan salah satu aktivitas yang bisa diklaim sebagai aktivitas BHTV lho.] Yang maunya sebagian kawan-kawan disini,begitu lulus langsung Cisco Indonesia,Juniper Indonesia,Google Indonesia,Microsoft Indonesia,Intel Indonesia dan Red Hat Indonesia recruit mereka langsung didepan kampus untuk langsung terlibat RD-nya kayak di India .. hehe :-) Tapi ya balik ke hal pertama itu dulu kawan-kawan,kita harus buktikan dulu kalau kita can get the job done.Kalau kualitas dan kredibilitas India,cs kan memang sudah tidak dipertanyakan lagi melalui evolusi berpuluh-puluh tahun. Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
(Itulah sebabnya saya jadi mikir2 ingin melamar jadi country managernya Google di Indonesia supaya bisa bayarin programmer/tukang utak atik di Indonesia untuk ngoprek open source.) Saya perhatikan (tidak punya data yang sahih), para software developer di Indonesia kebanyakan buat aplikasi kecil2 (seperti accounting, dll.) yang sifatnya *PROPRIETARY*. Kayaknya sih cukup untuk makan mereka sehari-hari, tetapi tidak/belum menjadi industri. Go Ahead Pak Budi ! I understand *exactly* what you're saying. Kalau Pak Budi bisa memberikan impact yang jauh lebih besar kepada society melalui korporasi besar yang inovatif seperti Google,mengapa tidak. Paling entar keluarga komplain karena sering jalan2 ke luar negeri .. hehhe :) Terus terang sebenarnya dari dulu saya nunggu2 nich kapan pak Budi cs(pak Armin dkk) bisa jadi BOD member atau Advisory board di persh2 inovatif biar bisa lebih efektif lagi men-direct arah industri IT :) Thanks, Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/21, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Saya perhatikan (tidak punya data yang sahih), para software developer di Indonesia kebanyakan buat aplikasi kecil2 (seperti accounting, dll.) yang sifatnya *PROPRIETARY*. Kayaknya sih cukup untuk makan mereka sehari-hari, tetapi tidak/belum menjadi industri. ada perkumpulan (tempat tukar2 informasi) dari yang bikin SOFTWARE2 KECIL ini nggak? menurut gue, ini yang REAL di depan mata. kenapa ini gak DIRAME kan? biar jadi industri. Kebanyakan yang bikin software2 kecil ini, ada sekarang, besok2 udah bubar. Karna biasanya anak2 muda yang baru lulus atau belum lulus kuliah yang bikin. Belum ada pengalaman. Perlu di arahkan biar jangan mati. Gue orang yang percaya sama URUTAN. Bahwa itu harus dimulai dari pengembangan manusianya. Di Silicon valley dulu gak ada Google, Microsoft, dan lain2 itu. Manusianya yang bikin itu. Dulu gak ada infrastruktur bagus disana, manusianya yang bikin. Jadi ini kritik saya buat BHTV. Mendatangkan Google, Microsoft dan lain2 itu bukanlah prioritas. Gak perlu diharap2kan. Membangun infrastruktur seperti di Cimahi juga bukan. Mulainya harus dari Task no. 1 membangun manusianya. Karna yang ada, yang REAL adalah yang bikin software2 kecil, ya ini di rame kan. ada data berapa jumlah developer di Indonesia gak pak Budi? Kalau ITB, paling bisa menghasilkan 200 developer tiap tahun kan?? Dari situ berapa orang yang capable? Bagi yang bilang software development adalah fancy typing, pasti akan menjawab, semua developer Indonesia itu capable. Dulu baca berita, katanya pemerintah menyiapkan 300 hektar di cikarang untuk microsoft research center. 300 hektar? mau ngapain? nanam singkong? Jadi kita hentikan lah mimpi di siang bolong beginian. Kalau kita mau maju IT nya, ayo kita rame kan apa yang REAL di depan mata kita. Gue lebih senang kalau kita ekspos perusahaan2 kecil itu. Tunjukkan bahwa kita berkualitas lewat perusahaan2 kecil itu. Kalau kita udah rame di Indonesia, perusahaan2 raksasa itu akan datang dengan sendirinya. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, didik achmadi [EMAIL PROTECTED] wrote: (Itulah sebabnya saya jadi mikir2 ingin melamar jadi country managernya Google di Indonesia supaya bisa bayarin programmer/tukang utak atik di Indonesia untuk ngoprek open source.) ooo.. kenapa cuman mikir pak budi.. langsung apply aja deh. Tanggung lagi. Ada beberapa alasan mengapa saya tidak melamar ke Google (or other big companies for that matter, eg: Microsoft, IBM, Schlumberger, etc.) Nanti akan saya tuliskan lengkapnya di blog. Hal yang paling mengganjel: saya sudah punya komitmen di perusahaan saya, ... kecuali perusahaan ini dibeli Google! he he he. Then, I'll work for Google. ... Opini ini mungkin terbentuk karena proses pengembangan industri perangkat lunak sungguh kurang mendapatkan iklim yang kondusif, terutama dalam hal pendanaan dan segala informasi yang sekiranya terkait. Saya pernah iseng2 menanyakan bagaimana support pihak banking untuk industri perangkat lunak yang masih muda. ... Ini tidak betul. 1. Dahulu, saya sering (saya ulangi: SERING) kedatangan orang yang punya duit (baca: investor) yang mencari tempat untuk menanam modal. Hanya, mereka belum menemukan orang IT yang bisa diberi dana. Range dananya bervariasi antara Rp 500 juta sd Rp 10 milyar. (Waktu itu kebanyakan Rp 2 milyar, yang dalam pandangan saya *terlalu besar* untuk skala starup sehingga para founder yang kebanyakan mahasiswa malah tidak berani) 2. Dalam hal pendanaan untuk start-up, JAUHI BANK! Kalau saya lihat referensi, buku, sejarah, dan yang saya alami sendiri ... lebih baik pada tahap awal adalah dengan yang disebut angel investor, yaitu kawan, sodara, dll. dulu. Setalah itu masih banyak sumber finansial lain. Bank itu alternatif terakhir kalau sudah mentok dan benar2 mentok. Pendekatan dengan bank sangat beresiko untuk kita pribadi. Saya sangat tidak setuju kalau anda menggadaikan rumah (warisan) untuk start-up. Lebih baik share risk dengan orang lain, dengan imbalan kepemilikan di perusahaan. Mudah2an manfaat. -- budi
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Tapi ya balik ke hal pertama itu dulu kawan-kawan,kita harus buktikan dulu kalau kita can get the job done.Kalau kualitas dan kredibilitas India,cs kan memang sudah tidak dipertanyakan lagi melalui evolusi berpuluh-puluh tahun. ... Kelemahan dari kita (di Indonesia) adalah: project management Saya kasih tanda kutip karena yang saya maksud bukan proyek management yang academic dengan menggunakan software, atau hal-hal yang textbook, akan tetapi ke sisi praktis. Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah blog (lupa URLnya, dapat link dari planet terasi), yang intinya dia harus kejam kepada temannya karena dia harus memastikan bahwa proyek harus selesai tepat waktu. Itu dia! Memang dia harus *kejam* terhadap kawan. Kalau kawan kita asyik main game, browsing internet, baca milis (seperti ini, apalagi ikutan milis gajah, he he he ... sorry for the cheap shot to all gajahers) padahal pekerjaan belum selesai, maka dia harus bisa mengatakan *stop doing whatever you're doing now, and finish this job*. Steve Jobs merupakan salah satu ikon yang terkenal dengan kekasarannya. Kalau pekerjaan belum selesai, maaf ... anda tidak bisa pulang berlebaran/natalan! Techies di Indonesia banyak. Orang yang bisa memanage project, ini yang tidak banyak! India? Banyak! Hal yang kedua yang kita lemah dibandingkan India adalah proses. Mereka memiliki proses untuk memecah-mecah pekerjaan menjadi beberapa bagian yang bisa dikerjakan oleh unit2/individu yang terpisah. This is not an easy task! Itulah sebabnya mereka bisa mengerjakan proyek dalam skala yang raksasa. Tapi ... jangan kecil hati. Saya baca cerita dari seorang entrepreneur yang membuka usaha di China. Dia mengalami hal yang sama. Mencari sumber finansial, mudah. Mencari pekerja, mudah. Mencari manager yang bisa dipercaya ... SUSAH! 1. Bisa jadi managernya orang tua yang sudah terbiasa dengan budaya santai (kalau di kita, budaya PNS he he he) 2. Manager muda ... terlalu koboy, cavalier! Tiba-tiba malah pekerjaan kita disabotase dan diambil alih oleh dia sendiri. Terlalu beresiko. Tapi ... katanya sekarang sudah mulai berubah dengan mulai banyaknya anak muda China yang lulusan pendidikan barat. Jadi, ada harapan di China dan ini terbukti. Artinya buat kita ... ada harapan! China saja yang demikian terpuruk bisa berubah, mosok kita nggak bisa. Nah ... tinggal kita mau atau tidak? -- budi
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: On 11/21/05, didik achmadi [EMAIL PROTECTED] wrote: (Itulah sebabnya saya jadi mikir2 ingin melamar jadi country managernya Google di Indonesia supaya bisa bayarin programmer/tukang utak atik di Indonesia untuk ngoprek open source.)ooo.. kenapa cuman mikir pak budi.. langsung apply aja deh.Tanggung lagi.Ada beberapa alasan mengapa saya tidak melamar ke Google(or other big companies for that matter, eg: Microsoft, IBM, Schlumberger, etc.)Nanti akan saya tuliskan lengkapnya di blog.Hal yang paling mengganjel: saya sudah punya komitmen diperusahaan saya, ... kecuali perusahaan ini dibeli Google!he he he. Then, I'll work for Google. ... Opini ini mungkin terbentuk karena proses pengembangan industri perangkat lunak sungguh kurang mendapatkan iklim yang kondusif, terutama dalam hal pendanaan dan segala informasi yang sekiranya terkait. Saya pernah iseng2 menanyakan bagaimana support pihak banking untuk industri perangkat lunak yang masih mudaIni tidak betul.1. Dahulu, saya sering (saya ulangi: SERING) kedatangan orang yang punya duit (baca: investor) yang mencari tempat untuk menanam modal. Hanya, mereka belum menemukan orang IT yang bisa diberi dana. Range dananya bervariasi antara Rp 500 juta sd Rp 10 milyar. (Waktu itu kebanyakan Rp 2 milyar, yang dalam pandangan saya *terlalu besar* untuk skala starup sehingga para founder yang kebanyakan mahasiswa malah tidak berani)2. Dalam hal pendanaan untuk start-up, JAUHI BANK! Kalau saya lihat referensi, buku, sejarah, dan yang saya alami sendiri ... lebih baik pada tahap awal adalah dengan yang disebut angel investor, yaitu kawan, sodara, dll. dulu. Setalah itu masih banyak sumber finansial lain. Bank itu alternatif terakhir kalau sudah mentok dan benar2 mentok. Pendekatan dengan bank sangat beresiko untuk kita pribadi. Saya sangat tidak setuju kalau anda menggadaikan rumah (warisan) untuk start-up. Lebih baik share risk dengan orang lain, dengan imbalan kepemilikan di perusahaan. Mudah2an manfaat.-- buditerima kasih banyak pak budi. ini sangat membantu dan menginspirasi. :)sorry kalau posting ini dikategorikan dalam hal one liner -- Best RegardsDidik Achmadihttp://achmadi.blogsome.com
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
2. Dalam hal pendanaan untuk start-up, JAUHI BANK! Kalau saya lihat referensi, buku, sejarah, dan yang saya alami sendiri ... lebih baik pada tahap awal adalah dengan yang disebut angel investor, yaitu kawan, sodara, dll. dulu. Setalah itu masih banyak sumber finansial lain. Ini persis dengan diskusi yang kemaren2 ini saya hadiri dan ada VC dari Foundation Capital (http://www.nusea.org/mixer).Kebetulan Foundation Capital termasuk VC yang dulunya backup startup saya (sebelum dibeli). Jadi memang menurutnya untuk round 1 startup funding sebaiknya menggunakan dana dari Family Friends connection.Ini targetnya untuk bikin software/prototype awal. Untuk kasus di Indonesia, Family Friendsnya bisa temen2nya Pak Budi tuch,udah di-sodorin VCnya siapa ... :) Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: ... ada perkumpulan (tempat tukar2 informasi) dari yang bikin SOFTWARE2 KECIL ini nggak? menurut gue, ini yang REAL di depan mata. kenapa ini gak DIRAME kan? biar jadi industri. ... Ada, tapi saya amati beda bentuknya dengan di LN. Kalau di LN, orang2 yang seide dan sependeritaan ini kadang2 ngumpul2 di kampus (sewa ruangan) dan diskusi. [Sejarah] Dulu Homebrew computer club yang sering ngumpul di Stanford merupakan tempat untuk orang2 ngoprek. Dari sini muncul eksperimen dengan Altair dan ... munculnya Apple computer. Aura yang ada dalam pertemuan tersebut adalah: - apa yang bisa saya perbuat - show off; nih saya bisa ini, kamu mau? Am I a great guy (helping you)? he he he. - cerita tentang pengalaman (baik *DAN* buruk) Jadi ... semua mendapatkan manfaat Kalau di Indonesia, ketika kita kumpul2 ... kebanyakan yang datang *MINTA DISUAPI*. Mereka datang kemudian bertanya, saya dapat apa? Dalam pertemuan BHTV pun saya mendeteksi aura ini. Kalau nggak dapet apa-apa (dalam jangka dekat), ngapain saya ikutan ini. Padahal dalam pertemuan seperti inilah timbulnya ide, bisnis, sparks, etc. Kebanyakan yang bikin software2 kecil ini, ada sekarang, besok2 udah bubar. Karna biasanya anak2 muda yang baru lulus atau belum lulus kuliah yang bikin. Belum ada pengalaman. Perlu di arahkan biar jangan mati. Setuju. Tapi ... harus sabar. Gue orang yang percaya sama URUTAN. Bahwa itu harus dimulai dari pengembangan manusianya. Di Silicon valley dulu gak ada Google, Microsoft, dan lain2 itu. Manusianya yang bikin itu. Dulu gak ada infrastruktur bagus disana, manusianya yang bikin. Are you sure? he he he. Contohnya manusianya yang dibikin dulu itu gimana? Memang bedanya antara Silicon Valley dan tempat2 lain di dunia adalah mereka fluid (pindah sana sini). TIDAK HARUS mereka menciptakan orangnya sendiri. Yang penting, orangnya ada. Contohnya, yang dekat2 ini ... ya si Carlos ini. he he he. Dia kan bukan buatan/didikan Silicon Valley, akan tetapi perusahaan di sana ambil dia juga. They don't really care if you graduated from Stanford or Nigeria. As long as you can get the job done, we'll hire you. Saya bukan berniat untuk mengecilkan peranan pengembangan SDM lho. Justru sebaliknya, salah satu kunci keberhasilan sebuah daerah dengan industri teknologinya adalah adanya mekanisme untuk melakukan pengembangan SDM. Ini bisa lewat perguruan tinggi, training, research, dan ambil dari tempat lain. Yang penting, ada SDM-nya. (Itulah sebabnya saya tidak yakin Balicamp sukses karena sulit menghasilkan SDM di sana. Of course, this is a hindsight evaluation.) Jadi saya lebih yakin *BANDUNG* is the place. The ingredient (yaitu SDM generator) sudah ada! Yang kurang, justru ketidak adaanya MNC! Jadi ini kritik saya buat BHTV. Mendatangkan Google, Microsoft dan lain2 itu bukanlah prioritas. Gak perlu diharap2kan. Maaf, Anda salah untuk hal ini. Justru ini yang tidak ada di Bandung. Wired magazine berkali-kali memebuat evaluasi mengenai tempat2 yang mau nyontek Silicon Valley di seluruh dunia. (Ada banyak yang mau seperti ini, bukan hanya Bandung.) Mereka membuat 4 kriteria: • the ability of area universities and research facilities to train skilled workers or develop new technologies; • the presence of established companies and multinationals to provide expertise and economic stability; • the population's entrepreneurial drive to start new ventures; • the availability of venture capital to ensure that the ideas make it to market. Kalau diperhatikan, salah satunya adalah: the presence of established companies ... Ini yang tidak ada di Bandung, yang membuat saya ngotot. Mengapa ini penting? Well, start-up (di bidang apa pun, termasuk IT, biotech,...) memiliki resiko yang tinggi. Siapa yang sanggup meng- absorb resiko yang tinggi ini? Ada dua: - perusahaan besar tersebut - pemerintah (dengan research grants) Ceritanya begini. Kalau misalnya saya buka start-up kemudian gagal, kemana orang2 saya harus pergi? Sayang kalau orang2 ini dilepaskan. Mereka bagus, tapi saya gak punya dana untuk keep mereka. Caranya ... saya titipkan di perusahaan besar tersebut. Mereka bisa bekerja ke Google tersebut, sampai saya punya ide lagi dan punya dana untuk memulai start-up lagi. Orang2 tsb. saya tarik lagi dari Google :D Cara lain adalah, orang2 ini saya titipkan di research center yang mendapat dana (grant) dari Pemerintah untuk meneliti sebuah hal tertentu. Nah, di Silicon Valley keduanya ada. Ada perusahaan besar yang bisa menjadi bemper kalau start-up kita pingsan! Ada juga research grant dari DoD, dst. Lihat saja, si Carlos. Perusahaan start-up dimana dia kerja tutup. Dia bisa pindah ke tempat lain. Gak perlu pulang ke Indonesia. Bagi Silicon Valley ini sebuah keuntungan karena mereka tidak perlu memulangkan Carlos dan jika ada sebuah ide baru lagi, mereka tinggal tarik Carlos. Kepentingan adalah kepentingan bersama, bukan kepentingan sebuah
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Gue orang yang percaya sama URUTAN. Bahwa itu harus dimulai dari pengembangan manusianya. Di Silicon valley dulu gak ada Google, Microsoft, dan lain2 itu. Manusianya yang bikin itu. Dulu gak ada infrastruktur bagus disana, manusianya yang bikin. You're absolutely right pak cik, Saya juga sependapat dengan ide ini dan lebih percaya dengan membangun komunitas software developer adalah hal yg penting. Saya tidak begitu Tapi kalau kelamaan nunggu URUTAN terutama dari faktor luar mah sudah keburu tua dulu.BHTV ada atau tidak ada ; atau nunggu korupsi yang baru bisa hilang 15 tahun seperti kata SBY mah kelamaan.Terus selama itu mau ngapain ? typing wordstar ? Untuk model situasi di Indonesia memang kita harus pakai metoda inkonvensional dan needs to be little bit crazy.Kenapa ? Sederhana, pemth kita secara finansial nyaris bangkrut akibat mismanajemen selama 30 tahun. Makanya langkah SBY untuk mengunjungi Redmond dan Bangalore saja sudah sangat tepat.Plus ditambah orang-orang kayak Pak Budi/Armien yang bisa drive dari belakang. Kalau dari sisi praktisnya,persh inovasi kan Engineering groupnya terdiri dari 40% software engineering,25% software QA,sisanya lagi hardware engineer,TAC Engineer,Escalation Engineer,Technical Writer,Project Manager. Nah untuk posisi2 mid-level SW Engineering-level + QA dan TAC Engineer itu kita masih bisa bersaing koq.Ini tiap hari kita mengalami kerugian karena posisi posisi itu direbut sama India,Pakistan,China,Taiwan.padahal orang Indonesia mampu (but don't know how). Jadi gak perlu minder,kalau mau terjun langsung ke Valley setelah 2-3 tahun pengalaman kerja di persh lokal di Indonesia bukan hal yang menakjubkan sebenarnya. Kalau gua ceritain gimana ceritanya engineer2 India masukin istri-nya ke persh di Silicon Valley,bakal kaget lhoemang pinter banget tuh mereka memanfaatkan situasi.. :) Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/21, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Kalau di Indonesia, ketika kita kumpul2 ... kebanyakan yang datang *MINTA DISUAPI*. Mereka datang kemudian bertanya, saya dapat apa? Dalam pertemuan BHTV pun saya mendeteksi aura ini. Kalau nggak dapet apa-apa (dalam jangka dekat), ngapain saya ikutan ini. Padahal dalam pertemuan seperti inilah timbulnya ide, bisnis, sparks, etc. Jadi BHTV dibangun di atas orang2 ini? Gue orang yang percaya sama URUTAN. Bahwa itu harus dimulai dari pengembangan manusianya. Di Silicon valley dulu gak ada Google, Microsoft, dan lain2 itu. Manusianya yang bikin itu. Dulu gak ada infrastruktur bagus disana, manusianya yang bikin. Are you sure? he he he. Contohnya manusianya yang dibikin dulu itu gimana? SDM yang gimana? bukannya pak Budi yang bilang bahwa Silicon Valley itu culture? Dan Culture itu tentang manusia kan? Apa Silicon Valley itu adalah tentang culture Big Company? So apa pentingnya mengharapkan Big Company datang kalau Silicon valley itu bukan tentang Big Company. Liat video lucu steve ballmer yang yang teriak2 developer .. developer .. ? Liat gimana steve jobs memuji developernya abis setiap keynote? baca google gak, claim mereka punya the best human resource? Heboh berita engineer dari sun banyak pindah ke Google. Berapa orang Carlos (gue percaya Carlos good engineer :) ) bisa kita dapet di Indonesia? Kalau pak Budi bilang ada banyak, saya kira pak Budi terlalu banyak bikin asumsi dibelakangnya. Atau berharap import engineer dari luar negri? Kalau kita mau maju IT nya, ayo kita rame kan apa yang REAL di depan mata kita. Kalau yang di depan mata adalah short term bikin accounting software semua, saya yakin bakalan tetap seperti itu seumur hidup. he he he. why not? kalau kita punya the best accounting software on planet kenapa tidak? Kalau itu yang kita bisa, kenapa bukan itu yang kita lakukan? Itu yang realistis. Pak Budi bikin product dong (atau jangan2 udah ada??), jangan consulting aja. Biar kerasa susahnya cari SDM di Indonesia. Pengalaman develope product bisa jadi masukan bagus untuk BHTV mungkin. Anyway, saya tetap mendukung usaha pak Budi untuk bikin BHTV. Mimpi itu bagus, tapi jangan mimpi terus, get real sekali2. Keep fighting untuk BHTV nya. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
Ary Setijadi Prihatmanto wrote: http://money.cnn.com/2005/06/21/pf/costliest_cities/ CMIIW, Bang Carlos pernah cerita kalau standar gaji orang IT di Bangalore kira-kira 1/3 Valley. Untuk Senior Position betul 1/3 di US. Ini metode penggajian yang dipakai Cisco,IBM,HP dan Google. Btw,Pak Budi/Armien pernah presentasi dan ditulis standard salary di Bangalore masih 5K/yr, wah udah gak up-to-date lagi itu euy. Padahal living cost di Bangalore termasuk yang rendah di dunia (141 dari 144). Kalau untuk makan saja sich,karena mereka biasanya veggie,10-20 rupee saja sudah cukup atau kurang dari Rp. 5,000 (kalau gak salah 1 USD=44 rupees).Tapi untuk tanah per-sqm-nya setahu saya Bangalore bubble dan sekarang sudah sangat tinggi. Untuk apartemen lux(ukuran India) 3 BR sekitar 1000 USD/mo (yg biasa dipakai expat). Tapi kalau apartemen biasa2 saja 1-2 BR mungkin sekitar 200-500 USD/mo Wu makmur mereka.. Makanya banyak kelas menengah baru di Bangalore. kok bisa ya...high tech tapi low cost... Singapore 34, Jakarta urutan 71, Kuala Lumpur 117, Singapura, Bangkok 125, Manila 143 Banyak hal yang menarik mengamati sosio-kultural-ekonomi-politik-teknologi di Bangalore. Kalau ketersediaan infrastruktur sich masih jauh bagusan Jakarta euy kemana-mana (kecuali ketersediaan broadband yg lebih bagus di Bangalore).Listrik masih byar pet 2 hari sekali.Kalau hujan deras langsung banjir(liat kan kemaren foto kantor Wipro yang kelelep).Jalan macet melulu.Taksi gak ada,yang ada bajay tak berpintu. Airportnya aja cuman punya satu terminal (lagi dibikin yang bagusan dikit). Waktu itu turun pesawat dari Bangkok ke Bangalore cukup shock culture.Gua kira Bangalore yang diomong2kan orang diseluruh dunia keren gitu loch,gak taunya .. ;) Coba aja kalau ada kesempatan kesono,jalan paling besarnya namanya MG Road, ini kalo di Jakarta mirip2 Pasar Baru,ada yang jual kain/saree,parmasi,toko buku,dealer Honda/Bajaj ..eh sebelahnya kantor HP ama Juniper.Makanya mereka bangun satu kota satelit/IT lagi dioutskirt Bangalore yang dekat dengan pusatnya InfoSys.Kalau di Jakarta mirip2 BSD dan dikhusukan untuk industri IT. Carlos
[teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities
- Original Message - From: Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] To: teknologia teknologia@googlegroups.com Sent: Sunday, November 20, 2005 2:22 AM Subject: [teknologia] Re: Bangalore, one of the least expensive cities (deleted) Banyak hal yang menarik mengamati sosio-kultural-ekonomi-politik-teknologi di Bangalore. Kalau ketersediaan infrastruktur sich masih jauh bagusan Jakarta euy kemana-mana (kecuali ketersediaan broadband yg lebih bagus di Bangalore).Listrik masih byar pet 2 hari sekali.Kalau hujan deras langsung banjir(liat kan kemaren foto kantor Wipro yang kelelep).Jalan macet melulu.Taksi gak ada,yang ada bajay tak berpintu. Airportnya aja cuman punya satu terminal (lagi dibikin yang bagusan dikit). Waktu itu turun pesawat dari Bangkok ke Bangalore cukup shock culture.Gua kira Bangalore yang diomong2kan orang diseluruh dunia keren gitu loch,gak taunya .. ;) Coba aja kalau ada kesempatan kesono,jalan paling besarnya namanya MG Road, ini kalo di Jakarta mirip2 Pasar Baru,ada yang jual kain/saree,parmasi,toko buku,dealer Honda/Bajaj ..eh sebelahnya kantor HP ama Juniper.Makanya mereka bangun satu kota satelit/IT lagi dioutskirt Bangalore yang dekat dengan pusatnya InfoSys.Kalau di Jakarta mirip2 BSD dan dikhusukan untuk industri IT. Berarti high-tech industry tidak identik dengan high cost, juga tidak identik dengan kota metropolitan spt. Jakarta, juga tidak identik dengan airport standard internasional, juga tidak identik dengan jalan2 layang. hmenarik Salam Ary