[teknologia] Version control
Buat rekans yang berkecimpung di dunia pengembangan software, saya ingin tahu aplikasi apa saja yang populer digunakan sebagai version control? Beberapa pilihan: - CVS - Subversion - SourceSafe - RCS - SCCS - Perforce - Sourcegear - FreeVCS Kalau memang tidak menggunakan program khusus untuk version control (misalnya hanya manual backup + package), apa saja alasannya? - Tidak familiar - Tidak perlu - Program tsb terlalu rumit Terima kasih. -- http://ariya.blogspot.com
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
Harry Sufehmi wrote: On 12/29/2005 at 5:21 AM Budi Rahardjo wrote: orang india membutuhkan waktu yang lama (tahunan) untuk membatalkan paten obat-obatan yang basisnya dari kunyit. mungkin karena orang amerika (maksudnya patent officernya) gak ngeh, Bukan mungkin, tapi memang iya begitu :-) Makanya sejak beberapa waktu yang lalu pada ribut soal patent reform, agar sistem paten Amerika yang sangat mudah utk di abuse bisa jadi lebih berpihak kepada rakyat kecil. Bikin lebih kompleks lagi yuk,bukan hanya di AS tapi juga di negara lain seperti Jepang dan nantinya patent di malaysia,pilipina,etc karena mereka mempunyai peraturan yang beragam. Dilihat berdasarkan laporan dari URL diatas http://www.grain.org/briefings_files/tk-asia-2002-en.pdf yang dibuat oleh NGO di India,dalam kasus persh kosmetika Jepang Shiseido yang nyaris mempatenkan tradisional jamu Indonesia sebelum digagalkan oleh NGO/LSM kelihatan kompleksitas permasalahanya. Masalah lain lagi,saya baca di The Economist ternyata India yang mempunyai kemampuan dan industri RD biotek mengalami kesulitan begitu pada tahap komersialiasi produknya karena hasil penemuannya bisa dibajak orang lain karena UU-nya tidak strict,jadi mereka cuman bisa jual ke LN. Kalau diamati lebih dalam,masalahnya bukan saja terletak pada peraturan negara tertentu; tapi pada wawasan,kemampuan(mengembangkan riset bio*) dan awareness sebuah negara terhadap bio* resources dan traditional knowledge. Carlos
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
On 12/29/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Bikin lebih kompleks lagi yuk,bukan hanya di AS tapi juga di negara lain seperti Jepang dan nantinya patent di malaysia,pilipina,etc karena mereka mempunyai peraturan yang beragam. Sekarang saya mau sederhanakan ;-) ha ha ha. Dengan adanya TRIPs dan WTO maka nantinya paten akan berlakuk global. Jadi paten di Amerika akan dikenal di Indonesia dan sebaliknya. Nah lho. -- budi
[teknologia] Re: 8 habits of highly ineffective IT people
On 12/29/05, Monang Setyawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Sambungan dari thread sebelah nih (tentang lifecycle orang IT). Sayacuma iseng aja mengamati waktu rekan-rekan posting mail, koksepertinya waktunya pas jam-jam kerja ya (atau jangan2 semua membermilis ini selain saya megang posisi manajerial atau part timer?). Kali aja ada yang mau kasih saran, bagaimana pemanfaatan waktu yang efektifuntuk pekerja IT (terutama developer).Let's see... saya biasanya posting sehabis maghrib sampe pagi kok :D. Dan berhubung saya belum ngantor (means: belum kerja), artinya posting siang - siang juga tidak akan mengganggu ataupun merugikan siapa - siapa hehehe. -- Oskar Syahbanahttp://www.permagnus.com/http://blog.permagnus.com/
[teknologia] Re: Version control
On Thu, Dec 29, 2005 at 12:07:35PM +0100, Ariya Hidayat wrote: Buat rekans yang berkecimpung di dunia pengembangan software, saya ingin tahu aplikasi apa saja yang populer digunakan sebagai version control? Beberapa pilihan: - CVS - Subversion - SourceSafe - RCS - SCCS - Perforce - Sourcegear - FreeVCS Udah lama pake CVS. Skrg mulai pake Subversion utk yg baru2. Bukan cuma buat kerja, tapi buat sekolah dan pribadi juga saya pake version control sebisa mungkin. Dari assignments, paper, project, sampe ke blog, planet terasi, semua masuk CVS. Dan semua CVS repositorynya dibackup secara rutin ke DVD+RW biar aman. Dengan begitu saya lebih tenang. Untuk kerjaan juga rasanya gila kalo gak pake version control. Apalagi kalo dikerjakan banyak org secara bersamaan. Dikerjain sendiri aja gila kalo gak pake version control. Alasan pake CVS karena pertama kenalnya itu, udah terlanjur tau. Skrg setelah agak lama pake baru mulai berasa sedikit2 kekurangan2nya, nothing major, cuma annoyances aja so far (kayak renaming files, moving files, handling binary, gitu2). Jadi akhirnya mulai pake Subversion skrg. Kalau memang tidak menggunakan program khusus untuk version control (misalnya hanya manual backup + package), apa saja alasannya? - Tidak familiar - Tidak perlu - Program tsb terlalu rumit Memang perlu sedikit invest waktu dan effort utk belajar pake version control. Tapi menurut saya well worth it banget. Kalo sudah pake dan merasakan baru bisa menghargai. Version control tidak terbatas di software development aja. Bisa dipake juga utk publishing (apalagi yg collaboration), system administration (config files, apalagi kalo adminnya lebih dr 1), bahkan ada yg home directorynya masuk ke CVS repository, ini menurut saya rada extreme. Sekedar nambahin aja, version control system (atau kadang disebut SCM, istilah marketingnya buat version control: software configuration management) lainnya yg pernah saya denger: git, bitkeeper, darcs, gnu arch, svk. Pernah terpaksa nyoba gnu arch utk ambil source Planet yg latest, sampe skrg masih dipake buat planet terasi. Lainnya lagi ada di: http://linuxmafia.com/faq/Apps/scm.html Ronny pgp4oBjOobOgD.pgp Description: PGP signature
[teknologia] Re: Version control
On Thu, Dec 29, 2005 at 07:32:55PM +0700, Samuel Franklyn wrote: Team .NET konsep.net menggunakan Subversion akan tetapi kurang berhasil. Kira2 kenapa? Apakah kalo pake CVS akan lebih berhasil? Ronny pgpQzfH2GbfYt.pgp Description: PGP signature
[teknologia] Re: Version control
Ronny Haryanto wrote: On Thu, Dec 29, 2005 at 07:32:55PM +0700, Samuel Franklyn wrote: Team .NET konsep.net menggunakan Subversion akan tetapi kurang berhasil. Kira2 kenapa? Apakah kalo pake CVS akan lebih berhasil? Ronny Belum tentu juga. Mungkin karena environment MS yang agak terlalu memanjakan pemakai. Tapi dari pengamatan saya sih belum terbiasa pakai jadi mengalami kesalahan pemakaian beberapa kali terus akhirnya malas pakai. Kalau pakai CVS pasti sama saja masalahnya. Kelihatannya sih bukan masalah teknis tapi masalah orang.
[teknologia] Re: Version control
On Thu, Dec 29, 2005 at 08:02:11PM +0700, Samuel Franklyn wrote: Ronny Haryanto wrote: On Thu, Dec 29, 2005 at 07:32:55PM +0700, Samuel Franklyn wrote: Team .NET konsep.net menggunakan Subversion akan tetapi kurang berhasil. Kira2 kenapa? Apakah kalo pake CVS akan lebih berhasil? Belum tentu juga. Mungkin karena environment MS yang agak terlalu memanjakan pemakai. Tapi dari pengamatan saya sih belum terbiasa pakai jadi mengalami kesalahan pemakaian beberapa kali terus akhirnya malas pakai. Kalau pakai CVS pasti sama saja masalahnya. Kelihatannya sih bukan masalah teknis tapi masalah orang. I see. Saya juga menemukan hal yg mirip di dev team saya yg pake CVS. Mereka baru pertama pake CVS, jadi wajar kalo sering salah2. Tapi masalahnya saya merasa sepertinya mereka kurang berinisiatif untuk mempelajarinya walaupun sering saya kasih referensi. Walaupun gak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya juga, dikejar deadline, kerjaan numpuk, dsb. Akhirnya ya sama2 banyak kompromi, yg penting kerjaan beres. Skrg udah mulai lumayan pake CVS nya, jarang masalah, sepertinya memang butuh waktu agak lama aja utk penyesuaian/belajarnya. Kayaknya relatif juga sih, tergantung org/lingkungannya. Ronny pgpmJx38scdoY.pgp Description: PGP signature
[teknologia] Re: 8 habits of highly ineffective IT people
Oskar Syahbana wrote: Let's see... saya biasanya posting sehabis maghrib sampe pagi kok :D. Dan berhubung saya belum ngantor (means: belum kerja), artinya posting siang - siang juga tidak akan mengganggu ataupun merugikan siapa - siapa hehehe. -- Oskar Syahbana http://www.permagnus.com/ http://blog.permagnus.com/ Saya mah prinsipnya, yang penting membuka ruang kreatif aja. Terserah mau model kerja-nya mau yang kayak gimana. Saya ngasih saran boleh? Coba baca buku High Tech High Touch -nya Naisbitt.
[teknologia] Re: Silicon Valley VC ikut berglobalisasi ke Asia .....dan Ukrainia !
On 12/28/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang menarik dari perkembangan Silicon Valley VC,mereka mulaimerambah peluang hitek enterpreneurship di luar AS(baca: ASIA).Kabarsangat bagus sebenarnya buat mereka yang ingin develop world classproduct/startup di luar AS dengan maturity dan knowledge yg dimiliki SV VC ( seperti Web 2.0nya Bang Enda barangkali).Thanks atas info-nya Bang Carlos :-). Kalau boleh tau secara spesifik, VC apa saja sih yang sedang merambah ke Asia? Bagaimana dengan Indonesia (VC yang menargetkan negara ini maksudnya)? -- Oskar Syahbanahttp://www.permagnus.com/http://blog.permagnus.com/
[teknologia] Re: Silicon Valley VC ikut berglobalisasi ke Asia .....dan Ukrainia !
Oskar Syahbana wrote: On 12/28/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Ada yang menarik dari perkembangan Silicon Valley VC,mereka mulai merambah peluang hitek enterpreneurship di luar AS(baca: ASIA).Kabar sangat bagus sebenarnya buat mereka yang ingin develop world class product/startup di luar AS dengan maturity dan knowledge yg dimiliki SV VC ( seperti Web 2.0nya Bang Enda barangkali). Thanks atas info-nya Bang Carlos :-). Kalau boleh tau secara spesifik, VC apa saja sih yang sedang merambah ke Asia? Di artikelnya secara explisit sudah ditulis kan: -Draper Fisher http://www.dfj.com/ dan http://www.dfjeplanet.com/ (vc tier 1,sudah denger lama,ini yang backup hotmail,skype dan Baidu. Yang awesome: #1 ada kantornya di spore ternyata. #2 ternyata backing up paypal dan friendster ala China. #3 merambah ke ukurainia,sampai ngejar2 presidennya,ini baru vc cool. he he he ) -New Enterprise Associates www.nea.com -Mayfield http://www.mayfield.com/ (VC ini termasuk yg backing up startup tempat saya bekerja skrg--waktu masih startup) Bagaimana dengan Indonesia (VC yang menargetkan negara ini maksudnya)? Wah mana saya tahu :-) yang pasti untuk kontak VCs tersebut jangan ragu2, manfaatkan VC yang punya expertise building skype dan punya kantor di singapura. Make sure you have reasonable business plans. Satu contoh saja,satu temen sma saya yang software engineer di Eropah sudah develop produk , sendirian dan sudah 'making money' ,terus dari diskusi dan thinkingnya dia,untuk develop menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dan **managed risk** makanya kemudian menghubungi VC Local (keyword managed risk ini pernah di-ingatkan Pak Budi agar ketika mendevelop produk,jangan 100% pakai uang sendiri atau uang bank,tapi pakai dana dari angel investor dan sebaiknya VC). Carlos
[teknologia] Re: Version control
Belum tentu juga. Mungkin karena environment MS yang agak terlalu memanjakan pemakai. Yang ini menarik. Apa saja fitur yang memanjakan tersebut sehingga orang menjadi segan menggunakan version control? Ataukah langsung tersambung ke SourceSafe (yang sebenarnya version control juga) ? -- http://ariya.blogspot.com
[teknologia] Re: Version control
Memang perlu sedikit invest waktu dan effort utk belajar pake version control. Tapi menurut saya well worth it banget. Kalo sudah pake dan merasakan baru bisa menghargai. Yang ini sebenarnya bisa dibuat mudah. Problem yang saya lihat adalah bahwa panduan CVS atau Subversion itu cukup menakutkan karena kelengkapannya. Mungkin yang kita perlukan adalah CVS for dummies :-) Yang saya bayangkan - mungkin saja salah total - tidak semua mesti memanfaatkan fitur-fitur CVS/Subversion, jadi modal beberapa perintah yang bisa dihitung jadi saja sudah cukup untuk sebagian besar kasus. Untuk branching dsb, tinggal serahkan ke bagian Release Group yang sudah disebutkan Om Carlos. -- Ariya Hidayat, http://ariya.blogspot.com http://www.google.com/search?q=ariya+hidayatbtnI
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
On Thu, Dec 29, 2005 at 06:56:58PM +0700, Budi Rahardjo wrote: Dengan adanya TRIPs dan WTO maka nantinya paten akan berlakuk global. Jadi paten di Amerika akan dikenal di Indonesia dan sebaliknya. Nah lho. ehem.. atau paten yang merupakan root of all evil sebaiknya dibuang saja, atau, tidak bisa dipakai untuk aktifitas niaga :-) mestinya, pihak-pihak yang 'rakus', dengan segala cara meraup kentungan sebesar-besarnya dengan berkedok dibalik segalam macam tetek-bengek, remeh-temeh yang disebut legalitas itu dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya dienyahkan dari muka bumi. nah .. kita mulai dulu dari lisensi ... Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
adi wrote: On Thu, Dec 29, 2005 at 06:56:58PM +0700, Budi Rahardjo wrote: Dengan adanya TRIPs dan WTO maka nantinya paten akan berlakuk global. Jadi paten di Amerika akan dikenal di Indonesia dan sebaliknya. Nah lho. ehem.. atau paten yang merupakan root of all evil sebaiknya dibuang saja, atau, tidak bisa dipakai untuk aktifitas niaga :-) Dalam hal ini saya sangat impressed dengan apa yang disodori Narayana Murthy (pendiri Infosys). Dia personally kalem,reasonable,have Delivered the job(jadi credible),can-do attitude dan mikirin orang banyak. Ada pendapatnya mengenai masalah ini saya kutip dari: http://www.mercurynews.com/mld/mercurynews/business/12917259.htm Q As India and China emerge as significant markets for new technology, what challenges do U.S. companies face reaching those new consumers? Must companies offer products at different price levels for these new markets? A There is a considerable fortune to be made by corporations that focus on the bottom of the pyramid. You have something like 5 to 6 billion people in the world who are at the bottom of the pyramid. I would say that if companies like Microsoft, Oracle and SAP were to come out with a pricing formula that will appeal to the people in India and China, they will make money. I would say that India, China, Brazil -- all these countries will become major markets for these companies, and I think the piracy rates will go down once they do that. Q But will these companies have to use a different model than what they use in U.S. and European markets? A You are right. For example, all support could be through the Net. Perhaps you could download the software. There should be no installation expertise required. It should be very, very, very low manpower. There is a tremendous opportunity. Q Do you see the next Oracle or SAP coming out of India? A I think it will happen. It will definitely happen. I believe that as we move forward, there will be Indian companies that will (use) the strength of India's development talents and the United States' strength in market focus, innovation and customer focus. Q What's your time frame? A It will definitely be in my lifetime, no doubt. Carlos
[teknologia] Re: Version control
On 12/30/05, Ariya Hidayat [EMAIL PROTECTED] wrote: Memang perlu sedikit invest waktu dan effort utk belajar pake version control. Tapi menurut saya well worth it banget. Kalo sudah pake dan merasakan baru bisa menghargai.Yang ini sebenarnya bisa dibuat mudah. Problem yang saya lihat adalah bahwa panduan CVS atau Subversion itu cukup menakutkan karenakelengkapannya. Mungkin yang kita perlukan adalah CVS for dummies:-) Yang saya bayangkan - mungkin saja salah total - tidak semua mesti memanfaatkan fitur-fitur CVS/Subversion, jadi modal beberapa perintahyang bisa dihitung jadi saja sudah cukup untuk sebagian besar kasus.Untuk branching dsb, tinggal serahkan ke bagian Release Group yangsudah disebutkan Om Carlos. --Ariya Hidayat, http://ariya.blogspot.comhttp://www.google.com/search?q=ariya+hidayatbtnI Ada benarnya soal invest waktu dan effort untuk belajar. Tapi menurut saya itu adalah langkah kedua. Langkah pertama adalah memulai memakai. Ini yang terberat, dan seperti yang sudah diutarakan sebelumnya bahwa halangan terbesar dalam proses adopsi SCM adalah karena belum adanya kesadaran akan manfaat SCM. Ketakutan akan kerumitan pemakaian menurut saya akan pupus dengan sendirinya setelah calon pemakai telah sadar akan manfaat yang bisa didapatkan. Saya sendiri seringkali gemes melihat beberapa temen di kantor yang masih belum pakai dan ngeyel mengedit source secara langsung di production/test site. Hal terbaru yang membuat saya sangat gemes adalah pemakaian FTP (edit langsung ke test site di linux) untuk menghindari penggunaan full share karena takut kena virus brontok (test site sebelumnya berada di komputer dengan OS windows). -- Akhmad Fathonih | http://blog.neofreko.com | http://jogja.linux.or.idAre you geek enough to handle all these sh**s?
[teknologia] Re: Akademisi vs Industriawan
Budi Rahardjo wrote: http://rahard.wordpress.com/2005/12/25/akademisi-vs-industriawan/ Akademisi, yang biasanya diwakili oleh dosen, cenderung untuk berpikiran negatif. Ada ketakutan-ketakutan. Mereka sering berpendapat bahwa seharusnya kita meneliti (mengembangkan ilmu) yang low tech saja. Padahal, di kelas mereka mengajarkan ilmu yang bisa digunakan di high-tech. Apakah ini disebabkan rasa bersalah mereka karena telah dididik dengan ilmu yang tidak bisa (dalam kacamata mereka) diimplementasikan di Indonesia, sehingga mereka merasa harus berpihak ke sisi lain? Kalau dari kacamata mahasiswa amatiran seperti saya ini Pak Budi, saya berpikir menggunakan pola dari makro ke mikro. Saya tahu tujuan akhirnya apa, dan baru kemudian jika saya suka, detailnya akan saya mengikuti. Misal sebagai contoh: dapat pelajaran Medan 1 dengan empat persamaan Maxwell, wah saya benar-benar tidak mengerti Matematika se-dahsyat itu akan digunakan untuk apa? Khususnya apabila saya bekerja di Indonesia. Atau mata saya yang biarpun sudah pakai kacamata ini belum juga terbuka lebar? Apakah apabila saya memahami dengan benar-benar persamaan Maxwell dalam kuliah Medan 1 (katakanlah dengan dapat A walaupun kenyataannya dapat D biarpun sudah diulang 2x), saya bisa mengaplikasikannya di Indonesia? Karena saya tidak tahu ilmu yang saya pelajari di kuliah dapat saya aplikasikan dimana, kesukaan saya kemudian lari ke dunia sosial. Saya jadi lebih suka baca buku sejarah, biografi, filsafat, agama, seni, dan desain. Eh tiba-tiba kuliah sudah sampai di akhir tahun dan saya tersadar saya masih harus lulus kuliah hidup-hidup lewat Sabuga bukan lewat Annex :D. Wawasan saya kembali terbuka setelah kenal dengan Bang Carlos yang kerja di SV. Di sisi lain, industriawan umumnya berpikiran lebih positif. Saya melihat betapa seorang Iskandar Alisyahbana yang dengan terampil memotori perkembangan teknologi satelit di jaman dahulu (70-an?) dan kemudian melirik ke bioteknologi. Atau, seorang Mochtar Riady yang saat ini sedang gemar dengan nanotechnology. Mereka lebih progresif dan agresif. Saya beruntung bisa sempat ngobrol-ngobrol dengan mereka. Antusiasme mereka bukan pura-pura. It's real. They are really excited in new things. Yang membuat saya bersedih melihat keadaan ini adalah kedua bapak ini dapat dikatakan sudah tua, akan tetapi semangat dan optimisme mereka melebihi anak muda! Saya malu! Tentu saja ada akademisi yang memiliki pemikiran jauh, semangat yang besar, optimisme yang besar, dan kemauan kerja yang besar. Contoh yang saya lihat ada di dalam seorang Samaun Samadikun. Beliau telah menghasilkan SDM-SDM yang memiliki karakter yang sama; optimis dan bersemangat. Tapi, jumlah orang seperti Samaun Samadikun di Indonesia tidak banyak. Saya melihat figur-figur seperti Pak Iskandar dan Pak Samaun (saya pernah sebentar berdiskusi dengan kedua orang ini. Kalau Mochtar Riady saya baru baca resensi buku-nya saja, belum pernah ketemu langsung) memiliki mata elang: mampu melihat tinggi, berwawasan luas. Pak Iskandar dan Pak Samaun mampu melihat apa yang dibutuhkan 10-20 tahun yang akan datang. Atau mungkin sampai 50 tahun yang akan datang. Sayangnya, balik lagi ke Buruk Rupa Manusia Indonesia-nya Muctar Lubis, budaya di Indonesia kita tidak suka melihat orang lain maju. Orang-orang yang bermata elang ini pun termasuk yang disirikin. Menurut teman saya anak Fisika ITB yang menang lomba penelitian LIPI kategori sosial, umumnya dalam suatu masyarakat orang-orang dengan mata elang ini dapat dikategorikan sebagai kaum minoritas kreatif. Minoritas kreatif artinya orang-orang yang bermata elang ini biasanya cuma sedikit saja jumlahnya dalam masyarakat. Atau bisa kita lihat dari sudut pandang budaya sharing yang kurang di Indonesia? Atau budaya yang sharing yang kurang ini juga diakibatkan ketakutan orang-orang bermata elang disirikin orang lain? Jadilah orang-orang pintar Indonesia lebih memilih untuk tinggal di LN: hidup nyaman, dihargai, dan tentu tidak disirikin orang lain. Soalnya ketika pulang ke .id bakal capek berantem dulu untuk bisa tetap berdiri teguh di keyakinannya. Jadi agent of change di Indonesia benar-benar butuh energi ekstra. Bisa juga karena capek disirikin orang, orang-orang bermata elang ini malas untuk sharing pandangannya. Mereka jalan saja sendiri diatas keyakinannya. Tidak salah memang, walau sebenarnya lebih baik kalau jalannya paralel. Antara eksekusi sebagai bukti mereka mampu mewujudkan ide-ide mata elang tersebut dengan perlahan pelan-pelan membuat opinion-shaping bahwa Indonesia pun mampu untuk bersaing di tingkat dunia! Ada satu lagi faktor yang menurut saya berpengaruh: fanatisme berlebihan akan bidang ilmunya masing-masing. Hal ini akan membuat gap antar bidang ilmu semakin besar. Gap antara orang-orang teknologi, orang-orang sosial, orang-orang politik, orang-orang sains, orang-orang ekonomi, orang-orang agama, filsafat, dll. Padahal kita harus maju bersama-sama kalau memang ingin mau maju.
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
On 12/30/05, adi [EMAIL PROTECTED] wrote: ehem.. atau paten yang merupakan root of all evil sebaiknya dibuang saja, atau, tidak bisa dipakai untuk aktifitas niaga :-) Ada beberapa alasan mengapa hal tersebut sukar dilakukan. 1. jika tidak kita patenkan, maka perusahaan lain akan mematenkan. maka celakalah kita. jadi kita juga mematenkan. (langkah yang benar, IMHO, membuka rahasia sehingga tidak bisa dipatenkan. langkah yang benar, menurut para pakar, tetap dipatenkan akan tetapi royalty free.) 2. saya pernah memikirkan cara menjalankan sebuah RD center. berdasarkan hasil survey (desk evaluation, surfing, ngobrol, etc.) ternyata business modelnya berbasis kepada paten. :( yang ini, saya belum menemukan alternatif solusi. (sementara ini, RD bisa dijadikan cost center yang ditutupi oleh operasional perusahaan/institusi, tapi jadi berat. alternatif lain: grant dari pemerintah, yang makin berat juga karena harus kompetisi dengan subsidi ke masyarakat.) mestinya, pihak-pihak yang 'rakus', dengan segala cara meraup kentungan sebesar-besarnya dengan berkedok dibalik segalam macam tetek-bengek, remeh-temeh yang disebut legalitas itu dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya dienyahkan dari muka bumi. sayangnya ... belum memungkinkan (aka. tidak bisa). hik hik hik. :(( ps: saya sendiri masuk aliran: paten = evil :)) -- budi
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
Budi Rahardjo wrote: On 12/30/05, adi [EMAIL PROTECTED] wrote: ehem.. atau paten yang merupakan root of all evil sebaiknya dibuang saja, atau, tidak bisa dipakai untuk aktifitas niaga :-) Ada beberapa alasan mengapa hal tersebut sukar dilakukan. 1. jika tidak kita patenkan, maka perusahaan lain akan mematenkan. maka celakalah kita. jadi kita juga mematenkan. ini dalam kasus tech atau bio* pak ? ngomong2 apakah sudah ada patent dari Indonesia untuk sektor IT atau Web ? 2. saya pernah memikirkan cara menjalankan sebuah RD center. berdasarkan hasil survey (desk evaluation, surfing, ngobrol, etc.) ternyata business modelnya berbasis kepada paten. :( Apa hubunganya RD center harus berbasis kepada paten ? yang ini, saya belum menemukan alternatif solusi. (sementara ini, RD bisa dijadikan cost center yang ditutupi oleh operasional perusahaan/institusi, tapi jadi berat. Tergantung untuk sektor dan perusahaan apa dulu dan targetnya apa ? untuk sektor telekomunikasi di negara maju kan masing2 carrier punya RD yang indepeden dari bisnis unit operasional(seperti NOC).Nah apakah di Indonesia ini diperlukan dan harus agresif ? I dunno know. alternatif lain: grant dari pemerintah, yang makin berat juga karena harus kompetisi dengan subsidi ke masyarakat.) Waduh,yang penting jangan ada RD center berbasis subsidi rakyat Pak. Walau bagaimanapun No more IPTN 2.0 lah. Saya sampai sekarang gak habis pikir ada begitu pemerintahan yang habis-habisan sponsorin sebuh industri yang risknya sangat tinggi dan lebih besar pasak daripada tiang. By the way,Kalau ilmuwan tersebut mau meneliti dan pemerintah gak ada dana,ke singapur atau malaysia saja dengan catatan Gajinya jangan dibayar pemerintah RI --beban lagi itu --- Indonesia lebih bagus mendompleng atau bekerjasama dengan Spore dan Msia saja,atau bahkan Indiamereka sudah lebih maju dari kita koq. Carlos
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
On 12/30/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: 1. jika tidak kita patenkan, maka perusahaan lain akan mematenkan. maka celakalah kita. jadi kita juga mematenkan. ini dalam kasus tech atau bio* pak ? yang saya tahu tech, karena belum lihat patent page lagi dugaan saya sama saja. ngomong2 apakah sudah ada patent dari Indonesia untuk sektor IT atau Web ? belum tahu. oh ya, di India ini juga menjadi pertanyaan. saya tanya ke patent officer di sana apakah ada efek booming IT dengan pendaftaran paten IT di sana. mereka masih bingung; apakah ini menguntungkan India atau tidak. hal yang kedua adalah apakah kami (patent officer) mengerti. 2. saya pernah memikirkan cara menjalankan sebuah RD center. berdasarkan hasil survey (desk evaluation, surfing, ngobrol, etc.) ternyata business modelnya berbasis kepada paten. :( Apa hubunganya RD center harus berbasis kepada paten ? karena paten-lah yang membiayai RD :) hayo, apa keluaran dari RD? bolehkah perusahaan lain tahu hasil RD ini? Tergantung untuk sektor dan perusahaan apa dulu dan targetnya apa ? untuk sektor telekomunikasi di negara maju kan masing2 carrier punya RD yang indepeden dari bisnis unit operasional(seperti NOC).Nah apakah di Indonesia ini diperlukan dan harus agresif ? I dunno know. Saya sendiri tidak tahu. Dulu waktu sempat kerja di RD telcos, saya sempat kesel juga. Sebagai researcher kan inginnya penemuan kita diketahui orang. Jadi submit paper ke jurnal conference. Tapi kalau kita di RD yang dibiayai oleh industri seperti itu, apa yang keluar harus dimonitor dahulu: apakah ada potensi paten! ;-) Jadi kalau saya mau submit paper ke konferensi, harus discreening dulu. Nah, ini kan butuh waktu (birokrasi!). Jadi kalau melihat dari sisi sang peneliti, ini menyebalkan. Tapi itulah kenyataannya, RD centers thrive on patent! -- budi
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
ngomong2 apakah sudah ada patent dari Indonesia untuk sektor IT atau Web ? belum tahu. oh ya, di India ini juga menjadi pertanyaan. saya tanya ke patent officer di sana apakah ada efek booming IT dengan pendaftaran paten IT di sana. mereka masih bingung; apakah ini menguntungkan India atau tidak. hal yang kedua adalah apakah kami (patent officer) mengerti. Dari 'ceramah' tentang patent officer kepada saya,sebenarnya ilmu paten ini sangat sangat tergantung dengan **kebijakan dan awareness perusahaan**.Tiap persh beda beda,ada yang sangat aware dengan patent dan ada yang tidak. Masalahnya,kalau ada persh yang bisa menjual teknologi yang **mirip2** dengan patent yang sudah ada,nah persh yang punya patent (tapi gak bisa menjual paten itu secara bisnis) melakukan lawsuit. Umumnya sich persh2 gak aware dan nyantai2 saja dengan ilmu paten ini,tapi lama kelamaan karena persh yang gak bisa jual(tapi punya paten) ini melakukan lawsuit terhadap perusahaan tsb,akhirnya persh tsb jadi lebih defensif. Nah ini yang merusak :-)) 2. saya pernah memikirkan cara menjalankan sebuah RD center. berdasarkan hasil survey (desk evaluation, surfing, ngobrol, etc.) ternyata business modelnya berbasis kepada paten. :( Apa hubunganya RD center harus berbasis kepada paten ? karena paten-lah yang membiayai RD :) hayo, apa keluaran dari RD? oooh maksud pak Budi ini toch,sebenarnya hasil output RD ya gak mesti patent pak :) Yang membiayai RD bukan patent,tapi berhasil jual barang atau tidak :-)) Mau patennya banyak tapi gagal dalam jualan seperti dan *** Labs mah percuma :-)) bolehkah perusahaan lain tahu hasil RD ini? tergantung,apakah objeknya layak untuk umum ? misalnya protocol di IETF yang mengetengahkan interoperabilitas.Jelas persh lain mesti tahu. Tapi jika patentnya bagaimana caranya fast algorithm untuk cache entries di routing table ya jelas ini konfidential dan persh lain gak boleh tahu. Maksud dari atas semua,hasil dan jenis dari output RDnya yang sangat mempengaruhi,apakah perlu paten atau tidak. Dan yang membiaya RD bukan paten,melainkan orang yang membeli produk :)) Carlos
[teknologia] Re: Akademisi vs Industriawan
atau mungkin gak karna kita gak siap menerima keyakinan yang berbeda, om Zaki? di diskusi orang2 barat, saya sering dengar begini, I think mr.X will disagree with me. seolah2 menunjukkan kesiapannya untuk berbeda pandangan. Dalam dunia modern,seringkali bukan setuju atau tidak setujunya yang penting,melainkan reasoning dibelakangnya. Setelah itu, jika reasoningnya sudah didiskusikan sedemikian rupa dan tampak pilihan mana yang paling reasonable,everybody (termasuk yang gak setuju) harus commit dengan kebijakan itu. Contohnya, kalo di DPR kita,memang bebas berpendapat,tapi mereka asal beda berpendapat tanpa alasan yang jelas karena kawan diskusinya yang berseberangan pendapat --beda partai dan beda haluan ... he he he :-)) Carlos
[teknologia] Re: Akademisi vs Industriawan
On 12/30/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: On 12/30/05, Zaki Akhmad [EMAIL PROTECTED] wrote: Atau bisa kita lihat dari sudut pandang budaya sharing yang kurang diIndonesia? Atau budaya yang sharing yang kurang ini juga diakibatkan ketakutan orang-orang bermata elang disirikin orang lain? Jadilahorang-orang pintar Indonesia lebih memilih untuk tinggal di LN: hidupnyaman, dihargai, dan tentu tidak disirikin orang lain. Soalnya ketika pulang ke .id bakal capek berantem dulu untuk bisa tetap berdiri teguh di keyakinannya. Jadi agent of change di Indonesia benar-benar butuhenergi ekstra.Bisa juga karena capek disirikin orang, orang-orang bermata elang inimalas untuk sharing pandangannya. Mereka jalan saja sendiri diatas keyakinannya. atau mungkin gak karna kita gak siap menerima keyakinan yang berbeda, om Zaki? di diskusi orang2 barat, saya sering dengar begini, I think mr.X will disagree with me. seolah2 menunjukkan kesiapannya untuk berbeda pandangan. demokrasi sering di artikan orang hanya hanya kebebasan berpendapat. tapi yang paling susah dan penting itu sebenarnya kemampuan kita menerima perbedaan. menurut saya ini yang terjadi dengan Indonesia sekarang. Kita gak siap menerima perbedaan pendapat, keyakinan yang berbeda. saya contohkan dengan kasus Roy Suryo. wait a minute, kalau bicara Roy Suryo sensitif, jadi saya claim dulu bahwa ini gak ada hubungan dengan kasus Roy Suryo, hanya contoh tentang perbedaan aja. begini, kalau teman2 yang bersebrangan dengan Roy Suryo tidak tahan duduk satu meja selama 5 menit dengan Roy Suryo, artinya kita gak siap berbeda, let's forget about democracy. Spesifik soal Roy Suryo ada beberapa kemungkinan lain ketimbang belum mampu untuk bisa berbeda pendapat [hehehe]. Perbedaan pendapat dan praktek duduk satu meja mengasumsikan semua pihak setara, minimal dari segi kemampuan untuk melakukan diskusi yang beradab. Kedua, harus ada saling kepercayaan, minimal pada institusi penyelenggara duduk semeja ini untuk berlaku adil dan seimbang dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan lain, kecuali untuk tujuan-tujuan yang sudah disepakati bersama. Ketiadaan dua elemen diatas saya kira yang membuat temen-temen ogah untuk duduk satu meja dengan om roy. Dan tentu aja konsekwensinya om roy bisa claim bahwa kita ga berani dll. Tapi ya masing-masing pilihan pasti ada konsekwensinya. Anyway, kembali ke topik awal. :) --enda Visit my blog. Click herehttp://enda.goblogmedia.com
[teknologia] Re: Akademisi vs Industriawan
On Fri, Dec 30, 2005 at 09:45:25AM +0700, enda nasution wrote: Perbedaan pendapat dan praktek duduk satu meja mengasumsikan semua pihak setara ups .. tidak. anyway jangan pernah berasumsi :-) Kedua, harus ada saling kepercayaan wah .. ini meminta terlalu banyak ... Ketiadaan dua elemen diatas saya kira yang membuat temen-temen ogah untuk duduk satu meja dengan om roy. Dan tentu aja konsekwensinya om roy bisa claim bahwa kita ga berani dll. dianggap ndak berani? emang gateway protocol (EGP :-). well..well..well.. time will tell. Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
On Fri, Dec 30, 2005 at 02:05:56AM -, Muhamad Carlos Patriawan wrote: oooh maksud pak Budi ini toch,sebenarnya hasil output RD ya gak mesti patent pak :) barangkali contohnya agak jauh karena hanya menyangkut lisensi, tapi coba cari di google: 'linux in doomsday scenario'. paten itu root of all evil. kalau kita sakit gigi, bisa sih ditambal sana-sini, dikorek-korek pakai cangkul atau linggis, tapi obat yang paling ampuh adalah dicabut. Maksud dari atas semua,hasil dan jenis dari output RDnya yang sangat mempengaruhi,apakah perlu paten atau tidak. Dan yang membiaya RD bukan paten,melainkan orang yang membeli produk :)) benar. omong kosong kalau RD dibiayai paten, yang ada adalah paten itu dipakai untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, dan sebagian kecil dari keuntungan itu dipakai untuk membiayai kacung-kacung yang dicomot dan dibuang di divisi/departemen yang namanya RD, berikut menggaji kacung-kacung yang dipasangi tadah iler (dasi) *). go figure ... Salam, P.Y. Adi Prasaja *) ada dagelan intelek lucu di indonesia, mengimport dagelan dari yang punya penthouse (kalau ndak salah) :-) -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Akademisi vs Industriawan
On 12/30/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: atau mungkin gak karna kita gak siap menerima keyakinan yang berbeda, om Zaki? di diskusi orang2 barat, saya sering dengar begini, I think mr.X will disagree with me.seolah2 menunjukkan kesiapannya untuk berbeda pandangan. Dalam dunia modern,seringkali bukan setuju atau tidak setujunya yangpenting,melainkan reasoning dibelakangnya. saya agak2 setuju tapi pada akhirnya gak setuju. :) Kalau reasoning nya bagus, dan tingkat pendidikan warganya bagus sehingga bisa terima reasoning itu, otomatis di dukung. Siapa yang bisa bikin reasoning yang bagus? expert, pakar, ahli. Unfortunately, di dunia demokrasi gak ada pakar. semua setara. Jadi siapa yang benar di dunia demokrasi? mayoritas, crowd. Jadi kalau saya bilang X dengan reasoning gak karuan, tapi ternyata semua orang mendukung, berarti X lah yang benar. http://en.wikipedia.org/wiki/The_Wisdom_of_Crowds ada penelitian tentang who wants to be a millionare, gak tau benar apa nggak. ternyata yang paling sering benar itu adalah ask audiences di banding 50-50 dan ask friend/expert. Tapi gak tau ini berlaku di Indonesia yang katanya tingkat pendidikannya rendah. hehehe ayo para pakar, salah sendiri milih demokrasi. :) Setelah itu, jika reasoningnya sudah didiskusikan sedemikian rupa dantampak pilihan mana yang paling reasonable,everybody (termasuk yang gak setuju) harus commit dengan kebijakan itu. Setuju. unfortunately diskusi tidak sama dengan voting (memilih). Di DPR ada voting, harus menyepakati sesuatu, harus bikin policy. Sementara di tempat lain seperti milis ini gak harus memutuskan sesuatu kan. kita diskusi, bikin wacana. -- PakcikUnder Construction
[teknologia] Re: Version control
Saya semula mencoba menggunakan RCS di environment Tru64 karena adanya hanya itu , kemudian pindah ke CVS tapi masih belum intensif , saat ini saya menggunkan subversion+trac. Saya suka subversion karena sistem versioning yang per direktori sehingga lebih memudahkan melakukan pelacakan file mana saja yang terlibat dalam satu revisi. sueng Ariya Hidayat wrote: Buat rekans yang berkecimpung di dunia pengembangan software, saya ingin tahu aplikasi apa saja yang populer digunakan sebagai version control? Beberapa pilihan: - CVS - Subversion - SourceSafe - RCS - SCCS - Perforce - Sourcegear - FreeVCS Kalau memang tidak menggunakan program khusus untuk version control (misalnya hanya manual backup + package), apa saja alasannya? - Tidak familiar - Tidak perlu - Program tsb terlalu rumit Terima kasih. -- http://ariya.blogspot.com
[teknologia] Re: Akademisi vs Industriawan
Pakcik wrote: On 12/30/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: atau mungkin gak karna kita gak siap menerima keyakinan yang berbeda, om Zaki? di diskusi orang2 barat, saya sering dengar begini, I think mr.Xwill disagree with me. seolah2 menunjukkan kesiapannya untuk berbeda pandangan. Dalam dunia modern,seringkali bukan setuju atau tidak setujunya yang penting,melainkan reasoning dibelakangnya. saya agak2 setuju tapi pada akhirnya gak setuju. :) Kalau reasoning nya bagus, dan tingkat pendidikan warganya bagus sehingga bisa terima reasoning itu, otomatis di dukung. Siapa yang bisa bikin reasoning yang bagus? expert, pakar, ahli. Unfortunately, di dunia demokrasi gak ada pakar. semua setara. Jadi siapa yang benar di dunia demokrasi? mayoritas, crowd. Jadi kalau saya bilang X dengan reasoning gak karuan, tapi ternyata semua orang mendukung, berarti X lah yang benar. aha,point yang bagus betul,makanya dalam dunia demokrasi,hanya pemilihan pemimpin saja yang melibatkan seluruh rakyat. Sedangkan untuk hal2 yang sifatnya strategis,itu diserahkan kepada expert,dirjen,sekjen,menteri,polisi,alim ulama dan para cendekiawan :) http://en.wikipedia.org/wiki/The_Wisdom_of_Crowds ada penelitian tentang who wants to be a millionare, gak tau benar apa nggak. ternyata yang paling sering benar itu adalah ask audiences di banding 50-50 dan ask friend/expert. Tapi gak tau ini berlaku di Indonesia yang katanya tingkat pendidikannya rendah. hehehe ayo para pakar, salah sendiri milih demokrasi. :) bukan 'demokrasi'nya tapi 'euphoria democrasinya' yang dimanfaatkan sebagian orang yang salah. banyak org beranggapakan kalo demokrasi=kebebasan melakukan apa saja termasuk kebebasan pers/media nah skrg pers/media memanfaatkan kebebasan tsb dengan mempertontonkan tayangan tidak senonoh atau pembodohan massal seperti tayangan hantu,nah reasoning si pers/media wah ini ratingnya tinggi pak...masyrakat suka,para kaum cendekia dan tokoh agama terkejut,koq begini ya ? nah disinilah peran kaum cendekia/expert memberikan arah kepada majoritas/masyrakat (yang salah). Setelah itu, jika reasoningnya sudah didiskusikan sedemikian rupa dan tampak pilihan mana yang paling reasonable,everybody (termasuk yang gak setuju) harus commit dengan kebijakan itu. Setuju. unfortunately diskusi tidak sama dengan voting (memilih). Di DPR ada voting, harus menyepakati sesuatu, harus bikin policy. Sementara di tempat lain seperti milis ini gak harus memutuskan sesuatu kan. kita diskusi, bikin wacana. oooh milis toch :-) hahahaha lets shoot it PakCik kalau ada yang gak cocok asalkan pakai reasoning yang kuat :)) tapi begitu ketemu satu titik temu kita diskusi di higher level,jadi gak ngomongin hal yg sama lagi. Carlos
[teknologia] Re: Version control
On Thursday, December 29, 2005, 6:07:35 PM, Ariya Hidayat wrote: Buat rekans yang berkecimpung di dunia pengembangan software, saya ingin tahu aplikasi apa saja yang populer digunakan sebagai version control? Beberapa pilihan: - CVS - Subversion - SourceSafe - RCS - SCCS - Perforce - Sourcegear - FreeVCS saya menggunakan Team Coherence (http://qsc.co.uk/), sayangnya bukan paket software Free/OS. -- Salam, -Jaimy Azle === || Personal Weblogs: http://jaim.log.web.id || || Personal Delphi Weblogs: http://delphi.log.web.id || * Pengantar Pemrograman Database C/S, Delphi dan Firebird http://delphi.log.web.id/blogs/delphi/000152.html === Anakin, if one is to understand the great mystery, one must study all its aspects, not just the dogmatic, narrow view of the Jedi -- Senator Palpatine
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
Keberadaan RD adalah esensial bagi perusahaan untuk menemukan sesuatu (invention). Bentuk dari penemuan ini adalah ... dokumen yang kemudian dilanjutkan menjadi: paten. Kalau tidak begitu, apa dong hasil dari RD. Bedakan dengan ... engineering, yang outputnya adalah produk. Nah, pendapat rekan-rekan/Carlos ini atas dasar perkiraan atau baca atau feeling? Atau ... pengalaman mengelola pusat penelitian? he he he. Beda kan pendapat pakar dengan pendapat pakar :) Itulah sebabnya saya usul ada orang Indonesia yang belajar kerja di RD center, bukan sebagai peneliti (researcher) akan tetapi sebagai manager. Itulah sebabnya saya maksa ada RD center dari perusahaan asing (besar) di Indonesia. Untuk belajar. Okay dokay :-) saya paham maksud Pak Budi. Keraguan saya muncul karena menyamakan Engineering = RD. Sebab persh hitek disini *nyaris* tidak membagi fungsi Engineering dan RD secara terpisah,dimana engineer melakukan fungsi engineering dan RD pada saat yang bersamaan. Carlos
[teknologia] Pusat RD Tanpa Sebuah Produk
Coba, kalau ada pusat penelitian atau lembaga penelitian atau RD center, siapa yang membiayainya? Padahal kan mereka tidak membuat produk. Nah lho. Pusing kan. Beda pointnya disini sebenarnya.Jadi ada a) RD yang membuat produk, dan b) ada RD yang tidak membuat produk. Definisi RD saya selalu mengacu pada skenario a) ; maklum by default begitu :-) Mungkin Pak Budi bisa cerita lanjut mengenai skenario b) dimana ada RD yang tidak membuat produk ? siapa pemiliknya ? tujuanya ? sektor ? pendanaan ? contoh realnya ? hasil outputnya selama ini ? Carlos
[teknologia] Re: Pusat RD Tanpa Sebuah Produk
On 12/30/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin Pak Budi bisa cerita lanjut mengenai skenario b) dimana ada RD yang tidak membuat produk ? siapa pemiliknya ? tujuanya ? sektor ? pendanaan ? contoh realnya ? hasil outputnya selama ini ? Saya ambil contoh: - Ada yang didanai oleh pemerintah. Contoh PAUME :) ha ha ha, MIMOS (di Malaysia), IMEC (di Belgia), Minitel (Perancis), saya tidak tahu apakah Eykman institut termasuk yang didanai oleh pemerintah atau swasta. Contoh lain: pusat2 penelitian di perguruan tinggi. Ada banyak dan di seluruh dunia! bagaimana dengan pusat penelitian ekonomi? hi hi hi. - Didanai oleh perusahaan konsultan: INDOCISC :) ha ha ha (lupa nama perusahaan yang dibeli oleh @stake) Saya tidak tau apakah DoD bisa dikategorikan didanai pemerintah atau didanai swasta. Hasilnya? Ada yang rahasia ... dan ada yang publik. Contoh hasil Minitel, yang akhirnya mati karena ada Internet. Hasil RD kadang2 juga tidak langsung bisa dipakai untuk menjadi sebuah produk, akan tetapi harus digabung dengan paten lain. -- budi
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
On 12/30/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Okay dokay :-) saya paham maksud Pak Budi. Keraguan saya muncul karena menyamakan Engineering = RD. [Saya mencuri ide/pendapat ini dari pak Samaun.] Bahwa sesungguhnya ada: Research, Development, Engineering, Production / Manufacturing. Memang karena panjangnya, orang menyingkat menjadi RD. Akan tetapi sebenarnya esensinya berbeda. Orang elektro, seperti saya, sebetulnya *tidak* melakukan penelitian. Itu jatah orang science. Orang engineering mengaku melakukan penelitian agar mendapat dana penelitian!!! Padahal dia tidak melakukan penelitian. Tapi di sisi lain, orang science (misalnya orang Fisika) melakukan pengembangan misalnya mengembangkan sistem informasi berbasis web. Lah... yang harusnya meneliti malah mengembangkan (sesuatu), yang harusnya mengembangkan malah meneliti. hi hi hi. Opo tumon. Yang tidak pernah dijadikan rebutan (karena tidak keren) adalah production atau manufacturing. Padahal ... mereka yang menghasilkan uang dan lapangan pekerjaan. Tapi, itulah ... mana mau engineers dan scientists kotor tangannya di production. :( -- budi
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
On Fri, Dec 30, 2005 at 02:07:07PM +0700, Budi Rahardjo wrote: Yang tidak pernah dijadikan rebutan (karena tidak keren) adalah production atau manufacturing. Padahal ... mereka yang menghasilkan uang dan lapangan pekerjaan. Tapi, itulah ... mana mau engineers dan scientists kotor tangannya di production. :( Buat sebagian orang, manufacturing dan production tidak menarik. Buat sebagian orang, menghasilkan uang dan lapangan pekerjaan itu tidak menarik, soalnya buat mereka ngumpulin duit itu nggak penting. Bukan soal gak mau kotor tangannya, tapi itu gak masuk sebagai salah satu goalnya. So they couldn't care less. Ronny pgpSZvy8pZY16.pgp Description: PGP signature
[teknologia] Re: Pusat RD Tanpa Sebuah Produk
On 12/30/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: On 12/30/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin Pak Budi bisa cerita lanjut mengenai skenario b) dimana ada RD yang tidak membuat produk ? siapa pemiliknya ? tujuanya ? sektor ? pendanaan ? contoh realnya ? hasil outputnya selama ini ?Saya ambil contoh:- Ada yang didanai oleh pemerintah. Contoh PAUME :) ha ha ha,MIMOS (di Malaysia), IMEC (di Belgia), Minitel (Perancis), saya tidak tahu apakah Eykman institut termasuk yang didanaioleh pemerintah atau swasta.Contoh lain: pusat2 penelitian di perguruan tinggi. Ada banyakdan di seluruh dunia!bagaimana dengan pusat penelitian ekonomi? hi hi hi. - Didanai oleh perusahaan konsultan: INDOCISC :) ha ha ha(lupa nama perusahaan yang dibeli oleh @stake)Sorry nih nyela Mas Budi. Bukannya pusat - pusat seperti itu juga menghasilkan produk? Memang tidak semuanya tangible, ada juga yang intangible, tetapi sepertinya jenis tersebut masih dapat dikategorikan sebagai sebuah produk. Mungkin akan lebih tepat bila digolongkan sebagai RD center yang menghasilkan produk tangible dan produk yang intangible (saya sengaja tidak menggunakan produk nyata dan tidak nyata karena nantinya bakalan sangat rancu). -- Oskar Syahbanahttp://www.permagnus.com/ -- just upgraded and revamping the link structure!
[teknologia] Re: Version control
On 12/29/05, Ariya Hidayat [EMAIL PROTECTED] wrote: Buat rekans yang berkecimpung di dunia pengembangan software, saya ingin tahu aplikasi apa saja yang populer digunakan sebagai version control? Beberapa pilihan: - CVS - Subversion - SourceSafe - RCS - SCCS - Perforce - Sourcegear - FreeVCS Sebelumnya saya dan teman-teman dekat menggunakan CVS (termasuk dibantu oleh artikel yang dibuat oleh Ariya beberapa tahun lalu, terima kasih!). Sekarang hampir semua sudah ganti ke Subversion. Di komputer saya, CVS terpaksa diinstal karena ada beberapa nightly build hasil unduh masih dalam format CVS. Saya sendiri bukan pemrogram serius; kendali versi tetap diperlukan untuk pengelolaan skrip sederhana (misalnya karena ada beberapa versi akibat perbedaan platform), templat blog (supaya lebih mudah ditelusuri jika terjadi revisi), dan sebagian dokumen-dokumen saya. Untuk tempat cadangan (backup) pun enak dan praktis. -- amal
[teknologia] Re: Genetika Buah-buahan dan Patent Re: Stem Cell Research di Indonesia ?
Yang tidak pernah dijadikan rebutan (karena tidak keren) adalah production atau manufacturing. Padahal ... mereka yang menghasilkan uang dan lapangan pekerjaan. Tapi, itulah ... mana mau engineers dan scientists kotor tangannya di production. :( Saya heran kenapa justru Production atau Manufacturing yang disebut menghasilkan lapangan pekerjaan dan bukanya Software Engineer di Engineering ? Sebab Production/Manufacturing ini pekerjaanya sudah cenderung automated (bukan creative class katanya Mas Florida) dan kebanyakan di outsource ke perusahaan lain, jadi menghasilkan lapangan pekerjaan dari mana ? Any clues ? Contoh realnya bagaimana ? Carlos
[teknologia] Re: Pusat RD Tanpa Sebuah Produk
Budi Rahardjo wrote: On 12/30/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Mungkin Pak Budi bisa cerita lanjut mengenai skenario b) dimana ada RD yang tidak membuat produk ? siapa pemiliknya ? tujuanya ? sektor ? pendanaan ? contoh realnya ? hasil outputnya selama ini ? Saya ambil contoh: - Ada yang didanai oleh pemerintah. Contoh PAUME :) ha ha ha, MIMOS (di Malaysia), IMEC (di Belgia), Minitel (Perancis), saya tidak tahu apakah Eykman institut termasuk yang didanai oleh pemerintah atau swasta. Contoh lain: pusat2 penelitian di perguruan tinggi. Ada banyak dan di seluruh dunia! bagaimana dengan pusat penelitian ekonomi? hi hi hi. Hasil RD kadang2 juga tidak langsung bisa dipakai untuk menjadi sebuah produk, akan tetapi harus digabung dengan paten lain. I see,yang ini maksudnya toch.Beda Mazhab :-)) Maklum pada bentuk implementasi yang dijual berupa produk atau servis ke market, hasil RD yang sering atau *umum*nya dipakai adalah hasil internal RD perusahaan hitek (bukan hasil riset RD di PT/pemth) yang tidak mesti paten sebagai outputnya (skenario a). Masalah paten kebanyakan persh hitek memang sebenarnya tidak peduli dengan paten,terus coding dan develop produk sampai tiba2 di-sue perushaan lain :-)) Pertanyaan lanjutan : 1. Pak Budi ada contoh case study untuk hasil RD PT/pemerintah (khususnya PT/pemth di Asia Tenggara) yang kemudian menjadi produk langsung ( atau menjadi produk setelah digabung dengan paten lain) ? 2. Sorry kalau terlalu global,yang mana yang Lebih dibutuhkan untuk sebuah developing country dalam sektor hitek ? (Internal RD di persh hitek atau RD PT/pemth) 3. Apakah ada contoh patent yang ditemukan RD PT/pemth dan clash dengan patent atau produk yang dikembangkan persh hitek ? Carlos