[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/24/05, adi [EMAIL PROTECTED] wrote: On Wed, Nov 23, 2005 at 12:14:34PM +0100, Made Wiryana wrote: BTW, kalo mo niru Silicon Valley, Bangalore dsb, jangan kirim orang teknik ke sana, kirim orang antropologi. Biar belajar dari sisi non teknis, semangat, dan sejarah.atau mungkin tidak perlu benar-benar kirim orang (?) misalnya kalausudah ada hasil studi kualitatif di sana bisa jadi kasih insight yanglebih baik. Ini yg saya tulis tersirat ndak penting orang itu dikirim dg biaya sendiri atau tidak dikirim. Artinya kalo sudah ada, atau ada orang yg di sana, itu yg digunakan hal yang serupa bisa dilakukan untuk aspek ekonomi, bisnis dan juga'teknis'. buku/research paper itu bisa jadi quantum leap lho :-) Banyak studi seperti itu, tapi seperti yang saya sebut jarang disinggung dalam diskusi berkhayal utk membuat Silocon Valley Filial di sini Tapi namanya berkhayal khan boleh boleh aja nggak pakai teori-teori. Walau itu bisa akhirnya membedakan antara Keith Emerson dan saya kalo main keyboard (apa hubungannya coba) IMW
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/24/05, adi [EMAIL PROTECTED] wrote: atau mungkin tidak perlu benar-benar kirim orang (?) misalnya kalau sudah ada hasil studi kualitatif di sana bisa jadi kasih insight yang lebih baik. ... ada hal-hal yang tidak terungkap di dalam hasil studi. biasanya hal-hal ini yang bersifat personal, atau kalau ditulis bisa dituntut. he he he. contohnya, susah bagi saya menerangkan suasana kampus ITB kepada orang yang belum pernah datang ke kampus ITB. misalnya, pikiran banyak orang bahwa kalau sekolah di ITB pasti bisa bahasa Sunda. kenyataanya, ... malah jadi bisa bahasa jawa timuran dan dialek medan. (at least, it yang terjadi di angkatan saya dulu.) india dulu mulainya juga dengan mengirimkan orang2 ke amerika. jadi memang bisa kita pahami bahwa mereka mengerti kondisi di the valley. dalam email terdahulu carlos juga mengatakan bahwa singapore (NUS?) buka kantor di sana. jadi ingin tahu lebih lanjut. dulu ada sobat saya yang kerja di fujitsu labs of america. pas saya ke sana, saya dipertemukan dengan bosnya (yang tentu saja orang jepang). saya tanya2 mengapa mereka di sini, dst. jadi fujitsu pun merasa perlu untuk memiliki kantor (penelitian) di silicon valley. (gak tahu apakah fla ini masih exist atau tidak.) saya dan pak armein waktu tahun 2000-an kemarin sudah mengantungi formulir untuk pendaftaran perusahaan di california :) belum sempat dieksekusi terus. tapi ... sayangnya alasan ini (harus benar2 pergi ke luar negeri) dijadikan alasan pejabat kita yang terhormat untuk jalan-jalan ke luar negeri. -- budi
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/25/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: On 11/24/05, adi [EMAIL PROTECTED] wrote: atau mungkin tidak perlu benar-benar kirim orang (?) misalnya kalau sudah ada hasil studi kualitatif di sana bisa jadi kasih insight yang lebih baikada hal-hal yang tidak terungkap di dalam hasil studi.biasanya hal-hal ini yang bersifat personal, ataukalau ditulis bisa dituntut. he he he. Setahu saya studi ethnography yang baik memiliki trick-trick tertentu utk tetap menjabarkan permasalah hal tersebut tetapi tanpa terkena tuntutan. Tentu saja bagi mereka yg memang biasa melakukan studi tersebut bukan seperti saya atau rekan-rekan teknis yang tidak terlatih melakukan studi tersebut. india dulu mulainya juga dengan mengirimkan orang2ke amerika. jadi memang bisa kita pahami bahwa mereka mengerti kondisi di the valley. India memulai dg menguatkan dasar serta melakukan penciptaan engineer secara massal (awal 60-an sudah dimulai). Ini dimulai dg mereka mulai membuka pusat pendidikan teknis (7 titik di seluruh India), sekitar tengah 60-an. (atau malah awal 60-an). Jadi mereka sudah berani masuk ke Sil Val dsb, itu adalah dampak dari PR yg mereka sudah lakukan dari lama. Jadi bukan ujug-ujug langsung bisa masuk ke Sil Val. Salah satu PR yg mereka sudah lakukan dan belum kita lakukan (di Indonesia) - Pemeratanaan kualitas dan masalisasi SDM (alias jangan ngumpul di satu lokasi, dan institusi saja) - Modal dasar ilmu - Mental swadesi dalam email terdahulu carlos juga mengatakan bahwasingapore (NUS?) buka kantor di sana. jadi ingin tahu lebih lanjut. Carlos buka juga donk kantor di sana, minimal jual makanan Indonesia :-) tapi ... sayangnya alasan ini (harus benar2 pergi keluar negeri) dijadikan alasan pejabat kita yang terhormat untuk jalan-jalan ke luar negeri. Ya harus ubah strateginya, manfaatkan staf yg lagi kebetulan di LN (studi atau apa), berikan mereka tugas buat ngintip-ngintip (jangan ngingtip peep show aja) IMW
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On Fri, Nov 25, 2005 at 04:28:16PM +0100, Made Wiryana wrote: Salah satu PR yg mereka sudah lakukan dan belum kita lakukan (di Indonesia) - Pemeratanaan kualitas dan masalisasi SDM (alias jangan ngumpul di satu lokasi, dan institusi saja) - Modal dasar ilmu - Mental swadesi saya setuju soal swadesi ini. ayo kita ramaikan pemanfaatan groups.or.id, baik untuk user maupun developer (upss.. hi..hi..). btw, di sini pun sebenarnya banyak 'pasar', asal mau digali potensinya (seperti usaha pak rus dkk). kalau swadesi ini bisa jadi kesepakatan nasional, bisa jadi modal yang bagus. pemerintah tidak perlu ikutan, tapi cukup keluarkan kebijakan, misalnya: appliances, router 'branded' dari luar di-larang masuk, atau instansi pemerintah harus menggunakan router lokal atau yang lain (misalnya lho). instansi pemerintah, harus menggunakan perangkat lunak GPL. alasannya jelas, mengurangi jumlah konsultan asing. dll..dll..dll.. komputer built-up masuk dari luar jadi mahal karena tetap mereka dipajakin per komponen (masih seperti ini? ini mulai tahun 1980-an kalau ndak salah). sayangnya, ini berlaku juga bagi industri perakit komputer nasional yang komponennya diimpor, jadi bikin sistem yang menyebabkan ongkos produksi komputer rakitan nasional jadi lebih murah dsb..dsb... siapa tahu hal yang sama seperti yang terjadi dengan industri musik di tanah air (atas perjuangan mas candra darusman) bisa terjadi juga dalam pengembangan infrastruktur IT di Indonesia. Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On Fri, Nov 25, 2005 at 06:50:58PM +0700, Budi Rahardjo wrote: ada hal-hal yang tidak terungkap di dalam hasil studi. biasanya hal-hal ini yang bersifat personal, atau kalau ditulis bisa dituntut. he he he. tapi itu tdk bersifat 'universe' :-) anyway, welcome to the real world. tidak ada satu pun di dunia ini yang bisa 'diterangkan' dengan 100% komprehensif. untuk itu ada epistemologi, ada orang yang secara spesifik memusatkan hidupnya untuk mencari/menjelaskan fenomena, entah menggunakan pendekatan kuantitatif, kualitatif, kedua-duanya. penelitian kualitatif yang baik adalah mampu menjadi 'potret'. dan untuk mampu membaca penelitian kualitatif yang baik, diperlukan pengetahuan dan keahlian tertentu (sama lah untuk kuantitatif juga, critical appraisal). dari situ, tanpa di tuntut, antara penulis dan pembaca bisa mengkomunikasikan hal-hal yang punya potensi dituntut :-) sebagus apa pun, tetap saja tidak akan komprehensif 100%. dengan meletakkan orang di sana juga bisa 100% komprehensif? :-) sebenarnya maksudnya lebih ke pemanfaatan hasil-hasil studi (buku) yang sudah ada, misalnya untuk BHTV atau yang lain. jadi, sebaiknya karena dianggap 'tidak komprehensif' terus ditinggal atau dilewati. alasannya sederhana: murah. contoh: tuh magister manajemen teknologi usir panu fakultas pasca sarjana universitas im-yang-bu-tek-cin-keng tiap tahun bisa menerima 1000 orang mahasiswa, makanya ayuh kita bikin juga jurusan yang sama di sini. usut punya usut, ternyata mahasiswa 1000 orang per tahun itu adalah proyek pemerintah bantuan dari asian development bank yang merasa prihatin dengan penyebaran penyakit panu yang sudah menjadi pandemik. makanya perlu sdm yang banyak untuk menanggulangi hal ini. dari info ini, orang bisa punya 'hint' tentang langkah apa yang harus diambil demi keberhasilan jurusan yang mau dibikin tersebut. Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On Sat, Nov 26, 2005 at 05:05:12AM +0700, adi wrote: sebenarnya maksudnya lebih ke pemanfaatan hasil-hasil studi (buku) yang sudah ada, misalnya untuk BHTV atau yang lain. jadi, sebaiknya karena dianggap 'tidak komprehensif' terus ditinggal atau dilewati. alasannya sederhana: murah. maaf, seharusnya: jadi, sebaiknya jadi komplemen. jangan karena dianggap 'tidak komprehensif' terus ditinggal atau dilewati. Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/26/05, adi [EMAIL PROTECTED] wrote: ... tidak ada satu pun di dunia ini yang bisa 'diterangkan' dengan 100% komprehensif. ... setuju. sebenarnya maksudnya lebih ke pemanfaatan hasil-hasil studi (buku) yang sudah ada, misalnya untuk BHTV atau yang lain. jadi, sebaiknya karena dianggap 'tidak komprehensif' terus ditinggal atau dilewati. alasannya sederhana: murah. ini sudah dan sedang kita lakukan terus. hanya, komentar dari orang-orang adalah: ah, itu kan kata buku. he he he. saya setuju dengan mas adi bahwa pendekatan tersebut harus tetap dilakukan. hanya, saya ingin menambahkan bahwa pengalaman praktek di lapangan (rubbing against other people) itu penting untuk mengetahui hal-hal yang tidak / kurang terekam dalam dokumentasi. saya mau ambil contoh lagi. bagaimana menjelaskan ke dunia luar tentang kondisi per-internet-an di indonesia? bukan masalah teknisnya, akan tetapi masalah non-teknis. (karena toh kesuksesan sebuah bisnis/aktivitas tidak hanya bergantung kepada masalah teknis saja, toh?) bagaiman bisa menjelaskan politik internet indonesia. hi hi hi. you know what i mean ... (ha ha ha, saya nyontek cara ini saja.) kembali ke soal kultur di silicon valley sana, kultur hippies lah yang mendorong kesuksesannya. ini yang terdokumentasi di beberapa sumber yang saya gali (termasuk dari jerry garcia, dari band greatful dead itu. ha ha ha. yup, dia diwawancara juga.) salah satu referensi yang saya suka adalah The Making of Silicon Valley: A One Hundred Year Renaissance ada videonya juga. (ini dulu saya beli di toko bukunya stanford university.) (catatan: perhatikan ... 100 YEAR!!!) -- budi
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/26, Made Wiryana [EMAIL PROTECTED]: dalam email terdahulu carlos juga mengatakan bahwa singapore (NUS?) buka kantor di sana. jadi ingin tahu lebih lanjut. Carlos buka juga donk kantor di sana, minimal jual makanan Indonesia :-) Ide bagus nih. ayo dong om Carlos. Jadi mahasiswa2 nanti bisa kerja praktek disana. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
Pakcik wrote: 2005/11/26, Made Wiryana [EMAIL PROTECTED]: dalam email terdahulu carlos juga mengatakan bahwa singapore (NUS?) buka kantor di sana. jadi ingin tahu lebih lanjut. Carlos buka juga donk kantor di sana, minimal jual makanan Indonesia :-) Ide bagus nih. ayo dong om Carlos. Jadi mahasiswa2 nanti bisa kerja praktek disana. Makanya doain my-next-startup-company sukses (tahu kapan) ,go to IPO dan stocknya 100 dollarhahaha :) Biar langsung resign dan buka company khusus untuk Indonesian. Sebenarnya metodenya orang India juga kayak begini sich. Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
dalam email terdahulu carlos juga mengatakan bahwa singapore (NUS?) buka kantor di sana. jadi ingin tahu lebih lanjut. Sorrry... ini kayaknya URLnya lebih bagus deh: NUS Enterprise Centre in Silicon Valley http://www.enterprise.nus.edu.sg/nvs/overseas/overseas_SV_faq.html NUS- VC Supports: http://www.enterprise.nus.edu.sg/nvs/index.html
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/23, adi [EMAIL PROTECTED]: Tapi saya sangat tidak setuju kalau kritik terhadap BHTV, misalnya, bergeser menjadi budi rahardjo bashing (Pak, anda tidak perlu capek-capek menunjukkan who you are hanya untuk membuktikan bahwa ide BHTV itu benar hi..hi..). Sorry baru baca email, ini tentang saya yah? ok, saya minta maaf untuk diskusi tentang BHTV jika keliatan jadi seperti Budi Rahardjo bashing. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
BTW, kalo mo niru Silicon Valley, Bangalore dsb, jangan kirim orang teknik ke sana, kirim orang antropologi. Biar belajar dari sisi non teknis, semangat, dan sejarah. Kalau dari sisi non-teknis seperti semangat dan sejarah sudah dilakukan Pak Budi dan Pak Armien sebenarnya.Tulisan Pak Budi didraftnya sudah lumayan lengkap. Yang belum banyak justru orang Teknis. Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/23/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau dari sisinon-teknis seperti semangat dan sejarah sudahdilakukan Pak Budi dan Pak Armien sebenarnya.Tulisan Pak Budididraftnya sudah lumayan lengkap. Wah Mas Budi dan Mas Armien, bagi - bagi dong draft-nya :-) -- Oskar Syahbanahttp://www.permagnus.com/http://blog.permagnus.com/
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/23/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: BTW, kalo mo niru Silicon Valley, Bangalore dsb, jangan kirim orang teknik ke sana, kirim orang antropologi. Biar belajar dari sisi non teknis, semangat, dan sejarah.Kalau dari sisinon-teknis seperti semangat dan sejarah sudah dilakukan Pak Budi dan Pak Armien sebenarnya.Tulisan Pak Budididraftnya sudah lumayan lengkap. Orang teknis jangan merasa udah bisa cover semuanya :-) walau sering dg asumsi ah itu khan cuma masalah sosial dan sejarah:, Dan bukannya dari dulu kita udah banyak kirim orang teknis ke luar ?, belajar ini dan itu. Studi ethnography secara ditail mungkin perlu dilakukan. IMW
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
walau sering dg asumsi ah itu khan cuma masalah sosial dan sejarah:, Dan bukannya dari dulu kita udah banyak kirim orang teknis ke luar ?, belajar ini dan itu. Banyak kirim ini dalam pengertian dikirim lembaga(dibiayai gov) atau kirim/datang dengan sendirian ? (biaya sendiri) Apakah yang dimaksud yang pertama Pak Made ? Kalau iya,yang dimaksud Pak Budi -- orang teknis datang atas biaya dan kemauan sendiri untuk keperluan Bekerja (dan bukan belajar).Tidak membuang Devisa negara malah nyumbang devisa :) Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/24/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: orang teknis datang atas biaya dan kemauan sendiri untuk keperluan Bekerja (dan bukan belajar). Koreksi dikit, untuk bekerja dan *belajar bekerja* karena bekerja itu juga perlu belajar lho. Kadang-kadang kita merasa bahwa bekerja itu langsung bisa, padahal pola bekerja itu perlu dipelajari juga. Meskipun cara belajarnya bukan seperi kuliah, akan tetapi langsung terlibat dalam pekerjaan, meeting, planning, dan mungkin juga dalam office politics. Ambil contoh: - Pengalaman Carlos di Juniper itu kayak apa sih? Bagaimana orang-orang menyikapi langkah dari Huawei? - Pengalaman MDAMT di Nokia (dan ngoprek Gnome) itu kayak apa sih? Bagaimana menyikapi soal intellectual proprety? Apa bisa langsung cerita tentang apa yang dikerjakan? Atau harus melalui screening company dulu? - Pengalaman Ariya mengerjakan KDE dengan banyak orang itu kayak apa sih? Bagaimana kalau ada konflik antar pengembang? Bagaimana dengan turn over para pengembang? Karena ini open source, apa lebih banyak? lebih sedikit? ... Yang di kampus pun ada manfaatnya - Pengalaman Made membimbing mahasiswa dan mengelola lab (termasuk keuangan, planning, dsb. dsb. dsb.) itu seperti apa sih? ... Itu yang saya maksud dengan *belajar bekerja*. Semakin banyak orang Indonesia yang belajar bekerja di industri besar, semakin bagus. Terus kita2 yang di Indonesia ini belajar dari mereka. Terus ... mereka nanti kalau pulang bisa membawa kultur perusahaan mereka ke sini dan membuat saingan Juniper/Cisco/Nokia/BMW/... dst. -- budi
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/23/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: walau sering dg asumsi ah itu khan cuma masalah sosial dan sejarah:, Dan bukannya dari dulu kita udah banyak kirim orang teknis ke luar ?, belajar ini dan itu.Banyak kirim ini dalam pengertian dikirim lembaga(dibiayai gov) atau kirim/datang dengan sendirian ? (biaya sendiri) Terserah mo dikirim lembaga, atau pas lagi belajar atau pas lagi jalan-jalan. Yang penting apa yang dilakukan. Apakah yang dimaksud yang pertama Pak Made ?Kalau iya,yang dimaksud Pak Budi -- orang teknis datang atas biaya dan kemauan sendiri untuk keperluanBekerja(dan bukan belajar).Tidak membuang Devisa negara malah nyumbang devisa Jalan-jalan liburan biaya sendiri juga ndak buang devisa negara :-) Intinya, kita jangan hanya terpaku kepada situasi teknis, finansial saja. Tapi coba kita explorasi faktor non teknis jiwa dari situasi itu. BTW, saran saya baca beberapa artikel di AI dan Society, yg tiap edisi membahas perkembangan industri TI di beberapa negara. Rata-rata ditulis oleh ethnographer dan orang teknis (bareng nulisnya). Tentu saja yg dibutuhkan adalah studi semacam ini tetapi tanpa lepas dari dunia nyata yang ada di Indonesia. Dengan kata lain tidak sekedar bermimpi dan di awang-awang. IMW
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/23/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: ...Yang di kampus pun ada manfaatnya- Pengalaman Made membimbing mahasiswa dan mengelola lab(termasuk keuangan, planning, dsb. dsb. dsb.) ituseperti apa sih? Oh ya walaupun di kampus saya juga di sini ada pengalaman sedikit dg pengembangan software komersial. Tapi terus terang lagi tidak tertarik membicarakannya :-) Seperti kata orang, kita sering terjebak hanya berdiskusi masalah teknis dan ekonomis, tapi melupakan masalah spirit, sejarah perkembangan dsb. IMW
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/24/05, Made Wiryana [EMAIL PROTECTED] wrote: Seperti kata orang, kita sering terjebak hanya berdiskusi masalah teknis dan ekonomis, tapi melupakan masalah spirit, sejarah perkembangan dsb. ... Nah, buku saya akan lebih membicarakan masalah sejarah. Saya memang senang sejarah komputer (dan yang terkait dengannya), sampai2 langganan IEEE Annal History of Computing he he he. (Ceritanya aneh2, meskipun kadang juga membosankan.) Yang terkait juga ... NerdTV. he he he. -- budi
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/24, Made Wiryana [EMAIL PROTECTED]: BTW, saran saya baca beberapa artikel di AI dan Society, yg tiap edisi membahas perkembangan industri TI di beberapa negara. Rata-rata ditulis oleh ethnographer dan orang teknis (bareng nulisnya). Tentu saja yg dibutuhkan adalah studi semacam ini tetapi tanpa lepas dari dunia nyata yang ada di Indonesia. Dengan kata lain tidak sekedar bermimpi dan di awang-awang. setuju. Bahan bakar mimpi adalah usaha yang berdasarkan dunia nyata, dan bahan bakar usaha itu adalah mimpi. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
Ambil contoh: - Pengalaman Carlos di Juniper itu kayak apa sih? Bagaimana orang-orang menyikapi langkah dari Huawei? Wah setuju banget Pak.Itu yang saya harapkan juga. Informasinya ya gak mesti selalu menggunakan label company,tapi berdasarkan pengalaman pada industri sejenis. ( Sebenarnya kalau mau cerita oursourcing projek,saya bisa beri banyak input,karena terlibat langsung.Dan informasi yang saya berikan,merupakan informasi publik ) *Huawei Mengenai masalah Huawe..ARRGHH Senang akhirnya ada yang menanyakan pertanyaan bagus seperti ini. Jadi begini Pak,intinya vendor2 itu gak mau ikutan terjun di perang harga bebas dengan pricing produk yang ditawarkan China,karena marginnya BISA negatif.Untuk menjalankan produk embedded ini kan perlu software/project developmentyang sangat ketat.Tidak boleh sembarangan.Bisa sih misalnya untuk mengurangi operating cost,satu developer nanggung kerjaan 5 developer dan diberi responsibility bermacam features(misalnya RIP,OSPF,Multicast) tapi hasilnya buruk di produk quality. Ada diskusi menarik di milist [EMAIL PROTECTED] kalau developer Huawei langsung terjun ke customer (di Dubai dan Indonesia),kompile code dan berikan code langsung ke customer.Kesimpulan terakhir,Huawei masih bagus untuk di market wireless/3G tapi belum untuk data networking.Hal yang sama juga pernah dilakukan UTstarcom tapi failed juga sepertinya. Baca artikel ini Pak mengenai Huawei: BSNL(India telco) Threatens to Ban Huawei ,karena gagal deliver product-- http://www.lightreading.com/document.asp?doc_id=83151 Disclaimer: Tentunya,ini tanpa mengesampingkan banyaknya sukses yg dimiliki Huawei. Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/24, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED]: Saya masih inget kalau Pakcik pernah gagal outsourcing projek ke Indonesia(ada di email sebelumnya),tolong kalau bisa di sharing juga ceritanya PakCik.Please. Wah, saya suka kelepasan . Saya emang pernah terlibat outsource kecil2an ke Indonesia. Kalau diminta share begini jadi repot, karna gak mau nyebut nama dan jenis projectnya. Karna orang2 nya kemungkinan besar ada disini. Tapi intinya, cari tempat outsource di Indonesia itu susah. Mungkin ada perusahaan2 gede , tapi salah satu alasan outsource kan reduce cost. Tapi kalau di cari perusahaan kecil yang punya 10 sampai 20 employee, banyak sekali penyakitnya. Gak bisa describe project in term of time lah, gak ada methodologylah. Paling parah itu merasa bisa. IT ini gampang2 susah. Kalau liat sekilas, bikin google itu gampang. Tentu dengan million assumptions dibelakangnya. Intinya gak bisa GET THE JOB DONE. Makanya saya sangat care sama perusahaan2 kecil ini dan gak mau bermanis2 sama istilah GET THE JOB DONE, harus keras. Kalau kita bilang kita itu bisa kok hanya perlu bisa get the job done. Hanya ini menyimpan million assumptions. Padahal Hanya ini adalah bagian paling susah. Tapi karna biasanya kita siapkan backup plan karna ini sangat risky, jadi aman2 aja. Cuman kalau saya recommend lagi misalnya ke Indonesia outsource setelah gagal 2 kali, mungkin akan berpikir 1000 kali untuk coba lagi. ok, gitu aja -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/24/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: Tapi intinya, cari tempat outsource di Indonesia itu susah. Mungkin ada perusahaan2 gede , tapi salah satu alasan outsource kan reduce cost. Tapi kalau di cari perusahaan kecil yang punya 10 sampai 20 employee, banyak sekali penyakitnya. Gak bisa describe project in term of time lah, gak ada methodologylah. Paling parah itu merasa bisa. IT ini gampang2 susah. Kalau liat sekilas, bikin google itu gampang. Tentu dengan million assumptions dibelakangnya. Seringkali yang terjadi adalah pengelola perusahaan kecil tidak mengenal kemampuan sumber daya manusia perusahaannya. Pokoknya asal ada penawaran, setiap jenis pekerjaan langsung diambil, dan lalu dilempar ke pegawai yang ada, tidak merekrut orang baru demi efisiensi. Pegawainya hanya bisa bengong ini harus diapakan. It had also happened to me. Perusahaan besar saya amati sering menang di proposal. Setelah dapat pekerjaan tsb, di-outsource ke perusahaan lain, bahkan personal. Proxy mode. ;-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
baskara wrote: Seringkali yang terjadi adalah pengelola perusahaan kecil tidak mengenal kemampuan sumber daya manusia perusahaannya. Pokoknya asal ada penawaran, setiap jenis pekerjaan langsung diambil, dan lalu dilempar ke pegawai yang ada, tidak merekrut orang baru demi efisiensi. Pegawainya hanya bisa bengong ini harus diapakan. It had also happened to me. Perusahaan besar saya amati sering menang di proposal. Setelah dapat pekerjaan tsb, di-outsource ke perusahaan lain, bahkan personal. Proxy mode. ;-) Saya pernah bekerja di pabrik garment. Pas satu mobil dengan orang yang bagian outsource, saya tanya: Apakah semua penawaran diterima? Jawabnya iya, harus diterima. Menolak tawaran itu tabu. Jadinya ya penawaran tadi di outsource kan. Dan ternyata banyak juga usaha keluarga (50 - 100 mesin jahit) yang hidup dari outsource seperti ini di jawa timur. -- Aris p.s. mas amal, outsource itu terjemahannya apa?
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/24/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Ambil contoh: - Pengalaman Carlos di Juniper itu kayak apa sih? Bagaimana orang-orang menyikapi langkah dari Huawei?Wah setuju banget Pak.Itu yang saya harapkan juga.Informasinya ya gak mesti selalu menggunakan label company,tapi berdasarkan pengalaman pada industri sejenis.(Sebenarnya kalau mau cerita oursourcing projek,saya bisa beri banyakinput,karena terlibat langsung.Dan informasi yang sayaberikan,merupakan informasi publik ) *HuaweiMengenai masalah Huawe..ARRGHH Senang akhirnya ada yangmenanyakan pertanyaan bagus seperti ini. ini ada pengalaman teman di kampung gajah tentang interview di huaweid http://himawan.blogsome.com/2005/10/27/interview-with-huawei/ sorry kalo oot-- Andriansah
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
Andriansah wrote: On 11/24/05, Muhamad Carlos Patriawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Ambil contoh: - Pengalaman Carlos di Juniper itu kayak apa sih? Bagaimana orang-orang menyikapi langkah dari Huawei? Wah setuju banget Pak.Itu yang saya harapkan juga. Informasinya ya gak mesti selalu menggunakan label company,tapi berdasarkan pengalaman pada industri sejenis. ( Sebenarnya kalau mau cerita oursourcing projek,saya bisa beri banyak input,karena terlibat langsung.Dan informasi yang saya berikan,merupakan informasi publik ) *Huawei Mengenai masalah Huawe..ARRGHH Senang akhirnya ada yang menanyakan pertanyaan bagus seperti ini. ini ada pengalaman teman di kampung gajah tentang interview di huaweid http://himawan.blogsome.com/2005/10/27/interview-with-huawei/ sorry kalo oot -- Andriansah Hahaha...we're talking about the same person then. Bedanya,di milis ccieindo ada tambahan: Thank you om .. :) Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/2005 at 10:14 AM Pakcik wrote: Wah harus disamakan dulu yang dimaksud dengan customization. Coba kalau kita lihat produk seperti SAP, Oracle, dsb. Produk ini membutuhkan customization untuk client2nya. Sekali customization = US$1 juta cing! Sekarang udah banyak di Jakarta ginian Pak. Gak perlu BHTV. Intinya mereka reseller. Jualan di Indonesia. Reseller belum tentu bisa melakukan customization, yang saya temukan biasanya mereka cuma jual, lalu untuk customizenya mereka refer ke third-party. Duitnya gila-gilaan lho, harga produknya mungkin cuma 100 ribu dolar, tapi biaya customizationnya (agar sesuai dengan kebutuhan dari customer ybs) bisa sejuta dolar, dan memakan waktu berbulan-bulan. Saya sudah lihat sendiri ada sebuah perusahaan kecil ( 10 orang), tapi mereka kaya bukan main karena mereka bisa customize SAP, berbagai produk CRM, dst. (eh, ternyata sebetulnya mereka cuma sub-kontrakkan lagi sebetulnya, hehe) Salam, Harry
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: tahap requirement udah gagal? dan itu pengalaman develope product? hi hi hi. tentu saja ada yang lain. tapi yang lain itu didevelop dengan tidak mengacu ke standar software engineering yang baku (alias dibuat dengan cara tukang ngoprek). yang gini ... malu ceritanya. he he he. [dulu saya buat mailbased-archive-server, jamannya orang akses internet lewat email. kemudian buat juga program bbs. tapi kalau sekarang lihat kodenya, saya malu ... he he he. support, via email.] pakcik sudah buat produk? boleh tahu produknya apa? boleh cerita pengalamannya? PS: produk2 yang kami maksudkan baru muncul sekarang2 ini. We were ahead of our time. pantesan suka gak realistis. sukanya ahead of time. nah sekarang sudah banyak yang realistis. (jadi gak buat produk lagi. he he he.) Wah harus disamakan dulu yang dimaksud dengan customization. Coba kalau kita lihat produk seperti SAP, Oracle, dsb. Produk ini membutuhkan customization untuk client2nya. Sekali customization = US$1 juta cing! Sekarang udah banyak di Jakarta ginian Pak. Gak perlu BHTV. Intinya mereka reseller. Jualan di Indonesia. Itu kan hanya sekedar contoh. PS: yang penting bukan masalah reseller SAPnya, tapi maslaah customizationnya. Atau emang BHTV itu pengen diarahkan jad seperti ide Stallman? free software? Ingat bahwa BHTV itu *TIDAK* harus software :) Dia bisa biotech, dsb. ini gak ahead of time juga Pak? tidak. malah sekarang ... terlambat. :( hahahaha .. baru dengar ada customization begini. misalnya product di develope di US. trus di suruh orang di Indonesia, yang bukan developer productnya supaya customizable. Ini benar2 cara gila. doomed. wah ... jadi gimana? semua harus didevelop di US? udah baca blognya si Danny 'the sexer' yang kerja di Riya (sebuah perusahaan baru yang mencoba mengidentifikasi seseorang dari foto. perusahaan ini lagi rame dapat sorotan.) di blognya dia cerita bagaimana enaknya punya cabang di Bangalore. ketika kantor mereka tutup di amerika (tutup jam kerja, maksudnya) maka pekerjaan pindah ke Bangalore. kerjaan bug hunting (dan tentunya memperbaiki) dikerjakan di Bangalore. pagi hari di amerika (besoknya), bug hunting pindah lagi ke amerika. cerita dari kawan di amerika, customization product mereka tidak dikerjakan di amerika tapi di negara lain di eropa (eastern europe? saya lupa negaranya apakah romania? atau ukraina, atau apa lupa saya). yang pasti, customization produk mereka dilakukan di eropa timur, bukan di amerika. ps: pekerjaan ini sudah lazim dikerjakan di india. mungkin bentar lagi vietnam nyusul. indonesia? dilewatin aja deh. Ini menandakan bahwa pak Budi hanya user. Tidak pernah develope product. waduh, benar2 gawat. kalau produk yang seorang diri, ada. tapi malu-maluin. kalau produk yang besrrr, terus ikut porsi yang besar, gakpernah tapi kalau ikut ngoprek bagian software gede, udah pernah. (hanya porsi saya juga sangat minor sehingga memalukan kalau untuk bragging.) kalau produk yang proprietary dan one shot (misal untuk proyekan, bukan yang retail) sih ada banyak. :) Jadi, saya mengklaim bahwa saya bukan pakar software eng. (Meskipun saya mengerti, tapi saya bukan pakarnya. Harus tahu diri. he he he. Jadi tentu kami2 membutuhkan bantuan, cerita, pengalaman dari rekan-rekan semua.) Bukannya pak Budi dosen Object Oriented di Elektro? am I incorrect about that? he he he. ada beda mengajarkan pemrograman dengan mengajarkan software engineering. kalau untuk software engineering, saya harus mengakui bahwa bu inge mungkin jauh lebih mumpuni dari saya. pemahaman saya mengenai software engineering hanya sebatas membaca (banyakkk referensi). jadi saya merasa belum pantas disebut pakar sofwtare engineering. gitu? [soal non-customization windows] Inilah yang membuat saya lebih suka Linux :) tapi pak Budi mau mendatangkan Microsoft. :) yup. ada kepentingan pribadi dan ada kepentingan orang banyak. kadang terpaksa kita mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan orang banyak :( Coba deh ke Silicon Valley. Jalan2... aja. Nanti baru kebayang. hehe .. bayarin ongkosnya dong Pak minta apa Carlos tuh. he he he. ada banyak cara. misalnya, ngelamar pekerjaan di sana. siapa tahu dikasih tiket untuk wawancara :) Saya malah memimimpikan adanya biotech di BHTV. :( [Life sciences di Singapore maju banget euy!] ahead to time lagi? :) waktu nonton video 100 tahun renaisance silicon valley (ya baca: 100 TAHUN!) di situ ada cerita seorang profesor yang ditarik ke stanford karena bidang dia adalah biotech. saya lupa tahunnya (mungkin tahun 1960-an ya?) entah kalau 1960-an itu mau dibilang ahead of its time sekarang ... proyek genome sudah beres(?) genentech sudah besar di silicon valley. saya rasa ... kita sudah terlambat. (ketika ke singapore 2 minggu lalu, saya ngobrol2 dengan guru di sana. lomba2 siswa/mahasiswa sudah ada yang lari ke biotech. dan mungkin yang menang dapat
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/22, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Terus diskusinya, pakcik... Terlalu banyak yang mau di komentarin Pak. Panjang banget nanti. :) Gak akan ada abis2nya, tapi intinya saya merasa pak Budi dengan BHTV lebih memilih yang gak realistis. Pertama kali saya masuk milis ini, ada wacana tentang bikin journal. Sebenarnya saya mau ketawa saat itu (saya juga sindir kalau gak salah di salah satu email, i forgot). But that's your style. It's ok. Buat saya mimpi itu penting, tapi yang paling penting adalah realistis. Ketika saya tanya data SDM di Indonesia, data kerjaan yang bisa kerjakan BHTV, itulah gaya gue, pengen tau apa yang real. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: Terlalu banyak yang mau di komentarin Pak. Panjang banget nanti. :) Gak akan ada abis2nya, tapi intinya saya merasa pak Budi dengan BHTV lebih memilih yang gak realistis. Saya justru melihat itu realistis. Coba ngobrol-ngobrol dengan developer atau researcher India [india lagi india lagi...], pakcik nanti mungkin bisa melihat optimisme mereka dalam menyampaikan ide dan itu mereka lakukan [get the job done kalau mengutip istilah dari om Carlos]. Tidak hanya india, orang srilanka juga punya optimisme. Cerita2 dari Pak Armein juga mungkin perlu didengarkan langsung. :-) Tinggal manusia-manusianya yang lainnya ini mau tuning ke mana. Membimbing orang itu memang susah. Saya sendiri di lab sekarang membimbing beberapa mahasiswa S2 itu benar2 repot. Timingnya susah, dan motivasi mereka hanya naik kalau sudah dikejar profesor. Ada istilah lebih baik mendidik orang bodoh daripada mendidik orang malas.
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/22, baskara [EMAIL PROTECTED]: On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: Terlalu banyak yang mau di komentarin Pak. Panjang banget nanti. :) Gak akan ada abis2nya, tapi intinya saya merasa pak Budi dengan BHTV lebih memilih yang gak realistis. Saya justru melihat itu realistis. Gak tau juga yah. Gue yang gitu begonya atau gimana. Pas tanya SDM apa yang kita punya, gak jelas dan sepertinya rada anti orang yang kerjakan kind of accounting software. Padahal mungkin sebagian besar adalah orang yang kita punya adalah yang jenis2 begini. Pas tanya apa yang bisa di kerjakan BHTV? Saya sama sekali gak ketemu clue (component, i18n, art work, ngoprek). Tapi ini subjektif, loh. Yah, mudah2an lah sukses om Baskara dan teman2 yang lain mungkin banyak juga yang merasa itu realistis dan gak muluk2, ok, go ahead. Sampai saat ini yang realistis saya liat itu adalah usaha2 kecil itu. Karna itu yang ADA (REAL) di Indonesia. Itu yang perlu dirame kan, di bagusin. bukan mengharap2kan big company, bukan long digits dollar. :) Tapi kalau sukses bagi 3 digit dong yah, pengen jalan2 ke palley liat bang Carlos. :p -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
Pada hari Selasa, tanggal 22/11/2005 pukul 18:01 +0700, Budi Rahardjo menulis: ps: pekerjaan ini sudah lazim dikerjakan di india. mungkin bentar lagi vietnam nyusul. indonesia? dilewatin aja deh. Saya ada tau sebuah perusahaan IT Finlandia yang para pengembangnya sebagian ada di Vietnam. Dari segi kualitas hasil jadi produknya, ternyata mengecewakan. Produknya sekilas bagus, namun jika ditilik pada kode sumber programnya ternyata dibuat acakadul dan tidak mengindahkan tata tertib pemrograman C (mengingat untuk melakukan free kalau sudah alloc). Memang benar kata teman saya, seseorang harus punya surat izin kalau ingin memrogram dalam bahasa C [0]. Ternyata (untuk kasus ini) lebih canggih (dan rapi) program-program buatan beberapa orang yang saya kenal di Indones. ... Menurut hemat saya urusan ekspor impor nanti dulu saja, yang diperlukan sekarang ada jalur dari luar negeri untuk menggiring pekerjaan2 yang di luar untuk masuk ke dalam. Jadi, ide-ide startup jangan startdown ini dibuatnya di luar Indon saja, tapi punya cabang di Indones. Di luarnya itu cuman urusan marketing dan sekretaris saja, tapi urusan cangkul mencangkul langsung dioper ke dalam. 0. Tidak terima balasan berupa ide untuk mengganti bahasa pemrograman (C tambah tambah apalagi Erlangga *-P) -- budi
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: Terlalu banyak yang mau di komentarin Pak. Panjang banget nanti. :) Gak akan ada abis2nya, tapi intinya saya merasa pak Budi dengan BHTV lebih memilih yang gak realistis. Saya sampai kepada titik ini juga membutuhkan waktu :) Ini juga berkat didikan dari pak Samaun. Pasalnya, kita sudah coba cara lama / konvensional (seperti yang diceritakan Pakcik dengan software house kecil2), tapi gak jalan. (Sama seperti mengharapkan PT Telkom mau berubah kali? he he he. Sorry for the cheap shot.) Contoh yang paling sederhana. Saya pernah ditanya: - berapa sih kontribusi software house Indonesia? (dalam # pekerja, # devisa) Banyakan mana dengan pekerjaan merakit komponen di pabrik2 yang sering dikatakan orang industri menjahit saja? Kalau ditanya begitu, saya hanya biasa mengaku kalah. Industri elektronika Indonesia, saat ini EKSPOR ke luar negeri adalah sekitar 6 milyar US. Tenaga kerjanya puluhan ribu orang. Pakcik mungkin bisa membantu saya menjawab tantangan itu? Emangnya industri software Indonesia bisa menghasilkan apa? (Dan seberapa besar?) Pertama kali saya masuk milis ini, ada wacana tentang bikin journal. Sebenarnya saya mau ketawa saat itu (saya juga sindir kalau gak salah di salah satu email, i forgot). But that's your style. It's ok. Wah. Saya lupa. Yang mana ini ya? Journal online atau yang hardcopy? ;-) Iya, soal journal ini sudah saya dimulai (waktu itu siapa yang sudah mbukain wikinya ya?) tapi gak jalan juga. This is exactly our problem: Tidak bisa GET THE JOB DONE :( ps: soal buat journal. Sama juga permasalahan di luar negeri ;-) he he he. Soalnya salah seorang profesor saya dulu ada yang jadi editor dari sebuah jurnal top. Nulis artikel juga bisa kekeluargaan he he he. Buat saya mimpi itu penting, tapi yang paling penting adalah realistis. Ketika saya tanya data SDM di Indonesia, data kerjaan yang bisa kerjakan BHTV, itulah gaya gue, pengen tau apa yang real. Apa yang saya tulis itu realistis pak. Serius lho. It's not rocket science. Tanya aja sama Carlos tentang situasi di Silicon Valley. Gak hebat2 amat (SDM, infrastructure, dsb.). [Makanya Carlos heran, kok inovasi / ide yang mungkin kelihatan sederhana dari aplikasi2 baru munculnya di sana?] Kalau udah gabung/main/bergaul dengan orang2 sono itu baru kerasa bahwa mereka tuh sama seperti kita2 ini. Contoh lagi nih. Waktu main-main ke Silicon Valley tahun 2000 (atau 1999 atau 2001, saya lupa), saya tinggal di tempat sobat saya. (Orang Kanada teman sekelas waktu S2.) Nah waktu itu dia sudah 11 tahun di Intel. Mungkin sudah layer ketiga di Intel. Sudah biasa rapat dengan para bos2 Intel. (Tapi kayaknya belum sering rapat dengan Andy Grove. he he he.) Berkali-kali dia mbujukin saya untuk kerja di Intel. Saya gak mau. Dia bilang di tempat dia ada anak buahnya dia yang gobloknya (maaf) minta ampun, masih dipekerjakan juga. Berikutnya, waktu pak Armein jadi sabatical researcher di Stanford University saya juga sempat main ke kampusnya dia. (Juga kampusnya pak Samaun.) Kami sempat jalan2 ke Brassring. Itu acara perekrutan SDM besar-besar. Mungkin sebesar JCC. Semuanya perusahaan yang menawarkan pekerjaan. Setiap ke booth selalu ditanya: - kamu bisa apa? - kapan bisa diinterview? he he he. Waktu saya bilang saya dosen di Indonesia, dia tanya tentang mahasiswa2nya. Apa saja yang diajarkan, kapan lulus, kapan bisa ke Amerika untuk interview. Waktu itu saya lama ngelihatin lowongan kerja di NVIDIA ;-) Kemudian saya ke Palm, Fujitsu (labs of America), dll. Sama. Ditawarin kerjaan juga. My point is, orang di sana juga tidak sedemikian hebat kok. Saya yang termasuk biasa aja di Indonesia bisa masuk jajaran orang2 di sana, apalagi rekan-rekan yang pinter2. Makanya, saya pingin pakcik jalan2 ke Silicon Valley. Tinggal di sana barang 2 mingguan. Wake up and smell the coffee. [ps: kalau dilihat, yang semangat2 ini adalah orang yang pernah mampir di Silicon Valley ya. Mungkin kena racun di sana. he he he.] Pakcik, kalau saya mikir yang realistis2, mungkin nggak repot2 nulis (blog, email, buku, tulisan, dll.) Asyik aja mroyek di Pemerinatahan. (Atau sekalian jadi anggota DPR atau birokrat Pemerintah) Untungnya saya mikir aneh (out of the box) :) Beberapa waktu yang lalu (2 bulan lalu), saya diundang IBM untuk ikut Deep Dive Session mereka di New Delhi. Tugasnya adalah terlibat dalam pemikiran tentang inovasi (memprediksi next generation business mereka) :) Ini bagian dari program Global Inovation Outlook mereka. Mulai dari memperkirakan bisnis energi, sampah, lingkungan, dan seterusnya. Saya paksakan diri ikut acara ini karena saya ingin tahu how does IBM manage innovation? Ini adalah bagian dari proses belajar saya. Beberapa tahun yang lalu saya dua kali diundang oleh Schlumberger untuk mendiskusikan internal business mereka. (Sempat ngobrol2 dengan CEOnya. dsb.) Again, it's part of my education. Kembali ... point saya: mereka sama-sama orang biasa seperti kita-kita ini. hanya ...
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
... On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: om Baskara dan teman2 yang lain mungkin banyak juga yang merasa itu realistis dan gak muluk2, ok, go ahead. Sampai saat ini yang realistis saya liat itu adalah usaha2 kecil itu. Karna itu yang ADA (REAL) di Indonesia. Itu yang perlu dirame kan, di bagusin. bukan mengharap2kan big company, bukan long digits dollar. :) ... Gak papa pakcik. Saya sudah mencoba menjelaskan hal ini di darat, dengan ngomong langsung ke beberapa orang, membutuhkan waktu yang cukup lama. Apalagi via email ya. Saya coba sekali lagi, setelah itu saya akan mencari cara lain untuk menjelaskan dengan lebih baik. Begini. Kita-kita, atau saya saja deh, ini tidak punya pendidikan dalam mengembangkan sebuah produk/servis dari industri besar (sungguhan). Kebanyakan kita belajar dari sekolah sehingga kita lulusan sekolah. Nah, untuk mengetahui pendidikan industri maka semestinya juga kita bersekolah di industri. Menurut pak Samaun, inilah yang dilakukan oleh Singapura. Mereka dengan sadar mendatangkan perusahaan2 besar itu untuk bersekolah di perusahaan tersebut. Tentu saja untuk bersekolah ini ada biayanya dan tidak murah juga. Tapi tujuannya adalah bukan sekedar membuka perusahaan besar tersebut saja. Di sekolah ini kita bisa belajar: - bagaimana memanage project besar (misal, bagaimana memanage pekerjaan dengan 100 programmer?) - bagaimana melakukan pemecahan project2 itu? - dst. dst. dst. Setelah lulus, baru kita bisa buat sekolah sendiri. Jadi orang-orang seperti Carlos, MDAMT, Ariya, dsb. itu mereka sedang bersekolah di perusahaan besar. Suatu saat nanti (10? 15? 20? 25? years down the road) mereka kembali ke Indonesia dan dapat mengajarkan cara kerja mereka ... dengan membuka perusahaan di Indonesia. Begitu pakcik. Saya berharap juga pakcik bisa tetap berjalan dengan yang kecil-kecil. Siapa tahu yang kecil-kecil ini bisa membuat lapangan pekerjaan bagi 100.000 pekerja, seperti yang ada di industri lain. Prove me wrong, pak. ps: sekarang di tempat pakcik ada berapa orang pekerja? -- budi
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: Again ... sebenarnya sih kita mampu. Asal MAU... Sependapat pak. Yang kurang itu informasi mengenai how to get the job done. Untuk Pak Budi yang wawasannya banyak mungkin bisa membayangkan how to get the job done saat ada tawaran pekerjaan atau kesempatan baru. Saya pernah mendapatkan masalah culture. Ada sebuah kerjaan outsource dari luar negeri. Dasar modal nekat warisan ala di himpunan mahasiswa, kita terima saja. Kita bilang bisa! OK, satu per satu kerjaan bisa dilakukan hingga akhirnya ada satu bagian yang driver untuk sebuah device tidak ada (linux based). Ditambah lagi pihak pemberi pekerjaan ternyata menganggap budaya kerja kita sama dengan mereka (laporan tiap hari! at least once in a week). Kita bingung laporan seperti apa yang mereka inginkan. Sudah dicoba berbagai macam deskripsi laporan tetapi dianggap masih kurang. Padahal sudah berjalan sekitar 2 bulan. Akhirnya cannot get the job done. :-(
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/22, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Saya berharap juga pakcik bisa tetap berjalan dengan yang kecil-kecil. Siapa tahu yang kecil-kecil ini bisa membuat lapangan pekerjaan bagi 100.000 pekerja, seperti yang ada di industri lain. Prove me wrong, pak. boleh tau progress reportnya BHTV Pak? Udah berapa lapangan pekerjaan yang di create BHTV Pak selama ini dengan nunggu2 Big Company? ps: sekarang di tempat pakcik ada berapa orang pekerja? 1 Pak, bikin software accouting lagi. :( -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/22, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Pasalnya, kita sudah coba cara lama / konvensional (seperti yang diceritakan Pakcik dengan software house kecil2), tapi gak jalan. pak Budi berharap kita bisa jalan dengan yang gede, tapi gak jalan dengan yang kecil? Industri elektronika Indonesia, saat ini EKSPOR ke luar negeri adalah sekitar 6 milyar US. Tenaga kerjanya puluhan ribu orang. Ini saya setuju Pak. Terus di perjuangkan ini. Pakcik mungkin bisa membantu saya menjawab tantangan itu? Emangnya industri software Indonesia bisa menghasilkan apa? (Dan seberapa besar?) Mungkin zero Pak. Jadi BHTV gak ada agenda buat software industry? Jadi buat apa Microsoft, Google, dan lain2 itu ditunggu Pak? Suruh orang itu bikin pabrik elektronika? Tanya aja sama Carlos tentang situasi di Silicon Valley. Gak hebat2 amat (SDM, infrastructure, dsb.). [Makanya Carlos heran, kok inovasi / ide yang mungkin kelihatan sederhana dari aplikasi2 baru munculnya di sana?] Ini fact, kenapa disana? SDM nya emang lebih baik. My point is, orang di sana juga tidak sedemikian hebat kok. Saya yang termasuk biasa aja di Indonesia bisa masuk jajaran orang2 di sana, apalagi rekan-rekan yang pinter2. hehe .. Pernah dengar begini gak Pak? Dia itu gak hebat/pinter kok, karna rajin aja bisa begitu Bukankah orang yang gak bisa rajin itu adalah orang goblok? Sama dengan mereka itu gak ada apa2nya kok, hanya bisa GET THE JOB DONE. Sekali lagi, bukankah orang yang gak bisa GET THE JOB DONE itu orang goblok? Tapi mungkin ini bisa di perbaiki. Makanya selalu gue bilang Task no.1 itu adalah SDM. Selama ini gak bisa dipecahkan, no way. Karna industri ini tentang SDM. Issue kerjaan di US lari ke India bukankah itu tentang issue SDM? Ada SDM untuk mengerjakan kerjaan di India. And don't tell me that India is nothing, hanya bisa GET THE JOB DONE. Kecuali emang BHTV maunya industri yang padat karya, yang pake otot. Saya sangat mendukung ini. Karna kita punya banyak otot. Makanya, saya pingin pakcik jalan2 ke Silicon Valley. Tinggal di sana barang 2 mingguan. Wake up and smell the coffee. iya nih. :) pengen .. lagi tunggu siapa tau kecipratan, mungkin bentar lagi ada yang IPO disini, with 10 digits business :) -- Pakcik Lagi Mimpi ke Palley
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
My point is, orang di sana juga tidak sedemikian hebat kok. Saya yang termasuk biasa aja di Indonesia bisa masuk jajaran orang2 di sana, apalagi rekan-rekan yang pinter2. hehe .. Pernah dengar begini gak Pak? Dia itu gak hebat/pinter kok, karna rajin aja bisa begitu Bukankah orang yang gak bisa rajin itu adalah orang goblok? Sama dengan mereka itu gak ada apa2nya kok, hanya bisa GET THE JOB DONE. Sekali lagi, bukankah orang yang gak bisa GET THE JOB DONE itu orang goblok? Maksudnya BBR itu begini lho,ini karena pengalaman sich. Kalau di perusahaan inovatif,pada umumnya,yang mendirect company maju memang top engineering dan top management,dari level software director,Project Management/Business Development director keatas.Ini memang orang-orang SUPER-SMART dan frankly susah untuk orang Indonesia bersaing dengan mereka secara massive. Tapi,Kalau di level mid-level engineering,middle management seperti manager,dan engineer2 di TAC,DevTest,sebagian hardware engineering,kita masih bisa bersaing. Kalau infrastruktur ya bedalah,gua download redhat semuanya cuman 10 menit doang,tapi ini bukan jadi alasan. Makanya, saya pingin pakcik jalan2 ke Silicon Valley. Tinggal di sana barang 2 mingguan. Wake up and smell the coffee. iya nih. :) pengen .. lagi tunggu siapa tau kecipratan, mungkin bentar lagi ada yang IPO disini, with 10 digits business :) Kalau mau 10 digit-bisnis revenue dan growth,jangan ke valley Pak,anda sudah terlambat,mending ke Bangalore aja(atau shanghai) dan join InfoSys...mulai dari call centre,CRM sampai troubleshooting CIsco mereka kerjakan...disono engineer2nya pada semangat habis kalo mereka bisa mengalahkan silicon valley... Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On Tue, Nov 22, 2005 at 03:05:44PM +0200, Mohammad DAMT wrote: 0. Tidak terima balasan berupa ide untuk mengganti bahasa pemrograman (C tambah tambah apalagi Erlangga *-P) nyindir siapa hayoo :-)) untuk telco, kabarnya erlangga ini juga menjadi pendamping yang seimbang untuk java. java kebanyakan dipasang di sisi 'frontend' dan interkoneksi dengan billing (oracle dan sejenisnya). dibelakangnya erlangga dan C. dulu saya ketemu orang yang bilang: kalau anda ndak ngerti java, anda belum pantas berurusan dengan operator :-) background: padahal saya itu datang untuk menawarkan jasa web development (mereka yang minta kita presentasi sih), saya usul pakai php+smarty lebih asik dan bilang untuk interkoneksi dengan *frontend* (wrapper) smsc pun bisa pakai php, karena saya tahu ybs pakai http juga untuk keperluan ini. kalau saya bilang saya bisa kirim sms ke gateway dia pakai shell script, barangkali langsung dipanggilin satpam dan diusir :-)) btw, kebanyakan operator seluler di sini masih mendatangkan vendor dari luar untuk banyak porsi yang sebenarnya bisa diselesaikan sendiri. barangkali karena belum 'sadar' kalau bisa. ada bbrp yang sudah bisa develope sendiri sih, dan ada juga yang sudah dioutsource ke perusahaan lokal (sukurlah). tapi nafas bule minded-nya masih kental. Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On Tue, Nov 22, 2005 at 05:33:21PM +0700, Budi Rahardjo wrote: saya rasa bukan itu. waktu itu rms menjelaskan bahwa tidak benar bahwa kalau semua program adalah free software maka tidak ada gunanya sekolah di jurusan komputer. kemudian dia mengeluarkan statistik bahwa sebagian besar para programmer itu tidak membuat produk proprietary. (betul juga ya? memangnya berapa persen lulusan sekolahan yang kerja di mikrosoft?) dia bilang bahwa sebagian besar lulusan jurusan komputer pun (dari dulu dan sekarnag) tidak menghasilkan produk proprietary. tentu saja itu dari kacamata rms :) thx kasih info backgroundnya. masuk akal. tapi, walaupun saya ndak punya statistik, tapi saya berani taruhan kalau rms salah :-) Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On Tue, Nov 22, 2005 at 11:15:01PM -, Muhamad Carlos Patriawan wrote: Nah,disinilah salah satu pentingnya BHTV untuk menunjukkan harga diri engineer Indonesia kalau kita can do the job.Tapi tentu saja,profesionalisme juga harus ditingkatkan supaya kita lebih credible baik didalam dan diluar (meskupun secara teknis mampu). Terus terang saya tidak bisa menarik ide BHTV ini, berhubung saya lebih setuju ke arah pengembangan perusahaan-perusahaan kecil (accounting, web development dll). Pada akhirnya dampaknya sama (in the long run). Dengan mengerjakan yang kecil-kecil gini kan 'trust' orang bisa naik juga, bahkan tidak sedikit yang mendapat kesempatan mengerjakan sesuatu yang lebih besar dengna mengerjakan yang kecil-kecil ini dulu. Di sisi yang lain, masih di sini juga, ada bbrp rekan yang berjuang mati-matian untuk mengenalkan opensource. seperti pak rus dkk (pak budi masuk juga di sini lho melalui infolinux misalnya). Kebetulan di sini pun, misalnya pembuatan distro lokal seperti blankon, saya juga kurang setuju :-) But it DOES work! mau bilang apa :-) Note: usaha-usaha menggali potensial demand seperti ini (opensource/linux cuman kendaraan), jarang yang tertarik melakukan loh. Pak Rus dkk sudah bercucuran keringat untuk ini (sorry, saya cuman kenal/tahu Pak Rus, buat yang lain yang tidak saya sebut, respect saya sama sekali tidak lebih kecil), untuk satu seminar paling dibayar cuman 500 perak (he..he.. ini ngaco berat, saya tidak tahu berapa yang didapat, tapi seandainya mereka bisa mendatangkan rejeki dari sini so be it, mereka pantas untuk itu). Coba bayangkan kalau 'kue-nya' sudah besar, pasti bejibun yang mau berebut, say bye-bye to Pak Rus dkk. Jadi, semuanya itu soal pilihan, kalau setuju bantulah, kalau tidak setuju kritiklah. Tapi saya sangat tidak setuju kalau kritik terhadap BHTV, misalnya, bergeser menjadi budi rahardjo bashing (Pak, anda tidak perlu capek-capek menunjukkan who you are hanya untuk membuktikan bahwa ide BHTV itu benar hi..hi..). Saya ndak bisa bayangkan kalau ide BHTV itu dicetuskan oleh orang yang sama sekali tidak dikenal :-) (paimo, paimin dll). Ide itu bisa datang dari siapa saja. Rule of thumb: kalau kita mengumpulkan orang-orang yang berpengalaman saja, itu akan menghasilkan gangster dan mafia, kalau kita berprinsip pada rasionalisme dan obyektifitas, itu akan melahirkan kompetisi bebas dan profesionalisme. dan untuk ini pun, saya tidak berniat menghakimi, kembali ke soal pilihan. Kalau suka, ya pakai, kalau ndak yo wis. Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
adi wrote: On Tue, Nov 22, 2005 at 11:15:01PM -, Muhamad Carlos Patriawan wrote: Nah,disinilah salah satu pentingnya BHTV untuk menunjukkan harga diri engineer Indonesia kalau kita can do the job.Tapi tentu saja,profesionalisme juga harus ditingkatkan supaya kita lebih credible baik didalam dan diluar (meskupun secara teknis mampu). Terus terang saya tidak bisa menarik ide BHTV ini, berhubung saya lebih setuju ke arah pengembangan perusahaan-perusahaan kecil (accounting, web development dll). BHTV isinya semuanya Pak,dari yang kecil sampai besar. Tapi gak papa,semua jalan terus,kita semua sebenarnya satu ide,cuman jalanya saja yang berbeda-beda karena beda pengalaman dan beda wawasan. Untuk melihat apakah BHTV realistis atau tidak,cukup beli tiket pesawat ke Bangalore dan jangan ke Silikon valley.Cuman 2 jam perjalanan dari Bangkok koq. Karena ini pilihan,ya stop ber-bashing-ria,apalagi tukang cukur. Salah satu naturenya orang India,mereka sangat respect dengan guru (whatever that means). Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
terus terang saya nggak ngerti bisnis biotech.apa sih hebatnya. kemudian saya tanya ke salah satu entrepreneur hebat indonesia: iskandar alisyahbana.dia menjelaskan kepada saya. barulah saya ngeh.Tolong di share pak -- Andriansah
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/21/05, Oskar Syahbana [EMAIL PROTECTED] wrote: ... Open source software profit centernya kan memang kebanyakan ada di servis. Jadi jangan salahkan bisnis modelnya :-). Yang ini saya setuju, dan memang yang saya lakukan seperti itu :) Tapi, saya tidak setuju kalau semua lari ke satu model ini saja. Masih ada peluang untuk proprietary, dan bahkan untuk saat ini proprietary software masih yang mendominasi. Kalau didengarkan ceramahnya Richard Stallman, dia mengatakan bahwa sebagain besar software engineers tidak membuat produk yang proprietary :) atau bahkan tidak buat produk akan tetapi customization :) Nah, kalau kita lari ke servis, bukan produk ... maka seharusnya kita hentikan membuat accounting software lagi. Ya nggak? -- budi
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/22, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Kalau didengarkan ceramahnya Richard Stallman, dia mengatakan bahwa sebagain besar software engineers tidak membuat produk yang proprietary :) atau bahkan tidak buat produk akan tetapi customization :) pak Budi, ini serius banget, pak Budi harus coba develope product. Bahwa customization is a very very bad idea. Ini pasti pengalaman yang berarti buat BHTV. Atau emang BHTV itu pengen diarahkan jad seperti ide Stallman? free software? Stallman gak akan setuju mendatangkan Big Company. You see, BHTV semakin gak jelas dan gak karuan. Jadi semakin membingungkan, apa itu BHTV. Bayangkan kalau pak Budi punya 1000 customer, dan harus customize. Ini yang gampang aja, berapa document/manual yang harus pak Budi siapkan? berapa customer service yang harus pak Budi siapkan? berapa engineer yang harus pak Budi siap kan? berapa banyak dan jenis bug yang akan muncul? how complicated dagangan pak Budi? Customization adalah yang harus dihindarkan sebisa mungkin. Software itu product yang sangat complicated pak Budi. Kalau mau belajar berapa complicatednya software, belajar dari netscape. Netscape itu nyerah akhirnya harus nulis from scratch codenya. Bayangkan kalau windows di customize ke tiap user. mau jadi apa microsoft. Kalau mereka punya 10 ribu employee, dan tiap customer di kasih ke 10 employee, mereka cuman bisa handle 1000 customer. Tantangan develope product itu adalah, bikin supaya gitu fleksibel banget, jadi harus bisa predict any needs ke depan. Jadi perubahan jangan di software, tapi di customernya. Dan software yang bagus itu, harus bisa bikin perubahan di sisi customer seminimal mungkin. Nah, kalau kita lari ke servis, bukan produk ... maka seharusnya kita hentikan membuat accounting software lagi. Ya nggak? Ini makanya yang saya tanya kemarin. kerjaaan apa dong yang bisa dikerjakan BHTV. pak Budi bahkan gak ada kasih contoh yang jelas. so what BHTV gitu loh? hanya mimpi? saya jadi meragukan BHTV nih. Lagian software accounting itu hanya contoh bahwa yang type SDM begitu yang kita punya. Kasih ide lain dong, bikin product apa, yang kira2 apa yang bisa dikerjakan mereka yang bikin software accounting itu. Dulu Tan Malaka ini sangat meng-kritik orang Indonesia tentang gak realistis dan rasionalnya. Ternyata puluhan tahun udah berlalu, masih begitu. Mungkin Ram Punjabi generation? sinetron tetap menawarkan yang gak realisitis? Pak, tau berapa lama life cycle nya ide di google? Kalau max levchin, 6 bulan Pak. Kalau ada ide, di test, dan gagal. bagusnya ide itu dikubur. Karena ini itu paling 5 persen dari kerjaan, sisanya execution. Sudah berapa lama ide BHTV Pak? dan sudah berapa lama ide tentang mendatangkan Big Company? Ini kelemahan orang kita, sangat lama untuk memastikan suatu ide itu gagal. Sorry terlalu banyak saya arguing BHTV. Ini email saya yang terakhir tentang BHTV, suda terlalu banyak bales email. Please argumen saya dianggap sebagai kritik, bukan anti BHTV. Terus berjuang buat BHTV nya Pak. -- Pakcik Under Construction
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
pak Budi, ini serius banget, pak Budi harus coba develope product. Hi,ini masukan yang bagus dan sama dengan yang saya ungkapkan sebelumnya. Tapi sebaiknya kawans juga perhatikan limitnya Pak Budi,yang Pak Budi maksud dengan software customize dan free software itu saya rasa mungkin sekali bidang bisnis yang pak Budi ingin geluti didalam BHTV dan BUKAN berarti itu saja isinya BHTV. Saya yakin,untuk arah content-nya BHTV dst,itu sebaiknya dibantu rekan-rekan yang **berpengalaman**.Saya menangkap itu waktu Pak Armien datang dan beri presentasi di Konjen RI di SF yang dihadiri Pak Pantas. BHTV ini kan very-very long term strategy,gak bisa dicapai dalam semalam (kecuali kalau sebenarnya diantara anda ada yang punya potensi seperti Sergey Brin dan enterpreneur seperti Vinod Khosla). Mungkin sekali,10 atau 15 tahun kedepan,yang mengisi bagian produknya itu ya PakCik,saya dan kawan2 Indonesia-ex-SV misalnya,kemudian semua urusan webhosting diserahkan ke Priyadi cs dan startup Web.2.0 Enda cs berada disitu juga ;-) Tapi gimana Pak Budi,dulu tahun 2002an Marvell mau datang,gimana updatesnya ? kalau ada cerita buruk diceritakan juga pls. Cheers, Carlos
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On Tue, Nov 22, 2005 at 08:23:11AM +0900, Pakcik wrote: 2005/11/22, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: Kalau didengarkan ceramahnya Richard Stallman, dia mengatakan bahwa sebagain besar software engineers tidak membuat produk yang proprietary :) atau bahkan tidak buat produk akan tetapi customization :) pak Budi, ini serius banget, pak Budi harus coba develope product. Bahwa customization is a very very bad idea. Ini pasti pengalaman yang berarti buat BHTV. Atau emang BHTV itu pengen diarahkan jad seperti ide Stallman? free software? Stallman gak akan setuju mendatangkan Big Company. You see, BHTV semakin gak jelas dan gak karuan. Jadi semakin membingungkan, apa itu BHTV. btw, kalau toh rms bilang gitu as-is, kemungkinan besar pak budi salah tangkap. kemungkinan besar maksudnya: pada prinsipnya semua _software_ adalah bersifat customization sahaja. makanya tidak ada alasan untuk menjadikannya proprietary. pakcik, kayaknya beda orientasi saja. saya sendiri seperti pakcik kurang begitu peduli dengan valley lou pay young. seperti jualan beras pakcik. tentu ada yang bilang: masa cuman jualan beras, bikin pesawat dong! nah kalau orientasinya sama-sama untuk negara ini, jualan beras untuk dalam negeri sendiri (swasembada beras) _JAUH_ lebih bermanfaat. tetapi membuat pesawat terbang itu _JAUH_ lebih hebat. semua berhak menentukan pilihan masing-masing. it is a free world. Salam, P.Y. Adi Prasaja -- Ini signature saya. Pasang iklan anda di sini ... tarif menantang :-)
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: pak Budi, ini serius banget, pak Budi harus coba develope product. hi hi hi. Sudah pernah. Waktu di Canada dulu (tahun 88?) saya pernah mendirikan sebuah software house yang bergerak di bidang biomedical. Kami gulung tikar pada tahap requirement, dan karena ternyata bidang yang kami tekuni terlalu maju (dan mahal, maklum bidang kesehatan). PS: produk2 yang kami maksudkan baru muncul sekarang2 ini. We were ahead of our time. Bahwa customization is a very very bad idea. Ini pasti pengalaman yang berarti buat BHTV. Wah harus disamakan dulu yang dimaksud dengan customization. Coba kalau kita lihat produk seperti SAP, Oracle, dsb. Produk ini membutuhkan customization untuk client2nya. Sekali customization = US$1 juta cing! Atau emang BHTV itu pengen diarahkan jad seperti ide Stallman? free software? Ingat bahwa BHTV itu *TIDAK* harus software :) Dia bisa biotech, dsb. Kan yang namanya teknologi bukan sekedar software atau bahkan IT. Saya sering dimarahi orang karena kelihatannya kok BHTV itu sama dengan IT, padahal tidak harus. Hanya, masalahnya ... saya hanya mengerti IT. Itupun hanya subset dari IT. Makanya harus ada banyak orang yang membantu. You see, BHTV semakin gak jelas dan gak karuan. Jadi semakin membingungkan, apa itu BHTV. Nah, makanya 1. baca sejarah tentang Silicon Valley 2. atau ... baca tulisan PDF saya yang tadi saya emailkan URLnya Bayangkan kalau pak Budi punya 1000 customer, dan harus customize. Lagi-lagi kita mungkin bicara hal yang berbeda. Customization itu tidak harus mengoprek untuk setiap user. Contoh (to simply things, hanya sekedar contoh lho), ketika membuat program kita harus mempersiapkan hooks agar software kita bisa digunakan di Uzbekistan, misalnya. Jangan sampai ketika software mau dipakai di Jerman atau Uzbekistan ternyata harus rewrite dari scratch karena kata2nya dihardcoded di dalam software. (Pengalaman saya mengaudit software, seperti itu.) Berarti harus memisahkan antara bahasa dengan logika program. Contoh lagi. Customization bisa dilakukan dengan membuat hooks yang memudahkan user melakukan customization. Ini yang terjadi dengan dynamic web sites / portal / blogs, dimana user dapat melakukan personalisasi (bukan customization?) sendiri-sendiri. Namun, ada juga user (misalnya corporate user) yang tidak punya waktu untuk ngoprek. Nah, ini potensi bisnis. Misalnya, ada perusahaan yang menggunakan Drupal (lihat http://drupal.org) sebagai basis dari CMS dan dia minta konsultan untuk melakukan customization sesuai dengan kebutuhan mereka. Contoh lagi. Kira-kira bulan puasa saya dihubungi oleh sebuah bank yang ingin minta dibuatkan sebuah Linux distribution yang cocok untuk bank tersebut. Jadi semua clientnya akan diberikan CD yang berisi Linux yang sudah di-customized untuk Bank tersebut. Mudah-mudahan contoh-contoh di atas bisa memberikan gambaran. Ini yang gampang aja, berapa document/manual yang harus pak Budi siapkan? berapa customer service yang harus pak Budi siapkan? berapa engineer yang harus pak Budi siap kan? berapa banyak dan jenis bug yang akan muncul? how complicated dagangan pak Budi? Customization adalah yang harus dihindarkan sebisa mungkin. Kalau anda ikuti business model yang ada saat ini, customization merupakan requirement dari client! Jika program anda tidak dapat di-customized, maka mereka akan cari yang lain. Software itu product yang sangat complicated pak Budi. Kalau mau belajar berapa complicatednya software, belajar dari netscape. Netscape itu nyerah akhirnya harus nulis from scratch codenya. Been there, done that. :) Saya sendiri belum pernah terlibat dalam pengembangan software kelas raksasa (seperti Oracle dsb.), tapi ikutan2 ngoprek kernel dan aplikasi Linux, GNU/Hurd, dsb. Pakai subversion aja saya masih bingung. He he he. (Pakai valgrind belum pernah euy.) Nah itu sebabnya saya usul agar kawan2 banyak yang ikut terlibat di real software (seperti Ariya, MDAMT, Carlos, ...). Kalau membaca sejarah perusahaan2 sih sering! banyak buku yang sudah saya lalap. Sayang sekarang sudah tidak rajin lagi baca Joel On Software. Jadi, saya mengklaim bahwa saya bukan pakar software eng. (Meskipun saya mengerti, tapi saya bukan pakarnya. Harus tahu diri. he he he. Jadi tentu kami2 membutuhkan bantuan, cerita, pengalaman dari rekan-rekan semua.) Bayangkan kalau windows di customize ke tiap user. mau jadi apa microsoft. Inilah yang membuat saya lebih suka Linux :) Tantangan develope product itu adalah, bikin supaya gitu fleksibel banget, jadi harus bisa predict any needs ke depan. Jadi perubahan jangan di software, tapi di customernya. Dan software yang bagus itu, harus bisa bikin perubahan di sisi customer seminimal mungkin. Ini salah besar kalau dilihat dari sisi business model. Nanti saya cerita rangkuman dari satu buku yang sedang saya baca, yang intinya adalah sudah tidak masanya lagi value di-drive dari perusahaan. Sekarang value merupakan hasil dari
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
2005/11/22, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: pak Budi, ini serius banget, pak Budi harus coba develope product. hi hi hi. Sudah pernah. Waktu di Canada dulu (tahun 88?) saya pernah mendirikan sebuah software house yang bergerak di bidang biomedical. Kami gulung tikar pada tahap requirement, dan karena ternyata bidang yang kami tekuni terlalu maju (dan mahal, maklum bidang kesehatan). tahap requirement udah gagal? dan itu pengalaman develope product? PS: produk2 yang kami maksudkan baru muncul sekarang2 ini. We were ahead of our time. pantesan suka gak realistis. sukanya ahead of time. Bahwa customization is a very very bad idea. Ini pasti pengalaman yang berarti buat BHTV. Wah harus disamakan dulu yang dimaksud dengan customization. Coba kalau kita lihat produk seperti SAP, Oracle, dsb. Produk ini membutuhkan customization untuk client2nya. Sekali customization = US$1 juta cing! Sekarang udah banyak di Jakarta ginian Pak. Gak perlu BHTV. Intinya mereka reseller. Jualan di Indonesia. Atau emang BHTV itu pengen diarahkan jad seperti ide Stallman? free software? Ingat bahwa BHTV itu *TIDAK* harus software :) Dia bisa biotech, dsb. ini gak ahead of time juga Pak? Kan yang namanya teknologi bukan sekedar software atau bahkan IT. Saya sering dimarahi orang karena kelihatannya kok BHTV itu sama dengan IT, padahal tidak harus. Hanya, masalahnya ... saya hanya mengerti IT. Itupun hanya subset dari IT. Makanya harus ada banyak orang yang membantu. You see, BHTV semakin gak jelas dan gak karuan. Jadi semakin membingungkan, apa itu BHTV. Nah, makanya 1. baca sejarah tentang Silicon Valley 2. atau ... baca tulisan PDF saya yang tadi saya emailkan URLnya Bayangkan kalau pak Budi punya 1000 customer, dan harus customize. Lagi-lagi kita mungkin bicara hal yang berbeda. Customization itu tidak harus mengoprek untuk setiap user. Contoh (to simply things, hanya sekedar contoh lho), ketika membuat program kita harus mempersiapkan hooks agar software kita bisa digunakan di Uzbekistan, misalnya. Jangan sampai ketika software mau dipakai di Jerman atau Uzbekistan ternyata harus rewrite dari scratch karena kata2nya dihardcoded di dalam software. (Pengalaman saya mengaudit software, seperti itu.) Berarti harus memisahkan antara bahasa dengan logika program. Contoh lagi. Customization bisa dilakukan dengan membuat hooks yang memudahkan user melakukan customization. Ini yang terjadi dengan dynamic web sites / portal / blogs, dimana user dapat melakukan personalisasi (bukan customization?) sendiri-sendiri. Namun, ada juga user (misalnya corporate user) yang tidak punya waktu untuk ngoprek. Nah, ini potensi bisnis. Misalnya, ada perusahaan yang menggunakan Drupal (lihat http://drupal.org) sebagai basis dari CMS dan dia minta konsultan untuk melakukan customization sesuai dengan kebutuhan mereka. hahahaha .. baru dengar ada customization begini. misalnya product di develope di US. trus di suruh orang di Indonesia, yang bukan developer productnya supaya customizable. Ini benar2 cara gila. doomed. Contoh lagi. Kira-kira bulan puasa saya dihubungi oleh sebuah bank yang ingin minta dibuatkan sebuah Linux distribution yang cocok untuk bank tersebut. Jadi semua clientnya akan diberikan CD yang berisi Linux yang sudah di-customized untuk Bank tersebut. Mudah-mudahan contoh-contoh di atas bisa memberikan gambaran. Kalau anda ikuti business model yang ada saat ini, customization merupakan requirement dari client! Jika program anda tidak dapat di-customized, maka mereka akan cari yang lain. Ini menandakan bahwa pak Budi hanya user. Tidak pernah develope product. waduh, benar2 gawat. Jadi, saya mengklaim bahwa saya bukan pakar software eng. (Meskipun saya mengerti, tapi saya bukan pakarnya. Harus tahu diri. he he he. Jadi tentu kami2 membutuhkan bantuan, cerita, pengalaman dari rekan-rekan semua.) Bukannya pak Budi dosen Object Oriented di Elektro? am I incorrect about that? Bayangkan kalau windows di customize ke tiap user. mau jadi apa microsoft. Inilah yang membuat saya lebih suka Linux :) tapi pak Budi mau mendatangkan Microsoft. :) Ini makanya yang saya tanya kemarin. kerjaaan apa dong yang bisa dikerjakan BHTV. pak Budi bahkan gak ada kasih contoh yang jelas. so what BHTV gitu loh? hanya mimpi? saya jadi meragukan BHTV nih. Coba deh ke Silicon Valley. Jalan2... aja. Nanti baru kebayang. hehe .. bayarin ongkosnya dong Pak Saya malah memimimpikan adanya biotech di BHTV. :( [Life sciences di Singapore maju banget euy!] ahead to time lagi? :) Kritik saya terhadap orang Malaysia atau Singapore adalah mereka tidak kreatif. Dan Indonesia lebih OK dengan mimpi2nya? Don't find something wrong? Soal sudah berapa lama BHTV? Saya sendiri baru terlibat sejak tahun 1998(?). Mau tahu berapa lama berkembangnya Silicon Valley? Terman memulai idenya di tahun 1940-an...
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
ada tukang cukur teriak ama tukang - tukang becak di pasar. tukang cukur: loe kalo mau cepet nganter Ibu Sofy, lewat jalan tikus X dan becaknya di modifikasi kayak becak di thailand biar lebih efisien. Gue dule pernah juga jadi tukang becak di vietnam, Gua modifikasi becak Gua dan Gua tau jalan tikus ZZZ di vietnam tapi nggak ada yang mau naik becak gua karna becak gua kecanggihan dan mahal! tukang becak di pasar: kayaknya saya lewat yang biasa aja Mas, mas tau jalan tikus X dan cara modifikasi becaknya? tukang cukur: loe kan tukang becak pikir dong, masa di suap-in! nggak brapa lama tukang cukur selesai melayani customernya customer: brapa Pak! tukang cukur: 100,000,- nggak brapa lama ada tukang becak ngantarin penumpangnya ke pasar penumpang: nih...! bang 5,000,- Andaikan saya tukang cukur. atau punya sampingan lain :-(... ah. saya bisa triak-triak ama tukang becak bukan!,... bidang saya tukang cukur!!! -- Widi Harsojo On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: 2005/11/22, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED]: On 11/22/05, Pakcik [EMAIL PROTECTED] wrote: pak Budi, ini serius banget, pak Budi harus coba develope product. hi hi hi. Sudah pernah. Waktu di Canada dulu (tahun 88?) saya pernah mendirikan sebuah software house yang bergerak di bidang biomedical. Kami gulung tikar pada tahap requirement, dan karena ternyata bidang yang kami tekuni terlalu maju (dan mahal, maklum bidang kesehatan). tahap requirement udah gagal? dan itu pengalaman develope product? PS: produk2 yang kami maksudkan baru muncul sekarang2 ini. We were ahead of our time. pantesan suka gak realistis. sukanya ahead of time. Bahwa customization is a very very bad idea. Ini pasti pengalaman yang berarti buat BHTV. Wah harus disamakan dulu yang dimaksud dengan customization. Coba kalau kita lihat produk seperti SAP, Oracle, dsb. Produk ini membutuhkan customization untuk client2nya. Sekali customization = US$1 juta cing! Sekarang udah banyak di Jakarta ginian Pak. Gak perlu BHTV. Intinya mereka reseller. Jualan di Indonesia. Atau emang BHTV itu pengen diarahkan jad seperti ide Stallman? free software? Ingat bahwa BHTV itu *TIDAK* harus software :) Dia bisa biotech, dsb. ini gak ahead of time juga Pak? Kan yang namanya teknologi bukan sekedar software atau bahkan IT. Saya sering dimarahi orang karena kelihatannya kok BHTV itu sama dengan IT, padahal tidak harus. Hanya, masalahnya ... saya hanya mengerti IT. Itupun hanya subset dari IT. Makanya harus ada banyak orang yang membantu. You see, BHTV semakin gak jelas dan gak karuan. Jadi semakin membingungkan, apa itu BHTV. Nah, makanya 1. baca sejarah tentang Silicon Valley 2. atau ... baca tulisan PDF saya yang tadi saya emailkan URLnya Bayangkan kalau pak Budi punya 1000 customer, dan harus customize. Lagi-lagi kita mungkin bicara hal yang berbeda. Customization itu tidak harus mengoprek untuk setiap user. Contoh (to simply things, hanya sekedar contoh lho), ketika membuat program kita harus mempersiapkan hooks agar software kita bisa digunakan di Uzbekistan, misalnya. Jangan sampai ketika software mau dipakai di Jerman atau Uzbekistan ternyata harus rewrite dari scratch karena kata2nya dihardcoded di dalam software. (Pengalaman saya mengaudit software, seperti itu.) Berarti harus memisahkan antara bahasa dengan logika program. Contoh lagi. Customization bisa dilakukan dengan membuat hooks yang memudahkan user melakukan customization. Ini yang terjadi dengan dynamic web sites / portal / blogs, dimana user dapat melakukan personalisasi (bukan customization?) sendiri-sendiri. Namun, ada juga user (misalnya corporate user) yang tidak punya waktu untuk ngoprek. Nah, ini potensi bisnis. Misalnya, ada perusahaan yang menggunakan Drupal (lihat http://drupal.org) sebagai basis dari CMS dan dia minta konsultan untuk melakukan customization sesuai dengan kebutuhan mereka. hahahaha .. baru dengar ada customization begini. misalnya product di develope di US. trus di suruh orang di Indonesia, yang bukan developer productnya supaya customizable. Ini benar2 cara gila. doomed. Contoh lagi. Kira-kira bulan puasa saya dihubungi oleh sebuah bank yang ingin minta dibuatkan sebuah Linux distribution yang cocok untuk bank tersebut. Jadi semua clientnya akan diberikan CD yang berisi Linux yang sudah di-customized untuk Bank tersebut. Mudah-mudahan contoh-contoh di atas bisa memberikan gambaran. Kalau anda ikuti business model yang ada saat ini, customization merupakan requirement dari client! Jika program anda tidak dapat di-customized, maka mereka akan cari yang lain. Ini menandakan bahwa pak Budi hanya user. Tidak pernah develope product. waduh, benar2 gawat. Jadi, saya mengklaim bahwa saya bukan pakar software eng. (Meskipun saya mengerti, tapi saya bukan pakarnya. Harus tahu diri. he he
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, Trias Adijaya [EMAIL PROTECTED] wrote: Wah ini contoh yang bagus hhehe kebetulan saya lagi bikin untuk membuat CD Linux yg di customized buat suatu perusahaan pelayaran mungkin bisa bagi pengalaman pak ? wah.. denger2 temen saya yang di samudera indonesia, company-nya lagi dalam proses buat totally move to linux.. jangan2 pak trias yang bikin ya ?? ;) kok kayaknya kebetulan sekali gitu... idenya persis sama, yaitu membuat client punya standard distro sendiri yang susah bukan buat remastering saja . tetapi menjaga agar distro tsb bisa updated saat ini semua software jadi kita masukin pake RPM buat menjadi agar konfigurasi distro tetap stabil, perlu ada repository dll. gimana perkembangannya membuat distro itu ? kali aja bisa digabungin jadi engga perlu buang resource terlalu banyak Trias Adijaya sori kalo agak OOT.. :Dsalam oom trias...-- Best RegardsDidik Achmadihttp://achmadi.blogsome.com
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, didik achmadi [EMAIL PROTECTED] wrote: On 11/22/05, Trias Adijaya [EMAIL PROTECTED] wrote: Wah ini contoh yang bagus hhehe kebetulan saya lagi bikin untuk membuat CD Linux yg di customized buat suatu perusahaan pelayaran mungkin bisa bagi pengalaman pak ? wah.. denger2 temen saya yang di samudera indonesia, company-nya lagi dalam proses buat totally move to linux.. Yap, tempat saya kerja (anak perusahaan samudra indonesia ) sudah pake linux, terutama untuk administrasi sebagian sudah diganti dengan mandrake/mandriva (kalo gak salah), berhubung kita bidangnya IT, jadi belum semuanya pake linux, beberapa server masih pake windows. *yang udah lebih dari 6 bulan gak ke kantor karena selalu di client :) jangan2 pak trias yang bikin ya ?? ;) kok kayaknya kebetulan sekali gitu... idenya persis sama, yaitu membuat client punya standard distro sendiri yang susah bukan buat remastering saja . tetapi menjaga agar distro tsb bisa updated saat ini semua software jadi kita masukin pake RPM buat menjadi agar konfigurasi distro tetap stabil, perlu ada repository dll. gimana perkembangannya membuat distro itu ? kali aja bisa digabungin jadi engga perlu buang resource terlalu banyak Bagaimana jika setiap 3 bulan (misal, jika perlu) perusahaan itu merilis distro baru untuk setiap client, nah isinya adalah aplikasi yang uptodate. Jadi seperti de2ui (cek kambing.vlsm.org)-- Andriansah
[teknologia] Re: Infrastruktur TI Indonesia was [teknologia] Bangalore, one of the least expensive cities
On 11/22/05, Trias Adijaya [EMAIL PROTECTED] wrote: On 11/22/05, Budi Rahardjo [EMAIL PROTECTED] wrote: Contoh lagi. Customization bisa dilakukan dengan membuathooks yang memudahkan user melakukan customization.Ini yang terjadi dengan dynamic web sites / portal / blogs,dimana user dapat melakukan personalisasi (bukan customization?) sendiri-sendiri. Namun, ada juga user (misalnya corporate user)yang tidak punya waktu untuk ngoprek. Nah, ini potensi bisnis.Misalnya, ada perusahaan yang menggunakan Drupal(lihat http://drupal.org) sebagai basis dari CMS dan dia mintakonsultan untuk melakukan customization sesuai dengankebutuhan mereka.Contoh lagi. Kira-kira bulan puasa saya dihubungi oleh sebuahbank yang ingin minta dibuatkan sebuah Linux distribution yang cocok untuk bank tersebut. Jadi semua clientnya akandiberikan CD yang berisi Linux yang sudah di-customizeduntuk Bank tersebut.Mudah-mudahan contoh-contoh di atas bisa memberikan gambaran. Wah ini contoh yang bagus hhehe kebetulan saya lagi bikin untuk membuat CD Linux yg di customized buat suatu perusahaan pelayaran mungkin bisa bagi pengalaman pak ? idenya persis sama, yaitu membuat client punya standard distro sendiri yang susah bukan buat remastering saja . tetapi menjaga agar distro tsb bisa updated saat ini semua software jadi kita masukin pake RPM buat menjadi agar konfigurasi distro tetap stabil, perlu ada repository dll. gimana perkembangannya membuat distro itu ? kali aja bisa digabungin jadi engga perlu buang resource terlalu banyak Bikin web based aja yas, kan jadinya selalu update setiap saat dimana-mana [web 2.0 lagi! heuheue] --enda Visit my blog. Click herehttp://enda.goblogmedia.com