SiaR--XPOS: CERITA DUKA SEORANG KARTINI
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000 -- CERITA DUKA SEORANG KARTINI (POLITIK): Satu lagi buruh migran diancam dihukum rajam. Pemerintah Indonesia kedodoran dalam mengantisipasi, atau memang tidak peduli? Kartini binti Karim (35) -bersama dengan bayi perempuannya yang baru berumur sebulan, yang diduga hasil hubungannya dengan pria India M Sulaiman- hingga hari Rabu (1/3) masih tinggal di tahanan Kejaksaan Fujairah, Uni Emirat Arab. Ia sedang menunggu sidang pengadilan banding hari Senin ini. Ia diancam dihukum rajam, atau hukuman yang berupa dilempari batu hingga mati. Perempuan asal Rengasdengklok, Jabar ini diancam dihukum lantaran diduga punya anak tanpa pernikahan dengan Sulaiman. Menurut informasi, Kartini ditangkap polisi saat berobat di klinik Fujairah, dan ditahan sejak sembilan bulan lalu atau separuh waktu dari keberadaannya di UEA yang sudah 18 bulan. Ia ditangkap ketika berobat di sebuah klinik dan kedapatan hamil. Kehamilan Kartini tersebut yang menjadi inti persoalan, lantaran tidak bersuami suami resmi sehingga dituduh berzina. Menurut beberapa surat kabar setempat, Kartini mengakui janin yang dikandungnya saat itu sebagai hasil hubungan badan dengan pacarnya, M Sulaiman yang sekarang sudah kabur. Dalam sidang pengadilan, Kartini mengaku melakukan hubungan badan dengan pria tersebut. Karena itulah, ia dijatuhi hukuman rajam hingga mati oleh Pengadilan Syariah Islam di Fujairah, Uni Emirat Arab, Minggu lalu. Hanya saja Kartini diadili tanpa pembela, padahal dalam Hukum Islam pun, bila terjadi kasus seperti itu harus ada saksi yang sehat. Alasan pemerintah setempat tidak memberitahukan kepada KBRI atas pengadilan terhadap Kartini karena berbahasa Arab, menjadi tidak masuk akal. Tapi untunglah, dalam peradilan di UEA tidak langsung melaksanakan hukuman setelah vonis diketuk. Masih ada proses persidangan lagi sehingga masih banyak harapan untuk meminta grasi dari pemerintah negara tersebut. Dubes UEA untuk Indonesia, Muhammad Sultan mengatakan bahwa tulisan harian di Indonesia terlalu didramatisir. Karena menurutnya hukum rajam memang berdasarkan pada syariah Islamiyah, tapi tidaklah sekejam yang dibayangkan. Artinya, hukumannya akan tetap berlandaskan pada kemanusiaan. Kasus Kartini ini menguji komitmen pemerintah baru untuk memberi perlindungan terhadap TKI. Sebab selama ini perlindungan pemerintah terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih belum memadai dan tertinggal dibanding dengan perlindungan Pemerintah Filipina terhadap warganegaranya yang bekerja di luar negeri. Padahal dana yang disisihkan sebesar 20 dolar AS perTKI yang bekerja di Timur Tengah. Bayangkan saja, di Uni Emirat Arab, terdapat sekitar 13.000 tenaga kerja asal Indonesia. Sekitar 300 orang di antaranya tersebar di daerah Fujairah, tempat Kartini Kerja. Artinya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan pembelaan terhadap TKI yang terkena musibah, seperti yang dialami oleh Kartini ini secara maksimal. Tanda-tanda akan aktifnya pemerintah Indonesia atas kasus-kasus yang menimpa TKI, sudah mulai kelihatan walaupun terkesan lamban. Pihak Departemen Luar Negeri Indonesia sendiri, diwakili oleh Direktur Penerangan Luar Negeri (Dirpenlugri) Deplu Sulaiman Abdulmanan, mengatakan komitmennya untuk tetap berusaha memberikan perlindungan hukum. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Abu Dhabi sudah mengirim utusan ke Pengadilan Syariah Islam. Selain itu, KBRI setempat juga sudah menugaskan seorang staf untuk mengontak pejabat setempat untuk meminta keterangan atas pelaksanaan pengadilan kepada Kartini yang dilakukan tanpa didampingi pembela dan tanpa pemberitahuan terhadap KBRI. Cerita Kartini, tampak seperti mengulang cerita nasib para buruh migran yang mendapat perlakuan tidak baik di negeri tempat ia tinggal dan tidak mendapat perlindungan dan pembelaan dari pemerintah Indonesia. Pemerintah selalu terlambat untuk mengerti persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para buruh migran. Beberapa tahun yang lalu puluhan buruh migran tiba-tiba harus mengalami hukuman mati tanpa diketahui sejak awal kasusnya. Sebut saja misalnya Solikah yang dihukum mati, Nasiroh yang diperkosa oleh majikan dan diancam hukuman pancung karena dituduh membunuh majikannya, dsb. Secara keseluruhan, menurut data yang dikumpulkan oleh Solidaritas Perempuan (SP), sejak tahun 1991 sampai 1997 tercatat 54 TKI beridentitas jelas yang tewas di luar negeri karena berbagai sebab. Penyebab terbesar yaitu apa yang dilaporkan sebagai kecelakaan (22 orang), disusul disiksa (10), bunuh diri (8), dan dihukum mati/pancung (2). Dari jumlah 54 itu, delapan kematian TKI digolongkan misterius. Bagi TKI yang identitasnya tidak jelas, jumlah kematian sepanjang 1991-1997 dicatat SP sebanyak 552 orang, yaitu kecelakaan (517), dihukum mati/pancung (33),
SiaR--XPOS: PROYEK RUSUH Rp 1,038 TRILYUN?
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000 -- PROYEK RUSUH Rp 1,038 TRILYUN? (POLITIK): Pengamanan negara oleh TNI dan Polri sejak Mei 1998 sampai sekarang telah memakan dana Rp1,038 Trilyun. Kenapa masih belum aman? Sebuah ungkapan yang tidak terduga dalam pembahasan Rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2000. Sayangnya, apa yang terungkap dalam rapat tertutup ini, tidak terlalu menjadi publikasi media massa. Hanya segelintir pers, yang mau membuka corongnya untuk pengetahuan rakyat. Entahlah, apa alasannya. Namun, yang jelas apa yang dibeberkan oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan Aberson Marle Sihaloho, cukup mengejutkan dalam rapat tersebut. Itulah yang membuat rapat tersebut makin alot dan mundur sampai tiga hari dari jadwal yang sudah direncanakan oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR dalam pembahasan RUU APBN tersebut. Kenapa alot? Sebab, Menteri Keuangan Bambang Sudibyo, yang selama rapat Panja ini diwakili oleh para Dirjen Anggaran Anshari Ritonga dan sejumlah dirjan lain serta stafnya, awalnya tidak mau membuka angka-angka yang diminta oleh anggota senior partai berlambang kepala banteng mengenai pemakaian duit rakyat oleh TNI/Polri tersebut selama dua tahun belakangan ini. Jangankan ngasih tahu untuk apa pemakaiannya, memberitahu jumlahnya saja susahnya bukan main. Tapi, setelah Sihaloho ngotot dan didukung anggota Dewan lainnya, akhirnya pemerintah menyerah. Terpaksalah dana anggaran tentara itu dibuka. Hasilnya? Sungguh luar biasa. Menurut Sihaloho, berbagai kerusuhan dan gejolak yang terjadi di masyarakat sejak Mei 1998 sampai dengan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri sekarang ini, ternyata memakan anggaran negara yang tidak sedikit. Jumlah total anggaran negara yang tersedot untuk tugas-tugas pengamanan dan mobilisasi pasukan, yang dilakukan Markas Besar (Mabes) TNI/Polri ke berbagai tempat di tanah air ternyata sudah mencapai jumlah Rp1,038 trilyun. Namun, sampai sekarang ini, pemakaian anggaran negara tersebut tidak pernah jelas. "Departemen Keuangan mengaku bahwa mereka hanya menerima saja laporan dari TNI/Polri, tetapi selama ini tidak pernah diperiksa dan diusut bagaimana pemakaiannya," tandas Aberson Marle Sihaloho. Menurut Sihaloho, pada tahun anggaran 1998-1999, jumlah yang dipakai para tentara sebesar Rp96 trilyun. Pada tahun anggaran berikutnya, jumlah yang digunakan lebih sedikit, yaitu hanya Rp918,4 milyar. Jumlah itu, tambahnya, belum termasuk anggaran penanggulangan dampak kerusuhan, seperti rehabilitasi gedung, pengungsian dan pengamanan lainnya, yang berjumlah Rp516 milyar. Besarnya duit yang dipakai tentara ini, tampaknya relevan dengan keterangan yang disampaikan PT Pindad di Bandung, yang selama ini dikenal sebagai penghasil senjata dan peluru organik khusus untuk TNI/Polri. Menurut Pindad, tahun 1999 lalu, ia untung sampai Rp50 milyar. Meski tidak mengaku dari sisi apa saja keuntungan perusahaannya, namun bisa diduga bahwa tentu saja dari hasil penjualan pelor, baik yang karet maupun peluru yang tajam. Juga senjata laras panjang, yang banyak dipakai oleh tentara membidik para mahasiswa. Celakanya, kata Sihaloho, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tidak pernah melakukan pemeriksaan seperti dilakukan terhadap lembaga-lembaga negara lainnya. Kalaupun diperiksa, diakui Sihaloho itu pun baru-baru ini saja dilakukan. Lihatlah, betapa hebatnya privilege para tentara kita ini. "Kalau melihat jumlahnya dan tanpa dilakukan pemeriksaan, bisa-bisa akan memberi kesan ini bisa dijadikan proyek," ujarnya. Maksudnya, merekayasa kerusuhan? Di zaman PDI Soerjadi, ia pernah kritis dan mempersoalkan anggaran militer dulu, namun kemudian ia sempat diadili dan di-recall dari DPR. Kemudian ia keluar dari banteng Soerjadi dan masuk pada bantengnya Megawati. Kedongkolan Sihaloho, tentu saja didukung oleh anggota dewan lainnya. Menurut anggota dewan lainnya, yang berasal dari Fraksi Bulan Bintang, HMS Kaban, penggunaan duit rakyat seennaknya ini tidak boleh terjadi lagi di masa datang. Itu anggaran yang sudah dipakai tentara. Mau tahu anggaran tentara sekarang ini? Jumlahnya kini untuk sektor keamanan dan pertahanan pada APBN tahun 2000 ini mencapai Rp1,8 trilyun. "Padahal, saat ini jumlah personil TNI/Polri cuma sekitar 600.000 orang. Untuk apa duit gede-gede itu?" tanya Sihaloho. Menurut tentara, anggaran tersebut untuk "menjaga keamanan", yang meliputi untuk sub sektor rakyat terlatih dan perlindungan masyarakat berjumlah Rp6 milyar. Sedangkan subsektor TNI berjumlah Rp415 milyar. Sebaliknya anggaran untuk subsektor kepolisian berjumlah Rp127 milyar dan subsektor pendukung Rp1,3 trilyun. Betulkah? (*)
SiaR--XPOS: BPPC BUBAR, UANG PETANI RAIB
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000 -- BPPC BUBAR, UANG PETANI RAIB (EKONOMI): BPPC bubar membawa uang petani Rp1,9 trilyun. Soeharto, Tommy sampai Nurdin Halid harus bertanggungjawab. Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belangnya. Tapi, BPPC membubarkan diri bukannya hanya meninggalkan keberuntungan dan berkah bagi para petani cengkeh, tapi malah meninggalkan utang dan membawa lari uang milik petani senilai Rp1,9 trilyun. Celaka. Itulah yang kini terjadi dan baru diungkap oleh para petani cengkeh di Sulawesi setelah mengadu dan meminta perlindungan dan penanganan Indonesia Corruption Watch (ICW). Itupun setelah pengorbanan kedua kalinya dari seorang petani di Desa Binturu, Kecamatan Larompong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, yang rela membuntungi lengan kirinya sendiri dengan parang sebagai pelampiasan kekecewaan dan kekesalannya selama ini. La Bartang (50), petani cengkeh itu merupakan potret seorang rakyat biasa yang mengorbankan sebagian hidupnya untuk menebus penderitaan dan kekecewaannya terhadap berbagai kejadian di tanah air. Di saat sekitar 400 kawan dan tetangganya yang diundang untuk silaturahmi Lebaran, 15 Januari lalu La Bartang memilih memenggal lengan kirinya pada bagian siku hingga putus. La Bartang mengisahkan, sebagai petani dia merasakan kehidupan yang mencukupi dari pohon cengkeh yang ditanamnya. Dia sempat menikmati harga cengkeh Rp12.000 per kg. Oleh karena itulah, sekeluarnya dari penjara pada 1989 karena melakukan kekerasan ketika menjalankan tugas sebagai penagih utang, La Bartang dan kawan-kawannya yang pernah dipenjara itu berani membuka hutan 200 ha untuk dijadikan kebun, terutama tanaman cengkeh. Sebagai ketua kelompok dari lebih 100 orang petani, La Bartang biasa membantu petani lainnya yang kesulitan hidup. Dengan segala upaya, biasanya dia bisa membantu tetangga dan kawan-kawannya. Namun, semua itu berubah ketika pemerintah memutuskan membentuk Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC). Anjloknya harga cengkeh membuat La Bartang dan kawan-kawannya kesulitan. La Bartang yang bisa menyekolahkan tiga anaknya sampai sekolah menengah, kemudian hanya bisa menyekolahkan dua anak lainnya hanya sampai lulus SD. Tahun 1993 dia menyampaikan protes itu ke DPRD Tk II Soppeng. Tahun 1994/95 ke DPRD Tk I Makassar, dan tahun 1996 ke Jakarta menemui Fraksi PDI. Akan tetapi, dampak kehadiran BPPC itu terus berlanjut meskipun BPPC sudah dihapuskan. Tanaman cengkeh banyak yang ditebang, yang ada pun kurang dirawat sehingga kurang menghasilkan. Tahun 1999 lalu, cengkehnya tidak menghasilkan. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, La Bartang harus berutang, total sampai sekarang utangnya telah mencapai Rp40 juta. Selama lima tahun (1992-1997) dilaksanakannya tata niaga cengkeh, Koordinator Badan Pekerja ICW Teten Masduki menduga adanya praktek penyimpangan yang meliputi pengabaian kesejahteraan dan keadilan petani cengkeh, ketidakjelasan pertanggungjawaban dan pengelolaan dana petani, serta pemberian hak monopoli dan keuntungan sebesar-besarnya, terutama bagi kroni-kroni mantan Presiden Soeharto. Penyimpangan itu terjadi sejak berdiri hingga dibubarkannya BPPC, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 20 Tahun 1992 dan ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 91/KP/IV/92 tentang Pelaksanaan Tata Niaga Cengkeh Hasil produksi dalam negeri dan sejumlah peraturan menteri lainnya. Hal itu diungkapkan Teten Masduki, yang menemui Komisi V DPR, pekan lalu. Teten didampingi oleh Tim Penasehat Hukum ICW Iskandar Sonhadji, Apong Herlina dan Ida Warou beserta sejumlah staf lainnya, ditemui diterima oleh Darus Siska (F-Partai Golkar) dan stafnya. Seperti halnya ke Jaksa Agung, ICW juga menyerahkan segepok data penyimpangan yang dilakukan BPPC. Kedatangan Teten ke DPR, memang tak disertai La Bartang, yang keburu pulang ke kampungnya. Sebelumnya, ICW bertemu Jaksa Agung Marzuki Darusman. Dari ICW hadir Teten Masduki, Apong Herlina, Bambang Widjojanto, dan I Wayan Sudirta. Menurut Teten, pihak-pihak yang berperan dan turut diduga melakukan penyimpangan, tidak terbatas pada mantan Presiden Soeharto dan putra bungsunya, Tommy Mandala Putra. Tetapi juga melibatkan sejumlah mantan pembantu presiden, seperti mantan Menteri Perdagangan Arifin Siregar, mantan Menteri Muda Perdagangan J Soedrajat Djiwandono, Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Tungki Aribowo, mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin, mantan Menteri Koperasi Bustanil Arifin, dan mantan Menteri Koperasi Subijakto Tjakrawerdaya. Sedangkan dari Induk Koperasi Unit Desa (Inkud), yang harus bertanggungjawab adalah Nurdin Halid. Selama ini, ungkap Teten, dana yang sudah terkumpul selama tata niaga Cengkeh dijalankan berjumlah seluruhnya Rp1,95 trilyun. Jumlah itu meliputi dana
SiaR--XPOS: INGAT YUGOSLAVIA MEDIA PERLU SENSOR?
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000 -- INGAT YUGOSLAVIA MEDIA PERLU SENSOR? Oleh: Bimo Nugroho (OPINI): Hujan turun di tepi Danau Scutari pinggir kota Titograd, Montenegro, akhir musim gugur 1987. Toh dinginnya hawa saat itu tak sanggup menyejuki hati para warga Yugoslavia yang sedang retak. Di tepi danau itu, ratusan perempuan berdemo dengan menggelar satu spanduk besar, "Kami kaum Ibu, bukan pelacur!" sebagai protes atas usulan pemimpin Albania Kosovo, Fadil Hodza, yang sangat merendahkan perempuan. Hodza, yang juga anggota kepresidenan federal (sebuah presidium penguasa pasca Tito), telah mengajukan sebuah proposal untuk memecahkan persoalan perkosaan di Kosovo. Beberapa media nasional di Yugo melansir pernyataan Hodza, "Para perempuan terhormat bisa dilindungi dari perkosaan, tapi mereka yang jumlahnya tertentu di tempat-tempat minum tertentu, memang harus memuaskan nafsu seks pria." Dengan kata lain Hodza ingin melegalkan prostitusi secara terbatas untuk menekan angka perkosaan yang menggila. Yang aneh adalah, media-media mengangkat pernyataan Hodza setahun setelah ucapan itu terlontar, tatkala Hodza menjamu makan malam para jendra JNA (TNI-nya Yugoslavia). Tiga soal yang mengusik dalam kisah di atas; Pertama, soal perempuan yang jadi korban kekerasan seksual dalam situasi politik keamanan yang kacau. Kedua, soal media yang mampu menyulut emosi publik meski yang disampaikan sebenarnya sudah tak layak berita karena informasi bias dan basi. Tetapi, ketiga, menjadi layak berita lagi karena konteks sosial politik waktu itu. Tentu masih lekat dalam ingatan kita, betapa Yugoslavia saat itu menuju perpecahan sehingga setiap pernyataan apapun yang menyakitkan dari pemimpin etnis tertentu akan ditanggapi secara emosional oleh etnis yang lain. Ketiganya bertumpuk berkeliling dan mendorong demonstrasi balasan di wilayah lain dan akhirnya berakhir dengan brutalitas yang saling menghancurkan antar etnis-antar agama. Gabriela Mischkowski menuliskan pengalaman-pengalamannya, seperti sepetik kisah di atas, begitu menarik selama ia hidup dalam suasana perang di Bosnia-Herzegovina. Ada satu tulisan Mischkowski yang sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Sandra Kartika dengan judul "Propaganda Perang dan Media di Negara Bekas Yugoslavia" (Dirampai dalam buku Dari Keseragaman Menuju Keberagaman, LSPP, 1999). Pesan yang ingin disampaikan Mischkowski adalah ada faktor (dia tak menyebut provokator) yang mengipas brutalitas hubungan antar etnis-agama hingga meledakkan perang yang akhirnya membuat Yugoslavia pecah. Dan Mischkowski menemukan kesimpulannya; media memainkan peranan penting dalam mengubah warga yang semula rukun menjadi saling memusuhi. Berita-berita di berbagai media nasional Yugo saat itu, meski bernuansa melawan kekejaman, ternyata menurut Mischkowski justru menghasut pembaca hingga terdorong melakukan kekejaman balasan. "Perang isu media adalah prakondisi dari perang yang sesungguhnya," demikian tulis feminis asal Jerman ini. Laporan Mischkowski sungguh mendirikan bulu roma. Dengan serta-merta kita akan melongok berita-berita tentang Ambon dan Aceh di media-media nasional. Dari mediawatch yang dilansir di Jurnal Pantau terbitan ISAI dan Grasindo, wacana konflik lokal yang muncul di media belakangan ini telah banyak menimbulkan bias yang bisa menyulut emosi di kalangan pembaca seantero negeri. Apa yang terjadi di Ambon dan Aceh, bisa dengan sangat cepat direspon masyarakat di Jakarta yang megapolit hingga Kupang yang terpencil. Bila kita mengikuti perspektif Mischkowski maka tahapan yang diprediksi adalah, pertama, kekejaman yang terjadi di suatu wilayah akan direspon oleh protes gerakan massa di wilayah lain. Kedua, liputan media atas gerakan massa itu akan memancing gerakan massa balasan. Ketiga, akan terjadi konflik horisontal dalam masyarakat yang berujung pada kekerasan yang brutal. Keempat, brutalitas mengembang jadi besar dan perang saudara terjadi. Kelima, negara pecah berkeping-keping. Pertanyaannya, apakah media saat ini harus disensor atau menyensor sendiri berita-berita mengenai konflik SARA agar Indonesia tak pecah seperti Yugoslavia? Apakah kebebasan pers yang telah jatuh bangun diperjuangkan selama ini harus mengalah pada "kepentingan yang lebih besar" yaitu "persatuan dan kesatuan" Indonesia. Saya tidak tahu sekarang, tapi dulu banyak pejabat berpikir demikian dan menghimbau pers untuk "menahan diri". Berandai mereka gunakan cara yang sangat nostalgik seperti ketika Presiden Kennedy mengundang para pemimpin redaksi dan membeberkan rencana serangan gerilya Amerika Serikat ke Teluk Babi, Kuba, di awal dekade 1960-an. Kennedy memberi "kebebasan" pada media apakah akan memuat atau tidak, tapi dia jelaskan efek negatif bila pers memuatnya. Para pemimpin redaksi berunding dan
SiaR--ISAI: PERANGKAT RADIO RASITANIA FM SOLO DIRAMPAS OLEH PETUGAS POLRESTA SURAKARTA
Precedence: bulk PROTES PERANGKAT SIARAN PTPN RASITANIA FM SOLO DIRAMPAS OLEH PETUGAS POLRESTA SURAKARTA Latar belakang: Pada tanggal 2 Maret 2000, PTPN Rasitania 100.2 FM Solo, salah satu radio swasta yang menjadi jaringan Kantor Berita Radio 68H Jakarta, didatangi oleh sekitar 300-an demonstran yang tergabung dalam Forum Pembela Islam Surakarta (FPIS). Mereka memprotes acara talk show yang diadakan oleh PTPN pada tanggal 24 Februari 2000, pukul 20 - 20.58, mengenai "Resolusi Konflik Antar Agama". Dalam talk show itu, pendeta Ahmad Welson yang bertindak sebagai narasumber, dianggap oleh para pemrotes telah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyinggung umat Islam. Para pemrotes menuntut agar PTPN menyairkan permintaan maaf sebanyak 5 kali sehari dalam waktu 7 hari berturut-turut. Pada saat permintaan itu sedang dalam proses diluluskan oleh pihak PTPN, kemudian datang petugas Dalmas Polresta Surakarta untuk merampas perangkat siaran milik stasiun tersebut atas desakan para pemrotes. Sejak hari Kamis 2 Maret 2000, pukul 12.00, Radio PTPN berhenti mengudara. Direktur Utama PTPN, Budioko, dan Jeffry Ohio, moderator talk show tersebut, juga dibawa ke kantor Polresta untuk diperiksa. Protes dan tuntutan: ISAI (Institut Studi Arus Informasi) memprotes tindakan petugas kepolisian yang melakukan perampasan atas perangkat siaran Radio PTPN sebagai tindakan yang mengancam kebebasan pers. ISAI juga memprotes tindakan kelompok demonstran yang mengaku sebagai anggota Front Pembela Islam Surakarta (FPIS) yang mendesak petugas kepolisian untuk melakukan perampasan itu. ISAI menganggap tindakan itu sebagai wujud intoleransi dan berlawanan dengan prinsip kebebasan mengemukakan pendapat yang dijamin oleh UUD 1945. ISAI menghormati protes para demonstran terhadap isi talk show yang dianggap menyinggung perasaan umat Islam sebagai wujud dari kebebasan berekspresi yang harus dihormati oleh semua pihak. Tetapi ISAI menyayangkan tindakan mendorong petugas untuk merampas perangkat siaran, padahal stasiun radio tersebut sedang dalam proses meluluskan tuntutan para demonstran. Dalam hal ini, pihak stasiun sudah berniat baik untuk memenuhi hak para pendengarnya untuk menyampaikan protes. ISAI menganggap bahwa semua pihak harus menghormati kebebasan media sebagai salah satu prasyarat untuk membangun kehidupan yang demokratis, terbuka dan toleran. Ancaman terhadap kebebasan media juga berarti ancaman atas demokrasi itu sendiri, dan juga terhadap kehidupan beragama yang toleran dan terbuka. Konflik antaragama justru dimulai pada saat aliran informasi dalam masyarakat ditutup atau dihambat, baik oleh petugas pemerintah atau oleh masyarakat sendiri. Untuk itu, ISAI menuntut: 1. Agar pihak Polresta Surakarta sesegera mungkin mengembalikan perangkat siaran yang dirampas dari PTPN, serta melepaskan Dirut dan moderator talk show yang saat surat ini dibuat masih dalam pemeriksaan. 2. Menuntut kepada semua anggota masyarakat agar menghormati prinsip kebebasan media, dan menyampaikan protes atas isi suatu siaran dengan cara yang tidak berlawanan dengan kebebasan media itu sendiri. 3. Menghimbau kepada umat beragama agar tidak mudah terpancing oleh ulah sebagian anggota masyarakat yang justru bisa merusak kehidupan beragama secara keseluruhan. Demikian surat protes kami. Jakarta, 2 Maret 2000 (pukul 21.45 WIB) ttd. Ulil-Abshar Abdalla Wakil Direktur -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
IqrA--JJK: AKU MEMANG TERLALU PEKA
Precedence: bulk JJ KUSNI: AKU MEMANG TERLALU PEKA aku memang terlalu peka terhadap penipuan karena aku merasakannya aku memang terlalu peka terhadap pembunuhan karena aku pun merasakannya aku memang terlalu peka terhadap pembodohan terhadap perampokan perbudakan kehilangan kelaparan dan siksa karena aku merasakannya kepada yang berang atas kata-kataku kutanyakan lalu: siapakah tuan dan nyonya siapakah anda maka berang pada pemberontakan maka tak paham akan perlawanan? jika demikian baiklah "selamat jalan!" kukenal sudah anda kutahu sudah tuan dan nyonya. Paris, 1999 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
IqrA--JJK: BULAN MENARA GEREJA ABBESSES
Precedence: bulk JJ. KUSNI: BULAN MENARA GEREJA ABBESSES 1. malam ini bulan bulat bundar warna tembaga dari puncak menara abbesses seakan hanya sedepa jaraknya beginilah selalu saban musim gugur makin jauh menghalau matahari ke selatan awan, langit dan bumi paris kian mendekat sementara gelandangan yang menahun sudah kukenal tambah tua dan bertambah tua kali inipun ketika kudatang masih saja bertutur-sapa saban kulewat taman bundar disebut plaza artinya kemiskinan dari sini pun belum pupus benar sedangkan penguasa masih nanar berdebar bertanya-tanya tahun ini: berapa gerangan orang tak berumah akan dibunuh musim? 2. tentu saja tak bisa kusetujui bulan di sini karena nama paris lalu jadi lebih indah dari ciliwung, pejompongan, kahayan atau katingan kalau kau bisa bicara kepada saksi kehidupan dari langit ini tak siapapun akan berani menepuk dada tanahair ini atau itu bangsa ini atau itu paling jempolan bebas kemelut penghisapan-penindasan di manapun jadinya tetap musuh anak bumi semua suku dan agama bersama harus digelut! Paris, 1999 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
ISTIQLAL (3/03/2000)# MENYELAMATKAN THE LOST GENERATION DI KALIMANTAN TENGAH
Precedence: bulk MENYELAMATKAN "THE LOST GENERATION" DI KALIMANTAN TENGAH Dikutip dari Majalah Sahewan Tajahan (Obor Penyulut), Palangka Raya, Kalimantan Tengah, No.3 Nopember 1999 "tanahair bagaikan perahu dibengkalaikan para kelasi demikianpun aku seperti negeri ini lebih papa dari duka segala duka namun mesti menjadi penguasa pengemban derita" Louis Aragon Kwik Kian Gie dalam salah-satu pernyataannya begitu dia diangkat menjadi menteri Ekuin, mensinyalirkan adanya "the lost generation", generasi yang hilang di negeri ini. The lost generation yang dimaksudkan oleh Kwik adalah suatu angkatan yang dikarenakan kekurangan gizi pada masa balita dan pertumbuhannya menjadi suatu angkatan yang perkembangan fisik dan kecerdasannya menjadi terhalang sehingga mereka tumbuh menjadi suatu angkatan yang tidak bisa memberikan manfaat kepada pemberdayaan rakyat, tanahair dan bangsa. Pernyataan Kwik ini menunjukkan bahwa taraf kemakmuran tinggi yang sering diuar-uarkan sebagai perolehan Orba, serta angka-angka statistik yang diumumkan mengenai merosotnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, tidak lebih dari angka politik serta kebohongan besar. Apabila kita berada di lapangan, terutama di kalangan lapisan bawah dan paling bawah masyarakat, pernyataan Kwik ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan karena memang demikianlah kenyataan sesungguhnya. Rincian keterangan mengenai hal ini pasti tidak akan cukup dibeberkan dalam satu dua halaman kalimat. Hanya yang jelas, Kwik sudah membantu mengungkapkan bahwa di hadapan kita terbentang satu tugas sangat mendesak karena kalau tidak segera ditangani dan diatasi maka bangsa ini, akan melalui satu periode kosong oleh adanya "the lost generation". Ancaman oleh adanya "the lost generation" ini bagi Kalimantan Tengah menjadi lebih serius lagi. Tidak usah jauh-jauh kita pergi ke propinsi di mana orang Dayak merupakan mayoritas penduduk disingkirkan dan dimarjinalisasi oleh sistem Orba, di Palangka Raya saja sebagai ibukota propinsi, masalah ancaman "the lost generation" gampang sekali kita dapatkan bukti- buktinya. Membuka pintu dan jendela, kita sudah melihat ancaman tersebut. Angka-angka dan daftar pembangunan yang disiarkan oleh pemda di bawah mantan gubernur rekayasa Warsito Rasman selama lima tahun kekuasaannya , tidak bisa menutup kenyataan ini, kecuali dalam laporan- laporan palsu kepada masyarakat dan ke tingkat atasan sesuai dengan mentalaitas menginjak ke bawah menjilat ke atas. Masalahnya sekarang adalah bagaimana kita menangani dan mengatasi hal ini agar Kalimantan Tengah bisa menghindari diri dari ancaman hilangnya satu generasi. Berbicara tentang "the lost generation "bukanlah berbicara tentang klas menengah atau lapisan elite yang selama 32 tahun lebih kenyang dan dikenyangkan oleh sistem Orba, cq. Warsito Rasman di Kalteng. "The lost generation" berarti kita berbicara tentang mayoritas masyarakat yaitu lapisan masyarakat bawah dan paling bawah yang jika sehari saja tidak bekerja maka mereka tidak tahu apa yang mesti dimakan hari itu. Sementara lapisan elite, walaupun tidak terbayangkan akal bagaimana dengan gaji resmi, tetapi dalam kenyataannya bisa membangun rumah-rumah penaka istana. Elite yang dimaksud mencakup baik elite di pemerintahan maupun yang bekerja sebagai administrator universitas, misalnya. Keras mungkin kata-kata ini, tetapi apalah arti kekerasan kata-kata dibandingkan dengan kepahitan hidup masyarkakat bawah dan paling bawah, mayoritas penghuni propinsi. Keras kata-kata mungkin dirasakan oleh mereka yang selama 32 tahun Orba tidak mengenal arti pembunuhan, penindasan, pemerasan dan pembungkaman serta apalagi kelaparan.Mengingat jumlah masyarakat bawah dan paling bawah demikian besar dan merupakan mayoritas penduduk (Dayak atau bukan Dayak) maka jalan keluar dari ancaman "the lost generation" ini justru terletak pada mereka juga. Dari sini pulalah kita mulai membangun elite tandingan baru, elite yang berakar pada masyarakat dan bukan elite comotan. Bila elite tandingan ini muncul maka politik uang akan kehilangan makna, termasuk partai- partai politik yang hanya mengatas-namai rakyat pun akan kehilangan barang dagangan. Massa dan hanya massa lah yang merupakan pahlawan sejati. Pemaduan kekuatan antara para cendekiawan, massa dan pimpinan akan memberi kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan jalan keluar dari ancaman "the lost generation". Wawasan, organisasi masaa bawah dan program yang jelas bertolak dari kenyataan akan merupakan cara praktis dalam menangani masalah ancaman yang disinyalirkan oleh Kwik. Di sinilah terletak peranan penting Yayasan Hatantiring beserta seluruh organisasi anggota- nya yang bergerak di berbagai bidang.Di sini pulalah letak penting kerjasama antara Yayasan Hatantiring sebagai organisasi swadaya masya- rakat dengan pemerintah kotapraja Palangka Raya di
IqrA--JJK: KELEBAT BAYANG MASUK BELUKAR
Precedence: bulk JJ.KUSNI: KELEBAT BAYANG MASUK BELUKAR masih bisakah kau berdoa menengadah ke angkasa ketika tanganmu basah darah saudara dan ibu-bapak sendiri apakah agama apakah tuhan apakah dewa-dewa memang menurunkan titah agar kita jadi pembunuh-pembunuh beringas? kudengar ombak berdebur di bawah nyiur pantai pulau kudengar silir angin di antara daun-daun berbisik galau dari ambon hingga pangkalan bun orang berbunuhan jihadpun diserukan tapi apakah dendam ini titah tuhan? nalar sudah layu bagai daun kuning bergoyang jatuh dari dahan dendam dikobarkan membakar kasih tinggal ocehan yang mengabu zaman ini agama sungguh ajaib jadi penyulut orang berseteru bila tuhan dan dewa beradu, gong duka kematian mulai dipalu dukamu tanahair dukamu orang sekampung dukamu saja yang kudengar saban tiba fajar apa yang bisa kubanggakan dengan kematian saudara apa yang bisa kubanggakan dengan membunuh ibu-bapak? aku paham kemarahan pulau, laut dan gunung jika anak-anak asuhannya dibunuh dan dipancung aku paham dan yang tak kupaham mengapa kini pancung- memancung berkelabat bayang dalam belukar, siapakah mereka yang berdarah di jejaknya? Perjalanan, Januari 2000 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MeunaSAH--OTTO: MARINIR
Precedence: bulk MARINIR Oleh: Otto Syamsuddin Ishak Saya pernah memendam rasa kagum terhadap marinir -dan itu terjadi jauh ketika masih bernama KKO. Rasa kagum itu muncul ketika rombongan saya berangkat dari Surabaya menuju Ujungpandang. Rupa-rupanya Surabaya memang sudah menjadi bumi KKO dan, kini marinir. Karena itu prajurit KKO selalu terkilas dihadapan saya. Dalam pelayaran itu, tiba-tiba seorang penumpang membisikkan sesuatu di telinga. Ia menyatakan KKO adalah pasukan elitnya Angkatan Laut. Mereka memiliki disiplin yang sangat tinggi bahkan hampir muskil rasanya. Ia memberi contoh bahwa bila ada prajurit yang berbuat salah, bahkan khilaf dalam menjalankan tugasnya, maka sang prajurit dengan segera menghukum dirinya sendiri. Saat ini terbayang di dalam pikiran saya, kedisiplinan yang sudah berubah menjadi kontrol diri yang ketat itu tentunya menunjukkan moralitas yang tinggi. Kedisiplinan adalah rancang bangun yang berdiri di atas fundasi moral. Komandan bukan lagi momok, bukan lagi senior, bukan lagi pangkatnya yang lebih tinggi, bukan lagi yang paling kuasa --melainkan adalah pribadi yang memiliki integritas moral yang lebih tinggi. Komandan menjadi aturan yang hidup dan memberi tauladan. Semua gerak-gerik komandan telah menjadi aturan keprajuritan yang berlaku bagi para prajurit KKO yang berada di dalam kendalinya. Sebab tak mungkin anak buah yang tahu diri berada di bawah kontrol komandan yang tak tahu diri -dan sebaliknya. Barangkali sosok KKO merupakan prototipe model ideal yang disebut prajurit profesional kerakyatan. Mereka memiliki prinsip sendiri, status yang jelas dan peran yang terkomando. Mereka tak mudah terombang-ambing oleh perubahan cuaca politik elite Negara, sebagaimana mereka mampu mengatasi perubahan cuaca lautan bebas yang sukar diprediksi. Ketika 1965, pasukan elite Angkatan Laut ini relatif memiliki posisi yang tak terlibat dalam konflik perebutan kekuasaan di Jakarta. Karena sikapnya yang mandiri, maka mereka justru memiliki nilai politik yang tinggi. Mereka disegani oleh angkatan lain dan --yang paling penting dicintai rakyat di mana mereka menjalankan tugasnya. Namun, karena itu pula Rezim yang berkuasa setelah kudeta 1965 itu memarjinalkan atau meminggirkan peran Marinir. Marinir menjadi tenggelam, dan rasa kagum saya pun terpendam. Rasa kagum itu kembali mencuat pada masa reformasi. Tampilan mereka yang disiarkan oleh TV swasta itu kembali menggugah rasa kagum itu. Bagaimana sang komandan dan anak buah berjalan di Salemba dengan senjata lengkap dan santai di saat-saat yang menegangkan itu, tapi tak terkesan arogan. Rakyat mengelu-elukan kehadiran Marinir, yang dibalas dengan senyuman. Label elite yang mereka sandang tak identik dengan momok, melainkan terkesan sebagai Ratu Adil. Dan, saya melihat truk-truk Marinir di jalan Jakarta. Para prajurit terkesan duduk santai. Senjata mereka tak menghunus. Kecepatan kenderaan normal, tak terkesan gawat darurat, kegugupan pasukan atau pun kehendak untuk diperlakukan istimewa oleh para pengguna jalan lainnya. Namun, pemandangan demikian ternyata tak mengurangi nilai dari label sebagai kesatuan elite. Marinir tampaknya tak bermain politik dan ingin dipermainkan oleh politik gonjang-ganjing elite Jakarta. Mungkin karena itulah, Marinir memiliki nilai kredibilitas (dapat dipercaya) dan akuntabilitas (tak korup) yang tinggi di mata rakyat. Apalagi Marinir tak pernah tercatat di hati rakyat pernah bergerak secara siluman untuk menghantam rakyat. Mereka selalu tampil dengan jati diri seutuhnya dan, dengan kontrol emosional yang kuat. Saya kira Marinir akan melakukan operasi amuk ketika Mayor Edy diculik dan dihilangkan. Operasi amuk itu bisa tampil dengan berbagai wajah, misalnya: asal tangkap, asal bakar, asal siksa dan asal jarah harta benda rakyat. Toh, mereka memang elite -yang bisa berarti mahakuasa. Ketika di bandara, saya berkenalan dengan seorang prajurit Marinir asal Aceh. Karena keramahannya, maka saya terdorong untuk bertanya: "siapakah sebenarnya pelaku penculikan itu menurut analisis Marinir?" Ia menjawab singkat: "Itu permainan politik tingkat tinggi." Karena dalam situasi hiruk-pikuk reformasi di Jakarta, Marinir berkali-kali dipancing untuk konflik dengan mahasiswa dan rakyat. Tapi komandan kami punya kebijakan tersendiri. Bahwa Marinir itu berasal dari dan bila sudah selesai tugas juga akan kembali sebagai rakyat sipil. Marinir bukanlah disiapkan untuk berhadapan dengan rakyat maupun mahasiswa. Kami justru diadakan atau ditugaskan untuk melindungi mereka dari provokasi kelompok-kelompok pericuh. "Mengapa selama tugas di Aceh, Marinir dapat hidup tenang di tengah-tengah masyarakat?" "Begini," katanya lebih lanjut, "bahwa dalam menjalankan tugas Marinir selalu mempertimbangkan faktor budaya setempat. Karena itu, dalam setiap satuan prajurit itu, selalu ada putra daerah setempat." Rupanya Marinir mempertimbangkan faktor budaya lokal dalam mengambil
IqrA--HERSRI: RATAPAN
Precedence: bulk Hersri Setiawan: RATAPAN kenangan tentang timtim dan aceh mayat-mayat ditimbun seperti sampah berjimbun menutupi tanah di mana-mana tifa dan serunai para jamhur dan leluhur diam kelu lupa pada segala masa lalu arwah para mati tersingkir dari alam baka berjalan mengembara membawa airmata ibu negeri yatim piatu yang menangis yang hidup berlutut di pelataran baitullah dengan sisa darah menguras pedih suara ratapan suci terbang kosong tegur-sapa seperti angin padangpasir bahasa silaturahmi terbakar api dendam mati seperti hewan kurban di alun-alun musim lalu silam membawa berita bencana musim baru datang tanpa membawa janji tapi terdengar nyaring para ibu dan bocah ribut menyembunyikan mimpi cinta kasih burung kudasih menangis di dahan merabu memandangi puing-puing dan rumah kosong hujan peluru menyayat kedamaian malam di segala penjuru juga di kamar pengantin selagi mereka sedang mencipta hidup baru tanah kumandang dengan suara asing bedil yang bersahutan dan jerit rintih dan wajah carut pembunuhan yang keji menutupi negri dalam kabut dendam khizit matahari di langit masih menabur panas angin kemarau masih menyebar dingin jadikanlah lagu damai buat semua kockengen: februari 00 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---UPAYA SISTEMATIS MENGURANGI PERAN KORPS INFANTERI
Precedence: bulk UPAYA SISTEMATIS MENGURANGI PERAN KORPS INFANTERI JAKARTA, (TNI Watch!, 3/3/2000). Mutasi di tubuh TNI baru-baru ini, memiliki nilai tersendiri, karena baru kali inilah, mutasi di tubuh TNI, merata untuk ketiga angkatan. Tidak seperti biasanya, yang banyak didominasi perwira Angkatan Darat, lebih khusus lagi dari kecabangan infanteri. Kalau perwira dari kecabangan infanteri banyak "mendominasi" di tubuh AD dan TNI pada umumnya, wajar-wajar saja, karena jumlahnya memang banyak. Mengapa bisa begitu? Karena mencetak perwira infanteri, relatif lebih mudah ketimbang mencetak perwira dari kecabangan lain, seperti artileri, kavaleri, zeni, perhubungan, dan lain-lain. Itu bisa terjadi, karena secara teknis kecabangan di luar infanteri tersebut, muatan teknologinya lebih banyak ketimbang korps infanteri. Jadi umumnnya perwira agak enggan memasuki kecabangan tersebut, karena lebih sulit. Menjadi infanteris lebih mudah, dengan otak pas-pasan, namun memiliki nyali, sudah bisa menjadi perwira infanteri. Sesuatu yang mustahil terjadi di korps lain. Kalau otaknya pas-pasan, mungkin sulit lulus, karena ilmunya rumit. Jadi bagi calon perwira yang merasa dirinya kurang pandai, namun asal memiliki nyali alias modal nekad, memang pas untuk memasuki infanteri. Karena jumlahnya banyak, korps infanteri menjadi seperti sangat "berkuasa" di tubuh TNI. Demikian banyaknya, sehingga sering pos-pos jabatan yang ada di TNI, tidak dapat menampung perwira infanteri yang ada. Cara mengatasinya ialah dengan "melempar" mereka ke jabatan-jabatan sipil, seperti menjadi walikota, bupati, anggota DPRD, dan instansi sipil lainnya. Sedang bagi perwira artileri atau kavaleri, jarang sekali yang menduduki jabatan sipil, karena sangat dibutuhkan kesatuannya. Karena ilmunya sulit, maka SDM perwira artileri atau kavaleri menjadi sangat bernilai. Berbeda dengan korps infanteri, yang jumlahnya super banyak, namun kualitas perwiranya banyak juga yang masuk kategori "sampah". Dari mutasi kali ini, hanya ada dua posisi strategis yang akan diisi oleh dua kolonel dari korps infanteri, masing-masing adalah Kol Inf Romulo (sebagai Kasdam Jaya) dan Kol Inf Hidayat Purnomo (sebagai Direktur "E" BAIS TNI). Yang menarik adalah posisi Komandan Satuan Intel BAIS, yang sepertinya sudah mentradisi sebagai milik perwira infanteri (Slamet Singgih, Slamet Kirbiantoro, Zacky Anwar, Alm Kol Inf Johanes Supit), kini untuk pertama kalinya diisi oleh perwira dari korps perhubungan, yaitu Kol CHB Amir Tohar. Dan satu lagi adalah pos Waasrena KSAD, yang diberikan kepada Kol Art John F Rumopha. Infanteri memiliki julukan yang sangat manis, berbunyi infanteri adalah "ratu medan pertempuran" (queen of the battle). Jadi ada mitos, bahwa aroma mesiu di korps infanteri memang lebih kuat ketimbang korps lain. Namun seiring dengan aspirasi masyarakat kita yang semakin demokratis, dan mendambakan perdamaian, jadi kecil sekali kemungkinan ada pertempuran atau peperangan dalam skala besar di masa mendatang. Aspirasi ini merupakan pertanda, bahwa peran korps infanteri di masa depan kurang urgen lagi. Tidak perlu lagi ratu-ratuan medan pertempuran, karena pertempuran sudah tidak ada lagi. Paling-paling perang "kecil-kecilan" di Aceh dan Papua. Masih lebih berguna perwira-perwira yang memiliki kemampuan teknis, yang berguna bagi masyarakat banyak, seperti korps perhubungan, zeni (terutama zeni kontruksi), kesehatan dan peralatan. Perwira dan prajurit zeni kontruksi misalnya, bisa dimanfaatkan membuka wilayah-wilayah yang masih terisolasi. Misalnya membuat jembatan darurat, atau memperbaiki jalanan yang rusak parah di daerah Bekasi dan Tangerang. Zeni kontruksi memiliki kiat yang efisien untuk membangun sarana publik, dengan cara yang murah dan cepat. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---MENGENAL DANREM SURABAYA DAN SURAKARTA
Precedence: bulk MENGENAL DANREM SURABAYA DAN SURAKARTA JAKARTA, (TNI Watch!, 3/3/2000). Dalam sebuah acara "Talk Show" di RCTI, hari Senin malam (28/2), mantan Kasum ABRI Letjen TNI Purn Soejono, antara lain mengatakan, seorang perwira agar bisa dipromosikan pada pangkat lebih tinggi, harus memiliki pengalaman yang lengkap, di bidang operasional, staf, teritorial, dan pendidikan (menjadi dosen atau pelatih). Ungkapan itu terkesan merupakan "otokritik" bagi Letjen Soejono, karena selama karirnya di militer, pengalaman Soejono di bidang teritorial termasuk kurang. Karena Soejono tidak pernah menjadi Danrem. Kurangnya pengalaman di bidang teritorial (tidak pernah menjadi Danrem), tidak hanya dialami Soejono, namun sebagian besar mantan ajudan mantan Presiden Soeharto, termasuk Wiranto dan Try Sutrisno. Hanya satu yang pernah menjadi Danrem, yaitu Mayjen TNI Purn Kentot Harseno, yang pernah menjadi Danrem 164/Wiradharma Dili. Gejala ini memperlihatkan, perjalanan karir ajudan-ajudan mantan Presiden Soeharto bisa melaju, karena dikatrol oleh patronnya, yaitu Soeharto sendiri. Kalau kita ingat kembali ucapan Soejono di atas, Soejono seperti mengakui, bahwa ia sebenarnya kurang pantas mencapai jenjang kepangkatan lebih tinggi, terlebih hingga mencapai tiga bintang di pundak. Pengalaman "buruk" Soejono tersebut, mudah-mudahan bisa dijadikan bahan masukan bagi para penentu kebijakan di Mabes TNI dan Mabes Angkatan Darat, untuk mempromosikan seorang Kolonel (senior) menjadi seorang brigadir jenderal. Berdasar pengalaman "buruk" dan "otokritik" Soejono itulah, dirasa perlu untuk memperkenalkan para Danrem yang ada. Kali ini akan diperkenalkan dua Danrem dari Surakarta dan Surabaya. Alasan mengapa dua Danrem itu yang diperkenalkan terlebih dahulu. Pertimbangannya adalah, karena keduanya ada Danrem yang baru dilantik. Dan Danrem tersebut menjaga kawasan yang terhitung strategis. Danrem 074/Warastratama Surakarta yang sekarang adalah Kol Inf Karsadi. Kol Karsadi dilantik pada tanggal 21 Januari 2000, menggantikan Kol Inf Heru Sudibyo. Wilayah yang berada di bawah kendali Korem 074/Warastratama, adalah kota-kota eks Karesidenan Surakarta (Solo, Sukoharjo, Karang Anyar, Sragen, Klaten, Wonogiri dan Boyolali). Karsadi dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah, pada 17 Maret 1952. Setelah tamat dari SMA, memasuki pendidikan Akabri, dan lulus pada tahun 1974. Karir militernya dimulai dari Danton, Danki, Kasi 4/Log, hingga Kasi 2/Ops pada Yonif 131 Braja Sakti (Padang, Sumbar). Seusai bertugas di Padang, Karsadi kemudian ditarik ke Kodam IV/Diponegoro, sebagai Wadan Dodikif Rinifdam IV/Diponegoro. Tugas sebagai pendidik dilanjutkan, saat ditunjuk sebagai Dosen Seskoad (1992-1994). Setelah bertugas di lingkungan pendidikan, Karsadi kembali bertugas di pasukan, yaitu sebagai Komandan Yonif 527 (Lumajang, Jatim). Kemudian diteruskan bertugas di teritorial sebagai Dandim 0816/Sidoarjo. Setelah itu Karsadi masih bertugas di lingkungan Kodam V/Brawijaya, sebagai Waasops Kasdam V/Brawijaya, dilanjutkan sebagai Wadan Rindam V/Brawijaya. Setelah bertugas di Kodam V/Brawijaya, Karsadi kembali menjadi dosen, kali ini di Sesko ABRI. Kemudian masih di lingkungan Sesko ABRI, sebagai Paban II/Karya Sesko ABRI. Setelah dari Sesko TNI, Karsadi bertugas lagi di Rindam IV/Diponegoro di Magelang, kali ini sebagai Komandan Rindam tersebut. Danrem berikutnya yang akan diperkenalkan adalah Danrem 084/Bhaskara Jaya Surabaya, yaitu Kol Inf Bambang Suranto. Kol Inf Bambang Suranto dilantik sebagai Danrem 084/Bhaskara Jaya pada tanggal 11 Februari 2000, menggantikan Kol Art Bambang Satriawan. Wilayah yang berada di bawah kendali Korem 084, adalah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan kota-kota di Pulau Madura. Saat dilantik sebagai Danrem O84/BJ, Kol Inf Bambang Suranto masih menjabat pula sebagai Danrem 081/Dhirot Saha Jaya, Madiun. Setelah lulus Akmil tahun 1974, ditugaskan di berbagai kesatuan di Sumatera Selatan, mulai dari pangkat Letda hingga Kapten. Dari Sumsel hijrah ke Bandung, dan bertugas di Pusat Pengembangan Sistem Operasi (lembaga ini sudah dilebur ke Kodiklat), selama dua tahun (1986-1988). Untuk selanjutnya ditarik ke Serang, sebagai Wakil Komandan Yonif 320/Badak Putih (1988-1989). Meningkat kemudian menjadi Komandan Bataliyon 310/Ikhlas Karya Utama di Sukabumi (1989-1990). Kemudian sekali lagi memimpin bataliyon, yaitu menjadi Komandan Yonif Linud 612/Modang di Balikpapan (Kaltim), tahun 1991-1992. Dari Kaltim kemudian ditugaskan di Kalbar, sebagai Kasiops Korem 121/ABW Pontianak. Setelah itu kembali ke Kaltim, sebagai Kasrem 091/Aji Surya Natakesuma di Samarinda. Setelah sekitar enam tahun bertugas di Kalimantan, Bambang Suranto ditugaskan kembali di Jawa, tepatnya di Kota Jember, sebagai Komandan Brigif 9/Divif 2 Kostrad (1997-1998). Tidak lama sebagai Danbrig 9, Bambang kemudian ditarik ke Markas Kostrad di
TNI Watch!---TENTARA KEROYOK DAN TEMBAK WARGA SIPIL DI MEDAN
Precedence: bulk TENTARA KEROYOK DAN TEMBAK WARGA SIPIL DI MEDAN MEDAN, (TNI Watch! 3/3/2000). Sepasukan tentara menembak warga sipil di Medan, Jumat (25/2). Akibatnya Faisal Piliang, 34, harus mengalami perawatan serius. Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen Afandi akhirnya minta maaf atas peristiwa tersebut. Menurut informasi yang diperoleh, peristiwa penembakan terjadi pada Jumat (25/2) pukul 19.45 WIB di Jalan Guru Patimpus Medan. Awalnya, Faisal Piliang dan Fazri Pasaribu bermaksud menjenguk orang tua mereka yang dirawat di Medan. Penduduk Jalan KS Tubun Padangsidempuan yang mengendarai mobil Kijang nopol BK 257 DY ini diserempet truk Dyna yang ditumpangi sepasukan oknum TNI. Peristiwa yang terjadi di Jalan Pemuda, persisnya di depan pusat perbelanjaan Perisai Plaza tersebut mengakibatkan kaca spion mobil milik korban rusak. Tapi truk tentara itu terus melaju, korban kemudian mengejar truk itu untuk minta pertanggungjawaban. Setelah melewati jalan Guru Patimpus, persisnya di depan pusat perbelanjaan Deli Plaza, truk berhenti. Korban yang mengira pengemudi truk akan minta damai juga berhenti. Namun yang kemudian terjadi, beberapa oknum tentara berpakaian sipil kemudian memukul mereka. Tidak hanya sampai di situ, mereka juga ditembaki dengan senjata laras panjang. Saat itu juga Faisal Piliang roboh berlumur darah. Punggung kanannya terkena tembakan sehingga harus dirawat serius di ruang ICU RS Malahayati. Sementara masyarakat sekitar yang bermaksud membantu tak luput dari ancaman rombongan tentara itu. Mobil Faisal yang ditinggal juga sudah raib dan sampai kini belum diketahui nasibnya. Kapendam I/Bukit Barisan Letkol Inf Nurdin Sulistyo mengatakan pihaknya masih terus mengusut kasus ini. Kapendam mengatakan mereka mendapat informasi bahwa truk Dyna itu berisi enam anggota berpakaian kaus bertulis "Pemburu". Tapi pihak kepolisian maupun TNI belum mengumumkan kesatuan rombongan tentara itu. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: SIAGA I UNTUK N SEBELAS?
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- SIAGA I UNTUK N SEBELAS? (PERISTIWA): Gerakan radikal dan para profiteur politik, sama-sama ingin "goyang" Gus Dur. Siapa mereka? Jajaran menteri di kabinet sekarang, agaknya masih tak terbiasa dengan "ulah" Gus Dur. Hal ini terlihat jelas ketika secara tiba-tiba, pada hari Rabu lalu (23/2), Gus Dur mengumumkan keadaan Siaga I di depan peserta seminar Menyongsong Abad Ke-21 di Bina Graha. Keruan saja, Sekretaris Kabinet Marsilam Simanjuntak, Panglima TNI Widodo AS dan Menko Polkam ad interim Surjadi Sudirdja langsung mengadakan konferensi pers untuk mengklarifikasi pernyataan itu di depan para wartawan. Terlihat jelas, Surjadi Sudirdja maupun Widodo AS, berusaha keras untuk mencari-cari cara untuk memperhalus pernyataan yang terlanjur dikeluarkan atasannya. Bagi Gus Dur, barangkali tidak ada salahnya mengatakan keadaan yang sebenarnya untuk memberikan rasa aman pada para pengusaha. Namun, bagi para menteri dan pejabat teras lainnya, hal itu justru bisa memancing kepanikan di tengah-tengah masyarakat. Soalnya, sulit dihindari, banyak orang akan menghubung-hubungkan "siaga satu" ini dengan isu kudeta yang sempat bergulir beberapa waktu lalu bersamaan dengan "memanasnya pemberitaan konflik Gus Dur-Wiranto." Bila ini terjadi, justru bukan rasa aman yang didapatkan para pengusaha. Soalnya, benarkah pernyataan Gus Dur memang semata-mata hanya ditujukan pada para investor? Hal ini diragukan banyak pihak. Pada saat yang bersamaan, seperti diberitakan berbagai media massa, memang terjadi sejumlah demonstrasi di berbagai tempat. Harian Kompas misalnya, mencatat aksi unjuk rasa di 23 tempat. Mulai yang diikuti oleh 30-an orang hingga 600-an orang. Mulai dari buruh pabrik hingga mahasiswa yang tergabung dalam Famred (Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi) dan KAMTRI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Tri Sakti). Aksi serentak semacam ini, bagaimanapun bisa dengan mudah bergerak membesar. Kekhawatiran terbesar Gus Dur, bila aksi-aksi semacam ini "ditunggangi" oleh lawan-lawan politiknya. Kekhawatiran semacam itu wajar saja. Pihak intelejen jelas sudah membaca kecenderungan dan segera melaporkan ke presiden. Itu sebabnya, Gus Dur bisa dengan cepat mengumumkan situasi keamanan ibukota, meskipun dengan cara yang cukup mengagetkan. Lalu, siapakah yang mungkin menunggangi aksi-aksi semacam itu? Beberapa sumber menyebutkan, serangkaian aksi massa sedang disiapkan oleh berbagai kelompok termasuk Front Pembela Islam serta kelompok binaan Eggy Sudjana. Kabarnya, aksi-aksi ini akan dilancarkan berkaitan dengan keputusan Gus Dur untuk menonaktifkan Jenderal Wiranto dari jabatan Menko Polkam. Front Pembela Islam, selama ini senantiasa mengkritisi kebijakan Gus Dur, tidak saja berkaitan dengan soal Wiranto, tapi juga berkaitan dengan rencana Gus Dur untuk membuka hubungan dagang dengan Israel. Sementara Eggy Sudjana, dikenal sebagai tokoh yang mengorganisir dukungan kelompok-kelompok Islam pada mantan presiden BJ Habibie, menjelang pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR lalu. Adanya upaya menggalang kekuatan kelompok-kelompok Islam untuk "menggoyang" Gus Dur, sebetulnya sudah tercium sejak Gus Dur berada di Eropa. Bocornya "pertemuan Lautze", berimbas pada terbongkarnya rencana penggalangan massa Islam untuk mendukung Wiranto. Eggy Sudjana sendiri, diberitakan hadir dalam pertemuan tersebut. Semenjak itu, perhatian intelejen terus mengarah pada kemungkinan membesarnya koalisi antara sejumlah perwira militer dengan kelompok-kelompok Islam. Hanya saja, beberapa pihak meragukan koalisi semacam ini mampu menghasilkan kekuatan yang cukup dahsyat untuk "menggoyang" Gus Dur. Sumber Xpos yang juga hadir dalam pertemuan Lautze, berani menyatakan bahwa kekuatan kelompok Islam binaan Eggy Sudjana sebetulnya tidak signifikan. Buktinya, sejumlah demonstrasi yang diorganisir oleh mantan Ketua HMI-MPO (Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi, yang menolak azas tunggal Pancasila sejak Orde Baru berkuasa) ini, paling banyak hanya dihadiri oleh puluhan hingga ratusan orang. Jelas tidak bisa dibandingkan dengan massa duet Gus Dur-Mega yang kini berkuasa. Bahkan, menurut sumber tadi, jumlah massa Eggy takkan bisa besar justru karena ia adalah seorang profiteur politik. Artinya, orang yang sengaja melakukan manuver-manuver dengan berbagai simbol agama untuk memperoleh keuntungan politik. Secara logis, bila seseorang mengharapkan keuntungan besar dari cara semacam ini, ia tentu tidak boleh memberi bagiannya pada terlalu banyak orang. Semakin besar massanya, semakin sedikit bagiannya. Ketika beberapa waktu lalu Eggy 'mendemo' Jamsostek, sumber-sumber yang pernah kenal dekat dengannya menyebut angka Rp500 juta, yang didapatnya dari Jamsostek sebagai uang tutup mulut. Sumber
SiaR--XPOS: PENGUNGSI
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- PENGUNGSI (LUGAS): Halaman depan surat kabar serta majalah-majalah kita (termasuk media ini), hari-hari ini selalu penuh dengan berita high politics. Berita-berita tentang elit politik. Tentang manuver-manuver mereka yang berada di dalam lingkaran kekuasaan ataupun yang berada di luar. Tentang Gus Dur, tentang Wiranto, tentang kudeta dan lain sebagainya. Atau tentang keadaan ekonomi kita secara makro. Tentang IMF, Bank Dunia, anti-IMF dan anti-Bank Dunia. Wajar saja. "Ini kan masa transisi," kira-kira begitu cara paling tepat untuk memberi pembenaran. Lagi pula, bagi umumnya media massa, berita-berita semacam inilah yang bisa mendongkrak oplah penjualan. Berita-berita lain tentu masih diberi ruang. Hanya saja, seringkali kehilangan kedalaman. Amat disayangkan, konsentrasi yang berlebihan pada persoalan-persoalan elit, membuat sejumlah persoalan sosial yang amat urgen terasa terabaikan. Contohnya, persoalan pengungsi. Sebagai imbas dari konflik sosial dan politik di berbagai daerah seperti Ambon, Aceh dan bekas wilayah RI, Timor Timur, ratusan ribu bahkan jutaan pengungsi kini terlantar di berbagai pos-pos pengungsian. Bahkan sejak awal terjadinya konflik, mereka kurang mendapat perhatian. Kebanyakan orang lebih suka bicara tentang sebab, dalang serta proses terjadinya konflik itu sendiri. Ketimbang berbicara tentang bagaimana nasib para pengungsi. Entah apa yang membuat kita sedemikian tumpulnya. Padahal, kondisi para pengungsi di berbagai tempat, umumnya mengenaskan. Seperti yang dialami ratusan pengungsi asal Timor Timur di asrama Transito Denpasar, yang diberitakan terpaksa mengkonsumsi air sumur berwarna kuning kecoklatan akibat suplai air dari PDAM mendadak dihentikan. Demikian pula dengan para pengungsi di Ternate yang mulai kesulitan memperoleh makanan, akibat terbatasnya kemampuan pemerintah daerah setempat. Seorang aktifis LSM setempat menyatakan, ia telah terbiasa dengan keadaan demikian, "Yang lebih kami butuhkan adalah makanan-makanan untuk bayi." Mereka adalah korban. Korban konflik yang mereka tidak ingingkan, dan korban dari situasi tidak menyenangkan di tempat baru yang kini terpaksa mereka tempati. Sangat mungkin pula, mereka akan kembali jadi korban ketidakpedulian kita. Kalau untuk begitu banyak urusan elit, dibentuk banyak komisi, rasanya tak ada salahnya pula membentuk komisi khusus urusan pengungsi. Kebersamaan kita mengatasi masalah pengungsi, mungkin bisa jadi contoh kongkrit, bagaimana persoalan SARA harus diselesaikan dengan tindakan nyata dan bersama. Bukan cuma omong doang. (*) - Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: SOAL 27 JULI TIDAK SESUKSES TIMTIM
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- SOAL 27 JULI TIDAK SESUKSES TIMTIM (POLITIK): Gus Dur akan kesulitan menyeret sejumlah perwira yang dulu terlibat dalam penyerbuan Kantor DPP PDI, Jakarta Pusat. Gus Dur sukses menggusur Jendral TNI Wiranto dari jabatan Menko Polkam. Sejak awal Gus Dur memang telah mengincar Wiranto karena jendral ini berusaha membangun pengaruh di jajaran TNI dengan menempatkan orang-orangnya di Mabes TNI. Namun, kisah sukses itu tampaknya sulit diulanginya dalam pengungkapan kembali Peristiwa 27 Juli 1996. Taruhlah, kalau Gus Dur serius mengusut kembali penyerbuan Kantor PDI, 27 Juli 1996 silam ia justru harus berhadapan dengan seorang komandan satuan militer berpangkat seorang kolonel, yang beberapa waktu belakangan ini sangat mendukung kekuasaan Gus Dur dari gangguan pendukung Wiranto harus. Kolonel itu adalah bernama Kolonel Inf Jul Efendi Syarief, Komandan Brigade Infanteri (Brigif) 1/Jayasakti, brigif di bawah komando Pangdam Jaya. Ketika Gus Dur bersitegang dengan Wiranto yang didukung Pangkostrad Letjen TNI Djadja Suparman, Jul memimpin sebuah brigade infanteri yang siap bertempur habis-habisan untuk membela Gus Dur. Tanpa hadangan pasukan Kolonel Jul, mungkin Wiranto sulit digusur, karena ia akan punya posisi tawar yang kuat jika ia diketahui akan gampang menguasai ibukota. Kalau waktu itu Wiranto dan Djaja punya nyali melakukan kudeta, sudah pasti Kolonel Jul akan berada di depan menghadang pasukan Kostrad pimpinan Letjen Djadja. Kolonel Jul adalah lulusan Akademi Militer 1976, kariernya masih panjang, tapi tangannya bersimbah darah para pendukung Megawati. Brigif 1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Batalyon Kaveleri, yakni: Yonif 201/Jaya Yudha (berbasis di Gandaria, Jakarta Timur), Yonif 202/Taji Malela (berbasis di Bekasi), Yonif 203/Arya Kemuning (berbasis di Tangerang dan Yonkav 9/Serbu (berbasis di Serpong, Tangerang). Brigif ini, ketika pecah Peristiwa 30 September 1965 dikomandani oleh Kolonel Inf Abdul Latief. Ketika itu, Letkol Inf Untung amat yakin bisa menguasai Jakarta karena Kolonel Latief mendukungnya. Artinya, kalau pasukan yang memiliki otoritas di ibukota mendukung sebuah usaha kelompok militer menduduki ibukota, maka upaya pendudukan itu menjadi mudah. Jul Efendi adalah komandan lapangan penyerbuan Kantor DPP PDI, di Jl. Diponegoro, 27 Juli 1996. Waktu itu, ia adalah Komandan Kodim 0501/Jakarta Pusat yang secara teritorial membawahi lokasi Kantor DPP PDI itu. Komandan Kodim Jakarta Pusat, Letkol Inf Jul Effendi, pagi hari 27 Juli 1996, memberi komando ketika ratusan pemuda yang mengenakan kaos warna merah yang diangkut sembilan truk warna kuning, agar segera menyerang kantor DPP PDI. Pasukan Letkol Jul pun mengedrop batu ke pasukan berseragam kaos merah itu. Siatuasi tak menentu. Lalu datang Kapolres Jakarta Pusat, Let kol Pol Abu Bakar mencoba berunding. Ia meminta Kantor DPP PDI dikosongkan namun ditolak warga PDI. Namun, tiba-tiba Letkol Jul kembali memerintahkan "pasukan merah" untuk menyerbu ke dalam yang disusul pasukan polisi di bawah komando Letkol Abu Bakar. Korban pun berjatuhan. Ini dilema bagi Gus Dur. Di satu pihak, Kolonel Jul adalah komandan lapangan operasi penyerbuan. Di pihak lain, kini justru Jul sempat "menyelamatkan" kekuasaan Mbak Mega dan Gus Dur. Kalau hukum hendak ditegakkan, Jul memang harus ikut bertanggungjawab terhadap kejahatan penyerbuan itu, namun di pihak lain, ia harus diberi penghargaan karena "kesetiaannya" pada Gus Dur dan "pembangkanganya" pada Jendral Wiranto. --- PEJABAT YANG TERLIBAT PERISTIWA 27 JULI --- Mantan Presiden RI Jendral TNI (Purn) Soeharto Panglima ABRI Jendral TNI Feisal Tanjung KSAD Jendral TNI Hartono Menko Polkam Jendral TNI (Purn) Soesilo Soedarman (alm) Kasum ABRI Letjen TNI Soeyono (tidak dilibatkan) Kasospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid Asospol Kasospol ABRI Mayjen TNI Suwarno Adiwijoyo Kapuspen ABRI Brigjen TNI Amir Syarifudin Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso Kasdam Jaya Brigjen TNI S. Bambang Yudhoyono Kepala BIA Mayjen TNI Syamsir Siregar Pangkostrad Letjen TNI Wiranto Danjen Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto Kapolri Jendral Pol Dibyo Widodo Kapolda Metrojaya Mayjen Pol Hamaminata Mendagri Letjen TNI (Purn) Yogie S Memet Dirjen Sospol Depdagri Mayjen TNI Sutoyo NK Dandim Jakarta Pusat Letkol Inf Jul Effendi Syarief Kapolres Jakarta Pusat Letkol Pol Abu Bakar Nataprawira --- Kolonel Jul, sudah pasti akan dibela oleh panglimanya: Pangdam Jaya, Mayjen TNI Ryamizard. Jul, tampaknya akan menjadi kekecualian dalam pengusutan kembali kasus ini. Apalagi, sejumlah jendral yang didiga ikut jadi pelaku penyerbuan itu, seperti Gus Dur sendiri juga akan
SiaR--XPOS: TEKA-TEKI SUTIYOSO
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- "TEKA-TEKI" SUTIYOSO (POLITIK): Sutiyoso dan para jenderal yang terkait "kasus 27 Juli", takkan 'tersentuh'. Ada apa? Para jenderal pelanggar HAM masih belum bisa tidur tenang. Belum lagi mereda tuduhan terhadap keterlibatan Wiranto dalam kasus pelanggaran HAM pasca jajak pendapat di Timor Timur, mulai lagi serangan dilancarkan pada sejumlah mantan perwira tinggi militer. Kali ini, para jenderal itu dituduh bertanggung jawab terhadap penyerbuan markas Partai Demokrasi Indonesia pada tanggal 27 Juli 1996. Kasus ini kembali menghangat, terutama setelah Kapolri Letjen Roesdihardjo menyatakan tekadnya untuk mengusut tuntas kejahatan pelanggaran HAM berkenaan dengan peristiwa tersebut. Sebelumnya, seperti diketahui, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menjadi kuasa hukum Megawati Soekarnoputri, pernah mengadukan sejumlah nama yang diduga terlibat kasus 27 Juli itu. Mereka antara lain, mantan Panglima ABRI Jenderal (purn.) Feisal Tanjung, mantan Kassospol ABRI Letjen (purn.) Syarwan Hamid, mantan Kapolri Jenderal Dibyo Widodo, mantan Kapolda Metro Jaya Mayjen Hamami Nata serta mantan Pangdam Jaya yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta Letjen (purn.) Sutiyoso. Niat Kapolri ini, tidak dapat dianggap sebelah mata. Paling tidak, hingga Kamis lalu (17/2) Polda Metro Jaya telah mengadakan pemeriksaan pada 17 orang yang dianggap saksi peristiwa 27 Juli atau yang pernah mengadukan kasus itu pada polisi. Memang sampai ditulisnya berita ini belum ada satupun perwira tinggi yang menjalani pemeriksaan. Namun, menurut Roesdihardjo, metode yang digunakan untuk melakukan penyidikan sengaja dilakukan dari bawah ke atas. Dengan demikian, diharapkan bisa terlacak siapa sebenarnya yang memberikan komando penyerbuan pada hari Sabtu pagi kelabu itu. Bahwa ini menjadi masalah yang benar-benar serius, dapat dilihat pula dari dukungan yang diberikan Menko Polkam ad interim Surjadi Sudirdja pada Kapolri. Tidak tanggung-tanggung, Surjadi malah memerintahkan Rusdihardjo untuk memeriksa semua jenderal yang diduga terlibat kasus itu. "Kalau DPR saja bisa memanggil para jenderal, mengapa Kapolri tidak bisa? Mestinya Kapolri pun bisa memanggil mereka untuk mencari bukti-bukti. Kapolri harus berani memanggil untuk klarifikasi," ujar Surjadi seperti dikutip Media Indonesia. Menurutnya lagi, peristiwa 27 Juli harus diungkap kembali secara tuntas, agar tak ada lagi "kebisuan dalam kehidupan kita." Lebih jauh ia berpendapat, penyelidikan kasus ini tidak ada batas waktunya. "Masa 'sih polisi takut sama jenderal-jenderal?" Simpatik memang. Namun, masalahnya, banyak orang yang sudah terlanjur skeptis dengan upaya penyidikan berbau politis semacam ini. Berbagai pernyataan keras boleh saja dikemukakan, tapi hingga saat ini, masyarakat belum melihat ada seorang jenderal pun yang dinyatakan bersalah karena melakukan pelanggaran HAM. Wiranto sendiri belum. Bahkan Prabowo Subianto yang dianggap bertanggungjawab pada kerusuhan Mei 1998, hanya dipecat tanpa pernah melewati meja hijau pengadilan. Pertanyaannya pada upaya pengungkapan kasus 27 Juli ini pun sama: Apakah mungkin mengadili para jenderal? Pernyataan Surjadi bahwa penyelidikan kasus ini tidak ada batas waktunya. Di satu sisi bisa berarti, kasus ini tidak akan dilupakan. Para penanggung jawabnya setiap saat dapat diperiksa, ditangkap dan diadili. Namun, di sisi lain, ini bisa berarti penyelidikan akan terus menggantung, tanpa pernah dapat diputuskan siapa yang bersalah. Kalau ini yang terjadi, wajar saja bila terdengar nada skeptis terhadap proses peradilan ini. Satu contoh yang membuat munculnya keraguan ini, adalah perlakuan pada Gubernur DKI Sutiyoso. Hingga sekarang, Sutiyoso dianggap sebagai the untouchable atau orang yang tak tersentuh. Padahal, semua orang tahu pada waktu terjadi penyerbuan terhadap markas PDI itu, Sutiyoso yang masih menjabat sebagai Pangdam Jaya, adalah penanggung jawab keamanan ibu kota. Nyatanya, ia tidak "diapa-apakan." Setelah Presiden Soeharto mundur digantikan Habibie, ia malah menjadi Gubernur DKI menggantikan Surjadi Sudirdja. Bahkan, sampai terpilihnya Gus Dur sebagai presiden di era demokrasi Indonesia, Sutiyoso masih tetap dipertahankan sebagai gubernur. Bisa saja ini merupakan kebetulan belaka. Namun, siapapun tahu peristiwa 27 Juli bukanlah peristiwa kecil -setidaknya bagi Megawati Soekarnoputri yang kini telah menjadi wakil presiden. Ada apa sebetulnya? Apa yang membuatnya bisa selalu selamat dari noda 27 Juli? Ada macam-macam analisa yang dikemukakan berbagai sumber tentang hal ini. Misalnya, Sutiyoso dianggap pintar melakukan pendekatan pada atasannya. Atau, ia dikatakan memiliki kedekatan khusus dengan Gus Dur, Presiden RI. Lagi-lagi, apekulasi semacam ini tetap saja tidak
SiaR--XPOS: IBLIS MENGEJAR PENCULIK
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- "IBLIS" MENGEJAR PENCULIK (POLITIK): Bermodal SP3, para penculik aktifis bisa dikejar. Puspom TNI telah periksa 3 orang Inteldam. Kesangkut di mana? Minggu ini, Hendrik Sirait, aktifis Aldera (Aliansi Demokrasi Rakyat) yang pernah diculik tentara berencana mendatangi Mapolda Jaya. Pihak pengacaranya dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) disebutkan telah mengirim surat resmi kepada Kapolda. Pertemuan tersebut rencananya membicarakan kelanjutan kasus penculikan dirinya yang berlangsung tahun 1996. Pihak Polda saat dihubungi mengaku belum menerima surat dimaksud. "Bisa saja belum sampai". Sebagaimana diberitakan media massa tiga tahun lalu, 1 Agustus 1996 Pengadilan Negeri Jakpus menggelar sidang gugatan Megawati Soekarnoputri setelah Kantor DPP PDI-nya diserbu milisi dan ABRI, 27 Juli 1996. Saat itulah, Hendrik Sirait yang turut menghadiri persidangan dibawa paksa ke Inteldam Jaya, Jalan Kramat V, Jakarta. Mulanya Sirait tidak mengetahui akan dibawa ke mana. Sepanjang jalan bersama tiga orang yang menyergapnya, ia ditiarapkan di bagian tengah mobil. Dua pasang kaki menekan punggungnya. Belakangan diketahui, satu dari ketiga orang itu bernama belakang Hutabarat. "Di markas intelejen Kodam Jaya, sampai tanggal 6 Agustus," kisah Sirait. Babak belur? Tidak usah ditanya. Seperti Wisma Karti, tempat penyiksaan Badan Intelejen ABRI (BIA), Inteldam Jaya sudah terkenal sejak lama. Seorang penyiksa paling kejam sekaligus "kreatif" dipanggil "Cepu-2". Tentu nama sandi antar mereka. Di tangan Cepu-2, kedua telinga Sirait disetrum dan sekujur punggungnya disundut bara rokok. Apa yang mereka minta? "Saya dipaksa mengakui sebagai anggota PRD (Partai Rakyat Demokratik, organisasi yang disebut Syarwan Hamid dan Soesilo Soedarman sebagai otak kerusuhan 27 Juli-red), dan otak ancaman bom di beberapa gedung di Jakarta." Mengaku? "Semua isi BAP saya isinya jawaban ya, tidak ada jawaban tidak". Padahal, para intel tadi mengetahui persis aktivitas Sirait di Pijar di mana dia menjadi Kepala Biro Aksi. Hendrik mengaku ketakutan. Wajar saja, situasi dirinya kala itu dan kondisi di luar memang tengah mencekam. Tempat kost dan "kantor" aktivis gerakan oposisi tengah "disisir". Pasca 27 Juli selama beberapa waktu, memang tidak ada aktivitas demonstrasi berarti. Komnas HAM baru kedatangan aksi delegasi petani 5 hari kemudian. "Kenyataan itu meyakinkan saya, bahwa kebijakan menyapu aktivis oposisi bersumber dari pimpinan tinggi militer," mantap Sirait yang akrab dipanggil "Iblis" (entah kenapa). Pengungkapan kasusnya, menurut Iblis turut membuka siapa yang menginginkan Megawati tergusur dan siapa yang memberi perintah langsung. Sebab, mimbar bebas di Jl. Diponegoro, 27 Juli 1996, penculikan dirinya, ancaman bom dan pembersihan kelompok oposisi kala itu merupakan satu mata rantai kejadian. Hal sama juga diungkapkan Ketua Dewan Pengurus YLBHI Bambang Widjojanto yang sempat menjadi pengacara Iblis tahun 1996. Dalam BAP versi Inteldam mereka mengejar keberadaan Widjojanto dalam gerakan oposisi di luar Megawati. Apa yang dirancang Kodam? (Gubernur DKI Sutiyoso waktu itu menjabat Pangdam sebagai "hadiah" keberhasilannya mengamankan Konferensi APEC di Bogor). "Cerita yang dikarang para penculik saya adalah bahwa Bambang dan YLBHI-nya merupakan think-thank gerakan," ungkap Iblis. Kurun waktu itu Kantor YLBHI di Jl. Diponegoro memang menjadi tempat berkumpul banyak kelompok oposisi, khususnya kota Jakarta. Sejumlah nama pun dikonfrontir kepada Iblis dan dipaksa mengakui mengenal mereka. "Kecuali nama Garda Sembiring (Ketua Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi/SMID Jabotabek-red) saya menyatakan tidak tahu". Pengakuan itu bersebab, para pemeriksa memperlihatkan rekaman video dan photo dimana Iblis mendekap Garda saat yang bersangkutan hendak ditangkap petugas Brimob pada aksi Tragedi Makassar Berdarah, April 1996 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kondisi fisik dan mental yang kepayahan tidak memberi pilihan lain kecuali jawaban: "Ya". Kenapa? "Kalau mereka tidak suka jawaban saya, lantas saja tangan atau benda apa saja mendarat di muka dan badan saya". Bahkan suatu kali ia diajak duel oleh Serka Rahmat, salah seorang interogatornya lantaran cuma mesem ketika ditanya, "Kamu melawan pemerintah tujuannya mau jadi Mendagri, khan?" Sejatinya yang mesem bukan Sirait seorang. Di tahanan Polda Metro Jaya, tempat ia 'dilimpahkan' kemudian tanggal 6 Agustus 1996, seorang Polwan mengulum senyum ketika membaca BAP dari Inteldam itu. "Kamu pasti dihabisi ya sampai memberi jawaban-jawaban tidak masuk akal begini?" tanyanya seperti dikisahkan Iblis. Tertangkap kesan, pihak Polda merasa kesal dengan sikap militer yang main limpah. Terbukti Polda pun kemudian mau tidak mau
SiaR--XPOS: OMBUDSMAN ITU BERNAMA KOMNAS HAM
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- OMBUDSMAN ITU BERNAMA KOMNAS HAM (POLITIK): Komnas HAM akan putuskan mekanisme penyelesaian "kasus-kasus lama". Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi jadi usulan. Ombudsman? Mana lebih adil: mengkonsolidasi perdamaian di mana HAM terjamin kini atau mencari keadilan ke masa lampau yang bisa membahayakan perdamaian itu?" tanya Presiden Uruguay Sanguinetti, tahun 1989. Sanguinetti kemudian lebih memilih memberi amnesti kepada "orang-orang lama" ketimbang membawa mereka ke pengadilan atas pelanggaran hak asasi yang mereka lakukan. Alasannya, sistem demokrasi yang baru dimulai harus diberi landasan kokoh. Keadilan, selanjutnya dirumuskan sebagai penciptaan kondisi demokrasi yang stabil sesegera mungkin. Mengadili tokoh-tokoh orde otoriter, terlebih dari kelompok militer, hanya berakibat instabilitas. Oleh Sanguinetti pemberian amnesti terhadap pelaku-pelaku pelanggaran HAM menjadi "suatu kewajiban moral lain". Artinya, ia pun mengakui betapa pentingnya kewibawaan hukum nasional ditegakkan. Apakah ujung amnesti tadi berbuah rekonsiliasi atau justru pelanggengan impunitas? Argentina di bawah rejim Bignone menunjukkan bagaimana formula pengampunan nyata identik dengan pemberian kekebalan. Undang-undang Perdamaian Nasional ala Bignone seterusnya dicabut oleh pemerintah baru yang menumbangkannya, Desember 1983. Selang 2 minggu pemerintahan tersebut dibentuk. Apa relevansi untuk Indonesia? Sampai hari ini, sebuah litani panjang tengah dimantrakan bersama. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) nyaris tiap hari menerima delegasi-delegasi masyarakat yang menginginkan pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) atas kasus-kasus pelanggaran HAM orde Soeharto. Tangan penggumam litani itu menyodorkan lilin-lilin untuk mendapat nyala. Minggu lalu, dalam dua hari tiga kelompok aksi menuntut hal sama mendatangi Komnas. Delegasi korban peristiwa Tanjung Priok 1984 meminta Komnas "adil" terhadap semua kasus pelanggaran HAM dan bukan hanya kepada Timor Timur. Keesokannya delegasi lain datang berasal dari korban Tragedi Semanggi I dan Semanggi II serta korban kerusuhan Mei 1998. Lantas kenapa? "Masalahnya, tidak mungkin untuk semua kasus HAM di masa lalu kita buatkan KPP-nya," ungkap Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan. Sementara, lanjut Nababan, pihaknya pun tetap menginginkan semua kasus itu bisa diselesaikan. Rencananya, sebelum rapat pleno Komnas Selasa minggu ini, Komnas akan bertemu Presiden Abdurrahman Wahid membicarakan soal-soal terkait. Alternatifnya, demikian Nababan adalah melalui mekanisme Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi(KKR). Suatu alternatif yang juga disebut-sebut banyak pengamat dan aktivis HAM Indonesia. Pertimbangannya, membentuk KPP HAM memakan waktu lama dan -tentu saja- biaya besar. Di sisi lain militer merasa telah "cukup" sampai kasus Timor Timur mereka "dipermalukan" secara institusi. Tajuk besar di media massa belakangan seputar isu kudeta militer turut menjadi timbangan. Chili masa Aylwin pun menentang pengadilan bagi anggota-anggota militer tetapi bertekad menyingkap kebenaran. Aylwin membentuk KKR dengan menyebutnya sebagai "hati nurani dan moral bangsa". KKR Aylwin menyelidiki dan melaporkan selengkapnya pembunuhan-pembunuhan politik dan penghilangan paksa selama rejim militer berkuasa. Laporan-laporan tersebut dibuka bagi publik, namun pelaku kejahatan tidak diajukan ke pengadilan. Terhadap para korban dan keluarga ganti rugi diberikan. Apa yang terjadi sebetulnya adalah suatu proses politik di mana kompromi menjadi pilihan. Pemerintahan baru, diam-diam atau terang-terangan, menjamin 'orang-orang lama' tidak akan menjadi sasaran eporistik akumulasi kekesalan rakyat. Sebagai imbalannya, pemerintah baru terhindari dari resiko digoyang oleh konsolidasi status quo. Beda antara KPP HAM dan KKR tampaknya terletak di sana. Tidak ada pengadilan bila memilih yang terakhir. Sampai di sini, keadilan dan mengungkap kebenaran ditempatkan saling seberang. Samuel P Huntington yang mendokumentasikan dengan baik debat perlu-tidaknya "orang-orang lam" diadili tak nyana turut pusing. Ia memilih bersembunyi di balik kalimat: "pemerintah baru sebaiknya tidak mengadili, tidak menghukum, tidak memaafkan dan juga tidak melupakan" (kasus HAM masa lalu). Bagaimana menentukan kasus A dibawa ke pengadilan HAM lalu lainnya lewat KKR? "Kesalahannya terletak pada aturan mengenai peradilan HAM," papar Koorninator Kontras Munir. Dimaksudkan, kasus-kasus pelanggaran HAM beratlah yang akan dibawa ke pengadilan HAM. Pelanggaran HAM lain di luar kategori berat diselesaikan lewat mekanisme KKR. Jeleknya, seperti biasa definisi mengenai pelanggaran HAM berat itu tidak jelas seperti apa. Sebagai pembanding Statuta Roma 1998 menyebutkan genosida, penculikan,
SiaR--XPOS: ULAH SI ANAK ANGKAT TENTARA
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- ULAH SI ANAK ANGKAT TENTARA (EKONOMI): Pengusaha Tommy Winata, punya utang menggunung di dalam negeri. Tapi ia mampu menyumbang kampanye Bill Clinton. Awal Februari lalu, dari New York, Amerika Serikat dikabarkan bahwa Tommy Winata, bos PT Bank Artha Graha (BAG), dari Indonesia, telah memberikan sumbangan secara ilegal senilai US$200.000 untuk kampanye Presiden AS Bill Clinton. Padahal, ia sendiri punya utang terhadap Bank Indonesia Rp1,1 trilyun lewat Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Ulah anak angkat Jenderal TB Silalahi dan sejumlah jenderal ini, tentu saja bikin sewot jutaan rakyat yang sekarang sedang hidup morat-marit. Sebelumnya, ketika merebak kasus pengambilalihan BAG, yang melibatkan kaki tangan Soeharto Letjen Purn Hedijanto, yang juga menjadi bendahara Yayasan Dharmais, Tommy sebenarnya sudah dipanggil oleh Jenderal Edi Sudrajat, Ketua Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP). Tommy mengelak bahwa ia telah merugikan dan mencemarkan nama baik YKEP. Sebagai jaminan agar para Jenderal tidak marah, Tommy akhirnya menyerahkan 49 persen saham BAG kepada YKEP. Kini, setelah mendapat backing dari TNI, Tommy leluasa bergerak dalam bisnis. Termasuk bisnis kotor, yang hasilnya untuk tambahan kampanye calon presiden Amerika Serikat. Soal sumbangan ke Bill Clinton sendiri, itu dibeberkan oleh tokoh penghimpun dana kampanye Charlie Trie, kepada Biro Penyelidik Federal (FBI) AS. Disebutkan oleh Charlie, bahwa sebagian dari donasi ilegal yang diberikan kepada Partai Demokrat (partainya Clinton) adalah berasal dari pengusaha di bidang telekomunikasi Indonesia ini. Sebagai kompensasi sumbangan tersebut, Tommy disebutkan kebelet bertemu secara pribadi dengan Clinton. Namun, sampai dananya habis dipakai presiden AS itu, Tommy jangankan ngobrol akrab dengan Bill Clinton. Kabarnya, masuk ke Gedung Putih saja susahnya bukan main. Menurut Trie dalam laporan ringkas FBI sepanjang 47 halaman, disebutkan, Tommy mengirim uang tersebut dalam bentuk travelers check kepada Trie, pada waktu yang bersamaan ia juga harus mengajukan permohonan untuk bertemu dengan Clinton secara pribadi. Trie juga menambahkan, ia bertemu Tommy pada waktu pertemuan APEC (Asian-Pacific Economic Cooperation) di Seattle, 1994. Tommy, waktu itu, mengaku sebagai teman dekat Presiden Soeharto, penguasa Orde Baru. "Winata menginginkan Trie memperkenalkan ia dan beberapa orang lainnya kepada Presiden (Clinton)," demikian FBI. Trie mengaku, ia awalnya memang menjamin menempatkan Tommy di sebelah Presiden Clinton pada acara penggalangan dana di Hay-Adams. Namun, ternyata Tommy kepengin lebih lagi, yaitu "pertemuan yang lebih pribadi". Ia mengaku akan mengirimkan beberapa pembantunya sebagai gantinya, apabila ia berhalangan pada acara penghimpunan dana tersebut. sebuah cabang bank di Watergate di mana ia tinggal. Trie kepada FBI juga mengaku, ia menggunakan identifikasi palsu untuk seorang pengusaha kaya Taiwan, agar dapat membawa Tommy ke Gedung Putih. Identitas palsu itu berupa Surat Izin Mengemudi (SIM) Arkansas milik suami sekretaris Trie. Tommy sendiri waktu itu mengaku bernama Chih Chong "Simon" Chien. Ia bahkan sempat dibawa ke acara makan malam di Gedung Putih, setelah skandal penghimpunan dana kampanye dari pihak-pihak asing ini terkuak ke publik, menyusul Pemilu 1996. Demi bisnisnya di negeri adikuasa, Tommy memang menggadaikan hartanya untuk kepentingan yang lebih besar lagi. Selain pengutang di BI, Tommy juga merupakan salah satu obligor dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun, ia tidak termasuk 20 obligor terbesar di Indonesia yang kreditnya macet tersebut. Ia sendiri mengakui kepada sesama temannya pengusaha Cina, pernah menjadi sorotan awal tahun lalu, berkaitan dengan dugaan pengalihan kepemilikan PT Bank Artha Prima (BAP) yang memakai fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia yang diterimanya. Waktu itu, gara-gara Tommy Winata, Tim Jaksa Pemeriksa Kejaksaan Agung sampai meminta keterangan mantan Gubernur Bank Indonesia (1993-1998) J. Soedradjad Djiwandono (60), yang dinilai mengetahui soal penggunaan fasilitas yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara tersebut. Menyangkut persoalan Bank Arta Prima (BAP) secara proporsional, Tommy memang dingin. Baginya, siapapun yang dipercayakan BI mengambil alih BAP, yang ia inginkan adalah bisa dipercaya dan bisa mengatasi kesulitan keuangan BAP. Pada kasus BAP, memang terungkap adanya kesimpang siuran soal siapa sebenarnya yang menjadi pemilik resmi BAP. Masalahnya, BAP sudah dijual ke PT Jagata Primabumi, tetapi kemudian BAP dikembalikan lagi oleh PT Jagata ke BI. Kemudian Bank Indonesia menunjuk Tommy Winata dari Bank Arta Graha sebagai investor baru BAP, sementara utang-utang BAP yang lama harus ditalangi PT
SiaR--XPOS: SOFYAN WANANDI DAN UTANG 184 TAHUN
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- SOFYAN WANANDI DAN UTANG 184 TAHUN (EKONOMI): Ini bukan sulap dan bukan sihir. Ini betul-betul nyata dan terjadi di Indonesia. Seorang konglomerat sejak zaman Orde Baru, punya utang kepada sebuah bank sebesar Rp92 milyar, namun pembayaran cicilannya dapat dilakukan selama 184 tahun, tanpa bunga lagi. Tetapi, Anda jangan heran. Karena begitulah adanya di republik ini. Sementara bank-bank yang menerima kucuran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) harus mengikatkan diri membayar utang-utangnya selama empat tahun dalam Maste Settelment Aqcusition Agrement (MSAA), tetapi mantan demonstran yang pernah mengeruk keuntungan di zaman Soeharto itu, bisa mencicil utangnya selama 184 tahun. Ceritanya begini. PT Gemala Container (GC), salah anak perusahan dari Gemala Grup yang dimiliki Sofyan Wanadi, pada sekitar tahun 1995 meminjam uang senilai Rp92 milyar di Bank Nasional Indonesia (BNI). Pinjaman itu diperuntukan untuk membangun perluasan pabrik dan sejumlah kontainer di kawasan Semper, Cilincing, Jakarta Utara. Yang dipertanyakan oleh Usman Ermulan, anggota Komisi IX DPR itu, kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Sudibyo adalah apa dasarnya seorang konglomerat boleh mencicil utangnya selama 184 tahun. Tanpa bunga dan bebas saja. Ditilik dari jumlah pembayarannya Rp500 juta/tahun, hal ini berarti uang negara yang dipinjam Ketua Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN) ini baru bisa diselesaikan dalam jangka waktu 184 tahun. "Sejauhmana Bapak Menteri mengetahui hal ini," tanya Usman Ermula, anggota Komisi IX DPR asal Fraksi Partai Golkar, ketika Rabu (23/2) lalu di Gedung DPR, Jakarta Pusat. Pertanyaan tersebut dilontarkan anggota asal Fraksi Partai Golkar ini menjelang berakhirnya Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkeu Bambang Sudibyo. Menurut Usman Ermulan, sampai saat ini GC mempunyai utang terhadap BNI senilai Rp92 milyar, yang waktu itu peminjamannya dilakukan untuk membangun proyek container. Usman Ermulan sendiri tidak bisa menyebutkan kapan persisnya utang tersebut dilakukan Sofyan. Ia memperkirakan pinjaman tersebut sudah dilakuakan sejak lama. Pada awalnya, utang Sofyan ini berbentuk dolar Amerika Serikat. Namun, lanjutnya, kemudian dikonversi menjadi rupiah, yang pembayaran utangnya direstrukturisasi BNI sendiri. "Tetapi dengan kesepakatan akan dicicil setiap tahunnya Rp500 juta. Anehnya, tanpa bunga," ujarnya. Apabila hal itu betul, lanjut Usman, artinya utang tersebut baru bisa diselesaikan oleh Sofyan Wanadi baru bisa diselesaikan dalam waktu selama 184 tahun. "Apakah karena dia menjadi Ketua DPUN tersebut, sehingga dia mendapat fasilitas itu?" tanyanya. Padahal, ungkap Usman lagi, Sofyan mempunyai deposito di BNI senilai Rp40 milyar. Yang mengherankannya, mengapa sih dengan deposito Rp40 milyar itu, BNI tidak mengambil bunganya. Padahal, menurut Usman bunganya pada waktu berkisar antara 10-13 persen/bulan. Apabila diambil 10 persen berarti jumlahnya Rp400 juta dan dia bisa menambah pembayaran sebesar Rp100 juta lagi. Sementara, Menkeu Bambang Sudibyo yang menjawab pertanyaan Usman Ermulan, mengaku tidak tahu sama sekali dengan penyelesaian utang tersebut. Sofyan Wanandi sendiri sempat ngumpet dan belum berhasil untuk diklarifikasi. Sampai Rabu malam pukul 22.00 wib, Syahril masih belum bisa dihubungi. Telepon rumahnya selalu sibuk. Meskipun oleh bos PT GC, Herman Gozali disebutkan bahwa sejak 1 Maret 1998 Bos Gemala Grup, Sofjan Wanandi bukan lagi pemilik atau pemegang saham langsung dan tidak ikut mengendalikan jalannya PT Gemala Container (GC), namun menurut anggota Komisi IX asal Fraksi Partai Golkar itu, dia tidak bisa mangkir dan melepaskan tanggungan utangnya senilai Rp92 milyar di Bank Negara Indonesia (BNI). Menurut Usman Ermulan, anggota Komisi IX DPR, kepada wartawan, Jumat (25/2) lalu di Jakarta, utang yang diperoleh PT GC, hal itu tidak bisa dilepaskan dari peran dan lobi Sofjan Wanandi yang waktu itu duduk sebagai Presiden Komisaris GC. Ditambahkan oleh Usman, ketika utang tersebut direstrukturisasi oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), nama Sofjan Wanandi masih tercatat sebagai Presiden Komisaris PT GC. Menurut Usman, tanggapan yang disampaiakn Herman Gozali, boleh-boleh saja. Tapi DPR tidak percaya begitu saja. Usman mengakui tetap akan mendesak dan menanyakan Menteri Keuangan agar klarifikasi mengenai PT GC segera disampiakan kepada anggota Dewan. Sebelumnya, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR, Rabu (23/2) lalu, Usman Ermulan sudah mempertanyakan kepada Menteri keuangan Bambang Sudibyo mengenai utang PT Gemala Container (GC) milik Sofjan Wanadi senilai Rp92 milyar, yang dicicil selama 184 tahun sebesra Rp500 juta/tahun dan tanpa bunga di Bank Nasional Indonesia (BNI). Namun, esoknya
SiaR--XPOS: MENYUSURI JEJAK SEPATU INTELDAM
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000 -- MENYUSURI JEJAK SEPATU INTELDAM (POLITIK): Marsinah dibunuh tujuh tahun lalu. MA membebaskan para terdakwa pembunuhnya. Saksi kunci yang melihat Marsinah di kantor Kodim hilang tak tentu rimbanya. Kasus pembunuhan aktifis buruh Surabaya: Marsinah dibuka kembali. Polisi tengah menyusur kembali kasus yang melibatkan para aparat Angkatan Darat di jajaran Kodam V/Brawijaya itu. Tewasnya Marsinah menghebohkan banyak pihak. Terutama setelah sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang concern terhadap perjuangan nasib buruh angkat bicara. Maghrib, 5 Mei 1993. Seperti biasanya, Marsinah berpamitan kepada Asiyem, kawannya, untuk membeli makanan di warung kaki lima, kawasan Tugu Kuning, sebelah barat Desa Siring. Ternyata, itulah pamitan Marsinah untuk yang terakhir kalinya, karena sejak itu ia menghilang, sampai akhirnya ditemukan tak bernyawa pada 9 Mei 1993 di sebuah gubuk di pinggiran sawah, di Desa Wilangan. Tak pelak lagi, kasus ini menjadi perbincangan hangat di banyak media massa nasional, dan bahkan di organisasi buruh sedunia (ILO/International Labour Organization) pun kasus ini hingga kini masih terdaftar dengan nomor 1173. Mengapa kasus Marsinah itu dirasa demikian penting hingga pada akhir Januari lalu, Gus Dur pun memerintahkan Menaker Bomer Pasaribu untuk kembali membongkar dan menemukan pembunuh Marsinah sebenarnya. Memang, meskipun putusan pengadilannya sudah ada, tapi ada yang janggal dari putusan hukum tersebut. Sejak di tingkat Pengadilan Negeri, lalu banding ke Pengadilan Tinggi, ke-9 terdakwa pembunuh Marsinah, yakni Judi Susanto dan kawan-kawan divonis bersalah. Tapi ketika di tingkat kasasi, di Mahkamah Agung (MA), ke-9 terdakwa justru dinyatakan bebas murni. Jika demikian, siapakah pelaku pembunuh Marsinah sebenarnya? Ke-9 terdakwa, Judi Susanto dan kawan-kawan adalah karyawan PT Catur Putra Surya (CPS) di mana Marsinah bekerja sebagai buruh. Mereka, termasuk mantan Danramil Porong Kapten Inf Kusairi didakwa bersekongkol untuk membunuh Marsinah. Pasalnya, pada 3 dan 4 Mei 1993, Marsinah memimpin buruh perusahaan arloji itu berdemonstrasi menuntut perbaikan upah kerja. Belakangan terbongkar, bahwa skenario berita acara pemeriksaan (BAP) ke-9 terdakwa yang dijadikan dasar dakwaan kejaksaan merupakan versi aparat ekstra judisial, yakni pihak Den Intel Kodam V/Brawijaya. Pihak kepolisian hanya menerima limpahannya. Dan -ini yang mengerikan- seperti testimoni para terdakwa, bahwa proses pembuatan BAP dilakukan penuh rekayasa dengan sejumlah siksaan fisik yang mendera mereka. Apalagi, ke-9 terdakwa telah menyatakan mencabut kembali BAP tersebut di sidang pengadilan. Sebenarnya sudah banyak bukti-bukti yang mengarah kepada keterlibatan instansi militer dalam kasus Marsinah. Tampaknya Makodim Sidoarjo, serta Markas Den Intel Kodam V/Brawijaya merupakan instansi militer yang paling sering disebut-sebut di dalam berbagai hasil investigasi berbagai LSM. Misalnya seperti dapat dibaca pada seri laporan kasus YLBHI, Kekerasan Penyidikan Dalam Kasus Marsinah, Catatan Bagi Revisi KUHAP yang dikeluarkan pada 1995. Bahkan belum lama ini, Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) yaitu kumpulan beberapa LSM se-Jatim yang aktif melakukan advokasi dalam kasus Marsinah, membeberkan sejumlah nama aparat di Den Intel Kodam V/Brawijaya, di samping aparat kepolisian Polda Jatim, yang melakukan penyiksaan terhadap ke-9 terdakwa kasus Marsinah. Bahkan disebut-sebut pula nama Letnan Koestamadji dari kesatuan Kopassus sebagai pelaku penyiksanya. Keterlibatan aparat militer ini diperkuat pula oleh hasil investigasi Tim Kecil Marsinah (TKM) DPRD Jatim yang melakukan cross check terhadap hasil pemeriksaan Kusaeri dan Pasi Intel Kodim Sidoarjo Kapten TNI Sugeng dengan para tersangka, serta tim panasihat hukumnya. Kesimpulan tim ini adalah telah terjadi "kesalahan prosedur" dalam penyusunan BAP yang dilakukan di Bakorstanasda (Kodam V/Brawijaya), bukan di kepolisian. Juga direkomendasikan agar Sistem Intelejen Sidoarjo (SIS) segera dibubarkan, karena keberadaannya menjadi "biang kerumitan" (istilah yang dipergunakan tim tersebut, Red.) dalam penanganan dan penyelesaian kasus Marsinah. Mungkin hasil investigasi tim penasihat hukum Judi Astono, salah satu terdakwa, dapat juga dijadikan sebagai langkah awal untuk membongkar kembali kasus tersebut. Menurut mereka, Marsinah terakhir kali diantar ke Makodim Sidoarjo menjelang Maghrib, 5 Mei 1993. Pengantarnya adalah Yudo Prakoso. Tapi saat persidangan kasus tersebut, Yudo tidak sempat ditampilkan sebagai saksi, karena tiba-tiba saja menghilang bak ditelan bumi. Sampai hari ini pun tidak jelas keberadaannya. Bahkan, Rianto, seorang saksi lainnya yang melihat Marsinah datang bersama Yudo ke kantor Kodim hingga
MamberaMO---WARGA PAPUA PROTES POLISI
Precedence: bulk WARGA PAPUA PROTES POLISI JAYAPURA, (MamberaMO, 1/3/2000). Sekitar 100 orang warga asal Kabupaten Nabire, Paniai, Puncak Jaya dan Kabupaten Jayawijaya, Rabu Siang mendatangi Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Papu untuk meminta pertanggungjawaban kasus penembakan warga sipil di Nabire, pada Senin petang (28/2). Ratusan warga itu dipimpin Supervisor Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELS-HAM) Papua, John Rumbiak dan tokoh masyarakat Nabire, Sabinus Kobogauw yang datang dari Nabire bersama warga di Jayapura. Mereka membawa spanduk dan pamflet dengan tertib seraya memasuki Mapolda Papu yang terletak di Jl. Sam Ratulangie, jantung kota Jayapura. Selain dari empat kabupaten di atas, ada juga perwakilan dari sembilan kabupaten di Papua, yaitu Kabupaten Sorong, Manokwari, Fakfak, Merauke, Biak, Yapen Waropen, Kotamadya Jayapura dan Kabupaten Jayapura, namun diantara mereka ada juga para wanita yang mengenakan pakaian berlogo Papua Barat. Spanduk dan pamflet itu berisikan permintaan agar satuan Brimob Polda Papua segera ditarik dari Nabire dan mempertanyakan pendekatan Kasih Sayang Polda Papua. Dengan makin banyaknya massa, pintu utama masuk Mapolda Papua ditutup aparat sehingga sempat terjadi perang mulut antara aparat Polda dengan massa, namun kedua pihak langsung berdamai. Keikutsertaan perwakilan dari sembilan kabupaten itu sebagai ungkapan keprihatinan atas tewasnya Menase Erary (28) di Nabire. Mereka ingin menemui Kapolda Papua, Brigjen Pol. SY Wenas untuk mengklarifikasi peristiwa berdarah di Nabire dua hari lalu. Kapolda kemudian bersedia menerimanya di ruang kerja, namun karena massa semakin banyak, maka mereka duduk di halaman gedung Mapolda Papua. Kapolda berada di tempat sehingga bisa menemui masyarakat Papua yang menyatakan keprihatinan mendalam atas tewasnya Menase Erary di Nabire. Pada Senin (28/2), dua hari lalu, sekitar 50 orang Satgas Papua menyerang barak Brimob Polda Papua di Nabire dengan menggunakan parang, tombak dan panah. Aksi penyerangan itu mengakibatkan Menase Erary, mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Nabire, tertembak mati. Sesuai hasil otopsi korban kena peluru senapan CIS. Selain itu, seorang Satgas Papua, Vinsen Degey (23) mengalami luka-luka di bagian kaki terkena tembakan. Aparat keamanan telah menahan lima orang yang diduga keras sebagai "otak" aksi kerusuhan berdarah yaitu, Yan Anauw (16), Andy Pigome (24), Marthinus Awen (18), Daug Tekege (18) dan Mrius Pigay (25). Walaupun begitu, Rabu pagi sekitar 2000 orang menyerang Polres Nabire yang menyebabkan Wakapolres setempat, Mayor Pol. Drs. Alex Sampe nyaris terkena anak panah sebagai pembalasan atas tewasnya Menase Erary. Demikian keterangan yang diperoleh dari Kapolres setempat, Letkol. Pol. Drs. Faizal AN melalui telepon, Rabu siang. Menurut Kapolres, serangan yang dilakukan massa itu berkaitan dengan kasus penembakan Manase Erari sehari sebelumnya yang mengakibat korban meninggal dunia. Kasus penembakan tersebut terjadi sesaat setelah satgas Papua menyerang Barak Satuan Brimob Polda Papua yang ditempatkan di Nabire guna mengamankan wilayah ini sehubungan dengan ulah satgas Papua yang semakin beringas sehingga meresahkan masyarakat di daerah ini. Dalam insiden ini tidak ada laporan mengenai korban jiwa maupun korban luka-luka. Sementara Polres Nabire sampai Rabu siang menahan 18 orang. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--BATARA: FAKTA BARU SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 (1/4)
Precedence: bulk FAKTA-FAKTA BARU MENGENAI SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 ATAS YOGYAKARTA (1/4) Disusun oleh: Batara Hutagalung === PENDAHULUAN Sebagaimana pada banyak peristiwa, penyerangan atas Yogyakarta pada 1 Maret 1949 juga tidak berdiri sendiri. Ada rangkaian peristiwa yang mendahuluinya yang perlu diteliti agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap mengenai latar belakang, pertimbangan-pertimbangan, perencanaan, pelaksanaan serta hal-hal yang terjadi setelah penyerangan dilaksanakan. Sebenarnya latar belakang penyerangan 1 Maret atas Yogyakarta, Ibukota RI waktu itu yang diduduki oleh Belanda, tidak perlu menjadi kontroversi selama lebih dari tigapuluh tahun, apabila para pelaku sejarah tidak ikut dalam konspirasi pemutarbalikan fakta-fakta sejarah. T.B. Simatupang, saat peristiwa serangan tersebut adalah Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang dengan pangkat Kolonel, telah menulis secara garis besar mengenai hal-hal seputar serangan tersebut, dari mulai perencanaan sampai penyebarluasan berita penyerangan itu. Buku itu pertama kali diterbitkan pada tahun 1960. Diterbitkan ulang pada tahun 1980.[1] Begitu juga dalam skripsi yang ditulis oleh Indriastuti sebagai bahan untuk ujian S-1 yang diterbitkan pada tahun 1988,[2] telah memuat salinan Instruksi Rahasia Panglima Divisi III/GM III Kol. Bambang Soegeng, dimana seharusnya terlihat jelas, bahwa serangan tersebut adalah perintah dari pimpinan tertinggi Divisi. Selain itu cuplikan dari draft buku Dr. Wiliater Hutagalung yang sehubungan dengan serangan atas Yogyakarta tersebut telah diterbitkan dalam mingguan "Bonani Pinasa", Medan, edisi November 1992. Dalam tulisan ini, dirangkum apa yang telah diuraikan oleh beberapa pelaku sejarah, baik melalui tulisan, maupun yang disampaikan secara lisan. Mungkin ini belum yang paling sempurna, tetapi setidaknya dapat memberi masukan guna penelitian lebih lanjut. KILAS BALIK SEJARAH Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Belanda yang tetap ingin menjadi penguasa di Indonesia tidak henti-hentinya menjalankan upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai jajahannya, baik melalui aksi militer, maupun melalui jalur diplomasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Walaupun telah ada persetujuan Linggajati pada bulan Maret 1947, Belanda melaksanakan serangan yang dikenal sebagai agresi I pada 21 Juli 1947. Pada akhir Agustus 1947, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sutan Sjahrir diterima oleh Dewan Keamanan PBB dimana Indonesia mengadukan agresi Belanda tersebut yang dinilai telah melanggar persetujuan Linggajati, yang diprakarsai oleh Sekutu. Secara de facto Dewan Keamanan mengakui eksistensi Republik Indonesia. Dewan Keamanan PBB menyutujui dibentuknya Komisi yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komisi ini awalnya hanyalah sebagai "Panitia Jasa Baik" PBB[3] dan dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. KTN ini segera bertugas dan berangkat ke Yogyakarta. Dalam perkembangan selanjutnya komisi ini diresmikan menjadi United Nations Comission for Indonesia (UNCI) dan mendapat wewenang yang lebih besar. Dengan difasilitasi oleh KTN, diadakanlah perundingan antara Belanda dan Indonesia di Kapal Perang AS Renville sebagai tempat netral, karena Amir Syarifuddin Harahap, Perdana Menteri waktu itu tidak mempercayai pihak Belanda dan menolak berunding di Jakarta. Pada 19 Januari 1948, ditandatanganilah yang kemudian dikenal sebagai "Persetujuan Renville". Isi persetujuan ini a.l. membuat batas-batas wilayah kekuasaan Belanda dan Indonesia dan sehubungan dengan ini, pasukan-pasukan Indonesia yang berada di wilayah Belanda harus dikosongkan. Yang terkena persetujuan ini adalah Divisi Siliwangi, yang harus keluar dari "kantong-kantong" di wilayah Belanda. Terjadilah yang kemudian dikenal sebagai Hijrah Siliwangi ke Jawa Tengah, terutama ke Yogyakarta, yang waktu itu adalah Ibukota Republik Indonesia pada Februari 1948. Setelah dicapai persetujuan Renville, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilanjutkan. Tempat perundingan bergantian antara Jakarta dan Kaliurang (dekat Yogyakarta). Pada 19 Desember 1948, saat perundingan antara Belanda dan Indonesia berlangsung di Kaliurang yang difasilitasi oleh KTN, Belanda melancarkan serangan atas Ibukota Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai agresi II. Malam sebelumnya, pukul 23.30, Dr. L.J.M Beel Wakil Tinggi Kerajaan Belanda, berpidato di Radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Belanda melancarkan serangan besar-besaran dengan menggunakan pesawat pembom guna menghancurkan lapangan terbang Maguwo serta menerjunkan pasukan payung di Yogyakarta. Pemerintah Indonesia menyerah tanpa perlawanan dan hampir seluruh pimpinan sipil
SiaR--BATARA: FAKTA BARU SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 (2/4)
Precedence: bulk FAKTA-FAKTA BARU MENGENAI SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 ATAS YOGYAKARTA (2/4) Disusun oleh: Batara Hutagalung === PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT Jadi tujuan utama adalah: "Bagaimana menunjukkan eksistensi TNI dan dengan demikian juga menunjukkan eksistensi Republik Indonesia". Untuk "menunjukkan" eksistensi TNI, maka wartawan-wartawan asing serta pengamat militer UNCI harus "melihat perwira-perwira yang berseragam TNI". Untuk skenario ini akan dicari beberapa pemuda berbadan tinggidan tegap, yang lancar berbahasa Belanda, Inggris atau Perancis dan akan dilengkapi dengan seragam TNI dari mulai sepatu sampai topi. Pada waktu penyerangan, mereka harus masuk ke hotel "Merdeka" guna "menunjukkan diri" kepada anggota-anggota UNCI serta wartawan-wartawan asing yang berada di hotel tersebut. Kolonel Wijono, Pejabat Kepala Bagian Pendidikan Politik Tentara (PEPOLIT) Kementerian Pertahanan yang juga berada di gunung Sumbing akan ditugaskan mencari pemuda-pemuda yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, terutama yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris. Selanjutnya pertanyaan "bagaimana menyebarluaskan ke dunia internasional?" Untuk ini akan diminta bantuan Kol. T.B. Simatupang, yang bermarkas di Pedukuhan Banaran, desa Banjarsasi, untuk menghubungi pemancar radio AURI di Playen, agar setelah serangan dilancarkan, berita mengenai penyerangan besar-besaran oleh TNI atas Yogyakarta segera disiarkan. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang, Simatupang lebih kompeten menyampaikan hal ini kepada pihak AURI dibandingkan perwira AD lain. Sebagaimana telah ditetapkan, bahwa perintah-perintah yang sangat penting dan rahasia harus disampaikan langsung oleh atasan kepada komandan yang bersangkutan, maka rencana penyerangan atas Yogyakarta yang berada di wilayah Wehrkreis I di bawah pimpinan Letkol. Soeharto, akan disampaikan langsung oleh Panglima Divisi III Kolonel Bambang Soegeng. Kurir segera dikirim kepada Kol. Soeharto untuk memberitahu kedatangan Panglima Divisi serta mempersiapkan pertemuan. Ikut dalam rombongan Panglima Divisi, selain Letkol. Dr. Hutagalung, antara lain juga Dr. Kusen (dokter pribadi Bambang Soegeng), Bambang Soerono (adik Bambang Soegeng), Letnan Amron Tanjung (ajudan dari Hutagalung), seorang mantri kesehatan dan seorang supir dari Dr. Kusen. Pertama-tama singgah di tempat Kol. Wijono memberikan tugas untuk mencari pemuda-pemuda berbadan tinggi dan tegap yang fasih berbahasa Belanda, Inggris atau Perancis. Setelah itu Panglima beserta rombongan mengunjungi Kol. Simatupang di Pedukuhan Banaran. Dalam catatan harian tertanggal 18-2-'49, Simatupang menulis: "Kolonel Bambang Soegeng yang sedang mengunjungi daerah Yogyakarta (dia adalah Gubernur Militer daerah Yogyakarta-Kedu-Banyumas-Pekalongan-sebagian dari Semarang) datang dan bermalam di Banaran. Soegeng adalah orang yang emosional dan bagi dia tidaklah memuaskan apabila Yogyakarta nanti dikembalikan begitu saja kepada kita. Idenya ialah: Yogya harus direbut dengan senjata. Paling sidikit dia ingin bahwa Yogyakarta kita serang secara besar-besaran agar menjadi jelas bagi sejarah bahwa sekalipun Yogyakarta ditinggalkan oleh Belanda, namun kita tidak menerima kota itu sebagai hadiah saja. Paling sedikit dia mau membuktikan bahwa kita mempunyai kekuatan untuk menjadikan kedudukan Belanda di kota tidak tertahan (onhoudbar). Demikianlah kurang lebih jalan pikiran dan perasaan dari Bambang Soegeng yang dapat saya tangkap dari pembicaraan-pembicaraan dengan dia waktu berada di Banaran. "Saya jelaskan bahwa hari dan cara penyerahan Yogyakarta kepada kita belum lagi ditentukan, sehingga masih ada cukup waktu untuk melancarkan serbuan atas Yogyakarta. Sama sekali tidak ada larangan untuk menyerang dan ditinjau dari segi diplomasi, maka saya anggap bahwa setiap serangan yang spektakuler, justru dapat memperkuat kedudukan kita. Dengan Kolonel Soegeng masih saya bicarakan berapa kekuatan yang dapat dikumpulkannya untuk serangan itu, bagaimana rencananya dan seterusnya."[5] Dari Banaran rombongan meneruskan perjalanan ke pegunungan Menoreh, wilayah Wehrkreis III untuk menyampaikan perintah kepada Komandan Wehrkreis III Letkol. Soeharto. Sebelumnya, Bambang Soegeng beserta rombongan masih sempat mampir di Pengasih, tempat kediaman mertua Bambang Soegeng.[6] Pertemuan dengan Letkol. Soeharto berlangsung di Brosot, dekat Wates. Dalam pertemuan yang dilakukan di dalam sebuah gubug di tengah sawah, hadir lima orang yaitu Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Kol. Bambang Soegeng, Perwira Teritorial Letkol. Dr. Wiliater Hutagalung beserta ajudan Letnan Amron Tanjung, Komandan Wehrkreis III/Brigade X Letkol. Soeharto beserta ajudan. (Lihat rincian ini di tulisan Letkol. Dr. Hutagalung). Kepada Soeharto diberikan perintah untuk mengadakan penyerangan antara tanggal 25 Februari dan 1 Maret 1949.
MeunaSAH---DITEMUKAN EMPAT MAYAT KORBAN PENYIKSAAN
Precedence: bulk DITEMUKAN EMPAT MAYAT KORBAN PENYIKSAAN LHOKSEUMAWE, (MeunaSAH, 29/2/2000). Empat mayat lelaki dalam kondisi membusuk dengan bagian kepala terkarung goni beras ditemukan di kawasan Mon Tujoh Kecamatan Blang Mangat, Aceh Utara, Minggu (27/2) malam. Satu di antara mayat itu, kepalanya terlihat terpisah dari badan. Mayat tak beridentitas yang menghebohkan seantero Lhokseumawe itu, Senin (28/2) malam dikebumikan oleh pihak RSU setempat. Empat mayat dari kawasan Mon Tujoh, Blang Mangat, ditemukan masyarakat di antara semak-semak ladang penduduk. Lokasi temuan mayat itu merupakan jalan tembus yang berpangkal di Jalan Medan-Banda Aceh dan berujung ke jalan line pipa Mobil Oil. Di antara lintasan itu terdapat Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dan Akademi Perawat (Akper) serta Pangkalan Radar AURI. Kesemua mayat itu, baik pada saat dievakuasi maupun setelah berada di kamar mayat RSU, kepalanya dalam keadaan terbungkus goni beras berwarna putih ukuran 30 Kg. Termasuk yang kepalanya terpenggal. Diduga, korban dihabisi melalui proses penyiksaan berat. Apalagi, kesemua mayat yang rata-rata memiliki tinggi badan sekitar 165 Cm tersebut tangannya dalam keadaan terikat ke belakang. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
ISTIQLAL (28/02/2000)# KEMBANGKAN TITIK PERSESUAIAN ISLAMISME DAN KOMUNISME
Precedence: bulk Untuk Rekonsiliasi Nasional: ISTIQLAL (28/02/2000)# KEMBANGKAN TITIK PERSESUAIAN ISLAMISME DAN KOMUNISME Oleh: Abdi Tauhid Usaha pemerintah Gus Dur, untuk pemulangan orang-orang yang selama pemerintahan fasis Suharto terhalang pulang dan rencana pencabutan TAP MPRS No XXV/1966 tentang larangan komunisme, supaya terwujud rekonsiliasi nasional, menunjukkan pemerintah Gus Dur hendak menegakkan demokrasi di Indonesia. Mudah dimengerti bila pendukung fasis Suharto menolak rencana pemerintah Gus Dur yang demikian. Mereka menganggap pencabutan Tap MPRS itu akan merugikan kepentingan mereka. Untuk menolak dicabutnya TAP MPRS tsb, mereka besar-besarkan perbedaan Islamisme dan komunisme. Mereka katakan komunisme itu bertentangan dengan Islam. Komunisme itu atheis. Untuk mencapai tujuannya, komunisme itu menggunakan perjuangan kelas, kekerasan. Padahal dalam hal-hal yang mendasar, yang substansial justru banyak terdapat persesuaian antara Islamisme dan komunisme. Tentang banyaknya terdapat persesuaian antara Islamisme dan komunisme, 74 tahun yang lalu, Bung Karno melalui karyanya "Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme" sudah mengatakan, diantaranya: kaum Islam tidak boleh lupa, bahwa kapitalisme musuh marxisme itu, ialah musuh Islamisme pula... Islamis yang "fanatik" dan memerangi pergerakan marxis adalah Islamisme yang tak kenal larangan-larangan ajarannya sendiri... Hendaklah kaum itu sama ingat, bahwa pergerakannya itu dengan pergerakan marxis, banyaklah persesuaian cita-citanya, banyak persamaan tuntutan-tuntutannya... Sayang, sayanglah jikalau pergerakan Islam Indonesia kita ini bermusuhan dengan pergerakan marxis itu" (DBR, hal: 12-13-14). Juga H. Misbach, seorang komunis keagamaan dari Solo, ketika dalam Kongres PKI di Bandung 4 Maret 1923 telah menunjukkan dengan ayat-ayat Al Quran akan banyaknya kecococokan antara Islam dan komunisme. Diantaranya, kedua-duanya memandang sebagai kewajiban menghormati hak-hak manusia dan kedua-duanya berjuang terhadap penindasan. Juga diterangkannya bahwa seorang yang tidak menyetujui dasar-dasar komunisme, mustahil ia seorang Islam sejati (lihat AK Pringgodigdo SH, dalam "Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia", hal: 28). H. Misbach juga mengemukakan: mustahil ia seorang komunis sejati, bila ia menentang ajaran Islam yang memerangi kapitalisme, yang menuju ke sosialisme, yang mau ke masyarakat tauhidi (tanpa kelas-kelas). Menentang Islam yang demikian, sama dengan menentang komunisme itu sendiri. Pada dasarnya, yang menolak rencana pemerintah Gus Dur untuk terwujudnya rekonsiliasi nasional, melalui dicabutnya Tap HPRS No XXV/1966 itu, hanya menunjukkan mereka hendak mempertahankan tetap terdapatnya perpecahan nasional, seperti yang dipraktekan fasis Suharto selama 32 tahun ia berkuasa. Marilah kita cermati, terutama persesuaian-persesuaian antara Islamisme dan komunisme. TENTANG AGAMA SEBAGAI CANDU BAGI RAKYAT Yang paling sering terdengar dari kalangan Islam yang "fanatik" (menurut istilah Bung Karno) ialah komunisme itu atheis. Mengapa sampai lahir ucapan demikian? Ucapan yang demikian lahir, karena Marx pernah mengatakan "agama itu adalah candu bagi rakyat". Tapi dalam konteks apa Marx mengucapkannya, tidak pernah diungkapkan oleh yang mengucapkan "komunisme itu atheis". Sebab, kalau mereka ungkapkan dalam konteks apa Marx mengucapkannya, akan merugikan mereka sendiri. Komaruddin Hidayat, dari Yayasan Paramadina, melalui tulisannya "Beragama Dikala Duka" (Kompas, 11/2/95) mengemukakan bahwa ketika Marx berbicara tentang Tuhan dan Agama, tidaklah berangkat dari postulat-postulat teologi, melainkan dengan mengamati situasi konkrit manusia, yang secara psikologis mereka tertindas oleh situasi sosial dan politik yang opresif. Marx yang merasa terpanggil untuk membela mereka yang tertindas secara politis dan ekonomis, ketika lembaga dan penguasa agama hanya menawarkan solusi berupa hiburan semu, yaitu janji-janji surga di seberang derita dan kematian. Bahkan Marx lebih kesal lagi, ketika melihat agama dengan para tokohnya telah berkolusi dengan penguasa yang tiran, yang menindas dan membodohi rakyat. Menurut Komaruddin Hidayat, yang menjadi sasaran pokok dari kritik Marx bukanlah hakikat Tuhan serta; ajaran metafisika agama, melainkan praktek keberagamaan yang bersikap eskaptis, yaitu menjadikan agama sebagai tempat pelarian dari pergulatan sosial yang memerlukan penyelesaian konkrit, bukannya tawaran surgawi di seberang kematian. Keberagamaan semacam ini, bagi pemikir semacam Marx tak ubahnya sebagai opium yang menghilangkan derita sementara (palliatif), karena akar penyutitnya tidak tersentuh sama sekali. Sekiranya tokoh-tokoh agama ketika itu, tidak menjadikan agama sebagai tempat pelarian dari pergulatan sosial yang memerlukan penyelesaian konkrit bukan tawaran surgawi di seberang kematian, bukan berkolusi dengan penguasa yang tiran, tentu tak akan muncul
TNI Watch!---APARAT OBRAK-ABRIK SIMPANG COT PEURABEU
Precedence: bulk APARAT OBRAK-ABRIK SIMPANG COT PEURABEU BANDA ACEH, (TNI Watch!, 26/2/2000). Aparat keamanan yang terdiri dari sepasukan Brimob yang didukung panser mengobrak-abrik Simpang Cot Peurabeu, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar (24/2). Akibat serbuan aparat Brimob itu satu pintu kedai kopi, tiga unit sepeda motor, dan satu pos jaga, dibakar dan dirusak. Penembakan juga dilakukan oleh sepasukan Brimob itu. Penyerbuan itu bermula dari terjadinya perselisihan antara empat anggota intel polisi dengan masyarakat setempat. Sekitar pukul 11.00 WIB, empat orang anggota intel polisi dari Polda Aceh itu menuju ke arah Cot Keu-eung. Ketika melewati pos jaga Simpang Peurabeu, mereka dicegat masyarakat dan diperiksa identitas. Terjadi perselisihan sengit, namun keempat anggota Intel Polda itu berhasil meloloskan diri. Lalu, masyarakat setempat kembali dengan kesibukan masing-masing. Namun sekitar pukul 12.30 WIB datang beberapa truk aparat Brimob dan sebuah panser. Sepasukan Brimob itu langsung merusak sebuah warung di lintas Tungkop-Lam Ateuk (persimpangan Cot Peurabeu), sebuah rumah di belakang warung tersebut, serta sebuah rumah di depan pos jaga. Rumah yang dirusak itu "hancur-hancuran". Antara lain, barang-barang berserakan. Kaca-kaca jendela pecah. Tilam, pesawat televisi tampak berlubang-lubang bekas tembakan. Aparat Brimob juga membakar pos jaga, dan satu warung di samping pos jaga tersebut, termasuk mengobrak-abrik isinya. Selain itu, dua unit kendaraan roda dua milik masyarakat setempat juga dibakar, sebuah vespa ditembaki di bagian mesin. Lalu, Brimob juga melepaskan tembakan ke arah rumah-rumah penduduk, termasuk melakukan pembakaran. Aceh Besar selama ini dikenal tenang dan menjadi benteng keamanan terakhir Aceh. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MeunaSAH--SCHRA: HARAAN UNTUK PENYELESAIAN MASALAH ACEH
Precedence: bulk SCHRA: HARAPAN UNTUK PENYELESAIAN MASALAH ACEH Oleh: Saeki Natsuko (Network for Indonesian Democracy, Japan) Aceh yang tidak deperhatikan masyarakat internasional, Kenapa rakyat Aceh harus dikorbankan? Pada tanggal 15 dan 16 Januari, Aceh membuka babakan baru dalam sejarahnya perjuangan menuntut hakya. Masyarakat Aceh bersama Ornop Indonesia maupun internasional membangun suatu jaringan baru untuk menyelesaikan masalah Aceh, namanya SCHRA (Support Committee for Human Rights in Aceh). Seperti kita ketahui, kawan-kawan Aceh kecewa selama ini karena masalah Aceh belum begitu menarik perhatian masyarakat internasional. Mengapa? Saya kira ada 2 alasan besar. Pertama, adanya kesenjangan informasi. Selama berkuasanya rejim Soeharto, informasi tentang Aceh sangat terbatas. Yang kedua, ada prasangka bahwa orang Aceh adalah Muslim yang fanatik. Ini membuat masyarakat internasional termasuk Ornop agak ragu-ragu mendukung perjuangan HAM di Aceh. Tetapi benarkah masalah Aceh adalah masalah Islam? Mari kita kaji bersama kenyataan yang ada. Pada tanggal 14 November 1999, Radio Australia melaporkan bahwa Menteri Pertambangan dan Energi Banbang Susilo Yudhoyono menyatakan perlunya TNI mengamankan proyek Liquid Natural Gas (LNG) dan minyak bumi di Aceh. Dia juga meminta Panglima TNI Laksamana Widodo untuk melindungi karyawan yang bekerja untuk provit (proyek vital) di Aceh. Bagi saya, pernyataan SB Yudhoyono ini secara gamblang telah menunjukkan latar belakang sebenarnya dari masalah Aceh, yakni masalah penguasaan sumber daya alam yang sangat kaya. PT Arun dan Jepang: Siapa harus bertanggung jawab atas masalah Aceh? Sejak pertengahan 1980-an, untuk mengatasi masalah ekonomi, Indonesia memalingkan perhatian kepada industri non-migas karena merosotnya harga minyak di pasar internasional dan penurunan jumlah produksi yang sangat signifikan. Angka menunjukkan bahwa ekspor minyak bumi, LNG dan migas memang turun dari 70,2% (1976) ke 23,5% (1996). Namun industri migas masih industri raksasa bagi Indonesia. Dan Jepang adalah negara terbesar yang mengimpor minyak dan LNG dari Indonesia. Pada 1971, Mobil Oil menggali lapangan gas di Lhokseukon, Aceh Utara. Dua tahun kemudian, pada akhir 1973, kontrak jual-beli unuk 25 tahun ditandatanggani oleh Indonesia dan Jepang. Pada 1974, Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) Jepang, memberikan pinjaman dana sebesar 31,8 milyar yen (US$ 106 Juta dengan nilai valuta dolar pada waktu itu) untuk membangun kilang gas di Arun. Pada tahun 1980-an Chiyoda Corp. dan Mitsubishi Corp. membuat kontrak untuk membangun kilang gas Arun itu. Sebagian besar LNG dan semua LPG yang dihasilkan PT Arun diexpor ke Jepang. Pada 1973 dan 1974, Jepang dilanda "Oil Crisis." Harga minyak melonjak tinggi dan dianggap perlu untuk mencari alternatif baru untuk pengadaan energi. Selain itu, perusahaan Jepang memang mempunyai ambisi untuk menanam modal atau mengexpor pabrik raksasa sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi tinggi yang dirangsang oleh faktor Perang Vietnam. Kenyataan-kenyataan di atas tadi memberikan indikasi tak terbantahkan bahwa pembangunan kilang LNG di Aceh adalah untuk keperluan Jepang sendiri. Di masa DOM (Daerah Operasi Militer), PT Arun dikabarkan terlibat pelanggaran HAM. Nama Kamp Lancung di PT Arun masih merupakan trauma bagi masyarakat Aceh. Kalau PT Arun dibangun oleh pinjaman/modal dari Jepang dan produksinya (LNG) digunakan oleh masyarakat Jepang seperti saya jelaskan tadi, Jepang bisa dikatakan terlibat dalam pelanggaran HAM, walaupun secara tidak langsung. Kita bisa melihatnya dalam perspektif yang sama pada kegiatan PT Mobil Oil Indonesia (MOI). Masyarakat Amerika pun harus bertanggungjawab atas pelanggaran HAM di Aceh selama ini. Pembangunan dan HAM: Aceh untuk masa depan Aceh adalah daerah penting bukan hanya untuk negara kapitalis seperti Jepang atau Amerika saja, tetapi lebih penting lagi tentu untuk Indonesia, terutama rakyat Aceh sendiri. Aceh kaya sumberdaya alaminya, terutama migas, kemudian hutan, udang, kelapa sawit, arang bakau dll. Kekayaan Aceh ini bisa mengundang modal asing, bahkan dsering dikatakan bahwa Aceh sendiri bisa menyumbang 10% dari APBN. Tetapi apakah pembangunan di Aceh mensejahterakan masyarakat Aceh sendiri? Kawan-kawan pasti tahu jawabnya. Saya sendiri lihat proyek-proyek vital telah merusak lingkungan dan ekonomi rakyat di Aceh. Yang sangat menyakitkan adalah kenyataan bahwa penduduk sekitar pabrik justru tidak dilibatkan sebagai karyawan. Menurut Suara Pembaruan (30 November 1999), pemerintah Indonesia memperoleh pendapatan devisa tidak kurang dari Rp 31 triliun dari Arun. Pendapatan itu sangat kontras dibanding APBD Aceh yang hanya Rp 150 miliar per tahun. Ini berarti, hanya 0,5 persen dari penghasilan Aceh yang dikembalikan oleh Jakarta. Memang wajar kalau rakyat Aceh merasa kecewa terhadap kebijakan pembangunan (industri raksasa) selama ini. Tetapi bagi pemerintah Indonesia, yang harus diutamakan adalah yang
TNI Watch!---KOREM 164/WIRADHARMA DITUNTUT DILIKUIDASI
Precedence: bulk KOREM 164/WIRADHARMA DITUNTUT DILIKUIDASI KUPANG, (TNI Watch!, 23/2/2000). Lembaga Advokasi dan Penelitian (Lap) Timoris secara tegas menggugat Pangdam IX/Udayana agar segera mengambil kebijakan menyangkut wewenang komando TNI di NTT. Dualisme kepemimpinan TNI di NTT antara Korem 161/Wirasakti dan Korem 164/Wiradharma eks Timtim yang bermarkas di NTT diangkat sebagai dasar gugatan, di samping kecaman keras terhadap berbagai tindakan kriminal yang dilakukan para prajurit TNI eks anggota Korem 164/Wira Dharma, Timtim. Direkturnya Lap Timoris, Yos Dasi Jawa menyatakan keprihatinannya terhadap nasib masyarakat sipil NTT yang terus menjadi korban kekerasan oknum TNI eks Timtim yang terkesan berkeliaran tanpa komando yang jelas. Sejak arus pengungsian Timtim pascajajak pendapat, berbagai bentuk kekerasan terus terjadi. Suasana di Timor Barat begitu mencemaskan, hingga masyarakat sipil di Timor Barat resah. Para anggota TNI begitu garang dan mengabaikan aturan hukum dalam berbagai aktivitasnya. "Semua kasus ini tidak boleh didiamkan. Penyelesaiannya pun, baik proses dan hasil akhirnya harus disampaikan secara transparan kepada masyarakat sipil NTT," desak Lap Timoris. Tercatat, banyak kasus kekerasan yang dilakukan para anggota TNI itu raib bersama kaburnya yang bersangkutan yang tidak terkendali dan tak terikat komando jelas. Lap Timoris juga mencatat suatu keprihatinan terdalam bahwa kekerasan terhadap masyarakat sipil yang dilakukan oknum TNI eks Timtim selalu menggunakan senjata organik milik TNI. Sebagai bentuk protesnya, Lap Timoris juga memberikan dua desakan masing-masing kepada Pangdam IX/Udayana dan Pemda NTT. Kepada Pangdam, Lap Timoris menuntut penghapusan dualisme kepemimpinan dalam tubuh TNI di NTT. Dengan hadirnya Korem 164/Wiradharma dan bermarkas di Kupang, tidak jelas lagi siapa yang bertanggung jawab mengatasi, mengendalikan, mengawasi dan mengontrol para prajurit TNI itu. "Sepatutnya, Korem eks Timtim dihapus atau dilebur ke Korem lain, sehingga komando tetap berada di tangan Korem 161/Wirasakti, Kupang. Biar tidak terjadi saling lempar tanggung jawab," lanjut Lap Timoris lagi. Sementara kepada DPRD I NTT, para aktivis muda ini mendesak agar segera meminta pertanggungjawaban dari Pemda NTT yang telah memberikan fasilitas (Gedung Pemda - red) sebagai markas Korem 164/Wiradharma eks Timtim. Dengan pemberian fasilitas pemerintah untuk markas oknum yang justru menyengsarakan masyarakat sipil NTT yang selama ini tenang, merupakan suatu penyimpangan fungsi aset pemda yang dibangun dengan keringat masyarakat sipil NTT. Hingga berita ini diturunkan, Danrem 161/Wirasakti dan Danrem 164/Wiradharma gagal dimintai konfirmasi. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---KOPASSUS AKAN DIRAMPINGKAN
Precedence: bulk KOPASSUS AKAN DIRAMPINGKAN JAKARTA, (TNI Watch!, 23/2/2000). Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI AD, akan dirampingkan dari lima grup yang terdiri dari 6.000 personil menjadi hanya 700 hingga 1000 personil (satu batalyon) saja. Kopasus kini memiliki 11 batalyon yakni Batalyon 11, 12, 13 di bawah Grup 1, Batalyon 21, 22, 23 di bawah Grup 2, Batalyon 41, 42, 43 di bawah Grup 4 dan Batalyon 51, 52 di bawah Grup 5. Informasi penciutan kekuatan Kopassus ini datang dari Menteri Pertahanan dan Keamanan, Prof Dr Juwono Sudarsono. Pernyataan Juwono ini dikutip Sydney Morning Herald (23/2/2000). "Tujuan saya adalah merampingkan militer, terutama Kopassus agar efektif," ujar Juwono. Kalau peryataan Juwono ini benar, maka habis sudah riwayat kekuatan satuan elite yang kondang dan dibanggakan TNI Angkatan Darat itu. Penciutan dari lima grup ke hanya sebuah batalyon tampaknya akan menyakitkan bagi keluarga besar korps baret merah itu. Rencana Juwono ini belum tersebar luas, hingga belum bisa diperoleh sikap dari kalangan Angkatan Darat dan Kopassus. Pasti rencana Juwono ini akan ditentang habis-habisan, baik oleh Angkatan Darat maupun oleh Kopassus sendiri, termasuk para jendral pensiunan yang besar di kesatuan ini. Penciutan inipun akan menggusur lebih dari 5000 personil Kopassus. Belum jelas benar, apakah ribuan personil pasukan pilihan ini akan diserap ke batalyon-batalyon tempur Angkatan Darat lainnya seperti Kostrad dan lain-lain, atau diberhentikan. Namun setidaknya, rencana "likuidasi" Kopassus ini akan menghapus job seorang Mayor Jendral (Danjen Kopassus), seorang Brigjen (Wadanjen Kopasus), 11 job Kolonel (seorang Irjen Kopassus, lima Asisten Danjen dan lima Komandan Grup). Lalu, dampak ke bawahnya, akan menghapus job Letnan Kolonel di tingkat Komandan Batalyon. Dengan penciutan Kopassus menjadi hanya sebuah batalyon, korps ini hanya akan menyisakan seorang Letnan Kolonel sebagai Komandan Batalyon Kopassus. Kalau sekarang pangkat tertinggi di jajaran Kopassus adalah Mayor Jendral, kelak, jika Juwono berhasil menciutkan Kopassus hanya menjadi setingkat Batalyon, di kesatuan ini pangkat tertinggi hanya Letnan Kolonel. Likuidasi Kopassus ini jelas proyek tersulit bagi Menhan Juwono, terutama tantangan dari tubuh Kopassus itu sendiri. Dengan likuidasi, banyak perwira yang akan terganjal kariernya. Para letkol senior atau kolonel yunior di Kopassus yang sudah mengincar jabatan Dan Grup atau Asisten Danjen untuk meloncat ke karier lebih lanjut, tiba-tiba hilang begitu saja. Lalu, para Brigjen senior asal Kopassus (kini banyak menempati pos-pos Kasdam) yang juga mengicar jabatan prestisius sebagai Danjen akan kehilangan. Belum ratusan perwira pertama yang ingin menggunakan "jalan tol" Kopassus untuk meraih bintang akan berantakan. Nah, tampaknya, Juwono akan bakal kerepotan sendiri menghadapi tantangan, baik sembunyi-sembuyi ataupun terang-terangan dari para perwira Kopassus. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MeunaSAH---SISWA DICULIK, SEKOLAH TUTUP
Precedence: bulk SISWA DICULIK, SEKOLAH TUTUP SIGLI, (MeunaSAH, 23/2/2000). Sejak 18 Februari 2000, aktifitas pendidikan di SMUN 2 Mutiara (Geumpung), Pidie terhenti total karena guru dan siswanya takut hadir ke sekolah. Proses belajar mengajar tidak terlihat lagi setelah salah seorang siswa sekolah tersebut diculik orang tak dikenal, sepekan silam. Sekolah yang baru dua tahun selesai dibangun itu, belakangan menjadi sepi. Padahal, sepekan lagi (28 Februari 2000) siswa kelas I dan II akan mengikuti ujian. Terhentinya proses belajar mengajar di sekolah itu, menurut Salman, setelah peristiwa hilangnya seorang siswa bernama Amri. Siswa asal Kecamatan Tiro/Truseb tersebut, dijemput seseorang ketika sedang berlangsung jam pelajaran di sekolah, Kamis (17/2) lalu. Ketika Amri "dijemput" ke sekolah, kata Salman, anehnya yang menjemputnya terkesan sudah sangat "akrab". Sehingga siswa lain dan guru tidak menaruh curiga. Setelah Amri bersama lelaki penjemputnya pergi tanpa pamit, baru para guru merasa curiga dan kelihatan agak aneh. Hingga saat ini, belum ditemukan di mana siswa tersebut berada. Karena peristiwa itulah, jelas Salman, siswa yang pada umumnya berasal dari Kecamatan Tiro Truseb dan sejumlah guru tidak berani datang ke sekolah. Kalau pun ada beberapa guru yang berani dan memaksakan diri datang ke sekolah, tapi tak satu pun siswa yang hadir. Rasa takut yang sifatnya sangat alamiah bagi setiap orang, menurut Salman, merupakan hal wajar saja. Apalagi di sekolah telah terjadi peristiwa di luar perkiraan berbagai pihak. Sehingga sejumlah siswa dan guru merasa trauma, karena siswa yang diambil di depan mata mereka. SMUN 2 Mutiara, terletak di Jalan Beureunuen-Tiro (Km 4), persisnya di Desa Geumpung Masjid Kecamatan Mutiara. Sekolah yang baru selesai dibangun dua tahun lalu memiliki sekitar 200 siswa/siswi. Tiga lokal baru kelas dua, sedangkan dua lokal lagi duduk di kelas satu. Sekolah baru itu, juga mengalami musibah beberapa bulan lalu. Sebagian bangunan pernah dibakar orang tak dikenal. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---STRUKTUR ORGANISASI FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)
Precedence: bulk STRUKTUR ORGANISASI FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) JAKARTA, (TNI Watch!, 23/2/2000). Nama Front Pembela Islam (FPI) makin dikenal luas karena aktifitas kelompok Islam garis keras ini menonjol di berbagai soal politik. FPI muncul dalam dua tahun belakangan ini, menyusul Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), organisasi serupa pimpinan Ahmad Sumargono. FPI agak berbeda dengan KISDI, karena organisasi yang terakhir ini memiliki pasukan milisi bersenjata (senjata tajam dan pentungan). Milisi FPI, seperti layaknya organisasi militer, para anggotanya juga memiliki tanda kepangkatan. FPI juga dikenal dekat dengan sejumlah kalangan Angkatan Darat seperti Panglima Kostrad Letjen TNI Djadja Suparman (yang kemudian menghubungkannya dengan Jendral TNI Wiranto), Mayjen TNI Kivlan Zein, Mayjen TNI Zacky Anwar Makarim, Kasum TNI, Letjen TNI Suaidi M, Wakil Panglima TNI, Jendral TNI Fachrul Rozi dan lain-lain. FPI juga dekat dengan pejabat kepolisian Jakarta yakni mantan Kapolda Mentrojaya, Mayjen Pol Noegroho Djajoesman. FPI juga dekat dengan orang-orang di seputar Jendral TNI (Purn) Soeharto. Di masa Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto masih aktif di TNI, FPI (begitu juga KISDI) adalah salah satu binaan menantu Soeharto itu. Namun, setelah Prabowo jatuh, FPI kemudian cenderung mendekati kelompok Jendral Wiranto yang uniknya, saat ini, tengah bermusuhan dengan kelompok Prabowo. Inilah keunikan lembaga itu. Namun, dari dua hal itu bisa ditarik kesimpulan bahwa FPI memang memilih mendekati kelompok militer yang kuat yang bisa diajak bekerjasama dalam perebutan pengaruh politik. Sejumlah aksi FPI yang mendukung tentara misalnya: aksi tandingan melawan aksi mahasiswa menentang RUU Keadaan Darurat yang diajukan Mabes TNI, 24 Oktober 1999. Ratusan milisi FPI bersenjata pedang dan golok hendak menyerang mahasiswa yang bertahan di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta Pusat, namun bisa dicegah polisi. Aksi kedua ketika ratusan milisi FPI yang selalu berpakaian putih-putih itu menyatroni Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), memprotes pemeriksaan Jendral Wiranto dan kawan-kawan oleh KPP HAM. Milisi FPI yang datang ke kantor Komnas HAM dengan membawa pedang dan golok itu bahkan menuntut lembaga itu dibubarkan karena dianggap lancang memeriksa para jendral itu. Berikut struktur organisasi FPI dan orang-orang yang menduduki jabatan dalam struktur dari organisasi yang dikenal tertutup itu. DEWAN PIMPINAN PUSAT-FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) PERIODE 1998-2003 Ketua Majelis Syura: KH Muhammad Amin Syarbini, membawahi Para Ketua Dewan yang terdiri dari ; 1. Ketua Dewan Syari'at: Al-Habib Ali bin Sahil 2. Ketua Dewan Kehormatan: KH Muhammad Munif 3. Ketua Dewan Pembina: KH Ma'shum Hasan 4. Ketua Dewan Penasihat: KH Mahmud Sempur 5. Ketua Dewan Pengawas: KH Al-Habib Sholeh Al-Habsyi Para Ketua dewan ini menjadi penasihat dan pengawas organisasi, mereka memberi masukan pada Ketua Umum FPI: Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab Lc dan Sekretaris Jendral FPI: KH drs Misbahul Anam. Sekjen FPI membawahi bidang: 1. Ketua Hukum Front: Ust TB Abdurrahman SH, MA 2. Ketua Investigasi Front: Ust TB M. Sidiq AR 3. Ketua Badan Ahli Front: Prof DR Habib Segaf Mahdi 4. Ketua Badan Pengkaderan Front: Ust Reza Pahlevi ZA, S.Ag 5. Ketua Badan Anti Ma'siat Front: Ust Drs Siroj Alwi 6. Ketua Badan Anti Kekerasan Front: KH TB Entus Hasanuddin Ketua Investigasi Front bertugas mencari informasi, bahkan acapkali menyusupi aksi-aksi mahasiswa dan kampus untuk melihat dan memetakan tokoh-tokoh mahasiswa dan kelompok demonstran. Ketua Badan Anti Maksiat Front adalah 'avant garde' FPI. Badan Anti Maksiat Front terlibat dalam sejumlah aksi, terutama sejak kasus kerusuhan Ketapang dan maraknya demo serta gerakan anti terhadap tempat-tempat yang dikategorikan oleh mereka sebagai tempat maksiat. Sedangkan Ketua Umum FPI, yang biasa dikenal dengan panggilan Habib Rizieq Shihab dalam struktur organisasi dibantu oleh Ketua I, II dan III, yang masing-masing adalah: Ketua I adalah KH Drs Salim Nashir membawahi 1. Ketua Dept Agama: KH. Drs Munif Ahmad 2. Ketua Dept Luar Negeri: Ust Drs Hasanuddin 3. Ketua Dept Dalam Negeri: Ust Drs Ahmad Sobri Lubis 4. Ketua Dept Bela Negara dan Jihad: Ust Drs Hasanuddin Ketua II adalah KH Drs Oman Syahroni membawahi 1. Ketua Dept SosPolHuk: KH Drs Syarillah Asfari 2. Ketua Dept Dikbud: KH Al-Habib Muhsin Ahmad Alattas. Lc 3. Ketua Dept Ekuin: Ust Selamet Ma'arif, S. Ag, SE 4. Ketua Dept Ristek: Prof DR Ir Saerul Alam MSc Ketua III adalah Al-Habib Abdurrahman Al-Khirid membawahi 1. Ketua Dept Pangan: KH Drs Zainuddin Ali Al-Ghozali 2. Ketua Dept Kesra: KH Drs Nurzaini Suanda 3. Ketua Dept Penerangan: Drs. Iskandar Trilaksono 4. Ketua Dept Kewanitaan: Ust. Dra Nailah Balahmar ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
TNI Watch!---MENGENAL LASKAR PEMBELA ISLAM (LPI) DAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)
Precedence: bulk MENGENAL SEPAK TERJANG MILISI LASKAR PEMBELA ISLAM (LPI) DAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) JAKARTA, (TNI Watch!, 23/2/2000). Laskar Pembela Islam (LPI) adalah satuan tugas (satgas) yang digembleng dengan pendidikan semi militer dan militan. LPI adalah sayap milisi FPI. Mereka bahkan berani mengorbankan nyawa demi cita-cita FPI. Seringkali masyarakat awam tidak bisa membedakan antara LPI dan FPI. "Gerombolan" bersenjata tajam, yang selama ini sering dilihat berseragam baju putih, kopiah putih dan ikat pinggang kopel hijau adalah satgas siap tempur FPI. Sedangkan FPI sebagai organisasi induk yang mempunyai berbagai kegiatan lainnya. Jenjang kepangkatan yang berlaku dalam Laskar (LPI) sangat ketat dan disiplin, seperti contoh: seorang anggota baru laskar, yang biasanya dipanggil "jundi" masuk dalam satu regu yang biasanya beranggotakan minimal 22 hingga 40 orang (setingkat peleton dalam satuan militer). Regu-regu ini berbasis di tingkat kelurahan dan biasanya proses perekrutan anggota sudah dikenal dan direkomendasi oleh anggota yang lain. Hal ini disengaja untuk meminimalisir penetrasi yang tak diinginkan. Di bawah pimpinan rois/rais (setingkat Komandan Peleton) yakni pemimpin laskar setingkat kelurahan, para jundi ini digembleng secara fisik dan mental. Latihan silat dan penggemblengan mental lewat pengajian disertai presensi yang ketat dilengkapi dengan buku rapor berisi penilaian secara periodik oleh para rois. Dengan model taat komando dan presensi yang baik maka selama dua tahun, jundi yang berrapor baik bisa naik pangkat menjadi komandan regu di tingkat kelurahan (rois). Rois bertugas meneruskan perintah dari atas dan memberi penilaian akan ketaatan para jundi. Jenjang kepangkatan di LPI adalah penghargaan tertinggi selain beberapa bentuk penghargaan lain. Penghargaan jenjang kepangkatan ini juga untuk memotivasi dan memupuk loyalitas anggota. Di atas jabatan rois dan wakilnya ada jabatan amir dan wakilnya, yakni pemimpin laskar setingkat Kecamatan. Umumnya para amir ini membawahi tiga hingga empat orang rois. Jadi diperkirakan kekuatan laskar setingkat amir ini membawahi laskar sebanyak 200 hingga 400 orang terlatih (setingkat kompi hingga separo bataliyon infanteri). Dengan syarat kepatuhan dan penilaian yang seperti murid dengan kepala sekolah, rapor para amir pun dinilai oleh qoid, yakni pemimpin laskar setingkat kabupaten/kotamadya. Diperkirakan kekuatan laskar yang dibawahi oleh seorang qoid kurang lebih 2000 hingga 3000 laskar (setingkat brigade infanteri atau grup pasukan khusus, seperti Kopassus dan Korps Marinir TNI AL). Jenjang kepangkatan di atas qoid adalah wali yang mengomandani daerah setingkat daerah tingkat I atau propinsi (semacam Kodam). Para wali ini yang seringkali disebut sebagai Panglima Perang, dalam organisasi FPI. Seperti ketika terjadi kerusuhan Ketapang, 28 November 1998, yang saat itu diturunkan adalah wali yang membawahi daerah Jakarta Raya. Dalam kasus penyerbuan ke kampus Universitas Tarumanegara 1999 lalu, dilakukan oleh para panglima perang (wali) ini. Para panglima ini paling tidak memimpin sekitar 10.000 hingga 15.000 laskar dibawahnya (setingkat divisi infanteri). Para wali dinilai dan dipimpin oleh para imam, yakni pemimpin yang mengomandani beberapa propinsi (biasanya dalam lingkup satu pulau). Para Imam tersebut dipimpin oleh seorang imam besar dan wakilnya dengan tanda tiga buah lambang LPI dibahu kanan dan kiri (setingkat letnan jendral). Perjalanan seorang jundi untuk menjadi seorang imam besar (letnan jendral) bisa mencapai 40 tahun pengabdian pada LPI. Jelas, struktur LPI mengandalkan prinsip "unity of command" layaknya dalam organisasi militer. Kepangkatan dalam Laskar Pembela Islam (LPI) IMAM BESAR dan Wakil = Adalah Pemimpin Laskar tertinggi dari jenjang kepangkatan yang ada di LPI. IMAM = Panglima laskar untuk beberapa daerah propinsi WALI = Panglima laskar setingkat daerah tingkat I/propinsi, biasanya pemimpin setingkat ini disebut Panglima Perang daerah tertentu. QOID = Komandan laskar untuk daerah setingkat kabupaten dan kotamadya AMIR = Komandan laskar tingkat kecamatan, umumnya mengepalai beberapa rois. ROIS = Komandan tingkat Kelurahan, tiap regu masing-masing minimal 22 orang anggota, jika lebih maka akan dipecah menjadi rois lain JUNDI = Anggota baru tanpa pangkat ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---ABAIKAN SAJA PETUAH JENDERAL BESAR AH NASUTION
Precedence: bulk ABAIKAN SAJA PETUAH JENDERAL BESAR AH NASUTION JAKARTA, (TNI Watch! 22/2/2000). Polemik yang terjadi antara Jenderal TNI Wiranto dan Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah, telah mengundang komentar banyak pihak, salah satunya adalah Jenderal Besar AH Nasution. Saat memberi sambutan pada Musyawarah Nasional Partai IPKI ke 7, hari Jumat (17/2) yang lalu, antara lain mengatakan, perbedaan pendapat secara terbuka antara sesama warga TNI, seharusnya hanya dapat dibicarakan secara internal. Lebih lanjut menurut Nasution, kode etik militer jangan diterobos oleh cara-cara yang menyalahi kepatutan prajurit. Apa yang diamanatkan Nasution tersebut kurang mendukung demokratisasi. Penyelenggaraan demokratisasi juga harus diadakan di kalangan militer, sesuai dengan aspirasi masyarakat dan semangat jaman. Apa yang dilakukan Mayjen Agus WK tersebut, adalah upaya pencapaian gagasan yang cerdas. Karena gagasan yang cerdas jarang sekali muncul dari kalangan militer, terlebih dari unsur Angkatan Darat. Kalau ucapan Agus WK dianggap sebagai pembangkangan, merupakan anggapan yang berlebihan. Dalam hal menghormati sesepuh TNI, kita perlu bersikap proporsional juga. Dengan kata lain, kita tetap hormat, namun jangan mengurangi sikap kritis. Seperti terhadap Pak Nas (panggilan sehari-hari Jenderal AH Nasution), Pak Nas tetap kita tempatkan pada posisi terhormat sebagai sesepuh dan pendiri TNI (Angkatan Darat). Namun bila pendapatnya sudah tidak relevan lagi dengan semangat jaman, kita pun (termasuk kalangan TNI) harus berani menolaknya. Mengingat kondisi fisik Pak Nas yang sudah tidak lagi prima, itu merupakan petunjuk bagi penyelenggara seminar, sarasehan, atau kegiatan sejenisnya, yang berniat mengundang Pak Nas sebagai panelis, untuk tidak terlalu memaksakan menghadirkan Pak Nas sebagai pembicara. Karena fisik yang kurang prima, tampaknya berpengaruh pada daya pikirnya. Pemikiran Pak Nas tidak secemerlang sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, saat kondisi fisiknya masih bugar. Dengan tidak mengundang Pak Nas, bukan berarti kita kurang hormat pada beliau, justru sebaliknya. Dengan tidak mengundang Pak Nas, berarti pihak pengundang memiliki pemahaman yang dalam atas kondisi kesehatan Pak Nas. Sebagaimana disebut di atas, kondisi fisik berpengaruh pada daya pikir Pak Nas, maka seandainya Pak Nas "dipaksakan" hadir, juga percuma, karena pendapat yang keluar cuma itu-itu saja. Tidak ada sesuatu yang baru dari Pak Nas. Yang dikhawatirkan, bila amanat Pak Nas hanya membuat jenuh pendengarnya. Mencermati kondisi Pak Nas sekarang, jangan diharapkan akan muncul konsep cemerlang dari Pak Nas, sebagaimana yang pernah ia lontarkan pada tahun 1950-an, seperti konsep "Jalan Tengah" dan konsep "Sistem Hankamrata". Singkatnya, telah terjadi involusi pemikiran pada diri Pak Nas. Maka abaikan saja segala petuah Pak Nas. Entah kalau ada keajaiban, di mana Pak Nas tiba-tiba memperoleh inspirasi pemikiran yang dahsyat, entah dari mana datangnya. Namun kemungkinan itu kecil sekali. Terlepas ada konsep Pak Nas yang kemudian hari justru "mencelakakan" kehidupan bangsa, namun Pak Nas di tahun 1950-an, adalah seorang perwira yang brilyan. Mungkin sama dengan Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono atau Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah di masa kini. Contoh pemikiran Pak Nas yang justru mencelakakan bangsa adalah konsep "Jalan Tengah", yang merupakan embrio bagi Doktrin Dwifungsi ABRI. Apa yang terjadi pada Pak Nas tersebut, bisa kita jadikan refleksi, bahwa yang namanya militer, terlebih militer Angkatan 45, memiliki keterbatasan juga. Generasi sekarang mulai terbuka matanya, bahwa militer Angkatan 45, tidak usah terlalu dikagumi. Bila Angkatan 45 selalu bersikeras, agar Angkatan 45 harus dikagumi generasi berikutnya, itu perkara lain. Kagum tidaknya generasi sekarang pada Angkatan 45, sepenuhnya berpulang pada generasi sekarang. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR---RENCANA DEMO EGGY BOCOR, POLISI MERAZIA
Precedence: bulk RENCANA DEMO EGGY BOCOR, POLISI MERAZIA JAKARTA, (SiaR, 22/2/2000). Eggy Sudjana dan kelompoknya tengah mempersiapkan demo dukungan untuk Jendaral TNI Wiranto. Demo yang rencananya akan dilaksanakan Rabu (23/02) ternyata bocor dan pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya mulai merazia sejak Kamis (17/02). Rapat perencanaaan demo yang dilaksanakan Eggy Sudjana dan beberapa orang habib dari Front Pembela Islam (FPI) bocor dan pihak Kepolisian sudah melakukan tindakan preventif untuk mencegah keterlibatan preman dalam demo yang direncanakan Eggy cs Rabu (23/02) atau esoknya. Beberapa sumber yang ikut pertemuan itu mengungkapkan rencana demo mendukung Wiranto agar tidak diadili dalam kasus pembantaian pasca jajak pendapat di Timtim itu, rencananya akan melibatkan preman dan tukang pukul bayaran dari luar kota. Eggy mendapat order untuk melakukan demo membela Wiranto dengan menyentil nasionalisme lewat preman-preman bayaran. Sejak Kamis (17/2) polisi telah menggelar operasi merazia kartu identitas di beberapa ruas jalan ibukota. Menurut beberapa sumber yang mengaku dekat dengan Eggy, aktivitas Eggy sejak ditangkapnya Al-Chaidar sebagai Ketua Panitia Tablig Akbar sejuta ummat di Monas itu sempat merembet ke pemanggilan Eggy sebagai saksi untuk kasus Kerusuhan Mataram. Namun ternyata aktivitas Ketua Dewan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) ini tetap jalan dan melakukan penggalangan massa lewat lewat Yayasan "Jauhid Cendikia" miliknya. Yayasan yang beralamat di salah satu rumah kediaman Eggy sendiri di daerah Taman Pagelaran, Ciomas, Bogor, tersebut belakangan ini secara intensif mulai mendiskusikan tentang perlunya mencegah intervensi asing dalam kasus Wiranto. Bahkan dalam sejumlah pertemuan yang dilakukan di kantor yayasan itu juga dibagikan kliping dan tulisan Eggy tentang jihad, nasionalisme dan kliping wawancara dengan beberapa majalah. Menurut sumber tersebut jemaah yang datang ke pengajian yang dibuat Eggy, banyak yang datang dari Jakarta seperti Tanjung Priok, Tangerang, Kalideres, Cibinong, dll. Polisi tampaknya bermaksud menggembosi aksi yang direncanakan melibatkan preman karena dikhawatirkan akan menimbulkan kerusuhan. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---PENYIKSAAN OLEH MILITER DI KASUS MARSINAH (2)
Precedence: bulk PENYIKSAAN OLEH MILITER DI KASUS MARSINAH (2) SURABAYA, (TNI Watch!, 21/2/2000). Kasus pembunuhan aktifis buruh di Surabaya, Mei 1993, dibuka lagi oleh Markas Besar Polri. Marsinah, diduga keras dibunuh di Markas Kodim Surabaya, Jawa Timur, oleh aparat militer. Mayatnya dibuang di Ngajuk, Jawa Timur. Kemudian, aparat Kodam VI/Brawijaya dan Polda Jawa Timur mencari kambing hitam dengan memfitnah sejumlah orang, yakni pemilik PT CPS, Jusdi Susanto, tempat Masrinah bekerja, dan delapan orang bawahannya, salah seorang di antaranya perempuan yang tengah hamil. Mereka ditangkap, tepatnya diculik, aparat Detasemen Intelijen Kodam V/Brawijaya pada 30 Oktober hingga 1 November dan baru diserahkan ke Polda 19 hari kemudian. Mereka mengalami penyiksaan fisik dan psikis di Markas Den Intel Kodam VI/Brawijaya. Mahkamah Agung akhirnya membebaskan para terdakwa "rekayasa" Kodam VI/Brawijaya itu. Jika kasus Marsinah dibuka lagi, seharusnya tidak hanya kasus pembunuhan Marsinah saja yang dibongkar, namun juga penculikan dan penyiksaan secara sewenang-wenang aparat Kodam VI/Brawijaya, terhadap Judi Susanto dan kawan-kawan yang diungkap kembali. Berikut akan dikisahkan kembali kisah penyiksaan itu yang disarikan dari buku: "Kekerasan Penyidikan dalam Kasus Marsinah", YLBHI, 1995, sekedar mengingatkan kembali bahwa kejahatan ini juga harus disidangkan di Mahkamah Militer. Judi Susanto dan kawan-kawan di tangkap (baca: diculik) secara berturut-turut antara 30 Oktober 1993 hingga 1 November 1993. Mereka disekap di Markas Den Intel. Aparat Den Intel memaksa mereka mengakui melakukan konspirasi membunuh Marsinah dengan berbagai siksaan. SUPRAPTO Satpam PT CPS ini dibawa ke kamar mandi dan disuruh duduk bersila, lalu kakinya diinjak petugas dan dipaksa mengaku membunuh Marsinah. Pada 3 Oktober, Suprapto dipindahkan ke ruang ED alia ATK, seorang agen Inteldam. Di ruang itu Suprapto tidur beralaskan koran. Siang harinya, kepalanya dipukuli oleh ATK. Para petugas lainnya memukulinya terus-menerus hingga ia mengakui apa yang dikehendaki para petugas Inteldam. Petugas juga memaksa Suprapto mengaku telah menerima uang sebesar Rp 1,5 juta dari Judi Susanto untuk membunuh Marsinah. Ketika dijawab tidak, petugas memukul dan menyeterumnya. Suprapto menyerah, namun kembali disetrum karena tak mampu menjawab di mana mayat Marsinah dibuang. Seorang petugas juga menodongkan pistol ke kepala Suprapto. Petugas tadi menyuruhnya berdoa sambil berkata: "Apa pesanmu sebelum saya tembak?" Suprapto menjawab, "Tolong sampaikan kepada keluarga saya, jaga baik-baik anak saya." Intel tadi tak jadi menembak, namun malah memukulkan ganggang pistol ke bagian belakang kepala Suprapto. Wajahnya dipukuli, kemaluannya dicambuki dengan lidi, dadanya disetrum dan dimaki-maki. SUWONO Satpam PT CPS ini bekas anggota Korps Marinir, pasukan elite TNI Angkatan Laut. Ia yang paling berat menerima siksaan. Seorang petugas berseragam hijau dari Den Intel Kodam V/Brawijaya berteriak-teriak, seolah-olah senang menemukan Suwono, "Ini yang dari Marinir, ini yang dari Marinir!" Suwono lalu dijebloskan ke sebuah ruangan, di sana ia jadi bulan-bulanan sekitar sepuluh anggota Den Intel Kodam V/Brawijaya. Setiap jawaban yang tidak memuaskan para petugas dari kesatuan TNI Angkatan Darat itu, Suwono menerima pukulan yang makin lama makin keras. Suwono selama diculik di Den Intel hanya boleh tidur dengan celana dalam, tanpa alas tidur, selalu diganggu saat tidur dengan lemparan kaleng dan dikencingi petugas. Seringkali ia disuruh berdiri, mengangkat sebelah kakinya sekian lama hingga ada perintah untuk selesai. Suwono juga ditelanjangi dan disetrum dan ditendang kelaminnya. Suwono tak tahan setruman, mulutnya juga disumpal petugas dengan celana dalamnya sendiri hingga akhirnya pingsan. Petugas yang menyetrum dan memukul Suwono, sebagian ia kenali sebagai SKM, WAR dari Bakorstranasda Jatim dan SLM dari Polda Jatim. (Bersambung) ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
IqrA--HERSRI: PERCAKAPAN
Precedence: bulk Hersri Sn: PERCAKAPAN untuk Tumoro sesama tapol dari tepi bengawan solo ia menyelinap ke tepi ciliwung ternyata tidak ada jalan panjang untuk arus listrik di tembok mabak* tidak ada suara menjerit tidak ada air mata menetes waktu terlalu singkat untuk semua karena segala jadi hitam seketika tapi berserulah ia dalam mimpi tidak! maka tidak ada juga itu derita karena aku ialah nama tulislah dengan darah yang tumpah di kartasura dan kali wedi dan jangan engkau salah mengeja walau untuk sepatah klise pantang menyerah! berserulah engkau tinggi-tinggi biar terdengar keras dan angkuh aku ialah setegak batu karang tak peduli tamparan gelombang tapi dengarlah suara sendiri jika tidak lagi engkau bisa dan memang tidak lagi bisa bercanda dengan sengatan listrik di batang pelir atau bersilat dengan trisula di batangleher ketika lidah sudah tidak lagi bisa bergetar dan jari-jari tidak lagi bisa menggambar maka biarkanlah airmatamu terlepas dan biarkanlah tangismu berderai karena di sana saja kebebasan tersisa lalu biarkanlah segala kenangan datang berduyun beserta denganmu dan jalan beriring bersama denganmu barangkali itulah dera dalam derita dera sendiri dari derita sendiri tapi itulah suara hatimu sendiri engkau tentu tahu dan percaya itulah suara hati kita semua sepatah klise yang belum sudah perjuangan tidak kenal henti! Keterangan: 1. Tumoro, anggota pemuda rakyat solo, menjadi linglung oleh setruman listrik dalam voltase tinggi, ketika di tahanan Mabak Jakarta; 2. Mabak, kependekan: Markas Besar Angkatan Kepolisian. Kockengen: Februari 00 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
IqrA--DINI: PUTRA FAJAR (6)
Precedence: bulk Dini S. Setyowati: PUTRA FAJAR (6) MENUJU MEJA PERUNDINGAN DAN MEDAN PERTEMPURAN AKHIRNYA aksi bumi hangus dilancarkan. Tiap menyerang desa tentara Belanda menjalankan sistem "sisir". Penduduk dihalau keluar, dan rumah-rumah digeledah atau langsung dibakar. Orang menamainya aksi "pembersihan". Tiap orang muda yang, atas dasar laporan mata-mata mereka, dicurigai sebagai "Pemuda" ditangkap dan dipukuli, terkadang langsung ditembak dari belakang tanpa peringatan. Di masa bersiap ketika itu sepatah kata "pemuda", bagi pihak Republiken berarti "pemuda" atau "pejuang" atau "gerilyawan"; tapi bagi pihak Nica berarti "ekstremis" atau "pengacau masyarakat". Semuanya itu mengakibatkan semangat perlawanan rakyat terhadap tentara Belanda semakin meningkat. Rakyat yang semula lebih cenderung percaya pada jalan perundingan atau penyelesaian secara politik, akhirnya menjadi lebih suka menempuh jalan perlawanan bersenjata. Melewati siaran-siaran kantor berita terdengar kabar, bahwa tentera Jepang yang telah dilucuti dan ditahan, sekarang dilepas dari tahanan dan dipersenjatai. Kemudian mereka diangkut ke Sumatra dan Bali, untuk menghancurkan gerakan perlawanan kaum gerilyawan kemerdekaan di dua pulau itu. Di Jawa tentara Inggris dan Belanda berhasil menduduki Bandung, setelah melalui perlawanan sengit para Pemuda. Api peperangan berkobar di Bandung, Surabaya, Semarang, Ambarawa, dan di mana- mana. Dan di mana-mana rakyat bangkit mempersenjatai diri dengan senjata apa saja serta semangat kesiapan bertempur yang sangat tinggi. Republik muda Indonesia memang sedang diancam bahaya serangan musuh-musuh kemerdekaan yang berbahaya. Mereka mempunyai persenjataan yang lebih modern dan lengkap, mereka anggota tentara reguler yang tersusun dan terorganisasi dengan baik, mereka mempunyai pengalaman menghadapi peperangan yang besar. Tapi satu kekurangan dan kelemahan mereka: mereka tidak tahu, berperang untuk apa dan siapa; dan mereka itu pun baru saja keluar dari medan Perang Dunia II yang melelahkan. SURABAYA! Surabaya ibukota Provinsi Jawa Timur, berpenduduk sekitar 300.000 orang, merupakan kota terpadat di Indonesia ketika itu. Juga suasana kota ini menjadi tegang dan panas seketika. Di mana saja mendarat tentara pendudukan Inggris dan Belanda, sebagai wakil Sekutu, di sana segera timbul ketegangan. Ini tidak sulit dimengerti. Rakyat Indonesia yang merasa dirinya telah merdeka, tentu saja tidak mengingini lagi adanya tentara asing di negerinya. Maka pendudukan gedung-gedung di kota Surabaya oleh tentera Sekutu pun segera menimbulkan bentrokan- bentrokan bersenjata. Pada 23 September 1945 seorang kapten bernama Huyer, dari Armada Laut Kerajaan Belanda, muncul di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Ia mendapat tugas panglima perang Sekutu untuk memeriksa pelabuhan. Tugas dilaksanakan Kapten Huyer dengan sangat teliti. Bahkan geladak setiap kapal yang berlabuh tak luput dari pemeriksaannya. Usai pemeriksaan ia menghilang selama beberapa hari, kembali ke Jakarta. Tapi tiba-tiba ia muncul kembali di Surabaya dengan satu tuntutan yang tak terduga dan tak masuk akal: Seluruh urusan pelabuhan harus diserahkan kepadanya! Sikap congkak Huyer segera dijawab para Pemuda dengan sikap gagah yang tentu juga tak terduga olehnya. Huyer ditangkap dan disandera oleh para pemuda (Lihat Lampiran: Peristiwa Kapten Laut P.J.G. Huyer). Pasukan-pasukan Jepang yang telah dimobilisasi kembali oleh Sekutu, dan dijadikan sebagai tameng dalam menghadapi lasykar bersenjata rakyat Indonesia, diserbu oleh para Pemuda dan dirampas persenjataan mereka. Pohon-pohon di sepanjang jalan raya ditebangi, barikade-barikade dibangun, dan kota Surabaya di ambang pertempuran dahsyat. Apalagi sebelum sikap congkak Huyer yang menantang kemarahan pemuda itu terjadi, telah terjadi pula satu peristiwa yang belakangan terkenal dengan sebutan "Insiden Bendera". Peristiwa ini terjadi pada 19 September 1945, ketika Belanda mengibarkan kembali Merah-Putih-Biru di atas gedung hotel "Yamato" di Jalan Tunjungan. Para pemuda segera datang beramai-ramai mengepung hotel, dan beberapa orang pemuda memanjat ke atap hotel, si Tiga Warna diturunkan dan disobek warna birunya, dan berkibarlah Sang Dwi Warna di bawah tepuk tangan gemuruh rakyat dan para pemuda. Pada 25 Oktober satu pasukan Gurkha dari Brigade Infanteri Ke-49 didaratkan di Surabaya. Pendaratan itu sendiri berjalan tanpa insiden. Brigadir Jenderal Mallaby, Komandan Brigade tersebut dan Komandan tentera Serikat di Surabaya, berunding dengan utusan pihak pemuda. Kesepakatan dicapai, sandera dibebaskan. Dua hari berikut sesudah itu suasana aman. Walaupun ketegangan masih tetap terasa menggelantung. Pada hari ketiga sesudah kesepakatan tercapai, tiba-tiba pesawat-pesawat terbang Inggris menderu-deru di langit Surabaya. Penduduk yang terkejut berlarian keluar rumah,
TNI Watch!---REKOMENDASI KPP HAM TIDAK MEMPENGARUHI KARIR PERWIRA
Precedence: bulk REKOMENDASI KPP HAM TIDAK MEMPENGARUHI KARIR PERWIRA JAKARTA, (TNI Watch!, 18/2/2000). Menurut Kasum TNI Letjen TNI Suadi Marassabessy, di lingkungan TNI kembali ada serangkaian mutasi dan promosi yang melibatkan 44 perwira. Beberapa posisi yang akan diganti antara lain adalah: Wakil KSAU, Pangdam IV/Diponegoro, Pangdam VI/Tanjungpura, Pangdam XVI/Pattimura, Kas Kostrad, serta Aster KSAD. Penjelasan Letjen Suadi sesuai dengan perkiraan pengamat politik LIPI Dr Ikrar Nusa Bhakti. Ikrar sempat menyebut dua jabatan yang bakal diganti, yaitu Pangkostrad dan Kasum TNI. Menurut Ikrar pula, yang menarik adalah, Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah merupakan kandidat untuk mengisi salah satu jabatan tersebut. Ini menunjukkan, kecaman Wiranto tempo hari terhadap Agus WK, tidak berpengaruh banyak bagi karir Agus WK. Mutasi kali ini juga akan dialami perwira-perwira yang tempo hari dipanggil oleh KPP HAM Timtim, seperti Kol Inf M Nur Muis (Danrem 164/Wira Darma), Kol Inf Soenarko (Asintel Danjen Kopassus)dan Letkol Inf Yayat Sudrajat (Komandan Bataliyon di Grup 5 Kopassus). Sebagaimana diketahui kemudian, nama Kol Inf M Nur Muis dan Letkol Inf Yayat Sudrajat, bukan sekadar di mintai keterangan, namun juga masuk dalam daftar rekomendasi KPP HAM yang perlu disidik lebih lanjut oleh Kejaksaan Agung, berkenaan dengan dugaan tindak pelanggaran HAM di Timtim. Itu artinya, mirip dengan "nasib baik" Mayjen Agus WK, rekomendasi KPP ternyata tidak mempengaruhi karir perwira tersebut. Kol Inf M Nur Muis kabarnya akan dipromosikan sebagai Kasdam di Kodam IV/Diponegoro atau Kodam V/Brawijaya. Seandainya berita itu benar, maka tak lama lagi Kol Inf M Nur Muis, akan menyandang pangkat baru sebagai brigadir jenderal. Demikian juga dengan Letkol Inf Yayat Sudrajat. Letkol Yayat akan menduduki jabatan sebagai Asisten Intelijen Danjen Kopassus, menggantikan posisi Kol Inf Soenarko. Karena mengisi posisi pos kolonel, berarti ia juga akan segera naik pangkat setingkat (kolonel). Sedang Kol Inf Soenarko akan menjadi Komandan Korem di Pare-pare (Sulsel), Korem di bawah Kodam VII/Wirabuana. Pangkat Kol Inf Soenarko memang tidak naik, namun mutasi ini akan menambah pengalaman Kol Inf Soenarko di bidang teritorial, setelah sekian lama berdinas di Kopassus dan bidang intelijen. Sebenarnya penugasan teritorial bukan hal baru samasekali bagi Kol Inf Soenarko, karena semasa menjabat Asintel Danjen Kopassus, ia sempat merangkap tugas sebagai Komandan Sektor A di Timtim. Sebuah tugas yang merupakan gabungan antara fungsi tempur, intelijen dan teritorial. Untuk jabatan di tingkat pati (jenderal) pada umumnya hanya berupa pergeseran (ke samping), jadi tidak ada kenaikan pangkat bagi perwira yang bersangkutan. Seperti untuk posisi Pangdam IV/Diponegoro misalnya, akan diisi juga oleh jenderal yang sudah berbintang dua, yaitu Mayjen TNI Syamsul Maarif (kini Gubernur Akmil). Demikian juga untuk posisi Pangdam VI/Tanjung Pura, yang akan diisi Mayjen TNI Djoko Mulono (kini Aster Kasum TNI, Akmil 1970). Dua perwira lain yang akan dipromosikan adalah Kol Inf Nurdin Zaenal (Danrem 163/Wira Satya, Bali) dan Brigjen TNI Songko Purnomo (Kasdam IV/Diponegoro, Akmil 1971). Mereka akan menempati posisi pada jabatan, yang pangkatnya setingkat di atas pangkat mereka sekarang. Kol Inf Nurdin Zaenal akan menggantikan Brigjen TNI Max Tamaela sebagai Pangdam XVI/Pattimura. Sementara Brigjen TNI Songko Purnomo akan dipromosikan sebagai Aster KSAD. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!--SUPANGAT: SEJARAH KUDETA DI INDONESIA
Precedence: bulk SEJARAH KUDETA DI INDONESIA Oleh Hidayat Supangkat *) NEW YORK, (TNI Watch! 16/2/2000). Versi resmi pemerintah selama ini - terutama versi Suharto dan ABRI-nya ialah bahwa di Indonesia tidak pernah ada kudeta. Ini yang dinamakan orang Amerika - bukan kebohongan - "half-truth" (setengah benar setengah bohong). Karena tidak pernah bisa dibuktikan kebenarannya atau ketidak benarannya secara juridis formil. Kita, rakyat Indonesia selama ini manut atau nrimo saja karena takut dipenjarakan atau malah dibunuh kalau mengekspresikan diri. Karena sekarang sudah ada demokratisasi maka kami berani menyanggah dalil pemerintah itu berdasarkan fakta takta di bawah ini: 1. Seorang Jendral pro-Murba di Jogya - kalau tidak salah namanya Djokosungkono - pernah mencoba kudeta terhadap Perdana Menteri (Syahrir atau Hatta kalau tidak keliru lagi, karena buku buku sejarah dipinjam teman dan biasa, tidak dikembalikan). Dan gagal. Ini boleh kita sebut "abortive coup d'etat". 2. Masih segar dalam ingatan, pada tanggal 17 Oktober 1952, waktu saya meliput Parlemen, Jendral Nasution dan pasukannya telah mengepung dan menodongkan meriam-meriam besar ke gedung Parlemen dan Istana Negara. Nasution telah diterima oleh Presiden Sukarno dan terjadilah "abortive coup d'etat" lagi karena karisma BK. Bahkan ada yang mencurigai pertemuan 17 Oktober 1952 itu teleh menghasilkan "gentleman's agreement": pada suatu ketika yang tepat, UUD '45 akan dihidupkan kembali sehingga kekuasaan mutlak Presiden dipulihkan. 3. Menurut UUDS '50 yang berlaku waktu itu, Presiden hanya berkuasa untuk membubarkan Parlemen hasil pemilu sekalipun, dengan syarat harus melangsungkan pemilu baru dalam 30 hari. BK tidak berbuat demikian, dengan dukungan Jendral Nasution dan AD-nya, ia membubarkan Parlemen dan Konstituante hasil pemilu bebas 1955 dan menghidupkan kembali UUD '45 yang sudah dikubur mati selama hampir sepuluh tahun. Apakah ini bukan kudeta? "A bloodless, palace/consitutional coup d'etat? 4. Pada tanggal 30 September malam 1965, Kolonel Untung, komandan pasukan pengawal Istana Negara Cakrabirawa telah menculiki dan membunuh para Jendral pimpinan AD dan mengumumkan dibentuknya Dewan Revolusi, menghapuskan semua pangkat Jendral yang dicurigainya bersekongkol dalam Dewan Jendral. Namun beberapa jam kemudian pasukan Kostrad pimpinan Jendral Suharto dan RPKAD pimpinan Kolonel Sarwo Eddhie berhasil menindas Untung dkk yang didukung oleh satu Batalion Diponegoro yang "kebetulan" sedang berkemah di stadion Senayan. Dan membantai massal lk 1 juta anggota PKI di Jateng, Jatim dan Bali. Kudeta Untung ramai disebut "communists' abortive coup d'etat" di seluruh dunia. Apakah kesemuanya itu bukan kudeta? Kudeta adalah kudeta, berhasil atau gagal. 5. Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Sukarno yang sudah sakit keras telah didatangi para Jendral kesayangannya (Amir Mahmud, Moh. Jusuf, dll) yang menuntut surat perintah untuk pengamanan perang saudara yang sudah hampir marak, bukan lagi antara yang pro dan anti PKI, melainkan antara yang pro dan anti Sukarno yang masing masing mendapat dukungan di AB dan rakyat. Akhirnya keluarlah apa yang disebut Surat Perintah 11 MARET 1966 (Supersemar). Supersemar yang merupakan perintah untuk pengamanan itu bukan surat perintah penyerahan kekuasaan dari Presiden Sukarno kepada Jendral Suharto namun ditafsirkan demikian oleh Suharto dan AD-nya sehingga kekuasaan mutlak berhasil direbutnya. Sesudah mengantungi Supersemar, Suharto malah meng-house arrest Presiden seumur hidup in communicado pula. Apakah ini bukan kudeta? Sementara itu Supersemar asli tentunya sudah dilenyapkan oleh Suharto. Ini yang dinamakan "creeping bloodless coup d'etat" (kudeta merangkak tak berdarah). MPRS akhirnya di "railroad" (digilas kereta api) Suharto sehingga ia dipilih sebagai Presiden RI. Ben Anderson dari Ithaca University pernah mau menelanjangi kudeta Suharto ini namun sedemikian jauh tak berhasil. Lima rangkaian upaya kudeta telah dicatat dalam sejarah Indonesia dan pemerintah dan AD tetap menyangkal adanya kudeta. New York, 14 Pebruari 2000. )* Wartawan Indonesia di AS/PBB -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR---DITEMUKAN TERSANGKA PEMBUNUH TGK NASHIRUDDIN
Precedence: bulk DITEMUKAN TERSANGKA PEMBUNUH TGK NASHIRUDDIN JAKARTA, (SiaR, 16/2/2000). Polisi berhasil mengidentifikasi tersangka pembunuh Tgk Nashiruddin Daud, anggota DPR-RI dari Partai Persatuan Pembangunan. Kapolri Letjen Pol KPH Rusdihardjo mengemukakan tersangka pembunuh Tgk Nashiruddin Daud (Tgk Nash) adalah Julizar. Kapolri menyebut Julizar sebagai Ketua SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) yang giat memperjuangkan referendum dengan opsi merdeka. Menurut Rusdihardjo, korban adalah tokoh Aceh yang menentang opsi merdeka dan kekerasan. "Dapat disimpulkan beliau sangat merugikan perjuangan GAM ekstrim dan karena itu harus dieliminir," kata Rusdihardjo. Namun, Muhammad Nazar SAg, Koordinator Pusat Presidium SIRA, membantah bahwa Julizar adalah Ketua SIRA. SIRA memang tidak memiliki ketua, yang ada adalah koordinator yang kini dijabat oleh Muhammad Nazar. Penyebutan nama SIRA juga diprotes keras oleh Nazar. Tentang nama Julizar, Nazar tidak kenal. Menurutnya, Julizar mungkin pernah mengikuti Kongres Mahasiswa dan Pemuda Aceh Serantau setahun lalu, yang menghasilkan keputusan mayoritas Referendum. "Kalau tak salah, Julizar mewakili sebuah organisasi kepemudaan di Banda Aceh," ujar Nazar. Menurut Kapolri, tersangka Julizar yang masih kerabat korban, saat ini menjadi sasaran penyelidikan dan penyidikan aparat di wilayah Aceh Besar, sedangkan pencarian GAM dilakukan di wilayah Aceh Selatan. Rusdihardjo menjelaskan dari hasil penyelidikan diperoleh informasi bahwa sehari sebelum korban hilang, Julizar berkali-kali menanyakan rencana korban bermalam di Medan dan tersangka juga terlihat menelepon seseorang untuk memberi tahu bahwa almarhum sedang dalam perjalanan menuju Medan. "Korban terlihat terakhir kali pukul 16.00 WIB saat pamit menuju Bandara, padahal dia telah diberitahu pihak Merpati bahwa hari itu tidak ada penerbangan. Patut dipertanyakan apakah korban mencoba menggunakan maskapai Mandala atau seseorang telah menjanjikan hari itu ada penerbangan ke Jakarta," kata Kapolri. Rusdihardjo menjelaskan hasil pemeriksaan mayat menunjukkan korban meninggal karena kehabisan oksigen karena lehernya dijerat setelah dianiaya lebih dulu, terbukti dari luka memar di kedua mata dan pendarahan di hidung. Jenderal berbintang tiga itu mengemukakan pihaknya segera membentuk tim khusus terdiri atas unsur Korserse Polri, Polda Sumut, Poltabes Medan, dan Polda Aceh beberapa saat setelah jenazah korban ditemukan pada 25 Januari di Jl Letjen Jamin Ginting km 39, Desa Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Dari 11 saksi yang telah dimintai keterangan, diketahui korban bersama para tokoh Aceh berangkat dari Jakarta ke Aceh pada 21 Januari untuk menjajaki pelaksanaan Musyawarah Rakyat Aceh. Pada 23 Januari korban kembali ke Jakarta via Medan, dan di kota Medan itu almarhum bermalam untuk menyelesaikan beberapa urusan lain. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MeunaSAH---PETANI DAN ISTRINYA DIBERONDONG
Precedence: bulk PETANI DAN ISTRINYA DIBERONDONG SIGLI, (MeunaSAH, 16/2/2000). Jafaruddin (32) dan Yusliana (27), dua orang suami-isri, warga Desa Gajah Aye Kecamatan Pidie, ditembak orang-orang tak dikenal. Yusliana yang sedang hamil dan suaminya tewas setelah dihujani peluru, Selasa (15/2) dini hari. Pukul 03.00 WIB, rumah mereka didatangi orang-orang tak dikenal tadi. Begitu pintu dibuka, kedua korban diberondong senjata otomatis. Jafaruddin mengalami luka tembak di bagian rusuk kanan dan paha kanan. Sedangkan istrinya mengalami luka tembakan bagian telinga kiri, dada kiri, dan tangan kiri. Sebanyak 12 selosong peluru kini sudah disita polisi, sebagai barang bukti. Menurut polisi, dua korban dihabisi dengan senjata laras panjang jenis AK, senjata yang biasa dugunakan GAM. Kelompok bersenjata ini diperkirakan sebanyak enam orang dengan menggunakan mobil kijang. Setelah mengeksekusi kedua korban, kelompok itu terus melarikan diri. Masyarakat tak dapat mengenali jenis dan warna mobil yang ditumpangi kelompok bersenjata, karena tak ada yang berani keluar. Jafaruddin adalah seorang petani dan buruh bangunan. Ia meninggalkan dua anak laki-laki yang masih kecil. Tidak diketahui mengapa Jafar jadi target pembunuhan misterius itu. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MeunaSAH---HUMAN RIGHT WATCH SERUKAN PENGHENTIAN PEMBUNUHAN WARGA SIPIL
Precedence: bulk HUMAN RIGHT WATCH SERUKAN PENGHENTIAN PEMBUNUHAN WARGA SIPIL BANDA ACEH, (MeunaSAH, 16/2/2000). Human Right Watch (HRW) menyerukan pemerintah Indonesia segera melakukan penyelidikan atas kasus tewasnya soerang aktivis, Sukardi, yang mayatnya ditemukan dipinggir jalan raya kawasan Gunung Stui di Aceh Selatan awal Februari lalu. Kelompok pembela HAM yang berpusat di New York, Amerika Serikat itu, juga mendesak para diplomat barat di Jakarta dan negara-negara donor yang membantu Indonesia agar mengutuk aksi pembunuhan warga sipil di Aceh dan menuntut mereka yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut diseret kepengadilan. Seruan HRW ditangani oleh Wakil Direktur Kawasan Asia HRW, Joseph Saunders. Dikatakanya, eskalasi target terhadap warga sipil semakin meningkat di Aceh."Target terhadapa sipil semakin meningkat di Aceh dan para pembunuh bebas berkeliaran, seolah tidak tersentuh hukum", tegas Saunders. Ditegaskanya, pembunuhan terhadap Sukardi merupakan bagian dari serangkaian aksi kekerasan atas warga sipil. Mengutip laporan LSM di Banda Aceh, kata Saunders, pada Januari saja terdapat 115 kasus penyiksaan, 21 eksekusi, 33 penangkapan sewenang-wenang, tujuh orang "menghilang", serta 416 rumah dan toko dibakar. "Banyak dari para korban adalah warga sipil yang tidak bersenjata," ujar Saunders. Pembunuhan, jelasnya, bukan hanya sekarang terjadi. "Sejak kekerasan melanda Aceh dua tahun terakhir, terdapat puluhan orang tewas ditembak oleh penembak misterius (Petrus)," katanya. Menurutnya, meningkatnya pembunuhan terhadap warga sipil terjadi saat polisi mengumumkan operasi defensif menjadi represif dengan sandi "Opersai Sadar Rencong III". Kapolda Aceh, Brigjen Pol Drs Bachrumsyah Kasman, mengumumkan mulai 1 Februari silam, operasi menjadi refresif dengan target buruan 800 sipil bersenjata. "Para pendatang di Aceh melaporkan pasukan akan terus dikerahkan ke Aceh dan kekerasan meningkat kendatipun pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid meminta aparat kemanan untuk menempuh pendekatan damai dan menolak pemberlakuan keadaan darurat di Aceh serta siap berdialog dengan pemimpin sipil dan kelompok-kelompok yang terlibat konflik," kata Saunders. Ia khawatir lewat refresif polisi dan kemungkinan tanggapan dari gerilyawan bersenjata bisa membahayakan warga sipil." Kasus-kasus penculikan dan pembunuhan warga sipil harus diselidiki. Dan mereka yang terlibat, baik tentara atau gerilyawan, harus dihukum. Dengan demikian, kepercayaan terhadap pemerintah yang sangat rendah dapat diperbaiki sedikit," katanya. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---MANA LEBIH HEBAT: WIRANTO DAN AGUS WIRAHADIKUSUMAH?
Precedence: bulk MANA LEBIH HEBAT: WIRANTO DAN AGUS WIRAHADIKUSUMAH? JAKARTA, (TNI Watch! 16/2/2000). Dalam jumpa pers seusai serah terima jabatan Menko Polkam, mantan Menko Polkam Jendral TNI Wiranto tampak emosional, saat berkomentar tentang Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah. Wiranto tak dapat menyembunyikan kegeramannya terhadap Agus WK. Terlihat sekali, Wiranto berusaha keras mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya untuk melibas Agus WK. Begitu emosionalnya, hingga Wiranto menyebut-nyebut jumlah bintang di pundak, dia (Wiranto) "bintang empat" dan Agus "bintang dua". Wiranto ingin menunjukkan secara tegas, bahwa ia lebih tinggi ketimbang Agus. Kalau itu yang dikehendaki Wiranto, bahwa ia merasa lebih hebat ketimbang Agus WK, sekarang kita timbang-timbang, mana yang lebih hebat di antara keduanya. Arah tulisan ini mungkin pembaca sudah paham, bahwa Agus WK lebih hebat ketimbang Wiranto. Persoalannya sekarang, adakah data yang mendukung, dan adakah alasan yang rasional, untuk meyakinkan bahwa Agus WK memang lebih hebat ketimbang Wiranto ? Cara menilai kualitas seorang perwira, adalah dengan meneliti track record perwira tersebut, sejak berpangkat letnan dua hingga kolonel. Karena ketika sudah masuk jajaran perwira tinggi, penilaiannya lebih banyak politis ketimbang aspek teknis. Sekarang kita periksa pengalaman di lapangan. Agus WK pernah dua kali menjadi Wadanyon (Wakil Komandan Bataliyon), yaitu di kesatuan Yonif Linud 328/Kostrad dan Yonif Linud 305/Kostrad. Kemudian juga dua kali sebagai Danyon, masing-masing sebagai Komandan Yonif Linud 330/Kostrad dan Komandan Yonif Linud 305/Kostrad. Sementara Wiranto juga dua kali menjabat sebagai Danyon, yaitu pada kesatuan Yonif 713 dan Yonif 712. Namun perlu diketahui, antara bataliyon yang pernah dipimpin Agus WK dan Wiranto, beda kualifikasi. Bataliyon yang pernah dipimpin Agus WK kualifikasinya lebih tinggi, yaitu kualifikasi "lintas udara", sedang dua bataliyon yang pernah dipimpin Wiranto, adalah kesatuan infanteri biasa, yang populer disebut "yonifter" (bataliyon infanteri teritorial). Selanjutnya pengalaman penugasan di bidang pendidikan, terlihat Agus WK juga lebih unggul. Antara Wiranto dan Agus WK pernah menjadi instruktur (guru militer) pada lembaga yang sama, dan pada saat bersamaan, yaitu di Pusat Kesenjataan Infanteri AD. Di Pussenif, Agus WK menjadi bawahan Wiranto. Namun hanya di Pussenif itulah pengalaman Wiranto sebagai instruktur. Sedang Agus WK sempat ditugaskan lagi di lembaga pendidikan, yakni sebagai dosen di Seskoad (1989 - 1993). Saat menjadi dosen di Seskoad inilah, Agus sudah menunjukkan dirinya sebagai pemikir militer yang potensial. Pada saat di Seskoad, Letkol Inf Agus WK sempat menyusun dua kertas kerja, masing-masing adalah "Strategi Pengembangan Pendidikan TNI - AD" dan "Kejuangan dan Profesionalisme Prajurit TNI - AD: Suatu Tinjauan dan Analisis Kritikal". Kertas kerja pertama ("Strategi Pengembangan...") merupakan orasi ilmiah Agus WK, saat hari jadi Seskoad ke 40 (25 Mei 1991). Sedang kertas kerja karya Wiranto, tampaknya belum ada yang pernah dibaca publik. Baru-baru ini Agus WK juga menjadi penulis, sekaligus penyunting, buku "Indonesia Baru dan Tantangan TNI". Sebuah buku yang berisi pemikiran alumnus AKABRI angkatan 1973, yang dipuji banyak pihak (termasuk sebuah resensi di majalah DR oleh Imran Hasibuan) Kelebihan lain yang dimiliki Agus WK adalah, Agus WK sempat menjadi Danrem (Danrem 163/Wira Satya, Bali), sedang Wiranto tidak pernah menjadi Danrem. Umumnya pada jabatan Danrem inilah, kualitas seorang kolonel (senior) bisa dinilai. Sementara pada saat berpangkat kolonel, Wiranto lebih banyak mendampingi Soeharto selaku ajudan (1989 - 1993). Jadi memang sulit menilai kemampuan Wiranto saat menjadi ajudan, kecuali kesetiaannya pada Soeharto. Dari segi kualifikasi teknis kemiliteran, lagi-lagi Agus juga unggul. Di lengan kanan seragam militer Agus WK, terdapat tiga macam lencana yang menunjukkan kualifikasi perseorangan Agus WK sebagai prajurit infanteri: Ranger, Airborne, Pathfinder. Sedang Wiranto hanya satu, yaitu "Yudha Wastu Pramuka", sebuah kualifikasi paling dasar (rendah) dari prajurit infanteri. Lencana "Komando" yang ada di seragam Wiranto, adalah lencana kehormatan, yang diberikan Danjen Kopassus (saat itu) Mayjen TNI Prabowo Subianto, tanggal 7 Juli 1997. Saat menjadi KSAD, Jenderal Wiranto berkunjung ke Mako Kopassus di Cijantung. Selama beberapa jam di Cijantung, Wiranto mencoba simulasi yang biasa digunakan anggota Kopassus saat berlatih. Wiranto sepertinya mendapat kehormatan, dengan mencoba simulasi, dan langsung mendapat brevet Komando. Namun sebenarnya Wiranto "dikerjain" Prabowo, karena ia disuruh loncat-loncat, naik-turun tebing buatan, merayap, dengan wajah dilumuri pewarna sebagai kamuflase. Kegiatan itu jelas tidak masuk akal, bagaimana dalam waktu sehari, seorang yang hanya berkualifikasi infanteri
SiaR---PENGIKUT HABIBIE DI GOLKAR DIRIKAN PARTAI POLITIK
Precedence: bulk PENGIKUT HABIBIE DI GOLKAR DIRIKAN PARTAI POLITIK JAKARTA, (SiaR, 16/2/2000). Para pengikut mantan Presiden BJ Habibie di Partai Golkar semakin mendekati kenyataan untuk mendirikan sebuah partai politik baru. Hal ini terungkap setelah sejumlah anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) di DPR-RI menyatakan dukungannya kepada gagasan Jimly Ashidiqie, salah seorang tangan kanan BJ Habibie, untuk mendirikan Partai Madani. "Gagasan Pak Jimly itu masuk akal sebab jumlah 70 kursi yang diperoleh Partai Golkar berasal dari Indonesia Timur," ujar Laode Djeni Hasmar, aktivis Iramasuka yang juga anggota Komisi II F-PG, Selasa (15/2) kemarin. Menurut informasi yang diperoleh dari sejumlah anggota F-PG, Jimly dan kawan-kawannya di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) telah mempersiapkan nama Partai Madani. Partai Madani ini merupakan proyek dari para politisi yang ketika Sidang Umum MPR 1999 lalu mendukung BJ Habibie. Para konseptornya selain Jimly, antara lain AA Baramuli dan Marwah Daud Ibrahim. Platform partai tersebut, adalah nasionalisme dalam bingkai negara kesatuan. Untuk merealisasikan rencana pembentukan Partai Madani, maka para pendukung Habibie sudah terlebih dahulu mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat yang diberi nama Habibie Center. Habibie Center ini diproyeksikan sebagai lembaga think-tank yang akan memproduksi berbagai gagasan dalam upaya revitalisasi kekuatan pendukung Habibie. Disamping untuk mengkritisi pemerintahan Gus Dur-Mega, dengan target jangka panjang memperoleh kembali simpati rakyat, maka menurut Ade Komaruddin, salah seorang anggota F-PG, target politik Partai Madani adalah memenangkam Pemilu tahun 2004 mendatang. Sumber dana untuk mendukung operasional partai, lanjut Ade Komaruddin, selain berasal dari keluarga BJ Habibie, AA Baramuli, juga dari sejumlah pengusaha pendukung Habibie di antaranya Aburizal Bakrie, Tanri Abeng, Fadel Muhammad, dan Jusuf Kalla. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---MAYJEN TNI (PURN) SUWARNO ADIWIJOYO
Precedence: bulk MAYJEN TNI (PURN) SUWARNO ADIWIJOYO JAKARTA, (TNI Watch! 15/2/2000). Mayjen TNI (Purn) Suwarno Adiwijoyo masuk lagi dalam susunan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN). Tim Formatur Kongres I PAN di Yogyakarta pekan lalu, yang dipimpin Amien Rais, memasukkan nama jendral purnawirawan itu sebagai salah satu Ketua DPP PAN. Dalam kepengurusan DPP yang lalu, Suwarno juga menduduki jabatan yang sama. Siapakah Suwarno Adiwijoyo? Ia adalah mantan Asisten Kasospol ABRI tahun 1996 dan mantan Kapuspen ABRI yang ikut terlibat dalam penyerbuan, pembantaian dan penghilangan para pendukung Megawati Soekarnoputri yang bertahan di Kantor DPP PDI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996. Suwarno ketika itu adalah asisten salahs atu "arsitek" penyerbuan itu: Kasospol ABRI, Letjen TNI (Purn) Syarwan Hamid. Suwarno adalah lulusan Akmil 1966, satu kelas dengan Syarwan Hamid di akademi untuk perwira Angkatan Darat di Magelang itu. Bagaimana Suwarno bisa diterima sebagai salah satu Ketua PAN, partai reformis itu? Tidak terlalu banyak diketahui, namun ia masuk bersama-sama dengan A.M. Fatwa. Masuknya dua orang ini dulu membuat para penggagas PAN di kubu Faisal Basri kaget. "Bagaimana seorang pensiunan jendral yang tangannya berlumuran darah seperti Suwarno bisa jadi Ketua DPP PAN?" ujar seorang penggagas PAN ketika Suwarno direkrut Amien jadi pengurus PAN. Presiden KH Abdurahman Wahid berjanji akan membuka kembali Peristiwa 27 Juli 1996 dengan memerintahkan mantan Pangab, Jendral TNI (Purn) Feisal Tanjung untuk diperiksa ihwal penyerbuan itu. Gus Dur memang punya kegeraman pribadi dengan penyerbuan Kantor DPP PDI itu, soalnya, Minggu, 28 Juli 1996, tepat hari Maulud Nabi SAW, ia akan berceramah di kantor itu, namun sebelum itu terlaksana, kantor itu sudah diserbu pasukan Feisal Tanjung. Nah, membuka kasus penyerbuan Kantor DPP PDI, berarti mengingatkan kita pada Mayjen TNI Suwarno yang di seputar Juli 1999, adalah salah satu jendral yang ikut menindas PDI. Ketika itu ia Kapuspen ABRI sebelum naik pangkat menjadi Asospol Kasospol ABRI. Sebagai Kapuspen, bersama-sama dengan Syarwan, ia mengorganisir aparat-aparat militer dan pemerintah di daerah untuk menciptakan dukungan terhadap Kongres PDI di Medan, untuk menggusur Megawati Soekarnoputri dari kursi Ketua Umum PDI. Suwarno adalah salah satu arsitek Kongres PDI di Medan yang mengangkat Soerjadi jadi Ketua Umum. Sebagai Asospol Kasospol (jabatan Kapuspen kemudian diserahterimakan ke Brigjen TNI Amir Sjarufudin), Suwarno pun gencar "memfitnah" keluarga Ketua PRD (yang dituduh dalang kerusuhan pasca penyerbuan Kantor DPP PDI), Budiman Sudjatmiko. Suwarno, Syarwan dan Amir Sjarifudin, beberapa kali menuduh ayah Budiman adalah Sudjatmiko, eks-tapol PKI golongan B-2. Suwarno bahkan menuduh Budiman sudah menggunakan jargon-kargon komunis sejak SMA yakni dengan menggunakan kata "kamerad" atau "kawan" untuk memanggil kawan-kawannya. Padahal itu tak benar. Juga tentang tuduhan "tiga serangkai" itu bahwa ayah Budiman adalah Sudjatmiko, bukan Haji Wartono Karyo Utomo, pemeluk Islam yang taat, anak seorang anggota Hisbulah di zaman penjajahan Belanda. Gagal menyerang dengan alat komunisme dari pihak ayah Budiman, Suwarno dan kawan-kawan menyerang lagi dari garis keluarga ibu Budiman, yakni Hajjah Sri Sulastri, yang sehari-harinya mengenakan jilblab. Menurut tiga serangkai itu: Sri Sulastri punya ayah bernama Hadi Sudi Pranowo, seorang mantan anggota Koramil di Kroya, Jawa Tengah yang masuk dalam tapol PKI golongan C. Tuduhan itu pun tidak benar. Kakek Budiman itu memang pernah diperiksa atasannya soal G 30 S/PKI, sebagaimana umumnya anggota Angkatan Darat pada waktu itu, namun Lettu Inf Hadi Sudi Pranowo bebas dari segala tuduhan. Suwarno, kepada sejumlah wartawan, hingga kini masih meyakini bahwa Budiman memang anak PKI, ia masih yakin ia anak Sudjatmiko, eks-tapol PKI golongan B itu. Suwarno, dalam berbagai kesempatan bahkan tetap pada pendiriannya bahwa penyerbuan Kantor DPP PDI itu adalah tindakan yang benar. Dengan prilaku di masa lampau sebagai jendral yang buruk itu, apakah ia pantas berada di sebuah partai yang reformis seperti PAN? Bagaimanapun, jika kasus penyerbuan Kantor DPP PDI dibuka kembali, ia bakal terseret. Berikut daftar pejabat militer dan pejabat sipil yang diduga terlibat dalam penyerbuan, penghilangan dan pembantaian para pendukung Megawati Soekarnoputri di Kantor DPP PDI, Jakarta Pusat. 1. Presiden RI Jendral TNI (Purn) Soeharto 2. Panglima ABRI Jendral TNI Feisal Tanjung 3. KSAD Jendral TNI Hartono 4. Menko Polkam Jendral TNI (Purn) Soesilo Soedarman (alm) 5. Kasum ABRI Letjen TNI Soeyono (tidak dilibatkan) 6. Kasospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid 7. Asospol Kasospol ABRI Mayjen TNI Suwarno Adiwijoyo 8. Kapuspen ABRI Brigjen TNI Amir Syarifudin 9. Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso 10. Kasdam Jaya Brigjen TNI Soesilo Bambang Yudhoyono
TNI Watch!---KOLONEL INF JUL EFENDI SYARIEF
Precedence: bulk KOLONEL INF JUL EFENDI SYARIEF JAKARTA, (TNI Watch! 15/2/2000). Jika Presiden KH Abdurahman Wahid serius mengusut kembali penyerbuan, pembantaian dan penghilangan warga PDI, 27 Juli 1996 silam, ia harus menindak seorang kolonel, yang beberapa bulan belakangan ini memimpin sebuah brigade infanteri di ibukota yang siap mati untuk membela sang Presiden. Siapakah sang kolonel itu? Tak lain adalah Kolonel Inf Jul Efendi Syarief, Komandan Brigade Infanteri (Brigif) 1/Jayasakti, brigif di bawah komando langsung Pangdam Jaya. Brigif 1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Batalyon Kaveleri, yakni: Yonif 201/Jaya Yudha (berbasis di Gandaria, Jakarta Timur), Yonif 202/Taji Malela (berbasis di Bekasi), Yonif 203/Arya Kemuning (berbasis di Tangerang dan Yonkav 9/Serbu (berbasis di Serpong, Tangerang). Kolonel Jul Efendi adalah lulusan Akademi Militer 1976. Jul Efendi adalah komandan lapangan penyerbuan Kantor DPP PDI, di Jl Diponegoro, 27 Juli 1996. Waktu itu, ia adalah Komandan Kodim 0501/Jakarta Pusat yang secara teritorial membawahi lokasi Kantor DPP PDI itu. Komandan Kodim Jakarta Pusat, Letkol Inf Jul Effendi, pagi hari 27 Juli 1996, memberi komando ketika ratusan pemuda yang mengenakan kaos warna merah yang diangkut sembilan truk warna kuning, agar segera menyerang kantor DPP PDI. Pasukan Letkol Jul pun mengedrop batu ke pasukan berseragam kaos merah itu. Siatuasi tak menentu. Lalu datang Kapolres Jakarta Pusat, Letkol Pol Abu Bakar mencoba berunding. Ia meminta Kantor DPP PDI dikosongkan namun ditolak warga PDI. Namun, tiba-tiba Letkol Jul kembali memerintahkan "pasukan merah" untuk menyerbu ke dalam yang disusul pasukan polisi di bawah komando Letkol Abu Bakar. Korban pun berjatuhan, banyak yang luka, mati atau hilang. Lalu, kerusuhan melanda Salemba dan sekitarnya. Dua letkol dalam penyerbuan itu memang hanya pelaksana lapangan. Namun, justru pelaksana lapangan ini yang dalam hukum perang internasional harus menanggung hukuman paling berat. Masalahnya sekarang: apakah Gus Dur akan menindak Kolonel Jul yang dulu memimpin operasi "Naga Merah" itu? Ini sulit bagi Gus Dur karena Mayjen TNI Ryamizard, Pangdam Jaya, pasti akan melindungi kolonelnya itu. Apalagi, Kolonel Jul juga sudah berjasa bagi Gus Dur, yakni memimpin pasukan Brigif 1/Jaya Sakti mempertahankan kekuasaan Gus Dur dari ancaman kudeta Jendral Wiranto yang didukung Pangkostrad Letjen TNI Djadja Suparman. Kalau waktu itu Wiranto dan Djadja punya nyali melakukan kudeta, sudah pasti Kolonel Jul akan berada di depan menghadang pasukan Kostrad pimpinan Letjen Djadja. Itu harus dikerjakan Kolonel Jul sebagai komandan lapangan di bawah Ryamizard yang sudah menyatakan dukungan pada Gus Dur dan sudah menyatakan akan menghadang siapapun yang akan melakukan kudeta. Jasa-saja Kolonel Jul ini yang akan mengganggu penegakkan hukum pada kasus 27 Juli 1996. Kolonel Jul, tampaknya akan menjadi pengecualian dalam pengusutan kembali kasus ini. Gus Dur sendiri juga akan menghadapi para jendral perancang penyerbuan, atau para pejabat yang ketika itu menjabat jabatan-jabatan strategis yang berhubungan dengan penyerbuan, yang hingga kini masih berada di pemerintahan: seperti Letjen TNI (Purn) Sutiyoso (Pandam Jaya waktu itu, kini Gubernur DKI Jakarta) dan Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono (dulu Kasdam Jaya, kini Menteri Pertambangan dan Energi). Ryamizard sendiri juga punya jasa yang besar bagi Gus Dur, karena ia berani mengerahkan pasukannya untuk menghadang kekuatan Wiranto. Tentu, jasa-jasa Ryamizard ini menyulitkan bagi Gus Dur untuk mengusut kejahatan TNI di Aceh, Lampung dan Tanjung Priok, karena salah satu penanggungjawab militer pada kasus-kasus kejahatan hak asasi manusia di kasus-kasus itu adalah Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno, yang tak lain adalah ayah mertua Ryamizard. Di kasus Aceh dan Lampung Jendral Try menjabat sebagai Panglima ABRI dan di kasus Tanjung Priok sebagai Pangdam Jaya. Jadi, apa langkah Gus Dur? Seperti yang lalu-lalu: sulit diduga. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---PASUKAN MAYOR JENDRAL RYAMIZARD SIAGA PENUH
Precedence: bulk PASUKAN MAYOR JENDRAL RYAMIZARD SIAGA PENUH JAKARTA, (TNI Watch! 15/2/2000). Pasukan pimpinan Pangdam Jaya Mayjen TNI Ryamizard Ryachudu (yang terdiri dari Brigif 1/Jayasakti, Korps Marinir dan Kopassus), siaga penuh sejak Minggu, (13/2) lalu, ketika Presiden Gus Dur tiba di Jakarta dari lawatannya ke luar negeri. Hari itu, Gus Dur memang berencana memecat Jendral TNI Wiranto dari jabatannnya sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam). Sejak Keppres Penonaktifkan Jendral Wiranto ditandatangani Presiden Minggu, pukul 21.00 WIB, Pangdam Jaya menyatakan situasi Jakarta dan sekitarnya, di bawah komando Kodam Jaya berada di bawah status Siaga I. Ini artinya, pasukan di bawah kendali Ryamizard berada pada posisi siap bergerak. Sejumlah pasukan sejak Minggu itu, juga disiagakan di sekitar Istana Negara dan beberapa daerah strategis untuk memastikan pengamanan. Proses keluarnya Keppress No 29/M/tahun 2000, tanggal 14 Februari 2000, yakni tentang pemecatan Jendral Wiranto dari jabatan Menko Polkam dilakukan Gus Dur, dibantu KSAD Jendral TNI Tyasno Sudarto, dengan penuh perhitungan. Jendral Tyasno, sebelumnya sudah mencari dukungan dari para jendral bintang tiga dan empat yang menduduki jabatan strategis. Hampir semua jendral menyetujui tindakan tersebut. Sumber TNI Watch! di kalangan perwira TNI mengungkapkan, Minggu, sejak pukul 17.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB sebelum Keppres itu ditanda tangani, Gus Dur sudah meminta KSAD mencari tahu respons dari kalangan perwira tinggi. Sumber tadi mengatakan, bahwa hal itu yang membuat Gus Dur merasa yakin dan menandatangani SK tersebut sekitar pukul 21.00 WIB. Ini memang berbeda berita yang hingga Minggu sore masih terdengar bahwa Jendral Wiranto tidak jadi mundur seperti dilansir Republika, Senin (14/2). Memang, hingga Minggu sore sekitar pukul 19.00 WIB, Wiranto masih ngotot menolak mengundurkan diri. Bahkan Wiranto melakukan tawar-menawar dengan Gus Dur dan Wakil Presiden Megawati. Isi tawar-menawar itu: Wiranto mau mengundurkan diri asalkan dirinya secara resmi dinyatakan tidak terlibat dalam kasus pembantaian di Timtim pasca jajak pendapat. Gus Dur dan Megawati tak menjawab ya atau tidak. Namun, pada saat yang sama, Jendral Tyasno sudah mengumpulkan dukungan dari para jendral yang duduk di jabatan strategis. Pengamanan pun diperketat. Dari pengamatan TNI Watch! di lapangan, Wisma Nusantara dijaga ratusan prajurit bersenjata lengkap yang didukung beberapa panser. Di Harmoni dan Kota juga tampak ratusan prajurit yang bersiap-siaga. Begitupun di sekitar Lapangan Banteng dan Masjid Istiqlal disiagakan sekitar 20 truk pasukan dan delapan panser. Sementara di pinggiran kota, sekitar Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, juga terdapat banyak pasukan dalam kondisi siap tempur. Bahkan sebelum memasuki pintu tol arah Bogor ke Kampung Rambutan, Jakarta Timur dan daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur tampak banyak sekali pasukan. Sejak Minggu pagi, di Lanud Halim Perdanakusuma, juga tampak kesibukan. Setiap beberapa menit, pesawat angkut militer hilir mudik. Suaranya mengganggu penduduk di sekitar Pangkalan TNI Angkatan Udara itu. Jendral TNI Tyasno sendiri turut memeriksa keadaan Istana Negara, hingga pukul 23.00 WIB. Letjen TNI (Purn) Soeryadi Sudirja, misalnya, sempat panik saat diberi tahu bahwa Senin (14/2) pagi, ia akan dilantik sebagai Menko Polkam ad-interim menggantikan Wiranto. Soeryadi diberitahu Sekretariat Negara pukul 22.00 WIB. Lalu, Wiranto diberitahu Senin (14/2) pukul 06.00 WIB. Sebuah sumber di TNI, mengungkapkan, Ryamizard dan Tyasno cukup khawatir akan munculnya kemarahan pendukung Wiranto dari Divisi Infanteri I/Kostrad yang bermarkas di Cilodong, Bogor, mengingat divisi itu saat ini berada di bawah kontrol Pangkostrad Letjen TNI Djaja Suparman, seorang pendukung setia Wiranto. Namun, sebelum ini, Djadja sudah menyatakan Kostrad tidak akan mendukung upaya kudeta. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---AGUS WIRAHADIKUSUMAH PANGKOSTRAD, AGUS WIJOYO KASUM TNI
Precedence: bulk AGUS WIRAHADIKUSUMAH PANGKOSTRAD, AGUS WIJOYO KASUM TNI JAKARTA, (TNI Watch!, 15/2/2000). Bersamaan dengan diberhentikannya Jenderal TNI Wiranto sebagai Menko Polkam, beberapa jabatan di lingkungan TNI juga akan diganti. Alasannya cukup jelas, sebagai upaya penggusuran perwira yang dianggap "orang-orang Wiranto" atau "bagian dari Orde Baru". Selama 32 tahun masa Orde Baru, TNI (terutama unsur Angkatan Darat) selalu dimanfaatkan Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya. Wajar kalau pengaruh Soeharto di tubuh Angkatan Darat demikian kuat. Jadi agak sulit memangkas pengaruh Soeharto dalam waktu singkat. Menumpas pengaruh Soeharto harus bertahap, sebagaimana yang dilakukan Gus Dur sekarang ini. Setelah digusurnya Wiranto, pengaruh Soeharto memang berkurang secara signifikan, namun belum terhapus sama sekali. Masih ada beberapa perwira, yang secara "moral" masih terikat dengan Orde Baru, seperti Letjen TNI Soegiono (Sekjen Dephankam), Letjen TNI Endriartono Soetarto (Komandan Sesko TNI, mantan Komandan Paspampres), Letjen TNI Djamari Chaniago (Wakil KASAD), Letjen TNI Suadi Marassabessy (Kasum TNI), Letjen TNI Djaja Suparman (Pangkostrad), Mayjen TNI Sjafrie Sjamsudin, dan beberapa nama lainnya. Penggusuran tahap pertama "paska Wiranto" adalah menggeser Letjen TNI Suadi Marassabessy (Kasum TNI) dan Letjen TNI Djaja Suparman (Pangkostrad). Posisi Letjen Suadi akan diisi oleh Letjen TNI Agus Wijoyo (kini Kaster TNI), dan Letjen Djaja Suparman akan digantikan oleh Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah (Pangdam VII/Wirabuana). Khusus bagi Mayjen Agus, alih jabatannya kali ini juga merupakan promosi, karena ia akan menduduki jabatan bintang tiga. Sementara Letjen Agus, dari segi kepangkatan hanya bergeser, namun dari segi fungsi, jabatan Kasum lebih strategis ketimbang Kaster. Kecaman keras Wiranto terhadap Mayjen Agus WK, yang diucapkan Wiranto kemarin (14/2), tidak berpengaruh apa-apa terhadap karir Mayjen Agus. Mayjen Agus malah memperoleh promosi. Ucapan Wiranto yang sangat emosional dalam menilai Mayjen Agus, justru menunjukkan kelemahan Wiranto sendiri. Bagaimana Wiranto, seorang jenderal "bintang empat", mantan Pangkostrad, KSAD, Panglima TNI, dan sederet jabatan lainnya, ngemis-ngemis di muka umum (pers), agar pimpinan TNI menindak Mayjen Agus WK, seorang jenderal "bintang dua". Bukankah ini mencoreng muka Wiranto sendiri, karena ia seorang "bintang empat" berkoar-koar mencari bantuan, untuk menggebuk "bintang dua". Untuk sementara lupakan saja Wiranto, terlebih ia telah menjadi masa lalu. Masa Wiranto telah lewat. Kini kita kembali membahas proyek demiliterisasi Gus Dur, yang dibantu dua "buldozernya" Bondan Gunawan dan Marsilam Simanjuntak. Selain skenario di atas (Agus WK Pangkostrad, Agus Wijoyo Kasum TNI), masih ada skenario lain yang disiapkan, namun tetap dengan semangat yang sama: Dewirantoisasi. Skenario dimaksud adalah, Mayjen Agus WK menggantikan Letjen Suadi M sebagai Kasum TNI, dan Pangkostrad Letjen TNI Djaja Suparman digantikan Letjen TNI Endriartono Sutarto. Menyangkut nama Letjen TNI E Sutarto, sebagaimana disebutkan di atas, yang notabene adalah mantan Komandan Paspampres di masa Soeharto, bagaimana bisa masuk nominasi? Ini kembali pada pilihan orang berpolitik, bahwa berpolitik itu, kita memilih yang terbaik di antara yang terburuk. Artinya, memang sulit mencari jenderal yang benar-benar "terbebas" dari pengaruh Soeharto atau Wiranto. Karena perwira-perwira yang kini menjadi jenderal, promosinya dahulu sebagai jenderal, adalah berkat persetujuan Soeharto dan Wiranto juga. Jadi dipilih saja jenderal yang (mungkin) pengaruh dari Suhato atau Wiranto dianggap lebih tipis, ketimbang yang lain. Dan Letjen Sutarto masuk kategori ini. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---KEKUATAN PASUKAN MAYJEN TNI RYAMIZARD
Precedence: bulk KEKUATAN PASUKAN MAYJEN TNI RYAMIZARD JAKARTA, (TNI Watch!, 12/2/2000). Panglima Kodam Jaya, Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu mengancam akan menghadang pasukan kudeta dengan mengerahkan seluruh kekuatan pasukan di bawah komandonya, Kamis (10/2) lalu. "Saya punya pasukan yang banyak," ujar Ryamizard, menantu mantan Panglima ABRI, Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno dan anak kandung mendiang Brigjen (Purn) Ryacudu, jendral yang di zaman Soekarno dikenal amat Soekarnois (karena berpengaruh, nama Brigjen Ryacudu dicatut Letkol Inf Untung di daftar Dewan Revolusi pada 1965. Ryacudu membantah terlibat dalam dewan itu, namun sebagai Soekarnois, ia tetap ditendang Jendral Soeharto). Dalam pikiran Ryamizard, jika ada jendral berpasukan yang hendak mengkudeta pemerintahan sipil Presiden K.H. Abdurahman Wahid (Gusd Dur), siapapun dia, harus mengajak Panglima Kodam Jaya, yang menguasai wilayah ibukota dan sekitarnya. Dan, Ryamizard akan menolak ajakan kudeta itu bahkan akan melawannya. Hadangan Ryamizard itu, bagaimanapun akan membuat pemimpin pasukan kudeta berfikir dua kali, jika benar-benar akan melancarkan kudeta, apalagi Ryamizard bilang: "Saya akan dibantu rakyat." Ryamizard adalah salah satu jendral, selain KSAD, Jendral TNI Tyasno Sudarto dan Pandam Wirabuana, Mayjen TNI Agus Wirahadikusuma, yang pro Gus Dur. Kalau Ryamizard sudah menyatakan secara eksplisit akan menghadapi pasukan kudeta, jelas ia sudah tahu dan yakin siapa kawan dan siapa lawan. Artinya, ia sudah menghitung-hitung berapa kekuatan pasukan lawan dan berada kekuatan pasukannya dan berapa kekuatan satuan-satuan yang akan mendukung pasukan Kodam Jaya. Berapa besar kekuatan Kodam Jaya? Dalam tulisan terdahulu (TNI Watch! 29/10/1999), pernah diulas tentang Brigade Infanteri (Brigif) 1/Jayasakti, brigif di bawah komando langsung Pangdam Jaya. Brigif 1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Balayon Kaveleri, yakni: Yonif 201/Jaya Yudha (berbasis di Gandaria, Jakarta Timur), Yonif 202/Taji Malela (berbasis di Bekasi), Yonif 203/Arya Kemuning (berbasis di Tangerang dan Yonkav 9/Serbu (berbasis di Serpong, Tangerang). Komandan Brigif 1/Jayasakti adalah Kolonel (Inf) Jul Efendi Syarif, lulusan Akademi Militer 1976. Kendati, Jul Efendi terlibat dalam penyerbuan Kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI, di Jl Diponegoro, 27 Juli 1996 (ketika itu ia menjadi Komandan Kodim 0501/Jakarta Pusat), ia akan sepenuhnya berada di bawah kendali Ryamizard. Jika setiap batalyon Brigif 1/Jayasakti punya personel 700 orang, maka pasukan Kodam Jaya sebenarnya baru berkekuatan 2.800 orang. Dengan kekuatan yang sedikit itu, bagaimana Ryamizard bisa mengklaim punya pasukan yang besar? Tampaknya, sudah ada dukungan dari satuan-satuan lain yang akan membantu Ryamizard jika terjadi kudeta. Yang sudah menyatakan dukungan memang Korps Marinir memiliki memiliki dua brigif yang terdiri dari enam batalyon infanteri. Jumlah personil Korp Marinir mencapai enam ribu hingga sembilan ribu. Kalau ditambah batalyon kavaleri dan alteleri, pasukan anti kudeta bisa lebih kuat lagi. Selain Marinir, Kopassus juga sudah menyatakan akan mendukung Gus Dur dari ancaman kudeta. Pasukan gabungan Marinir dan Kopassus ini berkekuatan lebih dari 10 ribu. Pasukan gabungan ini amat membantu Ryamizard, karena merupakan dua satuan elit di Angkatan Bersenjata. Pasukan elit lainnya dari Brigade Mobil (Polri) dan Pasukan Khas TNI-AU, sudah pasti berada di pihak Ryamizard. Pasukan gabungan inilah (Kopassus, Korps Marinir TNI AL, Paskhas TNI-AU, Brimob plus Brigif 1/Jayasakti) tampaknya yang diklaim Ryamizard sebagai pasukan di bawah komandonya. Memang, pengamanan ibukota berada di bawah komando Ryamizard sebagai Pangdam setempat, sehingga satuan-satuan apapun yang diperbantukan untuk mengamankan ibukota akan berada di bawah komando Pangdam Jaya. Pasukan gabungan ini membuat Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Djadja Suparman, kecut. Djadja adalah salah satu jendral klik Wiranto yang diduga keras akan melancarkan kudeta. Kamis (10/2) lalu, Djadja menepis adanya gerakan kudeta dari pasukan Kostrad. "Tidak mungkin prajurit Kostrad akan melancarkan kudeta seperti banyak diisukan. Tidak mungkin prajurit melakukan kudeta, karena kami terikat untuk setia kepada UUD'45, juga kepada pemerintahan yang konstitusional," ujar Djadja yang dikenal dekat dengan milisi Front Permbela Islam (FPI) ketika meninjau Gladi Lapang Bantuan Tembakan Terpadu di Kebumen, Jawa Tengah. Selain terikat sumpah prajurit, menurut Djadja, prajurit TNI juga harus tunduk kepada pimpinannya, sehingga tidak mungkin melakukan tindakan sendiri-sendiri. "Anggota regu harus tunduk kepada komandan regu, anggota peleton kepada komandan peleton, begitu seterusnya sampai kepada saya sebagai Panglima Kostrad, di bawah kendali saya tidak akan terjadi pelanggaran," katanya. Sebelum pernyataan setia kepada pemerintahan sipil Gus Dur, Kostrad
SiaR--XPOS: PLATFORM
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 -- PLATFORM (LUGAS): Banyak yang menaruh harapan besar, ketika Partai Amanat Nasional (PAN) pertama kali dideklarasikan dua tahun lalu. Dari lambangnya saja, sudah menunjukkan orientasi partai itu ke masa depan (Matahari adalah simbol milenium baru, ditambah warna biru yang bisa berarti pencerahan intelektual). Kala itu, PAN memang tampil dengan platform politik paling visioner dibandingkan partai-partai lainnya. Dua partai besar, PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa, oleh kaum muda dan cendekiawan dianggap kalah menarik, apalagi keduanya dianggap partai masa lalu. Amien Rais sendiri adalah figur ideal. Pertama, ia dikenal sebagai tokoh pengiring proses reformasi yang dipelopori mahasiswa. Kedua, ia berasal dari lingkungan akademis, menyandang gelar doktor ilmu politik, belakangan menjadi profesor di almamaternya Universitas Gadjah Mada. Ketiga, ia adalah pemimpin organisasi Islam modern Muhammadiyah. Ketiga faktor ini, jelas dianggap sangat 'menjual' Amien Rais untuk dijadikan Ketua Umum PAN. Dengan latar belakang demikian, sungguh wajar bila PAN disebut-sebut sebagai partai masa depan. Dukungan pun mengalir dari berbagai tempat. Berbagai cendekiawan yang bermukim di luar negeri menyatakan siap membantu PAN. Media massa pun memberi perhatian istimewa, termasuk Xpos ketika itu. Sangat disayangkan, dalam perkembangannya kemudian, prilaku kebanyakan orang yang terlibat dalam PAN makin menjauh dari platform yang mereka cita-citakan. Tak ada yang terlalu mempersoalkan ketika menjelang penetapan calon anggota DPR, terjadi proses penjegalan terhadap kaum cendekiawan muda di partai itu. Apalagi, kaum muda ini cenderung mengalah. Namun, persoalan jadi berbeda, ketika menjelang pemilihan presiden pada SU-MPR tahun lalu, PAN beraliansi dengan partai-partai Islam dalam kelompok yang disebut Poros Tengah untuk menjegal Megawati Soekarnoputri dari partai pemenang pemilu PDI-P, naik ke kursi presiden. Mega dihadang dengan isu bahwa perempuan tak boleh jadi pemimpin karena bertentangan dengan ajaran Islam. Ini memang sah saja dalam politik. Namun, bayangan bahwa PAN akan berpolitik dengan cara yang sehat jadi sirna. Apalagi, Poros Tengah lalu terlibat pula dalam "perang" berebut jatah pos kementerian dan BUMN menjelang dan setelah terbentuknya kabinet. Kekecewaan Faisal Basri belakangan ini, sebetulnya hanya luapan kekecewaan dari pergeseran substantif yang terlanjur terjadi. Amien Rais boleh bilang platform PAN takkan berubah. Tapi, orang butuh bukti, bukan janji. (*) - Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: RYAMIZARD RYACUDU SANG PANGLIMA PERANG
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 -- RYAMIZARD RYACUDU SANG PANGLIMA PERANG (PERISTIWA): Pangdam Jaya Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu telah menyatakan sikapnya sebagai benteng pertahanan pemerintahan Gus Dur. Ia akan melawan siapa saja yang mencoba kudeta terhadap Gus Dur. Kalau Brigjen (Purn) Ryacudu, masih hidup, ia pasti bangga dengan anaknya, Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu. Brigjen Ryacudu adalah salah satu jendral pendukung Bung Karno di zamannya. Karena Soekarnois dan berpengaruh di kalangan militer saat itu, nama Brigjen Ryacudu dicatut Letkol Inf Untung di daftar Dewan Revolusi pada 1965. Ryacudu pun, seperti halnya Panglima AURI Laksamana Madya Udara Oemar Dhani, membantah terlibat dalam dewan itu. Toh sebagai perwira Soekarnois yang keras dan cerdas, ia tetap ditendang Jendral Soeharto, yang mengambil alih kekuasaan Soekarno ketika itu. Ryamizard, anak Palembang itu, tampaknya mewarisi sikap keras ayahnya yang tetap setia pada pemerintahan sipil Soekarno kendati rekan-rekannya di Angkatan Darat, di bawah pimpinan Soeharto melakukan pembangkangan, bahkan mengkudeta. Hasil didikan Ryacudu kepada Ryamizard adalah: jadilan militer yang profesional. "Saya bukan orang politik, saya tidak mau berpolitik. Saya seorang prajurit," ujar Ryamizard suatu ketika. Jadi, baginya tentara harus jauh-jauh dari politik. Ini artinya, ia mengingkari doktrin TNI sendiri yang selama ini dikenal sebagai Dwifungsi ABRI. Doktrin ini, selama tiga dekade mengajarkan, tentara juga harus berpolitik. Itu disadari Ryamizard. Lalu, bersama kawan-kawannya lulusan Akmil 1973, dipimpin Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah, Ryamizard menulis buku: "Indonesia Baru dan Tantangan TNI, Pemikiran Masa Depan". Buku ini menyoal doktrin Dwifungsi ABRI, dan menganjurkan agar tentara kembali ke tugas profesionalnya sebagai militer. Ryamizard kelahiran Palembang, 21 April 1950 dikenal luas sejak ia menjadi salah satu komandan Kontinegn Garuda XII di Kamboja pada 1990-an, waktu itu pangkatnya kolonel. Ia banyak menjadi sumber berita media massa di Tanah Air, terutama harian Kompas. Dari Kamboja ia jadi Komandan Brigade Infanteri 17 Kostrad, lalu Aspos Kasdam VII/Wirabuana, lalu Kepala Staf Divif 2/ Kostrad, Kasdam II/Sriwijaya, Pangdif 2/Kostrad, Kepala Staf Kostrad, Pangdam V/Brawijaya dan kini Pangdam V/Jaya. Yang membuat Ryamizad dibicarakan banyak orang, juga karena ia menikah dengan salah satu anak perempuan Panglima ABRI, Jendral TNI Try Sutrisno. Sejak Ryamizard berpangkat kolonel, ia sudah diperkirakan akan memiliki bintang cermerlang, karena menantu jendral yang dekat dengan Soeharto. Jadi, cukup unik sebenarnya perjalanan hidup Ryamizard. Ayahnya, Brigjen Ryacudu adalah Soekarnois dan digusur karier militernya oleh Soeharto, lalu ia jadi tentara yang ketika itu berada dalam kendali Soeharto, lalu ia menikah dengan anak Try Sutrisno, salah satu jendral Soehartois, kendati kemudian bergabung dengan jendral-jendral kritis dalam Partai Kesatuan dan Persatuan (PKP). Keberanian Ryamizard melawan klik Wiranto sebenarnya bukannya tanpa perhitungan. Pertama, Ryamizard sendiri punya klik, yakni para perwira pimpinan Mayjen Agus Wirahadikusumah. Klik "jendral reformis" ini mendukung Presiden Gus Dur. Sementara sejumlah jendral lainnya, yang sebesarnya bukan klik Agus, seperti KSAD Jendral TNI Tyasno Sudarto, ikut mendukung Gus Dur. Jadi, hitung punya hitung akhirnya sejumlah jendral yang masih kuat dan memiliki komando pasukan berada di pihak lawan Wiranto. Tak cukup diketahui, seberapa jauh hubungan pribadi Ryamizard dengan Gus Dur. Sejauh ini dua orang ini tak punya hubungan khusus. Gus Dur, dulu, dalam banyak kesempatan justru sering menuduh Jendral Try Sutrisno, mertua Ryamizard, sebagai jendral yang harus bertanggung jawab dalam pembantaian demonstran di Tanjung Priok, September 1984. Waktu itu Try adalah Pangdam Jaya. Mungkin, keberpihakan Ryamizard ke Gus Dur, semata-mata karena ia ingin profesional sebagai tentara. Atau, juga ada deal dengan Gus Dur, agar tidak mengadili Try dalam kasus Tanjung Priok atau Aceh. Tapi, lepas dari itu Ryamizard adalah panglima perang Gus Dur yang pantas diandalkan untuk melawan "tangan-tangan kotor" di tubuh tentara yang ingin mengambil kekuasaan secara paksa. (*) - Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: MISTERI PEMBISIK GUS DUR
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 -- MISTERI PEMBISIK GUS DUR (POLITIK): Informasi pertemuan para jenderal, didapat dari "orang dalam". Gus Dur sengaja lempar versi yang salah, mengapa? Intelejen kita kembali jadi perhatian. Gara-gara Gus Dur mengungkap adanya pertemuan "para konspirator" yang hendak menjatuhkannya di Jalan Lautze, banyak orang bertanya-tanya: Apakah ini kerja intelejen baru yang loyal pada Gus Dur? Pertanyaan ini jadi relevan mengingat belum lama ini, Gus Dur telah melakukan restrukturisasi posisi Kepala Badan Intelejen Strategis -yang biasanya dimonopoli perwira-perwira Angkatan Darat- dengan perwira Angkatan Udara, Marsekal Muda Ian Santoso Perdanakusumah, putra tokoh AU legendaris, Halim Perdanakusumah. Begitu pula dengan posisi Kapuspen yang amat strategis dalam mengurusi informasi, diisi oleh Marsekal Muda Graito Usodo. Restrukturisasi itu sendiri dilakukan Gus Dur, karena dalam beberapa kali kerusuhan -seperti di Wisma Doulos dan Mataram- aparat intelejen selalu terlambat bertindak. Kalau benar informasi pertemuan di Jalan Lautze itu didapat Gus Dur dari aparat intelejen yang baru diangkatnya, pasti banyak orang akan meragukan loyalitas aparat intelejennya itu. Betapa tidak? Bukan saja tuan rumah Jalan Lautze, Hariman Siregar dan kawan-kawan yang menolak tuduhan Gus Dur itu, tapi juga sejumlah sumber pro-Gus Dur yang dapat dipercaya menegaskan hal itu. Pertemuan di Jalan Lautze ketika itu tidak dihadiri oleh para jenderal, seperti diungkap oleh Hariman Siregar pada pers. Yang ada di sana hanyalah rekan-rekan sejawat Hariman yang tergabung dalam LSM "Indemo" (Indonesian Democracy Watch), di antaranya Mulyana W. Kusumah dan Agus Edi Santoso dan Amir Husin Daulay. Pada hari yang sama, memang ada pertemuan para jenderal, namun tempat pertemuan itu sendiri bukan di Jalan Lautze, melainkan di Mabes TNI, Cilangkap. Lalu, siapa yang memberi laporan ke Gus Dur? Ada yang menuduh Bakin. Namun, Kabakin Letjen TNI Arie J. Kumaat segera membantah tuduhan ini. "Saya sendiri nggak kasih petunjuk apa-apa sama beliau. Saya berusaha menciptakan suasana yang kondusif," ujar perwira tinggi asal Minahasa ini. Arie sendiri, selama ini dikenal dekat dengan Wiranto, karena itu sungguh diragukan ia mau 'mengkhianati' orang yang mempertahankannya, meski ia tergolong paling senior di antara para jenderal aktif. Arie yang mengaku punya koordinasi yang baik dengan Bais (Badan Intelejen Strategis) juga menolak anggapan bahwa Bais yang memberikan laporan pada Gus Dur. Kepala Bais, Marsekal Muda Ian Perdanakusumah memang orang yang dipilih sendiri oleh Gus Dur untuk mengisi pos yang ditinggalkan Tyasno Sudarto (kini Kepala Staf Angkatan Darat). Namun, seperti halnya Panglima TNI Laksamana Widodo AS yang sulit menjalankan komando karena bukan berasal dari Angkatan Darat, begitu pula kira-kira hal yang kini dialami Ian Perdanakusumah. Sehingga, menyulitkannya mengeksekusi keputusan-keputusan strategis. Bantahan juga disampaikan oleh pihak Sekretaris Kabinet Marsilam Simanjuntak. Kolega Gus Dur di dalam Forum Demokrasi yang dinilai memiliki kemampuan analisis politik yang sangat tajam itu, buru-buru membantah ketika diminta konfirmasinya oleh para wartawan. "Pokoknya, bukan Setneg," ujar Marsilam. Bagaimanapun hebat kemampuan analisisnya, namun informasi yang berkaitan dengan pertemuan rahasia para petinggi militer, mestinya memang tidak berasal dari Marsilam. Karena itulah, banyak pihak cenderung percaya, Gus Dur mendapatkan informasinya dari orang dalam militer. Selama ini, petinggi militer yang sudah dikenal publik memiliki loyalitas pada Gus Dur adalah Pangdam Wirabuana Mayjen. TNI Agus Wirahadikusumah dan Pangdam Jaya Mayjen. TNI Ryamizard Ryacudu. Namun, justru karena mereka sudah terlanjur dikenal, kemungkinan besar mereka akan dijauhkan dari sumber-sumber informasi strategis para elit militer yang dekat dengan Wiranto. Kalaupun diundang dalam pertemuan-pertemuan konspiratif semacam itu, bisa jadi mereka enggan datang menghadiri. Sumber-sumber Xpos menyebut nama Jenderal TNI Tyasno Sudarto, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang melaporkan informasi tadi pada Gus Dur. Tyasno, sebelumnya dikenal dekat dengan Wiranto, namun banyak pihak menilainya benar-benar berubah haluan mendukung Gus Dur sejak diangkat menjadi KSAD dengan pangkat jenderal penuh, bintang empat. Secara terbuka, sebelum Gus Dur berangkat ke Eropa, Tyasno telah membantah tuduhan kemungkinan dirinya melakukan kudeta dan menyatakan sikap loyalnya pada Gus Dur di Istana Negara. Hanya saja, kalau benar Tyasno yang membisiki Gus Dur, mengapa informasinya bisa terdistorsi? Ada yang bilang hal ini sengaja dilakukan Gus Dur untuk membongkar hal yang sebenarnya terjadi. Tyasno sendiri, kabarnya, telah memberi laporan yang akurat.
SiaR--XPOS: BARA PANAS DI KONGGRES PAN
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 -- BARA PANAS DI KONGGRES PAN (POLITIK): Partai dengan plafform paling visioner, PAN, terancam jadi sektarian. Amien Rais gagal jadi solidarity maker. Kekecewaan Faisal Basri sudah memuncak. Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengancam mundur dari partai berlambang matahari itu (8/2), seandainya platform partai yang berciri terbuka diubah jadi sektarian. Indikasi kuatnya, menurut Faisal, dapat dilihat dari keinginan kelompok tertentu untuk menambahkan asas iman dan takwa (Imtak) pada platform partai dalam Kongres PAN di Yogyakarta. Ekonom kritis yang enggan duduk di DPR itu menuduh, kelompok yang menginginkan penambahan asas Imtak itu, berpandangan picik. "Mereka kelompok yang mencari mainan baru, karena tak ada mainan lagi," ujar Faisal dikutip Detik.com. Ia menilai aneh, jika Imtak dijadikan asas partai. Iman dan takwa itu kata mati yang melekat pada manusia, bukan ideologi yang bisa dijadikan asas sehingga kesannya dipaksakan. Senada dengan Faisal, Bara Hasibuan, Ketua Departemen Luar Negeri PAN ikut jengkel. Menurut Bara, bila PAN tidak inklusif lagi, "partai masa depan" ini akan makin berkurang pemilihnya. Ia yakin, sebagian massa PAN adalah masa menengah perkotaan yang cenderung menolak eksklusifisme. Keberatan Faisal dan Bara, tampaknya takkan digubris. Soalnya, AM Fatwa, salah satu ketua PAN yang setuju penambahan asas Imtak bersikeras untuk mengagendakannya dalam kongres. Fatwa sendiri menolak anggapan bahwa asas Imtak sama artinya dengan sektarian. Ia mengaku juga tak setuju bila PAN berasaskan Islam. Kalau Faisal dan Bara kecewa, itu wajar. Sebab, yang dianggap paling visioner dibandingkan milik partai-partai politik lainnya itu, tak lain adalah buah karya mereka ditambah sejumlah tokoh muda PAN lainnya. Amien Rais, ketika PAN didirikan dua tahun lalu, lebih merupakan figur pemersatu ketimbang konseptor. Kala itu, Amien Rais, pemimpin organisasi Islam Muhammadiyah yang juga profesor ilmu politik UGM itu memang memberi kesan figur ideal untuk menjembatani kelompok Islam dan kelompok intelektual modernis. Karenanya itulah, PAN dianggap sebagai partai masa depan. Tak heran jika tokoh semacam Goenawan Mohammad pun mendukung pendiriannya. Kekhawatiran bahwa PAN akan berubah menjadi partai sektarian, boleh saja dianggap berlebihan. Namun, Faisal Basri dan Bara Hasibuan bukan tak punya alasan. Manuver-manuver politik PAN belakangan ini justru membenarkan hal itu. Contoh paling jelas terlihat menjelang pemilihan presiden dalam sidang umum MPR-RI tahun lalu. Ketika itu, PAN memilih untuk berkoalisi dengan partai-partai Islam ketimbang dengan partai-partai terbuka. Pernyataan-pernyataan Amien Rais pun dengan sendirinya lebih menggambarkan dirinya sebagai politisi Islam, ketimbang cendekiawan demokrat. Bersama tokoh-tokoh Poros Tengah lainnya, Amien juga turut ambil bagian dalam aksi sejuta umat Islam di silang Monas beberapa waktu lalu. Perbedaan pendapat antara kelompok muda dan kelompok tua di tubuh PAN, lama-kelamaan makin menajam. Bahkan, sempat disebut-sebut, kelompok muda akan hengkang bersama-sama. Merekapun terlihat rajin mengadakan pertemuan keliling antar mereka. Perbedaan pendapat paling jelas antar keduanya terlihat, ketika bersama-sama politisi muda dari Golkar dan PKB kelompok muda menyatakan dukungan sepenuhnya pada pemerintahan Gus Dur dan Megawati untuk menyelesaikan berbagai krisis di dalam negeri. Padahal, sebelumnya, dalam aksi sejuta umat, Amien Rais dan kawan-kawan sempat mengancam pemerintahan Gus Dur yang dianggap lambat menyelesaikan kasus Ambon, hal yang kemudian dibantah sendiri oleh Amien Rais. Potensi perseteruan antara kedua kelompok ini, sebetulnya sudah mulai terlihat pada saat penentuan nama-nama calon anggota DPR dalam Pemilu 1999 lalu. Ketika itu, seperti dikhawatirkan sebelumnya, terjadi proses saling jegal di tingkat elit partai. AM Fatwa, disebut-sebut sebagai tokoh utamanya. Identitas kelompok Muhammadiyah dan non-Muhammadiyah pun dimunculkan. Alhasil, kelompok politisi muda yang umumnya bukan dari unsur Muhammadyah mesti mengalah. Sampai-sampai seorang Sekjen PAN, Faisal Basri, yang kesal melihat permainan ini, menarik diri dan menyatakan keengganannya untuk menjadi anggota DPR. Amien Rais yang diharapkan menjadi solidarity maker kemudian terjebak bersikap gamang. Ia bahkan terkesan tidak lagi bisa memilah persoalan secara jernih. Di satu sisi, Amien ingin tetap mempertahankan citranya sebagai tokoh reformasi yang moderat, yang konsekuensinya harus konsisten mewujudkan cita-cita PAN. Dan berarti mesti mengedepankan tokoh-tokoh muda yang bakal menerjemahkan PAN dalam realitas politik. Namun, di sisi lain, untuk mampu mewujudkan cita-citanya, Amien merasa perlu mendapatkan dukungan massa yang menurutnya
SiaR--XPOS: POLITIK DARI BALIK KELAMBU
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 -- POLITIK DARI BALIK KELAMBU (POLITIK): Aktivis PDI-P tuntut Megawati pegatan politik dari sang suami. Taufik Kiemas: "Anda harus tahu, Mega itu sangat lugu". Pamor Hillary Rodham Clinton sangat kuat di mata publik Amerika. Lulusan fakultas hukum ini disinyalir banyak memberi masukan politik dan turut men-setting strategi Clinton. Pers negeri Paman Sam pun tanpa segan menyebut Hillary sebagai the real American president. Saat skandal Whitewater diungkap Hillary tampil membela suaminya. Komentar bernada joke lantas menyebar. Bagaimana presiden kita mengatur waktu kalau kini berperan sebagai pengacara suaminya? Di Indonesia cerita serupa tapi tak sama berlaku pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Bukan rahasia, suami Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, M Taufik Kiemas berperan kelewat jauh dari kapasitasnya di PDI-P. Bedanya, kalau Hillary begitu jitu menyusun strategi politik untuk dimainkan Bill, ia malah dianggap cenderung "merugikan" posisi Megawati dan keseluruhan Banteng Besar sebagai organisasi. Pamor Megawati, seperti ditengarai elit politik PDI-P, justru dimanfaatkan sang suami guna membentuk jaringan pribadi. Alih-alih tercipta konsolidasi, partai kian amblas ke faksionalisasi. Jaring faksi Taufik melebar ke berbagai dewan pimpinan daerah. "Kultur politik elit daerah turut menentukan pengaruh Taufik," terang pengamat politik CSIS J Kristiadi. Anggapan orang daerah, informasi dari sang suami lebih valid dan mendekat dengannya berarti keuntungan politik. Bahasa lainnya: kekuasaan. Tidak salah. Beberapa orang daerah penjalin lobby akhirnya memang terbang menuju Senayan dan duduk dalam sidang-sidang wakil rakyat. Kontan suami Megawati disebut beroleh profesi baru: broker caleg. Termasuk menjadi 'klien' adalah rombongan penyeberang dari FPG dan purnawirawan TNI. Begitu meyakinkan pendekatan Taufik sehingga Ketua Umum PDI-P membuka tangan kepada orang-orang yang sejatinya institusi mereka merupakan lawan politik. Sialnya lagi, bisik-bisik beberapa pengurus daerah memperdengarkan adanya kepentingan bisnis suami wapres. Memang belum terbukti benar. Namun, sebagai pengusaha ia diketahui bergaul sangat akrab dengan banyak petinggi sipil dan militer era Soeharto. Kendati elit politik masa itu sangat tidak bersahabat dengan PDI di mana ia tercatat sebagai anggota dan wakil di majelis. Mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Feisal Tanjung mengakui berkawan kental dengan pemilik enam pompa bensin ini. Pengakuan yang tak pernah ditampik Taufik. Padahal, nama Feisal Tanjung adalah torehan luka dalam bagi jutaan anggota dan simpatisan PDI-P (Lihat juga: Jangan Lupa Nama Sutiyoso). Impak petualangan politik tersebut membuat citra Taufik tersudut di mata pendukung PDI-P, lebih-lebih kalangan arus bawah. Menjelang penetapan daftar calon anggota legislatif pada Pemilu 1999, demonstrasi menentang pencalonan dirinya berlangsung di Jawa Barat. Massa pengunjuk rasa menggelar berbagai poster protes. Salah satu kalimat tertulis "pencalonan Taufik bumerang buat Mega". Cukup efektif. Terbukti waktu penetapan daftar calon tetap, nama Taufik terlempar mewakili Sumatera Selatan. Kecaman serupa berlangsung di tingkat elit organisasi. Tokoh-tokoh senior partai seperti Aberson Marle Sihaloho dan Sabam Sirait tanpa sungkan memperlihatkan ketidaksukaan mereka. Ceritanya Aberson pernah 'diguyoni' Taufik ketika bulan Januari 1996 ia mensponsori edaran formulir dukungan Megawati sebagai capres. "Memangnya selembar formulir bisa menjatuhkan Soeharto?" Padahal, manuver Aberson beserta Marwan Adam dan SGB Tampubolon itu beroleh reaksi positif dari cabang-cabang. Ketika lima bulan kemudian kantor PDI diserbu setelah digoyang lewat Kongres Medan, Taufik menyalahkan Aberson dan kawan-kawan. Vokalis DPR itu dituduh 'tidak cantik' bermain politik. Toh, realitas politik kemudian berbicara lain. "Faktor Aberson" turut berperan dalam menggolkan pencalonan Megawati lewat Kongres Bali. Sebenarnya pria berambut nyaris putih ini telah mengutarakan pengunduran diri dari jabatan wakil rakyat sesaat Megawati menduduki posisi wapres. Ia berencana akan kembali serius menggeluti dunia bisnis. "Saya tidak menginginkan terjadi conflict of interest". Beberapa pihak meragukan hal ini. Pasalnya, baru menjadi suami ketua umum partai saja ia sudah cenderung kolutif dan nepotis, bagaimana sebagai suami wapres? Kira-kira begitu pertanyaannya. Juga dipertanyakan pernyataan Taufik kepada pers beberapa waktu sebelumnya tentang keluguan Megawati dalam politik. Hal ini dianggap merugikan PDI-P secara keseluruhan. Politik "di balik kelambu" Taufik Kiemas belakangan kembali mendapat tentangan keras. Gerakan Pemuda Penyelamat Demokrasi Indonesia (GPPDI) minggu lalu melakukan unjuk rasa di depan
SiaR--XPOS: SALING TUDING PEMBOBOL BANK
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 -- SALING TUDING PEMBOBOL BANK (EKONOMI): Setelah menjarah duit rakyat senilai Rp164,5 trilyun, para penjarah itu saling tuding dan melepaskan tanggung jawab. Itulah yang terjadi dari para penjarah berdasi putih (white collar crime), yang kini seperti pesakitan harus diperiksa oleh Panitia Kerja (Panja) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Komisi IX DPR, sebelum mereka diperiksa oleh kepolisian dan Kejaksaan Agung, selama dua pekan ini di gedung perwakilan rakyat, Senayan. Setelah Bank Indonesia (BI) menuding pemerintah harus ikut bertanggung jawab atas pengucuran dan penyalahgunaan BLBI senilai Rp164,5 trilyun oleh 54 bank penerima BLBI, kini giliran mantan-mantan Menteri Keuangan (Menkeu), seperti Mari'ie Muhammad, Fuad Bawazier dan Bambang Subianto balik menyalahkan BI. Kesalahan BI, sebagai otoritas moneter, jelas keliru menafsirkan kebijakan pemerintah waktu itu untuk menjaga kondisi bank-bank dalam keadaan krisis, agar dapat sehat kembali. Itu yang keliru. "Itulah yang meyebabkan terjadi likuidasi 16 bank. Karena ternyata langkah itu keliru, BI kemudian mengeluarkan BLBI," ujar Ketua Panita Kerja BLBI Komisi IX DPR Dr Sukowaluyo Mintorahardjo, seusai Rapat kerja Panja BLBI. Langkah itu, kata Sukowaluyo, disebabkan karena kepanikan yang terjadi dalam krisis perbankan pada waktu itu. Mengenai jumlahnya yang sangat besar Rp164, 5 trilyun, menurut Suko karena waktu itu kondisi bank memang banyak yang tidak sehat. Kedua, karena banyak bank yang melakukan pinjaman dalam bentuk valas, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Ketiga, diambil sendiri oleh bankir dan grupnya secara besar-besaran, sehingga bangkrut. Toh, untungnya, Mar'ie Muhammad, masih punya sedikit hati nurani. Katanya, tidak berarti lho para mantan Menkeu itu melepaskan semua tanggung jawabnya mengenai masalah BLBI. "Tidak ada yang boleh saling menyalahkan apalagi melepaskan tanggungjawab. Ini masalah yang sangat teknis. Masalahnya memang tidak hitam putih," tandasnya. Pertanggungjawaban itu, ungkap Mar'ie, dalam bentuk mendukung dilakukannya audit investigatif. Menurut Mar'ie lagi, dalam kepanikan itu memang tidak mustahil ada orang yang mengambil kesempatan di air keruh. Mencari kesempatan dalam kesempitan. Nah, itu yang mudah-mudahan bisa diungkapkan oleh auditor independen nanti. Ia minta dibedakan antara kebijakan pemerintah dengan pelaksanaannya di BI. Karena sebelum adanya rush, BI juga sudah mengeluarkan LKBI. "Itu bukan kesalahan policy. Sekarang ini, yang penting, kita tunggu saja hasil audit investigatifnya saja." Untunglah, sebelum pemerintah dan BI berantem sendiri, Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEU), meluruskan sehingga kekisruhan latar belakang pengucuran BLBI mulai terkuak. Dari hasil pemanggilan terakhir kalinya atas mantan pengurus Dewan tersebut, kebijakan BLBI ternyata bukanlah kebijakan yang spontan dan insidentil, melainkan sebuah kebijakan yang sudah direncanakan lebih dulu secara matang. "Namun, ternyata, pada pada prakteknya, justru terjadi kesalahpahaman dan kemungkinan penyimpangan, yang mengakibatkan mengalirnya kucuran BLBI secara besar-besaran," kata juru bicara Panitia Kerja BLBI Komisi IX DPR, Paskah Suzetta. Pelurusan itu setelah Dewan menggertak sejumlah mantan pengurus DPKEU, seperti Wakil Ketua Prof. Dr Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Ginandjar Kartasamita, Moerdiono, Anthony Salim, yang masing-masing adalah anggota DPKEU. Menurut Paskah, kesalahpahaman itu diakui terjadi setelah keputusan Rapat Kabinet, 3 September 1997. Dalam rapat tersebut diputuskan, agar BI mengambil langkah-langkah terhadap bank yang sehat namun mengalami kesulitan likuidtas agar supaya dibantu. Pemerintah juga meminta supaya bank-bank yang tidak sehat, supaya diakuisisi dan dimerger dengan bank yang tidak sehat. Namun, kenyataannya, BI tidak melakukan penutupan terhadap bank-bank yang memang tidak sehat itu. Itulah yang menyebabkan mengucurnya BLBI. Terhadap, bank-bank penerima BLBI, yang di antaranya melanggar BMPK namun di"putihkan", Panja pun akan mengundang Jaksa Agung pekan depan untuk memberikan pertimbangan secara yuridis menyangkut penghapusan pelanggaran BMPK itu. Temuan lain, katanya, setelah terjadi likuidasi 16 bank, BI mengirim surat kepada Presiden Soeharto, pada tanggal 26 Desember 1997. Isinya, BI bermaksud memberikan bantuan likuiditas dengan mengkonversikan jumlah overdarft dan fasilitas Diskonto yang telah diberikan kepada bank-bank tersebut ke dalam bentuk Fasilitas SBPU Khusus, yang persyaratannya sama dengan fasilitas Diskonto. Sehari kemudian, Presiden menyetujui dengan membalas surat ke BI. Surat benomor R-183/M.Sesneg/12/1997 dan ditandatangani oleh Mensesneg Moerdiono, itu bersifat rahasia dan
SiaR--XPOS: ADA KORUPTOR JADI DIRUT BRI?
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000 -- ADA KORUPTOR JADI DIRUT BRI? (EKONOMI): Dirut BRI diperebutkan. Dedengkot penyebab kebangkrutan BRI masih dipertahankan. Siapa berkepentingan? Siapa tidak tahu nama Djoko Santoso Moeljono, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI). Setelah menjarah banknya sendiri dengan kredit ratusan milyar kepada para konglomerat seperti The Ning King, Djoko Tjandra, Bob Hassan, Ciputra dan beberapa konglomerat lainnya, lantas menjarah pula BRI senilai Rp9,8 trilyun untuk Marimutu Sinivasan dan kelompoknya yaitu Texmaco Grup. Djoko, yang sampai saat ini masih menjabat Dirut BRI, lagi-lagi membagi-bagi uang bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk konco-konconya di BRI, dengan dalih Program pensiun dini. Kebijakan yang kontroversial itu memberikan uang jasa dan pesangon untuk level penata muda Golongan III mendapat uang jasa sampai Rp500 juta, sedangkan karyawan di level bawah, yang semula diiming-imingi dengan uang jasa dan pesangon senilai Rp150 juta akhirnya cuma mendapat Rp40 juta doang. Itulah yang membuat Djoko Santoso sempat beberapa kali didemo oleh karyawannya sendiri di kantornya di jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Di jaman Habibie, Djoko memang sempat diperiksa oleh Kejaksaan Agung, terutama setelah adanya laporan resmi korupsi yang dilaporkan Gerakan Peduli Harta negara (Gempita) dan Indonesian Corruption Watch (ICW) serta Komite Reformasi BRI. Ketika pemerintahan dipegang Gus Dur, ternyata Djoko masih tetap ngotot untuk tetap duduk menjadi Dirut BRI. Ia lupa dengan cacat hukumnya dan terus memaksakan diri untuk mengangkangi BRI. Sebab itu, Djoko berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan posisinya. Menurut sumber Xpos, Djoko sudah memberikan "hidupnya" untuk Poros Tengah. Ia bersedia jadi pengumpul uang untuk PAN, jika tetap sebagai Dirut BRI. Mungkin karena itulah, diam-diam Menteri Keuangan Bambang Sudibyo (PAN) mengusulkan Djoko untuk tetap berada pada posisinya kepada Presiden KH Abdurrahman Wahid. Namun, keinginan Djoko, untuk tetap sebagai calon Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, tampaknya bakal terganjal. Bank Indonesia (BI) menilai, sosok Djoko, selain cacat dalam pengucuran kredit senilai Rp9,8 trilyun kasus Texmaco, ia tidak lolos fit and proper test atau uji kelayakan dan kepantasan bagi para bankir, yang diselenggarakan oleh BI. Uji kelayakan dan kepantasan dilakukan oleh BI ini untuk menunjukkan independensi, yang konsekuensinya tidak ada intervensi dalam berbagai bentuk ke organisasi BI. Menurut Deputi Senior BI Anwar Nasution, BI itu tidak boleh ada politik-politikan. "Tidak ada tawar menawar. Kita sesuai dengan ketentuan saja. Tidak boleh diintervensi seperti dulu. Karena BI sekarang independen," tandasnya. Menurut Anwar juga, uji kelayakan itu, bukan hanya di BI saja, tetapi juga bank lainnya. "Direksi bank-bank pemerintah maupun swasta yang cacat dan tidak bersih, akan saya pecat. Apalagi kalau mereka tidak lulus fit and proper test itu," ujar Anwar di DPR. "Sebab nanti saya sendiri yang diantaranya akan teken fit and profer test tersebut," tambahnya. Tentang nama Djoko yang didukung oleh Presiden Gus Dur, menurut Nasution itu baru usulan Gus Dur. Djoko, katanya, belum disetujui oleh BI. "Itu kan baru menurut Gus Dur. Tetapi, Gus Dur itu kan bukan pejabat BI. Aku ini yang jadi pejabat BI. Aku yang teken fit and propers test itu. Bukan dia," tandasnya. Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada Djoko Santoso, menurut Nasuton lagi, Djoko sudah bukan pada tempatanya lagi masih berada di sana. "Dia itu sudah cacat. Sudah bukan waktunya lagi di situ," ujarnya, enteng. "Toke saya itu kan DPR bukan Gus Dur." Tentang nama-nama calon sejumlah direksi Bank Negara Indonesia, seperti Widigdo Sukarman yang masih bertahan, Nasution mengaku sampai saat ini BI belum menerimanya. Ia mengaku belum bisa memberikan komentar apa-apa tentang calon direksi tersebut. Namun, Widigdo sendiri juga sudah diback up oleh PAN. "Kebetulan Widigdo itu alumni Gajah Mada, sama dengan Bambang Sudibyo." "Tunggu saja. Nanti kalau sudah masuk 'kan bisa kita adakan fit and proper test," jelasnya lagi. Menurutnya, mungkin saja itu yang menyebabkan gagalnya Rapat Umum Pemegang Saham BNI pada tanggal 17 Januari lalu. "Bagaimana mereka mau mengadakan RUPS, kalau nama-nama calonnya itu belum di fit and proper test?" ujarnya. Menneg Penanaman Modal dan Pengawasan BUMN, Laksamana Sukardi, seusai melantik Kuntoro Mangkusubroto sebagai Dirut PLN, di Jakarta, Januari lalu, pernah menyebutkan bahwa penggantian Direktur Utama BNI Widigdo Sukarman akan diadakan pada tanggal 17 Januari 2000, bertepatan dengan RUPS BNI. "Dalam RUPS itu agendanya pergantian manajemen. Soal siapa calonnya, saya belum bisa kasih tahu. Percuma saya kasih tahu, nanti salah. Saya
MeunaSAH---SEORANG KADES DITEMBAK SAAT HENDAL SHALAT
Precedence: bulk SEORANG KADES DITEMBAK SAAT HENDAL SHALAT TAPAKTUAN, (MeunaSAH, 12/2/2000). Syamsuar (55), Kepala Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Tangan-Tangan, Aceh Selatan, tewas ditembak di depan rumahnya, Rabu (9/2) malam. Ayah empat anak itu menghembus nafas terakhir di tempat kejadian setelah tiga butir peluru bersarang dalam tubuhnya. Peristiwa pembunuhan Syamsuar terjadi sekitar pukul 19.50 WIB. Beberapa saat sebelum kejadian, korban tengah bersiap-siap ke masjid yang terletak di sebelah rumahnya untuk melaksanakan shalat Isya berjamaah. Ketika itulah, ada seseorang laki-laki yang memanggil dirinya. Syamsuar pun menjumpai orang itu di beranda rumahnya. Pada saat korban berada di halaman rumah, terdengar suara pertengkaran yang diduga keras dengan orang yang memanggil korban. "Berat dugaan antara korban dengan orang tersebut sudah saling kenal," kata Supriadi Djalal. Tapi sebelum keluarga korban melihat dengan siapa korban bertengkar, tiba-tiba terdengar suara letusan senjata secara beruntun sebanyak tiga kali. Belum dapat dipastikan apakah korban ditembak pada terjadi perang mulut atau pada saat korban meninggalkan orang tak dikenal itu. Yang jelas seiring suara letusan senjata, korban masih mampu melangkah masuk ke dalam rumah, kemudian jatuh berlumuran darah di hadapan istri dan salah seorang anaknya. "Ada orang yang memanggil korban. Setelah berjalan beberapa langkah dari pintu depan, terdengar suara tembakan sebanyak tiga kali secara beruntun, namun korban masih mampu berbalik masuk rumah, lalu jatuh dalam ruang depan dengan bermandikan darah. Sementara penembaknya segera melarikan diri," kata seorang anggota keluarga Syamsuar. Salah seorang anak korban menjerit histeris begitu melihat orangtuanya berlumuran darah. Warga sekitar juga mengaku terperanjat dengan letusan senjata dan jerit histeris keluarga Syamsuar itu. Sejumlah warga memberanikan untuk keluar rumah, kemudian mendapati Syamsuar tergeletak berlumuran darah yang ditangisi istri dan anaknya. Dalam waktu relatif singkat rumah Kades itu didatangi ratusan warga guna memberikan bantuan. Namun nyawa korban tidak tertolong lagi. Korban tewas setelah tiga butir peluru mengenai bagian dada dan punggung. Ketiga peluru, masih bersarang dalam tubuh korban. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---NAMA WIRANTO MENGHILANG DALAM LAPORAN AKHIR KPP HAM?
Precedence: bulk NAMA WIRANTO MENGHILANG DALAM LAPORAN AKHIR KPP HAM? JAKARTA, (TNI Watch!, 12/2/2000). Menurut beberapa wartawan yang biasa meliput kegiatan KPP HAM, tersiar kabar yang agak aneh: nama Wiranto tidak lagi masuk dalam daftar "Rekomendasi KPP HAM". Nama Wiranto hilang, namun masuk lagi nama baru, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi. Memang ada dua macam dokumen yang dikeluarkan KPP HAM. Dokumen pertama adalah "Executive Summary" (ringkasan eksekutif) yang sudah diserahkan pada Kejaksaan Agung pada 31 Januari lalu. Kemudian dokumen kedua, adalah "Laporan Lengkap", yakni versi yang lebih panjang dan lebih rinci dari "Executive Summary", yang baru diserahkan ke Kejaksaan Agung, hari Rabu (9/2) kemarin. Antara kedua dokumen itulah, terjadi perbedaan daftar nama, terutama menyangkut Wiranto, sebagai figur yang paling disorot dalam kasus ini. Nama Wiranto muncul di "Executive Summary", namun menghilang di "Laporan Lengkap". Hal sebaliknya terjadi pada Garnadi, yang sekonyong-konyong namanya muncul pada versi "Laporan Lengkap". Bagaimana bisa terjadi perubahan nama seperti itu? Agak sulit memastikannya, karena anggota KPP HAM sangat tertutup kalau ditanya soal nama-nama. Bila isu mengenai terhapusnya nama Wiranto itu benar adanya, ini tampaknya sejalan dengan perkembangan politik di tanah air seminggu terakhir. Seperti sebuah kebetulan, hilangnya nama Wiranto itu bersamaan dengan mengendornya tekanan terhadap Wiranto. Dan pada saat yang sama, Gus Dur "membagi" tekanan pada Feisal Tanjung. Gus Dur mulai menekan Feisal Tanjung, berkaitan dengan rencana pembunuhan atas dirinya (Gus Dur) dan Mbak Mega, serta soal keterlibatan Feisal Tanjung dalam "Peristiwa 27 Juli (1996)". Dan seperti sebuah kebetulan juga, salah seorang asistennya saat menjabat Menko Polkam, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi, masuk dalam daftar "Rekomendasi KPP HAM" versi "Laporan Lengkap". Masuknya nama Garnadi, terkait dengan selembar surat, yang kemudian dikenal sebagai "Dokumen Garnadi". Tampaknya Gus Dur tidak ingin Feisal Tanjung menikmati masa pensiunnya dengan tenang. Feisal Tanjung masih harus menanggung "dosa" politiknya di masa lalu. Berkurangnya tekanan Gus Dur terhadap Wiranto, merupakan respon positif Gus Dur atas kesediaan Wiranto untuk mundur selaku Menko Polkam. Sebagaimana dikatakan pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bakti, Wiranto bersedia mundur, namun Wiranto masih mencoba bargaining, agar penggantinya juga dari militer. Kalau Gus Dur sekarang ini melakukan tekanan terhadap Wiranto dan Feisal Tanjung, itu bisa ditafsirkan Gus Dur sedang berlaku sebagai representasi korban-korban politik Orde Baru. Korban-korban politik itu kini, melalui tangan Gus Dur, tengah melakukan gugatan terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai penanggung jawab atau operator kebijakan politik penguasa rejim Orde Baru. Berarti pihak-pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban akan terus berkembang, bukan sebatas Wiranto dan Feisal Tanjung. Bila TNI sebagai institusi sudah cukup mendapat hukuman, berupa citranya yang runtuh hingga titik terendah. Kini giliran "oknum-oknum" pimpinan TNI yang secara personal, harus menanggung perilakunya di masa lalu. Selain nama Wiranto dan Feisal Tanjung, nama lain yang jelas masuk kategori "berdosa" (baik secara politis maupun pidana) adalah: Letjen TNI Syarwan Hamid, Letjen TNI Soejono, Jenderal TNI Hartono, Letjen TNI Tarub, dan beberapa perwira tinggi lain, yang namanya tertanam kuat dalam memori Gus Dur. Jadi "bom waktu" yang akan membuat perwira-perwira itu tidak dapat tidur nyenyak, tinggal soal waktu saja. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MateBEAN--HAK: DARI OPERASI PEMBUMIHANGUSAN MENUJU OPERASI KEMANUSIAAN
Precedence: bulk DARI OPERASI "PEMBUMIHANGUSAN" MENUJU "OPERASI KEMANUSIAAN" (Catatan tentang kiprah NGO internasional dan lembaga-lembaga PBB di Timor Lorosae paska referendum) "Tidak ada rumah mewah, tidak ada bar untuk minum bir, tidak ada diskotik, bagaimana mungkin pekerja-pekerja kemanusiaan itu mau menetap di sini", ungkap seorang ketua adat ketika dimintai komentarnya tentang tidak adanya pelayanan kesehatan oleh NGO internasional dan lembaga-lembaga PBB di Kec. Alas, Same. "Apakah anda memiliki identitas? Apakah lembaga anda memiliki pengalaman bekerja untuk distribusi bahan makanan di daerah ini? Demikian pertanyaan yang diajukan oleh seorang staf WFP (World Food Programme) ketika seorang staf NGO nasional/lokal yang telah lama beroperasi di Timor Lorosae menemuinya dikantor untuk melakukan koordinasi distribusi bahan makanan di Baucau, Timor Lorosae". I. PENGANTAR Operasi pembumihangusan Timor Lorosae oleh milisi dan militer Indonesia telah menimbulkan kerugian yang luar biasa. Mulai dari harta benda hingga jiwa manusia yang melayang akibat operasi pembumihangusan tersebut. Dalam konteks politik internasional, bisa dikatakan bahwa terjadi keterlambatan tindakan oleh PBB yang saat itu sedang bertugas di Timor Lorosae. Akibat "politik ketidak acuhan" dari komunitas internasional (baca: UNAMET), maka milisi bersama militer Indonesia dengan leluasa melancarkan operasi burning down pasca pengumuman hasil referendum, 4 September 1999. Setelah menjadi korban dalam operasi pembumihangusan oleh milisi dan militer Indonesia, kini Timor Lorosae menghadapi operasi baru yakni "operasi kemanusiaan". Penghancuran Timor Lorosae pasca referendum telah menimbulkan persoalan baru. Walaupun diakui bahwa terlepas dari semua itu, Timor Lorosae berhasil mengusir militer Indonesia dari bumi Lorosae. Seolah-olah dengan penghancuran tersebut telah membuka jalan tol bagi berbagai kelompok untuk "mengoperasikan" program-programnya di Timor Lorosae. Dengan bungkus operasi kemanusiaan, berbagai NGO internasional maupun lembaga intergovernmental seakan-seakan berlomba melakukan programnya di Timor Lorosae. Membanjirnya bantuan kemanusiaan lewat berbagai NGO dan lembaga intergovernmental di Timor Lorosae pasca referendum, tidak dengan sendirinya berarti mengakhiri mata rantai penderitaan rakyat. Sebaliknya, dengan membanjirnya bantuan ini bisa saja menjadi rantai baru yang akan menjerat rakyat Timor Lorosae dalam ketergantungan abadi. Belakangan diketahui bahwa jumlah NGO internasional yang beroperasi di Timor Lorosae diperkirakan sekitar 30-an NGO. Sedangkan lembaga intergovernmental (lembaga-lembaga PBB) yang beroperasi di Timor Lorosae antara lain UNHCR, UNICEF, UNESCO, FAO, WFP (World Food Programme). Sementara NGO nasional yang beroperasi di Timor Lorosae sekitar 20-an NGO. Kelompok-kelompok kemanusiaan ini datang dengan berbagai program seperti distribusi makanan, kesehatan, shelter, urusan pengungsi, pembagian benih tanaman dan berbagai program lainnya. Keberadaan semua lembaga ini, seperti dipaparkan diatas menjadi menarik untuk dikaji dalam konteks upaya mengatasi krisis yang terjadi di Timor Lorosae saat ini. Sebelum tiba pada pembahasan mengenai berbagai persoalan yang dihadapi NGO dan lembaga intergovernmental dalam operasi kemanusiaan di Timor Lorosae, terlebih dahulu akan dibahas politik ideologi bantuan kemanusiaan. II. Politik Bantuan Kemanusiaan. Sejarah mencatat bahwa sangat banyak bantuan kemanusiaan yang didrop dinegara-negara jajahan di Afrika. Setiap kali ada gejolak baik internal maupun gejolak eksternal, maka berbagai kelompok, NGO ineternasional maupun lembaga-lembaga PBB (UN agency) dengan caranya masing-masing menceburkan diri dalam konflik tersebut dengan "bungkus operasi kemanusiaan". Di Mozambique, di Angola, di Rwanda, Somalia dan berbagai negara di benua hitam tersebut paling sering menjadi target operasi kemanusiaan karena sering dilanda konflik. Walaupun bantuan kemanusiaan membanjiri wilayah-wilayah tersebut, namun angka kematian karena kelaparan dan penyakit tidak semakin mengecil. Tapi sebaliknya, angka kematian karena kelaparan dan penyakit justru semakin meningkat. Bantuan kemanusiaan lewat NGO maupun lembaga PBB sering menjadi persoalan tersendiri bagi kelompok masyarakat yang diberi bantuan. Ada beberapa persoalan menyangkut bantuan kemananusiaan tersebut. Pertama, persoalan transparansi dana. Kebanyakan NGO internasional memanfaatkan dana bantuan untuk pemerintah yang dilanda bencana guna menjalankan program-program mereka. Hal ini terjadi misalnya di Mozambique. Pada tahun 1989, ketika Mozambique dilanda kelaparan akibat konflik, berbagai NGO internasional dan lembaga-lembaga PBB melancarkan operasi kemanusiaan. Dana terbesar dari operasi NGO dan lembaga PBB itu kebanyakan diambil dari bantuan/grant yang semestinya dipakai sendiri oleh pemerintah Mozambique saat itu. Kedua adalah
IqrA--HERSRI: KENANGAN
Precedence: bulk Hersri Setiawan: KENANGAN untuk jitske mulder aku berjalan di kepala barisan orang-orang yang datang padamu tunduk dan mengucap selamat jalan hamparan luas tanpa tepi lahan tanah serba tumbuh aku melihat di ujung penamu tinta belum kering meski membeku sinar hari disiram hujan musim gugur hamparan luas tanpa tepi lahan garapan yang tertinggal seperti kembang bunga-bunga liar seperti cahaya mata anakmu hadir dalam keindahan sendiri aku melihat bayangan mimpi melintas terbit dari pergulatan hamparan lautan tanpa tepi badai menantangku di depan di tengah hujan musim gugur aku melihat angin yang lalu terbang bersama senyummu sejuk merasuk tulang sumsumku Kockengen, Januari 2000 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
IqrA--HERSRI:
Precedence: bulk Hersri Setiawan: KENANGAN untuk jitske mulder aku berjalan di kepala barisan orang-orang yang datang padamu tunduk dan mengucap selamat jalan hamparan luas tanpa tepi lahan tanah serba tumbuh aku melihat di ujung penamu tinta belum kering meski membeku sinar hari disiram hujan musim gugur hamparan luas tanpa tepi lahan garapan yang tertinggal seperti kembang bunga-bunga liar seperti cahaya mata anakmu hadir dalam keindahan sendiri aku melihat bayangan mimpi melintas terbit dari pergulatan hamparan lautan tanpa tepi badai menantangku di depan di tengah hujan musim gugur aku melihat angin yang lalu terbang bersama senyummu sejuk merasuk tulang sumsumku Kockengen, Januari 2000 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
IqrA--HERSRI: SAJAK TENTANG GENDER
Precedence: bulk Hersri Setiawan: SAJAK TENTANG GENDER surat untuk ita f nadia di dalam rumah aku bertumpu pada takdir lahir tanpa kontrak sebagai perempuan maka kalau pun keluar demi laki-laki lalu seperti kerbau kembali ke kandang dan engkau, suami, bagaimana dunia luar walau tanpa kontrak di situ kerajaanmu padahal bukankah kita sama bermimpi tentang hari depan bagai ikan dan air? tapi sesungguhnyalah kita bercerai sama sendiri bagai bumi dan langit aku tak pernah pikir bahwa lahir perempuan berarti kontrak menjadi istri serdadu dan bahwa serdadu ialah hamba sang raja dan sang raja ialah kebenaran dan kekuasaan maka di rumah ini aku bertumpu takdirmu, ya sang benar dan kuasa bapak serdadu airmata di situ curahan tempat pesiarku pasung kebebasan di situ ruang hidupku adapun engkau, ya bapak-suami malang melintang rambu kekuasaanmu bagai sipongang khotbah kebenaranmu sementara itu di tengah gelombang merdeka terdengar desau nyanyian angin sakal: "diciptakan alam pria dan wanita dua makhluk dalam asuhan dewata ditakdirkan bahwa pria berkuasa adapun wanita lemah lembut manja wanita dijajah pria sejak dulu dijadikan perhiasan sangkar madu ..."* * enam baris terakhir dikutip dari lagu "Sabda Alam", gubahan Ismail Mz. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---JENDRAL TNI SUBAGYO PERANCANG KERUSUHAN TIMTIM
Precedence: bulk JENDRAL TNI SUBAGYO PERANCANG KERUSUHAN TIMTIM JAKARTA, (TNI Watch!, 8/2/2000). Sebuah harian terkemuka di Inggris, The Independent, Minggu (6/2), mengungkap data yang mereka sebut sebagai "Dokumen Rahasia TNI". Laporan itu mengatakan, mantan KSAD, Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo, adalah salah satu otak dari kekerasan yang dampaknya berbuntut panjang sampai sekarang itu. Di mana Subagyo dikatakan telah mengeluarkan surat perintah untuk melakukan langkah refresif dan kekerasan di Timtim, untuk mempertahankan kawasan itu tetap dalam RI. Secara terbuka, adanya keterlibatan langsung para jenderal TNI dalam tindakan represif dan kekerasan di Timtim dalam kaitan tujuan tersebut, diungkapkan harian Inggris yang cukup berpengaruh tersebut. The Independent, melalui sejumlah dokumen yang diterima dari sejumlah LSM di Indonesia dan Timor Timur itu, menyebutkan para jenderal TNI mengatur langsung aksi-aksi tekanan dan kekerasan terhadap mereka yang pro-kemerdekaan Timtim. Menurut harian ini, setelah pemerintah Indonesia menyetujui dilangsungkannya referendum, secara rahasia dirancanglah upaya-upaya yang bisa menangkal kemenangan pro-kemerdekaan. Tentara diperintahkan menekan penduduk lokal dan persenjataan dibagi-bagikan ke sejumlah kelompok milisi. Dalam salah satu dokumen yang diberitakan, KSAD Jenderal Subagyo HS melalui telegram memerintahkan kepada pasukan-pasukan yang ditempatkan di Dili untuk menyiapkan langkah-langkah represif dan kekerasan serta suatu rencana evakuasi bila hasil referendum dimenangkan kubu pro kemerdekaan. Telegram tersebut, sebagaimana diberitakan, bertanggal 5 Mei 1999. Tanggal tersebut bertepatan dengan penandatanganan perjanjian Pepera oleh Menlu RI di markas besar PBB di New York. The Independent mengaku memperoleh salinan dokumen-dokumen tersebut dari para aktivis HAM dari Yayasan Hak, Dili, yang mengklaim mendapatkan surat-surat rahasia itu setelah menyelusup masuk ke gedung bekas markas regional TNI-AD (Markas Korem 164/Wiradharma) di Dili yang telah ditinggalkan. Dokumen yang dikumpulkan mencapai satu truk. Lebih jauh, The Independent mengutip temuan sebuah dokumen tentang rencana pengevakuasian yang disusun hanya beberapa saat sebelum pelaksanaan referendum 31 Agustus 1999. Rancangan tersebut membagi populasi Timtim ke dalam dua kelompok, yang pro dan anti kemerdekaan. Dokumen itu juga menyebut angka perkiraan bahwa kelompok anti kemerdekaan akan kalah suara dengan perbandingan 367.591 banding 517.430 yang setuju kemerdekaan. Dokumen itu juga menungkapkan adanya instruksi kepada kepolisian, bahwa bila pihak pro-kemerdekaan menang, mereka harus mengevakuasi 50 persen dari pendukung otonomi atau mereka yang anti kemerdekaan. Mengenai berita tersebut, The Independent juga mengutip pendapat seorang diplomat Barat yang menyatakan bila benar, dokumen tersebut merupakan temuan yang menentukan dalam penyelidikan kasus pelanggaran HAM di Timtim pasca referendum. Diplomat yang tidak disebut jatidirinya itu, menambahkan keterkejutannya terhadap sejumlah besar persenjataan yang menurut dokumen rahasia itu telah dibagikan kepada kelompok-kelompok milisi pro-Jakarta. "Kami tahu kalau milisia menerima persenjataan militer, tapi kami tidak pernah tahu kalau jumlahnya sebesar itu," ujarnya. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: KALAU RAKYAT MENGURUS DIRI SENDIRI
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 -- KALAU RAKYAT MENGURUS DIRI SENDIRI Oleh: Iwan Dharmakirti (OPINI): Departemen Sosial dan Departemen Penerangan dibubarkan, namun masih banyak tanya tersisa. Bagi mereka yang berpikir a la perusahaan modern, mudah saja mengerti hal ini. Bukankah langkah pembubaran itu baik dari segi efisiensi? Demikian pula bagi para pengamat sistem politik modern yang akan bilang langkah itu baik bagi debirokratisasi. Sesederhana itukah persoalannya? Lalu, mengapa Gus Dur sering bilang masyarakat harus belajar menyelesaikan sendiri persoalannya? Hal ini dikatakannya berulang-kali. Sampai sekarang banyak orang masih bingung dengan ide "mengurus diri sendiri" ini. Gus Dur memang bak seniman, terkadang tak tuntas menjelaskan berbagai hal yang ia lontarkan. Karena itulah, pernyataannya sering melahirkan kontroversi. Begitu pula dalam soal ini. Ketika Gus Dur mengatakan bahwa pertikaian SARA di Ambon harus diselesaikan sendiri oleh warga, beberapa pihak -termasuk warga Maluku di Jakarta- sempat menuduhnya hendak lepas tangan dari persoalan. Tentu saja, ia tidak seapatis itu. Jika ia bersikap demikian, sama saja memberikan amunisi bagi para lawan politiknya untuk menyerang. Karena itu, ia mestinya punya maksud lain dengan memberi pernyataan demikian. Apa persisnya maksud Gus Dur, belum ada yang pernah menjabarkan atau menafsirkan. Tidak juga melalui tulisan ini. Biar saja suatu saat, ia sendiri yang menjelaskannya (kalau ia mau). Kebetulan saja, dalam kerangka filosofis, penulis sependapat dengan ide Gus Dur. Membiarkan atau lebih tepatnya mendorong rakyat mengurus dirinya sendiri, tak bisa dipahami sebagai sebuah crash program. Sesungguhnya, inilah inti dari cita-cita masyarakat madani yang selama ini ramai diperdebatkan para kaum cerdik-pandai. Kalau selama ini, konsep masyarakat madani lebih merupakan sesuatu yang mengawang-awang dan hanya bisa dijelaskan dengan bahasa yang njlimet, Gus Dur telah membuatnya menjadi lebih sederhana. Masyarakat yang dapat mengurus persoalannya sendiri. Seperti apa persisnya masyarakat madani, tak ada yang bisa menjelaskannya secara memuaskan. Tidak juga oleh para pakar -toh, itu lebih merupakan ideal yang belum "turun ke bumi." Bayangkanlah, betapa sulitnya mensosialisasikan hal ini pada orang-orang awam. Karena itu, yang paling mungkin dilakukan adalah menggambarkan hal paling substansial dari masyarakat seperti itu. Dan ternyata, sengaja atau tidak, Gus Dur telah melakukannya. Yang dimaksud masyarakat madani, tentu bukan masyarakat yang makmur namun pasif. Sejahtera tapi tidak mandiri dan selalu hanya menjadi obyek. Justru yang dimaksud adalah masyarakat yang menjadi subyek bagi dirinya sendiri. Merdeka dan tidak bermental budak. Karena itulah, mereka harus bisa menyelesaikan persoalannya sendiri. Sebuah masyarakat yang tidak mampu menyelesaikan persoalannya sendiri, sudah pasti lemah. Masyarakat demikian hanya menunggu lonceng kematian dan sebentar saja akan terhapus dari catatan sejarah peradaban. Jelas bukan itu masyarakat yang kita idam-idamkan. Semakin mampu sebuah masyarakat mengurus dirinya sendiri, maka dengan sendirinya peran pemerintah akan berkurang sedikit demi sedikit. Ini merupakan konsekuensi dari menguatnya peran masyarakat. Tentu ini akan berlaku, seandainya pemerintah ditempatkan dalam konteks sebagai "pelayan" masyarakat. Dalam sebuah rezim yang gila kekuasaan, jangan pernah bermimpi hal ini akan berlaku. Saat ini pun, sudah mulai banyak bukti, khususnya dari negara-negara maju, yang makin menunjukkan makin menyusutnya peran pemerintahan secara formal. Di berbagai bidang, masyarakat sendiri yang lebih banyak berperan, misalnya LSM. Di tahun 1995 saja, berdasarkan laporan PBB, setidaknya telah terdapat 29.000 LSM skala internasional. LSM domestik jumlahnya lebih besar lagi. Berdasarkan estimasi, terdapat 2 juta LSM di Amerika saja -kebanyakan didirikan dalam 30 tahun terakhir. Sementara di Rusia, yang nyaris tak ada LSM di masa rezim sosialis berkuasa, kini terdapat sekitar 65.000 LSM. Kehadiran LSM merupakan simbol ketidakmampuan pemerintah untuk menyelesaikan segala persoalan masyarakat. Kendati, saat ini, banyak LSM yang brengsek, namun PBB sendiri mengakui bahwa aktifitas mereka jauh lebih berhasil dibandingkan pemerintah, khususnya dalam hal mengurusi berbagai persoalan yang butuh penyelesaian secara cepat dan tepat. Tak usah heran, jika kini lebih banyak LSM yang mendapatkan perhatian PBB ketimbang pemerintah. Presiden AS Bill Clinton, termasuk yang jeli membaca pentingnya penguatan peran masyarakat. Itu sebabnya, dalam kampanye pencalonannya sebagai presiden beberapa tahun silam, ia tidak menjanjikan "kenyamanan" bagi warganya. Ia menekankan pentingnya bidang pendidikan dan malah meminta masyarakat untuk
SiaR--XPOS: BONGKAR ULANG KASUS MARSINAH
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 -- BONGKAR ULANG KASUS MARSINAH (POLITIK): Kasus Marsinah dijanjikan akan diungkit kembali. Sejumlah bukti dan nama jenderal AD telah temukan. Beranikah lembaga peradilan bertindak jujur? KSUM (Komite Solidaritas untuk Marsinah) meminta aparat penyidik agar segera memeriksa 27 oknum TNI AD dan Polri yang ditenga-rai terlibat langsung dalam skenario penga-buran tewasnya Marsinah tahun 1993 itu. Koordinator KSUM, Yudha Prastanto mengakui Bahwa ke-27 oknum tersebut terlibat secara langsung terhadap kasus perburuhan yang hingga kini masih jadi agenda ILO (organisasi perburuhan internasional). "Kalau para oknum aparat itu mau jujur dan terbuka mengakui, saya kira misteri kasus Marsinah ini akan terungkap. Oleh karena itu, saya berharap POM bisa kerja optimal karena persoalan ini juga menyangkut kepercayaan rakyat terhadap aparat," ujar Yudha yang intensif melakukan advokasi kasus Marsinah, Senin (31/1). Diperolehnya nama oknum aparat yang ditengarai terlibat itu berdasarkan pengakuan mantan terdakwa kasus Marsinah. Bambang Wuryanto sudah siap di-cross-check dengan yang lain. "Hanya dari situlah peluang untuk membuka kembali kasus yang telah menjadi salah satu keprihatinan dunia perburuhan", tambahnya. Ke-27 oknum tersebut yang bertanggung jawab terhadap proses skenario tahap kedua setelah Marsinah meninggal. Mereka, masing-masing 6 dari oknum TNI (Den Intel Kodam dan Kopassus), 20 lainnya dari oknum Polri, dan satu orang lagi dari kejaksaan. Di antara bentuk keterlibatan mereka adalah memukul sembilan orang yang dikorbankan menjadi terdakwa, menendang, menyetrum, menyuruh berbohong, menginjak dengan kaki meja, menyuruh merangkak dan sebagainya. Selain memeriksa mereka, KSUM juga meminta agar tiga anggota Polres Nganjuk yang pertama kali menemukan Marsinah ikut diperiksa. Sebab, sewaktu mereka menemukan tubuh Marsinah yang tengah sekarat itu, ternyata menerima perintah melalui HT (handy talky). Tidak kalah pentingnya, kata Yudha, adalah pemeriksaan terhadap Komandan Den Intel Kodam V/Brawijaya waktu itu. Sebab tempat penyiksaan terhadap para terdakwa itu awalnya di Detasemen Intel. Selain Komandan Intel, juga Kasdam (waktu itu) Brigjen Farid Zainuddin, Danrem Kolonel Soetarto, dan Pangdam Mayjen Haris Sudarno juga perlu diperiksa. Sebab, ketiga perwira ini merupakan penanggung jawab secara struktural. Farid Zainuddin, ketika Marsinah dibunuh menjabat Kepala Staf Kodam V/Brawijaya. Ia diduga keras terlibat, atau setidak-tidaknya mengetahui terjadinya pembunuhan Marsinah. Namun, selama pemeriksaan kasus Marsinah, Farid tak tersentuh, sebaliknya malah naik pangkat menjadi mayor jendral dan menjabat posisi penting di tubuh ABRI, yakni Kepala BIA dan selanjutnya dipromosikan jadi anggota Fraksi ABRI di DPR-RI periode 1998-2003. Pencarian terlebih dahulu siapa yang menyusun skenario palsu terjadinya pembunuhan Marsinah, tampaknya memang menjadi kunci keberhasilan pengungkapan kasus Marsinah ini. Karena pada kenyataannya, skenario palsu itu dipaksakan agar diakui terdakwa dengan cara menculik dan menyiksa mereka. Marsinah, adalah buruh pabrik jam tangan PT Catur Putra Surya (CPS), ditemukan tewas tanggal 8 Mei 1993 dalam keadaan amat menyedihkan. Mayatnya ditemukan di sebuah gubuk di pinggir sawah di Desa Jegong, Nganjuk. Sebelumnya, tanggal 4-5 Mei 1993, Marsinah memimpin unjuk rasa buruh. Didahului penculikan dan penyiksaan, delapan terdakwa diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Pada tingkat PN dan Pengadilan Tinggi (PT) mereka dinyatakan terbukti bersalah, namun pada tingkat kasasi mereka dibebaskan oleh majelis hakim agung yang diketuai Adi Andojo Soetjipto. Tewasnya Marsinah menjadi isu nasional. Upaya penyidikan terus dilakukan, namun tak pernah bisa mengungkap kasus tersebut. Sampai akhirnya Presiden Abdurrahman Wahid memerintahkan agar kasus pembunuhan Marsinah yang terjadi tujuh tahun lalu itu bisa dituntaskan. Menanggapi gencarnya permintaan untuk membuka kembali kasus tersebut, Kapendam V/Brawijaya Letkol Djoko Agus yang dihubungi secara terpisah mengaku tidak keberatan. Sebelumnya KSAD Jenderal TNI Tyasno Sudarto dan Pangdam Brawijaya Mayjen TNI Sudi Silalahi juga berjanji tak akan mengintervensi. Nah pengungkapan kembali kasus Marsinah tampaknya tengah diuji publik. Artinya, peluang sudah ada dan tinggal apakah para penegak hukum mau bertindak jujur dan adil. (*) - Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: SISA ORDE BARU DI KEMELUT ASTRA
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 -- SISA ORDE BARU DI KEMELUT ASTRA (POLITIK): Astra gagal menjual saham ke investor. Bob Hasan melalui PT Winari tetap berusaha menguasai PT Astra Internasional Tbk. Karena diulur-ulur waktunya, akhirnya batas waktu perjanjian antara Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan dua calon investor PT Astra International Tbk dari Amerika Serikat berakhir dengan sendirinya. Itulah nasib dari kemelut penjualan saham perusahaan produksi mobil/motor nasional yang pernah dililit krisis. Setelah menunggu sejak pertengahan tahun lalu, penjualan saham PT Astra International itu pun akhirnya gagal lagi. Kegagalan ini jelas menambah rangkaian panjang harapan pemerintah atas terjualnya saham perusahaan tersebut untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2000. Asal tahu saja BPPN sendiri ditargetkan dapat mengurangi beban sebesar Rp17 trilyun dalam tahun fiskal yang akan berakhir Maret 2000. Sebab itu, batalnya perjanjian antara BPPN dengan Gilbert Global Equity Partners dan Newbridge Capital menyangkut pembelian 40% saham PT Astra International Tbk, banyak disesalkan sejumlah pihak. Meskipun perjanjian antara BPPN dengan kedua calon investor tersebut pernah disorot karena dianggap tidak transparan, namun sejumlah pihak tetap menyesalkan gagalnya penjualan saham lewat kedua calon investor tersebut. Menurut pengamat pasar modal, Theo F Toemion, misalnya saja, kegagalan tersebut lebih disebabkan karena ulah pimpinan PT Astra International Tbk sekarang ini, yaitu Rini MS Soewandi Cs yang sengaja menghambat dan melawan program pengembalian aset nasional oleh BPPN melalui penjualan saham PT Astra. Selain itu, kekisruhan penjualan saham PT Astra International Tbk juga diakibatkan masih adanya pengusaha serta orang kuat sisa Orde Baru yang masih ingin ikut campur tangan dalam mempertahankan perusahaan tersebut. Ibarat gadis cantik, Astra itu masih diminati. Kira-kira begitu kalau pernyataan Toemion ditafsirkan. "Bukan hanya oleh investor-investor asing dan baru, tetapi juga oleh 'kekasih' lamanya. Ada orang besar dan orang kuat, pengusaha dan sisa-sisa Orde Baru yang masih ingin terus mempertahankan Astra dan ikut campur dalam kekisruhan Astra," kata Toemion. Bahkan, mantan karyawan BI ini mengaku mencium gelagat adanya usaha perlawanan dan untuk menghambat proses penjualan saham Astra selama ini. Karena, Rini diperalat oleh sejumlah orang yang tetap ingin becokol di PT Astra. Dalam kesempatan itu, Toemion juga memberikan sejumlah bahan mengenai proses dan kronologi penjualan saham Astra kepada wartawan. Sayangnya, anggota Komisi IX DPR ini tidak berani menyebutkan siapa nama-nama orang Orde Baru tersebut. Meskipun tidak menyebut nama, namun Toemion menyebut nama sebuah perusahan, yaitu PT Winari. "Tetapi siapa yang punya itu. Kalian cari," jelasnya. Ketika wartawan menyebut nama Bob Hasan, Toemion kemudina berbalik. "Itu Anda sendiri yang menyebut," katanya. Berdasarkan sumber Xpos, Bob Hassan memang salah satu sisa Orde Baru yang masih "naksir" sama Astra. "Dia memperalat Rini dan membayar sejumlah wartawan untuk mem-back up Rini dengan cara menyerang BPPN," ungkap sumber itu. Memang, kalau menilik kronologi yang beredar di DPR, proses penjualan saham PT Astra sebetulnya sudah bisa diselesaikan sejak lama, jika tidak terjadi perlawanan dan sejumlah hambatan, yang mengakibatkan perjanjian antara BPPN dengan dua calon investor dari Amerika Serikat tersebut, berakhir karena batas waktu. Hambatan yang dilakukan Rini, di antaranya adalah, di samping penolakan terhadap rencana Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang sudah diusulkan dan dijadwalkan, juga ketertutupan pihak Astra dalam memberikan sejumlah data penting untuk kepentingan due diligence terhadap investor yang dipilih BPPN. Padahal, due diligence itu sangat penting sesuai dengan UU Pasra Modal. "Pimpinan Astra juga disebutkan membuat ribut-ribut dengan mengekspos adanya proses yang tak transparan melalui jalur pers," jelas sang sumber. Rini, juga merekayasa pemberitaan seolah-olah penjualan Astra tidak transparan dengan melalui prefered bider kedua calon investor tersebut. Pantas kalau dipertanyakan, "Ada apa sebetulnya di balik ini semua? Apakah Astra mau mendukung program pemulihan ekonomi pemerintah atau tidak? Kenapa proses penjualan saham Astra ini dipersulit. Ini menunjukkan tindakan pimpinan Astra sekarang ini tidak koperartif. Ini berarti ada kepentingan di balik Astra, yang perlu dicari tahu?" Proses penjualan saham Astra sendiri sudah berlangsung sejak Agustus tahun lalu. Konsorsium investor yang dipimpin kedua calon investor Amerika Serikat tersebut, sudah menghubungi BPPN dan ingin membeli seluruh saham Astra. Indikasi harga yang
SiaR--XPOS: WARTAWAN PEMANGKAS HUTAN
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 -- WARTAWAN PEMANGKAS HUTAN (POLITIK): Bukan cuma Soeharto dan kroni menggeragas uang dari hutan. Sejumlah wartawan Dephutbun beroleh 10 persen saham untuk tiap 40 ribu ha HPH. Napoleon Bonaparte percaya benar bahwa pena lebih tajam dari pedang. Barangkali lebih menyayat dari sembilu. Meski tidak langsung membunuh, infeksi akibat irisan bakal menjalar bersama darah. Pelan tapi pasti sekarat tidak gampang dihadang. Dari sinilah, profesi wartawan -yang akrab dengan pena- dianggap turut menentukan nasib pemegang profesi lainnya. Malah kerap disebut pilar 'kekuasaan keempat' setelah trias politika-nya Montesquieu. Pers diembani misi jadi pengawas tiga kekuasaan lainnya. Malang, antara ungkapan dengan kenyataan nyaris selalu jauh panggang dari api. Seolah sein dan sollen ditakdirkan bertolak belakang. Apalagi di atas empat-lima atau berapapun pilar kekuasaan politik, ada yang lebih ditunggalkan: uang. Menghadapi kekuasaan 'tunggal' itu, tidak sedikit wartawan tiba-tiba mengaku 'punya sisi manusiawi'. Tidak usah dikisah panjang lebar, istilah wartawan amplop segera menjadi penjelasan singkat. Peristilahan kini berkembang hingga muncul sebutan "wartawan obligasi" dan "wartawan saham". Berarti jumlah sogokan meningkat? Tidak salah. Beberapa jurnalis surat kabar yang biasa ngepos di Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun) bisa memberi bukti. Mengetahui adanya KKN dalam pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tidak memancing insting jurnalistik mereka. Alih-alih menghormati hak masyarakat memperoleh informasi malah turut menikmati konsesi saham sampai 10 persen. Nilai tersebut didapat untuk tiap 40-50 ribu hektar lahan hutan yang diberikan HPH-nya. Sementara berita resmi yang diperoleh menyebut saham-saham konsesi dimiliki oleh koperasi PWI. Terhitung dimulai sejak tiga kepengurusan silam atau sejak masa Menhut Hasrul Harahap. Tapi beberapa kalangan pers dan aktivis lingkungan yang dihubungi menengarai adanya kepemilikan secara individu. Nama Jafar Assegaf dan Surya Paloh dari grup Media Indonesia sempat pula disebut di samping beberapa nama editor senior lain. Itu berarti jaringan KKN segitiga Dephut-pengusaha-wartawan berlangsung secara sistematis. Betapa tidak? Masyarakat nyaris tidak mengetahui bagaimana sampai 4 juta hektar lebih hutan Indonesia dikuasai hanya oleh keluarga Cendana. Belum luas HPH yang diberikan kepada kroni-kroni seperti grup Salim, Sudwikatmono, Prayogo Pangestu, dan Bob Hasan. Maka, tidak salah dikatakan pers bertanggung jawab sangat besar dalam kasus ini. Banyak fakta telanjang urung dibeberkan lantaran 'pembungkaman gurih' pengusaha. "Jangankan isu bagi-bagi lahan, acara seminar saja kerap diminta Dephutbun tidak disiarkan," kisah Indro Cahyono. Ia memaksudkan seminar bertema "Peran Masyarakat Tradisional dalam Pengelolaan Hutan di Indonesia" beberapa tahun lalu. Dari semua wartawan yang hadir, hanya harian Merdeka yang menurunkan berita seminar. Indro mengakui tidak semua pers selain Merdeka bisa disebut terlibat suap-menyuap. "Hanya beberapa memang". Sejauh ini dirinya belum bersedia mengungkapkan keterlibatan editor-editor dan wartawan Dephutbun. Sekjen Denhutbun Suripto pun mengaku cukup pusing dengan gurita korupsi dan kolusi di departemennya. Bukan apa-apa, hingga kini kebiasaan-kebiasaan tersebut belum pupus. Malahan, forum wartawan Dephutbun yang menggerayangi jarahan hutan seperti telah melembaga. Ada pertemuan antar mereka tiap minggu di sebuah cafe. Mereka pun menyeleksi wartawan-wartawan yang berupaya memegang idealisme jurnalisnya. Ada penugasan untuk "menempel" muka-muka baru sehingga tidak terlalu mengacaukan setting jumpa pers. Syukur-syukur dapat dibaptis ke dalam lingkaran. Akhirnya seperti disinyalir Indro, "terjadi split dan hubungan tidak sehat antar wartawan". Belakangan mantan Menhutbun Muslimin Nasution membentuk Tim Penanggulangan KKN pada Dephutbun. Hasilnya, ia melaporkan luas total hutan yang dikuasai perusahaan-perusahaan keluarga Soeharto. Nasution lupa, dirinya turut menghidupkan kembali jaringan sistem konsesi yang sempat terputus jaman Menteri Jamaluddin. Di masa Nasution ini pula mulai ditradisikan merekrut PR (humas) perusahaan HPH dari wartawan. PT Indo Rayon dan Riau Andalan sempat menginisasi tradisi baru itu. Tambahan, 'hasil kerja' Tim Nasution tidak tergolong spektakuler. Tahun 1996, George Junus Aditjondro (GJA) menelorkan buku berisi data jaringan kekayaan Soeharbibie (Soeharto-Habibie). Termasuk aset-aset kehutanan yang dikuasai mereka dan kroni terdekat. Dibandingkan, data keluaran Nasution tidak berbeda banyak dengan buku "Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari"-nya GJA. Toh, Menhutbun Nur Mahmudi berjanji bakal menindak-lanjuti. Tanpa pilih rambut, demikian Mahmudi. Sejatinya
SiaR--XPOS: RITUAL UTANG MASIH MENJERAT
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 -- RITUAL UTANG MASIH MENJERAT (EKONOMI): Consultative Group on Indonesia (CGI) tetap memberikan utang US$4,73 miliar. Lebih besar dari kebutuhan APBN 2000. Sisanya, belum jelas akan dialokasikan ke mana. Setelah lama tak diguncang demonstrasi besar-besaran, Jakarta kembali diwarnai demonstrasi besar saat perundingan antara pemerintah Indonesia dan negara donor yang tergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI), Selasa (2/2). Demonstrasi yang dimotori 146 NGO (Non Government Organisastion atau LSM) itu diikuti sekitar 2.000 orang. Mereka memadati jalan di sekitar gedung Bank Indonesia (BI) yang menjadi tempat berlangsungnya pertemuan tersebut. Meski tidak menggagalkan jalannya perundingan, namun aksi unjuk rasa itu sempat menghambat kelancaran perundingan. Hal ini terjadi karena perwakilan CGI dan pemerintah Indonesia terpaksa harus beberapa kali melakukan perundingan dengan mereka. Keinginan mereka, Koalisi Anti Utang untuk membacakan pernyataan sikapnya di depan sidang. Namun permintaan tersebut ditolak mentah-mentah. Alasannya, pelaksanaan sidang akan terganggu karena sudah diatur berdasarkan jadwal yang ketat. Begitu pula permintaan berdialog dengan wakil dari negara-negara donor yang tergabung dalam CGI, juga ditolak. Koalisi Anti Utang yang terdiri dari 124 LSM tersebut mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah Indonesia, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia, dan donor-donor bilateral lain. Tuntutan itu antara lain, penghapusan seluruh utang luar negeri yang lama di bawah pemerintahan Orde Baru, menolak penggeseran utang swasta menjadi utang publik, melakukan penyelidikan atas seluruh penggunaan utang luar negeri dan meminta agar negara donor tidak memberikan utang baru kepada Indonesia. Namun, tuntutan para demonstran tersebut tidak ada satu pun yang diterima. Karena akhirnya CGI tetap memberikan utang US$4,73 miliar. Arif Arryman, pengamat dari Econit, berpendapat pemerintah seharusnya menekan jumlah utang yang diberikan CGI. Alasannya utang yang besar belum tentu mampu memacu pertumbuhan ekonomi. "Untuk apa terima US$4,73 miliar kalau APBN 2000 tidak mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi secara nyata?" tukasnya. Arif mengkhawatirkan pinjaman CGI justru menjadi beban bagi rakyat. Kemungkinan ini bisa terjadi karena anggota kabinet pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, khususnya tim ekuin, tidak punya agenda dan visi yang jelas tentang pemulihan ekonomi. Publik, bahkan menangkap kesan anggota kabinet berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan tidak saling mendukung. Dalam 100 hari pemerintahan Gus Dur, yang terjadi hanya rebutan posisi dan jabatan birokrasi. "Pinjaman CGI akan percuma jika masih ada intervensi partai politik tanpa mempertimbangkan profesionalisme," tandas Arif. Sementara Faisal Basri, menilai pemerintah seharusnya tidak menerima pinjaman CGI terlalu besar. Untuk mengatasi kekurangan APBN tahun 2000 pemerintah bisa memperbesar target restrukturisasi perusahaan di BPPN dan meningkatkan laba privatisasi BUMN. "Utang luar negeri yang kita peroleh dari CGI sebenarnya warisan Orde Baru yang seharusnya tidak kita andalkan untuk membiayai pembangunan," kata Sekjen PAN ini. Sidang ke-9 Consultative Group on Indonesia (CGI) memutuskan pinjaman bagi Indonesia sebesar US$4,7 miliar (sekitar Rp32,9 triliun dengan kurs Rp 7.000). Jumlah tersebut termasuk hibah senilai US$520 juta (Rp3,6 triliun). Pinjaman itu juga sudah termasuk komitmen CGI untuk 1999/2000 yang belum sempat dicairkan. Sidang yang dipimpin Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur Jean Michel Severino ini dihadiri 21 negara anggota CGI dan 14 lembaga internasional. Hadir pula Portugal dan dua LSM yakni INFID dan Koalisi Perempuan sebagai peninjau. Dalam penjelasannnya kepada pers di Jakarta, kemarin, Severino menjelaskan bahwa pinjaman tersebut merupakan wujud dukungan dunia internasional terhadap program reformasi yang dijalankan pemerintah. "Kami mendukung sepenuhnya program reformasi yang dijalankan pemerintah saat ini. Selain itu dunia internasional juga mengisyaratkan niatnya untuk mendukung program pemulihan ekonomi yang tengah dijalankan," ujar Severino. Negara yang sudah memberikan komitmen pinjamannya adalah Jepang terbesar US$1,56 miliar, AS US$145 juta, Jerman US$102 juta, Spanyol US$59 juta, Australia US$59 juta, Inggris US$33 juta, Austria US$15 juta, Kanada US$11 juta, Republik Korea US$9 juta, Denmark US$5 juta, Italia US$1 juta, Selandia Baru US$3 juta, Swedia US$4 juta, dan Swiss US$4 juta. Bank Dunia menyatakan komitmen bantuan sebesar US$1,5 miliar, Bank Pembangunan Asia (ADB) US$1,06 miliar, PBB US$106 juta, Uni Eropa termasuk Bank Investasi Eropa (EIB) US$40 juta dan Bank Investasi Nordic (NIB) sebesar
SiaR--XPOS: KAPITALISME HARUS MEMANGSA
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 -- Budiman Sudjatmiko, Ketua Presidium PRD: "KAPITALISME HARUS MEMANGSA" (DIALOG): Sri Bintang Pamungkas pernah dianggap membuat kesalahan lantaran menelorkan PUDI. Barisan massa ekstra-parlementer kala itu menilai SBP terburu-buru meng-"eksklusif"-kan diri ke partai politik. Partai Rakyat Demokratik (PRD) pun tidak kurang kritikan lantaran memilih ikut berkontes pada pemilu bulan Juni 1999. Padahal, "taktik perjuangan PRD melihat situasi," tukas Budiman Sudjatmiko. Manakala ruang cukup terbuka, perjuangan lewat parlemen tidak ditabukan. "Tentu bukan satu-satunya jalan, pengorganisasian rakyat juga berlangsung". Sosialisme menurut Budiman, senantiasa mensyaratkan kedua jalan. Ia mengistilahkan sebagai strategi tingkat atas dan bawah. Berikut percakapannya dengan Xpos di Kantor Pusat PRD, Jalan Basuki Rahmat, Jakarta: T: Sekeluar penjara Anda pernah menyatakan menolak 'Jalan Ketiga' Anthony Giddens, kenapa? J: Tawaran Giddens sangatlah normatif, itu pertama. Kedua, 'jalan ketiga' adalah sebuah evolusi dari pemikiran Sosial Demokrat Eropa Barat yang sangat moderat. Giddens sama sekali tidak bermaksud menghentikan kapitalisme melainkan sebatas menjadikan kapitalisme sebagai sesuatu yang manusiawi. Apa ukuran manusiawi dimaksud sangat tidak jelas. Akhirnya, bagi saya 'jalan ketiga' tidak lebih dari memodifikasi kapitalisme secara normatif. Bukan suatu solusi struktural. T: Toh, saat ini wacana 'jalan ketiga' kadung menggejala di negara-negara yang dimenangkan partai sosialis? J: Menurut ukuran barat tawaran-tawaran Giddens mungkin bisa. Mereka telah memiliki basis materialnya. Ada pengalaman di mana negara mensubsidi rakyat dalam negara kesejahteraan. Pengangguran sekalipun menerima subsidi negara. Jelas saja cara-cara seperti itu bisa berlangsung, karena mereka telah menyedot surplus dari dunia ketiga lebih dulu. Nah, bagi dunia ketiga dari mana mereka mendapat surplus untuk "menyogok" kelas buruh. Sekali lagi, bagi saya Giddens adalah evolusi khas Eropa Barat di mana kapitalismenya sudah begitu maju. Sementara kapitalisme dunia ketiga berbentuk imperialisme. Lagipula mencontoh welfrare state bagi dunia ketiga juga sulit selagi masih menjadi subordinat dari kapitalisme internasional. Penentu kebijakan toh berpusat di Washington, di Eropa Barat atau di Tokyo sana. T: Anda mau mengatakan penyebabnya juga karena perbedaan latar kelahiran gerakan Sosdem, termasuk di Indonesia? J: Ya, jelas. Gerakan Sosdem di Eropa Barat lahir bersamaan dengan gerakan buruh. Ya memang semestinya begitu. Tidak heran jika di Jerman, Perancis, Inggris, atau Portugal, mereka bisa memerintah. Di dunia ketiga, terutama di Indonesia, berbeda. Proyek sosial demokrat di sini lebih merupakan proyek intelektual. Ia tidak menjadi realitas dari gerakan buruh atau gerakan rakyat. Anda tentu tahu tradisi PSI (Partai Sosialis Indonesia). Bahwa sekarang banyak bermunculan gerakan sosdem di Indonesia, itu bagus. Bahwa seorang Cak Nur (Nurcholish Madjid) mengaku demikian, silakan saja. Artinya PRD punya teman berdiskusi. T: Apa fenomena kemunculan gerakan sosdem sekarang menandakan gerakan buruh Indonesia juga mulai kuat? J: Kita jangan dulu berkata demikian. PRD belum berani bilang bahwa gerakan buruh Indonesia sudah kuat. Bahkan kita tidak bisa mengatakan bahwa gerakan buruh Indonesia dipimpin oleh ide-ide kiri. Sejatinya buruh di Indonesia mostly unorganized. Lagipun gerakan buruh atau gerakan rakyat dunia ketiga kebanyakan larinya ke komunisme atau gerakan nasionalis kiri. Malah kebanyakan ke gerakan keagamaan. Hampir tidak ada pijakan untuk berujung ke Sosdem. T: Tapi Anda tetap percaya bahwa gerakan buruh-lah penggerak utama jalan kepada sosialisme? J: Serikat buruh atau konfederasi serikat buruh yang kuat ditambah gerakan-gerakan rakyat lainnya merupakan penggerak utama sosialisme. Serikat buruh bisa menjadi backbone dari gerakan sosial. Dua tulang punggung gerakan sosial lain adalah gerakan petani dan gerakan lingkungan hidup. Tentunya partai-partai juga harus terlibat, tidak hanya sekedar electoral machine. Gerakan mahasiswa menyumbangkan kader-kadernya untuk menumbuhkan gerakan buruh, petani, dan lingkungan tadi karena mereka memiliki intelektualitas. Begitu juga gerakan perempuan. T: Begitu pula Anda percaya keniscayaan kehancuran kapitalisme sebagaimana diyakini marxisme? J: Itu tetap. Tetap. Krisis kemarin menunjukkan bahwa kapitalismelah yang tengah krisis. Sekarang neo-liberalisme menggejala. Ini sebetulnya fenomena dari perang dingin. Dulu neo-liberalisme tidak bisa berkembang karena Amerika butuh sekutu-sekutu lokal di dunia ketiga yang diberi kesempatan membuat kaya dirinya, membuat korupsi, menyelenggarakan kekuasaan kediktatoran sejauh hal itu efektif membunuh komunisme.
SiaR---TOKOH AGAMA YOGYA DUKUNG TEMBAK DITEMPAT
Precedence: bulk TOKOH AGAMA YOGYA DUKUNG TEMBAK DITEMPAT YOGYAKARTA, (SiaR, 4/2/2000). Para tokoh agama dan masyarakat di Yogyakarta mendukung aparat keamanan untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelaku kerusuhan, termasuk tindakan tembak di tempat. Kesepakatan dilakukan oleh 25 tokoh agama dan masyarakat, antara lain Ketua Umum MUI Kodya Yogya Basyir, Ketua Umum PGI Wilayah DIY Pdt Dr R H. S Kariodimedjo MTh, Takmir Masjid Gedhe Kauman, Abunda Farouk, Ketua Bakom PKB Arif B Budiwijaya, dan tokoh Katolik FX Soedardi. Kemudian Kapolresta Yogya, Ketua DPRD Kodya Yogya Bahtanisyar Basyir, pengurus Karang Taruna Kodya Yogya serta para camat dan pejabat teras Pemda Kodya Yogya. Menurut rencana hasil kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani 25 tokoh agama dan masyarakat dalam dialog itu akan disampaikan ke Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Sabtu (5/2) besok. Sebelum dirumuskan menjadi kesepakatan dan ditandatangani bersama, dalam dialog muncul usul agar dalam kesepakatan itu juga dicantumkan mengenai dukungan tokoh agama dan masyarakat terhadap aparat keamanan untuk melakukan tembak di tempat terhadap perusuh. Dukungan tembak di tempat sudah tertuang dalam ksepakatan bersama tokoh agama dan masyarakat di beberapa kecamatan. Dalam kesepakatan itu, para tokoh agama dan masyarakat mendukung penegakan supremasi hukum, menjaga persatuan dan kesatuan, meningkatkan kerukunan antarumat beragama, mengadakan forum silaturahmi antarumat beragama hingga tingkat RW.Juga disebutkan, pertemuan-pertemuan yang menghadirkan massa banyak harus selektif dan kotbah maupun pembicaraan tidak boleh menjurus pada sentimen agama. Sementara itu, Ketua Tablig Akbar, Minggu (31/1) lalu, menemui Kapolda DIY Brigjen Pol Drs Dadang Sutrisno SH di Mapolda, Kamis kemarin (3/2). Mereka memberikan keterangan berkaitan dengan aksi perusakan beberapa tempat peribadatan seusai pelaksanaan tablig. Yang mendatangi Kapolda adalah Ketua Tablig yang juga Ketua Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah (FKASWJ) Ayib Syafruddin Soeratman SPsi didampingi Sekretaris Ir Ma'ruf Bahrun. Ayib menolak bila aksi perusakan tempat peribadatan itu sebagai ekses pelaksanaan tablig yang, menurutnya, sukses dan lancar. Seusai kegiatan itu, katanya, peserta langsung meninggalkan lokasi menuju Polres Sleman untuk membesuk Salman, rekan mereka yang terlibat dalam kasus pembunuhan di Ngaglik, Sleman. Kapolda DIY Brigjen Pol Drs Dadang, menurut Ayib, mengakui pelaku perusakan tempat peribadatan dilakukan orang-orang yang sengaja ingin membuat kota Yogya rusuh. FKASWJ, lanjut Ayib, merasa prihatin atas terjadinya tindak kekerasan bernuansa SARA dewasa ini. Karenanya, FKASWJ menyerukan semua pihak melakukan upaya-upaya dengan didasari itikad baik demi mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis di Indonesia. Masyarakat Bantul, juga meminta kepada aparat kepolisian menindak tegas provokator atau pelaku perusakan tempat-tempat peribadatan di wilayahnya. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya tindakan-tindakan yang mengarah pada perpecahan bangsa khususnya tindakan berbau SARA. Penegasan warga Bantul itu disampaikan dalam dialog antara Muspida, DPRD Bantul dan masyarakat Bantul yang digelar DPRD Bantul, Kamis (3/2). Dialog tersebut digelar sebagai langkah untuk menyikapi situasi keamanan di wilayah DIY dan Bantul khususnya, yang dirasakan sudah mulai memanas. Hadir dalam acara itu, Ketua DPRD Bantul Agus Wiyarto SE, Bupati Bantul Drs Mohammad Idham Samawi, Kapolres, Kajari, Dandim, dan beberapa jajaran Muspida lainnya. Selain menindak tegas provokator dan pelaku perusakan sarana ibadah, aparat keamanan dan Pemda Bantul diminta tidak mengizinkan pengerahan massa yang dapat mengarah pada soal disintegrasi bangsa. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR---PEMBUNUH TGK NASHRUDIN DIDUGA MENGGUNAKAN MERCY HITAM
Precedence: bulk PEMBUNUH TGK NASHRUDIN DIDUGA MENGGUNAKAN MERCY HITAM MEDAN, (SiaR, 4/2/2000) Indikasi baru yang ditemukan Kepolisian Sumatera Utara dari penduduk sekitar Desa Sibolangit, menunjukkan, bahwa sehari sebelum ditemukannya mayat Tgk Nash, pada Senin (24/1), sebuah sedan Mercy Tiger warna hitam hilir mudik di daerah itu. Kesaksian penduduk ini amat penting, karena tak sulit mengidentifikasi sedan mewah itu. Kapolda Sumatera Utara Brigjen Polisi Sutiyono mengatakan, pembunuhan ini berpeluang besar bernuansa politis. Tim Mabes Polri sudah turun ke Medan untuk menyelidiki kasus kematian mantan Imam Masjid Kuta Alam, Banda Aceh itu. Mayat korban ditemukan di semak-semak belukar tikungan Morina Desa Sibolangit/Jalan Medan - Pancurbatu Km 37 Selasa (25/1) pekan lalu. Saat ini, kasus kematian ulama ahli fiqih itu sudah ditangani Mabes Polri, Polda Sumatera Utara, dan Polda Aceh untuk mengejar batas waktu yang diberikan pihak DPR-RI tak lebih dari 30 hari menuntaskan kasus ini. Kapolda Sumatera Utara sudah meminta keterangan 10 orang saksi, dua di antaranya pegawai Perwakilan Pemda Aceh di Medan yakni Arifin Ibrahim, dan Najib seorang mahasiswa yang terakhir sekali bersama Tgk Nash di Medan. Najib diperiksa di Jakarta, dan dua lagi adalah penduduk Desa Sibolangit yang pertama sekali menemukan mayat almarhum. Sedangkan nama-nama lainnya yang masih dijadikan sebagai saksi tak diingat Sutiyono, namun yang pasti belum ada yang dijadikan sebagai tersangka dalam kasus ini, karena pihak Kepolisian belum cukup bukti untuk menjadikan sejumlah saksi berstatus tersangka. Sebelum ini Tgk Nash juga dicari-cari orang-orang tak dikenal di rumahnya di Banda Aceh. Keluarganya juga menerima telepon berisi ancaman pembunuhan terhadap korban. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR---SOFYAN WANANDI DIBALIK DEMONSTRASI ANTI KWIK KIAN GIE
Precedence: bulk SOFYAN WANANDI DIBALIK DEMONSTRASI ANTI KWIK KIAN GIE JAKARTA, (SiaR, 4/2/2000). Pengusaha Sofyan Wanandi berada dibalik demonstrasi yang menuntut mundur Menko Ekuin Kwik Kian Gie. Hal ini dilakukan Sofyan, karena pemerintah, dan DPR berencana untuk menuntaskan kasus kredit macet yang dilakukan Sofyan Wanandi. Sejumlah anggota Komisi IX DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan mengungkap hal tersebut kepada SiaR, Kamis (3/2) kemarin. "Sofyan marah karena kasusnya yang pernah diperiksa Kejaksaan Agung akan diungkap kembali oleh pemerintah, dan DPR," ujar Aberson Marle Sihaloho, salah seorang anggota Komisi IX DPR-RI. Selama seminggu terakhir, DPR-RI didatangi sekelompok pengunjuk rasa yang menamakan diri Front Pembela Amar Maruf Nahi Munkar. Dalam aksi protesnya untuk kedua kalinya, Kamis kemarin, mereka menuntut Kwik agar mundur dari jabatannya, karena isu keterlibatannya didalam kepemilikan saham atas namanya di PT Dusit Thani. Perusahaan itu bergerak dalam usaha hiburan termasuk panti pijat. Para demonstran membawa bukti foto copy akte notaris pendirian perusahaan tersebut yang antara lain memuat nama Kwik Kian Gie sebagai salah seorang pemegang saham dengan besar modal Rp1 juta. Akte notaris itu sendiri diterbitkan pada tahun 1972, dan Kwik dalam surat tanggapannya terhadap fraksi-fraksi di DPR-RI menegaskan, dirinya menyertakan modal berupa kepemilikan saham semata-mata karena membantu rekan bisnisnya yang memerlukan modal. Ia sendiri mengaku tak terlibat di dalam pengelolaannya, sehingga tak tahu apakah usahanya itu saat ini --28 tahun kemudian-- masih hidup atau sudah gulung tikar. "Saya tak terlibat didalam manajemen. Bahkan saya tak ingat lagi apakah perusahaan itu masih hidup atau sudah mati. Ketika itu saya hanya ingin membantu rekan yang butuh modal. Itu saja," katanya. Sementara itu, Didik Supriyanto, salah seorang anggota Komisi IX-DPR RI dari F-PDIP menyesalkan cara-cara teror semacam itu. Menurut dia, penggunaan simbol-simbol agama untuk menyerang lawan politiknya justru membuat citra Islam sebagai agama yang suci terdegradasi. "Agama itu sendiri menjadi rendah karena jadi komoditas dan alat untuk menjatuhkan lawan politiknya. Agama seharusnya tak bisa dibeli serendah itu," ucapnya.*** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---PERTEMUAN DI RESTORAN JL LAUTZE BUKAN HANYA SEKALI
Precedence: bulk PERTEMUAN DI RESTORAN JL LAUTZE BUKAN HANYA SEKALI JAKARTA, (TNI Watch!, 4/2/2000). Rapat para jendral pimpinan Jendral TNI Wiranto di sebuah restoran di Jl Lautze, Pasar Baru, Jakarta Pusat bukan hanya terjadi sekali. Menurut informasi intelijen yang diterima Gus Dur, para jendral klik Wiranto berkumpul di sebuah rumah di Jl Lautze membicarakan kemungkinan aksi kerusuhan. Namun, sumber penting yang dihubungi TNI Watch!, mengatakan rangkaian pertemuan yang dimaksud Gus Dur itu terjadi di sebuah restoran, bukan di sebuah rumah tinggal. Pertemuan-pertemuan serupa juga terjadi di rumah Wiranto. Pertemuan pertama bahkan dihadiri Kapuspen TNI, Marsda TNI Graito Husodo. Namun, pertemuan-pertemuan berikutnya tak diikutinya. Jendral Wiranto memimpin pertemuan-pertemuan para jendral itu, untuk melakukan sesuatu, agar ia, dan sejumlah jendral lainnya, terhindar dari pengadilan karena tuduhan dalang pembantaian di Timor Timur. Sebuah sumber intelijen mengatakan, rangkaian pertemuan di sebuah restoran di Jl Lautze itu adalah pertemuan para "jendral Islam", sebutan untuk sejumlah jendral yang dekat dengan kelompok Islam fundamentalis, seperti Front Pembela Islam dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam. Pertemuan-pertemuan itu dihadiri para jendral seperti Jendral TNI Fachrul Rozi (Wakil Panglima TNI), Letjen TNI Djadja Suparman (Panglima Kostrad), Mayjen TNI Adam Damiri, Brigjen Tono Suratman, Mayjen TNI Zacky Anwar Makarim, dan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Staf Ahli Menko Polkam. Selain mereka, rangkaian pertemuan ini juga dihadiri dr Hariman Siregar, aktifis mahasiswa Malari yang belakangan jadi pendukung Habibie. Tak diketahui apa peran Hariman. Namun, belakangan ini Hariman tengah mengerjakan proyek rahasia yang mengikutsertakan para aktifis Negara Islam Indonesia (NII) dan eks-Komando Jihad. Sumber TNI Watch! Mengatakan rangkaian pertemuan itu belum membeicarakan soal kudeta, namun baru membicarakan upaya provokasi kerusuhan di mana-mana. Sementara itu, Menhankam Prof Dr Juwono Sudarsono mengatakan, ia telah menyampaikan perintah Presiden agar Menko Polkam Wiranto mengundurkan diri, namun Wiranto menolak. Wiranto mengatakan kepada Juwono, baru akan mundur jika kasus ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung. Sumber lain mengatakan, Wiranto sama sekali tak memiliki keberanian dan kekuatan tentara untuk melakukan kudeta. *** TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR---RUSUH YOGYA DIDALANGI PARA PREMAN
Precedence: bulk RUSUH YOGYA DIDALANGI PARA PREMAN YOGYAKARTA, (SiaR, 3/2/2000). Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan rusuh Yogya yang mengakibatkan sejumlah gereja, sekolah, dan asrama biarawati rusak didalangi para preman yang kehilangan lahan. Sultan menyatakan kejadian Minggu (30/1) lalu bukan karena provokator dari luar kota, melainkan sengaja dilakukan sebagian kecil warga Yogya. Dia mengaku mengetahui identitas para pelaku. Meski mengetahui para pelaku, dia tak menunjuk hidung mereka. Sultan hanya memberikan gambaran dan menyatakan para pelaku dapat dikatakan sebagai preman-preman. Kalau benar mereka pelakunya, kata dia, bisa jadi berkait dengan penutupan sejumlah tempat perjudian di kota Yogyakarta yang menyangkut kehidupan mereka. Kelompok preman ini tiba-tiba muncul sesaat setelah peserta tablig akbar yang digelar Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah meninggalkan lokasi. Peserta FKASWJ kemudian membesuk salah satu anggota jamaah di tahanan Polres Sleman karena terlibat sebuah kasus. Di antara kelompok perusak itu terdapat beberapa orang yang berseragam satgas Partai Persatuan Pembangunan. Massa preman yang tak dikenal panitia ini, menurut penuturan ustad Ja'far Umar Thalib, bukan jamaah FKASWJ karena saat itu umat sudah meninggalkan kota Yogyakarta menuju Mapolres Sleman. Setelah dari sana, mereka langsung membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. "Umat Islam adalah umat yang cinta damai, dengan makna yang murni dan konsekuen, karena rahmat dan misi agama Islam menebar kasih sayang ke segenap umat manusia," kata Ja'far. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR---TENGKU NASHIRUDDIN DAUD SUDAH LAMA DIINCAR
Precedence: bulk TENGKU NASHIRUDDIN DAUD SUDAH LAMA DIINCAR BANDA ACEH, (SiaR, 3/2/2000). Tgk Nashiruddin Daud (58) anggota DPR-RI dari Fraksi Persatuan Pembangunan dan Wakil Ketua Panitia Khusus Pelanggaran HAM Aceh, sudah diincar orang-orang tak dikenal sebelum terbunuh. Sumber yang dekat dengan keluarga Nashiruddin menyebutkan, dua bulan terakhir ini, keluarga sering menerima "ancaman" melalui telepon, bahkan pernah keluarga almarhum didatangi lima hari sebelum almarhum dibunuh secara mengenaskan dan mayatnya dibuang ke semak-semak belukar di Pancur Batu km 37, Sumatera Utara. Menurut keluarga, sebuah mobil yang ditumpangi empat pria mendatangi rumah Nashiruddin di Jalan Puda Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh menanyakan tentang almarhum. Karena Nashiruddin ketika itu sudah di Jakarta dan menetap di Kompleks DPR-RI Kalibata Jakarta Selatan, akhirnya empat pria itu berlalu begitu saja. Namun beberapa hari kemudian datang lagi deringan telepon yang mengancam dengan mengatakan, bahwa usia Nashiruddin sepertinya tidak lama lagi, dan almarhum disarankan banyak beribadah. Namun sejauh ini belum bisa dikonfirmasi kebenaran ancaman tersebut kepada keluarga Nashiruddin. Kematian Nashiruddin, diperkirakan berkaitan dengan sikap kerasnya dalam soal Aceh, terutama dengan pelanggaran Hak-hak Azasi Manusia di Aceh semasa Daerah Operasi Militer diberlakukan di provinsi itu. *** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---MANTAN ANGGOTA TNI MENUNTUT
Precedence: bulk MANTAN ANGGOTA TNI MENUNTUT YOGYAKARTA, (TNI Watch!, 3/2/2000). Seorang mantan anggota TNI, Salim Pringgo (74), menuntut agar pemerintah mengganti kerugian atas hak-haknya yang hilang selama ini. Salim, mantan anggota tentara di Kodim 0714, Korem 073/Makutarama Salatiga menderita setelah dituduh terlibat dalam peristiwa 30 September 1965 dan dihukum penjara selama delapan tahun. Antara 1966-1970, Salim dipenjara di Denpom Salatiga. Kemudian dipindahkan ke penjara Ambarawa, pada 1970-1974. Namun, ternyata Salim tak terkait dalam gerakan apapun di seputar 30 September 1965. Berdasarkan surat yang dikeluarkan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Daerah Jawa Tengah dan DIY, Nomor: Prin/Teperda/ XI/1974, Salim tidak terbukti terlibat dan dinyatakan bebas. Namun, pembebasan itu ternyata bersyarat, yakni Salim, harus menandatangani surat perjanjian yang isinya tidak akan menggugat dan hak-haknya sebagai pegawai hilang. Salim pun dengan penderitaan yang dipikulnya, harus menghidupi istri dan sembilan anaknya. Kisah Salim yang pahit ini bermula antara 1964-1966. Waktu itu, Salim tengah tugas belajar dengan beasiswa dari Korem 073/Makutarama Salatiga, di Fakultas Ekonomi, Akademi Pembangunan Nasional (APN) Yogyakarta. Menginjak tingkat III, ia menjalani KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Pabrik Gula Lestari Kertosono, Jawa Timur. Tapi, tiba-tiba dia dipanggil, karena dituduh terlibat pemberontakan G-30-S/PKI. Pada tahun 1966 dia ditahan di Denpom Salatiga sampai tahun 1970, dan dipindah ke penjara Ambarawa tahun 1970-1974. Pada 18 November 1974 dia dinyatakan bebas penuh atas dasar surat perintah untuk membebaskan penahanan sementara Nomor: Prin/Teperda/XI/1974 dengan pertimbangan tidak terbukti tersangkut gerakan 30 September. Yang membuat Salim geram adalah karena pada saat dia dibebaskan, disuruh menandatangani surat perjanjian yang isinya bahwa Salim Pringgo tidak boleh menuntut atas peristiwa tersebut, dan sejak bulan Mei 1968 dengan Surat Keputusan Nomor 88/5/68 gajinya distop. Kini Salim, hanya ingin menuntut haknya yang berhubungan dengan gaji dan pensiun serta hak atas pemilikan rumahnya yang ada di Jalan Rumah Sakit No. 19 Salatiga, karena rumah tersebut adalah rumah bekas Belanda yang sudah diurus kepemilikannya. Bagaimanapun, Salim bukanlah satu-satunya orang yang mengalami nasib buruk akibat rangkaian peristiwa di seputar akhir tahun 1965. Ada puluhan, hingga ratusan ribu orang bukan anggota PKI yang ikut ditahan selama bertahun-tahun tanpa pengadilan, atau bahkan hilang dan dibunuh. Sekitar 500 ribu orang PKI menurut Amnesty International, tewas dibantai ketika itu. *** TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (4)
Precedence: bulk BAB IV KASUS-KASUS UTAMA 32. KPP HAM memusatkan perhatian pada kasus-kasus utama sejak bulan Januari sampai dengan bulan Oktober 1999 . Kasus-kasus itu meliputi: pembunuhan di kompleks Gereja Liquica, 6 April; penculikan enam orang warga Kailako, Bobonaro 12 April; pembunuhan penduduk sipil di Bobonaro; penyerangan rumah Manuel Carrascalao, 17 April ; penyerangan Diosis Dili, 5 September ; penyerangan rumah Uskup Belo, 6 September ; pembakaran rumah penduduk di Maliana, 4 September ; penyerangan kompleks Gereja Suai, 6 September; pembunuhan di Polres Maliana, 8 September; pembunuhan wartawan Belanda Sander Thoenes, 21 September; pembunuhan rombongan rohaniwan dan wartawan di Lospalos 25 September ; dan kekerasan terhadap perempuan. Kasus Pembantaian di kompleks Gereja Liquica. 33. Pada tanggal 6 April terjadi penyerangan oleh milisi BMP, bersenjata tajam dan senjata api, yang didukung aparat Kodim terhadap pengungsi yang berlindung di kompleks Gereja Liquica. Pengungsi berasal dari masyarakat yang ketakutan akibat teror yang dilakukan oleh milisi. Pada peristiwa ini kurang lebih 30 orang tewas. Pihak pelaku dari kalangan sipil telah ditangkap pihak kepolisian, akan tetapi di bebaskan kembali. Sedangkan dari pihak TNI tidak ada tindakan apapun terhadap anggotanya yang terlibat. Lima jenasah yang telah divisum atas upaya kepolisian, kemudian dikuburkan atas perintah Kodim. Sedangkan jenasah korban lain di buang ke danau Masin atas perintah Pasukan Rajawali (TNI AD). Kasus pembunuhan warga Kailako. 34. Pada tanggal 12 April 1999 terjadi penculikan atau penangkapan sewenang-wenang terhadap 6 orang warga yang dilakukan oleh Koramil Kailako dan Milisi Halilintar. Keenam orang itu diculik dan dibawa ke Koramil Kailako. Di sana mereka ditahan, diinterogasi dan disiksa. Kemudian dibawa ke rumah Manuel Soares Gama dan dibunuh. 35. Pada tanggal 12 April 1999 terjadi pembalasan oleh kelompok yang diduga Falintil dengan melakukan pencegatan rombongan Manuel Soares Gama dalam perjalanan dari Maliana ke Kailako. Dalam penghadangan itu 3 orang meninggal termasuk Manuel Soares Gama, 2 orang korban tewas lainnya adalah anggota TNI. Sementara itu 4 orang lainnya luka-luka. 36. Pada tanggal 13 April terjadi tindakan pembalasan oleh pihak aparat TNI dan milisi Halilintar, dengan melakukan penangkapan terhadap 6 Orang penduduk. Keenam orang tersebut, setelah diintrogasi dan disiksa di Koramil, kemudian di eksekusi mati di depan massa pelayat dan jenasah Manuel Soares Gama. Tindakan eksekusi itu dipimpin oleh Letkol. TNI Burhanudin Siagian Dandim Bobonaro, dan Joao da Silva Tavares panglima PPI. Jenasah keenam korban dibuang di sungai Marobo. Penyerangan rumah Manuel Carrascalao 37. Pada tanggal 17 April 1999 dilakukan apel akbar yang dihadiri sekitar 5000 massa Pro integrasi dari 13 kabupaten di Timor Timur di depan Kantor Gubernur Timor Timur. Apel itu dalam rangka pengukuhan milisi Aitarak pimpinan Eurico Guterres. Sebahagian dari arak-arakan milisi menghancurkan bangunan serta fasilitas kantor Suara Timor Timur. Menjelang sore harinya, terjadi penyerangan terhadap rumah Manuel Carrascalao oleh milisi yang terdiri dari Besi Merah Putih dan Aitarak. Korban penyerangan tersebut adalah para pengungsi dari Liquica, Alas dan Turiscai yang pada saat itu mencari perlindungan di rumah Manuel Carrascalao serta Manuelito Carrascalao, putra Manuel Carrascalao. Korban dalam penyerangan ini tewas sebanyak 15 orang. Sesudah penyerangan sekitar 50 orang pengungsi yang selamat diangkut oleh polisi ke Polda Timor Timur termasuk keluarga Manuel Carrascalao dan keluarga tokoh CNRT Leandro Isaac. Penyerangan Diosis Dili. 38. Pada tanggal 5 September 1999 situasi kota Dili semakin memburuk ditandai dengan rentetan tembakan, pembakaran dan penjarahan. Selama kekacauan terjadi, selain warga yang berada di jalan untuk mengungsi, dijumpai pula aparat keamanan yang terdiri dari anggota polisi dan anggota TNI yang berjaga-jaga. Disamping itu, warga menyaksikan sekelompok milisi dengan pakaian hitam dengan tulisan Aitarak dan atribut merah putih. Warga yang berlindung dan mengungsi di Camra Eclesestica (Diosis Dili) diserang dan kantor Diosis dibakar. Pada peristiwa ini telah jatuh korban sebanyak 25 orang. Penyerangan Rumah Uskup Belo 39. Pada tanggal 6 September, seorang perwira TNI berpangkat Letnan Kolonel masuk ke kediaman Uskup Belo dan memintanya keluar kemudian dievakuasi ke Mapolda. Setelah Uskup Belo keluar dari kediamannya, kelompok milisi diantaranya berseragam Aitarak mulai melakukan penyerangan terhadap sekitar 5000 pengungsi yang berlindung di kompleks rumah tersebut. Para pengungsi dipaksa untuk mengikuti perintah para milisi agar keluar dari halaman kompleks rumah Uskup Belo disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan, dan pembakaran. Serangan itu setidaknya berakibat jatuhnya korban 2 orang tewas. Penghancuran massal dan pembunuhan di Maliana 40. Pada
SiaR---ABERSON ANGGAP ADA UPAYA MENGKULTUSKAN MEGAWATI
Precedence: bulk ABERSON ANGGAP ADA UPAYA MENGKULTUSKAN MEGAWATI JAKARTA, (SiaR, 2/2/2000). Penyelenggaraan HUT PDI Perjuangan pada tanggal 27 Januari lalu masih berbuntut. Banyak pihak menganggap acara itu merupakan cara kubu Taufik Kiemas untuk meraih dan mempertahankan posisi atau jabatan di partai, sekaligus sebagai bagian pengkultusan terhadap diri Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Hal ini dinyatakan tokoh PDI Perjuangan Aberson Marle Sihaloho, Rabu (2/2) ini di Jakarta. Menurut Aberson, ada yang aneh dari penyelenggaraan acara tersebut, yakni bahwa hari ulang tahun sebenarnya dari partai berlambang kepala banteng gemuk itu adalah tanggal dimana dideklarasikannya nama PDI Perjuangan di Kongres Bali. "Acara tersebut menggunakan tanggal lahir PDI-nya Surjadi. Kelihatan sekali hal itu dipaksakan hanya untuk mem-fait accompli Mbak Mega dengan cara disodorkan kesiapannya sebagai kandidat ketua umum," ucap Aberson yang pernah diadili dengan tuduhan menghina mantan Presiden Soeharto. Aberson menilai acara HUT tersebut merupakan proyek kerja kelompok interest tertentu di lingkungan PDI Perjuangan. Ia tak mengelak ketika disebutkan, bahwa kubu Taufik Kiemas, Roy BB Janis, dan Suparlan sebagai pihak yang berada di belakang layar dari penyelenggaraan acara tersebut. Penolakan terhadap upaya pengkultusan terhadap diri Megawati juga disuarakan oleh para kader muda progresif seperti Haryanto Taslam, dan aktivis Pius Lustrilanang. Menurut Pius, manuver Eros Djarot yang bersedia maju sebagai kandidat Ketua Umum partai di dalam kongres mendatang merupakan bagian dari upaya melawan upaya pihak-pihak tertentu di tubuh PDI Perjuangan yang coba mengkultuskan Mega. Pius bahkan berencana untuk menghubungi rekan-rekannya sesama kader muda PDI Perjuangan untuk bersama-sama merapatkan barisan untuk melawan upaya pengkultusan yang dilakukan sekelompok kader konservatif. Eros sendiri mengaku telah membulatkan tekad untuk maju dalam perebutan kursi Ketua Umum PDI Perjuangan karena dirinya didukung langsung oleh Megawati. Megawati sendiri, kata Eros, yang menawari dirinya untuk maju sebagai kandidat. "Bukan saja diketahui tetapi Mbak Mega sendiri yang menawari saya untuk maju sebagai kandidat," ujarnya. Menurut Eros, sebulan sebelum terpilih sebagai Wakil Presiden, Megawati menghubunginya dan menawari dia salah satu jabatan di pemerintahan. Tapi, Eros menolak, dan menyatakan dirinya hanya akan berkonsentrasi di PDI Perjuangan saja. Terhadap jawaban Eros tersebut, lalu Mega menawari Eros kalau-kalau dirinya bersedia untuk maju sebagai salah satu kandidat Ketua Umum partai. Sementara itu, seorang narasumber di Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI mengungkapkan kepada SiaR, sebenarnya majunya Eros merupakan bagian dari manuver politik Megawati untuk mengetahui secara jelas siapa sebenarnya kawan sejati di tubuh partai tersebut. Menurut dia, Mega telah membicarakan rencana pencalonan diri Eros itu secara matang dengan Eros, dan beberapa tokoh partai yang dipercayainya. Sedangkan kritik oleh salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan Dimyati Hartono terhadap kesediaan Megawati untuk dicalonkan kembali sebagai Ketua Umum partai, menurut sumber tersebut dianggap sebagai tidak murni, dan berbeda dengan ketulusan yang dilakukan oleh Eros Djarot dan kawan-kawan. "Ah, itu kan suara dari orang yang punya interes jabatan, tapi ternyata gagal untuk menjadi menteri di kabinet kemarin," ujar sumber yang kini menjabat sebagai salah seorang ketua komisi tersebut.*** -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
TNI Watch!---GUS DUR MENGGUNAKAN KPP HAM UNTUK MEMECAT WIRANTO
Precedence: bulk GUS DUR MENGGUNAKAN KPP HAM UNTUK MEMECAT WIRANTO JAKARTA, (TNI Watch!, 2/2/2000). Banyak pihak berdecak kagum, termasuk pemimpin negara-negara Eropa dan AS, atas keberanian Gus Dur memecat Menko Polkam Jenderal TNI Wiranto. Yang lebih hebat lagi adalah skenario yang dimainkan Gus Dur. Pandangan yang muncul di masyarakat, Wiranto dipecat karena rekomendasi KPP HAM, di mana Wiranto patut dimintai pertanggungjawaban tentang tindak kejahatan terhadap kemanusiaan di Timtim. Alasan memecat Wiranto karena berdasar rekomendasi KPP HAM, memang logis. Namun perlu diketahui juga, sebelum laporan KPP HAM selesai, sejak jauh-jauh hari sebelumnya, Gus Dur memang sudah berniat hendak memecat Wiranto. Cuma Gus Dur belum menemukan "titik masuk" bagaimana cara memecat Wiranto dengan cara yang halus "khas" Gus Dur. Awalnya akan dipakai peraturan pensiun dini, bagi perwira militer yang berdinas di jabatan sipil (seperti menteri atau gubernur). Rupanya, setelah peraturan ini dimainkan, dampaknya kurang telak bagi Wiranto. Karena pensiun dini Wiranto baru berlaku efektif pada April 2000, tenggang waktu dua bulan ini (Februari dan Maret), dikhawatirkan akan dimanfaatkan Wiranto beserta jaringannya, untuk membuat manuver, yang jelas akan merepotkan Gus Dur. Kesempatan untuk mengeliminir Wiranto secara telak, baru datang tatkala KPP HAM sedang menyiapkan laporan akhirnya di Hotel Milenium, Jakarta Pusat. Menurut beberapa wartawan yang menguntit kegiatan anggota KPP HAM, pada saat anggota KPP sedang sibuk menyusun laporan, Jaksa Agung yang juga mantan Ketua Komnas HAM Marzuki Darusman beberapa kali sempat terlihat "menengok" anggota KPP di hotel tersebut. Apa kepentingan Marzuki datang ke "karantina" KPP HAM itu? Marzuki datang ke situ, sebagai pembawa pesan Gus Dur, agar anggota KPP HAM tidak segan-segan untuk menyebut nama pelaku pelanggaran, terutama bagi anggota TNI. Munculnya dukungan Gus Dur ini, membangkitkan kembali semangat anggota KPP, yang telah didera kelelahan, setelah berhari-hari bekerja dan berdebat. Sasaran Gus Dur jelas, agar Wiranto masuk dalam daftar KPP. Karena sejak awal, nama Wiranto ini menjadi titik kritis, antara disebut atau tidak. Soal disebut tidaknya nama Wiranto ini, merupakan ujian berat bagi KPP HAM. Jadi kalau akhirnya nama Wiranto dan beberapa perwira lainnya disebut, harus diakui itu merupakan sinergi antara keberanian anggota KPP HAM dan dukungan dari Gus Dur. Sebagaimana dikatakan anggota KPP HAM Todung Mulia Lubis, dengan menyebut sejumlah nama perwira TNI, anggota KPP HAM telah berani menyuarakan hati nuraninya (Kompas, 1/2/2000). Tampaknya komposisi anggota KPP HAM juga turut menentukan. Komposisi anggota KPP HAM di Timtim, untungnya tidak diisi oleh anggota Komnas HAM yang konservatif, seperti Bambang W Suharto, Aisyah Amini, Satjipto Rahardjo dan Sugiri. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
IqrA--HERSRI: BERANI, BERANI, SEKALI LAGI BERANI!
Precedence: bulk hersri setiawan: surat dari negri Kincir ke negri Danton: "berani, berani, sekali lagi berani!" Tentang Yang Telanjang untuk adikku J.J. Kusni Jabat tanganku! Terimakasih untuk hadiah sajakmu yang kubaca pagi ini - sebelum minum kopi! Judul sajakmu yang bagus ini "Hari Ini Orang-Orang Kian Banyak Telanjang". Makna kalimat ini tentu lain dengan, misalnya, "Hari Ini Kian Banyak Orang-Orang Telanjang". Jika yang tersebut belakangan itu berarti pemberitaan darimu, bahwa pada hari ini jumlah Orang Telanjang kian banyak; maka pada yang tersebut dahulu berisi berita, bahwa pada hari ini telanjangnya Orang-Orang itu kian banyak. Yang pertama, jumlah Orang Telanjang yang bertambah. Yang kedua, taraf ketelanjangan Orang yang meningkat. Yang pertama, tentang orang bugil atau, dalam istilah Jawa, "nglegena" alias tanpa sandangan; yang kedua, tentang derajat pembukaan diri. Barangkali sudah sampai taraf "nglegena", tapi bisa juga belum sampai taraf "nglegena", melainkan masih mengenakan "pakaian Tarzan" ... Jadi begitulah Kusni, adikku, kesibukan pertama kepalaku ketika beberapa kali membaca sajakmu barusan tadi. Kupikir, begitu kesimpulanku, kalimat judul itu benar. Karena yang ingin kaukisahkan kepadaku ialah proses adaptasi Orang-Orang terhadap suasana baru, yang terlahir dari pendapatan persepsi mereka atas suasana itu. Proses itu, di mana dan ke mana pun pangkal dan juntrungnya, selalu membutuhkan keberanian. Bukan? Ya, sama saja, hai kau Didien. Jangan diam dong! Ayo ikut bicara! Bukan untuk menjadi Danton saja dituntut keberanian - l'audace, l'audace, encore l'audace! Tapi juga untuk menjadi Datong Sudiarto, perlu keberanian. Kau masih ingat, Didien, siapa itu Datong? Itu lho, si Denmas dari Jeron Beteng Jogya yang jadi cecunguk Satgas Intel Pusat (AD) klas kakap itu! Juga untuk punya Semangat Surabaya (10 November 1945) dituntut keberanian! Kata Pak Sumarsono, Jendral 10 November itu, terheran-heran sendiri sekarang: "Lho! Saya dulu kok berani begitu ya?" Bukan saja untuk bersemangat Surabaya dituntut keberanian, tapi juga untuk mengikuti jejak Sura Bledhèg, gembong MMC itu, diperlukan nyali yang besar dan menyala- nyala. Karena itu tulisanku untuk menerimakasihi hadiah sajakmu pagi ini kujuduli seperti tertulis di atas, dan selanjutnya aku pun ingin menuturkan kembali dua cerita pendek tentang "telanjang". Nanti simpulkanlah sendiri, mau ke mana juntrung - kalau istilah Al Kitab: "nas"-nya - dari kisah-kisahku di bawah ini. *** Alkisah. Dahulu kala, jauh sebelum aku jatuh hati sama Lekra, aku membaca sebuah brosur. Bersampul hijau berformat tanggung, tapi buah tulisan seniman yang tak tanggung-tanggung: S.Sudjojono. Judulnya pun tak tanggung-tanggung: sangat meyakinkan. Meyakinkan diri si Penulis, meyakinkan bakal para pembacanya. Judul brosur ini ialah, "Kami tahu, ke mana seni lukis Indonesia hendak kami bawa." Panjang sebagai judul. Tapi jelas dan tegas. Orang tidak akan berwayuh-arti membacanya. (Kupakai istilah "wayuh-arti", karena "ambigu" buat telingaku kok terlalu asing dan tidak sedap! Boleh kan, aku mengusulkan istilah baru? Semangat Demokrasi kan tidak hanya harus hidup dalam pembangunan dunia politik, tapi juga dalam pembangunan kebahasaan?). Tipis brosur itu, tapi kaya isinya. Selain mengkaji jejak langkah perjalanan sejarah senilukis Indonesia yang telah liwat, lalu mengantisipasi yang bakal datang - seperti judulnya sudah menjanjikan - juga berisi uraian sederhana tapi meyakinkan tentang filsafat keindahan. Seniman kampiun ini menyimpulkan, dalam kata- kataku, "apa yang bagus menurut tangkapan pancaindera, tidak selalu indah." Ia lalu ajukan contoh yang polemis: Tidak usah jadi Orang* untuk bisa memilih bunga indah, jadilah serangga saja tak akan salah pilih! Selanjutnya S.Sudjojono tiba pada kesimpulan akhir: "Yang indah tidak selalu benar, tapi yang benar selalu indah." Untuk menunjang dalilnya itu, ia lalu berkisah sebagai contoh: Ia biasa melihat pemandangan: Bocah laki-laki sekitar 4 tahun didandani pakaian jendral, lengkap dengan pet dan pedang serta sepatu lars. Apakah itu indah? Itu pertanyaan oratoris yang dijawabnya sendiri: Tidak! Keindahan bocah 4 tahun, ialah katanya, jika ia justru bertubuh kotor berlumpur, ingus sentrap-sentrup keluar-masuk lubang hidung, dan berlarian bebas di pelataran dengan telanjang bulat. Mengapa itu indah? Karena itulah kebenaran anak umur empat tahun! Ketelanjangan yang indah. Ketelanjangan yang benar. Ketelanjangan yang polos, yang lahir dari jatidiri sendiri. Sebaliknya "keindahan" di balik busana sang jendral adalah buah rekayasa dari luar, siapa atau apa pun dia itu bentuknya. Di sini rasa "berani" atau "tidak berani" tidak ikut tampil sebagai unsur pernyataan. Tapi yang terjadi ialah: kesalahan persepsi yang
IqrA--JJK: HARI INI ORANG-ORANG KIAN BANYAK TELANJANG
Precedence: bulk JJ.KUSNI: HARI INI ORANG-ORANG KIAN BANYAK TELANJANG ( Cerita kepada kakangku Hersri Setiawan) tidak cukupkah airmata, darah mengalir dan tumpah tahun demi tahun tidak cukupkah bantingan demi bantingan kembara dipaksa --tanda bahwa kita menolak jadi budak dan emoh menyerah-- --tanda bahwa hidup bukan sekedar makan bagai babi atau hewan piaraan-- --tanda kita sanggup menertawakan maut bagi satu nilai harga yang tak diperdagangkan-- berkilah dan berkilah bukanlah membungkuk yang tidak jadi kita punya tradisi ketika kita sudah memilih makna ketika pilihan ditetapkan kita sanggup memberontaki menginjak ajal ya kita injak bukan kita yang diinjak! sungguh aku menyesal dan tak bisa faham mengapa mesti membungkuk mengapa mesti mencampakkan diri mengapa mesti mengingkari diri meraung dan melolong padahal jalan kita tak berujung apakah kepikunan apakah perasaan tak bisa dikendalikan makna o, mengapa tidak katakan aku adalah aku aku yang mencari aku yang mencintai dan cintaku tak terbeli lagi pula tak dijual, bung! mendengar kata-katamu aku sungguh tak paham mengapa kau menyembah sesuatu yang tak layak disembah kerna hak tetap hak manusia tetap manusia mengapa kau membuat diri sia-sia kulihat kau tak lagi menghargai darah dan airmata tak menghargai diri-sendiri mencuekkan sekian korban mencuekkan tanahair dan republik demi kekerdilan jiwa selembar kertas usang padahal kebenaran patut ditegakkan konsiliasipun dibangun di atas kebenaran konsiliasi bukan dibangun di atas keburaman menggadokan benar dan salah hitam dan putih di sinilah makna di sinilah hidup ditakar di sinilah hari depan hari ini dihitung sedangkan pengecut sedangkan pembunuh dan para perampok gemetar diajak berhitung baik, baiklah kawan katakan apa yang mau kau katakan tapi jangan lagi menjual merek -- karena akupun tak lagi perduli-- -- karena merek lebih berguna dijual -beli-- cinta sejati memang diukur waktu juga diri dan makna hidup sedang kata-kata lebih banyak jadi racun perisai melindungi kepalsuan terakhir ingin kukatakan kalah kita bisa kalah tapi menyerah adalah pilihan ketahanan dan kesetiaan kalah ketika kalah kita sering telanjang sekarang kitapun telanjang Perjalanan, 2000 -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--TIWI: Re: SiaR--SURAT PEMBACA: TENTANG PENGEMUDI TAKSI PEMERKOSA
Precedence: bulk From: Endah Triwijati [EMAIL PROTECTED] Re: SiaR--SURAT PEMBACA: TENTANG PENGEMUDI TAKSI PEMERKOSA Saya sependapat dengan pandangan pak Amir Sidharta. Siapapun yang bekerja di media massa sudah selayaknya selalu menyadari bahwa dia punya posisi yang kuat untuk membentuk pola berpikir masyarakat, dan oleh karenya dia pun harusnya kritis terhadap kerangka pikir maupun sistem nilai yang dia pegang. Sungguh tampak betapa kita, orang Indonesia, yang tak jarang mengatakan bahwa mereka sangat menghargai Ibu (simak saja Ibu Pertiwi, Ibu Kota dstnya), sebenarnya mungkin hanya menghargai posisi itu, tetapi bukan "perempuan"-nya yang tak bisa dilepas begitu saja dari atribut itu. Tiwi On Mon, 31 Jan 2000, SiaR News Service wrote: Date: Mon, 31 Jan 2000 10:28:30 -0700 From: SiaR News Service [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Subject: SiaR--SURAT PEMBACA: TENTANG PENGEMUDI TAKSI PEMERKOSA Precedence: bulk Redaksi Yth., Ada sesuatu yang sangat mengganggu dalam pembahasan tentang pemerkosaan dalam taksi yang disiarkan Jakarta News FM 97.4, hari Minggu, 30 Januari 2000 menjelang pk. 19:00. Dalam siaran itu, seorang penyiar perempuan mengatakan bahwa pemerkosa taksi yang kejadiannya baru berlalu beberapa hari sebelumnya padahal sudah mempunyai 5 orang anak. Rekannya, penyiar laki-laki yang bernama Dono menanyakan apakah di antara lima anak itu ada yang perempuan, dan ternyata penyiar perempuannya tidak mengetahui apa ada di antara anak pemerkosa itu ada yang perempuan. Lalu, penyiar Dono mengatakan bahwa pasti dia punya istri, tapi kalau ada anaknya yang perempuan, seharusnya dia berpikir untuk tidak melakukan pemerkosaan. Namun, setelah itu, ada pernyataan dari penyiar Dono yang saya anggap aneh. Katanya, "kalau istri yang diperkosa, tinggal diceraikan. Tapi kalau anak gimana, masa mau tidak diakui anaknya itu?!" --deleted-- -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MateBEAN--KPP-HAM: SIARAN PERS
Precedence: bulk SIARAN PERS KPP-HAM DI TIMOR TMUR 1. KPP HAM dalam memformulasikan laporan ini berikut kesimpulannya yang akan diserahkan kepada Komnas HAM telah mempertimbangkan dengan seksama semua penemuan di lapangan, keterangan para saksi, korban dan pelaku serta pihak-pihak lain, laporan-laporan dan dokumen-dokumen resmi maupun tidak resmi dan berbagai informasi lainnya. KPP HAM mempertimbangkan semua laporan dan bahan-bahan termasuk dari UNTAET dan INTERFET berdasarkan penyelidikan mereka sendiri. 2. Sebagai akibat berbagai keterbatasan waktu, sarana dan prasarana serta upaya pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti, maka temuan-temuan KPP HAM baru menggambarkan sebagian dari pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. 3. KPP HAM telah berhasil mengumpulkan fakta dan bukti yang menunjukkan indikasi kuat bahwa telah terjadi pelanggaran berat hak asasi manusia yang dilakukan secara terencana, sistematis serta dalam skala besar dan luas berupa pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa, kekerasan terhadap perempuan dan anak (termasuk di dalamnya perkosaan dan perbudakan seksual), pengungsian paksa, pembumihangusan dan perusakan harta benda yang kesemuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 4. KPP HAM juga menemukan bukti kuat tentang terjadinya penghilangan dan perusakan barang bukti yang merupakan satu tindak pidana. 5. Dari seluruh fakta dan bukti-bukti tersebut KPP HAM tidak menemukan adanya kejahatan genosida. 6. Fakta dan bukti-bukti itu juga menunjukkan bahwa aparat sipil dan militer termasuk kepolisian bekerja sama dengan milisi telah menciptakan situasi dan kondisi yang mendukung terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan, yang dilakukan oleh aparat sipil, militer, kepolisian dan kelompok milisi. 7. Kekuatan kelompok milisi dengan nama yang berbeda-beda dalam setiap lokasi secara langsung atau tidak langsung dibangun atas landasan pembentukan kelompok perlawanan rakyat (WANRA), keamanan rakyat (KAMRA) dan Pasukan Pengamanan Swakarsa (PAMSWAKARSA) yang secara langsung dan tidak langsung dipersenjatai, dilatih, didukung dan didanai oleh aparat sipil, militer dan kepolisian. 8. Bentuk perbuatan (types of acts) dan pola (pattern) kejahatan terhadap kemanusiaan adalah sebagai berikut: Pembunuhan massal · Pembunuhan massal yang menimbulkan banyak korban penduduk sipil dilakukan dengan sistematik dan kejam yang terjadi di berbagai tempat. Pembunuhan massal tersebut pada umumnya terjadi di tempat-tempat perlindungan seperti misalnya di gereja, kantor polisi dan markas militer. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan senjata tajam dan senjata api oleh kelompok milisi bersama dan atau dengan dukungan aparat militer atau dibiarkan terjadinya oleh aparat militer dan kepolisian. Penyiksaan dan penganiayaan. · Penyiksaan dan penganiayaan dilakukan dalam skala besar, luas dan sistimatik terhadap penduduk sipil yang Pro-kemerdekaan. Penyiksaan dan penganiayayaan terjadi dalam berbagai momen yakni sebelum pembunuhan dilakukan dan setelah penangkapan-penangkapan sewenang-wenang untuk tujuan-tujuan memeras informasi dari korban. Dalam beberapa kasus, penyiksaan dan penganiayaan juga terjadi secara spontan di saat penyerangan di rumah-rumah korban. Pada masa pengungsian, penyiksaan dan penganiyaan kerap dilakukan terhadap korban yang diidentifikasi sebagai mahasiswa, pelajar dan anggota CNRT. Penghilangan paksa 9. Penghilangan paksa terjadi seiring dengan pola-pola sebagai berikut. Pertama dalam rangka rekruitmen anggota milisi. Hilangnya sejumlah warga sipil merupakan akibat penolakan mereka untuk dijadikan anggota milisi. Kedua, penghilangan paksa juga terjadi sebagai usaha penundukkan terhadap warga pendukung kemerdekaan. Ketiga, penghilangan paksa terhadap sejumlah korban dari kalangan mahasiswa dan warga pendukung kemerdekaan juga dilaporkan terjadi sebagai kelanjutan dari aktivitas milisi di tempat-tempat pengungsian. Perbudakan seksual dan perkosaan 10. Perbudakan seksual dan perkosaan terjadi di rumah, markas militer dan tempat-tempat pengungsian baik sebelum dan sesudah jajak pendapat. Pembumihangusan 11. Aksi pembumihangusan dilakukan sebelum dan setelah hasil jajak pendapat diumumkan terhadap rumah-rumah penduduk dan berbagai kantor pemerintah dan bangunan lainnya Sebelum jajak pendapat, pembumihangusan dilakukan terutama terhadap rumah-rumah penduduk yang diduga Pro-kemerdekaan. Aksi ini meningkat dalam intensitas dan skala penyebarannya setelah hasil jajak pendapat diumumkan sehingga mencakup perusakan bangunan dan harta benda lainnya di hampir seluruh wilayah Timor Timur. Pemindahan dan pengungsian paksa 12. Teror dan intimidasi sebelum jajak pendapat telah mengakibatkan terjadinya pengungsian penduduk ke tempat-tempat yang dianggap aman seperti misalnya gereja dan daerah perbukitan. Setelah hasil jajak pendapat diumumkan terjadi pemindahan dan pengungsian paksa secara besar-besaran
MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (1)
Precedence: bulk RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR Jakarta, 31 Januari 2000 BAB I PENDAHULUAN 1. Setelah Pemerintah RI mengeluarkan dua opsi pada tanggal 27 Januari 1999 menyangkut masa depan Timor Timur yaitu menerima atau menolak otonomi khusus, maka pada tanggal 5 Mei 1999 di New York ditandatangani perjanjian antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Portugal di bawah payung PBB, tentang penyelenggaraan jajak pendapat di Timor Timur termasuk pengaturan tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. 2. Sejak opsi diberikan, terlebih setelah diumumkannya hasil jajak pendapat, berkembang berbagai bentuk tindak kekerasan yang diduga merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia. 3. Menyikapi kenyataan tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia (Komnas HAM) pada tanggal 8 September 1999 mengeluarkan pernyataan yang dalam butir pertama berbunyi "bahwa perkembangan kehidupan masyarakat di Timor Timur pada waktu itu telah mencapai kondisi anarki dan tindakan-tindakan terorisme telah dilakukan secara luas baik oleh perorangan maupun kelompok dengan kesaksian langsung dan pembiaran oleh unsur-unsur aparat keamanan". 4. Masyarakat nasional maupun internasional sangat prihatin dengan situasi yang terjadi di Timor Timur bahkan Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Geneva pada tanggal, 23 - 27 September 1999 menyelenggarakan special session mengenai situasi di Timor Timur. Special session tersebut adalah yang keempat diadakan sejak komisi ini dibentuk 50 tahun yang lalu. Ini menunjukkan betapa seriusnya penilaian dunia internasional terhadap masalah pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur. Special Session tersebut mengeluarkan Resolusi 1999/S-4/1 yang menuntut kepada pemerintah Indonesia agar antara lain: dalam kerjasama dengan Komnas HAM menjamin bahwa orang-orang yang bertanggung jawab atas tindak kekerasan dan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia akan diadili. Resolusi tersebut juga meminta kepada Sekjen PBB untuk membentuk komisi penyelidik internasional dengan komposisi anggota yang terdiri dari ahli-ahli dari Asia, dan bekerjasama dengan Komnas HAM Indonesia, serta mengirimkan pelapor khusus tematik ke Timor Timur. 5. Sementara itu Komnas HAM telah membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM di Timor Timur (KPP-HAM) pada tanggal 22 September 1999 dengan Surat Keputusan No.770/TUA/IX/99, kemudian disempurnakan dengan Surat Keputusan No.797/TUA/X/99 tanggal, 22 Oktober 1999, dengan mengingat Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan PERPU No.1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, serta mempertimbangkan bahwa situasi hak asasi manusia di Timor Timur pasca jajak pendapat semakin memburuk. 6. Mandat KPP-HAM adalah mengumpulkan fakta, data dan informasi tentang pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur yang terjadi sejak Januari 1999 sampai dikeluarkannya Penetapan MPR pada bulan Oktober 1999 yang mensahkan hasil jajak pendapat. Penyelidikan dikhususkan pada kemungkinan terjadinya genosida, pembunuhan massal, penganiayaan, pemindahan paksa, kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak serta politik bumi hangus. KPP HAM juga bertugas menyelidiki keterlibatan aparatur negara dan atau badan-badan lain. Masa kerja KPP HAM terhitung sejak 23 September 1999 sampai akhir Desember 1999, yang kemudian diperpanjang hingga 31 Januari 2000 dengan SK Ketua Komnas HAM No.857/TUA/XII/99 tanggal 29 Desember 1999. 7. Wewenang KPP-HAM berdasarkan Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 89 (3) dan Perpu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 10 dan 11 adalah: melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap dugaan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur, meminta keterangan pihak-pihak korban, memanggil dan memeriksa saksi-saksi, mengumpulkan bukti dan memeriksa berbagai tempat termasuk bangunan yang perlu bagi penyelidikan dengan persetujuan Ketua Pengadilan. Di samping itu, KPP-HAM berwenang memeriksa dan meminta dokumen-dokumen instansi yang diperlukan bagi penyelidikan dengan persetujuan Ketua Pengadilan, memberikan perlindungan bagi saksi dan korban serta mengolah dan menganalisa fakta yang ditemukan untuk kepentingan penuntutan dan publikasi. 8. Laporan hasil penyelidikan oleh KPP HAM diserahkan kepada Komnas HAM dan selanjutnya Komnas HAM menyerahkan kepada Kejaksaan Agung guna penyidikan dan penuntutan ke Pengadilan Hak Asasi Manusia. 9. KPP HAM terdiri dari 9 orang anggota, 5 orang anggota Komnas HAM dan 4 orang aktivis hak asasi manusia. Dalam menjalankan tugasnya, KPP-HAM dibantu oleh tim asistensi terdiri dari: 13 orang asisten penyelidik, 14 orang anggota sekretariat dan 3 orang nara sumber. Dalam perkembangannya seorang anggota dari Komnas HAM mengundurkan diri karena menjadi Jaksa Agung. 10. Untuk melaksanakan tugasnya, KPP-HAM menyusun prosedur dan
MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (2)
Precedence: bulk BAB II TIMOR TIMUR PASCA OPSI: KETERKAITAN APARAT PEMERINTAH SIPIL DAN MILITER DENGAN MILISI 15. Kekerasan di Timor Timur menguat setelah militer Indonesia memasuki wilayah tersebut sejak tahun 1975 dengan pembentukan dan penggalangan sipil bersenjata yang dikemudian hari disebut WANRA. Sebagain dari tenaga-tenaga tersebut diorganisir ke dalam TNI melalui program militerisasi atau milsas dan digaji sebagai tentara reguler. Milsas oleh para pejabat tinggi militer di Jakarta disebut sebagai anggota TNI putra daerah dan mereka hanya bertugas di Timtim dalam membantu operasi TNI di Timor Timur, dan elit dari kelompok Pro-integrasi dijadikan pejabat birokrasi. Contohnya adalah Joao Tavares - Bupati Bobonaro sekaligus pemimpin satuan Halilintar. 16. Situasi Timor Timur setelah adanya dua opsi dari pemerintah Indonesia mengalami perubahan-perubahan yang spesifik. Perjanjian New York 5 Mei 1999, memberi peluang bagi pengamat Internasional untuk mengamati pelanggaran hak asasi manusia serta pemenuhan kewajiban pemerintah Indonesia untuk menjaga keamanan dan perdamaian. Dalam waktu yang bersamaan muncul berbagai kebijakan politik dan keamanan, yang memperkuat kelompok-kelompok sipil bersenjata yang dikenal sebagai milisi dan meningkatnya bentuk-bentuk kekerasaan, serta munculnya reaksi dari kelompok masyarakat Pro-kemerdekaan. Rangkaian kekerasan ini berlangsung seiring dengan kebutuhan penggalangan pemenangan otonomi khusus. 17. Setelah tawaran opsi, dikembangkan pula satuan-satuan milisi yang digalang dari kalangan muda. Menurut laporan Pangdam Udayana Mayjen Adam R. Damiri kepada Menko Polkam dinyatakan bahwa kelompok Pro-integrasi dimotori oleh para pemuda yang mendirikan organisasi cinta merah putih. Laporan-laporan lainnya menyebutkan para pemuda yang membentuk organisasi cinta merah putih tersebut sebelumnya adalah anggota Gada Paksi atau Garda Muda Penegak Integrasi yang dihimpun, dilatih dan dibiayai oleh Kopassus tahun 1994-1995. Eurico Guterres pemimpin milisi Aitarak di Dili adalah tokoh dalam Gada Paksi ini. Kelompok-kelompok milisi itu kemudian bergabung ke dalam Pasukan Pejuang Integrasi dengan panglimanya Joao Tavares dan wakilnya Eurico Guterres serta Kastafnya Herminio da Costa da Silva. Kelompok-kelompok pro integrasi ini menurut keterangan para Bupati dan Gubernur Timor Timur disebut Pam Swakarsa. Keberadaan milisi Pro-integrasi diakui oleh Jenderal TNI Wiranto dan dituangkan dalam Rencana Menghadapi Kontinjensi. 18. Sebagai tindak lanjut pengakuan terhadap milisi Pro-integrasi terjadi penggalangan massa besar-besaran yang melibatkan aparat militer di berbagai tingkat. Tujuannya adalah untuk mematahkan dominasi kelompok Pro-kemerdekaan dan sekaligus menggalang dominasi kelompok Pro-integrasi dalam masyarakat. 19. Dari sejumlah fakta diketahui bahwa jelas ada keterkaitan antara milisi Pro-integrasi dan militer, dan sebagian besar pimpinan dan personil inti milisi adalah para anggota Kamra, Wanra, Milsas, Gada Paksi, Hansip dan anggota TNI-AD. Mereka dilatih dan dipersenjatai dengan jenis SKS, M16, Mauser, G-3, granat dan pistol di samping diberi senjata peninggalan Portugis. Dari kesaksian yang diperoleh KPP-HAM, dropping senjata pernah dilakukan dari tangan Komandan Satgas Tribuana dan Kodim Suai kepada kelompok milisi. Hubungan lain juga terungkap dalam operasi-operasi atau patroli-patroli yang mereka lakukan bersama. 20. Dukungan aparat TNI AD, terhadap operasi-operasi yang dilakukan, telah berakibat tidak berfungsinya institusi kepolisian untuk melakukan tindakan hukum dalam kasus-kasus kekerasan, seperti dalam kasus penyerangan Gereja Liquisa. 21. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa: pertama, terdapat hubungan dan keterkaitan yang kuat antara aparat TNI, Polri serta birokrasi sipil dengan milisi; kedua, kekerasan yang terjadi di Timor Timur mulai pasca pengumuman pemberian Opsi hingga pasca pengumuman jajak pendapat bukan diakibatkan oleh suatu perang saudara melainkan hasil dari suatu tindakan kekerasan yang sistematis. (BERSAMBUNG) -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (3)
Precedence: bulk BAB III POLA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA: KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN 22. Berdasarkan fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian dari berbagai pihak, KPP HAM tak hanya menemukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia atau 'gross violation of human rights' yang menjadi tanggungjawab negara (state responsibilities), namun dapat dipastikan, seluruh pelanggaran berat hak asasi manusia itu dapat digolongkan ke dalam universal jurisdiction. Yaitu mencakup pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran dan pemindahan paksa serta lain-lain tindakan tidak manusiawi terhadap penduduk sipil, ini adalah pelannggaran berat atas hak hidup (01: the right to life), hak atas integritas jasmani (02: the right to personal integrity), hak akan kebebasan (03: the right to liberty) hak akan kebebasan bergerak dan bermukim (05: the right of movement and to residance), serta hak milik (13: the right to property) sebagaimana tampak dalam Tabel berikut. Pembunuhan massal dan sistematis 23. Terdapat cukup banyak keterangan dan bukti-bukti, telah terjadi berbagai tindak kekerasan dan upaya pembunuhan terhadap sejumlah orang atas dasar alasan-alasan politik maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya, berlangsung kejam dan brutal serta extra-judicial. Kasus pembunuhan itu terjadi di pemukiman penduduk sipil, di gereja, termasuk di penampungan pengungsi di markas militer dan polisi. Penyiksaan dan Penganiayaan 24. Hampir dalam setiap kasus tindak kekerasan yang dilakukan anggota TNI, Polri dan milisi, terdapat bukti-bukti tentang penyiksaan dan penganiayaan terhadap penduduk sipil yang memiliki keyakinan politik berbeda. Sebelum proses jajak pendapat, penganiayaan dilakukan oleh milisi terhadap warga sipil yang menolak untuk bergabung atau menjadi anggota milisi. Sesudah pengumuman jajak pendapat, penganiayaan merupakan bagian dari tindakan teror dan ancaman pembunuhan yang terjadi dalam setiap penyerangan, penyerbuan dan pemusnahan prasarana fisik, termasuk berbagai kasus penyergapan terhadap iring-iringan pengungsi. Penghilangan Paksa 25. Penghilangan paksa (enforced disappearances) terjadi sejak diumumkannya dua opsi. Warga penduduk sipil yang berseberangan keyakinan politiknya telah diintimidasi, diancam dan dihilangkan. Penghilangan paksa ini dilakukan oleh kelompok-kelompok milisi yang diduga memperoleh bantuan dari aparat keamanan dengan cara menculik atau menangkap untuk kemudian beberapa di antaranya dieksekusi seketika (summary execution). Kekerasan berbasis Gender 26. Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang dihimpun oleh KPP-HAM menyangkut penyiksaan, pemaksaan perempuan di bawah umur melayani kebutuhan seks para milisi, perbudakan seks dan perkosaan. Perkosaan terhadap perempuan Timor Timur memiliki bentuk: (a) seorang pelaku terhadap satu perempuan, (b) lebih dari satu pelaku terhadap satu perempuan, (c) lebih dari satu pelaku terhadap sejumlah perempuan secara bersamaan di satu lokasi, dan (d) penggunaan satu lokasi tertentu di mana tindak perkosaan dilakukan secara berulang kali. Pemindahan penduduk secara paksa 27. Keterangan dan bukti-bukti yang diperoleh oleh KPP HAM menunjukkan terdapat dua pola pemindahan penduduk sipil secara paksa. Yaitu pengungsian yang terjadi sebelum jajak pendapat karena intensitas kekerasan yang meningkat sebagai akibat dari pembentukan kelompok-kelompok milisi. Sesudah pengumuman hasil jajak pendapat, milisi dan anggota TNI, Polri, melakukan tindakan kekerasan dan memaksa penduduk meninggalkan pemukimannya. Pembumihangusan 28. KPP HAM di Timor Timur telah menemukan bukti bahwa telah terjadi suatu pengrusakan, penghancuran dan pembakaran secara massal, terencana dan sistematis di berbagai kota seperti Dili, Suai, Liquisa, dll. Pembumihangusan ini dilakukan terhadap rumah-rumah penduduk, kebun dan ternak, toko, warung, penginapan dan gedung-gedung perkantoran, rumah ibadah, sarana pendidikan, rumah sakit, dan prasarana umum lainnya, serta instalasi militer maupun polisi. Diperkirakan tingkat kehancuran mencapai 70-80%. Pola umum tindak kekerasan Unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan di atas menunjukan suatu proses kerja sistematik yang lahir dari suatu perencanaan. Hal ini dapat dilihat dari pola berikut: 29. Tahap setelah pengumuman opsi · Pembentukan dan pengaktifan kembali kelompok sipil bersenjata yang dimobilisasi atas nama kelompok Pro-integrasi dan keamanan. Kelompok-kelompok tersebut berada dibawah koordinasi langsung pihak TNI. · Memobilisasi kekuatan milisi untuk mendukung kekuatan Pro-integrasi dilakukan dengan menerapkan politik teror. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh aparat militer, Polri, birokrasi sipil dan milisi, berupa pembunuhan, penghilangan dan pengungsian paksa. · Tindakan memobilisasi kekuatan milisi tersebut seiring dengan adanya berbagai kebijakan pimpinan TNI dan Menko Polkam, yang sangat berkepentingan terhadap penciptaaan kondisi, bagi kepentingan pemenangan pro
TNI Watch!---JENDERAL WIRANTO DAN MAYJEN SJAFRIE LOLOS DARI REKOMENDASI KPP HAM
Precedence: bulk JENDERAL WIRANTO DAN MAYJEN SJAFRIE LOLOS DARI REKOMENDASI KPP HAM JAKARTA, (TNI Watch!, 31/1/2000). Hari ini (Senin, 31/1) KPP HAM telah merampungkan tugasnya, dalam melakukan penyelidikan soal dugaan pelanggaran HAM oleh anggota TNI. Laporan hasil penyelidikan KPP HAM, hari ini juga langsung diserahkan kepada Kejaksaan Agung, untuk disidik lebih lanjut. Siapa-siapa nama perwira yang dianggap terlibat dalam tindak pelanggaran HAM di Timtim, masih simpang-siur, terutama nama perwira pada strata pati (jenderal). Namun Ketua KPP HAM Albert Hasibuan, sempat juga menyebut beberapa nama, setelah didesak para wartawan. Nama yang sempat disebut Albert adalah: Jenderal TNI Wiranto, Mayjen TNI Adam Damiri, Mayjen TNI Zacky Anwar, Brigjen TNI Tono Suratman, Brigjen Pol Timbul Silaen dan Brigjen TNI M Nur Muis. Karena ucapan Albert itulah, hingga beredar kabar bahwa ada enam jenderal, yang disebut-sebut dalam laporan KPP HAM. Soal nama enam jenderal tersebut, sudah beredar luas di masyarakat, karena telah diberitakan di radio dan televisi swasta. Kalau memang itu nama-nama yang diucapkan Albert, sebenarnya hanya lima jenderal, karena Nur Muis belum masuk strata pati, ia masih berpangkat Kolonel. Sampai sekarang Nur Muis masih berstatus Danrem 164/Wira Darma, yang berkedudukan (sementara) di Kupang, sambil menunggu likuidasi kesatuannya (Korem 164). Sementara nama Mayjen TNI Sjafrie Sjamsudin sama sekali tak disebut-sebut. Menurut kabar yang beredar di kalangan wartawan, nama Wiranto berada pada kategori "kesalahan" yang berbeda dengan lima perwira lain yang disebut Albert. Dengan kata lain, beban kesalahan Wiranto lebih ringan ketimbang jenderal-jenderal yang lain. Kalau keempat jenderal tersebut dan Kol Nur Muis masuk dalam kategori "terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity)", sementara Wiranto masuk kategori "pihak yang harus diminta pertanggungjawabannya". Selain perwira-perwira di atas, ada beberapa nama perwira lain yang masuk kategori "terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan", antara lain adalah: Lettu Inf Sugito (Danramil Suai), Lettu Sutrisno (Kasi Intel Kodim Bobonaro), Letkol Kav Burhanuddin Siagian (Dandim Bobonaro), Letkol Inf Sudrajat (Dandim Los Palos), Letkol Inf Yakraman Yagus (Danyon 744/Satya Yuda Bakti), Letkol Inf Jacob Joko Sarosa (Danyon 745/Sampada Yuda Bakti), Pratu Luis (personel Yonif 744/Satya Yuda Bakti), Kapten Inf Tatang (Dankipan B Yonif 744, bedakan dengan Letkol Inf Tatang Zaenudin yang juga diperiksa KPP HAM), Letkol Inf Yayat Sudrajat (Komandan Satgas Intel Tribuana Kopassus), dan Lettu Yacob (Staf Kodim Liquisa). Selain itu ada nama perwira lain, namun sudah dalam status pejabat sipil, yaitu Kol Inf Herman Sediono (Bupati Covalima). Masuknya Kol Inf M Nur Muis dalam daftar laporan KPP HAM, sedang Mayjen TNI Kiki Syahnakri (mantan Panglima Darurat Militer) dan Kol Inf Geerhan Lantara (mantan Komandan Sektor Dili) tidak masuk daftar, sedikit menimbulkan tanda tanya. Karena Kol Nur Muis baru dilantik sebagai Danrem 164/Wira Darma pada 13 Agustus 1999, hanya sehari sebelum periode kampanye dalam rangka jajak pendapat. Pada periode kampanye, situasinya memang sudah panas. Jadi posisi Kol Nur Muis sudah serba sulit. Seharusnya status Kol Inf Nur Muis disamakan dengan Mayjen Kiki dan Kol Inf Geerhan Lantara, yaitu sama-sama tidak perlu masuk daftar rekomendasi KPP HAM. Salah informasi soal pangkat Nur Muis di atas, yang dikira sudah Brigjen, bisa jadi merupakan pertanda baik bagi Kol Inf Nur Muis. Bahwa tak lama lagi, ia akan dipromosikan sebagai Brigjen. Kemudian bagi Letkol Inf Yayat Sudrajat, Letkol Kav Burhanuddin Siagian, Letkol Inf Yakraman Yagus, dan Letkol Jacob Djoko Sarosa, penyebutan nama mereka oleh KPP HAM, mudah-mudahan dapat dijadikan pengalaman berharga, yang justru semakin mematangkan mereka. Mereka adalah perwira berusia relatif muda (lulus Akmil antara 1981 sampai 1984), yang sangat potensial. Kalau seorang perwira menengah (Mayor), dipercaya sebagai Komandan Yonif 744 atau Yonif 745, pada dasarnya ia adalah seorang perwira yang baik. Menurut informasi yang kami terima, mantan Gubernur Timtim Jose Osorio Abilio Soares dan beberapa mantan Bupati, juga masuk daftar rekomendasi KPP HAM. Para mantan Bupati itu adalah: Dominggos Soares (Bupati Dili), Leoneto Martins (Liquisa), Guilherme dos Santos (Bobonaro), Edmundo da Silva (Los Palos). Nama lain yang masuk daftar rekomendasi KPP adalah para Komandan milisi, seperti Eurico Gutteres (Aitarak), Olivia Moruk (Laksaur), Martinus (Komandan Kompi Laksaur), Joni Marquez (Tim Alfa), Manuel Sousa (Besi Merah Putih), dan Joao Tavarez (Halilintar). *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan,
TNI Watch!---MANTAN KEPALA BIA DIDUGA TERLIBAT PEMBUNUHAN MARSINAH
Precedence: bulk MANTAN KEPALA BIA DIDUGA TERLIBAT PEMBUNUHAN MARSINAH SURABAYA, (TNI Watch!, 31/1/2000). Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI, Mayjen TNI Farid Zainuddin, dituntut agar diperiksa sehubungan dengan dibukanya kembali kasus pembunuhan aktifis buruh Surabaya, Marsinah sekitar enam tahun silam. Para penuntut itu adalah Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM, konsorsium LSM pembela Marsinah). Jendral lainnya yang dituntut adalah Mayjen TNI Haris Sudarno, mantan Panglima Kodam Brawijaya ketika Marsinah dibunuh. Selain itu juga mantan Komandan Detasemen Intel Kodam V/Brawijaya dan mantan Komandan Korem Surabaya, Soetarto. Farid Zainuddin, ketika Marsinah dibunuh adalah Kepala Staf Kodam V/Brawijaya. Ia diduga keras terlibat, atau setidak-tidaknya mengetahui terjadinya pembunuhan Marsinah. Namun, setelah kasus itu, Farid malah naik pangkat menjadi mayor jendral dan menjabat posisi penting di tubuh ABRI, yakni Kepala BIA. Setelah itu, ia malah ditunjuk Soeharto jadi anggota Fraksi ABRI di DPR-RI periode 1998-2003. Komandan Den Intel Kodam V/Brawijaya dituntut dipanggil karena markasnya dipakai menyiksa para terdakwa kasus Marsinah. Sementara, KSUM juga meminta Pomdam V/Brawijaya agar memanggil 27 aparat (dari TNI dan polisi) yang terlibat dalam penyiksaan para terdakwa. *** ___ TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI, dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama. -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
LataR (31/1/2000) GAJAH DENGAN GAJAH BERLAGA, ORANG MALUKU MATI DI TENGAH
Precedence: bulk LataR (31/1/2000) GAJAH DENGAN GAJAH BERLAGA, ORANG MALUKU MATI DI TENGAH Oleh George J. Aditjondro Tradisi TNI untuk merekayasa kerusuhan sosial, dan secara sefihak berusaha menggemboskan dinamika masyarakat sipil yang sudah ada dengan menciptakan atau mendukung organisasi-organisasi baru yang berkiblat pada kepentingan tentara, semakin relevan saat ini. Belakangan ini, setelah ABRI terpaksa meninggalkan bumi Timor Loro Sa'e yang sudah mereka jarah selama hampir seperempat abad, dan setelah kesuksesan untuk menghapus doktrin dwifungsi ABRI begitu mempengaruhi legitimasi sosial rezim Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri, cara-cara lama untuk mengobarkan 'konflik horizontal' semakin digalakkan. Sudah lebih dari setahun, penduduk kepulauan Maluku, yang baru saja dipecah dua menjadi propinsi Maluku yang berpusat di Ambon dan propinsi Maluku Utara yang berpusat di Ternate, terlibat dalam 'perang saudara' antara kaum Muslimin dan Nasrani. Korban jiwa sudah mencapai 2.000 jiwa, cukup tinggi untuk kepulauan yang hanya berpenduduk dua juta jiwa. Sesudah berita bisik-bisik selama setahun, apa yang sudah lama tersebar di internet akhirnya mencuat juga ke media umum. Rangkaian kerusuhan antar kelompok agama di Maluku -- yang kini sudah merembet ke Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa -- dipicu dan terus diberi amunisi oleh sejumlah provokator yang dibiayai oleh keluarga dan sejumlah kroni Suharto. Begitulah hasil pantauan sosiolog asal Halmahera, Thamrin Amal Tomagola, yang juga dosen FISIP UI, serta dua organisasi hak-hak asasi manusia, KONTRAS dan Komnas HAM. Sinyalemen itu semakin santer, setelah Komnas HAM menemukan dokumen-dokumen palsu di jalan-jalan di kota Ambon yang berisi hasutan perang antar agama, setelah beberapa kejadian berdarah di sana (Sydney Morning Herald , 15 Januari 2000). Tiga orang provokator di Maluku yang banyak disebut-sebut adalah Butje Sarpara, Dicky Wattimena dan Yorris Raweyai. Sarpara adalah seorang bekas guru di Maluku Utara, yang pernah juga menjabat sebagai kepala Dinas Agraria di Jayapura (kini: Port Numbay) di Papua Barat. Kolonel Wattimena adalah seorang bekas anggota PASWALPRES yang pernah menjabat sebagai Walikota Ambon. Yorris Raweyai, adalah wakil ketua Pemuda Pancasila, dan akrab dengan Bambang Trihatmodjo, putera kedua bekas Presiden Suharto (Jakarta Post , 18 Januari 2000; Sydney Morning Herald , 19 Januari 2000). Para provokator itu tentunya tidak bekerja sendirian. Lebih-lebih Yorris Raweyai, yang resminya bertempat tinggal di Jakarta, tapi bersama ketuanya, Yapto Suryosumarno juga diberitakan terlibat adu domba antar kelompok etnis di berbagai propinsi lain, misalnya di Kalimantan Barat, di mana kelompok etnis Melayu dan Dayak -- yang tahun lalu sama-sama angkat senjata melawan migran Madura -- kini sudah mulai terlibat konflik berdarah (SiaR, 16 April 1999). Di Ambon sendiri, para provokator itu tinggal "menggosok" kelompok-kelompok pemuda brandalan (gang ) yang Nasrani maupun yang Muslim untuk memicu pertempuran. Kelompok-kelompok itu sendiri, pada gilirannya juga punya "boss" di Jakarta, yang pada gilirannya berusaha "merayu" anak-anak Suharto untuk mendukung mereka. Kelompok brandal Nasrani bernama Cowok Keristen, disingkat Coker, bermarkas di gereja Protestan Maranatha. Di Jakarta, koneksi mereka adalah dua orang pemuda Maluku Kristen, Milton Matuanakota dan Ongky Pieters. Kelompok pemuda Maluku Kristen itu menguasai pusat perbelanjaan, lapangan parkir, dan sarang judi di Jakarta Barat Laut. Setelah peristiwa Ketapang di Jakarta, bulan November 1998, ratusan anakbuah Milton dan Ongky hijrah ke Ambon. Lawan kelompok Milton dan Ongky di Jakarta adalah Ongen Sangaji, aktivis Pemuda Pancasila yang juga koordinator satu kelompok mahasiswa Muslim Maluku. Anggota kelompok ini banyak direkrut dalam PAM Swakarsa yang dikerahkan oleh Pangab Jenderal Wiranto dan Pjs. Presiden Habibie untuk membentengi gedung parlemen dari para mahasiswa yang menentang Sidang Istimewa MPR, bulan November 1998. Sementara Ongen dikabarkan punya hubungan dekat dengan Bambang Trihatmodjo, Milton dikabarkan lebih dekat dengan Siti Hardiyanti Rukmana (van Klinken, n.d.; HRW 1999: 8). Konflik berdarah di Maluku itu tentu saja tidak hanya melibatkan berbagai tokoh sipil serta bekas walikota Ambon itu. Tentara -- dan polisi -- aktif juga dicurigai Tamagola terlibat dalam kegiatan kasak-kusuk berdarah ini. Makanya dia berpendapat, bahwa ujung-ujungnya, jaringan provokator itu juga punya hubungan dengan bekas Menhankam dan Pangab Jenderal Wiranto (Sydney Morning Herald , 19 Januari 2000). Tiga oknum anggota TNI/Polri berhasil diamankan petugas yang sedang melakukan razia pembatasan jam ke luar malam di Ambon, Sabtu malam, 15 Januari lalu. Ketiga oknum tersebut adalah; satu orang anggota Kopassus dan dua anggota Polri. "Diamankannya tiga orang aparat itu
SiaR--SURAT PEMBACA: AL-CHAIDAR BUKANLAH AKTIVIS PARTAI KEADILAN
Precedence: bulk From: [EMAIL PROTECTED] Date: Mon, 31 Jan 2000 AL-CHAIDAR BUKANLAH AKTIVIS PARTAI KEADILAN Assalaamu Alaikum Wr, Wb, Rupanya Allah sayang kepada para anggota, aktivis, dan simpatisan Partai Keadilan. Sebab dengan munculnya berita tersebut, ada kesempatan secara resmi untuk membuat pernyataan bahwa AL CHAIDAR BUKAN AKTIVIS PARTAI KEADILAN. Seluruh elemen Partai Keadilan dari DPP, DPW, DPD, DPC, dan DPRA yang menyebar di seluruh Indonesia bisa membuat kesaksian bahwa mereka tidak kenal dengan Al Chaidar.. Mereka yang punya e-mail silahkan kirim ke Detik Com dan Republika atau cc-kan tulisan ini kepada kedua sumber berita tersebut. Saya, Aus Hidayat Nur, salah seorang pendiri Partai Keadilan. Mantan Pembina Wilayah dan kini Kepala Biro Luar Negeri tidak pernah mengenal Al Chaidar sebagai aktivis Partai Keadilan. Mungkin saja ada orang-orang luar mengaku sebagai aktivis Partai Keadilan tetapi bila tindakannya tidak sesuai dengan visi dan misi Partai, dia tidak bisa dikaitkan sebagai aktivis Partai. apalagi untuk acara sebesar Aksi Sejuta Ummat . Jadi, sungguh besar kedustaan yang dibuat oleh kedua sumber berita itu!!. Wassalaamu Alaikum Wr, Wb, Aus Hidayat Nur Ka Biro Luar Negeri Partai Keadilan -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: SKANDAL KEPOLISIAN
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000 -- SKANDAL KEPOLISIAN (LUGAS): Donny Hendrian, 32, salah satu terdakwa pengedar 4 kg sabu dan 7.000 butir pil ekstasi, terheran-heran. Pasalnya, jaksa dan saksi dari kepolisian dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (27/1), tidak menyinggung sedikit pun nama Agus Isrok. Padahal, waktu ditangkap ia bersama-sama dengan Letda Agus Isrok. Keheranan itu semakin bertambah setelah penuntut umum dalam dakwaannya dan pernyataan saksi justru memunculkan nama Deky Setiawan, yang sama sekali tidak dikenalnya. Saksi Lettu Saleh Patimura dari Polres Jakbar mengaku hanya memeriksa Deky Setiawan dan menemukan empat plastik berisi kristal (sabu) serta tiga butir ekstasi. Namun anehnya, ketika dikejar oleh Johanes W selaku penasihat hukum Donny Hendrian, Saleh mengakui bahwa foto yang dimuat di majalah Tempo edisi 16-22 Agustus 1999 sebagai Deky. Padahal foto tersebut adalah Agus Isrok. Nama Deky adalah nama rekaan polisi untuk anak Jenderal Subagyo itu alamatnya pun, polisi juga asal comot saja. Alamat Deky yang disebutkan di Perumahan Dago Blok A I Bandung, Jawa Barat adalah alamat ngawur. Rumah itu ditempati mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Dan Ketua RT maupun satpam Perumahan Dago Bandung mengaku tidak mengenal nama Deky. Pengingkaran atas keterlibatan Wakil Komandan Detasemen 441 Grup IV Kopassus ini, sebenarnya sudah lama tercium gelagatnya. Agus tertangkap basah ketika polisi menggerebek Hotel Travel, Jakarta Barat pada 8 Agustus 1999. Saat itu ia bersama teman-temannya sedang transaksi sabu-sabu. Dari tangan Agus, polisi menyita barang bukti 7.000 butir pil ekstasi dan 4 kg sabu-sabu. Namun, setelah ditangkap dan ditahan di Polres Jakarta Barat, Kapolda Metro Jaya Mayjen Noegroho Djayusman memerintahkan Kapolres Jakarta Barat Letkol Adjie Rustam Ramdja untuk mengantarkan pulang Agus Isrok ke kediaman KSAD di Kompleks Pati Jl Gatot Subroto. Setelah itu tidak ada lagi proses selanjutnya oleh kepolisian. Sementara teman-temannya yang tertangkap bersamaan, hingga kini tetap meringkuk di tahanan. Peristiwa pelepasan Agus Isrok berakibat semakin menurunnya moralitas kepolisian di mata masyarakat. Kondisi itu diperparah dengan terbongkarnya sejumlah keterlibatan aparat dalam peredaran narkoba. Sudah terdapat ratusan aparat penegak hukum terlibat dalam kasus peredaran dan pemakaian narkoba. Akibatnya, masyarakat kini bertindak sendiri-sendiri, menggantikan peran aparat bahkan bisa lebih dari itu. Bahaya (*) - Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] -- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
SiaR--XPOS: SIAPA PENSIUNAN JENDERAL ITU GUS?
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000 -- SIAPA PENSIUNAN JENDERAL ITU GUS? (POLITIK): Gus Dur menuding, sejumlah pensiunan jendral dan pengusaha jadi dalang kerusuhan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Presiden Gus Dur membuat kejutan lagi. Kali ini soal pernyataannya tentang keterlibatan sejumlah pensiunan jendral dan usahawan Orde Baru dalam berbagai kerusuhan di Indonesia kepada sebuah harian Australia. Kendati demikian, Presiden menolak menyebut salah satu nama saja di antara mereka. Pernyataan Gus Dur ini tampaknya serius. Kalau dulu, tuduhannya kepada sejumlah orang, hanya berdasar laporan orang-orang NU dan kenalan intelnya yang informasinya terbatas, kini kualitas tuduhan Gus Dur tampaknya lebih baik. Maklum, ia kini Presiden, yang membawahi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) pimpinan perwira intel senior, Letjen TNI Arie J. Kumaat. Gus Dur, juga punya akses ke Badan Intelejen Strategis (BAIS), yang bisa setiap saat memberi informasi, sejelek apapun ke meja Gus Dur. Toh begitu, dulu, tuduhan Gus Dur pada seseorang bukannya tanpa dasar, dan seringkali dinyatakan dalam inisial. Misalnya, ketika belum menjadi presiden, ia pernah mengatakan Mayjen "K", adalah dalang kerusuhan Ambon. Lalu, Mayjen Kivlan Zen, kawan Letjen Prabowo, merasa dituduh dan ia mengunjungi Gus Dur. Gus Dur pun membantah yang ia maksud adalah Kivlan. "Yang saya maksud adalah Mayjen Kunyuk," kata Gus Dur kala itu. Bahwa, Kivlan merasa tertuduh, sebenarnya itulah tujuan Gus Dur. Orang akan bertanya mengapa Kivlan merasa tersinggung. Lalu, Gus Dur pernah menuduh orang berinisial ES terlibat dalam rekayasa pembantaian orang-orang Nahdlatul Ulama di Banyuwangi, Jawa Timur. Eggy Sudjana, aktifis Islam yang dekat dengan Cendana dan belakangan Habibie, merasa tertuduh. Ia pun mengunjungi Gus Dur, dan membantah tuduhan itu. Gus Dur, pun lagi-lagi hanya tertawa. "Yang saya maksud itu Eyang S," ujar Gus Dur. Nah, mengapa Eggy merasa dituduh? Itu yang akan membuat publik makin percaya, Eggy adalah sumber masalah. Kini yang paling mutakhir, Gus Dur menuding, ada sejumlah pensiunan jendral dan usahawan Orde Baru yang bikin kacau negeri ini. Kalai ini, Gus Dur tak memberi inisial. Khusus mengenai identitas usahawan itu, disebut mereka adalah usahawan yang kini tak bisa mengeruk keuntungan lagi karena tiadanya fasilitas. Dalam hal ini, Gus Dur lebih maju, mungkin ini adalah nasehat para perwira intelnya. Tak sulit sebetulnya mengira-ngira, siapa yang dimaksud Gus Dur. Para pensiunan jendral itu, pasti kelompok jendral yang merasa terancam dengan situasi politik sekarang, terutama karena pemerintah Gus Dur yang tak akan melindungi kejahatan kelompok jendral ini di masa lalu. Kalau mau disebut nama, pensiunan jendral yang paling utama adalah Jendral (Purn) Soeharto, mantan presiden, yang terancam diadili karena sejumlah kejahatannya. Lalu, siapa kelompok jendral di belakang Soeharto? Ingat, ada Jendral (Purn) Hartono, mantan KSAD, yang dulu disinyalir sebagai perancang kerusuhan Situbondo yang menghanguskan puluhan rumah ibadah dan merenggut sejumlah nyawa. Hartono adalah orang yang setia pada Soeharto, dan apa yang kini dilakukannya, orang tak tahu. Hartono sendiri punya anak buah, misalnya Mayjen (Purn) Robik Mukav dan lain-lain. Selain Soeharto dan pendukungnya, ada juga pensiunan jendral yang terancam. Sebut saja: Jendral (Purn) L.B. Moerdani dan Jendral (Purn) Try Sutrisno, yang kerap dianggap bertangungjawab terhadap pembantaian Tanjung Priok, Letjen (Purn) Syarwan Hamid yang dituduh dalam eksekusi massal ratusan penduduk Aceh Utara. Lalu, ada Jendral (Purn) Feisal Tanjung yang bertanggungjawab pada penyerbuan Kantor DPP PDI, Jakarta, 27 Juli 1996 yang menyebabkan puluhan kader PDI pro Megawati tewas dan hilang. Lalu, siapa yang dimaksud Gus Dur dengan usahawan yang bekerja bersama para pensiunan jendral itu? Lagi-lagi, harus disebut anak-anak Soeharto. Mereka tak lagi bisa menikmati fasilitas yang dulu dimiliki. Dan, mereka terancam diadili juga untuk kejahatan-kejahatan ekonomi dan koprupsi. Selain anak-anak Cendana, tentu ada sejumlah kroni, seperti Bob Hasan dan lain-lain. Masalahnya cuma, mampukah intelijen Pemerintah membongkarnya. Sebenarnya tak sulit. Cukup dengan mengamati, apa saja kegiatan anak-anak Cendana dan kawan-kawannya, Soeharto dan para pensiunan jenderal yang dimaksud. sadap teleponnya, ikuti selama dua puluh empat jam, catat dengan siapa saja mereka bertemu, kalau bisa diketahui apa yang dibicarakan. Dalam beberapa bulan, taruhan bisa dikumpulkan bukti-bukti. Masalahnya, apakah struktur intelijen kita sudah steril? Apakah tak ada orang-orang mereka, yang setiap kali membocorkan rencana intelijen? Kalau intelijen kita tak steril, ya susah untuk menjaga negeri ini. Jadi, langkah yang harus
SiaR--XPOS: KELUARGA KRONI SOEHARTO DI HUTASN INDONESIA
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000 -- KELUARGA KRONI SOEHARTO DI HUTASN INDONESIA (POLITIK): Total lahan yang dikuasai oleh keluarga dan kroni Soeharto berjumlah 4,130 juta hektar. Tindak lanjut dari Menhutbun masih ditunggu. Jadilah seperti Soeharto, mantan presiden dan penguasa 32 tahun Republik Indonesia, apabila ingin memonopoli areal hutan dan lahan di Indonesia. Tampaknya, pernyataan tersebut ada benarnya. Coba saja bayangkan luasnya areal dan lahan hutan yang pernah dikuasai oleh keluarga Soeharto dan para kroninya ketika berkuasa. Menurut hasil penelusuran Tim Penanggulangan KKN Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun), yang dibentuk oleh mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Muslimin Nasution, total areal dan lahan hutan yang dikuasasi oleh perusahaan putra-putri, menantu, cucu, keluarga dekat dan kroni Soeharto diperkirakan berjumlah 4,130 juta hektar. Wow! Total jumlah tersebut meliputi lahan yang dikuasai oleh perusahaan milik Keluarga Cendana dalam hak pengusahaan hutan (HPH) seluas 2,263 juta hektar, hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) 1,627 juta hektar, perkebunan seluas 224.893 hektar, dan kawasan hutan untuk kawasan industri, permukiman dan wisata seluas 14.287,36 hektar. Namun seraya dengan jatuhnya Soeharto akibat demonstrasi besar-besaran mahasiswa Indonesia, 21 Mei tahun lalu, kejayaan keluarga dan kroni Soeharto sebagai "tuan tanah" sudah berakhir. Setelah ditelanjangi oleh Tim bentukan Muslimin Nasution, kini giliran Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Menhutbun) Nur Mahmudi Ismai'l akan menindak-lanjuti secara yuridis kasus monopoli yang berbau korupsi kolusi dan nepostisme (KKN) tersebut. Tabel: 1 Tabel Perusahaan HPH yang Dikuasai Kroni --- Nama Perusahaan HPH Penguasaan Lahan (hektar) --- Kategori HPH 1. PT Bumi Pratama Usaha Jaya56.000 2. PT Rejosaribumi 57.090 3. Grup HPH Karya Delta: a. Eks PT Mantikei40.000 b. Eks PT Dacridium (Kalteng) 80.000 4. PT Rante Mario 114.000 5. PT IFA 248.100 6. PT International 262.573 Timber Corp. Ind. 7. PT Duta Rendra 215.000 Mulya Sejahtera 8. PT Harapan Kita Utama138.000 9. PT Melapi Timber 150.000 10. PT Wahana Sari Sakti100.000 11. PT Hanurata (Kaltim)151.600 12. PT Penambangan 44.786 13. PT Hanurata (Irian Jaya): a. Jayapura 188.500 b. Sorong 471.570 Kategori HPHTI 1. PT Maharani Rayon Jaya 206.800 2. PT Okaba Rimba Makmur283.500 3. PT Eucalyptus298.900 Tanaman Lestari 4. PT Musi Hutan Persada296.400 5. PT Sinar Kalbar Raya 72.315 6. PT Adindo Hutani Lestari 201.281 7. PT Menara Hutan Buana268.585 --- "Tunggu saja tanggal mainnya. Nanti kita tindak lanjuti. Sabar saja." ujar Nur Mahmudi Isma'il, pekan lalu. Nur Mahmudi juga berjanji tidak akan pandang bulu untuk membawa mereka yang betul-betul terbukti melakukan KKN. "Pokoknya, kami tidak akan pandang rambut," ujarnya. Bukti KKN yang dilakukan Soeharto kepada keluarga dan kroninya itu terungkap lewat Nota Dinas No. 372/RHS-III/Sekr-3/99 tertanggal 17 Desember 1999, yang dikeluarkan Inspektorat Jenderal (Irjen) Dephutbun Soentoro kepada Menhutbun. Sepanjang tahun 1994-1997, KKN tersebut dijalani oleh keluarga Soeharto dan kroni-kroninya. Adapun Nota Dinas Sekjen Dephutbun itu merupakan tindak lanjut dari laporan yang pernah disampaikan oleh ICW. Tabel 2: Kategori Perusahaan Perkebunan --- Nama Perusahaan Perkebunan Penguasaan Lahan (hektar) --- 1. PT Rejosaribumi (IV)122,93 (HGU) 2. PT Rejosaribumi (III) 751 (HGU) 3. PT Rejosaribumi (III) 413 (HGU) 4. PT Tridan Satria 27.000 (PPUB) Putra Indonesia 5. PT Gunung Madu Plant 17.208,90 (HGU) 6. PT Maharani Puricitra17.000 (PPUB) Lestari 7. PT TIdak Kerinci Agung 18.433 (HGU) 8. PT Multigambut Industri 23.045 (HGU) 9. PT Prakarsa Tani Sejati 16.079 (HGU) 10. PT Sweet Indo Lampung 25.435 (HGU) 11. PT Indo Lampung Perkasa 21.401 (HGU) 12. PT Gula Putih Mataram 18.000 (HGU) 13. PT Humpuss Graha Nabati 5.000 (PPUB) 14. PT Mandala Permai 535,80 (HGU) 15. PT Gunung Sinaji 6.000 (PPUB) 16. PT Putraunggul Sejati/ PT Trali Gula Timtim26.000 (PPUB) 17. PT Musi Rindang Wahana 7.020 (HGU) 18. PT Citra Lamtorogung Persada 1.585,36 19. PT Pemuka Sakti Manis Indah 18.643
SiaR--XPOS: MEMBUKA LUKA LAMA
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000 -- MEMBUKA LUKA LAMA (POLITIK): Cara berpikir Orde Baru masih merasuki para elit politik Indonesia. Rekonsiliasi nasional akan sulit dicapai. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja Ny Amirmachmud mengeluarkan pernyataan bahwa Marzuki Darusman merupakan anak salah seorang anggota PKI. Ny Amirmachmud mengatakan bahwa Marzuki adalah anak dari Maruto Darusman, orang PKI yang membunuh Hamid, kakak ipar Amirmachmud. (Menurut sejumlah sumber, Maruto adalah paman Marzuki -Red.) Ny Amir menceritakan, sejak suaminya masih menjabat ketua DPR/MPR, konon selalu mengawasi gerak-gerik Marzuki yang waktu itu juga menjadi anggota DPR. Sehingga sampai saat ini Ny Amir meyakini kebenaran itu, karena yang ngomong suaminya sendiri. Oleh karenanya, ia tidak takut menghadapi gugatan balik, jika Marzuki tidak terima dengan pernyataan tersebut. Maklum, Amir merupakan sekutu baiknya Soeharto dalam membawa lembar sejarah Indonesia selama 32 tahun belakangan ini. Ia ketika menjadi Menteri Dalam Negeri membuat larangan untuk para anggota PKI dan keluarganya masuk dalam profesi dokter, guru, pegawai negeri dan sebagainya. Benar tidaknya tuduhan Ny Amir sebenarnya bukan menjadi masalah. Justru sebaliknya, pemikiran mengungkit-ungkit masalah lama, dengan cara mengkait-kaitkan seseorang dengan PKI adalah tradisi Orde Baru untuk membunuh lawan-lawan politiknya. Setiap orang yang menonjol di masyarakat selalu dicari-cari kaitan-kaitannya dengan para anggota PKI (sebuah organisasi massa yang memikul tuduhan sebagai organ pemberontak 1965). Padahal, peristiwa 1965 sendiri masih perlu dikaji ulang kebenaran dan pelakunya. Bahkan waktu jamannya Soeharto (mungkin juga masih berlaku saat ini), seseorang yang akan masuk sebagai anggota legislatif, tentara, pegawai negeri, maupun pejabat di lingkungan swasta, selalu ada persyaratan lulus litsus (penelitian khusus) atau screening keterpengaruhan dengan ideologi PKI. Mereka harus "bersih diri" dan "bersih lingkungan", sebuah idiom yang sangat mematikan waktu itu. Ternyata sekarang, di jaman reformasi yang sedang berharap akan terjadi rekonsiliasi nasional, persoalan ini masih saja muncul. Sebelum Ny Amirmachmud mempersoalkan Marzuki Darusman, seorang anggota DPRD II Bantul Yogyakarta juga bernasib sama seperti Marzuki. Suyitno, seorang anggota DPRD FPDI-P Yogyakarta dipersoalkan keanggotaan dewannya karena diduga sebagai anggota Pemuda Rakyat, Ormas Pemuda underbouw PKI. Bahkan isu ini menjadi seolah sangat penting dan genting, sehingga pihak DPRD harus melakukan rapat tertutup yang dihadiri Sospol Gunung Kidul dan Camat Paliyan, tempat tinggal Suyitno. Sejumlah pihak melontarkan kritik keras atas "keteledoran" PDI-P yang bisa meloloskan Suyitno hingga dilantik sebagai anggota DPRD. Dan anehnya lagi, orang-orang PDI-P yang semula diharapkan bisa membawa angin rekonsiliasi oleh orang-orang PKI tidak bersikap soal Suyitno ini. Sebaliknya mereka beramai-ramai ikut angin, menyudutkan Suyitno. Hantu PKI, ternyata masih dipertahankan sampai saat ini. Karenanyalah, sejumlah aktifis Partai Golkar dan PBB di DPR menolak tuntutan pencabutan Tap MPRS Nomor XXV/1966 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme dan Marxisme serta partai beraliran komunis di Indonesia, apa pun alasan yang mendasari tuntutan itu. Alasannya, mereka menganggap Tap MPRS 25/1966 merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Begitu pula Fraksi Partai Bulan Bintang (FPBB) mendesak Pemerintah segera menghentikan dan membatalkan upaya mengundang kembali sejumlah oknum yang dikenal sebagai tokoh-tokoh penganut paham dan ajaran komunisme/marxisme-leninisme yang sejak peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965 banyak yang menetap di Eropa dan tak berani pulang ke Tanah Air. Adapun alasan PBB ini sebenarnya sangat tidak masuk akal, karena didasarkan pada Tap MPR no XXV/MPRS/1966 yang sedang dalam pembicaraan akan dicabut. "FPBB berpendapat, sikap dan langkah Pemerintah tersebut sangat tidak tepat dan bertentangan dengan Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 mengenai larangan terhadap ajaran dan gerakan komunisme/marxisme, serta jiwa Pasal 107 a, b, c, d, e, dan f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," kata Ketua FPBB Ahmad Sumargono. Gogon menyatakan ajaran komunisme/ marxismeleninisme sudah berkali-kali terbukti membahayakan keselamatan bangsa. "Dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan, ajaran tersebut terbukti selalu menjelmakan diri dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang menentang. Bahkan merusak prinsip-prinsip demokrasi serta asas dan sendi kehidupan beragama," ujar Sumargono, yang juga Pelaksana Harian Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI). Karena itu FPBB juga sangat menentang keras usulan yang menginginkan ketetapan MPRS mengenai pelarangan ajaran komunisme
SiaR--XPOS: JABATAN POLITIK?
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000 -- JABATAN POLITIK? Oleh: Poetranegara (OPINI): Ketika Menteri Keuangan Bambang Sudibyo mengatakan bahwa jabatan menteri adalah jabatan politik, selayaknya kita bertanya politik yang bagaimana? Bila politik dilihat sebagai arena merengkuh dan membagi kekuasaan jelas kita akan selalu berbincang tentang basis legitimasi kekuasaan. Karena, siapapun yang berkuasa harus punya basis legitimasi yang kuat. Soal siapa yang memberi legitimasi, dalam politik lazimnya ada tiga basis: otokrasi, oligarki, dan demokrasi. Dalam otokrasi, basis legitimasi ada di tangan satu orang, biasanya seorang raja atau penguasa yang otoriter. Dalam oligarki, legitimasi ada di tangan beberapa orang seperti pemerintahan presidium atau triumvirat. Sedang dalam demokrasi, kita semua tahu, legitimasi kekuasaan ada di tangan rakyat. Jabatan politik yang dimaksudkan Bambang Sudibyo itu tentu soal menteri yang dipilih karena pertimbangan politik, bagi-bagi kekuasaan. Bukan jabatan profesional, yang berdasar pada pertimbangan jenjang karier dan profesionalitas sang menteri. Lalu darimana legitimasi Bambang Sudibyo bisa jadi menteri? Jelas ia adalah hasil dari politik oligarki. Semua menteri-menteri hasil dari politik oligarkinya Gus Dur, Megawati, Amien Rais, Akbar Tanjung, dan Wiranto. Demokrasi yang diperjuangkan selama gelombang reformasi kemarin telah dikebiri oleh para elit politik sekarang ini. Dalam hitungan waktu pendek, politik demokrasi telah menciut jadi oligarki dan akhirnya otokrasi. Mari kita lihat. Pertama yang terjadi adalah demokrasi langsung (oleh rakyat) menjadi demokrasi perwakilan. Amien Rais, Megawati, Akbar Tanjung bisa jadi anggota DPR karena dipilih oleh massa partai mereka. Gus Dur maju karena maunya golongan NU sedangkan Wiranto maju karena maunya sendiri sebagai pemegang komando TNI. Boleh dibilang cuma Wiranto-lah yang jadi anggota DPR secara tidak demokratis. Nah setelah pemilu lewat, demokrasi langsung lewat pula diganti demokrasi perwakilan. Gus Dur dan Mega bisa jadi presiden dan wapres, Amien bisa jadi ketua MPR dan Akbar bisa jadi ketua DPR, itu karena politik demokrasi perwakilan. Anggota DPR yang memilih mereka bukan rakyat, namanya juga perwakilan. Demos (rakyat) telah menciut dari rakyat banyak ke wakil-wakilnya. Tahap kedua terjadi penciutan kembali dari politik demokrasi perwakilan ke politik oligarki ketika memilih menteri. Nah disitulah Bambang Sudibyo terpilih karena dijagokan Amien Rais dan diterima oleh empat elit yang lain. Basis legitimasi Bambang Sudibyo bukan dari rakyat, bahkan bukan dari rakyat PAN sekalipun (banyak orang PAN tidak kenal). Nah, ketika ia memilih Cacuk Sudarjanto dari Partai Daulat Rakyat jadi ketua BPPN dan menyodokkannya ke Gus Dur, ia telah melakukan politik otokrasi. Di situ masuklah kita ke tahap ketiga di mana politik oligarki telah diciutkan lagi menjadi otokrasi. Kalau logika berpikir bahwa menteri adalah jabatan politik diterima, wah bisa terlibas demokrasi yang diangankan oleh rakyat Indonesia. Akibatnya pun bisa sangat buruk. Pertama, kita tidak punya satu cetak biru bagaimana membangun kembali Indonesia. Ini bisa terjadi bila terjadi pergantian menteri. Jaman Soeharto yang komando tertingginya saja sama, tiap ganti menteri bisa ganti kebijakan, apalagi di jaman sekarang ada pembatasan masa jabatan presiden. Kedua, sulit dibagun suatu koordinasi antar direktur jendral dan antar menteri. Loyalitas pada atasan eksekutif bisa dikalahkan oleh loyalitas pada bos partai atau patron politiknya. Bambang Sudibyo sendiri adalah contoh yang sangat "baik", betapa ia lebih sering memberi laporan kepada Amien Rais daripada kepada Gus Dur. Lantas kapan Indonesia bisa keluar dari krisis kalau posisi-posisi eksekutif diisi oleh jabatan politis? Jalan keluarnya adalah suatu sistem triaspolitica dengan karakter kekuasaan yudikatif (peradilan) yang independen, kekuasaan legislatif yang demokratis, dan rekrutmen eksekutif dengan mekanisme meritokrasi. Kekuasaan legislatif yang dipegang DPR, semua anggotanya harus dipilih secara demokratis, tidak ada yang diangkat. Kepala eksekutif, yakni presiden dan wakilnya juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. Tetapi jajaran menteri yang ada di bawahnya musti profesional karier. Jadi ada harapan bagi pegawai negeri di departemen untuk duduk di kursi tertinggi departemennya karena prestasi. Mekanisme jenjang karier yang profesional inilah yang disebut meritokrasi. Sebuah tata aturan yang diciptakan dan digerakkan oleh orang-orang yang berpengalaman di bidangnya dan dituntut untuk lebih berprestasi. Bila tak becus penggantinya juga profesional yang tahu persoalan. Sehingga kita akan melihat memang yang terbaik yang pantas diberi kekuasaan eksekutif sebuah negeri. Jangan
SiaR--XPOS: TERANCAM GAGAL HAPUS HUTANG
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000 -- TERANCAM GAGAL HAPUS HUTANG (POLITK): Rencana mengemplang utang luarnegeri nyaris urung. Padahal sidang CGI baru dimulai awal Februari. Bermula dari audiensi INFID? Bayi-bayi pun tetap dikenai urunan Rp5 juta per kepala. Sebabnya, usul `paling progresif' menyangkut utang luarnegeri belakangan mentok pada opsi perpanjangan waktu bayar. Jatuh tempo pembayaran cicilan dan bunga tahun 2000-2004 diharap diberi kemuluran waktu sampai 30 tahun. Alasan utama adalah kondisi tidak sanggup bayar pihak Indonesia. Usul di atas menjadi titik simpul hasil audiensi International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) dengan Bank Dunia (World Bank/WB) dan Bappenas, Kamis (27/1) di Hotel Atlet Century Park, Jakarta. Direktur Bank Dunia untuk Asia, Mark Baird belum memberikan tanggapan resmi kecuali sebuah anggukan kecil disertai sesungging mesem. Kepada pers Sekretaris Eksekutif INFID Binny Buchori menyatakan itulah opsi yang paling mungkin diupayakan pemerintah. "Kepala Bappenas (Djunaedi Hadi) mengakui pemerintah sudah lama memiliki rencana tersebut," demikian Buchori. Berarti kita tetap berutang. Utang lama sebesar US$150 milyar plus tambahan baru, berapapun waktu yang diperlukan. Bukankah perpanjangan waktu tetap tidak merubah kenyataan? Nasib negara berutang sudah pasti bukan pertandingan sepak bola. Perpanjangan waktu memberi peluang tercipta gol-gol kemenangan. Sejauh ini WB tetap "meyakinkan" pemerintah bahwa bila debt relief diberikan, Indonesia akan menerima isolasi dari dunia internasional. "Akibatnya akan jauh lebih parah dari krisis sekarang ini". Penjadualan pembayaran karenanya dipercaya sebagai alternatif rasional. Berapa lama waktu diperlukan, akan dibicarakan pada sidang CGI, 1-2 Februari mendatang. Toh, hasil pertemuan WB-Pemerintah-LSM tersebut mengundang reaksi dari beberapa elemen Koalisi Anti Utang (KAU) di mana INFID menjadi motor aliansi. KAU dikenal meneriakkan slogan "hapus utang lama, stop utang baru". Menurut sumber Xpos hanya terdapat dua tawaran dari Jubilee 2000 ala Indonesia ini. Mengemplang utang atau pengurangan utang sampai US$100 milyar. Di tiap tikungan, setiap proses kerap berubah? "Begitulah yang sedang terjadi," tukas Yan, aktivis LMND. Yan mengaku, keterlibatan LMND di KAU bersifat ideologis. Sejak mula mereka mendukung agenda pengemplangan utang. Bukan apa-apa, pembayaran cicilan utang sekaligus bunga oleh Indonesia sudah diakui oleh banyak pengamat pun literatur telah lebih dari total utang itu sendiri. "Sekarang kita minta hapus sama sekali mereka tidak akan merugi". Keberatan serupa datang dari Hendrik Sirait. Tanpa tedeng aling-aling Hendrik menilai INFID telah keluar dari frame aliansi. Andai opsi penjadualan kembali akhirnya disepakati, baik pemerintah maupun WB dapat mengklaim mereka telah memperoleh legitimasi masyarakat. Padahal, "tidak usah jauh-jauh rakyat, koalisi ini oleh INFID dianggap apa?" tandas Sirait. Sepakat dengan Yan bahwa kerugian tidak didera negara/lembaga donor bila utang dikemplang. Besarnya pasak daripada tiang memperlihatkan betapa penghisapan terjadi tanpa perlawanan. Menurut rencana, dalam pertemuan akhir menjelang aksi KAU keberatan mereka akan disampaikan. Saat tulisan ini diturunkan pertemuan baru akan berlangsung keesokan hari. Pengamat ekonomi Arif Arryman mengulangi pernyataannya menandaskan, penghapusan utang bukanlah tidak mungkin. Gerakan anti utang juga bukan pertama kali. Terdapat sejumlah LSM internasional semisal Jubilee 2000 Coalition, Eurodad atau yang diorganisir oleh OXFAM. Organisasi-organisasi tersebut berkedudukan di negara-negara maju dan beroleh dukungan luas. Mohammad Ali dan Bono, pentolan U2 sempat menorehkan tanda tangannya dalam buku tahunan Jubilee 2000 akhir tahun 1999. Sejatinya WB sendiri beberapa waktu lalu 'berkenan' mengurangi utang beberapa negara Afrika sampai senilai US$100 milyar. Negara-negara mana termasuk kategori highly indebted poor country (HIPC) atau severely indebted low-income country (SILIC). Indonesia, dalam klasifikasi versi WB tersebut masuk dalam kategori severely indebted middle-income country (SIMIC). Argumentasi ini yang kerap digunakan untuk mematahkan usulan pengemplangan. "Tapi peluang mendefinisi ulang tetap terbuka," lanjut Arryman. Kondisi ekonomi Indonesia yang anjlok sangat drastis dapat menjadi alasan utama. Apalagi indikator pertumbuhan ekonomi semisal GNP selama ini diyakini tidak memberi gambaran realistis keadaan ekonomi negara sebetulnya. Di sisi lain kepercayaan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid menguat. Tabiat nyeleneh Gus Dur dipercaya menjadi modal kuat dalam proses bargaining nanti. Simak saja pernyataan presiden menanggapi usul IMF tentang pengalihan kepemilikan beberapa bank kepada pihak asing. Daripada
SiaR--XPOS: BELAJARLAH DARI ANTONIO GRAMSCI
Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000 -- BELAJARLAH DARI ANTONIO GRAMSCI Oleh: Pauline Dyah P "in the end, this all the same in the end, this all the game" (TS Elliot) (OPINI): Sardinia, 22 Januari 1891. Bayi Antonio Gramsci lompat keluar membetot plasenta ibunya. Tidak diduga sebelumnya, dua puluh tahunan kemudian, ia dibetotdari dunia luar oleh plasenta fasisme Benitto Mussolini. Baru puluhan tahun kemudian pula, dunia membuka mata terhadap proyek hegemoni yang sudah ditengarai Gramsci selama mendekam di penjara. Jakarta, jauh sebelum 22 Januari 2000. Riuh berita, ada jabang bayi dipaksa keluar dari perut ibunya di Timor Leste dan Aceh. Anak muda baru tuntas akil baliq diberondong peluru-peluru tentaranya sendiri. Petani digusur dari ladangnya diganti padang luas permainan golf. Buruh dipaksa bekerja 8 jam lebih dengan upah jauh di bawah kelayakan. Buruh migran perempuan diperkosa dan atau tewas di negara tempat ia bekerja tanpa pembelaan hukum dari pemerintah Indonesia. Jakarta, menjelang 22 Januari 2000. Diumumkan (termasuk oleh media ini -pen) bahwa hutang Indonesia melebihi angka 150 milyar dolar AS. Atau lebih dari 1.100 trilyun rupiah. Pertanyaannya: siapa mau dan sanggup bayar? RAPBN yang dibacakan Megawati, 20/1, ditengarai memuat penuh 'usulan-usulan' IMF dan Bank Dunia. Kembali IMF tersenyum puas selayak Camdessus pernah bersidekap menyaksikan Soeharto menandatangani butir-butir letter of intent (LoI). Imla mereka ternyata tetap ampuh terhadap penguasa baru Indonesia. Apa yang kita saksikan adalah reformasi yang berlangsung tanpa kekuatan. Sistem ekonomi yang rusak coba diperbaiki dengan rumusan yang diproduksi oleh salah satu pihak perusak sendiri. Alangkah malangnya. Suatu bantahan memang pernah dikeluarkan pemerintah bahwa debt to equity swap bank-bank yang ditanganiBPPN tidak dimaksudkan sebagai pengalihan kepemilikan oleh asing. Faktanya, Standard Chartered Bank dan Citibank getol memburu bank-bank beku operasi dan beku kegiatan usaha Indonesia. Kasus Thailand nyata memberi contoh, bagaimana sejumlah 50 bank lebih di negara itu akhirnya diraup oleh satu lembaga keuangan Amerika, GE Capitals. Lembaga mana memburu pula saham Bank Niaga. Pada simpul inilah tali temali menuju nation corporations dan state of markets ala Kenichi Ohmae terbaca makin benderang. Secara sukarela kita memamah standar hidup dan cara memenuhi kebutuhan hidup dalam gerak keseharian. Bahkan mungkin bagaimana cara memaknai hidup. 'Kesukarelaan' yang dipahamkan Gramsci sebagai hegemoni. Bukan bantahan lagi, proyek hegemoni semenjak usai perang dunia II dipilin dalam alur skenario negara-negara pendorong kapitalisme. Literatur mencatat, Presiden AS Harold S. Truman-lah yang menginisiasi pertemuan pakar-pakar Amerika di MIT, tahun 1947. Hasilnya: ideologi developmentalisme bagi negara-negara dunia ketiga. Beberapa intelektual AS diberi tugas memberi landasan teoritis guna merancang proyek 'penguasaan' terhadap dunia ketiga. Literatur mencatat pula, dari sana muncul diantaranya Talcott Parson dan WW Rostow. Masing-masing dengan teori strukturalisme fungsional dan tahapan pembangunan ekonominya. Tujuan proyek tersebut jelas. Kekuatan perang guna menundukkan sumber daya negara-negara terbelakang dianggap usang. Bungkus baru adalah hipotesa: pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara AS dan beberapa wilayah Eropa Barat akan sama dicapai oleh dunia ketiga jika rute yang ditempuh sama dan sebangun. Dengan kata lain, kekhasan masing-masing negara dan bangsa dapat dilupakan. Seolah konsepsi Bretton Woods 1944 berlaku universal. Padahal, coba bayangkan bagaimana kalau semua negara meningkatkan ekspor dan menekan impor-seperti disyaratkan teori pertumbuhan. Pasar mana akan kelimpahan barang konsumsi? Literatur juga mencatat hujan kritik terhadap developmentalisme-modernisme-kapitalisme cukup deras. Malahan belum reda seiring 'la nina'. Cuma, isu-isu pengiring kepentingan global kini kerap mengundang dilema. Pencabutan dwifungsi TNI, misalnya. Amerika bisa saja serius dengan keengganannya melihat tentara menguasai politik kembali. Ia pun terbilang serius dengan penghentian bantuan militer. (Meski tinggal Swedia yang menolak penghentian embargo senjata untuk Indonesia). Tetap saja memiliki motif berbeda dengan, sebutlah, gerakan demokrasi Indonesia. Kita tidak pernah lupa negara-negara majulah yang menyetujui penyerbuan atas Timor Leste. Bahkan memasok senjata guna menumpas 'pemberontakan' gerilyawan kemerdekaan Maubere. Situasi perang dingin memaksa negara maju promotor pasar bebas memiliki tameng. Buffer yang diperlukan untuk membendung kekuatanperluasan hegemoni Uni Soviet dan blok kirinya. Usainya perang dingin mengusaikan juga manfaat perisai efektif mereka, angkatan bersenjata. Banyak pengamat curiga