SiaR--XPOS: CERITA DUKA SEORANG KARTINI

2000-03-06 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000
--

CERITA DUKA SEORANG KARTINI

(POLITIK): Satu lagi buruh migran diancam dihukum rajam. Pemerintah
Indonesia kedodoran dalam mengantisipasi, atau memang tidak  peduli?

Kartini binti Karim (35) -bersama dengan bayi perempuannya yang baru berumur
sebulan, yang diduga hasil hubungannya dengan pria India M Sulaiman- hingga
hari Rabu (1/3) masih tinggal di tahanan Kejaksaan Fujairah, Uni Emirat
Arab. Ia sedang menunggu sidang pengadilan banding hari Senin ini. Ia
diancam dihukum rajam, atau hukuman yang berupa dilempari batu hingga mati.
Perempuan asal Rengasdengklok, Jabar ini diancam dihukum lantaran diduga
punya anak tanpa pernikahan dengan Sulaiman.

Menurut informasi, Kartini ditangkap polisi saat berobat di klinik Fujairah,
dan ditahan sejak sembilan bulan lalu atau separuh waktu dari keberadaannya
di UEA yang sudah 18 bulan. Ia ditangkap ketika berobat di sebuah klinik dan
kedapatan hamil. Kehamilan Kartini tersebut yang menjadi inti persoalan,
lantaran tidak bersuami suami resmi sehingga dituduh berzina. Menurut
beberapa surat kabar setempat, Kartini mengakui janin yang dikandungnya saat
itu sebagai hasil hubungan badan dengan pacarnya, M Sulaiman yang sekarang
sudah kabur. Dalam sidang pengadilan, Kartini mengaku melakukan hubungan
badan dengan pria tersebut. Karena itulah, ia dijatuhi hukuman rajam hingga
mati oleh Pengadilan Syariah Islam di Fujairah, Uni Emirat Arab, Minggu
lalu. Hanya saja Kartini diadili tanpa pembela, padahal dalam Hukum Islam
pun, bila terjadi kasus seperti itu harus ada saksi yang sehat. Alasan
pemerintah setempat tidak memberitahukan kepada KBRI atas pengadilan
terhadap Kartini karena berbahasa Arab, menjadi tidak masuk akal.

Tapi untunglah, dalam peradilan di UEA tidak langsung melaksanakan hukuman
setelah vonis diketuk. Masih ada proses persidangan lagi sehingga masih
banyak harapan untuk meminta grasi dari pemerintah negara tersebut. Dubes
UEA untuk Indonesia, Muhammad Sultan mengatakan bahwa tulisan harian di
Indonesia terlalu didramatisir. Karena menurutnya hukum rajam memang
berdasarkan pada syariah Islamiyah, tapi tidaklah sekejam yang dibayangkan.
Artinya, hukumannya akan tetap berlandaskan pada kemanusiaan.

Kasus Kartini ini menguji komitmen pemerintah baru untuk memberi
perlindungan terhadap TKI. Sebab selama ini perlindungan pemerintah terhadap
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih belum memadai dan tertinggal dibanding
dengan perlindungan Pemerintah Filipina terhadap warganegaranya yang bekerja
di luar negeri. Padahal dana yang disisihkan sebesar 20 dolar AS perTKI yang
bekerja di Timur Tengah. Bayangkan saja, di Uni Emirat Arab, terdapat
sekitar 13.000 tenaga kerja asal Indonesia. Sekitar 300 orang di antaranya
tersebar di daerah Fujairah, tempat Kartini Kerja. Artinya, tidak ada alasan
bagi pemerintah untuk tidak melakukan pembelaan terhadap TKI yang terkena
musibah, seperti yang dialami oleh Kartini ini secara maksimal.

Tanda-tanda akan aktifnya pemerintah Indonesia atas kasus-kasus yang menimpa
TKI, sudah mulai kelihatan walaupun terkesan lamban. Pihak Departemen Luar
Negeri Indonesia sendiri, diwakili oleh Direktur Penerangan Luar Negeri
(Dirpenlugri) Deplu Sulaiman Abdulmanan, mengatakan komitmennya untuk tetap
berusaha memberikan perlindungan hukum. Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) di Abu Dhabi sudah mengirim utusan ke Pengadilan Syariah Islam. 

Selain itu, KBRI setempat juga sudah menugaskan seorang staf untuk mengontak
pejabat setempat untuk meminta keterangan atas pelaksanaan pengadilan kepada
Kartini yang dilakukan tanpa didampingi pembela dan tanpa pemberitahuan
terhadap KBRI.

Cerita Kartini, tampak seperti mengulang cerita nasib para buruh migran yang
mendapat perlakuan tidak baik di negeri tempat ia tinggal dan tidak mendapat
perlindungan dan pembelaan dari pemerintah Indonesia. Pemerintah selalu
terlambat untuk mengerti persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para buruh
migran. Beberapa tahun yang lalu puluhan buruh migran tiba-tiba harus
mengalami hukuman mati tanpa diketahui sejak awal kasusnya. Sebut saja
misalnya Solikah yang dihukum mati, Nasiroh yang diperkosa oleh majikan dan
diancam hukuman pancung karena dituduh membunuh majikannya, dsb.

Secara keseluruhan, menurut data yang dikumpulkan oleh Solidaritas Perempuan
(SP), sejak tahun 1991 sampai 1997 tercatat 54 TKI beridentitas jelas yang
tewas di luar negeri karena berbagai sebab. Penyebab terbesar yaitu apa yang
dilaporkan sebagai kecelakaan (22 orang), disusul disiksa (10), bunuh diri
(8), dan dihukum mati/pancung (2). Dari jumlah 54 itu, delapan kematian TKI
digolongkan misterius. Bagi TKI yang identitasnya tidak jelas, jumlah
kematian sepanjang 1991-1997 dicatat SP sebanyak 552 orang, yaitu kecelakaan
(517), dihukum mati/pancung (33), 

SiaR--XPOS: PROYEK RUSUH Rp 1,038 TRILYUN?

2000-03-06 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000
--

PROYEK RUSUH Rp 1,038 TRILYUN?

(POLITIK): Pengamanan negara oleh TNI dan Polri sejak Mei 1998 sampai
sekarang telah memakan dana Rp1,038 Trilyun. Kenapa masih belum aman?

Sebuah ungkapan yang tidak terduga dalam pembahasan Rapat Panitia Kerja
(Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) Tahun 2000. Sayangnya, apa yang terungkap dalam rapat tertutup ini,
tidak terlalu menjadi publikasi media massa. Hanya segelintir pers, yang mau
membuka corongnya untuk pengetahuan rakyat. Entahlah, apa alasannya. Namun,
yang jelas apa yang dibeberkan oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan Aberson
Marle Sihaloho, cukup mengejutkan dalam rapat tersebut. Itulah yang membuat
rapat tersebut makin alot dan mundur sampai tiga hari dari jadwal yang sudah
direncanakan oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR dalam pembahasan RUU APBN
tersebut.

Kenapa alot? Sebab, Menteri Keuangan Bambang Sudibyo, yang selama rapat
Panja ini diwakili oleh para Dirjen Anggaran Anshari Ritonga dan sejumlah
dirjan lain serta stafnya, awalnya tidak mau membuka angka-angka yang
diminta oleh anggota senior partai berlambang kepala banteng mengenai
pemakaian duit rakyat oleh TNI/Polri tersebut selama dua tahun belakangan
ini. Jangankan ngasih tahu untuk apa pemakaiannya, memberitahu jumlahnya
saja susahnya bukan main.

Tapi, setelah Sihaloho ngotot dan didukung anggota Dewan lainnya, akhirnya
pemerintah menyerah. Terpaksalah dana anggaran tentara itu dibuka. Hasilnya?
Sungguh luar biasa.

Menurut Sihaloho, berbagai kerusuhan dan gejolak yang terjadi di masyarakat
sejak Mei 1998 sampai dengan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden KH
Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri sekarang ini, ternyata memakan
anggaran negara yang tidak sedikit. Jumlah total anggaran negara yang
tersedot untuk tugas-tugas pengamanan dan mobilisasi pasukan, yang dilakukan
Markas Besar (Mabes) TNI/Polri ke berbagai tempat di tanah air ternyata
sudah mencapai jumlah Rp1,038 trilyun.

Namun, sampai sekarang ini, pemakaian anggaran negara tersebut tidak pernah
jelas. "Departemen Keuangan mengaku bahwa mereka hanya menerima saja laporan
dari TNI/Polri, tetapi selama ini tidak pernah diperiksa dan diusut
bagaimana pemakaiannya," tandas Aberson Marle Sihaloho.

Menurut Sihaloho, pada tahun anggaran 1998-1999, jumlah yang dipakai para
tentara sebesar Rp96 trilyun. Pada tahun anggaran berikutnya, jumlah yang
digunakan lebih sedikit, yaitu hanya Rp918,4 milyar. Jumlah itu, tambahnya,
belum termasuk anggaran penanggulangan dampak kerusuhan, seperti
rehabilitasi gedung, pengungsian dan pengamanan lainnya, yang berjumlah
Rp516 milyar.

Besarnya duit yang dipakai tentara ini, tampaknya relevan dengan keterangan
yang disampaikan PT Pindad di Bandung, yang selama ini dikenal sebagai
penghasil senjata dan peluru organik khusus untuk TNI/Polri. Menurut Pindad,
tahun 1999 lalu, ia untung sampai Rp50 milyar. Meski tidak mengaku dari sisi
apa saja keuntungan perusahaannya, namun bisa diduga bahwa tentu saja dari
hasil penjualan pelor, baik yang karet maupun peluru yang tajam. Juga
senjata laras panjang, yang banyak dipakai oleh tentara membidik para mahasiswa.

Celakanya, kata Sihaloho, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tidak pernah melakukan
pemeriksaan seperti dilakukan terhadap lembaga-lembaga negara lainnya.
Kalaupun diperiksa, diakui Sihaloho itu pun baru-baru ini saja dilakukan.
Lihatlah, betapa hebatnya privilege para tentara kita ini.

"Kalau melihat jumlahnya dan tanpa dilakukan pemeriksaan, bisa-bisa akan
memberi kesan ini bisa dijadikan proyek," ujarnya. Maksudnya, merekayasa
kerusuhan?

Di zaman PDI Soerjadi, ia pernah kritis dan mempersoalkan anggaran militer
dulu, namun kemudian ia sempat diadili dan di-recall dari DPR. Kemudian ia
keluar dari banteng Soerjadi dan masuk pada bantengnya Megawati. Kedongkolan
Sihaloho, tentu saja didukung oleh anggota dewan lainnya. Menurut anggota
dewan lainnya, yang berasal dari Fraksi Bulan Bintang, HMS Kaban, penggunaan
duit rakyat seennaknya ini tidak boleh terjadi lagi di masa datang.

Itu anggaran yang sudah dipakai tentara. Mau tahu anggaran tentara sekarang
ini? Jumlahnya kini untuk sektor keamanan dan pertahanan pada APBN tahun
2000 ini mencapai Rp1,8 trilyun. "Padahal, saat ini jumlah personil
TNI/Polri cuma sekitar 600.000 orang. Untuk apa duit gede-gede itu?" tanya
Sihaloho.

Menurut tentara, anggaran tersebut untuk "menjaga keamanan", yang meliputi
untuk sub sektor rakyat terlatih dan perlindungan masyarakat berjumlah Rp6
milyar. Sedangkan subsektor TNI berjumlah Rp415 milyar. Sebaliknya anggaran
untuk subsektor kepolisian berjumlah Rp127 milyar dan subsektor pendukung
Rp1,3 trilyun.

Betulkah? (*)


SiaR--XPOS: BPPC BUBAR, UANG PETANI RAIB

2000-03-06 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000
--

BPPC BUBAR, UANG PETANI RAIB

(EKONOMI): BPPC bubar membawa uang petani Rp1,9 trilyun. Soeharto, Tommy
sampai Nurdin Halid harus bertanggungjawab.

Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belangnya. Tapi,
BPPC membubarkan diri bukannya hanya meninggalkan keberuntungan dan berkah
bagi para petani cengkeh, tapi malah meninggalkan utang dan membawa lari
uang milik petani senilai Rp1,9 trilyun.

Celaka. Itulah yang kini terjadi dan baru diungkap oleh para petani cengkeh
di Sulawesi setelah mengadu dan meminta perlindungan dan penanganan
Indonesia Corruption Watch (ICW). Itupun setelah pengorbanan kedua kalinya
dari seorang petani di Desa Binturu, Kecamatan Larompong, Kabupaten Luwu,
Sulawesi Selatan, yang rela membuntungi lengan kirinya sendiri dengan parang
sebagai pelampiasan kekecewaan dan kekesalannya selama ini.

La Bartang (50), petani cengkeh itu merupakan potret seorang rakyat biasa
yang mengorbankan sebagian hidupnya untuk menebus penderitaan dan
kekecewaannya terhadap berbagai kejadian di tanah air. Di saat sekitar 400
kawan dan tetangganya yang diundang untuk silaturahmi Lebaran, 15 Januari
lalu La Bartang memilih memenggal lengan kirinya pada bagian siku hingga putus.

La Bartang mengisahkan, sebagai petani dia merasakan kehidupan yang
mencukupi dari pohon cengkeh yang ditanamnya. Dia sempat menikmati harga
cengkeh Rp12.000 per kg. Oleh karena itulah, sekeluarnya dari penjara pada
1989 karena melakukan kekerasan ketika menjalankan tugas sebagai penagih
utang, La Bartang dan kawan-kawannya yang pernah dipenjara itu berani
membuka hutan 200 ha untuk dijadikan kebun, terutama tanaman cengkeh.
Sebagai ketua kelompok dari lebih 100 orang petani, La Bartang biasa
membantu petani lainnya yang kesulitan hidup. Dengan segala upaya, biasanya
dia bisa membantu tetangga dan kawan-kawannya. Namun, semua itu berubah
ketika pemerintah memutuskan membentuk Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh
(BPPC). Anjloknya harga cengkeh membuat La Bartang dan kawan-kawannya kesulitan.

La Bartang yang bisa menyekolahkan tiga anaknya sampai sekolah menengah,
kemudian hanya bisa menyekolahkan dua anak lainnya hanya sampai lulus SD.
Tahun 1993 dia menyampaikan protes itu ke DPRD Tk II Soppeng. Tahun 1994/95
ke DPRD Tk I Makassar, dan tahun 1996 ke Jakarta menemui Fraksi PDI. Akan
tetapi, dampak kehadiran BPPC itu terus berlanjut meskipun BPPC sudah
dihapuskan. Tanaman cengkeh banyak yang ditebang, yang ada pun kurang
dirawat sehingga kurang menghasilkan. Tahun 1999 lalu, cengkehnya tidak
menghasilkan. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, La Bartang harus berutang,
total sampai sekarang utangnya telah mencapai Rp40 juta.

Selama lima tahun (1992-1997) dilaksanakannya tata niaga cengkeh,
Koordinator Badan Pekerja ICW Teten Masduki menduga adanya praktek
penyimpangan yang meliputi pengabaian kesejahteraan dan keadilan petani
cengkeh, ketidakjelasan pertanggungjawaban dan pengelolaan dana petani,
serta pemberian hak monopoli dan keuntungan sebesar-besarnya, terutama bagi
kroni-kroni mantan Presiden Soeharto.

Penyimpangan itu terjadi sejak berdiri hingga dibubarkannya BPPC, yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 20 Tahun 1992 dan
ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 91/KP/IV/92
tentang Pelaksanaan Tata Niaga Cengkeh Hasil produksi dalam negeri dan
sejumlah peraturan menteri lainnya. Hal itu diungkapkan Teten Masduki, yang
menemui Komisi V DPR, pekan lalu. Teten didampingi oleh Tim Penasehat Hukum
ICW Iskandar Sonhadji, Apong Herlina dan Ida Warou beserta sejumlah staf
lainnya, ditemui diterima oleh Darus Siska (F-Partai Golkar) dan stafnya.
Seperti halnya ke Jaksa Agung, ICW juga menyerahkan segepok data
penyimpangan yang dilakukan BPPC. Kedatangan Teten ke DPR, memang tak
disertai La Bartang, yang keburu pulang ke kampungnya. Sebelumnya, ICW
bertemu Jaksa Agung Marzuki Darusman. Dari ICW hadir Teten Masduki, Apong
Herlina, Bambang Widjojanto, dan I Wayan Sudirta.

Menurut Teten, pihak-pihak yang berperan dan turut diduga melakukan
penyimpangan, tidak terbatas pada mantan Presiden Soeharto dan putra
bungsunya, Tommy Mandala Putra. Tetapi juga melibatkan sejumlah mantan
pembantu presiden, seperti mantan Menteri Perdagangan Arifin Siregar, mantan
Menteri Muda Perdagangan J Soedrajat Djiwandono, Mantan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Tungki Aribowo, mantan Menteri Keuangan JB
Sumarlin, mantan Menteri Koperasi Bustanil Arifin, dan mantan Menteri
Koperasi Subijakto Tjakrawerdaya. Sedangkan dari Induk Koperasi Unit Desa
(Inkud), yang harus bertanggungjawab adalah Nurdin Halid.

Selama ini, ungkap Teten, dana yang sudah terkumpul selama tata niaga
Cengkeh dijalankan berjumlah seluruhnya Rp1,95 trilyun. Jumlah itu meliputi
dana 

SiaR--XPOS: INGAT YUGOSLAVIA MEDIA PERLU SENSOR?

2000-03-06 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000
--

INGAT YUGOSLAVIA MEDIA PERLU SENSOR?
Oleh: Bimo Nugroho

(OPINI): Hujan turun di tepi Danau Scutari pinggir kota Titograd,
Montenegro, akhir musim gugur 1987. Toh dinginnya hawa saat itu tak sanggup
menyejuki hati para warga Yugoslavia yang sedang retak. Di tepi danau itu,
ratusan perempuan berdemo dengan menggelar satu spanduk besar, "Kami kaum
Ibu, bukan pelacur!" sebagai protes atas usulan pemimpin Albania Kosovo,
Fadil Hodza, yang sangat merendahkan perempuan.

Hodza, yang juga anggota kepresidenan federal (sebuah presidium penguasa
pasca Tito), telah mengajukan sebuah proposal untuk memecahkan persoalan
perkosaan di Kosovo. Beberapa media nasional di Yugo melansir pernyataan
Hodza, "Para perempuan terhormat bisa dilindungi dari perkosaan, tapi mereka
yang jumlahnya tertentu di tempat-tempat minum tertentu, memang harus
memuaskan nafsu seks pria." Dengan kata lain Hodza ingin melegalkan
prostitusi secara terbatas untuk menekan angka perkosaan yang menggila. Yang
aneh adalah, media-media mengangkat pernyataan Hodza setahun setelah ucapan
itu terlontar, tatkala Hodza menjamu makan malam para jendra JNA (TNI-nya
Yugoslavia).

Tiga soal yang mengusik dalam kisah di atas; Pertama, soal perempuan yang
jadi korban kekerasan seksual dalam situasi politik keamanan yang kacau.
Kedua, soal media yang mampu menyulut emosi publik meski yang disampaikan
sebenarnya sudah tak layak berita karena informasi bias dan basi. Tetapi,
ketiga, menjadi layak berita lagi karena konteks sosial politik waktu itu.
Tentu masih lekat dalam ingatan kita, betapa Yugoslavia saat itu menuju
perpecahan sehingga setiap pernyataan apapun yang menyakitkan dari pemimpin
etnis tertentu akan ditanggapi secara emosional oleh etnis yang lain.
Ketiganya bertumpuk berkeliling dan mendorong demonstrasi balasan di wilayah
lain dan akhirnya berakhir dengan brutalitas yang saling menghancurkan antar
etnis-antar agama.

Gabriela Mischkowski menuliskan pengalaman-pengalamannya, seperti sepetik
kisah di atas, begitu menarik selama ia hidup dalam suasana perang di
Bosnia-Herzegovina. Ada satu tulisan Mischkowski yang sudah diterjemahkan ke
Bahasa Indonesia oleh Sandra Kartika dengan judul "Propaganda Perang dan
Media di Negara Bekas Yugoslavia" (Dirampai dalam buku Dari Keseragaman
Menuju Keberagaman, LSPP, 1999). Pesan yang ingin disampaikan Mischkowski
adalah ada faktor (dia tak menyebut provokator) yang mengipas brutalitas
hubungan antar etnis-agama hingga meledakkan perang yang akhirnya membuat
Yugoslavia pecah. Dan Mischkowski menemukan kesimpulannya; media memainkan
peranan penting dalam mengubah warga yang semula rukun menjadi saling
memusuhi. Berita-berita di berbagai media nasional Yugo saat itu, meski
bernuansa melawan kekejaman, ternyata menurut Mischkowski justru menghasut
pembaca hingga terdorong melakukan kekejaman balasan. "Perang isu media
adalah prakondisi dari perang yang sesungguhnya," demikian tulis feminis
asal Jerman ini.

Laporan Mischkowski sungguh mendirikan bulu roma. Dengan serta-merta kita
akan melongok berita-berita tentang Ambon dan Aceh di media-media nasional.
Dari mediawatch yang dilansir di Jurnal Pantau terbitan ISAI dan Grasindo,
wacana konflik lokal yang muncul di media belakangan ini telah banyak
menimbulkan bias yang bisa menyulut emosi di kalangan pembaca seantero
negeri. Apa yang terjadi di Ambon dan Aceh, bisa dengan sangat cepat
direspon masyarakat di Jakarta yang megapolit hingga Kupang yang terpencil.
Bila kita mengikuti perspektif Mischkowski maka tahapan yang diprediksi
adalah, pertama, kekejaman yang terjadi di suatu wilayah akan direspon oleh
protes gerakan massa di wilayah lain. Kedua, liputan media atas gerakan
massa itu akan memancing gerakan massa balasan. Ketiga, akan terjadi konflik
horisontal dalam masyarakat yang berujung pada kekerasan yang brutal.
Keempat, brutalitas mengembang jadi besar dan perang saudara terjadi.
Kelima, negara pecah berkeping-keping. Pertanyaannya, apakah media saat ini
harus disensor atau menyensor sendiri berita-berita mengenai konflik SARA
agar Indonesia tak pecah seperti  Yugoslavia? Apakah kebebasan pers yang
telah jatuh bangun diperjuangkan selama ini harus mengalah pada "kepentingan
yang lebih besar" yaitu "persatuan dan kesatuan" Indonesia. Saya tidak tahu
sekarang, tapi dulu banyak pejabat berpikir demikian dan menghimbau pers
untuk "menahan diri".

Berandai mereka gunakan cara yang sangat nostalgik seperti ketika Presiden
Kennedy mengundang para pemimpin redaksi dan membeberkan rencana serangan
gerilya Amerika Serikat ke Teluk Babi, Kuba, di awal dekade 1960-an. Kennedy
memberi "kebebasan" pada media apakah akan memuat atau tidak, tapi dia
jelaskan efek negatif bila pers memuatnya. Para pemimpin redaksi berunding
dan 

SiaR--ISAI: PERANGKAT RADIO RASITANIA FM SOLO DIRAMPAS OLEH PETUGAS POLRESTA SURAKARTA

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


PROTES

PERANGKAT SIARAN PTPN RASITANIA FM SOLO  DIRAMPAS OLEH PETUGAS POLRESTA
SURAKARTA

Latar belakang:

Pada tanggal 2 Maret 2000, PTPN Rasitania 100.2 FM Solo, salah satu radio
swasta yang menjadi jaringan Kantor Berita Radio 68H Jakarta, didatangi oleh
sekitar 300-an demonstran yang tergabung dalam Forum Pembela Islam Surakarta
(FPIS). Mereka memprotes acara talk show yang diadakan oleh PTPN pada
tanggal 24 Februari 2000, pukul 20 - 20.58, mengenai "Resolusi Konflik Antar
Agama". Dalam talk show itu, pendeta Ahmad Welson yang bertindak sebagai
narasumber, dianggap oleh para pemrotes telah mengeluarkan
pernyataan-pernyataan yang menyinggung umat Islam. Para pemrotes menuntut
agar PTPN menyairkan permintaan maaf sebanyak 5 kali sehari dalam waktu 7
hari berturut-turut.

Pada saat permintaan itu sedang dalam proses diluluskan oleh pihak PTPN,
kemudian datang petugas Dalmas Polresta Surakarta untuk merampas perangkat
siaran milik stasiun tersebut atas desakan para pemrotes. Sejak hari Kamis 2
Maret 2000, pukul 12.00, Radio PTPN berhenti mengudara. Direktur Utama PTPN,
Budioko, dan Jeffry Ohio, moderator talk show tersebut, juga dibawa ke
kantor Polresta untuk diperiksa.

Protes dan tuntutan:

ISAI (Institut Studi Arus Informasi) memprotes tindakan petugas kepolisian
yang melakukan perampasan atas perangkat siaran Radio PTPN sebagai tindakan
yang mengancam kebebasan pers.

ISAI juga memprotes tindakan kelompok demonstran yang mengaku sebagai
anggota Front Pembela Islam Surakarta (FPIS) yang mendesak petugas
kepolisian untuk melakukan perampasan itu. ISAI menganggap tindakan itu
sebagai wujud intoleransi dan berlawanan dengan prinsip kebebasan
mengemukakan pendapat yang dijamin oleh UUD 1945.

ISAI menghormati protes para demonstran terhadap isi talk show yang
dianggap menyinggung perasaan umat Islam sebagai wujud dari kebebasan
berekspresi yang harus dihormati oleh semua pihak. Tetapi ISAI menyayangkan
tindakan mendorong petugas untuk merampas perangkat siaran, padahal stasiun
radio tersebut sedang dalam proses meluluskan tuntutan para demonstran.
Dalam hal ini, pihak stasiun sudah berniat baik untuk memenuhi hak para
pendengarnya untuk menyampaikan protes.

ISAI menganggap bahwa semua pihak harus menghormati kebebasan media
sebagai salah satu prasyarat untuk membangun kehidupan yang demokratis,
terbuka dan toleran. Ancaman terhadap kebebasan media juga berarti ancaman
atas demokrasi itu sendiri, dan juga terhadap kehidupan beragama yang
toleran dan terbuka. Konflik antaragama justru dimulai pada saat aliran
informasi dalam masyarakat ditutup atau dihambat, baik oleh petugas
pemerintah atau oleh masyarakat sendiri.

Untuk itu, ISAI menuntut:

1. Agar pihak Polresta Surakarta sesegera mungkin mengembalikan perangkat
siaran yang dirampas dari PTPN, serta melepaskan Dirut dan moderator talk
show  yang saat surat ini dibuat masih dalam pemeriksaan.

2. Menuntut kepada semua anggota masyarakat agar menghormati prinsip
kebebasan media, dan menyampaikan protes atas isi suatu siaran dengan cara
yang tidak berlawanan dengan kebebasan media itu sendiri.

3. Menghimbau kepada umat beragama agar tidak mudah terpancing oleh ulah
sebagian anggota masyarakat yang justru bisa merusak kehidupan beragama
secara keseluruhan.


Demikian surat protes kami.

Jakarta, 2 Maret 2000 (pukul 21.45 WIB)

 ttd.

Ulil-Abshar Abdalla
Wakil Direktur

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



IqrA--JJK: AKU MEMANG TERLALU PEKA

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


JJ KUSNI:

AKU MEMANG TERLALU PEKA

aku memang terlalu peka
terhadap penipuan
karena aku merasakannya
aku memang terlalu peka
terhadap pembunuhan
karena aku pun merasakannya
aku memang terlalu peka 
terhadap pembodohan
terhadap perampokan
perbudakan
kehilangan
kelaparan
dan siksa
karena aku merasakannya

kepada yang berang atas kata-kataku
kutanyakan lalu:
siapakah tuan dan nyonya
siapakah anda
maka berang pada pemberontakan
maka tak paham akan perlawanan?


jika demikian
baiklah
"selamat jalan!"
kukenal sudah anda
kutahu sudah
tuan dan nyonya.

Paris, 1999

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



IqrA--JJK: BULAN MENARA GEREJA ABBESSES

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


JJ. KUSNI:

BULAN MENARA GEREJA ABBESSES

1.

malam ini bulan bulat bundar warna tembaga
dari puncak menara abbesses seakan hanya sedepa jaraknya
beginilah selalu saban musim gugur makin 
jauh menghalau matahari ke selatan 
awan, langit dan bumi paris kian mendekat
sementara gelandangan yang menahun sudah kukenal
tambah tua dan bertambah tua
kali inipun ketika kudatang masih saja 
bertutur-sapa saban kulewat taman bundar disebut plaza
artinya kemiskinan 
dari sini pun belum pupus benar
sedangkan penguasa masih nanar berdebar 
bertanya-tanya tahun ini: berapa gerangan
orang tak berumah akan dibunuh musim?

2.

tentu saja tak bisa kusetujui bulan di sini
karena nama paris lalu jadi lebih indah
dari ciliwung, pejompongan, kahayan atau katingan
kalau kau bisa bicara kepada saksi kehidupan dari langit ini
tak siapapun akan berani menepuk dada
tanahair ini atau itu 
bangsa ini atau itu
paling jempolan
bebas kemelut
penghisapan-penindasan di manapun
jadinya
tetap musuh anak bumi 
semua suku
dan agama 
bersama harus digelut!

Paris, 1999

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



ISTIQLAL (3/03/2000)# MENYELAMATKAN THE LOST GENERATION DI KALIMANTAN TENGAH

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MENYELAMATKAN "THE LOST GENERATION" DI KALIMANTAN TENGAH

Dikutip dari Majalah Sahewan Tajahan (Obor Penyulut), Palangka Raya,
Kalimantan Tengah, No.3 Nopember 1999

 "tanahair bagaikan perahu
  dibengkalaikan para kelasi
  demikianpun aku seperti negeri ini
  lebih papa dari duka segala duka
  namun mesti menjadi penguasa pengemban derita"

Louis Aragon 

Kwik Kian Gie dalam salah-satu pernyataannya begitu dia diangkat menjadi
menteri Ekuin, mensinyalirkan adanya "the lost generation", generasi
yang hilang di negeri ini. The lost generation yang dimaksudkan oleh
Kwik adalah suatu angkatan yang dikarenakan kekurangan gizi pada masa
balita dan pertumbuhannya menjadi suatu angkatan yang perkembangan fisik
dan kecerdasannya menjadi terhalang sehingga mereka tumbuh menjadi suatu
angkatan yang tidak bisa memberikan manfaat kepada pemberdayaan rakyat,
tanahair dan bangsa.

Pernyataan Kwik ini menunjukkan bahwa taraf kemakmuran tinggi yang
sering diuar-uarkan sebagai perolehan Orba, serta angka-angka statistik
yang diumumkan mengenai merosotnya jumlah penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan, tidak lebih dari angka politik serta kebohongan besar.
Apabila kita berada di lapangan, terutama di kalangan lapisan bawah dan
paling bawah masyarakat, pernyataan Kwik ini bukanlah sesuatu yang
mengejutkan karena memang demikianlah kenyataan sesungguhnya. Rincian
keterangan mengenai hal ini pasti tidak akan cukup dibeberkan dalam satu
dua halaman kalimat. Hanya yang jelas, Kwik sudah membantu mengungkapkan
bahwa di hadapan kita terbentang satu tugas sangat mendesak karena kalau
tidak segera ditangani dan diatasi maka bangsa ini, akan melalui satu
periode kosong oleh adanya "the lost generation". Ancaman oleh adanya
"the lost generation" ini bagi Kalimantan Tengah menjadi lebih serius
lagi. Tidak usah jauh-jauh kita pergi ke propinsi di mana orang Dayak
merupakan mayoritas penduduk disingkirkan dan dimarjinalisasi oleh
sistem Orba, di Palangka Raya saja sebagai ibukota propinsi, masalah
ancaman "the lost generation" gampang sekali kita dapatkan bukti-
buktinya. Membuka pintu dan jendela, kita sudah melihat ancaman
tersebut. Angka-angka dan daftar pembangunan yang disiarkan oleh pemda
di bawah mantan gubernur rekayasa Warsito Rasman selama lima tahun
kekuasaannya , tidak bisa menutup kenyataan ini, kecuali dalam laporan-
laporan palsu kepada masyarakat dan ke tingkat atasan sesuai dengan
mentalaitas menginjak ke bawah menjilat ke atas.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana kita menangani dan mengatasi hal
ini agar Kalimantan Tengah bisa menghindari diri dari ancaman hilangnya
satu generasi.

Berbicara tentang "the lost generation "bukanlah berbicara tentang klas
menengah atau lapisan elite yang selama 32 tahun lebih kenyang dan
dikenyangkan oleh sistem Orba, cq. Warsito Rasman di Kalteng. "The lost
generation" berarti kita berbicara tentang mayoritas masyarakat yaitu
lapisan masyarakat bawah dan paling bawah yang jika sehari saja tidak
bekerja maka mereka tidak tahu apa yang mesti dimakan hari itu.
Sementara lapisan elite, walaupun tidak terbayangkan akal bagaimana
dengan gaji resmi, tetapi dalam kenyataannya bisa membangun rumah-rumah
penaka istana. Elite yang dimaksud mencakup baik elite di pemerintahan
maupun yang bekerja sebagai administrator universitas, misalnya.

Keras mungkin kata-kata ini, tetapi apalah arti kekerasan kata-kata
dibandingkan dengan kepahitan hidup masyarkakat bawah dan paling bawah,
mayoritas penghuni propinsi. Keras kata-kata mungkin dirasakan oleh
mereka yang selama 32 tahun Orba tidak mengenal arti pembunuhan,
penindasan, pemerasan dan pembungkaman serta apalagi kelaparan.Mengingat
jumlah masyarakat bawah dan paling bawah demikian besar dan merupakan
mayoritas penduduk (Dayak atau bukan Dayak) maka jalan keluar dari
ancaman "the lost generation" ini justru terletak pada mereka juga. Dari
sini pulalah kita mulai membangun elite tandingan baru, elite yang
berakar pada masyarakat dan bukan elite comotan. Bila elite tandingan
ini muncul maka politik uang akan kehilangan makna, termasuk partai-
partai politik yang hanya mengatas-namai rakyat pun akan kehilangan
barang dagangan.

Massa dan hanya massa lah yang merupakan pahlawan sejati. Pemaduan
kekuatan antara para cendekiawan, massa dan pimpinan akan memberi
kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan jalan keluar dari ancaman "the
lost generation". Wawasan, organisasi masaa bawah dan program yang jelas
bertolak dari kenyataan akan merupakan cara praktis dalam menangani
masalah ancaman yang disinyalirkan oleh Kwik. Di sinilah terletak
peranan penting Yayasan Hatantiring beserta seluruh organisasi anggota-
nya yang bergerak di berbagai bidang.Di sini pulalah letak penting
kerjasama antara Yayasan Hatantiring sebagai organisasi swadaya masya-
rakat dengan pemerintah kotapraja Palangka Raya di 

IqrA--JJK: KELEBAT BAYANG MASUK BELUKAR

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


JJ.KUSNI:
 
KELEBAT BAYANG MASUK BELUKAR
 
masih bisakah kau berdoa
menengadah ke angkasa
ketika tanganmu basah darah
saudara dan ibu-bapak sendiri
 
apakah agama apakah tuhan
apakah dewa-dewa 
memang menurunkan titah
agar kita jadi pembunuh-pembunuh beringas?
 
kudengar ombak berdebur di bawah nyiur pantai pulau
kudengar silir angin di antara daun-daun berbisik galau
dari ambon hingga pangkalan bun orang berbunuhan
jihadpun diserukan tapi apakah dendam ini titah tuhan?
 
nalar sudah layu bagai daun kuning bergoyang jatuh dari 
dahan
dendam dikobarkan membakar kasih tinggal ocehan yang 
  mengabu
zaman ini agama sungguh ajaib jadi penyulut orang berseteru
bila tuhan dan dewa beradu, gong duka kematian mulai dipalu
 
dukamu tanahair dukamu orang sekampung
dukamu saja yang kudengar saban tiba fajar
apa yang bisa kubanggakan dengan kematian saudara
apa yang bisa kubanggakan dengan membunuh ibu-bapak?
 
aku paham kemarahan pulau, laut dan gunung
jika anak-anak asuhannya dibunuh dan dipancung
aku paham dan yang tak kupaham mengapa kini pancung- 
memancung
berkelabat bayang dalam belukar, siapakah mereka yang
berdarah di jejaknya?
  
 
Perjalanan, Januari 2000

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MeunaSAH--OTTO: MARINIR

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MARINIR

Oleh: Otto Syamsuddin Ishak

 Saya pernah memendam rasa kagum terhadap marinir -dan itu terjadi jauh
ketika masih bernama KKO. Rasa kagum itu muncul ketika rombongan saya
berangkat dari Surabaya menuju Ujungpandang. Rupa-rupanya Surabaya memang
sudah menjadi bumi KKO dan, kini marinir. Karena itu prajurit KKO selalu
terkilas dihadapan saya. 
 Dalam pelayaran itu,  tiba-tiba seorang penumpang membisikkan sesuatu
di telinga. Ia menyatakan KKO adalah pasukan elitnya Angkatan Laut. Mereka
memiliki disiplin yang sangat tinggi bahkan hampir muskil rasanya. Ia
memberi contoh bahwa bila ada prajurit yang berbuat salah, bahkan khilaf
dalam menjalankan tugasnya, maka sang prajurit dengan segera menghukum
dirinya sendiri. 
 Saat ini terbayang di dalam pikiran saya, kedisiplinan yang sudah
berubah menjadi kontrol diri yang ketat itu tentunya menunjukkan moralitas
yang tinggi. Kedisiplinan adalah rancang bangun yang berdiri di atas fundasi
moral. Komandan bukan lagi momok, bukan lagi senior, bukan lagi pangkatnya
yang lebih tinggi, bukan lagi yang paling kuasa --melainkan adalah pribadi
yang memiliki integritas moral yang lebih tinggi. Komandan menjadi aturan
yang hidup dan memberi tauladan. Semua gerak-gerik komandan telah menjadi
aturan keprajuritan yang berlaku bagi para prajurit KKO yang berada di dalam
kendalinya. Sebab tak mungkin anak buah yang tahu diri berada di bawah
kontrol komandan yang tak tahu diri -dan sebaliknya.
 Barangkali sosok KKO merupakan prototipe model ideal yang disebut
prajurit profesional kerakyatan. Mereka memiliki prinsip sendiri, status
yang jelas dan peran yang terkomando. Mereka tak mudah terombang-ambing oleh
perubahan cuaca politik elite Negara, sebagaimana mereka mampu mengatasi
perubahan cuaca lautan bebas yang sukar diprediksi. 
 Ketika 1965, pasukan elite Angkatan Laut ini relatif memiliki posisi
yang tak terlibat dalam konflik perebutan kekuasaan di Jakarta. Karena
sikapnya yang mandiri, maka mereka justru memiliki nilai politik yang
tinggi. Mereka disegani oleh angkatan lain dan  --yang paling penting
dicintai rakyat di mana mereka menjalankan tugasnya. Namun, karena itu pula
Rezim yang berkuasa setelah kudeta 1965 itu memarjinalkan atau meminggirkan
peran Marinir.  Marinir menjadi tenggelam, dan rasa kagum saya pun terpendam.
 Rasa kagum itu kembali mencuat pada masa reformasi. Tampilan mereka
yang disiarkan oleh TV swasta itu kembali menggugah rasa kagum itu.
Bagaimana sang komandan dan anak buah berjalan di Salemba dengan senjata
lengkap dan santai di saat-saat yang menegangkan itu, tapi tak terkesan
arogan. Rakyat mengelu-elukan kehadiran Marinir, yang dibalas dengan
senyuman.  Label elite yang mereka sandang tak identik dengan momok,
melainkan terkesan sebagai Ratu Adil. 
 Dan, saya melihat truk-truk Marinir di jalan Jakarta. Para prajurit
terkesan duduk santai. Senjata mereka tak menghunus. Kecepatan kenderaan
normal, tak terkesan gawat darurat, kegugupan pasukan atau pun kehendak
untuk diperlakukan istimewa oleh para pengguna jalan lainnya. Namun,
pemandangan demikian ternyata tak mengurangi nilai dari label sebagai
kesatuan elite.  
 Marinir tampaknya tak bermain politik dan ingin dipermainkan oleh
politik gonjang-ganjing elite Jakarta. Mungkin karena itulah, Marinir
memiliki nilai kredibilitas (dapat dipercaya) dan akuntabilitas (tak korup)
yang tinggi di mata rakyat.  Apalagi Marinir tak pernah tercatat di hati
rakyat pernah bergerak secara siluman untuk menghantam rakyat. Mereka selalu
tampil dengan jati diri seutuhnya dan, dengan kontrol emosional yang kuat.
 Saya kira Marinir akan melakukan operasi amuk ketika Mayor Edy diculik
dan dihilangkan.  Operasi amuk itu bisa tampil dengan berbagai wajah,
misalnya: asal tangkap, asal bakar, asal siksa dan asal  jarah harta benda
rakyat. Toh, mereka memang elite -yang bisa berarti mahakuasa. 
 Ketika di bandara, saya berkenalan dengan seorang prajurit Marinir asal
Aceh. Karena keramahannya, maka saya terdorong untuk bertanya: "siapakah
sebenarnya pelaku penculikan itu menurut analisis Marinir?" Ia menjawab
singkat: "Itu permainan politik tingkat tinggi." Karena dalam situasi
hiruk-pikuk reformasi di Jakarta, Marinir berkali-kali dipancing untuk
konflik dengan mahasiswa dan rakyat. Tapi komandan kami punya kebijakan
tersendiri. Bahwa Marinir itu berasal dari dan bila sudah selesai tugas juga
akan kembali sebagai rakyat sipil. Marinir bukanlah disiapkan untuk
berhadapan dengan rakyat maupun mahasiswa. Kami justru diadakan atau
ditugaskan untuk melindungi mereka dari provokasi kelompok-kelompok pericuh.
 "Mengapa selama tugas di Aceh, Marinir dapat hidup tenang di
tengah-tengah masyarakat?" "Begini," katanya lebih lanjut, "bahwa dalam
menjalankan tugas Marinir selalu mempertimbangkan faktor budaya setempat.
Karena itu, dalam setiap satuan prajurit itu, selalu ada putra daerah
setempat." Rupanya Marinir mempertimbangkan faktor budaya lokal dalam
mengambil 

IqrA--HERSRI: RATAPAN

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Hersri Setiawan:


RATAPAN
   kenangan tentang timtim dan aceh
   
   
mayat-mayat ditimbun seperti sampah
berjimbun menutupi tanah di mana-mana

tifa dan serunai para jamhur dan leluhur
diam kelu lupa pada segala masa lalu

arwah para mati tersingkir dari alam baka
berjalan mengembara membawa airmata
ibu negeri yatim piatu yang menangis

yang hidup berlutut di pelataran baitullah
dengan sisa darah menguras pedih

suara ratapan suci terbang kosong
tegur-sapa seperti angin padangpasir

bahasa silaturahmi terbakar api dendam
mati seperti hewan kurban di alun-alun

musim lalu silam membawa berita bencana
musim baru datang tanpa membawa janji
tapi terdengar nyaring para ibu dan bocah
ribut menyembunyikan mimpi cinta kasih

burung kudasih menangis di dahan merabu
memandangi puing-puing dan rumah kosong
hujan peluru menyayat kedamaian malam
di segala penjuru juga di kamar pengantin
selagi mereka sedang mencipta hidup baru

tanah kumandang dengan suara asing
bedil yang bersahutan dan jerit rintih
dan wajah carut pembunuhan yang keji
menutupi negri dalam kabut dendam khizit

matahari di langit masih menabur panas
angin kemarau masih menyebar dingin
jadikanlah lagu damai buat semua


kockengen: februari 00

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---UPAYA SISTEMATIS MENGURANGI PERAN KORPS INFANTERI

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


UPAYA SISTEMATIS MENGURANGI PERAN KORPS INFANTERI

JAKARTA, (TNI Watch!, 3/3/2000). Mutasi di tubuh TNI baru-baru ini,
memiliki nilai tersendiri, karena baru kali inilah, mutasi di tubuh TNI,
merata untuk ketiga angkatan. Tidak seperti biasanya, yang banyak didominasi
perwira Angkatan Darat, lebih khusus lagi dari kecabangan infanteri.

Kalau perwira dari kecabangan infanteri banyak "mendominasi" di tubuh AD
dan TNI pada umumnya, wajar-wajar saja, karena jumlahnya memang banyak.
Mengapa bisa begitu? Karena mencetak perwira infanteri, relatif lebih mudah
ketimbang mencetak perwira dari kecabangan lain, seperti artileri, kavaleri,
zeni, perhubungan, dan lain-lain.

Itu bisa terjadi, karena secara teknis kecabangan di luar infanteri
tersebut, muatan teknologinya lebih banyak ketimbang korps infanteri. Jadi
umumnnya perwira agak enggan memasuki kecabangan tersebut, karena lebih
sulit. Menjadi infanteris lebih mudah, dengan otak pas-pasan, namun memiliki
nyali, sudah bisa menjadi perwira infanteri. Sesuatu yang mustahil terjadi
di korps lain. Kalau otaknya pas-pasan, mungkin sulit lulus, karena ilmunya
rumit. Jadi bagi calon perwira yang merasa dirinya kurang pandai, namun asal
memiliki nyali alias modal nekad, memang pas untuk memasuki infanteri.

Karena jumlahnya banyak, korps infanteri menjadi seperti sangat "berkuasa"
di tubuh TNI. Demikian banyaknya, sehingga sering pos-pos jabatan yang ada
di TNI, tidak dapat menampung perwira infanteri yang ada. Cara mengatasinya
ialah dengan "melempar" mereka ke jabatan-jabatan sipil, seperti menjadi
walikota, bupati, anggota DPRD, dan instansi sipil lainnya.

Sedang bagi perwira artileri atau kavaleri, jarang sekali yang menduduki
jabatan sipil, karena sangat dibutuhkan kesatuannya. Karena ilmunya sulit,
maka SDM perwira artileri atau kavaleri menjadi sangat bernilai. Berbeda
dengan korps infanteri, yang jumlahnya super banyak, namun kualitas
perwiranya banyak juga yang masuk kategori "sampah".

Dari mutasi kali ini, hanya ada dua posisi strategis yang akan diisi oleh
dua kolonel dari korps infanteri, masing-masing adalah Kol Inf Romulo
(sebagai Kasdam Jaya) dan Kol Inf Hidayat Purnomo (sebagai Direktur "E" BAIS
TNI). Yang menarik adalah posisi Komandan Satuan Intel BAIS, yang sepertinya
sudah mentradisi sebagai milik perwira infanteri (Slamet Singgih, Slamet
Kirbiantoro, Zacky Anwar, Alm Kol Inf Johanes Supit), kini untuk pertama
kalinya diisi oleh perwira dari korps perhubungan, yaitu Kol CHB Amir Tohar.
Dan satu lagi adalah pos Waasrena KSAD, yang diberikan kepada Kol Art John F
Rumopha.

Infanteri memiliki julukan yang sangat manis, berbunyi infanteri adalah
"ratu medan pertempuran" (queen of the battle). Jadi ada mitos, bahwa aroma
mesiu di korps infanteri memang lebih kuat ketimbang korps lain. Namun
seiring dengan aspirasi masyarakat kita yang semakin demokratis, dan
mendambakan perdamaian, jadi kecil sekali kemungkinan ada pertempuran atau
peperangan dalam skala besar di masa mendatang. Aspirasi ini merupakan
pertanda, bahwa peran korps infanteri di masa depan kurang urgen lagi. Tidak
perlu lagi ratu-ratuan medan pertempuran, karena pertempuran sudah tidak ada
lagi. Paling-paling perang "kecil-kecilan" di Aceh dan Papua.

Masih lebih berguna perwira-perwira yang memiliki kemampuan teknis, yang
berguna bagi masyarakat banyak, seperti korps perhubungan, zeni (terutama
zeni kontruksi), kesehatan dan peralatan. Perwira dan prajurit zeni
kontruksi misalnya, bisa dimanfaatkan membuka wilayah-wilayah yang masih
terisolasi. Misalnya membuat jembatan darurat, atau memperbaiki jalanan yang
rusak parah di daerah Bekasi dan Tangerang. Zeni kontruksi memiliki kiat
yang efisien untuk membangun sarana publik, dengan cara yang murah dan
cepat. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---MENGENAL DANREM SURABAYA DAN SURAKARTA

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MENGENAL DANREM SURABAYA DAN SURAKARTA

JAKARTA, (TNI Watch!, 3/3/2000). Dalam sebuah acara "Talk Show" di
RCTI, hari Senin malam (28/2), mantan Kasum ABRI Letjen TNI Purn Soejono,
antara lain mengatakan, seorang perwira agar bisa dipromosikan pada pangkat
lebih tinggi, harus memiliki pengalaman yang lengkap, di bidang operasional,
staf, teritorial, dan pendidikan (menjadi dosen atau pelatih). Ungkapan itu
terkesan merupakan "otokritik" bagi Letjen Soejono, karena selama karirnya
di militer, pengalaman Soejono di bidang teritorial termasuk kurang. Karena
Soejono tidak pernah menjadi Danrem.

Kurangnya pengalaman di bidang teritorial (tidak pernah menjadi
Danrem), tidak hanya dialami Soejono, namun sebagian besar mantan ajudan
mantan Presiden Soeharto, termasuk Wiranto dan Try Sutrisno. Hanya satu yang
pernah menjadi Danrem, yaitu Mayjen TNI Purn Kentot Harseno, yang pernah
menjadi Danrem 164/Wiradharma Dili. Gejala ini memperlihatkan, perjalanan
karir ajudan-ajudan mantan Presiden Soeharto bisa melaju, karena dikatrol
oleh patronnya, yaitu Soeharto sendiri.

Kalau kita ingat kembali ucapan Soejono di atas, Soejono seperti
mengakui, bahwa ia sebenarnya kurang pantas mencapai jenjang kepangkatan
lebih tinggi, terlebih hingga mencapai tiga bintang di pundak. Pengalaman
"buruk" Soejono tersebut, mudah-mudahan bisa dijadikan bahan masukan bagi
para penentu kebijakan di Mabes TNI dan Mabes Angkatan Darat, untuk
mempromosikan seorang Kolonel (senior) menjadi seorang brigadir jenderal.

Berdasar pengalaman "buruk" dan "otokritik" Soejono itulah, dirasa
perlu untuk memperkenalkan para Danrem yang ada. Kali ini akan diperkenalkan
dua Danrem dari Surakarta dan Surabaya. Alasan mengapa dua Danrem itu yang
diperkenalkan terlebih dahulu. Pertimbangannya adalah, karena keduanya ada
Danrem yang baru dilantik. Dan Danrem tersebut menjaga kawasan yang
terhitung strategis.

Danrem 074/Warastratama Surakarta yang sekarang adalah Kol Inf
Karsadi. Kol Karsadi dilantik pada tanggal 21 Januari 2000, menggantikan Kol
Inf Heru Sudibyo. Wilayah yang berada di bawah kendali Korem
074/Warastratama, adalah kota-kota eks Karesidenan Surakarta (Solo,
Sukoharjo, Karang Anyar, Sragen, Klaten, Wonogiri dan Boyolali).

Karsadi dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah, pada 17 Maret 1952.
Setelah tamat dari SMA, memasuki pendidikan Akabri, dan lulus pada tahun
1974. Karir militernya dimulai dari Danton, Danki, Kasi 4/Log, hingga Kasi
2/Ops pada Yonif 131 Braja Sakti (Padang, Sumbar).

Seusai bertugas di Padang, Karsadi kemudian ditarik ke Kodam
IV/Diponegoro, sebagai Wadan Dodikif Rinifdam IV/Diponegoro. Tugas sebagai
pendidik dilanjutkan, saat ditunjuk sebagai Dosen Seskoad (1992-1994).

Setelah bertugas di lingkungan pendidikan, Karsadi kembali bertugas
di pasukan, yaitu sebagai Komandan Yonif 527 (Lumajang, Jatim). Kemudian
diteruskan bertugas di teritorial sebagai Dandim 0816/Sidoarjo. Setelah itu
Karsadi masih bertugas di lingkungan Kodam V/Brawijaya, sebagai Waasops
Kasdam V/Brawijaya, dilanjutkan sebagai Wadan Rindam V/Brawijaya.

Setelah bertugas di Kodam V/Brawijaya, Karsadi kembali menjadi
dosen, kali ini di Sesko ABRI. Kemudian masih di lingkungan Sesko ABRI,
sebagai Paban II/Karya Sesko ABRI. Setelah dari Sesko TNI, Karsadi bertugas
lagi di Rindam IV/Diponegoro di Magelang, kali ini sebagai Komandan Rindam
tersebut.

Danrem berikutnya yang akan diperkenalkan adalah Danrem 084/Bhaskara
Jaya Surabaya, yaitu Kol Inf Bambang Suranto. Kol Inf Bambang Suranto
dilantik sebagai Danrem 084/Bhaskara Jaya pada tanggal 11 Februari 2000,
menggantikan Kol Art Bambang Satriawan. Wilayah yang berada di bawah kendali
Korem 084, adalah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan kota-kota di Pulau Madura.

Saat dilantik sebagai Danrem O84/BJ, Kol Inf Bambang Suranto masih
menjabat pula sebagai Danrem 081/Dhirot Saha Jaya, Madiun. Setelah lulus
Akmil tahun 1974, ditugaskan di berbagai kesatuan di Sumatera Selatan, mulai
dari pangkat Letda hingga Kapten.

Dari Sumsel hijrah ke Bandung, dan bertugas di Pusat Pengembangan
Sistem Operasi (lembaga ini sudah dilebur ke Kodiklat), selama dua tahun
(1986-1988). Untuk selanjutnya ditarik ke Serang, sebagai Wakil Komandan
Yonif 320/Badak Putih (1988-1989).

Meningkat kemudian menjadi Komandan Bataliyon 310/Ikhlas Karya Utama
di Sukabumi (1989-1990). Kemudian sekali lagi memimpin bataliyon, yaitu
menjadi Komandan Yonif Linud 612/Modang di Balikpapan (Kaltim), tahun
1991-1992. Dari Kaltim kemudian ditugaskan di Kalbar, sebagai Kasiops Korem
121/ABW Pontianak. Setelah itu kembali ke Kaltim, sebagai Kasrem 091/Aji
Surya Natakesuma di Samarinda.

Setelah sekitar enam tahun bertugas di Kalimantan, Bambang Suranto
ditugaskan kembali di Jawa, tepatnya di Kota Jember, sebagai Komandan Brigif
9/Divif 2 Kostrad (1997-1998). Tidak lama sebagai Danbrig 9, Bambang
kemudian ditarik ke Markas Kostrad di 

TNI Watch!---TENTARA KEROYOK DAN TEMBAK WARGA SIPIL DI MEDAN

2000-03-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


TENTARA KEROYOK DAN TEMBAK WARGA SIPIL DI MEDAN

MEDAN, (TNI Watch! 3/3/2000). Sepasukan tentara menembak warga sipil
di Medan, Jumat (25/2). Akibatnya Faisal Piliang, 34, harus mengalami
perawatan serius. Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen Afandi akhirnya minta maaf
atas peristiwa tersebut.

Menurut informasi yang diperoleh, peristiwa penembakan terjadi pada
Jumat (25/2) pukul 19.45 WIB di Jalan Guru Patimpus Medan. Awalnya, Faisal
Piliang dan Fazri Pasaribu bermaksud menjenguk orang tua mereka yang dirawat
di Medan. Penduduk Jalan KS Tubun Padangsidempuan yang mengendarai mobil
Kijang nopol BK 257 DY ini diserempet truk Dyna yang ditumpangi sepasukan
oknum TNI.

Peristiwa yang terjadi di Jalan Pemuda, persisnya di depan pusat
perbelanjaan Perisai Plaza tersebut mengakibatkan kaca spion mobil milik
korban rusak. Tapi truk tentara itu terus melaju, korban kemudian mengejar
truk itu untuk minta pertanggungjawaban. Setelah melewati jalan Guru
Patimpus, persisnya di depan pusat perbelanjaan Deli Plaza, truk berhenti.
Korban yang mengira pengemudi truk akan minta damai juga berhenti. 

Namun yang kemudian terjadi, beberapa oknum tentara berpakaian sipil
kemudian memukul mereka. Tidak hanya sampai di situ, mereka juga ditembaki
dengan senjata laras panjang. Saat itu juga Faisal Piliang roboh berlumur
darah. Punggung kanannya terkena tembakan sehingga harus dirawat serius di
ruang ICU RS Malahayati.

Sementara masyarakat sekitar yang bermaksud membantu tak luput dari
ancaman rombongan tentara itu. Mobil Faisal yang ditinggal juga sudah raib
dan sampai kini belum diketahui nasibnya.

Kapendam I/Bukit Barisan Letkol Inf Nurdin Sulistyo mengatakan
pihaknya masih terus mengusut kasus ini. Kapendam mengatakan mereka mendapat
informasi bahwa truk Dyna itu berisi enam anggota berpakaian kaus bertulis
"Pemburu". Tapi pihak kepolisian maupun TNI belum mengumumkan kesatuan
rombongan tentara itu. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: SIAGA I UNTUK N SEBELAS?

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

SIAGA I UNTUK N SEBELAS?

(PERISTIWA): Gerakan radikal dan para profiteur politik, sama-sama ingin
"goyang" Gus Dur. Siapa mereka?

Jajaran menteri di kabinet sekarang, agaknya masih tak terbiasa dengan
"ulah" Gus Dur. Hal ini terlihat jelas ketika secara tiba-tiba, pada hari
Rabu lalu (23/2), Gus Dur mengumumkan keadaan Siaga I di depan peserta
seminar Menyongsong Abad Ke-21 di Bina Graha. Keruan saja, Sekretaris
Kabinet Marsilam Simanjuntak, Panglima TNI Widodo AS dan Menko Polkam ad
interim Surjadi Sudirdja langsung mengadakan konferensi pers untuk
mengklarifikasi pernyataan itu di depan para wartawan. Terlihat jelas,
Surjadi Sudirdja maupun Widodo AS, berusaha keras untuk mencari-cari cara
untuk memperhalus pernyataan yang terlanjur dikeluarkan atasannya.

Bagi Gus Dur, barangkali tidak ada salahnya mengatakan keadaan yang
sebenarnya untuk memberikan rasa aman pada para pengusaha. Namun, bagi para
menteri dan pejabat teras lainnya, hal itu justru bisa memancing kepanikan
di tengah-tengah masyarakat. Soalnya, sulit dihindari, banyak orang akan
menghubung-hubungkan "siaga satu" ini dengan isu kudeta yang sempat bergulir
beberapa waktu lalu bersamaan dengan "memanasnya pemberitaan konflik Gus
Dur-Wiranto." Bila ini terjadi, justru bukan rasa aman yang didapatkan para
pengusaha.

Soalnya, benarkah pernyataan Gus Dur memang semata-mata hanya ditujukan pada
para investor? Hal ini diragukan banyak pihak. Pada saat yang bersamaan,
seperti diberitakan berbagai media massa, memang terjadi sejumlah
demonstrasi di berbagai tempat. Harian Kompas misalnya, mencatat aksi unjuk
rasa di 23 tempat. Mulai yang diikuti oleh 30-an orang hingga 600-an orang.
Mulai dari buruh pabrik hingga mahasiswa yang tergabung dalam Famred (Front
Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi) dan KAMTRI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Tri Sakti). Aksi serentak semacam ini, bagaimanapun bisa dengan
mudah bergerak membesar. Kekhawatiran terbesar Gus Dur, bila aksi-aksi
semacam ini "ditunggangi" oleh lawan-lawan politiknya. Kekhawatiran semacam
itu wajar saja. Pihak intelejen jelas sudah membaca kecenderungan dan segera
melaporkan ke presiden. Itu sebabnya, Gus Dur bisa dengan cepat mengumumkan
situasi keamanan ibukota, meskipun dengan cara yang cukup mengagetkan.

Lalu, siapakah yang mungkin menunggangi aksi-aksi semacam itu? Beberapa
sumber menyebutkan, serangkaian aksi massa sedang disiapkan oleh berbagai
kelompok termasuk Front Pembela Islam serta kelompok binaan Eggy Sudjana.
Kabarnya, aksi-aksi ini akan dilancarkan berkaitan dengan keputusan Gus Dur
untuk menonaktifkan Jenderal Wiranto dari jabatan Menko Polkam. Front
Pembela Islam, selama ini senantiasa mengkritisi kebijakan Gus Dur, tidak
saja berkaitan dengan soal Wiranto, tapi juga berkaitan dengan rencana Gus
Dur untuk membuka hubungan dagang dengan Israel. Sementara Eggy Sudjana,
dikenal sebagai tokoh yang mengorganisir dukungan kelompok-kelompok Islam
pada mantan presiden BJ Habibie, menjelang pemilihan presiden pada Sidang
Umum MPR lalu.

Adanya upaya menggalang kekuatan kelompok-kelompok Islam untuk "menggoyang"
Gus Dur, sebetulnya sudah tercium sejak Gus Dur berada di Eropa. Bocornya
"pertemuan Lautze", berimbas pada terbongkarnya rencana penggalangan massa
Islam untuk mendukung Wiranto. Eggy Sudjana sendiri, diberitakan hadir dalam
pertemuan tersebut. Semenjak itu, perhatian intelejen terus mengarah pada
kemungkinan membesarnya koalisi antara sejumlah perwira militer dengan
kelompok-kelompok Islam.

Hanya saja, beberapa pihak meragukan koalisi semacam ini mampu menghasilkan
kekuatan yang cukup dahsyat untuk "menggoyang" Gus Dur. Sumber Xpos yang
juga hadir dalam pertemuan Lautze, berani menyatakan bahwa kekuatan kelompok
Islam binaan Eggy Sudjana sebetulnya tidak signifikan. Buktinya, sejumlah
demonstrasi yang diorganisir oleh mantan Ketua HMI-MPO (Himpunan Mahasiswa
Islam-Majelis Penyelamat Organisasi, yang menolak azas tunggal Pancasila
sejak Orde Baru berkuasa) ini, paling banyak hanya dihadiri oleh puluhan
hingga ratusan orang. Jelas tidak bisa dibandingkan dengan massa duet Gus
Dur-Mega yang kini berkuasa.

Bahkan, menurut sumber tadi, jumlah massa Eggy takkan bisa besar justru
karena ia adalah seorang profiteur politik. Artinya, orang yang sengaja
melakukan manuver-manuver dengan berbagai simbol agama untuk memperoleh
keuntungan politik. Secara logis, bila seseorang mengharapkan keuntungan
besar dari cara semacam ini, ia tentu tidak boleh memberi bagiannya pada
terlalu banyak orang. Semakin besar massanya, semakin sedikit bagiannya.
Ketika beberapa waktu lalu Eggy 'mendemo' Jamsostek, sumber-sumber yang
pernah kenal dekat dengannya menyebut angka Rp500 juta, yang didapatnya dari
Jamsostek sebagai uang tutup mulut. Sumber 

SiaR--XPOS: PENGUNGSI

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

PENGUNGSI

(LUGAS): Halaman depan surat kabar serta majalah-majalah kita (termasuk
media ini), hari-hari ini selalu penuh dengan berita high politics.
Berita-berita tentang elit politik. Tentang manuver-manuver mereka yang
berada di dalam lingkaran kekuasaan ataupun yang berada di luar. Tentang Gus
Dur, tentang Wiranto, tentang kudeta dan lain sebagainya. Atau tentang
keadaan ekonomi kita secara makro. Tentang IMF, Bank Dunia, anti-IMF dan
anti-Bank Dunia.

Wajar saja. "Ini kan masa transisi," kira-kira begitu cara paling tepat
untuk memberi pembenaran. Lagi pula, bagi umumnya media massa, berita-berita
semacam inilah yang bisa mendongkrak oplah penjualan. Berita-berita lain
tentu masih diberi ruang. Hanya saja, seringkali kehilangan kedalaman. Amat
disayangkan, konsentrasi yang berlebihan pada persoalan-persoalan elit,
membuat sejumlah persoalan sosial yang amat urgen terasa terabaikan. 

Contohnya, persoalan pengungsi. Sebagai imbas dari konflik sosial dan
politik di berbagai daerah seperti Ambon, Aceh dan bekas wilayah RI, Timor
Timur, ratusan ribu bahkan jutaan pengungsi kini terlantar di berbagai
pos-pos pengungsian. Bahkan sejak awal terjadinya konflik, mereka kurang
mendapat perhatian. Kebanyakan orang lebih suka bicara tentang sebab, dalang
serta proses terjadinya konflik itu sendiri. Ketimbang berbicara tentang
bagaimana nasib para pengungsi.

Entah apa yang membuat kita sedemikian tumpulnya. Padahal, kondisi para
pengungsi di berbagai tempat, umumnya mengenaskan. Seperti yang dialami
ratusan pengungsi asal Timor Timur di asrama Transito Denpasar, yang
diberitakan terpaksa mengkonsumsi air sumur berwarna kuning kecoklatan
akibat suplai air dari PDAM mendadak dihentikan. Demikian pula dengan para
pengungsi di Ternate yang mulai kesulitan memperoleh makanan, akibat
terbatasnya kemampuan pemerintah daerah setempat. Seorang aktifis LSM
setempat menyatakan, ia telah terbiasa dengan keadaan demikian, "Yang lebih
kami butuhkan adalah makanan-makanan untuk bayi."

Mereka adalah korban. Korban konflik yang mereka tidak ingingkan, dan korban
dari situasi tidak menyenangkan di tempat baru yang kini terpaksa mereka
tempati. Sangat mungkin pula, mereka akan kembali jadi korban
ketidakpedulian kita.

Kalau untuk begitu banyak urusan elit, dibentuk banyak komisi, rasanya tak
ada salahnya pula membentuk komisi khusus urusan pengungsi. Kebersamaan kita
mengatasi masalah pengungsi, mungkin bisa jadi contoh kongkrit, bagaimana
persoalan SARA harus diselesaikan dengan tindakan nyata dan bersama. Bukan
cuma omong doang. (*)

-
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: SOAL 27 JULI TIDAK SESUKSES TIMTIM

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

SOAL 27 JULI TIDAK SESUKSES TIMTIM

(POLITIK): Gus Dur akan kesulitan menyeret sejumlah perwira yang dulu
terlibat dalam penyerbuan Kantor DPP PDI, Jakarta Pusat.

Gus Dur sukses menggusur Jendral TNI Wiranto dari jabatan Menko Polkam.
Sejak awal Gus Dur memang telah mengincar Wiranto karena jendral ini
berusaha membangun pengaruh di jajaran TNI dengan menempatkan orang-orangnya
di Mabes TNI. Namun, kisah sukses itu tampaknya sulit diulanginya dalam
pengungkapan kembali Peristiwa 27 Juli 1996.

Taruhlah, kalau Gus Dur serius mengusut kembali penyerbuan Kantor PDI, 27
Juli 1996 silam ia justru harus berhadapan dengan seorang komandan satuan
militer berpangkat seorang kolonel, yang beberapa waktu belakangan ini
sangat mendukung kekuasaan Gus Dur dari gangguan pendukung Wiranto harus.
Kolonel itu adalah bernama Kolonel Inf Jul Efendi Syarief, Komandan Brigade
Infanteri (Brigif) 1/Jayasakti, brigif di bawah komando Pangdam Jaya. Ketika
Gus Dur bersitegang dengan Wiranto yang didukung Pangkostrad Letjen TNI
Djadja Suparman, Jul memimpin sebuah brigade infanteri yang siap bertempur
habis-habisan untuk membela Gus Dur. Tanpa hadangan pasukan Kolonel Jul,
mungkin Wiranto sulit digusur, karena ia akan punya posisi tawar yang kuat
jika ia diketahui akan gampang menguasai ibukota. Kalau waktu itu Wiranto
dan Djaja punya nyali melakukan kudeta, sudah pasti Kolonel Jul akan berada
di depan menghadang pasukan Kostrad pimpinan Letjen Djadja. Kolonel Jul
adalah lulusan Akademi Militer 1976, kariernya masih panjang, tapi tangannya
bersimbah darah para pendukung Megawati.

Brigif 1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Batalyon
Kaveleri, yakni: Yonif 201/Jaya Yudha (berbasis di Gandaria, Jakarta Timur),
Yonif 202/Taji Malela (berbasis di Bekasi), Yonif 203/Arya Kemuning
(berbasis di Tangerang dan Yonkav 9/Serbu (berbasis di Serpong, Tangerang).
Brigif ini, ketika pecah Peristiwa 30 September 1965 dikomandani oleh
Kolonel Inf Abdul Latief. Ketika itu, Letkol Inf Untung amat yakin bisa
menguasai Jakarta karena Kolonel Latief mendukungnya. Artinya, kalau pasukan
yang memiliki otoritas di ibukota mendukung sebuah usaha kelompok militer
menduduki ibukota, maka upaya pendudukan itu menjadi mudah.

Jul Efendi adalah komandan lapangan penyerbuan Kantor DPP PDI, di Jl.
Diponegoro, 27 Juli 1996. Waktu itu, ia adalah Komandan Kodim 0501/Jakarta
Pusat yang secara teritorial membawahi lokasi Kantor DPP PDI itu. Komandan
Kodim Jakarta Pusat, Letkol Inf Jul Effendi, pagi hari 27 Juli 1996, memberi
komando ketika ratusan pemuda yang mengenakan kaos warna merah yang diangkut
sembilan truk warna kuning, agar segera menyerang kantor DPP PDI. Pasukan
Letkol Jul pun mengedrop batu ke pasukan berseragam kaos merah itu. Siatuasi
tak menentu. Lalu datang Kapolres Jakarta Pusat, Let kol Pol Abu Bakar
mencoba berunding. Ia meminta Kantor DPP PDI dikosongkan namun ditolak warga
PDI. Namun, tiba-tiba Letkol Jul kembali memerintahkan "pasukan merah" untuk
menyerbu ke dalam yang disusul pasukan polisi di bawah komando Letkol Abu
Bakar. Korban pun berjatuhan.

Ini dilema bagi Gus Dur. Di satu pihak, Kolonel Jul adalah komandan lapangan
operasi penyerbuan. Di pihak lain, kini justru Jul sempat "menyelamatkan"
kekuasaan Mbak Mega dan Gus Dur. Kalau hukum hendak ditegakkan, Jul memang
harus ikut bertanggungjawab terhadap kejahatan penyerbuan itu, namun di
pihak lain, ia harus diberi penghargaan karena "kesetiaannya" pada Gus Dur
dan "pembangkanganya" pada Jendral Wiranto.

---
PEJABAT YANG TERLIBAT PERISTIWA 27 JULI
---

Mantan Presiden RI Jendral TNI (Purn) Soeharto
Panglima ABRI Jendral TNI Feisal Tanjung
KSAD Jendral TNI Hartono
Menko Polkam Jendral TNI (Purn) Soesilo Soedarman (alm)
Kasum ABRI Letjen TNI Soeyono (tidak dilibatkan)
Kasospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid
Asospol Kasospol ABRI Mayjen TNI Suwarno Adiwijoyo
Kapuspen ABRI Brigjen TNI Amir Syarifudin
Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso
Kasdam Jaya Brigjen TNI S. Bambang Yudhoyono
Kepala BIA Mayjen TNI Syamsir Siregar
Pangkostrad Letjen TNI Wiranto
Danjen Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto
Kapolri Jendral Pol Dibyo Widodo
Kapolda Metrojaya Mayjen Pol Hamaminata
Mendagri Letjen TNI (Purn) Yogie S Memet
Dirjen Sospol Depdagri Mayjen TNI Sutoyo NK
Dandim Jakarta Pusat Letkol Inf Jul Effendi Syarief
Kapolres Jakarta Pusat Letkol Pol Abu Bakar Nataprawira
---

Kolonel Jul, sudah pasti akan dibela oleh panglimanya: Pangdam Jaya, Mayjen
TNI Ryamizard. Jul, tampaknya akan menjadi kekecualian dalam pengusutan
kembali kasus ini. Apalagi, sejumlah jendral yang didiga ikut jadi pelaku
penyerbuan itu, seperti Gus Dur sendiri juga akan 

SiaR--XPOS: TEKA-TEKI SUTIYOSO

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

"TEKA-TEKI" SUTIYOSO

(POLITIK): Sutiyoso dan para jenderal yang terkait "kasus 27 Juli", takkan
'tersentuh'. Ada apa?

Para jenderal pelanggar HAM masih belum bisa tidur tenang. Belum lagi mereda
tuduhan terhadap keterlibatan Wiranto dalam kasus pelanggaran HAM pasca
jajak pendapat di Timor Timur, mulai lagi serangan dilancarkan pada sejumlah
mantan perwira tinggi militer. Kali ini, para jenderal itu dituduh
bertanggung jawab terhadap penyerbuan markas Partai Demokrasi Indonesia pada
tanggal 27 Juli 1996.

Kasus ini kembali menghangat, terutama setelah Kapolri Letjen Roesdihardjo
menyatakan tekadnya untuk mengusut tuntas kejahatan pelanggaran HAM
berkenaan dengan peristiwa tersebut. Sebelumnya, seperti diketahui, Tim
Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menjadi kuasa hukum Megawati
Soekarnoputri, pernah mengadukan sejumlah nama yang diduga terlibat kasus 27
Juli itu. Mereka antara lain, mantan Panglima ABRI Jenderal (purn.) Feisal
Tanjung, mantan Kassospol ABRI Letjen (purn.) Syarwan Hamid, mantan Kapolri
Jenderal Dibyo Widodo, mantan Kapolda Metro Jaya Mayjen Hamami Nata serta
mantan Pangdam Jaya yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta Letjen (purn.)
Sutiyoso.

Niat Kapolri ini, tidak dapat dianggap sebelah mata. Paling tidak, hingga
Kamis lalu (17/2) Polda Metro Jaya telah mengadakan pemeriksaan pada 17
orang yang dianggap saksi peristiwa 27 Juli atau yang pernah mengadukan
kasus itu pada polisi. Memang sampai ditulisnya berita ini belum ada satupun
perwira tinggi yang menjalani pemeriksaan. Namun, menurut Roesdihardjo,
metode yang digunakan untuk melakukan penyidikan sengaja dilakukan dari
bawah ke atas. Dengan demikian, diharapkan bisa terlacak siapa sebenarnya
yang memberikan komando penyerbuan pada hari Sabtu pagi kelabu itu.

Bahwa ini menjadi masalah yang benar-benar serius, dapat dilihat pula dari
dukungan yang diberikan Menko Polkam ad interim Surjadi Sudirdja pada
Kapolri. Tidak tanggung-tanggung, Surjadi malah memerintahkan Rusdihardjo
untuk memeriksa semua jenderal yang diduga terlibat kasus itu. "Kalau DPR
saja bisa memanggil para jenderal, mengapa Kapolri tidak bisa? Mestinya
Kapolri pun bisa memanggil mereka untuk mencari bukti-bukti. Kapolri harus
berani memanggil untuk klarifikasi," ujar Surjadi seperti dikutip Media
Indonesia. Menurutnya lagi, peristiwa 27 Juli harus diungkap kembali secara
tuntas, agar tak ada lagi "kebisuan dalam kehidupan kita." Lebih jauh ia
berpendapat, penyelidikan kasus ini tidak ada batas waktunya. "Masa 'sih
polisi takut sama jenderal-jenderal?"

Simpatik memang. Namun, masalahnya, banyak orang yang sudah terlanjur
skeptis dengan upaya penyidikan berbau politis semacam ini. Berbagai
pernyataan keras boleh saja dikemukakan, tapi hingga saat ini, masyarakat
belum melihat ada seorang jenderal pun yang dinyatakan bersalah karena
melakukan pelanggaran HAM. Wiranto sendiri belum. Bahkan Prabowo Subianto
yang dianggap bertanggungjawab pada kerusuhan Mei 1998, hanya dipecat tanpa
pernah melewati meja hijau pengadilan.

Pertanyaannya pada upaya pengungkapan kasus 27 Juli ini pun sama: Apakah
mungkin mengadili para jenderal?

Pernyataan Surjadi bahwa penyelidikan kasus ini tidak ada batas waktunya. Di
satu sisi bisa berarti, kasus ini tidak akan dilupakan. Para penanggung
jawabnya setiap saat dapat diperiksa, ditangkap dan diadili.

Namun, di sisi lain, ini bisa berarti penyelidikan akan terus menggantung,
tanpa pernah dapat diputuskan siapa yang bersalah. Kalau ini yang terjadi,
wajar saja bila terdengar nada skeptis terhadap proses peradilan ini. Satu
contoh yang membuat munculnya keraguan ini, adalah perlakuan pada Gubernur
DKI Sutiyoso. Hingga sekarang, Sutiyoso dianggap sebagai the untouchable
atau orang yang tak tersentuh. Padahal, semua orang tahu pada waktu terjadi
penyerbuan terhadap markas PDI itu, Sutiyoso yang masih menjabat sebagai
Pangdam Jaya, adalah penanggung jawab keamanan ibu kota. Nyatanya, ia tidak
"diapa-apakan." Setelah Presiden Soeharto mundur digantikan Habibie, ia
malah menjadi Gubernur DKI menggantikan Surjadi Sudirdja.

Bahkan, sampai terpilihnya Gus Dur sebagai presiden di era demokrasi
Indonesia, Sutiyoso masih tetap dipertahankan sebagai gubernur.

Bisa saja ini merupakan kebetulan belaka. Namun, siapapun tahu peristiwa 27
Juli bukanlah peristiwa kecil -setidaknya bagi Megawati Soekarnoputri yang
kini telah menjadi wakil presiden.

Ada apa sebetulnya?

Apa yang membuatnya bisa selalu selamat dari noda 27 Juli?

Ada macam-macam analisa yang dikemukakan berbagai sumber tentang hal ini.
Misalnya, Sutiyoso dianggap pintar melakukan pendekatan pada atasannya.
Atau, ia dikatakan memiliki kedekatan khusus dengan Gus Dur, Presiden RI.
Lagi-lagi, apekulasi semacam ini tetap saja tidak 

SiaR--XPOS: IBLIS MENGEJAR PENCULIK

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

"IBLIS" MENGEJAR PENCULIK

(POLITIK): Bermodal SP3, para penculik aktifis bisa dikejar. Puspom TNI
telah periksa 3 orang Inteldam. Kesangkut di mana?

Minggu ini, Hendrik Sirait, aktifis Aldera (Aliansi Demokrasi Rakyat) yang
pernah diculik tentara berencana mendatangi Mapolda Jaya. Pihak pengacaranya
dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) disebutkan telah
mengirim surat resmi kepada Kapolda. Pertemuan tersebut rencananya
membicarakan kelanjutan kasus penculikan dirinya yang berlangsung tahun
1996. Pihak Polda saat dihubungi mengaku belum menerima surat dimaksud.
"Bisa saja belum sampai".

Sebagaimana diberitakan media massa tiga tahun lalu, 1 Agustus 1996
Pengadilan Negeri Jakpus menggelar sidang gugatan Megawati Soekarnoputri
setelah Kantor DPP PDI-nya diserbu milisi dan ABRI, 27 Juli 1996. Saat
itulah, Hendrik Sirait yang turut menghadiri persidangan dibawa paksa ke
Inteldam Jaya, Jalan Kramat V, Jakarta. Mulanya Sirait tidak mengetahui akan
dibawa ke mana. Sepanjang jalan bersama tiga orang yang menyergapnya, ia
ditiarapkan di bagian tengah mobil. Dua pasang kaki menekan punggungnya.
Belakangan diketahui, satu dari ketiga orang itu bernama belakang Hutabarat.

"Di markas intelejen Kodam Jaya, sampai tanggal 6 Agustus," kisah Sirait.
Babak belur? Tidak usah ditanya. Seperti Wisma Karti, tempat penyiksaan
Badan Intelejen ABRI (BIA), Inteldam Jaya sudah terkenal sejak lama. Seorang
penyiksa paling kejam sekaligus "kreatif" dipanggil "Cepu-2". Tentu nama
sandi antar mereka. Di tangan Cepu-2, kedua telinga Sirait disetrum dan
sekujur punggungnya disundut bara rokok.

Apa yang mereka minta? "Saya dipaksa mengakui sebagai anggota PRD (Partai
Rakyat Demokratik, organisasi yang disebut Syarwan Hamid dan Soesilo
Soedarman sebagai otak kerusuhan 27 Juli-red), dan otak ancaman bom di
beberapa gedung di Jakarta." Mengaku? "Semua isi BAP saya isinya jawaban ya,
tidak ada jawaban tidak". Padahal, para intel tadi mengetahui persis
aktivitas Sirait di Pijar di mana dia menjadi Kepala Biro Aksi.

Hendrik mengaku ketakutan. Wajar saja, situasi dirinya kala itu dan kondisi
di luar memang tengah mencekam. Tempat kost dan "kantor" aktivis gerakan
oposisi tengah "disisir". Pasca 27 Juli selama beberapa waktu, memang tidak
ada aktivitas demonstrasi berarti. Komnas HAM baru kedatangan aksi delegasi
petani 5 hari kemudian.

"Kenyataan itu meyakinkan saya, bahwa kebijakan menyapu aktivis oposisi
bersumber dari pimpinan tinggi militer," mantap Sirait yang akrab dipanggil
"Iblis" (entah kenapa). Pengungkapan kasusnya, menurut Iblis turut membuka
siapa yang menginginkan Megawati tergusur dan siapa yang memberi perintah
langsung.

Sebab, mimbar bebas di Jl. Diponegoro, 27 Juli 1996, penculikan dirinya,
ancaman bom dan pembersihan kelompok oposisi kala itu merupakan satu mata
rantai kejadian.

Hal sama juga diungkapkan Ketua Dewan Pengurus YLBHI Bambang Widjojanto yang
sempat menjadi pengacara Iblis tahun 1996. Dalam BAP versi Inteldam mereka
mengejar keberadaan Widjojanto dalam gerakan oposisi di luar Megawati. Apa
yang dirancang Kodam? (Gubernur DKI Sutiyoso waktu itu menjabat Pangdam
sebagai "hadiah" keberhasilannya mengamankan Konferensi APEC di Bogor).

"Cerita yang dikarang para penculik saya adalah bahwa Bambang dan YLBHI-nya
merupakan think-thank gerakan," ungkap Iblis. Kurun waktu itu Kantor YLBHI
di Jl. Diponegoro memang menjadi tempat berkumpul banyak kelompok oposisi,
khususnya kota Jakarta. Sejumlah nama pun dikonfrontir kepada Iblis dan
dipaksa mengakui mengenal mereka. "Kecuali nama Garda Sembiring (Ketua
Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi/SMID Jabotabek-red) saya menyatakan
tidak tahu". Pengakuan itu bersebab, para pemeriksa memperlihatkan rekaman
video dan photo dimana Iblis mendekap Garda saat yang bersangkutan hendak
ditangkap petugas Brimob pada aksi Tragedi Makassar Berdarah, April 1996 di
Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Kondisi fisik dan mental yang kepayahan tidak memberi pilihan lain kecuali
jawaban: "Ya". Kenapa? "Kalau mereka tidak suka jawaban saya, lantas saja
tangan atau benda apa saja mendarat di muka dan badan saya". Bahkan suatu
kali ia diajak duel oleh Serka Rahmat, salah seorang interogatornya lantaran
cuma mesem ketika ditanya, "Kamu melawan pemerintah tujuannya mau jadi
Mendagri, khan?"

Sejatinya yang mesem bukan Sirait seorang. Di tahanan Polda Metro Jaya,
tempat ia 'dilimpahkan' kemudian tanggal 6 Agustus 1996, seorang Polwan
mengulum senyum ketika membaca BAP dari Inteldam itu. "Kamu pasti dihabisi
ya sampai memberi jawaban-jawaban tidak masuk akal begini?" tanyanya seperti
dikisahkan Iblis.

Tertangkap kesan, pihak Polda merasa kesal dengan sikap militer yang main
limpah. Terbukti Polda pun kemudian mau tidak mau 

SiaR--XPOS: OMBUDSMAN ITU BERNAMA KOMNAS HAM

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

OMBUDSMAN ITU BERNAMA KOMNAS HAM

(POLITIK): Komnas HAM akan putuskan mekanisme penyelesaian "kasus-kasus
lama". Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi jadi usulan. Ombudsman?

Mana lebih adil: mengkonsolidasi perdamaian di mana HAM terjamin kini atau
mencari keadilan ke masa lampau yang bisa membahayakan perdamaian itu?"
tanya Presiden Uruguay Sanguinetti, tahun 1989. Sanguinetti kemudian lebih
memilih memberi amnesti kepada "orang-orang lama" ketimbang membawa mereka
ke pengadilan atas pelanggaran hak asasi yang mereka lakukan. Alasannya,
sistem demokrasi yang baru dimulai harus diberi landasan kokoh.

Keadilan, selanjutnya dirumuskan sebagai penciptaan kondisi demokrasi yang
stabil sesegera mungkin. Mengadili tokoh-tokoh orde otoriter, terlebih dari
kelompok militer, hanya berakibat instabilitas. Oleh Sanguinetti pemberian
amnesti terhadap pelaku-pelaku pelanggaran HAM menjadi "suatu kewajiban
moral lain". Artinya, ia pun mengakui betapa pentingnya kewibawaan hukum
nasional ditegakkan.

Apakah ujung amnesti tadi berbuah rekonsiliasi atau justru pelanggengan
impunitas? Argentina di bawah rejim Bignone menunjukkan bagaimana formula
pengampunan nyata identik dengan pemberian kekebalan. Undang-undang
Perdamaian Nasional ala Bignone seterusnya dicabut oleh pemerintah baru yang
menumbangkannya, Desember 1983. Selang 2 minggu pemerintahan tersebut dibentuk.

Apa relevansi untuk Indonesia? Sampai hari ini, sebuah litani panjang tengah
dimantrakan bersama. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) nyaris
tiap hari menerima delegasi-delegasi masyarakat yang menginginkan
pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) atas kasus-kasus
pelanggaran HAM orde Soeharto. Tangan penggumam litani itu menyodorkan
lilin-lilin untuk mendapat nyala.

Minggu lalu, dalam dua hari tiga kelompok aksi menuntut hal sama mendatangi
Komnas. Delegasi korban peristiwa Tanjung Priok 1984 meminta Komnas "adil"
terhadap semua kasus pelanggaran HAM dan bukan hanya kepada Timor Timur.
Keesokannya delegasi lain datang berasal dari korban Tragedi Semanggi I dan
Semanggi II serta korban kerusuhan Mei 1998. Lantas kenapa?

"Masalahnya, tidak mungkin untuk semua kasus HAM di masa lalu kita buatkan
KPP-nya," ungkap Sekjen Komnas HAM Asmara Nababan. Sementara, lanjut
Nababan, pihaknya pun tetap menginginkan semua kasus itu bisa diselesaikan.
Rencananya, sebelum rapat pleno Komnas Selasa minggu ini, Komnas akan
bertemu Presiden Abdurrahman Wahid membicarakan soal-soal terkait.

Alternatifnya, demikian Nababan adalah melalui mekanisme Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi(KKR). Suatu alternatif yang juga disebut-sebut banyak
pengamat dan aktivis HAM Indonesia. Pertimbangannya, membentuk KPP HAM
memakan waktu lama dan -tentu saja- biaya besar. Di sisi lain militer merasa
telah "cukup" sampai kasus Timor Timur mereka "dipermalukan" secara
institusi. Tajuk besar di media massa belakangan seputar isu kudeta militer
turut menjadi timbangan.

Chili masa Aylwin pun menentang pengadilan bagi anggota-anggota militer
tetapi bertekad menyingkap kebenaran. Aylwin membentuk KKR dengan
menyebutnya sebagai "hati nurani dan moral bangsa". KKR Aylwin menyelidiki
dan melaporkan selengkapnya pembunuhan-pembunuhan politik dan penghilangan
paksa selama rejim militer berkuasa. Laporan-laporan tersebut dibuka bagi
publik, namun pelaku kejahatan tidak diajukan ke pengadilan. Terhadap para
korban dan keluarga ganti rugi diberikan.

Apa yang terjadi sebetulnya adalah suatu proses politik di mana kompromi
menjadi pilihan.

Pemerintahan baru, diam-diam atau terang-terangan, menjamin 'orang-orang
lama' tidak akan menjadi sasaran eporistik akumulasi kekesalan rakyat.
Sebagai imbalannya, pemerintah baru terhindari dari resiko digoyang oleh
konsolidasi status quo. Beda antara KPP HAM dan KKR tampaknya terletak di
sana. Tidak ada pengadilan bila memilih yang terakhir. Sampai di sini,
keadilan dan mengungkap kebenaran ditempatkan saling seberang.

Samuel P Huntington yang mendokumentasikan dengan baik debat perlu-tidaknya
"orang-orang lam" diadili tak nyana turut pusing. Ia memilih bersembunyi di
balik kalimat: "pemerintah baru sebaiknya tidak mengadili, tidak menghukum,
tidak memaafkan dan juga tidak melupakan" (kasus HAM masa lalu).

Bagaimana menentukan kasus A dibawa ke pengadilan HAM lalu lainnya lewat
KKR? "Kesalahannya terletak pada aturan mengenai peradilan HAM," papar
Koorninator Kontras Munir. Dimaksudkan, kasus-kasus pelanggaran HAM beratlah
yang akan dibawa ke pengadilan HAM. Pelanggaran HAM lain di luar kategori
berat diselesaikan lewat mekanisme KKR. Jeleknya, seperti biasa definisi
mengenai pelanggaran HAM berat itu tidak jelas seperti apa. Sebagai
pembanding Statuta Roma 1998 menyebutkan genosida, penculikan, 

SiaR--XPOS: ULAH SI ANAK ANGKAT TENTARA

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

ULAH SI ANAK ANGKAT TENTARA

(EKONOMI): Pengusaha Tommy Winata, punya utang menggunung di dalam negeri.
Tapi ia mampu menyumbang kampanye Bill Clinton.

Awal Februari lalu, dari New York, Amerika Serikat dikabarkan bahwa Tommy
Winata, bos PT Bank Artha Graha (BAG), dari Indonesia, telah memberikan
sumbangan secara ilegal senilai US$200.000 untuk kampanye Presiden AS Bill
Clinton. Padahal, ia sendiri punya utang terhadap Bank Indonesia Rp1,1
trilyun lewat Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).

Ulah anak angkat Jenderal TB Silalahi dan sejumlah jenderal ini, tentu saja
bikin sewot jutaan rakyat yang sekarang sedang hidup morat-marit.

Sebelumnya, ketika merebak kasus pengambilalihan BAG, yang melibatkan kaki
tangan Soeharto Letjen Purn Hedijanto, yang juga menjadi bendahara Yayasan
Dharmais, Tommy sebenarnya sudah dipanggil oleh Jenderal Edi Sudrajat, Ketua
Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP). Tommy mengelak bahwa ia telah merugikan
dan mencemarkan nama baik YKEP. Sebagai jaminan agar para Jenderal tidak
marah, Tommy akhirnya menyerahkan 49 persen saham BAG kepada YKEP.

Kini, setelah mendapat backing dari TNI, Tommy leluasa bergerak dalam
bisnis. Termasuk bisnis kotor, yang hasilnya untuk tambahan kampanye calon
presiden Amerika Serikat. Soal sumbangan ke Bill Clinton sendiri, itu
dibeberkan oleh tokoh penghimpun dana kampanye Charlie Trie, kepada Biro
Penyelidik Federal (FBI) AS.

Disebutkan oleh Charlie, bahwa sebagian dari donasi ilegal yang diberikan
kepada Partai Demokrat (partainya Clinton) adalah berasal dari pengusaha di
bidang telekomunikasi Indonesia ini. Sebagai kompensasi sumbangan tersebut,
Tommy disebutkan kebelet bertemu secara pribadi dengan Clinton. Namun,
sampai dananya habis dipakai presiden AS itu, Tommy jangankan ngobrol akrab
dengan Bill Clinton. Kabarnya, masuk ke Gedung Putih saja susahnya bukan main.

Menurut Trie dalam laporan ringkas FBI sepanjang 47 halaman, disebutkan,
Tommy mengirim uang tersebut dalam bentuk travelers check kepada Trie, pada
waktu yang bersamaan ia juga harus mengajukan permohonan untuk bertemu
dengan Clinton secara pribadi.

Trie juga menambahkan, ia bertemu Tommy pada waktu pertemuan APEC
(Asian-Pacific Economic Cooperation) di Seattle, 1994. Tommy, waktu itu,
mengaku sebagai teman dekat Presiden Soeharto, penguasa Orde Baru.

"Winata menginginkan Trie memperkenalkan ia dan beberapa orang lainnya
kepada Presiden (Clinton)," demikian FBI.

Trie mengaku, ia awalnya memang menjamin menempatkan Tommy di sebelah
Presiden Clinton pada acara penggalangan dana di Hay-Adams. Namun, ternyata
Tommy kepengin lebih lagi, yaitu "pertemuan yang lebih pribadi". Ia mengaku
akan mengirimkan beberapa pembantunya sebagai gantinya, apabila ia
berhalangan pada acara penghimpunan dana tersebut. sebuah cabang bank di
Watergate di mana ia tinggal.

Trie kepada FBI juga mengaku, ia menggunakan identifikasi palsu untuk
seorang pengusaha kaya Taiwan, agar dapat membawa Tommy ke Gedung Putih.
Identitas palsu itu berupa Surat Izin Mengemudi (SIM) Arkansas milik suami
sekretaris Trie. Tommy sendiri waktu itu mengaku bernama Chih Chong "Simon"
Chien.

Ia bahkan sempat dibawa ke acara makan malam di Gedung Putih, setelah
skandal penghimpunan dana kampanye dari pihak-pihak asing ini terkuak ke
publik, menyusul Pemilu 1996. Demi bisnisnya di negeri adikuasa, Tommy
memang menggadaikan hartanya untuk kepentingan yang lebih besar lagi. Selain
pengutang di BI, Tommy juga merupakan salah satu obligor dari Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun, ia tidak termasuk 20 obligor
terbesar di Indonesia yang kreditnya macet tersebut. Ia sendiri mengakui
kepada sesama temannya pengusaha Cina, pernah menjadi sorotan awal tahun
lalu, berkaitan dengan dugaan pengalihan kepemilikan PT Bank Artha Prima
(BAP) yang memakai fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia yang diterimanya.

Waktu itu, gara-gara Tommy Winata, Tim Jaksa Pemeriksa Kejaksaan Agung
sampai meminta keterangan mantan Gubernur Bank Indonesia (1993-1998) J.
Soedradjad Djiwandono (60), yang dinilai mengetahui soal penggunaan
fasilitas yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara tersebut.
Menyangkut persoalan Bank Arta Prima (BAP) secara proporsional, Tommy memang
dingin. Baginya, siapapun yang dipercayakan BI mengambil alih BAP, yang ia
inginkan adalah bisa dipercaya dan bisa mengatasi kesulitan keuangan BAP.

Pada kasus BAP, memang terungkap adanya kesimpang siuran soal siapa
sebenarnya yang menjadi pemilik resmi BAP. Masalahnya, BAP sudah dijual ke
PT Jagata Primabumi, tetapi kemudian BAP dikembalikan lagi oleh PT Jagata ke
BI. Kemudian Bank Indonesia menunjuk Tommy Winata dari Bank Arta Graha
sebagai investor baru BAP, sementara utang-utang BAP yang lama harus
ditalangi PT 

SiaR--XPOS: SOFYAN WANANDI DAN UTANG 184 TAHUN

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

SOFYAN WANANDI DAN UTANG 184 TAHUN

(EKONOMI): Ini bukan sulap dan bukan sihir. Ini betul-betul nyata dan
terjadi di Indonesia. Seorang konglomerat sejak zaman Orde Baru, punya utang
kepada sebuah bank sebesar Rp92 milyar, namun pembayaran cicilannya dapat
dilakukan selama 184 tahun, tanpa bunga lagi.

Tetapi, Anda jangan heran. Karena begitulah adanya di republik ini.
Sementara bank-bank yang menerima kucuran dana Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) harus mengikatkan diri membayar utang-utangnya selama empat
tahun dalam Maste Settelment Aqcusition Agrement (MSAA), tetapi mantan
demonstran yang pernah mengeruk keuntungan di zaman Soeharto itu, bisa
mencicil utangnya selama 184 tahun.

Ceritanya begini. PT Gemala Container (GC), salah anak perusahan dari Gemala
Grup yang dimiliki Sofyan Wanadi, pada sekitar tahun 1995 meminjam uang
senilai Rp92 milyar di Bank Nasional  Indonesia (BNI). Pinjaman itu
diperuntukan untuk membangun perluasan pabrik dan sejumlah kontainer di
kawasan Semper, Cilincing, Jakarta Utara.

Yang dipertanyakan oleh Usman Ermulan, anggota Komisi IX DPR itu, kepada
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Sudibyo adalah apa dasarnya seorang
konglomerat boleh mencicil utangnya selama 184 tahun. Tanpa bunga dan bebas
saja.

Ditilik dari jumlah pembayarannya Rp500 juta/tahun, hal ini berarti uang
negara yang dipinjam Ketua Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN) ini baru
bisa diselesaikan dalam jangka waktu 184 tahun. "Sejauhmana Bapak Menteri
mengetahui hal ini," tanya Usman Ermula, anggota Komisi IX DPR asal Fraksi
Partai Golkar, ketika Rabu (23/2) lalu di Gedung DPR, Jakarta Pusat.
Pertanyaan tersebut dilontarkan anggota asal Fraksi Partai Golkar ini
menjelang berakhirnya Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkeu Bambang Sudibyo.

Menurut Usman Ermulan, sampai saat ini GC mempunyai utang terhadap BNI
senilai Rp92 milyar, yang waktu itu peminjamannya dilakukan untuk membangun
proyek container. Usman Ermulan sendiri tidak bisa menyebutkan kapan
persisnya utang tersebut dilakukan Sofyan. Ia memperkirakan pinjaman
tersebut sudah dilakuakan sejak lama.

Pada awalnya, utang Sofyan ini berbentuk dolar Amerika Serikat. Namun,
lanjutnya, kemudian dikonversi menjadi rupiah, yang pembayaran utangnya
direstrukturisasi BNI sendiri. "Tetapi dengan kesepakatan akan dicicil
setiap tahunnya Rp500 juta. Anehnya, tanpa bunga," ujarnya.

Apabila hal itu betul, lanjut Usman, artinya utang tersebut baru bisa
diselesaikan oleh Sofyan Wanadi baru bisa diselesaikan dalam waktu selama
184 tahun. "Apakah karena dia menjadi Ketua DPUN tersebut, sehingga dia
mendapat fasilitas itu?" tanyanya.

Padahal, ungkap Usman lagi, Sofyan mempunyai deposito di BNI senilai Rp40
milyar. Yang mengherankannya, mengapa sih dengan deposito Rp40 milyar itu,
BNI tidak mengambil bunganya. Padahal, menurut Usman bunganya pada waktu
berkisar antara 10-13 persen/bulan. Apabila diambil 10 persen berarti
jumlahnya Rp400 juta dan dia bisa menambah pembayaran sebesar Rp100 juta lagi.

Sementara, Menkeu Bambang Sudibyo yang menjawab pertanyaan Usman Ermulan,
mengaku tidak tahu sama sekali dengan penyelesaian utang tersebut.

Sofyan Wanandi sendiri sempat ngumpet dan belum berhasil untuk
diklarifikasi. Sampai Rabu malam pukul 22.00 wib, Syahril masih belum bisa
dihubungi. Telepon rumahnya selalu sibuk.

Meskipun oleh bos PT GC, Herman Gozali disebutkan bahwa sejak 1 Maret 1998
Bos Gemala Grup, Sofjan Wanandi bukan lagi pemilik atau pemegang saham
langsung dan tidak ikut mengendalikan jalannya PT Gemala Container (GC),
namun menurut anggota Komisi IX asal Fraksi Partai Golkar itu, dia tidak
bisa mangkir dan melepaskan tanggungan utangnya senilai Rp92 milyar di Bank
Negara Indonesia (BNI).

Menurut Usman Ermulan, anggota Komisi IX DPR, kepada wartawan, Jumat (25/2)
lalu di Jakarta, utang yang diperoleh PT GC, hal itu tidak bisa dilepaskan
dari peran dan lobi Sofjan Wanandi yang waktu itu duduk sebagai Presiden
Komisaris GC.

Ditambahkan oleh Usman, ketika utang tersebut direstrukturisasi oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), nama Sofjan Wanandi masih tercatat
sebagai Presiden Komisaris PT GC.

Menurut Usman, tanggapan yang disampaiakn Herman Gozali, boleh-boleh saja.
Tapi DPR tidak percaya begitu saja. Usman mengakui tetap akan mendesak dan
menanyakan Menteri Keuangan agar klarifikasi mengenai PT GC segera
disampiakan kepada anggota Dewan.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR, Rabu (23/2) lalu, Usman
Ermulan sudah mempertanyakan kepada Menteri keuangan Bambang Sudibyo
mengenai utang PT Gemala Container (GC) milik Sofjan Wanadi senilai Rp92
milyar, yang dicicil selama 184 tahun sebesra Rp500 juta/tahun dan tanpa
bunga di Bank Nasional Indonesia (BNI).

Namun, esoknya 

SiaR--XPOS: MENYUSURI JEJAK SEPATU INTELDAM

2000-03-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 06/III/27 Pebruari-4 Maret 2000
--

MENYUSURI JEJAK SEPATU INTELDAM

(POLITIK): Marsinah dibunuh tujuh tahun lalu. MA membebaskan para terdakwa
pembunuhnya. Saksi kunci yang melihat Marsinah di kantor Kodim hilang tak
tentu rimbanya.

Kasus pembunuhan aktifis buruh Surabaya: Marsinah dibuka kembali. Polisi
tengah menyusur kembali kasus yang melibatkan para aparat Angkatan Darat di
jajaran Kodam V/Brawijaya itu.

Tewasnya Marsinah menghebohkan banyak pihak. Terutama setelah sejumlah
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang concern terhadap perjuangan nasib
buruh angkat bicara. Maghrib, 5 Mei 1993. Seperti biasanya, Marsinah
berpamitan kepada Asiyem, kawannya, untuk membeli makanan di warung kaki
lima, kawasan Tugu Kuning, sebelah barat Desa Siring. Ternyata, itulah
pamitan Marsinah untuk yang terakhir kalinya, karena sejak itu ia
menghilang, sampai akhirnya ditemukan tak bernyawa pada 9 Mei 1993 di sebuah
gubuk di pinggiran sawah, di Desa Wilangan.

Tak pelak lagi, kasus ini menjadi perbincangan hangat di banyak media massa
nasional, dan bahkan di organisasi buruh sedunia (ILO/International Labour
Organization) pun kasus ini hingga kini masih terdaftar dengan nomor 1173.
Mengapa kasus Marsinah itu dirasa demikian penting hingga pada akhir Januari
lalu, Gus Dur pun memerintahkan Menaker Bomer Pasaribu untuk kembali
membongkar dan menemukan pembunuh Marsinah sebenarnya.

Memang, meskipun putusan pengadilannya sudah ada, tapi ada yang janggal dari
putusan hukum tersebut. Sejak di tingkat Pengadilan Negeri, lalu banding ke
Pengadilan Tinggi, ke-9 terdakwa pembunuh Marsinah, yakni Judi Susanto dan
kawan-kawan divonis bersalah. Tapi ketika di tingkat kasasi, di Mahkamah
Agung (MA), ke-9 terdakwa justru dinyatakan bebas murni. Jika demikian,
siapakah pelaku pembunuh Marsinah sebenarnya?

Ke-9 terdakwa, Judi Susanto dan kawan-kawan adalah karyawan PT Catur Putra
Surya (CPS) di mana Marsinah bekerja sebagai buruh. Mereka, termasuk mantan
Danramil Porong Kapten Inf Kusairi didakwa bersekongkol untuk membunuh
Marsinah. Pasalnya, pada 3 dan 4 Mei 1993, Marsinah memimpin buruh
perusahaan arloji itu berdemonstrasi menuntut perbaikan upah kerja.

Belakangan terbongkar, bahwa skenario berita acara pemeriksaan (BAP) ke-9
terdakwa yang dijadikan dasar dakwaan kejaksaan merupakan versi aparat
ekstra judisial, yakni pihak Den Intel Kodam V/Brawijaya. Pihak kepolisian
hanya menerima limpahannya. Dan -ini yang mengerikan- seperti testimoni para
terdakwa, bahwa proses pembuatan BAP dilakukan penuh rekayasa dengan
sejumlah siksaan fisik yang mendera mereka. Apalagi, ke-9 terdakwa telah
menyatakan mencabut kembali BAP tersebut di sidang pengadilan.

Sebenarnya sudah banyak bukti-bukti yang mengarah kepada keterlibatan
instansi militer dalam kasus Marsinah. Tampaknya Makodim Sidoarjo, serta
Markas Den Intel Kodam V/Brawijaya merupakan instansi militer yang paling
sering disebut-sebut di dalam berbagai hasil investigasi berbagai LSM.

Misalnya seperti dapat dibaca pada seri laporan kasus YLBHI, Kekerasan
Penyidikan Dalam Kasus Marsinah, Catatan Bagi Revisi KUHAP yang dikeluarkan
pada 1995. Bahkan belum lama ini, Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM)
yaitu kumpulan beberapa LSM se-Jatim yang aktif melakukan advokasi dalam
kasus Marsinah, membeberkan sejumlah nama aparat di Den Intel Kodam
V/Brawijaya, di samping aparat kepolisian Polda Jatim, yang melakukan
penyiksaan terhadap ke-9 terdakwa kasus Marsinah. Bahkan disebut-sebut pula
nama Letnan Koestamadji dari kesatuan Kopassus sebagai pelaku penyiksanya.

Keterlibatan aparat militer ini diperkuat pula oleh hasil investigasi Tim
Kecil Marsinah (TKM) DPRD Jatim yang melakukan cross check terhadap hasil
pemeriksaan Kusaeri dan Pasi Intel Kodim Sidoarjo Kapten TNI Sugeng dengan
para tersangka, serta tim panasihat hukumnya. Kesimpulan tim ini adalah
telah terjadi "kesalahan prosedur" dalam penyusunan BAP yang dilakukan di
Bakorstanasda (Kodam V/Brawijaya), bukan di kepolisian. Juga
direkomendasikan agar Sistem Intelejen Sidoarjo (SIS) segera dibubarkan,
karena keberadaannya menjadi "biang kerumitan" (istilah yang dipergunakan
tim tersebut, Red.) dalam penanganan dan penyelesaian kasus Marsinah.

Mungkin hasil investigasi tim penasihat hukum Judi Astono, salah satu
terdakwa, dapat juga dijadikan sebagai langkah awal untuk membongkar kembali
kasus tersebut. Menurut mereka, Marsinah terakhir kali diantar ke Makodim
Sidoarjo menjelang Maghrib, 5 Mei 1993. Pengantarnya adalah Yudo Prakoso.
Tapi saat persidangan kasus tersebut, Yudo tidak sempat ditampilkan sebagai
saksi, karena tiba-tiba saja menghilang bak ditelan bumi. Sampai hari ini
pun tidak jelas keberadaannya. Bahkan, Rianto, seorang saksi lainnya yang
melihat Marsinah datang bersama Yudo ke kantor Kodim hingga 

MamberaMO---WARGA PAPUA PROTES POLISI

2000-03-01 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


WARGA PAPUA PROTES POLISI

JAYAPURA, (MamberaMO, 1/3/2000). Sekitar 100 orang warga asal
Kabupaten Nabire, Paniai, Puncak Jaya dan Kabupaten Jayawijaya, Rabu Siang
mendatangi Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Papu untuk meminta
pertanggungjawaban kasus penembakan warga sipil di Nabire, pada Senin petang
(28/2). Ratusan warga itu dipimpin Supervisor Lembaga Studi dan Advokasi Hak
Asasi Manusia (ELS-HAM) Papua, John Rumbiak dan tokoh masyarakat Nabire,
Sabinus Kobogauw yang datang dari Nabire bersama warga di Jayapura.

Mereka membawa spanduk dan pamflet dengan tertib seraya memasuki
Mapolda Papu yang terletak di Jl. Sam Ratulangie, jantung kota Jayapura.
Selain dari empat kabupaten di atas, ada juga perwakilan dari sembilan
kabupaten di Papua, yaitu Kabupaten Sorong, Manokwari, Fakfak, Merauke,
Biak, Yapen Waropen, Kotamadya Jayapura dan Kabupaten Jayapura, namun
diantara mereka ada juga para wanita yang mengenakan pakaian berlogo Papua
Barat.

Spanduk dan pamflet itu berisikan permintaan agar satuan Brimob
Polda Papua segera ditarik dari Nabire dan mempertanyakan pendekatan Kasih
Sayang Polda Papua. Dengan makin banyaknya massa, pintu utama masuk Mapolda
Papua ditutup aparat sehingga sempat terjadi perang mulut antara aparat
Polda dengan massa, namun kedua pihak langsung berdamai.

Keikutsertaan perwakilan dari sembilan kabupaten itu sebagai
ungkapan keprihatinan atas tewasnya Menase Erary (28) di Nabire. Mereka
ingin menemui Kapolda Papua, Brigjen Pol. SY Wenas untuk mengklarifikasi
peristiwa berdarah di Nabire dua hari lalu. Kapolda kemudian bersedia
menerimanya di ruang kerja, namun karena massa semakin banyak, maka mereka
duduk di halaman gedung Mapolda Papua.

Kapolda berada di tempat sehingga bisa menemui masyarakat Papua yang
menyatakan keprihatinan mendalam atas tewasnya Menase Erary di Nabire. Pada
Senin (28/2), dua hari lalu, sekitar 50 orang Satgas Papua menyerang barak
Brimob Polda Papua di Nabire dengan menggunakan parang, tombak dan panah.

Aksi penyerangan itu mengakibatkan Menase Erary, mahasiswa sebuah
perguruan tinggi swasta di Nabire, tertembak mati. Sesuai hasil otopsi
korban kena peluru senapan CIS. Selain itu, seorang Satgas Papua, Vinsen
Degey (23) mengalami luka-luka di bagian kaki terkena tembakan.

Aparat keamanan telah menahan lima orang yang diduga keras sebagai
"otak" aksi kerusuhan berdarah yaitu, Yan Anauw (16), Andy Pigome (24),
Marthinus Awen (18), Daug Tekege (18) dan Mrius Pigay (25). Walaupun begitu,
Rabu pagi sekitar 2000 orang menyerang Polres Nabire yang menyebabkan
Wakapolres setempat, Mayor Pol. Drs. Alex Sampe nyaris terkena anak panah
sebagai pembalasan atas tewasnya Menase Erary. Demikian keterangan yang
diperoleh dari Kapolres setempat, Letkol. Pol. Drs. Faizal AN melalui
telepon, Rabu siang. Menurut Kapolres, serangan yang dilakukan massa itu
berkaitan dengan kasus penembakan Manase Erari sehari sebelumnya yang
mengakibat korban meninggal dunia.

Kasus penembakan tersebut terjadi sesaat setelah satgas Papua
menyerang Barak Satuan Brimob Polda Papua yang ditempatkan di Nabire guna
mengamankan wilayah ini sehubungan dengan ulah satgas Papua yang semakin
beringas sehingga meresahkan masyarakat di daerah ini. Dalam insiden ini
tidak ada laporan mengenai korban jiwa maupun korban luka-luka. Sementara
Polres Nabire sampai Rabu siang menahan 18 orang. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--BATARA: FAKTA BARU SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 (1/4)

2000-02-29 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


FAKTA-FAKTA BARU MENGENAI
SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 ATAS YOGYAKARTA (1/4)

Disusun oleh: Batara Hutagalung
===


PENDAHULUAN
Sebagaimana pada banyak peristiwa, penyerangan atas Yogyakarta pada
1 Maret 1949 juga tidak berdiri sendiri. Ada rangkaian peristiwa yang
mendahuluinya yang perlu diteliti agar dapat memperoleh gambaran yang
lengkap mengenai latar belakang, pertimbangan-pertimbangan, perencanaan,
pelaksanaan serta hal-hal yang terjadi setelah penyerangan dilaksanakan.
Sebenarnya latar belakang penyerangan 1 Maret atas Yogyakarta,
Ibukota RI waktu itu yang diduduki oleh Belanda, tidak perlu menjadi
kontroversi selama lebih dari tigapuluh tahun, apabila para pelaku sejarah
tidak ikut dalam konspirasi pemutarbalikan fakta-fakta sejarah. T.B.
Simatupang, saat peristiwa serangan tersebut adalah Wakil II Kepala Staf
Angkatan Perang dengan pangkat Kolonel, telah menulis secara garis besar
mengenai hal-hal seputar serangan tersebut, dari mulai perencanaan sampai
penyebarluasan berita penyerangan itu. Buku itu pertama kali diterbitkan
pada tahun 1960. Diterbitkan ulang pada tahun 1980.[1] Begitu juga dalam
skripsi  yang ditulis oleh Indriastuti sebagai bahan untuk ujian S-1 yang
diterbitkan pada tahun 1988,[2] telah memuat salinan Instruksi Rahasia
Panglima Divisi III/GM III Kol. Bambang Soegeng, dimana seharusnya terlihat
jelas, bahwa serangan tersebut adalah perintah dari pimpinan tertinggi
Divisi. Selain itu cuplikan dari draft buku Dr. Wiliater Hutagalung yang
sehubungan dengan serangan atas Yogyakarta tersebut telah diterbitkan dalam
mingguan "Bonani Pinasa", Medan, edisi November 1992.
Dalam tulisan ini, dirangkum apa yang telah diuraikan oleh beberapa
pelaku sejarah, baik melalui tulisan, maupun yang disampaikan secara lisan.
Mungkin ini belum yang paling sempurna, tetapi setidaknya dapat memberi
masukan guna penelitian lebih lanjut.

KILAS BALIK SEJARAH
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus
1945, Belanda yang tetap ingin menjadi penguasa di Indonesia tidak
henti-hentinya menjalankan upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai
jajahannya, baik melalui aksi militer, maupun melalui jalur diplomasi di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Walaupun telah ada persetujuan Linggajati pada bulan Maret 1947,
Belanda melaksanakan serangan yang dikenal sebagai agresi I pada 21 Juli
1947. Pada akhir Agustus 1947, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sutan
Sjahrir diterima oleh Dewan Keamanan PBB dimana Indonesia mengadukan agresi
Belanda tersebut yang dinilai telah melanggar persetujuan Linggajati, yang
diprakarsai oleh Sekutu. Secara de facto Dewan Keamanan mengakui eksistensi
Republik Indonesia. Dewan Keamanan PBB menyutujui dibentuknya Komisi yang
akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komisi ini
awalnya hanyalah sebagai "Panitia Jasa Baik" PBB[3] dan dikenal sebagai
Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia
yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika
Serikat sebagai pihak yang netral. KTN ini segera bertugas dan berangkat ke
Yogyakarta. Dalam perkembangan selanjutnya komisi ini diresmikan menjadi
United Nations Comission for Indonesia (UNCI) dan mendapat wewenang yang
lebih besar. 
Dengan difasilitasi oleh KTN, diadakanlah perundingan antara Belanda
dan Indonesia di Kapal Perang AS Renville sebagai tempat netral, karena Amir
Syarifuddin Harahap, Perdana Menteri waktu itu tidak mempercayai pihak
Belanda dan menolak berunding di Jakarta. Pada 19 Januari 1948,
ditandatanganilah yang kemudian dikenal sebagai "Persetujuan Renville". Isi
persetujuan ini a.l. membuat batas-batas wilayah kekuasaan Belanda dan
Indonesia dan sehubungan dengan ini, pasukan-pasukan Indonesia yang berada
di wilayah Belanda harus dikosongkan. Yang terkena persetujuan ini adalah
Divisi Siliwangi, yang harus keluar dari "kantong-kantong" di wilayah
Belanda. Terjadilah yang kemudian dikenal sebagai Hijrah Siliwangi ke Jawa
Tengah, terutama ke Yogyakarta, yang waktu itu adalah Ibukota Republik
Indonesia pada Februari 1948. Setelah dicapai persetujuan Renville,
perundingan antara Indonesia dan Belanda dilanjutkan. Tempat perundingan
bergantian antara Jakarta dan Kaliurang (dekat Yogyakarta). 
Pada 19 Desember 1948, saat perundingan antara Belanda dan Indonesia
berlangsung di Kaliurang yang difasilitasi oleh KTN, Belanda melancarkan
serangan atas Ibukota Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai agresi II.
Malam sebelumnya, pukul 23.30, Dr. L.J.M Beel Wakil Tinggi Kerajaan Belanda,
berpidato di Radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan
Persetujuan Renville.
Belanda melancarkan serangan besar-besaran dengan menggunakan
pesawat pembom guna menghancurkan lapangan terbang Maguwo serta menerjunkan
pasukan payung di Yogyakarta. Pemerintah Indonesia menyerah tanpa perlawanan
dan hampir seluruh pimpinan sipil 

SiaR--BATARA: FAKTA BARU SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 (2/4)

2000-02-29 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


FAKTA-FAKTA BARU MENGENAI
SERANGAN OEMOEM 1 MARET 1949 ATAS YOGYAKARTA (2/4)

Disusun oleh: Batara Hutagalung
===


PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT
Jadi tujuan utama adalah: "Bagaimana menunjukkan eksistensi TNI dan
dengan demikian juga menunjukkan eksistensi Republik Indonesia". Untuk
"menunjukkan" eksistensi TNI, maka wartawan-wartawan asing serta pengamat
militer UNCI harus "melihat perwira-perwira yang berseragam TNI". Untuk
skenario ini akan dicari beberapa pemuda berbadan tinggidan tegap, yang
lancar berbahasa Belanda, Inggris atau Perancis dan akan dilengkapi dengan
seragam TNI dari mulai sepatu sampai topi. Pada waktu penyerangan, mereka
harus masuk ke hotel "Merdeka" guna "menunjukkan diri" kepada
anggota-anggota UNCI serta wartawan-wartawan asing yang berada di hotel
tersebut. Kolonel Wijono, Pejabat Kepala Bagian Pendidikan Politik Tentara
(PEPOLIT) Kementerian Pertahanan yang juga berada di gunung Sumbing akan
ditugaskan mencari pemuda-pemuda yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan, terutama yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris.
Selanjutnya pertanyaan "bagaimana menyebarluaskan ke dunia
internasional?" Untuk ini akan diminta bantuan Kol. T.B. Simatupang, yang
bermarkas di Pedukuhan Banaran, desa Banjarsasi, untuk menghubungi pemancar
radio AURI di Playen, agar setelah serangan dilancarkan, berita mengenai
penyerangan besar-besaran oleh TNI atas Yogyakarta segera disiarkan. Dalam
kapasitasnya sebagai Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang, Simatupang lebih
kompeten menyampaikan hal ini kepada pihak AURI dibandingkan perwira AD lain.
Sebagaimana telah ditetapkan, bahwa perintah-perintah yang sangat
penting dan rahasia harus disampaikan langsung oleh atasan kepada komandan
yang bersangkutan, maka rencana penyerangan atas Yogyakarta yang berada di
wilayah Wehrkreis I di bawah pimpinan Letkol. Soeharto, akan disampaikan
langsung oleh Panglima Divisi III Kolonel Bambang Soegeng. Kurir segera
dikirim kepada Kol. Soeharto untuk memberitahu kedatangan Panglima Divisi
serta mempersiapkan pertemuan.
Ikut dalam rombongan Panglima Divisi, selain Letkol. Dr. Hutagalung,
antara lain juga Dr. Kusen (dokter pribadi Bambang Soegeng), Bambang Soerono
(adik Bambang Soegeng), Letnan Amron Tanjung (ajudan dari Hutagalung),
seorang mantri kesehatan dan seorang supir dari Dr. Kusen. Pertama-tama
singgah di tempat Kol. Wijono memberikan tugas untuk mencari pemuda-pemuda
berbadan tinggi dan tegap yang fasih berbahasa Belanda, Inggris atau
Perancis. Setelah itu Panglima beserta rombongan mengunjungi Kol. Simatupang
di Pedukuhan Banaran. Dalam catatan harian tertanggal 18-2-'49, Simatupang
menulis: "Kolonel Bambang Soegeng yang sedang mengunjungi daerah Yogyakarta
(dia adalah Gubernur Militer daerah
Yogyakarta-Kedu-Banyumas-Pekalongan-sebagian dari Semarang) datang dan
bermalam di Banaran.
Soegeng adalah orang yang emosional dan bagi dia tidaklah memuaskan
apabila Yogyakarta nanti dikembalikan begitu saja kepada kita. Idenya ialah:
Yogya harus direbut dengan senjata. Paling sidikit dia ingin bahwa
Yogyakarta kita serang secara besar-besaran agar menjadi jelas bagi sejarah
bahwa sekalipun Yogyakarta ditinggalkan oleh Belanda, namun kita tidak
menerima kota itu sebagai hadiah saja. Paling sedikit dia mau membuktikan
bahwa kita mempunyai kekuatan untuk menjadikan kedudukan Belanda di kota
tidak tertahan (onhoudbar).
Demikianlah kurang lebih jalan pikiran dan perasaan dari Bambang
Soegeng yang dapat saya tangkap dari pembicaraan-pembicaraan dengan dia
waktu berada di Banaran.
"Saya jelaskan bahwa hari dan cara penyerahan Yogyakarta kepada kita
belum lagi ditentukan, sehingga masih ada cukup waktu untuk melancarkan
serbuan atas Yogyakarta.
Sama sekali tidak ada larangan untuk menyerang dan ditinjau dari
segi diplomasi, maka saya anggap bahwa setiap serangan yang spektakuler,
justru dapat memperkuat kedudukan kita.
Dengan Kolonel Soegeng masih saya bicarakan berapa kekuatan yang
dapat dikumpulkannya untuk serangan itu, bagaimana rencananya dan
seterusnya."[5]

Dari Banaran rombongan meneruskan perjalanan ke pegunungan Menoreh,
wilayah Wehrkreis III untuk menyampaikan perintah kepada Komandan Wehrkreis
III Letkol. Soeharto. Sebelumnya, Bambang Soegeng beserta rombongan masih
sempat mampir di Pengasih, tempat kediaman mertua Bambang Soegeng.[6]
Pertemuan dengan Letkol. Soeharto berlangsung di Brosot, dekat
Wates. Dalam pertemuan yang dilakukan di dalam sebuah gubug di tengah sawah,
hadir lima orang yaitu Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Kol. Bambang
Soegeng, Perwira Teritorial Letkol. Dr. Wiliater Hutagalung beserta ajudan
Letnan Amron Tanjung, Komandan Wehrkreis III/Brigade X Letkol. Soeharto
beserta ajudan. (Lihat rincian ini di tulisan Letkol. Dr. Hutagalung).
Kepada Soeharto diberikan perintah untuk mengadakan penyerangan
antara tanggal 25 Februari dan 1 Maret 1949. 

MeunaSAH---DITEMUKAN EMPAT MAYAT KORBAN PENYIKSAAN

2000-02-29 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


DITEMUKAN EMPAT MAYAT KORBAN PENYIKSAAN

LHOKSEUMAWE, (MeunaSAH, 29/2/2000). Empat mayat lelaki dalam kondisi
membusuk dengan bagian kepala terkarung goni beras ditemukan di kawasan Mon
Tujoh Kecamatan Blang Mangat, Aceh Utara, Minggu (27/2) malam. Satu di
antara mayat itu, kepalanya terlihat terpisah dari badan. Mayat tak
beridentitas yang menghebohkan seantero Lhokseumawe itu, Senin (28/2) malam
dikebumikan oleh pihak RSU setempat.

Empat mayat dari kawasan Mon Tujoh, Blang Mangat, ditemukan
masyarakat di antara semak-semak ladang penduduk. Lokasi temuan mayat itu
merupakan jalan tembus yang berpangkal di Jalan Medan-Banda Aceh dan
berujung ke jalan line pipa Mobil Oil. Di antara lintasan itu terdapat
Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dan Akademi Perawat (Akper) serta Pangkalan
Radar AURI.

Kesemua mayat itu, baik pada saat dievakuasi maupun setelah berada
di kamar mayat RSU, kepalanya dalam keadaan terbungkus goni beras berwarna
putih ukuran 30 Kg. Termasuk yang kepalanya terpenggal. Diduga, korban
dihabisi melalui proses penyiksaan berat. Apalagi, kesemua mayat yang
rata-rata memiliki tinggi badan sekitar 165 Cm tersebut tangannya dalam
keadaan terikat ke belakang. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



ISTIQLAL (28/02/2000)# KEMBANGKAN TITIK PERSESUAIAN ISLAMISME DAN KOMUNISME

2000-02-28 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Untuk Rekonsiliasi Nasional:
ISTIQLAL (28/02/2000)# KEMBANGKAN TITIK PERSESUAIAN ISLAMISME DAN KOMUNISME

Oleh: Abdi Tauhid

Usaha pemerintah Gus Dur, untuk pemulangan orang-orang yang selama
pemerintahan fasis Suharto terhalang pulang dan rencana pencabutan TAP MPRS
No XXV/1966 tentang larangan komunisme, supaya terwujud rekonsiliasi
nasional, menunjukkan pemerintah Gus Dur hendak menegakkan demokrasi di
Indonesia. Mudah dimengerti bila pendukung fasis Suharto menolak rencana
pemerintah Gus Dur yang demikian. Mereka menganggap pencabutan Tap MPRS itu
akan merugikan kepentingan mereka.
Untuk menolak dicabutnya TAP MPRS tsb, mereka besar-besarkan perbedaan
Islamisme dan komunisme. Mereka katakan komunisme itu bertentangan dengan
Islam. Komunisme itu atheis. Untuk mencapai tujuannya, komunisme itu
menggunakan perjuangan kelas, kekerasan. Padahal dalam hal-hal yang
mendasar, yang substansial justru banyak terdapat persesuaian antara
Islamisme dan komunisme.
Tentang banyaknya terdapat persesuaian antara Islamisme dan komunisme, 74
tahun yang lalu, Bung Karno melalui karyanya "Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme" sudah mengatakan, diantaranya: kaum Islam tidak boleh lupa, bahwa
kapitalisme musuh marxisme itu, ialah musuh Islamisme pula... Islamis yang
"fanatik" dan memerangi pergerakan marxis adalah Islamisme yang tak kenal
larangan-larangan ajarannya sendiri... Hendaklah kaum itu sama ingat, bahwa
pergerakannya itu dengan pergerakan marxis, banyaklah persesuaian
cita-citanya, banyak persamaan tuntutan-tuntutannya... Sayang, sayanglah
jikalau pergerakan Islam Indonesia kita ini bermusuhan dengan pergerakan
marxis itu" (DBR, hal: 12-13-14).
Juga H. Misbach, seorang komunis keagamaan dari Solo, ketika dalam Kongres
PKI di Bandung 4 Maret 1923 telah menunjukkan dengan ayat-ayat Al Quran akan
banyaknya kecococokan antara Islam dan komunisme. Diantaranya, kedua-duanya
memandang sebagai kewajiban menghormati hak-hak manusia dan kedua-duanya
berjuang terhadap penindasan. Juga diterangkannya bahwa seorang yang tidak
menyetujui dasar-dasar komunisme, mustahil ia seorang Islam sejati (lihat AK
Pringgodigdo SH, dalam "Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia", hal: 28).
H. Misbach juga mengemukakan: mustahil ia seorang komunis sejati, bila ia
menentang ajaran Islam yang memerangi kapitalisme, yang menuju ke
sosialisme, yang mau ke masyarakat tauhidi (tanpa kelas-kelas). Menentang
Islam yang demikian, sama dengan menentang komunisme itu sendiri.
Pada dasarnya, yang menolak rencana pemerintah Gus Dur untuk terwujudnya
rekonsiliasi nasional, melalui dicabutnya Tap HPRS No XXV/1966 itu, hanya
menunjukkan mereka hendak mempertahankan tetap terdapatnya perpecahan
nasional, seperti yang dipraktekan fasis Suharto selama 32 tahun ia
berkuasa. Marilah kita cermati, terutama persesuaian-persesuaian antara
Islamisme dan komunisme.

TENTANG AGAMA SEBAGAI CANDU BAGI RAKYAT
Yang paling sering terdengar dari kalangan Islam yang "fanatik" (menurut
istilah Bung Karno) ialah komunisme itu atheis. Mengapa sampai lahir ucapan
demikian?
Ucapan yang demikian lahir, karena Marx pernah mengatakan "agama itu adalah
candu bagi rakyat". Tapi dalam konteks apa Marx mengucapkannya, tidak pernah
diungkapkan oleh yang mengucapkan "komunisme itu atheis". Sebab, kalau
mereka ungkapkan dalam konteks apa Marx mengucapkannya, akan merugikan
mereka sendiri.
Komaruddin Hidayat, dari Yayasan Paramadina, melalui tulisannya "Beragama
Dikala Duka" (Kompas, 11/2/95) mengemukakan bahwa ketika Marx berbicara
tentang Tuhan dan Agama, tidaklah berangkat dari postulat-postulat teologi,
melainkan dengan mengamati situasi konkrit manusia, yang secara psikologis
mereka tertindas oleh situasi sosial dan politik yang opresif.
Marx yang merasa terpanggil untuk membela mereka yang tertindas secara
politis dan ekonomis, ketika lembaga dan penguasa agama hanya menawarkan
solusi berupa hiburan semu, yaitu janji-janji surga di seberang derita dan
kematian. Bahkan Marx lebih kesal lagi, ketika melihat agama dengan para
tokohnya telah berkolusi dengan penguasa yang tiran, yang menindas dan
membodohi rakyat.
Menurut Komaruddin Hidayat, yang menjadi sasaran pokok dari kritik Marx
bukanlah hakikat Tuhan serta; ajaran metafisika agama, melainkan praktek
keberagamaan yang bersikap eskaptis, yaitu menjadikan agama sebagai tempat
pelarian dari pergulatan sosial yang memerlukan penyelesaian konkrit,
bukannya tawaran surgawi di seberang kematian. Keberagamaan semacam ini,
bagi pemikir semacam Marx tak ubahnya sebagai opium yang menghilangkan
derita sementara (palliatif), karena akar penyutitnya tidak tersentuh sama
sekali.
Sekiranya tokoh-tokoh agama ketika itu, tidak menjadikan agama sebagai
tempat pelarian dari pergulatan sosial yang memerlukan penyelesaian konkrit
bukan tawaran surgawi di seberang kematian, bukan berkolusi dengan penguasa
yang tiran, tentu tak akan muncul 

TNI Watch!---APARAT OBRAK-ABRIK SIMPANG COT PEURABEU

2000-02-26 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


APARAT OBRAK-ABRIK SIMPANG COT PEURABEU

BANDA ACEH, (TNI Watch!, 26/2/2000). Aparat keamanan yang terdiri
dari sepasukan Brimob yang didukung panser mengobrak-abrik Simpang Cot
Peurabeu, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar (24/2). Akibat serbuan aparat
Brimob itu satu pintu kedai kopi, tiga unit sepeda motor, dan satu pos jaga,
dibakar dan dirusak. Penembakan juga dilakukan oleh sepasukan Brimob itu.

Penyerbuan itu bermula dari terjadinya perselisihan antara empat
anggota intel polisi dengan masyarakat setempat. Sekitar pukul 11.00 WIB,
empat orang anggota intel polisi dari Polda Aceh itu menuju ke arah Cot
Keu-eung. Ketika melewati pos jaga Simpang Peurabeu, mereka dicegat
masyarakat dan diperiksa identitas. Terjadi perselisihan sengit, namun
keempat anggota Intel Polda itu berhasil meloloskan diri. Lalu, masyarakat
setempat kembali dengan kesibukan masing-masing. Namun sekitar pukul 12.30
WIB datang beberapa truk aparat Brimob dan sebuah panser.

Sepasukan Brimob itu langsung merusak sebuah warung di lintas
Tungkop-Lam Ateuk (persimpangan Cot Peurabeu), sebuah rumah di belakang
warung tersebut, serta sebuah rumah di depan pos jaga. Rumah yang dirusak
itu "hancur-hancuran". Antara lain, barang-barang berserakan. Kaca-kaca
jendela pecah. Tilam, pesawat televisi tampak berlubang-lubang bekas
tembakan. Aparat Brimob juga membakar pos jaga, dan satu warung di samping
pos jaga tersebut, termasuk mengobrak-abrik isinya. Selain itu, dua unit
kendaraan roda dua milik masyarakat setempat juga dibakar, sebuah vespa
ditembaki di bagian mesin. Lalu, Brimob juga melepaskan tembakan ke arah
rumah-rumah penduduk, termasuk melakukan pembakaran. Aceh Besar selama ini
dikenal tenang dan menjadi benteng keamanan terakhir Aceh. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MeunaSAH--SCHRA: HARAAN UNTUK PENYELESAIAN MASALAH ACEH

2000-02-26 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


SCHRA: HARAPAN UNTUK PENYELESAIAN MASALAH ACEH

Oleh: Saeki Natsuko (Network for Indonesian Democracy, Japan)


Aceh yang tidak deperhatikan masyarakat internasional, Kenapa rakyat Aceh
harus dikorbankan?

Pada tanggal 15 dan 16 Januari, Aceh membuka babakan baru dalam sejarahnya
perjuangan menuntut hakya. Masyarakat Aceh bersama Ornop Indonesia maupun
internasional membangun suatu jaringan baru untuk menyelesaikan masalah
Aceh, namanya SCHRA (Support Committee for Human Rights in Aceh).

Seperti kita ketahui, kawan-kawan Aceh kecewa selama ini karena masalah Aceh
belum begitu menarik perhatian masyarakat internasional.

Mengapa? Saya kira ada 2 alasan besar. Pertama, adanya kesenjangan
informasi. Selama berkuasanya rejim Soeharto, informasi tentang Aceh sangat
terbatas.

Yang kedua, ada prasangka bahwa orang Aceh adalah Muslim yang fanatik. Ini
membuat masyarakat internasional termasuk Ornop agak ragu-ragu mendukung
perjuangan HAM di Aceh.

Tetapi benarkah masalah Aceh adalah masalah Islam? Mari kita kaji bersama
kenyataan yang ada.

Pada tanggal 14 November 1999, Radio Australia melaporkan bahwa Menteri
Pertambangan dan Energi Banbang Susilo Yudhoyono menyatakan perlunya TNI
mengamankan proyek Liquid Natural Gas (LNG) dan minyak bumi di Aceh. Dia
juga meminta Panglima TNI Laksamana Widodo untuk melindungi karyawan yang
bekerja untuk provit (proyek vital) di Aceh. Bagi saya, pernyataan SB
Yudhoyono ini secara gamblang telah menunjukkan latar belakang sebenarnya
dari masalah Aceh, yakni masalah penguasaan sumber daya alam yang sangat kaya.

PT Arun dan Jepang: Siapa harus bertanggung jawab atas masalah Aceh?

Sejak pertengahan 1980-an, untuk mengatasi masalah ekonomi, Indonesia
memalingkan perhatian kepada industri non-migas karena merosotnya harga
minyak di pasar internasional dan penurunan jumlah produksi yang sangat
signifikan.

Angka menunjukkan bahwa ekspor minyak bumi, LNG dan migas memang turun dari
70,2% (1976) ke 23,5% (1996). Namun industri migas masih industri raksasa
bagi Indonesia. Dan Jepang adalah negara terbesar yang mengimpor minyak dan
LNG dari Indonesia.

Pada 1971, Mobil Oil menggali lapangan gas di Lhokseukon, Aceh Utara. Dua
tahun kemudian, pada akhir 1973, kontrak jual-beli unuk 25 tahun
ditandatanggani oleh Indonesia dan Jepang. Pada 1974, Overseas Economic
Cooperation Fund (OECF) Jepang, memberikan pinjaman dana sebesar 31,8 milyar
yen (US$ 106 Juta dengan
nilai valuta dolar pada waktu itu) untuk membangun kilang gas di Arun.

Pada tahun 1980-an Chiyoda Corp. dan Mitsubishi Corp. membuat kontrak untuk
membangun kilang gas Arun itu. Sebagian besar LNG dan semua LPG yang
dihasilkan PT Arun diexpor ke Jepang.

Pada 1973 dan 1974, Jepang dilanda "Oil Crisis." Harga minyak melonjak
tinggi dan dianggap perlu untuk mencari alternatif baru untuk pengadaan energi.

Selain itu, perusahaan Jepang memang mempunyai ambisi untuk menanam modal
atau mengexpor pabrik raksasa sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi tinggi
yang
dirangsang oleh faktor Perang Vietnam.

Kenyataan-kenyataan di atas tadi memberikan indikasi tak terbantahkan bahwa
pembangunan kilang LNG di Aceh adalah untuk keperluan Jepang sendiri.

Di masa DOM (Daerah Operasi Militer), PT Arun dikabarkan terlibat
pelanggaran HAM. Nama Kamp Lancung di PT Arun masih merupakan trauma bagi
masyarakat Aceh. Kalau PT Arun dibangun oleh pinjaman/modal dari Jepang dan
produksinya (LNG) digunakan oleh masyarakat Jepang seperti saya jelaskan
tadi, Jepang bisa dikatakan terlibat dalam pelanggaran HAM, walaupun secara
tidak langsung.

Kita bisa melihatnya dalam perspektif yang sama  pada kegiatan PT Mobil Oil
Indonesia (MOI). Masyarakat Amerika pun harus bertanggungjawab atas
pelanggaran HAM di Aceh selama ini.

Pembangunan dan HAM: Aceh untuk masa depan

Aceh adalah daerah penting bukan hanya untuk negara kapitalis seperti Jepang
atau Amerika saja, tetapi lebih penting lagi tentu untuk Indonesia, terutama
rakyat Aceh sendiri. Aceh kaya sumberdaya alaminya, terutama migas, kemudian
hutan, udang, kelapa sawit, arang bakau dll. Kekayaan Aceh ini bisa mengundang
modal asing, bahkan dsering dikatakan bahwa Aceh sendiri bisa menyumbang 10%
dari APBN.

Tetapi apakah pembangunan di Aceh mensejahterakan masyarakat Aceh sendiri?
Kawan-kawan pasti tahu jawabnya. Saya sendiri lihat proyek-proyek vital
telah merusak lingkungan dan ekonomi rakyat di Aceh. Yang sangat menyakitkan
adalah kenyataan bahwa  penduduk sekitar pabrik justru tidak dilibatkan
sebagai karyawan.

Menurut Suara Pembaruan (30 November 1999), pemerintah Indonesia memperoleh
pendapatan devisa tidak kurang dari Rp 31 triliun dari Arun. Pendapatan itu
sangat kontras dibanding APBD Aceh yang hanya Rp 150 miliar per tahun. Ini
berarti, hanya 0,5 persen dari penghasilan Aceh yang dikembalikan oleh Jakarta.

Memang wajar kalau rakyat Aceh merasa kecewa terhadap kebijakan pembangunan
(industri raksasa) selama ini. Tetapi bagi pemerintah Indonesia, yang harus
diutamakan adalah yang 

TNI Watch!---KOREM 164/WIRADHARMA DITUNTUT DILIKUIDASI

2000-02-23 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


KOREM 164/WIRADHARMA DITUNTUT DILIKUIDASI

KUPANG, (TNI Watch!, 23/2/2000). Lembaga Advokasi dan Penelitian
(Lap) Timoris secara tegas menggugat Pangdam IX/Udayana agar segera
mengambil kebijakan menyangkut wewenang komando TNI di NTT. Dualisme
kepemimpinan TNI di NTT antara Korem 161/Wirasakti dan Korem 164/Wiradharma
eks Timtim yang bermarkas di NTT diangkat sebagai dasar gugatan, di samping
kecaman keras terhadap berbagai tindakan kriminal yang dilakukan para
prajurit TNI eks anggota Korem 164/Wira Dharma, Timtim.

Direkturnya Lap Timoris, Yos Dasi Jawa menyatakan keprihatinannya
terhadap nasib masyarakat sipil NTT yang terus menjadi korban kekerasan
oknum TNI eks Timtim yang terkesan berkeliaran tanpa komando yang jelas.
Sejak arus pengungsian Timtim pascajajak pendapat, berbagai bentuk kekerasan
terus terjadi. Suasana di Timor Barat begitu mencemaskan, hingga masyarakat
sipil di Timor Barat resah. Para anggota TNI begitu garang dan mengabaikan
aturan hukum dalam berbagai aktivitasnya.

"Semua kasus ini tidak boleh didiamkan. Penyelesaiannya pun, baik
proses dan hasil akhirnya harus disampaikan secara transparan kepada
masyarakat sipil NTT," desak Lap Timoris.

Tercatat, banyak kasus kekerasan yang dilakukan para anggota TNI itu
raib bersama kaburnya yang bersangkutan yang tidak terkendali dan tak
terikat komando jelas. Lap Timoris juga mencatat suatu keprihatinan terdalam
bahwa kekerasan terhadap masyarakat sipil yang dilakukan oknum TNI eks
Timtim selalu menggunakan senjata organik milik TNI.

Sebagai bentuk protesnya, Lap Timoris juga memberikan dua desakan
masing-masing kepada Pangdam IX/Udayana dan Pemda NTT. Kepada Pangdam, Lap
Timoris menuntut penghapusan dualisme kepemimpinan dalam tubuh TNI di NTT.
Dengan hadirnya Korem 164/Wiradharma dan bermarkas di Kupang, tidak jelas
lagi siapa yang bertanggung jawab mengatasi, mengendalikan, mengawasi dan
mengontrol para prajurit TNI itu.

"Sepatutnya, Korem eks Timtim dihapus atau dilebur ke Korem lain,
sehingga komando tetap berada di tangan Korem 161/Wirasakti, Kupang. Biar
tidak terjadi saling lempar tanggung jawab," lanjut Lap Timoris lagi.
Sementara kepada DPRD I NTT, para aktivis muda ini mendesak agar segera
meminta pertanggungjawaban dari Pemda NTT yang telah memberikan fasilitas
(Gedung Pemda - red) sebagai markas Korem 164/Wiradharma eks Timtim. Dengan
pemberian fasilitas pemerintah untuk markas oknum yang justru menyengsarakan
masyarakat sipil NTT yang selama ini tenang, merupakan suatu penyimpangan
fungsi aset pemda yang dibangun dengan keringat masyarakat sipil NTT. Hingga
berita ini diturunkan, Danrem 161/Wirasakti dan Danrem 164/Wiradharma gagal
dimintai konfirmasi. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---KOPASSUS AKAN DIRAMPINGKAN

2000-02-23 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


KOPASSUS AKAN DIRAMPINGKAN

JAKARTA, (TNI Watch!, 23/2/2000). Komando Pasukan Khusus (Kopassus),
pasukan elite TNI AD, akan dirampingkan dari lima grup yang terdiri dari
6.000 personil menjadi hanya 700 hingga 1000 personil (satu batalyon) saja.
Kopasus kini memiliki 11 batalyon yakni Batalyon 11, 12, 13 di bawah Grup 1,
Batalyon 21, 22, 23 di bawah Grup 2, Batalyon 41, 42, 43 di bawah Grup 4 dan
Batalyon 51, 52 di bawah Grup 5. Informasi penciutan kekuatan Kopassus ini
datang dari Menteri Pertahanan dan Keamanan, Prof Dr Juwono Sudarsono.
Pernyataan Juwono ini dikutip Sydney Morning Herald (23/2/2000). "Tujuan
saya adalah merampingkan militer, terutama Kopassus agar efektif," ujar Juwono.

Kalau peryataan Juwono ini benar, maka habis sudah riwayat kekuatan
satuan elite yang kondang dan dibanggakan TNI Angkatan Darat itu. Penciutan
dari lima grup ke hanya sebuah batalyon tampaknya akan menyakitkan bagi
keluarga besar korps baret merah itu. Rencana Juwono ini belum tersebar
luas, hingga belum bisa diperoleh sikap dari kalangan Angkatan Darat dan
Kopassus. Pasti rencana Juwono ini akan ditentang habis-habisan, baik oleh
Angkatan Darat maupun oleh Kopassus sendiri, termasuk para jendral pensiunan
yang besar di kesatuan ini.

Penciutan inipun akan menggusur lebih dari 5000 personil Kopassus.
Belum jelas benar, apakah ribuan personil pasukan pilihan ini akan diserap
ke batalyon-batalyon tempur Angkatan Darat lainnya seperti Kostrad dan
lain-lain, atau diberhentikan. Namun setidaknya, rencana "likuidasi"
Kopassus ini akan menghapus job seorang Mayor Jendral (Danjen Kopassus),
seorang Brigjen (Wadanjen Kopasus), 11 job Kolonel (seorang Irjen Kopassus,
lima Asisten Danjen dan lima Komandan Grup). Lalu, dampak ke bawahnya, akan
menghapus job Letnan Kolonel di tingkat Komandan Batalyon. Dengan penciutan
Kopassus menjadi hanya sebuah batalyon, korps ini hanya akan menyisakan
seorang Letnan Kolonel sebagai Komandan Batalyon Kopassus. Kalau sekarang
pangkat tertinggi di jajaran Kopassus adalah Mayor Jendral, kelak, jika
Juwono berhasil menciutkan Kopassus hanya menjadi setingkat Batalyon, di
kesatuan ini pangkat tertinggi hanya Letnan Kolonel.

Likuidasi Kopassus ini jelas proyek tersulit bagi Menhan Juwono,
terutama tantangan dari tubuh Kopassus itu sendiri. Dengan likuidasi, banyak
perwira yang akan terganjal kariernya. Para letkol senior atau kolonel
yunior di Kopassus yang sudah mengincar jabatan Dan Grup atau Asisten Danjen
untuk meloncat ke karier lebih lanjut, tiba-tiba hilang begitu saja. Lalu,
para Brigjen senior asal Kopassus (kini banyak menempati pos-pos Kasdam)
yang juga mengicar jabatan prestisius sebagai Danjen akan kehilangan. Belum
ratusan perwira pertama yang ingin menggunakan "jalan tol" Kopassus untuk
meraih bintang akan berantakan.

Nah, tampaknya, Juwono akan bakal kerepotan sendiri menghadapi
tantangan, baik sembunyi-sembuyi ataupun terang-terangan dari para perwira
Kopassus. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MeunaSAH---SISWA DICULIK, SEKOLAH TUTUP

2000-02-23 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


SISWA DICULIK, SEKOLAH TUTUP

SIGLI, (MeunaSAH, 23/2/2000). Sejak 18 Februari 2000, aktifitas
pendidikan di SMUN 2 Mutiara (Geumpung), Pidie terhenti total karena guru
dan siswanya takut hadir ke sekolah. Proses belajar mengajar tidak terlihat
lagi setelah salah seorang siswa sekolah tersebut diculik orang tak dikenal,
sepekan silam.

Sekolah yang baru dua tahun selesai dibangun itu, belakangan menjadi
sepi. Padahal, sepekan lagi (28 Februari 2000) siswa kelas I dan II akan
mengikuti ujian.

Terhentinya proses belajar mengajar di sekolah itu, menurut Salman,
setelah peristiwa hilangnya seorang siswa bernama Amri. Siswa asal Kecamatan
Tiro/Truseb tersebut, dijemput seseorang ketika sedang berlangsung jam
pelajaran di sekolah, Kamis (17/2) lalu. Ketika Amri "dijemput" ke sekolah,
kata Salman, anehnya yang menjemputnya terkesan sudah sangat "akrab".
Sehingga siswa lain dan guru tidak menaruh curiga.

Setelah Amri bersama lelaki penjemputnya pergi tanpa pamit, baru
para guru merasa curiga dan kelihatan agak aneh. Hingga saat ini, belum
ditemukan di mana siswa tersebut berada. Karena peristiwa itulah, jelas
Salman, siswa yang pada umumnya berasal dari Kecamatan Tiro Truseb dan
sejumlah guru tidak berani datang ke sekolah. Kalau pun ada beberapa guru
yang berani dan memaksakan diri datang ke sekolah, tapi tak satu pun siswa
yang hadir. Rasa takut yang sifatnya sangat alamiah bagi setiap orang,
menurut Salman, merupakan hal wajar saja. Apalagi di sekolah telah terjadi
peristiwa di luar perkiraan berbagai pihak. Sehingga sejumlah siswa dan guru
merasa trauma, karena siswa yang diambil di depan mata mereka.

SMUN 2 Mutiara, terletak di Jalan Beureunuen-Tiro (Km 4), persisnya
di Desa Geumpung Masjid Kecamatan Mutiara. Sekolah yang baru selesai
dibangun dua tahun lalu memiliki sekitar 200 siswa/siswi. Tiga lokal baru
kelas dua, sedangkan dua lokal lagi duduk di kelas satu. Sekolah baru itu,
juga mengalami musibah beberapa bulan lalu. Sebagian bangunan pernah dibakar
orang tak dikenal. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---STRUKTUR ORGANISASI FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

2000-02-23 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


STRUKTUR ORGANISASI FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

JAKARTA, (TNI Watch!, 23/2/2000). Nama Front Pembela Islam (FPI)
makin dikenal luas karena aktifitas kelompok Islam garis keras ini menonjol
di berbagai soal politik. FPI muncul dalam dua tahun belakangan ini,
menyusul Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), organisasi
serupa pimpinan Ahmad Sumargono. FPI agak berbeda dengan KISDI, karena
organisasi yang terakhir ini memiliki pasukan milisi bersenjata (senjata
tajam dan pentungan). Milisi FPI, seperti layaknya organisasi militer, para
anggotanya juga memiliki tanda kepangkatan.

FPI juga dikenal dekat dengan sejumlah kalangan Angkatan Darat
seperti Panglima Kostrad Letjen TNI Djadja Suparman (yang kemudian
menghubungkannya dengan Jendral TNI Wiranto), Mayjen TNI Kivlan Zein, Mayjen
TNI Zacky Anwar Makarim, Kasum TNI, Letjen TNI Suaidi M, Wakil Panglima TNI,
Jendral TNI Fachrul Rozi dan lain-lain. FPI juga dekat dengan pejabat
kepolisian Jakarta yakni mantan Kapolda Mentrojaya, Mayjen Pol Noegroho
Djajoesman. FPI juga dekat dengan orang-orang di seputar Jendral TNI (Purn)
Soeharto. Di masa Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto masih aktif di TNI, FPI
(begitu juga KISDI) adalah salah satu binaan menantu Soeharto itu. Namun,
setelah Prabowo jatuh, FPI kemudian cenderung mendekati kelompok Jendral
Wiranto yang uniknya, saat ini, tengah bermusuhan dengan kelompok Prabowo.
Inilah keunikan lembaga itu. Namun, dari dua hal itu bisa ditarik kesimpulan
bahwa FPI memang memilih mendekati kelompok militer yang kuat yang bisa
diajak bekerjasama dalam perebutan pengaruh politik.

Sejumlah aksi FPI yang mendukung tentara misalnya: aksi tandingan
melawan aksi mahasiswa menentang RUU Keadaan Darurat yang diajukan Mabes
TNI, 24 Oktober 1999. Ratusan milisi FPI bersenjata pedang dan golok hendak
menyerang mahasiswa yang bertahan di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta
Pusat, namun bisa dicegah polisi. Aksi kedua ketika ratusan milisi FPI yang
selalu berpakaian putih-putih itu menyatroni Kantor Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM), memprotes pemeriksaan Jendral Wiranto dan
kawan-kawan oleh KPP HAM. Milisi FPI yang datang ke kantor Komnas HAM dengan
membawa pedang dan golok itu bahkan menuntut lembaga itu dibubarkan karena
dianggap lancang memeriksa para jendral itu.

Berikut struktur organisasi FPI dan orang-orang yang menduduki
jabatan dalam struktur dari organisasi yang dikenal tertutup itu.

DEWAN PIMPINAN PUSAT-FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) PERIODE 1998-2003

Ketua Majelis Syura: KH Muhammad Amin Syarbini, membawahi
Para Ketua Dewan yang terdiri dari ;
1. Ketua Dewan Syari'at: Al-Habib Ali bin Sahil
2. Ketua Dewan Kehormatan: KH Muhammad Munif
3. Ketua Dewan Pembina: KH Ma'shum Hasan
4. Ketua Dewan Penasihat: KH Mahmud Sempur
5. Ketua Dewan Pengawas: KH Al-Habib Sholeh Al-Habsyi

Para Ketua dewan ini menjadi penasihat dan pengawas organisasi,
mereka memberi masukan pada Ketua Umum FPI: Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab
Lc dan Sekretaris Jendral FPI: KH drs Misbahul Anam.

Sekjen FPI membawahi bidang:
1. Ketua Hukum Front: Ust TB Abdurrahman SH, MA
2. Ketua Investigasi Front: Ust TB M. Sidiq AR
3. Ketua Badan Ahli Front: Prof DR Habib Segaf Mahdi
4. Ketua Badan Pengkaderan Front: Ust Reza Pahlevi ZA, S.Ag
5. Ketua Badan Anti Ma'siat Front: Ust Drs Siroj Alwi
6. Ketua Badan Anti Kekerasan Front: KH TB Entus Hasanuddin

Ketua Investigasi Front bertugas mencari informasi, bahkan acapkali
menyusupi aksi-aksi mahasiswa dan kampus untuk melihat dan memetakan
tokoh-tokoh mahasiswa dan kelompok demonstran.

Ketua Badan Anti Maksiat Front adalah 'avant garde' FPI. Badan Anti
Maksiat Front terlibat dalam sejumlah aksi, terutama sejak kasus kerusuhan
Ketapang dan maraknya demo serta gerakan anti terhadap tempat-tempat yang
dikategorikan oleh mereka sebagai tempat maksiat.

Sedangkan Ketua Umum FPI, yang biasa dikenal dengan panggilan Habib
Rizieq Shihab dalam struktur organisasi dibantu oleh Ketua I, II dan III,
yang masing-masing adalah:

Ketua I adalah KH Drs Salim Nashir membawahi
1. Ketua Dept Agama: KH. Drs Munif Ahmad
2. Ketua Dept Luar Negeri: Ust Drs Hasanuddin
3. Ketua Dept Dalam Negeri: Ust Drs Ahmad Sobri Lubis
4. Ketua Dept Bela Negara dan Jihad: Ust Drs Hasanuddin

Ketua II adalah KH Drs Oman Syahroni membawahi
1. Ketua Dept SosPolHuk: KH Drs Syarillah Asfari
2. Ketua Dept Dikbud: KH Al-Habib Muhsin Ahmad Alattas. Lc
3. Ketua Dept Ekuin: Ust  Selamet Ma'arif, S. Ag, SE
4. Ketua Dept Ristek: Prof DR Ir Saerul Alam MSc

Ketua III adalah Al-Habib Abdurrahman Al-Khirid membawahi
1. Ketua Dept Pangan: KH Drs Zainuddin Ali Al-Ghozali
2. Ketua Dept Kesra: KH Drs Nurzaini Suanda
3. Ketua Dept Penerangan: Drs. Iskandar Trilaksono
4. Ketua Dept Kewanitaan: Ust. Dra Nailah Balahmar

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan

TNI Watch!---MENGENAL LASKAR PEMBELA ISLAM (LPI) DAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

2000-02-23 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MENGENAL SEPAK TERJANG MILISI LASKAR PEMBELA ISLAM (LPI) DAN FRONT PEMBELA
ISLAM (FPI)

JAKARTA, (TNI Watch!, 23/2/2000). Laskar Pembela Islam (LPI) adalah
satuan tugas (satgas) yang digembleng dengan pendidikan semi militer dan
militan. LPI adalah sayap milisi FPI. Mereka bahkan berani mengorbankan
nyawa demi cita-cita FPI. Seringkali masyarakat awam tidak bisa membedakan
antara LPI dan FPI. "Gerombolan" bersenjata tajam, yang selama ini sering
dilihat berseragam baju putih, kopiah putih dan ikat pinggang kopel hijau
adalah satgas siap tempur FPI. Sedangkan FPI sebagai organisasi induk yang
mempunyai berbagai kegiatan lainnya.

Jenjang kepangkatan yang berlaku dalam Laskar (LPI) sangat ketat dan
disiplin, seperti contoh: seorang anggota baru laskar, yang biasanya
dipanggil "jundi" masuk dalam satu regu yang biasanya beranggotakan minimal
22 hingga 40 orang (setingkat peleton dalam satuan militer). Regu-regu ini
berbasis di tingkat kelurahan dan biasanya proses perekrutan anggota sudah
dikenal dan direkomendasi oleh anggota yang lain.

Hal ini disengaja untuk meminimalisir penetrasi yang tak diinginkan.
Di bawah pimpinan rois/rais (setingkat Komandan Peleton) yakni pemimpin
laskar setingkat kelurahan, para jundi ini digembleng secara fisik dan
mental. Latihan silat dan penggemblengan mental lewat pengajian disertai
presensi yang ketat dilengkapi dengan buku rapor berisi penilaian secara
periodik oleh para rois.

Dengan model taat komando dan presensi yang baik maka selama dua
tahun, jundi yang berrapor baik bisa naik pangkat menjadi komandan regu di
tingkat kelurahan (rois). Rois bertugas meneruskan perintah dari atas dan
memberi penilaian akan ketaatan para jundi.

Jenjang kepangkatan di LPI adalah penghargaan tertinggi selain
beberapa bentuk penghargaan lain. Penghargaan jenjang kepangkatan ini juga
untuk memotivasi dan memupuk loyalitas anggota.

Di atas jabatan rois dan wakilnya ada jabatan amir dan wakilnya,
yakni pemimpin laskar setingkat Kecamatan. Umumnya para amir ini membawahi
tiga hingga empat orang rois. Jadi diperkirakan kekuatan laskar setingkat
amir ini membawahi laskar sebanyak 200 hingga 400 orang terlatih (setingkat
kompi hingga separo bataliyon infanteri). Dengan syarat kepatuhan dan
penilaian yang seperti murid dengan kepala sekolah, rapor para amir pun
dinilai oleh qoid, yakni pemimpin laskar setingkat kabupaten/kotamadya.
Diperkirakan kekuatan laskar yang dibawahi oleh seorang qoid kurang lebih
2000 hingga 3000 laskar (setingkat brigade infanteri atau grup pasukan
khusus, seperti Kopassus dan Korps Marinir TNI AL).

Jenjang kepangkatan di atas qoid adalah wali yang mengomandani
daerah setingkat daerah tingkat I atau propinsi (semacam Kodam). Para wali
ini yang seringkali disebut sebagai Panglima Perang, dalam organisasi FPI.
Seperti ketika terjadi kerusuhan Ketapang, 28 November 1998, yang saat itu
diturunkan adalah wali yang membawahi daerah Jakarta Raya. Dalam kasus
penyerbuan ke kampus Universitas Tarumanegara 1999 lalu, dilakukan oleh para
panglima perang (wali) ini. Para panglima ini paling tidak memimpin sekitar
10.000 hingga 15.000 laskar dibawahnya (setingkat divisi infanteri).

Para wali dinilai dan dipimpin oleh para imam, yakni pemimpin yang
mengomandani beberapa propinsi (biasanya dalam lingkup satu pulau). Para
Imam tersebut dipimpin oleh seorang imam besar dan wakilnya dengan tanda
tiga buah lambang LPI dibahu kanan dan kiri (setingkat letnan jendral).

Perjalanan seorang jundi untuk menjadi seorang imam besar (letnan
jendral) bisa mencapai 40 tahun pengabdian pada LPI. Jelas, struktur LPI
mengandalkan prinsip "unity of command" layaknya dalam organisasi militer.

Kepangkatan dalam Laskar Pembela Islam (LPI)

IMAM BESAR dan Wakil = Adalah Pemimpin Laskar tertinggi
   dari jenjang kepangkatan yang ada di LPI.
IMAM = Panglima laskar untuk beberapa daerah propinsi
WALI = Panglima laskar setingkat daerah tingkat I/propinsi, biasanya
   pemimpin setingkat ini disebut Panglima Perang daerah tertentu.
QOID = Komandan laskar untuk daerah setingkat kabupaten dan kotamadya
AMIR = Komandan laskar tingkat kecamatan, umumnya mengepalai beberapa rois.
ROIS = Komandan tingkat Kelurahan, tiap regu masing-masing minimal
   22 orang anggota, jika lebih maka akan dipecah menjadi rois lain
JUNDI = Anggota baru tanpa pangkat

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---ABAIKAN SAJA PETUAH JENDERAL BESAR AH NASUTION

2000-02-22 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


ABAIKAN SAJA PETUAH JENDERAL BESAR AH NASUTION

JAKARTA, (TNI Watch! 22/2/2000). Polemik yang terjadi antara
Jenderal TNI Wiranto dan Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah, telah mengundang
komentar banyak pihak, salah satunya adalah Jenderal Besar AH Nasution. Saat
memberi sambutan pada Musyawarah Nasional Partai IPKI ke 7, hari Jumat
(17/2) yang lalu, antara lain mengatakan, perbedaan pendapat secara terbuka
antara sesama warga TNI, seharusnya hanya dapat dibicarakan secara internal.
Lebih lanjut menurut Nasution, kode etik militer jangan diterobos oleh
cara-cara yang menyalahi kepatutan prajurit.

Apa yang diamanatkan Nasution tersebut kurang mendukung
demokratisasi. Penyelenggaraan demokratisasi juga harus diadakan di kalangan
militer, sesuai dengan aspirasi masyarakat dan semangat jaman. Apa yang
dilakukan Mayjen Agus WK tersebut, adalah upaya pencapaian gagasan yang
cerdas. Karena gagasan yang cerdas jarang sekali muncul dari kalangan
militer, terlebih dari unsur Angkatan Darat. Kalau ucapan Agus WK dianggap
sebagai pembangkangan, merupakan anggapan yang berlebihan.

Dalam hal menghormati sesepuh TNI, kita perlu bersikap proporsional
juga. Dengan kata lain, kita tetap hormat, namun jangan mengurangi sikap
kritis. Seperti terhadap Pak Nas (panggilan sehari-hari Jenderal AH
Nasution), Pak Nas tetap kita tempatkan pada posisi terhormat sebagai
sesepuh dan pendiri TNI (Angkatan Darat). Namun bila pendapatnya sudah tidak
relevan lagi dengan semangat jaman, kita pun (termasuk kalangan TNI) harus
berani menolaknya.

Mengingat kondisi fisik Pak Nas yang sudah tidak lagi prima, itu
merupakan petunjuk bagi penyelenggara seminar, sarasehan, atau kegiatan
sejenisnya, yang berniat mengundang Pak Nas sebagai panelis, untuk tidak
terlalu memaksakan menghadirkan Pak Nas sebagai pembicara. Karena fisik yang
kurang prima, tampaknya berpengaruh pada daya pikirnya. Pemikiran Pak Nas
tidak secemerlang sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, saat kondisi
fisiknya masih bugar.

Dengan tidak mengundang Pak Nas, bukan berarti kita kurang hormat
pada beliau, justru sebaliknya. Dengan tidak mengundang Pak Nas, berarti
pihak pengundang memiliki pemahaman yang dalam atas kondisi kesehatan Pak
Nas. Sebagaimana disebut di atas, kondisi fisik berpengaruh pada daya pikir
Pak Nas, maka seandainya Pak Nas "dipaksakan" hadir, juga percuma, karena
pendapat yang keluar cuma itu-itu saja. Tidak ada sesuatu yang baru dari Pak
Nas. Yang dikhawatirkan, bila amanat Pak Nas hanya membuat jenuh pendengarnya.

Mencermati kondisi Pak Nas sekarang, jangan diharapkan akan muncul
konsep cemerlang dari Pak Nas, sebagaimana yang pernah ia lontarkan pada
tahun 1950-an, seperti konsep "Jalan Tengah" dan konsep "Sistem Hankamrata".
Singkatnya, telah terjadi involusi pemikiran pada diri Pak Nas. Maka abaikan
saja segala petuah Pak Nas. Entah kalau ada keajaiban, di mana Pak Nas
tiba-tiba memperoleh inspirasi pemikiran yang dahsyat, entah dari mana
datangnya. Namun kemungkinan itu kecil sekali. 

Terlepas ada konsep Pak Nas yang kemudian hari justru "mencelakakan"
kehidupan bangsa, namun Pak Nas di tahun 1950-an, adalah seorang perwira
yang brilyan. Mungkin sama dengan Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono atau
Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah di masa kini. Contoh pemikiran Pak Nas yang
justru mencelakakan bangsa adalah konsep "Jalan Tengah", yang merupakan
embrio bagi Doktrin Dwifungsi ABRI.

Apa yang terjadi pada Pak Nas tersebut, bisa kita jadikan refleksi,
bahwa yang namanya militer, terlebih militer Angkatan 45, memiliki
keterbatasan juga. Generasi sekarang mulai terbuka matanya, bahwa militer
Angkatan 45, tidak usah terlalu dikagumi. Bila Angkatan 45 selalu
bersikeras, agar Angkatan 45 harus dikagumi generasi berikutnya, itu perkara
lain. Kagum tidaknya generasi sekarang pada Angkatan 45, sepenuhnya
berpulang pada generasi sekarang. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR---RENCANA DEMO EGGY BOCOR, POLISI MERAZIA

2000-02-22 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


RENCANA DEMO EGGY BOCOR, POLISI MERAZIA

JAKARTA, (SiaR, 22/2/2000). Eggy Sudjana dan kelompoknya tengah
mempersiapkan demo dukungan untuk Jendaral TNI Wiranto. Demo yang rencananya
akan dilaksanakan Rabu (23/02) ternyata bocor dan pihak Kepolisian Daerah
Metro Jaya mulai merazia sejak Kamis (17/02).

Rapat perencanaaan demo yang dilaksanakan Eggy Sudjana dan beberapa
orang habib dari Front Pembela Islam (FPI) bocor dan pihak Kepolisian sudah
melakukan tindakan preventif untuk mencegah keterlibatan preman dalam demo
yang direncanakan Eggy cs Rabu (23/02) atau esoknya.

Beberapa sumber yang ikut pertemuan itu mengungkapkan rencana demo
mendukung Wiranto agar tidak diadili dalam kasus pembantaian pasca jajak
pendapat di Timtim itu, rencananya akan melibatkan preman dan tukang pukul
bayaran dari luar kota. Eggy mendapat order untuk melakukan demo membela
Wiranto dengan menyentil nasionalisme lewat preman-preman bayaran.

Sejak Kamis (17/2) polisi telah menggelar operasi merazia kartu
identitas di beberapa ruas jalan ibukota. Menurut beberapa sumber yang
mengaku dekat dengan Eggy, aktivitas Eggy sejak ditangkapnya Al-Chaidar
sebagai Ketua Panitia Tablig Akbar sejuta ummat di Monas itu sempat merembet
ke pemanggilan Eggy sebagai saksi untuk kasus Kerusuhan Mataram. Namun
ternyata aktivitas Ketua Dewan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI)
ini tetap jalan dan melakukan penggalangan massa lewat lewat Yayasan "Jauhid
Cendikia" miliknya. 

Yayasan  yang beralamat di salah satu rumah kediaman Eggy sendiri di
daerah Taman Pagelaran, Ciomas, Bogor, tersebut belakangan ini secara
intensif mulai mendiskusikan tentang perlunya mencegah intervensi asing
dalam kasus Wiranto. Bahkan dalam sejumlah pertemuan yang dilakukan di
kantor yayasan itu juga dibagikan kliping dan tulisan Eggy tentang jihad,
nasionalisme dan kliping wawancara dengan beberapa majalah. Menurut sumber
tersebut jemaah  yang datang ke pengajian yang dibuat Eggy, banyak yang
datang dari Jakarta seperti Tanjung Priok, Tangerang, Kalideres, Cibinong, dll.

Polisi tampaknya bermaksud menggembosi aksi yang direncanakan
melibatkan preman karena dikhawatirkan akan menimbulkan kerusuhan. 


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---PENYIKSAAN OLEH MILITER DI KASUS MARSINAH (2)

2000-02-22 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


PENYIKSAAN OLEH MILITER DI KASUS MARSINAH (2)

SURABAYA, (TNI Watch!, 21/2/2000). Kasus pembunuhan aktifis buruh di
Surabaya, Mei 1993, dibuka lagi oleh Markas Besar Polri. Marsinah, diduga
keras dibunuh di Markas Kodim Surabaya, Jawa Timur, oleh aparat militer.
Mayatnya dibuang di Ngajuk, Jawa Timur. Kemudian, aparat Kodam VI/Brawijaya
dan Polda Jawa Timur mencari kambing hitam dengan memfitnah sejumlah orang,
yakni pemilik PT CPS, Jusdi Susanto, tempat Masrinah bekerja, dan delapan
orang bawahannya, salah seorang di antaranya perempuan yang tengah hamil.
Mereka ditangkap, tepatnya diculik, aparat Detasemen Intelijen Kodam
V/Brawijaya pada 30 Oktober hingga 1 November dan baru diserahkan ke Polda
19 hari kemudian. Mereka mengalami penyiksaan fisik dan psikis di Markas Den
Intel Kodam VI/Brawijaya. Mahkamah Agung akhirnya membebaskan para terdakwa
"rekayasa" Kodam VI/Brawijaya itu.

Jika kasus Marsinah dibuka lagi, seharusnya tidak hanya kasus
pembunuhan Marsinah saja yang dibongkar, namun juga penculikan dan
penyiksaan secara sewenang-wenang aparat Kodam VI/Brawijaya, terhadap Judi
Susanto dan kawan-kawan yang diungkap kembali. Berikut akan dikisahkan
kembali kisah penyiksaan itu yang disarikan dari buku: "Kekerasan Penyidikan
dalam Kasus Marsinah", YLBHI, 1995, sekedar mengingatkan kembali bahwa
kejahatan ini juga harus disidangkan di Mahkamah Militer.

Judi Susanto dan kawan-kawan di tangkap (baca: diculik) secara
berturut-turut antara 30 Oktober 1993 hingga 1 November 1993. Mereka disekap
di Markas Den Intel. Aparat Den Intel memaksa mereka mengakui melakukan
konspirasi membunuh Marsinah dengan berbagai siksaan. 

SUPRAPTO
Satpam PT CPS ini dibawa ke kamar mandi dan disuruh duduk bersila,
lalu kakinya diinjak petugas dan dipaksa mengaku membunuh Marsinah. Pada 3
Oktober, Suprapto dipindahkan ke ruang ED alia ATK, seorang agen Inteldam.
Di ruang itu Suprapto tidur beralaskan koran. Siang harinya, kepalanya
dipukuli oleh ATK. Para petugas lainnya memukulinya terus-menerus hingga ia
mengakui apa yang dikehendaki para petugas Inteldam. 
Petugas juga memaksa Suprapto mengaku telah menerima uang sebesar Rp 1,5
juta dari Judi Susanto untuk membunuh Marsinah. Ketika dijawab tidak,
petugas memukul dan menyeterumnya. Suprapto menyerah, namun kembali disetrum
karena tak mampu menjawab di mana mayat Marsinah dibuang.

Seorang petugas juga menodongkan pistol ke kepala Suprapto. Petugas tadi
menyuruhnya berdoa sambil berkata: "Apa pesanmu sebelum saya tembak?"
Suprapto menjawab, "Tolong sampaikan kepada keluarga saya, jaga baik-baik
anak saya." Intel tadi tak jadi menembak, namun malah memukulkan ganggang
pistol ke bagian belakang kepala Suprapto. Wajahnya dipukuli, kemaluannya
dicambuki dengan lidi, dadanya disetrum dan dimaki-maki.

SUWONO
Satpam PT CPS ini bekas anggota Korps Marinir, pasukan elite TNI
Angkatan Laut. Ia yang paling berat menerima siksaan. Seorang petugas
berseragam hijau dari Den Intel Kodam V/Brawijaya berteriak-teriak,
seolah-olah senang menemukan Suwono, "Ini yang dari Marinir, ini yang dari
Marinir!" Suwono lalu dijebloskan ke sebuah ruangan, di sana ia jadi
bulan-bulanan sekitar sepuluh anggota Den Intel Kodam V/Brawijaya. Setiap
jawaban yang tidak memuaskan para petugas dari kesatuan TNI Angkatan Darat
itu, Suwono menerima pukulan yang makin lama makin keras. 

Suwono selama diculik di Den Intel hanya boleh tidur dengan celana
dalam, tanpa alas tidur, selalu diganggu saat tidur dengan lemparan kaleng
dan dikencingi petugas. Seringkali ia disuruh berdiri, mengangkat sebelah
kakinya sekian lama hingga ada perintah untuk selesai. Suwono juga
ditelanjangi dan disetrum dan ditendang kelaminnya. Suwono tak tahan
setruman, mulutnya juga disumpal petugas dengan celana dalamnya sendiri
hingga akhirnya pingsan. Petugas yang menyetrum dan memukul Suwono, sebagian
ia kenali sebagai SKM, WAR dari Bakorstranasda Jatim dan SLM dari Polda
Jatim. (Bersambung)

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



IqrA--HERSRI: PERCAKAPAN

2000-02-20 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Hersri Sn:


  PERCAKAPAN
   untuk Tumoro sesama tapol


dari tepi bengawan solo
ia menyelinap ke tepi ciliwung
ternyata tidak ada jalan panjang
untuk arus listrik di tembok mabak*

tidak ada suara menjerit
tidak ada air mata menetes
waktu terlalu singkat untuk semua
karena segala jadi hitam seketika

tapi berserulah ia dalam mimpi
tidak!
maka tidak ada juga itu derita
karena aku ialah nama

tulislah dengan darah yang tumpah
di kartasura dan kali wedi
dan jangan engkau salah mengeja
walau untuk sepatah klise
pantang menyerah!

berserulah engkau tinggi-tinggi
biar terdengar keras dan angkuh
aku ialah setegak batu karang
tak peduli tamparan gelombang

tapi dengarlah suara sendiri

jika tidak lagi engkau bisa
dan memang tidak lagi bisa
bercanda dengan sengatan listrik di batang pelir
atau bersilat dengan trisula di batangleher
ketika lidah sudah tidak lagi bisa bergetar
dan jari-jari tidak lagi bisa menggambar

maka biarkanlah airmatamu terlepas
dan biarkanlah tangismu berderai
karena di sana saja kebebasan tersisa

lalu biarkanlah segala kenangan
datang berduyun beserta denganmu
dan jalan beriring bersama denganmu

barangkali itulah dera dalam derita
dera sendiri dari derita sendiri
tapi itulah suara hatimu sendiri

engkau tentu tahu dan percaya
itulah suara hati kita semua
sepatah klise yang belum sudah
perjuangan tidak kenal henti!


Keterangan:

1. Tumoro, anggota pemuda rakyat solo, menjadi linglung oleh
setruman listrik dalam voltase tinggi, ketika di tahanan Mabak
Jakarta;

2. Mabak, kependekan: Markas Besar Angkatan Kepolisian.

Kockengen: Februari 00

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



IqrA--DINI: PUTRA FAJAR (6)

2000-02-20 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Dini S. Setyowati:

  PUTRA FAJAR
  (6)
   
MENUJU MEJA PERUNDINGAN DAN  MEDAN PERTEMPURAN


AKHIRNYA aksi bumi hangus dilancarkan.
Tiap menyerang desa tentara Belanda menjalankan sistem
"sisir". Penduduk dihalau keluar, dan rumah-rumah digeledah
atau langsung dibakar. Orang menamainya aksi "pembersihan".
Tiap orang muda yang, atas dasar laporan mata-mata mereka,
dicurigai sebagai "Pemuda" ditangkap dan dipukuli, terkadang
langsung ditembak dari belakang tanpa peringatan. Di masa
bersiap ketika itu sepatah kata "pemuda", bagi pihak
Republiken berarti "pemuda" atau "pejuang" atau "gerilyawan";
tapi bagi pihak Nica berarti "ekstremis" atau "pengacau
masyarakat".
 Semuanya itu mengakibatkan semangat perlawanan rakyat
terhadap tentara Belanda semakin meningkat. Rakyat yang semula
lebih cenderung percaya pada jalan perundingan atau
penyelesaian secara politik, akhirnya menjadi lebih suka
menempuh jalan perlawanan bersenjata.

 Melewati siaran-siaran kantor berita terdengar kabar,
bahwa tentera Jepang yang telah dilucuti dan ditahan, sekarang
dilepas dari tahanan dan dipersenjatai. Kemudian mereka 
diangkut ke Sumatra dan Bali, untuk menghancurkan gerakan
perlawanan kaum gerilyawan kemerdekaan di dua pulau itu. Di
Jawa tentara Inggris dan Belanda berhasil menduduki Bandung,
setelah melalui perlawanan sengit para Pemuda. Api peperangan
berkobar di Bandung, Surabaya, Semarang, Ambarawa, dan di mana-
mana. Dan di mana-mana rakyat bangkit mempersenjatai diri
dengan senjata apa saja serta semangat kesiapan bertempur yang
sangat tinggi.
 Republik muda Indonesia memang sedang diancam bahaya
serangan musuh-musuh kemerdekaan yang berbahaya. Mereka
mempunyai persenjataan yang lebih modern dan lengkap, mereka
anggota tentara reguler yang tersusun dan terorganisasi dengan
baik, mereka mempunyai pengalaman menghadapi peperangan yang
besar. Tapi satu kekurangan dan kelemahan mereka: mereka tidak
tahu, berperang untuk apa dan siapa; dan mereka itu pun baru
saja keluar dari medan Perang Dunia II yang melelahkan.

 SURABAYA!
 Surabaya ibukota Provinsi Jawa Timur, berpenduduk sekitar
300.000 orang, merupakan kota terpadat di Indonesia ketika
itu. Juga suasana kota ini menjadi tegang dan panas seketika.
Di mana saja mendarat tentara pendudukan Inggris dan Belanda,
sebagai wakil Sekutu, di sana segera timbul ketegangan. Ini
tidak sulit dimengerti. Rakyat Indonesia yang merasa dirinya
telah merdeka, tentu saja tidak mengingini lagi adanya tentara
asing di negerinya. Maka pendudukan gedung-gedung di kota
Surabaya oleh tentera Sekutu pun segera menimbulkan bentrokan-
bentrokan bersenjata.

 Pada 23 September 1945 seorang kapten bernama Huyer, dari
Armada Laut Kerajaan Belanda, muncul di pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya. Ia mendapat tugas panglima perang Sekutu untuk
memeriksa pelabuhan. Tugas dilaksanakan Kapten Huyer dengan
sangat teliti. Bahkan geladak setiap kapal yang berlabuh tak
luput dari pemeriksaannya. Usai pemeriksaan ia menghilang
selama beberapa hari, kembali ke Jakarta. Tapi tiba-tiba ia
muncul kembali di Surabaya dengan satu tuntutan yang tak
terduga dan tak masuk akal: Seluruh urusan pelabuhan harus
diserahkan kepadanya!
 Sikap congkak Huyer segera dijawab para Pemuda dengan
sikap gagah yang tentu juga tak terduga olehnya. Huyer
ditangkap dan disandera oleh para pemuda (Lihat Lampiran:
Peristiwa Kapten Laut P.J.G. Huyer). Pasukan-pasukan Jepang
yang telah dimobilisasi kembali oleh Sekutu, dan dijadikan
sebagai tameng dalam menghadapi lasykar bersenjata rakyat
Indonesia, diserbu oleh para Pemuda dan dirampas persenjataan
mereka.  Pohon-pohon di sepanjang jalan raya ditebangi,
barikade-barikade dibangun, dan kota Surabaya di ambang
pertempuran dahsyat.
 Apalagi sebelum sikap congkak Huyer yang menantang
kemarahan pemuda itu terjadi, telah terjadi pula satu
peristiwa yang belakangan terkenal dengan sebutan "Insiden
Bendera". Peristiwa ini terjadi pada 19 September 1945, ketika
Belanda mengibarkan kembali Merah-Putih-Biru di atas gedung
hotel "Yamato" di Jalan Tunjungan. Para pemuda segera datang
beramai-ramai mengepung hotel, dan beberapa orang pemuda
memanjat ke atap hotel, si Tiga Warna diturunkan dan disobek
warna birunya, dan berkibarlah Sang Dwi Warna di bawah tepuk
tangan gemuruh rakyat dan para pemuda.
 Pada 25 Oktober satu pasukan Gurkha dari Brigade
Infanteri Ke-49 didaratkan di Surabaya. Pendaratan itu sendiri
berjalan tanpa insiden. Brigadir Jenderal Mallaby, Komandan
Brigade tersebut dan Komandan tentera Serikat di Surabaya,
berunding dengan utusan pihak pemuda. Kesepakatan dicapai,
sandera dibebaskan. Dua hari berikut sesudah itu suasana aman.
Walaupun ketegangan masih tetap terasa menggelantung.
 Pada hari ketiga sesudah kesepakatan tercapai, tiba-tiba
pesawat-pesawat terbang Inggris menderu-deru di langit
Surabaya. Penduduk yang terkejut berlarian keluar rumah,

TNI Watch!---REKOMENDASI KPP HAM TIDAK MEMPENGARUHI KARIR PERWIRA

2000-02-18 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


REKOMENDASI KPP HAM TIDAK MEMPENGARUHI KARIR PERWIRA

JAKARTA, (TNI Watch!, 18/2/2000). Menurut Kasum TNI Letjen TNI Suadi
Marassabessy, di lingkungan TNI kembali ada serangkaian mutasi dan promosi
yang melibatkan 44 perwira. Beberapa posisi yang akan diganti antara lain
adalah: Wakil KSAU, Pangdam IV/Diponegoro, Pangdam VI/Tanjungpura, Pangdam
XVI/Pattimura, Kas Kostrad, serta Aster KSAD.

Penjelasan Letjen Suadi sesuai dengan perkiraan pengamat politik
LIPI Dr Ikrar Nusa Bhakti. Ikrar sempat menyebut dua jabatan yang bakal
diganti, yaitu Pangkostrad dan Kasum TNI. Menurut Ikrar pula, yang menarik
adalah, Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah merupakan
kandidat untuk mengisi salah satu jabatan tersebut. Ini menunjukkan, kecaman
Wiranto tempo hari terhadap Agus WK, tidak berpengaruh banyak bagi karir
Agus WK.

Mutasi kali ini juga akan dialami perwira-perwira yang tempo hari
dipanggil oleh KPP HAM Timtim, seperti Kol Inf M Nur Muis (Danrem 164/Wira
Darma), Kol Inf Soenarko (Asintel Danjen Kopassus)dan Letkol Inf Yayat
Sudrajat (Komandan Bataliyon di Grup 5 Kopassus). Sebagaimana diketahui
kemudian, nama Kol Inf M Nur Muis dan Letkol Inf Yayat Sudrajat, bukan
sekadar di mintai keterangan, namun juga masuk dalam daftar rekomendasi KPP
HAM yang perlu disidik lebih lanjut oleh Kejaksaan Agung, berkenaan dengan
dugaan tindak pelanggaran HAM di Timtim. Itu artinya, mirip dengan "nasib
baik" Mayjen Agus WK, rekomendasi KPP ternyata tidak mempengaruhi karir
perwira tersebut.

Kol Inf M Nur Muis kabarnya akan dipromosikan sebagai Kasdam di
Kodam IV/Diponegoro atau Kodam V/Brawijaya. Seandainya berita itu benar,
maka tak lama lagi Kol Inf M Nur Muis, akan menyandang pangkat baru sebagai
brigadir jenderal.

Demikian juga dengan Letkol Inf Yayat Sudrajat. Letkol Yayat akan
menduduki jabatan sebagai Asisten Intelijen Danjen Kopassus, menggantikan
posisi Kol Inf Soenarko. Karena mengisi posisi pos kolonel, berarti ia juga
akan segera naik pangkat setingkat (kolonel). 

Sedang Kol Inf Soenarko akan menjadi Komandan Korem di Pare-pare
(Sulsel), Korem di bawah Kodam VII/Wirabuana. Pangkat Kol Inf Soenarko
memang tidak naik, namun mutasi ini akan menambah pengalaman Kol Inf
Soenarko di bidang teritorial, setelah sekian lama berdinas di Kopassus dan
bidang intelijen. Sebenarnya penugasan teritorial bukan hal baru samasekali
bagi Kol Inf Soenarko, karena semasa menjabat Asintel Danjen Kopassus, ia
sempat merangkap tugas sebagai Komandan Sektor A di Timtim. Sebuah tugas
yang merupakan gabungan antara fungsi tempur, intelijen dan teritorial.

Untuk jabatan di tingkat pati (jenderal) pada umumnya hanya berupa
pergeseran (ke samping), jadi tidak ada kenaikan pangkat bagi perwira yang
bersangkutan. Seperti untuk posisi Pangdam IV/Diponegoro misalnya, akan
diisi juga oleh jenderal yang sudah berbintang dua, yaitu Mayjen TNI Syamsul
Maarif (kini Gubernur Akmil). Demikian juga untuk posisi Pangdam VI/Tanjung
Pura, yang akan diisi Mayjen TNI Djoko Mulono (kini Aster Kasum TNI, Akmil
1970).

Dua perwira lain yang akan dipromosikan adalah Kol Inf Nurdin Zaenal
(Danrem 163/Wira Satya, Bali) dan Brigjen TNI Songko Purnomo (Kasdam
IV/Diponegoro, Akmil 1971). Mereka akan menempati posisi pada jabatan, yang
pangkatnya setingkat di atas pangkat mereka sekarang. Kol Inf Nurdin Zaenal
akan menggantikan Brigjen TNI Max Tamaela sebagai Pangdam XVI/Pattimura.
Sementara Brigjen TNI Songko Purnomo akan dipromosikan sebagai Aster KSAD. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!--SUPANGAT: SEJARAH KUDETA DI INDONESIA

2000-02-16 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


SEJARAH KUDETA DI INDONESIA

Oleh Hidayat Supangkat *)

NEW YORK, (TNI Watch! 16/2/2000). Versi resmi pemerintah selama ini
- terutama versi Suharto dan ABRI-nya  ialah bahwa di Indonesia tidak pernah
ada kudeta. Ini yang dinamakan orang Amerika - bukan kebohongan -
"half-truth" (setengah benar setengah bohong). Karena tidak pernah bisa
dibuktikan kebenarannya atau ketidak benarannya secara juridis formil.

Kita, rakyat Indonesia selama ini manut atau nrimo saja karena takut
dipenjarakan atau malah dibunuh kalau mengekspresikan diri. Karena sekarang
sudah ada demokratisasi maka kami berani menyanggah dalil pemerintah itu
berdasarkan fakta takta di bawah ini:

1. Seorang Jendral pro-Murba di Jogya - kalau tidak salah namanya
Djokosungkono - pernah mencoba kudeta terhadap Perdana Menteri (Syahrir atau
Hatta kalau tidak keliru lagi, karena buku buku sejarah dipinjam teman dan
biasa, tidak dikembalikan). Dan gagal. Ini boleh kita sebut "abortive coup
d'etat".

2. Masih segar dalam ingatan, pada tanggal 17 Oktober 1952, waktu
saya meliput Parlemen, Jendral Nasution dan pasukannya telah mengepung dan
menodongkan meriam-meriam besar ke gedung Parlemen dan Istana Negara.
Nasution telah diterima oleh Presiden Sukarno dan terjadilah "abortive coup
d'etat" lagi karena karisma BK. Bahkan ada yang mencurigai pertemuan 17
Oktober 1952 itu teleh menghasilkan "gentleman's agreement": pada suatu
ketika yang tepat, UUD '45 akan dihidupkan kembali sehingga kekuasaan mutlak
Presiden dipulihkan.

3. Menurut UUDS '50 yang berlaku waktu itu, Presiden hanya berkuasa
untuk membubarkan Parlemen hasil pemilu sekalipun, dengan syarat harus
melangsungkan pemilu baru dalam 30 hari. BK tidak berbuat demikian, dengan
dukungan Jendral Nasution dan AD-nya, ia membubarkan Parlemen dan
Konstituante hasil pemilu bebas 1955 dan menghidupkan kembali UUD '45 yang
sudah dikubur mati selama hampir sepuluh tahun. Apakah ini bukan kudeta? "A
bloodless, palace/consitutional coup d'etat?

4. Pada tanggal 30 September malam 1965, Kolonel Untung, komandan
pasukan pengawal Istana Negara Cakrabirawa telah menculiki dan membunuh para
Jendral pimpinan AD dan mengumumkan dibentuknya Dewan Revolusi, menghapuskan
semua pangkat Jendral yang dicurigainya bersekongkol dalam Dewan Jendral.

Namun beberapa jam kemudian pasukan Kostrad pimpinan Jendral Suharto
dan RPKAD pimpinan Kolonel Sarwo Eddhie berhasil menindas Untung dkk yang
didukung oleh satu Batalion Diponegoro yang "kebetulan" sedang berkemah di
stadion Senayan. Dan membantai massal lk 1 juta anggota PKI di Jateng, Jatim
dan Bali. Kudeta Untung ramai disebut "communists' abortive coup d'etat" di
seluruh dunia. Apakah kesemuanya itu bukan kudeta?  Kudeta adalah kudeta,
berhasil atau gagal.

5. Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Sukarno yang sudah sakit
keras telah didatangi para Jendral kesayangannya (Amir Mahmud, Moh. Jusuf,
dll) yang menuntut surat perintah untuk pengamanan perang saudara yang sudah
hampir marak, bukan lagi antara yang pro dan anti PKI, melainkan antara yang
pro dan anti Sukarno yang masing masing mendapat dukungan di AB dan rakyat.

Akhirnya keluarlah apa yang disebut Surat Perintah 11 MARET 1966
(Supersemar). Supersemar yang merupakan perintah untuk pengamanan itu bukan
surat perintah penyerahan kekuasaan dari Presiden Sukarno kepada Jendral
Suharto namun ditafsirkan demikian oleh Suharto dan AD-nya sehingga
kekuasaan mutlak berhasil direbutnya. Sesudah mengantungi Supersemar,
Suharto malah meng-house arrest Presiden seumur hidup in communicado pula.
Apakah ini bukan kudeta?

Sementara itu Supersemar asli tentunya sudah dilenyapkan oleh
Suharto. Ini yang dinamakan "creeping bloodless coup d'etat" (kudeta
merangkak tak berdarah). MPRS akhirnya di "railroad" (digilas kereta api)
Suharto sehingga ia dipilih sebagai Presiden RI.

Ben Anderson dari Ithaca University pernah mau menelanjangi kudeta
Suharto ini namun sedemikian jauh tak berhasil. Lima rangkaian upaya kudeta
telah dicatat dalam sejarah Indonesia dan pemerintah dan AD tetap menyangkal
adanya kudeta.

New York, 14 Pebruari 2000.

)* Wartawan Indonesia di AS/PBB


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR---DITEMUKAN TERSANGKA PEMBUNUH TGK NASHIRUDDIN

2000-02-16 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


DITEMUKAN TERSANGKA PEMBUNUH TGK NASHIRUDDIN

JAKARTA, (SiaR, 16/2/2000). Polisi berhasil mengidentifikasi
tersangka pembunuh Tgk Nashiruddin Daud, anggota DPR-RI dari Partai
Persatuan Pembangunan. Kapolri Letjen Pol KPH Rusdihardjo mengemukakan
tersangka pembunuh Tgk Nashiruddin Daud (Tgk Nash) adalah Julizar. Kapolri
menyebut Julizar sebagai Ketua SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) yang
giat memperjuangkan referendum dengan opsi merdeka.

Menurut Rusdihardjo, korban adalah tokoh Aceh yang menentang opsi merdeka
dan kekerasan. "Dapat disimpulkan beliau sangat merugikan perjuangan GAM
ekstrim dan karena itu harus dieliminir," kata Rusdihardjo.

Namun, Muhammad Nazar SAg, Koordinator Pusat Presidium SIRA,
membantah bahwa Julizar adalah Ketua SIRA. SIRA memang tidak memiliki ketua,
yang ada adalah koordinator yang kini dijabat oleh Muhammad Nazar.
Penyebutan nama SIRA juga diprotes keras oleh Nazar.

Tentang nama Julizar, Nazar tidak kenal. Menurutnya, Julizar mungkin
pernah mengikuti Kongres Mahasiswa dan Pemuda Aceh Serantau setahun lalu,
yang menghasilkan keputusan mayoritas Referendum. "Kalau tak salah, Julizar
mewakili sebuah organisasi kepemudaan di Banda Aceh," ujar Nazar.

Menurut Kapolri, tersangka Julizar yang masih kerabat korban, saat
ini menjadi sasaran penyelidikan dan penyidikan aparat di wilayah Aceh
Besar, sedangkan pencarian GAM dilakukan di wilayah Aceh Selatan.  
Rusdihardjo menjelaskan dari hasil penyelidikan diperoleh informasi
bahwa sehari sebelum korban hilang, Julizar berkali-kali menanyakan rencana
korban bermalam di Medan dan tersangka juga terlihat menelepon seseorang
untuk memberi tahu bahwa almarhum sedang dalam perjalanan menuju Medan.

"Korban terlihat terakhir kali pukul 16.00 WIB saat pamit menuju
Bandara, padahal dia telah diberitahu pihak Merpati bahwa hari itu tidak ada
penerbangan. Patut dipertanyakan apakah korban mencoba menggunakan maskapai
Mandala atau seseorang telah menjanjikan hari itu ada penerbangan ke
Jakarta," kata Kapolri.

Rusdihardjo menjelaskan hasil pemeriksaan mayat menunjukkan korban
meninggal karena kehabisan oksigen karena lehernya dijerat setelah dianiaya
lebih dulu, terbukti dari luka memar di kedua mata dan pendarahan di hidung.
Jenderal berbintang tiga itu mengemukakan pihaknya segera membentuk tim
khusus terdiri atas unsur Korserse Polri, Polda Sumut, Poltabes Medan, dan
Polda Aceh beberapa saat setelah jenazah korban ditemukan pada 25 Januari di
Jl Letjen Jamin Ginting km 39, Desa Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

Dari 11 saksi yang telah dimintai keterangan, diketahui korban
bersama para tokoh Aceh berangkat dari Jakarta ke Aceh pada 21 Januari untuk
menjajaki pelaksanaan Musyawarah Rakyat Aceh. Pada 23 Januari korban kembali
ke Jakarta via Medan, dan di kota Medan itu almarhum bermalam untuk
menyelesaikan beberapa urusan lain. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MeunaSAH---PETANI DAN ISTRINYA DIBERONDONG

2000-02-16 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


PETANI DAN ISTRINYA DIBERONDONG

SIGLI, (MeunaSAH, 16/2/2000). Jafaruddin (32) dan Yusliana (27), dua
orang suami-isri, warga Desa Gajah Aye Kecamatan Pidie, ditembak orang-orang
tak dikenal. Yusliana yang sedang hamil dan suaminya tewas setelah dihujani
peluru, Selasa (15/2) dini hari.

Pukul 03.00 WIB, rumah mereka didatangi orang-orang tak dikenal
tadi. Begitu pintu dibuka, kedua korban diberondong senjata otomatis.
Jafaruddin mengalami luka tembak di bagian rusuk kanan dan paha kanan.
Sedangkan istrinya mengalami luka tembakan bagian telinga kiri, dada kiri,
dan tangan kiri. Sebanyak 12 selosong peluru kini sudah disita polisi,
sebagai barang bukti. Menurut polisi, dua korban dihabisi dengan senjata
laras panjang jenis AK, senjata yang biasa dugunakan GAM.

Kelompok bersenjata ini diperkirakan sebanyak enam orang dengan
menggunakan mobil kijang. Setelah mengeksekusi kedua korban, kelompok itu
terus melarikan diri. Masyarakat tak dapat mengenali jenis dan warna mobil
yang ditumpangi kelompok bersenjata, karena tak ada yang berani keluar.
Jafaruddin adalah seorang petani dan buruh bangunan. Ia meninggalkan dua
anak laki-laki yang masih kecil. Tidak diketahui mengapa Jafar jadi target
pembunuhan misterius itu. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MeunaSAH---HUMAN RIGHT WATCH SERUKAN PENGHENTIAN PEMBUNUHAN WARGA SIPIL

2000-02-16 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


HUMAN RIGHT WATCH SERUKAN PENGHENTIAN PEMBUNUHAN WARGA SIPIL

BANDA ACEH, (MeunaSAH, 16/2/2000). Human Right Watch (HRW)
menyerukan pemerintah Indonesia segera melakukan penyelidikan atas kasus
tewasnya soerang aktivis, Sukardi, yang mayatnya ditemukan dipinggir jalan
raya kawasan Gunung Stui di Aceh Selatan awal Februari lalu. Kelompok
pembela HAM yang berpusat di New York, Amerika Serikat itu, juga mendesak
para diplomat barat di Jakarta dan negara-negara donor yang membantu
Indonesia agar mengutuk aksi pembunuhan warga sipil di Aceh dan menuntut
mereka yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut diseret kepengadilan.

Seruan HRW ditangani oleh Wakil Direktur Kawasan Asia HRW, Joseph
Saunders. Dikatakanya, eskalasi target terhadap warga sipil semakin
meningkat di Aceh."Target terhadapa sipil semakin meningkat di Aceh dan para
pembunuh bebas berkeliaran, seolah tidak tersentuh hukum", tegas Saunders.
Ditegaskanya, pembunuhan terhadap Sukardi merupakan bagian dari serangkaian
aksi kekerasan atas warga sipil. Mengutip laporan LSM di Banda Aceh, kata
Saunders, pada Januari saja terdapat 115 kasus penyiksaan, 21 eksekusi, 33
penangkapan sewenang-wenang, tujuh orang "menghilang", serta 416 rumah dan
toko dibakar.

"Banyak dari para korban adalah warga sipil yang tidak bersenjata,"
ujar Saunders. Pembunuhan, jelasnya, bukan hanya sekarang terjadi. "Sejak
kekerasan melanda Aceh dua tahun terakhir, terdapat puluhan orang tewas
ditembak oleh penembak misterius (Petrus)," katanya.

Menurutnya, meningkatnya pembunuhan terhadap warga sipil terjadi
saat polisi mengumumkan operasi defensif menjadi represif dengan sandi
"Opersai Sadar Rencong III". Kapolda Aceh, Brigjen Pol Drs Bachrumsyah
Kasman, mengumumkan mulai 1 Februari silam, operasi menjadi refresif dengan
target buruan 800 sipil bersenjata.

"Para pendatang di Aceh melaporkan pasukan akan terus dikerahkan ke
Aceh dan kekerasan meningkat kendatipun pernyataan Presiden Abdurrahman
Wahid meminta aparat kemanan untuk menempuh pendekatan damai dan menolak
pemberlakuan keadaan darurat di Aceh serta siap berdialog dengan pemimpin
sipil dan kelompok-kelompok yang terlibat konflik," kata Saunders.

Ia khawatir lewat refresif polisi dan kemungkinan tanggapan dari
gerilyawan bersenjata bisa membahayakan warga sipil." Kasus-kasus penculikan
dan pembunuhan warga sipil harus diselidiki. Dan mereka yang terlibat, baik
tentara atau gerilyawan, harus dihukum. Dengan demikian, kepercayaan
terhadap pemerintah yang sangat rendah dapat diperbaiki sedikit," katanya. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---MANA LEBIH HEBAT: WIRANTO DAN AGUS WIRAHADIKUSUMAH?

2000-02-16 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MANA LEBIH HEBAT: WIRANTO DAN AGUS WIRAHADIKUSUMAH?

JAKARTA, (TNI Watch! 16/2/2000). Dalam jumpa pers seusai serah
terima jabatan Menko Polkam, mantan Menko Polkam Jendral TNI Wiranto tampak
emosional, saat berkomentar tentang Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah. Wiranto
tak dapat menyembunyikan kegeramannya terhadap Agus WK. Terlihat sekali,
Wiranto berusaha keras mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya untuk melibas Agus WK.

Begitu emosionalnya, hingga Wiranto menyebut-nyebut jumlah bintang
di pundak, dia (Wiranto) "bintang empat" dan Agus "bintang dua". Wiranto
ingin menunjukkan secara tegas, bahwa ia lebih tinggi ketimbang Agus. Kalau
itu yang dikehendaki Wiranto, bahwa ia merasa lebih hebat ketimbang Agus WK,
sekarang kita timbang-timbang, mana yang lebih hebat di antara keduanya. 

Arah tulisan ini mungkin pembaca sudah paham, bahwa Agus WK lebih
hebat ketimbang Wiranto. Persoalannya sekarang, adakah data yang mendukung,
dan adakah alasan yang rasional, untuk meyakinkan bahwa Agus WK memang lebih
hebat ketimbang Wiranto ?

Cara menilai kualitas seorang perwira, adalah dengan meneliti track
record perwira tersebut, sejak berpangkat letnan dua hingga kolonel. Karena
ketika sudah masuk jajaran perwira tinggi, penilaiannya lebih banyak politis
ketimbang aspek teknis.

Sekarang kita periksa pengalaman di lapangan. Agus WK pernah dua
kali menjadi Wadanyon (Wakil Komandan Bataliyon), yaitu di kesatuan Yonif
Linud 328/Kostrad dan Yonif Linud 305/Kostrad. Kemudian juga dua kali
sebagai Danyon, masing-masing sebagai Komandan Yonif Linud 330/Kostrad dan
Komandan Yonif Linud 305/Kostrad.
Sementara Wiranto juga dua kali menjabat sebagai Danyon, yaitu pada kesatuan
Yonif 713 dan Yonif 712. Namun perlu diketahui, antara bataliyon yang pernah
dipimpin Agus WK dan Wiranto, beda kualifikasi. Bataliyon yang pernah
dipimpin Agus WK kualifikasinya lebih tinggi, yaitu kualifikasi "lintas
udara", sedang dua bataliyon yang pernah dipimpin Wiranto, adalah kesatuan
infanteri biasa, yang populer disebut "yonifter" (bataliyon infanteri
teritorial).

Selanjutnya pengalaman penugasan di bidang pendidikan, terlihat Agus
WK juga lebih unggul. Antara Wiranto dan Agus WK pernah menjadi instruktur
(guru militer) pada lembaga yang sama, dan pada saat bersamaan, yaitu di
Pusat Kesenjataan Infanteri AD. Di Pussenif, Agus WK menjadi bawahan
Wiranto. Namun hanya di Pussenif itulah pengalaman Wiranto sebagai
instruktur. Sedang Agus WK sempat ditugaskan lagi di lembaga pendidikan,
yakni sebagai dosen di Seskoad (1989 - 1993). 

Saat menjadi dosen di Seskoad inilah, Agus sudah menunjukkan dirinya
sebagai pemikir militer yang potensial. Pada saat di Seskoad, Letkol Inf
Agus WK sempat menyusun dua kertas kerja, masing-masing adalah "Strategi
Pengembangan Pendidikan TNI - AD" dan "Kejuangan dan Profesionalisme
Prajurit TNI - AD: Suatu Tinjauan dan Analisis Kritikal". Kertas kerja
pertama ("Strategi Pengembangan...") merupakan orasi ilmiah Agus WK, saat
hari jadi Seskoad ke 40 (25 Mei 1991). Sedang kertas kerja karya Wiranto,
tampaknya belum ada yang pernah dibaca publik.

Baru-baru ini Agus WK juga menjadi penulis, sekaligus penyunting,
buku "Indonesia Baru dan Tantangan TNI". Sebuah buku yang berisi pemikiran
alumnus AKABRI angkatan 1973, yang dipuji banyak pihak (termasuk sebuah
resensi di majalah DR oleh Imran Hasibuan)

Kelebihan lain yang dimiliki Agus WK adalah, Agus WK sempat menjadi
Danrem (Danrem 163/Wira Satya, Bali), sedang Wiranto tidak pernah menjadi
Danrem. Umumnya pada jabatan Danrem inilah, kualitas seorang kolonel
(senior) bisa dinilai. Sementara pada saat berpangkat kolonel, Wiranto lebih
banyak mendampingi Soeharto selaku ajudan (1989 - 1993). Jadi memang sulit
menilai kemampuan Wiranto saat menjadi ajudan, kecuali kesetiaannya pada
Soeharto.

Dari segi kualifikasi teknis kemiliteran, lagi-lagi Agus juga
unggul. Di lengan kanan seragam militer Agus WK, terdapat tiga macam lencana
yang menunjukkan kualifikasi perseorangan Agus WK sebagai prajurit
infanteri: Ranger, Airborne, Pathfinder. Sedang Wiranto hanya satu, yaitu
"Yudha Wastu Pramuka", sebuah kualifikasi paling dasar (rendah) dari
prajurit infanteri.

Lencana "Komando" yang ada di seragam Wiranto, adalah lencana
kehormatan, yang diberikan Danjen Kopassus (saat itu) Mayjen TNI Prabowo
Subianto, tanggal 7 Juli 1997. Saat menjadi KSAD, Jenderal Wiranto
berkunjung ke Mako Kopassus di Cijantung. Selama beberapa jam di Cijantung,
Wiranto mencoba simulasi yang biasa digunakan anggota Kopassus saat
berlatih. Wiranto sepertinya mendapat kehormatan, dengan mencoba simulasi,
dan langsung mendapat brevet Komando. Namun sebenarnya Wiranto "dikerjain"
Prabowo, karena ia disuruh loncat-loncat, naik-turun tebing buatan, merayap,
dengan wajah dilumuri pewarna sebagai kamuflase. Kegiatan itu jelas tidak
masuk akal, bagaimana dalam waktu sehari, seorang yang hanya berkualifikasi
infanteri 

SiaR---PENGIKUT HABIBIE DI GOLKAR DIRIKAN PARTAI POLITIK

2000-02-16 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


PENGIKUT HABIBIE DI GOLKAR DIRIKAN PARTAI POLITIK

JAKARTA, (SiaR, 16/2/2000). Para pengikut mantan Presiden BJ Habibie di
Partai Golkar semakin mendekati kenyataan untuk mendirikan sebuah partai
politik baru. Hal ini terungkap setelah sejumlah anggota Fraksi Partai
Golkar (F-PG) di DPR-RI menyatakan dukungannya kepada gagasan Jimly
Ashidiqie, salah seorang tangan kanan BJ Habibie, untuk mendirikan Partai
Madani.

"Gagasan Pak Jimly itu masuk akal sebab jumlah 70 kursi yang diperoleh
Partai Golkar berasal dari Indonesia Timur," ujar Laode Djeni Hasmar,
aktivis Iramasuka yang juga anggota Komisi II F-PG, Selasa (15/2) kemarin.

Menurut informasi yang diperoleh dari sejumlah anggota F-PG, Jimly dan
kawan-kawannya di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) telah
mempersiapkan nama Partai Madani. Partai Madani ini merupakan proyek dari
para politisi yang ketika Sidang Umum MPR 1999 lalu mendukung BJ Habibie.
Para konseptornya selain Jimly, antara lain AA Baramuli dan Marwah Daud
Ibrahim. Platform partai tersebut, adalah nasionalisme dalam bingkai negara
kesatuan. 

Untuk merealisasikan rencana pembentukan Partai Madani, maka para pendukung
Habibie sudah terlebih dahulu mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat yang
diberi nama Habibie Center. Habibie Center ini diproyeksikan sebagai lembaga
think-tank yang akan memproduksi berbagai gagasan dalam upaya revitalisasi
kekuatan pendukung Habibie. Disamping untuk mengkritisi pemerintahan Gus
Dur-Mega, dengan target jangka panjang memperoleh kembali simpati rakyat,
maka menurut Ade Komaruddin, salah seorang anggota F-PG, target politik
Partai Madani adalah memenangkam Pemilu tahun 2004 mendatang.

Sumber dana untuk mendukung operasional partai, lanjut Ade
Komaruddin, selain berasal dari keluarga BJ Habibie, AA Baramuli, juga dari
sejumlah pengusaha pendukung Habibie di antaranya Aburizal Bakrie, Tanri
Abeng, Fadel Muhammad, dan Jusuf Kalla. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---MAYJEN TNI (PURN) SUWARNO ADIWIJOYO

2000-02-15 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MAYJEN TNI (PURN) SUWARNO ADIWIJOYO

JAKARTA, (TNI Watch! 15/2/2000). Mayjen TNI (Purn) Suwarno Adiwijoyo
masuk lagi dalam susunan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional
(PAN). Tim Formatur Kongres I PAN di Yogyakarta pekan lalu, yang dipimpin
Amien Rais, memasukkan nama jendral purnawirawan itu sebagai salah satu
Ketua DPP PAN. Dalam kepengurusan DPP yang lalu, Suwarno juga menduduki
jabatan yang sama.

Siapakah Suwarno Adiwijoyo? Ia adalah mantan Asisten Kasospol ABRI
tahun 1996 dan mantan Kapuspen ABRI yang ikut terlibat dalam penyerbuan,
pembantaian dan penghilangan para pendukung Megawati Soekarnoputri yang
bertahan di Kantor DPP PDI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996.
Suwarno ketika itu adalah asisten salahs atu "arsitek" penyerbuan itu:
Kasospol ABRI, Letjen TNI (Purn) Syarwan Hamid. Suwarno adalah lulusan Akmil
1966, satu kelas dengan Syarwan Hamid di akademi untuk perwira Angkatan
Darat di Magelang itu.

Bagaimana Suwarno bisa diterima sebagai salah satu Ketua PAN, partai
reformis itu? Tidak terlalu banyak diketahui, namun ia masuk bersama-sama
dengan A.M. Fatwa. Masuknya dua orang ini dulu membuat para penggagas PAN di
kubu Faisal Basri kaget. "Bagaimana seorang pensiunan jendral yang tangannya
berlumuran darah seperti Suwarno bisa jadi Ketua DPP PAN?" ujar seorang
penggagas PAN ketika Suwarno direkrut Amien jadi pengurus PAN.

Presiden KH Abdurahman Wahid berjanji akan membuka kembali Peristiwa 27
Juli 1996 dengan memerintahkan mantan Pangab, Jendral TNI (Purn) Feisal
Tanjung untuk diperiksa ihwal penyerbuan itu. Gus Dur memang punya kegeraman
pribadi dengan penyerbuan Kantor DPP PDI itu, soalnya, Minggu, 28 Juli 1996,
tepat hari Maulud Nabi SAW, ia akan berceramah di kantor itu, namun sebelum
itu terlaksana, kantor itu sudah diserbu pasukan Feisal Tanjung.

Nah, membuka kasus penyerbuan Kantor DPP PDI, berarti mengingatkan
kita pada Mayjen TNI Suwarno yang di seputar Juli 1999, adalah salah satu
jendral yang ikut menindas PDI. Ketika itu ia Kapuspen ABRI sebelum naik
pangkat menjadi Asospol Kasospol ABRI. Sebagai Kapuspen, bersama-sama dengan
Syarwan, ia mengorganisir aparat-aparat militer dan pemerintah di daerah
untuk menciptakan dukungan terhadap Kongres PDI di Medan, untuk menggusur
Megawati Soekarnoputri dari kursi Ketua Umum PDI. Suwarno adalah salah satu
arsitek Kongres PDI di Medan yang mengangkat Soerjadi jadi Ketua Umum. 

Sebagai Asospol Kasospol (jabatan Kapuspen kemudian diserahterimakan
ke Brigjen TNI Amir Sjarufudin),  Suwarno pun gencar "memfitnah" keluarga
Ketua PRD (yang dituduh dalang kerusuhan pasca penyerbuan Kantor DPP PDI),
Budiman Sudjatmiko. Suwarno, Syarwan dan Amir Sjarifudin, beberapa kali
menuduh ayah Budiman adalah Sudjatmiko, eks-tapol PKI golongan B-2. Suwarno
bahkan menuduh Budiman sudah menggunakan jargon-kargon komunis sejak SMA
yakni dengan menggunakan kata "kamerad" atau "kawan" untuk memanggil
kawan-kawannya. Padahal itu tak benar. Juga tentang tuduhan "tiga serangkai"
itu bahwa ayah Budiman adalah Sudjatmiko, bukan Haji Wartono Karyo Utomo,
pemeluk Islam yang taat, anak seorang anggota Hisbulah di zaman penjajahan
Belanda.

Gagal menyerang dengan alat komunisme dari pihak ayah Budiman,
Suwarno dan kawan-kawan menyerang lagi dari garis keluarga ibu Budiman,
yakni Hajjah Sri Sulastri, yang sehari-harinya mengenakan jilblab. Menurut
tiga serangkai itu: Sri Sulastri punya ayah bernama Hadi Sudi Pranowo,
seorang mantan anggota Koramil di Kroya, Jawa Tengah yang masuk dalam tapol
PKI golongan C. Tuduhan itu pun tidak benar. Kakek Budiman itu memang pernah
diperiksa atasannya soal G 30 S/PKI, sebagaimana umumnya anggota Angkatan
Darat pada waktu itu, namun Lettu Inf Hadi Sudi Pranowo bebas dari segala
tuduhan.

Suwarno, kepada sejumlah wartawan, hingga kini masih meyakini bahwa
Budiman memang anak PKI, ia masih yakin ia anak Sudjatmiko, eks-tapol PKI
golongan B itu. Suwarno, dalam berbagai kesempatan bahkan tetap pada
pendiriannya bahwa penyerbuan Kantor DPP PDI itu adalah tindakan yang benar.
Dengan prilaku di masa lampau sebagai jendral yang buruk itu, apakah ia
pantas berada di sebuah partai yang reformis seperti PAN? 
Bagaimanapun, jika kasus penyerbuan Kantor DPP PDI dibuka kembali,
ia bakal terseret.

Berikut daftar pejabat militer dan pejabat sipil yang diduga
terlibat dalam penyerbuan, penghilangan dan pembantaian para pendukung
Megawati Soekarnoputri di Kantor DPP PDI, Jakarta Pusat.

1. Presiden RI Jendral TNI (Purn) Soeharto
2. Panglima ABRI Jendral TNI Feisal Tanjung
3. KSAD Jendral TNI Hartono
4. Menko Polkam Jendral TNI (Purn) Soesilo Soedarman (alm)
5. Kasum ABRI Letjen TNI Soeyono (tidak dilibatkan)
6. Kasospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid
7. Asospol Kasospol ABRI Mayjen TNI Suwarno Adiwijoyo
8. Kapuspen ABRI Brigjen TNI Amir Syarifudin
9. Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso
10. Kasdam Jaya Brigjen TNI Soesilo Bambang Yudhoyono

TNI Watch!---KOLONEL INF JUL EFENDI SYARIEF

2000-02-15 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


KOLONEL INF JUL EFENDI SYARIEF

JAKARTA, (TNI Watch! 15/2/2000). Jika Presiden KH Abdurahman Wahid
serius mengusut kembali penyerbuan, pembantaian dan penghilangan warga PDI,
27 Juli 1996 silam, ia harus menindak seorang kolonel, yang beberapa bulan
belakangan ini memimpin sebuah brigade infanteri di ibukota yang siap mati
untuk membela sang Presiden. Siapakah sang kolonel itu? Tak lain adalah
Kolonel Inf Jul Efendi Syarief, Komandan Brigade Infanteri (Brigif)
1/Jayasakti, brigif di bawah komando langsung Pangdam Jaya. 

Brigif 1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Batalyon
Kaveleri, yakni: Yonif 201/Jaya Yudha (berbasis di Gandaria, Jakarta Timur),
Yonif 202/Taji Malela (berbasis di Bekasi), Yonif 203/Arya Kemuning
(berbasis di Tangerang dan Yonkav 9/Serbu (berbasis di Serpong, Tangerang).
Kolonel Jul Efendi adalah lulusan Akademi Militer 1976. 

Jul Efendi adalah komandan lapangan penyerbuan Kantor DPP PDI, di Jl
Diponegoro, 27 Juli 1996. Waktu itu, ia adalah Komandan Kodim 0501/Jakarta
Pusat yang secara teritorial membawahi lokasi Kantor DPP PDI itu. Komandan
Kodim Jakarta Pusat, Letkol Inf Jul Effendi, pagi hari 27 Juli 1996, memberi
komando ketika ratusan pemuda yang mengenakan kaos warna merah yang diangkut
sembilan truk warna kuning, agar segera menyerang kantor DPP PDI. Pasukan
Letkol Jul pun mengedrop batu ke pasukan berseragam kaos merah itu. Siatuasi
tak menentu. Lalu datang Kapolres Jakarta Pusat, Letkol Pol Abu Bakar
mencoba berunding. Ia meminta Kantor DPP PDI dikosongkan namun ditolak warga
PDI. Namun, tiba-tiba Letkol Jul kembali memerintahkan "pasukan merah" untuk
menyerbu ke dalam yang disusul pasukan polisi di bawah komando Letkol Abu
Bakar. Korban pun berjatuhan, banyak yang luka, mati atau hilang. Lalu,
kerusuhan melanda Salemba dan sekitarnya.

Dua letkol dalam penyerbuan itu memang hanya pelaksana lapangan.
Namun, justru pelaksana lapangan ini yang dalam hukum perang internasional
harus menanggung hukuman paling berat. Masalahnya sekarang: apakah Gus Dur
akan menindak Kolonel Jul yang dulu memimpin operasi "Naga Merah" itu? Ini
sulit bagi Gus Dur karena Mayjen TNI Ryamizard, Pangdam Jaya, pasti akan
melindungi kolonelnya itu. Apalagi, Kolonel Jul juga sudah berjasa bagi Gus
Dur, yakni memimpin pasukan Brigif 1/Jaya Sakti mempertahankan kekuasaan Gus
Dur dari ancaman kudeta Jendral Wiranto yang didukung Pangkostrad Letjen TNI
Djadja Suparman. Kalau waktu itu Wiranto dan Djadja punya nyali melakukan
kudeta, sudah pasti Kolonel Jul akan berada di depan menghadang pasukan
Kostrad pimpinan Letjen Djadja. Itu harus dikerjakan Kolonel Jul sebagai
komandan lapangan di bawah Ryamizard yang sudah menyatakan dukungan pada Gus
Dur dan sudah menyatakan akan menghadang siapapun yang akan melakukan kudeta.

Jasa-saja Kolonel Jul ini yang akan mengganggu penegakkan hukum pada
kasus 27 Juli 1996. Kolonel Jul, tampaknya akan menjadi pengecualian dalam
pengusutan kembali kasus ini. Gus Dur sendiri juga akan menghadapi para
jendral perancang penyerbuan, atau para pejabat yang ketika itu menjabat
jabatan-jabatan strategis yang berhubungan dengan penyerbuan, yang hingga
kini masih berada di pemerintahan: seperti Letjen TNI (Purn) Sutiyoso
(Pandam Jaya waktu itu, kini Gubernur DKI Jakarta) dan Letjen TNI Susilo
Bambang Yudhoyono (dulu Kasdam Jaya, kini Menteri Pertambangan dan Energi). 

Ryamizard sendiri juga punya jasa yang besar bagi Gus Dur, karena ia
berani mengerahkan pasukannya untuk menghadang kekuatan Wiranto. Tentu,
jasa-jasa Ryamizard ini menyulitkan bagi Gus Dur untuk mengusut kejahatan
TNI di Aceh, Lampung dan Tanjung Priok, karena salah satu penanggungjawab
militer pada kasus-kasus kejahatan hak asasi manusia di kasus-kasus itu
adalah Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno, yang tak lain adalah ayah mertua
Ryamizard. Di kasus Aceh dan Lampung Jendral Try menjabat sebagai Panglima
ABRI dan di kasus Tanjung Priok sebagai Pangdam Jaya. Jadi, apa langkah Gus
Dur? Seperti yang lalu-lalu: sulit diduga. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---PASUKAN MAYOR JENDRAL RYAMIZARD SIAGA PENUH

2000-02-15 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


PASUKAN MAYOR JENDRAL RYAMIZARD SIAGA PENUH

JAKARTA, (TNI Watch! 15/2/2000). Pasukan pimpinan Pangdam Jaya
Mayjen TNI Ryamizard Ryachudu (yang terdiri dari Brigif 1/Jayasakti, Korps
Marinir dan Kopassus), siaga penuh sejak Minggu, (13/2) lalu, ketika
Presiden Gus Dur tiba di Jakarta dari lawatannya ke luar negeri. Hari itu,
Gus Dur memang berencana memecat Jendral TNI Wiranto dari jabatannnya
sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

Sejak Keppres Penonaktifkan Jendral Wiranto ditandatangani Presiden
Minggu, pukul 21.00 WIB, Pangdam Jaya menyatakan situasi Jakarta dan
sekitarnya, di bawah komando Kodam Jaya berada di bawah status Siaga I. Ini
artinya, pasukan di bawah kendali Ryamizard berada pada posisi siap
bergerak. Sejumlah pasukan sejak Minggu itu, juga disiagakan di sekitar
Istana Negara dan beberapa daerah strategis untuk memastikan pengamanan.

Proses keluarnya Keppress No 29/M/tahun 2000, tanggal 14 Februari
2000, yakni tentang pemecatan Jendral Wiranto dari jabatan Menko Polkam
dilakukan Gus Dur, dibantu KSAD Jendral TNI Tyasno Sudarto, dengan penuh
perhitungan. Jendral Tyasno, sebelumnya sudah mencari dukungan dari para
jendral bintang tiga dan empat yang menduduki jabatan strategis. Hampir
semua jendral menyetujui tindakan tersebut. Sumber TNI Watch! di kalangan
perwira TNI mengungkapkan, Minggu, sejak pukul 17.00 WIB hingga pukul 21.00
WIB sebelum Keppres itu ditanda tangani, Gus Dur sudah meminta KSAD mencari
tahu respons dari kalangan perwira tinggi. Sumber tadi mengatakan, bahwa hal
itu yang membuat Gus Dur merasa yakin dan menandatangani SK tersebut sekitar
pukul 21.00 WIB. Ini memang berbeda berita yang hingga Minggu sore masih
terdengar bahwa Jendral Wiranto tidak jadi mundur seperti dilansir
Republika, Senin (14/2).

Memang, hingga Minggu sore sekitar pukul 19.00 WIB, Wiranto masih
ngotot menolak mengundurkan diri. Bahkan Wiranto melakukan tawar-menawar
dengan Gus Dur dan Wakil Presiden Megawati. Isi tawar-menawar itu: Wiranto
mau mengundurkan diri asalkan dirinya secara resmi dinyatakan tidak terlibat
dalam kasus pembantaian di Timtim pasca jajak pendapat. Gus Dur dan Megawati
tak menjawab ya atau tidak. Namun, pada saat yang sama, Jendral Tyasno sudah
mengumpulkan dukungan dari para jendral yang duduk di jabatan strategis.

Pengamanan pun diperketat. Dari pengamatan TNI Watch! di lapangan,
Wisma Nusantara dijaga ratusan prajurit bersenjata lengkap yang didukung
beberapa panser. Di Harmoni dan Kota juga tampak ratusan prajurit yang
bersiap-siaga. Begitupun di sekitar Lapangan Banteng dan Masjid Istiqlal
disiagakan sekitar 20 truk pasukan dan delapan panser. Sementara di
pinggiran kota, sekitar Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, juga terdapat
banyak pasukan dalam kondisi siap tempur. Bahkan sebelum memasuki pintu tol
arah Bogor ke Kampung Rambutan, Jakarta Timur dan daerah Pasar Rebo, Jakarta
Timur tampak banyak sekali pasukan.

Sejak Minggu pagi, di Lanud Halim Perdanakusuma, juga tampak
kesibukan. Setiap beberapa menit, pesawat angkut militer hilir mudik.
Suaranya mengganggu penduduk di sekitar Pangkalan TNI Angkatan Udara itu.
Jendral TNI Tyasno sendiri turut memeriksa keadaan Istana Negara, hingga
pukul 23.00 WIB.

Letjen TNI (Purn) Soeryadi Sudirja, misalnya, sempat panik saat
diberi tahu bahwa Senin (14/2) pagi, ia akan dilantik sebagai Menko Polkam
ad-interim menggantikan Wiranto. Soeryadi diberitahu Sekretariat Negara
pukul 22.00 WIB. Lalu, Wiranto diberitahu Senin (14/2) pukul 06.00 WIB.
Sebuah sumber di TNI, mengungkapkan, Ryamizard dan Tyasno cukup khawatir
akan munculnya kemarahan pendukung Wiranto dari Divisi Infanteri I/Kostrad
yang bermarkas di Cilodong, Bogor, mengingat divisi itu saat ini berada di
bawah kontrol Pangkostrad Letjen TNI Djaja Suparman, seorang pendukung setia
Wiranto. Namun, sebelum ini, Djadja sudah menyatakan Kostrad tidak akan
mendukung upaya kudeta. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---AGUS WIRAHADIKUSUMAH PANGKOSTRAD, AGUS WIJOYO KASUM TNI

2000-02-15 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


AGUS WIRAHADIKUSUMAH PANGKOSTRAD, AGUS WIJOYO KASUM TNI

JAKARTA, (TNI Watch!, 15/2/2000). Bersamaan dengan diberhentikannya
Jenderal TNI Wiranto sebagai Menko Polkam, beberapa jabatan di lingkungan
TNI juga akan diganti. Alasannya cukup jelas, sebagai upaya penggusuran
perwira yang dianggap "orang-orang Wiranto" atau "bagian dari Orde Baru".

Selama 32 tahun masa Orde Baru, TNI (terutama unsur Angkatan Darat)
selalu dimanfaatkan Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya. Wajar kalau
pengaruh Soeharto di tubuh Angkatan Darat demikian kuat. Jadi agak sulit
memangkas pengaruh Soeharto dalam waktu singkat. Menumpas pengaruh Soeharto
harus bertahap, sebagaimana yang dilakukan Gus Dur sekarang ini.

Setelah digusurnya Wiranto, pengaruh Soeharto memang berkurang
secara signifikan, namun belum terhapus sama sekali. Masih ada beberapa
perwira, yang secara "moral" masih terikat dengan Orde Baru, seperti Letjen
TNI Soegiono (Sekjen Dephankam), Letjen TNI Endriartono Soetarto (Komandan
Sesko TNI, mantan Komandan Paspampres), Letjen TNI Djamari Chaniago (Wakil
KASAD), Letjen TNI Suadi Marassabessy (Kasum TNI), Letjen TNI Djaja Suparman
(Pangkostrad), Mayjen TNI Sjafrie Sjamsudin, dan beberapa nama lainnya.

Penggusuran tahap pertama "paska Wiranto" adalah menggeser Letjen
TNI Suadi Marassabessy (Kasum TNI) dan Letjen TNI Djaja Suparman
(Pangkostrad). Posisi Letjen Suadi akan diisi oleh Letjen TNI Agus Wijoyo
(kini Kaster TNI), dan Letjen Djaja Suparman akan digantikan oleh Mayjen TNI
Agus Wirahadikusumah (Pangdam VII/Wirabuana).

Khusus bagi Mayjen Agus, alih jabatannya kali ini juga merupakan
promosi, karena ia akan menduduki jabatan bintang tiga. Sementara Letjen
Agus, dari segi kepangkatan hanya bergeser, namun dari segi fungsi, jabatan
Kasum lebih strategis ketimbang Kaster. Kecaman keras Wiranto terhadap
Mayjen Agus WK, yang diucapkan Wiranto kemarin (14/2), tidak berpengaruh
apa-apa terhadap karir Mayjen Agus. Mayjen Agus malah memperoleh promosi. 

Ucapan Wiranto yang sangat emosional dalam menilai Mayjen Agus,
justru menunjukkan kelemahan Wiranto sendiri. Bagaimana Wiranto, seorang
jenderal "bintang empat", mantan Pangkostrad, KSAD, Panglima TNI, dan
sederet jabatan lainnya, ngemis-ngemis di muka umum (pers), agar pimpinan
TNI menindak Mayjen Agus WK, seorang jenderal "bintang dua". Bukankah ini
mencoreng muka Wiranto sendiri, karena ia seorang "bintang empat"
berkoar-koar mencari bantuan, untuk menggebuk "bintang dua".

Untuk sementara lupakan saja Wiranto, terlebih ia telah menjadi masa
lalu. Masa Wiranto telah lewat. Kini kita kembali membahas proyek
demiliterisasi Gus Dur, yang dibantu dua "buldozernya" Bondan Gunawan dan
Marsilam Simanjuntak.

Selain skenario di atas (Agus WK Pangkostrad, Agus Wijoyo Kasum
TNI), masih ada skenario lain yang disiapkan, namun tetap dengan semangat
yang sama: Dewirantoisasi. Skenario dimaksud adalah, Mayjen Agus WK
menggantikan Letjen Suadi M sebagai Kasum TNI, dan Pangkostrad Letjen TNI
Djaja Suparman digantikan Letjen TNI Endriartono Sutarto.

Menyangkut nama Letjen TNI E Sutarto, sebagaimana disebutkan di
atas, yang notabene adalah mantan Komandan Paspampres di masa Soeharto,
bagaimana bisa masuk nominasi? Ini kembali pada pilihan orang berpolitik,
bahwa berpolitik itu, kita memilih yang terbaik di antara yang terburuk.
Artinya, memang sulit mencari jenderal yang benar-benar "terbebas" dari
pengaruh Soeharto atau Wiranto. Karena perwira-perwira yang kini menjadi
jenderal, promosinya dahulu sebagai jenderal, adalah berkat persetujuan
Soeharto dan Wiranto juga. Jadi dipilih saja jenderal yang (mungkin)
pengaruh dari Suhato atau Wiranto dianggap lebih tipis, ketimbang yang lain.
Dan Letjen Sutarto masuk kategori ini. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---KEKUATAN PASUKAN MAYJEN TNI RYAMIZARD

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


KEKUATAN PASUKAN MAYJEN TNI RYAMIZARD

JAKARTA, (TNI Watch!, 12/2/2000). Panglima Kodam Jaya, Mayjen TNI
Ryamizard Ryacudu mengancam akan menghadang pasukan kudeta dengan
mengerahkan seluruh kekuatan pasukan di bawah komandonya, Kamis (10/2) lalu.
"Saya punya pasukan yang banyak," ujar Ryamizard, menantu mantan Panglima
ABRI, Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno dan anak kandung mendiang Brigjen
(Purn) Ryacudu, jendral yang di zaman Soekarno dikenal amat Soekarnois
(karena berpengaruh, nama Brigjen Ryacudu dicatut Letkol Inf Untung di
daftar Dewan Revolusi pada 1965. Ryacudu membantah terlibat dalam dewan itu,
namun sebagai Soekarnois, ia tetap ditendang Jendral Soeharto).

Dalam pikiran Ryamizard, jika ada jendral berpasukan yang hendak mengkudeta
pemerintahan sipil Presiden K.H. Abdurahman Wahid (Gusd Dur), siapapun dia,
harus mengajak Panglima Kodam Jaya, yang menguasai wilayah ibukota dan
sekitarnya. Dan, Ryamizard akan menolak ajakan kudeta itu bahkan akan
melawannya. Hadangan Ryamizard itu, bagaimanapun akan membuat pemimpin
pasukan kudeta berfikir dua kali, jika benar-benar akan melancarkan kudeta,
apalagi Ryamizard bilang: "Saya akan dibantu rakyat." 

Ryamizard adalah salah satu jendral, selain KSAD, Jendral TNI Tyasno
Sudarto dan Pandam Wirabuana, Mayjen TNI Agus Wirahadikusuma, yang pro Gus
Dur. Kalau Ryamizard sudah menyatakan secara eksplisit akan menghadapi
pasukan kudeta, jelas ia sudah tahu dan yakin siapa kawan dan siapa lawan.
Artinya, ia sudah menghitung-hitung berapa kekuatan pasukan lawan dan berada
kekuatan pasukannya dan berapa kekuatan satuan-satuan yang akan mendukung
pasukan Kodam Jaya. Berapa besar kekuatan Kodam Jaya? Dalam tulisan
terdahulu (TNI Watch! 29/10/1999), pernah diulas tentang Brigade Infanteri
(Brigif) 1/Jayasakti, brigif di bawah komando langsung Pangdam Jaya. 

Brigif 1/Jayasakti memiliki tiga Batalyon Infantri dan satu Balayon
Kaveleri, yakni: Yonif 201/Jaya Yudha (berbasis di Gandaria, Jakarta Timur),
Yonif 202/Taji Malela (berbasis di Bekasi), Yonif 203/Arya Kemuning
(berbasis di Tangerang dan Yonkav 9/Serbu (berbasis di Serpong, Tangerang). 

Komandan Brigif 1/Jayasakti adalah Kolonel (Inf) Jul Efendi Syarif, lulusan
Akademi Militer 1976. Kendati, Jul Efendi terlibat dalam penyerbuan Kantor
Dewan Pimpinan Pusat PDI, di Jl Diponegoro, 27 Juli 1996 (ketika itu ia
menjadi Komandan Kodim 0501/Jakarta Pusat), ia akan sepenuhnya berada di
bawah kendali Ryamizard. Jika setiap batalyon Brigif 1/Jayasakti punya
personel 700 orang, maka pasukan Kodam Jaya sebenarnya baru berkekuatan
2.800 orang. Dengan kekuatan yang sedikit itu, bagaimana Ryamizard bisa
mengklaim punya pasukan yang besar? Tampaknya, sudah ada dukungan dari
satuan-satuan lain yang akan membantu Ryamizard jika terjadi kudeta. Yang
sudah menyatakan dukungan memang Korps Marinir memiliki memiliki dua brigif
yang terdiri dari enam batalyon infanteri. Jumlah personil Korp Marinir
mencapai enam ribu hingga sembilan ribu. Kalau ditambah batalyon kavaleri
dan alteleri, pasukan anti kudeta bisa lebih kuat lagi. Selain Marinir,
Kopassus juga sudah menyatakan akan mendukung Gus Dur dari ancaman kudeta.
Pasukan gabungan Marinir dan Kopassus ini berkekuatan lebih dari 10 ribu.
Pasukan gabungan ini amat membantu Ryamizard, karena merupakan dua satuan
elit di Angkatan Bersenjata. Pasukan elit lainnya dari Brigade Mobil (Polri)
dan Pasukan Khas TNI-AU, sudah pasti berada di pihak Ryamizard. Pasukan
gabungan inilah (Kopassus, Korps Marinir TNI AL, Paskhas TNI-AU, Brimob plus
Brigif 1/Jayasakti) tampaknya yang diklaim Ryamizard sebagai pasukan di
bawah komandonya. Memang, pengamanan ibukota berada di bawah komando
Ryamizard sebagai Pangdam setempat, sehingga satuan-satuan apapun yang
diperbantukan untuk mengamankan ibukota akan berada di bawah komando Pangdam
Jaya. 

Pasukan gabungan ini membuat Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan
Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Djadja Suparman, kecut. Djadja adalah salah
satu jendral klik Wiranto yang diduga keras akan melancarkan kudeta. Kamis
(10/2) lalu, Djadja menepis adanya gerakan kudeta dari pasukan Kostrad.
"Tidak mungkin prajurit Kostrad akan melancarkan kudeta seperti banyak
diisukan. Tidak mungkin prajurit melakukan kudeta, karena kami terikat untuk
setia kepada UUD'45, juga kepada pemerintahan yang konstitusional," ujar
Djadja yang dikenal dekat dengan milisi Front Permbela Islam (FPI) ketika
meninjau Gladi Lapang Bantuan Tembakan Terpadu di Kebumen, Jawa Tengah.
Selain terikat sumpah prajurit, menurut Djadja, prajurit TNI juga harus
tunduk kepada pimpinannya, sehingga tidak mungkin melakukan tindakan
sendiri-sendiri. "Anggota regu harus tunduk kepada komandan regu, anggota
peleton kepada komandan peleton, begitu seterusnya sampai kepada saya
sebagai Panglima Kostrad, di bawah kendali saya tidak akan terjadi
pelanggaran," katanya.

Sebelum pernyataan setia kepada pemerintahan sipil Gus Dur, Kostrad 

SiaR--XPOS: PLATFORM

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
--

PLATFORM

(LUGAS): Banyak yang menaruh harapan besar, ketika Partai Amanat Nasional
(PAN) pertama kali dideklarasikan dua tahun lalu. Dari lambangnya saja,
sudah menunjukkan orientasi partai itu ke masa depan (Matahari adalah simbol
milenium baru, ditambah warna biru yang bisa berarti pencerahan
intelektual). Kala itu, PAN memang tampil dengan platform politik paling
visioner dibandingkan partai-partai lainnya. Dua partai besar, PDI
Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa, oleh kaum muda dan cendekiawan
dianggap kalah menarik, apalagi keduanya dianggap partai masa lalu.

Amien Rais sendiri adalah figur ideal. Pertama, ia dikenal sebagai tokoh
pengiring proses reformasi yang dipelopori mahasiswa. Kedua, ia berasal dari
lingkungan akademis, menyandang gelar doktor ilmu politik, belakangan
menjadi profesor di almamaternya Universitas Gadjah Mada. Ketiga, ia adalah
pemimpin organisasi Islam modern Muhammadiyah. Ketiga faktor ini, jelas
dianggap sangat 'menjual' Amien Rais untuk dijadikan Ketua Umum PAN. Dengan
latar belakang demikian, sungguh wajar bila PAN disebut-sebut sebagai partai
masa depan. Dukungan pun mengalir dari berbagai tempat. Berbagai cendekiawan
yang bermukim di luar negeri menyatakan siap membantu PAN. Media massa pun
memberi perhatian istimewa, termasuk Xpos ketika itu.

Sangat disayangkan, dalam perkembangannya kemudian, prilaku kebanyakan orang
yang terlibat dalam PAN makin menjauh dari platform yang mereka
cita-citakan. Tak ada yang terlalu mempersoalkan ketika menjelang penetapan
calon anggota DPR, terjadi proses penjegalan terhadap kaum cendekiawan muda
di partai itu. Apalagi, kaum muda ini cenderung mengalah. Namun, persoalan
jadi berbeda, ketika menjelang pemilihan presiden pada SU-MPR tahun lalu,
PAN beraliansi dengan partai-partai Islam dalam kelompok yang disebut Poros
Tengah untuk menjegal Megawati Soekarnoputri dari partai pemenang pemilu
PDI-P, naik ke kursi presiden. Mega dihadang dengan isu bahwa perempuan tak
boleh jadi pemimpin karena bertentangan dengan ajaran Islam.

Ini memang sah saja dalam politik. Namun, bayangan bahwa PAN akan berpolitik
dengan cara yang sehat jadi sirna. Apalagi, Poros Tengah lalu terlibat pula
dalam "perang" berebut jatah pos kementerian dan BUMN menjelang dan setelah
terbentuknya kabinet. Kekecewaan Faisal Basri belakangan ini, sebetulnya
hanya luapan kekecewaan dari pergeseran substantif yang terlanjur terjadi.
Amien Rais boleh bilang platform  PAN takkan berubah. Tapi, orang butuh
bukti, bukan janji. (*)

-
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: RYAMIZARD RYACUDU SANG PANGLIMA PERANG

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
--

RYAMIZARD RYACUDU SANG PANGLIMA PERANG

(PERISTIWA): Pangdam Jaya Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu telah menyatakan
sikapnya sebagai benteng pertahanan pemerintahan Gus Dur. Ia akan melawan
siapa saja yang mencoba kudeta terhadap Gus Dur.

Kalau Brigjen (Purn) Ryacudu, masih hidup, ia pasti bangga dengan anaknya,
Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu. Brigjen Ryacudu adalah salah satu jendral
pendukung Bung Karno di zamannya. Karena Soekarnois dan berpengaruh di
kalangan militer saat itu, nama Brigjen Ryacudu dicatut Letkol Inf Untung di
daftar Dewan Revolusi pada 1965. Ryacudu pun, seperti halnya Panglima AURI
Laksamana Madya Udara Oemar Dhani, membantah terlibat dalam dewan itu. Toh
sebagai perwira Soekarnois yang keras dan cerdas, ia tetap ditendang Jendral
Soeharto, yang mengambil alih kekuasaan Soekarno ketika itu. 

Ryamizard, anak Palembang itu, tampaknya mewarisi sikap keras ayahnya yang
tetap setia pada pemerintahan sipil Soekarno kendati rekan-rekannya di
Angkatan Darat, di bawah pimpinan Soeharto melakukan pembangkangan, bahkan
mengkudeta. Hasil didikan Ryacudu kepada Ryamizard adalah: jadilan militer
yang profesional. "Saya bukan orang politik, saya tidak mau berpolitik. Saya
seorang prajurit," ujar Ryamizard suatu ketika. Jadi, baginya tentara harus
jauh-jauh dari politik. Ini artinya, ia mengingkari doktrin TNI sendiri yang
selama ini dikenal sebagai Dwifungsi ABRI. Doktrin ini, selama tiga dekade
mengajarkan, tentara juga harus berpolitik. Itu disadari Ryamizard. Lalu,
bersama kawan-kawannya lulusan Akmil 1973, dipimpin Mayjen TNI Agus
Wirahadikusumah, Ryamizard menulis buku: "Indonesia Baru dan Tantangan TNI,
Pemikiran Masa Depan". Buku ini menyoal doktrin Dwifungsi ABRI, dan
menganjurkan agar tentara kembali ke tugas profesionalnya sebagai militer.

Ryamizard kelahiran Palembang, 21 April 1950 dikenal luas sejak ia menjadi
salah satu komandan Kontinegn Garuda XII di Kamboja pada 1990-an, waktu itu
pangkatnya kolonel. Ia banyak menjadi sumber berita media massa di Tanah
Air, terutama harian Kompas. Dari Kamboja ia jadi Komandan Brigade Infanteri
17 Kostrad, lalu Aspos Kasdam VII/Wirabuana, lalu Kepala Staf Divif 2/
Kostrad, Kasdam II/Sriwijaya, Pangdif 2/Kostrad, Kepala Staf Kostrad,
Pangdam V/Brawijaya dan kini Pangdam V/Jaya. 

Yang membuat Ryamizad dibicarakan banyak orang, juga karena ia menikah
dengan salah satu anak perempuan Panglima ABRI, Jendral TNI Try Sutrisno.
Sejak Ryamizard berpangkat kolonel, ia sudah diperkirakan akan memiliki
bintang cermerlang, karena menantu jendral yang dekat dengan Soeharto. Jadi,
cukup unik sebenarnya perjalanan hidup Ryamizard. Ayahnya, Brigjen Ryacudu
adalah Soekarnois dan digusur karier militernya oleh Soeharto, lalu ia jadi
tentara yang ketika itu berada dalam kendali Soeharto, lalu ia menikah
dengan anak Try Sutrisno, salah satu jendral Soehartois, kendati kemudian
bergabung dengan jendral-jendral kritis dalam Partai Kesatuan dan Persatuan
(PKP).

Keberanian Ryamizard melawan klik Wiranto sebenarnya bukannya tanpa
perhitungan. Pertama, Ryamizard sendiri punya klik, yakni para perwira
pimpinan Mayjen Agus Wirahadikusumah. Klik "jendral reformis" ini mendukung
Presiden Gus Dur. Sementara sejumlah jendral lainnya, yang sebesarnya bukan
klik Agus, seperti KSAD Jendral TNI Tyasno Sudarto, ikut mendukung Gus Dur.
Jadi, hitung punya hitung akhirnya sejumlah jendral yang masih kuat dan
memiliki komando pasukan berada di pihak lawan Wiranto. 

Tak cukup diketahui, seberapa jauh hubungan pribadi Ryamizard dengan Gus
Dur. Sejauh ini dua orang ini tak punya hubungan khusus. Gus Dur, dulu,
dalam banyak kesempatan justru sering menuduh Jendral Try Sutrisno, mertua
Ryamizard, sebagai jendral yang harus bertanggung jawab dalam pembantaian
demonstran di Tanjung Priok, September 1984. Waktu itu Try adalah Pangdam
Jaya. Mungkin, keberpihakan Ryamizard ke Gus Dur, semata-mata karena ia
ingin profesional sebagai tentara. Atau, juga ada deal dengan Gus Dur, agar
tidak mengadili Try dalam kasus Tanjung Priok atau Aceh.

Tapi, lepas dari itu Ryamizard adalah panglima perang Gus Dur yang pantas
diandalkan untuk melawan "tangan-tangan kotor" di tubuh tentara yang ingin
mengambil kekuasaan secara paksa. (*)

-
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: MISTERI PEMBISIK GUS DUR

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
--

MISTERI PEMBISIK GUS DUR

(POLITIK): Informasi pertemuan para jenderal, didapat dari "orang dalam".
Gus Dur sengaja lempar versi yang salah, mengapa?

Intelejen kita kembali jadi perhatian. Gara-gara Gus Dur mengungkap adanya
pertemuan "para konspirator" yang hendak menjatuhkannya di Jalan Lautze,
banyak orang bertanya-tanya: Apakah ini kerja intelejen baru yang loyal pada
Gus Dur? Pertanyaan ini jadi relevan mengingat belum lama ini, Gus Dur telah
melakukan restrukturisasi posisi Kepala Badan Intelejen Strategis -yang
biasanya dimonopoli perwira-perwira Angkatan Darat- dengan perwira Angkatan
Udara, Marsekal Muda Ian Santoso Perdanakusumah, putra tokoh AU legendaris,
Halim Perdanakusumah. Begitu pula dengan posisi Kapuspen yang amat strategis
dalam mengurusi informasi, diisi oleh Marsekal Muda Graito Usodo.
Restrukturisasi itu sendiri dilakukan Gus Dur, karena dalam beberapa kali
kerusuhan -seperti di Wisma Doulos dan Mataram- aparat intelejen selalu
terlambat bertindak.

Kalau benar informasi pertemuan di Jalan Lautze itu didapat Gus Dur dari
aparat intelejen yang baru diangkatnya, pasti banyak orang akan meragukan
loyalitas aparat intelejennya itu. Betapa tidak? Bukan saja tuan rumah Jalan
Lautze, Hariman Siregar dan kawan-kawan yang menolak tuduhan Gus Dur itu,
tapi juga sejumlah sumber pro-Gus Dur yang dapat dipercaya menegaskan hal
itu. Pertemuan di Jalan Lautze ketika itu tidak dihadiri oleh para jenderal,
seperti diungkap oleh Hariman Siregar pada pers. Yang ada di sana hanyalah
rekan-rekan sejawat Hariman yang tergabung dalam LSM "Indemo" (Indonesian
Democracy Watch), di antaranya Mulyana W. Kusumah dan Agus Edi Santoso dan
Amir Husin Daulay. Pada hari yang sama, memang ada pertemuan para jenderal,
namun tempat pertemuan itu sendiri bukan di Jalan Lautze, melainkan di Mabes
TNI, Cilangkap.

Lalu, siapa yang memberi laporan ke Gus Dur? Ada yang menuduh Bakin. Namun,
Kabakin Letjen TNI Arie J. Kumaat segera membantah tuduhan ini. "Saya
sendiri nggak kasih petunjuk apa-apa sama beliau. Saya berusaha menciptakan
suasana yang kondusif," ujar perwira tinggi asal Minahasa ini. Arie sendiri,
selama ini dikenal dekat dengan Wiranto, karena itu sungguh diragukan ia mau
'mengkhianati' orang yang mempertahankannya, meski ia tergolong paling
senior di antara para jenderal aktif.

Arie yang mengaku punya koordinasi yang baik dengan Bais (Badan Intelejen
Strategis) juga menolak anggapan bahwa Bais yang memberikan laporan pada Gus
Dur. Kepala Bais, Marsekal Muda Ian Perdanakusumah memang orang yang dipilih
sendiri oleh Gus Dur untuk mengisi pos yang ditinggalkan Tyasno Sudarto
(kini Kepala Staf Angkatan Darat). Namun, seperti halnya Panglima TNI
Laksamana Widodo AS yang sulit menjalankan komando karena bukan berasal dari
Angkatan Darat, begitu pula kira-kira hal yang kini dialami Ian
Perdanakusumah. Sehingga, menyulitkannya mengeksekusi keputusan-keputusan
strategis.

Bantahan juga disampaikan oleh pihak Sekretaris Kabinet Marsilam
Simanjuntak. Kolega Gus Dur di dalam Forum Demokrasi yang dinilai memiliki
kemampuan analisis politik yang sangat tajam itu, buru-buru membantah ketika
diminta konfirmasinya oleh para wartawan. "Pokoknya, bukan Setneg," ujar
Marsilam. Bagaimanapun hebat kemampuan analisisnya, namun informasi yang
berkaitan dengan pertemuan rahasia para petinggi militer, mestinya memang
tidak berasal dari Marsilam. Karena itulah, banyak pihak cenderung percaya,
Gus Dur mendapatkan informasinya dari orang dalam militer.

Selama ini, petinggi militer yang sudah dikenal publik memiliki loyalitas
pada Gus Dur adalah Pangdam Wirabuana Mayjen. TNI Agus Wirahadikusumah dan
Pangdam Jaya Mayjen. TNI Ryamizard Ryacudu. Namun, justru karena mereka
sudah terlanjur dikenal, kemungkinan besar mereka akan dijauhkan dari
sumber-sumber informasi strategis para elit militer yang dekat dengan
Wiranto. Kalaupun diundang dalam pertemuan-pertemuan konspiratif semacam
itu, bisa jadi mereka enggan datang menghadiri.

Sumber-sumber Xpos menyebut nama Jenderal TNI Tyasno Sudarto, Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) yang melaporkan informasi tadi pada Gus Dur. Tyasno,
sebelumnya dikenal dekat dengan Wiranto, namun banyak pihak menilainya
benar-benar berubah haluan mendukung Gus Dur sejak diangkat menjadi KSAD
dengan pangkat jenderal penuh, bintang empat. Secara terbuka, sebelum Gus
Dur berangkat ke Eropa, Tyasno telah membantah tuduhan kemungkinan dirinya
melakukan kudeta dan menyatakan sikap loyalnya pada Gus Dur di Istana Negara.

Hanya saja, kalau benar Tyasno yang membisiki Gus Dur, mengapa informasinya
bisa terdistorsi? Ada yang bilang hal ini sengaja dilakukan Gus Dur untuk
membongkar hal yang sebenarnya terjadi. Tyasno sendiri, kabarnya, telah
memberi laporan yang akurat. 

SiaR--XPOS: BARA PANAS DI KONGGRES PAN

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
--

BARA PANAS DI KONGGRES PAN

(POLITIK): Partai dengan plafform paling visioner, PAN, terancam jadi
sektarian. Amien Rais gagal jadi solidarity maker.

Kekecewaan Faisal Basri sudah  memuncak. Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN)
ini mengancam mundur dari partai berlambang matahari itu (8/2), seandainya
platform partai yang berciri terbuka diubah jadi sektarian. Indikasi
kuatnya, menurut Faisal, dapat dilihat dari keinginan kelompok tertentu
untuk menambahkan asas iman dan takwa (Imtak) pada platform partai dalam
Kongres PAN di Yogyakarta.

Ekonom kritis yang enggan duduk di DPR itu menuduh, kelompok yang
menginginkan penambahan asas Imtak itu, berpandangan picik. "Mereka kelompok
yang mencari mainan baru, karena tak ada mainan lagi," ujar Faisal dikutip
Detik.com. Ia menilai aneh, jika Imtak dijadikan asas partai. Iman dan takwa
itu kata mati yang melekat pada manusia, bukan ideologi yang bisa dijadikan
asas sehingga kesannya dipaksakan.

Senada dengan Faisal, Bara Hasibuan, Ketua Departemen Luar Negeri PAN ikut
jengkel. Menurut Bara, bila PAN tidak inklusif lagi, "partai masa depan" ini
akan makin berkurang pemilihnya. Ia yakin, sebagian massa PAN adalah masa
menengah perkotaan yang cenderung menolak eksklusifisme.  

Keberatan Faisal dan Bara, tampaknya takkan digubris. Soalnya, AM Fatwa,
salah satu ketua PAN yang setuju penambahan asas Imtak bersikeras untuk
mengagendakannya dalam kongres. Fatwa sendiri menolak anggapan bahwa asas
Imtak sama artinya dengan sektarian. Ia mengaku juga tak setuju bila PAN
berasaskan Islam. 

Kalau Faisal dan Bara kecewa, itu wajar. Sebab, yang dianggap paling
visioner dibandingkan milik partai-partai politik lainnya itu, tak lain
adalah buah karya mereka ditambah sejumlah tokoh muda PAN lainnya. Amien
Rais, ketika PAN didirikan dua tahun lalu, lebih merupakan figur pemersatu
ketimbang konseptor. Kala itu, Amien Rais, pemimpin organisasi Islam
Muhammadiyah yang juga profesor ilmu politik UGM itu memang memberi kesan
figur ideal untuk menjembatani kelompok Islam dan kelompok intelektual
modernis. Karenanya itulah, PAN dianggap sebagai partai masa depan. Tak
heran jika tokoh semacam Goenawan Mohammad pun mendukung pendiriannya.

Kekhawatiran bahwa PAN akan berubah menjadi partai sektarian, boleh saja
dianggap berlebihan. Namun, Faisal Basri dan Bara Hasibuan bukan tak punya
alasan. Manuver-manuver politik PAN belakangan ini justru membenarkan hal
itu. Contoh paling jelas terlihat menjelang pemilihan presiden dalam sidang
umum MPR-RI tahun lalu. Ketika itu, PAN memilih untuk berkoalisi dengan
partai-partai Islam ketimbang dengan partai-partai terbuka.
Pernyataan-pernyataan Amien Rais pun dengan sendirinya lebih menggambarkan
dirinya sebagai politisi Islam, ketimbang cendekiawan demokrat. Bersama
tokoh-tokoh Poros Tengah lainnya, Amien juga turut ambil bagian dalam aksi
sejuta umat Islam di silang Monas beberapa waktu lalu.

Perbedaan pendapat antara kelompok muda dan kelompok tua di tubuh PAN,
lama-kelamaan makin menajam. Bahkan, sempat disebut-sebut, kelompok muda
akan hengkang bersama-sama. Merekapun terlihat rajin mengadakan pertemuan
keliling antar mereka. Perbedaan pendapat paling jelas antar keduanya
terlihat, ketika bersama-sama politisi muda dari Golkar dan PKB kelompok
muda menyatakan dukungan sepenuhnya pada pemerintahan Gus Dur dan Megawati
untuk menyelesaikan berbagai krisis di dalam negeri. Padahal, sebelumnya,
dalam aksi sejuta umat, Amien Rais dan kawan-kawan sempat mengancam
pemerintahan Gus Dur yang dianggap lambat menyelesaikan kasus Ambon, hal
yang kemudian dibantah sendiri oleh Amien Rais.

Potensi perseteruan antara kedua kelompok ini, sebetulnya sudah mulai
terlihat pada saat penentuan nama-nama calon anggota DPR dalam Pemilu 1999
lalu. Ketika itu, seperti dikhawatirkan sebelumnya, terjadi proses saling
jegal di tingkat elit partai. AM Fatwa, disebut-sebut sebagai tokoh
utamanya. Identitas kelompok Muhammadiyah dan non-Muhammadiyah pun
dimunculkan. Alhasil, kelompok politisi muda yang umumnya bukan dari unsur
Muhammadyah mesti mengalah. Sampai-sampai seorang Sekjen PAN, Faisal Basri,
yang kesal melihat permainan ini, menarik diri dan menyatakan keengganannya
untuk menjadi anggota DPR.

Amien Rais yang diharapkan menjadi solidarity maker kemudian terjebak
bersikap gamang. Ia bahkan terkesan tidak lagi bisa memilah persoalan secara
jernih. Di satu sisi, Amien ingin tetap mempertahankan citranya sebagai
tokoh reformasi yang moderat, yang konsekuensinya harus konsisten mewujudkan
cita-cita PAN. Dan berarti mesti mengedepankan tokoh-tokoh muda yang bakal
menerjemahkan PAN dalam realitas politik. Namun, di sisi lain, untuk mampu
mewujudkan cita-citanya, Amien merasa perlu mendapatkan dukungan massa yang
menurutnya 

SiaR--XPOS: POLITIK DARI BALIK KELAMBU

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
--

POLITIK DARI BALIK KELAMBU

(POLITIK): Aktivis PDI-P tuntut Megawati pegatan politik dari sang suami.
Taufik  Kiemas: "Anda harus tahu, Mega itu sangat lugu".

Pamor Hillary Rodham Clinton sangat kuat di mata publik Amerika. Lulusan
fakultas hukum ini disinyalir banyak memberi masukan politik dan turut
men-setting strategi Clinton. Pers negeri Paman Sam pun tanpa segan menyebut
Hillary sebagai the real American president. Saat skandal  Whitewater
diungkap Hillary tampil membela suaminya. Komentar bernada joke lantas
menyebar. Bagaimana presiden kita mengatur waktu kalau kini berperan sebagai
pengacara suaminya?

Di Indonesia cerita serupa tapi tak sama berlaku pada Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P). Bukan rahasia, suami Ketua Umum PDI-P Megawati
Soekarnoputri, M Taufik Kiemas berperan kelewat jauh dari kapasitasnya di
PDI-P. Bedanya, kalau Hillary begitu jitu menyusun strategi politik untuk
dimainkan Bill, ia malah dianggap cenderung "merugikan" posisi Megawati dan
keseluruhan Banteng Besar sebagai organisasi. Pamor Megawati, seperti
ditengarai elit politik PDI-P, justru dimanfaatkan sang suami guna membentuk
jaringan pribadi. Alih-alih tercipta konsolidasi, partai kian amblas ke
faksionalisasi.

Jaring faksi Taufik melebar ke berbagai dewan pimpinan daerah. "Kultur
politik elit daerah turut menentukan pengaruh Taufik," terang pengamat
politik CSIS J Kristiadi. Anggapan orang daerah, informasi dari sang suami
lebih valid dan mendekat dengannya berarti keuntungan politik. Bahasa
lainnya: kekuasaan. Tidak salah. Beberapa orang daerah penjalin lobby
akhirnya memang terbang menuju Senayan dan duduk dalam sidang-sidang wakil
rakyat. Kontan suami Megawati disebut beroleh profesi baru: broker caleg.
Termasuk menjadi 'klien' adalah rombongan penyeberang dari FPG dan
purnawirawan TNI. Begitu meyakinkan pendekatan Taufik sehingga Ketua Umum
PDI-P membuka tangan kepada orang-orang yang sejatinya institusi mereka
merupakan lawan politik.

Sialnya lagi, bisik-bisik beberapa pengurus daerah memperdengarkan adanya
kepentingan bisnis suami wapres. Memang belum terbukti benar. Namun, sebagai
pengusaha ia diketahui bergaul sangat akrab dengan banyak petinggi sipil dan
militer era Soeharto. Kendati elit politik masa itu sangat tidak bersahabat
dengan PDI di mana ia tercatat sebagai anggota dan wakil di majelis. Mantan
Panglima ABRI Jenderal (Purn) Feisal Tanjung mengakui berkawan kental dengan
pemilik enam pompa bensin ini. Pengakuan yang tak pernah ditampik Taufik.
Padahal, nama Feisal Tanjung adalah torehan luka dalam bagi jutaan anggota
dan simpatisan PDI-P (Lihat juga: Jangan Lupa Nama Sutiyoso).

Impak petualangan politik tersebut membuat citra Taufik tersudut di mata
pendukung PDI-P, lebih-lebih kalangan arus bawah. Menjelang penetapan daftar
calon anggota legislatif pada Pemilu 1999, demonstrasi menentang pencalonan
dirinya berlangsung di Jawa Barat. Massa pengunjuk rasa menggelar berbagai
poster protes. Salah satu kalimat tertulis "pencalonan Taufik bumerang buat
Mega". Cukup efektif. Terbukti waktu penetapan daftar calon tetap, nama
Taufik terlempar mewakili Sumatera Selatan.

Kecaman serupa berlangsung di tingkat elit organisasi. Tokoh-tokoh senior
partai seperti Aberson Marle Sihaloho dan Sabam Sirait tanpa sungkan
memperlihatkan ketidaksukaan mereka. Ceritanya Aberson pernah 'diguyoni'
Taufik ketika bulan Januari 1996 ia mensponsori edaran formulir dukungan
Megawati sebagai capres. "Memangnya selembar formulir bisa menjatuhkan
Soeharto?" Padahal, manuver Aberson beserta Marwan Adam dan SGB Tampubolon
itu beroleh reaksi positif dari cabang-cabang. Ketika lima bulan kemudian
kantor PDI diserbu setelah digoyang lewat Kongres Medan, Taufik menyalahkan
Aberson dan kawan-kawan. Vokalis DPR itu dituduh 'tidak cantik' bermain
politik. Toh, realitas politik kemudian berbicara lain. "Faktor Aberson"
turut berperan dalam menggolkan pencalonan Megawati lewat Kongres  Bali.

Sebenarnya pria berambut nyaris putih ini telah mengutarakan pengunduran
diri dari jabatan wakil rakyat sesaat Megawati menduduki posisi wapres. Ia
berencana akan kembali serius menggeluti dunia bisnis. "Saya tidak
menginginkan terjadi conflict of interest". Beberapa pihak meragukan hal
ini. Pasalnya, baru menjadi suami ketua umum partai saja ia sudah cenderung
kolutif dan nepotis, bagaimana sebagai suami wapres? Kira-kira begitu
pertanyaannya. Juga dipertanyakan pernyataan Taufik kepada pers beberapa
waktu sebelumnya tentang keluguan Megawati dalam politik. Hal ini dianggap
merugikan PDI-P secara keseluruhan.

Politik "di balik kelambu" Taufik Kiemas belakangan kembali mendapat
tentangan keras. Gerakan Pemuda Penyelamat Demokrasi Indonesia (GPPDI)
minggu lalu melakukan unjuk rasa di depan 

SiaR--XPOS: SALING TUDING PEMBOBOL BANK

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
--

SALING TUDING PEMBOBOL BANK

(EKONOMI): Setelah menjarah duit rakyat senilai Rp164,5 trilyun, para
penjarah itu saling tuding dan melepaskan tanggung jawab. 

Itulah yang terjadi dari para penjarah berdasi putih (white collar crime),
yang kini seperti pesakitan harus diperiksa oleh Panitia Kerja (Panja)
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Komisi IX DPR, sebelum mereka
diperiksa oleh kepolisian dan Kejaksaan Agung, selama dua pekan ini di
gedung perwakilan rakyat, Senayan.

Setelah Bank Indonesia (BI) menuding pemerintah harus ikut bertanggung jawab
atas pengucuran dan penyalahgunaan BLBI senilai Rp164,5 trilyun oleh 54 bank
penerima BLBI, kini giliran mantan-mantan Menteri Keuangan (Menkeu), seperti
Mari'ie Muhammad, Fuad Bawazier dan Bambang Subianto balik menyalahkan BI. 

Kesalahan BI, sebagai otoritas moneter, jelas keliru menafsirkan kebijakan
pemerintah waktu itu untuk menjaga kondisi bank-bank dalam keadaan krisis,
agar dapat sehat kembali. Itu yang keliru. 

"Itulah yang meyebabkan terjadi likuidasi 16 bank. Karena ternyata langkah
itu keliru, BI kemudian mengeluarkan BLBI," ujar Ketua Panita Kerja BLBI
Komisi IX DPR Dr Sukowaluyo Mintorahardjo, seusai Rapat kerja Panja BLBI. 

Langkah itu, kata Sukowaluyo, disebabkan karena kepanikan yang terjadi dalam
krisis perbankan pada waktu itu.

Mengenai jumlahnya yang sangat besar Rp164, 5 trilyun, menurut Suko karena
waktu itu kondisi bank memang banyak yang tidak sehat. Kedua, karena banyak
bank yang melakukan pinjaman dalam bentuk valas, baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Ketiga, diambil sendiri oleh bankir dan grupnya secara
besar-besaran, sehingga bangkrut. 

Toh, untungnya, Mar'ie Muhammad, masih punya sedikit hati nurani. Katanya,
tidak berarti lho para mantan Menkeu itu melepaskan semua tanggung jawabnya
mengenai masalah BLBI. "Tidak ada yang boleh saling menyalahkan apalagi
melepaskan tanggungjawab. Ini masalah yang sangat teknis. Masalahnya memang
tidak hitam putih," tandasnya. 

Pertanggungjawaban itu, ungkap Mar'ie, dalam bentuk mendukung dilakukannya
audit investigatif. 

Menurut Mar'ie lagi, dalam kepanikan itu memang tidak mustahil ada orang
yang mengambil kesempatan di air keruh. Mencari kesempatan dalam kesempitan.
Nah, itu yang mudah-mudahan bisa diungkapkan oleh auditor independen nanti.

Ia minta dibedakan antara kebijakan pemerintah dengan pelaksanaannya di BI.
Karena sebelum adanya rush, BI juga sudah mengeluarkan LKBI.

"Itu bukan kesalahan policy. Sekarang ini, yang penting, kita tunggu saja
hasil audit investigatifnya saja." 

Untunglah, sebelum pemerintah dan BI berantem sendiri, Dewan Pemantapan
Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEU), meluruskan sehingga kekisruhan latar
belakang pengucuran BLBI mulai terkuak. Dari hasil pemanggilan terakhir
kalinya atas mantan pengurus Dewan tersebut, kebijakan BLBI ternyata
bukanlah kebijakan yang spontan dan insidentil, melainkan sebuah kebijakan
yang sudah direncanakan lebih dulu secara matang. 

"Namun, ternyata, pada pada prakteknya, justru terjadi kesalahpahaman dan
kemungkinan penyimpangan, yang mengakibatkan mengalirnya kucuran BLBI secara
besar-besaran," kata juru bicara Panitia Kerja BLBI Komisi IX DPR, Paskah
Suzetta. 

Pelurusan itu setelah Dewan menggertak sejumlah mantan pengurus DPKEU,
seperti Wakil Ketua Prof. Dr Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Ginandjar
Kartasamita, Moerdiono, Anthony Salim, yang masing-masing adalah anggota
DPKEU. Menurut Paskah, kesalahpahaman itu diakui terjadi setelah keputusan
Rapat Kabinet, 3 September 1997. Dalam rapat tersebut diputuskan, agar BI
mengambil langkah-langkah terhadap bank yang sehat namun mengalami kesulitan
likuidtas agar supaya dibantu. Pemerintah juga meminta supaya bank-bank yang
tidak sehat, supaya diakuisisi dan dimerger dengan bank yang tidak sehat. 

Namun, kenyataannya, BI tidak melakukan penutupan terhadap bank-bank yang
memang tidak sehat itu. Itulah yang menyebabkan mengucurnya BLBI. 

Terhadap, bank-bank penerima BLBI, yang di antaranya melanggar BMPK namun
di"putihkan", Panja pun akan mengundang Jaksa Agung pekan depan untuk
memberikan pertimbangan secara yuridis menyangkut penghapusan pelanggaran
BMPK itu. 

Temuan lain, katanya, setelah terjadi likuidasi 16 bank, BI mengirim surat
kepada Presiden Soeharto, pada tanggal 26 Desember 1997. Isinya, BI
bermaksud memberikan bantuan likuiditas dengan mengkonversikan jumlah
overdarft dan fasilitas Diskonto yang telah diberikan kepada bank-bank
tersebut ke dalam bentuk Fasilitas SBPU Khusus, yang persyaratannya sama
dengan fasilitas Diskonto. 

Sehari kemudian, Presiden menyetujui dengan membalas surat ke BI. Surat
benomor R-183/M.Sesneg/12/1997 dan ditandatangani oleh Mensesneg Moerdiono,
itu bersifat rahasia dan 

SiaR--XPOS: ADA KORUPTOR JADI DIRUT BRI?

2000-02-14 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
--

ADA KORUPTOR JADI DIRUT BRI?

(EKONOMI): Dirut BRI diperebutkan. Dedengkot penyebab kebangkrutan BRI masih
dipertahankan. Siapa berkepentingan?

Siapa tidak tahu nama Djoko Santoso Moeljono, Direktur Utama Bank Rakyat
Indonesia (BRI). Setelah menjarah banknya sendiri dengan kredit ratusan
milyar kepada para konglomerat seperti The Ning King, Djoko Tjandra, Bob
Hassan, Ciputra dan beberapa konglomerat lainnya, lantas menjarah pula BRI
senilai Rp9,8 trilyun untuk Marimutu Sinivasan dan kelompoknya yaitu Texmaco
Grup. 

Djoko, yang sampai saat ini masih menjabat Dirut BRI, lagi-lagi membagi-bagi
uang bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk konco-konconya di BRI,
dengan dalih Program pensiun dini. Kebijakan yang kontroversial itu
memberikan uang jasa dan pesangon untuk level penata muda Golongan III
mendapat uang jasa sampai Rp500 juta, sedangkan karyawan di level bawah,
yang semula diiming-imingi dengan uang jasa dan pesangon senilai Rp150 juta
akhirnya cuma mendapat Rp40 juta doang. Itulah yang membuat Djoko Santoso
sempat beberapa kali didemo oleh karyawannya sendiri di kantornya di jalan
Sudirman, Jakarta Pusat. 

Di jaman Habibie, Djoko memang sempat diperiksa oleh Kejaksaan Agung,
terutama setelah adanya laporan resmi korupsi yang dilaporkan Gerakan Peduli
Harta negara (Gempita) dan Indonesian Corruption Watch (ICW) serta Komite
Reformasi BRI.

Ketika pemerintahan dipegang Gus Dur, ternyata Djoko masih tetap ngotot
untuk tetap duduk menjadi Dirut BRI. Ia lupa dengan cacat hukumnya dan terus
memaksakan diri untuk mengangkangi BRI. Sebab itu, Djoko berusaha sekuat
tenaga untuk mempertahankan posisinya. 

Menurut sumber Xpos, Djoko sudah memberikan "hidupnya" untuk Poros Tengah.
Ia bersedia jadi pengumpul uang untuk PAN, jika tetap sebagai Dirut BRI.
Mungkin karena itulah, diam-diam Menteri Keuangan Bambang Sudibyo (PAN)
mengusulkan Djoko untuk tetap berada pada posisinya kepada Presiden KH
Abdurrahman Wahid.

Namun, keinginan Djoko, untuk tetap sebagai calon Direktur Utama Bank Rakyat
Indonesia, tampaknya bakal terganjal. Bank Indonesia (BI) menilai, sosok
Djoko, selain cacat dalam pengucuran kredit senilai Rp9,8 trilyun kasus
Texmaco, ia tidak lolos fit and proper test atau uji kelayakan dan
kepantasan bagi para bankir, yang diselenggarakan oleh BI. Uji kelayakan dan
kepantasan dilakukan oleh BI ini untuk menunjukkan independensi, yang
konsekuensinya tidak ada intervensi dalam berbagai bentuk ke organisasi BI. 

Menurut Deputi Senior BI Anwar Nasution, BI itu tidak boleh ada
politik-politikan. "Tidak ada tawar menawar. Kita sesuai dengan ketentuan
saja. Tidak boleh diintervensi seperti dulu. Karena BI sekarang independen,"
tandasnya. 

Menurut Anwar juga, uji kelayakan itu, bukan hanya di BI saja,  tetapi juga
bank lainnya. "Direksi bank-bank pemerintah  maupun swasta yang cacat dan
tidak bersih, akan saya pecat. Apalagi kalau mereka tidak lulus fit and
proper test itu," ujar Anwar di DPR. "Sebab nanti saya sendiri yang
diantaranya akan teken fit and profer test tersebut," tambahnya.

Tentang nama Djoko yang didukung oleh Presiden Gus Dur, menurut Nasution itu
baru usulan Gus Dur. Djoko, katanya, belum disetujui oleh BI. "Itu kan baru
menurut Gus Dur. Tetapi, Gus Dur itu kan bukan pejabat BI. Aku ini yang jadi
pejabat BI. Aku yang teken fit and propers test itu. Bukan dia," tandasnya. 

Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada Djoko Santoso, menurut Nasuton lagi,
Djoko sudah bukan pada tempatanya lagi masih berada di sana. "Dia itu sudah
cacat. Sudah bukan waktunya lagi di situ," ujarnya, enteng. "Toke saya itu
kan DPR bukan Gus Dur."

Tentang nama-nama calon sejumlah direksi Bank Negara Indonesia, seperti
Widigdo Sukarman yang masih bertahan, Nasution mengaku sampai saat ini BI
belum menerimanya. Ia mengaku belum bisa memberikan komentar apa-apa tentang
calon direksi tersebut. Namun, Widigdo sendiri juga sudah diback up oleh
PAN. "Kebetulan Widigdo itu alumni Gajah Mada, sama dengan Bambang Sudibyo." 

"Tunggu saja. Nanti kalau sudah masuk 'kan bisa kita adakan fit and proper
test," jelasnya lagi. Menurutnya, mungkin saja itu yang menyebabkan gagalnya
Rapat Umum Pemegang Saham BNI pada tanggal 17 Januari lalu. "Bagaimana
mereka mau mengadakan RUPS, kalau nama-nama calonnya itu belum di fit and
proper test?" ujarnya. 

Menneg Penanaman Modal dan Pengawasan BUMN, Laksamana Sukardi, seusai
melantik Kuntoro Mangkusubroto sebagai Dirut PLN, di Jakarta, Januari lalu,
pernah menyebutkan bahwa penggantian Direktur Utama BNI Widigdo Sukarman
akan diadakan pada tanggal 17 Januari 2000, bertepatan dengan RUPS BNI. 

"Dalam RUPS itu agendanya pergantian manajemen. Soal siapa calonnya, saya
belum bisa kasih tahu. Percuma saya kasih tahu, nanti salah. Saya 

MeunaSAH---SEORANG KADES DITEMBAK SAAT HENDAL SHALAT

2000-02-13 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


SEORANG KADES DITEMBAK SAAT HENDAL SHALAT

TAPAKTUAN, (MeunaSAH, 12/2/2000). Syamsuar (55), Kepala Desa Ujong
Tanoh, Kecamatan Tangan-Tangan, Aceh Selatan, tewas ditembak di depan
rumahnya, Rabu (9/2) malam. Ayah empat anak itu menghembus nafas terakhir di
tempat kejadian setelah tiga butir peluru bersarang dalam tubuhnya.
Peristiwa pembunuhan Syamsuar terjadi sekitar pukul 19.50 WIB. Beberapa saat
sebelum kejadian, korban tengah bersiap-siap ke masjid yang terletak di
sebelah rumahnya untuk melaksanakan shalat Isya berjamaah. 

Ketika itulah, ada seseorang laki-laki yang memanggil dirinya.
Syamsuar pun menjumpai orang itu di beranda rumahnya. Pada saat korban
berada di halaman rumah, terdengar suara pertengkaran yang diduga keras
dengan orang yang memanggil korban. "Berat dugaan antara korban dengan orang
tersebut sudah saling kenal," kata Supriadi Djalal. Tapi sebelum keluarga
korban melihat dengan siapa korban bertengkar, tiba-tiba terdengar suara
letusan senjata secara beruntun sebanyak tiga kali.

Belum dapat dipastikan apakah korban ditembak pada terjadi perang
mulut atau pada saat korban meninggalkan orang tak dikenal itu. Yang jelas
seiring suara letusan senjata, korban masih mampu melangkah masuk ke dalam
rumah, kemudian jatuh berlumuran darah di hadapan istri dan salah seorang
anaknya. "Ada orang yang memanggil korban. Setelah berjalan beberapa langkah
dari pintu depan, terdengar suara tembakan sebanyak tiga kali secara
beruntun, namun korban masih mampu berbalik masuk rumah, lalu jatuh dalam
ruang depan dengan bermandikan darah. Sementara penembaknya segera melarikan
diri," kata seorang anggota keluarga Syamsuar.

Salah seorang anak korban menjerit histeris begitu melihat
orangtuanya berlumuran darah. Warga sekitar juga mengaku terperanjat dengan
letusan senjata dan jerit histeris keluarga Syamsuar itu. Sejumlah warga
memberanikan untuk keluar rumah, kemudian mendapati Syamsuar tergeletak
berlumuran darah yang ditangisi istri dan anaknya.

Dalam waktu relatif singkat rumah Kades itu didatangi ratusan warga
guna memberikan bantuan. Namun nyawa korban tidak tertolong lagi. Korban
tewas setelah tiga butir peluru mengenai bagian dada dan punggung. Ketiga
peluru, masih bersarang dalam tubuh korban. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---NAMA WIRANTO MENGHILANG DALAM LAPORAN AKHIR KPP HAM?

2000-02-13 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


NAMA WIRANTO MENGHILANG DALAM LAPORAN AKHIR KPP HAM?

JAKARTA, (TNI Watch!, 12/2/2000). Menurut beberapa wartawan yang
biasa meliput kegiatan KPP HAM, tersiar kabar yang agak aneh: nama Wiranto
tidak lagi masuk dalam daftar "Rekomendasi KPP HAM". Nama Wiranto hilang,
namun masuk lagi nama baru, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi.

Memang ada dua macam dokumen yang dikeluarkan KPP HAM. Dokumen
pertama adalah "Executive Summary" (ringkasan eksekutif) yang sudah
diserahkan pada Kejaksaan Agung pada 31 Januari lalu. Kemudian dokumen
kedua, adalah "Laporan Lengkap", yakni versi yang lebih panjang dan lebih
rinci dari "Executive Summary", yang baru diserahkan ke Kejaksaan Agung,
hari Rabu (9/2) kemarin.

Antara kedua dokumen itulah, terjadi perbedaan daftar nama, terutama
menyangkut Wiranto, sebagai figur yang paling disorot dalam kasus ini. Nama
Wiranto muncul di "Executive Summary", namun menghilang di "Laporan
Lengkap". Hal sebaliknya terjadi pada Garnadi, yang sekonyong-konyong
namanya muncul pada versi "Laporan Lengkap". Bagaimana bisa terjadi
perubahan nama seperti itu? Agak sulit memastikannya, karena anggota KPP HAM
sangat tertutup kalau ditanya soal nama-nama.

Bila isu mengenai terhapusnya nama Wiranto itu benar adanya, ini
tampaknya sejalan dengan perkembangan politik di tanah air seminggu
terakhir. Seperti sebuah kebetulan, hilangnya nama Wiranto itu bersamaan
dengan mengendornya tekanan terhadap Wiranto. Dan pada saat yang sama, Gus
Dur "membagi" tekanan pada Feisal Tanjung. Gus Dur mulai menekan Feisal
Tanjung, berkaitan dengan rencana pembunuhan atas dirinya (Gus Dur) dan Mbak
Mega, serta soal keterlibatan Feisal Tanjung dalam "Peristiwa 27 Juli
(1996)". Dan seperti sebuah kebetulan juga, salah seorang asistennya saat
menjabat Menko Polkam, yaitu Mayjen TNI Purn HR Garnadi, masuk dalam daftar
"Rekomendasi KPP HAM" versi "Laporan Lengkap". Masuknya nama Garnadi,
terkait dengan selembar surat, yang kemudian dikenal sebagai "Dokumen
Garnadi". Tampaknya Gus Dur tidak ingin Feisal Tanjung menikmati masa
pensiunnya dengan tenang. Feisal Tanjung masih harus menanggung "dosa"
politiknya di masa lalu.

Berkurangnya tekanan Gus Dur terhadap Wiranto, merupakan respon
positif Gus Dur atas kesediaan Wiranto untuk mundur selaku Menko Polkam.
Sebagaimana dikatakan pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bakti, Wiranto
bersedia mundur, namun Wiranto masih mencoba bargaining, agar penggantinya
juga dari militer.

Kalau Gus Dur sekarang ini melakukan tekanan terhadap Wiranto dan
Feisal Tanjung, itu bisa ditafsirkan Gus Dur sedang berlaku sebagai
representasi korban-korban politik Orde Baru. Korban-korban politik itu
kini, melalui tangan  Gus Dur, tengah melakukan gugatan terhadap pihak-pihak
yang dianggap sebagai penanggung jawab atau operator kebijakan politik
penguasa rejim Orde Baru.

Berarti pihak-pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban akan terus
berkembang, bukan sebatas Wiranto dan Feisal Tanjung. Bila TNI sebagai
institusi sudah cukup mendapat hukuman, berupa citranya yang runtuh hingga
titik terendah. Kini giliran "oknum-oknum" pimpinan TNI yang secara
personal, harus menanggung perilakunya di masa lalu. Selain nama Wiranto dan
Feisal Tanjung, nama lain yang jelas masuk kategori "berdosa" (baik secara
politis maupun pidana) adalah: Letjen TNI Syarwan Hamid, Letjen TNI Soejono,
Jenderal TNI Hartono, Letjen TNI Tarub, dan beberapa perwira tinggi lain,
yang namanya tertanam kuat dalam memori Gus Dur. Jadi "bom waktu" yang akan
membuat perwira-perwira itu tidak dapat tidur nyenyak, tinggal soal waktu
saja. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MateBEAN--HAK: DARI OPERASI PEMBUMIHANGUSAN MENUJU OPERASI KEMANUSIAAN

2000-02-10 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


DARI OPERASI "PEMBUMIHANGUSAN" MENUJU "OPERASI KEMANUSIAAN"

(Catatan tentang kiprah NGO internasional dan lembaga-lembaga  PBB 
di Timor Lorosae paska referendum) 


 "Tidak  ada  rumah  mewah, tidak  ada bar  untuk  minum bir,  tidak ada
diskotik, bagaimana mungkin pekerja-pekerja kemanusiaan itu mau menetap di
sini", ungkap seorang  ketua adat ketika dimintai komentarnya tentang tidak
adanya pelayanan kesehatan oleh NGO internasional dan lembaga-lembaga PBB
di Kec. Alas,  Same. 

"Apakah anda memiliki identitas? Apakah  lembaga anda memiliki pengalaman
bekerja untuk distribusi bahan makanan di daerah ini? Demikian pertanyaan
yang diajukan oleh seorang staf WFP (World Food Programme) ketika seorang
staf NGO nasional/lokal  yang telah lama beroperasi di Timor Lorosae
menemuinya dikantor untuk melakukan koordinasi distribusi bahan makanan di
Baucau, Timor Lorosae". 


I.  PENGANTAR

Operasi pembumihangusan Timor Lorosae oleh milisi dan militer Indonesia
telah menimbulkan kerugian yang luar biasa. Mulai dari harta benda hingga
jiwa manusia yang melayang akibat operasi pembumihangusan tersebut.  Dalam
konteks politik internasional, bisa dikatakan bahwa terjadi keterlambatan
tindakan oleh PBB yang saat itu sedang bertugas di Timor Lorosae. Akibat
"politik ketidak acuhan" dari komunitas internasional (baca: UNAMET), maka
milisi bersama militer Indonesia dengan leluasa melancarkan operasi burning
down pasca pengumuman hasil referendum,  4 September 1999. Setelah
menjadi korban dalam operasi pembumihangusan oleh milisi dan militer
Indonesia, kini Timor Lorosae menghadapi operasi baru yakni "operasi
kemanusiaan". 

Penghancuran Timor Lorosae pasca referendum telah menimbulkan persoalan
baru. Walaupun diakui  bahwa terlepas dari semua itu, Timor Lorosae
berhasil  mengusir  militer Indonesia dari bumi Lorosae.  Seolah-olah
dengan penghancuran  tersebut  telah membuka jalan tol bagi berbagai
kelompok untuk "mengoperasikan" program-programnya di Timor Lorosae. Dengan
bungkus operasi kemanusiaan, berbagai NGO internasional  maupun  lembaga
intergovernmental seakan-seakan berlomba   melakukan programnya di Timor
Lorosae.  

Membanjirnya  bantuan kemanusiaan lewat berbagai NGO dan lembaga
intergovernmental  di Timor Lorosae pasca referendum, tidak dengan
sendirinya berarti mengakhiri  mata rantai penderitaan rakyat. Sebaliknya,
dengan membanjirnya  bantuan ini bisa saja menjadi rantai baru  yang akan
menjerat rakyat Timor Lorosae dalam ketergantungan abadi.  

Belakangan diketahui bahwa jumlah NGO internasional yang beroperasi di
Timor Lorosae diperkirakan sekitar 30-an NGO. Sedangkan lembaga
intergovernmental (lembaga-lembaga PBB) yang beroperasi di Timor Lorosae
antara lain UNHCR, UNICEF, UNESCO, FAO, WFP (World Food Programme).
Sementara NGO nasional  yang beroperasi di Timor Lorosae sekitar 20-an NGO.
  Kelompok-kelompok kemanusiaan ini  datang dengan berbagai program seperti
 distribusi makanan, kesehatan, shelter, urusan pengungsi, pembagian benih
tanaman  dan berbagai program lainnya. 

Keberadaan semua lembaga ini, seperti dipaparkan diatas menjadi menarik
untuk dikaji dalam konteks upaya mengatasi krisis yang terjadi di Timor
Lorosae saat ini.  Sebelum tiba pada pembahasan mengenai  berbagai
persoalan yang dihadapi NGO dan lembaga intergovernmental  dalam operasi
kemanusiaan di Timor Lorosae, terlebih dahulu akan dibahas politik ideologi
bantuan kemanusiaan.

II. Politik Bantuan Kemanusiaan.
Sejarah mencatat bahwa sangat banyak bantuan kemanusiaan yang didrop
dinegara-negara jajahan di Afrika.  Setiap kali ada gejolak baik internal
maupun  gejolak eksternal, maka   berbagai kelompok, NGO  ineternasional
maupun lembaga-lembaga PBB (UN agency)  dengan caranya masing-masing
menceburkan diri dalam konflik tersebut dengan "bungkus operasi
kemanusiaan".  Di Mozambique, di Angola, di Rwanda, Somalia dan berbagai
negara  di benua hitam tersebut paling sering menjadi target  operasi
kemanusiaan karena sering dilanda konflik. Walaupun   bantuan kemanusiaan
membanjiri  wilayah-wilayah tersebut, namun angka kematian karena kelaparan
dan penyakit tidak semakin mengecil. Tapi sebaliknya, angka kematian karena
kelaparan dan  penyakit justru semakin  meningkat.  

Bantuan kemanusiaan lewat  NGO maupun  lembaga PBB sering menjadi persoalan
tersendiri bagi kelompok masyarakat yang diberi bantuan. Ada beberapa
persoalan menyangkut bantuan kemananusiaan tersebut. 

Pertama, persoalan transparansi dana. Kebanyakan NGO internasional
memanfaatkan dana bantuan  untuk pemerintah yang dilanda bencana guna
menjalankan program-program mereka. Hal ini terjadi misalnya di
Mozambique. Pada tahun 1989, ketika Mozambique dilanda kelaparan akibat
konflik, berbagai NGO internasional dan lembaga-lembaga PBB melancarkan
operasi kemanusiaan.  Dana terbesar dari operasi NGO dan  lembaga PBB itu
kebanyakan diambil dari bantuan/grant yang semestinya  dipakai sendiri oleh
pemerintah Mozambique saat itu. 

Kedua adalah 

IqrA--HERSRI: KENANGAN

2000-02-08 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Hersri Setiawan:


   KENANGAN
  untuk jitske mulder
   
aku berjalan di kepala barisan
orang-orang yang datang padamu
tunduk dan mengucap selamat jalan

hamparan luas tanpa tepi
lahan tanah serba tumbuh

aku melihat di ujung penamu
tinta belum kering meski membeku
sinar hari disiram hujan musim gugur

hamparan luas tanpa tepi
lahan garapan yang tertinggal

seperti kembang bunga-bunga liar
seperti cahaya mata anakmu
hadir dalam keindahan sendiri

aku melihat bayangan mimpi
melintas terbit dari pergulatan
hamparan lautan tanpa tepi
badai menantangku di depan

di tengah hujan musim gugur
aku melihat angin yang lalu
terbang bersama senyummu
sejuk merasuk tulang sumsumku


Kockengen, Januari 2000

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



IqrA--HERSRI:

2000-02-08 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Hersri Setiawan:


   KENANGAN
  untuk jitske mulder
   
aku berjalan di kepala barisan
orang-orang yang datang padamu
tunduk dan mengucap selamat jalan

hamparan luas tanpa tepi
lahan tanah serba tumbuh

aku melihat di ujung penamu
tinta belum kering meski membeku
sinar hari disiram hujan musim gugur

hamparan luas tanpa tepi
lahan garapan yang tertinggal

seperti kembang bunga-bunga liar
seperti cahaya mata anakmu
hadir dalam keindahan sendiri

aku melihat bayangan mimpi
melintas terbit dari pergulatan
hamparan lautan tanpa tepi
badai menantangku di depan

di tengah hujan musim gugur
aku melihat angin yang lalu
terbang bersama senyummu
sejuk merasuk tulang sumsumku


Kockengen, Januari 2000

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



IqrA--HERSRI: SAJAK TENTANG GENDER

2000-02-08 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Hersri Setiawan:


 SAJAK TENTANG GENDER
surat untuk ita f nadia
   
   
   di dalam rumah aku bertumpu pada takdir
   lahir tanpa kontrak sebagai perempuan
   maka kalau pun keluar demi laki-laki
   lalu seperti kerbau kembali ke kandang

   dan engkau, suami, bagaimana dunia luar
   walau tanpa kontrak di situ kerajaanmu

   padahal bukankah kita sama bermimpi
   tentang hari depan bagai ikan dan air?
   tapi sesungguhnyalah kita bercerai
   sama sendiri bagai bumi dan langit

   aku tak pernah pikir bahwa lahir perempuan
   berarti kontrak menjadi istri serdadu
   dan bahwa serdadu ialah hamba sang raja
   dan sang raja ialah kebenaran dan kekuasaan

   maka di rumah ini aku bertumpu takdirmu,
   ya sang benar dan kuasa bapak serdadu
   airmata di situ curahan tempat pesiarku
   pasung kebebasan di situ ruang hidupku

   adapun engkau, ya bapak-suami
   malang melintang rambu kekuasaanmu
   bagai sipongang khotbah kebenaranmu

   sementara itu di tengah gelombang merdeka
   terdengar desau nyanyian angin sakal:
"diciptakan alam pria dan wanita
dua makhluk dalam asuhan dewata
ditakdirkan bahwa pria berkuasa
adapun wanita lemah lembut manja
wanita dijajah pria sejak dulu
dijadikan perhiasan sangkar madu ..."*

* enam baris terakhir dikutip dari lagu "Sabda Alam", gubahan
  Ismail Mz.

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---JENDRAL TNI SUBAGYO PERANCANG KERUSUHAN TIMTIM

2000-02-08 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


JENDRAL TNI SUBAGYO PERANCANG KERUSUHAN TIMTIM 

JAKARTA, (TNI Watch!, 8/2/2000). Sebuah harian terkemuka di Inggris,
The Independent, Minggu (6/2), mengungkap data yang mereka sebut sebagai
"Dokumen Rahasia TNI". Laporan itu mengatakan, mantan KSAD, Jenderal TNI
Subagyo Hadisiswoyo, adalah salah satu otak dari kekerasan yang dampaknya
berbuntut panjang sampai sekarang itu. Di mana Subagyo dikatakan telah
mengeluarkan surat perintah untuk melakukan langkah refresif dan kekerasan
di Timtim, untuk mempertahankan kawasan itu tetap dalam RI.

Secara terbuka, adanya keterlibatan langsung para jenderal TNI dalam
tindakan represif dan kekerasan di Timtim dalam kaitan tujuan tersebut,
diungkapkan harian Inggris yang cukup berpengaruh tersebut. The Independent,
melalui sejumlah dokumen yang diterima dari sejumlah LSM di Indonesia dan
Timor Timur itu, menyebutkan para jenderal TNI mengatur langsung aksi-aksi
tekanan dan kekerasan terhadap mereka yang pro-kemerdekaan Timtim.

Menurut harian ini, setelah pemerintah Indonesia menyetujui
dilangsungkannya referendum, secara rahasia dirancanglah upaya-upaya yang
bisa menangkal kemenangan pro-kemerdekaan. Tentara diperintahkan menekan
penduduk lokal dan persenjataan dibagi-bagikan ke sejumlah kelompok milisi.
Dalam salah satu dokumen yang diberitakan, KSAD Jenderal Subagyo HS melalui
telegram memerintahkan kepada pasukan-pasukan yang ditempatkan di Dili untuk
menyiapkan langkah-langkah represif dan kekerasan serta suatu rencana
evakuasi bila hasil referendum dimenangkan kubu pro kemerdekaan. Telegram
tersebut, sebagaimana diberitakan, bertanggal 5 Mei 1999. Tanggal tersebut
bertepatan dengan penandatanganan perjanjian Pepera oleh Menlu RI di markas
besar PBB di New York.

The Independent mengaku memperoleh salinan dokumen-dokumen tersebut
dari para aktivis HAM dari Yayasan Hak, Dili, yang mengklaim mendapatkan
surat-surat rahasia itu setelah menyelusup masuk ke gedung bekas markas
regional TNI-AD (Markas Korem 164/Wiradharma) di Dili yang telah
ditinggalkan. Dokumen yang dikumpulkan mencapai satu truk.

Lebih jauh, The Independent mengutip temuan sebuah dokumen tentang
rencana pengevakuasian yang disusun hanya beberapa saat sebelum pelaksanaan
referendum 31 Agustus 1999. Rancangan tersebut membagi populasi Timtim ke
dalam dua kelompok, yang pro dan anti kemerdekaan. Dokumen itu juga menyebut
angka perkiraan bahwa kelompok anti kemerdekaan akan kalah suara dengan
perbandingan 367.591 banding 517.430 yang setuju kemerdekaan.

Dokumen itu juga menungkapkan adanya instruksi kepada kepolisian,
bahwa bila pihak pro-kemerdekaan menang, mereka harus mengevakuasi 50 persen
dari pendukung otonomi atau mereka yang anti kemerdekaan. Mengenai berita
tersebut, The Independent juga mengutip pendapat seorang diplomat Barat yang
menyatakan bila benar, dokumen tersebut merupakan temuan yang menentukan
dalam penyelidikan kasus pelanggaran HAM di Timtim pasca referendum.

Diplomat yang tidak disebut jatidirinya itu, menambahkan
keterkejutannya terhadap sejumlah besar persenjataan yang menurut dokumen
rahasia itu telah dibagikan kepada kelompok-kelompok milisi pro-Jakarta.
"Kami tahu kalau milisia menerima persenjataan militer, tapi kami tidak
pernah tahu kalau jumlahnya sebesar itu," ujarnya. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: KALAU RAKYAT MENGURUS DIRI SENDIRI

2000-02-06 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
--

KALAU RAKYAT MENGURUS DIRI SENDIRI
Oleh: Iwan Dharmakirti

(OPINI): Departemen Sosial dan Departemen Penerangan dibubarkan, namun masih
banyak tanya tersisa. Bagi mereka yang berpikir a la perusahaan modern,
mudah saja mengerti hal ini. Bukankah langkah pembubaran itu baik dari segi
efisiensi? Demikian pula bagi para pengamat sistem politik modern yang akan
bilang langkah itu baik bagi debirokratisasi. Sesederhana itukah
persoalannya? Lalu, mengapa Gus Dur sering bilang masyarakat harus belajar
menyelesaikan sendiri persoalannya? Hal ini dikatakannya berulang-kali. 

Sampai sekarang banyak orang masih bingung dengan ide "mengurus diri
sendiri" ini. Gus Dur memang bak seniman, terkadang tak tuntas menjelaskan
berbagai hal yang ia lontarkan. Karena itulah, pernyataannya sering
melahirkan kontroversi. Begitu pula dalam soal ini. Ketika Gus Dur
mengatakan bahwa pertikaian SARA di Ambon harus diselesaikan sendiri oleh
warga, beberapa pihak -termasuk warga Maluku di Jakarta- sempat menuduhnya
hendak lepas tangan dari persoalan.

Tentu saja, ia tidak seapatis itu. Jika ia bersikap demikian, sama saja
memberikan amunisi bagi para lawan politiknya untuk menyerang. Karena itu,
ia mestinya punya maksud lain dengan memberi pernyataan demikian. Apa
persisnya maksud Gus Dur, belum ada yang pernah menjabarkan atau
menafsirkan. Tidak juga melalui tulisan ini. Biar saja suatu saat, ia
sendiri yang menjelaskannya (kalau ia mau).

Kebetulan saja, dalam kerangka filosofis, penulis sependapat dengan ide Gus
Dur. Membiarkan atau lebih tepatnya mendorong rakyat mengurus dirinya
sendiri, tak bisa dipahami sebagai sebuah crash program. Sesungguhnya,
inilah inti dari cita-cita masyarakat madani yang selama ini ramai
diperdebatkan para kaum cerdik-pandai. Kalau selama ini, konsep masyarakat
madani lebih merupakan sesuatu yang mengawang-awang dan hanya bisa
dijelaskan dengan bahasa yang njlimet, Gus Dur telah membuatnya menjadi
lebih sederhana. Masyarakat yang dapat mengurus persoalannya sendiri.

Seperti apa persisnya masyarakat madani, tak ada yang bisa menjelaskannya
secara memuaskan. Tidak juga oleh para pakar -toh, itu lebih merupakan ideal
yang belum "turun ke bumi." Bayangkanlah, betapa sulitnya mensosialisasikan
hal ini pada orang-orang awam. Karena itu, yang paling mungkin dilakukan
adalah menggambarkan hal paling substansial dari masyarakat seperti itu. Dan
ternyata, sengaja atau tidak, Gus Dur telah melakukannya.

Yang dimaksud masyarakat madani, tentu bukan masyarakat yang makmur namun
pasif. Sejahtera tapi tidak mandiri dan selalu hanya menjadi obyek. Justru
yang dimaksud adalah masyarakat yang menjadi subyek bagi dirinya sendiri.
Merdeka dan tidak bermental budak. Karena itulah, mereka harus bisa
menyelesaikan persoalannya sendiri. Sebuah masyarakat yang tidak mampu
menyelesaikan persoalannya sendiri, sudah pasti lemah. Masyarakat demikian
hanya menunggu lonceng kematian dan sebentar saja akan terhapus dari catatan
sejarah peradaban. Jelas bukan itu masyarakat yang kita idam-idamkan.

Semakin mampu sebuah masyarakat mengurus dirinya sendiri, maka dengan
sendirinya peran pemerintah akan berkurang sedikit demi sedikit. Ini
merupakan konsekuensi dari menguatnya peran masyarakat. Tentu ini akan
berlaku, seandainya pemerintah ditempatkan dalam konteks sebagai "pelayan"
masyarakat. Dalam sebuah rezim yang gila kekuasaan, jangan pernah bermimpi
hal ini akan berlaku.

Saat ini pun, sudah mulai banyak bukti, khususnya dari negara-negara maju,
yang makin menunjukkan makin menyusutnya peran pemerintahan secara formal.
Di berbagai bidang, masyarakat sendiri yang lebih banyak berperan, misalnya
LSM. Di tahun 1995 saja, berdasarkan laporan PBB, setidaknya telah terdapat
29.000 LSM skala internasional. LSM domestik jumlahnya lebih besar lagi.
Berdasarkan estimasi, terdapat 2 juta LSM di Amerika saja -kebanyakan
didirikan dalam 30 tahun terakhir. Sementara di Rusia, yang nyaris tak ada
LSM di masa rezim sosialis berkuasa, kini terdapat sekitar 65.000 LSM.

Kehadiran LSM merupakan simbol ketidakmampuan pemerintah untuk menyelesaikan
segala persoalan masyarakat. Kendati, saat ini, banyak LSM yang brengsek,
namun PBB sendiri mengakui bahwa aktifitas mereka jauh lebih berhasil
dibandingkan pemerintah, khususnya dalam hal mengurusi berbagai persoalan
yang butuh penyelesaian secara cepat dan tepat. Tak usah heran, jika kini
lebih banyak LSM yang mendapatkan perhatian PBB ketimbang pemerintah.

Presiden AS Bill Clinton, termasuk yang jeli membaca pentingnya penguatan
peran masyarakat. Itu sebabnya, dalam kampanye pencalonannya sebagai
presiden beberapa tahun silam, ia tidak menjanjikan "kenyamanan" bagi
warganya. Ia menekankan pentingnya bidang pendidikan dan malah meminta
masyarakat untuk 

SiaR--XPOS: BONGKAR ULANG KASUS MARSINAH

2000-02-05 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
--

BONGKAR ULANG KASUS MARSINAH

(POLITIK): Kasus Marsinah dijanjikan akan diungkit kembali. Sejumlah bukti
dan nama jenderal AD telah temukan. Beranikah lembaga peradilan bertindak jujur?

KSUM (Komite Solidaritas untuk Marsinah) meminta aparat penyidik agar segera
memeriksa 27 oknum TNI AD dan Polri yang ditenga-rai terlibat langsung dalam
skenario penga-buran tewasnya Marsinah tahun 1993 itu. Koordinator KSUM,
Yudha Prastanto mengakui Bahwa ke-27 oknum tersebut terlibat secara langsung
terhadap kasus perburuhan yang hingga kini masih jadi agenda ILO (organisasi
perburuhan internasional). "Kalau para oknum aparat itu mau jujur dan
terbuka mengakui, saya kira misteri kasus Marsinah ini akan terungkap. Oleh
karena itu, saya berharap POM  bisa kerja optimal karena persoalan ini juga
menyangkut kepercayaan  rakyat terhadap aparat," ujar Yudha yang intensif
melakukan advokasi kasus Marsinah, Senin (31/1).

Diperolehnya nama oknum aparat yang ditengarai terlibat itu  berdasarkan
pengakuan mantan terdakwa kasus Marsinah. Bambang Wuryanto sudah siap
di-cross-check dengan yang lain. "Hanya dari situlah peluang untuk membuka
kembali kasus yang telah menjadi salah satu keprihatinan dunia perburuhan",
tambahnya. Ke-27 oknum tersebut yang bertanggung jawab terhadap proses
skenario tahap kedua setelah Marsinah meninggal. Mereka, masing-masing 6
dari oknum TNI (Den Intel Kodam dan Kopassus), 20 lainnya dari oknum Polri,
dan satu orang lagi dari kejaksaan. Di antara bentuk keterlibatan mereka
adalah memukul sembilan orang yang dikorbankan menjadi terdakwa, menendang,
menyetrum, menyuruh berbohong, menginjak dengan kaki meja, menyuruh
merangkak dan sebagainya. 

Selain memeriksa mereka, KSUM juga meminta agar tiga anggota Polres Nganjuk
yang pertama kali menemukan Marsinah ikut diperiksa. Sebab, sewaktu mereka
menemukan tubuh Marsinah yang tengah sekarat itu, ternyata menerima perintah
melalui HT (handy talky).

Tidak kalah pentingnya, kata Yudha, adalah pemeriksaan terhadap Komandan Den
Intel Kodam V/Brawijaya waktu itu. Sebab tempat penyiksaan terhadap para
terdakwa itu awalnya di Detasemen Intel. Selain Komandan Intel, juga Kasdam
(waktu itu) Brigjen Farid Zainuddin, Danrem Kolonel Soetarto, dan Pangdam
Mayjen Haris Sudarno juga perlu diperiksa. Sebab, ketiga perwira ini
merupakan penanggung jawab secara struktural. Farid Zainuddin, ketika
Marsinah dibunuh menjabat Kepala Staf Kodam  V/Brawijaya. Ia diduga keras
terlibat, atau setidak-tidaknya mengetahui terjadinya pembunuhan Marsinah.
Namun, selama pemeriksaan kasus Marsinah, Farid tak tersentuh, sebaliknya
malah naik pangkat menjadi mayor jendral dan menjabat posisi penting di
tubuh ABRI, yakni Kepala BIA dan selanjutnya dipromosikan jadi anggota
Fraksi ABRI di DPR-RI periode 1998-2003.

Pencarian terlebih dahulu siapa yang menyusun skenario palsu terjadinya
pembunuhan Marsinah, tampaknya memang menjadi kunci keberhasilan
pengungkapan kasus Marsinah ini. Karena pada kenyataannya, skenario palsu
itu dipaksakan agar diakui terdakwa dengan cara menculik dan menyiksa
mereka. Marsinah, adalah buruh pabrik jam tangan PT Catur Putra Surya (CPS),
ditemukan tewas tanggal 8 Mei 1993 dalam keadaan amat menyedihkan. Mayatnya
ditemukan di sebuah gubuk di pinggir sawah di Desa Jegong, Nganjuk.
Sebelumnya, tanggal 4-5 Mei 1993, Marsinah memimpin unjuk rasa buruh.
Didahului penculikan dan penyiksaan, delapan terdakwa diadili di Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya. Pada tingkat PN dan Pengadilan Tinggi (PT) mereka
dinyatakan terbukti bersalah, namun pada tingkat kasasi mereka dibebaskan
oleh majelis hakim agung yang diketuai Adi Andojo Soetjipto. Tewasnya
Marsinah menjadi isu nasional. Upaya penyidikan terus dilakukan, namun tak
pernah bisa mengungkap kasus tersebut. Sampai akhirnya Presiden Abdurrahman
Wahid memerintahkan agar  kasus pembunuhan Marsinah yang terjadi tujuh tahun
lalu itu bisa dituntaskan.

Menanggapi gencarnya permintaan untuk membuka kembali kasus tersebut,
Kapendam V/Brawijaya Letkol Djoko Agus yang dihubungi secara terpisah
mengaku tidak keberatan. Sebelumnya KSAD Jenderal TNI Tyasno Sudarto dan
Pangdam Brawijaya Mayjen TNI Sudi Silalahi juga berjanji tak akan
mengintervensi. Nah pengungkapan kembali kasus Marsinah tampaknya tengah
diuji publik. Artinya, peluang sudah ada dan tinggal apakah para penegak
hukum mau bertindak jujur dan adil. (*)

-
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: SISA ORDE BARU DI KEMELUT ASTRA

2000-02-05 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
--

SISA ORDE BARU DI KEMELUT ASTRA

(POLITIK): Astra gagal menjual saham ke investor. Bob Hasan melalui PT
Winari tetap berusaha menguasai PT Astra Internasional Tbk.

Karena diulur-ulur waktunya, akhirnya batas waktu perjanjian antara Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan dua calon investor PT Astra
International Tbk dari Amerika Serikat berakhir dengan sendirinya. Itulah
nasib dari kemelut penjualan saham perusahaan produksi mobil/motor nasional
yang pernah dililit krisis.

Setelah menunggu sejak pertengahan tahun lalu, penjualan saham PT Astra
International itu pun akhirnya gagal lagi. Kegagalan ini jelas menambah
rangkaian panjang harapan pemerintah atas terjualnya saham perusahaan
tersebut untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) tahun 2000. Asal tahu saja BPPN sendiri ditargetkan dapat mengurangi
beban sebesar Rp17 trilyun dalam tahun fiskal yang akan berakhir Maret 2000. 

Sebab itu, batalnya perjanjian antara BPPN dengan Gilbert Global Equity
Partners dan Newbridge Capital menyangkut pembelian 40% saham PT Astra
International Tbk, banyak disesalkan sejumlah pihak. Meskipun perjanjian
antara BPPN dengan kedua calon investor tersebut pernah disorot karena
dianggap tidak transparan, namun sejumlah pihak tetap menyesalkan gagalnya
penjualan saham lewat kedua calon investor tersebut. 

Menurut pengamat pasar modal, Theo F Toemion, misalnya saja, kegagalan
tersebut lebih disebabkan karena ulah pimpinan PT Astra International Tbk
sekarang ini, yaitu Rini MS Soewandi Cs yang sengaja menghambat dan melawan
program pengembalian aset nasional oleh BPPN melalui penjualan saham PT Astra. 

Selain itu, kekisruhan penjualan saham PT Astra International Tbk juga
diakibatkan masih adanya pengusaha serta orang kuat sisa Orde Baru yang
masih ingin ikut campur tangan dalam mempertahankan perusahaan tersebut. 

Ibarat gadis cantik, Astra itu masih diminati. Kira-kira begitu kalau
pernyataan Toemion ditafsirkan. "Bukan hanya oleh investor-investor asing
dan baru, tetapi juga oleh 'kekasih' lamanya. Ada orang besar dan orang
kuat, pengusaha dan sisa-sisa Orde Baru yang masih ingin terus
mempertahankan Astra dan ikut campur dalam kekisruhan Astra," kata Toemion. 

Bahkan, mantan karyawan BI ini mengaku mencium gelagat adanya usaha
perlawanan dan untuk menghambat proses penjualan saham Astra selama ini.
Karena, Rini diperalat oleh sejumlah orang yang tetap ingin becokol di PT
Astra. Dalam kesempatan itu, Toemion juga memberikan sejumlah bahan mengenai
proses dan kronologi penjualan saham Astra kepada wartawan. 

Sayangnya, anggota Komisi IX DPR ini tidak berani menyebutkan siapa
nama-nama orang Orde Baru tersebut. Meskipun tidak menyebut nama, namun
Toemion menyebut nama sebuah perusahan, yaitu PT Winari. "Tetapi siapa yang
punya itu. Kalian cari," jelasnya. Ketika wartawan menyebut nama Bob Hasan,
Toemion kemudina berbalik. "Itu Anda sendiri yang menyebut," katanya. 

Berdasarkan sumber Xpos, Bob Hassan memang salah satu sisa Orde Baru yang
masih "naksir" sama Astra. "Dia memperalat Rini dan membayar sejumlah
wartawan untuk mem-back up Rini dengan cara menyerang BPPN," ungkap sumber
itu. 

Memang, kalau menilik kronologi yang beredar di DPR, proses penjualan saham
PT Astra sebetulnya sudah bisa diselesaikan sejak lama, jika tidak terjadi
perlawanan dan sejumlah hambatan, yang mengakibatkan perjanjian antara BPPN
dengan dua calon investor dari Amerika Serikat tersebut, berakhir karena
batas waktu. 

Hambatan yang dilakukan Rini, di antaranya adalah, di samping penolakan
terhadap rencana Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang sudah
diusulkan dan dijadwalkan, juga ketertutupan pihak Astra dalam memberikan
sejumlah data penting untuk kepentingan due diligence terhadap investor yang
dipilih BPPN. Padahal, due diligence itu sangat penting sesuai dengan UU
Pasra Modal. 

"Pimpinan Astra juga disebutkan membuat ribut-ribut dengan mengekspos adanya
proses yang tak transparan melalui jalur pers," jelas sang sumber. Rini,
juga merekayasa pemberitaan seolah-olah penjualan Astra tidak transparan
dengan melalui prefered bider kedua calon investor tersebut. 

Pantas kalau dipertanyakan, "Ada apa sebetulnya di balik ini semua? Apakah
Astra mau mendukung program pemulihan ekonomi pemerintah atau tidak? Kenapa
proses penjualan saham Astra ini dipersulit. Ini menunjukkan tindakan
pimpinan Astra sekarang ini tidak koperartif. Ini berarti ada kepentingan di
balik Astra, yang perlu dicari tahu?" 

Proses penjualan saham Astra sendiri sudah berlangsung sejak Agustus tahun
lalu. Konsorsium investor yang dipimpin kedua calon investor Amerika Serikat
tersebut, sudah menghubungi BPPN dan ingin membeli seluruh saham Astra.
Indikasi harga yang 

SiaR--XPOS: WARTAWAN PEMANGKAS HUTAN

2000-02-05 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
--

WARTAWAN PEMANGKAS HUTAN

(POLITIK): Bukan cuma Soeharto dan kroni menggeragas uang dari hutan.
Sejumlah wartawan Dephutbun beroleh 10 persen saham untuk tiap 40 ribu ha HPH.

Napoleon Bonaparte percaya benar bahwa pena lebih tajam dari pedang.
Barangkali lebih menyayat dari sembilu. Meski tidak langsung membunuh,
infeksi akibat irisan bakal menjalar bersama darah. Pelan tapi pasti sekarat
tidak gampang dihadang. Dari sinilah, profesi wartawan -yang akrab dengan
pena- dianggap turut menentukan nasib pemegang profesi lainnya. Malah kerap
disebut pilar 'kekuasaan keempat' setelah trias politika-nya Montesquieu.
Pers diembani misi jadi pengawas tiga kekuasaan lainnya.

Malang, antara ungkapan dengan kenyataan nyaris selalu jauh panggang dari
api. Seolah sein dan sollen ditakdirkan bertolak belakang. Apalagi di atas
empat-lima atau berapapun pilar kekuasaan politik, ada yang lebih
ditunggalkan: uang. Menghadapi kekuasaan 'tunggal' itu, tidak sedikit
wartawan tiba-tiba mengaku 'punya sisi manusiawi'. Tidak usah dikisah
panjang lebar, istilah wartawan amplop segera menjadi penjelasan singkat.
Peristilahan kini berkembang hingga muncul sebutan "wartawan obligasi" dan
"wartawan saham". Berarti jumlah sogokan meningkat?

Tidak salah. Beberapa jurnalis surat kabar yang biasa ngepos di Departemen
Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun) bisa memberi bukti. Mengetahui adanya
KKN dalam pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tidak memancing insting
jurnalistik mereka. Alih-alih menghormati hak masyarakat memperoleh
informasi malah turut menikmati konsesi saham sampai 10 persen. Nilai
tersebut didapat untuk tiap 40-50 ribu hektar lahan hutan yang diberikan
HPH-nya.

Sementara berita resmi yang diperoleh menyebut saham-saham konsesi dimiliki
oleh koperasi PWI. Terhitung dimulai sejak tiga kepengurusan silam atau
sejak masa Menhut Hasrul Harahap. Tapi beberapa kalangan pers dan aktivis
lingkungan yang dihubungi menengarai adanya kepemilikan secara individu.
Nama Jafar Assegaf dan Surya Paloh dari grup Media Indonesia sempat pula
disebut di samping beberapa nama editor senior lain. Itu berarti jaringan
KKN segitiga Dephut-pengusaha-wartawan berlangsung secara sistematis.

Betapa tidak? Masyarakat nyaris tidak mengetahui bagaimana sampai 4 juta
hektar lebih hutan Indonesia dikuasai hanya oleh keluarga Cendana. Belum
luas HPH yang diberikan kepada kroni-kroni seperti grup Salim, Sudwikatmono,
Prayogo Pangestu, dan Bob Hasan. Maka, tidak salah dikatakan pers
bertanggung jawab sangat besar dalam kasus ini. Banyak fakta telanjang urung
dibeberkan lantaran 'pembungkaman gurih' pengusaha.

"Jangankan isu bagi-bagi lahan, acara seminar saja kerap diminta Dephutbun
tidak disiarkan," kisah Indro Cahyono. Ia memaksudkan seminar bertema "Peran
Masyarakat Tradisional dalam Pengelolaan Hutan di Indonesia" beberapa tahun
lalu. Dari semua wartawan yang hadir, hanya harian Merdeka yang menurunkan
berita seminar. Indro mengakui tidak semua pers selain Merdeka bisa disebut
terlibat suap-menyuap. "Hanya beberapa memang". Sejauh ini dirinya belum
bersedia mengungkapkan keterlibatan editor-editor dan wartawan Dephutbun.

Sekjen Denhutbun Suripto pun mengaku cukup pusing dengan gurita korupsi dan
kolusi di departemennya. Bukan apa-apa, hingga kini kebiasaan-kebiasaan
tersebut belum pupus. Malahan, forum wartawan Dephutbun yang menggerayangi
jarahan hutan seperti telah melembaga. Ada pertemuan antar mereka tiap
minggu di sebuah cafe. Mereka pun menyeleksi wartawan-wartawan yang berupaya
memegang idealisme jurnalisnya. Ada penugasan untuk "menempel" muka-muka
baru sehingga tidak terlalu mengacaukan setting jumpa pers. Syukur-syukur
dapat dibaptis ke dalam lingkaran. Akhirnya seperti disinyalir Indro,
"terjadi split dan hubungan tidak sehat antar wartawan".

Belakangan mantan Menhutbun Muslimin Nasution membentuk Tim Penanggulangan
KKN pada Dephutbun. Hasilnya, ia melaporkan luas total hutan yang dikuasai
perusahaan-perusahaan keluarga Soeharto. Nasution lupa, dirinya turut
menghidupkan kembali jaringan sistem konsesi yang sempat terputus jaman
Menteri Jamaluddin. Di masa Nasution ini pula mulai ditradisikan merekrut PR
(humas) perusahaan HPH dari wartawan. PT Indo Rayon dan Riau Andalan sempat
menginisasi tradisi baru itu.

Tambahan, 'hasil kerja' Tim Nasution tidak tergolong spektakuler. Tahun
1996, George Junus Aditjondro (GJA) menelorkan buku berisi data jaringan
kekayaan Soeharbibie (Soeharto-Habibie). Termasuk aset-aset kehutanan yang
dikuasai mereka dan kroni terdekat. Dibandingkan, data keluaran Nasution
tidak berbeda banyak dengan buku "Guru Kencing Berdiri Murid Kencing
Berlari"-nya GJA. Toh, Menhutbun Nur Mahmudi berjanji bakal
menindak-lanjuti. Tanpa pilih rambut, demikian Mahmudi.

Sejatinya 

SiaR--XPOS: RITUAL UTANG MASIH MENJERAT

2000-02-05 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
--

RITUAL UTANG MASIH MENJERAT

(EKONOMI): Consultative Group on Indonesia (CGI) tetap memberikan utang
US$4,73 miliar. Lebih besar dari kebutuhan APBN 2000. Sisanya, belum jelas
akan dialokasikan ke mana.

Setelah lama tak diguncang demonstrasi besar-besaran, Jakarta kembali
diwarnai demonstrasi besar saat perundingan antara pemerintah Indonesia dan
negara donor yang tergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI),
Selasa (2/2). Demonstrasi yang dimotori 146 NGO (Non Government
Organisastion atau LSM) itu diikuti sekitar 2.000 orang. Mereka memadati
jalan di sekitar gedung Bank Indonesia (BI) yang menjadi tempat
berlangsungnya pertemuan tersebut.

Meski tidak menggagalkan jalannya perundingan, namun aksi unjuk rasa itu
sempat menghambat kelancaran perundingan. Hal ini terjadi karena perwakilan
CGI dan pemerintah Indonesia terpaksa harus beberapa kali melakukan
perundingan dengan mereka. Keinginan mereka, Koalisi Anti Utang untuk
membacakan pernyataan sikapnya di depan sidang. Namun permintaan tersebut
ditolak mentah-mentah. Alasannya, pelaksanaan sidang akan terganggu karena
sudah diatur berdasarkan jadwal yang ketat. Begitu pula permintaan berdialog
dengan wakil dari negara-negara donor yang tergabung dalam CGI, juga ditolak.

Koalisi Anti Utang yang terdiri dari 124 LSM tersebut mengajukan beberapa
tuntutan kepada pemerintah Indonesia, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional
(IMF), Bank Pembangunan Asia, dan donor-donor bilateral lain. Tuntutan itu
antara lain, penghapusan seluruh utang luar negeri yang lama di bawah
pemerintahan Orde Baru, menolak penggeseran utang swasta menjadi utang
publik, melakukan penyelidikan atas seluruh penggunaan utang luar negeri dan
meminta agar negara donor tidak memberikan utang baru kepada Indonesia.
Namun, tuntutan para demonstran tersebut tidak ada satu pun yang diterima.
Karena akhirnya CGI tetap memberikan utang US$4,73 miliar.

Arif Arryman, pengamat dari Econit, berpendapat pemerintah seharusnya
menekan jumlah utang yang diberikan CGI. Alasannya utang yang besar belum
tentu mampu memacu pertumbuhan ekonomi. "Untuk apa terima US$4,73 miliar
kalau APBN 2000 tidak mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi secara nyata?"
tukasnya. Arif mengkhawatirkan pinjaman CGI justru menjadi beban bagi
rakyat. Kemungkinan ini bisa terjadi karena anggota kabinet pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid, khususnya tim ekuin, tidak punya agenda dan visi
yang jelas tentang pemulihan ekonomi. Publik, bahkan menangkap kesan anggota
kabinet berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan tidak saling
mendukung. Dalam 100 hari pemerintahan Gus Dur, yang terjadi hanya rebutan
posisi dan jabatan birokrasi. "Pinjaman CGI akan percuma jika masih ada
intervensi partai politik tanpa mempertimbangkan profesionalisme," tandas Arif.

Sementara Faisal Basri, menilai pemerintah seharusnya tidak menerima
pinjaman CGI terlalu besar. Untuk mengatasi kekurangan APBN tahun 2000
pemerintah bisa memperbesar target restrukturisasi perusahaan di BPPN dan
meningkatkan laba privatisasi BUMN. "Utang luar negeri yang kita peroleh
dari CGI sebenarnya warisan Orde Baru yang seharusnya tidak kita andalkan
untuk membiayai pembangunan," kata Sekjen PAN ini.

Sidang ke-9 Consultative Group on Indonesia (CGI) memutuskan pinjaman bagi
Indonesia sebesar US$4,7 miliar (sekitar Rp32,9 triliun dengan kurs Rp
7.000). Jumlah tersebut termasuk hibah senilai US$520 juta (Rp3,6 triliun).
Pinjaman itu juga sudah termasuk komitmen CGI untuk 1999/2000 yang belum
sempat dicairkan. Sidang yang dipimpin Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia
Timur Jean Michel Severino ini dihadiri 21 negara anggota CGI dan 14 lembaga
internasional. Hadir pula Portugal dan dua LSM yakni INFID dan Koalisi
Perempuan sebagai peninjau.

Dalam penjelasannnya kepada pers di Jakarta, kemarin, Severino menjelaskan
bahwa pinjaman tersebut merupakan wujud dukungan dunia internasional
terhadap program reformasi yang dijalankan pemerintah. "Kami mendukung
sepenuhnya program reformasi yang dijalankan pemerintah saat ini. Selain itu
dunia internasional juga mengisyaratkan niatnya untuk mendukung program
pemulihan ekonomi yang tengah dijalankan," ujar Severino.

Negara yang sudah memberikan komitmen pinjamannya adalah Jepang terbesar
US$1,56 miliar, AS US$145 juta, Jerman US$102 juta, Spanyol US$59 juta,
Australia US$59 juta, Inggris US$33 juta, Austria US$15 juta, Kanada US$11
juta, Republik Korea US$9 juta, Denmark US$5 juta, Italia US$1 juta,
Selandia Baru US$3 juta, Swedia US$4 juta, dan Swiss US$4 juta. Bank Dunia
menyatakan komitmen bantuan sebesar US$1,5 miliar, Bank Pembangunan Asia
(ADB) US$1,06 miliar, PBB US$106 juta, Uni Eropa termasuk Bank Investasi
Eropa (EIB) US$40 juta dan Bank Investasi Nordic (NIB) sebesar 

SiaR--XPOS: KAPITALISME HARUS MEMANGSA

2000-02-05 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000
--

Budiman Sudjatmiko, Ketua Presidium PRD:
"KAPITALISME HARUS MEMANGSA"

(DIALOG): Sri Bintang Pamungkas pernah dianggap membuat kesalahan lantaran
menelorkan PUDI. Barisan massa ekstra-parlementer kala itu menilai SBP
terburu-buru meng-"eksklusif"-kan diri ke partai politik. Partai Rakyat
Demokratik (PRD) pun tidak kurang kritikan lantaran memilih ikut berkontes
pada pemilu bulan Juni 1999. Padahal, "taktik perjuangan PRD melihat
situasi," tukas Budiman Sudjatmiko. Manakala ruang cukup terbuka, perjuangan
lewat parlemen tidak ditabukan. "Tentu bukan satu-satunya jalan,
pengorganisasian rakyat juga berlangsung". Sosialisme menurut Budiman,
senantiasa mensyaratkan kedua jalan. Ia mengistilahkan sebagai strategi
tingkat atas dan bawah. Berikut percakapannya dengan Xpos di Kantor Pusat
PRD, Jalan Basuki Rahmat, Jakarta:

T: Sekeluar penjara Anda pernah menyatakan menolak 'Jalan Ketiga' Anthony
Giddens, kenapa?
J: Tawaran Giddens sangatlah normatif, itu pertama. Kedua, 'jalan ketiga'
adalah sebuah evolusi dari pemikiran Sosial Demokrat Eropa Barat yang sangat
moderat. Giddens sama sekali tidak bermaksud menghentikan kapitalisme
melainkan sebatas menjadikan kapitalisme sebagai sesuatu yang manusiawi. Apa
ukuran manusiawi dimaksud sangat tidak jelas. Akhirnya, bagi saya 'jalan
ketiga' tidak lebih dari memodifikasi kapitalisme secara normatif. Bukan
suatu solusi struktural.

T: Toh, saat ini wacana 'jalan ketiga' kadung menggejala di negara-negara
yang dimenangkan partai sosialis?
J: Menurut ukuran barat tawaran-tawaran Giddens mungkin bisa. Mereka telah
memiliki basis materialnya. Ada pengalaman di mana negara mensubsidi rakyat
dalam negara kesejahteraan. Pengangguran sekalipun menerima subsidi negara.
Jelas saja cara-cara seperti itu bisa berlangsung, karena mereka telah
menyedot surplus dari dunia ketiga lebih dulu. Nah, bagi dunia ketiga dari
mana mereka mendapat surplus untuk "menyogok" kelas buruh. Sekali lagi, bagi
saya Giddens adalah evolusi khas Eropa Barat di mana kapitalismenya sudah
begitu maju. Sementara kapitalisme dunia ketiga berbentuk imperialisme.
Lagipula mencontoh welfrare state bagi dunia ketiga juga sulit selagi masih
menjadi subordinat dari kapitalisme internasional. Penentu kebijakan toh
berpusat di Washington, di Eropa Barat atau di Tokyo sana.

T: Anda mau mengatakan penyebabnya juga karena perbedaan latar kelahiran
gerakan Sosdem, termasuk di Indonesia?
J: Ya, jelas. Gerakan Sosdem di Eropa Barat lahir bersamaan dengan gerakan
buruh. Ya memang semestinya begitu. Tidak heran jika di Jerman, Perancis,
Inggris, atau Portugal, mereka bisa memerintah. Di dunia ketiga, terutama di
Indonesia, berbeda. Proyek sosial demokrat di sini lebih merupakan proyek
intelektual. Ia tidak menjadi realitas dari gerakan buruh atau gerakan
rakyat. Anda tentu tahu tradisi PSI (Partai Sosialis Indonesia). Bahwa
sekarang banyak bermunculan gerakan sosdem di Indonesia, itu bagus. Bahwa
seorang Cak Nur (Nurcholish Madjid) mengaku demikian, silakan saja. Artinya
PRD punya teman berdiskusi.

T: Apa fenomena kemunculan gerakan sosdem sekarang menandakan gerakan buruh
Indonesia juga mulai kuat?
J: Kita jangan dulu berkata demikian. PRD belum berani bilang bahwa gerakan
buruh Indonesia sudah kuat. Bahkan kita tidak bisa mengatakan bahwa gerakan
buruh Indonesia dipimpin oleh ide-ide kiri. Sejatinya buruh di Indonesia
mostly unorganized. Lagipun gerakan buruh atau gerakan rakyat dunia ketiga
kebanyakan larinya ke komunisme atau gerakan nasionalis kiri. Malah
kebanyakan ke gerakan keagamaan. Hampir tidak ada pijakan untuk berujung ke
Sosdem.

T: Tapi Anda tetap percaya bahwa gerakan buruh-lah penggerak utama jalan
kepada sosialisme?
J: Serikat buruh atau konfederasi serikat buruh yang kuat ditambah
gerakan-gerakan rakyat lainnya merupakan penggerak utama sosialisme. Serikat
buruh bisa menjadi backbone dari gerakan sosial. Dua tulang punggung gerakan
sosial lain adalah gerakan petani dan gerakan lingkungan hidup. Tentunya
partai-partai juga harus terlibat, tidak hanya sekedar electoral machine.
Gerakan mahasiswa menyumbangkan kader-kadernya untuk menumbuhkan gerakan
buruh, petani, dan lingkungan tadi karena mereka memiliki intelektualitas.
Begitu juga gerakan perempuan.

T: Begitu pula Anda percaya keniscayaan kehancuran kapitalisme sebagaimana
diyakini marxisme?
J: Itu tetap. Tetap. Krisis kemarin menunjukkan bahwa kapitalismelah yang
tengah krisis. Sekarang neo-liberalisme menggejala. Ini sebetulnya fenomena
dari perang dingin. Dulu neo-liberalisme tidak bisa berkembang karena
Amerika butuh sekutu-sekutu lokal di dunia ketiga yang diberi kesempatan
membuat kaya dirinya, membuat korupsi, menyelenggarakan kekuasaan
kediktatoran sejauh hal itu efektif membunuh komunisme. 

SiaR---TOKOH AGAMA YOGYA DUKUNG TEMBAK DITEMPAT

2000-02-04 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


TOKOH AGAMA YOGYA DUKUNG TEMBAK DITEMPAT 

YOGYAKARTA, (SiaR, 4/2/2000). Para tokoh agama dan masyarakat di
Yogyakarta mendukung aparat keamanan untuk mengambil tindakan tegas terhadap
pelaku kerusuhan, termasuk tindakan tembak di tempat. Kesepakatan dilakukan
oleh 25 tokoh agama dan masyarakat, antara lain Ketua Umum MUI Kodya Yogya
Basyir, Ketua Umum PGI Wilayah DIY Pdt Dr R H. S Kariodimedjo MTh, Takmir
Masjid Gedhe Kauman, Abunda Farouk, Ketua Bakom PKB Arif B Budiwijaya, dan
tokoh Katolik FX Soedardi. Kemudian Kapolresta Yogya, Ketua DPRD Kodya Yogya
Bahtanisyar Basyir, pengurus Karang Taruna Kodya Yogya serta para camat dan
pejabat teras Pemda Kodya Yogya.

Menurut rencana hasil kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani 25
tokoh agama dan masyarakat dalam dialog itu akan disampaikan ke Gubernur DIY
Sri Sultan HB X, Sabtu (5/2) besok. Sebelum dirumuskan menjadi kesepakatan
dan ditandatangani bersama, dalam dialog muncul usul agar dalam kesepakatan
itu juga dicantumkan mengenai dukungan tokoh agama dan masyarakat terhadap
aparat keamanan untuk melakukan tembak di tempat terhadap perusuh. Dukungan
tembak di tempat sudah tertuang dalam ksepakatan bersama tokoh agama dan
masyarakat di beberapa kecamatan.

Dalam kesepakatan itu, para tokoh agama dan masyarakat mendukung
penegakan supremasi hukum, menjaga persatuan dan kesatuan, meningkatkan
kerukunan antarumat beragama, mengadakan forum silaturahmi antarumat
beragama hingga tingkat RW.Juga disebutkan, pertemuan-pertemuan yang
menghadirkan massa banyak harus selektif dan kotbah maupun pembicaraan tidak
boleh menjurus pada sentimen agama.

Sementara itu, Ketua Tablig Akbar, Minggu (31/1) lalu, menemui
Kapolda DIY Brigjen Pol Drs Dadang Sutrisno SH di Mapolda, Kamis kemarin
(3/2). Mereka memberikan keterangan berkaitan dengan aksi perusakan beberapa
tempat peribadatan seusai pelaksanaan tablig.

Yang mendatangi Kapolda adalah Ketua Tablig yang juga Ketua Forum
Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah (FKASWJ) Ayib Syafruddin Soeratman SPsi
didampingi Sekretaris Ir Ma'ruf Bahrun. Ayib menolak bila aksi perusakan
tempat peribadatan itu sebagai ekses pelaksanaan tablig yang,  menurutnya,
sukses dan lancar. Seusai kegiatan itu, katanya, peserta langsung
meninggalkan lokasi menuju Polres Sleman untuk membesuk Salman, rekan mereka
yang terlibat dalam kasus pembunuhan di Ngaglik, Sleman.

Kapolda DIY Brigjen Pol Drs Dadang, menurut Ayib, mengakui pelaku
perusakan tempat peribadatan dilakukan orang-orang yang sengaja ingin
membuat kota Yogya rusuh. FKASWJ, lanjut Ayib, merasa prihatin atas
terjadinya tindak kekerasan bernuansa SARA dewasa ini. Karenanya, FKASWJ
menyerukan semua pihak melakukan upaya-upaya dengan didasari itikad baik
demi mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis di Indonesia.

Masyarakat Bantul, juga meminta kepada aparat kepolisian menindak
tegas provokator atau pelaku perusakan tempat-tempat peribadatan di
wilayahnya. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
tindakan-tindakan yang mengarah pada perpecahan bangsa khususnya tindakan
berbau SARA.

Penegasan warga Bantul itu disampaikan dalam dialog antara Muspida,
DPRD Bantul dan masyarakat Bantul yang digelar DPRD Bantul, Kamis (3/2).

Dialog tersebut digelar sebagai langkah untuk menyikapi situasi
keamanan di wilayah DIY dan Bantul khususnya, yang dirasakan sudah mulai
memanas. Hadir dalam acara itu, Ketua DPRD Bantul Agus Wiyarto SE, Bupati
Bantul Drs Mohammad Idham Samawi, Kapolres, Kajari, Dandim, dan beberapa
jajaran Muspida lainnya. Selain menindak tegas provokator dan pelaku
perusakan sarana ibadah, aparat keamanan dan Pemda Bantul diminta tidak
mengizinkan pengerahan massa yang dapat mengarah pada soal disintegrasi
bangsa. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR---PEMBUNUH TGK NASHRUDIN DIDUGA MENGGUNAKAN MERCY HITAM

2000-02-04 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


PEMBUNUH TGK NASHRUDIN DIDUGA MENGGUNAKAN MERCY HITAM 

MEDAN, (SiaR, 4/2/2000) Indikasi baru yang ditemukan Kepolisian
Sumatera Utara dari penduduk sekitar Desa Sibolangit, menunjukkan, bahwa
sehari sebelum ditemukannya mayat Tgk Nash, pada Senin (24/1), sebuah sedan
Mercy Tiger warna hitam hilir mudik di daerah itu. Kesaksian penduduk ini
amat penting, karena tak sulit mengidentifikasi sedan mewah itu.

Kapolda Sumatera Utara Brigjen Polisi Sutiyono mengatakan,
pembunuhan ini berpeluang besar bernuansa politis. Tim Mabes Polri sudah
turun ke Medan untuk menyelidiki kasus kematian mantan Imam Masjid Kuta
Alam, Banda Aceh itu. Mayat korban ditemukan di semak-semak belukar tikungan
Morina Desa Sibolangit/Jalan Medan - Pancurbatu Km 37 Selasa (25/1) pekan
lalu. Saat ini, kasus kematian ulama ahli fiqih itu sudah ditangani Mabes
Polri, Polda Sumatera Utara, dan Polda Aceh untuk mengejar batas waktu yang
diberikan pihak DPR-RI tak lebih dari 30 hari menuntaskan kasus ini. 

Kapolda Sumatera Utara sudah meminta keterangan 10 orang saksi, dua
di antaranya pegawai Perwakilan Pemda Aceh di Medan yakni Arifin Ibrahim,
dan Najib seorang mahasiswa yang terakhir sekali bersama Tgk Nash di Medan.
Najib diperiksa di Jakarta, dan dua lagi adalah penduduk Desa Sibolangit
yang pertama sekali menemukan mayat almarhum. 

Sedangkan nama-nama lainnya yang masih dijadikan sebagai saksi tak
diingat Sutiyono, namun yang pasti belum ada yang dijadikan sebagai
tersangka dalam kasus ini, karena pihak Kepolisian belum cukup bukti untuk
menjadikan sejumlah saksi berstatus tersangka.  

Sebelum ini Tgk Nash juga dicari-cari orang-orang tak dikenal di
rumahnya di Banda Aceh. Keluarganya juga menerima telepon berisi ancaman
pembunuhan terhadap korban. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR---SOFYAN WANANDI DIBALIK DEMONSTRASI ANTI KWIK KIAN GIE

2000-02-04 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


SOFYAN WANANDI DIBALIK DEMONSTRASI ANTI KWIK KIAN GIE

JAKARTA, (SiaR, 4/2/2000). Pengusaha Sofyan Wanandi berada dibalik
demonstrasi yang menuntut mundur Menko Ekuin Kwik Kian Gie. Hal ini
dilakukan Sofyan, karena pemerintah, dan DPR berencana untuk menuntaskan
kasus kredit macet yang dilakukan Sofyan Wanandi. Sejumlah anggota Komisi IX
DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan mengungkap hal tersebut kepada SiaR, Kamis
(3/2) kemarin.

"Sofyan marah karena kasusnya yang pernah diperiksa Kejaksaan Agung akan
diungkap kembali oleh pemerintah, dan DPR," ujar Aberson Marle Sihaloho,
salah seorang anggota Komisi IX DPR-RI.

Selama seminggu terakhir, DPR-RI didatangi sekelompok pengunjuk rasa yang
menamakan diri Front Pembela Amar Maruf Nahi Munkar. Dalam aksi protesnya
untuk kedua kalinya, Kamis kemarin, mereka menuntut Kwik agar mundur dari
jabatannya, karena isu keterlibatannya didalam kepemilikan saham atas
namanya di PT Dusit Thani. Perusahaan itu bergerak dalam usaha hiburan
termasuk panti pijat.

Para demonstran membawa bukti foto copy akte notaris pendirian perusahaan
tersebut yang antara lain memuat nama Kwik Kian Gie sebagai salah seorang
pemegang saham dengan besar modal Rp1 juta. 

Akte notaris itu sendiri diterbitkan pada tahun 1972, dan Kwik dalam surat
tanggapannya terhadap fraksi-fraksi di DPR-RI menegaskan, dirinya
menyertakan modal berupa kepemilikan saham semata-mata karena membantu rekan
bisnisnya yang memerlukan modal. Ia sendiri mengaku tak terlibat di dalam
pengelolaannya, sehingga tak tahu apakah usahanya itu saat ini --28 tahun
kemudian-- masih hidup atau sudah gulung tikar.

"Saya tak terlibat didalam manajemen. Bahkan saya tak ingat lagi apakah
perusahaan itu masih hidup atau sudah mati. Ketika itu saya hanya ingin
membantu rekan yang butuh modal. Itu saja," katanya.

Sementara itu, Didik Supriyanto, salah seorang anggota Komisi IX-DPR RI
dari F-PDIP menyesalkan cara-cara teror semacam itu. Menurut dia, penggunaan
simbol-simbol agama untuk menyerang lawan politiknya justru membuat citra
Islam sebagai agama yang suci terdegradasi. "Agama itu sendiri menjadi
rendah karena jadi komoditas dan alat untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Agama seharusnya tak bisa dibeli serendah itu," ucapnya.***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---PERTEMUAN DI RESTORAN JL LAUTZE BUKAN HANYA SEKALI

2000-02-04 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


PERTEMUAN DI RESTORAN JL LAUTZE BUKAN HANYA SEKALI

JAKARTA, (TNI Watch!, 4/2/2000). Rapat para jendral pimpinan Jendral
TNI Wiranto di sebuah restoran di Jl Lautze, Pasar Baru, Jakarta Pusat bukan
hanya terjadi sekali. Menurut informasi intelijen yang diterima Gus Dur,
para jendral klik Wiranto berkumpul di sebuah rumah di Jl Lautze
membicarakan kemungkinan aksi kerusuhan. Namun, sumber penting yang
dihubungi TNI Watch!, mengatakan rangkaian pertemuan yang dimaksud Gus Dur
itu terjadi di sebuah restoran, bukan di sebuah rumah tinggal.

Pertemuan-pertemuan serupa juga terjadi di rumah Wiranto. Pertemuan
pertama bahkan dihadiri Kapuspen TNI, Marsda TNI Graito Husodo. Namun,
pertemuan-pertemuan berikutnya tak diikutinya. 

Jendral Wiranto memimpin pertemuan-pertemuan para jendral itu, untuk
melakukan sesuatu, agar ia, dan sejumlah jendral lainnya, terhindar dari
pengadilan karena tuduhan dalang pembantaian di Timor Timur. Sebuah sumber
intelijen  mengatakan, rangkaian pertemuan di sebuah restoran di Jl Lautze
itu adalah pertemuan para "jendral Islam", sebutan untuk sejumlah jendral
yang dekat dengan kelompok Islam fundamentalis, seperti Front Pembela Islam
dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam. 

Pertemuan-pertemuan itu dihadiri para jendral seperti Jendral TNI
Fachrul Rozi (Wakil Panglima TNI), Letjen TNI Djadja Suparman (Panglima
Kostrad), Mayjen TNI Adam Damiri, Brigjen Tono Suratman, Mayjen TNI Zacky
Anwar Makarim, dan Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Staf Ahli Menko Polkam.
Selain mereka, rangkaian pertemuan ini juga dihadiri dr Hariman Siregar,
aktifis mahasiswa Malari yang belakangan jadi pendukung Habibie. Tak
diketahui apa peran Hariman. Namun, belakangan ini Hariman tengah
mengerjakan proyek rahasia yang mengikutsertakan para aktifis Negara Islam
Indonesia (NII) dan eks-Komando Jihad. Sumber TNI Watch! Mengatakan
rangkaian pertemuan itu belum membeicarakan soal kudeta, namun baru
membicarakan upaya provokasi kerusuhan di mana-mana.

Sementara itu, Menhankam Prof Dr Juwono Sudarsono mengatakan, ia
telah menyampaikan perintah Presiden agar Menko Polkam Wiranto mengundurkan
diri, namun Wiranto menolak. Wiranto mengatakan kepada Juwono, baru akan
mundur jika kasus ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung. Sumber lain
mengatakan, Wiranto sama sekali tak memiliki keberanian dan kekuatan tentara
untuk melakukan kudeta. ***


TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR---RUSUH YOGYA DIDALANGI PARA PREMAN

2000-02-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


RUSUH YOGYA DIDALANGI PARA PREMAN

YOGYAKARTA, (SiaR, 3/2/2000). Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan
rusuh Yogya yang mengakibatkan sejumlah gereja, sekolah, dan asrama
biarawati rusak didalangi para preman yang kehilangan lahan. Sultan
menyatakan kejadian Minggu (30/1) lalu bukan karena provokator dari luar
kota, melainkan sengaja dilakukan sebagian kecil warga Yogya. Dia mengaku
mengetahui identitas para pelaku. 

Meski mengetahui para pelaku, dia tak menunjuk hidung mereka. Sultan
hanya memberikan gambaran dan menyatakan para pelaku dapat dikatakan sebagai
preman-preman. Kalau benar mereka pelakunya, kata dia, bisa jadi berkait
dengan penutupan sejumlah tempat perjudian di kota Yogyakarta yang
menyangkut kehidupan mereka.

Kelompok preman ini tiba-tiba muncul sesaat setelah peserta tablig
akbar yang digelar Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah meninggalkan
lokasi. Peserta FKASWJ kemudian membesuk salah satu anggota jamaah di
tahanan Polres Sleman karena terlibat sebuah kasus. Di antara kelompok
perusak itu terdapat beberapa orang yang berseragam satgas Partai Persatuan
Pembangunan.

Massa preman yang tak dikenal panitia ini, menurut penuturan ustad
Ja'far Umar Thalib, bukan jamaah FKASWJ karena saat itu umat sudah
meninggalkan kota Yogyakarta menuju Mapolres Sleman. Setelah dari sana,
mereka langsung membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. "Umat
Islam adalah umat yang cinta damai, dengan makna yang murni dan konsekuen,
karena rahmat dan misi agama Islam menebar kasih sayang ke segenap umat
manusia," kata Ja'far. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR---TENGKU NASHIRUDDIN DAUD SUDAH LAMA DIINCAR

2000-02-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


TENGKU NASHIRUDDIN DAUD SUDAH LAMA DIINCAR

BANDA ACEH, (SiaR, 3/2/2000). Tgk Nashiruddin Daud (58) anggota
DPR-RI dari Fraksi Persatuan Pembangunan dan Wakil Ketua Panitia Khusus
Pelanggaran HAM Aceh, sudah diincar orang-orang tak dikenal sebelum
terbunuh. Sumber yang dekat dengan keluarga Nashiruddin menyebutkan, dua
bulan terakhir ini, keluarga sering menerima "ancaman" melalui telepon,
bahkan pernah keluarga almarhum didatangi lima hari sebelum almarhum dibunuh
secara mengenaskan dan mayatnya dibuang ke semak-semak belukar di Pancur
Batu km 37, Sumatera Utara. 

Menurut keluarga, sebuah mobil yang ditumpangi empat pria mendatangi
rumah Nashiruddin di Jalan Puda Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh menanyakan
tentang almarhum. Karena Nashiruddin ketika itu sudah di Jakarta dan menetap
di Kompleks DPR-RI Kalibata Jakarta Selatan, akhirnya empat pria itu berlalu
begitu saja. Namun beberapa hari kemudian datang lagi deringan telepon yang
mengancam dengan mengatakan, bahwa usia Nashiruddin sepertinya tidak lama
lagi, dan almarhum disarankan banyak beribadah. Namun sejauh ini belum bisa
dikonfirmasi kebenaran ancaman tersebut kepada keluarga Nashiruddin.

Kematian Nashiruddin, diperkirakan berkaitan dengan sikap kerasnya
dalam soal Aceh, terutama dengan pelanggaran Hak-hak Azasi Manusia di Aceh
semasa Daerah Operasi Militer diberlakukan di provinsi itu. ***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---MANTAN ANGGOTA TNI MENUNTUT

2000-02-03 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MANTAN ANGGOTA TNI MENUNTUT 

YOGYAKARTA, (TNI Watch!, 3/2/2000). Seorang mantan anggota TNI,
Salim Pringgo (74), menuntut agar pemerintah mengganti kerugian atas
hak-haknya yang hilang selama ini. Salim, mantan anggota tentara di Kodim
0714, Korem 073/Makutarama Salatiga menderita setelah dituduh terlibat dalam
peristiwa 30 September 1965 dan dihukum penjara selama delapan tahun. Antara
1966-1970, Salim dipenjara di Denpom Salatiga. Kemudian dipindahkan ke
penjara Ambarawa, pada 1970-1974. Namun, ternyata Salim tak terkait dalam
gerakan apapun di seputar 30 September 1965. Berdasarkan surat yang
dikeluarkan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Daerah Jawa
Tengah dan DIY, Nomor: Prin/Teperda/ XI/1974, Salim tidak terbukti terlibat
dan dinyatakan bebas. Namun, pembebasan itu ternyata bersyarat, yakni Salim,
harus menandatangani surat perjanjian yang isinya tidak akan menggugat dan
hak-haknya sebagai pegawai hilang. Salim pun dengan penderitaan yang
dipikulnya, harus menghidupi istri dan sembilan anaknya.

Kisah Salim yang pahit ini bermula antara 1964-1966. Waktu itu,
Salim tengah tugas belajar dengan beasiswa dari Korem 073/Makutarama
Salatiga, di Fakultas Ekonomi, Akademi Pembangunan Nasional (APN)
Yogyakarta. Menginjak tingkat III, ia menjalani KKN (Kuliah Kerja Nyata) di
Pabrik Gula Lestari Kertosono, Jawa Timur.

Tapi, tiba-tiba dia dipanggil, karena dituduh terlibat pemberontakan
G-30-S/PKI. Pada tahun 1966 dia ditahan di Denpom Salatiga sampai tahun
1970, dan dipindah ke penjara Ambarawa tahun 1970-1974. Pada 18 November
1974 dia dinyatakan bebas penuh atas dasar surat perintah untuk membebaskan
penahanan sementara Nomor: Prin/Teperda/XI/1974 dengan pertimbangan tidak
terbukti tersangkut gerakan 30 September. Yang membuat Salim geram adalah
karena pada saat dia dibebaskan, disuruh menandatangani surat perjanjian
yang isinya bahwa Salim Pringgo tidak boleh menuntut atas peristiwa
tersebut, dan sejak bulan Mei 1968 dengan Surat Keputusan Nomor 88/5/68
gajinya distop.

Kini Salim, hanya ingin menuntut haknya yang berhubungan dengan gaji
dan pensiun serta hak atas pemilikan rumahnya yang ada di Jalan Rumah Sakit
No. 19 Salatiga, karena rumah tersebut adalah rumah bekas Belanda yang sudah
diurus kepemilikannya.

Bagaimanapun, Salim bukanlah satu-satunya orang yang mengalami nasib buruk
akibat rangkaian peristiwa di seputar akhir tahun 1965. Ada puluhan, hingga
ratusan ribu orang bukan anggota PKI yang ikut ditahan selama bertahun-tahun
tanpa pengadilan, atau bahkan hilang dan dibunuh. Sekitar 500 ribu orang PKI
menurut Amnesty International, tewas dibantai ketika itu. ***


TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (4)

2000-02-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


BAB IV

KASUS-KASUS UTAMA 

32. KPP HAM memusatkan perhatian pada kasus-kasus utama sejak bulan Januari
sampai dengan bulan Oktober 1999 . Kasus-kasus itu meliputi: pembunuhan di
kompleks Gereja Liquica, 6 April; penculikan enam orang warga Kailako,
Bobonaro 12 April; pembunuhan penduduk sipil di Bobonaro; penyerangan rumah
Manuel Carrascalao, 17 April ; penyerangan Diosis Dili, 5 September ;
penyerangan rumah Uskup Belo, 6 September ; pembakaran rumah penduduk di
Maliana, 4 September ; penyerangan kompleks Gereja Suai, 6 September;
pembunuhan di Polres Maliana, 8 September; pembunuhan wartawan Belanda
Sander Thoenes, 21 September; pembunuhan rombongan rohaniwan dan wartawan di
Lospalos 25 September ; dan  kekerasan terhadap perempuan.

Kasus Pembantaian di kompleks Gereja Liquica. 

33. Pada tanggal 6 April terjadi penyerangan oleh milisi BMP, bersenjata
tajam dan senjata api,   yang didukung aparat Kodim terhadap pengungsi yang
berlindung di kompleks Gereja Liquica. Pengungsi  berasal dari masyarakat
yang ketakutan akibat teror yang dilakukan oleh milisi. Pada peristiwa ini
kurang lebih 30 orang tewas.  Pihak pelaku dari kalangan sipil telah
ditangkap pihak kepolisian, akan tetapi di bebaskan kembali. Sedangkan dari
pihak TNI tidak ada tindakan apapun terhadap anggotanya yang terlibat.  Lima
jenasah yang telah divisum atas upaya kepolisian, kemudian dikuburkan atas
perintah Kodim. Sedangkan jenasah korban lain di buang ke danau Masin atas
perintah Pasukan Rajawali  (TNI AD).   

Kasus pembunuhan   warga Kailako. 

34. Pada tanggal 12 April 1999 terjadi penculikan atau penangkapan
sewenang-wenang  terhadap  6 orang warga yang dilakukan oleh  Koramil
Kailako dan Milisi Halilintar. Keenam orang itu diculik  dan dibawa ke
Koramil Kailako. Di sana mereka ditahan, diinterogasi dan  disiksa. Kemudian
dibawa ke rumah Manuel Soares Gama dan dibunuh.

35. Pada tanggal 12 April 1999 terjadi pembalasan oleh kelompok yang diduga
Falintil dengan melakukan pencegatan rombongan  Manuel Soares Gama dalam
perjalanan dari Maliana ke  Kailako.   Dalam penghadangan itu  3 orang
meninggal termasuk Manuel  Soares Gama, 2 orang korban tewas lainnya adalah
anggota TNI. Sementara itu  4 orang lainnya luka-luka. 

36. Pada tanggal 13 April  terjadi tindakan  pembalasan oleh pihak aparat
TNI dan milisi Halilintar, dengan melakukan penangkapan terhadap 6 Orang
penduduk. Keenam orang tersebut, setelah diintrogasi dan disiksa  di
Koramil, kemudian di eksekusi mati di depan massa pelayat dan jenasah Manuel
Soares Gama.  Tindakan eksekusi itu dipimpin oleh Letkol. TNI Burhanudin
Siagian Dandim Bobonaro, dan Joao da Silva Tavares panglima PPI.  Jenasah
keenam korban dibuang di sungai Marobo.  

Penyerangan rumah Manuel Carrascalao

37. Pada tanggal 17 April 1999 dilakukan apel akbar yang dihadiri sekitar
5000 massa Pro integrasi dari 13 kabupaten di Timor Timur di depan Kantor
Gubernur Timor Timur. Apel itu dalam rangka pengukuhan milisi Aitarak
pimpinan Eurico Guterres. Sebahagian dari arak-arakan milisi menghancurkan
bangunan serta fasilitas kantor Suara Timor Timur. Menjelang sore harinya,
terjadi penyerangan terhadap rumah Manuel Carrascalao oleh milisi yang
terdiri dari Besi Merah Putih dan Aitarak. Korban penyerangan tersebut
adalah para pengungsi dari Liquica, Alas dan Turiscai yang pada saat itu
mencari perlindungan di rumah Manuel Carrascalao serta Manuelito
Carrascalao, putra Manuel Carrascalao. Korban dalam penyerangan ini tewas
sebanyak 15 orang. Sesudah penyerangan sekitar 50 orang pengungsi yang
selamat diangkut oleh polisi ke Polda Timor Timur termasuk keluarga Manuel
Carrascalao dan keluarga tokoh CNRT Leandro Isaac.  

Penyerangan Diosis Dili.

38. Pada tanggal 5 September 1999 situasi kota Dili semakin  memburuk
ditandai dengan rentetan tembakan, pembakaran dan penjarahan. Selama
kekacauan terjadi, selain warga yang berada di jalan untuk mengungsi,
dijumpai pula aparat keamanan yang terdiri dari anggota polisi dan anggota
TNI yang berjaga-jaga. Disamping itu, warga menyaksikan sekelompok milisi
dengan pakaian hitam dengan tulisan Aitarak dan atribut merah putih. Warga
yang berlindung dan mengungsi di Camra Eclesestica (Diosis Dili) diserang
dan kantor Diosis dibakar. Pada peristiwa ini telah jatuh korban sebanyak 25
orang. 

Penyerangan Rumah Uskup Belo

39. Pada tanggal 6 September, seorang perwira TNI berpangkat Letnan Kolonel
masuk ke kediaman Uskup Belo dan memintanya keluar kemudian dievakuasi ke
Mapolda. Setelah Uskup Belo keluar dari kediamannya, kelompok milisi
diantaranya berseragam Aitarak mulai melakukan penyerangan terhadap sekitar
5000 pengungsi yang berlindung di kompleks rumah tersebut. Para pengungsi
dipaksa untuk mengikuti perintah para milisi agar keluar dari halaman
kompleks rumah Uskup Belo disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan, dan
pembakaran. Serangan itu setidaknya berakibat  jatuhnya  korban  2 orang tewas. 
Penghancuran massal dan pembunuhan  di Maliana

40. Pada 

SiaR---ABERSON ANGGAP ADA UPAYA MENGKULTUSKAN MEGAWATI

2000-02-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


ABERSON ANGGAP ADA UPAYA MENGKULTUSKAN MEGAWATI  

JAKARTA, (SiaR, 2/2/2000). Penyelenggaraan HUT PDI Perjuangan pada tanggal
27 Januari lalu masih berbuntut. Banyak pihak menganggap acara itu merupakan
cara kubu Taufik Kiemas untuk meraih dan mempertahankan posisi atau jabatan
di partai, sekaligus sebagai bagian pengkultusan terhadap diri Ketua Umum
Megawati Soekarnoputri. 

Hal ini dinyatakan tokoh PDI Perjuangan Aberson Marle Sihaloho, Rabu (2/2)
ini di Jakarta. Menurut Aberson, ada yang aneh dari penyelenggaraan acara
tersebut, yakni bahwa hari ulang tahun sebenarnya dari partai berlambang
kepala banteng gemuk itu adalah tanggal dimana dideklarasikannya nama PDI
Perjuangan di Kongres Bali.

"Acara tersebut menggunakan tanggal lahir PDI-nya Surjadi. Kelihatan sekali
hal itu dipaksakan hanya untuk mem-fait accompli Mbak Mega dengan cara
disodorkan kesiapannya sebagai kandidat ketua umum," ucap Aberson yang
pernah diadili dengan tuduhan menghina mantan Presiden Soeharto.

Aberson menilai acara HUT tersebut merupakan proyek kerja kelompok interest
tertentu di lingkungan PDI Perjuangan. Ia tak mengelak ketika disebutkan,
bahwa kubu Taufik Kiemas, Roy BB Janis, dan Suparlan sebagai pihak yang
berada di belakang layar dari penyelenggaraan acara tersebut.

Penolakan terhadap upaya pengkultusan terhadap diri Megawati juga
disuarakan oleh para kader muda progresif seperti Haryanto Taslam, dan
aktivis Pius Lustrilanang. Menurut Pius, manuver Eros Djarot yang bersedia
maju sebagai kandidat Ketua Umum partai di dalam kongres mendatang merupakan
bagian dari upaya melawan upaya pihak-pihak tertentu di tubuh PDI Perjuangan
yang coba mengkultuskan Mega.

Pius bahkan berencana untuk menghubungi rekan-rekannya sesama kader muda
PDI Perjuangan untuk bersama-sama merapatkan barisan untuk melawan upaya
pengkultusan yang dilakukan sekelompok kader konservatif.

Eros sendiri mengaku telah membulatkan tekad untuk maju dalam perebutan
kursi Ketua Umum PDI Perjuangan karena dirinya didukung langsung oleh
Megawati. Megawati sendiri, kata Eros, yang menawari dirinya untuk maju
sebagai kandidat. "Bukan saja diketahui tetapi Mbak Mega sendiri yang
menawari saya untuk maju sebagai kandidat," ujarnya.

Menurut Eros, sebulan sebelum terpilih sebagai Wakil Presiden, Megawati
menghubunginya dan menawari dia salah satu jabatan di pemerintahan. Tapi,
Eros menolak, dan menyatakan dirinya hanya akan berkonsentrasi di PDI
Perjuangan saja. Terhadap jawaban Eros tersebut, lalu Mega menawari Eros
kalau-kalau dirinya bersedia untuk maju sebagai salah satu kandidat Ketua
Umum partai.

Sementara itu, seorang narasumber di Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI
mengungkapkan kepada SiaR, sebenarnya majunya Eros merupakan bagian dari
manuver politik Megawati untuk mengetahui secara jelas siapa sebenarnya
kawan sejati di tubuh partai tersebut. Menurut dia, Mega telah membicarakan
rencana pencalonan diri Eros itu secara matang dengan Eros, dan beberapa
tokoh partai yang dipercayainya.

Sedangkan kritik oleh salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan Dimyati
Hartono terhadap kesediaan Megawati untuk dicalonkan kembali sebagai Ketua
Umum partai, menurut sumber tersebut dianggap sebagai tidak murni, dan
berbeda dengan ketulusan yang dilakukan oleh Eros Djarot dan kawan-kawan.
"Ah, itu kan suara dari orang yang punya interes jabatan, tapi ternyata
gagal untuk menjadi menteri di kabinet kemarin," ujar sumber yang kini
menjabat sebagai salah seorang ketua komisi tersebut.***


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



TNI Watch!---GUS DUR MENGGUNAKAN KPP HAM UNTUK MEMECAT WIRANTO

2000-02-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


GUS DUR MENGGUNAKAN KPP HAM UNTUK MEMECAT WIRANTO

JAKARTA, (TNI Watch!, 2/2/2000). Banyak pihak berdecak kagum,
termasuk pemimpin negara-negara Eropa dan AS, atas keberanian Gus Dur
memecat Menko Polkam Jenderal TNI Wiranto. Yang lebih hebat lagi adalah
skenario yang dimainkan Gus Dur. Pandangan yang muncul di masyarakat,
Wiranto dipecat karena rekomendasi KPP HAM, di mana Wiranto patut dimintai
pertanggungjawaban tentang tindak kejahatan terhadap kemanusiaan di Timtim.

Alasan memecat Wiranto karena berdasar rekomendasi KPP HAM, memang
logis. Namun perlu diketahui juga, sebelum laporan KPP HAM selesai, sejak
jauh-jauh hari sebelumnya, Gus Dur memang sudah berniat hendak memecat
Wiranto. Cuma Gus Dur belum menemukan "titik masuk" bagaimana cara memecat
Wiranto dengan cara yang halus "khas" Gus Dur.

Awalnya akan dipakai peraturan pensiun dini, bagi perwira militer
yang berdinas di jabatan sipil (seperti menteri atau gubernur). Rupanya,
setelah peraturan ini dimainkan, dampaknya kurang telak bagi Wiranto. Karena
pensiun dini Wiranto baru berlaku efektif pada April 2000, tenggang waktu
dua bulan ini (Februari dan Maret), dikhawatirkan akan dimanfaatkan Wiranto
beserta jaringannya, untuk membuat manuver, yang jelas akan merepotkan Gus Dur.

Kesempatan untuk mengeliminir Wiranto secara telak, baru datang
tatkala KPP HAM sedang menyiapkan laporan akhirnya di Hotel Milenium,
Jakarta Pusat. Menurut beberapa wartawan yang menguntit kegiatan anggota KPP
HAM, pada saat anggota KPP sedang sibuk menyusun laporan, Jaksa Agung yang
juga mantan Ketua Komnas HAM Marzuki Darusman beberapa kali sempat terlihat
"menengok" anggota KPP di hotel tersebut. 

Apa kepentingan Marzuki datang ke "karantina" KPP HAM itu? Marzuki
datang ke situ, sebagai pembawa pesan Gus Dur, agar anggota KPP HAM tidak
segan-segan untuk menyebut nama pelaku pelanggaran, terutama bagi anggota
TNI. Munculnya dukungan Gus Dur ini, membangkitkan kembali semangat anggota
KPP, yang telah didera kelelahan, setelah berhari-hari bekerja dan berdebat.
Sasaran Gus Dur jelas, agar Wiranto masuk dalam daftar KPP. Karena sejak
awal, nama Wiranto ini menjadi titik kritis, antara disebut atau tidak. Soal
disebut tidaknya nama Wiranto ini, merupakan ujian berat bagi KPP HAM. 

Jadi kalau akhirnya nama Wiranto dan beberapa perwira lainnya
disebut, harus diakui itu merupakan sinergi antara keberanian anggota KPP
HAM dan dukungan dari Gus Dur. Sebagaimana dikatakan anggota KPP HAM Todung
Mulia Lubis, dengan menyebut sejumlah nama perwira TNI, anggota KPP HAM
telah berani menyuarakan hati nuraninya (Kompas, 1/2/2000). Tampaknya
komposisi anggota KPP HAM juga turut menentukan. Komposisi anggota KPP HAM
di Timtim, untungnya tidak diisi oleh anggota Komnas HAM yang konservatif,
seperti Bambang W Suharto, Aisyah Amini, Satjipto Rahardjo dan Sugiri. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



IqrA--HERSRI: BERANI, BERANI, SEKALI LAGI BERANI!

2000-02-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


hersri setiawan:

   surat dari negri Kincir ke negri Danton:
 "berani, berani, sekali lagi berani!"
   
Tentang Yang Telanjang
untuk adikku J.J. Kusni
   
   
Jabat tanganku!
Terimakasih untuk hadiah sajakmu yang kubaca pagi ini -
sebelum minum kopi! Judul sajakmu yang bagus ini "Hari Ini
Orang-Orang Kian Banyak Telanjang". Makna kalimat ini tentu
lain dengan, misalnya, "Hari Ini Kian Banyak Orang-Orang
Telanjang". Jika yang tersebut belakangan itu berarti
pemberitaan darimu, bahwa pada hari ini jumlah Orang Telanjang
kian banyak; maka pada yang tersebut dahulu berisi berita,
bahwa pada hari ini telanjangnya Orang-Orang itu kian banyak.
Yang pertama, jumlah Orang Telanjang yang bertambah. Yang
kedua, taraf ketelanjangan Orang yang meningkat. Yang pertama,
tentang orang bugil atau, dalam istilah Jawa, "nglegena" alias
tanpa sandangan; yang kedua, tentang derajat pembukaan diri.
Barangkali sudah sampai taraf "nglegena", tapi bisa juga belum
sampai taraf "nglegena", melainkan masih mengenakan "pakaian
Tarzan" ...
 Jadi begitulah Kusni, adikku, kesibukan pertama kepalaku
ketika beberapa kali membaca sajakmu barusan tadi. Kupikir,
begitu kesimpulanku, kalimat judul itu benar. Karena yang
ingin kaukisahkan kepadaku ialah proses adaptasi Orang-Orang
terhadap suasana baru, yang terlahir dari pendapatan persepsi
mereka atas suasana itu. Proses itu, di mana dan ke mana pun
pangkal dan juntrungnya, selalu membutuhkan keberanian. Bukan?
 Ya, sama saja, hai kau Didien. Jangan diam dong! Ayo ikut
bicara! Bukan untuk menjadi Danton saja dituntut keberanian -
l'audace, l'audace, encore l'audace! Tapi juga untuk menjadi
Datong Sudiarto, perlu keberanian. Kau masih ingat, Didien,
siapa itu Datong? Itu lho, si Denmas dari Jeron Beteng Jogya
yang jadi cecunguk Satgas Intel Pusat (AD) klas kakap itu!
Juga untuk punya Semangat Surabaya (10 November 1945) dituntut
keberanian! Kata Pak Sumarsono, Jendral 10 November itu,
terheran-heran sendiri sekarang: "Lho! Saya dulu kok berani
begitu ya?" Bukan saja untuk bersemangat Surabaya dituntut
keberanian, tapi juga untuk mengikuti jejak Sura Bledhèg,
gembong MMC itu, diperlukan nyali yang besar dan menyala-
nyala.
 Karena itu tulisanku untuk menerimakasihi hadiah sajakmu
pagi ini kujuduli seperti tertulis di atas, dan selanjutnya
aku pun ingin menuturkan kembali dua cerita pendek tentang
"telanjang". Nanti simpulkanlah sendiri, mau ke mana juntrung
- kalau istilah Al Kitab: "nas"-nya - dari kisah-kisahku di
bawah ini.
  ***
Alkisah.
Dahulu kala, jauh sebelum aku jatuh hati sama Lekra, aku
membaca sebuah brosur. Bersampul hijau berformat tanggung,
tapi buah tulisan seniman yang tak tanggung-tanggung:
S.Sudjojono. Judulnya pun tak tanggung-tanggung: sangat
meyakinkan. Meyakinkan diri si Penulis, meyakinkan bakal para
pembacanya. Judul brosur ini ialah, "Kami tahu, ke mana seni
lukis Indonesia hendak kami bawa." Panjang sebagai judul. Tapi
jelas dan tegas. Orang tidak akan berwayuh-arti membacanya.
(Kupakai istilah "wayuh-arti", karena "ambigu" buat telingaku
kok terlalu asing dan tidak sedap! Boleh kan, aku mengusulkan
istilah baru? Semangat Demokrasi kan tidak hanya harus hidup
dalam pembangunan dunia politik, tapi juga dalam pembangunan
kebahasaan?).
 Tipis brosur itu, tapi kaya isinya.
 Selain mengkaji jejak langkah perjalanan sejarah
senilukis Indonesia yang telah liwat, lalu mengantisipasi yang
bakal datang - seperti judulnya sudah menjanjikan - juga
berisi uraian sederhana tapi meyakinkan tentang filsafat
keindahan. Seniman kampiun ini menyimpulkan, dalam kata-
kataku, "apa yang bagus menurut tangkapan pancaindera, tidak
selalu indah." Ia lalu ajukan contoh yang polemis: Tidak usah
jadi Orang* untuk bisa memilih bunga indah, jadilah serangga
saja tak akan salah pilih!
 Selanjutnya S.Sudjojono tiba pada kesimpulan akhir: "Yang
indah tidak selalu benar, tapi yang benar selalu indah." Untuk
menunjang dalilnya itu, ia lalu berkisah sebagai contoh:  Ia
biasa melihat pemandangan: Bocah laki-laki sekitar 4 tahun
didandani pakaian jendral, lengkap dengan pet dan pedang serta
sepatu lars. Apakah itu indah? Itu pertanyaan oratoris yang
dijawabnya sendiri: Tidak! Keindahan bocah 4 tahun, ialah
katanya, jika ia justru bertubuh kotor berlumpur, ingus
sentrap-sentrup keluar-masuk lubang hidung, dan berlarian
bebas di pelataran dengan telanjang bulat. Mengapa itu indah?
Karena itulah kebenaran anak umur empat tahun!
 Ketelanjangan yang indah. Ketelanjangan yang benar.
Ketelanjangan yang polos, yang lahir dari jatidiri sendiri.
Sebaliknya "keindahan" di balik busana sang jendral adalah
buah rekayasa dari luar, siapa atau apa pun dia itu bentuknya.
Di sini rasa "berani" atau "tidak berani" tidak ikut tampil
sebagai unsur pernyataan. Tapi yang terjadi ialah: kesalahan
persepsi yang 

IqrA--JJK: HARI INI ORANG-ORANG KIAN BANYAK TELANJANG

2000-02-02 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


JJ.KUSNI:

HARI INI ORANG-ORANG KIAN BANYAK TELANJANG

( Cerita kepada kakangku Hersri Setiawan)

tidak cukupkah airmata, darah mengalir dan tumpah tahun demi tahun
tidak cukupkah bantingan demi bantingan kembara dipaksa
--tanda bahwa kita menolak jadi budak dan emoh menyerah--
--tanda bahwa hidup bukan sekedar makan bagai babi atau hewan piaraan--
--tanda kita sanggup menertawakan maut bagi satu nilai
harga yang tak diperdagangkan--
berkilah dan berkilah bukanlah membungkuk
yang tidak jadi kita punya tradisi ketika kita sudah memilih makna
ketika pilihan ditetapkan kita sanggup memberontaki menginjak ajal
ya kita injak bukan kita yang diinjak!

sungguh aku menyesal dan tak bisa faham
mengapa mesti membungkuk
mengapa mesti mencampakkan diri
mengapa mesti mengingkari diri
meraung dan melolong padahal jalan kita tak berujung
apakah kepikunan
apakah perasaan tak bisa dikendalikan makna
o, mengapa tidak katakan
aku adalah aku
aku yang mencari
aku yang mencintai 
dan cintaku tak terbeli
lagi pula tak dijual, bung!

mendengar kata-katamu
aku sungguh tak paham
mengapa kau menyembah
sesuatu yang tak layak disembah
kerna hak tetap hak
manusia tetap manusia
mengapa kau membuat diri sia-sia
kulihat kau tak lagi menghargai darah dan airmata
tak menghargai diri-sendiri
mencuekkan sekian korban
mencuekkan tanahair
dan republik
demi kekerdilan jiwa
selembar kertas usang
padahal kebenaran patut ditegakkan
konsiliasipun dibangun di atas kebenaran
konsiliasi bukan dibangun di atas keburaman
menggadokan benar dan salah
hitam dan putih

di sinilah makna
di sinilah hidup
ditakar
di sinilah
hari depan
hari ini
dihitung 
sedangkan pengecut
sedangkan pembunuh
dan para perampok 
gemetar diajak berhitung

baik, baiklah kawan
katakan apa yang mau kau katakan
tapi jangan lagi menjual merek
-- karena akupun tak lagi perduli--
-- karena merek lebih berguna dijual -beli--
cinta sejati memang diukur waktu
juga diri dan makna hidup
sedang kata-kata
lebih banyak jadi racun
perisai melindungi kepalsuan

terakhir ingin kukatakan
kalah
kita bisa kalah
tapi menyerah
adalah pilihan
ketahanan
dan kesetiaan
kalah
ketika kalah
kita sering telanjang
sekarang
kitapun 
telanjang

Perjalanan, 2000

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--TIWI: Re: SiaR--SURAT PEMBACA: TENTANG PENGEMUDI TAKSI PEMERKOSA

2000-02-01 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


From: Endah Triwijati [EMAIL PROTECTED]

Re: SiaR--SURAT PEMBACA: TENTANG PENGEMUDI TAKSI PEMERKOSA

Saya sependapat dengan pandangan pak Amir Sidharta. Siapapun yang bekerja
di media massa sudah selayaknya selalu menyadari bahwa dia punya posisi
yang kuat untuk membentuk pola berpikir masyarakat, dan oleh karenya dia
pun harusnya kritis terhadap  kerangka pikir maupun sistem nilai yang dia
pegang. 

Sungguh tampak betapa kita, orang Indonesia, yang tak jarang mengatakan
bahwa mereka sangat menghargai Ibu (simak saja Ibu Pertiwi, Ibu Kota
dstnya), sebenarnya mungkin hanya menghargai posisi itu, tetapi bukan
"perempuan"-nya yang tak bisa dilepas begitu saja dari atribut itu.

Tiwi

On Mon, 31 Jan 2000, SiaR News Service wrote:

 Date: Mon, 31 Jan 2000 10:28:30 -0700
 From: SiaR News Service [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: SiaR--SURAT PEMBACA: TENTANG PENGEMUDI TAKSI PEMERKOSA
 
 Precedence: bulk
 
 
 Redaksi Yth.,
 
 Ada sesuatu yang sangat mengganggu dalam pembahasan tentang pemerkosaan
 dalam taksi yang disiarkan Jakarta News FM 97.4, hari Minggu, 30 Januari
 2000 menjelang pk. 19:00. Dalam siaran itu, seorang penyiar perempuan
 mengatakan bahwa pemerkosa taksi yang kejadiannya baru berlalu beberapa hari
 sebelumnya padahal sudah mempunyai 5 orang anak. Rekannya, penyiar laki-laki
 yang bernama Dono menanyakan apakah di antara lima anak itu ada yang
 perempuan, dan ternyata penyiar perempuannya tidak mengetahui apa ada di
 antara anak pemerkosa itu ada yang perempuan. Lalu, penyiar Dono mengatakan
 bahwa pasti dia punya istri, tapi kalau ada anaknya yang perempuan,
 seharusnya dia berpikir untuk tidak melakukan pemerkosaan.
 
 Namun, setelah itu, ada pernyataan dari penyiar Dono yang saya anggap
 aneh. Katanya, "kalau istri yang diperkosa, tinggal diceraikan. Tapi kalau
 anak gimana, masa mau tidak diakui anaknya itu?!"
 --deleted--

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MateBEAN--KPP-HAM: SIARAN PERS

2000-02-01 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


SIARAN PERS KPP-HAM DI TIMOR TMUR

1. KPP HAM dalam memformulasikan laporan ini berikut kesimpulannya  yang
akan diserahkan kepada Komnas HAM telah mempertimbangkan dengan seksama
semua penemuan di lapangan, keterangan para saksi, korban dan pelaku serta
pihak-pihak lain, laporan-laporan dan dokumen-dokumen resmi maupun tidak
resmi dan berbagai informasi lainnya. KPP HAM mempertimbangkan semua laporan
dan bahan-bahan termasuk dari UNTAET dan INTERFET berdasarkan penyelidikan
mereka sendiri.

2. Sebagai akibat berbagai keterbatasan waktu, sarana dan prasarana serta
upaya pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti, maka
temuan-temuan KPP HAM baru  menggambarkan sebagian dari pelanggaran hak
asasi manusia yang terjadi. 

3. KPP HAM telah berhasil mengumpulkan fakta dan bukti yang  menunjukkan
indikasi kuat bahwa telah terjadi  pelanggaran berat hak asasi manusia  yang
dilakukan secara terencana, sistematis serta  dalam skala  besar dan luas
berupa  pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa,
kekerasan terhadap perempuan dan anak (termasuk di dalamnya perkosaan dan
perbudakan seksual),  pengungsian paksa, pembumihangusan dan  perusakan
harta benda yang kesemuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 

4. KPP HAM juga menemukan bukti kuat tentang terjadinya penghilangan dan
perusakan barang bukti yang merupakan satu tindak pidana.

5. Dari seluruh fakta dan bukti-bukti tersebut KPP HAM tidak menemukan
adanya kejahatan genosida.

6. Fakta dan bukti-bukti itu juga menunjukkan  bahwa aparat sipil dan
militer termasuk kepolisian  bekerja sama dengan milisi telah menciptakan
situasi dan  kondisi yang mendukung terjadinya kejahatan terhadap
kemanusiaan, yang dilakukan oleh aparat sipil, militer, kepolisian dan
kelompok milisi. 

7. Kekuatan kelompok milisi dengan nama yang berbeda-beda dalam setiap
lokasi secara langsung atau tidak langsung dibangun atas landasan
pembentukan kelompok  perlawanan rakyat (WANRA), keamanan rakyat (KAMRA) dan
Pasukan Pengamanan Swakarsa (PAMSWAKARSA) yang secara langsung dan tidak
langsung dipersenjatai, dilatih, didukung dan  didanai oleh aparat sipil,
militer dan kepolisian.

8. Bentuk perbuatan (types of acts) dan pola (pattern)  kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah  sebagai berikut:

Pembunuhan massal
· Pembunuhan massal yang menimbulkan banyak korban penduduk sipil dilakukan
dengan sistematik dan kejam   yang  terjadi di berbagai tempat. Pembunuhan
massal tersebut pada umumnya terjadi di tempat-tempat perlindungan seperti
misalnya di gereja, kantor polisi  dan markas militer.  Tindakan ini
dilakukan dengan menggunakan senjata tajam dan senjata api oleh kelompok
milisi bersama dan atau dengan dukungan  aparat militer atau dibiarkan
terjadinya oleh aparat militer dan kepolisian.

Penyiksaan dan penganiayaan.
· Penyiksaan dan penganiayaan dilakukan dalam  skala besar, luas dan
sistimatik terhadap penduduk sipil yang Pro-kemerdekaan. Penyiksaan dan
penganiayayaan terjadi dalam berbagai momen yakni  sebelum pembunuhan
dilakukan dan setelah penangkapan-penangkapan sewenang-wenang untuk
tujuan-tujuan memeras informasi dari korban. Dalam beberapa kasus,
penyiksaan dan penganiayaan juga terjadi secara spontan di saat penyerangan
di rumah-rumah korban. Pada masa pengungsian, penyiksaan dan penganiyaan
kerap dilakukan terhadap korban yang diidentifikasi sebagai mahasiswa,
pelajar dan anggota CNRT.

Penghilangan paksa 
9. Penghilangan paksa terjadi seiring dengan pola-pola sebagai berikut.
Pertama dalam rangka rekruitmen anggota milisi. Hilangnya sejumlah warga
sipil  merupakan akibat penolakan mereka untuk dijadikan anggota milisi.
Kedua, penghilangan paksa juga terjadi sebagai usaha penundukkan terhadap
warga pendukung kemerdekaan. Ketiga, penghilangan paksa terhadap sejumlah
korban dari kalangan mahasiswa dan warga pendukung kemerdekaan juga
dilaporkan terjadi sebagai kelanjutan dari aktivitas milisi di tempat-tempat
pengungsian.
Perbudakan seksual dan perkosaan

10. Perbudakan seksual dan perkosaan terjadi di rumah, markas militer dan
tempat-tempat pengungsian baik sebelum dan sesudah jajak pendapat.
Pembumihangusan

11. Aksi pembumihangusan dilakukan sebelum dan setelah  hasil jajak pendapat
diumumkan  terhadap rumah-rumah penduduk dan berbagai kantor pemerintah dan
bangunan lainnya  Sebelum jajak pendapat,  pembumihangusan dilakukan
terutama terhadap rumah-rumah penduduk yang diduga Pro-kemerdekaan. Aksi ini
meningkat dalam intensitas dan skala penyebarannya setelah hasil jajak
pendapat diumumkan sehingga mencakup perusakan bangunan dan harta benda
lainnya di hampir seluruh wilayah Timor Timur.
Pemindahan dan pengungsian paksa

12. Teror dan intimidasi sebelum jajak pendapat telah mengakibatkan
terjadinya pengungsian penduduk ke tempat-tempat yang dianggap aman seperti
misalnya gereja dan daerah perbukitan.  Setelah hasil jajak pendapat
diumumkan terjadi pemindahan dan pengungsian paksa secara besar-besaran

MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (1)

2000-02-01 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


RINGKASAN  EKSEKUTIF
LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
  DI TIMOR TIMUR

Jakarta, 31 Januari 2000

BAB I

PENDAHULUAN

1. Setelah Pemerintah RI mengeluarkan dua opsi pada tanggal  27 Januari 1999
menyangkut masa depan Timor Timur yaitu menerima atau menolak otonomi
khusus, maka pada tanggal 5 Mei 1999 di New York  ditandatangani perjanjian
antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Portugal di bawah payung PBB,
tentang penyelenggaraan jajak pendapat di Timor Timur termasuk pengaturan
tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. 

2. Sejak opsi diberikan, terlebih setelah diumumkannya hasil jajak pendapat,
berkembang berbagai bentuk tindak kekerasan yang diduga merupakan
pelanggaran berat hak asasi manusia.

3. Menyikapi kenyataan tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia
(Komnas HAM) pada tanggal 8 September 1999 mengeluarkan pernyataan yang
dalam butir pertama berbunyi "bahwa perkembangan kehidupan masyarakat di
Timor Timur pada waktu itu telah mencapai kondisi anarki dan
tindakan-tindakan terorisme telah dilakukan secara luas baik oleh perorangan
maupun kelompok dengan kesaksian langsung dan pembiaran oleh unsur-unsur
aparat keamanan". 

4. Masyarakat nasional maupun internasional sangat prihatin dengan situasi
yang terjadi di Timor Timur bahkan Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Geneva
pada tanggal, 23 - 27 September 1999 menyelenggarakan special session
mengenai situasi di Timor Timur. Special session tersebut adalah yang
keempat diadakan sejak komisi ini dibentuk 50 tahun yang lalu. Ini
menunjukkan  betapa seriusnya penilaian dunia internasional terhadap masalah
pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur. Special Session tersebut
mengeluarkan Resolusi 1999/S-4/1 yang menuntut kepada pemerintah Indonesia
agar antara lain: dalam kerjasama dengan Komnas HAM menjamin bahwa
orang-orang yang bertanggung jawab atas tindak kekerasan dan pelanggaran
sistematis terhadap hak asasi manusia akan diadili. Resolusi tersebut juga
meminta kepada Sekjen PBB untuk membentuk komisi penyelidik internasional
dengan komposisi anggota yang terdiri dari ahli-ahli dari Asia, dan
bekerjasama dengan Komnas HAM Indonesia, serta mengirimkan pelapor khusus
tematik ke Timor Timur.

5. Sementara itu Komnas HAM telah membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran
HAM di Timor Timur (KPP-HAM) pada tanggal  22 September 1999 dengan Surat
Keputusan  No.770/TUA/IX/99, kemudian disempurnakan dengan Surat Keputusan
No.797/TUA/X/99 tanggal, 22 Oktober 1999, dengan mengingat Undang-undang
No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan PERPU No.1 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, serta mempertimbangkan bahwa situasi hak asasi
manusia di Timor Timur pasca jajak pendapat semakin memburuk.

6. Mandat KPP-HAM adalah mengumpulkan fakta, data dan informasi tentang
pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur yang terjadi sejak Januari 1999
sampai dikeluarkannya Penetapan MPR pada bulan Oktober 1999 yang mensahkan
hasil jajak pendapat. Penyelidikan dikhususkan pada kemungkinan terjadinya
genosida, pembunuhan massal, penganiayaan, pemindahan paksa, kejahatan
terhadap perempuan dan anak-anak serta  politik bumi hangus.  KPP HAM juga
bertugas menyelidiki keterlibatan aparatur negara dan atau badan-badan
lain. Masa kerja KPP HAM terhitung  sejak 23 September 1999 sampai akhir
Desember 1999, yang kemudian diperpanjang hingga 31 Januari 2000 dengan SK
Ketua Komnas HAM No.857/TUA/XII/99 tanggal 29 Desember 1999.

7. Wewenang KPP-HAM berdasarkan Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Pasal 89 (3) dan Perpu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia Pasal 10 dan 11 adalah: melakukan penyelidikan dan pemeriksaan
terhadap dugaan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur,
meminta keterangan pihak-pihak korban, memanggil dan memeriksa saksi-saksi,
mengumpulkan bukti dan memeriksa berbagai tempat termasuk bangunan yang
perlu bagi penyelidikan dengan persetujuan Ketua Pengadilan. Di samping itu,
KPP-HAM berwenang memeriksa dan meminta dokumen-dokumen instansi yang
diperlukan bagi penyelidikan dengan persetujuan Ketua Pengadilan, memberikan
perlindungan bagi saksi dan korban serta mengolah dan menganalisa fakta yang
ditemukan untuk kepentingan penuntutan dan publikasi.

8. Laporan hasil penyelidikan oleh KPP HAM diserahkan kepada Komnas HAM dan
selanjutnya Komnas HAM menyerahkan kepada Kejaksaan Agung guna penyidikan
dan penuntutan  ke Pengadilan Hak Asasi Manusia.
9. KPP HAM terdiri dari 9 orang anggota, 5 orang anggota  Komnas HAM dan 4
orang aktivis hak asasi manusia. Dalam menjalankan tugasnya, KPP-HAM dibantu
oleh tim asistensi terdiri dari:  13 orang asisten penyelidik,  14 orang
anggota sekretariat dan 3 orang nara sumber. Dalam perkembangannya seorang
anggota dari Komnas HAM mengundurkan diri karena menjadi Jaksa Agung.

10. Untuk melaksanakan tugasnya, KPP-HAM menyusun prosedur dan 

MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (2)

2000-02-01 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


BAB II

TIMOR TIMUR PASCA OPSI: KETERKAITAN APARAT PEMERINTAH SIPIL DAN MILITER
DENGAN MILISI

15. Kekerasan di Timor Timur menguat setelah militer Indonesia memasuki
wilayah tersebut sejak tahun 1975 dengan pembentukan dan penggalangan sipil
bersenjata yang dikemudian hari disebut WANRA. Sebagain dari tenaga-tenaga
tersebut diorganisir ke dalam TNI  melalui program militerisasi atau milsas
dan digaji sebagai tentara reguler.  Milsas  oleh para pejabat tinggi
militer di Jakarta disebut sebagai anggota TNI putra daerah dan mereka hanya
bertugas di Timtim dalam membantu operasi TNI di Timor Timur, dan elit dari
kelompok Pro-integrasi dijadikan pejabat birokrasi. Contohnya adalah Joao
Tavares - Bupati Bobonaro sekaligus pemimpin satuan Halilintar. 

16. Situasi Timor Timur setelah adanya dua opsi dari pemerintah Indonesia
mengalami perubahan-perubahan yang spesifik. Perjanjian New York 5 Mei 1999,
memberi peluang bagi pengamat Internasional untuk mengamati pelanggaran hak
asasi manusia serta pemenuhan kewajiban pemerintah Indonesia untuk menjaga
keamanan dan perdamaian. Dalam waktu yang bersamaan muncul berbagai
kebijakan politik dan keamanan,  yang memperkuat kelompok-kelompok sipil
bersenjata yang dikenal sebagai milisi dan meningkatnya bentuk-bentuk
kekerasaan,  serta munculnya reaksi dari kelompok masyarakat
Pro-kemerdekaan. Rangkaian kekerasan ini berlangsung seiring dengan
kebutuhan penggalangan pemenangan otonomi khusus.

17. Setelah tawaran opsi, dikembangkan pula satuan-satuan milisi yang
digalang  dari kalangan muda. Menurut laporan Pangdam Udayana Mayjen Adam R.
Damiri kepada Menko Polkam dinyatakan bahwa kelompok Pro-integrasi dimotori
oleh para pemuda yang mendirikan organisasi cinta merah putih.
Laporan-laporan lainnya menyebutkan para pemuda yang membentuk organisasi
cinta merah putih tersebut sebelumnya adalah anggota Gada Paksi atau Garda
Muda Penegak Integrasi yang dihimpun, dilatih dan dibiayai oleh Kopassus
tahun 1994-1995. Eurico Guterres pemimpin milisi Aitarak di Dili adalah
tokoh dalam Gada Paksi ini. Kelompok-kelompok milisi itu kemudian bergabung
ke dalam Pasukan Pejuang Integrasi dengan panglimanya Joao Tavares dan
wakilnya Eurico Guterres serta Kastafnya Herminio da Costa da Silva.
Kelompok-kelompok pro integrasi ini  menurut keterangan para Bupati dan
Gubernur Timor Timur disebut Pam Swakarsa. Keberadaan milisi Pro-integrasi
diakui oleh Jenderal TNI Wiranto dan dituangkan dalam Rencana Menghadapi
Kontinjensi. 

18. Sebagai tindak lanjut pengakuan terhadap milisi Pro-integrasi terjadi
penggalangan massa besar-besaran yang melibatkan aparat militer di berbagai
tingkat. Tujuannya adalah untuk mematahkan dominasi kelompok Pro-kemerdekaan
dan sekaligus menggalang dominasi kelompok Pro-integrasi dalam masyarakat. 

19. Dari sejumlah fakta diketahui bahwa  jelas ada keterkaitan antara milisi
Pro-integrasi dan militer, dan sebagian besar pimpinan dan personil inti
milisi adalah para anggota Kamra, Wanra, Milsas, Gada Paksi, Hansip dan
anggota TNI-AD. Mereka dilatih dan dipersenjatai dengan jenis SKS, M16,
Mauser, G-3, granat dan pistol di samping diberi senjata peninggalan
Portugis. Dari kesaksian yang diperoleh KPP-HAM, dropping senjata pernah
dilakukan dari tangan Komandan Satgas Tribuana dan Kodim Suai kepada
kelompok milisi. Hubungan lain juga terungkap dalam operasi-operasi atau
patroli-patroli yang mereka lakukan bersama.

20. Dukungan aparat TNI AD, terhadap operasi-operasi yang dilakukan, telah
berakibat tidak berfungsinya institusi kepolisian untuk melakukan tindakan
hukum dalam kasus-kasus kekerasan, seperti dalam kasus penyerangan Gereja
Liquisa. 

21. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa: pertama, terdapat hubungan dan
keterkaitan yang kuat antara aparat TNI, Polri serta birokrasi sipil dengan
milisi; kedua, kekerasan yang terjadi di Timor Timur  mulai pasca pengumuman
pemberian Opsi hingga pasca pengumuman jajak pendapat bukan diakibatkan oleh
suatu perang saudara melainkan hasil dari suatu tindakan kekerasan yang
sistematis.

(BERSAMBUNG)

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



MateBEAN--KPP-HAM: RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR (3)

2000-02-01 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


BAB III

POLA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA: KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN

22. Berdasarkan fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian dari berbagai
pihak, KPP HAM tak hanya menemukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai
pelanggaran berat hak asasi manusia atau 'gross violation of human rights'
yang menjadi tanggungjawab negara (state responsibilities), namun dapat
dipastikan, seluruh pelanggaran berat hak asasi manusia itu dapat
digolongkan ke dalam universal jurisdiction. Yaitu mencakup pembunuhan,
pemusnahan, perbudakan, pengusiran dan pemindahan paksa serta lain-lain
tindakan tidak manusiawi terhadap penduduk sipil, ini adalah pelannggaran
berat atas hak hidup (01: the right to life), hak atas integritas jasmani
(02: the right to personal integrity), hak akan kebebasan (03: the right to
liberty) hak akan kebebasan bergerak dan bermukim (05: the right of movement
and to residance), serta hak milik (13: the right to  property) sebagaimana
tampak dalam Tabel berikut.
Pembunuhan massal dan sistematis

23. Terdapat cukup banyak keterangan dan bukti-bukti, telah terjadi berbagai
tindak kekerasan dan upaya pembunuhan terhadap sejumlah orang atas dasar
alasan-alasan politik maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya, berlangsung
kejam dan brutal serta extra-judicial. Kasus pembunuhan itu terjadi di
pemukiman penduduk sipil, di gereja, termasuk di penampungan pengungsi di
markas militer dan polisi. 

Penyiksaan dan Penganiayaan

24. Hampir dalam setiap kasus tindak kekerasan yang dilakukan anggota TNI,
Polri dan  milisi, terdapat bukti-bukti tentang penyiksaan dan penganiayaan
terhadap penduduk sipil yang memiliki keyakinan politik berbeda. Sebelum
proses jajak pendapat, penganiayaan dilakukan oleh milisi terhadap warga
sipil yang menolak untuk bergabung atau menjadi anggota milisi. Sesudah
pengumuman jajak pendapat, penganiayaan merupakan bagian dari tindakan teror
dan ancaman pembunuhan yang terjadi dalam setiap penyerangan, penyerbuan dan
pemusnahan prasarana fisik, termasuk berbagai kasus penyergapan terhadap
iring-iringan pengungsi.

Penghilangan Paksa

25. Penghilangan paksa (enforced disappearances) terjadi sejak diumumkannya
dua opsi. Warga penduduk sipil yang berseberangan keyakinan politiknya telah
diintimidasi, diancam dan dihilangkan. Penghilangan paksa ini dilakukan oleh
kelompok-kelompok milisi yang diduga memperoleh bantuan dari aparat keamanan
dengan cara menculik atau menangkap untuk kemudian beberapa di antaranya
dieksekusi seketika (summary execution).

Kekerasan berbasis Gender

26. Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang dihimpun oleh KPP-HAM
menyangkut penyiksaan, pemaksaan perempuan di bawah umur melayani kebutuhan
seks para milisi, perbudakan seks dan perkosaan. Perkosaan terhadap
perempuan Timor Timur memiliki bentuk: (a) seorang pelaku terhadap satu
perempuan, (b) lebih dari satu pelaku terhadap satu perempuan, (c) lebih
dari satu pelaku terhadap sejumlah perempuan secara bersamaan di satu
lokasi, dan (d) penggunaan satu lokasi tertentu di mana tindak perkosaan
dilakukan secara berulang kali. 

Pemindahan penduduk secara paksa 

27. Keterangan dan bukti-bukti yang diperoleh oleh KPP HAM menunjukkan
terdapat dua pola pemindahan penduduk sipil secara paksa. Yaitu pengungsian
yang  terjadi sebelum jajak pendapat karena intensitas kekerasan yang
meningkat sebagai akibat dari pembentukan kelompok-kelompok milisi. Sesudah
pengumuman hasil jajak pendapat, milisi dan anggota TNI, Polri, melakukan
tindakan kekerasan dan memaksa penduduk meninggalkan pemukimannya.

Pembumihangusan

28. KPP HAM di Timor Timur telah menemukan bukti bahwa telah terjadi suatu
pengrusakan, penghancuran dan pembakaran secara massal, terencana dan
sistematis di berbagai kota seperti Dili, Suai, Liquisa, dll.
Pembumihangusan ini dilakukan terhadap rumah-rumah penduduk, kebun dan
ternak, toko, warung, penginapan dan gedung-gedung perkantoran, rumah
ibadah, sarana pendidikan, rumah sakit, dan prasarana umum lainnya, serta
instalasi militer maupun polisi. Diperkirakan tingkat kehancuran mencapai
70-80%.

Pola umum tindak kekerasan

Unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan di atas menunjukan suatu proses
kerja sistematik yang lahir dari suatu  perencanaan. Hal ini dapat dilihat
dari pola berikut:

29. Tahap setelah pengumuman opsi
· Pembentukan dan pengaktifan kembali kelompok sipil bersenjata yang
dimobilisasi atas nama kelompok Pro-integrasi dan keamanan.
Kelompok-kelompok tersebut berada  dibawah koordinasi langsung pihak TNI. 
· Memobilisasi kekuatan milisi untuk mendukung kekuatan Pro-integrasi
dilakukan dengan menerapkan politik teror. Tindakan-tindakan tersebut
dilakukan oleh aparat militer, Polri, birokrasi sipil dan milisi, berupa
pembunuhan, penghilangan dan  pengungsian paksa. 
· Tindakan memobilisasi kekuatan milisi tersebut seiring dengan adanya
berbagai kebijakan pimpinan TNI dan Menko Polkam, yang sangat berkepentingan
terhadap penciptaaan kondisi, bagi kepentingan pemenangan pro 

TNI Watch!---JENDERAL WIRANTO DAN MAYJEN SJAFRIE LOLOS DARI REKOMENDASI KPP HAM

2000-01-31 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


JENDERAL WIRANTO DAN MAYJEN SJAFRIE LOLOS DARI REKOMENDASI KPP HAM

JAKARTA, (TNI Watch!, 31/1/2000). Hari ini (Senin, 31/1) KPP HAM
telah merampungkan tugasnya, dalam melakukan penyelidikan soal dugaan
pelanggaran HAM oleh anggota TNI. Laporan hasil penyelidikan KPP HAM, hari
ini juga langsung diserahkan kepada Kejaksaan Agung, untuk disidik lebih
lanjut. Siapa-siapa nama perwira yang dianggap terlibat dalam tindak
pelanggaran HAM di Timtim, masih simpang-siur, terutama nama perwira pada
strata pati (jenderal).

Namun Ketua KPP HAM Albert Hasibuan, sempat juga menyebut beberapa
nama, setelah didesak para wartawan. Nama yang sempat disebut Albert adalah:
Jenderal TNI Wiranto, Mayjen TNI Adam Damiri, Mayjen TNI Zacky Anwar,
Brigjen TNI Tono Suratman, Brigjen Pol Timbul Silaen dan Brigjen TNI M Nur
Muis. Karena ucapan Albert itulah, hingga beredar kabar bahwa ada enam
jenderal, yang disebut-sebut dalam laporan KPP HAM. Soal nama enam jenderal
tersebut, sudah beredar luas di masyarakat, karena telah diberitakan di
radio dan televisi swasta.

Kalau memang itu nama-nama yang diucapkan Albert, sebenarnya hanya
lima jenderal, karena Nur Muis belum masuk strata pati, ia masih berpangkat
Kolonel. Sampai sekarang Nur Muis masih berstatus Danrem 164/Wira Darma,
yang berkedudukan (sementara) di Kupang, sambil menunggu likuidasi
kesatuannya (Korem 164). Sementara nama Mayjen TNI Sjafrie Sjamsudin sama
sekali tak disebut-sebut.

Menurut kabar yang beredar di kalangan wartawan, nama Wiranto berada
pada kategori "kesalahan" yang berbeda dengan lima perwira lain yang disebut
Albert. Dengan kata lain, beban kesalahan Wiranto lebih ringan ketimbang
jenderal-jenderal yang lain. Kalau keempat jenderal tersebut dan Kol Nur
Muis masuk dalam kategori "terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan
(crime against humanity)", sementara Wiranto masuk kategori "pihak yang
harus diminta pertanggungjawabannya". 

Selain perwira-perwira di atas, ada beberapa nama perwira lain yang
masuk kategori "terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan", antara lain
adalah: Lettu Inf Sugito (Danramil Suai), Lettu Sutrisno (Kasi Intel Kodim
Bobonaro), Letkol Kav Burhanuddin Siagian (Dandim Bobonaro), Letkol Inf
Sudrajat (Dandim Los Palos), Letkol Inf Yakraman Yagus (Danyon 744/Satya
Yuda Bakti), Letkol Inf Jacob Joko Sarosa (Danyon 745/Sampada Yuda Bakti),
Pratu Luis (personel Yonif 744/Satya Yuda Bakti), Kapten Inf Tatang
(Dankipan B Yonif 744, bedakan dengan Letkol Inf Tatang Zaenudin yang juga
diperiksa KPP HAM), Letkol Inf Yayat Sudrajat (Komandan Satgas Intel
Tribuana Kopassus), dan Lettu Yacob (Staf Kodim Liquisa). Selain itu ada
nama perwira lain, namun sudah dalam status pejabat sipil, yaitu Kol Inf
Herman Sediono (Bupati Covalima).

Masuknya Kol Inf M Nur Muis dalam daftar laporan KPP HAM, sedang
Mayjen TNI Kiki Syahnakri (mantan Panglima Darurat Militer) dan Kol Inf
Geerhan Lantara (mantan Komandan Sektor Dili) tidak masuk daftar, sedikit
menimbulkan tanda tanya. Karena Kol Nur Muis baru dilantik sebagai Danrem
164/Wira Darma pada 13 Agustus 1999, hanya sehari sebelum periode kampanye
dalam rangka jajak pendapat. Pada periode kampanye, situasinya memang sudah
panas. Jadi posisi Kol Nur Muis sudah serba sulit. Seharusnya status Kol Inf
Nur Muis disamakan dengan Mayjen Kiki dan Kol Inf Geerhan Lantara, yaitu
sama-sama tidak perlu masuk daftar rekomendasi KPP HAM. Salah informasi soal
pangkat Nur Muis di atas, yang dikira sudah Brigjen, bisa jadi merupakan
pertanda baik bagi Kol Inf Nur Muis. Bahwa tak lama lagi, ia akan
dipromosikan sebagai Brigjen.

Kemudian bagi Letkol Inf Yayat Sudrajat, Letkol Kav Burhanuddin
Siagian, Letkol Inf Yakraman Yagus, dan Letkol Jacob Djoko Sarosa,
penyebutan nama mereka oleh KPP HAM, mudah-mudahan dapat dijadikan
pengalaman berharga, yang justru semakin mematangkan mereka. Mereka adalah
perwira berusia relatif muda (lulus Akmil antara 1981 sampai 1984), yang
sangat potensial. Kalau seorang perwira menengah (Mayor), dipercaya sebagai
Komandan Yonif 744 atau Yonif 745, pada dasarnya ia adalah seorang perwira
yang baik.

Menurut informasi yang kami terima, mantan Gubernur Timtim Jose
Osorio Abilio Soares dan beberapa mantan Bupati, juga masuk daftar
rekomendasi KPP HAM. Para mantan Bupati itu adalah: Dominggos Soares (Bupati
Dili), Leoneto Martins (Liquisa), Guilherme dos Santos (Bobonaro), Edmundo
da Silva (Los Palos).

Nama lain yang masuk daftar rekomendasi KPP adalah para Komandan
milisi, seperti Eurico Gutteres (Aitarak), Olivia Moruk (Laksaur), Martinus
(Komandan Kompi Laksaur), Joni Marquez (Tim Alfa), Manuel Sousa (Besi Merah
Putih), dan Joao Tavarez (Halilintar). ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, 

TNI Watch!---MANTAN KEPALA BIA DIDUGA TERLIBAT PEMBUNUHAN MARSINAH

2000-01-31 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


MANTAN KEPALA BIA DIDUGA TERLIBAT PEMBUNUHAN MARSINAH 

SURABAYA, (TNI Watch!, 31/1/2000). Mantan Kepala Badan Intelijen
ABRI, Mayjen TNI Farid Zainuddin, dituntut agar diperiksa sehubungan dengan
dibukanya kembali kasus pembunuhan aktifis buruh Surabaya, Marsinah sekitar
enam tahun silam. Para penuntut itu adalah Komite Solidaritas untuk Marsinah
(KSUM, konsorsium LSM pembela Marsinah). Jendral lainnya yang dituntut
adalah Mayjen TNI Haris Sudarno, mantan Panglima Kodam Brawijaya ketika
Marsinah dibunuh. Selain itu juga mantan Komandan Detasemen Intel Kodam
V/Brawijaya dan mantan Komandan Korem Surabaya, Soetarto.

Farid Zainuddin, ketika Marsinah dibunuh adalah Kepala Staf Kodam
V/Brawijaya. Ia diduga keras terlibat, atau setidak-tidaknya mengetahui
terjadinya pembunuhan Marsinah. Namun, setelah kasus itu, Farid malah naik
pangkat menjadi mayor jendral dan menjabat posisi penting di tubuh ABRI,
yakni Kepala BIA. Setelah itu, ia malah ditunjuk Soeharto jadi anggota
Fraksi ABRI di DPR-RI periode 1998-2003.

Komandan Den Intel Kodam V/Brawijaya dituntut dipanggil karena
markasnya dipakai menyiksa para terdakwa kasus Marsinah. Sementara, KSUM
juga meminta Pomdam V/Brawijaya agar memanggil 27 aparat (dari TNI dan
polisi) yang terlibat dalam penyiksaan para terdakwa. ***

___
TNI Watch! merupakan terbitan yang dimaksudkan untuk mengawasi prilaku TNI,
dari soal mutasi di lingkungan TNI, profil dan catatan perjalanan
ketentaraan para perwiranya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan, politik TNI, senjata yang digunakan dan sebagainya. Tujuannya
agar khalayak bisa mengetahuinya dan ikut mengawasi bersama-sama.


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



LataR (31/1/2000) GAJAH DENGAN GAJAH BERLAGA, ORANG MALUKU MATI DI TENGAH

2000-01-31 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


LataR (31/1/2000) GAJAH DENGAN GAJAH BERLAGA, ORANG MALUKU MATI DI TENGAH
Oleh George J. Aditjondro 

Tradisi TNI untuk merekayasa kerusuhan sosial, dan secara sefihak
berusaha menggemboskan dinamika masyarakat sipil yang sudah ada dengan
menciptakan atau mendukung organisasi-organisasi baru yang berkiblat pada
kepentingan tentara, semakin relevan saat ini. 

Belakangan ini, setelah ABRI terpaksa meninggalkan bumi Timor Loro
Sa'e yang sudah mereka jarah selama hampir seperempat abad, dan setelah
kesuksesan untuk menghapus doktrin dwifungsi ABRI begitu mempengaruhi
legitimasi sosial rezim Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri,
cara-cara lama untuk mengobarkan 'konflik horizontal' semakin digalakkan. 

Sudah lebih dari setahun, penduduk kepulauan Maluku, yang baru saja
dipecah dua menjadi propinsi Maluku yang berpusat di Ambon dan propinsi
Maluku Utara yang berpusat di Ternate, terlibat dalam 'perang saudara'
antara kaum Muslimin dan Nasrani. Korban jiwa sudah mencapai 2.000 jiwa,
cukup tinggi untuk kepulauan yang hanya berpenduduk dua juta jiwa. 

Sesudah berita bisik-bisik selama setahun, apa yang sudah lama
tersebar di internet akhirnya mencuat juga ke media umum. Rangkaian
kerusuhan antar kelompok agama di Maluku -- yang kini sudah merembet ke
Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa -- dipicu dan terus
diberi amunisi oleh sejumlah provokator yang dibiayai oleh keluarga dan
sejumlah kroni Suharto. Begitulah hasil pantauan sosiolog asal Halmahera,
Thamrin Amal Tomagola, yang juga dosen FISIP UI, serta dua organisasi
hak-hak asasi manusia, KONTRAS dan Komnas HAM. Sinyalemen itu semakin
santer, setelah Komnas HAM menemukan dokumen-dokumen palsu di jalan-jalan di
kota Ambon yang berisi hasutan perang antar agama, setelah beberapa kejadian
berdarah di sana (Sydney Morning Herald , 15 Januari 2000). 

Tiga orang provokator di Maluku yang banyak disebut-sebut adalah
Butje Sarpara, Dicky Wattimena dan Yorris Raweyai. Sarpara adalah seorang
bekas guru di Maluku Utara, yang pernah juga menjabat sebagai kepala Dinas
Agraria di Jayapura (kini: Port Numbay) di Papua Barat. Kolonel Wattimena
adalah seorang bekas anggota PASWALPRES yang pernah menjabat sebagai
Walikota Ambon. Yorris Raweyai, adalah wakil ketua Pemuda Pancasila, dan
akrab dengan Bambang Trihatmodjo, putera kedua bekas Presiden Suharto 
(Jakarta Post , 18 Januari 2000; Sydney Morning Herald , 19 Januari 2000). 

Para provokator itu tentunya tidak bekerja sendirian. Lebih-lebih
Yorris Raweyai, yang resminya bertempat tinggal di Jakarta, tapi bersama
ketuanya, Yapto Suryosumarno juga diberitakan terlibat adu domba antar
kelompok etnis di berbagai propinsi lain, misalnya di Kalimantan Barat, di
mana kelompok etnis Melayu dan Dayak -- yang tahun lalu sama-sama angkat
senjata melawan migran Madura -- kini sudah mulai terlibat konflik berdarah
(SiaR, 16 April 1999). 

Di Ambon sendiri, para provokator itu tinggal "menggosok"
kelompok-kelompok pemuda brandalan (gang ) yang Nasrani maupun yang Muslim
untuk memicu pertempuran. Kelompok-kelompok itu sendiri, pada gilirannya
juga punya "boss" di Jakarta, yang pada gilirannya berusaha "merayu"
anak-anak Suharto untuk mendukung mereka. 

Kelompok brandal Nasrani bernama Cowok Keristen, disingkat Coker,
bermarkas di gereja Protestan Maranatha. Di Jakarta, koneksi mereka adalah
dua orang pemuda Maluku Kristen, Milton Matuanakota dan Ongky Pieters.
Kelompok pemuda Maluku Kristen itu menguasai pusat perbelanjaan, lapangan
parkir, dan sarang judi di Jakarta Barat Laut. Setelah peristiwa Ketapang di
Jakarta, bulan November 1998, ratusan anakbuah Milton dan Ongky hijrah ke
Ambon. 

Lawan kelompok Milton dan Ongky di Jakarta adalah Ongen Sangaji,
aktivis Pemuda Pancasila yang juga koordinator satu kelompok mahasiswa
Muslim Maluku. Anggota kelompok ini banyak direkrut dalam PAM Swakarsa yang
dikerahkan oleh Pangab Jenderal Wiranto dan Pjs. Presiden Habibie untuk
membentengi gedung parlemen dari para mahasiswa yang menentang Sidang
Istimewa MPR, bulan November 1998. Sementara Ongen dikabarkan punya hubungan
dekat dengan Bambang Trihatmodjo, Milton dikabarkan lebih dekat dengan Siti
Hardiyanti Rukmana (van Klinken, n.d.; HRW 1999: 8). 

Konflik berdarah di Maluku itu tentu saja tidak hanya melibatkan
berbagai tokoh sipil serta bekas walikota Ambon itu. Tentara -- dan polisi
-- aktif juga dicurigai Tamagola terlibat dalam kegiatan kasak-kusuk
berdarah ini. Makanya dia berpendapat, bahwa ujung-ujungnya, jaringan
provokator itu juga punya hubungan dengan bekas Menhankam dan Pangab
Jenderal Wiranto (Sydney Morning Herald , 19 Januari 2000). 

Tiga oknum anggota TNI/Polri berhasil diamankan petugas yang sedang
melakukan razia pembatasan jam ke luar malam di Ambon, Sabtu malam, 15
Januari lalu. Ketiga oknum tersebut adalah; satu orang anggota Kopassus dan
dua anggota Polri. "Diamankannya tiga orang aparat itu 

SiaR--SURAT PEMBACA: AL-CHAIDAR BUKANLAH AKTIVIS PARTAI KEADILAN

2000-01-31 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


From: [EMAIL PROTECTED]
Date: Mon, 31 Jan 2000


AL-CHAIDAR BUKANLAH AKTIVIS PARTAI KEADILAN

Assalaamu Alaikum Wr, Wb,

Rupanya  Allah  sayang  kepada para anggota, aktivis, dan simpatisan Partai
Keadilan.  Sebab  dengan  munculnya  berita tersebut, ada kesempatan secara
resmi  untuk  membuat  pernyataan  bahwa  AL  CHAIDAR  BUKAN AKTIVIS PARTAI
KEADILAN.  Seluruh elemen Partai Keadilan dari DPP, DPW, DPD, DPC, dan DPRA
yang  menyebar  di  seluruh  Indonesia  bisa membuat kesaksian bahwa mereka
tidak  kenal  dengan  Al  Chaidar..   Mereka yang punya e-mail silahkan
kirim  ke  Detik  Com  dan  Republika  atau cc-kan tulisan ini kepada kedua
sumber berita tersebut.

Saya,  Aus  Hidayat  Nur,  salah  seorang  pendiri  Partai Keadilan. Mantan
Pembina  Wilayah  dan kini Kepala Biro Luar Negeri tidak pernah mengenal Al
Chaidar  sebagai aktivis Partai Keadilan. Mungkin saja ada orang-orang luar
mengaku  sebagai  aktivis  Partai  Keadilan  tetapi  bila tindakannya tidak
sesuai  dengan  visi  dan  misi  Partai,  dia  tidak bisa dikaitkan sebagai
aktivis  Partai.  apalagi  untuk  acara  sebesar Aksi Sejuta Ummat .  Jadi,
sungguh besar kedustaan yang dibuat oleh kedua sumber berita itu!!.

Wassalaamu Alaikum Wr, Wb,

Aus Hidayat Nur
Ka Biro Luar Negeri Partai Keadilan

--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: SKANDAL KEPOLISIAN

2000-01-30 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000
--

SKANDAL KEPOLISIAN

(LUGAS): Donny Hendrian, 32, salah satu terdakwa pengedar 4 kg sabu dan
7.000 butir pil ekstasi, terheran-heran. Pasalnya, jaksa dan saksi dari
kepolisian dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu
(27/1), tidak menyinggung sedikit pun nama Agus Isrok. Padahal, waktu
ditangkap ia bersama-sama dengan Letda Agus Isrok. Keheranan itu semakin
bertambah setelah penuntut umum dalam dakwaannya dan pernyataan saksi justru
memunculkan nama Deky Setiawan, yang sama sekali tidak dikenalnya. 

Saksi  Lettu Saleh Patimura dari Polres Jakbar mengaku hanya memeriksa Deky
Setiawan dan menemukan empat plastik berisi kristal (sabu) serta tiga butir
ekstasi. 

Namun anehnya, ketika dikejar oleh Johanes W selaku penasihat hukum Donny
Hendrian, Saleh mengakui bahwa foto yang dimuat di majalah Tempo edisi 16-22
Agustus 1999 sebagai Deky. Padahal foto tersebut adalah Agus Isrok.

Nama Deky adalah nama rekaan polisi untuk anak Jenderal Subagyo itu
alamatnya pun, polisi juga asal comot saja. Alamat Deky yang disebutkan di
Perumahan Dago Blok A I Bandung, Jawa Barat adalah alamat ngawur. Rumah itu
ditempati mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Dan Ketua RT maupun
satpam Perumahan Dago Bandung mengaku tidak mengenal nama Deky. 

Pengingkaran atas keterlibatan  Wakil Komandan Detasemen 441 Grup IV
Kopassus ini, sebenarnya sudah lama tercium gelagatnya.  Agus tertangkap
basah ketika polisi menggerebek Hotel Travel, Jakarta Barat pada 8 Agustus
1999. Saat itu ia bersama teman-temannya sedang transaksi sabu-sabu. Dari
tangan Agus, polisi menyita barang bukti 7.000 butir pil ekstasi dan 4 kg
sabu-sabu. 

Namun, setelah ditangkap dan ditahan di Polres Jakarta Barat, Kapolda Metro
Jaya Mayjen Noegroho Djayusman memerintahkan Kapolres Jakarta Barat Letkol
Adjie Rustam Ramdja untuk mengantarkan pulang Agus Isrok ke kediaman KSAD di
Kompleks Pati Jl Gatot Subroto. Setelah itu tidak ada lagi proses
selanjutnya oleh kepolisian. Sementara teman-temannya yang tertangkap
bersamaan, hingga kini tetap meringkuk di tahanan.

Peristiwa pelepasan Agus Isrok berakibat semakin menurunnya moralitas
kepolisian di mata masyarakat. Kondisi itu diperparah dengan terbongkarnya
sejumlah keterlibatan aparat dalam peredaran narkoba. Sudah terdapat ratusan
aparat penegak hukum terlibat dalam kasus peredaran dan pemakaian narkoba.
Akibatnya, masyarakat kini bertindak sendiri-sendiri, menggantikan peran
aparat  bahkan bisa lebih dari itu. Bahaya (*)

-
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


--
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html



SiaR--XPOS: SIAPA PENSIUNAN JENDERAL ITU GUS?

2000-01-30 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000
--

SIAPA PENSIUNAN JENDERAL ITU GUS?

(POLITIK): Gus Dur menuding, sejumlah pensiunan jendral dan pengusaha jadi
dalang kerusuhan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Presiden Gus Dur membuat kejutan lagi. Kali ini soal pernyataannya tentang
keterlibatan sejumlah pensiunan jendral dan usahawan Orde Baru dalam
berbagai kerusuhan di Indonesia kepada sebuah harian Australia. Kendati
demikian, Presiden menolak menyebut salah satu nama saja di antara mereka.
Pernyataan Gus Dur ini tampaknya serius. Kalau dulu, tuduhannya kepada
sejumlah orang, hanya berdasar laporan orang-orang NU dan kenalan intelnya
yang informasinya terbatas, kini kualitas tuduhan Gus Dur tampaknya lebih
baik. Maklum, ia kini Presiden, yang membawahi Badan Koordinasi Intelijen
Negara (BAKIN) pimpinan perwira intel senior, Letjen TNI Arie J. Kumaat. Gus
Dur, juga punya akses ke Badan Intelejen Strategis (BAIS), yang bisa setiap
saat memberi informasi, sejelek apapun ke meja Gus Dur. 

Toh begitu, dulu, tuduhan Gus Dur pada seseorang bukannya tanpa dasar, dan
seringkali dinyatakan dalam inisial. Misalnya, ketika belum menjadi
presiden, ia pernah mengatakan Mayjen "K", adalah dalang kerusuhan Ambon.
Lalu, Mayjen Kivlan Zen, kawan Letjen Prabowo, merasa dituduh dan ia
mengunjungi Gus Dur. Gus Dur pun membantah yang ia maksud adalah Kivlan.
"Yang saya maksud adalah Mayjen Kunyuk," kata Gus Dur kala itu. Bahwa,
Kivlan merasa tertuduh, sebenarnya itulah tujuan Gus Dur. Orang akan
bertanya mengapa Kivlan merasa tersinggung. Lalu, Gus Dur pernah menuduh
orang berinisial ES terlibat dalam rekayasa pembantaian orang-orang
Nahdlatul Ulama di Banyuwangi, Jawa Timur. Eggy Sudjana, aktifis Islam yang
dekat dengan Cendana dan belakangan Habibie, merasa tertuduh. Ia pun
mengunjungi Gus Dur, dan membantah tuduhan itu. Gus Dur, pun lagi-lagi hanya
tertawa. "Yang saya maksud itu Eyang S,"  ujar Gus Dur. Nah, mengapa Eggy
merasa dituduh? Itu yang akan membuat publik makin percaya, Eggy adalah
sumber masalah.

Kini yang paling mutakhir, Gus Dur menuding, ada sejumlah pensiunan jendral
dan usahawan Orde Baru yang bikin kacau negeri ini. Kalai ini, Gus Dur tak
memberi inisial. Khusus mengenai identitas usahawan itu, disebut mereka
adalah usahawan yang kini tak bisa mengeruk keuntungan lagi karena tiadanya
fasilitas. Dalam hal ini, Gus Dur lebih maju, mungkin ini adalah nasehat
para perwira intelnya. 

Tak sulit sebetulnya mengira-ngira, siapa yang dimaksud Gus Dur. Para
pensiunan jendral itu, pasti kelompok jendral yang merasa terancam dengan
situasi politik sekarang, terutama karena pemerintah Gus Dur yang tak akan
melindungi kejahatan kelompok jendral ini di masa lalu. Kalau mau disebut
nama, pensiunan jendral yang paling utama adalah Jendral (Purn) Soeharto,
mantan presiden, yang terancam diadili karena sejumlah kejahatannya. Lalu,
siapa kelompok jendral di belakang Soeharto? Ingat, ada Jendral (Purn)
Hartono, mantan KSAD, yang dulu disinyalir sebagai perancang kerusuhan
Situbondo yang menghanguskan puluhan rumah ibadah dan merenggut sejumlah
nyawa. Hartono adalah orang yang setia pada Soeharto, dan apa yang kini
dilakukannya, orang tak tahu. Hartono sendiri punya anak buah, misalnya
Mayjen (Purn) Robik Mukav dan lain-lain. Selain Soeharto dan pendukungnya,
ada juga pensiunan jendral yang terancam. Sebut saja: Jendral (Purn) L.B.
Moerdani dan Jendral (Purn) Try Sutrisno, yang kerap dianggap
bertangungjawab terhadap pembantaian Tanjung Priok, Letjen (Purn) Syarwan
Hamid yang dituduh dalam eksekusi massal ratusan penduduk Aceh Utara. Lalu,
ada Jendral (Purn) Feisal Tanjung yang bertanggungjawab pada penyerbuan
Kantor DPP PDI, Jakarta, 27 Juli 1996 yang menyebabkan puluhan kader PDI pro
Megawati tewas dan hilang.

Lalu, siapa yang dimaksud Gus Dur dengan usahawan yang bekerja bersama para
pensiunan jendral itu? Lagi-lagi, harus disebut anak-anak Soeharto. Mereka
tak lagi bisa menikmati fasilitas yang dulu dimiliki. Dan, mereka terancam
diadili juga untuk kejahatan-kejahatan ekonomi dan koprupsi. Selain
anak-anak Cendana, tentu ada sejumlah kroni, seperti Bob Hasan dan
lain-lain. Masalahnya cuma, mampukah intelijen Pemerintah membongkarnya.
Sebenarnya tak sulit. Cukup dengan mengamati, apa saja kegiatan anak-anak
Cendana dan kawan-kawannya, Soeharto dan para pensiunan jenderal yang
dimaksud. sadap teleponnya, ikuti selama dua puluh empat jam, catat dengan
siapa saja mereka bertemu, kalau bisa diketahui apa yang dibicarakan. Dalam
beberapa bulan, taruhan bisa dikumpulkan bukti-bukti. Masalahnya, apakah
struktur intelijen kita sudah steril? Apakah tak ada orang-orang mereka,
yang setiap kali membocorkan rencana intelijen? Kalau intelijen kita tak
steril, ya susah untuk menjaga negeri ini. Jadi, langkah yang harus

SiaR--XPOS: KELUARGA KRONI SOEHARTO DI HUTASN INDONESIA

2000-01-30 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000
--

KELUARGA  KRONI SOEHARTO DI HUTASN INDONESIA

(POLITIK): Total lahan yang dikuasai oleh keluarga dan kroni Soeharto
berjumlah 4,130 juta hektar. Tindak lanjut dari Menhutbun masih ditunggu.

Jadilah seperti Soeharto, mantan presiden dan penguasa 32 tahun Republik
Indonesia, apabila ingin memonopoli areal hutan dan lahan di Indonesia.
Tampaknya, pernyataan tersebut ada benarnya. Coba saja bayangkan luasnya
areal dan lahan hutan yang pernah dikuasai oleh keluarga Soeharto dan para
kroninya ketika berkuasa. 

Menurut hasil penelusuran Tim Penanggulangan KKN Pada Departemen Kehutanan
dan Perkebunan (Dephutbun), yang dibentuk oleh mantan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan  Muslimin Nasution, total areal dan lahan hutan yang dikuasasi
oleh perusahaan putra-putri, menantu, cucu, keluarga dekat dan kroni
Soeharto diperkirakan berjumlah 4,130 juta hektar. Wow!

Total jumlah tersebut meliputi lahan yang dikuasai oleh perusahaan milik
Keluarga Cendana dalam hak pengusahaan hutan (HPH) seluas 2,263 juta hektar,
hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) 1,627 juta hektar, perkebunan
seluas 224.893 hektar, dan kawasan hutan untuk kawasan industri, permukiman
dan wisata seluas 14.287,36 hektar. 

Namun seraya dengan jatuhnya Soeharto akibat demonstrasi besar-besaran
mahasiswa Indonesia, 21 Mei tahun lalu, kejayaan keluarga dan kroni Soeharto
sebagai "tuan tanah" sudah berakhir. Setelah ditelanjangi oleh Tim bentukan
Muslimin Nasution, kini giliran Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Menhutbun)
Nur Mahmudi Ismai'l akan menindak-lanjuti secara yuridis kasus monopoli yang
berbau korupsi kolusi dan nepostisme (KKN) tersebut. 

Tabel: 1
Tabel Perusahaan HPH yang Dikuasai Kroni
---
Nama Perusahaan HPH Penguasaan
Lahan (hektar)
---
Kategori HPH
1. PT Bumi Pratama Usaha Jaya56.000
2. PT Rejosaribumi   57.090
3. Grup HPH Karya Delta:
   a. Eks PT Mantikei40.000
   b. Eks PT Dacridium (Kalteng) 80.000
4. PT Rante Mario   114.000
5. PT IFA   248.100
6. PT International 262.573
   Timber Corp. Ind.
7. PT Duta Rendra   215.000
   Mulya Sejahtera
8. PT Harapan Kita Utama138.000
9. PT Melapi Timber 150.000
10. PT Wahana Sari Sakti100.000
11. PT Hanurata (Kaltim)151.600
12. PT Penambangan  44.786
13. PT Hanurata (Irian Jaya):
a. Jayapura 188.500
b. Sorong   471.570

Kategori HPHTI
1. PT Maharani Rayon Jaya   206.800
2. PT Okaba Rimba Makmur283.500
3. PT Eucalyptus298.900
   Tanaman Lestari
4. PT Musi Hutan Persada296.400
5. PT Sinar Kalbar Raya  72.315
6. PT Adindo Hutani Lestari 201.281
7. PT Menara Hutan Buana268.585
---

"Tunggu saja tanggal mainnya. Nanti kita tindak lanjuti. Sabar saja." ujar
Nur Mahmudi Isma'il, pekan lalu. Nur Mahmudi juga berjanji tidak akan
pandang bulu untuk membawa mereka yang betul-betul terbukti melakukan KKN.
"Pokoknya, kami tidak akan pandang rambut," ujarnya.

Bukti KKN yang dilakukan Soeharto kepada keluarga dan kroninya itu terungkap
lewat Nota Dinas No. 372/RHS-III/Sekr-3/99 tertanggal 17 Desember 1999, yang
dikeluarkan Inspektorat Jenderal (Irjen) Dephutbun Soentoro kepada
Menhutbun. Sepanjang tahun 1994-1997, KKN tersebut dijalani oleh keluarga
Soeharto dan kroni-kroninya. Adapun Nota Dinas Sekjen Dephutbun itu
merupakan tindak lanjut dari laporan yang pernah disampaikan oleh ICW.

Tabel 2:
Kategori Perusahaan Perkebunan
---
Nama Perusahaan Perkebunan  Penguasaan
Lahan (hektar)
---
1. PT Rejosaribumi (IV)122,93 (HGU)
2. PT Rejosaribumi (III)   751 (HGU)
3. PT Rejosaribumi (III)   413 (HGU)
4. PT Tridan Satria 27.000 (PPUB)
   Putra Indonesia
5. PT Gunung Madu Plant 17.208,90 (HGU)
6. PT Maharani Puricitra17.000 (PPUB)
   Lestari
7. PT TIdak Kerinci Agung   18.433 (HGU)
8. PT Multigambut Industri  23.045 (HGU)
9. PT Prakarsa Tani Sejati  16.079 (HGU)
10. PT Sweet Indo Lampung   25.435 (HGU)
11. PT Indo Lampung Perkasa 21.401 (HGU)
12. PT Gula Putih Mataram   18.000 (HGU)
13. PT Humpuss Graha Nabati  5.000 (PPUB)
14. PT Mandala Permai  535,80 (HGU)
15. PT Gunung Sinaji 6.000 (PPUB)
16. PT Putraunggul Sejati/
PT Trali Gula Timtim26.000 (PPUB)
17. PT Musi Rindang Wahana   7.020 (HGU)
18. PT Citra Lamtorogung Persada 1.585,36
19. PT Pemuka Sakti Manis Indah 18.643

SiaR--XPOS: MEMBUKA LUKA LAMA

2000-01-30 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000
--

MEMBUKA LUKA LAMA

(POLITIK): Cara berpikir Orde Baru masih merasuki para elit politik
Indonesia. Rekonsiliasi nasional akan sulit dicapai.

Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja Ny Amirmachmud mengeluarkan
pernyataan bahwa Marzuki Darusman merupakan anak salah seorang anggota PKI.
Ny Amirmachmud mengatakan bahwa Marzuki adalah anak dari Maruto Darusman,
orang PKI yang membunuh Hamid, kakak ipar Amirmachmud. (Menurut sejumlah
sumber, Maruto adalah paman Marzuki -Red.) Ny Amir menceritakan, sejak
suaminya masih menjabat ketua DPR/MPR, konon selalu mengawasi gerak-gerik
Marzuki yang waktu itu juga menjadi anggota DPR. Sehingga sampai saat ini Ny
Amir meyakini kebenaran itu, karena yang ngomong suaminya sendiri. Oleh
karenanya, ia tidak takut menghadapi gugatan balik, jika Marzuki tidak
terima dengan pernyataan tersebut. Maklum, Amir merupakan sekutu baiknya
Soeharto dalam membawa lembar sejarah Indonesia selama 32 tahun belakangan
ini. Ia ketika menjadi Menteri Dalam Negeri membuat larangan untuk para
anggota PKI dan keluarganya masuk dalam profesi dokter, guru, pegawai negeri
dan sebagainya. 

Benar tidaknya tuduhan Ny Amir sebenarnya bukan menjadi masalah. Justru
sebaliknya, pemikiran mengungkit-ungkit masalah lama, dengan cara
mengkait-kaitkan seseorang dengan PKI adalah tradisi Orde Baru untuk
membunuh lawan-lawan politiknya. Setiap orang yang menonjol di masyarakat
selalu dicari-cari kaitan-kaitannya dengan para anggota PKI (sebuah
organisasi massa yang memikul tuduhan sebagai organ pemberontak 1965).
Padahal, peristiwa 1965 sendiri masih perlu dikaji ulang kebenaran dan
pelakunya. Bahkan waktu jamannya Soeharto (mungkin juga masih berlaku saat
ini), seseorang yang akan masuk sebagai anggota legislatif, tentara, pegawai
negeri, maupun pejabat di lingkungan swasta, selalu ada persyaratan lulus
litsus (penelitian khusus) atau screening keterpengaruhan dengan ideologi
PKI. Mereka harus "bersih diri" dan "bersih lingkungan", sebuah idiom yang
sangat mematikan waktu itu. 

Ternyata sekarang, di jaman reformasi yang sedang berharap akan terjadi
rekonsiliasi nasional, persoalan ini masih saja muncul. Sebelum Ny
Amirmachmud mempersoalkan Marzuki Darusman, seorang anggota DPRD II Bantul
Yogyakarta juga bernasib sama seperti Marzuki.

Suyitno, seorang anggota DPRD FPDI-P Yogyakarta dipersoalkan keanggotaan
dewannya karena diduga sebagai anggota Pemuda Rakyat, Ormas Pemuda underbouw
PKI. Bahkan isu ini menjadi seolah sangat penting dan genting, sehingga
pihak DPRD harus melakukan rapat tertutup yang dihadiri Sospol Gunung Kidul
dan Camat Paliyan, tempat tinggal Suyitno. Sejumlah pihak melontarkan kritik
keras atas "keteledoran" PDI-P yang bisa meloloskan Suyitno hingga dilantik
sebagai anggota DPRD. Dan anehnya lagi, orang-orang PDI-P yang semula
diharapkan bisa membawa angin rekonsiliasi oleh orang-orang PKI tidak
bersikap soal Suyitno ini. Sebaliknya mereka beramai-ramai ikut angin,
menyudutkan Suyitno. 

Hantu PKI, ternyata masih dipertahankan sampai saat ini. Karenanyalah,
sejumlah aktifis Partai Golkar dan PBB di DPR menolak tuntutan pencabutan
Tap MPRS Nomor XXV/1966 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme dan Marxisme
serta partai beraliran komunis di Indonesia, apa pun alasan yang mendasari
tuntutan itu. Alasannya, mereka menganggap Tap MPRS 25/1966 merupakan harga
mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Begitu pula Fraksi Partai Bulan
Bintang (FPBB) mendesak Pemerintah segera menghentikan dan membatalkan upaya
mengundang kembali sejumlah oknum yang dikenal sebagai tokoh-tokoh penganut
paham dan ajaran komunisme/marxisme-leninisme yang sejak peristiwa G30S/PKI
pada tahun 1965 banyak yang menetap di Eropa dan tak berani pulang ke Tanah Air.

Adapun alasan PBB ini sebenarnya sangat tidak masuk akal, karena didasarkan
pada Tap MPR no XXV/MPRS/1966 yang sedang dalam pembicaraan akan dicabut.

"FPBB berpendapat, sikap dan langkah Pemerintah tersebut sangat tidak tepat
dan bertentangan dengan Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 mengenai larangan
terhadap ajaran dan gerakan komunisme/marxisme, serta jiwa Pasal 107 a, b,
c, d, e, dan f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," kata Ketua FPBB Ahmad
Sumargono.

Gogon menyatakan ajaran komunisme/ marxismeleninisme sudah berkali-kali
terbukti membahayakan keselamatan bangsa.

"Dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan, ajaran tersebut terbukti
selalu menjelmakan diri dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang menentang.
Bahkan merusak prinsip-prinsip demokrasi serta asas dan sendi kehidupan
beragama," ujar Sumargono, yang juga Pelaksana   Harian Komite Indonesia
untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI).

Karena itu FPBB juga sangat menentang keras usulan yang menginginkan
ketetapan MPRS mengenai pelarangan ajaran komunisme 

SiaR--XPOS: JABATAN POLITIK?

2000-01-30 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000
--

JABATAN POLITIK?
Oleh: Poetranegara

(OPINI): Ketika Menteri Keuangan Bambang Sudibyo mengatakan bahwa jabatan
menteri adalah jabatan politik, selayaknya kita bertanya politik yang
bagaimana? Bila politik dilihat sebagai arena merengkuh dan membagi
kekuasaan jelas kita akan selalu berbincang tentang basis legitimasi
kekuasaan. Karena, siapapun yang berkuasa harus punya basis legitimasi yang
kuat. Soal siapa yang memberi legitimasi, dalam politik lazimnya ada tiga
basis: otokrasi, oligarki, dan demokrasi. Dalam otokrasi, basis legitimasi
ada di tangan satu orang, biasanya seorang raja atau penguasa yang otoriter.
Dalam oligarki, legitimasi ada di tangan beberapa orang seperti pemerintahan
presidium atau triumvirat. Sedang dalam demokrasi, kita semua tahu,
legitimasi kekuasaan ada di tangan rakyat.

Jabatan politik yang dimaksudkan Bambang Sudibyo itu tentu soal menteri yang
dipilih karena pertimbangan politik, bagi-bagi kekuasaan. Bukan jabatan
profesional, yang berdasar pada pertimbangan jenjang karier dan
profesionalitas sang menteri. Lalu darimana legitimasi Bambang Sudibyo bisa
jadi menteri? Jelas ia adalah hasil dari politik oligarki. Semua
menteri-menteri hasil dari politik oligarkinya Gus Dur, Megawati, Amien
Rais, Akbar Tanjung, dan Wiranto. Demokrasi yang diperjuangkan selama
gelombang reformasi kemarin telah dikebiri oleh para elit politik sekarang
ini. Dalam hitungan waktu pendek, politik demokrasi telah menciut jadi
oligarki dan akhirnya otokrasi. Mari kita lihat.

Pertama yang terjadi adalah demokrasi langsung (oleh rakyat) menjadi
demokrasi perwakilan. Amien Rais, Megawati, Akbar Tanjung bisa jadi anggota
DPR karena dipilih oleh massa partai mereka. Gus Dur maju karena maunya
golongan NU sedangkan Wiranto maju karena maunya sendiri sebagai pemegang
komando TNI. Boleh dibilang cuma Wiranto-lah yang jadi anggota DPR secara
tidak demokratis.

Nah setelah pemilu lewat, demokrasi langsung lewat pula diganti demokrasi
perwakilan. Gus Dur dan Mega bisa jadi presiden dan wapres, Amien bisa jadi
ketua MPR dan Akbar bisa jadi ketua DPR, itu karena politik demokrasi
perwakilan. Anggota DPR yang memilih mereka bukan rakyat, namanya juga
perwakilan. Demos (rakyat) telah menciut dari rakyat banyak ke wakil-wakilnya.

Tahap kedua terjadi penciutan kembali dari politik demokrasi perwakilan ke
politik oligarki ketika memilih menteri. Nah disitulah Bambang Sudibyo
terpilih karena dijagokan Amien Rais dan diterima oleh empat elit yang lain.
Basis legitimasi Bambang Sudibyo bukan dari rakyat, bahkan bukan dari rakyat
PAN sekalipun (banyak orang PAN tidak kenal).

Nah, ketika ia memilih Cacuk Sudarjanto dari Partai Daulat Rakyat jadi ketua
BPPN dan menyodokkannya ke Gus Dur, ia telah melakukan politik otokrasi. Di
situ masuklah kita ke tahap ketiga di mana politik oligarki telah diciutkan
lagi menjadi otokrasi.

Kalau logika berpikir bahwa menteri adalah jabatan politik diterima, wah
bisa terlibas demokrasi yang diangankan oleh rakyat Indonesia. Akibatnya pun
bisa sangat buruk. Pertama, kita tidak punya satu cetak biru bagaimana
membangun kembali Indonesia. Ini bisa terjadi bila terjadi pergantian
menteri. Jaman Soeharto yang komando tertingginya saja sama, tiap ganti
menteri bisa ganti kebijakan, apalagi di jaman sekarang ada pembatasan masa
jabatan presiden. Kedua, sulit dibagun suatu koordinasi antar direktur
jendral dan antar menteri. Loyalitas pada atasan eksekutif bisa dikalahkan
oleh loyalitas pada bos partai atau patron politiknya. Bambang Sudibyo
sendiri adalah contoh yang sangat "baik", betapa ia lebih sering memberi
laporan kepada Amien Rais daripada kepada Gus Dur. Lantas kapan Indonesia
bisa keluar dari krisis kalau posisi-posisi eksekutif diisi oleh jabatan
politis?

Jalan keluarnya adalah suatu sistem triaspolitica dengan karakter kekuasaan
yudikatif (peradilan) yang independen, kekuasaan legislatif yang demokratis,
dan rekrutmen eksekutif dengan mekanisme meritokrasi.

Kekuasaan legislatif yang dipegang DPR, semua anggotanya harus dipilih
secara demokratis, tidak ada yang diangkat. Kepala eksekutif, yakni presiden
dan wakilnya juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. Tetapi
jajaran menteri yang ada di bawahnya musti profesional karier. Jadi ada
harapan bagi pegawai negeri di departemen untuk duduk di kursi tertinggi
departemennya karena prestasi. Mekanisme jenjang karier yang profesional
inilah yang disebut meritokrasi. Sebuah tata aturan yang diciptakan dan
digerakkan oleh orang-orang yang berpengalaman di bidangnya dan dituntut
untuk lebih berprestasi. Bila tak becus penggantinya juga profesional yang
tahu persoalan. Sehingga kita akan melihat memang yang terbaik yang pantas
diberi kekuasaan eksekutif sebuah negeri. Jangan 

SiaR--XPOS: TERANCAM GAGAL HAPUS HUTANG

2000-01-30 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000
--

TERANCAM GAGAL HAPUS HUTANG

(POLITK): Rencana mengemplang utang luarnegeri nyaris urung. Padahal sidang
CGI baru dimulai awal Februari. Bermula dari audiensi INFID?

Bayi-bayi pun tetap dikenai urunan Rp5 juta per kepala. Sebabnya, usul
`paling progresif' menyangkut utang luarnegeri belakangan mentok pada opsi
perpanjangan waktu bayar. Jatuh tempo pembayaran cicilan dan bunga tahun
2000-2004 diharap diberi kemuluran waktu sampai 30 tahun. Alasan utama
adalah kondisi tidak sanggup bayar pihak Indonesia.

Usul di atas menjadi titik simpul hasil audiensi International NGO Forum on
Indonesia Development (INFID) dengan Bank Dunia (World Bank/WB) dan
Bappenas, Kamis (27/1) di Hotel Atlet Century Park, Jakarta. Direktur Bank
Dunia untuk Asia, Mark Baird belum memberikan tanggapan resmi kecuali sebuah
anggukan kecil disertai sesungging mesem. Kepada pers Sekretaris Eksekutif
INFID Binny Buchori menyatakan itulah opsi yang paling mungkin diupayakan
pemerintah. "Kepala Bappenas (Djunaedi Hadi) mengakui pemerintah sudah lama
memiliki rencana tersebut," demikian Buchori.

Berarti kita tetap berutang. Utang lama sebesar US$150 milyar plus tambahan
baru, berapapun waktu yang diperlukan. Bukankah perpanjangan waktu tetap
tidak merubah kenyataan? Nasib negara berutang sudah pasti bukan
pertandingan sepak bola. Perpanjangan waktu memberi peluang tercipta gol-gol
kemenangan.

Sejauh ini WB tetap "meyakinkan" pemerintah bahwa bila debt relief
diberikan, Indonesia akan menerima isolasi dari dunia internasional.
"Akibatnya akan jauh lebih parah dari krisis sekarang ini". Penjadualan
pembayaran karenanya dipercaya sebagai alternatif rasional. Berapa lama
waktu diperlukan, akan dibicarakan pada sidang CGI, 1-2 Februari mendatang.

Toh, hasil pertemuan WB-Pemerintah-LSM tersebut mengundang reaksi dari
beberapa elemen Koalisi Anti Utang (KAU) di mana INFID menjadi motor
aliansi. KAU dikenal meneriakkan slogan "hapus utang lama, stop utang baru".
Menurut sumber Xpos hanya terdapat dua tawaran dari Jubilee 2000 ala
Indonesia ini. Mengemplang utang atau pengurangan utang sampai US$100
milyar. Di tiap tikungan, setiap proses kerap berubah?

"Begitulah yang sedang terjadi," tukas Yan, aktivis LMND. Yan mengaku,
keterlibatan LMND di KAU bersifat ideologis. Sejak mula mereka mendukung
agenda pengemplangan utang. Bukan apa-apa, pembayaran cicilan utang
sekaligus bunga oleh Indonesia sudah diakui oleh banyak pengamat pun
literatur telah lebih dari total utang itu sendiri. "Sekarang kita minta
hapus sama sekali mereka tidak akan merugi".

Keberatan serupa datang dari Hendrik Sirait. Tanpa tedeng aling-aling
Hendrik menilai INFID telah keluar dari frame aliansi. Andai opsi
penjadualan kembali akhirnya disepakati, baik pemerintah maupun WB dapat
mengklaim mereka telah memperoleh legitimasi masyarakat. Padahal, "tidak
usah jauh-jauh rakyat, koalisi ini oleh INFID dianggap apa?" tandas Sirait.
Sepakat dengan Yan bahwa kerugian tidak didera negara/lembaga donor bila
utang dikemplang. Besarnya pasak daripada tiang memperlihatkan betapa
penghisapan terjadi tanpa perlawanan.

Menurut rencana, dalam pertemuan akhir menjelang aksi KAU keberatan mereka
akan disampaikan. Saat tulisan ini diturunkan pertemuan baru akan
berlangsung keesokan hari.

Pengamat ekonomi Arif Arryman mengulangi pernyataannya menandaskan,
penghapusan utang bukanlah tidak mungkin. Gerakan anti utang juga bukan
pertama kali. Terdapat sejumlah LSM internasional semisal Jubilee 2000
Coalition, Eurodad atau yang diorganisir oleh OXFAM. Organisasi-organisasi
tersebut berkedudukan di negara-negara maju dan beroleh dukungan luas.
Mohammad Ali dan Bono, pentolan U2 sempat menorehkan tanda tangannya dalam
buku tahunan Jubilee 2000 akhir tahun 1999.

Sejatinya WB sendiri beberapa waktu lalu 'berkenan' mengurangi utang
beberapa negara Afrika sampai senilai US$100 milyar. Negara-negara mana
termasuk kategori highly indebted poor country (HIPC) atau severely indebted
low-income country (SILIC). Indonesia, dalam klasifikasi versi WB tersebut
masuk dalam kategori severely indebted middle-income country (SIMIC).
Argumentasi ini yang kerap digunakan untuk mematahkan usulan pengemplangan.
"Tapi peluang mendefinisi ulang tetap terbuka," lanjut Arryman. Kondisi
ekonomi Indonesia yang anjlok sangat drastis dapat menjadi alasan utama.
Apalagi indikator pertumbuhan ekonomi semisal GNP selama ini diyakini tidak
memberi gambaran realistis keadaan ekonomi negara sebetulnya.

Di sisi lain kepercayaan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid menguat. Tabiat
nyeleneh Gus Dur dipercaya menjadi modal kuat dalam proses bargaining nanti.
Simak saja pernyataan presiden menanggapi usul IMF tentang pengalihan
kepemilikan beberapa bank kepada pihak asing. Daripada 

SiaR--XPOS: BELAJARLAH DARI ANTONIO GRAMSCI

2000-01-30 Terurut Topik SiaR News Service

Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 03/III/30 Januari-5 Pebruari 2000
--

BELAJARLAH DARI ANTONIO GRAMSCI
Oleh: Pauline Dyah P

"in the end, this all the same in the end, this all the game" (TS Elliot)

(OPINI): Sardinia, 22 Januari 1891. Bayi Antonio Gramsci lompat keluar
membetot plasenta ibunya. Tidak diduga sebelumnya, dua puluh tahunan
kemudian, ia dibetotdari dunia luar oleh plasenta fasisme Benitto Mussolini.
Baru puluhan tahun kemudian pula, dunia membuka mata terhadap proyek
hegemoni yang sudah ditengarai Gramsci selama mendekam di penjara.

Jakarta, jauh sebelum 22 Januari 2000. Riuh berita, ada jabang bayi dipaksa
keluar dari perut ibunya di Timor Leste dan Aceh. Anak muda baru tuntas akil
baliq diberondong peluru-peluru tentaranya sendiri. Petani digusur dari
ladangnya diganti padang luas permainan golf. Buruh dipaksa bekerja 8 jam
lebih dengan upah jauh di bawah kelayakan. Buruh migran perempuan diperkosa
dan atau tewas di negara tempat ia bekerja tanpa pembelaan hukum dari
pemerintah Indonesia.

Jakarta, menjelang 22 Januari 2000. Diumumkan (termasuk oleh media ini -pen)
bahwa hutang Indonesia melebihi angka 150 milyar dolar AS. Atau lebih dari
1.100 trilyun rupiah. Pertanyaannya: siapa mau dan sanggup bayar? RAPBN yang
dibacakan Megawati, 20/1, ditengarai memuat penuh 'usulan-usulan' IMF dan
Bank Dunia. Kembali IMF tersenyum puas selayak Camdessus pernah bersidekap
menyaksikan Soeharto menandatangani butir-butir letter of intent (LoI). Imla
mereka ternyata tetap ampuh terhadap penguasa baru Indonesia.

Apa yang kita saksikan adalah reformasi yang berlangsung tanpa kekuatan.
Sistem ekonomi yang rusak coba diperbaiki dengan rumusan yang diproduksi
oleh salah satu pihak perusak sendiri. Alangkah malangnya. Suatu bantahan
memang pernah dikeluarkan pemerintah bahwa debt to equity swap bank-bank
yang ditanganiBPPN tidak dimaksudkan sebagai pengalihan kepemilikan oleh
asing. Faktanya, Standard Chartered Bank dan Citibank getol memburu
bank-bank beku operasi dan beku kegiatan usaha Indonesia. Kasus Thailand
nyata memberi contoh, bagaimana sejumlah 50 bank lebih di negara itu
akhirnya diraup oleh satu lembaga keuangan Amerika, GE Capitals. Lembaga
mana memburu pula saham Bank Niaga.

Pada simpul inilah tali temali menuju nation corporations dan state of
markets ala Kenichi Ohmae terbaca makin benderang. Secara sukarela kita
memamah standar hidup dan cara memenuhi kebutuhan hidup dalam gerak
keseharian. Bahkan mungkin bagaimana cara memaknai hidup. 'Kesukarelaan'
yang dipahamkan Gramsci sebagai hegemoni.

Bukan bantahan lagi, proyek hegemoni semenjak usai perang dunia II dipilin
dalam alur skenario negara-negara pendorong kapitalisme. Literatur mencatat,
Presiden AS Harold S. Truman-lah yang menginisiasi pertemuan pakar-pakar
Amerika di MIT, tahun 1947. Hasilnya: ideologi developmentalisme bagi
negara-negara dunia ketiga. Beberapa intelektual AS diberi tugas memberi
landasan teoritis guna merancang proyek 'penguasaan' terhadap dunia ketiga.
Literatur mencatat pula, dari sana muncul diantaranya Talcott Parson dan WW
Rostow. Masing-masing dengan teori strukturalisme fungsional dan tahapan
pembangunan ekonominya.

Tujuan proyek tersebut jelas. Kekuatan perang guna menundukkan sumber daya
negara-negara terbelakang dianggap usang. Bungkus baru adalah hipotesa:
pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara AS dan beberapa wilayah Eropa
Barat akan sama dicapai oleh dunia ketiga jika rute yang ditempuh sama dan
sebangun. Dengan kata lain, kekhasan masing-masing negara dan bangsa dapat
dilupakan. Seolah konsepsi Bretton Woods 1944 berlaku universal. Padahal,
coba bayangkan bagaimana kalau semua negara meningkatkan ekspor dan menekan
impor-seperti disyaratkan teori pertumbuhan. Pasar mana akan kelimpahan
barang konsumsi?

Literatur juga mencatat hujan kritik terhadap
developmentalisme-modernisme-kapitalisme cukup deras. Malahan belum reda
seiring 'la nina'. Cuma, isu-isu pengiring kepentingan global kini kerap
mengundang dilema. Pencabutan dwifungsi TNI, misalnya. Amerika bisa saja
serius dengan keengganannya melihat tentara menguasai politik kembali. Ia
pun terbilang serius dengan penghentian bantuan militer. (Meski tinggal
Swedia yang menolak penghentian embargo senjata untuk Indonesia). Tetap saja
memiliki motif berbeda dengan, sebutlah, gerakan demokrasi Indonesia.

Kita tidak pernah lupa negara-negara majulah yang menyetujui penyerbuan atas
Timor Leste. Bahkan memasok senjata guna menumpas 'pemberontakan' gerilyawan
kemerdekaan Maubere. Situasi perang dingin memaksa negara maju promotor
pasar bebas memiliki tameng. Buffer yang diperlukan untuk membendung
kekuatanperluasan hegemoni Uni Soviet dan blok kirinya. Usainya perang
dingin mengusaikan juga manfaat perisai efektif mereka, angkatan bersenjata.
Banyak pengamat curiga 

  1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   >