[mediamusliminfo] KHULAFAUR RASYIDIN HANYA EMPAT
✋4⃣ KHULAFAUR RASYIDIN HANYA EMPAT Al Ustadz Qomar Su'aidi Lc Pertanyaan : Bismillah Ustadz, ada hal yang membuat saya bertanya-tanya. Tentang gelar Khulafaur Rasyidin. Alhamdulillah dalam pelajaran sejak Sekolah Dasar bahwa jumlah mereka ada 4. Dan ini adalah keyakinan Ahlis Sunnah. Hanya saja, hanya saja terusik kenapa terbatas 4. Bukankah pemimpin setelah Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu 'anhu- juga sahabat? Mohon jawabannya, semoga Allah menghilangkan syubhat di hati saya. Jazakumullahu khairan Jawaban : Disebut Khulafa'ur Rasyidin dan dengan jumlah 4, karena mereka punya keistimewaan khusus yang lebih dari yang lain. Meskipun yang setelahnya juga shahabat, tapi tidak memiliki keistimewaan seperti yanh mereka miliki. Asy Syaikh Ibnu Utsaimin -rahimahullah- menjelaskan, bahwa mereka yang empat itulah yang disebut sebagai Al Khulafa Ar Rasyidin, yang mendapat hidayah, yang Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam katakan dalam hadits beliau yang artinya : " Hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa'ur Rasyidin setelahku, gigitlah dengan gigi geraham." [H.R At Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani -rahimahullah- dalam Irwaul Ghalil] Nabi juga bersabda : " kekhalifahan setelahku adalah 30 tahun" [H.R Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi, Asy Syaikh Al Albani -rahimahullah- mengatakan sanadnya hasan]. Maka akhir dari kekhalifahan adalah Ali -radhiyallahu 'anhu- demikian dikatakan oleh penulis (Ibnu Qudamah). Seolah-olah beliau -shalallahu 'alaihi wa sallam menjadikan kekhalifahan Al Hasan mengikuti ayahnya atau tidak beliau hitung dikarenakan beliau mengalah dan melepaskannya. ⏩▫ Kekhalifahan Abu Bakar -radhiyallahu 'anhu- 2 tahun, 3 bulan, dan 9 hari sejak 13 Rabi'ul Awwal 11 hijriyah hingga 22 Jumadil Akhir 13 hijriyah ⏩▫ Kekhalifahan Umar -radhiyallahu 'anhu- 10 tahun, 6 bulan, 3 hari, Sejak 23 Jumadil Akhir tahun 13 hijriyah hingga 26 Dzul hijjah 23 hijriyah ⏩▫ Kekhalifahan Utsman -radhiyallahu 'anhu- 12 tahun kurang 12 hari, sejak 1 Muharam tahun 24H hingga 18 Dzulhijjah tahun 35H ⏩▫ Kekhalifahan Ali -radhiyallahu 'anhu- 4 tahun 9 bulan, sejak bulan Dzulhijjah tahun 35H hingga 19 Ramadhan tahun 40H ☝ Sehingga masa Kekhalifahan mereka berempat adalah 29 tahun dan 6 bulan empat hari. Lalu Hasan di baiat setelah ayah beliau wafat. Kemudian pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 41H beliau menyerahkan kepemimpinan kepada Mu'awiyah -rahimahullah- dan dengan itu nampaklah kebenaran berita Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau : الخلافة بعدي ثلاثون سنة ثم تكون ملكا " Kekhalifahan setelahku adalah 30 tahun, kemudian setelahnya adalah kerajaan". [H.R Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi] Oleh karena itu maka Mu'awiyah -radhiyallahu 'anhu- walaupun shahabat, namun tidak disebut Khulafa'ur Rasyidin atau bahkan tidak disebut sebagai khalifah. Lebih tepat beliau disebut raja. Ibnu Katsir -rahimahullah- menjelaskan bahwa yang sesuai sunnah adalah Mu'awiyah disebut Malik (Raja), tidak disebut khalifah, berdasarkab hadits dari shahabat Safinah -radhiyallahu 'anhu- bahwa Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : الخلا فة بعدي ثلاثون سنة ثم تكون ملكاعضوضا "Kekhalifahan setelahku 30 tahun kemudian setelahnya adalah kerajaan yang sangat menggigit." Namun demikian, Mu'awiyah -radhiyallahu 'anhu- adalah raja terbaik di muka bumi pada umat ini selamanya. Adz Dzahabi -rahimahullah- menyebutnya Amirul Mukminin Raja Islam (Siyar a'lam Nubala') Wallahu a'lam Sumber : Majalah Qudwah Edisi 3 Vol 01 2012 Vol 01 2012 ⚪ WhatsApp Salafy Indonesia || http://forumsalafy.net/khilafaur-rasyidin-hanya-empat/ ⏩ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu "Media Muslim Group". Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "MediaMuslimINFO Group" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.
[mediamusliminfo] KENIKMATAN PENDUDUK SURGA PALING BAWAH
KENIKMATAN PENDUDUK SURGA PALING BAWAH ➖➖ Penghuni Surga yang Paling Rendah Tingkatannya adalah Yang Memiliki Kekuasaan Seluruh Dunia Sejak Allah Ciptakan hingga Allah Hancurkan (Saat Kiamat) Ditambah 10 Kali Lipat. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits tentang Seseorang yang Paling Akhir Dikeluarkan dari Neraka menuju Surga: فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا Sesungguhnya Bagimu Kekuasaan seperti di Dunia dan Sepuluh Kali Lipatnya. (H.R Al-Bukhari no 6086 dan Muslim no 272). أَلَنْ تَرْضَى إِنْ أَعْطَيْتُكَ مِثْلَ الدُّنْيَا مُذْ يَوْمِ خَلَقْتُهَا إِلَى يَوْمِ أَفْنَيْتُهَا وَعَشَرَةَ أَضْعَافِهَا (Allah menyatakan) : Tidakkah Engkau Ridha jika Aku Berikan Kepadamu Semisal Dunia sejak Aku Ciptakan hingga Hari Aku Hancurkan dan (Ditambah) 10 Kali Lipatnya. (H.R Ibnu Abid Dunya, AtThobarony, Dishahihkan oleh Al-Hakim dan Al-Albany dalam Shahih atTarghib no 3591). Sebagian Riwayat Menyatakan bahwa Penghuni Surga Paling Bawah tersebut Disuruh oleh Allah untuk Berharap dan Berangan-angan Apa Saja yang ia inginkan, hingga Saat Telah Habis Apa yang Dia Angankan, kemudian Allah Menyatakan Kepadanya : Untukmu 10 Kali Lipat dari itu. ☝️ Kemudian Dia Mengatakan : Tidak Ada Seorangpun yang Mendapatkan Kenikmatan seperti Aku. Padahal ia adalah Orang yang Terakhir Masuk Surga dan Berada di Level Paling Bawah. ✅ Penduduk Surga Tingkatan Paling Bawah adalah Seseorang yang Memiliki 1000 Pelayan. Tiap Pelayan Memiliki Tugas yang Berbeda-beda dalam Melayaninya. Sahabat Nabi Abdullah bin Amr Radhyiallahu Anhu Menyatakan : إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً مَنْ يَسْعَى عَلَيْهِ أَلْفُ خَادِمٍ كُلُّ خَادِمٍ عَلَى عَمَلٍ لَيْسَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ Sesungguhnya Penduduk Surga yang Paling Bawah adalah Seseorang yang 1000 Pelayan Bergegas (Melayaninya). Setiap Pelayan Memiliki Tugas yang Berbeda dengan yang Lain. (H.R Al-Baihaqy dan Dishahihkan Syaikh Al-Albany dalam Shahih AtTarghib). Dalam sebagian Riwayat dijelaskan Bahwa Ketika Penghuni Surga Paling Bawah itu akan Masuk ke istananya, ia Melihat Sosok yang Sangat indah dan Mengira itu adalah Malaikat, Padahal itu adalah Salah satu dari 1000 Pelayannya. Kemudian dia Masuk ke Dalam istananya yang Berupa Permata Hijau Kemerah-merahan Setinggi 70 Hasta (Sekitar 32 Meter) dan Memiliki 60 Pintu, yang Setiap Pintu Menghantarkan pada Ruangan berupa Permata yang lain, yang Bentuknya Berbeda Satu Sama Lain. Tiap Ruangan Permata itu Memiliki Ranjang dan Bidadari. (Shahih atTarghib no 3591). Akan Ada 2 Bidadari yang Menyambutnya dan Berkata : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَاكَ لَنَا، وَأَحْيَانَا لَكَ Segala Puji Bagi Allah yang Telah Menghidupkanmu Untuk Kami dan Menghidupkan Kami Untukmu (H.R Muslim no 311). Orang itu Bisa Melihat Area Kekuasaannya Sejauh Perjalanan 100 Tahun (Hadits Ibnu Mas’ud Dishahihkan oleh Al-Hakim dan Disepakati oleh Adz-Dzahaby). Itu adalah Kenikmatan yang Dirasakan oleh Penghuni Surga Terbawah yang Masuk Surga Paling Akhir dan Dia Sempat Merasakan AnNaar (Neraka). Bagaimana dengan Penduduk Surga yang di Atasnya? ☝️ Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala Memasukkan Kita ke Dalam SurgaNya yang Penuh dengan Kenikmatan. Dikutip dari Buku "Akidah Imam Al-Muzani (Murid Imam Asy-Syafii)" ▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah. = ✍ http://bit.ly/alistiqomah -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu "Media Muslim Group". Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "MediaMuslimINFO Group" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.
[mediamusliminfo] 10 FAKTA YANG MEMBUAT BAHAGIA BILA ANDA HIDUP DI ARAB SAUDI
1⃣0⃣ 10 FAKTA YANG MEMBUAT BAHAGIA BILA ANDA HIDUP DI ARAB SAUDI ✋ Kerajaan Arab Saudi adalah sebuah negara Arab yang terletak di Jazirah Arab. Beriklim gurun dan wilayahnya sebagian besar terdiri atas gurun pasir. Sebuah negeri yang diyakini tak satupun negara di dunia ini yang tidak mengenalnya. Baik itu negara sekuler terlebih lagi negara sesama muslim. Banyak sekali keunikan atau kelebihan yang dimiliki negara dimana Islam berasal ini. Keunikan atau kelebihan yang tentunya akan sangat membahagiakan bagi warganya. Berikut beberapa fakta tentang keunikan atau kelebihan Arab Saudi yang tidak ditemui di negara lain. ⏩ 1. Tidak ada pemilu untuk memilih kepala negara Arab Saudi adalah negara monarki absolut. Tidak ada pemilu ala negara demokrasi seperti yang terjadi di berbagai negara. Meski berjuluk negeri kaya raya, namun proses pergantian tampuk pimpinan di Arab Saudi sangatlah hemat biaya, bahkan mungkin tanpa biaya sama sekali. Pergantian tongkat kepemimpinan dari Raja Abdullah yang meninggal dunia kepada Raja Salman hanya berlangsung beberapa menit setelah pembacaan surat keputusan. Kemudian diiringi baiat dan saling berjabatan tangan. Tidak ada triliunan uang yang dihambur-hamburkan hanya untuk sebuah pesta demokrasi. Rakyat merasa aman, nyaman dan tentram. Mereka tidur di malam hari di bawah kekuasaan seorang raja, dan mereka bangun di pagi hari dalam keadaan kekuasaan sudah beralih ke raja berikutnya. Negara dalam kondisi damai, tanpa gejolak dan tanpa rasa takut. ⏩ 2. BBM di Arab Saudi sangat murah BBM jenis oktan 91 hanya dihargai 0,75 riyal ( sekitar 2.700 rupiah). Itupun setelah mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang hanya 0,45 riyal (sekitar 1.600 rupiah). Sedangkan BBM jenis oktan 95 hanya seharga 0,90 riyal (3.250 rupiah) setelah sebelumnya seharga 0,60 riyal (2.150 rupiah). Harga 1 liter bensin di Saudi setara dengan setengah liter air minum kemasan di Indonesia. ⏩ 3. Pendidikan di Arab Saudi gratis, itupun masih ditambah dengan beasiswa yang diberikan kerajaan. Secara umum seluruh universitas negeri di Saudi memberikan beasiswa penuh (full-scholarship). Mahasiswa sama sekali tidak dibebani biaya kuliah dan bahkan diberi uang bulanan atau mukafaah. Mukafaah di seluruh universitas negeri Saudi hampir sama yaitu sekitar 890 riyal per bulan (sekitar 3 juta rupiah) baik untuk S1, S2 maupun S3. Mahasiswa S2 atau S3 yang merangkap sebagai research assistant (RA) atau teaching assistant (TA) akan mendapat tambahan gaji. Besar kecilnya gaji tergantung universitas yang bersangkutan. Jika beruntung ikut proyek penelitian dosen bisa mendapat tambahan uang saku lagi. Biaya hidup tidak terlalu besar, karena telah disediakan asrama gratis dan mendapat subsidi makan di kantin kampus. Dengan kondisi seperti ini rata-rata mahasiswa masih bisa menabung dari beasiswa yang diperoleh. Bagi mahasiswa yang membawa keluarga, maka harus menyewa rumah di luar dan di beberapa kampus disediakan pengganti biaya sewanya. ⏩ 4. Jalanan di Arab Saudi kualitas tol semua, dan gratis Arab Saudi sangat memperhatikan masalah infrastruktur, termasuk soal sarana jalan. Jalan tol penghubung Mekkah dan Jeddah misalnya. Selain memiliki track lurus lempang, kondisi jalan juga mulus dan lebar. Dua jalur yang berlawanan arah selalu disekat rapi, sehingga membuat semakin nyamannya para driver saat mengemudi. Mengemudi berapapun jauhnya tak begitu melelahkan bagi para driver disana. Soal kemacetan? Maaf, Anda salah alamat, ini Arab Saudi, macet adalah hal yang sangat langka ditemui. ⏩ 5. Wajib shalat berjamaah di masjid Arab Saudi adalah satu-satunya negara yang mengharuskan penduduknya untuk menghentikan seluruh aktivitas perdagangan selama pelaksanaan salat berjamaah yang mana setiap toko harus ditutup ketika telah dikumandangkan azan tanda masuknya waktu salat wajib. Lalu bagaimana dengan para PKL yang menggelar dagangan di pinggir jalan? Aman, tidak ada yang berani mencuri dagangan mereka satu pun. Berbeda dengan negara lain, yang lengah sesaat saja, sepeda motor pun lenyap. ⏩ 6. Tingkat kriminalitas sangat rendah M asih terkait dengan poin sebelumnya, mengapa PKL di Arab Saudi dengan mudahnya meninggalkan lapaknya untuk shalat berjamaah? Ya, karena tidak ada yang berani mencuri dagangannya. Mencuri dagangan orang, berarti tangan bakal copot. Ketatnya penerapan syariat Islam di Arab Saudi berimbas pada rendahnya tingkat kriminalitas. Tentu kita tidak mengatakan bahwa Arab Saudi 100% bebas kriminalitas, namun apabila dibandingkan dengan negara lain, bahkan negara Islam sekalipun, yang tidak menerapkan syariat Islam, maka akan jauh sekali kondisinya. Dan sekali pun kita mendengar berita kriminal di Arab Saudi, biasanya tidak jauh dari kasus TKI dan berita kriminalitas di kalangan anggota kerajaan, yang tentunya sangat tendensius. Sumber berita biasanya tidak jauh dari media-media Syiah, kelompok radikal khawarij dan musuh-musuh Arab Saudi lainnya. ⏩ 7. Arab Saudi negara paling dermawan di dunia Sejak tahun
[mediamusliminfo] Adam Telah Ditakdirkan untuk Menetap di Bumi.
Adam Telah Ditakdirkan untuk Menetap di Bumi. ➖➖ Imam Al-Muzani Rahimahullah menyatakan : Sebelum itu Allah Ciptakan Dia untuk Bumi Artinya, telah Ditulis dalam ketetapan Takdir berdasarkan Ilmu Allah sebelumnya Bahwa ia akan Diturunkan dengan sebab Dosanya ke Bumi. (Penjelasan Syaikh Ubaid al-Jabiri Hafidzahullah). Al-Hasan al-Bashri Rahimahullah ditanya : Apakah Adam diciptakan untuk Langit (di Surga) atau untuk Bumi? Beliau menjawab : untuk Bumi. Beliau ditanya lagi : أَرَأَيْتَ لَوْ اعْتَصَمَ فَلَمْ يَأْكُلْ مِنْ الشَّجَرَةِ Bagaimana Pendapatmu seandainya Adam tetap Kokoh tidak Mau Memakan (bagian) Pohon (yang dilarang Allah) ? ☝️ Al-Hasan al-Bashri menyatakan : لَمْ يَكُنْ لَهُ مِنْهُ بُدٌّ Tidak Mungkin itu Terjadi (Pasti Terjadi Sesuai dengan yang Tertulis dalam Takdir) (Riwayat Abu Dawud no 3998, dihasankan oleh Syaikh al-Albany). Syaikh Ahmad bin Yahya anNajmi Rahimahullah Menjelaskan bahwa Tergelincirnya Adam dalam Perbuatan Dosa kemudian Menyebabkan ia Diturunkan ke Bumi Memiliki Beberapa Kemaslahatan : 1⃣. Untuk Diketahui akibat Pelanggaran terhadap Perintah Allah. 2⃣. Untuk Diketahui Musuhnya yang Utama yaitu Iblis dan Bala Tentaranya yang Akan Terus Berusaha Menyesatkan ia dan Keturunannya. Hal ini Menyebabkan Keturunannya Bisa Berhati-hati dari Tipu Daya Musuh yang Utama tersebut. 3⃣. Agar Terlaksana Sesuatu yang Telah Ditakdirkan bahwa Adam dan Keturunannya akan Menjalani Kehidupan di Bumi dan di Bumilah terjadi Pertarungan antara Al-haq dan Kebatilan. ✅ Allah Tidak Biarkan Mereka tanpa Ada Petunjuk, namun Allah Turunkan Kitab-Nya dan Utus RasulNya (Sunnah Nabi) sebagai Panduan bagi Mereka dalam Menjalani Kehidupan di Bumi. Disarikan dari Fathur Robbil Ghoniy bi Taudhiihi Syarhissunnah lil Muzani karya Syaikh Ahmad bin Yahya anNajmi hal 22). Dikutip dari Buku "Akidah Imam Al-Muzani (Murid Imam Asy-Syafii)" ▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah. = ✍ http://telegram.me/alistiqomah ✏️___ Edisi: مجموعة الأخوة السلفية [-MUS-] Klik "JOIN" http://bit.ly/ukhuwahsalaf Ⓜ️ #fawaaid -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu "Media Muslim Group". Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "MediaMuslimINFO Group" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.
[mediamusliminfo] Allah Telah Ciptakan Penduduk untuk Surga dan Neraka
Allah Telah Ciptakan Penduduk untuk Surga dan Neraka. Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam Bersabda : إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ لِلْجَنَّةِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ وَخَلَقَ لِلنَّارِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لَهَا وَهُمْ فِي أَصْلَابِ آبَائِهِمْ Sesungguhnya Allah telah Menciptakan Penduduk untuk Surga yang Dia ciptakan pada saat Mereka masih di Sulbi Ayah-ayah mereka. Dan Allah Menciptakan Penduduk untuk Neraka yang Allah ciptakan saat Mereka masih di Sulbi Ayah-ayah mereka (H.R Muslim no 4805). Suatu hari, Selesai dari Penguburan Jenazah salah seorang Sahabat, Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam menyatakan : مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ Tidaklah ada Seorangpun di antara Kalian kecuali telah Ditulis (Ditetapkan) tempat Duduknya di Neraka atau tempat Duduknya di Surga. Seorang Sahabat yang Mendengar itu kemudian Bertanya : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ Wahai Rasulullah, Apakah tidak Sebaiknya kita Pasrah Bersandar pada Apa yang telah Tertulis pada Kitab (Taqdir) kita dan Meninggalkan Beramal (Berbuat)? Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam Menjawab : اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ Beramal-lah, karena Segala Sesuatu akan Dimudahkan ke Arah (Takdir) Penciptaannya. Barangsiapa yang termasuk Orang yang Berbahagia (Penduduk Surga), akan Dimudahkan untuk Berbuat dengan Perbuatan-perbuatan Penduduk surga. Sedangkan yang termasuk Orang yang Celaka (Penduduk Neraka), akan Dimudahkan untuk Berbuat dengan Perbuatan-perbuatan Penduduk Neraka (H.R al-Bukhari dan Muslim). Kemudian Nabi Membaca Ayat : فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى Adapun Orang yang Memberi, Bertaqwa, dan Membenarkan Al-Husna (Balasan Kebaikan), maka Kami akan Mudahkan ia menuju Kemudahan (Surga). Sedangkan Orang yang Kikir, Sombong, dan Mendustakan Al-Husna, akan Kami Mudahkan pada Kesulitan (Neraka)(Q.S al-Lail:5-10). Dalam sebagian Riwayat, setelah Mendengar Sabda Nabi tersebut, Sahabat Nabi Suroqoh bin Ju’syum Radhiyallaahu Anhu menyatakan : فَلَا أَكُونُ أَبَدًا أَشَدَّ اجْتِهَادًا فِي الْعَمَلِ مِنِّي الْآنَ Tidak pernah aku Merasa lebih Bersemangat untuk Beramal (Berbuat Kebaikan) dibandingkan Hari ini (Sejak Mendengar Sabda Nabi tersebut)(H.R Ibnu Hibban). ✅ Hadits-hadits di atas Menunjukkan bahwa Allah Sudah Mengetahui Siapa saja yang akan Masuk Surga dan Siapa saja yang akan Masuk Neraka. Ada Sahabat yang Menanyakan kepada Nabi Apakah tidak Sebaiknya kita Pasrah saja karena Semuanya sudah Tertulis Takdirnya? Nabi menjawab : Beramal-lah, Berbuatlah, karena Segala sesuatu akan Dimudahkan pada Takdir Penciptaannya. Sahabat Nabi yang mendengar Sabda Nabi tersebut kemudian Semakin Bersemangat untuk Beramal. Akidah dan Pemahaman yang Benar tentang Takdir akan Mendorong Seseorang untuk Giat Beramal Kebajikan, bukannya Bermalas-malasan kemudian Beralasan dengan Takdir. Dikutip dari Buku "Akidah Imam Al-Muzani (Murid Imam Asy-Syafii)" ▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah. = ✍ http://telegram.me/alistiqomah -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu "Media Muslim Group". Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "MediaMuslimINFO Group" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.
[mediamusliminfo] Akidah Para Sahabat Nabi tentang Allah Berada di Atas
✅ Akidah Para Sahabat Nabi tentang Allah Berada di Atas 1⃣. Abu Bakr as-Shiddiq Radliyallaahu Anhu. Ketika Rasulullah Shollallaahu Alaihi Wasallam Meninggal, Abu Bakr As-Shiddiq menyatakan : أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنْ كَانَ مُحَمَّدٌ إِلَهَكُمَ الَّذِي تَعْبُدُونَ ، فَإِنَّ إلَهَكُمْ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ ، وَإِنْ كَانَ إِلَهَكُمَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ ، فَإِنَّ إِلَهَكُمْ لَمْ يَمُتْ ، ثُمَّ تَلاَ : {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ، أَفَإِنْ مَاتَ ، أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ} حَتَّى خَتَمَ الآيَةَ Wahai sekalian Manusia! Jika Muhammad adalah Sesembahan kalian yang kalian Sembah, Sesungguhnya Sesembahan kalian telah Mati. Jika Sesembahan kalian adalah Yang berada di Atas Langit, maka Sesungguhnya Sesembahan kalian tidak akan Mati. Kemudian Abu Bakr membaca Firman Allah : Dan tidaklah Muhammad kecuali seorang Rasul, telah berlalu sebelumnya para Rasul. Apakah jika ia Meninggal atau Terbunuh kalian akan Berbalik ke belakang (Murtad) ”(Q.S Ali Imran:144). Sampai Abu Bakar menyelesaikan bacaan ayat tersebut”(diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Mushonnafnya pada Bab Maa Ja-a fii wafaatin Nabi Shollallaahu Alaihi Wasallam nomor Hadits 37021, al-Bazzar di dalam Musnadnya juz 1 halaman 183). Riwayat Perkataan Abu Bakr As-Shiddiq tersebut adalah Shahih. Abu Bakr bin Abi Syaibah meriwayatkan dari Muhammad bin Fudhail dari Ayahnya dari Nafi’dari Ibnu Umar. Semua perawi tersebut (termasuk Abu Bakr bin Abi Syaibah yang merupakan guru Imam al-Bukhari) adalah rijal (perawi) al-Bukhari. 2⃣. Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu. Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud menyatakan : ما بين السماء الدنيا والتي تليها مسيرة خمسمائة عام ، وبين كل سماءين مسيرة خمسمائة عام ، وبين السماء السابعة وبين الكرسي خمسمائة عام ، وبين الكرسي إلى الماء خمسمائة عام ، والعرش على الماء ، والله تعالى فوق العرش ، وهو يعلم ما أنتم عليه Antara Langit dunia dengan (langit) berikutnya sejauh perjalanan 500 tahun, dan antara 2 Langit sejauh perjalanan 500 tahun, antara Langit ke-7 dengan al-Kursiy 500 tahun, antara al-Kursiy dengan air 500 tahun, dan ‘Arsy di atas air, dan Allah Ta'ala di atas ‘Arsy dalam keadaan Dia Maha Mengetahui apa yang terjadi pada kalian” (diriwayatkan oleh Ad-Daarimi dalam kitab ArRaddu ‘alal Jahmiyyah bab Maa Bainas Samaa-id Dunya wallatii taliiha juz 1 halaman 38 riwayat nomor 34). Riwayat perkataan Ibnu Mas'ud ini shohih. AdDaarimi meriwayatkan dari jalur Musa bin Ismail dari Hammad bin Salamah dari ‘Ashim dari Zir (bin Hubaisy) dari Ibnu Mas’ud. Semua perawinya adalah rijaal al-Bukhari. 3⃣. Zainab bintu Jahsy Radhiyallahu Anha. عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ زَيْنَبَ بِنت جَحْشٍ كَانَتْ تَفْخَرُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم تَقُولُ: «زَوَّجَكُنَّ أَهَالِيكُنَّ وَزَوَّجَنِي اللهُ تَعَالَى مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سماوات» وفي لفظٍ: كانتْ تقولُ: «إِنَّ اللهَ أَنْكَحَنِي فِي السَّمَاءِ» Dari Anas –semoga Allah meridlainya- bahwa Zainab binti Jahsy Berbangga terhadap istri-istri Nabi yang lain, ia berkata: “Kalian dinikahkah oleh keluarga kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari atas tujuh Langit”. Dalam lafadz lain beliau berkata: Sesungguhnya Allah telah Menikahkan aku di atas Langit (H.R al-Bukhari). 4⃣. Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) Radhiyallahu Anhu. Sahabat Nabi yang merupakan Penterjemah AlQur'an ini, ketika Menafsirkan Firman Allah tentang Ucapan Iblis yang akan Mengepung Manusia dari berbagai Penjuru. Iblis menyatakan sebagaimana diabadikan oleh Allah dalam AlQur'an : {ثُمَّ لآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ} [الأعراف: 17] Kemudian Sungguh-sungguh aku akan Mendatangi mereka dari Arah depan mereka dan dari belakang mereka dan dari kanan dan kiri mereka. (Q.S al-A’raaf:17). Abdullah bin Abbas menyatakan : لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَقُوْلَ: مِنْ فَوْقِهِمْ؛ عَلِمَ أنَّ اللهَ مِنْ فَوْقِهِمْ Iblis tidak bisa mengatakan : (mendatangi mereka) dari Atas mereka, karena dia tahu bahwa Allah berada di Atas Mereka. (diriwayatkan oleh AlLaa-likaa-i dalam Syarh Ushulis Sunnah halaman 661 dengan sanad yang hasan). 5⃣. Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu. عن زيدِ بنِ أَسْلَمٍ قالَ: م َرَّ ابنُ عمرُ براعٍ فقال: هلْ منْ جَزَرَةٍ؟ فقالَ: ليسَ هاهنا ربُّها، قالَ ابنُ عمر: تقولُ لهُ: أكلَهَا الذئبُ. قالَ: فرفَعَ رأسَهُ إلى السَّماءِ وقالَ: فَأَيْنَ اللهُ؟ فقالَ ابنُ عمر: أنا واللهُ أحقُّ أنْ أقولَ: أَيْنَ اللهُ؟ واشترى الراعي والغنمَ، فأعتقهُ، وأعطاهُ الغنمَ Dari Zaid bin Aslam Beliau berkata: Ibnu Umar melewati seorang Penggembala (kambing), kemudian Beliau bertanya: apakah ada kambing yang bisa disembelih? Penggembala itu menyatakan: Pemiliknya tidak ada di sini. Ibnu Umar menyatakan: Katakan saja bahwa kambing tersebut telah dimangsa serigala. Kemudian penggembala kambing tersebut menengadahkan pandangannya ke Langit dan berkata: Kalau demikian, di mana Allah? Maka Ibnu Umar Berkata: Aku, Demi Allah, lebih Berhak untuk berkata: Di mana
[mediamusliminfo] ‘TERMASUK BALA, TIDAK MENGAMALKAN ILMU
*‘TERMASUK BALA, TIDAK MENGAMALKAN ILMU* *Asy-Syaikh Robi bin Hadi al-Madkhali حفظه الله berkata:* ”Termasuk bala adalah tidak mau mengamalkan ilmu. Belajar tapi tidak diamalkan. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ * كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ [ الصف : 2 – 3 ”Wahai orang-orang yg beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yg tidak kalian amalkan? Amat besar kemurkaan disisi Allah ketika kalian mengatakan apa yg tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaf 2-3) Maka jika engkau adalah orang yang berilmu, dan menyampaikan ilmu, maka jadilah orang yg pertama bersegera menerapkannya sebelum manusia. Dan mengamalkannya dengan ikhlash mengharap wajah Allah, engkau amalkan secara lahir dan batin. Dan di dalam batin lebih banyak dari lahirnya. Dan terkadang seorang mukmin menyembunyikan sebagian amalannya, maka batinnya menjadi lebih baik dari lahiriahnya. Tidak mengamalkan ilmu-wal’iyadzubillah- akan berpengaruh terhadap ilmu. Pelakunya akan melupakan banyak ilmu yg seandainya ia menerapkan dan mengamalkannya niscaya ia tidak akan melupakannya. Maka banyak pengetahuan, tidak ada yang mengokohkannya dalam hati seorang ‘alim dan para penuntut ilmu kecuali dengan menerapkan dan mengamalkan. Misalnya ilmu waris, termasuk ilmu yang dilupakan. Dilupakan oleh ulama dan penuntut ilmu kecuali yang mengulang-ulangnya dan selalu mengamalkannya. Maka ilmu itu bisa hilang jika tidak diamalkan. Kemudian yang lebih parah dari itu adalah : Sesungguhnya Allah ta’ala mencela orang yg tidak mengamalkan ilmu dengan celaan yang keras-wal’iyadzubillah. Allah berfirman : وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنْ الْغَاوِينَ*َلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ [الأعراف : 175 – 176 ”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya dijulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS. Al-A’raaf 175-176) Maka orang ini tidak mengamalkan ilmu, hingga menjerumuskannya kedalam kekafiran kepada Allah ta’ala. Tidak mengamalkan ilmu dan tidak memuliakan wahyu dan ilmu ini yang semestinya mewarnai dirimu tidak memuliakannya, tidak menerapkannya, bisa menyeretmu kedalam kebidahan, kadang menyeretmu kedalam kafasikan, kadang menyeretmu kedalam kekufuran. Maka orang ini (yang disebutkan dalam ayat) dahulunya adalah orang berilmu yang menonjol, akan tetapi ia terlepas dari ilmu disebabkan karena tidak mengamalkan ilmu yang Allah bebankan kepadanya. Maka kebanyakan manusia tidak mengamalkan, terkadang tidak mengamalkan (ilmu)nya bisa menyeretnya ke dalam kefasikan, karena ia tidak mengamalkannya. [ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ [ الصف : 3 ”Amat besar kemurkaan di sisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yg tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash-shaf 3) Wal’iyadzubillah terkadang menyeretnya terjatuh ke dalam bid’ah dan kesesatan. Terkadang bidah yang ia terjatuh kepadanya adalah bidah yang mengkafirkan. Terkadang terjatuh kedalam kekufuran secara langsung. Wal-‘iyadzubillah. Maka diantara penghalang-penghalang ilmu yang bisa menghilangkan ilmu adalah tidak adanya pengamalan terhadap ilmu yg telah dipelajari. Maka kita semua wahai para penuntut ilmu, wajib mengamalkan ilmu yg telah kita pelajari. Maka ilmu yang benar adalah yang bisa mensucikan jiwa, bagaimana bisa mensucikan jiwa kalau ilmunya tidak diamalkan? من التهالك على الدنيا ، من الرياء ؟ كل هذه الأشياء تنشأ عن عدم تطبيق العلم ، “Bagaimana engkau mensucikan dari kotoran-kotoran sifat jelek dalam batin dan sifat jelek yang zhahir berupa akhlaq buruk seperti sombong, hasad dan sebagainya, terjerumus dalam dunia dan riba? Semua ini bersumber dari tidak menerapkan ilmu. Engkau memiliki ilmu, untuk apa engkau berlaku riya, sementara ilmu menganjurkanmu untuk ikhlas karena Allah? Rabbmu berkata kepadamu: وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ } [ البينة : 5 ”Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untukNya, menjalankan (agama) dengan lurus mengerjakan shalat, menunaikan zakat, dan yg demikian itu adalah agama yg lurus. (QS. Al-Bayyinah 5) Betapa banyaknya Allah mencela orang yahudi dan nashara karena mereka tidak mengamalkan
[mediamusliminfo] OOT: INFO BUKU BARU (PERTAMA DI INDONESIA) JILID I : Buku Kristologi Yang Berusaha menempuh Jejak para Salafush Sholeh ...
BISMILLAH INFO BUKU BARU (PERTAMA DI INDONESIA) JILID I : ~~ Buku Kristologi Yang Berusaha menempuh Jejak para Salafush Sholeh ... TERBARU dgn ketebalan hampir 1000 halaman dan FOKUS MENGUPAS dan MENGHANCURKAN berbagai ARGUMEN JAHIL UMAT KRISTEN DALAM MENTUHANKAN NABI ISA ALAIHIS SALAM secara BATIL ...! DILENGKAPI DGN ARGUMEN ILMIAH PARA ULAMA SALAF, YG LANGSUNG MENGHUJAM KE JANTUNG PERTAHANAN PARA MISIONARIS KRISTEN, SEPERTI: ~~ 1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah,(Al jawabus shohi liman badalad diynul masih) 2. syaikhul Ibnul Qayyim Al Jauziyyah Rahimahullah,(Hidayatul hayari fil ajwibatil yahudi wAn nashoro) 3. Muhammad Bin Hazm Rahimahullah,(Al milal wan nihal) Al Imam Ibnu Hazm Rahimahullah (456 H) Berkata : (Diantara pilar-pilar ilmu, mengoleksi buku. Sebab sebuah buku tdk akan hampa dari faedah dan ilmu baru. Tidaklah seseorang menghafal semua ilmu yg ia miliki. BUKU, TEMPAT PENYIMPANAN ILMU YG PALING BAIK. TANPA BUKU, MAKA ILMU PENGETAHUAN AKAN HILANG DAN TIDAK AKAN KEMBALI DITEMUKAN). ~~ Wahai Kaum Muslimin, mari berilmu sebelum BERDAKWAH...! BUKU UNIK DAN LANGKA INI, BAIK UNTUK DI KOLEKSI DAN DIHADIAHKAN...! Pemasaran mulai tgl 10 mei, harga 200.000, diluar ongkos kirim. Barokallahu fiykum [image: Moh Alif Lauma's photo.] https://www.facebook.com/photo.php?fbid=418124075014778set=a.349348188559034.1073741827.14515679336type=1 -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu Media Muslim Group. Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups MediaMuslimINFO Group group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.
[mediamusliminfo] Ketika Orang Islam Telah Meniru Orang Kafir
*Ketika Orang Islam Telah Meniru Orang Kafir* Islam dengan konsep, aturan, dan jalannya telah meletakkan jurang pemisah antara kekafiran dan keimanan, kesyirikan dan ketauhidan, kebatilan dan kebenaran, kebid’ahan dan sunnah. Jurang pemisah ini sesungguhnya menjadi ujian besar bagi manusia dalam hidup. Maukah mereka tunduk pada aturan itu atau mereka lebih memilih kebebasan dari semua tuntutan itu? Islam, sebagai agama yang telah disempurnakan, menjunjung tinggi nilai-nilai ketinggian dan kesakralan, melindungi kehormatan, darah, dan harta benda manusia. Islam sebagai agama yang penuh kasih sayang mengajak orang-orang kafir untuk meninggalkan agama mereka dan masuk ke dalam Islam. Islam pun mengobarkan peperangan kepada siapa pun yang menolak dan memeranginya. Jurang pemisah ini menjadi lampu merah bagi kaum muslimin dan mukminin agar tidak meniru gaya hidup orang-orang kafir, musyrik, dan ahlul batil. أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Hadid: 16) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Kalimat: Dan jangan mereka seperti ahli kitab, ini adalah larangan yang bersifat mutlak dalam hal meniru mereka. Ayat ini lebih khusus menekankan larangan menyerupai mereka dalam hal kekerasan hati. Kerasnya hati adalah salah satu buah kemaksiatan.” (Iqtidha’ ash-Shirathil Mustaqim hlm. 81) Berita yang Pasti, Umat Ini Pasti Meniru Mereka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitakan, لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ فَمَنْ؟ “Sungguh, kalian akan mengikuti langkah orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta. Kalaupun mereka menempuh jalur lubang dhabb (binatang sejenis biawak), niscaya kalian akan menempuhnya.” Kami mengatakan, “Ya Rasulullah, apakah jalan orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR.al-Bukhari no. 3197 dan Muslimno. 4822 dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu) Di dalam riwayat hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَفَارِسَ وَالرُّومِ؟ فَقَالَ: وَمَنِّ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ؟ “Tidak akan terjadi hari kiamat, hingga umatku mengambil langkah generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta.” Lalu dikatakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, apakah bangsa Persi dan Romawi?” Beliau bersabda, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. al-Bukhari no. 6774) Berita dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ini sesungguhnya sebagai pemberitahuan akan terjadinya sikap meniru orang kafir dalam semua lini kehidupan.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Berita ini menggambarkan sebuah kenyataan yang akan terjadi sekaligus sebagai celaan atas orang yang mengerjakannya. Beliau pun memberitakan apa yang akan dilakukan oleh manusia mendekati hari kiamat,berupa tanda-tanda kedatangannya berikut segala perkara yang diharamkan.Maka dari itu, diketahui bahwa Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya mencela umat ini apabila menyerupai Yahudi, Nasrani, Persi, dan Romawi. Inilah faedah yang dicari.” (Iqtidha’ ash-Shirathil Mustaqim hlm. 44) Allah Subhanahu wata’ala telah melarang keras kaum muslimin meniru mereka, sebagaimana firman-Nya, وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ {} مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ “Dan janganlah kalian seperti orang musyrik. Orang-orang yang telah memecah belah agama mereka sehingga mereka berkeping-keping dan setiap kelompok menyombongkan diri atas yang lain.” (ar-Rum: 31—32) Bahkan, Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan kita untuk berdoa agar tidak termasuk golongan mereka dalam banyak ayat. Di antaranya, اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ {} صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ “Tunjukilah kami ke jalan Engkau yang lurus. Jalan orang-orang yang Engkau telah beri nikmat atas mereka dan bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan sesatkan.” (al-Fatihah: 6—7) *SURI TELADAN DARI DUA KHALILULLAH* Teladan
[mediamusliminfo] Terompet Yahudi
*Terompet Yahudi* Di sepanjang jalan sebelum datangnya malam tahun baru, kita menyaksikan banyak pedagang kaki lima memajang dan menjajakan berbagai macam terompet. Terompet-terompet itu digunakan untuk memeriahkan malam tahun baru. Sementara itu banyak orang yang silih berganti singgah untuk menawar dan membelinya. Di bulan Desember, para pedagang terompet melariskan ratusan, bahkan mungkin ribuan terompet, sehingga disana-sini kita mendengarkan hingar-bingar suara terompet yang ditiup oleh orang-orang, mulai dari orang besar sampai anak kecil yang masih lugu. Kita hidup di kota, tapi terasa di hutan karena seringnya kita mendengarkan suara terompet yang menyerupai suara gajah yang mengamuk!! Tiup-meniup terompet sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia raya. Tragisnya, mereka tak memahami arti dan fungsi terompet dalam sejarah perkembangannya. Mereka tak tahu asal-muasal penggunaan terompet. Setiap malam tahun baru, seluruh dunia meniup terompet. Apakah ini adalah suatu kebudayaan? Darimana asalnya? Ternyata, setelah dilakukan banyak penelitian sejarah, budaya ini diikuti dari budaya Yahudi “Rosh Hashanah” (bahasa Ibrani: ראש השנה) yang adalah tahun baru dalam penanggalan Yahudi. Sebenarnya, Yudaisme (ajaran Yahudi) memiliki empat hari “tahun baru” yang menandai berbagai “tahun” resmi, seperti halnya 1 Januari menandai tahun baru dalam penanggalan Gregorian. Rosh Hashanah adalah tahun baru Yahudi untuk manusia, binatang, dan kontrak hukum, menurut kepercayaan batil mereka!! Jadi, menilik sejarahnya, bangsa yang pertama kali meniup terompet digunakan di malam tahun baru adalah bangsa Yahudi. Seluruh penjuru dunia telah menyambut pergantian tahun. Seperti negara-negara lain di dunia, masyarakat di Indonesia pun juga demikian. Jika di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Korea, dan China, masyarakatnya menghabiskan malam Tahun Baru dengan mengunjungi tempat ibadah untuk berdoa. Maka di Indonesia, meniup terompet sudah menjadi tradisi masyarakat saat menyambut pergantian tahun. Sayangnya, hingga saat ini tak banyak orang yang tahu mengapa terompet dipilih untuk menyambut datangnya tanggal 1 Januari!! Mereka juga tak tahu hukumnya menurut syariat Islam!!! Semula, budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka (bulan Tisyri). Walaupun setelah itu mereka merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian. Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai), sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru. Sebenarnya shofar (serunai) sendiri digolongkan sebagai terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga kini. Para pembaca yang budiman, inilah sejarah terompet dan asal penggunaannya. Dia merupakan syi’ar dan simbol keagamaan mereka saat merayakan tahun baru. Selain itu, terompet juga dipakai oleh bangsa Yahudi dalam mengumpulkan manusia saat mereka ingin beribadah dalam sinagoge (tempat ibadah) mereka. Perkara ini telah dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhu- saat beliau berkata, “Dahulu kaum muslimin saat datang ke Madinah, mereka berkumpul seraya memperkirakan waktu sholat yang (saat itu) belum di-adzani. Di suatu hari, mereka pun berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian orang diantara mereka berkomentar, “Buat saja lonceng seperti lonceng orang-orang Nashoro”. Sebagian lagi berkata, “Bahkan buat saja terompet seperti terompet kaum Yahudi”. Umar pun berkata, “Mengapa kalian tak mengutus seseorang untuk memanggil (manusia) untuk sholat”. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Wahai Bilal, bangkitlah lalu panggillah (manusia) untuk sholat”. [HR. Al-Bukhoriy (604) dan Muslim (377)] Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, “Terompet dan sangkakala sudah dikenal. Maksudnya (hadits ini), bahwa terompet itu ditiup lalu berkumpullah mereka (orang-orang Yahudi) saat mendengar suara terompet. Ini adalah syi’ar kaum Yahudi. Ia disebut juga dengan shofar (serunai)”. [Lihat Fathul Bari (2/399), cet. Dar Al-Fikr] Seorang sahabat Anshor berkata, “Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- amat memperhatikan perkara sholat, bagaimana caranya mengumpulkan manusia untuk sholat? Ada yang berkata, “Tancapkanlah bendera ketika waktu sholat datang. Jika mereka melihatnya, maka sebagian orang akan memberitahukan yang lain”. Tapi hal tak
[mediamusliminfo] Larangan Tasyabbuh
*Larangan Tasyabbuh* *A. Samahatul Imam Al-’Allamah Asy-Syaikh ‘Abdul Aziz Bin Baz Rahimahullah **, Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia**:* Tidak boleh bagi muslim dan muslimah untuk ikut serta dengan kaum Nashara, Yahudi, atau kaum kafir lainnya dalam acara perayaan-perayaan mereka. Bahkan wajib meninggalkannya. Karena barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari sikap menyerupai mereka atau berakhlaq dengan akhlaq mereka. Maka wajib atas setiap mukmin dan mukminah untuk waspada dari hal tersebut, dan tidak boleh membantu untuk merayakan perayaan-perayaan orang-orang kafir tersebut dengan sesuatu apapun, karena itu merupakan perayaan yang menyelisihi syari’at Allah dan dirayakan oleh para musuh Allah. Maka tidak boleh turut serta dalam acara perayaan tersebut, tidak boleh bekerja sama dengan orang-orang yang merayakannya, dan tidak boleh membantunya dengan sesuatu apapun, baik teh, kopi, atau perkara lainnya seperti alat-alat atau yang semisalnya. Allah juga berfirman : “Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” [Al-Ma`idah : 2] Ikut serta dengan orang-orang kafir dalam acara perayaan-perayaan mereka merupakan salah satu bentuk tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Maka wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk meninggalkannya. Tidak selayaknya bagi seorang yang berakal jernih untuk tertipu dengan perbuatan-perbuatan orang lain. Yang wajib atasnya adalah melihat kepada syari’at dan aturan yang dibawa oleh Islam, merealisasikan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan sebaliknya tidak menimbangnya dengan aturan manusia, karena kebanyakan manusia tidak mempedulikan syari’at Allah. Sebagaimana firman Allah : “Kalau engkau mentaati mayoritas orang yang ada di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” [Al-An’am : 116] Allah juga berfirman : “Kebanyakan manusia tidaklah beriman walaupun engkau sangat bersemangat (untuk menyampaikan penjelasan).” [Yusuf : 103] Maka segala perayaan yang bertentangan dengan syari’at Allah tidak boleh dirayakan meskipun banyak manusia yang merayakannya. Seorang mukmin menimbang segala ucapan dan perbuatannya, juga menimbang segala perbuatan dan ucapan manusia, dengan timbangan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Segala yang sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah atau salah satu dari keduanya, maka diterima meskipun ditinggakan manusia. Sebaliknya, segala yang bertentangan dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah atau salah satunya, maka ditolak meskipun dilakukan oleh manusia. [Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah rahimahullahI/405] Sumber: http://www.darussalaf.or.id/fatwa-ulama/hukum-turut-serta-dalam-perayaan-natal-dan-tahun-baru/ *B. Asy Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin Rahimahullah* Pertanyaan : Apakah boleh memberikan ucapan selamat hari raya atau yang lainnya kepada orang orang Masihiyun (penganut ajaran Isa al Masih)? Jawaban : Yang benar adalah jika kita mengatakan : Orang-orang nasrani, karena kalimat masihiyun berarti menisbatkan syariat (yang di bawah Nabi Isa) kepada agama mereka, artinya mereka menisbatkan diri mereka kepada Al-Masih Isa bin Maryam. Padahal telah diketahui bahwa Isa bin Maryam Alaihissalam telah membawa kabar gembira untuk Bani Israil dengan(kedatangan) Muhammad. Allah Subhanahu wa Taala berfirman: Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: `Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)`. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata (Ash-Shaff: 6). Maka jika mereka mengkafiri/mengingkari Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka berarti mereka telah mengkafiri Isa, kerena mereka telah menolak kabar gembira yang beliau sampaikan kepada mereka. Dan oleh karena itu kita mensifati mereka dengan apa yang disifatkan Allah atas mereka dalam Al-Qur`an dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasulullah Shallallahu wa `alaihi wa Sallam dalam As-Sunnah, dan yang disifatkan/digambarkan oleh para ulama muslimin dengan sifat ini yaitu bahwa mereka adalah nashrani sehingga kitapun mengatakan: sesungguhnya orang-orang nashrani jika mengkafiri Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka sebenarnya mereka telah mengkafiri Isa bin Maryam. Akan tetapi mereka mengatakan: Sesungguhnya Isa bin Maryam telah memberi kabar gembira kepada kami dengan seorang rasul yang akan datang sesudahnya yang namanya Ahmad, sementara yang datang namanya adalah Muhammad. Maka kami menanti (rasul yang bernama) Ahmad, sedangkan Muhammad adalah bukanlah yang dikabargembirakan oleh Isa. Maka apakah jawaban atas penyimpangan ini? Jawabannya adalah kita mengatakan bahwa Allah telah berfirman: Maka ketika ia
[mediamusliminfo] Membantu Salim A. Fillah Mentarjih dan Menjawab Ulil Abshar Abdalla tentang Natal
*Membantu Salim A. Fillah Mentarjih dan Menjawab Ulil Abshar Abdalla tentang Natal* Setelah menyebutkan adanya perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya mengucapkan selama Natal, Saudara Salim A. Fillah menutup kultwit-nya dengan ucapan, *“Demikian bincang Natal. Semoga tak kecewa karena jawabnya tak satu. Sebab Salim, terlalu bodoh untuk lancang mentarjih ikhtilaf Ulama.”* Adapun Ulil Abshar Abdalla dengan tegas menyatakan dalam tweet-nya, *“Sekali lg tak ada larangan mengucapkan Selamat Natal di Quran atau hadis. Yg mengharamkannya, menurut saya, keliru.”* *“Sama dengan umat Kristen yg mengucapkan Selamat Idul Fitri bukan berarti langsung mengakui doktrin tauhid ala Islam.”* *“Mengucapkan Selamat Natal bukan berarti menyetujui doktrin agama Kristen.”* *“Islam adalah agama “salam”, damai. Sudah selayaknya umat Islam menyelamati umat agama lain. Selamat berasal dari bhs Arab: damai.”* [Sekian nukilan] Tanggapan: Pertama: Peryataan Ulil bahwa, “Tak ada larangan mengucapkan Selamat Natal di Quran atau hadis”, sepintas dapat dipahami bahwa seorang muslim memang harus berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, apa yang diperintahkan oleh keduanya hendaklah diamalkan dan apa yang dilarang hendaklah ditinggalkan, apa yang dikabarkan hendaklah diimani dan apa yang diingkari hendaklah juga diingkari, tentunya saya berharap inilah maksud Ulil, karena tidak diragukan lagi bahwa setiap muslim hendaklah berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat. Maka dari itu saya ingin memanfaatkan pernyataan ini untuk mengingatkan kepada diri saya dan semua pembaca yang budiman, bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah telah mengajarkan kepada kita beberapa hal tentang orang-orang kafir yang harus kita imani dan amalkan, baik Yahudi, Nasrani atau kaum musyrikin secara umum, sebagaimana akan kami sebutkan diantara penegasan dan pernyataan Al-Qur’an dan Al-Hadits tersebut pada poin kedua. Kedua: Benarkah Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak melarang untuk mengucapkan Selamat Natal? Jawabannya perlu dirinci: 1) Jika yang dimaksudkan adalah teks khusus seperti, “Janganlah kalian mengucapkan Selamat Natal” memang tidak ada, dan ini sama saja dengan teks khusus, “Jangan menkonsumsi narkoba”, “Jangan merokok”, tidak ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, apakah berarti hukum narkoba dan rokok tidak terlarang atau bahkan tidak ada dalam Islam?! 2) Jika yang dimaksudkan tidak ada satu pun dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mengandung larangan mengucapkan Selamat Natal maka jelas keliru, karena hal itu sangat banyak. Sebelum saya sebutkan dalil-dalilnya insya Allah dan penjelasan ringkas sisi pendalilannya, terlebih dahulu perlu dipahami apa hakikat perayaan Natal, disebutkan dalam Wikipedia: “Natal (dari bahasa Portugis yang berarti “kelahiran”) adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember.” Maka jelaslah, Natal adalah hari perayaan atas kelahiran Yesus Kristus, pertanyaannya apakah perayaan tersebut atas dasar beliau sebagai seorang Nabi atau “Tuhan”? Apabila atas dasar beliau sebagai seorang Nabi maka sama dengan perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, termasuk kategori bid’ah, mengada-ada dalam agama yang tidak beliau contohkan dan telah beliau larang, serta mengandung tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan berbagai kemungkaran lainnya. Tidak diragukan lagi, mereka merayakannya atas dasar beliau sebagai “Tuhan” mereka bukan sebagai Nabi, dengan kata lain atas dasar kesyirikan dan kekufuran. *Berikut dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mengandung larangan mengucapkan Selamat Natal:* Mereka adalah mahkluk terjelek dan kekal di neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ “Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik AKAN MASUK NERAKA JAHANNAM, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah SEBURUK-BURUK MAKHLUQ.” [Al-Bayyinah: 6] Sisi pendalilan: Mereka adalah makhluk yang hina dan dimurkai Allah, apakah patut seorang yang beriman kepada-Nya memuliakan dan menghormati yang Dia hinakan dan murkai dengan mengucapkan Selamat Natal?! Mereka lebih sesat dari hewan ternak. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا “Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami!? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti BINATANG TERNAK, bahkan mereka LEBIH SESAT jalannya (dari binatang ternak itu).”[Al-Furqon: 44] Sisi pendalilan: Mereka lebih sesat dari binatang ternak karena menganggap Nabi yang
[mediamusliminfo] “Ahok dan Identitas Agama”
“Ahok dan Identitas Agama” Oleh: Dr. Adian Husaini MENYUSUL pengumuman janji kemerdekaan bagi Indonesia dari Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso, 7 September 1944, maka pada 12-14 Oktober 1945, Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), yang merupakan perhimpunan organisasi-organisasi Islam utama di Indonesia, menggelar rapat, dengan keputusan: bahwa (1) kemerdekaan Indonesia berarti kemerdekaan kaum Muslimin Indonesia, (2) kemerdekaan Indonesia adalah satu syarat penting guna tercapainya kemerdekaan umat Islam Indonesia, untuk menjalankan syariat agamanya dengan semestinya. Berita rencana kemerdekaan Indonesia juga mendapat sambutan khusus dari Muhammad Amin al-Husaini, mantan mufti Masjid al-Aqsha, Jerusalem, yang ketika itu tinggal di Jerman. Amin al-Husaini mengirimkan surat kepada PM Jepang Koiso melalui Dubesnya di Jerman. Dikatakannya, bahwa sekalian kaum Muslimin di dunia sungguh-sungguh memperhatikan benar-benar nasib Indonesia yang mempunyai penduduk kaum Muslimin lebih dari 60 juta itu. Surat Amin al-Husaini itu dijawab oleh Syekh Hasyim Asy’ari, pemimpin tertinggi Masyumi, dengan surat sebagai berikut: “Atas perhatian tuan dan seluruh alam Islam tentang janji Indonesia merdeka, Majelis Syuro Muslimin Indonesia, atas nama kaum Muslimin se-Indonesia, menyatakan terimakasih. Assyukru walhamdulilah. Guna kepentingan Islam kami lebih perhebatkan perjuangan kami disamping Dai Nippon sampai kemenangan akhir tercapai. Moga-moga pula perjuangan tuan untuk kemerdekaan negeri Palestina dan negeri-negeri Arab lainnya tercapai. Majelis Syuro Muslimin Indonesia. Hasjim Asj’ari.” Sementara itu, Imam Amin al-Islami, imam masjid Tokyo, seperti ditulis dalam berita Domei 18 Oktober 1944, menyatakan: “Di seluruh dunia, Indonesia terkenal sebagai Negara Islam. Amanat mufti besar Amin al-Husaini yang turut bergembira dengan perkenan Indonesia merdeka di kemudian hari, jelas menunjukkan bahwa Indonesia merdeka merupakan salah satu soko guru yang kuat guna kemajuan umat Islam. Kemerdekaan Indonesia yang juga berarti kemedekaan kaum Muslimin, sudah tentu saja sangat menggembirakan kita sekalian. Mudah-mudahan umat Islam bekerja segiat-giatnya guna melaksanakan Islam Indonesia, akan bekerja sekemerdekaan Indonesia yang sebenar-benarnya yang penuh diliputi perdamaian dan kemakmuran sebagai Negara Islam yang pertama di Asia Timur Raya.” (Lihat, H. Aboebakar, Sejarah Hidup K.H.A. Wahid Hasjim, (Jakarta: Mizan, 2011), hlm. 381-385.). Dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), 13 Juli 1945, setelah diterimanya naskah Piagam Jakarta dari Penitia Sembilan, KH Wahid Hasjim Mengajukan dua usul. Pertama, pada pasal 4 Rancangan UUD, ditambah kata-kata “yang beragama Islam”. Jadi, bunyi selengkapnya pasal 4 ayat 2 adalah: “Yang dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden hanya orang Indonesia asli yang beragama Islam.” Kiai Wahid Hasjim berargumen: “Buat masyarakat Islam penting sekali perhubungan antara pemerintah dan masyarakat… jika Presiden orang Islam, maka perintah-perintah berbau Islam dan akan besar pengaruhnya.” Usul kedua KH Wahid Hasjim adalah, agar ditetapkan: “Agama Negara ialah agama Islam, dengan menjamin kemerdekaan orang-orang yang beragama lain untuk…. dan sebagainya.” Menurutnya, hal itu terkait erat dengan pembelaan. “Pada umumnya pembelaan yang berdasarkan atas kepercayaan sangat hebat, karena menurut ajaran agama, nyawa hanya boleh diserahkan buat ideologi agama.” Kiai Wahid Hasjim akhirnya rela menanggalkan usulannya demi tercapainya kompromi dalam sidang BPUPK. Tapi, buah pemikirannya itu masih tetap tercatat dalam tinta emas sejarah Indonesia. Bagaimana pun, menyongsong kemerdekaan RI, umat Islam Indonesia menunjukkan kegairahan yang luar biasa. Mereka ingin mewujudkan sebuah negara berdasarkan Islam. Itu tercermin dalam pidato dan pernyataan tokoh-tokoh Islam yang duduk dalam BPUPK. Bahkan, tokoh-tokoh yang dikenal bukan dari kalangan nasionalis Islam, pun mendukung prinsip-prinsip keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sidang BPUPK hari pertama, 29 Mei 1945, Muhammad Yamin – yang sering digolongkan ke dalam tokoh nasionalis sekular – menyebutkan bahwa “Peradaban Indonesia mempunyai Ketuhanan Yang Maha Esa.” Yamin menyebut “Dasar-dasar Yang Tiga”, yaitu: Permusyawaratan (Quran) – mufakat (adat), Perwakilan (adat) dan Kebijaksanaan (rationalisme). Dalam usulan berupa poin-poin – tanpa penjelasan – Yamin juga mencatat: “Kepala Negara, pemerintah daerah dan pemerintahan persekutuan desa (nagari, marga, dll), dipilih secara timur dalam permusyawaratan yang disusun secara rakyat. Pemerintahan Syariah.” Dalam sidang BPUPK, 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mendukung gagasan “negara berdasar atas cita-cita luhur dari agama Islam”. Soepomo mengusulkan suatu bentuk “Negara nasional yang bersatu”, yang dia uraikan sebagai berikut: “Negara nasional yang bersatu itu tidak berarti, bahwa Negara itu akan bersifat “a religieus”. Itu bukan. Negara
[mediamusliminfo] Bertauhid dengan Makna yang Seutuhnya
*Bertauhid dengan Makna yang Seutuhnya* Tauhid merupakan landasan terpenting dalam agama para rasul dan poros utama dakwah mereka. Dan Allah Ta’ala berfirman, Sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah dalam keadaan dia ridho)” (An-Nahl : 36) Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada ilah (yang hak) melainkan Aku, maka beribadahlah kalian semua kepada-Ku” (Al-Anbiya’ : 25) Tauhid adalah masalah yang paling penting dalam Islam. Tauhid adalah satu-satunya garis pemisah yang membedakan antara muslim dan kafir. Dengan tauhid, jiwa, harta, dan kehormatan seorang hamba diharamkan (wajib dijaga/dilindungi). Maka dari itu, tauhid merupakan kewajiban pertama atas setiap hamba. Tauhid adalah meyakini bahwa Allah-lah satu-satu Pencipta, Penguasa, dan Pengatur seluruh alam, Allah sebagai satu-satunya yang berhak dan pantas diibadahi, dan hanya Allah sajalah yang memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat kesempurnaan, tidak serupa dengan sifat-sifat makhluk-makhluk-Nya. Ringkasnya, tauhid adalah meyakini keesaan Allah dalam rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan asma’ dan shifat-Nya. Tauhid akan terwujud dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat kemudian menjalankan segala konsekuensinya. Konsep tauhid dengan tiga jenisnya di atas, telah sempurna sejak pertama kali Islam diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah. Oleh karena itu, Al-Imam ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Baththah Al-’Ukbari rahimahullah (wafat tahun 387 H) dalam karya besar beliau yang berjudul Al-Ibanah al-Kubra, mengatakan: “Bahwa dasar iman kepada Allah yang wajib atas makhluk (manusia dan jin) untuk meyakininya dalam menetapkan keimanan kepada-Nya, ada tiga hal: *Pertama*: Seorang hamba harus meyakini Rububiyyah-Nya, yang dengan itu dia menjadi berbeda dengan atheis yang tidak menetapkan adanya pencipta. *Kedua*: Seorang hamba harus meyakini Wahdaniyyah-Nya (Uluhiyyah-Nya), yang dengan itu dia menjadi berbeda dengan orang-orang musyrik yang mengakui sang Pencipta namun menyekutukan-Nya dengan mempersembahkan ibadah kepada selain-Nya. *Ketiga*: Meyakini bahwa Dia (Allah) bersifat dengan sifat-sifat (kesempurnaan) yang Dia mesti bersifat dengannya, berupa sifat Ilmu, Qudrah, Hikmah, dan semua sifat yang Dia menyifati diri dengannya dalam kitab-Nya.” Jadi, tidaklah benar anggapan sebagian orang bahwa pada abad ke-8 hijriah Ibnu Taimiyyah memunculkan teori baru pembagian tauhid menjadi tiga. Atau sebagian orang yang melemparkan tuduhan tersebut kepada Muhammad bin ‘Abdil Wahhab. Sungguh semua itu tidak berdasar sama sekali. Tauhid dengan tiga jenisnya di atas, merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak boleh mengimani salah satunya saja dan mengingkari yang lain. Maka seseorang yang meyakini Allah sebagai Pencipta alam semesta, Pemberi rizki, namun meyakini bahwa ibadah tidak harus ditujukan kepada Allah saja dan boleh ditujukan kepada selain Allah. Maka orang ini belum bertauhid, walaupun meyakini Allah sebagai Pencipta, Penguasa, dan Pengatur jagat raya ini. Karena kaum musyrikin arab, yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah kepada mereka, ternyata juga meyakini bahwa Allah adalah Pencipta, Penguasa, dan Pengatur jagad raya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka, “Kalau kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, serta mengatur matahari dan bulan?’ Niscaya mereka akan menjawab, “Allah.” Maka bagaimanakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).“(al-’Ankabut : 61) Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Niscaya mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya?” (Yunus : 31) “Tidaklah beriman kebanyakan mereka, kecuali mereka itu musyrikin.” (Yusuf : 106) Shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Termasuk keimanan mereka adalah, apabila ditanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Dan siapakah yang menciptakan gunung-gunung?’ Mereka akan menjawab, ‘Allah’ . Namun mereka adalah musyrikin. (lihat Tafsir ath-Thabari, no. 19954). Al-Imam ‘Ikrimah rahimahullah mengatakan, … Maka itulah iman mereka kepada Allah. Namun mereka beribadah kepada selain-Nya. (lihat Tafsir ath-Thabari, no. 19955). Al-Imam Ibnu Katsir, setelah menukilkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas di atas, mengatakan dalam kitab Tafsirnya, “Itu juga pendapat Mujahid, ‘Atha’, ‘Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah, adh-Dhahhak, dan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.”
[mediamusliminfo] Yesus Bukan Kristen
*Yesus Bukan Kristen* Judul ini pasti membuat rasa penasaran bagi umat Islam, ‘kalau bukan Kristen, lalu apa?’. Atau jika yang membaca umat Kristen, pasti menuai sikap kontroversi. Walaupun demikian, siapa yang membaca semoga membuka wawasan, menuntun pada kebenaran. Semua pengikut Yesus pasti mengakui bahwa mereka beragama Kristen. Tetapi apakah ada di antara mereka bisa memberikan bukti atau menunjukkan ayat-ayat yang tertulis di dalam Bibel bahwa Yesus beragama Kristen? Akan sangat mengejutkan bahwa ternyata dalam Bibel, sama sekali tidak akan kita jumpai pengakuan Yesus bahwa dia beragama Kristen. Jika Yesus bukan beragama Kristen, lalu apa agama Yesus? Dan jika Yesus bukan beragama Kristen, mengapa orang-orang yang mengaku pengikut Yesus beragama yang bukan agama Yesus? Banyak umat Kristiani tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Yesus bukan beragama Kristen dan yang menamakan agama itu `Kristen’ bukan Yesus, tapi Barnabas dan Paulus (Saulus) di Antiokhia. Perhatikan ayat-ayat Alkitab dibawah ini : Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua tetap setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan. Lalu pergilah Barnabas ke Tarsus untuk mencari Saulus; dan setelah bertemu dengan dia, ia membawanya ke Antiokhia. Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. *Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen. (Kisah Para Rasul 11:23-26)* *“Di Antiokhia-lah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen”.* Ayat di atas membuktikan bahwa yang menamakan agama itu ‘Kristen’ bukan Yesus. Tetapi Barnabas dan Paulus. Dan hal ini dilakukan di sebuah daerah yang bernama Antiokhia, di daerah Turki. Sedangkan Yesus tinggal di Palestina dan murid-muridnya pun di Palestina. Seumur hidupnya Yesus tidak pernah mengajarkan bahwa risalah yang dibawanya bernama Kristen. Yesus tidak membawa agama baru. Yesus menegaskan berkali-kali bahwa dia hanya adalah seorang nabi yang meneruskan ajaran para nabi sebelumnya. Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku (Yesus) datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (Matius 5:17) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (Matius 5:18) Bahkan lebih tegas lagi Yesus mengancam, barang siapa yang berani mengubah-ubah ayat-ayat dalam Kitab Taurat maka orang tersebut akan masuk neraka (tempat terendah di Kerajaan Sorga/akhirat) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. (Matius 5:19), (Matius 5:20) Sementara Paulus dan Barnabaslah memberi nama ‘Kristen’ terhadap agama yang mereka bentuk, yaitu sekitar tahun 42 M. Di dalam Alquran, tidak dijumpai satu pun kata ‘Kristen’, yang ada kata ‘Nashara’. Ajaran Yesus atau Nabi Isa a.s. sesungguhnya hanya diperuntukan bagi kaumnya sendiri, bukan untuk disebarkan keseluruh dunia. Namun Yahudi menyusupkan seorang agennya bernama Paulus—seorang Yahudi dari Tarsus—ke dalam ajaran Nabi Isa a.s. dan mengubah agama yang tadinya hanya untuk kaumnya sendiri menjadi agama yang ekspansif. Siapa sebenarnya Paulus dari Tarsus itu? Inilah data dari Alkitab sendiri: BIODATA PAULUS Nama : Paulus/Saulus (Gal.5: 2; Kis.13: 9) Tempat lahir: Tarsus, Kilikia (Kis.22: 3) Pekerjaan : Tuna Karya/Pengangguran (Rm.15: 23) Jabatan: Mengaku Rasul buat bangsa bukan Yahudi (Rm. 11: 13; Ef. 3: 8; I Tim. 2: 7; Gal. 2: 7), Allah Bapa bagi umat Kristen (I Kor. 4: 15), Pendiri agama Kristen (Kis. 11: 26; I Kor. 9: 1-2). Disunat: Pada hari kedelapan (Flp. 3: 5) Asal : Yahudi dari Tarsus (Kis. 21: 39; Kls. 22: 3) Keturunan : Orang Israel (Rm. 11: 1), Ibrani asli (Flp. 3: 5) Suku bangsa: Benjamin (Flp. 3: 5; Rm. 11: 1) Kewarganegaraan : Romawi (Kis. 22: 25-29). Dididik oleh: Gamalael (Kis. 22: 3) Agama : Yahudi tidak bercacat (Flp. 3: 6; Kis. 24: 14) Status : Tidak beristeri (I Kor. 7: 8) Pendirian : Orang Farisi (Flp. 3: 5) Kegiatan : Penganiaya pengikut Jalan Tuhan sampai mati, ganas tanpa batas dan penghujat (Flp. 3: 6; Kls. 8: 1-3; 22: 4-5; 26: 10-11; Gal. 1: 13; I Tim. 1: 13; I Kor.
[mediamusliminfo] Dakwah Ahlus Sunnah Membendung Kristenisasi
*Dakwah Ahlus Sunnah Membendung Kristenisasi* Download kumpulan rekaman bimbingan masuk Islam dan nasihat bagi mualaf Cilacap. Untuk lebih mempermudah download, kami sarankan menggunakan software download manager seperti *IDM* http://www.internetdownloadmanager.com/, *FDM* http://www.freedownloadmanager.org/download.htm, atau yang semisal. *Audio Files* *Download Play* *Ogg Vorbis* Masuk Islamnya Keluarga Bapak Tunut 2.5 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/01%20Masuk%20Islamnya%20Keluarga%20Bapak%20Tunut.MP3 2.8 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/01%20Masuk%20Islamnya%20Keluarga%20Bapak%20Tunut.ogg Masuk Islamnya Keluarga Bapak Suminta 6.3 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/02%20Masuk%20Islamnya%20Keluarga%20Bapak%20Suminta.MP3 6.0 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/02%20Masuk%20Islamnya%20Keluarga%20Bapak%20Suminta.ogg Dakwah Ke Pak Wasim 4.5 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/03%20Dakwah%20Ke%20Pak%20Wasim%20%5BMasih%20Kristen%5D.mp3 3.9 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/03%20Dakwah%20Ke%20Pak%20Wasim%20%5BMasih%20Kristen%5D.ogg Kesyirikan Acara Sedekah Bumi 10.3 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/04%20Kesyirikan%20Acara%20Sedekah%20Bumi%20%26%20Laut%20di%20Kampung%20Laut.mp3 8.7 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/04%20Kesyirikan%20Acara%20Sedekah%20Bumi%20%26%20Laut%20di%20Kampung%20Laut.ogg Masuk Islamnya Bapak Guntoro 8.0 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/05%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Guntoro%20dan%20Daryono%20dari%20Ujung%20Gagak%20Kampung%20Laut.mp3 7.4 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/05%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Guntoro%20dan%20Daryono%20dari%20Ujung%20Gagak%20Kampung%20Laut.ogg Masuk Islamnya Bapak Paiman, Slamet dan Anto 11.6 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/06%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Paiman%2C%20Slamet%20dan%20Anto.MP3 11.3 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/06%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Paiman%2C%20Slamet%20dan%20Anto.ogg Masuk Islamnya Bapak Parawangi Al-Bugisi dan Istrinya 14.3 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/07%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Parawangi%20Al-Bugisi%20dan%20Istrinya.MP3 13.7 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/07%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Parawangi%20Al-Bugisi%20dan%20Istrinya.ogg Masuk Islamnya Bapak Supangat dan 3 Wanita 10.3 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/09%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Supangat%20dan%203%20Wanita.MP3 10.2 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/09%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Supangat%20dan%203%20Wanita.ogg Masuk Islamnya Bapak Supendi 4.7 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/10%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Supendi%20dari%20Ujung%20Gagak%20Kampung%20Laut.mp3 4.0 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/10%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Supendi%20dari%20Ujung%20Gagak%20Kampung%20Laut.ogg Masuk Islamnya Sdr Ponijan, Ibunya Sariyah Lastri 7.1 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/11%20Masuk%20Islamnya%20Sdr%20Ponijan%2C%20Ibunya%20Sariyah%20%26%20Lastri.MP3 6.5 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/11%20Masuk%20Islamnya%20Sdr%20Ponijan%2C%20Ibunya%20Sariyah%20%26%20Lastri.ogg Tarja dan Paijo 3.6 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/12%20Nasihat%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Karna%2C%20Tarja%20dan%20Paijo.mp3 3.1 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/12%20Nasihat%20Masuk%20Islamnya%20Bapak%20Karna%2C%20Tarja%20dan%20Paijo.ogg Nasehat Untuk Saudara kita di Kampung Laut 18.8 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/13%20Nasihat%20Menghadapi%20Kristenisasi%20Kampung%20Laut.mp3 16.9 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/13%20Nasihat%20Menghadapi%20Kristenisasi%20Kampung%20Laut.ogg Nasihat Ustadz Sofyan 10.4 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/14%20Nasihat%20Ustadz%20Sofyan%20Kepada%20Mu%27allaf%20Selok%20Jero.MP3 11.0 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/14%20Nasihat%20Ustadz%20Sofyan%20Kepada%20Mu%27allaf%20Selok%20Jero.ogg Nasihat Masuk Islam Preman 12.1 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/15%20Nasihat%20Masuk%20Islam%20Preman.MP3 11.5 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/15%20Nasihat%20Masuk%20Islam%20Preman.ogg Nasehat Untuk Saudara kita di Kampung Laut 17.0 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/16%20Nasihat%20Menghadapi%20Kristenisasi%20Kampung%20Laut.mp3 15.3 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/16%20Nasihat%20Menghadapi%20Kristenisasi%20Kampung%20Laut.ogg Dialog Bersama (Mantan) Misionaris Kristen 6.4 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/17%20Dialog%20Bersama%20%28Mantan%29%20Misionaris%20Kristen.mp3 5.9 MB http://archive.org/download/BendungKristenisasi/17%20Dialog%20Bersama%20%28Mantan%29%20Misionaris%20Kristen.ogg Masuk Islamnya Pak
[mediamusliminfo] Bersegera dalam Lima Perkara
*Bersegera dalam Lima Perkara* Oleh: Al-Ustadz Abdul Qadir Abu Fa’izah -Hafizhahullah- Jika kita mengenal “Lukman Al-Hakim” yang bijak, seorang yang sholih telah diabadikan hidup dan kisahnya di dalam Al-Qur’an dari kalangan umat yang terdahulu, maka di tengah umat ini ada seorang ulama yang amat bijak dan berhikmah kata-katanya, sampai ia digelari dengan “Luqmannya Umat ini”. Itulah Hatim bin Unwan Al-Ashom Al-Balkhiy [Lihat Siyar A'lam An-Nubala' (11/485)] Diantara kalam dan nasihat bijak beliau, ia pernah berkata saat menjelaskan lima perkara yang dianjurkan padanya bersegera dan bergegas, tanpa ditunda-tunda, يقال: العجلة من الشيطان إلا في خمس إطعام الطعام إذا حضر الضيف وتجهيز الميت إذا مات وتزويج البكر إذا أدركت وقضاء الدين إذا وجب والتوبة من الذنب إذا أذنب “Dikatakan, “Ketergesa-gesaan itu dari setan, kecuali dalam lima perkara: menghidangkan makanan jika tamu telah hadir, mengurusi jenazah jika telah wafat, menikahkan anak gadis jika telah baligh, menunaikan utang jika telah jatuh tempo, dan bertobat dari dosa jika telah melakukan dosa”. [HR. Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (8/78)] Hatim Al-Ashom -rahimahullah- mengisyaratkan kepada kita bahwa sikap tergesa-gesa pada asalnya adalah tercela. Namun semua itu dikecualikan dalam lima perkara tersebut. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, التأني من الله و العجلة من الشيطان “Sikap pelan berasal dari Allah, dan sikap tergesa-gesa berasal dari setan”. [HR. Abu Ya'laa dalam Al-Musnad (no. 4256) dengan sanad hasan. Lihat Ash-Shohihah (1795)] Tergesa-gesa biasanya lahir atas dorongan setan, karena tergesa-gesa akan menghalangi untuk mengecek dan memperhatikan akibat-akibat perbuatan dan sikapnya. Kemudian tergesa-gesa yang tercela adalah dalam perkara selain ketaatan, seiring tanpa adanya pengecekan dan tanpa rasa takut kehilangan. [Lihat At-Taisir bi Syarh Al-Jami' Ash-Shogier (1/867)] Sikap tergesa-gesa seringkali mewariskan penyesalan bagi pelakunya. Di saat ia menghadapi sesuatu, ia akan mengambil langkah tergesa-gesa. Di kala itu, ia menganggap sikap yang ia jalani akan membawanya kepada kebahagiaan. Tapi ternyata sikapnya meluputkannya dari kebaikan, bahkan merugikan dirinya. Jika ia luput dari kebaikan dunia, maka masih ada asa untuk memperbaikinya, jika masih ada jalan. Namun jika ia meluputkan kebaikan ukhrawinya (yang berkaitan dengan akhiratnya), maka tak ada yang ia petik disana, melainkan penyesalan dan gigit jari. Amer bin Al-Ash -radhiyallahu anhu- berkata, لا يزال المرء يجتني من ثمرة العجلة الندامة “Senantiasa seseorang akan memetik penyesalan dari sikap tergesa-gesanya. [Lihat At-Taisir bi Syarh Al-Jami' Ash-Shogier (1/867)] Dzun Nun Al-Mishriy -rahimahullah- berkata, أربع خلال لها ثمرة: العجلة و العجب و اللجاجة والشره، فثمرة العجلة الندامة، و ثمرة العجب البغضة، وثمرة اللجاجة الحيرة، و ثمرة الشره الفاقة “Ada empat perkara yang memiliki buah (akibat buruk): Sikap tergesa-gesa, ujub (bangga diri), perdebatan, dan rakus (tamak). Maka buah ketergesa-gesaan adalah penyesalan, buah ujub adalah kejengkelan, buah perdebatan adalah keragu-raguan, dan buah kerakusan adalah kemiskinan”. [Atsar Riwayat Al-Baihaqiy Syu'abul Iman (no. 8215)] Para pembaca yang budiman, Hatim Al-Ashom -rahimahullah- menggunakan kata ( العجلة) yang berarti “tergesa-gesa”, namun bukan itu yang dimaksudkan oleh beliau. Tapi maksudnya adalah “bersegera”. Ali bin Sulthon Al-Qori -rahimahullah- berkata, بون بين المسارعة والمبادرة إلى الطاعات وبين العجلة في نفس العبادات فالأول محمود والثاني مذموم “Ada perbedaan antara bersegera menuju ketaatan-ketaatan dan antara tergesa-tergesa dalam ibadah itu sendiri. Maka yang pertama (bersegera) adalah terpuji, sedang yang kedua (tergesa-gesa) adalah tercela”. [Lihat Mirqoh Al-Mafatih (14/360)] Contohnya, seorang disyariatkan untuk bersegera mendatangi panggilan adzan, namun ia tidak disyariatkan lari tunggang-langgang, karena ia adalah sikap tergesa-gesa yang tercela. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, إِذَا سَمِعْتُمُ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا “Jika kalian mendengarkan iqomat, maka berjalanlah menuju sholat dan lazimilah ketenangan dan janganlah terburu-buru. Apa yang kalian jumpai (dari gerakan sholat), maka lakukanlah dan apapun yang luput bagi kalian, maka sempurnakanlah”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 636) dan Muslim dalam Shohih-nya (602)] Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jawziyyah -rahimahullah- berkata saat menjelaskan perbedaan antara “bersegera” (المبادرة), dan “tergesa-gesa” (العجلة), أن المبادرة انتهاز الفرصة في وقتها ولا يتركها حتى إذا فاتت طلبها فهو لا يطلب الأمور في أدبارها ولا قبل وقتها بل إذا حضر وقتها بادر إليها ووثب عليها وثوب الأسد على فريسته فهو بمنزلة من يبادر إلى أخذ الثمرة وقت كمال نضلها وإدراكها والعجلة طلب أخذ الشيء قبل وقته فهو لشدة حرصه عليه بمنزلة من يأخذ الثمرة قبل أوان
[mediamusliminfo] Betulkah Islam sama dengan Kristen?!
Betulkah Islam sama dengan Kristen?! [Menanggapi Tulisan Hanny Setiawan pada Situs merdeka.com] Oleh: Al-Ustadz Abdul Qadir Abu Fa’izah -Hafizhahullah- Kristenisasi terus berjalan di Bumi Nusantara, Indonesia Raya yang tercinta ini. Kristenisasi adalah sebuah gerakan terselebung yang dilakukan oleh kaum Kristen di berbagai belahan bumi dalam rangka mengajak manusia untuk masuk dan terpengaruh dengan ajaran Kristen (Nasrani). Gerakan ini muncul dalam skala nasional, internasional dengan melibatkan organisasi atau person-person yg bersatu dalam sebuah misi yang mereka sebut “Misi Kristenisasi”. Umat Kristiani alias Kristen memakai berbagai metode dan jalur dalam mewujudkan misi ini. Mereka masuk dalam politik, sosial, budaya, pendidikan, seni, dan lainnya. Usaha ini disebarkan melalui berbagai media, seperti surat kabar, majalah, buletin, radio, televisi, internet (dengan berbagai fasilitasnya, mulai dari Situs, blog, Twitter, Facebook, Whats’app, instagram dan lainnya), serta media-media lainnya. Mereka juga giat menyebarkan misi ini melalui dunia tulis-menulis. Nah, salah satu diantara mereka yang giat dalam hal ini, seorang yang bernama “Hanny Setiawan” sebagaimana yang terlihat dalam beberapa artikel yang ia terbitkan di situs nasional ‘merdeka.com’. Lihatlah salah satu buah dan tulisan tangannya di http://www.merdeka.com/ireporters/politik/perjalanan-rohani-idul-adha-seorang-nasrani.html. Di dalam tulisan ini ia berusaha keras mencari bahan yang menjadi celah baginya dalam menyamakan antara Islam sebagai agama yang haq dan diakui di sisi Allah dengan agama batil buatan Paulus yang bernama “Kristen”. Bukti kelicikannya, ia menarik benang merah dari sejarah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Nabi Ishaq. Dari situ ia membuat asumsi batil bahwa antara Islam dan Kristen tidak memiliki perbedaan substansial (mendasar) dan hakiki, sebab Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- dan Nabi Isa (Yesus dalam istilah mereka) adalah sama-sama berasal dari satu keturunan. Hanya bedanya, Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- berasal dari Nabi Ismail bin Ibrahim, sedang Nabi Isa berasal dari Ishaq bin Ibrahim. Namun intinya bahwa mereka berasal dari satu kakek yaitu Nabi Ibrahim –alaihish sholatu was salam-!! Selanjutnya, ia menyusupkan sebuah misi bahwa kaum muslimin tidak sepantasnya menyalahkan dan mengafirkan kaum Kristen alias Nasrani, sebab kedua pembawa agama adalah satu keturunan. Ini jelas adalah sebuah kerancuan berpikir yang kami akan luruskan –Insya Allah- dalam tulisan ini. Tapi sekarang ada baiknya kita dengarkan ucapan Hanny Setiawan ini, lalu kita bantah inti syubhat dan kerancuan tersebut. Ia berkata dalam artikelnya yang berjudul “Perjalanan Rohani Idul Adha Seorang Nasrani”, “Kembali Ke Ibrahim, Solusi Kebangsaan” Mengapa? Karena saya diingatkan kembali bahwa kedekatan sejarah yang begitu jelas antara Saudara/i muslim dan muslimah sering dikaburkan dengan berbagai hal yang sangat dangkal baik secara teologis, historis maupun secara kebangsaan. Kadang lupa bahwa titik temu kita ada di rumah Ibrahim. Ya di rumah Ibrahim, ada dua anak Ismael dan Ishak, di sinilah letak semua perbedaan sejarah terjadi. Tapi subuh ini, saya diingatkan kembali kebenaran historis bahwa baik Ismael atau Ishak keduanya memiliki BAPAK yang sama. Mereka dari keluarga yang sama. Dalam keluarga yang sama bukankah nilai-nilai kehidupan yang diajarkan pastinya sama. Kalau Ismael beruntung karena mendapatkan keluarga teladan sepert artikel Pak Anies di atas, bukankah keturunan Ibrahim masih ada yang lain, yaitu Ishak? Bukankah Alkitab saya mengatakan juga bahwa “…kamu juga adalah keturunan Abraham/Ibrahim dan berhak menerima janji Allah” (Gal 3:29)?” Lanjut Hanny, “Kalau kita adalah dari keturunan historis yang sama, bukankah kita masih ada hubungan darah? Perbedaan yang ada, bukankah itu manusiawi sekali? Bagi yang punya kakak dan adik dalam keluarga, ataupun punya anak-anak mengerti benar bahwa perbedaan diantara anak-anak, kakak dan adik tidak bisa dihindarkan, tapi HUBUNGAN darah yang disatukan oleh benih Bapak yang sama itulah yang seharusnya membuat kita satu keluarga”. Para pembaca Buletin At-Tauhid yang budiman, anda telah melihat sebuah kesimpulan yang fatal dari seorang Nasrani yang bernama “Hanny Setiawan”, ia berusaha menyamakan antara Islam dan Kristen dengan menarik benang merah dari arah sejarah (histori). Sehingga dari situ ia menggambarkan kepada manusia bahwa tidak ada bedanya antara ajaran Islam yang haq dengan ajaran batil yang bernama “Kristen”. Asumsi ini amat batil bagi orang-orang yang mengerti Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun orang yang jauh darinya, maka mata hatinya akan buta dan terseret oleh gelombang asumsi batil tersebut!! Demi menghancurkan asumsi batil yang ditiupkan oleh Hanny Setiawan, si Penulis Nasrani itu, maka kami akan bantah ucapannya di atas dari berbagai sisi berikut: *Pertama*, Benar bahwa kedua nabi kita (Nabi Muhammad dan Nabi Isa
[mediamusliminfo] Kekalnya Surga dan Neraka
*Kekalnya Surga dan Neraka* Tanya: Bismillah. Ustadz hafizhakallah. Mau tanya: Apakah dalam surah Hud 107-108 Allah berfirman: خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيد- وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” Apakah dalam kedua ayat diatas bisa dipahami bahwa akhirat itu tidak kekal? Mohon penjelasannya tentang ayat ini. Baarokallahu fiykum. Jawab: Sama sekali tidak. Para ulama telah bersepakat bahwa akhirat beserta semua di dalamnya seperti surga dan neraka adalah kekal, tidak akan binasa selama-lamanya. Dan dalil-dalil akan hal ini sangat lah banyak dan masyhur. Adapun ayat di atas dan yang semakna dengannya, maka hanya orang-orang Jahmiah atau yang mengikuti mazhab mereka yg menjadikannya sebagai dalil akan tidak kekalnya surga dan neraka. Hal itu karena mazhab mereka dalam hal ini memang seperti itu, yakni surga dan neraka tidak kekal. Adapun penafsiran ayat di atas, maka para ulama ahlussunnah telah menjelaskannya dalam buku-buku tafsir mereka. Mereka menjelaskan bahwa ayat di atas tidaklah seperti yang disangka oleh Jahmiah. Di antara ulama yg menjelaskan maknanya adalah Imam Ibnu Jarir ath Thabari dan al Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsir keduanya, dan juga Imam Ibnu al Jauzi dlm Zàd al Masìr. Berikut kesimpulan tafsir ayat di atas yang kami ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah: *A. Adapun maksud kalimat: (selama ada langit dan bumi). Maka ada 2 penafsiran di sini:* 1. Kalimat itu bermakna surga dan neraka kekal selamanya, bukan bermakna surga dan neraka hanya ada selama langit dan bumi masih ada. Hal itu karena orang-orang Arab biasa menggunakan kalimat di atas sebagai kiasan untuk menunjukkan sesuatu yg kekal. Seperti ucapan mereka: هذا دائم دوام السموات واﻷرض “Ini kekal sekekal langit-langit dan bumi.” Atau kalimat: هذا باق ما اختلف اليل والنهار “Ini tetap ada selama malam dan siang masih silih berganti.” Kedua kalimat di atas adalah kiasan untuk menunjukkan kekalnya sesuatu itu. Sehingga makna ayat dlm surah Hud di atas adalah: Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. 2. Jawaban kedua dikatakan: Memang surga dan neraka akan tetap ada selama langit dan bumi masih ada, namun yang dimaksud dengan langit dan bumi di sini bukanlah langit dan bumi yang kita kenal sekarang. Namun yang dimaksud di sini adalah jenis langit dan bumi yang notabene akan selalu ada selamanya. Hal itu krn pd hari kiamat, langit dan bumi akan tetap ada, walaupun tentunya bukan langit dan bumi yg kita kenali sekarang. Karena pada hari kiamat, setelah hancurnya langit dan bumi kita ini, Allah Ta’ala akan menggantinya dengan bumi dan langit yang lain. Sebagaimana pada firman Allah Ta’ala يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ ۖ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. (QS. Ibrahim: 48) Bahkan ada atsar dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma yang menyatakan bahwa setiap surga itu mempunyai langit dan buminya masing-masing. Atsarnya diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya. Wallahu a’lam *B. Adapun kalimat: (kecuali jika Tuhanmu menghendaki).* Maka ada beberapa penafsiran di kalangan ulama. Namun penafsiran yg paling masyhur adalah apa yang dinisbatkan oleh Ibnu Jarir kpd adh Dhahhàk, Khàlid bin Ma’dàn, Qatàdah, dan Ibnu Sinàn, serta dinisbatkan juga oleh Ibnu Abi Hatim kpd al Hasan dan Ibnu Abbas. Yaitu bahwa: Pengecualian ini berlaku bagi para pelaku maksiat dari ahli tauhid. Maksudnya bahwa semua yang masuk ke dalam neraka akan kekal di dalamnya kecuali mereka yang masih bertauhid, karena Allah menghendaki mereka akan keluar nantinya. Demikian halnya pengecualian yang terdapat dalam penyebutan surga. Yang dimaksud adalah para pelaku dosa besar yang disiksa di neraka dahulu sebelum masuk ke dalam surga. Sehingga maksudnya: Penghuni surga akan berada di dalam surga selamanya, kecuali pelaku maksiat yang Allah takdirkan masuk neraka dahulu. Mereka tidak kekal di surga dalam artian karena mereka tidak masuk surga dari sejak awal. Adapun setelah mereka masuk ke dalam surga, maka mereka akan kekal di dalamnya dan tidak akan keluar darinya selamanya. Demikian penafsiran ringkas dari ayat di atas, wallahu a’lam bishshawab. Sumber:
[mediamusliminfo] Ringkasan Hukum Diyat Pembunuhan Sengaja
*Ringkasan Hukum Diyat Pembunuhan Sengaja* Tanya: Afwan, adakah batasan nilai diyat? Karena ada sebagian orang yang mengkritik mahkamah syariah Saudi karena tidak membatasi diyat maksimal 1000 dinar. Jawab: Secara umum, para ulama sepakat bahwa keluarga korban pembunuhan yang disengaja memiliki salah satu dari 3 hak berikut: 1. Menuntut pelakunya dihukum mati (qishash). 2. Atau menggugurkan tuntutan hukuman mati tapi dengan ganti diyat (ganti rugi). 3. Atau memaafkan pembunuh tanpa qishash dan tanpa meminta diyat, dan ini yg lebih utama. Adapun diyat pembunuhan yang disengaja, maka asalnya adalah 100 ekor onta. Jika tdk ada onta, maka diganti dgn uang 1000 dinar atau yg setara dgnnya dr nilai mata uang di negara tempat keluarga korban. *1 dinar setara dgn 4,25 gram emas. Jika kita asumsikan 1 gram emas sekarang seharga Rp. 500.000,-, maka 1000 dinar itu setara dgn:* *Rp. 2.125.000.000,- (Dua milyar seratus dua puluh lima juta).* Ini jika korban pembunuhan adalah laki-laki. Adapun jika korban pembunuhannya adalah wanita, maka diyatnya adalah setengah dari diyat laki-laki. Kemudian, harta untuk membayar diyat ini harus berasal dari harta pelaku, bukan dari harta keluarga besarnya. Namun jika si pelaku miskin sehingga dia tidak mampu membayar, maka pemerintah dan masyarakat boleh memberi bantuan untuk membayar diyatnya. Wallahu a’lam. *Masalahnya sekarang, apakah boleh keluarga korban pembunuhan meminta lebih dari jumlah diyat di atas?* Ibnu al Qayyim menyebutkan 2 pendapat di kalangan ulama: Al Hanabilah membolehkan, sementara asy Syafiiah tidak membolehkan. Yang mana pun dari kedua pendapat di atas yang lebih tepat, maka itu adalah perbedaan pendapat yang sdh lumrah di kalangan ulama. Karena itu, tidak sepatutnya seseorg mencela atau menyudutkan penganut pendapat yg lain jika memang semua pendapat itu berlandaskan pada dalil. Kemudian, sudah dimaklumi bersama bahwa mazhab fiqhi KSA adalah al Hanabilah. Karenanya sangat wajar jika pemerintah di sana membolehkan keluarga korban menuntut diyat perdamaian melebihi dari nilai 1000 dinar, karena itu memang merupakan mazhab al Hanabilah. Intinya, siapa saja yang berusaha menyudutkan KSA karena kasus Sutinah ini dan semacamnya, maka orang seperti itu hanya ada 2 jenis orang: Orang yg bodoh terhadap hukum syar’i atau orang yang hasad terhadap negeri KSA, pemerintahnya atau para ulamanya. Demikian jawaban dari kami secara ringkas. Penjabaran masalah diyat, perbedaan pendapat di dalamnya, dan dalil-dalilnya tersebut sudah masyhur dalam kitab-kitab fiqhi. Wallahu a’lam. Sumber: http://al-atsariyyah.com/ringkasan-hukum-diyat-pembunuhan-sengaja.html -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu Media Muslim Group. Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups MediaMuslimINFO Group group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.
[mediamusliminfo] Keimanan Yang Tidak Membuahkan Hasil
*Keimanan Yang Tidak Membuahkan Hasil* “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (An-Nisa`: 150-151) *PENJELASAN MAKNA AYAT* Ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala ini menjelaskan tentang keadaan sebuah kelompok yang berada di antara dua kelompok yang telah jelas kedudukan dan sikap mereka. Dua kelompok yang jelas tersebut adalah: Pertama: kelompok yang mengimani segala hal yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Mereka adalah kaum mukminin. Kedua: kelompok yang mengingkari seluruh apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Mereka adalah kaum kafir yang jelas kekufurannya. Adapun kelompok yang ketiga adalah kelompok yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada ayat ini yaitu orang-orang yang mengimani sebagian rasul dan tidak mengimani sebagian lainnya serta menyangka bahwa ini merupakan jalan yang dapat menyelamatkan mereka dari siksaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun itu hanyalah angan-angan belaka, sebab mereka bermaksud memisahkan antara keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para rasul-Nya. Sebab barangsiapa yang bersikap loyal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala secara hakiki niscaya dia akan bersikap loyal kepada seluruh rasul-Nya sebagai wujud loyalitasnya yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan barangsiapa yang memusuhi salah seorang dari kalangan rasul-Nya maka sungguh dia telah memusuhi Allah 'Azza wa Jalla dan memusuhi seluruh rasul-Nya. Sebagaimana firman-Nya: “Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 98) Demikian pula orang yang kufur terhadap seorang rasul, maka sungguh ia telah mengkufuri seluruh rasul termasuk terhadap rasul yang disangka telah diimaninya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa mereka ini adalah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya agar tidak menimbulkan persangkaan bahwa mereka berada di sebuah tingkatan antara keimanan dan kekafiran. Dan sisi penyebab kafirnya mereka –meskipun terhadap sesuatu yang mereka menyangka beriman kepadanya- bahwa setiap dalil yang mengantarkan mereka menuju keimanan terhadap apa yang mereka imani juga terdapat yang semisalnya atau bahkan lebih daripada itu, terhadap nabi yang mereka ingkari. Demikian pula setiap syubhat yang mereka gunakan untuk meragukan kenabian seorang nabi yang mereka ingkari juga terdapat yang semisalnya atau bahkan lebih dari itu terhadap nabi yang mereka imani. Sehingga tidak ada yang tinggal dari mereka melainkan syahwat dan mengikuti hawa nafsu serta sekedar pengakuan yang memungkinkan bagi yang lain untuk mendatangkan lawan yang semisalnya. Sehingga tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyifatkan bahwa mereka itu adalah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan hukuman yang meliputi mereka (orang-orang kafir) secara menyeluruh dengan firman-Nya “Dan Kami telah persiapkan bagi orang-orang kafir siksaan yang menghinakan”, sebagaimana mereka yang bersikap sombong untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menghinakan mereka dengan siksaan yang sangat pedih dan menghinakan. (Tafsir As-Sa'di) Qatadah rahimahullahu berkata dalam menjelaskan ayat ini: “Mereka adalah musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala dari kalangan Yahudi dan Nashara, Yahudi beriman kepada Taurat dan Musa, serta mengingkari Injil dan Nabi Isa. Kaum Nashara beriman kepada injil dan Isa, serta mengingkari Al-Qur`an dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka mereka lebih memilih jalan agama Yahudi dan Nashrani padahal keduanya merupakan agama bid’ah yang tidak berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu meninggalkan Islam yang merupakan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dengannya Dia mengutus para rasul-Nya.” (Tafsir Ath-Thabari) *TIDAK ADA KEDUDUKAN YANG KETIGA ANTARA HAQ DAN BATIL* Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia ini juga menerangkan bahwa tidak ada kedudukan di antara kekufuran dan keimanan. Allah Subhanahu wa Ta'ala hanya membagi dua keadaan, adakalanya keimanan dan adakalanya kekufuran. Adapun yang disangka oleh mereka yang beriman terhadap sebagian apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyangka bahwa hal tersebut bermanfaat bagi mereka, maka ayat ini membatalkan persangkaan mereka itu dan mendustakan apa yang selama ini mereka imani disebabkan karena seseorang tidak diperkenankan untuk memilih apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan
[mediamusliminfo] Fatawa Ulama Seputar Orang yang Berhukum Dengan Selain Hukum Allah
*Fatawa Ulama Seputar Orang yang Berhukum Dengan Selain Hukum Allah* Berikut penyebutan nama beserta perkataan para ulama yang menyebutkan adanya rincian dalam masalah hukum orang yang berhukum dengan selain hukum Allah. Pada artikel yang telah berlalu (di sini) kami telah menyebutkan ucapan ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, Ibnu Jarir Ath-Thobary, Asy-Syaikh Al-Albany dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah, dan berikut ucapan selain mereka: *1. Imam Ibnul Jauzy rahimahullah* Beliau berkata dakam Zadul Masir (2/366), “Pemutus perkara dalam masalah ini adalah bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena juhud terhadapnya padahal dia mengetahui bahwa Allah menurunkannya, seperti yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi maka dia kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengannya karena condong kepada hawa nafsu tanpa juhud maka dia adalah orang yang zholim lagi fasik”. *2. Imam Al-Qurthuby rahimahullah* Beliau berkata, “Dan penjelasan hal ini adalah bahwa seorang muslim jika dia mengetahui hukum Allah -Ta’ala- pada suatu perkara lalu dia tidak berhukum dengannya maka : kalau perbuatan dia ini karena juhud maka dia kafir tanpa ada perselisihan, dan jika bukan karena juhud maka dia adalah pelaku maksiat dan dosa besar karena dia masih membenarkan asal hukum tersebut dan masih meyakini wajibnya penerapan hukum tersebut atas perkara itu, akan tetapi dia berbuat meksiat dengan meninggalkan beramal dengannya”. Lihat Al-Mufhim (5/117). *3. Imam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah* Beliau berkata dalam Minhajus Sunnah (5/130) setelah menyebutkan firman Allah -Ta’ala- dalam surah An-Nisa` ayat 65, “Maka barangsiapa yang tidak komitmen dalam menerapkan hukum Allah dan RasulNya pada perkara yang mereka perselisihkan maka sungguh Allah telah bersumpah dengan diriNya bahwa orang itu tidak beriman, dan barangsiapa yang komitmen kepada hukum Allah dan RasulNya secara bathin dan zhohir akan tetapi dia berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsunya (dengan meninggalkan hukum Allah-pent.) maka yang seperti ini kedudukannya seperti para pelaku maksiat lainnya (yakni masih beriman-pent.)”. Lihat juga Majmu’ Al-Fatawa (3/267) dan (7/312) *4. Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziah rahimahullah* Beliau menyatakan dalam Madarijus Salikin (1/336), “Dan yang benarnya bahwa berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan (hukumnya) mencakup dua kekafiran: ashghar (kecil) dan akbar (besar) disesuaikan dengan keadaan orang yang berhukum tersebut. Jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dalam kejadian itu tapi dia berpaling darinya (hukum Allah) karena maksiat dan mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan siksaan, maka ini adalah kafir ashghar. Dan jika dia meyakini bahwa dia (berhukum dengan hukum Allah-pent.) tidak wajib dan bahwa dia diberikan pilihan dalam hal itu (maksudnya dia meyakini bahwa boleh memilih antara menerapkan hukum Allah atau menerapkan hukum selainnya, pent.) padahal dia tahu bahwa itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kafir akbar. Dan jika dia tidak mengetahuinya (hukum Allah) dan tersalah di dalamnya (memberi keputusan) maka ini (hukumnya) adalah orang yang tidak sengaja, baginya hukum orang-orang yang sengaja”. *5. Imam Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy rahimahullah* Setelah menjelaskan pembagian kekafiran seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Qoyyim di atas, beliau dalam Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal. 323-324 berkata, “… dan hal ini disesuaikan dengan keadaan orang yang berhukun tersebut : Jika dia meyakini bahwa berhukum dengan apa yang diturunkan Allah tidaklah wajib dan bahwa dia diberikan pilihan dalam hal itu atau karena dia menghinakannya (hukum Allah) dalam keadaan dia tetap meyakini bahwa hal itu adalah hukum Allah, maka ini adalah (kekafiran) akbar. Dan jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dan dia mengetahui hal itu (hukum Allah) dalam perkara ini, tapi dia berpaling darinya bersamaan dengan itu dia mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan siksaan maka dia adalah pelaku maksiat dan dikatakan kafir secara majaz (ungkapan) atau kufur ashghar. Dan jika dia tidak mengetahui hukum Allah di dalamnya (perkara tersebut) padahal dia telah mengerahkan seluruh usaha dan kemampuannya untuk mengetahui hukum perkara itu tapi dia salah, maka dia adalah orang yang tidak sengaja bersalah, baginya satu pahala atas ijtihadnya dan kesalahannya dimaafkan”. *6. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullah* Beliau berkata, “Maka berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah termasuk amalan orang-orang kafir. Kadang mengeluarkan pelakunya dari agama jika dia meyakini halal dan bolehnya hal tersebut, dan kadang hanya merupakan dosa dari dosa-dosa besar dan termasuk perbuatan kekafiran (kufur ‘amaly/kecil-pent.) dan berhak mendapatkan siksaan –lalu beliau membawakan ayat ke 44 surah Al-Ma`idah di atas-. Ibnu ‘Abbas berkata : “Kekafiran di bawah kekafiran, kefasikan di bawah kefasikan dan kezholiman di
[mediamusliminfo] Kunci Surga Dan Gerigi-Nya (Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallaah)
*Kunci Surga Dan Gerigi-Nya (Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallaah)* Wahb bin Munabbih rahimahullah pernah ditanya: Bukankah kunci surga adalah Laa Ilaaha Illallaah? Beliau menjawab: Ya. Tapi setiap kunci pasti memiliki gerigi-nya. Jika engkau memiliki kunci dengan gerigi yang tepat maka pintu itu akan terbuka, namun jika gerigi kunci itu tidak tepat, maka pintu itu tidak akan terbuka (Hilyatul Awliyaa’ (4/66), (at Taarikhul Kabiir [1/95]). Wahb bin Munabbih adalah salah seorang tabi’i. Beliau murid beberapa orang Sahabat Nabi seperti Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id al-Khudriy, anNu’man bin Basyir, Jabir bin Abdillah, dan Ibnu Umar. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits yang melalui jalur Wahb bin Munabbih tidak kurang dalam 2 riwayat, sedangkan al-Imam Muslim meriwayatkan tidak kurang 4 hadits. Makna ucapan dari Wahb bin Munabbih di atas adalah: tidak cukup bagi seseorang sekedar mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Ia harus menjalankan konsekuensi/ syarat dari ucapan itu. Konsekuensi/ syarat dari ucapan Laa Ilaaha Illallah adalah ibarat gerigi bagi sebuah kunci. Benar bahwa Laa Ilaaha Illallah adalah kunci surga, namun konsekuensi yang dijalankan setelah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah adalah gerigi yang menentukan apakah pintu (surga) itu terbuka atau tidak. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah pernah bertanya kepada seseorang: Apa yang engkau persiapkan untuk kematian? Orang itu mengatakan: persaksian (syahadat) Laa Ilaaha Illallah. Al-Hasan al-Bashri menyatakan: Sesungguhnya bersama persaksian itu ada syarat-syarat (yang harus dipenuhi)(Siyaar A’laamin Nubalaa’ [4/584]). Al-Hasan al-Bashri adalah seorang tabi’i. Beliau murid dari beberapa orang Sahabat Nabi seperti Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Imron bin Hushain, al-Mughiroh bin Syu’bah, Jabir. Para Ulama’ setelahnya kemudian mengumpulkan dalil-dalil dan merangkumnya dalam penjelasan tentang apa saja syarat-syarat yang terkandung dalam Laa Ilaaha Illallah. Syarat-syarat tersebut harus terpenuhi sebagaimana diibaratkan sebagai gerigi dalam kunci untuk membuka pintu surga. Syarat-syarat Laa Ilaaha Illallah ada 7, yaitu: 1. Mengetahui maknanya (al-‘Ilmu). 2. Yakin dan tidak ragu akan kandungan maknanya (al-Yaqiin). 3. Menerima konsekuensi dari ucapan Laa Ilaaha Ilallaah dengan lisan dan hatinya serta tidak menolaknya (al-Qobuul). 4. Tunduk terhadap perintah dan larangan yang terkandung dalam Laa Ilaaha Illallah dan berserah diri kepada Allah (al-Inqiyaad). 5. Jujur dalam mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah (as-Shidq). Sesuai antara apa yang diucapkan dengan yang diyakini dalam hati serta menjalankan konsekuensinya. 6. Ikhlas dalam mengucapkannya karena Allah (al-Ikhlash). 7. Cinta terhadap kandungan yang terdapat dalam Laa Ilaaha Illallah (al-Mahabbah). Berikut ini akan disebutkan dalil-dalil dan penjelasan terhadap ke-7 syarat tersebut : *-Pertama: Al-Ilmu, Mengetahui Kandungan Makna Laa Ilaaha Illallah.* Seseorang muslim harus mengetahui makna Laa Ilaaha Illallaah. Allah memerintahkan dalam al-Quran untuk mengetahui makna Laa Ilaaha Illallah tersebut: فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ “Ketahuilah, bahwasanya tidak ada Ilaah (sesembahan yang haq) kecuali Allah…”(Q.S Muhammad: 19) Sangat disayangkan ketika sebagian besar saudara kita muslim masih belum mengerti dan memahami makna Laa Ilaaha Illallah. Makna Laa Ilaaha Illallah sebenarnya juga terkandung dalam bacaan dzikir yang disunnahkan untuk dibaca setiap selesai sholat fardlu: … لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ… …Laa Ilaaha Illallaah, dan kami tidak menyembah (beribadah)) kecuali hanya kepadaNya…(H.R Muslim dari Abdullah bin az-Zubair). Itu menunjukkan bahwa ucapan Laa Ilaaha Illallah maknanya adalah tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah. Segala macam bentuk ibadah hanya boleh dipersembahkan untuk Allah semata, tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. *-Kedua: Al-Yaqiin, Yakin Dan Tidak Ragu Terhadap Kandungan Makna Yang Terdapat Di Dalamnya.* إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا “Hanyalah orang-orang yang beriman itu adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak ragu…”(Q.S al-Hujuraat:15) *-Ketiga: Al-Qobuul, Menerima Dengan Sepenuh Hati Tidak Bersikap Sombong Dengan Menolaknya. Bersedia Menjalankan Konsekuensinya.* Sikap orang yang beriman berbeda dengan orang-orang kafir yang ketika disampaikan kepadanya Laa Ilaaha Illallah, mereka bersikap sombong (takabbur). إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ “Sesungguhnya mereka (orang-orang musyrikin) jika dikatakan kepada mereka Laa Ilaaha Illallaah, mereka menyombongkan diri”. (Q.S as-Shaffaat: 35) Orang-orang musyrikin Arab sangat paham dengan makna Laa Ilaaha Illallah. Mereka tahu bahwa jika mereka mengucapkannya, mereka harus meninggalkan seluruh sesembahan selain Allah yang sebelumnya mereka sembah. Mereka tidak mau melakukan
[mediamusliminfo] Antara Syura dan Demokrasi
*Antara Syura dan Demokrasi* Sebagian orang menganggap bahwa demokrasi adalah wujud praktik sistem syura dalam Islam. Ini adalah anggapan yang salah. Jauhnya perbedaan antara keduanya bagaikan timur dan barat. Di antara perbedaannya adalah: 1. Aturan syura berasal dari Allah dan selalu berlandaskan di atas syariat-Nya. Sementara demokrasi sumbernya adalah suara mayoritas walaupun itu suaranya orang-orang fasiq bahkan kafir. 2. Bahwa syura dilakukan pada perkara yang belum jelas ketentuannya dalam syariat, dan jika ada ketentuan syariat maka itulah yang ditetapkan. Adapun dalam demokrasi, perkara yang sudah jelas dalam *syariat pun dapat diubah*jika suara mayoritas menghendaki, sehingga dapat menghalalkan yang haram dan sebaliknya. 3. Anggota majelis syura adalah para ulama dan yang memiliki sifat-sifat seperti telah dijelaskan. Sedang dewan perwakilan rakyat atau majelis permusyawaratan dalam sistem demokrasi anggotanya sangat heterogen. Ada yang berilmu agama, ada yang bodoh, ada yang bijak, ada yang tidak, ada yang menginginkan kebaikan rakyat, dan ada yang mementingkan diri sendiri. Mereka semua yang menentukan hukum dengan keadaan seperti itu. 4. Dalam sistem syura, kebenaran tidak diukur dengan suara mayoritas tapi kesesuaian dengan sumber hukum syariat. Sedangkan dalam sistem demokrasi, kebenaran adalah suara mayoritas walaupun *menentang syariat Allah* yang jelas. 5. Syura adalah salah satu wujud keimanan, karena dengan syura kita mengamalkan ajaran Islam. Sedangkan demokrasi adalah wujud kekufuran kepada Allah, karena jika mayoritas memutuskan perkara kekafiran maka itulah keputusan yang harus diikuti menurut mereka. 6. Syura menghargai para ulama, sedangkan demokrasi menghargai orang-orang kafir. 7. Syura membedakan antara orang yang saleh dan yang jahat, sedangkan demokrasi menyamakan antara keduanya. Asy-Syaikh al-Albani berkata, Sistem pemilu... tidak membedakan antara yang saleh dan yang jahat, masing-masing mereka berhak untuk memilih dan dipilih, dan tidak ada perbedaan pada jenis ini semua antara ulama dan orang yang bodoh. Sementara Islam tidak menghendaki pada majelis parlemen (maksudnya majelis syura) kecuali orang-orang pilihan dari masyarakat muslim dari sisi ilmu (agamanya) dan kesalehannya serta laki-laki, bukan perempuan. (Fatawa al-'Ulama al-Akabir, hlm. 110) 8. Syura bukan merupakan kewajiban di setiap saat, bahkan hukumnya berbeda sesuai dengan perbedaan keadaan. Sedangkan demokrasi merupakan sesuatu yang diwajibkan oleh Barat kepada para penganutnya dengan kewajiban yang melebihi wajibnya shalat lima waktu dan tidak mungkin lepas darinya. 9. Sistem demokrasi jelas *menolak (syariat) Islam* dan menuduh bahwa Islam lemah serta tidak mempunyai maslahat, sedangkan keadaan syura tidak demikian. (Lihat kitab Tanwiruzh Zhulumat hlm. 21--36 dan Fiqih as-Siyasah asy-Syar'iyyah hlm. 61) Wallahu a'lam. sumber: http://asysyariah.com/antara-syura-dan-demokrasi/ -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu Media Muslim Group. Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups MediaMuslimINFO Group group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.
[mediamusliminfo] Demokrasi Bukanlah Musyawarah
*Demokrasi Bukanlah Musyawarah* Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Imam hafidzahullah Sebagian orang menganggap bahwa demokrasi dan pemilu adalah cerminan sistem syura yang diajarkan dalam Islam. Pernyataan ini sangatlah keliru. Kita dengar jawaban Syaikh Abu Nashr, Muhammad bin Abdullah Al-Imam[1], ialah seorang ulama dari Yaman dalam bukunya Tanwirud Dhulumat sebagai berikut: Pertanyaan: Apa hukumnya orang yang menyatakan bahwa demokrasi dan pemilu adalah syura yang diajarkan dalam Islam? Jawab: Demi Allah, kalau saja aku tidak khawatir orang-orang bodoh akan terpengaruh dengan ucapan ini, tentu semestinya pertanyaan ini ditinggalkan dan tidak perlu dijawab. Sebelum kita masuk ke dalam penjelasan ngawurnya penyamaan ini, saya ingatkan mereka dengan dua hadits besar yaitu ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: مَنْ قَالَ إِنِّي بَرِيْءٌ مِنَ اْلإِسْلاَمِ فَإِنْ كَانَ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَإِنْ كَانَ صَادِقًا لَمْ يَعُدْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ سَالِمًا “Barangsiapa berkata, ‘Aku berlepas diri dari Islam’, maka jika ia berdusta maka akan terkena apa yang dia katakan. Dan jika ia jujur, maka dia tidak akan kembali lagi dalam Islam dengan selamat.” (HR. Nasa`i dan Ibnu Majah dan Hakim dari hadits Buraidah) Wahai orang yang berkata seperti itu, lihatlah apakah engkau termasuk salah satunya! Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيْهَا يُزَلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدُ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ “Sesungguhnya seorang hamba kadang berbicara satu kalimat yang dia tidak jelas tentangnya, ternyata menggelincirkan dia ke dalam neraka (lebih jauh dari jarak timur dan barat).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah). Yang jelas, demokrasi dan pemilu tidak memiliki sama sekali titik temu atau benang merah yang menghubungkannya dengan syura yang disyariatkan oleh Allah, baik dalam persoalan pokok, cabang, global, parsial, makna, atau pun intinya. Bukti dan dalil yang demikian adalah dengan membandingkan keduanya dengan syura dalam bentuk pertanyaan, yaitu: 1. “Siapa yang mensyariatkan demokrasi dan pemilu?” Jawabnya: Yahudi. Siapa yang mensyariatkan syura? Jawabnya: Allah. 2. Apakah makhluk memiliki hak mengatur syariat? Apakah diterima pensyariatan makhluk? Jawab: Tidak. 3. Yang membikin aturan demokrasi dan Pemilu adalah makhluk, sedangkan yang membuat aturan syura adalah Allah. Maka adakah Tuhan bagi kita kaum muslimin selain Allah. Allah berfirman: أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا “Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah…” (Al-An’am: 114) قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلاَ يُطْعَمُ قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَسْلَمَ وَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ “Katakanlah: Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan? Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu termasuk golongan orang-orang yang musyrik.” (Al-An’am: 14) قُلْ أَغَيْرَ اللهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan segala sesuatu.” Inilah pemisahan yang sempurna antara demokrasi dengan syura. 4. Syura yang agung adalah perkara yang berkaitan dengan politik umat, ditegakkan oleh ahlul hal wal aqdi yaitu dari kalangan para ulama, orang-orang shalih dan orang-orang yang ikhlas. Sedangkan demokrasi (Pemilu) ditegakkan oleh berbagai macam manusia, orang kafir, para penjahat, orang-orang bodoh dari kalangan laki-laki dan perempuan dll. Adapun ikut sertanya muslimin atau ulama, hal itu hanyalah permainan belaka untuk mempengaruhi kaum muslimin. Maka, apakah boleh menyamakan orang muslim, mukmin, orang shalih, yang baik, yang Allah pilih dia dengan orang yang kafir, para penjahat yang Allah jauhkan dan hinakan mereka. أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ. مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ “Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (Al-Qalam: 35-36) أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (Al-Jatsiyah: 21) أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ “Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan
[mediamusliminfo] Beberapa Manfaat dan Keutamaan Istighfar
*Beberapa Manfaat dan Keutamaan Istighfar* Berikut beberapa penjelasan manfaat yang akan diraih oleh hamba dengan beristighfar. *PERTAMA: ISTIGHFAR ADALAH SEBAB PENGAMPUNAN DOSA* Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ. “Dan orang-orang yang, apabila berbuat keji atau menganiaya diri sendiri, mengingat Allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa, kecuali Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” [Ali ‘Imran: 135] Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا. “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, (tetapi) kemudian memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An-Nisa`: 110] *KEDUA: MELUASKAN REZEKI SEORANG HAMBA* Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menjelaskan seruan Nabi Nuh ‘alaihis salam kepada kaumnya, فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا. وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا. “Maka saya berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Rabb kalian (karena) sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit atas kalian. Dan Dia akan melipatkangandakan harta dan anak-anak kalian, mengadakan kebun-kebun atas kalian, serta mengadakan sungai-sungai untuk kalian.” [Nuh: 10-12] Ayat di atas menunujukkan bahwa istighfar adalah sebab turunnya rezeki dari langit, dilapangkannya harta dan keturunan, serta dibukakannya berbagai kebaikan untuk hamba sehingga, terhadap masalah apapun yang dihadapi oleh seorang hamba, jalan keluar akan dihamparkan untuknya. Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebut sebuah atsar dari Al-Hasan Al-Bashry bahwa ada empat orang yang datang secara terpisah kepada beliau. Mereka mengeluh akan masa paceklik, kefakiran, kekeringan kebun, dan tidak mempunyai anak. Namun, terhadap semua keluhan tersebut, beliau hanya menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah,” lalu membacakan ayat di atas.[1] *KETIGA: MENGHINDARKAN HAMBA DARI SIKSA ALLAH DAN MUSIBAH* Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ. “Dan Allah tidak akan menyiksa mereka sedang mereka dalam keadaan beristighfar.” [Al-Anfal: 33] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula menjelaskan sebab terselamatkannya Nabi Yunus ‘alaihis salam, فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ. لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ. “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk sebagai orang-orang yang banyak bertasbih, niscaya ia akan tetap tinggal di dalam perut ikan itu sampai hari kebangkitan.” [Ash-Shaffat: 143-144] Pada ayat lain, Allah Jalla Jalaluhu menjelaskan bentuk tasbih Nabi Yunus ‘alaihis salam yang merupakan salah satu makna istighfar, yaitu dalam firman-Nya, لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ. “Tiada sembahan (yang hak), kecuali Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya saya termasuk ke dalam golongan orang-orang zhalim.” [Al-Anbiya`: 87] *KEEMPAT: ISTIGHFAR ADALAH SEBAB YANG MENDATANGKAN RAHMAT* Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, لَوْلَا تَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. “Hendaklah kalian memohon ampunan kepada Allah agar kalian dirahmati.” [An-Naml: 46] Perhatikanlah jaminan Allah tersebut! Allah senantiasa merahmati seseorang yang senantiasa beristighfar. *KELIMA: SALAH SATU SUMBER TAMBAHAN KEKUATAN DAN KEJAYAAN ADALAH ISTIGHFAR* Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan ucapan Nabi Hud ‘alaihis salam kepada kaumnya sebagaimana dalam firman-Nya, وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ. “Wahai kaumku, beristighfarlah kepada Rabb kalian lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atas kalian dan menambahkan kekuatan kepada kekuatan kalian, serta janganlah kalian berpaling dengan berbuat dosa.” [Hud: 52] *KEENAM: ISTIGHFAR ADALAH SALAH SATU HAL YANG MELAPANGKAN DADA SEORANG HAMBA* Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِيْ وَإِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ “Sesungguhnya, kadang terdapat sesuatu yang melekat pada hatiku maka saya pun beristighfar kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari.” [2] *KETUJUH: WAJAH ORANG YANG BERISTIGHFAR DIJADIKAN BERSERI DAN BERBAHAGIA OLEH ALLAH PADA HARI PERTEMUAN DENGAN-NYA* Telah shahih bahwa Nabi
[mediamusliminfo] Pembatal-Pembatal Keimanan
*Pembatal-Pembatal Keimanan* Di negeri kita, banyak sekali terdapat acara ritual persembahan baik berupa makanan atau hewan sembelihan untuk sesuatu yang dianggap keramat. Seperti di daerah pesisir selatan pulau Jawa, banyak masyarakat memiliki tradisi memberikan persembahan kepada penguasa laut selatan. Begitupun di tempat lain, yang intinya adalah agar yang mbau rekso berkenan memberikan kebaikan bagi masyarakat setempat. Dilihat dari kacamata agama, acara ini sebenarnya sangat berbahaya, karena bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Iman menurut Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki cabang yang banyak. Di antara cabang-cabang iman tersebut ada yang merupakan rukun, ada yang wajib dan ada pula yang mustahab. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Iman mempunyai 63 atau 73 cabang, paling utamanya adalah kalimat tauhid La ilaha illallah dan paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan. (HR. Muslim, An-Nasa`i, dan lainnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu) Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan tiga perkara yang terkait dengan keimanan. Pertama adalah ucapan, yakni kalimat tauhid La ilaha illallah dan inilah hal yang rukun. Kedua adalah amalan, yakni menyingkirkan gangguan dari jalan dan inilah hal yang mustahab. Sedangkan yang ketiga adalah amalan hati, yakni malu dan ini termasuk hal yang wajib. Lawan dari iman adalah kufur. Sebagaimana keimanan mempunyai banyak cabang, maka kekufuran pun memiliki cabang yang banyak. Namun tidak setiap yang mengerjakan salah satu dari cabang-cabang keimanan menyebabkan pelakunya dikatakan mukmin, seperti halnya tidak setiap yang melakukan salah satu dari cabang kekufuran lantas pelakunya dikatakan kafir. Untuk lebih memperjelas hal di atas, salah satu contohnya adalah orang yang menyambung tali silaturrahmi (perbuatan ini merupakan cabang keimanan). Ia belumlah dapat dikatakan mukmin karena amalan tersebut, sampai ia mengerjakan rukun-rukun iman. Demikian halnya dengan yang meratapi mayit di mana perbuatan ini adalah salah satu dari cabang kekafiran. Tidaklah setiap orang yang melakukan hal tersebut menjadi kafir keluar dari Islam. Pembaca, iman itu bukanlah sesuatu yang sempit penggunaannya. Artinya, tidaklah seseorang itu dikatakan mukmin manakala terkumpul padanya sifat atau ciri-ciri keimanan, lalu tidak dikatakan mukmin manakala tidak terdapat padanya sifat keimanan secara lengkap. Pola pikir semacam ini adalah pemikiran dua kelompok sempalan Islam yaitu Khawarij dan Mu'tazilah. Adapun Ahlus Sunnah, mereka menyatakan seseorang bisa saja dalam dirinya ada sifat-sifat keimanan, kemudian kemunafikan atau kekufuran. Dan ini bukanlah hal yang mustahil. (Uraian di atas diambil dari kaset ceramah Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh berjudul Nawaqidhul Iman) Oleh karena itu, seseorang dinyatakan beriman atau menyandang nama iman adalah dengan kalimat yang agung yaitu kalimat tauhid La ilaha illallah. Kalimat ini sebagai akad keimanan. Akad keimanan ini tidak akan lepas dari diri seseorang kecuali dengan perkara yang betul-betul kuat dan jelas-jelas dapat menggugurkannya, bukan lantaran perkara-perkara yang masih meragukan atau bahkan mengandung kemungkinan-kemungkinan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu mengatakan: Sesungguhnya vonis kafir atau kekafiran itu tidak terjadi dengan sebab persoalan yang masih mengandung kemungkinan. (As-Sharimul Maslul hal. 963, melalui nukilan dari Wajadilhum billati hiya Ahsan hal. 91) Keimanan adalah ikatan, sedangkan pembatal adalah hal yang melepaskan atau memutuskan ikatan tersebut. Jadi yang dimaksud pembatal-pembatal keimanan adalah perkara atau perbuatan-perbuatan yang menjadikan pelakunya kafir keluar dari Islam. Iman seperti yang telah lewat penyebutannya adalah ucapan, amalan, dan keyakinan. Dengan demikian, pembatal keimanan pun tidak lepas dari tiga perkara ini, yakni qauliyyah (ucapan), 'amaliyyah (perbuatan), dan i'tiqadiyyah (keyakinan). *PEMBATAL IMAN KARENA QAULIYYAH* Pembatal keimanan karena qauliyyah letaknya adalah lisan, yakni seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang menyebabkan batal keimanannya dan menjadi kafir karenanya. Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa ucapan-ucapan yang mengandung kekafiran, seperti mencela Allah Subhanahu wa Ta'ala atau Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau mencela dien dan semisalnya, tidaklah menjadi sebab pelakunya kafir keluar dari Islam, selama di dalam hatinya masih ada keimanan. Anggapan ini tentu saja keliru karena bertentangan dengan nash dan apa yang telah ditetapkan ahlul ilmi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: 'Sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putera Maryah'. (Al-Ma`idah: 17) Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: 'Sesungguhnya Allah adalah salah satu dari yang tiga'. (Al-Ma`idah: 73) Ibnu Taimiyyah rahimahullahu
[mediamusliminfo] Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Natal
*Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Natal * Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah : Memperhatikan : 1. Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalahartikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. 2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. 3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah. Menimbang : 1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. 2. Ummat Islam agar tidak mencampuradukkan aqidah dan ibadahnya dengan aqidah dan ibadah agama lain. 3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala 4. Tanpa mengurangi usaha umat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia. Meneliti kembali : Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain : *A. Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekejasama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas : * 1. Al-Qur'an surat Al-Hujurat : 13 Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 2. Al-Qur'an surat Luqrnan : I5 Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 3. Al-Qur'an surat Mumtahanah : 8 Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. *B. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan: * 1 . Al-Qur'an surat Al-Kafirun : 1 - 6 Katakanlah: Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. 2. Al Qur'an surat Al Baqarah : 42 Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. *C. Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas: * 1. Al-Qur'an surat Maryam : 30 - 32 Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. 2. Al-Qur'an surat Al-Maidah : 75 Al Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). 3. Al-Qur'an surat Al-Baqarah : 285 Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya, dan mereka mengatakan: Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa): Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. *D. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Al Masih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas : * 1. Al-Qur'an surat Al-Maidah : 72 Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam, padahal Al Masih (sendiri) berkata: Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun. 2. Al Our'an surat Al-Maidah : 73
[mediamusliminfo] e-Book: Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia
e-Book: Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia Beberapa waktu yang lalu telah diposting berita gembira tentang akan terbitnya sebuah buku yang disusun oleh MUI Pusat guna memberikan penjelasan kepada ummat Islam di Indonesia tentang hakikat dari sekte/firqah/aliran Syi’ah, buku ini sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan berbagai pihak tentang kejelasan sikap MUI terhadap aliran sesat bahkan kufur ini. Alhamdulillah, kini buku tersebut telah terbit dengan judul *“Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”* yang disusun oleh Tim Penulis MUI Pusat yang merupakan gabungan dari Komisi Fatwa dan Komisi Pengkajian MUI Pusat. Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia Setidaknya ada empat tujuan utama dari diterbitkannya buku ini, sebagaimana disebutkan dalam kata pengantar buku ini : - *- Pedoman bagi umat Islam di Indonesia dalam mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi’ah* - *- Bayan/penjelasan resmi dari MUI dengan tujuan agar umat Islam tidak terpengaruh oleh faham Syi’ah* - *- Menghindarkan NKRI dari bahaya Syi’ah yang dapat mengganggu stabilitas dan keutuhannya.* - *- Menjaga ukhuwah dan membendung upaya-upaya untuk mendakwahkan ajaran Syi’ah di Indonesia* Namun, sebagaimana dikatakan oleh para ulama kita diantaranya oleh Al-Imam Asy-Syafi’i, beliau berkata tentang orang-orang Syi’ah/Rafidhah : لم أر أحدا من أصحاب الأهواء أكذب بالدعوى وأشهد بالزور من الرافضة Saya belum pernah melihat seorangpun dari pengikut hawa nafsu (Islam sempalan) yang paling suka berdusta dan paling suka bersaksi palsu, lebih dari orang Rafidhah (Syiah). Meskipun buku ini jelas-jelas ditulis oleh Tim Penulis MUI Pusat dan direstui oleh Dewan Pimpinan Majelsi Ulama Indonesia (MUI), dilengkapi pula dengan pernyataan tokoh Umat Islam Nasional tentang ajaran Syi’ah, meskipun demikian masih ada saja orang-orang Syi’ah/Rafidhah yang tanpa malu-malu mengatakan bahwa nama MUI dicatut dalam penulisan buku ini. Artinya, menurut mereka buku yang ditulis ini tidak mewakili sikap MUI yang sebenarnya. Pernyataan dusta mereka ini kembali mengingatkan kita akan sebuah peristiwa beberapa waktu yang lalu. Ketika itu tersebar fatwa bahwa Ketua MUI mengatakan Syi’ah adalah bagian dari Islam, atau Syi’ah Tidak Sesat, atau yang semakna dengan itu yang intinya ingin menyebarkan dusta ke tengah ummat bahwa Syi’ah tidak sesat. Kemudian terbukti bahwa penyebar fatwa tersebut adalah kaum Rafidhah Pendusta ini, dan setelah diselidiki ternyata yang dikatakan sebagai Ketua MUI pun adalah seorang Syi’i yang menyusup ke tubuh MUI. Dengan membaca buku ini akan tampat lebih jelas bagi pembaca bahwa inilah sikap MUI yang sebenarnya, dituangkan dalam buku kecil ini. Inilah sikap MUI terhadap sekte Syi’ah Rafidhah. *Selamat Membaca!* *from: http://abangdani.wordpress.com http://abangdani.wordpress.com/* Link Download: via server wordpress: *DOWNLOAD*http://maramissetiawan.files.wordpress.com/2013/11/buku-panduan-mui-mengenal-mewaspadai-penyimpangan-syi-ah-di-indonesia.pdf Link alternatif: via archive.org : *DOWNLOAD https://archive.org/download/mengenal-dan-mewaspadai-penyimpangan-syiah-indonesia/%23Buku%20Panduan%20MUI_Mengenal%20dan%20Mewaspadai%20Penyimpangan%20Syi%27ah%20di%20Indonesia.pdf* -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu Media Muslim Group. Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups MediaMuslimINFO Group group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/groups/opt_out.
[mediamusliminfo] Fatwa Dan Pernyataan Ulama Indonesia Tentang Hakikat Dan Bahaya Syi'ah
Fatwa Dan Pernyataan Ulama Indonesia Tentang Hakikat Dan Bahaya Syi'ah *1. Fatwa Hadratu Syaikh Hasyim Asy'ari (1875-1947), Rais Akbar Nahdlatul Ulama Dan Pahlawan Nasional* Di antara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencaci Sayidina Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma., membenci para sahabat nabi dan berlebihan dalam mencintai Sayidina Ali dan anggota keluarganya, semoga Allah meridhai mereka semua. Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka bahkan sampai pada tingkatan kafir dan zindiq, semoga Allah melindungi kita dan umat Islam dari aliran ini. Berkata Al Qadhi Iyadh dalam kitab Asy Syifa bi Ta'rif Huquq Al Musthafa, dari Abdillah ibn Mughafal, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah mengenai sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan mereka sebagai sasaran caci maki sesudah aku tiada. Barangsiapa mencintai mereka, maka semata-mata karena mencintaiku. Dan barangsiapa membenci mereka, maka berarti semata-mata karena membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya. (Hadits riwayat Tirmidzi dalam Sunan At Tirmidzi Juz V hal. 696 hadits no.3762). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Janganlah kamu mencela para sahabatku, maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta'ala tidak akan menerima amal darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah. (Hadits riwayat Abu Nu'aim, Thabrani dan Al Hakim). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Janganlah kamu mencaci para sahabatku, sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para sahabatku, maka jangan kamu menshalati atas mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka. Nabi shallallahu alaiihi wasallam telah kabarkan bahwa mencela dan menyakiti mereka adalah juga menyakiti Nabi, sedangkan menyakiti Nabi haram hukumnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Jangan kamu sakiti aku dalam perkara sahabatku, dan siapa yang menyakiti mereka berarti menyakiti aku. Beliau bersabda, Jangan kamu menyakiti aku dengan cara menyakiti Fatimah. Sebab Fatimah adalah darah dagingku, apa saja yang menyakitinya berarti telah menyakiti aku. (*Kitab Risalah Ahli Sunnah wal Jama'ah, hal.9-10*). Kyai Hasyim menukil fatwa Qadhi Iyadh dalam kitab Syifa yang menjelaskan golongan orang-orang yang dipastikan kekafirannya dari pemeluk Islam. Beliau menulis, “Telah berkata penulis kitab Al Anwar: dan dipastikan kekafiran setiap orang yang mengatakan suatu ucapan yang mengantarkan kepada kesimpulan bahwa seluruh umat telah sesat dan para sahabat telah kafir..” (*Risalah Ahli Sunnah wal Jama'ah, **hal.14*). Dan sampaikanlah secara terang-terangan apa yang diperintahkan kepada kamu agar bid'ah-bid'ah bisa diberantas dari semua orang di kota dan desa, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Jika telah muncul fitnah-fitnah dan bid'ah-bid'ah serta para sahabatku dicaci maki, maka seorang alim harus menampilkan ilmunya. Siapa yang tidak melakukan hal itu maka ia akan terkena laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” Ditakhrij oleh Al Khatib Al Baghdadi dalam kitab Al Jami'il fi Adab Al Rawi wa Al Sami'. (*Kitab Muqaddimah Qanun Asasi Jam'iyah NU, hal. 25-26*). *2. Prof. Dr. Hamka (1908-1981) Pahlawan Nasional, Tokoh Muhammadiyah Dan Ketua Umum MUI Pusat Periode 1975-1980* Kita di Indonesia ini adalah golongan Sunni. Jelasnya ialah bahwa dalam menegakkan aqidah, kita menganut faham Abul Hasan Al Asy'ari dan Abu Mansur Al Maturidy. Di dalam amalan syariat Islam kita pengikut mazhab Syafi'i terutama dan menghargai juga ajaran-ajaran dari ketiga imam yang lain (Hanafi, Maliki, Hambali)... Menilik kesemuanya ini dapatlah saya, sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, atau sebagai pribadi menjelaskan pendirian saya sehubungan dengan Revolusi Iran: 1. Sesuai dengan preambule dari UUD RI, saya simpati atas revolusi yang telah berlalu di negeri Iran. Saya simpati karena mereka telah menentang feodalisme Kerajaan Syah yang tidak adil. 2. Karena ternyata bahwa Revolusi Islam-nya ialah berdasar mazhab Syi'ah, maka kita tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri orang lain, dan saya pun tetap seorang sunni yang tak perlu berpegang pada pendapat orang syi'ah dan ajaran-ajaran ayatullah. Ketika saya di Iran, datang 4 orang pemuda ke kamar hotel saya, dan dengan bersemangat mereka mengajari saya tentang revolusi dan menyatakan keinginannya untuk datang ke Indonesia guna mengajarkan Revolusi Islam syi'ah itu di Indonesia. Kami menerimanya dengan senyum simpul. Boleh datang sebagai tamu, tetapi ingat, kami adalah bangsa yang merdeka dan tidak menganut syi'ah!, ujar saya. (Artikel Buya Hamka, Majelis Ulama Indonesia Bicaralah!, Harian Umum KOMPAS tanggal 11-12-1980).
[mediamusliminfo] Pemerintah Yang Kafir
*Pemerintah Yang Kafir* Terkait dengan pemerintah yang kafir, asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Hadi hafizhahullah menjelaskan, “Adapun pemerintah yang kafir—jika benar-benar kafir—, wajib atas kaum muslimin memberontak kepadanya apabila mereka memiliki kekuatan dan kemampuan menggulingkannya serta tidak menimbulkan kerusakan. Akan tetapi, kapan pemerintah itu benar-benar dikafirkan? Ada beberapa poin penting terkait persoalan ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, إِ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ فِيهِ مِنَ اللهِ بُرْهَانٌ “Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata, padanya ada hujah dari Allah Subhanahu wata’ala di sisi kalian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) Berdasarkan hadits di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. *1. PERKARA YANG MENJADIKAN PEMERINTAH ITU DAPAT DIBERONTAK ADALAH PERKARA YANG BENAR-BENAR MERUPAKAN KEKAFIRAN.* Jadi, hal itu bukan sekadar prasangka atau dugaan dan sebatas isu yang berkembang, tidak juga semata karena kefasikan, seperti berbuat zalim, minum khamr, taruhan, berjudi, dan sebagainya. *2. KEKAFIRAN ITU ADALAH KEKAFIRAN YANG JELAS DAN TERANG, TIDAK SAMAR DAN BUKAN LANTARAN ADANYA SYUBHAT ATAU TAKWIL (PENAFSIRAN SENDIRI).* Sebab, syubhat dan takwil terkadang muncul dalam diri seseorang, sehingga dia tidak dapat dikafirkan karenanya dan tidak boleh memberontak kepadanya. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahumallah berkata, “Pada intinya, tidak boleh dilakukan pemberontakan selama yang diperbuatnya mengandung kemungkinan takwil.”(Fathul Bari) Lihatlah bagaimana al-Imam Ahmad rahimahumallah dipaksa mengatakan bahwa al- Qur’an adalah makhluk, bukan kalamullah. Perkataan tersebut jelas merupakan kekufuran, bukan dari Islam. Perkataan itu adalah kekafiran menurut kesepakatan ulama. Pemerintahan bani Abbas pada saat itu, seperti Khalifah al-Ma’mun, al- Mu’tashim, dan al-Watsiq, menjatuhkan hukuman kepada siapa saja yang tidak mau menyatakan hal ini. Para ulama mengatakan, siapa yang mengatakan al-Qur’an makhluk, maka dia kafir. Meski demikian, al-Imam Ahmad rahimahumallah tetap mendoakan pemerintahnya. Beliau berkata, “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, tentu aku jadikan doa ini untuk kebaikan pemerintah.” Para fuqaha Baghdad pernah berkumpul di hadapan al-Imam Ahmad. Mereka duduk dan meminta pandangannya serta berdiskusi dengannya soal pemberontakan. Mereka menyampaikan bahwa masalah perkataan al-Qur’an adalah makhluk sudah menyebar; para ulama diuji dengannya; dan keadaan menjadi tidak menentu, hingga tahap mereka tidak bisa terus bersabar. Mereka berkata, “Tidak ada gunanya lagi sikap taat dan mendengar kepada pemerintah semacam ini.” Al-Imam Ahmad rahimahumallah menjawab, “Tidak! Semua ini menyelisihi hadits-hadits yang telah diriwayatkan. Bersabarlah kalian. Kita telah menjumpai dalam hadits ‘selama mereka masih menunaikan shalat’. Berhati-hatilah dalam urusan yang menyangkut darah kaum muslimin.” Al-Imam Ahmad rahimahumallah melarang mereka membuka pintu keburukan. Mereka berkata, “Tidakkah engkau lihat apa yang kita hadapi saat ini?” Al-Imam Ahmad menjawab, “Ini ujian khusus yang hanya menimpa sebagian orang. Adapun keburukan yang besar ialah apabila pedang sudah dihunuskan. Berhati-hatilah kalian terhadap darah kaum muslimin. Lindungilah darah mereka. Sungguh, semua ini telah menyelisihi hadits.” Al-Imam Ahmad rahimahumallah tidak mengafirkan pemerintahnya. Beliau justru memerintahkan agar mereka tetap mendengar dan taat, karena pemerintah saat itu dipengaruhi oleh ta’wil dan syubhat. Dalam peristiwa ini, beliau sendiri dihukum lantaran tidak mengatakan al- Qur’an makhluk. Beliau dipukul, didera, dan dicambuk dengan cemeti hingga pingsan beberapa kali. Meski demikian, kezaliman pemerintah tidak lantas mendorong beliau untuk mengatakan sesuatu di luar perintah Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Inilah kepatuhan yang sempurna terhadap sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. *3. (APABILA KEKAFIRANNYA SUDAH NYATA DAN JELAS), HENDAKNYA KAUM MUSLIMIN MEMILIKI KEKUATAN DAN KEMAMPUAN UNTUK MENGGULINGKANNYA TANPA MENIMBULKAN MUDARAT YANG LEBIH BESAR.* Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahumallah berkata, “Apabila pemerintah jatuh kepada kekafiran yang jelas, tidak boleh ditaati. Siapa yang mempunyai kemampuan wajib melawannya.” (Fathul Bari) Jika tidak punya kemampuan, kaum muslimin tidak diperbolehkan melakukan pemberontakan. Hendaknya mereka tetap bersabar hingga Allah memberikan kelapangan dan jalan keluar. Hendaknya mereka tetap berdakwah di tengah-tengah manusia, mengajari, dan memahamkan manusia kepada kebenaran serta mengajak mereka untuk menerima sepenuhnya apa yang diajarkan oleh makhluk yang paling mulia, yaitu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Asy-Syaikh al-Allamah Shalih al- Fauzan hafizhahullah berkata, “Adapun bermuamalah dengan pemerintah yang kafir, ini berbeda-beda tergantung keadaannya. Jika kaum muslimin memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memeranginya dan menggulingkannya
[mediamusliminfo] Tujuan Penciptaan Makhluk
*Tujuan Penciptaan Makhluk* Jika kita adakan sensus akbar di masyarakat Indonesia Raya dari Sabang sampai Merauke tentang alasan dan ghoyah (tujuan) Allah dalam menciptakan makhluk –khususnya, jin dan manusia-, maka banyak orang yang akan pusing mencari jawabannya. Ada yang terbata-bata, dan gagap serta diselimuti keraguan dalam memberikan jawaban tentang hal itu. Bahkan ada orang merasa aneh mendengar pertanyaan tersebut !!! Padahal Allah telah lama menjelaskan dalam Kitabullah Al-Aziz. Lantaran itu, pembaca akan melihat keajaiban yang luar biasa saat melihat ada manusia yang melupakan asal, dan ghoyah penciptaan dirinya. Tak heran jika di sana terlihat ada sekelompok manusia –karena lalainya tentang hal itu- menyibukkan diri menumpuk harta, dan sibuk dengan pekerjaannya, tanpa memperhatikan hak-hak Allah -Ta’ala- atas dirinya. Dia menyangka bahwa dirinya akan hidup seribu tahun di dunia yang fana ini. Dia bekerja, dan menumpuk harta, tanpa memperhatikan apakah harta yang ia peroleh halal atau haram! Kehidupannya dilumuri dengan maksiat, dan pelanggaran. Dia lalai sampai ia tak lagi memperhatikan ridho dan cinta Allah di balik kesibukan dan pekerjaannya. Orang yang seperti ini amat bakhil dengan hartanya, sebab ia tak lagi merasa diawasi oleh Allah; ia amat berani melakukan dosa dan pelanggaran. Padahal penciptaan dirinya sebagai makhluk ialah hanya untuk beribadah kepada Allah -Ta’ala- sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzaariyaat : 56). Lantas apa itu IBADAH ? Apakah ibadah itu hanya berupa sholat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, haji, dan puasa?! Tidak, sama sekali tak demikian. Bahkan ia adalah kata yang mencakup segala bentuk ketaatan kepada Allah Robbul alamin. Al-Imam Al-Marwaziy -rahimahullah- berkata, “Perkara yang telah dimaklumi dalam bahasa, dan di sisi para ulama bahwa ibadah kepada Allah adalah pendekatan diri kepada-Nya, dengan mentaati-Nya, dan bersungguh dalam hal itu”. [Lihat Ta'zhim Qodr Ash-Sholah (1/345)] Seorang ulama Syafi’iyyah, Al-Imam An-Nawawiy -rahimahullah- berkata, “Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ibadah. Tapi mayoritas ulama berkata,”Ibadah adalah ketaatan kepada Allah -Ta’ala-. Sedang ketaatan itu adalah mencocoki perintah Allah”. [Lihat Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab (1/313)] Ulama’ Syafi’iyyah lainnya, Al-Imam As-Suwaidiy -rahimahullah- berkata berkata, “IBADAH adalah nama yang mencakup bagi segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah berupa ucapan, dan perbuatan yang nampak, maupun yang tersembunyi”. [Lihat Al-Aqd Ats-Tsamin (hal.69)] Jadi, seorang dianggap beribadah kepada Allah, jika ia mau melakukan amalan-amalan ketaatan, sebab amalan-amalan ketaatan itu dicintai oleh Allah. Diantara amalan ketaatan tersebut, seorang menjauhi perkara yang dibenci oleh Allah berupa maksiat, kekafiran, kesyirikan, bid’ah, dan segala hal yang haram. Maka setiap orang yang taat adalah orang yang beribadah, dan setiap amalan ketaatan adalah ibadah. Olehnya, Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, “Yang dimaksud dengan IBADAH adalah mengamalkan ketaatan, dan menjauhi maksiat”. [Lihat Al-Fath (24/134)] Diantara amalan ketaatan yang paling tinggi, dan agung adalah TAUHID (mengesakan Allah dalam beribadah), dan tidak berbuat SYIRIK (mengangkat tandingan bagi Allah dalam beribadah kepada-Nya). Inilah hikmahnya Allah -Ta’ala- mengutus para rasul kepada ummat manusia, agar mereka mengajak manusia hanya beribadah kepada Allah, tanpa selainnya. Bahkan selainnya harus dijauhi. Allah -Ta’ala- berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu”. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. An-Nahl: 36). Al-Hafzih Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata saat mengomentari ayat ini, “Allah -Ta’ala- senantiasa mengutus rasul-rasul kepada ummat manusia dengan membawa misi tersebut sejak munculnya syirik di kalangan anak cucu Adam, yaitu di kalangan kaumnya Nabi Nuh yang telah diutus kepada mereka Nuh. Beliau adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi sampai Allah menutup mereka dengan Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang dakwahnya meliputi jin dan manusia, baik di timur, maupun barat”. [Lihat *Tafsir Ibnu Katsir *(2/750)] Jadi, para nabi dan rasul, semuanya mengajak agar kita men-tauhid-kan (mengesakan) Allah saat beribadah kepada-Nya. Artinya, seorang hanya beribadah kepada-Nya dengan mengamalkan amalan-amalan ketaatan, dan menjauhi maksiat, karena mencari pahala di sisi-Nya, dan karena takut siksaan-Nya. Diantara amalan ketaatan dan ibadah yang tak boleh dipersembahkan kepada selain Allah,
[mediamusliminfo] Cara Mudah Mempelajari Aqidah Islam (50 Tanya-Jawab Seputar Aqidah Islam)
*Cara Mudah Mempelajari Aqidah Islam (50 Tanya-Jawab Seputar Aqidah Islam)* *Ringkasan ini disarikan dari tanya jawab bersama Kibarul Ulama di Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Pengkajian Ilmiah dan Fatwa, yang diketuai oleh Syaikh Bin Baz rahimahullah).* 1. Seorang yang meyakini ada selain Allah yang mengatur alam ini Jawab : Barangsiapa meyakini seperti itu kafir 2. Sekelompok orang ber-istighotsah (meminta pertolongan ketika musibah) kepada selain Allah Jawab : Mereka telah berbuat syirik besar 3. Istighotsah kepada orang yang tidak hadir, serta orang mati. (istighotsah adalah meminta pertolongan di kala susah, red ) Jawab : Syirik besar 4. Bolehkah sholat menjadi makmum kepada orang yang ber-istighotsah kepada penghuni kubur? Jawab : Tidak sah sholat dengan bermakmum kepadanya, karena dia seorang yang menyekutukan Allah 5. Bolehkah seorang berdoa: “Jawablah wahai para pengawal asmaul husna untuk mengabulkan hajatku?” Jawab : Syirik besar, karena itu adalah doa kepada selain Allah 6. Minta tolong kepada orang mati Jawab : Syirik besar, karena itu adalah doa (permohonan) kepada selain Allah 7. Minta tolong dari seorang yang tidak hadir Jawab : Hendaklah dinasihatkan, jika pelaku tidak meninggalkan kesyirikan itu maka dia musyrik 8. Dzikir berjama’ah dengan satu suara (koor) seperti cara kaum Sufi Jawab : Bid’ah 9. Berdoa kepada selain Alah seperti kepada para wali dan orang-orang shalih Jawab : Syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam 10. Mengaku tahu ilmu ghaib Jawab : Kufur 11. Berdoa (memohon, red) kepada para Nabi dan wali yang sudah mati Jawab : Syirik besar 12. Seorang yang ber-istigotsah dengan para wali ketika musibah. (istighotsah adalah meminta pertolongan di kala susah, red ) Jawab : Syirik besar 13. Bertawasul dalam doa dengan kehormatan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, atau kehormatan sahabat dan selainnya. (Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut bahasa berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu.,red) Jawab : Tidak boleh (karena tidak berdasarkan dalil yang shahih, penj.) 14. Istighotsah dengan orang mati atau orang hidup yang tidak hadir, baik jin, malaikat maupun manusia. (istighotsah adalah meminta pertolongan di kala susah, red ) Jawab : Syirik besar 15. Menjampi orang yang sakit dengan bacaan Al-Qur’anul Karim dan dzikir-dzikir (yang ada dalilnya) Jawab: Hal itu disyariatkan 16. Bertawasul dalam doa dengan nama-nama Allah Ta’ala yang maha baik. (Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut bahasa berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu.,red) Jawab : Hal itu disyariatkan 17. Apakah boleh seorang berkata: Ya Mu’in (Wahai Yang Maha Penolong) Ya Robb (Wahai Robb)? Jawab : Boleh 18. Istighotsah dan bergantung kepada jin demi terkabulnya hajat Jawab : Syirik dalam ibadah 19. Seorang muslim ketika hendak berdiri maupun duduk selalu mengucapkan: Ya Aba Qosim, Ya Syaikh Abdul Qodir Jailani Jawab : Termasuk syirik besar 20. Istighotsah kepada selain Allah untuk kesembuhan orang sakit, menurunkan hujan, atau memanjangkan umur Jawab : Termasuk syirik besar 21. Seorang muslim mukallaf yang berkeyakinan bolehnya bernadzar dan menyembelih untuk orang-orang mati Jawab : Keyakinannya itu termasuk syirik besar 22. Hukum meminta tolong dengan kuburan para wali, tawaf mengitarinya, mencari berkah dengan batu-batuannya dan bernadzar untuk para wali tersebut Jawab : Syirik besar 23. Meminta tolong kepada para wali yang telah mati, memayungi kuburannya dan bertawasul dengan mereka Jawab : Syirik besar (adapun memayungi kuburannya termasuk bid’ah yang mengantarkan kepada syirik) 24. Hukum nadzar Jawab : Tidak disyariatkan 25. Bernadzar untuk selain Allah Jawab : Syirik besar 26. Bernadzar untuk kuburan para ulama Jawab : Syirik (besar) 27. Bersujud dan menyembelih di atas kuburan Jawab : Paganisme Jahiliyah dan syirik besar 28. Menyembelih untuk mayyit yang mengaku wali Allah Jawab : Termasuk syirik (besar) 29. Menyembelih untuk jin demi mencari keridhaannya, mengharap terkabulnya hajat atau agar selamat dari kejahatannya Jawab : Syirik besar 30. Menyembelih (untuk selain Allah) di kuburan para wali Jawab : Syirik (besar) 31. Ziarah kuburan para wali untuk menyembelih kambing atau ayam demi terkabulnya hajat-hajat Jawab : Hal itu tidak boleh, bahkan termasuk syirik (apabila dipersembahkan kepada para wali tersebut) 32. Menyembelih hewan untuk hidangan bagi tamu Jawab : Boleh 33. Hukum bersedekah dan makan dari hewan yang disembelih dalam rangka (merayakan) kelulusan atau keselamatan dari kecelakaan dan yang semisalnya Jawab : Tidak apa-apa 34. Bolehkah membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas
[mediamusliminfo] Tidak Ada Paksaan dalam Beragama Bukan Legalitas Kebebasan Beragama
*Tidak Ada Paksaan dalam Beragama Bukan Legalitas Kebebasan Beragama* Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya): ”Tidak ada paksaan untuk beragama (Islam), sesungguhnya telah jelas yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 256) Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Memeluk agama Islam berarti memilih jalan hidup yang benar, yang dapat mengantarkan kepada kehidupan bahagia, di dunia dan akhirat. Tidak ada satu pun agama yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala Pemilik alam semesta ini kecuali agama Islam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya), ”sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19) Agama apapun selain agama Islam, maka pemeluknya adalah orang-orang yang terjatuh dalam kekufuran di dunuia ini, sebelum akhirnya di akhirat nanti ia akan dimasukkan ke dalam neraka jahannam dan kekal di dalamnya. Itulah kerugian yang nyata sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala (artinya), “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85) Tentu, agama Islam yang dimaksud di sini adalah agama Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam, Rasul terakhir yang diutus oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di muka bumi. Siapapun yang enggan menyambut seruan dakwah beliau, kemudian mengingkari risalah dan ajaran beliau, maka ia termasuk orang-orang yang terancam sebagai penghuni neraka selama-lamanya. Walaupun seseorang mengaku pengikut ajaran Nabi Musa dan Nabi Isa ‘Alaihimus salam dan mengimani dua rasul yang mulia tersebut, maka keimanannya tidaklah bermanfaat kalau ia tidak beriman terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam dan memeluk agama Islam yang beliau serukan. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda (artinya): “Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya (Demi Allah), tidaklah ada seorang pun di kalangan umat manusia ini, baik Yahudi maupun Nashrani, yang mendengar tentang (risalah kenabian) ku, kemudian ia meninggal dunia dalam keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya (risalah agama Islam), kecuali ia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153) Maksud hadits ini adalah bahwa siapapun di kalangan umat manusia ini, baik orang-orang Yahudi (yang mengaku kepada Nabi Musa ‘Alaihis salam) maupun orang-orang Nashrani (yang mengaku beriman kepada Nabi Isa ‘Alaihis salam), ketika mendengar serta mengetahui tentang kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam, maka mereka adalah orang-orang kafir yang pasti akan menjadi penghuni neraka karena mereka mati dalam keadaan berada di atas kekafiran. Inilah yang harus diyakini oleh setiap muslim. Kebenaran mutlak ada pada agama Islam yang ia peluk. Jangan ada sedikit pun keraguan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. *SALAH MEMAHAMI AYAT KE-256 SYRAH AL-BAQARAH* Musuh-musuh Islam senantiasa berupaya memurtadkan umat Islam dari agamanya. Kalau tidak mampu mengajak seorang muslim menjadi non muslim (murtad), minimalnya dapat menanamkan keraguan pada umat Islam tentang agamanya. Mereka tebarkan di tengah-tengah umat ini pemikiran dan pemahaman bahwa Islam bukanlah satu-satunya agama yang benar, setiap orang bebas memilih dan memeluk agama apapun tanpa ada paksaan, bahkan Islam membebaskan bagi siapa pun untuk tidak beragama. Mereka melakukan perbuatan jahat itu bukan tanpa dalil. Ayat ke-256 surah Al-Baqaarah mereka comot sebagai senjata untuk menebarkan pemikiran yang menyimpang tersebut. Akibatnya, tidak sedikit dari umat Islam yang salah dalam memahami ayat di atas, sehingga terjebak dalam lumpur hitam pluralisme agama, yaitu suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk surga dan hidup berdampingan di dalamnya. (Lihat Keputusan Fatwa MUI no. 7 / MUNAS/ MUI/ II/ 2005) *BENARKAH AYAT KE-256 SURAH AL-BAQARAH MENJAMIN KEBEBASAN BERAGAMA?* Tentu jawabannya tidak. Ini jika kebebasan beragama di sini mengandung makna bahwa setiap orang bebas memeluk agama yang diingini karena agama sama dan semua pemeluknya akan masuk surga. Kemudian bagaimana dengan ayat di atas? Bukankah tidak adanya paksaan dalam beragama Islam, berarti seseorang bebas memilih agama yang dikehendaki dan selain Islam juga sebagai agama yang sah? Para pembaca rahimakumullah, bagaimanakah sesungguhnya penjelasan ulama ahli tafsir tentang
[mediamusliminfo] Kebatilan Para Penyembah Makhluk
*Kebatilan Para Penyembah Makhluk* Bila pikiran anda melancong, dan menerawang ke dunia penyembahan dan peribadatan umat manusia, maka anda akan menemukan banyak keanehan. Disana anda melihat semua agama selain Islam; tak ada diantara mereka, kecuali memperhambakan diri dan menyembah makhluk. Pemeluk Buddha menyembah Sidarta Gautama. Penganut Hindu menyembah Brahma, Siwa, Krisna, dan lainnya. Konghuchu menyembah pendirinya. Yahudi Menyembah Uzair, manusia yang disangka oleh mereka sebagai anak Allah. Nasrani menyembah Nabi Isa –shallallahu alaihi wa sallam-, dan pendeta atau orang-orang sholih diantara mereka. Pemeluk agama Shinto menyembah matahari. Kaum paganisme lainnya (seperti kafir Quraisy dan lainnya) menyembah arca, rumah, pepohonan, bebatuan, dan orang sholih. Masih banyak lagi agama-agama lain yang menyembah makhluk, seperti ada yang menyembah keris, malaikat, jin, setan, Nyi Roro Kidul, Wali Songo, Syaikh Yusuf, dan lainnya diantara manusia yang dikultuskan oleh orang-orang jahil. Pendek kata, tak ada agama di dunia ini, kecuali ia menyembah makhluk. Adapun Islam yang dahulu dibawa oleh Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- dan terwariskan sampai hari ini, maka Islam mengajarkan umatnya agar mereka hanya menyembah Allah -Ta’ala-, Penguasa langit dan bumi. Allah -Tabaroka wa Ta’ala- berfirman, “Apakah mereka mempersekutukan (Allah) dengan sesuatu (sembahan) yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan sembahan-sembahan itu sendiri diciptakan (oleh Allah). Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan”. (QS. Al-A’raaf : 191-192) Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata, “Ini merupakan pengingkaran dari Allah kepada kaum musyrikin yang menyembah selain Allah bersama-Nya berupa tandingan-tandingan, arca-arca, dan berhala-berhala. Padahal semua itu adalah makhluk ciptaan Allah, yang dikuasai dan diciptakan (oleh Allah). Sesembahan itu tidak memiliki kekuasaan untuk (menentukan) suatu urusan, tak mampu memberi bahaya, dan manfaat. Sesembahan itu tak akan tertolong, dan tak akan menolong para penyembahnya. Bahkan sesembahan itu merupakan benda mati yang tak dapat bergerak; tak dapat mendengar dan melihat. Padahal para penyembahnya lebih sempurna dibandingkan sesembahan itu sendiri dengan adanya pendengaran, penglihatan, dan hukuman mereka”. [Lihat Tafsir Ibn Katsir (3/529)] Penyembahan kepada makhluk merupakan kebatilan terbesar dan pelanggaran terhebat terhadap hak Allah -Azza wa Jalla-. Mestinya seluruh makhluk menyembah Allah -Tabaroka wa Ta’ala-. Tapi malah ada sebagian besar umat manusia yang memperhambakan dan menghinakan diri kepada makhluk yang lemah seperti dirinya, bahkan boleh jadi lebih lemah dibandingkan diri penyembahnya!! Seseorang jika ingin berpikir dan mempelajari sifat-sifat kekurangan yang ada pada sesembahan kaum kafir dan musyrikin, maka ia pasti akan menyatakan kebatilan agama mereka. Bukankah sesembahan mereka, baik berupa makhluk hidup atau pun benda mati; semuanya tak berdaya menolong para penyembahnya. Sesembahan itu tak dapat mendengar dan melihat para penyembahnya. Anggaplah bahwa sesembahan mereka dapat melihat dan mendengar para penyembahnya saat mengajukan dan memohon segala hajatnya. Namun sesembahan itu tak dapat mengabulkan doa dan permohonan mereka. Allah -Ta’ala- berfirman, “Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari biji korma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui (Allah)”. (QS. Faathir: 13-14) Syaikh Sholih bin Abdillah Al-Fauzan -hafizhahullah- berkata dalam Syarh Kitab At-Tauhid, “Dipersyaratkan tiga syarat pada sesuatu yang diseru (disembah). Pertama: Sesembahan itu memiliki sesuatu yang diminta darinya. Kedua: Sesembahan itu mendengarkan si pemohon. Ketiga: Sesembahan itu mampu mengabulkan permohonan. Semua perkara ini tak ada yang cocok (pas), kecuali Allah -subhanahu wa ta’ala- . Karena Dia-lah Pemilik segala sesuatu, Maha Mendengar, dan Maha Kuasa untuk mengabulkan permohonan. Adapun sembahan-sembahan ini, maka pertama ia faqir,kedua: ia tak mampu mendengarkan orang yang menyerunya. Ketiga: Andaikan ia mampu mendengar, maka sesungguhnya ia tak mampu mengabulkan permohonan”. [Lihat Mujanabah Ahl Ats-Tsubur (hal. 237-238), karya Syaikh Abdul Aziz bin Faishol Ar-Rojihiy] Kesempurnaan sifat, kekuasaan serta keagungan Allah, dan lemahnya kondisi para makhluk merupakan argumen dan hujjah yang terkuat bahwa tak ada diantara makhluk yang berhak dan layak diibadahi dan diseru. Hanya Allah saja yang berhak disembah oleh jin, manusia, dan semua makhluk. Syaikh Abdur Rahman bin Nashir
[mediamusliminfo] Makna Lâ Ilâha Illallâh
*Makna Lâ Ilâha Illallâh* * * *Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhâb*** * * Syaikh ditanya tentang makna Lâ Ilâha Illallâh. Maka, beliau menjawab, Ketahuilah, -semoga Allah merahmatimu-, bahwa kalimat (Lâ Ilâha Illallâh) ini adalah pembeda antara kekufuran dan keislaman. Itu adalah kalimat takwa, itu adalah Al-‘Urwah Al-Wutsqâ ‘tali yang amat kuat’, dan itu adalah kalimat yang Ibrahim jadikan sebagai, “Kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu).” [Az-Zukhruf: 28] (Kalimat Lâ Ilâha Illallâh) bukanlah dimaksudkan untuk diucapkan secara lisan saja, walaupun jahil terhadap maknanya. (Hal ini) karena kaum munafikin juga mengucapkan (kalimat) tersebut, padahal (kedudukan) mereka lebih rendah daripada kaum kuffar, (yaitu) di lapisan terbawah dari api neraka, meski mereka mengerjakan shalat dan puasa serta bersedekah. Akan tetapi, maksud (kalimat Lâ Ilâha Illallâh) adalah mengetahuinya dengan hati, mencintainya dan mencintai orang-orang yang mengucapkannya, serta membenci siapa saja yang menyelisihi dan memusuhinya sebagaimana sabda (Rasulullah), “Barangsiapa yang mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh dalam keadaan ikhlas.” dalam sebuah riwayat (disebutkan), “… Jujur dari hatinya ….” juga dalam sebuah lafazh (disebutkan), “Barangsiapa yang mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh dan kafir terhadap segala sesuatu yang diibadahi selain Allah.” serta dalil-dalil lain yang menunjukkan kejahilan banyak manusia terhadap syahadat ini. Ketahuilah bahwa kalimat (Lâ Ilâha Illallâh) ini mengandung penafian dan penetapan. (Penafian yang dimaksud) adalah penafian ulûhiyyah (penyembahan/ peribadahan) segala sesuatu selain Allah Tabâraka Wa Ta’âlâ dari seluruh makhluk, bahkan (penafian ulûhiyyah) dari Muhammad dan para malaikat, hingga Jibril, apalagi wali-wali dan orang-orang shalih yang lain. Apabila engkau telah memahami hal tersebut, renungilah makna ulûhiyyah yang Allah tetapkan untuk diri-Nya. (Renungi) jugalah hal yang Allah nafikan dari Muhammad dan Jibril, apalagi dari selain keduanya berupa wali-wali dan orang-orang shalih, bahwa mereka tidak memiliki (uluhiyyah) seberat biji sawi pun. Apabila engkau telah mengerti hal ini, ketahuilah bahwa ulûhiyyah inilah yang disebut oleh orang-orang umum pada masa kita dengan nama As-Sirr ‘rahasia’ dan Al-Walâyah ‘kewalian’. Jadi, (menurut mereka), Ilâh ‘yang diibadahi’ adalah wali yang memiliki sirr ‘rahasia’. Itulah yang mereka namakan dengan Al-Faqîr dan Asy-Syaikh, sedang orang awam menamakannya dengan As-Sayyid dan semisalnya. Hal tersebut karena mereka menyangka bahwa Allah telah memberikan kedudukan (khusus) di sisi-Nya untuk kalangan khusus di antara makhluk, yakni bahwa Allah ridha bila seorang manusia berlindung kepada mereka, mengharap dan memohon pertolongan kepada mereka, serta menjadikan mereka sebagai perantara antara dia dan Allah. Jadi, demikianlah sangkaan para pelaku kesyirikan pada zaman kita bahwa mereka itulah perantara-perantara mereka, yang dinamakan oleh orang-orang musyrik terdahulu dengan nama Ilâh, dan perantara itu adalah Ilâh. Oleh karena itu, ucapan “Lâ Ilâha Illallâh” seseorang adalah pembatilan terhadap seluruh bentuk perantara. Apabila engkau ingin mengetahui hal ini secara sempurna, hal tersebut adalah dengan dua perkara: * * *PERTAMA*, engkau mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Nabi, yang dibunuhi, hartanya dirampas, darahnya dihalalkan, dan kaum perempuannya ditawan adalah orang-orang yang menetapkan tauhid rubûbiyyah bagi Allah, (yaitu) bahwa tiada yang mencipta, kecuali Allah, tiada yang memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, juga tiada yang mengatur segala perkara, kecuali Allah, sebagaimana firman (Allah) Ta’âlâ, “Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang berkuasa untuk (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, serta siapakah yang mengatur segala urusan?’ Niscaya mereka akan menjawab, ‘Allah,’ maka katakanlah, ‘Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?’.” [Yûnus: 31] Ini adalah masalah yang sangat besar lagi sangat penting, yaitu engkau mengetahui bahwa orang-orang kafir mempersaksikan dan menetapkan seluruh hal ini. Namun, bersamaan dengan itu, (persaksian tersebut) tidak memasukkan mereka ke dalam Islam serta tidak mengharamkan darah dan harta mereka, padahal mereka juga bersedekah, berhaji, berumrah, beribadah, dan meninggalkan sejumlah hal yang diharamkan karena takut kepada Allah. Akan tetapi, perkara *KEDUA *itulah yang mengafirkan mereka serta menghalalkan darah dan harta mereka, (yaitu) mereka tidak mempersaksikan tauhid ulûhiyyah untuk Allah. (Tauhid ulûhiyyah) adalah bahwa tiada yang doa ditujukan (kepadanya) kecuali Allah, tidak mengharap, kecuali kepada Allah saja, tiada serikat bagi-Nya, tidak bermohon dan meminta pertolongan kepada selain-Nya, tidak menyembelih untuk
[mediamusliminfo] Tiga Perbuatan Dengan Ancaman Hukuman Mati
*Tiga Perbuatan Dengan Ancaman Hukuman Mati* (Syarh Hadits Ke-14 Arbain anNawawiyyah) Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga perkara: orang yang telah menikah berzina, jiwa dengan jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya berpisah dari jama’ah“.[HR. Bukhari dan Muslim] *PENJELASAN TENTANG SAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS* Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu adalah Sahabat Nabi yang ‘alim dan faqih. Keutamaannya sangat banyak. Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau adalah orang ke-7 yang masuk Islam. Beliau ikut dalam perang Badr, ikut dalam 2 kali hijrah. Ibnu Mas’ud pernah naik ke atas suatu pohon hingga tersingkap betisnya. Para Sahabat yang berada di bawah tertawa karena melihat betis Ibnu Mas’ud yang sangat kecil. Nabi bersabda: Demi Allah yang jiwaku di TanganNya. Sungguh kedua betis itu lebih berat di timbangan (amal) dibandingkan gunung Uhud (H.R Ahmad, dishahihkan oleh alHakim dan disepakati oleh adz-Dzahaby) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : Barangsiapa yang ingin membaca al-Quran persis sebagaimana diturunkan, maka hendaknya membaca seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas’ud)(H.R Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban dan alHakim, adz-Dzahaby menyatakan shahih sesuai persyaratan alBukhari dan Muslim) Sahabat Nabi Hudzaifah bin al-Yaman pernah berkata : Demi Allah, sungguh orang-orang yang terjaga dari kalangan para Sahabat Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam telah mengetahui bahwa Abdullah (bin Mas’ud) adalah termasuk orang yang memiliki wasilah terdekat dengan Allah pada hari kiamat (riwayat Ahmad) Ibnu Mas’ud berkata : Demi Allah yang Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selainNya, tidaklah ada sebuah surat dalam Kitabullah kecuali aku mengetahui dalam hal apa surat itu diturunkan. Tidaklah ada suatu ayat kecuali aku mengetahui dalam hal apa ia diturunkan. Kalau aku mengetahui ada seseorang yang lebih mengetahui tentang Kitabullah dibandingkan aku dan bisa ditempuh dengan perjalanan unta, niscaya aku mendatanginya (riwayat Muslim) *PENJELASAN HADITS* Dalam hadits ini Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa secara asal darah seorang muslim adalah haram untuk ditumpahkan. Namun, jika terjadi 3 hal ini, darahnya menjadi halal untuk ditumpahkan, boleh dibunuh. Akan tetapi, tentunya proses tersebut hanya boleh dilakukan oleh pemerintah muslim dengan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yang telah dijelaskan dalam hukum Islam. Tiga kelompok orang yang disebutkan dalam hadits tersebut adalah: *PERTAMA*, Seseorang yang sudah pernah menikah dengan pernikahan yang sah, dan sudah pernah berhubungan suami istri dalam pernikahan sah tersebut, jika kemudian ia berzina, maka ia berhak dirajam. Proses dirajam adalah dilempari batu dengan ukuran yang tidak terlalu besar ke tubuhnya hingga meninggal dunia. Dari Abdullah bin Abbas beliau berkata: Umar bin al-Khotthob pernah berkhutbah di atas mimbar (sepeninggal) Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam : Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam secara haq dan menurunkan Kitab kepada beliau. Di antara yang diturunkan pada Kitab tersebut adalah ayat rajam, yang kami baca, kami hafal, dan kami pahami. Maka Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam melakukan rajam dan kami pun melakukan rajam setelahnya. Aku khawatir jika zaman telah berlalu lama ada yang berkata: Kami tidak dapati ayat rajam dalam Kitab Allah, sehingga mereka sesat dengan meninggalkan kewajiban yang telah Allah turunkan. Sesungguhnya (perintah) rajam dalam Kitabullah adalah haq bagi orang yang berzina jika telah muhson (pernah menikah dengan berhubungan suami istri) bagi laki-laki maupun wanita jika telah tegak bukti, atau wanita hamil, atau berdasarkan pengakuan (H.R alBukhari dan Muslim) Dulu, dalam alQuran terdapat ayat rajam yang dibaca lafadznya oleh kaum muslimin. Kemudian lafadz tersebut di-mansukh (dihapus) bacaannya, tapi hukumnya tetap. Ayat tersebut berbunyi: Lelaki dan wanita (yang sudah menikah) jika keduanya berzina, rajamlah keduanya secara tetap sebagai hukuman dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (H.R Ahmad dari Ubay bin Ka’ab) *KEDUA*, Seseorang membunuh seorang muslim secara sengaja, bukan secara haq, maka ia bisa di-qishash, dihukum mati. Hal itu jika ia tidak mendapatkan maaf dari pihak ahli waris terbunuh. Kalau pihak ahli waris memaafkan, atau hanya meminta ganti rugi dalam bentuk uang, maka ia tidak harus menjalani hukuman mati. Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishash dalam peristiwa pembunuhan. Orang merdeka dengan orang merdeka, budak dengan budak, wanita dengan wanita. Barangsiapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaknya (yang memaafkan) mengikuti dengan baik, dan (yang diberi maaf) membayar dengan cara yang baik. Demikian itu adalah keringanan dan rahmat
[mediamusliminfo] Ucapan Ucapan Yang Baik Memuliakan Tamu dan Tetangga
*Ucapan Ucapan Yang Baik Memuliakan Tamu dan Tetangga* (Syarh Hadits ke-15 Arbain anNawawiyyah) Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.”[HR. Bukhari dan Muslim] *PENJELASAN HADITS* Hadits ini memberikan panduan kepada orang yang beriman agar melakukan 3 hal : 1. Ucapkan ucapan yang baik atau diam. 2. Muliakan tetangga 3. Muliakan tamu *BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIR* Dalam hadits ini Nabi mendahulukan penyebutan ketiga perbuatan itu dengan ucapan : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir….. Banyak ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang menyebutkan tentang iman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu menunjukkan bahwa beriman kepada Allah dan hari akhir akan memotivasi seseorang untuk bertakwa. Ia lakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan karena yakin bahwa ia akan dibalas sesuai perbuatannya di akhirat nanti. Sesungguhnya kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat. Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ya Allah, tidak ada kehidupan (yang hakiki) kecuali kehidupan akhirat (H.R alBukhari dan Muslim) (Nanti pada hari kiamat) akan didatangkan penduduk dunia yang paling merasakan kenikmatan (di dunia) namun ia termasuk penduduk neraka. Orang tersebut dicelupkan satu kali celupan ke neraka kemudian ditanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kebaikan, apakah engkau pernah merasakan kenikmatan? Orang itu berkata: Tidak, demi Allah wahai Tuhanku. Kemudian didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia, tapi ia penduduk surga. Kemudian orang itu dicelupkan satu kali celupan ke surga kemudian ditanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat penderitaan sebelumnya? Apakah angkau pernah merasakan kesengsaraan? Orang itu berkata: Tidak demi Allah wahai Tuhanku, aku tidak pernah melihat dan merasakan penderitaan maupun kesengsaraan sama sekali sebelumnya (H.R Muslim) *MENJAGA LISAN* Seseorang yang menjaga lisannya tidak berkata kecuali perkataan yang baik, ucapan yang haq, adil, dan jujur. Jika seseorang senantiasa menjaga lisannya, niscaya Allah akan senantiasa membimbing dia pada perbuatan-perbuatan yang baik dan mengampuninya. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah ucapan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian…(Q.S al-Ahzaab:70) Setelah menjaga hati, penjagaan yang paling penting berikutnya adalah lisan. Jika lisan dijaga, maka secara otomatis perbuatan anggota tubuh yang lain akan terjaga. Pada pagi hari, seluruh anggota tubuh anak Adam semuanya tunduk pada lisan, dan berkata: (wahai lisan), bertakwalah kamu kepada Allah atas (keselamatan) kami.Karena keadaan kami tergantung engkau.Jika engkau istiqomah, kami akan istiqomah. Jika engkau menyimpang, kami (juga) menyimpang (H.R atTirmidzi dari Abu Said al-Khudry, al-Munawy menyatakan bahwa sanadnya shohih dalam Faydhul Qodiir) Al-Ahnaf bin Qois –seorang tabi’i- menyatakan: “Mengucapkan kalimat yang baik lebih baik dari diam, dan diam lebih baik dari ucapan yang sia-sia dan batil. Duduk bersama orang sholih lebih baik dari menyendiri. Menyendiri lebih baik dari duduk bersama orang yang jahat “(disebutkan oleh Ibnu Abdil Baar dalam kitab ‘At-Tamhiid’ juz 17 hal 447) Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : Jika engkau akan berbicara berfikirlah (terlebih dahulu). Jika nampak bahwa tidak ada bahaya (mudharat), maka berbicaralah. Jika padanya ada mudharat atau ragu, tahanlah (tidak berbicara)(Syarh Shohih Muslim linNawawy (2/19) Sahabat Nabi Abud Darda’ radhiyallaahu ‘anhu berkata: Sesungguhnya dijadikan untukmu 2 telinga dan 1 mulut agar engkau lebih banyak mendengar dibandingkan berbicara (Mukhtashar Minhajul Qoshidin karya Ibnu Qudamah (3/24)) *MEMULYAKAN TETANGGA* Tetangga adalah orang yang tinggalnya berdekatan dengan kita. Ia memiliki hak untuk dimulyakan, dijaga haknya, dan tidak diganggu (disakiti). Sebagian Ulama’ di antaranya al-Imam anNawawy menjelaskan bahwa berdasarkan kedekatannya, tetangga terbagi menjadi 4, yaitu : 1) Orang yang tinggal satu rumah dengan kita, 2) Orang yang rumahnya berdampingan dengan rumah kita, 3) Orang yang rumahnya dalam radius 40 rumah dari rumah kita, dan 4) Orang yang tinggal dalam satu negeri dengan kita. Semakin dekat, semakin besar haknya sebagai tetangga. Tetangga, meski seorang yang kafir, ia memiliki hak untuk dimulyakan sebagai tetangga dalam Islam. Sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin al-Ash ketika disembelihkan kambing untuknya berkata : Sudahkah kamu menghadiahkan kepada tetangga kita Yahudi? Saya mendengar Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Senantiasa
[mediamusliminfo] Hikmah Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam
*Hikmah Turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam* Orang yang beriman niscaya meyakini bahwa setiap peristiwa diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan suatu hikmah. Tak terkecuali turunnya nabi Isa ‘alaihissalam ke muka bumi pada akhir zaman nanti. Meski tentunya, dengan keterbatasan sebagai manusia, kita hanya bisa mengungkap sebagian saja hikmah di balik peristiwa tersebut. Peristiwa besar turunnya Isa ke bumi memiliki hikmah yang amat besar. Para ulama semisal Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari menyebutkan beberapa hikmah dari turunnya Isa ‘alaihissalam di akhir zaman. Di antara hikmah yang terpenting: 1. Membantah klaim Yahudi bahwa merekalah yang membunuh Isa, menyalibnya, dan anggapan bahwa yang disalib adalah orang terlaknat. Dengan turunnya Isa, kenyataan justru membuktikan bahwa Nabi Isa-lah yang membunuh Yahudi sekaligus pemimpin mereka yakni Dajjal, sebagaimana akan disinggung nanti. 2. Membantah orang-orang Nasrani yang menuhankan Isa, menolak agama Islam, mengagungkan salib, dan menghalalkan babi. Di mana nantinya justru Nabi Isa mengajak kepada Islam, memerangi orang agar masuk Islam, berhukum dengan syariat Islam, tidak menerima dari ahlul kitab kecuali Islam, tidak lagi menerima jizyah, salib akan ia hancurkan dan babi akan ia bunuh. Pada akhirnya ia akan wafat sebagaimana manusia biasa, bukan Tuhan atau anak Tuhan, atau salah satu dari Tuhan yang tiga. *SIFAT TURUNNYA NABI ISA ‘ALAIHISSALAM DAN PEMBUNUHANNYA TERHADAP DAJJAL* Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan dalam haditsnya: “(Lalu Dajjal datang ke gunung Iliya, sehingga ia mengepung sekelompok dari kaum muslimin). (Maka kaum muslimin diliputi rasa takut yang sangat), (sehingga orang-orang lari dari Dajjal menuju gunung-gunung).” Ummu Syuraik mengatakan: “Wahai Rasulllah, di mana orang-orang Arab ketika itu?” Beliau menjawab: “Mereka ketika itu sedikit dan imam mereka seorang lelaki shalih.” [Rasulullah mengatakan: “Al-Mahdi dari kami, ahlul bait (dari anak keturunan Fathimah).”] (Allah menyiapkannya dalam waktu semalam) (namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku) (dahinya lebar dan hidungnya mancung), (ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kecurangan dan kezhaliman), (ia berkuasa selama tujuh tahun).” Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua kelompok dari umatku yang Allah lindungi mereka dari neraka. Satu kelompok memerangi India dan satu kelompok bersama Isa bin Maryam.” Beliau juga mengatakan: ”Barangsiapa di antara kalian yang mendapati Isa, sampaikanlah salam dariku. Maka tatkala imam mereka hendak maju untuk mengimami mereka shalat Shubuh, tiba-tiba turun kepada mereka (dari langit) Isa bin Maryam di manaratul baidha (menara putih), sebelah timur Damaskus[1] di antara dua pakaian yang dicelup dengan wewangian Za’faran. Ia letakkan dua telapak tangannya di atas sayap-sayap malaikat. Bila ia menganggukkan kepalanya, maka menetes. Dan bila ia angkat berjatuhan darinya butir-butir perak layaknya permata. Sehingga tidak halal bagi seorang kafir yang mendapati desah nafasnya kecuali ia akan mati, padahal desah nafasnya berakhir sejauh pandangannya[2]. Tidak ada antara aku dengan dia nabi –yakni Isa– dan ia pasti turun. Dan bila kalian melihatnya maka ketahuilah dia seorang lelaki yang tingginya sedang, agak merah dan putih, antara dua pakaian yang berwarna agak kuning, seakan-akan kepalanya meneteskan air, walaupun tidak basah, lalu ia memerangi manusia agar masuk Islam, menghancurkan salib, membunuh babi, menghilangkan jizyah, dan pada masanya Allah hancurkan agama-agama seluruhnya kecuali Islam.” Dan beliau bersabda: “Bagaimana kalian bila putra Maryam turun di tengah-tengah kalian sedang imam kalian (dalam riwayat lain: dan ia mengimami kalian) dari kalian?” Ibnu Abi Dzi`b (salah seorang rawi hadits, pent.) mengatakan (kepada Al-Walid bin Muslim, rawi hadits yang lain, pent.): “Kamu tahu apa maksudnya ‘ia mengimami kalian dari kalian?’ Aku katakan: ‘Kamu beritahukan kepadaku?’ Ibnu Abi Dzi`b menjawab: ‘Ia memimpin kalian dengan kitab Rabb kalian dan Sunnah Nabi kalian’.” Maka imam tersebut berjalan mundur agar Isa maju. (Lalu dia katakan: “Kemarilah, imamilah kami”). Maka Nabi Isa meletakkan tangannya di antara dua pundaknya dan mengatakan kepadanya: (“Tidak, sesungguhnya sebagian kalian pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai kemuliaan Allah atas umat ini”). Maka imam tersebut maju dan imam mereka tetap shalat bersama mereka. (Kemudian datanglah Dajjal ke gunung Iliya, sehingga ia mengepung sekelompok kaum muslimin. Maka pemimpin mereka mengatakan: “Apa yang kalian tunggu dari thaghut ini kecuali kalian perangi dia sehingga kalian bertemu Allah, atau kalian diberi kemenangan.” Mereka pun berencana memeranginya jika mereka masuk waktu pagi.) (Tatkala mereka menyiapkan untuk berperang dan meluruskan shaf-shaf, lalu dikumandangkan iqamat shalat) (subuh). Pada waktu itu mereka bersama dengan Isa bin Maryam), (sehingga
[mediamusliminfo] Kemuliaan Darah dan Harta Kaum Muslimin
*Kemuliaan Darah dan Harta Kaum Muslimin* Hadits ke-8 Arbain anNawawiyyah Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridhai keduanya (Ibnu Umar dan ayahnya)- bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Aku diperintah untuk memerangi manusia (orang musyrik selain Ahlul Kitab) hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan menegakkan sholat, menunaikan zakat, jika mereka melakukan hal tersebut, terjagalah dariku darah dan hartanya kecuali dengan hak Islam. Sedangkan perhitungannya di sisi Allah (H.R alBukhari dan Muslim) TEMA : Kehormatan Darah dan Harta Kaum Muslimin *PENJELASAN UMUM:* Dalam hadits ini Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam diperintah oleh Allah untuk memerangi orang-orang musyrik hingga mereka melakukan 3 hal : 1. Bersaksi (syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah. 2. Menegakkan sholat-sholat wajib. 3. Menunaikan zakat. Kalau mereka sudah melaksanakan 3 hal tersebut, niscaya mereka telah masuk ke dalam Islam dan tidak boleh diperangi. Kaum muslimin wajib dijaga darahnya (tidak boleh dibunuh dan dilukai), hartanya (tidak boleh dirampas, ditipu, dan didzholimi). Itu adalah hukum bagi mereka secara lahiriah (yang nampak dari ucapan dan perbuatan mereka). Hal-hal yang tersembunyi dalam hati (misalkan mereka terpaksa melakukan 3 hal itu dengan penuh kebencian dan memendam kemunafikan), diserahkan kepada Allah. Kaum muslimin yang lain hanyalah menerapkan hukum berdasarkan apa yang nampak secara lahiriah (dzhahir), perhitungan batiniah diserahkan kepada Allah. Kalau mereka secara lahir menampakkan Islam, sedangkan secara batin memendam kebencian/ kemunafikan, tetap diperlakukan sebagai kaum muslimin (terjaga darah, harta, dan kehormatannya) karena Allah tidak memerintahkan kaum muslimin untuk menggali isi hati manusia, tapi di dunia mereka diperlakukan sesuai ucapan dan perbuatan lahiriah mereka. *UCAPAN NABI : AKU DIPERINTAH…* Jika dalam lafadz-lafadz hadits, terdapat kalimat : أُمِرْتُ Aku diperintah… Artinya adalah Nabi diperintah (diberi wahyu) oleh Allah. Sedangkan jika dalam lafadz-lafadz hadits terdapat perkataan Sahabat Nabi yang menyatakan :Kami diperintah, itu artinya para Sahabat diperintah oleh Nabi. Dalam ilmu hadits, hukumnya adalah marfu’ meski secara lafadz adalah mauquf (hukumnya adalah hukum dari Nabi bukan sekedar ijtihad seorang Sahabat). *MAKNA ‘MANUSIA’ DALAM HADITS* Dalam hadits tersebut dinyatakan : Aku diperintah untuk memerangi ‘manusia’. ‘Manusia’ yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah orang-orang musyrik. Sebagaimana hadits riwayat anNasaai : Aku diperintah untuk memerangi kaum musyirikin sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Jika mereka telah bersaksi tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, sholat seperti sholat kita, menghadap ke arah kiblat kita, memakan daging sesembelihan kita, maka telah terjaga dari kita darah dan harta mereka kecuali dengan haknya (aturan syariat Islam)(H.R anNasaai dari Anas bin Malik). Sikap terhadap orang musyrik (selain Ahlu Kitab) – jika kaum muslimin memiliki kekuatan dan kemampuan- adalah memerangi mereka hingga tersisa dua pilihan: masuk Islam dan menjalankan konsekuensinya, atau terus diperangi. Terhadap orang-orang Ahlul Kitab ada 3 pilihan : masuk Islam, membayar jizyah, atau terus diperangi. *TERGANTUNG KEMAMPUAN KAUM MUSLIMIN* Sikap tegas kaum muslimin terhadap kaum musyrikin dan Ahlul Kitab tersebut di atas hanya bisa dilakukan jika kaum muslimin memiliki kekuatan dan kemampuan. Sebagaimana seluruh perintah dari Allah harus berlandaskan pada kemampuan. Di tiap waktu dan tempat keadaan kaum muslimin akan berbeda-beda. Suatu masa kaum muslimin lemah, berjumlah sedikit, dan tidak berdaya. Pada saat itu mereka diperintah untuk bersikap sabar dan menahan diri untuk tidak berperang. Secara bertahap kemampuan bertambah, hingga mereka diperintah untuk memerangi pihak-pihak yang memerangi mereka saja: Jika tidak memerangi, jangan diperangi. Dalam kondisi belum kokoh dan kuat, kadang juga disyariatkan jalur diplomasi. Seperti perjanjian Hudaibiyah di masa Nabi. Bertahap, bertahap, dan bertahap… hingga saat kaum muslimin sudah kuat dan punya kemampuan, maka pada saat itulah mereka diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir : musyrikin dan Ahlul Kitab dengan pilihan-pilihan seperti yang dikemukakan di atas. Pada kondisi itulah berlaku firman Allah: Dan perangilah mereka (orang-orang kafir) hingga tidak ada lagi fitnah (kekafiran dan kesyirikan) dan agama seluruhnya hanya milik Allah (Q.S al-Anfaal:39). Kelemahan dan ketidakmampuan kaum muslimin bukanlah karena kekuatan musuh-musuhnya, namun karena kurangnya keimanan (tauhid) dan ketaatan mereka kepada
[mediamusliminfo] Sikap Wara’ Dalam Beragama
*Sikap Wara’ Dalam Beragama * (Syarh Hadist Ke-6 Al-Arbain Annawawiyyah) Dari Abu Abdillah anNu’man bin Basyir –semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, di antara keduanya terdapat perkara yang samar (musytabihat) tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menghindari syubuhat maka ia membersihkan Dien dan kehormatannya. Barangsiapa yang masuk ke dalam syubuhat maka ia (hampir) masuk ke dalam haram, bagaikan penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar himaa (wilayah yang dilindungi), hampir-hampir saja ternak itu makan di tempat yang dilindungi tersebut. Ingatlah, sesungguhnya setiap raja memiliki wilayah khusus yang dilindungi, ingatlah bahwa wilayah khusus yang dilindungi bagi Allah adalah keharamannya. Ingatlah bahwa di dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika baik, maka baiklah seluruh jasad. Jika rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa (segumpal daging) itu adalah hati (H.R alBukhari dan Muslim) *SEDIKIT PENJELASAN TENTANG SAHABAT NU’MAN BIN BASYIR* Sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits ini adalah anNu’maan bin Basyir. Beliau adalah Sahabat Nabi yang dilahirkan 8 tahun sebelum Rasul shollallahu ‘alaihi wasallam wafat (sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Atsir dalam Usudul Ghobah). Para Ulama’ menganggap bahwa periwayatan Sahabat Nabi yang masih kecil (saat Nabi menyampaikan hadits) adalah periwayatan yang sah. Pelajaran penting yang diambil dari sini, orang tua tidak perlu menghalangi seorang anak kecil yang tertarik dengan suatu majelis ilmu untuk hadir dan menyimaknya dengan baik, karena hal itu sudah memberikan kebaikan yang banyak kepadanya. Bahkan, suatu faidah ilmiyah yang pernah ia dapatkan dari suatu majelis akan tertanam kuat hingga bertahun-tahun kemudian. Hal ini berlaku untuk anak yang tenang saat ta’lim dan punya ketertarikan yang tinggi dengan kajian ilmu [21] *KESALAHPAHAMAN TENTANG HADITS * Sebagian orang salah memahami makna hadits ini. Mereka menganggap bahwa untuk setiap orang, hukum itu terbagi 3 : halal, haram, dan samar (musytabihat). Padahal, yang dimaksud oleh Nabi adalah tidak sama antara satu orang dengan orang yang lain. Bagi si A, hukum perkara tertentu adalah tidak jelas (samar), sedangkan bagi B yang lebih alim dibandingkan A, ia bisa membedakan dengan jelas bahwa perkara itu benar-benar halal atau benar-benar haram. Kesamaran itu menjadi berkurang atau bahkan hilang ketika ilmu Dien seseorang bertambah. Dari sini nampak pentingnya ilmu, karena ilmu adalah sebagai penerang jalan yang memudahkan seseorang membedakan suatu yang haq dengan yang batil, dan yang halal dengan yang haram. Sehingga ia beramal di atas keyakinan, dan meninggalkan sesuatu juga di atas keyakinan. Sedangkan kesamaran meninggalkan keraguan. *SIKAP WARA’* Hadits ini merupakan landasan sikap wara’. Wara’ adalah suatu sikap berhati-hati meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan membahayakan kehidupannya di akhirat nanti. Seseorang yang meninggalkan suatu hal yang masih samar karena khawatir termasuk perbuatan haram, itu adalah bentuk sikap wara’. Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling (tinggi kualitas) ibadahnya (H.R Ibnu Majah, dinyatakan sebagai sanad yang hasan oleh alBushiri dalam Mishbahus Zujaajah) Ibnul Mubarak (salah seorang guru Imam al-Bukhari) berkata: Sungguh aku mengembalikan harta satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih aku cintai dari pada bersedekah dengan seratus ribu (dirham),…hingga 600 dirham (Shifatus Shofwah (4/139)). *PERUMPAMAAN ‘WILAYAH YANG DIJAGA’* Dalam hadits ini Nabi menyatakan bahwa raja-raja biasanya memiliki wilayah-wilayah yang dikhususkan. Biasanya areal wilayah khusus yang memiliki banyak rumput untuk penggembalaan ternak tertentu. Barangsiapa yang tanpa ijin menggembalakan ternaknya di tempat itu, bisa terkena hukuman dari raja. Sedangkan Allah memiliki wilayah khusus yang berupa larangan-larangan/ sesuatu yang diharamkan. Barangsiapa yang masuk dalam wilayah itu, akan terkena adzab Allah. Perumpamaan seseorang yang mengambil sesuatu yang samar (musytabihaat) adalah bagaikan penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekeliling wilayah yang dijaga tersebut. Sangat riskan sekali ternaknya masuk ke dalam wilayah terlarang itu. Seperti perkara yang ‘samar’ bagi seseorang sangat mudah menjerumuskannya ke dalam keharaman. *MEMPERBAIKI HATI* Dalam hadits ini disebutkan bahwa hati adalah ‘raja’ bagi seluruh anggota tubuh yang lain. Jika baik hatinya, akan baik seluruh anggota tubuh, sebaliknya jika buruk, maka yang lain tidak akan baik. Ada beberapa upaya untuk menghidupkan, melembutkan, dan menjernihkan hati. Di antaranya: 1. Membaca dan tadabbur (memikirkan dengan penuh pemahaman) al-Qur’an. Al-Qur’an adalah penghidup hati yang mati. Karena itu Allah sebut
[mediamusliminfo] Hadits Ibnu Mas’ud Tentang Tahapan Kehidupan Manusia
*Hadits Ibnu Mas’ud Tentang Tahapan Kehidupan Manusia* (Hadits ke-4 Arbain anNawawiyyah) dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridlainya- beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan harus dipercaya: Sesungguhnya (fase) penciptaan kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama 40 hari (dalam bentuk) nutfah (sperma), kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal darah kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal daging, kemudian diutuslah Malaikat, ditiupkan ruh dan dicatat 4 hal: rezekinya, ajalnya, amalannya, apakah ia beruntung atau celaka. Demi Allah Yang Tidak Ada Sesembahan yang Haq Kecuali Dia, sungguh di antara kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk jannah (surga) hingga antara dia dengan jannah sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk anNaar (neraka), sehingga masuk ke dalamnya (anNaar). Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amalan penduduk anNaar, hingga antara dia dengan anNaar sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk jannah sehingga masuk ke dalamnya (jannah) (H.R alBukhari dan Muslim). *TEMA HADITS :* Tahapan penciptaan manusia dalam rahim ibu dan tentang catatan taqdir. *MAKNA SECARA UMUM:* Ibnu Mas’ud menyampaikan suatu hadits yang ia dengar langsung dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tentang khabar ghaib. Karena khabar itu menuntut keimanan yang tinggi, beliau mendahului penyampaiannya dengan mengingatkan bahwa Rasul adalah orang yang jujur sekaligus harus dipercaya seluruh khabarnya. Manusia mengalami 4 fase pertumbuhan dalam perut ibunya: 40 hari pertama dalam bentuk nutfah (sperma), 40 hari kedua dalam bentuk ‘alaqah (segumpal darah), 40 hari kedua dalam bentuk daging. Setelah itu, Malaikat diutus Allah untuk meniup ruhnya dan mencatat 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaan dia (beruntung atau celaka). Kemudian Rasul menceritakan adanya keadaan 2 macam orang: Pertama, seseorang yang hampir seluruh hidupnya diisi dengan amalan penduduk surga (ketaatan), sehingga jaraknya dengan surga sudah satu hasta (ukuran dari siku hingga ujung jari), namun karena catatan taqdir, ia di akhir hayatnya beramal dengan amalan penduduk neraka sehingga masuk ke dalam neraka Kedua, seseorang yang hampir seluruh hidupnya diisi dengan amalan penduduk anNarr (Neraka), sehingga jaraknya dengan surga sudah satu hasta (ukuran dari siku hingga ujung jari), namun karena catatan taqdir, ia di akhir hayatnya beramal dengan amalan penduduk jannah sehingga masuk ke dalam surga. *PELAJARAN-PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL DARI HADITS INI:* 1. Para perawi hadits banyak yang meriwayatkan hadits lafadz haddatsana –mencontoh lafadz yang diucapkan Ibnu Mas’ud dalam hadits ini- untuk menunjukkan bahwa ia hadir dan mendengar langsung dari orang yang menceritakannya. 2. Seluruh berita yang shahih berasal dari Nabi harus diyakini dan dibenarkan meski tidak terjangkau akal karena beliau adalah as-Shoodiqul Mashduuq (yang jujur dan harus dipercaya). 3. Tahapan penciptaan manusia di rahim ibunya: - 40 hari pertama nutfah - 40 hari kedua segumpal darah - 40 hari ketiga segumpal daging 4. Ditiupkan ruh pada janin setelah berusia 3 x 40 hari = 120 hari = 4 bulan. Setelah 4 bulan inilah berlakulah baginya hukum manusia. Jika terjadi keguguran janin, maka dilihat keadaan: - sebelum 120 hari: tidak perlu dimandikan, dikafani, dan disholatkan. - setelah 120 hari: dimandikan, dikafani, dan disholatkan. Jika janin yang keluar saat keguguran bentuknya sudah seperti manusia, maka berlakulah hukum nifas. Jika tidak, maka hukumnya seperti darah istihadhah (penyakit). (Penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin). 5. Beriman terhadap Malaikat. Ada Malaikat yang bertugas untuk meniup ruh pada janin dan mencatat 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka). 6. Beriman terhadap catatan taqdir. Para Ulama menjelaskan bahwa berdasarkan lingkupnya, pencatatan taqdir terbagi menjadi 4: a) Pencatatan di Lauhul Mahfudzh Catatan induk. Berisi catatan taqdir segala sesuatu. Ditulis 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Catatan ini tidak ada yang tahu kecuali Allah, dan tidak akan berubah sedikitpun b) Pencatatan dalam lingkup umur perorangan Ini adalah catatan Malaikat, seperti yang disebutkan dalam hadits ini tentang 4 hal: rezeki, ajal, amalan, dan keadaannya (beruntung atau celaka) terhadap janin yang masih berada di perut ibunya. c) Pencatatan dalam lingkup tahunan Dilakukan setiap Lailatul Qodar, berisi catatan segala sesuatu yang akan terjadi dalam waktu setahun ke depan (hingga Lailatul Qodar berikutnya), disebutkan dalam surat ad-Dukhkhan: 3-4). d) Pencatatan dalam lingkup harian Disebutkan dalam surat arRahman ayat 29. Allah meninggikan derajat suatu kaum atau
[mediamusliminfo] Tauhid, Yang Pertama Dan Utama
*Tauhid, Yang Pertama Dan Utama* Tidak diragukan lagi bahwasanya tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam Islam. Bahkan tauhid merupakan hak Allah ta’ala yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits yang ma’ruf dari shahabat yang mulia Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya: “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-hamab-Nya dan hak hamba-hamba-Nya atas Allah? Mu’adz menjawab: Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau mengatakan: hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Al Bukhari dan Muslim) Di antara keutamaan tauhid adalah: Tauhid merupakan pondasi utama dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda dari hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma: “Islam dibangun di atas lima dasar: (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) berhaji, (5) dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim) Tauhid merupakan perintah pertama kali di dalam Al Qur’an, sebagaimana lawan tauhid yaitu syirik yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala: “Wahai sekalian manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalain agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengan-Nya buah-buahan sebagai rizki bagi kalain, maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22) Dalam ayat ini terdapat perintah Allah “beribadahlah kepada Rabb kalian” dan larangan Allah “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah”. Tauhid merupakan poros utama dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yauti Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala: “dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thaghut.” (An Nahl: 36) Allah berfirman: “Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (Al Anbiya’: 25) Tauhid merupakan perintah Allah yang paling agung dari semua perintah. Begitu pula lawan tauhid yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan Allah. Allah berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al Isra’: 23) Allah ta’ala berfirman pula: “Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (An Nisa’: 36) Tauhid merupakan syarat masuknya seorang hamba ke dalam Al Jannah dan terlindung dari An Nar. Sebagaimana pula lawannya yaitu syirik merupakan sebab utama masuknya dan terjerumusnya seorang hamba ke dalam An Nar dan diharamkan dari Jannah Allah. Allah berfirman: “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka Allah akan mengharamkan baginya Al Jannah dan tempat kembalinya adalah An Nar dan tidak ada bagi orang-orang zhalim seorang penolongpun.” (Al Ma’idah: 72) Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mati dan dia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam Al Jannah.” (HR. Muslim) Rasulullah bersabda pula sebagaimana yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu: “Barangsiapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apapun, dia akan masuk Al Jannah dan barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan bebruat syirik, dia akan masuk An Nar.” (HR. Muslim) Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang oleh Allah subhanahu wata’ala. Allah berfirman: “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka beribadah kepada Allah semata dan megikhlaskan bagi-Nya agama.” (Al Bayyinah: 5) Dari penjelasan tentang keutamaan tauhid di atas, maka sangatlah jelas bahwa risalah para rasul adalah satu yaitu risalah tauhid. Tugas dan tujuan mereka adalah satu yaitu mengembalikan hak-ahak Allah agar umat ini beribadah hanya kepada-Nya saja. Ini merupakan dakwah para Rasul sejak rasul yang pertama yaitu Nuh ‘alaihissalam hingga rasul yang terakhir yaitu Muhammad shallallahu’alaihi wasallam. Mereka semuanya tidak hanya mengharapkan dari manusia agar mengakui bahwasanya hanya Allah ta’ala lah satu-satunya Dzat yang mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, akan tetapi mengharapkan dari manusia agar mentauhidkan Allah
[mediamusliminfo] Amalan Manis Berbuah Pahit
*Amalan Manis Berbuah Pahit* Sesorang harus selalu waspada dengan dirinya saat ia beramal ibadah dan ketaatan kepada Allah -Azza wa Jalla-. Sebab, sebagian orang, atau bahkan diantara manusia ada yang tertipu dengan amal sholih yang ia kerjakan. Dia pun berbangga dan sombong dengan amal sholih yang telah ia tunaikan. Ia tidak punya usaha untuk mengecek dan menimbang amal sholihnya; apakah diterima di sisi Allah atau tidak. Jika amalnya diterima dan diberi ganjaran pahala dan surga, maka itulah kebaikan besar yang harus ia syukuri. Namun jika amal sholihnya ternyata tidak diterima, maka ini adalah dua kerugian: kerugian dunia dan akhirat!! Di akhirat nanti, ada orang-orang Islam yang mengalami nasib seperti nasibnya orang-orang kafir. Di dunia, ia melihat banyak amal sholih yang telah ia kerjakan, namun di akhirat pahala dan kebaikannya dihancurkan oleh Allah, akibat ulahnya sendiri. Orang seperti ini bagaikan orang yang melihat fatamorgana yang ia sangka air. Namun di saat ia mendekat, ternyata hilang dan hanya sekedar bayangan yang tidak berguna !! Allah -Ta’ala- berfirman, “Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya; atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”. (QS. An-Nuur : 39-40) Amalan sholih yang banyak tidak akan bermanfaat bagi orang-orang yang tidak beriman. Demikian pula bila ia beriman, namun amalannya bukan karena Allah dan pahala di negeri akhirat, maka ia juga mendapatkan kerugian dan penyesalan di akhirat. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, “Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh”. (QS. Ibrahim : 18) Amalan mereka manis (baca: baik), namun berbuah pahit (baca: buruk). Karena, amalan mereka menjadi sia-sia dan hancur serta menjadi sebab ia merugi di akhirat. Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata, “Ini merupakan perumpamaan yang Allah -Ta’ala- berikan bagi amalan orang-orang kafir yang menyembah selain Allah bersama-Nya, mendustakan para rasul dan membangun amalan mereka di atas dasar yang tidak benar. Akhirnya, amalan mereka roboh dan mereka pun kehilangan sesuatu yang paling mereka butuhkan (berupa amal-amal sholih)”. [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim (4/486-487), karya Ibnu Katsir, cet. Dar Thoibah, 1421 H] Ketahuilah bahwa di hari kiamat akan melihat amal-amal sholih diberi ganjaran. Tapi dengan syarat ia beriman, ikhlas semata-mata karena Allah dan mengikuti sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Jika tidak memenuhi syarat-syarat ini, maka amalannya akan hancur tidak berguna. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Dan Kami datang kepada segala amal yang mereka telah kerjakan (di dunia), lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al-Furqon : 23) Di hari-hari ini, hari tersebarnya kebodohan dan kejahilan tentang agama, seorang mukmin harus waspada dan lebih perhatian dengan kualitas amal sholihnya. Sebab di hari ini banyak hal-hal yang merusak amal sholih kita dan setan juga memiliki bala tentara yang akan menipu dan memperdaya manusia agar mereka menjadi celaka. Para pembaca yang budiman, salah satu diantara makar setan adalah ia mendorong manusia melakukan amal-amal sholih. Namun di balik amal-amal sholih itu mendapatkan tendensi duniawi yang merusak pahala dan niat seorang hamba. Inilah yang diisyaratkan oleh Allah -Azza wa Jalla- dalam firman-Nya, “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka. Dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Huud : 15-16) Syaikh Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy -rahimahullah- berkata, “Telah disebutkan dari para salaf yang berilmu tentang ayat ini, beberapa jenis perkara yang dilakukan oleh manusia pada hari ini, sedang mereka tidak mengerti maknanya. *Jenis Pertama*, diantara hal itu, amal sholih yang dikerjakan oleh kebanyakan orang demi mencari wajah Allah berupa sedekah, silaturahim, berbuat baik kepada
[mediamusliminfo] Hukum Allah Bukan Hukum Jahiliyah
*Hukum Allah Bukan Hukum Jahiliyah* “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50) *Sebab Turunnya Ayat* Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: Dua kabilah Yahudi, Quraizhah dan Nadhir. Kabilah Nadhir lebih mulia dibanding kabilah Quraizhah. Apabila ada seseorang dari kabilah Quraizhah membunuh seseorang dari kabilah Nadhir, dia dibunuh pula karenanya. Namun, jika seseorang dari kabilah Nadhir membunuh seseorang dari kabilah Quraizhah, cukup ditebus dengan 100 wisq kurma (6000 sha’, pen.). Setelah Nabi n diutus, seseorang dari kabilah Nadhir membunuh seseorang dari kabilah Quraizhah. Kemudian orang-orang Bani Quraizhah berkata, “Serahkan pembunuh itu kepada kami, kami akan membunuhnya.” (Tatkala Bani Nadhir enggan menyerahkannya), Bani Quraizhah berkata, “Antara kami dan kalian ada nabi.” Mereka pun mendatangi beliau. Lalu turunlah firman Allah: “Jika engkau berhukum maka berhukumlah diantara mereka dengan adil.” (Al-Maidah: 42) Keadilan di sini adalah jiwa dibalas dengan jiwa (qishas). Setelah itu turun pula ayat: “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50) [HR. Abu Dawud no. 4494, An-Nasa’i no. 4732, Ibnu Abi Syaibah no. 27970, Ad-Daruquthni 3/198, Ibnu Hibban no. 5057, Al-Hakim 4/407, Al-Baihaqi 8/24, Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa no. 772. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud] *Tafsir Ayat* Firman Allah: “Apakah hukum jahiliah…” Hamzah (yang berarti: apakah) yang disebut dalam ayat ini menunjukkan istifham inkari, bentuk pertanyaan namun yang dimaksud adalah pengingkaran dan menjelekkan orang yang melakukannya. (Lihat Fathul Qadir, Asy-Syaukani) Yang dimaksud hukum jahiliah adalah setiap hukum yang menyelisihi apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, karena hukum hanya ada dua: hukum Allah dan Rasul-Nya atau hukum jahiliah. Siapa yang berpaling dari hukum Allah niscaya dia berhukum dengan hukum jahiliah yang dibangun di atas kejahilan, kezaliman, dan penyimpangan. Oleh karena itu, Allah menisbahkannya kepada jahiliah. Sementara hukum Allah dibangun di atas ilmu, keadilan, cahaya, dan petunjuk. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, karya As-Sa’di dalam tafsir ayat ini) Ibnul Qayyim berkata ketika menjelaskan tentang hukum jahiliah, “Setiap hukum yang menyelisihi apa yang dibawa oleh Rasul maka itu termasuk jahiliah. Jahiliah adalah nisbah kepada kejahilan. Setiap yang menyelisihi Rasul termasuk dari kejahilan.” (Al-Fawa’id, Ibnul Qayyim hlm. 109) Ibnu Katsir berkata ketika menjelaskan ayat ini: “Allah mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang adil, yang mencakup segala kebaikan dan mencegah dari setiap kejahatan, beralih kepada hukum lain yang berupa pendapat manusia, hawa nafsu, dan berbagai istilah yang ditetapkan oleh manusia tanpa bersandar kepada syariat Allah. Sebagaimana halnya kaum jahiliah yang berhukum dengan kesesatan dan kebodohan, yaitu hukum yang mereka tetapkan berdasarkan pendapat dan hawa nafsu mereka. Seperti bangsa Tartar yang berhukum dalam politik kekuasaan mereka yang diambil dari raja mereka yang bernama Jenghis Khan, yang menetapkan undang-undang Ilyasiq; sebuah kitab yang berisi hukum-hukum yang diambil dari syariat yang berbeda-beda; Yahudi, Nasrani, Islam, dan yang lainnya. Di dalamnya juga banyak hukum-hukum yang diambil dari pandangan dan hawa nafsunya semata. Akhirnya undang-undang ini menjadi syariat yang harus diikuti oleh keturunannya. Mereka lebih mengutamakannya daripada berhukum dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Siapa di antara mereka yang melakukan hal itu maka dia kafir, wajib diperangi sampai dia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, serta dia tidak berhukum dengan yang lainnya baik dalam urusan kecil maupun besar.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/68) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sungguh Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk berhukum dengan apa yang diturunkan Allah kepadanya. Allah juga memperingatkan beliau agar tidak mengikuti hawa nafsu mereka, dan menjelaskan bahwa yang menyelisihi hukum-Nya adalah hukum jahiliah.” (Daqa’iq At-Tafsir, 2/55) Diriwayatkan dari hadits Jabir bahwa beliau berkata, “Suatu hari kami dalam satu peperangan. Lalu ada seorang dari kalangan Muhajirin memukul pantat seorang dari kalangan Anshar dengan tangannya. Orang Anshar itu pun berteriak sambil berkata, ‘Wahai kaum Anshar.’ Maka orang Muhajirin itu pun juga berteriak, ‘Wahai kaum Muhajirin.’ Akhirnya teriakan ini didengar oleh Nabi beliau pun berkata: ‘Mengapa ada panggilan jahiliah? Tinggalkan karena sesungguhnya itu buruk (tercela).” (HR. Al-Bukhari no. 4622, Muslim no. 2584) Muhammad bin Abi Nashr Al-Humaidi berkata dalam menjelaskan makna panggilan jahiliah: “Ucapan mereka ‘Wahai pengikut fulan’, hal ini termasuk fanatisme golongan dan keluar dari hukum Islam.” (Tafsir Gharib Ma
[mediamusliminfo] Hanya Kepada Allahlah Kita Beribadah
*Hanya Kepada Allahlah Kita Beribadah * Tidaklah kita diciptakan kecuali untuk merealisasikan peribadatan hanya kepada Allah Azzawajalla. Begitu juga inti dakwah para Rasul adalah mendakwahkan ummatnya untuk beribadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman : ”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat : 56) “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan) “Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah Thogut (sesembahan yang disembah selain Allah yang diri ridha disembah –ed)” (QS. An-Nahl : 36) Tidak boleh seseorang memalingkan ibadah kepada selain Allah, jika hal ini dilakukan maka sungguh dia telah berbuat syirik (menyekutukkan Allah). Allah Subhanahu wata’aala berfirman: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (Qs. An-Nisa’:36) “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Qs. An-Nisa : 48) *Lalu apa itu ibadah..?* Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup apa-apa yang Allah cintai dan ridhai, baik berupa perkataan ataupun perbuatan, baik amalan zhahir dan amalan bathin.(silahkan lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 10/149-dinukil dari kitab Al-Qaulul Mufid Fi Adilatit, syaikh Abdul Wahhab Al-Whusoby). *Macam-Macam Ibadah* Berikut ini akan disebutkan tentang macam-macam ibadah berserta contohnya. Ibadah I’tiqadiyah (ibadah yang berkaitan dengan aqidah/keyakinan): Yaitu mentauhidkan Allah dalam Rububiyah-Nya (menyakini Allah satu-satunya pencipta, pemberi rezeki dan pengatur alam semesta), Uluhiyah-Nya (menyakini Allah satu-satunya yang berhak disembah) dan Asma wa Sifat-Nya (menetapkan nama-nama dan sifat Allah tanpa menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). ini adalah ibadah yang paling utama dan yang paling agung. Ibadah Lafzhiyah (ibadah yang berkaitan dengan lisan) : yaitu mengunakan lisan untuk apa-apa yang Allah cintai dan ridhai dari perkataan. seperti mengucapan Laa Ilaha Illallah Muhammadarrasulullah (syahadat), membaca Al-Qur’an, doa dan dzikir-dzikir yang di ajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta ibadah lafzhiyah (ucapan) lainya. Ibadah Badaniyah (ibadah yang terkait dengan badan) : Yaitu mengunakan badan untuk melakukan apa-apa yang Allah cintai dan ridhai. Seperti ruku, sujud dalam shalat. Dan seperti puasa, amalan-amalah haji, hijrah, jihad dan ibadah badaniyah lainnya. Ibadah Maliyah (ibadah yang terkait dengan harta) : Yaitu menggunakan harta yang Allah karuniakan untuk apa-apa yang Allah cintai dan ridhai. Seperti mengeluarkan zakat, shadaqah dan yang lainnya. Ibadah Tarkiyah (ibadah yang terkait dengan meninggalkan sesuatu) : Yaitu seorang muslim meninggalkan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya haramkan dan larang darinya dalam rangka beribadah kepada Allah. Dia meninggalkan maksiat karena takut adzab Allah dan mengharap ridha serta pahala Allah. Seperti meninggalakan perbuatan syirik (menyekutukkan Allah), bid’ah dan yang lainnya. (Silahkan lihat Kitab Tathiral I’tiqad Al Imam Shan’ani, Al-Qaulul Mufid Fi Adilatit Tauhid : , Syaikh Abdul Wahhab Al-Whusoby : dan beberapa syarh kitab Al-Qaulul Mufiid). Hanya kepada Allah lah kita beribadah. Kita serahkan seluruh ibadah kita hanya kepada-Nya. Dan tidak kepada yang lainnya. Sebagaimana Allah Ta’aala berfirman : “Hanya kepada Engkaulah yang Kami beribaah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (Qs. Al-Fatihah : 5). Sumber: http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2012/11/11/hanya-kepada-allahlah-kita-beribadah/ -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu Media Muslim Group. (Group Situs http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups MediaMuslimINFO Group group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/groups/opt_out.
[mediamusliminfo] Kisah-kisah Teladan Menakjubkan Tentang Semangat Menuntut Ilmu
*Kisah-kisah Teladan Menakjubkan Tentang Semangat Menuntut Ilmu* Berikut ini adalah sepenggal kisah-kisah menakjubkan tentang kesungguhan para Ulama dalam menuntut ilmu. Semoga bisa menjadi pelajaran dan teladan bagi kita untuk bersemangat menjalankan aktifitas ilmiyyah : menempuh perjalanan menghadiri majelis ilmu, mencatat, murojaah (mengingat kembali pelajaran yang sudah didapat), membaca buku-buku para Ulama’, merangkum, meringkas, menyadur dan menyalin tulisan para ulama, mencatat faidah-faidah ilmu yang kita lihat dan dengar, mendengarkan rekaman ceramah-ceramah ilmiyyah melalui file-file audio, dan semisalnya. Sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan menurut al-Imam asy-Syafi’i: Menuntut ilmu lebih utama dibandingkan sholat Sunnah (Musnad asySyafi’i (1/249), Tafsir alBaghowy (4/113), Faidhul Qodiir (4/355)) Kisah-kisah nyata berikut ini sebagian besar disarikan dari kitab alMusyawwaq ilal Qiro-ah wa tholabil ‘ilm karya Ali bin Muhammad al-‘Imran. *1. Kesabaran Dan Kesungguhan Menuntut Ilmu* Ibnu Thahir al-Maqdisy berkata : Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku *2. Belajar Setiap Hari* Al-Imam anNawawy setiap hari membaca 12 jenis ilmu yang berbeda (Fiqh, Hadits, Tafsir, dsb..) *3. Membaca Kitab Sebagai Pengusir Kantuk* Ibnul Jahm membaca kitab jika beliau mengantuk, pada saat yang bukan semestinya. Sehingga beliau bisa segar kembali. *4. Berusaha Mendapatkan Faidah Ilmu Meski Di Kamar Mandi* Majduddin Ibn Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi berkata kepada orang yang ada di sekitarnya: Bacalah kitab ini dengan suara keras agar aku bisa mendengarnya di kamar mandi. *5. 40 Tahun Tidaklah Tidur Kecuali Kitab Berada Di Atas Dadanya* Al-Hasan alLu’lu-i selama 40 tahun tidaklah tidur kecuali kitab berada di atas dadanya. *6. Tidaklah Berjalan Kecuali Bersamanya Ada Kitab* Al-Hafidz alKhothib tidaklah berjalan kecuali bersamanya kitab yang dibaca, demikian juga Abu Nu’aim alAsbahaany (penulis kitab Hilyatul Awliyaa’) *7. Menjual Rumah Untuk Membeli Kitab* Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya seharga 60 dinar untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy *8. Kemampuan Membaca Yang Luar Biasa* Ibnul Jauzy sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari 20.000 jilid kitab Al-Khothib al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam 3 majelis ( 3 malam), setiap malam mulai ba’da Maghrib hingga Subuh (jeda sholat) Catatan : Shahih alBukhari terdiri dari 7008 hadits, sehingga rata-rata dalam satu kali majelis (satu malam) dibaca 2336 hadits. Abdullah bin Sa’id bin Lubbaj al-Umawy dibacakan kepada beliau Shahih Muslim selama seminggu dalam sehari 2 kali pertemuan (pagi dan sore) di masjid Qurtubah Andalus setelah beliau pulang dari Makkah. Catatan : Shahih Muslim terdiri dari 5362 hadits Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqy membaca Musnad Ahmad dalam 30 majelis (pertemuan) Catatan : Musnad Ahmad terdiri dari 26.363 hadits, sehingga rata-rata dalam sekali majelis membacakan lebih dari 878 hadits. Al-‘Izz bin Abdissalaam membaca kitab Nihaayatul Mathlab 40 jilid dalam tiga hari (Rabu, Kamis, dan Jumat) di masjid. Al-Mu’taman as-Saaji membaca kitab al-Fashil 465 halaman (kitab pertama tentang Mustholah hadits) dalam 1 majelis. Salah seorang penuntut ilmu membacakan di hadapan Syaikh Bin Baz Sunan anNasaa’i selama 27 majelis Catatan : jika yang dimaksud adalah Sunan anNasaai as-Sughra terdiri dari 5662 hadits, sehingga rata-rata lebih dari 209 hadits dalam satu majelis. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rata-rata menghabiskan waktu selama 12 jam sehari untuk membaca buku-buku hadits di perpustakaan. *9. Mengulang-Ulang Membaca Suatu Kitab Hingga Berkali-Kali* Al-Muzani berkata: Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya. Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali. *10. Kesungguhan Menulis* Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi. Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy telah menulis/ menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku. Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku Muhammad bin Mukarrom yang lebih dikenal dengan Ibnu Mandzhur –penulis Lisaanul Arab- ketika meninggal mewariskan 500 jilid buku tulisan tangan Abu Abdillah alHusain bin Ahmad alBaihaqy adalah seseorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan,
[mediamusliminfo] Hari Kasih atau Valentine dalam Tinjauan Syariat
*Hari Kasih atau Valentine dalam Tinjauan Syariat* Valentine’s Day sebenarnya, bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor kuffar. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine ? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya? “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (Al Isra’ : 36). Sebelum kita terjerumus pada budaya yang dapat menyebabkan kita tergelincir kepada kemaksiatan maupun penyesalan, kita tahu bahwa acara itu jelas berasal dari kaum kafir yang akidahnya berbeda dengan ummat Islam, sedangkan Rasulullah bersabda: Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radiyallahu ‘anhu : Rasulullah bersabda: “Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang kamu maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Rasulullah bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?” ( HR. Bukhori dan Muslim ). Pertanyaan : Sebagian orang merayakan Yaum Al-Hubb (Hari Kasih Sayang) pada tanggal 14 Februari [bulan kedua pada kalender Gregorian kristen / Masehi] setiap tahun, diantaranya dengan saling-menghadiahi bunga mawar merah. Mereka juga berdandan dengan pakaian merah (merah jambu,red), dan memberi ucapan selamat satu sama lain (berkaitan dengan hari tsb). Beberapa toko-toko gula-gula pun memproduksi manisan khusus – berwarna merah- dan yang menggambarkan simbol hati/jantung ketika itu (simbol love/cinta, red). Toko-tokopun tersebut mengiklankan yang barang-barang mereka secara khusus dikaitkan dengan hari ini. Bagaimana pandangan syariah Islam mengenai hal berikut : 1. Merayakan hari valentine ini ? 2. Melakukan transaksi pembelian pada hari valentine ini? 3. Transaksi penjualan – sementara pemilik toko tidak merayakannya – dalam berbagai hal yang dapat digunakan sebagai hadiah bagi yang sedang merayakan? Semoga Allah memberi Anda penghargaan dengan seluruh kebaikan ! Jawaban : Bukti yang jelas terang dari Al Qur’an dan Sunnah – dan ini adalah yang disepakati oleh konsensus ( Ijma’) dari ummah generasi awal muslim – menunjukkan bahwa ada hanya dua macam Ied (hari Raya) dalam Islam : ‘ Ied Al-Fitr (setelah puasa Ramadhan) dan ‘ Ied Al-Adha (setelah hari ‘ Arafah untuk berziarah). Maka seluruh Ied yang lainnya – apakah itu adalah buatan seseorang, kelompok, peristiwa atau even lain – yang diperkenalkan sebagai hari Raya / ‘Ied, tidaklah diperkenankan bagi muslimin untuk mengambil bagian didalamnya, termasuk mengadakan acara yang menunjukkan sukarianya pada even tersebut, atau membantu didalamnya – apapun bentuknya – sebab hal ini telah melampaui batas-batas syari’ah Allah: وَتِلْكَ حُدُودُاللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. [ Surah At-Thalaq ayat 1] Jika kita menambah-nambah Ied yang telah ditetapkan, sementara faktanya bahwa hari raya ini merupakan hari raya orang kafir, maka yang demikian termasuk berdosa. Disebabkan perayaan Ied tersebut meniru-niru (tasyabbuh) dengan perilaku orang-orang kafir dan merupakan jenis Muwaalaat (Loyalitas) kepada mereka. Dan Allah telah melarang untuk meniru-niru perilaku orang kafir tersebut dan termasuk memiliki kecintaan, kesetiaan kepada mereka, yang termaktub dalam kitab Dzat yang Maha Perkasa (Al Qur’an). Ini juga ketetapan dari Nabi (Shalallaahu ` Alaihi wa sallam) bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”. Ied al-Hubb (perayaan Valentine’s Day) datangnya dari kalangan apa yang telah disebutkan, termasuk salah satu hari besar / hari libur dari kaum paganis Kristen. Karenanya, diharamkan untuk siapapun dari kalangan muslimin, yang dia mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir, untuk mengambil bagian di dalamnya, termasuk memberi ucapan selamat (kepada seseorang pada saat itu). Sebaliknya, adalah wajib untuknya menjauhi dari perayaan tersebut – sebagai bentuk ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, dan menjaga jarak dirinya dari kemarahan Allaah dan hukumanNya. Lebih-lebih lagi, hal itu terlarang untuk seorang muslim untuk membantu atau menolong dalam perayaan ini, atau perayaan apapun juga yang termasuk terlarang, baik berupa makanan atau minuman, jual atau beli, produksi, ucapan terima kasih, surat-menyurat, pengumuman, dan lain lain. Semua hal ini dikaitkan sebagai bentuk tolong-menolong dalam dosa serta pelanggaran, juga sebagai bentuk pengingkaran atas Allah dan Rasulullah. Allaah, Dzat yang Maha Agung dan Maha Tinggi, berfirman: وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى
[mediamusliminfo] Kristenisasi Indonesia dan Injil Menggugat Ketuhanan Yesus (Isa) mp3
Kristenisasi Indonesia dan Injil Menggugat Ketuhanan Yesus (Isa) mp3http://statics.ilmoe.com/kajian/users/solo/Rizky-AlMagetaniy/Abu-Aisyah-Manado/Abu_Aisyah_Manado-Kristenisasi_Indonesia_dan_Injil_Menggugat_Ketuhanan_Yesus_%28Isa%29.mp3 sumber: http://www.ilmoe.com/9124/abu-aisyah-manado-kristenisasi-indonesia-dan-injil-menggugat-ketuhanan-yesus-isa-mp3.html -- -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu Media Muslim Group. (Group Situs http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian satu-per-satu. --- Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi http://groups.google.com/group/mediamusliminfo Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com --- You received this message because you are subscribed to the Google Groups MediaMuslimINFO Group group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com. For more options, visit https://groups.google.com/groups/opt_out.
[mediamusliminfo] Kiat-Kiat Agar Mudah Mengerjakan Shalat Malam
*Kiat-Kiat Agar Mudah Mengerjakan Shalat Malam * Berikut beberapa kiat yang, insya Allah, sangat memudahkan seorang hamba untuk melaksanakan shalat malam. *Pertama, mengikhlashkan amalan hanya untuk Allah sebagaimana Dia telah memerintahkan dalam firman-Nya,* “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (hal menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5] *Kedua, mengetahui keutamaan qiyamul lail dan kedudukan orang-orang yang mengerjakan ibadah tersebut di sisi Allah Ta’âlâ.* Hal tersebut karena siapa saja yang mengetahui keutamaan ibadah shalat malam, dia akan bersemangat untuk bermunajat kepada Rabb-nya dan bersimpuh dengan penuh penghambaan kepada-Nya. Hal ini tentunya dengan mengingat semua keutamaan yang telah diterangkan dalam banyak ayat dan hadits. *Ketiga, meninggalkan dosa dan maksiat karena dosa dan maksiat akan memalingkan hamba dari kebaikan.* Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Apabila tidak mampu mengerjakan shalat malam dan puasa pada siang hari, engkau adalah orang yang terhalang dari (kebaikan) lagi terbelenggu. Dosa-dosamu telah membelenggumu.”[1] *Keempat, menghadirkan di dalam diri bahwa Allah yang menyuruhya untuk menegakkan shalat malam itu. * Bila seorang hamba menyadari bahwa Rabb-nya, yang Maha Kaya lagi tidak memerlukan sesuatu apapun dari hamba, telah memerintahnya untuk mengerjakan shalat malam itu, hal itu tentu menunjukkan anjuran yang sangat penting bagi hamba guna mendapatkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Bukankah Allah telah menyeru Nabi n dan umat beliau dalam firman-Nya, “Wahai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk mengerjakan shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (dari malam itu), (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al- Qur`ân itu dengan perlahan-lahan.” [Al-Muzzammil: 1-4] *Kelima, memperhatikan keadaan kaum salaf dan orang-orang shalih terdahulu, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan setelahnya, tentang keseriusan mereka dalam hal mendulang pahala shalat malam ini.* Abu Dzar Al-Ghifary berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian, kerjakanlah shalat oleh kalian pada kegelapan malam guna kengerian (alam) kuburan, berpuasalah di dunia untuk terik panas hari kebangkitan, dan bersedekahlah sebagai rasa takut terhadap hari yang penuh dengan kesulitan. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian.”[2] Tsabit bin Aslam Al-Bunany berkata, “Tidak ada hal lezat yang saya temukan dalam hatiku melebihi qiyamul lail.”[3] Sufyân Ats-Tsaury berkata, “Apabila malam hari datang, saya pun bergembira. Bila siang hari datang, saya bersedih.”[4] Hisyam bin Abi Abdillah Ad-Dastuwa`iy berkata, “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang menolak tidur pada malam hari karena mengkhawatirkan kematian saat mereka tidur.”[5] Abu Sulaiman Ad-Dârâny berkata, “Ahli ketaatan merasa lebih lezat dengan malam hari mereka daripada orang yang lalai dengan kelalaiannya. Andaikata bukan karena malam hari, niscaya saya tidak suka tetap hidup di dunia.”[6] Ketika Yazîd Ar-Raqasiy mendekati ajalnya, tampak tangisan dari beliau. Saat ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab, “Demi Allah, saya menangisi segala hal yang telah saya telantarkan berupa shalat lail dan puasa pada siang hari.” Beliau juga berkata, “… Wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian tertipu dengan waktu muda kalian. Sungguh, bila sesuatu yang menimpaku, berupa kedahsyatan perkara (kematian) dan beratnya kepedihan maut, telah menimpa kalian, pastilah (kalian) hanya (akan berpikir) untuk keselamatan dan keselamatan, untuk kehati-hatian dan kehati-hatian. Bersegeralah, wahai saudara-saudaraku –semoga Allah merahmati kalian”[7] Ishaq bin Suwaid Al-Bashry berkata, “Mereka (para Salaf) memandang bahwa tamasya (itu) adalah dengan berpuasa pada siang hari dan mengerjakan shalat pada malam hari.”[8] Adalah Malik bin Dînar tidak tidur pada malam hari. Ketika ditanya, “Mengapa saya melihat manusia tidur pada malam hari, sedangkan engkau tidak?” Beliau menjawab, “Ingatan tentang neraka Jahannam tidak membiarkan aku untuk tidur.”[9] Mu’âdzah bintu Abdillah rahimahallâh -yang menghidupkan malamnya dengan mengerjakan ibadah- berkata, “Saya takjub kepada mata (seseorang) yang tertidur, sedang dia mengetahui akan panjangnya tidur pada kegelapan kubur.”[10] *Keenam, mengenal semangat syaithan untuk memalingkan manusia dari qiyamul lail. Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,* “Syaithan mengikat tengkuk kepala salah seorang dari kalian sebanyak tiga ikatan ketika orang itu sedang tidur. Dia memukul setiap tempat ikatan (seraya berkata), ‘Malam yang panjang atas engkau, maka tidurlah.’
[mediamusliminfo] Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Natal
*Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Natal * Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah : Memperhatikan : 1. Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalahartikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. 2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. 3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah. Menimbang : 1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. 2. Ummat Islam agar tidak mencampuradukkan aqidah dan ibadahnya dengan aqidah dan ibadah agama lain. 3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala 4. Tanpa mengurangi usaha umat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia. Meneliti kembali : Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain : *A. Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekejasama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas : * 1. Al-Qur'an surat Al-Hujurat : 13 Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 2. Al-Qur'an surat Luqrnan : I5 Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 3. Al-Qur'an surat Mumtahanah : 8 Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. *B. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan: * 1 . Al-Qur'an surat Al-Kafirun : 1 - 6 Katakanlah: Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. 2. Al Qur'an surat Al Baqarah : 42 Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. *C. Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas: * 1. Al-Qur'an surat Maryam : 30 - 32 Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. 2. Al-Qur'an surat Al-Maidah : 75 Al Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). 3. Al-Qur'an surat Al-Baqarah : 285 Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya, dan mereka mengatakan: Kami dengar dan kami taat. (Mereka berdoa): Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. *D. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Al Masih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas : * 1. Al-Qur'an surat Al-Maidah : 72 Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam, padahal Al Masih (sendiri) berkata: Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun. 2. Al Our'an surat Al-Maidah : 73
[mediamusliminfo] Menyelisihi Orang Kafir
Menyelisihi Orang Kafir Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah Berikut adalah ringkasan tulisan (dengan perubahan seperlunya) yang diambil dari Kitab Al-Mukhtarat min Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Melakukan penyembelihan di tempat perayaan hari raya (‘Ied) orang kafir merupakan perkara terlarang. Terlebih jika meniru ‘Ied tersebut berikut amalan yang dikerjakan di dalamnya. ‘Ied (hari raya) sendiri adalah nama untuk perbuatan berkumpul secara beramai-ramai yang berulang secara sengaja baik itu setiap tahun, pekan, atau setiap bulan, dan semisalnya. - Setiap kata dari bahasa ‘ajam (bukan Arab) perkaranya lebih dekat (untuk dilarang). Dan orang pada umumnya menggunakan bahasa ‘ajam karena pendengar atau lawan bicaranya memang bukan orang Arab. Atau menggunakan kata ‘ajam dengan maksud untuk memudahkan dalam memahami pengertian katanya. Namun membiasakan diri berbicara tidak memakai bahasa Arab (yang merupakan syi’ar Islam dan bahasa Al Qur’an) sehingga menjadi kebiasaan di suatu kota dan penduduknya, di tengah anggota masyarakat, pembicaraan dengan temannya, percakapan di pasar, di antara para penguasa, di antara anggota dewan, dan kepada ahli fiqih, maka tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan perkara makruh. - Para nabi tidak menentukan ibadah-ibadah kecuali dengan hilal, sedangkan Yahudi dan Nashrani mengubah syariat. - Sesungguhnya tidaklah aku (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah) menyebutkan kemungkaran-kemungkaran dalam agama mereka (ahlul kitab) kecuali karena aku melihat sebagian dari kaum muslimin melakukannya, dalam keadaan mayoritas muslimin tidak mengetahui bahwa kemungkaran-kemungkaran itu merupakan bagian dari agama Nashrani yang telah dilaknat agama dan pemeluknya. - Segala sesuatu yang diagungkan dengan cara yang batil baik berupa waktu, tempat, batu, pohon ataupun bangunan tertentu, wajib dihinakan. Sebagaimana patung-patung yang disembah, yang bila tidak diibadahi tentu keadaannya tidak berbeda dengan batu-batu lainnya. - Bila meniru (tasyabbuh) dalam perkara kecil saja membawa kepada kejelekan-kejelekan dan diharamkan, terlebih jika meniru sesuatu yang menyampaikan kepada perbuatan kufur kepada Allah. Seperti tabarruk dengan salib, baptis, ataupun ucapan ‘Yang disembah satu tapi jalannya berbeda-beda’. Dan ucapan serta perbuatan sejenis yang mengandung pernyataan bahwa syariat Yahudi atau Nashrani yang telah diganti dan dihapus itu akan menyampaikan kepada Allah. Atau mengandung istihsan (anggapan baik) terhadap sebagian yang ada di dalam syariat mereka yang sebenarnya perkara tersebut menyelisihi agama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Juga terlebih lagi bila beragama dengan perkara-perkara semacam ini atau perbuatan lainnya yang merupakan kekufuran terhadap Allah dan Rasul-Nya dan terhadap Al Qur’an dan Islam, tanpa ada perselisihan di antara umat yang adil ini. - Tasyabbuh (meniru orang kafir) secara umum akan mengantarkan kepada kekafiran, kemaksiatan, atau bahkan keduanya sekaligus. Tidak ada kebaikan sedikitpun dalam hal-hal yang mengantarkan kepada kekufuran dan kemaksiatan ini. Segala sesuatu yang menyampaikan kepada kedua hal tersebut diharamkan. - Jika seorang hamba melakukan amalan selain yang disyariatkan berupa perkara tasyabbuh ini, semakin sedikitlah keinginannya kepada perkara yang disyariatkan. Dan semakin sedikit manfaat yang dapat dipetik dari amalan yang syar’i tersebut sesuai kadar perkara yang dia ambil gantinya dari selain yang syar’i. Berbeda dengan orang yang memalingkan seluruh keinginannya dan kepentingannya kepada yang disyariatkan. Kecintaannya kepada syariat menjadi besar, demikian juga manfaat yang dia dapatkan. Dan dengan ini menjadi sempurnalah agama dan Islamnya. Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa contoh, lalu mengatakan: oleh karena itu terdapat hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Tidaklah suatu kaum membuat bid’ah, kecuali akan Allah cabut dari mereka sunnah yang semisalnya.” (HR. Ahmad) Beliau menyebutkan beberapa sisi diharamkannya tasyabbuh bil kuffar secara pengamatan (hal. 207-222), kami sebutkan secara global: 1. Hari-hari raya (Ied) adalah bagian dari syariat dan manhaj (jalan). Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentangnya: “Setiap umat di antara kamu Kami jadikan syariat-syariat dan manhaj-manhaj.” (Al-Maidah: 48) Maka tidak ada perbedaan antara ikut serta dengan mereka di dalam ‘Ied dengan ikut serta dengan mereka dalam hal manhaj (agama). 2. Apa yang mereka lakukan di hari raya-hari raya mereka adalah kemaksiatan kepada Allah. Karena bisa jadi, apa yang mereka lakukan itu merupakan perkara baru yang diada-adakan ataupun sesuatu yang telah dihapus. Paling bagusnya keadaan amal mereka -dan tidak ada kebaikan padanya-kedudukannya seperti seorang muslim yang shalat menghadap Baitul Maqdis. 3. Jika diperbolehkan mengerjakan hal-hal kecil dalam tasyabbuh, maka hal itu akan mengantarkan pada perbuatan
[mediamusliminfo] Fenomena penyembahan atas berhala gaya baru
Fenomena penyembahan atas berhala gaya baru Ibadah bila dilihat dari sisi lughowi mempunyai arti ketundukan dan kerendahan, sedangkan menurut makna istilahi ibadah adalah sebutan yang menyeluruh untuk setiap apa yang dicintai Allah dan diridhoiNya dari ucapan-ucapan dan amalan-amalan lahir maupun batin. (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa: 10/149) Adapun al-autsaan diambil dari asal kata al-watsan, yaitu sebuah nama yang digunakan untuk menyebutkan semua jenis peribadahan, seperti do'a, istighotsah yakni minta kelapangan dari segala kesempitan hidup, kondisi yang tidak menentu, kekacauan, ketakutan dan yang lainnya, kemudian isti'anah yakni meminta pertolongan dalam mendatangkan segala kemaslahatan dan menolak berbagai macam mudharat, lalu at-tabarruk, yakni dengan istilah orang sekarang: ngalap berkah dan lain-lainnya dari jenis ibadah yang diperuntukkan kepada selain Allah, seperti kuburan yang dianggap keramat, batu ajaib, paranormal, khodam setia atau rijalul ghoib (jin muslim atau kafir) dan seterusnya. Sebagian orang barangkali beranggapan kalau watsan atau autsaan adalah patung dan berhala, sehingga praktek ibadatul autsaan hanyalah ditujukan bagi mereka-mereka penyembah patung atau berhala. Cara pandang model ini jelas keliru, sebab Allah telah berfirman dalam Al Qur`an mengenai perkataan Ibrahim kepada kaumnya, Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah autsaan, dan kamu membuat dusta. (QS Al Ankabuut: 17). Allah juga berfirman, Mereka menjawab: Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya. (QS Asy Syu'araa: 71). Ibrahim berkata: Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? (QS Ash Shaffaat: 95). Maka, diketahuilah dari sini bahwa watsan atau autsaan digunakan untuk menyebutkan patung-patung dan selainnya yang diibadahi di samping Allah. (Fathul Majid: 292, cet. Al Bayaan) Karena itu, siapapun orangnya yang berdo'a dan meminta pertolongan dalam mengatasi problema hidup kepada selain Allah -dalam perkara yang tidak dimampui oleh seorang pun dari makhluk dan menjadi kekhususan kekuasaan Allah-, maka dia telah terjerumus dalam praktek ibadatul-autsaan. Di tengah-tengah sulitnya mencari penghidupan, ekonomi yang morat-marit, status sosial selalu menjadi ukuran, gaya hidup yang bonafid jadi idaman, memiliki pasangan hidup yang asli (anti selingkuh) jadi impian. Ketika kelezatan dunia menjadi target utama, maka orang-orang yang lemah keimanannya dan lemah pendiriannya mulai goyah terseok-seok ke sana ke mari ingin segera meraih kemudahan dan kelezatan dunia yang sebetulnya tak lebih dari sekedar fatamorgana. Namanya juga memanfaatkan situasi dan kondisi sekaligus nyari rezeki. Paranormal, orang-orang pintar dan ustadz bin kiyai gadungan yang juga serba kesusahan segera bereaksi, seolah kehadiran mereka sebagai satu-satunya jalan keluar meski harus melakukan praktek syirik dan mengajak orang berbuat musyrik. Mereka membuka layanan praktek ibadatul-autsaan 1x24 jam dengan kata-kata dan janji-janji manis sebagai daya tarik laris. Praktek yang dibukanya biasanya berkisar seputar: berhubungan dengan rijalul ghoib (jin muslim atau kafir), tarik rejeki, penglaris usaha, penolak bala, jauhkan perselingkuhan, tampil cantik dan menarik, datangkan aura pesona, perjodohan dan banyak lagi yang lainnya. Media elektronik baik yang dibaca, didengar ataupun dilihat ikut berperan meramaikan suasana, sayangnya keberadaan media elektronik itu hanya sekedar alat untuk menjembatani wali-wali syaithon dalam menyebarkan propaganda praktek ibadatul-autsaan. Wa ilallahil musytaka... Mendapati kenyataan yang demikian ini, akan bertambahlah keimanan dan keyakinan serta kehati-hatian dalam mengarungi kehidupan dan mengaplikasikan nilai-nilai agama dalam keseharian bagi siapa yang membaca sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Akan ada di antara kalian yang mengikuti tata cara beragama orang-orang sebelum kalian, sampai-sampai kalau mereka masuk lubang biawak kalian pun turut memasukinya. Para sahabat bertanya, Apakah mereka itu Yahudi dan Nashrani? Rasulullah menjawab, Siapa lagi jika bukan mereka?! (HR Bukhari Muslim) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ini bahwa apa yang pernah dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashrani akan kembali dilakukan oleh ummat ini, satu peringatan agar kita selaku ummatnya selalu mawas diri jangan sampai terperangkap ke dalam praktek ibadah mereka. Tak salah bila kemudian Imam Sufyan ibnu Uyainah memvonis siapa saja yang berilmu namun rusak ada kemiripan dengan Yahudi dan ahli ibadah namun rusak ada kemiripan dengan Nashrani. Ibadatul-autsaan bila ditelusuri dari awal historinya, jelas bukan bermula dari ummat ini, ia hanyalah warisan dari ummat-ummat yang menyimpang seperti disinggung dalam hadits di atas, ironinya justru umat ini yang malah gemar dan semarak mempraktekkan. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah bahwa Huyay bin Ahthab dan Ka'ab ibnul Asyrof datang ke
[mediamusliminfo] Tidak Menyerupai Orang Kafir
Tidak Menyerupai Orang Kafir Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam syariat bahwa tidak boleh bagi muslim atau muslimah untuk ber-tasyabbuh (meniru) orang kafir baik dalam perkara ibadah, hari raya atau tasyabbuh dalam pakaian yang menjadi ciri khas mereka. Larangan ber-tasyabbuh adalah kaidah yang agung dalam syariat Islam -namun ironisnya- saat ini banyak kaum muslimin telah keluar dari kaidah ini –termasuk juga di kalangan orang-orang yang berkepentingan terhadap perkara agama dan dakwah. Hal ini disebabkan karena kejahilan mereka terhadap agama, karena mereka mengikuti hawa nafsu, atau mereka hanyut dengan model-model masa kini serta taklid (mengikuti tanpa ilmu) kepada bangsa Eropa yang kafir. Sehingga keadaan ini termasuk menjadi penyebab kaum muslimin memiliki kedudukan yang rendah dan lemah serta berkuasanya orang asing terhadap mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d: 11) Duhai, seandainya kaum muslimin mengetahui. Hendaknya diketahui, dalil–dalil atas benarnya kaidah penting ini banyak terdapat dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Jika dalil-dalil dalam Al-Qur’an bersifat umum, maka As-Sunnah menafsirkan dan menjelaskan ayat-ayat tersebut. Di antara dalil dari ayat Al-Qur’an adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab (Taurat) kekuasaan dan kenabian. Dan kami berikan kepada mereka rizki-rizki yang baik dan kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). Dan kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama), maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian yang ada di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu berselisih kepadanya. Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Al-Jatsiyah: 16-18) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata tentang ayat ini dalam kitab Iqtidha hal. 8: “Allah Subhanahu wa Ta'ala mengkhabarkan bahwa Dia memberikan nikmat kepada Bani Israil dengan nikmat dien dan dunia. Bani Israil berselisih setelah datangnya ilmu akibat kedengkian sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas syariat dari urusan agama itu dan Allah memerintahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengikuti syariat tersebut. Serta Allah Subhanahu wa Ta'ala larang beliau untuk mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Masuk dalam pengertian (orang-orang yang tidak mengetahui) adalah semua orang yang menyelisihi syariat Rasul. Yang dimaksud dengan ahwa-ahum adalah segala sesuatu yang menjadikan mereka cenderung kepada nafsu dan segala macam kebiasaan mereka yang nampak berupa jalan hidup mereka, yang merupakan konsekuensi dari agama mereka yang batil. Mereka cenderung kepada itu semua. Mencocoki mereka dalam hal ini berarti mengikuti hawa nafsu mereka. Karena inilah, orang-orang kafir sangat bergembira dengan perbuatan tasyabbuh (meniru) yang dilakukan kaum muslimin dalam sebagian perkara mereka. Bahkan orang-orang kafir pun suka untuk mengeluarkan dana besar untuk mendapatkan hasil ini. Seandainya perbuatan tersebut tidak dianggap mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak diragukan lagi bahwa menyelisihi mereka dalam hal ini justru lebih mencegah terhadap perbuatan mengikuti hawa nafsu mereka dan lebih membantu untuk mendapatkan ridha Allah ketika meninggalkan perbuatan tasyabbuh ini. Dan bahwa perbuatan meniru orang kafir dalam hal itu mungkin menjadi jalan untuk meniru mereka dalam perkara yang lain. Sesungguhnya (sebagaimana penggambaran dalam sebuah hadits) barangsiapa yang menggembala di sekitar daerah larangan maka dikhawatirkan dia akan terjatuh ke dalamnya. Maka apapun dari dua keadaan itu, niscaya akan terwujud tasyabbuh itu secara umum, walaupun keadaan yang pertama lebih jelas terlihat.” Dalam bab ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: وَالَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَفْرَحُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمِنَ اْلأَحْزَابِ مَنْ يُنْكِرُ بَعْضَهُ قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللهَ وَلاَ أُشْرِكَ بِهِ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآبِ وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَاهُ حُكْمًا عَرَبِيًّا وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوآءَهُمْ بَعْدَ مَا جآءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ “Orang-orang yang kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nashrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia’. Dan
[mediamusliminfo] Bentuk-Bentuk Sesembahan Yang Harus Dijauhi Oleh Ahlut Tauhid
Bentuk-Bentuk Sesembahan Yang Harus Dijauhi Oleh Ahlut Tauhid Saudaraku muslimin, pada beberapa edisi buletin kita yang telah lalu, Anda tentu telah paham apa konsekuensi (tanggung jawab moral) yang mesti dilakukan oleh orang yang benar-benar bertauhid (mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah). Yakni kita wajib beribadah hanya kepada Allah Ta’ala saja, dan wajib pula meninggalkan seluruh jenis peribadatan kepada selain Allah. Kemudian, hal terpenting lainnya yang juga perlu anda ketahui sekarang adalah apa saja bentuk – bentuk sesembahan (berhala – berhala) yang harus di jauhi oleh orang – orang yang bertauhid itu. Saudaraku, di dunia ini banyak sekali bentuk-bentuk berhala atau sesembahan yang di agungkan dan di puja-puja oleh umat manusia. Padahal, inilah yang seharusnya diperangi dan di jauhi oleh Ahlut Tauhid (orang-orang yang benar-benar bertauhid). Adapun bentuk-bentuk berhala atau sesembahan tersebut adalah : *Pertama : Al-Ilaahatu min Duunillah (semua bentuk sesembahan atau yang di pertuhankan selain Allah)*, yaitu segala sesuatu yang diminta tolong untuk mendatangkan manfaat atau menolak bala’ (marabahaya) selain Allah. Bentuknya banyak sekali, diantaranya : Pohon-pohon yang di keramatkan, batu-batuan (arca atau patung) yang disembah, jin-jin dan setan, orang-orang yang telah mati, kuburan-kuburan para wali atau kyai yang di keramatkan, keris pusaka, cincin akik dan segala jenis jimat, dan lain-lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu, apabila di katakan kepada mereka : “(Ucapkanlah) Laa ilaaha illalloh (tidak ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah)”, maka mereka menyombongkan diri seraya berkata : “Apakah kita harus meninggalkan sesembahan (tuhan-tuhan) kita (selain Allah), hanya untuk menuruti penyair yang gila ini ? “ (QS. Ash-Shoffaat : 35-36). Dalam ayat yang mulia ini, kita tahu bahwa orang-orang musyrik itu memiliki banyak tuhan. Dan ketika mereka di ajak untuk menjauhi segala bentuk sesembahan atau tuhan-tuhan selain Allah itu, mereka enggan dan menyombongkan diri, karena hati mereka telah terpaut dengan sesembahan itu. *Kedua : “At-Thowaaghiit “(para thoghut), yakni segala sesuatu yang di sembah, di ikuti dan di taati melebihi batas kedudukannya sebagai hamba Allah.* Bentuknya banyak sekali, tetapi tokoh – tokoh utamanya ada lima, yakni : 1. Iblis la’natullah ‘alaih ( semoga Allah terus menerus melaknatinya ) 2. Orang yang di sembah, diagungkan dan di puja-puja oleh orang lain dan dia ridha (senang) dengan perbuatan tersebut, baik orangnya ini masih hidup atau sudah mati. 3. Orang yang mengajak atau memerintahkan orang lain untuk menyembah dirinya (menyembah orang yang memerintahnya), baik ajakannya ini disambut / di ikuti oleh orang atau tidak. 4. Orang yang mengaku-ngaku tahu hal-hal yang ghoib. Namanya banyak sekali, baik itu tukang dukun, tukang ramal, paranormal, orang pinter, orang yang sakti mandra guna dan yang sejenisnya. 5. Orang yang menghukumi sesuatu selain dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. (lihat penjelasan tokoh – tokoh utama thoghut ini dalam kitab Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 153 – 155, karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah). Sementara itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “……(karena itu) barang siapa kufur (ingkar) kepada thoghut, dan hanya beriman kepada Allah saja, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada ikatan tali yang amat kuat (yakni kalimat Laa ilaaha illalloh), yang tidak akan putus …..” (QS. Al-Baqoroh : 256). *Ketiga : Al – Andaad (sekutu-sekutu atau tandingan-tandingan selain Allah dalam hal ibadah), yakni segala sesuatu yang menghalangi seseorang yang melaksanakan ajaran agama Islam dengan benar, yang di cintai seperti mencintai Allah.* Bentuknya banyak sekali, diantaranya : Istri-istri, anak-anak, tempat tinggal, keluarga, harta benda, jabatan dan lain-lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan diantara sebagian manusia, ada yang mengambil (menjadikan) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (sekutu), mereka mencintai tandingan-tandingan itu seperti layaknya mencintai Allah, sedangkan orang-orang yang beriman itu sangat cinta kepada Allah….” (QS. Al-Baqoroh : 165). Rasulullah Sholallahu ‘alahi wa sallam bersabda : “Barang siapa mati dalam keadaan masih menyembah kepada tandingan / sekutu selain Allah, niscaya dia masuk neraka. “(HR. Bukhori). Begitulah akibat yang harus ditanggung oleh orang yang mencintai tandingan-tandingan selain Allah, Kita lihat, banyak orang yang mencintai keluarga, harta benda, jabatan atau kekuasaan dan lain-lain, hingga melalaikan kewajiban ibadah kepada Allah, atau bahkan mengabaikan hak – hak Allah sama sekali. Wal ‘iyyadzu billah. *Keempat : Al-Arbaab (tuhan-tuhan), yakni orang-orang yang membuat syariat baru (yang menyelisihi syari’at Allah), yang isinya menghalalkan apa yang di haramkan apa yang di halalkan oleh-Nya, lalu syari’atnya ini diikuti oleh para pengikutnya.* (Lihat Kitab
[mediamusliminfo] Tauhid Rahasia Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Tauhid Rahasia Kebahagiaan Dunia dan Akhirat Siapa yang tidak menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat, kita semua tentu menginginkannya. Hanya yang perlu untuk kita pertanyakan bagaimana cara untuk meraih keduanya. Sementara, kita yakini bersama bahwa Islam adalah agama yang ajarannya universal (menyeluruh). Islam satu-satunya agama yang mendapatkan legitimasi (pengakuan) dari Sang Pemiliknya Jalla Sya'nuhu. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamiin. Tidak didapatkan satu ajaranpun dalam Islam yang merugikan para pemeluknya, tidak ditemukan satu prinsippun dalam Islam yang mencelakakan para penganutnya. Tetapi pada kenyataannya banyak kalangan yang hanya menitikberatkan perhatiannya pada dunia dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Padahal Allah telah mengingatkan kita dengan firman-Nya, Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridloannya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS Al Hadid: 20). Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS Huud: 15-16). Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah sebaik-baik petunjuk. Siapa yang mengambilnya ia akan bahagia dan yang meninggalkannya akan celaka. Allah berfirman, Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QS An Nuur: 63). Terbukti generasi yang bersamanya, yakni generasi para sahabat meraih gelar terbaik umat ini, karena mereka mengambil petunjuknya. Itulah mereka para sahabat yang telah berhasil meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagaimana tidak, sedang mereka mendapatkan bimbingan tauhid selama kurang lebih 13 tahun hingga akhirnya mereka memiliki landasan yang kokoh dalam kehidupannya. Oleh karena itu, tauhid itulah sebagai landasan yang menghantarkan seseorang kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Sebab mentauhidkan Allah adalah tujuan diciptakannya manusia. Allah berfirman, Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS Adz Dzariyaat: 56). Ibnu Katsir berkata: makna ya'buduun dalam ayat ini adalah yuwahhiduun (mentauhidkan Allah). Al Imam Al Baghowi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa Ibnu Abbas RA mengatakan: Setiap perintah beribadah dalam Al Qur'an maka maknanya adalah tauhid. Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, bagaimana tidak dikatakan bahwa tauhid sebagai landasan yang akan menghantarkan seseorang kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, sedangkan Allah meridloi ahli tauhid. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, Sesungguhnya Allah meridloi kalian tiga perkara: kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, berpegang teguh dengan tali Allah semuanya dan jangan bercerai berai, dan memberikan nasihat kepada orang yang Allah jadikan pemimpin atas urusan-urusan kalian. (HR Muslim dari Abu Hurairoh). Itulah tauhid, tauhid adalah sebagai jalan untuk mendapatkan dua kebahagiaan tersebut, sebab dengan menegakkan tauhid berarti menegakkan keadilan yang paling adil. Sementara tujuan Allah mengutus rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya adalah supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Allah berfirman, Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyatam dan telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS Al Hadiid: 25). Tauhid sebagai landasan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat karena keamanan serta petunjuk di dunia dan akhirat hanya akan dicapai oleh para ahli tauhid. Allah berfirman, Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Al An'aam: 82). Berkata Ibnu Katsir pada ayat ini: Yaitu mereka yang memurnikan ibadahnya untuk Allah saja dan tidak berbuat kesyirikan dengan sesuatu apapun, mereka mendapatkan keamanan pada hari kiamat dan petunjuk di dunia dan akhirat. Jadi memang tauhidlah yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan yang hakiki. Karena khilafah di muka bumi serta kehidupan yang damai, aman, dan sentosa berbangsa dan benegara hanya akan diraih melalui tauhid. Allah berfirman, Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
[mediamusliminfo] Islam Itu Agama Tauhid
Islam Itu Agama Tauhid Allah membuka pintu-pintu ilmu bagi hamba-hamba-Nya dengan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu pintu ibadah kepada Allah serta pintu-pintu ilmu dalam mencari rizki di muka bumi ini dari sisi yang halal. Maka tidak ada sesuatupun yang di butuhkan manusia untuk mengetahui urusan dunia dan dalam agama kecuali Allah sudah jelaskan semua kepada manusia, sehingga menjadilah mereka di atas jalan yang putih bersih, malamnya seperti siangnya, dan tidaklah seseorang itu melenceng darinya kecuali pasti binasa. Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah, dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat yang di berikan kepada kalian, yaitu dengan diutusnya seorang Rasul kepada kalian, yang mana Rasul tersebut membacakan ayat-ayat Allah kepada kalian, serta mensucikan kalian, mengajari kalian Al-Qur’an dan Al-Hikmah ( As-sunnah ). Dengan Rasul tersebut Allah mengeluarkan kalian dari kegelapan kesyirikan dan kekufuran menuju ke cahaya keadilan dan kebaikan, serta dari kegelapan kesedihan hati dan sempitnya dada menuju kepada cahaya ketenangan dan lapang dada. Allah Ta’ala berfirman : “ Maka apakah orang-orang yang di bukakan Allah hatinya untuk ( menerima ) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhan-Nya ( sama dengan orang yang membatu hatinya ) ? “ ( QS. Az-Zumar : 22 ). Allah juga berfirman : Alif lam raa. ( ini adalah ) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengerluarkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya yang terang benderang dengan izin Tuhan mereka, ( yaitu ) menuju jalan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allahlah yang memiliki segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih. “( QS. Ibrahim : 1-2 ). Allah mengutus nabi-nya Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan manusia berada dalam kebodohan, lalu beliau membuka pintu-pintu ilmu dalam mengenal Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat serta perbuatan-Nya. Dam juga pintu-pintu ilmu untuk mengenal makhluk-Nya yaitu permulaan dan akhir dari penciptaan manusia, serta hisab dan pembalasan ( di hari kiamat ). Allah Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya kami menciptakan manusia dari suatu sari pati ( berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu menjadi air mani ( yang tersimpan ) dalam tempat yang kokoh ( yaitu rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, dan segumpal darah itu Kami jadikan dia makhluk yang ( berbentuk ) lain. Maka Maha Suci Allah, penciptaan yang paling baik. Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan ( dari kuburmu ) di hari kiamat. “(QS. Al-Mu’minum:12-16 ). Allah membuka pintu-pintu ilmu bagi hamba-hamba-Nya dengan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu pintu ibadah kepada Allah serta pintu-pintu ilmu dalam mencari rizki di muka bumi ini dari sisi yang halal. Maka tidak ada sesuatupun yang di butuhkan manusia untuk mengetahui urusan dunia dan dalam agama kecuali Allah sudah jelaskan semua kepada manusia, sehingga menjadilah mereka di atas jalan yang putih bersih, malamnya seperti siangnya, dan tidaklah seseorang itu melenceng darinya kecuali pasti binasa. Allah Ta’ala mengutus Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika manusia bergelimang dengan berbagai macam kesyirikan. Diantara mereka ada yang menyembah berhala, ada juga yang menyembah Al-Masih ibnu Maryam ( Nabi Isa ‘alaihissalam ) dan ada yang menyembah pepohonan dan batu-batuan. Kemudian Allah menyelamatkan mereka dari kebodohan ini, yaitu dari beribadah kepada berhala-berhala untuk beribadah kepada Allah, mentauhidkan-Nya, mengiklaskan ibadah hanya untuk Allah saja serta menunjukkan kecintaan dan pengagungan kepada-Nya saja. Maka jadilah hamba tersebut ikhlas dalam niatnya, ikhlas dalam mencintainya serta ikhlas dalam mengagungkannya, baik lahir maupun batin. Allah Ta’ala berfirman : “Katakanlah, sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah semesta alam”. ( QS. Al-An’am : 162 ). Dalam firman-Nya yang lain : “ Maka Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. “ ( QS.Al-Hajj :34 ). Demikanlah, Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam datang utntuk merealisasikan tauhid dan mensucikannya, ( yakni ) mensucikannya dari setiap kotoran-kotoran dan menutup segala pintu yang dapat mengantarkan kepada kerusakan tauhid itu atau melemahkannya. Sampai-sampai, ketika ada seseorang yang berkata kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Atas kehendak Allah dan kehendak anda.” Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan : “Apakah kamu hendak menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah ? Tetapi hendaknya kamu katakan : “Atas kehendak Allah saja.” ( Hadits Hasan Riwayat Imam Ahmad ). Dalam hadits ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari laki-laki tersebut yang menggabungkan masyi’ah ( kehendak ) Allah dan huruf yang menghendaki
[mediamusliminfo] Menggapai Kemenangan dengan Tauhid
Menggapai Kemenangan dengan Tauhid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada sahabat Mu'adz ibnu Jabal, Maukah kuberitahukan padamu pokok amal, tiang, serta puncaknya? Mu'adz menjawab, Mau, ya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad. (HR Tirmidzi) Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amalan yang tertinggi, puncak ketinggian Islam. Jihad adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip aqidah al Islamiyyah. Dengan berjihad berarti menjadikan agama seluruhnya untuk Allah, mencegah kezholiman dan menegakkan yang haq, memelihara kemuliaan kaum muslimin dan menolong kaum mustadh'afin. Allah berfirman, Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (QS Al Anfaal: 39). Sebaliknya dengan berjihad juga berarti menghinakan musuh-musuh Allah, mencegah kejahatannya, menjaga kehormatan kaum muslimin, dan menghancurkan kaum kafirin. Allah berfirman, Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar. (QS At Taubah: 29). Jihad adalah jalannya para salafush sholih dalam rangka menghadang permusuhan kaum kuffar, munafiqin, dan mulhidin, serta seluruh musuh-musuh agama. Di samping itu mereka juga berjihad dengan tujuan memperbaiki keadaan kaum muslimin dalam hal aqidahnya, akhlaqnya, adabnya, dan seluruh urusan-urusan agamanya dan dunianya serta mentarbiyah ilmu dan amalnya. Sebagai seorang muslim tentunya kita meyakini dalam hati bahwa pertolongan adalah janji bagi ahli iman. Allah berfirman, Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS Ar Ruum: 47). Kita juga meyakini bahwa Allah pasti menolong hamba-hamba-Nya yang menjadi penolong agama-Nya. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad: 7). Itulah janji Allah dan Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya. Allah berfirman, Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah? (QS At Taubah: 111). Dengan demikian menjadi kewajiban atas setiap muslim ialah mengetahui apa yang mesti dilakukan dalam rangka mengambil sebab yang dengan itu akan membuahkan pertolongan Allah -dengan keyakinan bahwa kemenangan dan pertolongan Allah hanya akan diraih oleh orang-orang yang ahli untuk menerimanya-. Para pembaca -rahimakumullah-, pertolongan Allah tidak akan turun dengan kita hanya berkoar-koar di atas mimbar, menghitung-hitung kekuatan musuh. Pertolongan Allah tidak akan datang dengan hanya mengumpulkan jumlah orang banyak dengan bermacam-macam latar belakang aqidah dan pemahaman. Kemenangan dan pertolongan Allah akan sangat jauh bila menuruti caranya orang-orang bodoh dengan berdemonstrasi di jalan-jalan, lebih-lebih berdemonstrasi sebagai upaya menegakkan syariat Islam!!! Mengharapkan pertolongan Allah bukanlah dengan cara berkhayal dan berangan-angan semata, bukan pula hanya dengan semangat yang hampa. Allah berfirman, (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain dari Allah. (QS An Nisaa: 123). Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, ketahuilah bahwa persiapan yang paling besar bagi orang-orang yang beriman dalam rangka membangun kekuatan atas musuh-musuhnya ialah hendaknya berhubungan dengan Allah melalui tauhid, kecintaan, pengharapan, takut, dan senantiasa kembali padanya, serta khusyu' dan tawakkal. Selalu berada di sisi-Nya dan mencukupkan dari selain-Nya. Allah berfirman, Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka: Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zholim itu dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu adalah untuk orang-orang yang takut akan menghadap kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. (QS Ibrohim: 13-14). Mereka adalah para ahli tauhid yang murni yang Allah telah menjanjikan atas mereka kemenangan, keamanan, dan khilafah. Allah berfirman, Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
[mediamusliminfo] Bahaya Kristenisasi di Sekitar Kita
Bahaya Kristenisasi di Sekitar Kita Sebagaimana kita ketahui kebencian dan permusuhan orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nashrani tidaklah samar bagi seseorang yang sedikit saja memiliki ilmu agama. Mereka berusaha dengan berbagai macam cara untuk memurtadkan kaum muslimin dari agamanya. Mulai dari cara yang paling halus sampai yang terang-terangan, dari cara yang paling lembut sampai dengan cara yang paling kasar. Maka wajib bagi kaum muslimin untuk berhati-hati dari makar dan tipu daya mereka serta dari upaya kristenisasi yang dilakukan di mana-mana. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Qs. at-Tahrim : 6) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungan jawabannya, seorang laki-laki (suami) pemimpin didalam rumahnya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang istri pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Sebesar – besar sebab seseorang masuk neraka bahkan kekal didalamnya adalah murtad (keluar dari agama islam) pindah ke agama nasrani atau yang lainnya. Maka wajib bagi kita untuk memelihara diri dan keluarga kita dari upaya – upaya kristenisasi, karena kalau sampai seseorang murtad pindah agama menjadi seorang kristen akan memasukkan seseorang kedalam neraka selama-lamanya. Dan hal ini, yaitu menjaga keluarga kita dari kristenisasi sebagai bentuk penunaian amanah yang Allah amanahkan kepada kita sebagai seorang pemimpin yang akan ditanya tentang kepemimpinan kita. Adapun tentang kebencian dan permusuhan mereka serta upaya mereka untuk memurtadkan kaum muslimin dari agamanya Allah, Ta’aalaa berfirman dalam banyak ayat tentang hal itu, di antaranya : “Dan orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka.” (Qs. al-Baqarah : 120) “Orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannnya sesuatau kebaikkan kepadamu dari Rabbmu.” (Qs. al-Baqarah : 105) “Sebagian besar ahli kitab (yahudi dan nasrani) menginginkan agar mereka mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. (Qs. al-Baqarah : 109) “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup.” (Qs. al-Baqarah : 217) “Sesungguhnya orang-orang kafir menginfaqkan harta-harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah.“ (Qs. al-Anfal : 36) “Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).” (Qs. an-Nisa’ : 89) “Hai orang-orang beriman, jika kamu mengikuti sebagian ahli kitab (yahudi dan nasrani), niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.“ (Qs. Ali Imran : 100) *Banyak cara yang dilakukan oleh orang-orang Kristen untuk mengkristenisasi (mengkristenkan) umat Islam di antaranya :* 1. Mengutus para misionaris kristen ke negeri-negeri Islam di berbagai penjuru, untuk mengajak kaum muslimin murtad dari agamanya. 2. Membangun gereja di negeri-negeri kaum muslimin. 3. Membagi-bagikan buku-buku mereka guna menebarkan keraguan kepada ummat Islam terhadap agamanya. 4. Membagi-bagikan sembako kepada rakyat miskin yang beragama Islam dengan menawarkan supaya mereka pindah agama. 5. Dengan cara membuka balai pengobatan untuk kaum muslimin dengan tujuan untuk memurtadkan kaum muslimin dari agamanya. 6. Mendirikan sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang mengajarkan agama mereka. Yang ditampakkan seakan-akan murni pendidikan formal. 7. Kristenisasi melalui media-media informasi yang disebarluaskan ke negeri-negeri kaum muslimin. 8. Menikahi wanita kaum muslimin setelah mempunyai anak lalu pindah ke agama semula sehingga tak sedikit yang akhirnya sang istri menjadi murtad mengikuti agama suaminya. 9. Di antara mereka ada yang dengan cara menyihir atau menyantet sebagian muslimah. Dengan menawarkan kalau mau sembuh harus murtad dari agama islam pindah ke agama Kristen..!!! 10. Mengadakan kebaktian di rumah-rumah di tengah-tengah lingkungan kaum muslimin, dengan tujuan menampakan syiar-syiar mereka sehingga dilihat oleh kaum muslimin dan anak-anak kaum muslimin. Dan banyak lagi cara-cara mereka untuk mengkristenisasi kaum muslimin. Wahai saudaraku, berhati-hatilah dari upaya orang-orang Kristen untuk mengkristenisasi kaum muslimin dan anak-anak kaum muslimin. Karena jika seseorang sampai keluar dari agamanya maka ancamannya di dunia dan di akhirat sangatlah dahsyat. Dalam hal ini Allah Ta’alaa berfirman : “Barangsiapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka
[mediamusliminfo] Matahari Terbit Di Kampung Laut ” Sepenggal Kisah Perjalanan Dakwah”
Matahari Terbit Di Kampung Laut ” Sepenggal Kisah Perjalanan Dakwah” Hari berganti hari, bulan berganti bulan, waktu berjalan demikian cepat. Tidak terasa satu tahun lebih telah berlalu menjalani dakwah tauhid di kampung Laut. Ketegangan, kesulitan, senyuman, dan tangisan semuanya teralami ketika mengibarkan panji dakwah tauhid di daerah ini. Semula tatapan pesimis muncul dari sebagian kaum muslimin yang mendengar bahwa Ahlus sunnah mulai melangkahkan kaki untuk berdakwah di daerah ini. Mereka merasa tidak percaya diri kalau masyarakat Kampung laut yang terkenal dengan kehidupan keras , amoral, bodoh, dan miskin mau menerima dakwah tauhid. Karena dahulu pernah ada beberapa ormas yang berupaya mencurahkan dakwah Islam dengan menjalankan berbagai program sosial dan pembangunan masjid namun hasilnya jauh dari yang mereka harapkan. Sehingga ungkapan keputusasaan muncul dari mereka. Allah Rabbul `Alamin adalah Dzat yang Maha Berkehendak. Namun, ketika Allah menghendaki suatu kaum untuk mendapatkan Hidayah-Nya, maka tidak ada satu orang pun yang bisa menghalanginya. Demikian pula jika menghendaki kesesatan suatu kaum, maka tidak ada seorang pun yang menghalanginya. Alhamdulillahilladzi bi ni`matihi tatimmu Ash Sholihat, segala puji bagi Allah yang mana dengan Nikmat-Nya menjadi sempurnalah berbagai amalan shalih. Berbekal tawakkal, do`a dan semangat menteladani generasi salaf dalam berdakwah, Ahlus Sunnah yang berada di sekitar Ponpes An Nur Al-Atsary Ciamis terjun untuk mempelopori dalam mengkibarkan panji dakwah tauhid di Kampung Laut dengan sebuah harapan besar bahwa hal ini akan menjadi sebab Hidayah dan Ukhuwah bagi masyarakat Kampung laut juga bagi Ahlu Sunnah yang ada di berbagai daerah. Sampai saat ini, kita melihat adanya tanda-tanda dikabulkannya do`a dan harapan tersebut oleh Allah Ta`ala, karena dengan sebab dakwah ini sekitar 100 orang masyarakat kampung laut telah kembali masuk Islam, setelah sebelumnya murtad mengikuti seruan misionaris Kristen. Selain itu, masjid-masjid jami di wilayah tersebut meminta untuk dikunjungi dan diadakan pembinaan rutin, dan Ahlus Sunnah yang ada di berbagai daerah kini mulai bangkit untuk sama-sama berta`awun. Semua ini menunjukan adanya respon baik yang bisa dijadikan sebagai suatu kekuatan dan peluang untuk melanjutkan dakwah tauhid yang mulia ini. Rasa penat dan letih yang terkadang muncul ketika menjalani dakwah ini, namun rasa tak terasa hilang begitu saja ketika mendengar ucapan Syahadat yang keluar dari lisan seorang muallaf. Betapa tidak sebelumnya ia adalah seorang yang murtad kemudian memusuhi dakwah tauhid. Pernah suatu ketika rombongan da`i dari Ponpes An Nur Al Atsary mengunjungi sebuah lokasi wakaf di Desa Ujung Gagak yang telah direncanakan untuk dilakukan pembangun masjid di atasnya, namun pihak misionaris kristen mendahuluinya dengan membangun sebuah gereja tepat di samping tanah tersebut. Ketika bangunan gereja itu diambil gambarnya maka tiba-tiba ada seorang lelaki hitam berbadan kekar dengan bertelanjang dada berlari menghampiri. Kemudian membentak rombongan da`i tersebut, belakangan diketahui bahwa lelaki itu adalah seoarang yang murtad dan menjadi pendukung utama para misionaris Kristen. Namun sungguh tidak disangka, berapa waktu kemudian lelaki itu datang ke Ponpes an Nur Al Atsary ditemani beberapa orang masyarakat Kampung Laut lainnya untuk menyatakan keislaman, Alhamdulillah. Rasa haru pun kerap hadir, ketika melihat beberapa orang yang menyatakan bahwa dirinya ingin bertaubat dari segala perbuatan dosa yang ia sering lakukan kemudian ia menjalaninya dengan jatuh bangun sementara kondisi lingkungan belum mendukung keinginannya. Teringatlah seorang pemuda Karang Anyar yang mana masyarakat telah mengenalnya sebagai “ jagoan” yang ditakuti, hampir setiap hari miras ditenggaknya. Pada suatu hari ia dan sekitar sepuluh orang teman-temannya yang “ se-profesi” datang ke Ponpes An Nur Al Atsary bersama dengan orang yang mau masuk Islam. Para pemuda “ singa-singa kampung Laut” yang berwajah garang tersebut menyatakan bahwa mereka masih beragama Islam namun ingin bertaubat dan ingin memperbaiki jalan hidupnya, maka mereka pun mendapatkan wejangan dan bimbingan dari asatidz Ponpes An Nur Al Atsary. Kemudian setelah berbicara banyak hal yang menunjukan adanya keinginan baik mereka pun pamit untuk pulang. Beberapa waktu kemudian, serombongan da`i dari Ponpes An Nur Al-Atsary berkunjung ke Karang anyar setelah selesai berdakwah di daerah Ujung Alang. Ketika sedang berjalan di jalan kampung menuju rumah sebuah penduduk, rombongan da`i tersebut melihat salah seorang “ singa Kampung Laut” yang pernah datang ke Ponpes an Nur Al Atsary dalam keadaan sedang berjalan limbung, maka dugaan pun muncul bahwa ia sedang mabuk karena miras. Ketika ia melihat ke rombongan, ia segera berlari dengan sempoyongan menuju rombongan da`i. Melihat kejadian ini beberapa anak kecil yang sedang bermain di depan rumahnya segera berhamburan karena ketakutan,
[mediamusliminfo] [DOWNLOAD DIALOG NASIHAT] PENGAKUAN MANTAN MISIONARIS KRISTEN DAN BUKTI KEBENARAN AL-QUR’AN: KEBANYAKAN PENDETA KRISTEN ADALAH KORUPTOR PEMALSU KITAB SUCI
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Alhamdulillah, mantan misionaris Kristen, Bpk. Yohanes Maryanto hafizhahullah (telah memurtadkan 100 orang Islam) dari Gereja Bethel dan Bpk. Marto Slamet hafizhahullah (telah memurtadkan 60 Kk) dari Gereja Advent, dengan hidayah Allah tabaraka wa ta’ala, keduanya kini telah masuk Islam di Ma’had An-Nur Al-Atsari Ciamis. Mereka berdua menceritakan bahwa para pendeta yang pertama kali mengajak mereka masuk Kristen adalah koruptor-koruptor ulung. Umatnya yang di bawah disuruh buat proposal agar mendapatkan bantuan dari gereja-gereja besar dan lembaga-lembaga misionaris di dalam dan luar negeri, namun hasilnya tidak sampai kepada umatnya kecuali sedikit sekali, kebanyakannya dimakan sendiri oleh para pendeta tersebut, semoga Allah ‘azza wa jalla menjauhkan kita dari sifat tercela ini. Dan sesungguhnya sifat para pendeta Kristen ini telah Allah ta’ala kabarkan dalam kitab-Nya yang mulia, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan Pendeta-pendeta Kristen benar-benar memakan harta manusia dengan cara yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” [At-Taubah: 34] Dan untuk menyesatkan manusia dan memakan harta mereka dengan cara yang batil, para Pendeta Kristen itu tidak segan-segan membuat ayat-ayat palsu, mengikuti sifat orang-orang Yahudi sebagaimana yang Allah ta’ala kabarkan dalam kitab-Nya yang agung, فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ لِيَشْتَرُواْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُونَ “Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan (duniawi) yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” [Al-Baqorah: 79] Terbukti, dalam sertifikat baptis Pak Marto Slamet tertulis, “Sesuai dengan perintah “Tuhan” kita dalam Markus 16: 16: Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan.” Santri kami yang ahli dalam Kristologi, Al-Akh Abu Aisyah Alif, SH (Alumnus Fakultas Hukum UNSRAT Manado) menjelaskan dalam dialog bersama kedua mantan misionaris bahwa ayat tersebut palsu dan telah diakui oleh Lembaga Al-Kitab Indonesia (LAI) sehingga pada cetakan barunya ayat tersebut telah DIREVISI dengan tambahan catatan kaki bahwa itu AYAT PALSU. Alhamdulillah, setelah masuk Islam kami segera menyalurkan bantuan kaum muslimin berupa uang tunai dan sembako, semoga hati mereka lebih kuat dalam Islam dan istiqomah di atas Sunnah sampai akhir hayat. Untuk mendengarkan Dialog dan Nasihat serta Pembuktian adanya ayat palsu dalam Injil yang saat ini digunakan umat Kristen silakan download: Dialog Bersama (Mantan) Misionaris Kristenhttp://www.4shared.com/music/6S0rNCh2/Dialog_Bersama__Mantan__Mision.html http://www.4shared.com/music/6S0rNCh2/Dialog_Bersama__Mantan__Mision.html Nasihat Masuk Islamnya Misionaris Kristen dan Bukti Pemalsuan Injilhttp://www.4shared.com/mp3/M89QrNTG/Nasihat_Masuk_Islamnya_2_Orang.html http://www.4shared.com/mp3/M89QrNTG/Nasihat_Masuk_Islamnya_2_Orang.html Subhaanallah, berita terbaru, pada hari Senin, bertepatan dengan tanggal 2 April 2012, kedua mantan misionaris tersebut telah berhasil mengislamkan kembali 7 orang yang dulu pernah mereka murtadkan. Dan alhamdulillah, bantuan dari kaum muslimin juga telah kami salurkan kepada mereka. Info terkait: http://nasihatonline.wordpress.com/2011/10/27/download-kajian-dan-foto-foto-daerah-kristenisasi/ http://nasihatonline.wordpress.com/2011/11/18/dakwah-salafiyah-di-daerah-rawan-pemurtadan-dan-kesyirikan/ http://nasihatonline.wordpress.com/2011/11/23/download-rekaman-kaum-muslimin-yang-murtad-satu-persatu-kembali-memeluk-islam/ http://nasihatonline.wordpress.com/2011/11/29/download-nasihat-dan-dialog-masuk-islamnya-mantan-penginjil-dan-anaknya/ sumber: http://nasihatonline.wordpress.com/2012/04/05/download-dialog-nasihat-pengakuan-mantan-misionaris-kristen-dan-bukti-kebenaran-al-quran-kebanyakan-pendeta-kristen-adalah-koruptor-dan-pemalsu-kitab-suci/ -- Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam Google Groups yaitu Media Muslim Group. (Group Situs http://www.mediamuslim.info dan http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com -- Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah menggambarkan
[mediamusliminfo] Beribadah Hanya kepada Allah
Beribadah Hanya kepada Allah Wahai Saudaraku, Beribadahlah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala tidak kepada yang Lain Kalimat Tauhid لاَ إِلهَ إلاَّ الله merupakan kalimat yang didakwahkan pertama kali oleh para rasul kepada umat mereka. Semenjak rasul pertama hingga rasul terakhir dakwah mereka sama, yaitu mengajak umat beribadah hanya kepada Allah satu-satunya, dan meninggalkan segala peribadahan kepada selain Allah. Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.” (An-Nahl: 36) Pada ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa dakwah setiap rasul adalah mengajak beribadah kepada Allah saja, dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya. Inilah makna kalimat tauhid. Jadi dakwah dan agama para rasul adalah satu, yaitu mengesakan (mentauhidkan) Allah dalam ibadah. *Perhatikan dakwah Nabi Nuh ‘alaihis salaam:* “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan), “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepada mereka azab yang pedih”. Nuh berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kalian, (yaitu) beribadahlah kalian kepada Allah, bertakwalah kepada-Nya, dan taatlah kepadaku. (Nuh: 1-3) Pada ayat lainnya, dakwah Nabi Nuh ‘alaihis salaam diterangkan sebagai berikut: “Agar kalian tidak beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku takut kalian akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan.” (Hud: 26) *Perhatikan dakwah Nabi Hud ‘alaihis salaam:* “Dan kepada kaum ‘Ad (kami utus) saudara mereka, Nabi Hud. Ia berkata, “Wahai kaumku, beribadahlah kalian kepada Allah, sekali-kali tidak ada bagi kalian sesembahan (yang haq) selain Dia. Kalian hanyalah mengada-adakan saja.” (Hud: 50) *Perhatikan dakwah Nabi Shalih ‘alaihis salaam:* “Kepada kaum Tsamud (kami utus) saudara mereka, Nabi Shalih. Ia berkata, “Wahai kaumku, beribadahlah kalian kepada Allah, sekali-kali tidak ada bagi kalian sesembahan (yang haq) selain Dia. Dialah yang telah menciptakan kalian dari bumi (tanah) dan menjadikan kalian pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Rabb-ku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (Hud: 61) *Perhatikan pula dakwah Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam:* “Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari semua yang kalian sembah/ibadahi, kecuali (Allah) yang menciptakanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”. Dan (lbrahim ‘alaihis salaam) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (Az-Zukhruf: 26-28) *Demikian pula dakwah Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam:* “Padahal Al-Masih (sendiri) berkata: “Wahai Bani Israil, beribadahlah kalian kepada Allah Rabb-ku dan Rabb kalian.” Sesungguhnya orang yang menyekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempat tinggalnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim (musyrik) itu seorang penolong pun. (Al-Maidah: 72) Masih banyak lagi contohnya, semua para rasul tersebut berdakwah kepada satu kalimat yang sama, yaitu beribadah kepada Allah satu-satu-Nya tiada sekutu bagi-Nya dan tinggalkan segala peribadatan kepada selain Allah. *Demikian pula dakwah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang Allah terangkan dalam firman-Nya,* “Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya beribadah kepada Rabb-ku dan aku tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” (Al-Jin: 20) Demikianlah, kalimat tauhid memiliki kedudukan yang sangat penting. Karenanya Allah menciptakan langit dan bumi, karenanya Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya, karenanya terdapat garis pemisah antara mukmin dan kafir, karenanya Allah tegakkan jihad fi sabilillah, karenanya Allah tegakkan neraca keadilan pada hari kiamat kelak, dan karenanya pula Allah sediakan al-Jannah (surga) dan an-Nar (neraka). Maka seorang muslim dituntut untuk memahami makna kalimat tauhid ini. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya, “Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwa sesungguhnya tidak ada ilah yang berhak di ibadahi melainkan Allah.” (Muhammad: 19) Al-Imam al-Biqa’i rahimahullah berkata: “Sesungguhnya ilmu tentang (kalimat) Laa ilaaha illallah (لاَ إِلهَ إِلاَّ الله) ini merupakan ilmu yang paling agung yang dapat menyelamatkan dari kengerian di hari kiamat. *Makna Laa ilaaha illallah* Setiap mukmin pasti mengikrarkan kalimat tauhid tersebut dengan lisannya. Maka kalimat tersebut tentunya tidak hanya semata-mata ucapan di lisan saja, namun harus disertai dengan ilmu dan keyakinan tentang maknanya, serta mengamalkan konsekuensinya. Makna kalimat ini adalah sebagaimana dakwah yang diserukan oleh para rasul di atas, yaitu tidak ada yang
[mediamusliminfo] Agama Ini Adalah anNashiihah
Agama Ini Adalah anNashiihah Hadits Abu Ruqoyyah Tamim: “Dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus adDaari bahwasanya Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Agama ini adalah an-Nashiihah –beliau mengucapkan tiga kali-. Kami (para Sahabat) berkata: Untuk siapa wahai Rasulullah? Rasul menjawab: untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Pemimpin kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin” (H.R Muslim, Abu Dawud) PENGULANGAN KALIMAT Ucapan Nabi : “agama ini adalah anNashiihah” sebanyak tiga kali adalah berdasarkan riwayat Abu Dawud dan atTirmidzi, sedangkan menurut riwayat Muslim hanya disebutkan satu kali *MAKNA anNashiihah* AnNashiihah secara bahasa bisa bermakna : Memurnikan; membersihkan. Memperbaiki; menambal kekurangan (disarikan dari perkataan al-Khotthoby). anNashiihah adalah lawan dari sikap khianat dan tipu daya. Kalau khianat dan tipu daya berarti ketidakcocokan antara sesuatu yang ditampakkan (lahiriah) dengan sesuatu yang disembunyikan (terpendam dalam hati dan direncanakan selanjutnya), maka anNashiihah adalah kejujuran dan keikhlasan; sama antara lahiriah (yang diucapkan, dikerjakan, dan ditampakkan) dengan batiniah (yang terdapat dalam hati). AnNashiihah juga bermakna kemurnian niat dan tekad untuk memberikan kebaikan kepada obyek penerima tanpa ada tendensi/ kepentingan lain. *AnNashiihah kepada Allah* Sikap memurnikan tauhid kepada Allah dalam : Rububiyyah : meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Pencipta, Penguasa, dan Pengatur) seluruh makhluk. Uluhiyyah : beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah. Asma’ Was-Sifaat : meyakini bahwa Allah memiliki Nama-Nama dan Sifat-Sifat yang penuh dengan kesempurnaan, terjauhkan dari segala aib dan kekurangan. Menetapkan bagi Allah Nama dan Sifat-Sifat yang Allah tetapkan dalam AlQuran maupun melalui lisan Rasul-Nya dalam Sunnah yang shahihah tanpa : Tahriif :memalingkan lafadz atau maknanya kepada yang lain Ta’thiil : menolak/ meniadakan Nama dan Sifat-Sifat itu. Takyiif : menanyakan kaifiyatnya (bagaimana atau seperti apa). Tamtsiil : menyamakan/ menyerupakan dengan makhluk. Sudah terkandung dalam makna anNashiihah kepada Allah itu : mencintai Allah di atas segala-galanya, mencintai dan membenci sesuatu karena Allah, menjalankan ketaatan kepada-Nya, menjauhi laranganNya, membenarkan khabar dariNya, dan seterusnya. *AnNashiihah kepada Kitab Allah* Beriman bahwa Kitab Allah itu adalah Kalam (Firman ; Ucapan) Allah yang mengandung khabar-khabar yang benar, hukum-hukum yang adil, kisah-kisah yang bermanfaat. Berupaya kuat untuk : Mempelajari al-Qur’an (cara membaca yang benar, makna-makna dan tafsirnya). Menghayati dan tadabbur terhadap makna-maknanya. Menjaga al-Qur’an (menjaga kemurniannya dan berusaha menghafalnya). Mengajarkan dan mendakwahkan al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya. Mengamalkan isi dan kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. *AnNashiihah kepada Rasul* Beriman bahwa beliau adalah Rasul dan hamba Allah. Menghormati dan mencintai beliau (Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam) di atas kecintaan kepada manusia lain. Kecintaan kepada Rasul ini adalah kecintaan karena Allah, bukan cinta tandingan bagi Allah. Mendahulukan ucapan Rasul di atas ucapan manusia lain. Menjalankan Sunnahnya (menjalankan perintah dan menjauhi larangannya), serta menjauhi kebid’ahan (tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan yang beliau syariatkan). Membenarkan kabar yang datang dari beliau melalui hadits-hadits yang shahih sekalipun tidak terjangkau nalar/ akal pikiran. *AnNashiihah kepada Pemimpin Kaum Muslimin (Pemerintah Muslim)* Mengakui kepemimpinannya, mentaati perintahnya selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah, menjaga kehormatan dan kewibawaannya di hadapan rakyat, membantu mensukseskan kebijakan-kebijakannya yang ma’ruf, memberikan nasehat kepadanya secara diam-diam dengan cara yang beradab (sesuai hadits ‘Iyaadh bin Ghonm), sabar terhadap kekurangan dan kedzaliman yang ada padanya, berdoa kepada Allah untuk kebaikan mereka (para pemimpin). Taatlah kepada Allah Rabb kalian, sholatlah lima waktu, puasalah di bulan kalian (Ramadlan), tunaikan zakat harta kalian, taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian masuk surga (dari) Rabb kalian (H.R atTirmidzi) Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak ia sukai pada pemimpinnya, maka hendaknya bersabar (H.R alBukhari dan Muslim) Seseorang bertanya kepada Sahabat Nabi Ibnu Abbas tentang beramar ma’ruf nahi munkar terhadap pemimpin. Ibnu Abbas menjawab: Jika engkau harus melakukannya, maka lakukanlah dengan penyampaian yang hanya antara engkau dan dia saja yang tahu (riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya). *AnNashiihah kepada Semua Kaum Muslimin* Senang kebaikan terjadi kepada saudara sesama muslim sebagaimana kita senang hal itu terjadi pada diri kita. Berusaha untuk menyebar kemaslahatan bagi kaum muslimin dan menjauhkan mereka dari segala mudharat
[mediamusliminfo] Agama Itu Nasehat
Agama Itu Nasehat Menjadi dambaan bersama tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat, hidup berdampingan saling mencintai dalam lingkungan ukhuwah Islamiyah yang diikat dengan kesatuan aqidah, kesatuan bendera, dan kesatuan manhaj dalam mengarungi bahtera kehidupan. Namun, tentulah hal itu tidak mudah untuk direalisasikan manakala masing-masing individu kita sudah hilang kepeduliannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, sementara Islam datang sebagai agama nasehat yang bila saja setiap individu muslim melaksanakan apa yang terkandung dari makna-makna nasehat itu tentulah akan terwujud apa yang menjadi dambaannya. Lebih dari itu, nasehat adalah merupakan sunnah-sunnahnya para rosul. Berkata Nuh 'alaihis salam kepada kaumnya, Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak ketahui. (QS Al A'raaf: 62). Hud berkata kepada kaumnya, Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu. (QS Al A'raaf: 68). Sholeh berkata kepada kaumnya, Aku telah menyampaikan amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat. (QS Al A'raaf: 79). Syu'aib berkata kepada kaumnya, Aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir? (QS Al A'raaf: 93). Cukuplah seseorang dikatakan mulia bila ia melakukan apa yang telah dilakukan oleh makhluk yang paling mulia yaitu para nabi dan rosul (dalam hal menyebarkan nasehat) apalagi bila diketahui bahwa nasehat adalah amalan yang paling afdhol, seperti pernyataan Imam Abdullah ibnul Mubarak saat ditanya amalan apakah yang paling afdhol, beliau menjawab, Nasehat karena Allah. Dalam Shahih Bukhori dan Muslim dari sahabat Abu Ruqoyah Tamim bin Aus Ad Daary, Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Agama itu nasehat. Kami bertanya, Untuk siapa wahai Rosulullah? Beliau menjawab, Bagi Allah, kitabNya, dan rosulNya, dan bagi para pemimpin Islam, dan bagi muslimin umumnya. Hadits ini mempunyai kedudukan yang agung dimana memberikan nash bahwa tiang agama dan pondasinya adalah nasehat. Dengan keberadaannya maka agama pun akan tetap tegak di tengah-tengah kaum muslimin, sebaliknya dengan lenyapnya nasehat maka akan terjadilah kepincangan di tengah-tengah mereka dalam seluruh aspek kehidupannya. *Definisi Nasehat* Nasehat secara bahasa diambil dari kata-kata An Nush-hu yang berarti memurnikan, membersihkan, juga berarti memperbaiki. Adapun secara istilah nasehat adalah kalimat yang menyeluruh yang bermakna memberikan tuntunan perbaikan untuk orang yang dinasehati. Dan para ahlul ilmi mengibaratkan orang yang bersungguh-sungguh memberikan perbaikan kepada yang lainnya seperti orang yang sedang memperbaiki pakaiannya yang rusak. *Nasehat Bagi Allah* Nasehat bagi Allah maknanya beriman kepadaNya dengan benar dan beriman kepada seluruh apa yang terdapat dalam Kitab dan Sunnah dari nama-namaNya yang husna dan sifat-sifatNya yang tinggi dengan keimanan yang benar tanpa menyerupakanNya dengan yang lain, tanpa meniadakan dan tanpa merubah-rubah maknanya. MengesakanNya dalam hal ibadah dan meniadakan kesyirikan, melaksanakan perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, mencintai apa yang dicintaiNya dan membenci apa yang dibenciNya. Memberikan loyalitas kepada hamba-hambaNya yang beriman dan berlepas diri dari musuh-musuhNya serta melawan orang-orang yang kafir terhadapNya. Menerima dan mengakui segala nikmat-nikmatNya dan mensyukurinya serta mengikhlaskan untukNya dalam segala perkara. *Nasehat Bagi Kitabnya* Nasehat bagi kitabNya adalah beriman bahwa ia sebagai kalamullah yang diturunkan dariNya dan bukan makhluk, tidak akan dapat didatangi oleh kebatilan dari arah manapun, depannya maupun belakangnya. Meskipun seluruh jin dan manusia bersekutu untuk mendatangkan yang semisalnya niscaya tidak akan dapat menyerupainya. Allah berfirman, Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur`an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur`an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir. (QS Al Baqoroh: 23-24). Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (QS Al Israa`: 88). Berkata Imam At Thohawi rohimahullah, Sesungguhnya Al Qur`an adalah kalam Allah, barangsiapa yang mendengarnya lalu mengiranya sebagai kalam (perkataan) manusia, maka ia telah kufur dan sungguh Allah telah mencelanya
[mediamusliminfo] Keutamaan Surat Al-Fatihah
Keutamaan Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah adalah surat yang amat masyhur, telah dikenal oleh seluruh kaum muslimin. Saking terkenalnya, terkadang sebagian kaum muslimin menyalahgunakannya, seperti membacanya untuk orang mati saat ziarah kubur, atau mengirimkan pahalanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, dan orang-orang yang telah mati. Semua ini tak ada contohnya dari Allah dan Rasul-Nya. Surat Al-Fatihah amat masyhur, namun banyak di antara kita tak mengetahui fadhilah, dan keutamaannya. Padahal banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan keutamaannya, baik dari sisi kandungan atau kedudukannya di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Diantara fadhilah dan keutamaan Surat Al-Fatihah: *Surat yang Paling Agung *** Orang yang membaca Al-Fatihah akan mendapatkan balasan pahala yang besar di sisi Allah. Terlebih lagi jika ia membacanya dengan ikhlash, dan mentadabburi maknanya. Abu Sa’id bin Al-Mu’allaa -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Dulu aku pernah sholat. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memanggilku. Namun aku tak memenuhi panggilan beliau. Aku katakan, Wahai Rasulullah, tadi aku sholat. Beliau bersabda, Bukankah Allah berfirman, Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu. (QS. Al-Anfaal: 24). Kemudian beliau bersabda, Maukah engkau kuajarkan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid?. Beliau pun memegang tanganku. Tatkala kami hendak keluar, maka aku katakan, Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi Anda bersabda, Aku akan ajarkan kepadamu Surat yang paling agung dalam Al-Qur’an. Beliau bersabda, Alhamdulillahi Robbil alamin. Dia ( Surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim yang diberikan kepadaku. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4720), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1458), dan An-Nasa'iy dalam Sunan-nya (913)] Al-Imam Ibnu At-Tiin-rahimahullah- berkata saat menjelaskan makna hadits di atas, Maknanya, bahwa pahalanya lebih agung (lebih besar) dibandingkan surat lainnya. [Lihat Fathul Bari(8/158) karya Ibnu Hajar Al-Asqolaniy] *Surat Terbaik dalam Al - Qur’an *** Surat Al-Fatihah merupakan surat terbaik, karena ia mengandung tauhid, ittiba’ (mengikuti) Sunnah, adab berdo’a, al-wala’ wal baro’, keimanan terhadap perkara gaib, dan lainnya. Ibnu Jabir-radhiyallahu ‘anhu- berkata, Aku tiba kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , sedang beliau mengalirkan air. Aku berkata, Assalamu alaika, wahai Rasulullah. Maka beliau tak menjawab salamku (sebanyak 3 X). Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berjalan, sedang aku berada di belakangnya sampai beliau masuk ke kemahnya, dan aku masuk ke masjid sambil duduk dalam keadaan bersedih. Maka keluarlah Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menemuiku, sedang beliau telah bersuci seraya bersabda, Alaikas salam wa rahmatullah (3 kali). Kemudian beliau bersabda, Wahai Abdullah bin Jabir, maukah kukabarkan kepadamu tentang sebaik-baik surat di dalam Al-Qur’an. Aku katakan, Mau ya Rasulullah. Beliau bersabda, Bacalah surat Alhamdulillahi Robbil alamin (yakni, Surat Al-Fatihah) sampai engkau menyelesaikannya. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/177). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Arna'uth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 17633)] *Al - Fatihah adalah Al - Qur’an Al - Azhim *** Surat Al-Fatihah dinamai oleh Allah dengan Al-Qur’an Al-Azhim, padahal Al-Qur’an Al-Azim bukan hanya Al-Fatihah, masih ada surat-surat lainnya yang berjumlah 11 3. Namun Allah -Azza wa Jalla- menamainya demikian karena kandungan Al-Fatihah meliputi segala perkara yang dikandung oleh Al-Qur’an Al-Azhim secara global. Wallahu A’lam bish showab. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, Ummul Qur’an (yakni, Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4427), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1457), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3124)] *Surat Ruqyah *** Al-Qur’an seluruhnya bisa digunakan dalam meruqyah. Namun secara khusus Al-Fatihah pernah dipergunakan oleh para sahabat dalam meruqyah sebagian orang yang tergigit kalajengking. Dengan berkat pertolongan Allah, orang yang digigit kalajengking tersebut sembuh kala itu juga. Sekarang kita dengarkan kisahnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- ketika beliau berkata, Ada beberapa orang dari kalangan sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka lakukan sampai mereka singgah pada suatu perkampungan Arab. Mereka pun meminta jamuan kepada mereka. Tapi mereka enggan untuk menjamu mereka (para sahabat). Akhirnya, pemimpin suku itu digigit kalajengking. Mereka (orang-orang kampung itu) telah mengusahakan segala sesuatu untuknya. Namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Sebagian diantara mereka berkata, Bagaimana kalau kalian mendatangi rombongan (para sahabat) yang telah singgah. Barangkali ada sesuatu (yakni, obat)
[mediamusliminfo] Menggali Kandungan Surat Al-Fatihah
Menggali Kandungan Surat Al-Fatihah Para pembaca yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala, setiap hari umat Islam menjalankan ritual shalat yang merupakan salah satu bentuk peribadahan kepada Allah subhanahu wata’ala. Setiap kita melaksanakan shalat, kita diperintah untuk membaca surat Al Fatihah sebagai salah satu rukun shalat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: لاَصَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah)”. (HR. Abu Dawud no. 297 dan At Tirmidzi no. 230 dari shahabat Abu Hurairah dan ‘Aisyah) Surat ini termasuk deretan surat Makkiyah (yang turun sebelum hijrah) dan terdiri dari tujuh ayat. *Nama Lain Surat Al Fatihah* Surat Al Fatihah memiliki banyak nama. Di antaranya; Fatihatul Kitab (pembuka kitab/Al Qur’an). Karena Al Qur’an, secara penulisan dibuka dengan surat ini. Demikian pula dalam shalat, Al Fatihah sebagai pembuka dari surat-surat lainnya. Al Fatihah dikenal juga dengan sebutan As Sab’ul Matsani (tujuh yang diulang-ulang). Disebabkan surat ini dibaca berulang-ulang pada setiap raka’at dalam shalat. Dinamakan juga dengan Ummul Kitab. Karena di dalamnya mencakup pokok-pokok Al Quran, seperti aqidah dan ibadah. *Keutamaan surat Al Fatihah* Surat Al Fatihah memiliki berbagai macam keutamaan dan keistimewaan dibanding dengan surat-surat yang lain. Di antaranya adalah; Al Fatihah merupakan surat yang paling agung. Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al Mu’alla, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya): “Sungguh aku akan ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum engkau keluar dari masjid? Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memegang tanganku. Disaat Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam hendak keluar dari masjid, aku bertanya: “Ya Rasulullah! Bukankah engkau akan mengajariku tentang surat yang paling agung dalam Al Quran? Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: Ya (yaitu surat) الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ Ia adalah As Sab’u Al Matsani dan Al Qur’anul ‘Azhim (Al Qur’an yang Agung) yang diwahyukan kepadaku.” (HR. Al Bukhari no. 4474) Al Fatihah merupakan surat istimewa yang tidak ada pada kitab-kitab terdahulu selain Al Qur’an. Dari shahabat Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Maukah engkau aku beritahukan sebuah surat yang tidak ada dalam kitab Taurat, Injil, Zabur, dan demikian pula tidak ada dalam Al Furqan (Al Qur’an) surat yang semisalnya? Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberitakan surat itu adalah Al Fatihah”. (HR. At Tirmidzi no. 2800) Al Fatihah sebagai obat dengan izin Allah subhanahu wata’ala. Al Imam Al Bukhari meriiwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu tentang kisah kepala kampung yang tersengat kalajengking. Lalu beberapa shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam meruqyahnya dengan membacakan surat Al Fatihah kepadanya. Dengan sebab itu Allah subhanahu wata’ala menyembuhkan penyakit kepala kampung itu. Terkait dengan shalat sebagai rukun Islam yang kedua, Al Fatihah merupakan unsur terpenting dalam ibadah itu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: مَنْ صَلَّى وَلَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا أُمَّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ – ثَلاَثاً – غَيْرُ تَمَامٍ “Barang siapa shalat dalam keadaan tidak membaca Al Fatihah, maka shalatnya cacat (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengulanginya sampai tiga kali) tidak sempurna.” (HR. Muslim no. 395, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu) Bahkan membaca Al Fatihah termasuk rukun dalam shalat, sebagaimana riwayat diatas. *Tafsir Surat Al Fatihah* Pembaca yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala, berikut ini merupakan ringkasan tafsir dari surat Al Fatihah: الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ *“Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin.”* Segala pujian beserta sifat-sifat yang tinggi dan sempurna hanyalah milik Allah suhanahu wata’ala semata. Tiada siapa pun yang berhak mendapat pujian yang sempurna kecuali Allah subhanahu wata’ala. Karena Dia-lah Penguasa dan Pengatur segala sesuatu yang ada di alam ini. Dia-lah Sang Penguasa Tunggal, tiada sesuatu apa pun yang berserikat dengan kuasa-Nya dan tiada sesuatu apa pun yang luput dari kuasa-Nya pula. Dia-lah Sang Pengatur Tunggal, yang mengatur segala apa yang di alam ini hingga nampak teratur, rapi dan serasi. Bila ada yang mengatur selain Allah subhanahu wata’ala, niscaya bumi, langit dan seluruh alam ini akan hancur berantakan. Dia pula adalah Sang Pemberi rezeki, yang mengaruniakan nikmat yang tiada tara dan rahmat yang melimpah ruah. Tiada seorang pun yang sanggup menghitung nitmat yang diperolehnya. Disisi lain, ia pun tidak akan sanggup membalasnya. Amalan dan syukurnya belum sebanding dengan nikmat yang Allah subhanahu wata’ala curahkan kepadanya. Sehingga hanya Allah suhanahu wata’ala yang paling berhak mendapatkan segala
[mediamusliminfo] Membentuk Khilafah Sesuai dengan Tuntunan Islam
Membentuk Khilafah Sesuai dengan Tuntunan Islam وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِي لاَ يُشْرِكُوْنَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa tetap kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55) *Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat * وَعَدَ ‘Allah telah berjanji ‘, maknanya adalah Allah 'Azza wa Jalla telah menjanjikan. Dan telah menjadi ketetapan Allah 'Azza wa Jalla bahwa Dia tidak akan mengingkari janji-Nya. الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ‘Kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih’, mereka adalah orang-orang yang tegak dengan keimanannya, yaitu keimanan yang harus dimiliki setiap muslim berupa tauhid dengan segala konsekuensinya dan juga beramal shalih. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa beramal dengan mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ ‘Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi’, maknanya Allah 'Azza wa Jalla pasti memberikan khilafah kepada mereka dan dengan kekhilafahan itu mereka bisa berbuat seperti perbuatan para raja di muka bumi. (Lihat Tafsir Fathul Qadir, 4/47; Tafsir Al-Baidhawi, 4/197) كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ‘Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa’, yaitu sebagaimana telah diberikan khilafah kepada orang-orang sebelum mereka dari kalangan Bani Israil dan umat-umat sebelumnya yang lain. (Lihat Fathul Qadir, 4/47 oleh Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu) وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ ‘Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka’. Yang dimaksud dengan tamkin adalah mengokohkan, yaitu menjadikannya kokoh dengan silih bergantinya mereka dalam menduduki kekuasaan. Tidak hanya bersifat sebentar dan sementara waktu lalu menghilang dengan cepat. Yang dimaksud agama yang diridhai adalah Islam, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah 'Azza wa Jalla: وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْناً “Dan Aku telah ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al-Maidah: 5) [Lihat Fathul Qadir, 4/47, karya Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu] وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ‘Dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.’ Yaitu dihilangkannya rasa takut yang dahulu mereka rasakan akibat gangguan para musuh Islam, hingga mereka hanya takut kepada Allah 'Azza wa Jalla saja. *Penjelasan Makna Ayat * Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Ayat ini termasuk di antara janji-janji Allah 'Azza wa Jalla yang (pasti) benar, yang telah disaksikan kenyataannya dan kandungan beritanya. (Allah 'Azza wa Jalla) telah berjanji kepada orang yang menegakkan iman dan beramal shalih dari kalangan umat ini bahwa Dia akan memberikan kepada mereka khilafah di muka bumi. Mereka akan menjadi para khalifah di atasnya, yang mengatur urusan-urusan mereka dan mengokohkan agama -yang mereka ridhai- untuk mereka, yaitu agama Islam yang telah mengalahkan seluruh agama karena keutamaan, kemuliaan dan kenikmatan Allah atasnya. Mereka leluasa dalam menegakkannya dan menegakkan syariat baik yang dzahir maupun yang batin baik pada diri mereka maupun selain mereka. Sebab, orang-orang selain mereka dari kalangan para pemeluk agama selain (Islam) telah terkalahkan dan terhinakan. Dan Allah 'Azza wa Jalla menggantikan keadaan mereka dari rasa takut yang menyebabkan mereka tidak mampu menampakkan agama dan menegakkan syariat disebabkan gangguan dari orang-orang kuffar, serta jumlah kaum muslimin yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan selain mereka, dan seluruh penduduk bumi memusuhi dan menentang mereka dengan berbagai kerusakan. Allah menjanjikan hal-hal tersebut untuk mereka pada saat turunnya ayat ini, namun kekhalifahan di bumi dan kekokohannya belum dapat disaksikan saat itu. Yang dimaksud dengan kekokohan adalah kekokohan agama Islam, keamanan yang sempurna di mana mereka hanya menyembah kepada Allah, tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu dan mereka tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Maka tegaklah generasi
[mediamusliminfo] Al Wala' Wal Bara' Sebuah Keharusan
Al Wala' Wal Bara' Sebuah Keharusan Termasuk ke dalam pokok Aqidah al Islamiyyah, bahwa seorang muslim wajib berpegang teguh dengan Aqidah ini, memberikan wala' (loyalitas) kecintaan kepada ahlinya dan memberikan sikap bara' (antipati) kebencian terhadap musuh-musuhnya. Maka wajib mencintai ahli Tauhid dan ikhlas dan menolong mereka serta membenci ahli syirik dan memusuhinya. Yang demikian itu adalah milahnya (jalan yg ditempuh) Ibrahim 'alaihis salam dan orang-orang yang bersamanya di mana kita diperintah untuk mengikutinya. Allah berfirman, Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (QS Al Mumtahanah: 4). Sikap ini juga diajarkan dalam diennya Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (QS Al Maidah: 51). Dan Allah juga berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhku dan musuhmu menjadi teman-teman setia. (QS Al Mumtahanah: 1). Bahkan Allah telah mengharamkan kaum muslimin berloyalitas kepada orang-orang kafir walaupun mereka kerabat dekatnya. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudaramu pemimpin-pemimpinmu. Jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zholim. (QS At Taubah: 23). Allah berfirman, Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapaknya atau anak-anaknya atau saudara-saudaranya ataupun keluarganya. (QS Al Mujaadilah: 22). Sungguh telah banyak dari kaum muslimin yang bodoh akan prinsip yang agung ini, bahkan sebagian yang menisbatkan dirinya pada ilmu dan da'wah sekalipun! Dengan alasan kemaslahatan agama dan persamaan kemanusiaan serta segudang alasan-alasan lainnya mulai terjerumus untuk menyerukan persamaan dan penyatuan agama, innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Perhatikanlah beberapa bahaya yang akan menimpa kaum muslimin dari seruan syaithon ini: *Pertama:* menghalalkan persaudaraan dengan Yahudi dan Nashrani. *Kedua:* menahan tulisan-tulisannya kaum muslimin dan lisan-lisannya dari mengkafirkan Yahudi dan Nashrani dan yang lainnya yang telah dikafirkan Allah dan rasul-Nya. *Ketiga:* menggugurkan hukum-hukum Islam yang diwajibkan atas kaum muslimin di hadapan kaum kafirin dan yang lainnya yang tidak beriman dengan Islam. *Keempat:* meninggalkan jihad yang ia sebagai puncak ketinggian Islam. *Kelima:* menghancurkan kaidah Islam dan pondasinya yakni al Wala' dan al Bara' serta masih banyak lagi yang lainnya. Oleh karena itu dengan bahayanya seruan ini bagi Islam dan muslimin, maka Lembaga Fatwa dari kalangan para ulama yang diketuai ketika itu oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah mengeluarkan fatwa bernomor 19402 pada tanggal 25/1/1418 H. Yang isinya kurang lebih, Sesungguhnya seruan kepada penyatuan agama jika muncul dari seorang muslim maka berarti ia telah murtad dengan kemurtadan yang jelas karena telah melabrak pokok-pokok Aqidah, ridha dengan kekufuran terhadap Allah dan menggugurkan kebenaran Al Quran serta menolak bahwa Al Quran telah menghapus seluruh syariat dan ajaran sebelumnya, berdasarkan atas hal itu maka ia adalah fikroh (pemikiran) tertolak secara syariat, diharamkan secara pasti dengan seluruh dalil-dalil baik Al Quran, Sunnah, maupun ijma'. Seperti halnya Allah telah mengharamkan memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir, Allah juga mewajibkan memberikan loyalitas kepada orang-orang mu'min. Allah berfirman, Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk kepada Allah. Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut agama Allah itulah yang pasti menang. (QS Al Maidah: 55-56). Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS Al Fath: 29). Sesunggunya orang-orang Mu'min adalah bersaudara. (QS Al Hujurat: 10). Maka orang-orang yang beriman adalah bersaudara dalam agama dan aqidah walaupun berjauhan nasab, tempat, dan zaman. Allah berfirman, Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
[mediamusliminfo] Ancaman Bagi Pihak yang Mengabaikan Penerapan Syariat Islam
Ancaman Bagi Pihak yang Mengabaikan Penerapan Syariat Islam Telah kita ketahui bersama bahwa Allah tidak rela jika hamba-hamba-Nya menjadikan selain hukum-Nya sebagai sumber hukum yang mengatur kehidupan mereka. Maka dari itu, Allah mengancam orang-orang yang enggan berhukum dengan syariat-Nya dengan berbagai ancaman yang akan membuat seorang hamba yang beriman dengan sebenar-benar iman bertaubat dari kebiasaan berhukum kepada selain hukum Allah. Beberapa ancaman tersebut antara lain: *Kehidupan yang Sempit di Dunia dan Akhirat* Kita sebagai umat Islam sering mengeluhkan kesempitan hidup, kekurangan lapangan pekerjaan, kemerosotan ekonomi dan moral bangsa, instabilitas politik dan keamanan nasional, semakin maraknya kemaksiatan dengan segala bentuknya, pencurian, perampokan, pembunuhan, korupsi, kezaliman penguasa, dan lain-lain. Kalau kita mau jujur mengoreksi kembali perjalanan hidup kita, pasti kita akan mengetahui bahwa ternyata semua kesempitan dan problem di atas tidak lain disebabkan oleh dosa-dosa kita dan keengganan kita untuk menerapkan syariat dan hukum Islam pada diri kita masing-masing. Allah berfirman: “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh baginya penghidupan yang sempit, dan sungguh Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: Wahai Rabbku, mengapa Engkau himpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu adalah seorang yang melihat? Allah berkata: Demikianlah, sungguh telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, kemudian kamu melupakannya, maka begitu pula pada hari ini kamupun dilupakan. Demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Rabbnya, dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (Thaha: 124—127) *Kekalahan dan Kegagalan* Di antara akibat dari sikap enggan menerapkan syariat Islam adalah kekalahan kaum muslimin dari musuh-musuhnya dan kegagalan untuk menerapkan syariat Islam di bumi mereka. Tidak dapat dimungkiri bahwa kemenangan kita terhadap seluruh musuh-musuh kita, serta keberhasilan kita untuk menegakkan syariat Islam di bumi kita ini tidak mungkin terwujud selain dengan pertolongan Allah. Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbad, mantan Rektor Universitas Islam Madinah, dalam salah satu karyanya yang berjudul Luzumu Iltizamil Muslim bi Ahkamisy Syari’ah Al-Islamiyyah (Kewajiban setiap muslim untuk berpegang teguh dengan hukum syariat Islam) berkata, “Jika kaum muslimin berpegang teguh kepada hukum-hukum syariat mereka yang hanif (lurus) dan ketentuan-ketentuan agamanya yang lurus ini, sungguh itu adalah pokok dasar kesuksesan dan tanda kebahagiaan mereka, serta sebab kemuliaan dan kemenangan mereka atas musuh-musuhnya. Hal itu juga merupakan sumber keamanan dan ketenteraman hidup mereka. Namun, apabila kondisi kaum muslimin ini berbalik, pasti mereka akan mengalami kerugian dan kehancuran, serta kehinaan dan kekalahan. Sungguh, Allah telah bersumpah dengan masa bahwa kerugian akan menimpa setiap anak manusia kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran. Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya telah dipenuhi oleh berbagai nash yang menjelaskan realitas ini. Begitu pula pelajaran yang dicatat oleh sejarah tentang terwujudnya kemuliaan bagi orang-orang yang taat kepada Allah. Sejarah telah mencatat pula bahwa kehinaan akan dialami oleh orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya. Tentu realitas yang kita saksikan dan kita alami adalah sebaik-baik bukti. Allah berfirman: “Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Ali ‘Imran: 101) “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (Muhammad: 7) “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (al-Hajj: 40—41) Kemudian beliau melanjutkan, “Jika seorang yang berakal di masa ini ingin mengetahui bukti-bukti sejarah yang menunjukkan kebenaran berbagai hakekat tersebut—bahwa kaum muslimin menang disebabkan sikap berpegang teguh mereka terhadap syariat Islam yang telah dipilih oleh Allah untuk mereka, dan kalah ketika enggan beramal dengan syariat Islam serta jauhnya dari aturan-aturannya—sungguh orang tersebut tidak akan mendapatkan bukti yang lebih jelas dibandingkan munculnya akibat buruk dari peperangan yang terjadi antara negara-negara Arab melawan Yahudi yang telah benar-benar tampak hakekatnya. Negara-negara Arab dahulu telah dimuliakan oleh Allah dengan sebab Islam. Namun, ketika mereka pada masa ini tidak mau lagi berpegang teguh kepada syariat Allah—selain
[mediamusliminfo] Tapi Kalian Bagai Buih…
Tapi Kalian Bagai Buih… Asy Syaikh Salim Al Hilali Ketika kita memperhatikan kata-kata wahyu dari Al Qur'an dan Sunnah, kita melihat bahwa realita ummat Islam terlingkupi dengan huruf-huruf yang jelas. Tidak samar bagi orang yang melihat hakikat urusan ini yang tidak tertipu dengan fatamorgana yang muncul tapi sirna bahwa penyakit Wahn telah menggerogoti urat-urat ummat ini. Realita ini telah ada isyarat kepadanya, peringatan jelas tanpa samar tentangnya. Jelas tanpa kekaburan. Terang tanpa terselubung kabut yang bisa rnengganggu pandangan. Itu dalam hadits dari Tsauban radhiyallahu 'anhu maula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Hampir terjadi keadaan yang mana ummat-ummat lain akan mengerumuni kalian bagai orang-orang yang makan mengerumuni makanannya. Salah seorang sahabat berkata; Apakah karena sedikitnya kami ketika itu?” Nabi berkata: Bahkan, pada saat itu kalian banyak jumlahnya, tetapi kalian bagai ghutsa' (buih kotor yang terbawa air saat banjir). Pasti Allah akan cabut rasa segan yang ada didalam dada-dada musuh kalian, kemudian Allah campakkan kepada kalian rasa wahn. Kata para sahabat: Wahai Rasulullah, apa Wahn itu? Beliau bersabda: Cinta dunia dan takut mati. (HR Abu Daud no. 4297, Ahmad 5/278, Abu Nu'aim dalam At Hilyah l /182 dengan dua jalan dan dengan keduanya hadits ini menjadi shohih) Hadits ini yang menceritakan apa wahn itu menunjukkan keadaan ummat Islam. *Pertama:* Musuh-musuh Allah dari kalangan tentara Iblis serta pendukung syaithan selalu memata-matai perkembangan ummat Islam serta negara mereka. Karena mereka telah melihat penyakit wahn ini telah merasuki kaum muslimin. Penyakit ini telah menyembelih leher-leher ummat Islam. Maka mereka menerkamnya dan masih menyembunyikan sisanya. Kaum kuffar dan musyrikin ahlul kitab selalu melakukan hal demikian sejak munculnya fajar Islam. Itu terjadi ketika daulah Islam yang murni yang ditanamkan pondasinya dan dikokohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah dan sekitarnya. Ini ditegaskan dalam hadits yang menceritakan tiga orang yang sengaja tidak ikut berperang (HR Bukhari Muslim), sebagaimana dikatakan oleh Ka'ab bin Malik radhiyallahu 'anhu: ...Ketika aku berjalan di pasar Madinah, tiba-tiba ada seorang petani dari petani-petani negeri Syam yang membawa makanan untuk dijual di Madinah berkata: Siapa yang bisa menunjukkan Ka'ab bin Malik kepadaku? Maka orang-orang menunjukinya, maka dia datangi aku kemudian menyerahkan kepadaku sebuah surat dari raja Ghassan. Dan saya adalah seorang terpelajar, maka aku baca ternyata didalamnya tertulis: “Amma ba'du, telah sampai kepada kami berita bahwa teman-temanmu bersikap keras kepadamu. Dan Allah tidak akan membiarkanmu berada di negeri yang penuh dengan kehinaan dan kesempitan, maka datanglah dan bergabunglah dengan kami, kami akan menampungmu. Perhatikan, wahai muslim yang cerdas dan coba renungkan, wahai saudara terkasih, bagaimana orang-orang kafir selalu mengawasi berita-berita daulah Islam. Bila ada kesempatan, mereka akan menerkamnya dari segala penjuru. Itu juga dijelaskan dengan: *Kedua:* Sesungguhnya ummat-ummat kafir saling membantu dan bergabung untuk menyerang Islam, daulahnya, pemeluknya dan para da'inya. Siapa yang membaca sejarah perang Salib, akan tahu bagaimana peristiwa itu. Yang mana Bani Ashfar mempersiapkan pasukannya untuk membinasakan daulah khilafah. Akan jelas hal ini seperti jelasnya cahaya matahari ditengah teriknya siang. Dan hingga sempurna bagi mereka hal itu, maka mereka membuat Kelompok, kemudian 'Badan orgainisasi, kemudian dewan, kemudian Organisasi dunia, dengan itu mereka membakarnya semangat mereka dengan slogan-slogan. Juga: *Ketiga:* Negeri-negeri Islam adalah sumber-sumber kebaikan dan berkah. Maka ummat-ummat kafir ingin menguasainya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakannya dengan makanan baik yang membuat berselera para menyantapnya, maka mereka menyerbunya, setiap penyerbu ingin mendapat bagian seperti bagian singa. *Keempat:* Orang-orang kafir membuat negeri-negeri Islam menjadi berkelompok terpecah dan terpisah-pisah, sebagaimana datang hadits Abdullah bin Hawalah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: Nanti kalian akan menjadi pasukan yang berkelompok¬kelompok. Satu kelompok di Syam, satu kelompok di Iraq, dan satu kelompok di Yaman. kata sahabat: Berilah pilihan, wahai Rasulullah. Maka beliau bersabda: Pilihlah yang di Syam, siapa yang enggan, maka yang di Yaman. Dan hendaklah dia minum dari airnya, karena Allah menjaminkan untukku negeri Syam dan penduduknya. Rabi'ah berkata: Aku mendengar Idris Al Khaulani menyampaikan hadits ini dan berkata: Dan siapa yang dijamin Allah tidak akan tersia-sia. Bukankah ini realita ummat Islam?! Mereka menjadi negara-negara yang terpisah. Tidak punya wibawa.Tidak bisa berkuasa mengurus dalam dan luar negerinya dengan
[mediamusliminfo] Kembali kepada Agama, Solusi Problematika Umat
Kembali kepada Agama, Solusi Problematika Umat Wahai saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah Subhanahu wata’ala, sudah sepatutnya kita banyak bersyukur kepada Allah, atas limpahan rahmat dan lindungan-Nya yang dianugerahkan kepada agama ini. Sehingga sampai hari ini, Allah masih menjaganya dari berbagai makar musuh-musuh Islam, yang ingin memadamkan cahaya agama-Nya. Namun jangan lupa bahwa tidak ada yang bisa menjamin diri kita selamat dari fitnah dalam menempuh sirathal mustaqim ini, kecuali dengan mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya. Fitnah penyimpangan dari jalan yang lurus ini merupakan gejala yang amat berbahaya. Sehingga bisa merusak sendi-sendi kehidupan manusia itu sendiri. Akibatnya manusia jauh dari kebenaran dan menganggap, bahwa jalan kembali kepada Dien ini hanya akan menghambat laju perkembangan modernisasi (baca : tidak sesuai dengan perkembangan zaman). Na’udzubillah. Model opini seperti inilah yang akan mengakibatkan lemahnya kaum muslimin di hadapan musuh-musuh mereka sehingga barisan mereka tercerai-berai. Telah diriwayatkan dalam hadits shohih bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sebentar lagi akan muncul umat-umat yang berkerumun (memperebutkan) kalian seperti berkerumunnya orang-orang yang makan pada piringnya. Maka seseorang bertanya : “Apakah karena kami sedikit pada waktu itu? Rasulullah menjawab : “Bahkan jumlah kalian banyak, akan tetapi kalian seperti buih ombak di lautan. Dan sungguh-sungguh Allah akan mencabut rasa gentar di hati musuh-musuh kalian, kemudian Allah benar-benar akan melemparkan wahn ke dalam hati-hati kalian,” Maka seseorang berkata : “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Rasulullah menjawab : “Cinta dunia dan benci pada kematian.” (Dishohihkan oleh Syeikh Al Albani dalam Ash shahihah 958). Riwayat ini menceritakan keadaan umat Islam yang memprihatinkan sepeninggal Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Bukti kebenaran hadits ini semakin jelas, sejak munculnya fitnah besar. Yaitu sejak terbunuhnya khalifah Utsman bin ‘Affan radliyallahu’anhu, yang menyebabkan terpecahnya kalimat persatuan pada kaum muslimin dan tercerai-berainya barisan mereka. Sehingga kaum muslimin digambarkan bagai buih di lautan, diombang-ambing kesana kemari dan tidak memiliki kewibawaan lagi dihadapan musuh-musuh Islam. Dewasa ini percikan fitnah yang dahsyat itupun telah menimpa hati-hati kaum muslimin. Dalam hadits di atas, Rasulullah juga memberikan gambaran tentang keadaan umat ini setelah Beliau wafat. Yaitu kabar kelemahan dan keterpurukan umat ini dihadapan musuh-musuh dikarenakan penyakit wahn yang melanda mereka. Penyakit ini jelas tidak dapat diobati Kecuali dengan kembalinya umat ini kepada pemahaman yang benar terhadap Al Qur’an dan As Sunnah, melalui bimbingan para ulama yang mengikuti jejak salafush sholeh (para pendahulu yang sholih). Maka upaya untuk mengembalikan ‘izzah (kemuliaan kaum muslimin) adalah dengan mempelajari ilmu agama ini dan mengamalkannya. Sehingga umat ini dapat kembali kepada Dien dan terlepas dari berbagai macam problematika yang melanda. Al Allamah Al Muhaqqiq Asy Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al Mu’allimi Al Yamani mengatakan : “Telah banyak orang yang berilmu tentang Islam menetapkan, bahwa setiap kelemahan dan kehinaan serta berbagai bentuk kemunduran lainnya yang menimpa kaum muslimin ini, hanya dikarenakan jauhnya mereka dari pemahaman Islam yang benar. Saya berpendapat bahwa (seluruhnya itu) kembali kepada tiga perkara : 1. Tercampurnya perkara yang tidak termasuk Dien dengan perkara Dien. 2. Lemahnya keyakinan terhadap perkara Dien. 3. Tidak mau beramal dengan hukum-hukum Dien Oleh sebab itu, berilmu tentang adab-adab Nabawiyah As-Shahihah di dalam perkara ibadah dan mu’amalah –seperti mukim (bertempat tinggal), safar, bergaul, bersatu, bergerak, diam, bangun, tidur, makan, minum, berbicara, dan perkara-perkara lain yang terdapat pada manusia ketika hidupnya, dan beramal sesuai dengan kemampuan- adalah satu-satunya obat bagi problem itu. Sesungguhnya perkara-perkara adab tersebut adalah perkara yang mudah bagi jiwa. Maka apabila manusia beramal dengan perkara-perkara mudah dari adab-adab tersebut dan meninggalkan perkara yang menyelisihinya, Insya Allah dia senantiasa mempunyai keinginan untuk menambah amalannya. Akhirnya, tidak ada sedetik pun waktunya kecuali akan menjadi tauladan yang baik bagi orang lain dalam perkara itu. Dia mengambil petunjuk yang lurus dan berperilaku dengan akhlak yang agung. Hati akan bercahaya dan dada akan lapang, jiwa akan tenang, keyakinan akan kokoh, dan amal akan menjadi baik. Apabila telah banyak orang yang berjalan di atas jalan ini, maka segala problematika itu, insya Allah akan sirna. (Muqaddimah Fadlullahis Shamad 1/17) Asy Syaikh Al Albani rahimahullah menjelaskan bahwa jalan satu-satunya untuk terlepas dari keadaan muslimin yang menyedihkan ini adalah dengan kembali kepada Dien yang metodenya adalah dengan At Tashfiyah wat Tarbiyah (pembersihan pemikiran dan
[mediamusliminfo] Bentuk-bentuk Muamalah yang Dibolehkan
Bentuk-bentuk Muamalah yang Dibolehkan *1. Jual-Beli* Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Secara hukum asal tidak diharamkan bagi manusia untuk melakukan semua muamalah yang dibutuhkannya, kecuali jika ada keterangan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mengharamkannya. Seperti halnya ibadah, tidak disyariatkan bagi siapa pun untuk melakukannya dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Allah, melainkan jika ada keterangan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena agama adalah apa yang disyariatkan oleh Allah dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh Allah.” (as-Siyasah asy-Syar’iyah hlm. 155) Berangkat dari kaidah ini, bermuamalah dengan orang-orang kafir dalam jual-beli dan hadiah, tidak termasuk dalam kategori muwalah. Artinya, boleh melakukan transaksi jual-beli dengan mereka. Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dalam “Bab Jual-Beli dengan Orang-Orang Musyrik dan Musuh” di kitab Shahih-nya (4/410 no. 2216) dari Abdurrahman bin Abi Bakr, ia berkata, “Ketika kami tengah bersama dengan Nabi, datanglah seorang laki-laki musyrik yang rambutnya panjang dan tidak rapi sambil menuntun seekor kambing. Nabi bertanya kepadanya, ‘Apakah ini untuk dijual atau hadiah?’ Dia menjawab, ‘Tidak, ini hanya untuk dijual.’ Lalu Nabi membeli kambing itu darinya.” Ibnu Baththal mengemukakan, “Bermuamalah dengan orang kafir boleh-boleh saja, selain menjual sesuatu yang dapat membantu orang-orang kafir/musuh untuk memudaratkan kaum muslimin.” (Fathul Bari, 4/410) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Apabila seseorang melakukan safar ke negeri musuh untuk membeli sesuatu, hal itu dibolehkan menurut hemat kami. Dasarnya adalah hadits sahabat Abu Bakr pergi berdagang ke negeri Syam sewaktu Rasulullah masih hidup, sementara Syam waktu itu statusnya adalah negeri musuh. Adapun jika seorang muslim menjual sesuatu kepada mereka (orang-orang kafir) seperti makanan, pakaian, wewangian di hari raya mereka, atau bahkan mengirim hadiah (parsel), ini mengandung unsur membantu memeriahkan dan mewujudkan hari raya mereka yang diharamkan.” (Iqtidha’ ash-Shirathil Mustaqim hlm. 229) *2. Mengambil manfaat dari orang-orang kafir dan produk mereka* Sesungguhnya Islam memberikan keluasan bagi seorang muslim untuk mengambil suatu urusan dunia yang bermanfaat dari nonmuslim, seperti ilmu kimia, fisika, ilmu falak, kedokteran, pertanian, manajemen perkantoran, dan sebagainya. Terlebih ketika tidak ada seorang muslim yang baik/bertakwa yang dapat memberikan faedah ilmu-ilmu tersebut. (Majmu’ Fatawa, 4/114) Demikian pula, seorang muslim boleh mengambil manfaat dari hasil produksi orang kafir seperti senjata, pakaian, dan sebagainya yang dibutuhkan manusia secara umum. Demikian juga hal-hal lumrah yang sama-sama dimanfaatkan oleh muslim dan nonmuslim (kafir). Persoalan mengambil manfaat dari orang-orang kafir ini sebenarnya telah diterangkan dalam sunnah Rasulullah. Bahkan, beliau pernah menyewa seorang musyrik, seperti dalam hadits riwayat al-Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya (4/442 no. 2263, “Kitabul Ijarah”). Ibnu Baththal mengatakan, “Mayoritas ahli fiqih memandang bolehnya menyewa orang-orang musyrik dalam keadaan darurat dan selainnya karena hal tersebut sebenarnya mengandung unsur merendahkan mereka. Yang dilarang adalah seorang muslim menyewakan dirinya kepada orang musyrik, karena hal itu mengandung unsur menghinakan diri.” (Fathul Bari, 4/442) Nabi juga pernah memanfaatkan tenaga orang-orang Yahudi dengan mempekerjakannya mengolah ladang di Khaibar dan hasilnya dibagi dua. (HR. al-Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya “Kitabul Muzara’ah”, “Bab Muzara’ah ma’al Yahud” jilid 5 no. 2331) *3. Bertetangga* Tetangga mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik, apalagi Allah mewasiatkan secara khusus agar seseorang berlaku baik terhadap tetangganya. Allah berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, serta hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (an-Nisa: 36) Demikian pula, Rasulullah menerangkan hal ini dalam banyak hadits. Sekalipun si tetangga itu kafir, ia tetap mendapatkan hak sebagai tetangga dan tidak boleh disakiti. Bahkan, kalau dia fakir, kita dibolehkan memberinya sedekah dan hadiah serta menyampaikan nasihat yang bermanfaat, karena bisa jadi, hal itu menjadi sebab timbulnya kecintaan dan masuknya yang bersangkutan ke dalam Islam. Menurut asy-Syaikh Ibnu Baz dalam Fatawa Nur ‘alad Darb, tidak mengapa bertakziah jika ada salah seorang dari anggota keluarganya meninggal dunia, namun jangan sekali-kali mendoakan si mayit. Doakan bagi yang masih hidup agar mendapatkan hidayah. Tidak mengapa pula sekadar menanyakan keadaannya dan keadaan anak-anaknya. (Lihat Wajadilhum Billati Hiya Ahsan hlm. 94) *4. Mendonorkan
[mediamusliminfo] Bentuk-bentuk Muwalah Terhadap Orang Kafir
Bentuk-bentuk Muwalah Terhadap Orang Kafir Bahaya memberikan muwalah kepada orang-orang kafir sangat jelas bagi kaum muslimin secara umum. Kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar dari sekadar kerusakan karena mengubah akidah alias pindah agama. Namun demikian, dosa bermuwalah terhadap orang kafir itu bertingkat-tingkat. Ada yang merupakan dosa besar, ada pula yang sampai pada tingkat kekafiran.Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui bentuk-bentuk muwalah terhadap orang-orang kafir. Berikut ini perincian dari hal tersebut. *1. Ridha dengan kekafiran orang-orang kafir dan tidak mengafirkannya, atau ragu-ragu terhadap kekafirannya, atau bahkan cenderung membenarkan jalan hidupnya.* *2. Memberikan loyalitas kepada mereka secara umum, atau mengambilnya sebagai penolong, pembela, pemimpin, atau bahkan malah memeluk agamanya. * Allah berfirman: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Hanya kepada Allah kembali(mu).” (Ali Imran: 28) Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya berkata, “Siapa saja yang menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, pembantu, dan mencintai agamanya, berarti dia telah bara’ (berlepas diri) dari Allah. Allah pun bara’ darinya lantaran ia telah murtad dari agama dan masuk ke dalam kekafiran.” (Tafsir ath-Thabari dalam Maktabah Syamilah) Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu). Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (al-Maidah: 51) *3. Beriman kepada sebagian kekufuran yang ada pada diri mereka, atau menjadikan mereka sebagai hakim (pemutus perkara). * Allah berfirman: ”Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt (sihir) dan thaghut (sesembahan selain Allah), serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (an-Nisa: 51) *4. Menyayangi dan mencintai orang-orang kafir.* Allah telah melarang hal ini dalam firman-Nya: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (al-Mujadilah: 22) Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa tidak akan didapati seorang mukmin memberikan kasih sayang atau kecintaan kepada orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, karena sesungguhnya pengaruh keimanan akan menafikan kecintaan yang seperti ini. Jika ada keimanan, hilanglah yang menjadi lawannya yaitu loyalitas kepada musuh-musuh Allah. Jika ada seseorang yang memberikan loyalitas kepada musuh-musuh Allah dengan hatinya, itu merupakan tanda ketiadaan keimanan yang seharusnya ada. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang. Padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Mumtahanah: 1) *5. Condong atau memihak kepada mereka.* Allah berfirman: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (Hud: 113) Al-Imam al-Qurthubi berkata, “Condong atau memihak hakikatnya adalah bersandar dan bertumpu serta cenderung kepada sesuatu dan
[mediamusliminfo] Al-Wala’ wal Bara’ dan Kelembutan Islam
Al-Wala’ wal Bara’ dan Kelembutan Islam Sebagian orang mempunyai anggapan bahwa jika akidah al-wala’ wal bara’ diterapkan dan ditegakkan akan menggugurkan prinsip Islam yang lain, yaitu berbuat baik, toleransi, dan penuh kelembutan. Akibatnya, anggapan ini mendorong mereka untuk menggugurkan akidah al-wala’ wal bara’ serta cenderung berlebihan dalam menerapkan prinsip Islam lainnya, seperti kasih sayang tanpa batas, toleransi tanpa batas, dan kelembutan tanpa batas. Padahal tidak ada pertentangan antara akidah al-wala’ wal bara’ dengan prinsip Islam yang menjunjung tinggi sikap toleransi, kasih sayang, dan kelembutan. Keduanya adalah bagian dari agama Allah (Islam). Islam adalah agama yang berlandaskan keadilan dan pertengahan antara sikap berlebihan (ghuluw) dan sikap meremehkan serta menganggap enteng. Allah berfirman: ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (al-Anbiya: 107) “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (al-Baqarah: 143) Kata الْوَسَطُ (pertengahan) dalam ayat ini ditafsirkan oleh Nabi dengan “keadilan”, sebagaimana dalam hadits riwayat Ahmad (no. 11068, 11271, 11283, dan 11558). Berkenaan dengan ayat ini pula, Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya mengemukakan, “Sesungguhnya Allah menyifati mereka sebagai ahlul wasath semata-mata karena sikap pertengahannya dalam agama. Mereka bukanlah orang-orang yang berlebihan (ghuluw) seperti kaum Nasrani yang bersikap ghuluw terhadap pendeta-pendetanya (rahib) dan terhadap Isa. Mereka bukan pula orang-orang yang bersikap meremehkan dan cenderung menganggap enteng, seperti kaum Yahudi yang bersikap seperti itu sehingga berani mengubah kitab Allah, membunuh para nabi, mendustakan dan kufur terhadap Allah. Semua ini menunjukkan bahwa yang paling disukai oleh Allah dalam setiap urusan adalah yang tengah-tengah.” (Tafsir ath-Thabari dalam Maktabah Syamilah) Allah berfirman: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (al-Hajj: 78) “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah: 185) Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya aku diutus membawa agama yang lurus lagi mudah.” (HR. Ahmad no. 24855 dari ‘Aisyah, dikuatkan oleh riwayat lain dari sahabat Ibnu Abbas. Hadits ini diriwayatkan juga oleh al-Imam al-Bukhari secara mu’allaq dalam Shahih-nya “Kitabul Iman, Bab Agama Itu Mudah”) *Bukti tidak adanya pertentangan antara al-wala’ wal bara’ dan kelembutan dienul Islam adalah sebagai berikut.* *1. Islam tidak memaksa seorang kafir pun untuk masuk Islam.* Allah berfirman: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 256) Oleh karena itu, di masa pemerintahan Islam yang silam, rakyat yang hidup di bawah pemerintahannya tetap terlindungi darahnya, meski mereka tetap memilih agamanya yang selain Islam. Adapun yang diperangi bukan semata-mata karena memilih agama selain Islam. Mereka diperangi karena permusuhan dan penentangan mereka terhadap Islam. *2. Islam memberikan kebebasan kepada orang-orang kafir dzimmi untuk bertempat tinggal dan berpindah ke tempat mana pun dari belahan negeri Islam, selain tanah suci dan jazirah Arab.* *3. Islam menjaga perjanjian yang ditetapkan dengan orang-orang kafir, selama mereka tetap menjaganya.* Allah berfirman: ”Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu
[mediamusliminfo] Hakikat Al-Wala’ wal Bara’
Hakikat Al-Wala’ wal Bara’ Memahami ajaran Islam secara menyeluruh adalah bagian dari manhaj Islam itu sendiri. Kita diperintahkan untuk menyelami seluk-beluk Islam, mulai dari hal yang sangat penting dan mendasar seperti akidah atau tauhid, hingga masalah hukum, ibadah, muamalah, dan lain-lain. Allah berfirman: “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan yang hak) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (Muhammad: 19) “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (darinya).” (al-A’raf: 30) Salah satu ajaran Islam yang dewasa ini nyaris ditinggalkan dan dianggap tabu oleh sebagian orang, serta oleh sebagian lainnya digembar-gemborkan secara membabi-buta tanpa bimbingan dan ketentuan syar’i, adalah al-muwalah (sikap loyal/setia) dan al-mu’adah (permusuhan), atau yang diistilahkan dengan al-wala’ wal bara’. *Pengertian al-Wala’ wal Bara’* Al-wala’ atau disebut juga al-walyu, secara bahasa mengandung arti berdekatan. Seluruh arti dari kata al-wala’ pada prinsipnya kembali kepada makna dasar ini, yaitu berdekatan. Kata al-wala’ dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar. Kata ini sering pula digunakan untuk memaknai wujud pertolongan dan pembelaan. Adapun al-bara’ atau disebut juga bari’a mengandung arti membebaskan atau melepaskan dan menjauh. Ini adalah salah satu makna dasarnya, di samping makna dasar yang lain yaitu al-khalqu yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, salah satu nama Allah adalah al-Bari. Para ulama menggunakan dua kata ini, al-wala’ wal bara’, dalam masalah akidah atau keyakinan. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semua dalil, baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, memaknai kata al-wala’ dengan kecintaan dan pertolongan atau sikap loyal/setia. Adapun al-bara’ adalah kebalikan dari keduanya. Dengan demikian, al-wala’ secara istilah adalah kecintaan dan sikap loyal kepada Allah, Rasul-Nya, dienul Islam, dan para pemeluknya dari kalangan kaum muslimin. Adapun al-bara’ adalah membenci segala sesuatu yang diibadahi selain Allah, membenci kekafiran berikut seluruh ajarannya, dan membenci para pemeluknya serta menampakkan permusuhan kepada semua itu. Inilah makna al-wala’ wal bara’ dalam Islam. Ia merupakan akidah atau keyakinan dalam hati, yang harus tampak wujudnya melalui perbuatan yang dilakukan oleh anggota badan, seperti keyakinan-keyakinan lainnya yang tidak diakui keberadaannya dalam hati tanpa terlihat wujudnya dalam perbuatan anggota badan. Apabila semakin menguat wujud akidah ini dalam hati, semakin bertambah pula bukti yang menunjukkan hal tersebut pada perbuatan seorang hamba. Sebaliknya, jika akidah ini melemah, akan berkurang pula bukti keberadaannya pada perbuatan seorang hamba. Selanjutnya, jika akidah ini hilang sama sekali dari hati, hilanglah keimanan secara keseluruhan. Tidak akan tampak wujud keimanan pada anggota badan. Dengan demikian, kecintaan, pertolongan, dan sikap loyal yang merupakan makna al-wala’, serta kebencian dan pemusuhan yang merupakan makna dari al-bara’, berkaitan dengan hati. *Dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’ tentang Akidah al-Wala’ wal Bara’* Sesungguhnya akidah al-wala’ wal bara’ adalah sesuatu yang harus diyakini secara pasti, tidak boleh ada keraguan sedikit pun tentangnya. Berikut ini dalil-dalil yang menjelaskan hal tersebut. *Di antara dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah tentang al-wala’ wal bara’ adalah sebagai berikut.* ”Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah). Barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (al-Maidah: 55—56) Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat tahun 310 H) mengemukakan, “Wahai orang-orang yang beriman, kalian tidak punya penolong selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Adapun orang-orang Yahudi dan Nasrani—yang Allah telah memerintahkan kalian untuk bara’ (berlepas diri) dari mereka dan melarang kalian untuk menjadikan mereka sebagai penolong—bukanlah pemimpin dan penolong kalian. Justru sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian lainnya. Oleh karena itu, jangan sekali-kali kalian menjadikan mereka sebagai pemimpin dan penolong.” (Tafsir ath-Thabari dalam Maktabah Syamilah) Allah juga berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi
[mediamusliminfo] Salah Kaprah Al-Wala’ wal Bara’
Salah Kaprah Al-Wala’ wal Bara’ Penerapan al-wala’ wal bara’ membutuhkan pengetahuan dan ilmu yang cukup. Jika tidak, yang terjadi adalah satu dari dua kemungkinan: menolak dan mengubur akidah ini dengan alasan bertolak belakang dengan prinsip Islam lainnya (prinsip berbuat baik); atau mengakui akidah ini dan menegakkannya, namun melampaui batas syar’i alias berlebihan atau ghuluw. Semua ini disebabkan oleh kebodohan. *Berlebihan dalam al-Wala’ wal Bara’* Sikap ghuluw dalam al-wala’ wal bara’, dilatarbelakangi oleh dua hal yang paling mendasar, yaitu: *Pertama, vonis kafir terhadap amalan-amalan yang secara lahirnya menyelisihi tuntutan akidah al-wala’ wal bara’.* Ini disebabkan ketidakpahaman terhadap letak atau ruang lingkup jatuhnya vonis kafir dalam bab al-wala’ wal bara’. Sekadar membantu pekerjaan orang-orang kafir belum menyebabkan pelakunya dikafirkan dan dianggap melanggar akidah al-wala’ wal bara’ karena ada kemungkinan ia tetap mencintai agama Islam dan berharap dapat membelanya. Tetapi, keimanannya yang lemah menyebabkannya mendahulukan urusan dunia dan maslahat pribadinya yang segera. Adapun letak atau ruang lingkup jatuhnya vonis kafir dalam bab ini sebenarnya berkaitan dengan amalan hati. Untuk urusan hati, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah. Oleh karena itu, seseorang tidak dapat divonis kafir hanya dengan tuduhan telah hilang akidah ini (al-wala’ wal bara’) dalam hatinya. Namun, jika seseorang menegaskan dan berterus-terang menyatakan kecintaan kepada agama orang-orang kafir atau bertekad membela agamanya, pernyataannya ini merupakan bentuk kekufuran sehingga ia dikafirkan karenanya, meskipun batinnya bisa jadi menyelisihi keadaan lahirnya. Namun, kita menghukumi lahirnya dan Allah lah yang mengurusi keadaan batinnya. Perbuatan yang lahirnya menyelisihi tuntutan al-wala’ wal bara’—walaupun tidak termasuk bentuk kekafiran—merupakan dosa dan maksiat. Akan semakin besar dosa dan maksiat ini ketika kepentingan membantu orang-orang non-Islam lebih utama didahulukan. Bahkan, bisa jadi masuk dalam bentuk kekafiran apabila disertai kecintaan kepada agama orang-orang kafir atau keinginan untuk membela agama mereka. Dalil yang menjelaskan masalah ini adalah hadits yang memuat kisah Hathib ibnu Abi Balta’ah. Kisahnya, dia menulis surat kepada orang-orang kafir di Makkah secara sembunyi-sembunyi, membocorkan rencana Rasulullah yang hendak menyerang mereka (dalam Fathu Makkah, red.). Surat ini hendak disampaikan oleh seseorang kepada orang-orang kafir Makkah. Rasulullah lalu memanggil Hathib seraya berkata, “Wahai Hathib, apa yang engkau lakukan ini?” Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru menghukumi saya. Sesungguhnya saya mempunyai kerabat yang tinggal di tengah orang-orang Quraisy. Saya tinggalkan mereka dalam keadaan tidak ada yang melindunginya. Orang-orang yang berangkat hijrah bersamamu mempunyai kerabat yang akan melindungi keluarganya. Ketika saya tidak bisa melakukan hal itu, saya berkeinginan agar mereka melindungi kerabat saya. Saya tidak melakukan ini karena kekafiran, tidak pula karena telah murtad dari agama saya, tidak pula karena rela dengan kekafiran setelah Islam.” Nabi pun berkata, “Benar.” Umar lalu berkata, ”Biar saya penggal leher orang munafik ini, wahai Rasulullah’.” Beliau menjawab, ”Ia ikut serta dalam Perang Badr. Tidakkah engkau mengetahui, sesungguhnya Allah telah mengetahui keadaan Ahlul Badr (veteran Perang Badr)?” (HR. al-Bukhari no. 3007, 3081, 4274, 4890, 6259, 6939, dan Muslim no. 2494, 2495) Dalam riwayat lain: Seraya menyebut firman Allah kepada orang-orang yang ikut Perang Badr, “Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh Aku telah mengampuni kalian.” (HR. al-Bukhari no. 3008, 3081, 4274, 4890, 6259, 6939, Muslim no. 2494, 2495) Apa yang dilakukan sahabat Hathib ini bukanlah kekafiran, namun sebuah dosa besar. Hanya saja keikutsertaannya dalam Perang Badr lebih agung daripada (dosa tersebut) sehingga pahala amalannya yang telah lalu melebihi dosa yang terjadi kemudian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa apa yang terjadi pada Hathib ibnu Abi Balta’ah adalah dosa, namun bukan kekafiran. (Majmu Fatawa, 7/522—523) Ibnu Katsir berkata, “Rasulullah menerima alasan Hathib yang menjelaskan bahwa ia melakukan hal itu sekadar berpura-pura di depan orang-orang Quraisy agar apa yang menjadi miliknya terjaga di sisi mereka, seperti harta dan anak-anak.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/410) *Kedua, yang melatarbelakangi ghuluw dalam al-wala’ wal bara’ adalah penerapan yang salah dalam hal bara’ dari orang-orang kafir. * Di antaranya, menghalalkan darah dan harta milik kafir dzimmi atau mu’ahad, atau menampakkan muamalah yang cenderung keras dan kaku tanpa sebab yang membolehkan hal. Itu semata-mata lantaran semangat yang menggebu-gebu dan keyakinan (tanpa ilmu) bahwa hal-hal tadi merupakan tuntutan dari al-wala’ wal bara’. Padahal bersikap lembut dan baik terhadap mereka juga diperintahkan, dengan
[mediamusliminfo] QISHASH, jaminan Kelangsungan Hidup Manusia
QISHASH, jaminan Kelangsungan Hidup Manusia “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 179) *Penjelasan Mufradat Ayat* Sebagian ahlul ilmi berpendapat, kata الْقِصَاص berasal dari kata قَصَّ الْأَثَرَ , artinya mengikuti jejak (nya). Jadi, seolah-olah pelaku pembunuhan mengikuti atau menempuh jejak suatu pembunuhan. Hal ini sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah: “Musa berkata, ‘Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula’.” (al-Kahfi: 64) Sebagian ada yang berpendapat bahwa kata ini berasal dari الْقَصُّ artinya memotong atau memisahkan. Ini seperti yang terdapat pada kalimat قَصَصْتُ مَا بَيْنَهُمْ artinya “Saya meng-qishash sesuatu di antara keduanya,” yakni saya memotong atau memisahkannya. (Lihat Fathul Qadir, 1/227, al-Qurthubi, 2/245) Al-Alusi dalam kitab tafsirnya, Ruhul Ma’ani (2/113), mengatakan, “Bentuk kata الْقِصَاص adalah isim ma’rifah yang menggunakan الْ menunjukkan jenis, bermakna tentang hakikat hukum ini yang meliputi hukuman balasan berupa pukulan, pencederaan, pembunuhan dan lainnya.” Maka dari itu, qishash adalah salah satu bentuk pidana (hukuman) yang ditetapkan sebagai bentuk pembalasan yang sepadan terhadap suatu perbuatan berupa pembunuhan atau pencederaan. “(Jaminan kelangsungan) hidup.” Mujahid berkata, “Maknanya adalah suatu (siksaan atau hukuman) yang dijadikan peringatan bagi orang lain.” Qatadah mengatakan, “Yaitu hukuman dan peringatan bagi manusia yang kurang berakal dan bodoh.” Ar-Rabi’ berkata, “Sebagai ibrah (pelajaran/peringatan).” Ibnu Juraij mengatakan, “Yaitu sebagai kekuatan pencegahan.” Abu Shalih, as-Suddi, ats-Tsauri, dan Ibnu Zaid mengatakan, “Maknanya adalah ketetapan dan kekekalan.” Adh-Dhahhak mengatakan, “Yaitu kebaikan dan keadilan.” Lihat Tafsir ath-Thabari (3/381—383). Al-Alusi berkata dalam tafsirnya, Ruhul Ma’ani (2/1130), mengatakan, “Makna qishash sebagai jaminan kelangsungan hidup adalah kelangsungan hidup di dunia dan di akhirat. Jaminan kelangsungan hidup di dunia telah jelas karena dengan disyariatkannya qishash berarti seseorang akan takut melakukan pembunuhan. Dengan demikian, qishash menjadi sebab berlangsungnya hidup jiwa manusia yang sedang berkembang. Adapun kelangsungan hidup di akhirat adalah berdasarkan alasan bahwa orang yang membunuh jiwa dan dia telah diqishash di dunia, kelak di akhirat ia tidak akan dituntut memenuhi hak orang yang dibunuhnya.” *Hukum Qishash* Sebagaimana yang tersebut dalam ayat sebelum ayat di atas, Allah menetapkan (mewajibkan) hukum qishash di antara manusia. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Hal itu adalah suatu keringanan dan rahmat dari Rabb kalian. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, baginya siksa yang sangat pedih.” (al-Baqarah: 178) Berikut ini adalah beberapa dalil yang menunjukkan disyariatkannya hukum qishash. “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya.” (al-Maidah: 45) “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (al-Isra: 33) Adapun di antara hadits yang menunjukkan masalah ini adalah riwayat dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda: “Darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah, tidak boleh ditumpahkan melainkan karena tiga hal: jiwa dibalas dengan jiwa, orang yang telah menikah yang melakukan zina, orang yang murtad dari Islam dan meninggalkan persatuan bersama kaum muslimin.” (Muttafaqun ‘alaih) *Hukum Qishash Juga Berlaku dalam Agama Terdahulu* Pada dasarnya, qishash adalah ketetapan hukum yang juga berlaku dalam agama-agama terdahulu sebelum Islam. Allah berfirman: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya.” (al-Maidah: 45) Ibnu Abbas berkata, “Dahulu di masa Bani Israil, orang yang membunuh diberlakukan hukum qishash dan tidak ada diyat (bayar denda).” Qatadah berkata, “Dahulu yang berlaku bagi para pengikut Taurat adalah qishash dan pemaafan, tidak ada diyat (membayar denda). Adapun bagi para pengikut Injil hanya berlaku pemaafan. Adapun bagi umat ini, Allah menetapkan hukum adanya
[mediamusliminfo] Berkah Allah dalam Hukum Hadd
Berkah Allah dalam Hukum Hadd Dari Ubadah bin ash-Shamit, beliau berkata: Kami pernah berada dalam sebuah majelis bersama Rasulullah. Beliau bersabda, “(Maukah) kalian memberikan bai’at kepadaku untuk tidak mempersekutukan Allah dengan apa pun, tidak berbuat zina, tidak mencuri dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haknya. Barang siapa menunaikannya di antara kalian ia mendapatkan pahala dari Allah. Adapun yang melanggarnya lalu ia dihukum, (hukuman itu) adalah kaffarah untuknya. Barang siapa yang melanggarnya lalu Allah menutupinya, urusannya kembali kepada Allah. Jika Allah menghendaki maka Allah akan mengampuninya, dan jika Allah berkehendak maka Allah akan mengazabnya.” *Derajat Hadits* Al-Albani berkata dalam as-Silsilah ash-Shahihah (6/1267) , “Hadits ini adalah hadits Ubadah bin ash-Shamit. Ada tiga jalur periwayatan dari beliau: 1. Jalur pertama sekaligus yang termasyhur, dari Abu Idris ‘Aidz bin Abdillah al-Khaulani, bahwa Ubadah bin ash-Shamit—seorang sahabat yang mengikuti Perang Badr bersama Rasulullah dan termasuk sahabat yang berbai’at pada malam Aqabah—mengabarkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, dalam keadaan di sekeliling beliau ada para sahabat, kemudian beliau menyebutkan hadits di atas. Ubadah berkata, ‘Aku pun membai’at Nabi atas hal-hal tersebut.’ Riwayat ini dikeluarkan oleh al-Bukhari (1/45—48, 7/176, 8/518, 12/69—70, 13/173) dan teks hadits di atas adalah salah satu riwayatnya, Muslim (5/127), at-Tirmidzi (no. 1439), an-Nasai (2/182—183), ad-Darimi (2/220) dan Ahmad (5/314, 340). 2. Jalur periwatan kedua adalah dari ash-Shunabihi dari Ubadah secara ringkas. Riwayat ini dikeluarkan oleh al-Bukhari (7/176—178), Muslim, dan Ahmad (5/321). 3. Jalur ketiga adalah dari Abul Asy’ats ash-Shan’ani yang dikeluarkan oleh Muslim, Ahmad (5/320), dan Ibnu Majah (2/129).” *Syariat Islam adalah Demi Maslahat Umat* Al-Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Umar bin al-Khaththab, beliau bertutur: Ada sekelompok tawanan yang dibawa menghadap Rasulullah. Di antara mereka ada seorang wanita yang terlihat sedang gelisah mencari sesuatu. Tiba-tiba wanita tersebut menemukan bayi di tengah-tengah tawanan, langsung saja wanita tersebut menggendongnya lalu mendekapnya di dadanya dan menyusuinya. Kemudian Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Menurut kalian, apakah wanita ini tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Kami menjawab, “Demi Allah, tidak mungkin ia tega untuk melakukannya.” Lalu Rasulullah bersabda, “Sungguh Allah lebih Penyayang kepada hamba-Nya daripada kasih sayang wanita ini terhadap anaknya.” Hadits di atas menunjukkan bahwa cinta dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya lebih besar dan lebih luas daripada cinta hamba kepada diri mereka sendiri. Oleh karena itu, seluruh syariat yang ditetapkan oleh Allah merupakan bentuk cinta dan kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya. Seluruh syariat adalah demi kemaslahatan dan kepentingan hamba sendiri. Setiap perintah berbuat baik adalah untuk kepentingan hamba. Demikian pula, setiap larangan dari perbuatan buruk juga untuk kepentingan hamba itu sendiri. Syariat yang ditetapkan oleh Allah selalu tepat dan sesuai dengan perubahan zaman dan perbedaan tempat, karena Allah-lah yang mencipta, mengatur, dan menguasai. Ilmu Allah meliputi apa yang telah berlalu, yang sedang terjadi, dan yang akan datang. Maka dari itu, amatlah merugi dan sungguh celaka hamba yang memandang hukum Allah itu merugikan, buas, atau hanya dapat diberlakukan di masa lampau. Celaka pula seorang hamba yang menilai bahwa syariat Allah hanya dapat diwujudkan di tanah Arab atau menganggap hukum Allah tidak lagi cocok di masa ini. *Syariat Allah Amat Luas* Syariat Allah adalah syariat yang sempurna. Tidak ada sedikit pun kebaikan yang terlewatkan, sebagaimana tidak pula ada keburukan melainkan telah diperingatkan. Apa pun yang dibutuhkan oleh hamba di dunia atau di akhirat telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah dalam sunnahnya. Allah berfirman: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.” (al-Maidah: 3) Al-Izz bin Abdissalam menerangkan, “Allah mengenalkan kepada mereka semua hal yang mengandung petunjuk dan kebaikan bagi mereka sehingga mereka melaksanakannya. Allah juga mengenalkan setiap hal yang mengandung kesesatan dan keburukan sehingga mereka menghindarinya. Allah mengabarkan pula kepada mereka bahwa setan adalah musuh mereka sehingga mereka memusuhi dan menentangnya. Jadi, Allah menetapkan kemaslahatan-kemaslahatan dunia dan akhirat melalui ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kemaksiatan terhadap Nya.” (Qawa’idul Ahkam hlm. 5) Syariat Allah sangatlah luas, mencakup seluruh jenis ibadah dan muamalah, ucapan, perbuatan, serta keyakinan. Oleh karena itu, syariat Allah tidaklah dimaknai sempit sebatas pelaksanaan hukum hadd. Zikir dan membaca Al-Qur’an adalah bagian
[mediamusliminfo] Hukum Bekerja dengan Orang Kafir
Hukum Bekerja dengan Orang Kafir Bolehkah bekerja dengan orang kafir dan apakah bekerja dengan orang kafir berarti berloyal dengan mereka? Jawab: Untuk menjawabnya, perlu dirinci perihal pekerjaan tersebut, yang terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Berserikat dengan orang nonmuslim (kafir) dalam suatu usaha. 2. Orang kafir menyewa tenaga muslim. Untuk yang kedua ini bisa dalam bentuk: a. Seorang muslim menjadi pembantu rumah tangga, yang bertugas menyiapkan makan, mencuci, menyapu, membersihkan kotoran, membukakan pintu, dsb. b. Seorang muslim menjadi tukang dalam suatu pekerjaan, seperti mengecat rumahnya, membuat pagar, dsb. c. Seorang muslim mendapat pesanan barang atau proyek tertentu, seperti membuat kursi, menjahit pakaian anak-anak, dsb. *Masing-masing gambaran di atas ada hukumnya. Namun, sebelum diterangkan, ada beberapa garis besar perihal bekerjanya seorang muslim untuk orang kafir.* • Tidak diperbolehkan membantu orang kafir, baik secara sukarela (tanpa memungut bayaran) maupun dengan bayaran, dalam hal yang haram menurut agama. Misalnya, memelihara babi dan memasarkannya, memproduksi minuman keras (khamr) dan segala yang memabukkan, transaksi yang mengandung riba, pembangunan gereja, memata-matai muslimin, membantu penyerangan terhadap muslimin, serta yang sejenisnya. Allah telah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2) • Tidak boleh memudaratkan muslim itu sendiri atau merugikannya, seperti dilarang melakukan shalat. (Umdatul Qari, syarh Shahih al-Bukhari) • Tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan yang mengandung kehinaan seorang muslim di hadapan orang kafir. Selanjutnya mari kita simak ulasan hukum pada masalah-masalah di atas. *1. Berserikat dalam Usaha* Masalah ini diperbolehkan menurut pendapat yang rajih (kuat). Dalilnya, Nabi pernah melakukan perjanjian dengan Yahudi Khaibar, agar mereka mengelola tanah Khaibar dengan ketentuan separuh hasilnya untuk mereka. Dari Abdullah ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah memberikan Khaibar kepada Yahudi agar mereka mengelola dan menanaminya, serta mereka mendapat setengah dari hasilnya.” (Sahih, HR. al-Bukhari, dan beliau memberikan judul yang artinya “Berserikat dengan Orang Kafir Dzimmi dan Musyrik”) Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Seorang muslim diperbolehkan berserikat dengan orang kafir, dengan syarat orang kafir tersebut tidak berkuasa penuh mengaturnya. Bahkan, orang kafir tersebut harus berada di bawah pengawasan muslim agar tidak melakukan transaksi riba atau keharaman yang lain jika ia berkuasa penuh.” (al-Mulakhkhash al-Fiqhi) Ishaq bin Mansur al-Marwazi bertanya kepada Sufyan, “Apa pandanganmu tentang berserikat dengan seorang Nasrani?” Beliau menjawab, “Adapun pada sesuatu yang kamu (muslim) tidak lihat, saya tidak menyukainya.” Al-Imam Ahmad berkomentar, “Pendapatnya bagus.” (Masail al-Imam Ahmad dan Ibnu Rahuyah) *2. Orang Kafir Menyewa Tenaga Muslim* Ada beberapa gambaran tentang hal ini. *Gambaran (a)* Seorang muslim menjadi pembantu rumah tangga yang menyiapkan makan, mencuci, menyapu, membersihkan kotoran, membukakan pintu, dsb. Menurut pendapat yang lebih kuat (rajih), tidak boleh karena mengandung kehinaan bagi seorang muslim, padahal Allah berfirman: “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (an-Nisa: 141) Ini adalah pendapat pengikut mazhab Maliki, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal (Hanbali) pada salah satu riwayat dari beliau. Namun, riwayat yang lain dari al-Imam Ahmad membolehkan. Adapun pendapat pengikut mazhab Hanafi mengatakan makruh karena mengandung penghinaan. Al-Muhallab mengatakan, “Allah telah memerintahkan hamba-Nya yang beriman agar berada di atas orang-orang musyrik. Allah berfirman: ‘Janganlah kamu lemah dan meminta damai padahal kamulah yang di atas.’ (Muhammad: 35) Oleh karena itu, tidak sah bagi seorang muslim untuk menghinakan dirinya dengan menjadi pelayan orang kafir kecuali dalam keadaan terpaksa, maka sah.” (Syarh al-Bukhari karya Ibnu Baththal) *Gambaran (b)* Seorang muslim menjadi tukang dalam suatu pekerjaan, seperti mengecat rumahnya, membuat pagar, dsb. Pekerjaan semacam ini diperbolehkan. Khabbab mengatakan: “Aku dahulu bekerja sebagai pandai besi pada al-Ash bin Wail. Hingga terkumpullah gajiku dan tertahan pada dirinya. Aku pun mendatanginya untuk menagihnya. Dia justru menjawab, ‘Tidak, demi Allah. Aku tidak akan memberikan upahmu sampai kamu kafir terhadap Muhammad.’ Aku katakan, ‘Demi Allah sampai kamu mati lalu kamu dibangkitkan, aku tidak akan kafir.’ ‘Aku akan mati lalu aku akan dibangkitkan lagi?’ tukasnya. Aku pun menjawab. ‘Ya.’ Dia pun berujar, ‘Kalau begitu nanti aku akan punya harta di sana dan punya anak. Aku akan memberi upahmu di sana.’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘Kabarkan kepadaku tentang seorang yang
[mediamusliminfo] Ucapan Tentang Tidak Bolehnya Mengkafirkan Yahudi Dan Nashrani
Ucapan Tentang Tidak Bolehnya Mengkafirkan Yahudi Dan Nashrani Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ditanya: (bagaimana pendapat beliau) tentang perkataan seorang penceramah di salah satu masjid di Eropa bahwa (kita) tidak boleh mengkafirkan Yahudi dan Nashrani? Beliau menjawab: Ucapan yang keluar dari orang ini adalah ucapan sesat. Bahkan bisa jadi ia merupakan kekafiran, karena Allah telah mengkafirkan orang Yahudi dan Nashrani dalam kitab-Nya: “Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putera Allah’, dan orang Nashrani berkata: ‘Al Masih itu putera Allah’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 30-31) Ayat ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang musyrik (menyekutukan Allah) dan Allah menerangkan dalam banyak ayat lain yang dengan tegas mengkafirkan mereka. “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam.” (Al-Maidah: 17, 72) “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: Bahwa Allah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah: 73) “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan ‘Isa putera Maryam.” (Al-Maidah: 78) “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (Al-Bayyinah: 6) Ayat-ayat lain dalam masalah ini jumlahnya cukup banyak, demikian pula hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang mengingkari kafirnya Yahudi dan Nashrani yang tidak beriman kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebaliknya malah mendustakannya, berarti ia mendustakan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sedangkan mendustakan Allah adalah kekafiran. Barangsiapa yang ragu terhadap kekafiran Yahudi dan Nashrani maka tidak ada keraguan tentang kafirnya dia. Subhanallah, bagaimana orang ini merasa ridha untuk mengatakan bahwa kita tidak boleh mengatakan kafir kepada Yahudi dan Nashrani, padahal mereka mengatakan bahwa Allah itu adalah tuhan ketiga dari tuhan yang (jumlahnya) tiga?! Padahal Pencipta mereka telah mengkafirkan Yahudi dan Nashrani. Bagaimana ia tidak mau mengkafirkan Yahudi dan Nashrani padahal mereka mengatakan bahwa Al-Masih adalah putra Allah dan mengatakan tangan Allah itu terbelenggu? Juga mengatakan bahwa Allah faqir dan mereka kaya. Bagaimana ia tidak mau mengkafirkan Yahudi dan Nasrani padahal mereka mensifati Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sifat-sifat jelek yang semuanya adalah aib, celaan dan cercaan? Saya mengajak orang ini untuk bertaubat kepada Allah dan membaca firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Maka mereka menginginkan supaya kamu ber-mudahanah lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (Al-Qalam: 9) Jangan ia ber-mudahanah (mengorbankan prinsip agama demi menjaga perasaan mereka -pent) dengan Yahudi dan Nashrani dalam hal kekafiran mereka. Dan hendaknya ia menerangkan kepada setiap orang bahwa mereka adalah orang-orang kafir dan penghuni neraka. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah dari umat ini baik Yahudi atau Nashrani mendengar tentang aku, kemudian dia mati dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya kecuali ia termasuk ahli neraka.” (Shahih, HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu) Maka wajib atas orang yang mengucapkan ini (yaitu ucapan bahwa Yahudi dan Nashrani tidak kafir) untuk bertaubat kepada Allah dari ucapan dan kebohongan yang besar ini, dan agar mengatakan terang-terangan bahwa mereka adalah orang-orang kafir dan para penghuni neraka. Dan yang wajib bagi mereka adalah mengikuti Nabi yang ummi yaitu Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam karena (nama) beliau sesungguhnya telah tertulis di sisi mereka dalam kitabTaurat dan kitab Injil. “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka
[mediamusliminfo] Islam Diantara Hantaman Badai Peradaban Kuffar
Islam Diantara Hantaman Badai Peradaban Kuffar Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Kalian sungguh-sungguh akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka masuk ke lubang dhabb[1], niscaya kalian akan masuk pula ke dalamnya. Kami tanyakan: “Wahai Rasulullah, apakah mereka yang dimaksud itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau berkata: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” Hadits yang mulia di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Ahaditsul Anbiya, bab Ma Dzukira ‘an Bani Israil (no. 3456) dan Kitab Al-I‘tisham bil Kitab was Sunnah, bab Qaulin Nabi “Latattabi‘unna sanana man kana qablakum” (no. 7320) dan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitab Al-‘Ilmi (no. 2669) dan diberi judul bab oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitab syarahnya terhadap Shahih Muslim, bab Ittiba‘u Sananil Yahudi wan Nashara. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda yang senada dengan hadits di atas dalam hadits yang dibawakan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu: “Tidak akan tegak hari kiamat sampai umatku mengambil jalan hidup umat sebelumnya sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Maka ditanyakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?”[2] Beliau menjawab: “Siapa lagi dari manusia kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari no. 7319) Pengabaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam dua hadits yang mulia di atas merupakan tanda dan bukti tentang kebenaran nubuwwah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta merupakan mukjizat beliau yang dzahir karena telah tampak dan telah terjadi apa yang beliau beritakan tersebut. (Syarah Shahih Muslim, 16/219, Kitabut Tauhid, hal. 26, Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) Terlebih khusus lagi bila kita menyaksikan keadaan kaum muslimin di zaman kita ini, kebiasaan menyerupai dan meniru orang Barat yang notabene mereka itu adalah orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nashrani, merupakan fenomena yang biasa namun menyakitkan dan menyedihkan. Sehingga dengan budaya penjajah ini, kalangan muda maupun orang-orang tua dari kaum muslimin seakan merasa minder dan rendah derajatnya bila tidak sama dengan gaya hidup, model dan budaya orang-orang kafir (peradaban kuffar). Sebaliknya, mereka merasa bangga dan sangat percaya diri bila mana mereka dapat “tampil sama” atau paling tidak sekedar mirip dengan orang-orang kafir. Budaya “yang penting dari Barat” dan “asal sama dengan Barat” ini telah mencengkeram kehidupan kaum muslimin dari kalangan orang-orang metropolitan, merambah sampai ke pedesaan dan pedusunan yang terpencil bagaikan sebuah revolusi peradaban yang telah disiapkan oleh orang-orang kafir sehingga semua yang datang dari Barat mereka anggap baik dan diterima dengan penuh ketundukan. Ibaratnya mereka berkata sami’na wa atha’na (kami mendengar dan kami taat), baik itu cara berpakaian, cara bergaul, cara makan, cara berbicara, gaya hidup dan sebagainya. Budaya-budaya impor yang diobral orang-orang Barat lewat media massa baik di televisi yang merupakan da’i yang paling berhasil di sisi mereka ataupun lewat ekspos kehidupan artis-artis mereka yang laku keras diterima oleh kaum muslimin yang maghrur (tertipu) dan buta mata hatinya dari semua lapisan. Jangankan mereka yang dikatakan bodoh terhadap agamanya, orang yang dianggap tahu agama pun ikut jadi korban. Berkata Sufyan Ibnu ‘Uyainah rahimahullah dan yang lainnya dari kalangan salaf: “Sungguh orang yang rusak dari kalangan ulama kita, karena penyerupaannya dengan Yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita, karena penyerupaannya dengan Nashrani.” (Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim, hal. 23-23) Gelombang badai yang besar ini menghantam segala apa yang ada di hadapannya dan membawa korban yang besar. Wallahu Al-Musta‘an wa ilallahi Al-Musytaka (Hanya kepada Allah kita meminta tolong dan mengadu). Sungguh benar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menyatakan umat beliau akan meniru dan menyerupai umat terdahulu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Karena saking ingin sama dan serupanya dengan peradaban kafirin, bila diibaratkan umat terdahulu masuk ke lubang dhabb yang sedemikian sempit maka umat ini pun akan masuk pula ke dalamnya. Nas’alullah As-Salamah wal ‘Afiyah (hanya kepada Allah kita memohon keselamatan). Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyatakan: “Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhususkan penyebutan lubang dhabb karena lubangnya sangat sempit. Namun bersamaan dengan itu umat beliau akan mengambil jejak umat terdahulu dan mengikuti jalan mereka, walaupun seandainya mereka masuk ke lubang yang sesempit itu niscaya umat ini akan tetap mengikutinya.” (Fathul Bari, 6/602) Yang dimaksud dengan sejengkal, sehasta dan penyebutan lubang dhabb dalam hadits ini adalah untuk menggambarkan betapa semangatnya umat ini mencocoki umat terdahulu dalam penyelisihan dan
[mediamusliminfo] Tauhid Adalah Dakwahnya Seluruh Rasul
Tauhid Adalah Dakwahnya Seluruh Rasul Allah telah mengutus para rasul untuk menyeru kepda al haq (kebenaran) dan memberi petunjuk kepada seluruh makhluk Nya. Mereka diutus untuk menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan, agar tidak ada hujjah (alasan) bagi manusia dihadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka telah menyampaikan risalah, mengemban amanah, memberi nasehat kepada umatnya dan bersabar atas caci makiannya, serta berjihad di jalan Allah sampai Allah tegakkan (sempurnakan) risalah bagi mereka dan terputuslah seluruh udzur manusia. Allah berfirman: “Dan sungguh Kami kelah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyeru ) agar beribadah hanya kepada Allah dan menjauhi thoghut (sesuatu yang disembah selain Allah), maka diantara mereka ada yang mendapatkan petunjuk dari Allah, dan ada pula yang telah pasti kesesatannya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi, dan lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (menyelisihi rasul dan mendustakan Al Haq)”. (QS. Al Nahl:36)” “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul sebelum kamu kecuali telah diwahyukan kepada nya bahwa sesungguhnya tidak ada Ilaah (sesembahan yang berhak untuk diibadahi) kecuali Aku (Allah). Maka beribadahlah kalian kepada-Ku.” (QS.Al Anbiya’:25) “Dan tanyakanlah kepada para rasul yang telah Kami utus sebelum kamu (Muhammad) apakah Kami telah menjadikan atas mereka (manusia) untuk memberikan peribadahan kepada(berhala atau sesembahan )selain Allah yang mempunyai sifat Ar Rahman,” (QS. AZ Zukhruf:45) Di dalam ayat ayat tersebut, Allah telah menjelaskan bahwa Dia telah mengutus para rasul untuk menyeru kepada manusia agar beribadah hanya kepada Allah, memperingatkan mereka dari kesyirikan, dan memberikan peribadahan kepada selain Allah. Para rasul telah mengemban amanah tersebut, dan telah menyerukan kepada menusia agar beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka telah meningalkan untuk umatnya prinsip prinsip keadilan, kebaikan dan keselamatan serta kebahagiaan yang sempurna. Tugas terpenting bagi mereka adalah menyampaikan dan menerangkan risalah, adapun hidayah dan taufik untuk menerima Al haq (kebenaran) ada di tangan Allah dan bukan ditangan para rasul atau selainnya. Allah berfirman: “Bukan kewajibanmu untuk memberikan hidayah kepada mereka, akan tetapi Allahlah yang memberi hidayah (petunjuk) bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (Al Baqarah : 272) “Sesungguhnya kami telah mengutus para rasul dengan bukti bukti yang nyata (mu’jizat, hujjah, dan dalil) dan menurunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan dan kebenaran yang lurus) supaya manusia melaksanakan keadilan (mengikuti para rasul).” (Al Hadiid:25) Tidak terkecuali nabi kita Muhammad sebagai penutup, imam, dan orang yang paling mulia serta utama diantara para rasul, beliau telah mendapatkan pertolongan dan keberhasilan dalam dakwahnya dengan sempurna. Allah telah menyempurnakan agama islam dan nikmatnya kepada beliau dan umatnya, dan menjadikan syariat islam sebagai syariat sempurna yang mengandung seluruh bentuk kemaslahatan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk dua golongan (manusia dan jin) . Allah berfirman : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama islam untuk kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku untuk kalian, dan telah Aku ridhoi islam sebagai agama kalian”. (QS.Al Maidah:3) “Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada seluruh umat manusia.” (QS.Saba:28) “Katakanlah (wahai Muhammad),’Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah atas kalian semua (manusia dan jin), yaitu Allah yang memiliki (merajai) seluruh langit dan bumi, tidak ada Ilaah (yang berhak diibadahi) kecuali Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasulnya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah Dia, supaya kalian mendapat petunjuk ke jalan yang lurus.” (QS.Al A’raf:158) Sungguh sedikit sekali manusia yang meng-ijabah-i (menerima) dakwahnya para rasul. Kebanyakan mereka mengingkarinya, baik disebabkan karena kebodohan, taklid (mengikuti) bapak-bapak/pendahulu mereka yang sesat, atau mengikuti hawa nafsu dan perasaan. Allah berfirman : “Bahkan mereka berkata,’Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami di atas suatu agama dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka’. Demikianlah, kami tidak mengutus sebelum kamu (Muhammad) seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri kecuali orang-orang kaya di negeri itu berkata,’sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami di atas suatu agama dan sesunggguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.’ Katakanlah (Muhammad kepada musyrikin),’Apakah (kalian akan mengikutinya) meskipun aku membawakan untuk kalian (agama) yang lebih memberi petunjuk daripada yang kalian peroleh dari bapak-bapak kalian?’Mereka berkata,’Sesungguhnya kami mengingkari (agama) yang kamu diutus untuk menyampaikannya’. Maka kami binasakan mereka, maka
[mediamusliminfo] Nabi Khidir antara Hidup dan Mati
Nabi Khidir antara Hidup dan Mati Banyak kisah-kisah tentang Nabi Khidir yang ramai dibicarakan orang, banyak kontroversi tentang kemunculannya, sehingga hal itu mendorong rasa ingin tahu tentang hakikat sebenarnya. Ada yang menyatakan Nabi Khidir masih hidup, adapula yang menyatakan Khidir sekarang berdiam di sebuah pulau, ada pula yang menyatakan bahwa setiap musim haji Nabi Khidir rutin mengunjungi padang Arafah. Entah khidir siapa dan yang mana? Tapi yang jelas begitulah khurafat dan takhayyul berkembang di tengah masyarakat kita. Lucunya, banyak pula orang-orang yang sangat mempercayai perkara-perkara tersebut. Semua ini berpangkal dari kesalahpahaman mereka tentang hakekat Nabi Khidir. Terlebih lagi orang-orang ekstrim yang membumbui berbagai macam dongeng dan cerita bohong tentang Khidir. Sebagian di antara mereka, ada yang mengaku telah bertemu dengan Khidir, berbicara dengannya dan mendapat wasiat dan ilham darinya. Misalnya di tanah air kita ini, ada sebagian orang yang mengaku telah bertemu dengan Khidir dan mengambil bacaan-bacaan shalawat, wirid-wirid dan dzikir dari Khidir secara langsung, tanpa perantara, atau melalui mimpi. Bahkan ada pula yang mengaku dialah Nabi Khidir -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Semua ini adalah keyakinan batil!! Mengenai hidup atau wafatnya Khidir, orang-orang berselisih. Ada yang menyatakan dia masih hidup. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa dia telah lama meninggal berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan Sunnah. Ini merupakan pendapat para Ahli Hadits. Karena, tidak ada satupun nash yang shahih, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat dijadikan pegangan bahwa Khidir masih hidup. Bahkan banyak dalil yang menyatakan ia telah meninggal. Jika kita mengadakan riset ilmiah, maka kita akan mendapatkan Al-Qur’an dan Sunnah menjelaskan bahwa Nabi Khidhir telah meninggal dunia. Al-Allamah Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata, “Dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Khidir sudah tidak ada di dunia adalah empat perkara; Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ (kesepakatan) ulama’ muhaqqiqin, dan dalil aqliy”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 69)] Di antaranya dalil-dalil itu: Allah -Ta’ala- berfirman, “Kami tidak menjadikan kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal”. (QS.Al-Anbiya`: 34) Imam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauzy-rahimahullah- berkata, “Khidhir, jika dia itu seorang manusia, maka sungguh ia telah masuk dalam keumuman (ayat) ini tanpa ada keraguan. Seorang tidak boleh mengkhususkannya dari keumuman itu, kecuali dengan dalil yang shahih”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif] Kemudian Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir-rahimahullah- menguatkan ucapan Ibnul Jauziy tadi seraya berkata, “Asalnya memang tidak boleh mengkhususkannya sampai dalil telah nyata. Sementara tidak disebutkan adanya dalil yang mengkhususkannya dari seorang yang ma’shum yang wajib diterima”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif ] Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab,“Kami mengakui”. Allah berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. (QS. Al-Imran: 81) Al-Hafizh Ibnu Katsir menukil dari Ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata saat menafsirkan ayat ini, “Allah tidak mengutus seorang nabi di antara para nabi, kecuali Dia mengambil perjanjian padanya. Jika Allah mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam- sedang nabi itu hidup-, maka ia (nabi itu) betul-betul harus beriman kepada beliau, dan menolongnya”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/565)] Jika Khidir masih hidup, tentunya ia tidak boleh menunda-nunda keimanannya kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Ia harus mengikuti Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, berjihad bersamanya dan menyampaikan dakwah beliau. Ini merupakan perjanjian Allah kepada seluruh para nabi dan rasul sebagaimana yang tersebut dalam QS. Al-Imran ayat 81 di atas. Ini menunjukkan kepada kita bahwa wajib bagi seorang nabi dan rasul untuk menolong dan beriman kepada Rasulullah Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bahkan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- menegaskan bahwa andaikan Nabi Musa -’alaihis salam-, yang jauh lebih mulia dari Nabi Khidir masih hidup, maka ia harus mengikuti Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam- . Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Andaikan Musa hidup, tentunya tidak mungkin baginya, kecuali harus mengikutiku”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/387), Ad-Darimiy dalam As-Sunan (1/115), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (5/2), Ibnu Abdil
[mediamusliminfo] Hukum Mempelajari Injil
Hukum Mempelajari Injil Tanya : Bolehkah bagi seorang muslim untuk menekuni (mempelajari) Injil agar dia bisa mengetahui firman Allah kepada hamba dan Rasulya ‘Isa ‘alaihis sholatu wassalam ? Jawab : “Tidak boleh menekuni (mempelajari) sesuatupun dari kitab-kitab yang mendahului Al-Qur`an, berupa Injil atau Taurat atau selain keduanya dengan dua sebab : Sebab pertama : Sesungguhnya semua yang bermanfaat di dalamnya (kitab-kitab tersebut) Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskannya dalam Al-Qur`anul Karim. Sebab kedua : Sesungguhnya di dalam Al-Qur`an telah terdapat perkara yang mencukupi dari semua kitab-kitab ini, berdasarkan firmanNya Ta’ala : “Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya”. (QS. Ali ‘Imran : 3) Dan firmanNya Ta’ala : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan”. (QS. Al-Ma`idah : 48) Karena sesungguhnya semua yang ada dalam kitab-kitab terdahulu berupa kebaikan pasti ada dalam Al-Qur`an. Adapun perkataan penanya bahwa dia ingin untuk mengetahui firman Allah kepada hamba dan RasulNya ‘ Isa, maka yang bermanfaat bagi kita darinya telah dikisahkan oleh Allah dalam Al-Qur`an sehingga tidak perlu lagi untuk mencari selainnya. Lagipula Injil yang ada sekarang telah berubah, dan dalil akan hal itu adalah bahwa dia (sekarang) ada 4 Injil (matius, markus, lukas, yohanes) yang satu dengan yang lainnya saling menyelisihi, bukan 1 Injil sehingga tidak dapat dijadikan sandaran. Adapun seorang penuntut ilmu yang memiliki ilmu yang dengannya dia bisa mengetahui yang benar dari kebatilan, maka tidak ada larangan (baginya) untuk mengetahuinya (Injil) untuk membantah apa yang terdapat di dalamnya berupa kebatilan dan untuk menegakkan hujjah atas para penganutnya”. (Majmu’ Fatawa, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah jilid 1) Wallahu a’lam bish-shawab. Sumber: http://almakassari.com/?p=131 Keterangan tambahan: “Sesungguhnya ada segolongan di antara mereka yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu mengira yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: ‘Ini (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah’, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (Ali ‘Imran: 78) Penjelasan Mufradat Ayat “Di antara mereka”, yaitu kaum Yahudi yang ada di sekitar kota Madinah. Sebab, kata ganti “mereka” di sini kembali ke firman Allah 'Azza wa Jalla sebelumnya yang menjelaskan tentang keadaan mereka. (Tafsir Ath-Thabari, 3/323) “Memutar-mutar lidahnya”, yaitu mereka men-tahrif (mengubahnya), sebagaimana dinukil dari Mujahid, Asy-Sya’bi, Al-Hasan, Qatadah, dan Rabi’ bin Anas. Demikian pula yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas bahwa mereka mengubah dan menghilangkannya, dan tidak ada seorangpun dari makhluk Allah 'Azza wa Jalla mampu menghilangkan lafadz kitab dari kitab-kitab Allah. Namun mereka mengubah dan mentakwilnya bukan di atas penakwilan sebenarnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/377, lihat pula Tafsir Ath-Thabari, 3/324) Qatadah rahimahullahu berkata: “Mereka adalah Yahudi, musuh Allah 'Azza wa Jalla. Mereka mengubah kitab Allah 'Azza wa Jalla, membuat bid’ah di dalamnya, kemudian mengira bahwa itu dari sisi Allah 'Azza wa Jalla.” (Tafsir Ath-Thabari, 3/324) Adapun dalam qira`ah (bacaan) Abu Ja’far dan Syaibah dibaca dengan “yulawwuun”, yang menunjukkan makna lebih sering dalam mengerjakan hal tersebut. (Tafsir Al-Qurthubi, 4/121) Penjelasan Makna Ayat Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata menjelaskan ayat ini: “Allah 'Azza wa Jalla mengabarkan bahwa di antara ahli kitab ada yang mempermainkan lisannya dengan Al-Kitab, yaitu memalingkan dan mengubah dari maksud sebenarnya. Dan ini mencakup mengubah lafadz dan maknanya. Padahal tujuan dari adanya Al-Kitab adalah untuk memelihara lafadznya dan tidak mengubahnya, serta memahami maksud dari ayat tersebut dan memahamkannya. Mereka justru bertolak belakang dengan hal ini. Mereka memahamkan selain apa yang diinginkan dari Al-Kitab, baik dengan sindiran maupun terang-terangan. Adapun secara sindiran terdapat pada firman-Nya “agar kalian menyangkanya dari Al-Kitab” yaitu mereka memutar-mutar lisannya dan memberikan kesan kepadamu bahwa itulah maksud dari kitab Allah 'Azza wa Jalla. Padahal bukan itu yang dimaksud. Adapun yang secara terang-terangan, terdapat pada firman-Nya: “Dan mereka mengatakan bahwa itu dari sisi Allah, padahal bukan dari sisi Allah. Mereka mengada-ada atas nama Allah dengan kedustaan dalam keadaan mereka mengetahui.” Dan ini lebih besar dosanya daripada orang yang mengada-ada atas nama Allah 'Azza wa Jalla tanpa ilmu. Mereka ini berdusta atas nama
[mediamusliminfo] Hukum Menamai Negeri Yahudi dengan Israel
Hukum Menamai Negeri Yahudi dengan Israel Fadhilatul ‘Allamah Dr. Rabi’ bin Hadi bin ‘Umair Al-Madkhali menjelaskan: Di sana ada sebuah fenomena aneh yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin, yaitu penamaan negeri Yahudi -yang dimurkai- dengan nama Israel. Dan saya belum melihat seorang pun yang mengingkari fenomena yang berbahaya ini[1]. Sebuah fenomena yang menyinggung kemuliaan seorang rasul yang mulia, salah satu dari pemimpin para rasul, yaitu Ya’qub[2] ‘alaihish shalatu wassalam, yang dipuji oleh Allah bersama kedua ayahnya yang mulia, Ibrahim dan Ishaq di dalam kitab-Nya yang mulia dengan firman-Nya: “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang Tinggi. Sesungguhnya kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” (Shad: 45-47) Inilah kedudukan seorang rasul yang mulia ini, maka bagaimana mungkin beliau dikaitkan dengan orang-orang yahudi dan orang yahudi dikaitkan dengan beliau!? Kebanyakan kaum muslimin menyebutkan negeri ini dalam konteks celaan, misalnya mengatakan ‘Israel berbuat demikian’, ‘Israel melakukan tindakan demikian dan demikian’, dan ‘Israel akan berbuat demikian’. Dan ini -menurut pandangan saya- adalah kemungkaran yang tidak boleh terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, terlebih lagi jika menjadi sebuah fenomena yang telah tersebar di tengah-tengah mereka tanpa ada pengingkaran. Dari sinilah kami lontarkan pertanyaan ini dan sekaligus jawabannya. Kami katakan: ‘Bolehkah memberi nama negeri Yahudi -yang kafir lagi jahat- dengan Isra’il atau Negara Israel yang kemudian ketika mengarahkan kecaman dan celaan kepadanya, menyebutkan nama Israel!? Yang benar adalah hal itu tidak boleh, dan sungguh orang-orang Yahudi telah membuat makar yang sangat besar ketika menjadikan haknya sebagai hak yang sesuai syari’at di dalam mendirikan negara untuk menggulingkan negeri-negeri muslimin atas nama warisan Nabi Ibrahim, dan juga Nabi Isra’il. Mereka (Yahudi) juga telah membuat makar yang amat besar di dalam penamaan terhadap negerinya As-Suhaiwaniyyah dengan nama negara Israel, dan tipu daya mereka telah mengalahkan kaum muslimin -saya tidak mengatakan mengalahkan kalangan awam saja bahkan para cendikia pun juga-. Mereka menyebutkan negara Israel, bahkan (mencatut) nama Nabi Isra’il di dalam berita-berita, surat kabar-surat kabar, majalah-majalah, dan pembicaraan-pembicaraan mereka, baik dalam konteks murni berita maupun dalam konteks kecaman, celaan, dan bahkan laknat. Semua itu terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, dan sangat memprihatinkan sekali kami tidak mendengar satu pengingkaran pun terhadapnya. Sungguh Allah subhanahu wata’ala telah mencela orang-orang Yahudi di dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an, melaknat mereka, dan memberitakan kepada kita kemurkaan-Nya atas mereka dengan menyebutkan nama Yahudi, dan nama orang-orang kafir dari Bani Isra’il, bukan atas nama Isra’il, seorang nabi yang mulia -Ya’qub-, putra seorang yang mulia -Ishaq Nabiyullah-, putra seorang yang mulia -Ibrahim Khalilullah ‘alaihimush shalatu wassalam. Orang-orang Yahudi tidak memiliki kaitan keagamaan dengan Nabiyullah Isra’il -Ya’qub ‘alaihis salam-, dan tidak juga dengan Ibrahim Khalilullah ‘alaihish shalatu wassalam, dan mereka juga tidak memiliki hak terhadap agama warisan kedua Nabi tersebut, akan tetapi (warisan agama keduanya) itu hanya khusus bagi kaum mukminin saja. Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 68) Dan Allah berfirman -dalam rangka membersihkan Khalil-Nya, Ibrahim dari agama Yahudi, Nashrani, dan musyrikin-: “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 67) Kaum muslimin tidaklah mengingkari bahwa Yahudi adalah anak cucu nabi Ibrahim dan Isra’il, akan tetapi mereka (muslimin) menetapkan bahwa Yahudi termasuk musuh-musuh Allah dan para Rasul-Nya, di antaranya: Muhammad, Ibrahim, dan Isra’il ‘alaihimush shalatu wassalam, dan mereka juga menetapkan bahwa tidak ada warisan antara para nabi dengan musuh-musuh mereka dari kalangan orang-orang kafir, baik Yahudi, Nashara, atau dari kalangan musyrikin arab dan selain mereka. Sesungguhnya orang yang paling dekat dengan Ibrahim dan seluruh para nabi adalah kaum muslimin yang beriman kepada mereka, mencintai dan memuliakan mereka, beriman dengan segala yang diturunkan kepada mereka berupa kitab-kitab dan shuhuf, dan kaum muslimin menganggap hal itu merupakan pokok
[mediamusliminfo] Beda Al-Qur`an dengan Hadits Qudsy dan Cara menafsirkan Al Qur'an
Beda Al-Qur`an dengan Hadits Qudsy dan Cara menafsirkan Al Qur'an A. Beda Al-Qur`an dengan Hadits Qudsy Tanya: Bismillah. Apa yg dimaksud dgn hadits qudsy dan apa perbedaannya dgn al-qur’an? Jazakumullahu khoiron Jawab: Hadits qudsi adalah hadits yang disnisbatkan kepada Zat yang quds (suci), yaitu Allah Ta’ala. Yang mana hadits qudsi ini disampaikan kepada kita oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun perbedaan antara dia dengan Al-Qur’an, maka ada beberapa perkara yang disebutkan oleh para ulama. Di antaranya: 1. Lafazh dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah, sementara lafazh hadis Qudsi berasal dari Rasulullah–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam walaupun tentunya maknanya dari Allah. 2. Sanad periwayatan Al-Qur’an secara umum adalah mutawatir, yakni bisa dipastikan keabsahannya dari Nabi -alaihishshalatu wassalam-. Berbeda halnya dengan hadits qudsi, karena di antaranya ada yang merupakan hadits shahih, ada yang hasan, ada yang lemah, bahkan ada yang palsu. Jadi keabsahannya dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- belum bisa dipastikan kecuali setelah memeriksa semua sanadnya. 3. Kita berta’abbud (beribadah) kepada Allah dengan membaca Al-Qur’an, dalam artian satu huruf mendapatkan sepuluh kebaikan. Sedangkan membaca hadits qudsi tidak mendapatkan pahala huruf perhuruf seperti itu. 4. Tidak diperbolehkan membaca hadits qudsi di dalam shalat, bahkan shalatnya batal kalau dia membacanya. Berbeda halnya dengan membaca Al-Qur`an yang merupakan inti dari shalat. 5. Ayat Al-Qur`an jumlahnya kurang lebih ayat (menurut hitungan sebagian ulama dan sebagian lainnya berpendapat jumlahnya 6.236), sementara jumlah hadits qudsi yang shahih tidak sebanyak itu. Abdur Rauf Al-Munawi sendiri dalam kitabnya Al-Ittihafat As-Saniyah bi Al-Ahaditsi Al-Qudsiyah hanya menyebutkan 272 hadits. Demikian beberapa perbedaan antara keduanya, wallahu Ta’ala a’lam. Sumber: http://al-atsariyyah.com/?p=1686 B. Cara menafsirkan Al Qur'an Apa yang harus kita lakukan untuk dapat menafsirkan Al-Qur'an ? Jawaban: Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an ke dalam hati Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam agar beliau mengeluarkan manusia dari kekufuran dan kejahilan yang penuh dengan kegelapan menuju cahaya Islam. Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 1 : yang artinya : Alif, laam raa.(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allah Ta'ala juga menjadikan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang berhak menjelaskan, menerangkan dan menafsirkan isi Al-Qur'an. Firman Allah Ta'ala di dalam surat An-Nahl ayat 44: artinya : keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab.Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan... Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan penjelas isi Al-Qur'an, dan sunnah ini juga merupakan wahyu karena yang diucapkan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah bukan hasil pemikiran Rasulullah tetapi semuanya dari wahyu Allah Ta'ala. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an surat An-Najm ayat 3 dan 4: dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur'an dan sesuatu yang hampir sama dengan Al-Qur'an. Ketahuilah, akan ada seorang lelaki kaya raya yang duduk di atas tempat duduk yang mewah dan dia berkata: Berpeganglah kalian kepada Al-Qur'an. Apapun yang dikatakan halal di dalam Al-Qur'an, maka halalkanlah, sebaliknya apapun yang dikatakan haram di dalam Al-Qur'an, maka haramkanlah. Sesungguhnya apapun yang diharamkan oleh Rasulullah, Allah juga mengharamkannya. Untuk itu cara menafsirkan Al-Qur'an adalah: Cara Pertama adalah dengan sunnah. Sunnah ini berupa: ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan diamnya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Cara Kedua adalah dengan penafsirannya para sahabat. Dalam hal ini pelopor mereka adalah Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas Radliyallahu 'anhum. Ibnu Mas'ud termasuk sahabat yang menemani Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sejak dari awal dan dia selalu memperhatikan dan bertanya tentang Al-Qur'an serta cara menafsirkannya, sedangkan mengenai Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud pernah berkata: Dia adalah penterjemah Al-Qur'an. Oleh karena itu tafsir yang berasal dari seorang sahabat harus kita terima dengan lapang dada, dengan syarat tafsir tersebut tidak bertentangan dengan tafsiran sahabat yang lain. Cara Ketiga yaitu apabila suatu ayat tidak kita temukan tafsirnya dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, maka kita cari tafsirannya dari para tabi'in yang merupakan murid-murid para
[mediamusliminfo] Akal Bukanlah Segalanya
Akal Bukanlah Segalanya “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85) Sebab Turunnya Ayat Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya dari hadits ‘Alqamah dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata: Ketika aku berjalan bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di sebuah daerah pertanian dalam keadaan beliau bertumpuan pada sebuah tongkat dari pelepah korma, tiba-tiba lewat beberapa orang Yahudi. Sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya: “Tanyakan pada dia tentang ruh.” Sebagian dari mereka berkata: “(Jangan tanya dia). Jangan sampai dia mendatangkan sesuatu yang kalian benci.” Berkata lagi (sebagiannya): “Tanyalah dia.” Mereka pun bertanya tentang ruh, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diam dan tidak menjawab sedikitpun. Aku tahu wahyu sedang diturunkan kepada beliau, maka akupun berdiri dari tempatku. Turunlah firman Allah: “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, maka katakanlah bahwa itu urusan Rabb-ku dan kalian tidaklah diberi ilmu tentangnya kecuali sedikit.” (HR. Al-Bukhari no. 4352 dan Muslim no. 5002) Penjelasan Ayat Di kalangan ulama terjadi perselisihan tentang maksud dari kata ruh yang terdapat di dalam ayat ini. Ibnu Tin rahimahullah telah menukilkan beberapa pendapat, di antaranya ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ruh manusia. Ada lagi yang mengatakan ruh hewan dan ada pula yang mengatakan yang dimaksud adalah Jibril. Ada pula yang mengatakan maksudnya adalah ‘Isa bin Maryam 'alaihissalam, ada yang mengatakan Al Qur’an, ada yang mengatakan wahyu, dan ada yang mengatakan malaikat yang berdiri sendiri sebagai shaff pada hari kiamat. Ada lagi yang mengatakan maksudnya adalah sosok malaikat yang memiliki sebelas ribu sayap dan wajah. Ada pula yang mengatakan ia adalah suatu makhluk yang bernama ruh yang bentuknya seperti manusia, mereka makan dan minum, dan tidak turun satu malaikat dari langit melainkan ia turun bersamanya. Dan ada lagi yang berpendapat lain. (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 8/254. Lihat pula Tafsir Al-Qurthubi, 10/324, Tafsir Ibnu Katsir, 3/62) Namun mayoritas ahli tafsir memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ruh yang terdapat pada kehidupan jasad manusia.Yaitu bagaimana keadaan ruh tersebut, tempat berlalunya di dalam tubuh manusia, dan bagaimana cara dia menyatu dengan jasad dan hubungannya dengan kehidupan. Ini adalah sesuatu yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 10/324) Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Yang benar adalah di-mubham-kan (pengetahuan tentang ruh dibiarkan seperti itu, yaitu tersamar) berdasarkan firman-Nya: “Ruh itu dari perkara Rabb-ku,” yaitu merupakan perkara besar dari urusan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak diberikan perinciannya agar seseorang mengetahui secara pasti kelemahannya untuk mengetahui hakikat dirinya dalam keadaan dia meyakini wujud ruh tersebut. Apabila seorang manusia lemah (mengalami kesulitan) dalam mengetahui hakikat dirinya, maka terlebih lagi (kelemahannya) untuk menjangkau hakikat Al-Haq (Allah). Hikmahnya adalah (untuk menunjukkan bahwa) akal memiliki kelemahan untuk menjangkau pengetahuan tentang makhluk yang dekat dengannya (yaitu ruh). Dengan demikian memberikan pengetahuan kepada akal bahwa menjangkau (pengetahuan) tentang Rabb-Nya lebih lemah lagi.” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/324) Keterbatasan Pengetahuan Akal Akal merupakan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Dengan akal seseorang mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk, mana yang mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya dan mana yang mendatangkan kemudharatan. Sehingga dengan akal itu pula seseorang bisa memahami apa saja yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hukum-hukum. Dengan akal seorang manusia bisa memahami syariat dan melaksanakan perintah-Nya dengan penuh ketaatan dan ketundukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4) Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata: “Tidak ada makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang lebih baik daripada manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan manusia dalam keadaan memiliki kehidupan, berilmu, memiliki kekuatan, memiliki kehendak, pandai berbicara, mendengar, melihat, pandai mengatur, dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 20/114) Namun ketika mereka tidak menggunakan akalnya untuk tunduk terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak mendengar peringatan-peringatan-Nya, bahkan mengerjakan apa yang diharamkan, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala pun mengembalikan mereka ke tempat yang paling buruk yaitu neraka Jahannam. Wal’iyadzu billah. Allah berfirman: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, maka bagi mereka jannah-jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan
[mediamusliminfo] Hadits Terpelihara Sebagaimana Al-Qur'an
Hadits Terpelihara Sebagaimana Al-Qur'an “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9) Al-Qur’an Selalu Terpelihara Lafadz dan Maknanya Asy-Syinqithi (2/225) berkata, “Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan bahwa Dia-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan memeliharanya dari penambahan, pengurangan, maupun pengubahan. Ayat lain yang semakna di antaranya firman Allah: “Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan[1], baik dari depan maupun dari belakangnya.” (Fushshilat: 42) Juga firman Allah: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka itulah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Al-Qiyamah: 16—19) Al-Qurthubi (10/5) mengatakan, Allah memelihara Al-Qur’an dari penambahan dan pengurangan. Lalu beliau menyebutkan ucapan Qatadah dan Tsabit al-Bunani, “Allah memelihara Al-Qur’an dari upaya setan yang ingin menambahkan kebatilan ke dalamnya dan mengurangi kebenarannya, sehingga Al-Qur’an tetap terpelihara.” Al-Imam Al-Baidhawi (3/362) mengatakan, “Pada ayat ini terdapat bantahan terhadap sikap orang-orang kafir yang senantiasa mengingkari dan memperolok-olok Al-Qur’an. Oleh karena itu, Allah menguatkannya (Al-Qur’an) dengan firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” Maksudnya, memeliharanya dari penyimpangan, baik huruf maupun makna, dan penambahan maupun pengurangan. Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai suatu keajaiban (mukjizat), guna membedakan apa yang tertera padanya dengan ucapan manusia.” “Dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” Maknanya, kata asy-Syaikh as-Sa’di, “Al-Qur’an terpelihara saat diturunkan maupun setelahnya. Saat diturunkan, Allah memeliharanya dari upaya setan yang ingin mencuri-curi beritanya. Adapun setelah diturunkan, Allah menyimpannya di hati Rasulullah, kemudian di hati umatnya. Allah menjaga lafadz-lafadznya dari perubahan, baik penambahan maupun pengurangan. Allah juga menjaga makna-maknanya dari perubahan dan penggantian. Tidak seorang pun yang berusaha memalingkan salah satu makna pada Al-Qur’an, melainkan Allah pasti mendatangkan orang yang akan menjelaskan kebenaran yang nyata. Ini merupakan salah satu tanda keagungan ayat-ayat Allah dan kenikmatan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin. Di antara bentuk pemeliharaan Allah terhadap Al-Qur’an juga adalah Dia memelihara ahlul Qur’an dari musuh-musuh mereka. Allah menyelamatkan mereka dari gangguan musuh.” Ath-Thabari (14/8) berkata, “Allah memelihara Al-Qur’an dari penambahan kebatilan yang bukan bagian darinya, atau pengurangan hukum, batasan, dan kewajiban yang seharusnya ada padanya.” Hadits Terpelihara Sebagaimana Al-Qur’an Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Sunnah (hadits) Rasulullah dan Al-Qur’anul Karim berasal dari sumber yang sama. Hilang (tersia-siakan)nya sebagian hadits—yang merupakan penjelas bagi Al-Qur’an—bertentangan dengan janji Allah untuk memeliharanya.” Dengan demikian, sunnah Rasulullah yang suci termasuk bagian dalam janji Allah yang benar, yaitu benar-benar terpelihara dan terjamin. (Lihat An-Nukat ‘ala Kitab Ibni Shalah 1/9) Asas agama kita yang hanif adalah Al-Qur’anul Karim dan sunnah (hadits) Nabi Al-Amin. Al-Qur’an adalah kitab yang terpelihara dari sisi Allah yang Mahatinggi dan Agung. Al-Qur’an dihafal dalam dada dan tertulis dalam tulisan. Allah berfirman: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9) Adapun sunnah (hadits Rasulullah), keberadaannya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Baihaqi, berkedudukan sebagai penjelas yang berasal dari Allah. Sebagaimana firman Allah: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44) Oleh karena itu, sunnah secara keseluruhan terpelihara dengan pemeliharaan-Nya, karena ia termasuk peringatan (zikir) dari peringatan (Al-Qur’an). (Tahqiq Al-Ba’its al-Hatsits, 1/7) Upaya Umat Memelihara Al-Qur’an dan Hadits Asy-Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, “Kaum muslimin sejak generasi pertama sangat memerhatikan pemeliharaan sanad-sanad syariat mereka dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini tidak dilakukan oleh umat sebelumnya. Mereka menghafal dan meriwayatkan Al-Qur’an dari Rasulullah secara mutawatir. Ayat demi ayat, kalimat demi kalimat, huruf demi huruf, terpelihara dalam dada dan dikukuhkan dengan tulisan pada mushaf (Al-Qur’an). Sampai-sampai mereka meriwayatkan berbagai sisi pengucapannya berdasarkan dialek qabilah. Mereka juga meriwayatkan jalan penulisan (bentuk huruf) dalam mushaf. Mereka menulis kitab yang panjang lagi sempurna dalam hal ini. Mereka juga menghafal dari Nabi mereka, Muhammad,
[mediamusliminfo] Turunnya Isa bin Maryam Pertanda Akhir Zaman
Turunnya Isa bin Maryam Pertanda Akhir Zaman “Tidak ada seorang pun di antara ahli kitab yang tidak beriman kepadanya (Isa) menjelang kematiannya. Dan pada hari kiamat, dia (Isa) akan menjadi saksi mereka.” (An-Nisa`: 159) *Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat* Yang dimaksud “ahli kitab” adalah Yahudi dan Nashara, sebagaimana disebutkan jumhur (mayoritas) ulama. Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi kaum Majusi, apakah mereka termasuk ahli kitab atau bukan. Ada dua pendapat dalam hal ini, dan yang shahih bahwa mereka tidak termasuk kalangan ahli kitab. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. (Lihat Syarh Al-Masa`il Al-Jahiliyyah, karya Yusuf bin Muhammad As-Sa’id, 1/83-85) “Sebelum matinya.” Kata ganti pada “matinya” ada kemungkinan kembali kepada ahli kitab. Sehingga makna ayat ini adalah setiap dari ahli kitab yang menghadapi kematian dan menyaksikan perkara tersebut secara hakiki, maka dia akan beriman kepada Isa dan menyatakan bahwa beliau adalah Rasul Allah. Namun keimanan tersebut tidaklah bermanfaat, sebab hal itu adalah iman yang terpaksa saat mendekati kematiannya. Sehingga kandungan ayat ini adalah ancaman terhadap mereka dan agar mereka tidak terus-menerus berada di atas keyakinan batilnya, yang nantinya mereka akan menyesal sebelum matinya. Al-Qurthubi menyebutkan sebuah riwayat bahwa Al-Hajjaj bertanya kepada Syahr bin Hausyab tentang ayat ini. Dia berkata: “Benar-benar didatangkan kepadaku tawanan dari orang Yahudi dan Nashara, lalu aku perintahkan untuk menebas lehernya. Dan aku memerhatikannya di kala itu, namun aku tidak melihat tanda-tanda keimanan darinya.” Maka Syahr bin Hausyab menjawab: “Sesungguhnya di saat dia telah menyaksikan perkara akhirat (yakni telah melihat kematiannya), dia pun beriman bahwa Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, dia beriman kepadanya namun tidak bermanfaat baginya.” Al-Hajjaj bertanya: “Dari mana engkau mengambil ilmu ini?” Syahr menjawab: “Aku mengambilnya dari Muhammad bin Al-Hanafiyyah.” Maka Al-Hajjaj berkata: “Engkau mengambilnya dari sumber yang jernih.” Dan ada pula yang mengatakan bahwa kata ganti pada “matinya” kembali kepada Isa. Sehingga maknanya adalah: “Tidak seorang pun dari kalangan ahli kitab yang hidup di masa turunnya Isa bin Maryam, melainkan akan beriman kepada Al-Masih sebelum beliau meninggal. Dan itu terjadi ketika mendekati hari kiamat serta munculnya tanda-tanda hari kiamat yang besar. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ibnu Zaid, dan selainnya. Dan ini pendapat yang dipilih oleh At-Thabari. Dan pendapat ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku yang berada di tangan-Nya, sebentar lagi akan turun kepada kalian (Isa) bin Maryam sebagai hakim yang adil. Dia menghancurkan salib, membunuh babi-babi, dan meletakkan hukum jizyah (bayar upeti bagi kafir dzimmi). Dan harta melimpah ruah, hingga tidak seorang pun mau menerimanya, dan hingga satu rakaat lebih baik dari dunia beserta segala isinya.” Lalu Abu Hurairah berkata: “Bacalah oleh kalian jika kalian mau….” (lalu beliau membaca ayat tersebut di atas). (Muttafaq alaihi) [Lihat Tafsir At-Thabari, As-Sa’di, dan Al-Qurthubi] Ibnu Katsir menyatakan setelah menjelaskan tentang kuatnya pendapat ini: “Tidaklah diragukan bahwa inilah pendapat yang benar. Sebab maksud dari konteks ayat ini adalah menyatakan kebatilan apa yang disangka oleh kaum Yahudi bahwa mereka telah membunuh Isa dan menyalibnya. Dan berita itu diterima begitu saja oleh kaum Nashara yang jahil tentang hal tersebut. Maka Allah mengabarkan bahwa perkaranya tidaklah demikian. Sesungguhnya itu hanyalah orang yang diserupakan (dengan Isa) bagi mereka, lalu mereka membunuh yang diserupakan tersebut dalam keadaan mereka tidak mengetahuinya. Allah pun mengabarkan bahwa Allah mengangkatnya kepada-Nya, dan beliau masih tetap dalam keadaan hidup. Dan beliau akan turun sebelum tegaknya hari kiamat, sebagaimana telah ditunjukkan hadits-hadits yang mutawatir.” (Tafsir Ibnu Katsir) *Penjelasan Ayat* Ayat ini menjelaskan bahwa setiap ahli kitab pasti akan beriman tentang Isa dan bahwa beliau adalah Rasul dari Allah. Namun yang menjadi perselisihan di kalangan para ulama, apakah ahli kitab yang dimaksud adalah secara umum pada setiap zaman ataukah ahli kitab yang hidup di zaman turunnya Isa bin Maryam? Letak perselisihannya adalah dalam memahami dhamir (kata ganti) yang terdapat pada kata “sebelum matinya”. Apakah yang dimaksud kematian ahli kitab tersebut ataukah kematian Isa bin Maryam? Ulama yang berpendapat bahwa kata ganti tersebut kembali kepada ahli kitab, mengatakan bahwa setiap ahli kitab pasti sempat menyatakan keimanannya kepada Isa bin Maryam dan bahwa beliau adalah Rasulullah, dalam keadaan bagaimanapun kondisi akhir kematian dari ahli kitab tersebut. Baik dia mati terbakar, tenggelam, jatuh ke dalam sumur, tertimpa dinding, dimakan binatang buas, atau mati secara
[mediamusliminfo] Aqidah Para Ulama tentang turunnya Nabi Isa 'alaihissalam
Aqidah Para Ulama tentang turunnya Nabi Isa 'alaihissalam Diangkatnya Nabi Isa dan akan turunnya beliau di akhir zaman merupakan aqidah para shahabat, para tabi’in, para ulama serta para imam Ahlus Sunnah sepanjang zaman. Ibnu Katsir berkata: “Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasulullah bahwa Nabi Isa akan turun sebelum hari kiamat sebagai imam yang adil dan hakim yang bijaksana (Tafsir Ibnu Katsier, juz 7 hal. 223) Berkata Shiddiq Hasan Khan: “Hadits-hadits tentang turunnya Isa sangat banyak. Telah disebutkan oleh Imam Asy-Syaukani, di antaranya ada 29 hadits antara shahih, hasan dan hadits lemah yang terdukung. Di antaranya ada yang disebut bersama kisah Dajjal, ada pula yang disebut bersama hadits-hadits tentang Imam Mahdi, ditambah lagi atsar-atsar yang diriwayatkan oleh para shahabat yang tentunya memiliki hukum marfu’ sampai kepada Rasulullah, karena perkara Dajjal bukanlah masalah ijtihad”. Kemudian beliau menyebutkan semua hadits tentang Dajjal. Setelah itu beliau berkata: “Seluruh apa yang kami nukilkan ini telah mencapai derajat mutawatir sebagaimana dipahami oleh orang-orang yang memiliki ilmu” (Al-Idza’ah, hal. 160, melalui nukilan Yusuf al-Waabil dalam Asyratu as-Sa’ah) Telah ditulis oleh para ulama hadits tentang Isa, ternyata didapati dari 25 para shahabat dinukil dari mereka oleh 30 tabiin dan dinukil dari tabi’in oleh atba’ut tabi’in lebih banyak lagi. Berkata Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq al‘Adhim Abadiy: “Telah mutawatir berita-berita dari Nabi tentang turunnya Isa dari langit dengan jasadnya ke bumi ketika telah dekat hari kiamat. Ini merupakan madzhab ahlus sunnah. (Aunul Ma’bud, 11/457) Berkata Syaikh Ahmad Syakir: “Turunnya Isa di akhir zaman adalah perkara yang tidak diperselisihkan sedikit pun oleh kaum muslimin, karena tersebutnya berita-berita yang shahih dari Nabi tentangnya. Ini perkara yang sudah dimaklumi dalam agama secara aksiomatis, dan tidak beriman orang yang mengingkarinya. (Footnote Tafsir ath-Thabari dengan tahqiq Mahmud Syakir, cet. Daarul Ma’arif, Mesir, juz 6 hal. 460) Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani: “Ketahuilah bahwa hadits-hadits tentang Dajjal, dan turunnya Isa adalah berita-berita yang mutawatir, waka kita wajib beriman dengannya. Jangan tertipu dengan orang-orang yang menyatakan hadits-hadits tersebut adalah hadits ahad, karena mereka adalah orang-orang yang bodoh tentang ilmu ini. Tidak ada di antara mereka yang menelusuri dan meneliti hadits-hadits tersebut dengan jalan-jalannya. Kalau saja ada yang mau menelitinya, niscaya dia akan mendapati hadits-hadits tentang ini mutawatir, sebagaimana telah dipersaksikan oleh para ulama seperti Ibnu Hajar dan lain-lainnya. Sungguh sangat disayangkan munculnya orang-orang yang lancang, terlalu berani berbicara pada perkara-perkara yang bukan pada bidangnya. Apalagi urusannya adalah urusan aqidah dan agama. (Takhrij Syaikh al-Albani terhadap Syarh Aqidah ath-Thahawiyah oleh Ibnu Abil Izzi al-Hanafi, hal. 501) Para ulama memasukkan masalah turunnya Isa dalam kitab-kitab aqidah dan prinsip-prinsip sunnah yang mereka susun seperti Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Aqidah ath-Thahawiyah, Abu Bakar Muhammad bin Husein al-Aajurri dalam asy-Syari’ah dan Imam Ahmad dalam ushuulus Sunnahnya. Berkata Qadli ‘Iyad: “Turunnya Isa dan dibunuhnya Dajjal olehnya adalah haq dan shahih menurut para ulama ahlus sunnah, karena hadits-hadits yang shahih dalam masalah ini. Dan tidak ada sesuatu pun yang bisa diingkari dalam syari’at maupun dalam akal yang sehat. Maka Wajib menetapkannya. (Lihat Syarh Shahih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 18, hal. 75) *Bantahan terhadap para pengingkar dengan alasan bahwa Rasulullah adalah penutup para nabi.* Berkata Imam Nawawi: “Perkara ini telah diingkari oleh sebagian mu’tazilah, aliran Jahmiyah dan orang-orang yang mencocoki mereka dengan menganggap bahwa hadits-hadits ini tertolak dengan ayat Allah: Dan dia adalah penutup para nabi. (al-Ahzaab: 40) Dan dengan ucapan Nabi: Tidak ada nabi setelahku. (HR. Muslim) Dan dengan ijma’ kaum muslimin bahwa tidak ada nabi setelah nabi kita Muhammad. Dan bahwasanya syariat Islam ini kekal sampai hari kiamat dan tidak dimansuhkan (tidak dibatalkan). Ini adalah pendalilan yang rusak, karena tidaklah yang dimaksud dengan turunnya Isa adalah turun sebagai Rasul yang membawa syariat yang baru, yang membatalkan syariat kita. Tidak ada dalam hadits-hadits ini maupun yang lainnya dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan telah shahih hadits-hadits tersebut dan dalam Kitabul Iman dan lain-lainnya bahwa Nabi Isa turun sebagai hakim yang adil dengan hukum syariat kita. Dan menghidupkan perkara-perkara syariat-syariat kita yang sudah mulai ditinggalkan oleh manusia. (Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi, juz 18, hal. 278) Imam adz-Dzahabi memasukkan Isa dalam kitabnya Tajridu As-mai ash-Shahabah (tentang nama-nama shahabat Nabi), kemudian beliau berkata: “Isa adalah seorang shahabat dan sekaligus seorang nabi. Karena ia sempat bertemu
[mediamusliminfo] Hukum Berteman Dengan Non Muslim, Mengucapkan Salam kepada Ahli Kitab, dan Hukum Tinggal Di Negara Kafir
Hukum Berteman Dengan Non Muslim, Mengucapkan Salam kepada Ahli Kitab, dan Hukum Tinggal Di Negara Kafir *A. Hukum Berteman Dengan Non Muslim* Tanya: Apa boleh kita berteman dengan Non Muslim? Apa ada Hadis atau Al-Quran? Jawab: Berteman dengan non muslim adalah amalan yang diharamkan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (QS. Al-Mumtahanah: 1) Allah Ta’ala juga mengingatkan di dalam firman-Nya yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.” (QS. Ali Imran: 118) Semakna dengannya ayat ke-28: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)”. Allah Ta’ala juga menjadikan amalan ini bertentangan dengan keimanan orang tersebut kepada Allah dan hari akhir. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22) Bahkan Allah Ta’ala menjadikannya sebagai ciri-ciri orang munafik di dalam firman-Nya yang artinya, “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong.” (QS. An-Nisa`: 138-139) Semakna dengannya ayat ke-144: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” Allah Ta’ala juga tidak menggolongkan orang yang berteman dengan non muslim ke dalam para pengikut Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 14) Hanya saja, walaupun seorang muslim dilarang untuk berteman dengan non muslim, itu tidak berarti seorang muslim boleh berlaku zhalim kepada mereka. Karena berbuat baik kepada non muslim adalah dibolehkan bahkan disyariatkan, selama perbuatan baik itu lahir bukan karena kasih sayang dan loyalitas kepada non muslim tersebut, akan tetapi lahir semata-mata atas dasar kemanusiaan atau karena non muslim tersebut berbuat baik kepada kita sehingga kita membalasnya atau karena non muslim tersebut tidak mengganggu kita. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah: 8) Juga dalam firman-Nya yang artinya, “Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 7) Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8) Sumber: al-atsariyyah.com *B. Mengucapkan Salam kepada Ahli Kitab** * Pertanyaan: Hadits “Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani, dan desaklah mereka ke bagian jalan yang paling sempit”, bagaimana penjelasannya? Bagaimana seorang muslim mengumpulkan hadits ini dengan perlakuan baik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang kafir, berupa menengok orang yang sakit di antara mereka, menerima hadiah dari mereka, juga memberikan gamis beliau kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubai bin Salul, agar dia mengafani bapaknya dengan gamis itu? Jawab: Teks hadits sebagaimana dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut: “Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Dan bila kalian bertemu dengan salah seorang mereka di jalan, desaklah mereka ke bagian yang paling sempit.” Dalam sebuah riwayat Al-Imam Muslim: “Bila kalian bertemu dengan seorang Yahudi…” Dalam riwayat yang lain: “Bila kalian bertemu dengan ahli kitab…” Dalam riwayat yang lain lagi: “Bila kalian bertemu mereka…” Dan tidak disebutkan tentang orang musyrik sedikitpun. Makna hadits di atas adalah, tidak boleh memulai mengucapkan salam kepada orang kafir, karena larangan di sini berkonsekuensi pengharaman hal itu. Nabi
[mediamusliminfo] Makna Thaghut
Makna Thaghut Dakwah semua Rasul yang Allah Subhanahu wa Ta’ala utus adalah menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengkufuri thaghut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan telah kami utus seorang Rasul pada setiap umat, (untuk menyeru): ‘Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut’.” (An-Nahl: 36) Kufur kepada thaghut adalah syarat sahnya ibadah seseorang, sebagaimana wudhu merupakan syarat sah shalat. Pengertian Thaghut Secara bahasa, kata ini diambil dari kata طَغَى, artinya melampaui batas. Adapun menurut istilah syariat, definisi yang terbaik adalah yang disebutkan Ibnul Qayyim: “(Thaghut) adalah setiap sesuatu yang melampui batasannya, baik yang disembah (selain Allah Subhanahu wa Ta'ala), atau diikuti atau ditaati (jika dia ridha diperlakukan demikian).” Ibnul Qayyim berkata: “Jika engkau perhatikan thaghut-thaghut di alam ini, tidak akan keluar dari tiga jenis golongan tersebut.” Definisi lain, thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah (dalam keadaan dia rela). Wajibnya Mengingkari Thaghut Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk mengkufuri thaghut dan beriman kepada Allah. Dasarnya adalah: 1. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya untuk mendakwahkan masalah ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ”Dan telah kami utus pada setiap umat seorang Rasul, (yang menyeru umatnya):Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut.” (An-Nahl: 36) 2. Kufur kepada thaghut merupakan syarat sah iman, sehingga tidak sah iman seseorang hingga mengingkari thaghut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ”Barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka dia telah berpegang dengan tali yang kokoh.” (Al-Baqarah: 256) 3. Karena ini terkandung dalam lafadz Laa ilaha illallah. Ilallah adalah iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kufur kepada thaghut. Laa ilaha menafikan semua peribatan kepada selain Allah. Laa ilaha illallah menetapkan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bentuk Pengingkaran terhadap Thaghut Para ulama menerangkan bahwa mengkufuri thaghut terwujud dengan enam perkara yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an: 1. Meyakini batilnya peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. 2. Meninggalkannya dan meninggalkan peribadahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati, lisan, dan anggota badan. 3. Membencinya dengan hati dan mencercanya dengan lisan. Cercaan dengan lisan yaitu dengan cara menunjukkan dan menerangkan bahwa sesembahan selain Allah adalah batil dan tidak bisa memberikan manfaat. 4. Mengkafirkan pengikut dan penyembah thaghut. 5. Memusuhi mereka dengan dzahir dan batin, dengan hati dan anggota badan. 6. Menghilangkan sesembahan-sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tangan, jika ada kemampuan. Keenam perkara ini telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan kita diperintahkan untuk meneladani beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ”Telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya.” (Al-Mumtahanah: 4) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meyakini batilnya peribadahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapak dan kaumnya: ‘Apakah yang kalian sembah?’ Mereka berkata: ‘Kami menyembah patung dan kami akan terus mengibadahinya.’ Maka Ibrahim berkata: ‘Apakah (patung-patung tersebut) mendengar ketika kalian berdoa? Apakah dia bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat?’.” (Asy-Syua’ara`: 69-73) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meyakini batilnya sesembahan mereka, bahwa sesembahan mereka tidak bisa memberikan manfaat atau menimpakan mudarat. Beliau meninggalkan serta menjauhi sesembahan mereka kemudian hijrah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “(Ibrahim) berkata: ‘Aku akan pergi kepada Rabbku, dan Dia akan memberikan hidayah kepadaku’.” (Ash-Shaffat: 99) Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Ibrahim: “Aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Dzat yang telah menciptakanku karena sungguh Dia akan memberikan hidayah kepadaku.” (Az-Zukhruf: 26-27) Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman tentang Ibrahim ‘alaihissalam: “Aku akan menjauhi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabbku.” (Maryam: 48) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membenci sesembahan mereka dengan hatinya dan menjelekkannya dengan lisan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan bahwa Ibrahim berkata: ”Celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah.” (Al-Anbiya`: 67) Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengingkari mereka dan mengabarkan bahwa mereka adalah kafir serta mengumumkan bahwa ia berlepas diri dari mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan dalam surat Al-Mumtahanah: “Kami ingkar terhadap kalian, dan telah tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, hingga kalian
[mediamusliminfo] Siapakah Al-Jibt dan Thaghut?
Siapakah Al-Jibt dan Thaghut? “Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada Al-Jibt dan thaghut, serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.” (An-Nisa’: 51-52) Sebab Turunnya Ayat Ibnu Jarir meriwayatkan (5/133): Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abi ‘Adi telah menceritakan kepada kami, dari Dawud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Ketika Ka’b bin Asyraf tiba di Makkah, orang-orang Quraisy berkata kepadanya: “Engkau adalah orang yang paling baik dari penduduk Madinah dan pemuka mereka.” Ia menjawab: “Ya (betul)!” Mereka berkata: “Maukah kamu melihat kepada seorang shanbur yang terputus dari kaumnya? Ia mengaku bahwa dirinya lebih baik dari kami. Sementara kami yang lebih memerhatikan orang-orang yang menunaikan haji, pengabdi Ka’bah, dan memberi minum (bagi orang-orang yang menunaikan ibadah haji) setiap zaman (terlebih pada musim dingin saat paceklik).” Ia berkata: “Kalian lebih baik daripada dia.” Ibnu ‘Abbas berkata: “Maka turunlah ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dia yang terputus.” (Al-Kautsar: 3) Turun juga ayat: “Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.” (An-Nisa: 51) Hadits ini juga disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (1/513). Beliau berkata: Al-Imam Ahmad berkata: Muhammad bin Abi ‘Adi menceritakan kepadaku…, dengan sanad seperti di atas. Ibnu Hibban juga meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, sebagaimana terdapat dalam kitab Mawarid Azh-Zham’an (hal. 428). Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i berkata: “Semua perawinya adalah para perawi shahih. Hanya saja yang rajih (kuat) bahwa (hadits ini) mursal (ucapan Ibnu Abbas, pen.), sebagaimana yang disebutkan dalam Takhrij Tafsir Ibnu Katsir.” (Lihat Ash-Shahih Al-Musnad min Asbabin Nuzul, Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, hal. 77) “Mereka percaya,” yaitu percaya (beriman) kepada al-jibt dan thaghut, kufur kepada Allah, dalam keadaan mereka mengetahui bahwa beriman kepada keduanya adalah kufur, percaya kepada keduanya adalah syirik. (Tafsir Ath-Thabari) Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin menerangkan: “Maknanya adalah membenarkan, menetapkan, dan tidak mengingkarinya.” “Kepada al-jibt dan thaghut.” Ada beberapa pendapat ulama dalam memaknai kata al-jibt. Di antaranya: 1. Al-Jibt adalah sihir. Ini adalah pendapat Umar bin Al-Khaththab, Ibnu ‘Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Al-Hasan, Adh-Dhahak, dan As-Suddi. 2. Al-Jibt adalah setan. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Atha’, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Al-Hasan, ‘Athiyyah, dan Qatadah. 3. Al-Jibt adalah syirik. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu ‘Abbas, menurut bahasa orang Habasyah. 4. Al-Jibt adalah al-ashnam (patung-patung). Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas. 5. Al-Jibt adalah al-kahin (dukun). Ini adalah pendapat Asy-Sya’bi, Abul Aliyah, Muhammad bin Sirin, dan Makhul. 6. Al-Jibt adalah Huyai bin Akhthab. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu ‘Abbas. 7. Al-Jibt adalah Ka’b bin Al-Asyraf. Pendapat ini dikatakan oleh Mujahid. 8. Al-Jibt adalah suara (bisikan) setan. Pendapat ini dilontarkan oleh Al-Hasan. 9. Abu Nashr bin Ismail bin Hammad Al-Jauhari dalam kitabnya Ash-Shihah, menyebutkan bahwa Al-Jibt adalah suatu kalimat yang dipakai untuk memaknai patung, dukun, tukang sihir, dan yang lainnya. 10. Al-Jibt adalah tukang sihir (menurut bahasa Habasyah). Pendapat ini dinyatakan Ibnu Zaid, Sa’id bin Jubair, Abul Aliyah, Ibnu Sirin, dan Makhul. 11. Al-Jibt adalah segala sesuatu yang disembah selain Allah. Pendapat ini dinyatakan oleh Al-Imam Malik bin Anas. Tentang kata thaghut, juga ada beberapa pendapat: 1. Setan. Ini pendapat Umar bin Al-Khaththab, Ibnu ‘Abbas, Abul Aliyah, Atha’, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Al-Hasan, Adh-Dhahhak, As-Suddi, dan ‘Ikrimah. 2. Tandingan-tandingan selain Allah, berhala-berhala dan semua yang setan menyeru (mengajak) kepadanya. 3. Al-Kahin (dukun). Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid, Sa’id bin Jubair, Abul Aliyah, dan Qatadah. 4. Ibnul Qayyim berkata: “Thaghut adalah segala sesuatu yang dengannya seorang hamba melampaui batas, baik berupa yang diibadahi, yang diikuti, atau yang ditaati.” Ahlul ilmi mengatakan bahwa makna atau tafsir inilah yang paling menyeluruh, sedangkan penafsiran yang lain merupakan tafsir misal (bentuk konkret yang ada). Ibnu Katsir menjelaskan:
[mediamusliminfo] Mengenal Ketinggian Allah
Mengenal Ketinggian Allah Allah yang menciptakan kita mewajibkan kita untuk mengetahui di mana Dia, sehingga kita dapat menghadap kepada-Nya dengan hati, do'a dan shalat kita. Orang yang tidak tahu di mana Tuhannya akan selalu sesat dan tidak akan mengetahui bagaimana cara beribadah yang benar. Sifat atas atau tinggi yang dimiliki Allah atas makhluk-Nya tidak berbeda dengan sifat-sifat Allah yang lainnya sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur`an dan hadits yang shahih, seperti mendengar, melihat, berbicara, turun dan lain-lain. 'Aqidah para 'ulama salaf yang shalih dan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama'ah mempunyai keyakinan yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya tanpa ta`wiil (menggeser makna yang asal ke makna yang lain), ta'thiil (meniadakan seluruh atau sebagian sifat-sifat Allah), takyiif (menanyakan hakekat sifat-sifat Allah) dan tasybiih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya). Hal ini berdasarkan firman Allah: Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syuuraa:11) Sifat-sifat Allah ini antara lain sifat atas atau tinggi tadi mengikuti Dzat Allah. Oleh karena itu iman kepada sifat-sifat Allah tersebut juga wajib sebagaimana juga iman kepada Dzat Allah. Al-Imam Malik ketika ditanya tentang makna istiwa` dalam firman Allah: Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) bersemayam di atas 'Arsy. (Thaahaa:5) Beliau menjawab: Istiwa` itu sudah diketahui maknanya, yaitu tinggi. Sedangkan bagaimananya, tidak diketahui. Beriman dengannya adalah wajib dan menanyakannya adalah bid'ah. Perhatikanlah jawaban Al-Imam Malik tersebut yang menetapkan bahwa iman kepada istiwa` itu wajib diketahui oleh setiap muslim. Tetapi bagaimana tingginya Allah itu hanya Allah saja yang mengetahui. Orang yang mengingkari sifat Allah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur`an dan Hadits -antara lain sifat ketinggian Allah yang mutlak dan Allah di atas langit- maka orang itu berarti telah mengingkari ayat Al-Qur`an dan Hadits yang menetapkan adanya sifat-sifat tersebut. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat-sifat kesempurnaan, keluhuran dan keagungan yang tidak boleh diingkari oleh siapa pun. Ada sekelompok 'ulama yang datang belakangan yang sudah terpengaruh oleh filsafat yang merusak 'aqidah Islam, berusaha untuk mena`wilkan ayat-ayat Al-Qur`an yang berhubungan dengan sifat Allah, sehingga mereka menghilangkan sifat-sifat Allah yang sempurna dari Dzat-Nya. Mereka bertentangan dengan metode 'ulama salaf yang lebih selamat, lebih tahu dan lebih kuat argumentasinya. Alangkah indahnya pendapat yang mengatakan: segala kebaikan itu terdapat dalam mengikuti jejak 'ulama salaf dan segala keburukan itu terdapat dalam bid'ahnya orang-orang khalaf (yang menyelisihi salaf). Kesimpulan Mengenai Sifat-sifat Allah Beriman kepada seluruh sifat-sifat Allah yang diterangkan dalam Al-Qur`an dan Hadits adalah wajib. Tidak boleh membeda-bedakan antara sifat yang satu dengan sifat yang lain, sehingga kita hanya mau beriman kepada sifat yang satu dan ingkar kepada sifat yang lain. Orang yang percaya bahwa Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat, dan percaya bahwa mendengar dan melihatnya Allah tidak sama dengan mendengar dan melihatnya makhluk, maka ia juga harus percaya bahwa Allah itu tinggi di atas langit dengan cara dan sifat yang sesuai dengan keagungan Allah dan tidak sama dengan tingginya makhluk, karena sifat tingginya itu adalah sifat yang sempurna bagi Allah. Hal itu sudah ditetapkan sendiri oleh Allah dalam Kitab-Nya dan sabda-sabda Rasulullah. Fithrah dan cara berfikir yang sehat juga mendukung kenyataan tersebut. Allah Berada di atas 'Arsy Al-Qur`an, hadits shahih dan fithrah yang bersih serta cara berfikir yang sehat adalah dalil-dalil yang qath'i yang mendukung kenyataan bahwa Allah berada di atas 'Arsy. Dalil-dalil tersebut adalah: 1. Firman Allah Ta'ala: Allah Yang Maha Pengasih itu beristiwa` di atas 'Arsy. (Thaahaa:5) Keterangan bahwa Allah bersemayam di atas 'Arsy terdapat dalam tujuh surat, yaitu: Al-A'raaf:54, Yuunus:3, Ar-Ra'd:2, Thaahaa:5, Al-Furqaan:59, As-Sajdah:4 dan Al-Hadiid:4. Para tabi'in menafsirkan istiwa` dengan naik dan tinggi, sebagaimana diterangkan dalam hadits Al-Bukhariy, yang merupakan bantahan terhadap orang yang mena`wilkan istiwa` dengan istaula (menguasai). (Lihat Syarh Al-'Aqiidah Al-Waasithiyyah, Asy-Syaikh Al-Fauzan hal.73-75 cet. Maktabah Al-Ma'aarif) 2. Apakah kalian merasa aman terhadap Yang di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian? (Al-Mulk:16) Menurut Ibnu 'Abbas yang dimaksud dengan Yang di langit adalah Allah seperti disebutkan dalam kitab Tafsir Ibnul Jauziy. 3. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang (ada) di atas mereka. (An-Nahl:50) 4. Firman Allah tentang Nabi 'Isa: Tetapi (yang sebenarnya), Allah mengangkatnya kepada-Nya. (An-Nisaa:158) Maksudnya Allah menaikkan Nabi 'Isa ke langit. 5. Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi. (Al-An'aam:3)
[mediamusliminfo] Kelancangan Ahlul Kitab terhadap Kitab Suci-Nya
*Kelancangan Ahlul Kitab terhadap Kitab Suci-Nya* وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيْقًا يَلْوُوْنَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ “Sesungguhnya ada segolongan di antara mereka yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu mengira yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: ‘Ini (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah’, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (Ali ‘Imran: 78) *Penjelasan Mufradat Ayat* مِنْهُمْ Di antara mereka, yaitu kaum Yahudi yang ada di sekitar kota Madinah. Sebab, kata ganti “mereka” di sini kembali ke firman Allah 'Azza wa Jalla sebelumnya yang menjelaskan tentang keadaan mereka. (Tafsir Ath-Thabari, 3/323) يَلْوُوْنَ Memutar-mutar lidahnya, yaitu mereka men-tahrif (mengubahnya), sebagaimana dinukil dari Mujahid, Asy-Sya’bi, Al-Hasan, Qatadah, dan Rabi’ bin Anas. Demikian pula yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas bahwa mereka mengubah dan menghilangkannya, dan tidak ada seorangpun dari makhluk Allah 'Azza wa Jalla mampu menghilangkan lafadz kitab dari kitab-kitab Allah. Namun mereka mengubah dan mentakwilnya bukan di atas penakwilan sebenarnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/377, lihat pula Tafsir Ath-Thabari, 3/324) Qatadah rahimahullahu berkata: “Mereka adalah Yahudi, musuh Allah 'Azza wa Jalla. Mereka mengubah kitab Allah 'Azza wa Jalla, membuat bid’ah di dalamnya, kemudian mengira bahwa itu dari sisi Allah 'Azza wa Jalla.” (Tafsir Ath-Thabari, 3/324) Adapun dalam qira`ah (bacaan) Abu Ja’far dan Syaibah dibaca dengan “yulawwuun”, yang menunjukkan makna lebih sering dalam mengerjakan hal tersebut. (Tafsir Al-Qurthubi, 4/121) *Penjelasan Makna Ayat* Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata menjelaskan ayat ini: “Allah 'Azza wa Jalla mengabarkan bahwa di antara ahli kitab ada yang mempermainkan lisannya dengan Al-Kitab, yaitu memalingkan dan mengubah dari maksud sebenarnya. Dan ini mencakup mengubah lafadz dan maknanya. Padahal tujuan dari adanya Al-Kitab adalah untuk memelihara lafadznya dan tidak mengubahnya, serta memahami maksud dari ayat tersebut dan memahamkannya. Mereka justru bertolak belakang dengan hal ini. Mereka memahamkan selain apa yang diinginkan dari Al-Kitab, baik dengan sindiran maupun terang-terangan. Adapun secara sindiran terdapat pada firman-Nya لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتَابِ (agar kalian menyangkanya dari Al-Kitab) yaitu mereka memutar-mutar lisannya dan memberikan kesan kepadamu bahwa itulah maksud dari kitab Allah 'Azza wa Jalla. Padahal bukan itu yang dimaksud. Adapun yang secara terang-terangan, terdapat pada firman-Nya: وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ “Dan mereka mengatakan bahwa itu dari sisi Allah, padahal bukan dari sisi Allah. Mereka mengada-ada atas nama Allah dengan kedustaan dalam keadaan mereka mengetahui.” Dan ini lebih besar dosanya daripada orang yang mengada-ada atas nama Allah 'Azza wa Jalla tanpa ilmu. Mereka ini berdusta atas nama Allah 'Azza wa Jalla, kemudian menggabungkan antara menghilangkan makna yang haq dan menetapkan makna yang batil, dan mendudukkan lafadz yang menunjukkan kebenaran untuk dibawa kepada makna yang batil, dalam keadaan mereka mengetahui.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 136) Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Allah rahimahullahu mengabarkan tentang Yahudi –laknat Allah atas mereka– bahwa di antara mereka ada suatu kelompok yang mengubah-ubah kalimat dari tempatnya dan mengganti firman Allah serta menghilangkannya dari maksud sebenarnya untuk memberi kesan kepada orang-orang jahil bahwa itu terdapat dalam kitab Allah. Mereka menisbahkannya kepada Allah. Mereka berdusta dalam keadaan mereka mengetahui dari diri mereka sendiri bahwa mereka berdusta dan mengada-adakan semua itu. Oleh karenanya Allah mengatakan: “dan mereka berdusta atas nama Allah dalam keadaan mereka mengetahui.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/377) Ath-Thabari rahimahullahu berkata: “Allah jalla tsana`uhu memaksudkan bahwa di antara ahli kitab, yaitu kaum Yahudi dari Bani Israil yang ada di sekitar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di masanya, mempermainkan lisan mereka dengan Al-Kitab agar kalian menyangkanya dari kitab Allah dan yang diturunkan-Nya. Padahal apa yang lisan mereka permainkan adalah kitab Allah yang telah mereka ubah dan ada-adakan. Dan mereka kesankan bahwa apa yang telah mereka permainkan dengan lisan mereka dengan mengubah, berdusta, dan berbuat kebatilan, lalu mereka masukkan dalam kitab Allah, bahwa itu berasal dari sisi Allah. Padahal itu bukan dari apa yang diturunkan Allah kepada salah seorang dari nabinya. Namun hal tersebut merupakan sesuatu yang mereka ada-adakan dari diri mereka sendiri, dusta atas nama Allah.
[mediamusliminfo] Istighotsah Kepada Selain Allah dan Doa Kepada Allah Ada Dua Jenis
Istighotsah Kepada Selain Allah dan Doa Kepada Allah Ada Dua Jenis A. Apa Itu Istighotsah ? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Istighotsah adalah permintaan bantuan agar musibah (bencana) yang dihadapinya bisa hilang. (Majmu’ Fatawa Juz 1, hal. 103) Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan ketika terjadi bencana atau kesulitan seperti kekeringan dan banjir. Hukum Beristighotsah kepada Selain Allah 1. Istighotsah kepada orang yang hidup Kita dapati di antara kaum muslimin ketika ditimpa kesulitan, baik dalam masalah ekonomi, keamanan, ataupun yang lainnya, mendatangi orang-orang tertentu yang dianggap mampu untuk membantunya sehingga bisa keluar dari kesulitan yang dihadapinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan makhluk (orang yang hidup) boleh dimintai yang demikian (bantuan) selama dalam batas yang dia mampu…, sebagaimana firman Allah : “Maka laki-laki dari kaumnya meminta bantuan kepadanya (Musa) untuk menghadapi musuh”. (QS. Al Qashash : 15) (Majmu’ Fatawa juz 1, hal. 104) Namun bila seseorang meminta bantuan kepada orang lain hendaklah menjaga tauhid dengan meyakini bahwa yang dimintai tolong hanyalah sebagai sebab dan tidak memiliki pengaruh secara langsung untuk menghilangkan kesulitan yang ada, dan Allah semata yang menentukan hilang atau tidaknya musibah yang dihadapi. Allah berfirman : “Jika Allah berkehendak memberikan kepadamu mudhorot maka tidak ada yang bisa menghilangkannya kecuali Dia.” (QS. Yunus :107) Rasulullah bersabda : “Ketahuilah, kalau seandainya umat ini bersatu padu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan bisa mendatangkan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah bagimu”. (HR. Ahmad dan At Tirmidzi) Perlu diperhatikan pula, bahwa permintaan yang dilakukan bukan dalam perkara yang hanya Allah semata yang mampu melakukannya, seperti menurunkan hujan dan yang lainnya, akan tetapi dalam sebab yang tampak dan bisa dicapai oleh panca indra manusia, seperti ketika berhadapan dengan musuh atau untuk melawan binatang buas, dengan cara meminta tolong kepada orang yang kuat untuk membunuh musuhnya atau polisi hutan yang telah siap dengan senjatanya. Di samping hal itu, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu yang dimintai tolong adalah orang yang hidup, hadir (ada di hadapannya), mampu untuk memberikan bantuan yang diminta, dan mendengar permintaan orang yang meminta. Di samping itu dalam meminta pertolongan atau bantuan tidak boleh ada unsur puncak kecintaan dan perendahan diri terhadap yang dimintai pertolongan atau bantuan tersebut, karena yang demikian itu adalah ibadah, harus diperuntukkan kepada Allah semata. Sedangkan beristighotsah kepada orang yang hidup tetapi tidak mampu dan dia yakin bahwa orang yang dimintai tolong tidak memiliki kekuatan rahasia (tersembunyi) adalah dilarang. Kita contohkan orang yang akan tenggelam meminta tolong kepada orang yang lumpuh dan sebagainya. yang demikian ini dilarang karena merupakan kesia-siaan dan pelecehan kepada orang yang dimintai tolong. Juga dikarenakan akan menimbulkan sangkaan kepada orang lain bahwa orang yang lumpuh tersebut memiliki kekuatan tersendiri sehingga bisa menolong orang lain dari bencana yang dihadapinya. 2. Istighotsah kepada orang yang sudah meninggal Di antara kaum muslimin ada yang beristighotsah kepada orang yang sudah meninggal atau kepada orang yang tidak ada di hadapanya (ghaib). Istighotsah kepada mereka tidak dilakukan kecuali karena suatu keyakinan bahwa orang yang sudah meninggal atau orang yang ghaib tersebut memiliki kemampuan tersendiri untuk memenuhi permintaan orang yang meminta. Istighotsah yang demikian ini menyalahi dalil-dalil dalam Al Qr’an dan As Sunnah serta akal sehat, dan merupakan awal mula terjadinya kesyirikan di alam ini. Al Imam Ibnul Qoyyim berkata : “Di antara jenis-jenis kesyirikan adalah meminta berbagai macam kebutuhan kepada orang yang sudah meninggal, beritighotsah kepada mereka dan mendekatkan diri kepada mereka. Dan inilah asal dari kesyirikan yang terjadi di alam semesta.” (Madarijus Salikin Juz 1, hal. 346) Yang demikian ini terjadi karena orang yang sudah meninggal sudah terputus dari amalannya, tidak mampu untuk mendatangkan manfaat bagi dirinya, lebih-lebih untuk menjawab orang yang meminta kepada mereka. Serta ruh mereka tertahan sebagaimana Allah terangkan di dalam Al Qur’an : “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya maka dia menahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa orang yang lain sampai waktu yang ditentukan”. (QS. Azzumar: 42) Rasulullah bersabda : “Jika anak Adam (manusia) meninggal (maka) terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara …”. (HR. Muslim) Dari ayat dan hadits di atas terdapat keterangan bahwa manusia, ketika telah meninggal akan terputus dari beramal sedangkan nyawanya ditahan oleh Allah. Dalam kenyataan yang kita saksikan pun, orang
[mediamusliminfo] Mencari Berkah (Tabaruk) dalam Islam
Mencari Berkah (Tabaruk) dalam Islam Tabaruk atau mencari barakah serta waktu dan tempat yang berkaitan dengannya termasuk perkara akidah yang sangat penting. Hal ini dikarenakan sering terjadi perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan) di dalamnya. Perbuatan itu dapat menjerumuskan banyak orang ke dalam perbuatan bid’ah, khurafat, dan syirik, dulu maupun sekarang. Bukankah orang-orang jahiliyyah terdahulu beribadah kepada berhala-berhala disebabkan mereka mengharap barakah dari berhala-berhala tersebut? Kemudian bid’ah tersebut masuk menyelinap ke dalam agama ini melalui orang-orang zindiq (munafiq). Di antara cara yang mereka gunakan untuk merusak agama dari dalam adalah menanamkan sikap ghuluw terhadap para wali dan orang-orang shalih serta bertabaruk dengan kuburan mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan : “Dari sinilah orang-orang munafik memasukkan ke dalam Islam perkara bid’ah tersebut. Sungguh yang pertama kali mengada-adakan agama (syiah) rafidlah adalah seorang zindiq Yahudi yang pura-pura menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafirannya untuk merusak agama kaum Muslimin, sebagaimana Paulus merusak agama kaum Nashara… Akhirnya muncullah bid’ah syiah yang merupakan kunci terbukanya pintu kesyirikan. Ketika para zindiq itu merasa kuat, mereka memerintahkan membangun tempat-tempat ibadah di atas kuburan dan menghancurkan masjid-masjid dengan alasan tidak boleh shalat Jum’at dan jamaah kecuali di belakang imam yang ma’shum … .” (Majmu’ Fatawa 27/16) Sangat disayangkan betapa banyak kaum Muslimin terjatuh ke dalam perbuatan syirik melalui pintu tabaruk ini sehingga kita perlu mengetahui apa pengertian tabaruk serta mana yang disyariatkan dan mana yang dilarang. Makna Dan Hakikat Tabaruk Al Laits menafsirkan kata tabarakallah adalah pemuliaan dan pengagungan. Az Zajaj mengatakan tentang firman Allah : “Inilah kitab yang Kami turunkan yang diberkahi.” Kata Al Mubarak (yang diberkahi) maknanya adalah apa-apa yang mendatangkan kebaikan yang banyak. Ar Raghib berkata : “Barakah berarti tetapnya kebaikan Allah terhadap sesuatu.” Ibnul Qayim berkata : “Barakah berarti kenikmatan dan tambahan. Sedangkan hakikat barakah adalah kebaikan yang banyak dan terus menerus yang tidak berhak memiliki sifat tersebut kecuali Allah tabaraka wa ta’ala.” Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata : “Barakah berarti kebaikan yang banyak dan tetap. Diambil dari kata al birkah yang berarti tempat terkumpulnya air (kolam). Dan tabaruk berarti mencari barakah.” Untuk lebih jelas maka perlu diketahui beberapa perkara sebagai berikut : 1. Bahwasanya barakah itu semuanya datang dari Allah, baik dalam hal rezki, pertolongan, kesembuhan, dan lain-lain. Maka tidak boleh meminta barakah kecuali kepada Allah karena Dia-lah Pemberi Barakah. Di antara dalil tentang hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya dari Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu, ia berkata : Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Ketika itu persediaan air sedikit. Maka beliau bersabda : “Carilah sisa air!” Para shahabat pun membawa bejana yang berisi sedikit air. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memasukkan tangan beliau ke dalam bejana tersebut seraya bersabda : “Kemarilah kalian menuju air yang diberkahi dan berkah itu dari Allah.” Sungguh aku (Ibnu Mas’ud) melihat air terpancar di antara jari-jemari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. (HR. Bukhari dengan Fathul Bari 6/433) Kalau sudah jelas bahwa barakah itu dari Allah, maka memintanya kepada selain Allah adalah perbuatan syirik seperti meminta rezki, mendatangkan manfaat serta menolak mudlarat kepada selain Allah. Tidak diragukan lagi bahwa barakah itu termasuk kebaikan, sedang kebaikan itu semuanya dari Allah seperti sabda Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam : “Dan kebaikan itu semuanya di tangan-Mu.” (HR. Muslim dengan syarah An Nawawi 6/57) 2. Sesuatu yang digunakan untuk bertabaruk seperti benda-benda, ucapan, ataupun perbuatan yang telah jelas ketetapannya dalam syariat, kedudukannya hanya sebagai sebab bukan yang mendatangkan barakah. Sebagaimana halnya dengan obat-obatan hanya sebagai sebab bagi kesembuhan, bukan yang menyembuhkan. Yang menyembuhkan adalah Allah. Oleh karena itu kita hanya mengharapkan kesembuhan kepada Allah. Dan terkadang obat tersebut tidak bermanfaat dengan ijin Allah. Maka yang disebutkan dalam syariat bahwa padanya terdapat barakah hanya digunakan sebagai sebab yang kadang-kadang tidak ada pengaruhnya karena tidak terpenuhi syaratnya atau karena ada penghalang. Penyandaran barakah kepadanya termasuk penyandaran sesuatu kepada sebabnya. Sebagaimana ucapan Aisyah radliyallahu 'anha tentang Juwairiah bintul Harits radliyallahu 'anha : “Aku tidak mengetahui seorang perempuan yang lebih banyak barakahnya daripada dia di kalangan kaumnya.” (HR. Ahmad, Musnad 6/277) Artinya dialah sebagai sebab datangnya barakah dan bukan dia pemberi barakah. 3. Mencari barakah harus melalui
[mediamusliminfo] Fenomena Ibadatul-Autsaan
Fenomena Ibadatul-Autsaan Ibadah bila dilihat dari sisi lughowi mempunyai arti ketundukan dan kerendahan, sedangkan menurut makna istilahi ibadah adalah sebutan yang menyeluruh untuk setiap apa yang dicintai Allah dan diridhoiNya dari ucapan-ucapan dan amalan-amalan lahir maupun batin. (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa: 10/149) Adapun al-autsaan diambil dari asal kata al-watsan, yaitu sebuah nama yang digunakan untuk menyebutkan semua jenis peribadahan, seperti do'a, istighotsah yakni minta kelapangan dari segala kesempitan hidup, kondisi yang tidak menentu, kekacauan, ketakutan dan yang lainnya, kemudian isti'anah yakni meminta pertolongan dalam mendatangkan segala kemaslahatan dan menolak berbagai macam mudharat, lalu at-tabarruk, yakni dengan istilah orang sekarang: ngalap berkah dan lain-lainnya dari jenis ibadah yang diperuntukkan kepada selain Allah, seperti kuburan yang dianggap keramat, batu ajaib, paranormal, khodam setia atau rijalul ghoib (jin muslim atau kafir) dan seterusnya. Sebagian orang barangkali beranggapan kalau watsan atau autsaan adalah patung dan berhala, sehingga praktek ibadatul autsaan hanyalah ditujukan bagi mereka-mereka penyembah patung atau berhala. Cara pandang model ini jelas keliru, sebab Allah telah berfirman dalam Al Qur`an mengenai perkataan Ibrahim kepada kaumnya, Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah autsaan, dan kamu membuat dusta. (QS Al Ankabuut: 17). Allah juga berfirman, Mereka menjawab: Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya. (QS Asy Syu'araa: 71). Ibrahim berkata: Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? (QS Ash Shaffaat: 95). Maka, diketahuilah dari sini bahwa watsan atau autsaan digunakan untuk menyebutkan patung-patung dan selainnya yang diibadahi di samping Allah. (Fathul Majid: 292, cet. Al Bayaan) Karena itu, siapapun orangnya yang berdo'a dan meminta pertolongan dalam mengatasi problema hidup kepada selain Allah -dalam perkara yang tidak dimampui oleh seorang pun dari makhluk dan menjadi kekhususan kekuasaan Allah-, maka dia telah terjerumus dalam praktek ibadatul-autsaan. Di tengah-tengah sulitnya mencari penghidupan, ekonomi yang morat-marit, status sosial selalu menjadi ukuran, gaya hidup yang bonafid jadi idaman. Ketika kelezatan dunia menjadi target utama, maka orang-orang yang lemah keimanannya dan lemah pendiriannya mulai goyah terseok-seok ke sana ke mari ingin segera meraih kemudahan dan kelezatan dunia yang sebetulnya tak lebih dari sekedar fatamorgana. Namanya juga memanfaatkan situasi dan kondisi sekaligus nyari rezeki. Paranormal, orang-orang pintar yang juga serba kesusahan segera bereaksi, seolah kehadiran mereka sebagai satu-satunya jalan keluar meski harus melakukan praktek syirik dan mengajak orang berbuat musyrik. Mereka membuka layanan praktek ibadatul-autsaan 1x24 jam dengan kata-kata dan janji-janji manis sebagai daya tarik laris. Praktek yang dibukanya biasanya berkisar seputar: berhubungan dengan rijalul ghoib (jin muslim atau kafir), tarik rejeki, penglaris usaha, penolak bala, jauhkan perselingkuhan, tampil cantik dan menarik, datangkan aura pesona, perjodohan dan banyak lagi yang lainnya. Mendapati kenyataan yang demikian ini, akan bertambahlah keimanan dan keyakinan serta kehati-hatian dalam mengarungi kehidupan dan mengaplikasikan nilai-nilai agama dalam keseharian bagi siapa yang membaca sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Akan ada di antara kalian yang mengikuti tata cara beragama orang-orang sebelum kalian, sampai-sampai kalau mereka masuk lubang biawak kalian pun turut memasukinya. Para sahabat bertanya, Apakah mereka itu Yahudi dan Nashrani? Rasulullah menjawab, Siapa lagi jika bukan mereka?! (HR Bukhari Muslim) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ini bahwa apa yang pernah dilakukan oleh orang Yahudi dan Nashrani akan kembali dilakukan oleh ummat ini, satu peringatan agar kita selaku ummatnya selalu mawas diri jangan sampai terperangkap ke dalam praktek ibadah mereka. Tak salah bila kemudian Imam Sufyan ibnu Uyainah memvonis siapa saja yang berilmu namun rusak ada kemiripan dengan Yahudi dan ahli ibadah namun rusak ada kemiripan dengan Nashrani. Ibadatul-autsaan bila ditelusuri dari awal historinya, jelas bukan bermula dari ummat ini, ia hanyalah warisan dari ummat-ummat yang menyimpang seperti disinggung dalam hadits di atas, ironinya justru umat ini yang malah gemar dan semarak mempraktekkan. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah bahwa Huyay bin Ahthab dan Ka'ab ibnul Asyrof datang ke Mekkah, maka berkumpullah orang-orang musyrikin di sekitarnya dan berkata, Kalian (berdua) ahli kitab dan ahli ilmu, kabarkan kepada kami tentang kami dan Muhammad. Huyay dan Ka'ab bertanya, Apa bedanya kalian dan Muhammad? Mereka menjawab, Kami adalah orang yang menyambung hubungan silaturrahim, menyediakan makanan dan minuman (bagi yang membutuhkan), menghilangkan kesusahan dan memberi
[mediamusliminfo] Ini Pahala Terendah Di Surga?!! Yang Paling Tinggi Bagaimana?
Ini Pahala Terendah Di Surga?!! Yang Paling Tinggi Bagaimana? A. Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalah shahihnya dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang terakhir masuk surga adalah orang yang dia sesekali berjalan dan sesekali tersungkur dan sesekali api melahatnya. Maka ketika ia telah melewatinya dia menoleh kepada neraka, lalu dia berkata: “Maha suci dzat yang menyelamatkan aku darimu, sungguh Allah telah memberikan padaku sesuatu yang tidak Dia berikan pada seorangpun dari orang terdahulu atau orang belakangan.” Lalu ditampakkan baginya sebuah pohon maka dia berkata: “Wahai Rabbku, dekatkanlah aku kepada pohon itu, maka aku akan bernaung dengan naungannya dan aku akan minum dari airnya.” Maka Allah ‘azza wa jalla berkata: “Wahai anak Adam, mungkin jika Aku mengabulkannya bagimu engkau akan meminta selainnya.” Maka dia berkata: “Tidak wahai Rabbku.” Maka Allah menjanjinya untuk tidak meminta kepada-Nya selainnya, dan Rabbnya memaafkannya karena ia melihat perkara yang tiada kesabaran atasnya. Maka Allah mendekatkannya pada pohon itu, lalu dia bernaung dengan naungannya dan dia minum dari airnya. Kemudian ditampakkan baginya sebuah pohon yang mana lebih baik dari yang pertama, maka ia berkata: “Wahai Rabbku, dekatkanlah aku padanya, agar aku bisa minum dari airnya dan aku akan bernaung dengan naungannya, aku tidak akan meminta kepada-Mu selainnya.” Maka Allah berkata: “Wahai anak Adam, bukankah kau telah berjanji pada-Ku untuk tidak meminta pada-Ku selainnya. Mungkin jika Aku mendekatkanmu padanya kau akan meminta yang lainnya.” Maka ia berjanji kepada Allah untuk tidak meminta kepada-Nya selainnya, dan Rabbnya memaafkannya karena ia melihat perkara yang tiada kesabaran atasnya. Maka Allah mendekatkannya pada pohon itu, lalu dia bernaung dengan naungannya dan dia minum dari airnya. Kemudian ditampakkan baginya sebuah pohon di sisi pintu surga yang mana lebih baik dari kedua pohon sebelumnya. Maka ia berkata: “Wahai Rabbku, dekatkanlah aku padanya agar aku bisa bernaung dengan naungannya dan minum dari airnya, aku tidak akan meminta kepada-Mu selainnya.” Maka Allah berkata; “Wahai anak Adam, bukankah kau telah berjanji pada-Ku untuk tidak meminta pada-Ku selainnya.” Dia berkata: “Benar wahai Rabbku, ini saja, aku tidak akan meminta pada-Mu selainnya.” Dan Rabbnya memaafkannya karena ia melihat perkara yang tidak bisa sabar atasnya.” Maka Allah mendekatkannya padanya, ketika dia telah didekatkan padanya, maka dia mendengar suara penduduk surga, maka dia berkata: “Wahai Rabbku, masukkanlah aku padanya.” Maka Allah berkata: “Wahai anak Adam, apa yang menjauhkan Aku darimu? Apakah engkau senang Aku beri engkau dunia dan yang sepertinya bersamanya?” Maka ia berkata: “Wahai Rabbku, apakah Engkau menghinaku sedangkan Engkau Rab semesta alam?” Maka Ibnu Mas’ud tertawa lalu berkata: “Tidakkah kalian betanya padaku karena apa aku tertawa?” Maka mereka berkata: “Karena apa engkau tertawa?” Dia berkata: “Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa. Lalu mereka berkata: “Karena apa engkau tertawa wahai Rasulullah?” Maka beliau berkata: “Karena tertawanya Rabb semesta alam ketika orang itu berkata: “Apakah Engkau menghinaku sedangkan Engkau Rabb semesta alam?” Maka Allah berkata: “Sesungguhnya Aku tidak menghinamu, akan tetapi Aku Maha mampu akan apa yang Aku inginkan.” B. Dan disebutkan dalam riwayat Al-Hakim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana disebutkan Asy-Syaikh Abdullah ‘Utsman Adz-Dzamary dalam ceramahnya di Masjid At-Tauhid di kota Dzamar, Yaman, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah akan mengumpulkan manusia pada hari kiamat maka berserulah seorang penyeru: “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian merelakan Rabb kalian yang telah menciptakan kalian, yang membentuk kalian dan yang telah memberi rizqi pada kalian untuk menyerahkan setiap orang kepada apa yang dia sembah di dunia dan dia berpaling kepadanya. Bukankah itu adalah keadilan dari Rabb kalian?” Mereka berkata: “Tentu”. Dia berkata: “Maka beranjaklah setiap orang dari kalian kepada apa yang ia berpaling padanya di dunia.” Dan diperlihatkan pada mereka apa yang mereka sembah di dunia. Dia berkata: “Diperlihatkan bagi yang menyembah ‘Isa syaithan yang menjelma sebagai ‘Isa, diperlihatkan bagi yang menyembah ‘Uzair syaithan yang menjelma sebagai ‘Uzair, sampai diperlihatkan bagi mereka pohon, kayu dan batu.” Dan pemeluk islam tetap dalam keadaan berjongkok, maka dia berkata pada mereka: “Kenapa kalian tidak beranjak sebagaimana manusia beranjak?” Maka mereka berkata: “Sesungguhnya kami memeliki Rabb (sesembahan) yang kami belum melihatnya.” Maka ia berkata: “Lalu dengan apa kalian mengetahui Rabb kalian jika kalian melihatnya?” Mereka berkata: “Antara kami dengan Dia ada suatu tanda, jika kami melihat-Nya kami akan mengetahui-Nya.” Dia berkata: “Apa tanda itu?” Mereka berkata: “Betis.” Maka disingkaplah suatu betis.
[mediamusliminfo] Mengenal Beberapa Hadits-Hadits Dha’if dan Maudhu’
1. “Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina”. [HR. Ibnu Addi dalam Al-Kamil (207/2), Abu Nuaim dalam Akhbar Ashbihan (2/106), Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (9/364), Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhol (241/324), Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami (1/7-8), dan lainnya, semuanya dari jalur Al-Hasan bin Athiyah, ia berkata, Abu Atikah Thorif bin Sulaiman telah menceritakan kami dari Anas secara marfu Ini adalah hadits dhaif jiddan (lemah sekali), bahkan sebagian ahli hadits menghukuminya sebagai hadits batil, tidak ada asalnya. Ibnul Jauziy rahimahullah- berkata dalam Al-Maudhuat (1/215) berkata, Ibnu Hibban berkata, hadits ini batil, tidak ada asalnya. Oleh karena ini, Syaikh Al-Albaniy rahimahullah- menilai hadits ini sebagai hadits batil dan lemah dalam Adh-Dhaifah (416). As-Suyuthiy dalam Al-Laali Al-Mashnuah (1/193) menyebutkan dua jalur lain bagi hadits ini, barangkali bisa menguatkan hadits di atas. Ternyata, kedua jalur tersebut sama nasibnya dengan hadits di atas, bahkan lebih parah. Jalur yang pertama, terdapat seorang rawi pendusta, yaitu Yaqub bin Ishaq Al-Asqalaniy. Jalur yang kedua, terdapat rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu Al-Juwaibariy. Ringkasnya, hadits ini batil, tidak boleh diamalkan, dijadikan hujjah, dan diyakini sebagai sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. 2. “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia akan mengenal Rabb (Tuhan)-Nya”. Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- dalam Adh-Dha’ifah (1/165) berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya” [Adh-Dha’ifah (1/165)]. An-Nawawiy berkata, “Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)” [Al-Maqashid (198) oleh As-Sakhowiy]. As-Suyuthiy berkata, “Hadits ini tidak shahih” [Lihat Al-Qoul Asybah (2/351 Al-Hawi)]. Ringkasnya, hadits ini merupakan hadits palsu yang tidak ada asalnya. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh mengamalkannya, dan meyakininya sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. 3. “Agama adalah akal pikiran, Barangsiapa yang tidak ada agamanya, maka tidak ada akal pikirannya”. [HR. An-Nasa`iy dalam Al-Kuna dari jalurnya Ad-Daulabiy dalam Al-Kuna wa Al-Asma’ (2/104) dari Abu Malik Bisyr bin Ghalib dan Az-Zuhri dari Majma’ bin Jariyah dari pamannya] Hadits ini adalah hadits lemah yang batil karena ada rawinya yang majhul, yaitu Bisyr bin Gholib. Bahkan Ibnu Qayyim -rahimahullah- berkata dalam Al-Manar Al-Munif (hal. 25), “Hadits yang berbicara tentang akal seluruhnya palsu”. Oleh karena itu Syaikh Al-Albaniy berkata, “Diantara hal yang perlu diingatkan bahwa semua hadits yang datang menyebutkan keutamaan akal adalah tidak shahih sedikit pun. Hadits-hadits tersebut berkisar antara lemah dan palsu. Sungguh aku telah memeriksa, diantaranya hadits yang dibawakan oleh Abu Bakr Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya Al-Aql wa Fadhluh, maka aku menemukannya sebagaimana yang telah aku utarakan, tidak ada yang shahih sama sekali”. [Lihat Adh-Dhi’ifah (1/54)] 4. “Barangsiapa yang tidak mengenal imam (penguasa) di zamannya, maka ia mati seperti matinya orang-orang jahiliyah”. Ahmad bin Abdul Halim Al-Harraniy berkata, “Demi Allah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah mengatakan demikian . . .”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/525)] Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menyatakan bahwa hadits ini tidak ada asal-muasalnya, “Hadits ini pernah aku lihat dalam sebagian kitab-kitab orang-orang Syi’ah dan sebagian kitab orang-orang Qodiyaniyyah (Ahmadiyyah). Mereka menjadikannya sebagai dalil tentang wajibnya berimam kepada si Pendusta mereka yang Mirza Ghulam Ahmad, si Nabi gadungan. Andaikan hadits ini shahih, niscaya tidak ada isyarat sedikit pun tentang sesuatu yang mereka sangka, paling tidak intinya kaum muslimin wajib mengangkat seorang pemerintah yang akan dibai’at”. [Lihat As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no. 350). 5. “Perselisihan di antara umatku adalah rahmat” Padahal hadits ini dho’if (palsu), bahkan tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata, Hadits ini tak ada asalnya. Para ahli hadits telah mengerahkan tenaga untuk mendapatkan sanadnya, namun tak mampu. Dari segi makna, hadits juga batil. Ibnu Hazm -rahimahullah- dalam Al-Ihkam (5/64) berkata, Ini merupakan ucapan yang paling batil, karena andaikan ikhtilaf (perselisihan)itu rahmat, maka kesepakatan adalah kemurkaan. Karena, disana tak ada sesuatu, kecuali kesepakatan, dan perselihan; tak ada, kecuali rahmat atau kemurkaan. 6. “Hampir-hampir kefakiran itu mendekati kekafiran”. [HR.Al-'Uqoiliy dalam Adh-Dhuafa (419), dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah (3/53) dari jalur Sufyan, dari Al-Hajaj dari Yazid Ar-Roqosyiy dari Anas secara marfu'.] Banyak di antara kaum muslimin pada hari ini yang jauh dari agamanya, tidak mau menghadiri majelis ilmu, karena sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan terkadang ia tertinggal shalat jama’ah. Mereka amat cinta kepada dunianya, namun lupa bekal akhiratnya. Lalainya dengan kehidupan dunia sampai lupa akhiratnya, karena ada beberapa faktor