[R@ntau-Net] Malin Kundang, Malin Kondang

2016-08-25 Terurut Topik 'Indra Jaya Piliang' via RantauNet
Malin Kundang, Mualim Kondang
Oleh
Indra J Piliang *)  

Bagi masyarakat Minangkabau, Pariaman tidak termasuk dalam kategori ranah 
(luhak). Ada tiga luhak di Minangkabau, yakni Luhak Lima Puluh Kota, Luhak Agam 
dan Luhak Tanah Datar. Pariaman hanyalah rantau terdekat dari Luhak Nan Tigo. 
Kawasan Lembah Anai, misalnya, adalah perbatasan antara Darek dengan Rantau 
dalam cerita-cerita tambo. Sehingga muncul istilah, ikue darek, kapalo rantau. 
Kalaupun kini mobil bebas lalu lalang setiap hari, tidak demikian di zaman 
saisuak. Buktinya, terdapat Bukit Tambun Tulang di sekitar Lembah Anai, yakni 
kawasan tempat para parewa dan pandeka mempertaruhkan nyawa sebelum memasuki 
kawasan paling rimba dari bumi Pariaman. 

Namun, dalam kaitannya dengan agama Islam, Pariaman adalah wilayah pertama yang 
ditempati oleh Syech Burhanuddin, ulama asal Aceh yang dipercaya sebagai 
pembawa agama Islam ke Minangkabau. Makam Syech Burhanuddin bertempat di Ulakan 
yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. 

Karena itu pula, Pariaman dikenal sebagai pusat dari nama-nama yang terkait 
dengan Syech Burhanuddin. Ada perguruan tinggi yang membawa nama ini, yakni 
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Syech Burhanuddin. Selain itu ada juga Sekolah 
Tinggi Ilmu Ekonomi Sumatera Barat. Keduanya terletak di Kota Pariaman. 
Keberadaan nama Syech Burhanuddin itulah yang menempatkan image bahwa 
masyarakat Pariaman adalah masyarakat relegius, terutama dikaitkan dengan 
tarekat Syattariyah.  

Di masa kecil, saya sering mendengar pembicaraan soal tarekat demi tarekat ini. 
Tidak jarang orang-orang di Pariaman menuntut ilmu (mengaji) ke tempat-tempat 
lain. Perdebatan tentang hubungan manusia dengan Allah SWT berlangsung di 
banyak surau, terutama setelah semua orang tidur. Karena saya tinggal di 
Kampuang Tangah, Lansano, Sikucur Selatan, tentu ada perasaan bahwa orang yang 
tinggal di Pariaman jauh lebih maju dari kami. Kemajuan itu dilihat dari 
peralatan yang dimiliki dan dipakai, seperti kendaraan, telepon, sampai 
televisi. 

Saya semakin mengenal Kota Pariaman ketika masuk SMA 2 Pariaman (1988-1991). 
Sama sekali tidak ada perasaan minder dari sisi ilmu pengetahuan, selain saya 
berasal dari keluarga berkekurangan. Jarang saya memiliki baju yang layak untuk 
dipakai dalam kegiatan non sekolah. Saya memasak sendiri di rumah kos, bersama 
Sahrul Chaniago, sesama jurusan Fisika yang kini jadi sahabat saya. Pagi ke 
pasar membeli kentang dan ikan asin, lalu memasaknya. Sepatu hanya satu, itupun 
sobek dengan merk Dragon Fly. 

Di akhir pekan saya kembali ke Kampuang Tangah, Kecamatan V Koto Kampuang 
Dalam. Terkadang, sungai banjir, sehingga terpaksa menunggu air surut selama 
berjam-jam. Tidak ada jembatan penyeberangan. Kalaupun ada ban bekas, itupun 
yang memiliki tidak banyak orang. Kampung ibu saya memang baru dimasuki listrik 
pada tahun 2002 lalu, kemudian memiliki jembatan gantung tahun 2008. 
Alhamdulillah, sekarang sudah ada jembatan permanen, dibangun atas bantuan 
Kerajaan Oman pasca gempa bumi hebat 2009. 

*** 

Studi etnografis dan antropologis bisa saja membawa kita kepada mitos yang 
negatif. Salah satunya adalah sosok yang bernama Malin Kundang. Yang namanya 
mitos, hampir tidak ada yang bisa menyebutkan angka tahun kemunculan tokoh ini. 
Yang anak-anak tahu – dan kini anak-anak itu sudah berkepala empat juga seperti 
generasi saya – adalah Malin Kundang Anak Durhaka. Emaknya seorang pencari kayu 
api. Zaman pencari kayu api belum berakhir sampai kini, terutama di daerah 
pegunungan. Yang mungkin makin sulit adalah mencari emak-emak yang mencari kayu 
api di area pesisir. 

Dari kisahnya, orang-orang tahu – bahkan hingga Mama Dedeh dalam satu acara 
televisi – betapa Malin Kundang adalah anak yang sama sekali lupa akan ibunya 
yang miskin dan berkain buruk. Ia datang dengan wajah bak pangeran ke kampung 
halaman, dengan membawa seroang istri yang cantik, kapal besar, makanan enak, 
hingga intan permata dan kain sutra. Ia adalah seorang pedagang yang berhasil. 
Keberhasilannya itulah yang membuat ayah mertuanya membekalinya dengan kapal 
besar untuk kembali ke kampung halamannya. 

Padahal, ketika memutuskan untuk menjadi anak kapal di usia mudanya, ia perlu 
membeli baju sederhana dari hasil berjualan kayu emaknya. Emaknya tak tahan 
melihat anaknya begitu ingin bepergian dengan kapal besar, merantau ke negeri 
orang. Ia bisa menyelinap ke dalam kapal. Hampir tak pernah ada kisah antara ia 
pergi dan ia pulang itu. Bagaimana nasibnya di kapal? Kenapa ia bisa tiba-tiba 
saja menjadi begitu kaya-raya di zaman yang sudah masuk berkemajuan? Ia juga 
bukan seorang ahli silat ataupun parewa yang memiliki tubuh tahan panas dan 
api. Ia pekerja biasa yang bermodalkan kejujuran dan kecekatan. Tak mungkin 
pula ia “membunuh” seseorang, hingga bisa menjadi orang nomor satu di kapal, 
yakni menjadi Nahkoda. 

Yang orang tahu, Malin Kundang jadi batu, ketika terlalu dekat dengan laut dan 
menjadi saudagar muda yang 

Re: [R@ntau-Net] DPRD Kota Padang Setuju Pembangunan RS Siloam.

2013-11-14 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Sebaiknya tidak memotong-motong kalimat orang. Karena bisa salah mengartikan. 

Dalam sejarah kolonialisme, dikenal sebutan 3G: God, Gospel, Glory. Missie dan 
Zending adalah salah satu bentuknya. 

Dalam ekonomi juga. In God We Trust tercantum dalam uang Dollar. 

Masing2 penganut agama, baik Islam atau Kristen, dll, selalu berusaha 
mendakwahkan agamanya sebagai yang terbaik. 

Penjelasan Ajo Duta menurut saya dalam konteks itu. Siapapun paham bahwa Islam 
tidak sama dengan Kristen. Orang awam sekalipun. 

Wassalam

-IJP- 
41 Tahun

Sent from my iPad

 On 14 Nov 2013, at 15.22, Syafrudin ME syafrudin...@sanmina.com wrote:
 
 
 Kristen tu sama jo Islam. Agamo mission atau dakwah. (Ajo Duta)
 
 Na'udzubillahi min dzalik...
 
 Ambo yo sangaik takajuik pulo apo nan di komentar dek mak duta ko,Sajak 
 pabilo pulo Kristen samo jo Islam?
 
 Allahu Akbar
 
 syafrudin ben,
 
 Batamindo Industrilal Estate,
 Batam,Indonesia
 
 
 
 
 
 2013/11/14 Muchwardi Muchtar muchwa...@rantaunet.org
 
 facebook 
 
 Like Deklarasi Muharram 1435 H on Facebook
 
 Hillary Lenggo-Geni invited you to like her new Page Deklarasi Muharram 1435 
 H.
 Like Page
 
 View Page
 
 This is Spam
 
 
 -- Pesan terusan --
 Dari: st. eF Al Zain Sikumbang efmuhan...@gmail.com
 Tanggal: 14 November 2013 14.03
 Subjek: Re: [R@ntau-Net] DPRD Kota Padang Setuju Pembangunan RS Siloam.
 Kepada: rantaunet@googlegroups.com rantaunet@googlegroups.com
 
 
 
 Alhamdulillah... dalam rapat kilat antara MUI Sumbar, LKAAM Sumbar, LKAAM 
 Kota Padang dan Bundo Kanduang, kami tetap teguh pada pendirian yaitu 
 Menolak Walaupun Apo Rintangan Nan Manghadang, Tabujua Lalu Tabalintang 
 Patah, Patah Sayok Batungkek Paruah. Semoga ini menjadi ketegaran bagi kita 
 semua untuk bergerak maju.
 Allahu Akbar !!!
 
 
 
 ko ambo ambiak dari FB Buya Gusrizal Gazahar
 https://www.facebook.com/buyagusrizal.gazahar.1
 
 wassalam,
 
 
 
 st. eF Al Zain Sikumbang
 Kuala Lumpur
 
 
 Pada 14 November 2013 14.33, Dr. Saafroedin Bahar. 
 saafroedin.ba...@rantaunet.org menulis:
 
 Sanak sekalian, jadi apo nan bisa dipabuek lai koha ? Keputusan Walikota 
 Padang alah, DPRD Kota Padang setuju. Gubernur ( jo DPRD Sumbar? ) 
 hanap-hanap sajo.
 Wassalam,
 SB, 77, Jkt.
 Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung 
 Teruuusss...!
 
 --
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
 * DILARANG:
   1. Email besar dari 200KB;
   2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi;
   3. Email One Liner.
 * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
 mengirimkan biodata!
 * Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 * Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  
 mengganti subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 ---
 Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
 Google.
 Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, 
 kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
 Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
 
 -- 
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
 * DILARANG:
 1. Email besar dari 200KB;
 2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
 3. Email One Liner.
 * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
 mengirimkan biodata!
 * Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 * Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  
 mengganti subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 --- 
 Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
 Google.
 Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
 email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
 Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
 
 -- 
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 

Re: Bls: Re: [R@ntau-Net] IJP : Namanya Universitas Piaman

2013-08-05 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Akademi Perikanan rencananyo ka dibangun di Tiram. Tapi alun jaleh bana di 
ambo. Universitas Piaman tujuannyo menyeimbangkan Sumbar I jo Sumbar II. Biar 
bisa menjangkau sejumlah daerah di Sumbar, Sumut, Riau dan Jambi...


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: andi.j...@gmail.com andi.j...@gmail.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Monday, August 5, 2013 2:16 PM
Subject: Re: Bls: Re: [R@ntau-Net] IJP : Namanya Universitas Piaman
 

Da Syaf Al

Sasuai nan diinfokan masalah Univ dan kebijkan pemerintah tu...

Paling tidak kalopun indak Univ manuruik ambo Akademi (D3) semacam politeknik 
itu di kota Pariaman

Spesialiskan bana manuruik ambo sesuai jo daerah pariaman di bidang Perikanan 
akademi ko..nan batu2 mentereng serta berkualitas hal2 nan manyangkuik studi di 
bidang perikanan dengan berbagai jurusan/disiplin ilmunyo

Jujur..adiak ambo S1 perikanan IPB (cewe) nan lai idealis..(Padohal dulu adiak 
ambo ko bakarajo secara profesional di sebuah tambak udang di lampung nan 
cukuik terkenal di bagian riset) baranti lalu mambuek sakolah SMK perikanan di 
Padang jo kawan2nyo..hanyo kareh hati sajo..dengan dana terbatasyo layu 
sabalun berkembang sajo..indak ado support dari pemda Kota Padang dan pihak 
otoritas..akhirnyo bubar sajo

Kini adiak ambo baliak ka Jawa (kendal) mengelola sebuah pertambakan udang 
basamo2 masayarakat jo ado pihak investor.


Jadi alangkahnya nantinyo kok yo IJP ko duduak..bisa mewujudkan sebuah 
akedemi/politeknik perikanan yang berkualitas, penuh teknologi terapan yang 
bernilai guna serta menyentuh masyarakat banyak (nelayan) dari segela aspek 
dunia perikanan.

Insha Allah jiko terwujud suatu saat nanti..panjang umua..adiak ambo tu..Penuh 
gairah tu jadi pengajar, tenaga pendidik sesuai disiplin ilmunya budi daya 
perikanan...namuah hatinyo pulang baliak.

Semoga ya terwujud di kota pariaman sebuah akademi perikanan

Salam-Jepe
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: rinal...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Mon, 5 Aug 2013 05:50:21 
To: rantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: Bls: Re: [R@ntau-Net] IJP : Namanya Universitas Piaman

Rancak pak IJP.. Sasuai bana, dibuek Universitas disuatu daerah untuak mamajuan 
SDMnyo.

Tapi kok buliah usul ciek dih.. Jan Universitas Piaman Laweh namo e ndak. 
Jadi minder beko mahasiswa/i e  wakatu manyingkek e...

Sangenek garah disuduik lapau

Rinal SK, 39 asa Nagari Guguak, Piaman, kini sadang di Ujuang Batu
Powered by Amak jo Abak®

-Original Message-
From: andri.ma...@gmail.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Mon, 5 Aug 2013 03:51:40 
To: rantaunet@googlegroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: Re: Bls: Re: [R@ntau-Net] IJP : Namanya Universitas Piaman


Menurut informasi Pak Bupati Padang Pariaman, Akademi Komunitas tu terletak di 
Kab. Padang Pariaman pak Syaff. Lokasinyo di Sungai Sirah Kecamatan Sungai 
Limau. Tahun ko alah manarimo mahasiswa. Utk sementara perkuliahan memakai 
gedung TK/SD Model di Limpato Kecamatan VII Koto. Tahun 2014 akan dimulai 
pembangunan gedungnyo di Sungai Sirah.

Demikian sekilas info dari ambo

Andri/41/Sungai Sariak, Kec. VII Koto, Kab. Padang Pariaman
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
* Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* 

[R@ntau-Net] IJP : Namanya Universitas Piaman

2013-08-04 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.pariamantoday.com/2013/08/ijp-namanya-universitas-piaman.html#.Uf6DssaJSRE.twitter

IJP : Namanya Universitas Piaman 
Written By oyong liza on Minggu, 04 Agustus 2013 | 23.38
    MK Dan IJP



Indra Jaya Piliang (IJP) dengan tegas mengatakan bahwa sangat Rasional sekali 
Kota Pariaman memiliki sebuah Universitas.

Syarat
 Untuk mendirikan sebuah Universitas, minimal memiliki Tiga Fakultas. 
Kota Pariaman sudah saatnya memiliki. Gedungnya sudah ada. Yaitu Kantor 
Bupati lama. Ujar IJP barusan di Kantor Nangkodo Baha Institute, 
Simpang Sianik, Kota Pariaman.

IJP Menambahkan hal tersebut telah
 lama ia bicarakan jauh hari dengan Bupati Ali Mukhni, Bupati Padang 
Pariaman. Sejak IKK (Ibu Kota Kabupaten) Pindah ke Parit Malintang.



Saya
 Pribadi sudah bicara empat Mata dengan Bupati Ali Mukhni. Komplek 
Perkantoran Bupati di Pusat Kota Pariaman yang di tinggalkan bisa 
dijadikan Universitas. Namanya Universitas Piaman. Dan Bupati menyambut 
baik hal ini. Ungkap IJP.

Karena aset tersebut milik Pemkab 
Padang Pariaman, Jika IJP-JOSS terpilih memimpin Kota Pariaman, akan 
kita Kelola dengan sebuah Manajemen. dengan berdirinya Universitas 
tersebut, selain Pembangunan Sumber Daya Manusia dari sektor Pendidikan,
 juga akan meramaikan Kota Pariaman. Jika Kota Pariaman Ramai, 
pertumbuhan Ekonomi meningkat. Itu sistematis. rinci IJP menjabarkan.

Disamping itu IJP juga akan mengelola bangunan milik Pemkab Padang Pariaman 
yang ada di Kota Pariaman lainnya.

Gedung
 Olah Raga Rawang terbengkalai. Meskipun aset Pemkab, Pemko bisa 
mengelola, bukan mengambil alih, kemudian Pariaman Plaza, GOR Pauh. 
Kita, IJP-JOSS Sudah menyiapkan program terencana untuk itu. Imbuh IJP 
meyakinkan.

Kemudian IJP mengatakan sudah mengantongi dukungan 
dari Muslim Kasim, Mantan Bupati Padang Pariaman yang sekarang menjabat 
Wakil Gubernur Sumbar.

Saya sudah silaturahmi dengan Bapak 
Muslim Kasim (MK). Beliau mengatakan sangat mendukung Pasangan IJP-JOSS.
 Beliau memberikan saran untuk Program Kota Pariaman kedepan.

Kemudian
 MK juga mendorong kami agar terus meyakinkan Masyarakat Kota Pariaman, 
karena waktu Pemilihan sudah dekat. Kejutan Dari MK yang tidak saya duga
 adalah, pada hari itu juga Beliau menghubungi Orang Orang dekatnya 
untuk mendukung Pasangan IJP-JOSS. Artinya MK menyiapkan Tim Relawan 
Pemenangan untuk Pasangan IJP-JOSS Bahasa tepatnya. Tandas IJP serius.

Catatan Oyong Liza Piliang

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
* Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.




[R@ntau-Net] Tabloid Nangkodo Baru Edisi Maret, April dan Mei 2013

2013-05-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Bagi yang ingin mendowload Tabloid Nangkodo Baru yang merupakan tabloid dengan 
cita rasa lokal dengan nuansa hidtoris, kultural dan local values yang kuat, 
dilakan mendowload PDF-nya di link berikut ini:

1. Edisi Mei : 
http://www.nangkodobaha.org/index.php/publikasi/item/103-tabloid-nangkodo-baru-edisi-mei-2013
2. Edisi April : 
http://www.nangkodobaha.org/index.php/publikasi/item/102-nangkodo-baru-edisi-april-2013
3. Edisi Maret : 
http://www.nangkodobaha.org/index.php/publikasi/item/104-tabloid-nangkodo-baru-edisi-maret-2013

Salam

 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.




Re: [R@ntau-Net] Tigo Proyek Bagadang di Padang

2013-05-18 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Insya Allah, Kota Pariaman akan mengambil jalan berbeda. Kota Pariaman siap 
menjadi Kota Satelite dari Kota Padang, dg visi sebagai berikut: 
http://m.indrapiliang.com/2013/05/15/visi-misi-ijp-joss/

Wassalam 

Sent from my iPad

On 18 Mei 2013, at 20:49, Hambo Ciek hamboc...@yahoo.com wrote:

 
 Di antaro banyak RENCANA proyek pambangunan ado tigo baru-baru ko sarantak 
 nan ka bagadang di Padang: 
 
 1.  Proyek Tommy Soeharto,
 
 2.  Proyek Lippo, 
 
 3.  Proyek Basko.
 
 
 
 Caliaklah tigo barita dibawah ko.
 
 
 
 Salam,
 
 -- MakNgah
 
 Sjamsir Sjarif
 
 Di Tapi Riak nan Badabaua
 
 Santa Cruz,Caliifornia May 18, 2013 6:45AM PDT
 
 ...
 
 PROYEK I:
 
 
 
 Tommy Soeharto Investasi di Padang
 
  Padang Ekspres • Jumat, 18/01/2013 11:53 WIB • • 701 klik
 
 
 
 Padang, Padek—Prospek bis­nis di Kota Padang masih meng­giurkan. Buktinya, 
 ke­marin (17/1) pengusaha na­sio­nal Hutomo Mandala Putra ter­tarik 
 menanamkan inves­tasi di bidang properti dan per­hotelan di kawasan Pantai 
 Pasir Jambak, Kototangah, Pa­dang.
 
  
 
 “Saya tertarik membangun h­o­tel dan usaha properti lain­nya di kawasan ini,” 
 ujar anak man­tan Presiden RI Soeharto itu usai mengunjungi Muara Ba­tang 
 Anai, Pasir Jambak di­temani Wali Kota Padang, Fau­zi Bahar, kemarin (17/1).
 
  
 
 Tommy—panggilan Huto­mo Mandala Putra—yang da­tang dengan pesawat priba­dinya 
 itu menjelaskan, pihaknya me­min­ta Pemko Padang mem­buat pe­rencanaan matang 
 sebelum me­realisasikan proyeknya terse­but. “Saya minta peren­canaan le­bih 
 detail ke Pemko Padang. Sa­ya ingin secepatnya bisa dilak­sa­na­kan,” ujarnya.
 
 
 
 dst lihat:
 
 http://padangekspres.co.id/?news=beritaid=39539
 
 
 PROYEK II:
 
 Lippo Bangun Mal, Hotel, RS dan Sekolah di Padang
 4
 
 PT Lippo Karawaci - (Foto : istimewa)
 Oleh: Haluan Padang
 sindikasi - Sabtu, 11 Mei 2013 | 03:00 WIB
 
 INILAH.COM, Padang - PT Lippo Karawaci membangun proyek prestisius berupa 
 kawasan yang teritegrasi di Kota Padang.
 
 Proyek yang diberi nama Lippo Plaza itu terdiri dari mal, hotel, rumah sakit 
 dan sekolah. Lokasinya sangat strategis berada pada titik keramaian dan sesak 
 penduduk di Jalan Khatib Sulaiman.
 
 Peletakan batu pertama dilakukan, Jumat (10/5/2013) kemarin oleh Ketua DPD RI 
 Irman Gusman. Presiden Direktur PT Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya 
 mengatakan Lippo Plaza diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gaya hidup modern 
 masyarakat Padang dan Sumatera Barat pada umumnya.
 
 Presiden Direktur PT Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya mengatakan Lippo Plaza 
 diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gaya hidup modern masyarakat Padang dan 
 Sumatera Barat pada umumnya.
 
 
 dst lihat:
 http://sindikasi.inilah.com/read/detail/1987884/lippo-bangun-mal-hotel-rs-dan-sekolah-di-padang
 ..
 PROYEK III:
 
 
 Sabtu, 18 Mei 2013 Jumat, 17 Mei 2013, 10:17 WIB
 BISNIS PROPERTI: Gunakan Sarang Laba-Laba, Basko Bangun Padang Green City
 
 Bambang Supriyanto
 BISNIS.COM, JAKARTA -- Basko Group melalui anak usaha PT Graha Jakarta Utama 
 membangun Padang Green City superblok di Padang, Sumatra Barat yang dirancang 
 tahan terhadap gempa.
 
 Kami akan membangun Padang Green City menggunakan pondasi konstruksi sarang 
 laba-laba yang dirancang aman terhadap guncangan gempa bumi yang sering 
 melanda Sumatra Barat, kata Zico Basko, Vice President Basko Group, Zico 
 Basko, Jumat (17/5).
 
 Dia mengungkapkan Padang Green City dirancang sebagai bangunan lima lantai 
 dengan total investasi Rp650 miliar dijadwalkan Sabtu (18/5) dimulai 
 pembangunan pondasi, serta ditargetkan dapat beroperasi sebelum Lebaran 2014.
 
 Padang Green City nantinya dilengkapi dengan ballroom berkapasitas 5.000 
 orang, serta hotel bintang empat berkapasitas 300 kamar.
 
 dst lihat: 
 http://www.bisnis.com/m/bisnis-properti-gunakan-sarang-laba-laba-basko-bangun-padang-green-city
 
 -- 
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
 - DILARANG:
 1. E-mail besar dari 200KB;
 2. E-mail attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
 3. One Liner.
 - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
 http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
 - Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 - Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
 subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 --- 
 Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
 Google.
 Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, 

Re: [R@ntau-Net] Yang Ditolak itu Deklarasi oleh BK3AM atau ABS SBK-nya sendiri ?

2013-05-18 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Menurut saya, sebaiknya ada Prasasti di Bukit Marapalam. Tempat persandingan 
antara Sara dan Adat itu. Di area itu bisa dibuat peristiwa2 kebudayaan. 

Sent from my iPad

On 19 Mei 2013, at 09:39, taufiqras...@rantaunet.org wrote:

 
 Terimo kasih pak Saaf
 
 Kebetulan Uda H. Amri Aziz MSc iko senior ambo juo di Padang dulu
 
 Kok ka dipakai juo kato Deklarasi itu mungkin bisa :
 
 Deklarasi Mambangkik Batang Tarandam ABS- SBK di Ranah Minang
 
 Salam
 TR
 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 From: Dr. Saafroedin Bahar. saafroedin.ba...@rantaunet.org
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sun, 19 May 2013 01:34:43 +
 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Cc: AMRI AZIZamri.a...@yahoo.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Yang Ditolak itu Deklarasi oleh BK3AM atau ABS 
 SBK-nya sendiri ?
 
 Bung Taufiq, usul Bung masuk akal. Akan saya sampaikan kepada BK3AM. Terima 
 kasih.
 Wassalam,
 SB.
 Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung 
 Teruuusss...!
 From: taufiqras...@rantaunet.org
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sat, 18 May 2013 23:26:33 +
 To: rantaunet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Yang Ditolak itu Deklarasi oleh BK3AM atau ABS 
 SBK-nya sendiri ?
 
 
 Pak Saaf mungkin istilah Deklarasi itu yg harus dirobah. Sebab kalau 
 Deklarasi merupakan cetusan yang pertama, padahal ini sudah ada sebelumnya
 
 Sebaiknya diganti saja istilahnya misalnya : Mengingat/Merenungkan Kembali 
 ABS-SBK di Ranah Minang
 Atau istilah lain yang sejenis, yang maksudnya mengingatkan kita semua bahwa 
 kita sudah punya falsafah tsb
 
 
 Sehingga nanti kita tidak dianggap mengada-ada
 
 Terima kasih
 TR
 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 From: Dr. Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sat, 18 May 2013 10:45:28 -0700
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Cc: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Yang Ditolak itu Deklarasi oleh BK3AM atau ABS 
 SBK-nya sendiri ?
 
 Bung Taufiq, menurut tradisi lisan memang demikian. Namun, tradisi lisan 
 tersebut tidak ada bukti otentiknya, sampai saat ini. Pada saat ini, ada 
 kebutuhan mendesak untuk mengukuhkannya kembali, dalam konteks NKRI, seperti 
 yang saya ulas di bawah. Hal itu jelas bukan mundur 180 tahun 
 
 Wassalam,
 SB. 
 
 Sent from my iPad
 
 On May 18, 2013, at 7:35 AM, taufiqras...@rantaunet.org wrote:
 
 
 
 Sesuai sepotong kaba nan ambo tarimo penolakan karano ABS SBK itu alah ado 
 sajak Sumpah Sati Marapalam sekitar 180 tahun yg lewat
 
 Jadi tidak perlu dipersoalkan lagi, karano mempersoalkannyo berarti mundur 
 180 tahun
 
 Jadi bukan masalah ABS SBK atau lokasi pendeklerasiannyo
 
 Artinyo indak paralu Deklerasi 2 an lai
 
 --TR
 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 From: nurzalpand...@gmail.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sat, 18 May 2013 12:58:16 +
 To: rantaunet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Yang Ditolak itu Deklarasi oleh BK3AM atau ABS 
 SBK-nya sendiri ?
 
 Benar pendapat pak Saaf dan setuju, karena kalau tidak sekarang ya kapan 
 lagi? Menunggu dari ranah utk kegiatan ini jauh panggang dari api. Biasalah 
 pak Saaf ada saja yg orang tersinggung dan tak setuju.. Maju terus BK3AM 
 . Salam.
 Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung 
 Teruuusss...!
 From: Dr. Saafroedin Bahar saafroedin.ba...@rantaunet.org
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sat, 18 May 2013 19:05:35 +0700
 To: Rantau Net Rantau Netrantaunet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: [R@ntau-Net] Yang Ditolak itu Deklarasi oleh BK3AM atau ABS SBK-nya 
 sendiri ?
 
 Para sanak sapalanta,
 
 Sungguh menarik wacana akhir-akhir ini tentang acara Deklarasi ABS SBK 
 sebagai identitas Kultural Minangkabau yang diprakarsai oleh BK3AM di Hotel 
 Balairung Jakarta  besok pagi tanggal 19 Mei 2013. Saya percaya kita semua 
 sudah membaca keterangan dari pihak janang maupun dari komunitas Minang, 
 yang bisa dibagi dua, yaitu yang mendukung dan yang menentang.
 
 Yang perlu kita perhatikan adalah keberatan dari pihak yang menentang, 
 karena sama sekali tidak ada masalah dari pihak yang mendukung.
 
 Dalam hubungan ini rasanya perlu kita jernihkan terlebih dahulu argumen dari 
 pihak yang menentang, khususnya tentang masalah pokok, yaitu apakah yang 
 ditentang itu prakarsa BK3AM atau substansi ABS SBK itu sendiri. ?
 
 Saya merasa bahwa yang ditentang itu bukanlah ABS SBK itu sendiri, tetapi 
 masalah-masalah non-substantif, seperti:
 
 1)  mengapa BK3AM yang mendeklarasikan, dan mengapa di Jakarta.
 2) apa perlu diadakan Deklarasi ?
 3) mengapa tidak diajak para tokoh di Ranah sebelum mengadakan acra 
 Deklarasi ?
 4) Apakah ada kaitan dengan Pemilu 2014 yang akan datang ?
 
 Saya merasa 

Re: [R@ntau-Net] Karano IJP Hiduik di NKRI, Tantu Indak Dapek Indak Wanyo Tunduak ka UU Nan Ado di Sumbar

2013-04-21 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Apo hubungannyo jo ambo ko? Ndak mangarati ambo doh. Pilkada alah puluhan kali 
di Ranah Minang. Tolong dijaleh-an bana, bia ambo jawek. 


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Muchwardi Muchtar muchwa...@rantaunet.org
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Monday, April 22, 2013 12:04 AM
Subject: [R@ntau-Net] Karano IJP Hiduik di NKRI, Tantu Indak Dapek Indak Wanyo 
Tunduak ka UU Nan Ado di Sumbar
 


Akmal Nasery Basral lewat googlegroups.com   10.21 (13 jam yang lalu) 
  
ke rantaunet   Karena subject, sekaligus awal, thread ini menyangkut pencalonan 
IJP sebagai 
wako Pariaman lewat jalur independen, dan kini Mak MM*** menautkan 
dengan 10 kriteria ini, bahkan poin no 4 diblok kuning oleh Mak MM*** 
(Tidak Meminta Jabatan), apa yang sebenarnya Mak MM*** sampaikan 
kepada IJP dan palanta RN ko? 

Tumben Mak MM*** indak bataruih tarang saroman biaso? :))

Salam hangat di hari Ahad,

ANBCibubur

Pada Sabtu, 20 April 2013, Muchwardi Muchtar menulis:

10 Kriteria Pemimpin Menurut Ajaran Islam
***

(-) Apa yang sebenarnya Mak MM*** sampaikan 
kepada IJP dan palanta RN ko? (ANB)

(+)Karano IJP Hiduik di NKRI, Tantu Indak Dapek Indak Wanyo Harus Tunduak ka UU 
Nan Ado di Sumbar.  (mm)
Meski soal IJP ikuik Pilakada Piaman, sacaro pribadi ambo alah tutuik buku jo 
kalimaik saroman ko :Sampai jumpa lagi lain topik. 
,Salam..., namun izinkanlah ambo maangekan baliak 
tulisan panjang ambo nan ampiang tigo tahun nan laludipalewakan dek r@ntaunet 
ko. Ukatu tu alam maya awak ko heboh pulo mampagunjiangan kurenah Calgub 
Aristo Munandar nan barencana menggugat... karano wanyo kalah manjadi gubernur 
Sumbar dek sari.

Kutiko tulisan ambo dipublikasikan via alam maya (26-7-2010), hanyo surang sajo 
dari komunitas r@ntaunet nan ikuik bakomentar. 

DARI ALBUM LAMO :


Sambah Taruih Paham Demokrasi tu di
Minangkabau! 
muchwardi
muchtar Mon,
26 Jul 2010
Assalamualaikum Wr Wb,
 
Sanakmbo Muzirman Tanjuang basarato Dunsanak komunitas r@ntau-net nan ambo 
cintoi.
 
Izinkanlah ambo mambari komentar jo sistem poin basarato brand ambo salamo ko 
nan mungkin agak cipeh dan agak babedo jo dunsanak lainnyo dalam mayikapi 
konspirasi dahsyat si Yahudi dunia dalam mancakiek batang lihie Si Padang nan 
salamo ko masih juo karengkang dan bangga jo paga kabun minangkabaunyo nan 
banamo ABS-SBK.
 
1)Apo nan tajadi di nagari awak hari ko, bukanlah tabantuak sakatiko, atau 
bahaso Ajo Duta --di Amrik-- adolah INSTANT. Apo nan nampak kini di minangkabau 
(kabatulan di dalamnyo ado ciek kekuasaan resmi nan direstui pusek, banamo 
provinsi Sumatra Barat) adolah buah dari dokumen Edinburg - Toronto nan 
diproklamirkan dalam jaringan terbatas (1974). Kini, ambo (Si m.m) dolah 
sabagai saksi hiduik di Minangkabau khususnyo, dan Indonesia umumnyo nan 
urang-urangnyo (banyak) banyak bapanyakik palupo, atau capek malupokan sasuatu.
 
Kadibuek apo Minangkabau tu dek konspirasi dahsyat nan mampunyoi pitih taba dan 
sangaik mangarati di zaman nan mandewakan dan manuahkan kabarhasilan materi di 
kulik, Minangkabau adolah target nan paliang utamo untuak dijinakkan.
 
2)Soal dokumen Edinburg-Toronto nan dibuek dek Dewan Gereja Dunia, ambo indak 
punyo doh bantuak aslinyo sebuah dokumen (tatulih dan dapek dipacik sacaro 
zahie). Nan jaleh, ambo panah mambaco kutiko ambo aktif di Youth Islamic 
Study Club (YISC) musajik Al Azahar, Jl. Sisingamaraja Jakarta Selatan, 1974. 
Untuak maingekan Dunsanak nan punyo dokumentasi di Al Azhar Kebayoranbaru, 
nomor anggota ambo adolah No.110/74/YISC.
 
Target dari dokumen itu, kato (almarhum) Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah 
(HAMKA) bake ambo kutiko tu, 1974, intinyo adolah : mambuek Minangkabau (nan 
dikenal dek adonyo paga ABS-SBK) basarato Jawa Barat, limo puluah tahun ka muko 
(tmt 1974) samo kondisinyo jo provinsi lain (ukatu tu di RI baru ado 26 
provinsi. Tim-Tim masih di bawah anak jawi urang Porto). 
 
Kini, satalah 36 tahun kamudian, liek sajolah di kampuang halaman awak, apokoh 
si-kon Minangkabau masih samo jo kondisi kutiko Ajo Duta masih bakain saruang 
di Gasan-gadang mangaji ka surau?, atau kutiko Kakakmbo Abraham Ilyas masih  
basarawakotok pai ka rumah Inyieknyo di Kotogadang, atau kutiko Mak Ngah (guru 
tamatan SGA) nan rajin mangaji di Payokumbuah zaman baliau jadi karak-karak 
doeloe?
 
Nah, ikolah kunci utamo untuak mambukak banak Si Padang supayo jajok dan muntah 
maliek tatanan dalam ABS-SBK. Jadi, sacaro indak awak sadari, strategi si 
Konspirasi Jaek dan Sangaik Kuaik dalam malobi kekuasaan di Pusat Pamarintahan, 
untuak mambuek UU (supayo konspirasinyo adoh landasan hukum tatulih) alah awak 
makan mantah-mantah kasadonyo. Buktinyo, alah banyak timbua pamikiran dari isi 
tangkurak Si Padang di rantau nan bagala S-3 nan didapekinyo dari Barat (bukan 
dari Cairo atau Madinah) mangatokan paga tageh Minangkabau nan banamo 
ABS-SBK alah 

Re: [R@ntau-Net] Re: Mengapa Saya Memilih Joserizal?

2013-04-15 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Wa'alaikum Salam.

Urusan agama dalam UU No 32/2004 tentang Pemda termasuk kewenangan pusat. 
Begitu juga dalam UUD 1945. Makanya yang ada adalah Kanwil Agama, bukan Dinas 
Agama. 

Dalam Hal lain, masyarakat Pariaman adalah masyarakat yang relegius, dengan 
beragam tarikat. Ada 18 tarekat yang hidup di Pariaman. 

Yang perlu dilakukan adalah memperbaiki manajemen, Misalnya masjid. Tapi sejauh 
ini, manajemen Mesjid di Pariaman sangat baik. Transparan. Tertulis. Sistem 
badoncek dalam kegiatan keagamaan di Pariaman juga sudah terkenal. 

Insya Allah, saya berkomitmen memperbanyak TPA. Sudah survei ke banyak lokasi. 
Mesjid2 bagus2 di Paraman, tinggal meramaikan dengan kegiatan Taman Pendidikan 
Al Quran. Itupun Kalau tak bertabrakan dengan jam pelajaran sekolah yang luar 
biasa padat sekarang. Siswa makin banyak di sekolah, akibat kurikulum 
Pendidikan yang teramat padat. 

Sent from my iPad

On 11 Apr 2013, at 21:49, ibnukam...@gmail.com wrote:

 
 Assalamu'alaikum w.w.
 
 Kalau soal komitmen untuak manjadikan kota Pariaman lebih baik dari nan sudah 
 ambo yakin sanak IJP ndak lai awak ragu. Tapi kalau buliah bisa dijaleh an 
 dan di patajam saketek  komitmen soal ABS/SBK. Karano katiko rakyat ko 
 manyarah an amanah ka seorang pemimpin, bukan hanyo pemimpin sajo nan akan 
 diminta pertanggung jawaban nanti di akhirat. Nan mamiliah juo kanai tanyo.
 
 Singkeknyo, apo kah lai ka batambah elok dari nan kini urusan agama 
 masyarakat kota Pariaman nantinyo? Tantunyo sanak IJP alah mamparsiapkan kiat 
 kiat nyo.
 
 Mohon maaf ambo dek sato pulo batanyo. Apo lai ambo bukan urang Pariaman 
 kota. Tapi setidak tidaknyo kalau jaleh komitmen agamo sanak IJP, jo doa ambo 
 saratoan. Semoga Allah memberikan amanahko ka pundak sanak IJP.
 
 Salam,
 
 
 Ibnu - rang kamang
 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 From: donardga...@gmail.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Thu, 11 Apr 2013 22:04:29 +0800
 To: rantaunet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Re: Mengapa Saya Memilih Joserizal?
 
 Semoga sukses untuk uda IJP.
 Sekadar catatan dari ambo bulan Januari lalu ambo berada di Pariaman dan 
 masyarakat kota Pariaman berdasar pengamatan dan perbincangan yang ambo 
 lakukan alun mengenal IJP secara personal. 
 
 Pastinyo kini alah labiah banyak 'serangan darat` tetapi tetap sajo harus 
 ditingkatkan sebagaimana saran2 terdahulu di palanta ini karena calon lain 
 lah bergerak cepat. kan ndak cukuik di media nasional, twitter, blog. 
 Tantunyo IJP labiah tau daripado ambo.
 
 Sekali lagi: Semoga sukses
 
 Don,32, Perth
 
 Sent from Samsung Mobile
 
 
 
 pi_li...@yahoo.com wrote: 
 
 
 Terima ksh. Sy sdh melakukannya jauh2 hari. Makanya ketika tim bergerak 
 mencari KTP, byk bantuan datang. Yg kurang adalah profesionalisme, ini yg 
 dibenahi oleh tim dari Jkt. 
 Sent from my BlackBerry®
 powered by Sinyal Kuat INDOSAT
 From: Benny Farlo bennyfa...@pusri.co.id
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Thu, 11 Apr 2013 14:15:56 +0700
 To: rantaunet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: [R@ntau-Net] Re: Mengapa Saya Memilih Joserizal?
 
 Bung IJP..
 Saya sangat tertarik dengan tulisan-tulisan IJP, diberbagai media masa dan 
 sosial..dilihat dari tulisan-tulisannya, Bung IJP polanya cukup sederhana, 
 namun berkaitan dengan tulisan-tulisan Bung di berbagai media yang membaca 
 'hanya' sekian persen dari pemilih konstituen pemilih, persentasenya lebih 
 banyak pedagang, petani, nelayan dll..
 Selanjutnya, agar konstituen tahu siapa Bung IJP sebenarnya..coba sekali-kali 
 atau rutin turun ke pasar, main gaplek, turun kesawah, tangkap ikan..dan 
 membaurlah disana.
  
 salam sukses buat Bung IJP, selamat berjuang.
  
 St. Bunsu
 Pengurus IPPMI Sumsel.
 - Original Message -
 From: Indra Jaya Piliang
 To: Rantau Net
 Sent: Thursday, April 11, 2013 10:34 AM
 Subject: [R@ntau-Net] Mengapa Saya Memilih Joserizal?
 
 http://indrapiliang.com/2013/04/11/mengapa-saya-memilih-joserizal/
 
 Mengapa Saya Memilih Joserizal?
 
 11 April 2013 0 komentar
 Share on facebook Share on twitter Share on email More Sharing Services
 
 Mengapa Saya Memilih Joserizal?
 Oleh
 Indra J Piliang
 Calon Walikota Pariaman 2013-2018
 
 Salah satu pertanyaan yang sering diajukan ke saya adalah mengapa memilih 
 Joserizal? Banyak juga yang bertanya: siapa Joserizal? Dibandingkan dengan 
 nama-nama yang mengapung dalam kontestasi pilkada di Kota Pariaman, nama 
 Joserizal sama sekali tidak disebut. Banyak nama lain yang lebih dikenal. 
 Baiklah, saya akan jelaskan sedikit.
 
 Saya mengenal Joserizal di akun twitter miliknya, @JoseRi_zal. Setiap kali 
 ada berita tentang Kota Pariaman, Joserizal berkomentar. Atau ketika saya 
 menulis tentang Kota Pariaman. Perkenalan di akun twitter itu sudah 
 berbulan-bulan. Saya baru tahu jabatannya sebagai Kepala Satpol PP Kota 
 Pariaman setelah membaca beberapa tweetnya. Bahkan, Satpol PP punya akun 
 khusus, @Pol_PP_Pariaman. Bagi saya

[R@ntau-Net] Mengapa Saya Memilih Joserizal?

2013-04-10 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2013/04/11/mengapa-saya-memilih-joserizal/

Mengapa Saya Memilih Joserizal? 
11 April 2013 0 komentar 
Share on facebook Share on twitter Share on email More Sharing Services 
Mengapa Saya Memilih Joserizal?

Oleh
Indra J Piliang
Calon Walikota Pariaman 2013-2018

Salah
 satu pertanyaan yang sering diajukan ke saya adalah mengapa memilih 
Joserizal? Banyak juga yang bertanya: siapa Joserizal? Dibandingkan 
dengan nama-nama yang mengapung dalam kontestasi pilkada di Kota 
Pariaman, nama Joserizal sama sekali tidak disebut. Banyak nama lain 
yang lebih dikenal. Baiklah, saya akan jelaskan sedikit.

Saya 
mengenal Joserizal di akun twitter miliknya, @JoseRi_zal. Setiap kali 
ada berita tentang Kota Pariaman, Joserizal berkomentar. Atau ketika 
saya menulis tentang Kota Pariaman. Perkenalan di akun twitter itu sudah 
berbulan-bulan. Saya baru tahu jabatannya sebagai Kepala Satpol PP Kota 
Pariaman setelah membaca beberapa tweetnya. Bahkan, Satpol PP punya 
akun khusus, @Pol_PP_Pariaman. Bagi saya, siapapun yang masuk ranah 
social media, pastilah lebih terbuka pikirannya (open minded), 
dibandingkan dengan yang tidak. 

Setiap kali saya ke Pariaman, 
Joserizal tidak lupa mention. Namun, karena memang merasa tidak punya 
kepentingan dengannya, saya tidak menyempatkan diri untuk sekadar 
bertemu. Apalagi, sebelum bulan Oktober 2012 lalu, dalam pikiran saya 
sama sekali tidak ada keinginan untuk maju sebagai Walikota Pariaman. 
Saya lebih banyak menyiapkan diri sebagai calon anggota DPR RI dari 
daerah pemilihan Sumatera Barat II. 

Pertemuan pertama kali antara saya dengan Joserizal pada tanggal 25 November 
2012, tepatnya pada hari perayaan Tabuik Piaman. Pertemuan itu tidak sengaja. 
Saya menuju lokasi perayaan Tabuik di lapangan Merdeka, lalu foto-foto. 
Joserizal menegur 
saya, meminta saya untuk ke atas panggung, bersama dengan para pejabat 
pemerintahan dan tokoh masyarakat lainnya. Saya menolak dengan halus. 
Dalam beberapa perayaan tabuik sebelumnya, saya memang duduk di atas 
panggung. Rupa-rupanya, sikap saya itu jadi pembicaraan. 

*** 

Begitulah. Saya memasang foto pertemuan saya dengan Joserizal di blackberry, 
juga 
mengirimnya ke facebook. Setiap kali ada pertanyaan tentang siapa calon 
wakil saya di twitter, saya langsung mention akun @JoseRi_zal. Dan 
Joserizal juga mengiyakan. Padahal, di keseharian, saya tentu lebih 
menyibukkan diri dengan proses pencalonan lewat Partai Golkar dan 
bersiap menunjuk satu nama dari unsur internal. 

Tanpa diketahui 
Joserizal, saya menitipkan namanya untuk disurvei oleh sebuah lembaga 
survei. Hasil survei saya dapatkan kemudian. Ternyata popularitas dan 
likeabilitas Joserizal hampir sama dengan sejumlah nama populer yang 
disebut layak sebagai calon wakil walikota. Bagaimanapun, masukan orang 
ke saya tentulah terbatas, dibanding dengan sebaran survei yang mewakili 
populasi. Hasil survei juga menunjukkan bahwa popularitas saya masih 
rendah, sekitar 60%. Itu sesuai dengan tahapan demi tahapan yang saya 
ingin tempuh, yakni sama sekali tidak menggenjot popularitas.

Ketika DPP Partai Golkar memutuskan tentang calon kepala daerah yang akan 
diusung, berdasarkan masukan dari DPD Partai Golkar Sumatera Barat, nama saya 
tenggelam ke nomor urut lima. Dalam dua hari, saya mencoba meminta agar DPP 
Partai Golkar menggelar survei ulang. Soalnya, berdasarkan 
hasil survei, lebih dari 60% populasi belum menentukan pilihan. Apalagi, 
berdasarkan hasil survei itu, elektabilitas tertinggi hanya mendapatkan angka 
13%. Menurut saya, sangat rentan bagi Partai Golkar mengambil 
keputusan, ketika voters masih bimbang dan belum stabil. Rupanya, pihak 
pimpinan berketetapan dengan keputusannya. 

Informasi yang saya 
dapat, di jajaran elite partai, saya masuk dalam faksi tertentu yang 
bukan pengendali partai sekarang. Rekam jejak saya sebagai Juru Bicara 
Pak Jusuf Kalla dan Pak Wiranto dijadikan sebagai alat ukur. Begitu juga asal 
ayah saya dari Tanah Datar yang notabene adalah kampung Ibu 
Mufidah Kalla. Padahal, saya merasa hanya menjalankan tugas partai, 
bukan tugas seseorang. Saya sama sekali jarang berkomunikasi dengan Pak 
Jusuf Kalla. Bahkan, nomor ponsel Pak JK sudah tidak ada lagi di ponsel 
saya. 

Padahal, saya baru saja menghadap Ketua Umum DPP Partai 
Golkar, Bang Aburizal Bakrie dan memperlihatkan hasil survei “versi” 
Benua Institute. Dalam pembicaraan via blackberry messenger antara saya 
dengan Bang ARB, terlihat ada keterputusan proses pengambilan keputusan. 
Rupanya Bang ARB hanya ikut rapat-rapat penentuan Calon Gubernur dari 
Partai Golkar. Sementara, Calon Bupati atau Xalon Walikota berada di 
bawah kewenangan wakil ketua umum. 

*** 

Saya bergerak 
cepat, pasca pembicaraan dengan Bang ARB di blackberry messenger. Bang 
ARB menyarankan saya untuk fight untuk DPR RI. Saya menyanggupi. Tapi, 
setelah itu, saya melakukan kerja politik untuk terus menyelamatkan 
proses pencalonan saya di Kota Pariaman. Artinya, tindakan politik 

[R@ntau-Net] Mengapa Saya Maju via Jalur Perseorangan?

2013-04-09 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2013/04/10/mengapa-saya-maju-via-jalur-perseorangan/


Mengapa Saya Maju via Jalur Perseorangan?

Oleh

Indra Jaya Piliang
Bakal Calon Walikota Pariaman 2013-2018

Bismillahirrahmanirrahim.
 Insya Allah, siang ini, tanggal 10 April 2013, saya bersama Joserizal 
Mandai, mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Kota Pariaman sebagai
 calon walikota dan wakil walikota Pariaman. Keputusan ini kami ambil 
setelah melihat perkembangan perolehan tanda-tangan dukungan dan 
fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang diperoleh. Alhamdulillah, dalam waktu
 yang singkat, sekitar 2 minggu, para relawan berhasil mengumpulkan 
syarat minimal sebanyak 6.500 dukungan tanda-tangan dan fotokopi KTP. 

Banyak pertanyaan, kenapa saya mengumpulkan KTP? Jujur, sejak awal memutuskan 
untuk maju dalam pilkada Kota Pariaman, saya menggunakan jalur partai 
politik, terutama Partai Golkar dan termasuk Partai Amanat Nasional. 
Hanya saja, sampai hari ini, saya belum mendapatkan kejelasan tentang 
keputusan resminya. Saya mendaftarkan diri ke Partai Golkar, lalu ke 
Partai Amanat Nasional, guna mengikuti proses yang terbuka dalam kedua 
partai tersebut. Setelah mendaftar pada bulan Oktober tahun lalu, 
sedikit sekali informasi yang saya peroleh. 

Saya punya hubungan 
historis dengan PAN, mengingat menjadi salah seorang pendiri di 
Kabupaten Tangerang. Selain itu, saya juga pernah menjadi kader utama, 
fungsionaris dan pengurus Dewan Pimpinan Pusat PAN di bawah pimpinan 
Prof Dr Amien Rais. Walau hanya sebentar di PAN, setelah mengundurkan 
diri pada tanggal 21 Januari 2001, saya merasa memiliki hubungan 
emosional. Informasi dari PAN sudah saya gali dari daerah sampai ke 
pusat. 

Lain halnya dengan Partai Golkar. Saya memang 
mempersiapkan diri maju lewat Partai Golkar. Saya sudah menyusun rencana dan 
program pemenangan, dari A sampai Z. Karena yakin bahwa Partai 
Golkar bisa maju sendiri dan saya hanya perlu untuk menang dari seluruh 
potensi kader yang mendaftar, maka saya lebih banyak melakukan pelatihan 
relawan di setiap desa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penetrasi 
langsung di akar rumput. Saya sama sekali tidak melakukan kegiatan 
pencitraan yang masif, guna meningkatkan popularitas, likeabilitas 
ataupun elektabilitas. 

Contohnya bisa dilihat dengan gamblang. 
Baliho atau spanduk yang saya edarkan sama sekali tidak berisi foto atau bahkan 
nama saya. Tagline “Iko Jaleh Piaman” yang saya usung, dengan 
maksud menunjukkan apa-apa saja yang ada di Kota Pariaman. Serial 
tulisan “Iko Jaleh Piaman” di website ini juga menunjukkan usaha saya 
untuk memetakan masalah-masalah yang ada di Kota Pariaman. Satu-satunya 
baliho saya di simpang tabuik, hanya memuat gambar saya dalam wajah yang kabur. 

***

Saya sadar bahwa politik adalah proses kerja 
marathon, bukan lomba lari 100 meter. Bagaimanapun, saya sudah terlibat 
dalam proses politik dalam tubuh Partai Golkar hampir lima tahun, 
tepatnya sejak memutuskan bergabung pada tanggal 6 Agustus 2009. Saya 
langsung terjun sebagai calon anggota DPR RI dengan Daerah Pemilihan 
Sumbar II. Walau hanya mendapatkan suara 26.599, angka itu jauh lebih 
banyak dari angka yang diperoleh beberapa anggota DPR RI yang mewakili 
Provinsi Sumatera Barat. Saya juga berjibaku dalam proses pemilihan umum 
presiden dan wakil presiden RI, serta tampil di depan. 

Tapi 
rupanya, apa yang saya lakukan belum cukup. Partai Golkar mengambil 
keputusan tanpa pemberitahuan. Bahkan, apa program-program saya, 
bagaimana tim yang saya bentuk, seperti apa pembiayaannya, serta yang 
lainnya, sama sekali tidak ada yang memeriksa. Saya merasa seperti orang asing 
di dalam partai sendiri. Padahal, saya bergerak ke banyak daerah 
di Indonesia melakukan pembinaan, baik secara intelektual, mental, 
ideologi sampai semangat. 

Baiklah, saya sudah banyak belajar. Dan kini, saya terus belajar. Tiba-tiba 
saja, muncul informasi bahwa Partai Golkar sudah mengambil keputusan. Keputusan 
itu mengejutkan saya, 
karena Partai Golkar lebih memilih untuk mengusung kader partai lain 
sebagai Calon Walikota dan secara tersirat hanya mengajukan Calon Wakil 
Walikota dari unsur internal. Padahal, Partai Golkar bisa mengajukan 
sendiri pasangan calon, tanpa harus berkoalisi. 

Saya mencoba 
menghubungi Ketua Pemenangan Pemilu Wilayah Sumatera I, Bang Andi Ahmad 
Dara. Saya juga menghubungi Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bang 
Cicip Soetardjo. Saya berdiskusi dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar, 
Bang Aburizal Bakrie.  

Ada banyak yang saya tidak pahami, 
mengingat perbandingan dengan pilkada di daerah-daerah lain. Kalau 
tujuannya kemenangan, kenapa tidak bertanya bahwa saya punya program 
itu? Kalau saya lebih dibutuhkan di tempat lain, katakanlah sebagai 
anggota DPR RI, paling tidak ada komunikasi juga. Kalau elektabilitas 
saya rendah, berapa persen angkanya? Dan memang, sejak awal saya belum 
punya program ke arah itu, sebelum bulan Maret dan April tahun 2013 ini.

Ada apa? Tak banyak yang bisa saya

Re: [R@ntau-Net] Tulisan menangkal tesis spekulatif ttg nama2 aneh orang Minang

2013-03-31 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Mantap tulisan uda. Nama saya Indra Jaya. Menurut ayah saya, Boestami Dt Nan 
Sati (kelahiran 1935), nama itu singkatan dari Indonesia Raya Jaya, bukan Indro 
Joyo :)

Sent from my iPad

On 31 Mar 2013, at 06:52, Andrinof A Chaniago andri...@gmail.com wrote:

 Betul, Wannofri,
 Walaupun masyarakat Minang di kampung (Sumbar) tercatat sbg daerah dengan 
 tingkat minat baca yang tinggi, harus diakui bahwa masyarakat kita, bahkan 
 sebagian elite suka dikelabui oleh mitos. Tanggung jawab kita sebagai 
 akademisi untuk membersihkan mitos-mitos yang merusak.
 Salam,
 
 Andrinof
  
 
 
 2013/3/30 wannofri samry wanno...@yahoo.com
 Salam, Sebeum refofrmasi saya pernah tulisan berkaitan dengan mitos PRRI dan 
 otonomi daerah 3 tulisan bersambung. Saya ketika penelitian PDRI bertemu 
 dengan para tokoh yang juga terlibat dalam PRRI, saya justru mendapat data 
 dari wawancara bahawa tidak ada ketakutan orang Minangkabau tehadap 
 identitas selepas PRRI. Itu hanyalah mitos yang dihembuskan oleh orang Pusat 
 }harun Zain dan Golkar untuk mengklaim bahwa Harun Zain Cs menjadi pahlawan 
 mambangkik jati diri orang Minangkabau. Bahkan Golkar memanfaatkan mitos itu 
 untuk menguasai masyarakat secarapolitik di daerah. pada hal saya baca 
 ketika menulis sejarah Unand Harun Zain juga seorang pemgagum Soekarno.  
 Harun zain terlalu berlebih dalam biografinya yg mengatakan mahasiswa Unand 
 selepas PRRI seperti ketakutan dan wajah lesu. Itu itos untuk kepentinan 
 politik harun zain cs.
 
 Kemudian tidak ada saya pikir ketakutan orng Minang secara berlebihan pasca 
 1958 itu. Saya juga melihat masih banyak nama-nama berciri khas Minangkabau, 
 seperti hamrizal, Desmawati, Zakirman, Syafrizal, M Nur, dsb. ketakutan yang 
 apungkan itu menurut saya mitos.ketika penelitian sejarah saya tanya kepada 
 tokoh2 PRRI bahwa mereka bangga telibat PRRI. 
 
 
 terima kasih.
 
 Wassalam
 WNS
 
 From: Andrinof A Chaniago andri...@gmail.com
 To: RantauNet@googlegroups.com 
 Sent: Saturday, March 30, 2013 7:16 PM
 Subject: [R@ntau-Net] Tulisan menangkal tesis spekulatif ttg nama2 aneh 
 orang Minang
 
 Teras Utama, Harian Padang Ekspres, Sabtu, 30 Maret 2013
  
 Meluruskan Tafsir Nama-nama “Aneh”
 Oleh Andrinof A Chaniago
 Akademisi dari Universitas Indonesia
  
 Untuk perkara menafsir nama-nama khas orang Minang saja, orang Minang 
 ternyata bisa tersesat jauh. Seorang kawan di jaringan facebook yang berasal 
 dari Jawa menulis status begini, “Orang padang setelah kekalahan Permesta 
 tahun 1958 memang krisis identitas, jadi nama orang Minang aneh-aneh 
 kedengarannya, macam Don Vitto, Geovanni, Muhammad Rika, padahal nama umum 
 orang Minang kan Sutan Azwar, Nazrul Asril, Amrullah Karim atau Marah 
 Rusli.” Saya tidak terlalu kaget dengan prasangka seperti itu, meski yang 
 seperti ini selalu mengganjal hati saya. Tetapi, yang membuat saya kaget dan 
 prihatin, status kawan facebooker tadi diamini oleh seorang kolega dan 
 senior asal Minang di bawah status yang ditulis oleh kolega yang berasal 
 dari Jawa tadi. (Ini terjadi pada 19 April 2010)
 Di kesempatan yang lain, saya menemukan lagi pikiran yang “mengejutkan” dan 
 membuat saya makin prihatin dengan pengetahuan dan sikap sejumlah orang 
 Minang sendiri terhadap nama-nama aneh orang-orang Minang. Sebuah tim yang 
 ingin mengambil inisiatif menjadi perumus usulan syarat-syarat untuk 
 menyebut seseorang Di sebagai orang Minang, tim itu mencantumkan rumusan 
 usulan bahwa untuk disebut sebagai orang Minang, orang harus memiliki nama 
 khas orang Minang atau nama yang islami. Saya agak terperanjat sekaligus 
 makin prihatin, membaca ide dan usulan kriteria tersebut.
 Orang yang paling sering melontarkan “tesis” bahwa nama-nama aneh orang 
 Minang itu adalah dampak dari Peristiwaa PRRI, adalah pengamat politik dan 
 analis sejarah, yakni Fachry Ali. Fachry Ali yang secara pribadi dengan saya 
 berada dalam jalinan hubungan sebagai senior dekat saya, sudah sering 
 mendapat bantahan dengan bukti empiris dari saya. Sebagai pengamat, ia 
 memang sering terlalu mengandalkan metode interpretatif, walau dengan data 
 yang terbatas. Belakangan, saya melihat Fachry Ali sudah tidak lagi 
 menggunakannya. Tetapi, celakanya, klaim bahwa nama-nama khas orang Minang 
 berhubungan dengan Peristiwa PRRI sudah terlanjur diyakini oleh sejumlah 
 kalangan. Walaupun sebagian dari kita sudah pernah juga mendengar versi lain 
 tentang asal-usul nama “aneh” sebagian orang Minang tersebut, namun 
 nyatanya, klaim yang keliru itu tetap masih dipercaya oleh sebagian orang 
 Minang.
 Saya ingin tunjukkan beberapa nama “aneh” orang Minang yang jelas lahir 
 sebelum Peristiwa PRRI sehingga nama itu diberikan orang tua mereka tidak 
 ada hubungan dengan Peristiwa PRRI. Ada Masmimar Mangiang, seorang ahli 
 bahasa media yang cukup dikenal di kalangan aktifis dan wartawan senior, 
 termasuk salah satu dari banyak orang yang memiliki nama yang berasal dari 
 singkatan yang punya nilai “historis”. Nama Mangiang di 

[R@ntau-Net] Pidato Deklarasi: Menikam Jejak, Mencari Akar

2013-03-31 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
 kita jalankan sejak sekarang. Sebab, 
tantangan Pariaman ke depan bukan terletak dari warga kotanya, melainkan dari  
kepemimpinan yang lahir di kota ini. Kepemimpinan 
yang visioner, sekaligus sama sekali tidak melupakan agama, tradisi, 
sejarah dan kebudayaannya. Kepemimpinan yang memiliki azas meritokrasi 
dalam sisi pemerintahan, bukan yang mudah terpengaruh oleh kepentingan 
keluarga, suku, golongan ataupun sifat-sifat yang sebetulnya tidak 
sesuai dengan sejarah kota ini. 

Dari Pulau Angso Duo ini, kami menyerukan semangat pembaharuan dan perubahan 
bagi kota Pariaman. Mari kita lakukan proses ini dengan itikad baik, 
niat yang bersih, kerjasama yang utuh, guna kemajuan kita bersama. Mari 
kita kembangkan wisata bahari dari pulau ini, wisata kuliner, wisata 
belanja, wisata sejarah, wisata relegius, sampai wisata jiwa dalam 
semangat perantauan yang jauh. Selain itu, dengan letaknya yang 
strategis, Kota Pariaman ini sangat cocok dikembangkan menjadi kota 
jasa, kota pendidikan dan industri yang berbasiskan warga. 

Sir Stanford Raffles pernah mencoba membangun Bengkulu sebagai salah satu 
pusat kota di Nusantara. Namun, Raffles gagal, lalu memindahkannya ke 
Malaka yang kini menjadi Singapura. Kita tentu tidak ingin muluk-muluk. 
Yang perlu kita pelajari adalah, kenapa Raffles gagal di Bengkulu, lalu 
berhasil di Malaka (Singapura)? Tanpa harus menjadi sebuah negara, kami 
menyediakan pangkal lengan kami, bahu kami, tenaga kami, pikiran kami, 
bahkan waktu dan biaya, guna mengembangkan kota ini sebagai satu daerah 
yang penting di Sumatera Barat, khususnya, dan Sumatera, umumnya. 
 
Hadirin Yang Berbahagia

Tentu kita berkejaran dengan waktu. Karena maju dari Partai Rakyat Badarai, 
berupa KTP warga, kami berharap kepada warga kota mendukung kami dengan 
KTP. Dukungan berupa KTP inilah yang menjadi dasar bagi kami untuk terus 
melanjutkan proses ini, sampai ke ujungnya, yakni berkompetisi secara 
sehat dalam pilkada Kota Pariaman. KTP yang kami perlukan sekitar 
10.000. Seluruh relawan dan tim akan bekerja keras, siang dan malam, 
untuk mendapatkannya, sampai hari pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum 
Kota Pariaman. 

Mengapa KTP? Karena dari sini kami bisa mengukur, seberapa besar response 
masyarakat Kota Pariaman terhadap proses pencalonan kami. KTP adalah 
lambang administrasi negara dalam level yang lebih jelas, dengan dokumen yang 
terukur. 

Perjuangan mendapatkan KTP inilah langkah selanjutnya setelah deklarasi. Kalau 
ada warga Kota Pariaman yang mau memberikan dukungan, silakan datang ke Jln M 
Jamil Nomor 3, Kelurahan Jawi-Jawi I, Simpang Sianik, Kota Pariaman. 
Namun demikian, kami juga tidak menutup kemungkinan diusung oleh 
partai-partai politik. 

Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan yang sudah ada. Banyak yang 
datang mengantarkan KTP ke posko kami. Kami juga mengucapkan terima 
kasih kepada warga yang hadir. Perjuangan kita belum selesai. Kita perlu sampai 
ke tujuan, dengan cara yang santun, bermartabat, sekaligus 
dengan pikiran dan semangat yang sehat. 

Demikianlah pidato singkat ini kami sampaikan, guna diketahui oleh masyarakat 
Kota 
Pariaman. Terlebih dan terkurang, kami haturkan banyak terima kasih. 

Wabillahi Taufik Walhidayah
Wassalamu’alaikum Wr Wb 

Pulau Angso Duo, 31 Maret 2013

Indra Jaya Piliang dan Jose Rizal Mandai

Silakan buka: 
http://indrapiliang.com/2013/03/31/pidato-deklarasimenikam-jejak-mencari-akar/

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.




[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (17)

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2013/01/28/iko-jaleh-piaman-17-/

Iko Jaleh Piaman (17) 
Oleh
Indra J Piliang*)

Masih banyak orang Pariaman belum tahu tentang cerita Anggun Nan Tongga. 
Buktinya, waktu acara talkshow di Radio Dara FM tanggal 15 Januari 2013 
lalu, saya sempat bertanya tentang gelar atau nama lainnya. Ada memang 
yang berhasil menjawab, yakni Magek Jabang. Namun ketika ditanya soal 
Nangkodo Baha, semakin sedikit yang tahu. Padahal, dua ikon inilah yang 
sudah menjadi bagian dari mitologi sosial Rang Piaman. 

Guna 
mengingatkan kembali tentang dua ikon itu, saya sudah lama ingin 
menerbitkan kembali kisah mereka yang pernah ditulis. Kebetulan, dua 
tahun lalu saya berjumpa dengan Abrar Yusra. Novelis ini pernah menulis 
tentang Anggun Nan Tongga, Nangkodo Baha, Gondan Gondoriah dan 
lain-lain. Baru minggu lalu saya mendapatkan naskah novel berjudul 
“Dendang Pelayaran” karya Abrar Yusra ini. Naskah yang menghentak, tentu dengan 
versinya sendiri. 

Setelah membaca naskah Abrar Yusra, 
saya baru paham cerita Nangkodo Baha, Anggun Nan Tongga dan lain-lainnya itu 
dalam versi Abrar. Walau langgamnya tidak terlalu sesuai dengan 
kaidah sebuah naskah yang akan beredar di Minangkabau, melainkan lebih 
ditujukan kepada pembaca Indonesia, cerita ini mengurai hubungan banyak 
pihak di dalamnya. Bagaimanapun, saya akhirnya memutuskan untuk 
menerbitkan (kembali) naskah ini. Biarlah nanti publik yang menilai. 

Pentingnya mengangkat (lagi) naskah tentang Anggun Nan Tongga dan nama-nama 
yang 
terkait dengannya ini, adalah bagian dari usaha saya untuk “Menikam 
Jejak, Mencari Akar”. Tidak hanya sekadar membangkit batang terendam, 
tetapi juga membersihkan batang-batang itu untuk menelusuri seluruh 
lekuk-lekuknya. Dan ini bukan usaha pertama, tetapi menjadi bagian dari 
proses yang sudah lama saya lakukan secara pribadi. 

Saya termasuk orang yang sedih, ketika Tugu Layar di Simpang Tugu Tabuik 
sekarang 
dibongkar. Bagaimanapun, sejarah TNI Angkatan Laut pernah hidup di 
Pariaman, terbukti dengan Tugu Layar itu. Ada kalimat yang saya selalu 
ingat di Tugu Layar itu: “Panakiak pisau sirauit, Ambiak galah batang 
lintabuang, Salodang ambiak ka nyiru. Nan satitiak jadikan lauik, Nan 
sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru.” Sejak mengenal 
kata-kata itu, saya menjadikannya sebagai pedoman hidup, baik di rantau, 
apalagi di ranah. Sebagai seorang pembelajar, kata-kata itu membekas 
dalam diri saya. 

Sampai sekarang saya tidak mengerti, kenapa Tugu Layar hilang. Saya tentu 
setuju dengan adanya Tugu Tabuik, tetapi bukan berarti yang lain harus 
dihilangkan. Apalagi, para tetua Pariaman masih ingat, betapa setiap Hari 
Angkatan Laut (atau Hari Dharma Samudera, 
setiap tanggak 15 Januari) ada semacam defile dari TNI AL di Pantai dan 
Kota Pariaman. Simbol sebagai kota maritim tertanam, dengan Tugu Layar 
menjadi salah satu ikonnya. Dengan atraksi defile TNI AL setiap tahun di Kota 
Pariaman saja, sudah menjadi kebanggaan tersendiri warga kota. 
Apalagi sepanjang sejarahnya, Kota Pariaman memang terkenal sebagai 
basis armada laut, baik pihak asing, maupun pribumi. 

*** 

Mitologi
 Anggun Nan Tongga dan Nangkodo Baha adalah bagian dari kejayaan maritim
 Rang Piaman. Piaman disini meliputi tidak hanya Kota Pariaman sekarang,
 melainkan juga Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam (bagian Barat,
 seperti Tiku), Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Padang. Itulah 
yang disebut sebagai Piaman Laweh. 

Penjelajahan yang dilakukan 
oleh Anggun Nan Tongga, juga sampai ke sejumlah pulau lain yang tentu 
“sulit” diterjemahkan secara geografis, seperti Pulau Malabari. Tugas 
ilmuwanlah mengungkap nama-nama yang tersembunyi di balik mitos, 
terutama para ahli antropologi. 

Tanpa keinginan yang kuat untuk 
mempertahankan apa-apa yang sudah pernah dimiliki oleh Kota Pariaman, 
justru akan memicu proses destruksi budaya. Bukan berarti semua benda 
dari masa lalu harus dipuja, tetapi tanpa masa lalu, manusia sekarang 
hanyalah bagaikan buih di tengah samudera. Sekalipun kecenderungan yang 
kuat adalah “Adat menurun, Agama menaik”, tetapi juga patut dikaitkan 
dengan “Bertangga naik, berjenjang turun”. Naik turunnya (pengaruh) 
agama dan adat, memiliki tangga dan jenjangnya masing-masing, tidak bisa 
langsung punah dan hilang sama sekali. 

Dari naskah Abrar Yusra, 
ada sosok yang menarik, yakni Intan Karang. Barangkali, kontroversi akan 
muncul. Begitu juga posisi Ganto Sori, etek atau bibi Anggun Nan 
Tongga, Ratu Istana Kampung Dalam. Intan Karang adalah istri Nangkodo 
Baha yang diceraikan di tengah laut, di atas kapal Dandang Olai, karena 
berselingkuh dengan Anggun Nan Tongga. Intan Karang ini juga muncul 
sebagai pengatur strategi penyerangan pulau tempat Raja Tua disekap 
perompak. Namun sebagai sebuah kisah utuh, tanpa adegan perselingkuhan 
Intan Karang di atas kapal, tidak akan ketemu akhir dari cerita “Dendang 
Pelayaran” ini. Sebagai kisah yang utuh, satu atau dua alinea yang 
disobek akan 

Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang Mangkonyo Rami

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Ambo setuju uda Suryadi. Paru2 kota, buruang2. Lokasi nan lain banyak nan 
mubazir, tpi bukan di foto iko. 

Lagipula, sekarang sy lihat, di lokasi yg di foto ini, sudah banyak yang 
berubah. Pedagang kaki lima, misalnya, sudah menguasai pantai. Skrg bangunan2 
kayu sudah dibikin. Kalau dibiarkan, lama2 bisa menjadi bangunan semi permanen 
dan permanen. 

Saya sudah punya gambaran tentang pengelolaan pantai Pariaman. Mana yg pantai 
terbuka, mana Tempat Pelelangan Ikan, mana yang tempat bakar ikan (kuliner ikan 
saja), mana yang jadi hutan pantai, mana juga yang dibuat jadi semacam water 
front city. Termasuk juga sungai2 kecil, selokan2 kecil, bisa ditata, dengan 
konsep sungai atau selokan jadi halaman depan, bukan halaman belakang. 


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Lies Suryadi niadil...@yahoo.co.id
To: rantaunet@googlegroups.com rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 4:00 PM
Subject: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang 
Mangkonyo Rami
 

Saya terkejut melihat foto udara Pariaman ini, dimana dikatakan hotel sekitar 
Nan Tongga disebut 'lahan mubazir'. Jan sampai konsep calak bingkau pembangunan 
kota2 bantuak di Jawa tabao lo sampai ka Piaman. Lai ado juo tanah nan lapang 
lai dijadikan kadai, jadi bangunan. Indak ado paru-paru kota, indak ado tampaik 
urang bamain dam rimbunan pohon di sekitar kota. Rancak diinok2'an kini dulu. 
Ambo kiro lah banyak anggota rantau net ko pai ka Paris, Amsterdam, New York, 
dll. Lieklah urang manata kotanyo: apo tanah laweh di sekitar kaki Menara Eifel 
tu dibuek urang untuak kadai2 jo toserba/maal? Apo Vondelpark nan lah lah 
takapuang di tangah2 Amsterdam tu dibuldoser urang untuak dibuek gaduang2 
tingi? Itu tandonyo indak kepeng masuak sajo doh nan dipikiakan dek penguasa 
kota2 tu. Contoh dakek: lieklah kota Padang kini. Baa bantuak e? Ancik urang ka 
bisa istirahat, angkot sae ndak bisa istirahat kini doh.
 
Jadi, mohon bana ka calon panguaso Piaman, a sajo bangunlah: tapi jo konsep, 
tinggakan hutan alam untuak paru2 kota, untuk keindahan kota,  untuak 
pertahanan resapan aia. Ambo kiro rancak kawasan di sekitar Muaro Pariaman tu 
dibiakan hijau, tapi ditata elok2. Kok indak, ambo khawatir kito akan maulang 
kesalahan2 lagi.
 
JAN MANYASA KUDIAN.
 
Wassalam,
Suryadi

Dari: Zulfadli fadli...@gmail.com
Kepada: rantaunet@googlegroups.com 
Dikirim: Senin, 28 Januari 2013 9:18
Judul: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang 
Mangkonyo Rami


Peta PDP ...


2013/1/28 Zulfadli fadli...@gmail.com

Assalamualaikum Dunsanak di Rantaunet,
 
Talabiah dahulu ambo mohon maaf, thread iko bukan bamukasuik nio kampanye 
dini, namun hanyo sabagai apresiasi ambo terhadap pikiran-pikiran Indra Jaya 
Piliang nan baniaik manjadi Walikota Pariaman 2013-2018.
Kebetulan pokok-pokok pikiran Ajo IJP tu pernah pulo manjadi angan-angan ambo, 
namun kalau dulu ambo maraso itu hanyo mimpi nan talampau muluk, dengan 
majunyo IJP ambo mulai maraso bahwa ide-ide tu indak salamonyo ota sajo, Insya 
Allah dengan kemampuan Networking nyo, IJP bisa marealisasikan ide-ide tu.
 
Dari nan ambo tangkok ado babarapo poin ide IJP untuak mambuek Piaman Tacelak, 
yaitu:
 
- Zonasi Sentra Ekonomi, dengan menjadikan tiok pasa/balai di Piaman ko 
Unique, contohnyo Pasa Kurai Taji untuak Wisata Kuliner dan Pasar Hasil Bumi, 
Balai Nareh untuak Sentra Fashion, dan Pasa Pariaman dibenahi sahinggo labiah 
manusiawi dan modern
- Paralu adonyo tampek-tampek nan manjadi ciri masyarakat kota saroman 
Perpustakaan Publik, Cafe Diskusi dll.
- Paralu ado Universitas di Piaman
- Paralu ado Hotel dengan kualitas rancak dan akses nan mudah dari Bandara 
Internasional Minangkabau - Katapiang
- Paralu ado Industri berbasis hasil bumi Piaman, saroman Pabrik Nata de Coco
 
Manuruik IJP , masyarakat Piaman tarutamo urang mudo sabananyo lah siap 
manjadi masyarakat kota, karano karakter egaliter menjadi penunjang dan 
antusiasme urang mudonyo untuak maju.
Ambo doakan semoga Ajo IJP sukses dalam pemilihan dan pengabdian ko, walaupun 
sabagai urang rantau ambo ndak bisa mamiliah. Mudah-mudahan nan mamiliah IJP 
lai samo banyaknyo jo Follower Twitter beliau.
 
Ambo cuma titip ide kalau ambo rindu jo hal yaitu :
 
- Adonyo Landmark di Kota Pariaman, misalnyo berupa Masjid Agung Piaman nan 
dibangun di ateh Lahan Kantor PLN (Simpang Kampuang Cino) atau bisa sajo 
landmark ko berupa Stasiun Pariaman yang dibenahi menjadi Bangunan Eksotik, 
sebagai satu2nya Stasiun Bernuansa Pantai dan Kolonial di Sumatra
 
- Adonyo Pariaman Discovery Park yang terintegrasi dengan Stasiun, Pantai 
Gandoriah, Masjid dan Komplek Nasi Set (ambo lampirkan petanyo)
 
 
Salam,
 
Zulfadli (Laki, 29)
- Kuli Telekomunikasi di Jakarta
 
-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R

Re: Bls: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (17)

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Batue. Itu dia, Kanda. Semacam napak tilas. Kini Pantai Gondan Gondoriah sudah 
ada. Hotel Nan Tongga sudah ada. Tinggal yg lain, misalnya bentuk kapal Dandang 
Olai, Gunuang Ledang, dll. 

Sent from my iPad

On 28 Jan 2013, at 16:11, Lies Suryadi niadil...@yahoo.co.id wrote:

 Dinda IJP,
  
 Carito Anggun Nan Tongga Magek Jabang ko potensial mah 'diterjemahkan' jadi 
 objek Pariwisata Piaman. Sakadar untuak mandapek ilham, lieklah caro 
 Pemerintah kota Melaka 'menerjemahkan' kisah Hang Tuah jadi salah satu objek 
 wisatanyo. Bagaduru lo urang pai maliek, baserak dollar, euro, rupiah, dll. 
 di situ. Kok ado kesempatan Dinda ka Melaka, lakik'ilah mempelajarinyo. 
 Banyak kisah2 lamo di Piaman nan bisa kita 'terjemahkan' jadi objek 
 pariwisata, juo 'Kisah si Joki' misalnyo. Nan penting ado konsep. Banyak nan 
 bisa dikarajokan. Paralu urang mudo nan basumangaik, nan indak bapikia 4 
 tahun ka muko sajo doh.
  
 Wassalam,
 Suryadi
  
 
 Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 Kepada: Rantau Net RantauNet@googlegroups.com 
 Cc: Koran Digital koran-digi...@googlegroups.com; Forahmi 
 fora...@yahoogroups.com; Kahmi kahmi_pro_netw...@yahoogroups.com; Lisi 
 l...@yahoogroups.com; p...@yahoogroups.com p...@yahoogroups.com 
 Dikirim: Senin, 28 Januari 2013 9:53
 Judul: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (17)
 
 http://indrapiliang.com/2013/01/28/iko-jaleh-piaman-17-/
 
 Iko Jaleh Piaman (17) 
 Oleh
 Indra J Piliang*)
 
 Masih banyak orang Pariaman belum tahu tentang cerita Anggun Nan Tongga. 
 Buktinya, waktu acara talkshow di Radio Dara FM tanggal 15 Januari 2013 lalu, 
 saya sempat bertanya tentang gelar atau nama lainnya. Ada memang yang 
 berhasil menjawab, yakni Magek Jabang. Namun ketika ditanya soal Nangkodo 
 Baha, semakin sedikit yang tahu. Padahal, dua ikon inilah yang sudah menjadi 
 bagian dari mitologi sosial Rang Piaman.
 
 Guna mengingatkan kembali tentang dua ikon itu, saya sudah lama ingin 
 menerbitkan kembali kisah mereka yang pernah ditulis. Kebetulan, dua tahun 
 lalu saya berjumpa dengan Abrar Yusra. Novelis ini pernah menulis tentang 
 Anggun Nan Tongga, Nangkodo Baha, Gondan Gondoriah dan lain-lain. Baru minggu 
 lalu saya mendapatkan naskah novel berjudul “Dendang Pelayaran” karya Abrar 
 Yusra ini. Naskah yang menghentak, tentu dengan versinya sendiri.
 
 Setelah membaca naskah Abrar Yusra, saya baru paham cerita Nangkodo Baha, 
 Anggun Nan Tongga dan lain-lainnya itu dalam versi Abrar. Walau langgamnya 
 tidak terlalu sesuai dengan kaidah sebuah naskah yang akan beredar di 
 Minangkabau, melainkan lebih ditujukan kepada pembaca Indonesia, cerita ini 
 mengurai hubungan banyak pihak di dalamnya. Bagaimanapun, saya akhirnya 
 memutuskan untuk menerbitkan (kembali) naskah ini. Biarlah nanti publik yang 
 menilai.
 
 Pentingnya mengangkat (lagi) naskah tentang Anggun Nan Tongga dan nama-nama 
 yang terkait dengannya ini, adalah bagian dari usaha saya untuk “Menikam 
 Jejak, Mencari Akar”. Tidak hanya sekadar membangkit batang terendam, tetapi 
 juga membersihkan batang-batang itu untuk menelusuri seluruh lekuk-lekuknya. 
 Dan ini bukan usaha pertama, tetapi menjadi bagian dari proses yang sudah 
 lama saya lakukan secara pribadi.
 
 Saya termasuk orang yang sedih, ketika Tugu Layar di Simpang Tugu Tabuik 
 sekarang dibongkar. Bagaimanapun, sejarah TNI Angkatan Laut pernah hidup di 
 Pariaman, terbukti dengan Tugu Layar itu. Ada kalimat yang saya selalu ingat 
 di Tugu Layar itu: “Panakiak pisau sirauit, Ambiak galah batang lintabuang, 
 Salodang ambiak ka nyiru. Nan satitiak jadikan lauik, Nan sakapa jadikan 
 gunuang, Alam takambang jadikan guru.” Sejak mengenal kata-kata itu, saya 
 menjadikannya sebagai pedoman hidup, baik di rantau, apalagi di ranah. 
 Sebagai seorang pembelajar, kata-kata itu membekas dalam diri saya.
 
 Sampai sekarang saya tidak mengerti, kenapa Tugu Layar hilang. Saya tentu 
 setuju dengan adanya Tugu Tabuik, tetapi bukan berarti yang lain harus 
 dihilangkan. Apalagi, para tetua Pariaman masih ingat, betapa setiap Hari 
 Angkatan Laut (atau Hari Dharma Samudera, setiap tanggak 15 Januari) ada 
 semacam defile dari TNI AL di Pantai dan Kota Pariaman. Simbol sebagai kota 
 maritim tertanam, dengan Tugu Layar menjadi salah satu ikonnya. Dengan 
 atraksi defile TNI AL setiap tahun di Kota Pariaman saja, sudah menjadi 
 kebanggaan tersendiri warga kota. Apalagi sepanjang sejarahnya, Kota Pariaman 
 memang terkenal sebagai basis armada laut, baik pihak asing, maupun pribumi. 
 
 *** 
 
 Mitologi Anggun Nan Tongga dan Nangkodo Baha adalah bagian dari kejayaan 
 maritim Rang Piaman. Piaman disini meliputi tidak hanya Kota Pariaman 
 sekarang, melainkan juga Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam (bagian 
 Barat, seperti Tiku), Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Padang. Itulah 
 yang disebut sebagai Piaman Laweh.
 
 Penjelajahan yang dilakukan oleh Anggun Nan Tongga, juga sampai ke sejumlah 
 pulau lain yang tentu “sulit” diterjemahkan secara geografis, seperti Pulau

Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang Mangkonyo Rami

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Saya juga bingung, ada pagar tinggi parak karambie. Itu sudah ada pemiliknya 
atau bagaimana? Ini mesti dicek lagi. 


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: fadli...@gmail.com fadli...@gmail.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Cc: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com; pi_li...@yahoo.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 5:27 PM
Subject: Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

 
Ajo Suryadi dan Ajo IJP,
 
Perlu saya garis bawahi, MUBADZIR yang saya maksud adalah dalam posisinya 
sebagai Lahan Tidur dan tidak dapat diakses publik. Jauh sekali dalam pikiran 
saya lahan itu dikonversi menjadi ruko atau bangunan yang berlantai beton 
lainnya.
Saya jelas-jelas mengangankan Lahan itu berubah menjadi semacam Taman 
Pendidikan dan Budaya seperti halnya Taman Menteng di Jakarta Pusat, atau dalam 
istilah marketingnya adalah sebuah Discovery Park. Jadi mohon tidak 
disalahpahami.
 
Barangkali jika Ajo berkesempatan pulang, akan terlihat bahwa lahan Parak 
Karambia yang tidak cantik itu DIPAGARI SETINGGI 2 METER dan isinya tidak lain 
hanyalah ilalang dan rumput liar saja. Sedangkan kedai-kedai yang dilihat oleh 
Ajo IJP itu lokasinya adalah diluar pagar tersebut, menempel pada sisi luar 
pagar tersebut.
 
Poin saya adalah, apabila Pihak Hotel Nan Tongga sama sekali tidak punya ide 
untuk memanfaatkan Lahan Ilalang dan Karambia itu, adalah lebih baik Pemerintah 
Kota mengambil alih dengan skema kerjasama atau apapun itu, sehingga akses ke 
lahan itu bisa dibuka untuk publik dan lebih bermanfaat lagi.
 
Kenapa harus lahan itu? Kenapa bukan tempat lain di utara dan di selatan?
Semata-mata karena faktor strategisnya dan ada kesatuan konsep dengan sejarah 
Pariaman sebagai Kota Pelabuhan Lama.
Akan sangat cantik jika Lahan ini dibuka pagarnya dan dijadikan taman yang 
lebih modern serta terintegrasi dengan Stasiun Pariaman, Taman Gandoriah dan 
Masjid Nurul Bahari.
Selain itu Panggung Pentas akan menjadi objek sentral di tengah2 taman itu 
nantinya yang tentunya dapat dimanfaatkan lebih maksimal.
 
Sekali lagi, lihat dahulu ke lapangan. Kondisi sekarang tidak ada kemiripan 
sama sekali dengan area hijau di sekitar Landmark2 Eropa. Justru dengan 
menyulap area ini menjadi Taman Modern malah akan membuat Landmark Pariaman 
mirip dengan Landmark Eropa, dengan catatan Stasiun Pariaman lah yang menjadi 
Landmarknya.
 
 
Salam Hormat,
 
 
Zulfadli
 
 
 
 
 
 
 

Pada Senin, 28 Januari 2013 16:05:01 UTC+7, Indra Jaya Piliang  menulis:
Ambo setuju uda Suryadi. Paru2 kota, buruang2. Lokasi nan lain banyak nan 
mubazir, tpi bukan di foto iko. 

Lagipula, sekarang sy lihat, di lokasi yg di foto ini, sudah banyak yang 
berubah. Pedagang kaki lima, misalnya, sudah menguasai pantai. Skrg bangunan2 
kayu sudah dibikin. Kalau dibiarkan, lama2 bisa menjadi bangunan semi permanen 
dan permanen. 

Saya sudah punya gambaran tentang pengelolaan pantai Pariaman. Mana yg pantai 
terbuka, mana Tempat Pelelangan Ikan, mana yang tempat bakar ikan (kuliner 
ikan saja), mana yang jadi hutan pantai, mana juga yang dibuat jadi semacam 
water front city. Termasuk juga sungai2 kecil, selokan2 kecil, bisa ditata, 
dengan konsep sungai atau selokan jadi halaman depan, bukan halaman belakang. 



 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Lies Suryadi niad...@yahoo.co.id
To: rant...@googlegroups.com rant...@googlegroups.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 4:00 PM
Subject: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

Saya terkejut melihat foto udara Pariaman ini, dimana dikatakan hotel sekitar 
Nan Tongga disebut 'lahan mubazir'. Jan sampai konsep calak bingkau 
pembangunan kota2 bantuak di Jawa tabao lo sampai ka Piaman. Lai ado juo tanah 
nan lapang lai dijadikan kadai, jadi bangunan. Indak ado paru-paru kota, indak 
ado tampaik urang bamain dam rimbunan pohon di sekitar kota. Rancak diinok2'an 
kini dulu. Ambo kiro lah banyak anggota rantau net ko pai ka Paris, Amsterdam, 
New York, dll. Lieklah urang manata kotanyo: apo tanah laweh di sekitar kaki 
Menara Eifel tu dibuek urang untuak kadai2 jo toserba/maal? Apo Vondelpark nan 
lah lah takapuang di tangah2 Amsterdam tu dibuldoser urang untuak dibuek 
gaduang2 tingi? Itu tandonyo indak kepeng masuak sajo doh nan dipikiakan dek 
penguasa kota2 tu. Contoh dakek: lieklah kota Padang kini. Baa bantuak e? 
Ancik urang ka bisa istirahat, angkot sae ndak bisa istirahat kini doh.
 
Jadi, mohon bana ka calon panguaso Piaman, a sajo bangunlah: tapi jo konsep, 
tinggakan hutan alam untuak paru2 kota, untuk keindahan kota,  untuak 
pertahanan resapan aia. Ambo kiro rancak kawasan di sekitar Muaro Pariaman tu 
dibiakan hijau, tapi ditata elok2. Kok indak, ambo khawatir kito akan maulang 
kesalahan2

Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang Mangkonyo Rami

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Saya juga bingung, ada pagar tinggi parak karambie. Itu sudah ada pemiliknya 
atau bagaimana? Ini mesti dicek lagi. 


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: fadli...@gmail.com fadli...@gmail.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Cc: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com; pi_li...@yahoo.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 5:27 PM
Subject: Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

 
Ajo Suryadi dan Ajo IJP,
 
Perlu saya garis bawahi, MUBADZIR yang saya maksud adalah dalam posisinya 
sebagai Lahan Tidur dan tidak dapat diakses publik. Jauh sekali dalam pikiran 
saya lahan itu dikonversi menjadi ruko atau bangunan yang berlantai beton 
lainnya.
Saya jelas-jelas mengangankan Lahan itu berubah menjadi semacam Taman 
Pendidikan dan Budaya seperti halnya Taman Menteng di Jakarta Pusat, atau dalam 
istilah marketingnya adalah sebuah Discovery Park. Jadi mohon tidak 
disalahpahami.
 
Barangkali jika Ajo berkesempatan pulang, akan terlihat bahwa lahan Parak 
Karambia yang tidak cantik itu DIPAGARI SETINGGI 2 METER dan isinya tidak lain 
hanyalah ilalang dan rumput liar saja. Sedangkan kedai-kedai yang dilihat oleh 
Ajo IJP itu lokasinya adalah diluar pagar tersebut, menempel pada sisi luar 
pagar tersebut.
 
Poin saya adalah, apabila Pihak Hotel Nan Tongga sama sekali tidak punya ide 
untuk memanfaatkan Lahan Ilalang dan Karambia itu, adalah lebih baik Pemerintah 
Kota mengambil alih dengan skema kerjasama atau apapun itu, sehingga akses ke 
lahan itu bisa dibuka untuk publik dan lebih bermanfaat lagi.
 
Kenapa harus lahan itu? Kenapa bukan tempat lain di utara dan di selatan?
Semata-mata karena faktor strategisnya dan ada kesatuan konsep dengan sejarah 
Pariaman sebagai Kota Pelabuhan Lama.
Akan sangat cantik jika Lahan ini dibuka pagarnya dan dijadikan taman yang 
lebih modern serta terintegrasi dengan Stasiun Pariaman, Taman Gandoriah dan 
Masjid Nurul Bahari.
Selain itu Panggung Pentas akan menjadi objek sentral di tengah2 taman itu 
nantinya yang tentunya dapat dimanfaatkan lebih maksimal.
 
Sekali lagi, lihat dahulu ke lapangan. Kondisi sekarang tidak ada kemiripan 
sama sekali dengan area hijau di sekitar Landmark2 Eropa. Justru dengan 
menyulap area ini menjadi Taman Modern malah akan membuat Landmark Pariaman 
mirip dengan Landmark Eropa, dengan catatan Stasiun Pariaman lah yang menjadi 
Landmarknya.
 
 
Salam Hormat,
 
 
Zulfadli
 
 
 
 
 
 
 

Pada Senin, 28 Januari 2013 16:05:01 UTC+7, Indra Jaya Piliang  menulis:
Ambo setuju uda Suryadi. Paru2 kota, buruang2. Lokasi nan lain banyak nan 
mubazir, tpi bukan di foto iko. 

Lagipula, sekarang sy lihat, di lokasi yg di foto ini, sudah banyak yang 
berubah. Pedagang kaki lima, misalnya, sudah menguasai pantai. Skrg bangunan2 
kayu sudah dibikin. Kalau dibiarkan, lama2 bisa menjadi bangunan semi permanen 
dan permanen. 

Saya sudah punya gambaran tentang pengelolaan pantai Pariaman. Mana yg pantai 
terbuka, mana Tempat Pelelangan Ikan, mana yang tempat bakar ikan (kuliner 
ikan saja), mana yang jadi hutan pantai, mana juga yang dibuat jadi semacam 
water front city. Termasuk juga sungai2 kecil, selokan2 kecil, bisa ditata, 
dengan konsep sungai atau selokan jadi halaman depan, bukan halaman belakang. 



 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Lies Suryadi niad...@yahoo.co.id
To: rant...@googlegroups.com rant...@googlegroups.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 4:00 PM
Subject: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

Saya terkejut melihat foto udara Pariaman ini, dimana dikatakan hotel sekitar 
Nan Tongga disebut 'lahan mubazir'. Jan sampai konsep calak bingkau 
pembangunan kota2 bantuak di Jawa tabao lo sampai ka Piaman. Lai ado juo tanah 
nan lapang lai dijadikan kadai, jadi bangunan. Indak ado paru-paru kota, indak 
ado tampaik urang bamain dam rimbunan pohon di sekitar kota. Rancak diinok2'an 
kini dulu. Ambo kiro lah banyak anggota rantau net ko pai ka Paris, Amsterdam, 
New York, dll. Lieklah urang manata kotanyo: apo tanah laweh di sekitar kaki 
Menara Eifel tu dibuek urang untuak kadai2 jo toserba/maal? Apo Vondelpark nan 
lah lah takapuang di tangah2 Amsterdam tu dibuldoser urang untuak dibuek 
gaduang2 tingi? Itu tandonyo indak kepeng masuak sajo doh nan dipikiakan dek 
penguasa kota2 tu. Contoh dakek: lieklah kota Padang kini. Baa bantuak e? 
Ancik urang ka bisa istirahat, angkot sae ndak bisa istirahat kini doh.
 
Jadi, mohon bana ka calon panguaso Piaman, a sajo bangunlah: tapi jo konsep, 
tinggakan hutan alam untuak paru2 kota, untuk keindahan kota,  untuak 
pertahanan resapan aia. Ambo kiro rancak kawasan di sekitar Muaro Pariaman tu 
dibiakan hijau, tapi ditata elok2. Kok indak, ambo khawatir kito akan maulang 
kesalahan2

Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang Mangkonyo Rami

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Saya juga bingung, ada pagar tinggi parak karambie. Itu sudah ada pemiliknya 
atau bagaimana? Ini mesti dicek lagi. 


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: fadli...@gmail.com fadli...@gmail.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Cc: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com; pi_li...@yahoo.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 5:27 PM
Subject: Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

 
Ajo Suryadi dan Ajo IJP,
 
Perlu saya garis bawahi, MUBADZIR yang saya maksud adalah dalam posisinya 
sebagai Lahan Tidur dan tidak dapat diakses publik. Jauh sekali dalam pikiran 
saya lahan itu dikonversi menjadi ruko atau bangunan yang berlantai beton 
lainnya.
Saya jelas-jelas mengangankan Lahan itu berubah menjadi semacam Taman 
Pendidikan dan Budaya seperti halnya Taman Menteng di Jakarta Pusat, atau dalam 
istilah marketingnya adalah sebuah Discovery Park. Jadi mohon tidak 
disalahpahami.
 
Barangkali jika Ajo berkesempatan pulang, akan terlihat bahwa lahan Parak 
Karambia yang tidak cantik itu DIPAGARI SETINGGI 2 METER dan isinya tidak lain 
hanyalah ilalang dan rumput liar saja. Sedangkan kedai-kedai yang dilihat oleh 
Ajo IJP itu lokasinya adalah diluar pagar tersebut, menempel pada sisi luar 
pagar tersebut.
 
Poin saya adalah, apabila Pihak Hotel Nan Tongga sama sekali tidak punya ide 
untuk memanfaatkan Lahan Ilalang dan Karambia itu, adalah lebih baik Pemerintah 
Kota mengambil alih dengan skema kerjasama atau apapun itu, sehingga akses ke 
lahan itu bisa dibuka untuk publik dan lebih bermanfaat lagi.
 
Kenapa harus lahan itu? Kenapa bukan tempat lain di utara dan di selatan?
Semata-mata karena faktor strategisnya dan ada kesatuan konsep dengan sejarah 
Pariaman sebagai Kota Pelabuhan Lama.
Akan sangat cantik jika Lahan ini dibuka pagarnya dan dijadikan taman yang 
lebih modern serta terintegrasi dengan Stasiun Pariaman, Taman Gandoriah dan 
Masjid Nurul Bahari.
Selain itu Panggung Pentas akan menjadi objek sentral di tengah2 taman itu 
nantinya yang tentunya dapat dimanfaatkan lebih maksimal.
 
Sekali lagi, lihat dahulu ke lapangan. Kondisi sekarang tidak ada kemiripan 
sama sekali dengan area hijau di sekitar Landmark2 Eropa. Justru dengan 
menyulap area ini menjadi Taman Modern malah akan membuat Landmark Pariaman 
mirip dengan Landmark Eropa, dengan catatan Stasiun Pariaman lah yang menjadi 
Landmarknya.
 
 
Salam Hormat,
 
 
Zulfadli
 
 
 
 
 
 
 

Pada Senin, 28 Januari 2013 16:05:01 UTC+7, Indra Jaya Piliang  menulis:
Ambo setuju uda Suryadi. Paru2 kota, buruang2. Lokasi nan lain banyak nan 
mubazir, tpi bukan di foto iko. 

Lagipula, sekarang sy lihat, di lokasi yg di foto ini, sudah banyak yang 
berubah. Pedagang kaki lima, misalnya, sudah menguasai pantai. Skrg bangunan2 
kayu sudah dibikin. Kalau dibiarkan, lama2 bisa menjadi bangunan semi permanen 
dan permanen. 

Saya sudah punya gambaran tentang pengelolaan pantai Pariaman. Mana yg pantai 
terbuka, mana Tempat Pelelangan Ikan, mana yang tempat bakar ikan (kuliner 
ikan saja), mana yang jadi hutan pantai, mana juga yang dibuat jadi semacam 
water front city. Termasuk juga sungai2 kecil, selokan2 kecil, bisa ditata, 
dengan konsep sungai atau selokan jadi halaman depan, bukan halaman belakang. 



 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Lies Suryadi niad...@yahoo.co.id
To: rant...@googlegroups.com rant...@googlegroups.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 4:00 PM
Subject: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

Saya terkejut melihat foto udara Pariaman ini, dimana dikatakan hotel sekitar 
Nan Tongga disebut 'lahan mubazir'. Jan sampai konsep calak bingkau 
pembangunan kota2 bantuak di Jawa tabao lo sampai ka Piaman. Lai ado juo tanah 
nan lapang lai dijadikan kadai, jadi bangunan. Indak ado paru-paru kota, indak 
ado tampaik urang bamain dam rimbunan pohon di sekitar kota. Rancak diinok2'an 
kini dulu. Ambo kiro lah banyak anggota rantau net ko pai ka Paris, Amsterdam, 
New York, dll. Lieklah urang manata kotanyo: apo tanah laweh di sekitar kaki 
Menara Eifel tu dibuek urang untuak kadai2 jo toserba/maal? Apo Vondelpark nan 
lah lah takapuang di tangah2 Amsterdam tu dibuldoser urang untuak dibuek 
gaduang2 tingi? Itu tandonyo indak kepeng masuak sajo doh nan dipikiakan dek 
penguasa kota2 tu. Contoh dakek: lieklah kota Padang kini. Baa bantuak e? 
Ancik urang ka bisa istirahat, angkot sae ndak bisa istirahat kini doh.
 
Jadi, mohon bana ka calon panguaso Piaman, a sajo bangunlah: tapi jo konsep, 
tinggakan hutan alam untuak paru2 kota, untuk keindahan kota,  untuak 
pertahanan resapan aia. Ambo kiro rancak kawasan di sekitar Muaro Pariaman tu 
dibiakan hijau, tapi ditata elok2. Kok indak, ambo khawatir kito akan maulang 
kesalahan2

Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang Mangkonyo Rami

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Saya juga bingung, ada pagar tinggi parak karambie. Itu sudah ada pemiliknya 
atau bagaimana? Ini mesti dicek lagi. 


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: fadli...@gmail.com fadli...@gmail.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Cc: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com; pi_li...@yahoo.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 5:27 PM
Subject: Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

 
Ajo Suryadi dan Ajo IJP,
 
Perlu saya garis bawahi, MUBADZIR yang saya maksud adalah dalam posisinya 
sebagai Lahan Tidur dan tidak dapat diakses publik. Jauh sekali dalam pikiran 
saya lahan itu dikonversi menjadi ruko atau bangunan yang berlantai beton 
lainnya.
Saya jelas-jelas mengangankan Lahan itu berubah menjadi semacam Taman 
Pendidikan dan Budaya seperti halnya Taman Menteng di Jakarta Pusat, atau dalam 
istilah marketingnya adalah sebuah Discovery Park. Jadi mohon tidak 
disalahpahami.
 
Barangkali jika Ajo berkesempatan pulang, akan terlihat bahwa lahan Parak 
Karambia yang tidak cantik itu DIPAGARI SETINGGI 2 METER dan isinya tidak lain 
hanyalah ilalang dan rumput liar saja. Sedangkan kedai-kedai yang dilihat oleh 
Ajo IJP itu lokasinya adalah diluar pagar tersebut, menempel pada sisi luar 
pagar tersebut.
 
Poin saya adalah, apabila Pihak Hotel Nan Tongga sama sekali tidak punya ide 
untuk memanfaatkan Lahan Ilalang dan Karambia itu, adalah lebih baik Pemerintah 
Kota mengambil alih dengan skema kerjasama atau apapun itu, sehingga akses ke 
lahan itu bisa dibuka untuk publik dan lebih bermanfaat lagi.
 
Kenapa harus lahan itu? Kenapa bukan tempat lain di utara dan di selatan?
Semata-mata karena faktor strategisnya dan ada kesatuan konsep dengan sejarah 
Pariaman sebagai Kota Pelabuhan Lama.
Akan sangat cantik jika Lahan ini dibuka pagarnya dan dijadikan taman yang 
lebih modern serta terintegrasi dengan Stasiun Pariaman, Taman Gandoriah dan 
Masjid Nurul Bahari.
Selain itu Panggung Pentas akan menjadi objek sentral di tengah2 taman itu 
nantinya yang tentunya dapat dimanfaatkan lebih maksimal.
 
Sekali lagi, lihat dahulu ke lapangan. Kondisi sekarang tidak ada kemiripan 
sama sekali dengan area hijau di sekitar Landmark2 Eropa. Justru dengan 
menyulap area ini menjadi Taman Modern malah akan membuat Landmark Pariaman 
mirip dengan Landmark Eropa, dengan catatan Stasiun Pariaman lah yang menjadi 
Landmarknya.
 
 
Salam Hormat,
 
 
Zulfadli
 
 
 
 
 
 
 

Pada Senin, 28 Januari 2013 16:05:01 UTC+7, Indra Jaya Piliang  menulis:
Ambo setuju uda Suryadi. Paru2 kota, buruang2. Lokasi nan lain banyak nan 
mubazir, tpi bukan di foto iko. 

Lagipula, sekarang sy lihat, di lokasi yg di foto ini, sudah banyak yang 
berubah. Pedagang kaki lima, misalnya, sudah menguasai pantai. Skrg bangunan2 
kayu sudah dibikin. Kalau dibiarkan, lama2 bisa menjadi bangunan semi permanen 
dan permanen. 

Saya sudah punya gambaran tentang pengelolaan pantai Pariaman. Mana yg pantai 
terbuka, mana Tempat Pelelangan Ikan, mana yang tempat bakar ikan (kuliner 
ikan saja), mana yang jadi hutan pantai, mana juga yang dibuat jadi semacam 
water front city. Termasuk juga sungai2 kecil, selokan2 kecil, bisa ditata, 
dengan konsep sungai atau selokan jadi halaman depan, bukan halaman belakang. 



 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Lies Suryadi niad...@yahoo.co.id
To: rant...@googlegroups.com rant...@googlegroups.com 
Sent: Monday, January 28, 2013 4:00 PM
Subject: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya 
Piliang Mangkonyo Rami
 

Saya terkejut melihat foto udara Pariaman ini, dimana dikatakan hotel sekitar 
Nan Tongga disebut 'lahan mubazir'. Jan sampai konsep calak bingkau 
pembangunan kota2 bantuak di Jawa tabao lo sampai ka Piaman. Lai ado juo tanah 
nan lapang lai dijadikan kadai, jadi bangunan. Indak ado paru-paru kota, indak 
ado tampaik urang bamain dam rimbunan pohon di sekitar kota. Rancak diinok2'an 
kini dulu. Ambo kiro lah banyak anggota rantau net ko pai ka Paris, Amsterdam, 
New York, dll. Lieklah urang manata kotanyo: apo tanah laweh di sekitar kaki 
Menara Eifel tu dibuek urang untuak kadai2 jo toserba/maal? Apo Vondelpark nan 
lah lah takapuang di tangah2 Amsterdam tu dibuldoser urang untuak dibuek 
gaduang2 tingi? Itu tandonyo indak kepeng masuak sajo doh nan dipikiakan dek 
penguasa kota2 tu. Contoh dakek: lieklah kota Padang kini. Baa bantuak e? 
Ancik urang ka bisa istirahat, angkot sae ndak bisa istirahat kini doh.
 
Jadi, mohon bana ka calon panguaso Piaman, a sajo bangunlah: tapi jo konsep, 
tinggakan hutan alam untuak paru2 kota, untuk keindahan kota,  untuak 
pertahanan resapan aia. Ambo kiro rancak kawasan di sekitar Muaro Pariaman tu 
dibiakan hijau, tapi ditata elok2. Kok indak, ambo khawatir kito akan maulang 
kesalahan2

Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (17)

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Hehehe. Hapa jalan dek ditampuah, hapa kaji dek diulang :)

Sent from my iPad

On 28 Jan 2013, at 22:37, ZulTan zul_...@yahoo.com wrote:

 
 Biasonyo kalau informasi nan samo diulang-ulang, 
 
 Iko Jaleh Promosi.
 
 Kalau promosi ndak bisa man-deliver apo nan disampaikan, namonyo
 
 Iko Janji Palsu.
 
 Dek Iko Jaleh Piaman lah baulang-ulang sampai 17 kali kalau indak juo jaleh,
 
 Iko Jaleh Pakak!
 
 Kalau indak juo paham-paham,
 
 Iko Jaleh Pandia.
 
 Beko kalau lah babao-babao limbagonyo, lah buliah dikatoan,
 
 Iko Jualan Partai.
 
 Beko kalau tapiliah,
 
 Iyolah Jadi Pejabat.
 
 Kok isuak jadi wako nan dicintoi rang banyak,
 
 Iyolah Jadi Pujaan.
 
 Namun kok kalah,
 
 Iyo Jadi Pecundangnyo.
 
 Kalau sampai putuih aso dek,
 
 Itu Jelas Petaka!
 
 Kok program-programnyo masuak aka,
 
 Inshaallah Jadi Pemenang.
 
 Salam,
 ZulTan, L, Bogor
 From Sinyal Bagus XL, Nyambung... Teruuusss... Putuuusss!
 From: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Mon, 28 Jan 2013 00:53:58 -0800 (PST)
 To: Rantau NetRantauNet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Cc: Koran Digitalkoran-digi...@googlegroups.com; 
 Forahmifora...@yahoogroups.com; Kahmikahmi_pro_netw...@yahoogroups.com; 
 Lisil...@yahoogroups.com; p...@yahoogroups.comp...@yahoogroups.com
 Subject: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (17)
 
 http://indrapiliang.com/2013/01/28/iko-jaleh-piaman-17-/
 
 Iko Jaleh Piaman (17) 
 Oleh
 Indra J Piliang*)
 
 Masih banyak orang Pariaman belum tahu tentang cerita Anggun Nan Tongga. 
 Buktinya, waktu acara talkshow di Radio Dara FM tanggal 15 Januari 2013 lalu, 
 saya sempat bertanya tentang gelar atau nama lainnya. Ada memang yang 
 berhasil menjawab, yakni Magek Jabang. Namun ketika ditanya soal Nangkodo 
 Baha, semakin sedikit yang tahu. Padahal, dua ikon inilah yang sudah menjadi 
 bagian dari mitologi sosial Rang Piaman.
 
 Guna mengingatkan kembali tentang dua ikon itu, saya sudah lama ingin 
 menerbitkan kembali kisah mereka yang pernah ditulis. Kebetulan, dua tahun 
 lalu saya berjumpa dengan Abrar Yusra. Novelis ini pernah menulis tentang 
 Anggun Nan Tongga, Nangkodo Baha, Gondan Gondoriah dan lain-lain. Baru minggu 
 lalu saya mendapatkan naskah novel berjudul “Dendang Pelayaran” karya Abrar 
 Yusra ini. Naskah yang menghentak, tentu dengan versinya sendiri.
 
 Setelah membaca naskah Abrar Yusra, saya baru paham cerita Nangkodo Baha, 
 Anggun Nan Tongga dan lain-lainnya itu dalam versi Abrar. Walau langgamnya 
 tidak terlalu sesuai dengan kaidah sebuah naskah yang akan beredar di 
 Minangkabau, melainkan lebih ditujukan kepada pembaca Indonesia, cerita ini 
 mengurai hubungan banyak pihak di dalamnya. Bagaimanapun, saya akhirnya 
 memutuskan untuk menerbitkan (kembali) naskah ini. Biarlah nanti publik yang 
 menilai.
 
 Pentingnya mengangkat (lagi) naskah tentang Anggun Nan Tongga dan nama-nama 
 yang terkait dengannya ini, adalah bagian dari usaha saya untuk “Menikam 
 Jejak, Mencari Akar”. Tidak hanya sekadar membangkit batang terendam, tetapi 
 juga membersihkan batang-batang itu untuk menelusuri seluruh lekuk-lekuknya. 
 Dan ini bukan usaha pertama, tetapi menjadi bagian dari proses yang sudah 
 lama saya lakukan secara pribadi.
 
 Saya termasuk orang yang sedih, ketika Tugu Layar di Simpang Tugu Tabuik 
 sekarang dibongkar. Bagaimanapun, sejarah TNI Angkatan Laut pernah hidup di 
 Pariaman, terbukti dengan Tugu Layar itu. Ada kalimat yang saya selalu ingat 
 di Tugu Layar itu: “Panakiak pisau sirauit, Ambiak galah batang lintabuang, 
 Salodang ambiak ka nyiru. Nan satitiak jadikan lauik, Nan sakapa jadikan 
 gunuang, Alam takambang jadikan guru.” Sejak mengenal kata-kata itu, saya 
 menjadikannya sebagai pedoman hidup, baik di rantau, apalagi di ranah. 
 Sebagai seorang pembelajar, kata-kata itu membekas dalam diri saya.
 
 Sampai sekarang saya tidak mengerti, kenapa Tugu Layar hilang. Saya tentu 
 setuju dengan adanya Tugu Tabuik, tetapi bukan berarti yang lain harus 
 dihilangkan. Apalagi, para tetua Pariaman masih ingat, betapa setiap Hari 
 Angkatan Laut (atau Hari Dharma Samudera, setiap tanggak 15 Januari) ada 
 semacam defile dari TNI AL di Pantai dan Kota Pariaman. Simbol sebagai kota 
 maritim tertanam, dengan Tugu Layar menjadi salah satu ikonnya. Dengan 
 atraksi defile TNI AL setiap tahun di Kota Pariaman saja, sudah menjadi 
 kebanggaan tersendiri warga kota. Apalagi sepanjang sejarahnya, Kota Pariaman 
 memang terkenal sebagai basis armada laut, baik pihak asing, maupun pribumi. 
 
 *** 
 
 Mitologi Anggun Nan Tongga dan Nangkodo Baha adalah bagian dari kejayaan 
 maritim Rang Piaman. Piaman disini meliputi tidak hanya Kota Pariaman 
 sekarang, melainkan juga Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam (bagian 
 Barat, seperti Tiku), Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Padang. Itulah 
 yang disebut sebagai Piaman Laweh.
 
 Penjelajahan yang dilakukan oleh Anggun Nan Tongga, juga sampai ke sejumlah 
 pulau lain yang tentu “sulit” diterjemahkan

Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya Piliang Mangkonyo Rami

2013-01-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Ada kesalahan teknis. Antah dima salahnyo.

Sent from my iPad

On 28 Jan 2013, at 19:35, sjamsir_sjarif hamboc...@yahoo.com wrote:

 Dicaliak-caliak Piaman News banyak lo urang bagaduru nak jadi Piaman-1 mah yo?
 http://www.pariamantoday.com/
 http://www.pariamantoday.com/2012/11/ketika-piaman-tak-laweh-lagi.html
 -- MakNgah
 
 --- In rantau...@yahoogroups.com, sjamsir_sjarif  wrote:
 
 Mungkin email IJP lah gata-gata kanai pantak ulek uro-uro pulo... :)
 
 --- In rantau...@yahoogroups.com, ZulTan  wrote:
 
 Saya juga bingung, bak mitraliur email sanak tiba.
 
 Salam,
 ZulTan, L, Bogor
 
 From Sinyal Bagus XL, Nyambung... Teruuusss... Putuuusss!
 
 -Original Message-
 From: Indra Jaya Piliang 
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Mon, 28 Jan 2013 02:47:12 
 To: rantaunet@googlegroups.com 
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: Bls: [R@ntau-Net] Re: Pariaman Tadanga Langang, dek Indra Jaya
 Piliang Mangkonyo Rami
 
 Saya juga bingung, ada pagar tinggi parak karambie. Itu sudah ada 
 pemiliknya atau bagaimana? Ini mesti dicek lagi.
 ...
 
 
 -- 
 -- 
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
 - DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
 - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
 http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
 - Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 - Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
 subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 
 
 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.




Re: [R@ntau-Net] Batang Piaman Kampung nan Jauh dari Listrik

2013-01-24 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Kalau saya memandang soal ini agak beda. Soalnya, kampung sy juga baru masuk 
listrik tahun 2002. Saya belajar -- kadang -- pakai sitarongkeang. Sering dama 
togog. Sampai tamat SMA. Bisa masuk UI jg. Senior2 sy belajar di atas kerbau, 
bisa masuk ITB. Malam kami bagurau di surau, basilek. Tanpa listrik, tp ada 
sitarongkeang, ada lentera, ada dama. Lalu jam 10 sudah tidur, istirahat, subuh 
bangun. Era TV? Bagadang untuk nonton film hollywood atau bola. Tak bisa bangun 
Subuh. Bakaruah. Telat sekolah.

Maksus sy, skrg byk org kota yg lelah dengan peradaban. Asal ada visi yg baik, 
misalnya jd lokasi wisata -- ala Batang Piaman --, lokasi seperti ini malah 
tidak perlu diterangi listrik. Syaratnya, ada visi itu. Dibangun bbrp rumah 
baheula, tanpa listrik, dengan lingkungan alami, dijepit bukit, ada batang 
narehnya, ada ikan gariang, ada pohon tinggi. US$ bisa habis utk itu. 

Sy jg sdh selidiki daerah2 yg sudah dapat akses listrik dan internet, termasuk 
di Tandikek. Yg sy temukan, ya, apalagi kalau bukan utk mengakses situs2 porno. 
Byk kampung punya listrik, tp yg masuk bukan kesejahteraan, tetapi yg lain: 
kemiskinan ekonomi, kemiskinan kultural, kemiskinan religius. Aplg tayangan 
televisi kita, lbh konsumtif.

Sekali lg, ini hanya diskusi. Kampung tanpa listrik, tp sejahtera dan 
masyarakatnya bahagia, kenapa tidak. Dan koq sy menemukan sisi ajaib itu 
dalam artikel yg dikirim oleh Mak Ngah. Coba kita baca lagi :D 


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: sjamsir_sjarif hamboc...@yahoo.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Thursday, January 24, 2013 5:38 PM
Subject: [R@ntau-Net] Batang Piaman Kampung nan Jauh dari Listrik
 
Samantaro awak maengong Rantau urang nan Rancak,
lampu nan indak baminyak,
labuah batembok, 
sadonyo mamuji ... bupatinyo nan elok,
tapi kok ditukiakkan mato ka bawah iduang awak
tadanga Pakiak Rang Awak nan indak bahantu paimak...

Padang Piaman lai baBandara BIM, sadang mambuek Bandlaut Tiram, punyo Koretapi 
Wisata nan dibanggakan ilia mudiak. Piaman ka mambuek Wisata Laut panuah jo 
cito-cito nan disumbangkan ka Calon Walikota nan sadang dialu-alukan di Lapau 
ko. Pekikan Hati Rang Kampuang Batang Piaman di bawah ko sabana paralu kito 
simak. Mudah-mudahan anak-anak sikolanyo dapek pulo mambaco jo Lampu nan Indak 
Baminyak. 

Mungkin banyak lai Kampuang-kampuang awak nan Saparasaian jo Batang Piaman ko. 
Mudah-mudahan Pakiak nan Indak Kadangaran ko
lai ka tadanga dek Urang nan Indak Batalingo...

Salam,
-- MakNgah
Sjamsir Sjarif
Santa Cruz, California, January 24, 2013

Silakan baco barito Surek Kaba Haluan di bawah ko:

Batang Piaman Kampung nan Jauh dari Listrik 
Rabu, 23 Januari 2013 02:06

Caliak lah ko a, ndak amuah iduk lampu ko kini do! ujar Mawardi (50), sambil 
menunjuk ke arah lampu yang menggantung di depan­nya. Lampu itu terus ditatap, 
matanya menerawang, tangan kanan­nya menempel di bibir dengan sebatang rokok 
kretek, dihisapnya dan pipinya mulai mengerucut lalu hu…asap pun keluar 
dari bibir hitam itu, melayang lalu memudar, seperti mulai pudarnya harapan 
Mawardi dan sejumlah warga untuk merasakan cahaya dari listrik di Korong Batang 
Piaman, Nagari Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman.

Seperti inilah yang kami alami setiap hari, tak ada listik, hanya panel surya 
dan aki rusak untuk penerang malam, dan itu pun hanya bertahan beberapa jam. 
Kami hidup di era teknologi namun kami merasa hidup di kegelapan, ucap 
Mawardi, Selasa (22/1).

Gelap malam, pudarnya hara­pan, dialami oleh Mawardi dan sejumlah warga lainnya 
sejak puluhan tahun lalu. Warga pun seperti hidup di tempat nan asri namun 
terkurung oleh tingginya pohon-pohon keti­dakpedulian para pemimpinnya. 
Terletak di kawasan lembah yang diapit oleh dua bukit, menjadikan Batang Piaman 
kam­pung nan asri, sejuk dan damai. Ki­cauan burung di atas padi, hem­busan 
angin dari lembah bukit di Batang Piaman seolah menjadi teman setia warga 
setiap memulai aktifitas di pagi hari. Mayoritas pe­kerjaan dari 154 (KK) 
Kepala ke­l­uarga di Batang Piaman adalah petani.

Namun di balik itu semua warga juga menjerit tidak tahu kemana akan mengadu, 
mereka hanya meminta hak yang sama seperti masyarakat lainya, yaitu menikmati 
seberkas cahaya dari listrik untuk anak-anaknya yang ingin belajar, maupun 
untuk kebu­tuhan sehari-harinya. Jika malam menjelang Korong Batang Piaman 
seperti kampung sunyi nan gelap, jangan berharap bisa mendengar lantunan musik, 
atau pun lukisan cahaya yang keluar dari televisi, yang ada hanya nyanyian 
jangkrik malam dan sahutan katak.

.. dst...
http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_contentview=articleid=20660:batang-piaman-kampung-nan-jauh-dari-listrikcatid=2:sumatera-baratItemid=71

--- In rantau...@yahoogroups.com, rn.amiroeddin@... wrote:

 Oh iyo salah ambo, Walikota, sayang Bupati Sanjai kalah dalam Pilkada Sul Sel
 Powered by 

Re: [R@ntau-Net] Batang Piaman Kampung nan Jauh dari Listrik

2013-01-24 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Kebetulan ambo memang berbeda dalam soal iko memberikan perspektif. Dg alasan 
yg kuat. Waktu urang kampuang ambo minta dibuek jembatan, ambo sabuik untuak 
apo jembatan? ancak nah manyubarang? Kini ada 2 jembatan, satu jembatan 
gantuang, satu jembatan permanen. 

Masalah berikutnyo datang. Urang2 mulai manjua tanah, mambali sepeda motor. Nan 
acok naiak jambatan itu oto ambo, kalau ambo pulang. 

Mulai ambo caliak masalah2 lain berdatangan. Bateh sipadan jadi hilang. Anak2 
mudo sibuk jo ondanyo. Sawah tabungkalai. Ladang kanai hamo coklaik. 

Satu masyarakat yang tidak memiliki kesiapan entrepteneurship, apabila 
diberikan teknologi, modernisasi, dll, maka modernisasi jadi alat penjajahan. 
Bukan alat pembebasan. 

Cth lain, nelayan minta kapa. Samo DKP, diagiah kapa gadang. 5 buah. Kini, kapa 
itu manyanda sajo jadi sarok. Apo masalahnyo? Kami ndak sanggup baiyue mambali 
BBM. Rugi kami, kecek nelayan. 

Kebetulan ambo banyak mambaco, banyak mancalian. Model pembangunan Vandana 
Shiva, apo nan dikritisi oleh Peter L Berger, dll, rancang dimanuangkan dulu. 
Sabalun developmentalis batue2 jadi awal bagi dehumanism. 

Bak kecek ughang Piaman, Musajik nan dibangun, gereja nan salasai, Pak In. 

Cth lain, wakatu gampo. Minta genset. Diagiah. Apo nan tajadi? Alun sabulan, 
genset jadi sarok. Ma genset tu, tanyo ambo. Maha minyaknyo pak in, rusak 
sakali, kami ndak tahu kama ka dibao. Ndak ado nan pandai jd tukang genset, 
kecat masyarakaik. 

Kalau untuak Kota Piaman, konsep ambo ndak muluk2 Mak Ngah. Ambo alah pikiekan 
matang2, berdasarkan tradisi, kemampuan, sejarah, sumberdaya manusia, pitih 
apbd, sampai potensi investor nan ka masuak. Dll. Kini ambo alah banyak mambuek 
training2 anak2 mudo, mempersiapkan generasi perubahan.  

Memang lamo memetik hasienyo, tp iko nan talupo. Manusialah yang jadi sentral 
pembangunan (kebudayaan, peradaban), bukan manusia jadi kudo gara2 prmbangunan. 

Sent from my iPad

On 24 Jan 2013, at 19:10, sjamsir_sjarif hamboc...@yahoo.com wrote:

 Yah, alangkah senangnya kita mendapat tanggapan berpolarisasi atas Jeritan 
 Pekikan dari Batang Piaman ini. Saya sepakat dengan Dr. Rahyussalim, 
 mudah-mudahan Angku IJP calon Wako Piaman yang kita alu-alukan, dapat 
 meninjau buah renungannya kembali, rethinking, menelungkup dan 
 menelentangkannya. Tentu akan ada adidunsanak yang akan mengetengahi dan 
 menambahkannya.
 
 Kalau orang dapat menggunakan api untuk siar-bakar merusak bumi, kenapa kita 
 tidak menggunakannya untuk memasak nasi...?
 
 Salam,
 -- MakNgah
 Sjamsir Sjarif
 Di Tapi Riak nan Badabua
 Di Santa Kuruih Kalipornia, January 24, 2013
 --- In rantau...@yahoogroups.com, rahyussalim@... wrote:
 
 Itu mah kalau kita bicara ekses negatif vs ekses positif. Jadi kayak begitu 
 hasilnya. Justru tantangannya adalah membuat ekses negatif jadi positif dan 
 positif jadi more positif.
 
 Kata lain saya kurang sepakat dengan cara pandang ini (IJP).  
 Listrik masuk ya...ekses negatif jangan. 
 
 Peradaban menurut saya dinamis. Dalam periode tertentu bisa bernilai berbeda 
 pada periode lainnya.
 
 Ini juga hanya sebuah diskusi...dari angle yang berbeda.
 
 Rahyussalim  
 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 
 -Original Message-
 From: Indra Jaya Piliang 
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Thu, 24 Jan 2013 03:27:06 
 To: rantaunet@googlegroups.com 
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Batang Piaman Kampung nan Jauh dari Listrik
 
 Kalau saya memandang soal ini agak beda. Soalnya, kampung sy juga baru masuk 
 listrik tahun 2002. Saya belajar -- kadang -- pakai sitarongkeang. Sering 
 dama togog. Sampai tamat SMA. Bisa masuk UI jg. Senior2 sy belajar di atas 
 kerbau, bisa masuk ITB. Malam kami bagurau di surau, basilek. Tanpa listrik, 
 tp ada sitarongkeang, ada lentera, ada dama. Lalu jam 10 sudah tidur, 
 istirahat, subuh bangun. Era TV? Bagadang untuk nonton film hollywood atau 
 bola. Tak bisa bangun Subuh. Bakaruah. Telat sekolah.
 
 Maksus sy, skrg byk org kota yg lelah dengan peradaban. Asal ada visi yg 
 baik, misalnya jd lokasi wisata -- ala Batang Piaman --, lokasi seperti ini 
 malah tidak perlu diterangi listrik. Syaratnya, ada visi itu. Dibangun bbrp 
 rumah baheula, tanpa listrik, dengan lingkungan alami, dijepit bukit, ada 
 batang narehnya, ada ikan gariang, ada pohon tinggi. US$ bisa habis utk itu. 
 
 Sy jg sdh selidiki daerah2 yg sudah dapat akses listrik dan internet, 
 termasuk di Tandikek. Yg sy temukan, ya, apalagi kalau bukan utk mengakses 
 situs2 porno. Byk kampung punya listrik, tp yg masuk bukan kesejahteraan, 
 tetapi yg lain: kemiskinan ekonomi, kemiskinan kultural, kemiskinan 
 religius. Aplg tayangan televisi kita, lbh konsumtif.
 
 Sekali lg, ini hanya diskusi. Kampung tanpa listrik, tp sejahtera dan 
 masyarakatnya bahagia, kenapa tidak. Dan koq sy menemukan sisi ajaib itu 
 dalam artikel yg dikirim oleh Mak Ngah. Coba kita baca lagi :D 
  
 Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim

Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (14)

2013-01-09 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
 bersifat melayani seperti tujuh bupati/wali kota 
   tujuh pilihan Tempo tersebut, tentu hanya sejarah yang dapat 
   membuktikan.
  
   Jika IJP berhasil menjadi Piaman satu, tentu saja.
  
   Wallahualam bissawab,
  
   Wassalam, HDB St Bandaro Kayo (L, 69+), asal Padangpanjang, tinggal di 
   Depok 
  
   [1] Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing 
   daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan 
   Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana 
   pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk 
   membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan 
   setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk 
   miskin.
  
   ===
  
   Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (14)
   Mon Dec 17, 2012 2:43 pm (PST) . Posted by: Syafrinal Syarien
  
   Ajo Indra yth;
  
   Ambo mengikuti terus ulasan serial Iko Jaleh Piaman, tapi dek karena 
   kesibukan, baru kini terlakit untuk berkomentar dan memberi masukan.
  
   Di sektor ekonomi, kekurangan terbesar Piaman adalah: tidak adanya 
   industri yang menggerakkan ekonomi perkotaan. Setiap kota butuh 
   industri untuk menciptakan urban civilization. Ini konsekuensi yang 
   harus ditempuh begitu kita sepakat untuk spin-off kotamadya Piaman dari 
   kabupaten Padang-Pariaman tahun 2002 lalu.
  
   Lebaran lalu, ambo mudik lewat jalur darat, melewati Lubuk Linggau dan 
   Muaro Bungo. Ambo takjub melihat perkembangan kedua kota tersebut. Dan 
   perkembangan itu disokong karena adanya industri tambang batubara di 
   kedua kota tsb.
  
   Berbeda dengan kota Piaman, yang dari tahun ke tahun perkembangannya 
   hanya itu ke itu saja. Malahan geliat ekonomi di kota Piaman cenderung 
   turun setelah banyak kantor Pemkab pindah ke Parit Malintang. Ikut 
   dibawa pindah juga pegawai-pegawainya.
  
   Pasar Piaman serba canggung. Jika dijadikan pasar grosir, orang lebih 
   memilih ke Padang atau Bukittinggi. Jika dijadikan pasar ritel, perlu 
   penataan lebih lanjut supaya tidak semrawut. Dan ini sulit, karena 
   kabarnya hampir semua toko di sana dimiliki oleh segelintir orang kaya 
   jaman dahulu, seperti klan Tantawi dari Simpang Apa. Barangkali karena 
   itu pula, klan Ahmadin tak mau menyentuh area pasar sekarang, gantinya 
   mereka berusaha mengembangkan areal pasar dalam format ruko yang lebih 
   bersih dan teratur di sekitar wilayah usaha mereka (sekitar Toko 
   Ahmadin, kampung cina dulu). Kabarnya istri Pak Walikota adalah dari 
   klan Ahmadin ini.
  
   Jadi menurut saya, biarkan sajalah pasar Piaman itu seperti apa adanya. 
   Biarkan ia menjadi pasar becek kumuh ala pasar inpres jaman orba dulu. 
   Mau diapa-apakan juga susah karena pemiliknya adalah perseorangan dari 
   klan orang kaya Piaman jaman dulu, yang keturunan mereka sekarang cuma 
   bisa melindangkan warisan saja.
  
   Karena tidak adanya industri, peran kota Piaman tak lebih dari sekedar 
   daerah transit dari industri sawit di Pasaman yang menuju Padang. 
   Lambat laun nasib kota Piaman akan mirip dengan kota Cianjur. Sebelum 
   tol Jakarta-Bandung ada, Cianjur adalah kota yang hidup dengan geliat 
   ekonomi sebagai daerah transit. Tapi tengoklah sekarang setelah tol 
   Jakarta-Bandung jadi rute utama. Cianjur sudah tidak sesemarak dulu 
   lagi. Kita sudah lupa dengan tembang lawas Semalam di Cianjur, karena 
   memang Cianjur tidak ada apa-apa lagi untuk diingat.
  
   Tantangan bagi Ajo Indra untuk memilah industri apa yang cocok untuk 
   dikembangkan di kota Piaman.
  
   Wassalam;
  
   Syafrinal Syarien
  
   Putra Piaman aseli...
  
   42thn/Karawaci/Tangerang/Banten
  

  
   
  
   From: Indra Jaya Piliang
   
   
  
   To: Rantau Net
  
   Sent: Monday, December 17, 2012 8:59 AM
  
   Subject: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (14)
 
 
 
 --
 --
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
 - DILARANG:
   1. E-mail besar dari 200KB;
   2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi;
   3. One Liner.
 - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
 http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
 - Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 - Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  
 mengganti subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 
 
 
 --
 --
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib

[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (Seri_12)

2012-12-05 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/12/06/iko-jaleh-piaman-12-/


Iko Jaleh Piaman! (12) 

Oleh
Indra J Piliang *)

Minggu lalu saya bertemu dengan M Nursam, seorang sahabat lama, sejak 
mahasiswa. Nursam adalah alumni Universitas Gajah Mada. Saya bertemu 
dengannya pada tahun 1995 di Universitas Riau, Pekanbaru. Dari dia, 
lahir tawaran untuk menerbitkan serial “Iko Jaleh Piaman!” ini untuk 
menjadi buku. Tentu saya menerimanya dengan senang. Nursam memiliki satu 
penerbitan di Yogya, Penerbit Ombak. 

Dengan Nursam saya bisa 
berdiskusi tentang “dunia saya”, yakni ilmu sejarah. Kebetulan, Nursam 
sedang menyiapkan satu buku menyangkut Jenderal M Jusuf. Saya memberikan 
namanya sebagai penulis, ketika seorang kenalan bertanya kepada saya 
tentang siapa yang layak menulis tentang M Jusuf ini. Nursam adalah anak 
Makassar, kental Bugisnya, tinggal berdekatan dengan Buya Sjafii Maarif dan 
menjadi salah satu teman diskusinya. 

Nursam mengetahuan 
peran M Jusuf dalam kisah Anas Malik yang saya tulis di sini. Nursam 
juga bercerita soal rencananya menerbitkan satu buku terjemahan 
menyangkut kota-kota pelabuhan di Indonesia di abad-abad lampau. 
Menelusuri kembali riwayat kota-kota itu membuka perspektif akan luasnya 
kehidupan bangsa Indonesia di masa lalu, dengan segala catatan 
plus-minusnya. 

Mencari buku yang memuat sejarah atau ilmu 
pengetahuan lokal adalah bagian dari  kesenangan saya. Rata-rata saya 
kesulitan. Sekarang sudah mulai banyak muncul buku-buku biografi tentang elite 
lokal yang sedang berkuasa. Itu sudah cukup. Namun yan saya cari 
sebetulnya menyangkut banyak aspek tentang lokalitas, ketika 
nasionalitas dan universalitas tidak lagi menarik di tangan kelompok 
yang anti kemanusiaan dan anti ilmu pengetahuan. 

Kegemaran Nursam juga mirip. Alumni-alumni jurusan ilmu sejarah setahu saya 
memang 
kurang begitu getol dalam menumpuk harta benda. Lebih banyak lari ke 
dunia ilmu pengetahuan. Walau ada beberapa yang masuk ke dunia politik 
dan meraih kekuasaan, sikap skeptis dan kritis tetap jadi menu dasar 
dalam berpikir dan bertindak. Yang dicerna adalah masa lalu, sedangkan 
masa kini dipandang dari hari depan. Lontaran pikiran di masa depan 
untuk melihat apa yang dikerjakan hari ini, sekaligus mencari jejak masa lalu 
atas apa yang terjadi hari ini. 

*** 

Dalam perjalanan ke Pariaman selama seminggu akhir bulan lalu, saya mencari 
lagi 
jejak-jejak masa lalu di Kota Pariaman. Saya datangi kuburan China di 
Kuraitaji untuk pertama kalinya seumur hidup. Masih banyak kuburan yang 
bagus, sekalipun juga sudah ada beberapa yang runtuh. Kantor Samsat 
Kabupaten Padang Pariaman berdiri di bawah gundukan bukit yang 
barangkali tertinggi di Kota Pariaman itu. Di puncaknya, berdiri satu 
tugu, lalu saya naik ke atasnya. 

Itulah untuk pertama kalinya 
juga saya melihat kota Pariaman dari atas ketinggian. Saya sudah lama 
meminta kepada adik-adik di Nangkodo Baha Institute untuk mencari lokasi 
dimana: “Kita bisa memandang Kota Pariaman dari ketinggian, supaya 
utuh.” Rupanya, tidak ada lokasi itu di Kota Pariaman. Kita harus naik 
ke Gunung Tandikat, kalau memang mau memandangnya. Berbeda dengan 
Bandung atau Jayapura yang bisa dilihat dari ketinggian, secara dekat. 

Saya membayangkan jauhnya letak kuburan China di Kuraitaji dengan kawasan 
pemukiman orang Tionghoa di masa lalu, yakni di sekitar Kampung Chino 
atau dekat pantai. Barangkali, ketika mengantarkan jenazah untuk 
dimakamkan di Kuraitaji, para pengiring menggunakan kuda bendi di masa 
lalu, serta pawai dengan tarian barongsai. Iring-iringan yang kita 
temukan di Bagansiapi-api, Bangka atau Singkawang. 

Saya juga 
mencari Kuburan Belanda (Kubel) di Lohong. Lokasinya bersebelahan dengan tempat 
kelahiran saya, Kampung Perang (Kamper). Rupanya, dari ibu-ibu 
yang sedang membeli gorengan sore itu, saya menemukan fakta kalau 
Kuburan Belanda sudah rata dengan tanah. Di atasnya berdiri bangunan 
Kesbangpol Kabupaten Padang Pariaman. 
Ada kutipan menarik: “Hantu 
Bulando kan ndak mode hantu urang awak doh. Jadi, ndak takuik ughang 
mendataan.” (Hantu Belanda kan tidak model hantu kita. Jadi, tidak takut
 orang-orang ketika menguruknya). 

Yang terbayang di benak saya 
adalah usaha mendapatkan satu foto saja dari masa lalu untuk menunjukkan model 
Kuburan Belanda itu di masa lalu. Kalau foto itu ditemukan, entah di Belanda 
atau di arsip siapapun, satu proses rekonstruksi juga bisa 
dilakukan. Minimal, masyarakat sekarang dan nanti tahu, ada komunitas 
orang (tentara) Belanda di Kota Pariaman di masa lalu. Kalau ada ahli 
bahasa yang bisa menyelidiki, bisa jadi dalam bahasa Pariaman sekarang 
masih terdapat istilah campuran bahasa lokal dengan bahasa Belanda dan 
Tionghoa. 

Di Pulau Angso Duo, saya menemukan satu kuburan 
panjang, yakni 7 meter. Di sebelahnya ada surau. Sayang, kuburan itu 
seperti kehilangan daya magisnya, mengingat sudah disemen secara 
permanen. Konon, masih ada ahli-ahli tarekat yang datang berziarah ke 
kuburan tak dikenal 

[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (7) #Buku #Perpustakaan

2012-11-09 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Iko Jaleh Piaman! (7) 
9 November 2012 0 komentar 
 



Iko Jaleh Piaman! (7) 
Oleh
Indra J Piliang *) 

Sampai
 sekarang saya tidak tahu di mana letak toko buku yang lengkap atau 
perpustakaan daerah di Kota Pariaman. Kalaupun ada, seperti di toko-toko
 sepanjang seberang lapangan Merdeka, itupun bercampur dengan kios 
koran. Ayah saya dulu sering membeli majalah Intisari ataupun koran 
nasional dan lokal di sekitar itu. Kadangkala, kalau tidak ditemukan apa
 yang dicari, Kota Padang dan Kota Padang Panjang-lah yang jadi sasaran 
bergerilya. 


Waktu SD dan SMP di Aie Angek, X Koto, Tanah Datar, 
saya sering menghabiskan waktu dan uang jajan untuk membaca buku-buku 
komik di Pasar Bawah, Padang Panjang. Saking kecanduannya, tidak jarang 
uang saya habis, lalu terpaksa berjalan kaki sebelum malam dari Kota 
Padang Panjang ke Aie Angek. Lebih dari satu jam, tentunya, untuk kaki 
kecil saya. Ayah hanya tahu soal candu itu kalau menemukan novel 
“dewasa” di kamar tidur saya, lalu meminta saya untuk segera 
mengembalikannya. Kategori novel dewasa itu adalah karya Freddy S. 


Tapi tidak jarang juga saya membaca novel sekelas “Merahnya Merah” karya 
Iwan Simatupang. Waktu saya memang banyak, mengingat hanya tinggal 
sendirian bersama nenek saya. Ayah, Ibu dan keluarga saya yang lain 
tinggal di Pariaman ketika saya sekolah. Hanya sekali sebulan Ibu saya 
datang, memberikan uang belanja, momen yang selalu saya nantikan setiap 
bulannya. 


Karena tidak punya KTP, saya sering menitipkan 
buku-buku yang saya bawa pulang ke orang yang lebih dewasa. Bulan yang 
paling lama saya membaca adalah bulan Ramadhan. Walau tidak terlalu 
nyaman, di Pasar Bawah Kota Padang Panjang itu dipenuhi oleh anak-anak 
yang lebih dewasa dari saya. Maklumlah, televisi untuk ditonton seperti 
sekarang hanya satu, yakni TVRI. Itupun jarang yang memiliki. Hampir 
semua komik saya pinjam dan baca. 


Kebiasaan itu berlanjut ketika 
saya pindah ke SMP Kampuang Dalam, Padang Pariaman. Ada toko kecil 
tempat meminjam buku – dengan uang jaminan, tentu – di pertigaan dekat 
Pasar Kampuang Dalam. Pelan, namun pasti, saya menjadi saksi 
kebangkrutan toko yang dihuni sosok tua yang baik hati itu. Belakangan, 
ketika video masuk dan anak-anak kecil mulai menyukainya, toko buku 
berubah menjadi tempat penyewaan video. 


*** 


Tatkala kuliah di Universitas Indonesia, saya seperti menjadi kerasukan. Saya 
membawa 
banyak buku ke kost, meminjam di perpustakaan. Kalau punya uang, saya 
membeli buku di acara bazaar murah atau pergi ke Pasar Senen, membeli 
buku di loakan. Beberapa buku saya hadiahkan untuk ayah, hadiah yang 
sangat dinanti-nantikannya. Hanya saya memang yang diingat ayah rajin 
membaca buku, bahkan sobekan koran dari bekas nasi bungkus yang saya 
bersihkan. 


Sampai sekarang, saya memiliki beberapa kontainer 
berisi buku di rumah. Lemari juga penuh buku. Saya ingat, waktu kuliah 
pernah sakit bronkitis, sehingga terpaksa cuti kuliah selama satu 
semester, berobat di kampung. Bronkitis datang akibat kondisi kost yang 
buruk, sehingga rayap dan tikus sering masuk. Atap kadang tiris. Yang 
kena adalah buku, dimakan rayap atau basah oleh hujan dari atap yang 
tiris. 


Setelah bekerja di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), salah 
satu lembaga think tank (tangki pemikir) terkemuka di Asia Tenggara, Asia dan 
termasuk dalam 30 besar di dunia, saya semakin keranjingan dengan buku. Hanya 
saja, 
pekerjaan sebagai analis dan peneliti, serta kesibukan dengan sejumlah 
organisasi, membuat saya hanya menjadi kolektor. Saya pernah dua kali 
menjadi juri Khatulistiwa Award yang memberi hadiah Rp 50 Juta kepada 
penulis-penulis hebat Indonesia. 


Doktrin tentang buku saya terima selama sekolah. Kutipan dari salah seorang 
pejabat yang saya lupa 
adalah “Kutu yang paling baik adalah kutu buku”. Buku memang membuka 
cakrawala tentang dunia yang luas. Kalau saya stress hebat dan 
hampir kehabisan tenaga, biasanya saya melakukan tiga hal: pergi ke toko buku 
(merasa jadi orang pandir sedunia), ke pasar melihat kuli angkut 
(merasa jadi orang paling malas sedunia) atau ke tepi laut sambil 
menghitung bintang (merasa hanya jadi debu di tengah semesta raya). 


Sejak menjadi aktivis mahasiswa sampai sekarang, saya menerima ribuan plakat 
dari seluruh Indonesia, tempat saya mengisi acara seminar, diskusi atau 
pelatihan. Plakat-plakat itu memenuhi kontainer-kontainer di rumah. 
Sejak setahun lalu, saya mulai berkampanye agar tidak lagi memberikan 
plakat kepada saya. Saya menganjurkan panitia untuk membelikan saya 
sebuah buku atau buku yang ditulis oleh salah satu panitia. Budaya 
plakat bagi saya yang banyak menerima plakat, hanya memberi kerepotan 
untuk menempatkannya di rumah. 


*** 


Apa ciri penting dari 
sebuah kota, selain yang sudah saya tulis sebelumnya dalam serial 
@IkoJalehPiaman! ini? Sebuah atau beberapa buah perpustakaan. 
Dokumen-dokumen pemerintahan bisa ditaruh di perpustakaan untuk diakses 
oleh masyarakat 

[R@ntau-Net] Tarimo kasih

2012-11-08 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Assalamu'alaikum Wr Wb

Ambo sekeluarga mengucapkan terima kasih atas doa dan ucapan berduka cita atas 
meninggalnya ayah mertua saya, Bapak Syamsul Bahri, kemaren pagi, pukul 09.00. 
Jenazah sudah dimakamkan di Kalideres, Tangerang, sore harinya. Beliau adalah 
sosok ayah yang baik dan keras, termasuk dalam menghadapi saya sebagai calon 
menantu dan menantu, di perantauan. Kami sekeluarga sangat kehilangan. 

Terima kasih juga untuk semua pihak dalam proses memandikan, mengafankan, 
mengantarkan ke peristirahatan terakhir dan sekaligus kegiatan pengajian dan 
lain-lain. Saya hanya bisa bertemu dengan tanah pekuburan, karena kmrn sedang 
ada tugas di Medan. 

Sekali lagi, terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr Wb 

Sent from my iPad

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (6)

2012-11-05 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/11/06/iko-jaleh-piaman-6/ 
Museum Anas Malik
Iko Jaleh Piaman (6)
Selasa, 6 November 2012
Iko Jaleh Piaman (6) 

Oleh
Indra J Piliang *) 

Banyak
 orang yang bertanya, akan jadi apa saya kelak, setelah lulus dari 
jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra UI? Salah satu yang disebut adalah 
bekerja di museum. Saya hampir patah semangat untuk terus kuliah di 
semester pertama dan kedua. Beruntung, orang tua saya tidak berpunya, 
sehingga saya tidak punya kesempatan lagi untuk mengikuti Ujian Masuk 
Perguruan Tinggi Negeri pada tahun berikutnya, 1992. 


Saya justru 
tahu kegunaan ilmu sejarah setelah menamatkan studi dan mulai menulis. 
Ada latar pada sebuah cerita dan analisa, itu sejarah, ibu dari semua 
ilmu (sosial). Krisis ekonomi yang datang pada Juli 1997, bertepatan 
dengan saat saya hendak wisuda. Jadi, tidak satu museumpun akhirnya 
mendapatkan surat lamaran dari saya. Tatanan pemerintahan sudah berubah. Iklim 
demokrasi tumbuh. Era politik dan kebebasan perspun dimulai. 
Setelah kembali ke kampung halaman sebagai politisi, bukan sebagai akademisi, 
saya mulai menggali cerita lama. Perspektif yang tidak akan hilang dalam diri 
saya. Dari Benteng Bukit Tajadi di Bonjol, sampai makam Haji 
Miskin di Pandai Sikek, mulai perlahan saya coba maknai. Di bidang ilmu 
pemerintahan, terbersit mencari sosok-sosok lokal, ketimbang para 
negarawan besar yang hadir dalam buku-buku sejarah. 


Di Pariaman, 
saya menemukan sosok Anas Malik. Banyak tokoh menyebut namanya. Anas 
Malik adalah seorang kolonel TNI Angkatan Darat yang menjadi legenda. 
Anas menjadi Bupati Padang Pariaman pada tahun 1980-1990. Periode saya 
Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Dari ayah saya, terdapat 
cerita soal Anas Malik ini, atasannya ketika menjadi pegawai di kantor 
Bupati Padang Pariaman. Salah satu visi Anas Malik adalah menggabungkan 
Kepulauan Mentawai sampai Kepulauan Nias menjadi salah satu wilayah yang 
dikelola dalam satu tangan. 


Anas Maliklah yang mengubah 
Kabupaten Padang Pariaman, khususnya Kota Pariaman, dari daerah yang 
dianggap keras dan tanpa peradaban, menjadi disiplin dan tidak lagi 
kumuh. Anas berasal dari Sungai Geringging, daerah asal Nangkodo Baha, 
sehingga mempopulerkan kesenian Indang Sungai Geringging. Jalan-jalan 
dibangunnya dengan bagus, sampai ke pedesaan, dengan konsep ABRI Masuk 
Desa. Pola ini lalu dipakai di seluruh Indonesia oleh Jenderal M Yusuf. 
Walau banyak membangun di kawasan utara Padang Pariaman, namun dari sisi 
kultur, Anas Malik banyak berperan di Padang Pariaman. Dia menjadi 
legenda di kalangan bupati se-Sumatera Barat. 


*** 


Diam-diam, saya menugaskan kepada Hendri, seorang guru di SMA Sungai Limau, 
untuk 
menulis biografi Anas Malik. Hendri bahkan sampai ke Jakarta melakukan 
riset kecil-kecilan. Terakhir, Hendri menyerah, minta maaf kepada saya, 
lebih karena kesibukannya sebagai guru. Hendri sudah sempat menulis 
beberapa puluh halaman, dengan sejumlah data yang ia ambil dari 
dokumen-dokumen resmi sampai cerita orang per orang. 


Belakangan, 
saya menemukan seorang penulis yang mengelola sebuah situs bernama 
Pariaman Today. Namanya Oyong Liza Piliang. Kepada Oyong saya sampaikan 
tantangan yang sama, agar bisa menulis tentang Anas Malik. Dengan 
semangat tinggi, Oyong menggali cerita Anas Malik dan  memuatnya di 
Pariaman Today. Oyong memang sudah pernah memuat kisah Anas Malik, 
sehingga tidak lagi mulai dari awal. Kebetulan, putri Anas Malik adalah 
istri dari Leonardy Harmaini, mantan Ketua DPRD Sumbar dan Ketua DPD 
Partai Golkar Sumbar. 


Kini, saban pekan kita menemukan kisah Anas Malik dalam situs Pariaman Today. 
Saya terus menyemangati Oyong Liza 
Piliang untuk menggali sedalam-dalamnya. Bagi saya, sebuah kota kecil 
seperti Pariaman, serta Piaman Laweh umumnya, patut berterima kasih 
kepada Anas Malik. Pariaman tidak punya tokoh-tokoh hebat yang mayoritas 
berasal dari Padang Panjang, Padang, Bukittinggi dan Sawahlunto. Dengan nama 
Anas Malik, minimal ada sandaran soal sejarah yang tidak hanya 
tertulis nama-nama besar itu. 
Dalam masa kampanye pemilu 
legislatif 2008-2009, saya sering berpidato di hadapan massa. “Jarak 
Pariaman ke Bukittinggi memang hanya 2 jam perjalanan. Tapi jarak 
peradabannya 80 tahun. Ketika Anas Malik membersihkan WC terpanjang di 
dunia di pantai Pariaman tahun 1980-an, orang Bukittinggi sudah sampai 
di Belanda pada awal abad ke-20.” Ketika pengaruh Ranah Minang di pentas 
nasional disebut, mayoritas pengaruh itu datang dari arah Bukittinggi, 
tanpa Pariaman. 


Ada beberapa nama lain yang coba saya gali. 
Antara lain, Firdaus Wajdi, ayah kandung dari Muhammad Luthfi, Duta 
Besar Republik Indonesia di Jepang. Firdaus adalah aktivis Kesatuan Aksi 
Mahasiswa Indonesia tahun 1966. Namun, lagi-lagi kiprahnya terkenal di 
pusat politik Jakarta. Nama yang otentik dengan Pariaman harus dicari di 
Pariaman sendiri. Ada juga nama Azzumardi Azra, sosok intelektual asal 
Lubuk Alung, Padang Pariaman. 



[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (5)

2012-11-04 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/11/04/iko-jaleh-piaman-5-/

Iko Jaleh Piaman (5) 
Minggu, 4 November 2012
Iko Jaleh Piaman (5) 

Oleh
Indra J Piliang * 

Saya
 pernah beberapa kali ke luar negeri. Kalau tidak benar-benar streg, 
saya tidak berangkat. Acap kali saya menolak pergi ke luar negeri, walau
 sudah diperintahkan kantor atau ditugaskan partai. Ada-ada saja alasan 
saya menolaknya. Bagi saya, Eropa, Amerika dan Australia tidak terlalu 
menarik, mengingat informasi yang ada di sana banyak hadir. Makanya, 
saya pergi ke China, Thailand atau Malaysia, negara yang masih memiliki 
kemampuan yang baik. 


Bahkan, saya pernah menolak beasiswa ke 
Amerika Serikat, setelah selesai kuliah S-1 di Universitas Indonesia. 
Alasannya sederhana, membalas budi orangtua saya yang memang serba 
berkekurangan, berikut adik-adik dan kakak-kakak saya yang tidak 
berpendidikan sarjana. Saya satu-satunya sarjana di keluarga saya, 
bahkan sudah magister. Makanya saya kurang begitu berminat melanjutkan 
ke program S-3, walau mampu secara ekonomi dan otak. Saya tidak ingin 
larut dalam ribuan buku, ketika keluarga besar saya terkadang sulit 
berkomunikasi dengan saya, lelaki yang berbahasa “akademis”. 


Walau begitu, tentu saya masih ingin sekolah empat atau lima tahun lagi, 
mengejar gelar doktoral. Tapi biarlah suatu hari, masa itu akan datang. 
Fahmi Idris menamatkan gelar doktoralnya setelah pensiun dari menteri 
dan sejumlah jabatan di perusahaannya. Tidak masalah benar. Dulu, waktu 
pertama kali bertemu warga di kampung, dalam masa pemilu legislatif 
2008, saya terpaksa belajar ulang. “Kami tidak mengerti bahasamu,” 
begitu kata tetua di kampung. Bagi saya, ketika warga tidak paham apa 
yang saya sampaikan, sulit membuat perubahan, sekecil apapun. 


Karena itu pula, saya selalu merasa berbahagia dalam hidup. Gairah saya kuat 
ketika menghadapi mahasiswa yang hendak kuliah atau mengejar ilmu 
pengetahuan. Biasanya, saya mendorong dan membantu semampunya. Indonesia memang 
masih kekurangan para sarjana. Kekurangan lapisan sarjana ini 
memicu kepada keterbatasan dalam memahami ilmu pengetahuan dan 
teknologi, termasuk di bidang politik. Skandal ijazah palsu menampar 
dunia politik, lebih karena gengsi yang dikandungnya. 


Tema 
kampanye saya selama pemilu legislatif 2008-2009 adalah membangun sebuah 
universitas di Sumbar II. Sumbar II meliputi Kota Pariaman, Kabupaten 
Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten 
Pasaman, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh dan Kabupaten 50 Kota. Meman, ada 
universitas di Bukittinggi, tetapi kalah menarik dari Universitas 
Andalas di Kota Padang, misalnya. Sebagai alumni universitas, saya 
merasakan bagaimana pendidikan mengubah banyak hal dalam pola pikir 
saya.

*** 


Pariaman memiliki kemampuan untuk dijadikan 
sebagai kota pendidikan. Syarat masyarakat kosmopolit dan rasional sudah 
terpenuhi, bahkan sebelum menjadi kota otonom. Dibandingkan dengan 
daerah-daerah lain, jarang kita menemukan rumah besar bak istana di kota 
Pariaman. Di bagian Indonesia yang lain, rumah besar itu sering ada, 
sekalipun di daerah itu sama sekali belum terdapat universitas. 
Kehadiran rumah besar bak istana adalah pertanda suburnya monarki dalam 
artian sempit. Syukurlah, Kota Pariaman tidak terkena dampak rumah bak 
kastil itu. Masih ada toleransi, bahkan bagi perantau yang memiliki 
kekayaan lebih. 


Ada beberapa lapau di Kota Pariaman dijadikan 
sebagai pangkal bagi segala isu politik dan pemerintahan. Saya 
membayangkan, lapau-lapau itulah yang dulu di Eropa menghasilkan 
Renainsance atau Aufklarung atau zaman pencerahan. Tinggal bagaimana 
lapau-lapau itu mengubah diri sebagai cafe-cafe yang nyaman, lalu secara rutin 
menggelar diskusi-dikusi rumit. Siapapun bisa datang, mulai dari 
filsuf dadakan, mahasiswa abadi, tuanku yang sedang jeda mengaji atau 
para guru dan dosen perguruan tinggi. 
Kemampuan masyarakat 
Pariaman untuk memperbincangkan segala sesuatu yang baru, unik dan aneh, memang 
luar biasa. Tidak terjebak dalam kultur yang jumud yang dibawa 
oleh para parewa dan pandeka yang kalah berkelahi. Kalau perlu, 
cafe-cafe khusus itu dibangun di enam pulau yang ada di pantai Pariaman, lantas 
setiap pekan atau bulan menggelar diskusi-diskusi khusus. Saya 
yakin, akan banyak manusia unik dari Indonesia atau luar negeri yang 
datang. Manusia-manusia yang sudah selesai hidupnya, akibat pengalaman 
panjang dalam mencerna kehidupan. 


Sambil memandang bintang di 
langit, diskusi apapun bisa terjadi. Bukan hanya tentang manusia dan 
alam, tetapi juga “alam” sesudah kematian atau apa yang ada di langit. 
Itu juga yang pernah saya tanyakan kepada seorang guru agama di SMA 2 
Pariaman, ketika membahas surat Az-Zumar yang saya lupa ayatnya. “Pak 
Guru, berarti di angkasa itu adalah mahkluk selain manusia?” Jawaban 
guru itu hadir di kepala saya, “Ada.” Diskusi seperti itu bisa menarik, 
apabila menghadap-hadapkan ahli-ahli agama dengan ahli-ahli luar 
angkasa. 

*** 



Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (2)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Wa'alaikum salam.

Terlalu jauh membandingkan dengan Sanghai atau Hongkong. Nan ambo caliak di 
lapangan, kondisi nelayan paliang sulik di Piaman. Dulu terkenal dg sebutan 
urang pasie nan karajonyo pacakak, susah diajak mangecek. Sampai kinipun 
kondisinyo mirip. Ambo pai ka lauik, mamanciang seharian, mancaliak terumbu2 
karang hancue kanai bom ikan.

Kalau sektor nelayan jo tambak sajo diperbaiki, ndak ka HIV bagai nan datang 
doh. 

Baitu juo di pasie2 nan lain, dari Piaman sampai ka Tiku. Kampuang2 nelayan 
sabana buruak. Sadiah hati mancaliaknyo. 

Kama pitih ka dicari mambuek Sanghai di Tiku, Sungai Limau, jo Tiku? Tapi 
untuak mambuek kampuang2 nelayan lebih berperadaban, bisa dialokasikan dari 
dana2 APBN jo APBD. 



Sent from my iPad

On 3 Nov 2012, at 19:47, Muljadi Ali Basjah mulj...@gmx.de wrote:

 Assalamualaikum Wr.Wb. Yth. Bapak Indra J.Piliang sarato para Pambaco yang 
 budiman.
 
 Tampak2nyo, Pak Indra calon WaKo iko kasatirehannyo jo Peer Steinbrück 
 kandidat Kanselir Juruman, mantan Gubernur NRW, Mantan Menteri Keuangan 
 Juruman.
 Bagi nan ingin tahu kamiripan dan pabedoannyo, sila caliak masiang2, sarato 
 manuruik interpretasi masiang2.
 
 Kalau impian Pak Indra... nio, mambuek palabuahan Kapa lauik (Malin 
 Kundang) nan dalam, kirop2 mnyaingi Singapuar jo Shanghai, pasan ambo tolong 
 teliti bana dulu, bara panjang angok kito, bara banyak Jaga kito nan ka 
 dijua/diangkuik urang. Ijan lupo pulo Kutub2 nan lah muloi mancaia, co 
 Shanghai diprediksi kemahalan (12 Milliard Dollar??) dan kamungkinan 
 tenggelam. Selain intern basaiang jo Hongkong pulo. Dilain itu, kapa2 
 raksasa, tendesial lah mulai manurun dek polusi jo minyak nan mulai 
 maha/bakurang.
 Alun lai effekt2 negativ untuak lingkuangan alam nan dibeong dek Kapa2 
 Raksasa.
 Usah tampaik basanda kapa2 Parang USA/GI nan di pangkalan Diego Garcia.
 Panyakik nan tibo beko, antaro lain HIV etc. etc.
 
 
 
 Wassalam,
 Muljadi ALi Basjah.
 
  Original-Nachricht 
 Datum: Thu, 1 Nov 2012 05:31:13 -0700 (PDT)
 Von: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 An: Rantau Net RantauNet@googlegroups.com
 Betreff: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (2)
 
 http://indrapiliang.com/2012/11/01/iko-jaleh-piaman-2/
 
 Iko Jaleh Piaman! (2)
 Kamis, 1 November 2012
 Iko Jaleh Piaman! (2)
 Oleh
 Indra J Piliang *)  
 
 
 Bagi masyarakat Minangkabau, Pariaman tidak termasuk dalam kategori ranah 
 (luhak). Ada tiga luhak di Minangkabau, yakni Luhak Lima Puluh Kota, 
 Luhak Agam dan Luhak Tanah Datar. Pariaman hanyalah rantau. Namun, dalam
 kaitannya dengan agama Islam, Pariaman adalah wilayah pertama yang 
 ditempati oleh Syech Burhanuddin, ulama asal Aceh yang dipercaya sebagai
 pembawa agama Islam ke Minangkabau. Makam Syech Burhanuddin bertempat 
 di Ulakan yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. 
 
 
 Karena itu pula, Pariaman dikenal sebagai pusat dari nama-nama yang
 terkait 
 dengan Syech Burhanuddin. Ada dua perguruan tinggi yang membawa nama 
 ini, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syech Burhanuddin dan Sekolah 
 Tinggi Ilmu Tarbiyah Syech Burhanuddin, keduanya terletak di Kota 
 Pariaman. Keberadaan nama Syech Burhanuddin itulah yang menempatkan 
 image bahwa masyarakat Pariaman adalah masyarakat relegius, terutama 
 dikaitkan dengan tarekat Syattariyah.  
 
 
 Di masa kecil, saya sering mendengar pembicaraan soal tarekat demi tarekat
 ini. Tidak jarang orang-orang di Pariaman menuntut ilmu (mengaji) ke 
 tempat-tempat lain. Perdebatan tentang hubungan manusia dengan Allah SWT
 berlangsung di banyak surau, terutama setelah semua orang tidur. Karena saya
 tinggal di Kampuang Tangah, Lansano, Sikucur Selatan, tentu ada 
 perasaan bahwa orang yang tinggal di Pariaman jauh lebih maju dari kami.
 Kemajuan itu dilihat dari peralatan yang dimiliki dan dipakai, seperti 
 kendaraan, telepon, sampai televisi. 
 
 
 Saya semakin mengenal Kota Pariaman ketika masuk SMA 2 Pariaman
 (1988-1991). Sama sekali tidak ada perasaan minder dari sisi ilmu 
 pengetahuan, 
 selain saya berasal dari keluarga berkekurangan. Jarang saya memiliki 
 baju yang layak untuk dipakai dalam kegiatan non sekolah. Saya memasak 
 sendiri di rumah kos, bersama Sahrul Chaniago, sesama jurusan Fisika 
 yang kini jadi sahabat saya. Pagi ke pasar membeli kentang dan ikan 
 asin, lalu memasaknya. Sepatu hanya satu, itupun sobek dengan merkDragon
 Fly. 
 Di akhir pekan saya kembali ke Kampuang Tangah, Kecamatan V Koto Kampuang 
 Dalam. Terkadang, sungai banjir, sehingga terpaksa menunggu air surut 
 selama berjam-jam. Tidak ada jembatan penyeberangan. Kalaupun ada ban 
 bekas, itupun yang memiliki tidak banyak orang. Kampung ibu saya memang 
 baru dimasuki listrik pada tahun 2002 lalu, kemudian memiliki jembatan 
 gantung tahun 2008. Alhamdulillah, sekarang sudah ada jembatan permanen,
 dibangun atas bantuan Kerajaan Oman pasca gempa bumi hebat 2009. 
 
 
 *** 
 
 
 Karena lahir di Kota Pariaman, saya mengetahui kota ini dari ayah saya, 
 Boestami Datuak

Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (2)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Insya Allah kakanda. Serial Iko Jaleh Piaman ko akan lanjut taruih, jadi ndak 
jadi mancalon. Minimal, diskusi bisa dimulai dari siko. Mukasuik ambo alah 
jaleh, minimal mempengaruhi proses kampanye pilkada dengan visi nan terukur, di 
berbagai bidang.

Bia ado nanti carito di lapau3 jo sikola2. 

Sent from my iPad

On 3 Nov 2012, at 19:14, Elthaf Hidjaz eltha...@gmail.com wrote:

 Add Indra Jaya Piliang,
 
 Ambo mambaco sacaro keseluruhan dari duo postingan sanak, kini mato
 ambo juo mungkin kawan2 ambo mkin terbuka dan melihat sosok Indra
 Jaya,
 
 Kalau salamo ko ambo hanyo mambaco pandangan sanak di mass merdia, di
 buku sanak nan taba tu, di mailing list rantau net ataupun waktu sanak
 berdebat saat sebai team sukses JK atau dialog kepemudaan,  politik
 dsbnya di TV, kini ambo makin tahu dan kagum dg pejuangan, sikap dan
 ibtegritas sanak.
 
 Mulai dari perjuangan keras waktu ketek, dan iko b ukan sajo sanak,
 mayoritas anak2 di sumbar sakola dg perjuangan berat, tamasuak jalan
 kaki 3 km ka sakola, ambo juo waktu SMP jalan kaki dr Biaro ka
 Tanjuang alam nan bajarak hampia 3 Km, tapi itu amni nikmati karano
 maroritas itu adolah kehidupan yg mengasyikkan.
 
 Sanak berhasil masuk UI, dan juo lah manyalasaikan S2 d UI walalu
 urang banyak baangapan sanak IJP adoalh soorang doktor S3, tapi ambo
 mancliak sacaro kapabaliti sanak memang lah berhak diagiah gala
 Doktor Politik karano sanak lah banyak menghasilkan karya tulis dan
 siap bicara di forum dan pentas politik.
 
 Dengan pengalaman nan sanak rasokan dan cito2 mulia sanak mamajukan
 kampuang halaman, sanak Indra nio mangbdi sebagai Wali kota.
 
 Ambo mancaliak jabatab wako pariaman juga bukan jabatan nan terlalu
 hebat dan dibanggakan di kalangan sanak, tapi sanak nio mambangun,
 tibgga d kota kecil dg segala keterbatasan dan manibggalkan hiruk
 pikuk ibu kota dfg segala mimpi nn bisa diwujudkan, mulai dari
 networking, yabg satu hari bisa bersialturrahim dg tiga atau empat
 pejabat tinggi negara. Sampai penghasilan minimal cepek.
 
 Sanak Indra,
 Dg sebagai wako adolah starting point bagi sanak untuk menapak karir
 dan kesempatan nan gadang untuk memajukan kampuag halaman.
 
 Dg potensi alam dan sdm yg ado, sanak lah punyo gambaran dan rencana,
 lah ado ambaran mancari pundi2 ka pusat, manibbgkekkan apbd daerah,
 mangundang investor tamasuak manjua potensi ka rekan2 sanak IJP.
 
 Ambo ndak ingin mambandiangkan jo Jokowi, tapi mudah2an karir sanak
 bisa sarupo jokowi, dari Pariaman ka Jakarta, apakoh d kabinet atau di
 posiai lainnyo.
 
 Life begins at fourty, sasuai jo sanak ko, mamulai d birokrat.
 
 Denngan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahin dan niat yg baik dan
 tulus, maju sanak Indra Jaya Pilianh, S.Si., M.Si sebagai balon Wali
 kota Pariaman.
 
 Doa ambo buek sanak.
 
 
 Salam
 Elthaf
 
 
 
 On 11/1/12, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
 http://indrapiliang.com/2012/11/01/iko-jaleh-piaman-2/
 
 Iko Jaleh Piaman! (2)
 Kamis, 1 November 2012
 Iko Jaleh Piaman! (2)
 Oleh
 Indra J Piliang *)
 
 
 Bagi masyarakat Minangkabau, Pariaman tidak termasuk dalam kategori ranah
 (luhak). Ada tiga luhak di Minangkabau, yakni Luhak Lima Puluh Kota,
 Luhak Agam dan Luhak Tanah Datar. Pariaman hanyalah rantau. Namun, dalam
 kaitannya dengan agama Islam, Pariaman adalah wilayah pertama yang
 ditempati oleh Syech Burhanuddin, ulama asal Aceh yang dipercaya sebagai
 pembawa agama Islam ke Minangkabau. Makam Syech Burhanuddin bertempat
 di Ulakan yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman.
 
 
 Karena itu pula, Pariaman dikenal sebagai pusat dari nama-nama yang terkait
 
 dengan Syech Burhanuddin. Ada dua perguruan tinggi yang membawa nama
 ini, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syech Burhanuddin dan Sekolah
 Tinggi Ilmu Tarbiyah Syech Burhanuddin, keduanya terletak di Kota
 Pariaman. Keberadaan nama Syech Burhanuddin itulah yang menempatkan
 image bahwa masyarakat Pariaman adalah masyarakat relegius, terutama
 dikaitkan dengan tarekat Syattariyah.
 
 
 Di masa kecil, saya sering mendengar pembicaraan soal tarekat demi tarekat
 ini. Tidak jarang orang-orang di Pariaman menuntut ilmu (mengaji) ke
 tempat-tempat lain. Perdebatan tentang hubungan manusia dengan Allah SWT
 berlangsung di banyak surau, terutama setelah semua orang tidur. Karena saya
 tinggal di Kampuang Tangah, Lansano, Sikucur Selatan, tentu ada
 perasaan bahwa orang yang tinggal di Pariaman jauh lebih maju dari kami.
 Kemajuan itu dilihat dari peralatan yang dimiliki dan dipakai, seperti
 kendaraan, telepon, sampai televisi.
 
 
 Saya semakin mengenal Kota Pariaman ketika masuk SMA 2 Pariaman (1988-1991).
 Sama sekali tidak ada perasaan minder dari sisi ilmu pengetahuan,
 selain saya berasal dari keluarga berkekurangan. Jarang saya memiliki
 baju yang layak untuk dipakai dalam kegiatan non sekolah. Saya memasak
 sendiri di rumah kos, bersama Sahrul Chaniago, sesama jurusan Fisika
 yang kini jadi sahabat saya. Pagi ke pasar membeli kentang dan ikan
 asin, lalu memasaknya

[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (4)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/11/03/iko-jaleh-piaman-4/ 

Iko Jaleh Piaman! (4)
Sabtu, 3 November 2012
Iko Jaleh Piaman! (4) 
 
Oleh
Indra J Piliang *) 
 
Waktu kecil, ketika menempuh pendidikan SD di Aie Angek, X Koto, Tanah Datar, 
saya merasakan perbedaan iklim yang ekstrim. Saya mengalami sampai 
kelas I SMP Koto Lawas. Pariaman adalah wilayah yang panas, sementara 
Aie Angek begitu dingin. Perbedaan ucapan terjadi antara Pariaman dengan Aie 
Angek. Pariaman adalah pasisie, sementara Aie Angek adalah darek. 


Yang banyak saya dengar juga perbedaan budaya. Kalau baralek di Pariaman, ada 
acara “malam barituang”, yakni penyebutan sumbangan dari para tamu yang datang. 
Malam badoncek, bila helat dilakukan di rumah mempelai perempuan (anak daro). 
Di Aie Angek, para tamu hanya membawa beras di kampie. Pulangnya, kampie berisi 
pinyaram dan katan. 


Banyak yang saya dengar soal perbedaan urang darek memandang Piaman, begitupula 
sebaliknya. Urang darek biasa berkata berkias, sementara urang Piaman terus 
terang, kalau perlu 
ketika bicara terdengar sampai ke bukit. Namun, setelah pindah sekolah 
ke Kampuang Dalam, Padang Pariaman, saya mulai menemukan yang lain. 
Misalnya, belajar berpetatah-petitih untuk acara-acara kemasyarakatan. 
Juga belajar mengaji di surau, disamping bermain silat. 


Saya beruntung punya ibu orang Pariaman, sementara ayah orang Tanah Datar. 
Darah saya dialiri pasisie dan darek. Ayah saya Koto, ibu saya Piliang. Laras 
Koto Poliang di Minangkabau 
memang keturunan dari Datuak Ketumanggungan. Berbeda dengan Datuak 
Perpatih Nan Sebatang, laras Koto Piliang lebih banyak menjadi penasehat 
Kerajaan Pagarruyung. Langgam politik laras Koto Piliang lebih 
aristokrat, dibandingkan dengan laras Bodi-Chaniago yang demokratis dan 
egaliter. 


Kini, darek tidak lagi sedingin dulu. Tidak perlu pakai kain sarung dan sebo, 
dari sore sampai pagi hari. Iklim darek dan pasisie semakin dekat, akibat bumi 
semakin panas. Gunung-gunung es di kutub juga sudah 
lama mencair, beberapa menenggelamkan pulau-pulau kecil. Kutub yang 
muncul berjuta tahun yang lalu itu tidak lagi mampu menahan laju 
pengembangan teknologi yang menembus lapisan ozon. Dunia sudah berubah, 
begitu juga dunia di kampung saya: Pariaman dan Tanah Datar. 
 
*** 
 
Satu hal yang saya ingat, selalu membawa kelapa dan ikan asin dari Pariaman 
ke Aie Angek. Sebaliknya, dari Aie Angek saya membawa sayuran, kentang, 
bawang perai, buah japan dan cabe yang pedas. Begitu juga pisang yang 
berbeda rasa, pisang manis dari Pariaman dan pisang sarai dari 
Aie Angek. Bertahun-tahun saya melakukan itu, naik kendaraan umum, 
menjadi perantara bagi keluarga yang terpisah akibat tugas negara yang 
dilakukan ayah. 


Ayah adalah seorang eksperimentalis yang baik. Apa yang ditanam di Pariaman, 
dia bawa ke Aie Angek untuk ditanam. Begitu juga sebaliknya. Kalau 
percobaannya gagal, ayah mencoba lagi yang lain, bertahun-tahun juga. 
Ayah membekali diri dengan buku-buku pertanian. Pernah ayah 
berbulan-bulan tidak masuk kerja, lalu hidup di ladang kami di Pariaman, 
menanami dengan beragam buah-buahan. Saya juga melakukan hal yang sama, 
bertanam bunga matahari dan tomat di halaman rumah nenek di Aie Angek.  Buahnya 
luar biasa. Subur. 


Produksi kelapa Pariaman termasuk sektor unggulan sampai sekarang. Bahkan, 
sabut kelapa juga sudah mulai dimanfaatkan, selain tempurungnya yang 
dijadikan sebagai “batu bara” bagi pedagang-pedagang sate. “Batu bara” 
dari tempurung kelapa ini lebih disukai di luar Pariaman dan luar 
negeri, karena tidak mengganggu lingkungan. Membakar sate atau daging di atas 
panggangan tempurung kelapa, tentu memberi rasa berbeda ketimbang 
di atas bungkil batubara.  


Di halaman facebook, terdapat foto zaman dulu, ketika ada “sekolah beruk” di 
Pariaman. Foto 
ini ada dalam blog Ajo Suryadi, alumni SMA 2 Pariaman yng mengajar di 
Leiden University, Belanda. Sekolah itu masih ada sampai sekarang, namun tidak 
berombongan lagi. Orang-orang mengajarkan kepada beruk untuk 
menjadi pemanjat buah kelapa yang handal. Walau harga buah kelapa turun, 
digantikan dengan buah sawit, Pariaman masih jadi sentra produksi 
kelapa rakyat. Tahun 1980-an, pemerintah memperkenalkan kelapa hybrida, yakni 
kelapa yang cepat berbuah. Kalau kelapa masih menjadi milik 
rakyat, sawit kebanyakan milik perusahaan, terutama perusahaan asing. 


Orang Pariaman sering disindir karena beruknya itu. Bagi penyayang hewan, 
tentu masalah ini jadi klasik, yakni penggunaan hewan untuk membantu 
produksi manusia. Tapi cobalah berjalan ke daerah-daerah lain di 
Indonesia, kelapa dipanjat oleh manusia. Mana yang lebih “maju”, kelapa 
dipanjat beruk atau diturunkan oleh manusia? Sebagai hewan pekerja, 
tentu beruk diperlakukan dengan baik, sesekali diberi telur dan madu, 
sebagai penambah tenaga. 
 
*** 
 
Saya membayangkan, bagaimana kalau ada festival panjat kelapa? Ini bisa menjadi 
atraksi budaya yang unik, selain pacu jawi dan karapan sapi. Yang sudah mulai 

[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (3)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/11/02/iko-jaleh-piaman-3/

Iko Jaleh Piaman! (3)
Jumat, 2 November 2012
Iko Jaleh Piaman! (3) 

Oleh

Indra J Piliang *)

Orgen
 tunggal di Kota Pariaman sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan 
itu lahir dari acara baralek yang dilakukan saban hari. Bagi para 
perantau, terutama yang berpandangan relegius, orgen tunggal dianggap 
sebagai benalu bagi kebudayaan. Bahkan, Persatuan Keluarga Daerah Piaman
 pernah membahas ini dalam pertemuannya. Kehadiran gadis-gadis 
berpakaian minim di atas pentas (panggung), memicu banyak hal negatif.

Bagi
 saya, orgen tunggal hanya sebentuk cara untuk mengungkapkan rasa. Para 
penyanyi dan pemain orgen, serta anak-anak muda yang berjoget di atas 
dan di bawah panggung, bagian dari ritme hidup. Sejak kecil, ayah saya 
kurang memberikan tempat bagi seluruh anak-anaknya untuk bagian dari 
panggung itu. Saya masih ingat, betapa marahnya ayah kalau kakak 
perempuan saya (almarhum) ketahuan ada di atas pentas. 

Barangkali,
 itu juga yang dipikirkan oleh para perantau yang melihat orgen tunggal 
sebatas aurat. Saya tidak menafikan itu. Beragam tindak amoral sudah 
terjadi di Pariaman dan sekitarnya. Namun, sebagaimana orang-orang tua 
bilang, kejadian demi kejadian amoral itu sudah berlangsung sajak duya 
takambang (sejak dunia terkembang). Masalahnya, bagaimana menghadapi realitas 
kebutuhan 
masyarakat atas orgen tunggal, serta desakan anak-anak muda yang selalu 
menginginkan kehadirannya, ketika acara baralek dilakukan? 

Pariaman
 adalah kota tropis. Udaranya panas. Angin sejuk datang sesekali dari 
arah gunung dan pantai. Ketika orgen tunggal muncul di tengah terik 
matahari, kehadirannya terlihat kurang sesuai dengan iklim. Namun di 
malam hari, anak-anak muda bermotor datang dari segala penjuru, walau 
bukan bagian dari pihak yang diundang untuk datang. Lagu-lagu baru 
muncul, namun tidak jarang juga lagu-lagu lama yang terlupa dari para 
musisi Minang sendiri. 

*** 

Pemerintah tentu tidak bisa 
masuk ke dalam satu potret kehidupan masyarakat secara total. Tugas 
pemerintah adalah mengatur, agar jangan sampai aktivitas masyarakat yang
 satu mengganggu masyarakat yang lain. Dari sini, orgen tunggal adalah 
bagian dari kegiatan ekonomi, selain hiburan. Pajak bisa saja masuk 
menjadi satu komponen terhadap orgen tunggal. Lalu dari hasil pajak itu,
 performa dari orgen tunggal bisa ditingkatkan. 


Misalnya, perlombaan orgen tunggal berdasarkan khasanah budaya lokal. Orgen 
tunggal yang menggabungkan indang, tari piring maupun gandang tasa dan salawaik 
dulang, bisa menjadi bagian dari mestizo budaya yang unik. Di tengah rasa haus 
akan budaya lokal yang khas, kegersangan budaya Barat yang datang, tentu 
berbagai unsur kolaborasi seni menjadi pilihan menarik. Orgen tunggal 
tidak lagi tunggal, melainkan menjadi jamak. 


Sebagai politisi 
atau bahkan hanya bagian dari anak dan keponakan, saya juga beberapa 
kali didaulat untuk bernyanyi di atas pentas. Biasanya istri saya 
mengontrolnya dari jauh, lewat ponsel adik-adik yang menemani saya. 
Inilah dilema yang harus dihadapi. Di satu sisi masyarakat membutuhkan 
hiburan, tetapi hiburan yang berlebihan juga bisa membawa gunjingan yang tidak 
baik. 


Kehadiran seniman-seniman nasional dan lokal untuk 
memberi sentuhan kepada orgen tunggal ini tentu diperlukan. Saya kira, 
sudah ada penelitian khusus oleh akademisi kampus menyangkut orgen 
tunggal ini. Orgen tunggal bisa juga menunjukkan puisi dan rabab, 
sehingga menghasilkan bunyi yang unik, sekaligus tidak kehilangan akar 
kultural. Sejumlah lagu baru yang muncul sudah menunjukkan bagaimana 
kreatifnya seniman Minang, sekaligus dukungan masyarakat. 


Orgen 
tunggal tentu bukan hanya fenomena masyarakat Pariaman, melainkan juga 
kota-kota lain. Bahkan, tidak jarang ajang orgen tunggal menjadi ajang 
perkelahian, minuman keras, sampai judi. Saweran menjadi ciri, ditambah 
dengan upaya bernyanyi dan berjoget bersama penyanyi. Semakin malam, 
biasanya para penonton dan penyanyi semakin larut dalam 
nyanyian-nyanyian dengan lirik yang diambil dari lagu-lagu dangdut. 

*** 

Sebagai
 kota yang panas, Pariaman tentu membutuhkan area khusus untuk melatih 
kemampuan dalam bermusik ini. Kehadiran Pusat Kepemudaan (Youth Center) menjadi 
penting, tidak hanya Lapangan Bola Medan Nan Bapaneh di dekat 
SMA 2 Pariaman. Pusat Kepemudaan ini bisa juga sekaligus Pusat Olahraga (Sport 
Center). Sebuah kota memang memerlukan banyak ruang dan ruangan, bagi aktivitas 
kreatif dan positif anak-anak muda. Kota yang tidak memilikinya, perlu 
bergegas untuk membuat, demi kepentingan yang lebih luas. 


Pariaman memiliki lapisan anak-anak muda yang berserakan. Belum lagi di 
sekeliling Kota Pariaman, yakni Kabupaten Padang Pariaman. Lapisan anak 
muda inilah yang bergerak setiap kali ada peristiwa musik atau kesenian. Mereka 
berbaur dengan lapisan lain, dari kaum ibu, kaum bapak, urang 
sumando, urang pangka dan kelompok yang menyediakan diri untuk hadir di 

Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (2)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Insya Allah uda. Sawah ambo di Tebet jo Wahid Hasyim. Tantu ambo akan beberkan 
program2 nanti, dlm bentuk vcd dll. Tulisan2 yg muncul kini hanyo hidangan 
pembuka. Sekaligus guno mendapatkan umpan baliak. 

Untuangnyo di mikis, gagasan2 diadu, tp ndak mambayie doh. Beda kalau punyo 
konsultan politik. Hehe.

Nomor hp ambo 0812.101.3525. Msh nan lamo. 

Sent from my iPad

On 3 Nov 2012, at 21:15, Elthaf Hidjaz eltha...@gmail.com wrote:

 Syiip adinda IJP,
 
 Bilo sempat basuo awak baliak, ambo basawah d Sentral Senayan 1,
 lantai 12, sabalah Plaza Senayan, maa tau ado di sinan dan ado wakatu,
 silahkan kontak ambo d 0816373321, nio ambo mandanga langsuang ide Ðan
 program brillian Bung Indra.
 
 Ado nan salut ambo ciek, ado ketulusan sanak mambangun kampuang, sanak
 maobral sado ¶rogram, walaupun nanti urang lain nan jadi wako, saÑak
 indra iÑdak keberatan kalau program ko dikarajoan, adinda urangnyo
 ikhls dan tulus, smg inilah pe…impin yang diharapkan oleh kota
 Pariaman, aamiin
 
 Salam
 Elthaf
 
 
 
 On 11/3/12, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
 Insya Allah kakanda. Serial Iko Jaleh Piaman ko akan lanjut taruih, jadi
 ndak jadi mancalon. Minimal, diskusi bisa dimulai dari siko. Mukasuik ambo
 alah jaleh, minimal mempengaruhi proses kampanye pilkada dengan visi nan
 terukur, di berbagai bidang.
 
 Bia ado nanti carito di lapau3 jo sikola2.
 
 Sent from my iPad
 
 On 3 Nov 2012, at 19:14, Elthaf Hidjaz eltha...@gmail.com wrote:
 
 Add Indra Jaya Piliang,
 
 Ambo mambaco sacaro keseluruhan dari duo postingan sanak, kini mato
 ambo juo mungkin kawan2 ambo mkin terbuka dan melihat sosok Indra
 Jaya,
 
 Kalau salamo ko ambo hanyo mambaco pandangan sanak di mass merdia, di
 buku sanak nan taba tu, di mailing list rantau net ataupun waktu sanak
 berdebat saat sebai team sukses JK atau dialog kepemudaan,  politik
 dsbnya di TV, kini ambo makin tahu dan kagum dg pejuangan, sikap dan
 ibtegritas sanak.
 
 Mulai dari perjuangan keras waktu ketek, dan iko b ukan sajo sanak,
 mayoritas anak2 di sumbar sakola dg perjuangan berat, tamasuak jalan
 kaki 3 km ka sakola, ambo juo waktu SMP jalan kaki dr Biaro ka
 Tanjuang alam nan bajarak hampia 3 Km, tapi itu amni nikmati karano
 maroritas itu adolah kehidupan yg mengasyikkan.
 
 Sanak berhasil masuk UI, dan juo lah manyalasaikan S2 d UI walalu
 urang banyak baangapan sanak IJP adoalh soorang doktor S3, tapi ambo
 mancliak sacaro kapabaliti sanak memang lah berhak diagiah gala
 Doktor Politik karano sanak lah banyak menghasilkan karya tulis dan
 siap bicara di forum dan pentas politik.
 
 Dengan pengalaman nan sanak rasokan dan cito2 mulia sanak mamajukan
 kampuang halaman, sanak Indra nio mangbdi sebagai Wali kota.
 
 Ambo mancaliak jabatab wako pariaman juga bukan jabatan nan terlalu
 hebat dan dibanggakan di kalangan sanak, tapi sanak nio mambangun,
 tibgga d kota kecil dg segala keterbatasan dan manibggalkan hiruk
 pikuk ibu kota dfg segala mimpi nn bisa diwujudkan, mulai dari
 networking, yabg satu hari bisa bersialturrahim dg tiga atau empat
 pejabat tinggi negara. Sampai penghasilan minimal cepek.
 
 Sanak Indra,
 Dg sebagai wako adolah starting point bagi sanak untuk menapak karir
 dan kesempatan nan gadang untuk memajukan kampuag halaman.
 
 Dg potensi alam dan sdm yg ado, sanak lah punyo gambaran dan rencana,
 lah ado ambaran mancari pundi2 ka pusat, manibbgkekkan apbd daerah,
 mangundang investor tamasuak manjua potensi ka rekan2 sanak IJP.
 
 Ambo ndak ingin mambandiangkan jo Jokowi, tapi mudah2an karir sanak
 bisa sarupo jokowi, dari Pariaman ka Jakarta, apakoh d kabinet atau di
 posiai lainnyo.
 
 Life begins at fourty, sasuai jo sanak ko, mamulai d birokrat.
 
 Denngan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahin dan niat yg baik dan
 tulus, maju sanak Indra Jaya Pilianh, S.Si., M.Si sebagai balon Wali
 kota Pariaman.
 
 Doa ambo buek sanak.
 
 
 Salam
 Elthaf
 
 
 
 On 11/1/12, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
 http://indrapiliang.com/2012/11/01/iko-jaleh-piaman-2/
 
 Iko Jaleh Piaman! (2)
 Kamis, 1 November 2012
 Iko Jaleh Piaman! (2)
 Oleh
 Indra J Piliang *)
 
 
 Bagi masyarakat Minangkabau, Pariaman tidak termasuk dalam kategori
 ranah
 (luhak). Ada tiga luhak di Minangkabau, yakni Luhak Lima Puluh Kota,
 Luhak Agam dan Luhak Tanah Datar. Pariaman hanyalah rantau. Namun, dalam
 kaitannya dengan agama Islam, Pariaman adalah wilayah pertama yang
 ditempati oleh Syech Burhanuddin, ulama asal Aceh yang dipercaya sebagai
 pembawa agama Islam ke Minangkabau. Makam Syech Burhanuddin bertempat
 di Ulakan yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman.
 
 
 Karena itu pula, Pariaman dikenal sebagai pusat dari nama-nama yang
 terkait
 
 dengan Syech Burhanuddin. Ada dua perguruan tinggi yang membawa nama
 ini, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syech Burhanuddin dan Sekolah
 Tinggi Ilmu Tarbiyah Syech Burhanuddin, keduanya terletak di Kota
 Pariaman. Keberadaan nama Syech Burhanuddin itulah yang menempatkan
 image bahwa masyarakat

Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (2)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Iyo. Ambo sadang rancang. Paralu jembatan ranah jo rantau kewat ide2 nan bisa 
dibangun. Sampai kini ambo ndak tahu kantue penghubung Pemda Kota Pariaman di 
Jakarta. Padahal, baralu untuak semacam ranah expose. 

Sent from my iPad

On 3 Nov 2012, at 21:23, syafri erianto av3r...@gmail.com wrote:

 Usul utk ajo indra,kl bs buek lah acara ngumpua di jkt,supayo ide ide ajo 
 indra dapek dukungan dr sadoalahan masyarakat pariaman yg ado di 
 jakarta,mudah-mudahan pas acara tu,ado lo kalua ide-ide yg bs manambah maju 
 kota pariaman
 
 Pada 3 Nov 2012 21.15, Elthaf Hidjaz eltha...@gmail.com menulis:
 Syiip adinda IJP,
 
 Bilo sempat basuo awak baliak, ambo basawah d Sentral Senayan 1,
 lantai 12, sabalah Plaza Senayan, maa tau ado di sinan dan ado wakatu,
 silahkan kontak ambo d 0816373321, nio ambo mandanga langsuang ide Ðan
 program brillian Bung Indra.
 
 Ado nan salut ambo ciek, ado ketulusan sanak mambangun kampuang, sanak
 maobral sado ¶rogram, walaupun nanti urang lain nan jadi wako, saÑak
 indra iÑdak keberatan kalau program ko dikarajoan, adinda urangnyo
 ikhls dan tulus, smg inilah pe…impin yang diharapkan oleh kota
 Pariaman, aamiin
 
 Salam
 Elthaf
 
 
 
 On 11/3/12, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
  Insya Allah kakanda. Serial Iko Jaleh Piaman ko akan lanjut taruih, jadi
  ndak jadi mancalon. Minimal, diskusi bisa dimulai dari siko. Mukasuik ambo
  alah jaleh, minimal mempengaruhi proses kampanye pilkada dengan visi nan
  terukur, di berbagai bidang.
 
  Bia ado nanti carito di lapau3 jo sikola2.
 
  Sent from my iPad
 
  On 3 Nov 2012, at 19:14, Elthaf Hidjaz eltha...@gmail.com wrote:
 
  Add Indra Jaya Piliang,
 
  Ambo mambaco sacaro keseluruhan dari duo postingan sanak, kini mato
  ambo juo mungkin kawan2 ambo mkin terbuka dan melihat sosok Indra
  Jaya,
 
  Kalau salamo ko ambo hanyo mambaco pandangan sanak di mass merdia, di
  buku sanak nan taba tu, di mailing list rantau net ataupun waktu sanak
  berdebat saat sebai team sukses JK atau dialog kepemudaan,  politik
  dsbnya di TV, kini ambo makin tahu dan kagum dg pejuangan, sikap dan
  ibtegritas sanak.
 
  Mulai dari perjuangan keras waktu ketek, dan iko b ukan sajo sanak,
  mayoritas anak2 di sumbar sakola dg perjuangan berat, tamasuak jalan
  kaki 3 km ka sakola, ambo juo waktu SMP jalan kaki dr Biaro ka
  Tanjuang alam nan bajarak hampia 3 Km, tapi itu amni nikmati karano
  maroritas itu adolah kehidupan yg mengasyikkan.
 
  Sanak berhasil masuk UI, dan juo lah manyalasaikan S2 d UI walalu
  urang banyak baangapan sanak IJP adoalh soorang doktor S3, tapi ambo
  mancliak sacaro kapabaliti sanak memang lah berhak diagiah gala
  Doktor Politik karano sanak lah banyak menghasilkan karya tulis dan
  siap bicara di forum dan pentas politik.
 
  Dengan pengalaman nan sanak rasokan dan cito2 mulia sanak mamajukan
  kampuang halaman, sanak Indra nio mangbdi sebagai Wali kota.
 
  Ambo mancaliak jabatab wako pariaman juga bukan jabatan nan terlalu
  hebat dan dibanggakan di kalangan sanak, tapi sanak nio mambangun,
  tibgga d kota kecil dg segala keterbatasan dan manibggalkan hiruk
  pikuk ibu kota dfg segala mimpi nn bisa diwujudkan, mulai dari
  networking, yabg satu hari bisa bersialturrahim dg tiga atau empat
  pejabat tinggi negara. Sampai penghasilan minimal cepek.
 
  Sanak Indra,
  Dg sebagai wako adolah starting point bagi sanak untuk menapak karir
  dan kesempatan nan gadang untuk memajukan kampuag halaman.
 
  Dg potensi alam dan sdm yg ado, sanak lah punyo gambaran dan rencana,
  lah ado ambaran mancari pundi2 ka pusat, manibbgkekkan apbd daerah,
  mangundang investor tamasuak manjua potensi ka rekan2 sanak IJP.
 
  Ambo ndak ingin mambandiangkan jo Jokowi, tapi mudah2an karir sanak
  bisa sarupo jokowi, dari Pariaman ka Jakarta, apakoh d kabinet atau di
  posiai lainnyo.
 
  Life begins at fourty, sasuai jo sanak ko, mamulai d birokrat.
 
  Denngan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahin dan niat yg baik dan
  tulus, maju sanak Indra Jaya Pilianh, S.Si., M.Si sebagai balon Wali
  kota Pariaman.
 
  Doa ambo buek sanak.
 
 
  Salam
  Elthaf
 
 
 
  On 11/1/12, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
  http://indrapiliang.com/2012/11/01/iko-jaleh-piaman-2/
 
  Iko Jaleh Piaman! (2)
  Kamis, 1 November 2012
  Iko Jaleh Piaman! (2)
  Oleh
  Indra J Piliang *)
 
 
  Bagi masyarakat Minangkabau, Pariaman tidak termasuk dalam kategori
  ranah
  (luhak). Ada tiga luhak di Minangkabau, yakni Luhak Lima Puluh Kota,
  Luhak Agam dan Luhak Tanah Datar. Pariaman hanyalah rantau. Namun, dalam
  kaitannya dengan agama Islam, Pariaman adalah wilayah pertama yang
  ditempati oleh Syech Burhanuddin, ulama asal Aceh yang dipercaya sebagai
  pembawa agama Islam ke Minangkabau. Makam Syech Burhanuddin bertempat
  di Ulakan yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman.
 
 
  Karena itu pula, Pariaman dikenal sebagai pusat dari nama-nama yang
  terkait
 
  dengan Syech Burhanuddin. Ada dua perguruan tinggi yang membawa nama
  ini

Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (3)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Nah, iko pikiran baru bagi ambo. Mambuek semacam Pasar Seni di Kota Pariaman 
atau semacam Jalan Maiboro nan khusus untuak manjua kesenian tradisional. 
Talempong, Gandang Tasa, Saluang, Rabab, jo lain2, bisa dihadirkan di Jalan 
Malioboro Piaman tu. 

Sent from my iPad

On 2 Nov 2012, at 22:56, botsos...@yahoo.com wrote:

 Sepakat Uda...
 Ambo rasa inilah yg sering terabaikan dalam pembangunan kota2 di Sumbar. 
 Kota2 di Sumbar khususnya, Indonesia pada umumnya kurang memberikan porsi yg 
 cukup utk penyaluran energi anak muda yang sedang penuh2nya. Anak2 muda usia 
 sekolah cendrung 'hanya' dihadapkan pada dua kegiatan, yaitu akademis dan 
 keagamaan, sedangkan kegiatan2 lainnya cendrung dikebiri. Akibatnya anak2 
 muda tsb membuat wadahnya sendiri yg kadang2 melabrak garis2 kepentingan 
 umum. 
 Walapun ambo bukan besar di Pariaman, tp darah Piaman yang dinamis bisa ambo 
 rasakan ketika berada di kampung halaman ambo.
 Banyak hal positif yg bisa dihasilkan dr pemberdayaan anak2 muda tsb, seperti 
 olah raga, khususnya bahari spt kano, diving, renang dlln belum lg industri 
 seni kreatif. Bandung dan Jogja adlah 2 kota yg menurut saya mampu 
 mengakomodir kreatifitas anak2 mudanya, dan ini terbukti dgn banyaknya 
 industri kreatif yg digawangi anak2 muda di kota ini.
 
 Saketek dari ambo
 Bot SP
 Asal Kampuang Paneh-Sungai Rotan
 Babako ka Sunua
 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 From: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sat, 3 Nov 2012 08:19:35 -0700 (PDT)
 To: Rantau NetRantauNet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (3)
 
 http://indrapiliang.com/2012/11/02/iko-jaleh-piaman-3/
 
 Iko Jaleh Piaman! (3)
 
 
 Jumat, 2 November 2012
 Iko Jaleh Piaman! (3) 
 
 Oleh
 
 Indra J Piliang *)
 
 Orgen tunggal di Kota Pariaman sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan 
 itu lahir dari acara baralek yang dilakukan saban hari. Bagi para perantau, 
 terutama yang berpandangan relegius, orgen tunggal dianggap sebagai benalu 
 bagi kebudayaan. Bahkan, Persatuan Keluarga Daerah Piaman pernah membahas ini 
 dalam pertemuannya. Kehadiran gadis-gadis berpakaian minim di atas pentas 
 (panggung), memicu banyak hal negatif.
 
 Bagi saya, orgen tunggal hanya sebentuk cara untuk mengungkapkan rasa. Para 
 penyanyi dan pemain orgen, serta anak-anak muda yang berjoget di atas dan di 
 bawah panggung, bagian dari ritme hidup. Sejak kecil, ayah saya kurang 
 memberikan tempat bagi seluruh anak-anaknya untuk bagian dari panggung itu. 
 Saya masih ingat, betapa marahnya ayah kalau kakak perempuan saya (almarhum) 
 ketahuan ada di atas pentas. 
 
 Barangkali, itu juga yang dipikirkan oleh para perantau yang melihat orgen 
 tunggal sebatas aurat. Saya tidak menafikan itu. Beragam tindak amoral sudah 
 terjadi di Pariaman dan sekitarnya. Namun, sebagaimana orang-orang tua 
 bilang, kejadian demi kejadian amoral itu sudah berlangsung sajak duya 
 takambang (sejak dunia terkembang). Masalahnya, bagaimana menghadapi realitas 
 kebutuhan masyarakat atas orgen tunggal, serta desakan anak-anak muda yang 
 selalu menginginkan kehadirannya, ketika acara baralek dilakukan? 
 
 Pariaman adalah kota tropis. Udaranya panas. Angin sejuk datang sesekali dari 
 arah gunung dan pantai. Ketika orgen tunggal muncul di tengah terik matahari, 
 kehadirannya terlihat kurang sesuai dengan iklim. Namun di malam hari, 
 anak-anak muda bermotor datang dari segala penjuru, walau bukan bagian dari 
 pihak yang diundang untuk datang. Lagu-lagu baru muncul, namun tidak jarang 
 juga lagu-lagu lama yang terlupa dari para musisi Minang sendiri. 
 
 *** 
 
 Pemerintah tentu tidak bisa masuk ke dalam satu potret kehidupan masyarakat 
 secara total. Tugas pemerintah adalah mengatur, agar jangan sampai aktivitas 
 masyarakat yang satu mengganggu masyarakat yang lain. Dari sini, orgen 
 tunggal adalah bagian dari kegiatan ekonomi, selain hiburan. Pajak bisa saja 
 masuk menjadi satu komponen terhadap orgen tunggal. Lalu dari hasil pajak 
 itu, performa dari orgen tunggal bisa ditingkatkan. 
 
 Misalnya, perlombaan orgen tunggal berdasarkan khasanah budaya lokal. Orgen 
 tunggal yang menggabungkan indang, tari piring maupun gandang tasa dan 
 salawaik dulang, bisa menjadi bagian dari mestizo budaya yang unik. Di tengah 
 rasa haus akan budaya lokal yang khas, kegersangan budaya Barat yang datang, 
 tentu berbagai unsur kolaborasi seni menjadi pilihan menarik. Orgen tunggal 
 tidak lagi tunggal, melainkan menjadi jamak. 
 
 Sebagai politisi atau bahkan hanya bagian dari anak dan keponakan, saya juga 
 beberapa kali didaulat untuk bernyanyi di atas pentas. Biasanya istri saya 
 mengontrolnya dari jauh, lewat ponsel adik-adik yang menemani saya. Inilah 
 dilema yang harus dihadapi. Di satu sisi masyarakat membutuhkan hiburan, 
 tetapi hiburan yang berlebihan juga bisa membawa gunjingan yang tidak baik. 
 
 Kehadiran seniman-seniman nasional dan lokal untuk memberi

Re: [pkdp] Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (3)

2012-11-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Alun masonyo, Jo. Kalau alah resmi nanti, ambo lewakan visi, misi, program, 
tamasuak rekening kampanye, beserta penggunaannyo. Mukasuik kini labiah banyak 
untuak mempengaruhi proses, dengan caro iko: menyebarkan ide jo gagasan, 
menanmpung ide jo gagasan dari yang lain. Maulang-ulang kaji. 

Sent from my iPad

On 4 Nov 2012, at 08:32, ajo duta ajod...@gmail.com wrote:

 Iyo kecek doto Rayus to. Lanyuek se lah In. Tapi jaman kiniko malanyau
 harus jo pitih. Lai kanamuah awak badoncek untuk Jo IJP ko?
 
 On 11/4/12, Rahyussalim rahyussalim2...@yahoo.co.id wrote:
 Ambo manutuik supayo IJP marealisasikan sagalo rencana eloknyo. Aa juo lai.
 ijan garegak ka garegak juo. Lah banyak bana kampuang piaman tu kanai kicuah
 mah.
 
 Lanyau jo...
 
 Rahyussalim
 berbagi meringankan derita bangsa
 
 -Original Message-
 From: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sat, 3 Nov 2012 23:43:19
 To: rantaunet@googlegroups.comrantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (3)
 
 Nah, iko pikiran baru bagi ambo. Mambuek semacam Pasar Seni di Kota Pariaman
 atau semacam Jalan Maiboro nan khusus untuak manjua kesenian tradisional.
 Talempong, Gandang Tasa, Saluang, Rabab, jo lain2, bisa dihadirkan di Jalan
 Malioboro Piaman tu.
 
 Sent from my iPad
 
 On 2 Nov 2012, at 22:56, botsos...@yahoo.com wrote:
 
 Sepakat Uda...
 Ambo rasa inilah yg sering terabaikan dalam pembangunan kota2 di Sumbar.
 Kota2 di Sumbar khususnya, Indonesia pada umumnya kurang memberikan porsi
 yg cukup utk penyaluran energi anak muda yang sedang penuh2nya. Anak2 muda
 usia sekolah cendrung 'hanya' dihadapkan pada dua kegiatan, yaitu akademis
 dan keagamaan, sedangkan kegiatan2 lainnya cendrung dikebiri. Akibatnya
 anak2 muda tsb membuat wadahnya sendiri yg kadang2 melabrak garis2
 kepentingan umum.
 Walapun ambo bukan besar di Pariaman, tp darah Piaman yang dinamis bisa
 ambo rasakan ketika berada di kampung halaman ambo.
 Banyak hal positif yg bisa dihasilkan dr pemberdayaan anak2 muda tsb,
 seperti olah raga, khususnya bahari spt kano, diving, renang dlln belum lg
 industri seni kreatif. Bandung dan Jogja adlah 2 kota yg menurut saya
 mampu mengakomodir kreatifitas anak2 mudanya, dan ini terbukti dgn
 banyaknya industri kreatif yg digawangi anak2 muda di kota ini.
 
 Saketek dari ambo
 Bot SP
 Asal Kampuang Paneh-Sungai Rotan
 Babako ka Sunua
 Powered by Telkomsel BlackBerry®
 From: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Sat, 3 Nov 2012 08:19:35 -0700 (PDT)
 To: Rantau NetRantauNet@googlegroups.com
 ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (3)
 
 http://indrapiliang.com/2012/11/02/iko-jaleh-piaman-3/
 
 Iko Jaleh Piaman! (3)
 
 
 Jumat, 2 November 2012
 Iko Jaleh Piaman! (3)
 
 Oleh
 
 Indra J Piliang *)
 
 Orgen tunggal di Kota Pariaman sudah menjadi kebutuhan masyarakat.
 Kebutuhan itu lahir dari acara baralek yang dilakukan saban hari. Bagi
 para perantau, terutama yang berpandangan relegius, orgen tunggal dianggap
 sebagai benalu bagi kebudayaan. Bahkan, Persatuan Keluarga Daerah Piaman
 pernah membahas ini dalam pertemuannya. Kehadiran gadis-gadis berpakaian
 minim di atas pentas (panggung), memicu banyak hal negatif.
 
 Bagi saya, orgen tunggal hanya sebentuk cara untuk mengungkapkan rasa.
 Para penyanyi dan pemain orgen, serta anak-anak muda yang berjoget di atas
 dan di bawah panggung, bagian dari ritme hidup. Sejak kecil, ayah saya
 kurang memberikan tempat bagi seluruh anak-anaknya untuk bagian dari
 panggung itu. Saya masih ingat, betapa marahnya ayah kalau kakak perempuan
 saya (almarhum) ketahuan ada di atas pentas.
 
 Barangkali, itu juga yang dipikirkan oleh para perantau yang melihat orgen
 tunggal sebatas aurat. Saya tidak menafikan itu. Beragam tindak amoral
 sudah terjadi di Pariaman dan sekitarnya. Namun, sebagaimana orang-orang
 tua bilang, kejadian demi kejadian amoral itu sudah berlangsung sajak duya
 takambang (sejak dunia terkembang). Masalahnya, bagaimana menghadapi
 realitas kebutuhan masyarakat atas orgen tunggal, serta desakan anak-anak
 muda yang selalu menginginkan kehadirannya, ketika acara baralek
 dilakukan?
 
 Pariaman adalah kota tropis. Udaranya panas. Angin sejuk datang sesekali
 dari arah gunung dan pantai. Ketika orgen tunggal muncul di tengah terik
 matahari, kehadirannya terlihat kurang sesuai dengan iklim. Namun di malam
 hari, anak-anak muda bermotor datang dari segala penjuru, walau bukan
 bagian dari pihak yang diundang untuk datang. Lagu-lagu baru muncul, namun
 tidak jarang juga lagu-lagu lama yang terlupa dari para musisi Minang
 sendiri.
 
 ***
 
 Pemerintah tentu tidak bisa masuk ke dalam satu potret kehidupan
 masyarakat secara total. Tugas pemerintah adalah mengatur, agar jangan
 sampai aktivitas masyarakat yang satu mengganggu masyarakat yang lain.
 Dari sini, orgen tunggal adalah bagian dari kegiatan ekonomi

[R@ntau-Net] Repost: LOMBA MENULIS POPULER PELAJAR DAN MHSW SE-SUMBAR: TABUIK PIAMAN

2012-11-02 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagai upaya memajukan 
pemuda ranah Minang.


3.    TEMA

Tema kegiatan Lomba penulisan tingkat pelajar dan mahasiswa di ranah minang ini 
“Tabuik Piaman dalam Tulisan”. 

4.    PERSYARATAN LOMBA
 
1. Terbuka untuk seluruh pelajar (SD, SMP dan SMA atau yang sederajat) 
dan mahasiswa (D1, D2, D3, S1, S2, S3 atau Extension) Minang Yang Ada di 
Sumatera Barat. 
2. Lomba dibagi dalam 2 (dua) kelompok lomba: SISWA dan MAHASISWA, 
dengan mencantumkan nama sekolah atau kampus. 
3. Untuk mendaftarkan diri cukup like facebook dan follow twitter 
@ikojalehpiaman atau @indrajpiliang  serta mendapatkan formulir pendaftaran 
lewat situs www.indrapiliang.com.
4. Setiap peserta lomba boleh mengirimkan tidak lebih dari satu naskah. 
5. Tulisan asli (orisinil) bukan saduran, ditulis dalam bahasa populer, 
dan 
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan EYD. 
Kutipan diperbolehkan tidak lebih dari 20% dan wajib mencantumkan sumber 
referensinya.
6. Naskah diketik dengan jenis huruf Time News Roman (TNR), ukuran 12, 
spasi 1,5 dengan panjang artikel popular antara 800 
s/d 1.200 kata saja.
7. Pada akhir tulisan dicantumkan identitas 
lengkap penulis meliputi nama, tempat/tanggal lahir, nama 
sekolah/universitas, alamat sekolah/universitas, alamat rumah, nomor 
telepon seluler dan / atau nomor telpon rumah serta alamat e-mail, 
akunfacebook, akuntwitter atau lainnya.
8. Pengiriman naskah artikel hanya dapat diterima Tim IkoJalehPiaman!!! 
melalui surat elektronik (e-mail) saja ke :ijp_ikojalehpia...@yahoo.com 
ataufitra_ya...@yahoo.com. Panitia tidak melayani penerimaan naskah dan 
surat-menyurat secara 
konvensional (kantor pos atau jasa pengiriman lainnya). Bagi yang tidak 
memiliki email dan / atau akses internet, dapat menitipkan kepada orang 
lain dengan tetap mencantumkan identitas diri penulis.
9. Seluruh 
naskah lomba harus disertai kartu identitas (KTP, SIM, Kartu 
Pelajar/Mahasiswa yang discan) dan sudah diterima Panitia paling lambat 
pada tanggal 1 Desember 2012.
10. Penilaian artikel akan dilakukan oleh Dewan Juri sebanyak tiga 
orang yaitu:
·    Indra Jaya Piliang
·    Revi Marta Dasta
·    Ahan Syahrul Arifin
11. Seluruh hasil naskah yang dikirimkan ke panitia akan dipublikasikan 
di: www.indrapiliang.com dan media lainnya.
12. Untuk penilaian artikel antara lain:
* §    Kesesuaian naskah dengan tema lomba (40%)
* §    Kedalaman analisis dan kandungan ide/gagasan (30%).
* §    Komunikatif dan mudah dimengerti (30%).
    13. Keputusan Dewan Juri adalah absolut (mutlak) dan tak bisa 
diganggu-gugat.
 
5.    WAKTU PELAKSANAAN
* Waktu Penulisan Naskah Tulisan  : 1 November 2012 –1 Desember 2012.
* Waktu Pengiriman Naskah           :  Paling lambat 1 Desember 2012.
* Penilaian                        : 1 – 5  Desember 2012. 
* Pengumuman Pemenang         : 10 Desember 2012.
* Pemberian Hadiah                   : 15 Desember 2012.

6.    INFORMASI   

Untuk informasi lomba penulisan ini :

1. Contact person:

·    Fitra Yandi     : 0813.6318.3964
·    Chimi           : 0813.6306.9343
·    Weri        : 0821.7146.2612

2. Media Informasi

    Website    : www.indrapiliang.com
    Email        : ijp_ikojalehpia...@yahoo.com
    Facebook      : Indra Jaya Piliang Tiga
    Fanspage     : Indra Jaya Piliang
    Twitter          : @IkoJalehPiaman 


7.    HADIAH DAN PENGHARGAAN

Kategori Mahasiswa
*  Nomor I : Buku karangan “ www.indrapiliang.com”  yang ada tanda 
tangannya, sertifikat + tabanas Rp. 1.500.000,-
* Nomor II: Buku karangan “ www.indrapiliang.com”  yang ada tanda 
tangannya, sertifikat +  tabanas Rp. 1.000.000,-
* Nomor II: Buku karangan “www.indrapiliang.com”  yang ada tanda 
tangannya, sertifikat + tabanas Rp. 750.000,-

Kategori Pelajar
* Nomor I : Buku karangan “ www.indrapiliang.com”  yang ada tanda 
tangannya, sertifikat  + tabanas Rp. 1.000.000,-
* Nomor I: Buku karangan “ www.indrapiliang.com”  yang ada tanda 
tangannya, sertifikat +  tabanas Rp. 750.000,-
* Nomor III: Buku karangan  “www.indrapiliang.com”  yang ada tanda 
tangannya, sertifikat + tabanas Rp. 500.000,-
 
Pelatihan Khusus Penulisan Populer

* Seluruh peserta lomba akan diundang untuk menghadiri pelatihan khusus 
kepenulisan yang dilakukan secara gratis. 

* Instruktur penulis akan dipilihkan dari penulis-penulis terkenal, 
baik di dalam Sumbar atau di luar Sumbar.  
* Waktu, tempat dan nama instruktur pelatihan akan diumumkan kemudian. 

 
8. Sekilas Tabuik Piaman

Tabuik
 adalah semacam upacara 10 Muharram untuk memperingati kematian Husein 
bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rasulullah SAW) di Padang Karbala pada 
tahun 680 Masehi. Hari itu dikenal sebagai Hari Assyura. Menurut 
informasi, Tabuik ini diperingati sejak

[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (1)

2012-11-01 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/10/31/iko-jaleh-piaman-1/

Iko Jaleh Piaman! (1)
Rabu, 31 October 2012Iko Jaleh Piaman! (1)

Oleh
Indra J Piliang *) 

Sejak
 memutuskan untuk mengambil formulir pendaftaran Calon Walikota Pariaman
 di DPD II Partai Golkar Pariaman, tanggal 22 Oktober lalu,  hampir 
setiap hari twitter saya menerima mention. Dukungan 
mengalir dari seluruh Indonesia dan bahkan luar negeri. Diskusi kecil 
juga berlangsung, termasuk dari tim kandidat calon walikota lain. 
Otomatis, otak saya juga bekerja lebih dari biasanya, mengingat 
pencalonan ini melibatkan saya langsung. Agenda kerja di kantor mulai 
kurang mendapatkan perhatian.

Begitulah, politik memerlukan 
pengorbanan. Ketika memutuskan maju dalam pemilu legislatif 2009 lalu, 
saya berhenti bekerja di empat kantor. Hanya satu kantor konsultan yang 
tersisa, itupun dengan makan gaji buta. Istri saya hanya mau menerima 
uang dari penghasilan saya sebagai pekerja kantoran. Memang sudah 
prinsipnya. Sekarang juga begitu, penghasilan saya dari minimal tiga 
kantor yang mengisi rekening rumah dalam setiap bulannya. Kalaupun ada 
penghasilan tambahan, dari honor pembicara di pelbagai kota, biasanya 
langsung saya kasih ke istri saya dalam amplop tertutup. 

Sebagai
 profesional dan politisi, saya sudah bisa menyesuaikan diri. Tidak lagi
 gagap, sebagaimana awal memasuki kehidupan politik praktis pada 6 
Agustus 2008. Di kampung, saya bertanam buah naga dan sudah menghasilkan
 setiap bulannya. Saya juga sudah memiliki satu perusahaan dengan saham 
mayoritas, pertama dalam hidup saya. Karyawan kantor juga terus 
bertambah, sekitar 15 orang. Keseharian saya adalah mengelola perusahaan
 yang sedang tumbuh ini, sembari terus aktif dalam kegiatan politik 
praktis. 

Agustus 2008 saya meninggalkan sejumlah pekerjaan 
dengan gaji dan penghasilan lebih dari Rp. 100 Juta per bulan. Sekarang,
 penghasilan saya kurang dari angka itu, tetapi tanpa harus 
meninggalkannya. Memang, saya membangun pekerjaan sesuai denganritme hidup saya 
sendiri, tanpa harus kehilangan apapun. Saya optimis, dengan sumberdaya manusia 
yang dimiliki kantor saya, perusahaan makin 
berkembang. Soalnya, sumberdaya manusianya berasal dari sebagian (besar) Tim 
IJP 09 Center yang dulu membantu saya dalam pemilu legislatif. 
Mereka sudah bersama saya hampir 4 tahun. Dulu mereka belum sarjana, 
sekarang sudah. Bahkan ada yang sudah mau menyelesaikan magister-nya. 

*** 

Bagi
 saya, sumber daya manusia menjadi penting. Saya membangun tim dulu dari
 lulusan SD atau tidak tamat SD, sampai mahasiswa dan sedikit sekali 
sarjana. Sebagian dari mereka ikut ke Jakarta. Sumber daya manusia 
memang langka, di bidang apapun. Bahkan untuk mencari karyawan di kebun 
buah naga kami, saya kesulitan. Dua orang adik saya yang sehari-hari di 
kebun, bukanlah petani buah naga profesional, hanya coba-coba. 
Pelan-pelan, saya membentuk mereka menjadi petani profesional, sekalipun
 terkendala oleh iklim dan kultur yang lamban. 

Karyawan di 
kantor saya juga begitu, saya bina dari tidak tahu apa-apa, menjadi 
mengerti dan kian profesional di bidangnya. Tentu banyak masalah, 
seperti konflik antar pribadi, transparansi yang kurang, motivasi yang 
berbeda, sampai kendala kultural dan pergaulan. Saya menghadapi dengan 
keras dan lembut, tetapi tetap dengan satu tujuan: mereka lebih berhasil
 dan maju dalam hidupnya. Alhamdulillah, hanya satu dan dua orang yang keluar 
dari tim, akibat perbedaan pendapat. 

Begitu
 juga Pariaman ke depan. Saya merasa Kota Pariaman memiliki masyarakat 
yang kreatif, egaliter dan dinamis. Semua adalah raja. Saking tidak 
adanya hamba sahaya, Kota Pariaman dikenal kurang ramah memberi 
pelayanan di bidang wisata. Sumatera Barat memang menghadapi masalah 
yang sama. Untunglah, pelan-pelan sudah mulai muncul penginapan yang 
baik, hotel yang karyawannya murah senyum, serta restoran yang stafnya 
rajin menyapa, tidak sibuk seperti pembawa piring yang dikenal fokus ke 
piringnya. 

Untuk Kota Pariaman, khususnya, serta Sumatera Barat,
 umumnya, pembangunan sumberdaya manusia menjadi lokus yang penting. 
Tanpa kehandalan sumberdaya manusia, Sumbar sama sekali hanya bisa 
mengandalkan sumber daya alamnya yang terbatas, wisata tradisional, 
produksi pertanian, perkebunan dan peternakan, serta tergantung kepada 
kiriman para perantau. Mayoritas anak-anak muda ingin menjadi pegawai 
negeri sipil, sehingga APBD sangat terbebani. Kota Pariaman, misalnya, 
PNS-nya lebih dari 10% dari jumlah pemilih dalam pilkada. Rata-rata, 70%
 APBD terserap untuk belanja pegawai. 

*** 

Hanya dalam 
waktu seminggu, saya mendapatkan banyak masukan tentang Pariaman ke 
depan, baik di bidang wisata, kelautan, pembangunan fisik, sampai segala
 macam usulan yang kadang terdengar tidak masuk akal. Sejumlah teman 
menawarkan bantuan secara langsung atau tidak langsung. Dan saya sibuk 
mencatatnya, lalu menyusun menjadi pola. Apapun masukan yang datang, 
tentulah memerlukan ranah lokalnya, sesuai dengan data 

[R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman! (2)

2012-11-01 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/11/01/iko-jaleh-piaman-2/

Iko Jaleh Piaman! (2)
Kamis, 1 November 2012
Iko Jaleh Piaman! (2)
Oleh
Indra J Piliang *)  


Bagi masyarakat Minangkabau, Pariaman tidak termasuk dalam kategori ranah 
(luhak). Ada tiga luhak di Minangkabau, yakni Luhak Lima Puluh Kota, 
Luhak Agam dan Luhak Tanah Datar. Pariaman hanyalah rantau. Namun, dalam 
kaitannya dengan agama Islam, Pariaman adalah wilayah pertama yang 
ditempati oleh Syech Burhanuddin, ulama asal Aceh yang dipercaya sebagai 
pembawa agama Islam ke Minangkabau. Makam Syech Burhanuddin bertempat 
di Ulakan yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. 


Karena itu pula, Pariaman dikenal sebagai pusat dari nama-nama yang terkait 
dengan Syech Burhanuddin. Ada dua perguruan tinggi yang membawa nama 
ini, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syech Burhanuddin dan Sekolah 
Tinggi Ilmu Tarbiyah Syech Burhanuddin, keduanya terletak di Kota 
Pariaman. Keberadaan nama Syech Burhanuddin itulah yang menempatkan 
image bahwa masyarakat Pariaman adalah masyarakat relegius, terutama 
dikaitkan dengan tarekat Syattariyah.  


Di masa kecil, saya sering mendengar pembicaraan soal tarekat demi tarekat ini. 
Tidak jarang orang-orang di Pariaman menuntut ilmu (mengaji) ke 
tempat-tempat lain. Perdebatan tentang hubungan manusia dengan Allah SWT 
berlangsung di banyak surau, terutama setelah semua orang tidur. Karena saya 
tinggal di Kampuang Tangah, Lansano, Sikucur Selatan, tentu ada 
perasaan bahwa orang yang tinggal di Pariaman jauh lebih maju dari kami. 
Kemajuan itu dilihat dari peralatan yang dimiliki dan dipakai, seperti 
kendaraan, telepon, sampai televisi. 


Saya semakin mengenal Kota Pariaman ketika masuk SMA 2 Pariaman (1988-1991). 
Sama sekali tidak ada perasaan minder dari sisi ilmu pengetahuan, 
selain saya berasal dari keluarga berkekurangan. Jarang saya memiliki 
baju yang layak untuk dipakai dalam kegiatan non sekolah. Saya memasak 
sendiri di rumah kos, bersama Sahrul Chaniago, sesama jurusan Fisika 
yang kini jadi sahabat saya. Pagi ke pasar membeli kentang dan ikan 
asin, lalu memasaknya. Sepatu hanya satu, itupun sobek dengan merkDragon Fly. 
Di akhir pekan saya kembali ke Kampuang Tangah, Kecamatan V Koto Kampuang 
Dalam. Terkadang, sungai banjir, sehingga terpaksa menunggu air surut 
selama berjam-jam. Tidak ada jembatan penyeberangan. Kalaupun ada ban 
bekas, itupun yang memiliki tidak banyak orang. Kampung ibu saya memang 
baru dimasuki listrik pada tahun 2002 lalu, kemudian memiliki jembatan 
gantung tahun 2008. Alhamdulillah, sekarang sudah ada jembatan permanen, 
dibangun atas bantuan Kerajaan Oman pasca gempa bumi hebat 2009. 


*** 


Karena lahir di Kota Pariaman, saya mengetahui kota ini dari ayah saya, 
Boestami Datuak Nan Sati. Ayah bekerja di kantor Bupati Padang Pariaman 
(waktu itu masih meliputi Kota Pariaman dan Kabupaten Kepulauan 
Mentawai). Ayah berasal dari Luhak Tanah Datar, tepatnya Nagari Aie 
Angek, Kecamatan X Koto. Sebagai pegawai negeri, ayah di mata saya 
memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Bacaan Intisari menjadi makanan wajib 
kami, begitu juga siaran radio BBC Inggris danABS Australia. Pengetahuan saya 
dibentuk dari apa yang dibaca dan didengar oleh ayah saya. 


Kota Pariaman dalam ingatan masa kecil saya masih dipenuhi oleh rimbunnya pohon 
baguak (gnetum gnemon, family gnetaceae). Selain itu, pohon ceri (kersen) dan 
tebu. Halaman rumah masih melewati 
jembatan kecil melintasi selokan yang berawa dan berair coklat. Memang 
sudah ada bioskop Garuda. Ci Ayang dan Ci Elok, dua panggilan tante (etek) dari 
pihak Datuak Nullah – keluarga sesuku --, mengajak saya menonton 
di bioskop itu. Sebagai anak kecil, saya tentu ketakutan melihat ada 
kereta api besar hendak melindas, sehingga saya sembunyi di balik 
bangku.  


Di Pariaman dulu masih banyak kuda bendi, sebagai ciri khas mengangkut 
orang dari dan ke pasar di dekat tepi laut. Inilah ciri yang mulai 
hilang di Kota Pariaman. Kuda bendi ini dihiasi dengan beragam bendera, 
apabila menjelang Tujuh Belasan atau Tabuik Piaman. Dengan kemajuan yang kini 
ada di Kota Pariaman, kuda bendi ini tidak lagi menjadi sesuatu 
yang khas, sebagaimana juga terjadi di kota-kota lainnya. Saya tidak 
tahu, sejak kapan kuda ini menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari 
masyarakat Pariaman, lalu kenapa sekarang malah mulai hilang. Barangkali karena 
aspek perlindungan atas hewan yang mulai meningkat, tetapi lebih banyak lagi 
akibat kendaraan bermotor yang jadi pemandangan keseharian. 


Laut adalah 
wilayah yang terasa jauh, bahkan ketika saya lahir di Pariaman dan 
sekolah di tingkat SMA. Sama sekali tidak ada keakraban antara manusia 
dengan laut. Sampai sekarang, banyak orang di luar Pariaman masih 
menganggap pantai Pariaman sebagai WC terpanjang di dunia. Dulu, Bupati 
Anas Malik (1980-1990) memberantasnya, dengan cara razia setiap pagi dan senja. 
Bupati ini juga rajin menangkap hewan ternak yang lepas, lalu 
membawanya ke halaman 

[R@ntau-Net] LOMBA MENULIS POPULER PELAJAR DAN MAHASISWA SE-SUMBAR

2012-11-01 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/11/01/lomba-menulis-populer-pelajar-dan-mahasiswa-se-sumbar/

“ Tabuik Piaman dalam Tulisan”
LOMBA MENULIS POPULER PELAJAR DAN MAHASISWA SE-SUMBAR
Kamis, 1 November 2012
LOMBA MENULIS POPULER

TINGKAT PELAJAR DAN MAHASISWA
SE-SUMATERA BARAT

TEMA
“ Tabuik Piaman dalam Tulisan”
OLEH
IKO JALEH PIAMAN !!!

1.    LATAR BELAKANG
Suatu kebiasaan orang Minangkabau yang tidak mudah dilepaskan begitu saja 
yaitu merantau dalam rangka membenahi diri dengan berbagai pengalaman di daerah 
lain. Kebiasaan meninggalkan kampong untuk merantau guna 
menuntut ilmu atau untuk mencari kerja berprestasi di negeri orang untuk 
perbaikan hidupnya, disamping untuk pertimbangan kepentingan kampung 
halaman. Pandangan hidup yang demikian itu diungkapkan dalam pepatah 
yang berbunyi, 

”Karatau madang di hulu, babuah babungo 
balun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun, satinggi tabang 
bangau, baliak juo kakubangan, sanang bana hiduik di rantau, takana juo 
kampuang halaman”.

”Elok-elok manyubarang, jan sampai titian patah, elok-elok di rantau urang, jan 
sampai babuek salah”.

”Hiu beli belanak beli, ikan panjang beli dahulu, kawan cari sanak puncari, 
induk semang cari dahulu”.

Pada
 akhir abad ke-18, pelajar Minang yang merantau untuk mendalami agama 
Islam, di antaranya Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik. 
Setibanya di tanah air, mereka menjadi penyokong kuat gerakan Paderi dan
 menyebarluaskan pemikiran Islam yang murni di seluruh Minangkabau dan 
Mandailing. Kemudian pada awal abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul 
Karim Amrullah, Tahir Jalaluddin, Muhammad Jamil Jambek, dan Ahmad 
Khatib Al-Minangkabawi. Kemudian pelajar Minangkabau juga banyak yang 
merantau ke Eropa antara lain Abdoel Rivai, Mohammad Hatta, Sutan 
Syahrir, Roestam Effendi, Mohammad Amir, Tan Malaka, hidup mengembara 
Semua pelajar Minang tersebut, yang merantau ke Eropa sejak akhir abad 
ke-19, menjadi pejuang kemerdekaan dan pendiri Republik Indonesia dan 
mempunyai peranan penting dalam kemajuan Indonesia baik dalam 
keintelektualannya.
Sekarangpun banyak pemuda-pemuda perantau 
minang yang berhasil dan menjadi tokoh nasioanal mulai dari ahli 
ekonomi, ilmuan (akademisi), politisi, pakar hukum, sastrawan dan 
penulis, sampai menjadi artispun, adapun contoh pemuda minang yang 
berhasil di dunia rantau adalah Indra Jaya Piliang, Andrinof Chaniago , 
Karni Ilyas, Ahmad Fuadi, Gusti Randa, dan lain-lainya semua itu 
berhasil pada bidang profesinya masing-masing.

Keberhasilan 
para pemuda minang tersebut tidak lepas dari peranan surau yang ada di 
ranah minang dulunya. Semua kegiatan dan aktifitas remaja pria dimalam 
hari berlangsung, mulai dari belajar mengaji/belajar agama, belajar 
adat/budaya dan kesenian minangkabau, belajar beladiri/pencak silat, dan
 kegiatan lainnya. 

Selain itu, kebiasaan itu lahir dari 
kemampuan dalam menulis. Tulisanlah yang memperkenalkan kebudayaan 
Minangkabau ke luar Minangkabau dan ke luar negeri. Hampir tidak ada 
intelektual Minangkabau yang tidak bisa menulis, misalnya dengan 
berpidato saja. Kemampuan menulis ini patut dikembangkan sedemikian 
rupa, sehingga jadi keunggulan komparatif Minangkabau, khususnya, 
Sumatera Barat, umumnya. 

Maka dari itu Tim Iko Jaleh Piaman 
atas nama website http://www.indrapiliang.com/ mencoba mengangkat sebuah
 kegiatan yang bersifat keintelektualan dengan lomba menulis populer 
dengan tema“Tabuik Piaman dalam Tulisan”

2.    TUJUAN

1.    Melatih kemampuan untuk menulis tentang Tabuik Piaman.

2.    Mendorong penggalian ilmu pengetahuan dan wawasan di kalangan pelajar dan 
mahasiswa. 

3.    Meningkatkan kemampuan dalamm enyusun karya tulis sehingga aspirasinya 
dapat disampaikan dengan baik dan benar.

4.    Menggali potensi budaya, pariwisata, religi, ekonomi, pendidikan dan 
lain-lain yang terkandung dalam Tabuik Piaman. 

5.    Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagai upaya memajukan pemuda 
ranah Minang.


3.    TEMA

Tema kegiatan Lomba penulisan tingkat pelajar dan mahasiswa di ranah minang ini 
“Tabuik Piaman dalam Tulisan”. 

4.    PERSYARATAN LOMBA

1.    Terbuka untuk seluruh pelajar dan mahasiswa Minang Yang Ada di Sumatera 
Barat.

2.    Lomba dibagi dalam 2 (dua) kelompok lomba: SISWA dan MAHASISWA, dengan 
mencantumkan nama sekolah atau kampus. 

3.    Untuk mendaftarkan diri cukup like facebook dan follow twitter 
@ikojalehpiaman atau @indrajpiliang  serta mendapatkan formulir pendaftaran 
lewat situs www.indrapiliang.com.

4.    Setiap peserta lomba boleh mengirimkan tidak lebih dari satu naskah. 

5.  
  Tulisan asli (orisinil) bukan saduran, ditulis dalam bahasa populer, 
dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan 
EYD. Kutipan diperbolehkan tidak lebih dari 20% dan wajib mencantumkan 
sumber referensinya.

6.    Naskah diketik dengan jenis huruf 
Time News Roman (TNR), ukuran 12, spasi 1,5 dengan panjang artikel 
popular antara 800 s/d 1.200 kata saja.

7.    Pada akhir 
tulisan

Re: [R@ntau-Net] Indra J Piliang Daftar jadi Cawako Pariaman

2012-10-24 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Assalamu'alaikum. Insya Allah. Ambo pasti paparkan seluruh visi, misi dan 
program. Ado Uda Andrinof Chaniago pulo nan bisa membantu. Kini memang 
sosialisasi dulu ka masyarakat Pariaman. Soft campaign istilahnyo. Pas sudah 
masuak hard campaign, baru ambo paparkan visi, misi jo program. Nanti ambo 
sebarkan dalam bantuak buku, VCD dll. 

Masukan dari adi dunsanak di milis ko iyo sabana ambo cataik sacaro khusus. 
Wassalam. 

Sent from my iPad

On 24 Okt 2012, at 16:42, Muljadi Ali Basjah mulj...@gmx.de wrote:

 Assalamualaikum Wr.Wb. Yth. Bapak Calon WaKo Indra J. Piliang,Bapak ZulTan, 
 Bapak Adha Jamil, sarato para Pambaco nan budiman.
 
 Ambo raso kalaulah Pak Calon WaKo Indra J.Piliang mangombinasikan nan 
 di(ta)tulih(nyo) diPalanta baru2 iko:
 
 Menikam Jejak, Mencari Akar   Oleh  Indra J Piliang
 Indra J Piliang Daftar jadi Cawako Pariaman
 
  Barikuik (”Saya sudah memiliki visi, misi dan solusi untuk mengatasi
  beragam permasalahan di Pa­riaman,” ujar Indra) 
  Masukan2,Komentar2 dari Pambaco Palanta sajolah misalnyo,
  dibueknyo Patchwork, plus nalar/intuitivnyo
  mangutamokan filter akut chronis selaku seorang Intellektuil
 
 Andaikato dipraktekkannyo. bajalan, biapun mulo2nyo gak sandek2 lah 
 saketek...,lah sukksses periodenyo duu.
 
 Tapi ikokan baru pandapek ambo nan awam,
 
 Idealnyo walaupun kurang pandai Pak Indra mambuek perencanaan hebat di bidang 
 politik (ambo kutip dari Menikam Jejak, Mencari Akar Oleh  Indra J Piliang), 
 tolong tulihan juo gak saketek visi, misi dan solusi untuk mengatasi  
 beragam permasalahan di Pa­riaman 
 Salain bakurang dabok2 jantuang sang Anak Nagari nan kamamiliah WaKo,  nilai 
 angko unggulan nan kontrast akan muncul.
 
 Wassalam,
 Muljadi Ali Basjah
 
  Original-Nachricht 
 Datum: Wed, 24 Oct 2012 01:23:32 +
 Von: ZulTan zul_...@yahoo.com
 An: RantauNet@googlegroups.com RantauNet@googlegroups.com
 Betreff: Re: [R@ntau-Net] Indra J Piliang Daftar jadi Cawako Pariaman
 
 
 Waa'laikumussalam warahmatullaahi wabarakaatuhu
 
 Barisi bana tulisan Ajo Manih ko. Mudah-mudahan ado nan bisa diambiak dek
 IJP.  Babeda jo nan lain, pandai bana manggadangkan hati.
 
 - Turuik mandoakan supayo sukses
 - Ambo mandukuang jo
 - Kami urang rantau sato mandoakan
 - Orang hebat namuah mamimpin nagari, 
 - Selamat semoga sukses.
 - Cocok tuh kami Piaman Laweh siap mendukung.
 
 Cubo awak basaba saketek, minta IJP manjalehkan apo nan dimakusuiknyo jo
 kalimat di bawah ko. Jan co kecek Ajo Manih cako, sakedar di ateh karateh
 sajo. Dijanjikan A nan ditarimo rakyaik D.
 
 Inget, History repeats itself!
 
 IJP:
 ”Saya sudah memiliki visi, misi dan solusi untuk mengatasi beragam
 permasalahan di Pa­riaman,”
 
 Jan-jan dari uraian IJP beko, walikota ko terlalu ketek baginyo.
 
 Banyak maaf, ado kato-kato Mamak, Uda, dan dunsanak nan taambiak di ateh.
 
 Salam,
 ZulTan, L, Bogor
 
 
 Action cures fear.
 
 -Original Message-
 From: adha jamil adha.ja...@gmail.com
 Sender: rantaunet@googlegroups.com
 Date: Wed, 24 Oct 2012 00:07:50 
 To: rantaunet@googlegroups.com
 Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
 Subject: Re: [R@ntau-Net] Indra J Piliang Daftar jadi Cawako Pariaman
 
 ..assallamualaikum..wr wb
 Bapak/ibu mamak jo sanak sudaro di Palanta RN nan mulie..
 
 ..ambo lahia di Nagari Pauah Kamba Kec Nan Sabaris Kab. Pdg Pariaman 42 th
 silam,, dibao dek ortu yg pns labiah banyak tugas di daerah kab.Solok
 (kec.
 lembang jaya, Lembah gumanti. Sulit aia),,tamaik sikola hinggo S1di kota
 padang ..kebetulan buka lapau kopi di padang,
 
 ..di lapau suduik (dek lataknyo di simpang) ambo ko acok bakumpua jo
 badiskusi kwn2 yg peduli jo situasi/kondisi agamo, negara, nagari,.. utamo
 sakali jo Piaman laweh,,ado beberapa kesimpulan nan mungkin bisa jd
 pemikiran kito basamo..
 
 1. alah tibo masonyo para pemimpin formal (gub, bup/walikota) di ranah
 minang menjalankan konsep tuo minangkabau yakni tungku 3 sajarangan secara
 kongkrit dan berkelanjutan, apolagi di nagari piaman tokoh non formal
 (ulama/tuangku/labai, urang tuo nagari, niniak mamak/penghulu, pemuda dg
 kapalo mudonyo (ketua pemuda) sangat berperan di tataran masyarakat, agar
 supaya setiap program nan dibuek dek pemerintahan bisa berjalan dg mulus..
 ..situasi sekarang : .rakyaik bak kato rakyaik, pemerintah bak kato
 pemerintah je nyeh..
 
 2. alah tibo masonyo para pemimpin formal mendengarkan dan melaksanakan
 apo
 nan sabananyo dibutuhkan rakyaik, hasil musrenbang hanyo di ateh karateh
 sajo, rakyaik minta A di agiah D..
 ..situasi sekarang :..sebuah pabrik pakan ternak besar (comfeed) terpaksa
 mengimpor bahan baku utama (jagung) dr lampung dan luar negeri utk
 memenuhi
 kebutuhannya, sementara ribuan areal pertanian dibiarkan terlantar krn tak
 digarap..curito ttg coklat sejuta Ha dizaman bupati MK (wakil Gub
 skrg)..hanyolah sebuah kesalahan dan keniscayaan program ambiak muko
 sajo..bialah
 ciek sajo program nan jalan tp di salasaikan dr hulu hinggo hilia..
 
 3..alah tibo masonyo 

Re: [R@ntau-Net] Indra J Piliang Daftar jadi Cawako Pariaman

2012-10-23 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Mokasih, Jo. Alah eranyo kini anak rantau pulang ka ranah. Baerak-erak 
manjajakan visi. 

 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: ajo duta ajod...@gmail.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Tuesday, October 23, 2012 5:15 PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Indra J Piliang Daftar jadi Cawako Pariaman
 
Cocok tuh nakan IJP. Kami Piaman Laweh di mancanegara siap mendukung.



On 10/23/12, Nofend St. MUDO nof...@gmail.com wrote:
 Padang Ekspres • Selasa, 23/10/2012 11:26 WIB • • 285 klik

 Pariaman, Padek—Hari per­­tama penjaringan bakal calon (balon) wako/ wawako
 di Partai Golkar Pariaman, men­dapat sambutan antusias dari sejumlah
 kandidat. Tiga kan­didat langsung melakukan pendaftaran, di antaranya
 politisi senior Partai Golkar Indra J Piliang dan dua orang kandidat
 lainnya.

 Pembukaan pendaftaran yang dimulai pukul 10.00 ter­sebut, diawali dengan
 jumpa pers dipandu Ketua Tim Pilka­da Partai Golkar Mardison Mahyudin yang
 juga wakil ketua DPRD Kota Pariaman.  Mardison menyebut, pendaf­taran dibuka
 hingga 30 November mendatang. Di mana, pendaftaran tidak boleh diwa­kilkan.

 ”Tokoh masyarakat, kader Golkar yang sudah mendaftar akan melewati proses
 survei. Balon peringkat 10 teratas dibawa ke dalam rapat pari­purna,” ujar
 Mardison saat jumpa pers di Kantor Golkar DPD II Pariaman, Jalan Sudir­man
 Pariaman, kemarin.

 Dalam pendaftaran kema­rin, Yusril yang juga anggota DPRD Pariaman menjadi
 pen­daftar pertama pukul 12.00. Lalu, diikuti pamong senior OS Yerli Asir
 pukul 13.30 dan diikuti politisi senior Partai Golkar Indra J Piliang (IJP)
 pukul 15.30.

 Indra yang juga meru­pa­kan Ketua Balitbang DPP Par­tai Golkar menyebutkan,
 ke­ikut­sertaannya pada Pilkada Kota Pariaman sebagai bukti kecintaan
 terhadap kampung halaman. Pria kelahiran Kam­pung Perak Pariaman ini
 me­nye­but bahwa Kota Pariaman harus jadi kota pendidikan, pariwisata dan
 perdagangan. ”Saya sudah memiliki visi, misi dan solusi untuk mengatasi
 beragam permasalahan di Pa­riaman,” ujar Indra. (nia)



-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





[R@ntau-Net] Menikam Jejak, Mencari Akar

2012-10-23 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/10/23/menikam-jejak-mencari-akar/ 

Selasa, 23 October 2012
Menikam Jejak, Mencari Akar

Oleh
Indra J Piliang *)

Entah
 mengapa, saya tidak terlalu pandai melakukan perencanaan hebat di 
bidang politik. Biasanya, saya mengandalkan intuisi, menggunakan gerak 
hati. Walau saya lebih banyak menggunakan nalar sebagai intelektual, 
namun dalam politik, intuisi atau bahasa hati saya lebih menonjol. 
Makanya, tidak ada yang tahu saya mau bergerak kemana, bahkan saya 
sendiri pun tidak tahu. Bunda, istri saya tercinta, sangat paham dengan 
“perubahan demi perubahan” ini dalam hidup saya. 

Barangkali, 
sikap saya itu dibentuk oleh tanah kelahiran saya, Kota Pariaman. Kota 
yang dilalui debur ombak. Pada masa kanak-kanak, saya menikmati betul 
suasana ombak ini, ditambah dengan pengalaman tinggal di Kepulauan 
Mentawai. Sampai usia SMA, saya adalah anak kampung yang terbiasa 
menyeberangi sungai tanpa perahu. Setiap pekan, bahkan setiap hari 
ketika saya di SMP. Alhamdulillah, apapun akhirnya yang saya pilih dari intuisi 
atau bahasa hati itu, saya tetap mensyukurinya, melaluinya, mengalir saja. 

Itu
 juga yang terjadi ketika saya kemudian memutuskan untuk mengambil 
formulir pendaftaran sebagai Calon Walikota Pariaman periode 2013-2008. 
Fitra Yandi, tim IJP 09 Center, memberi informasi bahwa Partai Golkar 
membuka pendaftaran pada tanggal 22 Oktober 2012. Kami ada di 
Bukittinggi bersama Sahrul dan Wen. Tapi saya tidak tertarik 
mendiskusikan itu. Sepanjang jalan, saya hanya berdiskusi tentang 
Pariaman, Padang Pariaman dan Sumbar di masa lalu dan ke depan. 

Pagi
 tanggal 22 Oktober 2012, saya ke kebun buah naga. Bekerja sampai pukul 
14.00. Dari mencangkul, membersihkan sunur-sunur yang tumbuh, sampai 
memberikan  petunjuk kepada dua orang adik saya. Kebun buah naga kecil 
kami sudah menghasilkan buah, namun belum maksimal. Bulan September 
menghasilkan 200 kg lebih, bulan Oktober ini masih di angka 100 kg. 
Banyak buah kecil yang muncul, akibat dikawinkan lebah di malam bulan 
pernama. Saya masih melihat kondisi kebun belum seperti kebun 
sebagaimana yang saya bayangkan.  Kedua adik saya memang bukan petani 
profesional. Saya dan kedua kakak saya jauh lebih banyak berkebun, 
dibanding mereka, di masa kecil. 

Pukul 15.00 saya bergerak 
menuju Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Terlebih dahulu saya 
mengirim pesan kepada seorang staf bandara yang terbiasa mengambilkan 
kursi untuk saya. Jadi, ada waktu, mengingat pesawat take off di jadwal pukul 
17.50 WIB. Di saat itulah Fitra Yandi minta saya untuk 
singgah di DPD Partai Golkar Kota Pariaman. Rencananya, membuat kejutan. Kami 
disambut oleh Mardison Mahyuddin, Ketua DPD Partai Golkar Kota 
Pariaman. Terjadi diskusi dalam waktu sempit. Otak saya bergerak. Saya 
langsung memutuskan untuk mengambil formulir pendaftaran, mengisi daftar absen. 
Sejumlah wartawan dipanggil, tapi hanya dua orang yang hadir. 

Done! Bismillah... Saya menerima berkas pendaftaran dari Mardison Mahyuddin. 

Lalu
 saya berangkat  ke BIM. Di perjalanan baru diskusi digelar kembali 
dengan tiga orang tim saya. Biasanya, saya tidak bisa lagi mengubah 
sebuah keputusan yang sudah saya ambil. Rencana disusun. Untunglah, kami
 sudah punya banyak pengalaman selama proses pemilu legislatif tahun 
2008. Suara yang saya dapat di Kota Pariaman memang di bawah ekspektasi.
 Namun, Partai Golkar Kota Pariaman mengalami peningkatan kursi dari dua
 kursi menjadi tiga kursi. Satu kursi diraih dari posko pusat saya di 
Pariaman Selatan. Partai Golkar naik dari posisi nomor enam dalam pemilu
 2004 menjadi nomor dua pada pemilu 2009 di dapil Pariaman Selatan. 

Kota
 Pariaman adalah wilayah yang keras. Masyarakatnya egaliter, terbuka dan
 individualistis. Komunalisme berbentuk pengajian dan hoyak tabuik. Kota 
Pariaman adalah tempat tinggal banyak elite, baik dari Padang 
Pariaman maupun dari Kota Pariaman sendiri. Orang-orangnya berpendidikan berada 
lapisan atas, terutama pegawai negeri. Namun, bukan berarti 
tidak ada kemiskinan. Banyak, terutama di kawasan nelayan. Sebagaimana 
kota pada umumnya, Kota Pariaman juga menyimpan kondisi kesenjangan 
strata sosial. 

Akun twitter @Padang Ekspres menyapa 
saya, sesampai di Jakarta. Apakah benar saya mendaftarkan diri sebagai 
Walikota Pariaman? Saya mengiyakan. Segera diskusi panjang mengalir, 
sampai hari ini. Akun twitter saya (@IndraJPiliang) bertaburan mention. Saya 
bersyukur dengan dukungan yang mengalir dari Aceh sampai Papua. 
Tapi saya gamang, mereka bukan pemilih. Pemilihnya adalah warga Kota 
Pariaman sendiri. 

Saya segera mengirimkan pesan singkat kepada 
petinggi partai, yakni Ketua Umum Aburizal Bakrie dan Ketua Bidang 
Kajian Kebijakan Rizal Mallarangeng. Keduanya memberikan restu. Bang ARB
 meminta saya untuk sering turun ke Kota Pariaman. Restu juga datang 
dari Fahmi Idris, mantan Menteri Perindustrian yang baru saja 
mendapatkan gelar Doktor. Tentu restu itu belum cukup. Saya harus 
mengirimkan kabar 

[R@ntau-Net] Perang Suksesi Generasi

2012-10-17 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/10/17/perang-suksesi-generasi/ 

Rabu, 17 October 2012Perang Suksesi Generasi

Oleh

Indra J Piliang *) 

Saya
 menulis skripsi dengan judul “Koreksi Demi Koreksi: Aktivisme Gerakan 
Mahasiswa Pasca Malari sampai NKK/BKK (1974-1980)”. Di dalam skripsi 
itu, terdapat banyak nama tokoh-tokoh mahasiswa di zamannya. Misalnya: 
Hariman Siregar, Syahrir (almarhum), Mochtar Pabottingi, Dipo Alam, 
Yusril Ihza Mahendra, Lukman Hakim, Indro Tjahjono, Hery Achmadi dan 
lain-lain. Biografi kemahasiswaan ini penting, setelah demokrasi membuka
 diri. 

Sejak jadi mahasiswa di Universitas Indonesia, saya sadari betapa perubahan 
digerakkan oleh apa yang dikenal sebagai creative minority (minoritas kreatif). 
Jumlahnya sedikit, namun bisa memberi dampak 
kepada kehidupan orang banyak. Apalagi mahasiswa yang dipandang sebagai 
komponen yang paling aktif dalam sejarah pergerakan Indonesia, sejak 
awal abad ke-20. Dulu, jumlah mahasiswa hanya sedikit, menjadi pemuncak 
dalam piramida sosial era kolonial. Kini, jumlah mahasiswa semakin 
banyak, seiring dengan penambahan jumlah perguruan tinggi di pelbagai 
daerah. 

Karena nama-nama aktor mahasiswa era 1970-an dan 1980-an
 itu sudah tidak asing di benak saya, maka secara tidak langsung saya 
juga memperhatikan sepak terjang mereka. Teori minoritas kreatif semakin
 menemukan bukti, mengingat nama-nama itu tetap berada di puncak 
pemberitaan media, paling tidak di bidangnya masing-masing, terutama 
terkait dengan ilmu pengetahuan, pemerintahan dan politik. Gelombang 
arus aksi demonstrasi mahasiswa 1998 paling tidak juga melibatkan 
mahasiswa-mahasiswa periode sebelumnya ini. Ketika rezim Orde Baru 
tumbang, mereka juga yang muncul ke permukaan dengan posisi 
masing-masing. 

Bagi saya, kiprah seseorang yang kemudian 
mencatatkan diri dalam sejarah, tidak terlepas dari jejak kemahasiswaan 
mereka. Fase kemahasiswaan membentuk diri seseorang dengan baik. Tidak 
semua orang yang dikenal sebagai macan kampus, misalnya, berhasil dalam 
tahap kehidupan pasca mahasiswa. Namun, sebagian besar yang menjadi 
aktivis mahasiswa, rata-rata memiliki tingkat keberhasilan yang baik 
untuk menempuh kehidupan pasca mahasiswa. Pengalaman, karakter, 
jaringan, pengetahuan dan kematangan intelektual dan mental memberi 
pengaruh yang baik. 

*** 

Jelang suksesi kepemimpinan 2014
 dan 2019, semakin terlihat geliat perang antar generasi (terutama 
mahasiswa) di zamannya masing-masing. Alur sejarah memberi tempat yang 
baik bagi lahirnya para pemimpin yang pernah menempa diri jadi aktivis 
mahasiswa. Dalam otobiografi BJ Habibie – yang juga diperkuat oleh 
otobiografi Daoed Joesoef – terdapat kalimat pendek Presiden Soeharto: 
“Saya akan memberikan kepemimpinan nasional berikutnya kepada kaum 
intelektual.” Presiden Soeharto sama sekali tidak menyebut unsur militer
 dan terlihat alergi dengan politisi. Proses suksesi yang abnormal 
memang menempatkan BJ Habibie sebagai presiden berikutnya, dari kalangan
 intelektual. Janji Presiden Soeharto dijalankan, tetapi tampak tanpa 
perencanaan. 

Bandingkan dengan Presiden SBY. Pernyataan Presiden
 SBY dalam pertemuan dengan alumni AKABRI Angkatan 1970 di Istana Bogor,
 tanggal 3 Oktober 2012 lalu, bagi saya mengejutkan dan memunculkan 
tanda tanya. Presiden SBY dengan terang-terangan mendukung kalangan 
purnawirawan TNI untuk aktif di politik praktis. Betul, sekarang adalah 
era multi-partai dan sekaligus demokrasi deliberatif. Masalahnya, 
generasi purnawirawan TNI berada pada fase yang idealnya lebih banyak 
berada di belakang generasi alumni aktivis mahasiswa, bukan malah di 
depan.  

Ancaman Indonesia ke depan tidak lagi lahir dari skema 
Perang Dingin antara Blok Komunis versus Blok Kapitalis. Semakin sedikit
 manusia di muka bumi yang mendukung pengembangan senjata pemusnah 
massal yang mengancam kehidupan spesies manusia dan masa depan bumi. 
Sistem pertahanan masing-masing negara juga semakin dieleminir dari 
sistem persenjataan moderen, Sekalipun terjadi produksi senjata-senjata 
jenis baru, namun lebih pada bentuk pengembangan teknologi, ketimbang 
usaha untuk memunculkan efek kematian secara massal sebagaimana terjadi 
dalam Perang Dunia Kedua. 

Beberapa daerah di Indonesia sudah 
dipimpin oleh purnawirawan TNI dan Polri, termasuk Presiden RI sejak 
tahun 2004. Sejumlah jabatan strategis juga dipegang oleh purnawirawan 
TNI dan Polri. Tentu di dalamnya juga terdapat alumni kampus-kampus 
terkenal di dalam dan luar negeri, termasuk aktivis mahasiswa di 
zamannya. Dari sini, sebetulnya, formulasi kepemimpinan nasional yang 
bersifat kolektif bisa disusun. Blok-blok kepentingan yang kini muncul, 
semakin hari semakin bersandar kepada kepentingan keluarga, lalu 
berkembang jadi kepentingan faksi di dalam politik. Ujungnya adalah 
blok-blok kepentingan antar partai politik. 

Kita perlu mencatat 
dengan baik, seberapa berhasil atau gagalkah kepemimpinan politik hari 
ini? Studi kualitatif diperlukan, demi memberikan 

Re: [R@ntau-Net] Perang Suksesi Generasi

2012-10-17 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
 
 berinteraksi dengan dua orang putranya, ketimbang dengan generasi 
 1970-an dan 1980-an.
 SBY lebih banyak mengambil staf khusus dari generasi 90an, tentu saja logis, 
 karena hukum alam... mudaan umumnya lebih lentur dari yang lebih tua-an, 
 kasarnya mudaan lebih mudah didelegasi.
 
 
 
 Lalu, apa yang dapat dilakukan dengan 
 potret semacam ini? Perlukah semacam konsolidasi antar angkatan kembali?
 Biar masing-masing sosok menulis di buku agendanya...
 Lahhhsooner or later... hukum alam berlaku, pergolakan... bakal terjadi 
 seandaiknya ketimpangan makin berlarut2 , seperti balon suatu waktu, saat2 
 kesetimbangan tiada... ya meletus. door.
 Nahh... terjadilah konsolidasi secara alami, ingin tak ingin masa bodoh.
 Mau tulis atau tidak terserah masing2. figurativ apa masih sempat dan 
 berguna? 
 
 Wassalam,
 Muljadi Ali Basjah
 
 
 
 
  Original-Nachricht 
 Datum: Wed, 17 Oct 2012 02:02:24 -0700 (PDT)
 Von: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 An: Lisi l...@yahoogroups.com
 Betreff: [R@ntau-Net] Perang Suksesi Generasi
 
 http://indrapiliang.co 
 Sejak jadi mahasiswa di Universitas Indonesia, saya sadari betapa
 perubahan digerakkan oleh apa yang dikenal sebagai creative minority 
 (minoritas
 kreatif). Jumlahnya sedikit, namun bisa memberi dampak 
 kepada kehidupan orang banyak. Apalagi mahasiswa yang dipandang sebagai 
 komponen yang paling aktif dalam sejarah pergerakan Indonesia, sejak 
 awal abad ke-20. Dulu, jumlah mahasiswa hanya sedikit, menjadi pemuncak 
 dalam piramida sosial era kolonial. Kini, jumlah mahasiswa semakin 
 banyak, seiring dengan penambahan jumlah perguruan tinggi di pelbagai 
 daerah. 
 m/2012/10/17/perang-suksesi-generasi/ 
 
 Rabu, 17 October 2012Perang Suksesi Generasi
 
 Oleh
 
 Indra J Piliang *) 
 
 Saya
 menulis skripsi dengan judul “Koreksi Demi Koreksi: Aktivisme Gerakan 
 Mahasiswa Pasca Malari sampai NKK/BKK (1974-1980)”. Di dalam skripsi 
 itu, terdapat banyak nama tokoh-tokoh mahasiswa di zamannya. Misalnya: 
 Hariman Siregar, Syahrir (almarhum), Mochtar Pabottingi, Dipo Alam, 
 Yusril Ihza Mahendra, Lukman Hakim, Indro Tjahjono, Hery Achmadi dan 
 lain-lain. Biografi kemahasiswaan ini penting, setelah demokrasi membuka
 diri. 
 
 Sejak jadi mahasiswa di Universitas Indonesia, saya sadari betapa
 perubahan digerakkan oleh apa yang dikenal sebagai creative minority 
 (minoritas
 kreatif). Jumlahnya sedikit, namun bisa memberi dampak 
 kepada kehidupan orang banyak. Apalagi mahasiswa yang dipandang sebagai 
 komponen yang paling aktif dalam sejarah pergerakan Indonesia, sejak 
 awal abad ke-20. Dulu, jumlah mahasiswa hanya sedikit, menjadi pemuncak 
 dalam piramida sosial era kolonial. Kini, jumlah mahasiswa semakin 
 banyak, seiring dengan penambahan jumlah perguruan tinggi di pelbagai 
 daerah. 
 
 Karena nama-nama aktor mahasiswa era 1970-an dan 1980-an
 itu sudah tidak asing di benak saya, maka secara tidak langsung saya 
 juga memperhatikan sepak terjang mereka. Teori minoritas kreatif semakin
 menemukan bukti, mengingat nama-nama itu tetap berada di puncak 
 pemberitaan media, paling tidak di bidangnya masing-masing, terutama 
 terkait dengan ilmu pengetahuan, pemerintahan dan politik. Gelombang 
 arus aksi demonstrasi mahasiswa 1998 paling tidak juga melibatkan 
 mahasiswa-mahasiswa periode sebelumnya ini. Ketika rezim Orde Baru 
 tumbang, mereka juga yang muncul ke permukaan dengan posisi 
 masing-masing. 
 
 Bagi saya, kiprah seseorang yang kemudian 
 mencatatkan diri dalam sejarah, tidak terlepas dari jejak kemahasiswaan 
 mereka. Fase kemahasiswaan membentuk diri seseorang dengan baik. Tidak 
 semua orang yang dikenal sebagai macan kampus, misalnya, berhasil dalam 
 tahap kehidupan pasca mahasiswa. Namun, sebagian besar yang menjadi 
 aktivis mahasiswa, rata-rata memiliki tingkat keberhasilan yang baik 
 untuk menempuh kehidupan pasca mahasiswa. Pengalaman, karakter, 
 jaringan, pengetahuan dan kematangan intelektual dan mental memberi 
 pengaruh yang baik. 
 
 *** 
 
 Jelang suksesi kepemimpinan 2014
 dan 2019, semakin terlihat geliat perang antar generasi (terutama 
 mahasiswa) di zamannya masing-masing. Alur sejarah memberi tempat yang 
 baik bagi lahirnya para pemimpin yang pernah menempa diri jadi aktivis 
 mahasiswa. Dalam otobiografi BJ Habibie – yang juga diperkuat oleh 
 otobiografi Daoed Joesoef – terdapat kalimat pendek Presiden Soeharto: 
 “Saya akan memberikan kepemimpinan nasional berikutnya kepada kaum 
 intelektual.” Presiden Soeharto sama sekali tidak menyebut unsur militer
 dan terlihat alergi dengan politisi. Proses suksesi yang abnormal 
 memang menempatkan BJ Habibie sebagai presiden berikutnya, dari kalangan
 intelektual. Janji Presiden Soeharto dijalankan, tetapi tampak tanpa 
 perencanaan. 
 
 Bandingkan dengan Presiden SBY. Pernyataan Presiden
 SBY dalam pertemuan dengan alumni AKABRI Angkatan 1970 di Istana Bogor,
 tanggal 3 Oktober

[R@ntau-Net] Biografi Politik Kontemporer

2012-10-14 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/10/14/biografi-politik-kontemporer/ 

Minggu, 14 October 2012Biografi Politik Kontemporer

Oleh
Indra J Piliang*

Di
 Indonesia, biografi politik belum begitu banyak ditulis. Biografi 
adalah tulisan mengenai riwayat hidup seseorang yang dituliskan oleh 
orang lain. Sementara otobiografi adalah riwayat hidup yang ditulis 
sendiri, atau bisa jadi ditulis oleh ghost writer (penulis 
hantu), tetapi menggunakan nama sendiri.  Soalnya, tidak semua orang 
punya kecakapan menulis. Biografi dan otobiografi ini menjadi bagian 
dari sumbangan seseorang kepada orang lain dalam menjalani kehidupan, 
tidak terbatas di bidang politik atau pemerintahan. 

Sebagian 
besar biografi politik ditulis ketika seseorang berusia 70 tahun. Saya 
tidak tahu kenapa angka itu yang dijadikan patokan. Bisa jadi karena di 
usia 70 tahun itulah kehidupan politik menjelang akhir atau memasuki 
tahap pensiun. Walau, ada juga yang mencapai karier politik tertinggi di
 usia 70 tahun. Angka 70 tahun barangkali muncul ketika usia harapan 
hidup seseorang, terutama di Indonesia, di bawah usia 70 tahun itu. 

Namun,
 banyak juga yang sudah menulis biografi politik sebelum usia 70 tahun. 
Saya belum sempat memeriksa pada usia berapa Mohammad Hatta menulis 
“Memoir” yang berisi kisah hidupnya. Buku itu memberikan inspirasi yang 
begitu banyak ke dalam pengetahuan para peminat ilmu sejarah, sekaligus 
juga menyerap pikiran Mohammad Hatta yang luas dan dalam di bidang 
ekonomi, pertahanan, diplomasi dan sekaligus pemerintahan. 

Kebutuhan
 biografi politik muncul ketika majalah Prisma menerbitkan karya 
monumental “Manusia Dalam Kemelut Sejarah” tahun 1977 yang berisi 
tulisan tentang sejumlah tokohfounding fathers and mothers Indonesia. Dari buku 
itu, terdapat kisah-kisah tokoh yang saling 
mempengaruhi di masa hidupnya. Buku-buku tebal lain juga tersedia, 
seperti “Tan Malaka: Dari Penjara Ke Penjara” karya Harry A Poeze, 
“Sutan Syahrir: Politik dan Pembuangan di Indonesia” karya Rudolf 
Mrazek, sampai “Soe Hok Gie” karya John Maxwell  dan lain-lain. Dari 
buku-buku itulah, pergulatan hidup banyak sosok dan tokoh dalam sejarah 
Indonesia diungkap. 

*** 

Saya menulis semacam buku memoar
 di usia 38 tahun. Judulnya “Mengalir Meniti Ombak: Memoar Kritis Tiga 
Kekalahan”. Saya tidak memaksudkannya sebagai karya yang berisi 
pemikiran, namun lebih banyak mengungkap detil Pemilu 2009, Pilpres 2009
 dan Musyawarah Nasional Partai Golkar 2009. Walau saya juga menulis 
sedikit tentang riwayat hidup saya, tetapi lebih sebagai latar saja 
untuk pembaca yang tidak mengenal saya. 

Namun, jauh di lubuk 
hati saya, terdapat satu sikap betapa keringnya kehidupan politik 
kontemporer Indonesia dari buku-buku biografi. Buku yang saya tulis di 
usia muda itu sekaligus menjadi kartu undangan kepada para tokoh lain 
yang senior untuk menuliskan biografinya masing-masing. Apapun yang ada 
dalam buku itu, bagi saya bisa dijadikan sebagai bahan untuk melihat 
kehidupan politik hari ini. Saya tidak khawatir ketika dinilai terlalu 
muda mengeluarkan biografi, mengingat yang berusia tuapun jarang menulis
 biografinya sendiri. 

Belakangan saya bertemu seorang penulis 
bernama Ayu Asman yang menulis beberapa buku biografi. Ayu lebih banyak 
menulis para bupati di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur. Salah 
satu yang ditulis Ayu adalah Namto, Bupati Halmahera Barat. Selain 
tulisan yang tertata rapi, Ayu tidak lupa menyelipkan foto-foto 
keindahan alam Halmahera. Indonesia terlihat lebih dari sekadar 
gambar-gambar artis yang dibawa layar televisi ke setiap isi kepala 
penontonnya. 

Philips Jusario Vermonte, sahabat saya di Center for Strategic and 
International Studies (CSIS) dan Luky Jani, teman baik saya di Indonesian 
Corruption Watch (ICW), kini mulai berkeliling Indonesia untuk mewawancarai 
sejumlah 
politisi lokal yang dianggap memberi warna baru dalam politik. Menurut 
Philips, Indonesia memiliki banyak potensi pemimpin di tingkat lokal, 
ketika politisi “nasional” di Jakarta didominasi kalangan yang itu-itu 
juga. Usaha Philips dan Luky ini semakin memberi dasar, betapa Indonesia 
seyogianya sudah bisa mengandalkan banyak tenaga kebangsaan di pundak 
para pemimpin lokal. 

Butuh sedikit kontestasi saja untuk 
memunculkan pemimpin lokal di ranah nasional, sebagaimana terjadi dengan
 Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama di DKI Jakarta. Jokowi-Ahok kini
 menjadi semacam harapan bagi pemimpin-pemimpin lain di daerah untuk 
bisa memanggungkan diri di level yang lebih tinggi, seperti di DKI 
Jakarta. Dengan pola yang bisa saja dibuat, misalnya konvensi antar 
pemimpin lokal masing-masing partai, Indonesia bakal bisa memiliki 
pelapis-pelapis baru dalam mencari pemimpin nasional. 

*** 

Serah
 terima pejabat kini tidak lagi disertai dengan semacam Memori Akhir 
Jabatan dari pejabat lama. Indonesia sepertinya terus dibelenggu oleh 
kilometer nol, memulai sesuatu dari awal, termasuk dan terutama di level
 daerah. Masyarakat 

[R@ntau-Net] Dicari: Konsultan Spesialis!

2012-10-12 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://indrapiliang.com/2012/10/12/dicari-konsultan-spesialis/

Jumat, 12 October 2012Dicari: Konsultan Spesialis!

Oleh
Indra J Piliang
Ketua Balitbang DPP Partai Golkar

Dunia
 politik kini semakin berkembang menjadi industri baru. Industri yang 
penuh uang. Politik, sebagai ambisi, bisa jadi tidak lagi memikirkan 
jumlah uang yang dipakai. Dari sini juga, politik bukan lagi sekadar 
mengejar kekayaan. Politik memasuki fase aktualisasi diri, pengejaran 
prestise atau bahkan hanya sekadar patung yang dibuat setelah 
meninggalkan dunia yang fana. Akibatnya, hampir semua dipertaruhkan, 
tidak peduli dengan persepsi yang berkembang di sebagian kalangan. 

Saking
 banyaknya uang yang beredar di dunia politik, industri pers ikut 
kecipratan. Kita bisa membacanya dari data-data AC Nielsen. Konvensi 
Nasional Partai Golkar 2003-2004 adalah fase awal penerimaan besar 
industri pers dari iklan-iklan politik. Puncaknya adalah pemilu 2004 dan
 pilpres 2004. Hal itu terus terulang lagi ketika pemilihan langsung 
kepala daerah dimulai pada tahun 2005. Dari sini, sejumlah konsultan 
politik muncul, baik di lapangan survei, iklan, pembuatan visi dan misi,
 sampai penulisan buku, pencetakan kaos, baliho, spanduk, kalender dan 
lain-lain. 

Mobilisasi massa juga hadir dengan para penggeraknya.
 Sebetulnya, “industri kecil” pengerahan massa ini sudah dimulai ketika 
aksi-aksi demonstrasi mulai diberi kebebasan. Para tokoh di 
masing-masing daerah mencuat dengan biaya mahal. Belum lagi para artis 
yang dilibatkan dalam kampanye terbuka. Dunia artis semakin mudah masuk 
ke lapangan politik. Era pemilu 2009 – yang dimulai sejak Pilkada 2005 –
 menyambut kalangan artis ini beralih rupa menjadi politisi dan pejabat 
negara. Beberapa berhasil, namun banyak juga yang gagal. 

Pernah 
ada upaya untuk menekan biaya politik dengan cara mengembalikan sistem 
politik ke arah yang semakin tertutup. Misalnya, dengan menghilangkan 
suara terbanyak, mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD atau 
bahkan hanya melibatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pihak 
yang memilih Presiden dan Wakil Presiden. Hanya saja, usaha ini 
sepertinya tidak banyak yang mendukung. Alasannya, secara sederhana, 
tentulah “kenikmatan” biaya politik yang mengalir ke banyak kantong, 
termasuk para pembuat kartu nama, pedagang asongan sampai sopir bus 
pengangkut massa. Alasan yang lebih substantif, jangan lagi demokrasi 
dibajak kaum elite.

*** 

Industri konsultasi 
politik yang kini berkembang membutuhkan para spesialis. Tugas konsultan
 secara umum adalah mengurangi kesulitan para kandidat, menutupi 
kelemahan yang dimiliki, meminimalisir biaya yang keluar, sampai 
menggali potensi yang dimiliki kandidat. Karena itu juga, konsultan 
moderen adalah konsultan spesialis dan sub spesialis yang sekaligus 
idealis. Kalau tidak, konsultan hanya jadi benalu dalam politik, 
menambah beban masyarakat dan bahkan bisa saja menambah buruk wajah 
politik. 

Hasan Nasbi, konsultan pemenangan Jokowi-Ahok dari 
Cyrus Network, mengatakan bahwa lebih dari 50 spesialis di bidang 
konsultan politik di Amerika Serikat. Saya mengamini itu. Konsultan 
generik berbeda dengan konsultan spesialis dengan solusi khusus. 
Spesialisasi berbeda dengan generalisasi. Satu wilayah pemilihan berbeda
 dengan wilayah pemilihan lain. Sekalipun semua strategi pemenangan 
Jokowi-Ahok dituliskan, tetap saja strategi itu tidak bisa dipakai di 
tempat lain secara sama persis atau digunakan lagi di Jakarta dalam 
pilkada 2017. Waktu dan ruang membatasi. 

Ketika ahli-ahli 
pemasaran produk konsumsi dengan tiba-tiba beralih menjadi konsultan 
politik, saya menemukan fenomena berikut: kandidat politik dipasarkan 
sebagaimana memasarkan produk. Ketika jadi Tim Pencitraan JK-Wiranto, 
saya menemukan banyak sekali proposal yang fokus kepada penyebaran image 
tentang JK-Wiranto sama persis dengan image produk konsumsi, barang dan jasa. 
Padahal, politik membutuhkan 
doktrinasi, program unggulan sampai kepada mitologi. Hampir semua 
pemenang dalam pilkada memiliki mitologi khusus, sesuai dengan karakter 
masing-masing kandidat dan kondisi demografis daerah masing-masing. 

Para
 spesialis inilah yang kurang di ranah politik. Jangan heran, apabila 
pemain-pemain utama konsultan politik biasanya itu-itu saja. Kalah dan 
menang tidak menjadi pikiran. Upaya menjadi konsultan nomor satu juga 
tak dijadikan sebagai parameter sukses. Bahkan, sejumlah konsultan 
bekerja dengan cara-cara yang sama, tanpa inovasi, tetapi telanjur 
memiliki nama akibat sukses pencitraan sebagai konsultan. Yang juga 
terjadi, pollster merangkap sebagai consultant, 
sesuatu yang sebenarnya tabu. Belakangan, konsultan juga bagian dari 
analis independen, sehingga suara-suara murni hasil analisis tenggelam 
oleh sikap like or dislike. 

Salah satu konsultan yang saya 
anggap benar-benar memegang garis pinggir yang keras adalah Yon Hotman, 
pendiri Mc Leader’s dan Blora Center. Keberhasilannya, meyakinkan Susilo
 Bambang 

Re: Bls: [R@ntau-Net] Dicari: Konsultan Spesialis!

2012-10-12 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Wa'alaikum salam, Uda. Insya Allah. Iko nomor ambo: 0812.101.35.25. 

Sent from my iPad

On 13 Okt 2012, at 04:21, asmun sjueib kinno...@yahoo.co.id wrote:

 Aww. Ddn. IJP tarimokasieh tulisan nan menarik dan akan lebih menarik sarato 
 bemanfaat kami bisa membantu saketek-saketek dan dapeik basuo ngopi2 di JAlan 
 Sriwijaya Raya 47 Jakarta Selatan. Time table dapeik diatur. Wassalam, 
 H.A.A.S.M.A. Hp. 0812-923-2211
 
 Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
 Kepada: Lisi l...@yahoogroups.com 
 Dikirim: Jumat, 12 Oktober 2012 23:40
 Judul: [R@ntau-Net] Dicari: Konsultan Spesialis!
 
 http://indrapiliang.com/2012/10/12/dicari-konsultan-spesialis/
 Jumat, 12 October 2012
 Dicari: Konsultan Spesialis!
 
 Oleh
 Indra J Piliang
 Ketua Balitbang DPP Partai Golkar
 
 Dunia politik kini semakin berkembang menjadi industri baru. Industri yang 
 penuh uang. Politik, sebagai ambisi, bisa jadi tidak lagi memikirkan jumlah 
 uang yang dipakai. Dari sini juga, politik bukan lagi sekadar mengejar 
 kekayaan. Politik memasuki fase aktualisasi diri, pengejaran prestise atau 
 bahkan hanya sekadar patung yang dibuat setelah meninggalkan dunia yang fana. 
 Akibatnya, hampir semua dipertaruhkan, tidak peduli dengan persepsi yang 
 berkembang di sebagian kalangan. 
 
 Saking banyaknya uang yang beredar di dunia politik, industri pers ikut 
 kecipratan. Kita bisa membacanya dari data-data AC Nielsen. Konvensi Nasional 
 Partai Golkar 2003-2004 adalah fase awal penerimaan besar industri pers dari 
 iklan-iklan politik. Puncaknya adalah pemilu 2004 dan pilpres 2004. Hal itu 
 terus terulang lagi ketika pemilihan langsung kepala daerah dimulai pada 
 tahun 2005. Dari sini, sejumlah konsultan politik muncul, baik di lapangan 
 survei, iklan, pembuatan visi dan misi, sampai penulisan buku, pencetakan 
 kaos, baliho, spanduk, kalender dan lain-lain. 
 
 Mobilisasi massa juga hadir dengan para penggeraknya. Sebetulnya, “industri 
 kecil” pengerahan massa ini sudah dimulai ketika aksi-aksi demonstrasi mulai 
 diberi kebebasan. Para tokoh di masing-masing daerah mencuat dengan biaya 
 mahal. Belum lagi para artis yang dilibatkan dalam kampanye terbuka. Dunia 
 artis semakin mudah masuk ke lapangan politik. Era pemilu 2009 – yang dimulai 
 sejak Pilkada 2005 – menyambut kalangan artis ini beralih rupa menjadi 
 politisi dan pejabat negara. Beberapa berhasil, namun banyak juga yang gagal. 
 
 Pernah ada upaya untuk menekan biaya politik dengan cara mengembalikan sistem 
 politik ke arah yang semakin tertutup. Misalnya, dengan menghilangkan suara 
 terbanyak, mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD atau bahkan 
 hanya melibatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pihak yang memilih 
 Presiden dan Wakil Presiden. Hanya saja, usaha ini sepertinya tidak banyak 
 yang mendukung. Alasannya, secara sederhana, tentulah “kenikmatan” biaya 
 politik yang mengalir ke banyak kantong, termasuk para pembuat kartu nama, 
 pedagang asongan sampai sopir bus pengangkut massa. Alasan yang lebih 
 substantif, jangan lagi demokrasi dibajak kaum elite.
 
 *** 
 
 Industri konsultasi politik yang kini berkembang membutuhkan para spesialis. 
 Tugas konsultan secara umum adalah mengurangi kesulitan para kandidat, 
 menutupi kelemahan yang dimiliki, meminimalisir biaya yang keluar, sampai 
 menggali potensi yang dimiliki kandidat. Karena itu juga, konsultan moderen 
 adalah konsultan spesialis dan sub spesialis yang sekaligus idealis. Kalau 
 tidak, konsultan hanya jadi benalu dalam politik, menambah beban masyarakat 
 dan bahkan bisa saja menambah buruk wajah politik. 
 
 Hasan Nasbi, konsultan pemenangan Jokowi-Ahok dari Cyrus Network, mengatakan 
 bahwa lebih dari 50 spesialis di bidang konsultan politik di Amerika Serikat. 
 Saya mengamini itu. Konsultan generik berbeda dengan konsultan spesialis 
 dengan solusi khusus. Spesialisasi berbeda dengan generalisasi. Satu wilayah 
 pemilihan berbeda dengan wilayah pemilihan lain. Sekalipun semua strategi 
 pemenangan Jokowi-Ahok dituliskan, tetap saja strategi itu tidak bisa dipakai 
 di tempat lain secara sama persis atau digunakan lagi di Jakarta dalam 
 pilkada 2017. Waktu dan ruang membatasi. 
 
 Ketika ahli-ahli pemasaran produk konsumsi dengan tiba-tiba beralih menjadi 
 konsultan politik, saya menemukan fenomena berikut: kandidat politik 
 dipasarkan sebagaimana memasarkan produk. Ketika jadi Tim Pencitraan 
 JK-Wiranto, saya menemukan banyak sekali proposal yang fokus kepada 
 penyebaran image tentang JK-Wiranto sama persis dengan image produk konsumsi, 
 barang dan jasa. Padahal, politik membutuhkan doktrinasi, program unggulan 
 sampai kepada mitologi. Hampir semua pemenang dalam pilkada memiliki mitologi 
 khusus, sesuai dengan karakter masing-masing kandidat dan kondisi demografis 
 daerah masing-masing. 
 
 Para spesialis inilah yang kurang di ranah politik. Jangan heran, apabila 
 pemain-pemain utama konsultan politik biasanya itu-itu saja. Kalah dan menang 
 tidak menjadi pikiran

Re: [R@ntau-Net] Dicari: Konsultan Spesialis!

2012-10-12 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Hehe. Uda Andrinof lbh paham soal ini, Da. Di sjmlh aspek, Alex Nono itu 
berhasil baik, terutama dalam kualitas debat dan kepercayaan diri. Kalau utk 
sosok Capres yg dicari yang presidensial, Alex berhasil menunjukkan diri 
sebagai sosok gubernursial juga :D Tembok pertahanan Foke rubuh itu lbh krn 
tenaga Alex di putaran pertama, runtuhannya dimanfaatkan Jokowi. 

Sent from my iPad

On 13 Okt 2012, at 06:22, Akmal N. Basral an...@yahoo.com wrote:

 Jadi maksudnya, pasangan Alex-Nono kemarin gagal di Pilkada DKI karena Golkar 
 nggak punya konsultan spesialis seperti Jokowi-Ahok punya Hasan Nasbi ya IJP?
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 On Oct 12, 2012, at 11:40 PM, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
 
 http://indrapiliang.com/2012/10/12/dicari-konsultan-spesialis/
 Jumat, 12 October 2012
 Dicari: Konsultan Spesialis!
 
 Oleh
 Indra J Piliang
 Ketua Balitbang DPP Partai Golkar
 
 Dunia politik kini semakin berkembang menjadi industri baru. Industri yang 
 penuh uang. Politik, sebagai ambisi, bisa jadi tidak lagi memikirkan jumlah 
 uang yang dipakai. Dari sini juga, politik bukan lagi sekadar mengejar 
 kekayaan. Politik memasuki fase aktualisasi diri, pengejaran prestise atau 
 bahkan hanya sekadar patung yang dibuat setelah meninggalkan dunia yang 
 fana. Akibatnya, hampir semua dipertaruhkan, tidak peduli dengan persepsi 
 yang berkembang di sebagian kalangan. 
 
 Saking banyaknya uang yang beredar di dunia politik, industri pers ikut 
 kecipratan. Kita bisa membacanya dari data-data AC Nielsen. Konvensi 
 Nasional Partai Golkar 2003-2004 adalah fase awal penerimaan besar industri 
 pers dari iklan-iklan politik. Puncaknya adalah pemilu 2004 dan pilpres 
 2004. Hal itu terus terulang lagi ketika pemilihan langsung kepala daerah 
 dimulai pada tahun 2005. Dari sini, sejumlah konsultan politik muncul, baik 
 di lapangan survei, iklan, pembuatan visi dan misi, sampai penulisan buku, 
 pencetakan kaos, baliho, spanduk, kalender dan lain-lain. 
 
 Mobilisasi massa juga hadir dengan para penggeraknya. Sebetulnya, “industri 
 kecil” pengerahan massa ini sudah dimulai ketika aksi-aksi demonstrasi mulai 
 diberi kebebasan. Para tokoh di masing-masing daerah mencuat dengan biaya 
 mahal. Belum lagi para artis yang dilibatkan dalam kampanye terbuka. Dunia 
 artis semakin mudah masuk ke lapangan politik. Era pemilu 2009 – yang 
 dimulai sejak Pilkada 2005 – menyambut kalangan artis ini beralih rupa 
 menjadi politisi dan pejabat negara. Beberapa berhasil, namun banyak juga 
 yang gagal. 
 
 Pernah ada upaya untuk menekan biaya politik dengan cara mengembalikan 
 sistem politik ke arah yang semakin tertutup. Misalnya, dengan menghilangkan 
 suara terbanyak, mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD atau 
 bahkan hanya melibatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pihak yang 
 memilih Presiden dan Wakil Presiden. Hanya saja, usaha ini sepertinya tidak 
 banyak yang mendukung. Alasannya, secara sederhana, tentulah “kenikmatan” 
 biaya politik yang mengalir ke banyak kantong, termasuk para pembuat kartu 
 nama, pedagang asongan sampai sopir bus pengangkut massa. Alasan yang lebih 
 substantif, jangan lagi demokrasi dibajak kaum elite.
 
 *** 
 
 Industri konsultasi politik yang kini berkembang membutuhkan para spesialis. 
 Tugas konsultan secara umum adalah mengurangi kesulitan para kandidat, 
 menutupi kelemahan yang dimiliki, meminimalisir biaya yang keluar, sampai 
 menggali potensi yang dimiliki kandidat. Karena itu juga, konsultan moderen 
 adalah konsultan spesialis dan sub spesialis yang sekaligus idealis. Kalau 
 tidak, konsultan hanya jadi benalu dalam politik, menambah beban masyarakat 
 dan bahkan bisa saja menambah buruk wajah politik. 
 
 Hasan Nasbi, konsultan pemenangan Jokowi-Ahok dari Cyrus Network, mengatakan 
 bahwa lebih dari 50 spesialis di bidang konsultan politik di Amerika 
 Serikat. Saya mengamini itu. Konsultan generik berbeda dengan konsultan 
 spesialis dengan solusi khusus. Spesialisasi berbeda dengan generalisasi. 
 Satu wilayah pemilihan berbeda dengan wilayah pemilihan lain. Sekalipun 
 semua strategi pemenangan Jokowi-Ahok dituliskan, tetap saja strategi itu 
 tidak bisa dipakai di tempat lain secara sama persis atau digunakan lagi di 
 Jakarta dalam pilkada 2017. Waktu dan ruang membatasi. 
 
 Ketika ahli-ahli pemasaran produk konsumsi dengan tiba-tiba beralih menjadi 
 konsultan politik, saya menemukan fenomena berikut: kandidat politik 
 dipasarkan sebagaimana memasarkan produk. Ketika jadi Tim Pencitraan 
 JK-Wiranto, saya menemukan banyak sekali proposal yang fokus kepada 
 penyebaran image tentang JK-Wiranto sama persis dengan image produk 
 konsumsi, barang dan jasa. Padahal, politik membutuhkan doktrinasi, program 
 unggulan sampai kepada mitologi. Hampir semua pemenang dalam pilkada 
 memiliki mitologi khusus, sesuai dengan karakter masing-masing kandidat dan 
 kondisi demografis daerah masing-masing. 
 
 Para spesialis inilah yang kurang di ranah

Re: [R@ntau-Net] Dicari: Konsultan Spesialis!

2012-10-12 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Wa'alaikum salam. Ambo mancubo mancaliak sisi lain politik. Sisi2 yg terkait 
dgn manajemen. Sebetulnya, sisi2 spt ini dalam dan kompleks. Misalnya ttg 
manajemen keuangan politisi, bagaimana membagi neraca keuangan antara kubutuhan 
keluarga, pribadi, masyarakat, partai dan lain2.  Orang memandang politik sudah 
take for granted atau given sajo. Padahal, byk sisi2 teknisnyo nan paralu 
dibukak. 

Sent from my iPad

On 13 Okt 2012, at 10:26, Elthaf Hidjaz eltha...@gmail.com wrote:

 Asswrwb,
 Sanak IJP, menarik apo nan sanak tulis tu, ambo mancaliak urang kini
 labiah condong mancaliak out put dan profil dari analisis
 konsultant, misalnyo katiko mampublish seseorang ikuik pilpres,
 pilkada, mayoritas masyarakat labiah mancaliak sia nyoh dan takah
 nyo.
 
 Pado prinsipnyo apo nan sanak tulis tu paralu disikapi dg serius bagi
 tokoh2 nan nio maju d pilpres atau pilkada, malah juo Pileg.
 
 Mokasih sanak IJP ateh tulisannyo.
 
 Salam
 Elthaf
 Sentral Senayan, Jkt
 
 On 10/12/12, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
 http://indrapiliang.com/2012/10/12/dicari-konsultan-spesialis/
 
 Jumat, 12 October 2012Dicari: Konsultan Spesialis!
 
 Oleh
 Indra J Piliang
 Ketua Balitbang DPP Partai Golkar
 
 Dunia
 politik kini semakin berkembang menjadi industri baru. Industri yang
 penuh uang. Politik, sebagai ambisi, bisa jadi tidak lagi memikirkan
 jumlah uang yang dipakai. Dari sini juga, politik bukan lagi sekadar
 mengejar kekayaan. Politik memasuki fase aktualisasi diri, pengejaran
 prestise atau bahkan hanya sekadar patung yang dibuat setelah
 meninggalkan dunia yang fana. Akibatnya, hampir semua dipertaruhkan,
 tidak peduli dengan persepsi yang berkembang di sebagian kalangan.
 
 Saking
 banyaknya uang yang beredar di dunia politik, industri pers ikut
 kecipratan. Kita bisa membacanya dari data-data AC Nielsen. Konvensi
 Nasional Partai Golkar 2003-2004 adalah fase awal penerimaan besar
 industri pers dari iklan-iklan politik. Puncaknya adalah pemilu 2004 dan
 pilpres 2004. Hal itu terus terulang lagi ketika pemilihan langsung
 kepala daerah dimulai pada tahun 2005. Dari sini, sejumlah konsultan
 politik muncul, baik di lapangan survei, iklan, pembuatan visi dan misi,
 sampai penulisan buku, pencetakan kaos, baliho, spanduk, kalender dan
 lain-lain.
 
 Mobilisasi massa juga hadir dengan para penggeraknya.
 Sebetulnya, “industri kecil” pengerahan massa ini sudah dimulai ketika
 aksi-aksi demonstrasi mulai diberi kebebasan. Para tokoh di
 masing-masing daerah mencuat dengan biaya mahal. Belum lagi para artis
 yang dilibatkan dalam kampanye terbuka. Dunia artis semakin mudah masuk
 ke lapangan politik. Era pemilu 2009 – yang dimulai sejak Pilkada 2005 –
 menyambut kalangan artis ini beralih rupa menjadi politisi dan pejabat
 negara. Beberapa berhasil, namun banyak juga yang gagal.
 
 Pernah
 ada upaya untuk menekan biaya politik dengan cara mengembalikan sistem
 politik ke arah yang semakin tertutup. Misalnya, dengan menghilangkan
 suara terbanyak, mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD atau
 bahkan hanya melibatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pihak
 yang memilih Presiden dan Wakil Presiden. Hanya saja, usaha ini
 sepertinya tidak banyak yang mendukung. Alasannya, secara sederhana,
 tentulah “kenikmatan” biaya politik yang mengalir ke banyak kantong,
 termasuk para pembuat kartu nama, pedagang asongan sampai sopir bus
 pengangkut massa. Alasan yang lebih substantif, jangan lagi demokrasi
 dibajak kaum elite.
 
 ***
 
 Industri konsultasi
 politik yang kini berkembang membutuhkan para spesialis. Tugas konsultan
 secara umum adalah mengurangi kesulitan para kandidat, menutupi
 kelemahan yang dimiliki, meminimalisir biaya yang keluar, sampai
 menggali potensi yang dimiliki kandidat. Karena itu juga, konsultan
 moderen adalah konsultan spesialis dan sub spesialis yang sekaligus
 idealis. Kalau tidak, konsultan hanya jadi benalu dalam politik,
 menambah beban masyarakat dan bahkan bisa saja menambah buruk wajah
 politik.
 
 Hasan Nasbi, konsultan pemenangan Jokowi-Ahok dari
 Cyrus Network, mengatakan bahwa lebih dari 50 spesialis di bidang
 konsultan politik di Amerika Serikat. Saya mengamini itu. Konsultan
 generik berbeda dengan konsultan spesialis dengan solusi khusus.
 Spesialisasi berbeda dengan generalisasi. Satu wilayah pemilihan berbeda
 dengan wilayah pemilihan lain. Sekalipun semua strategi pemenangan
 Jokowi-Ahok dituliskan, tetap saja strategi itu tidak bisa dipakai di
 tempat lain secara sama persis atau digunakan lagi di Jakarta dalam
 pilkada 2017. Waktu dan ruang membatasi.
 
 Ketika ahli-ahli
 pemasaran produk konsumsi dengan tiba-tiba beralih menjadi konsultan
 politik, saya menemukan fenomena berikut: kandidat politik dipasarkan
 sebagaimana memasarkan produk. Ketika jadi Tim Pencitraan JK-Wiranto,
 saya menemukan banyak sekali proposal yang fokus kepada penyebaran image
 tentang JK-Wiranto sama persis dengan image produk konsumsi, barang dan
 jasa. Padahal, politik

Re: [R@ntau-Net] Dicari: Konsultan Spesialis!

2012-10-12 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Politik itu tdk matematis. Data menunjukkan bhw pemilih ALex-Nono adalah orang 
Palembang dan Madura yg jumlahnya sedikit. Tembok itu terlihat dlm debat 
kandidat. Soal pemilih, lain lagi, disorot pakai studi etnografis. Pemilih Jawa 
dominan di DKI, pemilih Sunda nomor 2 (karakternya pecah), dll. 

Dom debat, Foke sulut hadapi Alex, tp dgn memandang enteng Jokowi. Ini memberi 
kesempatan kepada Jokowi utk mengambil keuntungan. Ini kan main segienam, bukan 
main satu lawan satu, apalagi main matematika. 

Sama dg kemenangan Irwan-MK di Sumbar. Dua2nya punya loyalis. Irwan basisnya 
PKS, Muslim basisnya PKDP. Kalau dihitung partai, kecil dibanding dengan yang 
lain. Ada unsur etnografis yg kental dalam politik moderen, tmsk di Inggris. 

Sent from my iPad

On 13 Okt 2012, at 08:05, Akmal N. Basral an...@yahoo.com wrote:

 Pls CMIIW, Alex-Nono menduduki peringkat kelima dari 6 pasangan di putaran 
 pertama dengan mendulang 4,67 % suara, sedangkan Foke-Nara di posisi kedua 
 dengan 34,05 % suara. Seandainya seluruh perolehan suara Alex-Nono 
 digabungkan dengan Foke-Nara jumlahnya menjadi 38,72 %, masih di bawah 
 perolehan suara Jokowi-Ahok yang 42,60 %.
 
 Atau dalam persamaan matematik:
 
 AN + FN  JA
 
 Bagaimana penjelasan Tembok pertahanan Foke rubuh itu lebih karena tenaga 
 Alex di putaran pertama, reruntuhannya dimanfaatkan Jokowi ya, IJP, 
 sedangkan data empiris menunjukkan jika tenaga AN digabung dengan FN pun 
 masih belum menggoyah kekuatan JA di putaran pertama?
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 
 Sent from my iPad2
 
 On Oct 13, 2012, at 7:31 AM, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
 
 Hehe. Uda Andrinof lbh paham soal ini, Da. Di sjmlh aspek, Alex Nono itu 
 berhasil baik, terutama dalam kualitas debat dan kepercayaan diri. Kalau utk 
 sosok Capres yg dicari yang presidensial, Alex berhasil menunjukkan diri 
 sebagai sosok gubernursial juga :D Tembok pertahanan Foke rubuh itu lbh krn 
 tenaga Alex di putaran pertama, runtuhannya dimanfaatkan Jokowi. 
 
 Sent from my iPad
 
 On 13 Okt 2012, at 06:22, Akmal N. Basral an...@yahoo.com wrote:
 
 Jadi maksudnya, pasangan Alex-Nono kemarin gagal di Pilkada DKI karena 
 Golkar nggak punya konsultan spesialis seperti Jokowi-Ahok punya Hasan 
 Nasbi ya IJP?
 
 Salam,
 
 Akmal N. Basral
 
 On Oct 12, 2012, at 11:40 PM, Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com wrote:
 
 http://indrapiliang.com/2012/10/12/dicari-konsultan-spesialis/
 Jumat, 12 October 2012
 Dicari: Konsultan Spesialis!
 
 Oleh
 Indra J Piliang
 Ketua Balitbang DPP Partai Golkar
 
 Dunia politik kini semakin berkembang menjadi industri baru. Industri yang 
 penuh uang. Politik, sebagai ambisi, bisa jadi tidak lagi memikirkan 
 jumlah uang yang dipakai. Dari sini juga, politik bukan lagi sekadar  
 mengejar kekayaan. Politik memasuki fase aktualisasi diri, pengejaran 
 prestise atau bahkan hanya sekadar patung yang dibuat setelah meninggalkan 
 dunia yang fana. Akibatnya, hampir semua dipertaruhkan, tidak peduli 
 dengan persepsi yang berkembang di sebagian kalangan. 
 
 Saking banyaknya uang yang beredar di dunia politik, industri pers ikut 
 kecipratan. Kita bisa membacanya dari data-data AC Nielsen. Konvensi 
 Nasional Partai Golkar 2003-2004 adalah fase awal penerimaan besar  
 industri pers dari iklan-iklan politik. Puncaknya adalah pemilu 2004 dan 
 pilpres 2004. Hal itu terus terulang lagi ketika pemilihan langsung kepala 
 daerah dimulai pada tahun 2005. Dari sini, sejumlah konsultan politik 
 muncul, baik di lapangan survei, iklan, pembuatan visi dan misi, sampai 
 penulisan buku, pencetakan kaos, baliho, spanduk, kalender dan lain-lain. 
 
 Mobilisasi massa juga hadir dengan para penggeraknya. Sebetulnya, 
 “industri kecil” pengerahan massa ini sudah dimulai ketika aksi-aksi 
 demonstrasi mulai diberi kebebasan. Para tokoh di masing-masing daerah 
 mencuat dengan biaya mahal. Belum lagi para artis yang dilibatkan dalam 
 kampanye terbuka. Dunia artis semakin mudah masuk ke lapangan politik. Era 
 pemilu 2009 – yang dimulai sejak Pilkada 2005 – menyambut kalangan artis 
 ini beralih rupa menjadi politisi dan pejabat negara. Beberapa berhasil, 
 namun banyak juga yang gagal. 
 
 Pernah ada upaya untuk menekan biaya politik dengan cara mengembalikan 
 sistem politik ke arah yang semakin tertutup. Misalnya, dengan 
 menghilangkan suara terbanyak, mengembalikan pemilihan kepala daerah 
 kepada DPRD atau bahkan hanya melibatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat 
 sebagai pihak yang memilih Presiden dan Wakil Presiden. Hanya saja, usaha 
 ini sepertinya tidak banyak yang mendukung. Alasannya, secara sederhana, 
 tentulah “kenikmatan” biaya politik yang mengalir ke banyak kantong, 
 termasuk para pembuat kartu nama, pedagang asongan sampai sopir bus 
 pengangkut massa. Alasan yang lebih substantif, jangan lagi demokrasi 
 dibajak kaum elite.
 
 *** 
 
 Industri konsultasi politik yang kini berkembang membutuhkan para 
 spesialis. Tugas konsultan secara umum adalah mengurangi kesulitan

[R@ntau-Net] Ridwan Mukti, Bupati Pembangun

2012-10-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/10/10/ridwan-mukti-bupati-pembangun/

Rabu, 10 October 2012Ridwan Mukti, Bupati Pembangun 

oleh

Indra J Piliang
Ketua Balitbang DPP Partai Golkar

Belakangan
 ini partai politik, khususnya Partai Golkar, terus menghadapi masalah. 
Baik yang datang dari dalam, maupun yang diantarkan dari luar. Pola 
pikir anti partai yang sudah dibangun sejak Dekrit Presiden Soekarno 5 
Juli 1959 sampai tahun 1998, ternyata masih kuat. Tiga kali pemilu, 
1999, 2004 dan 2009, belum mampu menghapus sikap anti partai itu. Seolah
 partailah yang selama empat dekade itu yang merusak seluruh sistem 
kebangsaan. 

Padahal, Indonesia merdeka dilahirkan oleh kinerja 
politisi pendiri bangsa (founding fathers and mothers). Jarang sekali 
nama-nama yang bisa dideret sebagai pendiri bangsa yang bukan berlatar 
belakang politisi. Plus, politisi yang merangkap menjadi intelektual. 
Modal awal keharuman nama politisi kemerdekaan ini seolah tenggelam, 
digantikan dengan bau busuk yang muncul akibat kasus-kasus yang muncul 
ke permukaan, terutama korupsi. 

Upaya untuk menampilkan 
nama-nama politisi yang tetap menjadikan dirinya sebagai panggung 
silang-pendapat dengan visi yang tertata juga semakin jarang. Barangkali
 yang dilihat adalah tahta yang dipegang, bukan pribadi politisi itu 
sendiri. Sistem patron-client yang berakar kepada feodalisme, cenderung 
memandang pejabat sebagai posisi yang terhormat. Sehingga, posisi 
sebagai politisi layak dipandang apabila sudah melakukan pekerjaan luar 
biasa, tidak sekadar pejabat. 

Dari sinilah, satu nama yang layak
 disebut adalah Ridwan Mukti. Nama ini belum dikenal oleh masyarakat 
Indonesia, bahkan masih sedikit dikenal oleh masyarakat Sumsel. Yang 
mengenalnya, baru sebatas masyarakat Musi Rawas, Sumsel. Ridwan Mukti 
memang sedang menjabat sebagai Bupati Musi Rawas untuk periode kedua, 
sejak tahun 2005. Kesibukan membangun Musi Rawas menjadikannya 
kekurangan waktu untuk melakukan perkenalan diri ke segmen yang lebih 
luas. 

Saya mengenal Ridwan Mukti dalam rapat-rapat di DPP Partai
 Golkar. Yang memperkenalkan adalah senior saya, Yan Hiksas. Yan 
berpesan, agar saya menyempatkan diri untuk datang ke Musi Rawas. 
Kebetulan, Ridwan Mukti juga menjabat sebagai Wakil Bendahara DPP Partai
 Golkar, sama dengan posisi Yan Hiksas. Semula, saya tidak terlalu 
kepikiran, namun kemudian, saya menyanggupkan diri datang ke Musi Rawas. 

Musi Rawas adalah salah satu daerah penting di Sumsel. 
Sebelumnya, ibukota Musi Rawas adalah Lubuk Linggau. Bagi para perantau 
Minangkabau, Lubuk Linggau dilihat sebagai daerah yang dilewati dalam 
perjalanan darat dari Sumbar ke Jawa. Dengan banyak perjalanan yang saya
 lakukan sejak tahun 1991, berarti berkali-kali juga saya berada di atas
 kendaraan, melewati Lubuk Linggau. Kesan yang utama adalah jalannya 
yang bagus dan taman-tamannya yang tertata. 

Belakangan, Lubuk 
Linggau menjadi Kota, berpisah dengan Musi Rawas. Kesenjangan baru 
terlihat. Pemerataan pembangunan ternyata tidak menjangkau kawasan 
pedesaan di Musi Rawas, hanya terkonsentrasi di Lubuk Linggau. Keadaan 
inilah yang menggerakkan langkah Ridwan Mukti pulang kampung, dengan 
maju sebagai Bupati Musi Rawas pada tahun 2005.  Waktu itu, Ridwan baru 
setahun menjadi anggota DPR RI. Lima tahun berikutnya, Ridwan terpilih 
kembali untuk periode kedua pada tahun 2010.

Ketika memulai 
jabatan sebagai Bupati, APBD Musi Rawas masih sekitar Rp. 350 Milyar. 
Tahun ini, sudah mencapai Rp. 1,3 Trilyun. Pendapatan Asli Daerah yang 
semula hanya sekitar Rp 5 Milyar, sekarang sudah sampai ke angka Rp 70 
Milyar. Selama menjadi bupati, Ridwan Mukti membangun 3000 kilometer 
jalan, dengan pembagian 1.600 kilometer dibangun Pemda dan 1.400 
kilometer dibangun pihak swasta. Ridwan memang membebankan kepada pihak 
swasta untuk terlebih dulu membangun jalan, sebelum mereka melakukan 
ekploitasi kegiatan usaha di bidang pertambangan dan perkebunan. 

Yang
 paling fenomenal, Ridwan membangun Bandara Silampari. Bandara ini 
beroperasi mulai tanggal 9 Juni 2010. Dengan akses bandara ini, dalam 
pikiran Ridwan terbentang Koridor Barat Sumatera Selatan sebagai 
penghubung ke lebih kurang 11 kabupaten kota di Sumsel, Bengkulu dan 
Jambi. Selama ini, akses ke Linggau lewat bandara terdekat adalah 
Bengkulu, sekitar 3 jam perjalanan darat. Jalur lain lewat Jambi (5 jam)
 atau Palembang (7 jam perjalanan darat). Dengan Bandara Silampari, 
Linggau-Jakarta hanya ditempuh dalam waktu 50 menit. 

Tentu, 
masih banyak hal yang dikerjakan Ridwan, termasuk membebaskan 119 desa 
terisolir di Musi Rawas. Musi Rawas dengan begitu sudah tidak lagi masuk
 kategori Kabupaten Tertinggal. Para pengendara, kini bisa membelokkan 
mobilnya ke arah Musi Rawas dari Linggau, untuk melihat perkebunan, 
kolam ikan, sampai ibukota baru di Muara Beliti. Perlahan, aset Pemda 
Musi Rawas diubah menjadi Universitas Musi Rawas yang juga visioner 
sebagai penghasil sumber daya manusia di Musi Rawas dan sekitarnya. 


Re: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti, Bupati Pembangun

2012-10-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Pak Alex kan alah dapek tiket di DKI. Dua kali dapek tiket dalam satahun, kalam 
aka awak beko. Hehehe


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Benny Farlo bennyfa...@pusri.co.id
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Thursday, October 11, 2012 1:39 PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti, Bupati Pembangun
 

 
Bung Indra, spanduk beliau untuk maju menjadi 
Sumsel-1 sudah ada dimana2, namun P' Alex Nurdin juga dari Golkar bakal maju lg 
utk periode berikutnya..Ba'a kali x kali ee..ko?, he,he
 
salam sukses,
St. Bunsu
- Original Message - 
From: Indra Jaya  Piliang 
To: Lisi 
Sent: Thursday, October 11, 2012 1:23  PM
Subject: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti,  Bupati Pembangun


http://www.indrapiliang.com/2012/10/10/ridwan-mukti-bupati-pembangun/

Rabu, 
  10 October 2012Ridwan Mukti, Bupati Pembangun 

oleh

Indra J Piliang
Ketua Balitbang DPP Partai 
  Golkar

Belakangan ini partai politik, khususnya Partai Golkar, 
  terus menghadapi masalah. Baik yang datang dari dalam, maupun yang diantarkan 
  dari luar. Pola pikir anti partai yang sudah dibangun sejak Dekrit Presiden 
  Soekarno 5 Juli 1959 sampai tahun 1998, ternyata masih kuat. Tiga kali 
pemilu, 
  1999, 2004 dan 2009, belum mampu menghapus sikap anti partai itu. Seolah 
  partailah yang selama empat dekade itu yang merusak seluruh sistem 
kebangsaan. 

Padahal, Indonesia merdeka dilahirkan oleh kinerja politisi pendiri 
  bangsa (founding fathers and mothers). Jarang sekali nama-nama yang bisa 
  dideret sebagai pendiri bangsa yang bukan berlatar belakang politisi. Plus, 
  politisi yang merangkap menjadi intelektual. Modal awal keharuman nama 
  politisi kemerdekaan ini seolah tenggelam, digantikan dengan bau busuk yang 
  muncul akibat kasus-kasus yang muncul ke permukaan, terutama korupsi. 

Upaya untuk menampilkan nama-nama politisi yang tetap menjadikan 
  dirinya sebagai panggung silang-pendapat dengan visi yang tertata juga 
semakin 
  jarang. Barangkali yang dilihat adalah tahta yang dipegang, bukan pribadi 
  politisi itu sendiri. Sistem patron-client yang berakar kepada feodalisme, 
  cenderung memandang pejabat sebagai posisi yang terhormat. Sehingga, posisi 
  sebagai politisi layak dipandang apabila sudah melakukan pekerjaan luar 
biasa, 
  tidak sekadar pejabat. 

Dari sinilah, satu nama yang layak disebut 
  adalah Ridwan Mukti. Nama ini belum dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan 
  masih sedikit dikenal oleh masyarakat Sumsel. Yang mengenalnya, baru sebatas 
  masyarakat Musi Rawas, Sumsel. Ridwan Mukti memang sedang menjabat sebagai 
  Bupati Musi Rawas untuk periode kedua, sejak tahun 2005. Kesibukan membangun 
  Musi Rawas menjadikannya kekurangan waktu untuk melakukan perkenalan diri ke 
  segmen yang lebih luas. 

Saya mengenal Ridwan Mukti dalam rapat-rapat 
  di DPP Partai Golkar. Yang memperkenalkan adalah senior saya, Yan Hiksas. Yan 
  berpesan, agar saya menyempatkan diri untuk datang ke Musi Rawas. Kebetulan, 
  Ridwan Mukti juga menjabat sebagai Wakil Bendahara DPP Partai Golkar, sama 
  dengan posisi Yan Hiksas. Semula, saya tidak terlalu kepikiran, namun 
  kemudian, saya menyanggupkan diri datang ke Musi Rawas. 

Musi Rawas 
  adalah salah satu daerah penting di Sumsel. Sebelumnya, ibukota Musi Rawas 
  adalah Lubuk Linggau. Bagi para perantau Minangkabau, Lubuk Linggau dilihat 
  sebagai daerah yang dilewati dalam perjalanan darat dari Sumbar ke Jawa. 
  Dengan banyak perjalanan yang saya lakukan sejak tahun 1991, berarti 
  berkali-kali juga saya berada di atas kendaraan, melewati Lubuk Linggau. 
Kesan 
  yang utama adalah jalannya yang bagus dan taman-tamannya yang tertata. 

Belakangan, Lubuk Linggau menjadi Kota, berpisah dengan Musi Rawas. 
  Kesenjangan baru terlihat. Pemerataan pembangunan ternyata tidak menjangkau 
  kawasan pedesaan di Musi Rawas, hanya terkonsentrasi di Lubuk Linggau. 
Keadaan 
  inilah yang menggerakkan langkah Ridwan Mukti pulang kampung, dengan maju 
  sebagai Bupati Musi Rawas pada tahun 2005.  Waktu itu, Ridwan baru 
  setahun menjadi anggota DPR RI. Lima tahun berikutnya, Ridwan terpilih 
kembali 
  untuk periode kedua pada tahun 2010.

Ketika memulai jabatan sebagai 
  Bupati, APBD Musi Rawas masih sekitar Rp. 350 Milyar. Tahun ini, sudah 
  mencapai Rp. 1,3 Trilyun. Pendapatan Asli Daerah yang semula hanya sekitar Rp 
  5 Milyar, sekarang sudah sampai ke angka Rp 70 Milyar. Selama menjadi bupati, 
  Ridwan Mukti membangun 3000 kilometer jalan, dengan pembagian 1.600 kilometer 
  dibangun Pemda dan 1.400 kilometer dibangun pihak swasta. Ridwan memang 
  membebankan kepada pihak swasta untuk terlebih dulu membangun jalan, sebelum 
  mereka melakukan ekploitasi kegiatan usaha di bidang pertambangan dan 
  perkebunan. 

Yang paling fenomenal, Ridwan membangun Bandara Silampari. 
  Bandara ini beroperasi mulai tanggal 9 Juni 2010. Dengan akses bandara ini

Re: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti, Bupati Pembangun

2012-10-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Hehe. Kalau provinsi baru, via DPR jo Presiden. Kini ado maratorium. 
Kemungkinan AN-RM itu kecil secara politik


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: hrees_...@yahoo.com hrees_...@yahoo.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Thursday, October 11, 2012 2:53 PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti, Bupati Pembangun
 

Kok seandainyo Pak Alex N berpasangan jo Pak Ridwan M, rancak juo.
Abih tu, kab.mura+kota.lubuk linggau+kab.empat lawang+kab.sarolangun bisa 
menjadi 1 provinsi baru dengan Gubernur Ridwan Mukti...
Ba a kiro-kiro da?

Wassalam
Haris Jumadi 36 th
Warga Baru Kota Palembang
Suku Sikumbang (Bukiktinggi)

Powered by Telkomsel BlackBerry®


From:  Benny Farlo bennyfa...@pusri.co.id 
Sender:  rantaunet@googlegroups.com 
Date: Thu, 11 Oct 2012 14:12:30 +0700
To: rantaunet@googlegroups.com
ReplyTo:  rantaunet@googlegroups.com 
Subject: Re: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti, Bupati Pembangun

Ooo..nantun cito'e..arati e P'Ridwan alah dapek 
tiket kuniang yo,
 
salamaik berkreasi Bung Indra,
TB 
- Original Message - 
From: Indra Jaya  Piliang 
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Thursday, October 11, 2012 1:57  PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti,  Bupati Pembangun


Pak  Alex kan alah dapek tiket di DKI. Dua kali dapek tiket dalam satahun, 
kalam  aka awak beko. Hehehe



 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194,  Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Benny Farlo bennyfa...@pusri.co.id
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Thursday, October 11,  2012 1:39 PM
Subject: Re:  [R@ntau-Net] Ridwan Mukti, Bupati Pembangun


 
Bung Indra, spanduk beliau untuk maju menjadi  Sumsel-1 sudah ada dimana2, 
namun P' Alex Nurdin juga dari Golkar bakal maju  lg utk periode 
berikutnya..Ba'a kali x kali ee..ko?, he,he
 
salam sukses,
St. Bunsu
- Original Message - 
From: Indra Jaya Piliang 
To: Lisi 
Sent: Thursday, October 11, 2012 1:23  PM
Subject: [R@ntau-Net] Ridwan Mukti,  Bupati Pembangun


http://www.indrapiliang.com/2012/10/10/ridwan-mukti-bupati-pembangun/

Rabu, 
10 October 2012Ridwan Mukti, Bupati Pembangun 

oleh

Indra J Piliang
Ketua Balitbang DPP Partai 
Golkar

Belakangan ini partai politik, khususnya Partai Golkar, 
terus menghadapi masalah. Baik yang datang dari dalam, maupun yang 
diantarkan dari luar. Pola pikir anti partai yang sudah dibangun sejak 
Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 sampai tahun 1998, ternyata masih 
kuat. 
Tiga kali pemilu, 1999, 2004 dan 2009, belum mampu menghapus sikap anti 
partai itu. Seolah partailah yang selama empat dekade itu yang merusak 
seluruh sistem kebangsaan. 

Padahal, Indonesia merdeka dilahirkan 
oleh kinerja politisi pendiri bangsa (founding fathers and mothers). Jarang 
sekali nama-nama yang bisa dideret sebagai pendiri bangsa yang bukan 
berlatar belakang politisi. Plus, politisi yang merangkap menjadi 
intelektual. Modal awal keharuman nama politisi kemerdekaan ini seolah 
tenggelam, digantikan dengan bau busuk yang muncul akibat kasus-kasus yang 
muncul ke permukaan, terutama korupsi. 

Upaya untuk menampilkan 
nama-nama politisi yang tetap menjadikan dirinya sebagai panggung 
silang-pendapat dengan visi yang tertata juga semakin jarang. Barangkali 
yang dilihat adalah tahta yang dipegang, bukan pribadi politisi itu 
sendiri. 
Sistem patron-client yang berakar kepada feodalisme, cenderung memandang 
pejabat sebagai posisi yang terhormat. Sehingga, posisi sebagai politisi 
layak dipandang apabila sudah melakukan pekerjaan luar biasa, tidak sekadar 
pejabat. 

Dari sinilah, satu nama yang layak disebut adalah Ridwan 
Mukti. Nama ini belum dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan masih 
sedikit dikenal oleh masyarakat Sumsel. Yang mengenalnya, baru sebatas 
masyarakat Musi Rawas, Sumsel. Ridwan Mukti memang sedang menjabat sebagai 
Bupati Musi Rawas untuk periode kedua, sejak tahun 2005. Kesibukan 
membangun 
Musi Rawas menjadikannya kekurangan waktu untuk melakukan perkenalan diri 
ke 
segmen yang lebih luas. 

Saya mengenal Ridwan Mukti dalam rapat-rapat 
di DPP Partai Golkar. Yang memperkenalkan adalah senior saya, Yan Hiksas. 
Yan berpesan, agar saya menyempatkan diri untuk datang ke Musi Rawas. 
Kebetulan, Ridwan Mukti juga menjabat sebagai Wakil Bendahara DPP Partai 
Golkar, sama dengan posisi Yan Hiksas. Semula, saya tidak terlalu 
kepikiran, 
namun kemudian, saya menyanggupkan diri datang ke Musi Rawas. 

Musi 
Rawas adalah salah satu daerah penting di Sumsel. Sebelumnya, ibukota Musi 
Rawas adalah Lubuk Linggau. Bagi para perantau Minangkabau, Lubuk Linggau 
dilihat sebagai daerah yang dilewati dalam perjalanan darat dari Sumbar ke 
Jawa. Dengan banyak perjalanan yang

[R@ntau-Net] Debat Versus Debat

2012-10-02 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/10/02/debat-versus-debat/

Selasa, 2 October 2012
Debat Versus Debat

oleh

Indra J Piliang
Ketua Balitbang DPP Partai Golkar

Debat
 adalah cara untuk mempertahankan argumen sendiri dengan benteng 
pemikiran, lalu melukai atau membunuh argumen lawan. Debat adalah metode
 untuk menunjukkan perbedaan demi perbedaan dalam pilihan filsafat, 
ideologi, teknologi sampai kebijakan,  aturan dan pilihan kata. Tanpa 
debat, substansi menjadi hilang, diselewengkan oleh apa yang dikenal 
sebagai politik pencitraan berdasarkan apa yang melekat dalam diri 
seseorang. Sebut saja suku, agama, ras, antar golongan, jumlah kekayaan,
 asal keturunan, sampai apapun yang bisa dijadikan sebagai perbedaan. 

Belakangan
 ini, kita semakin sering menyaksikan debat di layar televisi. Debat 
yang paling besar adalah menjelang waktu pemilihan presiden dan wakil 
presiden. Debat lain adalah tatkala pemilihan kepala-kepala daerah, baik
 di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Dalam warna yang berbeda, 
debat sudah berlangsung dalam pemilihan pimpinan organisasi mahasiswa 
ekstra dan intra kampus pada tahun 1990-an. Ketika mencalonkan diri 
dalam pemilihan Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia tahun 1995, 
saya juga terlibat dalam sejumlah debat yang dihelat di setiap fakultas 
dan Balairung UI, Depok. 

Minimal, terdapat lima unsur yang terlibat dalam debat.
* Pertama, kandidat sendiri yang sedang menjalankan debat.
* Kedua, moderator debat, biasanya diambil dari jurnalis televisi atau 
radio.
* Ketiga, panelis, yakni (sejumlah) orang yang dianggap memiliki 
keahlian di bidang yang diperdebatkan.
* Keempat, massa atau supporter masing-masing kandidat yang 
menyemarakkan debat dengan yel-yel atau slogan.
* Kelima, media massa yang menayangkan debat secara live atau rekaman. 

Tidak
 semua kandidat mampu berdebat dengan baik. Mayoritas malah menilai 
debat tidak berguna dalam meningkatkan elektabilitas. Memang, lembaga 
survei sendiri tidak menempatkan debat sebagai salah satu faktor yang 
menyebabkan seseorang memilih atau tidak. Bagai pertandingan sepakbola, 
masing-masing penonton adalah fans yang ingin melihat kandidatnya 
menang, tetapi tidak berpindah pilihan ketika kandidatnya kalah dalam 
debat. 

Tetapi jangan lupa, publik memiliki ingatan dan 
rekaman. Kandidat yang siap, bisa melempatkan penggalan-penggalan 
kalimat yang langsung bisa menjadi trend setter pemberitaan. Pidato Barack 
Obama, misalnya, langsung bisa di-tweet, karena dikemas kurang dari 140 
karakter. Psikologi pemilih juga belum tentu mengarah ke pemenang debat, 
apabilabody language dan bahasa yang digunakan terlihat pongah. Kandidat yang 
lebih 
apresiatif terhadap lawan lebatnya, cenderung lebih didukung pemilih. 

Moferator
 debat juga kadang memiliki keterbatasan. Selain tidak menguasai 
masalah, preferensi juga secara tidak sengaja muncul. Dalam talkshow (unjuk 
bicara), bahkan preferensi ini semakin terlihat gamblang. Menurut kamus 
jurnalistik, biasanya disebut sebagai agenda setting. Moderator seperti ini 
cenderung membangun konstruksi media atas debat, bukan membiarkan 
sendiri dengan menyerahkan kesimpulan kepada penonton. Bahkan, tidak 
jarang moderator seakan penyidik yang jauh lebih pintar dari peserta 
debat, sehingga mendominasi pembicaraan. 

Kandidat yang 
berpengalaman, layak untuk melepaskan diri dari kharisma moderator. Apa 
yang ingin disampaikan, sampaikan. Kalau perlu, ajukan sedikit 
pertanyaan kepada moderator untuk mencari sisi lemahnya, tetapi jangan 
sampai juga menyalahkan moderator. Prinsipnya, walau terlihat arogan, 
moderator tidak pernah salah, sebagaimana wasit dalam setiap 
pertandingan sepakbola. 

Begitu juga dengan panelis yang 
mempersiapkan pertanyaan. Sering pertanyaannya terlalu bernilai 
akademis, detil, menggurui, seolah peserta debat adalah calon penerima 
beasiswa atau mahasiswa yang sedang mempertahankan tesis dan disertasi. 
Panelis juga kurang mengaitkan debat dengan suasana kampanye, yakni agar
 peserta debat dipilih oleh para penonton debat. Suasana tidak dibangun 
ke arah posisi kandidat yang seolah sedang memerintah, lalu mengambil 
keputusan berdasarkan posisinya untuk jabatan yang ingin diraih. 

Kandidat
 seyogianya tidak perlu terlalu memikirkan pertanyaan panelis, apalagi 
kalau panelisnya seolah sedang menguji mahasiswanya. Saya pernah 
membisikan kepada seorang kandidat Gubernur, apapun pertanyaan panelis 
atau moderator, sampaikan poin yang lupa disampaikan. Tapi karena 
kandidatnya belum terbiasa dengan kamera, tetap berposisi menjawab 
pertanyaan moderator atau panelis. Suasana menjadi seperti tanya jawab, 
bukan berkampanye kepada audiens yang menonton. 

Supporter debat juga menjadi bagian yang membosankan. Emosi kadang mudah 
dimainkan, sehingga memicu sikap antipati kepada kandidat lain dan tepuk tangan 
untuk kandidat sendiri. Ibarat fans, perhatian juga mereka 
tujukan kepada supporter lain. Sehingga dibutuhkan 

[R@ntau-Net] Bantuan Rp163 Miliar bagi Korban Gempa Padangpariaman Turun

2012-10-02 Terurut Topik Indra Jaya Piliang

Nasional
Bantuan Rp163 Miliar bagi Korban Gempa Padangpariaman Turun
Selasa, 2 Oktober 2012 17:30 WIB
    
    
    

Metrotvnews.com, Padangpariaman: Korban gempa 30 September 2009 di Kabupaten 
Padangpariaman, Sumatra Barat, menerima bantuan tahap 4. Total bantuan senilai 
Rp163 miliar.

Pada tahap 4 ini akan diserahkan bantuan gempa Rp163 miliar untuk 10.133 unit 
rumah rusak berat, dan 1.033 unit rumah rusak sedang, kata Kepala Badan 
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padangpariaman, Zainir di Padangpariaman, 
Selasa (2/10).

Untuk rumah rusak ringan akan dibantu melalui APBD sebesar Rp1 juta per rumah. 
Total anggaran yang telah disediakan sebesar Rp11,7 miliar.

Ia menjelaskan, setelah tahap 4 ini masih terdapat 4.356 unit rumah yang belum 
dibantu sesuai dengan data yang ada. Kebutuhan dana untuk itu sebesar Rp64 
miliar lebih.

Menurutnya, kekurangan dana bantuan setelah tahap 4 ini sudah diajukan kepada 
BNPB. Kini pihak BPBD menunggu hasilnya.

Data BPBD Padangpariaman, gempa dan longsor 30 September tersebut telah 
mengakibatkan 467 orang meninggal dunia, 543 orang luka berat, 512 orang luka 
ringan, dan 199 orang dinyatakan hilang.

Sebanyak 277.430 jiwa atau sekitar 60 persen penduduk Padangpariaman, tidak 
lagi punya tempat tinggal. Rumah mereka rusak berat akibat gempa.

Gempa juga telah mengakibatkan 59.693 unit rumah penduduk rusak berat, 16.525 
unit rusak sedang, dan 15.148 unit rusak ringan. Juga terjadi 
kerusakan-kerusakan pada sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana ibadah, 
kantor, sarana jalan, jembatan, pasar, dan irigasi.

Wakil Bupati Padangpariaman, Damsuar menyatakan, pascagempa tiga tahun lalu 
membuat tingkat kemiskinan meningkat. Berbagai hal sudah dilakukan, tapi 
sampai saat ini Padangpariaman masih banyak memerlukan bantuan, ungkapnya.

Selain bantuan gempa tahap 4, lanjutnya, beberapa waktu lalu Kementerian 
Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) juga memberikan bantuan ke Kabupaten 
Padangpariaman sebesar Rp2,394 miliar.

Bantuan tersebut di antaranya untuk pertanian meliputi pemberian handtractor, 
kader desa, bantuan sosial penguatan kelembagaan lokal, dan koordinasi serta 
fasilitasi investasi ekonomi.(Ant/BEY)

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





[R@ntau-Net] Fauzi Bowo dan Kota

2012-09-28 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/09/28/fauzi-bowo-dan-kota/
Fauzi Bowo dan Kota
Jumat, 28 September 2012Fauzi Bowo dan Kota

oleh

Indra J Piliang
Ketua Dewan Pendiri Yayasan Harkat Bangsa Indonesia

Ada
 kejutan dalam pemilihan langsung gubernur dan wakil gubernur DKI 
Jakarta tahun ini. Fauzi Bowo sebagai incumbent dikalahkan oleh Jokowi, 
Walikota Solo. Kekalahan terbesar sepanjang sejarah pilkada di 
Indonesia, apalagi untuk posisi Gubernur DKI yang prestisius. Walau DKI 
memang dipenuhi dengan kejutan demi kejutan politik, tetap saja 
kekalahan layak diberi catatan. 

Foke mengandalkan koalisi 
partai-partai politik dalam pilkada 2007. Waktu itu, Foke menghadapi 
Adang Dorodjatun. Faktor Calon Waki Gubernur Prijanto dianggap menjadi 
kunci, mengingat Prijanto berasal dari Angkatan Darat. Berbeda dengan 
Adang yang merupakan mantan Wakapolri. Namun, setelah terpilih, Foke 
terlihat biasa-biasa saja, malahan mendekati pilkada 2012 berseteru 
dengan Prijanto. 

Menurut hasil survei setahun sebelum pilkada 
DKI, posisi Foke tidak aman. Sosok yang mendekati Foke adalah Rano Karno
 dan Tantowi Yahya. Ada juga nama Djan Faridz, namun tidak terlalu 
populer. Ketika Rano Karno memutuskan maju sebagai Calon Wakil Gubernur 
Banten, lalu Djan Faridz menjadi menteri, Foke tinggal berhadapan dengan
 Tantowi. Sayangnya, Tantowi tidak mendapatkan dukungan dari 
partai-partai politik, sehingga tidak jadi mendaftar. Apalagi, Tantowi 
terjegal putusan Rapimnas II Partai Golkar yang memberi sanksi pelepasan
 jabatan struktural dan fungsional di Partai Golkar, apabila maju bukan 
lewat jalur Partai Golkar. 

Setelah Rano Karno dan Tantowi Yahya 
keluar dari list bakal calon, Foke tampak sendirian di atas. Namun, 
elektabilitas Foke tidak pernah mencapai angka 50% menurut survei. Dalam
 teori pemasaran politik, apabila posisi seorang incumbent berada di 
bawah angka 50%, berarti bisa dikalahkan. Dari sinilah tampil Cyrus 
Network di bawah pimpinan Hasan Nasbi yang melakukan kerja serius, 
dengan cara mencari sejumlah nama yang bisa dimajukan untuk mengalahkan 
Foke. Fadel Muhammad, Jokowi dan Azis Syamsuddin sempat muncul sebagai 
sosok alternatif. Proses politik kemudian membawa nama Jokowi sebagai 
penantang Foke. 

*** 

Dari sisi strategi kewilayahan, Foke
 sebetulnya mampu mengamankan posisinya. Hampir semua kandidat lain yang
 mencoba membangun reputasi di DKI Jakarta rontok. Cengkeraman Foke juga
 kuat ke infrastruktur pemerintahan. Masalahnya, Foke terlalu banyak 
bermain di level elite. Kerja politik yang sebenarnya di tengah 
masyarakat DKI yang menjadi pemilik suara, terlambat dilakukan. Foke 
berada di awang-awang, dalam baliho-baliho besar. Bahkan, penulis sempat
 memotret baliho raksasa Foke yang menutupi gedung Pemda DKI. 

Foke,
 seperti diakuinya, juga tidak memaksimalkan kerja kehumasan. Ketika 
banyak coretan nyinyir di tiang-tiang monorel di Jalan Rasuna Said, Foke
 tidak memberikan jawaban. Persepsi segera terbentuk, Foke menelantarkan
 sebuah proyek yang bisa mengurangi kemacetan. Walau dalam masa kampanye
 masalah ini dijelaskan sebagai milik swasta, tetapi persepsi tetap saja
 sudah terbentuk, seperti masalah Lapindo yang selalu saja dikaitkan 
dengan Aburizal Bakrie sebagai kepala keluarga besar Bakrie. 

Sebutan
 terhadap macet juga diganti menjadi foke oleh kelas menengah 
Jakarta. Lagi-lagi, Foke terlambat melakukan antisipasi langsung. 
Catatan prestasi Foke gagal dimunculkan, sehingga yang tersisa hanya 
sentimen negatif yang terus-menerus dan beranak pinak. Akibatnya, Foke 
tidak lagi menjadi magnet bagi partai-partai politik dan terpaksa 
bertarung di rumahnya sendiri, Partai Demokrat, berebut tiket dengan 
Nachrowi Ramli. Walau kemudian jadi pilihan, konspirasi elite lebih 
terbangun, ketimbang kerja riil dan dukungan di masyarakat. 

Pembangunan
 pusat-pusat perbelanjaan dalam skala raksasa, malah jadi biang masalah 
di masyarakat bawah, terutama bagi pedagang kaki lima. Crisis Center 
sama sekali tidak bekerja, ketika muncul para pedagang yang kehilangan 
lapaknya di Tanah Abang dan pasar-pasar lain yang digusur. Rusa yang 
kelaparan di Monas, jadi ajang pawai keprihatinan kelas menengah kota 
terutama kelompok perempuan. Kekerasan ormas dan premanisme, menjadi 
ajang pertengkaran di social media. Pajak warteg menjadi ajang 
keprihatinan kelas menengah atas yang bahkan jarang makan di warteg. 
Belum lagi kasus makam Mbah Priok. 

*** 

Bukan berarti 
Foke tanpa prestasi. Masalahnya, masyarakat DKI tidak tahu apa prestasi 
Foke itu. Jusuf Kalla jauh lebih berhasil menjelaskan prestasi selama 
menjadi Wakil Presiden 2004-2009, ketika maju dalam Pilpres 2009. 
Perjudian yang menghilang di Jakarta, misalnya, adalah salah satu kerja 
Foke, sekalipun juga ada kontribusi pihak lain. Semakin kecilnya jumlah 
kampung-kampung padat dan kumuh, juga menjadi bagian dari prestasi Foke.
 Foke juga mampu mengurangi tingkat urbanisasi ke DKI Jakarta, walau ini
 juga bisa dicatat sebagai bentuk dari 

[R@ntau-Net] Kebangkitan Politikus Humanis

2012-09-23 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/09/24/kebangkitan-politikus-humanis/

Kebangkitan Politikus Humanis 
 
KORAN JAKARTA/GANDJAR DEWA
Kemenangan Jokowi-Basuki atas Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli 
dalam pemilihan langsung kepala daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota 
Jakarta membuat banyak kejutan. Kejutan itu bukan saja dari ketangguhan 
Jokowi-Basuki dalam putaran pertama, melainkan juga mempertahankannya 
dalam putaran kedua. Publik nasional dihentak dengan kemunculan Jokowi 
dan Basuki yang seakan sulit dibendung. 

Pihak pertama yang 
menjadi kambing hitam kekalahan Foke-Nara adalah partai politik. 
Padahal, jauh-jauh hari, lembaga survei sudah menunjukkan keterkaitan 
pemilih dengan partai politik (party id) hanya sekitar 20 persen secara 
nasional. Dengan party id yang kecil itu, ada 80 persen pemilih yang 
merasa independen dari partai politik (parpol) mana pun. Parpol hanyalah
 pihak yang mengusung pasangan calon, tetapi bukan identitas yang bisa 
menggerakkan pemilih. 

Ketika Foke-Nara mengambil dukungan dari 
seluruh partai besar di luar parpol pengusung Jokowi-Basuki, satu 
kesalahan besar sudah dilakukan. Apalagi citra parpol sedang menurun. 
Kehadiran banyak pernyataan dari politisi lintas partai untuk Foke-Nara,
 membawa jarak tersendiri dengan pemilih, terutama pemilih rasional yang
 banyak di Jakarta. Hal inilah yang kemudian memicu kampanye gajah 
versus semut, sebagaimana PDI Perjuangan menggunakan istilah wong 
cilik' jelang pemilu 1999. 

Sebagai kota Metropolitan atau pasca 
moderen, pemilih di Jakarta jauh lebih sulit untuk diyakinkan, ketimbang
 pemilih di provinsi lain. Jakarta selalu memilih pemenang berbeda dalam
 setiap kali pemilu, sejak tahun 1955. Sebagai contoh, pemenang pemilu 
1997 (Golkar), 1999 (PDI Perjuangan), 2004 (PKS), dan 2009 (Partai 
Demokrat). Sutiyoso saja hampir gagal menjadi Gubernur DKI untuk periode
 kedua (2002-2007), akibat penolakan yang masif dari massa PDI 
Perjuangan. Hanya pemaksaan dari Presiden Megawati Soekarnoputri yang 
membuat pelantikan Sutiyoso menjadi terlaksana. Akibat lanjutnya? Warga 
DKI menghukum PDI Perjuangan dalam pemilu 2004. 

*** 

Perbedaan
 pilihan politik dari waktu ke waktu itu menunjukkan bahwa pemilih 
Jakarta mengalami kebosanan yang cepat terhadap pemimpin formalnya. 
Popularitas seseorang atau parpol bisa dengan cepat naik, namun 
sebaliknya juga dengan mudah turun. Tuntutan perbaikan fasilitas umum 
dan fasilitas sosial terjadi sepanjang hari. Ketika sedikit saja 
terlihat kepentingan elite bermain, pemilih Jakarta langsung mengambil 
jarak. 

Kehadiran Jokowi, terutama, lalu Basuki, berikutnya, 
menjadi faktor penarik bagi warga DKI yang bosanan, kritis, dan apolitis
 ini. Magnetnya adalah sosok Jokowi yang terlihat biasa-biasa saja, 
dengan perawakan yang kurus, serta beberapa kali terlihat kesulitan 
untuk menjawab pertanyaan debat dengan cara yang cerdas. Jokowi lebih 
menonjol sisi kemanusiaannya, ketimbang keunggulan kandidat lain yang 
coba ditampilkan yang sudah banyak dilihat oleh masyarakat Jakarta. 

Fauzi
 Bowo justru sebaliknya, begitu juga Nachrowi Ramli. Sikap seolah-olah 
adalah penantang, bukan petahana, memberikan kesempatan kepada pemilih 
kritis untuk mengevaluasi kinerja Foke selama menjadi Gubernur DKI. 
Ketika Foke mencoba melakukan kampanye darat dengan cara banyak masuk ke
 pasar, satu hal segera tampak bahwa Foke bukanlah Jokowi dan Jokowi 
bukanlah Foke. Diferensiasi yang semakin tebal itu memicu simpati kepada
 Jokowi, sebaliknya antipati kepada Foke. Di media sosial, sentimen 
negatif terhadap Foke-Nara selalu lebih dominan, daripada sentimen 
positif. 

Sisi humanisme Jokowi juga berhasil dipelihara para tim
 suksesnya. Jokowi dilepaskan tampil apa adanya, tanpa polesan. Kadang 
Jokowi menggaruk kepala ketika tidak tahu angka yang tepat dari sebuah 
pertanyaan. Sikap yang khas masyarakat biasa. Jokowi juga tidak 
tiba-tiba menjadi serba tahu segalanya, tetapi bersemangat untuk mencari
 tahu dan melakukan pembenahan. Ide-ide yang kena juga dimasukkan, 
misalnya dengan cara lebih dulu membangun perkampungan, ketimbang daerah
 lain di DKI. 

*** 

Tetapi
 Foke bukan tanpa perlawanan. Bagi seorang petahana yang sudah berada di
 bawah angka 50 persen dalam survei, memang sulit untuk mempertahankan 
posisinya. Ini argumen mati bagi seorang konsultan politik mana pun. 
Tidak ada satu pun lembaga survei yang mengatakan Foke akan memenangkan 
pilkada putaran pertama dan kedua di atas angka 50 persen. Secara 
otomatis, angka psikologis itulah yang sulit mengangkat lagi Foke untuk 
jabatan kedua kalinya. 

Penggemaan isu SARA dalam pilkada putaran
 kedua, justru pilihan yang salah, siapa pun yang mencanangkannya. 
Pemilih rasional sulit dibidik dengan isu SARA. Dengan adanya isu SARA, 
justru kampanye program menjadi tertutupi. Spanduk-spanduk Terima Kasih
 Gubernur terlambat keluar. Padahal itulah yang sesungguhnya cara untuk
 membalik politik imajinasi dan pencitraan, lalu membentenginya dengan 

Re: [R@ntau-Net] Apa maksud IndraJPiliang ikut-2an Metro TV menklaim Rohis sbg Sarang Teroris..?

2012-09-16 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Anda tdk membaca tweet saya. Justru sy membantah apa yg diriset oleh Prof Dr 
Bambang Pranowo itu. 

Parahnya, hanya anda yang sepertinya tdk bisa membaca dgn baik tweet sy. Helvy 
Tiana Rosa dan banyak ikhwan-akhwat justr memfavoritkan twit2 sy itu. 

Kalau mau membahas twit, bahas di twitter. Kecuali anda memang punya tujuan 
lain. 

Substansi twit saya anda nggak kirim. Ngoceh aja seenak paruik. 

Sent from my iPad

On 16 Sep 2012, at 10:53, Paljariati Yusral ipal2...@yahoo.com wrote:

 Sebagai urang Minang Islam, ambo bisa paham metro TV (4 Pengendalinya non 
 muslim) indak suko jo gerakan Islam yang salah satunya dilakukan oleh Rohis 
 (Kerohanian Islam) eskul di sekolah yg programnya setahu saya banyak yg 
 positif untuk mengajak remaja Islam atau pelajar untuk kembali pd Islam dan 
 nilai universalnya.
 
 Sampai kemaren, metro TV via pengamat politiknya mengatakan Rohis sebagai 
 sarang teroris..teroris muda..ini sdh kebablasan bana..SARA (sayangnya para 
 pejuang sara sadang tangga sarawanya,..masa bodoh)..dan menurut salah seorang 
 mantan wartawan metro..iko indak sakali duo..liek di https://twitter.com/eae18
 
 Ambo sabana takajuik sanak awak nan urang minang Islam..sato pulo maiyokan 
 statemen pakar metro TV (silahkan simak tweet IJP)..
 
 cubo lah caliak kurenak anak kamanakan awak disakolah kini..sarupo apo 
 pangaruah nan manjauhkan generasi muda ko dari nilai ABS SBK..?
 
 Karajo kito sabagai mamak, alim ulamo, cadiak pandai, dan pemimpin sabana 
 tabantu jo rohis ko..kini wak patakuik wak teror dgn maiyokan sanad nan 
 barasa Metro TV bhw rohis sbg sarang teroris..nan aratinyo wak sato maneror 
 anak kamanakan kito agar jaan dakek jo musajik dan mushalla di sakolah..
 
 Ondeeeh..ikokah perubahan nan ka dikajaan dek urang-2 nan dibalakang media 
 ko..?
 
 Kasihan bana Bangsa Besar bernama Indonesia..yang energinya habis untuk 
 mengurusi hal-2 yg tak substansial..
 
 Dima-ma urang kini sdg memburukkan ISLAM..dima-ma urang nan mangaku pejuang 
 HAM dan SARA lalok jika isu negatif tu menimpa ISLAM.
 
 Lalu..bilokah kironyo ABS SBK ko batua-2 duduak di Minang tacinto..kito..?
 Paljariati Yusral Rajo Gamuak
 Suku : Tanjuang, Nagari asal : Lubuak Aua Bayang Pessel
 Lahir : 1 Januari 1974,
 Kuranji - Padang
 
 -- 
 -- 
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
 - DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
 - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
 http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
 - Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 - Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
 subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 
 
 

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





[R@ntau-Net] Coba Bung Rajo Gamuak, Bagian Mana Yang Anda Keberatan?

2012-09-16 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
*  
Versi @Metro_TV: Sasarannya siswa-siswi SMP akhir - SMA dari sekolah2 umum 
#TerorisMuda
IndraJPiliang 10 hours ago 
*  
Versi @Metro_TV: Masuk melalui program2 ekstrakurikuler di mesjid2 sekolah 
#TerorisMuda
IndraJPiliang 10 hours ago 
*  
Versi @Metro_TV: Siswa-siswi yg terlihat tertarik diajak diskusi di luar 
sekolah #TerorisMuda
IndraJPiliang 10 hours ago 
*  
Versi @Metro_TV: Dijejali berbagai kondisi sosial yg buruk, penguasa korup, 
keadilan tdk seimbang #TerorisMuda
IndraJPiliang 10 hours ago 
*  
Versi @Metro_TV: Dijejali dg doktrin bhw penguasa adalah toghut\kafir\musuh 
#TerorisMuda
IndraJPiliang 10 hours ago 
*  
Pihak @Metro_TV mengatakan bhw infografis yg baru sy twit adalah berdasarkan 
riset Prof Dr Bambang Pranowo, Guru Besar UNJ. #TerorisMuda
IndraJPiliang 10 hours ago 
*  
1. Riset Prof Dr Bambang Pranowo itu terlihat mentah, umum dan bias. Publikasi 
hasil riset itu sdh pasti membawa kontroversi. #TerorisMuda
IndraJPiliang 10 hours ago 
*  
2. Dari sjmlh penganten yg dituduh teroris, latar sekolah umumnya jarang 
disebut. Justru yg disebut pesantrennya. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
3. Sebegitu mudahkah org asing masuk ke mesjid2 sekolah utk diskusi agama dg 
siswa-siswi? #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
4. Kegiatan ekskul biasanya dibimbing oleh guru2 tertentu, di bwh koordinasi 
lembaga spt OSIS dan Rohis. Ada alumni jg. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
5. Setahu sy, kurikulum Rohis di tingkat SMP-SMA blm sampai masuk ke ranah 
negara, penguasa, dll. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
6. Dilihat dari sasaran pelaku terorisme, lbh dominan yg diteror bukan negara 
atau penguasa. Bom Bali, mslnya. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
7. Blm pernah ada pembajakan pesawat di Indonesia, kecuali dulu di era LB 
Moerdani. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
8. Rohis utk tingkat SMP-SMA di sekolah2 umum lbh byk berupa pengenalan awal 
thd Islam. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
9. Kalaupun ada pemutaran film Palestina, Bosnia dll, utk solidaritas global, 
tdk sampai bicara pd tingkat penguasa thogut. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
10. Riset Bambang Pranowo yg menyebut pola rekrutmen menunjukkan bhw sekolah2 
umumlah yg jd sasaran. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
11. Sblm Bambang Pranowo, pesantren2 yg dijadikan sasaran riset, terutama yg 
dikelola oleh ustad2 garis keras. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
12. Upaya Bambang Pranowo menyebut sekolah2 umum menunjukkan bhw sasaran 
rekrutmen sdh demikian luasnya. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
13. Dg kata lain, jumlah teroris muda jg sdh sedemikian byknya, begitu jg 
tenaga perekrutnya. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
14. Bambang Pranowo menempatkan negara atau penguasa sbg klpk sasaran, bukan 
agama lain. Ini kuncinya. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
15. Riset Bambang Pranowo yg terburu-buru dipublikasikan itu masuk kpd level 
propaganda. Persepsi-Kontra Persepsi terbentuk. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
16. Sekolah2 umum selama ini dianggap sbg sekolah sekuler. Organisasi spt Rohis 
hanya satu dari beragam organisasi siswa. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
17. Dept Agama mewadahi sekolah2 keagamaan, spt Tsanawiyah dll. Smtr Depdiknas 
mewadahi sekolah2 umum. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
18. Pertanyaan kunci, bgmn reaksi dan kerja Depdiknas dan Dept Agama menyangkut 
riset Bambang Pranowo itu? #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
*  
19. Kondisi per hari ini, anak2 sekolah semakin sulit melakukan kegiatan 
ekskul. Beban pelajaran menumpuk. #TerorisMuda
IndraJPiliang 9 hours ago 
* Content from Twitter 
20. Persepsi yg dibangun Bambang Pranowo hampir sama dg persepsi Belanda ketika 
membuat Ordonansi Sekolah Liar. Sekian. #TerorisMuda

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 

Re: [R@ntau-Net] Kontroversi Lambang Palang Merah

2012-09-12 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Iyo rancak bana carito ko, Da. Kalau di Aceh, Garuda itu musuah masyarakat 
banyak. Dianggap merusak tanaman penduduk, memakan segala jenis hewan. Satu2nya 
cara, membunuhnya. Maka dipesanlah Rencong (huruf Arab sebetulnya, Bismillah) 
oleh Sultan Iskandar Muda. Mati itu Garudo :D


 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Akmal N. Basral an...@yahoo.com
To: rantaunet@googlegroups.com rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Tuesday, September 11, 2012 10:29 PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Kontroversi Lambang Palang Merah
 



Setuju IJP,

1/
daripada sibuk melakukan tafsir agamis atas lambang palang merah, sebaiknya 
anggota DPR lebih melihat esensinya terkait dengan diri mereka sendiri: sudah 
pada jadi donor darah, belum?
Kalau Allah sudah memberikan kepada kita tubuh yang sehat, tubuh itu jangan 
digunakan sendiri. Jangan dinikmati sendiri. Kontribusikan kesehatan itu lewat 
sel-sel darah yang secara teratur didonorkan kepada yang membutuhkan 3-4 kali 
dalam setahun lewat PMI.

Coba adakan sampling terhadap anggota DPR apakah mereka donor darah reguler 
atau bukan? Saya kok tidak yakin 20 % dari mereka (1 dari 5 orang) merupakan 
donor tetap. (Biasanya acara donor darah bagi anggota DPR berkaitan dengan 
peresmian kantor cabang parpol tertentu, dan acara-acara politis seperti itu).

Mungkin tak banyak yang tahu bahwa donor darah terbesar itu justru berasal dari 
kelompok-kelompok minoritas seperti anggota Ahmadiyah, atau Niciren Syosu 
Indonesia (Buddha Darma Indonesia). Ini kondisi awal 2000-an yang bisa dicek 
lagi validitasnya. Tapi saya kira kondisinya belum berubah jauh. Sebab setiap 
saat masih saja Pak JK sebagai Ketua Umum PMI sekarang berteriak-teriak 
kurangnya kantong darah.

Sependek pengetahuan saya, Burung Garuda sebagai lambang negara RI tak terkait 
sama sekali dengan Hindu melainkan dengan legenda rakyat Kaimana (Papua Barat) 
di Pulau Lobo di mana terdapat Gunung Emansiri.

Juli lalu menjelang puasa, saya sempat datang ke pulau ini (seperti lost 
islands dalam film sci-fi Jurassic Park) dan mewawancarai tokoh-tokoh sepuh 
setempat. Mereka meyakini legenda adanya burung Garuda raksasa yang bermukim di 
antara punggung Gunung Emansiri, yang menimbulkan keresahan penduduk karena 
sering mengambil ternak penduduk untuk diberikan kepada seekor ular raksasa di 
ceruk gunung.

2/
Masih menurut mereka, saat itu Bung Karno yang sedang ditahan di Boven Digul, 
pada satu malam berkunjung ke Kaimana.

Bagaimana caranya? tanya saya mengingat jauhnya jarak Boven Digul (lebih 
dekat dengan Merauke di Selatan) dibandingkan ke Kaimana.

O, Bung Karno itu tidak sama dengan kita bapak, jawab tokoh masyarakat 
bernama Idrus Al Hamid (hampir 100 % warga Kaimana beragama Islam/Papua muslim, 
sedangkan penduduk Lobo yang berjarak sekitar 30 menit speed boat dari pantai 
Kaimana, seluruhnya Kristen). Badan kita kalau sudah dipenjara tak bisa ke 
mana-mana, tapi Bung Karno bisa.

Legenda yang agak mistis ini (adakah legenda yang tak tersisip mistisisme?) 
sangat diyakini Al Hamid yang juga pensiunan TNI AD. Semua kisah lain tentang 
Burung Garuda itu bahwa menurut masyarakat X (dia menyebut nama suku) ada di 
mereka, atau suku lain bilang itu terjadi di mereka, bohong semua, Bung Karno 
mendapatkan ide Burung Garuda itu di sini, dari Kaimana, katanya. 

Salam,

Akmal Nasery Basral

PS: Jika sanak palanta tertarik melihat Gunung Emansiri dengan puncaknya yang 
konon tempat bermukim Garuda raksasa, bisa saya kirimkan foto saya di sana 
dalam email berbeda.

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





[R@ntau-Net] Kontroversi Lambang Palang Merah

2012-09-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/09/11/kontroversi-lambang-palang-merah/ 


Kontroversi Lambang Palang Merah
Selasa, 11 September 2012Kontroversi Lambang Palang Merah
Oleh
Indra J Piliang
Magister Ilmu Komunikasi UI

Ada
 ribut-ribut tentang studi banding anggota DPR RI ke Denmark, menyangkut
 lambang Palang Merah Indonesia. Lambang Palang Merah dianggap sebagai 
Tanda Salib. Padahal, lambang itu hanya sekedar plester untuk mengobati 
luka dalam peperangan dan bencana. Seakan, Palang Merah muncul sebagai 
kekuatan tentara Salib pada abad ke 11, ke 12 dan ke 13, ketika berusaha
 merebut kota Palestina. Sementara, kelahiran Palang Merah Internasional
 sendiri terjadi pada tahun 1863 atau pertengahan abad ke 19. Organisasi
 Palang Merah Internasional juga bagian dari perkumpulan Bulan Sabit 
Merah Internasional. 

Upaya mengganti lambang Palang Merah 
menjadi lambang yang lain, antara lain dengan usulan Bulan Sabit Merah, 
jelas memicu banyak hal. Bagaimanapun, organisasi Palang Merah Indonesia
 dan Bulan Sabit Merah Indonesia sudah ada, sama-sama eksis, serta 
berbeda pengelolaan. Ketika sebagian anggota DPR mempermasalahkan 
penggunaan lambang Palang Merah, lalu berkeinginan menggantinya dengan 
Bulan Sabit Merah, sebetulnya cukup dengan memberikan perhatian kepada 
Bulan Sabit Merah Indonesia. Tidak perlu malah mengganti lambang Palang 
Merah menjadi Bulan Sabit Merah, karena akan berdampak kepada perbedaan 
kedua organisasi. 

Terlepas dari keberadaan organisasi itu, 
sebetulnya diskusi soal lambang di Indonesia sudah dilakukan setelah 
Indonesia merdeka. Khusus untuk mendapatkan lambang yang tepat, dibentuk
 kepanitiaan khusus menyangkut bendera dan lambang negara Indonesia yang
 antara lain dipimpin Ki Hadjar Dewantara dan Muhammad Yamin. Pada 
gilirannya, Indonesia menggunakan bendera Sang Saka Merah Putih dan 
lambang Burung Garuda. Penggalian terhadap kedua simbol penting negara 
Republik Indonesia ini dilakukan ke dalam sejarah Indonesia sendiri, 
termasuk lewat ilmu arkeologi, ilmu linguistik, ilmu sejarah dan 
ilmu-ilmu lainnya. 

Namun, lambang atau bendera hanyalah sebuah 
kesepakatan nasional. Merah Putih, misalnya, digali dari sejarah 
pemberontakan Jayakatwang Kediri terhadap Singosari. Singosari sebagai 
negara yang sah dikalahkan. Merah Putih, dalam konteks nasionalisme, 
bisa diartikan juga sebagai separatisme di abad ke 13. Atau, kalau mau 
lebih moderat, dapat didefinisikan sebagai nasionalisme baru yang 
berlandaskan keberanian dan kesucian. Begitu juga dengan lambang Burung 
Garuda yang merupakan karya Sultan Hamid II, tokoh yang sampai kini 
masih dianggap sebagai Kaum Federalis dan sosok separatis. 

*** 

Setelah
 Nota Kesepahaman Helsinki ditandatangani pada 15 Agustus 2005, 
partai-partai lokal hadir di Aceh. Salah satu yang menjadi pokok 
persoalan adalah apakah dibolehkan berdiri Partai GAM? Ternyata Partai 
GAM tidak lahir, malah yang muncul Partai Aceh. Masalah baru muncul, 
apakah Partai Aceh boleh menggunakan lambang GAM? Apabila diperbolehkan,
 Partai Aceh akan menggunakan bendera Bulan Sabit Merah sebagai lambang.
 Sekalipun GAM melakukan sejumlah perubahan, Bulan Sabit Merah adalah 
bendera yang pada akhirnya dipakai, selain lambang Bouraq-Singa. 
Keputusan akhir, Partai Aceh tidak boleh menggunakan bendera Bulan Sabit
 Merah, apatah lagi Bouraq-Singa. 

Kini, lambang Burung Garuda 
sudah menyemat di dada setiap mantan pemimpin GAM yang bergabung dalam 
pemerintahan Republik Indonesia di Aceh. Ndilalah, setelah kontroversi 
itu, justru giliran DPR mempermasalahkan lambang Palang Merah Indonesia 
dan berniat menggantinya dengan – salah satunya – Bulan Sabit Merah. 
Apakah ini bukan separatisme ala Jakarta namanya? Separatisme yang 
berjangkit dari semangat nasionalisme, sekaligus juga upaya simbolisasi 
untuk – antara lain – mengedepankan “lambang-lambang Islami”. Padahal, 
Bulan Sabit Merah tidak muncul sebagai satu kesepakatan yang berdasarkan
 kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. 

Sayup, namun terus bergema, 
kenyataannya apa yang ditulis Soekarno pada tahun 1926 tentang 
“Islamisme, Marxisme dan Nasionalisme” ternyata makin menyeruak. Isu 
SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) ternyata malah muncul di DKI 
Jakarta, pusat segala modernitas dan pasca modernisme. Menyelinapnya 
isu-isu awal abad ke 20 di abad ke 21 ini menunjukkan betapa pemahaman 
para elite Indonesia sungguhlah miskin pengetahuan sejarah. Pertentangan
 antara Islamisme versus Nasionalisme versus Marxisme secara telanjang 
dipertontonkan, termasuk dengan upaya untuk menghilangkan tragedi 
berdarah pembantaian PKI pada tahun 1965-1966. 

Padahal, Palang 
Merah lahir dari semangat humanisme. Dalam hal ini, sesuai dengan sila 
kedua Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Keadilan dan 
peradaban dibangun berdasarkan penghormatan atas hak asasi manusia, dari
 manapun asalnya, apapun warna kulitnya serta agama apapun. Ketika 
Palang Merah mengalami deviasi makna menjadi bersifat ideologis, 

Re: [R@ntau-Net] Beban Barek Baralek

2012-09-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Mungkin karano ambo acok pulang kampuang, kadang tiok minggu, jadi agak 
badarak-darak di talingo soal alek ka alek nangko. Pitih ado 2,5 juta, sewa 
orgen tunggal, buek posko pemuda nan ndak salasai-salasai, diparalek-an pulo. 
Lah baitu tingkah kurenah kini nangko. Soal orgen tunggal ko sajo alah banyak 
diskusi jo kicau, tapi buruang sajo nan mandanga. 


Ambo pulang kampuang ndak mancari jabatan doh. Kalau jabatan, lai banyak nan 
maagiah. Jo kepeang bagai. Untuang lai pandai manahan-nahan diri. Bak kecek 
urang tuo-tuo, batangga naiak, bajanjang turun. Kok nandak capek, lain nan 
minta langsuang naiak lift. Takuik jatuah ambo, karano panggamang bana. 

Alun ado pangana ka maju lai. Banyak nan tuo-tuo nan ka maju. Ndak taituang. Ka 
maju ka DPR sajo, antri. Alah bergerak pulo jo oto gadang-gadang, baliho, 
kalender. Di Golkar sajo nan ka maju di Sumbar Duo ado Azwir Dainy Tara 
(periode katigo), Nudirman Munir (periode kaduo), Djasri Marin (maulang kaduo), 
John Kennedy Azis (maulang kaduo), alun Muslim Kasim (ka mancubo), Aristo 
Munandar (ka mancubo). 


Susah ka manyabuik. Kalau ambo nan alah tuo ko -- 40 tahun kini -- maraso alah 
tabik ka Barat matoari tu. Tapi nan labiah tuo, sumangaiknyo iyo sabana coga. 
Mamak Ambo Refrizal sajo ka maju pulo baliak dari PKS (periode katigo). 


Mungkin tugeh nan mudo-mudo memang pai ka rantau. Ka rantau bujang dahulu, di 
ranah indak pernah paguno. Alah baubah pulo petitih lamo tu kini, Mak. Hehehe

 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: Muchwardi Muchtar muchwardi.much...@gmail.com
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Tuesday, September 11, 2012 3:11 PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Beban Barek Baralek
 

Dinda IJP n.a.h. 
Permisi ambo agak sasilak manncibo mangomentari subjek nan IJP palewakan untuak 
umum ko. Supayo 'tok cer', ambo mambalehnyo sacaro pointer sajo. Tapi maaf 
sabalunnyo, kalau nan namonyo komentar Pak m.m. ko  sarupo nan 
biaso-biaso-- agak manyemba suok kida. He he he..
OK, ambo mulai.

1)Baralek bagi urang awak (labiah khusus lai, untuak urang Piaman) adolah siap 
untuak tabangkuang. Indak adoh tu doh urang awak nan baralek di ranah 
Minangkabau nan ka mambayangkan pulang pokok atau dapek kauntuangan win win 
solution. Kecuali mungkin nan baralek nantun ur-wak nan gadang dirantau nan 
alah tamakan pulo dek pola hiduik Yahudi*), kasado alehe dietong jo untuang 
rugi kalau wanyo baralek.  Jadi kalau di ujuang carito Dinda IJP alah manutuik 
jo kalimaik Karena usai baralek, tidak semua mendapatkan laba, banyak juga 
yang rugi dan punya hutang , mako sabananyo indak paralu lai umpan 
lambuang IJP ko di milis r@ntau-net ko awak bahas.

2)Ambo sangajo manambah komentar ko jo poin nomor 2, adolah karano Dinda IJP 
babarapo tahun balakangan ko ---Kakanda liek--- alah tunggang tunggik talibaik 
dalam dunia partai politik di bumi hamparan zamrud di kahtulistiwa. Sabagai 
hak sipil dari (salah) seorang putra terbaik  Minangkabau, tantu aktivis IJP 
nantun buliah-buliah sajo, Taruihanlah bamain rancak di dunia nan (kabanyo) 
sangaik manantang tapi sangaik sarek pulo jo sagalo macam trick tipu tepok 
(kalau nak nio ganduah awak dibali rayaik badarai). Relevansi antaro aktifitas 
IJP jo topik baralek di ateh, tantu sangailk klop.

Jadi, supayo dalam mahadiri alek demi alek nan dipalewakan urang di ranah 
Minang iyo sabana paralu stamina basarato gizi dari seurang nan banamo IJP 
alumnus FIS-IP UI. Karano inyiak ambo di Tilkam, panah pulo mambari pasan bake 
cucunyo Si mm ko, nan paralu dipacik tegeh  kareh dek awak nan suko manghadiri 
alek adolah : Ijan capek tasingguang, dan jan panah talinteh di pikiran JAGA 
DEN INDAK KA LAKU. Sapanjang urang nan basuo di awak dalam alek tu lai galak 
tasengeang (awak indak butuah galak manih bagai doh...) barati NAN AWAK 
PALEWAKAN LAI TABAUN DI URANG LAIN HAWO-HAWONYO.

3)Karano mustahil buek saurang kader sarupo IJP nan alah marintis karier di 
limo tahun nan lalu, hanyo untuak iseng-iseng manunggu mato hari tasuruak di 
tapi lauik Sanua Pariaman, mako ambo hanyo dapek manutuik jo kalimaik basayok 
nan ambo cilok dari kredo Aru Palaka (Ingek yo, ambo indak manyabuik kampuang 
Rang Sumando awak MJK. He he ee...) : Sekali layar terkembang, pantang surut 
ke pantai

Kalau indak ka dapek nantik manggantikan Mak Datuak Iwan PKS Prayitno, 
paliang tidak manggantikan Ali Mukhni, atau Muchlis R nan bakantua di 
Kampuangnieh tu, HARUS MANJADI TARGET ADIAKMBO INDRA JAYA PILIANG...!  
Kalau indak ado raso-saronyo doh, labiah baiak Dinda IJP baliak ka dunia 
kolumnis sajo. Aman, legowo dan (dihormati) urang sagalo lapisan, (sarupo Pak 
mm. He he he). Cukuiklah senior Dinda IJP nan banamo Faisal Basri sajo 
nan tabangkuang dipangua aturan demokrasi yahudi kutiko wanyo mancibo 
manyemba kurisi DKI-1 (21 Juli 2012) nan haragonya kini alah mancapai Rp 10T. 
Yo a ongkoih sabanyak ko

[R@ntau-Net] Beban Barek Baralek

2012-09-10 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/09/10/beban-barek-baralek/

Senin, 10 September 2012Beban Barek Baralek
oleh
Indra J Piliang
Ketua Umum Alumni SMA 2 Pariaman 2012-2015

Dalam
 kesempatan pulang kampung bersama keluarga, saya menghadiri sejumlah 
acara baralek. Macam-macam jenisnya, mulai dari baralek nagari, baralek 
perkawinan, sampai baralek biasa untuk pernikahan. Biasanya, dalam masa 
lebaran, acara baralek ini begitu banyak. Adik saya bahkan dapat 
undangan antara empat sampai tujuh acara baralek per hari.

Baralek
 adalah kegiatan kenduri yang dilangsungkan secara terbuka. Kenduri ini 
tidak terbatas kepada pernikahan dan perkawinan, tetapi juga meliputi 
pendirian rumah, rumah ibadah, pasar atau posko pemuda. Ada yang 
dilakukan dalam sehari semalam, namun ada juga yang sampai seminggu.

Tujuan
 baralek ini selain silaturahmi, juga untuk menanggung beban 
bersama-sama. Biasanya, warga yang datang memberikan sumbangan alias 
badoncek dalam kamus Padang Pariaman. Untuk baralek perempuan, jumlah 
sumbangan dipanggilkan pakai pengeras suara. Sementara untuk baralek 
laki-laki, sama sekali tidak pakai pengeras suara, hanya diberikan ke 
penganten laki-laki. Untuk baralek surau, mesjid, sampai rumah, jumlah 
sumbangan juga disebutkan. Kecuali untuk kegiatan yang benar-benar sudah
 ditanggung oleh pihak penyelenggara, seperti Baralek di Pasar Basung, 
Kec V Koto Kampung Dalam.

Saking banyaknya acara baralek ini, 
saya sering mendengar keluhan dari warga biasa sampai pejabat setingkat 
bupati atau anggota DPRD. Bagaimana tidak, dalam sehari waktu habis dari
 siang sampai malam mengunjungi acara-acara baralek ini. Bukan hanya 
waktu, melainkan juga energi dan dana. Apalagi setelah gempa 2009, 
banyak sekali pembangunan di Pariaman dan Padang Pariaman. Dalam setiap 
pembangunan itu, tidak lupa acara peresmian yang dibungkus dengan acara 
baralek.

Bayangkan, ketika acara Alek Nagari digelar selama 
seminggu, kegiatan berlangsung siang dan malam. Mulai dari perlombaan 
olahraga, pertunjukan kesenian, berburu babi, sampai pertemuan-pertemuan
 panitia dan tokoh-tokoh masyarakat. Karena kuatnya raso jo pareso, ada 
perasaan malu kalau tidak menghadiri satupun dari rangkaian acara 
baralek ini. Namun ada juga yang hadir setiap hari.

Apa yang 
kemudian terjadi? Bagi yang pergaulannya terbatas, tentu mengikuti satu 
atau dua alek dalam seminggu bukan masalah besar. Namun bagi yang 
pergaulannya luas, menghadiri lebih dari satu alek dalam sehari tentu 
menyita waktu, tenaga dan dana. Kalaupun dana tidak jadi masalah, waktu 
yang habis, mengingat lokasi alek saling berjauhan.

Dampak lain 
adalah sedikitnya kegiatan untuk pekerjaan produktif. Contoh, 
membersihkan kebun, sawah atau ladang. Saya melihat ada banyak kebun 
yang tidak diurus secara benar. Kebun-kebun itu termasuk kategori yang 
memang perlu diurus, seperti kakao atau buah naga. Dua jenis kebun ini, 
kalau tidak diurus setiap hari, akan berakibat kepada penurunan hasil, 
serangan hama sampai semak belukar.

Untuk iklim tropis seperti 
Padang Pariaman, waktu efektif untuk ke kebun hanya pagi hari menjelang 
jam sebelas siang atau setelah jam tiga sore. Soalnya, panas begitu 
terik. Nah, bayangkan kalau pada jam efektif itu digunakan untuk tidur 
akibat begadang semalaman atau justru menghadiri alek sore hari guna 
mengejar alek berikutnya di malam hari. Belum lagi waktu yang habis 
untuk bercerita (maota) yang memang paling banyak terpakai.

Bagi 
tokoh masyarakat yang memang mengandalkan acara-acara seperti ini untuk 
sosialisasi dan silaturahmi, tentu baik-baik saja. Tetapi bagi yang 
memiliki tanggungan berupa beban pekerjaan di kebun, sawah dan ladang, 
atau pekerjaan lain sebagai tukang, tentulah menjadi masalah. Dan tunggu
 dulu, keluhan sudah mulai banyak juga di kalangan tokoh, mengingat 
biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.

Baralek sudah masuk dalam 
kategori arisan publik. Publik saling membantu kesulitan orang lain. 
Sehingga, acara untuk pergi baralek dengan rajin, biasanya dilakukan 
oleh orang atau pihak yang sudah melakukan acara baralek juga. Atau 
orang yang mengundang untuk alek yang akan datang. Jaraknya bisa setahun
 atau dua tahun, baik di muka atau di belakang. Sebagai arisan, ada 
waktu untuk menerima, ada masa untuk memberi.

Baik, mari bikin 
kategori. Ada alek yang benar-benar memang diperlukan, seperti acara di 
surau, mesjid ataupun pribadi seperti perkawinan atau membangun rumah. 
Namun belakangan, anak-anak rantau membuat alek masing-masing dengan 
menggelar orgen tunggal. Di lapau-lapau, kini terdapat dinding khusus 
undangan alek anak-anak muda lintas korong dan nagari ini. Gengsi korong
 dan nagari menjadi pertaruhan. Rombongan demi rombongan berangkat 
bergantian.

Apakah baralek ini sudah menjadi semacam kegiatan 
hura-hura? Tergantung tujuannya. Kalau memang hanya untuk mencari dana 
pembangunan, sebaiknya kegiatan iuran wajib dan iuran sukarela bisa 
dibuat. Tetapi kalau sudah masuk kepada kegiatan berjoget dan 

Re: [R@ntau-Net] OOT, sebuah visi tentang bung Ahok- ambiaklah kaputusan surang-surang.

2012-07-26 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Gamawan Fauzi meninggalkan Padang. Irwan Prayitno meninggalkan DPR. Hehehe. 

 
Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang



 From: tasrilmoeis tasril_mo...@telkom.net
To: rantaunet@googlegroups.com 
Sent: Thursday, July 26, 2012 1:26 PM
Subject: RE: [R@ntau-Net] OOT, sebuah visi tentang bung Ahok- ambiaklah 
kaputusan surang-surang.
 
Angku Anwar,
Kalau lah anyuik biko ndak tapintehi lai, he he
Ka didambun dado, eii jan, sakik pulo beko.

Tan Ameh

-Original Message-
From: rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] On
Behalf Of AnwarDjambak
Sent: Thursday, July 26, 2012 9:16 AM
To: RantauNet@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] OOT, sebuah visi tentang bung Ahok- ambiaklah
kaputusan surang-surang.

Lah duduak bola tu mah Pak...

Soal sia wakil itu ndak penting


Sbb di pemerintahan , dpr, dll kan memang banyak yg non muslim


Kita memilih siapa yg lebih bisa mengemban amanah, itu yg utama



Diak Reny, soal inyo maninggakan Solo, ambo raso rakyatnya lah rela bana,
sbb mrk tau Jokowi maninggakan mrk bukan utk pai ba sanang2 ;)! Tapi utk
amanah nan labiah barek lai, dan DKI Jaya/Jakarta adalah  milik seluruh
rakyat Indonesia jadi semua kita bertanggung jawab.

Soal kampanye atau indak ttg topik ko, kan masih dlm rangka  amar ma'rif wa
nahyi munkar, ya sah2 sajo mah, Mamak2 sadonyo






Sangenek,





Sangenek,









Alhaqirwalfaqir-AnwarDjambak44-, kamanakan Dt. Rajo Malano (Maulana)
Pyk-Mudiak,,KL, 
Maminteh Sabalun Hanyuik! 
Sent from BlackBerryR smartphone powered by U Mobile

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama 
mengganti subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/



-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/





[R@ntau-Net] IJP: Pers Modern dalam Topan Demokrasi

2012-02-08 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Koran Jakarta, 09 Februari 2012
Pers Modern dalam Topan Demokrasi
oleh
Indra J Piliang
http://www.indrapiliang.com/2012/02/09/pers-modern-dalam-topan-demokrasi-/

 
Ilustrasi/ KJ
Hari ini diperingati sebagai Hari Pers Nasional yang 
ke-66. Tanggal ini ditandai, seiring dengan kelahiran organisasi 
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta. Dalam usianya yang 
ke-66, pers nasional mengalami pasang-surut. Tidak saja berkaitan dengan 
masalah yang datang dari eksternal (seperti penyensoran), melainkan 
juga dari internal (seperti standar gaji dan kode etik jurnalistik). 
Terlepas dari itu, pers nasional menunjukkan diri sebagai salah satu 
eksponen perjuangan (kebebasan) politik dan demokrasi.

Sejarah 
kelahiran PWI juga ditandai dengan belum terpisahnya wartawan dari 
kehidupan politik. Era revolusi fisik yang ditandai dengan 
perdebatan-perdebatan besar sebelum kemerdekaan, mendapat pengaruh dari 
kehadiran wartawan yang sekaligus pejuang dan politisi. Para negarawan 
tak henti berpolemik di media massa, menggunakan nama-nama terang maupun
 samaran (pen name). Tidak jarang hukuman atas sebuah tulisan adalah 
penjara atau bahkan dibuang ke daerah penuh malaria seperti Papua atau 
bahkan ke negeri Belanda. 

Dalam usianya yang panjang itu, pers 
nasional sampai ke era kebebasan seperti sekarang. Kebebasan begitu 
dirayakan. Kebebasan melindungi maksimal profesi jurnalistik, sekalipun 
dalam sejumlah kasus, wartawan justru menjadi sasaran. Wartawan 
Indonesia di era modern tidak berhadapan langsung dengan penjara, 
melainkan peluru ataupun intimidasi lainnya. Hal ini sebenarnya 
merupakan kemunduran dibanding sanksi penjara dan pembuangan yang 
terjadi di zaman Belanda. Kebebasan dan informasi yang diberikan kepada 
kaum jurnalis ternyata beralaskan nyawa sejumlah wartawan. 

Pers
 sebetulnya ujung dan pangkal dunia politik. Tidak ada satu pun partai 
politik yang tak ingin masuk ke dunia pers, dalam arti mendapat porsi 
pemberitaan. Setiap kegiatan kepartaian selalu mengundang pers. 
Sebaliknya, informasi yang dihidangkan pers akan menjadi bahan bagi 
partai politik untuk mengevaluasi dan menanggapi. Hanya, di Indonesia, 
sedikit sekali jumlah politisi yang suka memamerkan pemikiran di dunia
 pers karena khawatir akan memicu persoalan dengan partainya sendiri, 
pihak lain ataupun kelompok yang terkait pernyataannya. Akibatnya, pers 
hanya dilihat sebagai medium untuk pencitraan: menutupi yang buruk, 
menampakkan yang baik. 

*** 

Sekarang adalah era angin 
topan demokrasi. Demokrasi tidak hanya bertiup dan berhembus, tetapi 
bergerak bagai angin topan yang membongkar apa pun. Tokoh baru muncul di
 media dan dielu-elukan, tetapi dalam saat yang singkat bisa dijatuhkan 
karena skandal politik, terutama korupsi. Setiap orang bisa berbicara 
apa saja dan menghubungi siapa pun, terutama dengan media baru yang 
bernama sosial media seperti Twitter dan Facebook. Partai politik jatuh 
dan bangun. Setiap hari, media memungut banyak sekali isu di masyarakat. 

Demokrasi juga yang dituju pers, ketika muncul dalam 
keterbatasan era kolonial. Selain demokrasi, kemerdekaan adalah syarat 
yang paling penting. Masalahnya, di era modern seperti sekarang, 
perjuangan ke arah demokrasi sudah semakin lekat dengan individu, bukan 
lagi kelompok-kelompok sosial dan politik di masyarakat. Kelas-kelas 
sosial kian abstrak, ketika satu individu bisa mengagendakan banyak hal,
 tanpa perlu menanyakan kepada kelompok sosial dan politiknya. Individu 
yang sama bisa berubah-ubah identitas, tidak lagi dibedakan sebagai 
inlander atau Eropa, kulit putih atau kulit berwarna.

Ketika 
individu menjadi inti dari demokrasi, justru semangat koletivitas 
menjadi semakin sulit didapat. Dalam hal ini, pers bisa memainkan peran 
itu, yakni membentuk ikatan-ikatan sosial di antara individu. Ikatan itu
 bisa saja berbentuk kesatuan pemahaman atas isu-isu khusus ataupun 
kepedulian atas masalah-masalah umum (publik). Pers menjalankan peran 
pemersatu, ketika hampir seluruh gerak di masyarakat mengarah kepada 
perpecahan dalam artian apa pun. Dengan posisi seperti ini, liberalisasi
 politik bisa sedikit direm dan diberi bobot, ketimbang topan terus 
melaju dan menghancurkan apa pun yang masih tersisa. 

Sebetulnya,
 pers tidak perlu terlalu khawatir memiliki preferensi atas isu-isu 
politik tertentu. Bukankah dunia pers Indonesia dilahirkan para jurnalis
 yang juga politisi? Dengan preferensi yang jelas, kalangan jurnalis 
menjahit perbedaan-perbedaan pendapat dan paham ke dalam perspektif yang
 lebih kolektif. Tentu dengan tetap mengandalkan profesionalisme 
wartawan berdasarkan standar baku dunia jurnalistik dan kode etik 
jurnalistik. Preferensi politik hanya untuk memberi perspektif, tentunya
 dikaitkan dengan pegangan umum berupa tujuan-tujuan bernegara yang kian
 kabur di mata masyarakat. 

Jangan-jangan, kalangan pers 
menganggap bahwa dunia jurnalistik harus terbebas dari kepentingan 
politik praktis. Saya kurang setuju dengan pendapat 

[R@ntau-Net] Gubernur Jenderal untuk DKI Jakarta

2011-12-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Koran Tempo, Kamis, 08 Desember 2011

Gubernur Jenderal untuk DKI Jakarta 
oleh Indra J Piliang *)



TEMPO.CO, Media sosial semacam Twitter dan Facebook adalah sketsa betapa 
kemacetan di Jakarta jadi hantu yang muncul di pagi, siang, petang, dan malam 
hari. Menakutkan sebagai umpatan. Dan itu berlangsung bertahun-tahun. Tentu 
banyak solusi yang diberikan oleh para ahli tentang kota terbesar di Indonesia 
ini. Hanya, kemacetan--lalu banjir--tetap menjadi ciri dominan. Beban Jakarta 
demikian besar, termasuk pengisap triliunan uang yang hilang sia-sia akibat 
bahan bakar fosil menguap ke udara.
 
Tahun depan, Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 dipilih secara langsung. 
Para kandidat sudah muncul, berikut program-program yang hendak dijalankan. 
Padahal Jakarta baru berubah menjadi daerah tingkat I pada 1959, sedangkan 
sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Status sebagai Daerah 
Khusus Ibu Kota (DKI) baru didapat pada 1961. Artinya, baru 50 tahun Jakarta 
menjadi DKI. Sehingga, pengalaman beragam gubernur yang pernah menjabat relatif 
minim.
 
Nah, persoalannya, bagaimana wajah Jakarta 50 tahun ke depan? Apakah berubah 
menjadi kota yang benar-benar tidak lagi layak huni atau menjadi contoh bagi 
modernisasi Indonesia yang selama ini dijalaninya? Sudah jamak diketahui betapa 
Jakarta adalah barometer dalam kehidupan ekonomi, sosial, budaya, hingga ilmu 
pengetahuan. Jakarta menjadi hulu dan hilir bagi beragam kepentingan, termasuk 
politik. Ketika Jakarta berhasil menempatkan diri pada posisi yang menyenangkan 
bagi siapa pun, Indonesia secara keseluruhan bisa dipengaruhi ke arah yang 
positif. Sebaliknya, kesemrawutan Jakarta memberi beban bagi Republik Indonesia.
 
Sebagai Daerah Khusus Ibu Kota, Jakarta juga menjadi etalase dari kantor-kantor 
pemerintahan pusat (nasional). Di Jakartalah lembaga-lembaga negara menjalankan 
aktivitas, begitu juga kantor-kantor pemerintahan asing. Jakarta menjadi titik 
temu kepentingan lokal, nasional, dan internasional sekaligus. Karena itu juga, 
siapa pun yang memimpin Jakarta layak memiliki keberanian untuk menegakkan 
kepala berhadapan dengan siapa pun, termasuk presiden.
 
***
 
Mengingat persoalan-persoalan besar di Jakarta, rasa-rasanya Undang-Undang 
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota 
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dievaluasi 
kembali. Apakah cukup kuat undang-undang itu menampung persoalan-persoalan 
Jakarta, sekaligus visi pengembangannya ke depan? Apabila undang-undang itu 
membebani pelaksanaan jalannya pemerintahan, terutama dalam kedudukannya 
sebagai pemerintah daerah yang bergantung pada pusat, tentulah penting untuk 
direvisi.
 
Karena Jakarta adalah medan magnet bagi migrasi penduduk dari seluruh 
Nusantara, tentulah persoalan-persoalan di Jakarta terhubung dengan 
daerah-daerah lain, termasuk provinsi Banten dan Jawa Barat. Hampir sulit 
dibedakan daerah-daerah perbatasan antara Jakarta dan daerah di sekelilingnya. 
Gerbang perbatasan seakan hanya ornamen yang tak memperlihatkan perbedaan 
signifikan. Jakarta hakikatnya dikelilingi oleh kota-kota lain juga yang 
tingkat pertumbuhannya pesat.
 
Dari sini, konsep megapolitan yang pernah dilontarkan oleh Sutiyoso menjadi 
relevan dihadapkan lagi sebagai bahan diskusi. Kita tahu, Bandung menjadi penuh 
sesak pada Sabtu dan Minggu, ketika orang-orang Jakarta datang untuk 
berbelanja. Sebaliknya, belum ada satu kawasan pun di Banten yang bisa 
dijadikan area menarik untuk didatangi penduduk Jakarta. Bagi yang memiliki 
cukup uang, Singapura dan Bali seakan jadi kampung halaman untuk dikunjungi 
setiap pekan atau bulan.
 
Saking pentingnya provinsi-provinsi tetangga itu, guna mengatasi sebagian 
masalah Jakarta, tentu posisi Gubernur DKI Jakarta layak ditinggikan seranting, 
dimajukan selangkah. Sudah lama memang Gubernur DKI menjadi Ketua Asosiasi 
Pemerintahan Provinsi se-Indonesia (APPSI). Hanya, APPSI hanyalah organisasi 
yang lemah secara hukum, karena bersifat paguyuban. Tanpa ada kedudukan formal 
yang tegas terhadap posisi Gubernur DKI dalam kaitannya dengan 
gubernur-gubernur daerah lain, sulit untuk dilakukan koordinasi. Apalagi, 
standardisasi nasional dilakukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini 
kementerian terkait.
 
Salah satu cara mengatasi hal itu adalah menempatkan kedudukan Gubernur DKI 
menjadi semacam gubernur jenderal bagi pemerintah pusat. Jabatannya bisa saja 
menjadi setingkat menteri atau menjadi anggota resmi dalam sidang-sidang 
kabinet, tetapi tetap sebagai Gubernur DKI. Penempatan ini perlu dikaji oleh 
para ahli hukum tata negara, sebagaimana kedudukan yang diberikan kepada 
sejumlah jabatan setingkat menteri lainnya. Usaha ini minimal akan memberi 
kesempatan kepada Gubernur DKI untuk menyinergikan program-programnya dengan 
agenda-agenda nasional.
 
Yang selama ini menghegemoni adalah kata-kata pusat dan nasional yang 
berarti DKI Jakarta. Jakarta sebagai pusat dan Jakarta 

[R@ntau-Net] Jangan Tunggu Tsunami di Papua!

2011-11-07 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2011/11/07/jangan-tunggu-tsunami-di-papua/

Sumber : Suara Pembaruan, 07 November 2011

Jangan Tunggu Tsunami di Papua! 

Oleh
Indra J Piliang
Dewan Penasehat The Indonesian Institute

Usai
 pengesahan UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, saya menulis
 di sebuah koran tentang perlunya perhatian terhadap Papua. Pemberian 
sejumlah keistimewaan kepada Aceh, terlepas dari persoalan tsunami di 
Aceh, telah menjadi catatan akan pentingnya perbedaan perlakuan kepada 
daerah-daerah yang bergejolak. Sekalipun Aceh juga mengalami persoalan, 
sehubungan dengan proses demokrasi lokal yang diterapkan, tidak sampai 
membangkitkan isu nasionalisme etnik. 

Hal ini berbeda dengan 
Papua. Seperti api di dalam sekam, sejumlah kejadian mencuat dari tanah 
para pemakan sirih dan pinang ini. Keadaan itu semakin runyam dengan tak
 terkendalinya konflik dengan penggunaan senjata sebagai alat kekerasan.
 Belum lagi aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan karyawan PT Freeport 
yang berbuah kepada konflik vertikal dan horizontal. Padahal, Freeport 
adalah perusahaan yang lama mengeruk kekayaan alam Papua, dengan konsesi
 yang juga masih lama. 

Dengan luas 3,5 kali Pulau Jawa dan 
penduduk (asli dan pendatang) yang hanya sekitar 2,5 Juta jiwa, Papua 
penuh dengan persoalan. Pembangunan infrastruktur berjalan perlahan 
mengingat biayanya besar. Selama otonomi khusus dijalankan, ada sekitar 
Rp 30 Trilyun dana yang dikerahkan, tetapi kurang mampu mengangkat 
harkat dan martabat warga Papua. Indeks Pembangunan Manusia Papua masih 
paling rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Padahal, kalau
 saja dana besar itu dibagi rata saja ke seluruh penduduk Papua, akan 
membawa kemakmuran dibandingkan dengan dana kecil di daerah-daerah lain. 

Yang terjadi kini adalah silang sengketa kata-kata dan senjata 
antara Papua dengan Jakarta. Pihak Jakarta merasa dengan membuat UU 
Otonomi Khusus dan Dana Otonomi Khusus, persoalan selesai dengan 
sendirinya. Begitupun dengan fenomena Papuanisasi dalam struktur elite 
pemerintahan Papua, ketika jabatan-jabatan publik langsung di tangan 
warga Papua. Persoalan kultural dan gesekan antar elite masyarakat Papua
 terjadi, di tengah kerasnya tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip 
good governance. Kesibukan dengan jabatan-jabatan dan dana-dana besar 
menyebabkan upaya pencapaian tujuan pemerintahan berjalan lambat. 

*** 

Pemerintah
 Indonesia perlu diingatkan bahwa Papua adalah taruhan terakhir tentang 
bagaimana Indonesia membangun masa depan peradaban di bumi Nusantara. 
Tidak banyak lagi daerah eksotis di Indonesia yang merupakan bagian dari
 proses panjang perjalanan manusia. Ketika banyak daerah semakin pupus 
oleh berhala-berhala moderen, Papua menyediakan manusia-manusia yang 
telanjang dari sisi fisik, namun sekaligus alamiah dan manusiawi. Papua 
menyediakan ladang persemaian ilmu pengetahuan dalam jumlah banyak, dari
 pelbagai bidang ilmu. Ketika bumi Papua hancur, maka Indonesia akan 
kehilangan wilayah yang bisa jadi menyimpan jenis-jenis baru obat-obatan
 dari hutan-rimbanya ataupun temuan-temuan baru di bidang kehewanan. 

Karena
 itu, Papua sedapat dan sebisa mungkin perlu dilihat sebagai masa depan 
Indonesia. Sebagai masa depan, seluruh upaya dan rencana menyangkut 
pembangunan Papua dilakukan secara hati-hati dan segaligus dengan visi 
yang jangka panjang. Jakarta tidak hanya perlu membentuk tim-tim khusus 
guna menyelesaikan masalah-masalah kontemporer, melainkan wajib 
mengembangkan organisasi ilmu pengetahuan yang bersifat 
multi-disipliner. Saya kira, dana-dana otonomi khusus bisa digunakan 
sebagian kecil untuk pengembangan organisasi seperti ini, selain juga 
bisa mendapatkan dari sumber-sumber lain. 

Dibutuhkan semacam 
Papua Academy atau Papua Institute untuk membangun masa depan Papua di 
kalangan para ilmuwan, seniman, masyarakat sipil sampai para pemerhati 
Papua. Pusatnya bisa saja di Jakarta atau Papua, bahkan di negara lain, 
sebagai bagian dari upaya Indonesia untuk memajukan Papua tanpa harus 
kehilangan hak-hak kultural masyarakat (adat) Papua. Pementasan 
karya-karya seni dari suku-suku Papua adalah bagian dari kerja lembaga 
ini. Secara periodik dalam pelbagai kesempatan. 

Bahwa Papua 
bukan hanya memberi sumbangan positif bagi Indonesia perlu diakui. Papua
 adalah wilayah yang sangat besar jasanya bagi dunia, terutama dari 
alamnya yang memberikan keseimbangan bagi iklim dan ekosistem. Bayangkan
 kalau hutan-hutan di Papua binasa, akibat-akibat negatifnya akan 
langsung terasa bagi kelangsungan planet bumi dan perubahan iklim. 
Selayaknyalah pemerintah dan rakyat Indonesia menyadari itu sedini 
mungkin, sebelum semuanya terlambat dan Indonesia menangis dalam waktu 
yang lama. 

*** 

Langkah paling penting dalam waktu dekat 
adalah menutup pintu kekerasan di tanah Papua. Moratorium kekerasan itu 
tentu melibatkan aparat keamanan dan pihak-pihak yang bertikai. Jangan 
lagi muncul di televisi, aparat Brimob menembak 

[R@ntau-Net] Pasar dan Restorasi Ranah Minang

2011-09-27 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2011/09/28/pasar-dan-restorasi-ranah-minang/

Harian Haluan, 28 September 2011

Pasar dan Restorasi Ranah Minang
oleh
Indra J Piliang

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi penu­runan income per kapita rakyat 
Sumbar adalah ter­bakarnya pasar Tanah Abang 
pada tanggal 19 Februari 2003. Waktu itu Gubernur DKI Jakarta masih 
Sutiyoso. Kebakaran itu memunculkan aksi-aksi demonstrasi yang kemudian 
kalah. Kalangan pedagang asal ranah Minang pelan-pelan tersingkir. 
Pembangunan yang baru tak terjangkau dana, saking besarnya harga per 
unit. Investor dan pihak perbankan memang tak berpihak kepada 
pedagang-pedagang Minang.


Kebakaran itu dan nasib para pedagang asal Ranah Minang menyisakan 
trauma di benak saya. Saya sempat bertemu dengan para pedagang dalam 
satu acara di DPRD DKI Jakarta. Bahkan saya mempertanyakan secara 
terbuka pemberian gelar adat kepada Sutiyoso di Ranah Minang, terkait 
dengan minimnya perlindungan terhadap para pedagang.

Belum lagi waktu itu Bang Yos juga sedang gencar-gencarnya mem­perbaiki 
lapangan Monas, termasuk dengan memagarinya.

Ada perbedaan penilaian terhadap kinerja Bang Yos itu. Lapangan Monas dianggap 
sebagai satu keber­hasilan, sekalipun dilakukan dengan “tangan besi”. Sementara 
pasar Tanah Abang, sekalipun tidak memunculkan gejolak lagi,  lebih banyak 
dinilai menying­kirkan sebagian pemilik lama. 
Me­nurut informasi yang saya peroleh, ten­tu tanpa riset empiris, hanya 
seb­a­gian kecil saja pedagang-pedagang asal Minang, Purwokerto dan 
Tasik­malaya yang bisa memperoleh kios-kios yang bagus. Sisanya 
berpindah tangan.

Pasar Tanah Abang itu yang saya ingat ketika terjadi “bentrok” antara pedagang 
Pasar Raya Padang dengan aparat, pada tanggal 1 September 2011 lalu. Saya tidak 
terlalu mema­hami masalahnya dengan detil. Hanya saja, secara umum, pemerintah 
daerah Kota Padang perlu dengan hati-hati 
melakukan penataan terha­dap lokasi Pasar Raya ini. Bukan saja Pasar 
Raya mengandung makna historis yang penting, sebagai salah satu ikon 
Kota Padang, melainkan juga memiliki makna kultural yang kuat. 
Bentrokan, misalnya, bukanlah khas Ranah Minang dalam menye­lesaikan 
persoalan.

***

Ketika gempa di Sumatera Barat terjadi pada 30 September 2009 lalu, 
kawasan yang juga ikut runtuh adalah pasar-pasar tradisional. Saya 
teringat dengan Pak Jusuf Kalla yang menyampaikan agar pasar-pasar ini 
mendapatkan prioritas. Teori yang digunakan Pak JK adalah apabila 
transaksi berjalan di pasar-pasar, maka secara perlahan kehidupan lain 
akan ikut bergerak. Pak JK bukan hanya memahami bahwa pasar merupakan 
sarana penting di Mi­nang, melainkan dalam praktek penyelesaian konflik 
(dan perang) juga demikian. Selain pasar, tentu yang diusahakan terus 
beroperasi adalah sarana perbankan.

Sekalipun sudah mulai pulih dari sisi trauma gempa bumi 2 tahun lalu 
itu, pasar-pasar ternyata masih seperti apa adanya. Saya kebetulan suka 
berkeliling di Sumbar untuk mem­perhatikan wilayahnya yang menga­gumkan. Di 
hari-hari pasar, terlihat sekali penumpukan aktivitas yang meluber 
ke jalanan. Truk bongkar muat parkir sembarangan. Arus lalu lintas 
selalu padat merayap atau macet dalam istilah Jakarta yang menular ke 
daerah. Bukan saja pasar-pasar di jalur jalan lintas provinsi, melainkan juga 
pasar di jalan lintas kabupaten dan kecamatan.

Padahal, di pasar-pasar itulah transaksi ekonomi dalam skala kecil 
dan menengah terjadi. Yang terbanyak tentu pasar-pasar kecamatan. Kalau 
di tahun 1980-an pasar-pasar di tingkat nagari masih terlihat ramai, 
terutama karena minimnya sarana transportasi, maka pada abad 21 ini 
pasar-pasar kecamatan mengambil peran. Pasar nagari pelan-pelan berubah 
menjadi pasar biasa yang tak lagi banyak dikunjungi.

Pasar diatur dalam kalender yang ketat. Terdapat penyebutan nama 
daerah berdasarkan “hari pakan” untuk pasar yang dilakukan secara 
bergiliran. Namun, ternyata, pasar jarang disebut dalam syarat-syarat 
yang (wajib) dipenuhi oleh (berdi­rinya) nagari di Ranah Minang. Yang 
banyak disebut adalah mesjid, tepian tempat mandi, pandam pekuburan, 
laga-laga (balai-balai) untuk musya­warah, dan gelanggang (medan nan 
bapaneh). Jarang dimasukkannya pa­sar dalam struktur tata-kelola nagari 
ini menunjukkan bahwa memang pasar terletak di luar batas nagari atau 
gabungan dari beberapa nagari.

Sawah dan ladang juga terletak di luar (batas-batas) nagari. Karena 
masyarakat Minang sebagian besar adalah petani dengan kultur agraris 
yang kuat, maka pasar hanya dija­dikan tempat untuk “bertukar 
kebutuhan”. Sayur dijual untuk mendapatkan beras. Beras dijual untuk 
mendapatkan daging. Sehingga, posisi sebagai pedagang di dalam ranah 
Minangkabau sendiri tidak termasuk dalam strata sosial yang terhormat, 
dibandingkan dengan jabatan-jabatan lain seperti Buya, Tuanku, Penghulu 
(Datuk) atau bahkan Muncak Buru bagi peburu babi.

***

Barangkali kita perlu melihat jauh ke negara orang untuk 
mem­bandingkan pentingnya para peda­gang. Restorasi 

[R@ntau-Net] Isu Gempa 8,9 SR Sekadar Informasi Akademis

2011-09-05 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Isu Gempa 8,9 SR Sekadar Informasi Akademis
Harian Haluan, Jumat, 26 Agustus 2011 03:31  
Lewat pemberitaan me­dia online, seperti de­tik.com (20 Agustus 2011), 
ter­dapat 
pernyataan bahwa Kota Padang me­nunggu waktu saja untuk gempa 
berkekuatan 8,9 skala richter (SR). Pem­beritaan itu segera masuk ke 
banyak saluran, antara lain sosial-media dan mail­ing-list. Dan tentu juga tak 
lupa blackberry-massenger. Tentu saya mengikuti 
informasi itu. Sejak awal berita itu muncul, beberapa akun sudah 
memention akun saya: @IndraJPiliang. Namun, karena info soal ini sudah 
lama saya ketahui, saya berusaha menahan diri. Lama-kelamaan, masalah 
menjadi berkembang ketika tanggapan muncul dari Sumatera Barat, 
khususnya dari pembaca berita informasi itu. Makanya, saya merasa perlu 
membuat sejumlah twit dengan hashtag: #8,9. 


Dalam acara Seminar Kebudayaan Minang­kabau di Padang 
tempo hari, saya men­dengarkan keterangan dari Walikota Padang Fauzi 
Bahar tentang potensi gempa dan tsunami di Kota Padang. Informasi serupa sudah 
pernah juga saya dengar, ketika gempa terjadi di Sumatera Barat 
tahun 2009 lalu, ketika Walikota Padang Fauzi Bahar dan Gubernur Sumbar 
Gamawan Fauzi presentasi di depan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada 
intinya, aparatur peme­rintahan sudah memiliki informasi yang cukup, 
lengkap dengan citra satelit dan segudang rencana miti­gasi bencana.

Bagi saya, info soal 8,9 SR ini lebih dari sekadar 
informasi aka­demis, tetapi sekaligus politik dan pemerintahan. Yang 
menjadi persoa­lan bukanlah seberapa akurat infor­masi itu, melainkan 
seberapa jauh langkah-langkah mitigasi bencana yang sudah dilakukan oleh 
aparatur pemerintah? Hal ini yang menjadi pokok dari persoalan 8,9 SR 
itu. Saya kira, persoalannya bukan lagi terletak kepada dari siapa angka itu 
muncul, tetapi bagaimana menang­gapinya secara objektif. Selain 
itu, bagaimana kita sama-sama melaku­kan edukasi dengan melibatkan 
beragam kalangan.

Ya, barangkali sebagian kecil elite sudah mengetahui 
“jadwal bencana” di Indonesia, sebagaimana tergambar dalam film 2012. 
Film “Kiamat” 2012 itu memperlihatkan betapa persiapan pembuatan “Kapal 
Nabi Nuh” hanya melibatkan pimpinan delapan negara. Dan bahkan sampai 
bencana benar-benar datang, masya­rakat sama sekali tidak diberi-tahu. 
Hanya keputusan “moral” Presiden Amerika Serikat dalam film itu yang 
lalu memberi-tahu rakyat, dengan harapan mereka saling meminta maaf dan 
memaaf­kan. Bahkan Presiden AS turut jadi korban “kiamat” itu, karena 
tidak ikut naik kapal.

Masalahnya masyarakat Indo­nesia, terutama Sumbar, sudah terlanjur mengetahui 
bahwa akan ada gempa bumi skala besar yang 
pusatnya di Siberut atau area yang dekat dengan pantai. Yang akan 
terjadi bukan saja patahan dan pergesekan kulit bumi, namun juga 
gelombang tinggi berupa tsunami akibat pancaran energinya. Pantai-pantai akan 
tersapu ombak, berikut apapun yang ada di atasnya. 
Bangu­nan-bangunan  runtuh. Tebing dan ngarai terurai. Apakah cukup 
persiapan menghadapi itu?

Sebetulnya, tanpa diminta atau disebut pemerintah pun, 
masyarakat Sumbar sudah terbiasa hidup bergem­pa-gempa. Ketika bencana 
gempa Kobe di Jepang tahun 1995, misal­nya, masyarakat langsung mengubah 
fondasi rumahnya setelah membaca informasi lewat media. Juga 
benca­na-bencana sebelum itu, termasuk dendang gempa di Padang Panjang 
pada tahun 1926. Korban terbanyak gempa bumi tahun 2009 adalah di kota 
Padang, terutama di bangunan hotel. Jadi, terdapat ilmu pengetahuan dan 
kearifan lokal (local genius and local wisdom) yang kuat.

Pengetahuan-pengetahuan seder­hana sampai rumit itulah 
yang perlu disampaikan ke masyarakat, yakni bagaimana membuat rumah 
dengan fondasi tahan gempa, bagaimana menghadapi gempa di area 
perkan­toran, apa yang dilakukan seandainya berada di pesisir pantai dan 
lain-lain. Ada sekitar 1,5 Juta jiwa penduduk Sumbar yang terhubung 
dengan laut, sehingga langkah-langkah edukasi harus disampaikan langsung kepada 
mereka.

Karena dana dari pemerintah terbatas, mau tidak mau dana dari pihak ketiga 
dibutuhkan, yakni swasta atau bantuan dari lembaga 
non pemerintah dan asing. Masalah­nya, dengan gencarnya pemberitaan soal 
potensi gempa di Padang, semakin enggan investor datang menanamkan 
modalnya. Bahkan, penduduk yang berpunyapun mulai pindah dari Kota 
Padang dan area pesisir lainnya ke tempat lain, termasuk ke luar 
Sumatera Barat. Rumah-rumah menjadi kosong. Harga-harga tanah turun.

Acara-acara yang berskala nasio­nal juga semakin sulit 
diadakan di Kota Padang. Di samping infra­struktur hotel dan akomodasi 
lainnya tidak memadai, orang-orang takut berkun­jung. Alangkah mirisnya 
mendengar stigma bahwa Padang adalah daerah yang sewaktu-waktu terkena 
gempa dari masyakarat luar Padang, ketika orang-orang yang tinggal di 
Padang sendiri tidak lagi ambil peduli. Stigma itu menye­babkan 
orang-orang lebih memilih kota di luar Padang untuk kegiatan konferensi 
atau rapat atau kunjungan wisata. Padang, khususnya, dan 

[R@ntau-Net] Membangun Kebudayaan Maritim

2011-08-15 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Membangun Kebudayaan Maritim
oleh
Indra J Piliang 
Sabtu, 13 Agustus 2011 03:14  
Dalam rangka mengisi waktu luang ketika menghadiri  acara Partai Golkar di 
Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman, saya  berkesempatan 
memancing di pantai Piaman Laweh. Atas jasa baik Pak  Akhir, mantan 
Kepala Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri (SUPMN)  Pariaman, saya 
dan sejumlah teman berlayar ke lautan biru. Semula, kami  merencanakan 
untuk memancing pada malam hari.
Tetapi, kondisi muara sungai 
Batang Naras sedang pasang elang (tidak  tinggi), maka kapal tidak bisa 
melaut. Terpaksa kami menunggu pagi hari,  lalu berangkat pada 19 Juli 
2011. 
Ombak menampar-nam­par. Perjalanan yang terasa 
menantang. Kapal  tergoncang. Pengalaman yang sudah lama tidak saya 
rasakan dan alami.  Terakhir kali menyeberangi laut dengan motor boat 
saya lakukan dari  Ternate ke Tidore tahun 2008, bolak-balik. Dan perahu kami 
mendekati  perahu nelayan yang sendirian memancing ikan. Sejumlah 
teman jatuh  terkapar, mabok laut.
Siangnya, kami singgah di Pulau Kasiak (Pulau Pasir) milik Departemen Kelautan 
dan Perikanan RI. 
Selengkapnya == 
http://www.indrapiliang.com/2011/08/15/membangun-budaya-maritim/

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/


[R@ntau-Net] Repost: Membangun Kebudayaan Kelautan (Harian Haluan, 13 Agustus 2011)

2011-08-15 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Membangun Kebudayaan Maritim
oleh
Indra J Piliang 
Sabtu, 13 Agustus 2011 03:14  
Dalam rangka mengisi waktu luang ketika menghadiri  acara Partai Golkar di 
Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman, saya  berkesempatan 
memancing di pantai Piaman Laweh. Atas jasa baik Pak  Akhir, mantan 
Kepala Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri (SUPMN)  Pariaman, saya 
dan sejumlah teman berlayar ke lautan biru. Semula, kami  merencanakan 
untuk memancing pada malam hari.
Tetapi, kondisi muara sungai 
Batang Naras sedang pasang elang (tidak  tinggi), maka kapal tidak bisa 
melaut. Terpaksa kami menunggu pagi hari,  lalu berangkat pada 19 Juli 
2011. 
Ombak menampar-nam­par. Perjalanan yang terasa 
menantang. Kapal  tergoncang. Pengalaman yang sudah lama tidak saya 
rasakan dan alami.  Terakhir kali menyeberangi laut dengan motor boat 
saya lakukan dari  Ternate ke Tidore tahun 2008, bolak-balik. Dan perahu kami 
mendekati  perahu nelayan yang sendirian memancing ikan. Sejumlah 
teman jatuh  terkapar, mabok laut.
Siangnya, kami singgah di Pulau Kasiak (Pulau Pasir) milik Departemen Kelautan 
dan Perikanan RI.
Sejumlah pekerja sedang membangun tempat tinggal bagi petugas menara mer­cusuar 
yang dipa­sang di pulau itu.
Pulau kecil yang indah khas tropis. Ma­tahari me­nyengat. Sekitar  pukul tiga 
sore baru kami ke laut lagi, memancing, setelah puas bermain  di Pulau 
Kasiak.
Saya tentu tak ingin ber­cerita soal apa yang kami 
rasakan dan lihat  selama perjalanan memancing itu. Yang saya sadari 
kemudian, ternyata  “orang Pariaman” tidak bisa melaut. Lalu, bagaimana 
dengan nasib Anggun  Nan Tongga yang sudah berubah menjadi hotel? 
Bagaimana juga dengan  Nang­kodo Baha? Apakah benar suku bangsa 
Minang­kabau tidak memiliki  penge­tahuan yang cukup tentang dunia 
maritim? Ataukah kemaritiman  identik dengan Malin Kundang, seorang anak yang 
lahir miskin, lalu  menjadi saudagar di rantau orang dan dianggap 
durhaka kepada ibunya?
***
Sumatera Barat langsung 
berbatasan dengan Lautan Hindia. Di sinilah  dulu, pada akhir abad ke 
16, para peda­gang Eropa berdatangan dan  melayarkan kapal menuju Pulau 
Jawa hingga Ternate dan Tidore. Pantai  Pariaman salah satu menjadi 
tempat persinggahan itu, selain Tiku di  Agam.
Hanya saja, 
melihat Pa­riaman dan Padang Paria­man dari arah lautan,  terasa sekali 
betapa sulitnya men­cari muara untuk melabuhkan kapal.  Apalagi 
pelabuhan yang memang dibuat oleh manusia, sama sekali tidak  ada.
Padahal, pelabuhan adalah jembatan bagi dunia darat dan dunia laut.
Tanpa ada pelabuhan, sulit sekali bagi kapal-kapal skala kecil dan  menengah 
untuk bersandar. Perahu-perahu barangkali dengan mudah bisa  dibawa ke 
muara sungai atau dihela bersama-sama naik ke pasir pantai.
Tapi 
kapal jelas tidak bisa. Kalau tidak ada pelabuhan, bagaimana  manu­sia, 
ikan, ataupun hasil angkutan laut lainnya bisa didaratkan?
Kalau 
dihitung, dari 19 kabupaten dan kota di Sum­bar, terdapat 7  kabupaten 
dan kota yang memiliki lautan, yakni Kabupaten Pasaman Barat,  Kabupaten Agam, 
Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Pa­dang,  
Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Kepu­lauan Mentawai.
Artinya, terdapat 7 Dinas Kelautan dan Perikanan di Sumbar, ditambah dengan 
Dinas Kelau­tan dan Peri­kanan di tingkat provinsi.
Dari sini saja terlihat betapa laut menjadi wilayah yang dibelah-belah oleh 
dinas-dinas pemerintahan daerah.
Padahal, ketika saya me­man­cing sore harinya, laut membawa kami  hanyut sampai 
ke Tiku, Kabupaten Agam. Soalnya, kapal tidak ditambatkan.
Sauh 
sama sekali tidak dilepaskan. Nah, kondisi ini sama dengan para  
nelayan. Mereka datang dari pelbagai daerah, lalu memasuki wi­layah laut yang 
luas itu. Tidak ada pagar di lautan biru itu.
Pantai 
Pariaman yang dimasuki pelaut dari Sibolga atau Pesisir  Selatan atau 
Jawa, sudah biasa. Sebagian malah menggunakan bom ikan,  sehingga 
merusak ter­umbu karang. Dinas-dinas pemerintah sama sekali tak  
terlihat ramai, ketika kasus-kasus seperti itu terjadi.
Luasnya 
laut dan ba­nyaknya dinas, jelas kurang efektif bagi  pengelolaan laut 
dan isinya, berikut penduduk yang mencari makan di  dalam­nya. Saya kira akan 
jauh lebih efektif dan efisien apabila  dinas-dinas kelautan di 
masing-masing kabupaten dan kota di Sumbar ini  disatukan. Selain 
nelayan yang diatur sedikit, masalah yang dihadapi di  lautan juga tidak 
terlalu banyak. Dengan penyatuan kekuatan, akan ada  usaha yang lebih 
serius lagi di depan untuk memajukan bidang kelautan  dan perikanan di 
Sumbar.
***
Di luar laut, nelayan ataupun dinas-dinas 
peme­rintah, patut kita  pikirkan kembali kehadiran maritim dalam 
kebudayaan Minang­kabau.
Dari tambo kita tahu betapa daerah pesisir diang­gap mewakili daerah rantau.
Akibatnya, sebagai daerah rantau, daerah pesisir kurang mewakili struktur 
“peme­rintahan” adat di ranah Minang.
Yang lebih celaka lagi, daerah pesisir dianggap sebagai pintu masuk segala 
sesuatu yang merusat adat dan budaya Minangkabau.
Daerah pesisir dan 

[R@ntau-Net] Kisah Harimau Kapalo Hilalang

2011-07-22 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2011/07/22/kisah-harimau-kapalo-hilalang/

Kisah Harimau Kapalo Hilalang
Jumat, 22 Juli 2011
Kisah Harimau Kapalo Hilalang

Oleh
Indra J Piliang

Saya
 merasa berutang untuk menulis soal harimau ini. Sekalipun di akun 
twitter @IndraJPiliang sudah beberapa hari saya coba tweet, tetap saja 
diperlukan tulisan yang lebih panjang. Cerita harimau ini muncul lewat 
akun saya, ketika menghadiri Mubes V Gebu Minang di Padang Panjang pada 
tanggal 9-10 Juli 2011 lalu. Di perjalanan, saya membaca berita bahwa 
seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditangkap warga 
Kenagarian Kapalo Hilalang dengan menggunakan kandang yang terbuat dari 
kayu. Saya berpikir, harimau itu pasti diselamatkan oleh warga setelah 
ditangkap. 

Tanggal 10 Juli, seusai acara penutupan Mubes V Gebu 
Minang, ternyata harimau itu masih ada di Kenagarian Kapalo Hilalang 
(Kepala Ilalang). Saya memutuskan untuk melihat harimau itu, karena 
pasti jadi perhatian warga. Benar saja, sekalipun menaiki ojek, mobil 
dan berjalan kaki, ternyata warga sudah terlihat pergi dan pulang dari 
lokasi. Mayoritas anak-anak kecil yang ditemani oleh orang tuanya. 

Harimau
 memang binatang yang “magis” bagi masyarakat Sumatera Barat. Budaya 
Minangkabau menempatkan harimau sebagai binatang yang terhormat. 
Panggilannyapun khas: inyiak (nenek). Sebagian masyarakat masih 
menganggap bahwa harimau adalah wujud dari binatang mitologis, karena 
bisa juga merupakan jelmaan manusia (harimau jadi-jadian). Karena itu, 
ketika harimau benar-benar ada dan berhasil ditangkap, adalah kejadian 
yang luar biasa dalam hidup. 

Saya tiba di lokasi, setelah 
berjalan kaki. Kondisi jalanan ke lokasi selalu mendaki dan mendaki. 
Saya sendiri terkejut, ada daerah yang seperti Kenagarian Kapalo 
Hilalang itu di Kabupaten Padang Pariaman. Pohon karet, kelapa sawit dan
 tanaman keras lainnya tumbuh di kiri dan kanan jalan. Rumah-rumah dan 
gubuk-gubuk petani berada di dalam area kebun rakyat itu. Biasanya, 
pemandangan seperti itu hanya ada di daerah Pasaman, Dharmasraya atau 
Pasaman Barat. 

Letak lokasi tertangkapnya harimau itu ada di 
bawah Gunung Tandikat, berdekatan dengan lokasi cagar alam Lembah Anai. 
Dalam kisah-kisah tambo, wilayah Lembah Anai ini merupakan tempat yang 
dihuni oleh para pendekar yang dikenal dengan sebutan parewa. Untuk 
melaluinya, terdapat jalan raya antara Padang Pariaman dan Padang 
Panjang yang bernama Silaing.  Sebuah air terjun indah menjadi lokasi 
favorit bagi siapapun yang ingin mengambil foto diri. 

Di Lembah 
Anai ini juga terdapat sebuah bukit yang dikenal dengan sebutan Bukit 
Tambun Tulang (Bukit Timbunan Tulang). Konon, bukit itu terbentuk dari 
tulang-belulang manusia yang menjadi korban dari parewa (penyamun dan 
perampok) yang melalui jalur berbahaya itu. Kini, musuh wilayah itu 
adalah longsoran tebing. Di sungai bening yang berada di sepanjang 
Lembah Anai, sudah dibangun tempat-tempat pemandian oleh penduduk. 

***
Auman
 harimau itu menyambut saya, ketika pertama kali melihat kandangnya dari
 kejauhan. Kandang itu terbuat dari kayu, tanpa paku. Kandang pasak, 
namanya. Warga mengerumuni kandang yang kokoh itu. Sekali lagi harimau 
itu mengaum. Warga terlihat tersibak, sekalipun harimaunya berada di 
dalam kandang. Beberapa orang menyalami saya. Pelan, saya melihat ke 
dalam kandang, lalu menggunakan dua buah blackberry untuk memotret 
harimau itu.

Dan setiap momen dalam potret saya menunjukkan 
kelelahan harimau itu. Kepalanya menyandar kepada kambing yang sudah 
mati, umpan yang digunakan untuk memerangkapnya. Tubuh kambing itu 
dijadikan bantal oleh kepala harimau. Kepala itu memejamkan mata, seolah
 sedang menyampaikan sesuatu. Sempat matanya terbuka, kepalanya 
terangkat, lalu rebah lagi dengan mata lelah yang tetap waspada. Inyiak 
itu kelihatan lelah. 

Lalu warga mengajak saya untuk berbicara. 
Yang memimpin bernama Pangeran, kepala pemuda di kenagarian itu. Ada 
beberapa juga sosok yang lebih senior, namun mereka lebih terkonsentrasi
 ke arah kandang harimau, berjaga-jaga. Merekalah anak buah tunganai, 
sang pawang harimau. Pangeran menceritakan bahwa perburuan harimau itu 
dilakukan sejak enam bulan lalu, lewat permufakatan warga. Kandang 
dibuat bersama. Hal itu dilakukan karena warga kehilangan ternak, 
dimangsa harimau.

“Ini umpan keempat yang berhasil menangkap harimau. Tiga sebelumnya hilang, 
karena perangkapnya gagal bekerja,” ujar Pangeran. 

Warga
 menceritakan bahwa mereka mau menyerahkan harimau itu kepada petugas 
Badan Konservasi  Sumber Daya Alam (BKSDA). Pihak BKSDA sendiri sudah 
datang, namun mereka hanya menembak ke atas, mengusir harimau lain yang 
dianggap masih berkeliaran. Menurut pihak BKSDA sendiri, itu memang 
prosedur standar. 

Masalahnya, warga meminta ganti rugi atau 
kompensasi. Dana itu akan digunakan untuk mengadakan upacara adat, 
seperti main randai dan bersilat. Saya memaklumi permintaan itu. Bagi 
saya, jarang sekali ada penagkapan harimau dalam 

[R@ntau-Net] Kemana Dana Bencana Rp. 3,1 Trilyun Itu?

2011-05-31 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Kemana Dana Bencana  Rp3,1 Triliun Itu? 



Rabu, 01 Juni 2011 02:49
  Ada
  berita mengejutkan muncul di media online. Dana penanggulangan bencana
  gempa Sumatera Barat hilang. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung: Rp3,1 
 triliun, jauh lebih besar dari APBD Sumbar yang hanya Rp2,1 triliun.  
Semula, pemerintah pusat melalui APBN menganggarkan sejumlah Rp6,4  
triliun untuk Sumbar. Sebanyak Rp3,3 triliun sudah 
disalurkan. Mestinya, ada  penyaluran sisa dana sebanyak Rp3,1 triliun. 
Na­mun, seperti yang  dijelaskan oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, 
dana itu tidak ada lagi. Kita patut mengurai 
lebih jauh seputaran dana Rp6,4  triliun itu. Sejauh yang bisa dilacak, 
anggaran sebesar Rp3,3 triliun  dari APBN itu disalurkan melalui Badan 
Nasional Penanggulangan Bencana  (BNPB). BNPB sendiri langsung 
menyalurkan dana itu kepada Kelompok  Masyarakat (Pokmas). Ayah saya, 
misalnya, menerima dana sebesar Rp15  juta me­la­lui bank, bukan lewat 
pemerintah daerah. Masalahnya, bagaimana koordinasi 
antara BNPB dengan  pemerintah daerah, dalam hal ini dengan gu­bernur, 
bupati dan walikota?  Selama ini, pihak DPR RI sudah membentuk Tim 
Pe­ngawas Bencana Sumbar  yang diketuai oleh Refrizal. Ham­pir semua 
anggota DPR RI asal Sumbar  terlibat dalam tim ini. Sebagai Tim 
Pe­ngawas, tentunya DPR RI hanya  memantau proses pe­nya­luran dana APBN
 itu. Dari sekitar Rp3,3 triliun dana yang sudah 
disalurkan  lewat APBN itu, sekitar Rp 2,4 triliun berasal dari APBN 
Perubahan Tahun  2010. Pe­lun­curan dana bencana itu dilakukan tanggal 6
 Sep­tember 2010  yang berpusat di Kota Padang. Selama proses itulah DPR
 RI mela­kukan  pengawasan. Seluruh dokumen penyaluran mes­tinya sudah 
disampaikan  kepada pihak berwenang, dalam hal ini BNPB. Se­hingga, 
kalau ada  kebutuhan dana lagi, segera dimasukkan dalam APBN 2011. Dari
 sinilah masalah mun­cul, ketika proses penya­luran  sampai pelaporan 
dana ben­cana ini tidak men­dapatkan pengawasan yang  cukup, termasuk 
oleh ma­syarakat sipil. Sehingga, timbunan berita lain  meneng­gelamkan 
informasi penting menyangkut dana bencana ini. Ketika  Gubernur Irwan 
Pra­yitno bersuara, barulah diskusi kembali semarak,  setidaknya di 
dunia maya. Kejelasan Informasi Yang
 diperlukan sekarang adalah kejelasan informasi  menyangkut dana bencana
 yang hilang itu. Perlu ada transparansi dari  seluruh pihak, termasuk 
proses edu­kasi ke masyarakat, agar tak  digunakan pihak-pihak ter­tentu
 untuk menyalahkan pihak lain. Untuk itu,  se­jumlah pertanyaan berikut 
layak diajukan. Pertama, lembaga mana sebetulnya 
yang berwenang untuk  menyalurkan dana bantuan sebesar (komitmen) 
sebesar Rp6,4 triliun itu?  Soal kewenangan ini penting, agar tidak 
semua pihak dianggap memiliki  “kesalahan” apabila terjadi 
ketidakjelasan dalam penyaluran ataupun  pela­poran. Kalau memang dana 
bantuan itu menjadi kewe­nangan BNPB, maka  pihak BNPB-lah yang perlu 
mela­kukan klarifikasi. Kedua, dari 
sejumlah Rp3,3 triliun dana yang  sudah disalurkan, kemana saja 
pergi­nya? Apakah keseluruhan dana APBN  sebesar Rp3,3 triliun itu sudah
 benar-benar terserap di masyarakat?  Kalau penyerapannya ada, berarti 
pihak penyalurnya bisa mem­berikan  laporan kepada, ter­utama, Tim 
Pengawas Ben­cana Sumbar bentukan DPR RI.  Tim DPR inilah yang akan 
memastikan kebutuhan anggaran berikutnya  terpe­nuhi. Apakah Rp3,3 
triliun yang sudah disalurkan itu seluruhnya  disalurkan oleh BNPB atau 
adakah pihak lain yang menyalurkan? Ketiga, 
bagaimana dengan dana non APBN yang selama ini  masuk juga kepada 
pe­merintah daerah? Kita ketahui bahwa banyak sekali  pihak yang 
memberikan bantuan kepada masyarakat Sumbar pascagempa bumi  tanggal 30 
September 2009 lalu itu. Ada masyarakat yang lang­sung terjun  ke 
lapangan, lalu menggunakan lembaga swa­daya masyarakat untuk  
men­jalankan program atau proyek bantuan. Namun ada juga yang menyumbang
  lewat rekening pemerintah daerah. Nah, bagaimana dengan dana non APBN 
 yang masuk rekening pemerintah daerah ini? Keempat,
 bagaimana juga dengan proyek-proyek yang  dibiayai oleh negara asing? 
Wilayah bencana gempa di Sumbar kini ibarat  daerah yang ditempa banyak 
sekali merek-merek asing. Setiap sekolah yang  baru dibangun, tertulis 
“Atas Bantuan Negara X dan Y”. Saya menyaksikan  beberapa bangunan yang 
terbengkalai, akibat para pemborong lokal dengan  seenaknya saja 
melanggar komitmen-komitmennya. Peran pemerintah daerah  sangat minimal,
 padahal kepercayaan negara-negara asing itu diperlukan  untuk 
meyakinkan betapa bantuan mereka dikerjakan dengan baik, bukan  malah 
ditelan­tarkan. Tsunami Mentawai Tentu,
 lagi-lagi, sejumlah pertanyaan di 

[R@ntau-Net] Raudal Tanjung Banua: Tan Malaka Memang Bukan Opera

2011-05-09 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2011/05/09/tan-malaka-memang-bukan-opera/

Haluan, Senin, 09 May 2011 02:26 
Tan Malaka Memang Bukan Opera

PERSETUJUAN DENGAN INDRA J PILIANGRAUDAL TANJUNG BANUA
(Pengarang dan Alumnus Teater  ISI Yogyakarta)
Refleksi Indra J. Piliang, sejarawan dan De­wan Penasihat The Indonesian 
Institute, berjudul “Tan Malaka Bukan Opera” (Haluan, 3 Mei 2011) menarik 
disimak dan dihayati.
Berangkat
 dari pentas lakon tiga babak Opera Tan Malaka karya/sutradara Goenawan 
Mohamad di TIM Jakarta, 23-24 April 2011, Indra memang lebih banyak 
menyoroti unsur luar pementasan karena ia tak menonton pertunjukan 
di­maksud. Meski jika mau me­nonton langsung, saya yakin Indra sangat 
bisa, namun seperti ia katakan ia tak hendak me­nontonnya. Saya 
bayangkan, sebagai penonton yang kritis begitulah seharusnya 
bersikap—dan pe­nonton semacam ini tak banyak. Dari judul, pola dan 
ke­cen­derungan pengusung pen­tas, seorang penonton yang kritis bisa 
membayangkan apa yang bakal ia dapatkan. Judul, pola dan para pengusung 
pentas jelas bukan hanya urusan teknis, namun dapat mempresentasikan 
sesuatu yang lebih besar: pre­tensi, sasaran bahkan visi-misi.
Sikap
 tak mau menonton sebuah pertunjukan oleh se­bagian pihak boleh jadi 
akan dianggap pesimis, atau bahkan jumawa. Namun saya kira, sikap 
seperti itu mesti dimiliki oleh setiap (calon) penonton. Di tengah 
berjubelnya tawaran tontonan mengatasnamakan aktris selebritis, nama 
besar komunitas, akses media/publi­kasi, namun minim ca­paian estetik, 
tuna “ideologis”, bahkan ahistoris, (calon) penonton harus kritis. Sikap
 ini paralel dengan tuntutan kepada konsumen supaya kritis terhadap arus
 citra dan barang sejagad yang ber­sileweran tiap hari lewat iklan, mall
 dan swalayan, karena memang tontonan telah menjadi komoditi pula.
Sebagai
 “konsumen”, apa lagi yang kita miliki jika bukan sikap kritis? 
Bagaimanakah menghadapi fenomena masya­rakat berjouis Jakarta yang 
belakangan diharu-biru pentas-pentas kolosal dengan me­ngandalkan 
kerja-kerja in­dustri budaya itu? Bahkan lebih jauh, bisa diperluas, 
misalnya, apa lagi yang bisa kita harapkan dari Butet Kartaredjasa yang 
me­nempatkan kerja keaktoran bukan pada “tubuh aktor” melainkan “tubuh 
propertis”, lawak dan dagelan? Apa yang bersisa dari Teater Garasi yang 
berangkat dari kecenderungan teks-teks cultural studies yang longgar dan
 enjoy memandang manusia dan masalahnya?
Bukan tipe saya untuk
 pesimis, apalagi jumawa, jika pentas-pentas yang hiruk-pikuk publikatif
 sejenis itu tak me­rangsang minat. Lebih baik saya memutuskan untuk tak
 ikut sebagai saksi—ingat, dalam konsepsi teater, penonton adalah saksi.
 Sikap yang sama jauh-jauh hari sudah saya patrikan di dalam hati, 
ketika dengar-dengar Goenawan Mohamad menggarap Opera Tan Malaka, dengan
 sejumlah pemain dari Yogya. Seandainya pentas di­lanjutkan di Yogya dan
 gratis, saya tetap tak hendak me­nontonnya. Tugas dan posisi “saksi” di
 dalam teater sama pentingnya dengan unsur teater lainnya seperti aktor 
dan sutra­dara; mesti memilih dan me­milah. Seorang saksi bu­kanlah 
seorang yang pasif, apalagi mati kutu di hadapan kotak kemasan atau 
petikemas kebudayaan.
Proyek Pencairan
Sadar
 akan posisi saya yang tak menonton Opera Tan Ma­laka, maka sebagaimana 
Indra J. Piliang saya tak akan ber­bicara secara estetik. Saya hanya 
mencoba merefleksikan pentas itu dari sisi ekstrinsik seperti orientasi 
pengarang/sutradara, lingkungan masyarakatnya dan situasi saat karya itu
 disajikan. Jadi, persetujuan saya dengan Indra J. Piliang tak hanya 
dalam sikap dia yang “tak hendak menonton” sebagaimana alasan saya di 
atas, namun lebih penting menyangkut misi yang hendak diusung. Dari awal
 sudah terasa pretensi yang hendak dihadirkan kelewat besar: sesosok 
pejuang di belakang layar bernama Ibrahim gelar Sutan Malaka atau 
dikenal sebagai Tan Malaka. Jika ada yang mengatakan Tan Malaka adalah 
sosok “misterius” atau dalam istilah Goenawan “ada dan tiada” (lihat 
Kortem, 24 April), jelaslah itu cacat pertama yang membuat pentas sudah 
hilang makna.
Tan Malaka bukan tokoh misterius, namun ada, 
nyata, dan menjadi pelaku sejarah yang melintasi separoh bulatan bumi, 
dan kian mewujud di negerinya sendiri. Jika kemudian ia kadang 
menyembunyikan identitasnya, yang melatari sebutannya sebagai sosok 
misterius, itu tak lain untuk keselamatan per­juangan­nya karena tak 
sedikit musuh-musuh politik yang me­ngin­carnya, baik dari kalangan 
kolonial, feodal maupun bangsa sendiri yang berbeda ideologi. Jalan 
perjuangan di belakang layar sadar ia tempuh demi mencapai Indonesia 
Merdeka 100 % yang memperlihatkan bahwa ia jauh dari sosok haus jabatan,
 kekuasaan apalagi puji sanjung murahan. Memang pula kemudian ia jarang 
tersurat dalam sejarah resmi dan bahkan dalam beberapa hal berhadapan 
dengan anak bangsa sendiri, tapi itulah ironi hidup seorang anak manusia
 sebagai pejuang sejati.
Mengangkat Tan Malaka dalam sebuah 
fenoemena pentas kolosal yang mewabah di 

[R@ntau-Net] Manusia Stalin dan Kita

2011-05-04 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Manusia Stalin dan Kita 
oleh
Indra J Piliang

Maunya
 menonton pertandingan pamungkas FC Barcelona dan Real Madrid dalam 
semifinal Liga Champion. Tetapi apa nyana, HBO menayangkan satu film 
bagus dengan judul Stalin. Karena sepakbola bisa mengandalkan tayangan 
ulang pada jam istirahat, terutama gol-gol yang tercipta, terpaksa 
pilihan dijatuhkan kepada film Stalin. Apalagi, kalau disiarkan ulang, 
saya belum tentu bisa menontonnya. 

Tentu film hanyalah 
cuplikan-cuplikan kecil dari riwayat seorang Stalin. Belum lagi film 
harus mengandalkan unsur dramatik. Film yang mengandalkan tuturan putri 
Stalin ini, Svetlana Alliluyeva, dari istri kedua Nadezhda Alliluyeva. 
Apalagi Svetlana bukanlah sosok yang bisa masuk ke lingkungan terdekat 
politik ayahnya, mengingat ia masih kecil. Ibunya bunuh diri pada tahun 
1932, ketika Svetlana berusia 9 tahun. 

Film ini lebih banyak 
berkisah tentang tragedi dalam keluarga Stalin, terutama ibu Svetlana. 
Stalin bertemu Nadezhda yang menjadi sekretarisnya, ketika ditugaskan 
oleh Lenin ke daerah selatan Moscow.  Waktu itu usia Nadezhda masih 16 
tahun. Misi Stalin sukses, yakni menenggelamkan sejumlah polisi 
pembangkang yang dipaku di dalam sebuah kapal. 

Stalin menjadi 
Sekjen Partai Komunis Sovyet pada tahun 1922, dua tahun sebelum kematian
 Lenin. Lenin mengalami stroke dan dijauhkan dari kehidupan politik. 
Dalam perebutan pengaruh sebelum dan setelah kematian Lenin, Stalin 
menghadapi sosok kuat Leon Trotsky, seorang pemimpin revolusi Bolshevik 
pada 1917 dan komandan Tentara Merah.  Trotsky dan Stalin adalah dua 
pedang kembar Lenin yang sering berbeda pendapat dalam masalah apapun. 

Selengkapnya:'

http://www.indrapiliang.com/2011/05/04/manusia-stalin-dan-kita/

Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/


[R@ntau-Net] ...Imajinasi tentang NII dan N11...

2011-05-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Imajinasi tentang NII dan N11
Oleh
Indra J Piliang
Kebetulan, Lulusan Ilmu Sejarah Universitas Indonesia

Anggap
 saja saya sedang keranjingan menulis lagi. Tak apa toh? Kali ini 
kembali soal NII (Negara Islam Indonesia). Entah mengapa, berita tentang
 NII ini lebih banyak daripada masalah-masalah mendasar bangsa ini. 
Sebut saja yang menyangkut beragam kegagalan dalam Ujian Nasional yang 
beranggaran besar itu. Atau nasib dunia pendidikan yang tak juga 
membaik, setelah diguyur APBN sebesar 20%. 

NII aslinya 
dimunculkan oleh Kartosuwiryo, teman diskusi Soekarno. NII lahir pada 
tanggal 7 Agustus 1949. Lalu, muncul gerakan-gerakan lokal lain yang 
berimam ke Kartosuwiryo, yakni oleh Daud Beureueh di Aceh, Ibnu Hadjar 
di Kalimantan Selatan, Amir Fatah di Jawa Tengah dan Kahar Muzakkar di 
Sulawesi Selatan. Beragam skripsi, tesis dan disertasi sudah ditulis 
menyangkut masalah ini. NII otomatis binasa setelah Kartosuwiryo 
ditembak di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, pada tahun 1962. Di atas 
kuburan Kartosuwiryo ditanami batang pohon pisang. 

Lebih lengkap, simak di: 

http://www.indrapiliang.com/2011/05/03/imajinasi-tentang-nii-dan-n11/


Indra J Piliang, The Indonesian Institute, Jln Wahid Hasyim No. 194, Jakarta 
Pusat. Twitter: @IndraJPiliang

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/


[R@ntau-Net]

2011-05-01 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2011/05/02/tan-malaka-bukan-opera/ 

Tan Malaka Bukan OperaSenin, 2 Mei 2011Tan Malaka Bukan Opera
Oleh
Indra J Piliang

Belakangan
 ini banyak muncul upaya untuk menjadikan sosok-sosok yang pernah 
mewarnai sejarah sebagai bahan dagelan. Mungkin malahan lebih dari itu, 
sekadar sketsa di kanvas yang basah. Setelah kering, hanya ditaruh di 
dinding yang lama kelamaan berdebu. Tanpa ada lagi semangat zaman. Hanya
 sekadar gumaman. 

Saya tidak tahu motif apa dibalik pementasan 
Opera Tan Malaka. Sejak semula, saya tak hendak menontonnya. Ada 
beberapa kawan yang menonton, baik yang berlatar belakang ilmu sejarah, 
maupun warga kebanyakan, termasuk yang berasal dari tanah Minang. Yang 
mereka tangkap hanyalah kebingungan. Opera yang tak bisa mereka pahami 
dengan baik. Kisah-kisah yang berlompatan. 

Saya juga membaca 
komentar Wakil Presiden Boediono yang menontonnya. Karya Goenawan 
Mohamad itu selalu tidak ringan, jadi saya tidak mengaku bisa menangkap 
semuanya, Ini karya yang berat bagi orang awam seperti saya, tapi 
benar-benar saya enjoy (menikmati- Red) tadi, kata Boediono 
(MetroTVNews.com). 

Pementasan yang berdurasi selama 1 jam itu 
tentulah berisi tafsiran. Baik syair-syair yang dibawa, ataupun musik 
yang dikemas. Saya hanya bisa membayangkan. Penjara demi penjara yang 
dihuni Tan Malaka, medan perang gerilya yang penuh dengan hutan rimba, 
pergerakan anak-anak muda revolusioner, serta rakyat jelata yang menjadi
 kecemasan Tan Malaka, tentu telah diubah menjadi pentas bercahaya. Tan 
Malaka tak lagi sesosok keajaiban zaman revolusi, lahir dari perantauan 
yang panjang, melainkan hanya syair dan musik yang biasa dinikmati kaum 
borjuis kota. 

Kehidupan masa kecil Ibrahim Tan Malaka adalah 
sebagaimana anak-anak Minang umumnya. Ia pintar mengaji, bahkan menjadi 
guru mengaji. Tentu di surau di nagarinya, Pandan Gadang, Suliki, 
Sumatera Barat. Ia bersekolah di Sekolah Raja Bukittinggi. Lalu, ia 
menjelajahi banyak negeri dan negara. Berjibaku dengan penyakit 
paru-paru, lalu sembuh di rantau nan jauh di Negara China. Jelas opera 
jauh dari kehidupannya.

Ia memang pernah bersekolah di Belanda, 
lalu bertemu dengan aktifis-aktifis pergerakan negara-negara lain. Tapi 
jelas, Tan Malaka bukankah sosok yang suka hidup dengan dansa. Ia 
berbeda dengan Sutan Syahrir yang memang kadang ditemukan tertidur di 
tangga rumah keluarganya, usai pesta. 

Saya kira memang 
diperlukan buku yang menerangkan hubungan Tan Malaka dan tokoh-tokoh 
pergerakan nasional lainnya dengan music. Tidak hanya hubungan mereka 
dengan buku. Musik apakah yang disukai Tan, Syahrir, Muhammad Hatta, A 
Rivai, dan lain-lainnya itu? Apakah mereka pernah masuk ke ruang-ruang 
opera, sekadar merasakan bagaimana hidup dimaknai oleh bangsa-bangsa 
kolonial? Seberapa jauh musik memberi spirit bagi perjuangan mereka. 
Apakah di ruang kontrakan H Agus Salim yang sempit itu terdapat 
alat-alat musik?

Tetapi, lagi-lagi, bukan opera tentunya. Apalagi
 opera yang khusus dikemas di zaman yang penuh kemasan ini. Bagaimana 
bisa seorang Tan Malaka yang selalu menyembunyikan identitas dirinya 
bersenandung musik tertentu yang dia dapatkan di Belanda? Bahkan, aksen 
asingnyapun dia berusaha tutupi. Hanya telinga orang-orang terlatih yang
 bisa menangkap bahwa sosok manusia tua yang ada di hadapan mereka itu 
adalah seseorang yang berpendidikan. Tan barangkali bisa berpakaian 
sebagaimana orang-orang kebanyakan, pada hari-hari penting tahun 1945. 
Tetapi, bagaimana ia menyembunyikan kemampuannya berbahasa asing, 
terutama Belanda dan Inggris, setelah pelariannya di banyak negara? 

Merdeka
 100% bagi Tan Malaka adalah hapusnya feodalisme, selain kolonialisme. 
Satu ciri dari masyarakat feodal itu adalah kesukaan para pangeran atau 
tuan-tuan tanah menonton opera. Sosok nasionalis tulen seperti Tan tak 
mungkin menunjukkan diri sebagai bagian dari kelas feodal itu. Sejak ia 
berhenti dari jabatan sebagai guru bergaji Eropa di perkebunan Senembah,
 Tan jelas sudah menanggalkan sisi keeropaannya. Matanya jelas tak tahan
 melihat betapa tuan-tuan perkebunan Eropa dengan seenaknya menjadikan 
istri-istri dan anak-anak perempuan para koeli kontrak sebagai barang 
dagangan. 

Kurikulum pendidikan yang dibuat Tan Malaka lewat 
sekolah-sekolah Syarekat Islam di Semarang jelaslah tak memasukkan opera
 sebagai bahan ajaran. Kurikulum yang ditakuti oleh pemerintahan 
colonial Belanda itu jauh melampaui apa-apa yang kemudian dikerjakan 
oleh Paulo Freire atau Ivan Illich. Tan telah menerapkan dengan sangat 
baik bagaimana caranya agar pendidikan benar-benar adalah wahana 
pembebasan. Dia mendidik anak-anak, sebagai cikal bakal kelompok 
terpelajar yang nantinya menjadi tulang punggung bagi Indonesia merdeka.
 

Apa nyana, Tan ditangkap karena aktivitasnya di dunia 
pendidikan itu. Dan ia lantas melewati penjara demi penjara. Apakah ada 
opera di penjara? Tentu tidak ada. Bagaimana penjara berisi opera, 
sementara dunia begitu 

[R@ntau-Net] http://www.indrapiliang.com/2011/04/21/mas-franky-sungguh-saya-berhutang/

2011-04-20 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Mas Franky, Sungguh Saya BerhutangKamis, 21 April 2011  Mas Franky, Sungguh 
Saya Berhutang     Oleh  Indra J Piliang     Untaian
 lagu seakan teman yang setia, setiap kali manusia berada dalam 
kesendiriannya. Bisa dibayangkan, bagaimana lagu (dalam artian 
keseluruhan menyangkut music, syair, nada, sampai irama dan penyanyinya)
 telah mengikat manusia dalam imajinasi tertentu. Barangkali tidak 
sepenuhnya sama dengan imajinasi yang dilantunkan oleh pencipta lagu. 
Tetapi, dalam sebuah “konser kecil” di dalam rumah kontrakan atau sedang
 berkemah di alam bebas, lagu-lagu tertentu telah menjadi identitas 
kolektif manusia.      Tadi
 malam, saya bertemu untuk terakhir kali dengan jenazah Franky 
Sahilatua. Seorang musisi yang idealis. Seseorang yang diingat sebagai 
pejuang, bukan hanya lewat syair, melainkan juga dengan tindakan. 
Keterlibatannya hampir total dalam setiap kali ada pameran kepedulian 
terhadap masalah-masalah rakyat. Tidak heran kalau Franky tiba-tiba 
muncul dengan sosok yang lebih politis, sekalipun dengan kandungan 
kemanusian yang lengkap, pada hari-hari terakhir kehidupannya.      Nama
 Franky Sahilatua akrab di telinga anak-anak remaja era 1980-an. Saya 
hanyalah salah seorang di antara anak-anak remaja itu, ketika menempuh 
pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA 2 Pariaman, Sumatera Barat. 
Dalam keterbatasan pergaulan, mengingat saya masuk jurusan A-1 (Fisika),
 alias anak-anak yang paling cerdas di sekolah (ehem), tentu tidak 
banyak sosok yang suka bersenandung di kelas kami.      Satu
 yang saya ingat bernama Surya. Julukannya si Bulan, karena mukanya ada 
jerawat batu. Wajahnya yang putih memperlihatkan jerawat yang tak 
sembuh-sembuh itu. Si Bulan inilah yang suka bersenandung, duduk di 
belakang. Kalau ada kericuhan, si Bulan ini sering jadi tersangka. 
Barangkali karena asal SMP-nya yang minoritas pas SMA. Dia anak Pasaman.
      Saya
 tak ingat, apakah si Bulan ini suka bernyanyi lagu-lagu Franky. Yang 
jelas, perlahan saya memiliki koleksi kaset Franky Sahilatua. Ketika di 
kelas dua terjadi “perubahan identitas diri” dalam diri kami, yakni 
munculnya sikap individu yang semakin kuat, maka perlahan saya mendapat 
julukan si Franky. Ya, nick name. Nama itu mengacu kepada Franky 
Sahilatua. Teman-teman SMA lain juga memiliki nama panggilan diluar nama
 asli, seperti Bram, Ricci, dllnya. Tentu ada julukan tambahan, sesuai 
dengan ciri fisik seperti si Bulan.  M Noval, misalnya, 
mendapat julukan si Peot, karena salah satu giginya lebih panjang dari 
gigi yang lain. Ada yang dapat julukan si Elang, karena hidungnya 
semancung hidung bule. Saya juga dapat julukan si Cengkok, karena tangan
 kiri saya patah sejak taman kanak-kanak di Mentawai. Jadi, untuk satu 
anak di SMA saya, ada tiga sebutan atau nama panggilan.      Tapi
 jangan salah, tidak semua orang di lingkungan sekolah boleh memanggil 
si Franky atau si Cengkok. Harus yang benar-benar paling akrab. 
Misalnya, kalau Franky adalah sebutan yang “diijinkan” untuk lingkungan 
Kelas A-1 saja. Sementara si Cengkok, hanya boleh untuk teman-teman yang
 paling akrab atau genk di Kelas A-1. Ada anggota genk dari Kelas A-2, 
jago karate dan kung fu. Genk ini adalah untuk anak-anak yang pulang 
sekolah atau pergi sekolah saja. Anggota genk tidak selamanya harus satu
 kost. Nama teman satu kost saya adalah Syahrul, tetapi dia lebih banyak
 masuk genk anak-anak lain yang “lebih alim”.      Dalam
 dinamika kehidupan seperti itulah kaset-kaset Iwan Fals, Ebiet G Ade, 
Chrisye, dan Franky Sahilatua muncul. Dan segera kaset-kaset itu 
membentuk komunitas penyenandung. Tentu ada juga grup-grup band lain, 
seperti Panbers, Salem (asal Malaysia). Acara olah suara masuk dalam 
agenda rutin berupa class meeting (pertandingan kesenian dan olahraga). 
Karena saya aktif juga di Pramuka, maka lagu-lagu balada menemani setiap
 kali ada kegiatan hiking, berkemah, dan lain-lain.      Syair-syair dalam lagu 
Franky terasa lebih dekat dengan kehidupan saya sebagai anak kampung.  Sejak
 sekolah dasar sampai SMA, pulang pergi ke rumah saya melewati sungai 
berair deras. Namanya Batang Naras. Baru tahun 2011 ini sebuah jembatan 
hadir di kampong saya. Bisa dibayangkan, setiap kali sungai banjir, lalu
 menyeberangi sungai atau mencari ikan, senandung kecil lagu-lagu balada
 otomatis akan menghiasi mulut. Namun, karena memang bukan penghafal 
yang baik, jarang lagu-lagu itu hafal seluruh baitnya.      Syair
 lagu Ebiet G Ade memang juga bertema alam. Tetapi ada yang terasa 
hilang, konteks dari lagu-lagu itu tidak terlalu terlihat. Terlalu jauh 
ruang imajinasi yang harus disediakan, untuk bisa memahami syair-syair 
Ebiet G Ade. Sementara, untuk lagu-lagu Franky Sahilatua, terasa ada 
konteksnya “Surabaya yang panas”, “Kereta”, dan semacamnya. Begitu juga 
dengan lagu-lagu Iwan Fals, saya lebih menangkap maknanya ketika kuliah 
di UI. Ada “nuansa politik” dalam lagu-lagu Iwan. Sebagai anak kampong, 
tentu nuansa politis yang dibawa lagu-lagu Iwan Fals 

[R@ntau-Net] IJP: Politik Bola, Bola Politik

2011-01-18 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Majalah Trust, 13 Januari 2011 
Politik Bola, Bola Politik

Oleh
Indra J Piliang
Dewan Penasehat The Indonesian Institute
 
Akhir tahun 2010 ditandai dengan fatamorgana kebangkitan sepakbola Indonesia. 
Bola memasuki ruang publik sedemikian masif. Dunia infotainment yang semula 
diisi para artis atau kalangan yang dekat istana, kini mulai dihuni para 
olahragawan sepakbola. Euforia terjadi di bidang olahraga penuh talenta. Semua 
kalangan merasa perlu dekat dengan kalangan olahragawan ini. 
 
Yang tak kalah penting adalah gejala – yang dikatakan sebagian orang -- politik 
memasuki area sepakbola. Kata sebagian orang. Padahal, dari sisi siapa yang 
menangani sepakbola, itu bukan fenomena baru. Perdana Menteri Italia Silvio 
Berlusconi juga memiliki klub sepakbola: AC Milan. Mantan Perdana Menteri 
Thailand Thaksin Shinawatra malahan sempat membeli klub Manchester City, 
Inggris. 
 
Silvio dan Thaksin pernah menghadapi situasi politik yang buruk. Kalah atau 
tersingkir. Atau hidup di pengasingan. Seniman dan sekaligus mantan Presiden 
Cekoslovakia Vaclav Havel pernah menyebut: politik itu kotor, puisi yang 
membersihkannya. Kini, dengan euforia bola, kita bisa juga mengatakan: politik 
itu kotor, bola yang menghiburnya. 
 
Apakah betul politisi Indonesia yang terjun ke dunia sepakbola – antara lain 
menjadi pengurus PSSI – benar-benar sedang mencari hiburan dengan bola? Ataukah 
ada yang lain? Kepentingan politik, misalnya? Di sini, politik diartikan 
sebagai upaya untuk membuat agar kehadiran seorang politisi di dunia bola, atau 
dukungan yang ia berikan kepada kegiatan sepakbola, akan berimbas kepada 
dukungan suporter kepada kepentingan politik sang politisi. Bahwa bola akan 
melahirkan para penguasa.
 
Bagi saya, itu adalah guyonan. Tak ada korelasinya. Baik dalam praktek selama 
ini, ataupun dalam bentuk yang lebih ilmiah, katakanlah lewat mekanisme survei. 
Dalam pemilu legislatif 2009 lalu, misalnya, politisi mengeluarkan begitu 
banyak uang untuk membiayai beragam aktivitas olahraga. Apa lacur? Banyak 
politisi menjadi bangkrut, baik secara finansial, maupun secara politik. 
Politisi menghabiskan biaya banyak, tanpa balasan dukungan suara. 
 
Isu bola, sebagaimana dengan pemberantasan korupsi, termasuk tak populer bagi 
mayoritas pemilih. Pemilih lebih memperhatikan masalah-masalah mendasar seperti 
ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja. Bahkan, isu-isu agamapun 
terabaikan. Bola lebih terkait dengan keintiman pribadi, ketimbang kepentingan 
kolektif atas nama politik. 
 
Jadi, upaya “men-sekuler-kan” hubungan antara bola dengan politik adalah usaha 
yang sia-sia. Toh, paling tidak di Indonesia, keduanya tak pernah benar-benar 
bersatu. Sejak lama bola dan politik tidak saling berhubungan. Rp. 500 Juta 
uang yang digunakan seorang kawan dalam liga sepakbola di dapilnya, hanya 
berbuah 4.000-an suara pemilih. Yang 4.000-an pemilih itupun bukan penonton 
sepakbola, tapi lebih banyak sanak-keluarga dekatnya. Nah, bandingkan kalau 
bantuan itu diberikan ke suatu pesantren atau komunitas tertentu, bisa jadi 
sebagai bentuk kesantunan sikap akan berbuah suara besar. 
 
Kegiatan menonton bola dan menyukai klub-klub tertentu adalah area yang lepas 
dari nuansa turun-naik tensi politik. Saya sejak lama menyukai Chelsea di 
Inggris, Inter Milan di Italia dan Barcelona di Spanyol. Saya menyukai Zola, 
Christian Vieri dan Rivaldo. Tapi tidak mesti kesukaan itu lantas memasuki 
dunia politik. Saya tidak pernah mau tahu pandangan-pandangan politik Zola, 
Vieri dan Rivaldo. 
 
Bola hanya mengajarkan tentang humanisme dalam bentuk yang lain. Tanpa perlu 
filsuf-filsuf moderen, bola memperlihatkan bagaimana kelas-kelas sosial 
pelan-pelan digerus dan menerima kebhinnekaan-budaya. Beberapa klub sempat 
menjadi rasis dengan tak menerima pemain-pemain berwarna, terutama dari Afrika. 
Dan itu masih di awal abad 21. Tetapi, perlahan, FIFA memperketat peraturan. 
Bola menjadi lebih ramah dengan kemajemukan. Bola menjadi medan perjuangan.
 
http://www.indrapiliang.com/2011/01/18/politik-bola-bola-politik/


  

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting 

[...@ntau-net] Kenapa Takut “Nyapres”?

2011-01-06 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Koran Tempo, 07 Januari 2011
Kenapa Takut “Nyapres”?
Oleh
Indra J Piliang
Dewan Penasehat The Indonesian Institute
 
Satu fenomena aneh dalam politik Indonesia kontemporer adalah melarang-larang 
orang jadi calon presiden atau “nyapres”. Keanehan itu malah dilakukan oleh 
elite politik. Kata mereka: belum saatnya bicara tentang calon presiden. Kata 
mereka lagi: tugas kita sekarang adalah bekerja untuk rakyat. Yang lebih 
ekstrim menyebut jauh lebih penting soal-soal ekonomi daripada politik. 

Pandangan dikotomis itu kurang tepat. Masing-masing bidang sudah jelas 
takarannya. Bagi pemerintah, diberikan porsi anggaran dan regulasi yang cukup 
untuk menjalankan tugas dan kewajiban. Bagi pelaku ekonomi juga sama, memiliki 
banyak kebebasan dalam meraih keuntungan. Dalam era informasi serba terbuka 
sekarang, setiap individu ibarat masuk ke rumah makan Padang: mau kuah silakan, 
tak perlu bayar. Tapi kalau makan rendang, tentu lebih mahal dari sekadar ikan 
asin. 

Begitupun untuk pencapresan. Bukankah yang diperbincangkan hanya menyangkut 
sejumlah nama yang terbatas? Dimulai dari hasil survei, tersebutlah nama 
Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Wiranto, Aburizal Bakrie, Sultan 
Hamengku Buwono X, Sri Mulyani Indrawati, Kristiani “Edhie Wibowo” Yudhoyono, 
Surya Paloh, Hatta Rajasa, dan lain-lain. 

Nama-nama  “pelapis” juga ada: Anas Urbaningrum, Anies Rasyid Baswedan, Puan 
Maharani, Pramono Edhie Wibowo, Mahfud MD, Irman Gusman atau Marzukie Alie. 
Kalau diurut lagi, jumlahnya tidak akan sampai 20 nama. Nah, apakah 
perbincangan atas ke-20 nama itu menyita perhatian publik? Atau menyibukkan 
negara ini? Saya tidak yakin itu. Tanpa ada pemberitaanpun sebetulnya publik 
sudah menebak-nebak siapa capres yang layak. Zaman capres tunggal sudah lama 
lewat. 
 
Minim Waktu 
Pengalaman pilpres 2009 lalu menunjukan betapa minimnya jadwal resmi yang 
diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hanya sekitar 3 bulan. Dalam waktu 
kasip itu, pekerjaan teknis berupa pembentukan Tim Kampanye Nasional makan 
waktu seminggu. Belum lagi penyusunan visi-misi pasangan capres-cawapres. 
Apabila capres-cawapres berasal dari partai politik berbeda, maka Timkamnas 
juga semakin membengkak. 

Dalam jadwal resmi KPU, pasangan capres-cawapres bisa berkampanye di 11 
provinsi dalam sehari, sementara 22 provinsi lainnya adalah tempat dua pasangan 
lain. Bagaimana mengejarnya? Belum lagi, organisasi sosial kemasyarakatan, kaum 
profesional, kampus dan segala macam asosiasi mengundang para capres-cawapres. 
Kalau tidak datang dianggap tidak peduli dan dijelek-jelekan dalam konferensi 
pers. 

Nah, “kampanye dini” yang dimulai tahun ini anggap saja sebagai soft campaign. 
Visi kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Jusuf Kalla dan 
Wiranto sudah diketahui publik, begitu juga Amien Rais, Hasyim Muzadi, Hamzah 
Haz, Agum Gumelar, Siswono Yudohusodo dan Solahuddin Wahid. Mereka pernah maju 
dalam pilpres 2004 dan 2009. Sejarah dua pilpres menunjukkan bahwa dari tiga 
pasangan capres-cawapres 2009 (6 orang), maka 4 orang pernah nyapres-nyawapres 
pada 2004. Hanya dua orang yang “baru”, yakni Boediono dan Prabowo Subianto. 
Tampaknya, hanya Prabowo Subianto yang akan maju dari 6 orang yang sudah maju 
di 2009 ini untuk 2014. 

Karena itu, bangsa ini membutuhkan figur-figur baru. Jangan sampai bangsa ini 
dipenjara oleh oligarki elite. Oligarki hanya masalah geraham, yakni jatuh dari 
mulut oligarki yang satu ke taring oligarki yang lain untuk kepentingan sempit 
semata. Bisa jadi penyanderaan seperti ini tak disengaja, muncul dari kesadaran 
publik yang secara jenjang pendidikan termasuk rendah di dunia. Agar lebih 
berimbang, “rekayasa publik” dengan mendukung bakal capres-cawapres dini jauh 
lebih memberi harapan untuk perbaikan.

Kita tentu tak ingin lagi memilih presiden atau wakil presiden berdasarkan 
pencitraan semata. Belanja iklan yang gila-gilaan, apalagi sampai melakukan 
money politics, jelas akan merusak rasionalitas publik. Yang kita dapat adalah 
ketidak-jelasan atas agenda-agenda publik yang mau diselesaikan oleh 
capres-cawapres itu. Padahal, titik penting dari proses kampanye politik adalah 
tertautnya kepentingan publik dengan kepentingan kandidat yang diukur lewat 
visi dan misi. 

Tarung Ide
Selain figur, bangsa ini membutuhkan visi dan misi yang lebih luas dan kaya. 
Minimal, kebinnekaan Indonesia terlihat dari kebinnekaan gagasan.  Dua masalah 
besar sudah dicoba dijembatani oleh Presiden Gus Dur, yakni dunia agraris dan 
maritim. Gus Dur terlihat menonjolkan dunia maritim, termasuk dalam tubuh 
militer. Tapi hanya Gus Dur yang melakukan itu. 

Belum lagi pada persoalan-persoalan besar di bidang ilmu pengetahuan, 
teknologi, pertanian, atau masalah yang sebetulnya tersier: transportasi. 
Memperbincangkan visi kepresidenan seperti itu justru baik, sangat baik, bagi 
bangsa ini. Alangkah malunya bangsa ini, apabila dalam pilpres 2014 nanti masih 
membicarakan soal-soal usang seperti Jawa-Luar 

[...@ntau-net] Kongres, Eh, Seminar

2010-12-27 Terurut Topik Indra Jaya Piliang

http://www.indrapiliang.com/2010/12/28/kongres-eh-seminar/
Harian Haluan, 27 Desember 2010
Kongres, Eh, Seminar
Oleh
Indra J Piliang
 
Seorang kawan, Ibrani SH, meminta saya menjadi moderator acara Kongres 
Kebudayaan Minangkabau di Bukittinggi. Belum seminggu, saya mendapatkan 
informasi dari Marzul Very, KNPI Sumatera Barat, bahwa acara itu dibatalkan. 
Yang kemudian terjadi, Kongres Kebudayaan Minangkabau berubah menjadi Seminar 
Kebudayaan Minangkabau. Lokasi acara dipindahkan ke Padang. Selama dua malam 
saya menginap di Hotel Basko. 
 
Apa yang saya bayangkan betapa Kongres, eh, Seminar ini akan menjadi ajang bagi 
keluarnya “rudus” pandeka-pandeka Minang tidak terbukti. Minangkabau tetaplah 
wilayah kebudayaan yang lebih mengandalkan logika dan dialektika, ketimbang 
langkah empat dalam silat. Yang bersemangat hadir adalah kalangan perantau. 
Barangkali karena penyelenggara acara adalah Gebu Minang yang sudah berubah 
dari gerakan ekonomi ke gerakan kebudayaan. 
 
Sayangnya, kalangan yang justru banyak hadir adalah generasi “saisuak”. 
Anak-anak muda Minang entah kemana. Kebudayaan, pada titik ini, hanya bagian 
dari nostalgia kelompok-kelompok lama yang tak ingin melihat nagari demi nagari 
takluk kepada kebudayaan asing. Tanpa upaya untuk melakukan semacam “Kaoem 
Moeda Movement”, sebagaimana terjadi pada awal abad ke 20, kebudayaan hanya 
menjadi sekadar ritual, bukan tradisi yang bisa diperbaharui. 
 
Kongres
Saya tidak tahu akar umbi penolakan atas rencana Kongres Kebudayaan 
Minangkabau. Maklumlah, saya sama sibuknya dengan jutaan anak-anak muda Minang 
lainnya di rantau dalam mengadu untuang badan. Yang saya tahu, anak-anak muda 
Minang bukanlah kelompok yang pengecut dalam berbicara. Ranah mengajarkan 
betapa perdebatan adalah bagian tak terpisahkan dalam kehidupan.
 
Kongres adalah ajang untuk bergelanggang mata orang banyak. Bersuluh matahari. 
Dan segala bentuk petatah-petitih lama bagi setiap orang dalam mengajukan 
pendapat. Ketika Kongres ditolak dengan beragam ancaman yang tidak perlu, saya 
membatin betapa kebudayaan Minang bak mahkota di kepala seorang raja atau 
kaisar. Kebudayaan Minang diperebutkan, tetapi barangkali hanya sebagai 
kebanggaan semu yang tak mampu memperlihatkan keadaban dalam berkomunikasi.
 
Kalaulah ada masalah dalam penanggalan atau doktrin kebudayaan, kongres menjadi 
ajang untuk mempertukarkan gagasan. Beragam kongres kebudayaan di manapun 
tidaklah bisa menghasilkan satu keputusan tunggal. Kebudayaan juga bukanlah 
sesuatu yang bersifat material (semata), melainkan gabungan dari beragam unsur 
yang bahkan memasuki ranah agama dan ilmu pengetahuan. 
 
Kalau Kongres Kebudayaan Minangkabau tempo hari jadi dilaksanakan, maka catatan 
sejarah hanya akan menyebutnya sebagai Kongres Kebudayaan Minangkabau Pertama. 
Alias nanti bisa dilaksanakan untuk kedua, ketiga, atau keseratus kalinya. 
Setiap kongres bisa berisikan tema-tema yang berlainan atau mengulang tema yang 
sama untuk lebih dipertajam. Dengan cara begitu, kalau kongres adalah ajang 
sekali setahun atau sekali dalam dua tahun, perbincangan menyangkut kebudayaan 
Minangkabau akan terus ada. 
 
Seminar
Ketika Kongres berubah menjadi Seminar, saya kira persoalannya lebih kepada 
kompromi kepada ketidak-mengertian. Harga diri panitia memang ikut-ikutan, 
tetapi bukan unsur utama. Dengan seminar, jawaban sudah diberikan betapa 
kehadiran pemikiran apapun sebetulnya bukan ancaman. Pemikiran bisa dikoreksi, 
kesepakatan bisa diurai kembali. 
 
Dari sisi format, sebetulnya seminar yang digelar belum maksimal. Makalah yang 
dibagikan terlalu sedikit, bercampur antara isu-isu kebudayaan, penanganan 
bencana, serta kawasan laut dan pesisir. Pembagian peserta ke dalam sejumlah 
komisi juga berdasarkan isu-isu kebudayaan dan non kebudayaan tadi. Tampak 
sekali panitia berusaha untuk mempertahankan apapun yang bisa dipertahankan. 
 
Ke depan, kita membutuhkan seminar lagi. Yang lebih lama. Yang lebih besar. 
Dengan makalah yang lebih banyak. Kalau perlu, setiap bupati dan walikota di 
Sumbar menyampaikan makalah. Kalau tidak ada makalah, bupati dan walikota bisa 
menyampaikan masalah-masalah kebudayaan di masing-masing kabupaten dan kota. 
 
Mau lebih banyak lagi, langsung ke tingkat nagari. Alangkah eloknya bila 
masing-masing wali nagari menyampaikan makalah, sementara para ahli, baik dari 
kalangan kampus atau budayawan lain justru menjadi pendengar dan perumus. 
Perbincangan akan jauh lebih hangat, apabila yang berbicara adalah langsung 
suara dari akar umbi kebudayaan Minang itu sendiri, yakni sosok-sosok yang 
bergelimang lunau di sawah, sinaran matahari pantai atau kedinginan di gunung 
tinggi. 
 
Riset
Yang juga tak kalah penting adalah riset-riset kebudayaan. Kita layak semakin 
galau, ketika kian sedikit putra-putri ranah Minang yang ikut dalam kompetisi 
penulisan ilmiah populer di luar Minang. Andrinof Chaniago, seorang dosen 
Universitas Indonesia, sering mengeluh tentang ketiadaan makalah-makalah dari 

[...@ntau-net] Presiden SBY dan Pidato Yogyakarta

2010-12-09 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/12/10/presiden-sby-dan-pidato-yogyakarta/
 
Koran Tempo, 10 Desember 2010
Presiden SBY dan Pidato Yogyakarta
Indra J. Piliang DEWAN PENASIHAT THE INDONESIAN INSTITUTE
 
Agak sulit menemukan lagi sisi lain dari persoalan Yogyakarta, yang sudah 
dilontarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Na mun, agar masalah ini 
tidak terusmenerus muncul, perdebatan yang lebih jernih perlu dilakukan. 
Apalagi, secara substantif, masalah Yogyakarta ini memicu beragam tafsiran dari 
banyak elemen.
 
Ada dua hal yang layak didiskusikan. Pertama, status Yogyakarta sebagai daerah 
istimewa di tingkat provinsi. Kedua, status Keraton Ngayogyakarta dan 
Pakualaman. Sebagai daerah istimewa, Provinsi Yogyakarta tentu memiliki 
perbedaan kewenangan, dibandingkan dengan daerah lain, yang diatur dengan 
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Keistimewaanitu 
juga berupa kedudukan Keraton Ngayogyakarta dan Puro Pakualaman dalam sistem 
pemerintahan yang dibangun.
 
Masalah menjadi rumit ketika daerah istimewa dan kesultanan dipimpin oleh orang 
yang sama. Kerumitan itu terjadi ketika pemerintah mendapat informasi bahwa 
Sultan Hamengku Buwono (HB) X tidak lagi berminat memperpanjang masa jabatannya 
pada 2011. Selama ini Sultan HB IX dan Sultan HB X adalah Gubernur DIY. Bahkan, 
ketika Sultan HB IX menjadi Wakil Presiden RI, sampai tidak lagi bersedia 
dicalonkan lagi pada 1978, Sultan HB IX tetap menjadi Gubernur DIY secara de 
jure.
 
Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah pusat menginginkan proses pemilihan 
langsung Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Rancangan Undang-Undang 
Keistimewaan DIY berisi opsi pemilihan langsung itu. Terdapat dua rancangan 
yang belum diputuskan, yakni pemilihan oleh rakyat atau pemilihan oleh DPRD 
Provinsi DIY. Di dalamnya juga diatur tentang persetujuan Sultan Ngayogyakarta 
atas caloncalon Gubernur DIY. Sama sekali belum ada keputusan final. 
Kementerian Dalam Negeri masih terus menyusun draf resmi pemerintah. 
 
Tradisi baru 
Apa yang dicoba disampaikan oleh Presiden Yudhoyono sebetulnya tidak dengan 
sendirinya menghilangkan keistimewaan Yogyakarta. Itu hanya lontaran pemikiran 
biasa. Hanya, dari sisi pilihan waktu, Presiden Yudhoyono kurang 
mempertimbangkan faktor psikologis akibat bencana Gu nung Merapi. Selain itu, 
jarang substansi RUU disampaikan langsung oleh Presiden Yudhoyono.
 
Nah, apakah hal ini akan menjadi tradisi baru? Yakni Presiden menyampaikan 
pandangan-pandangan umum dan khusus atas sebuah rencana legislasi di parlemen. 
Kalau benar, apakah hanya keterangan pers atau langsung dikemas dalam bentuk 
pidato resmi? Biasanya Presiden hanya menyampaikan pidato setiap tanggal 16 
Agustus.
 
Pada awal menjadi presiden,Yudhoyono memang menyampaikan pidato awal tahun. 
Tapi upaya itu tidak menjadi tradisi. Kritik banyak kalangan atas substansi 
pidato memicu persoalan di lingkaran dalam pemerintahan. Presiden Yudhoyono 
lalu menguranginya secara drastis. Pidato yang panjang hanya dilakukan dalam 
sedikit kesempatan. Kali ini publik, yang diwakili pers, yang merasa kekurangan 
informasi. Apalagi sosok-sosok di sekeliling Presiden terkadang enyampaikan 
informasi yang tak akurat.
 
Keinginan mendengarkan informasi langsung dari Presiden dijawab dengan sejumlah 
keterangan pers di Istana Negara. Khusus untuk masalah dengan Malaysia, 
Presiden Yudhoyono memilih berpidato di Markas Besar TNI, Cilangkap. Sejumlah 
istana di luar Istana Negara juga dimanfaatkan untuk memberikan keterangan 
pers, seperti Bali dan Yogyakarta.Yang jarang dilakukan adalah memberikan 
informasi di atas pesawat, sebagaimana Presiden Gus Dur. Sebuah foto yang 
beredar menunjukkan bahwa Presiden Yudhoyono lebih suka bermain gitar di atas 
pesawat ketimbang memberikan keterangan pers.
 
Kalau setiap RUU dipidatokan oleh Presiden Yudhoyono, sepertinya ia akan menuai 
kontroversi yang luas. Hanya, kontroversi itu lebih  substantif dan edukatif 
ketimbang berbicara menyangkut kebijakan jangka pendek. Untuk itu, Presiden 
Yudhoyono layak didorong untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran menyangkut RUU 
lainnya, namun dengan pertimbangan waktu yang tepat.
 
Pendidikan politik 
Pidato-pidato yang baik adalah panggung pendidikan politik yang baik. Buku Di 
Bawah Bendera Revolusi karya Ir Sukarno tidak mungkin lahir, begitu juga 
buku-buku Muhammad Hatta, tanpa ada pidato. Bangsa ini semakin terjebak dalam 
masalah-masalah jangka pendek sehingga, untuk memanjangkan ingatan, diperlukan 
pidato-pidato yang serius.
 
Sejumlah pidato kebudayaan memang hadir dan dilakukan oleh sejumlah kalangan. 
Hanya, semakin ke sini semakin terlihat kenyinyiran isi pidato-pidato 
kebudayaan itu. Boleh dikatakan pidato-pidato itu pun semakin heavy 
politics.Yang lebih mencengangkan, politikus dijadikan olok-olok, sembari 
mengutip Sukarno atau Muham mad Hatta, yang juga politikus puritan.
 
Kembali ke pidato Presiden Yudho yono soal Yogyakarta, alangkah baik nya jika 
hal itu 

[...@ntau-net] Monarki Yogyakarta: Apanya?

2010-11-30 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/12/01/monarki-yogyakarta-apanya/
 
Sindo, Tuesday, 30 November 2010  
Monarki Yogyakarta: Apanya?
oleh
Indra J Piliang
  

Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut istilah monarki,Sultan 
Hamengku Buwono X langsung bereaksi. Apakah Presiden SBY mengetengahkan sebutan 
monarki itu kepada Yogyakarta ataukah kepada ratusan utusan kerajaankerajaan 
lama yang sedang berkumpul di Palembang, Sumatera Selatan? 
Pemberitaan media menyebut berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang tentang 
Keistimewaan Yogyakarta. Presiden SBY membawa persoalan ini terlalu jauh yakni 
membenturkan antara demokrasi dan monarki.Seolah-olah monarki bertentangan 
dengan demokrasi. Padahal, dari data yang dikeluarkan oleh Freedom House, 
sebagian besar negara di Eropa, Amerika Serikat,Amerika Latin, termasuk 
Indonesia dan India di Asia,adalah negara yang masuk kategori bebas atau free 
dengan warna hijau (www.freedomhouse.org). 
Dengan kategori itu, negara-negara monarki di Eropa adalah juga negara 
demokratis. Perdebatan sejumlah politisi membuka tabir yang sebenarnya dari 
ucapan Presiden, yakni menyangkut penetapan atau Pemilihan Gubernur Daerah 
Istimewa Yogyakarta (DIY). Selama ini jabatan itu langsung diberikan kepada 
Kesultanan Yogyakarta,dalam hal ini Sultan Hamengku Buwono (HB) IX dan Sultan 
HB X. Pemikiran yang muncul dalam rapat Kabinet Indonesia Bersatu II 
menyimpulkan bahwa penetapan itu membawa kepada sistem monarki dan 
antidemokrasi.
Lima Sistem 
Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia, kita mengenal lima sistem atau model 
pemerintahan daerah. Kelimanya adalah: (1) Daerah Istimewa Yogyakarta serta 
Aceh di masa lalu; (2) Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta; (3) Daerah Otonomi 
Khusus Papua dan Papua Barat; (4) Daerah Self Government Aceh, dan (5) Daerah 
Otonom yang berdasarkan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat 28 
provinsi. 
Tujuh provinsi meminta disebut sebagai Provinsi Kepulauan,namun masih negosiasi 
dengan pemerintah pusat. Dengan model itu, Jakarta, Aceh, Papua, Papua Barat, 
dan Yogyakarta diatur dengan undangundang yang berbeda dengan UU No 
32/2004.Untuk Aceh,misalnya, diterapkan syariat Islam bagi kaum muslim dan 
keterlibatan partai politik lokal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dan 
pemilu nasional. Untuk Papua dan Papua Barat,gubernur hanya boleh berasal dari 
ras Melanesia, serta dibentuk Majelis Rakyat Papua yang tidak ada di provinsi 
lain. 
Jakarta tidak memiliki DPRD Kota, begitu juga wali kota ditetapkan tidak 
melalui proses pilkada. Beragam variasi itu menunjukkan bahwa Indonesia memang 
menganut paham Bhinneka Tunggal Ika. Bukan hanya dalam budaya, melainkan juga 
sistem pemerintahan daerahnya. Karena itu, banyak pihak sepakat bahwa penetapan 
Sultan HB X sebagai Gubernur DIY tidak bertentangan dengan demokrasi dan 
konstitusi. Penetapan itu bagian dari sejarah bangsa dan negara Indonesia yang 
memang tidak seragam. Dengan keberadaan UU yang mengikat Yogyakarta selama 
ini,sebutan terjadi monarki sungguh tidak biasa. 
Strategi Budaya 
Keindonesiaan tidak dibangun dalam semalam. Almarhum Nurcholish Madjid menulis, 
betapa Indonesia diimpit oleh minimal empat gelombang kebudayaan,mulai dari 
zaman batu, agraris, industri, sampai zaman teknologi informasi. Ibarat 
anak-anak dan manusia dewasa, Indonesia bukan berasal dari umur yang sama. Kita 
belum lama menyaksikan kemerdekaan Timor Timur menjadi Negara Timor Leste, 
sembari melihat konflik bersenjata berakhir di Aceh. 
Maka, alangkah ahistorisnya kalau perdebatan menyangkut status pemilihan atau 
penetapan Gubernur DIY dibawa ke dalam konsep monarki atau bukan.Yogyakarta 
adalah sedikit dari provinsi yang terkenal atau dikenali oleh rakyat Indonesia. 
Selain kota atau daerah pelajar, Yogyakarta memiliki banyak seniman. Sejumlah 
kajian menunjukkan bahwa yang menjaga Yogyakarta tetap seperti Yogyakarta 
sekarang adalah menyatunya Sultan HB IX dan Sultan HB X dengan posisi sebagai 
Gubernur Yogyakarta. 
Perlindungan terhadap kebudayaan lokal terjadi dengan baik. Kalau diperhatikan, 
kerajaankerajaan lama masih hidup di berbagai daerah. Presiden SBY dan Ibu 
Negara Ani Yudhoyono bahkan mendapat gelar yang sering disebut sebagai simbol 
feodalisme itu. Persoalan utamanya, seringkali pengaruh kerajaan-kerajaan lama 
itu tidak sampai ke masyarakat, hanya di seputar Istana. Sementara pengaruh 
Sultan HB IX dan HB X sampai di masyarakat Yogyakarta.
Tahun 1998, misalnya, Sultan HB X berhasil menenangkan masyarakat Yogyakarta 
sehingga kerusuhan tidak terjadi.Di DKI Jakarta, toserba bermerek Yogya banyak 
hangus terbakar. Sekalipun kerajaan-kerajaan lama itu kurang berpengaruh secara 
politik dan pemerintahan,namun di bidang kebudayaan sangat penting 
artinya.Tidak semua pimpinan daerah memahami kebudayaan dengan baik,apalagi di 
zaman demokrasi ultraliberal dewasa ini. 
Sejumlah kepala daerah dari kalangan pengusaha, misalnya, dengan serta merta 
hanya berorientasi kepada ekonomi 

[...@ntau-net] IJP: Obama dan Sate Padang

2010-11-18 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/11/19/obama-dan-sate-padang/
 
Harian Haluan, 19 November 2010
Obama dan Sate Padang
Oleh
Indra J Piliang
Dewan Penasehat The Indonesian Institute
 
Ada satu pesan di twitter penulis, ketika Barack Obama pidato di Universitas 
Indonesia, tanggal 10 November 2010. Bunyinya, kurang lebih: “Menurut informasi 
rahasia, Obama tidak suka sate Padang, Bang. Terlalu pedas.” Penulis tidak 
membalasnya, saking terpaku untuk menggali inti pidato Obama itu. 
 
Obama sering menyebut kata “Sate” dalam membicarakan Indonesia. Dengan banyak 
orang Indonesia yang menemuinya, baik di Amerika Serikat ataupun di Indonesia. 
Tapi tidak begitu jelas, sate apa yang dimaksud oleh Obama. Bagaimanapun, 
Indonesia memiliki banyak sate dan soto. Sate Padang, sate ayam, sate kambing, 
sate rusa (di Merauke, Papua), sate Madura, sate Bali, dan lain-lain. Setiap 
sate itu berbeda rasa, berbeda kemasan, berbeda daerah.
 
Sate adalah wujud binneka tunggal ika (17 huruf) yang disebut Obama dalam 
pidatonya. Bukan bhinneka tunggal ika (18 huruf), sebagaimana diketahui selama 
ini. Dalam buku “6000 Tahun Sang Merah Putih” yang terbit tahun 1953, Muhammad 
Yamin jelas mengeja 17 huruf itu, ketimbang yang dipakai kini yang 18 huruf 
itu. 
 
Kenapa sate jadi bagian dari binneka tunggal ika itu? Karena sate ditusuk pakai 
lidi. Orang sering mengatakan bahwa lidi kalau sendiri mudah patah, sementara 
kalau bersama akan kuat dan bisa menjadi sapu. Tetapi, semakin jarangnya orang 
Indonesia memakai sapu lidi, menyebabkan masyarakat makin melupakannya. Sapu 
lidi mungkin kehilangan sumberdaya utama, yakni pohon-pohon kelapa. 
 
Di kota-kota besar, lidi dari pohon kelapa itu digunakan untuk menusuk sate. 
Lidi yang sama menusuk sate apa saja, terutama sate dari daging sapi. Sate 
Padang salah satunya. Untuk menusuk daging kambing, biasanya digunakan lidi 
yang terbuat dari bambu. Di luar Sumbar, bahkan daging ayampun ditusuk dengan 
bambu, bukan dengan lidi pohon kelapa. Bisa dikatakan, Sate Padanglah 
kolaborasi ideal antara lidi pohon kelapa dengan daging sapi atau kerbau. 
 
*** 
 
Obama bukan seorang Indonesianis atau yang belajar lama tentang Indonesia. Ia 
tetaplah seorang warga negara Amerika Serikat yang memandang Indonesia dan 
keindonesiaan sebagai hal penting. Lebih dari itu, Ia adalah bocah berusia 6 
tahun ketika pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1967. Kini, Ia tak 
lagi bocah di usia jelang 50 tahun. Ia presiden di negara terkuat di dunia. 
 
Andai Obama adalah Indonesianis atau sejarawan, bisa dibayangkan bagaimana 
indahnya Ia orasi tentang Indonesia. Pidato yang disampaikan di Universitas 
Indonesia itu saja sudah menggetarkan. Tentu, bagi orang-orang yang tak pernah 
mengikuti pidato Obama. Sekalipun menggunakan teleprompter, Obama bisa 
menyelipkan kata-katanya sendiri. Ia terikat kepada sejumlah teks dalam 
teleprompter, tetapi Ia juga jenius merangkai kata-kata sendiri. Langsung. 
Genuine. Asli. 
 
Binneka Tunggal Ika diingat(kan) Obama tentang keindonesiaan. Sebuah negara 
besar di antara dua samudera: Hindia dan Pasifik. Sebuah negara yang oleh satu 
buku disebut sebagai “ciri” Benua Atlantis yang hilang. Pembangunan, demokrasi, 
relegiusitas, adalah tiga pokok pikiran yang tak asing lagi, tapi diulang 
Obama. Obama bukan hanya, “Pulang kampung, nih”, tetapi juga memulangkan 
sejumlah kosa-kata yang jarang dipakai oleh Presiden Republik Indonesia, 
sekalipun. 
 
Pidato resmi dengan teks-teks sakral, tetapi tak membuat kantuk. Andai Obama 
adalah sejarawan, tentu akan dengan mudah mengingat bahwa Indonesia tak bisa 
menggantungkan diri kepada diri sendiri. Dalam buku The Audacity of Hope, Obama 
telah mengurai itu: Indonesia yang kehilangan dirinya akibat pilihan-pilihan 
strategis kepentingan dunia. Indonesia yang berayun terus, dalam arus badai 
utara dan timur, di belahan selatan.
 
*** 
 
Kembali ke tusuk sate, bagaimana mengartikan pidato Obama itu? BinnekaTunggal 
ika adalah jejak yang bersumber dari penggalian atas artefak-artefak di masa 
lalu. Walau tak memberi pengaruh apa-apa pada sekitar tahun 1945, Binneka 
Tunggal Ika adalah aksara yang masih utuh. Ia diingat, dari kisah-kisah lama. 
Ia terpahat, di dalam candi-candi alam tropis yang masih bertahan. 
 
Muhammad Yamin menggali istilah Binneka Tunggal Ika itu. Putra Talawi itu 
memang gigih, segigih para penambang batu-bara di Sawahlunto. Bukan hanya itu, 
Yamin menyigi arti burung garuda sebagai lambang negara, sekaligus juga 
merah-putih sebagai bendera negara. Hampir seluruh dimensi diurai. Teknik yang 
dipakai Yamin adalah menyama-nyamakan apa yang dia pikir sebagai keindonesiaan 
itu, dengan setiap hal yang ada di setiap daerah. Termasuk makanan, seni, 
petatah-petitih, ataupun jenis-jenis burung dan binatang lainnya.
 
Yamin adalah seorang penggali. Ia ikat lagi serakan-serakan  atau 
sobekan-sobekan pengetahuan atau dokumen pikiran dalam sejarah Indonesia. Ia 
telanjur menyebutnya sebagai sejarah. Dalam bentuk lebih 

[...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria

2010-11-08 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/11/08/antara-mentawai-dan-bavaria/ 
 
Harian Haluan, 08 November 2010

Antara Mentawai dan Bavaria
Oleh
Indra J Piliang

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional HKTI 2010-2015
 
Terkejut. Itu reaksi yang pertama muncul ketika mengetahui Gubernur Sumatera 
Barat Irwan Prayitno berangkat ke Jerman pada hari ke-7 tsunami Mentawai. Tidak 
ada pemberitahuan sebelumnya. Pers baru menginformasikan setelah Gubernur Irwan 
berangkat atau malah sudah tiba di Jerman. 
 
Penulis sendiri tidak terlalu menyadari, ketika Lukman Alex (Ketua DPD PDI 
Perjuangan Sumbar) menyampaikan lewat twitter tentang kepergian itu. Pesan Alex 
tidak begitu jelas, karena menyitir pertanyaan novelis Akmal Nasery Basral 
tentang PDRI. Alex memplesetkan istilah PDRI itu dengan kabar keberangkatan 
Gubernur Irwan ke Jerman. Baru siang harinya penulis paham, begitu informasi 
kepergian itu menyebar di media online. 
 
Lalu, kabar-kabar itu semakin banyak, termasuk lewat media sosial seperti 
twitter dan facebook. Tentu juga lewat mailing list dan blackberry messanger. 
Dalam waktu cepat, berita itu masuk ke dalam pemberitaan media massa 
elektronik, terutama televisi. Dan lalu berkembang terus ke media cetak. 
 
Gelombang kritikan begitu deras atas kepergian itu. Ironisnya, klarifikasi 
justru datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merilis kronologis dan 
agenda Gubernur Irwan di Jerman. Herannya, rilis resmi dari Humas Pemda 
Sumbar-pun tidak terbaca. Para menteripun ikut berbicara, mulai dari Menteri 
Dalam Negeri sampai Menteri Sekretaris Kabinet. DPR menimpali. Yang belum 
bicara: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bavaria

Kenapa cerita awal itu penting? Mengingat masalah kepergian Gubernur Irwan ke 
Jerman hadir dari proses, bukan tiba-tiba saja muncul dalam ranah kesadaran 
publik. Seandainya tidak ada tsunami di Mentawai, mungkin orang-orang tak akan 
bertanya kemana gubernur pergi. Kepergian Gubernur Kaltim ke China, misalnya, 
diributin publik mengingat status sebagai tersangka kasus korupsi. Begitu juga 
orang-orang ribut dengan kepergian tersangka pelaku penyuapan anggota DPR RI 
Nunun, istri Adang Dorodjatun, ketika berobat ke Singapura. 
 
Ketika membaca artikel ini, apakah kita tahu siapa saja kepala daerah yang ada 
di tempat? Ataukah siapa saja yang meninggalkan daerahnya, dengan alasan dinas 
luar? Kalaupun diributkan, tentu yang paling dilacak adalah yang pergi ke luar 
negeri. 
 
Mengapa luar negeri? Mengingat luar negeri selalu diasosiasikan sebagai tempat 
yang lebih baik dari Indonesia. Luar negeri menjadi semacam obat si tawar dan 
si dingin untuk masalah apapun di dalam negeri. Tak terkecuali juga sebagai 
tempat istirahat. Padahal, belum tentu luar negeri adalah segalanya. Timor 
Leste dan Papua Nugini juga masuk kategori luar negeri, namun sedikit pejabat 
yang ke sana.
 
Sejauh yang kita tahu, masyarakat ribut dengan luar negeri itu di tengah 
kontroversi menyangkut fasilitas yang dimiliki oleh penyelenggara negara. Untuk 
investasi, misalnya, terlalu mudah pejabat negara menebarkan umpan, di laut 
yang belum tentu ada ikannya. Dan hal ini sama saja dengan studi banding para 
anggota parlemen ke tempat yang belum tentu memberi makna akan kebijakan yang 
hendak dilihat. 
 
Gubernur Irwan diundang oleh Duta Besar RI di Jerman. Bukan oleh investor. 
Investor diundang oleh Pak Dubes di dalam acara seminar. Di sela presentasi 
soal potensi investasi di Sumbar kepada investor Jerman, Gubernur Irwan 
dijadwalkan bertemu dengan Gubernur Negara Bagian Bavaria. Daerah asal Adolf 
Hitler dan disebut sebagai pusat aktivitas ras Arya dalam Perang Dunia Kedua 
itu tentulah menarik dijadikan sebagai sister city dengan Sumatera Barat. Nah, 
siapa yang memberi tawaran sister city itu? Sumbar atau Bavaria? Apa gunanya?
 
Mentawai
Sebetulnya, publik lebih terkejut dengan informasi tentang Mentawai. Kalau 
dilacak pernyataan demi pernyataan Gubernur Irwan, pada Rabu (26 Oktober) pagi 
belum diketahui ada tsunami di Mentawai. Penulis masih ikut konvoi mobil 
Gubernur Irwan dari lampu merah Kampung Apa, Pariaman, menuju Lubuk Basung. 
Seiring dengan informasi lapangan, pernyataan itu mengalami perubahan. 
 
Ketika awal, gelombang protes sempat muncul tentang peringatan tsunami yang 
dicabut oleh pejabat resmi. Mengingat gambar-gambar tsunami Mentawai semakin 
banyak diketahui, protes itupun mengendap. Media lebih tertarik dengan berita 
mutakhir dari lapangan. Angka-angka kematian dirilis. Komunikasi yang semula 
terhambat, mulai terang. Semua bergerak. Bukan hanya pemerintah, tetapi juga 
masyarakat di seluruh Indonesia dan dunia. 
 
Lalu, mulailah fase tanggap darurat. Korban-korban didata. Sebagian dievakuasi. 
Para relawan berdatangan. Sebagian besar menjerit, mengingat sulitnya medan. 
Sekalipun ada yang langsung naik kapal dari Tanjung Priok, Jakarta, misalnya, 
tetapi mereka mendarat di Sikakap. Segera, Sikakap dipenuhi relawan, wartawan, 
peneliti ataupun orang-orang yang 

Re: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria

2010-11-08 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Wa'alaikum salam
 
Saya dekat dg BA-1, BA-2, dan BA-BA yg lain. Emang kenapa? Saya nggak sedang 
bulan madu. Belum ada rencana.
 
 
Ada yang larang nulis ini di palanta? Itu kan permintaan2 yg sudah biasa 
bertahun2. Dan setahu saya tak ada hak moderator menutup atau membuka. Biasa 
saja.
 
IJP


--- On Mon, 11/8/10, Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id wrote:


From: Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id
Subject: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Monday, November 8, 2010, 6:07 AM






Assalammualaikum wr wb


Saya dengar pak Indra J Piliang dikenal dekat dengan BA 2, apakah bulan madu 
sudah selesai? 


wasalam


AZ - 32 th
Padang 
(saya kira thread tentang BA 1 ke Jerman sudah berakhir di palanta ini)





Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
Kepada: Lisi l...@yahoogroups.com; fora...@yahoogroups.com
Cc: koran-digi...@googlegroups.com; RantauNet@googlegroups.com
Terkirim: Sen, 8 November, 2010 16:19:06
Judul: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria






http://www.indrapiliang.com/2010/11/08/antara-mentawai-dan-bavaria/ 
 
Harian Haluan, 08 November 2010

Antara Mentawai dan Bavaria
Oleh
Indra J Piliang

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional HKTI 2010-2015
 
Terkejut. Itu reaksi yang pertama muncul ketika mengetahui Gubernur Sumatera 
Barat Irwan Prayitno berangkat ke Jerman pada hari ke-7 tsunami Mentawai. Tidak 
ada pemberitahuan sebelumnya. Pers baru menginformasikan setelah Gubernur Irwan 
berangkat atau malah sudah tiba di Jerman. 
 
Penulis sendiri tidak terlalu menyadari, ketika Lukman Alex (Ketua DPD PDI 
Perjuangan Sumbar) menyampaikan lewat twitter tentang kepergian itu. Pesan Alex 
tidak begitu jelas, karena menyitir pertanyaan novelis Akmal Nasery Basral 
tentang PDRI. Alex memplesetkan istilah PDRI itu dengan kabar keberangkatan 
Gubernur Irwan ke Jerman. Baru siang harinya penulis paham, begitu informasi 
kepergian itu menyebar di media online. 
 
Lalu, kabar-kabar itu semakin banyak, termasuk lewat media sosial seperti 
twitter dan facebook. Tentu juga lewat mailing list dan blackberry messanger. 
Dalam waktu cepat, berita itu masuk ke dalam pemberitaan media massa 
elektronik, terutama televisi. Dan lalu berkembang terus ke media cetak. 
 
Gelombang kritikan begitu deras atas kepergian itu. Ironisnya, klarifikasi 
justru datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merilis kronologis dan 
agenda Gubernur Irwan di Jerman. Herannya, rilis resmi dari Humas Pemda 
Sumbar-pun tidak terbaca. Para menteripun ikut berbicara, mulai dari Menteri 
Dalam Negeri sampai Menteri Sekretaris Kabinet. DPR menimpali. Yang belum 
bicara: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bavaria

Kenapa cerita awal itu penting? Mengingat masalah kepergian Gubernur Irwan ke 
Jerman hadir dari proses, bukan tiba-tiba saja muncul dalam ranah kesadaran 
publik. Seandainya tidak ada tsunami di Mentawai, mungkin orang-orang tak akan 
bertanya kemana gubernur pergi. Kepergian Gubernur Kaltim ke China, misalnya, 
diributin publik mengingat status sebagai tersangka kasus korupsi. Begitu juga 
orang-orang ribut dengan kepergian tersangka pelaku penyuapan anggota DPR RI 
Nunun, istri Adang Dorodjatun, ketika berobat ke Singapura. 
 
Ketika membaca artikel ini, apakah kita tahu siapa saja kepala daerah yang ada 
di tempat? Ataukah siapa saja yang meninggalkan daerahnya, dengan alasan dinas 
luar? Kalaupun diributkan, tentu yang paling dilacak adalah yang pergi ke luar 
negeri. 
 
Mengapa luar negeri? Mengingat luar negeri selalu diasosiasikan sebagai tempat 
yang lebih baik dari Indonesia. Luar negeri menjadi semacam obat si tawar dan 
si dingin untuk masalah apapun di dalam negeri. Tak terkecuali juga sebagai 
tempat istirahat. Padahal, belum tentu luar negeri adalah segalanya. Timor 
Leste dan Papua Nugini juga masuk kategori luar negeri, namun sedikit pejabat 
yang ke sana.
 
Sejauh yang kita tahu, masyarakat ribut dengan luar negeri itu di tengah 
kontroversi menyangkut fasilitas yang dimiliki oleh penyelenggara negara. Untuk 
investasi, misalnya, terlalu mudah pejabat negara menebarkan umpan, di laut 
yang belum tentu ada ikannya. Dan hal ini sama saja dengan studi banding para 
anggota parlemen ke tempat yang belum tentu memberi makna akan kebijakan yang 
hendak dilihat. 
 
Gubernur Irwan diundang oleh Duta Besar RI di Jerman. Bukan oleh investor. 
Investor diundang oleh Pak Dubes di dalam acara seminar. Di sela presentasi 
soal potensi investasi di Sumbar kepada investor Jerman, Gubernur Irwan 
dijadwalkan bertemu dengan Gubernur Negara Bagian Bavaria. Daerah asal Adolf 
Hitler dan disebut sebagai pusat aktivitas ras Arya dalam Perang Dunia Kedua 
itu tentulah menarik dijadikan sebagai sister city dengan Sumatera Barat. Nah, 
siapa yang memberi tawaran sister city itu? Sumbar atau Bavaria? Apa gunanya?
 
Mentawai
Sebetulnya, publik lebih terkejut dengan informasi tentang Mentawai. Kalau 
dilacak pernyataan demi pernyataan

Re: Bls: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria

2010-11-08 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Oh, bagus. Observasi yang bagus. Silakan ditulis. Tulisan anda saja sudah bagus 
di sini, kenapa butuh bantuan saya? Itu membantu reputasi anda :)
 
IJP

--- On Mon, 11/8/10, Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id wrote:


From: Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id
Subject: Bls: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Monday, November 8, 2010, 6:47 AM







Menurut saya kalau ingin pak IJP ingin menulis, ada bahan yang jauh lebih bagus 
dari topik kepergian BA 1 ke Jerman, yaitu hotel khusus prostitusi di kota 
Padang yang kita kenal dengan ranah ABS SBK ini, kebetulan jaraknya tidak jauh 
hanya 115 meter  250 meter dari pintu masuk gubernuran. 


Untuk observasi saya bisa traktir pak IJP ke hotel terakhir, sebab tarifnya 
tidak terlalu mahal, hanya Rp. 70.000,- Saya yakin ini progress yang sangat 
baik untuk pak IJP pada pemilu 2014 mendatang. Bagaimana? Kalau pak IJP takut 
dengan pengelolanya, saya kira bisa menemani pak IJP selama ekspos berita 
tentang hotel khusus prostitusi itu. salam ta'zim. 


wasalam


AZ - 32 th
Padang  
(yang saya maksud bulan madu adalah BA 1  2, saya kira bulan madu tentu bagi 
yang menikah secara politik)




Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Terkirim: Sen, 8 November, 2010 18:14:48
Judul: Re: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria






Wa'alaikum salam
 
Saya dekat dg BA-1, BA-2, dan BA-BA yg lain. Emang kenapa? Saya nggak sedang 
bulan madu. Belum ada rencana.
 
 
Ada yang larang nulis ini di palanta? Itu kan permintaan2 yg sudah biasa 
bertahun2. Dan setahu saya tak ada hak moderator menutup atau membuka. Biasa 
saja.
 
IJP


--- On Mon, 11/8/10, Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id wrote:


From: Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id
Subject: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Monday, November 8, 2010, 6:07 AM






Assalammualaikum wr wb


Saya dengar pak Indra J Piliang dikenal dekat dengan BA 2, apakah bulan madu 
sudah selesai? 


wasalam


AZ - 32 th
Padang 
(saya kira thread tentang BA 1 ke Jerman sudah berakhir di palanta ini)





Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
Kepada: Lisi l...@yahoogroups.com; fora...@yahoogroups.com
Cc: koran-digi...@googlegroups.com; RantauNet@googlegroups.com
Terkirim: Sen, 8 November, 2010 16:19:06
Judul: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria






http://www.indrapiliang.com/2010/11/08/antara-mentawai-dan-bavaria/ 
 
Harian Haluan, 08 November 2010

Antara Mentawai dan Bavaria
Oleh
Indra J Piliang

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional HKTI 2010-2015
 
Terkejut. Itu reaksi yang pertama muncul ketika mengetahui Gubernur Sumatera 
Barat Irwan Prayitno berangkat ke Jerman pada hari ke-7 tsunami Mentawai. Tidak 
ada pemberitahuan sebelumnya. Pers baru menginformasikan setelah Gubernur Irwan 
berangkat atau malah sudah tiba di Jerman. 
 
Penulis sendiri tidak terlalu menyadari, ketika Lukman Alex (Ketua DPD PDI 
Perjuangan Sumbar) menyampaikan lewat twitter tentang kepergian itu. Pesan Alex 
tidak begitu jelas, karena menyitir pertanyaan novelis Akmal Nasery Basral 
tentang PDRI. Alex memplesetkan istilah PDRI itu dengan kabar keberangkatan 
Gubernur Irwan ke Jerman. Baru siang harinya penulis paham, begitu informasi 
kepergian itu menyebar di media online. 
 
Lalu, kabar-kabar itu semakin banyak, termasuk lewat media sosial seperti 
twitter dan facebook. Tentu juga lewat mailing list dan blackberry messanger. 
Dalam waktu cepat, berita itu masuk ke dalam pemberitaan media massa 
elektronik, terutama televisi. Dan lalu berkembang terus ke media cetak. 
 
Gelombang kritikan begitu deras atas kepergian itu. Ironisnya, klarifikasi 
justru datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merilis kronologis dan 
agenda Gubernur Irwan di Jerman. Herannya, rilis resmi dari Humas Pemda 
Sumbar-pun tidak terbaca. Para menteripun ikut berbicara, mulai dari Menteri 
Dalam Negeri sampai Menteri Sekretaris Kabinet. DPR menimpali. Yang belum 
bicara: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Bavaria

Kenapa cerita awal itu penting? Mengingat masalah kepergian Gubernur Irwan ke 
Jerman hadir dari proses, bukan tiba-tiba saja muncul dalam ranah kesadaran 
publik. Seandainya tidak ada tsunami di Mentawai, mungkin orang-orang tak akan 
bertanya kemana gubernur pergi. Kepergian Gubernur Kaltim ke China, misalnya, 
diributin publik mengingat status sebagai tersangka kasus korupsi. Begitu juga 
orang-orang ribut dengan kepergian tersangka pelaku penyuapan anggota DPR RI 
Nunun, istri Adang Dorodjatun, ketika berobat ke Singapura. 
 
Ketika membaca artikel ini, apakah kita tahu siapa saja kepala daerah yang ada 
di tempat? Ataukah siapa saja yang meninggalkan daerahnya, dengan alasan dinas 
luar? Kalaupun diributkan, tentu yang paling dilacak adalah yang pergi ke luar 
negeri. 
 
Mengapa luar negeri? Mengingat luar negeri selalu diasosiasikan sebagai

Re: Bls: Bls: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria

2010-11-08 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Saya nggak nanya. Saya hanya membalas saran anda. Anda menyarankan saya 
menulis, saya sarankan balik: anda kan sudah observasi, ya, tulis saja. 
 
Mau bangga atau tidak, bukan urusan saya juga. 
 
Anda koq diskusi melompat2. Kalau mau memperkenalkan diri, kenalkan saja baik2. 
 
IJP 
 


--- On Mon, 11/8/10, Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id wrote:


From: Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id
Subject: Bls: Bls: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Monday, November 8, 2010, 7:15 AM






Maaf pak IJP yang baik, saya sungguh sangat tidak tertarik dengan politik. Saya 
jauh lebih tertarik pada kegiatan pencinta alam, relawan/rescue  pemberdayaan 
masyarakat nagari. Saya kira bidang ini jauh dari glamour pentas politik dan 
itu memang pilihan hidup saya. 


Soal reputasi saya hanya orang biasa  tidak punya apa-apa. Saya hanya 
mengikuti kegiatan organisasi mahasiswa dibimbing oleh mentor Jhoni S Mundung, 
pengurus Walhi Riau. Saya kira kami berdua tidak memiliki apa-apa yang patut 
dibanggakan, salam ta'zim.


wasalam


AZ-32 th
Padang      





Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Terkirim: Sen, 8 November, 2010 19:03:46
Judul: Re: Bls: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria






Oh, bagus. Observasi yang bagus. Silakan ditulis. Tulisan anda saja sudah bagus 
di sini, kenapa butuh bantuan saya? Itu membantu reputasi anda :)
 
IJP

--- On Mon, 11/8/10, Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id wrote:


From: Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id
Subject: Bls: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Monday, November 8, 2010, 6:47 AM







Menurut saya kalau ingin pak IJP ingin menulis, ada bahan yang jauh lebih bagus 
dari topik kepergian BA 1 ke Jerman, yaitu hotel khusus prostitusi di kota 
Padang yang kita kenal dengan ranah ABS SBK ini, kebetulan jaraknya tidak jauh 
hanya 115 meter  250 meter dari pintu masuk gubernuran. 


Untuk observasi saya bisa traktir pak IJP ke hotel terakhir, sebab tarifnya 
tidak terlalu mahal, hanya Rp. 70.000,- Saya yakin ini progress yang sangat 
baik untuk pak IJP pada pemilu 2014 mendatang. Bagaimana? Kalau pak IJP takut 
dengan pengelolanya, saya kira bisa menemani pak IJP selama ekspos berita 
tentang hotel khusus prostitusi itu. salam ta'zim. 


wasalam


AZ - 32 th
Padang  
(yang saya maksud bulan madu adalah BA 1  2, saya kira bulan madu tentu bagi 
yang menikah secara politik)




Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Terkirim: Sen, 8 November, 2010 18:14:48
Judul: Re: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria






Wa'alaikum salam
 
Saya dekat dg BA-1, BA-2, dan BA-BA yg lain. Emang kenapa? Saya nggak sedang 
bulan madu. Belum ada rencana.
 
 
Ada yang larang nulis ini di palanta? Itu kan permintaan2 yg sudah biasa 
bertahun2. Dan setahu saya tak ada hak moderator menutup atau membuka. Biasa 
saja.
 
IJP


--- On Mon, 11/8/10, Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id wrote:


From: Armen Zulkarnain emeneschoo...@yahoo.co.id
Subject: Bls: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Monday, November 8, 2010, 6:07 AM






Assalammualaikum wr wb


Saya dengar pak Indra J Piliang dikenal dekat dengan BA 2, apakah bulan madu 
sudah selesai? 


wasalam


AZ - 32 th
Padang 
(saya kira thread tentang BA 1 ke Jerman sudah berakhir di palanta ini)





Dari: Indra Jaya Piliang pi_li...@yahoo.com
Kepada: Lisi l...@yahoogroups.com; fora...@yahoogroups.com
Cc: koran-digi...@googlegroups.com; RantauNet@googlegroups.com
Terkirim: Sen, 8 November, 2010 16:19:06
Judul: [...@ntau-net] IJP: Antara Mentawai dan Bavaria






http://www.indrapiliang.com/2010/11/08/antara-mentawai-dan-bavaria/ 
 
Harian Haluan, 08 November 2010

Antara Mentawai dan Bavaria
Oleh
Indra J Piliang

Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional HKTI 2010-2015
 
Terkejut. Itu reaksi yang pertama muncul ketika mengetahui Gubernur Sumatera 
Barat Irwan Prayitno berangkat ke Jerman pada hari ke-7 tsunami Mentawai. Tidak 
ada pemberitahuan sebelumnya. Pers baru menginformasikan setelah Gubernur Irwan 
berangkat atau malah sudah tiba di Jerman. 
 
Penulis sendiri tidak terlalu menyadari, ketika Lukman Alex (Ketua DPD PDI 
Perjuangan Sumbar) menyampaikan lewat twitter tentang kepergian itu. Pesan Alex 
tidak begitu jelas, karena menyitir pertanyaan novelis Akmal Nasery Basral 
tentang PDRI. Alex memplesetkan istilah PDRI itu dengan kabar keberangkatan 
Gubernur Irwan ke Jerman. Baru siang harinya penulis paham, begitu informasi 
kepergian itu menyebar di media online. 
 
Lalu, kabar-kabar itu semakin banyak, termasuk lewat media sosial seperti 
twitter dan facebook. Tentu juga lewat mailing list dan blackberry messanger. 
Dalam waktu cepat, berita itu masuk ke dalam pemberitaan media massa 
elektronik, terutama televisi. Dan lalu

Re: [...@ntau-net] Artikel di Kompas

2010-11-01 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Darizal Basir ke Yunani bersama Nudirman Munir, dll. Darizal Basir adalah 
anggota DPR RI asal Sumbar 1 yg meliputi antara lain Kab Kepulauan Mentawai. 
Nudirman dari Sumbar 2 yg tidak termasuk Mentawai.
 
IJP

--- On Mon, 11/1/10, ardian_hmd...@yahoo.co.id ardian_hmd...@yahoo.co.id 
wrote:


From: ardian_hmd...@yahoo.co.id ardian_hmd...@yahoo.co.id
Subject: Re: [...@ntau-net] Artikel di Kompas
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Monday, November 1, 2010, 4:46 AM


Mungkin penulis maksudkan 1 anggota DPR asal sumbar yang lagi ke Yunani adalah 
Nudirman Munir, kalau tidak salah beliau adalah Fraksi Golkar.

Salam

Dany 
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-Original Message-
From: Indra J Piliang pi_li...@yahoo.com
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Mon, 1 Nov 2010 03:11:38 
To: RantauNetRantauNet@googlegroups.com; Forahmifora...@yahoogroups.com
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [...@ntau-net] Artikel di Kompas

@kompasdotcom: Mentawai dan Marzuki Alie http://bit.ly/bZcl9z
~~.IJP.~~

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.



  

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
- Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.


[...@ntau-net] Sebulan Pidato Serumpun

2010-10-14 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/10/14/sebulan-pidato-serumpun/

Sumber : Suara Pembaruan, 14 Oktober 2010

 

Sebulan Pidato Serumpun

 

Oleh : Indra J Piliang

 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato yang kini sudah menjadi 
dokumen negara di Markas Besar TNI Cilangkap tanggal 2 September 2010 lalu. 
Pidato itu bukan malah membesarkan hati rakyat Indonesia yang sedang diusik 
rasa nasionalismenya, malah menuai sinisme dan kritisisme dari kalangan 
menengah. Kekecewaan serupa muncul di kalangan masyarakat jelata.

 

Presiden SBY sebetulnya sudah menarik garis yang dikenal sebagai soft 
diplomacy. Hal ini berbeda dengan reaksi Perdana Menteri Malaysia Muhammad 
Nadjib yang menyebabkan ekskalasi pembakaran bendera Indonesia meningkat. 
Kelompok aktivis pemberang Bendera di Indonesia memang melemparkan kotoran 
manusia ke Kedutaan Besar Malaysia, sehingga memicu reaksi M Nadjib. Tapi kita 
paham bahwa Nadjib sedang menyiapkan diri menghadapi pemilu, sehingga sentimen 
nasionalisme Malaysia bisa menjadi konsumsi politik lokal. Sebaliknya, partai 
pembangkang pimpinan Anwar Ibrahim jauh lebih empati kepada Indonesia ketimbang 
UMNO.

 

Yang jadi pertanyaan, kenapa Cilangkap sebagai simbol militer Indonesia 
dijadikan sebagai tempat menyelenggarakan pidato Presiden SBY? Cilangkap adalah 
area dengan tingkat keamanan tinggi. Sebagai identitas simbolik akan pertahanan 
negara, justru pidato Presiden SBY kurang banyak menggali sisi itu. Masyarakat 
Indonesia tidak mengetahui dengan detil seberapa besar kekuatan militer 
Indonesia.

 

Momentum

 

Pidato Presiden SBY sebetulnya bisa menjadi momentum terbaik guna mengusung 
nasionalisme baru. Indonesia memang tidak mengenal konsep politik luar negeri 
yang ofensif. Sekalipun pernah menjadikan Timor Timur sebagai sasaran 
pendudukan, namun pada saat Indonesia lemah justru provinsi itu menjadi Negara 
Timor Leste. Dalam masa yang kritis itu, Indonesia seperti menghadapi tamparan 
luar biasa, terutama dari negara Amerika Serikat dan Australia yang memberi 
“restu” bagi pendudukan. Berbalik arahnya kedua negara itu – satu sheriff dan 
satu lagi wakil sheriff— menjadi catatan tersendiri akan rapuhnya dukungan 
negara-negara luar atas batas-batas wilayah Indonesia.

 

Dalam era Perang Dingin antara Uni Sovyet dengan Amerika Serikat, politik luar 
negeri Indonesia atas nama “Mendayung di Antara Dua Karang” menjadi relevan. 
Namun, di masa sekarang, doktrin itu ditambah dengan konsep politik luar negeri 
yang bebas dan aktif sulit dijalankan. Kebangkitan ekonomi Tiongkok membawa 
pengaruh kepada perlombaan di bidang ekonomi, ketimbang militer. Kita melihat 
dalam dekade terakhir terdapat usaha keras untuk melucuti senjata-senjata 
pembunuh massal akibat Perang Dingin.

 

Indonesia memiliki posisi yang baik, terutama dalam forum G-20, yakni 
negara-negara yang masuk kategori mempunyai kekuatan ekonomi terbesar di dunia. 
Malaysia tidak bergabung di dalamnya. Perang, misalnya, bisa menghancurkan 
posisi ekonomi negara yang lebih kuat itu. Amerika Serikat yang perkasa saja 
mengalami krisis, akibat begitu banyak dana yang digunakan untuk perang di Irak 
dan Afghanistan. Pilihan untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dengan tak 
mengucap sentimen perang adalah tepat.

 

Namun, perang juga punya definisi yang lain. Tidak hanya konvensional berupa 
penggunaan senjata atau tentara, tetapi juga perlombaan di bidang ilmu 
pengetahuan dan teknologi, informasi sampai aspek-aspek kebudayaan. Hal inilah 
yang banyak dipertanyakan dalam konteks hubungan Indonesia-Malaysia, yakni 
tatkala kesenian tradisional Indonesia seperti Tari Pendet bisa “dirampas” oleh 
Malaysia, misalnya. Di balik protes yang dilakukan oleh rakyat Indonesia, 
sesungguhnya terdapat perasaan bahwa Indonesia dikalahkan secara tidak adil. 
Nah, kenapa Presiden SBY tidak menyebut perang modern itu?

 

Serumpun

 

Presiden SBY malah menyampaikan upaya percepatan perundingan perbatasan dengan 
Malaysia. Diluar itu, terdapat satu masalah yang lebih serius, yakni dalam 
konteks negara serumpun. Bagaimana mengejawantahkan dalam kehidupan 
sehari-hari? Dalam masa Orde Baru, kita mengenal begitu banyak kota di 
Indonesia yang disama-samakan dengan kota-kota di negara lain, dengan sebutan 
sister city. Dengan konsep negara serumpun, apakah Indonesia-Malaysia adalah 
dua negara kembar?

 

Bagi saya, sebutan sebagai negara serumpun ataupun saudara kembar dan 
sejenisnya itu adalah strategi yang keliru. Dalam aspek apapun, Indonesia lebih 
besar dari Malaysia. Indonesia menjadi negara multi-etnis yang memberikan 
kesetaraan kepada setiap warga-negara. Kesejajaran dalam konteks sesama etnis 
Melayu-pun tak layak untuk Malaysia, mengingat konstitusinya tidak mengatur 
itu. Malaysia tetap menjadi negara dengan tiga etnis dominan: Melayu, Tionghoa 
dan India.

 

Malaysia juga negara kerajaan dengan sistem yang ketat. Warga memiliki 
kebebasan besar di bidang ekonomi, bahkan banyak perusahaan Malaysia 

[...@ntau-net] Ceritalah Indonesia (Versi Orang Malaysia)

2010-10-01 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/10/01/ceritalah-indonesia/

Judul   : “Ceritalah Indonesia”
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia.
Penulis : Karim Raslan.
Tahun Terbit: 2010.
Halaman : xxii  136.

Ceritalah Indonesia

Saya membaca buku ini dengan takjub. Judulnya: “Ceritalah Indonesia”. 
Penulisnya: Karim Raslan, seorang teman yang diperkenalkan oleh Rizal Sukma 
yang kini memimpin Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Dulu, 
Karim suka sekali bicara politik dengan saya, termasuk politik lokal secara 
bergairah. Kini, Karim barangkali agak khawatir betapa politik di Indonesia itu 
kurang baik bagi saya, sehingga agak jarang berkomunikasi. Tidak apa. 

Ketika rencana buku ini disampaikan Karim, saya menyambut dengan baik. Apalagi 
ada editor yang saya kenal handal sejak kuliah di UI: Linda  Christanty. Benar 
saja, Linda ternyata berlatar-belakang Melayu juga, berasal dari Bangka. Saya 
baru tahu atau tepatnya sadari itu, ketika membaca pengantar Linda di buku ini. 
Bayangan radio transistor juga ada dalam masa kecil saya, sebagaimana Linda, 
sebagai pengisi hari-hari kami. Radio yang berisikan siaran-siaran nasional, 
internasional dan tentu Malaysia. Itu tahun 1970-an sampai 1980-an. 

Kini, apakah rasa kemelayuan itu masih ada? Saya tak begitu tahu lagi. Perlu 
riset yang agak lama tentang rasa Melayu atau Malaysia di kalangan anak-anak 
usia sekolah dasar dan menengah, sebagaimana Linda dan saya mengalami dulu di 
Sumatera. Tapi, apakah itu penting? Pentingkah rasa kemelayuan itu bagi 
anak-anak sekarang? Pentingkah Upin-Ipin itu? Karim Raslan dengan keahliannya, 
telah membeber secara tak langsung sisi kemelayuan itu dengan caranya menulis: 
bercerita. 

Kalau kemudian Karim banyak mengurai soal kemelayuan itu, saya kira bukan 
karena tema-tema yang dituliskan, tetapi lebih dari sisi cara menulisnya. Dan 
yang diceritakan Karim bukanlah Melayu, tetapi Indonesia! Indonesia dengan 
beragam warna. Karim bisa menulis sebuah pameran seni-rupa dengan hidup dan 
kita baru memahami arti dari susunan patung-patung, misalnya, dari 
kata-katanya. Karim menghidupkan sebuah lukisan lewat kata-kata. Dengan kata 
yang menjadi cerita, Karim menghidupkan keindonesiaan itu. 

29 artikel atau cerita yang dikumpulkan dalam buku ini dibagi ke dalam tiga 
tema: seni, politik-ekonomi dan hubungan dua negeri. Tema yang luas. Tetapi 
bingkai yang bisa diberi untuk buku ini satu: budaya. Tentu saya tak ingin 
menyebut Karim adalah seorang budayawan, sesuatu yang tentu ia tak sukai. 
Budayawan, untuk banyak hal di masa lalu, mirip dengan sebutan empu atau resi, 
seseorang yang seolah tahu segalanya tapi sebetulnya hanya mengurai sisi-sisi 
yang ia ketahui. 

Indonesia yang sudah dan sedang berubah dengan menempuh jalur demokrasi, bukan 
tak memiliki “budayawan” di masa kini, tetapi status itu telah turut punah 
sebagai sesuatu yang istimewa. Maka, saya juga curiga bahwa budayawan di masa 
lalu, Orde Baru maksud saya, adalah sosok yang barangkali menikmati juga 
kediktatoran itu yang menempatkan dirinya (atau mereka) pada status terhormat 
itu. Ketika mereka mengutuknya hari ini, saya kira sikap itu lebih sebagai 
bentuk pencucian atas dosa-dosa sejarah mereka juga. Pembaca boleh setuju atau 
tidak dengan pandangan dan kecurigaan ini.

Dan, aha, ini sisi yang paling menarik: ternyata membaca buku ini memberi 
dampak yang sangat optimistik atas Indonesia. “Ceritalah Indonesia” adalah 
gaung Indonesia di sebuah kedai kopi di pedalaman sana, kisah seseorang, satu 
keluarga, atau benda-benda yang disentuh oleh seorang Karim Raslan. Karim 
dengan caranya menulis menunjukan kecintaan yang berlebih atas Indonesia dan 
sebaliknya agak sinis kepada pemerintah negaranya. Sikap yang lagi-lagi 
membedakan Karim dengan kita sebut saja “kalangan intelektual” Indonesia yang 
begitu sinis pada Indonesia, lalu sibuk menghamba-hambakan diri dan memuji-muji 
negara lain di luar sana yang hanya sempat mereka singgahi beberapa saat saja. 
Uhuiii... 

Karim dengan buku ini menunjukkan sosok seorang pencerita yang terlanjur sayang 
kepada apa yang diceritakan. Seseorang yang berpendidikan Universitas Cambridge 
Inggris, pernah menjadi pengacara ternama, darah campuran Inggris-Malaysia 
mengalir di dalam dirinya, ternyata hanya seorang pencerita yang penuh empati. 
Cerita yang terus-menerus ditulisnya, biasanya seusai subuh, menjelang matahari 
terbit. 

Jakarta, 1 Oktober 2010












  

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim 

[...@ntau-net] Koran Tempo: Moncong Senjata Api untuk Warga?

2010-07-16 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Koran Tempo, 16 Juli 2010

Moncong Senjata Api untuk Warga?
Oleh
Indra J Piliang
Ketua Departemen Kajian Kebijakan DPP Partai Golkar

Berita ini datang terlambat, setelah ditanda-tangani oleh Mendagri Gamawan 
Fauzi dan Menhukham Patrialis Akbar masing-masing pada tanggal 25 Maret dan 31 
Maret 2010. Intinya: pemerintah mengeluarkan peraturan yang melegalkan 
penggunaan senjata api bagi anggota Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP). 
Permendagri No. 26 Tahun 2010 itu mengatur tentang Penggunaan Senjata Api bagi 
Satpol PP. 

Permendagri tersebut menunjuk petugas yang boleh menggunakan senjata api, yakni 
kepala satuan, kepala bagian/bidang, kepala seksi, komandan pleton, dan 
komandan regu. Namun, bagi para anggota satuan yang akan melaksanakan tugas 
operasional di lapangan diperbolehkan menggunakan, paling banyak 1/3 dari 
seluruh anggota satuan. 

Permendagri itu menyebutkan jenis senjata api yang boleh digunakan, yakni 
senjata peluru gas atau peluru hampa, semprotan gas dan alat kejut listrik. 
Senjata api dapat digunakan dengan izin dari Polri dan harus diajukan oleh 
Gubernur mengingat Satpol PP adalah perangkat pemerintah daerah untuk 
memelihara ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Ada apa ini? 

Keluarnya Permendagri itu menunjukkan kekeliruan pemahaman menyangkut masalah 
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Terjadi campur aduk tugas antara 
Satpol PP yang melakukan tindak pencegahan dan pemeliharaan hubungan-hubungan 
sosial di masyarakat, dengan kepolisian yang mengatur masalah keamanan dan 
kriminal. Pendekatan keamanan yang dilakukan oleh Satpol PP jelas akan membawa 
rivalitas antara  polisi dan Satpol PP, ketika menjalankan tugas-tugas 
lapangan. 

Sebagai contoh, ketika ada massa yang terkena peluru, apalagi peluru tajam, 
pihak mana yang disalahkan? Munculnya Permendagri ini seolah membenarkan bahwa 
selama ini rivalitas terjadi antara Satpol PP dengan Polisi, antara lain dalam 
tragedi di makam Mbak Priuk. Satpol PP beranggapan bahwa dukungan polisi kurang 
ketika bentrokan terjadi. Tetapi justru dalam banyak analisis menyangkut 
masalah itu, wacana pembubaran Satpol PP jauh lebih banyak, ketimbang 
memperkuat Satpol PP, apalagi dengan memberinya senjata. 

Mendagri
Satpol PP jelas berada di bawah tanggungjawab Kemendagri. Alur kerjanya 
menyangkut pemerintahan daerah, sebagai wilayah “binaan” Kemendagri. Dengan 
mengambil sejumlah “hak” yang berada di tangan polisi, yakni dalam penggunaan 
senjata api untuk menjaga keamanan, jelas sudah bahwa secara perlahan 
keistimewaan polisi mulai digerogoti. 

Masalahnya, kenapa tidak langsung saja kepolisian berada di bawah Departemen 
Dalam Negeri? Bukankah sejak awal Indonesia merdeka, kepolisian berada di bawah 
Depdagri? Jauh lebih penting menyusun bingkai yang lebih menyeluruh dan 
komprehensif untuk menata masalah keamanan (dan pertahanan), ketimbang membuat 
peraturan-peraturan skala kecil yang merusak bangunan kelembagaan keamanan 
secara perlahan. 

Satpol PP selama ini lebih banyak dilihat sebagai momok bagi masyarakat, 
ketimbang menjadi sahabat publik. Kreatifitas kepala daerah menjadi penting. Di 
Padang Panjang, Sumatera Barat, anggota Satpol PP juga terdiri dari 
perempuan-perempuan berkerudung, sehingga lebih memunculkan sikap tidak agresif 
di masyarakat pemikir, masyarakat relegius dan pedagang di sana. Sebaliknya, di 
daerah-daerah lain, Satpol PP malahan terlihat seperti pasukan-pasukan komando 
yang melebihi polisi dan tentara, antara lain dengan memperlihatkan sangkur di 
pinggang. 

Dengan senjata yang dimiliki Satpol PP, akan tercipta jarak yang semakin kuat 
betapa polisi hanya menjadi pihak yang mengurusi masalah-masalah penegakkan 
hukum dan keamanan. Padahal, idealnya, dengan skala 1 polisi mengurusi 400 
orang warga, kedekatan anggota-anggota kepolisian dengan warga diperlukan untuk 
mencegah dampak kriminalitas dan instabilitas keamanan. Keberadaan Satpol PP 
jelaslah akan menjauhkan polisi dari kehidupan warga, sehingga langkah-langkah 
untuk mengarah kepada polisi sipil kian sulit. 

Meminggirkan Citizenship
Keberadaan Satpol PP juga membuka diskusi yang lain, yakni terpinggirkannya apa 
yang disebut sebagai citizenship. Dalam bahasa awam, citizenship terkait dengan 
warga yang aktif dalam menjalankan hak-hak kewarga-(negara)-annya. Dalam hal 
ini, citizenship membutuhkan integrasi sosial di antara sesama warga. Pada 
gilirannya, integrasi sosial itu membentuk kohesifitas dan kolektivitas di 
antara para warga yang sadar akan hak dan kewajibannya. 

Yang dibutuhkan Indonesia dalam mengatasi problema-problema perseteruan antara 
warga dengan penegak hukum adalah citizenship ini, bukan satu kelompok 
bersenjata yang menjadi bagian dari pemerintah untuk menegakkan disiplin 
kewargaan. Dalam banyak literatur tentang konflik di Indonesia, warga bukanlah 
pihak yang agresif, tetapi selalu saja ada pihak-pihak yang mengambil 
keuntungan. Kasus-kasus kerusuhan berdarah juga memandu arah data dan fakta 

[...@ntau-net] Satu Catatan Tambahan Philips Jusario Vermonte...

2010-06-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/06/11/pjv-ttg-dana-aspirasi-2/

(Notes ini adalah sambungan dari notes beberapa hari yang lalu)


Setelah usul dana aspirasi oleh partai Golkar terhenti, partai itu tidak 
kehilangan akal dan usulnya berubah dengan cepat menjadi dana Pedesaan sebesar 
1 milyar rupiah untuk setiap desa. Seperti saya sebut dalam notes terdahulu, 
saya takjub dengan move Partai Golkar ini. Dan sebagai pelajar ilmu politik, 
terus terang saya excited karena beberapa hal. 


Pertama, seperti saya tulis dalam notes terdahulu, move Golkar dan reaksi 
partai dan juga publik, menandakan bahwa perubahan sistem politik dan pemilu 
kita sejak 1998 mulai membawa hasil. Partai-partai dan politisi harus bekerja 
berdasarkan constraint dan merespon sistem insentif yang muncul dari sistem 
yang baru itu. 


Kedua, berkaitan dengan pertama, usulan Partai Golkar boleh dikatakan adalah 
sebuah move politik yang cerdik dan ia juga mulai menandai debat politik yang 
lebih substansial. Yaitu perihal bagaimana demokrasi (via partai politik 
sebagai backbone demokrasi) harus dibiayai. 


Ketiga, dua usulan Partai Golkar mungkin menjadi sebuah anomali. Secara 
natural, usul membagi-bagi dana kepada daerah pemilihan (dan sekarang kepada 
desa yang berjumlah kurang lebih 70 ribu di Indonesia) adalah usul untuk sebuah 
program populis. Nyatanya, pada saat yang sama, usul Partai Golkar ini juga 
menjadi sangat tidak populer. Dan seperti saya tulis dalam notes terdahulu 
(link nya ada di bawah notes ini), saya yakin betul bahwa politisi Partai 
Golkar mengerti bahwa usul itu tidak populer dan mereka akan dihujat kiri 
kanan. Tetapi mengapa mereka maju terus?


Seluruh logika politisi adalah logika survival dan bagaimana agar kembali 
terpilih dan atau tetap memegang kekuasaan. Usul Dana Aspirasi dan kemudian 
Dana Pedesaan ini, keseluruhannya adalah cara Golkar untuk survive. Tentu tidak 
ada yang salah dengan itu, karena secara alamiah memang begitulah politik dan 
politisi.


Dalam notes pertama saya tempo hari saya mencoba memberi alasan mengapa Dana 
Aspirasi itu bisa berguna untuk demokrasi kita. Setelah menimbang usulan Dana 
Pedesaan ini, kalau saya ditanya, maka saya akan memilih bahwa Dana Aspirasi 
jauh lebih relevan dan berguna untuk proses institusionalisasi sistem partai 
dan sistem pemilu kita (seperti sudah saya uraikan di notes pertama). 


Berhubung dengan pembiayaannya, Dana Aspirasi akan menghabiskan 8 trilyun 
rupiah (dengan asumsi 15 M rupiah disetujui seluruhnya), sementara Dana 
Pedesaan untuk kurang lebih 70 ribu desa itu akan menghabiskan 70 trilyun 
rupiah lebih.


Bila dalam Dana Aspirasi saya bisa mengidentifikasi ramifikasi yang baik untuk 
sistem partai dan pemilu kita secara umum, dalam Dana Pedesaan ini yang bisa 
saya temukan hanyalah kecerdikan Golkar untuk survive yaitu:


Pertama, dalam struktur pemerintahan daerah kita ada dua macam 'desa'. Yaitu 
'desa' dan 'kelurahan'. Desa bersifat lebih rural, dan kelurahan lebih 
urban.Yang membedakan keduanya adalah bahwa kepala 'desa' dipilih langsung 
rakyat desa, sementara kepala 'kelurahan' ditunjuk bupati/walikota.


Kedua, saya tidak bisa membayangkan bagaimana mekanisme Dana Pedesaan ini nanti 
apabila disetujui. Yang terbayang oleh saya adalah bahwa ia akan mengikuti 
struktur transfer dana dalam framework Otonomi Daerah. Dalam Otda kita, titik 
berat aliran dana tersebut adalah dari pemerintah pusat kepada bupati/walikota.


Ketiga, berkaitan dengan poin pertama dan kedua, bila kita tengok data hasil 
Pilkada antara 2005-2008 maka kita akan temukan bahwa kurang lebih 40 persen 
kepala daerah (bupati/walikota) di seluruh Indonesia (di hampir 500 
kabupaten/kota) adalah dari Partai Golkar (baik yang dicalonkan sendiri atau 
bersama-sama dengan partai lain). Jumlah ini adalah yang terbanyak dimiliki 
partai. Nomor dua terbanyak adalah PDI-P. 


Walhasil, Dana Pedesaan itu akan lebih banyak 'dikuasai' Partai Golkar dan pada 
akhirnya akan sangat menguntungkan Partai Golkar. Bupati/walikota akan 
mengalirkan dana kepada kepala kelurahan yang diangkat olehnya, juga kepada 
para kepala desa yang dipilih rakyat desa sendiri. Untuk yang terakhir ini, 
Partai Golkar potensial untuk mencapai tempat-tempat yang mungkin bukan basis 
massa-nya.


Dua usulan Partai Golkar ini saya kira menunjukan kemahiran berpolitik Parta 
Golkar. Kenyataan bahwa Partai Golkar berani melemparkan usul terbuka dan 
memicu debat publik adalah sebuah kemajuan dalam politik Indonesia. Ada 
ruang-ruang berpolitik yang semakin terbuka, dari yang tadinya diselesaikan 
lewat jalan belakang (dan para penstudi politik hanya bisa bilang dengan pasrah 
bahwa itu adalah mekanisme black box, alias 'au ah gelap')...:-)


Sekali lagi, kesimpulan sementara saya adalah bahwa Dana Aspirasi adalah opsi 
yang lebih baik dibandingkan dengan usulan Dana Pedesaan ini.


Dana Aspirasi relatif lebih mudah dikontrol dan ia bisa menjadi entry untuk 
mulai mengatur masalah party financing yang 

[...@ntau-net] Maaf: Kampanye... Mohon di delete kalau tdk berkenan...

2010-06-11 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Mengapa Saya Mendukung ALI MUKHNI-DAMSUAR
Sebagai
Bupati-Wakil Bupati Padang Pariaman
Periode 2010-2015
(Surat Terbuka INDRA JAYA PILIANG)

Assalamu’alaikum Wr Wb
Kepada alim-ulama, niniak-mamak, cadiak-pandai, bundo-kanduang, urang sumando, 
pemuda, jo dunsanak-dunsanak di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. 
Sebagai pembuka kata, izinkan ambo untuk meminta maaf terlebih dahulu. Kalau 
ada kata yang talonsong, taantuak ka turun, talendo ka naiak, mohon ambo diberi 
maaf. Maklumlah, umur baru setahun jagung, pengalaman belum setampuk pinang, 
pengetahuan hanya sebatas pinggalan. 

Surat terbuka ini sengaja saya tulis untuk menunjukkan hati yang jernih. 
Seperti kata pepatah, datang tampak muka, pergi tampak punggung, tidak mungkin 
saya sebagai anak-keponakan berdiam diri untuk apa yang kini berlangsung di 
Padang Pariaman. Sebagai ranah kelahiran == di Kampung Perak, Pariaman == 
tentulah perhatian saya tidak akan putus, sekalipun berada di rantau urang dan 
melanglang-buana ke banyak daerah. 

Padang Pariaman adalah daerah yang baru saja terkena gempa pada tanggal 30 
September 2009 lalu. Data-data statistik menunjukkan bahwa Padang Pariaman 
adalah kabupaten yang terparah terkena gempa, dengan sekitar 80% rumah rusak 
berat sampai rusak ringan. Kegiatan ekonomi seperti berhenti. Kabupaten dengan 
penduduk 390.000 jiwa lebih ini mengalami keadaan yang sungguh menyedihkan.

Tapi bukan “urang Pariaman” namanya, kalau hanya melihat akibat-akibat gempa 
bumi itu dengan muka sedih. Dengan beragam cara, upaya membangun kembali 
rumah-rumah, pasar, sekolah, jalan, jembatan sampai tempat-tempat ibadat terus 
dilakukan. Kini sebagian dari bangunan-bangunan baru sudah berdiri, sekalipun 
masih banyak dalam bentuk bantuan negara-negara sahabat, lembaga swadaya 
masyarakat, kalangan bisnis, sampai urang-urang di rantau. 

Di tengah kesibukan itu, pada tanggal 30 Juni 2010 nanti, bertepatan dengan 9 
bulan peringatan gempa bumi, akan dilangsungkan pemilihan langsung kepala 
daerah (pilkada). Tanggal yang sangat tepat untuk menguji sebuah momentum dan 
komitmen, akankah Padang Pariaman mendapatkan pemimpin yang tepat ataukah masih 
mencari pengalaman? 

Dunsanak-Dunsanak Yang Baik
Padang Pariaman tentu tidak membutuhkan calon-calon pemimpin yang belajar 
memimpin, ketika persoalan yang dihadapi begitu berat. Karena itu juga, sadar 
akan pengalaman saya yang kurang, maka saya memutuskan untuk tidak maju dalam 
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman. Sekalipun Pak Jusuf Kalla, 
Pak Aburizal Bakrie, Pak Syahrul Udjud dan tokoh-tokoh lain meminta saya untuk 
maju, saya memilih untuk mencari pengalaman tambahan. 

Tentu, saya berterima kasih dengan masyarakat Padang Pariaman. Dalam pemilu 
legislatif 9 April 2009 lalu, masyarakat Padang Pariaman menyumbangkan 50% dari 
keseluruhan total suara yang saya dapatkan. Sisanya  diberikan oleh pemilih di 
7 (tujuh) kabupaten dan kota yang lain, yakni Pariaman, Bukittinggi, 
Payakumbuh, Agam, 50 Kota,  Pasaman dan Pasaman Barat. Sebagai orang yang baru 
belajar masuk politik praktis, dukungan itu besar artinya bagi saya, sehingga 
dalam perjalanan saya ke depan, aspirasi pemilih akan terus saya perjuangkan, 
sekalipun tidak berhasil duduk di DPR RI. 

Karena itulah, saya memilih untuk mendukung pasangan Ali Mukhni-Damsuar, 
pasangan dengan nomor urut 1 dalam pilkada 30 Juni 2010 nanti. Kenapa saya 
mendukung pasangan ini?

Pertama, sebagai Wakil Bupati Padang-Pariaman 2005-2010, Ali Mukhni telah 
mengenali seluruh daerah Padang Pariaman. Lima tahun duduk di pemerintahan, Ali 
Mukhni adalah pribadi yang bersih, tidak banyak bicara, banyak bekerja dan 
untuk ukuran Wakil Bupati di Indonesia termasuk kategori “pejabat dhuafa”. Ali 
Mukhni adalah sosok orang Pariaman kebanyakan, tidak terlalu peduli dengan 
aturan protokoler, serta berpakaian sederhana. Saya menyaksikan sendiri 
bagaimana Ali Mukhni menyemir sendiri sepatunya, di beberapa pertemuan 
calon-calon kepala daerah di hotel berbintang di Jakarta.

Kedua, sebagai salah satu asisten dalam Pemda Padang Pariaman 2005-2010 dan 
mantan camat terbaik, Damsuar adalah sosok yang merambah karier cemerlang di 
pemerintahan. Sebagai seorang penghulu di kaumnya, Datuak Damsuar memiliki 
tutur kata yang baik. Bagi saya, seandainya menjadi Wakil Bupati Padang 
Pariaman 2005-2010, maka Datuak Damsuar mampu memintal hubungan yang harmonis 
antara pemerintah dengan masyarakat. Sama dengan Ali Mukhni, maka Datuak 
Damsuar adalah sosok yang sederhana.

Ketiga, sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati, keduanya seperti tebing dengan 
bambu, saling menguatkan. Keterbukaan Ali Mukhni memberi kesempatan kepada 
masyarakat untuk memberikan informasi apapun yang berkaitan dengan jalannya 
pemerintahan. Kesantunan dan kepiawaian komunikasi Damsuar menjalin ikatan 
emosional yang sangat baik. Survei juga menunjukkan bahwa tingkat elektabilitas 
atau keterpilihan Ali Mukhni dan Damsuar berada di nomor urut 1 dan 2. Sehingga 
ketika

[...@ntau-net] Philips Jusario Vermonte ttg #DanaAspirasi....

2010-06-09 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/06/09/pjv-ttg-dana-aspirasi/ 

Philips Jusario Vermonte, anak Bukittinggi kelahiran Manila, menulis di 
facebooknya. Karena ini bagian pertama, jgn berharap bahwa bagian kedua 
sepositif ini. Apalagi Ari Perdana belum menulis:) 

== 
Dengan resiko dianggap sebagai pendukung Partai Golkar-nya Aburizal Bakrie 
(hehehehe), saya tulis notes ini. Berkait dengan proposal untuk menyediakan 
dana aspirasi sebesar Rp. 15 M bagi anggota DPR untuk dialirkan kepada daerah 
pemilihannya (dapil), kritik keras mengalir dari 8 penjuru mata angin untuk 
Partai Golkar. Proposal itu bahkan sudah menjadi dosa sosial sejak dalam 
pikiran. Bahwa dana itu pasti akan dikorupsi, hingga soal tata keuangan negara 
yang tidak ada presedennya (yang terakhir ini justru mungkin akan paling mudah 
dihadapi partai Golkar, mengubah perundangan adalah hal yang doable bagi Partai 
Golkar sepanjang ada partai di DPR yang ikut serta bersamanya). 

Tetapi, saya takjub dengan para politisi Partai Golkar yang maju terus dengan 
usulan yang amat sangat tidak populer ini. Mereka pasti tahu persis bahwa ide 
ini amat sangat tidak populer dan akan membuat mereka semakin kehilangan 
kredibilitas karenanya. Namun, mereka terlihat seperti sedang mengajukan 
sesuatu yang mereka percayai betul. 

Saya, dan pastinya banyak orang lain, sudah terbiasa dengan politisi-politisi 
kita yang datang dengan ide-ide bodoh namun pantang mundur. Tetapi saya kira 
kali ini yang terjadi dengan Partai Golkar dan usulan dana 15 M ini agak lain 
ceritanya. Dan saya tergoda untuk mengoprek sisi lain dari dana aspirasi ini, 
alias sisi 'positif'-nya. 

Saya kira diskusi yang muncul berkaitan dengan isu ini berakar pada masalah 
mendasar, yaitu bahwa konsekuensi-konsekuensi dari sistem pemilihan umum, 
sistem kepartaian, dan sistem perwakilan kita mulai muncul dan berkembang. 
Pertanda bahwa 'mesin' demokrasi kita mulai berjalan, dan kita, seperti 
negara-negara lain yang telah lebih dulu menjadi mapan demokrasinya, harus 
memecahkan berbagai masalah yang muncul. Politisi dan partai pun mulai bereaksi 
terhadap constraint dan juga sistem insentif yang tersedia dalam sistem politik 
yang terbentuk sejak reformasi 1998. Isu mendasar yang bisa kita simpulkan dari 
kontroversi dana aspirasi ini adalah: bagaimana demokrasi harus dibiayai? 

Studi ilmu politik tentang distributive spending - nama lain dari dana aspirasi 
yang sedang diusulkan itu - (leksikon pork-barrel memang negatif karena sejarah 
awal munculnya 'dana 'aspirasi' ini di Amerika Serikat dulu) oleh anggota 
parlemen di berbagai negara telah banyak dilakukan, misalnya oleh Shepsle dan 
Weingast (1981). Distributive spending oleh politisi muncul karena politisi 
harus merespon tuntutan electoral constituency. 

Dalam konteks pemilihan langsung, dari studi mengenai voting behavior di 
berbagai negara, pemilih selalu menanyakan satu pertanyaan retrospektif sebelum 
memutuskan pilihannya: what have you done for me lately? (Lancaster,1986). 
Menjawab pertanyaan semacam ini, hampir pasti partai incumbent akan selalu 
diuntungkan. Karena ia berkuasa, eksekusi policy akan selalu berada di 
tangannya. Incumbent pun, atas nama kekuasaan eksekutif, bisa mengatur timing 
kapan sebuah kebijakan dilakukan, apakah menjelang pemilu dan lantas dihentikan 
setelah pemilu (kebijakan BLT dulu adalah satu contohnya). Dengan kata lain, 
partai incumbent selalu in the state of campaign sepanjang masa berkuasanya, 
sebelum pemilu berikut dilaksanakan. Megawati yang frustasi menyebut ini 
sebagai 'tebar pesona' terus-terusan oleh Presiden berkuasa. 

Berada di luar kekuasaan, otomatis membuat partai kehilangan resource-nya. 
Kemampuannya untuk meladeni 'tebar pesona' incumbent melemah, kalau tidak bisa 
dibilang hilang. Sejak 2004, kalau diperhatikan, perolehan suara partai-partai 
yang kalah pemilu semakin mengecil. Dalam pemilu 2009, perolehan suara Partai 
Golkar mengecil, apalagi PDI-P yang berdiri dipinggir sudah dua periode pemilu 
lamanya. Juga umumnya partai-partai lain. 

Karena itu, usulan dana aspirasi ini ada baiknya. Yaitu untuk memberi nafas 
bagi partai d iluar pemenang pemilu, memberi mereka sedikit kekuatan untuk 
menjadi pengimbang partai incumbent. 

Ada satu fenomena menarik dalam perilaku pemilih di Amerika, yang mungkin 
'semangatnya' bisa ditiru. Yaitu bahwa voters di Amerika tidak menginginkan 
sebuah partai menguasai eksekutif dan legislatif sekaligus. Kalau presidennya 
dari Partai Demokrat, maka dalam pemilihan legislatif voters akan cenderung 
memilih Partai Republik. Demikian juga sebaliknya. Dengan demikian, kekuasaan 
eksekutif selalu bisa dikontrol. Intinya, terjadi strategic voting di antara 
pemilih, mereka ingin menciptakan keseimbangan kekuasaan dalam politik Amerika 
(strategic voting banyak terjadi dalam konteks pemilu lain, misalnya di Peru 
ketika pemilihan Fujimori, seperti studi oleh Schmidt (1993). Tentu saja, 
contoh Amerika ini terjadi dalam konteks sistem 

[...@ntau-net]

2010-06-03 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
http://www.indrapiliang.com/2010/06/03/wali-nanggroe/


Wali Nanggroe:
Utk Muhammad Hasan di Tiro

Oleh
Indra J Piliang

Sehari setelah sertifikat WNI itu datang
Engkau kembali ke pangkuan Illahi
Selamat jalan, Wali Nanggroe

4 Desember 1976
Di atas sebuah bukit
Kau kumandangkan perlawanan
Bersama guru-guru mengaji dari meunasah-meunasah

Hikayat Perang Sabil berdendang di pangkuan ibu-ibu yang menidurkan bayinya
Dengan korban, tentu. Apa saja yang bisa disebut. Apa saja yang bisa ditulis.
Korban yang tak kau harapkan, ketika Jakarta bisu dan pekak
Ketika marsoses-marsose baru bergerak ke gampong-gampong nan jauh

“Ini bouraq-singa, bukan garuda. Ini Darussalam, bukan Hindunesia!”
Ya, patut kita ingat kata-kata itu.
Kata-kata yang kau kubur dengan Nota Kesepahaman Helsinki
Jenewa tempatnya, 15 Agustus 2005 tanggalnya
Dalam aksara Inggris dan Indonesia, bukan lagi aksara Arab Melayu.

Wali, kau telah ajarkan tentang keteguhan
Tetapi juga tentang akhir dari sebuah keteguhan
Tentu, anak-anak muda di sekitarmu ingin terus berjuang, berperang
Sampai ke Libya mereka menguji nyali, mengolah raga, menggosok senjata
Dalam usia sepuh itu, kau berikan hatimu pada perdamaian
Damai yang indah. Damai yang tidak lagi serakah.

Kini, merah-putih telah membalutmu
Bintang dan Bulan Sabit tersimpan dalam rimba-belantara
Senjata-senjata digergaji

Kami, di negeri Kertagama ini
Dan turunan dari ribuan perang di masa lalu
Hanya bisa berharap dengan cemas: perdamaian itu abadi
Seabadi namamu, seabadi perjuanganmu

Dan bagimu Jakarta, hilangkan keangkuhan itu!
Jangan lagi kirim ekspedisi Kartanegara ala Singosari
Buang itu ambisi Gajah Mada di Padjajaran
Campakkan marsose-marsose ganas sewaan dari tanah India

Kami mengawasi, dengan mata tak berkedip, setiap gerak bibirmu: Jakarta!

Bersama Wali Nanggroe, kami abadikan perdamaian...

Selamat jalan, Wali...

Jakarta, 3 Juni 2010






  

-- 
.
Posting yang berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan di tempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini dan kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur dan Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer dan seluruh bagian tidak perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat e-mail baru, tidak me-reply e-mail lama dan 
mengganti subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali serta ingin mengubah konfigurasi/setting-an 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.


[...@ntau-net] Koran Tempo: Sampai Kapan Kami Bersabar?

2010-05-26 Terurut Topik Indra Jaya Piliang
Karena ada bbrp kalimat yg hilang di artikel sebelumnya, kami kirimkan naskah 
aslinya

Koran Tempo, 26 Mei 2010
Sampai Kapan Kami Bersabar?
Oleh
Indra Jaya Piliang
Fungsionaris DPP Partai Golkar

Pada Musyawarah Nasional Partai Golkar di Pekanbaru pada 3-8 Oktober 2009, saya 
berperan menjadi manajer kampanye Yuddy Chrisnandi. Tema yang kami usung adalah 
regenerasi. Yuddy mendapatkan nilai 0 (nol) dari 538 suara. Itulah harga 
regenerasi di tubuh Partai Golkar. Usia Yuddy 42 tahun saat itu. 

Kemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres 
Bandung mengonfirmasi alasan majunya Yuddy di Partai Golkar. Regenerasi tidak 
bisa ditolak. Anas masih berusia 41 tahun. Gairah kehidupan politik di kalangan 
anak-anak muda membuncah. Sekalipun memiliki figur sentral, Susilo Bambang 
Yudhoyono, Partai Demokrat telah menyiapkan jenjang kepemimpinan nasional yang 
tangguh. 

Sekarang, bagaimana dengan partai-partai politik lain? Ketua Umum Partai 
Golkar, Aburizal Bakrie, berusia 63 tahun. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati 
Soekarnoputri, berusia 63 tahun. Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa, berusia 57 
tahun. Sementara Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, berusia 59 tahun. Partai 
Demokrat menjadi satu-satunya partai politik paling besar yang dipimpin oleh 
anak muda di negara demokrasi ketiga terbesar di dunia ini. 

Memang, di jajaran kepengurusan partai politik masih terdapat sejumlah anak 
muda. Tetapi relatif sedikit dibandingkan dengan keseluruhan fungsionaris. 
Terdapat nama Fadli Zon (39 tahun) di Partai Gerindra. Juga nama-nama lain, 
sepeti Bima Arya Sugiarto di DPP PAN atau Puan Maharani di DPP PDI Perjuangan. 
Namun, Budiman Sudjatmiko (40 tahun) gagal menjadi pengurus DPP PDI Perjuangan, 
sekalipun mewakili generasi paling otentik dalam riwayat perjuangan untuk 
kebebasan dan demokrasi. Jangankan untuk menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan, 
masih diperlukan lima tahun lagi bagi Budiman masuk DPP PDI Perjuangan. 

Reshuffle Kepengurusan
Apa yang bisa dilakukan dalam menatap kehidupan politik 2014-2019, termasuk 
dalam konteks regenerasi kepemimpinan nasional? Partai Demokrat telah selangkah 
di depan, namun partai lain bukan berarti ada dalam posisi tertinggal. Saya 
kira, inilah saat yang tepat bagi seluruh partai politik untuk menyusun ulang 
barisan kepemimpinan di tubuh masing-masing kepengurusan. Caranya, segera 
melakukan langkah reshuffle. Daun-daun yang berwarna coklat dan kuning 
sebaiknya dipangkas, agar udara tersedia bagi daun-daun hijau dalam pohon 
politik. 

Bukan berarti kami yang muda-muda diam. Saya mengikuti dengan dekat aktivitas 
kalangan muda di setiap partai politik. Dalam bentuk eksperimentasi, sejumlah 
politisi muda lintas partai menyusun Kabinet Indonesia Muda (KIM) yang kaya 
akan gagasan. KIM diisi oleh anak-anak muda lain dari kalangan ilmuwan, 
pengusaha, aktifis lembaga swadaya masyarakat, kaum profesional dan 
analis-analis handal. Gerak KIM bagi bangsa ini memang belum maksimal, tetapi 
sebagai komunitas yang heterogen dan dinamis sungguh terasa. Sekalipun tidak 
menggunakan nama KIM, pemikiran anggota-anggota KIM tersebar di banyak media. 

Pada level yang lain, dalam perjalanan ke banyak daerah, saya menemukan 
aktivitas kalangan muda politik itu. Sebagai generasi yang bergairah, tentu 
menjelajahi wilayah Indonesia yang luas adalah bagian dari semangat kami. 
Penjelajahan dunia pemikiran juga menjadi wajib. Setiap masalah bisa ditelisik 
dengan informasi yang lebih valid dan beragam. Di dunia maya, terutama twitter 
dan facebook, kaum muda politisi dan aktivis ini paling berisik. Semua hal bisa 
ditanggapi dengan posisi beragam, namun juga bisa berubah dalam semalam, tanpa 
harus merasa sakit hati atau misuh-misuh. 

Partai hakekatnya mencari talenta-talenta yang baik ini, lalu memasukkan ke 
dalam satu sistem organisasi yang lebih rapi. Partai selayaknya menampung upaya 
pengorganisasian pemikiran dan aktivitas, hingga berwujud menjadi program yang 
bertujuan bagi kepentingan rakyat dan negara. Dan partai tidak selamanya 
menjadi organ kekuasaan, mengingat pemilu tidak tiap hari digelar. Bagi saya, 
reshuffle kepengurusan di seluruh partai politik adalah cara agar terdapat 
dinamika politik yang lebih segar. 

Bukan Hanya Politisi
Ini juga bukan semata-mata di level politisi. Terlalu mengada-ada kalau 
regenerasi hanya soal politik. Saya menemukan banyak sekali nama tua dan lama 
di kalangan ilmuwan yang bicara di media, begitu juga di kalangan lembaga 
swadaya masyarakat dan bahkan dunia pengusaha. Mereka seperti Candi Borobudur 
yang merasa paling mampu menciptakan keindahan, ketika anak-anak muda justru 
mengoleksi benda-benda lain seperti komik atau piringan hitam. Mereka menjadi 
sosok yang nyinyir, ketika sumberdaya anak-anak muda lain menjadi gagu dalam 
jumlah banyak dan menumpuk. 

Saya tentu tidak menggugat, melainkan memaparkan realitas. Sejumlah kawan saya, 
bahkan yunior saya, sudah berhasil meraih gelar doktoral dan profesor di

  1   2   3   4   >